Page 1
i
KARAKTER AIRTANAH BERDASARKAN SIFAT FISIK
SEBAGAI DASAR PENDUGAAN INTRUSI AIRLAUT
DAERAH GLAGAH DAN SEKITARNYA
M. Prahastomi M. S.* Cipta Endayana ST., MT.*
[email protected]
*Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
Abstrak
Daerah penelitian terletak di Kecamatan Wates, Provinsi DIY. Secara geografis daerah
penelitian ini terletak pada koordinat 110o 04’ 00’’ – 110 o 08’ 00’’ BT dan 7 o 55’ 30’’-7 o 56’
00’’ LS. Penelitian aspek geologi dan sifat fisik airtanah dilakukan sebagai dasar pendugaan
adanya intrusi air laut pada daerah penelitian. Bidang temu air tawar dan air asin dibuat
menggunakan model numerik Ghyben-Herzberg dengan mengasumsikan bahwa akifer memiliki
sifat homogen. Daerah penelitian memiliki runtutan batuan/ stratigrafi dari atas ke bawah adalah
pasir tak terkonsolidasi, gravel, dan lapisan lanau (silt). Litologi yang bertindak sebagai akifer
adalah Pasir dan Gravel. Litologi yang bertindak sebagai akuitard adalah lanau (silt). Pengukuran
aspek fisik airtanah meliputi pH, EC, TDS, dan suhu. Pengamatan sifat fisik airtanah dilakukan
pada 88 titik sumur, sumur gali maupun sumur bor. Kedalaman sumur dan muka airtanah diukur
pada tiap titik pengamatan. Konus muka airtanah diperlihatkan pada beberapa titik sumur. Model
Ghyben- Herzberg dikomparasi dengan sifat fisik airtanah pada penampang. Konus-konus yang
diperoleh pada penampang tidak memperlihatkan adanya pengaruh pada sifat fisik airtanah (DHL).
Hasil analisis dari data penampang sumur yang berkonus memperlihatkan bahwa hanya sumur
DW 38-2 yang memperlihatkan tingginya pengaruh nilai DHL.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan yang
paling penting dalam kehidupan
manusia. Kebutuhan air bersih yang kian
meningkat dipicu oleh meningkatnya
jumlah penduduk, wilayah pemukiman,
irigasi, industri. Survey yang dilakukan
Page 2
ii
oleh Pemerintah Daerah Kulon Progo
(2010) menunjukkan bahwa mayoritas
penduduk daerah Wates sebesar 3281
jiwa masih memanfaatkan airtanah
sebagai sumber air untuk mereka
konsumsi dan mandi.
Manajemen airtanah di daerah
pantai dibutuhkan penanganan yang
sangat hati-hati. Abstraksi airtanah yang
berlebihan dari akuifer memaksa conate
water keluar menggantikan airtanah
tawar dan menyebabkan intrusi airlaut
masuk kedalam sumur-sumur warga.
Kegiatan pengambilan airtanah oleh
perusahaan tambang dapat
mempengaruhi keseimbangan airtanah.
Sehingga, pengamatan kondisi
hidrogeologi perlu dilakukan untuk
mengelola pengambilan airtanah untuk
mencegah intrusi airlaut .
Studi sifat fisik airtanah sangat
membantu dalam mengidentifikasi
daerah yang terindikasi terpengaruh oleh
air asin. Data studi fisik airtanah perlu
diperkuat dengan data kimia airtanah,
sehingga dalam praktisnya perlu
dilakukan secara bersamaan untuk saling
melengkapi.
1.2 Identifikasi Masalah
Permasalahan yang akan mempengaruhi
kegiatan penelitian, yaitu:
Bagaimana kondisi geologi daerah
penelitian?
Bagaimana sifat fisik airtanah
daerah penelitian?
Bagaimana batas bidang temu antara
air tawar dengan air asin pada
daerah penelitian?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara
umum, yaitu:
Mengetahui kondisi geologi
daerah penelitian
Mengetahui sifat fisik airtanah
daerah penelitian
Menentukan batas bidang temu
air tawar dengan air asin
II. METODE PENELITIAN
Page 3
iii
Pengamatan aspek geologi
dan hidrologi dilakukan di lapangan.
Pengamatan geologi dilakukan untuk
melihat persebaran batuan di
permukaan. Untuk menunjang data
stratigrafi bawah permukaan,
rekonstruksi penampang stratigrafi
dilakukan menggunakan data bor.
Pengamatan hidrologi mencangkup
pengamatan Muka Airtanah dan sifat
fisik airtanah (Ph, EC, TDS, Suhu
Air, Suhu Udara). Pengukuran tinggi
muka air dan debit sungai dilakukan
untuk melihat pengaruh pasang surut
airlaut. Metode yang digunakan pada
penelitian ini dijelaskan dalam bagan
alir dibawah ini:
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Stratigrafi Daerah Penelitian
Daerah penelitian tersusun
oleh endapan aluvium berupa pasir
halus sampai sedang, setempat
ditemukan juga lempung tak
terkonsolidasi. Endapan pasir yang
dijumpai umumnya berwarna abu
kehitaman hingga putih kecoklatan,
memiliki butiran halus sampai
sedang dan menghalus kearah atas.
Mineral yang dijumpai antara lain
feldspar, piroksen, hornblenda,
kuarsa serta di beberapa tempat
dijumpai mineral magnetit dan
hematit. Pada beberapa lokasi
nampak lapukan pasir yang sudah
berubah menjadi tanah, dengan
ketebalan berkisar 10 – 50
Page 4
ii
sentimeter, berwarna kecoklatan.
Secara struktur geologi, daerah studi
disusun oleh lapisan yang relatif
datar dan belum mengalami proses
pengangkatan, perlipatan, serta
pensesaran.
Runtutan batuan/Stratigrafi
daerah penelitian didapatkan dari
hasil pengeboran. Litologi umum
penyusun daerah penelitian dari
bawah ke atas adalah silt, gravel,
dan pasir.
3.2 Hidrogeologi Daerah Penelitian
Daerah penelitian terletak
pada Cekungan Airtanah Wates,
tepatnya di hilir Sub-DAS Serang
yang memiliki luas sekitar 161,6
km2. DAS serang ini secara umum
memiliki pola pengaliran sub
dendritik di bagian hulu, dan pada
sungai utamanya memiliki pola
aliran meandering dengan arah
pengaliran utara – selatan mengikuti
topografi setempat.
Page 5
ii
Cekungan Airtanah Wates
Secara umum penggunaan
lahan di CAT Wates berupa sawah
irigasi, permukiman, rumput,
tegalan, badan air dan
gedung.sedangkan penggunaan
yang ada di area 150 hektar hanya
ada tegalan dan rumput.
Sistem akifer yang terdapat
pada daerah penelitian berdasarkan
topologi sistem akifer Puradimadja
(1993) termasuk pada sistem akifer
Endapan Aluvial Pantai. Penentuan
sistem akifer ini didasarkan pada
geomorfologi di daerah penelitian
yang umumnya datar hingga
bergelombang dan memanjang
sejajar dengan garis pantai.
Berdasarkan terminasi akifer
oleh Todd (1984) maka material
Page 6
ii
yang bertindak sebagai akifer adalah
pasir halus-sedang dan gravel.
Litologi yang bertindak sebagai
akitard adalah lapisan lanau. Jenis
akifer di daerah penelitian adalah
akifer tak tertekan (unconfined
aquifer).
Berdasarkan hasil pemetaan
muka airtanah pada sumur bor dan
sumur-sumur warga yang terdapat di
daerah studi, peta isofreatik dibuat
untuk menggambarkan hubungan
kedalaman muka airtanah pada
daerah studi. Selain itu, peta
isofreatik/watertable map ini juga
bermanfaat untuk menentukan arah
aliran dan gradien hidrolik airtanah,
serta mengetahui hubungan antara
airtanah dengan air permukaan.
Pengamatan muka air tanah
di lokasi penelitian selain diamati
dari sumur bor yang dibuat juga di
amati dilokasi sumur gali, ada 87
keterdapatan sumur (sudah termasuk
29 titik sumur yang dibuat) yang
dilakukan pengukuran, sumur-sumur
tersebut berada bagian timur, barat,
utara dan selatan daerah studi. Pada
umumnya sumur-sumur gali
dijumpai pada litologi berupa pasir
yang berbutir halus sampai sedang.
Sebaran lokasi titik sumur dapat
dilihat pada gambar.
Muka airtanah pada daerah
studi memiliki kedalaman berkisar
antara 0,3 hingga 6,1 m dari
permukaan tanah, secara umum
pergerakannya berarah utara ke
selatan (mengarah ke laut). Nampak
pada peta beberapa daerah yang
menunjukan konus-konus dengan
muka air tanah yang lebih dalam dari
daerah sekitarnya, hal tersebut dapat
diakibatkan oleh adanya pemompaan
yang dilakukan oleh warga atau
mengikuti permukaan dari lapisan
Page 7
iii
litologi di bawahnya. Peta Isofreatik
disajikan di halaman berikut ini.
Hubungan antara air tawar dan
air asin ini menurut Ghyben Herzberg
(1901) berkaitan erat dengan
perbedaan berat jenis antara kedua
jenis fluida ini. Dari peta muka airtanah
, maka dapat dihitung kedalaman
bidang temu (interface zone) antara
airtawar dan air asin.
Pengamatan pada peta zonasi
suhu airtanah menunjukkan adanya
titik-titik dengan suhu airtanah yang
lebih tinggi dari rata-rata suhu
airtanah di sekitarnya. Terdapat dua
titik sumur, yaitu DW 23-2 dan BHa-
29 yang memiliki suhu diatas 35°C.
Keberadaan dua sumur ini sangatlah
dekat dengan pantai. Anomali suhu
ini mungkin berkaitan dengan
pengaruh dari airlaut, sehingga suhu
airtanah di DW 23-2 dan BHa-29
tersebut lebih tinggi dari sumur di
sekitarnya. Sumur BHa-08, DW 28-
2, BHa-07, DW 22-2, BHa-21, BHa-
17, DW 38-2, dan DW 50-2
memiliki suhu airtanah berkisar 32-
35°C.
Pengamatan pada peta iso
konduktivitas listrik memperlihatkan
bahwa umumnya keadaan airtanah
pada derah penelitian belum
terkontaminasi air asin. Namun
terdapat anomali dimana nilai DHL
tinggi (1560 µS/cm) pada sumur DW
17-1 yang terletak 3.8 kilometer dari
garis pantai. Nilai DHL diatas 1500
menurut klasifikasi kualitas airtanah
Sihwanto (1990) dalam Saefudin
(2000) tergolong air agak payau.
Genesa /asal/penyebab dari tingginya
nilai DHL tidak dapat ditentukan dan
perlu dilakukan kajian lebih
mendalam dalam aspek kimia
airtanah.
Page 8
iv
Pengukuran Daya Hantar
Listrik juga dilakukan pada masing-
masing sumur bor, namun metode
dalam penentuan titik vertical yang
diambil tidak berdasarkan elevasi
airtanah. Hal ini menyebabkan data
pengukuran Daya Hantar Listrik per
kedalaman sumur (vertikal) tidak
dapat dikorelasi dengan baik.
Perbandingan nilai DHL
sumur DW 23-2 dan BHa-29
menunjukkan nilai masing-masing
400 dan 730. Hal ini menarik
diperhatikan karena dua titik sumur
ini memiliki karakter suhu airtanah
yang memiliki nilai diatas 35°C dan
terdapat di sekitar garis pantai.
Sampling airtanah pada dua titik
tersebut perlu dilakukan untuk
mengkonfirmasi adanya indikasi
pengaruh air asin ke dalam dua titik
sumur tersebut.
Pengukuran pada 3 bagian
sungai memperlihatkaan bahwa
terdapat hubungan tinggi muka air
sungai terhadap perubahan pasang
surut airlaut. Ketika sungai
dipengaruhi oleh airlaut, maka
terdapat kemungkinan masuknya
airlaut kedalam akifer. Hal ini dapat
diamati dengan adanya anomali nilai
DHL pada sumur di sekitar hulu
sungai serang (DW 07-1, DW 01-2,
DW 06-1, DW 16-2, DW 02-1, DW
05-1, DW 04-1) dibandingkan
dengan nilai DHL di sumur yang
jauh dari sungai (Misalnya, DW 09-
1).
Anomali ditemui pada daerah
di dekat aliran sungai bagian hilir,
yaitu DW 11-1, DW 09-2, DW 10-2
yang memiliki nilai DHL yang tidak
begitu tinggi (400-600 µS/cm)
dibandingkan daerah hulu sungai.
Hal ini dapat terjadi karena pengaruh
Page 9
v
nilai permeabilitas akifer yang
berbeda antara bagian hulu dengan
hilir sungai. Penelitian lebih lanjut
melalui pumping test perlu dilakukan
untuk melihat nilai permeabilitas di
beberapa titik sekitar hulu dan hilir
sungai. Pengambilan sampling kimia
airtanah perlu dilakukan untuk
mengkonfirmasi apakah terdapat
pengaruh airlaut didalam sumur
warga atau pengaruh dari aktivitas
manusia (pertanian, perkebunan dll).
Nilai DHL pada muka
airtanah yang terjadi pada muka
airtanah yang terdepresi, yaitu DW
51-2 (380) dan DW 56-2 (380) tidak
menunjukkan adanya nilai DHL
yang tinggi. Nilai tinggi pada DW
19-2 (1110) dapat disebabkan karena
letak sumur yang dekat dengan
dermaga.
Dalam distribusi nilai pH
yang terdapat di berbagai sumur
dapat menunjukkan adanya pengaruh
airlaut. Namun nilai pH dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor,
misalnya pengaruh dari jenis mineral
penyusun material pasir maupun
gravel. Pada deskripsi bor yang
diperoleh, terdapat mineral
Horblenda, yang sifatnya basa karena
megandung banyak Fe maupun Mg.
Hornblende memiliki rumus kimia
[Ca2(Mg,Fe2+)4-
(Al,Fe3+)(Si7Al)O22(OH)2]
(Raymond,2002). Hal ini tentu dapat
menaikkan nilai pH airtanah.
Sehingga tingginya nilai pH airtanah
dapat terjadi karena airtanah
melewati material dengan mineral
penyusun tersebut (mineral basa).
Jadi ketika peneliti mendapati nilai
pH yang amat tinggi, terdapat dua
kemungkinan yang akan muncul:
Page 10
vi
akibat pengaruh airlaut atau sifat
alamiah airtanah daerah tersebut
(karena melimpahnya mineral yang
bersifat basa). Karena itu perlu
dilakukan sampling kimia airtanah
pada beberapa spot yang
menunjukkan nilai pH diatas 7.4
apakah menunjukkan kadar rasio
Klorida dan bikarbonat yang tinggi.
Dan apabila kadar rasio tersebut
tinggi, maka perlu diperiksa apakah
peningkatan rasio klorida-bikarbonat
tersebut karena pengaruh airlaut atau
karena pengaruh aktivitas
manusia/mikroorganisme dengan
melihat nilai rasio Na-Cl.
NamaStasiun
Jarak DariPantai
Jam PengukuranMAT
KodePenampang Sifat Fisik Airtanah
(meter) pH EC TDS Suhu
DW 31-2 60 13.20
A-B
7.9 1140 560 31KPAC0454 320 - ? ? ? ?
KPAC0457 720 - ? ? ? ?
DW 12-2 970 15.10 6.2 290 120 30.2
Bha-12 1370 - 7.1 340 160 28.8KPAC0551 180 -
C-D
? ? ? ?KPAC0546 650 - ? ? ? ?
BHa-20 1100 - 6.9 370 170 30.6
DW 09-1 1250 11.12 6.8 490 230 29.2KPAC0066 140 -
E-F
? ? ? ?KPAC0062 530 - ? ? ? ?
KPAC0060 730 - ? ? ? ?
Bha-22 1050 - 7.4 430 210 32.7
DW 02-1 1860 15.10 7.2 730 365 28.3
DW 50-2 240 13.18
G-H
7.2 660 320 34KPAC0251 470 - ? ? ? ?
KPAC0467 630 - ? ? ? ?
DW 42-2 930 15.21 7.2 310 150 29.5
DW 38-2 1070 10.38 7.2 970 480 31.3
Page 11
ii
DW 01-2 2050 15.29 6.9 1000 490 27.6
Perbandingan Sifat Fisik Airtanah Pada Tiap Titik Stasiun di Penampang
Pada model interface air asin
dan airtawar penampang C-D
didapatkan konus di sumur BHa-20.
Sumur BHa-20 memiliki sifat fisik
airtanah yang belum dipengaruhi air
laut dengan nilai pH 6.9, DHL 370
mhos/cm, dan suhu air 29.2°C.
Pada model interface air asin
dan airtawar penampang E-F, konus
terdapat di sumur BHa-22. Sumur
BHa-22 memiliki sifat fisik airtanah
yang belum terpengaruhi air laut
dengan nilai pH 7.4, DHL 430
mhos/cm, dan suhu air 32.7°C
Pengukuran Muka Airtanah
merupakan dasar pembuatan dari
interface zone. Muka airtanah yang
diukur pada saat pasang airlaut akan
menunjukkan nilai muka airtanah
yang semakin tinggi dari kondisi
normal. Muka airtanah yang diukur
pada saat surut airlaut akan
menunjukkan muka airtanah yang
semakin rendah dari kondisi normal.
Kondisi normal disini didefinisikan
ketika muka air laut berada pada Mid
Sea Level. Konus-konus dapat
terlihat pada penampang dapat
disebabkan karena waktu
pengamatan yang berbeda-beda (saat
pasang/surut airlaut).
Hal ini dapat dibuktikan
dengan melihat adanya konus-konus
pada daerah penelitian dimana sifat
fisik dari airtanahnya tidak terlihat
adanya pengaruh air asin. Konus-
konus yang terdapat pada BHa-22
dan BHa-20 tidak menunjukkan nilai
EC maupun pH yang tinggi.
Page 12
ii
Pengukuran datum 0 mdpl
berdasarkan mid sea level daerah
penelitian tidak dilakukan ketika
pengambilan data sumur dilakukan.
Hal ini dikarenakan keterbatasan
waktu pengambilan data. Penelitian
yang dilakukan di area pantai dengan
kondisi morfologi yang relatif datar
perlu dilakukan pengukuran geodetic
detil agar dalam penentuan elevasi
memiliki tingkat keakuratan yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Konus-konus yang didapatkan pada
hasil permodelan dapat saja berubah
secara drastis apabila dilakukan
pemetaan geodesi detil. Ketelitian
pengukuran nilai elevasi sangat
penting dalam hal ini untuk membuat
model interface airtawar dan air asin.
Perbedaan ketinggian 1 meter dapat
mengubah model interface model
airtawar dan air asin sebanyak 40
meter.
Pada model interface air asin
dan airtawar penampang G-H, konus
terdapat di sumur DW 38-2. Sumur
DW 38-2 memiliki sifat fisik
airtanah yang agak dipengaruhi
airlaut. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai EC yang relatif tinggi, yaitu 970
mhos/cm. Nilai pH airtanah di sumur
ini adalah 7.2 dengan suhu airtanah
31°C.
Dari beberapa pengamatan
konus pada penampang dan analisis
sifat fisik airtanah, maka didapatkan
kesimpulan bahwa pada sumur DW
38-2 mempunyai indikasi kuat terjadi
upconing.
IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan:
Page 13
ii
Geomorfologi daerah
penelitian terdiri dari 3
bentuk lahan yaitu:
bentuk lahan marin,
bentuk lahan eolian, dan
bentuk lahan aluvial.
Stratigrafi daerah
penelitian terdiri dari 3
satuan, yaitu satuan pasir
permukaan, satuan
gravel, dan satuan lanau
(silt). Litologi yang
bertindak sebagai akifer
adalah lapisan pasir dan
gravel. Litologi yang
bertindak sebagai akitard
adalah lanau (silt).
Berdasarkan dari
pengamatan muka
airtanah, aliran airtanah
secara umum mempunyai
arah aliran ke laut.
Terdapat konus-konus
yang mengidikasikan
adanya upconing di
daerah penelitian.
Upconing ini
menyebabkan arah aliran
airtawar berbalik ke arah
darat.
Berdasarkan sifat daya
hantar listrik, semua titik
sumur daerah penelitian
umumnya memiliki
kualitas airtanah yang
masih tergolong airtawar.
Kecuali di satu titik, nilai
DHL 1560 pada sumur
DW 17-1 yang tergolong
air agak payau.
Pada penarikan
penampang untuk
rekonstruksi model
interface airtawar air asin
Ghyben-Herzberg, satu
Page 14
iii
stasiun mengkonfirmasi
adanya hubungan antara
indikasi upconing dengan
sifat fisik fisik airtanah,
yaitu stasiun DW 38-2.
V. SARAN
Penelitian hidrogeologi
pada daerah pantai
memerlukan pengukuran
elevasi/topografi yang
lebih detil menggunakan
pemetaan geodesi dengan
tingkat keakuratan
dibawah 1 mm. Hal ini
diperlukan untuk
menghindari adanya
ketidakakuratan
pembuatan model
interface air asin dan air
tawar.
Pengukuran sifat fisik
airtanah perlu ditunjang
dengan sifat kimia pada
setiap titik anomali sifat
fisik (seperti pH, EC,
TDS, dan suhu airtanah)
Dalam penentuan adanya
intrusi airlaut atau tidak,
perlu penelitian yang
dilakukan selama jangka
waktu tertentu. Kondisi
yang berada di daerah
penelitian mungkin saja
merupakan kondisi
alamiah bidang kontak
antara air asin dan
airtawar.
Pengambilan data fisik
airtanah per kedalaman
perlu memperhitungkan
elevasi dari airtanah yang
diambil. Pengambilan
data fisik dilakukan pada
elevasi airtanah yang
sama, bukan per
Page 15
iv
kedalaman, karena elevasi
tiap titik pengamatan
berbeda.
Interval pengambilan data
sifat fisik airtanah per
elevasi muka airtanah
perlu diperbesar untuk
melihat gradasi
peningkatan nilai sifat
fisik airtanah yang
terpengaruh airtawar.
Interval kecil pada
pengambilan sifat fisik
tidak begitu
memperlihatkan adanya
pengaruh dari air asin
terhadap airtanah.
Pengaruh pasang surut
sangat mempengaruhi
pengukuran MAT di
lapangan. Data MAT
perlu diambil dalam
waktu yang sama, yaitu
ketika pasang/ surut.
Pengukuran MAT yang
tidak memperhatikan
pasang/surut akan
memperlihatkan konus-
konus yang mungkin
tidak terjadi pada daerah
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi.1985. Hidrogeologi Regional
Daerah Studi dan Sekitarnya.
Cooper, Hilton H. .1959. A Hypotheis
concerning the dynamic balance
of fresh water and salt water in a
coastal aquifer: Journal
Geophysics Research
Endayana, Cipta dkk. .2013. Laporan
Studi Hidrologi dan
Hidrogeologi Penambangan
Pasir Besi PT. Jogja Magasa
Ironsand
Page 16
v
Kodoatie, Robert J. 2012. Tata Ruang
Airtanah. Yogyakarta: Penerbit Andi
Kruseman, G.P., De Ridder, N.A.,1983.
Analysis and Evaluation of
Pumping Test data Third
Edition. ILRI: Wageningen
Netherlands.
Loren A. Raymond.2002. Petrology:
The study of igneous,
sedimentary, and metamorphic
rocks. Mcgraw-Hill
Mandel, S. 1981. Groundwater
resources: Development and
Management. Academic Press:
London
Matthess, George. 1982. The properties
of Groundwater. John Wiley & Sons
Puradimadja, Deny P .1993. Penyusunan
Tipologi Paket Penelitian
Sumberdaya Air penunjang
Perencanaan Transmigrasi.
LAPI ITB
Rahardjo dkk. 1995. Geologi daerah
Yogyakarta dan sekitarnya
Sawyer, C. N., Mc.Carty, P.L., 1994.
Chemistry of Environmental
Engineering. Newyork:
McGraw Hill
Sihwanto. 1991. Metode Penentuan
Penyebab Keasinan Airtanah:
Studi Kasus Daerah Dataran
Pantai Dumai, Riau. Bandung:
Kumpulan Makalah Ikatan Ahli
geologi Indonesia.
Toth, J. 1984. The role of regional
Gravity flow in the chemical
and Thermal Evolution of
Groundwater. Proceedings
First Canadian/American
Conference on Hydrogeology.
Practical Appplications of
Groundwater. Geochemistry:
Canada.
Todd.1980. Groundwater Hydrology 2nd
Ed. Newyork: John Wiley and Sons.
Page 17
ii
LAMPIRAN
Peta Sebaran Sumur di Daerah Penelitian
Page 18
iii
Interface Zone Garis Penampang A
Interface Zone Garis Penampang B
Page 19
iv
Interface Zone Garis Penampang C
Interface Zone Garis Penampang D
Data Pengamatan Sifat Fisik Tiap Sumur di Daerah Penelitian
No STAT X Y PH
TDS
ppm)
EC
(microS.)
Temperatur
Air
Temperatur
UdaraMAT (mdpl)
1 DW01-2 401959 9125400 6.9 490 1000 27.6 29.63.52
2 DW02-1 401383 9125398 7.2 365 730 28.3 28.9 4.12
Page 20
v
No STAT X Y PH
TDS
ppm)
EC
(microS.)
Temperatur
Air
Temperatur
UdaraMAT (mdpl)
3 DW08-2 399969 9125395 6.1 230 500 27.5 28 4.52
4 DW09-2 399291 9125627 6.1 250 530 28.7 29 0.9
5 DW10-2 399081 9125412 5.3 240 480 28.8 29 0.15
6 DW11-2 400230 9125003 6.4 110 240 31.9 32 1.75
7 DW12-2 399491 9125268 6.2 140 290 30.2 31 0.85
8 DW04-1 400397 9125636 6.8 420 850 29.4 27.9 3.21
9 DW05-1 401010 9125453 6.8 440 890 27.9 28.1 3.6
10 DW06-1 401898 9125485 7.0 560 1150 28.4 27.9 4.16
11 DW07-1 402357 9125394 7.0 400 810 27.8 28.3 4.7
12 DW08-1 402602 9125395 6.9 590 1190 29 28.6 3.64
13 DW09-1 400245 9125267 6.8 230 490 28.2 29 3.45
14 DW10-1 399693 9125481 6.6 300 610 27.7 29 3.88
15 DW11-1 399111 9125725 6.7 280 570 28.7 28.8 0.51
16 DW12-1 399786 9124836 7.2 120 250 29.4 31 0.33
17 DW13-1 399817 9124897 7.4 180 380 29.4 30.8 0.85
18 DW17-1 402611 9127041 7.0 790 1560 28.4 29 1
19 DW23-1 400196 9127699 7.2 500 1010 28.5 29.2 4.24
20 DW26-1 400892 9126079 6.6 370 760 29.4 31.8 3.75
21 DW16-2 401851 9125691 6.4 570 1160 28.5 28.7 4.2
22 DW18-2 404215 9125619 7.1 550 1120 28 28.2 4
23 DW19-2 399132 9124512 6.8 550 1110 31.8 31.9 2
24 DW20-2 399328 9124522 7.1 140 300 32.4 30.7 1.63
25 DW21-2 399361 9124423 7.6 320 650 32.4 32.7 2.1
26 DW22-2 399419 9124682 7.5 190 400 33.4 33.4 1.61
27 DW23-2 399508 9124442 7.6 190 400 32.7 32.9 1.76
28 DW25-2 399622 9124470 7.6 230 470 31.1 29.3 1.3
Page 21
vi
No STAT X Y PH
TDS
ppm)
EC
(microS.)
Temperatur
Air
Temperatur
UdaraMAT (mdpl)
29 DW26-2 399662 9124381 7.3 260 540 30.8 29.1 1.22
30 DW27-2 399382 9124995 7.4 200 420 33.8 34.1 0.78
31 DW28-2 399342 9124936 7.4 150 320 33.8 34.3 0.85
32 DW29-2 399526 9124863 7.2 150 320 34 34.5 0.89
33 DW30-2 399342 9124826 6.8 310 650 33.1 34.9 0.89
34 DW31-2 399083 9124466 7.9 560 1140 31 34.3 0.83
35 DW32-2 399323 9125081 7.5 250 510 30.7 31.2 1.82
36 DW34-2 399589 9125216 7.3 160 330 30.7 30.9 0.15
37 DW35-2 399317 9125286 7.3 240 540 30.4 30.5 2.18
38 DW36-2 401348 9124742 7.2 240 500 30.1 30.5 4.02
39 DW37-2 401238 9124784 6.9 160 340 29.6 30.0 4.1
40 DW38-2 401238 9124654 7.2 480 970 31.0 31.3 0.2
41 DW39-2 401238 9124762 7.3 310 650 30.0 30.4 1.73
42 DW40-2 401121 9124807 7.7 150 310 28.9 20.2 1.65
43 DW41-2 401020 9123745 6.9 210 430 29.1 30.3 2.39
44 DW42-2 401128 9124549 7.2 150 310 29.5 29.5 0.99
45 DW43-2 401018 9124306 7.3 160 330 30.1 30.3 0.1
46 DW44-2 400874 9124162 7.0 130 280 30.7 30.9 1.8
47 DW45-2 400735 9124162 6.9 270 560 29.8 30.2 2.8
48 DW46-2 400715 9123909 7.1 280 580 30.7 30.70 2.4
49 DW47-2 401161 9123645 7.1 260 530 30.3 30.7 2.35
50 DW48-2 400982 9124155 7.4 480 230 30.4 30.7 1.75
51 DW49-2 400868 9124334 7.4 140 290 30.4 30.6 0.5
52DW 50-
2400495 9124063 7.2 320 660 34.0 35.1 3
53DW 51-
2400262 9124757 7.5 180 380 29.1 29.3 0.46
54DW 52-
2401227 9123770 7.3 260 540 30.9 31.2 1.53
Page 22
vii
No STAT X Y PH
TDS
ppm)
EC
(microS.)
Temperatur
Air
Temperatur
UdaraMAT (mdpl)
55DW 53-
2400664 9123885 7.4 240 500 31.3 31.9 1.9
56DW 54-
2400078 9124302 7.4 330 680 32.6 33.0 3.4
57DW 55-
2400189 9124458 7.4 260 540 33.4 33.9 2.5
58DW 56-
2400295 9124721 7.8 180 380 32.0 32.4 1.37
59 BH-01 400025 9124684 6.6 120 260 31.2 31.7 0.39
60 BH-02 399812 9124369 6.1 210 440 30.2 30.9 1.81
61 BHa-01 399475 9124338 7.4 230 470 37.0 38.1 2.04
62 BHa-02 399475 9124491 7.7 250 520 32.4 33.8 1.48
63 BHa-03 399144 9124445 5.5 310 630 31.5 32.0 0.9
64 BHa-04 399254 9124568 6.5 300 620 31.9 32.3 0.78
65 BHa-07 399254 9124762 7.3 540 1090 32.1 33.0 0.92
66 BHa-08 399363 9124918 7.2 190 410 31.1 31.8 0.65
67 BHa-09 399473 9125109 6.7 250 500 30.6 31.1 0.27
68 BHa-10 399473 9125300 6.7 120 260 30.2 32.8 0.56
69 BHa-11 399583 9125502 6.7 370 760 28.7 29.3 1.02
70 BHa-12 399693 9125647 7.1 160 340 28.8 29.4 4.47
71 BHa-14 399802 9126145 7.0 250 510 29.0 30.0 3.67
72 BHa-15 399786 9124155 7.6 100 230 31.0 31.6 1.12
73 BHa-16 399903 9124346 7.5 330 680 30.7 31.2 3.11
74 BHa-17 399969 9124430 7.3 250 530 31.3 32.0 1.95
75 BHa-18 400111 9124747 7.3 70 150 31.2 31.7 0.63
76 BHa-19 400247 9125024 7.0 90 200 29.9 30.6 1.85
77 BHa-20 400271 9125074 6.9 170 370 29.2 30.6 0.27
78 BHa-21 400610 9124554 7.4 200 420 33.6 34.0 1.1
79 BHa-22 400708 9124802 7.4 210 430 32.7 33.5 0.5
Page 23
viii
No STAT X Y PH
TDS
ppm)
EC
(microS.)
Temperatur
Air
Temperatur
UdaraMAT (mdpl)
80 BHa-23 400916 9123701 7.5 180 370 30.1 30.7 1.04
81 BHa-24 400909 9123965 7.0 360 730 30.9 31.4 2.2
82 BHa-25 401008 9124075 7.5 190 400 29.6 30.3 1.42
83 BHa-26 401129 9124289 7.2 150 320 34.3 35.0 0.55
84 BHa-27 401220 9124526 7.4 200 400 29.9 30.3 0.5
85 BHa-28 401348 9124730 7.1 240 500 30.7 31.2 3.2
86 BHa-29 401352 9123952 6.9 350 730 38.8 39.3 1.7
87 BHa-30 401477 9124274 7.4 130 370 32.4 32.4 0.8