-
KARAKTERISTIK AKSI DEMONSTRASI
YANG DILAKUKAN OLEH AKTIVIS ORGANISASI
KEMAHASISWAAN INTRA DAN EKSTRA KAMPUS
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan pada
Universitas Negeri Semarang
Oleh
Tur Santoso
NIM 3401404009
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN
2009
-
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke
sidang Panitia
Ujian Skripsi pada:
Hari :
Tanggal :
Dosen Pembimbing I
Drs. Setiajid, M.Si NIP 19600623 198901 1 001
Dosen Pembimbing II
Moh. Aris Munandar, S.Sos., MM NIP 1972724 200003 1 001
Mengetahui, Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan
Drs. Slamet Sumarto, M.Pd NIP 19610127 198601 1 001
ii
-
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji
Skripsi Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada:
Hari :
Tanggal :
Penguji Skripsi
Drs. Sunarto, M.Si NIP 19630612 198601 1 002
Anggota I
Drs. Setiajid, M.Si NIP 19600623 198901 1 001
Anggota II
Moh. Aris Munandar, S.Sos., MM. NIP 1972724 200003 1 001
Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Drs. Subagyo, M.Pd NIP 19510808 198003 1 003
iii
-
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini
benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain,
baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 25 Agustus 2009
Tur Santoso NIM 3401404009
iv
-
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Seonggok kemanusiaan sedang terkapar, siapakah yang
bertanggungjawab terhadapnya? bila semua pihak menghindar, biarlah
Aku yang menanggungnya,
seluruhnya atau sebagian.” (Rahmat Abdullah)
“Sesungguhnya seorang muslim belum sempurna ke-Islamannya
kecuali jika ia
menjadi politikus, mempunyai pandangan jauh ke depan dan
memberikan perhatian penuh kepada persoalan bangsanya. Ke-Islaman
seseorang menuntutnya
untuk memberikan perhatian kepada persoalan-persoalan bangsa.”
(Hasan Al Banna)
Dengan mengucap syukur dengan segala tuntunan-Nya dan sholawat
kepada Muhammad SAW Skripsi ini saya persembahkan kepada:
Orang Tuaku, “Alm. Bapak Suharto Slamet dan Mamak Sodiyah”
Semoga Allah menyayangi kalian melebihi kasih sayang kalian
kepadaku Do’akan Aku agar menjadi anak yang sholih,
Saudara-saudaraku “Kang Gito, Yu Tarmuti, Kang Birin, Yu
Uti”
Semoga menjadi kelurga yang sakinah,
Sang Murobbi; Abah Supriyadi, Abah Untung, Abah Idris, Abah
Maryanto, Abah Eko dan Abah Solikin
Syukron Jazakumullah atas Tarbiyahnya,
Ikhwah Fillah dan para Aktivis Mahasiswa Kobarkan semangat,
tegakkan keadilan, bangun Indonesia penuh berkah,
“My Nightingale”
Semoga rekanan ini terus terukir indah.
v
-
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas nikmat dapat
diselesaikannya
penulisan skripsi yang berjudul “Karakteristik Aksi Demonstrasi
Yang Dilakukan
Oleh Aktivis Organisasi Kemahasiswaan Intra dan Ekstra Kampus
Universitas
Negeri Semarang” dengan lancar. Skripsi ini merupakan syarat
akademis dalam
menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan
Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Melalui skripsi ini
penulis banyak
belajar tentang aktivitas partisipasi politik mahasiswa serta
bagaimana kepedulian
para aktivis mahasiswa terutama para aktivis mahasiswa Unnes
terhadap
persoalan yang ada di masyarakat untuk berjuang membantu mencari
solusi dan
perbaikan terhadap kondisi yang tidak diharapkan oleh masyarakat
secara umum.
Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan
terimakasih
yang tulus kepada semua pihak yang membantu langsung maupun
tidak langsung
dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain penulis sampaikan
kepada:
1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M. Si., Rektor
Universitas Negeri
Semarang.
2. Drs. Subagyo, M. Pd., Dekan Fakultas Ilmu Sosial.
3. Drs. Slamet Sumarto, M. Pd., Ketua Jurusan Hukum dan
Kewarganegaraan.
4. Drs. Setiajid, M. Si, Dosen Pembimbing I yang telah dengan
sabar dan tekun
membimbing dan memberikan ilmu dan nasihat kepada penulis.
vi
-
5. Moh. Aris Munandar, S. Sos., MM., Dosen Pembimbing II yang
telah
memberikan bimbingan serta berbagi pelajaran berharga dan
pengalamannya
saat menjadi aktivis mahasiswa.
6. Drs. Sunarto, M.Si., Dosen Penguji Utama Skripsi ini yang
telah menguji
dengan teliti dan sabar serta memberikan banyak masukan kepada
penulis.
7. Para pimpinan Organisasi Kemahasiswaan di lingkungan Unnes
yang telah
banyak membantu pengumpulan data peneltian dalam penulisan
skripsi ini.
8. Rekan seperjuangan kampus, Agus, Gery, Tony, Eko, Miftah,
Andi, Wargo,
Evy, Eti, Sumbini, Ismun, Elyna, Tiara, Purwa, Ani, dan ikhwah
sekalian
Jazakumullah atas hikmah yang kalian ajarkan.
9. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam
penyusunan skripsi
ini yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.
Akhirnya besar harapan bahwa penelitian ini dapat memberikan
kontribusi
positif di dalam dunia pendidikan lebih khusus pendidikan
politik mahasiswa.
Semarang, Agustus 2009
Penyusun
vii
-
SARI
Santoso, Tur. 2009. Karakteristik Aksi Demonstrasi Yang
Dilakukan Oleh Aktivis Organisasi Kemahasiswaan Intra dan Ekstra
Kampus Universitas Negeri Semarang. Sarjana Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Semarang. Drs. Setiajid,
M.Si. dan Moh. Aris Munandar, S.Sos.,MM. 85h. Kata Kunci:
Karakteristik, Aktivis Mahasiswa, Aksi Demonstrasi
Aksi demonstrasi menjadi sarana yang paling sering digunakan
para aktivis mahasiswa pada perannya dalam partisipasi politik.
Para mahasiswa yang terlibat aktif dalam aksi demonstrasi memiliki
ciri-ciri antara lain; 1) aktif dalam organisasi kemahasiswaan atau
kepemudaan; 2) mempunyai keberanian menyampaikan pendapat; 3) cukup
mempunyai pengetahuan, sikap, nilai-nilai, pengalaman dan
kepribadian untuk berpendapat; dan 4) mempunyai empati terhadap
persoalan yang berkembang.
Hampir setiap isu yang berkembang bisa menjadi bahan isu untuk
melakukan aksi demonstrasi. Namun kecenderungan tidak ada
kerjasama, koordinasi dan koalisi dalam mengusung sebuah isu
bersama dalam aksi demonstrasi terutama terlihat perbedaan antara
aktivis organisasi kemahasiswaan intra kampus dengan aktivis
organisasi kemahasiswaan ekstra kampus. Sehingga yang terjadi
adalah mereka seakan-akan menjadi terkotak-kotak dan mengurusi
kepentingannya masing-masing.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
Bagaimanakah karakteristik aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra
dan ekstra kampus Unnes? Dengan penekanan yang lebih khusus pada
fokus perhatian para aktivis terhadap isu yang diusung melalui aksi
demonstrasi dan tingkat partisipasi keikutsertaannya dalam aksi
demonstrasi. Penelitian ini bertujuan: untuk mengetahui
karakteristik aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra dan ekstra
kampus Unnes, dengan penekanan yang lebih khusus pada fokus
perhatian para aktivis terhadap isu yang diusung melalui aksi
demonstrasi dan tingkat partisipasi keikutsertaannya dalam aksi
demonstrasi.
Populasi penelitian ini adalah aktivis mahasiswa Unnes pada
tahun 2009 yang berjumlah 545. Pengambilan sampel yang berjumlah
136 aktivis mahasiswa dilakukan dengan Stratifield Proportional
Random Sampling dan Area Probability Sample. Fokus penelitian ini
adalah karakteristik aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra dan
ekstra kampus Unnes, dengan penekanan yang lebih khusus pada fokus
perhatian para aktivis terhadap isu yang diusung melalui aksi
demonstrasi dan tingkat partisipasi keikutsertaannya dalam aksi
demonstrasi. Alat pengumpul data yang digunakan adalah angket,
wawancara dan dokumentasi dengan analisis kuantitatif dan
kualitatif deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik aksi
demonstrasi yang dilakukan oleh aktivis mahasiswa adalah (1) tidak
ada fokus perhatian suatu isu dalam aksi demonstrasi, namun pada
urutan isu fokus perhatian, pada aktivis Ormawa intra kampus
menempatkan isu lokal internal perguruan tinggi pada
viii
-
urutan kedua setelah isu nasional politis kemudian diikuti
isu-isu yang lainnya, sedangkan pada aktivis Ormawa ekstra kampus
menempatkan isu lokal internal perguruan tinggi pada urutan
terakhir setelah isu-isu yang lainnya. (2) tingkat partisipasi
keikutsertaan dalam aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra kampus
dengan kriteria “Rendah” lebih rendah dibanding aktivis Ormawa
ekstra kampus dengan kriteria “Sedang”.
Saran bagi mahasiswa pada umumnya bahwa hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa yang ingin terjun
dalam dunia aktivis mahasiswa serta memberikan gambaran tentang
salah satu bentuk partisipasi politik mahasiswa. Bagi masyarakat,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada
masyarakat bahwa aktivis mahasiswa memiliki kepedulian terhadap
kondisi masyarakat di sekitarnya, sehingga membutuhkan bantuan dan
dukungan yang positif dari berbagai pihak.
ix
-
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
...................................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN
.......................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN KELULUSAN
................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN
........................................................................
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
..............................................................
v
PRAKATA
..................................................................................................
vi
SARI
............................................................................................................
viii
DAFTAR ISI
...............................................................................................
x
DAFTAR TABEL
.......................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR
...................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
...............................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah............................................................
1
1.2. Rumusan Masalah
.....................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian
......................................................................
5
1.4. Manfaat Penelitian
....................................................................
6
1.5. Penegasan Istilah
......................................................................
6
1.6. Sistematika Skripsi
...................................................................
7
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1. Landasan Teori
.........................................................................
8
2.1.1. Sejarah Singkat Gerakan Mahasiswa
............................... 8
x
-
2.1.2. Aktivis Mahasiswa
......................................................... 19
2.1.3. Kebebasan Mengeluarkan Pendapat
................................ 24
2.1.4. Aksi Demonstrasi sebagai Bentuk Partisipasi Politik
....... 28
2.1.5. Faktor-Faktor Pendorong Partisipasi Politik
.................... 35
2.2. Kerangka Berfikir
.....................................................................
38
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Metode Pendekatan
...................................................................
41
3.2. Metode Penentuan Objek
.......................................................... 41
3.3. Fokus Penelitian
.......................................................................
45
3.4. Metode Pengumpulan Data
....................................................... 45
3.5. Analisis Instrumen Penelitian
.................................................... 49
3.6. Teknik Analisis Data
................................................................
53
3.7. Prosedur Penelitian
...................................................................
54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
.........................................................................
55
4.1.1. Gambaran Umum Aktivis Mahasiswa Unnes .................
55
4.1.2. Isu dan Aksi Demonstrasi dalam Pandangan Aktivis
Mahasiswa
.....................................................................
58
4.1.3. Fokus Perhatian Aktivis Mahasiswa Unnes terhadap
Isu-Isu Aksi Demonstrasi
............................................... 64
4.1.4. Tingkat Partisipasi Keikutsertaan Aktivis Mahasiswa
Unnes dalam Aksi Demonstrasi
..................................... 68
4.2. Pembahasan
..............................................................................
72
xi
-
4.2.1. Fokus Perhatian Aktivis Mahasiswa Unnes
.................... 72
4.2.2. Aktivis Mahasiswa Unnes dalam Aksi Demonstrasi .......
77
BAB V PENUTUP
5.1. Simpulan
..................................................................................
82
5.2. Saran
........................................................................................
83
DAFTAR PUSTAKA
..................................................................................
84
xii
-
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik
............................................ 32
2. Tabel 3.1. Daftar Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan
Kampus
Unnes Tahun 2009
..................................................................
42
3. Tabel 3.2. Sampel Penelitian Aktivis Mahasiswa Unnes
.......................... 44
4. Tabel 4.1. Fokus Perhatian Aktivis Mahasiswa Ormawa Intra
Kampus .... 66
5. Tabel 4.2. Fokus Perhatian Aktivis Mahasiswa Ormawa Ekstra
Kampus . 66
6. Tabel 4.3. Frekuensi Keikutsertaan Aktivis Ormawa Intra
Kampus
dalam Aksi Demonstrasi
......................................................... 69
7. Tabel 4.3. Frekuensi Keikutsertaan Aktivis Ormawa Ekstra
Kampus
dalam Aksi Demonstrasi
......................................................... 70
xiii
-
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1. Hierarkhi Partisipasi Politik
................................................. 32
2. Gambar 2.2. Skema Kerangka Berfikir Penelitian
.................................... 40
3. Gambar 3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wawancara
.................. 47
4. Gambar 4.1. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
.................. 56
5. Gambar 4.2. Sebaran Responden Berdasarkan Pekerjaan Ayah
................ 57
xiv
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat-Surat Penelitian.
Lampiran 2 Instrumen Penelitian (Kuesioner dan Pedoman
Wawancara).
Lampiran 3 Perhitungan Validitas Item Soal Instrumen.
Lampiran 4 Perhitungan Reliabilitas Instrumen.
Lampiran 5 Daftar Responden Penelitian.
Lampiran 6 Daftar Aksi Demonstrasi yang pernah dilakukan oleh
Aktivis
Mahasiswa Unnes.
Lampiran 7 Klipping Aksi Demonstrasi Aktivis Mahasiswa dalam
Media
Massa.
xv
-
Lampiran 1
Surat-Surat Penelitian
-
Lampiran 2
Instrumen Penelitian
(Kisi-Kisi Kuesioner, Kuesioner dan
Pedoman Wawancara)
-
Lampiran 3
Perhitungan Validitas
Item Soal Instrumen
-
Lampiran 4
Perhitungan Reliabilitas Instrumen
-
Lampiran 5
Daftar Responden Penelitian
-
Lampiran 6
Daftar Aksi Demonstrasi yang Pernah
Dilakukan oleh Aktivis Mahasiswa Unnes
-
Lampiran 7
Klipping Aksi Demonstrasi Mahasiswa
dalam Media Massa
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kaum muda, baik mahasiswa maupun bukan, dalam sejarah
kehidupan
politik bangsa Indonesia memiliki tempat tersendiri sebagai
salah satu
komponen strategis yang senantiasa tampil di depan. Sejak masa
reformasi
bergulir, peran kaum muda begitu menentukan seiring dengan
geliat
demokrasi yang semakin bergerak cepat bahkan meninggalkan
kesiapan
masyarakat dalam menyambutnya.
Mahasiswa adalah aset bangsa, agenda yang mereka perjuangkan
sangat populis dan realistis. Mahasiswalah yang bisa
membangkitkan
semangat perlawanan rakyat terhadap rezim tiran. Mahasiswalah
yang bisa
mengawal reformasi hingga ke titik tujuan. Rakyat menaruh
harapan atas
kekuatan intelektual dan kekuatan aksi yang mahasiswa
miliki.
Amien Rais (1997:100) dalam bukunya Suksesi dan Keajaiban
Kekuasaan, mengomentari para pemuda sebagai berikut;
” Pesan itu adalah bahwa mereka ingin melihat perubahan dan
penyegaran kehidupan bangsa. Mereka anak muda bangsa itu, ingin
mengatakan bahwa mereka menolak kemapanan atau status-quo yang
mereka nilai sudah karatan di sana sini. Ada karat korupsi-kolusi,
ada karat pelecehan penegakan hukum, ada karat kesenjangan sosial
yang makin tajam, dan sejumlah karat lain yang bagi mereka sudah
cukup membuat pengap kehidupan.”
Dengan kekuatan intelektual di atas rata-rata masyarakat
awam,
mahasiswa memiliki kemudahan untuk mengakses berbagai
informasi
1
-
2
wacana dan peristiwa dalam lingkup lokal hingga internasional.
Begitu juga
dengan kemudahan akses literatur ilmiah dan gerakan-gerakan
pemikiran,
yang pada tujuan akhirnya akan menentukan ideologi atau sistem
hidup yang
akan dijalaninya. Buku-buku yang ia baca, informasi yang ia
terima, tokoh-
tokoh yang ia ajak bicara, adalah beberapa faktor utama yang
kelak sangat
berpengaruh terhadap idealisme hidupnya.
Selain kekuatan intelektual yang identik dengan aktivitas
ilmiah,
mahasiswa juga memiliki kewajiban untuk menguatkan potensi
kepekaan
sosial politiknya.
Disebut kepekaan sosial karena mahasiswa pada dasarnya
adalah
bagian dari rakyat. Apapun yang terjadi pada rakyat maka
mahasiswa akan
turut juga merasakannya. Kenaikan harga BBM, harga bahan pokok,
listrik,
dan air misalnya akan memberi ekses terhadap aktivitas
kuliah.
Disebut kepekaan politik, karena gejolak sosial yang terjadi
umumnya selalu
merupakan hasil efek samping dari aktivitas politik, semisal
disahkannya
suatu Undang-Undang. Undang-Undang Ketenagakerjaan misalnya
akan
mempengaruhi kesejahteraan dan taraf hidup para buruh.
Setelah cerdas secara profesi keilmuan dan cerdas sosial
politik, maka
sebagai gerakan ekstraparlementer, mahasiswa memiliki kewajiban
moral
untuk mengimplementasikan pengetahuannya itu dalam bentuk
pengabdian
kepada masyarakat. Atau dengan kata lain menyuarakan
kepentingan
kebenaran dan rakyat.
-
3
Berbagai metode dapat dilakukan. Dari bentuk pendampingan,
advokasi, public hearing, audiensi dengan pemerintah dan
legislatif, hingga
aksi demonstrasi. Demonstrasi adalah alternatif metode dalam
menyuarakan
pendapat, khususnya jika dilaksanakan pada rezim yang anti
demokratis dan
tiran.
Aksi demonstrasi menjadi sarana yang paling sering digunakan
pada
masa sekarang ini. Namun dengan maraknya aksi demonstrasi yang
hampir
setiap hari dapat kita jumpai membuat masyarakat seakan mulai
jenuh
karena tidak melihat hasil riil dari aksi tersebut. Hingga
terkadang
bermunculan stigma negatif dari masyarakat yang menilai aksi
demonstrasi
percuma dilakukan, bahkan dinilai aksi demonstrasi hanya
untuk
kepentingan politik praktis hingga aksi demonstrasi bayaran pun
kerap
dilontarkan masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Martien Herna Susanti dan
AT
Sugeng Priyanto (2006: 24) menyimpulkan bahwa para mahasiswa
yang
terlibat aktif dalam aksi demonstrasi memiliki ciri-ciri antara
lain; 1) aktif
dalam organisasi kemahasiswaan atau kepemudaan; 2) mempunyai
keberanian menyampaikan pendapat; 3) cukup mempunyai
pengetahuan,
sikap, nilai-nilai, pengalaman dan kepribadian untuk
berpendapat; dan 4)
mempunyai empati terhadap persoalan yang berkembang.
Mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan atau
kepemudaan baik organisasi kemahasiswaan intra kampus maupun
organisasi kemahasiswaan ekstra kampus cenderung memiliki
keberanian
-
4
yang lebih dalam menyampaikan pendapat, begitu pula lebih
mempunyai
pengetahuan, sikap, nilai-nilai, pengalaman dan kepribadian
untuk
berpendapat, disamping itu lebih memiliki empati terhadap
persoalan yang
muncul di masyarakat serta tergerak untuk bertindak dibanding
mahasiswa
pada umumnya.
Aksi demonstrasi kerap kali dilakukan oleh para aktivis
mahasiswa.
Hampir setiap issu yang berkembang bisa menjadi bahan issu
untuk
melakukan aksi demonstrasi. Namun apakah di antara aksi
demonstrasi yang
dilakukan oleh para aktivis memiliki karakteristik yang sama?
Apalagi
terjadi kecenderungan tidak ada kerjasama, koordinasi maupun
koalisi
dalam mengusung sebuah issu bersama dalam aksi demonstrasi
terutama
terlihat perbedaan antara aktivis mahasiswa organisasi
kemahasiswaan intra
kampus dengan aktivis mahasiswa organisasi kemahasiswaan
ekstra
kampus. Sehingga yang terjadi adalah mereka seakan-akan
menjadi
terkotak-kotak dan mengurusi kepentingannya masing-masing.
Dalam kesempatan ini penulis akan berusaha mengungkapkan
bagaimana karakteristik aksi demonstrasi yang dilakukan oleh
para aktivis
mahasiswa, yaitu mahasiswa Universitas Negeri Semarang yang
aktif di
organisasi kemahasiswaan intra kampus Unnes dan mahasiswa yang
aktif di
organisasi kemahasiswaan ekstra kampus di lingkungan kampus
Unnes.
-
5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan
yang
akan dibahas adalah bagaimanakah karakteristik aksi demonstrasi
aktivis
Ormawa intra dan ekstra kampus Unnes? Dengan penekanan yang
lebih
khusus pada fokus perhatian para aktivis terhadap isu yang
diusung melalui
aksi demonstrasi dan tingkat partisipasi keikutsertaannya dalam
aksi
demonstrasi.
1.3. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah
mengetahui
karakteristik aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra dan ekstra
kampus Unnes,
lebih khusus pada fokus perhatian para aktivis terhadap isu yang
diusung
melalui aksi demonstrasi dan tingkat partisipasi
keikutsertaannya dalam aksi
demonstrasi.
1.4. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat
sebagai
berikut:
1.4.1. Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi
bagi mahasiswa yang ingin terjun dalam dunia aktivis
mahasiswa,
memberikan pencerahan tentang partisipasi politik mahasiswa,
serta
semangat perjuangan aktivis mahasiswa dalam memperjuangkan suara
dan
hak masyarakat.
-
6
1.4.2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan
pemahaman kepada masyarakat bahwa aktivis mahasiswa memiliki
kepedulian terhadap kondisi masyarakat di sekitarnya,
sehingga
membutuhkan bantuan dan dukungan yang positif dari berbagai
pihak.
1.5. Penegasan Istilah
Judul dalam penelitian ini adalah “Karakteristik Aksi
Demonstrasi
Yang Dilakukan Oleh Aktivis Organisasi Kemahasiswaan Intra Dan
Ekstra
Kampus Universitas Negeri Semarang”. Untuk menjelaskan
jalannya
penelitian maka perlu ada batasan operasional agar orang lain
yang
berkepentingan dalam penelitian ini mempunyai persepsi yang sama
dengan
peneliti. Batasan operasional yang perlu ditegaskan adalah
sebagai berikut:
1.5.1. Aktivis Mahasiswa Unnes adalah mahasiswa yang berstatus
sebagai
mahasiswa Unnes yang berkecimpung di dalam organisasi
kemahasiswaan
atau menjadi fungsionaris atau pengurus organisasi
kemahasiswaan, baik
organisasi kemahasiswaan intra kampus maupun organisasi
kemahasiswaan
ekstra kampus di lingkungan Unnes.
1.5.2. Aksi demonstrasi atau unjuk rasa adalah suatu model
pernyataan
sikap, penyuaraan pendapat, opini, atau tuntutan yang dilakukan
dengan
jumlah massa tertentu dan dengan teknik tertentu agar mendapat
perhatian
dari pihak yang dituju tanpa menggunakan mekanisme
konvensional
(birokrasi).
-
7
1.6. Sistematika Skripsi
Penulisan skripsi ini terbagi dalam tiga bagian, yaitu
bagian
pendahuluan skripsi, bagian isi skripsi dan bagian akhir
skripsi.
Bagian pendahuluan skripsi meliputi halaman judul, sari,
pengesahan,
pernyataan, motto dan persembahan, prakata, daftar isi, daftar
table, daftar
gambar dan daftar lampiran.
Bagian isi skripsi terdiri dari lima bab. Bab I Pendahuluan
menjelaskan
tentang latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan
masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika
skripsi. Bab II Landasan Teori dan hipotesis yang berisi
teori-teori yang
mendukung dan berkaitan dengan permasalahan. Bab III Metode
Penelitian
yang berisi metode pendekatan, metode penentuan objek yang
berisi
populasi dan sampel, fokus penelitian, variabel penelitian,
metode
pengumpulan data, validitas dan reliabilitas dan teknik analisis
data serta
prosedur penelitian. Bab IV Hasil dan Pembahasan yang merupakan
capaian
yang diinginkan dalam penelitian ini, dan Bab V Penutup yang
berisi
simpulan dan saran.
Bagian akhir skripsi yang berisi daftar pustaka dan
lampiran-lampiran
yang mendukung skripsi ini.
-
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Sejarah Singkat Gerakan Mahasiswa
2.1.1.1. Munculnya Gerakan Mahasiswa di Berbagai Negara
Dalam perubahan sosial di berbagai negara, peran gerakan
mahasiswa adalah komplek dan penting, meski tidak selalu
menentukan.
Mereka lebih sering mencerminkan perubahan kekuasaan di antara
kelas-
kelas. Demonstrasi dan gerakan mahasiswa memainkan peran yang
cukup
penting dalam penggulingan Peron di Argentina pada tahun 1955;
kejatuhan
Perez Jimenez di Venezuela pada tahun 1958; perlawanan yang
sukses
terhadap Diem di Vietnam pada tahun 1963; kerusuhan massif
melawan
Perjanjian Keamanan Jepang-AS di Jepang pada tahun 1960, yang
memaksa
pengunduran diri pemerintah Kishi; gerakan anti Soekarno pada
tahun 1966;
kejatuhan Ayub Khan di Pakistan pada tahun 1956; demonstrasi
Oktober
untuk kebebasan yang lebih besar di Polandia pada tahun 1956;
Revolusi
Hongaria tahun 1956; dan gerakan untuk pembebasan di
Cekoslovakia pada
tahun 1968.
Gerakan mahasiswa dapat menjadi bagian dari gerakan sosial
ataupun berkembang menjadi gerakan politik, yang membedakan
adalah
pelakunya, yaitu para mahasiswa yang merupakan kelompok generasi
muda
yang kritis dan memiliki intelektualitas karena merupakan
kelompok yang
8
-
9
mampu mengenyam pendidikan sampai taraf tinggi. Mahasiswa juga
mampu
merepresentasikan barometer yang sangat sensitif yang secara
setia
merefleksikan animo bergerak masyarakat.
Kemunculan gerakan mahasiswa dimulai sejak munculnya
universitas-universitas pertama di dunia. Mahasiswa di Bologna
dan Paris
selama Abad pertengahan adalah sumber utama ketegangan.
Kerusuhan
adalah fenomena umum di banyak universitas. Martin Luther
mendapatkan
dukungan besar dari mahasiswa Wittenberg dan universitas di
Jerman
lainnya. Bahkan Martin Luther dipaksa menahan mahasiswa agar
protes
mereka tidak terlalu jauh hingga menyerang Paus dan Kaisar.
Pada era 1960an, isu utama dari gerakan mahasiswa adalah
pendidikan. Pada tahun 1964 terjadi protes di dalam Universitas
California
di Berkeley, AS. Sasaran protesnya adalah birokrasi otokratis
dari
administrasi Universitas, yang mengabaikan kebutuhan pendidikan
dari
mahasiswa belum bergelar, mengeksploitasi anggota staf yang
lebih muda
dan mempertahankan kepentingan elit akademis yang kecil;
protes
mengambil bentuk Perjuangan Untuk Kemerdekaan Berbicara, dengan
aksi
protes duduk yang tanpa kekerasan di gedung administrasi.
Setelah represi
berhari-hari oleh polisi, gedung administrasi dapat dikosongkan.
Imbas dari
tindak kekerasan tersebut telah mempolarisasi populasi, menjadi
setuju atau
tidak terhadap para mahasiswa. Protes Berkeley memunculkan
gerakan
solidaritas beratus-ratus universitas di seluruh Amerika Serikat
dan
menyebar ke negara-negara dari Jepang ke Perancis ke
Polandia.
-
10
Isu pendidikan yang menjadi awal revolusi Perancis 1986
berkembang lebih maju menjadi perombakan sistem pendidikan dan
sistem
politik. Slogan yang terkenal adalah: Kekuasaan Ada Di Jalan
Bukan Di
Parlemen! Ini adalah sebuah fenomena yang membuat pemerintahan
Barat
menggigil, ini adalah penolakan atas institusi-institusi politik
yang sangat
elitis dan nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua
mereka.
Radikalisasi gerakan mahasiswa di era 1960an memiliki
akarnya
pada krisis imperialisme di satu sisi dan krisis yang dialami
Stalinisme dan
Sosial Demokrasi di sisi lain. Imperialisme sejak tahun 1950an
akhir telah
menghadapi banyak tantangan. Berbagai macam perlawanan gerakan
Kiri
terjadi, seperti di Algeria, Indocina, Kuba, Korea. Di negeri
imperialis
sendiri muncul beberapa perlawanan, di Amerika Serikat muncul
gerakan
Afro-Amerika. Sementara itu dalam bidang ekonomi, di
negeri-negeri
imperialis terjadi ekspansi luar biasa dalam kapasitas produksi
dan
kompetisi antara kekuatan industri besar untuk memperebutkan
pasar
semakin intensif.
Perkembangan ekonomi tersebut mengakibatkan semakin besarnya
kebutuhan untuk mendapatkan jumlah rakyat terdidik yang lebih
banyak.
Hal ini serupa dengan kemunculan politik etis di Indonesia.
Menurut data
yang dikeluarkan oleh UNESCO antara tahun 1950 dan 1963-1964
populasi
mahasiswa melonjak tinggi. Di Perancis meningkat menjadi 3,3
kali, di
Jerman barat 2,8 kali, di AS 2,2 kali, di Itali 1,3 kali.
-
11
2.1.1.2. Munculnya Gerakan Mahasiswa di Indonesia.
Kaum terpelajar Indonesia muncul seiring dibangunnya
sekolah-
sekolah oleh Belanda pada abad ke 18. Pada tahun 1819,
Belanda
membangun sekolah Militer di Semarang, kemudian sekolah-sekolah
umum
seperti Sekolah Tinggi Leiden (1826), Institut Bahasa Jawa
Surakarta
(1832), Sekolah Pegawai Hindia Belanda di Deflt (1842) dan
Sekolah Guru
Bumiputera di Surakarta (1852). Sekolah-sekolah tersebut
diperuntukkan
bagi anak-anak Belanda dan pegawai tinggi Pribumi. Baru pada
tahun 1871
dikeluarkan UU Pendidikan pertama yang membuka akses pendidikan
bagi
kaum Pribumi.
Hingga tahun 1920an tidak terdapat universitas di Hindia
Belanda.
Hanya Pribumi kaya, umumnya Bupati, yang mampu mengirim anak
mereka
belajar di Eropa. Perguruan tinggi pertama muncul pada tahun
1920, yakni
Sekolah Tinggi Teknik Bandung. Ini disusul dengan Sekolah Tinggi
Hukum
di Jakarta pada tahun 1924.
Munculnya kaum terpelajar turut mendorong berkembangnya
organisasi-organisasi sosial. Yang pertama adalah Sarikat
Priyayi pada
tahun 1906 oleh Tirto Adhi Soerjo, Thamrin Muhammad Thabrie
dan
R.A.A. Prawiradireja. Boedi Oetomo pada tahun 1908 dengan
tokohnya E.
Douwes Dekker dan Wahidin Soediro Hoesodo. Boedi Oetomo
dimotori
oleh pemuda dan mahasiswa dari STOVIA, sebuah sekolah kedokteran
di
Jakarta. Kemudian pada tahun 1911, di Solo berdiri perkumpulan
bernama
Sarikat Islam (SI). Organisasi ini didirikan bukan semata-mata
sebagai
-
12
perlawanan terhadap para pedagang-pedagang Cina, tetapi juga
digunakan
sebagai front untuk melawan semua bentuk pernghinaan terhadap
rakyat
bumiputera.
Ketika para mahasiswa Indonesia di Belanda kembali ke tanah
air,
mereka mempraktekan ide-ide mereka dengan membuat Study Clubs
untuk
berdiskusi dengan pimpinan-pimpinan partai dan intelektual.
Salah satu
study club tersebut adalah Algemeene Study Club di Bandung yang
didirikan
pada tahun 1925 oleh Ir. Soekarno. Pada tahun 1930 hampir
semua
perkumpulan pemuda Indonesia mempersatukan diri dalam Indonesia
Muda.
Ketika Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942 terjadi pelarangan
semua
kegiatan yang berbau politik dan membubarkan semua organisasi
pelajar
dan mahasiswa, serta partai politik. Banyak perguruan tinggi
ditutup. Jumlah
mahasiswa sendiri sangatlah kecil, pada waktu itu hanya 637
orang. Angka
lain menyebutkan sekitar 387 orang. Sedangkan Joseph Fischer
menyatakan,
jumlah sarjana Indonesia pada permulaan masa kemerdekaan adalah
1.100
orang.
Kondisi yang sangat represif itu, membuat mahasiswa dan
pemuda
memilih kegiatan berkumpul dan bersiskusi di asrama-asrama. Tiga
asrama
yang terkenal dalam sejarah kemerdekaan adalah Asrama ”Angkatan
Baru
Indonesia” (Menteng 31), Asrama ”Fakultas Kedokteran” dan
Asrama
”Indonesia Merdeka” (Kebon Sirih).
Proklamasi dilakukan pada 17 Agustus 1945, yang sebelumnya
pemuda yang berpusat di Asrama Menteng menculik Soekarno dan
Hatta,
-
13
serta Ibu Fatmawati dan Guntur kemudian membawanya ke
Rengasdengklok. Tindakan ini diambil karena Soekarno dan Hatta
ragu-ragu
menyatakan kemerdekaan saat jepang telah kalah.
Tanggal 1 September 1945, para pemuda yang telah berjasa
mempersiapkan kemerdekaan mendirikan sebuah organisasi
bernama
Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang diketuai oleh Wikana
yang
bertujuan untuk menyatukan pemuda-pemuda yang sebelumnya
tergabung
dalam sebuah komite aksi. Disamping itu juga berdiri Barisan
Buruh
Indonesia (BBI), Barisan Rakyat (Bara), dan Seniman Indonesia
Muda
(SIM).
Pasca Proklamasi Kemerdekaan, muncul berbagai organisasi
mahasiswa dengan dasar ideologi yang berbeda-beda. Pada tanggal
5
Februari 1947 diresmikan terbentuknya Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI),
kemudian diikuti Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)
pada
tanggal 25 Maret 1947 kemudian berdiri Perhimpunan Mahasiswa
Khatolik
Republik Indonesia (PMKRI). Kemunculan organisasi-organisasi
mahasiswa ini mengikuti lahirnya partai-partai politik yang
juga
menggunakan basis ideologi agama seperti Masyumi yang berdiri
pada
tanggal 7 Nopember 1945 dan Partai Katolik pada tanggal 8
Desember 1945.
Sementara Partai Nasional Indonesia juga memiliki organisasi
gerakan
mahasiswa yaitu Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)
yang
berdiri tanggal 23 Maret 1954. Konsentrasi Gerakan Mahasiswa
Indonesia
(CGMI) dibentuk pada 1956 sebagai hasil penggabungan tiga
organisasi
-
14
kecil mahasiswa di Bandung, Bogor dan Yogyakarta, yang
selanjutnya lebih
mendekat ke PKI.
Selain organisasi-organisasi yang didasarkan ideologi
tertentu,
muncul juga banyak organisasi mahasiswa berdasarkan profesi
dan
komunitas, seperti Perhimpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (PMKH)
di
Bogor, Perhimpunan Mahasiswa Djakarta (PMD), Perhimpunan
Mahasiswa
Jogjakarta (PMJ) dan Masyarakat Mahasiswa Malang (MMM).
Kemudian
dari dalam kampus juga muncul organisasi gerakan mahasiswa
seperti
Dewan Mahasiswa (DM) UGM tanggal 11 Januari 1950 dan Dewan
Mahasiswa UI tanggal 20 Nopember 1955.
2.1.1.3. Gerakan Mahasiswa di Indonesia Tahun 1966
Dikenal dengan istilah angkatan 66, gerakan ini awal
kebangkitan
gerakan mahasiswa secara nasional, dimana sebelumnya
gerakan-gerakan
mahasiswa masih bersifat kedaerahan.
Angkatan 66 mengangkat isu komunis sebagai bahaya laten
negara.
Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk
mendukung mahasiswa menentang komunis yang ditukangi oleh PKI
(Partai
Komunis Indonesia). Eksekutif pun beralih dan berpihak kepada
rakyat,
yaitu dengan dikeluarkannya SUPERSEMAR (Surat Perintah
Sebelas
Maret) dari Presiden Sukarno kepada penerima mandat Suharto.
Peralihan
ini menandai berakhirnya ORLA (Orde Lama) dan berpindah kepada
ORBA
-
15
(Orde Baru). Angkatan 66 pun mendapat hadiah yaitu dengan
banyaknya
aktivis 66 yang duduk dalam kabibet pemerintahan ORBA.
2.1.1.4. Gerakan Mahasiswa di Indonesia Tahun 1972
Gerakan ini dikenal dengan terjadinya peristiwa MALARI
(Malapetaka Lima Belas Januari). Tahun angkatan gerakan ini
menolak
produk Jepang dan sinisme terhadap warga keturunan. Jakarta
masih
menjadi barometer pergerakan mahasiswa nasional.
2.1.1.5. Gerakan Mahasiswa di Indoensia Tahun 1980 an
Gerakan pada era ini tidak populer, karena lebih terfokus
pada
perguruan tinggi besar saja. Puncaknya tahun 1985 ketika
Mendagri
(Menteri Dalam Negeri) saat itu Rudini berkunjung ke ITB.
Kedatangan
Mendagri disambut dengan demo mahasiswa dan terjadi
peristiwa
pelemparan terhadap Mendagri. Buntutnya pelaku pelemparan yaitu
Jumhur
Hidayat terkena sanksi DO (Droup Out) oleh pihak ITB (pada
pemilu 2004
beliau menjabat sebagai Sekjen Partai Serikat
Indonesia/PSI).
2.1.1.6. Gerakan Mahasiswa di Indonesia Tahun 1990 an.
Isu yang diangkat pada gerakan era ini sudah mengkerucut,
yaitu
penolakan diberlakukannya terhadap NKK/BKK (Normalisasi
Kehidupan
Kampus/Badan Koordinasi Kampus) yang membekukan Dewan
Mahasiswa
(DEMA/DM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
-
16
Pemberlakuan NKK/BKK mengubah format organisasi
kemahasiswaan dengan melarang mahasiswa terjun ke dalam politik
praktis,
yaitu dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.
0457/0/1990
tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di
Perguruan
Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan pada tingkat Perguruan
Tinggi
bernama SMPT (Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi).
Organisasi kemahasiswaan seperti ini menjadikan aktivis
mahasiswa dalam posisi mandul, karena pihak rektorat lebih
leluasa dan
dilegalkan untuk mencekal aktivis mahasiswa,bahkan tidak
segan-segan
untuk mengeluarkan.
Pemerintah Orde Baru pun menggaungkan opini adanya
pergerakan sekelompok orang yang berkeliaran di masyarakat
dan
mahasiswa dengan sebutan OTB (Organisasi Tanpa Bentuk).
Masyarakat
pun termakan dengan opini ini karena OTB ini identik dengan
gerakan
komunis.
Pemberlakuan NKK/BKK maupun opini OTB ataupun cara-cara
lain yang dihadapkan menurut versi penguasa ORBA, tidak
membuat
mahasiswa putus asa, karena di setiap even nasional dijadikan
untuk
menyampaikan penolakan dan pencabutan SK tentang
pemberlakukan
NKK/BKK.
Sikap kritis mahasiswa terhadap pemerintah tidak berhenti
pada
diberlakukannya NKK/BKK, jalur perjuangan lain ditempuh oleh
para
aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk
menghindari sikap
-
17
refresif pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di
organisasi
kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI (Himpunan Mahasiswa
Islam),
PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam INDONESIA), GMNI (Gerakan
Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Pergerakan Mahasiswa
Kristen
Indoenesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok
Cipayung.
2.1.1.7. Gerakan Mahasiswa di Indonesia Tahun 1998.
Gerakan mahasiswa pada era ini mencuat dengan tumbangnya
Orde Baru dengan ditandai turunnya Soeharto dari kursi
kepresidenan,
tepatnya pada tanggal 12 Mei 1998.
Gerakan mahasiswa tahun sembilan puluhan mencapai klimaksnya
pada tahun 1998, diawali dengan terjadi krisis moneter di
pertengahan tahun
1997. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli
masyarakat pun
berkurang. Mahasiswa pun mulai gerah dengan penguasa ORBA,
tuntutan
mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa.
Gerakan
mahasiswa dengan agenda reformasinya mendapat simpati dan
dukungan
yang luar biasa dari rakyat. Mahasiswa menjadi tumpuan rakyat
dalam
mengubah kondisi yang ada, kondisi dimana rakyat sudah bosan
dengan
pemerintahan yang terlalu lama, politisi di luar kekuasaan pun
menjadi
tumpul karena terlalu kuatnya lingkar kekuasaan, dan dikenal
dengan
sebutan jalur ABG (ABRI, Birokrat, dan Golkar).
Simbol Rumah Rakyat yaitu Gedung DPR/MPR menjadi tujuan
utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia, seluruh
komponen
-
18
mahasiswa dengan berbagai atribut almamater dan kelompok
semuanya
tumpah ruah di gedung dewan ini, tercatat KAMMI (Kesatuan
Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia), FKSMJ (Forum Komunikasi Senat
Mahasiswa Jakarta), FORBES (Forum Bersama) dan FORKOT (Forum
Kota). Elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat
bersatu
dengan satu tujuan, yaitu turunkan Soeharto.
2.1.1.8. Gerakan Mahasiswa di Indonesia Pasca Reformasi.
Turunnya Soeharto oleh gerakan mahasiswa dan rakyat
menjadikan
Habibie naik menjadi Presiden RI. Pada tanggal 21 dan 22 Mei
1998, ribuan
masa membentuk barisan dan berpawai menolak Habibie,
menuntut
dibentuknya UU Anti Monopoli, mencabut paket 5 UU Politik dan
Dwi
Fungsi ABRI, membebaskan tahanan politik Orde baru tanpa syarat,
serta
mengadili Soeharto.
Persatuan sementara gerakan mahasiswa untuk menggulingkan
Soeharto terpecah pada periode Habibie. Gerakan mahasiswa
terbagi
menjadi dua kelompok, gerakan mahasiswa yang mendukung
Habibie,
dengan beberapa syarat dan gerakan mahasiswa yang menolak
Habibie.
Pada masa pemerintahan Gus Dur, berawal dari diberikannya
status
Badan Hukum Milik Negara (BHMN) kepada empat Perguruan
Tinggi
Negeri, yaitu UGM, UI, ITB dan IPB, kemudian menuai protes dari
berbagai
mahasiswa dari berbagai universitas negeri. Gus Dur mencoba
untuk
menarik simpati masa dengan menyingkirkan elit-elit politik dan
militer
-
19
yang saat Pemilu mendukungnya. Hal ini berakibat konflik
internal kabinet
rezim Gus Dur. Kemudian gerakan mahasiswapun terjadi polarisasi
antara
gerakan pro Gus Dur dan gerakan anti Gus Dur.
Kelompok yang pertama, Badan Eksekutif Mahasiswa se-
Indonesia (BEM SI) melakukan aksi-aksi penolakan terhadap Gus
Dur lewat
isu seperti Buloggate dan mengusulkan segera dilakukan Sidang
Istimewa
MPR/DPR. Kelompok yang kedua, Badan Eksekutif Mahasiswa
Indonesia
(BEM-I) melakukan aksi-aksi pendukungan terhadap Gus Dur.
2.1.2. Aktivis Mahasiswa
Aktivis berasal dari kata dasar aktivitas yang menurut Kamus
Besar
Bahasa Indonesia artinya adalah kegiatan. Aktivis adalah subyek
atau orang
dalam kegiatan tertentu. Jadi, yang dimaksud dengan aktivis
mahasiswa
adalah mahasiswa yang menjadi subyek dalam kegiatan-kegiatan
organisasi
kemahasiswaan. Biasanya para aktivis mahasiswa terhimpun
dalam
organisasi kemahasiswaan atau menjadi fungsionaris atau pengurus
suatu
organisasi kemahasiswaan.
Organisasi kemahasiswaan adalah perkumpulan, kesatuan
mahasiswa
yang sudah terlembaga, mempunyai landasan hukum, dan
mempunyai
tujuan yang jelas guna mengembangkan peran serta dan fungsi
mahasiswa di
lingkungan maupun di masyarakat (Buku Panduan Unnes, 2006:
23).
Organisasi kemahasiswaan bisa berupa organisasi kemahasiswaan
intra
kampus maupun organisasi kemahasiswaan ekstra kampus. Ormawa
tingkat
-
20
universitas mempunyai landasan hukum yaitu dengan Keputusan
Rektor
Unnes, sedangkan Ormawa tingkat fakultas mempunyai landasan
hukum
yaitu dengan Keputusan Dekan Fakultas yang bersangkutan.
Sedangkan
untuk organisasi kemahasiswaan ekstra kampus landasan
hukumnya
menurut aturan yang berlaku di dalam internal organisasinya
masing-
masing. Organisasi kemahasiswaan dibentuk dari, oleh dan
untuk
mahasiswa.
Di kalangan kaum muda lebih khusus lagi mahasiswa, bahwa
mahasiswa dalam hal ini adalah para aktivis mahasiswa senantiasa
peka
terhadap gejala sosial yang terjadi di sekitarnya. Tumbuhnya
kepekaan
mahasiswa terhadap persoalan masyarakat ini menurut Arbi Sanit
(1985)
(dalam Rahmat dan Najib, 2001: xii-xiii) disebabkan paling tidak
oleh lima
hal. Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh
pendidikan
terbaik, mahasiswa memiliki pandangan yang cukup luas untuk
dapat
bergerak di semua lapisan masyarakat.
Kedua, sebagai golongan masyarakat yang paling lama
mengalami
pendidikan, mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik
terpanjang
diantara angkatan muda. Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya
hidup
unik di kalangan mahasiswa, dan terjadi akulturasi sosial budaya
tinggi
diantara mereka. Keempat, mahasiswa sebagai golongan yang
akan
memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur ekonomi
dan akan
memiliki keistimewaan tertentu dalam masyarakat, adalah kelompok
elit di
kalangan kaum muda. Kelima, seringya mahasiswa terlibat
dalam
-
21
pemikiran, perbincangan dan penelitian berbagai masalah
masyarakat,
memungkinkan mereka tampil dalam forum yang kemudian
mengangkatnya
ke jenjang karier sesuai dengan keahliannya.
Mahasiswa melalui penentangannya yang sistematis, menegaskan
perbedaannya yang otonom dari struktur masyarakat tradisional.
Suatu
penentangan yang dilakukan secara sadar sebagai wujud dari
kegelisahan
atas kebekuan sistem sosial yang berjalan tidak normal di dalam
masyarakat
atau kadang-kadang dikarenakan suatu penghayatan tertentu
terhadap suatu
realitas yang diresapi kembali dan ditransformasikan dari
struktur dunia
obyektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subyektif.
Untuk konteks Indonesia, kemunculan peranan kelompok ini
dalam
kehidupan sosial politik bangsa Indonesia merupakan fenomena
khas abad
20. Mahasiswa, disebabkan oleh beberapa kualitasnya yang
spesifik, tampil
sebagai suatu lapisan masyarakat yang vokal, berorientasi ke
depan sehingga
menjadi idealis dan tentu saja sebagai sebuah konsekuensinya,
mahasiwa
memiliki suatu posisi sosial tertentu dan sangat menentukan
dimana di
dalamnya sejumlah privelese menjadi haknya yang dikuasai
secara
independen.
Membicarakan mahasiswa berarti kita tengah membicarakan
suatu
kelompok masyarakat yang sadar dan tersadarkan. Suatu
kelompok
masyarakat yang sesungguhnya memiliki peran sangat penting
dalam
dinamika sosial suatu masyarakat secara keseluruhan. Memang
sangat sulit
untuk menentukan sejauh mana peran ini dapat dimainkan
dikarenakan
-
22
faktor situasi dan kondisi yang melingkupinya seringkali
berubah. Tetapi
pada umumnya dalam suatu kondisi yang melingkupinya seringkali
berubah.
Tetapi pada umunya dalam suatu kondisi krisis tertentu dalam
suatu
masyarakat, mahasiswa yang lebih memiliki kesempatan untuk tidak
terlalu
jauh terseret oleh krisis itu karena faktor pendidikannya,
menunjukkan peran
pentingnya itu melalui responnya terhadap suatu krisis seraya
mendorong
lahirnya alternatif-alternatif baru bagi krisis tersebut. Saat
itulah kewajiban
mendasar yang dituntut darinya adalah suatu tindakan ‘heroik’,
sebagai
wujud responnya terhadap krisis yang timbul dan sedang dihadapi
oleh
masyarakat.
Di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia dimana
ketimpangan-ketimpangan sosial seringkali nampak jelas, terbuka
peluang
yang lebih besar bagi lahirnya suatu krisis di dalam suatu
masyarakat. Hal
ini memberikan penjelasan mengapa kemudian di negara-negara
berkembang ini, suatu proses radikalisasi untuk perubahan
menjadi bagian
yang sangat menonjol dalam dinamika kehidupan mahasiswa.
Dihubungkan
dengan persoalan kesempatan yang diberikan oleh suatu sistem
sosial dan
politik, yang memang sangatlah buruk di banyak negara
berkembang,
kelompok mahasiswa biasanya menunjukkan sikap enggan untuk
mematuhi
sistem tersebut, alih-alih memperlihatkan penentangannya.
Hal ini oleh Burhan D. Magenda (dalam Rahmat, 2001: 31)
disebutkan sebagai etika nobless oblige, suatu privelese yang
disandang
mahasiswa yang dihubungkan dengan semangatnya dalam
memperjuangkan
-
23
kepentingan rakyat. Di sini timbul pertanyaan, apakah sifat ini
sepenuhnya
tunduk pada suatu kondisi atau situasi sosial politik
tertentu.
Menurut Albach, (1988: 11-15) terjadi kemerosotan dalam
gerakan
mahasiswa, hal ini disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
Pertama, ketidakmampuan gerakan mahasiswa untuk
mempertahankan tingkat kegiatan politiknya, terutama dalam
memobilisasikan massa, untuk waktu yang lama. Kedua, akibat dari
‘artefak
media massa’. Terdapat hubungan yang dekat antara gerakan
mahasiswa
dengan perhatiannya terhadap gerakan mahasiswa, maka krisis akan
segera
terjadi pada gerakan tersebut. Ketiga, perubahan fokus perhatian
mahasiswa
dari isu-isu yang bersifat gerakan massa menjadi isu elite dan
cenderung
menjauh dari massa. Keempat, perubahan orientasi mahasiswa,
khususnya
dalam gaya hidup, yang lebih liberal dan cenderung berbeda
berbeda dengan
masyarakat umum. Kelima, diserapnya sejumlah aktivis mahasiswa
ke
dalam posisi-posisi profesional, termasuk pula oleh sistem
politik baru. Pada
saat yang sama minat terhadap studi sosial dan kemanusiaan
menurun dan
lebih cenderung pada bidang-bidang profesi. Dampaknya adalah
menurunnya kegiatan politik yang beresiko tinggi. Keenam,
perubahan
kebijakan pendidikan di kampus-kampus efektif menurunkan
tingkat
aktivisme mahasiswa. Ketujuh, faktor populasi mahasiswa turut
pula
memberi pengaruh, khususnya dalam menciptakan keseimbangan baru
di
dalam kampus yang tidak rawan krisis. Kedelapan, gerakan
mahasiswa
sendiri banyak yang merasa gagal dalam menjalankan fungsinya
untuk
-
24
melakukan perubahan yang mendasar dan besar-besaran.
Kesembilan,
perubahan realitas politik eksternal. Seperti institusionalisasi
lembaga-
lembaga politik telah memungkinkan terserapnya sejumlah agenda
politik
mahasiswa dan masyarakat secara umum, walaupun tidak
keseluruhan,
sehingga dengan begitu aktivisme mahasiswa yang terkait erat
dengan isu-
isu politik masyarakat luas dapat diserap oleh institusi politik
resmi.
2.1.3. Kebebasan Mengeluarkan Pendapat
Kebebasan berpendapat dan berbicara merupakan ruh demokrasi
yang menjadi hak bagi setiap warga negara. Semua segi kehidupan
manusia
sangat membutuhkan arus pembicaraan. Melalui pembicaraan
berbagai
bentuk sosialisasi, kerjasama dan konsensus di antara manusia
dalam
kehidupan sosial terbentuk.
Presiden Roosevelt menyatakan ada 4 (empat) macam hak dalam
The Four Freedoms (Empat Kebebasan) yaitu:
1. Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (Freedom
of
Speech)
2. Kebebasan beragama (Freedom of Religion)
3. Kebebasan dari ketakutan (Freedom of Fear)
4. Kebebasan dari kemelaratan (Freedom of Want) (dalam
Budiardjo, 2001:
120).
Kebebasan berpendapat diharapkan dalam rangka untuk
mendukung
terselenggaranya pemerintahan yang baik dan demokratis sesuai
dengan
-
25
aspirasi masyarakat. Miriam Budiardjo (2001:60) menyatakan bahwa
syarat-
syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis
di bawah
Rule of Law ialah:
1) perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi,
selain dari
menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara
proseduril
untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin.
2) badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent
and
impartial tribunals).
3) pemilihan umum yang bebas.
4) kebebasan untuk menyatakan pendapat.
5) kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
6) pendidikan kewarganegaraan (civic education).
Banyak sekali jaminan bagi kebebasan untuk mengeluarkan
pendapat, misalnya dalam Declaration of Human Rights, Pasal 19
berbunyi,
“Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan
mengeluarkan
pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai
pendapat-pendapat
dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima
dan
menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan
cara
apapun juga dan tidak memandang batas-batas.”
Demokrasi menjamin kebebasan berbicara dan berpendapat warga
negaranya. Pembicaraan dan perdebatan yang bebas tapi
bertanggungjawab,
jujur dan terbuka akan menuntun warga pada kebenaran yang
diyakini
bersama sebagai tindakan umum yang lebih bijak. Sebaliknya,
-
26
ketidakbebasan berbicara dan berpendapat akan membuat
pembicaraan
penuh dengan ketidakpastian, kebohongan dan ketidakjujuran. Hal
inilah
yang menyebabkan banyak aspirasi masyarakat arus bawah
(grassroots)
yang tidak dapat terwujud sebagaimana mestinya.
Pada masa Orde Baru berkuasa, masyarakat yang melakukan aksi
protes hampir selalu ditangkap dan diadili berdasarkan ketentuan
pasal 510
KUHP. Meskipun pasal itu mensyaratkan ijin bagi pawai atau
keramaian
umum belaka, tetapi pihak aparat beranggapan bahwa ijin atas
pawai atau
keramaian umum berlaku pula untuk segala bentuk penyampaian
pendapat
yang berupa lisan dan tulisan. Artinya bahwa kegiatan aksi
demonstrasi juga
termasuk di dalamnya sebagai bentuk pawai dan keramaian umum.
Karena
pada masa itu belum ada ketentuan khusus yang mengatur tentang
aturan
penyampaian pendapat apalagi demonstasi, hanya UUD 1945 pasal
28
tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat.
Padahal dalam Covenan on Civil and Political Rights, Pasal
19
berbunyi:
(1) Setiap orang berhak untuk mempunyai pendapat tanpa
mengalami
gangguan.
(2) Setiap orang berhak untuk mengeluarkan pendapat; dalam hak
ini
termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan menyampaikan
segala macam penerangan dan gagasan tanpa menghiraukan
pembatasan-pembatasan, baik secara lisan, maupun tulisan
atau
-
27
tercetak, dalam bentuk seni, atau melalui media lain menurut
pilihannya.
Pelaksanaan hak-hak yang tercantum dalam ayat-ayat dari pasal
ini
membawakan kewajiban-kewajiban dan tanggungjawab yang khusus.
Oleh
karena itu dapat dikenakan pembatasan-pembatasan tertentu,
tetapi
pembatasan-pembatasan ini terbatas pada yang sesuai dengan
ketentuan
hukum yang perlu:
(a) untuk menghormati hak-hak atau nama baik orang lain.
(b) untuk perlindungan kemanan nasional atau ketertiban umum
atau
kesehatan dan moral umum.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia diterbitkan pada bulan Oktober 1997 untuk
menggantikan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang
Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam
salah satu
pasalnya, yaitu pasal 15 (2) butir (a) Undang-Undang Kepolisian
Negara RI
Nomor 28 Tahun 1997 disebutkan mengenai wewenang kepolisian
memberikan ijin untuk kegiatan keramaian umum dan kegiatan
masyarakat
lainnya. ’Kegiatan’ dalam ketentuan tersebut tidak jelas
maknanya, sehingga
kegiatan aksi demonstrasi mudah saja dianggap menjadi jenis
’kegiatan’
dalam ketentuan tersebut.
-
28
2.1.4. Aksi Demonstrasi Sebagai Bentuk Partisipasi Politik
Aksi demontrasi adalah suatu model pernyataan sikap,
penyuaraan
pendapat, opini, atau tuntutan yang dilakukan dengan jumlah
massa tertentu
dan dengan teknik tertentu agar mendapat perhatian dari pihak
yang dituju
tanpa menggunakan mekanisme konvensional (birokrasi).
Demonstrasi juga
bertujuan untuk menekan pembuat kebijakan untuk melakukan atau
tidak
melakukan sesuatu. Sedangkan partisipasi politik secara umum
merupakan
suatu bentuk keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam
tingkatan
di dalam sistem politik.
Aksi demonstrasi umumnya dilatarbelakangi oleh matinya jalur
penyampaian aspirasi atau buntunya metode dialog.. Dalam Trias
Politika,
aspirasi rakyat diwakili oleh anggota legislatif. Namun dalam
kondisi
pemerintahan yang korup, para legislator tidak dapat memainkan
perannya,
sehingga rakyat langsung mengambil ‘jalan pintas’ dalam bentuk
aksi
demonstrasi.
Aksi demonstrasi juga dilakukan dalam rangka pembentukan
opini
atau mencari dukungan publik. Dengan demikian isu yang
digulirkan
harapannya dapat menjadi snowball. Dari isu mahasiswa menjadi
isu
masyarakat kebanyakan, seperti dalam kasus aksi menuntut
mundur
Soeharto dari jabatan Presiden Republik Indonesia.
Aksi demonstrasi adalah hak bahkan dalam situasi tertentu
dapat
menjadi kewajiban. Ia dilindungi oleh undang-undang positif.
Selain
Declaration of Human Right (Freedom of Speech), hak aksi juga
dilindungi
-
29
oleh UUD 1945 pasal 28 beserta amandemennya. Secara lebih
spesifik, aksi
ini kemudian diatur dengan adanya Undang-Undang Nomor 9 Tahun
1998
tentang Mekanisme Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Undang-
Undang ini mengharuskan panitia aksi untuk memberikan surat
pemberitahuan kepada pihak kepolisian setidaknya 3 (tiga) hari
menjelang
hari pelaksanaan. Ketentuan lainnya adalah, di dalam surat
pemberitahuan
itu harus ada nama penanggung jawab aksi, waktu pelaksanaan,
rute yang
dilewati, isu yang dibawa, jumlah massa, dan bentuk aksi. Selain
itu ada
juga larangan untuk melakukan aksi pada hari-hari tertentu dan
tempat-
tempat tertentu.
Dalam pandangan aktivis, Undang-Undang ini pada awal
pengesahannya dicurigai sebagai alat untuk mengebiri suara
kritis
mahasiswa dan rakyat. Pada perkembangannya, Undang-Undang inilah
yang
digunakan oleh rezim berkuasa melalui aparat kepolisian untuk
mematikan
suara oposan, dengan banyak menyeret para aktivis ke
penjara.
Aksi demonstrasi merupakan bagian dari bentuk partisipasi
politik
masyarakat. Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam
sebuah
tatanan negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas
adanya
modernisasi politik.
Menurut Miriam Budiardjo, partisipasi politik adalah
kegiatan
seseorang atau kelompok orang untuk ikut secara aktif dalam
kehidupan
politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara
langsung
atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public
policy)
-
30
(dalam Sastroatmodjo, 1995: 68). Kegiatan ini mencakup tindakan
seperti
memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat
umum,
menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan,
mengadakan
hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota
parlemen
dan sebagainya.
Partisipasi politik warga negara dipengaruhi oleh sistem politik
yang
diterapkan oleh suatu negara. Henry B. Mayo dalam buku
Introduction to
Democratic Theory memberi definisi tentang sistem politik yang
demokratis
ialah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas
oleh
wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam
pemilihan-
pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik
dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
(dalam
Budiardjo, 2001:61)
Surbakti (1992: 141-142) mengkategorikan kegiatan
partisipasi
politik dengan sejumlah kriteria “rambu-rambu” yang menjadi
konseptualisasi dari partisipasi politik itu sendiri. Pertama,
partisipasi politik
yang dimaksudkan berupa kegiatan atau perilaku luar individu
warga negara
biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang berupa sikap
dan
orientasi. Hal ini perlu ditegaskan karena sikap dan orientasi
individu tidak
selalu termanifestasikan dalam perilakunya.
Kedua, kegiatan itu diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah
selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. Termasuk
dalam
pengertian ini, seperti kegiatan mengajukan alternatif kebijakan
umum,
-
31
alternatif pembuat dan pelaksana keputusan politik dan kegiatan
mendukung
ataupun menentang keputusan politik yang dibuat pemerintah.
Ketiga, kegiatan yang berhasil (efektif) maupun yang gagal
mempengaruhi pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi
politik.
Keempat, kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan
secara
langsung ataupun secara tidak langsung. Kegiatan yang langsung
berarti
individu mempengaruhi pemerintah tanpa menggunakan
perantara,
sedangkan secara tidak langsung berarti mempengaruhi pemerintah
melalui
pihak lain yang dianggap dapat meyakinkan pemerintah.
Keduanya
termasuk ke dalam kategori partisipasi politik.
Kelima, kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan
melalui
prosedur yang wajar (convensional) dan tak berupa kekerasan
(non-
violence), seperti ikut memilih dalam pemilihan umum, mengajukan
petisi,
melakukan kontak tatap muka, dan menulis surat maupun dengan
cara-cara
di luar prosedur yang wajar (tak konvensional) dan berupa
kekerasan
(violence), seperti aksi demonstrasi (unjuk rasa), pembangkangan
halus
(seperti memilih kotak kosong daripada memilih calon yang
disodorkan
pemerintah), huru-hara, mogok, pembangkangan sipil, serangan
bersenjata
dan gerakan-gerakan poltik, seperti kudeta dan revolusi.
-
32
Almond menunjukkan macam-macam partisipasi politik sebagai
berikut:
Tabel 2.1. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik Konvensional Non
Konvensional
Pemberian Suara (voting)
Diskusi politik
Kegiatan kampanye
Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan
Komunikasi individual dengan pejabat politik dan
administratif
Pengajuan Petisi
Berdemonstrasi
Konfrontasi
Mogok
Tindak kekerasan politik terhadap harta-benda (perusakan,
pengeboman, pembakaran)
Tindak kekerasan politik terhadap manusia (penculikan,
pembunuhan)
Perang gerilya dan revolusi Sumber:Almond,1978 (dalam Suryadi,
2007: 134).
Berdasarkan taraf atau luasnya partisipasi politik, Michael Rush
dan
Philip Althoff menggambarkannya sebagai berikut:
Gambar 2.1.Hierarkhi Partisipasi Politik
Sumber: Rush, Michael dan Philip Althoff, 2000:140 (dalam
Susanti, 2006:
7).
Menduduki jabatan politik atau administratif Mencari jabatan
politik atau administratif Keanggotaan aktif suatu organisasi
politik Keanggotaan pasif suatu organisasi politik Keanggotaan
aktif suatu organisasi semu politik Keanggotaan pasif suatu
organisasi semu politik Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi,
dsb. Partisipasi dalam diskusi politik formal, minat umum
dalam politik Voting (pemberian suara) Apathi total
-
33
Berbagai jenis partisipasi yang tergambar dalam piramida
yang
basisnya lebar, tetapi menyempit ke atas sejalan dengan
meningkatnya
intensitas kegiatan politik. Di antara basis dan puncak terdekat
pelbagai
kegiatan yang berbeda-beda intensitasnya, berbeda menurut
intensitas
kegiatan maupun mengenai bobot komitmen dari orang yang
bersangkutan.
Termasuk di dalamnya memberi suara dalam pemilihan umum,
mendiskusikan masalah politik, menghadiri rapat umum yang
bersifat
politik, dan menjadi anggota kelompok kepentingan. Yang lebih
intensif lagi
adalah melibatkan diri dalam berbagai proyek pekerjaan sosial,
contacting
atau lobbying pejabat-pejabat, bekerja aktif sebagai anggota
partai politik
dan menjadi juru kampanye, dan yang paling intensif, sebagai
pimpinan
partai atau kelompok kepentingan dan pekerja sepenuh waktu.
Mahasiswa sebagai bagian yang cukup banyak berperan dalam
hal
partisipasi politik perlu mendapat perhatian. Gerakan mahasiswa
dari masa
ke masa selalu memberikan nuansa yang berbeda dalam hal
partisipasinya
untuk terlibat dalam dunia perpolitikan, namun ada beberapa
fenomena
dalam gerakan mahasiswa yang perlu diketahui. Phillip G. Altbach
(1988:
15) berpendapat tentang adanya pergeseran fokus perhatian
aktivis
mahasiswa tentang isu, yaitu:
”bahwa realitas-realitas politik eksternal telah berubah.
Gerakan-gerakan aktivis mahasiswa terutama lebih dirangsang oleh
politik kemasyarakatan daripada oleh persoalan-persoalan di dalam
universitas itu sendiri, dan perubahan-perubahan di dalam kehidupan
politik secara alamiah akan mempunyai dampak penting atas gerakan
mahasiswa.”
-
34
Phillip G. Altbach (1988: 134) menyatakan bahwa gerakan
mahasiswa bisa dibedakan menjadi tiga tahap. Pertama, tahap
kecaman
terhadap masalah-masalah politik secara umum. Kedua, tahap
ketika
mahasiswa memusatkan perhatian pada masalah-masalah universitas.
Dan
tahap ketiga, merupakan fase pendirian dan pengembangan secara
eksplisit
organisasi dan partai politik dengan landasan ideologi
politik.
Phillip G. Altbach (1988: 30) berpendapat bahwa relatif sedikit
saja
kampanye dan aksi demonstrasi kaum aktivis dan energi mahasiswa
nampak
mengatur bagi kegiatan-kegiatan nonpolitis.
Perhatian atau atensi berkaitan dengan informasi yang kita
perhatikan (Baron dan Byrne, 2004: 81). Kerangka berfikir atau
skema
adalah kerangka mental yang berpusat pada tema-tema spesifik
yang dapat
membantu kita mengorganisasi informasi sosial. Kerangka berfikir
telah
terbukti berpengaruh terhadap semua aspek dasar kognisi sosial
(Wyer &
Srull, 1994, dalam Baron dan Byrne, 2004: 81). Dalam hubungannya
dengan
perhatian atau atensi, kerangka berfikir seringkali berperan
sebagai sejenis
penyaring: informasi yang konsisten dengan skema lebih
diperhatikan dan
lebih mungkin untuk masuk ke dalam kesadaran kita. Informasi
yang tidak
cocok dengan skema seringkali diabaikan (Fiske,1993 dalam Baron
dan
Byrne, 2004:81), kecuali informasi tersebut sangat ekstrem
sehingga mau
tidak mau kita akan memperhatikannya.
Di antara sekian banyak macam isu dalam masyarakat, dalam
buku
”Merubah Kebijakan Publik” karya Roem Topatimasang, dkk. (2001:
63),
-
35
ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan bahwa suatu isu
strategis
untuk diadvokasi. Antara lain; faktor aktualitas (sedang hangat
atau sedang
menjadi perhatian masyarakat), pada dasarnya, suatu isu dapat
dikatakan
sebagai isu yang strategis jika: (a) penting dan mendesak, dalam
artian
tuntutan memang semakin luas di masyarakat agar isu tersebut
segera
ditangani, jika tidak akan membawa dampak negatif lebih besar
pada
kehidupan masyarakat umum; (b) penad dengan kebutuhan dan
aspirasi
sebagian anggota masyarakat awam, khususnya lapisan mayoritas
yang
selama ini paling terabaikan kepentingannya; (c) akan berdampak
positif
pada perubahan kebijakan-kebijakan publik lainnya yang mengarah
pada
perubahan sosial yang lebih baik; (d) sesuai dengan visi dan
agenda
perubahan sosial yang lebih besar seperti yang dituntut oleh
masyarakat.
2.1.5. Faktor-Faktor Pendorong Partisipasi Politik
Partisipasi politik di negara-negara yang menerapkan sistem
politik
demokrasi merupakan hak warga negara tetapi dalam kenyataan
prosentase
warga negara yang berpartisipasi berbeda dari satu negara dengan
negara
yang lain.
Tinggi rendahnya partisipasi politik warga negara dalam
proses
politik suatu negara setidaknya dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain
adalah kesadaran politik dan kepercayaan terhadap pemerintah
(sistem
politik). Kesadaran politik ialah kesadaran akan hak dan
kewajiban sebagai
warga negara. Hal ini menyangkut pengetahuan seseorang
tentang
-
36
lingkungan masyarakat dan politik dan menyangkut minat dan
perhatian
seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat ia
tinggal.
Yang dimaskud dengan sikap dan kepercayaan kepada pemerintah
ialah
penilaian seseorang terhadap pemerintah: apakah ia menilai
pemerintah
dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak? (Surbakti,
1992: 144).
Berdasarkan tinggi rendahnya kesadaran politik dan
kepercayaan
kepada pemerintah, Paige (dalam Sunarto, 2004: 25) membagi
partisipasi
politik menjadi empat tipe. Apabila seseorang memiliki kesadaran
politik
dan kepercayaan kepada pemerintah yang tinggi maka partisipasi
politik
cenderung aktif. Sebaliknya, apabila kesadaran politik dan
kepercayaan
kepada pemerintah rendah maka partisipasi politik cenderung
pasif-tertekan
(apatis). Tipe partisipasi ketiga berupa militan radikal, yakni
apabila
kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan kepada pemerintah
sangat
rendah. Selanjutnya, apabila kesadaran politik sangat rendah
tetapi
kepercayaan kepada pemerintah sangat tinggi maka partisipasi ini
disebut
pasif.
Sebab-sebab seseorang menggunakan bentuk-bentuk partisipasi
politiknya adalah berbagai motivasi yang ada pada kelompoknya
dan
dirinya, tentang bagaimana caranya agar tujuan-tujuannya
tercapai melalui
saluran-saluran politik yang ada.
Partisipasi politik seseorang atau kelompok orang tentunya
berbeda,
hal ini dipengaruhi oleh kepentingan dari individu seseorang
atau kelompok
tersebut. Weber mengemukakan terdapat 5 (lima) penyebab
timbulnya
-
37
gerakan ke arah partisipasi lebih luas dalam proses politik,
yaitu sebagai
berikut:
a. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan
masyarakat makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan
politik.
b. perubahan-perubahan struktur kelas. Masalah siapa yang berhak
berpartisipasi dan pembuatan keputusan politik menjadi penting dan
mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik
c. pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern.. ide
demokratisasi partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru
sebelum mereka mengembangkan modernisasi dan industrialisasi yang
cukup matang.
d. konflik antar kelompok pemimpin politik. Jika timbul konflik
antarelit, maka yang dicari adalah dukungan rakyat. Terjadi
perjuangan kelas menentang melawan kaum aristocrat yang menarik
kaum buruh dan membantu memperluas hak pilih rakyat.
e. keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial,
ekonomi dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas
pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang
terorganisasi dalam pembuatan keputusan politik. (dalam Suryadi,
2007: 128)
Vaughan dan Archer (dalam Altbach, 1988: 198) menyatakan
bahwa
suatu ideologi dapat mempengaruhi aksi dalam hal menentukan
tujuan dan
memilih sarana tertentu, diantara berbagai sarana yang ada,
untuk mencapai
tujuan tersebut.
Menurut Phillip G. Altbach (1988: 178) bahwa terdapat kesan
bahwa
ideologi total, yang difokuskan melalui salah satu dari
nilai-nilai sentralnya,
menstrukturkan persepsi, peristiwa-peristiwa yang penting,
sasaran yang
khas dan sarana-sarana yang dipilih pada tingkat aksi politik
mahasiswa.
Dengan kata, lain ideologi menuntun respon dan pola tindakan.
Selain itu,
ideologi merumuskan masalah dan pemecahannya pada tingkat
politik
nasional. Penganjur ideologi merasa bahwa peristiwa dan
masalah-masalah
nasional mempunyai hubungan erat dengan aksi protes di dalam
universitas.
-
38
Adakalanya para mahasiswa dibangkitkan oleh suatu isu
politik,
meskipun dalam kasus-kasus tersebut demonstrasinya cenderung
kecil dan
tidak tercipta gerakan atau organisasi yang langgeng (Altbach,
1988: 32).
Menurut Altbach (1988:199) bahwa suatu nilai atau
kepercayaan
politik, dalam peran sebagai kriteria selektif, mempunyai
pengaruh yang
lebih langsung terhadap seleksi dari tujuan untuk bertindak,
dibanding
pengaruh yang dimiliki kepercayaan politik, dalam peran kriteria
evaluatif.
Sebab sebelum prinsip moral dan aspek-aspek evaluatif
kepercayaan dapat
berpengaruh terhadap aksi yang mendukung konfrontasi,
aspek-aspek
evaluatif tersebut harus dipandang dengan suatu cara yang
khas.
2.2. Kerangka Berfikir
Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa
merupakan
salah satu bentuk partisipasi politik mahasiswa. Sarana ini
paling sering
dilakukan oleh para aktivis mahasiswa, hampir setiap isu yang
berkembang
di masyarakat berpotensi menjadi bahan isu aksi demonstrasi.
Aktivis
mahasiswa dapat dibagi menjadi dua kelompok, kelompok yang
pertama
adalah aktivis organisasi kemahasiswaan intra kampus dan
kelompok yang
kedua adalah aktivis organisasi kemahasiswaan ekstra kampus.
Kedua
kelompok ini memiliki karakter kekhasannya masing-masing, jika
dilihat
dari filosofi berdirinya organisasi, Ormawa intra kampus berdiri
berdasarkan
idealisme universal atau umum sedangkan Ormawa ekstra kampus
berdiri
-
39
berdasarkan idealisme ideologi tertentu, seperti ideologi
Islam,
Kristen/Katholik, Pancasila, Sosialis maupun Liberal.
Organisasi kemahasiswaan memiliki salah satu peran yaitu
melakukan pendidikan politik terhadap anggotanya. Kedua
kelompok
Ormawa tersebut memiliki lingkungan organisasi yang berbeda,
nuansa
yang berbeda, nilai-nilai yang berbeda serta idealisme yang
berbeda pula.
Dari perbedaan karakter kedua kelompok aktivis mahasiswa ini
berpengaruh
terhadap karakter pergerakannya, lebih khusus dalam penelitian
ini adalah
karakter aksi demonstrasi yang dilakukan oleh keduanya. Dengan
rumusan
masalah bagaimana fokus perhatian isu yang mereka usung dan
bagaimana
tingkat partisipasi keikutsertaan mereka dalam aksi demonstrasi.
Kerangka
berfikir di atas dapat digambarkan dalam skema sebagai
berikut:
-
40
Gambar 2.2. Skema Kerangka Berfikir Penelitian
Partisipasi Politik (Aktivis)
Partisipasi Politik (Aktivis)
Aksi Demonstrasi: 1. Isu Aksi Demonstrasi 2. Tingkat partisipasi
keikutsertaan
dalam Aksi Demonstrasi
Pendidikan Politik
Pendidikan Politik
Karakteristik Aksi Demonstrasi Aktivis
Mahasiswa Intra Kampus
Karakteristik Aksi Demonstrasi Aktivis Mahasiswa Ekstra
Kampus
Ormawa Intra Kampus
Ormawa Ekstra Kampus
-
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Metode
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan
kualitatif
deskriptif dengan menggunakan metode survei. Menurut Nazir
(2005: 56)
bahwa metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk
memperoleh
fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari
keterangan-keterangan secara
faktual. Metode ini membedah, menguliti dan mengenal
masalah-masalah
serta mendapatkan pembenaran terhadap keadaan dan
praktik-praktik yang
sedang berlangsung. Dalam metode survei juga dikerjakan evaluasi
serta
perbandingan-perbandingan terhadap hal-hal yang telah dikerjakan
orang
dalam menangani situasi atau masalah yang serupa.
3.2. Metode Penentuan Objek
3.2.1. Populasi
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 108) bahwa populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian. Objek pada populasi diteliti,
hasilnya
dianalisis, disimpulkan dan kesimpulan itu berlaku untuk seluruh
populasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah pengurus Organisasi
Kemahasiswaan
(Ormawa) yang berjumlah 545 orang yang tersebar dalam berbagai
Ormawa,
antara lain Ormawa Intra Kampus yaitu; BEM (Badan Eksekutif
Mahasiswa) Unnes dan 8 BEM Fakultas di Unnes, antara lain BEM
FIP,
41
-
42
BEM FBS, BEM FIS, BEM FMIPA, BEM FT, BEM FIK, BEM FE dan
BEM FH serta 6 Organisasi Kemahasiswaan Ekstra Kampus, antara
lain
HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Komisariat, KAMMI (Kesatuan
Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat, PMII (Persatuan
Mahasiswa
Islam Indonesia) Komisariat, IMM (Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah)
Komisariat, LMND (Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi) Komisariat
dan
GEMBES (Gerakan Mahasiswa Pembebasan) Komisariat di
lingkungan
sekitar kampus Unnes yang pengurusnya tercatat sebagai mahasiswa
Unnes.
Berikut daftar jumlah pengurus masing-masing Ormawa yang
menjadi
populasi objek penelitian:
Tabel 3.1. Daftar Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan
Kampus Unnes Tahun 2009 NO ORMAWA PENGURUS
1 BEM Universitas 64 2 BEM FIP 40 3 BEM FBS 30 4 BEM FIS 35 5
BEM FMIPA 48 6 BEM FT 37 7 BEM FIK 32 8 BEM FE 52 9 BEM FH 63
11 HMI Komisariat 9 12 KAMMI Komisariat 58 13 PMII Komisariat 27
14 IMM Komisariat 32 15 LMND Komisariat 8 16 GEMBES Komisariat
10
JUMLAH 545
Sumber: Diolah dari hasil penelitian awal.
-
43
3.2.2. Sampel
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 109) bahwa sampel adalah
sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Apabila subjek
anggota populasi
kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semua dan jika jumlah
populasi
lebih besar dari 100 orang, maka dapat diambil antara 10-25%
atau lebih.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 25% dari seluruh
populasi
yang ada, yaitu ditetapkan sejumlah 136 sampel.
Penelitian ini menggunakan teknik Stratifield Proportional
Random
Sampling, dalam hal pengambilan sampel adalah dengan teknik
Area
Probability Sample (Sampel Wilayah), yaitu wilayah dibagi ke
dalam
organisasi-organisasi yang masuk dalam populasi atau bisa
disebut
subpopulasi. Selanjutnya digunakan teknik proporsional sample
untuk
menentukan jumlah sampel pada masing-masing subpopulasi.
Teknik sampling random dilakukan dengan cara mencampur
subjek-
subjek di dalam subpopulasi sehingga semua subjek dianggap sama.
Dengan
demikian maka peneliti memberi hak yang sama kepada setiap
subjek yang
ada untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi sampel.
Subpopulasi ada 15, maka N1, N2,....N15. rumus sample
fraction
adalah:
f1 = N1 N
dan besar sampel per subpopulasi adalah:
n1 = f . n
-
44
Keterangan:
n = Jumlah Sampel
N = Total Populasi
f = Sample Fraction
Berikut adalah contoh perhitungan proporsi sampel pada
masing-
masing subpopulasi:
n1 = f1 . n
= 64 X 136 545 = 15, 97 maka jumlah sampel n1 adalah 16
Tabel 3.2. Sampel Penelitian Aktivis Mahasiswa Unnes NO ORMAWA
POPULASI SAMPEL
1 BEM Universitas 64 16 2 BEM FIP 40 10 3 BEM FBS 30 8 4 BEM FIS
35 9 5 BEM FMIPA 48 12 6 BEM FT 37 9 7 BEM FIK 32 8 8 BEM FE 52 13
9 BEM FH 63 16
11 HMI Komisariat 9 2 12 KAMMI Komisariat 58 14 13 PMII
Komisariat 27 7 14 IMM Komisariat 32 8 15 LMND Komisariat 8 2 16
GEMBES Komisariat 10 2
JUMLAH 545 136
Sumber: Diolah dari hasil penelitian awal.
-
45
3.3. Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan apa yang harus menjadi perhatian
dalam
penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian
adalah
karakteristik aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra dan ekstra
kampus
Unnes, lebih khusus pada fokus perhatian para aktivis terhadap
isu yang
diusung melalui aksi demonstrasi dan tingkat partisipasi
keikutsertaannya
dalam aksi demonstrasi.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Kuesioner atau Angket
Penelitian ini menggunakan metode angket, dengan beberapa
pertimbangan sebagai berikut:
Keuntungan metode angket adalah;
1) setiap responden menerima pertanyaan yang sama.
2) responden mempunyai kebebasan untuk memberikan keterangan
atau
jawaban.
3) pengaruh subjektifitas dapat dilindungi.
4) angket dapat digunakan untuk responden yang banyak dengan
waktu
relatif singkat serta sedikit tenaga.
Kelemahan metode angket adalah;
1) kemungkinan ada responden yang tidak mengisi angket.
2) pertanyaan telah ditentukan yang tidak dapat diubah sesuai
dengan
kemampuan responden.
-
46
3) teknik ini belum merupakan jaminan bahwa responden akan
memberikan
jawaban yang tepat.
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 200), sebelum menggunakan
kuesioner, ada prosedur yang harus dilalui, antara lain;
1) merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan kuesioner
2) mengidentifikasikan variabel yang akan dijadikan sasaran
kuesioner.
3) Menjabarkan setiap variabel menjadi sub-variabel yang lebih
spesifik
dan tunggal
4) Menentukan jenis data yang akan dikumpulkan, sekaligus
untuk
menentukan teknik analisisnya.
Penelitian ini menggunakan angket dengan dua (alternatif)
jawaban.
Agar data dapat diolah dengan statistik maka data kualitatif
ditransfer
menjadi data kuantitatif. Penelitian menggunakan scoring dengan
2
alternatif, untuk pertanyaan dengan jawaban a = 1 dan b = 0.
Serta
pertanyaan tambahan dengan jawaban skala nilai.
Angket atau kuesioner adalah alat pengumpul data yang
digunakan
peneliti untuk mengetahui apakah ada perbedaan fokus perhatian
issu aksi
demonstrasi dan intensitas keikutsertaan dalam aksi demonstrasi
di antara
para aktivis mahasiswa Unnes.
3.4.2. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara
si penanya
-
47
atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan
menggunakan
alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara) (Nazir:
2005:
194).
Wawancara dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor seperti skema
berikut:
Gambar 3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Interaksi dalam
Wawancara
Sumber: Nazir (2005: 195)
Dalam melakukan wawancara, peneliti harus dapat ‘menangkap’
proses interpretasi dan melihat segala sesuatu dari sudut
pandang orang yang
diteliti serta berusaha mendalami aspek subyektif dari perilaku
manusia
dengan cara masuk ke dunia konseptual orang-orang yang diteliti.
Dengan
cara tersebut diharapkan peneliti dapat mengerti bagaimana makna
sosial
Situasi Wawancara - waktu - tempat - kehadiran orang lain -
sikap masyarakat
Pewawancara - Karakteristik sosial - Ketrampilan
melaksanakan wawancara
- Motivasi - Rasa aman
Responden - karakteristik sosial - kemampuan
menangkap pertanyaan
- kemauan menjawab pertanyaan
Isi Wawancara - Peka untuk ditanyakan - Sukar untuk ditanyakan -
Tingkat minat - Sumber kekhawatiran
-
48
dan wacana-wacana yang dikembangkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam penelitian ini dilakukan wawancara terhadap Pimpinan
Organisasi
Kemahasiswaan yang dalam beberapa kegiatan aksi demonstrasi
berperan
sebagai pimpinan aksi, baik sebagai konseptor, orator, agigator,
HUMAS
ataupun peran lain yang dipandang cukup strategis dalam kegiatan
aksi
demonstrasi antara lain; Presiden Mahasiswa Unnes, Menteri Luar
Negeri
BEM KM Unnes, dan beberapa Ketua Ormawa lainnya yang memiliki
peran
cukup strategis dalam pelaksanaan aksi demonstrasi ayng pernah
ada. Peran
dari metode wawancara ini sebagai pendukung dan pelengkap
data
penelitian.
3.4.3. Dokumentasi
Teknik atau studi dokumentasi merupakan cara mengumpulkan
data
melalui peninggalan tertulis seperti arsip, buku-buku tentang
pendapat, dalil,
hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah
penelitian.
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau
variabel
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen
rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2002: 206).
Dokumentasi yang dimaksud seperti proposal dan laporan
kegiatan
kegiatan BEM dan organisasi kemahasiswaan yang lain, berita dari
media
massa.
-
49
3.5. Analisis Instrumen Penelitian
3.5.1. Validitas
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 144-146) validitas adalah
suatu
ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan sesuatu
instrumen.
Suatu instrumen yang valid atau shahih mempunyai validitas
tinggi.
Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki
validitas rendah.
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa
yang diinginkan. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila
mengungkap
data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya
validitas
instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak
menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud.
Dalam penelitian ini, untuk mengukur validitas alat pengumpul
data
teknik validitas yang logis dan validitas empiris:
1) Validitas Logis
Merupakan pedoman penyusunan alat ukur yang didasarkan pada
teori
dan kriteria materi sasaran penelitian. Validitasnya diperoleh
dengan
usaha yang dilakukan dengan memperhatikan langkah-langkah
penyusunan instrumen, yaitu dengan memecah variabel ke dalam
subvariabel dan indikator-indikator, kemudian merumuskan
butir-butir
pertanyaan dari tiap-tiap indikator.
Untuk mengetahui apakah item-item instrumen itu telah
tersusun
secara logis atau belum adalah dengan mengkonsultasikan
item-item
-
50
tersebut kepada yang berkompeten, dalam hal ini adalah Dosen
Pembimbing I dan Dose