Page 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan hidayah dari-Nya, Biro Hukum dan Komunikasi Publik dapat menerbitkan
buku Himpunan Peraturan Menteri Pariwisata Tahun 2016 sebagai produk hukum
dalam rangka pelaksanaan kebijakan di bidang pariwisata.
Penerbitan buku Himpunan Peraturan Menteri Pariwisata Tahun 2016 sebagai
salah satu tugas dan fungsi Biro Hukum dan Komunikasi Publik dalam pelaksanaan
pengelolaan dokumentasi dan publikasi hukum, penyuluhan hukum serta Jaringan
dokumentasi dan informasi hukum di bidang pariwisata.
Buku Himpunan ini merupakan wahana dan salah satu upaya penyebarluasan
informasi hukum bidang pariwisata sebagaimana amanat Peraturan Presiden
Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan untuk
mewujudkan keterbukaan informasi publik sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Buku Himpunan ini untuk memberikan informasi bagi para pemangku
kepentingan (steakholders) terhadap peraturan perundang-undangan bidang
pariwisata dan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan kepariwisataan di
Indonesia.
Semoga Buku Himpunan Peraturan Menteri Pariwisata Tahun 2016 dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, Juli 2017
Sekretaris Kementerian,
Drs. UKUS KUSWARA, M.M
l
Page 2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................... i
Daftar Isi .......................................................................................................... iii
Abstrak ........................................................................................................... v-1
Peraturan Menteri1. Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016
tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Usaha Pariwisata ............................. 1
2. Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016tentang Tata Kerja, Persyaratan, Serta Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Unsur Penentu Kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia .................................................................................................. 21
3. Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016tentang Statuta Politeknik Pariwisata Makassar ...................................... 29
4. Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 4 Tahun2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Politeknik PariwisataPalembang ............................................................................................... 97
5. Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 5 Tahun2016 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Politeknik PariwisataLombok ....................................................................................................... 113
6. Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 6 Tahun2016 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintahdi Lingkungan Kementerian Pariwisata ....................................................... 129
7. Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016tentang Pedoman Penyelenggaraan Wisata Selam Rekreasi ....................... 141
8. Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 8 Tahun2016 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Pariwisata dan Kesenian Nomor KEP-10/MNPK/2000 tentang Usaha Jasa Manajemen Hotel Jaringan Internasional ............................................................................... 161
9. Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tentang Penetapan Destinasi Pariwisata Unggulan .................................... 165
iii
Page 3
Lampiran 4 him.
TATA KERJA - TATA CARA - PERSYARATAN PENGANGKATAN - PEMBERHENTIAN - UNSUR PENENTU KEBIJAKAN - BADAN PROMOSI PARIWISATA INDONESIA 2016PERMEN PAR NO. 2 TAHUN 2016, LL KEMENPAR 2016 : 8 HLM.PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG TATA KERJA, PERSYARATAN, SERTA TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN UNSUR PENENTU KEBIJAKAN BADAN PROMOSI PARIWISATA INDONESIA.
ABSTRAK : - bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 38ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.69/ HK.001/ MKP/2010 tentangTata Kerja, Persyaratan, serta Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Unsur Penentu Kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.2/HK.001/ MKP/2011, sehingga sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dam perlu diganti, sehingga penetapannya dengan Peraturan Menteri.
Dasar Hukum Peraturan Menteri ini adalah : UU No. 10 Tahun 2009; PP No.50 Tahun 2011; PERPRES No. 19 Tahun 2015, PERMENPAR No. 6 Tahun 2015.
Dalam Peraturan Menteri ini diatur tentang : Tata Kerja, Persyaratan, serta Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Unsur Penentu Kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia. Struktur organisasi Badan Promosi Pariwisata Indonesia terdiri atas 2 unsur, yaitu unsur penentu kebijakan dan unsur pelaksana. Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia terdiri atas wakil asosiasi kepariwisataan 4 (empat) orang; wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang; wakil asosiasi penerbangan 1 (satu) orang; dan pakar/akademisi 2 (dua) orang.
CATATAN : - Permen ini ditetapkan pada tanggal 29 Maret 2016;
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku maka Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.69/HK.001/MKP/2010 tentang Tata Kerja, Persyaratan, serta Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Unsur Penentu Kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.2/HK.001/MKP/2011, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Page 4
PERMEN PAR NO. 3 TAHUN 2016, LL KEMENPAR 2016 : 68 HLM. PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG STATUTA POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR.
3. STATUTA - POLITEKNIK PARIWISATA - MAKASSAR2016
ABSTRAK : - bahwa dalam rangka mewujudkan tertib pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan Politeknik Pariwisata Makassar dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 9 Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 15 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Politeknik Pariwisata Makassar, sehingga Statuta Akademik Pariwisata Makassar perlu diganti dengan Peraturan Menteri untuk disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan.
Dasar Hukum Peraturan Menteri ini adalah : UU No.20 Tahun 2003; UU No. 12 Tahun 2012; PPNo. 4 Tahun 2014; PERPRES No. 17 Tahun 2015; PERPRES No. 19 Tahun 2015; PERMENDIKBUD No. 139 Tahun 2014; PERMENPAR No.6 Tahun 2015; PERMENPAR No. 15 Tahun 2015.
Dalam Peraturan Menteri ini diatur tentang : Statuta Politeknik Pariwisata Makassar. Politeknik Pariwisata Makassar merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi di bidang kepariwisataan di bawah Kementerian Pariwisata yang ditetapkan pada tanggal 20 Oktober 2016.
Penyelenggaraan tridharma perguruan tinggi meliputi otonomi pengelolaan, penyelenggaraan pendidikan, penyelenggaraan penelitian, penyelenggaraan pengabdian kepada masyarakat, etika akademik dan kode etik, kebebasan akademik dan otonomi keilmuan, gelar dan penghargaan.
Politeknik Pariwisata Makassar memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu : otonomi pengelolaan di bidang akademik, berupa penetapan norma dan kebijakan operasional Poltekpar Makassar serta pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi; dan otonomi pengelolaan di bidang non akademik, berupa penetapan norma dan kebijakan operasional Poltekpar Makassar serta pelaksanaan organisasi, keuangan, kemahasiswaan, kepegawaian, sarana, dan prasarana.
Tujuan Politeknik Pariwisata Makassar terdiri atas menyelenggarakan sistem pendidikan bidang kepariwisataan yang berbasis akuntabilitas kinerja untuk menghasilkan lulusan yang berbudi pekerti luhur, unggul dalam pengetahuan dan keterampilan pada ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni;
v-3
Page 5
Statuta Poltekpar Palembang ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku;
Untuk pertama kali, Direktur Poltekpar Palembang ditunjuk oleh Menteri Pariwisata sampai dengan dilaksanakannya pemilihan Direktur Poltekpar Palembang sesuai dengan Statuta Poltekpar Palembang;
Lampiran 1 him.
Page 6
PERMEN PAR NO. 5 TAHUN 2016, LL KEMENPAR 2016 : 16 HLM.PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJAPOLITEKNIK PARIWISATA LOMBOK.
ABSTRAK : - bahwa untuk meningkatkan efektivitaspenyelenggaraan pendidikan vokasi di bidang kepariwisataan dalam memenuhi kebutuhansumber daya manusia yang profesional dan beretika, perlu mendirikan politeknik pariwisata di Lombok, dan organisasi dan tata kerja Politeknik Pariwisata Lombok, sehingga perlu penetapannya dengan Peraturan Menteri.
- Dasar Hukum Peraturan Menteri ini adalah : UU No.20 Tahun 2003, UU No.39 Tahun 2008, UU No. 10 Tahun 2009, UU Np.12 Tahun 2012, PP No.4 Tahun 2014, PERPRES No. 19 Tahun 2015, PERMEN PAR No.6 Tahun 2015.
- Dalam Peraturan Menteri ini diatur tentang : Organisasi dan Tata Kerja Politeknik Pariwisata Lombok. Politeknik Pariwisata Lombok menyelenggarakan fungsi penyusunan rencana dan program pendidikan; penyelenggaraan pendidikan vokasi di bidang kepariwisataan; pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat; pengelolaan administrasi akademik dan kemahasiswaan; pelaksanaan administrasi umum; pengembangan sistem penjaminan mutu; pelaksanaan pengawasan internal; pembinaan sivitas akademika; dan pelaksanaan evaluasi dan pelaporan. Organisasi Politeknik Pariwisata Lombok terdiri atas Direktur dan Pembantu Direktur; Senat; Dewan Penyantun; Satuan Penjaminan Mutu; Satuan Pengawas Internal; Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan; Subbagian Administrasi Umum; Program Studi; Laboratorium; Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat; dan Unit Penunjang.
CATATAN : - Permen ini ditetapkan pada tanggal 27 April 2016;
Lampiran 1 him.
5. ORGANISASI - TATA KERJA - POLITEKNIK PARIWISATA LOMBOK2016
v-7
Page 7
13. ORGANISASI - TATA KERJA - BADAN PELAKSANA - OTORITA DANAU TOBA 2016PERMEN PAR NO.13 TAHUN 2016, LL KEMENPAR 2016 : 13 HLM. PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA OTORITA DANAU TOBA.
ABSTRAK : - bahwa melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (2)Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2016 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba perlu adanya organisasi dan tata kerja Badan Pelaksana Otorita Danau Toba sehingga diperlukan penetapannya dengan Peraturan Menteri.
Dasar Hukum Peraturan Menteri ini adalah : UU No. 10 Tahun 2009, PP No.23 Tahun 2005, PP No.50 Tahun 2011, PERPRES No. 19 Tahun 2015, PERPRES No.49 Tahun 2016.
Dalam Peraturan Menteri ini diatur tentang : Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Otorita Danau Toba.
Badan Pelaksana mempunyai tugas: Badan Pelaksana Otorita Danau Toba merupakan satuan kerja dibawah Kementerian Pariwisata yang dipimpin oleh Kepala yang disebut Direktur Utama, melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan fasilitasi perencanaan, pengembangan, pembangunan, dan pengendalian di Kawasan Pariwisata Danau Toba; dan melakukan perencanaan, pengembangan, pembangunan, pengelolaan, dan pengendalian di zona otorita Pariwisata Danau Toba.
Badan Pelaksana menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan Rencana Induk di Kawasan Pariwisata Danau Toba;
b. penyusunan Rencana Detail Pengembangan dan Pembangunan di Kawasan Pariwisata Danau Toba;
c. pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi, dan fasilitasi perencanaan, pengembangan, pembangunan, dan pengendalian di Kawasan Pariwisata Danau Toba;
d. penyusunan perencanaan, pengembangan, pembangunan, pengelolaan, dan pengendalian di Kawasan Pariwisata Danau Toba;
e. perumusan strategi operasional pengembangan Kawasan Pariwisata Danau Toba;
v-16
Page 8
CATATAN
f. penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan pusat dan daerah di Kawasan Pariwisata Danau Toba;
g. penetapan langkah strategis penyelesaian permasalahan dalam pelaksanaan perencanaan, pengembangan, pembangunan, pengelolaan, dan pengendalian Kawasan Pariwisata Danau Toba; dan
h. pelaksanaan tugas lain terkait pengembangan Kawasan Pariwisata Danau Toba yang ditetapkan oleh Dewan Pengarah.
Kawasan pariwisata Danau Toba mencakup kawasan Danau Toba termasuk kawasan seluas paling sedikit 500 (lima ratus) hektar, yang selanjutnya disebut zona otorita Susunan organisasi Badan Pelaksana terdiri atas: Direktur Utama; Direktur Keuangan, Umum, dan Komunikasi Publik; Direktur Industri Pariwisata dan Kelembagaan Kepariwisataan; Direktur Destinasi Pariwisata; Direktur Pemasaran Pariwisata; dan Satuan Pemeriksaan Intern
Permen ini ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 2016;
Lampiran 1 him.
v-17
v-27
3
Page 9
P en w len p p a ra a n S e r tifik a s i U sah a Pariw isa ta sudah tidak
3. Data Perusahaan yang telah dilakukan survailen
NON AM A
PE RU SAH AANM EREKUSAH A
JENISU SAH A
TAN G G ALSE R TIF IK ASI
TAN G G ALSU RVA ILEN
4. Data Perusahaan yang mengikuti sertifikasi ulang
NONAM A
PE RU SAH AANM EREKUSAH A
JEN ISUSAH A
TAN G G ALSERTIF IKASI
AW AL
TA N G G A LSU RVA ILE N
ULANG
5. Data Auditor yang tercatat pada LSU Bidang Pariwisata
NONAM A
A U D ITO RTAN G G AL
LAH IRPE ND ID IKAN PRO FESI
K O M PETENSIAU D IT
TA N G G A LSE R TIF IK AT
AU D ITO R
Page 10
6. Data Auditor yang telah ditugaskan melakukan audit
NONAM A
AU D ITO RTAN G G AL
A U D IT
JAB ATAN D ALAM T IM AU D ITO R
NAM APERU SAH AAN
YANG D IAU D IT
SUB JEN IS U SAH A
K E TE R AN G AN
7. Data Pengambilan Keputusan Sertifikasi
NO
TAN G G ALPENG AM B ILAN
K EPU TU SANSERTIF IKASI
NAM APERU SAH AAN
M EREKUSAH A
JENISUSAH A
N AM A TIM PE N G AM B IL K E PU TU SAN SERTIF IKASI
JAB ATAN D ALAM TIM
AU D ITO R
8. Keputusan-keputusan penting, yang diterbitkan oleh LSU Bidang Pariwisata
NO TAN G G ALNAM A
PERU SAH AANKASUS K EPU TU SAN
TIM PE N G AM B IL K EPU TU SAN
19
21
Page 11
10. Tenaga Kependidikan adalah tenaga kependidikan yang
bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan,
pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk
menunjang proses pendidikan di Poltekpar Makassar.
11. Mahasiswa adalah seseorang yang terdaftar sebagai
peserta didik yang belajar di Poltekpar Makassar.
12. Alumni Poltekpar Makassar adalah seseorang yang telah
dinyatakan lulus dari pendidikan di Poltekpar Makassar.
13. Kementerian adalah Kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kepariwisataan.
14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kepariwisataan.
BAB II
IDENTITAS
Bagian Kesatu
Status, Kedudukan, dan Dies Natalis
Pasal 2
(1) Poltekpar Makassar merupakan perguruan tinggi
yang menyelenggarakan pendidikan vokasi di bidang
kepariwisataan di lingkungan Kementerian Pariwisata,
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Menteri melalui Deputi yang membidangi Kelembagaan
Kepariwisataan.
(2) Poltekpar Makassar berkedudukan di Kota Makassar,
Provinsi Sulawesi Selatan.
(3) Poltekpar Makassar ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Pariwisata Nomor 15 Tahun 2015 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Politeknik Pariwisata Makassar tanggal 20
Oktober 2015.
(4) Dies Natalis Poltekpar Makassar ditetapkan setiap tanggal
18 September.
32
Page 12
Bagian Kedua
Lambang, Moto, Bendera, Busana, Himne, dan Mars
Pasal 3
(1) Poltekpar Makassar mempunyai lambang sebagaimana
gambar di bawah ini:
(2) Rincian arti lambang Poltekpar Makassar adalah sebagai
berikut:
a. bunga teratai berdaun delapan, bunga teratai
melambangkan penguasaan ilmu pengetahuan baik
di darat, air maupun udara, sedangkan berdaun
delapan melambangkan delapan sifat kepemimpinan
yang disebut asta brata;
b. bintang melambangkan keagungan dan kemuliaan
ilmu pengetahuan;
c. padi dan kapas melambangkan kesejahteraan;
d. perahu Pinisi melambangkan keteguhan dan
semangat dalam menghadapi badai kehidupan;
e. badik melambangkan keberanian dalam membela
kebenaran;
f. untuk Pita bertulis kualleangngangi tallanga na toalia
berarti sekali layar terkembang pantang biduk surut
ke pantai; dan
g. lingkaran bertulis Politeknik Pariwisata Makassar
melambangkan wadah/ lembaga tempat menuntut
ilmu profesional.
(3) Lambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara
keseluruhan mempunyai makna bahwa kader-kader yang
ditempa di Poltekpar Makassar mempunyai semangat
yang pantang surut dalam menuntut ilmu agar menjadi
insan yang profesional dibidang kepariwisataan untuk
kelak menjadi pemimpin yang dapat dibanggakan untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat.
33
Page 13
Pasal 4
(1) Moto Poltekpar Makassar yaitu: “kualleangngangi tallanga
na toalia.”
(2) Moto Poltekpar Makassar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mempunyai arti Sekali Layar Terkembang Pantang
Biduk Surut ke Pantai.
Pasal 5
Bendera Poltekpar Makassar berbentuk empat persegi panjang,
berwarna dasar biru muda dan ditengah-tengah bendera
tergambar lambang Poltekpar Makassar dengan ukuran
panjang 120 cm dan lebar 100 cm.
Pasal 6
(1) Setiap Jurusan memiliki bendera berbentuk persegi
panjang dengan ukuran panjang berbanding lebar 3 :
2 dengan warna yang berbeda sesuai dengan Jurusan
masing-masing dan di tengahnya terdapat lambang
Poltekpar Makassar.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai warna, kode warna, dan
tata cara penggunaan bendera Jurusan diatur dalam
Peraturan Direktur.
Pasal 7
(1) Poltekpar Makassar memiliki busana akademik, busana
almamater, busana perkuliahan, dan busana perkuliahan
praktikum.
(2) Busana akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas busana pimpinan, busana Senat, dan busana
wisudawan.
(3) Busana akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa toga, topi berwarna hitam, kalung, dan atribut
lainnya.
34
Page 14
(4) Busana almamater sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa jas almamater berwarna hijau kecoklatan, dan di
bagian dada kiri terdapat lambang Poltekpar Makassar.
(5) Busana perkuliahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa kemeja/blouse berwarna krem muda dan
celana/rok berwarna krem di bagian dada kanan terdapat
nama dan di bagian dada kiri terdapat lambang Poltekpar
Makassar.
(6) Busana perkuliahan praktikum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penggunaan busana akademik dan busana almamater
diatur dalam Peraturan Direktur.
Pasal 8
Politeknik Pariwisata Makassar memiliki Hymne, sebagai
berikut:
Diharibaan Ibu Pertiwi
Puji Syukur dipersembahkan
Untukmu Almamater Sejati
Politeknik Pariwisata
Kepada Tuhan Yang Maha Esa
Berilah kami Restu-Mu
Semoga Tetap Damai Sentosa
Bakti Kami Abadi
Pasal 9
Politeknik Pariwisata Makassar memiliki Mars Poltekpar
Makassar, sebagai berikut:
Politeknik Pariwisata Makassar
Kembangkan Pendidikan Profesi
Bina Putra-putri Generasi Bangsa
Terampil Setia Berbakti
Dengan Semangat Teguh Kokoh Pancasila
Siap Maju Raih Cita
Bangun Citra Indonesia Alam Yang Indah dan Permai
35
Page 15
Marilah Padu Pikiran Tindakan Daya Kreasi
Lestarikan Seni Budaya
Kharisma Luhur Sejati
Alamamater Politeknik Pariwisata
Terpatri di dalam hati
Akan Tetap Terkenang
Jayalah Sepanjang Masa
Semoga Tuhan Meridoi-Nya
Sejahtera Bahagia
Pasal 10
Himne dan mars Poltekpar Makassar dinyanyikan pada
acara resmi yang diselenggarakan oleh dan/atau atas nama
Poltekpar Makassar.
BAB III
PENYELENGGARAAN TRIDARMA PERGURUAN TINGGI
Bagian Kesatu
Otonomi Pengelolaan
Pasal 11
(1) Poltekpar Makassar memiliki otonomi untuk mengelola
sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan
Tridharma Perguruan Tinggi dan kegiatan lainnya secara
terintegrasi, harmonis, dan berkelanjutan, baik di dalam
maupun di luar kedudukan Poltekpar Makassar.
(2) Otonomi pengelolaan Poltekpar Makassar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. otonomi pengelolaan di bidang akademik, yaitu
penetapan norma dan kebijakan operasional Poltekpar
Makassar serta pelaksanaan Tridharma Perguruan
Tinggi; dan
36
Page 16
b. otonomi pengelolaan di bidang non akademik,
yaitu penetapan norma dan kebijakan operasional
Poltekpar Makassar serta pelaksanaan organisasi,
keuangan, kemahasiswaan, kepegawaian, sarana,
dan prasarana.
(3) Otonomi pengelolaan Poltekpar Makassar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. bidang akademik;
1. penetapan norma kebijakan operasional, dan
pelaksanaan pendidikan terdiri atas:
a) persyaratan akademik yang akan digunakan;
b) kurikulum program studi;
c) proses pembelajaran;
d) penilaian hasil belajar;
e) persyaratan kelulusan;
f) wisuda;
2. penetapan norma kebijakan operasional, serta
pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat; dan
b. Bidang non-akademik;
1. penetapan norma, kebijakan operasional, dam
pelaksanaan organisasi terdiri atas;
a) rencana strategis dan rencana kerja tahunan;
dan
b) sistem penjaminam mutu internal
2. penetapan norma, kebijakan operasional, dan
pelaiksanaan keuamgan terdiri atas:
a) membuat perjanjian dengan pihak ketiga
dadam lingkup Tridhairma Perguruan Tinggi;
dan
b) sistem pencatatan dan laporan keuamgan,
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
37
Page 17
3. penetapan norma, kebijakan operasional, dan
pelaksanaan kemahasiswaan terdiri atas:
a) kegiatan kemahasiswaan Kokurikuler;
b) organisasi kemahasiswaan; dan
c) pembinaan bakat dan minat mahasiswa;
4. penetapan norma, kebijakan operasional, dan
pelaksanaan ketenagaan terdiri atas:
a) penugasan dan pembinaan sumber daya
manusia; dan
b) penyusunan target kerja dan jenjang karir
sumber daya manusia;
5. penetapan norma, kebijakan operasional sarana
dan prasarana terdiri atas;
a) penggunaan sarana dan prasarana;
b) pemeliharaan sarana dan prasarana;
c) pemanfaatan sarana dan prasarana;
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Otonomi pengelolaan Poltekpar Makassar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan prinsip:
a. akuntabilitas;
b. transparan;
c. nirlaba;
d. penjaminan mutu; dan
e. efektivitas dan efisiensi.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Pendidikan
Pasal 12
(1) Penerimaan mahasiswa baru di lingkungan Poltekpar
Makassar diselenggarakan melalui jalur seleksi
penerimaan mahasiswa baru dengan mengacu pada
peraturan perundang-undangan.
Page 18
(2) Persyaratan untuk menjadi mahasiswa Poltekpar
Makassar adalah memiliki ijazah Sekolah Menengah Atas/
Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah atau yang
sederajat dan telah lulus seleksi dan terdaftar di Poltekpar
Makassar.
(3) Penerimaan mahasiswa selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan penerimaan mahasiswa
melalui alih kredit, penugasan, dan kerja sama.
(4) Penerimaan mahasiswa tidak membedakan jenis kelamin,
agama, suku, ras, kewarganegaraan, status sosial, dan
tingkat kemampuan ekonomi.
(5) Warga negara asing dapat menjadi mahasiswa Poltekpar
Makassar apabila memenuhi syarat dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerimaan mahasiswa
diatur dalam Peraturan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan dari Senat.
Pasal 13
(1) Poltekpar Makassar menyelenggarakan pendidikan vokasi
di bidang kepariwisataan.
(2) Poltekpar Makassar menyelenggarakan program
pendidikan diploma, dan sarjana terapan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
Pendidikan Vokasi Poltekpar Makassar diatur dengan
Peraturan Direktur, setelah mendapat pertimbangan dari
Senat.
Pasal 14
(1) Satu Tahun Akademik untuk Pendidikan Vokasi di
Poltekpar Makassar dibagi dalam 2 (dua) semester.
(2) Penyelenggaraan semester sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas 16 (enam belas) minggu kegiatan
pembelajaran efektif.
39
Page 19
(3) Tahun Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam Kalender Akademik dan ditetapkan
dengan Keputusan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan dari Senat.
Pasal 15
(1) Penyelenggaraan pendidikan di Poltekpar Makassar
berdasarkan paket menggunakan Sistem Kredit Semester
(SKS).
(2) Beban studi mahasiswa, beban kerja dosen, pengalaman
belajar, dan beban penyelenggaraan program dinyatakan
dalam satuan kredit semester (sks).
(3) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan
diatur dengan Peraturan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan dari Senat.
Pasal 16
(1) Pendidikan Vokasi Poltekpar Makassar diselenggarakan
berdasarkan kurikulum masing-masing program studi
yang mengacu pada ketentuan peraturan perundangan-
undangan
(2) Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. disusun dengan memperhatikan kebutuan unit
pengguna; dan
b. dilaksanakan dengan menggunakan satuan jam per
minggu yang dapat disetarakan dengan satuan kredit
semester (sks).
(3) Evaluasi dan perubahan kurikulum dilakukan secara
berkala.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kurikulum ditetapkan
dengan Peraturan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan Senat.
40
Page 20
Pasal 17
(1) Kegiatan dan kemajuan belajar mahasiswa dinilai secara
berkala melalui:
a. ujian;
b. pelaksanaan tugas; dan
c. pengamatan;
(2) Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat
diselenggarakan melalui:
a. ujian tengah semester;
b. ujian akhir semester; dan/atau
c. ujian akhir program studi;
(3) Ujian akhir program studi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c, berupa ujian laporan akhir studi, ujian
kompetensi, ujian sertifikasi keahlian, dan/atau ujian
komprehensif.
(4) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan melalui tugas terstruktur, mandiri,
dan/atau kelompok.
(5) Pelaksanaan pengamatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dilakukan melalui keaktifan dalam
pembelajaran di kelas.
(6) Penilaian hasil belajar didasarkan pada Satuan Acara
Perkuliahan (SAP), dan Rencana Pembelajaran Semester
(RPS).
(7) Nilai akhir hasil belajar semester merupakan nilai
gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
huruf b dan/atau huruf c.
(8) Nilai akhir hasil belajar semester sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) dinyatakan dengan huruf A, B, C, D, dan E
yang masing-masing bernilai 4, 3,2, 1, dan 0 atau dengan
menggunakan huruf antara dan nilai antara.
(9) Nilai akhir hasil belajar mahasiswa dalam suatu semester
dinyatakan dengan Indeks Prestasi Semester (IPS).
41
Page 21
(10) Hasil belajar mahasiswa dalam suatu masa studi
dinyatakan dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK).
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian hasil belajar
mahasiswa diatur dalam Peraturan Direktur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan
setelah mendapat pertimbangan dari Senat.
Pasal 18
(1) Mahasiswa dinyatakan lulus pada suatu jenjang
pendidikan setelah menempuh mata kuliah yang
dipersyaratkan dan berhasil mempertahankan karya tulis
ilmiah berupa tugas/proyek akhir.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai karya tulis ilmiah yang
dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan dari Senat.
Pasal 19
(1) Pada akhir penyelenggaraan program pendidikan vokasi
diadakan upacara wisuda.
(2) Upacara wisuda dapat dilaksanakan lebih dari satu kali
dalam satu tahun ajaran.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai upacara wisuda diatur
dalam Peraturan Direktur, setelah mendapat pertimbangan
dari Senat.
Pasal 20
(1) Poltekpar Makassar menyelenggarakan pendidikan
dengan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar.
(2) Bahasa daerah dan bahasa asing dapat dipergunakan
sebagai bahasa pengantar, baik dalam penyelenggaraan
pendidikan maupun dalam penyampaian pengetahuan
dan/ atau keterampilan tertentu untuk lebih meningkatkan
daya guna dan hasil guna proses pembelajaran.
Page 22
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan bahasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Direktur, setelah mendapat pertimbangan
dari Senat.
Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Penelitian
Pasal 21
(1) Poltekpar Makassar melaksanakan kegiatan penelitian
terapan.
(2) Penelitian terapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam pedoman yang ditetapkan oleh Direktur.
Bagian Keempat
Penyelenggaraan Pengabdian Kepada Masyarakat
Pasal 22
(1) Poltekpar Makassar menyelenggarakan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan sifat
pengetahuan dan tujuan pendidikan serta berorientasi
kepada masalah-masalah pembagunan regional dan
pembangunan nasional.
(2) Poltekpar Makassar melaksanakan kegiatan pengabdian
kepada masyarakat dalam rangka pemanfaatan,
pendayagunaan, dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan/atau teknologi bagi kepentingan masyarakat.
(3) Kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1):
a. dilaksanakan di bawah PPPM atau unit kerja lain
yang relevan;
b. dapat dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari hasil
penelitian;
c. dilaksanakan intra, lintas, dan/atau multi-sektor;
43
Page 23
d. dilaksanakan untuk memberikan kontribusi
terhadap pengembangan wilayah dan pemberdayaan
masyarakat melalui kejasama dengan institusi lain;
e. diselenggarakan dengan melibatkan dosen,
mahasiswa, dan tenaga fungsional baik perseorangan
maupun kelompok;
(4) Penyelenggaraan kegiatan pengabdian kepada masyarakat
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi.
(5) Hasil-hasil kegiatan pengabdian kepada masyarakat
didokumentasikan dan dipublikasikan dalam media yang
mudah diakses oleh masyarakat.
(6) Pemanfaatan hasil pengabdian kepada masyarakat
diorientasikan untuk pemberdayaan masyarakat.
(7) Hasil pengabdian kepada masyarakat dapat dimanfaatkan
sebagai dasar bagi penelitian lanjutan.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelanggaraan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat diatur dalam Peraturan
Direktur, setelah mendapat pertimbangan Senat.
Bagian Kelima
Etika Akademik dan Kode Etik
Pasal 23
(1) Poltekpar Makassar menjunjung tinggi etika akademik.
(2) Sivitas Akademika terikat dalam kode etik yang mengatur
keharusan:
a. menjaga dan mempertahankan integritas pribadinya;
b. menjaga dan memelihara harkat dan martabat
Poltekpar Makassar; dan
c. menjaga disiplin dalam menjalankan dan
melaksanakan tugas dan kewajiban.
(3) Poltekpar Makassar memberlakukan kode etik yang terdiri
dari:
a. kode etik Poltekpar Makassar;
44
Page 24
b. kode etik Dosen Poltekpar Makassar;
c. kode etik Tenaga Kependidikan; dan
d. kode etik Mahasiswa.
(4) Kode etik Poltekpar Makassar memuat norma yang
mengikat semua pihak yang bernaung di bawah nama
Poltekpar Makassar atau bertindak atas nama Poltekpar
Makassar.
(5) Kode etik Dosen Poltekpar Makassar berisi norma yang
mengikat Dosen secara individual dalam penyeleng-garaan
kegiatan akademik.
(6) Kode etik Tenaga Kependidikan berisi norma yang
mengikat Tenaga Kependidikan secara individual dalam
menunjang penyelenggaraan Poltekpar Makassar.
(7) Kode etik Mahasiswa berisi norma yang mengikat
Mahasiswa secara individual dalam melaksanakan
kegiatan akademik dan kemahasiswaan di Poltekpar
Makassar.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai etika akademik dan
kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), diatur dengan Peraturan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan Senat.
Bagian Keenam
Kebebasan Akademik Dan Otonomi Keilmuan
Pasal 24
(1) Kebebasan akademik merupakan kebebasan yang dimiliki
anggota sivitas akademika untuk secara bertanggung
jawab dan mandiri melaksanakan kegiatan akademik
yang terkait dengan pendidikan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.
(2) Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. kebebasan mimbar akademik; dan
b. otonomi keilmuan.
45
Page 25
(3) Dalam melakanakan kebebasan akademik, setiap anggota
sivitas akademika harus mengupayakan agar kegiatan
serta hasilnya dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan
kegiatan akademik Poltekpar Makassar.
(4) Pelaksanaan kebebasan akademik diarahkan untuk
memantapkan terwujudnya pengembangan diri Sivitas
Akademika, ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau
kesenian.
(5) Dalam rangka pelaksanaan kebebasan akademik, Sivitas
Akademika dapat mengundang tenaga ahli dari luar
untuk menyampaikan pikiran dan pendapatnya sesuai
dengan norma dan kaidah keilmuan setelah mendapat
persetujuan Direktur.
Pasal 25
(1) Kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud
dalam pasal 24 ayat (2) huruf a, dimaksudkan untuk
memungkinkan dosen menyampaikan pikiran dan
pendapatnya secara bebas sesuai dengan norma dan
kaidah keilmuan yang berlaku.
(2) Otonomi keilmuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (2) huruf b merupakan:
a. kegiatan keilmuan yang mengacu pada norma dan
kaidah keilmuan; dan
b. pedoman dalam rangka mengembangankan ilmu
pengetahuan, teknologi dan/atau seni bagi Poltekpar
Makassar dan Sivitas Akademika.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perwujudan kebebasan
akademika diatur dengan Peraturan Senat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
46
Page 26
Bagian Ketujuh
Gelar Dan Penghargaan
Pasal 26
(1) Sebagai pengakuan dan bukti kelulusan program diploma,
Poltekpar Makassar memberikan ijasah dengan gelar:
a. Ahli Pratama, bagi lulusan Program Diploma 1;
b. Ahli Muda, bagi lulusan Program Diploma 2;
c. Ahli Madya, bagi lulusan Program Diploma 3;
d. Sarjana Terapan, bagi lulusan Program Diploma 4;
(2) Jenis gelar singkatan dan penggunaannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Lulusan Poltekpar Makassar berhak mendapatkan Ijasah,
Transkrip, dan Surat Keterangan Pendamping Ijasah
setelah menyelesaikan semua kewajiban akademik, dan
administrasi sesuai dengan ketetuan yang berlaku.
(4) Direktur berwenang mencabut Ijasah lulusan Poltekpar
Makassar, apabila lulusan dimaksud terbukti melakukan:
a. pemalsuan terhadap dokumen yang terkait dengan
pemenuhan syarat administratif pendaftaran masuk
Poltekpar Makassar.
b. kecurangan akademik; dan
c. plagiarisme.
(5) Pencabutan Ijasah sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dilakukan dengan Keputusan Direktur, setelah
mendapatkan pertimbangan Senat.
Pasal 27
(1) Poltekpar Makassar akan memberikan penghargaan
kepada lulusan yang berprestasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan nilai dalam
penghargaan akan diatur dalam Peraturan Direktur,
setelah mendapatkan pertimbangan Senat.
47
Page 27
BAB IV
SISTEM PENGELOLAAN
Bagian Kesatu
Visi, Misi Dan Tujuan
Pasal 28
Visi Poltekpar Makassar adalah menjadi Institusi pendidikan
tinggi kepariwisataan berstandar internasional dan
berkepribadian Indonesia.
Pasal 29
Misi Poltekpar Makassar terdiri atas:
a. menghasilkan sumber daya manusia pariwisata yang
mempunyai daya saing internasional dan berkepribadian
Indonesia;
b. mengembangkan penelitian kepariwisataan skala
internasional yang berbasis pada pengetahuan, budaya,
dan lingkungan lokal; dan
c. mengembangkan pengabdian kepada masyarakat melalui
inovasi teknologi tepat guna, kearifan lokal, dan kelestarian
lingkungan.
Pasal 30
Tujuan Poltekpar Makassar terdiri atas:
a. menyelenggarakan sistem pendidikan bidang kepari
wisataan yang berbasis akuntabilitas kinerja untuk
menghasilkan lulusan yang berbudi pekerti luhur,
unggul dalam pengetahuan dan keterampilan pada ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni;
b. mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau
seni, serta berkontribusi yang relevan dan berkualitas
tinggi bagi kebutuhan pembangunan nasional, regional,
dan internasional;
48
Page 28
c. menciptakan lingkungan dan suasana akademik kampus
yang kondusif dan dapat menumbuhkan sikap apresiatif,
partisipatif dan kontributif dari sivitas akademika, serta
menjunjung tinggi tata nilai dan moral akademik dalam
usaha membentuk masyarakat kampus yang dinamis dan
harmonis; dan
d. mengembangkan jejaring dengan perguruan tinggi lain,
masyarakat, industri, lembaga pemerintah dan lembaga
lain baik tingkat nasional maupun internasional dengan
asas saling menguntungkan.
Bagian Kedua
Susunan Organisasi
Pasal 31
Susunan Organisasi Poltekpar Makassar terdiri atas:
a. Direktur dan Pembantu Direktur;
b. Senat;
c. Dewan Penyantun;
d. Satuan Penjaminan Mutu;
e. Satuan Pengawas Internal;
f. Bagian Administrasi Akademik, Kemahasiswaan dan
Umum;
a. Jurusan;
b. Program Studi;
c. Laboratorium;
d. Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat; dan
e. Unit Penunjang.
49
Page 29
Bagian Ketiga
Direktur
Paragraf 1
Tugas dan Fungsi Direktur
Pasal 32
(1) Direktur bertugas memimpin Poltekpar Makassar.
(2) Dalam melaksanakan tugas, Direktur dibantu oleh 3 (tiga)
orang Pembantu Direktur.
(3) Direktur dan Pembantu Direktur merupakan 1 (satu)
kesatuan unsur pimpinan Poltekpar Makassar.
(4) Dalam melaksanakan tugas,Direktur menyelenggarakan
fungsi:
a. menyusun statuta beserta perubahannya untuk
diusulkan kepada Menteri;
b. menyusun dan/atau menetapkan kebijakan akademik
setelah mendapatkan pertimbangan Senat;
c. menyusun dan menetapkan norma akademik,
kode etik sivitas akademika setelah mendapatkan
pertimbangan Senat;
d. menyusun dan menetapkan kode etik sivitas
akademika setelah mendapatkan pertimbangan
Senat;
e. menyusun dan/atau dapat mengubah rencana
pengembangan jangka panjang;
f. menyusun dan/ atau mengubah rencana strategis
5 (lima) tahun;
g. menyusun dan/atau mengubah rencana kerja dan
anggaran tahunan (rencana operasional);
h. mengelola pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat sesuai dengan rencana kerja dan
anggaran tahunan;
50
Page 30
i. mengangkat dan/atau memberhentikan Pembantu
Direktur dan pimpinan unit di bawah Direktur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
j. menjatuhkan sanksi kepada sivitas akademika dan
tenaga kependidikan yang melakukan pelanggaran
terhadap norma, etika, dan/atau peraturan akademik
berdasarkan rekomendasi Senat;
k. menjatuhkan sanksi kepada dosen dan tenaga
kependidikan yang melakukan pelanggaran sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
l. membina dan mengembangkan dosen dan tenaga
kependidikan;
m. menerima, membina, mengembangkan, dan member
hentikan mahasiswa;
n. mengelola anggaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
o. menyelenggarakan sistem informasi manajemen
berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang
handal yang mendukung pengelolaan tridarma
perguruan tinggi, akuntansi dan keuangan,
kepersonaliaan, kemaha-siswaan, dan kealumnian;
p. menyusun dan menyampaikan laporan pertanggung
jawaban penyelenggaraan tridarma perguruan tinggi
kepada Menteri;
q. membina dan mengembangkan hubungan dengan
alumni, pemerintah, pemerintah daerah, pengguna
hasil kegiatan tridarma perguruan tinggi, dan
masyarakat; dan
r. memelihara keamanan, keselamatan, kesehatan, dan
ketertiban kampus serta kenyamanan kerja untuk
menjamin kelancaran kegiatan tridarma perguruan
tinggi.
51
Page 31
Paragraf 2
Pengangkatan Direktur
Pasal 33
Calon Direktur harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang merupakan
dosen aktif dengan jenjang akademik paling rendah Lektor;
c. berpendidikan paling rendah Magister (S2);
d. berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat
berakhirnya masa jabatan Direktur yang sedang menjabat;
e. berpengalaman manajerial di lingkungan perguruan tinggi
paling rendah sebagai Ketua Jurusan/ Kepala Pusat/
Kepala Satuan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
f. bersedia dicalonkan menjadi pemimpin Poltekpar
Makassar yang dinyatakan secara tertulis;
g. memiliki setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan
Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) bernilai baik dalam 2 (dua)
tahun terakhir;
h. sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan tertulis oleh
dokter pemerintah yang berwenang;
i. tidak sedang menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam)
bulan atau ijin belajar dalam rangka studi lanjut yang
meninggalkan tugas Tridharma Perguruan Tinggi yang
dinyatakan secara tertulis;
j. tidak pernah melakukan plagiarisme sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan;
k. tidak sedang menjalani hukuman disiplin tingkat sedang
atau berat;
l. tidak pernah dipidana berdasarkan keputusan pengadilan
yang memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan
perbuatan yang diancam pidana paling rendah pidana
kurungan; dan
Page 32
m. memiliki karya ilmiah yang dipublikasikan minimal dalam
jurnal nasional terakreditasi .
Pasal 34
Pengangkatan Direktur dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut:
a. tahap penjaringan bakal calon Direktur;
b. tahap penyaringan calon Direktur;
c. tahap pemilihan calon Direktur; dan
d. tahap pengangkatan Direktur.
Pasal 35
(1) Tahap penjaringan bakal calon Direktur dan penyaringan
calon Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
huruf a dan huruf b, dilakukan oleh Senat.
(2) Tahap penjaringan dan penyaringan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling lambat 6 (enam)
bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Direktur yang
sedang menjabat.
(3) Paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa
jabatan Direktur yang sedang menjabat, Senat sudah
harus menetapkan 3 (tiga) orang calon Direktur.
(4) Tahap penjaringan bakal calon Direktur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mekanisme
sebagai berikut:
a. Senat membentuk panitia penjaringan bakal calon
Direktur;
b. panitia sebagaimana dimaksud pada huruf a
menginventarisasi dosen yang memenuhi syarat untuk
menjadi bakal calon Direktur dan mengumumkan
nama-nama dosen bakal calon Direktur yang
memenuhi persyaratan;
c. dosen bakal calon Direktur sebagaimana dimaksud
pada huruf b yang berniat mengikuti tahap penjaringan
harus mendaftarkan diri ke panitia pendaftaran;
53
Page 33
d. apabila sampai batas waktu penjaringan berakhir
bakal calon Direktur yang memenuhi syarat kurang
dari 3 (tiga) orang bakal calon Direktur, Senat
memperpanjang jangka waktu penjaringan bakal
calon Direktur selama 5 (lima) hari kerja;
e. apabila setelah masa perpanjangan, sebagaimana
dimaksud pada huruf d bakal calon Direktur tetap
kurang dari 3 (tiga) orang bakal calon Direktur,
Ketua Senat dengan persetujuan anggota Senat
menunjuk dosen yang memenuhi syarat untuk
didaftarkan sebagai bakal calon Direktur.
(5) Tahap penyaringan calon Direktur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 huruf b dilakukan dengan cara:
a. calon Direktur menyampaikan visi, misi, program
kerja dan pengembangan Poltekpar Makassar di
hadapan Senat;
b. Senat melakukan penilaian dan pemilihan bakal calon
Direktur yang mendaftar dalam tahap penjaringan;
c. paling lambat 2 (dua) miggu sebelum pemilihan,
Senat menyampaikan 3 (tiga) orang calon Direktur
beserta daftar riwayat hidup dan program kerja
para calon Direktur kepada Menteri melalui Dewan
Pertimbangan;
d. Dewan Pertimbangan dapat memberikan catatan atau
rekomendasi atas calon Direktur yang diusulkan oleh
Senat.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjaringan dan
penyaringan ditetapkan dengan Keputusan Senat.
54
Page 34
Pasal 36
Tahap pemilihan calon Direktur dan pengangkatan Direktur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf c dan huruf d
dilakukan dengan cara:
a. Senat melakukan pemilihan calon Direktur dalam sidang
Senat.
b. pemilihan calon Direktur dilakukan paling lambat 2 (dua)
bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Direktur yang
sedang menjabat.
c. pemilihan calon Direktur dilakukan melalui pemungutan
suara secara tertutup dengan ketentuan:
1. Menteri memiliki 35% (tiga puluh lima persen) hak
suara dari total pemilih; dan
2. Senat memiliki 65% (enam puluh lima persen) hak
suara dan masing-masing anggota Senat memiliki
hak suara yang sama.
d. hasil pemilihan calon Direktur dalam sidang senat
sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada
Menteri untuk kemudian Menteri dapat menambahkan
hak suaranya kepada salah satu calon.
e. dalam hal terdapat 2 (dua) orang calon Direktur yang
memperoleh suara tertinggi dengan jumlah suara yang
sama, dilakukan pemilihan putaran ke dua untuk memilih
suara terbanyak dari kedua calon Direktur tersebut.
f. Direktur terpilih adalah calon Direktur yang memperoleh
suara terbanyak.
g. Menteri menetapkan pengangkatan Direktur terpilih atas
dasar suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada
huruf f.
55
Page 35
Paragraf 3
Masa Jabatan Direktur
Pasal 37
Direktur memegang jabatan selama 4 (empat) tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama
hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Paragraf 4
Pemberhentian Direktur
Pasal 38
Direktur diberhentikan dari jabatan karena:
a. telah berusia 65 (enam puluh lima) tahun;
b. berhalangan tetap;
c. permohonan sendiri;
d. masa jabatannya berakhir;
e. diangkat dalam jabatan negeri yang lain ;
f. dibebaskan dari jabatan dosen;
g. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan atau
ijin belajar dalam rangka studi lanjut yang meninggalkan
tugas Tridharma Perguruan Tinggi; dan/atau
h. cuti di luar tanggungan negara.
Pasal 39
Pemberhentian Direktur karena berhalangan tetap sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 huruf b dilakukan apabila Direktur
yang bersangkutan:
a. meninggal dunia;
b. sakit yang tidak dapat disembuhkan dibuktikan dengan
Berita Acara Majelis Pemeriksa Kesehatan PNS;
c. berhenti dari PNS atas permohonan sendiri;
d. dibebaskan dari jabatan akademik;
e. diberhentikan dari PNS; dan/atau
56
Page 36
f. dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki
kekuatan hukum tetap.
Pasal 40
(1) Pemberhentian Direktur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam hal terjadi pemberhentian Direktur sebelum masa
jabatannya berakhir:
a. Pembantu Direktur Bidang Akademik ditunjuk sebagai
Pelaksana Tugas (Pit.) Direktur berdasarkan surat
perintah Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan;
b. dalam hal Pembantu Direktur Bidang Akademik
berhalangan tetap, Pembantu Direktur Bidang
Kemahasiswaan ditunjuk sebagai Pit. Direktur
berdasarkan surat perintah Deputi Bidang
Pengembangan Kelembagaan.
(3) Selain menjalankan tugas Direktur, Pit. Direktur
juga mempersiapkan pemilihan Direktur baru yang
dilaksanakan paling lambat waktu 6 (enam) bulan
terhitung sejak tanggal surat perintah Deputi Bidang
Pengembangan Kelembagaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
Paragraf 5
Direktur Berhalangan Sementara
Pasal 41
(1) Direktur dianggap berhalangan sementara dalam hal
jabatan Direktur yang masih terisi namun karena sesuatu
hal yang bersangkutan masih melaksanakan tugas
jabatannya.
(2) Kondisi berhalangan sementara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) antara lain berhalangan karena cuti tahunan,
cuti besar, cuti bersalin, cuti karena alasan penting, cuti
57
Page 37
sakit, dan tugas kedinasan di dalam maupun luar negeri
yang tidak melebihi 6 (enam) bulan.
(3) Dalam hal Direktur berhalangan sementara maka:
a. Pembantu Direktur Bidang Akademik ditunjuk sebagai
Pelaksana Harian (Plh.) Direktur berdasarkan surat
perintah Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan;
b. dalam hal Pembantu Direktur Bidang Akademik
berhalangan sementara, Pembantu Direktur
Bidang Kemahasiswaan ditunjuk sebagai Plh.
Direktur berdasarkan surat perintah Deputi Bidang
Pengembangan Kelembagaan.
Bagian Keempat
Pembantu Direktur
Paragraf 1
Tugas Pembantu Direktur
Pasal 42
(1) Pembantu Direktur berada di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Direktur.
(2) Pembantu Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. Pembantu Direktur Bidang Akademik, yang
selanjutnya disebut Pembantu Direktur I;
b. Pembantu Direktur Bidang Administrasi Umum, yang
selanjutnya disebut Pembantu Direktur II; dan
c. Pembantu Direktur Bidang Kemahasiswaan dan
Alumni, yang selanjutnya disebut Pembantu Direktur
III.
(3) Pembantu Direktur Bidang Akademik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, merupakan tenaga
dosen yang memenuhi syarat dan diberi tugas tambahan
membantu Direktur dalam memimpin memimpin
administrasi akademik, pelaksanaan pendidikan,
58
Page 38
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat,
penjaminan mutu, pembinaan pendidik dan tenaga
kependidikan serta kerjasama.
(4) Pembantu Direktur Bidang Administrasi Umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, merupakan
tenaga dosen yang memenuhi syarat dan diberi tugas
tambahan membantu Direktur dalam memimpim
pelaksanaan kegiatan di bidang administrasi umum,
keuangan kepegawaian, organisasi dan tata laksana.
(5) Pembantu Direktur Bidang Kemahasiswaan dan Alumni
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, merupakan
tenaga dosen yang memenuhi syarat dan diberi tugas
tambahan membantu Direktur dalam memimpim pelaksa
naan kegiatan dan pembinaan kemahasiswaan dan
alumni.
Paragraf 2
Fungsi Pembantu Direktur
Pasal 43
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (3), Pembantu Direktur Bidang
Akademik menyelenggarakan fungsi mengawasi dan
mengoordinasikan kegiatan yang meliputi :
a. perencanaan, pelaksanaan, pembinaan dan
pengembangan pendidikan serta penelitian para
dosen;
b. persiapan program studi baru berbagai tingkat
maupun bidang;
c. penyusunan program pengembangan daya penalaran
mahasiswa;
d. perencanaan dan pelaksanaan kerjasama pendidikan
serta penelitian yang dilakukan oleh dosen dengan
lembaga di dalam maupun di luar negeri;
59
Page 39
1. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang pengawasan,
Senat menyusun laporan hasil pengawasan dan
menyampaikan kepada direktur untuk ditindaklanjuti.
Pasal 47
(1) Anggota Senat terdiri atas:
a. Direktur;
b. Para Pembantu Direktur;
c. Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat; dan
d. Para Ketua Jurusan;
e. Wakil dosen;
(2) Anggota Senat memilih Ketua dan Sekretaris Senat
diantara anggota Senat yang tidak menjabat sebagai
pimpinan Poiteknik Makassar dan ditetapkan dengan
Keputusan Direktur.
(3) Sekretaris Senat dapat membentuk Sekretariat untuk
kelancaran pelaksanaan tugas.
(4) Wakil dosen sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf e
berjumlah 3 (tiga) orang.
(5) Pemilihan 3 (tiga) orang wakil dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), dilaksanakan dalam rapat dosen
dan diangkat oleh Direktur.
(6) Ketua Senat melalui sidang Senat dapat memberhentikan
anggota Senat dari wakil dosen apabila:
a. melanggar hukum berdasarkan putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap;
b. melanggar etika akademik dan kode etik; dan/atau
c. mengundurkan diri.
(7) Senat dapat membentuk komisi sesuai kebutuhan.
64
Page 40
Paragraf 3
Berhalangan Tetap dan
Berhalangan Sementara bagi Ketua Senat
Pasal 48
(1) Ketua Senat berhalangan tetap dalam hal :
a. meninggal dunia;
b. sakit yang tidak dapat disembuhkan dibuktikan dengan
Berita Acara Majelis Pemeriksa Kesehatan PNS ;
c. berhenti dari PNS atas permohonan sendiri ;
d. dibebaskan dari jabatan akademik;
e. diberhentikan dari PNS;
f. dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki
kekuatan hukum tetap; dan/ atau
g. diberhentikan sementara dari PNS sebelum masa jabatan
berakhir karena berbagai sebab.
(2) Dalam hal Ketua Senat berhalangan tetap, maka
Sekretaris Senat ditunjuk sebagai Pit. Ketua Senat dengan
Keputusan Direktur.
(3) Sekretaris Senat bertindak sebagai Pit. Ketua Senat
sampai dengan terpilihnya Ketua Senat baru.
(4) Dalam hal Ketua Senat berhalangan sementara, maka
Sekretaris Senat ditunjuk sebagai Plh. Ketua Senat dengan
Keputusan Direktur.
Paragraf 4
Sidang Senat
Pasal 49
(1) Sidang Senat terdiri atas:
a. sidang biasa; dan
b. sidang luar biasa.
(2) Sidang biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, diselenggarakan secara teratur dan terjadwal paling
kurang sekali dalam 6 (enam) bulan.
65
Page 41
(3) Sidang luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, dilaksanakan apabila:
a. pimpinan Poltekpar Makassar berhalangan tetap
dalam masa jabatannya;
b. terjadi kondisi tertentu yang membutuhkan
pengambilan keputusan secara cepat oleh Senat.
(4) Sidang Senat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling
sedikit 2/3 (dua per tiga) dari seluruh jumlah anggota
Senat.
(5) Pengambilan keputusan rapat Senat dilaksanakan
berdasarkan musyawarah dan mufakat.
(6) Dalam hal musyawarah tidak dapat menghasilkan
kemufakatan/ keputusan, pengambilan keputusan akan
dilakukan dengan cara pemungutan suara (voting) dan
keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.
Bagian Keenam
Dewan Penyantun
Pasal 50
(1) Dewan Penyantun sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 huruf c merupakan organ Poltekpar Makassar yang
menjalankan fungsi pemberian pertimbangan bidang
non-akademik dan membantu pengembangan Poltekpar
Makassar.
(2) Bidang non-akademik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) antara lain meliputi organisasi, sumber daya
manusia, administrasi, keuangan, kerjasama, hubungan
masyarakat, sarana dan prasarana serta perencanaan dan
pengembangan.
(3) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Dewan Penyantun mempunyai tugas dan
wewenang:
(4) memberikan pertimbangan terhadap kebijakan Direktur
dibidang non-akademik;
66
Page 42
a. merumuskan saran/pendapat terhadap kebijakan
Direktur di bidang non-akademik; dan
b. memberikan pertimbangan kepada Direktur dalam
mengelola Poltekpar Makassar.
Pasal 51
Aggotaan Dewan Penyantun, terdiri atas:
a. 1 (satu) orang dosen yang mewakili setiap Jurusan;
b. 1 (satu) orang yang mewakili tenaga kependidikan;
c. 1 (satu) orang wakil Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan;
d. 1 (satu) orang wakil Pemerintah Kota Makassar;
e. 1 (satu) orang mantan Direktur;
f. 1 (satu) orang wakil alumni;
g. 1 (satu) orang wakil orang tua mahasiswa;
h. 1 (satu) orang tokoh masyarakat; dan
i. 1 (satu) orang industriawan untuk setiap Jurusan.
Pasal 52
(1) Dewan Penyantun terdiri atas:
a. Ketua merangkap Anggota;
b. Sekretaris merangkap Anggota; dan
c. Anggota.
(2) Anggota Dewan Penyantun yang berasal dari perwakilan
dosen sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 huruf a
memiliki persyaratan sebagai berikut:
a. dosen wakil Jurusan yang diusulkan oleh ketua
Jurusan dan tidak sedang menjabat sebagai anggota
Senat;
b. wakil tenaga kependidikan yang diusulkan oleh
Direktur; dan
c. memiliki kompetensi dalam bidang organisasi, sumber
daya manusia, keuangan, kerja sama, hubungan
masyarakat, atau sarana dan prasarana.
d. masa jabatan anggota Dewan Penyantun 4 (empat)
tahun.
67
Page 43
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan anggota
kehormatan dan tata cara pemilihan anggota Dewan
Penyantun diatur dengan Peraturan Dewan Penyantun.
Bagian Ketujuh
Satuan Penjaminan Mutu
Pasal 53
(1) Satuan Penjaminan Mutu mempunyai tugas
mengoordinasikan, memantau, dan menilai pelaksanaan
kegiatan pengembangan dan penjaminan mutu.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Satuan Penjaminan Mutu menyelenggarakan
fungsi:
a. pelaksanaan pengembangan pembelajaran dan sistem
penjaminan mutu;
b. pelaksanaan program dan kegiatan penjaminan
mutu; dan
c. pelaksanaan urusan administrasi.
(3) Satuan Penjaminan Mutu terdiri atas:
a. Kepala;
b. Jabatan Fungsional tertentu; dan/ atau
c. Jabatan Fungsional umum.
(4) Kepala Satuan Penjaminan Mutu diangkat dan
diberhentikan oleh Direktur.
(5) Masa jabatan Kepala Satuan Penjaminan Mutu adalah 4
(empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk (1) satu
kali masa jabatan.
(6) Kepala Satuan Penjaminan Mutu merupakan PNS
berstatus dosen aktif Poltekpar Makassar.
(7) Hal-hal yang menyangkut keanggotaan, fungsi, wewenang,
dan masa kerja Satuan Penjaminan Mutu ditetapkan
Direktur.
68
Page 44
(8) Setiap tahun dan pada akhir masa jabatan, Kepala Satuan
Penjaminan Mutu harus membuat laporan pertanggung
jawaban kepada Direktur.
Bagian Kedelapan
Satuan Pengawasan Internal
Pasal 54
(1) Satuan Pengawasan Internal mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan bidang non-akademik untuk
dan atas nama Direktur.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana pada ayat (1),
Satuan Pengawasan Internal menyelenggarakan fungsi:
a. penetapan kebijakan pengawasan internal bidang
non-akademik;
b. pelaksanaan pengawasan internal terhadap
pengelolaan bidang non-akademik;
c. pelaporan hasil pengawasan internal kepada Direktur;
d. pengajuan saran dan/atau pertimbangan mengenai
perbaikan pengelolaan kegiatan non-akademik kepada
Direktur atas dasar hasil pengawasan internal; dan
e. pemantauan dan pengoordinasian tindak lanjut hasil
pemeriksaan.
(3) Satuan Pengawasan Internal terdiri atas :
a. Kepala;
b. Jabatan Fungsional umum; dan/atau
c. Jabatan Fungsional tertentu.
(4) Kepala Satuan Pengawasan Internal diangkat dan
diberhentikan oleh Direktur.
(5) Kepala Satuan Pengawasan Internal memegang jabatan
selama 4 (empat) tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk 1 (satu)
kali masa jabatan.
(6) Kepala Satuan Pengawasan Internal merupakan PNS
berstatus dosen aktif Poltekpar Makassar.
69
Page 45
(7) Hal-hal yang menyangkut keanggotaan, fungsi, wewenang,
dan masa kerja Satuan Pengawasan Internal ditetapkan
Direktur.
(8) Setiap tahun dan pada akhir masa jabatan, Kepala Satuan
Pengawas Internal harus membuat laporan pertanggung
jawaban kepada Direktur.
Bagian Kesembilan
Bagian Administrasi Akademik,
Kemahasiswaan dan Umum
Pasal 55
(1) Bagian Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan
Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf f
merupakan unsur pelaksana administrasi.
(2) Bagian Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan
Umum dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur.
(3) Pola mutasi dan promosi jabatan struktural dan
fungsional umum pada Bagian Administrasi Akademik,
Kemahasiswaan dan Umum mengikuti pola mutasi dan
promosi di lingkungan Kementerian Pariwisata.
(4) Pembinaan Bagian Administrasi Akademik,
Kemahasiswaan dan Umum dilakukan oleh Pembantu
Direktur I, pembinaan administrasi umum, dilakukan oleh
Pembantu Direktur II dan pembinaan kemahasiswaan
dilakukan oleh Pembantu Direktur III.
Pasal 56
Bagian Administrasi Akademik, Kemahasiswaan dan
Umum mempunyai tugas memberikan pelayanan dalam
bidang administrasi akademik, kemahasiswaan dan umum
dilingkungan Poltekpar Makassar dengan melaksanakan
penyusunan program pendidikan dan bahan ajar, pengelolaan
administrasi akademik, praktik kerja lapangan/nyata,
70
Page 46
kemahasiswaan, pengelolaan kerja sama, kehumasan, urusan
alumni, urusan keuangan, pengelolaan aset, organisasi,
sumber daya manusia, tata usaha dan rumah tangga di
lingkungan Poltekpar Makassar.
Pasal 57
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56, Bagian Administrasi Akademik, Kemahasiswaan dan
Umum menyelenggarakan fungsi:
a. pengelolaan administrasi akademik;
b. penyusunan administrasi program pendidikan;
c. pengelolaan administrasi pendidik dan tenaga
kependidikan;
d. pelaksanaan kerja sama;
e. pengelolaan administrasi kemahasiswaan dan database
mahasiswa, dan alumni;
f. pengelolaan administrasi pembinaan sikap disiplin
mahasiswa;
g. penyiapan administrasi pelaksanaan praktik kerja nyata;
h. pengelolaan asrama mahasiswa;
i. penyiapan penyusunan rencana dan program;
j. pengelolaan administrasi keuangan, ketatausahaan,
kepegawaian, kerumahtanggaan, dan Barang Milik Negara;
k. pelaksanaan urusan organisasi dan tata laksana, hukum
dan hubungan masyarakat; dan
l. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan.
Pasal 58
Bagian Administrasi Akademik, Kemahasiswaan dan Umum
terdiri atas:
a. Subbagian Administrasi Akademik;
b. Subbagian Administrasi Kemahasiswaan; dan
c. Subbagian Umum.
71
Page 47
Pasal 59
(1) Subbagian Administrasi Akademik mempunyai tugas
melakukan pengelolaan administrasi akademik,
administrasi pendidik dan tenaga kependidikan,
penyusunan administrasi program pendidikan, serta
pelaksanaan kerja sama.
(2) Subbagian Administrasi Kemahasiswaan mempunyai tugas
melakukan pengelolaan administrasi kemahasiswaan dan
database mahasiswa, dan alumni, administrasi pembinaan
sikap disiplin mahasiswa, dan asrama mahasiswa serta
penyiapan administrasi pelaksanaan praktik kerja nyata.
(3) Subbagian Umum mempunyai tugas melakukan
penyiapan penyusunan rencana dan program, pengelolaan
administrasi keuangan, ketatausahaan, kepegawaian,
kerumahtanggaan, dan Barang Milik Negara, serta
pelaksanaan urusan organisasi dan tata laksana, hukum,
hubungan masyarakat, dan evaluasi dan pelaporan.
Bagian Kesepuluh
Jurusan
Paragraf 1
Tugas dan Fungsi Jurusan
Pasal 60
Jurusan mempunyai tugas melaksanakan pendidikan,
penelitian terapan, pengabdian kepada masyarakat dalam
sebagian atau satu cabang ilmu, dan pembinaan Sivitas
Akademika, sesuai dengan program pendidikan yang ada dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 61
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60, Jurusan mempunyai fungsi sebagai berikut:
72
Page 48
a. melakukan pendidikan dalam sebagian atau 1 (satu)
cabang ilmu bagi program pendidikan yang ada;
b. melakukan penelitian terapan dan pengembangan
pendidikan di bidang vokasi;
c. melakukan pengabdian kepada masyarakat;
d. melakukan pembinaan Sivitas Akademika.
Pasal 62
(1) Jurusan merupakan unsur pelaksana akademik yang
melaksanakan Pendidikan Vokasi dalam sebagian atau
satu cabang ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
kesenian tertentu.
(2) Jurusan memiliki :
a. program studi;
b. laboratorium; dan
c. kelompok dosen.
(3) Jurusan dapat:
a. menyelenggarakan 1 (satu) atau lebih program studi;
b. memiliki 1 (satu) atau lebih laboratorium .
(4) Kegiatan pendidikan dan pembelajaran diselenggarakan
berdasarkan kurikulum program studi.
(5) Jurusan dan/atau program studi yang lain dikembangkan
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan/atau kesenian, tuntutan masyarakat, dan
perkembangan kemampuan penyelenggaraan.
(6) Jurusan dan program studi di Poltekpar Makassar
diselenggarakan berdasarkan ketentuan Kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan tinggi.
73
Page 49
Paragraf 2
Struktur Jurusan
Pasal 63
Jurusan dipimpin oleh seorang Ketua Jurusan yang dipilih
dari dan oleh kelompok dosen dalam jurusan dan bertanggung
jawab langsung kepada Direktur.
Paragraf 3
Persyaratan dan
Pengangkatan Ketua Jurusan
Pasal 64
(1) Ketua diangkat dan diberhentikan oleh Direktur dengan
masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali
untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(2) Untuk diangkat sebagai Ketua Jurusan dosen harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. PNS yang berstatus dosen aktif Poltekpar Makassar;
b. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan
surat keterangan dokter;
c. berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada
saat berakhirnya masa jabatan Ketua Jurusan yang
sedang menjabat;
d. tidak sedang menjalani tugas belajar lebih dari 6
(enam) bulan atau ijin belajar dalam rangka studi
lanjut yang meninggalkan tugas Tridharma Perguruan
Tinggi yang dinyatakan secara tertulis ;
e. tidak pernah dipidana berdasarkan keputusan
pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap;
f. memiliki pengalaman manajerial;
g. berpendidikan minimal S2 .
(3) Pengangkatan Ketua Jurusan dilakukan dengan cara:
a. Senat membentuk Panitia Pemilihan Ketua Jurusan
(Panitia Pemilihan) yang berasal dari anggota Senat.
74
Page 50
b. Pemilihan Ketua Jurusan terdiri dari :
1. tahap penjaringan;
2. tahap penyaringan ; dan
3. tahap pemilihan dan pengangkatan.
c. Tahap penjaringan sebagaimana dimaksud pada
huruf b angka 1 merupakan identifikasi dosen oleh
Panitia Pemilihan untuk memastikan calon Ketua
Jurusan memenuhi persyaratan untuk diangkat dan
mengumumkan hasilnya.
d. Tahap penyaringan sebagaimana dimaksud pada
huruf b angka 2 mengikuti tahapan sebagai berikut:
1. Panitia Pemilihan melaksanakan proses
penyaringan yang dilakukan oleh dosen pada
Jurusan;
2. penyaringan dilakukan melalui proses
pemungutan suara oleh dosen Jurusan yang
bersangkutan dengan ketentuan 1 (satu) orang
memiliki 1 (satu) hak suara;
3. Panitia Pemilihan menyampaikan nama calon
Ketua Jurusan yang memperoleh suara terbanyak
kepada Direktur untuk ditetapkan sebagai Ketua
Jurusan.
e. Dalam hal pendaftar bakal calon Ketua Jurusan hanya
1 (satu) orang, Panitia Pemilihan memperpanjang
masa pendaftaran selama 3 (tiga) hari kerja.
f. Dalam hal masa perpanjangan berakhir dan bakal
calon Ketua Jurusan tetap kurang dari 2 (dua) orang,
Panitia Pemilihan menyampaikan nama bakal calon
kepada Direktur untuk ditetapkan sebagai Ketua
Jurusan.
75
Page 51
Paragraf 4
Program Studi
Pasal 65
(1) Program Studi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
ayat (2) huruf a, dipimpin oleh seorang Ketua Program
Studi yang diangkat oleh Direktur atas usul Ketua Jurusan
berdasarkan hasil rapat pemilihan Ketua Program Studi .
(2) Ketua Program Studi diangkat dan diberhentikan oleh
Direktur dengan masa jabatan 4 (empat) tahun dan dipilih
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(3) Dalam rangka melaksanakan tugas, Ketua Program Studi
dibantu oleh seorang Sekretaris Program Studi.
Paragraf 5
Laboratorium
Pasal 66
(1) Laboratorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
ayat (2) huruf b, dipimpin oleh seorang Kepala Laboratorium
yang diangkat oleh Direktur atas usul Ketua Jurusan.
(2) Kepala Laboratorium diangkat dan diberhentikan oleh
Direktur dengan masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 67
(1) Jurusan dan Program Studi meliputi:
a. Jurusan Hospitaliti, terdiri dari:
1. Program Studi Diploma Empat Administrasi
Perhotelan;
2. Program Studi Diploma Tiga Manajemen Divisi
Kamar;
3. Program Studi Diploma Tiga Manajemen Tata
Hidang; dan
76
Page 52
4. Program Studi Diploma Tiga Manajemen Tata
Boga.
b. Jurusan Kepariwisataan, terdiri dari:
1. Program Studi Diploma Empat Manajemen
Kepariwisataan.
c. Jurusan Perjalanan terdiri dari:
1. Program Studi Diploma Empat Manajemen
Konvensi dan Perhelatan;
2. Program Studi Diploma Empat Manajemen Bisnis
Perjalanan; dan
3. Program Studi Diploma Tiga Manajemen Bisnis
Jasa Perjalanan Wisata.
(2) Selain program studi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Direktur dapat melakukan
pengembangan program studi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 6
Kelompok Dosen
Pasal 68
(1) Kelompok Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
ayat (2) huruf c, merupakan satuan dosen yang mempunyai
minat dan bidang keahlian yang sama yang merupakan
satuan penunjang Program Studi dalam melaksanakan
Tridharma Perguruan Tinggi.
(2) Kelompok Dosen dipimpin oleh seorang Ketua yang
bertugas menjalankan fungsi konsultatif dan koordinatif
dengan pimpinan Jurusan dan Program Studi.
77
Page 53
Bagian Kesebelas
Pusat Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat
Pasal 69
(1) Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
(PPPM) merupakan unsur pelaksana akademik dan non-
akademik yang bertanggung jawab kepada Direktur
dan secara teknis pembinaan dilakukan oleh Pembantu
Direktur Bidang Akademik.
(2) PPPM mempunyai tugas melaksanakan koordinasi
pelaksanaan:
a. Kegiatan penelitian;
b. Pengabdian kepada masyarakat; dan
c. Pengembangan keahlian dan berperan serta dalam
pengembangan karya ilmiah di bidang pariwisata.
(3) PPPM dalam melaksanakan kegiatan pengabdian kepada
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
menggunakan pendekatan multi bidang, antar bidang,
dan lintas bidang dalam menerapkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan/atau kesenian.
Pasal 70
(1) PPPM terdiri atas:
a. Kepala;
b. Sekretaris;
c. Jabatan fungsional umum; dan/atau
d. Jabatan fungsional tertentu.
(2) PPPM dipimpin oleh seorang kepala dengan masa jabatan
4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu)
kali masa jabatan.
(3) Kepala PPPM ditunjuk dan ditetapkan oleh Direktur
dengan persetujuan Senat.
(4) Kepada PPPM merupakan PNS berstatus dosen aktif
Poltekpar Makassar.
78
Page 54
(5) Hal-hal yang menyangkut keanggotaan, fungsi, wewenang,
dan masa kerja PPPM ditetapkan dengan Keputusan
Direktur.
(6) Setiap tahun dan pada akhir masa jabatan, Kepada PPPM
harus membuat laporan pertanggung jawaban kepada
Direktur.
Bagian Kedua belas
Unit Penunjang
Pasal 71
(1) Unit Penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 huruf o merupakan unsur yang diperlukan untuk
penyelenggaraan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
(2) Unit Penunjang terdiri dari:
a. Unit Perpustakaan;
b. Unit Teknologi Informasi dan Komunikasi;
c. Unit Kerja Sama;
d. Unit Hotel Praktik;
e. Unit Bursa Kerja;
f. Unit Bahasa; dan
g. Unit Asrama.
(3) Unit penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mempunyai sebagai berikut:
a. Unit Perpustakaan mempunyai tugas melakukan
pengelolaan perpustakaan.
b. Unit Teknologi Informasi dan Komunikasi mempunyai
tugas melakukan pengelolaan teknologi informasi dan
komunikasi.
c. Unit Hotel Praktik mempunyai tugas melakukan
pengelolaan hotel praktik.
d. Unit Kerja Sama mempunyai tugas melakukan
penyiapan kerja sama.
e. Unit Bursa Keija mempunyai tugas melakukan
penyelenggaraan bursa kerja.
79
Page 55
f. Unit Bahasa mempunyai tugas melakukan
peningkatan kemahiran penggunaan bahasa nasional
dan asing.
g. Unit Asrama mempunyai tugas melakukan
pengelolaan asrama mahasiswa.
(4) Unit Penunjang dipimpin oleh Kepala yang diangkat
dan diberhentikan oleh Direktur dengan masa jabatan 4
(empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk (1) satu
kali masa jabatan.
(5) Kepala Unit Penunjang bertanggung jawab kepada
Direktur.
(6) Kepala Unit Penunjang merupakan tenaga fungsional
umum atau fungsional tertentu yang diberi tugas tambahan
untuk membantu Direktur dalam mengkoordinasikan
kegiatan di dalam unit penunjang.
(7) Kepala Unit Perpustakaan, Kepada Unit Bahasa dan Kepala
Unit Kerjasama dikoordinasikan oleh Pembantu Direktur
Bidang Akademik.
(8) Kepala Unit Teknologi dan Komunikasi, dan Kepala Unit
Hotel Praktik dikoordinasikan oleh Pembantu Direktur
Bidang Administrasi Umum.
(9) Kepala Unit Bursa Kerja, dan Kepala Unit Asrama
dikoordinasikan oleh Pembantu Direktur Bidang
Kemahasiswaan.
(10) Sesuai dengan perkembangan, kebutuhan, dan
kemampuan, Direktur dapat membentuk unit Penunjang
sebagai unsur penunjang selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
80
Page 56
Bagian Ketiga Belas
Kelompok Jabatan Fungsional
Pasal 72
(1) Kelompok Jabatan Fungsional (Jafung) mempunyai tugas
melakukan kegiatan sesuai dengan Jafung masing-masing
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kelompok Jafung terdiri atas Dosen, Pustakawan, Pranata
Komputer, dan Jafung lainnya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Masing-masing kelompok Jafung dikoordinasikan oleh
seorang pejabat fungsional yang ditetapkan oleh Direktur.
(4) Jumlah pejabat fungsional sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditentukan berdasarkan kebutuhan beban kerja.
(5) Jenis dan jenjang Jafung sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(6) Kelompok Jafung Dosen berada dan bertanggung jawab
kepada Direktur, secara teknis pembinaan dilakukan oleh
Pembantu Direktur Bidang Akademik dan Ketua Jurusan.
(7) Kelompok Jafung Dosen mempunyai tugas melakukan
pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat sesuai dengan bidang keahliannya/ ilmunya
serta memberikan bimbingan kepada mahasiswa dalam
rangka memenuhi kebutuhan dan minat mahasiswa di
dalam proses pendidikan.
(8) Kelompok Jafung Lainnya mempunyai tugas mendukung
kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
masyarakat sesuai dengan bidang keahlian.
(9) Kelompok Jafung Lainnya berada dan bertanggung jawab
kepada Direktur, secara teknis pembinaan dilakukan oleh
Pembantu Direktur Bidang Administrasi Umum.
Pasal 73
(1) Dosen terdiri atas :
81
Page 57
a. dosen tetap;
b. dosen tidak tetap; dan
c. dosen tamu .
(2) Dosen tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan dosen yang diangkat dan ditempatkan sebagai
tenaga tetap pada Poltekpar Makassar.
(3) Dosen tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b merupakan dosen yang bukan tenaga tetap pada
Poltekpar Makassar.
(4) Dosen tamu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
merupakan seorang yang diundang untuk menjadi dosen
di Poltekpar Makassar selama jangka waktu tertentu.
(5) Jenis dan jenjang kepangkatan dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(6) Untuk menjadi Dosen Poltekpar Makassar, harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar;
d. memiliki moral dan integritas yang tinggi;
e. memiliki tanggung jawab yang besar terhadap masa
depan bangsa dan negara;
f. memiliki kemauan untuk meningkatkan kemampuan
vokasi yang diasuhnya; dan
g. memiliki jiwa membimbing dan melayani mahasiswa.
Bagian Keempat Belas
Tenaga Kependidikan
Pasal 74
(1) Tenaga Kependidikan merupakan tenaga yang dengan
keahliannya diangkat untuk membantu kelancaran
kegiatan akademik.
82
Page 58
(2) Tenaga Kependidikan di lingkungan Poltekpar Makassar
dapat diangkat sebagai pejabat struktural atau pimpinan.
(3) Untuk menjadi Tenaga Kependidikan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. memiliki kualifikasi sebagai tenaga kependidikan;
dan
d. mempunyai moral dan integritas yang tinggi.
(4) Tenaga Kependidikan Poltekpar Makassar terdiri atas :
a. instruktur;
b. laboran;
c. teknisi;
d. fungsional umum; dan
e. tenaga penunjang akademik lainnya.
(5) Tenaga Kependidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas :
a. PNS; atau
b. non PNS.
(6) Pengangkatan dan pemberhentian Tenaga Kependidikan
PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a,
dikoordinasikan dengan Deputi Bidang Pengembangan
Kelembagaan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(7) Pengangkatan dan pemberhentian tenaga kependidikan
non PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf
b, ditetapkan oleh Direktur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan .
Bagian Kelima Belas
Mahasiswa dan Alumni
Pasal 75
(1) Mahasiswa merupakan peserta didik Poltekpar Makassar.
83
Page 59
(2) Untuk menjadi mahasiswa Poltekpar Makassar harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki ijazah minimum yang dipersyaratkan setiap
program studi;
b. lulus seleksi penenmaan mahasiswa baru Poltekpar
Makassar; dan
c. persyaratan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 76
(1) Mahasiswa Poltekpar Makassar mempunyai kewajiban
sebagai berikut:
a. mematuhi semua peraturan/ ketentuan yang berlaku
pada Poltekpar Makassar;
b. ikut memelihara sarana dan prasarana serta
kebersihan, ketertiban, dan keamanan Poltekpar
Makassar;
c. menghargai ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
seni;
d. menjaga kewibawaan dan nama baik Poltekpar
Makassar; dan
e. menjunjung tinggi kebudayaan nasional.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban mahasiswa
Poltekpar Makassar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Direktur.
Pasal 77
(1) Mahasiswa Poltekpar Makassar mempunyai hak sebagai
berikut:
a. menggunakan kebebasan akademik secara
bertanggung jawab untuk menuntut dan mengkaji
ilmu sesuai dengan norma dan susila yang berlaku
dalam lingkungan akademik;
b. memperoleh pengajaran sebaik-baiknya dan layanan
bidang akademik;
84
Page 60
c. memanfaatkan fasilitas Poltekpar Makassar dalam
rangka kelancaran proses belajar;
d. mendapat bimbingan dari dosen yang bertanggung
jawab atas program studi yang diikuti dalam
penyelesaian studinya;
e. memperoleh layanan informasi yang berkaitan dengan
program studi yang diikuti serta hasil belajarnya;
f. memperoleh layanan kesejahteraan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. memanfaatkan sumber daya Poltekpar Makassar
melalui perwakilan/organisasi kemahasiswaan untuk
mengurus dan mengatur kesejahteraan, minat, dan
tata kehidupan bermasyarakat;
h. ikut serta dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan
Poltekpar Makassar.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak mahasiswa Poltekpar
Makassar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Direktur.
Pasal 78
(1) Organisasi kemahasiswaan di Poltekpar Makassar
diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk
mahasiswa.
(2) Bentuk aktivitas dan badan kelengkapan organisasi
kemahasiswaan di Poltekpar Makassar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
kesepakatan antar mahasiswa dan sesuai dengan
peraturan perundangundangan.
Pasal 79
(1) Kegiatan ko-kurikuler mahasiswa meliputi:
a. kepemimpinan;
b. penalaran dan keilmuan;
c. minat dan kegemaran;
d. kesejahteraan ;
85
Page 61
e. kegiatan-kegiatan penunjang.
(2) Kegiatan mahasiswa dalam kampus dapat diselenggarakan
setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan Pembantu
Direktur Bidang Kemahasiswaan.
(3) Kegiatan mahasiswa luar kampus harus seizin Direktur.
(4) Kegiatan mahasiswa yang dilakukan antar negara harus
seizin Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan.
Pasal 80
(1) Pembiayaan kegiatan mahasiswa dibebankan dan
diselenggarakan berdasarkan rencana anggaran Poltekpar
Makassar.
(2) Penggalangan dana dari sumber lain yang tidak mengikat
dilakukan seizin Direktur dan digunakan sesuai peraturan
perundang-undangan.
Pasal 81
(1) Alumni merupakan orang-orang yang telah menyelesaikan
pendidikan di Poltekpar Makassar.
(2) Alumni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
membentuk organisasi alumni sebagai wadah kegiatan
yang disebut ikatan alumni Poltekpar Makassar.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai alumni Poltekpar
Makassar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Keputusan Direktur.
Bagian Keenam Belas
Sarana dan Prasarana
Pasal 82
(1) Sarana dan prasarana Poltekpar Makassar diperoleh
melalui dana yang bersumber dari:
a. pemerintah;
b. masyarakat ataupun pihak lain.
86
Page 62
(2) Pengelolaan sarana dan prasarana yang diperoleh dengan
dana yang berasal dari dimaksud pada ayat (1) pemerintah
sebagaimana huruf a diselenggarakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(3) Pengelolaan sarana dan prasarana yang diperoleh dengan
dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
yang berasal dari masyarakat dan pihak lain ditetapkan
oleh Direktur dengan persetujuan Deputi Bidang
Pengembangan Kelambagaan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendayagunaan
sarana dan prasarana Poltekpar Makassar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur
dengan persetujuan Senat.
Pasal 83
Sivitas Akademika dan tenaga administratif memiliki kewajiban
untuk memelihara dan menggunakan sarana dan prasarana
secara bertanggung jawab, berdaya guna, dan berhasil guna.
Bagian Ketujuh Belas
Pengelolaan Anggaran
Pasal 84
(1) Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB)
Poltekpar Makassar setelah mendapat persetujuan
Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan, diajukan
oleh Direktur kepada Menteri untuk disahkan menjadi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Poltekpar Makassar.
(2) RAPB Poltekpar Makassar sebagaimana dimaksud ayat (1)
disusun setiap tahun oleh Direktur, dibantu oleh suatu
tim yang ditetapkan oleh Direktur.
(3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Poltekpar Makassar
dimulai pada awal tahun anggaran dan berakhir pada
akhir tahun anggaran yang bersangkutan.
87
Page 63
(4) Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Poltekpar
Makassar diawasi oleh Satuan Pengawasan Internal
dan Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan sesuai
dengan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan Belas
Kerja Sama
Pasal 85
(1) Untuk meningkatkan mutu kegiatan Tridharma Perguruan
Tinggi, Direktur dapat menjalin kerja sama dengan pihak
lain, baik dari dalam maupun dari luar Negeri.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud ayat (1) yang dilakukan
dengan pihak luar negeri dikoordinasikan dengan Deputi
yang membidangi kerja sama luar negeri.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud ayat (1) didasarkan
pada azas saling menguntungkan (mutual benefit)
dan saling menghormati (mutual respect), serta tidak
mengganggu pelaksanaan tugas-tugas pokok atau tugas
penting lainnya.
Pasal 86
(1) Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 dapat
berbentuk:
a. program kembaran;
b. program pemindahan kredit;
c. tukar menukar dosen dan mahasiswa dalam
penyelenggaraan kegiatan akademik;
d. pemanfaatan bersama sumber daya dalam
pelaksanaan kegiatan akademik;
e. penerbitan bersama karya ilmiah;
f. penyelenggaraan bersama seminar atau kegiatan
ilmiah lain;
g- bentuk-bentuk lain yang dianggap perlu.
88
Page 64
(2) Pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus mendapat persetujuan Senat, dan ditetapkan
dengan Keputusan Direktur.
(3) Pelaksanaan kerja sama Poltekpar Makassar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Jurusan,
PPPM, Unit Penunjang, maupun dosen atas persetujuan
Direktur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4) Bentuk kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dituangkan dalam suatu naskah keijasama yang memuat
hak dan kewajiban tiap-tiap pihak dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan kerja sama tersebut.
BAB V
SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL
Pasal 87
(1) Sistem Penjaminan Mutu Internal Poltekpar Makassar
merupakan proses penetapan dan pemenuhan standar
mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan
sehingga pemangku kepentingan memperoleh kepuasan.
(2) Sistem Penjaminan Mutu Internal Poltekpar Makassar
ditujukan untuk:
a. menjamin setiap layanan akademik kepada mahasiswa
dilakukan sesuai standar;
b. mewujudkan tranparansi dan akuntabilitas kepada
masyarakat khususnya orangtua/ wali mahasiswa
tentang penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan
standar;
c. mendorong semua pihak/ unit di Poltekpar Makassar
untuk bekerja mencapai tujuan dengan berpatokan
pada standar dan secara berkelanjutan berupaya
meningkatkan mutu.
(3) Sistem Penjaminan Mutu Internal Poltekpar Makassar
dilaksanakan dengan berpedoman pada prinsip:
89
Page 65
a. berorientasi kepada pemangku kepentingan internal
dan eksternal;
b. mengutamakan kebenaran;
c. tanggung jawab sosial;
d. pengembangan kompetensi personal;
e. partisipatif dan kolegial;
f. keseragaman metode;
g. inovasi, belajar dan perbaikan secara berkelanjutan.
(4) Ruang lingkup Sistem Penjaminan Mutu Internal Poltekpar
Makassar terdiri atas pengembangan standar mutu dan
audit di bidang:
a. pendidikan;
b. penelitian;
c. pengabdian kepada masyarakat; dan
d. kemahasiswaan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Sistem Penjaminan Mutu
Internal Poltekpar Makassar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan mekanisme penerapannya diatur dalam
Peraturan Direktur.
Pasal 88
(1) Untuk meningkatkan mutu dan efisiensi dalam
penyelenggaraan pendidikan perlu dilakukan pengawasan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan penilaian berkala terhadap
Kurikulum, mutu dan jumlah Tenaga Kependidikan,
keadaan Mahasiswa, pelaksanaan pendidikan sarana
dan prasarana, tatalaksana administrasi akademik,
kepegawaian keuangan dan kerumahtanggaan.
(3) Penilaian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Pengawasan fungsional dilakukan oleh institusi terkait
sesuai peraturan perundang-undangan.
90
Page 66
Pasal 89
(1) Penyelenggaraan akreditasi di Poltekpar Makassar
dikoordinasikan oleh Pusat Penjaminan Mutu.
(2) Akreditasi di Poltekpar Makassar meliputi akreditasi
program studi, pengeloladan institusi.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan akreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur
sesuai peraturan perundang-undangan.
BAB VI
BENTUK DAN TATA CARA PENETAPAN PERATURAN
Pasal 90
(1) Senat berwenang menetapkan peraturan Senat dan
keputusan Senat.
(2) Direktur berwenang menetapkan Peraturan Direktur,
Keputusan Direktur dan Instruksi Direktur.
Pasal 91
Produk hukum di lingkungan Poltekpar Makassar mengikuti
tata urutan sebagai berikut:
a. Statuta;
b. Peraturan Senat;
c. Peraturan Direktur;
d. Keputusan Senat;
e. Keputusan Direktur; dan
f. Instruksi Direktur.
Pasal 92
Tata cara penyusunan produk hukum Poltekpar Makassar
berpedoman pada tata cara penyusunan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Kementerian Pariwisata.
91
Page 67
BAB VII
TATA NASKAH DINAS
Pasal 93
(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi serta
kewenangannya, Poltekpar Makassar menyusun dan
melaksanakan tata naskah dinas sesuai ketentuan
peraturan tata naskah dinas di Kementerian Pariwisata.
(2) Tata naskah dinas di lingkungan Poltekpar Makassar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Direktur.
BAB VIII
PENDANAAN DAN KEKAYAAN
Pasal 94
(1) Pembiayaan Poltekpar Makassar diperoleh dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. masyarakat; dan
c. pihak lain.
(2) Penggunaan dana yang berasal dari sumber pemerintah
dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Biaya yang diperoleh dari masyarakat sebagaimana
dimaksud Pasal 94 ayat (1) huruf b berasal dari:
a. biaya ujian masuk Poltekpar Makassar; dan
b. penerimaan dari masyarakat lainnya yang tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Biaya yang diperoleh dari pihak lain Pasal 94 ayat (1)
huruf c berasal dari :
a. hasil kontrak kerja antara Poltekpar Makassar dengan
pihak lain sesuai dengan peran dan fungsinya;
b. hasil penjualan produk yang diperoleh dari
penyelenggaraan pendidikan; dan/atau
92
Page 68
c. sumbangan dan hibah dari perorangan, lembaga
pemerintah atau lembaga non-pemerintah atau pihak
lain.
Pasal 95
(1) Direktur menyusun usulan struktur tarif dan tata cara
pengelolaan dan pengalokasian dana yang berasal dari
masyarakat, setelah disetujui oleh Senat.
(2) Usulan struktur tarif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diajukan oleh Direktur kepada Menteri untuk
memperoleh penetapan.
Pasal 96
(1) Otonomi dalam bidang keuangan mencakup kewenangan
Poltekpar Makassar untuk menerima, menyimpan dan
menggunakan dana yang berasal dari masyarakat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam rangka mengelola dana yang berasal dari
masyarakat, Direktur menyelenggarakan pembukuan
terpadu berdasarkan peraturan administrasi keuangan
yang berlaku.
Pasal 97
(1) Kekayaan Poltekpar Makassar terdiri atas seluruh
kekayaan:
a. yang telah ada maupun yang akan ada;
b. dalam bentuk benda tetap maupun benda bergerak;
dan
c. yang berwujud maupun tidak berwujud.
(2) Kekayaan awal Poltekpar Makassar berupa kekayaan
milik negara yang tidak dipisahkan.
93
Page 69
BAB IX
PERUBAHAN STATUTA
Pasal 98
(1) Usulan perubahan Statuta dilakukan dalam suatu
sidang Senat, apabila diajukan dan dihadiri oleh
sekurangkurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
Senat.
(2) Keputusan untuk perubahan Statuta dianggap sah, apabila
dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50%
(lima puluh persen) ditambah 1 (satu) anggota Senat dari
seluruh jumlah anggota Senat yang hadir.
(3) Perubahan Statuta dilakukan atas persetujuan Senat
Poltekpar Makassar dan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 99
(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. penyelenggaraan akademik dan non-akademik AKPAR
Makassar masih tetap dilaksanakan sampai dengan
disesuaikan dengan Peraturan Menteri ini.
b. jabatan yang ada dan pejabat yang memangku
jabatan di lingkungan AKPAR Makassar berdasarkan
Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
Nomor PM.42/OT.001/MKP-2006 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Akademi Pariwisata Makassar tetap
melaksanakan tugas dan fungsinya sampai dengan
diangkat pejabat baru berdasarkan Peraturan Menteri
ini.
(2) SDM dan anggaran dalam rangka pelaksanaan tugas
dan fungsi Poltekpar Makassar menggunakan SDM dan
94
Page 70
anggaran yang tersedia untuk AKPAR Makassar sampai
dengan disesuaikan dengan Peraturan Menteri ini.
(3) Seluruh kekayaan, hak, dan kewajiban, status mahasiswa
dan alumni, serta dokumen akademik AKPAR Makassar
diintegrasikan ke dalam Poltekpar Makassar, paling
lambat 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri
ini.
Pasal 100
Untuk pertama kali Menteri mengangkat Deputi Bidang
Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan sebagai Ketua
Senat Poltekpar Makassar untuk melaksanakan pemilihan
Direktur sesuai dengan Peraturan Menteri ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 101
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.44/ HK.001/MKP/2009
tentang Statuta Akademi Pariwisata Makassar dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 102
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
95
Page 71
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 April 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 April 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 646
Salinan sesuai dengan
96
Page 72
M E N T E R I PAR IW ISATA R E P U B L IK IN D O N E S IA
SALINAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2016
TENTANG
ORGANISASI DAN TATA KERJA
POLITEKNIK PARIWISATA PALEMBANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
Mengingat
a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan vokasi di bidang kepariwisataan dalam
memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang
profesional dan beretika, perlu mendirikan Politeknik
Pariwisata Palembang;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Pariwisata tentang Organisasi dan Tata Kerja Politeknik
Pariwisata Palembang;
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
97
Page 73
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
4. Undang-Undang Nomor 12Tahun2012tentangPendidikan
Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 158, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor
5336);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan
Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 16);
6. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pariwisata (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 20);
7. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pariwisata (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 545);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG ORGANISASI
DAN TATA KERJA POLITEKNIK PARIWISATA PALEMBANG.
BAB I
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI
Pasal 1
(1) Politeknik Pariwisata Palembang yang selanjutnya disebut
Poltekpar Palembang merupakan perguruan tinggi
yang menyelenggarakan pendidikan vokasi di bidang
kepariwisataan di lingkungan Kementerian Pariwisata,
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
98
Page 74
Menteri Pariwisata melalui Deputi Bidang Pengembangan
Kelembagaan Kepariwisataan.
(2) Pembinaan Poltekpar Palembang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), secara teknis akademik dilaksanakan oleh
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dan
pembinaan administrasi dan operasional dilakukan oleh
Menteri Pariwisata.
(3) Poltekpar Palembang dipimpin oleh Direktur.
Pasal 2
Poltekpar Palembang mempunyai tugas menyelenggarakan
pendidikan vokasi di bidang kepariwisataan.
Pasal 3
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Poltekpar Palembang menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan rencana dan program pendidikan;
b. penyelenggaraan pendidikan vokasi di bidang
kepariwisataan;
c. pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat;
d. pengelolaan administrasi akademik dan kemahasiswaan;
e. pelaksanaan administrasi umum;
f. pengembangan sistem penjaminan mutu;
g. pelaksanaan pengawasan internal;
h. pembinaan sivitas akademika; dan
i. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan.
BAB II
SUSUNAN ORGANISASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Organisasi Poltekpar Palembang terdiri atas:
99
Page 75
a. Direktur dan Pembantu Direktur;
b. Senat;
c. Dewan Penyantun;
d. Satuan Penjaminan Mutu;
e. Satuan Pengawas Internal;
f. Subbagian Administrasi Akademik dan Kemaha
siswaan;
g. Subbagian Administrasi Umum;
h. Program Studi;
i. Laboratorium;
j. Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat;
dan
k. Unit Penunjang.
(2) Struktur organisasi Poltekpar Palembang tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Bagian Kedua
Direktur dan Pembantu Direktur
Pasal 5
Direktur merupakan tenaga dosen yang diberi tugas tambahan
memimpin Poltekpar Palembang.
Pasal 6
(1) Dalam melaksanakan tugas, Direktur dibantu oleh 2 (dua)
orang Pembantu Direktur yang bertanggung jawab kepada
Direktur.
(2) Pembantu Direktur, terdiri atas:
a. Pembantu Direktur Bidang Akademik dan
Kemahasiswaan yang selanjutnya disebut Pembantu
Direktur I; dan
b. Pembantu Direktur Bidang Umum yang selanjutnya
disebut Pembantu Direktur II.
100
Page 76
Pasal 7
(1) Pembantu Direktur I sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (2) huruf a, merupakan tenaga dosen yang
memenuhi syarat dan diberi tugas tambahan membantu
Direktur dalam memimpin pelaksanaan kegiatan
administrasi akademik, pembinaan kemahasiswaan dan
alumni, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
penjaminan mutu, pembinaan dosen, dan kerja sama.
(2) Pembantu Direktur II sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (2) huruf b, merupakan tenaga dosen yang
memenuhi syarat dan diberi tugas tambahan membantu
Direktur dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di
bidang administrasi umum, tenaga kependidikan,
ketatausahaan, rumah tangga dan perlengkapan, barang
milik negara, perencanaan, keuangan, kepegawaian,
hukum, komunikasi publik, organisasi dan tata laksana.
Bagian Ketiga
Senat dan Dewan Penyantun
Pasal 8
(1) Senat merupakan unsur penyusun kebijakan Poltekpar
Palembang.
(2) Dewan Penyantun memberikan pertimbangan non
akademik dan fungsi lain yang ditetapkan dalam Statuta
Poltekpar Palembang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Senat dan Dewan
Penyantun diatur dalam Statuta Poltekpar Palembang.
101
Page 77
Bagian Keempat
Satuan Penjaminan Mutu dan
Satuan Pengawas Internal
Pasal 9
(1) Satuan Penjaminan Mutu merupakan unsur penjaminan
mutu yang melaksanakan fungsi dokumentasi,
pemeliharaan, dan pengendalian sistem penjaminan
mutu.
(2) Satuan Pengawas Internal merupakan unsur pengawas
yang melaksanakan fungsi pengawasan non akademik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Satuan Penjaminan Mutu
dan Satuan Pengawas Internal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Statuta Poltekpar
Palembang.
Bagian Kelima
Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan, dan
Subbagian Administrasi Umum.
Pasal 10
(1) Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan
merupakan unsur pelaksana administrasi.
(2) Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan
dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur, dan pembinaan
sehari-hari dilakukan oleh Pembantu Direktur I dalam hal
pelaksanaan kegiatan administrasi akademik, pembinaan
kemahasiswaan dan alumni, penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, penjaminan mutu, pembinaan dosen
dan kerja sama.
102
Pasal 11
Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan
mempunyai tugas melakukan urusan administrasi akademik,
Page 78
dosen, kemahasiswaan, hubungan alumni, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, penjaminan mutu, kerja
sama, serta evaluasi dam pelaporan.
Pasal 12
(1) Subbagian Administrasi Umum merupakan unsur
pelaksana administrasi.
(2) Subbagian Administrasi Umum dipimpin oleh seorang
Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Direktur, dan pembinaan sehari-hari dilakukan
oleh Pembantu Direktur II dalam hal pelaksanaan kegiatan
di bidang administrasi umum, tenaga kependidikan,
ketatausahaan, rumah tangga dan perlengkapan, barang
milik negara, perencanaan, keuangan, kepegawaian,
hukum, komunikasi publik, organisasi dan tata laksana.
Pasal 13
Subbagian Administrasi Umum mempunyai tugas melakukan
urusan administrasi umum, tenaga kependidikan,
ketatausahaan, layanan kerumahtanggaan dan perlengkapan,
barang milik negara, keuangan, kepegawaian, hukum dan
komunikasi publik, organisasi dan tata laksana serta evaluasi
dan pelaporan.
Bagian Keenam
Program Studi, dan Laboratorium
Pasal 14
(1) Program Studi merupakan unsur pelaksana akademik
yang melaksanakan pendidikan vokasi tertentu.
(2) Program Studi dipimpin oleh seorang Ketua.
(3) Dalam melaksanakan tugas, Ketua Program Studi dibantu
oleh seorang Sekretaris Program Studi.
Pasal 15
Program Studi terdiri dari:
103
Page 79
(3) Unit Perpustakaan mempunyai tugas melakukan
pengelolaan perpustakaan.
(4) Unit Teknologi Informasi dan Komunikasi mempunyai
tugas melakukan pengelolaan teknologi informasi dan
komunikasi.
BAB III
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Pasal 21
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan
kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 22
(1) Kelompok jabatan fungsional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21, terdiri atas sejumlah tenaga fungsional
yang terbagi dalam kelompok jabatan fungsional sesuai
dengan bidang tugas keahliannya berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(2) Kelompok jabatan fungsional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dipimpin oleh seorang koordinator dari
tenaga fungsional yang ditunjuk oleh Direktur.
(3) Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban
kerja.
(4) Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
BAB IV
TATA KERJA
Pasal 23
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, Poltekpar Palembang
harus menyusun peta bisnis proses yang menggambarkan tata
106
Page 80
hubungan kerja yang efektif dan efisien antar unit organisasi
di lingkungan Poltekpar Palembang.
Pasal 24
Direktur menyampaikan laporan kepada Menteri Pariwisata
mengenai hasil pelaksanaan tugas penyelenggaraan pendidikan
vokasi di bidang Kepariwisataan secara berkala atau sewaktu-
waktu sesuai kebutuhan.
Pasal 25
Poltekpar Palembang harus menyusun analisis jabatan, peta
jabatan, analisis beban kerja, dan uraian tugas terhadap
seluruh jabatan di lingkungan Poltekpar Palembang.
Pasal 26
Setiap unsur di lingkungan Poltekpar Palembang dalam
melaksanakan tugasnya harus menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi, baik dai am lingkungan
Poltekpar Palembang maupun dalam hubungan antar instansi
pemerintah baik pusat maupun daerah.
Pasal 27
Setiap pimpinan unit organisasi harus menerapkan sistem
pengendalian intern pemerintah di lingkungan Poltekpar
Palembang untuk mewujudkan terlaksananya mekanisme
akuntabilitas publik melalui penyusunan perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan kinerja yang terintegrasi.
Pasal 28
Setiap pimpinan unit organisasi di lingkungan Poltekpar
Palembang harus bertanggung jawab memimpin dan
mengoordinasikan bawahan masing-masing dan memberikan
pengarahan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.
107
Page 81
Pasal 29
Setiap pimpinan unit organisasi di lingkungan Poltekpar
Palembang wajib mengawasi pelaksanaan tugas bawahan
masing-masing dan apabila terjadi penyimpangan wajib
mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 30
Setiap pimpinan unit organisasi di lingkungan Poltekpar
Palembang harus mengikuti dan mematuhi petunjuk
serta bertanggung jawab pada atasan masing-masing dan
menyampaikan laporan kinerja secara berkala tepat pada
waktunya.
Pasal 31
Dalam melaksanakan tugas, setiap pimpinan unit organisasi di
lingkungan Poltekpar Palembang harus melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap unit organisasi di bawahnya.
Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut tentang tata kerja organisasi di
lingkungan Poltekpar Palembang diatur dalam Statuta
Poltekpar Palembang.
BAB V
ESELON, PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN
Pasal 33
Kepala Subbagian merupakan jabatan struktural eselon IV.a
Pasal 34
(1) Direktur merupakan jabatan non eselon.
(2) Pembantu Direktur, Ketua Program Studi, Kepala Pusat,
dan Kepala Unit merupakan jabatan non eselon.
108
Page 82
Pasal 35
Pembantu Direktur, Ketua Program Studi, Kepala Pusat,
Kepala Unit serta Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh
Direktur.
Pasal 36
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Direktur,
Pembantu Direktur, Ketua Program Studi, Kepala Pusat, dan
Kepala Unit diatur dalam Statuta Poltekpar Palembang.
BAB VI
PENDANAAN
Pasal 37
Segala pendanaan yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas
dan fungsi Poltekpar Palembang dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB VII
LOKASI
Pasal 38
Poltekpar Palembang berlokasi di Kota Palembang Provinsi
Sumatera Selatan.
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 39
Perubahan terhadap organisasi dan tata keija Poltekpar
Palembang ditetapkan oleh Menteri Pariwisata setelah
mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur
negara.
109
Page 83
Pasal 40
Statuta Poltekpar Palembang ditetapkan paling lama 1 (satu)
tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
Pasal 41
Untuk pertama kali, Direktur Poltekpar Palembang ditunjuk
oleh Menteri Pariwisata sampai dengan dilaksanakannya
pemilihan Direktur Poltekpar Palembang sesuai dengan
Statuta Poltekpar Palembang.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 April 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
110
Page 84
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Mei 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 710
Salinan sesuai dengan
111
Page 85
LAMPIRANPERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANGORGANISASI DAN TATA KERJA POLITEKNIK PARIWISATA PALEMBANG STRUKTUR ORGANISASI POLITEKNIK PARIWISATA PALEMBANG
Senat Direktur Dewan Penyantun
i Pembantu Direktur i Pembantu Direktur
1 Bidang Akademik dan Kemahasiswaan 1 Bidang Umum
Salinan sesuai dengan
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
112
Page 86
M E N T E R I P AR IW ISATA R E P U B L IK IN D O N E S IA
SALINAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2016
TENTANG
ORGANISASI DAN TATA KERJA
POLITEKNIK PARIWISATA LOMBOK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
Mengingat
a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan vokasi di bidang kepariwisataan dalam
memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang
profesional dan beretika, perlu mendirikan Politeknik
Pariwisata Lombok;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Pariwisata tentang Organisasi dan Tata Kerja Politeknik
Pariwisata Lombok;
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
113
Page 87
Menetapkan
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 158, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor
5336);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan
Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 16);
6. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pariwisata (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 20);
7. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pariwisata (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 545);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG ORGANISASI
DAN TATA KERJA POLITEKNIK PARIWISATA LOMBOK.
BAB I
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI
Pasal 1
(1) Politeknik Pariwisata Lombok yang selanjutnya disebut
Poltekpar Lombok merupakan perguruan tinggi
yang menyelenggarakan pendidikan vokasi di bidang
kepariwisataan di lingkungan Kementerian Pariwisata,
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Menteri Pariwisata melalui Deputi Bidang Pengembangan
Kelembagaan Kepariwisataan.
(2) Pembinaan Poltekpar Lombok sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), secara teknis akademik dilaksanakan oleh
114
Page 88
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dan
pembinaan administrasi dam operasional dilakukan oleh
Menteri Pariwisata.
(3) Poltekpar Lombok dipimpin oleh Direktur.
Pasal 2
Poltekpar Lombok mempunyai tugas menyelenggarakan
pendidikan vokasi di bidang kepariwisataan.
Pasal 3
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Poltekpar Lombok menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan rencana dan program pendidikan;
b. penyelenggaraan pendidikan vokasi di bidang
kepariwisataan;
c. pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat;
d. pengelolaan administrasi akademik dan kemahasiswaan;
e. pelaksanaan administrasi umum;
f. pengembangan sistem penjaminan mutu;
g. pelaksanaan pengawasan internal;
h. pembinaan sivitas akademika; dan
i. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan.
BAB II
SUSUNAN ORGANISASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Organisasi Poltekpar Lombok terdiri atas:
a. Direktur dan Pembantu Direktur;
b. Senat;
c. Dewan Penyantun;
d. Satuan Penjaminan Mutu;
115
Page 89
e. Satuan Pengawas Internal;
f. Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan;
g. Subbagian Administrasi Umum;
h. Program Studi;
i. Laboratorium;
j. Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat;
dan
k. Unit Penunjang.
(2) Struktur organisasi Poltekpar Lombok tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Bagian Kedua
Direktur dan Pembantu Direktur
Pasal 5
Direktur merupakan tenaga dosen yang diberi tugas tambahan
memimpin Poltekpar Lombok.
Pasal 6
(1) Dalam melaksanakan tugas, Direktur dibantu oleh 2 (dua)
orang Pembantu Direktur yang bertanggung jawab kepada
Direktur.
(2) Pembantu Direktur, terdiri atas:
a. Pembantu Direktur Bidang Akademik dan
Kemahasiswaan yang selanjutnya disebut Pembantu
Direktur I; dan
b. Pembantu Direktur Bidang Umum yang selanjutnya
disebut Pembantu Direktur II.
Pasal 7
(1) Pembantu Direktur I sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (2) huruf a, merupakan tenaga dosen yang
memenuhi syarat dan diberi tugas tambahan membantu
Direktur dalam memimpin pelaksanaan kegiatan
116
Page 90
administrasi akademik, pembinaan kemahasiswaan dan
alumni, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
penjaminan mutu, pembinaan dosen, dan kerja sama.
(2) Pembantu Direktur II sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (2) huruf b, merupakan tenaga dosen yang
memenuhi syarat dan diberi tugas tambahan membantu
Direktur dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di
bidang administrasi umum, tenaga kependidikan,
ketatausahaan, rumah tangga dan perlengkapan, barang
milik negara, perencanaan, keuangan, kepegawaian,
hukum, komunikasi publik, organisasi dan tata laksana.
Bagian Ketiga
Senat dan Dewan Penyantun
Pasal 8
(1) Senat merupakan unsur penyusun kebijakan Poltekpar
Lombok.
(2) Dewan Penyantun memberikan pertimbangan non
akademik dan fungsi lain yang ditetapkan dalam Statuta
Poltekpar Lombok.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Senat dan Dewan
Penyantun diatur dalam Statuta Poltekpar Lombok.
Bagian Keempat
Satuan Penjaminan Mutu dan
Satuan Pengawas Internal
Pasal 9
(1) Satuan Penjaminan Mutu merupakan unsur penjaminan
mutu yang melaksanakan fungsi dokumentasi,
pemeliharaan, dan pengendalian sistem penjaminan
mutu.
(2) Satuan Pengawas Internal merupakan unsur pengawas
yang melaksanakan fungsi pengawasan non akademik.
117
Page 91
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Satuan Penjaminan Mutu
dan Satuan Pengawas Internal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Statuta Poltekpar
Lombok.
Bagian Kelima
Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan, dan
Subbagian Administrasi Umum.
Pasal 10
(1) Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan
merupakan unsur pelaksana administrasi.
(2) Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan
dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur, dan pembinaan
sehari-hari dilakukan oleh Pembantu Direktur I dalam hal
pelaksanaan kegiatan administrasi akademik, pembinaan
kemahasiswaan dan alumni, penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, penjaminan mutu, pembinaan dosen
dan kerja sama.
Pasal 11
Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan
mempunyai tugas melakukan urusan administrasi akademik,
dosen, kemahasiswaan, hubungan alumni, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, penjaminan mutu, kerja
sama, serta evaluasi dan pelaporan.
Pasal 12
(1) Subbagian Administrasi Umum merupakan unsur
pelaksana administrasi.
(2) Subbagian Administrasi Umum dipimpin oleh seorang
Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Direktur, dan pembinaan sehari-hari dilakukan
oleh Pembantu Direktur II dalam hal pelaksanaan kegiatan
Page 92
di bidang administrasi umum, tenaga kependidikan,
ketatausahaan, rumah tangga dan perlengkapan, barang
milik negara, perencanaan, keuangan, kepegawaian,
hukum, komunikasi publik, organisasi dan tata laksana.
Pasal 13
Subbagian Administrasi Umum mempunyai tugas melakukan
urusan administrasi umum, tenaga kependidikan,
ketatausahaan, layanan kerumahtanggaan dan perlengkapan,
barang milik negara, keuangan, kepegawaian, hukum dan
komunikasi publik, organisasi dan tata laksana serta evaluasi
dan pelaporan.
Bagian Keenam
Program Studi, dan Laboratorium
Pasal 14
(1) Program Studi merupakan unsur pelaksana akademik
yang melaksanakan pendidikan vokasi tertentu.
(2) Program Studi dipimpin oleh seorang Ketua.
(3) Dalam melaksanakan tugas, Ketua Program Studi dibantu
oleh seorang Sekretaris Program Studi.
Pasal 15
Program Studi terdiri dari:
a. Program Studi Diploma Empat Pengatur Perjalanan;
b. Program Studi Diploma Tiga Divisi Kamar;
c. Program Studi Diploma Tiga Seni Kuliner; dan
d. Program Studi Diploma Tiga Tata Hidang.
Pasal 16
(1) Laboratorium merupakan sarana penunjang program
studi dalam kegiatan praktikum pada proses belajar
mengajar.
(2) Laboratorium dipimpin oleh seorang Kepala yang berstatus
sebagai dosen dan memenuhi syarat.
119
Page 93
dengan bidang tugas keahliannya berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(2) Kelompok jabatan fungsional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dipimpin oleh seorang koordinator dari
tenaga fungsional yang ditunjuk oleh Direktur.
(3) Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban
kerja.
(4) Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
BAB IV
TATA KERJA
Pasal 23
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, Poltekpar Lombok
harus menyusun peta bisnis proses yang menggambarkan tata
hubungan keija yang efektif dan efisien antar unit organisasi
di lingkungan Poltekpar Lombok.
Pasal 24
Direktur menyampaikan laporan kepada Menteri Pariwisata
mengenai hasil pelaksanaan tugas penyelenggaraan pendidikan
vokasi di bidang Kepariwisataan secara berkala atau sewaktu-
waktu sesuai kebutuhan.
Pasal 25
Poltekpar Lombok harus menyusun analisis jabatan, peta
jabatan, analisis beban kerja, dan uraian tugas terhadap
seluruh jabatan di lingkungan Poltekpar Lombok.
Pasal 26
Setiap unsur di lingkungan Poltekpar Lombok dalam
melaksanakan tugasnya harus menerapkan prinsip koordinasi,
integrasi dan sinkronisasi, baik dalam lingkungan Poltekpar
122
Page 94
Lombok maupun dalam hubungan antar instansi pemerintah
baik pusat maupun daerah.
Pasal 27
Setiap pimpinan unit organisasi harus menerapkan sistem
pengendalian intern pemerintah di lingkungan Poltekpar
Lombok untuk mewujudkan terlaksananya mekanisme
akuntabilitas publik melalui penyusunan perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan kinerja yang terintegrasi.
Pasal 28
Setiap pimpinan unit organisasi di lingkungan Poltekpar Lombok
harus bertanggung jawab memimpin dan mengoordinasikan
bawahan masing-masing dan memberikan pengarahan serta
petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.
Pasal 29
Setiap pimpinan unit organisasi di lingkungan Poltekpar
Lombok wajib mengawasi pelaksanaan tugas bawahan masing-
masing dan apabila terjadi penyimpangan wajib mengambil
langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 30
Setiap pimpinan unit organisasi di lingkungan Poltekpar Lombok
harus mengikuti dan mematuhi petunjuk serta bertanggung
jawab pada atasan masing-masing dan menyampaikan laporan
kinerja secara berkala tepat pada waktunya.
Pasal 31
Dalam melaksanakan tugas, setiap pimpinan unit organisasi
di lingkungan Poltekpar Lombok harus melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap unit organisasi di bawahnya.
123
Page 95
Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut tentang tata kerja organisasi di
lingkungan Poltekpar Lombok diatur dalam Statuta Poltekpar
Lombok.
BAB V
ESELON, PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN
Pasal 33
Kepala Subbagian merupakan jabatan struktural eselon IV.a
Pasal 34
(1) Direktur merupakan jabatan non eselon.
(2) Pembantu Direktur, Ketua Program Studi, Kepala Pusat,
dan Kepala Unit merupakan jabatan non eselon.
Pasal 35
Pembantu Direktur, Ketua Program Studi, Kepala Pusat,
Kepala Unit serta Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh
Direktur.
Pasal 36
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Direktur,
Pembantu Direktur, Ketua Program Studi, Kepala Pusat, dan
Kepala Unit diatur dalam Statuta Poltekpar Lombok.
BAB VI
PENDANAAN
Pasal 37
Segala pendanaan yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas
dan fungsi Poltekpar Lombok dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
124
Page 96
BAB VII
LOKASI
Pasal 38
Poltekpar Lombok berlokasi di Kabupaten Lombok Tengah,
Provinsi Nusa Tenggara Barat.
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 39
Perubahan terhadap organisasi dan tata kerja Poltekpar Lombok
ditetapkan oleh Menteri Pariwisata setelah mendapatkan
persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang aparatur negara.
Pasal 40
Statuta Poltekpar Lombok ditetapkan paling lama 1 (satu)
tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
Pasal 41
Untuk pertama kali, Direktur Poltekpar Lombok ditunjuk oleh
Menteri Pariwisata sampai dengan dilaksanakannya pemilihan
Direktur Poltekpar Lombok sesuai dengan Statuta Poltekpar
Lombok.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
125
Page 97
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan peng
undangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 April 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Mei 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 711
S a lin an sesu a i d en gan
126
Page 98
LAMPIRANPERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANGORGANISASI DAN TATA KERJA POLITEKNIK PARIWISATA LOMBOK
STRUKTUR ORGANISASI POLITEKNIK PARIWISATA LOMBOK
S a lin an sesu a i d en gan
K E M E N T E R IA N P A R IW IS A T A RI
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
127
Page 100
M E N T E R I P A R IW ISATA R E P U B L IK IN D O N E S IA
SALINAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2016
TENTANG
PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PARIWISATA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk mencapai hasil pengelolaan Keuangan
Negara yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel,
telah ditetapkan Peraturan Menteri Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Nomor PM.97/UM.001/MPEK/2011
tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah di lingkungan Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif;
b. bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan Presiden
Nomor 19 Tahun 2015 tentang Kementerian Pariwisata,
maka Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Nomor PM.97/UM.001/MPEK/2011 tentang
Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
di lingkungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
129
Page 101
Mengingat
Menteri Pariwisata tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah di lingkungan Kementerian Pariwisata;
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4400);
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4916);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Instansi Pemerintah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4890);
6. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 80);
7. Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang Kementerian
Pariwisata (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 20);
8. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Keija Kementerian Pariwisata (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 545).
130
Page 102
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG
PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN
PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PARIWISATA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral
pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien,
keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara,
dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
2. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di lingkungan
Kementerian Pariwisata yang selanjutnya disingkat SPIP,
adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan
secara menyeluruh terhadap proses perancangan program
dan kebijakan, perencanaan kegiatan dan penganggaran
serta pertanggung jawaban keuangan Negara dalam
rangka pelaksanaan tugas dan fungsi di lingkungan
Kementerian Pariwisata.
3. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit,
reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan
lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi
dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai
bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok
ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien
untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata
kepemerintahan yang baik.
131
Page 103
4. Reviu adalah penelahaan ulang bukti-bukti suatu
kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut
telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar,
rencana, atau norma yang telah ditetapkan.
5. Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan hasil
atau prestasi suatu kegiatan dengan standar, rencana,
atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan dalam mencapai tujuan.
6. Kegiatan pengawasan lainnya adalah rangkaian kegiatan
pengawasan yang antara lain berupa sosialisasi mengenai
pengawasan, pendidikan dan latihan, pembimbingan dan
konsultasi, pengelolaan hasil pengawasan dan pemaparan
hasil pengawasan.
7. Lingkungan pengendalian adalah kondisi dalam instansi
pemerintah yang dapat mempengaruhi efektivitas
pengendalian intern.
8. Penilaian risiko adalah kegiatan penilaian atas
kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian
tujuan dan sasaran instansi pemerintah.
9. Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan
untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan
kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa
tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara
efektif.
10. Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.
11. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau
informasi dengan menggunakan simbol atau lambang
tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung
untuk mendapatkan umpan balik.
12. Pemantauan pengendalian intern adalah proses penilaian
atas mutu kinerja sistem pengendalian intern pemerintah
132
Page 104
dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan
audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti.
13. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang
selanjutnya disingkat BPKP, adalah aparat pengawasan
intern pemerintah yang bertugas sebagai unsur pembinaan
dalam penyelenggaraan SPIP dan bertanggung jawab
langsung kepada Presiden.
14. Unit Kerja adalah organisasi Eselon I di lingkungan
Kementerian Pariwisata.
15. Unit Pelaksana Teknis adalah satuan organisasi yang
bersifat mandiri melaksanakan tugas teknis operasional
dan/atau teknis penunjang dari organisasi induknya.
16. Inspektorat adalah aparat pengawasan intern pemerintah
yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri melalui
Sekretaris Kementerian.
17. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kepariwisataan.
18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kepariwisataan.
Pasal 2
(1) Penyelenggaraan SPIP di lingkungan Kementerian
dimaksudkan untuk memberi arahan dalam
penyelenggaraan pemerintahan untuk melaksanakan
kegiatan mulai perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
sampai dengan pertanggungjawaban, agar dapat
terlaksana secara tertib, terkendali, serta efektif dan
efisien.
(2) Penyelenggaraan SPIP di lingkungan Kementerian
bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai
bagi tercapainya penyelenggaraan pemerintah melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, pengamanan aset negara,
kehandalan laporan keuangan, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan.
133
Page 105
KEWENANGAN PENGENDALIAN
BAB II
Pasal 3
(1) Menteri melakukan pengendalian intern atas
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di lingkungan
Kementerian untuk mencapai pengelolaan keuangan
negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel
(2) Pengendalian intern atas penyelenggaraan kegiatan
Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan melalui SPIP dengan berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
(1) Menteri bertanggung jawab atas efektivitas, efisiensi,
transparansi dan akuntabilitas hasil pelaksanaan program
di lingkungan Kementerian.
(2) Pimpinan Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis
bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan sesuai
tugas dan fungsi masing-masing untuk mewujudkan
pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel.
BAB III
PENYELENGGARAAN SPIP
Pasal 5
(1) Setiap Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis wajib
menerapkan SPIP yang meliputi unsur:
a. lingkungan pengendalian;
b. penilaian risiko;
c. kegiatan pengendalian;
d. informasi dan komunikasi; dan
e. pemantauan pengendalian intern.
134
Page 106
(2) Uraian dan pengaturan unsur SPIP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah sesuai dengan Pasal 4 sampai dengan
Pasal 46 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
(3) Penerapan unsur SPIP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan menyatu dan menjadi bagian
integral dari kegiatan di lingkungan Kementerian.
Pasal 6
(1) Penyelenggaraan SPIP di lingkungan Kementerian
dikoordinasikan oleh Sekretaris Kementerian.
(2) Penyelenggaraan SPIP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilaksanakan sesuai petunjuk pelaksanaan yang
diatur lebih lanjut oleh Sekretaris Kementerian.
Pasal 7
(1) Dalam proses penyelenggaraan SPIP, setiap Unit Kerja dan
Unit Pelaksana Teknis wajib membentuk Satuan Tugas
Pelaksana SPIP.
(2) Susunan anggota, tugas dan fungsi Satuan Tugas
Pelaksana SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
melimpahkan kewenangan penetapan Satuan Tugas
Pelaksana SPIP kepada Pejabat Eselon I.
Pasal 8
(1) Pimpinan Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis wajib
melakukan pemantauan atas penyelenggaraan SPIP di
lingkungannya masing-masing.
(2) Pimpinan Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis
menyampaikan laporan hasil pemantauan atas
penyelenggaraan SPIP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) setiap triwulan kepada Sekretaris Kementerian.
135
Page 107
PENGUATAN PENYELENGGARAAN SPIP
BAB IV
Pasal 9
(1) Pimpinan Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis
bertanggung jawab atas penyelenggaraan SPIP di
lingkungan masing-masing.
(2) Untuk mempercepat dan memperkuat penyelenggaraan
SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan
fungsi Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis termasuk
akuntabilitas kinerja Kementerian.
(3) Pengawasan intern sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diselenggarakan dalam rangka efektivitas dan efisiensi
pelaksanaan SPIP Kementerian untuk mendukung
pernyataan tanggung jawab Menteri mengenai tingkat
keandalan SPIP dalam menyusun dan menyajikan
laporan keuangan Kementerian sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 10
(1) Pengawasan intern sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (2) dikoordinasikan oleh Sekretaris
Kementerian dan sebagai penanggung jawab pelaksanaan
kegiatan adalah Inspektur.
(2) Pengawasan intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap seluruh aktivitas penyelenggaraan
tugas dan fungsi Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis yang
didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
serta sumber lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, melalui aktivitas:
a. audit/pemeriksaan;
b. reviu;
c. evaluasi;
d. pemantauan; dan
136
Page 108
e. kegiatan pengawasan lainnya.
(3) Dalam melaksanakan pengawasan intern sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Inspektorat dapat bekerja
sama dengan satuan kerja/instansi lain dalam rangka
meningkatan kualitas pengawasan dengan tetap menjaga
integritas induk organisasi, serta memperhatikan/
menjalankan upaya-upaya untuk mencegah terjadinya
tindak pidana korupsi.
BAB V
EVALUASI PENYELENGGARAAN SPIP
Pasal 11
(1) Inspektorat melakukan evaluasi penyelenggaraan SPIP
secara berkala untuk memastikan bahwa pengendalian
telah dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta risiko
telah dapat ditangani dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
(2) Dalam melakukan evaluasi penyelenggaraan SPIP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengacu pada
peraturan perundangan-undangan atau pedoman evaluasi
yang ada.
BAB VI
PEMBINAAN PENYELENGGARAAN SPIP
Pasal 12
(1) Pembinaan penyelenggaraan SPIP di lingkungan
Kementerian dilakukan oleh Inspektorat berkoordinasi
dengan BPKP.
(2) Inspektorat dapat bertindak atas nama Sekretaris
Kementerian untuk melakukan langkah-langkah
pembinaan terhadap Satuan Tugas Pelaksana SPIP melalui
kegiatan koordinasi, integrasi, sikronisasi secara internal
137
Page 109
atau eksternal dalam rangka peningkatan kualitas
penyelenggaraan SPIP.
(3) Pembinaan penyelenggaraan SPIP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. penyusunan petunjuk pelaksanaan penyelenggaran
SPIP;
b. sosialisasi SPIP;
c. pendidikan dan pelatihan SPIP;
d. pembimbingan dan konsultasi SPIP;
e. peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan
intern pemerintah.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, maka Peraturan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor PM.97/UM.001 /
MPEK/2011 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah di lingkungan Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 14
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
138
Page 110
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juni 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Juni 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 890
S a lin an sesu a i d en gan
139
Page 111
4. Di setiap lokasi yang memiliki mooring buoy untuk kegiatan selam rekreasi,
kapal wajib ditambatkan di mooring buoy yang tersedia, kecuali dalam
penyelaman berarus dimana kapal diwajibkan mengantisipasi pergerakan
peselam.
5. Penyelaman diwajibkan menghindari lokasi pemancingan, spawning ground
atau fishing ground.
6. Pemandu Selam (Dive guide) atau Instruktur wajib melakukan evaluasi
kondisi lingkungan dan membandingkan kondisi lingkungan tersebut
dengan kemampuan, pengetahuan, pengalaman, kondisi fisik, kondisi
mental, peralatan yang tersedia dari setiap peselam. Apabila lokasi tersebut
diduga dapat membahayakan keselamatan maka pemandu selam (dive guide)
atau instruktur wajib membatalkan penyelaman. Pertimbangan kesesuaian
lokasi dan peselam mengacu pada klasifikasi titik selam yang dikeluarkan
oleh Pemerintah.
7. Pengusaha wisata selam dan semua orang yang bekerja padanya wajib
menjaga hubungan yang baik dengan masyarakat setempat serta wajib
menginformasikan serta memberi pengarahan kepada wisatawan bagaimana
bersikap baik guna menghindari terjadinya hal-hal negatif terkait hubungan
sosial dan budaya dengan masyarakat setempat.
F. Kapal Untuk Penyelaman
1. Hal-hal yang terkait dengan perijinan kapal serta kelaikan dan persyaratan
operasional kapal yang digunakan untuk melakukan penyelaman, mengikuti
ketentuan yang diatur oleh Kementerian Perhubungan.
2. Setiap kapal harus memiliki setidaknya 2 (dua) awak kapal, yang mana seorang
diantaranya bertugas untuk melakukan pemantauan atas keberadaan dan
kondisi keselamatan setiap orang yang berada di permukaan air. Ketentuan
ini dikecualikan untuk penyelaman menggunakan jukung (kapal kecil
tradisional), skoci, perahu feeder yang memiliki jangkauan operasional
kurang dari 1 (satu) mil laut dari kapal induk atau pantai dengan jumlah
maksimal 6 (enam) peselam.
3. Setiap kapal wajib memiliki alat komunikasi yang secara terus menerus dapat
dihubungi oleh pengusaha wisata selam, khususnya pada saat melakukan
kegiatan penyelaman.
154
Page 112
4. Disamping sarana komunikasi, setiap kapal diwajibkan membawa persediaan
medis untuk P3K dan juga oksigen dengan jumlah yang memadai dan dapat
digunakan untuk menjangkau lokasi dimana terdapat sarana medis atau
evakuasi terdekat.
5. Setiap kapal wajib memiliki sarana yang aman untuk peselam naik dari
permukaan air ke dalam kapal dan juga sarana untuk mengangkat seseorang
yang mengalami kesulitan di permukaan air masuk ke dalam kapal.
6. Setiap kapal wajib dilengkapi bahan bakar yang cukup untuk melakukan
seluruh perjalanan dan aktifitas baik yang direncanakan maupun pada
kondisi kedaruratan.
7. Setiap kapal dilarang bermanuver pada jarak radius 90 (sembilan puluh)
meter dari posisi dimana terdapat bendera selam (divers down flag) yang
berada di permukaan air. Kapal hanya dapat mendekat dengan kondisi
’’safe speed” (kecepatan dimana kapal dapat dihentikan dengan perhitungan
keselamatan peselam dapat tetap dijaga).
G. Ketentuan Pelaporan Kecelakaan
1. Pengusaha wisata selam berkewajiban melaporkan secara tertulis kepada
Pemerintah Kabupaten/Kota setempat c.q. Kepala Dinas yang membidangi
pariwisata dengan tembusan kepada Menteri Pariwisata Republik Indonesia
c.q Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata, bila
terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau membutuhkan
rawat inap di rumah sakit atau kejadian peselam hilang yang ditemukan
atau tidak ditemukan melebihi 60 (enam puluh) menit. Laporan diserahkan
paling lambat 3x24 jam sejak terjadinya kecelakaan.
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, mencakup:
a. tanggal, jam dan lokasi terjadinya peristiwa;
b. uraian detail kejadian, meliputi: kronologi peristiwa, penanganan
setelah kejadian, tindakan medis (bila ada), proses evakuasi (bila ada),
penanganan paska evakuasi sampai korban berada dalam penanganan
yang berwenang atau fasilitas medis (bila ada);
c. nama korban dan nomor kartu identitas korban (Paspor/KTP/Lainnya)
serta data sertifikat peselam (diver);
d. kondisi korban;
155
Page 113
e. nama dan nomor kontak pemandu selam (dive guide) atau instruktur
selam yang bertanggungjawab terhadap kegiatan penyelaman tersebut;
f. apabila kecelakaan menyangkut kegiatan dengan menggunakan kapal
maka nama dan nomor kontak Kapten kapal dan anak buah kapal wajib
dilaporkan;
g. tindakan hukum (bila ada) yang sedang berjalan.
3. Pengusaha wisata selam yang berafiliasi dengan Agensi Pelatihan Selam
wajib melaporkan kecelakaan tersebut kepada Agensi Pelatihan Selam
dimana pengusaha wisata selam tersebut berafiliasi, dalam rentang waktu
yang disyaratkan oleh organisasi selam atau 5x24 jam (mana yang tercapai
lebih dahulu).
4. Agensi Pelatihan Selam yang anggotanya terlibat dalam sebuah kecelakaan
yang mengakibatkan korban jiwa atau membutuhkan rawat inap di rumah
sakit atau kejadian peselam hilang yang ditemukan atau tidak ditemukan
melebihi 60 (enam puluh) menit berkewajiban melaporkan secara
tertulis kepada Menteri Pariwisata Republik Indonesia c.q Deputi Bidang
Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata. Laporan diserahkan paling
lambat 5 (lima) hari kerja sejak laporan kecelakaan tersebut diterimanya.
5. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 4, mencakup:
a. tanggal, jam dan lokasi terjadinya peristiwa;
b. uraian detail kejadian, meliputi: kronologis peristiwa, penanganan
setelah kejadian, tindakan medis (bila ada), proses evakuasi (bila ada),
penanganan paska evakuasi sampai korban berada dalam penanganan
yang berwenang dan/atau fasilitas medis (bila ada);
c. nama korban dan nomor kartu identitas korban (Paspor/KTP/Lainnya)
serta data sertifikat penyelam (diver);
d. kondisi korban;
e. nama dan nomor kontak pengusaha wisata selam, pemandu selam (dive
guide) dan/atau instruktur selam yang bertanggungjawab terhadap
kegiatan penyelaman tersebut;
f. uraian terkait investigasi, tindakan, kesimpulan dan keputusan
organisasi terkait kecelakaan yang terjadi.
156
Page 114
MEKANISME PENGAWASAN DAN SANKSI
BAB III
A. Mekanisme Pengawasan
1. Ketentuan-ketentuan yang tercakup di dalam standar operasional prosedur
ini adalah dasar pengawasan kepada pengusaha wisata selam yang
beroperasi di Indonesia.
2. Pemerintah daerah berhak memberikan tambahan penjelasan khususnya
terkait hal-hal yang menyangkut kondisi faktual di masing-masing daerah
yang terkait dengan kondisi lingkungan, tingkat sumber daya manusia dan
peraturan daerah lainnya.
3. Setiap pengusaha wisata selam wajib menampilkan informasi ditempat
yang mudah dibaca dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh wisatawan
selam, yang memuat hal-hal sebagai berikut:
a. jaminan bahwa wisatawan selam non-sertifikasi mendapat pengawasan
langsung oleh instruktur selam, kecuali pada penyelaman hookah,
bebas (free/skin diving), snorkeling dapat diawasi oleh pemandu selam
(dive guide), bebas (free/skin diving), snorkeling;
b. jaminan bahwa penyelaman dalam pengawasan pemandu selam (dive
guide) yang bersertifikat;
c. jaminan pendidikan selam rekreasi hanya dilakukan oleh instruktur
selam yang bersertifikat dari agensi pelatihan yang diakui di indonesia
dengan status masih aktif;
d. j aminan bahwa pendidikan selam rekreasi yang ditawarkan menggunakan
materi pendidikan terkini sesuai standar yang disyaratkan oleh agensi
selam dimana badan usaha itu berafiliasi;
e. jaminan bahwa peralatan yang dipergunakan dalam kondisi optimum
dan memiliki catatan perawatan yang jelas;
f. jaminan bahwa gas yang digunakan bernafas memenuhi standar
pernafasan;
g. jaminan bahwa tabung selam yang digunakan terawat baik sesuai
standar perawatan;
h. jaminan penyediaan asuransi kecelakaaan penyelaman;
157
Page 115
i. nomor telepon / alamat / alamat email yang dapat dihubungi apabila
terjadi komplain dari wisatawan;
j. jaminan ketaatan terhadap standar operasional prosedur atau pedoman
penyelenggaraan wisata selam rekreasi ini.
4. Kementerian Pariwisata berhak melakukan pemeriksaan sewaktu-waktu
terhadap jaminan mutu yang diberikan oleh pengusaha wisata selam
berakreditasi.
5. Setiap wisatawan selam berhak melakukan pemeriksaan terhadap jaminan
yang diberikan oleh pengusaha wisata selam berakreditasi.
6. Wisatawan selam berhak memberikan masukan, kritik, komplain terhadap
pengusaha wisata selam yang disampaikan langsung secara tertulis melalui
surat, faksimili, email kepada Kementerian Pariwisata.
7. Setiap masukan, kritik dan/atau komplain dari wisatawan selam, apabila
dirasa perlu akan menjadi dasar penyelidikan dan pemeriksaan terhadap
pengusaha wisata selam yang bersangkutan.
B. Sanksi
Setiap pengusaha wisata selam yang melanggar ketentuan standar operasional
prosedur ini dapat diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
158
Page 116
KETENTUAN PENUTUP
BAB III
Pedoman Penyelenggaraan Wisata Selam Rekreasi ini merupakan acuan bagi
Pemerintah Daerah, Pengusaha Wisata Selam, dan Wisatawan Selam Rekreasi dalam
Penyelenggaraan Wisata Selam Rekreasi.
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
t td .
ARIEF YAHYA
S a lin an sesu a i d en gan
159
Page 118
SALINAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2016
TENTANG
PENCABUTAN KEPUTUSAN MENTERI PARIWISATA DAN KESENIAN
NOMOR KEP-10/ MNPK/2000 TENTANG USAHA JASA MANAJEMEN
HOTEL JARINGAN INTERNASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa ketentuan Usaha Jasa Manajemen Hotel Jaringan
Internasional sebagaimana diatur dalam Keputusan
Menteri Pariwisata dan Kesenian Nomor KEP-10/
MNPK/2000 tentang Usaha Jasa Manajemen Hotel
Jaringan Internasional dinilai sudah tidak relevan
sehingga perlu dicabut;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pariwisata tentang Pencabutan Atas Keputusan
Menteri Pariwisata dan Kesenian Nomor KEP-10/
MNPK/2000 tentang Usaha Jasa Manajemen Hotel
Jaringan Internasional;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4916);
161
Page 119
Menetapkan
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012 tentang
Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di bidang
Pariwisata (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5311);
4. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pariwisata (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 20);
5. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Nomor PM.53/HM.001/MPEK/2013 tentang Standar
Usaha Hotel (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 1186) sebagaimana diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor
6 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor PM.53/HM.001/
MPEK/2013 tentang Standar Usaha Hotel (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 929);
6. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pariwisata (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 545);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG PENCABUTAN
ATAS KEPUTUSAN MENTERI PARIWISATA DAN KESENIAN
NOMOR KEP-10/ MNPK / 2000 TENTANG USAHA JASA
MANAJEMEN HOTEL JARINGAN INTERNASIONAL.
Pasal 1
162
Keputusan Menteri Pariwisata dan Kesenian Nomor KEP-10/
MNPK/2000 tentang Usaha Jasa Manajemen Hotel Jaringan Internasional, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Page 120
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juni 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Pasal 2
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Juni 2016
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 942
Salinan sesuai dengan KEMENTERIAN PARIWISATA RI
163
Page 122
M E N T E R I PAR IW ISATA
R E P U B L IK IN D O N E S IA
SALINAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2016
TENTANG
PENCABUTAN PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
TENTANG PENETAPAN DESTINASI PARIWISATA UNGGULAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
Mengingat
a. bahwa beberapa Peraturan Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata tentang kriteria dan penetapan destinasi
pariwisata unggulan perlu dilakukan pencabutan karena
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Pariwisata tentang Pencabutan Peraturan Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata tentang Penetapan Destinasi
Pariwisata Unggulan;
1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4916);
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
165
Page 123
Menetapkan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional
Tahun 2010-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 NomoR 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5262);
4. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pariwisata (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 20);
5. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan. Tata Kerja Kementerian Pariwisata (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 545);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG PENCABUTAN
PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
TENTANG PENETAPAN DESTINASI PARIWISATA UNGGULAN.
Pasal 1
Dengan Peraturan Menteri ini, 3 (tiga) Peraturan Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata tentang Penetapan Destinasi
Pariwisata Unggulan, sebagai berikut:
1. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.37/UM.001/MKP/07 tentang Kriteria Dan Penetapan
Destinasi Pariwisata Unggulan;
2. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.03/UM.001/MKP/2008 tentang Penetapan Destinasi
Pariwisata Unggulan Tahun 2008;
3. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.33/UM.001/MKP/2009 tentang Penetapan Destinasi
Pariwisata Unggulan Tahun 2009.Dicabut dan dinayatakan tidak berlaku.
166
Page 124
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juni 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Juni 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 943
Pasal 2
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
S a lin an sesu a i d en gan
K E M E N T E R IA N P A R IW IS A T A RI
167
Page 126
M E N T E R I PAR IW ISATA R E P U B LIK IN D O N E S IA
SALINAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2016
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN
KEPARIWISATAAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor
50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025, Pemerintah
Daerah dapat melakukan konsultasi dan koordinasi
dengan Menteri dalam rangka mensinergikan penyusunan
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi
dan Kabupaten/Kota;
b. bahwa dalam rangka mensinergikan penyusunan Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi dan
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
perlu disusun pedoman sebagai acuan bagi Pemerintah
Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam menyusun Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi dan
Kabupaten /Kota;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
169
Page 127
Mengingat
Menteri Pariwisata tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi
dan Kabupaten/Kota;
1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4916);
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia 5587) sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional
Tahun 2010-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5262);
5. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
6. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pariwisata (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 20);
170
Page 128
Menetapkan
7. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pariwisata (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 545);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG PEDOMAN
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN
KEPARIWISATAAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA.
Pasal 1
(1) Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Provinsi dan Kabupaten/Kota meliputi:
a. landasan pembangunan kepariwisataan Indonesia;
b. muatan materi Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Provinsi (RIPPAR-PROV) dan Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten/
Kota (RIPPAR-KAB/ KOTA);
c. proses penyusunan.
(2) Uraian Pedoman Penyusunan Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Provinsi dan Kabupaten/
Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
171
Page 129
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Agustus 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Agustus 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1173
S a lin an sesu a i d en gan
172
Page 130
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2016
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA
INDUK PEMBANGUNAN
KEPARIWISATAAN PROVINSI DAN
KABUPATEN/KOTA
PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN
KEPARIWISATAAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan
nasional, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan
kerja, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan
daya tarik wisata dan destinasi di Indonesia, serta memupuk rasa cinta tanah air
dan mempererat persahabatan antarbangsa.
Pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan
dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang
berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu kepada masyarakat, dan
bersifat memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai aspek, seperti
sumber daya manusia, pemasaran, destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi,
keterkaitan lintas sektor, kerja sama antarnegara, pemberdayaan usaha kecil,
serta tanggung jawab dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya.
Pembangunan kepariwisataan nasional tercermin pada Undang-Undang Nomor
10 Tahun 2009, yang menyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan nasional
diselenggarakan berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan yang
173
Page 131
meliputi perencanaan pembangunan industri pariwisata, destinasi pariwisata,
pemasaran pariwisata, dan kelembagaan kepariwisataan, dan terdiri atas:
1. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS);
2. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi (RIPPAR-PROV); dan
3. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten/Kota (RIPPAR-
KAB/KOTA).
RIPPAR-PROV dan RIPPAR-KAB/ KOTA adalah pedoman utama bagi perencanaan,
pengelolaan, dan pengendalian pembangunan kepariwisataan di tingkat provinsi
dan kabupaten/kota yang berisi visi, misi, tujuan, kebijakan, strategi, rencana,
dan program yang perlu dilakukan oleh para pemangku kepentingan dalam
pembangunan kepariwisataan.
Dalam rangka memberikan acuan bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
untuk menyusun perencanaan kepariwisataan yang berkelanjutan, serta untuk
mensinergikan penyusunan RIPPAR-PROV dan RIPPAR-KAB/KOTA dengan
RIPPARNAS, maka Menteri perlu menetapkan pedoman penyusunan RIPPAR-
PROV dan RIPPAR-KAB/KOTA.
B. Tujuan
Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi
dan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten/Kota bertujuan
untuk memberikan acuan menentukan langkah-langkah dan tahapan yang
perlu dilakukan secara sistematik dan terstruktur untuk menghasilkan Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi dan Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Kabupaten/Kota.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Provinsi dan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Kabupaten/Kota mencakup:
174
1. Landasan Pembangunan Kepariwisataan Indonesia;
2. Muatan Materi; dan
Page 132
3. Proses Penyusunan.
D. Pengertian Umum
Dalam Pedoman ini, yang dimaksud dengan:
1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik
wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
pemerintah, dan pemerintah daerah.
4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata
dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud
kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah,
dan pengusaha.
5. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi yang selanjutnya
disebut dengan RIPPAR-PROV adalah dokumen perencanaan pembangunan
kepariwisataan provinsi untuk periode 15-25 tahun.
6. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten/Kota yang
selanjutnya disebut dengan RIPPAR-KAB/KOTA adalah dokumen
perencanaan pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota untuk periode
15-25 tahun.
7. Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan,
dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil
buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
8. Daerah Tujuan Pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata
adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah
administratif yang didalamnya terdapat Daya Tarik Wisata, Fasilitas Umum,
Fasilitas Pariwisata, aksesibilitas serta masyarakat yang saling terkait dan
melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
9. Pemasaran Pariwisata adalah serangkaian proses untuk menciptakan,
mengkomunikasikan, menyampaikan produk wisata dan mengelola relasi
175
Page 133
dengan wisatawan untuk mengembangkan kepariwisataan dan seluruh
pemangku kepentingannya.
10. Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait
dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan
kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata;
11. Kelembagaan Kepariwisataan adalah kesatuan unsur beserta jaringannya
yang dikembangkan secara terorganisasi meliputi Pemerintah, Pemerintah
Daerah, swasta dan masyarakat, sumber daya manusia, regulasi dan
mekanisme operasional yang secara berkesinambungan guna menghasilkan
perubahan ke arah pencapaian tujuan di bidang kepariwisataan.
12. Fasilitas Umum adalah sarana pelayanan dasar fisik suatu lingkungan
yang diperuntukkan bagi masyarakat umum dalam melakukan aktifitas
kehidupan keseharian.
13. Fasilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana yang secara khusus ditujukan
untuk mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan, keselamatan
wisatawan dalam melakukan kunjungan ke destinasi pariwisata.
14. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
bidang kepariwisataan.
176
Page 134
LANDASAN PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN INDONESIA
BAB II
A. Asas Pembangunan Kepariwisataan
Asas pembangunan kepariwisataan diturunkan dari berbagai sumber
ideologi negara, khususnya Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Asas
yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan dapat diungkapkan sebagai berikut:
1. manfaat yang seluas-luasnya bagi masyarakat, terutama masyarakat
setempat, manfaat bagi daerah, maupun secara nasional;
2. kekeluargaan, dalam arti hubungan yang harmonis antara pemerintah
dan swasta, antara pengusaha besar dan kecil, antara pengusaha dan
masyarakat;
3. adil dan merata, dalam arti setiap warga mempunyai hak yang sama untuk
mendapat perlakuan yang sama (nondiskriminatif) dalam mengembangkan
usaha di bidang kepariwisataan, memanfaatkan peluang kerja atau
melakukan kegiatan wisata; kepentingan masyarakat luas tidak dikorbankan
demi kepentingan wisatawan atau kepentingan sekelompok pengusaha;
4. keseimbangan antara daya dukung dan daya tampung, antara permintaan
dan penawaran; antara usaha besar dan kecil; serta keseimbangan antara
aspek-aspek konservasi-edukasi-partisipasi dan ekonomi;
5. kemandirian, pembangunan yang tidak didikte oleh pihak lain tetapi
dirancang untuk kepentingan nasional dan bangsa, serta masyarakat
Indonesia;
6. kelestarian, dalam bentuk perlindungan, pemanfaatan dan pengembangan
pusaka alam dan budaya;
7. partisipasi, membuka peluang seluas-luasnya bagi keikutsertaan
masyarakat;
8. berkelanjutan, dalam bentuk tanggung jawab kepada generasi masa kini
dan yang akan datang;
9. demokratis, mendengarkan aspirasi masyarakat dan para pemangku
kepentingan;
10. kesetaraan, antara masyarakat tuan rumah dengan wisatawan;
177
Page 135
11. kesatuan, langkah dan visi serta tujuan pembangunan untuk kesatuan
bangsa Indonesia serta integritas para pelaku: wisatawan, pengusaha,
masyarakat dan pemerintah pusat serta pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan pariwisata.
B. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan
Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan dikemukakan bahwa kepariwisataan diselenggarakan dengan
prinsip:
1. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan
dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan
Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia,
dan hubungan antara manusia dan lingkungan;
2. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan
lokal;
3. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan
proporsionalitas;
4. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;
5. memberdayakan masyarakat setempat;
6. menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah
yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah,
serta keterpaduan antarpemangku kepentingan;
7. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional
dalam bidang pariwisata; dan
8. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
C. Cakupan Pembangunan Kepariwisataan
Pembangunan kepariwisataan sebagai yang dimaksud dalam Pasal 7 Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mencakup: (1)
industri pariwisata, (2) destinasi pariwisata, (3) pemasaran pariwisata, dan (4)
kelembagaan kepariwisataan. Keempat pilar tersebut perlu dilakukan secara
simultan, berkeseimbangan, dan bukan merupakan urutan yang sekuensial.
178
Page 136
1. Pembangunan industri pariwisata, mencakup pembangunan struktur
(fungsi, hierarki, dan hubungan) industri pariwisata, daya saing produk
pariwisata, kemitraan usaha pariwisata, kredibilitas bisnis, serta tanggung
jawab terhadap lingkungan alam dan sosial budaya. Industri pariwisata
dikembangkan berdasarkan penelitian, yang bentuk dan arahnya dapat
berbeda antar satu daerah dengan daerah lainnya, tergantung karakteristik
dan kebutuhan masing-masing.
2. Pembangunan destinasi pariwisata, mencakup pembangunan daya
tarik wisata, pembangunan fasilitas pariwisata, pembangunan fasilitas
umum pendukung pariwisata, pembangunan prasarana/infrastruktur,
pemberdayaan masyarakat, serta pembangunan investasi pariwisata secara
terpadu dan berkesinambungan. Dalam konteks pedoman ini destinasi
didudukkan dalam skala kabupaten/kota dan provinsi - dikaitkan dengan
sistem kepemerintahan.
3. Pembangunan pemasaran pariwisata, mencakup pemasaran pariwisata
bersama, terpadu, dan berkesinambungan dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan, serta pemasaran yang bertanggung jawab dalam
membangun citra Indonesia sebagai destinasi pariwisata yang berdaya
saing. Pembangunan pemasaran pariwisata harus memperhatikan kondisi
lingkungan makro dan mikro destinasi, harus sesuai dengan segmentasi
dan target pasar yang dituju, serta pemosisian destinasi pariwisata terhadap
destinasi kompetitornya.
4. Pembangunan kelembagaan kepariwisataan, mencakup pengembangan
organisasi pemerintah, swasta, dan masyarakat, pengembangan
sumber daya manusia, regulasi, serta mekanisme operasional di bidang
kepariwisataan. Pengembangan organisasi dan peraturan perundang-
undangan dalam bidang kepariwisataan merupakan perangkat penting
dalam penyelenggaraan kepariwisataan. Sumber daya manusia, tidak
hanya penting, tetapi merupakan faktor kunci keberhasilan pembangunan
kepariwisataan.
179
Page 137
MUATAN MATERI RIPPARPROV DAN RIPPARKAB/KOTA
BAB III
A. Muatan RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA
RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA memuat potensi dan permasalahan
pembangunan kepariwisataan, isu-isu strategis yang harus dijawab, posisi
pembangunan kepariwisataan dalam kebijakan pembangunan wilayah dan
kepariwisataan, visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, strategi, rencana,
dan indikasi program pembangunan kepariwisataan. Rumusan rencana
dalam RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA akan difokuskan pada rencana
pembangunan perwilayahan pariwisata yang merupakan penjabaran teknis dari
strategi pembangunan destinasi pariwisata.
Kerangka muatan RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA dapat dilihat pada
gambar di bawah ini:
Gambar 1 - Kerangka Muatan RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA
MEKANISMEPENGENDALIAN
KEPARIWISATAAN
POTENSI DAN PERMASALAHAN
r ~STRATEGI
iCK&StriPanw«dL
PROGRAMindustri
Pariwisata
POSISI PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DLM
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KEPARIWISATAAN
VISI PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN
MISI PEMBANGUNAN I KEPARIWISATAAN |
TU JU A N PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN
SASARAN PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN
KEBIJAKANPEMBANGUNAN
KEPARIWISATAAN
ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN
PRINSIP PEMBANGUNAN ! KEPARIWISATAAN
iSTRATEGI STRATEGI
RENCANAPerwilayahan
pariwisata
PROGRAMDestinasi
Pariwisata
PROGRAM PROGRAMPemasaran -m — Kelembagaan Pariwisata Kepariwisataan
180
Page 138
1. Potensi dan Permasalahan Pembangunan Kepariwisataan
Potensi pembangunan kepariwisataan merupakan keunggulan
kepariwisataan dari komponen-komponen internal maupun eksternal
yang dimiliki dan dapat mendorong pembangunan kepariwisataan daerah.
Permasalahan pembangunan kepariwisataan adalah kelemahan yang
harus dijawab dan ancaman yang harus dihadapi dalam mewujudkan
pembangunan kepariwisataan berkelanjutan.
Potensi dan permasalahan pembangunan kepariwisataan memiliki fungsi:
a. memberikan gambaran kondisi dan situasi perkembangan
kepariwisataan;
b. sebagai dasar dalam merumuskan isu-isu strategis dalam pembangunan
kepariwisataan.
Potensi dan permasalahan pembangunan kepariwisataan dirumuskan
berdasarkan:
a. kekuatan yang dimiliki dalam mendukung pembangunan destinasi
pariwisata, industri pariwisata, pemasaran, dan kelembagaan
kepariwisataan;
b. kelemahan yang dimiliki dalam mendukung pembangunan destinasi
pariwisata, industri pariwisata, pemasaran, dan kelembagaan
kepariwisataan;
c. peluang yang dapat dimanfaatkan oleh dalam mendukung pembangunan
destinasi pariwisata, industri pariwisata, pemasaran, dan kelembagaan
kepariwisataan; dan
d. ancaman yang harus dihadapi oleh dalam mendukung pembangunan
destinasi pariwisata, industri pariwisata, pemasaran, dan kelembagaan
kepariwisataan.
Potensi dan permasalahan pembangunan kepariwisataan memuat:
a. potensi kepariwisataan dan terkait dan dimiliki dalam mendukung
pembangunan destinasi pariwisata, industri pariwisata, pemasaran,
dan kelembagaan kepariwisataan; dan
181
Page 139
b. permasalahan yang dihadapi dalam mendukung pembangunan
destinasi pariwisata, industri pariwisata, pemasaran, dan kelembagaan
kepariwisataan.
Posisi Kepariwisataan Dalam Kebijakan Pembangunan
Posisi kepariwisataan dalam kebijakan pembangunan merupakan hasil
kajian terhadap penempatan sektor kepariwisataan dalam kebijakan
pembangunan wilayah maupun penempatan kepariwisataan dalam konteks
kepariwisataan wilayah yang lebih tinggi.
Posisi kepariwisataan dalam kebijakan pembangunan memiliki fungsi:
a. memberikan gambaran mengenai tingkat signifikansi kepariwisataan
dalam pembangunan wilayah;
b. memberikan gambaran mengenai tingkat signifikansi kepariwisataan
dalam konteks pembangunan kepariwisataan wilayah yang lebih tinggi;
c. memberikan gambaran dukungan Pemerintah Daerah terhadap
pembangunan kepariwisataan; dan
d. menjadi dasar dalam merumuskan isu-isu strategis pembangunan
kepariwisataan.
Posisi kepariwisataan provinsi dalam kebijakan pembangunan dirumuskan
berdasarkan:
a. posisi sektor kepariwisataan terhadap sektor pembangunan lainnya
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi; dan
b. posisi sektor kepariwisataan provinsi dalam Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS).
Posisi kepariwisataan kabupaten/kota dalam kebijakan pembangunan
dirumuskan berdasarkan:
a. posisi sektor kepariwisataan terhadap sektor pembangunan lainnya
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten/Kota; dan
Page 140
b. posisi sektor kepariwisataan kabupaten/kota dalam Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Provinsi (RIPPARPROV) dan Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS).
3. Isu-isu Strategis Pembangunan Kepariwisataan
Isu pembangunan kepariwisataan merupakan potensi dan permasalahan
penting yang menjadi faktor kunci keberhasilan dan prioritas dalam
pembangunan kepariwisataan.
Isu pembangunan kepariwisataan memiliki fungsi:
a. memberikan gambaran mengenai permasalahan dan tantangan utama
dalam pembangunan kepariwisataan;
b. sebagai dasar dalam menentukan prinsip-prinsip pembangunan
kepariwisataan yang sesuai dengan kondisi dam situasi kepariwisataan;
dan
c. sebagai dasar dalam menentukan visi pembangunan kepariwisataan
yang sesuai dengan kondisi dan situasi kepariwisataan.
Isu strategis pembangunan kepariwisataan provinsi dirumuskan
berdasarkan:
a. potensi yang dimiliki provinsi dalam mendukung pembangunan
destinasi pariwisata, industri pariwisata, pemasaran dan kelembagaan
kepariwisataan;
b. permasalahan yang dihadapi provinsi dalam mendukung pembangunan
destinasi pariwisata, industri pariwisata, pemasaran dan kelembagaan
kepariwisataan;
c. posisi pembangunan kepariwisataan provinsi dalam kebijakan
pembangunan wilayah provinsi dan pembangunan kepariwisataan
nasional; dan
d. isu-isu pembangunan wilayah provinsi.
Isu strategis pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota dirumuskan
berdasarkan:
a. potensi yang dimiliki kabupaten/kota dalam mendukung pembangunan
destinasi pariwisata, industri pariwisata, pemasaran dan kelembagaan
kepariwisataan;
183
Page 141
b. permasalahan yang dihadapi kabupaten/kota dalam mendukung
pembangunan destinasi pariwisata, industri pariwisata, pemasaran dan
kelembagaan kepariwisataan;
c. posisi pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota dalam
kebijakan pembangunan wilayah kabupaten/kota dan pembangunan
kepariwisataan nasional dan provinsi; dan
d. isu-isu pembangunan wilayah kabupaten/kota.
Prinsip-prinsip Pembangunan Kepariwisataan
Prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan merupakan ideologi yang
dianut dalam merumuskan arah pembangunan kepariwisataan.
Prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan memiliki fungsi:
a. menjadi pondasi yang mendasari pembangunan kepariwisataan;
b. sebagai nilai-nilai dasar dalam perumusan visi, misi, tujuan, sasaran,
kebijakan, dan strategi pembangunan kepariwisataan; dan
c. sebagai nilai-nilai dasar dalam pelaksanaan pemantauan dan
pengendalian pembangunan kepariwisataan.
Prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan provinsi dirumuskan
berdasarkan:
a. isu-isu pembangunan kepariwisataan global dan nasional;
b. prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan yang berkembang pada
skala nasional dan internasional;
c. visi dan misi pembangunan wilayah provinsi;
d. isu-isu strategis pembangunan kepariwisataan provinsi; dan
e. isu-isu strategis pembangunan wilayah provinsi.
Prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota dirumuskan
berdasarkan:
a. isu-isu pembangunan kepariwisataan nasional dan provinsi;
b. prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan yang berkembang pada
skala provinsi dan nasional;
c. visi dan misi pembangunan wilayah kabupaten/kota;
Page 142
d. isu-isu strategis pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota; dan
e. isu-isu strategis pembangunan wilayah kabupaten/kota.
5. Visi dan Misi Pembangunan Kepariwisataan
a. Visi Pembangunan Kepariwisataan
Visi adalah rumusan mengenai keadaan yang ingin dicapai oleh
kepariwisataan pada suatu periode perencanaan berjangka panjang.
Visi pembangunan kepariwisataan memiliki fungsi:
1) memberikan gambaran tentang kondisi kepariwisataan jangka
panjang yang dicita-citakan;
2) sebagai dasar dalam merumuskan misi pembangunan
kepariwisataan; dan
3) memberikan arah bagi perumusan tujuan, sasaran, kebijakan, dan
strategi pembangunan kepariwisataan.
Visi pembangunan kepariwisataan provinsi dirumuskan berdasarkan:
1) isu-isu strategis pembangunan kepariwisataan provinsi;
2) prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan provinsi;
3) visi pembangunan kepariwisataan nasional;
4) visi pembangunan wilayah provinsi;
5) isu terkini pembangunan provinsi; dan
6) kondisi objektif sumber daya pembangunan dan pariwisata provinsi.
Visi pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota dirumuskan
berdasarkan:
1) isu-isu strategis pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota;
2) prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota;
3) visi pembangunan kepariwisataan provinsi;
4) visi pembangunan wilayah kabupaten/kota;
5) isu terkini pembangunan kabupaten/kota; dan
185
Page 143
6) kondisi objektif sumber daya pembangunan dan pariwisata
kabupaten / kota.
b. Misi Pembangunan Kepariwisataan
Misi adalah pernyataan rumusan mengenai komitmen untuk
mewujudkan visi pembangunan kepariwisataan.
Misi pembangunan kepariwisataan memiliki fungsi:
1) sebagai pengejawantahan dari visi pembangunan kepariwisataan;
2) sebagai dasar dalam merumuskan tujuan, sasaran, kebijakan, dan
strategi pembangunan kepariwisataan;
3) memberikan arah dalam merumuskan rencana pembangunan
perwilayahan pariwisata, yang terdiri dari rencana struktur
perwilayahan pariwisata, rencana kawasan pengembangan
pariwisata, dan rencana kawasan strategis pariwisata; dan
4) memberikan arah dalam merumuskan program pembangunan
setiap aspek pembangunan kepariwisataan.
Misi pembangunan kepariwisataan dirumuskan berdasarkan:
1) visi pembangunan kepariwisataan, dan
2) kondisi objektif sumber daya pembangunan dan pariwisata.
Tujuan Pembangunan Kepariwisataan
Tujuan pembangunan kepariwisataan merupakan kondisi yang harus
dicapai kepariwisataan pada akhir masa perencanaan. Tujuan pembangunan
kepariwisataan harus mengintegrasikan aspek destinasi pariwisata, industri
pariwisata, pemasaran pariwisata, dan kelembagaan kepariwisataan.
Tujuan pembangunan kepariwisataan memiliki fungsi:
a. sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan dan strategi bagi
pembangunan kepariwisataan;
b. memberikan arah dalam perumusan rencana pembangunan
perwilayahan pariwisata, yang terdiri dari rencana struktur perwilayahan
Page 144
pariwisata, rencana kawasan pengembangan pariwisata, dan rencana
kawasan strategis pariwisata;
c. memberikan arah dalam perumusan program pembangunan
kepariwisataan; dan
d. sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan kepariwisataan.
Tujuan pembangunan kepariwisataan provinsi dirumuskan berdasarkan:
a. visi dan misi pembangunan kepariwisataan provinsi;
b. isu-isu strategis pembangunan kepariwisataan provinsi;
c. isu-isu strategis pembangunan wilayah provinsi;
d. posisi kepariwisataan provinsi dalam kepariwisataan nasional; dan
e. posisi kepariwisataan provinsi terhadap sektor lain.
Tujuan pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota dirumuskan
berdasarkan:
a. visi dan misi pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota;
b. isu-isu strategis pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota;
c. isu-isu strategis pembangunan wilayah kabupaten/kota;
d. posisi kepariwisataan kabupaten/kota dalam kepariwisataan provinsi;
dan
e. posisi kepariwisataan kabupaten/kota terhadap sektor lain.
7. Sasaran Pembangunan Kepariwisataan
Sasaran pembangunan kepariwisataan merupakan hasil yang akan dicapai
secara nyata dengan pembangunan kepariwisataan yang dilakukan.
Rumusan sasaran harus dinyatakan lebih spesifik dan terukur.
Sasaran pembangunan kepariwisataan dapat diukur melalui peningkatan
jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, peningkatan jumlah pergerakan
wisatawan nusantara, peningkata pengeluaran wisatawan, pendapatan
asli daerah dari pariwisata, produk domestik regional bruto daerah dari
pariwisata, dan penyerapan tenaga kerja di bidang kepariwisataan.
187
Page 145
Sasaran pembangunan kepariwisataan memiliki fungsi sebagai tolok ukur
keberhasilan pembangunan kepariwisataan.
Sasaran pembangunan kepariwisataan provinsi dirumuskan berdasarkan:
a. visi dan misi pembangunan kepariwisataan provinsi;
b. tujuan pembangunan kepariwisataan provinsi;
c. sasaran dan target pembangunan kepariwisataan nasional; dan
d. kecenderungan perkembangan pariwisata provinsi.
Sasaran pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota dirumuskan
berdasarkan:
a. visi dan misi pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota;
b. tujuan pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota;
c. sasaran dan target pembangunan kepariwisataan provinsi; dan
d. kecenderungan perkembangan pariwisata kabupaten/kota.
Kebijakan Pembangunan Kepariwisataan
Kebijakan pembangunan kepariwisataan merupakan arahan pembangunan
yang dirumuskan untuk mencapai tujuan pembangunan kepariwisataan.
Kebijakan pembangunan kepariwisataan harus mengintegrasikan aspek
destinasi pariwisata, industri pariwisata, pemasaran pariwisata, dan
kelembagaan kepariwisataan. Kebijakan pembangunan kepariwisataan
daerah merupakan arah tindakan pembangunan kepariwisataan yang
bersifat multi dimensi dan lintas sektor.
Kebijakan pembangunan kepariwisataan memiliki fungsi:
a. sebagai dasar dalam perumusan strategi pembangunan kepariwisataan;
b. memberikan arah bagi perumusan rencana pembangunan perwilayahan
pariwisata yang terdiri dari rencana struktur perwilayahan pariwisata,
rencana kawasan pengembangan pariwisata, dan rencana kawasan
strategis pariwisata;
Page 146
c. memberikan arah bagi perumusan program pembangunan destinasi
pariwisata, industri pariwisata, pemasaran pariwisata, dan kelembagaan
kepariwisataan; dan
d. sebagai dasar dalam perumusan ketentuan pengendalian kepariwisataan.
Kebijakan pembangunan kepariwisataan dirumuskan berdasarkan:
a. visi dan misi pembangunan kepariwisataan;
b. tujuan pembangunan kepariwisataan; dan
c. peraturan perundang-undangan yang terkait.
9. Strategi Pembangunan Kepariwisataan
Strategi pembangunan kepariwisataan merupakan penjabaran kebijakan
berupa rumusan langkah-langkah pencapaian yang lebih nyata untuk
mewujudkan tujuan pembangunan kepariwisataan. Strategi pembangunan
kepariwisataan terdiri dari strategi pembangunan destinasi pariwisata,
strategi pembangunan industri pariwisata, strategi pembangunan pemasaran
pariwisata, dan strategi pembangunan kelembagaan kepariwisataan.
a. Strategi Pembangunan Destinasi Pariwisata
Strategi pembangunan destinasi pariwisata merupakan penjabaran
kebijakan terkait destinasi pariwisata berupa rumusan langkah-langkah
untuk mewujudkan provinsi atau kabupaten/kota sebagai destinasi
pariwisata dalam dimensi keruangan.
Strategi pembangunan destinasi pariwisata memiliki fungsi:
1) sebagai dasar dalam merumuskan rencana pembangunan
perwilayahan pariwisata, yang terdiri dari rencana struktur
perwilayahan pariwisata, rencana kawasan pengembangan
pariwisata, dan rencana kawasan strategis pariwisata;
2) sebagai dasar dalam merumuskan indikasi program pembangunan
destinasi pariwisata; dan
189
Page 147
3) sebagai acuan dalam pengembangan sistem pemantauan dan
evaluasi implementasi RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA untuk
aspek destinasi pariwisata.
Strategi pembangunan destinasi pariwisata provinsi dirumuskan
berdasarkan:
1) kebijakan pembangunan kepariwisataan nasional;
2) kebijakan pembangunan kepariwisataan provinsi;
3) potensi, sebaran, dan persoalan (fisik, sosial budaya, ekonomi,
politik, pertahanan keamanan) dalam pembangunan daya tarik
wisata provinsi dan daya tarik wisata yang mencakup lebih dari
satu wilayah kabupaten/kotadalam provinsi yang sama;
4) potensi, sebaran, dan persoalan (fisik, sosial budaya, ekonomi,
politik, pertahanan keamanan) dalam pembangunan prasarana
umum yang menghubungkan provinsi dengan provinsi lain di
indonesia maupun dengan destinasi-destinasi pariwisata di luar
negeri;
5) peta organisasi masyarakat terkait pariwisata di tingkat provinsi;
6) tingkat perkembangan destinasi pariwisata provinsi;
7) kebijakan penataan ruang wilayah, penanaman modal, dan
perizinan tingkat nasional dan provinsi; dan
8) peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
Strategi pembangunan destinasi pariwisata kabupaten/kota dirumus
kan berdasarkan:
1) kebijakan pembangunan kepariwisataan provinsi;
2) kebijakan pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota;
3) potensi, sebaran, dan persoalan (fisik, sosial budaya, ekonomi,
politik, pertahanan keamanan) dalam pembangunan daya tarik
wisata kabupaten/kota;
4) potensi, sebaran, dan persoalan (fisik, sosial budaya, ekonomi,
politik, pertahanan keamanan) dalam pembangunan fasilitas
pariwisata kabupaten/kota;
190
Page 148
5) potensi, sebaran, dan persoalan (fisik, sosial budaya, ekonomi,
politik, pertahanan keamanan) dalam pembangunan fasilitas
umum pendukung pariwisata kabupaten/kota;
6) potensi, sebaran, dan persoalan (fisik, sosial budaya, ekonomi,
politik, pertahanan keamanan) dalam peningkatan aksesibilitas
pariwisata kabupaten/kota;
7) potensi, sebaran, dan persoalan (fisik, sosial budaya, ekonomi,
politik, pertahanan keamanan) dalam pembangunan prasarana
umum kabupaten/kota;
8) potensi dan persoalan dalam pengembangan masyarakat sebagai
aktor pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota;
9) tingkat perkembangan destinasi pariwisata kabupaten/kota;
10) kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten/kota,
RDTRkabupaten/kota, dan peraturan zonasi (zoning regulation)
wilayah kabupaten/kota;
11) kebijakan penanaman modal dan perizinan kabupaten/kota; dan
12) peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
Strategi pembangunan destinasi pariwisata memuat:
1) Strategi perwilayahan pariwisata, yang mencakup pusat pelayanan
pariwisata, destinasi pariwisata, serta kawasan pengembangan dan
strategis pariwisata.
Strategi perwilayahan pariwisata provinsi memuat:
a) penetapan pusat pelayanan primer dan sekunder pariwisata
provinsi;
b) kriteria penetapan Destinasi Pariwisata Provinsi (DPP), Kawasan
Pengembangan Pariwisata (KPP) provinsi, dan Kawasan Strategis
Pariwisata (KSP) provinsi;
c) penetapan destinasi pariwisata provinsi;
d) penetapan Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) provinsi, dan
Kawasan Strategis Pariwisata (KSP) provinsi; dan
191
Page 149
e) strategi pembangunan keterkaitan antar-KPP, antar-KSP, serta
antara KPP dan KSP Provinsi.
Strategi perwilayahan pariwisata kabupaten/kota memuat:
a) penetapan pusat pelayanan primer dan sekunder pariwisata
kabupaten /kota;
b) kriteria penetapan Destinasi Pariwisata Kabupaten/Kota (DPK),
Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) kabupaten/kota, dan
Kawasan Strategis Pariwisata (KSP) kabupaten/kota;
c) penetapan destinasi pariwisata kabupaten/kota;
d) penetapan Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) kabupaten/
kota, dan Kawasan Strategis Pariwisata (KSP) kabupaten /kota; dan
e) strategi pembangunan keterkaitan antar-KPP, antar-KSP, serta
antara KPP dan KSP Kabupaten/Kota.
2) Strategi pengembangan daya tarik wisata provinsi memuat:
a) penetapan daya tarik wisata provinsi;
b) konsep pengembangan daya tarik wisata provinsi;
c) strategi pengembangan keterkaitan antar daya tarik wisata yang
diunggulkan provinsi;
d) strategi pengembangan keterkaitan antara daya tarik wisata yang
diunggulkan provinsi dengan daya tarik wisata yang diunggulkan
kabupaten/kota; dan
e) strategi pengembangan keterkaitan antara daya tarik wisata yang
diunggulkan provinsi dengan daya tarik wisata di provinsi lain yang
memiliki karakteristik dan tema pengembangan yang sama atau
saling mendukung.
Strategi pengembangan daya tarik wisata kabupaten/kota memuat:
a) penetapan daya tarik wisata kabupaten/kota;
b) konsep pengembangan daya tarik wisata kabupaten/kota;
c) strategi pengembangan sumber daya alam dan budaya yang
potensial dikembangkan sebagai daya tarik wisata;
192
Page 150
d) strategi penguatan keterkaitan antar daya tarik wisata unggulan
kabupaten/kota; dan
e) strategi pembangunan keterkaitan antara daya tarik wisata
unggulan kabupaten/kota dengan daya tarik di kabupaten/kota
lain yang memiliki karakteristik dan tema pengembangan yang
sama atau saling mendukung.
3) Strategi pengembangan fasilitas pariwisata provinsi memuat:
a) strategi pengembangan fasilitas transportasi wisata yang
menghubungkan destinasi pariwisata provinsi;
b) strategi pengembangan fasilitas transportasi wisata yang
menghubungkan KPP dan KSP Provinsi; dan
c) strategi pengembangan pusat informasi pariwisata provinsi.
Strategi pengembangan fasilitas pariwisata kabupaten/kota memuat:
a) strategi peningkatan kualitas pusat informasi pariwisata
kabupaten / kota;
b) penetapan arahan lokasi fasilitas pariwisata dan kualifikasinya di
setiap lokasi, KPP, dan KSP kabupaten/kota; dan
c) penetapan kuota fasilitas pariwisata sesuai dengan kebutuhan
pelayanan wisatawan dan penduduk kabupaten/kota saat ini dan
di masa yang akan datang.
4) Strategi pengembangan fasilitas umum pendukung pariwisata provinsi
memuat:
a) strategi peningkatan kualitas pelayanan bandara, terminal
antarkota, stasiun kereta api, dan pelabuhan; dan
b) strategi peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum darat,
laut, sungai, udara, antarkota.
Strategi pengembangan fasilitas umum pendukung pariwisata
kabupaten/kota memuat:
193
Page 151
a) penetapan fasilitas umum yang paling dibutuhkan untuk
mendukung pembangunan kepariwisataan di kabupaten/kota
serta strategi pengembangannya; dan
b) strategi peningkatan kualitas fasilitas umum yang sudah ada untuk
mendukung pengembangan kepariwisataan kabupaten/kota.
5) Strategi pengembangan sistem jaringan transportasi internal dan
eksternal untuk mendukung pembangunan kepariwisataan.
6) Strategi koordinasi lintas sektor dalam pembangunan prasarana dan
fasilitas umum dan konektivitasnya.
7) Strategi lingkungan terkait kepariwisataan provinsi memuat
strategi pengelolaan lingkungan yang mendukung pembangunan
destinasi pariwisata provinsi. Sedangkan Strategi lingkungan terkait
kepariwisataan kabupaten/kota memuat strategi pengelolaan dampak
akibat perkembangan pariwisata kabupaten/kota.
8) Strategi pemberdayaan masyarakat provinsi memuat strategi pelibatan
organisasi masyarakat di tingkat provinsi dalam pengembangan
provinsi. Sedangkan Strategi pemberdayaan masyarakat kabupaten/
kota memuat strategi pelibatan masyarakat dalam pembangunan DPK/
KPPK/KSPK.
9) Strategi pemberdayaan investasi pariwisata.
Strategi Pembangunan Industri Pariwisata
Strategi pembangunan industri pariwisata merupakan penjabaran dari
kebijakan pembangunan kepariwisataan tentang industri pariwisata, yang
merupakan rumusan langkah-langkah yang ditetapkan untuk pembangunan
industri pariwisata dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan pembangunan
kepariwisataan.
Page 152
Strategi pembangunan industri pariwisata memiliki fungsi:
1) sebagai dasar dalam merumuskan program fasilitasi dan pengembangan
industri pariwisata;
2) sebagai acuan dalam pengembangan sistem pemantauan dan evaluasi
implementasi RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA untuk aspek
industri pariwisata.
Strategi pembangunan industri pariwisata provinsi dirumuskan berdasarkan:
1) kebijakan pembangunan kepariwisataan provinsi;
2) kebijakan pembangunan ekonomi provinsi;
3) kebijakan pembangunan perindustrian tingkat provinsi;
4) kebijakan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi
di tingkat provinsi;
5) kebijakan kemitraan usaha antara pemerintah, swasta, dan masyarakat
di lintas kabupaten/kota;
6) kapasitas, kinerja, dan persoalan yang dihadapi industri pariwisata
berdaya saing nasional dan internasional;
7) tingkat perkembangan industri pariwisata provinsi;
8) peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
Strategi pembangunan industri pariwisata kabupaten /kota dirumuskan
berdasarkan:
1) kebijakan pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota;
2) kebijakan pembangunan ekonomi kabupaten/kota;
3) kebijakan pembangunan perindustrian kabupaten/kota;
4) kebijakan pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah tingkat
kabupaten / kota;
5) kebijakan kemitraan usaha antara pemerintah, swasta, dan masyarakat
di tingkat kabupaten/kota;
6) kapasitas, kinerja, dan persoalan yang dihadapi industri pariwisata
yang berdaya saing provinsi dan nasional;
7) tingkat perkembangan industri pariwisata kabupaten/kota;
195
Page 153
8) peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
Strategi pembangunan industri pariwisata provinsi memuat:
1) strategi pembangunan struktur industri pariwisata, mencakup
fungsi, hierarki, dan hubungan antar mata rantai pembentuk industri
pariwisata lintas kabupaten/kota;
2) strategi pengembangan kemitraan industri pariwisata lintas kabupaten/
kota;
3) strategi pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah masyarakat
di bidang pariwisata dan yang terkait sebagai elemen produk pariwisata
berdaya saing nasional dan internasional;
4) strategi pemantauan dan evaluasi perkembangan usaha pariwisata di
tingkat provinsi dalam rangka membangun iklim persaingan yang sehat
dan menjaga keseimbangan daya dukung lingkungan.
Strategi pembangunan industri pariwisata kabupaten/kota memuat:
1) strategi pembangunan struktur industri pariwisata, mencakup
fungsi, hierarki, dan hubungan antar mata rantai pembentuk industri
pariwisata di kabupaten/kota;
2) strategi pengembangan kemitraan usaha pariwisata di kabupaten/kota;
3) strategi peningkatan kredibilitas bisnis industri pariwisata di kabupaten/
kota;
4) strategi pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah masyarakat
di bidang pariwisata dan yang terkait sebagai elemen produk pariwisata
berdaya saing provinsi dan nasional;
5) strategi pengelolaan industri pariwisata di kabupaten/kota untuk
memenuhi standar nasional dan internasional;
6) strategi pengendalian perkembangan usaha pariwisata dalam rangka
membangun iklim persaingan yang sehat dan menjaga keseimbangan
daya dukung lingkungan kabupaten/kota.
Strategi Pembangunan Pemasaran Pariwisata
Page 154
Strategi pemasaran pariwisata merupakan penjabaran kebijakan
pembangunan kepariwisataan tentang pemasaran pariwisata, berupa
rumusan langkah-langkah yang ditetapkan untuk pengembangan pemasaran
pariwisata dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan pembangunan
kepariwisataan.
Strategi pembangunan pemasaran pariwisata memiliki fungsi:
1) sebagai dasar dalam merumuskan indikasi program pemasaran
pariwisata; dan
2) sebagai acuan dalam pengembangan sistem pemantauan dan evaluasi
implementasi RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA untuk aspek
pemasaran pariwisata.
Strategi pembangunan pemasaran pariwisata provinsi dirumuskan
berdasarkan:
1) kebijakan pembangunan kepariwisataan provinsi;
2) hasil analisis lingkungan makro dan mikro yang mendukung pemasaran
pariwisata provinsi;
3) hasil analisis pasar pariwisata (profil, persepsi, preferensi) dalam
menentukan segmentasi dan target pasar wisatawan provinsi;
4) hasil analisis terhadap strategi pemasaran pariwisata yang dapat
memperkuat positioning pariwisata provinsi;
5) hasil analisis terhadap strategi pemasaran destinasi pariwisata skala
provinsi dan nasional yang menjadi pesaing; dan
6) peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
Strategi pembangunan pemasaran pariwisata kabupaten/kota dirumuskan
berdasarkan:
1) kebijakan pembangunan kepariwisataan kabupaten/ kota;
2) hasil analisis lingkungan makro dan mikro yang mendukung pemasaran
pariwisata kabupaten/kota;
197
Page 155
3) hasil analisis pasar pariwisata (profil, persepsi, preferensi) dalam
menentukan segmentasi dan target pasar wisatawan kabupaten/kota;
4) hasil analisis terhadap strategi pemasaran destinasi pariwisata yang
dapat memperkuat positioning pariwisata kabupaten/kota;
5) hasil analisis terhadap strategi pemasaran destinasi pariwisata skala
kabupaten/kota dan provinsi yang menjadi pesaing; dan
6) peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
Strategi pembangunan pemasaran pariwisata provinsi memuat:
1) strategi segmentasi dan pemilihan pasar sasaran pariwisata provinsi;
2) strategi penempatan strategik posisi (positioning) provinsi sebagai
destinasi pariwisata nasional atau internasional;
3) strategi bauran pemasaran pariwisata provinsi sebagai destinasi
pariwisata nasional atau internasional (termasuk, namun tidak terbatas
pada produk, distribusi, dan promosi);
4) strategi kemitraan pemasaran pariwisata provinsi; dan
5) sistem evaluasi keberhasilan pemasaran pariwisata provinsi.
Strategi pembangunan pemasaran pariwisata kabupaten/kota memuat:
1) strategi segmentasi dan pemilihan pasar sasaran pariwisata kabupaten/
kota;
2) strategi penempatan strategik posisi (positioning) kabupaten/kota
sebagai destinasi pariwisata provinsi atau nasional atau internasional;
3) strategi bauran pemasaran pariwisata kabupaten/kota sebagai destinasi
pariwisata provinsi, nasional, atau internasional (termasuk, namun
tidak terbatas pada produk, distribusi, dam promosi);
4) stratagi kemitraan pemasaran pariwisata kabupaten/kota;
5) rancangan sistem pendukung manajemen (management supporting
system); dan
6) sistem evaluasi keberhasilan pemasaran pariwisata kabupaten/kota.
198
Page 156
d. Strategi Pembangunan Kelembagaan Kepariwisataan
Strategi pembangunan kelembagaan kepariwisataan merupakan penjabaran
kebijakan pembangunan kepariwisataan yang terkait dengan kelembagaan
kepariwisataan, berupa rumusan langkah-langkah yang ditetapkan untuk
pengembangan kelembagaan kepariwisataan dalam mewujudkan visi, misi,
dan tujuan pembangunan kepariwisataan.
Strategi pembangunan kelembagaan kepariwisataan memiliki fungsi:
1) sebagai dasar dalam merumuskan indikasi program pembangunan
kelembagaan kepariwisataan; dan
2) sebagai acuan dalam pengembangan sistem pemantauan dan evaluasi
implementasi RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA untuk aspek
kelembagaan kepariwisataan.
Strategi pembangunan kelembagaan kepariwisataan provinsi dirumuskan
berdasarkan:
1) kebijakan pembangunan kepariwisataan provinsi;
2) hasil analisis kebijakan dan regulasi tingkat nasional dan provinsi yang
terkait dengan pembangunan kepariwisataan provinsi;
3) hasil analisis terhadap posisi dan peran kelembagaan kepariwisataan
tingkat provinsi dalam pembangunan kepariwisataan daerah saat ini
dan masa yang akan datang;
4) hasil analisis terhadap kuantitas dan kualitas sumber daya manusia
pariwisata di Pemerintahan Provinsi dan industri pariwisata berskala
nasional; dan
5) peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
Strategi pembangunan kelembagaan kepariwisataan kabupaten/kota
dirumuskan berdasarkan:
1) kebijakan pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota;
199
Page 157
2) hasil analisis kebijakan dan regulasi tingkat provinsi dan kabupaten/
kota yang terkait dengan pembangunan kepariwisataan kabupaten/
kota;
3) hasil analisis terhadap posisi dan peran kelembagaan kepariwisataan
di masyarakat dan tingkat kabupaten/kota dalam pembangunan
kepariwisataan daerah saat ini dan masa yang akan datang;
4) hasil analisis terhadap kuantitas dan kualitas sumber daya manusia
pariwisata di pemerintahan kabupaten/kota dan industri pariwisata
lokal; dan
5) peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
Strategi pembangunan kelembagaan kepariwisataan provinsi memuat:
1) strategi pengembangan sumber daya kelembagaan tingkat provinsi yang
lebih efektif;
2) strategi pengembangan organisasi birokrasi, organisasi swasta,
pendidikan, dan profesi tingkat provinsi yang mendukung pembangunan
kepariwisataan;
3) strategi regulasi untuk membangun iklim yang kondusif bagi investor,
pengendalian perencanaan tingkat provinsi, serta pembinaan karir di
bidang kepariwisataan;
4) strategi peningkatan kompetensi sumber daya manusia di lingkungan
Pemerintah Provinsi dan seluruh kabupaten/kota di dalam provinsi
serta swasta.
Strategi pembangunan kelembagaan kepariwisataan kabupaten/kota
memuat:
1) strategi pengembangan sumber daya kelembagaan tingkat kabupaten/
kota yang lebih efektif;
2) strategi pengembangan organisasi birokrasi, organisasi swasta,
pendidikan, profesi, dan organisasi masyarakat tingkat kabupaten/kota
yang mendukung pembangunan kepariwisataan;
200
Page 158
3) strategi regulasi untuk membangun iklim yang kondusif bagi investor,
pengendalian perkembangan fisik untuk pariwisata, serta pembinaan
karir di bidang kepariwisataan; dan
4) strategi peningkatan kompetensi sumber daya manusia di lingkungan
pemerintah dan swasta di kabupaten/kota.
10. Rencana Pembangunan Perwilayahan Pariwisata
Rencana pembangunan perwilayahan pariwisata merupakan rumusan
arahan sistem perwilayahan kepariwisataan, yang mencakup struktur
pelayanan pariwisata, destinasi pariwisata, kawasan pengembangan
pariwisata, dan kawasan strategis pariwisata.
Rencana pembangunan perwilayahan pariwisata memiliki fungsi:
a. sebagai dasar dalam mengembangkan fungsi destinasi pariwisata,
kawasan pengembangan dan strategis pariwisata;
b. sebagai dasar dalam melakukan pembangunan fisik kawasan
pengembangan dan strategis pariwisata; dan
c. memberikan arah dalam perumusan program pembangunan aspek-
aspek pembangunan kepariwisataan, yaitu industri pariwisata, destinasi
pariwisata, pemasaran, dan kelembagaan kepariwisataan.
Rencana pembangunan perwilayahan pariwisata provinsi dirumuskan
berdasarkan:
a. kebijakan dan strategi pembangunan destinasi pariwisata nasional;
b. kebijakan dan strategi pembangunan kepariwisataan provinsi;
c. sebaran dan karakteristik destinasi pariwisata berskala provinsi dan
nasional;
d. kondisi aksesibilitas yang menghubungkan satu destinasi pariwisata
dengan destinasi pariwisata lain;
e. kebijakan penataan ruang wilayah, baik tingkat nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota (RTRW nasional, RTRW provinsi, dan RTRW
kabupaten/kota); dan
201
Page 159
f. peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
Rencana pembangunan perwilayahan pariwisata kabupaten/kota
dirumuskan berdasarkan:
a. kebijakan dan strategi pembangunan destinasi pariwisata nasional dan
provinsi;
b. sebaran dan karakteristik daya tarik wisata di kabupaten/kota;
c. daya dukung lingkungan fisik, sosial budaya, dan ekonomi
kepariwisataan daerah;
d. kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten/ kota dan kawasan (RTRW
kabupaten/kota dan Rencana Detail Tata Ruang); dan
e. peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
Rencana perwilayahan pariwisata memuat:
a. Rencana struktur perwilayahan pariwisata merupakan kerangka
perwilayahan pariwisata yang terdiri dari pusat-pusat pelayanan
pariwisata yang berhierarki satu sama lain, yang memiliki fungsi
sesuai dengan karakteristik daya tarik wisata yang dikembangkannya,
dihubungkan oleh jaringan transportasi sebagai elemen pengikat.
Rencana struktur perwilayahan pariwisata provinsi terdiri dari:
1) pusat pelayanan primer provinsi yang berfungsi sebagai pintu
gerbang provinsi, pusat penyediaan fasilitas pariwisata di wilayah
provinsi, dan pusat penyebaran kegiatan wisata ke kabupaten/
kota;
2) pusat pelayanan sekunder provinsi yang berfungsi sebagai pusat
pertumbuhan pariwisata di bagian wilayah tertentu dari provinsi;
dan
3) jaringan jalan, laut, dan atau udara yang menghubungkan antara
pusat-pusat pelayanan dan kawasan-kawasan pariwisata provinsi.
Rencana struktur perwilayahan pariwisata kabupaten/kota terdiri dari:
202
Page 160
1) pusat pelayanan primer kabupaten/kota yang berfungsi sebagai
pintu gerbang kabupaten/kota, pusat penyediaan fasilitas
pariwisata di kabupaten/kota, dan pusat penyebaran kegiatan
wisata ke bagian-bagian wilayah kabupaten/kota;
2) pusat pelayanan sekunder kabupaten/kota yang berfungsi sebagai
pusat pertumbuhan pariwisata di bagian wilayah tertentu dari
kabupaten/kota; dan
3) jaringan jalan dan atau laut yang menghubungkan antara pusat-
pusat pelayanan dan kawasan-kawasan pariwisata kabupaten/
kota.
b. Rencana destinasi pariwisata merupakan arahan pembangunan
destinasi pariwisata dalam sistem perwilayahan pariwisata.
Destinasi pariwisata provinsi adalah destinasi pariwisata yang di
dalamnya terdapat daya tarik wisata yang memiliki kesesuaian tema
skala provinsi (berdaya saing nasional) dan telah ditetapkan merupakan
kewenangan provinsi.
Destinasi pariwisata kabupaten/kota adalah destinasi pariwisata yang
di dalamnya terdapat daya tarik wisata yang memiliki kesesuaian tema
skala kabupaten/kota (berdaya saing provinsi) dan telah ditetapkan
merupakan kewenangan kabupaten/kota.
Rencana destinasi pariwisata provinsi terdiri dari:
1) delineasi wilayah destinasi pariwisata provinsi; dan
2) kawasan pengembangan pariwisata dan strategis pariwisata
provinsi di dalamnya.
Rencana destinasi pariwisata kabupaten/kota terdiri dari:
1) delineasi wilayah destinasi pariwisata kabupaten/kota; dan
2) kawasan pengembangan pariwisata dan strategis pariwisata
kabupaten/kota di dalamnya.
203
Page 161
Rencana kawasan pengembangan pariwisata merupakan arahan
pembangunan kawasan pariwisata yang menurut hasil analisis dapat
menjadi andalan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi serta
mencapai visi dan misi pengembangan kepariwisataan daerah.
Kawasan pengembangan pariwisata adalah suatu ruang pariwisata
yang mencakup luasan area tertentu sebagai suatu kawasan dengan
komponen kepariwisataannya, serta memiliki karakter atau tema
produk pariwisata tertentu yang dominan dan melekat kuat sebagai
komponen pencitraan kawasan tersebut.
Rencana kawasan pengembangan pariwisata provinsi terdiri dari:
1) tema pengembangan produk pariwisata kawasan pengembangan
pariwisata provinsi;
2) jenis wisata yang menjadi unggulan untuk dikembangkan dan jenis
wisata pendukung;
3) sasaran pengembangan kawasan pengembangan pariwisata
provinsi;
4) target pasar wisatawan; dan
5) sistem keterkaitan dengan kawasan pariwisata di sekitarnya.
Rencana kawasan pengembangan pariwisata kabupaten/kota terdiri
dari:
1) tema pengembangan produk pariwisata kawasan pengembangan
pariwisata kabupaten/kota,
2) jenis wisata yang menjadi unggulan untuk dikembangkan dan jenis
wisata pendukung.
3) sasaran pengembangan kawasan pengembangan pariwisata
kabupaten /kota,
4) target pasar wisatawan,
5) sistem keterkaitan dengan kawasan di sekitarnya dan wilayah
kabupaten/kota lain di sekitarnya,
Page 162
6) rencana peningkatan kualitas daya tarik wisata di KPP kabupaten/
kota,
7) rencana penyediaan fasilitas pariwisata (kualifikasi dan jumlah) di
KPP kabupaten/kota,
8) rencana penyediaan fasilitas umum pendukung KPP kabupaten/
kota (kualifikasi),
9) rencana penyediaan prasarana transportasi (kualifikasi dan lokasi)
untuk mendukung pengembangan KPP kabupaten/kota; dan
10) rencana penyediaan prasarana lainnya (jika mendesak dan
diperlukan) untuk mendukung KPP kabupaten/kota.
d. Rencana kawasan strategis pariwisata merupakan arahan pengembangan
kawasan pariwisata yang dianggap strategis untuk menjawab isu-isu
strategis pembangunan wilayah dan atau pembangunan kepariwisataan.
Kawasan strategis pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi
utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata
yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek seperti
pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya
alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan
(Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
Pasal 10).
Rencana kawasan strategis pariwisata provinsi terdiri dari:
1) fungsi strategis kawasan dalam pembangunan kepariwisataan
provinsi;
2) sasaran pengembangan kawasan strategis pariwisata provinsi;
3) tema pengembangan produk pariwisata kawasan strategis
pariwisata provinsi;
4) jenis wisata yang menjadi unggulan untuk dikembangkan dan jenis
wisata pendukung;
5) target pasar wisatawan;dan
205
Page 163
6) sistem keterkaitan dengan kawasan di sekitarnya dan wilayah
provinsi lain di sekitarnya.
Rencana kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota terdiri dari:
1) fungsi strategis kawasan dalam pembangunan kepariwisataan
kabupaten /kota;
2) sasaran pengembangan kawasan strategis pariwisata kabupaten/
kota;
3) tema pengembangan produk pariwisata kawasan strategis
pariwisata kabupaten/kota;
4) jenis wisata yang menjadi unggulan untuk dikembangkan dan jenis
wisata pendukung;
5) target pasar wisatawan;
6) sistem keterkaitan dengan kawasan di sekitarnya dan wilayah
kabupaten/kota lain di sekitarnya;
7) sistem keterkaitan dengan sektor lain di dalam kawasan maupun di
sekitar kawasan strategis;
8) rencana peningkatan kualitas daya tarik wisata di KSP kabupaten/
kota;
9) rencana penyediaan fasilitas pariwisata (kualifikasi dan jumlah) di
KSP kabupaten/kota;
10) rencana penyediaan fasilitas umum pendukung KSP kabupaten/
kota (kualifikasi);
11) rencana penyediaan prasarana transportasi (kualifikasi dan lokasi)
untuk mendukung pengembangan KSP kabupaten/kota; dan
12) rencana penyediaan prasarana lainnya (jika mendesak dan
diperlukan) untuk mendukung KPP kabupaten/kota.
Program Pembangunan Kepariwisataan
a. Program Pembangunan Destinasi Pariwisata
Program pembangunan destinasi pariwisata merupakan tindakan-
tindakan yang dirumuskan untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah
Page 164
dan pihak lain yang terkait, pada waktu yang telah ditentukan, secara
bertahap, sebagai bentuk pengejawantahan strategi pembangunan
destinasi pariwisata dan rencana pengembangan kawasan pariwisata
yang telah ditetapkan.
Program pembangunan destinasi pariwisata memiliki fungsi:
1) sebagai dasar untuk mengembangkan berbagai kegiatan
pembangunan yang lebih rinci untuk destinasi pariwisata;
2) sebagai acuan dasar pelaksanaan/implementasi strategi
pembangunan perwilayahan pariwisata;
3) sebagai acuan dasar pelaksanaan/implementasi strategi
pengembangan produk pariwisata (daya tarik wisata, fasilitas
pariwisata, fasilitas umum, sistem jaringan transportasi);
4) sebagai acuan dasar pelaksanaan/implementasi strategi pelibatan
masyarakat dalam pengembangan kepariwisataan; dan
5) sebagai acuan dasar pelaksanaan/implementasi strategi
pengembangan investasi pariwisata.
Program pembangunan destinasi pariwisata dirumuskan berdasarkan:
1) strategi pembangunanan destinasi pariwisata;
2) rencana pembangunan perwilayahan pariwisata; dan
3) tugas dan fungsi pokok instansi pemerintah dan lembaga lain yang
terkait dengan pembangunan destinasi pariwisata.
Program pembangunan destinasi pariwisata memuat:
1) judul program pembangunan destinasi pariwisata yang mendukung
implementasi strategi pembangunan destinasi pariwisata provinsi
atau kabupaten/kota;
2) indikasi kegiatan pembangunan destinasi pariwisata;
3) waktu pelaksanaan program pembangunan destinasi pariwisata;
4) pemangku kepentingan yang bertindak sebagai penanggung jawab
pelaksanaan program; dan
207
Page 165
5) pemangku kepentingan yang bertindak sebagai pendukung
pelaksanaan program.
Program Pembangunan Industri Pariwisata
Program pembangunan industri pariwisata merupakan tindakan-
tindakan yang dirumuskan untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah
dan pihak lain yang terkait, pada waktu-waktu yang telah ditentukan,
secara bertahap, sebagai bentuk penjabaran dari strategi pembangunan
industri pariwisata yang telah ditetapkan.
Program pembangunan industri pariwisata memiliki fungsi:
1) sebagai acuan dasar pelaksanaan/implementasi strategi
pembangunan struktur industri pariwisata;
2) sebagai acuan dasar pelaksanaan/implementasi strategi
pengembangan kemitraan industri pariwisata;
3) sebagai acuan dasar pelaksanaan/implementasi strategi
pengembangan industri kecil, menengah, maupun besar yang
mendukung pariwisata; dan
4) sebagai acuan dasar pelaksanaan/implementasi strategi
pengelolaan industri pariwisata yang memenuhi standar-standar
pelayanan nasional dan internasional.
Program pembangunan industri pariwisata dirumuskan berdasarkan:
1) strategi pembangunan industri pariwisata; dan
2) tugas dan fungsi pokok instansi pemerintah dan lembaga lain yang
terkait dengan pembangunan industri pariwisata.
Program pembangunan industri pariwisata memuat:
1) judul program pembangunan industri pariwisata yang mendukung
implementasi strategi pembangunan industri pariwisata;
2) indikasi kegiatan pembangunan industri pariwisata;
3) waktu pelaksanaan program pembangunan industri pariwisata;
Page 166
4) pemangku kepentingan yang bertindak sebagai penanggung jawab
pelaksanaan program; dan
5) pemangku kepentingan yang bertindak sebagai pendukung
pelaksanaan program.
c. Program Pembangunan Pemasaran Pariwisata
Program pembangunan pemasaran pariwisata merupakan tindakan-
tindakan yang dirumuskan untuk dilaksanakan dan pihak lain yang
terkait, pada waktu-waktu yang telah ditentukan, secara bertahap,
sebagai bentuk penjabaran dari strategi pemasaran pariwisata yang
telah ditetapkan.
Program pembangunan pemasaran pariwisata memiliki fungsi:
1) sebagai acuan dasar dalam pelaksanaan/implementasi segmentasi
dan pemilihan pasar sasaran pariwisata;
2) sebagai acuan dasar dalam pembangunan citra destinasi pariwisata;
3) sebagai acuan dasar dalam pelaksanaan/implementasi kemitraan
pemasaran pariwisata; dan
4) sebagai acuan dasar dalam pelaksanaan/implementasi bauran
pemasaran pariwisata daerah, yang terdiri dari, namun tidak
terbatas pada produk, distribusi, dan promosi.
Program pembangunan pemasaran pariwisata dirumuskan berdasarkan:
1) strategi pemasaran pariwisata; dan
2) tugas dan fungsi pokok instansi pemerintah dan lembaga lain yang
terkait dengan pemasaran pariwisata.
Program pembangunan pemasaran pariwisata memuat:
1) judul program pembangunan pemasaran yang mendukung
implementasi strategi pengembangan pemasaran pariwisata;
2) indikasi kegiatan pembangunan pemasaran pariwisata;
3) waktu pelaksanaan program pembangunan pemasaran pariwisata;
209
Page 167
4) pemangku kepentingan yang bertindak sebagai penanggung jawab
pelaksanaan program; dan
5) pemangku kepentingan yang bertindak sebagai pendukung
pelaksanaan program.
Program Pembangunan Kelembagaan Kepariwisataan
Program pembangunan kelembagaan kepariwisataan merupakan
tindakan-tindakan yang dirumuskan untuk dilaksanakan oleh
pemerintah dan pihak lain yang terkait, pada waktu-waktu yang telah
ditentukan, secara bertahap, sebagai bentuk penjabaran strategi
pembangunankelembagaan kepariwisataan yang telah ditetapkan.
Program pembangunan kelembagaan kepariwisataan memiliki fungsi:
1) sebagai acuan dasar dalam pelaksanaan/implementasi strategi
pengembangan sumber daya kelembagaan dan pemanfaatan
anggaran yang terbatas;
2) sebagai acuan dasar dalam pelaksanaan/implementasi strategi
pengembangan organisasi birokrasi, organisasi swasta, pendidikan,
profesi, dan organisasi masyarakat; dan
3) sebagai acuan dasar dalam pelaksanaan/implementasi strategi
pengembangan regulasi untuk membangun iklim yang kondusif
bagi investor, pengendalian perencanaan dan pembangunan fisik,
serta pembinaan karir di bidang kepariwisataan.
Program pembangunan kelembagaan kepariwisataan dirumuskan
berdasarkan:
1) strategi pengembangan kelembagaan kepariwisataan;
2) isu-isu pengembangan kelembagaan kepariwisataan; dan
3) tugas dan fungsi pokok instansi pemerintah dan lembaga lain yang
terkait dengan pengembangan kelembagaan kepariwisataan.
Program pembangunan kelembagaan kepariwisataan memuat:
Page 168
1) judul program pembangunan kelembagaan kepariwisataan yang
mendukung implementasi strategi pengembangan kelembagaan
kepariwisataan;
2) indikasi kegiatan pembangunan kelembagaan kepariwisataan;
3) waktu pelaksanaan program pembangunan kelembagaan
kepariwisataan;
4) pemangku kepentingan yang bertindak sebagai penanggung jawab
pelaksanaan program; dan
5) pemangku kepentingan yang bertindak sebagai pendukung
pelaksanaan program.
12. Mekanisme Pengendalian Pembangunan Kepariwisataan
Mekanisme pengendalian pembangunan kepariwisataan merupakan tata
cara yang dibuat atau disusun dalam upaya mengendalikan pembangunan
kepariwisataan agar sesuai dengan arahan kebijakan, strategi, rencana, dan
program yang termuat dalam RIPPARPROV atau RIPPARKAB/KOTA.
Mekanisme pengendalian pembangunan kepariwisataan memiliki fungsi:
a. sebagai alat pengendali pembangunan kepariwisataan;
b. menjaga dan menjamin kesesuaian perkembangan dan pembangunan
kepariwisataan dengan RIPPARPROV atau RIPPARKAB/KOTA; dan
c. meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan akibat perkembangan
pariwisata.
Mekanisme pengendalian pembangunan kepariwisataan dirumuskan
berdasarkan:
a. strategi, rencana, dan program pembangunan kepariwisataan;
b. masalah, tantangan, dan potensi yang dimiliki kepariwisataan;
c. kesepakatan para pemangku kepentingan, baik itu pemerintah, swasta,
maupun masyarakat; dan
d. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
211
Page 169
Mekanisme pengendalian pembangunan kepariwisataan memuat:
a. tujuan dan sasaran pengendalian pembangunan kepariwisataan;
b. aspek-aspek pengendalian pembangunan kepariwisataan;
c. indikator dan tolok ukur pengendalian pembangunan kepariwisataan;
d. tim pengendalian pembangunan kepariwisataan; dan
e. prosedur pengendalian pembangunan kepariwisataan.
B. Jangka Waktu Perencanaan
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 8
disebutkan bahwa pembangunan kepariwisataan yang dilakukan berdasarkan
rencana induk pembangunan kepariwisataan merupakan bagian integral dari
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Oleh karena itu, jangka waktu
perencanaan RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA juga menyesuaikan dengan
periode waktu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten/Kota
yang tentu saja sama dengan periode waktu Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN).
Contoh:
Periode waktu untuk RPJPD adalah 2005 - 2025. Jika RIPPARKAB/KOTA baru
disusun pada tahun 2012, maka jangka waktu perencanaan RIPPARKAB/KOTA
adalah 2013 - 2025 atau dengan kata lain selama 13 (tiga belas) tahun.
Evaluasi terhadap implementasi rencana dan perubahan-perubahan yang terjadi,
baik perubahan pada kebijakan pembangunan nasional maupun daerah (provinsi
atau kabupaten/kota) dan dinamika internal daerah yang mempengaruhi
pengembangan kepariwisataan dapat dilakukan setiap 5 (lima) tahun.
212
Page 170
BAB IV
PROSES PENYUSUNAN
A. Alur Penyusunan
Dalam penyusunan RIPPARPROV atau RIPPARKAB/KOTA, Pemerintah Provinsi
dan Pemerintah Kabupaten/Kota berpedoman pada RIPPARNAS, RPJPD, dan
memperhatikan aspirasi masyarakat, serta didukung dengan background study
terkait potensi, permasalahan dan kebijakan pembangunan pariwisata. Alur
penyusunan RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA sebagai berikut :
1. pembentukan kelompok kerja;
2. pengumpulan data;
3. penyusunan rancangan;
4. uji publik, dan
5. penetapan.
1. Pembentukan Kelompok Kerja
Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai kewenangannya membentuk
kelompok kerja. Susunan keanggotaan terdiri dari Kepala Bappeda sebagai
ketua, Kepala Dinas yang membidangi pariwisata sebagai sekretaris, dan
anggota terdiri dari SPKD/instansi terkait, pemangku kepentingan lainnya
sesuai dengan kebutuhan penyusunan. Kelompok kerja dapat dibantu tim
teknis yang ditetapkan oleh ketua kelompok kerja.
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui pengumpulan data primer dan
sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui penyebaran
kuesioner, wawancara maupun focus group discussion serta peninjauan
lapangan secara langsung untuk mengenali kondisi fisik, sosial dan ekonomi.
Data sekunder dilakukan melalui data pustaka terkait karakteristik wilayah
dan aspek-aspek dalam pengembangan kepariwisataan.
213
Page 171
3. Penyusunan Rancangan
Penyusunan rancangan RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA, dilakukan
setelah data primer dan sekunder dianalisis dan selanjutnya dirumuskan
sesuai dengan sistematika penulisan.
4. Uji Publik
Uji publik dilaksanakan untuk meminta tanggapan, masukan, dan saran
dari para pemangku kepentingan pariwisata.
5. Penetapan
RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA yang telah disusun ditetapkan melalui
Peraturan Daerah.
B. Tenaga Ahli
Dalam proses penyusunan RIPPARPROV dan RIPPARKAB / KOTA, perlu melibatkan
sejumlah tenaga ahli yang terdiri dari tenaga ahli inti, tenaga ahli tambahan dan
pendukung yang dapat saja bervariasi, tergantung karakter daerah dan jenis
pariwisata yang akan dikembangkan, dan atau skala pengembangannya.
Tenaga ahli inti dapat terdiri dari:
1. Ahli Perencanaan Kepariwisataan;
2. Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota;
3. Ahli Ekonomi Pembangunan;
4. Ahli Pemasaran;
5. Ahli Industri Pariwisata;
6. Ahli Sosial Budaya;
7. Ahli Transportasi;
8. Ahli Lingkungan;
9. Ahli Kelembagaan.
214
Tenaga ahli lain dapat bervariasi tergantung konteks daerah yang bersangkutan,
seperti:
1. Ahli Kehutanan, Kelautan, Geologi, Pertanian;
Page 172
2. Ahli Arsitektur Lansekap atau Rancang Kota;
3. Ahli Sejarah;
4. keahlian lainnya, disesuaikan dengan kondisi daerah.
Tenaga pendukung antara lain: drafter, staf administrasi, operator komputer,
surveyor, yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.
C. Jangka Waktu Penyusunan
Untuk menyusun RIPPARPROV atau RIPPARKAB/ KOTA diperlukan waktu yang
cukup untuk pengerjaannya. Periode waktu penyusunan rencana paling sedikit
150 hari kerja, serta penyusunan naskah akademik dan rancangan peraturan
daerah paling sedikit 60 hari kerja.
Konsultan yang bertanggung jawab, tak akan menyanggupi untuk melaksanakan
penyusunan RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA dalam 1-2 bulan saja, terlebih
jika wilayahnya cukup luas dan aksesibilitas yang tidak terlalu baik. Aparat
sebagai pemberi tugas yang bertanggung jawab juga tak akan merencanakan
kegiatan penyusunan RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA untuk selesai dalam
dua bulan. Mempercepat waktu pelaksanaan, mempunyai konsekuensi yang
seringkali fatal, mengakibatkan kualitas rencana yang rendah, dan atau tidak
efektifnya rencana.
D. Sistem Pelaporan
Pelaporan penyusunan RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA hendaknya
dilakukan sedikitnya 4 (empat) kali dan dijadwalkan, sebagai berikut:
1. Laporan Pendahuluan
Laporan pendahuluan berisi tanggapan dan penjabaran terhadap Kerangka
Acuan Kerja, yang menjelaskan bagaimana pekerjaan akan dilaksanakan,
termasuk pendekatan perencanaan, metodologi atau kerangka umum
pelaksanaan pekerjaan.
Pelaporan pertama ini diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan.
215
Page 173
2. Laporan Kemajuan
Laporan kemajuan disampaikan setelah suatu tahap tertentu dilalui,
diharapkan setidaknya sudah ada temuan dan analisis tentang potensi dan
permasalahan kepariwisataan daerah, dan proyeksi awal.
Pelaporan kedua ini diselesaikan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
surat perjanjian kerja sama ditandatangani.
3. Rancangan Laporan Akhir
Laporan ini berisikan rumusan awal kebijakan, strategi dan indikasi program
pembangunan kepariwisataan daerah untuk setiap aspek pengembangan,
dilengkapi dengan peta, tabel, maupun gambar-gambar yang relevan.
Pelaporan ketiga ini diselesaikan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak
surat perjanjian kerja sama ditandatangani.
4. Laporan Akhir
Berisikan rumusan visi, misi, tujuan, kebijakan, strategi, rencana, dan
indikasi program pembangunan kepariwisataan daerah, serta isi naskah
akademik yang telah disepakati bersama.
Laporan akhir diselesaikan dalam jangka waktu sedikitnya 5 (lima) bulan
sejak surat perjanjian kerja sama ditandatangani, dengan sistematika
sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud, Tujuan dan Sasaran
1.3 Keluaran
1.4 Ruang Lingkup
1.4.1 Lingkup Wilayah
1.4.2 Lingkup Materi
1.4.3 Lingkup Kegiatan
216
Page 174
1.5 Metodologi
1.5.1 Kerangka Pendekatan
1.5.2 Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan
1.6 Jangka Waktu Perencanaan
1.7 Sistematika Pelaporan
BAB 2 KEPARIWISATAAN PROVINSI ATAU KABUPATEN/KOTA DALAM
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN
2.1 Kepariwisataan Provinsi atau Kabupaten/ Kota dalam Kebijakan
Pembangunan Kepariwisataan Nasional
2.2 Kepariwisataan Provinsi atau Kabupaten/Kotadalam Kebijakan
Pembangunan Kepariwisataan Provinsi atau Kabupaten/Kota
2.3 Kepariwisataan Provinsi atau Kabupaten/ Kota dalam Kebijakan
dan Pembangunan Wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota
BAB 3 KONDISI WILAYAH PROVINSI ATAU KABUPATEN/KOTA DALAM
MENDUKUNG PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN
3.1 Kondisi Fisik
3.2 Sejarah Sebagai Potensi Pariwisata
3.3 Kekayaan Ekologis Sebagai Potensi Pariwisata
3.4 Kondisi Sosial Budaya Sebagai Potensi Pariwisata
3.5 Perekonomian
BAB 4 PROVINSI ATAU KABUPATEN/KOTA SEBAGAI DESTINASI
PARIWISATA
4.1 Daya Tarik dan Sumber Daya Wisata (khusus Kab/Kota)
4.2 Fasilitas Pariwisata
4.3 Fasilitas Umum Pendukung Pariwisata
4.4 Aksesibilitas Pendukung Pariwisata
4.5 Prasarana Umum Pendukung Pariwisata
4.6 Penduduk Sebagai Potensi Sumber Daya Manusia Pariwisata
BAB 5 INDUSTRI PARIWISATA
5.1 Usaha Pariwisata
5.2 Usaha Kecil dan Menengah Pendukung Pariwisata
217
Page 175
BAB 6 PASAR PARIWISATA DAN UPAYA PEMASARAN
6.1 Jumlah dan Perkembangan Pasar Wisatawan
6.2 Karakteristik Pasar Wisatawan
6.3 Upaya Pemasaran yang Dilakukan Pemerintah Provinsi atau
Kabupaten / Kota
BAB 7 KELEMBAGAAN KEPARIWISATAAN
7.1 Sumber Daya Manusia Pariwisata
7.2 Asosiasi Pariwisata
7.3 Kelembagaan Pemerintah Terkait Pariwisata
7.4 Kelembagaan Lain Terkait Pariwisata
BAB 8 PRINSIP DAN KONSEP PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN
8.1 Tantangan dan Isu Strategis Pembangunan Kepariwisataan
8.2 Prinsip Pembangunan Kepariwisataan
8.3 Konsep Pembangunan Kepariwisataan
8.4 Visi
8.5 Misi
8.6 Tujuan
BAB 9 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN
9.1 Kebijakan Pembangunan Kepariwisataan
9.2 Strategi Pembangunan Kepariwisataan
BAB 10 RENCANA PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN PARIWISATA
10.1 Rencana Struktur Perwilayahan Pariwisata
10.2 Rencana Kawasan Pengembangan Pariwisata dan Kawasan
Strategis Pariwisata
BAB 11 PROGRAM DAN INDIKASI KEGIATAN PEMBANGUNAN
KEPARIWISATAAN
Page 176
5. Naskah Akademik
Naskah Akademik diselesaikan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan setelah
dokumen RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA selesai dibuat. Naskah
akademik dilengkapi dengan Rancangan Peraturan Daerah tentang
RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, naskah
akademik Peraturan Daerah harus memuat:
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Identifikasi Permasalahan
1.3 Tujuan Penyusunan Naskah Akademik
1.4 Metodologi Penyusunan Naskah Akademik
1.5 Struktur Isi Naskah Akademik
BAB 2 KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
2.1 Kajian Teoritis
2.2 Kajian terhadap Asas-Asas Kepariwisataan dan Prinsip Prinsip
Pembangunan Kepariwisataan
2.3 Kajian Kondisi Kepariwisataan Provinsi atau Kabupaten/Kota
2.4 Kajian terhadap Implikasi Penerapan Perda RIPPARPROV dan
RIPPARKAB/KOTA
BAB 3 EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT
3.1 Kajian Terhadap Peraturan Perundang-undangan Terkait
Kepariwisataan di Pusat dan Provinsi atau Kabupaten/Kota
3.1.1 Peraturan Perundang-undangan terkait Kepariwisataan
di Tingkat Pusat
3.1.2 Peraturan Perundang-undangan terkait Kepariwisataan
di Tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota
219
Page 177
3.2 Keterkaitan Antara Perda RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA
dengan Peraturan Perundang-undangan Lain
3.3 Dampak Perda RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA terhadap
Peraturan Perundang-undangan Lain
BAB 4 LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
4.1 Landasan Filosofis
4.2 Landasan Sosiologis
4.3 Landasan Yuridis
BAB 5 JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH
5.1 Jangkauan Peraturan Daerah RIPPARPROV dan RIPPARKAB/
KOTA
5.2 Arah Pengaturan
5.3 Ruang Lingkup Materi Peraturan Daerah RIPPARPROV dan
RIPPARKAB / KOTA
BAB 6 PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN (Rancangan Peraturan Daerah tentang RIPPARPROV dan
RIPPARKAB / KOTA)
6. Rancangan Peraturan Daerah tentang RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA
Menjadi bagian dari Naskah Akademik.
E. Format Penyajian
Format Penyajian RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA disajikan dalam bentuk:
1. Dokumen RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA, yang berisi:
a) Data dan analisis, berisi himpunan data kepariwisataan dan hasil
analisis mengenai kondisi, perkembangan, posisi, dan prediksi
kepariwisataan daerah.
220
Page 178
Buku Data dan Analisis dilengkapi dengan:
1) Peta-peta kondisi terakhir kepariwisataan berskala 1:50.000;
2) Data strategis dan hasil pengolahan data yang digunakan dalam
menganalisis kondisi, perkembangan, posisi, dan prediksi
kepariwisataan daerah; dan
3) Daftar pustaka referensi yang digunakan dalam proses analisis.
b) Rencana, berisi arahan pengembangan kepariwisataan daerah, yang
memuat prinsip-prinsip, visi dan misi, tujuan, kebijakan, strategi,
rencana, dan program pembangunan kepariwisataan.
Buku Rencana dilengkapi dengan:
1) Peta-peta rencana pengembangan kawasan pariwisata berskala
1:50.000;
2) Daftar pustaka referensi yang digunakan dalam proses analisis;
3) Daftar nama anggota tim penyusun beserta latar belakang
pendidikan / kompetensinya;
4) Daftar nama tim pengarah penyusunan RIPPARPROV dan
RIPPARKAB/ KOTA;
5) Daftar peserta Focus Group Discussion (FGD) yang terlibat dalam
diskusi penyusunan RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA; dan
6) Daftar narasumber yang memberikan masukan dalam proses
penyusunan RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA.
2. Naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang
RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA; dan
3. Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang RIPPARPROV dan
RIPPARKAB/KOTA.
221
Page 179
tototoTABEL JANGKA WAKTU PENYUSUNAN RIPPARPROV DAN RIPPARKAB/KOTA
HARI KE-
KEGIATAN1-10
11-20
21-30
31-40
41-50
51-60
61-70
71-80
81-90
91-100
101-110
111-120
121-130
131-140
141-150
Persiapan
Pengum pu lan data
D iagnosis awal
Perum usan prinsip- prinsip
Perum usan v is i dan m isi
Perum usan tu juan
Analisis, prediksi, proyeksi
Sintesis
Perum usan kebijakan, strategi, rencana, program
Perum usanm ekan ism epengendalianpem bangunankepariw isataan
Page 180
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pedoman Penyusunan RIPPARPROV dan RIPPARKAB/KOTA ini merupakan acuan
bagi Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyusunan
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
S a lin an sesu a i d en gan
K E M E N T E R IA N P A R IW IS A T A RI
223
Page 182
M E N T E R I P AR IW ISATA R E P U B L IK IN D O N E S IA
SALINAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2016
TENTANG
PENCABUTAN ATAS PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN
EKONOMI KREATIF NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN
PENYELENGGARAAN USAHA HOTEL SYARIAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Usaha Hotel Syariah, sudah tidak sesuai lagi dengan
tuntutan dan perkembangan kepariwisataan saat ini
sehingga perlu dicabut;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Pariwisata tentang Pencabutan Atas Peraturan Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 2 Tahun 2014
tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4916);
225
Page 183
Menetapkan
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012 tentang
Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di bidang
Pariwisata (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5311);
4. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pariwisata (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 20);
5. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pariwisata (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 545);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG PENCABUTAN
ATAS PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI
KREATIF NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN
PENYELENGGARAAN USAHA HOTEL SYARIAH.
Pasal 1
Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 2
Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel
Syariah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundang
kan.
226
Page 184
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini denganpenempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Agustus 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Agustus 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1174
S a lin a n sesu a i d en gan
KEMENTERIAN PARIWISATA RI
227
Page 186
M E N T E R I PAR IW ISATA R E P U B L IK IN D O N E S IA
SALINAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2016
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PARIWISATA NOMOR 1 TAHUN 2016
TENTANG PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI USAHA PARIWISATA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 1
Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Usaha
Pariwisata, khususnya pengaturan mengenai sertifikasi
usaha pariwisata halal, sudah tidak sesuai lagi dengan
tuntutan dan perkembangan kepariwisataan saat ini
sehingga perlu dicabut;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Pariwisata tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Pariwisata Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Sertifikasi Usaha Pariwisata;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentangKementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4916);
229
Page 187
Menetapkan
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012 tentang
Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di bidang
Pariwisata (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5311);
4. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pariwisata (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 20);
5. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pariwisata (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 545);
6. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Sertifikasi Usaha Pariwisata (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 437);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG PERUBAHAN
ATAS PERATURAN MENTERI PARIWISATA NOMOR 1 TAHUN
2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI USAHA
PARIWISATA.
Pasal I
Ketentuan Pasal 6 dalam Peraturan Menteri Pariwisata
Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Sertifikasi
Usaha Pariwisata (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 437), dihapus.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundang
kan.
230
Page 188
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini denganpenempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Agustus 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Diundangkan di Jakarta pada
tanggal 9 Agustus 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1175
S a lin a n sesu a i d en gan
231
Page 190
Menimbang
Mengingat
M E N T E R I P A R IW ISATA R E P U B L IK IN D O N E S IA
SALINAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2016
TENTANG
ORGANISASI DAN TATA KERJA
BADAN PELAKSANA OTORITA DANAU TOBA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (2)
Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2016 tentang Badan
Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Pariwisata tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Pelaksana Otorita Danau Toba;
1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran
Negara Republik IndonesiaTahun 2005 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional
Tahun 2010-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia
233
Page 191
Menetapkan
Tahun 2011 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5262);
4. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pariwisata (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tabun 2015 Nomor 20);
5. Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2016 tentang Badan
Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tabun 2016 Nomor 108);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG ORGANISASI
DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA OTORITA DANAU
TOBA.
BAB I
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI
Pasal 1
(1) Badan Pelaksana Otorita Danau Toba yang selanjutnya
disebut Badan Pelaksana, merupakan satuan kerja di
bawah Kementerian Pariwisata.
(2) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipimpin oleh Kepala yang selanjutnya disebut Direktur
Utama.
Pasal 2
Badan Pelaksana mempunyai tugas:
a. melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan fasilitasi
perencanaan, pengembangan, pembangunan, dan
pengendalian di Kawasan Pariwisata Danau Toba; dan
b. melakukan perencanaan, pengembangan, pembangunan,
pengelolaan, dan pengendalian di zona otorita Pariwisata
Danau Toba.
234
Page 192
Pasal 3
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Badan Pelaksana menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan Rencana Induk di Kawasan Pariwisata Danau
Toba;
b. penyusunan Rencana Detail Pengembangan dan
Pembangunan di Kawasan Pariwisata Danau Toba;
c. pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi, dan fasilitasi
perencanaan, pengembangan, pembangunan, dan
pengendalian di Kawasan Pariwisata Danau Toba;
d. penyusunan perencanaan, pengembangan, pembangunan,
pengelolaan, dan pengendalian di Kawasan Pariwisata
Danau Toba;
e. perumusan strategi operasional pengembangan Kawasan
Pariwisata Danau Toba;
f. penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan
pusat dan daerah di Kawasan Pariwisata Danau Toba;
g. penetapan langkah strategis penyelesaian permasalahan
dalam pelaksanaan perencanaan, pengembangan,
pembangunan, pengelolaan, dan pengendalian Kawasan
Pariwisata Danau Toba; dan
h. pelaksanaan tugas lain terkait pengembangan Kawasan
Pariwisata Danau Toba yang ditetapkan oleh Dewan
Pengarah.
BAB II
CAKUPAN KAWASAN
Pasal 4
(1) Kawasan Pariwisata Danau Toba meliputi Kawasan Danau
Toba sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor
81 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
Danau Toba dan Sekitarnya.
235
Page 193
(2) Kawasan Pariwisata Danau Toba sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) termasuk kawasan seluas paling sedikit 500
(lima ratus) hektar, yang selanjutnya disebut zona otorita.
(3) Hak pengelolaan zona otorita sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) akan diberikan kepada Badan Otorita Danau Toba
sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 49
Tahun 2016 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan
Pariwisata Danau Toba.
BAB III
SUSUNAN ORGANISASI
Pasal 5
(1) Badan Pelaksana terdiri atas:
a. Direktur Utama;
b. Direktur Keuangan, Umum, dan Komunikasi Publik;
c. Direktur Industri Pariwisata dan Kelembagaan
Kepariwisataan;
d. Direktur Destinasi Pariwisata;
e. Direktur Pemasaran Pariwisata; dan
f. Satuan Pemeriksaan Intern.
(2) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memiliki struktur organisasi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
BAB IV
DIREKTUR KEUANGAN, UMUM DAN KOMUNIKASI PUBLIK
Pasal 6
Direktur Keuangan, Umum dan Komunikasi Publik mempunyai
tugas melaksanakan urusan keuangan, sumber daya manusia,
tata usaha, rumah tangga dan perlengkapan, advokasi hukum,
serta komunikasi publik.
236
Page 194
Pasal 7
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, Direktur Keuangan, Umum dan Komunikasi Publik
menyelenggarakan fungsi:
a. pelaksanaan urusan keuangan;
b. pelaksanaan urusan sumber daya manusia;
c. pelaksanaan urusan tata usaha;
d. pelaksanaan urusan rumah tangga dan perlengkapan;
e. pelaksanaan urusan advokasi hukum;
f. pelaksanaan urusan komunikasi publik; dan
g. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
Pasal 8
Direktur Keuangan, Umum dan Komunikasi Publik terdiri atas:
a. Divisi Keuangan;
b. Divisi Umum; dan
c. Divisi Komunikasi Publik.
Pasal 9
(1) Divisi Keuangan mempunyai tugas melakukan perencanaan
anggaran dan pengelolaan keuangan, serta penyusunan
sistem dan manual akuntansi, laporan keuangan dan
kinerja, serta akuntansi atas setiap transaksi.
(2) Divisi Umum mempunyai tugas melakukan perencanaan,
pengembangan, dan pengelolaan sumber daya manusia,
tata usaha, rumah tangga dan perlengkapan, advokasi
hukum serta pengelolaan resiko dan kepatuhan organisasi.
(3) Divisi Komunikasi Publik mempunyai tugas melakukan
pengelolaan informasi dan dokumentasi serta penyajian
pelayanan informasi publik, dan pengelolaan pelayanan
pengaduan masyarakat.
237
Page 195
BAB V
DIREKTUR INDUSTRI PARIWISATA
DAN KELEMBAGAAN KEPARIWISATAAN
Pasal 10
Direktur Industri Pariwisata dan Kelembagaan Kepariwisataan
mempunyai tugas melakukan koordinasi, sinkronisasi,
dan fasilitasi perencanaan, pengembangan, pembangunan,
pengendalian di Kawasan Pariwisata Danau Toba dan
perumusan strategi operasional pengembangan Kawasan
Pariwisata Danau Toba di bidang Industri Pariwisata dan
Kelembagaan Kepariwisataan.
Pasal 11
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10, Direktur Industri Pariwisata dan Kelembagaan
Kepariwisataan menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan rencana induk di kawasan;
b. penyusunan rencana detail pengembangan dan
pembangunan di kawasan;
c. pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi, dan fasilitasi
perencanaan, pengembangan, pembangunan, dan
pengendalian di kawasan;
d. penyusunan perencanaan, pengembangan, pembangunan,
pengelolaan, dan pengendalian di kawasan;
e. perumusan strategi operasional pengembangan kawasan;
f. penyelenggaraan promosi investasi di zona otorita,
pengembangan manajemen, dan pelayanan usaha
pariwisata; dan
g. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
Pasal 12
Direktur Industri Pariwisata dan Kelembagaan Kepariwisataan
terdiri atas:
a. Divisi Pengembangan Bisnis Pariwisata; dan
b. Divisi Investasi Pariwisata.
238
Page 196
Pasal 13
(1) Divisi Pengembangan Bisnis Pariwisata mempunyai
tugas merencanakan pengembangan dan pembangunan
di Kawasan Pariwisata Danau Toba melalui koordinasi
perencanaan, merumuskan strategi operasional
pengembangan di Kawasan Pariwisata Danau Toba
serta menyusun rencana induk dan rencana detail
pengembangan dan pembangunan di zona otorita.
(2) Divisi Investasi Pariwisata mempunyai tugas melakukan
penyelenggaraan promosi investasi di zona otorita,
pengembangan manajemen, dan pelayanan usaha
pariwisata.
BAB VI
DIREKTUR DESTINASI PARIWISATA
Pasal 14
Direktur Destinasi Pariwisata mempunyai tugas melaksanakan
koordinasi, sinkronisasi, dan fasilitasi perencanaan,
pengembangan, pembangunan, pengendalian di Kawasan
Pariwisata Danau Toba dan perumusan strategi operasional
pengembangan Kawasan Pariwisata Danau Toba di bidang
Destinasi Pariwisata.
Pasal 15
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14, Direktur Destinasi Pariwisata menyelenggarakan
fungsi:
a. pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi, dan fasilitasi
perencanaan, pengembangan, pembangunan, dan
pengendalian di kawasan;
b. penyusunan perencanaan, pengembangan, pembangunan,
pengelolaan, dan pengendalian di kawasan;
c. perumusan strategi operasional pengembangan kawasan;d. pelaksanaan pengembangan aksesibilitas pariwisata;
e. pelaksanaan pengembangan infrastruktur pariwisata;
f. pelaksanaan pengembangan amenitas pariwisata;
239
Page 197
g. pelaksanaan pengembangan daya tarik wisata; dan
h. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
Pasal 16
Direktur Destinasi Pariwisata terdiri atas:
a. Divisi Aksesibilitas dan Infrastruktur; dan
b. Divisi Amenitas dan Daya Tarik Wisata.
Pasal 17
(1) Divisi Aksesibilitas dan Infrastruktur mempunyai tugas
meningkatkan aksesibilitas di Kawasan Pariwisata Danau
Toba melalui koordinasi pembangunan infrastruktur
transportasi, dan membangun dan mengembangkan
infrastruktur transportasi di zona otorita.
(2) Divisi Amenitas dan Daya Tarik Wisata mempunyai tugas
mengembangkan atraksi dan diversifikasi daya tarik
wisata melalui koordinasi pembangunan daya tarik wisata
di Kawasan Pariwisata Danau Toba, membangun dan
mengembangkan inovasi produk dan kapasitas daya tarik
wisata di zona otorita, mengembangkan amenitas melalui
koordinasi pembangunan prasarana umum, fasilitas
umum, dan fasilitas pariwisata di Kawasan Pariwisata
Danau Toba, membangun dan mengembangkan prasarana
umum, fasilitas umum serta fasilitas pariwisata di zona
otorita.
BAB VII
DIREKTUR PEMASARAN PARIWISATA
Pasal 18
Direktur Pemasaran Pariwisata mempunyai tugas melakukan
perumusan strategi, koordinasi, sinkronisasi, dan fasilitasi
pengembangan Kawasan Pariwisata Danau Toba di bidang
Pemasaran Pariwisata.
240
Page 198
Pasal 19
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18, Direktur Pemasaran Pariwisata menyelenggarakan
fungsi:
a. perumusan strategi pengembangan pemasaran kawasan;
b. pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi, dan fasilitasi
pemasaran pariwisata;
c. pelaksanaan pemasaran pariwisata dalam negeri; dan
d. pelaksanaan pemasaran pariwisata luar negeri.
Pasal 20
Direktur Pemasaran Pariwisata terdiri atas:
a. Divisi Pemasaran Pariwisata Nusantara; dan
b. Divisi Pemasaran Pariwisata Mancanegara.
Pasal 21
(1) Divisi Pemasaran Pariwisata Nusantara mempunyai tugas
merumuskan strategi pengembangan pemasaran kawasan,
koordinasi, sinkronisasi, dan fasilitasi pemasaran
pariwisata, melakukan analisis data pasar wisatawan
dalam negeri, merencanakan dan melaksanakan promosi
dalam negeri, meningkatkan keija sama promosi dalam
negeri, dan peningkatan citra pariwisata Danau Toba di
dalam negeri melalui diplomasi dan komunikasi.
(2) Divisi Pemasaran Pariwisata Mancanegara mempunyai
tugas merumuskan strategi pengembangan pemasaran
kawasan, koordinasi, sinkronisasi, dan fasilitasi
pemasaran pariwisata, melakukan analisis data pasar
wisatawan luar negeri, merencanakan dan melaksanakan
promosi luar negeri, meningkatkan kerja sama promosi
luar negeri, dan peningkatan citra pariwisata Danau Toba
di luar negeri melalui diplomasi dan komunikasi.
241
Page 199
BAB VIII
SATUAN PEMERIKSAAN INTERN
Pasal 22
Satuan Pemeriksaan Intern adalah unsur pengawas
pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Pelaksana yang berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
Pasal 23
(1) Satuan Pemeriksaan Intern yang selanjutnya disingkat
SPI merupakan unit kerja yang berkedudukan langsung
di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
(2) SPI mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan intern.
BAB IX
TATA KERJA
Pasal 24
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Direktur Utama wajib menerapkan prinsip koordinasi,
integrasi dan sinkronisasi dengan pimpinan satuan kerja di
lingkungan Kementerian Pariwisata maupun dengan instansi
terkait sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 25
Setiap pimpinan satuan organisasi wajib melaksanakan
pengawasan terhadap tugas bawahannya masing-masing.
Pasal 26
Setiap pimpinan satuan organisasi bertanggung jawab
memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya masing-
masing dan memberikan bimbingan serta petunjuk-petunjuk
bagi pelaksanaan tugas bawahan.
242
Page 200
Pasal 27
Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengikuti dan
mematuhi petunjuk-petunjuk dan bertanggung jawab kepada
Direktur Utama dan menyampaikan laporan berkala tepat
pada waktunya.
Pasal 28
Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan satuan organisasi
dari bawahan, wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan
untuk menyusun laporan lebih lanjut untuk memberikan
petunjuk kepada bawahan.
Pasal 29
Direktur Utama wajib menyampaikan laporan hasil pelaksanaan
tugas di wilayah kerjanya kepada Menteri Pariwisata.
Pasal 30
Setiap pimpinan satuan organisasi, dalam rangka pemberian
bimbingan pada bawahannya wajib mengadakan rapat berkala.
BAB X
PENDANAAN
Pasal 31
Pendanaan penyelenggaraan Badan Pelaksana bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, dan sumber lain yang sah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundang
kan.
243
Page 201
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Agustus 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Agustus 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1215
Salinan sesuai dengan
KEMENTERIAN PARIWISATA RI
244
Page 202
LAMPIRANPERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANGORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA OTORITA
STRUKTUR ORGANISASI BADAN PELAKSANA OTORITA DANAU TOBA
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYASalinan sesuai denganKEMENTERIAN PARIWISATA RI
245
Page 204
M E N T E R I P AR IW ISATA R E P U B LIK IN D O N E S IA
SALINAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2016
TENTANG
PEDOMAN DESTINASI PARIWISATA BERKELANJUTAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
Mengingat
a. bahwa pembangunan kepariwisataan bertumpu pada
keanekaragaman, keunikan dan kekhasan budaya
dan alam dengan tidak mengabaikan kebutuhan masa
yang akan datang, sehingga diharapkan mendorong
pertumbuhan ekonomi yang membawa manfaat pada
kesejahteraan masyarakat;
b. bahwa pembangunan destinasi pariwisata perlu dilakukan
secara terpadu, berkelanjutan dan bertanggungjawab
sehingga diperlukan adanya penjabaran kriteria destinasi
pariwisata yang berkelanjutan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Pariwisata tentang Pedoman Destinasi Pariwisata
Berkelanjutan;
1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
247
Page 205
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5168);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional
Tahun 2010-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5262);
6. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2014 tentang
Pengawasan dan Pengendalian Kepariwisataan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 140);
7. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pariwisata (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 20);
248
Page 206
Menetapkan
8. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pariwisata (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 545);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG PEDOMAN
DESTINASI PARIWISATA BERKELANJUTAN.
Pasal 1
Destinasi Pariwisata Berkelanjutan dilaksanakan sesuai
dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 2
Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 merupakan
acuan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah dam pemangku
kepentingan lainnya dalam pembangunan destinasi pariwisata
berkelanjutan.
Pasal 3
Ruang lingkup Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan
meliputi:
a. pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan;
b. pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal;
c. pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung; dan
d. pelestarian lingkungan.
Pasal 4
(1) Menteri menetapkan destinasi pariwisata berkelanjutan
berdasarkan rekomendasi dari Tim Ahli.
(2) Tim Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Menteri berdasarkan usulan dari Deputi yang
membidangi pengembangan destinasi pariwisata.
249
Page 207
Pasal 5
(1) Penetapan destinasi pariwisata berkelanjutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilakukan melalui proses
penilaian.
(2) Proses penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui ketentuan yang ditetapkan oleh Deputi
yang membidangi pengembangan destinasi pariwisata.
Pasal 6
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundang
kan.
250
Page 208
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Agustus 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 September 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1303
Salinan sesuai dengan KEMENTERIAN PARIWISATA RI
Publik
251
Page 209
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2016
TENTANG
PEDOMAN DESTINASI PARIWISATA
BERKELANJUTAN
'PEDOMAN DESTINASI PARIWISATA BERKELANJUTAN
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan
dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang
berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu kepada masyarakat dan
bersifat memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai aspek, seperti
sumber daya manusia, pemasaran, destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi,
keterkaitan lintas sektor, kerja sama antar negara, pemberdayaan usaha kecil,
serta tanggung jawab dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya.
Budaya bangsa sebagai salah satu daya tarik wisata, memiliki nilai-nilai luhur
harus dilestarikan guna meningkatkan kualitas hidup, memperkuat kepribadian
bangsa dan kebanggaan nasional, memperkukuh persatuan bangsa, serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai arah kehidupan bangsa.
Keanekaragaman hayati dan sumber daya alam perlu dijaga dan dikelola dalam
suatu sistem perlindungan dan pengelolaan yang terpadu dan terintegrasi.
Perlindungan dan pengelolaan harus dapat memberikan manfaat ekonomi,
sosial, dan budaya yang dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian.
Pembangunan kepariwisataan nasional tercermin pada Undang-Undang Nomor
10 Tahun 2009, yang menyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan
diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan
Page 210
memperhatikan keanekaragaman, keunikan dan kekhasan budaya dan alam
serta kebutuhan manusia untuk berwisata.
Dengan menempatkan pada tataran pemahaman tersebut, salah satu rencana
pembangunan kepariwisataan diterjemahkan dalam kebijakan destinasi*
pariwisata berkelanjutan yang mampu mewujudkan pembangunan pariwisata
nasional yang layak menurut budaya setempat, dapat diterima secara sosial,
memprioritaskan masyarakat setempat, tidak diskriminatif, dan ramah
lingkungan.
Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan ini telah sesuai dengan indikator
United Nation World Tourism Organization (UNWTO) dan mendapatkan
pengakuan dari Global Sustainable Tourism Council (GSTC), sehingga diharapkan
dapat mensinergikan, memperkuat tradisi dan kearifan lokal masyarakat yang
multikultur dalam mengelola daya tarik lingkungan alam dan budaya di destinasi
pariwisata secara terpadu dan berkelanjutan.
Dalam rangka memberikan acuan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
pemangku kepentingan lainnya untuk melaksanakan pembangunan destinasi
pariwisata yang berkelanjutan, maka Menteri perlu menetapkan Pedoman
Destinasi Pariwisata Berkelanjutan.
B. Tujuan
Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan bertujuan untuk memberikan
acuan yang komprehensif mengenai pengelolaan destinasi pariwisata secara
berkelanjutan, sehingga terwujud pengelolaan perlindungan, pemanfaatan dan
pengembangan kawasan sebagai destinasi pariwisata yang berkelanjutan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan mencakup:
1. pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan;
2. pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal;
3. pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung; dan
4. pelestarian lingkungan.
253
Page 211
D. Pengertian Umum
Dalam Pedoman ini, yang dimaksud dengan:
1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik
wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata
dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud
kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan pengusaha.
5. Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan,
dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil
buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
6. Pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang memperhitungkan dampak
ekonomi, sosial dan lingkungan saat ini dan masa depan, memenuhi
kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan dan masyarakat setempat
serta dapat diaplikasikan ke semua bentuk aktifi tas wisata di semua jenis
destinasi wisata, termasuk wisata masai dan berbagai jenis kegiatan wisata
lainnya.
7. Ekosistem pariwisata adalah rekayasa kompleksitas fenomena kepariwisata
an untuk menghasilkan linkage, value chain, dan interkoneksitas sistem,
subsistem, sektor, dimensi, disiplin, komponen yang terintegrasi dalam produk
dan jasa, pendorong sektor pariwisata dan pendorong sistem kepariwisataan
melalui optimasi peran bussiness, government, community, academic, and
254
Page 212
media (BGCAMj untuk menciptakan orkestrasi dan memastikan kualitas
aktivitas, fasilitas, pelayanan, dan untuk menciptakan pengalaman dan nilai
manfaat kepariwisataan agar memberikan keuntungan dan manfaat pada
masyarakat dan lingkungan.
8. Daerah Tujuan Pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata
adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah
administratif yang didalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum,
fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan
melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
9. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat antara lain untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup
secara lestari.
10. Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda
cagar budaya, benda cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar
budaya, kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu
dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai yang penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
11. Pelestarian adalah unsur yang dinamis bukannya statis, dimana setiap
unsur berperan memberikan fungsi kepada unsur lain, serta diartikan
sebagai kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan dari hubungan unsur
perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan destinasi pariwisata.
12. Global Sustainable Tourism Council (GSTQ adalah badan independen
internasional yang menetapkan dan mengelola standar pariwisata global
dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan pariwisata berkelanjutan
dan praktek antara para pemangku kepentingan publik dan swasta.
255
Page 213
BAB II
KRITERIA DESTINASI PARIWISATA BERKELANJUTAN
Kriteria destinasi pariwisata berkelanjutan secara garis besar terbagi menjadi empat
bagian yakni :
a. pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan;
b. pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal;
c. pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung; dan
d. pelestarian lingkungan.
Keempat bagian kriteria destinasi pariwisata berkelanjutan tersebut diperjelas
melalui:
a. kriteria,
b. indikator dan
c. bukti pendukung.
Kriteria adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu di
destinasi pariwisata yang menerapkan pariwisata berkelanjutan.
Indikator adalah sesuatu yang dapat memberikan petunjuk atau keterangan dari
kriteria di destinasi pariwisata yang menerapkan pariwisata berkelanjutan.
Bukti pendukung adalah sesuatu yang menyatakan suatu kebenaran peristiwa,
keterangan nyata atau tanda baik softcopy atau hardcopy di destinasi pariwisata yang
menerapkan pariwisata berkelanjutan.
A. PENGELOLAAN DESTINASI PARIWISATA BERKELANJUTAN
Pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan yang efektif mencakup kriteria :
1. perencanaan;
2. pengelolaan;
3. pemantauan; dan
4. evaluasi.
256
Page 214
Kriteria perencanaan mencakup :
1. strategi destinasi yang berkelanjutan;
2. pengaturan perencanaan; dan
3. standar keberlanjutan.
Kriteria pengelolaan mencakup:
1. organisasi manajemen destinasi;
2. pengelolaan pariwisata musiman;
3. akses untuk semua;
4. akuisisi properti;
5. keselamatan dan keamanan;
6. manajemen krisis dan kedaruratan; dan
7. promosi.
Kriteria pemantauan mencakup:
1. monitoring;
2. inventarisasi aset; dan
3. atraksi pariwisata.
Kriteria evaluasi mencakup:
1. adaptasi perubahan iklim; dan
2. kepuasan pengunjung.
Lebih lengkap mengenai uraian kriteria dan indikator serta bukti pendukung
dapat dilihat sebagai berikut :
1. Strategi Destinasi Berkelanjutan
Adanya strategi pariwisata tahun jamak (jangka pendek, menengah dan
panjang) yang mencakup pengembangan aksesibilitas ke destinasi, amenitas
kepariwisataan di dalam dan sekitar destinasi, aktivitas kepariwisataan di
dalam dan sekitar destinasi dengan tetap memperhatikan daya tampung
dan daya dukung lingkungan, pertumbuhan ekonomi, isu sosial, warisan
budaya, kualitas, kesehatan, keselamatan, dan estetika. Penyusunan strategi
tersebut dilaksanakan dengan partisipasi masyarakat dan komitmen politik
dari pemangku kepentingan yang relevan.
257
Page 215
2. Organisasi Manajemen Destinasi
Adanya organisasi manajemen yang efektif, terkoordinasi, dengan pendanaan
dan pembagian tugas yang jelas. Selain itu juga melibatkan sektor swasta
dan publik yang berada di bawah landasan hukum yang ada.
3. Monitoring
Adanya sistem monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan dan dilaporkan
secara berkala. Sistem tersebut mencakup isu lingkungan, ekonomi, sosial,
budaya, pariwisata dan hak asasi manusia, serta prosedur mitigasi dampak
pariwisata yang berfungsi dengan baik dan jelas pendanaannya.
4. Pengelolaan Pariwisata Musiman
Adanya strategi dan sumber daya untuk mengidentifikasi peluang pariwisata
sepanjang tahun dalam rangka menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dan
masyarakat lokal, budaya dan lingkungan. Oleh karena itu diperlukan
strategi pemasaran yang tepat dan jelas termasuk pembuatan kalender
event/kegiatan wisata tahunan.
5. Adaptasi terhadap Perubahan Iklim
Adanya sistem, peraturan, kebijakan yang lebih baik, dan program adaptasi
perubahan iklim, pengurangan risiko dan peningkatan kesadaran bagi
masyarakat, dan usaha pariwisata.
6. Inventarisasi Aset dan Atraksi Pariwisata
Adanya daftar inventarisasi aset dan atraksi pariwisata yang selalu
diperbaharui minimal setiap tahun termasuk objek wisata, situs alam dan
budaya.
7. Pengaturan Perencanaan
Adanya pedoman, peraturan, kebijakan mengenai perencanaan yang
mencakup penilaian dampak lingkungan, ekonomi, sosial, zonasi,
penggunaan lahan, desain, konstruksi dan pembongkaran, yang disusun
bersama dengan masyarakat lokal dalam rangka melindungi sumber daya
alam dan budaya. Pedoman, peraturan, kebijakan ini dikomunikasikan
secara terbuka dan penegakan hukumnya diterapkan.
258
Page 216
8. Akses untuk Semua
Adanya kebijakan untuk mendukung akses ke lokasi wisata, situs alam dan
budaya bagi semua, termasuk penyandang cacat ataupun yang memiliki
kebutuhan khusus, selama hal ini sesuai untuk diterapkan.
9. Akuisisi Properti
Adanya hukum dan peraturan mengenai akuisisi properti yang sesuai
dengan hukum adat. Hukum dan peraturan ini disusun dengan konsultasi
publik, dan mempertimbangkan persetujuan dari masyarakat lokal dan
kompensasi yang wajar.
10. Kepuasan Pengunjung
Adanya sistem untuk memonitor dan melaporkan mengenai kepuasan,
seperti wawancara/survei dengan pengunjung (exit survey) atau penanganan
terhadap keluhan. Hasil yang diperoleh digunakan untuk menyusun rencana
aksi dalam rangka meningkatkan tingkat kepuasan pengunjung.
11. Standar Keberlanjutan
Adanya sistem standar pariwisata yang mengatur aspek-aspek penting dalam
kegiatan pariwisata berkelanjutan bagi pelatku pariwisata, seperti pengelola
kawasan wisata, hotel, homestay, tour operator dan launnya. Sistem ini
diharapkan berjalan secara konsisten dalam menerapkan kriteria pariwisata
berkelanjutan. Pelaku usaha yang telah mendapat sertifikasi dipublikasikan
kepada publik.
12. Keselamatan dan Keamanan
Adanya sistem untuk memantau, mencegah, menginformasikan, melaporkan
dan menangani isu-isu terkait dengan keselamatan dan keamanan, termasuk
kesehatan, kebakaran, kebersihan makanan, kelistrikan, dan transportasi
umum.
259
Page 217
13. Manajemen Krisis dan Kedaruratan
Adanya pengelolaan tanggap gawat darurat termasuk rencana aksi
yang disusun dengan mempertimbangkan masukan dari sektor swasta,
menjelaskan sumber daya manusia dan finansial, serta prosedur komunikasi
selama dan setelah situasi krisis/darurat berlangsung.
14. Promosi
Promosi destinasi, produk dan layanan pariwisata dilakukan secara
akurat, otentik bertanggungjawab dan menghormati masyarakat lokal serta
wisatawan.
1. Strategi Destinasi Berkelanjutan
Destinasi telah a. Strategi 1) Destinasi termuat dalammenyusun dan pengembangan Rencana Tata Ruangmenerapkan strategi destinasi bertahun Wilayah (RTRW) Provinsi/pengembangan destinasi jamak yang fokus Kabupaten/ Kota, Rencana
bertahun jamak pada keberlanjutan Rinci Tata Ruang Kawasan
yang tersedia untuk dan pariwisata dan/atau Rencana
umum, dan sesuai berkelanjutan, serta Pengelolaan Zonasi.
dengan skalanya; yang memperhatikan 2) Memiliki rencana
mempertimbangkan isu- isu-isu lingkungan, pengembangan destinasi
isu lingkungan, ekonomi, ekonomi, sosial, tahun jamak, misalnya:
sosial, budaya, kualitas, budaya, kualitas, a) Rencana Induk
kesehatan, keselamatan, kesehatan dan Pembangunan
dan estetika; yang
dikembangkan dengan
melibatkan partisipasi
masyarakat.
keselamatan. Kepariwisataan Daerah
(RIPPARDA),
b) Rencana Program dan
Kegiatan Strategis,
yang memuat aspek-
aspek yang bersifat
keberlanjutan sesuai
dengan skala dan luasan
destinasi; atau
260
Page 218
3) Secara khusus memiliki dokumen Rencana Induk Pariwisata Berkelanjutan.
b. Rencana Memiliki rencana
atau strategi pengembangan destinasi
pengembangan tahun jamak, misalnya:
destinasi bertahun a) Rencana Indukjamak terkini dan Pembangunan
mudah diakses oleh Kepariwisataan Daerah
umum. (RIPPARDA);b) Rencana dan Program
Strategis, yang disosialisasikan dan/atau dapat diakses masyarakat melalui media cetak dan/ atau media online.
c. Rencana Memiliki rencana
atau strategi pengembangan destinasipengembangan tahun jamak, misalnya:
destinasi bertahun a) Rencana Indukjamak yang Pembangunan
dikembangkan Kepariwisataan Daerahdengan melibatkan (RIPPARDA);masyarakat. b) Rencana dan Program
Strategis,yang dikembangkan melalui konsultasi dengan masyarakat.
d. Komitmen 1) Sektor pariwisata sebagaipolitik untuk sektor unggulan.menerapkan strategi 2) Alokasi anggaranpengembangan disesuaikan terhadapdestinasi bertahun rencana pengembanganjamak dan destinasi pariwisatamemiliki bukti berkelanjutan yang telah
penerapannya. disepakati.
261
Page 219
3) Melibatkan seluruh
pemangku kepentingan
dalam proses
perencanaan, pengelolaan,
monitoring dan evaluasi
pengembangan destinasi
pariwisata berkelanjutan.2. Organisasi Manajemen DestinasiDestinasi memiliki
organisasi, departemen,
kelompok atau komite
yang efektif, yang
bertanggungjawab untuk
melakukan koordinasi
terhadap pengembangan
pariwisata berkelanjutan,
dengan melibatkan
sektor swasta dan
pemerintah. Organisasi
ini harus sesuai dengan
ukuran dan skala
destinasi, dan memiliki
tanggung jawab, dan mengimplementasikan
pengelolaan lingkungan,
ekonomi, sosial, dan
budaya. Kegiatan-
kegiatan dari kelompok
ini didanai secara
memadai.
a. Organisasi
bertanggung jawab untuk melakukan
koordinasi dalam
pengelolaan
pariwisata
berkelanjutan.
1) Forum disesuaikan
dengan ukuran dan
skala destinasi dan
terdiri dari 5 (lima) unsur
pemangku kepentingan,
yaitu pemerintah pusat,
pemerintah daerah, swasta,
masyarakat, dan akademisi
[penta helix).
2) Terbentuknya Forum
Pemangku Kepentingan
Pariwisata Berkelanjutan
yang bersifat lintas sektor
dengan unsur pemangku
kepentingan yang bersifat
penta helix sesuai dengan
ukuran dan skala destinasi
yang ada serta memiliki
dasar hukum yang bersifat
mengikat, termasuk
mekanisme pendanaan dan
rencana kerja.
262
Page 220
b. Pihak swasta
dan pemerintah
terlibat dalam
organisasi tersebut
dan koordinasi
kepariwisataan.
Terdapat perwakilan
pemerintah (baik pusat
maupun daerah) dan para
pengusaha dalam susunan
organisasi forum.
c. Organisasi
pariwisata ini sesuai
dengan ukuran dan
skala destinasi yang
ada.
1) Forum koordinasi untuk
destinasi lintas kabupaten/
kota melibatkan
pemerintah provinsi.
2) Forum koordinasi untuk
destinasi lintas provinsi
melibatkan pemerintah
pusat.
3) Forum koordinasi
melibatkan swasta,
masyarakat, akademisi
sesuai dengan ukuran dan
skala destinasi yang ada.
d. Individu dalam
organisasi
pariwisata
diberikan tanggung
jawab untuk
pengembangan
pariwisata
berkelanjutan.
Adanya sebuah rencana aksi
penerapan pembangunan
destinasi parwisata
berkelanjutan.
e. Organisasi
pariwisata ini memiliki dana yang
memadai.
Dasar hukum yang mengatur
mekanisme pendanaan.
263
Page 221
3. MonitoringDestinasi memiliki a. Pengawasan 1) Disusun dan
sistem pengawasan, dan pelaporan dikembangkannya sistemsistem pelaporan kepada publik mengenai monitoring dan evaluasipublik, dan tanggap permasalahan yang terintegrasi denganterhadap permasalahan lingkungan, indikator yang jelas.
lingkungan, ekonomi, ekonomi, 2) Dilaksanakannya kegiatansosial, budaya, sosial, budaya, monitoring dam evaluasipariwisata dan hak pariwisata dan secara berkala.asasi manusia. Sistem hak asasi manusia 3) Hasil monitoring danpengawasan dikaji dilaksanakan secara evaluasi dapat diakses oleh
dan dievaluasi secara aktif. publik.
berkala. b. Sistem pengawasan Memiliki konsep pelaporan
dikaji dan dievaluasi serta metode monitoring dan
secara berkala. evaluasi dalam rentang waktu
tertentu (triwulan/tahunan/5
tahun).
c. Prosedur mitigasi 1) Memiliki prosedur mitigasi
terhadap dampak dampak pariwisata.
pariwisata didanai 2) Alokasi anggaran kegiatandan dilakukan disediakan secara
secara aktif. berkesinambungan.
4. Pengelolaan Pariwisata MusimanDestinasi menyiapkan Strategi yang spesifik 1) Memiliki kalender even/
sumber daya untuk untuk memasarkan kegiatan wisata sepanjangmelakukan mitigasi even-even dan atraksi. tahun.
variabilitas pariwisata pada musim sepi, 2) Proses perencanaan setiap
musiman apabila untuk menarik even/kegiatan wisata
memungkinkan, dalam pengunjung sepanjang melibatkan para pemangku
kerangka untuk tahun
264
Page 222
menyeimbangkan
kebutuhan ekonomi
lokal, masyarakat lokal,
budaya dan lingkungan,
untuk mengidentifikasi
peluang pariwisata
sepanjang tahun.
kepentingan yang terkait
untuk memastikan
keseimbangan kebutuhan
ekonomi lokal, masyarakat
lokal, budaya dan
lingkungan.
5. Adaptasi terhadap Perubahan Iklima. Saat ini terdapat
sistem tentang
adaptasi perubahan
iklim dan penilaian
risiko.
Terdokumentasikannya
kearifan lokal yang terkait
dengan perubahan iklim dan
risikonya untuk membentuk
sistem adaptasi perubahan
iklim.
b. Hukum atau 1) Meningkatnya kesadaran
kebijakan masyarakat akan
untuk mitigasi perubahan iklim dan
perubahan iklim penilaian risiko.
dan mendorong 2) Adanya sistem yang
penerapan teknologi membantu masyarakat
untuk mitigasi untuk beradaptasi
perubahan iklim. terhadap perubahan
iklim khususnya
untuk pengembangan,
penempatan, desain dan
pengelolaan fasilitas.
c. Program untuk 1) Memiliki program
pendidikan dan pendidikan dan penyadaranpeningkatan masyarakat.
kesadaran 2) Dilaksanakannya program
masyarakat, industri
pariwisata dan
wisatawan mengenai
perubahan iklim.
secara berkala.
Destinasi memiliki sistem
untuk mengidentifikasi
risiko dan peluang
yang terkait dengan
perubahan iklim. Sistem
ini mendorong strategi
adaptasi terhadap
perubahan iklim untuk pengembangan,
penempatan, desain dan
pengelolaan fasilitas.
Sistem ini memberikan
kontribusi kepada
keberlanjutan dan
ketahanan destinasi dan
mengedukasi masyarakat
tentang iklim baik
kepada penduduk lokal
maupun pengunjung
(wisatawan).
265
Page 223
6. Inventarisasi Aset dan Atraksi PariwisataDestinasi memiliki
inventarisasi yang
terkini, tersedia bagi
masyarakat dan
penilaian mengenai aset
dan atraksi pariwisata,
termasuk situs alam dan
budaya.
Inventarisasi dan
klasifikasi aset dan
atraksi pariwisata
terkini, termasuk situs
alam dan budaya.
Memiliki daftar inventarisasi
dan klasifikasi aset dan
atraksi pariwisata terkini,
termasuk situs alam dan
budaya.
7. Pengaturan PerencanaanDestinasi memiliki
panduan perencanaan,
peraturan dan/
atau kebijakan yang
mensyaratkan adanya
penilaian dampak
lingkungan, ekonomi dan
sosial, serta
penggunaan lahan,
desain, konstruksi dan
pembongkaran yang
terintegrasi secara
berkelanjutan. Panduan,
peraturan dan/atau
kebijakan dirancang
untuk melindungi
sumber daya alam
dan budaya, disusun
dengan masukan
dari masyarakat lokal
dan melalui proses
kajian secara rinci,
dikomunikasikan
kepada masyarakat, dan
ditegakkan.
a. Panduan
perencanaan dan
zonasi, peraturan
dan/atau kebijakan
yang melindungi
sumber daya alam
dan budaya.
1) Memiliki Rencana Induk
Pembangunan Kepariwi
sataan Daerah (RIPPARDA),
Rencana Strategis dan
Program Pengembangan
Destinasi.
2) Dilaksanakannya
penegakan hukum
terhadap peraturan
dampak lingkungan,
ekonomi dan sosial.b. Panduan,
peraturan dan/atau
kebijakan mengenai penggunaan lahan,
desain, konstruksi
dan pembongkaran
yang berkelanjutan.
Memiliki pedoman/Perda
tentang tata guna lahan,
desain, konstruksi dan
isu pembongkaran yang
mensyaratkan adanya
asesmen terhadap dampak
lingkungan, ekonomi dan
sosial.
266
Page 224
c. Panduan
perencanaan,
peraturan dan/atau
kebijakan dibuat
dengan masukan
dari masyarakat
lokal dan melalui
proses kajian secara
rinci.
Memiliki pedoman/Perda
tentang tata guna lahan,
desain, konstruksi dan
pembongkaran yang memuat
aspirasi masyarakat.
d. Panduan
perencanaan,
peraturan dan/
atau kebijakan
dikomunikasikan
kepada masyarakat
dan ditegakkan.
1) Disosialisasikannya
pedoman / Perda.
2) Diterapkannya penegakan
hukum.
8. Akses Untuk SemuaApabila memungkinkan, a. Kebijakan yang 1) Rencana Induk
situs dan fasilitas, mendukung akses Pembangunan
termasuk situs alam dan ke situs dan Kepariwisataan Daerah
budaya, dapat diakses fasilitas wisata, (RIPPARDA), Rencana
oleh semua kalangan, termasuk situs Strategis dan Program
termasuk disabilitas alam dan budaya Pengembangan Destinasi
dan orang-orang yang bagi individu memiliki strategi dan
berkebutuhan khusus. penyandang aksi untuk menjamin
Apabila situs dan fasilitas disabilitas tersedianya akses oleh
tidak dapat diakses dan individu semua kalangan.
dengan segera, maka berkebutuhan 2) Memiliki fasilitas untuk
akses memperhitungkan khusus. penyandang disabilitas dan
integritas dari kebutuhan khusus.
situs tersebut dan
mengakomodasi
keperluan orang
berkebutuhan khusus
secara layak.
267
Page 225
b. Solusi aksesibilitas
didesain dengan
memperhatikan
integritas
situs dengan
mengakomodasi
keperluan
penyandang
disabilitas.
9. Akuisisi PropertiSudah ada hukum dan
peraturan mengenai
akuisisi properti, dan
ditegakkan, yang sejalan
dengan hak ulayat dan
masyarakat adat, serta
memastikan adanya
konsultasi publik, dan
tidak mengizinkan
pemukiman kembali
tanpa persetujuan
sebelumnya dan/atau
adanya kompensasi yang wajar.
a. Tersedianya
kebijakan atau
peraturan,
termasuk ketentuan
penegakannya.
1) Memiliki pedoman/Perda,
hukum adat atau kearifan
lokal yang mengatur
tentang akuisi properti dan
penggunaan lahan adat/
tradisional.
2) Memiliki agenda monitoring
dan evaluasi secara rutin /
terjadwal.
b. Kebijakan atau
Undang-Undang
yang memper
timbangkan
hak ulayat dan
masyarakat adat,
memastikan
konsultasi publik
dan memberikan
otoritas untuk
pemukiman hanya
jika ada
Adanya pengaturan turunan
dengan payung hukum
Peraturan Daerah atau
Peraturan Gubernur/Bupati/
Walikota terkait pengaturan
hak ulayat atau tanah adat.
268
Page 226
persetujuan dan/
atau kompensasi
yang wajar.
10. Kepuasan Pengunjung
Destinasi pariwisata
memiliki sistem
untuk memantau dan
melaporkan secara
terbuka mengenai kepuasan pengunjung,
dan, jika perlu,
mengambil tindakan
untuk meningkatkan
kepuasan pengunjung.
Pengumpulan dan
pelaporan mengenai
data kepuasan
pengunjung kepada
publik.
Memiliki data kunjungan
dan kepuasan wisatawan
untuk ditindaklanjuti sebagai
kebijakan.
Sistem untuk
mengambil
tindakan dalam
meningkatkan
kepuasan
pengunjung
berdasarkan hasil
monitoring.
Adanya bagian khusus
yang menangani keluhan
pengunjung.
11. Standar Keberlanjutan
Destinasi pariwisata
memiliki sistem untuk
mempromosikan
standar keberlanjutan
bagi industri yang
konsisten Destinasi
pariwisata menyediaka
daftar perusahaan yang
bersertifikasi
atau diverifikasi secara
berkelanjutan untuk
masyarakat.
Sertifikasi
pariwisata
berkelanjutan atau
sistem pengelolaan
lingkungan yang
didukung oleh industri.
Sertifikasi
pariwisata
berkelanjutan atau sistem pengelolaan
lingkungan.
Memiliki sistem standar
dan penilaian kesesuaian
pariwisata keberlanjutan.
Tersertifikasinya destinasi/
usaha pariwisata oleh
lembaga sertifikasi.
269
Page 227
c. Monitoring
terhadap partisipasi
bisnis pariwisata
dalam sertifikasi
pariwisata atau
sistem pengelolaan
lingkungan.
1) Memiliki Perda mengenai
Tanda Daftar Usaha
Pariwisata (TDUP).
2) Standar/Standard
Operating Procedure (SOP) pengelolaan sampah/
limbah.
d. Daftar perusahaan
yang memiliki
sertifikasi atau
verifikasi secara
berkelanjutan
tersedia untuk
publik.
Publikasi data dalam situs
atau media informasi lainnya.
12. Keselamatan dan KeamananDestinasi pariwisata a. Kewajiban 1) Memiliki pos keamananmemiliki sistem Inspeksi terhadap dan P3K di lokasi-lokasipengawasan, kebakaran, wisata utama.pencegahan, pelaporan, kesehatan 2) Memiliki polisi pariwisata.dan tanggap kejahatan, makanan, dan 3) Dilaksanakannya pelatihankeselamatan, dan bahaya keamanan listrik untuk menanganikesehatan. pada properti isu keselamatan dan
pariwisata secara keamanan dilaksanakanterus menerus. secara teratur dengan
melibatkan Pokdarwis.
4) Mematuhi ketentuan
yang dikeluarkan oleh
Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) dan
Dinas Kesehatan.
270
Page 228
b. Penanganan
keselamatan seperti
pos pertolongan
pertama di pantai
atau atau di situs/
atraksi pariwisata
lainnya.
1) Tersedianya rambu-rambu
peringatan.
2) Memiliki asuransi
kesehatan di destinasi yang
dianggap beresiko.
3) Perlengkapan P3K dan
petunjuk arah menuju
lokasi P3K.c. Sistem pencegahan
dan tanggap
kejahatan.
Tersedianya pos keamanan di
titik-titik strategis.
d. Sistem perijinan
taksi dengan tarif
yang jelas dan
sistem panggilan
taksi yang
terorganisir di pintu
masuk pengunjung.
Mematuhi ketentuan yang
dikeluarkan oleh Dinas
Perhubungan mengenai
pengaturan transportasi
umum.
e. Pelaporan kepada
publik mengenai
keselamatan dan
keamanan.
Petunjuk keselamatan pada
titik-titik strategis.
13. Manajemen Krisis dan KedaruratanDestinasi pariwisata
memiliki perencanaan
tanggap darurat yang
sesuai dengan kondisi
destinasi. Elemen-elemen
utama dikomunikasi
kepadamasyarakat lokal,
pengunjung, dan pelaku
usaha. Perencanaan
a. Rencana tanggap
krisis dan tanggap
darurat yang
mempertimbangkan
sektor pariwisata
tersedia untuk
publik.
Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah
(RIPPARDA), Rencana
Strategis, atau Program
Pengembangan Destinasi
memiliki manajemen krisis
dan darurat yang mencakup
perencanaan, persiapan/
pelatihan dan pelaksanaan
terkait dengan faktor alam
271
Page 229
tersebut terdiri (gempa, tsunami, banjir) dan
dari prosedur dan faktor manusia (kerusuhan,
menyediakan sumber terorisme, kebakaran).
daya dan pelatihan
untuk staf, pengunjung,
dan masyarakat lokal,
serta diperbaharui secara
berkala.
b. Keuangan dan
sumber daya
manusia untuk
penerapan rencana
tanggap krisis dan
1) Dialokasikannya sumber
daya keuangan.
2) Dipetakannya sumber daya
manusia.
tanggap darurat.
c. Rencana Terdapat pusat krisistanggap darurat dan standar penanganan
dikembangkan pelaksanaan saat keadaandengan masukan
dari sektor swasta
dan menyertakan
prosedur
komunikasi
selama dan setelah
berlangsungnya
keadaan krisis dan
darurat.
darurat terjadi.
d. Rencana Adanya standar penanganantanggap darurat simulasi rutin dalam kondisi
menyediakan
sumber daya dan
pelatihan untuk
staf, pengunjung
dan penduduk
lokal.
darurat.
e. Rencana Dokumen Standar Operatingtanggap darurat Procedure (SOP) yang
diperbaharui secara berkala.
diperbaharui secara berkala.
272
Page 230
Promosi yang akurat a. Pesan dalam 1) Memiliki kalender even/
sesuai destinasinya promosi destinasi kegiatan wisata.
dan produknya, menggambarkan 2) Memiliki strategi
jasanya, serta masyarakat lokal promosi yang akurat
kepastian pengakuan dan pengunjung dan mengandung pesan
keberlanjutannya. Isi secara otentik dan bahwa destinasi sudah
promosi memperlakukan
masyarakat lokal dan
wisatawan secara otentik
rasa hormat. menerapkan prinsip-
prinsip destinasi
yang berkelanjutan.
dan rasa hormat. 3} Terdapat kerjasama dengan
Dinas Pariwisata, Badan
Promosi Pariwisata Daerah
dan industri pariwisata.
b. Pesan dalam
promosi destinasi
menjabarkan
1) Adanya verifikasi dan
validasi oleh pemerintah
daerah.
produk dan
pelayanannya
2) Originalitas produk wisata
daerah yang sesuai/aktual.
secara akurat. 3) Adanya konsultasi
dengan komunitas lokal
dan pengunjung untuk
mendapatkan umpan balik
mengenai pesan promosi
destinasi.
B. PEMANFAATAN EKONOMI UNTUK MASYARAKAT LOKAL
Kriteria pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal meliputi :
1. pemantauan ekonomi;
2. peluang kerja untuk masyarakat lokal;
3. partisipasi masyarakat;
4. opini masyarakat lokal;
273
Page 231
5. akses bagi masyarakat lokal;
6. fungsi edukasi sadar wisata;
7. pencegahan eksploitasi;
8. dukungan untuk masyarakat; dan
9. mendukung usaha lokal dan perdagangan yang adil.
Lebih lengkap mengenai uraian kriteria dan indikator serta bukti pendukung
dapat dilihat sebagai berikut :
1. Pemantauan Ekonomi
Adanya pemantauan dan pengumpulan data terhadap kontribusi
ekonomi secara langsung dan tidak langsung dari sektor pariwisata yang
dipublikasikan setiap tahunnya, antara lain mengenai pengeluaran
pengunjung, pendapatan per kamar hotel, ketenagakerjaan dan investasi.
Data dipilah berdasarkan profil gender dan usia.
2. Peluang Kerja Untuk Masyarakat Lokal
Adanya kebijakan dan perundang-undangan yang mengatur agar perusahaan
di destinasi pariwisata menyediakan lapangan pekerjaan, peluang pelatihan,
keselamatan kerja dan upah yang adil (sesuai dengan upah minimum
rata-rata) dam setara untuk semua, termasuk perempuan, generasi muda,
penyandang cacat, kelompok minoritas dan lainnya.
3. Partisipasi Masyarakat
Adanya sistem dan pertemuan secara rutin yang memastikan partisipasi
publik (pemangku kepentingan dari sektor pemerintah, swasta, masyarakat
lokal, dan lain-lain) dalam perencanaan dan pengambilan keputusan untuk
pengembangan destinasi pariwisata secara berkelanjutan.
4. Opini Masyarakat Lokal
Adanya sistem pengumpulan data, pemantauan, pelaporan terkait dengan
aspirasi (kekuatiran dan kepuasan) publik mengenai pengelolaan destinasi
pariwisata.
274
Page 232
5. Akses Bagi Masyarakat Lokal
Adanya program yang memastikan agar masyarakat lokal dapat tetap
memiliki akses ke situs alam, budaya, sejarah, arkeologi, agama dan spiritual
di destinasi pariwisata.
6. Fungsi Edukasi Sadar Wisata
Adanya program sapta pesona yang dilaksanakan secara reguler bagi
masyarakat lokal yang terkena dampak pengembangan pariwisata mengenai
pemahaman tentang peluang dan tantangan, serta pentingnya aspek
keberlanjutan.
7. Pencegahan Eksploitasi
Adanya praktik, program dan perundang-undangan yang dipublikasikan
untuk mencegah komersialisasi dan eksploitasi, serta pelecehan seksual,
atau bentuk pelanggaran lainnya terhadap anak-anak, remaja, perempuan,
dan kelompok minoritas.
8. Dukungan Untuk Masyarakat
Adanya sistem yang mendorong perusahaan dan pengunjung untuk
memberikan kontribusi terhadap inisiatif masyarakat lokal, seperti misalnya
praktik-praktik keberlanjutan, konservasi keanekaragaman hayati,
pembangunan infrastruktur dan lain-lainnya.
9. Mendukung Pengusaha Lokal dan Perdagangan yang Adil
Adanya sistem dan program yang mendukung usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM) pada rantai nilai pariwisata agar dapat mempromosikan
dan mengembangkan produk lokal yang berkelanjutan dengan prinsip
perdagangan yang adil. Produk lokal tersebut antara lain adalah produk
makanan, minuman, kerajinan, seni pertunjukan dan pertanian.
275
Page 233
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNG1. Pemantauan EkonomiKontribusi ekonomi
langsung dan tidak
langsung dari
perekonomian destinasi
wisata dimonitor
dan diumumkan
paling sedikit sekadi
setahun. Apabila
memungkinkan,
laporan termasuk
data pengeluaran
pengunjung,
pendapatan per kamar
dan investasi.
a. Monitoring dan
laporan tentang
data pengeluaran
pengunjung,
pendapatan per
kamar yang tersedia,
pekerjaan dan
investasi dilakukan
secara teratur.
1) Memiliki data kunjungan
wisatawan dan kontribusi
ekonomi secara langsung
dan tidak langsung.
2) Memiliki laporan tahunan
tentang data pariwisata
dengan melibatkan pihak-
pihak yang relevan, seperti
Badan Pusat Statistik
(BPS), Dinas Pariwisata,
hotel, tour operator, kantor
imigrasi, dan lain-lain.
b. Monitoring dan
laporan tentang
kontribusi pariwisata
secara langsung
maupun tidak
langsung dilakukan
secara teratur setiap
tahun.
1) Tersedia dan
terdistribusikannya
laporan minimal per tahun.
2) Laporan dari Persatuan
Hotel dan Restoran
Indonesia (PHRI) daerah
dan asosiasi pariwisata
lainnya secara periodik.c. Pengumpulan dan
laporan terkait data
tenaga kerja yang
dipilah berdasarkan
jenis kelamin dan
kelompok umur
dilakukan setiap
tahun.
Memiliki laporan tahunan
yang disusun oleh Badan
Pusat Statistik (BPS), Dinas
Tenaga Kerja (Disnaker),
dan/atau Dinas Pariwisata
tersebut termasuk data
tenaga kerja berdasarkan jenis kelamin dan kelompok
umur.
2. Peluang Keija untuk Masyarakat LokalPerusahaan di
destinasi menyediakan
kesempatan kerja
a. Peraturan atau
kebijakan mendukung
persamaan
Memiliki Perda yang
menjamin adanya
kesempatan kerja dan sistem
276
Page 234
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNGyang sama, peluang
pelatihan, keselamatan
kerja dan upah kerja
yang adil untuk semua.
kesempatan kerja
bagi semua, termasuk
wanita, kaum
muda, disabilitas,
kaum minoritas dan kelompok rentan
lainnya.
penggajian sesuai dengan
peraturan yang berlaku,
dan berusaha mengelola
obyek wisata yang
sama bagi semua dan
masyarakat lokal/adat.
b. Program pelatihan
yang menyediakan
akses yang sama
bagi semua termasuk
wanita, kaum
muda, disabilitas,
kaum minoritas dan
kelompok rentan
lainnya.
1) Jumlah persentase
general manager wanita di
destinasi pariwisata > 30%.
2) Memiliki program
terj adwalkan / diagendakan
secara rutin.
3) Dinas yang terkait di
tingkat Provinsi/Kabu
paten serta pihak-pihak
relevan lainnya melak
sanakan program pelatihan
kerja.
c. Peraturan atau
kebijakan yang
mendukung
keselamatan kerja
bagi semua.
Memiliki Perda mengenai
keselamatan kerja.
d. Peraturan atau
kebijakan yang
mendukung upah
kerja yang adil bagi
semua, termasuk
wanita, kaum
muda, disabilitas,
kaum minoritas dan
kelompok rentan
lainnya.
Pemerintah Provinsi/
Pemerintah Kabupaten menetapkan upah minimum
regional serta memastikan agar perusahaan-perusahaan
yang ada di destinasi
mematuhinya.
277
Page 235
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNG3. Partisipasi MasyarakatDestinasi ini
memiliki sistem yang
mendorong partisipasi
publik dalam
perencanaan tujuan
dan pengambilan
keputusan secara
berkelanjutan.
a. Sistem yang
melibatkan pemangku
kepentingan baik dari
pemerintah, industri
dan masyarakat
dalam perencanaan
manajemen destinasi
dan pengambilan
keputusan.
1) Memiliki Forum Tata
Kelola Pariwisata (FTKP),
Pengelola Destinasi atau
Forum Rembug yang terdiri
dari pemerintah, swasta
dan masyarakat.
2) Terdapatnya struktur
organisasi yang jelas.
b. Pertemuan setiap
tahun dengan
masyarakat untuk
mendiskusikan
tentang isu
manajemen destinasi.
1) Terlaksananya pertemuan
tahunan Forum Tata
Kelola Pariwisata (FTKP),
Pengelola Destinasi atau
Forum Rembug mengenai
manajemen destinasi.
2) Adanya agenda/jadwal
pertemuan dan program
kerja.4. Opini Masyarakat LokalAspirasi, keprihatinan
dan kepuasan
masyarakat lokal
tentang manajemen
destinasi dimonitor,
dicatat dan dilaporkan
secara berkala dan
tepat waktu
a. Pengumpulan,
monitoring,
pencatatan dan
pelaporan tentang
data mengenai
aspirasi, keprihatinan
dan kepuasan
penduduk tentang
manajemen destinasi
dilakukan secara
berkala.
1) Struktur organisasi Forum
Tata Kelola Pariwisata
(FTKP), Pengelola Destinasi
atau Forum Rembug
terwakili oleh seluruh
pemangku kepentingan.2) Anggota dari Forum Tata
Kelola Pariwisata (FTKP),
Pengelola Destinasi atau
Forum Rembug termasuk
masyarakat lokal, antara
lain tokoh agama dan
tokoh masyarakat, dan
masukan dari mereka
ditindaklanjuti.
278
Page 236
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNG3) Terdapat Kelompok Sadar
Wisata (Pokdarwis) yang
dapat menyampaikan
aspirasi dari masyarakat
lokal.b. Pengumpulan,
monitoring,
pencatatan dan
pelaporan dilakukan
tepat waktu.
Laporan data aspirasi sesuai
dengan jangka waktu yang
disepakati.
5. Akses Bagi Masyarakat LokalDestinasi memonitor,
melindungi dan
apabila diperlukan,
merehabilitasi dan
mengembalikan akses
masyarakat lokal
kepada situs alam dan
budaya.
a. Program untuk
memonitor,
melindungi dan
merehabilitasi atau
mengembalikan
akses publik kepada
masyarakat lokal dan
pengunjung domestik
kepada situs alam
dan budaya.
Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah
(RIPPARDA), Rencana
Strategis atau Program
Pengembangan Destinasi
memastikan agar masyarakat
lokal dapat tetap memiliki
akses ke situs alam dan
budaya sebagai bagian dari
kegiatan dan pekerjaannya
sehari-hari.b. Memonitor tingkah
laku dan karakter
dari pengunjung
lokal, domestik
dan mancanegara
terhadap situs dan
atraksi pariwisata.
Survei preferensipengunjung/kepuasan
pengunjung.
6. Fungsi Edukasi Sadar WisataDestinasi menyediakan
program berkala bagi
masyarakat yang belum
memiliki
a. Program untuk
meningkatkan
kesadaran akan peran
dan potensi
1) Terbentuknya Pokdarwis di
destinasi.
2) Memiliki agenda kegiatan
untuk sadar wisata
279
Page 237
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNGkesadaran pariwisata
untuk meningkatkan
pemahaman mereka
tentang peluang
dan tantangan di
dunia pariwisata dan
keberlanjutan.
berkontribusi
dalam pariwisata
dari masyarakat,
sekolah dan institusi
pendidikan tinggi.
dan edukasi mengenai
pentingnya keberlanjutan
dalam pariwisata kepada
masyarakat secara rutin.
3) Disbudpar tingkat
Provinsi / Kabupaten
melaksanakan program
sadar wisata secara rutin.7. Pencegahan EksploitasiDestinasi memiliki
hukum dan tindakan
untuk mencegah
praktik komersialisasi,
seks atau segala
macam bentuk
eksploitasi dan
pelecehan terhadap
siapapun, khususnya
anak-anak, remaja,
wanita, dan kaum
minoritas. Hukum
dan tindakan tersebut
dikomunikasikan
kepada publik.
a. Hukum dan
program untuk
mencegah praktik
komersialisasi, seks
atau segala macam
bentuk eksploitasi,
diskriminasi atau
pelecehan terhadap
penduduk atau
wisatawan.
1) Rencana Induk
Pembangunan
Kepariwisataan Daerah
(RIPPARDA), Rencana
Strategis atau Program
Pengembangan Destinasi
mencakup rencana aksi
mengenai pencegahan
eksploitasi komersial,
seksual, atau dalam
bentuk lainnya serta
pelecehan terhadap
masyarakat setempat dan
juga pengunjung.
2) Mematuhi peraturan/
kebijakan terkait dengan
pencegahan eksploitasi,
diskriminasi atau pelecehan.
3) Mematuhi peraturan/
kebijakan terkait dengan
ketenagakerjaan.
4) Memiliki sistem per
lindungan yang mencegah
praktik eksploitasi dan pelecehan terhadap
280
Page 238
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNGsiapapun, khususnya
anak-anak, remaja, wanita,
dan kaum minoritas.
b. Hukum dan program
dikomunikasikan
kepada publik.
1) Jumlah kasus yang
dilaporkan dalam tahun.
2) Penanganan/tindakan
penyelesaian atas laporan
praktik-praktik eksploitasi
komersial, seksual, atau
dalam bentuk lainnya serta
pelecehan dari siapa pun.
3) Sosialisasi secara berkala.
4) Publikasi aturan di media
online atau media cetak.
8. Dukungan Untuk MasyarakatDestinasi memiliki
sistem yang memungkinkan dan
mendorong industri,
wisatawan dan
masyarakat umum
untuk berkontribusi
terhadap masyarakat
dan inisiatif berkelanjutan.
Program bagi industri,
wisatawan dan
masyarakat publik untuk
berkontribusi donasi
terhadap masyarakat
dan inisiatif konservasi
keanekaragaman
hayati dan/atau
pengembangan
infrastruktur.
1) Memiliki program
yang mempromosikan
Kemitraan Pemerintah
Swasta yang berkontribusi
pada inisiatif masyarakat
dan berkelanjutan.
2) Memiliki program Corporate
Social Responsibility (CSR)
yang merupakan kegiatan
sosial dari perusahaan
kepada lingkungan sekitar.
9. Mendukung Pengusaha Lokal dan Perdagangan yang AdilDestinasi memiliki
sistem yang
mendukung penduduk
lokal dan pengusaha
kecil dan menengah,
mempromosikan dan
mengembangkan
a. Program yang
mendukung dan
membangun kapasitas
penduduk lokal,
pengusaha kecil dan
menengah.
1) Memiliki peraturan adat,
seperti awig-awig, yang
mengatur penggunaan
tanah adat.
2) Dinas terkait
melaksanakan
281
Page 239
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNGproduk lokal yang
berkelanjutan dan
prinsip perdagangan
yang adil berdasarkan
alam dan budaya lokal.
Termasuk makanan
dan minuman,
kerajinan tangan,
pertunjukan kesenian,
produk pertanian dan
lain-lain.
program promosi dan
pengembangan produk
lokal, misalnya pelatihan
kewirausahaan, akses
keuangan dan akses pasar.
3) Perbankan memberikan
Kredit Usaha Rakyat (KUR).
4) Memiliki program
keuangan hijau
(green finance) untuk
memudahkan pengusaha
dalam melaksanakan
praktik-praktik hijau.
b. Program yang
mendorong industri
untuk membeli produk
dan pelayanan dari
area setempat.
1) Memiliki program
yang mempromosikan
penyerapan produk lokal,
misalnya hasil pertanian,
cinderamata dan lain-lain,
melalui sektor pariwisata.
2) Memiliki program khusus
dari dinas terkait, misalnya
business match-making.
3) Terdapat Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT).
c. Program yang
mempromosikan dan
mengembangkan
produk lokal yang
berkelanjutan
berdasarkan alam dan
budaya lokal.
Kerjasama dengan pemangku
kepentingan terkait dengan
membentuk kelompok
binaan baik dalam bentuk
hibah, corporate social
responsibilities (CSR) dan lain
sebagainya.
282
Page 240
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNGd. Program yang
melibatkan perajin,
petani dan penyedia
lokal di dalam rantai
nilai pariwisata.
1) Penggunaan produk lokal
sebagai komoditas utama.
2) Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) menjadi
mitra bisnis pariwisata.
C. PELESTARIAN BUDAYA BAGI MASYARAKAT DAN PENGUNJUNG
Kriteria pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung meliputi :
1. perlindungan atraksi wisata;
2. pengelolaan pengunjung;
3. perilaku pengunjung;
4. perlindungan warisan budaya;
5. interpretasi tapak; dan
6. perlindungan kekayaan intelektual.
Lebih lengkap mengenai uraian kriteria dan indikator serta bukti pendukung
dapat dilihat sebagai berikut :
1. Perlindungan Atraksi Wisata
Kebijakan dan sistem untuk mengevaluasi, merehabilitasi, dan melestarikan
situs alam dan budaya, termasuk warisan budaya dalam bentuk bangunan
(bersejarah dan arkeologi) serta pemandangan pedesaan dan perkotaan
yang indah.
2. Pengelolaan Pengunjung
Sistem yang mengatur alur kunjungan pada suatu lokasi wisata. Didalamnya
juga termasuk langkah-langkah untuk melestarikan, melindungi, serta
meningkatkan aset alam dan budaya.
3. Perilaku Pengunjung
Adanya suatu panduan yang jelas bagi pengunjung untuk berperilaku
yang sesuai dan tepat pada lokasi-lokasi wisata yang sensitif. Panduan ini
dirancang untuk meminimalkan dampak negatif dari pengunjung terhadap
283
Page 241
lokasi wisata yang sensitif dan sebaliknya dapat memperkuat perilaku positif
dari pengunjung pada saat berada di lokasi wisata tersebut.
4. Perlindungan Warisan Budaya
Adanya hukum yang mengatur penjualan, perdagangan, pameran, atau
pemberian artefak bersejarah dan/atau bernilai arkeologis kepada pihak
lain.
5. Interpretasi Tapak
Ketersediaan informasi interpretatif yang akurat pada suatu lokasi wisata
alam dan budaya. Informasi tersebut sudah sesuai dengan budaya setempat,
dikembangkan melalui kolaborasi dengan masyarakat dan dikomunikasikan
dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh pengunjung.
6. Perlindungan Kekayaan Intelektual
Adanya hukum dan sistem yang jelas untuk memberikan kontribusi pada
perlindungan dan pelestarian hak kekayaan intelektual masyarakat dan
individu.
284
Page 242
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNG1. Perlindungan Atraksi WisataDestinasi memiliki
kebijakan dan sistem
untuk mengevaluasi,
merehabilitasi dan
melestarikan situs
alam dan budaya,
termasuk bangunan
bersejarah (sejarah
dan arkeologi) serta
pemandangan
pedesaan dan
perkotaan
a. Sistem pengelolaan
untuk melindungi
situs alam dan
budaya, termasuk
bangunan bersejarah
serta pemandangan
pedesaan dan
perkotaan.
1) Terdapat sistem pengelolaan
untuk melindungi situs
alam dan budaya, termasuk
bangunan bersejarah dan
pemandangan perkotaan dan
pedesaan.
2) Terdapat filosofi lokal yang
dianut masyarakat setempat/
di destinasi seperti: TRI HITA
KARANA, Sistem Subak dan
sebagainya. Falsafah tersebut
memiliki konsep yang dapat
melestarikan keaneka ragaman
budaya dan lingkungan.
3) Dalam sistem tersebut
terdapat identifikasi terhadap
risiko lingkungan yang terus
diantisipasi dan dicarikan
solusi.
4) Terdapat Organisasi bisa dalam
bentuk Forum Tata Kelola
Pariwisata (FTKP), organisasi
pemerintah maupun organisasi
masyarakat setempat.
5) Sistem pengelolaan memiliki
keberlanjutan dan terdapat
organisasi/pihak yang
bertanggungjawab atas sistem
tersebut.
6) Terdapat berbagai peraturan
setempat yang dapat dijadikan
dasar pelaksanaan misalnya:
Perda, dan lain-lain.
285
Page 243
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNG7) Sistem telah teridentifikasi
dan dilaksanakan dengan
konsisten.
8) Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah
(RIPPARDA) dan juga Rencana
Aksinya mencantumkan
kegiatan terkait dengan
adaptasi dan mitigasi risiko
lingkungan.
9) Destinasi memiliki rencana
tata ruang dan wilayah yang
mengatur zonasi peruntukan
daerah tujuan wisata, termasuk
area yang diperuntukan
untuk tema-tema wisata alam,
budaya, perkotaan, agrowisata
dan sebagainya.
b. Sistem untuk
mengawasi,
mengukur dan
melakukan mitigasi
terhadap dampak
pariwisata pada
situs dan atraksi
wisata.
1) Terdapat sistem dan panduan
untuk monitoring.
2) Monitoring dilakukan secara
berkesinambungan.
3) Terdapat sistem/alat untuk
mengukur dan melakukan
mitigasi dampak pariwisata
terhadap situs dan atraksi
wisata.
4) Terdapat mekanisme evaluasi
dan tindak lanjut atas hasil
kegiatan monitoring tersebut.
2. Pengelolaan PengunjungDestinasi telah
memiliki sistem
pengelolaan
Mekanisme administratif
bertanggung jawab
untuk melaksanakan
1) Destinasi memiliki sistem
administrasi pengelolaan
pengunjung untuk situs atraksi
286
Page 244
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNG |pengunjung untuk
tapak wisata
yang termasuk di
dalamnya tindakan-
tindakan untuk
mempertahankan,
melindungi, dan
memperkuat aset
alam dan budaya.
rencana dan
operasional pengelolaan
pengunjung.
wisata yang termasuk di
dalamnya terdapat:
a) Tindakan untuk
mempertahankan;
b) Tindakan untuk melindungi;
c) Tindakan untuk memperkuat
aset alam dan budaya.
2) Destinasi memiliki filosofi
lokal yang dianut masyarakat
setempat seperti TRI HITA
KARANA, AWIG-AWIG
dan sebagainya. Falsafah
tersebut memiliki konsep
yang dapat memperkuat
tindakan mempertahankan
dan melindungi aset alam dan
budaya setempat.
3) Memiliki mekanisme
administratif yang terencana,
bertanggungjawab dalam
operasional pengelolaan
pengunjung.
4) Destinasi memiliki
mekanisme adminstratif yang
terdokumentasi dengan baik.
3. Perilaku PengunjungDestinasi telah
menyediakan
dan menerbitkan
panduan perilaku
pengunjung yang
pantas pada situs
yang sensitif.
a. Panduan budaya dan
lingkungan untuk
perilaku pengunjung
pada situs yang
sensitif.
1) Destinasi menerbitkan,menyediakan panduan tertulis
untuk perilaku mitra pengelola
wisata dan pengunjung
yang pantas di situs-situs
sensitif, yang didesain untuk
meminimalkan dampak yang
287
Page 245
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNGPanduan ini
didesain untuk
meminimalkan
dampak yang
merugikan situs
tersebut dan
meningkatkan
perilaku pengunjung
yang positif.
merugikan situs tersebut
dan meningkatkan perilaku
pengunjung yang positif.
2) Destinasi memasang rambu
peringatan (signage) dan code
of behavior pada lokasi-lokasi
strategis untuk mengingatkan
perilaku konsumen.
b. Tata laksana (code
of practice) bagi
pemandu wisata dan
tour operator.
Destinasi memiliki kode praktik
untuk pemandu wisata dan tour
berkompetensi yang didesain
untuk meminimalkan dampak
negatif yang merugikan situs
tersebut dan meningkatkan
perilaku yang positif dari
pengunjung.
4. Perlindungan Warisan BudayaDestinasi telah
memiliki hukum
yang mengatur
penjualan,
perdagangan,
pameran atau
pemberian artefak
arkeologi dan
bersejarah.
a. Hukum dan
peraturan untuk
melindungi artefak
bersejarah dan
arkeologi termasuk
yang berada di
bawah air serta
bukti tindakan
penegakannya.
1) Destinasi melaksanakan
hukum dan peraturan untuk
melindungi sejarah dan artefak
arkeologi.
2) Memiliki Peraturan Daerah
yang mengatur pengelolaan cagar budaya dan warisan.
b. Program untuk
melindungi warisan
seni budaya tak
berbentuk (seperti
lagu,musik, drama,
keterampilan dan
kerajinan tangan).]
1) Destinasi memiliki program
untuk melindungi warisan
budaya sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2) Destinasi memiliki sistem
kemasyarakatan untuk
288
Page 246
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNGmelindungi warisan seni
budaya (contoh: awig-awig).
3) Destinasi memiliki bukti
program tersebut secara
konsisten dilaksanakan
(memiliki kesinambungan).
4) Program tersebut selalu
dievaluasi untuk ditingkatkan
dan dikembangkan.
5. Interpretasi TapakInformasi
interpretatif yang
akurat disediakan
untuk tapak
alam dan budaya.
Informasi ini harus
sesuai dengan
budaya setempat,
dikembangkan
secara kolaborasi
bersama
masyarakat dan
dikomunikasikan
dengan bahasa
yang relevan bagi
pengunjung.
a. Informasi
interpretatif tersedia
untuk pengunjung di
Tourism Information
Center dan pada
tapak alam dan
budaya.
1) Tersedia informasi interpretatif
bagi pengunjung di kantor
penerangan wisata dan di situs
alam dan budaya. Informasi
yang tersedia dikemas dalam
bentuk fisik yang menarik;
barang cetakan seperti poster,
buku panduan, brosur dan
sebagainya yang bermanfaat
bagi pengunjung.
2) Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah
(RIPPARDA) dan juga Rencana
Aksinya mencantumkan
kegiatan terkait dengan
ketersediaan informasi
interpretatif.
b. Informasi
interpretatif sesuai
dengan budaya
setempat.
Informasi interpretatif yang
diberikan sesuai dengan budaya
destinasi setempat.
289
Page 247
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNGc. Informasi
interpretatif ini
dikembangkan
secara kolaborasi
bersama masyarakat.
Informasi yang dikembangkan
melibatkan para pemangku
kepentingan dan masyarakat
setempat, merupakan hasil
kolaborasi bersama.
d. Informasi ini tersedia
dalam bahasa yang
relevan dengan
pengunjung.
Informasi tersedia dalam beberapa
bahasa yang relevan dengan
pengunjung yang datang.
e. Pelatihan bagi
pemandu wisata
dalam penggunaan
informasi yang tepat.
Destinasi memfasilitasi pelatihan
dan memiliki pemandu wisata
yang fasih dalam menyampaikan
informasi interpretatif.
6. Perlindungan Kekayaan IntelektualDestinasi
telah memiliki
sistem untuk
berkontribusi dalam
melindungi dan
mempertahankan
hak kekayaan
intelektual
masyarakat dan individu.
a. Hukum, peraturan
dan program untuk
melindungi hak
kekayaan intelektual
individu dan
masyarakat.
1) Destinasi memiliki sistem yang
terprogram sesuai hukum/
peraturan untuk berkontribusi
dalam melindungi dan
mempertahankan hak
kekayaan intelektual masyarakat dan individu.
2) Destinasi mematuhi peraturan/
kebijakan tentang Hak
Kekayaan Intelektual (HKI).
D. PELESTARIAN LINGKUNGAN
Kriteria pelestarian lingkungan meliputi :
290
1. risiko lingkungan;
2. perlindungan lingkungan sensitif;
Page 248
3. perlindungan alam liar (flora dan fauna);
4. emisi gas rumah kaca;
5. konservasi energi;
6. pengelolaan air;
7. keamanan air;
8. kualitas air;
9. limbah cair;
10. mengurangi limbah padat;
11. polusi cahaya dan suara; dan
12. transportasi ramah lingkungan.
Lebih lengkap mengenai uraian kriteria dan indikator serta bukti pendukung
dapat dilihat sebagai berikut :
1. Risiko Lingkungan
Sistem yang dibentuk baik berupa kebijakan atau kearifan lokal yang
berbentuk lembaga resmi maupun tidak yang mampu mengurangi potensi
terjadinya hal-hal negatif yang dapat merusak lingkungan sebagai akibat
pengembangan pariwisata. Selain itu juga meliputi pencegahan dan
penanggulangan apabila terjadi kerusakan.
2. Perlindungan Lingkungan Sensitif
Sistem untuk memonitor dampak pariwisata terhadap lingkungan; ekosistem,
spesies dan konservasi habitat; dan pencegahan terhadap masuknya spesies
yang bersifat invasif.
3. Perlindungan Alam Liar (Flora dan Fauna)
Sistem untuk memastikan adanya kepatuhan destinasi terhadap hukum
lokal, nasional dan internasional serta standar untuk kegiatan memanen
atau penangkapan, pameran dan penjualan tumbuhan maupun satwa liar.
4. Emisi Gas Rumah Kaca
Sistem yang mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengukur,
memantau, meminimalkan, melaporkan kepada publik dan mengurangi
kegiatannya yang meningkatkan kadar gas buangan pada atmosfer (emisi
gas rumah kaca).
291
Page 249
5. Konservasi Energi
Sistem yang mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengukur,
memantau, mengurangi, dan mengumumkan konsumsi energi, serta
mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
6. Pengelolaan Air
Sistem yang mendorong perusahaan untuk mengukur, memantau,
mengurangi dan melaporkan kepada publik mengenai penggunaan air
perusahaan tersebut.
7. Keamanan Air
Sistem yang memantau sumber daya air pada destinasi untuk memastikan
bahwa penggunaan oleh perusahaan sudah seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan air dari masyarakat setempat; atau memastikan bahwa
sumber daya air selalu tersedia bagi masyarakat setempat maupun untuk
penggunaan lainnya.
8. Kualitas Air
Sistem untuk memonitor kualitas air minum dan kualitas air untuk
kegiatan rekreasi dengan menggunakan standar kualitas yang tepat. Hasil
pemantauan tersedia untuk umum dan terdapat sistem pada destinasi untuk
merespon berbagai permasalahan terkait kualitas air secara tepat waktu.
9. Limbah Cair
Sistem yang jelas dan dijalankan dengan konsisten terkait penentuan lokasi,
pemeliharaan dan pengujian debit dari septic tank; pengolahan limbah cair
yang memastikan limbah diproses dengan baik dan digunakan kembali
atau dikeluarkan dengan aman dan efek samping yang minimal terhadap
masyarakat dan lingkungan.
10. Mengurangi Limbah Padat
Sistem yang mendorong perusahaan untuk mengurangi, menggunakan
kembali, dan mendaur ulang sampah. Setiap sampah yang tidak dapat
digunakan kembali dapat dikelola dengan aman untuk memastikan
keberlanjutan lingkungan.
292
Page 250
11. Polusi Cahaya dan Suara
Panduan yang mendorong perusahaan-perusahaan untuk meminimalkan
kegiatan operasionalnya yang dapat menyebabkan gangguan cahaya dan
suara terhadap lingkungan.
12. Transportasi Ramah Lingkungan
Sistem yang mendorong penggunaan alat transportasi yang efisien bahan
bakar dan ramah terhadap lingkungan, baik transportasi publik maupun
transportasi aktif yang dilakukan tiap orang (berjalan kaki dan bersepeda).
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNG1. Risiko LingkunganDestinasi telah
mengidentifikasi
risiko lingkungan
dan memiliki sistem
penanganannya.
a. Penilaian keberlan-
jutan destinasi
untuk 5 (lima)
tahun terakhir
telah teridentifikasi
risikonya terhadap
lingkungan.
Adanya kegiatan/program untuk
menilai keberlanjutan destinasi
dalam 5 (lima) tahun terakhir
yang melibatkan para pemangku
kepentingan.
b. Sistem penanganan risiko telah tersedia.
1) Dalam kegiatan tersebut
terdapat identifikasi terhadap
risiko lingkungan.
2) Terdapat organisasi yang
bertanggungjawab terhadap
pelaksanaan penilaian
berkelanjutan secara berkala.
3) Organisasi bisa dalam bentuk
Forum Tata Kelola Pariwisata
(FTKP), organisasi pemerintah
maupun organisasi masyarakat
setempat.
4) Terdapat sistem untuk
menangani risiko yang
telah teridentifikasi dan
dilaksanakan dengan
konsisten.
293
Page 251
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNG5) Memiliki berbagai peraturan
setempat yang dapat dijadikan
dasar pelaksanaan misalnya:
Perda, dan sebagainya.
6) Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah
(RIPPARDA) dan rencana aksi
mencantumkan kegiatan terkait
dengan adaptasi dan mitigasi
risiko lingkungan.2. Perlindungan Lingkungan SensitifDestinasi telah
memiliki sistem
untuk memonitor
dampak pariwisata
terhadap lingkungan,
melestarikan
habitat, spesies
dan ekosistem yang ada dan mencegah
masuknya spesies
asing (invasive).
a. Melaksanakan dan
memperbaharui
inventarisasi habitat
dan margasatwa
yang sensitif dan
terancam punah.
Destinasi memiliki inventarisasi
terkini dari habitat dan
margasatwa yang sensitif dan
terancam. Data tersebut terus
dipertahankan dan diperbaharui
serta disosialisasikan dengan
baik kepada berbagai pihak yang
berkepentingan. Inventarisasi
tersebut perlu didokumentasikan dengan baik.
b. Sistem pengelolaan
untuk memonitor
dampak dan
melindungi
ekosistem,
lingkungan dan
spesies yang
sensitif.
Destinasi memiliki sistem
pengelolaan untuk memonitor
dampak dan melindungi
ekosistem, lingkungan dan
spesies yang sensitif. Sistem
tersebut berjalan dengan efektif
dan konsisten serta diketahui oleh
pihak-pihak yang berkepentingan.
Bukti dalam bentuk dokumentasi
kegiatan pengelolaan dan
monitoring dampak terhadap
lingkungan dan spesies yang
sensitif.
294
Page 252
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNG
c. Sistem untuk
mencegah
masuknya spesies
asing (invasive)
1) Destinasi memiliki sistem
untuk mencegah masuknya
spesies yang invasif.
Sistem tersebut efektif
dan dilaksanakan dengan
konsisten.
2) Terdapat peraturan yang jelas
terkait dampak pariwisata
terhadap lingkungan,
melestarikan habitat, spesies
dan ekosistem yang ada dan
mencegah masuknya spesies
yang invasif.
3) Terdapat berbagai peraturan
setempat yang dapat dijadikan
dasar pelaksanaan, seperti:
Perda dan sebagainya.
4) Terdapat organisasi yang
bertanggung jawab terhadap
dampak pariwisata terhadap
lingkungan, melestarikan
habitat, spesies dan ekosistem
yang ada dan mencegah
masuknya spesies yang invasif.
5) Organisasi bisa dalam bentuk
Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah
(RIPPARDA), organisasi pemerintah maupun organisasi
masyarakat setempat.
3. Perlindungan Alam Liar (Flora dan Fauna)Destinasi telah
memiliki sistem untuk memastikan
a. Convention on
International Trade
in Endangered
Terdapat sistem untuk
memastikan kesesuaian dengan
hukum lokal, nasional dan
295
Page 253
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNGkesesuaian
dengan hukum
lokal, nasional
dan internasional
serta standar
untuk berburu
atau menangkap,
memamerkan dan
menjual flora dan
fauna.
Species o f Wild
Fauna and Flora
(CITES).
internasional dan standar untuk
mengambil atau menangkap,
memamerkan dan menjual
margasatwa (termasuk tanaman
dan binatang).b. Peraturan dan
standar untuk
mengontrol
perburuan atau
penangkapan,
memamerkan dan
menjual flora dan
fauna.
1) Hukum internasional yang
dilaksanakan adalah CITES
(Convention on Internationa l
Trade in Endangered Species o f
W ild Fauna and Flora).
2) Peraturan dan standar yang
diterbitkan dari K em enterian
Lingkungan H idup dan
Kehutanan.
3) Terdapat peraturan dan
standar untuk mengontrol
pengambilan atau penang
kapan, memamerkan dan
menjual tanaman dan binatang
yang dilaksanakan secara
konsisten.
4) Destinasi memiliki sistem
hukum adat kemasyarakatan
(contoh: awig-awig).
4. Emisi Gas Rumah KacaDestinasi telah
memiliki sistem
untuk mendorong
perusahaan
mengukur,
memonitor,
meminimalkan,
melaporkan
kepada publik dan
a. Program
pendampingan
untuk membantu
perusahaan
dalam mengukur,
memonitor,
meminimalkan dan
melaporkan kepada
publik mengenai
1) Destinasi memiliki program
untuk membantu perusahaan
mengukur, memonitor,
meminimalkan dan melaporkan
kepada publik mengenai emisi
gas rumah kaca.
2) Terdapat program sebagai
inisiatif dari sektor publik
maupun swasta terkait dengan
296
Page 254
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNG
melakukan mitigasi
emisi gas rumah
kaca untuk semua
aspek operasional
(termasuk emisi dari
penyedia jasa).
emisi gas rumah
kaca.
usaha untuk mengukur,
memonitor, meminimalkan
dan pelaporan kepada publik
mengenai emisi Gas Rumah
Kaca (GRK), seperti misalnya
Program Penilaian Peringkat
Kinerja Perusahaan (PROPER),
Rencana Aksi Daerah Gas
Rumah Kaca (RAD GRK),
Program Sertifikasi Ecolabel,
dan sebagainya.
b. Sistem
pendampingan
untuk membantu
perusahaan
melakukan mitigasi
emisi gas rumah
kaca.
1) Terdapat sistem untuk
membantu perusahaan untuk
melakukan mitigasi emisi gas
rumah kaca.
2) Terdapat peraturan yang jelas
terkait pengendalian emisi
rumah kaca pada destinasi.
3) Terdapat peraturan setempat
seperti: Rencana Induk
Pembangungan Kepariwisataan
Daerah (RIPPARDA), Peraturan
Daerah, dan sebagainya.
4) Terdapat keterlibatan
masyarakat dan pemerintah
daerah terkait dalam
mengawasi para pengusaha
mengendalikan emisi rumah
kaca.
5) Masyarakat bisa dalam bentuk
Forum Tata Kelola Pariwisata
(FTKP) maupun organisasi
masyarakat adat setempat.
297
Page 255
KRITERIA INDIKATOR DUKTI PENDUKUNG5. Konservasi EnergiDestinasi telah
memiliki sistem
untuk mendorong
perusahaan
dalam mengukur,
memonitor,
mengurangi
dan melaporkan
konsumsi energi
serta ketergantungan
pada bahan bakar
fosil
a. Program untuk
mempromosikan
dan mengukur
konservasi energi,
memonitor,
mengurangi
serta melaporkan
konsumsi energi
kepada publik.
1) Destinasi memiliki program
untuk mempromosikan
konservasi energi serta
mengukur, memonitor,
mengurangi dan melaporkan
konsumsi energi.
2) Terdapat program efisiensi
sumber daya dan energi
terbarukan baik dari sektor
publik maupun sektor swasta.
b. Kebijakan dan
insentif untuk
mengurangi
ketergantungan
bahan bakar fosil,
meningkatkan
efisiensi energi dan
mendorong adopsi
serta penggunaan
teknologi energi
terbarukan.
1) Terdapat sistem untuk
membantu perusahaan untuk
melakukan konservasi energi
dan mengurangi ketergan
tungan pada bahan bakar fosil
serta mendorong adopsi dan
penggunaan teknologi energi
terbarukan.
2) Terdapat program kebijakan
dan insentif terkait dengan
keuangan hijau (green finance),
misalnya dari lembaga
perbankan.
3) Terdapat peraturan yang jelas
terkait pengendalian konsumsi
energi pada destinasi.
4) Terdapat peraturan seperti
Rencana Induk Pembangungan
Kepariwisataan Daerah
(RIPPARDA), Peraturan Daerah
dan sebagainya.
5) Terdapat keterlibatan masya
rakat dan pemerintah daerah
298
Page 256
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNGterkait dalam mengawasi para
pengusaha menggunakan
energi dari bahan bakar fosil.
6) Masyarakat bisa dalam bentuk
Forum Tata Kelola Pariwisata
(FTKP) maupun organisasi
masyarakat adat setempat.
6. Pengelolaan AirDestinasi telah
memiliki sistem yang mendorong
perusahaan
untuk mengukur,
memonitor,
mengurangi
serta melaporkan
penggunaan air
kepada publik
a. Program
pendampingan
untuk membantu
perusahaan
dalam mengukur,
memonitor,
mengurangi
dam melaporkan
penggunaan air.
1) Destinasi memiliki program
untuk mengukur, memonitor,
mengurangi dan melaporkan
penggunaan air kepada publik.
2) Terdapat sistem untuk
membantu perusahaan
untuk melakukan mengukur,
memonitor, mengurangi dan
melaporkan penggunaan air
kepada publik.
3) Terdapat peraturan yang jelas
terkait pengendalian konsumsi
air pada destinasi.
4) Terdapat peraturan seperti
Rencana Induk Pembangungan
Kepariwisataan Daerah
(RIPPARDA), Peraturan Daerah,
dan sebagainya.
5) Terdapat keterlibatan masyarakat dan pemerintah
daerah terkait dalam
mengawasi para pengusaha
menggunakan air.
6) Masyarakat bisa dalam bentuk
Forum Tata Kelola Pariwisata
(FTKP) maupun organisasi
masyarakat adat setempat.
299
Page 257
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNG7. Keamanan AirDestinasi telah
memiliki sistem
untuk memonitor
sumber air dan
memastikan bahwa
penggunaan air oleh
perusahaan sesuai
dengan kebutuhan
masyarakat di
destinasi.
a. Sistem pengelolaan
untuk memastikan
bahwa air yang
digunakan oleh
perusahaan dan
yang dibutuhkan
oleh masyarakat
lokal telah seimbang
dan sesuai.
1) Terdapat sistem untuk
memonitor tercapainya
keseimbangan penggunaan
air oleh perusahaan dengan
kebutuhan masyarakat di
destinasi.
2) Terdapat peraturan yang
jelas terkait keseimbangan
dalam penggunaan air
pada destinasi diantara
kebutuhan perusahaan dengan
masyarakat.
3) Terdapat peraturan seperti
Rencana Induk Pembangungan
Kepariwisataan Daerah
(RIPPARDA), Peraturan Daerah,
dan sebagainya.
4) Terdapat keterlibatan
masyarakat dan pemerintah
daerah terkait dalam
mengawasi perusahaan dalam
menggunakan air di destinasi.
5) Masyarakat bisa dalam bentuk
Forum Tata Kelola Pariwisata (FTKP maupun organisasi
masyarakat adat setempat.
6) Terdapat upaya-upaya untuk
mengurangi ketergantungan
terhadap satu sumber air saja.8. Kualitas AirDestinasi telah
memiliki sistem
untuk memonitor
kualitas air minum
a. Sistem pengelolaan
untuk memonitor
dan melaporkan
kualitas air minum
Terdapat sistem pengelolaan
untuk memonitor dan melaporkan
kualitas air minum dan air di
tempat rekreasi kepada publik.
300
Page 258
KRITERIA INDIKATOR B L’KTI PENDUKUNGdan rekreasi dengan
menggunakan
kualitas standar.
Hasil monitoring
disediakan untuk
publik dan destinasi
memiliki sistem
untuk menanggapi
isu kualitas air
dengan tepat waktu.
dan rekreasi kepada
publik.
b. Hasil monitoring
tersedia untuk
publik.
Terdapat mekanisme yang jelas
untuk melaporkan kualitas air
minum dan air di tempat rekreasi
kepada publik.
c. Sistem untuk
menanggapi isu
kualitas air dengan
tepat.
1) Terdapat sistem untuk
menanggapi kualitas air dengan
tepat waktu.
2) Terdapat organisasi yang
bertanggungjawab monitoring
kualitas air pada destinasi.
3) Organisasi bisa dalam bentuk
Forum Tata Kelola Pariwisata
(FTKP), organisasi pemerintah
maupun organisasi masyarakat
setempat.
4) Terdapat peraturan yang jelas
terkait monitoring terhadap
kualitas air pada destinasi.
5) Terdapat berbagai peraturan
setempat yang dapat dijadikan
dasar pelaksanaan, seperti:
Peraturan Daerah dan
sebagainya.
9. Limbah CairDestinasi telah
memiliki panduan
yang jelas dan
dilaksanakan
dalam penempatan,
pemeliharaan dan
pengujian isi septic
tank dengan sistem
pengolahan
a. Peraturan dalam
penempatan,
pemeliharaan
dan pengujian isi
septic tank dan
sistem pengolahan
limbah cair, serta
bukti tindakan
penegakannya.
1) Terdapat peraturan dalam
menempatkan, memelihara dan
menguji debit dari septic tank
dan sistem pengolahan air, dan
bukti tindakan penegakannya.
2) Peraturan tingkat nasional dan
regional.
301
Page 259
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNGlimbah cair, serta b. Peraturan untuk 1) Terdapat peraturan untuk
memastikan limbah memastikan memastikan ukuran dan
diolah dengan baik, ukuran dan jenis jenis pengolahan limbah air
digunakan kembali pengolahan limbah yang sesuai untuk lokasi
atau dibuang secara cair yang sesuai tersebut dan bukti tindakanaman dengan efek untuk lokasi penegakannya.kerugian yang tersebut dan 2) Peraturan tingkat nasional danminimal bagi bukti tindakan regional.warga lokal dan penegakannya.
lingkungan. c. Program Terdapat program untuk
pendampingan membantu perusahaan untukuntuk membantu mengolah dan menggunakanperusahaan dalam
mengolah dan
menggunakan
kembali limbah cair
secara efektif.
kembali limbah air secara efektif.
d. Program untuk 1) Terdapat program untukmemastikan memastikan pengolahanpengolahan limbah limbah cair yang baik, amanyang baik, aman untuk digunakan kembali atauuntuk digunakan dibuang dengan efek kerugian
kembali atau yang minimal bagi warga lokal
dibuang dengan dan lingkungan.
efek kerugian 2) Terdapat organisasi yang ber-yang minimal bagi tanggung jawab melakukan
warga lokal dan monitoring terhadap peng-lingkungan. olahan limbah air pada
destinasi.
3) Organisasi bisa dalam bentuk
Forum Tata Kelola Pariwisata
(FTKP), organisasi pemerintah
maupun organisasi masyarakat
setempat.
302
Page 260
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNG10. Mengurangi Limbah Padat
Destinasi telah
memiliki sistem
untuk mendorong
perusahaan untuk
mengurangi,
menggunakan
kembali dan
mendaur ulang
limbah padat.
Limbah padat yang
memiliki residu dan
tidak dapat didaur
ulang, dibuang
secara aman.
a. Sistem
pengumpulan
limbah padat
dilakukan dengan
mencatat jumlah
limbah yang
dihasilkan.
1) Terdapat inisiatif untuk
membuat sistem pengumpulan
sampah yang dilakukan dengan
mencatat jumlah limbah yang
dihasilkan.
2) Program Bank Sampah.
b Perencanaan penge
lolaan limbah padat
yang diterapkan,
memiliki tujuan
kuantitatif untuk
meminimalkan
dan memastikan
pembuangan secara
aman dan ber
kelanjutan, serta
tidak digunakan
kembali maupun
didaur ulang.
Terdapat perencanaan
pengelolaan sampah yang
diterapkan, dan memiliki tujuan
kuantitatif untuk meminimalkan
dan memastikan pengelolaan yang
aman dan berkelanjutan untuk
sampah yang tidak digunakan
kembali atau didaur ulang.
c. Program untuk
membantu
perusahaan
mengurangi, meng
gunakan kembali
dan mendaur ulang
limbah padat.
Terdapat program untuk
membantu perusahaan
mengurangi, menggunakan
kembali dan mendaur ulang
sampah.
d. Program untuk
mengurangi
penggunaan botol
air kemasan plastik
oleh perusahaan
dan pengunjung.
1) Terdapat program untuk
mengurangi penggunaan botol
plastik air oleh perusahaan dan
pengunjung.
2) Terdapat program untuk
mengurangi penggunaan botol
303
Page 261
KRITERIA INDIKATOR BL’KTI PENDUKUNGplastik air oleh perusahaan dan
pengunjung.
3) Terdapat organisasi yang
bertanggungjawab melakukan
monitoring terhadap
pengolahan sampah pada
destinasi.
4) Organisasi bisa dalam bentuk
Forum Tata Kelola Pariwisata
(FTKP), organisasi pemerintah
maupun organisasi masyarakat
setempat.
11. Polusi Cahaya dan SuaraDestinasi telah
memiliki panduan
dan peraturan untuk
meminimalkan polusi
cahaya dan suara.
Destinasi mendorong
perusahaan untuk
mengikuti panduan
dan peraturan ini.
a. Panduan dan
peraturan untuk
meminimalkan
polusi cahaya dan
suara.
1) Terdapat panduan
dan peraturan untuk
meminimalkan polusi cahaya
dan suara yang dilaksanakan
secara konsisten.
2) Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah
(RIPPARDA), Peraturan Daerah,
dan sebagainya.b. Program
pendampingan
untuk mendorong
perusahaan
mengikuti
panduan dan
peraturan dalam
meminimalkan
polusi cahaya dan
suara.
1) Terdapat program yang
mendorong perusahaan
dalam mengikuti panduan
dan peraturan untuk
meminimalkan polusi cahaya
dan suara.
2) Terdapat organisasi yang
bertanggungjawab melakukan
monitoring terhadap
pelaksanaan panduan dan
peraturan terkait polusi cahaya
dan suara.
304
Page 262
KRITERIA INDIKATOR BUKTI PENDUKUNG3) Organisasi bisa dalam bentuk
Forum Tata Kelola Pariwisata
(FTKP), organisasi pemerintah
maupun organisasi masyarakat
setempat.
12. Transportasi Ramah LingkunganDestinasi telah
memiliki sistem
untuk meningkatkan
penggunaan
transportasi
ramah lingkungan,
termasuk
transportasi publik
dan transportasi
aktif (seperti berjalan
kaki dan bersepeda).
a. Program untuk
meningkatkan
penggunaan
transportasi ramah
lingkungan.
Terdapat program untuk
meningkatkan penggunaan
transportasi ramah lingkungan
yang dilaksanakan secara
konsisten.
b. Program untuk
membuat
pengunjung tertarik
menggunakan
transportasi aktif.
1) Terdapat program untuk
membuat pengunjung tertarik
menggunakan transportasi
aktif (seperti berjalan kaki dan
bersepeda) yang dilaksanakan
secara konsisten.
2) Terdapat partisipasi aktif
masyarakat, perusahaan dan
pemerintah dalam program
tersebut.
3) Terdapat fasilitas transportasi
ramah lingkungan yang
mendukung program
penggunaannya.
305
Page 263
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan ini diharapkan dapat menjadi acuan
bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam
pembangunan destinasi pariwisata berkelanjutan demi terwujud pengelolaan
perlindungan, pemanfaatan dan pengembangan kawasan sebagai destinasi pariwisata
yang menarik, berdaya saing dan berkelanjutan.
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Salinan sesuai dengan
306
Page 264
M E N T E R I PAR IW ISATA R E P U B L IK IN D O N E S IA
SALINAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2016
TENTANG
SELEKSI TERBUKA PENGISIAN JABATAN PIMPINAN TINGGI MADYA
DAN PRATAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PARIWISATA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
Mengingat
a. bahwa untuk memberikan kesempatan yang lebih luas
kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam mengisi
Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama di lingkungan
Kementerian Pariwisata, perlu menyelenggarakan seleksi
terbuka;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Pariwisata tentang Seleksi Terbuka Pengisian Jabatan
Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama di Lingkungan
Kementerian Pariwisata;
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5494);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan
307
Page 265
Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4018), sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun
2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4194);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang
Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003
tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Tahun 2009 Nomor 164);
4. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pariwisata (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 20);
5. Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2014 tentang Cara
Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka di
Lingkungan Instansi Pemerintah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 477);
6. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pariwisata (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 545);
308
Page 266
MEMUTUSKAN:
Menetapkan PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG SELEKSI
TERBUKA PENGISIAN JABATAN PIMPINAN TINGGI MADYA
DAN PRATAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PARIWISATA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN
adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada
instansi pemerintah.
2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut
Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian keija yang diangkat oleh
pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam
suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas Negara
lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
3. Pengangkatan dalam jabatan pimpinan melalui seleksi
terbuka adalah proses pengisian jabatan pimpinan tinggi
melalui seleksi yang diinformasikan secara terbuka dan
dapat diikuti oleh setiap Pegawai ASN di lingkungan
Kementerian Pariwisata dan/atau dari Kementerian lain/
Lembaga lain/Pemerintah Daerah.
4. Jabatan Pimpinan Tinggi adalah sekelompok jabatan
tinggi pada kementerian yang terdiri dari jabatan pimpinan
tinggi madya dan jabatan pimpinan tinggi pratama.
5. Jabatan Pimpinan Tinggi Madya adalah Jabatan yang
disetarakan dengan Jabatan Struktural Eselon La dan I.b.
6. Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama adalah Jabatan yang
disetarakan dengan Jabatan Struktural Eselon II.
309
Page 267
7. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang
mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan
pembinaan Manajemen ASN di instansi pemerintah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang mempunyai
kewenangan melaksanakan proses pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang Kepariwisataan.
10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Kepariwisataan.
Pasal 2
(1) Seleksi terbuka pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Madya
dan Pratama melalui seleksi terbuka dimaksudkan untuk
menyediakan pilihan yang lebih luas bagi organisasi dan
memberi kesempatan kepada para Pegawai ASN untuk
diangkat dalam Jabatan Pimpinan Tinggi di lingkungan
Kementerian.
(2) Tujuan seleksi terbuka pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
Madya dan Pratama bertujuan untuk memperoleh pejabat
yang kompeten dalam mengisi jabatan.
Pasal 3
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. persyaratan;
b. tahapan;
c. tata cara; dan
d. pelaporan.
Page 268
BAB II
PERSYARATAN
Pasal 4
(1) Setiap Pegawai ASN yang berstatus Pegawai Negeri Sipil
dapat mengikuti seleksi terbuka dalam rangka mengisi
Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama dengan
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
(2) Jabatan Pimpinan Tinggi Madya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari:
a. Jabatan Pimpinan Tinggi Madya setara eselon I.a; dan
b. Jabatan Pimpinan Tinggi Madya setara eselon I.b.
Pasal 5
Persyaratan untuk dapat mengikuti seleksi terbuka untuk
Jabatan Pimpinan Tinggi Madya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) dan (2), sebagai berikut:
a. usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun, atau
paling tinggi usia 59 (lima puluh sembilan) tahun bagi
pejabat yang sedang menduduki jabatan tinggi madya;
b. menduduki pangkat paling rendah:
1) Pembina Utama Muda dengan golongan ruang IV/c
untuk seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Madya
setara eselon I.a;
2) Pembina Tk.I dengan golongan ruang IV/b untuk
seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Madya setara
eselon I.b;
c. pendidikan paling rendah Strata 1 (S.l) atau yang setara
dan relevan;
d. semua unsur penilaian prestasi kerja paling rendah
bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;
e. tidak sedang menjalani hukuman disiplin;
f. tidak berstatus sebagai tersangka;
g. sehat jasmani dan rohani;
311
Page 269
h. memiliki pengalaman kerja yang relevan dengan jabatan
yang akan diisi.
Pasal 6
Persyaratan untuk dapat mengikuti seleksi terbuka untuk
Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) dan (3), sebagai berikut:
a. usia paling tinggi 57 (lima puluh tujuh) tahun atau paling
tinggi usia 58 (lima puluh delapan) tahun bagi pejabat
yang sedang menduduki jabatan tinggi pratama;
b. menduduki pangkat paling rendah Pembina Tk.I dengan
golongan ruang IV/b;
c. pendidikan paling rendah Strata 1 (S.l) atau yang setara
dan relevan;
d. semua unsur penilaian prestasi kerja paling rendah
bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;
e. tidak sedang menjalani hukuman disiplin;
f. tidak berstatus sebagai tersangka;
g. sehat jasmani dan rohani; dan
h. memiliki pengalaman kerja yang relevan dengan jabatan
yang akan diisi.
BAB III
TAHAPAN
Pasal 7
(1) Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama dinyatakan
kosong dan dapat dilakukan pengisian melalui seleksi
terbuka dikarenakan pejabat sebelumnya:
a. meninggal dunia;
b. uzur atau tidak dapat melaksanakan tugas;
c. menyatakan mengundurkan diri;
d. dijatuhi hukuman disiplin berat, kecuali hukuman
disiplin berupa penurunan pangkat setingkat lebih
rendah selama 3 (tiga) tahun;
Page 270
e. mutasi atau promosi;
f. ditetapkan sebagai tersangka;
g. diberhentikan;
h. bebas tugas;
i. pemberhentian sementara; atau
j. pensiun.
(2) Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama baru
sebagai akibat penambahan atau perubahan nomenklatur
dilakukan pengisian melalui seleksi terbuka.
(3) Penggantian Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama
dapat dilakukan melalui seleksi terbuka.
Pasal 8
(1) Biro yang menangani kepegawaian menyampaikan data
Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama yang kosong
dan akan diisi melalui seleksi terbuka kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian melalui pejabat yang berwenang.
(2) Pejabat Pembina Kepegawaian melalui pejabat yang
berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
membentuk Panitia Seleksi yang berjumlah paling sedikit
5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang.
(3) Panitia Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk
pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama
terdiri dari:
a. Pejabat Pimpinan Tinggi Madya pada Kementerian
Pariwisata;
b. Pejabat Pimpinan Tinggi Madya pada Kementerian
Sekretariat Negara atau Pejabat pada Sekretariat Kabinet;
c. Pejabat Pimpinan Tinggi Madya pada Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi dan/atau Badan Kepegawaian Negara;
d. Akademisi/Pakar/Tenaga Profesional sesuai dengan
bidang jabatan yang akandiisi.
313
Page 271
(4) Akademisi/Pakar/Tenaga Profesional sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf d ditunjuk sesuai dengan
kompetensi bidang jabatan yang akan diisi.
(5) Dalam hal terdapat jabatan yang akan diisi atau pejabat
yang mengikuti seleksi adalah salah satu jabatan atau
pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka
pejabat dimaksud diganti oleh pejabat lain yang setingkat
atau lebih tinggi yang ditetapkan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian melalui pejabat yang berwenang.
(6) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam
melaksanakan seleksi dapat dibantu oleh Tim Penilai
Kompetensi (assessor) yang independen dan memiliki
pengalaman dalam membantu seleksi Pejabat Pemerintah.
(7) Masa kerja panitia seleksi terhitung sejak ditetapkan
melalui Keputusan Menteri sampai dengan terpilihnya
calon pimpinan tinggi pada masing-masing jabatan untuk
diusulkan kepada Menteri.
Pasal 9
(1) Panitia Seleksi mempunyai tugas dan wewenang:
a. mempersiapkan mekanisme pelaksanaan seleksi;
b. mengumumkan informasi lowongan Jabatan
Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama;
c. melaksanakan proses seleksi termasuk penelusuran
rekam jejak ke tempat asal kerja;
d. melaksanakan penilaian;
e. mengumumkan hasil seleksi; dan
f. merekomendasikan:
1. calon Pejabat Pimpinan Tinggi Madya yang
dinyatakan lulus seleksi kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian untuk diusulkan ke Presiden;
2. calon Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang
dinyatakan lulus seleksi kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian melalui Pejabat Yang Berwenang;
314
Page 272
(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Panitia Seleksi dapat dibantu oleh
Sekretariat.
(3) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang.
BAB IV
TATA CARA
Pasal 10
(1) Panitia Seleksi mengumumkan Jabatan Pimpinan Tinggi
Madya dan Pratama yang akan dilakukan pengisian atau
penggantian melalui seleksi terbuka.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memuat:
a. nama jabatan yang kosong atau yang akan dilakukan
penggantian;
b. unit organisasi;
c. persyaratan administrasi;
d. persyaratan kompetensi yang diharapkan;
e. batas waktu pengumpulan kelengkapan administrasi;
f. materi atau tahapan seleksijdan
g. persyaratan lain yang ditentukan.
(3) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c, meliputi:
a. surat lamaran dibuat sendiri oleh pelamar dan
bermeterai, bagi pelamar yang berasal dari luar
Kementerian;
b. mengisi formulir pilihan jabatan, bagi pelamar yang
berasal dari dalam Kementerian;
c. fotokopi SK kepangkatan dan jabatan yang diduduki;
d. fotokopi ijazah terakhir yang sesuai dengan jabatan
yang dilamar;
e. fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) 2 (dua)
tahun terakhir;
315
Page 273
f. fotokopi tanda terima penyerahan Laporan Harta
Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) ke Komisi
Pemberantasan Korupsi bagi penyelenggara negara
yang diwajibkan melaporkan harta kekayaan;
g. fotokopi hasil penilaian prestasi kerja 2 (dua) tahun
terakhir;
h. surat keterangan sehat dari dokter/Rumah Sakit
pemerintah yang ditunjuk;dan
i. riwayat hidup lengkap.
(4) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum
tanggal penerimaan lamaran.
Pasal 11
Pengumuman seleksi terbuka untuk pengisian Jabatan
Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama diumumkan secara
nasional melalui papan pengumuman kementerian, media
cetak, media elektronik, dan/atau situs (website) resmi
kementerian.
Pasal 12
Seleksi terbuka untuk pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
Madya dan Pratama meliputi:
a. seleksi administrasi; dan
b. seleksi kompetensi.
Pasal 13
(1) Seleksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 huruf a dilaksanakan dengan melakukan
penilaian terhadap kelengkapan berkas administrasi yang
disampaikan oleh para pelamar.
(2) Panitia Seleksi menetapkan paling kurang 3 (tiga) Calon
Pejabat Pimpinan Tinggi yang memenuhi persyaratan
administrasi untuk mengikuti seleksi berikutnya untuk
316
Page 274
setiap 1 (satu) lowongan Jabatan Pimpinan Tinggi Madya
dan Pratama.
Pasal 14
(1) Seleksi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 huruf b dilaksanakan dengan melakukan penilaian
terhadap kompetensi manajerial dan kompetensi bidang
para pelamar.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama dilaksanakan
dengan menggunakan metode assessment center sesuai
kebutuhan Kementerian.
Pasal 15
(1) Panitia Seleksi mengolah hasil dari setiap tahapan seleksi
dan menyusun peringkat nilai untuk diumumkan.
(2) Panitia Seleksi mengumumkan hasil dari setiap tahap
seleksi secara terbuka melalui papan pengumuman
Kementerian dan/atau situs (website) kementerian.
Pasal 16
(1) Panitia Seleksi menyampaikan hasil penilaian beserta
peringkat nilai untuk Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan
Pratama kepada Pejabat Pembina Kepegawaian.
(2) Pejabat Pembina Kepegawaian menyampaikan hasil
penilaian Calon Pejabat Pimpinan Tinggi Madya sebanyak
3 (tiga) calon sesuai urutan nilai tertinggi kepada Presiden.
Pasal 17
(1) Calon Pejabat Pimpinan Tinggi Madya yang telah lulus
seleksi dan memperoleh pertimbangan akan ditetapkan
oleh Presiden untuk diangkat sebagai Pejabat Tinggi
Madya.
(2) Calon Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang telah lulus
seleksi akan ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
317
Page 275
untuk diangkat masing-masing sebagai Pejabat Pimpinan
Tinggi Pratama.
BAB V
PELAPORAN
Pasal 18
Pejabat Pembina Kepegawaian dan/atau pejabat yang
berwenang menyampaikan laporan pelaksanaan pengangkatan
dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama melalui
seleksi terbuka kepada Komisi Aparatur Sipil Negara dan
tembusannya kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi dan Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundang
kan
318
Page 276
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan peng
undangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 September 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 September 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1380
Salinan sesuai dengan
KEMENTERIAN PARIWISATA RI
319
Page 278
M E N T E R I PAR IW ISATA R E P U B L IK IN D O N E S IA
Menimbang
Mengingat
SALINAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2016
TENTANG
STATUTA POLITEKNIK
PARIWISATA PALEMBANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
bahwa dalam rangka mewujudkan tertib pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan Politeknik Pariwisata Palembang
dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32 Peraturan
Menteri Pariwisata Nomor 4 Tahun 2016 tentang Organisasi
dan Tata Keija Politeknik Pariwisata Palembang, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Pariwisata tentang Statuta
Politeknik Pariwisata Palembang;
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
321
Page 279
Menetapkan
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5336);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan
Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5500);
5. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pariwisata (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 20);
6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
139 Tahun 2014 tentang Pedoman Statuta dan Organisasi
Perguruan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 1670);
7. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pariwisata (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 545);
8. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 4 Tahun 2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Politeknik Pariwisata
Palembang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 710);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG STATUTA
POLITEKNIK PARIWISATA PALEMBANG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
322
Page 280
1. Politeknik Pariwisata Palembang yang selanjutnya disebut
Poltekpar Palembang adalah perguruan tinggi di bawah
Kementerian Pariwisata yang menyelenggarakan program
pendidikan vokasi di bidang kepariwisataan.
2. Statuta Poltekpar Palembang yang selanjutnya disebut
Statuta adalah pedoman dasar penyelenggaraan kegiatan
yang digunakan sebagai acuan untuk merencanakan,
mengembangkan, serta menyelenggarakan program dan
kegiatan di Poltekpar Palembang.
3. Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah di jalur pendidikan formal.
4. Pendidikan Vokasi adalah Pendidikan Tinggi program
diploma yang menyiapkan mahasiswa untuk pekerjaan
keahlian terapan tertentu sampai program sarjana
terapan, dan dapat dikembangkan oleh pemerintah
sampai program magister terapan atau program doktor
terapan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
5. Kurikulum Poltekpar Palembang yang selanjutnya disebut
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program
pendidikan yang diberikan dalam satu periode jenjang
pendidikan di Poltekpar Palembang.
6. Sivitas Akademika Poltekpar Palembang yang selanjutnya
disebut Sivitas Akademika adalah satuan masyarakat
akademik yang terdiri atas dosen dan mahasiswa di
lingkungan Poltekpar Palembang.
7. Senat Poltekpar Palembang yang selanjutnya disebut
Senat adalah badan normatif dan perwakilan tertinggi di
lingkungan Poltekpar Palembang.
8. Direktur Poltekpar Palembang yang selanjutnya disebut
Direktur adalah dosen yang diberikan tugas tambahan
untuk memimpin Poltekpar Palembang.
9. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan Poltekpar
Palembang dengan tugas utama mentransformasikan,
323
Page 281
mengembangkan, danmenyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat.
10. Tenaga Kependidikan adalah tenaga kependidikan yang
bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan,
pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk
menunjang proses pendidikan di Poltekpar Palembang.
11. Mahasiswa adalah seseorang yang terdaftar sebagai
peserta didik yang belajar di Poltekpar Palembang.
12. Alumni Poltekpar Palembang adalah seseorang yang telah
dinyatakan lulus dari pendidikan di Poltekpar Palembang.
13. Kementerian adalah Kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kepariwisataan.
14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kepariwisataan.
BAB II
IDENTITAS
Bagian Kesatu
Status, Kedudukan, dan Dies Natalis
Pasal 2
(1) Poltekpar Palembang merupakan perguruan tinggi
yang menyelenggarakan pendidikan vokasi di bidang
kepariwisataan di lingkungan Kementerian Pariwisata,
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Menteri melalui Deputi Bidang Pengembangan
Kelembagaan Kepariwisataan.
(2) Poltekpar Palembang berkedudukan di Kota Palembang,
Provinsi Sumatera Selatan.
(3) Poltekpar Palembang ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Pariwisata Nomor 4 Tahun 2016 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Politeknik Pariwisata Palembang tanggal 27
April 2016.
324
Page 282
(4) Dies Natalis Poltekpar Palembang ditetapkan setiap
tanggal 27 April 2016.
Bagian Kedua
Lambang, Moto, Bendera, Busana, Himne, dan Mars
Pasal 3
(1) Poltekpar Palembang mempunyai lambang sebagaimana
gambar di bawah ini:
(2) Rincian arti lambang Poltekpar Palembang adalah sebagai
berikut:
a. bola dunia melambangkan insan pariwisata yang
memiliki daya saing dunia;
b. buku terbuka melambangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang selalu berkembang;
c. lingkaran melambangkan pariwisata sebagai wahana
untuk menggalang persatuan dan kesatuan serta
membina persahabataan dunia;
d. warna biru tua melambangkan sifat tenang dan
memberikan kesan kedalaman;
e. warna putih melambangkan kedamaian;
f. warna kuning emas melambangkan bangsa yang
besar dan beijiwa priyagung sejati;
g. jembatan ampera sebagai ciri khas Kota Palembang
yang melambangkan kemakmuran bersama; dan
h. candi melambangkan nilai-nilai luhur budaya lokal
yang dapat mewarnai dunia pariwisata internasional.
325
Page 283
Pasal 4
(1) Moto Poltekpar Palembang yaitu: “Primasewaka Dharma
Negara.”
(2) Moto Poltekpar Palembang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mempunyai arti lulusan yang dihasilkan Poltekpar
Palembang memiliki keunggulan sikap, kepribadian,
dan layanan kepada masyarakat dan negara di bidang
pariwisata.
Pasal 5
Bendera Poltekpar Palembang berbentuk empat persegi
panjang, berwarna dasar kuning emas, dan di tengah-tengah
bendera tergambar logo Poltekpar Palembang dengan ukuran
panjang 250 cm dan lebar 180 cm.
Pasal 6
(1) Setiap Program Studi memiliki bendera berbentuk persegi
panjang dengan ukuran panjang berbanding lebar 3 : 2
dengan warna yang berbeda sesuai dengan program
studi masing-masing dan di tengahnya terdapat lambang
Poltekpar Palembang.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai warna, kode warna,
dan tata cara penggunaan bendera Program Studi diatur
dalam Peraturan Direktur.
Pasal 7
(1) Poltekpar Palembang memiliki busana akademik, busana
almamater, busana perkuliahan, dan busana perkuliahan
praktikum.
(2) Busana akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas busana pimpinan, busana Senat, dan busana
wisudawan.
(3) Busana akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa toga, topi berwarna hitam, kalung, dan atribut
lainnya.
326
Page 284
(4) Busana almamater sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa jas almamater berwarna abu-abu tua, dan di
bagian dada kiri terdapat lambang Poltekpar Palembang.
(5) Busana perkuliahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa kemeja/blouse berwarna putih dan celana
panjang/rok berwarna hitam di bagian dada kanan
terdapat nama dan di bagian dada kiri terdapat lambang
Poltekpar Palembang.
(6) Busana perkuliahan praktikum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penggunaan busana akademik dan busana almamater
diatur dalam Peraturan Direktur.
Pasal 8
(1) Poltekpar Palembang memiliki Himne, sebagai berikut:
Menjulang bak bukit siguntang
Memancar cita luhur mulia Politeknik Pariwisata
Palembang
Membangkitkan kualitas ilmu, teknologi kepariwisataan
Mengbadi kepada masyarakat untuk kesejahteraan rakyat
Berdasarkan Tri Dharma almamater kita
Demi bangsa dan Negara Indonesia tercinta
Pasal 9
Poltekpar Palembang memiliki Mars Poltekpar Palembang,
sebagai berikut:
Kami insan Politeknik Pariwisata Palembang Siap sedia
melaksanakan cita-cita luhur mulia Menuntut ilmu dan
teknologi kepariwisataan
Menciptakan tenaga terampil berdaya guna, berbakti
kepada negara
Politeknik Pariwisata bumi sriwijaya Politeknik kebanggaan
kita
Ciptakan profesional bidang pariwisata, kreatif berjiwa
wirausaha
327
Page 285
Wujudkan cita-cita menjadi kader bangsa bagi Indonesia
nan jaya
Pasal 10
Himne dan Mars Poltekpar Palembang dinyanyikan pada
acara resmi yang diselenggarakan oleh dan/atau atas nama
Poltekpar Palembang.
BAB III
PENYELENGGARAAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI
Bagian Kesatu
Otonomi Pengelolaan
Pasal 11
(1) Poltekpar Palembang memiliki otonomi untuk mengelola
sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan Tri
Dharma Perguruan Tinggi dan kegiatan lainnya secara
terintegrasi, harmonis, dan berkelanjutan, baik di dalam
maupun di luar kedudukan Poltekpar Palembang.
(2) Otonomi pengelolaan Poltekpar Palembang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. otonomi pengelolaan di bidang akademik, yaitu
penetapan norma dan kebijakan operasional Poltekpar
Palembang serta pelaksanaan Tri Dharma Perguruan
Tinggi; dan
b. otonomi pengelolaan di bidang non akademik,
yaitu penetapan norma dan kebijakan operasional
Poltekpar Palembang serta pelaksanaan organisasi,
keuangan, kemahasiswaan, kepegawaian, sarana,
dan prasarana.
(3) Otonomi pengelolaan Poltekpar Palembang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. bidang akademik:
328
Page 286
1. penetapan norma kebijakan operasional, dan
pelaksanaan pendidikan terdiri atas:
a) persyaratan akademik yang akan digunakan;
b) kurikulum program studi;
c) proses pembelajaran;
d) penilaian hasil belajar;
e) persyaratan kelulusan; dan
f) wisuda.
2. penetapan norma kebijakan operasional, serta
pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat; dan
b. bidang non-akademik:
1. penetapan norma, kebijakan operasional, dan
pelaksanaan organisasi terdiri atas:
a) rencana strategis dan rencana kerja tahunan;
b) sistem penjaminan mutu internal; dan
c) sistem pengendalian internal;
2. penetapan norma, kebijakan operasional, dan
pelaksanaan keuangan terdiri atas:
a) membuat perjanjian dengan pihak ketiga
dalam lingkup Tri Dharma Perguruan Tinggi;
dan
b) sistem pencatatan dan laporan keuangan,
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
3. penetapan norma, kebijakan operasional, dan
pelaksanaan kemahasiswaan terdiri atas:
a) kegiatan kemahasiswaan kokurikuler;
b) organisasi kemahasiswaan; dan
c) pembinaan bakat dan minat mahasiswa;
4. penetapan norma, kebijakan operasional, dan
pelaksanaan ketenagaan terdiri atas:
a) penugasan dan pembinaan sumber daya
manusia; dan
329
Page 287
b) penyusunan target kerja dan jenjang karir
sumber daya manusia;
5. penetapan norma, kebijakan operasional sarana
dan prasarana terdiri atas:
a) penggunaan sarana dan prasarana;
b) pemeliharaan sarana dan prasarana; dan
c) pemanfaatan sarana dan prasarana;
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Otonomi pengelolaan Poltekpar Palembang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan prinsip:
a. akuntabilitas;
b. transparan;
c. nirlaba;
d. penjaminan mutu; dan
e. efektivitas dan efisiensi.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Pendidikan
Pasal 12
(1) Penerimaan mahasiswa baru di lingkungan Poltekpar
Palembang diselenggarakan melalui jalur seleksi
penerimaan mahasiswa baru dengan mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Persyaratan untuk menjadi mahasiswa Poltekpar
Palembang adalah memiliki ijazah Sekolah Menengah
Atas/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah atau
yang sederajat dan telah lulus seleksi dan terdaftar di
Poltekpar Palembang.
(3) Penerimaan mahasiswa selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan penerimaan mahasiswa
melalui alih kredit, penugasan, dan kerja sama.
330
Page 288
(4) Penerimaan mahasiswa tidak membedakan jenis kelamin,
agama, suku, ras, kewarganegaraan, status sosial, dan
tingkat kemampuan ekonomi.
(5) Warga negara asing dapat menjadi mahasiswa Poltekpar
Palembang apabila memenuhi syarat dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerimaan mahasiswa
diatur dalam Peraturan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan dari Senat.
Pasal 13
(1) Poltekpar Palembang menyelenggarakan pendidikan
vokasi di bidang kepariwisataan.
(2) Poltekpar Palembang menyelenggarakan program
pendidikan diploma, dan sarjana terapan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
Pendidikan Vokasi Poltekpar Palembang diatur dengan
Peraturan Direktur, setelah mendapat pertimbangan dari
Senat.
Pasal 14
(1) Satu Tahun Akademik untuk Pendidikan Vokasi di
Poltekpar Palembang dibagi dalam 2 (dua) semester.
(2) Penyelenggaraan semester sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas 16 (enam belas) minggu kegiatan
pembelajaran efektif.
(3) Tahun Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam Kalender Akademik dan ditetapkan
dengan Keputusan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan dari Senat.
331
Page 289
Pasal 15
(1) Penyelenggaraan pendidikan di Poltekpar Palembang
berdasarkan paket menggunakan Sistem Kredit Semester
(SKS).
(2) Beban studi mahasiswa, beban kerja dosen, pengalaman
belajar, dan beban penyelenggaraan program dinyatakan
dalam satuan kredit semester (sks).
(3) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan
diatur dengan Peraturan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan dari Senat.
Pasal 16
(1) Pendidikan Vokasi Poltekpar Palembang diselenggarakan
berdasarkan kurikulum masing-masing program studi
yang mengacu pada ketentuan peraturan perundangan-
undangan.
(2) Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. disusun dengan memperhatikan kebutuhan unit
pengguna; dan
b. dilaksanakan dengan menggunakan satuan jam per
minggu yang dapat disetarakan dengan satuan kredit
semester (sks).
(3) Evaluasi dan perubahan kurikulum dilakukan secara
berkala.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kurikulum ditetapkan
dengan Peraturan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan Senat.
Pasal 17
(1) Kegiatan dan kemajuan belajar mahasiswa dinilai secara
berkala melalui:
a. ujian;
b. pelaksanaan tugas; dan
c. pengamatan.
332
Page 290
(2) Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat
diselenggarakan melalui:
a. ujian tengah semester;
b. ujian akhir semester; dan/atau
c. ujian akhir program studi.
(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan melalui tugas terstruktur, mandiri,
dan/atau kelompok.
(4) Pelaksanaan pengamatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dilakukan melalui keaktifan dalam
pembelajaran di kelas.
(5) Ujian akhir program studi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c, berupa ujian laporan akhir studi, ujian
kompetensi, ujian sertifikasi keahlian, dan/atau ujian
komprehensif.
(6) Penilaian hasil belajar didasarkan pada Satuan Acara
Perkuliahan (SAP), dan Rencana Pembelajaran Semester
(RPS).
(7) Nilai akhir hasil belajar semester merupakan nilai
gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
huruf b dan/atau huruf c.
(8) Nilai akhir hasil belajar semester sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) dinyatakan dengan huruf A, B, C, D, dan E
yang masing-masing bernilai 4, 3, 2, 1, dan 0 atau dengan
menggunakan huruf antara dan nilai antara.
(9) Nilai akhir hasil belajar mahasiswa dalam suatu semester
dinyatakan dengan Indeks Prestasi Semester (IPS).
(10) Hasil belajar mahasiswa dalam suatu masa studi
dinyatakan dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK).
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian hasil belajar
mahasiswa diatur dalam Peraturan Direktur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan
setelah mendapat pertimbangan dari Senat.
333
Page 291
Pasal 18
(1) Mahasiswa dinyatakan lulus pada suatu jenjang
pendidikan setelah menempuh mata kuliah yang
dipersyaratkan dan berhasil mempertahankan karya tulis
ilmiah berupa tugas/proyek akhir.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai karya tulis ilmiah yang
dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan dari Senat.
Pasal 19
(1) Pada akhir penyelenggaraan program pendidikan vokasi
diadakan upacara wisuda.
(2) Upacara wisuda dapat dilaksanakan lebih dari satu kali
dalam satu tahun ajaran.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai upacara wisuda diatur
dalam Peraturan Direktur, setelah mendapat pertimbangan
dari Senat.
Pasal 20
(1) Poltekpar Palembang menyelenggarakan pendidikan
dengan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar.
(2) Bahasa daerah dan bahasa asing dapat dipergunakan
sebagai bahasa pengantar, baik dalam penyelenggaraan
pendidikan maupun dalam penyampaian pengetahuan
dan / atau keterampilan tertentu untuk lebih meningkatkan
daya guna dan hasil guna proses pembelajaran.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan bahasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Direktur, setelah mendapat pertimbangan
dari Senat.
334
Page 292
Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Penelitian
Pasal 21
(1) Poltekpar Palembang melaksanakan kegiatan penelitian
terapan.
(2) Penelitian terapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam pedoman yang ditetapkan oleh Direktur.
Bagian Keempat
Penyelenggaraan Pengabdian Kepada Masyarakat
Pasal 22
(1) Poltekpar Palembang menyelenggarakan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan sifat
pengetahuan dan tujuan pendidikan serta berorientasi
kepada masalah-masalah pembangunan regional dan
pembangunan nasional.
(2) Poltekpar Palembang melaksanakan kegiatan pengabdian
kepada masyarakat dalam rangka pemanfaatan,
pendayagunaan, dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan/atau teknologi bagi kepentingan masyarakat.
(3) Kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1):
a. dilaksanakan di bawah PPPM atau unit kerja lain
yang relevan;
b. dapat dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari hasil
penelitian;
c. dilaksanakan intra, lintas, dan/atau multi-sektor;
d. dilaksanakan untuk memberikan kontribusi
terhadap pengembangan wilayah dan pemberdayaan
masyarakat melalui kejasama dengan institusi lain;
dan
335
Page 293
e. diselenggarakan dengan melibatkan dosen,
mahasiswa, dan tenaga fungsional baik perseorangan
maupun kelompok.
(4) Penyelenggaraan kegiatan pengabdian kepada masyarakat
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi.
(5) Hasil-hasil kegiatan pengabdian kepada masyarakat
didokumentasikan dan dipublikasikan dalam media yang
mudah diakses oleh masyarakat.
(6) Pemanfaatan hasil pengabdian kepada masyarakat
diorientasikan untuk pemberdayaan masyarakat.
(7) Hasil pengabdian kepada masyarakat dapat dimanfaatkan
sebagai dasar bagi penelitian lanjutan.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelanggaraan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat diatur dalam Peraturan
Direktur, setelah mendapat pertimbangan Senat.
Bagian Kelima
Etika Akademik dan Kode Etik
Pasal 23
(1) Poltekpar Palembang menjunjung tinggi etika akademik.
(2) Sivitas Akademika terikat dalam kode etik yang mengatur
keharusan:
a. menjaga dan mempertahankan integritas pribadinya;
b. menjaga dan memelihara harkat dan martabat
Poltekpar Palembang; dan
c. menjaga disiplin dalam menjalankan dan
melaksanakan tugas dan kewajiban.
(3) Poltekpar Palembang memberlakukan kode etik yang
terdiri dari:
a. kode etik Poltekpar Palembang;
b. kode etik Dosen Poltekpar Palembang;
c. kode etik Tenaga Kependidikan; dan
d. kode etik Mahasiswa.
336
Page 294
(4) Kode etik Poltekpar Palembang memuat norma yang
mengikat semua pihak yang bernaung di bawah nama
Poltekpar Palembang atau bertindak atas nama Poltekpar
Palembang.
(5) Kode etik Dosen Poltekpar Palembang berisi norma yang
mengikat Dosen secara individual dalam penyeleng
garaan kegiatan akademik.
(6) Kode etik Tenaga Kependidikan berisi norma yang
mengikat Tenaga Kependidikan secara individual dalam
menunjang penyelenggaraan Poltekpar Palembang.
(7) Kode etik Mahasiswa berisi norma yang mengikat
Mahasiswa secara individual dalam melaksanakan
kegiatan akademik dan kemahasiswaan di Poltekpar
Palembang.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai etika akademik dan
kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), diatur dengan Peraturan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan Senat.
Bagian Keenam
Kebebasan Akademik Dan Otonomi Keilmuan
Pasal 24
(1) Kebebasan akademik merupakan kebebasan yang dimiliki
anggota sivitas akademika untuk secara bertanggung
jawab dan mandiri melaksanakan kegiatan akademik
yang terkait dengan pendidikan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.
(2) Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. kebebasan mimbar akademik; dan
b. otonomi keilmuan.
(3) Dalam melaksanakan kebebasan akademik, setiap anggota
sivitas akademika harus mengupayakan agar kegiatan
337
Page 295
serta hasilnya dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan
kegiatan akademik Poltekpar Palembang.
(4) Pelaksanaan kebebasan akademik diarahkan untuk
memantapkan terwujudnya pengembangan diri Sivitas
Akademika, ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau
kesenian.
(5) Dalam rangka pelaksanaan kebebasan akademik, Sivitas
Akademika dapat mengundang tenaga ahli dari luar
untuk menyampaikan pikiran dan pendapatnya sesuai
dengan norma dan kaidah keilmuan setelah mendapat
persetujuan Direktur.
Pasal 25
(1) Kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud
dalam pasal 24 ayat (2) huruf a, dimaksudkan untuk
memungkinkan dosen menyampaikan pikiran dan
pendapatnya secara bebas sesuai dengan norma dan
kaidah keilmuan yang berlaku.
(2) Otonomi keilmuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (2) huruf b merupakan:
a. kegiatan keilmuan yang mengacu pada norma dan
kaidah keilmuan; dan
b. pedoman dalam rangka mengembangankan ilmu
pengetahuan, teknologi dan/atau seni bagi Poltekpar
Palembang dan Sivitas Akademika.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perwujudan kebebasan
akademika diatur dengan Peraturan Senat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh
Gelar Dan Penghargaan
Pasal 26
(1) Sebagai pengakuan dan bukti kelulusan program diploma,
Poltekpar Palembang memberikan ijasah dengan gelar:
338
Page 296
a. Ahli Madya, bagi lulusan Program Diploma 3; dan
b. Sarjana Terapan, bagi lulusan Program Diploma 4.
(2) Jenis gelar, singkatan dan penggunaannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Lulusan Poltekpar Palembang berhak mendapatkan
Ijasah, Transkrip, dan Surat Keterangan Pendamping
Ijasah setelah menyelesaikan semua kewajiban akademik,
dan administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4) Direktur berwenang mencabut Ijasah lulusan Poltekpar
Palembang, apabila lulusan dimaksud terbukti melakukan:
a. pemalsuan terhadap dokumen yang terkait dengan
pemenuhan syarat administratif pendaftaran masuk
Poltekpar Palembang;
b. kecurangan akademik; dan
c. plagiarisme.
(5) Pencabutan Ijasah sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dilakukan dengan Keputusan Direktur, setelah
mendapatkan pertimbangan Senat.
Pasal 27
(1) Poltekpar Palembang akan memberikan penghargaan
kepada lulusan yang berprestasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan nilai dalam
penghargaan akan diatur dalam Peraturan Direktur,
setelah mendapatkan pertimbangan Senat.
339
Page 297
BAB IV
SISTEM PENGELOLAAN
Bagian Kesatu
Visi, Misi Dan Tujuan
Pasal 28
Visi Poltekpar Palembang adalah menjadi Institusi pendidikan
tinggi kepariwisataan berstandar internasional dan berkepri
badian Indonesia.
Pasal 29
Misi Poltekpar Palembang terdiri atas:
a. menghasilkan sumber daya manusia pariwisata yang
mempunyai daya saing internasional dan berkepribadian
Indonesia;
b. mengembangkan penelitian kepariwisataan skala
internasional yang berbasis pada pengetahuan, budaya,
dan lingkungan lokal; dan
c. mengembangkan pengabdian kepada masyarakat melalui
inovasi teknologi tepat guna, kearifan lokal, dan kelestarian
lingkungan.
Pasal 30
Tujuan Poltekpar Palembang terdiri atas:
a. menyelenggarakan sistem pendidikan bidang
kepariwisataan yang berbasis akuntabilitas kinerja
untuk menghasilkan lulusan yang berbudi pekerti luhur,
unggul dalam pengetahuan dan keterampilan pada ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni;
b. mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau
seni, serta berkontribusi yang relevan dan berkualitas
tinggi bagi kebutuhan pembangunan nasional, regional,
dan internasional;
340
Page 298
c. menciptakan lingkungan dan suasana akademik kampus
yang kondusif dan dapat menumbuhkan sikap apresiatif,
partisipatif dan kontributif dari sivitas akademika, serta
menjunjung tinggi tata nilai dan moral akademik dalam
usaha membentuk masyarakat kampus yang dinamis dan
harmonis; dan
d. mengembangkan jejaring dengan perguruan tinggi lain,
masyarakat, industri, lembaga pemerintah dan lembaga
laun baik tingkat nasionad maupun internasional dengan
asas saling menguntungkan.
Bagian Kedua
Susunan Organisasi
Pasal 31
Susunan Organisasi Poltekpar Palembang terdiri atas:
a. Direktur dan Pembantu Direktur;
b. Senat;
c. Dewan Penyantun;
d. Satuan Penjaminan Mutu;
e. Satuan Pengawas Internal;
f. Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan;
g. Subbagian Administrasi Umum;
h. Program Studi;
i. Laboratorium;
j. Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat; dan
k. Unit Penunjang.
Bagian Ketiga
Direktur
Paragraf 1
Tugas dan Fungsi Direktur
Pasal 32
(1) Direktur bertugas memimpin Poltekpar Palembang.
341
Page 299
(2) Dalam melaksanakan tugas, Direktur dibantu oleh 2 (dua)
orang Pembantu Direktur.
(3) Direktur dan Pembantu Direktur merupakan 1 (satu)
kesatuan unsur pimpinan Poltekpar Palembang.
(4) Dalam melaksanakan tugas, Direktur menyelenggarakan
fungsi:
a. menyusun statuta beserta perubahannya untuk
diusulkan kepada Menteri;
b. menyusun dan/atau menetapkan kebijakan akademik
setelah mendapatkan pertimbangan Senat;
c. menyusun dan menetapkan norma akademik,
kode etik sivitas akademika setelah mendapatkan
pertimbangan Senat;
d. menyusun dan menetapkan kode etik sivitas
akademika setelah mendapatkan pertimbangan
Senat;
e. menyusun dan/atau dapat mengubah rencana
pengembangan jangka panjang;
f. menyusun dan/atau mengubah rencana strategis 5
(lima) tahun;
g. menyusun dan/atau mengubah rencana kerja dan
anggaran tahunan (rencana operasional);
h. mengelola pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat sesuai dengan rencana kerja dan
anggaran tahunan;
i. mengangkat dan/atau memberhentikan Pembantu
Direktur dan pimpinan unit di bawah Direktur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
j. menjatuhkan sanksi kepada sivitas akademika dan
tenaga kependidikan yang melakukan pelanggaran
terhadap norma, etika, dan/atau peraturan akademik
berdasarkan rekomendasi Senat;
342
Page 300
k. menjatuhkan sanksi kepada dosen dan tenaga
kependidikan yang melakukan pelanggaran sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
l. membina dan mengembangkan dosen dan tenaga
kependidikan;
m. menerima, membina, mengembangkan, dan
memberhentikan mahasiswa;
n. mengelola anggaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
o. menyelenggarakan sistem informasi manajemen
berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang
handal yang mendukung pengelolaan Tri Dharma
Perguruan Tinggi, akuntansi dan keuangan,
kepersonaliaan, kemahasiswaan, dan kealumnian;
p. menyusun dan menyampaikan laporan pertanggung
jawaban penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan
Tinggi kepada Menteri;
q. membina dan mengembangkan hubungan dengan
alumni, pemerintah, pemerintah daerah, pengguna
hasil kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dan
masyarakat; dan
r. memelihara keamanan, keselamatan, kesehatan, dan
ketertiban kampus serta kenyamanan kerja untuk
menjamin kelancaran kegiatan Tri Dharma Perguruan
Tinggi.
Paragraf 2
Pengangkatan Direktur
Pasal 33
Calon Direktur harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang merupakan
dosen aktif dengan jenjang akademik paling rendah Lektor;
c. berpendidikan paling rendah Magister (S2);
343
Page 301
d. berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat
berakhirnya masa jabatan Direktur yang sedang menjabat;
e. berpengalaman manajerial di lingkungan perguruan tinggi
paling rendah sebagai Ketua Jurusan/ Kepala Pusat/
Kepaila Satuam sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
f. bersedia dicalonkan menjadi pemimpin Poltekpar
Palembang yang dinyatakan secara tertulis;
g. memiliki setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan
Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) bernilai baik dalam 2 (dua)
tahun terakhir;
h. sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan tertulis oleh
dokter pemerintah yang berwenang;
i. tidak sedang menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam)
bulan atau ijin belajar dalam rangka studi lanjut yang
meninggalkan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi yang
dinyatakan secara tertulis;
j. tidak pernah melakukan plagiarisme sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan;
k. tidak sedang menjalani hukuman disiplin tingkat sedang
atau berat;
l. tidak pernah dipidana berdasarkan keputusan pengadilan
yang memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan
perbuatan yang diancam pidana paling rendah pidana
kurungan; dan
m. memiliki karya ilmiah yang dipublikasikan minimal dalam
jurnal nasional terakreditasi.
Pasal 34
Pengangkatan Direktur dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut:
a. tahap penjaringan bakal calon Direktur;
b. tahap penyaringan calon Direktur;
c. tahap pemilihan calon Direktur; dan
d. tahap pengangkatan Direktur.
344
Page 302
Pasal 35
(1) Tahap penjaringan bakal calon Direktur dan penyaringan
calon Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
huruf a dan huruf b, dilakukan oleh Senat.
(2) Tahap penjaringan dan penyaringan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling lambat 6 (enam)
bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Direktur yang
sedang menjabat.
(3) Paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa
jabatan Direktur yang sedang menjabat, Senat sudah
harus menetapkan 3 (tiga) orang calon Direktur.
(4) Tahap penjaringan bakal calon Direktur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mekanisme
sebagai berikut:
a. Senat membentuk panitia penjaringan bakal calon
Direktur;
b. panitia sebagaimana dimaksud pada huruf a
menginventarisasi dosen yang memenuhi syarat untuk
menjadi bakal calon Direktur dan mengumumkan
nama-nama dosen bakal calon Direktur yang
memenuhi persyaratan;
c. dosen bakal calon Direktur sebagaimana dimaksud
pada huruf b yang berniat mengikuti tahap penj aringan
harus mendaftarkan diri ke panitia pendaftaran;
d. apabila sampai batas waktu penjaringan berakhir
bakal calon Direktur yang memenuhi syarat kurang
dari 3 (tiga) orang bakal calon Direktur, Senat
memperpanjang jangka waktu penjaringan bakal
calon Direktur selama 5 (lima) hari kerja; dan
e. apabila setelah masa perpanjangan, sebagaimana
dimaksud pada huruf d bakal calon Direktur tetap
kurang dari 3 (tiga) orang bakal calon Direktur, Ketua
Senat dengan persetujuan anggota Senat menunjuk
345
Page 303
dosen yang memenuhi syarat untuk didaftarkan
sebagai bakal calon Direktur.
(5) Tahap penyaringan calon Direktur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 huruf b dilakukan dengan cara:
a. calon Direktur menyampaikan visi, misi, program
kerja dan pengembangan Poltekpar Palembang di
hadapan Senat;
b. Senat melakukan penilaian dan pemilihan bakal calon
Direktur yang mendaftar dalam tahap penjaringan;
c. paling lambat 2 (dua) minggu sebelum pemilihan,
Senat menyampaikan 3 (tiga) orang calon Direktur
beserta daftar riwayat hidup dan program kerja
para calon Direktur kepada Menteri melalui Dewan
Pertimbangan; dan
d. Dewan Pertimbangan dapat memberikan catatan atau
rekomendasi atas calon Direktur yang diusulkan oleh
Senat.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjaringan dan
penyaringan ditetapkan dengan Keputusan Senat.
Pasal 36
Tahap pemilihan calon Direktur dan pengangkatan Direktur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf c dan huruf d
dilakukan dengan cara:
a. Senat melakukan pemilihan calon Direktur dalam sidang
Senat;
b. pemilihan calon Direktur dilakukan paling lambat 2 (dua)
bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Direktur yang
sedang menjabat;
c. pemilihan calon Direktur dilakukan melalui pemungutan
suara secara tertutup dengan ketentuan:
1. Menteri memiliki 35% (tiga puluh lima persen) hak suara
dari total pemilih; dan
346
Page 304
2. Senat memiliki 65% (enam puluh lima persen) hak suara
dan masing-masing anggota Senat memiliki hak suara
yang sama;
d. hasil pemilihan calon Direktur dalam sidang senat
sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada
Menteri untuk kemudian Menteri dapat menambahkan
hak suaranya kepada salah satu calon;
e. dalam hal terdapat 2 (dua) orang calon Direktur yang
memperoleh suara tertinggi dengan jumlah suara yang
sama, dilakukan pemilihan putaran ke dua untuk memilih
suara terbanyak dari kedua calon Direktur tersebut;
f. Direktur terpilih adalah calon Direktur yang memperoleh
suara terbanyak; dan
g. Menteri menetapkan pengangkatan Direktur terpilih atas
dasar suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada
huruf f.
Paragraf 3
Masa Jabatan Direktur
Pasal 37
Direktur memegang jabatan selama 4 (empat) tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama
hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Paragraf 4
Pemberhentian Direktur
Pasal 38
Direktur diberhentikan dari jabatan karena:
a. telah berusia 65 (enam puluh lima) tahun;
b. berhalangan tetap;
c. permohonan sendiri;
d. masa jabatannya berakhir;
e. diangkat dalam jabatan negeri yang lain;
347
Page 305
f. dibebaskan dari jabatan dosen;
g. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan atau
ijin belajar dalam rangka studi lanjut yang meninggalkan
tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi; dan/atau
h. cuti di luar tanggungan negara.
Pasal 39
Pemberhentian Direktur karena berhalangan tetap sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 huruf b dilakukan apabila Direktur
yang bersangkutan:
a. meninggal dunia;
b. sakit yang tidak dapat disembuhkan dibuktikan
dengan Berita Acara Majelis Pemeriksa Kesehatan PNS;
c. berhenti dari PNS atas permohonan sendiri;
d. dibebaskan dari jabatan akademik;
e. diberhentikan dari PNS; dan/atau
f. dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki
kekuatan hukum tetap.
Pasal 40
(1) Pemberhentian Direktur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam hal terjadi pemberhentian Direktur sebelum masa
jabatannya berakhir:
a. Pembantu Direktur Bidang Akademik dan
Kemahasiswaan ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas
(Pit.) Direktur berdasarkan surat perintah Deputi
Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan;
dan
b. dalam hal Pembantu Direktur Bidang Akademik
dan Kemahasiswaan berhalangan tetap, Pembantu
Direktur Bidang Umum ditunjuk sebagai Pit.
Direktur berdasarkan surat perintah Deputi Bidang
Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan.
348
Page 306
(3) Selain menjalankan tugas Direktur, Pit. Direktur
juga mempersiapkan pemilihan Direktur baru yang
dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan terhitung
sejak tanggal surat perintah Deputi Bidang Pengembangan
Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Paragraf 5
Direktur Berhalangan Sementara
Pasal 41
(1) Direktur dianggap berhalangan sementara dalam hal
jabatan Direktur yang masih terisi namun karena sesuatu
hal yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan tugas
jabatannya.
(2) Kondisi berhalangan sementara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) antara lain berhalangan karena cuti tahunan,
cuti besar, cuti bersalin, cuti karena alasan penting, cuti
sakit, atau tugas kedinasan di dalam maupun luar negeri
yang tidak melebihi 6 (enam) bulan.
(3) Dalam hal Direktur berhalangan sementara maka:
a. Pembantu Direktur Bidang Akademik dan
Kemahasiswaan ditunjuk sebagai Pelaksana Harian
(Plh.) Direktur berdasarkan surat perintah Deputi
Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan;
b. dalam hal Pembantu Direktur Bidang Akademik dan
Kemahasiswaan berhalangan sementara, Pembantu
Direktur Bidang Umum ditunjuk sebagai Plh.
Direktur berdasarkan surat perintah Deputi Bidang
Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan.
349
Page 307
Bagian Keempat
Pembantu Direktur
Paragraf 1
Tugas Pembantu Direktur
Pasal 42
(1) Pembantu Direktur berada di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Direktur.
(2) Pembantu Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. Pembantu Direktur Bidang Akademik dan
Kemahasiswaan, yang selanjutnya disebut Pembantu
Direktur I; dan
b. Pembantu Direktur Bidang Umum, yang selanjutnya
disebut Pembantu Direktur II.
(3) Pembantu Direktur I sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, merupakan tenaga dosen yang memenuhi
syarat dan diberi tugas tambahan membantu Direktur
dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang
administrasi akademik, pembinaan kemahasiswaan dan
alumni, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
penjaminan mutu, pembinaan dosen dan kerja sama.
(4) Pembantu Direktur II sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, merupakan tenaga dosen yang memenuhi
syarat dan diberi tugas tambahan membantu Direktur
dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang
administrasi umum, tenaga kependidikan, ketatausahaan,
rumah tangga dan perlengkapan, barang milik negara,
perencanaan, keuangan, kepegawaian, hukum,
komunikasi publik, organisasi dan tata laksana.
350
Page 308
Paragraf 2
Fungsi Pembantu Direktur
Pasal 43
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (3), Pembantu Direktur I menyelenggarakan
fungsi yang meliputi:
a. pengelolaan administrasi akademik;
b. pembinaan kemahasiswaan dan alumni;
c. penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
d. penjaminan mutu;
e. pembinaan dosen;
f. pelaksanaan kerja sama; dan
g. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (4), Pembantu Direktur Bidang Umum
menyelenggarakan fungsi yang meliputi:
a. pengelolaan administrasi umum;
b. pembinaan tenaga kependidikan;
c. pengelolaan ketatausahaan;
d. layanan rumah tangga dan perlengkapan;
e. pengelolaan barang milik negara;
f. penyiapan penyusunan rencana dan program;
g. pengelolaan keuangan;
h. pembinaan kepegawaian;
i. layanan hukum dan komunikasi publik;
j . penataan organisasi dan tata laksana; dan
k. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan.
Paragraf 3 Pengangkatan Pembantu Direktur
Pasal 44
(1) Persyaratan untuk diangkat sebagai calon Pembantu
Direktur mengikuti persyaratan calon Direktur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.
351
Page 309
k. menetapkan tata cara pemilihan Direktur dan Ketua
Program Studi; dan
l. dalam melaksanakan tugas dan wewenang
pengawasan, Senat menyusun laporan hasil
pengawasan dan menyampaikan kepada direktur
untuk ditindaklanjuti.
Pasal 47
(1) Anggota Senat terdiri atas:
a. Direktur;
b. Para Pembantu Direktur;
c. Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat;
d. Para Ketua Program Studi; dan
e. Wakil Dosen.
(2) Anggota Senat memilih Ketua dan Sekretaris Senat
diantara anggota Senat yang tidak menjabat sebagai
pimpinan Politeknik Palembang dan ditetapkan dengan
Keputusan Direktur.
(3) Sekretaris Senat dapat membentuk Sekretariat untuk
kelancaran pelaksanaan tugas.
(4) Wakil dosen sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf e
berjumlah 3 (tiga) orang.
(5) Pemilihan 3 (tiga) orang wakil dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), dilaksanakan dalam rapat dosen
dan diangkat oleh Direktur.
(6) Ketua Senat melalui sidang Senat dapat memberhentikan
anggota Senat dari wakil dosen apabila:
a. melanggar hukum berdasarkan putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap;
b. melanggar etika akademik dan kode etik; dan/atau
c. mengundurkan diri.
(7) Senat dapat membentuk komisi sesuai kebutuhan.
354
Page 310
Paragraf 3
Berhalangan Tetap dan
Berhalangan Sementara bagi Ketua Senat
Pasal 48
(1) Ketua Senat berhalangan tetap dalam hal:
a. meninggal dunia;
b. sakit yang tidak dapat disembuhkan dibuktikan
dengan Berita Acara Majelis Pemeriksa Kesehatan
PNS;
c. berhenti dari PNS atas permohonan sendiri;
d. dibebaskan dari jabatan akademik;
e. diberhentikan dari PNS;
f. dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang
memiliki kekuatan hukum tetap; dan/atau
g. diberhentikan sementara dari PNS sebelum masa
jabatan berakhir.
(2) Dalam hal Ketua Senat berhalangan tetap, maka
Sekretaris Senat ditunjuk sebagai Pit. Ketua Senat dengan
Keputusan Direktur.
(3) Sekretaris Senat bertindak sebagai Pit. Ketua Senat
sampai dengan terpilihnya Ketua Senat baru.
(4) Dalam hal Ketua Senat berhalangan sementara, maka
Sekretaris Senat ditunjuk sebagai Plh. Ketua Senat dengan
Keputusan Direktur.
Paragraf 4
Sidang Senat
Pasal 49
(1) Sidang Senat terdiri atas:
a. sidang biasa; dan
b. sidang luar biasa.
355
Page 311
(2) Sidang biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, diselenggarakan secara teratur dan terjadwal
paling kurang sekali dalam 6 (enam) bulan.
(3) Sidang luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, dilaksanakan apabila:
a. pimpinan Poltekpar Palembang berhalangan tetap
dalam masa jabatannya; dan
b. terjadi kondisi tertentu yang membutuhkan
pengambilan keputusan secara cepat oleh Senat.
(4) Sidang Senat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling
sedikit 2/3 (dua per tiga) dari seluruh jumlah anggota
Senat.
(5) Pengambilan keputusan rapat Senat dilaksanakan
berdasarkan musyawarah dan mufakat.
(6) Dalam hal musyawarah tidak dapat menghasilkan
kemufakatan/keputusan, pengambilan keputusan akan
dilakukan dengan cara pemungutan suara (voting) dan
keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.
Bagian Keenam
Dewan Penyantun
Pasal 50
(1) Dewan Penyantun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
huruf c merupakan organ Poltekpar Palembang yang
menjalankan fungsi pemberian pertimbangan bidang
non-akademik dan membantu pengembangan Poltekpar
Palembang.
(2) Bidang non-akademik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) antara lain meliputi organisasi, sumber daya
manusia, administrasi, keuangan, keijasama, hubungan
masyarakat, sarana dan prasarana serta perencanaan dan
pengembangan.
356
Page 312
(3) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Dewan Penyantun mempunyai tugas dan
wewenang:
a. memberikan pertimbangan terhadap kebijakan
Direktur dibidang non-akademik;
b. merumuskan saran/pendapat terhadap kebijakan
Direktur di bidang non-akademik; dan
c. memberikan pertimbangan kepada Direktur dalam
mengelola Poltekpar Palembang.
Pasal 51
Keanggotaan Dewan Penyantun, terdiri atas:
a. 1 (satu) orang dosen yang mewakili setiap Program Studi;
b. 1 (satu) orang yang mewakili tenaga kependidikan;
c. 1 (satu) orang wakil Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan;
d. 1 (satu) orang wakil Pemerintah Kota Palembang;
e. 1 (satu) orang mantan Direktur;
f. 1 (satu) orang wakil alumni;
g. 1 (satu) orang wakil orang tua mahasiswa;
h. 1 (satu) orang tokoh masyarakat; dan
i. 1 (satu) orang industriawan untuk setiap Program Studi.
Pasal 52
(1) Dewan Penyantun terdiri atas:
a. Ketua merangkap Anggota;
b. Sekretaris merangkap Anggota; dan
c. Anggota.
(2) Anggota Dewan Penyantun yang berasal dari perwakilan
dosen sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 huruf a
memiliki persyaratan sebagai berikut:
a. dosen wakil Program Studi yang diusulkan oleh ketua
Program Studi dan tidak sedang menjabat sebagai
anggota Senat;
b. wakil tenaga kependidikan yang diusulkan oleh
Direktur; dan
357
Page 313
c. memiliki kompetensi dalam bidang organisasi, sumber
daya manusia, keuangan, kerja sama, hubungan
masyarakat, atau sarana dan prasarana.
(3) Masa jabatan anggota Dewan Penyantun 4 (empat) tahun.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan anggota
kehormatan dan tata cara pemilihan anggota Dewan
Penyantun diatur dengan Peraturan Dewan Penyantun.
Bagian Ketujuh
Satuan Penjaminan Mutu
Pasal 53
(1) Satuan Penjaminan Mutu mempunyai tugas mengoor
dinasikan, memantau, dan menilai pelaksanaan kegiatan
pengembangan dan penjaminan mutu.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Satuan Penjaminan Mutu menyelenggarakan
fungsi:
a. pelaksanaan pengembangan pembelajaran dan sistem
penjaminan mutu;
b. pelaksanaan program dan kegiatan penjaminan
mutu; dan
c. pelaksanaan urusan administrasi.
(3) Satuan Penjaminan Mutu terdiri atas:
a. Kepala;
b. Jabatan Fungsional tertentu; dan/atau
c. Jabatan Fungsional umum.
(4) Kepala Satuan Penjaminan Mutu diangkat dan
diberhentikan oleh Direktur.
(5) Masa jabatan Kepala Satuan Penjaminan Mutu adalah 4
(empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk (1) satu
kali masa jabatan.
(6) Kepala Satuan Penjaminan Mutu merupakan PNS
berstatus dosen aktif Poltekpar Palembang.
358
Page 314
(7) Hal-hal yang menyangkut keanggotaan, fungsi, wewenang,
dan masa kerja Satuan Penjaminan Mutu ditetapkan
Direktur.
(8) Setiap tahun dan pada akhir masa jabatan, Kepala Satuan
Penjaminan Mutu harus membuat laporan pertanggung
jawaban kepada Direktur.
Bagian Kedelapan
Satuan Pengawasan Internal
Pasal 54
(1) Satuan Pengawasan Internal mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan bidang non-akademik untuk
dan atas nama Direktur.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana pada ayat (1),
Satuan Pengawasan Internal menyelenggarakan fungsi:
a. penetapan kebijakan pengawasan internal bidang
non-akademik;
b. pelaksanaan pengawasan internal terhadap
pengelolaan bidang non-akademik;
c. pelaporan hasil pengawasan internal kepada Direktur;
d. pengajuan saran dan/atau pertimbangan mengenai
perbaikan pengelolaan kegiatan non- akademik
kepada Direktur atas dasar hasil pengawasan
internal; dan
e. pemantauan dan pengoordinasian tindak lanjut hasil
pemeriksaan.
(3) Satuan Pengawasan Internal terdiri atas:
a. Kepala;
b. Jabatan Fungsional umum; dan/atau
c. Jabatan Fungsional tertentu.
(4) Kepala Satuan Pengawasan Internal diangkat dan
diberhentikan oleh Direktur.
(5) Kepala Satuan Pengawasan Internal memegang jabatan
selama 4 (empat) tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
359
Page 315
kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk 1 (satu)
kali masa jabatan.
(6) Kepala Satuan Pengawasan Internal merupakan PNS
berstatus dosen aktif Poltekpar Palembang.
(7) Hal-hal yang menyangkut keanggotaan, fungsi, wewenang,
dan masa kerja Satuan Pengawasan Internal ditetapkan
Direktur.
(8) Setiap tahun dan pada akhir masa jabatan, Kepala Satuan
Pengawas Internal harus membuat laporan pertanggung
jawaban kepada Direktur.
Bagian Kesembilan
Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan, dan
Subbagian Administrasi Umum
Pasal 55
(1) Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan,
dan Subbagian Administrasi Umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 huruf f dan g merupakan unsur
pelaksana administrasi.
(2) Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan,
dan Subbagian Administrasi Umum dipimpin oleh seorang
Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Direktur.
(3) Pola mutasi dan promosi jabatan struktural dan
fungsional umum pada Subbagian Administrasi Akademik
dan Kemahasiswaan, dan Subbagian Administrasi
Umum mengikuti pola mutasi dan promosi di lingkungan
Kementerian Pariwisata.
(4) Pembinaan Subbagian Administrasi Akademik dan
Kemahasiswaan dilakukan oleh Pembantu Direktur I, dan
pembinaan Subbagian Administrasi Umum, dilakukan
oleh Pembantu Direktur II.
360
Page 316
Pasal 56
(1) Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan
mempunyai tugas:
a. pengelolaan administrasi akademik;
b. pembinaan dosen;
c. pembinaan kemahasiswaan dan alumni;
d. penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
e. penjaminan mutu;
f. pelaksanaan kerja sama; dan
g. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan.
(2) Subbagian Administrasi Umum mempunyai tugas:
a. pengelolaan administrasi umum;
b. pembinaan tenaga kependidikan;
c. pengelolaan ketatausahaan;
d. layanan rumah tangga dan perlengkapan;
e. pengelolaan barang milik negara;
f. penyiapan penyusunan rencana dan program serta
pengelolaan keuangan;
g. pembinaan kepegawaian;
h. layanan hukum dan komunikasi publik;
i. penataan organisasi dan tata laksana; dan
j. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan.
Bagian Kesepuluh
Program Studi, Laboratorium, dan Kelompok Dosen
Paragraf 1
Program Studi
Pasal 57
(1) Program Studi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
huruf h, dipimpin oleh seorang Ketua Program Studi
yang diangkat oleh Direktur atas rekomendasi Senat
berdasarkan hasil rapat pemilihan Ketua Program Studi.
361
Page 317
(2) Ketua Program Studi diangkat dan diberhentikan oleh
Direktur dengan masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat
dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(3) Dalam rangka melaksanakan tugas, Ketua Program Studi
dibantu oleh seorang Sekretaris Program Studi.
Pasal 58
(1) Program Studi terdiri dari:
a. Program Studi Diploma Empat Pengelola Konvensi
dan Acara;
b. Program Studi Diploma Tiga Divisi Kamar;
c. Program Studi Diploma Tiga Seni Kuliner; dan
d. Program Studi Diploma Tiga Tata Hidang.
(2) Selain program studi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Direktur dapat melakukan pengembangan
program studi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 2
Laboratorium
Pasal 59
(1) Laboratorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
huruf i, dipimpin oleh seorang Kepala Laboratorium.
(2) Kepala Laboratorium diangkat dan diberhentikan oleh
Direktur dengan masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Paragraf 3
Kelompok Dosen
Pasal 60
(1) Kelompok Dosen merupakan satuan dosen yang
mempunyai minat dan bidang keahlian yang sama yang
merupakan satuan penunjang Program Studi dalam
melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
362
Page 318
(2) Kelompok Dosen dipimpin oleh seorang Ketua yang
bertugas menjalankan fungsi konsultatif dan koordinatif
dengan pimpinan Program Studi.
Bagian Kesebelas
Pusat Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat
Pasal 61
(1) Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
(PPPM) merupakan unsur pelaksana akademik yang
bertanggung jawab kepada Direktur dan secara teknis
pembinaan dilakukan oleh Pembantu Direktur Bidang
Akademik dan Kemahasiswaan.
(2) PPPM mempunyai tugas melaksanakan koordinasi
pelaksanaan:
a. kegiatan penelitian;
b. pengabdian kepada masyarakat; dan
c. pengembangan keahlian dan berperan serta dalam
pengembangan karya ilmiah di bidang pariwisata.
(3) PPPM dalam melaksanakan kegiatan pengabdian kepada
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a, menggunakan pendekatan multi bidang, antar
bidang, dan lintas bidang dalam menerapkan ilmu
pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
Pasal 62
(1) PPPM terdiri atas:
a. Kepala;
b. Sekretaris;
c. Jabatan fungsional umum; dan/atau
d. Jabatan fungsional tertentu.
(2) PPPM dipimpin oleh seorang kepala dengan masa jabatan
4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu)
kali masa jabatan.
363
Page 319
(3) Kepala PPPM ditunjuk dan ditetapkan oleh Direktur
dengan persetujuan Senat.
(4) Kepala PPPM merupakan PNS berstatus dosen aktif
Poltekpar Palembang.
(5) Hal-hal yang menyangkut keanggotaan, fungsi, wewenang,
dan masa kerja PPPM ditetapkan dengan Keputusan
Direktur.
(6) Setiap tahun dan pada akhir masa jabatan, Kepala PPPM
harus membuat laporan pertanggung jawaban kepada
Direktur.
Bagian Kedua
belas Unit Penunjang
Pasal 63
(1) Unit Penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 huruf k merupakan unsur yang diperlukan untuk
penyelenggaraan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
(2) Unit Penunjang terdiri dari:
a. Unit Bahasa;
b. Unit Praktek Kerja Nyata (PKN) dan Bursa Kerja;
c. Unit Perpustakaan; dan
d. Unit Teknologi Informasi dan Komunikasi.
(3) Unit penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Unit Bahasa mempunyai tugas melakukan
peningkatan kemahiran penggunaan bahasa nasional
dan asing;
b. Unit Praktik Kerja Nyata (PKN) dan Bursa Keija
mempunyai tugas melakukan penyiapan kerjasama,
pengelolaan praktik kerja nyata, dan penyelenggaraan
bursa kerja;
c. Unit Perpustakaan mempunyai tugas melakukan
pengelolaan perpustakaan; dan
364
Page 320
d. Unit Teknologi Informasi dan Komunikasi mempunyai
tugas melakukan pengelolaan teknologi informasi dan
komunikasi.
(4) Unit Penunjang dipimpin oleh Kepala yang diangkat
dan diberhentikan oleh Direktur dengan masa jabatan 4
(empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu)
kali masa jabatan.
(5) Kepala Unit Penunjang bertanggung jawab kepada
Direktur.
(6) Kepala Unit Penunjang merupakan tenaga fungsional
umum atau fungsional tertentu yang diberi tugas tambahan
untuk membantu Direktur dalam mengkoordinasikan
kegiatan di dalam unit penunjang.
(7) Kepala Unit Unit Bahasa dan Kepala Unit Praktek Kerja
Nyata dan Bursa Kerja, dikoordinasikan oleh Pembantu
Direktur Bidang Akademik dan Kemahasiswaan.
(8) Kepala Unit Perpustakaaan dan Kepala Unit Teknologi
Informasi dan Komunikasi, dikoordinasikan oleh
Pembantu Direktur Bidang Umum.
(9) Sesuai dengan perkembangan, kebutuhan, dan
kemampuan, Direktur dapat membentuk unit Penunjang
sebagai unsur penunjang selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Ketiga Belas
Kelompok Jabatan Fungsional
Pasal 64
(1) Kelompok Jabatan Fungsional (Jafung) mempunyai tugas
melakukan kegiatan sesuai dengan Jafung masing-masing
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kelompok Jafung terdiri atas Dosen, Pustakawan, Pranata
Komputer, dan Jafung lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
365
Page 321
(3) Masing-masing kelompok Jafung dikoordinasikan oleh
seorang pejabat fungsional yang ditetapkan oleh Direktur.
(4) Jumlah pejabat fungsional sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditentukan berdasarkan kebutuhan beban keija.
(5) Jenis dan jenjang Jafung sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(6) Kelompok Jafung Dosen berada dan bertanggung jawab
kepada Direktur, secara teknis pembinaan dilakukan oleh
Pembantu Direktur I serta Ketua Program Studi.
(7) Kelompok Jafung Dosen mempunyai tugas melakukan
pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat sesuai dengan bidang keahliannya/ ilmunya
serta memberikan bimbingan kepada mahasiswa dalam
rangka memenuhi kebutuhan dan minat mahasiswa di
dalam proses pendidikan.
(8) Kelompok Jafung Lainnya mempunyai tugas mendukung
kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
masyarakat sesuai dengan bidang keahlian.
(9) Kelompok Jafung Lainnya berada dan bertanggung jawab
kepada Direktur, secara teknis pembinaan dilakukan oleh
Pembantu Direktur II.
Pasal 65
(1) Dosen terdiri atas:
a. dosen tetap;
b. dosen tidak tetap; dan
c. , dosen tamu.
(2) Dosen tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan dosen yang diangkat dan ditempatkan sebagai
tenaga tetap pada Poltekpar Palembang.
(3) Dosen tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b merupakan dosen yang bukan tenaga tetap pada
Poltekpar Palembang.
366
Page 322
(4) Dosen tamu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
merupakan seorang yang diundang untuk menjadi dosen
di Poltekpar Palembang selama jangka waktu tertentu.
(5) Jenis dan jenjang kepangkatan dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(6) Untuk menjadi Dosen Poltekpar Palembang, harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar;
d. memiliki moral dan integritas yang tinggi;
e. memiliki tanggung jawab yang besar terhadap masa
depan bangsa dan negara;
f. memiliki kemauan untuk meningkatkan kemampuan
vokasi yang diasuhnya; dan
g. memiliki jiwa membimbing dan melayani mahasiswa.
Bagian Keempat Belas
Tenaga Kependidikan
Pasal 66
(1) Tenaga Kependidikan di lingkungan Poltekpar Palembang
dapat diangkat sebagai pejabat struktural atau pimpinan.
(2) Untuk menjadi Tenaga Kependidikan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. memiliki kualifikasi sebagai tenaga kependidikan;
dan
d. mempunyai moral dan integritas yang tinggi.
(3) Tenaga Kependidikan Poltekpar Palembang terdiri atas:
a. instruktur;
367
Page 323
b. laboran;
c. teknisi;
d. fungsional umum; dan
e. tenaga penunjang akademik lainnya.
(4) Tenaga Kependidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. PNS; atau
b. non PNS.
(5) Pengangkatan dan pemberhentian Tenaga Kependidikan
PNS sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) huruf a, dikoordinasikan dengan Deputi Bidang
Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan dan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(6) Pengangkatan dan pemberhentian Tenaga Kependidikan
non PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) b,
ditetapkan oleh Direktur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima Belas
Mahasiswa dan Alumni
Pasal 67
(1) Mahasiswa merupakan peserta didik Poltekpar Palembang.
(2) Untuk menjadi mahasiswa Poltekpar Palembang harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki ijazah minimum yang dipersyaratkan setiap
program studi;
b. lulus seleksi penerimaan mahasiswa baru Poltekpar
Palembang; dan
c. persyaratan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
368
Page 324
Pasal 68
(1) Mahasiswa Poltekpar Palembang mempunyai kewajiban
sebagai berikut:
a. mematuhi semua peraturan/ketentuan yang berlaku
pada Poltekpar Palembang;
b. ikut memelihara sarana dan prasarana serta
kebersihan, ketertiban, dan keamanan Poltekpar
Palembang;
c. menghargai ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
seni;
d. menjaga kewibawaan dan nama baik Poltekpar
Palembang; dan
e. menjunjung tinggi kebudayaan nasional.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban mahasiswa
Poltekpar Palembang sebagaimana dimaksud pada ayat(l)
diatur dengan Peraturan Direktur.
Pasal 69
(1) Mahasiswa Poltekpar Palembang mempunyai hak sebagai
berikut:
a. menggunakan kebebasan akademik secara
bertanggung-jawab untuk menuntut dan mengkaji
ilmu sesuai dengan norma dan susila yang berlaku
dalam lingkungan akademik;
b. memperoleh pengajaran sebaik-baiknya dan layanan
bidang akademik;
c. memanfaatkan fasilitas Poltekpar Palembang dalam
rangka kelancaran proses belajar;
d. mendapat bimbingan dari dosen yang bertanggung
jawab atas program studi yang diikuti dalam
penyelesaian studinya;
e. memperoleh layanan informasi yang berkaitan dengan
program studi yang diikuti serta hasil belajarnya;
369
Page 325
f. memperoleh layanan kesejahteraan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. memanfaatkan sumber daya Poltekpar Palembang
melalui perwakilan /organisasi kemahasiswaan untuk
mengurus dan mengatur kesejahteraan, minat, dam
tata kehidupan bermasyarakat; dan
h. ikut serta dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan
Poltekpar Palembamg.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak mahasiswa Poltekpar
Palembamg sebagaimama dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturam Direktur.
Pasal 70
(1) Organisasi kemahasiswaan di Poltekpar Palembang
diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk
mahasiswa.
(2) Bentuk aktivitas dan badan kelengkapan organisasi
kemahasiswaan di Poltekpar Palembang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
kesepakatan antar mahasiswa dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 71
(1) Kegiatan ko-kurikuler mahasiswa meliputi:
a. kepemimpinan;
b. penalaran dan keilmuan;
c. minat dan kegemaran;
d. kesejahteraan; dan
e. kegiatan-kegiatan penunjang.
(2) Kegiatan mahasiswa dalam kampus dapat diselenggarakan
setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan Pembantu
Direktur Bidang Kemahasiswaan.
(3) Kegiatan mahasiswa luar kampus harus seizin Direktur.
370
Page 326
(4) Kegiatan mahasiswa yang dilakukan antar negara harus
seizin Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan
Kepariwisataan.
Pasal 72
(1) Pembiayaan kegiatan mahasiswa dibebankan dan
diselenggarakan berdasarkan rencana anggaran Poltekpar
Palembang.
(2) Penggalangan dana dari sumber lain yang tidak; mengikat
dilakukan seizin Direktur dan digunakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 73
(1) Alumni merupakan orang-orang yang telah menyelesaikan
pendidikan di Poltekpar Palembang.
(2) Alumni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
membentuk organisasi alumni sebagai wadah kegiatan
yang disebut ikatan alumni Poltekpar Palembang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai alumni Poltekpar
Palembang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Keputusan Direktur.
Bagian Keenam Belas
Sarana dan Prasarana
Pasal 74
(1) Sarana dan prasarana Poltekpar Palembang diperoleh
melalui dana yang bersumber dari:
a. pemerintah; dan
b. masyarakat ataupun pihak lain.
(2) Pengelolaan sarana dan prasarana yang diperoleh dengan
dana yang berasal dari dimaksud pada ayat (1) pemerintah
sebagaimana huruf a diselenggarakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
371
Page 327
(3) Pengelolaan sarana dan prasarana yang diperoleh dengan
dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
yang berasal dari masyarakat dan pihak lain ditetapkan
oleh Direktur dengan persetujuan Deputi Bidang
Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendayagunaan
sarana dan prasarana Poltekpar Palembang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur
dengan persetujuan Senat.
Pasal 75
Sivitas Akademika dan tenaga administratif memiliki kewajiban
untuk memelihara dan menggunakan sarana dan prasarana
secara bertanggung jawab, berdaya guna, dan berhasil guna.
Bagian Ketujuh
Belas Pengelolaan Anggaran
Pasal 76
(1) Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB)
Poltekpar Palembang setelah mendapat persetujuan Deputi
Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan,
diajukan oleh Direktur kepada Menteri untuk disahkan
menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Poltekpar
Palembang.
(2) RAPB Poltekpar Palembang sebagaimana dimaksud
ayat (1) disusun setiap tahun oleh Direktur, dibantu oleh
suatu tim yang ditetapkan oleh Direktur.
(3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Poltekpar Palembang
dimulai pada awal tahun anggaran dan berakhir pada
akhir tahun anggaran yang bersangkutan.
(4) Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Poltekpar
Palembang diawasi oleh Satuan Pengawasan Internal
dan Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan
372
Page 328
Kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedelapan Belas
Kerja Sama
Pasal 77
(1) Untuk meningkatkan mutu kegiatan Tri Dharma Perguruan
Tinggi, Direktur dapat menjalin kerja sama dengan pihak
lain, baik dari dalam maupun dari luar Negeri.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud ayat (1) yang dilakukan
dengan pihak luar negeri dikoordinasikan dengan Deputi
yang membidangi kerja sama luar negeri.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud ayat (1) didasarkan
pada azas saling menguntungkan (mutual benefit)
dan saling menghormati (mutual respect), serta tidak
mengganggu pelaksanaan tugas-tugas pokok atau tugas
penting lainnya.
Pasal 78
(1) Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dapat
berbentuk:
a. program kembaran;
b. program pemindahan kredit;
c. tukar menukar dosen dan mahasiswa dalam
penyelenggaraan kegiatan akademik;
d. pemanfaatan bersama sumber daya dalam
pelaksanaan kegiatan akademik;
e. penerbitan bersama karya ilmiah;
f. penyelenggaraan bersama seminar atau kegiatan
ilmiah lain; dan
g- bentuk-bentuk lain yang dianggap perlu.
(2) Pelaksanaan keija sama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus ditetapkan dengan Keputusan Direktur dan
mendapatkan persetujuan Senat.
373
Page 329
(3) Pelaksanaan kerja sama Poltekpar Palembang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Program
Studi, Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat,
Unit Penunjang, maupun dosen atas persetujuan Direktur
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4) Bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dituangkan dalam suatu naskah kerja sama yang memuat
hak dan kewajiban tiap-tiap pihak dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan kerja sama tersebut.
BAB V
SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL
Pasal 79
(1) Sistem Penjaminan Mutu Internal Poltekpar Palembang
merupakan proses penetapan dan pemenuhan standar
mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan
sehingga pemangku kepentingan memperoleh kepuasan.
(2) Sistem Penjaminan Mutu Internal Poltekpar Palembang
ditujukan untuk:
a. menjamin setiap layanan akademik kepada mahasiswa
dilakukan sesuai standar;
b. mewujudkan transparansi dan akuntabilitas kepada
masyarakat khususnya orang tua/wali mahasiswa
tentang penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan
standar; dan
c. mendorong semua pihak/unit di Poltekpar Palembang
untuk bekerja mencapai tujuan dengan berpatokan
pada standar dan secara berkelanjutan berupaya
meningkatkan mutu.
(3) Sistem Penjaminan Mutu Internal Poltekpar Palembang
dilaksanakan dengan berpedoman pada prinsip:
a. berorientasi kepada pemangku kepentingan internal
dan eksternal;
b. mengutamakan kebenaran;
374
Page 330
c. tanggung jawab sosial;
d. pengembangan kompetensi personal;
e. partisipatif dan kolegial;
f. keseragaman metode; dan
g. inovasi, belajar dan perbaikan secara berkelanjutan.
(4) Ruang lingkup Sistem Penjaminan Mutu Internal Poltekpar
Palembang terdiri atas pengembangan standar mutu dan
audit di bidang:
a. pendidikan;
b. penelitian;
c. pengabdian kepada masyarakat; dan
d. kemahasiswaan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Sistem Penjaminan Mutu
Internal Poltekpar Palembang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan mekanisme penerapannya diatur dalam
Peraturan Direktur.
Pasal 80
(1) Untuk meningkatkan mutu dan efisiensi dalam
penyelenggaraan pendidikan perlu dilakukan pengawasan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan penilaian berkala terhadap
Kurikulum, mutu dan jumlah Tenaga Kependidikan,
keadaan Mahasiswa, pelaksanaan pendidikan sarana
dan prasarana, tatalaksana administrasi akademik,
kepegawaian keuangan dan kerumahtanggaan.
(3) Penilaian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Pengawasan fungsional dilakukan oleh institusi terkait
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
375
Page 331
Pasal 81
(1) Penyelenggaraan akreditasi di Poltekpar Palembang
dikoordinasikan oleh Pusat Penjaminan Mutu.
(2) Akreditasi di Poltekpar Palembang meliputi akreditasi
program studi, pengelola dan institusi.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan akreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
BENTUK DAN TATA CARA PENETAPAN PERATURAN
Pasal 82
(1) Senat berwenang menetapkan peraturan Senat dan
keputusan Senat.
(2) Direktur berwenang menetapkan Peraturan Direktur,
Keputusan Direktur dan Instruksi Direktur.
Pasal 83
Produk hukum di lingkungan Poltekpar Palembang mengikuti
tata urutan sebagai berikut:
a. Statuta;
b. Peraturan Senat;
c. Peraturan Direktur;
d. Keputusan Senat;
e. Keputusan Direktur; dan
f. Instruksi Direktur.
Pasal 84
Tata cara penyusunan produk hukum Poltekpar Palembang
berpedoman pada tata cara penyusunan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Kementerian.
376
Page 332
TATA NASKAH DINAS
BAB VII
Pasal 85
(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi serta
kewenangannya, Poltekpar Palembang menyusun dan
melaksanakan tata naskah dinas sesuai ketentuan
peraturan tata naskah dinas di Kementerian.
(2) Tata naskah dinas di lingkungan Poltekpar Palembang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Direktur.
BAB VIII
PENDANAAN DAN KEKAYAAN
Pasal 86
(1) Pembiayaan Poltekpar Palembang diperoleh dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. masyarakat; dan
c. pihak lain.
(2) Penggunaan dana yang berasal dari sumber pemerintah
dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Biaya yang diperoleh dari masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b berasal dari:
a. biaya ujian masuk Poltekpar Palembang; dan
b. penerimaan dari masyarakat lainnya yang tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Biaya yang diperoleh dari pihak lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c berasal dari :
a. hasil kontrak kerja antara Poltekpar Palembang
dengan pihak lain sesuai dengan peran dan fungsinya;
b. hasil penjualan produk yang diperoleh dari
penyelenggaraan pendidikan; dan/atau
377
Page 333
c. sumbangan dan hibah dari perorangan, lembaga
pemerintah atau lembaga non-pemerintah atau pihak
lain.
Pasal 87
(1) Direktur menyusun usulan struktur tarif dan tata cara
pengelolaan dan pengalokasian dana yang berasal dari
masyarakat, setelah disetujui oleh Senat.
(2) Usulan struktur tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan oleh Direktur kepada Menteri untuk memperoleh
penetapan.
Pasal 88
(1) Otonomi dalam bidang keuangan mencakup kewenangan
Poltekpar Palembang untuk menerima, menyimpan dan
menggunakan dana yang berasal dari masyarakat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam rangka mengelola dana yang berasal dari
masyarakat, Direktur menyelenggarakan pembukuan
terpadu berdasarkan peraturan administrasi keuangan
yang berlaku.
Pasal 89
(1) Kekayaan Poltekpar Palembang terdiri atas seluruh
kekayaan:
a. yang telah ada maupun yang akan ada;
b. dalam bentuk benda tetap maupun benda bergerak;
dan
c. yang berwujud maupun tidak berwujud.
(2) Kekayaan awal Poltekpar Palembang berupa kekayaan
milik negara yang tidak dipisahkan.
378
Page 334
PERUBAHAN STATUTA
BAB IX
Pasal 90
(1) Usulan perubahan Statuta dilakukan dalam suatu sidang
Senat, apabila diajukan dan dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota Senat.
(2) Keputusan untuk perubahan Statuta dianggap sah, apabila
dilakukan dengan persetujuan sekurang- kurangnya 50%
(lima puluh persen) ditambah 1 (satu) anggota Senat dari
seluruh jumlah anggota Senat yang hadir.
(3) Perubahan Statuta dilakukan atas persetujuan Senat
Poltekpar Palembang dan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 91
Untuk pertama kali, Direktur Poltekpar Palembang ditunjuk
oleh Menteri.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 92
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
379
Page 335
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Oktober 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1549
Salinan sesuai dengan
KEMENTERIAN PARIWISATA RI
380
Page 336
M E N T E R I P AR IW ISATA R E P U B LIK IN D O N E S IA
Menimbang
Mengingat
SALINAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2016
TENTANG
STATUTA POLITEKNIK PARIWISATA LOMBOK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
bahwa dalam rangka mewujudkan tertib pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan Politeknik Pariwisata Lombok dan
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32 Peraturan Menteri
Pariwisata Nomor 5 Tahun 2016 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Politeknik Pariwisata Lombok, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Pariwisata tentang Statuta Politeknik
Pariwisata Lombok;
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
381
Page 337
Menetapkan
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5336);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan
Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5500);
5. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pariwisata (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 20);
6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
139 Tahun 2014 tentang Pedoman Statuta dan Organisasi
Perguruan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 1670);
7. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pariwisata (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 545);
8. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 5 Tahun 2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Politeknik Pariwisata
Lombok (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 711);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG STATUTA
POLITEKNIK PARIWISATA LOMBOK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
382
Page 338
1. Politeknik Pariwisata Lombok yang selanjutnya disebut
Poltekpar Lombok adalah perguruan tinggi di bawah
Kementerian Pariwisata yang menyelenggarakan program
pendidikan vokasi di bidang kepariwisataan.
2. Statuta Poltekpar Lombok yang selanjutnya disebut
Statuta adalah pedoman dasar penyelenggaraan kegiatan
yang digunakan sebagai acuan untuk merencanakan,
mengembangkan, serta menyelenggarakan program dan
kegiatan di Poltekpar Lombok.
3. Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah di jalur pendidikan formal.
4. Pendidikan Vokasi adalah Pendidikan Tinggi program
diploma yang menyiapkan mahasiswa untuk pekerjaan
keahlian terapan tertentu sampai program sarjana
terapan, dan dapat dikembangkan oleh pemerintah
sampai program magister terapan atau program doktor
terapan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
5. Kurikulum Poltekpar Lombok yang selanjutnya disebut
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program
pendidikan yang diberikan dalam satu periode jenjang
pendidikan di Poltekpar Lombok.
6. Sivitas Akademika Poltekpar Lombok yang selanjutnya
disebut Sivitas Akademika adalah satuan masyarakat
akademik yang terdiri atas dosen dan mahasiswa di
lingkungan Poltekpar Lombok.
7. Senat Poltekpar Lombok yang selanjutnya disebut Senat
adalah badan normatif dan perwakilan tertinggi di
lingkungan Poltekpar Lombok.
8. Direktur Poltekpar Lombok yang selanjutnya disebut
Direktur adalah dosen yang diberikan tugas tambahan
untuk memimpin Poltekpar Lombok.
9. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan Poltekpar
Lombok dengan tugas utama mentransformasikan,
383
Page 339
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
10. Tenaga Kependidikan adalah tenaga kependidikan yang
bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan,
pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk
menunjang proses pendidikan di Poltekpar Lombok.
11. Mahasiswa adalah seseorang yang terdaftar sebagai
peserta didik yang belajar di Poltekpar Lombok.
12. Alumni Poltekpar Lombok adalah seseorang yang telah
dinyatakan lulus dari pendidikan di Poltekpar Lombok.
13. Kementerian adalah Kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kepariwisataan.
14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kepariwisataan.
BAB II
IDENTITAS
Bagian Kesatu
Status, Kedudukan, dan Dies Natalis
Pasal 2
(1) Poltekpar Lombok merupakan perguruan tinggi
yang menyelenggarakan pendidikan vokasi di bidang
kepariwisataan di lingkungan Kementerian Pariwisata,
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Menteri melalui Deputi Bidang Pengembangan
Kelembagaan Kepariwisataan.
(2) Poltekpar Lombok berkedudukan di Kota Praya, Kabupaten
Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
(3) Poltekpar Lombok ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Pariwisata Nomor 5 Tahun 2016 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Politeknik Pariwisata Lombok tanggal 27 April
2016.
384
Page 340
(4) Dies Natalis Poltekpar Lombok ditetapkan setiap tanggal
27 April 2016.
Bagian Kedua
Lambang, Moto, Bendera, Busana, Himne, dan Mars
Pasal 3
(1) Poltekpar Lombok mempunyai lambang sebagaimana
gambar di bawah ini:
(2) Rincian arti lambang Poltekpar Lombok adalah sebagai
berikut:
a. bentuk dasar bulat dengan garis globe menggambarkan
dunia dan dibingkai dengan bunga teratai bersudut
lima memilik makna bahwa Poltekpar Lombok
berasaskan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa
Indonesia, serta diharapkan kiprah dan manfaat
Poltekpar Lombok dapat mencapai ke seluruh penjuru
dunia yang mengacu kepada tagline Poltekpar Lombok
yakni “A World-Class Tourism Polytechnic
b. warna dasar biru (kode Ib7e9d) melambangkan
wawasan yang luas dan mendalam, serta diartikan
sebagai pengembangan wisata maritim;
c. bangunan lumbung merupakan lambang
pengembangan pariwisata budaya;
d. pintu lumbung yang terbuka satu, melambangkan
Poltekpar Lombok terbuka terhadap nilai-nilai baru
dari luar demi pengembangan mutu pendidikan dan
385
Page 341
lulusan, namun tetap menyaring nilai-nilai baru
dimaksud;
e. pena dan buku melambangkan proses pendidikan
berkelanjutan, mulai dari pendidikan dasar sampai
dengan pendidikan tinggi. Poltekpar Lombok
menerapkan pendidikan berbasis kompetensi yang
sesuai dengan kebutuhan industri pariwisata;
f. tiga anak tangga di bawah lumbung padi merupakan
simbol dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu
Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat;
g. bintang melambangkan prestasi yang dicita-citakan
dapat diwujudkan oleh segenap sivitas akademika
Poltekpar Lombok; dan
h. padi dan kapas melambangkan kesejahteraan dan
pemberdayaan masyarakat.
(3) Lambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara
keseluruhan mempunyai makna bahwa kader-kader
yang dididik dan dibina di Poltekpar Lombok mempunyai
semangat yang pantang menyerah dalam menuntut
ilmu agar menjadi insan yang profesional di bidang
kepariwisataan untuk menjadi pemimpin yang dapat
dibanggakan guna mencapai kesejahteraan masyarakat.
Pasal 4
(1) Moto Poltekpar Lombok yaitu: “Mengabdi melalui Karya
Terbaik.”
(2) Moto Poltekpar Lombok sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mempunyai arti bahwa kader-kader yang
dihasilkan Poltekpar Lombok mengabdi pada peningkatan
karya dan mutu pengabdian melalui karya terbaik di
bidang kepariwisataan kepada masyarakat.
Pasal 5
Bendera Poltekpar Lombok berbentuk empat persegi panjang,
Page 342
berwarna dasar biru (kode Ib7e9d) dan ditengah-tengah
bendera tergambar lambang Poltekpar Lombok dengan ukuran
panjang 120 cm dan lebar 100 cm.
Pasal 6
(1) Setiap Program Studi memiliki bendera berbentuk persegi
panjang dengan ukuran panjang berbanding lebar 3 :
2 dengan warna yang berbeda sesuai dengan program
studi masing-masing dan di tengahnya terdapat lambang
Poltekpar Lombok.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai warna, kode warna,
dan tata cara penggunaan bendera Program Studi diatur
dalam Peraturan Direktur.
Pasal 7
(1) Poltekpar Lombok memiliki busana akademik, busana
almamater, busana perkuliahan, dan busana perkuliahan
praktikum.
(2) Busana akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas busana pimpinan, busana Senat, dan busana
wisudawan.
(3) Busana akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa toga, topi berwarna hitam, kalung, dan atribut
lainnya.
(4) Busana almamater sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa jas almamater berwarna hijau kecoklatan, dan di
bagian dada kiri terdapat lambang Poltekpar Lombok.
(5) Busana perkuliahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa kemeja/blouse berwarna krem muda dan celana
panjang/rok berwarna krem di bagian dada kanan
terdapat nama dan di bagian dada kiri terdapat lambang
Poltekpar Lombok.
(6) Busana perkuliahan praktikum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
387
Page 343
penggunaan busana akademik dan busana almamater
diatur dalam Peraturan Direktur.
Pasal 8
Poltekpar Lombok memiliki Himne, sebagai berikut:
Demi Indonesia
tempatku berpijak
Politeknik Pariwisata Lombok
Aku siap mengabdi
Menjadi insan pariwisata
Mewujudkan karya nyata
Pariwisata tumpuan bersama
Kukerahkan seluruh dayaku
Untuk kemajuan negeriku
Sebagai wujud bakti
Kepada Tuhan yang kuasa
Pasal 9
Poltekpar Lombok memiliki Mars Poltekpar Lombok, sebagai
berikut:
Politeknik Pariwisata Lombok
Insan harapan bangsa
Yang selalu bersahaja
Mengemban tugas mulia
Melalui pariwisata
Kembangkan sikap yang professional
Di segala bidang usaha
Gerakkan pariwisata nasional
Menjadi tumpuan bangsa
Disiplin modal utama
Pengabdi pariwisata terbaik
Dengan senyum, sapa, dan salam
Page 344
Jiwa pengabdianku kreatif
Berkarya menuju Indonesia jaya
Aman, sejahtera
Pasal 10
Himne dan Mars Poltekpar Lombok dinyanyikan pada acara
resmi yang diselenggarakan oleh dan/atau atas nama Poltekpar
Lombok.
BAB III
PENYELENGGARAAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI
Bagian Kesatu
Otonomi Pengelolaan
Pasal 11
(1) Poltekpar Lombok memiliki otonomi untuk mengelola
sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan Tri
Dharma Perguruan Tinggi dan kegiatan lainnya secara
terintegrasi, harmonis, dan berkelanjutan, baik di dalam
maupun di luar kedudukan Poltekpar Lombok.
(2) Otonomi pengelolaan Poltekpar Lombok sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. otonomi pengelolaan di bidang akademik, yaitu
penetapan norma dan kebijakan operasional Poltekpar
Lombok serta pelaksanaan Tri Dharma Perguruan
Tinggi; dan
b. otonomi pengelolaan di bidang non akademik,
yaitu penetapan norma dan kebijakan operasional
Poltekpar Lombok serta pelaksanaan organisasi,
keuangan, kemahasiswaan, kepegawaian, sarana,
dan prasarana.
(3) Otonomi pengelolaan Poltekpar Lombok sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. bidang akademik:
389
Page 345
1. penetapan norma kebijakan operasional, dan
pelaksanaan pendidikan terdiri atas:
a) persyaratan akademik yang akan digunakan;
b) kurikulum program studi;
c) proses pembelajaran;
d) penilaian hasil belajar;
e) persyaratan kelulusan; dan
f) wisuda;
2. penetapan norma kebijakan operasional, serta
pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat; dan
bidang non-akademik:
1. penetapan norma, kebijakan operasional, dan
pelaksanaan organisasi terdiri atas:
a) rencana strategis dan rencana kerja tahunan;
b) sistem penjaminan mutu internal; dan
c) sistem pengendalian internal;
2. penetapan norma, kebijakan operasional, dan
pelaksanaan keuangan terdiri atas:
a) membuat perjanjian dengan pihak ketiga
dalam lingkup Tri Dharma Perguruan Tinggi;
dan
b) sistem pencatatan dan laporan keuangan,
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
3. penetapan norma, kebijakan operasional, dan
pelaksanaan kemahasiswaan terdiri atas:
a) kegiatan kemahasiswaan kokurikuler;
b) organisasi kemahasiswaan; dan
c) pembinaan bakat dan minat mahasiswa;
4. penetapan norma, kebijakan operasional, dan
pelaksanaan ketenagaan terdiri atas:
a) penugasan dan pembinaan sumber daya
manusia; dan
Page 346
b) penyusunan target kerja dan jenjang karir
sumber daya manusia;
5. penetapan norma, kebijakan operasional sarana
dan prasarana terdiri atas:
a) penggunaan sarana dan prasarana;
b) pemeliharaan sarana dan prasarana; dan
c) pemanfaatan sarana dan prasarana;
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Otonomi pengelolaan Poltekpar Lombok sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan prinsip:
a. akuntabilitas;
b. transparan;
c. nirlaba;
d. penjaminan mutu; dan
e. efektivitas dan efisiensi.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Pendidikan
Pasal 12
(1) Penerimaan mahasiswa baru di lingkungan Poltekpar
Lombok diselenggarakan melalui jalur seleksi penerimaan
mahasiswa baru dengan mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Persyaratan untuk menjadi mahasiswa Poltekpar Lombok
adalah memiliki ijazah Sekolah Menengah Atas/Sekolah
Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah atau yang sederajat
dan telah lulus seleksi serta terdaftar di Poltekpar Lombok.
(3) Penerimaan mahasiswa selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan penerimaan mahasiswa
melalui alih kredit, penugasan, dan kerja sama.
(4) Penerimaan mahasiswa tidak membedakan jenis kelamin,
agama, suku, ras, kewarganegaraan, status sosial, dan
tingkat kemampuan ekonomi.
391
Page 347
(5) Warga negara asing dapat menjadi mahasiswa Poltekpar
Lombok apabila memenuhi syarat dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerimaan mahasiswa
diatur dalam Peraturan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan dari Senat.
Pasal 13
(1) Poltekpar Lombok menyelenggarakan pendidikan vokasi
di bidang kepariwisataan.
(2) Poltekpar Lombok menyelenggarakan program pendidikan
diploma dan sarjana terapan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
Pendidikan Vokasi Poltekpar Lombok diatur dengan
Peraturan Direktur, setelah mendapat pertimbangan dari
Senat.
Pasal 14
(1) Satu Tabun Akademik untuk Pendidikan Vokasi di
Poltekpar Lombok dibagi dalam 2 (dua) semester.
(2) Penyelenggaraan semester sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas 16 (enam belas) minggu kegiatan
pembelajaran efektif.
(3) Tahun Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam Kalender Akademik dan ditetapkan
dengan Keputusan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan dari Senat.
Pasal 15
(1) Penyelenggaraan pendidikan di Poltekpar Lombok
berdasarkan paket menggunakan Sistem Kredit Semester
(SKS).
392
Page 348
(2) Beban studi mahasiswa, beban keija dosen, pengalaman
belajar, dan beban penyelenggaraan program dinyatakan
dalam satuan kredit semester (sks).
(3) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan
diatur dengan Peraturan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan dari Senat.
Pasal 16
(1) Pendidikan Vokasi Poltekpar Lombok diselenggarakan
berdasarkan kurikulum masing-masing program studi
yang mengacu pada ketentuan peraturan perundangan-
undangan.
(2) Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. disusun dengan memperhatikan kebutuhan unit
pengguna; dan
b. dilaksanakan dengan menggunakan satuan jam per
minggu yang dapat disetarakan dengan satuan kredit
semester (sks).
(3) Evaluasi dan perubahan kurikulum dilakukan secara
berkala.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kurikulum ditetapkan
dengan Peraturan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan Senat.
Pasal 17
(1) Kegiatan dan kemajuan belajar mahasiswa dinilai secara
berkala melalui:
a. ujian;
b. pelaksanaan tugas; dan
c. pengamatan.
(2) Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat
diselenggarakan melalui:
a. ujian tengah semester;
b. ujian akhir semester; dan/atau
c. ujian akhir program studi.
393
Page 349
(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan melalui tugas terstruktur, mandiri,
dan/atau kelompok.
(4) Pelaksanaan pengamatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dilakukan melalui keaktifan dalam
pembelajaran di kelas.
(5) Ujian akhir program studi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c, berupa ujian laporan akhir studi, ujian
kompetensi, ujian sertifikasi keahlian, dan/atau ujian
komprehensif.
(6) Penilaian hasil belajar didasarkan pada Satuan Acara
Perkuliahan (SAP), dan Rencana Pembelajaran Semester
(RPS).
(7) Nilai akhir hasil belajar semester merupakan nilai
gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
huruf b dan/atau huruf c.
(8) Nilai akhir hasil belajar semester sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) dinyatakan dengan huruf A, B, C, D, dan E
yang masing-masing bernilai 4, 3, 2, 1, dan 0 atau dengan
menggunakan huruf antara dan nilai antara.
(9) Nilai akhir hasil belajar mahasiswa dalam suatu semester
dinyatakan dengan Indeks Prestasi Semester (IPS).
(10) Hasil belajar mahasiswa dalam suatu masa studi
dinyatakan dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK).
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian hasil belajar
mahasiswa diatur dalam Peraturan Direktur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan
setelah mendapat pertimbangan dari Senat.
Pasal 18
(1) Mahasiswa dinyatakan lulus pada suatu jenjang
pendidikan setelah menempuh mata kuliah yang
dipersyaratkan dan berhasil mempertahankan karya tulis
ilmiah berupa tugas/proyek akhir.
Page 350
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai karya tulis ilmiah yang
dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan dari Senat.
Pasal 19
(1) Pada akhir penyelenggaraan program pendidikan vokasi
diadakan upacara wisuda.
(2) Upacara wisuda dapat dilaksanakan lebih dari satu kali
dalam satu tahun ajaran.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai upacara wisuda diatur
dalam Peraturan Direktur, setelah mendapat pertimbangan
dari Senat.
Pasal 20
(1) Poltekpar Lombok menyelenggarakan pendidikan
dengan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar.
(2) Bahasa daerah dan bahasa asing dapat dipergunakan
sebagai bahasa pengantar, baik dalam penyelenggaraan
pendidikan maupun dalam penyampaian pengetahuan
dan/atau keterampilan tertentu untuk lebih meningkatkan
daya guna dan hasil guna proses pembelajaran.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan bahasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Direktur, setelah mendapat pertimbangan
dari Senat.
Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Penelitian
Pasal 21
(1) Poltekpar Lombok melaksanakan kegiatan penelitian
terapan.
395
Page 351
(2) Penelitian terapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam pedoman yang ditetapkan oleh Direktur.
Bagian Keempat
Penyelenggaraan Pengabdian Kepada Masyarakat
Pasal 22
(1) Poltekpar Lombok menyelenggarakan kegiatan pengabdian
kepada masyarakat sesuai dengan sifat pengetahuan dan
tujuan pendidikan serta berorientasi kepada masalah-
masalah pembangunan regional dan pembangunan
nasional.
(2) Poltekpar Lombok melaksanakan kegiatan pengabdian
kepada masyarakat dalam rangka pemanfaatan,
pendayagunaan, dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan/atau teknologi bagi kepentingan masyarakat.
(3) Kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1):
a. dilaksanakan di bawah PPPM atau unit kerja lain
yang relevan;
b. dapat dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari hasil
penelitian;
c. dilaksanakan intra, lintas, dan/atau multi-sektor;
d. dilaksanakan untuk memberikan kontribusi
terhadap pengembangan wilayah dan pemberdayaan
masyarakat melalui kejasama dengan institusi lain;
dan
e. diselenggarakan dengan melibatkan dosen,
mahasiswa, dan tenaga fungsional baik perseorangan
maupun kelompok.
(4) Penyelenggaraan kegiatan pengabdian kepada masyarakat
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi.
396
Page 352
(5) Hasil-hasil kegiatan pengabdian kepada masyarakat
didokumentasikan dan dipublikasikan dalam media yang
mudah diakses oleh masyarakat.
(6) Pemanfaatan hasil pengabdian kepada masyarakat
diorientasikan untuk pemberdayaan masyarakat.
(7) Hasil pengabdian kepada masyarakat dapat dimanfaatkan
sebagai dasar bagi penelitian lanjutan.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelanggaraan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat diatur dalam Peraturan
Direktur, setelah mendapat pertimbangan Senat.
Bagian Kelima
Etika Akademik dan Kode Etik
Pasal 23
(1) Poltekpar Lombok menjunjung tinggi etika akademik.
(2) Sivitas Akademika terikat dalam kode etik yang mengatur
keharusan:
a. menjaga dan mempertahankan integritas pribadinya;
b. menjaga dan memelihara harkat dan martabat
Poltekpar Lombok; dan
c. menjaga disiplin dalam menjalankan dan
melaksanakan tugas dan kewajiban.
(3) Poltekpar Lombok memberlakukan kode etik yang terdiri
dari:
a. kode etik Poltekpar Lombok;
b. kode etik Dosen Poltekpar Lombok;
c. kode etik Tenaga Kependidikan; dan
d. kode etik Mahasiswa.
(4) Kode etik Poltekpar Lombok memuat norma yang mengikat
semua pihak yang bernaung di bawah nama Poltekpar
Lombok atau bertindak atas nama Poltekpar Lombok.
(5) Kode etik Dosen Poltekpar Lombok berisi norma yang
mengikat Dosen secara individual dalam penyeleng-garaan
kegiatan akademik.
397
Page 353
(6) Kode etik Tenaga Kependidikan berisi norma yang
mengikat Tenaga Kependidikan secara individual dalam
menunjang penyelenggaraan Poltekpar Lombok.
(7) Kode etik Mahasiswa berisi norma yang mengikat
Mahasiswa secara individual dalam melaksanakan
kegiatan akademik dan kemahasiswaan di Poltekpar
Lombok.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai etika akademik dan
kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), diatur dengan Peraturan Direktur, setelah mendapat
pertimbangan Senat.
Bagian Keenam
Kebebasan Akademik Dan Otonomi Keilmuan
Pasal 24
(1) Kebebasan akademik merupakan kebebasan yang dimiliki
anggota sivitas akademika untuk secara bertanggung
jawab dan mandiri melaksanakan kegiatan akademik
yang terkait dengan pendidikan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.
(2) Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. kebebasan mimbar akademik; dan
b. otonomi keilmuan.
(3) Dalam melaksanakan kebebasan akademik, setiap anggota
sivitas akademika harus mengupayakan agar kegiatan
serta hasilnya dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan
kegiatan akademik Poltekpar Lombok.
(4) Pelaksanaan kebebasan akademik diarahkan untuk
memantapkan terwujudnya pengembangan diri Sivitas
Akademika, ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau
kesenian.
(5) Dalam rangka pelaksanaan kebebasan akademik, Sivitas
Akademika dapat mengundang tenaga ahli dari luar
398
Page 354
untuk menyampaikan pikiran dan pendapatnya sesuai
dengan norma dan kaidah keilmuan setelah mendapat
persetujuan Direktur.
Pasal 25
(1) Kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud
dalam pasal 24 ayat (2) huruf a, dimaksudkan untuk
memungkinkan dosen menyampaikan pikiran dan
pendapatnya secara bebas sesuai dengan norma dan
kaidah keilmuan yang berlaku.
(2) Otonomi keilmuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (2) huruf b merupakan:
a. kegiatan keilmuan yang mengacu pada norma dan
kaidah keilmuan; dan
b. pedoman dalam rangka mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi dan/atau seni bagi Poltekpar
Lombok dan Sivitas Akademika.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perwujudan kebebasan
akademika diatur dengan Peraturan Senat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh
Gelar Dan Penghargaan
Pasal 26
(1) Sebagai pengakuan dan bukti kelulusan program diploma,
Poltekpar Lombok memberikan ijasah dengan gelar:
a. Ahli Madya, bagi lulusan Program Diploma 3; dan
b. Sarjana Terapan, bagi lulusan Program Diploma 4.
(2) Jenis gelar, singkatan dan penggunaannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Lulusan Poltekpar Lombok berhak mendapatkan Ijasah,
Transkrip, dan Surat Keterangan Pendamping Ijasah
399
Page 355
setelah menyelesaikan semua kewajiban akademik, dan
administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4) Direktur berwenang mencabut Ijasah lulusan Poltekpar
Lombok, apabila lulusan dimaksud terbukti melakukan:
a. pemalsuan terhadap dokumen yang terkait dengan
pemenuhan syarat administratif pendaftaran masuk
Poltekpar Lombok;
b. kecurangan akademik; dan
c. plagiarisme.
(5) Pencabutan Ijasah sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dilakukan dengan Keputusan Direktur, setelah
mendapatkan pertimbangan Senat.
Pasal 27
(1) Poltekpar Lombok akan memberikan penghargaan kepada
lulusan yang berprestasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan nilai dalam
penghargaan akan diatur dalam Peraturan Direktur,
setelah mendapatkan pertimbangan Senat.
BAB IV
SISTEM PENGELOLAAN
Bagian Kesatu
Visi, Misi Dan Tujuan
Pasal 28
Visi Poltekpar Lombok adalah menjadi Institusi pendidikan
tinggi kepariwisataan di bidang vokasi yang berstandar
internasional, berkepribadian Indonesia, dan unggul di
kawasan Asia tahun 2025.
Pasal 29
Misi Poltekpar Lombok terdiri atas:
400
Page 356
a. menghasilkan sumber daya manusia pariwisata yang
mempunyai daya saing internasional di kawasan asia dan
berkepribadian Indonesia;
b. mengembangkan penelitian kepariwisataan skala
internasional yang berbasis pada pengetahuan, budaya,
dan lingkungan lokal; dan
c. mengembangkan pengabdian kepada masyarakat melalui
inovasi teknologi tepat guna, kearifan lokal, dan kelestarian
lingkungan.
Pasal 30
Tujuan Poltekpar Lombok terdiri atas:
a. menyelenggarakan sistem pendidikan bidang
kepariwisataan yang berbasis akuntabilitas kinerja
untuk menghasilkan lulusan yang berbudi pekerti luhur,
unggul dalam pengetahuan dan keterampilan pada ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni;
b. mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau
seni, serta berkontribusi yang relevan dan berkualitas
tinggi bagi kebutuhan pembangunan nasional, regional,
dan internasional;
c. menciptakan lingkungan dan suasana akademik kampus
yang kondusif dan dapat menumbuhkan sikap apresiatif,
partisipatif dan kontributif dari sivitas akademika, serta
menjunjung tinggi tata nilai dan moral akademik dalam
usaha membentuk masyarakat kampus yang dinamis dan
harmonis; dan
d. mengembangkan jejaring dengan perguruan tinggi lain,
masyarakat, industri, lembaga pemerintah dan lembaga
lain baik tingkat nasional maupun internasional dengan
asas saling menguntungkan.
401
Page 357
Bagian Kedua
Susunan Organisasi
Pasal 31
Susunan Organisasi Poltekpar Lombok terdiri atas:
a. Direktur dan Pembantu Direktur;
b. Senat;
c. Dewan Penyantun;
d. Satuan Penjaminan Mutu;
e. Satuan Pengawas Internal;
f. Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan;
g. Subbagian Administrasi Umum;
h. Program Studi;
i. Laboratorium;
j. Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat; dan
k. Unit Penunjang.
Bagian Ketiga
Direktur
Paragraf 1
Tugas dan Fungsi Direktur
Pasal 32
(1) Direktur bertugas memimpin Poltekpar Lombok.
(2) Dalam melaksanakan tugas, Direktur dibantu oleh 2 (dua)
orang Pembantu Direktur.
(3) Direktur dan Pembantu Direktur merupakan 1 (satu)
kesatuan unsur pimpinan Poltekpar Lombok.
(4) Dalam melaksanakan tugas, Direktur menyelenggarakan
fungsi:
a. menyusun statuta beserta perubahannya untuk
diusulkan kepada Menteri;
b. menyusun dan/ atau menetapkan kebijakan akademik
setelah mendapatkan pertimbangan Senat;
402
Page 358
c. menyusun dan menetapkan norma akademik,
kode etik sivitas akademika setelah mendapatkan
pertimbangan Senat;
d. menyusun dan menetapkan kode etik sivitas
akademika setelah mendapatkan pertimbangan
Senat;
e. menyusun dan/atau dapat mengubah rencana
pengembangan jangka panjang;
f. menyusun dan/atau mengubah rencana strategis 5
(lima) tahun;
g. menyusun dan/atau mengubah rencana kerja dan
anggaran tahunan (rencana operasional);
h. mengelola pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat sesuai dengan rencana kerja dan
anggaran tahunan;
i. mengangkat dan/atau memberhentikan Pembantu
Direktur dan pimpinan unit di bawah Direktur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
j. menjatuhkan sanksi kepada sivitas akademika dan
tenaga kependidikan yang melakukan pelanggaran
terhadap norma, etika, dan/atau peraturan akademik
berdasarkan rekomendasi Senat;
k. menjatuhkan sanksi kepada dosen dan tenaga
kependidikan yang melakukan pelanggaran sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
l. membina dan mengembangkan dosen dan tenaga
kependidikan;
m. menerima, membina, mengembangkan, dan
memberhentikan mahasiswa;
n. mengelola anggaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
o. menyelenggarakan sistem informasi manajemen
berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang
handal yang mendukung pengelolaan Tri Dharma
403
Page 359
Perguruan Tinggi, akuntansi dan keuangan,
kepersonaliaan, kemahasiswaan, dan kealumnian;
p. menyusun dan menyampaikan laporan pertanggung
jawaban penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan
Tinggi kepada Menteri;
q. membina dan mengembangkan hubungan dengan
alumni, pemerintah, pemerintah daerah, pengguna
hasil kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dan
masyarakat; dan
r. memelihara keamanan, keselamatan, kesehatan, dan
ketertiban kampus serta kenyamanan kerja untuk
menjamin kelancaran kegiatan Tri Dharma Perguruan
Tinggi.
Paragraf 2
Pengangkatan Direktur
Pasal 33
Calon Direktur harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang merupakan
dosen aktif dengan jenjang akademik paling rendah Lektor;
c. berpendidikan paling rendah Magister (S2);
d. berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat
berakhirnya masa jabatan Direktur yang sedang menjabat;
e. berpengalaman manajerial di lingkungan perguruan tinggi
paling rendah sebagai Ketua Jurusan/Kepala Pusat/
Kepala Satuan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
f. bersedia dicalonkan menjadi pemimpin Poltekpar Lombok
yang dinyatakan secara tertulis;
g. memiliki setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan
Sasaran Kineija Pegawai (SKP) bernilai baik dalam 2 (dua)
tahun terakhir;
h. sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan tertulis oleh
dokter pemerintah yang berwenang;
Page 360
i. tidak sedang menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam)
bulan atau ijin belajar dalam rangka studi lanjut yang
meninggalkan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi yang
dinyatakan secara tertulis;
j. tidak pernah melakukan plagiarisme sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan;
k. tidak sedang menjalani hukuman disiplin tingkat sedang
atau berat;
l. tidak pernah dipidana berdasarkan keputusan pengadilan
yang memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan
perbuatan yang diancam pidana paling rendah pidana
kurungan; dan
m. memiliki karya ilmiah yang dipublikasikan minimal dalam
jurnal nasional terakreditasi.
Pasal 34
Pengangkatan Direktur dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut:
a. tahap penjaringan bakal calon Direktur;
b. tahap penyaringan calon Direktur;
c. tahap pemilihan calon Direktur; dan
d. tahap pengangkatan Direktur.
Pasal 35
(2) Tahap penjaringan bakal calon Direktur dan penyaringan
calon Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
huruf a dan huruf b, dilakukan oleh Senat.
(3) Tahap penjaringan dan penyaringan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling lambat 6 (enam)
bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Direktur yang
sedang menjabat.
(4) Paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa
jabatan Direktur yang sedang menjabat, Senat sudah
harus menetapkan 3 (tiga) orang calon Direktur.
405
Page 361
(5) Tahap penjaringan bakal calon Direktur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mekanisme
sebagai berikut:
a. Senat membentuk panitia penjaringan bakal calon
Direktur;
b. panitia sebagaimana dimaksud pada huruf a
menginventarisasi dosen yang memenuhi syarat untuk
menjadi bakal calon Direktur dan mengumumkan
nama-nama dosen bakal calon Direktur yang
memenuhi persyaratan;
c. dosen bakal calon Direktur sebagaimana dimaksud
pada huruf b yang berniat mengikuti tahap penjaringan
harus mendaftarkan diri ke panitia pendaftaran;
d. apabila sampai batas waktu penjaringan berakhir
bakal calon Direktur yang memenuhi syarat kurang
dari 3 (tiga) orang bakal calon Direktur, Senat
memperpanjang jangka waktu penjaringan bakal
calon Direktur selama 5 (lima) hari kerja; dan
e. apabila setelah masa perpanjangan, sebagaimana
dimaksud pada huruf d bakal calon Direktur tetap
kurang dari 3 (tiga) orang bakal calon Direktur, Ketua
Senat dengan persetujuan anggota Senat menunjuk
dosen yang memenuhi syarat untuk didaftarkan
sebagai bakal calon Direktur.
(6) Tahap penyaringan calon Direktur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 huruf b dilakukan dengan cara:
a. calon Direktur menyampaikan visi, misi, program
kerja dan pengembangan Poltekpar Lombok di
hadapan Senat;
b. Senat melakukan penilaian dan pemilihan bakal calon
Direktur yang mendaftar dalam tahap penjaringan;
c. paling lambat 2 (dua) minggu sebelum pemilihan,
Senat menyampaikan 3 (tiga) orang calon Direktur
beserta daftar riwayat hidup dan program kerja
Page 362
para calon Direktur kepada Menteri melalui Dewan
Pertimbangan; dan
d. Dewan Pertimbangan dapat memberikan catatan atau
rekomendasi atas calon Direktur yang diusulkan oleh
Senat.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjaringan dan
penyaringan ditetapkan dengan Keputusan Senat.
Pasal 36
Tahap pemilihan calon Direktur dan pengangkatan Direktur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf c dan huruf d
dilakukan dengan cara:
a. Senat melakukan pemilihan calon Direktur dalam sidang
Senat;
b. pemilihan calon Direktur dilakukan paling lambat 2 (dua)
bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Direktur yang
sedang menjabat;
c. pemilihan calon Direktur dilakukan melalui pemungutan
suara secara tertutup dengan ketentuan:
1. Menteri memiliki 35% (tiga puluh lima persen) hak
suara dari total pemilih; dan
2. Senat memiliki 65% (enam puluh lima persen) hak
suara dan masing-masing anggota Senat memiliki
hak suara yang sama;
d. hasil pemilihan calon Direktur dalam sidang senat
sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada
Menteri untuk kemudian Menteri dapat menambahkan
hak suaranya kepada salah satu calon;
e. dalam hal terdapat 2 (dua) orang calon Direktur yang
memperoleh suara tertinggi dengan jumlah suara yang
sama, dilakukan pemilihan putaran ke dua untuk memilih
suara terbanyak dari kedua calon Direktur tersebut;
f. Direktur terpilih adalah calon Direktur yang memperoleh
suara terbanyak; dan
407
Page 363
g. Menteri menetapkan pengangkatan Direktur terpilih atas
dasar suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada
huruf f.
Paragraf 3
Masa Jabatan Direktur
Pasal 37
Direktur memegang jabatan selama 4 (empat) tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama
hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Paragraf 4
Pemberhentian Direktur
Pasal 38
Direktur diberhentikan dari jabatan karena:
a. telah berusia 65 (enam puluh lima) tahun;
b. berhalangan tetap;
c. permohonan sendiri;
d. masa jabatannya berakhir;
e. diangkat dalam jabatan negeri yang lain;
f. dibebaskan dari jabatan dosen;
g. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan atau
ijin belajar dalam rangka studi lanjut yang meninggalkan
tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi; dan/atau
h. cuti di luar tanggungan negara.
Pasal 39
Pemberhentian Direktur karena berhalangan tetap sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 huruf b dilakukan apabila Direktur
yang bersangkutan:
a. meninggal dunia;
b. sakit yang tidak dapat disembuhkan dibuktikan dengan
Berita Acara Majelis Pemeriksa Kesehatan PNS;
c. berhenti dari PNS atas permohonan sendiri;
408
Page 364
d. dibebaskan dari jabatan akademik;
e. diberhentikan dari PNS; dan/atau
f. dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki
kekuatan hukum tetap.
Pasal 40
(1) Pemberhentian Direktur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam hal terjadi pemberhentian Direktur sebelum masa
jabatannya berakhir:
a. Pembantu Direktur Bidang Akademik dan
Kemahasiswaan ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas
(Pit.) Direktur berdasarkan surat perintah Deputi
Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan;
dan
b. dalam hal Pembantu Direktur Bidang Akademik
dan Kemahasiswaan berhalangan tetap, Pembantu
Direktur Bidang Umum ditunjuk sebagai Pit.
Direktur berdasarkan surat perintah Deputi Bidang
Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan.
(3) Selain menjalankan tugas Direktur, Pit. Direktur
juga mempersiapkan pemilihan Direktur baru yang
dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan terhitung
sejak tanggal surat perintah Deputi Bidang Pengembangan
Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Paragraf 5
Direktur Berhalangan Sementara
Pasal 41
(1) Direktur dianggap berhalangan sementara dalam hal
jabatan Direktur yang masih terisi namun karena sesuatu
hal yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan tugas
jabatannya.
409
Page 365
(2) Kondisi berhalangan sementara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) antara lain berhalangan karena cuti tahunan,
cuti besar, cuti bersalin, cuti karena alasan penting, cuti
sakit, atau tugas kedinasan di dalam maupun luar negeri
yang tidak melebihi 6 (enam) bulan.
(3) Dalam hal Direktur berhalangan sementara maka:
a. Pembantu Direktur Bidang Akademik dan
Kemahasiswaan ditunjuk sebagai Pelaksana Harian
(Plh.) Direktur berdasarkan surat perintah Deputi
Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan;
dan
b. dalam hal Pembantu Direktur Bidang Akademik dan
Kemahasiswaan berhalangan sementara, Pembantu
Direktur Bidang Umum ditunjuk sebagai Plh.
Direktur berdasarkan surat perintah Deputi Bidang
Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan.
Bagian Keempat
Pembantu Direktur
Paragraf 1
Tugas Pembantu Direktur
Pasal 42
(1) Pembantu Direktur berada di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Direktur.
(2) Pembantu Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. Pembantu Direktur Bidang Akademik dan
Kemahasiswaan, yang selanjutnya disebut Pembantu
Direktur I; dan
b. Pembantu Direktur Bidang Umum, yang selanjutnya
disebut Pembantu Direktur II.
(3) Pembantu Direktur 1 sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a, merupakan tenaga dosen yang memenuhi
410
Page 366
syarat dan diberi tugas tambahan membantu Direktur
dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang
administrasi akademik, pembinaan kemahasiswaan dan
alumni, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
penjaminan mutu, pembinaan dosen dan kerja sama.
(4) Pembantu Direktur II sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, merupakan tenaga dosen yang memenuhi
syarat dan diberi tugas tambahan membantu Direktur
dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang
administrasi umum, tenaga kependidikan, ketatausahaan,
rumah tangga dan perlengkapan, barang milik negara,
perencanaan, keuangan, kepegawaian, hukum,
komunikasi publik, organisasi dan tata laksana.
Paragraf 2
Fungsi Pembantu Direktur
Pasal 43
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (3), Pembantu Direktur Bidang
Akademik dan Kemahasiswaan menyelenggarakan fungsi
yang meliputi:
a. pengelolaan administrasi akademik;
b. pembinaan kemahasiswaan dan alumni;
c. penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
d. penjaminan mutu;
e. pembinaan pendidik;
f. pelaksanaan kerja sama; dan
g. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (4), Pembantu Direktur II menyelenggarakan
fungsi yang meliputi:
a. pengelolaan administrasi umum;
b. pembinaan tenaga kependidikan;
c. pengelolaan ketatausahaan;
411
Page 367
d. layanan rumah tangga dan perlengkapan;
e. pengelolaan barang milik negara;
f. penyiapan penyusunan rencana dan program
g. pengelolaan keuangan;
h. pembinaan kepegawaian;
i. layanan hukum dan komunikasi publik;
j . penataan organisasi dan tata laksana; dan
k. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan.
Paragraf 3
Pengangkatan Pembantu Direktur
Pasal 44
(1) Persyaratan untuk diangkat sebagai calon Pembantu
Direktur mengikuti persyaratan calon Direktur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.
(2) Pembantu Direktur diangkat dan diberhentikan
oleh Direktur berdasarkan usulan Direktur melalui
pertimbangan Senat.
Paragraf 4
Berhalangan Tetap dan Berhalangan
Sementara bagi Pembantu Direktur
Pasal 45
(1) Ketentuan mengenai Pembantu Direktur berhalangan
tetap mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39.
(2) Ketentuan mengenai Pembantu Direktur berhalangan
sementara mengacu pada ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1).
(3) Dalam hal Pembantu Direktur berhalangan tetap, Direktur
mengusulkan salah satu Ketua Program Studi untuk
ditunjuk sebagai Pit. Pembantu Direktur berdasarkan
pertimbangan Senat.
412
Page 368
(4) Dalam hal Pembantu Direktur berhalangan sementara,
Direktur mengusulkan salah satu Ketua Program
Studi untuk ditunjuk sebagai Plh. Pembantu Direktur
berdasarkan pertimbangan Senat.
Bagian Kelima
Senat
Paragraf 1
Tugas Senat
Pasal 46
Senat mempunyai tugas:
a. menetapkan kebijakan, norma/etika, dan kode etik
akademik;
b. melakukan pengawasan terhadap:
1. penerapan norma/etika akademik dan kode etik
Sivitas Akademika;
2. penerapan ketentuan akademik;
3. pelaksanaan penjaminan mutu perguruan tinggi
paling sedikit mengacu pada standar nasional
pendidikan tinggi;
4. pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan
mimbar akademik, dan otonomi keilmuan;
5. pelaksanaan tata tertib akademik;
6. pelaksanaan kebijakan penilaian kinerja dosen;
7. pelaksanaan proses pembelajaran, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat;
c. memberikan pertimbangan dan usul perbaikan proses
pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat kepada Direktur;
d. memberikan pertimbangan kepada Direktur dalam
pembukaan dan penutupan program studi;
e. memberikan pertimbangan terhadap pemberian atau
pencabutan gelar dan penghargaan akademik;
413
Page 369
f. memberikan pertimbangan kepada Direktur dalam
pengusulan profesor;
g. memberikan rekomendasi penjatuhan sanksi terhadap
pelanggaran norma, etika, dan peraturan akademik oleh
Sivitas Akademika kepada Direktur;
h. memberikan rekomendasi kepada Menteri melalui Deputi
Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan
Pertimbangan berkenaan dengan calon-calon yang
diusulkan untuk diangkat menjadi Direktur;
i. mengusulkan penggantian Direktur kepada Menteri
apabila Direktur tidak dapat melaksanakan tugas secara
tetap atau telah melanggar norma atau undang-undang;
j. memberikan rekomendasi kepada Direktur mengenai
calon-calon Pembantu Direktur, Kepala Pusat, Kepala
Satuan, Ketua Program Studi, dan Kepala Unit Penunjang;
k. menetapkan tata cara pemilihan Direktur dan Ketua
Program Studi; dan
l. dalam melaksanakan tugas dan wewenang pengawasan,
Senat menyusun laporan hasil pengawasan dan
menyampaikan kepada direktur untuk ditindaklanjuti.
Pasal 47
(1) Anggota Senat terdiri atas:
a. Direktur;
b. Para Pembantu Direktur;
c. Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat;
d. Para Ketua Program Studi; dan
e. Wakil Dosen.
(2) Anggota Senat memilih Ketua dan Sekretaris Senat
diantara anggota Senat yang tidak menjabat sebagai
pimpinan Politeknik Lombok dan ditetapkan dengan
Keputusan Direktur.
414
Page 370
(3) Sekretaris Senat dapat membentuk Sekretariat untuk
kelancaran pelaksanaan tugas.
(4) Wakil dosen sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf e
berjumlah 3 (tiga) orang.
(5) Pemilihan 3 (tiga) orang wakil dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), dilaksanakan dalam rapat dosen
dan diangkat oleh Direktur.
(6) Ketua Senat melalui sidang Senat dapat memberhentikan
anggota Senat dari wakil dosen apabila:
a. melanggar hukum berdasarkan putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap;
b. melanggar etika akademik dan kode etik; dan/atau
c. mengundurkan diri.
(7) Senat dapat membentuk komisi sesuai kebutuhan.
Paragraf 3
Berhalangan Tetap dan
Berhalangan Sementara bagi Ketua Senat
Pasal 48
(1) Ketua Senat berhalangan tetap dalam hal:
a. meninggal dunia;
b. sakit yang tidak dapat disembuhkan dibuktikan
dengan Berita Acara Majelis Pemeriksa Kesehatan
PNS;
c. berhenti dari PNS atas permohonan sendiri;
d. dibebaskan dari jabatan akademik;
e. diberhentikan dari PNS;
f. dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang
memiliki kekuatan hukum tetap; dan/atau
g. diberhentikan sementara dari PNS sebelum masa
jabatan berakhir.
(2) Dalam hal Ketua Senat berhalangan tetap, maka
Sekretaris Senat ditunjuk sebagai Pit. Ketua Senat dengan
Keputusan Direktur.
415
Page 371
(3) Sekretaris Senat bertindak sebagai Pit. Ketua Senat
sampai dengan terpilihnya Ketua Senat baru.
(4) Dalam hal Ketua Senat berhalangan sementara, maka
Sekretaris Senat ditunjuk sebagai Plh. Ketua Senat dengan
Keputusan Direktur.
Paragraf 4
Sidang Senat
Pasal 49
(1) Sidang Senat terdiri atas:
a. sidang biasa; dan
b. sidang luar biasa.
(2) Sidang biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, diselenggarakan secara teratur dan terjadwal
paling kurang sekali dalam 6 (enam) bulan.
(3) Sidang luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, dilaksanakan apabila:
a. pimpinan Poltekpar Lombok berhalangan tetap dalam
masa jabatannya; dan
b. terjadi kondisi tertentu yang membutuhkan
pengambilan keputusan secara cepat oleh Senat.
(4) Sidang Senat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling
sedikit 2/3 (dua per tiga) dari seluruh jumlah anggota
Senat.
(5) Pengambilan keputusan rapat Senat dilaksanakan
berdasarkan musyawarah dan mufakat.
(6) Dalam hal musyawarah tidak dapat menghasilkan
kemufakatan/keputusan, pengambilan keputusan akan
dilakukan dengan cara pemungutan suara (voting) dan
keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.
416
Page 372
Bagian Keenam
Dewan Penyantun
Pasal 50
(1) Dewan Penyantun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
huruf c merupakan organ Poltekpar Lombok yang
menjalankan fungsi pemberian pertimbangan bidang
non-akademik dan membantu pengembangan Poltekpar
Lombok.
(2) Bidang non-akademik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) antara lain meliputi organisasi, sumber daya
manusia, administrasi, keuangan, keijasama, hubungan
masyarakat, sarana dan prasarana serta perencanaan dan
pengembangan.
(3) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Dewan Penyantun mempunyai tugas dan
wewenang:
a. memberikan pertimbangan terhadap kebijakan
Direktur dibidang non-akademik;
b. merumuskan saran/pendapat terhadap kebijakan
Direktur di bidang non-akademik; dan
c. memberikan pertimbangan kepada Direktur dalam
mengelola Poltekpar Lombok.
Pasal 51
Keanggotaan Dewan Penyantun, terdiri atas:
a. 1 (satu) orang dosen yang mewakili setiap Program Studi;
b. 1 (satu) orang yang mewakili tenaga kependidikan;
c. 1 (satu) orang wakil Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara
Barat;
d. 1 (satu) orang wakil Pemerintah Kota Lombok;
e. 1 (satu) orang mantan Direktur;
f. 1 (satu) orang wakil alumni;
g. 1 (satu) orang wakil orang tua mahasiswa;
h. 1 (satu) orang tokoh masyarakat; dan
417
Page 373
i. 1 (satu) orang industriawan untuk setiap Program Studi.
Pasal 52
(1) Dewan Penyantun terdiri atas:
a. Ketua merangkap Anggota;
b. Sekretaris merangkap Anggota; dan
c. Anggota.
(2) Anggota Dewan Penyantun yang berasal dari perwakilan
dosen sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 huruf a
memiliki persyaratan sebagai berikut:
a. dosen wakil Program Studi yang diusulkan oleh ketua
Program Studi dan tidak sedang menjabat sebagai
anggota Senat;
b. wakil tenaga kependidikan yang diusulkan oleh
Direktur; dan
c. memiliki kompetensi dalam bidang organisasi, sumber
daya manusia, keuangan, kerja sama, hubungan
masyarakat, atau sarana dan prasarana.
(3) Masa jabatan anggota Dewan Penyantun 4 (empat) tahun.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan anggota
kehormatan dan tata cara pemilihan anggota Dewan
Penyantun diatur dengan Peraturan Dewan Penyantun.
Bagian Ketujuh
Satuan Penjaminan Mutu
Pasal 53
(1) Satuan Penjaminan Mutu mempunyai tugas mengoor
dinasikan, memantau, dan menilai pelaksanaan kegiatan
pengembangan dan penjaminan mutu.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Satuan Penjaminan Mutu menyelenggarakan
fungsi:
a. pelaksanaan pengembangan pembelajaran dan sistem
penjaminan mutu;
418
Page 374
b. pelaksanaan program dan kegiatan penjaminan
mutu; dan
c. pelaksanaan urusan administrasi.
(3) Satuan Penjaminan Mutu terdiri atas:
a. Kepala;
b. Jabatan Fungsional tertentu; dan/atau
c. Jabatan Fungsional umum.
(4) Kepala Satuan Penjaminan Mutu diangkat dan
diberhentikan oleh Direktur.
(5) Masa jabatan Kepala Satuan Penjaminan Mutu adalah 4
(empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu)
kali masa jabatan.
(6) Kepala Satuan Penjaminan Mutu merupakan PNS
berstatus dosen aktif Poltekpar Lombok.
(7) Hal-hal yang menyangkut keanggotaan, fungsi, wewenang,
dan masa kerja Satuan Penjaminan Mutu ditetapkan
Direktur.
(8) Setiap tahun dan pada akhir masa jabatan, Kepala Satuan
Penjaminan Mutu harus membuat laporan pertanggung
jawaban kepada Direktur.
Bagian Kedelapan
Satuan Pengawasan Internal
Pasal 54
(1) Satuan Pengawasan Internal mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan bidang non-akademik untuk
dan atas nama Direktur.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana pada ayat (1),
Satuan Pengawasan Internal menyelenggarakan fungsi:
a. penetapan kebijakan pengawasan internal bidang
non-akademik;
b. pelaksanaan pengawasan internal terhadap
pengelolaan bidang non-akademik;
c. pelaporan hasil pengawasan internal kepada Direktur;
419
Page 375
d. pengajuan saran dan/atau pertimbangan mengenai
perbaikan pengelolaan kegiatan non-akademik kepada
Direktur atas dasar hasil pengawasan internal; dan
e. pemantauan dan pengoordinasian tindak lanjut hasil
pemeriksaan.
(3) Satuan Pengawasan Internal terdiri atas:
a. Kepala;
b. Jabatan Fungsional umum; dan/atau
c. Jabatan Fungsional tertentu.
(4) Kepala Satuan Pengawasan Internal diangkat dan
diberhentikan oleh Direktur.
(5) Kepala Satuan Pengawasan Interned memegang jabatan
selama 4 (empat) tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk 1 (satu)
kali masa jabatan.
(6) Kepala Satuan Pengawasan Internal merupakan PNS
berstatus dosen aktif Poltekpar Lombok.
(7) Hal-hal yang menyangkut keanggotaan, fungsi, wewenang,
dan masa kerja Satuan Pengawasan Internal ditetapkan
Direktur.
(8) Setiap tahun dan pada akhir masa jabatan, Kepala Satuan
Pengawas Internal harus membuat laporan pertanggung
jawaban kepada Direktur.
Bagian Kesembilan
Subbagian Administrasi Akademik dan
Kemahasiswaan, dan Subbagian Administrasi Umum
Pasal 55
(1) Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan,
dan Subbagian Administrasi Umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 huruf f dan huruf g merupakan
unsur pelaksana administrasi.
(2) Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan,
dan Subbagian Administrasi Umum dipimpin oleh seorang
420
Page 376
Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Direktur.
(3) Pola mutasi dan promosi jabatan struktural dan
fungsional umum pada Subbagian Administrasi Akademik
dan Kemahasiswaan, dan Subbagian Administrasi
Umum mengikuti pola mutasi dan promosi di lingkungan
Kementerian Pariwisata.
(4) Pembinaan Subbagian Administrasi Akademik dan
Kemahasiswaan dilakukan oleh Pembantu Direktur I, dan
pembinaan Subbagian Administrasi Umum, dilakukan
oleh Pembantu Direktur II.
Pasal 56
(1) Subbagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan
mempunyai tugas:
a. pengelolaan administrasi akademik;
b. pembinaan dosen;
c. pembinaan kemahasiswaan dan alumni;
d. penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
e. penjaminan mutu;
f. pelaksanaan kerja sama; dan
g. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan.
(2) Subbagian Administrasi Umum mempunyai tugas:
a. pengelolaan administrasi umum;
b. pembinaan tenaga kependidikan;
c. pengelolaan ketatausahaan;
d. layanan rumah tangga dan perlengkapan;
e. pengelolaan barang milik negara;
f. penyiapan penyusunan rencana dan program serta
pengelolaan keuangan;
g. pembinaan kepegawaian;
h. layanan hukum dan komunikasi publik;
i. penataan organisasi dan tata laksana; dan
j. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan.
421
Page 377
Bagian Kesepuluh
Program Studi, Laboratorium, dan Kelompok Dosen
Paragraf 1
Program Studi
Pasal 57
(1) Program Studi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
huruf h, dipimpin oleh seorang Ketua Program Studi
yang diangkat oleh Direktur atas rekomendasi Senat
berdasarkan hasil rapat pemilihan Ketua Program Studi.
(2) Ketua Program Studi diangkat dan diberhentikan oleh
Direktur dengan masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat
dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(3) Dalam rangka melaksanakan tugas, Ketua Program Studi
dibantu oleh seorang Sekretaris Program Studi.
Pasal 58
(1) Program Studi terdiri dari:
a. Program Studi Diploma Empat Pengatur Perjalanan;
b. Program Studi Diploma Tiga Divisi Kamar;
c. Program Studi Diploma Tiga Seni Kuliner; dan
d. Program Studi Diploma Tiga Tata Hidang.
(2) Selain program studi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Direktur dapat melakukan pengembangan program
studi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Paragraf 2
Laboratorium
Pasal 59
(1) Laboratorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
huruf i, dipimpin oleh seorang Kepala Laboratorium.
422
Page 378
(2) Kepala Laboratorium diangkat dan diberhentikan oleh
Direktur dengan masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Paragraf 3
Kelompok Dosen
Pasal 60
(1) Kelompok Dosen merupakan satuan dosen yang
mempunyai minat dan bidang keahlian yang sama yang
merupakan satuan penunjang Program Studi dalam
melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
(2) Kelompok Dosen dipimpin oleh seorang Ketua yang
bertugas menjalankan fungsi konsultatif dan koordinatif
dengan pimpinan Program Studi.
Bagian Kesebelas
Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Pasal 61
(1) Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
(PPPM) merupakan unsur pelaksana akademik yang
bertanggung jawab kepada Direktur dan secara teknis
pembinaan dilakukan oleh Pembantu Direktur Bidang
Akademik dan Kemahasiswaan.
(2) PPPM mempunyai tugas melaksanakan koordinasi
pelaksanaan:
a. kegiatan penelitian;
b. pengabdian kepada masyarakat; dan
c. pengembangan keahlian dan berperan serta dalam
pengembangan karya ilmiah di bidang pariwisata.
(3) PPPM dalam melaksanakan kegiatan pengabdian kepada
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
menggunakan pendekatan multi bidang, antar bidang,
423
Page 379
dan lintas bidang dalam menerapkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan/atau kesenian.
Pasal 62
(1) PPPM terdiri atas:
a. Kepala;
b. Sekretaris;
c. Jabatan fungsional umum; dan/atau
d. Jabatan fungsional tertentu.
(2) PPPM dipimpin oleh seorang kepala dengan masa jabatan
4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu)
kali masa jabatan.
(3) Kepala PPPM ditunjuk dan ditetapkan oleh Direktur
dengan persetujuan Senat.
(4) Kepala PPPM merupakan PNS berstatus dosen aktif
Poltekpar Lombok.
(5) Hal-hal yang menyangkut keanggotaan, fungsi, wewenang,
dan masa kerja PPPM ditetapkan dengan Keputusan
Direktur.
(6) Setiap tahun dan pada akhir masa jabatan, Kepala PPPM
harus membuat laporan pertanggung jawaban kepada
Direktur.
Bagian Kedua belas
Unit Penunjang
Pasal 63
(1) Unit Penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
huruf k merupakan unsur yang diperlukan untuk
penyelenggaraan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
(2) Unit Penunjang terdiri dari:
a. Unit Bahasa;
b. Unit Praktek Kerja Nyata (PKN) dan Bursa Kerja;
c. Unit Perpustakaan; dan
d. Unit Teknologi Informasi dan Komunikasi.
424
Page 380
(3) Unit penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Unit Bahasa mempunyai tugas melakukan
peningkatan kemahiran penggunaan bahasa nasional
dan asing;
b. Unit Praktik Kerja Nyata (PKN) dan Bursa Kerja
mempunyai tugas melakukan penyiapan keijasama,
pengelolaan praktik kerja nyata, dan penyelenggaraan
bursa kerja;
c. Unit Perpustakaan mempunyai tugas melakukan
pengelolaan perpustakaan; dan
d. Unit Teknologi Informasi dan Komunikasi mempunyai
tugas melakukan pengelolaan teknologi informasi dan
komunikasi.
(4) Unit Penunjang dipimpin oleh Kepala yang diangkat
dan diberhentikan oleh Direktur dengan masa jabatan 4
(empat) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu)
kali masa jabatan.
(5) Kepala Unit Penunjang bertanggung jawab kepada
Direktur.
(6) Kepala Unit Penunjang merupakan tenaga fungsional
umum atau fungsional tertentu yang diberi tugas tambahan
untuk membantu Direktur dalam mengkoordinasikan
kegiatan di dalam unit penunjang.
(7) Kepala Unit Unit Bahasa dan Kepala Unit Praktek Kerja
Nyata dan Bursa Kerja, dikoordinasikan oleh Pembantu
Direktur Bidang Akademik dan Kemahasiswaan.
(8) Kepala Unit Perpustakaaan dan Kepala Unit Teknologi
Informasi dan Komunikasi, dikoordinasikan oleh
Pembantu Direktur Bidang Umum.
(9) Sesuai dengan perkembangan, kebutuhan, dan
kemampuan, Direktur dapat membentuk unit Penunjang
sebagai unsur penunjang selain sebagaimana dimaksud
425
Page 381
pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Ketiga Belas
Kelompok Jabatan Fungsional
Pasal 64
(1) Kelompok Jabatan Fungsional (Jafung) mempunyai tugas
melakukan kegiatan sesuai dengan Jafung masing-masing
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kelompok Jafung terdiri atas Dosen, Pustakawan, Pranata
Komputer, dan Jafung lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Masing-masing kelompok Jafung dikoordinasikan oleh
seorang pejabat fungsional yang ditetapkan oleh Direktur.
(4) Jumlah pejabat fungsional sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditentukan berdasarkan kebutuhan beban kerja.
(5) Jenis dan jenjang Jafung sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(6) Kelompok Jafung Dosen berada dan bertanggung jawab
kepada Direktur, secara teknis pembinaan dilakukan oleh
Pembantu Direktur I serta Ketua Program Studi.
(7) Kelompok Jafung Dosen mempunyai tugas melakukan
pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat sesuai dengan bidang keahliannya/ ilmunya
serta memberikan bimbingan kepada mahasiswa dalam
rangka memenuhi kebutuhan dan minat mahasiswa di
dalam proses pendidikan.
(8) Kelompok Jafung Lainnya mempunyai tugas mendukung
kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
masyarakat sesuai dengan bidang keahlian.
(9) Kelompok Jafung Lainnya berada dan bertanggung jawab
kepada Direktur, secara teknis pembinaan dilakukan oleh
Pembantu Direktur II.
426
Page 382
Pasal 65
(1) Dosen terdiri atas:
a. dosen tetap;
b. dosen tidak tetap; dan
c. dosen tamu.
(2) Dosen tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan dosen yang diangkat dan ditempatkan sebagai
tenaga tetap pada Poltekpar Lombok.
(3) Dosen tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b merupakan dosen yang bukan tenaga tetap pada
Poltekpar Lombok.
(4) Dosen tamu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
merupakan seorang yang diundang untuk menjadi dosen
di Poltekpar Lombok selama jangka waktu tertentu.
(5) Jenis dan jenjang kepangkatan dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(6) Untuk menjadi Dosen Poltekpar Lombok, harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar;
d. memiliki moral dan integritas yang tinggi;
e. memiliki tanggung jawab yang besar terhadap masa
depan bangsa dan negara;
f. memiliki kemauan untuk meningkatkan kemampuan
vokasi yang diasuhnya; dan
g. memiliki jiwa membimbing dan melayani mahasiswa.
427
Page 383
Bagian Keempat Belas
Tenaga Kependidikan
Pasal 66
(1) Tenaga Kependidikan di lingkungan Poltekpar Lombok
dapat diangkat sebagai pejabat struktural atau pimpinan.
(2) Untuk menjadi Tenaga Kependidikan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. memiliki kualifikasi sebagai tenaga kependidikan;
dan
d. mempunyai moral dan integritas yang tinggi.
(3) Tenaga Kependidikan Poltekpar Lombok terdiri atas:
a. instruktur;
b. laboran;
c. teknisi;
d. fungsional umum; dan
e. tenaga penunjang akademik lainnya.
(4) Tenaga Kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
a. PNS; atau
b. non PNS.
(5) Pengangkatan dan pemberhentian Tenaga Kependidikan
PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a,
dikoordinasikan dengan Deputi Bidang Pengembangan
Kelembagaan Kepariwisataan dan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Pengangkatan dan pemberhentian tenaga kependidikan
non PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf
b, ditetapkan oleh Direktur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
428
Page 384
Pasal 67
(1) Mahasiswa merupakan peserta didik Poltekpar Lombok.
(2) Untuk menjadi mahasiswa Poltekpar Lombok harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki ijazah minimum yang dipersyaratkan setiap
program studi;
b. lulus seleksi penerimaan mahasiswa baru Poltekpar
Lombok; dan
c. persyaratan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 68
(1) Mahasiswa Poltekpar Lombok mempunyai kewajiban
sebagai berikut:
a. mematuhi semua peraturan/ketentuan yang berlaku
pada Poltekpar Lombok;
b. ikut memelihara sarana dan prasarana serta
kebersihan, ketertiban, dan keamanan Poltekpar
Lombok;
c. menghargai ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
seni;
d. menjaga kewibawaan dan nama baik Poltekpar
Lombok; dan
e. menjunjung tinggi kebudayaan nasional.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban mahasiswa
Poltekpar Lombok sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Direktur.
Pasal 69
(1) Mahasiswa Poltekpar Lombok mempunyai hak sebagai
berikut:
Bagian Kelima Belas
Mahasiswa dan Alumni
429
Page 385
a. menggunakan kebebasan akademik secara
bertanggung-jawab untuk menuntut dan mengkaji
ilmu sesuai dengan norma dan susila yang berlaku
dalam lingkungan akademik;
b. memperoleh pengajaran sebaik-baiknya dan layanan
bidang akademik;
c. memanfaatkan fasilitas Poltekpar Lombok dalam
rangka kelancaran proses belajar;
d. mendapat bimbingan dari dosen yang bertanggung
jawab atas program studi yang diikuti dalam
penyelesaian studinya;
e. memperoleh layanan informasi yang berkaitan dengan
program studi yang diikuti serta hasil belajarnya;
f. memperoleh layanan kesejahteraan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. memanfaatkan sumber daya Poltekpar Lombok
melalui perwakilan/organisasi kemahasiswaan untuk
mengurus dan mengatur kesejahteraan, minat, dan
tata kehidupan bermasyarakat; dan
h. ikut serta dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan
Poltekpar Lombok.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak mahasiswa Poltekpar
Lombok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Direktur.
Pasal 70
(1) Organisasi kemahasiswaan di Poltekpar Lombok
diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk
mahasiswa.
(2) Bentuk aktivitas dan badan kelengkapan organisasi
kemahasiswaan di Poltekpar Lombok sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
kesepakatan antar mahasiswa dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
430
Page 386
Pasal 71
(1) Kegiatan ko-kurikuler mahasiswa meliputi:
a. kepemimpinan;
b. penalaran dan keilmuan;
c. minat dan kegemaran;
d. kesejahteraan; dan
e. kegiatan-kegiatan penunjang.
(2) Kegiatan mahasiswa dalam kampus dapat diselenggarakan
setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan Pembantu
Direktur Bidang Kemahasiswaan.
(3) Kegiatan mahasiswa luar kampus harus seizin Direktur.
(4) Kegiatan mahasiswa yang dilakukan antar negara harus
seizin Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan
Kepariwisataan
Pasal 72
(1) Pembiayaan kegiatan mahasiswa dibebankan dan
diselenggarakan berdasarkan rencana anggaran Poltekpar
Lombok.
(2) Penggalangan dana dari sumber lain yang tidak mengikat
dilakukan seizin Direktur dan digunakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 73
(1) Alumni merupakan orang-orang yang telah menyelesaikan
pendidikan di Poltekpar Lombok.
(2) Alumni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
membentuk organisasi alumni sebagai wadah kegiatan
yang disebut ikatan alumni Poltekpar Lombok.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai alumni Poltekpar Lombok
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Keputusan Direktur.
431
Page 387
Pasal 74
(1) Sarana dan prasarana Poltekpar Lombok diperoleh melalui
dana yang bersumber dari:
a. pemerintah; dan
b. masyarakat ataupun pihak laun.
(2) Pengelolaan sarana dan prasarana yang diperoleh dengan
dana yang berasal dari dimaksud pada ayat (1) pemerintah
sebagaimana huruf a diselenggarakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengelolaan sarana dan prasarana yang diperoleh dengan
dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
yang berasal dari masyarakat dan pihak lain ditetapkan
oleh Direktur dengan persetujuan Deputi Bidang
Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendayagunaan
sarana dan prasarana Poltekpar Lombok sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur
dengan persetujuan Senat.
Pasal 75
Sivitas Akademika dan tenaga administratif memiliki kewajiban
untuk memelihara dan menggunakan sarana dan prasarana
secara bertanggung jawab, berdaya guna, dan berhasil guna.
Bagian Ketujuh Belas
Pengelolaan Anggaran
Pasal 76
(1) Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB)
Poltekpar Lombok setelah mendapat persetujuan Deputi
Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan,
diajukan oleh Direktur kepada Menteri untuk disahkan
Bagian Keenam Belas
Sarana dan Prasarana
432
Page 388
menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Poltekpar
Lombok.
(2) RAPB Poltekpar Lombok sebagaimana dimaksud ayat (1)
disusun setiap tahun oleh Direktur, dibantu oleh suatu
tim yang ditetapkan oleh Direktur.
(3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Poltekpar Lombok
dimulai pada awal tahun anggaran dan berakhir pada
akhir tahun anggaran yang bersangkutan.
(4) Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Poltekpar Lombok diawasi oleh Satuan Pengawasan
Internal dan Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan
Kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedelapan Belas
Keija Sama
Pasal 77
(1) Untuk meningkatkan mutu kegiatan Tri Dharma Perguruan
Tinggi, Direktur dapat menjalin keija sama dengan pihak
lain, baik dari dalam maupun dari luar Negeri.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud ayat (1) yang dilakukan
dengan pihak luar negeri dikoordinasikan dengan Deputi
yang membidangi kerja sama luar negeri.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud ayat (1) didasarkan
pada azas saling menguntungkan (mutual benefit)
dan saling menghormati (mutual respect), serta tidak
mengganggu pelaksanaan tugas-tugas pokok atau tugas
penting lainnya.
Pasal 78
(1) Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dapat
berbentuk:
a. program kembaran;
b. program pemindahan kredit;
433
Page 389
c. tukar menukar dosen dan mahasiswa dalam
penyelenggaraan kegiatan akademik;
d. pemanfaatan bersama sumber daya dalam
pelaksanaan kegiatan akademik;
e. penerbitan bersama karya ilmiah;
f. penyelenggaraan bersama seminar atau kegiatan
ilmiah lain; dan
g. bentuk-bentuk lain yang dianggap perlu.
(2) Pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus ditetapkan dengan Keputusan Direktur dan
mendapatkan persetujuan Senat.
(3) Pelaksanaan kerja sama Poltekpar Lombok sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Program
Studi, Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat,
Unit Penunjang, maupun dosen atas persetujuan Direktur
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4) Bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dituangkan dalam suatu naskah kerjasama yang memuat
hak dan kewajiban tiap-tiap pihak dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan kerja sama tersebut.
BAB V
SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL
Pasal 79
(1) Sistem Penjaminan Mutu Internal Poltekpar Lombok
merupakan proses penetapan dan pemenuhan standar
mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan
sehingga pemangku kepentingan memperoleh kepuasan.
(2) Sistem Penjaminan Mutu Internal Poltekpar Lombok
ditujukan untuk:
a. menjamin setiap layanan akademik kepada mahasiswa
dilakukan sesuai standar;
b. mewujudkan transparansi dan akuntabilitas kepada
masyarakat khususnya orang tua/wali mahasiswa
434
Page 390
tentang penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan
standar;
c. mendorong semua pihak/unit di Poltekpar Lombok
untuk bekerja mencapai tujuan dengan berpatokan
pada standar dan secara berkelanjutan berupaya
meningkatkan mutu.
(3) Sistem Penjaminan Mutu Internal Poltekpar Lombok
dilaksanakan dengan berpedoman pada prinsip:
a. berorientasi kepada pemangku kepentingan internal
dan eksternal;
b. mengutamakan kebenaran;
c. tanggung jawab sosial;
d. pengembangan kompetensi personal;
e. partisipatif dan kolegial;
f. keseragaman metode; dan
g. inovasi, belajar dan perbaikan secara berkelanjutan.
(4) Ruang lingkup Sistem Penjaminan Mutu Internal Poltekpar
Lombok terdiri atas pengembangan standar mutu dan
audit di bidang:
a. pendidikan;
b. penelitian;
c. pengabdian kepada masyarakat; dan
d. kemahasiswaan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Sistem Penjaminan
Mutu Internal Poltekpar Lombok sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan mekanisme penerapannya diatur dalam
Peraturan Direktur.
Pasal 80
(1) Untuk meningkatkan mutu dan efisiensi dalam
penyelenggaraan pendidikan perlu dilakukan pengawasan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan penilaian berkala terhadap
435
Page 391
Kurikulum, mutu dan jumlah Tenaga Kependidikan,
keadaan Mahasiswa, pelaksanaan pendidikan sarana
dan prasarana, tatalaksana administrasi akademik,
kepegawaian, keuangan, dan kerumahtanggaan.
(3) Penilaian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Pengawasan fungsional dilakukan oleh institusi terkait
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 81
(1) Penyelenggaraan akreditasi di Poltekpar Lombok
dikoordinasikan oleh Pusat Penjaminan Mutu.
(2) Akreditasi di Poltekpar Lombok meliputi akreditasi
program studi, pengelola dan institusi.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan akreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
BENTUK DAN TATA CARA
PENETAPAN PERATURAN
Pasal 82
(1) Senat berwenang menetapkan Peraturan Senat dan
Keputusan Senat.
(2) Direktur berwenang menetapkan Peraturan Direktur,
Keputusan Direktur, dan Instruksi Direktur.
Pasal 83
Produk hukum di lingkungan Poltekpar Lombok mengikuti
tata urutan sebagai berikut:
a. Statuta;
b. Peraturan Senat;
Page 392
c. Peraturan Direktur;
d. Keputusan Senat;
e. Keputusan Direktur; dan
f. Instruksi Direktur.
Pasal 84
Tata cara penyusunan produk hukum Poltekpar Lombok
berpedoman pada tata cara penyusunan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Kementerian.
BAB VII
TATA NASKAH DINAS
Pasal 85
(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi serta
kewenangannya, Poltekpar Lombok menyusun dan
melaksanakan tata naskah dinas sesuai ketentuan
peraturan tata naskah dinas di Kementerian.
(2) Tata naskah dinas di lingkungan Poltekpar Lombok
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Direktur.
BAB VIII
PENDANAAN DAN KEKAYAAN
Pasal 86
(1) Pembiayaan Poltekpar Lombok diperoleh dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. masyarakat; dan
c. pihak lain.
(2) Penggunaan dana yang berasal dari sumber pemerintah
dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Biaya yang diperoleh dari masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b berasal dari:
a. biaya ujian masuk Poltekpar Lombok; dan
437
Page 393
b. penerimaan dari masyarakat lainnya yang tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Biaya yang diperoleh dari pihak lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c berasal dari :
a. hasil kontrak kerja antara Poltekpar Lombok dengan
pihak lain sesuai dengan peran dan fungsinya;
b. hasil penjualan produk yang diperoleh dari
penyelenggaraan pendidikan; dan/atau
c. sumbangan dan hibah dari perorangan, lembaga
pemerintah atau lembaga non-pemerintah atau pihak
lain.
Pasal 87
(1) Direktur menyusun usulan struktur tarif dan tata cara
pengelolaan dan pengalokasian dana yang berasal dari
masyarakat, setelah disetujui oleh Senat.
(2) Usulan struktur tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan oleh Direktur kepada Menteri untuk memperoleh
penetapan.
Pasal 88
(1) Otonomi dalam bidang keuangan mencakup kewenangan
Poltekpar Lombok untuk menerima, menyimpan dan
menggunakan dana yang berasal dari masyarakat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam rangka mengelola dana yang berasal dari
masyarakat, Direktur menyelenggarakan pembukuan
terpadu berdasarkan peraturan administrasi keuangan
yang berlaku.
Pasal 89
(1) Kekayaan Poltekpar Lombok terdiri atas seluruh kekayaan:
a. yang telah ada maupun yang akan ada;
438
Page 394
b. dalam bentuk benda tetap maupun benda bergerak;
dan
c. yang berwujud maupun tidak berwujud.
(2) Kekayaan awal Poltekpar Lombok berupa kekayaan milik
negara yang tidak dipisahkan.
BAB IX
PERUBAHAN STATUTA
Pasal 90
(1) Usulan perubahan Statuta dilakukan dalam suatu sidang
Senat, apabila diajukan dan dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota Senat.
(2) Keputusan untuk perubahan Statuta dianggap sah, apabila
dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50%
(lima puluh persen) ditambah 1 (satu) anggota Senat dari
seluruh jumlah anggota Senat yang hadir.
(3) Perubahan Statuta dilakukan atas persetujuan Senat
Poltekpar Lombok dan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 91
Untuk pertama kali, Direktur Poltekpar Lombok ditunjuk oleh
Menteri.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 92
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundang
kan.
439
Page 395
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Oktober 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1550
Salinan sesuai dengan
440
Page 396
Menimbang
Mengingat
M E N T E R I P AR IW ISATA R E P U B L IK IN D O N E S IA
SALINAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2016
TENTANG
PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Pariwisata tentang Pendaftaran
Usaha Pariwisata;
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
441
Page 397
Menetapkan
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5038);
5. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pariwisata (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 20);
6. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pariwisata (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 545);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG PENDAFTARAN
USAHA PARIWISATA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang
dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan
penyelenggaraan pariwisata.
2. Usaha Daya Tarik Wisata adalah usaha pengelolaan daya
tarik wisata alam, daya tarik wisata budaya, dan/atau
daya tarik wisata buatan/binaan manusia.
3. Usaha Pengelolaan Pemandian Air Panas Alami adalah
usaha penyediaan tempat dan fasilitas pemandian air
panas dan/atau hangat alami yang bersumber dari air
pegunungan, di darat maupun tepi laut.
4. Usaha Pengelolaan Goa adalah usaha pemanfaatan dan
pelestarian goa untuk tujuan pariwisata.
5. Usaha Pengelolaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala
adalah usaha penyediaan sarana dan prasarana dalam
rangka kunjungan wisata ke situs cagar budaya dan/
442
Page 398
atau kawasan cagar budaya dengan memperhatikan
aspek pelestarian, dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan.
6. Usaha Pengelolaan Museum adalah usaha penyediaan
tempat dan fasilitas, serta kegiatan pameran cagar budaya,
benda seni, koleksi dan/atau replika yang memiliki
fungsi edukasi, rekreasi dan riset untuk mendukung
pengembangan pariwisata dengan memperhatikan
nilai pelestarian, dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan.
7. Usaha Pengelolaan Permukiman dan/atau Lingkungan
Adat adalah usaha penyediaan tempat dan fasilitas untuk
kegiatan kunjungan wisatawan ke kawasan budaya
masyarakat tradisional dan/atau non tradisional.
8. Usaha Pengelolaan Objek Ziarah adalah usaha penyediaan
sarana dan prasarana kunjungan wisata ke tempat-tempat
religi.
9. Usaha Wisata Agro adalah usaha pemanfaatan dan
pengembangan pertanian yang dapat berupa tanaman
pangan dan hortikultura, perkebunan, pertemakan, dan/
atau perikanan darat untuk tujuan pariwisata.
10. Usaha Kawasan Pariwisata adalah usaha pembangunan
dan/atau pengelolaan kawasan untuk memenuhi
kebutuhan pariwisata sesuai peraturan perundang-
undangan.
11. Usaha Jasa Transportasi Wisata adalah usaha penyediaan
angkutan untuk kebutuhan dan kegiatan pariwisata,
bukan angkutan transportasi reguler/umum.
12. Usaha Angkutan Jalan Wisata adalah usaha penyediaan
angkutan orang untuk kebutuhan dan kegiatan pariwisata.
13. Usaha Angkutan Wisata dengan Kereta Api adalah
usaha penyediaan sarana dan fasilitas kereta api untuk
memenuhi kebutuhan dan kegiatan pariwisata.
14. Usaha Angkutan Wisata di Sungai dan Danau adalah usaha
penyediaan angkutan wisata dengan menggunakan kapal
443
Page 399
yang dilakukan di sungai dan danau untuk kebutuhan
dan kegiatan pariwisata.
15. Usaha Angkutan Laut Wisata Dalam Negeri adalah usaha
penyediaan angkutan laut domestik untuk kebutuhan
dan kegiatan pariwisata, bukan angkutan transportasi
reguler/umum, di wilayah perairan Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang - undangan.
16. Usaha Angkutan Laut Internasional Wisata adalah usaha
penyediaan angkutan laut internasional untuk kebutuhan
dan kegiatan pariwisata, bukan angkutan transportasi
reguler/umum, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang - undangan.
17. Usaha Jasa Perjalanan Wisata adalah usaha
penyelenggaraan biro perjalanan wisata dan agen
perjalanan wisata.
18. Usaha Biro Perjalanan Wisata adalah usaha penyediaan
jasa perencanaan perjalanan dan/atau jasa pelayanan dan
penyelenggaraan pariwisata, termasuk penyelenggaraan
perjalanan ibadah.
19. Usaha Agen Perjalanan Wisata adalah usaha jasa
pemesanan sarana, seperti pemesanan tiket dan
pemesanan akomodasi serta pengurusan dokumen
perjalanan.
20. Usaha Jasa Makanan dan Minuman adalah usaha
penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi
dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses
pembuatan, penyimpanan dan/atau penyajiannya.
21. Usaha Restoran adalah usaha penyediaan makanan
dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan
perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan
penyajian, di suatu tempat tetap yang tidak berpindah-
pindah.
22. Usaha Rumah Makan adalah usaha penyediaan makanan
dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan
444
Page 400
perlengkapan untuk proses penyimpanan dan penyajian,
di suatu tempat tetap yang tidak berpindah-pindah.
23. Usaha Bar/Rumah Minum adalah usaha penyediaan
minuman beralkohol dan non-alkohol yang dilengkapi
dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses
pembuatan, penyimpanan dan/atau penyajiannya, di
dalam 1 (satu) tempat tetap yang tidak berpindah-pindah.
24. Usaha Kafe adalah usaha penyediaan makanan ringan
dan minuman ringan yang dilengkapi dengan peralatan
dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan
dan/atau penyajiannya, di dalam 1 (satu) tempat tetap
yang tidak berpindah-pindah.
25. Usaha Jasa Boga adalah usaha penyediaan makanan
dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan
perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan
dan penyajian, untuk disajikan di lokasi yang diinginkan
oleh pemesan.
26. Usaha Pusat Penjualan Makanan adalah usaha penyediaan
tempat dan fasilitas untuk restoran, rumah makan dan/
atau kafe yang dilengkapi dengan meja dan kursi.
27. Usaha Penyediaan Akomodasi adalah usaha penyediaan
pelayanan penginapan untuk wisatawan yang dapat
dilengkapi dengan pelayanan pariwista lainnya.
28. Usaha Hotel adalah usaha penyediaan akomodasi secara
harian berupa kamar-kamar di dalam 1 (satu) atau lebih
bangunan, termasuk losmen, penginapan, pesanggrahan,
yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan
minum, kegiatan hiburan dan/atau fasilitas lainnya.
29. Usaha Kondominium Hotel adalah usaha penyediaan
akomodasi secara harian berupa unit kamar dalam 1
(satu) atau lebih bangunan yang dikelola oleh usaha jasa
manajemen hotel.
30. Usaha Apartemen Servis adalah usaha penyediaan
akomodasi secara harian berupa unit hunian dalam 1
(satu) atau lebih bangunan.
445
Page 401
31. Usaha Bumi Perkemahan adalah usaha penyediaan
akomodasi di alam terbuka dengan mengunakan tenda.
32. Usaha Persinggahan Karavan adalah usaha penyediaan
tempat di alam terbuka yang dilengkapi dengan area
kendaraan karavan dan fasilitas menginap dalam bentuk
karavan.
33. Usaha Vila adalah usaha penyediaan akomodasi berupa
penyewaan bangunan secara keseluruhan untuk jangka
waktu tertentu, termasuk cottage, bungalow, guest
house, yang digunakan untuk kegiatan wisata dan dapat
dilengkapi dengan sarana hiburan dan fasilitas penunjang
lainnya.
34. Usaha Pondok Wisata adalah usaha penyediaan
akomodasi berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni
oleh pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian untuk
disewakan dengan memberikan kesempatan kepada
wisatawan untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-
hari pemiliknya, yang dimiliki oleh masyarakat setempat
dalam rangka pemberdayaan ekonomi lokal.
35. Usaha Jasa Manajemen Hotel adalah usaha yang mencakup
penyelenggaraan pengoperasian, penatalaksanaan
keuangan, sumber daya manusia, dan pemasaran dari
suatu hotel.
36. Usaha Hunian Wisata Senior/Lanjut Usia adalah usaha
penyediaan akomodasi berupa bangunan hunian wisata
warga senior yang dilengkapi sarana kesehatan dan
fasilitas pendukung lainnya sesuai kebutuhan warga
senior.
37. Usaha Rumah Wisata adalah usaha pengelolaan dan/atau
penyediaan akomodasi secara harian berupa bangunan
rumah tinggal yang disewakan kepada wisatawan.
38. Usaha Motel adalah usaha penyediaan akomodasi secara
harian dan/atau sekurang-kurangnya 6 (enam) jam
berupa kamar-kamar yang dilengkapi fasilitas parkir yang
menyatu dengan bangunan, dilengkapi fasilitas makan
446
Page 402
dan minum, dan berlokasi di sepanjang jalan utama
dengan tujuan memperoleh keuntungan.
39. Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi
adalah usaha penyelenggaraan kegiatan berupa usaha
seni pertunjukan, arena permainan, karaoke, serta
kegiatan hiburan dan rekreasi lainnya yang bertujuan
untuk pariwisata.
40. Usaha Gelanggang Rekreasi Olahraga adalah usaha yang
menyediakan tempat dan fasilitas untuk berolahraga
dalam rangka rekreasi dan hiburan.
41. Usaha Lapangan Golf adalah usaha yang menyediakan
tempat dan fasilitas olahraga golf di suatu kawasan
tertentu.
42. Usaha Rumah Bilyar adalah usaha penyediaan tempat
dan fasilitas untuk olahraga bilyar dalam rangka rekreasi
dan hiburan.
43. Usaha Gelanggang Renang adalah usaha penyediaan
tempat dan fasilitas untuk olahraga renang dalam rangka
rekreasi dan hiburan.
44. Usaha Lapangan Tenis adalah usaha penyediaan tempat
dan fasilitas untuk olahraga tenis dalam rangka rekreasi
dan hiburan.
45. Usaha Gelanggang Bowling adalah usaha penyediaan
tempat dan fasilitas untuk olahraga bowling dalam rangka
rekreasi dan hiburan.
46. Usaha Gelanggang Seni adalah usaha penyediaan
tempat dan fasilitas untuk melakukan kegiatan seni atau
menonton karya seni dan/atau pertunjukan seni.
47. Usaha Sanggar Seni adalah usaha penyediaan tempat,
fasilitas dan sumber daya manusia untuk kegiatan seni
dan penampilan karya seni bagi pemenuhan kebutuhan
wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
48. Usaha Galeri Seni adalah usaha penyediaan tempat dan
fasilitas untuk memamerkan, mengapresiasi, mengedukasi
dan mempromosikan karya seni, kriya dan desain serta
447
Page 403
pelaku seni untuk mendukung pengembangan pariwisata
dengan memperhatikan nilai pelestarian seni budaya dan
kreativitas.
49. Usaha Gedung Pertunjukan Seni adalah usaha penyediaan
tempat di dalam ruangan atau di luar ruangan yang
dilengkapi fasilitas untuk aktivitas penampilan karya seni.
50. Usaha Wisata Ekstrim adalah usaha yang menyediakan
tempat dan/atau fasilitas untuk menyelenggarakan
kegiatan pariwisata yang beresiko tinggi.
51. Usaha Arena Permainan adalah usaha yang menyediakan
tempat dan fasilitas untuk bermain dengan ketangkasan.
52. Usaha Hiburan Malam adalah usaha yang menyediakan
tempat dan fasilitas bersantai dan melantai diiringi musik
dan cahaya lampu dengan atau tanpa pramuria.
53. Usaha Kelab Malam adalah usaha hiburan malam yang
menyediakan tempat dan fasilitas bersantai dan/atau
melantai dengan diiringi musik hidup dan cahaya lampu,
serta menyediakan pemandu dansa.
54. Usaha Diskotik adalah usaha hiburan malam yang
menyediakan tempat dan fasilitas bersantai dan/atau
melantai dengan diiringi rekaman lagu dan/atau musik
serta cahaya lampu.
55. Usaha Pub adalah usaha hiburan malam yang menyediakan
tempat dan fasilitas bersantai untuk mendengarkan musik
hidup.
56. Usaha Rumah Pijat adalah usaha yang menyediakan
tempat dan fasilitas pemijatan dengan tenaga pemijat yang
terlatih, meliputi pijat tradisional dan/atau pijat refleksi
dengan tujuan relaksasi.
57. Usaha Taman Rekreasi adalah usaha yang menyediakan
tempat dan fasilitas untuk berekreasi dengan bermacam-
macam atraksi.
58. Usaha Taman Bertema adalah usaha yang menyediakan
tempat dan fasilitas untuk berekreasi dengan 1 (satu) atau
bermacam-macam tema dan mempunyai ciri khas yang
Page 404
membangkitkan imajinasi pengunjung dan kreativitas
serta memiliki fungsi edukasi.
59. Usaha Karaoke adalah usaha yang menyediakan tempat
dan fasilitas menyanyi dengan atau tanpa pemandu lagu.
60. Usaha Jasa Pramuwisata adalah usaha penyediaan dan/
atau pengoordinasian tenaga pemandu wisata untuk
memenuhi kebutuhan wisatawan dan/atau kebutuhan
biro perjalanan wisata.
61. Usaha Jasa Impresariat/Promotor adalah usaha
pengurusan penyelenggaraan hiburan, berupa
mendatangkan, mengirimkan, maupun mengembalikan
artis dan/atau tokoh masyarakat di berbagai bidang
dari Indonesia dan/atau luar negeri, serta melakukan
pertunjukan yang diisi oleh artis dan/atau tokoh
masyarakat yang bersangkutan.
62. Usaha Penyelenggaraan Pertemuan, Perjalanan Insentif,
Konferensi, dan Pameran adalah usaha pemberian jasa
bagi suatu pertemuan sekelompok orang, penyelenggaraan
perjalanan bagi karyawan dan mitra usaha sebagai
imbalan atas prestasinya, serta penyelenggaraan pameran
dalam rangka penyebarluasan informasi dan promosi
suatu barang dan jasa yang berskala nasional, regional,
dan internasional.
63. Usaha Jasa Informasi Pariwisata adalah usaha penyediaan
data, berita, feature, foto, video, dan hasil penelitian
mengenai kepariwisataan yang disebarkan dalam bentuk
bahan cetak dan/atau elektronik.
64. Usaha Jasa Konsultan Pariwisata adalah usaha
penyediaan saran dan rekomendasi mengenai studi
kelayakan, perencanaan, pengelolaan usaha, penelitian,
dan pemasaran di bidang kepariwisataan.
65. Usaha Wisata Tirta adalah usaha penyelenggaraan wisata
dan olahraga air untuk rekreasi, termasuk penyediaan
sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang dikelola
449
Page 405
secara komersial di perairan laut, pantai, sungai, danau,
dan waduk.
66. Usaha Wisata Arung Jeram adalah usaha penyediaan
berbagai sarana untuk mengarungi sungai berjeram
termasuk jasa pemanduan, serta perlengkapan
keselamatan, untuk tujuan rekreasi.
67. Usaha Wisata Dayung adalah usaha yang menyediakan
tempat, fasilitas, termasuk jasa pemandu dan aktivitas
mendayung di wilayah perairan untuk tujuan rekreasi.
68. Usaha Wisata Selam adalah usaha penyediaan berbagai
sarana untuk melakukan penyelaman di bawah atau di
permukaan air dengan menggunakan peralatan khusus,
termasuk penyediaan jasa pemanduan dan perlengkapan
keselamatan, untuk tujuan rekreasi.
69. Usaha Wisata Memancing adalah usaha penyediaan
tempat dan fasilitas untuk kegiatan memancing di wilayah
perairan dengan menggunakan peralatan khusus dan
perlengkapan keselamatan termasuk penyediaan jasa
pemandu, untuk tujuan rekreasi dan hiburan.
70. Usaha Wisata Selancar adalah usaha yang menyediakan
paket, fasilitas, dan aktivitas untuk berselancar di wilayah
perairan.
71. Usaha Wisata Olahraga Tirta adalah usaha penyediaan
sarana dan fasilitas olahraga air di wilayah perairan
dengan tujuan rekreasi.
72. Usaha Dermaga Wisata adalah usaha terminal khusus
dan/atau terminal untuk kepentingan sendiri untuk
menunjang kegiatan pariwisata yang menyediakan tempat,
fasilitas, dan aktivitas bertambat kapal wisata di wilayah
perairan.
73. Usaha Spa adalah usaha perawatan yang memberikan
layanan dengan metode kombinasi terapi air, terapi aroma,
pijat, rempah-rempah, layanan makanan/ minuman sehat,
dan olah aktivitas fisik dengan tujuan menyeimbangkan
450
Page 406
jiwa dan raga dengan tetap memperhatikan tradisi dan
budaya bangsa Indonesia.
74. Penyewaan secara Harian adalah pembebanan biaya sewa
kepada wisatawan yang dihitung per hari.
75. Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok
orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.
76. Tanda Daftar Usaha Pariwisata yang selanjutnya disingkat
TDUP adalah dokumen resmi yang diberikan kepada
Pengusaha Pariwisata untuk dapat menyelenggarakan
usaha pariwisata.
77. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat
PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu
kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai
dengan tahap penerbitan pendaftaran usaha melalui satu
pintu.
78. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kepariwisataan.
79. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kepariwisataan.
Pasal 2
Pendaftaran usaha pariwisata bertujuan untuk:
a. menjamin kepastian hukum bagi Pengusaha Pariwisata
dalam menyelenggarakan usaha pariwisata;
b. menyediakan sumber informasi bagi semua pihak yang
berkepentingan mengenai pendaftaran usaha pariwisata;
dan
c. memberikan persyaratan dalam melaksanakan sertifikasi
usaha pariwisata.
Pasal 3
(1) Pendaftaran usaha pariwisata harus memenuhi prinsip
dalam penyelenggaran pelayanan publik yang transparan.
(2) Prinsip penyelenggaraan pelayanan publik yang transparan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. prosedur pelayanan yang sederhana;
451
Page 407
b. persyaratan teknis dan administratif yang mudah;
C. waktu penyelesaian yang cepat;
d. lokasi pelayanan yang mudah dijangkau;
e. standar pelayanan yang jelas; dan
f. informasi pelayanan yang terbuka.
BAB II
USAHA PARIWISATA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Setiap Pengusaha Pariwisata dalam menyelenggarakan
usaha pariwisata wajib melakukan pendaftaran usaha
pariwisata.
(2) Pengusaha Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berbentuk perseorangan, badan usaha, badan
usaha berbadan hukum.
(3) Perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan warga negara Indonesia.
(4) Badan usaha dan badan usaha berbadan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan badan
usaha yang berkedudukan di Indonesia.
Pasal 5
(1) Usaha pariwisata yang tergolong:
a. usaha mikro dan kecil, dapat berbentuk perseorangan,
badan usaha, atau badan usaha berbadan hukum;
b. usaha menengah dapat berbentuk perseorangan,
badan usaha, atau badan usaha berbadan hukum;
dan
c. usaha besar berbentuk badan usaha berbadan
hukum.
(2) Usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a memiliki kriteria:
452
Page 408
a. kekayaan bersih paling banyak Rp500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
b. hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).
(3) Usaha menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b memiliki kriteria:
a. kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,- (lima
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rpl0.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,-
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp50.000.000.000,- (lima puluh milyar
rupiah).
(4) Usaha besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
memiliki kriteria:
a. kekayaan bersih lebih dari Rpl0.000.000.000,-
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
b . hasil penjualan tahunan lebih dari Rp50.000.000.000,-
(lima puluh milyar rupiah).
Bagian Kedua
Bidang Usaha
Pasal 6
(1) Usaha pariwisata meliputi bidang usaha:
a. daya tarik wisata;
b. kawasan pariwisata;
c. jasa transportasi wisata;
d. jasa perjalanan wisata;
e. jasa makanan dan minuman;
f. penyediaan akomodasi;
g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
453
Page 409
h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif,
konferensi, dan pameran;
i. jasa informasi pariwisata;
j. jasa konsultan pariwisata;
k. jasa pramuwisata;
l. wisata tirta; dan
m. spa.
(2) Menteri dapat menetapkan bidang usaha pariwisata
selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Bidang usaha pariwisata sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dapat terdiri dari jenis usaha dan
subjenis usaha.
Pasal 7
Bidang usaha daya tarik wisata meliputi jenis usaha:
a. pengelolaan pemandian air panas alami;
b. pengelolaan goa;
c. pengelolaan peninggalan sejarah dan purbakala;
d. pengelolaan museum;
e. pengelolaan permukiman dan/atau lingkungan adat;
f. pengelolaan objek ziarah; dan
g. wisata agro.
Pasal 8
Bidang usaha jasa transportasi wisata meliputi jenis usaha:
a. angkutan jalan wisata;
b. angkutan wisata dengan kereta api;
c. angkutan wisata di sungai dan danau;
d. angkutan laut wisata dalam negeri; dan
e. angkutan laut internasional wisata.
Pasal 9
Bidang usaha jasa perjalanan wisata meliputi jenis usaha:
a. biro perjalanan wisata; dan
b. agen perjalanan wisata.
454
Page 410
Pasal 10
Bidang usaha jasa makanan dan minuman meliputi jenis
usaha:
a. restoran;
b. rumah makan;
c. bar/rumah minum;
d. kafe;
e. jasa boga; dan
f. pusat penjualan makanan.
Pasal 11
Bidang usaha penyediaan akomodasi meliputi jenis usaha:
a. hotel;
b. kondominium hotel;
c. apartemen servis;
d. bumi perkemahan;
e. persinggahan karavan;
f. vila;
g. pondok wisata;
h. jasa manajemen hotel;
i. hunian wisata senior/lanjut usia;
j. rumah wisata; dan
k. motel.
Pasal 12
(1) Bidang usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan
rekreasi meliputi jenis usaha:
a. gelanggang rekreasi olahraga;
b. gelanggang seni;
c. wisata ekstrim;
d. arena permainan;
e. hiburan malam;
f. rumah pijat;
g- taman rekreasi;
h. karaoke; dan
i. jasa impresariat/promotor.
455
Page 411
(2) Gelanggang rekreasi olahraga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi subjenis:
a. lapangan golf;
b. rumah bilyar;
c. gelanggang renang;
d. lapangan tenis; dan
e. gelanggang bowling.
(3) Gelanggang seni sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi subjenis:
a. sanggar seni;
b. galeri seni; dan
c. gedung pertunjukan seni.
(4) Hiburan malam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d meliputi subjenis usaha:
a. kelab malam;
b. diskotek; dan
c. pub.
(5) Taman rekreasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f meliputi subjenis usaha:
a. taman rekreasi; dan
b. taman bertema.
Pasal 13
Bidang usaha wisata tirta meliputi jenis usaha:
a. wisata arung jeram;
b. wisata dayung;
c. wisata selam;
d. wisata memancing;
e. wisata selancar;
f. wisata olahraga tirta; dan
g- dermaga wisata.
Pasal 14
Gubernur, Bupati/Walikota dapat menetapkan jenis usaha dan
subjenis usaha lainnya untuk setiap bidang usaha pariwisata
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
456
Page 412
BAB III
TATA CARA PENDAFTARAN USAHA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 15
(1) Pendaftaran usaha pariwisata ditujukan kepada FTSP
Kabupaten /Kota.
(2) Apabila terdapat lebih dari 1 (satu) kabupaten/kota yang
melingkupi 1 (satu) lokasi usaha pariwisata atau kantor,
pendaftaran usaha pariwisata ditujukan kepada PTSP
Provinsi.
(3) Usaha pariwisata yang memiliki modal asing, penanaman
modal dalam negeri yang ruang lingkupnya lintas provinsi
(usaha daya tarik wisata dan kawasan pariwisata), dan/
atau yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan menjadi kewenangan Pemerintah, pendaftaran
usaha pariwisata ditunjukan kepada Badan Koordinasi
Penanaman Modal.
(4) Pendaftaran usaha pariwisata untuk Daerah Khusus
Ibukota Jakarta ditujukan kepada FTSP Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta.
Pasal 16
Pendaftaran usaha pariwisata sebagaimana dimaksud pada
Pasal 15 dapat dilakukan secara dalam jaringan (online).
Pasal 17
Pendaftaran usaha pariwisata sebagaimana dimaksud pada
Pasal 15 dilakukan dengan ketentuan:
a. usaha daya tarik wisata, pendaftaran usaha pariwisata
dilakukan terhadap daya tarik wisata pada setiap lokasi;
b. usaha kawasan pariwisata, pendaftaran usaha pariwisata
dilakukan terhadap kawasan pariwisata pada setiap
lokasi;
457
Page 413
c. usaha jasa transportasi wisata, pendaftaran usaha
pariwisata dilakukan terhadap setiap kantor yang memiliki
dan/atau menguasai kendaraan, kapal atau kereta api;
d. usaha jasa perjalanan wisata, pendaftaran usaha
pariwisata dilakukan terhadap setiap kantor;
e. usaha jasa makanan dan minuman, pendaftaran usaha
pariwisata dilakukan terhadap:
1. restoran, rumah makan, bar/rumah minum, kafe,
atau pusat penjualan makanan pada setiap lokasi;
dan
2. setiap kantor jasa boga;
f. usaha penyediaan akomodasi, pendaftaran usaha
pariwisata dilakukan terhadap:
1. hotel, kondominium hotel, apartemen servis, bumi
perkemahan, persinggahan karavan, vila, pondok
wisata, hunian wisata senior/lanjut usia, rumah
wisata, atau motel pada setiap lokasi; dan
2. setiap kantor jasa manajemen hotel;
g. usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi,
pendaftaran usaha pariwisata dilakukan terhadap:
1. usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi
pada setiap lokasi; dan
2. khusus untuk usaha jasa impresariat/promotor,
dilakukan terhadap setiap kantor;
h. usaha jasa penyelenggaraan pertemuan, perjalanan
insentif, konferensi dan pameran, pendaftaran usaha
pariwisata dilakukan terhadap setiap kantor;
i. usaha jasa informasi pariwisata, pendaftaran usaha
pariwisata dilakukan terhadap setiap kantor;
j. usaha jasa konsultan pariwisata, pendaftaran usaha
pariwisata dilakukan terhadap setiap kantor;
k. usaha jasa pramuwisata, pendaftaran usaha dilakukan
terhadap setiap kantor;
l. usaha wisata tirta, pendaftaran usaha pariwisata
dilakukan terhadap:
458
Page 414
1. setiap kantor wisata arung jeram, wisata dayung,
wisata selam, wisata selancar, atau wisata olahraga
tirta;
2. dermaga wisata pada setiap lokasi; dan
3. khusus untuk usaha wisata memancing, dilakukan
terhadap setiap kantor atau lokasi;
m. usaha spa, pendaftaran usaha pariwisata dilakukan
terhadap setiap lokasi.
Pasal 18
(1) Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota melakukan
penataan keseimbangan jumlah usaha pariwisata dengan
kondisi sosial, budaya, dan lingkungan.
(2) Penataan keseimbangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dalam bentuk pengaturan penambahan
jumlah usaha pariwisata.
(3) Penataan keseimbangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan (2) dilaksanakan berdasarkan kajian akademis
secara independen yang akuntabel.
Bagian Kedua
Tahapan Pendaftaran Usaha
Paragraf 1
Umum
Pasal 19
Tahapan pendaftaran usaha pariwisata mencakup:
a. permohonan pendaftaran;
b. pemeriksaan berkas permohonan; dan
c. penerbitan TDUP.
Pasal 20
Seluruh tahapan pendaftaran usaha pariwisata diselenggarakan
tanpa memungut biaya dari Pengusaha Pariwisata.
459
Page 415
Paragraf 2
Permohonan Pendaftaran
Pasal 21
(1) Permohonan pendaftaran usaha pariwisata diajukan
secara tertulis oleh Pengusaha Pariwisata.
(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disertai dengan dokumen persyaratan.
(3) Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi:
a. usaha perseorangan:
1) fotokopi Kartu Tanda Penduduk;
2) fotokopi NPWP; dan
3) perizinan teknis pelaksanaan usaha pariwisata
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
b. badan usaha atau badan usaha berbadan hukum:
1) akte pendirian badan usaha dan perubahannya
(apabila terjadi perubahan);
2) fotokopi NPWP; dan
3) perizinan teknis pelaksanaan usaha pariwisata
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
4) Selain dokumen persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), khusus untuk:
a. usaha daya tarik wisata, dilengkapi fotokopi
bukti hak pengelolaan dari pemilik daya
tarik wisata;
b. usaha kawasan pariwisata, dilengkapi
fotokopi bukti hak atas tanah;
c. usaha jasa transportasi wisata, dilengkapi
keterangan tertulis dari Pengusaha
Pariwisata tentang perkiraan kapasitas jasa
transportasi wisata yang dinyatakan dalam
jumlah kendaraan, kapal atau kereta api,
serta daya angkut yang tersedia;
460
Page 416
d. usaha jasa makanan dan minuman,
dilengkapi keterangan tertulis dari
Pengusaha Pariwisata tentang perkiraan
kapasitas jasa makanan dan minuman yang
dinyatakan dalam jumlah kursi;
e. usaha penyediaan akomodasi, dilengkapi
keterangan tertulis dari Pengusaha
Pariwisata tentang perkiraan kapasitas
penyediaan akomodasi yang dinyatakan
dalam jumlah kamar serta tentang fasilitas
yang tersedia; dan
f. usaha wisata tirta subjenis dermaga wisata,
dilengkapi izin operasional sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 22
(1) Untuk usaha mikro dan kecil, dokumen persyaratan
sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (2) meliputi:
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau akte
pendirian badan usaha dan perubahannya
(apabila terjadi perubahan);
b. fotokopi NPWP;
c. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau perjanjian
penggunaan bangunan; dan
d. Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan
(S PPL).
(2) Selain dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), khusus untuk:
a. usaha rumah pijat, dilengkapi surat terdaftar
pengobat tradisional (STPT) bagi pemijat;
b. usaha spa, dilengkapi surat terdaftar pengobat
tradisional (STPT) bagi terapis dan surat rekomendasi
penggunaan peralatan kesehatan dari instansi teknis
terkait apabila menggunakan peralatan kesehatan.
461
Page 417
Pasal 23
(1) Pengajuan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 dan Pasal 22 disampaikan dalam bentuk
salinan atau fotokopi yang telah dilegalisasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Untuk pendaftaran usaha yang telah dilakukan secara
dalam jaringan (online), pengajuan dokumen persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22
dapat disampaikan dalam bentuk salinan digital.
(3) Pengusaha Pariwisata wajib menjamin melalui pernyataan
tertulis bahwa dokumen persyaratan yang disampaikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) adalah
absah, benar, dan sesuai dengan fakta.
Pasal 24
PTSP memberikan bukti penerimaan permohonan pendaftaran
usaha pariwisata kepada Pengusaha Pariwisata dengan
mencantumkan nama dokumen yang diterima.
Paragraf 3
Pemeriksaan Berkas Permohonan
Pasal 25
(1) PTSP melakukan pemeriksaan kelengkapan berkas
permohonan pendaftaran usaha pariwisata.
(2) Apabila berdasarkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditemukan berkas permohonan belum
memenuhi kelengkapan, PTSP memberitahukan secara
tertulis kekurangan yang ditemukan kepada Pengusaha
Pariwisata.
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
pemberitahuan kekurangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diselesaikan paling lambat dalam jangka waktu
2 (dua) hari kerja sejak permohonan pendaftaran usaha
pariwisata diterima PTSP.
462
Page 418
(4) Apabila PTSP tidak memberitahukan secara tertulis
kekurangan yang ditemukan dalam jangka waktu 2 (dua)
hari kerja sejak permohonan pendaftaran usaha pariwisata
diterima, permohonan pendaftaran usaha pariwisata
dianggap lengkap.
Paragraf 4
Penerbitan TDUP
Pasal 26
(1) PTSP menerbitkan TDUP untuk diserahkan kepada
Pengusaha Pariwisata paling lambat dalam jangka waktu
1 (satu) hari kerja setelah permohonan pendaftaran usaha
pariwisata dinyatakan atau dianggap lengkap.
(2) TDUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi:
a. nomor pendaftaran usaha pariwisata;
b. tanggal pendaftaran usaha pariwisata;
c. nama Pengusaha Pariwisata;
d. alamat Pengusaha Pariwisata;
e. nama pengurus badan usaha untuk Pengusaha
Pariwisata yang berbentuk badan usaha;
f. jenis atau subjenis usaha pariwisata;
g. nama usaha pariwisata;
h. lokasi usaha pariwisata;
i. alamat kantor pengelolaan usaha pariwisata;
j . nomor akta pendirian badan usaha dan perubahannya,
apabila ada, untuk Pengusaha Pariwisata yang
berbentuk badan usaha atau nomor kartu tanda
penduduk untuk Pengusaha Pariwisata perseorangan;
k. nama, nomor, dan tanggal izin teknis yang dimiliki
Pengusaha Pariwisata;
l. nama dan tanda tangan pejabat yang menerbitkan
TDUP;
m. tanggal penerbitan TDUP; dan
n. apabila diperlukan, diberikan kode sekuriti digital.
463
Page 419
(3) TDUP berlaku selama pengusaha pariwisata menyeleng
garakan usaha pariwisata.
Pasal 27
(1) TDUP dapat diberikan kepada Pengusaha Pariwisata yang
menyelenggarakan beberapa usaha pariwisata di dalam
satu lokasi dan satu manajemen.
(2) TDUP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan
dalam satu dokumen TDUP.
Pasal 28
TDUP merupakan persyaratan dasar dalam pelaksanaan
sertifikasi usaha pariwisata.
Pasal 29
(1) Menteri melalui Deputi yang membidangi industri
pariwisata menetapkan petunjuk teknis dalam rangka
pelaksanaan pendaftaran usaha pariwisata.
(2) Gubernur dan Bupati/Walikota menetapkan peraturan
dalam rangka pelaksanaan pendaftaran usaha pariwisata.
BAB IV
PEMUTAKHIRAN TDUP
Pasal 30
(1) Pengusaha Pariwisata wajib mengajukan secara tertulis
kepada PTSP permohonan pemutakhiran TDUP apabila
terdapat suatu perubahan paling lambat 30 (tiga puluh)
hari kerja setelah suatu perubahan terjadi.
(2) Perubahan kondisi sebagaimana disebutkan dalam
ayat (1) mencakup 1 (satu) atau lebih kondisi:
a. perubahan sarana usaha;
b. penambahan kapasitas usaha;
c. perluasan lahan dan bangunan usaha;
d. perubahan waktu atau durasi operasi usaha;
e. nama Pengusaha Pariwisata;
f. alamat Pengusaha Pariwisata;
464
Page 420
g. nama pengurus badan usaha untuk Pengusaha
Pariwisata yang berbentuk badan usaha;
h. nama usaha pariwisata;
i. lokasi usaha pariwisata;
j. alamat kantor pengelolaan usaha pariwisata;
k. nomor akta pendirian badan usaha untuk Pengusaha
Pariwisata yang berbentuk badan usaha atau nomor
kartu tanda penduduk untuk Pengusaha Pariwisata
perseorangan; atau
l. nama, nomor, dan tanggal izin teknis yang dimiliki
Pengusaha Pariwisata.
(3) Pengajuan permohonan pemutakhiran TDUP disertai
dengan dokumen penunjang yang terkait.
(4) Pengajuan dokumen penunjang yang terkait sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam bentuk
salinan atau fotokopi yang telah dilegalisasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pengusaha Pariwisata wajib menjamin melalui pernyataan
tertulis bahwa dokumen penunjang yang disampaikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) adalah
absah, benar dan sesuai dengan fakta.
Pasal 31
(1) PTSP melaksanakan pemeriksaan kelengkapan berkas
permohonan pemutakhiran TDUP.
(2) Apabila berdasarkan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditemukan berkas permohonan
pemutakhiran TDUP belum memenuhi kelengkapan,
PTSP memberitahukan secara tertulis kekurangan yang
ditemukan kepada Pengusaha Pariwisata.
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
pemberitahuan kekurangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diselesaikan paling lambat dalam jangka waktu 2
(dua) hari kerja sejak permohonan pemutakhiran TDUP
diterima PTSP.
465
Page 421
(4) Apabila PTSP tidak memberitahukan secara tertulis
kekurangan yang ditemukan dalam jangka waktu 2 (dua)
hari kerja sejak permohonan pemutakhiran TDUP diterima,
maka permohonan pemutakhiran TDUP dianggap lengkap.
(5) PTSP menerbitkan pemutakhiran TDUP untuk diserahkan
kepada Pengusaha Pariwisata paling lambat dalam
jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah permohonan
pemutakhiran TDUP dinyatakan atau dianggap lengkap.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 32
(1) Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota melakukan
pembinaan dalam rangka pendaftaran usaha pariwisata
sesuai dengan kewenangan masing-masing berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa sosialiasi, pemantauan, evaluasi, atau
pelaksanaan bimbingan teknis penerapan pendaftaran
usaha pariwisata.
Pasal 33
(1) Menteri, Gubernur, dam Bupati/Walikota melakukan
pengawasan dalam rangka pendaftaran usaha pariwisata
sesuai dengan kewenangan masing-masing berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa pemeriksaan sewaktu-waktu ke lapangan untuk
memastikan kesesuaian kegiatan usaha dengan TDUP
BAB VI
PENDANAAN
Pasal 34
Pendanaan pelaksanaan, pembinaan dan pengawasan
pendaftaran usaha pariwisata, bersumber dari Anggaran
Page 422
Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah.
BAB VII
PELAPORAN
Pasal 35
(1) Pengusaha Pariwisata melaporkan kegiatan usaha
pariwisata kepada Bupati/Walikota melalui Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang membidangi pariwisata setiap 6
(enam) bulan sekali.
(2) Laporan kegiatan usaha pariwisata meliputi:
a. perkembangan usaha; dan
b. masukan kepada Pemerintah Daerah.
Pasal 36
(1) Bupati/Walikota melaporkan hasil pendaftaran usaha
pariwisata dan laporan kegiatan usaha pariwisata kepada
Gubernur setiap 6 (enam) bulan sekali.
(2) Gubernur melaporkan hasil pendaftaran usaha pariwisata
dan laporan kegiatan usaha pariwisata kepada Menteri
setiap 6 (enam) bulan sekali.
(3) Laporan hasil pendaftaran usaha pariwisata dan laporan
kegiatan usaha pariwisata sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
a. nama usaha pariwisata;
b. lokasi dan/atau kantor usaha pariwisata;
c. jumlah usaha pariwisata;
d. perubahan jumlah usaha pariwisata dibandingkan
dengan pelaporan pada periode sebelumnya;
e. penjelasan tentang hal yang menyebabkan perubahan
jumlah usaha pariwisata sebagaimana dimaksud
pada huruf d, khusus dalam hal terjadi pengurangan;
dan
f. laporan kegiatan usaha pariwisata.
467
Page 423
BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 37
(1) Setiap Pengusaha Pariwisata yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1),
Pasal 23 ayat (3), dan Pasal 30 ayat (1) dan (5) dikenai
sanksi teguran tertulis pertama.
(2) Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah
diberikan teguran tertulis pertama, Pengusaha Pariwisata
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Pengusaha Pariwisata dikenai sanksi teguran
tertulis kedua.
(3) Apabila dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah
diberikan teguran tertulis kedua, Pengusaha Pariwisata
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Pengusaha Pariwisata dikenai sanksi teguran
tertulis ketiga.
Pasal 38
(1) Setiap Pengusaha Pariwisata yang tidak mematuhi sanksi
teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah diberikan
teguran tertulis ketiga, dikenakan sanksi pembatasan
kegiatan usaha.
(2) Sanksi pembatasan kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan juga kepada Pengusaha
Pariwisata yang tidak menyelenggarakan kegiatan usaha
secara terus menerus untuk jangka waktu 6 (enam) bulan
atau lebih.
Pasal 39
(1) Setiap Pengusaha Pariwisata yang tidak memenuhi
ketentuan dan sanksi pembatasan kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 terhadap
pelanggaran Pasal 23 ayat (3) dan Pasal 30 ayat (1) dan (5)
468
Page 424
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, dikenakan
sanksi pencabutan TDUP.
(2) Sanksi pencabutan TDUP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan juga kepada Pengusaha Pariwisata yang:
a. terkena sanksi penghentian tetap kegiatan usaha
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. tidak menyelenggarakan kegiatan usaha secara terus
menerus untuk jangka waktu 1 (satu) tahun atau
lebih; atau
c. menyampaikan dokumen yang dipalsukan pada
saat proses pendaftaran usaha pariwisata dan/atau
pemutakhiran TDUP.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 40
(1) Izin Tetap Usaha Pariwisata yang masih berlaku dan telah
dimiliki Pengusaha Pariwisata sebelum ditetapkannya
Peraturan Menteri ini untuk sementara diperlakukan
sama dengan TDUP.
(2) Pengusaha Pariwisata yang memiliki Izin Tetap Usaha
Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
mengajukan permohonan pendaftaran usaha pariwisata
dan memiliki TDUP dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan.
Pasal 41
Apabila terjadi permasalahan dalam hal pendaftaran usaha
pariwisata di daerah, Pengusaha Pariwisata dan Pemerintah
Daerah dapat berkonsultasi dengan Kementerian.
469
Page 425
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku,
1. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.85/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran
Usaha Jasa Perjalanan Wisata;
2. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.86/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran
Usaha Penyediaan Akomodasi;
3. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.87/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran
Usaha Jasa Makanan dan Minuman;
4. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.88/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran
Usaha Kawasan Pariwisata;
5. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.89/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran
Usaha Jasa Transportasi Wisata;
6. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.90/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran
Usaha Daya Tarik Wisata;
7. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.91/HK.501 /MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran
Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi;
8. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.92/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran
Usaha Jasa Pramuwisata;
9. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM .93/ HK. 501 / MKP/ 2010 tentang Tata Cara Pendaftaran
Usaha Jasa Penyelenggaraan Pertemuan, Perjalanan
Insentif, Konferensi dan Pameran;
10. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.94/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran
Usaha Jasa Konsultan Pariwisata;
470
Page 426
11. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.95/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran
Usaha Jasa Informasi Pariwisata;
12. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.96/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran
Usaha Wisata Tirta;
13. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.97/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran
Usaha Spa.
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 43
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundang
kan.
471
Page 427
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini denganpenempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Oktober 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1551
S a lin an sesu a i d en gan
KEMENTERIAN PARIWISATA RI
472
Page 428
Menimbang
Mengingat
M E N T E R I P AR IW ISATA R E P U B LIK IN D O N E S IA
SALINAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2016
TENTANG
PEMBERLAKUAN WAJIB
SERTIFIKASI KOMPETENSI DI BIDANG PARIWISATA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012 tentang
Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang
Pariwisata, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pariwisata
tentang Pemberlakuan Wajib Sertifikasi Kompetensi di Bidang
Pariwisata;
1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesai Nomor 4279);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang
Sistem Pelatihan Kerja Nasional (Lembaran Negara
473
Page 429
Menetapkan
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia 4637);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012 tentang
Sertifikasi Kompetensi Dan Sertifikasi Usaha (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 105,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5311);
5. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 24);
6. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pariwisata (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 20);
7. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pariwisata (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 545);
8. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 11 Tahun 2015
tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia Bidang Pariwisata (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1035);
9. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun
2016 tentang Sistem Standarisasi Kompetensi Kerja
Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 257);
10. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 3 Tahun 2016
tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 258);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG PEMBER
LAKUAN WAJIB SERTIFIKASI KOMPETENSI DI BIDANG
PARIWISATA.
474
Page 430
Pasal 1
Setiap tenaga kerja di bidang pariwisata yang bekeija di Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk tenaga kerja asing,
wajib memiliki Sertifikat Kompetensi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 2
Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 diberikan kepada tenaga kerja yang telah menguasai
kompetensi kerja tertentu sesuai dengan Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Pariwisata, standar
internasional dan/atau standar khusus.
Pasal 3
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang
Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 4
(1) Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota melakukan
pembinaan dalam pelaksanaan pemberlakuan wajib
sertifikasi bidang pariwisata.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa sosialisasi, advokasi atau pelaksanaan bimbingan
teknis pemberlakuan wajib Sertifikasi Kompetensi Bidang
Pariwisata.
Pasal 5
(1) Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota melakukan
pengawasan dalam pelaksanaan pemberlakuan wajib
Sertifikasi Kompetensi Bidang Pariwisata.
(2) Pengawasan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui monitoring dan evaluasi
475
Page 431
pelaksanaan pemberlakuan wajib Sertifikasi Kompetensi
Bidang Pariwisata.
(3) Pengawasan oleh Gubernur, Bupati/Walikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui evaluasi laporan
pelaksanaan pemberlakuan wajib Sertifikasi Kompetensi
Bidang Pariwisata.
Pasal 6
Sertifikat Kompetensi yang telah dimiliki tenaga kerja di bidang
pariwisata sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tetap
berlaku sampai berakhirnya masa sertifikat dimaksud.
Pasal 7
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundang
kan.
Page 432
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan peng
undangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Oktober 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Oktober 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1621
Salinan sesuai denganKEMENTERIAN PARIWISATA RI
477
Page 433
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2016
TENTANG
PEMBERLAKUAN WAJIB SERTIFIKASI
KOMPETENSI DI BIDANG PARIWISATA
STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA (SKKNI)
BIDANG PARIWISATA
1. Sub Sektor Biro Perjalanan Wisata sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.238/MEN/X/2004 tentang
Penetapan Standar Kompetensi Kerja Sektor Pariwisata Sub Sektor Biro
Perjalanan Wisata;
2. Sub Sektor Hotel dan Restoran sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.239/MEN/X/2004 tentang
Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Pariwisata Sub
Sektor Hotel dan Restoran;
3. Sub Sektor SPA sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.141/MEN/V/2005 tentang Penetapan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Pariwisata Sub Sektor SPA;
4. Sub Sektor Restoran, BAR dan Jasa Boga Bidang Industri Jasa Boga sebagaimana
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor:
KEP.318/MEN/IX/2007 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia Sektor Penyedia Makanan dan Minuman Sub Sektor Restoran, BAR
dan Jasa Boga Bidang Industri Jasa Boga;
5. Bidang Jasa Pramuwisata dan Pemimpin Perjalanan Wisata (Tour Leader)
sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor: KEP.55/MEN/III/2009 tentang Penetapan Standar
Kompetensi Keija Nasional Indonesia Sektor Pariwisata Bidang Jasa Pramuwisata
dan Pemimpin Perjalanan Wisata [Tour Leader)-,
6. Bidang Kepemanduan Wisata Selam sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.56/MEN/III/2009 tentang
478
Page 434
Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Pariwisata
Bidang Kepemanduan Wisata Selam;
7. Bidang Kepemanduan Wisata sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.57/MEN/III/2009 tentang
Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Pariwisata
Bidang Kepemanduan Wisata;
8. Bidang Kepemanduan Ekowisata sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.61/MEN/III/2009 tentang
Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Pariwisata
Bidang Kepemanduan Ekowisata;
9. Bidang Arung Jeram sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.62/MEN/III/2009 tentang Penetapan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Pariwisata Bidang Arung
Jeram;
10. Bidang Kepemanduan Wisata Agro sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.123/MEN/V/2011 tentang
Penetapan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor
Pariwisata Bidang Kepemanduan Wisata Agro Menjadi Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia;
11. Bidang Jasa Boga sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP. 125/MEN/V/2011 tentang Penetapan
Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Pariwisata
Bidang Jasa Boga Menjadi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia;
12. Bidang Kepemanduan Wisata Goa sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP. 192/MEN/VII/2011 tentang
Penetapan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor
Pariwisata Bidang Kepemanduan Wisata Goa Menjadi Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia;
13. Bidang Manajerial SPA sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: 56 Tahun 2014 tentang Penetapan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori Kegiatan Jasa Lainnya
Golongan Pokok Jasa Perorangan Lainnya Kelompok Usaha SPA (Sante Par Aqua)
Area Kerja Manajerial SPA;
479
Page 435
14. Bidang MICE sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Nomor: 348 Tahun 2014 tentang Penetapan Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia Kategori Jasa Persewaan, Ketenagakerjaan, Agen
Perjalanan dan Penunjang Usaha Lainnya Golongan Pokok Jasa Administrasi
Kantor, Jasa Penunjang Kantor dan Jasa Penunjang Usaha Lainnya Bidang
MICE.
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
S a lin an sesu a i d en gan
480
Page 436
M E N T E R I P AR IW ISATA R E P U B LIK IN D O N E S IA
SALINAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2016
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PARIWISATA
NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN
DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PARIWISATA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dengan adanya perubahan urusan pada bidang-
bidang di Kementerian Pariwisata, dan dengan adanya
perubahan pada sistem laporan pertanggungajawaban
dana dekonsentrasi, perlu dilakukan perubahan terhadap
Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 22 Tahun 2015
tentang Pelaksanaan Kegiatan Dekonsentrasi Kementerian
Pariwisata;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Pariwisata tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Pariwisata Nomor 22 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Dekonsentrasi Kementerian Pariwisata;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
481
Page 437
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4890);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5178);
482
Page 438
8. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tabun 2011 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5262);
9. Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 80);
10. Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2014 tentang
Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 147);
11. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pariwisata (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 20);
12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008
tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan
Dana Tugas Pembantuan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/
PMK.07/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman
Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas
Pembantuan;
13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013
tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat;
14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.05/2014
tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat;
15. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pariwisata (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 545);
16. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 22 Tahun 2015
tentang Pelaksanaan Kegiatan Dekonsentrasi Kementerian
483
Page 439
Pariwisata (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1725);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG PERUBAHAN
ATAS PERATURAN MENTERI PARIWISATA NOMOR 22 TAHUN
2015 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DEKONSENTRASI
KEMENTERIAN PARIWISATA.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Pariwisata Nomor
22 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Dekonsentrasi
Kementerian Pariwisata (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1725) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari
Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah
dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
2. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari
APBN yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil
pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi,
tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi
vertikal pusat di daerah.
3. Unit Kerja Eselon I adalah unit organisasi di lingkungan
Kementerian yang melaksanakan kegiatan di Kementerian
dan memberikan dana dekonsentrasi.
484
Page 440
4. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut
SKPD adalah organisasi/lembaga pada pemerintah
daerah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
dekonsentrasi bidang tertentu di provinsi.
5. Perubahan Anggaran yang selanjutnya disebut Revisi
adalah perubahan anggaran belanja Kementerian yang
telah ditetapkan berdasarkan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, Daftar Hasil Penelaahan Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian/Lembaga, dan/atau Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran.
6. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang
selanjutnya disebut RKA-K/L adalah dokumen rencana
keuangan tahunan Kementerian/Lembaga yang disusun
menurut bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
7. Daftar Hasil Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian/ Lembaga yang selanjutnya disebut DHP
RKA-K/L adalah dokumen yang berisi rangkuman
RKA-K/L per Unit Kerja Eselon I dan program dalam suatu
Kementerian/Lembaga yang ditetap kain berdasarkan hasil
penelaahan.
8. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya
disebut DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan
dengan DIPA, adalah suatu dokumen pelaksanaan
anggaran yang dibuat oleh menteri/pimpinan lembaga
serta disahkan oleh Menteri Keuangan dan berfungsi
sebagai dokumen pelaksanaan pendanaan kegiatan serta
dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.
9. Aparat Pengawas Intern Pemerintah di lingkungan
Kementerian Pariwisata yang selanjutnya disebut APIP
Kementerian adalah Inspektorat yang secara fungsional
melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab
langsung kepada Menteri melalui Sekretaris Kementerian.
10. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
485
Page 441
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
11. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang Kepariwisataan.
12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Kepariwisataan.
2. Ketentuan ayat (1) Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Urusan Kementerian yang dapat dilaksanakan melalui
Dekonsentrasi bidang pengembangan destinasi dan
industri pariwisata, antara lain:
a. penyusunan rencana induk dan rencana detail
Kawasan;
b. bimbingan teknis; dan
c. peningkatan peran serta masyarakat melalui Sadar
Wisata dan Sapta Pesona.
(2) Pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada petunjuk teknis
dari Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri
Pariwisata.
3. Ketentuan ayat (1) Pasal 6 diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 6
(1) Urusan Kementerian yang dapat dilaksanakan melalui
Dekonsentrasi bidang pemasaran pariwisata mancanegara
yaitu partisipasi daerah pada even promosi pariwisata
mancanegara.
(2) Pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada petunjuk teknis
dari Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata
Mancanegara.
486
Page 442
4. Ketentuan ayat (1) Pasal 7 diubah, sehingga Pasal 7
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
(1) Urusan Kementerian yang dapat dilaksanakan melalui
Dekonsentrasi bidang pemasaran pariwisata nusantara
meliputi:
a. sosialisasi Branding Pesona Indonesia;
b. pemasangan Iklan Pariwisata melalui media cetak,
elektronik, media online dan media ruang;
c. pengadaan atau penyediaan bahan promosi;
d. pemasaran paket wisata yang siap jual di masing-
masing daerah;
e. partisipasi dalam festival dan penyelenggaraan even
(alam, budaya, dan buatan); dan
f. pelaksanaan Perjalanan Wisata Pengenalan di daerah-
daerah.
(2) Pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada petunjuk teknis
dari Deputi Bidang Pemasaran Pariwisata Nusantara.
5. Ketentuan Pasal 25 ayat (2) sampai dengan ayat (7) diubah dan
ditambahkan 4 (empat) ayat yakni ayat (8), ayat (9), ayat (10),
ayat (11), sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25
(1) SKPD yang menjadi pelaksana kegiatan Dana Dekonsentrasi
wajib menyusun laporan pertanggungjawaban yang
meliputi:
a. laporan manajerial; dan
b. laporan akuntabilitas.
(2) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan kepada Sekretaris Kementerian
dengan tembusan kepada Kepala Unit Kerja Eselon I
terkait dan Inspektur.
487
Page 443
(3) Laporan manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. perkembangan realisasi penyerapan dana dan fisik;
dan
b. kendala yang dihadapi dan saran tindak lanjut.
(4) Laporan manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disampaikan setiap akhir triwulan paling lambat 7 (tujuh)
hari pada bulan berikutnya dengan menggunakan format
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Laporan akuntabilitas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. laporan akuntabilitas kinerja; dan
b. laporan keuangan.
(6) Laporan akuntabilitas kinerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) disampaikan setiap akhir tahun paling
lambat pada akhir bulan januari tahun berikutnya
dengan menggunakan format tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
(7) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf b meliputi:
a. laporan realisasi anggaran belanja;
b. laporan realisasi anggaran pengembalian belanja;
c. laporan realisasi anggaran pendapatan;
d. laporan realisasi anggaran pengembalian pendapatan;
e. neraca;
f. neraca percobaan;
g. laporan operasional;
h. laporan perubahan ekuitas;
i. laporan barang milik negara; dan
j. catatan atas laporan keuangan.
(8) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
huruf a sampai dengan huruf i dihasilkan dari Aplikasi
488
Page 444
Sistem Akuntansi Instansi Berbasis Akrual (SAIBA) dan
Sistem Informasi Barang Milik Negara (SIMAK BMN).
(9) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
huruf a sampai dengan huruf h disampaikan setiap bulan
dan triwulan dalam bentuk softcopy Arsip Data Komputer
dan hardcopy hasil cetakan aplikasi.
(10) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
huruf a sampai dengan huruf j disampaikan setiap
semester dan tahunan dalam bentuk softcopy Arsip Data
Komputer dan hardcopy hasil cetakan aplikasi.
(11) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
dibuat sesuai dengan Peraturan yang dikeluarkan oleh
Kementerian Keuangan tentang Pedoman Penyusunan dan
Penyampaian Laporan Keuangan Kementerian Negara/
Lembaga.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundang
kan.
489
Page 445
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Desember 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Desember 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1969
Salinan sesuai dengan
KEMENTERIAN PARIWISATA RI
490
Page 446
LAMPIRANPERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2016TENTANGPERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PARIWISATA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PARIWISATA
FORMAT LAPORAN
A. FORMAT LAPORAN MANAJERIAL
Satuan Kerja :
LAPORAN MANAJERIAL
PERENCANAAN DAN REALISASI ANGGARAN
TAHUN ANGGARAN....
NoSasaranStrategis
IndikatorKinerja
OutputKomponen/
AktivitasTW
Fisik Capaian Kinerja Penyerapan Anggaran
UraianTarget
UraianCapaian
Dokumen
DataDukung
Keterangan Kegagalan /
KeberhasilanTarget Realisasi atuan ( % ) Target Realisasi ( % i Target Realisasi (% i
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
TW 1
-p>VO
Page 447
vDto
TW 2
TW 3
TW 4
Petunjuk Pengisian :3
Kolom No. 13 Diisi oleh Satker Eselon II yang membawahi
Kolom No. 23 Diisi oleh Satker Eselon II yang membawahi
Kolom No. 33 Diisi oleh Satker Eselon II yang membawahi
Kolom No. 43 Diisi nama output sesuai RKAKL
Kolom No. 53 Diisi nama aktivitas (rincian kegiatan yang mendukung output) sesuai RKAKL
Kolom No. 63 Diisi periode triwulan
Kolom No. 73 Diisi target waktu (triwulan) penyelesaian fisik kegiatan/aktivitas sesuai KAK secara kumulatif, bila
selesai pada triwulan 3 maka pada triwulan 4 diisi dengan angka yang sama
Kolom No. 83 Diisi realisasi waktu (triwulan) penyelesaian fisik kegiatan/aktivitas secara kumulatif, bila selesai pada
triwulan 3 maka pada triwulan 4 diisi dengan angka yang sama
Kolom No. 93 Diisi nama satuan fisik dari hasil kegiatan/aktivitas (naskah, kegiatan, kode, dll)
Page 448
Kolom No. 103
Kolom No. 113
Kolom No. 123
Kolom No. 133
Kolom No. 143
Kolom No. 153
Kolom No. 163
Kolom No. 173
Kolom No. 183
Kolom No. 193
Kolom No. 203
Diisi capaian realisasi
Diisi target proses penyelesaian (% target progress) per triwulan secara kumulatif
Diisi realisasi proses penyelesaian (% realisasi progress) per triwulan secara kumulatif
Diisi capaian realisasi
Diisi target penyerapan (rencana penarikan) per triwulan secara kumulatif
Diisi realisasi penyerapan (% realisasi keuangan) per triwulan secara kumulatif Diisi capaian realisasi
Diisi uraian rencana proses pelaksanaan kegiatan/aktivitas (rencana progresskinerja)
Diisi uraian realisasi proses pelaksanaan kegiatan/aktivitas (realisasi progress kinerja)
Diisi dengan melampirkan soft copy data dukung per triwulan sesuai proses pelaksanaan kegiatan/ aktivitas
Diisi keterangan/penjelasan tentang: bila tercapai sesuai target selanjutnya apa outcome-nya dan bila
tidak sesuai target (gagal) apa penyebab /kendalanya serta solusi yang diharapkan
VOW
Page 449
B. FORMAT LAPORAN AKUNTABILITAS
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA PROGRAM
(DEKONSENTRASI)
TAHUN ANGGARAN....
COVER
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan Penulisan Laporan
BAB II HASIL PELAKSANAAN DEKONSENTRASI BAB III PERMASALAHAN
DAN KENDALA
BAB IV PENUTUP
1. Masalah dan Saran Pemecahan
2. Rekomendasi Kebijakan Pelaksanaan ke Depan
LAMPIRAN-LAMPIRAN
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ARIEF YAHYASalinan sesuai dengan
K E M E N TER IAN PAR IW ISATA RI
494
Page 450
M E N T E R I PAR IW IS A TA R E P U B LIK IN D O N E S IA
SALINAN
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2016
TENTANG
HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAN PEDOMAN
NOMENKLATUR PERANGKAT DAERAH BIDANG PARIWISATA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 107 ayat (5)
dan Pasal 109 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Pariwisata tentang Hasil Pemetaan Urusan
Pemerintahan dan Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah Bidang Pariwisata;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4916);
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
495
Page 451
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional
Tahun 2010-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5262);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5887);
6. Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan
Ekonomi Kreatif (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 7) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun
2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 139);
7. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
8. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pariwisata (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 20);
9. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pariwisata (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 545);
496
Page 452
Menetapkan
10. Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Nomor 1 Tahun
2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Ekonomi
Kreatif (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1145);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI PARIWISATA TENTANG HASIL
PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAN PEDOMAN
NOMENKLATUR PERANGKAT DAERAH BIDANG PARIWISATA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala daerah
dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah.
2. Perangkat Daerah Provinsi adalah unsur pembantu
gubernur dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah provinsi.
3. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota adalah unsur
pembantu bupati/walikota dalam penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
kabupaten / kota.
4. Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan
yang menjadi kewenangan presiden yang pelaksanaannya
dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara
pemerintahan daerah untuk melindungi, melayani,
memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.
5. Unit Pelayanan Teknis Daerah Pariwisata yang selanjutnya
disebut UPTD Pariwisata adalah lembaga yang dibentuk
oleh pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota
497
Page 453
untuk memberikan layanan terhadap pembangunan
kepariwisataan.
6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Pariwisata.
BAB II
PEMETAAN URUSAN
Pasal 2
Hasil pemetaaan urusan dan sub urusan pemerintahan bidang
pariwisata merupakan hasil perhitungan nilai variabel Urusan
Pemerintah Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota
bidang pariwisata dan sub urusan ekonomi kreatif setelah
dikalikan faktor kesulitan geografis.
Pasal 3
Hasil pemetaaan urusan dan sub urusan pemerintahan bidang
pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 4
Hasil pemetaan urusan dan sub urusan pemerintahan bidang
pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 digunakan
oleh pemerintah daerah untuk menetapkan kelembagaan
perangkat daerah, perencanaan dan penganggaran.
Pasal 5
(1) Hasil pemetaan urusan pemerintahan bidang pariwisata
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 digunakaan oleh
unit kerja di lingkungan Kementerian Pariwisata sebagai
dasar pembinaan teknis kepada daerah secara nasional.
(2) Sub urusan ekonomi kreatif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 digunakaan oleh unit kerja di lingkungan
Badan Ekonomi Kreatif sebagai dasar pembinaan teknis
kepada daerah secara nasional.
Page 454
BAB III
BENTUK, TIPE DAN NOMENKLATUR PERANGKAT DAERAH
Pasal 6
(1) Perangkat Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota
yang melaksanakan fungsi penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan bidang Pariwisata berbentuk Dinas.
(2) Selain Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas
Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota dalam bentuk
UPTD Pariwisata.
(3) Pembentukan UPTD Pariwisata sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur atau
Peraturan Bupati/Walikota.
(4) Dalam pembentukan UPTD Pariwisata di tingkat provinsi,
pemerintah daerah provinsi dapat berkonsultasi dengan
Menteri.
(5) Dalam pembentukan UPTD Pariwisata di tingkat
kabupaten/kota, pemerintah daerah kabupaten/kota
dapat berkonsultasi dengan pemerintah daerah provinsi
atau Menteri.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan UPTD
Pariwisata untuk provinsi diatur dengan Peraturan
Gubernur sedangkan untuk UPTD Pariwisata Kabupaten/
Kota diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Pasal 7
(1) Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
diklasifikasikan atas tipe A, tipe B, dan tipe C.
(2) Dinas tipe A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
mewadahi beban keija yang besar, tipe B untuk mewadahi
beban kerja yang sedang, dan tipe C untuk mewadahi
beban kerja yang kecil.
(3) Penentuan tipe Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berdasarkan hasil perhitungan nilai variabel Urusan
499
Page 455
Pemerintah Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota
bidang pariwisata dan sub urusan ekonomi kreatif setelah
dikalikan faktor kesulitan geografis.
Pasal 8
Nomenklatur Perangkat Daerah penyelenggaraan urusan
pemerintahan bidang pariwisata di provinsi adalah Dinas
Pariwisata Provinsi.
Pasal 9
Nomenklatur Perangkat Daerah penyelenggaraan urusan
pemerintahan bidang Pariwisata di kabupaten/kota adalah
Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota.
Pasal 10
Dalam hal berdasarkan tipe dan perhitungan nilai variabel
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Urusan Pemerintahan
bidang pariwisata tidak memenuhi syarat untuk dibentuk
Dinas Pariwisata Provinsi atau Kabupaten/Kota sendiri, maka
harus digabung dengan Urusan Pemerintah yang serumpun
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 11
Tipelogi organisasi dan nomenklatur perangkat daerah Dinas
Pariwisata ditetapkan berdasarkan hasil pemetaan tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 12
Dinas Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
selain menyelenggarakan urusan kepariwisataan, juga
menyelenggarakan dan mewadahi sub urusan ekonomi kreatif.
500
Pasal 13
Jumlah bidang yang menangani tugas dan fungsi urusan
kepariwisataan serta tugas dan fungsi sub urusan ekonomi
Page 456
kreatif disesuaikan dengan potensi dan karakteristik daerah
masing-masing.
BAB IV
SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI
Bagian Kesatu
Susunan Organisasi
Paragraf 1
Dinas Pariwisata Provinsi
Pasal 14
(1) Susunan organisasi Dinas Pariwisata Provinsi tipe A terdiri
atas paling banyak 4 (empat) bidang.
(2) Susunan organisasi Dinas Pariwisata Provinsi tipe B terdiri
atas paling banyak 3 (tiga) bidang.
(3) Susunan organisasi Dinas Pariwisata Provinsi Tipe C
terdiri atas paling banyak 2 (dua) bidang.
Pasal 15
(1) Susunan organisasi Dinas Pariwisata tipe A sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), terdiri atas 1 (satu)
sekretariat dan paling banyak 4 (empat) bidang.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas 3 (tiga) subbagian.
(3) Bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
paling banyak 3 (tiga) seksi.
Pasal 16
(1) Susunan organisasi Dinas Pariwisata Provinsi tipe B
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), terdiri
atas 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 3 (tiga) bidang.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas 2 (dua) subbagian.
501
Page 457
(3) Bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
paling banyak 3 (tiga) seksi.
Pasal 17
(1) Susunan organisasi Dinas Pariwisata Provinsi tipe C
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3), terdiri
atas 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 2 (dua) bidang.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas 2 (dua) subbagian.
(3) Bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
paling banyak 3 (tiga) seksi.
Paragraf 2
Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota
Pasal 18
(1) Susunan organisasi Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota
tipe A terdiri atas paling banyak 4 (empat) bidang.
(2) Susunan organisasi Dinas PariwisataKabupaten/Kota tipe
B terdiri atas paling banyak 3 (tiga) bidang.
(3) Susunan organisasi Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota
tipe C terdiri atas paling banyak 2 (dua) bidang.
Pasal 19
(1) Susunan organisasi Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota
tipe A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1),
terdiri atas 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat)
bidang.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas 3 (tiga) subbagian.
(3) Bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
paling banyak 3 (tiga) seksi.
Pasal 20
(1) Susunan organisasi Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota
tipe B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2),
Page 458
terdiri atas 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 3 (tiga)
bidang.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas 2 (dua) subbagian.
(3) Bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
paling banyak 3 (tiga) seksi.
Pasal 21
(1) Susunan organisasi Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota
tipe C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3),
terdiri atas 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 2 (dua)
bidang.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas 2 (dua) subbagian.
(3) Bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
paling banyak 3 (tiga) seksi.
Bagian Kedua
Tugas dan Fungsi
Pasal 22
Pembagian tugas dan fungsi Dinas Pariwisata Provinsi dan
Kabupaten/Kota, didasarkan pada pendekatan tugas dan
fungsi sesuai tipelogi dinas pada masing-masing daerah
provinsi dan daerah kabupaten/kota.
Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan
organisasi, tugas dan fungsi, serta tata kerja Dinas Pariwisata
Provinsi ditetapkan dengan Peraturan Gubernur sedangkan
untuk Dinas Pariwisata Kabupaten/ Kota ditetapkan dengan
Peraturan Bupati/Walikota.
503
Page 459
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 24
(1) Hasil pemetaan urusan dan sub urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan
Pasal 5 dapat dilakukan perubahan.
(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian
Pariwisata dan Badan Ekonomi Kreatif berkoordinasi
dengan Kementerian Dalam Negeri.
(3) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan bersama Pemerintah Daerah.
(4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
dilakukan paling kurang 1 (satu) tahun sejak peraturan
menteri ini ditetapkan.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundang
kan.
504
Page 460
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan peng
undangan peraturan menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2016
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1997
Salinan sesuai dengan
K E M E N T E R IA N P A R IW IS A T A RI
505
Page 461
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2016
TENTANG
HASIL PEMETAAN URUSAN
PEMERINTAHAN DAN PEDOMAN
NOMENKLATUR PERANGKAT DAERAH
BIDANG PARIWISATA
HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN
BIDANG PARIWISATA
NO. PRO VIN SI / KABUPATEN / KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA
SKOR KATEGORI
1 2 3 4
1 Provinsi Aceh 957 BESAR
2 Kab. Aceh Barat 616 SEDANG
3 Kab. Aceh Besar 968 BESAR
4 Kab. Aceh Selatan 1.034 BESAR
5 Kab. Aceh Singkil 550 KECIL
6 Kab. Aceh Tengah 858 BESAR
7 Kab. Aceh Tenggara 506 KECIL
8 Kab. Aceh Timur 660 SEDANG
9 Kab. Aceh Utara 726 SEDANG
10 Kab. Bireuen 528 SEDANG
11 Kab. Pidie 968 BESAR
12 Kab. Simeulue 979 BESAR
13 Kota Banda Aceh 946 BESAR
14 Kota Sabang 693 SEDANG
506
Page 462
NO. PROVINSI/ KABUPATEN / KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA
SKOR KATEGORI
15 Kota Langsa 594 KECIL
16 Kota Lhokseumawe 649 SEDANG
17 Kab. Gayo Lues 792 SEDANG
18 Kab. Aceh Barat Daya 572 KECIL
19 Kab. Aceh Jaya 418 KECIL
20 Kab. Nagan Raya 638 KECIL
21 Kab. Aceh Tamiang 462 KECIL
22 Kab. Bener Meriah 902 BESAR
23 Kab. Pidie Jaya 770 SEDANG
24 Kota Subulussalam 451 KECIL
25 Provinsi Sumatera Utara 1023 BESAR
26 Kab. Asahan 594 KECIL
27 Kab. Dairi 770 SEDANG
28 Kab. Deli Serdang 1034 BESAR
29 Kab. Karo 638 SEDANG
30 Kab. Labuhan Batu 418 KECIL
31 Kab. Langkat 902 BESAR
32 Kab. Mandailing Natal 792 SEDANG
33 Kab. Nias 759 KECIL
34 Kab. Simalungun 990 BESAR
35 Kab. Tapanuli Selatan 726 SEDANG
36 Kab. Tapanuli Tengah 726 SEDANG
37 Kab. Tapanuli Utara 990 BESAR
38 Kab. Toba Samosir 825 BESAR
39 Kota Binjai 682 SEDANG
507
Page 463
NO. PROVINSI / KABUPATEN/ KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA
SKOR KATEGORI
40 Kota Medan 682 SEDANG
41 Kota Pematang Siantar 682 SEDANG
42 Kota Sibolga 627 SEDANG
43 Kota Tanjung Balai 418 KECIL
44 Kota Tebing Tinggi 451 KECIL
45 Kota Padang Sidimpuan 528 KECIL
46 Kab. Pakpak Bharat 462 KECIL
47 Kab. Nias Selatan 836 BESAR
48 Kab. Humbang Hasundutan 979 BESAR
49 Kab. Serdang Bedagai 528 KECIL
50 Kab. Samosir 803 BESAR
51 Kab. Batu Bara 572 KECIL
52 Kab. Padang Lawas 572 KECIL
53 Kab. Padang Lawas Utara 858 BESAR
54 Kab. Labuhan Batu Selatan 715 SEDANG
55 Kab. Labuhan Batu Utara 572 KECIL
56 Kab. Nias Utara 572 KECIL
57 Kab. Nias Barat 627 SEDANG
58 Kota Gunung Sitoli 704 SEDANG
59 Provinsi Sumatera Barat 946 BESAR
60 Kab. Lima Puluh Kota 836 BESAR
61 Kab. Agam 704 SEDANG
62 Kab. Kepulauan Mentawai 770 SEDANG
63 Kab. Padang Pariaman 682 SEDANG
64 Kab. Pasaman 682 SEDANG
508
Page 464
NO. PROVINSI/ KABUPATEN/ KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA
SKOR KATEGORI
65 Kab. Pesisir Selatan 990 BESAR
66 Kab. Sijunjung 1001 BESAR
67 Kab. Solok 858 BESAR
68 Kab. Tanah Datar 1056 BESAR
69 Kota Bukit Tinggi 682 SEDANG
70 Kota Padang Panjang 737 SEDANG
71 Kota Padang 1034 BESAR
72 Kota Payakumbuh 847 BESAR
73 Kota Sawahlunto 759 SEDANG
74 Kota Solok 770 SEDANG
75 Kota Pariaman 957 BESAR
76 Kab. Pasaman Barat 682 SEDANG
77 Kab. Dharmasraya 825 BESAR
78 Kab. Solok Selatan 737 SEDANG
79 Provinsi Riau 891 BESAR
80 Kab. Bengkalis 572 KECIL
81 Kab. Indragiri Hilir 990 BESAR
82 Kab. Indragiri Hulu 858 BESAR
83 Kab. Kampar 1034 BESAR
84 Kab. Kuantan Singingi 924 BESAR
85 Kab. Pelalawan 924 BESAR
86 Kab. Rokan Hilir 814 BESAR
87 Kab. Rokan Hulu 1056 BESAR
88 Kab. Siak 1056 BESAR
89 Kota Dumai 792 SEDANG
509
Page 465
NO. PROVINSI / KABUPATEN / KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA
SKOR KATEGORI
90 Kota Pekanbaru 792 SEDANG
91 Kab. Kepulauan Meranti 1316 SEDANG
92 Provinsi Kepulauan Riau 869 BESAR
93 Kab. Natuna 660 SEDANG
94 Kab. Kep. Anambas 742 SEDANG
95 Kab. Karimun 720 SEDANG
96 Kota Batam 952 BESAR
97 Kota Tanjung Pinang 630 SEDANG
98 Kab. Lingga 510 KECIL
99 Kab. Bintan 820 BESAR
100 Provinsi Jambi 1001 BESAR
101 Kab. Batanghari 682 SEDANG
102 Kab. Bungo 682 SEDANG
103 Kab. Kerinci 968 BESAR
104 Kab. Merangin 858 BESAR
105 Kab. Muaro Jambi 572 KECIL
106 Kab. Sarolangun 924 BESAR
107 Kab. Tanjung Jabung Barat 836 BESAR
108 Kab. Tanjung Jabung Timur 814 BESAR
109 Kab. Tebo 594 KECIL
110 Kota Jambi 792 SEDANG
111 Kota Sungai Penuh 715 SEDANG
112 Provinsi Sumatera Selatan 880 BESAR
113 Kab. Lahat 748 SEDANG
114 Kab. Musi Banyuasin 660 SEDANG
510
Page 466
NO. PROVINSI / KABUPATEN / KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA
SKOR KATEGORI
115 Kab. Musi Rawas 594 KECIL
116 Kab. Muara Enim 616 SEDANG
117 Kab. Ogan Komering Ilir 836 BESAR
118 Kab. Ogan Komering Ulu 968 BESAR
119 Kota Palembang 880 BESAR
120 Kota Pagar Alam 825 BESAR
121 Kota Lubuk Linggau 693 SEDANG
122 Kota Prabumulih 572 KECIL
123 Kab. Banyuasin 484 KECIL
124 Kab. Ogan Ilir 946 BESAR
125 Kab. Oku Timur 814 BESAR
126 Kab. Oku Selatan 946 BESAR
127 Kab. Empat Lawang 737 SEDANG
128 Kab. Penukal Abab Lematang Ilir 583 KECIL
129 Kab. Musi Rawas Utara 583 KECIL
130 Provinsi Bangka Belitung 994 BESAR
131 Kab. Bangka 1204 BESAR
132 Kab. Belitung 1204 BESAR
133 Kota Pangkal Pinang 814 BESAR
134 Kab. Bangka Selatan 798 SEDANG
135 Kab. Bangka Tengah 686 SEDANG
136 Kab. Bangka Barat 770 SEDANG
137 Kab. Belitung Timur 1050 BESAR
138 Provinsi Bengkulu 979 BESAR
139 Kab. Bengkulu Selatan 517 KECIL
511
Page 467
NO. PROVINSI / KABUPATEN / KOTA
TINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN KERJA
SKOR KATEGORI
140 Kab. Bengkulu Utara 627 SEDANG
141 Kab. Rejang Lebong 726 SEDANG
142 Kota Bengkulu 561 KECIL
143 Kab. Kaur 451 KECIL
144 Kab. Seluma 583 KECIL
145 Kab. Mukomuko 539 KECIL
146 Kab. Lebong 682 SEDANG
147 Kab. Kepahiang 594 KECIL
148 Kab. Bengkulu Tengah 429 KECIL
149 Provinsi Lampung 924 BESAR
150 Kab. Lampung Barat 506 KECIL
151 Kab. Lampung Selatan 814 BESAR
152 Kab. Lampung Tengah 506 KECIL
153 Kab. Lampung Utara 594 KECIL
154 Kab. Lampung Timur 660 SEDANG
155 Kab. Tanggamus 1012 BESAR
156 Kab. Tulang Bawang 770 SEDANG
157 Kab. Way Kanan 550 KECIL
158 Kota Bandar Lampung 1100 BESAR
159 Kota Metro 693 SEDANG
160 Kab. Pesawaran 1012 BESAR
161 Kab. Pringsewu 858 BESAR
162 Kab. Mesuji 759 SEDANG
163 Kab. Tulang Bawang Barat 572 KECIL
164 Kab. Pesisir Barat 891 BESAR
512
Page 468
NO. PROVINSI / KABUPATEN / KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA
SKOR KATEGORI
165 Provinsi Jawa Barat 1000 BESAR
166 Kab. Bandung 530 KECIL
167 Kab. Bekasi 900 BESAR
168 Kab. Bogor 960 BESAR
169 Kab. Ciamis 700 SEDANG
170 Kab. Cianjur 940 BESAR
171 Kab. Cirebon 720 SEDANG
172 Kab. Garut 1000 BESAR
173 Kab. Indramayu 840 BESAR
174 Kab. Karawang 700 SEDANG
175 Kab. Kuningan 840 BESAR
176 Kab. Majalengka 940 BESAR
177 Kab. Purwakarta 980 BESAR
178 Kab. Subang 1000 BESAR
179 Kab. Sukabumi 880 BESAR
180 Kab. Sumedang 941 BESAR
181 Kab. Tasikmalaya 920 BESAR
182 Kota Bandung 781 SEDANG
183 Kota Bekasi 979 BESAR
184 Kota Bogor 924 BESAR
185 Kota Cirebon 594 KECIL
186 Kota Depok 649 SEDANG
187 Kota Sukabumi 704 SEDANG
188 Kota Cimahi 506 KECIL
189 Kota Tasikmalaya 561 KECIL
513
Page 469
NO. PROVINSI / KABUPATEN / WITA
TINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN KERJA
SKOR KATEGORI
190 Kota Banjar 605 SEDANG
191 Kab. Bandung Barat 920 BESAR
192 Kab. Pangandaran 960 BESAR
193 Provinsi Banten 930 BESAR
194 Kab. Lebak 900 BESAR
195 Kab. Pandeglang 680 SEDANG
196 Kab. Serang 790 SEDANG
197 Kab. Tangerang 690 SEDANG
198 Kota Cilegon 715 SEDANG
199 Kota Tangerang 902 BESAR
200 Kota Serang 803 BESAR
201 Kota Tangerang Selatan 638 SEDANG
202 Provinsi Jawa Tengah 830 BESAR
203 Kab. Banjarnegara 920 BESAR
204 Kab. Banyumas 1000 BESAR
205 Kab. Batang 700 SEDANG
206 Kab. Blora 920 BESAR
207 Kab. Boyolali 840 BESAR
208 Kab. Brebes 720 SEDANG
209 Kab. Cilacap 880 BESAR
210 Kab. Demak 540 KECIL
211 Kab. Grobogan 880 BESAR
212 Kab. Jepara 940 BESAR
213 Kab. Karanganyar 900 BESAR
214 Kab. Kebumen 840 BESAR
514
Page 470
NO. PROVINSI/ KABUPATEN/KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA
SKOR KATEGORI
215 Kab. Kendal 700 SEDANG
216 Kab. Klaten 800 SEDANG
217 Kab. Kudus 840 BESAR
218 Kab. Magelang 940 BESAR
219 Kab. Pati 720 SEDANG
220 Kab. Pekalongan 700 SEDANG
221 Kab. Pemalang 940 BESAR
222 Kab. Purbalingga 780 SEDANG
223 Kab. Purworejo 820 BESAR
224 Kab. Rembang 980 BESAR
225 Kab. Semarang 980 BESAR
226 Kab. Sragen 440 KECIL
227 Kab. Sukoharjo 790 SEDANG
228 Kab. Tegal 940 BESAR
229 Kab. Temanggung 520 KECIL
230 Kab. Wonogiri 840 BESAR
231 Kab. Wonosobo 700 SEDANG
232 Kota Magelang 759 SEDANG
233 Kota Pekalongan 627 SEDANG
234 Kota Salatiga 550 KECIL
235 Kota Semarang 1078 BESAR
236 Kota Surakarta 1056 BESAR
237 Kota Tegal 704 SEDANG
238 Provinsi Di Yogyakarta 980 BESAR
239 Kab. Bantul 910 BESAR
515
Page 471
NO. PROVINSI / KABUPATEN / KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA
SKOR KATEGORI
240 Kab. Gunung Kidul 920 BESAR
241 Kab. Kulon Progo 710 SEDANG
242 Kab. Sleman 950 BESAR
243 Kota Yogyakarta 836 BESAR
244 Provinsi Jawa Timur 840 BESAR
245 Kab. Bangkalan 600 KECIL
246 Kab. Banyuwangi 940 BESAR
247 Kab. Blitar 670 SEDANG
248 Kab. Bojonegoro 940 BESAR
249 Kab. Bondowoso 660 SEDANG
250 Kab. Gresik 940 BESAR
251 Kab. Jember 640 SEDANG
252 Kab. Jombang 920 BESAR
253 Kab. Kediri 980 BESAR
254 Kab. Lamongan 640 SEDANG
255 Kab. Lumajang 800 SEDANG
256 Kab. Madiun 620 SEDANG
257 Kab. Magetan 940 BESAR
258 Kab. Malang 960 BESAR
259 Kab. Mojokerto 720 SEDANG
260 Kab. Nganjuk 820 BESAR
261 Kab. Ngawi 780 SEDANG
262 Kab. Pacitan 700 SEDANG
263 Kab. Pamekasan 620 SEDANG
264 Kab. Pasuruan 820 BESAR
516
Page 472
NO. PROVINSI/KABUPATEN / KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA
SKOR KATEGORI
265 Kab. Ponorogo 940 BESAR
266 Kab. Probolinggo 940 BESAR
267 Kab. Sampang 900 BESAR
268 Kab. Sidoarjo 840 BESAR
269 Kab. Situbondo 720 SEDANG
270 Kab. Sumenep 920 BESAR
271 Kab. Trenggalek 980 BESAR
272 Kab. Tuban 880 BESAR
273 Kab. Tulungagung 1000 BESAR
274 Kota Blitar 693 SEDANG
275 Kota Kediri 726 SEDANG
276 Kota Madiun 615 SEDANG
277 Kota Malang 1012 BESAR
278 Kota Mojokerto 440 SEDANG
279 Kota Pasuruan 902 BESAR
280 Kota Probolinggo 594 SEDANG
281 Kota Surabaya 1012 BESAR
282 Kota Batu 924 BESAR
283 Provinsi Kalimantan Barat 1023 BESAR
284 Kab. Bengkayang 792 SEDANG
285 Kab. Landak 704 SEDANG
286 Kab. Kapuas Hulu 640 SEDANG
287 Kab. Ketapang 726 SEDANG
288 Kab. Mempawah 638 SEDANG
289 Kab. Sambas 1232 BESAR
517
Page 473
NO. PROVINSI / KABUPATEN / KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA
SKOR KATEGORI
290 Kab. Sanggau 990 BESAR
291 Kab. Sintang 748 SEDANG
292 Kota Pontianak 748 SEDANG
293 Kota Singkawang 748 SEDANG
294 Kab. Sekadau 561 KECIL
295 Kab. Melawi 814 BESAR
296 Kab. Kayong Utara 418 KECIL
297 Kab. Kubu Raya 638 SEDANG
298 Provinsi Kalimantan Tengah 1005 BESAR
299 Kab. Barito Selatan 990 BESAR
300 Kab. Barito Utara 990 BESAR
301 Kab. Kapuas 484 KECIL
302 Kab. Kotawaringin Barat 880 BESAR
303 Kab. Kotawaringin Timur 990 BESAR
304 Kota Palangkaraya 836 BESAR
305 Kab. Katingan 660 SEDANG
306 Kab. Seruyan 748 SEDANG
307 Kab. Sukamara 451 KECIL
308 Kab. Lamandau 924 BESAR
309 Kab. Gunung Mas 726 SEDANG
310 Kab. Pulang Pisau 473 KECIL
311 Kab. Murung Raya 704 SEDANG
312 Kab. Barito Timur 561 KECIL
313 Provinsi Kalimantan Selatan 924 BESAR
314 Kab. Banjar 880 BESAR
518
Page 474
NO. PROVINSI/KABUPATEN/KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA
SKOR KATEGORI
315 Kab. Barito Kuala 418 KECIL
316 Kab. Hulu Sungai Selatan 682 SEDANG
317 Kab. Hulu Sungai Tengah 572 KECIL
318 Kab. Hulu Sungai Utara 726 SEDANG
319 Kab. Kota Baru 1056 BESAR
320 Kab. Tabalong 682 SEDANG
321 Kab. Tanah Laut 748 SEDANG
322 Kab. Tapin 902 BESAR
323 Kota Banjar Baru 748 SEDANG
324 Kota Banjarmasin 968 BESAR
325 Kab. Balangan 560 KECIL
326 Kab. Tanah Bumbu 968 BESAR
327 Provinsi Kalimantan Timur 935 BESAR
328 Kab. Kutai Kartanegara 1078 BESAR
329 Kab. Kutai Barat 836 BESAR
330 Kab. Kutai Timur 814 BESAR
331 Kab. Paser 836 BESAR
332 Kota Balikpapan 572 KECIL
333 Kota Bontang 539 KECIL
334 Kota Samarinda 902 BESAR
335 Kab. Berau 990 BESAR
336 Kab. Penajam Paser Utara 484 KECIL
337 Kab. Mahakam Ulu 1012 BESAR
338 Provinsi Kalimantan Utara 658 SEDANG
339 Kab. Bulungan 572 KECIL
519
Page 475
NO. PROVINSI / KABUPATEN / KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA
SKOR KATEGORI
340 Kab. Malinau 560 KECIL
341 Kab. Nunukan 506 KECIL
342 Kab. Tarakan 880 BESAR
343 Kab. Tana Tidung 440 KECIL
344 Provinsi Sulawesi Utara 910 BESAR
345 Kab. Bolaang Mongondow 495 KECIL
346 Kab. Minahasa 616 SEDANG
347 Kab. Kepulauan Sangihe 686 SEDANG
348 Kota Bitung 671 SEDANG
349 Kota Manado 880 BESAR
350 Kab. Kepulauan Talaud 700 SEDANG
351 Kab. Minahasa Selatan 770 SEDANG
352 Kota Tomohon 880 BESAR
353 Kab. Minahasa Utara 693 SEDANG
354 Kota Kotamobagu 561 KECIL
355 Kab. Bolaang Mongondow Utara 660 SEDANG
356 Kab. Kepulauan Siau Tagulandang
Bitaro
726 SEDANG
357 Kab. Minahasa Tenggara 957 BESAR
358 Kab. Bolaang Mangondow Timur 726 SEDANG
359 Kab. Bolaang Mangondow Selatan 726 SEDANG
360 Provinsi Gorontalo 847 BESAR
361 Kab. Boalemo 913 BESAR
362 Kab. Gorontalo 847 BESAR
363 Kota Gorontalo 814 BESAR
520
Page 476
NO. PROVINSI / KABUPATEN/KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA
SKOR KATEGORI
364 Kab. Pohuwato 715 SEDANG
365 Kab. Bone Bolango 759 SEDANG
366 Kab. Gorontalo Utara 660 SEDANG
367 Provinsi Sulawesi Tengah 979 BESAR
368 Kab. Banggai 1012 BESAR
369 Kab. Banggai Kepulauan 759 SEDANG
370 Kab. Buol 528 KECIL
371 Kab. Toli-Toli 935 BESAR
372 Kab. Donggala 968 BESAR
373 Kab. Morowali 704 SEDANG
374 Kab. Poso 682 SEDANG
375 Kota Palu 638 SEDANG
376 Kab. Parigi Moutong 924 BESAR
377 Kab. Tojo Una Una 858 BESAR
378 Kab. Sigi 462 KECIL
379 Kab. Banggai Laut 952 BESAR
380 Kab. Morowali Utara 671 SEDANG
381 Provinsi Sulawesi Selatan 869 BESAR
382 Kab. Bantaeng 792 SEDANG
383 Kab. Barru 900 BESAR
384 Kab. Bone 990 BESAR
385 Kab. Bulukumba 946 BESAR
386 Kab. Enrekang 924 BESAR
387 Kab. Gowa 858 BESAR
388 Kab. Jeneponto 946 BESAR
521
Page 477
NO. PROVINSI / KABUPATEN / KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA
SKOR KATEGORI
389 Kab. Luwu 858 BESAR
390 Kab. Luwu Utara 506 KECIL
391 Kab. Maros 506 KECIL
392 Kab. Pangkajene Kepulauan 672 SEDANG
393 Kota Palopo 869 BESAR
394 Kab. Luwu Timur 682 SEDANG
395 Kab. Pinrang 682 SEDANG
396 Kab. Sinjai 748 SEDANG
397 Kab. Kepulauan Selayar 1106 BESAR
398 Kab. Sidenreng Rappang 638 SEDANG
399 Kab. Soppeng 528 KECIL
400 Kab. Takalar 671 SEDANG
401 Kab. Tana Toraja 880 BESAR
402 Kab. Wajo 836 BESAR
403 Kota Pare-Pare 792 SEDANG
404 Kota Makassar 990 BESAR
405 Kab. Toraja Utara 979 BESAR
406 Provinsi Sulawesi Barat 814 BESAR
407 Kab. Majene 627 SEDANG
408 Kab. Mamuju 968 BESAR
409 Kab. Polewali Mandar 693 SEDANG
410 Kab. Mamasa 715 SEDANG
411 Kab. Mamuju Utara 770 SEDANG
412 Kab. Mamuju Tengah 792 SEDANG
413 Provinsi Sulawesi Tenggara 803 BESAR
522
Page 478
NO. PROVINSI / KABUPATEN / KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA
SKOR KATEGORI
414 Kab. Buton 803 BESAR
415 Kab. Konawe 484 KECIL
416 Kab. Kolaka 1012 BESAR
417 Kab. Muna 792 SEDANG
418 Kota Kendari 715 SEDANG
419 Kota Bau-Bau 693 SEDANG
420 Kab. Konawe Selatan 550 KECIL
421 Kab. Bombana 649 SEDANG
422 Kab. Wakatobi 869 BESAR
423 Kab. Kolaka Utara 781 SEDANG
424 Kab. Konawe Utara 781 SEDANG
425 Kab. Buton Utara 748 SEDANG
426 Kab. Konawe Kepulauan 742 SEDANG
427 Kab. Kolaka Timur 418 KECIL
428 Kab. Muna Barat 473 KECIL
429 Kab. Buton Tengah 707 SEDANG
430 Kab. Buton Selatan 462 KECIL
431 Provinsi Bali 1034 BESAR
432 Kab. Badung 940 BESAR
433 Kab. Bangli 870 BESAR
434 Kab. Buleleng 880 BESAR
435 Kab. Gianyar 960 BESAR
436 Kab. Jembrana 800 SEDANG
437 Kab. Karangasem 920 BESAR
438 Kab. Klungkung 820 BESAR
523
Page 479
NO. PROVINSI/ KABUPATEN/ KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA
SKOR KATEGORI
439 Kab. Tabanan 840 BESAR
440 Kota Denpasar 968 BESAR
441 Provinsi Nusa Tenggara Barat 888 BESAR
442 Kab. Bima 960 BESAR
443 Kab. Dompu 936 BESAR
444 Kab. Lombok Barat 1080 BESAR
445 Kab. Lombok Tengah 1008 BESAR
446 Kab. Lombok Timur 1080 BESAR
447 Kab. Sumbawa 936 BESAR
448 Kota Mataram 968 BESAR
449 Kota Bima 957 BESAR
450 Kab. Sumbawa Barat 1056 BESAR
451 Kab. Lombok Utara 1044 BESAR
452 Provinsi Nusa Tenggara Timur 1056 BESAR
453 Kab. Alor 1148 BESAR
454 Kab. Belu 996 BESAR
455 Kab. Ende 1008 BESAR
456 Kab. Flores Timur 900 BESAR
457 Kab. Kupang 1080 BESAR
458 Kab. Lembata 852 BESAR
459 Kab. Manggarai 1032 BESAR
460 Kab. Ngada 1044 BESAR
461 Kab. Sikka 1056 BESAR
462 Kab. Sumba Barat 952 BESAR
463 Kab. Sumba Timur 912 BESAR
524
Page 480
NO. PROVINSI / KABUPATEN / KOTA
TINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN KERJA
SKOR KATEGORI
464 Kab. Timor Tengah Selatan 1260 BESAR
465 Kab. Timor Tengah Utara 1246 KECIL
466 Kota Kupang 1020 BESAR
467 Kab. Rote Ndao 792 SEDANG
468 Kab. Manggarai Barat 1044 BESAR
469 Kab. Nagekeo 852 BESAR
470 Kab. Sumba Barat Daya 924 BESAR
471 Kab. Sumba Tengah 672 SEDANG
472 Kab. Manggarai Timur 900 BESAR
473 Kab. Sabu Raijua 444 KECIL
474 Kab. Malaka 732 SEDANG
475 Provinsi Maluku 952 BESAR
476 Kab. Maluku Tenggara Barat 1410 BESAR
477 Kab. Maluku Tengah 560 KECIL
478 Kab. Maluku Tenggara 826 BESAR
479 Kab. Buru 792 SEDANG
480 Kota Ambon 924 BESAR
481 Kab. Seram Bagian Barat 768 SEDANG
482 Kab. Seram Bagian Timur 756 SEDANG
483 Kab. Kepulauan Aru 910 BESAR
484 Kota Tual 658 KECIL
485 Kab. Maluku Barat Daya 868 BESAR
486 Kab. Buru Selatan 660 SEDANG
487 Provinsi Maluku Utara 896 BESAR
488 Kab. Halmahera Tengah 744 SEDANG
525
538 Kab. Maybrat 434 KECIL
527
Page 481
NO. PROVINSI / KABUPATEN / KOTATINGKAT INTENSITAS DAN BEBAN
KERJA. . . I _____
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan peng
undangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2016
TENTANG
PELAKSANAAN PEMBERIAN
TUNJANGAN KINERJA BAGI
PEGAWAI
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
PARIWISATA
FORMAT DAFTAR HADIR DAN SURAT-SURAT
A. FORMAT DAFTAR HADIR
No TanggalKedatangan Kepulangan
KeteranganJam Tanda
TanganJam Tanda
Tangan
1 2 3 4 5 6 7
Page 482
B. FORMAT SURAT KETERANGAN TIDAK BERADA DI TEMPAT TUGAS
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama :NIP :Pangkat/Gol. :Jabatan :Unit Organisasi :
Dengan ini menerangkan bahwa:
Nama :NIPPangkat/Gol. :Jabatan :Unit Organisasi : j
j i
pada hari..... tanggal....... antara pukul ..... s/d ..... yang bersangkutan ti- jdak berada di tempat kerja / tugas, tanpa alasan yang sah / tanpa izin.
Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenar-benarnya untuk diketahui dan dipergunakan sebagaima mestinya.
, 20....
Atasan Langsung NIP.......
Tembusan:1. Pejabat Eselon II bersangkutan;2. Pejabat Eselon III atau pejabat yang menangani kepegawaian.
ii
I_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ i
555
Page 483
C. FORMAT SURAT PERMOHONAN IZIN / PEMBERITAHUAN
SURAT PERMOHONAN IZIN / PEMBERITAHUAN
Yang bertandatangan di bawah ini, saya: \i
Nama :j NIP :
Pangkat/Gol. :| Jabatan :j Unit Organisasi :i I
Dengan ini menerangkan/memberitahukan bahwa pada hari ..... tanggal .....saya tidak masuk kerja / terlambat masuk kerja / pulang sebelum waktunya/
, tidak berada di tempat tugas / tidak melakukan pencatatan kehadiran /izin ! terlambat masuk kerja/pulang sebelum waktunya*)karena keperluan penting/
mendesak / tugas kedinasan.....
Demikian disampaikan kiranya menjadi maklum., 2 0 . . . .
Mengetahui Atasan Langsung,
Hormat Saya,
Nama Jelas NIP.
Nama Jelas NIP.
Tembusan:Pejabat Eselon III atau pejabat yang menangani kepegawaian.
j Coret yang tidak perlu
556
Page 484
D. FORMAT SURAT KETERANGAN
SURAT KETERANGAN
Yang bertandatangan di bawah ini, saya:
Nama :NIP :Pangkat/ Gol. :Jabatan :Unit Organisasi :
Dengan ini menerangkan/memberitahukan bahwa pada hari..... tanggal...... sayatidak hadir / terlambat masuk kerja / pulang sebelum waktunya / tidak berada di tempat tugas / tidak melakukan pencatatan kehadiran /izin terlambat masukkerja/pulang sebelum waktunya *)karena keperluan mengikuti/menghadiri .....bertempat d i .....
Demikian disampaikan kiranya menjadi maklum.
..........., ........... , 20....
Pejabat Eselon I / II yang bersangkutan NIP.
Tembusan:Pejabat Eselon III atau pejabat yang menangani kepegawaian.
*) Coret yang tidak perlu
557
Page 485
E. FORMAT SURAT PERINTAH
SURAT PERINTAH
Nomor :Menimbang Surat/ surat undangan dari..................nomor...... tanggal.......
MEMBERIKAN PERINTAH:
Kepada : Sdr. : .....NIP.Jabatan : .....Satuan Kerja : ......
Untuk : mengikuti/menghadiri.....pada hari...... tanggal......pukul.....bertempat d i ......
Dikeluarkan d i .....pada tanggal.....Pimpinan Unit kerja/Satuan Kerja
Nama Jelas NIP.
Tembusan:Pejabat Eselon III atau pejabat yang menangani kepegawaian.
Salinan sesuai dengan
KEMENTERIAN PARIW ISATA RI
MENTERI PARIWISATA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ARIEF YAHYA
558