BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persoalan membaca, menulis, dan berhitung memang merupakan fenomena tersendiri. Kini menjadi semakin hangat dibicarakan para orang tua yang memiliki anak usia taman kanak-kanak (TK), karena mereka khawatir anak-anaknya tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolahnya nanti jika sedari awal belum dibekali keterampilan membaca. Hal inilah yang membuat para orang tua akhirnya sedikit memaksa anaknya untuk belajar membaca. Terlebih lagi, istilah-istilah “tidak lulus”, “tidak naik kelas”, kini semakin menakutkan karena akan berpengaruh pada biaya sekolah yang bertambah kalau akhirnya harus mengulang kelas. Selama ini taman kanak-kanak didefinisikan sebagai tempat untuk mempersiapkan anak-anak memasuki masa sekolah yang dimulai di jenjang sekolah dasar. Kegiatan yang 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Persoalan membaca, menulis, dan berhitung memang merupakan fenomena
tersendiri. Kini menjadi semakin hangat dibicarakan para orang tua yang memiliki
anak usia taman kanak-kanak (TK), karena mereka khawatir anak-anaknya tidak
mampu mengikuti pelajaran di sekolahnya nanti jika sedari awal belum dibekali
keterampilan membaca. Hal inilah yang membuat para orang tua akhirnya sedikit
memaksa anaknya untuk belajar membaca. Terlebih lagi, istilah-istilah “tidak
lulus”, “tidak naik kelas”, kini semakin menakutkan karena akan berpengaruh
pada biaya sekolah yang bertambah kalau akhirnya harus mengulang kelas.
Selama ini taman kanak-kanak didefinisikan sebagai tempat untuk
mempersiapkan anak-anak memasuki masa sekolah yang dimulai di jenjang
sekolah dasar. Kegiatan yang dilakukan di taman kanak-kanak pun hanyalah
bermain dengan mempergunakan alat-alat bermain edukatif.
Bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain merupakan prinsip
pembelajaran di TK sebab dunia anak adalah dunia bermain. Bagi anak-anak,
kegiatan bermain selalu menyenangkan. Dengan bermain, anak-anak dapat
mengekspresikan berbagai perasaan maupun ide-ide yang cemerlang tentang
berbagai hal. Anak juga dapat menjelajah ke alam imajinasi yang tidak terbatas
sehingga akan merangsang pula perkembangan kreativitas alaminya. Melalui
kegiatan bermain, anak bisa mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi dan
1
sosial. Perkembangan secara fisik dapat dilihat melalui kegiatan bermain,
sedangkan perkembangan intelektual dapat dilihat melalui kemampuan
menggunakan dan memanfaatkan lingkungannya. Perkembangan anak dapat
dilihat ketika anak sedang merasa senang, tidak senang, sedih, marah.
Berdasarkan hasil pengamatan di TK. Putra IV kelompok B-1 Aceh Besar
masih terdapat anak didik yang mengalami permasalahan dalam mengenal kata.
Kesulitan ini ditunjukkan dengan berbagai bentuk, sebagian anak didik tidak
mengenal huruf bacaan yang dibacanya dan sebagian lainnya bahkan tidak tertarik
dalam mengikuti proses belajar mengajar.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian tindakan kelas dengan judul “Upaya Meningkatkan Kompetensi
Mengenal Kata Melalui Model Permainan Lotto Pada Murid TK Putra IV Aceh
Besar”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa masih terdapatnya anak
didik yang mengalami permasalahan dalam pengenalan kata, masalah tersebut
berkaitan dengan keefektifan pembelajaran sehingga akan diatasi melalui
penerapan model permainan lotto. Dengan demikian, masalah penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Kurangnya kemampuan dasar bahasa dalam aspek keterampilan mengenal
kata yang diterapkan pada TK. Putra IV kelompok B-1 Aceh Besar
2
2. Metode pelaksanaan proses pembelajaran pengenalan kata kepada anak didik
belum tepat sasaran yang digunakan guru peneliti pada anak TK Putra IV
kelompok B-1 Aceh Besar
1.3 Cara Memecahkan Masalah
Masalah peningkatan kompetensi anak didik TK Putra IV pada kelompok
B1 dalam membaca/pengenalan kata akan dilihat dengan permainan lotto. Adapun
langkah-langkah pelaksanan yang akan dilakukan dalam pengenalan kata melalui
model permainan lotto adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai,
2. Guru menyampaikan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh anak didik
3. Guru memperlihatkan gambar-gambar yang akan dipelajari sesuai dengan
materi yang akan disusun sesuai dengan kata yang tertera pada gambar.
4. Guru memberi kebebasan memilih teman kelompoknya, anak didik
menyusun huruf menjadi kata seperti bentuk utuh.
5. Guru menanyakan pada anak didik kata yang tertera pada gambar tersebut,
anak didik dapat mengungkapkan sesuai dengan kemampuannya.
6. Dari gambar tersebur guru dapat menanamkan materi tersebut yang ingin
dicapai, menyuruh anak didik untuk menyebutkan kata lain dari kata awal
yang sama sesuai pada gambar dan suku kata awal yang tertera pada
gambar yang ada dihadapannya.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melatih anak agar dapat membaca melalui
pengenalan kata dengan menggunakan lotto sejenis serta meningkatkan
3
kompetensi anak dalam mengenal kata untuk mencapai hasil yang maksimal
dalam melatih dan membuat anak dapat membaca ketika mereka telah
menyelesaikan pendidikan pra-sekolahnya di Taman Kanak-kanak. Depdiknas
(2006) menambahkan bahwa pendidikan pra-sekolah sangat besar pengaruhnya
bagi perkembangan usia anak pada jenjang pendidikan selanjutnya, baik ditinjau
dari aspek fisik-psikomotorik, intelektual, emosional, maupun spritual sebab
pendidikan TK adalah tempat bagi anak “usia emas” (golden age) untuk
mengembangkan fondasi dasarnya.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
A. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah diharapkan dapat bermanfaat
untuk memperkaya khazanah keilmuan yang terkait dengan proses pengenalan
kata secara efektif melalui model permainan lotto.
B. Manfaat Praktis
Hasil penelitian bermanfaat bagi:
a. Bagi anak taman kanak-kanak dapat menambah pengetahuan pengenalan
kata melalui model permainan lotto, sehingga kemampuan mengenal kata
dapat ditingkatkan
b. Bagi guru dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan kemampuan dalam
merancang dan melaksanakan pembelajaran membaca dan menulis yang
benar-benar efektif dengan menggunakan model permainan lotto serta
dapat menambah pengalaman guru.
4
c. Bagi peneliti sebagai salah satu kegiatan pengembangan profesi penulis
yang diajukan untuk memperoleh angka kredit untuk kenaikan pangkat
yang lebih tinggi.
d. Bagi sekolah dapat bermanfaat sebagai dasar dari teknik-teknik baru yang
dapat diterapkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan anak pada
taman kanak-kanak.
5
BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Kompetensi
Berdasarkan pada arti estimologi kompetensi diartikan sebagai
kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan atau melaksanakan pekerjaan
yang dilandasi oleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja. Sehingga dapat
dirumuskan bahwa kompetensi diartikan sebagai kemampuan seseorang yang
dapat terobservasi mencakup atas pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam
menyelesaikan suatu kegiatan atau tugas sesuai dengan target yang diharapkan.
Istilah kompetensi dalam pendidikan mulai populer di Indonesia seiring
dengan munculnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004,
yang disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
tahun 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi lebih menekankan pada kompetensi
peserta didik, atau kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa setelah
melakukan proses pembelajaran tertentu.
Peserta didik dalam Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada
jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu, dengan tujuan meningkatkan
kompetensi peserta didik.
Kompetensi peserta didik adalah kemampuan yang harus dimiliki/dicapai
peserta didik setelah mengikuti pembelajaran. Kemampuan tersebut adalah
6
perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Seseorang yang telah memiliki
kompetensi dalam bidang tertentu bukan hanya mengetahui, tetapi juga dapat
memahami dan menghayati bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku
sehari-hari.
Kompetensi peserta didik pada setiap tingkat dan/atau semester terdiri atas
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Secara detil, klasifikasi
kompetensi peserta didik mencakup:
Kompetensi Lulusan, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai oleh
peserta didik setelah tamat mengikuti pendidikan pada jenjang atau satuan
pendidikan tertentu. Misalnya, kompetensi lulusan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,
dan SMK. Dilihat dari tujuan kurikulum, kompetensi lulusan termasuk tujuan
institusional.
Kompetensi Standar, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai
setelah anak didik menyelesaikan suatu mata pelajaran tertentu pada setiap
jenjang pendidikan yang diikutinya. Misalnya, kompetensi yang harus dicapai
oleh mata pelajaran IPA di SD, matematika di SD, dan lain sebagainya. Dilihat
dari tujuan kurikulum, kompetensi standar termasuk pada tujuan kurikuler.
Kompetensi Dasar, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai peserta
didik dalam penguasaan konsep atau materi pelajaran yang diberikan dalam kelas
pada jenjang pendidikan tertentu. Dilihat dari tujuan kurikulum, kompetensi
termasuk pada tujuan pembelajaran.
7
Ketiga macam kompetensi peserta didik tersebut, terkait erat satu sama
lain. Kompetensi Dasar harus senantiasa mengacu pada Kompetensi Standar
(Standar Kompetensi), dan Kompetensi Standar harus senantiasa mengacu pada
Kompetensi Lulusan.
2.2 Pengembangan permainan membaca dan menulis
Bahasa merupakan alat yang penting bagi setiap orang. Melalui berbahasa
seseorang atau anak akan dapat mengembangkan kemampuan bergaul (social
skill) dengan orang lain. Penguasaan keterampilan bergaul dalam lingkungan
sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa. Tanpa
bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Anak dapat
mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa sehingga orang lain dapat
menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Komunikasi antar anak dapat terjalin
dengan baik dengan bahasa sehingga anak dapat membangun hubungan sehingga
tidak mengherankan bahwa bahasa dianggap sebagai salah satu indikator
kesuksesan seorang anak. Anak yang dianggap banyak berbicara, kadang
merupakan cerminan anak yang cerdas.
Masa perkembangan bicara dan bahasa yang paling intensif pada manusia
terletak pada masa usia dini, tepatnya pada tiga tahun dari hidupnya, yakni suatu
periode dimana otak manusia berkembang dalam proses mencapai kematangan
(Siti Aisyah et el, 2007: 6). Masa usia dini merupakan masa keemasan (golden
age) di sepanjang rentang usia perkembangan manusia. Montessori (dalam
Sujiono, 2009: 54) menyatakan bahwa masa tersebut merupakan periode sensitif
(sensitive period), di mana anak secara khusus mudah menerima stimulus-
8
stimulus dari lingkungannya. Berdasarkan fakta sebagaimana dikemukakan oleh
para ahli di atas maka harus ada lingkungan yang kondusif, yang mengupayakan
pengembangan berbahasa anak, termasuk anak usia pra sekolah secara intensif.
Pengembangan kemampuan dasar anak, termasuk berbahasa, dapat
dilakukan dengan strategi bermain. Ada beberapa jenis permainan yang dapat
mendukung terciptanya rangsangan pada anak dalam berbahasa antara lain alat
peraga berupa gambar yang terdapat pada buku atau poster, mendengarkan lagu
atau nyanyian, menonton film atau mendengarkan suara kaset, membaca cerita
(story reading/story telling) ataupun mendongeng. Semua aktivitas yang dapat
merangsang kemampuan anak dalam berbahasa dapat diciptakan sendiri oleh
pendidik. Pendidik dapat berimprovisasi dan mengembangkan sendiri dengan cara
menerapkannya kepada anak sesuai dengan kondisi dan lingkungannya.
2.3 Pengertian Permainan
Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari
yang tidak dikenali sampai pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat
diperbuatnya sampai mampu melakukannya. Bermain bagi anak memiliki nilai
dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari. Pada
permulaan setiap pengalaman bermain memiliki resiko. Ada resiko bagi anak
untuk belajar misalnya naik sepeda sendiri, belajar meloncat. Unsur lain adalah
pengulangan. Anak mengkonsolidasikan ketrampilannya yang harus
diwujudkannya dalam berbagai permainan dengan nuansa yang berbeda. Dengan
cara ini anak memperoleh pengalaman tambahan untuk melakukan aktivitas lain.
Melalui permainan anak mengkonsolidasikan ketrampilannya yang harus diwujudkannya dalam berbagai permainan dengan nuansa yang berbeda.
9
Dengan cara ini anak memperoleh pengalaman tambahan untuk melakukan aktivitas lain. Melalui permainan anak dapat menyatakan kebutuhannya tanpa dihukum atau terkena teguran misalnya bermain boneka diumpamakan sebagai adik yang sesungguhnya (Semiawan, 2002: 21).
Bermain bagi anak dapat menyeimbangkan motorik kasar, keseimbangan
motorik kasar dan halus akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan
psikologis anak. Secara tidak langsung, permainan merupakan perencanaan
psikologis bagi anak untuk mencapai kematangan dan keseimbangan di masa
perkembangannya. Melalui permainan, fungsi kerja otak kanan dapat
dioptimalkan karena bermain dengan teman sebaya seringkali menimbulkan
keceriaan bahkan pertengkaran. Hal ini sangat berguna untuk menguji
kemampuan diri anak dalam menghadapi teman sebaya , serta mengembangkan
perasaan realistis anak akan dirinya. Artinya, ia dapat merasakan hal-hal yang
dirasa nyaman dan tidak nyaman pada dirinya dan terhadap lingkungannya, serta
dapat mengembangkan penilaian secara objektif dan subjektif atas dirinya dan
dapat mengembangkan pola sosialisasi dan emosi anak.
Bermain dapat menjadi sarana anak untuk belajar menempatkan dirinya
sebagai makhluk sosial. Dalam permainan anak berhadapan dengan berbagai
karakter yang berbeda, sifat dan cara berbicara yang berbeda pula, sehingga ia
dapat mulai mengenal heterogenitas dan mulai memahaminya sebagai unsur
penting dalam permainan. Anak juga dapat mempelajari arti penting nilai
keberhasilan pribadi dalam kelompok; serta belajar menghadapi ketakutan,
penolakan, juga nilai baik dan buruk yang akan memperkaya pengalaman
emosinya.
10
a. Permainan Bahasa
Permainan bahasa merupakan perminan untuk memperoleh kesenangan
dan untuk melatih ketrampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan
menulis). Apabila suatu permainan menimbulkan kesenangan tetapi tidak
memperoleh ketrampilan berbahasa tertentu, maka permainan tersebut bukan
permainan bahasa. Sebaliknya, apabila suatu kegiatan melatih ketrampilan bahasa
tertentu, tetapi tidak ada unsur kesenangan maka bukan disebut permainan bahasa.
Dapat disebut permainan bahasa, apabila suatu aktivitas tersebut mengandung
kedua unsur kesenangan dan melatih ketrampilan berbahasa (menyimak,berbicara,
membaca dan menulis).
Setiap permainan bahasa yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran
harus secara langsung dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Anak-
anak pada usia 6 – 8 tahun masih memerlukan dunia permainan untuk membantu
menumbuhkan pemahaman terhadap diri mereka. Pada usia tersebut, anak-anak
mudah merasa jenuh belajar di kelas apabila dijauhkan dari dunianya yaitu dunia
bermain. Permainan hampir tak terpisahkan dengan kehidupan manusia. Baik
bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa semua membutuhkan permainan. Tentunya
dengan jenis dan sifat permainan yang berbeda-beda sesuai dengan jenis kelamin,
bakat dan minat masing-masing.
Tujuan utama permainan bahasa bukan semata-mata untuk memperoleh
kesenangan, tetapi untuk belajar ketrampilan berbahasa tertentu misalnya
menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Aktivitas permainan digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan cara yang
11
menyenangkan. Menurut Dewey (dalam Pollit, 1994) bahwa interaksi antara
permainan dengan pembelajaran akan memberikan pengalaman belajar yang
sangat penting bagi anak-anak. Menang dan kalah bukan merupakan tujuan utama
permainan. Dalam setiap permainan terdapat unsur rintangan atau tantangan yang
harus dihadapi. Tantangan tersebut kadang-kadang berupa masalah yang harus
diselesaikan atau diatasi, kadang pula berupa kompetisi. Masalah yang
harusdiselesaikan itulah yang dapat melatih ketrampilan berbahasa. Alat
permainan baik realistik maupun imajinatif, buatan pabrik maupun alamiah
memiliki peranan yang cukup besar dalam membantu merangsang anak dalam
menggunakan bahasa. Keberadaan alat-alat permainan dapat memabntu dan
meningkatkan daya imajinasi anak.
b. Pembelajaran Membaca Melalui Permainan Bahasa
Belajar konstrultivisme mengisyaratkan bahwa guru tidak memompakan
pengetahuan ke dalam kepala pebelajar, melainkan pengetahuan diperoleh melalui
suatu dialog yang ditandai oleh suasana belajar yang bercirikan pengalaman dua
sisi. Ini berarti bahwa penekanan bukan pada kuantitas materi, melainkan pada
upaya agar siswa mampu menggunakan otaknya secara efektif dan efisien
sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif belaka, melainkan oleh keterlibatan
emosi dan kemampuan kreatif. Dengan demikian proses belajar membaca perlu
disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan siswa (Semiawan, 2002:5).
Dalam hal ini guru tidak hanya sekedar melaksanakan apa yang ada dalam
kurikulum, melainkan harus dapat menginterpretasi dan mengembangkan
kurikulum menjadi bentuk pembelajaran yang menarik. Pembelajaran dapat
12
menarik apabila guru memiliki kreativitas dengan memasukkan aktivitas
permainan ke dalam aktivtas belajar siswa. Penggunaan bentuk-bentuk permainan
dalam pembelajaran akan memberi iklim yang menyenangkan dalam proses
belajar, sehingga siswa akan belajar seolah-olah proses belajar siswa dilakukan
tanpa adanya keterpaksaan, tetapi justru belajar dengan rasa keharmonisan. Selain
itu, dengan bermain siswa dapat berbuat agak santai. Dengan cara santai tersebut,
sel-sel otak siswa dapat berkembang akhirnya siswa dapat menyerap informasi,
dan memperoleh kesan yang mendalam terhadap materi pelajaran. Materi
pelajaran dapat disimpan terus dalam ingatan jangka panjang Rubin, 1993 (dalam
Rofi’uddin, 2003).
Permainan dapat menjadi kekuatan yang memberikan konteks
pembelajaran dan perkembangan masa kanak-kanak awal. Untuk itu perlu,
diperhatikan struktur dan isi kurikulum sehingga guru dapat membangun
kerangka pedagogis bagi permainan. Struktur kurikulum terdiri atas :
1) Perencanaan yang mencakup penetapan sasaran dan tujuan, 2) Pengorganisasian, dengan mempertimbangkan ruang, sumber, waktu dan
peran orang dewasa, 3) Pelaksanaan, yang mencakup aktivitas dan perencanaan, pembelajaran
yang diinginkan4) Assesmen dan evaluasi yang meliputi alur umpan balik pada perencanaan.
(Wood, 1996:87).
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, guru dapat melakukan simulasi
pembelajaran dengan menggunakan kartu berseri (flash card). Kartu-kartu berseri
tersebut dapat berupa kartu bergambar. Kartu huruf, kartu kata, kartu kalimat.
Dalam pembelajaran membaca permulaan guru dapat menggunakan strategi
bermain dengan memanfaatkan kartu-kartu huruf. Kartu-kartu huruf tersebut
13
digunakan sebagai media dalam permainan menemukan kata. Siswa diajak
bermain dengan menyusun huruf-huruf menjadi sebuah kata yang berdasarkan
teka-teki atau soal-soal yang dibuat oleh guru. Titik berat latihan menyusun huruf
ini adalah ketrampilan mengeja suatu kata (Rose and Roe, 1990).
Dalam pembelajaran membaca teknis menurut Mackey (dalam
Rofi’uddin,2003:44) guru dapat menggunakan strategi permainan membaca,
misalnya cocokkan kartu, ucapkan kata itu, temukan kata itu, kontes ucapan,
temukan kalimat itu, baca dan berbuat dan sebagainya. Kartu-kartu kata maupun
kalimat digunakan sebagai media dalam permainan kontes ucapan. Para siswa
diajak bermain dengan mengucapkan atau melafalkan kata-kata yang tertulis pada
kartu kata. Pelafalan kata-kata tersebut dapat diperluas dalam bentuk pelafalan
kalimat bahasa Indonesia. Untuk memilih dan menentukan jenis permainan dalam
pembelajaran membaca permulaan di kelas, guru perlu mempertimbangkan tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran dan kondisi siswa maupun sekolah. Dalam
tujuan pembelajaran, guru dapat mengembangkan salah satu aspek kognitif,
psikomotor atau sosial atau memadukan berbagai aspek tersebut. Guru juga perlu
mempertimbangkan materi pembelajaran, karena bentuk permainan tertentu cocok
untuk materi tertentu. Misalnya, untuk ketrampilan berbicara guru dapat
menyediakan jenis permainan dua boneka, karena dengan permainan ini dapat
mendorong siswa berani tampil secara ekspresif.
c. Permainan Kata
Permainan kata dan huruf dapat memberikan suatu situasi belajar yang
santai dan menyenagkan. Siswa dengan aktif dilibatkan dan dituntut untuk
14
memberikan tanggapan dan keputusan. Dalam memainkan suatu permainan, siswa
dapat melihat sejumlah kata berkali-kali, namun tidak dengan cara yang
membosankan. Guru perlu banyak memberikan sanjungan dan semangat. Hindari
kesan bahwa siswa melakukan kegagalan. Jika permainan sukar dilakukan oleh
siswa, maka guru perlu membantu agar siswa merasa senang dan berhasil dalam
belajar.
2.4 Tahapan Perkembangan Membaca
Membaca merupakan kegiatan yang penting dalam kehidupan sehari-hari,
karena membaca tidak hanya untuk memperoleh informasi, tetapi berfungsi
sebagai alat untuk memperluas pengetahuan bahasa seseorang. Membaca
melibatkan pengenalan simbol yang menyusun sebuah bahasa. Membaca sebagai
suatu kegiatan yang memebrikan respon makna secara tepat terhadap lambang
verbal yang tercetak atau tertulis.Pemahaman atau makna dalam membaca lahir
dari interaksi antara persepsi terhadap simbol grafis dan ketrampilan bahasa serta
pengetahuan pembaca. Dalam interaksi ini, pembaca berusaha menciptakan
kembali makna sebagaimana makna yang ingin disampikan oleh penulis dan
tulisannya. Dalam proses membaca itu pembaca mencoba mengkreasikan apa
yang dimaksud oleh penulis. Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa
membaca adalah proses interaksi antara pembaca dengan teks bacaan. Pembaca
berusaha memahami isi bacaan berdasarkan latar belakang pengetahuan dan
kompetensi kebahasaannya.
Membaca dan mendengar adalah 2 cara paling umum untuk mendapatkan
informasi. Informasi yang didapat dari membaca dapat termasuk hiburan,
khususnya saat membaca cerita fiksi atau humor.Perkembangan kemampuan
membaca pada anak. Menurut Cochrane Efal (dalam Nurbiana Dhieni, 2005 :
5.9), perkembangan dasar kemampuan membaca pada anak usia 4-6 tahun
berlangsung dalam lima tahap yakni:
Tahap Fantasi (Magical Stage) Pada tahap ini anak mulai belajar menggunakan buku. Anak mulai berpikir bahwa buku itu penting dengan cara membolak-balik buku.
Tahap Pembetukan Konsep Diri (Self Concept Stage)Anak memandang dirinya sebagai pembaca dan mulai melibatkan dirinya dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku.
Tahap Membaca Gambar (Bridging Reading Stage)Anak menyadari cetakan yang tampak dan mulai dapat menemukan kata yang sudah dikenal.
Tahap Pengenalan Bacaan (Take-off Reader Stage)Anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat (graphoponic, semantic dan syntactic) secara bersama-sama. Anak mulai tertarik pada bacaan dan mulai membaca tanda-tanda yang ada di lingkungan seperti membaca kardus susu, pasta gigi dan lain-lain.
Tahap Membaca Lancar (Independent Reader Stage)Anak dapat membaca berbagai jenis buku secara bebas.
Huruf dan kata-kata merupakan suatu yang abstrak bagi anak-anak,
sehingga untuk mengenalkannya guru harus membuatnya menjadi nyata dengan
mengasosiasikan pada hal-hal yang mudah diingat oleh anak. Pertama kali
mengenalkan huruf biasanya guru memusatkan hanya pada huruf awal suatu kata
yang sudah di kenal anak. Dan agar tidak ada kesan pemaksaan “belajar
membaca” pada anak maka harus dilakukan dengan menyenangkan. Dalam
pengembangan kemampuan membaca terdapat beberapa pendekatan, yaitu
metode global yang memperkenalkan membaca permulaan pada anak dengan
Pollit, Theodora, 1994. How Play and Work are Organized in Kindergarten Classroom. Journal of Research in Childhood Education. Vol. 9 No. 1.
Rofi’uddin, Ahmad, 2003. Faktor Kreativitas Dalam Kemampuan Membaca dan Menulis Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Islam Sabilillah Malang. Lemlit Universitas Negeri Malang.
Root, Betty, 1995. Membantu Putra Anda Belajar Membaca. Jakarta: Periplus.
Siti Aisyah dkk, 2007 Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka
Sujiono, Yuliani Nurani, 2009 Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks.
Semiawan, Conny. R, 2002. Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini. Pendidikan Prasekolah dan Sekolah Dasar. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi