Top Banner
1 BAB I FENOMENA Fenomena ini kami angkat dari sebuah film yang berjudul : Ayah, Mengapa Aku Berbeda? - Produser: Gope T Samtani - Sutradara : Findo Purwono HW - Penulis : Titien Wattimena, Djaumil Aurora, Agnes Davonar - Pemeran : Dinda Hauw, Fendy Chow, Indra Sinaga, Surya Saputra, Kiki Azhari, Rafi Cinoun - Tanggal edar : Kamis, 17 November 2011
32

KASUS

Aug 10, 2015

Download

Documents

kasus
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 2: KASUS

2

Sinopsis

Gadis remaja Angel, tunarungu, tidak pernah menyerah untuk membuktikan bahwa ia

terlahir ke dunia ini dengan tujuan yang diberikan Tuhan. Ia terus berjuang meraih impiannya

untuk membahagiakan sang ayah, setelah ibunya meninggal saat melahirkan dirinya. Mula-

mula Angel harus berjuang untuk belajar bahasa tangan yang juga dengan susah payah bisa

dikuasai oleh ayah dan neneknya. Setelah neneknya meninggal. Angel hanya memiliki

ayahnya sebagai teman bicara. Karena pintar, guru-guru sekolah luar biasa menyarankan

Angel untuk sekolah umum. Ayah memutuskan pindah ke kota besar sehingga Angel kelak

dapat tumbuh di lingkungan yang lebih terbuka. Diawali dengan penolakan, akhirnya ada

sekolah yang mau menerima Angel sebagai murid. Dunia berubah ketika ia harus bergaul dan

hidup dengan orang-orang normal di sekolahnya. Ia tidak diterima oleh sebagian teman-

temannya karena dianggap cacat. Ia hanya memiliki satu orang sahabat bernama Hendra.

Suatu ketika, Angel melihat tim musik sekolahnya dan menawarkan diri sebagai anggota

kelompok musik. Angel ditolak. Ia menangis di samping sang ayah yang memberitahu bahwa

ia terlahir dari seorang ibu yang pianis.Ayahnya pun mengajarkan dia bermain piano dan

terbukti walaupun tidak bisa mendengarkan suara piano, ia bisa bermain piano dengan hati,

hingga bisa mauk tim musik sekolah, tapi tidak diterima oleh kelompok yang diketuai Agnes.

Angel ingin keluar. Keputusan Angel keluar menjadi dilema karena ayahnya yang sedang

sakit ingin melihat Angel di konser nanti. Keputusan Angel kembali ke kelompok musik

membuat Agnes marah dan menyiksanya hingga tangannya terluka parah. Angel tidak putus

asa dan berhasil tampil di panggung dengan dandanan seperti badut. 

Page 3: KASUS

3

BAB II

TEMUAN PENELITIAN

Dewasa ini istilah tuli tidak lagi digunakan dalam dunia pendidikan, khususnya

pendidikan luar biasa. Istilah yang sudah dibakukan adalah tunarungu. Agar memperoleh

pengertianyang jelas tentang istilah tunarungu dan tuli, akan dikemukakan beberapa definisinya.

Beberapa definisi tunarungu dikemukakan oleh para ahli dengan orientasi yang berbeda,

diantaranya diorientasikan pada sudut pandang fisik dan pendidikan. Sudut pandang berorientasi

fisik menekankan pada pengukuran tingkat ketunarunguan. Ketunarunguan 90 dB lebih

diklasifikasikan tidak mampu “the deaf”, anak dengan tingkat ketunarunguan kurang dari 90 dB

diklasifikasikan anak kurang dengar atau “hard of hearing” (Hallahan & Kaufman, 1994 ; 304).

Sedangkan Frisina (1974) dalam Moores (1987 : 9) mengadaptasi definisi ketunarunguan dari

Conference of Executives of American Schools for the deaf (CEASD) yang dioerientasikan pada

klasifikasi ketunarunguan dan penempatan pendidikan, yaitu :

(1. tingkat ketunarunguan I, 35 – 54 dB kategori ringan tidak memerlukan kelas

khusus, membutuhkan bantuan latihan bicara, membaca ujaran dan pendukung lainnya.

(2. tingkat ketunarunguan II, 55 – 69 dB kategori sedang kadang-kadang memerlukan kelas

khusus biasanya memerlukan bantuan pelatihan wicara khusus, membaca ujaran, dan

ketrampilan berbahasa.

(3. tingkat ketunarunguan III, 70 – 89 dB kategori berat memerlukan kelas khusus, pelatihan

wicara khusus, membaca ujaran, mendengar, ketrampilan berbahasa dan bantuan ahli

pendukung terkait.

(4. tingkat ketunarunguan IV, 90 dB lebih kategori sangat berat memerlukan kelas

khusus (PLB), memerlukan pelatihan khusus wicara, mendengar, membaca ujaran,

ketrampilan berbahasa, dan bantuan ahli pendukung terkait.

Page 4: KASUS

4

Berbagai batasan telah dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian tunarungu atau

dalam

bahasa Inggris disebut Hearing Impairment yang meliputi Deaf (tuli) dan Hard of Hearing

(kurang dengar). Diantaranya menurut Daniel F. Hallahan dan James H. Kauffman

(Dwidjosumarto, 1996: 26) yaitu:

Hearing impairment a generic term indicating a hearing disability that mayrange in severity from mild to profound it includes the substes of deaf andhard of hearing. A deaf person in one whose hearing disability precludessuccessful processing of linguistic information through audition, with orwithout a hearing aid. A hard of hearing is one who generally with use ofhearing aid, has residual hearing sufficient to enable successful processing oflinguistic information through audition.

Dari pernyataan tersebut maka dapat diartikan bahwa tunarungu adalah suatu istilah

umum yang menunjukkan kesulitan mendengar, yang meliputi keseluruhan kesulitan mendengar

dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam bagian tuli dan dengar. Orang tuli

adalah seseorang yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat

proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik itu memakai ataupun tidak memakai Alat

Bantu Mendengar (ABM).

Boothroyd (Nuryanti, 2006: 20-21) memberikan batasan untuk istilah tunarungu

berdasarkan seberapa jauh seseorang dapat memanfaatkan sisa pendengarannya dengan atau

tanpa bantuan amplifikasi/ pengerasan oleh ABM (Alat Bantu Mendengar), yaitu:

a. Kurang dengar (hard of hearing) adalah mereka yang mengalami gangguan

dengar, namun masih dapat menggunakannya sebagai sarana/modalitas utama

untuk menyimak suara percakapan seseorang dan mengembangkan

kemampuan bicaranya.

b. Tuli (deaf) adalah mereka yang pendengarannya sudah tidak dapat digunakan

sebagai sarana utama guna mengembangkan kemampuan bicara, namun masih

dapat difungsikan sebagai suplemen (bantuan) pada penglihatan dan perabaan.

Page 5: KASUS

5

Artikel

Alat Bantu Dengar Tunarungu

Bagi penyandang gangguan pendengaran, dunia yang ingar-bingar ini terasa sunyi. Anak

tunarungu akhirnya tak bisa mengucapkan satu kata pun dengan sempurna. Sebab, ada contoh nyata yang

bisa ditirunya, sebagai langkah awal belajar bicara. Kini teknologi memberi kemungkinan balita

tunarungu dapat mendengarkan suara paling tidak untuk membantunya berkomunikasi dan tentu belajar

bicara.

 

Mengeraskan dan menyaring suara. Fungsi alat bantu dengar untuk memperkeras suara yang

biasa diterima oleh telinga normal. Kini peralatan sudah dibuat dalam teknologi digital. Alat bantu

dengar dapat mengolah suara yang masuk ke telinga, baik secara manual maupun secara otomatis.

Kecanggihannya adalah, Anda dapat berkomunikasi dengan balita meski berada di

tengah keramaian. Sebab, sara Anda akan diperjelas, sedangkan suara lingkungan akan direduksi atau

dikecilkan agar tidak menyakitkan organ pendengaran. Tak hanya mengolah suara keras dan lemah.

Bagaikan dapur rekaman pengolah suara musik, alat bantu dengar yang ukurannya cukup kecil

itu, memiliki saluran atau channel pengatur. Dari 2, 4, sampai 16 channel! Nah, pemilahan dan

pengolahannya diatur oleh ahli ketika pendengaran balita diperiksa. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan

kelemahan pendengaran anak pada suara bass, maka bagian tersebut yang akan diperkeras. Dengan cara

ini, suara yang masuk bisa lebih jelas diterima.

 Beberapa pilihan alat:

OTE ( Over The Ear ), BTE (Behind The Ear ), atau PA (Post Auricular)

 Body Aids

 Eyeglass Aids

 ITE (In The Ear) dan ITC (In The Canal)

Page 6: KASUS

6

BAB III

KEADAAN SEHARUSNYA

Mendidik Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Umum

Inklusi yaitu praktik mendidik semua siswa, termasuk siswa yang menglami hambatan yang

parah dan majemuk di sekolah umum yang biasanya dim,asuki anak-anak normal.

Apakah inklusi demi kebaikan siswa?

Studi penelitian menunjukakkan bahwa penempatan para siswa yang mengalami hambatan

dalam kelas pendidikan umum dapat memberikan sejumlah keuntungan dibandingkan

menempatkan mereka dalam kelas pendidikan khusus:

- Gambaran diri lebih positif

- Ketrampilan sosial yang yang lebih baik

- Lebih sering berinteraksi dengan teman-teman sebaya yang normal

- Perilaku yang lebih sesuai di kelas

- Prestsi akas\demik yang setara dengan prestsai yang dicapai bila ditempatkan dlam kels

khusus.

Manfaat-manfaat semacam ini apabila:

1. siswa itu sendiri bisa menerima dan memahami keadaan yang khusus itu,

2. dan apabila intruksi dan materi disesuaikan dengan kebutuhan khusus mereka.

Siswa normal seringkali juga memperoleh manfaat dari praktik inklusi:

- Mereka mengmbangkan kesadaran mengenai hakikat ras menusia yang heterogen dan

- Menemukan bahwa individu-individu berkebutuhan khusus memeilki kesamaan dengan

mereka.

Apakah pengklasifikasian itu berguna?

Page 7: KASUS

7

Para ahli seringkali tidka sepakat mengenai bagaimana mendefinisikan kategori

berkebutuhan khusus. Kategoti-kategori yang tidak dapat dideskripsikan dlam kerangka kondisi

fisik yang jelas secara khusus sulit dibuat definisi-definisi yang benar-benar peresis.terlepas dari

kesulitan tersebut sebagian besar ahli menemukan bahwa kategori umum terhadap kebutuhan-

kebutuhan khusus itu berguna.

Dapat dilihat dari fenomena di atas Angel lebih memiliki gambaran positif tentang

dirinya, ketrampilan sosial yang yang lebih baik, lebih sering berinteraksi dengan teman-teman

sebaya yang normal, perilaku yang lebih sesuai di kelas, prestsi akademik yang setara dengan

prestsai yang dicapai bila ditempatkan dalam kels khusu ataupun kelas umum.

Anak tunarungu banyak dihinggapi kecemasan karena menghadapi lingkungan yang

beraneka ragam komunikasinya, hal seperti ini akan membingungkan anak tunarungu. Anak

tunarungu sering mengalami berbagai konflik, kebingungan, dan ketakutan karena ia sebenarnya

hidup dalam lingkungan yang bermacam-macam. Sudah menjadi kejelasan bagi kita bahwa

hubungan sosial banyak ditentukan oleh komunikaksi antara seseorang dengan orang lain.

Kesulitan komunikasi tidak bisa dihindari. Namun bagi anak tunarungu tidaklah demikian karena

anak ini mengalami hambatan dalam berbicara. Kemiskinan bahasa membuat dia tidak mampu

terlihat secara baik dalam situasi sosialnya. Sebaliknya, orang lain akan lebih sulit memahami

perasaan dan pikirannya.

Sebenarnya anak tunarungu akan jauh lebih baik dalam bersosialisasi dengan oranglain

jika terdapat lingkungan yang mendukungnya. Dalam menguraikan pengaruh lingkungan

terhadap perkembangan sosial, akan ditekankan kepada pengaruh kelompok sosial yang pertama

dihadapi manusia sejak ia dilahirkan. Oleh karena itu, harus ada rekayasa lingkungan yang

relevan agar anak tunarungu dapat memaksimalkan proses tahapan dan tugas perkembangan

sosialnya.

Page 8: KASUS

8

BAB IV

IDENTIFIKASI MASALAH

Dalam fenomena yang kami angkat tersebut identifikasi masalah terletak pada sekolah

umum yang kurang bisa menerima Angel sebagai murid pintar namun tuna rungu tersebut. Selain

itu temannya Agnes yang juga tidak menyukai dan membully Angel karena tuna rungu tersebut.

Dan disini ia berjuang keras untuk bertahan demi ayahnya yang begitu mendukungnya.

Page 9: KASUS

9

BAB V

RUMUSAN MASALAH

1) Apa Definisi dari tuna rungu ?2) Bagaimana karakteristik anak tuna rungu ? 3) Apa yang menyebabkan Angel tidak bisa diterima di sekolah umum ?4) Mengapa sekolah umum tersebut dapat menerima Angel ?5) Bagaimana seharusnya perlakuan Agnes pada Angel yang tuna rungu ?6) Bagaimana seharusnya sistem pendidikan yang sesuai untuk Angel ?7) Bagiamana sikap seharusnya kepada murid yang tuna rungu ?

BAB VI

Page 10: KASUS

10

LANDASAN TEORI

1. Definisi Anak Tunarungu

Dalam masyarakat sering terjadi anggapan bahwa bila seseorang tidak mereaksi terhadap

panggilan atau tidak mendengar suara tertentu, maka orang tersebutdikatakan orang tuli.

Anggapan tersebut tidak selalu benar, sebab pengertian tuli masih kabur dan tidak

menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Dewasa ini istilah tuli tidak lagi digunakan dalam

dunia pendidikan, khususnya pendidikan luar biasa. Istilah yang sudah dibakukan adalah

tunarungu. Agar memperoleh pengertian yang jelas tentang istilah tunarungu dan tuli, akan

dikemukakan beberapa definisinya. Beberapa definisi tunarungu dikemukakan oleh para ahli

dengan orientasi yang berbeda, diantaranya diorientasikan pada sudut pandang fisik dan

pendidikan.

2. Siswa yang Mengalami Masalah Fisik dan Sensori

- Kehilangan Pendengaran

Adalah gangguan pada pendengaran yang mengalami malfungsi telinga atau saraf- saraf terkait dengan alat pendengaran. Berikut adalah karakteristik umum siswa yang mengalami gangguan kehilangan pendengaran :

1. Keterlambatan dalam pengembangan bahasa 2. Mahir dalam penggunaan ejaan atau bahasa jari3. Memilki kemampuan untuk membaca gerak bibir4. Kualitas bicara agak monoton atau kaku5. Keterampilan membaca kurang berkembang6. Pengetahuan umum biasanya kurang7. Terkadang mengalami isolasi sosial

Berikut adalah beberapa saran untuk cara beradaptasi dengan siswa tersebut :

Page 11: KASUS

11

1. Ajarkan mengenai perilaku dan keterampilan, mungkin dengan cara komunikasi yang lebih efektif, mengajarkan penggunaan kata- kata yang sederhana, keterampilan aritmatika, atau penggunaan perangkat teknologi tang sesuai dengan kebutuhan

2. Pasangkan siswa tersebut dengan siswa yang mengalami hambatan ataupun memasangkan dengan anak normal

3. Pertahankan pola berfikir bahwa semua siswa harus berpartisipasi dalam aktivitas di kelas semaksimal mungkin

4. Klasifikasi Anak Tunarungu

Sehubungan dengan pemberian pelayanan pendidikan pada anak tunarunguyang

sesuai dengan perkembangan dan kemampuan yang dimiliki, maka perlu memperhatikan

klasifikasi anak tunarungu. Batasan klasifikasi anak tunarungu yang bersifat kuantitatif

secara khusus menunjuk pada gangguan pendengaran sesuai dengan hilangnya

pendengaran, yang dapat diukur dengan audiometri. Audiometri merupakan alat yang

dapat mengukur seberapa jauh seseorang bisa mendengar atau seberapa besar hilangnya

pendengaran dan ditunjukkan dalam satuan desibel (dB). Klasifikasi menurut Frieda

Mangunsong (2009 : 83) klasifikasi anak tunarungu sebagai berikut :

a. Hilangnya pendengaran yang ringan (20-30 dB)

Anak – anak dengan kehilangan pendengaran sebesar ini mampu berkomunikasi dengan

menggunakan pendengarannya. Gangguan ini merupakan ambang batas (borderline

antara anak yang sulit mendengar dengan anak normal.

b. Hilangnya pendengaran yang marginal (30-40dB)

Anak dengan gangguan pendengaran ini sering mengalami kesulitan untuk mengikuti

suatu pembicaraan pada jarak beberapa meter. Pada keompok ini, anak-anak masih bisa

menggunakan telinganya untuk mendengar, namun harus dilatih.

c. Hilangnya pendengaran yang sedang ( 40-60 dB)

Dengan bantuan alat bantu dengar dan bantuan mata, anak-anak ini masih bisa belajar

berbicara dengan mengandalkan alat-alat pendengarannya.

d. Hilangnya pendengaran yang berat ( 60-75 dB)

Page 12: KASUS

12

Anak-anak ini tidak bisa belajar berbicara tanpa menggunakan teknik-teknik khusus.

Pada gangguan ini mereka sudah dianggap sebagai 'tuli secara edukatif'. Mereka berada

pada ambang batas antara sulit mendengar dengan

tuli.

e. Hilangnya pendengaran yang parah ( > 75 dB)

Anak-anak dalam kelompok ini tidak bisa belajar bahasa hanya semata-mata dengan

mengandalkan telinga, meskipun didukung dengan alat bantu dengar sekalipun.

5. Karakteristik Anak Tunarungu

Jika dibandingkan dengan ketunaan yang lainnya, ketunarunguan tidak tampak jelas

karena secara sepintas fisik anak tunarungu tidak kelihatan mengalami kelainan. Tetapi sebagai

dampak dari ketunarunguannya, anak tunarungu memiliki karakteristik yang khas.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan Van Uden (dalam Effendi, 2006 :

85) ada beberapa sifat atau karakteristik anak tunarungu yang berbeda dengan anak

normal, antara lain :

a. Anak tunarungu lebih egosentris, artinya anak sukar menempatkan diri pada cara berpikir

serta perasaan orang lain, kurang menyadari/peduli efek perilakunya terhadap orang lain,

dan anak sukar menyesuaikan diri.

b. Anak tunarungu lebih tergantung pada orang lain dan apa-apa yang sudah dikenal.

Menurut Van Uden , anak tunarungu biasanya akan sangat dekat atau dekat dengan

pendidiknya. Hal ini disebabkan guru yang paling mengetahui kata-kata yang telah

dikenalkan siswanya, pengertian apa yang telah dikuasai dan arti ungkapan serta isyarat

anak. Ditambah lagi keadaan ini akan berlangsung dalam waktu yang lebih lama daripada

anak mendengar.

c. Perhatian anak tunarungu lebih sukar dialihkan.

d. Anak tunarungu lebih memperhatikan yang kongkrit.

e. Anak tunarungu lebih miskin dalam fantasi. Hal ini disebabkan daya fantasi

Page 13: KASUS

13

anak tunarungu tidak mendapat rangsangan melalui dongeng-dongeng pada

usia 3 – tahun.

f. Anak tunarungu umumnya mempunyai sifat polos, sederhana, tanpa banyak masalah. Hal

ini sering dialami karena anak tunarungu tidak menguasai satu ungkapan pun, dan oleh

karena itu mengatakan apa yang anak tunarungu maksudkan.

g. Perasaan anak tunarungu cenderung dalam keadaan ekstrem tanpa banyakn nuansa.

Artinya anak tunarungu kurang menguasai perasaan yang sedang dialaminya. Antara

sedih dan senang tidak terdapat nuansa. Hal ini disebabkan anak tunarungu belum

mengenal kata atau istilah untuk menyatakan nuansa itu.

h. Anak tunarungu lebih mudah marah dan lekas tersinggung, sebagai akibat

seringnya mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan perasaan/keinginannya

secara lisan ataupun dalam memahami pembicaraan orang lain.

BAB VII

Page 14: KASUS

14

ANALISIS

Angel termasuk anak berkebutuhan khusus, yang mana ia tuna rungu dan bisu sejak kecil.

Awalnya ia bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB). Namun, saat akan masuk SMP gurunya

menganjurkan agar Angel disekolahkan di sekolah umum, karena ia termasuk anak yang cerdas

dan bisa menerima pelajaran dengan sangat baik. Oleh karena itu ayahnya bangga terhadap

Angel dan mendaftarkannya ke sekolah umum. Tapi semuanya memang tidak semudah yang

dibayangkan. Hanya karena Angel sedikit berbeda dengan anak-anak lainnya, ia seringkali

dihina dan bahkan mendapatkan perlakuan yang semena-mena. Ia dianggap tidak pantas

bersekolah di sekolah umum bersama anak-anak yang lain dan harusnya dengan anak-anak yang

sama sepertinya saja. Meski demikian ia tetap tidak patah semangat dan terus berjuang, bahkan

ia juga menunjukkan potensi yang dimilikinya yaitu bermain piano. Dengan dukungan ayah,

nenek, dan gurunya akhirnya ia bisa terus berkembang dan semakin percaya diri.

Berdasarkan fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa sekolah inklusi sebenarnya bisa

diterapkan asalkan keluarga, para guru dan lingkungan mendukung, dan yang paling penting

asalkan anak tersebut bisa beradaptasi dan mengikuti pelajaran dengan baik. Hanya saja di

Indonesia hal tersebut belum bisa berjalan dengan baik karena bagi sebagian besar orang masih

menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus tidak seharusnya bersekolah di sekolah umum.

Selain itu, orang terdekat seperti keluarga sangat berperan dalam perkembangan anak

berkebutuhan khusus. Mereka haruslah memberi dukungan penuh dan semaksimal mungkin

memperlakukan mereka secara layak seperti anak-anak normal lainnya. Karena, dukungan dari

orang- orang terdekat bisa membangun kepercayaan diri bagi mereka dan semangat yang besar

untuk bisa sukses dan mencapai cita-cita mereka. Asalkan orang-orang terdekat mendukung,

mereka tidak akan mudah patah semangat hanya karena dianggap berbeda.

Berlatarbelakang film film tersebut, Angel yang merupakan anak ABK masuk disekolah inklusi

yaitu: praktik mendidik semua siswa, termasuk siswa yang menglami hambatan yang parah dan

majemuk di sekolah umum yang biasanya dim,asuki anak-anak normal.

Page 15: KASUS

15

Studi penelitian menunjukakkan bahwa penempatan para siswa yang mengalami hambatan

dalam kelas pendidikan umum dapat memberikan sejumlah keuntungan dibandingkan

menempatkan mereka dalam kelas pendidikan khusus:

- Gambaran diri lebih positif

- Ketrampilan sosial yang yang lebih baik

- Lebih sering berinteraksi dengan teman-teman sebaya yang normal

- Perilaku yang lebih sesuai di kelas

- Prestsi akas\demik yang setara dengan prestsai yang dicapai bila ditempatkan dlam kels

khusus.

Manfaat-manfaat semacam ini apabila:

1. siswa itu sendiri bisa menerima dan memahami keadaan yang khusus itu,

2. dan apabila intruksi dan materi disesuaikan dengan kebutuhan khusus mereka

Meskipun Angel adalah termasuk anak ABK, tapi dia termasuk siswa dengan

perkembangan kognitif yang tinggi.

Yang dimaksudkan dengan siswa dengan perkembangan kognitif yang tinggi adalah

siswa yang memiliki / berbakat / berkembang sedemikian jauh kemampuan diatas rata- rata

sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus.

Angel juga memiliki bakat yang bener benar hebat takni bermain piano dengan sangat indah.

- Keterbakatan

Secara umum didefinisikan sebagai kemampuan atau bakat yang sangat tinggi di satu atau

lebih bidang misalnya : matematika, sains, menulis, seni) sehingga siswa tersebut membutuhkan

layanan pendidikan khusus agar dapat mengembangkan potensinya sepenuhnya. Berikut adalah

karakteristik umum siswa yang mengalami perkembangan kognitif yang tinggi :

1. Perbendaharaan kata yang kaya

2. Pengetahuan umum yang kaya

3. Kemampuan belajar lebih cepat, mudan ,dan mandiri

Page 16: KASUS

16

4. Proses kognitif yang canggih dan efisien

5. Fleksibelitas yang besar dalam tugas maupun gagasan

6. Standar performa yang tinggi kadangkala terlalu perfeksionis

7. Konsep diri positif terutama pada akademik

8. Penyesuaian emosi diatas rata- rata

Apabila siswa memiliki perkembangan kognitif yang tinggi namun ia juga mengalami

gangguan, untuk perencanaan pendidikan sebaiknya kita harus menyikapi dengan baik hambtana

khusus yang dialami. Dan sekarang kita kemabli pada anak dengan perkembangan kognitif yang

tinggi.

Menurut (McLoyd, 1998 ; U.S. Dept of Education, 1996, 1997) sejumlah siswa yang

dididentifikasi mengalami hambatan khusus berasal dari kelompok minoritas dan keluarga

berpenghasilan rendah. Representasi berbagai kelompok yang tidak seimbang dalam berbagai

kategori hambatan khusus menimbulkan dilema bagi para pendidik. Karena itu, penting sekali

kita perlu selalu mengenali yang memperlihatkan tanda- tanda kemampuan dan talenta yang lain.

BAB VIII

Page 17: KASUS

17

SOLUSI

Sebenarnya anak tunarungu akan jauh lebih baik dalam bersosialisasi dengan oranglain

jika terdapat lingkungan yang mendukungnya. Dalam menguraikan pengaruh lingkungan

terhadap perkembangan sosial, akan ditekankan kepada pengaruh kelompok sosial yang pertama

dihadapi manusia sejak ia dilahirkan. Oleh karena itu, harus ada rekayasa lingkungan yang

relevan agar anak tunarungu dapat memaksimalkan proses tahapan dan tugas perkembangan

sosialnya. Berikut ini rekayasa lingkungan yang seharusnya dilakukan :

Peranan keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat

seorang anak belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam hubungan interaksi

dengan kelompoknya. Semua yang telah diuraikan mengenai interaksi kelompok keluarga yang

merupakan kelompok primer, termasuk pembentukan norma-norma sosial internalisasi norma-

norma, terbentuknya frame of reference, behaviorisme, dan lain-lain. Di dalam keluarganya,

yang interaksi sosialnya berdasarkan simpati, ia pertama-tama belajar memperhatikan keinginan-

keinginan orang lain, belajar bekerja sama, bantu membantu, dengan kata lain ia pertama-tama

belajar memegang peranan sebagai makhluk sosial yan memiliki norma-norma dan kecakapan-

kecakapan tertentu dalam pergaulannya dengan orang lain.

Sikap dan kebiasaan orang tua dalam pergaulannya memegang peranan penting di

dalamnya. Hal ini akan mudah diterima apabila keluarga itu sudah benar-benar mampu masuk

menjadi bagian sebuah kelompok sosial dengan tujuan, struktur, norma, dinamika kelompok,

termasuk cara-cara kepemimpinannya yang sangat mempengaruhi kehidupan individu yang

menjadi anggota kelompok tersebut. Mengenai cara-cara kepemimpinan dalam kelompok yaitu

dengan cara-cara demokratis, laissez-faire, dan otoriter yang masing-masing berpengaruh besar

terhadap suasana kerja kelompok dan tingkah laku para anggotanya.

Begitu pula cara-cara bertingkah laku orang tua yang dalam hal ini menjadi pemimpin

kelompok sangat mempengaruhi suasana interaksi keluarga dan dapt merangsang perkembangan

ciri-ciri tertentu pribadi anaknya. Kemudian bjika seorang anak dididik dengan cara otoriter

Page 18: KASUS

18

hasilnya banyak menunjukkan ciri-ciri pasivitas (sikap menunggu) dan menyerahkan segala-

galanya kepada pemimpin, agresivitas, kecemasan, mudah putus asa, sikap penolakan terhadap

orang-orang yang lemah atau terhadap minoritas, ikatan kepada orang-orang yang kuat atau

mayoritas, menjiplak norma, dan tingkah laku mayoritas, sombong, mudah berprasangka sosial,

khususnya terhadap golongan minoritas. Sedangkan keluarga-keluarga yang interaksinya

bercorak demokratis menimbulkan ciri-ciri berinisiatif, tidak penakut, lebih giat, dan lebih

bertujuan, tetapi juga memberikan kemungkinan berkembangnya sifat-sifat tidak taat dan tidak

menyesuaikan diri. Jika ada sikap-sikap orang tua yang overprotection di mana orang tua

terlampau cemas dan hati-hati dalam mendidik anak.

Orang tua dalam hal itu senantiasa menjaga keselamatan anaknya dan mengambil

tindakan yang berlebihan agar anak kesayangannya itu terhindar dari berbagai ancaman dan

bahaya. Akibatnya anak itu berkembang dengan ciri-ciri sangat berketergantungan kepada orang

tuanya dalam tingkah lakunya. Selanjutnya, sikap penolakan orang tua terhadap anak-anaknya,

yaitu sikap menyesal dan tidak setuju karena beberapa sebab dengan adanya anaknya itu mudah

mengembangkan ciri-ciri agresivitas dan tingkah laku bermusuhan pada anak-anak tersebut dan

juga gejala-gejala menyeleweng seperti berdusta dan mencuri dapat berkembang karena sikap

penolakan dari orang tuanya.

Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa pada umumnya sikap-sikap pendidikan yang

otoriter, sikap overprotection, dan sikap penolakan orang tua terhadap anak-anaknya dapat

menjadi suatu kendala bagi perkembangan sosial anak-anak. Jika hal ini terjadi pada anak

tunarungu yang notabene adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran sehingga mereka

merasa berbeda dengan teman-teman pada umumnya maka yang terjadi adalah kesalahan

perkembangan sosial pada anak tunarungu. Anak tunarungu tersebut akan menjadi anak yang

sesuai dari akibat perkembangan dari orang tua yang dididik otoriter, overprotection, atupun

sikap penolakan yang sudah dijelaskan di atas.

Pengalaman-pengalaman interaksi sosial dalam keluarganya turut menentukan pula cara-cara

tingkah lakunya terhadap orang lain dalam pergaulan sosial di luar keluarganya, di dalam

masyarakat pada umumnya. Apabila interaksi sosialnya di dalam kelompok-kelompok karena

Page 19: KASUS

19

beberapa sebab tidak lancar atau tidak wajar, kemungkinan besar bahwa interaksi sosialnya

dengan masyarakat pada umumnya juga berlangsung dengan tidak wajar. Jika dikaitkan dengan

perkembangan sosial anak tunarungu, anak tunarungu akan mengalami tahapan perkembangan

sosial yang baik jika pla asauh dalam keluarga dilakukan dengan baik. Sehingga anak tunarungu

bisa meyelesaikan tahapan dan tugas perkembangan sosial dengan baik dan maksimal.

Peranan sekolah

Sekolah bukan hanya lapangan tempat orang mempertajam intelektualitasnya saja.

Peranan sekolah sebenarnya jauh lebih luas. Di dalamnya berlangsung beberapa bentuk dasar

dari kelangsungan “pendidikan” pada umumnya, yaitu pembentukan sikap-sikap dan kebiasaan-

kebiasaan yang wajar, perangsang dari potensi-potensi anak, perkembangan dari kecakapan-

kecakapan pada umumnya, belajar bekerja sama dengan kawan sekelompok, melaksanakan

tuntunan-tuntunan dan contoh-contoh yang baik, belajar menahan diri demi kepentingan orang

lain, memperoleh pengajaran, menghadapi saringan, yang semuanya, antara lain mempunyai

akibat pencerdasan otak anak-anak seperti yang dibuktikan dengan tes-tes intelijensi.

Jika dikaitkan dengan tahapan dan tugas perkembangan sosial anak tunarungu yang

berhasil maka seharusnya peranan sekolah bisa menjadikan anak-anak tuaanrungu tidak hanya

menjadikan anak tunarungu yang pandai dalam hal pelajaran sekolah, namun juga bisa

menjadikan anak tunarungu bisa berkembang sesuai dengan tahapan dan tugas perkembangan

sosialnya sesuai usianya. Sebagai contoh. Pada usia 9 tahun seharusnya sudah bisa bersosialisasi

dengan teman sebayanya meskipun bukan sesama anak tunarungu. Karena pada umumnya anak

tunarungu sulit untuk bergabung dengan teman-teman yang bukan sesama tunarungu. Oleh

karena itu harus ada rekayasa lingkungan sekolah yang bisa mengajarkan kepada anak tunarungu

tentang bersosialisasi dengan orang lain agar anak tunarungu tersebut bisa menyelesaikan

tahapan dan tugas perkembangannya dengan baik.

Kerjasama antara guru dan orangtua

Page 20: KASUS

20

Salah satu upaya yang yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan anak tunarungu

adalah dengan adanya pengertian dari orang tua/keluarga akan keberadaan anak tunarungu, dan

adanya usaha kerjasama yang baik antara pihak sekolah dengan keluarga. Orang tua merupakan

pendidik yang pertama dan penanggung jawab utama terhadap pendidikan anak tunarungu. Kita

sering menemukan reaksi orang tua yang kurang mendukung pendidikan anaknya. Misalnya

terlalu memanjakan, mengabaikan, putus asa. Sikap-sikap orang tua yang demikian sangat

berpengaruh pada situasi pendidikan anak di sekolah. Oleh karenanya peranan orang tua

sangatlah penting dan dibutuhkan sekolah untuk menunjang keberhasilan anaknya.

Beberapa peran orang tua anak tunarungu antara lain:

1.      Pengertian orang tua merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan pendidikan

anaknya.

2.      Orang tua memegang peranan penting dalam melaksanakan pendidikan di rumah sejalan dengan

yang diberikan di sekolah.

3.      Orang tua berperan dalam hubungan kerjasama antara sekolah dan keluarga ataupun dengan

masyarakat terutama dalam peningkatan atau pengadaan alat-alat dan kesejahteraan guru.

4.      Dengan terbentuknya suatu wadah kerjasama (BP3) akan mempermudah usaha-usaha orang tua

akan aspirasi pendidikan anak-anaknya. Wadah ini juga akan dapat sebagai alat untuk

memperkenalkan keberadaan anak tunarungu pada masyarakat. (Orped:1990).

Selanjutnya seorang petugas bimbingan ataupun guru, harus memiliki latar belakang

pengetahuan mengenai dinamika tingkah laku anak tunarungu. Pengetahuan ini diperlukan untuk

dapat memahami kepribadian setiap anak. Seorang guru harus menyadari bahwa efek dari

masalah yang sekunder ketunarunguan lebih berat atau sukar ditangani dari pada

ketunarunguannya.

Pelaksanaan bimbingan bagi anak tunarungu mengharapkan seorang konselor harus

mampu membangkitkan kepercayaan dirinya, berfikir baik dan berinteraksi sosial dengan

lingkungan tempat di mana anak tinggal atau hidup, dengan demikian secara bertahap tentu

Page 21: KASUS

21

kepribadiannya dapat dikembangkan, dan diharapkan dia mampu mengambil suatu keputusan,

sehingga tidak dihinggapi oleh kecemasan yang berlebihan, kecurigaan yang tingi, serta anak

tunarungu betul-betul dapat menerima dan mengerti batas-batas kemampuannya tanpa

penyesalan atau rasa rendah diri. Para pendidik diharapkan mampu memberikan bantuan pada

anak tunarungu dengan mengarahkan mereka pada lembaga bimbingan sebagai bimbingan

tambahan. Seorang konselor/ pendidik apabila menemui masalah-masalah atau kesulitan dalam

hal kebahasaan atau komunikasi dengan anak tunarungu, maka ia dapat menggunakan jasa

penterjemah bahasa anak tuanarungu.

Peranan lingkungan sekitar/lingkungan hidup

Lingkungan hidup adalah tempat di mana seseorang menjalani hidupnya dengan orang

lain. Jika lingkungannya baik, hasilnya adalah individu menjadi baik. Baik dalam segi perilaku

maupun baik secara perkembangan sosialnya. Namun sebaliknya, jika individu terdapat dalam

lingkungan yang buruk, maka seseorang akan tumbuh dan berkembang sosialnya menjadi buruk

pula itu artinya tahapan dan tugas perkembangannya telah gagal.

Perkembangan sosial anak tunarungu juga sangat ditentukan oleh lingkungan. Anak tunarungu

cenderung memiliki sifat egosentris, suka berkelompok sesama tunarungu, cemas, mudah

berprasangka jelek, dan lain-lain yang negatif terhadap orang lain. Kenapa hal ini terjadi?

Hal ini terjadi karena gangguan pendengarannya menyebabkan orang lain tidak bisa memahami

dirinya. Oleh karena itu harus ada rekayasa lingkungan untuk mengatasi hal ini yaitu lingkungan

harus bisa menyamakan kedudukan anak tunarungu. Khususnya masyarakat harus bisa

memahami bahasa mereka, baik itu bahasa isyarat naupun bahasa oral mereka. Jika bahasa anak

tunarungu tersebut dipahami niscaya anak tunarungu juga tidak akan mengurung diri justru

mereka akan menjadi anak yang percaya diri, bisa bergabung dengan kelompok-kelompok lain

yang bukan sesama anak tunarungu. Lingkungan yang baik seharusnya tidak mengolok-olok

keadaan mereka justru malah memberikan semangat kepada anak tunarungu bahwa

ketunarunguan bukanlah akhir dari segalanya. Justru kita harus memanfaatkan keadaan di balik

ketunarunguan.

Peranan media massa

Page 22: KASUS

22

Apakah benar media massa berpengaruh kepada perkembangan sosial anak tunarungu?

Ternyata jawabannya adalah benar meskipun presentase pengaruh tidak sebesar keluarga,

sekolah maupun lingkungan. Mengenai pengaruh media massa terhadap perkembangan sosial

khususnya anak tunarungu adalah apa dan bagaimana pengaruh negatif dari frekuensi menonton

bioskop, melihat televisi, maupun membaca komik dan majalah.

Sebuah penelitian mengenai pengaruh sering menonton televisi pada anak-anak. Evry,

1952 (4), mendapatkan bahwa 33,3% anak-anak yang sering menonton televisi oleh gurunya

dinilai sebagai anak yang tidak tenang (gelisah). Sedangkan Lewis (11) memperoleh hasil bahwa

anak-anak yang menonton televisi lebih dari 11-15 jam seminggu akan mengalami penurunan

prestasi mereka di sekolah. Namun tampak bahwa terpaan orang terkena komunikasi massa itu

sendiri belum mempunyai akibat yang cukup tegas. Jadi, rupanya bukan frekuensi yang

menentukan adanya pengaruh tertentu, melainkan isi dari film. Buku, atau ceramah itulah yang

lebih mempengaruhi perkembangan sosial seseorang.

Selain pengaruh-pengaruh negatif dari media massa yang dijelaskan di atas. Jika anak tunarungu

berada pada situasi ini, yaitu misalkan ia terlalu sering menonton TV. Karena gangguan

pendengarannya sehigga ia hanya melihat saja tayangan-tayangan yang ada di dalam televisi

tanpa mendengar apa yang dibahas. Bisa jadi, anak tunarungu tersebit akan salah presepsi

terhadap perilaku yan ditayangkan. Misalkan adegan memukul, adegan marah, adegan

mengurung diri, dan hal-hal negatif lainnya yang bisa diimitasi oleh anak tersebut.

Oleh karena itu media massa seharusnya mendesain sedemikian rupa agar bagi siapapun

baik anak tunarungu maupun anak normal dapat meyerap ilmu yang ada di tayangan televisi

bukan malah memberikan dampak negatif bagi tahapan dan tugas perkembangan sosialnya.