Page 1 of 50 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur`an adalah sumber dari segala sumber ajaran Islam. Kitab suci menempati posisi sentral bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmi-ilmu ke Islaman , tetapi juga merupakan inspirator dan pemandu gerakan- gerakan umat Islam sepanjang empat belas abad lebih sejarah pergerakan umat ini. Al-Qur`an ibarat lautan yang amat luas, dalam dan tidak bertepi, penuh dengan keajaiban dan keunikan tidak akan pernah sirna dan lekang di telan masa dan waktu. Maka untuk mengetahui dan memahami betapa dalam isi kandungan al-Qur`an diperlukan tafsir. Penafsiran terhadap al-Qur`an mempunyai peranan yang sangat besar dan penting bagi kemajuan dan perkembangan umat Islam. Oleh karena itu sangat besar perhatian para ulama untuk menggali dan memahami makna-makna yang terkandung dalam kitab suci ini. Sehingga lahirlah bermacam-macam tafsir dengan corak dan metode penafsiran yang beraneka ragam pula, dan dalam penafsiran itu nampak dengan jelas sebagai suatu cermin perkembangan penafsiran al-Qur`an serta corak pemikiran para penafsirnya sendiri. Ada beberapa metode yang digunakan untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an diantaranya adalah metode Tafsir Al-
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1 of 35
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur`an adalah sumber dari segala sumber ajaran Islam. Kitab suci menempati
posisi sentral bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmi-ilmu ke Islaman
, tetapi juga merupakan inspirator dan pemandu gerakan-gerakan umat Islam sepanjang
empat belas abad lebih sejarah pergerakan umat ini.
Al-Qur`an ibarat lautan yang amat luas, dalam dan tidak bertepi, penuh dengan
keajaiban dan keunikan tidak akan pernah sirna dan lekang di telan masa dan waktu.
Maka untuk mengetahui dan memahami betapa dalam isi kandungan al-Qur`an
diperlukan tafsir. Penafsiran terhadap al-Qur`an mempunyai peranan yang sangat besar
dan penting bagi kemajuan dan perkembangan umat Islam. Oleh karena itu sangat besar
perhatian para ulama untuk menggali dan memahami makna-makna yang terkandung
dalam kitab suci ini. Sehingga lahirlah bermacam-macam tafsir dengan corak dan
metode penafsiran yang beraneka ragam pula, dan dalam penafsiran itu nampak dengan
jelas sebagai suatu cermin perkembangan penafsiran al-Qur`an serta corak pemikiran
para penafsirnya sendiri.
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
diantaranya adalah metode Tafsir Al-Aqli Al-Ijtihadi atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Tafsir bil al-ra’yi (tafsir berdasarkan pikiran). Tafsir ini juga disebut tafsir bi
al-‘aqli, tafsir bi al-dirayah (tafsir berdasarkan pengetahuan) atau tafsir bi al-ma’qul.
Tafsir bi al-ra’yi sering dipergunakan oleh para mufassir untuk melegitimasi
mazhabnya sesuai dengan ayat-ayat al-Qur’an dan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
sesuai dengan mazhabnya.
Metode tafsir yang lain yaitu tafsir Al-Isyari atau tafsir berdasarkan indikasi.
Dalam hal ini akan akan kami ketengahkan definisi tafsir AL-Isyari, syarat-syartanya,
contoh-contohnya, beberapa perdebatan ulma’ tentang tafsir tersebut. Begitujuga
Analisis Mengenai Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Al-Isyari..
[Type text]
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengungkapkan berapa besar hubungan ke
3 paktor tersebut terhadaf alqur’an. Maka dalam penulisan karya tulis ini penulis
mengambil judul “Berapa Besar hubungan Tafsir Isyari, The Hermeneutics, Hadis
Dengan Alqur’an’’
B. Identifikasi Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan, penulis dapat
mengidentifikasikan masalah ini sebagai berikut:
1. Terjadi silang pendapat di antara ulama. Sebagian kalangan ada yang tidak
membenarkan untuk mengamalkan hadis dhaif Bahkan ada yang mengatakan
bahwa Hadits tersebut bukan dari Nabi Muhammad SAW
2. Dibutuhkan waktu yang lama untuk mengetahui hubungan antara the hermeneutic
dan alqur’an
3. Masih minimnya orang yang tahu bahwa pembahasan,arti dan hubungan tafsir
isyari,hadis dan the hermeneutic dan alqur’an,
4. Banyak orang yang belum tahu hubungan ini sangatlah besar yang dapat membantu
banyak hal terhadap setiap manusia.
C. Pembatasan Masalah
Dari masalah yang telah diidentifikasikan, penulis membatasi pembahasan
masalah ini pada poin ketiga, yaitu: “Masih minimnya orang yang tahu bahwa
pembahasan,arti dan hubungan tafsir isyari,hadis dan the hermeneutic dan alqur’an”
Page 2 of 35
[Type text]
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan
beberapa masalah, yaitu:
1. Apa fungsi, dan arti dari ?
-Alqur’an
-Tafsir isyari
-Hadits
-The hermeneutic
2. Bagaimana hubungan keempat pembahasan tersebut?
3. Bagaimana kelebihan/ perbedaan dari alqur’an , hadits, dan tafsir isyari
E. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk mendeskripsikan tentang:
1. Mengetahui apa alqur’an dalam pandangan penafsiran the hermeneutics,
2. Mengetahui bagaimana bentuk dan hubungan ke 4 poin tersebut
3. Mengetahui kelebihan, posisi dan hubungan ke 4 poin tersebut
F. Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan dari penulisan karya tulis ini adalah:
1. Sebagai bahan penulisan untuk penelitian lebih lanjut.
Page 3 of 35
[Type text]
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Alqur’an
a. Pengertian alqur’an
Secara Syari’at (Terminologi)
Adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para
Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-
Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
Al Qur’an merupakan mu’jizat Nabi Muhammad SAW yang paling tinggi,
paling besar dan paling ampuh untuk mensklukksn orang-orang yang ingkar
terhadap kenabian beliau. Sekalipun Nabi Muhammad memiliki banyak
mu’jizat, akan tetapi beliau tidak menggunakan mu’jizat-mu’jizat yang lain
sebagai tantangan terhadap orang-orang yang mengingkari kenabian beliau.
Oleh karena itu kemu’jizatan Al Qur’an merupakan bukti kenabian Muhammad
SAW, semenjak turunnya Al Qur’an sampai Hari Kiamat nanti. Sebab mu’jizat
Al Qur’an adalah mu’jizat yang dapat diindera dan dibuktikan oleh seluruh
manusia di setiap masa sampai Hari Kiamat. Hal ini memang telah dijelaskan
oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya :
“Setiap nabi pasti diberi sesuatu (mu’jizat) yang serupa dengannya,
manusia akan meyakininya, tetapi yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang
Page 4 of 35
[Type text]
diturunkan Allah kepadaku. Maka aku berharap menjadi Nabi yang paling
banyak pengikutnya”. (HR Bukhari)
Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an
kepadamu (hai Muhammad) dengan beransur-ansur.” (al-Insaan:23)
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an
dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)
Allah ta’ala telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari upaya merubah,
menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah menjamin
akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya, “Sesunggunya Kami-lah
yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.” (al-Hijr:9)
Oleh kerana itu, selama berabad-abad telah berlangsung namun tidak satu pun
musuh-musuh Allah yang berupaya untuk merubah isinya, menambah,
mengurangi atau pun menggantinya. Allah SWT pasti menghancurkan tabirnya
dan membuka tipudayanya.
Allah ta’ala menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang banyak sekali, yang
menunjukkan keagungan, keberkatan, pengaruhnya dan keuniversalannya serta
menunjukkan bahawa ia adalah pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya.
Allah ta’ala berfirman, “Dan sesunguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh
ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang agung.” (al-Hijr:87)
Dan firman-Nya, “Qaaf, Demi al-Quran yang sangat mulia.” (Qaaf:1)
Dan firman-Nya, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu
penuh dengan berkah supaya mereka memerhatikan ayat-ayatnya dan supaya
mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (Shaad:29)
Page 5 of 35
[Type text]
Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang
diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (al-
An’am:155)
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat
mulia.” (al-Waqi’ah:77)
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada
(jalan ) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang
Mu’min yang menjajakan amal saleh bahawa bagi mereka ada pahala yang
benar.” (al-Isra’:9)
Dan firman-Nya, “Kalau sekiranya kami menurunkan al-Qur’an ini kepada
sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan
takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk
manusia supaya mereka berfikir.” (al-Hasyr:21)
Dan firman-Nya, “Dan apabila diturunkan suatu surah maka di antara mereka
(orang-orang munafik) ada yang berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang
bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini.? ‘ Adapun orang-orang yang
beriman, maka surah ini menambah imannya sedang mereka merasa gembira.
Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka
dengan surah ini bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang
telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (at-Taubah:124-125)
Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya
aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai al-
Qur’an (kepadanya)…” (al-An’am:19)
Page 6 of 35
[Type text]
Dan firman-Nya, “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan
berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur’an dengan jihad yang benar.” (al-
Furqan:52)
Dan firman-Nya, “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan khabar gembira
bagi orang-orang yang berserah diri.” (an-Nahl:89)
Dan firman-Nya, “Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan
membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, iaitu kitab-kitab
(yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian* terhadap kitab-kitab yang lain
itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan…”
(al-Maa’idah:48)
Al-Qur’an al-Karim merupakan sumber syari’at Islam yang kerananya
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam diutus kepada seluruh umat manusia.
Allah ta’ala berfirman,
Dan firman-Nya, “Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqaan (al-
Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada
seluruh alam (jin dan manusia).” (al-Furqaan:1)
b. Fungsi alqur’an
Al-Qur`an adalah sumber dari segala sumber ajaran Islam. Kitab suci
menempati posisi sentral bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan
ilmi-ilmu ke Islaman , tetapi juga merupakan inspirator dan pemandu gerakan-
gerakan umat Islam sepanjang empat belas abad lebih sejarah pergerakan umat
ini.
Al-Qur`an ibarat lautan yang amat luas, dalam dan tidak bertepi, penuh
dengan keajaiban dan keunikan tidak akan pernah sirna dan lekang di telan masa
dan waktu. Maka untuk mengetahui dan memahami betapa dalam isi kandungan
Page 7 of 35
[Type text]
al-Qur`an diperlukan tafsir. Penafsiran terhadap al-Qur`an mempunyai peranan
yang sangat besar dan penting bagi kemajuan dan perkembangan umat Islam
2. Tafsir isyari
a. Pengertian tafsir isyari
Secara leksikal, kata tafsīr (Bahasa Arab) merupakan bentuk masdar dari
fassara (fi’il mādhī), yang akar katanya terdiri dari fa’, sin, dan ra’. Pada
dasarnya, kata yang tersusun dari akar kata semacam itu memiliki makna
menerangkan sesuatu atau menjelaskannya.8 Sedangkan bentuk masdar-nya
berarti keterangan atau penjelasan.9
Adapun kata isyārī (B. Arab), jika ditinjau dari bentuknya merupakan verbal
noun (masdar) yang kemudian mendapat tambahan ya’ al-nisbah di akhir kata.
Secara leksikal kata tersebut berasal dari asyara – yasyiru – isyāratan, yang
bermakna al-dalīl (tanda, indikasi, dan petunjuk), juga bisa bermakna
menunjukkan dengan tangan atau dengan akal, mengeluarkan sesuatu dari
lubang, mengambil sesuatu, dan menampakkan sesuatu.10
Berdasarkan telaah makna-makna lafaz di atas, maka sederetan makna tersebut
berimplikasi pada pengertian lafaz isyārī yang memiliki kecenderungan upaya
untuk untuk menunjukkan sesuatu yang tersembunyi agar bisa diketahui secara
jelas, atau lebih menonjolkan makna yang tersirat daripada makna tersurat. Kata
tersebut bisa dijumpai dalam al-Qur’an hanya sekali,11 yaitu dalam Surah
Maryam ayat 29.
صب المهد في آان من م نكل آيف قالوا إليه يافأشارتArtinya: “maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata:
"Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?"
Page 8 of 35
[Type text]
Telaah kebahasaan sebagaimana di atas juga mengindikasikan adanya
pemahaman tentang sesuatu yang menunjukkan untuk memperoleh kejelasan,
yakni dari asalnya tidak tahu bisa menjadi tahu, dari yang tidak tampak menjadi
tampak, dari yang tersembunyi atau samar bisa menjadi terlihat, dari yang
abstrak menjadi konkret, dan dari yang terpendam menjadi di luar (berada pada
permukaan). Dengan demikian, secara etimologi, tafsir Isyāri memiliki makna
tafsir yang mengungkapkan makna atau maksud yang terpendam atau
tersembunyi dalam lafaz atau ayat al-Qur’an dengan kedalaman berpikir bahkan
dengan zauq (perasaan hati) yang extravagansa.
Secara terminologi, tafsir Isyāri, menurut al-Shābūnī, adalah takwil al-
Qur’an yang berbeda dengan lahirnya lafaz atau ayat, karena untuk isyarah-
isyarah yang sangat rahasia, yang hanya diketahui oleh sebagian ulū al-‘ilm atau
‘ārifīn (orang yang makrifat kepada Allah) dari orang yang telah diterangi mata
hatinya oleh Allah, sehingga mereka mampu menemukan rahasia-rahasia yang
tersembunyi dibalik ayat-ayat al-Qur’an. Atau bahkan bagian makna-makna
yang detail itu tertuang dalam hati mereka lantaran ilham ilahi, yang mana hal
itu memungkinkan mereka untuk mempertemukan makna tersebut dengan
makna lahirnya. 12
Menurut sebagian ulama, ilmu sebagaimana dimaksudkan di atas
bukanlah seperti “ ‘ilm al-kasbī” yang bisa didapat dengan cara membaca,
mengingat dan menghafal, akan tetapi hal itu lebih merupakan “ilmu laduni”,
yakni ilmu pemberian yang boleh dikata sebagai pancaran dari ketajaman takwa,
istiqomah dan kebajikan.13 Menurut al-Zahabī, tafsir isyārī adalah hasil
riyādhah rūhiyah seorang sufi sehingga bisa menyingkap rahasia-rahasia dan
i’tibar dalam wujud isyarat yang suci yang muncul dengan sendirinya di dalam
hatinya sebagai ungkapan dari terkuaknya rahasia ayat-ayat karena makrifat
kepada Allah
b. Fungsi tafsir isyari
Page 9 of 35
[Type text]
Tafsir Isyari disamping mengarahkan sasaran penafsirannya pada
pengungkapan makna ayat-ayat al Quran yang tersirat juga berusaha menelusuri
daya cakup makna Al Quran, yang tersusun dari maknanya yang tersurat.
3. Hadits
a. Pengertian hadits
adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan
persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun
hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam
selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits
merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.
Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi
hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam
Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu
Majah.
b. Fungsi hadits
ada tiga fungsi sunnah atau hadis dalam ajaranIslam.
1. Pertama, sebagai penjelas terhadap al-Qur’an. Kalau ada orang yang hanya
menggunakan al-Qur’an dan tidak mau menggunakan sunnah, maka dari
mana ia
mengetahui bahwa salat zhuhur itu empat rakaat. Ternyata tidak ada
keterangan dalam al-Qur’an mengenai salat zhuhur empat raka’at, thawaf
tujuh kali dan seterusnya. Syarat ibadah kita diterima oleh Allah SWT ada
dua, yang tercantum dalam dua kalimah syahadah. Yang pertama harus ada
keikhlasan karena Allah sebagaimana dituangkan dalam syahadat tauhid,
yakni "Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah".Yang kedua,
syaratnya adalah harus mengikuti tuntunan Rasulullah yang dituangkan
dalam syahadat rasul, yakni "Saya bersaksi bahwa Muhammad adalah
Page 10 of 35
[Type text]
utusan Allah". Oleh karena itu, tidak mungkin seorang muslim
meninggalkan hadis.
2. Kedua, hadis adalah sebagai pendukung terhadap ketetapan dalam
al-Qur’an.
Sebagai contoh al-Qur’an secara tegas mengharamkan riba. Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Lalu datanglah hadis-hadis
yang juga mengharamkan riba.
3. Ketiga, hadis sebagai sumber hukum Islam. Hadis adalah sebagai sumber
hukum kedua setelah al-Qur’an. Banyak hadis menjelaskan sesuatu yang
tidak disebut dalam al-Qur’an. Salah satunya adalah tentang dihalalkannya
memakan daging binatang yang disebut dlabb. Dulu banyak yang
menerjemahkan dlabb dengan biawak, padahal ternyata jauh berbeda
dengan biawak karena di Indonesia tidak ada. Penetapan halalnya binatang
dlabb ini adalah berdasarkan hadis Nabi Saw. Jadi, kedudukan dan fungsi
hadis adalah sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Sedangkan fungsinya
adalah sebagai penjelas dan penguat hukum yang ditetapkan dalam
al-Qur’an, juga sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri yang tidak
dijelaskan dalam alqur’an.
4. The hermeneutic
a. Pengertian The hermeneutic
Secara sederhana, hermeneutika diartikan sebagai seni dan ilmu
untuk menafsirkan teks-teks yang punya otoritas, khususnya teks suci.Dalam
definisi yang lebih jelas, hermeneutika diartikan sebagai sekumpulan kaidah
atau pola yang harus diikuti oleh seorang mufassir dalam memahami teks
keagamaan.Namun, dalam perjalanan sejarahnya, hermeneutika ternyata
tidak hanya digunakan untuk memahami teks suci melainkan meluas untuk
semua bentuk teks, baik sastra, karya seni maupun tradisi masyarakat.
Selanjutnya, sebagai sebuah metodologi penafsiran, hermeneutika bukan
hanya sebuah bentuk yang tunggal melainkan terdiri atas berbagai model
dan varian. Paling tidak ada tiga bentuk atau model hermeneutika yang dapat
kita lihat. Pertama, hermeneutika objektif yang dikembangkan tokoh-tokoh
Page 11 of 35
[Type text]
klasik, khususnya Friedrick Schleiermacher (1768-1834), Wilhelm Dilthey
(1833-1911) dan Emilio Betti (1890-1968).
Menurut model pertama ini, penafsiran berarti memahami teks
sebagaimana yang dipahami pengarangnya, sebab apa yang disebut teks,
menurut Schleiermacher, adalah ungkapan jiwa pengarangnya, sehingga
seperti juga disebutkan dalam hukum Betti, apa yang disebut makna atau
tafsiran atasnya tidak didasarkan atas kesimpulan kita melainkan diturunkan
dan bersifat intruktif.Untuk mencapai tingkat seperti itu, menurut
Schleiermacher, ada dua cara yang dapat ditempuh; lewat bahasanya yang
mengungkapkan hal-hal baru, atau lewat karakteristik bahasanya yang
ditransfer kepada kita. Ketentuan ini didasarkan atas konsepnya tentang teks.
Menurut Schleiermacher, setiap teks mempunyai dua sisi: (1) sisi linguistik
yang menunjuk pada bahasa yang memungkinkan proses memahami
menjadi mungkin, (2) sisi psikologis yang menunjuk pada isi pikiran si
pengarang yang termanifestasikan padastyle bahasa yang digunakan. Dua
sisi ini menerminkan pengalaman pengarang yang pembaca kemudian
mengkonstruksinya dalam upaya memahami pikiran pengarang dan
pengalamannya.
Menurut Abu Zaid, diantara dua sisi ini, Schleiermacher lebih
mendahulukan sisi linguistik dibanding analisa psikologis, meski dalam
tulisannya sering dinyatakan bahwa penafsir dapat memulai dari sisi manapun
sepanjang sisi yang satu memberi pemahaman kepada yang lain dalam upaya
memahami teks.
b. fungsi Hermeneutika dan Tafsir.
Berdasarkan definisi diatas, apa yang dimaksud hermeneutika
sesungguhnya tidak berbeda dengantafsîr dalam tradisi Islam. Menurut
Dzahabi, tafsir adalah seni atau ilmu untuk menangkap dan menjelaskan
maksud-maksud Tuhan --dalam al- Qur`an-- sesuai dengan tingkat
kemampuan manusia (bi qadr al- thâqah al-basyariyah)
Dalam tradisi keilmuan Islam, tafsir ini kemudian berkembang
menjadi dua aliran: tafsîr bi al-ma’tsûr dan tafsîr bi al-ra’y. Tafsîr bi al-
Page 12 of 35
[Type text]
ma’tsûr adalah interpretasi al- Qur`an yang didasarkan atas penjelasan al-
Qur`an dalam sebagian ayat-ayatnya, berdasarkan atas penjelasan Rasul,
para shahabat atau orang-orang yang mempunyai otoritas untuk menjelaskan
maksud Tuhan, sementara tafsîr bi al-ra’y adalah interpretasi yang
didasarkan atas ijtihad.Dalam perbandingan diantara keduanya, model tafsir
bi al- ma`tsûr sesuai dengan model hermeneutika objektif. Sebagaimana
hermeneutika objektif yang berusaha memahami maksud pengarang dan
masuk dalam tradisinya, tafsir bi al- ma`tsûr juga berusaha menangkap
maksud Tuhan dalam al- Qur`an dengan cara masuk pada kondisi realitas
historisnya saat turunnya ayat. Dalam pandangan tafsir bi al-ma`tsûr, yang
paling mengetahui maksud Tuhan adalah Rasul, para shabat dan mereka
yang sezaman. Kita tidak akan dapat menangkap maksud al-Qur`an tanpa
bantuan mereka dan memahami realitas historis yang melingkupinya.
Karena itu, metode tafsirbi al-ma’tsûr senantiasa mengikatkan dan
menyandarkan diri pada tradisi masa Rasul, shahabat dan yang berkaitan
dengan periode awal turunnya al-Qur`an. Sementara itu, tafsir bi al-ra’y
sesuai dengan model hermeneutika subjektif. Sebagaimana konsep
hermeneutika subjektif, tafsir bi al-ra’y tidak memulai penafsirannya
berdasarkan realitas-realitas historis atau analisa-analisa linguistik
melainkan memulai dari prapemahaman si penafsir sendiri kemudian
berusaha mencari legitimasinya atau kesesuaiannya dalam teks tersebut.
Pernyataan ini dapat dilihat pada interpretasi yang dilakukan Ibn
Arabi tentang ayatDia membiarkan kedua lautan mengalir yang keduanya
kemudian bertemu (QS. al-Rahman, 19). Ibn Arabi yang sufistik memulai
tafsirannya berdasarkan prinsip-prinsip ajarannya kemudian mencari
dukungannya dalam teks. Karena itu, menurutnya, yang dimaksud dua
lautan dalam ayat diatas adalah lautan substansi raga yang asin dan pahit dan
lautan ruh yang murni, yang tawar dan segar yang keduanya saling bertemu
dalam wujud manusia.Yang lain dapat dilihat pada al-Farabi, filosof yang
terkenal dengan konsepnya tentang intelek aktif (al-`aql al-fa`âl). Baginya,
kataal-malaikah bukan berarti makhluk supra-natural dan supra-rasional
Page 13 of 35
[Type text]
Tuhan dengan tugas-tgas khusus sebagaimana yang biasanya dipahami
melainkan pengetahuan orisinil yang berdiri sendiri atau intelek aktif yang
mengetahui persoalan yang Maha Tinggi. Ia adalah ruh suci, absolut dan
dapat mengetahui dirinya sendiri.
Meski demikian jauh dan meski tafsir bi al-ra’y (sama juga
hermeneutika subjektif) idasarkan atas ijtihad, tetapi ia masih lebih banyak
berkutat dalam lingkaran wacana, belum pada aksi. Gadamer sendiri
menyebut hermeneutika lebih hanya merupakan permainan bahasa, karena
segala yang biasa dipahami adalah bahasa (being that can be understood is
language)
Kenyataan tersebut, menurut Hasan Hanafi, dikarenakan tradisi
pemikiran Islam masih lebih bersifat teosentris daripada antroposentris,
lebih banyak bicara tentang Tuhan daripada manusia sendiri.