Page 1
LAPORAN KASUS
UVEITIS ANTERIOR OD
Disusun Oleh :
Leony Nerry Sabatini T
07120100044
Pembimbing :
dr. Herman Nur, Sp.M.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA
PERIODE 10 AGUSTS 2015 – 12 SEPTEMBER 2015
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
2015
Page 2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................2
1.1 Latar belakang...........................................................................................................2
1.2 Tujuan.......................................................................................................................3
BAB II STATUS PASIEN........................................................................................................4
2.1 Identitas pasien........................................................................................................4
2.2 Anamnesis................................................................................................................4
2.3 Pemeriksaan fisik......................................................................................................5
2.4 Resume...................................................................................................................10
2.5 Diagnosis kerja........................................................................................................11
2.6 Anjuran pemeriksaan..............................................................................................11
2.7 Penatalaksanaan.....................................................................................................11
2.8 Prognosis................................................................................................................11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................12
3.1 Definisi....................................................................................................................12
3.2 Epidemiologi...........................................................................................................13
3.3 Etiologi....................................................................................................................14
3.4 Klasifikasi................................................................................................................14
3.5 Manifestasi klinis....................................................................................................18
3.6 Pemeriksaan...........................................................................................................19
3.7 Penatalaksanaan.....................................................................................................20
3.8 Prognosis................................................................................................................23
BAB IV PENUTUP..............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................25
1
Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakangPeradangan traktus uvealis banyak penyebabnya dan dapat mengenai satu atau ketiga
bagian secara bersamaan, namun bentuk uveitis paling sering adalah uveitis anterior. Uveitis
anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars plikata), kadang-
kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea, dan sklera. Berdasarkan
reaksi radang, uveitis anterior dibedakan atas 2 tipe yaitu tipe granulomatosa dan tipe non
granulomatosa.1
Penyebab uveitis anterior dapat bersifat endogen maupun eksogen.1 Dalam
menentukan penyebab uveitis anterior, sering dijumpai banyak kendala di Indonesia.
Pemeriksaan cairan hasil parasentesis dari bilik mata depan merupakan pemeriksaan yang
lazim dikerjakan untuk menegakkan diagnosis, namun hal tersebut masih sulit diterima para
pasien mengingat resiko tindakan juga tidak ringan. Di samping itu, beberapa teknik
pemeriksaan laboratorium terutama yang menyangkut pemeriksaan imunologik masih relatif
mahal.1
Manajemen uveitis anterior adalah bertujuan untuk mencegah kerusakan stuktur dan
fungsi mata seperti sinekia anterior, sinekia posterior, kerusakan pembuluh darah iris, katarak,
glaukoma, jaringan parut kornea, dan kekeruhan badan kaca.1
Gejala-gejala uveitis anterior meliputi: mata merah, fotofobia, lakrimasi, rasa sakit, dan
penglihatan kabur. Biasanya mengenai salah satu mata. Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi
yang terjadi pada uvea akibat infeksi, trauma atau proses autoimun. Meskipun demikian,
sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi
intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang ada di dekatnya baik karena
infeksi, trauma, neoplasma atau autoimun. Sekitar 75% peradangan intraokular yang paling
sering terjadi adalah uveitis anterior, dengan jumlah kasus sekitar 12 kasus per 100.000
populasi setiap tahunnya, sangat berbeda dengan uveitis posterior yang hanya berjumlah
sekitar 3 kasus setiap tahunnya. Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di seluruh dunia
2
Page 4
diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan perbandingan yang sama antara laki-
laki dan perempuan. Gejala yang ditemukan pada pasien dengan uveitis adalah mata merah,
nyeri, fotofobia, lakrimasi dan terdapatnya penurunan tajam penglihatan. Uveitis juga banyak
dikaitkan dengan berbagai penyakit sistemik sehingga menegakkan diagnosis uveitis
memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang teliti. Uveitis merupakan
suatu penyakit yang mudah kambuh, bersifat merusak, menyerang pada usia produktif dan
kebanyakkannya berakhir dengan kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena
terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intraokuler dan
gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid.
Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis yang komprehensif,
pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan
yang tepat. Prognosis pasien uveitis adalah baik bila pengobatan dilakukan secara tepat dan
benar.1
1.2 TujuanTujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik
Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSPAD Gatot Soebroto dan meningkatkan pemahaman
mahasiswa mengenai uveitis anterior berdasarkan teori guna memahami bagaimana
mendeteksi, mendiagnosa dan penatalaksanaannya.
3
Page 5
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 Identitas pasienNama : Ny. RS
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 37 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan Delima No. 2, Jakarta
2.2 AnamnesisAuto anamnesis dilakukan tanggal 19 Agustus 2015
Keluhan utama :
Pasien mengeluh mata kanan merah sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan Tambahan :
Mata kanan terasa nyeri, silau bila terkena cahaya
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poliklinik RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan mata kanan merah
sejak 5 hari SMRS. Pasien juga mengeluh penglihatan buram, kadang terasa nyeri, dan silau
bila terkena cahaya. Pasien tidak mengeluhkan adanya gatal, terdapat belekan, sering berair
ataupun sulit membuka mata ataupun mata cepat lelah. Pasien menyangkal adanya riwayat
trauma pada mata . Keluhan lain seperti rasa pusing, mual, muntah, sering nyeri atau kaku
pada tulang-tulang persendeian terutama pada pagi hari disangkal oleh pasien. Pasien tidak ada
4
Page 6
memiliki riwayat memakai kacamata sebelumnya. Ini merupakan kejadian pertama yang
dialami pasien.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya, pasien tidak memiliki
riwayat hipertensi, diabetes mellitus, rheumatoid artritis, operasi pada daerah mata disangkal.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien. Riawayat
hipertensi, diabetes mellitus , disangkal.
2.3 Pemeriksaan fisikStatus generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis GCS 15
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,9°C
Kepala : Normocephali
Telinga : Normotia, serumen (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), discharge (-/-), epistaksis (-/-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tenang, hiperemis (-/-)
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
5
Page 7
Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Suara napas dasar vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : Hangat, edema (-/-), deformitas (-/-)
Status oftalmologi
1. Visus
Keterangan OD OSTajam penglihatan 20/60 20/20Koreksi - -Addisi - -Distansia pupil 62 mm/60 mmKacamata lama Tidak ada Tidak ada
2. Kedudukan bola mata
Keterangan OD OSEksoftalmus Tidak ada Tidak adaEndoftalmus Tidak ada Tidak adaDeviasi Tidak ada Tidak adaGerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. Super silia
Keterangan OD OSWarna Hitam HitamLetak Simetris Simetris
4.1 Palpebra superior
Keterangan OD OSEdema Ada Tidak adaNyeri tekan Tidak ada Tidak adaEktropion Tidak ada Tidak adaEntropion Tidak ada Tidak adaBlefarospasme Tidak ada Tidak ada
6
Page 8
Trikiasis Tidak ada Tidak adaSikatriks Tidak ada Tidak adaFissura palpebra Tidak ada Tidak adaPtosis Tidak ada Tidak adaHordeolum Tidak ada Tidak adaKalazion Tidak ada Tidak adaPseudoptosis Tidak ada Tidak ada
4.2 Palpebra inferior
Keterangan OD OSEdema Tidak ada Tidak adaNyeri tekan Tidak ada Tidak adaEktropion Tidak ada Tidak adaEntropion Tidak ada Tidak adaBlefarospasme Tidak ada Tidak adaTrikiasis Tidak ada Tidak adaSikatriks Tidak ada Tidak adaFissura palpebra Tidak ada Tidak adaPtosis Tidak ada Tidak adaHordeolum Tidak ada Tidak adaKalazion Tidak ada Tidak adaPseudoptosis Tidak ada Tidak ada
5.1 Konjungtiva tarsalis superior
Keterangan OD OSHiperemis Tidak ada Tidak adaFolikel Tidak ada Tidak adaPapil Tidak ada Tidak adaSikatriks Tidak ada Tidak adaAnemia Tidak ada Tidak ada
5.2 Konjungtiva tarsalis inferior
Keterangan OD OSHiperemis ada Tidak adaFolikel Tidak ada Tidak adaPapil Tidak ada Tidak adaSikatriks Tidak ada Tidak adaAnemia Tidak ada Tidak ada
6. Konjungtiva bulbi
7
Page 9
Keterangan OD OSInjeksi konjungtiva Tidak ada Tidak adaInjeksi siliar ada Tidak adaPerdarahan subkonjungtiva Tidak ada Tidak adaPterigium Tidak ada Tidak adaPinguekula Tidak ada Tidak adaNevus pigmentosus Tidak ada Tidak adaKista dermoid Tidak ada Tidak adaKemosis Tidak ada Tidak ada
7. Sistem lakrimalis
Keterangan OD OSPunctum lakrimalis Terbuka TerbukaTes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8. Sklera
Keterangan OD OSWarna Putih PutihIkterik Tidak ada Tidak ada
9. Kornea
Keterangan OD OSKejernihan Jernih JernihPermukaan Licin LicinUkuran 10 mm 10 mmSensibilitas Baik BaikInfiltrat Tidak ada Tidak adaUlkus Tidak ada Tidak adaPerforasi Tidak ada Tidak adaArkus senilis Tidak ada Tidak adaEdema Ada Tidak adaTes plasido Konsentris Konsentris
10. Bilik mata depan
Keterangan OD OSKedalaman Normal NormalKejernihan Jernih JernihHifema Ada Tidak adaHipopion Ada Tidak adaEfek tyndall Positif Negatif
8
Page 10
11. Iris
Keterangan OD OSWarna Coklat CoklatKriptae Jelas JelasBentuk Bulat BulatSinekia Ada Tidak adaKoloboma Tidak ada Tidak ada
12. Pupil
Keterangan OD OSLetak Di tengah Di tengahBentuk Bulat BulatUkuran 3 mm 3 mmRefleks cahaya langsung Positif PositifRefleks cahaya tak langsung Positif Positif
13. Lensa
Keterangan OD OSKejernihan Jernih JernihLetak Di tengah Di tengahShadow test Negatif Negatif
14. Badan kaca
Keterangan OD OSKejernihan Jernih Jernih
15. Fundus Okuli
Keterangan OD OSa. Refleks fundus Positif Positifb. Papil - Bentuk Bulat Bulat - Warna Kuning kemerahan Kuning kemerahan - Batas Tegas Tegas - CD ratio 0,3 0,3c. Arteri vena 2:3 2:3d. Retina
9
Page 11
- Edema Tidak ada Tidak ada - Perdarahan Tidak ada Tidak ada - Eksudat Tidak ada Tidak ada - Sikatrik Tidak ada Tidak ada - Lain-lain Tidak ada Tidak adae. Makula lutea - Refleks fovea Positif Positif - Edema Tidak ada Tidak ada - Pigmentosa Tidak ada Tidak ada
16. Palpasi
Keterangan OD OSNyeri tekan Tidak ada Tidak adaMassa tumor Tidak ada Tidak adaTensi okuli Normal per palpasi Normal per palpasiTonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
17. Kampus visi
Keterangan OD OSTes konfrontasi Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
2.4 ResumePasien perempuan berusia 37 tahun datang dengan keluhan mata merah sejak 5 hari
SMRS. Mata merah ini disertai dengan penglihatan buram, terasa nyeri dan silau bila terkena
cahaya. Pasien tidak mengeluhkan adanya rasa gatal , sering berair, ataupun belekan. Keluhan
lain seperti rasa pusing, mual, muntah disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan generalis dalam keadaan baik, tanda-tanda vital masih dalam batas
normal, yaitu tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 80 kali/menit, frekuensi napas 20
kali/menit, suhu 36,9º C, pemeriksaan kepala, telinga, hidung, tenggorokan, leher, jantung,
paru-paru, abdomen, dan ekstremitas dalam batas normal.
Pada pemeriksaan oftalmologi, didapatkan visus OD 20/60, OS 20/20. Pada
kedudukan bola mata ODS, super silia ODS, palpebra superior OS, palpebra inferior ODS,
konjungtiva tarsalis superior dan inferior ODS, konjungtiva bulbi ODS, sistem lakrimalis
ODS, sklera ODS, kornea OS, bilik mata depan OS, pupil OS, lensa ODS, badan kaca ODS,
fundus okuli ODS, palpasi ODS, dan kampus visi ODS dalam batas normal. Pada palpebra
superior OD terdapat edema, konjungtiva OD hiperemis dan terdapat injeksi siliar, terdapat
10
Page 12
sinekia posterior pada pemeriksaan iris, kornea, edema, bilik mata depan OD keruh, terdapat
hipopion, hifema, dan efek Tyndall positif.
2.5 Diagnosis kerjaUveitis anterior OD
2.6 Anjuran pemeriksaana. Tonometri
2.7 Penatalaksanaana. Homatropin hidrobromid 2-5% tetes mata 3-4 kali 1 hari OD
b. Prednisonlone acetate 1% 4 kali 1 hari OD
2.8 PrognosisAd Vitam : Ad Bonam
Ad Functionam : Ad Bonam
Ad Sanactionam: Ad Bonam
11
Page 13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DefinisiUveitis menunjukan suatu peradangan pada iris (iristis, iridosiklitis), corpus ciliare
(uveitis intermediate, siklitis, uveitis perifer, atau pars planitis), atau koroid (koroidiits).
Uveitis bisa juga terjadi sekunder akibat radang kornea (keratitis), radang sclera(skleritis) ,
atau keduanya (sklerokeratitis).
Uveitis anterior adalah radang pada iris (iritis), badan siliar (siklitis) dan dapat terjadi
bersama yang disebut sebagai iridosiklitis. Uveitis anterior atau iridosiklitis merupakan
penyakit yang mendadak yang biasanya berjalan selama 6 sampai 8 minggu, dan pada stadium
dini biasanya dapat sembuh dengan tetes mata saja. Uveitis anterior kronik adalah peradangan
berulang pada uvea anterior, berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun tanpa
penyembuhan yang sempurna antara serangan yang pertama dan kekambuhan.1
Uveitis anterior dapat dibedakan lagi dalam bentuk uveitis granulomatosa dan non
granulomatosa. Uveitis granulomatosa merupakan pembagian berdasarkan gambaran
patologinya, dimana pada uveitis granulomatosa ditandai dengan adanya sel-sel radang pada
tepi pupil (Koeppe Nodules), pada permukaan iris (Bussaca Nodules) serta sel-sel radang pada
endotel kornea atau keratik presipitat yang bila bentuknya besar dan berminyak disebut mutton
fat keratic precipitate.1,2
Biasanya perjalanannya dimulai dengan gejala iridosiklitis akut. Penyebab uveitis
anterior akut non granulomatosa dapat oleh trauma, diare kronis, penyakit Reiter, herpes
simplex, sindrom Posner Schlosman, pasca bedah, infeksi adenovirus, parotitis, influenza, dan
chlamydia. Penyebab uveitis anterior kronis non granulomatosa dapat disebabkan oleh artritis
reumatoid dan fuchs heterokromik iridosilitis. Sedangkan penyebab uveitis anterior
granulomatosa akut antara lain: sarkoiditis, sifilis, tuberkulosis, virus, jamur (histoplasmosis)
atau parasit (toksoplasmosis). Pada proses akut dapat terjadi miopisi akibat rangsangan badan
siliar dan edema lensa. Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan
12
Page 14
sel-sel radang berupa pus di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke
dalam COA, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan
berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratik
presipitat (KP).1,2
Ada dua jenis keratik presipitat, yaitu :2
1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang
difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat
pada jenis non granulomatosa.
Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus
dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat
menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia
posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi
perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh
sel-sel radang, disebut oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan
tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik
mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang
dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans (iris bombe).
Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma
sekunder. Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang menyebabkan
lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila peradangan menyebar luas, dapat
timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya
dengan abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata
termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).1,2
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera ditangani,
dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang semula sehat.
Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma tembus,
terutama yang mengenai badan silier.3
13
Page 15
3.2 EpidemiologiPenderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Uveitis menyumbang 10-15% kasus
kebutaan di negara maju dan uveitis sering terjadi di negara berkembang dibandingkan dengan
negara maju karena prevalensi infeksi yang dapat mempengaruhi mata seperti toksoplasmosis
dan tuberkulosis adalah lebih besar.2,3
3.3 Etiologi1. Uveitis endogen
Akibat infeksi mikroorganisme atau agen lain dari pasien sendiri. Sering berhubungan
dengan :
a. Penyakit sistemik : spondilitis ankilosa
b. Infeksi bakteri : tuberculosis
c. Jamur : kandidiasis
Banyak pada penderita dengan kelemahan sistem imun.
d. Virus : herpes zoster
Menyerang nervus optikus dan banyak terjadi pada orang tua.
e. Protozoa : Toksoplasma
f. Cacing : Toksokariasis
Kondisi lain yang termasuk dalam uveitis endogen adalah uveitis spesifik idiopatik
(sindrom uveitis Fuch) dan uveitis non spesifik idiopatik.
2. Uveitis eksogen
a. Trauma eksternal
b. Invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar1,2
3.4 Klasifikasi1. Klasifikasi Anatomi:1,2,5
a. Uveitis anterior
14
Page 16
Juga disebut iritis jika inflamasi mengenai bagian depan iris dan iridosiklitis jika
inflamasi mengenai iris dan bagian anterior badan siliar. Merupakan inflamasi yang
terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris atau keduanya yang disebut juga dengan
iridosiklitis.
b. Uveitis intermedia
Peradangan mengenai bagian posterior badan silier dan bagian perifer retina.
c. Uveitis posterior
Peradangan mengenai uvea di belakang vitreous. Juga disebut korioretinitis bila
peradangan koroid lebih menonjol, retinokoroiditis bila peradangan retina lebih
menonjol, koroiditis, retinitis dan uveitis diseminata.
d. Panuveitis atau uveitis difus
Merupakan uveitis anterior, intermedia, dan posterior yang terjadi secara bersamaan.
Urutan uveitis dari yang paling sering terjadi adalah uveitis anterior, posterior, panuveitis
dan intermedia.
Gambar 1. Uveitis anterior, uveitis intermedia, uveitis posterior.
Tabel 1. Klasifikasi anatomi uveitis
Lokasi Perjalanan Penyakit Patologi Faktor Penyabab
Anterior Akut, Subakut Granulomatosa Infeksi
Intermediate Kronis Non-granulomatosa Autoimun
15
Page 17
Posterior Rekuren Sistemik
2. Klasifikasi patologi. 1,5
a. Non granulomatosa
Paling sering, diduga akibat alergi karena tidak pernah ditemukan kumannya dan
sembuh dengan pemberian kortikosteroid. Timbulnya sangat akut. Reaksi vaskuler lebih
hebat dari seluler sehingga injeksinya hebat (banyak pembuluh darah). Di iris tidak tampak
benjolan. Sinekia posterior halus-halus, oleh karena hanya mengandung sedikit sel. Cairan
COA mengandung lebih banyak fibrin daripada sel. Badan kaca tidak tampak kekeruhan.
Rasa sakit hebat juga fotofobia dan visus banyak terganggu. Pada stadium akut karena
mengandung fibrin dapat terbentuk hipopion. Lebih banyak mengenai uvea anterior.
Patologi anatomis di iris dan badan siliar didapatkan sel plasma dan sel-sel mononuklear.
b. Granulomatosa
Diduga akibat invasi mikrobakteri yang patogen ke jaringan uvea, meskipun
kumannya sering tidak ditemuklan, sehingga diagnosa ditegakkan berdasarkan keadaan
klinis saja. Timbulnya tidak akut, reaksi seluler lebih hebat dari vaskuler. Karenanya injeksi
silier tidak hebat. Iris bengkak, menebal, gambaran benjolannya disebut Koepe Nodul.
Keratik presipitat besar-besar kelabu disebut mutton fat deposit. COA keruh seperti awan,
lebih banyak sel dari fibrin. Keruh rasa sakit ringan-sedang, fotofobia. Visus terganggu
hebat oleh karena media yang dilalui cahaya banyak terganggu. Keadaan ini terutama
mengenai Uvea posterior, di koroid dominan sel epiteloid dan sel raksasa multinukleus
dengan nyeri, injeksi silier, hiperemia dan lakrimasi akibat banyaknya sitokin yang keluar
serta fotofobia. Penglihatan kabur karena adanya permeabilitas pembuluh darah naik maka
terjadinya transudasi ke bilik mata depan.
Tabel 2. Perbedaan uveitis non granulomatosa dengan uveitis granulomatosa
Non granulomatosa Granulomatosa
Onset Akut Tersembunyi
16
Page 18
Sakit Nyata Tidak ada atau ringan
Fotofobia Nyata Ringan
Penglihatan kabur Sedang Nyata
Merah sirkum corneal Nyata Ringan
Keratik presipitat Putih halus Kelabu besar
Pupil Kecil dan tidak teratur Kecil dan tidak teratur
Sinekia posterior Kadang Kadang
Nodul iris Kadang Kadang
Tempat Uvea anterior Uvea anterior dan posterior
Perjalanan Akut Kronik
Rekurens Sering Kadang
3. Klasifikasi berdasarkan penyebab yang diketahui :4
a. Bakteri : tuberculosis, sifilis
b. Virus : herpes simpleks, herpes zoster, sitomegalovirus, penyakit Vogt-Koyanagi-
Harada, sindrom Bechet
c. Jamur : kandidiasis
d. Parasit : toksoplasma, toksokara
e. Imunologik : Lens-induced iridosiklitis, oftalmia simpatika
f. Penyakit sistemik : penyakit kolagen, arthritis rematoid, multiple sclerosis, sarkoidosis,
penyakit vaskuler
g. Neoplastik : limfoma, reticulum cell sarcoma
h. Lain-lain : AIDS
17
Page 19
3.5 Manifestasi klinis1. Mata terasa kotor seperti ada pasir
2. Mata merah disertai air mata
3. Nyeri, baik saat ditekan ataupun digerakkan. Nyeri bertambah hebat bila telah timbul
glaukoma sekunder
4. Fotofobia, penderita menutup mata bila terkena sinar
5. Blefarospasme
6. Penglihatan kabur atau menurun ringan, kecuali bila telah terjadi katarak komplikata,
penglihatan akan banyak menurun
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
1. Kelopak mata edema disertai ptosis ringan
2. Konjungtiva merah, kadang-kadang disertai kemosis
3. Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar sekitar limbus, dan keratik
presipitat
4. Bilik mata depan keruh (flare), disertai adanya hipopion atau hifema bila proses sangat
akut. Sudut camera oculi anterior menjadi dangkal bila didapatkan sinekia
5. Iris edema dan warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris bombans. Dapat pula
dijumpai sinekia posterior ataupun sinekia anterior
6. Pupil menyempit, bentuk tidak teratur, refleks lambat sampai negatif
7. Lensa keruh, terutama bila telah terjadi katarak komplikata
8. Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma sekunder3
3.6 Pemeriksaan 1. Oftalmoskopi
18
Page 20
2. Tonometri
3. Pemeriksaan laboratorium
Penderita uveitis anterior akut dengan respon yang baik terhadap pengobatan non
spesifik, umumnya tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut. Sementara bagi
penderita yang tidak responsif , diusahakan untuk menemukan diagnosis etiologinya melalui
pemeriksaan laboratorium.4
Pada penderita ini sebaiknya dilakukan skin test untuk pemeriksaan tuberkulosis dan
toksoplasmosis. Untuk kasus-kasus yang rekurens (berulang), berat, bilateral, atau
granulomatosa, perlu dilakukan tes untuk sifilis, foto rontgen untuk mencari kemungkinan
tuberkulosis atau sarkoidosis. Penderita muda dengan arthritis sebaiknya dilakukan tes ANA.
Pada kasus psoriasis, uretritis, radang yang konsisten, dan gangguan pencernaan, dilakukan
pemeriksaan HLA-B27 untuk mencari penyebab autoimun. Pada dugaan kasus
toksoplasmosis, dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM.4
4. Flouresence Angiografi
Flourescence Angiografi merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi
penyakit korioretinal dan komplikasi intraokular dari uveitis posterior. Flourescence
Angiografi sangat berguna baik untuk intraokular maupun untuk pemantauan hasil terapi pada
pasien. Pada Flourescence Angiografi, yang dapat dinilai adalah edema intraokular, vaskulitis
retina, neovaskularisasi sekunder pada koroid atau retina, nervus optikus dan radang pada
koroid.5
5. USG
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan vitreus yang opaque, penebalan retina dan
pelepasan retina.5
6. Biopsi korioretinal
Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari gejala dan
pemeriksaan laboratorium lainnya.
19
Page 21
3.7 PenatalaksanaanTujuan utama dari pengobatan uveitis anterior adalah untuk mengembalikan atau
memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak
dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah
memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.3,4
Adapun terapi uveitis anterior dapat dikelompokkan menjadi :1,3,4
Terapi non spesifik
1. Penggunaan kacamata hitam
Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobia, terutama akibat pemberian
midriatikum.
2. Kompres hangat
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus untuk
meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat.
3. Midriatikum atau sikloplegik
Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier relaksasi, sehingga
dapat mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan. Selain itu, midriatikum sangat
bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah ada.
Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:
a. Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes
b. Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
c. Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes
4. Anti inflamasi
Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan dosis sebagai
berikut:
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %.
Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler :
20
Page 22
a. Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
b. Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
c. Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
d. Methylprednisolone acetate 20 mg
Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik prednisone oral mulai 80 mg per hari sampai
tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari.
Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.
Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi yang mungkin
terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal selama lebih dari dua minggu, dan
komplikasi lain pada penggunaan sistemik.
Terapi spesifik
Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior telah
diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang sering diberikan
berupa antibiotik, yaitu :
Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid
Subkonjungtiva kadang juga dikombinasi dengan steroid secara per oral dengan kloramfenikol
3 kali sehari 2 kapsul.
Anak : Kloramfenikol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.
Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan diatas harus
tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa memandang penyebabnya.
Terapi terhadap komplikasi
1. Sinekia posterior dan anterior
Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia anterior, perlu
diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan sebelumnya.
21
Page 23
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada uveitis anterior.
Terapi yang harus diberikan antara lain:
Terapi konservatif :
a. Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes setiap 12 jam
b. Asetazolamid 250 mg setiap 6 jam
Terapi bedah Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap
tinggi.
a. Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi perlekatan
iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS) dilakukan bedah
filtrasi.
b. Sudut terbuka : bedah filtrasi.
3. Katarak komplikata
Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi yang diperlukan
adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan keadaan dan jenis katarak serta kemampuan
ahli bedah.
3.8 PrognosisPrognosis dari uveitis anterior ini tergantung dari etiologi atau gambaran
histopatologinya. Pada uveitis anterior non granulomatosa gejala klinis dapat hilang dalam
beberapa hari hingga beberapa minggu dengan pengobatan, tetapi sering terjadi kekambuhan.
Pada uveitis anterior granulomatosa inflamasi dapat berlangsung berbulan-bulan hingga
bertahunan, kadang-kadang terjadi remisi dan eksaserbasi. Pada kasus ini dapat timbul
kerusakan permanen walaupun dengan pemberian terapi terbaik.4
22
Page 24
BAB IV
PENUTUP
Uveitis anterior adalah radang pada iris (iritis), badan siliar (siklitis) dan dapat terjadi
bersama yang disebut sebagai iridosiklitis. Uveitis anterior atau iridosiklitis merupakan
penyakit yang mendadak yang biasanya berjalan selama 6 sampai 8 minggu, dan pada stadium
dini biasanya dapat sembuh dengan tetes mata saja.
Uveitis anterior dapat dibedakan lagi dalam bentuk uveitis granulomatosa dan non
granulomatosa.
Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Uveitis menyumbang 10-15% kasus
kebutaan di negara maju dan uveitis sering terjadi di negara berkembang dibandingkan dengan
negara maju karena prevalensi infeksi yang dapat mempengaruhi mata seperti toksoplasmosis
dan tuberkulosis adalah lebih besar.
Gejala klinis uveitis anterior adalah mata merah, penglihatan kabur, nyeri, berair,
fotofobia. Dari pemeriksaan fisik didapatkan edema palpebral, edema kornea, aqueous flare,
hipopion, hifema.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan dengan menggunakan oftalmoskop,
tonometri, pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, fluorescence angiografi,
dan USG.
Penatalaksanaan uveitis anterior adalah dengan terapi non spesifik (penggunaan
kacamata hitam, kompres hangat, obat anti inflamasi, midriatikum atau sikloplegik), terapi
spesifik, dan terapi bedah.
Prognosis dari uveitis anterior ini tergantung dari etiologi atau gambaran
histopatologinya. Pada uveitis anterior non granulomatosa gejala klinis dapat hilang dalam
beberapa hari hingga beberapa minggu dengan pengobatan, tetapi sering terjadi kekambuhan.
Pada uveitis anterior granulomatosa inflamasi dapat berlangsung berbulan-bulan hingga
bertahunan, kadang-kadang terjadi remisi dan eksaserbasi.
23
Page 25
DAFTAR PUSTAKA
1. Suharjo S.U., Sundari S, Sasongko M.B. Kelainan palpebra, konjungtiva, kornea,
skllera dan sistem lakrimal. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi 1. 2007.
2. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2011.
3. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. Oxford: Buterworth-
Heinemann, 1994.
4. Khurana. Comprehensive Ophthalmology. Edisi 4. India : New Age International,
2007.
5. The Eye M.D. Association. American Academy of Ophthalmology. Singapore : LEO,
2011.
6. Voughan Daniel G , Terjemahan Optamologi Umum edisi 14, Widya Medika, Jakarta, 2000.
24