Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 213 KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - KAYU KELAPA TERHADAP GAYA TARIK DAN TEKAN Nor Intang Setyo H. 1 , Bagyo Mulyono 2 dan Yanuar Haryanto 3 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Grendeng Purwokerto Email: [email protected]2 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Grendeng Purwokerto Email: [email protected]3 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Grendeng Purwokerto Email: [email protected]ABSTRAK Teknologi kayu laminasi (glulam) dikembangkan dalam upaya mencari solusi untuk mengatasi kelangkaaan kayu mutu mutu tinggi dan dimensi besar. kan kayu gergajian yang utuh (solid). Alternatif solusi lain adalah upaya menggantikan kayu dengan bambu dan kayu kelapa (lazimnya bukan termasuk kayu). Ketersedian bambu dan glugu, serta bambu mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat 3 - 5 tahun sedangkan kayu hutan yang baru siap tebang dengan kualitas baik setelah berumur 40 - 50 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana kekuatan kayu laminasi bambu-glugu terhadap gaya aksial serta menentukan struktur batang terbaik dari berbagai variasi batang laminasi. Digunakan bambu petung dan kayu glugu untuk penyusun batang laminasi dengan variasi jumlah (persentase) lapisan bahan penyusun menjadi 2 tipe, yaitu tipe 1 : bambu ditempatkan pada bagian tepi (face) dan glugu sebagai bagian inti (core), dan tipe 2 : lapisan bambu diletakkan pada bagian dalam (core) dan glugu pada bagain tepi (face). Variasi jumlah lapisan bagian luar/tepi (face) untuk masing-masing tipe batang komposit/laminasi yaitu untuk bambu dan glugu sebesar 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% terhadap luas total batang komposit. Untuk mendapatkan jumlah perekat terlabur optimal dilakukan uji pendahuluan terhadap kuat geser perekat dengan variasi 40/MDGL, 50/MDGL, dan 60/MDGL, dimana hasil uji blok geser diperoleh yang terbaik adalah 50/MDGL. Hasil pengujian tekan menunjukkan batang laminasi tipe 2 (RGB) lebih baik dibandingkan batang laminasi tipe 1 (RBB). Sedangkan berdasarkan hasil pengujian tarik menunjukkan batang RBB lebih baik dibandingkan batang RGB. Apabila ditinjau faktor tegangan, kekakuan, dan pola kerusakan yang terjadi, dapat disimpulkan secara umum batang laminasi tipe 2 (RGB) lebih baik dibandingkan batang tipe 1 (RBB). Kata kunci : komposit, bambu, glugu, tarik, tekan 1. PENDAHULUAN Indonesia adalah sebuah negara penghasil kayu tropika yang utama di dunia selain Malaysia, Thailand dan Burma. Salah satu kelemahan kayu hutan tanaman bila digunakan sebagai kayu pertukangan adalah ketidakmampuannya menghasilkan papan atau balok berukuran besar seperti pada kayu hutan alam. Hal ini karena doloknya berdiameter kecil dan adanya tegangan tumbuh sehingga mudah mengalami pecah dan atau retak pada saat penggergajian dan pengeringan (Hadjib dan Rachman, 2008). Kelangkaan bahan kayu bermutu dewasa ini memaksa kita untuk menemukan alternatif bahan penggati dalam upaya mencari solusinya. Pengembangan struktur kayu laminasi (glulam) merupakan salah satu pemecahannya. Di beberapa negara maju, konstruksi glulam dikembangkan menjadi beberapa produk dan bentuk, seperti balok kayu laminasi (glulam beams), kayu lengkung laminasi (bend wood), Stress Laminated Timber (SLT), Laminated Veneer Lumbre (LVL), serta produk perekatan lainnya. Bahkan struktur glulam telah diaplikasikan pada struktur jembatan, rangka atap, dan bangunan gedung. Glulam mempunyai kelebihan dibandingkan kayu gergajian yang utuh (solid). Glulam mempunyai kekuatan yang melebihi kayu solid, deformasi yang terjadi lebih kecil, disamping itu kayu mutu rendah (lower grade) dapat dimanfaatkan pada daerah tegangan rendah sehingga penggunaan kayu lebih efisien. Struktur glulam dapat dibentuk sesuai keinginan dan jenis penggunaan. Selain kayu, bambu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Bambu mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat, berbeda dengan pohon kayu hutan yang baru siap tebang dengan kualitas baik setelah berumur 40 - 50 tahun, maka bambu dengan kualitas prima dapat diperoleh hanya pada umur 3 - 5 tahun. Bambu mempunyai kekuatan cukup tinggi, kuat tariknya dapat dipersaingkan dengan baja.
8
Embed
KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - …konteks.id/p/04-121.pdf · Tegangan tekan batang komposit bambu-glugu Nilai tegangan tekan batang laminasi ditentukan dari hasil pengujian
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4)
Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 213
KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - KAYU KELAPA
TERHADAP GAYA TARIK DAN TEKAN
Nor Intang Setyo H.1, Bagyo Mulyono
2 dan Yanuar Haryanto
3
1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Grendeng Purwokerto
Email: [email protected] 2Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Grendeng Purwokerto
Email: [email protected] 3Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Grendeng Purwokerto
5. Pengujian tekan dan tarik batang laminasi bambu-glugu
Seting up pengujian tekan dapat dilihat pada Gambar 2 dan pengujian tarik pada Gambar 3.
Keterangan :
1. Beban Tekan Statik Sentris (P)
2. Klem Penjepit Batang (untuk
pegangan dial gauge)
3. Batang Komposit
4. Dial gauge
Gambar 2. Setting up pengujian tekan batang komposit laminasi
Gambar 3 Setting up pengujian tarik batang komposit laminasi
Glugu 0% Glugu 25% Glugu 50% Glugu 75% Glugu 100%
Variasi batang tipe II
Bambu 0% Bambu 25% Bambu 50% Bambu 75% Bambu 100%
b
h
Variasi batang tipe I
= bambu = gluglu
2 4
1
3
P
P P
Dial gauge
Nor Intang Setyo H, Bagyo Mulyono dan Yanuar Haryanto
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 216
Analisa data
Data yang diperoleh dari pengujian dianalisis dan dibahas dengan teori-teori yang ada dalam tinjauan pustaka sesuai
dengan parameter karakteristik batang akibat gaya aksial.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemeriksaan bahan bambu petung dan kayu glugu Kadar air pada sampel benda uji bambu petung yang diamati berkisar antara 9,37% sampai dengan 11,43%, dengan
kadar air rata-rata 9,96%. Kadar air pada sampel benda uji glugu menunjukkan angka berkisar antara 9,26% sampai
dengan 12,90%, dengan kadar air rata-rata glugu diperoleh sebesar 11,34%. Hal ini berarti kadar air benda uji telah
mencapai kadar air yang diinginkan yakni kadar air keseimbangan atau kadar air kering udara di mana kadar air
kering udara di Indonesia berkisar antara 12% sampai 20% (Anonim, 1961). Kerapatan sampel bambu petung yang
belum diolah, tercatat kerapatan berkisar antara 0,73 gr/mm3 sampai dengan 0,82 gr/mm
3, atau rata-rata kerapatan
bambu adalah sebesar 0,79 gr/mm3. Pada glugu yang diamati kerapatan berkisar antara 0,71 gr/mm
3 sampai dengan
0,75 t/m3 dengan nilai rata-rata sebesar 0,73 gr/mm
3. Kerapatan bambu petung lebih tinggi daripada kayu glugu.
Kekuatan tekan baik arah tegak lurus maupun sejajar serat, bambu petung menunjukkan kekuatan yang lebih baik
daripada glugu. Kekuatan tekan arah tegak lurus serat bambu petung mencapai 20,80 MPa atau sebesar 31,31%
lebih besar dari kekuatan glugu untuk pengujian yang sama, sedangkan untuk arah sejajar serat sebesar 59,36 MPa
lebih besar 26,22% daripada kuat tekan sejajar serat glugu. Kuat geser bambu petung sebesar 14,30 MPa
memperlihatkan kekuatan yang 11,56% lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan geser glugu, yaitu sebesar 16,17
MPa. Sehingga bambu petung lebih lemah dalam menahan gaya geser daripada kayu glugu. Dengan kombinasi
kedua jenis bahan (petung dan glugu) diharapkan kekuatan batang komposit laminasi lebih meningkat.
Kekuatan tekan batang komposit (laminasi) bambu-glugu
a. Tegangan tekan batang komposit bambu-glugu Nilai tegangan tekan batang laminasi ditentukan dari hasil pengujian dengan prinsip hitungan penampang
transformasi batang komposit (Gere dan Timoshenko, 1996). Nilai tegangan tekan batang laminasi disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Tegangan tekan rata-rata batang laminasi bambu-glugu
BATANG LAMINASI TIPE 1 BATANG LAMINASI TIPE 2 NO.
Kode Sampel Tegangan (MPa) Kode Sampel Tegangan (MPa)
1 RBB.0 24,059 RGB.100 23,894
2 RBB.25 30,392 RGB.75 29,483
3 RBB.50 27,152 RGB.50 31,210
4 RBB.75 35,425 RGB.25 49,657
5 RBB.100 47,101 RGB.0 47,427
Ket : RBB.0 = RGB.100 dan RBB.100 = RGB.0
Tampak pada Tabel 2, tegangan normal tekan batang komposit (RBB) meningkat dari RBB.0 sampai RBB.25, yaitu
berturut-turut sebesar : 24,059 MPa; dan 30,392 MPa, namun pada RBB.50 nilai tegangan turun sedikit dan
meningkat lagi sampai RBB.100, yaitu berturut-turut sebesar : 27,152 MPa; 35,425 MPa; dan 47,101 MPa. Pada
RBB.50 dan RBB.75 seharusnya nilai tegangan dapat lebih tinggi dimungkinkan karena benda uji sudah cacat
sebelum diuji tekan. Cacat yang dimaksud adalah ada sebagian batang laminasi yang lapisan perekatnya kurang
sempurna antara bambu dan glugu. Perilaku hampir serupa untuk batang komposit RGB (lapisan kayu glugu di
luar), dimana tampak pada Gambar 8a tegangan normal tekan batang komposit meningkat dari RGB.0 sampai
RGB.25, yaitu berturut-turut sebesar : 47,427 MPa; dan 49,657 MPa, namun pada G.50 nilai tegangan terus turun
sampai G.100, yaitu berturut-turut sebesar 31,210 MPa; 29,483 MPa; dan 23,894 MPa. Dari hasil analisis ini, dapat
dikatakan bahwa penambahan jumlah glugu dengan rasio lebih dari 25% terhadap balok komposit (laminasi) sudah
tidak efisien lagi, karena tidak meningkatkan kapasitas balok tersebut.
Perbandingan tegangan tekan untuk batang RBB.50 vs RGB.50 dan RBB.75 vs RGB.25, nilainya lebih besar
RGB.50 dan RGB.25, berturut-turut peningkatannya sekitar 12,9% dan 28,7%. Secara umum jika dibandingkan
tegangan tekan antara batang laminasi tipe 1 (RBB) dan batang laminasi tipe 2 (RGB), maka hasilnya lebih besar
batang laminasi tipe 2 (RGB), dengan peningkatan sekitar 9,3%. Hasil ini menunjukkan bahwa batang laminasi
dengan penempatan bambu pada sisi dalam (sisip) hasil pengujian tekan lebih baik dibandingkan dengan bambu
diletakkan disisi terluar.
Kapasitas Batang Laminasi Bambu Petung - Kayu Kelapa Terhadap Gaya Tarik Dan Tekan
S - 217
b. Modulus Elastisitas (MOE) tekan batang komposit
Nilai kekakuan batang laminasi ditentukan oleh besar MOE. Nilai MOE tekan batang laminasi disajikan pada
Gambar 4. Tampak pada Gambar 4, nilai MOE batang RBB dan RGB semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah lapisan bambu. Sehingga dapat dikatakan bambu dapat meningkatkan kekakuan batang
komposit disamping tegangan yang semakin meningkat.
a) Grafik MOE - RBB
b) Grafik MOE - RGB
Gambar 4. Grafik hubungan MOE terhadap batang komposit (RBB dan RGB)
c. Kerusakan Tekan Batang Komposit
Kerusakan yang terjadi pada pengujian tekan batang komposit laminasi secara garis besar dibedakan menjadi rusak
tekuk (bukling), geser (shear), rusak lepas perekat antar lapisan atau rusak kerut akibat bahan inti (dimpling)
maupun pada akibat bahan tepi luar (wrinkling). Tipe kerusakan batang akibat beban tekan diperlihatkan pada
Gambar 5 (untuk batang RBB) dan Gambar 6 (untuk RGB).
RBB.0 RBB.25 RBB.50 RBB.75 RBB.100
Gambar 5. Tipe kerusakan tekan pada batang komposit RBB
Pada batang komposit RBB.0, kerusakan yang terjadi adalah rusak geser dan sedikit rusak lepas perekat antar
lapisan glugu. Hasil ini sesuai dengan prediksi dan sangat mirip dengan pola keruntuhan tekan pada pengujian
pendahuluan glugu utuh, yaitu dominan rusak geser. Untuk benda uji batang komposit RBB.25 secara umum
mempunyai kerusakan gabungan antara rusak geser dan rusak lepas laminasi antara bambu dan glugu. Pada RBB.50
kerusakan yang terjadi adalah rusak geser. Untuk batang RBB75, karena ada satu batang yang cacat awal (RBB.75-
1), kerusakan yang terjadi berupa rusak geser pada lapisan tepi (bambu) dan rusak lepas perekat pada tepi layer
bamboo, sedangkan yang lainnya terjadi rusak geser hanya pada lapisan bambu. Hal ini membuktikan bahwa kuat
geser bambu lebih kecil dari pada kuat geser glugu, seperti pada uji pendahuluan bambu dan glugu utuh. Sedangkan
pada RBB.100 semua benda uji kerusakan dominan yang terjadi yaitu berupa rusak geser yang melintang dari tepi
lapisan sampai tengah bentang dan sedikit rusak kerut.
Pada batang komposit RGB.0 semua benda uji kerusakan dominan yang terjadi yaitu berupa rusak geser yang
melintang dari tepi lapisan sampai tengah bentang. Pada batang komposit RGB.25 kerusakan yang terjadi berupa
Nor Intang Setyo H, Bagyo Mulyono dan Yanuar Haryanto
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 218
rusak geser pada bagian tengah batang. Batang RGB.50 mengalami kerusakan berupa rusak geser pada bagian
samping, yaitu pada lapisan glugu. Untuk batang komposit RGB.75 mempunyai kerusakan berupa rusak geser.
Pada batang komposit RGB.100 adalah sama dengan batang RBB.0. Sama halnya dengan batang RBB, kerusakan
batang RGB sesuai dengan prediksi pola keruntuhan tekan, yaitu dominan rusak geser. Hampir sluruh kerusakan
yang terjadi pada batang laminasi glugu-bambu RGB terjadi pada lapisan kayu glugu.
RGB.0 RGB.25 RGB.50 RGB.75 RGB.100
Gambar 6. Tipe kerusakan tekan pada batang komposit RGB