Kasus 2Sedih dan Pelupa
Skenario
Seorang laki-laki berusia 69 tahun datang diantar oleh isterinya
ke poliklinik umum. Istrinya yang lebih muda 10 tahun darinya
menceritakan bahwa suaminya adalah penderita hipertensi dan
diabetes melitus sejak 15 tahun yang lalu yang mendapat pengobatan
rutin. Pasien juga memiliki riwayat nyeri sendi dan mendapat
pengobatan anti nyeri. Namun sudah dua bulan ini, suaminya sering
lupa untuk minum obat rutinnya. Ia juga sering lupa pada kegiatan
yang baru saja dikerjakan. Suaminya juga sering melamun sendiri,
serta marah-marah di rumah tanpa sebab jelas. Setelah dilakukan
wawancaraterhadap pasien, dokter memperoleh keterangan bahwa pasien
merasa sedih karena tidak bisa membahagiakan isterinya secara batin
dan merasa kesal karena penyakitnya ini tak kunjung sembuh padahak
ia merasa sudah sering minum obatnya yang banyak macamnya.STEP
1
-
STEP 2
1. Mengapa pasien pelupa?
2. Apa hubungan hipertensi dan diabetes melitus dengan
pelupa?
3. Mengapa pasien sering melamun dan marah-marah tidak
jelas?
4. Bagaimana perubahan kognitif pada lansia?
a. Fisiologis
b. Patologis
c. Manifestasi klinis
5. Bagaimana perkembangan psikologi pada lansia?
6. Bagaimana hubungan obat dengan gangguan kognitif dan
psikologi? Pada obat yag sering pada lansia?
a. Efek samping
b. Cara kerja
c. Indikasi dan kontra indikasi
STEP 3 1. - Penurunan fungsi kognitif- Penurunan jumlah sel
otak- Faktor usia- Perubahan aktivitas neurotransmitter- Penyakit
yang diderita2. Perubahan pada sel atau (penurunan fungsi
kognitif
3. - Karena pasien mengalami depresi- Putus asa karena penyakit-
Masalah pada pekerjaan
4. a. Sel otak >60 tahun( peningkatan kematian sel (
penurunan jaringan otak (penurunan fungsi kognitif
b. gangguan neuroanatomi, gangguan prekusor, gangguan
neurotransmitter
c. - anxietas
- depresi
gangguan neurotransmitter
- insomnia
- demensia
- delirium
ganggaun neuroanatomi
- konfusio5. memori kreativitas
penalaran
learning
minat
motorik
6. antihipertensi antidislipidemia
hipoglikemik
antidepresan
- analgetik
STEP 41. - Jumlah sel otak ( mempengaruhi kognitif ( ganggan
aktivitas
neurotransmitter (Ach) ( mudah lupa Penyakit yang diderita
Hipertensi dan diabetes melitu ( aterosklerosis ( kematian sel
di daerah kognitif.
Usia ( fungsi kognitif ( feurotransmitter (fungsi sel otak (
perubahan neurotransmitter ( perubahan kognitif
2. Hipertensi dan Diabetes Melitus ( gangguan profil lipid (
sumbatan pelambatan ( fungsi sel
3. Depresi
Marah-marah merupakan salah satu acara untuk meluapkan
depresi
4. Interkoneksi neurotransmitter gangguan neuroanatomi
Serotonin
dopamin
Anxietas. Delirium lunaspnrn genetikdepresri
Asetilkolin
norepinefrin
gg.motorik anxietas depresi anzietas
Demensia alzheimer
Fase I
Fase II
Fase III
Demensia vaskuler: ganggaun neurologik, motorik, ssesorik
Anxietas : kecemasan hingga keringat dingin
STEP 5
1. Manifestasi Klinis dihubungkan dengan mekanismenya
2. Obat-obatan pada lansia
a. Hal-hal yang harus diperhatikan pada lansia
b. Cara kerja dan efek samping
Antihipertensi
Analgetik
Antidislipidemia
Hipoglikemia
Antidepresan
3. Sel-sel yang berperan dalam proses menua
STEP 6
Belajar Mandiri
STEP 7
1. Manifestasi klinis dihubungkan dengan mekanisme
a. Depresi
Depresi adalah gangguan mood (keadaan emosional internal yang
meresap dari seseorang) dan sering terdapat dalam masyarakat, tidak
memandang suku maupun ras. 18 Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa Edisi ke-3 (PPDGJ III) di Indonesia
mengklasifikasikan gangguan depresi atas episode depresif dan
gangguan depresif berulang. Menurut PPDGJ III, depresi adalah
gangguan yang memiliki karakteristik :a. Gejala utama
Afek depresif
Kehilangan minat dan kegembiraan
Berkurangnya energi yang menuju pada meningkatnya keadaan
mudahlelah dan berkurangnya aktivitas
b. Gejala lainnya
Konsentrasi dan perhatian berkurang
Harga diri, dan kepercayaan diri berkurang
Adanya perasaan bersalah dan tidak berguna
Pandangan masa depan suram dan pesimis
Perbuatan atau gagasan membahayakan diri atau bunuh diri
Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang.
Biasanya diperlukan waktu sekurang-kurangnya 2 minggu untuk
menegakkan diagnosis.Salah satu mekanisme terjadinya depresi adalah
mekanisme kolinergik.Berdasarkan hipotesis kolinergik terjadinya
peningkatan asetilkolin otak berhubungan dengan depresi. Pada
depresi terjadi peningkatan asetilkolin yang mengakibatkan
hipersimpatotonik sistem gastrointestinal yang akan menimbulkan
peningkatan peristaltik dan sekresi asam lambung yang dapat
menyebabkan hiperasiditas lambung, kolik, vomitus dan sebagian
besar menyebabkan gejala-gejala gastritis dan ulkus.Gangguan
ansietas umumnya terjadi bersamaan dengan gangguan depresi dan
banyak juga gangguan depresi terjadi bersamaan dengan gangguan
ansietas, sehingga sampai saat ini hubungan antara gangguan
ansietas dan gangguan depresi masih sering diperdebatkan.Ketakutan
pergi ke sekolah dan sikap overprotektif dari orang tua dapat
menjadi suatu gejala depresi pada anak.Timbulnya depresi
dihubungkan dengan peran beberapa neurotransmiter selain
kolinergik, yaitu berpengaruh pula neurotransmiter golongan
aminergik.Neurotransmiter yang paling banyak diteliti selain
asetilkolin ialah serotonin.Konduksi impuls dapatterganggu apabila
terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmiter di celah sinaps
atauadanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter
tersebut di post sinaps sistemsaraf pusat.Pada depresi telah di
identifikasi 2 sub tipe reseptor utama serotonin yaitu reseptor
5HTIA dan 5HT2A. Kedua reseptor inilah yang terlibat dalam
mekanisme biokimiawidepresi dan memberikan respon pada semua
golongan anti depresan.Pada penelitian dibuktikan bahwa terjadinya
depresidisebabkan karena menurunnya pelepasan dantransmisi
serotonin (menurunnya kemampuanneurotransmisi serotogenik).Beberapa
peneliti menemukan bahwa selain serotonin terdapat pula
sejumlahneurotransmiter lain yang berperan pada timbulnya depresi
yaitu norepinefrin, asetilkolindan dopamin. Sehingga depresi
terjadi jika terdapat defisiensi relatif satu atau
beberapaneurotransmiter aminergik pada sinaps neuron di otak,
terutama pada sistem limbik. Oleh karena itu teori biokimia depresi
dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Menurunnya pelepasan dan transport serotonin atau menurunnya
kemampuanneurotransmisi serotogenik.
2. Menurunnya pelepasan atau produksi epinefrin, terganggunya
regulasi aktivitasnorepinefrin dan meningkatnya aktivitas alfa 2
adrenoreseptor presinaptik.
3. Menurunnya aktivitas dopamin.
4. Meningkatnya aktivitas asetilkolin.Teori yang klasik tentang
patofisiologi depresi ialah menurunnya neurotransmisi akibat
kekurangan neurotransmitter di celah sinaps. Ini didukung oleh
bukti-bukti klinis yangmenunjukkan adanya perbaikan depresi pada
pemberian obat-obat golongan SSRI(Selective Serotonin Re-uptake
Inhibitor) dan trisiklik yang menghambat re-uptake dari
neurotransmiter atau pemberian obat MAOI (Mono Amine Oxidasi
Inhibitor) yang menghambat katabolisme neurotransmiter oleh enzim
monoamin oksidase.
Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi
yang menyebutkan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya
aktivitas neurotransmisi serotogenik yang berlebihan dan bukan
hanya kekurangan atau kelebihan serotonin semata. Neurotransmisi
yang berlebih ini mengakibatkan gangguan pada sistem serotonergik,
jadidepresi timbul karena dijumpai gangguan pada sistem serotogenik
yang tidak stabil.Hipotesis yang belakangan ini dibuktikan dengan
pemberian anti depresan golonganSSRE (Selective Serotonin Re-uptake
Enhancer) yang justru mempercepat re-uptakeserotonin dan bukan
menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotoninmenjadi
lebih cepat dan sistem neurotransmisi menjadi lebih stabil yang
pada gilirannyamemperbaiki gejala-gejala depresi.Mekanisme
biokimiawi yang sudah diketahui tersebut menjadi dasar penggunaan
dan pengembangan obat-obat anti depresan.Pedoman Diagnostik
Seperti dalam DSM III dan DSM IV atau PPDGJ III, kriteria
diagnostik untuk gangguandepresi berat secara terpisah dari
kriteria diagnostik untuk diagnosis yang berhubungandengan depresi
ringan dan sedang serta depresi berulang.Pada PPDGJ III pedoman
diagnostik gangguan depresi berat dibagi secara terpisah
yaitugangguan depresi berat tanpa gejala psikotik dan gangguan
depresi berat dengan gejalapsikotik.Episode depresif berat tanpa
gejala psikotik :
Semua gejala depresi harus ada : afek depresif, kehilangan minat
dan kegembiraanserta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah.
Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya : konsentrasi
dan perhatianberkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang,
gagasan tentang rasa bersalah dantidak berguna, pandangan masa
depan yang suram dan pesimis, gagasan atau perbuatanmembahayakan
diri atau bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan berkurang.
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi
psikomotor) yang mencolok,maka mungkin pasien tidak mau atau tidak
mampu untuk melaporkan banyak gejalanyasecara rinci. Dalam hal
demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode
depresifberat masih dapat dibenarkan.
Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akantetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat
cepat, maka masih dibenarkan untukmenegakkan diagnosis dalam kurun
waktu dari 2 minggu.
Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang
sangat terbatas.
Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik :
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria diatas.
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan idetentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam dan pasien merasabertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi audiotorik atau olfaktorik biasanya berupasuara yang
menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasipsikomotor yang berat dapat menuju stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai
waham atauhalusinasi yang serasi atau tidak serasi dengan afek
(mood congruent).
b. Ansietas
Gangguan ansietas atau kecemasan adalah sekelompok kondisi yang
memberi gamran penting tentang ansietas yang berlebihan, disertai
dengan respon perilaku, emosiaonal dan fisiologis. Seseorang yang
mengalami ansietas/rasa cemas dapat memperlihatkan perilaku yang
tidak lazim seperti panic tanpa alasan, takut yang tidak beralasan
terhadap suatu objek atau kondisi kehidupan, melakukan tindakan
berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan, mengalami kembali
peristiwa yang traumatic atau rasa khawatir yang tidak dapat
dijelaskan atau berlebihan. Ansietas adalah perasaan takut yang
tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas,
individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki
firasat yang buruk mengenai suatu hal yang akan terjadi. Tidak ada
objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas.
Ansietas merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa
khawatir yang disertai dengan gejala somatic yang menandakan suatu
kegiatan berlebihan dari susunan saraf autonomic (SSA).Ansietas
merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering
merupakan satu fungsi emosi.Ansietas atau cemas merupakan reaksi
emosional terhadap penilaian dari stimulus. Keadaan emosi ini
biasanya merupakan pengalaman individu yang subyektif,yang tidak
diketahui secara khusus penyebabnya. Ansietas dapat merupakan suatu
sumber kekuatan dan energinya dapat menghasilkan sutau tindakan
yang destruktif atau konstruktif (Wahid, 2008). Terdapat 5 varian
ansietas yang sering ditemukan, yaitu :1. Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder, yaitu Generalized Anxiety
Disorder (GAD)
2. Panic Disorder (PD)
3. Social Anxiety Disorder (SAD)
4. Obsessive Compulsive Disorder (OCD)
5. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) (Harkness, 1989).
Penyebab ansietasAda beberapa penyebab ansietas yang pertama
adalah faktor biologis, termasuk faktor genetik dan yang kedua
adalah faktor psiko-sosial.Faktor biologis misalnya karena sakit,
pengaruh hormonal atau depresi pasca melahirkan.Sedangkan faktor
psiko-sosial misalnya konflik pribadi atau interpersonal, masalah
eksistensi atau masalah keluarga. Ansietas berupa gangguan perasaan
cemas berlebih sering dianggap sebagai masalah pribadi dan bukan
sebagai penyakit.a. Faktor pikiran
Orang yang selalu berfikir apa yang buruk nanti, padahal itu
belum tentu dan bahkan biasanya tidak akan terjadi namun mereka
mengurung diri dibawah pengaruh kecemasan.
b. Faktor lingkungan
Seorang anak yang ibunya sering mengalami gangguan ansietas maka
anaknya cenderung mengalaminya pula. Anak cenderung akan melihat
kecemasan ibunya terhadap sesuatu, dan anak tersebut secara
otomatis akan megalaminya juga.c. Faktor biologis
Faktor biologis ansietas merupakan akibat dari reaksi syaraf
otonom yang berlebihan (tonus saraf simpati meningkat) dan terjadi
pelepaan katekholamine, sebagai contoh pada saat Pre Menstrual
Syndrome.
d. Faktor psikologis
ansietas terjadi akibat impuls-impuls bawah sadar yang masuk ke
alam sadar, atau mekanisme pertahanan jiwa yang tidak sepenuhnya
berhasil, dapat menimbulkan ansietas yakni reaksi fobia.
e. Faktor penyakit
Ansietas juga dapat timbul akibat efe sekunder dari suatu
penyakit, misalnya pasie yang menderita kanker ternyata juga sering
menderita gangguan psikis seperti depresi dan ansietas.
f. Faktor keturunan
Ansietas juga disebabkan karena adanya pengaruh faktor genetic
dari keluarga.Gejala-gejala Ansietas/KecemasanSetiap orang memiliki
reaksi yang berbeda terhadap stress tergantung pada kondisi
masing-masing individu, symptom yang muncul pun tidak sama.
Beberapa teori membagi ansietas kedalam empat tingkat sesuai dengan
rentang respon ansietas yaitu :a. Ansietas ringanAnsietas ringan
berhubungan dengan ketegangan akan kehidupan sehari-hari. Pada
tingkat ini, lapang persepsi meningkat dan individu akan
berhati-hati dan waspada. Pada tingkat ini individu terdorong untuk
belajar dan akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Respon
fisiologis :
sesekali nafas pendek
nadi dan tekanan darah naik
gejala ringan pada lambung
muka berkerut dan bibir bergetar
Respon kognitif :
- dapat berkonsentrasi pada masalah
- mampu menerima rangsang yang kompleks
- menyelesaikan masalah secara efektif
Respon perilaku dan emosi :
tidak dapat duduk tenang
tremor halus pada tangan
suara terkadang meninggi
b. Ansietas sedangPada tingkat ini lapang pesepsi terhadap
lingkungan menurun. Individu lebih memfokuskan pada hal yang
penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.Respon fisiologik
:
Nafas pendek
Nadi dan tekanan darah naik
Mulut kering
Anorexia
GelisahRespon kognitif
Lapang persepsi menyempit
Rangsang luar tidak mampu diterima
Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
Respon perilaku dan emosi :
Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan)
Bicara banyak dan lebih cepat
Susah tidur
Perasaan tidak aman
c. Ansietas beratPada ansietas berat, lapang persepsi menjadi
sangat menurun. Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja
dan mengabaikan hal yang lain. Individu tidak mampu berfikir berat
lagi dan membutuhkan banyak pengarahan.d. Ansietas panik Pada
tingkat ini individu sudah tidak dapat mengontrol diri lagi dan
tidak dapat melakukan apa-apa lagi alaupun sudah diberi
pengarahan.Respon fisiologik :
palpitasi
jantung berdenyut keras
berkeringat, pusing, mual
gemetar dan menggigil
sensasi sesak nafas
Respon kognitif
mersa tidak nyata (derealisasi)
merasa terasing pada diri sendiri
takut kehilangan kendali
Respon perilaku dan emosional
parentesia (kesemutan)
merasa tidak tegap
perasaan tidak nyamanc. Insomnia
Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal
kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur
non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan
menyebabkan gangguansignifikan atau gangguan dalam fungsi individu.
The International Classification of Diseases mendefinisikan
Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang
terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut
The International Classification of Sleep Disorders,insomnia adalah
kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam,disertai rasa
tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah
gejala kelainan dalamtidurberupa kesulitan berulang untuk tidur
ataumempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk
melakukannya.Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu
gejala yang memilikiberbagai penyebab, seperti kelainan emosional,
kelainan fisik dan pemakaianobat-obatan.Insomnia dapat mempengaruhi
tidak hanya tingkat energi dansuasana hati tetapi juga kesehatan,
kinerja dan kualitas hidup.
Klasifikasi Insomnia
Insomnia PrimerInsomnia primer ini mempunyai faktor penyebab
yang jelas.insomnia atau susahtidur ini dapat mempengaruhi sekitar
3 dari 10 orang yang menderita insomnia. Pola tidur, kebiasaan
sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi
penyebab dari jenis insomnia primer ini.Insomnia SekunderInsomnia
sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya
kondisimedis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi
dan dementia dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini
pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik seperti penyakit
arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan
terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1dari 10
orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder
jugadapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang
diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang
terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat
mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang menderita insomnia.Tanda dan
Gejala Insomnia
Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
Sering terbangun pada malam hari
Bangun tidur terlalu awal
Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
Iritabilitas, depresi atau kecemasan
Konsentrasi dan perhatian berkurang
Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
Ketegangan dan sakit kepala
Gejala gastrointestinal
d. DemensiaDefinisi
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat
yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan
gangguan tingkat kesadaran. Pasien dengan demensia harus mempunyai
gangguan memori selain kemampuan mental lain seperti berpikir
abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa praksis dan visuospasial.
Defisit yang terjadiharus cukup berat sehingga mempengaruhi
aktivitas kerja dan social secara bermakna.Patobiologi dan
pathogenesisKomponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak
senilis dan neuritik, neurofibrillary tangles, hilangnya
neuron/sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan Hirano bodies. Plak
neuritik mengandung b-amyloid ekstraseular yang dikelilingin
neuritis distrofik, sementara plak difus (atau nonneuritik) adalah
istilah yang kadang digunakan untuk deposisi amyloid tanpa
abnormalitas neuron. Deteksi adanya Apo E di dalam plak -amyloid
dan studi mengenaiikatan high-avidity antara Apo E dengan -amyloid
menunjukkan bukti hubungan antara amyloidogenesis dan Apo E. Plak
neuritik juga mengandung protein komplemen microglia yang
teraktivasi, sitokin-sitokin, dan protein fase akut, sehingga
komponen inflamasi juga diduga terlibat pada pathogenesis penyakit
Alzheimer. Gen yang mengkode the amyloid precursos protein (APP)
terletak pada kromosom 21, menunjukkan hubungan potensial patologi
penyakit Alzheimer dengan sindrom Down (trisomi-21), yang diderita
oleh semua pasien penyakit Alzheimer yang muncul pada usia 40
tahun. Pembentukan amyloid merupakan pencetus berbagai proses
sekunder yang terlibat pada pathogenesis penyakit Alzheimer
(hipotesis kaskade amyloid). Berbagai mekanisme yang terlibat pada
pathogenesis tersebut bila dapat dimodifikasi dengan obat yang
tepat diharapkan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit
Alzheimer.Adanya dan jumla plak senilis adalah suatu gambarn
patologis utama yang penting untuk diagnosis penyakit Alzheimer.
Sebenarnya jumlah pak meningkat seiring usia, dan plak ini juga
muncul di jaringan otak orang usia lanjut yamg tidak demensia. Juga
dilaporkan bahwa satu dari tiga orang berusia 85 tahun yang tidak
demensia mempunyai deposisi amyloid yang cukup di korteks serebri
untuk memenuhi criteria diagnosis penyakit Alzheimer, namun apakah
itu mencerminkan fase preklinik dari penyakit masih belum
diketahui.Neurofibrillary tangles merupakan struktur untraneuron
yang mengandunf tau yang terhiperfosforilasi pada pasangan filament
helix. Individu usia lanjut yang normal juga diketahui mempunyai
Neurofibrillary tangles di beberapa lapisan hipokampus dan korteks
entohirnal, tapi struktur ini jarang ditemukan di neokorteks pada
seseorang tanpa demensia. Neurofibrillary tangles ini tidak
spesifik untuk penyakit Alzheimer dan juga rimbul pada penyakit
lain, seperti subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), demensia
pugilistika (boxers demensia), dan the Parkinson dementia cmplex of
Guam.Pada demensia vascular patologi yang domina adalah adanya
infark multiple dan abnormlitas substansia alba (white matter).
Infark jaringan otak yang terjadi pasca strok dapat menyebabkan
demensia bergantung pada volume total korteks yang rusak dan bagian
(hemisfer) mana yang terkena. Umumnya demensia muncul pada strok
yang mengenai beberapa bagian otak (multi-infarct dementia) atau
hemisfer kiri otak. Sementara abnormalitas substansia alba (diffuse
white matter disease atau leukoaraiosis) biaanya berhubungan dengan
inark lakunar. Abnormalitas substansia alba ini dapat ditemukan
pada pemeriksaan MRI pada daerah subkorteks bilateral, berupa
gambaran hiperden abnormal yang umumnya tampak dibeberapa tempat.
Abnormalitas substansia alba ini juga dapat timbul pada suatu
kelainan genetic yang dikenal cerebral autosomal dominan
arteriophaty with subaortica infarct and leukoencephalopaty
(CADASIL), yang secara klinis terjadi demensia yang progresif yang
muncul pada decade kelima samppai ketujuh kehidupan pada beberapa
anggota keluarga yang mempunyai riwayat migren dan strok berulang
tanpa hipertensi.Petanda anatomis pada fronto-temporal dementia
(FTD) adalah terjadinya atrofi yang jelas pada lobus temporal
dan/atau frontal, yang dapat dilihat pada pemeriksaan saraf
(neuroimaging) seperti MRI dan CT. atrofi yang terjadi kadang
sangat tidak simetri. Secara mikroskopis selalu didapatkan gliosis
dan hilangnya neuron, serta pada beberapa kasus terjadi
pembengkakan dan penggelembungan neuron yang berisi cytoplasmic
inclusion. Sementara pada demesia dengan lewy body sesuai dengan
namanya, gambaran neuropatologinya adalah Lewy body di seluruh
korteks, amigdala, cingulated cortex, dan subtansia nigra. Lewy
body adalah cytoplasmic inclusion intraneuron yang diwarnai dengan
periodic acid-Schiff (PAS) dan ubiquitin, yang terdiri dari
neurofilamen lurus sepanjang 7 samapi 20 nm yang dikelilingi
material morfik. Lewy body dikenali melalui antigen terhadap protei
neurofilmen yang terfosforilasi maupun yang tidak terfosforilasi,
ubiquitin, dan protein presinap yng disebut -synuclein. Jika pada
seorang demensia tidak ditemukan gambaran patologis selain adanya
Lewy body maka kondisi ini disebut diffuse Lewy body disease,
sementara jika ditemukan juga plak amyloid dan neurofibrillary
tangles maka disebut varian Lewy body dari penyakit Alzheimer (the
Lewy body variant of AD).Deficit neurotransmitter utama pada
penyakit Alzheimer, juga pada demensia tipe lain, adalah system
kolinergik. Walaupun system noradrenergic dan serotonin,
somatostatin-like reactivity, dan corticotrophin-releasing factor
juga berpengaruh pada penyakit Alzheimer, deficit asetilkolin tetap
menjadi proses utama penyakit dan menjadi target sebagian besar
terapi yang tersedia saat ini untuk penyakit Alzheimer.Criteria
diagnosis demensia (sesuai dengan DSM IV)Munculnya deficit kognitif
multiple yang bermanifestasi pada kedua keadaan berikut :1.
Gangguan memori (ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru
atau untuk mengingat informasi yang baru saja dipelajari)
2. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut
a. Afasia (gangguan berbahasa)
b. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik masih normal)
c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasikan
benda walaupun fungsi sensorik masih normal)
d. Gangguan fungsi eksekutif (seprti merencanakan, mengasosiasi,
berpikir runul, berpikir abstrak)
Defisit kognitif yang terdapat pada criteria A1 dan A2
menyebabkan gangguan bermakna pada fungsi social dan okupasi serta
menunjukkkan penurunan yang bermakna dari fungsi sebelumnya.
Defisist yang terjadi bukan terjadi khusus saat timbulnya
delirium.
e. Konfusio akutDefinisi
Konfusio akut adalah suatu akibat gangguan menyeluruh fungsi
kognitif yang ditandai oleh memburuknya secara mendadak derajat
kesadaran dan kewaspadaan dan terganggunya proses berpikir yang
berkibat terjadinya disorientasi. Beberapa istilah lain dari
konfusio antara lain keadaan konfusional toksik, delirium akut,
sindrom otak akut, gagal otak akut dan sindroma psiko-organik
akut.Penyebab dan pathogenesis konfusio akutMetabolisme otak
terutama tergantung pada jumlah glukosa dan oksigen yang mencapai
otak, dan berbeda dengan organ lain, tidak mempunyai tempat
peniympan yang cukup dan oleh karenanya tergantung pada pasokan
dari sirkulasi darah. Penurunan mendadak dari pasokan tersebut akan
mengganggu jalur metabolic otak dan menyebabkan terjadinya
konfusio. Hal ini sangat mencolok pada usia lanjut, dimana berbagai
mekanisme cadangan homeostatic sudah sangat buruk.Tiga kelompok
penyebab bisa dikatakan sebagai penyebab utama konfusio akut, yaitu
keadaan patologik intraserebral, keadaan patologik ekstrserebral
dan penyebab iatrogenic. Kehilangan atau gangguan sensorik dan
depresi juga dapat memicu terjadinya konfusio akut.Dari penyebab
serebral , diantranya adalaha. Penyebab intraserebral terdiri atas:
Ensefalopati hipertensi Oedema serebral Serangan iskemik otak
sepintas Lesi desak ruang (SOL) yang cepat membesar Hydrosefalus
Defisiensi vitamin B12 Ensefalopati wernicke Psikosis Korsakoff
Meningitis/ensefalitis Penggunaan sedatif/tranzquilizer/hipnotik
berlebihanAkibat penurunan pasokan nutrisi serebral:
Penyebab kardiovaskuler :
Infark miokard
Iskemik koroner akut
Berbagai aritmi
Gagal jantung
Lain-lain: endokarditis, miokard
Penyebab respiratorik :
Infeksi paru
Emboli paru
Penyakit obstruktif paru
Lain-lain: bronkiektasis,abses paru, efusi paru,
pneumotoraks
Iatrogenic dan sebab lain:
Obat hipotensi poten
Perdarahan dan anemia
Hipoglikemia
Keracunan
b. Penyebab ekstraserebral dapat dibagi menjadi:
Penyebab toksik
Infeksi, misalnya infeksi paru, ISK, endokarditis bakterialis
subakut, dan lain-lain
Septicemia dan toksemia
Alkoholisme
Kegagalan mekanisme homeostaktik
Diabetes mellitus (keto-asidosis, asidosis laktat, dan
hipoglisemia)
Gagal hati
Gangguan elektrolit (hiponatremia, hipokalemia, dan
hiperkalemia)
Hipotermia
Dehidrasi
Hipertiroidisme
Pireksia
Manifestasi klinikGambaran klasik penderita berupa kesadaran
berkabut disertai dengan derajat kewaspadaan yang berfluktuasi.
Ganguan pada memori jangka pendek mungkin disertai dengan gangguan
mengingat memori jangka panjang dan halusinasi atau interpretasi
visual. DSM-III R memberikan kiteria untuk keadaan konfusio akut,
termasuk adaya penurunan mendadak dari kemampuan untuk
mempertahankan perhatian terhadap rangsangan luar (antara lain
pertanyaan harus diulang karena perhatiannya megembara) atau
perhatian penderita mudah teralihkan oleh rangsangan luar yang baru
(jawaban penderita atas pertanyaan terdahulu tidak sesuai atau
bercabang terhadap kejadian lain).Sebagai tambahan berdasar DSM-III
R, dua syarat berikut harus terpenuhi:1. Derajat kesadaran menurun,
misalnya sulit untukk tetap bangun saat diperiksa
2. Gangguan persepsi, antara lain ilusi, delusi, halusinasi, dan
misinterpretasi
3. Terganggunya siklus bangun tidur dengan terjadinya insomnia
tetapi siang hari tertidur
4. Aktivitas psikomotor meningkat atau menurun
5. Disorientasi waktu,tempat dan orang
6. Gangguan memori, misalnya tidak mampu untuk belajar materi
baru, misalnya nama beberapa benda yang tak berkaitan setelah 5
menit atau menginagt kejadian yang baru terjadi, missal berbagai
hal mengenai permulaan penyakitnya.
Diagnosis banding konfusio akut dan penyakit Alzheimer
Konfusio akutPenyakit demensia Alzheimer
Kesadaran berkabut
Jangka waktu pendek (beberapa hari)
Awitan akut
Derajat kerusakan kognitif sangat bervariasi dengan periode
sadar penuh
Gangguan memori jangka pendek
Kecemasan, agitasi, ketakutan, delusi, halusinasi (terutama
visual), misinterpretasi visual sangat jelas. Disorganisasi
pemikiran dan bicara, sering tentang hal yang tampak betul
terjadi
Keadaan fisik tampat cepat memburuk, penderita tampak sakit
berat
Pemeriksaan fisik dan penunjang menunjukkan penyakit yang
mendasari Sadar penuh
Jangka waktu lama (6 bulan atau lebih)
Awitan lambat, menyelinap
Fungsi kognitif memburuk lambat tapi progresif
Memori jangka pendek atau lama terganggu
Tak hirau akan masalah, sering tampak gembira. Delusi seering
pada demensia tahap akhir. Sulit untuk pertahankan pembicaraan,
jawaban sering tak sesuai, mungkin disfasia.
Keadaan fisik memburuk pada derajat akhir penyakit
Tak adanya bukti tentang penyakit yang mendasari, mendukung
diagnosis penyakit Alzheimer
f. DeliriumDefinisiDelirium adalah diagnosis klinis, gangguan
otak difus yang dikarakteristikkan dengan variasi kognitif dan
gangguan tingkah laku. Delirium ditandai oleh gangguan kesadaran,
biasanya terlihat bersamaan dengan fungsi gangguan kognitif secara
global. Kelainan mood, persepsi dan perilaku adalah gejala
psikiatrik yang umum; tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi
dan inkontinensia urin merupakan gejala neurologis yang umum.
Biasanya delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau
hari),perjalanan yang singkat dan berfluktuasi dan perbaikan yang
cepat jika faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi
masing-masing ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada
pasien individual. Delirium dapat terjadi pada berbagai tingkat
usia namun tersering pada usia diatas 60 tahun.PatofisiologiTanda
dan gejala delirium merupakan manifestasi dari gangguan neuronal,
biasanya melibatkanarea di korteks serebri dan reticular activating
sistem. Dua mekanisme yang terlibat langsungdalam terjadinya
delirium adalah pelepasan neurotransmiter yang berlebihan
(kolinergik muskarinik dan dopamin) serta jalannya impuls yang
abnormal. Aktivitas yang berlebih darineuron kolinergik muskarinik
pada reticular activating sistem, korteks, dan hipokampus
berperanpada gangguan fungsi kognisi (disorientasi, berpikir
konkrit, dan inattention) dalam delirium.Peningkatan pelepasan
dopamin serta pengambilan kembali dopamin yang berkurang
misalnyapada peningkatan stress metabolik. Adanya peningkatan
dopamin yang abnormal ini dapatbersifat neurotoksik melalui
produksi oksiradikal dan pelepasan glutamat, suatu
neurotransmitereksitasi. Adanya gangguan neurotransmiter ini
menyebabkan hiperpolarisasi membran yang akanmenyebabkan penyebaran
depresi membran.Berdasarkan tingkat kesadarannya, delirium dapat
dibagi tiga:a. Delirium hiperaktif Ditemukan pada pasien dalam
keadaan penghentian alkohol yang tiba-tiba,
intoksikasiPhencyclidine (PCP), amfetamin, dan asam lisergic
dietilamid (LSD)b. Delirium hipoaktif Ditemukan pada pasien Hepatic
Encefalopathy dan hiperkapniac. Delirium campuran
Mekanisme delirium belum sepenuhnya dimengerti. Delirium dapat
disebabkan oleh gangguanstruktural dan fisiologis. Hipotesis utama
adalah adanya gangguan yang irreversibel terhadapmetabolisme
oksidatif otak dan adanya kelainan multipel
neurotransmiter.AsetilkolinObat-obat anti kolinergik diketahui
sebagai penyebab keadaan acute confusional states danpada pasien
dengan gangguan transmisi kolinergik seperti pada penyakit
Alzheimer. Pada pasiendengan post-operative delirium, aktivitas
serum anticholonergic meningkat.DopaminDiotak terdapat hubungan
reciprocal antara aktivitas kolinergic dan dopaminergic.
Padadelirium, terjadi peningkatan aktivitas
dopaminergicNeurotransmitter lainSerotonin: ditemukan peningkatan
serotonin pada pasien hepatic encephalopathy dan sepsisdelirium.
Agen serotoninergic seperti LSD dapat pula menyebabkan delirium.
Cortisol dan beta-endorphins: pada delirium yang disebabkan
glukokortikoid eksogen terjadi gangguan pada ritmecircadian dan
beta-endorphin.Mekanisme inflamasiMekanisme inflamasi turut
berperan pada patofisiologi delirium, yaitu karena
keterlibatansitokoin seperti intereukin-1 dan interleukin-6, Stress
psychososial dan angguan tisur berperandalam onset
deliriumMekanisme strukturalFormatio retikularis batang otak adalah
daerah utama yang mengatur perhatian kesadaran dan jalur utama yang
berperan dalam delirium adalah jalur tegmental dorsalis yang keluar
dariformatio reticularis mesencephalic ke tegmentum dan thalamus.
Adanya gangguan metabolik (hepatic encephalopathy) dan gangguan
struktural (stroke, trauma kepala) yang mengganggu jalur anatomis
tersebut dapat menyebabkan delirium.
Gambar 1. Patofisiologi Delirium
Manifestasi klinisGejala-gejala utama:1. Kesadaran berkabut2.
Kesulitan mempertahankan atau mengalihkan perhatian3. Disorientasi
4. Ilusi5. Halusinasi6. Perubahan kesadaran yang berfluktuasiGejala
sering berfluktuasi dalam satu hari; pada banyak kasus, pada siang
hari terjadi perbaikan, sedangkan pada malam hari tampak sangat
terganggu. Siklus tidur-bangun sering berbalik.Gejala-gejala
neurologis:1. Disfasia2. Disartria3. Tremor4. Asteriksis pada
ensefalopati hepatikum dan uremia5. Kelainan motorikKriteria
diagnostik delirium (DSM-IV)
Gangguan kesadaran (berkurangnya kewaspadaan terhadap
ligkungan), berkurangnya kemampuan dalam mefokuskan,
memepertahankan, dan mengalihkan perhatian. Perubahan kognitif
(defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa dan gangguan
persepsi) yang terjadi di luar adanya, awal terjadinya atau
berkembangnya demensia Gangguan terjadi pada jangka waktu singkat
(biasanya antar beberapa jam sampai hari) dan cendrung berfluktuasi
dalam satu hari Penemuan yang spesifik dari riwayat, pemeriksaan
fisik atau pemeriksaan laboratorium dapat mengindikasikan penyebab
gangguan apakah akibat fisiologik dari kondisi medis umum,
intoksikasi zat, penggunaan obat-obat tertentu atau dapat juga
timbul oleh lebih dari satu penyebab2. Obat-obatan pada lansiaa.
Pemberian obat pada lansia
Riwayat penyakit lengkap Kenali obat yang digunakan Ketahui
sifat farmakologinya yang diberikan, efek merugikan, keracunan,
tanda yang mungkin terjadi. Nilai tanda-tanda mental dan fungsi
yang disebabkan oleh obat. Hati-hati terhadap obat dosis tinggi
karena fungsi ginjal sudah menurun. Dosis yang diberikan harus
hati-hati sebab kepekaan terhadap obat meningkat,sehingga lebih
sensitif. Obat yang diberikan sebaiknya yang paling aman, sebab
efek samping pada lansia lebih mudah timbul. Perlu diingatkan untuk
minum obat karena sering lupa.b. Obat yang berhubungan pada
kasusAntihipertensi
a. Diuretik
1. Tiazid
Berfungsi memperlambat demineralisasi pada osteoporosis
sekunder
Dapat menimbulkan efek abnormalitas pada metabolik seperti
peningkatan asam urat serum, pencetus gout dan peningkatan glukosa
darah.
Pada peningkatan LDL atau trigliserida dapat dicegah dengan
memberi statin.
Efek sampingnya muncul setelah dosis tinggi, contohnya HCT >
100 mg/hari.
Dapat menimbulkan hipokalemia pada pasien yang sedang diberi
digitalis, namun dapat dicegah dengan pemberian kombinasi
spironolakton/ACE inhibitor atau dengan menurunkan dosis maksimal
50 mg/hari.
Pada pasien dengan gagal ginjal atau gagal jantung dapat
menimbulkan reaksi alergi
2. Diuretik kuatContoh dari diuretik kuat adalah furosemid.
Furosemid dapat menimbulkan hipokalsiuria dan peningkatan kalsium
dalam darah.3. Diuretik hemat kalsiumContoh dari diuretik hemat
kalsium adalah spironolakton. Kontraindikasi dari spironolakton
salah satunya adalah tidak boleh diberikan pada pasien gagal
ginjal. Spironolakton dapat digunakan pada lansia dengan
hiperuresemia, hipokalemia dan intoleransi glukosa. Bila
spironolakton dikombinasi dengan ACE inhibitor, -bloker, OAINS
dapat menimbulkan hiperkalemia pada pasien.Efek samping dari
spironolakton salah satunya dalah penurunan libido pada pria dan
gangguan menstruasi.Interaksi obat diuretik:
Diuretik kuat/tiazid + digitalis aritmia jantung
Diuretik + kuinidin aritmia jantung
Diuretik + lithium peningkatan toksisitas lithium
Diuretik hemat kalium + OAINS/ACEi peningkatan hiperkalemiab.
-blokerBerfungsi untuk penurunan frekuensi denyut jantung atau
penurunan kontraktilitas miokard. Dapat pula untuk inhibisi sekresi
renin di sel glomerular melalui penurunan angiotensin. Obat ini
tidak menimbulkan hipotensi ortostatik dan retensi garam dan air.
Dan dapat digunakan pada penderita hipertensi ringan atau
sedang.
Indikasinya adalah hipertensi ringan atau sedang, infark miokard
akut, PJK, dan adanya aritmia.Kontraindikasinya adalah penyakit
asma, penyakit saluran pernapasan reaktif (PPOK), dan blok jantung
derajat 2 dan 3.Pemilihan jenisnya dari atenolol lebih banyak
dipilih karena dapat menetrasi ke SSP secara minimal, diberikan
cukup 1x1 dengan dosis 50-100 mg/oral. Metoprolol dapat digunakan
dengan dosis 50-100 mg 2x1. Labetalol atau karvedilol memiliki efek
vasodilatasi yang dapat menimbulkan hipotensi postural.Efek
sampingnya yaitu dari paru seperti asma dan PPOK yang dapat
menyebabkan bronkospasme. Bila dari efek sentralnya dapat
menimbulkan depresi, mimpi buruk, halusinasi (propanolol dan
oksprenolol).c. ACE inhibitorDapat digunakan oleh penderita
hipertensi dan gagal jantung kongestif. Dengan indikasinya yaitu
hipertensi ringan sampai sedang, hipertensi pada diabetes,
dislipidemia dan obesitas, untuk menurukan proteinuria pada sindrom
nefrotik dan nefrotik DM, PJK, gagal jantung
kronik.Kontraindikasinya yaitu wanita hamil, stenosis a.renalis
bilateral, jika kadar kreatinin darah meningkat maka
hentikan.Interaksi obatnya :
ACE i + antasida absorpsi
ACE i + OAINS efek antihipertensi + hiperkalemiaEfek sampingnya
yaitu edema, gagal jantung kronik, proteinuria, hiperkalemia dan
batuk kering.Dosisnya untuk kaptopril 25-100 mg/hari 2-3x sehari,
lisnopril 10-40 mg/hari 1-2x sehari.d. ARBDapat digunakan untuk
menghambat reseptor angiotensin II tanpa efek samping seperti ACE
inhibitor. Dapat menurukan tekanan darah tanpa mempengaruhi denyut
jantung. Tidak mempengaruhi lipid dan glukosa darah, tapi
mempengaruhi asam urat (losartan), yang lain tidak (valsartan).
Kontraindikasinya yaitu hipovolemia dan penyakit hati.Manfaat untuk
lansia yaitu tidak dapat menembus SSP seperti ACE inhibitor
sehingga efek samping sentral dapat dihindari (losartan), absorpsi
tidak dipengaruhi makanan, dan obat di ekskresi melallui feses
sehingga tidak diperlukan penyesuaian dosis pada gangguan fungsi
ginjal.Dosisnya pada losartan 25-100 mg/hari 1-2x sehari, dan
valsartan 80-320 mg/hari 1x sehari.AnalgetikMengobati nyeri tidak
spesifik seperti nyeri kepala, nyeri haid, neuralgia atau mialgia,
dan arthritis reumatoid.
Efek samping intoksikasi salisilat:
Nyeri kepala Pusing Tinitu, Vertigo Mual Muntah Gelisah Agresif
Cemas Delirium Kematian
Diabetes Melitus1. MetforminDalam konsensus ADA-EASD (2008),
metformin dianjurkan sebagai terapi obat lini pertama untuk semua
pasien DM tipe 2 kecuali pada mereka yang punya kontra indikasi
terhadap metformin misalnya antara lain gangguan fungsi ginjal
(kreatinin serum >133 mmol/L atau 1,5 mg/dLpada pria dan>124
mmol/L atau 1,4 mg/dL pada wanita), gangguan fungsi hati, gagal
jantung kongestif, asidosis metabolik, dehidrasi, hipoksia dan
penggunaan alkohol. Namun, karena kreatinin serum tidak
menggambarkan keadaan fungsi ginjal yang sebenarnya pada usia
sangat lanjut, maka metformin sama sekali tidak dianjurkan pada
lansia>80 tahun. Metformin bermanfaat terhadap system
kardiovaskular dan mempunyai risiko yang kecil terhadap kejadian
hipoglikemia. Meskipun demikian, penggunaan metformin pada lansia
dibatasi oleh adanya efek samping gastrointestinal berupa
anoreksia, mual, dan perasaan tidak nyaman pada perut (terjadi pada
30% pasien).Untuk mengurangi kejadian efek samping ini, dapat
diberikan dosis awal 500 mg, kemudian ditingkatkan 500 mg/minggu
untuk dapat mencapai kadar gula darah yang diinginkan.
2. SulfonilureaSulfonilurea dapat digunakan ketika ada keadaan
yang merupakan kontra indikasi untuk metformin, atau digunakan
sebagai dalam kombinasi dengan metformin jika gula darah target
belum tercapai. Sulfonilurea jenis apapun yang digunakan tunggal
menyebabkan penurunan HbA1C sebesar 1-2%. Mekanisme kerja utama
sulfonylurea adalah meningkatkans ekresi insulin sel pankreas.
Padastudi UKPDS, tampak tidak ada perbedaan dalam hal efektivitas
dan keamanan penggunaan sulfonilurea (klorpropramid, glibenklamid,
danglipizid), tetapi sulfoniliurea generasi kedua dengan masa kerja
singkat lebih dipilih untuk lansia dengan DM. Sedangkan
klorpropramid dipilih untuk tidak digunakan pada lansia karena masa
kerja yang panjang, efek antidiuretik, dan berhubungan dengan
hipoglikemia berkepanjangan. Di antara sulfonilrea generasi kedua,
glipizid mempunyai risiko hipoglikemia yang paling rendah sehingga
merupakan obat terpilih untuk lansia. Meskipun demikian, semua
sulfonylurea dapat menyebabkan hipoglikemia. Oleh karena itu,
pemberiannya harus dimulai dengan dosis yang rendah dan
ditingkatkan secara bertahap untuk mencapai gula darah target,
sembari dilakukan pengawasan untuk mencegah terjadinya efek
samping.3. TiazolidindionTiazolidindion merupakan kelompok obat
yang dapat memperbaiki control gula darah dengan meningkatkan
kepekaan jaringan perifer terhadap insulin. Penggunaan
tiazolidindion (pioglitazon dan rosiglitazon) sebagai monoterapi
menyebabkan penurunan HbA1C sebesar 0,5- 1,4%. Tidak sepertiobat DM
lainnya, tiazolidindion memperbaiki berbagai marker fungsi sel
pankreas yang antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya sekresi
insulin selama 6 bulan. Namun, efek ini hanya sementara, setelah 6
bulan terapi dengan tiazolidindion, terjadi peurunan fungsi sel
pankreas. Di luar manfaat tersebut, tiazolidindion mempunyai
beberapa efek samping, antara lain peningkatan berat badan dan
edema yang terkait dengan risiko kardiovaskular. Studi menunjukkan
bahwa risiko gagal jantung meningkat sebesar 1,2-2 kali lipat pada
penggunaan tiazolidindion dibandingkan obat hipoglikemik lain.
Gagal jantung terjadi pada median terapi selama 6 bulan, baik pada
dosis tinggi maupun rendah, dan ini terutama terjadi pada lansia.
Baik pioglitazon maupun rosiglitazon berisiko menimbulkan gagal
jantung. Bahkan rosiglitazon juga berisiko memicu kejadian iskemia
miokard (peningkatan risiko relatif 40%) sehingga konsensus
ADA/EASD (2008) tidak menganjurkan rosiglitazon untuk terapi DM
tipe 2. Berbeda dengan rosiglitazon, pioglitazon dapat mengurangi
kejadian kardiovaskular karena pioglitazon dapat memperbaiki profil
lipid aterogenik. Efek samping lain dari tiazolidindion adalah
meningkatnya risiko fraktur>2 kali lipat, terutama pada panggul.
Efek samping ini dapat terjadi setelah penggunaan tiazolidindion
12-18 bulan. Risiko fraktur ini sama baik dengan dosis tinggi
maupun rendah, pada pasien lansia maupun non lansia, dan pada pria
maupun wanita.Anti depresanPemilihan jenisobat antidepresan bagi
pasien usia lanjut lebih merujuk pada profil efek samping obat.
Antidepresi generasi lama seperti golongan trisiklik dan golongan
penghambat enzim monoamin oksidase, meskipun cukup efektif
meredakan gejala-gejala depresi namun mempunyai profil efek samping
yang ku rang menguntungkan untuk digunakan pada pasien geriatri.
Efek samping antikolinergik, hipotensi ortostatik, Serra gangguan
konduksi jantung, dapat menjadi beban tambahan bagi status fisik
pasien geriatri, bahkan dapat memicu komplikasi medik yang serius.
Profil efek samping ini terutama sangat menonjol pada obat-obatan
golongan tersier trisiklik (amitriptilin, imipramin) sehingga
obat-obat ini kurang dianjurkan penggunaannya pada usia
lanjut.Antidepresan generasi baru bekerja pada reseptor susunan
saraf otak, bersifat lebih selektif dan spesifik sehingga profil
efek sampingnya lebih baik. Termasuk dalam kelompok ini adalah
Serotonin Selective Reuptake Inhibitor/SSRI (fluxetin, sertralin,
paroksetin, flufoksamin, sitolapram), Serotonin Enhancer
(tianeptin), Reversible MAOIs (moclobemide), antidepresi lainnya
(trazodone, nefazodone, mitrazepin, venlafaksin). Profil efek
samping yang baik akan mengurangi risiko komplikasi dan memperbaiki
kepatuhan pasien. Oleh sebab itu saat ini pemilihan antidepresi
lini pertama untuk pasien geriatri mulai bergeser ke generasi
baru.
3. Sel berperan pada proses menuaa. Perubahan pada sistem
sensoris
Presepsi sensoris mempengaruhi kemampuan seseorang untuk saling
berhubungan dengan orang lain dan untuk memelihara atau membentuk
hubungan baru, berespon terhadap bahaya, dan menginterpretasikan
masukan sensoris dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.Pada lansia
yang mengalami penurunan presepsi sensori akan terdapat keengganan
untuk besosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris
yang dimiliki. Indra yang dimiliki seperti penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan perabaan merupakan kesatuan intergrasi
dari presepsi sensori.
1. Penglihatan
Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam
proses penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan
akomidasi, konstriksi pupil, akibat penuaan, dan perubahan warna
serta kekeruhan lensa mata, yaitu katarak.
Semkain bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi di sekitar
kornea dan membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan
diantara iris dan sklera, hal ini disebut sebagai arkus sinilis
(biasanya ditemukan pada lansia). Berikut ini meru[akan perubahan
yang terjadi pada penglihatan.
Terjadinya awitan presbiopi dengan kehilangan kemampuan
akomodasi. Kerusakan ini terjadi karena otot-otot siliaris menjadi
lebih lemah dan kendur, dan lensa kristalin mengalami sklerosis,
dengan kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk memusatkan
penglihatan jarak dekat. Implikasi dari hal ini, yaitu kesulitan
dalam membaca huruf-huruf yang kecil dan kesukaran dalam melihat
jarak dekat.
Penurunan ukuran pupil atau miosis pupil terjadi karena
sfingkter pupil mengalami sklerosis. Implikasi dari hal ini yaitu
penyempitan lapang pandang dan mempengaruhi penglihatan perifer
pada tingkat tertentu.
Perubahan warna dan meningkatnya kekeruhan lensa kristal yang
terakumulasi dapat menimbulkan katarak. Implikasi dari hal ini
adalah penglihatan menjadi kabur yang mengakibatkan kesukaran dalam
membaca dan memfokuskan penglihatan pada malam hari, gangguan dalam
presepsi dalam presepsi warna.
Penurunan produksi air mata. Implikasi dari ini adalah mata
berpotensi terjadi sindrom mata kering.2. Pendengaran
Penurunan pendengaran merupakan kondisi yang secara daramatis
dapat memepngaruhi kualitas hidup. Kehilangan pendengaran pada
lansia disebut presbikusis. Berikut ini merupakan perubahan yang
terjadi pada pendengaran akibat proses menua:
Pada telingan bagian dalam terdapat penurunan fungsi
sensorineural, hal ini terjadi karena telinga bagian dalam dan
komponen saraf tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi
pebuhana konduksi. Implikasi dari hal adalah kehilangan pendengaran
secara bertahap. Ketidakmampuan untuk mendeteksi volume suara dan
ketidakmampuan dalam mendeteksi suara dengan frekuensi tinggi
seperti beberapa konsonan (misal f,s,sk,sh,l)
Pada telingan bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap
membran timpani, pengapuran dari tulang pendengaran, otot dan
ligamen menjadi lemah dan kaku. Implikasi dari hal ini adalah
gangguan konduksi suara.
Pada telingan bagian luar, rambut atau silia menjadi panjang dan
tebal, kulit menjadi tipis dan kering, dan peningkatan keratin.
Implikasi dari hal ini adalah potensial terbentuk serumen sehingga
berdampak pada gangguann konduksi suara.
3. Perabaan
Perabaan merupakan sistem sensoris pertama yang menjadi
fungsional apabila terdapat gangguan pada penglihatan dan
pendengaran. Perubahan kebutuhan akan sentuhan dan sensasi taktil
karena lansia telah kehilangan orang yang dicintai, penampilan
lansia tidak semenarik sewaktu muda dan tidak mengundang snetuhan
dari orang lain, dan sikap dari masyarakat umum terhadap lansia
tidak mendorong untuk melakukan kontak fisik dengan lansia.
4. Pengecapan
Hilangnya kemampuan untuk menikmati makanan seperti pada saat
seseorang bertambah tua mungkin dirasakan sebagai kehilangan salah
satu kenikmatan dalam kehidupan. Perubahan yang terjadi pada
pengecapan akibat proses menua, yaitu penurunan jumlah dan
kerusakan papila atau kuncup-kuncup perasa lidah. Implikasi dari
hal ini adalah sensitivitas terhadap rasa.
5. Penciuman
Sensasi penciuman bekerja akibat stimulasi reseptor olfaktorius
oleh zat kimia yang mudah menguap. Perubahan yang terjadi pada
penciuman akibat proses menua, yaitu penurunan atau kehilangan
sensasi penciuman karena penuaan dan usia. Penyebab lain yang juga
dianggap sebagai pendukung terjadinya kehilangan sensasi penciuman
termasuk pilek, influenza, merokok, obstruksi hidung, dan faktor
lingkungan. Implikasi dari hal ini adalah penurunan sensitivitas
terhadap bau.b. Perubahan pada sistem integumen
Pada lansia epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas
diatas tonjolan-tonjolan telapak tangan, kaki bawah dan permukaan
dorsalis tangan dan kaki, permukaan abnormal pada melanosit,
lentigo, senil, bintik pigmentasi pada area tubuh terpejan sinar
matahari biasanya adalah permukaan dorsalis. Penipisan ini
menyebabkan vena tampak lebih menonjol.Sedikit kolagen yang
terbentuk pada proses penuaan dan terdapat penurunan jaringan
elastik, mengakibatkan penampilan yang lebih keriput. Tekstur kulit
lebih kering dari kelenjar eksokrin dan kelenjar sebasea.
Degenerasi menyeluruh jaringan penyambung, disertai penurunan
cairan tubuh total, menimbulkan penurunan turgor kulit. Massa lemak
berkurang 6,3% BB per dekade dengan bertambahnya massa lemak 2% per
dekade. Massa air berkurang 2,5% per dekade.
1. Stratum korneum
Stratum korneum merupsksn lspisan terluar yang terdiri dari
timbunan korneosit. Berikut merupakan perubahan yang terjadi:
Kohesi sel dan waktu regenerasi terjadi lebih lama. Implikasi
dari hal ini adalah apabila terjadi luka maka waktu ayang
diperlukan untuk sembuh lebih lama
Pelembab pada stratum korneum berkurang. Implikasi dari hal ini
adalah penampilan kulit menjadi kasar dan kering.
2. Epidermis
Jumlah sel basal menjadi lebih sedikit, perlambatan dalam proses
perbaikan sel, dan penurunan jumlah kedalaman rete ridge. Implikasi
dari hal ini adalah pengurangan kontak antara epidermis dan dermis
sehingga mudah terjadi pemisahan antara lapisan kulit, menyebabkan
kerusakan dan merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi.
Penurunan jumlah melanosit. Implikasi hal ini adalah
perlindungan terhadap sinar UV berkurang dan terjadi pigentasi yang
tidak merata pada kulit.
Kerusakan struktur nukleus keratinosit. Implikasi dari hal ini
adalah perubahan kecepatan ploriferasi sel yang menyeybakan
pertumbuhan yang abnormal seperti keratosis seborhoik dan lesi
kulit papilomatosa.
3. Dermis
Volume dermal mengalami penurunan yang menyebabkan penipisan
dermal dan jumlah sel berkurang. Implikasi dari hal ini adalah
lansia rentan terhadap penurunan termoregulasi, penutupan dan
penyumbatan luka lambat, penurunan respon inflamsi, dan penurunan
absorpsi kulit terhadap zat-zat topikal.
Penghancuran serabut elastis dan jaringan kolagen oleh
enzim-enzim. Implikasi dari hal ini adalah perubahan dalam
penglihatan karena adanya kan tung dan pengriputan disekitar mata,
turgor kulit menghilang.
Vaskularisasi menurun dengan sedikit pembuluh darah kecil.
Implikasi dari hal ini adalah kulit tampak lebih pucat dan kurang
mampu melakukan termoregulasi. 4. Subkutis
Lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan. Implikasi dari
hal ini adalah penmpilan kulit yang kendur atau menggantung diatas
tulang rangka.
Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh. Implikasi dari hal
ini adalah gangguan fungsi perlindungan dari fungsi.
5. Bagian tambahan pada kulit
Bagian ini meliputi rambut, kuku, korpus pacini, korpus meisner,
kelenjar keringan dan kelenjar sebasea. Berikut ini perubahan yang
terjadi:
Berkurangnya folikel rambut. Implikasi dari hal ini adalah
rambut bertambah uban dengan penipisan rambut pada kepala. Pada
wanita mengalami peningkatan rambut pada wajah. Pada pria rambut
dalam hidung dan telinga semakin jelas lebih banyak dan kaku.
Penumbuhan kuku melambat. Implikasi dari hal ini adalah kuku
menjadi lunak, rapuh, kurang berkilau, dan cepat mengalami
kerusakan.
Korpus pacini (sensasi tekan) dari korpus meisner (sensasi
sentuhan) menurun. Implikasi dari hal ini adalah beresiko untuk
terbakar, mudah mengalami nekrosis karena rasa terhadap tekanan
berkurang.
Kelenjar keringat sedikit. Implikasi dari hal ini adalah
penurunan respon dalam keringat, perubahan termoregulasi, kulit
kering. Penurunan kelenjar apokrin. Implikasi dari hal ini adalah
bau badan lansia berkurang.
c. Perubahan pada sistem muskoloskeletal
Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya
aktivitas, gangguan metabolik, dan denervasi saraf. Dengan
bertambahnya usia, perusakan dan pembentukan tulang melambat. Hal
ini terjadi karena penurunan hormon estrogen pada wanita, vitamin
D, dan beberapa hormon lain. Penurunan estrogen. Implikasi dari hal
ini adalah kehilangan unsur-unsur tulang yang berdampak pada
pengroposan tulang. Tulang-tulang trabekulae menjadi lebih
berongga, mikorarsitektur, berubah sering patah naik akibat
benturan ringan maupun spontan.
1. Sistem skeletal ketika mengalami penuaan, jumlah massa otot
tubuh mengalami penurunan. Berikut ini merupakan perubahan yang
terjadi akibat proses menua:
Penurunan tinggi badan secara proresif karena penyempitan diskus
intervertebral dan penekanan pada kolumna vertebralis. Implikasi
dari hal ini adalah postur tubuh menjadi lebih bungkuk dengan
penampilan barell chest
Penurunan produksi tulang krotikal dan trabekular yang berfungsi
sebagai perlindungan terhadap beban gerakan rotasi dan lengkungan.
Implikadi dari hal ini adalah peningkatan terjadinya resiko
fraktur.2. Sistem muskular
Waktu untuk kontraksi dan relaksasi muskular memanjang.
Implikasi dari hal ini adalah perlambatan waktu untuk bereaksi,
pergerakan kurang aktif.
Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekauan ligamen dan
sendi, penyusutan dan sklerosis tendon dan otot, dan perubahan
degenrasi ekstrapiramidal. Implikasi dari hal ini adalah
peningkatan fleksi.
3. Sendi
Pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen. Implikasi dari hal
ini adalah nyeri, inflamasi, penurunan mobilitas sendi, dan
deformitas
Kekauan ligamen dan sendi. Implikasi dari hal ini adalah
peningkatan resiko cedera.
d. Perubahan pada sistem neurologis
Berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun, penurunan ini
kurang lebih 11% dari berat maksimal. Pada penuaan otak kehilangan
10.000 neuron/tahun. Terjadi penebalan atrofi serebral (berat otak
menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur-angsur
tonjolan dendrit di neuron hilang disusul membengkaknya batang
dendrit dan batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan
kematian sel. Pada semua sel terjadi lipofusi (pigment wear dan
tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal dari
lisosom atau mitokondria. Perubahan yang terjadi:
Konduksi saraf perifer yang lebih lambat. Implikasi dari hal ini
adalah refleks tendon dalam yang lebih lambat dan meningkatnya
waktu reaksi.
Peningkatan lipofusi sepanjang neuron-neuron. Implikasi dari hal
ini adalah vasokonstriksi dan vasodilatasi yang ridak sempurna.
Termoregulasi oleh hipotalamus kurang efektif. Implikadi dari
hal ini adalah bahaya kehilangan panas tubuh.
e. Perubahan pada sistem kardiovaskular
Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural
maupun fungsional. Penurunan yang terjadi berangsur-angsur sering
terjadi ditandai dengan penurunan tingkat aktivitas. Yang
mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi.jumlah
detak jantung saat istirahat pada orang tua yang sehat tidak ada
perubahan, namun detak jantung maksimum yang dicapai selama latihan
berat berkurang. Kecepatan jantung pada usia 70-75 tahun menjadi
140-150x/menit.
1. Perubahan struktur
Beberapa perubahan dapat diidentifikasi pada otot jantung, ayitu
mungkin berkaitan dengan usia atau penyakit seperti penimbunan
amiloid, degenrasi basofilik, akumulasi lipofusi, penebalan dan
kekauan pembuluh darah, da peniingkatan jaringan fibrosis. Pada
lansia terjadi perubahan ukuran jantung yaitu hipertrofi dan atrofi
pada usia 30-70 tahun. Perubahan yang terjadi:
Penebalan dinding ventrikel kiri karena peningkatan densitas
kolagen dan hilangnya serat elastis. Implikasi dari hal ini yaitu
ketidakmampuan jantung untuk distensi dan penurunan kekuatan
kontraktil
Jumlah sel-sel pacemaker mengalami penurunan dan berkas his
kehilangan serat kondukisi yang membawa impuls ke ventrikel.
implikasi dari hal ini adalah terjadinya disritmia.
Sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus
akrena peningkatan serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam
lapisan medial arteri. Implikasi dari hal ini adalah penumpulan
respon baroreseptor dan penumpulan respon terhadap panas dan
dingin.
Vena mengalami peregangan dan dilatasi. Implikadi dari hal ini
adalah vena menjadi tidak kompeten atau gagal dalam menutup secara
sempurna sehingga mengakibatkan terjadinya edema pada ekstremitas
bawah dan penumpukan darah.f. Perubahan pada sistem pulmonal
Perubahan anatomis seperti penurunan komplians paru dan dinding
dada turut berperan dalam peningkatan kerja pernafasan sekitar 20%
pada usia 60 tahun, peningkatan laju ekspirasi paksa satu detik
sebesar 0,2 liter/dekade.
Paru-paru kecil dan kendur, hilangnya rekoil elastis, dan
pembesaran alveoli. Implikasinya adalah penurunan daerah permukaan
untuk difusi gas
Penurunan kapasitas vital penurunan PaO2 residu. Implikasinya
adalah penurunan saturasi O2 dan peningkatan volume.
Penggeseran bronkus dengan peningkatan resistensi, implikadinya
dalah dispena saat aktivitas
Kalsifikasi kartilago kosta kekakuan tulang iga pada kondisis
pengembangan. Implikadinya dalah emfisema sinilis, pernafasan
abnominal, hilangnya suara paru pada bagian dasar.
Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru,
implikasinya dalah atelektasis
Kelenjar mukus kurang produktif. Implikadi dari hal ini adalah
akumuladi cairan, sekresi kental dan sulit dikeluarkan
Penurunan sensitivitas sfingter esofagus, implikadinya adalah
hilangnya sensasi haus dan silia kurang aktif.
Penurunaan sensitivitas kemoreseptor. Implikasinya adalah tidak
ada perubahan dalam PaCO2 dan kirang aktifnya paru-paru pada
gangguan asam basa.
g. Perubahan pada sistem endokrin
Sekitar 50% lansia menunjukan intoleransi glukosa, dengan kadar
gula puasa normal. Peneybab dari terjadinya intolransi glukosa ini
adalah faktor diet, obesitas, kurangnya olahraga, dan penuaan.
Frekuensi hipertiroid pada lansia yaitu sebanyak 25% sekitar
75%.
Kadar glukosa darah meningkat, implikasinya dalah glukosa darah
puasa 140mg/dl dianggap normal.
Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat, implikasinya adalah
kadar glukosa darah 2 jam PP 140-200 mg/dl dianggap normal
Kelenjar tiroid menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit
menurun, dan waktu parauh T3 dan T4 meningkat, implikasinya adalah
serum T3 dan T4 tetap stabil.
h. Perubahan pada sistem renal
Pada usia lanjut, jumlah nefron telah berkurang menjadi 1 juta
nefron dan memiliki banyak ketidaknormalan. Penurunan nefron
terjadi sebesar 5-7% setiap dekade, mulai dari 25 tahun.
Perubahan:
Membran basalin glomerulus mengalami penebalan, sklerosis pada
area fokal, dan total permukaan glomerulus mengalami penurunan,
panjang dan volume tubulus proksimal berkurang, dan penurunan
aliran darah renal. Implikasinya dalah filtrasi menjadi kurang
efisien, sehingga secara fisiologis glomerulus yang mampu menyaring
20% sarah denga kecepatan 125 mL/menit (pada lansia menurun hinggan
97 mL/menit atau kurang) dan menyaring protein dan eritrisit
menjadi terganggu, nokturia.
Penurunan massa otot yang tidak berlemak, peningkatan total
lemak tubuh, penurunan cairan intra sel, penurunana sensasi haus,
penurunan kemapuan untuk memekatkan urine. Implikasinya dalah
penurunan total cairan tubuh dan resiko dehidrasi.
i. Penurunan sistem urinaria
Perubahan yang terjadi pada sitem urinaria akibat proses menua,
yaitu penurunan kapasitas kandung kemih (Normal: 350-400 mL),
peningkatan volume residu (normal: 50 mL), peningkatan kontraksi
kandung kemih yang tidak disadari, dan trofi pada otot kandung
kemih secara umum. Implikasinya adalah peningkatan resiko
inkontinesia urin.
j. Perubahan pada sistem reproduksi
1. Pria
Testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur.
Atrofi adini prostat dengan are fokkus hiperplasia. Hiperplasia
noduler benigna terdapat pada 75% pria >90 tahun.
2. Wanita
Penurunan estrogen yang bersikulasi. Implikasinya adalah atrofi
jaringan payudara dan genital
Peningkatan androgen yang bersirkulasi. Implikasinya adalah
penurunan massa tulang dengan resiko osteoporosis dan fraktur,
peningkatan aterosklerosis.
k. Perubahan pada sistem gastrointestinal
Banyak masalah gastrointestinal yang dihadapi oleh lansia
berkaitan dengan gaya hidup. Mulai dari gigi sampai anus, terjadi
perubahan morfologik degeneratif, antara lain perubahan atrofi pada
rahang, mukosa, kelenjar, dan otot-otot pencernaan.
1. Rongga mulut
Hilangnya tulang periosteum dan periduntal, penyusutan dan
fibrosis pada akar halus, pengurangan dentin, dan retraksi dari
struktur gusi. Implikasinya dalah tanggalnya gigi, kesuliatn dalam
mempertahankan perlekatan gigi palsu yang lepas.
Hilangnya kuncup rasa. Implikasinya adalah perubahan sensasi
rasa dan peningkatan penggunaan garam atau gula untuk mendaptkan
rasa yang sama kulitasnya.
Atrofi pada mulut. Implikasinya adalah mukosa mulut tampak lebih
merah dan berkilat. Bibir dan gusi tampak tipis kerena penyusutan
epitelium dan mengadung keratin.
Penurunan produksi saliva. Implikasinya dalah penurunan respon
terhadap makanan yang telah dikunyah, penurunan untuk penyediaan
enzim pencernaan, penurunan pelumasan dari jaringan lunak.
Mineralisasi pada gigi, pengontrolan flora pada mulut, dan
penyiapan makanan untuk dikunyah2. Esofagus, lambung, dan usus
Dilatasi esofagus, kehilangan sfingter, pnurunan refleks muntah.
Implikasinya dalah peningkatan terjadinya risiko aspirasi
Atrofi penurunan asam hidroklorik mukosa lambung sebesar 11%
-40%. Implikasinya adalah perlambatan dalam mencerna makanan dan
mempengaruhi penyerapan vitamin B12, bakteri usus halus akan terus
tumbuh secara berlebihan dan menyebakan kurangnya penyerapan
lemak.
Penurunan motilitas lambung. Implikasinya adalah penurunan
absorpsi obat-obatan, zar besi, kalsium, vitamin B12, dan
konstipasi sering terjadi.
3. Saluran empedu, hati, kandung empedu, dan pankreas
Pada hepar mengalami penurunan aliran darah sampai 35% pada usai
lebih dari 80 tahun. Berikut perubahannya:
Penecilan ukuran hati dan pankreas. Implikasinya adalah
terjadinya penurunan kapasitas dalam menyimpan dan mensintesis
proyein dan enzim-enzim pencernaan. Sekresi insulin normal dengan
kadar gula darah yang tinggi (250-300 mg/mL)
Perubahan proporsi lemak empedu tanpa diikuti perubahan
metabolisme asam empedu yang signifikan. Implikasinya adalah
peningkatan sekresi kolesterol.
Daftar PustakaDarmojo, B.2004.Buku Ajar Geriatri edisi
ke-3.Balai Penerbit FK UI.JakartaEntjang, E.2000.Ilmu Kesehatan
Masyarakat.PT Citra Aditya Bakti.Bandung
Sherwood.2005.Human Physiology from cells to systems.5 th
ed.West Publishing Company
Sidharta, P.2004.Neurologi Klinis Dasar.Dian Rakyat.Jakarta
Suyono, S.2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.Balai
Penerbit FK UI. Jakarta2