Top Banner
KARYA TULIS ILMIAH TINJAUAN KEPUSTAKAAN PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK) Oleh: Andea Riesa Darmansius (1010070100130) Jeffy Marta (1010070100148) Pembimbing: - Dr. Rahma Tri Yana FAKULTAS KEDOKTERAN 1
64

KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

Jul 17, 2016

Download

Documents

Hafizur Rahman
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

KARYA TULIS ILMIAHTINJAUAN KEPUSTAKAAN

PPOK(PENYAKIT PARU OBSTRUKSI

KRONIK)

Oleh:Andea Riesa Darmansius (1010070100130)Jeffy Marta (1010070100148)

Pembimbing:- Dr. Rahma Tri Yana

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BAITURAHMAH

2013

1

Page 2: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

Kata Pengantar

Dengan mengucapakan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan

kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah telah

setelah dievaluasi oleh pembimbing skill lab C1 tepat pada waktunya. Shalawat serta salam

juga kami tuturkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah membawa

umat manusia dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan

bagi umat yang bertaqwa kepada -Nya .

Karya tulis ilmiah yang berjudul “PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) “ ini

penulis buat sebagai tugas akhir SkillLab semester IV Modul Diagnostik Fisik dan sebagai

wadah untuk menambah wawasan mengenai pemeriksaan terhadap pasien yang menderita

penyakit paru obstruktif kronik.

Kami tim penulis amat sadar karena keterbatasan yang kami miliki saat menulis

karya tulis ini. Untuk itu, para pembaca dipersilahkan menelusuri kepustakaan yang telah

dicantumkan sebagai bacaan anjuran di akhir karya tulis ilmiah dengan memegang asas

medicine is a life-long study.

Rasa terima kasih yang begitu dalam kami sampaikan kepada pembimbing terbaik

kami dr. Rahma Tri Yana, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk simpatik,

telaten, sabar dan penuh bijaksana sehingga karya tulis ilmiah ini menjadi baik dan terarah

dalam pengerjaannya.

Kami sangat menyadari karya tulis ilmiah ini pasti tidak luput dari kesalahan-

kesalahan, baik dalam bahasa maupun tata letak. Pada kesempatan ini tim penulis

memohon maaf kepada para pembaca. Masukan, kritik dan saran akan kami jadikan

cambuk supaya kami dapat menyusun karya tulis yang lebih baik lagi. Insya Allah.

Padang, Januari 2013

Tim penulis

2

Page 3: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

ABSTRACT

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a chronic lung disease

characterized by airflow resistance in the airway that is progressive nonreversibel or

partially reversible. COPD consists of chronic bronchitis and emphysema or both.

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a disease characterized

by the presence of airflow resistance in chronic and pathological changes in the

lungs, where the respiratory air flow resistance is progressive and not fully

reversible and is associated with an abnormal inflammatory response of the lungs

against harmful gases or particles.

Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is a chronic lung disease

with characteristics of the air flow resistance of the airways that is progressive

nonreversibel or partially reversible, and the pulmonary inflammatory response to

noxious particles or gases (GOLD, 2009).

According to the ATS / ERS (American Thoracic Society / Respiratry

Europen Society) defines COPD as a disease characterized by airway obstruction is

generally progressive, associated with chronic bronchitis or emphysema, and may

be accompanied by hyperactivity of reversible airway. COPD is a specific

abnormality with slowing maximal expiratory air flow caused by a combination of

airway disease and emphysema, generally travel progressive and irreversible

chronic disease and not show any significant change in the observation of a few

months.

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is comprised of three

related conditions - chronic bronchitis, chronic asthma, and emphysema. In each

condition there is chronic obstruction of the flow of air through the airways and out

of the lungs, and the obstruction generally is permanent and may be progressive

over time.

3

Page 4: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

ABSTRAK

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang

ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif

nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan

emfisema atau gabungan keduanya.

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang

dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-

perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat

progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan respon

inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang berbahaya.

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan

karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif

nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap

partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009).

Menurut ATS/ERS (American Thoracic Society/ Europen Respiratry

Society) mendefinisikan PPOK sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan adanya

obstruksi saluran napas yang umumnya bersifat progresif, berhubungan dengan

bronkitis kronis atau emfisema, dan dapat disertai dengan hiperaktivitas dari saluran

napas yang reversibel. PPOK adalah kelainan spesifik dengan perlambatan arus

udara ekspirasi maksimal yang terjadi akibat kombinasi penyakit jalan napas dan

emfisema, umumnya perjalanan penyakit kronik progesif dan irreversibel serta tidak

menunjukan perubahan yang berarti dalam pengamatan beberapa bulan.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) terdiri dari tiga kondisi terkait -

bronkitis kronis, asma kronis, dan emfisema. Dalam setiap kondisi ada obstruksi

kronis pada aliran udara melalui saluran udara dan keluar dari paru-paru, dan

obstruksi pada umumnya adalah permanen dan mungkin progresif dari waktu ke

waktu.

4

Page 5: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

Daftar Isi

Kata pengantar i

Abstract ii

Abstrak iii

Daftar isi iv

Bab 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 6 1.2. Tujuan 7

Bab 2. Tinjauan Kepustakaan

2.1. Etiologi dan Pembagian Derajat 8

2.2. Epidemiologi 10

2.3. Faktor Resiko 11

2.4. Patogenesis 13

2.5. Patologi 14

2.6. Patofisiologi 15

2.7. Manifestasi Klinis 16

2.8. Komplikasi 17

2.9. Pemeriksaan Diagnostik 18

2.10. Penatalaksanaan 20

2.10. 1 Chest Physiotherapy 27

2.11. Diagnosa Banding 33

Bab 3. Diskusi dan Pembahasan

3.1. Anamnesa 36

3.2. Pemeriksaan Fisik 38

3.3. Pemeriksaan Penunjang 42

3.4. Penatalaksanaan 43

Bab 4. Kesimpulan 46

Bab 5. Daftar pustaka 47

5

Page 6: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Telah lama diketahui bahwa penyakit pada saluran pernafasan atas dan bawah yang

sebelumnya diperlakukan berbeda ternyata memiliki hubungan yang sangat erat satu sama

lain. Berbagai penelitian mengenai hubungan antara penyakit-penyakit saluran pernafasan

atas dan bawah telah dilakukan, namun, penelitian mendalam baru dilakukan dalam

beberapa tahun terakhir. Berbagai konsep dan istilah pun digunakan untuk

menggambarkan hubungan erat antara penyakit yang melibatkan saluran pernafasan atas

dan bawah. Asma merupakan manifestasi alergi berat yang melibatkan saluran pernafasan

bawah. Prevalensi asma terus meningkat dari tahun ke tahun. Asma menimbulkan masalah

biaya dan dapat mengganggu tumbuh kembang anak. Asma juga dapat merusak fungsi

sistem saraf pusat dan menurunkan kualitas hidup penderitanya. Sebagaimana manifestasi

alergi lainnya, asma juga dapat diderita seumur hidup dan tidak dapat disembuhkan secara

total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan asma

hingga saat ini masih berupa upaya penurunan frekuensi dan derajat serangan, sedangkan

penatalaksanaan utama adalah menghindari faktor penyebab.

Pengertian asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang

dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan

nafas). (Polaski : 1996). Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang

dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996). Asma

adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten reversibel dimana trakea dan bronkhi

berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).

Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit

gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya

periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai

rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. Asma merupakan suatu keadaan

di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan

tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Kata asma

(asthma) berasal dari bahasa Yunani yang berarti “terengah-engah”. Lebih dari 200 tahun

yang lalu, Hippocrates menggunakan istilah asma untuk menggambarkan kejadian

6

Page 7: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

pernapasan yang pendek-pendek (shortness of breath). Sejak itu istilah asma sering

digunakan untuk menggambarkan gangguan apa saja yang terkait dengan kesulitan

bernafas, termasuk ada istilah asma kardial dan asma bronkial. Menurut National Asthma

Education and Prevetion Program (NAEPP) pada National Institute of Health (NIH)

Amerika, asma (dalam hal ini asma bronkial) didefinisikan sebagai penyakit inflamasi

kronik pada paru.

Sedangkan PPOK Merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi

pergerakan udara dari dan keluar Paru. Gangguan yang penting adalah Bronkhitis

Obstruktif, Emphysema dan Asthma Bronkiale. Di Indonesia menurut Departemen

Kesehatan 2008 Angka penderita PPOK Mencapai 12 % dengan angka kematian 2 %, hal

itu menjadi suatu perhatian tersendiri dimana penyakit PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi

Kronik ) merupakan suatu penyakit yang cukup tinggi menyerang masyarakat di Indonesia.

Oleh Karena itu peningkatan pelayanan kesehatan mengenai penyakit tersebut perlu

di tingkat baik dalam bentuk preventif,kuratif maupun rehabilitative. Penyakit Obstruksi

Kronik (PPOK ) merupakan suatu penyakit dimana merupakan suatu kondisi dimana aliran

udara pada paru tersumbat secara terus menerus. Proses penyakit ini adalah seringkali

kombinasi dari 2 atau 3 kondisi berikut ini (Bronkhitis Obstruktif Kronis, Emphysema dan

Asthma Bronkiale) dengan suatu penyebab primer dan yang lain adalah komplikasi dari

penyakit primer. (Enggram, B. 2006).

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) mermpunyai tanda dan gejala yakni Batuk (mungkin produktif atau non produktif), dan perasaan dada seperti terikat, Mengi saat inspirasi maupun ekspirasi yang dapat terdengar tanpa stetoskop, Pernafasan cuping hidung, Ketakutan dan diaforesis, Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang biasanya terjadi pada pagi hari, Inspirasi ronkhi kasar dan whezzing, Sesak nafas. (JaapCATrappenburg,2008)

1.2. Tujuan

Tujuan pembuatan laporan kasus yang berjudul ” Chronic Obstructive Pulmonary

Disease (COPD) ” ini adalah untuk membahas patofisiologi, gejala-gejala klinis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan , dan prognosis bagi penderita

penyakit ini mengingat kasus COPD semakin meningkat setiap tahunnya. Dengan begitu

diharapkan kita mampu menekan angka morbiditas dan mortalitas COPD

7

Page 8: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. ETIOLOGI dan PEMBAGIAN DERAJAT PPOK

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko

yang terdapat pada penderita antara lain:

1) Merokok sigaret yang berlangsung lama

2) Polusi udara

3) Infeksi peru berulang

4) Umur

5) Jenis kelamin

6) Ras

7) Defisiensi alfa-1 antitripsin

8

Page 9: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

8) Defisiensi anti oksidan

Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling

memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan. Panduan mengenai

derajat/klasifikasi PPOK telah dikeluarkan oleh beberapa institusi seperti American

Thoracic Society (ATS), European Respiratory Society (ERS), British Thoracic Society

(BTS) dan terakhir adalah Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD). Keempat panduan tersebut hanya mempunyai perbedaan sedikit, kesemuanya

berdasarkan rasio VEP1/KVP dan nilai VEP1.

9

Page 10: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

2. EPIDEMIOLOGI PPOK

Prevalensi PPOK berdasarkan SKRT 1995 adalah 13 per 1000 penduduk,

dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3 banding 1.

Penderita PPOK umumnya berusia minimal 40 tahun, akan tetapi tidak

tertutup kemungkinan PPOK terjadi pada usia kurang dari 40 tahun.

Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak

ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas

(Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa

sebanyak 62,2% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,3%

perempuan yang merokok. Sebanyak 92,0% dari perokok menyatakan

kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah

tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga

merupakan perokok pasif.

Studi prevalensi PPOK pada tahun 1987 di Inggris dari 2484 pria dan 3063

wanita yang berumur 18-64 tahun dengan nilai VEP1 berada 2 simpang baku

di bawah VEP prediksi, dimana jumlahnya meningkat seiring usia,

khususnya pada perokok.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun

2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit

tersering peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai

penyebab kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6

menjadi ke-3. Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka

prevalensi PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun keatas, dengan rerata

sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan Singapura dengan angka prevalensi

terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%.

10

Page 11: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

3. FAKTOR RESIKO PPOK

Identifikasi faktor risiko merupakan langkah penting dalam pencegahan dan

penatalaksanaan PPOK. Pada dasarnya semua risiko PPOK merupakan hasil dari interaksi

lingkungan dan gen. Berikut yang rentan terkena PPOK dilihat dari besar kecilnya risiko.

a. Rokok

Merokok merupakan faktor utama penyebab PPOK. Risiko PPOK pada perokok

tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok

pertahun dan lamanya merokok. Namun begitu, tidak semua perokok berkembang menjadi

PPOK secara klinis, karena dipengaruhi oleh faktor risiko genetik setiap individu. Tidak

hanya perokok aktif, perokok pasif pun tak luput dari ancaman PPOK. Hal itu terjadi

peningkatan jumlah inhalasi partikel dan gas. Hubungan antara rokok dengan PPOK

merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari

dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan

lebih besar.

b. Polusi udara

Polusi udara terbagi menjadi polusi di dalam ruangan (asap rokok dan asap

kompor), polusi di luar ruangan (aas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan), polusi

tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun). Kayu, serbuk gergaji, batu bara dan

minyak tanah yang merupakan bahan bakar kompor menjadi penyebab tertinggi polusi di 11

Page 12: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

dalam ruangan. Kejadian polusi di dalam ruangan dari asap kompor dan pemanas ruangan

dengan ventilasi kurang baik merupakan faktor risiko terpenting timbulnya PPOK,

terutama pada perempuan di negara berkembang. Polusi di dalam ruangan memberikan

risiko lebih besar terjadinya PPOK dibandingkan dengan polusi sulfat atau gas buang

kendaraan. Bahan bakar biomass yang digunakan oleh perempuan untuk memasak

sehingga meningkatkan prevalensi PPOK pada perempuan bukan perokok di Asia dan

Afrika.

c. Stres oksidatif

Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan endogen timbul

dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan eksogen dari polutan dan asap

rokok. Ketika keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk, misalnya

ekses oksidan dan atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stress oksidatif. Stress

oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan

efek kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan aktifitas molekuler sebagai awal

inflamasi paru. Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan memegang

peranan penting pada patogenesi PPOK.

d. Infeksi saluran napas bawah berulang

Infeksi virus dan bakteri berperan dalam pathogenesis dan progresifitas PPOK.

Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan secara bermakna

menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan menyebabkan

penurunan fungsi paru dan meningkatkan gejala respirasi pada saat dewasa. Terdapat

beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan penyebab keadaan ini, karena seringnya

kejadian infeksi berat pada anak sebagai penyebab dasar timbulnya hiperesponsif jalan

napas yang merupakan faktor risiko pada PPOK.

e. Tumbuh kembang paru

Pertumbuhan paru ini berhubungan dengan proses selama kehamilan, kelahiran,

dan pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru seseorang adalah

risiko untuk terjadinya PPOK. Studi metaanalias menyatakan bahwa berat lahir

mempengaruhi nilai VEP, pada masa anak.

12

Page 13: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

f. Asma

Asma kemungkinan sebagai faktor risiko terjadinya PPOK, walaupun belum dapat

disimpulkan. Pada laporan “The Tucson Epidemiological Study” didapatkan bahwa orang

dengan asma 12 kali lebih tinggi risiko terkena PPOK daripada bukan asma meskipun telah

berhenti merokok. Penelitian lain 20% dari asma akan berkembang menjadi PPOK.

g. Genetik

Hasil penelitian menunjukkan keterkaitan bahwa faktor genetik mempengaruhi

kerentanan timbulnya PPOK. PPOK merupakan suatu penyakit yang poligenik disertai

interaksi lingkungan genetik yang sederhana. Faktor risiko genetik yang paling besar dan

telah di teliti lama adalah defisiensi α1 antitripsin, yang merupakan protease serin

inhibitor. Biasanya jenis PPOK yang merupakan contoh defisiensi α1 antitripsin adalah

emfisema paru yang dapat muncul baik pada perokok maupun bukan perokok, tetapi

memang akan diperberat oleh paparan rokok. Bahkan pada beberapa studi genetika,

dikaitkan bahwa patogenesis PPOK itu dengan gen yang terdapat pada kromosom 2q.

2.4 PATOGENESIS

Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang diakibatkan oleh

adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal, perifer, parenkim dan

vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural

pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi

folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas mengakibatkan restriksi

pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang

mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai berat sakit.

Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan seimbang. Apabila

terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru. Radikal bebas mempunyai

peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru.

Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan menyebabkan terjadinya

peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel dan inflamasi.

Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akan menyebabkan

dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8 dan leukotrien B4, tumuor

necrosis factor (TNF), monocyte chemotactic peptide (MCP)-1 dan reactive oxygen species (ROS).

13

Page 14: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil melepaskan protease yang akan merusak jaringan

ikat parenkim paru sehingga timbul kerusakan dinding alveolar dan hipersekresi mukus.

Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya limfosit CD8, selanjutnya terjadi

kerusakan seperti proses inflamasi. Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara oksidan

dan antioksidan. Enzim NADPH yang ada dipermukaan makrofag dan neutrofil akan mentransfer

satu elektron ke molekul oksigen menjadi anion superoksida dengan bantuan enzim superoksid

dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik akan diubah menjadi OH dengan menerima

elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero dengan halida akan diubah menjadi anion

hipohalida (HOCl ).

Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk kronis sehingga

percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi. Penurunan fungsi paru terjadi sekunder setelah

perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa destruksi alveol yang menuju ke arah

emfisema karena produksi radikal bebas yang berlebihan oleh leukosit dan polusi dan asap rokok.

Pada perokok yang menderita PPOK produksi antiprotease mungkin tidak cukup untuk menetralisir

efek berbagai protease dan mungkin juga karena faktor genetik yang berperan dalam terganggunya

fungsi dan produksi protein ini.

Beberapa studi mendapatkan adanya peningkatan stres oksidatif yang berperan penting pada PPOK

melalui mekanisme aktivasi transkripsi nuclear factor κB (NfκB) dan activator protein-1(AP-1)

yang menginduksi neutrophilic inflammation melalui peningkatan ekspresi IL-8, TNF-α dan MMP-

9, serta merusak antiprotease seperti α-1 AT yang meningkatkan terjadinya inflamsi dan proses

proteolitik.

Terjadinya proses inflamasi akan merusak metriks ekstraseluler, berakibat pada kematian sel

dimana kemampuan memperbaiki dan memulihkan kerusakan terebut tidak adekuat sehingga

terjadilah hambatan jalan udara yang progresif dan ireversibel.

2.5 PATOLOGI

Perubahan patologi yang khas pada PPOK melibatkan saluran nafas besar, saluran nafas kecil,

parenkim paru, dan vaskular pulmonal.

1. Saluran nafas besar

Terjadi infiltrasi sel-sel radang pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi

mukus membesar dan jumlah sel Goblet meningkat.

2. Saluran nafas kecil

14

Page 15: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

PPOK

Inflamasi kronis menyebabkan siklus injury dan repair dinding saluran nafas yang

berulang.Terjadi structural remodelling dimana terjadi peningkatan kolagen dan

pembentukan jaringan ikat fibrous sehinggan terjadi penyempitan lumen dan obstruksi

saluran nafas yang permanen.

3. Parenkim Paru

Terjadi destruksi dinding alveoli. Dimana kasus tersering adalah dalam bentuk emfisema

sentrilobuler. Selain itu terjadi juga destruksi pulmonary capillary bed.

4. Perubahan vaskuler pulmonal

Perubahan yang pertama terjadi adalah penebalan intima diikuti oleh infiltrasi sel-sel

radang ke dalam pembuluh darah. Semakin lama tunica intima semakin menebal dan selain

itu juga terjadi peningkatan otot polos. Hasilnya adalah meningkatnya resistance dari

pembuluh darah paru.

2.6. PATOFISIOLOGI PPOK

Polusi bahan iritan (asap) atau rokok, riwayat kesehatan ISPA

Iritasi jalan nafas

Hiperekskresi endir dan inflamasi peradangan

Peningkatan sel-sel goblet

Penurunan silia

Peningkatan produksi sputum

Bronkiolus men- nafsu makan

15

Page 16: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

yempit & tersumbat

Batuk tidak efektif BB drastic

Nafas pendek obstruksi alveoli

Gang.Pola Nafas alveoli kolaps

Pe ventilasi paru Hipoksemia

ADL di bantu kelemahan Kerusakan camp. Gas

2.7. MANIFESTASI KLINIS

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga

berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai kelainan jelas dan tanda

inflamasi paru. Gejala dan tanda PPOK, di antaranya adalah:

Sesak napas

Batuk kronik, produksi sputum, dengan riwayat pajanan gas/partikel

berbahaya, disertai dengan pemeriksaan faal paru. Gejala dan tanda PPOK

sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat.

wheezing dan peningkatan produksi sputum.

Gejala bisa tidak tampak sampai kira-kira 10 tahun sejak awal merokok.

Dimulai dengan sesak napas ringan dan batuk sesekali. Sejalan dengan

progresifitas penyakit gejala semakin lama semakin berat. Gambaran PPOK

dapat dilihat dengan adanya obstruksi saluran napas yang disebabkan oleh

penyempitan saluran napas kecil dan destruksi alveoli.

Pada penderita dini, pemeriksaan fisik umumnya tidak dijumpai kelainan,

sedangkan pada inspeksi biasanya terdapat kelainan, berupa:

16

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

Pola nafas tidak efektif

Gangguang pertukaran gasIntoleransi aktivitas

Page 17: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

1) Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucut)

2) Barrel chest (diameter anteroposterior dan transversal sebanding)

3) Penggunaan otot bantu napas

4) Hipertrofi otot bantu napas

5) Pelebaran sela iga

6) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher

dan edema tungkai

Pada palpasi biasanya ditemukan fremitus melemah

Pada perkusi hipersonor dan letak diafragma rendah, auskultasi suara

pernapasan vesikuler melemah, normal atau ekspirasi memanjang yang

dapat disertai dengan ronkhi atau mengi pada waktu bernapas biasa atau

pada ekspirasi paksa.

Kelemahan badan

Batuk

Ekspirasi yang memanjang

Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut

Penggunaan otot bantu pernapasan

Suara napas melemah

Kadang ditemukan pernapasan paradoksal

Edema kaki, asites dan jari tabuh

2.8. KOMPLIKASI

a. Hipoxemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,

dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami

17

Page 18: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul

cyanosis.

b. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain :

nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

c. Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan

rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan

meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.

d. Gagal jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi

terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan

bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.

e. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.

f. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini

sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap

therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher

seringkali terlihat.

2.9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)

Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%). VEP1

merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan

memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin

18

Page 19: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan

memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.

b. Radiologi (foto toraks)

Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa hiperinflasi atau

hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler mmeningkat, jantung pendulum,

dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis

masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk

menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari

keluhan pasien (GOLD, 2009).

c. Laboratorium darah rutin

d. Analisa gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi

vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik

merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi

umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan

merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

e. Mikrobiologi sputum

f. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel

kanan.

g. Ekokardiografi

Menilai funfsi jantung kanan

h. Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk

mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas

berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.

19

Page 20: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

i. Kadar alfa-1 antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda),

defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan spirometri dapat ditentukan klasifikasi (derajat)

PPOK, yaitu (GOLD, 2009):

2.10. PENATALAKSANAAN

Adapun tujuan dari penatalaksanaan COPD ini adalah :1

Mencegah progesifitas penyakit

Mengurangi gejala

Meningkatkan toleransi latihan

Mencegah dan mengobati komplikasi

Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang

Mencegah atau meminimalkan efek samping obat

Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

Meningkatkan kualitas hidup penderita

Menurunkan angka kematian

20

Page 21: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan selama

tatalaksana COPD.5

Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana, yaitu :1

1. Evaluasi dan monitor penyakit

PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan menurun

seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan hal yang sangat

penting dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor penting yang harus

dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru.

Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien yang

telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring penyakit :

Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan

Riwayat timbulnya gejala atau penyakit

Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb paru

Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru

kronik lainnya

Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau penyakit-

penyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas

Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK

Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan aktifitas,

kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan depresi / cemas

Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti merokok

Dukungan dari keluarga

2. Menurunkan faktor resiko

Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam

mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas

penyakit.

Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok – 5 A :

1). Ask (Tanyakan)

Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap

kunjungan

21

Page 22: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

2). Advise (Nasehati)

Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok

3). Assess (Nilai)

Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok

4). Assist (Bantu)

Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan

konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi

5). Arrange (Atur)

Jadwal kontak lebih lanjut

3. Tatalaksana PPOK stabil

Terapi Farmakologis

a. Bronkodilator

Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau

Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala

intermitten)

3 golongan :

o Agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin,

formoterol, salmeterol

o Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium

bromid

o Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi -2

dan steroid belum memuaskan

Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis

bronkodilator monoterapi

b. Steroid

- PPOK yang menunjukkan respon pada uji

steroid

- PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat

III dan IV)

- Eksaserbasi akut

22

Page 23: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

c. Obat-obat tambahan lain

Mukolitik (mukokinetik,

mukoregulator) : ambroksol, karbosistein, gliserol iodida

Antioksidan : N-Asetil-sistein

Imunoregulator (imunostimulator,

imunomodulator): tidak rutin

Antitusif : tidak rutin

Vaksinasi : influenza, pneumokokus

Terapi Non-Farmakologis

a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan

pernapasan, rehabilitasi psikososial

b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada

PPOK derajat IV, AGD=

PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88%

dengan atau tanpa hiperkapnia

PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 <

88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal

jantung, polisitemia

Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus

dipantau secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi

hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-

kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons terhadap

karbon dioksida. Maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah

rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus

merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif kurang

peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila

PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa

ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang

sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal

ini sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling

efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.

23

Page 24: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

c. Nutrisi

d. Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat

memperbaiki fungís paru atau gerakan mekanik paru)

Penatalaksanaan menurut derajat PPOK1

DERAJAT KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN

Semua

derajat

Hindari faktor pencetus

Vaksinasi influenza

Derajat I

(PPOK

Ringan)

VEP1 / KVP < 70 %

VEP1 80% Prediksi

a. Bronkodilator kerja singkat (SABA,

antikolinergik kerja pendek) bila perlu

b. Pemberian antikolinergik kerja lama

sebagai terapi pemeliharaan

Derajat II

(PPOK

sedang)

VEP1 / KVP < 70 %

50% VEP1 80%

Prediksi dengan atau

tanpa gejala

1. Pengobatan reguler

dengan bronkodilator:

a. Antikolinergi

k kerja lama sebagai

terapi pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomatik

2. Rehabilitasi

Kortikosteroid

inhalasi bila uji

steroid positif

Derajat III

(PPOK

Berat)

VEP1 / KVP < 70%;

30% VEP1 50%

prediksi

Dengan atau tanpa

gejala

1. Pengobatan reguler

dengan 1 atau lebih

bronkodilator:

a. Antikolinergi

k kerja lama sebagai

terapi pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomatik

2. Rehabilitasi

Kortikosteroid

inhalasi bila uji

steroid positif

atau eksaserbasi

berulang

Derajat IV VEP1 / KVP < 70%; 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau

24

Page 25: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

(PPOK

sangat berat)

VEP1 < 30% prediksi

atau gagal nafas atau

gagal jantung kanan

lebih bronkodilator:

a. Antikolinergik kerja lama

sebagai terapi pemeliharaan

b. LABA

c. Pengobatan komplikasi

d. Kortikosteroid inhalasi bila

memberikan respons klinis atau

eksaserbasi berulang

2. Rehabilitasi

3. Terapi oksigen jangka

panjang bila gagal nafas

pertimbangkan terapi bedah

4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator seperti pada

PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama

10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk

S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis).

Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:

Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask

Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) +

antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)

Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.

Steroid intravena: pada keadaan berat

Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.

Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

Indikasi rawat inap :

Eksaserbasi sedang dan berat

Terdapat komplikasi

Infeksi saluran napas berat

Gagal napas akut pada gagal napas kronik

25

Page 26: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

Gagal jantung kanan

Indikasi rawat ICU :

Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang

rawat.

Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi

Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 >

50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)

5. Terapi O2

Terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk memperbaiki

hipoksemia dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa, dapat dilakukan di ruang gawat

darurat, ruang rawat atau di ICU. Tingkat oksigenasi yang adekuat (PaO2>8,0 kPa, 60

mmHg atau SaO2>90%) mudah tercapai pada pasien PPOK yang tidak ada komplikasi,

tetapi retensi CO2 dapat terjadi secara perlahan-lahan dengan perubahan gejala yang sedikit

sehingga perlu evaluasi ketat hiperkapnia. Gunakan sungkup dengan kadar yang sudah

ditentukan (ventury mask) 24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing

atau non-rebreathing, tergantung kadar PaCO2 dan PaO2. Bila terapi oksigen tidak dapat

mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik (PDPI, 2003).

6. Rehabilitasi 1) chest fisioterapi

a) Pernapasan Diafragma, tenik ini melibatkan pelatihan pasien tersebut

untuk menggunakan diafragmanya saat merelaksasi otot abdominalnya

selama inspirasi. Pasien tersebut dapat merasakan naiknya abdomen,

sementara dinding toraksnya masih diam.

b) Pursed Lip Breathing (pernapasan bibir yang disokong), bibir pasien

disokong saat ekspirasi untuk mencegah terjebaknya udara akibat

kolapsnya jalan udara yang kecil.

c) Drainase Postural, Penggunaan posisi yang terbantu oleh gravitasi dapat

memperbaiki mobilitas sekret.

d) Perkusi Manual, perkusi atau vibrasi dinding toraks dapat membantu

mobilisasi sekret.

26

Page 27: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

e) Batuk Terkendali, Pasien duduk bersandar kedepan dan mulai batuk yang

disengaja pada waktu yang tepat dengan kekuatan yang cukup untuk

mobilisasi mukus tanpa memyebabkan kolapsnya jalan napas.

f) Batuk yang dibantu, tekanan diberikan pada abdomen selama ekshalasi.

2) Psikoterapi

Memberikan motivasi untuk mengatasi beban pikiran karena

keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari.

3) Rehabilitasi pekerjaan (Okupasi Terapi)

a) Nilai dan berikan program latihan untuk jangkauan gerak dan penguatan

ekstremitas superior.

b) Anjurkan perlengkapan adaptif untuk meningkatkan kemandirian dan

meminimalkan penggunaan energi.

c) Evaluasi lingkungan rumah dan kerja.

d) Berikan saran-saran untuk meningkatkan kemandirian dan peningkatan

energi (Garisson, 2001).

2. 10. 1 CHEST PHYSIOTHERAPYMukus merupakan suatu lapisan protektif yang melapisi bagian dalam paru dan jalan

napas yang menangkap debu dan kotoran yang terdapat pada udara yang kita hirup dan

mencegah iritasi pada paru. Ketika terdapat infeksi dan iritasi, maka tubuh akan memproduksi

mukus yang kental untuk membantu paru-paru melepaskan diri dari infeksi. Bila mukus yang

kental ini menyumbat jalan napas, maka akan terjadi kesulitan bernapas. Sehingga untuk

membantu membuang ekstra mukus ini dilakukanlah Chest Physiotherapy.

Chest Physiotherapy terdiri dari Postural Drainage, perkusi dada, dan vibrasi dada.

Biasanya ketiga metode ini digunakan pada posisi drainase paru yang berbeda diikuti dengan

latihan napas dalam dan batuk.

A. Postural Drainage

Penumpukan sekresi saluran napas bila dibiarkan akan menimbulkan akibat yang

serius. Dapat timbul serangan batuk spasmodik akibat iritasi lokal, obstruksi bronkus,

atelektasis, infeksi paru, dan gangguan ventilasi perfusi.

Postural Drainage merupakan pemberian posisi terapeutik pada pasien yang

memungkinkan sekresi paru mengalir berdasarkan gravitasi ke dalam bronkus mayor dan

trakea dimana selanjutnya dapat dibatukkan.

Indikasi:

27

Page 28: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

Kondisi yang berkaitan dengan paru-paru: bronkitis, fibrosis kistik, pneumonia,

asma, abses paru, penyakit paru-paru obstruktif.

Profilaksis post-operatif torakotomi, stasis pneumonia

Profilaksis pada penggunaan ventilasi buatan jangka lama, kelumpuhan, dan pada

pasien dalam kondisi tak sadar

Kontra indikasi:

Peningkatan TIK

Segera setelah makan

Refleks batuk (-)

Penyakit jantung akut

Gangguan sistem pembekuan

Postural Drainage juga merupakan suatu rangkaian latihan non invasif yang

digunakan bersamaan dengan humidifikasi dan pengobatan.

Manipulasi ini dibentuk oleh kombinasi mekanis (perkusi dan vibrasi),

gravitasi dan mekanisme batuk. Pasien diletakkan dalam berbagai posisi sesuai

dengan segmen paru yang terlibat. Segmen paru yang akan didrainase ditempatkan

setinggi mungkin dan bronkus utama severtikal mungkin. Selanjutnya perhatikan

gambar-gambar berikut ini untuk membantu pengaturan posisi drainase paru.

Pasien harus dimonitor dengan cermat pada saat posisi kepala lebih rendah

terhadap adanya aspirasi, dispnea, atau aritmia. Pada pasien abses paru, hindari posisi

pasien dengan lokasi abses di sebelah atas karena akan menyebabkan pengaliran abses ke

sisi paru lainnya.

Waktu yang diperlukan untuk tindakan ini bervariasi tergantung pada kondisi

pasien (sekitar 20-30 menit). Selama pemberian posisi, pasien dianjurkan napas dalam 5 –

7 kali diselingi napas biasa selama 1-2 menit.

Tindakan ini dapat dilakukan 4 sampai 6 kali sehari atau setiap 2 jam pada kasus

sputum banyak dan kental dan dilakukan sebelum pemberian makanan.

Untuk memfasilitasi drainase agar konsistensi sekresi paru yang kental menjadi

lebih encer perlu dipertahankan pemberian cairan yang adekuat (oral atau intravena) dan

pemberian medikasi mukolitik.

Berikut macam-macam posisi postural drainage:

28

Page 31: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

Kedua lobus bawah – segmen anterior

Lobus bawah kanan – segmen lateral

Lobus bawah kiri – segmen lateral dan

Lobus bawah kanan – segmen kardiak (medial)

Kedua lobus bawah – segmen posterior

Perhatikan: bantal di bawah perut dan lutut, kepala tanpa bantal

31

Page 32: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

Lobus bawah kanan – segmen posterior

(Posisi dimodifikasi untuk penekanan khusus)

Kedua lobus bawah – segmen posterior

B. Perkusi

Perkusi dada meliputi pengetokan dada dengan tangan saat pasien berada pada

posisi drainase. Tujuannya adalah untuk membantu melepaskan sekret yang melengket

pada dinding alveoli sehingga dapat mengalir ke percabangan bronkus dan trakea.

Gallon (dikutip dalam Hudak & Gallo, 1998) menemukan bahwa perkusi yang

dimasukkan ke dalam program pengobatan secara bermakna akan meningkatkan kecepatan

produksi sekret.

Untuk melakukan perkusi dada, tangan dibentuk seperti mangkuk dengan mem-

fleksikan jari dan meletakkan ibu jari bersentuhan dengan telunjuk, atau posisi telapak

tangan seperti saat menampung air atau tepung kemudian dibalikkan.

Posisi pasien tergantung pada segmen paru yang akan diperkusi. Selanjutnya pada

area yang akan diperkusi dialas dengan handuk atau biarkan baju pasien tetap terpasang

agar tangan tidak menyentuh kulit secara langsung.

Perkusi dilakukan selama 3 sampai 5 menit untuk setiap posisi. Jangan melakukan

perkusi pada area spinal, sternum, atau di bawah rongga toraks. Bila perkusi dilakukan

dengan benar maka perkusi tidak akan menimbulkan rasa sakit pada pasien atau membuat

32

Page 33: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

kulit menjadi merah. Bunyi tepukan menimbulkan suara yang khas menunjukkan posisi

tangan yang benar

Kontra indikasi perkusi dada:

- Fraktur iga

- Cedera dada traumatik

- Perdarahan atau emboli paru Mastektomi

- Pneumotoraks

- Lesi metastatik pada iga

- Osteoporosis

- Trauma medulla servikal

- Trauma abdomen

C. Vibrasi

Vibrasi meningkatkan kecepatan dan turbulensi udara ekshalasi untuk

mendorong sekret dan merupakan tindakan mekanik kedua setelah perkusi atau dapat

digunakan sebagai ganti perkusi bila dinding dada nyeri sekali.

Tujuan vibrasi adalah untuk membantu mengeluarkan sekret dan merangsang

terjadinya batuk. Getaran pada kulit akan sampai pada paru akan membantu

menghilangkan mukus.

Stiller et al (dikutip dalam Hudak & Gallo, 1998) menemukan bahwa pasien-

pasien yang diterapi pemberian posisi, vibrasi, hiperventilasi, dan penghisapan

menunjukkan resolusi dari atelektasis yang lebih berarti dari pada yang diterapi

dengan penghisapan dan hiperventilasi saja.

Teknik vibrasi ini dilakukan dengan cara meletakkan tangan secara

berdampingan dengan jari-jari ekstensi di atas area dada segmen yang akan

didrainase. Selanjutnya pasien diminta untuk melakukan inhalasi dalam dan ekshalasi

secara perlahan. Selama pasien ekshalasi, dada divibrasi dengan cara kontraksi dan

relaksasi cepat pada otot lengan dan bahu. Dapat juga digunakan electric vibrator jika

tersedia. Kontra indikasi vibrasi dada sama dengan kontraindikasi perkusi dada.

2.11. Diagnosis Banding

• Asma

• SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)

Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada

penderita pascatu berculosis dengan lesi paru yang minimal.33

Page 34: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

Pneumotoraks

Gagal jantung kronik

Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal :

bronkiektasis, destroyed lung.

Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di Indonesia,

karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.

Asma PPOK SPOT

Timbul pada usia muda ++ - +

Sakit mendadak ++ - -

Riwayat Merokok +/- +++ -

Riwayat atopi ++ + -

Sesak dan Mengi berulang +++ + +

Batuk kronik berdahak + ++ +

Hipereaktiviti bronkus +++ + +/-

Reversibiliti obstruksi ++ _ -

Variabiliti harian ++ + -

Eosinofil sputum + - ?

Neutrofil sputum - + ?

Makrofag sputum + _ ?

34

Page 35: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

35

Page 36: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

BAB III

DISKUSI DAN PEMBAHASAN

STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. TONO

Umur : 52 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Buruh Bangunan

Agama : Islam

Alamat : Mojosongo, Jebres, Surakarta

Tanggal Masuk : 29 September 2011

Tanggal Periksa : 6 Oktober 2011

No RM : 01.08.82.88

II. Keluhan Utama

Sesak nafas

III. Riwayat Penyakit Sekarang

Penderita datang dengan keluhan sesak nafas yang telah diderita sejak 3 hari

sebelum masuk rumah sakit, sesak nafas dirasa memberat terutama setelah beraktivitas,

akan sedikit berkurang bila pasien beristirahat. dan pasien sering terbangun pada malam

hari karena sesak. Pasien tidur lebih nyaman dengan 3 bantal. Sesak nafas diikuti

dengan keluhan batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan, dan jika keluar dahak

berwarna kuning, demam sumer-sumer, nggreges, penurunan berat badan drastis, nafsu

makan menurun, keringat malam (+), nyeri dada (+) saat batuk. BAK dan BAB tidak

ada kelainan.

Dalam 1 bulan ini, sesak dirasakan oleh pasien sudah 3x kumat. Namun,

sekarang sesak nafas penderita mulai berkurang, penderita sudah bisa bicara perkalimat,

tidak seperti pada awal masuk, yang terengah-engah ketika berbicara. Batuk juga sudah

berkurang. Sebelumnya, pasien rajin kontrol di BPKPM. Satu bulan ini pasien diberi

obat kapsul dan diuap bila sesak. Keadaan Sosial Ekonomi

36

Page 37: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

Penderita adalah suami dari 1 istri dan ayah dari 3 anak, bekerja sebagai buruh

bangunan dan menjadi tulang punggung keluarga. Pasien berobat dengan

menggunakan Jamkesmas.

IV. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Pasien makan 3 kali sehari, sebanyak ½ porsi, dengan nasi, lauk pauk (tahu,

tempe, telur,ikan) dan sayur. Pasien jarang makan buah dan minum susu. Pasien

minum air putih sebanyak 5-7 gelas belimbing pehari.

Keluhan Utama : sesak

Riwayat Penyakit Sekarang :

-          1 minggu sebelum masuk RSUD Kartini penderita batuk (+), dahak warna putih,

panas (-).

-          3 hari sebelum masuk RS penderita mengeluh batuk (+), dahak kental warna

kekuningan, panas (-). Penderita merasa tubuh lemas.

-          1 hari sebelum masuk RS penderita mengeluh sesak terus-menerus, namun tidak

mengganggu aktivitas. Dahak semakin banyak, kental, warna kuning. Panas (+).

Keringat malam hari (-), batuk darah (-), nyeri dada (-), dada berdebar-debar (-), mual (-),

muntah (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan.

-          ± 8 jam sebelum masuk RSUD Kartini, penderita mengeluh sesak nafas, dirasakan

makin bertambah dan mengganggu aktivitas. Sesak makin berat dengan aktivitas.

-          Riwayat kaki bengkak (-), terbangun di malam hari karena sesak (-).

-          Riwayat kontak dengan penderita dengan batuk lama (+), yaitu adik penderita.

-          Riwayat merokok (+) 1 pak/hari, berhenti 6 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu

o Riwayat dirawat di RS (+) tahun 2007 karena sesak. Penderita dirawat

kurang lebih 1 minggu, pulang dengan keadaan membaik.

37

Page 38: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

o Riwayat Hipertensi (+), tidak kontrol teratur

o Riwayat Diabetes Melitus disangkal

o Riwayat penyakit jantung disangkal

o Riwayat asma disangkal

o Riwayat pengobatan TB sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Adik penderita yang tinggal 1 rumah, menderita batuk > 3 minggu.

Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita tidak bekerja. Memiliki 4 orang anak yang sudah mandiri. Penderita tinggal 1

rumah dengan adiknya. Biaya pengobatan ditanggung ASKESKIN. Kesan sosial ekonomi :

kurang.

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum : sakit sedang, compos mentis, gizi cukup

B. Tanda Vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 96 x/menit

Pernapasan : 30 x/menit

Suhu : 36,7° C

C. Kepala : mesochepal, simetris.

D. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Pupil isokor (3 mm/3mm), Reflek cahaya (+/+).

E. Hidung : Nafas cuping hidung (-), darah (-), secret (-).

F. Telinga : darah (-), secret (-).

G. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-).

H. Leher : JVP meningkat (4 cm), limfonodi tidak membesar.

I. Thorax : retraksi (-).

J. Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

38

Page 39: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

K. Paru

Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)

Suara tambahan RBK (+/+)

Wheezing (+/+)

Ekspirasi memanjang (+)

L. Abdomen

Inspeksi: Dinding perut sejajar dengan dinding dada

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Perkusi : Tympani

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba

M. Trunk

Inspeksi : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)

Perkusi : Nyeri ketok (-)

N. Ekstremitas

Oedem Akral dingin

O. Status Psikiatri

1. Deskripsi Umum

a. Penampilan : Pria, tampak sesuai umur, perawatan diri cukup

b. Kesadaran : Compos mentis

c. Perilaku dan Aktivitas Motorik : Normoaktif

d. Pembicaraan : Normal

e. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata cukup

2. Afek dan Mood

Afek : Appropiate

39

Page 40: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

Mood : Eutimik

3. Gangguan Persepsi

Halusinasi : (-)

Ilusi : (-)

4. Proses Pikir

Bentuk : realistik

Isi : waham (-)

Arus : koheren

5. Sensorium dan Kognitif

Daya konsentrasi : baik

Orientasi : Orang : baik

Waktu : baik

Tempat : baik

Daya Ingat : Jangka panjang : baik

Jangka pendek : baik

Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik

Insight : 6

P. Status Neurologis

Kesadaran : GCS E4V5M6

Fungsi Luhur : dalam batas normal

Fungsi Vegetatif: dalam batas normal

Nervus Cranialis: dalam batas normal

Fungsi Sensorik

6. Rasa Eksteroseptik : suhu, nyeri, dan raba dalam batas normal

40

Page 41: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

7. Rasa Propioseptik : getar, posisi, dan tekan dalam batas normal

8. Rasa Kortikal : stereognosis, barognosis dalam batas

normal

Fungsi Motorik dan Reflek

Kekuatan Tonus R.Fisiologis R.patologis

5 5 N N +2 +2 - -

5 5 N N +2 +2 - -

41

Page 42: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium darah (11 Oktober 2011)

Hb : 13 g/dL

Hct : 37 %

RBC : 3,92. 106 / ul

WBC : 13. 103 /ul

PLT : 330. 103 /ul

GDS : 155 mg/Dl

Protein Total : 5,60 g/dl

Albumin : 3,1 g/dl

Kreatinin : 0,7 mg/dl

Ureum : 49 mg/dl

Natrium : 136 mmol/L

Kalium : 3,5 mmol/L

Calsium ion : 0,96 mmol/L

B. Analisis Gas Darah (5 Oktober 2011)

pH : 7,47

pCO2 : 36 mmHg

pO2 : 75 mmHg

Hct : 29,8 %

cHCO3 : 25,8 mmol/L

BE : 1,9 mmol/L

Kesimpulan : gagal napas tipe II

42

Page 43: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

C. Foto Rontgen Thorax PA (3 Oktober 2011)

Kesan:

1. Fibro-infiltrat kedua lapang paru

2. TB lesi luas dengan pleural reaction bilateral

D. Laboratorium Mikrobiologi (1 Oktober 2011)

Bahan : sputum

Hasil Pemeriksaan : Tidak ditemukan Gram (+) coccus dan Gram (-)

batang, dan tidak ditemukan BTA

II. ASSESSMENT

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) eksaserbasi akut

III. DAFTAR MASALAH

Problem Medis : Sesak nafas

Problem rehabilitasi Medik

Speech Terapi : (-)

Okupasi Terapi : keterbatasan melakukan kegiatan sehari-hari

karena sesak nafas dan batuk

Sosiomedik : terkadang membutuhkan bantuan untuk melakukan

kegiatan sehari-hari

Ortesa-protesa : (-)

Psikologi : beban pikiran karena keterbatasan melakukan

aktivitas sehari-hari

Fisioterapi : sesak napas, retensi sputum

IV. PENATALAKSANAAN

A. Terapi Paru1. O2 2L/mnt

2. Nebu B:A = 0,8:0,2/8 jam

3. Inj. RL 1 amp aminophilin 16 tpm

4. inj Ceftriaxon 2gr/24 jam

5. inj dexametason 1 ampul/8jam

6. OBH syr 3 X C143

Page 44: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

Terapi Rehabilitasi Medik

1.Fisioterapi

Chest physical therapy:

a. breathing control

b. deep breathing

c. latihan batuk

d. chest expansion exercise

e. postural drainage

2.Speech Terapi : (-)

3. Okupasi Terapi : latihan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

4. Sosiomedik : memberi edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai

penyakit pasien

5.Ortesa-protesa : (-)

6.Psikologi : Psikoterapi suportif , mengurangi kecemasan

pasien

V. Impairment, Disabilitas, dan Handicap

A. Impairment : PPOK eksaserbasi akut

B. Disabilitas : Sesak nafas dan batuk

C. Handicap : Keterbatasan aktivitas sehari- hari karena mudah sesak

VI. Planning

A. Planning Diagnostik : spirometri (bila stabil)

B. Planning Terapi : tidak ada

C. Planning Edukasi :Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa terjadiPenjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan

Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk melakukan terapi

D. Planning Monitoring : Evaluasi hasil terapi.

VII. Goal

A. Perbaikan keadaan umum, sehingga mempersingkat lama perawatan

B. Minimalisasi impairment, disabilitas, dan handicap pada pasien

C. Mencegah komplikasi yang lebih buruk yang dapat memperburuk keadaan penderita

(seperti gagal nafas, infeksi berulang, CPC)

44

Page 45: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

D. Mengatasi masalah psikologis yang timbul akibat penyakit yang diderita pasien

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : baik

Ad sanam : dubia et malam

Ad fungsionam : dubia et bonam

45

Page 46: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

BAB IV

KESIMPULAN

COPD atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah

dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat

mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.

Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari

faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah

defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007,

dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (COPD ringan), derajat 2 (COPD sedang), derajat 3

(COPD berat), derajat 4 (COPD sangat berat).

Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk

kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan dapat tanpa

keluhan atau gejala. Dan baku emas untuk menegakkan COPD adalah uji spirometri.

Prognosa COPD tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid

lain.

46

Page 47: KARYA TULIS ILMIAH PPOK.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Aditama Tjandra Yoga. 2005. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Unit Paru RS Persahabatan. Jakarta.

2. Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK Unair. Surabaya.

3. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8.4. Garisson Susan J. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Departement of

Physical Medicine and Rehabilitation. Texas5. Sat Sharma. 2006. Obstructive Lung Disease. Division of Pulmonary Medicine, Department

of Internal Medicine, University of Manitoba.6. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: 2006. p.

1-18.7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2004. Penyakit Paru Obstruktif Kronik

(PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. pdf. Diakses tanggal 26 Februari 2012

8. http://www.goldcopd.com/ . GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. Diakses tanggal 26 Februari 2012

9. Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

10. NANDA Internasional.Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011 (M Ester, Ed). Alih bahasa Made Sumarwati, Dwi Widiarti dan Estu Tiar. Jakarta :EGC.

11. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC12. Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Jakarta : EGC13. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi Saluran

Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. p. 984-5.14. GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention. USA: 2007. p. 6.

[serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989

15. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=1116

16. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. p. 105-8

47