BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar belakangTumor usus halus jarang terjadi, sebaliknya
tumor usus besar atau rektum relatif umum. Pada kenyataannya,
kanker kolon dan rektum sekarang adalah tipe paling umum kedua dari
kanker internal di Amerika Serikat.Ini adalah penyakit budaya
barat.Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru kanker kolorektal di
diagnosis di negara ini setiap tahunnya. Kanker kolon menyerang
individu dua kali lebih besar dibanding kan kanker rektal.
Insidensnya meningkat sesuai dengan usia (kebanyakan pada pasien
yang berusia lebih dari 55 tahun) dan makin tinggi pada individu
dengan riwayat keluarga mengalami kanker kolon, penyakit usus
inflamasi kronis atau polip. Perubahan pada persentase distribusi
telah terjadi pada tahun terakhir.Insidens kanker pada sigmoid dan
area rektal telah menurun, sedangkan insidens pada kolon asendens
dan desendens meningkat.Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap
tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap
tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat
diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka
kelangsungan hidup di bawah lima tahun adalah 40% sampai 50%,
terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase.
Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari
bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada
kebiasaan defekasi atau perdarahan rektal.Penyebab nyata dari
kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor resiko telah
teridentifikasi, termasuk riwayat atau riwayat kanker kolon atau
polip dalam keluarga, riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan
diet tinggi lemak, rotein dan daging serta rendah serat.
BAB IIPEMBAHASAN
KONSEP DASAR CA RECTAL2.1 Anatomi dan Fisiologi RektumRektum
(Bahasa Latin: regere, meluruskan, mengatur) adalah sebuah ruangan
yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan
di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang iar besar (BAB). Mengembangkan dinding rektum
akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali
dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode lama,
konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.Orang dewasa dan anak
yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak
yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda buang air besar.
2.2 DefinisiKanker rectum adalah keganasan yang terjadi pada
bagian rectum. Biasanya kanker rectum secara teori tergabung dengan
kanker kolon, tetapi pada materi ni dipisah karena pada kondisi
klinik terdapat pemisahan untuk asuhan keperawatan.Rektum terdapat
pada bagian distal kolon kiri dan menghubungkan kolon dengan
anus.Fungsi utama rectum adalah untuk menyimpan bentuk feses dalam
persiapan untuk evakuasi. Seperti kolon, terdapat tiga lapisan pada
dinding rectum, yaitu: (1) mukosa, lapisan pada permukaan dinding
rectum; (2) muskularis propria: lapisan tengah dinding rectum
terdiri atas otot-otot rectum yang membantu menjaga bentuk dan
mengkoordinasi pengeluaran feses; (3) mesorektum: jaringan lemak
ini mengelilingi anus. Selain 3 lapisan ini, komponen penting lain
rectum adalah kelejar getah bening sekitar (juga disebut kelenjar
getah bening regional). Kelenjar getah bening adalah bagian dari
system kekebalan tubuh dan membantu dalam melakukan pengawasan
untuk bahan-bahan berbahaya (termasuk virus dan bakteri) yang dapat
mengancam tubuh.Kelenjar getah bening mengelilingi setiap organ
dalam tubuh, termasuk anus.American cancer society memperkirakan
bahwa pada tahun 2008, lebih dari 148. 000 orang telah didiagnosis
dengan kanker kolorektal dan bahwa hamper 50.000 orang akan mati
dari kanker kolorektal. Jenis yang paling umum dari kanker rectum
adalah adenokarsinoma, merupakan kanker yang timbul dari mukosa.Sel
kanker juga dapat menyebar dari anus ke kelenjar getah bening dalam
perjalanan mereka ke bagian lain dari tubuh. Menurut WHO (2009),
terdapat lebih dari 940. 000 kasus baru pada kondisi kanker
kolorektal dan sekitar 50.000 kematian dihubungkan dengan kondisi
kanker kolorektal.Tingkat insiden kanker rektal tertinggi terdapat
di Negara-negara barat Amerika Utara, Eropa Utara, Australia, Eropa
Utara, Australia, dan Selandia Baru.Tingkat menengah ditemukan di
Eropa Selatan, dan ada tingkat rendah di Afrika, Asia, dan Amerika
Selatan. Di Amerika Serikat, kejadian dan tingkat kematian 35%
lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Di negara barat
(Eropa, USA, Australia, dan Kanada), laki-laki mempunyai insiden
yang lebih besar daripada wanita kanker rectum; bervariasi dari
rasio 8:7-9:5.
2.3 Etiologi dan Patogenesis Penyebab kanker rectum masih belum
diketahui.Sekitar 75% dari kanker rektal berkembang pada orang yang
tidak memiliki factor risiko tertentu.Sisanya 25% kasus terjadi
pada orang dengan faktor-faktor risiko yang signifikan-paling umum,
sejarah keluarga atau pribadi sejarah kanker kolorektal atau polip,
yang hadir dalam 15-20% dari semua kasus.Faktor risiko penting
lainnya adalah kecenderungan genetic tertentu, seperti kanker
kolorektal nonpolyposis turun-temurun (HNPCC; 4-7% dari semua
kasus) dan keluarga adenomatosa polyposis (FAP, 1%), dan penyakit
radang usus 1% dari semua kasus (Giovannucci, 2006). Beberapa
factor predisposes yang bias mengembangkan peningkatan risiko
kanker rectum
Faktor predisposisi yang berhubungan dengan risiko kanker
rektum
PredisposisiPatogenesis
Usia lebih dari 50 tahunInsidensi usia pasien dengan karsinoma
rektal, 90% berusia lebih dari 50 tahun. Hanya 5% dari pasien
kurang dari 40 tahun (Brounts, 2009).
Faktor keturunanResiko relative kanker rektal berkembang
meningkat pada tingkat pertama keluarga pada pasien yang terkena.
Jika tingkat pertama anggota keluarga yang lebih muda dari 45 tahun
pada saat diagnosis, peningkatan risiko bahkan lebih tinggi (Burt,
996). Dari pasien dengan kanker kolorektal, 30% telah sinkron lesi,
biasanya adenomatosa polip. Sekitar 40-50% pasien memiliki polip
pada tindak lanjut kolonokopi, 29% dari mereka memiliki polip
tambahan yang ditemukan pada kolonoskopi mengulang satu tahun
kemudian. Keganasan berkembang pada 2-5% pasien. Risiko kanker pada
orang yang polip telah dihapus adalah 2,7-7,7 kali dari populasi
umum (Lynch, 2003)
2.4 Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis) Tanda dan gejalaa.
Perubahan kebiasaan buang air besar (diare atau
sembelit/konstipasi)b. Usus besar terasa tidak besar seluruhnyac.
Ada darah (baik merah terang atau kehitaman) di kotorand. Kotoran
lebih sempit dari biasanyae. Sering kembung atau keram perut, atau
merasa kekenyanganf. Kehilangan berat badan tanpa alasang. Selalu
merasa sangat letih, mual atau muntah-muntah Manifestasi
KlinisGejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit,
dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi.Adanya perubahan
dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi, perubahan dalam
penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan
keluhan yang umum terjadi.Kanker kolon kanan, dimana isi kolon
berupa caiaran, cenderung tetap tersamar hingga stadium
lanjut.Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen
usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan
sering terjadi, dan darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi
dengan tes Guaiak ( suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di
klinik ). Mucus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses.Pada
orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi
jarang pada stadium awal.Penderita mungkin mengalami perasaan tidak
enak pada abdomen, dan kadang kadang pada epigastrium.Kanker kolon
kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai
akibat iritasi dan respon refleks.Diare, nyeri kejang, dan kembung
sering terjadi.Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering
timbul gangguan obstruksi.Feses dapat kecil dan berbentuk seperti
pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses.
Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronik.Pertumbuhan
pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh
limfe atau vena, menimbulkan gejala gejala pada tungakai atau
perineum.Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi
atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat
alat tersebut.Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal
adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi,
konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.
2.5 PatofisiologiKondisi yang sangat sinifikan pada perkembangan
karsinoma rektal adalah adenokarsinoma.Adenokarsinoma rectum
intramukosal muncul sebagai lesi epitel, biasanya terdapat di dalam
suatu adenomatosa polip atau kelenjar. Sekitar 10% dari adenoma
akhirnya akan berkembang menjadi adenokarsinoma. Proses ini mungkin
memerlukan waktu hingga 10 tahun (Giovannucci, 2006).Adenokarsinoma
secara jalur APC (adenomatous polyposis coli) melibatkan beberapa
mutasi genetic, dimulai dengan inaktivasi dari gen APC, yang
memungkinkan replikasi seluler di bawah permukaan dinding. Dengan
peningkatan pembelahan sel, terjadi mutasi lebih lanjut,
mengakibatkan aktivasi dari onkogen K-ras pada tahap awal dan
mutasi p53 pada tahap-tahap selanjutnya. Kerugian kumulatif ini
dalam fungsi gen supresor tumor mencegah apoptosis pada sindrom
polyposis adenomatosa kekeluargaan (Leggett, 2001).Secara
histologis, adenoma diklasifikasikan dalam tiga kelompok: tubular,
tubulovillous, dan villous adenoma. Mutasi K-rasdan ketidakstabilan
mikrosatelit telah diidentifikasi dalam hiperplastik polip.Oleh
karena itu, hiperplastik polip mungkin juga memiliki potensi ganas
dalam berbagai derajat (Leggett, 2001).Kondisi umum karsinogenik
lainnya melibatkan jalur mutasi dalam perbaikan gen DNA. Banyak
dari gen perbaikan yang tidak cocok telah diidentifikasi, termasuk
hMLH1, hMSH2, hPMS1, hPMS2, dan hMSH6. Mutasi gen perbaikan secara
negative memengaruhi perbaikan DNA. Kesalahan replikasi ini dapat
ditemukan di sekitar 90% dari HNPCC dan 15% dari sporadic kanker
rektal (Wheeler, 2000). Jalur karsinogenik terpisah juga dijelaskan
dalam penyakit inflamasi usus.Peradanan kronis seperti pada colitis
ulseratif dapat mengakibatkan perubahan genetic yang kemudian
mengarah ke pembentukan dysplasia dan karsinoma (Giovannucci,
2006).Ketika terjadi pertumbuhan kanker, maka akan menyerang mukosa
muskularis, struktur limfatik, struktur vascular, dan melibatkan
kelenjar getah bening regional, di samping struktur, dan tempat
yang jauh, terutama hati (Hassan, 2009). Mukosa di usus besar
melakukan regenerasi kembali kira-kira setiap 6 hari. Sel-sel cript
melakukan migrasi dari bawah ke permukaan, di mana kemudian
mengalami diferensiasi dan pematangan, yang akhirnya kehilangan
kemampuan untuk bereplikasi (Giovannucci, 2006)
pathway
pascabedahLuka pasca bedahPerubahan intake
nutrisiprooperatifKecemasan pemenuhan informasiPort de entreeResiko
infeksiGangguan devekasiKerusakan jaringan lunak pasca
bedahKetidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhanAsupan nutrisi
Tidak adekuatRespons serabut lokalnyeriNyeri dangkal
abdominalIntervensi bedah kolektomiRespons psikologisPenyempitan
dan obstruksi lumen rektumIntervensi radiasi dan kemoterapiKompresi
saraf lokalanoreksiaKanker rektumResiko tinggi
injurianemiaPendarahan intestinal feses becampur darahInvasi
jaringan dan efek kompresi oleh tumorKerusakan jaringan vascular
lokalKolastomi permanenIntoleransi aktivitasGangguan konsep diri
(gambaran diri)Kontak agen karsinogenikPolip adenomatosaPerubahan
meplasia pada dinding kolonKonsusmsi makanan rendah serat, banyak
lemakAlkohol Kolisis ulseratikoleksistektomiFaktor keturunan dan
penyakit genetikmerokok
2.6 Klasifikasi dan stadium KlasifikasiKlasifikasi Polip
Kolorektal
Epiteliumsubmukosa
NeoplasiaNonneoplasia
PremalignaTubular
Tubulo villousum
VillosumDisplasia rendahDisplasia berat(karsinoma intra mukosa
)Maligna/karsinomaKarsinomatosusPolip malignaMukosaHiperplastik
inflamatosa
pseudo poliphamartomajuvenille
peutz-jeghersLimfoid hiperplasiaPneumatosisCystoides
intestinalisColitis cysticaprofundalifomakarsinoidlesi
metastasis
leiomioma
StadiumStadium yang digunakan pada kanker rectum adalah system
klasifikasi internasional yang dikenal sebagai TNM (Tumor, Nodus,
Metastasis) dapat dilihat pada TabelStadium kanker rectum dengan
menggunakan system TNM (AJCC, 1997)
Tumur Peimer(T)Kelenjar Getah Bening (KGB)Regiona (N)Metastasis
Jauh(M)
TxTumor primer tidak dapat dinilaiNOMenunjukkan tidak ada
keterlibatan KGBM0Tidak ada metastasis jauh
TisKarsinoma in situ, intraepithelial, atau invasi ke muskularis
propia
T1Tumor invsi ke submukosa
T2Tumor invasi ke muskularis propiaN1Menunjukkan keterlibatan
1-3 KGB perirectal
T3Tumor menginvasi menuju subserosa atau jaringan
perirectalN2Menunjukkan keterlibatan 4 KGB perirectalM1Ada
metastasis jauh
T4Tumor menginvasi langsung organ atau struktur dan/atau
perforasi peritoneum viseralN3Metastasi pada sepanjang nodus
limfe
TablePengelompokkan stadium dan prediksi bertahap hidup
StadiumTNMStadium DukeBertahap hidup setelah 5 tahun
TNM
Stadium IT1-2N0M0A>90%
Stadium II AT3N0M0B60-85%
Stadium II BT4N0M060-85%
Stadium III aT1-2N1M0C55-60%
Stadium III bT3-4N1M035-42%
Stadium III cT1-4N2M025-27%
Stadium IVT1-4N0-2M15-7%
2.7 Penatalaksanaan Medis1. Terapi bedahTujuan utama tindak
bedah ialah memperlanar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun
nonkuratif.Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak
memberikan manfaat kuratif.Tindak bedah terdiri atas reseksi luas
karsinoma primer dan kelenjar limfe regional. Bila sudah ada
metastasis jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud
mencegah obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel, dan
nyeri.Pada karsinoma rectum, teknik pembedahan yang dipilih
tergantung dari letaknya, khususnya jarak batas bawah karsinoma dan
anus. Sedapat mungkin anus dengan sfingter eksternal dan sfingter
internal akan dipertahankan untuk menghindari anus
preternaturalis.Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala
penyebaran local maupun jauh.Pada tumor sekum atau kolon asendens
dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian anastomosis ujung ke
ujung.Pada tumor di fleksura hepatica dilakukan juga
hemikolektomi.Pada tumor kolon tranversum dilakukan reseksi kolon
transversum, kemudian anastomosis ujung ke ujung, sedangkan pada
tumor kolon desendens dilakukan hemikolektomi kiri.Pada tumor
sigmoid dilakukan reseksi sigmoid dan pada tumor rectum sepertiga
proksimal dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter anus,
sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektu
melalui reseksi abdominoperineal (Weiser, 2005).2. Terapi
radiasiRadiasi Endocavitary. Metode radioterapi ini berbeda dari
radiasi pancaran eksternal terapi.Dalam dosis yang lebih besar,
radiasi dapat dikirim ke wilayah yang lebih kecil selama periode
yang lebih singkat.Kriteria seleksi untuk prosedur ini mirip dengan
prosedur untuk transanal eksisi. Lesi dapat sejauh 10 cm dari anus
hamper dan tidak lebih besar dari 3 cm. Radiasi ini disampaikan
melalui proctoscope khusus dan dilakukan di ruang operasi dengan
obat penenang (Kapiteijin, 2001).Ajuvan terapi radiasi.Terapi
radiasi sebelum operasi memiliki banyak potensi keuntungan,
termasuk menurunkan stadium kanker (Kapiteijin, 2001).3. Ajuvan
kemoterapiPilihan kemoterapi untuk kanker usus besar dan rectum
telah sangat berkembang dalam beberapa tahun terakhir, tetapi
kemanjuran kemoterapi tetap tidak lengkap dan toksisitas tetap
substansial.Kombinasi terapi dengan menggunakan obat-obatan
sebanyak mungkin diperlukan untuk efek maksimal melawan kanker
rectum.Agen kemoterapi karsinoma kolorektal yang dianjurkan adalah
5-fluorourasil (5-FU) dan telah digunakan dalam hubungannya dengan
radiasi (kombinasi modalitas).Tahap I (T1-2, N0, M0) pasien kanker
rectum tidak memerlukan terapi ajuvan karena angka kesembuhan yang
tinggi dengan bedah reseksi.Pasien dengan kanker rectum (T3-4, N0,
M0 atau Tany, N1-2, M0) harus menerima kemoterapi dan radioterapi
primer (NCCN, 2009).
2.8 Pemeriksaan Diagnostik1. Pemeriksaan darah rutinPemeriksaan
hitung darah lengkap, tes fungsi hati, dan elektrolit.2.
Pemeriksaan endoskopikSigmoidoskopi (kaku atau fleksibel) dilakukan
untuk mendeteksi adanya massa pada rectum.3. Double-contrast barium
enemaDouble-contrast barium enema dapat mendeteksi kebanyakan tumor
kolorektal (80-95%), tetapi harus didahului oleh sigmoidoskopi
fleksibel.4. RadiografikCT scan dan MRI dilakukan untuk mendeteksi
kanker rectum.MRI memiliki tingkat keakuratan yang lebih baik
daripada CT scan pada deteksi kanker primer, tetapi CT scan lebih
murah dan lebih banyak tersedia.
BAB IIIAsuhan Keperawatan Kanker Rektal3.1 PengkajianPengkajian
kanker rectum terdiri atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan evaluasi diagnostic.Pada pengkajian anamnesis didapatkan sesuai
dengan kondisi klinik perkembangan penyakit.Keluhan utama yang
lazim didapatkan adalah kesulitan dalam melakukan buang air besar
dan perdarahan pada anus.Perdarahan anus dan perubahan dalam
kebiasaan buang air besar atau gejala obstruksi lebih sering
terjadi pada rectum daripada kanker kolon.Pada pengkajian riwayat
penyakit sekarang, perawat menanyakan seberapa parah tingkat
kesulitan dari eliminasi feses. Apakah feses masih bias keluar
tetapi dengan diameter feses yang sangat kecil, atau keluhan sudah
mengalami obstruksi total. Keluhan obstruksi memberikn keluhan lain
pada gangguan, seperti: nyeri dan ketidaknyamanan abdominal akibat
gangguan dalam melakukan defekasi, malaise, mual, muntah,
anoreksia, dan keluhan ini akan bertambah parah apabila pasien
mendapat intervensi kemoterapi dan radiasi.Keluhan perdarahan anus
terjadi pada sebagian besar pasien kanker rectum. Keluhan
perdarahan dengan darah yang segar dan tidak berhenti dengan
istirahat. Meskipun banyak orang berdarah karena hemoroid (wasir),
perawat tetap harus menanyakan kemungkinan terjadinya perdarahan
anus.Perdarahan anus yang berkepanjangan (mungkin dalam jumlah
kecil yang tidak terlihat dalam feses) dapat mengakibatkan anemia,
menyebabkan kelelahan, sesak napas, pusing, atau detak jantung yang
cepat.Pada beberapa kasus juga didapatkan keluhan urine bercampur
darah.Kondisi ini berhubungan jika tumor menyerang atau menekan
kandung kemih atau prostat.Adanya massa di rectum dapat tumbuh
begitu besar sehingga mencegah pengeluaran. Penyumbatan ini dapat
menyebabkan perasaan konstipasi berat atau sakit ketika akan
mengeluarkan BAB. Selain itu, nyeri perut atau kram mungkin terjadi
karena penyumbatan. Ukuran feses menjadi lebih kecil atau tampak
sempit sehingga bias melewati sekitar massarektal. Pasien kanker
rectum mungkin mengeluh sensasi bahwa feses tidak bisa sepenuhnya
dievakuasi dengan buang air besar.Keluhan nyeri abdomen biasanya
selalu berhubungan dengan ketidakmampuan dalam melakuan defekasi
sehingga terjadi distensi otot-otot abdomen. Keluhan nyeri pada
punggung bawah (LBP) bias didapatkan dan ini biasanya merupakan
tanda akhir yang disebabkan oleh tumor atau penekanan saraf
menyerang spina lumbal.Keluhan malaise sering terjadi akibat
kondisi anoreksia kronis dan ketakutan pasien untuk makan karena
mereka berasumsi bahwa dengan makan akan terbentuk feses, sedangkan
untuk melakukan defekasi sangat sulit. Malaise juga berhubungan
dengan peningkatan asupan nutrisi oleh kanker dan penurunan sel
darah merah akibat perdarahan anus.Keluhan penurunan berat badan
tanpa diketahui penyebabnya sering didapatkan pada pasien kanker
rectum, seperti adanya riwayat menderita polip rekti, riwayat
pembedahan kolesistektomi, riwayat penggunaan alcohol, merokok,
serta riwayat diet rendah serat dan tinggi lemak.Pengkajian riwayat
penyakit keluarga merupakan hal yang penting untuk dilakukan secara
saksama.Faktor predisposisi kanker rectum dengan riwayat familiar,
terutama pada generasi terdekat seperti orang tua atau saudara
kandung yang memiliki riwayat kanker atau polip rectum.Pengkajian
psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan, serta perlunya
pemenuhan informasi intervensi keperawatan, pengobatan, dan rencana
pembedahan.Pemeriksaan fisik, survey umum bias terlihat sakit
ringan, gelisah sampai sangat lemah. TTV biasa normal atau bias
didapatkan perubahan, seperti takikardi dan peningkatan
pernapasan.Pemeriksaan fisik dilakukan dengan perhatian khusus pada
ukuran dan lokasi kanker rektal selain kemungkinan lesi metastasis,
termasuk pembesaran kelenjar getah bening atau hepatomegaly. Pada
pemeriksaan fisik focus akan didapatkan hal-hal sebagai berikut:a.
Inspeksi: perdarahan pada feses atau perdarahan tunggal dari anus.
Pada colok dubur, sarung tangan terlihat adanya darah. Pada kondisi
penyebaran kanker ke anus akan terlihat kondisi abnormal dari
anus.b. Auskultasi: biasanya bising usus normal.c. Perkusi: suara
timpani abdomen didapatkan pada pasien yang mengalami kembung.d.
Palpasi: colok dubur didapatkan adanya penyempitan atau terasa masa
pada lumen rectum.
3.2 Diagnosa Keperawatan1. Pemenuhan informasi b.d. adanya
intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan, dan rencana
perawatan rumah.2. Risiko tinggi injuri b.d. anemia, pascaprosedur
bedah amputasi rectum dan kolostomi.3. Nyeri b.d. kerusakan
integritas jaringan, respons pembedahan.4. Gangguan konsep diri
(gambaran diri) b.d. kolostomi permanen5. Intoleransi aktivitas
b.d. cepat lelah, kelemahan fisik umum sekunder dari anemia6.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake
makanan yang kurang adekuat7. Risiko tinggi infeksi b.d. adanya
port de entre luka pascabedah.8. Kecemasan pasien dan keluarga b.d.
prognosis penyakit, rencana pembedahan.3.5 Rencana
KeperawatanRencana keperawatan disusun sesuai dengan tingkat
toleransi individu.Untuk intervensi pemenuhan informasi, nyeri,
risiko injuri, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh, gangguan konsep diri, risiko infeksi, dan kecemasan dapat
disesuaikan dengan intervensi pada pasien kanker kolon.Sementara
itu, untuk intervensi risiko tinggi infeksi dapat disesuaikan
dengan intervensi pada pasien kanker esophagus atau kanker
lambung.Intoleransi aktivitas b.d. cepat lelah, kelemahan fisik
umum respons sekunder dari anemia
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam perawatan diri pasien optimal
sesuai tingkat toleransi individu.Kriteria evaluasi:-kebutuhan
sehari-hari pasien dapat terpenuhi.-pasien mampu mengidentifikasi
faktor-faktor yang menurunkan intoleransi aktivitas.-pasien mampu
mengidentifikasi metode untuk menurunkan intoleranaktivitas dan
tidak terjadi komplikasi sekunder; seperti peningkatan frekuensi
pernapasan dan kelelahan berat setelah 3 menit pasien melakukan
aktivitas.
intoleransirasional
Kaji perubahan pada system saraf pusat dan status
kardiorespirasiIdentifikasi terhadap kondisi penurunan tingkat
kesadaran, khususnya pada pasien kanker rectum dengan penurunan
kalori protein berat.
Pantau respons individu terhadap aktivitas
Beberapa pasien kanker rectum lebih banyak berhubungan dengan
kondisi penurunan metabolism akibat anemia, kondisi ini
dipertimbangkan dalam memenuhi aktivitas pasien
sehari-hari.Pemantauan yang dilakukan, meliputi hal-hal berikut:
Ukur nadi, tekanan darah, dan pernapasan saat istirahat.
Pertimbangkan frekuensi, irama, dan kualitas (jika tanda-tanda
abnormal misalnya nadi >100-konsulkan dengan dokter mengenai
kemungkinan peningkatan aktivitas). Ukur tanda-tanda vital segera
setalah aktivitas: ukur nadi selama 15 detik dari kalikan dengan 4
untuk mewakili hitungan satu menit penuh. Istirahatkan pasien
selama 3 menit ukur lagi tanda-tanda vital. Hentikan aktivitas bila
pasien berespons terhadap aktivitas dengan adanya keluhan nyeri
dada, dyspnea, vertigo, atau konfusi, frekuensi nadi menurun,
tekanan darah sistolik menurun. Kurangi intensitas frekuensi, atau
lamanya aktivitas jika: nadi lebih lama dari 3-4 menit untuk
kembali dalam 6 denyut dari frekuensi nadi istirahat, frekuensi
pernapasan meningkat berlebihan setelah aktivitas, dan terdapat
tanda-tanda lain hipoksia (misalnya: konfusi, vertigo).
Tingkatkan aktivitas secara bertahapIntervensi ini memudahkan
pemulihan pada pasien kanker rectum, pascabedah, dan pasien yang
mempunyai toleransi yang membaik. Intervensi yang dianjurkan,
meliputi hal-hal berikut. Untuk pasien yang mengalami penurunan
kalori protein, mulai lakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali
sehari. Rencanakan waktu istirahat sesuai dengan jadwal sehari-hari
pasien (waktu istirahat dapat dilakukan antara aktiitas) Tingkatkan
dorongan dapat melakukan secara tulus untuk memberi suasana positif
yang mendorong peningkatan aktivitas; beri kepercayaaan kepada
pasien bahwa mereka dapat meningkatkan status mobilitasnya. Beri
penghargaan terhadap kemajuan yang dicapai. Pasien juga didorong
untuk membuat jadwal aktivitas dan sasaran aktivitas fungsional
(jika anda berjalan setengah dari lorong ini, Saya akan bermain
kartu dengan Anda). Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan
mendorong pasien melakukan aktivitas lebih lambat, untuk waktu yang
lebih singkat, dengan istirahat lebih, atau dengan lebih banya
bantuan. Tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu di
luar tempat tidur sampai 15 menit setiap hari, tiga kali sehari.
Anjurkan pasien untuk mengenalkan sepatu yang nyaman dan baik.
intervensirasional
Ajarkan pasien mengenai metode penghematan energy untuk
aktivitas.Metode penghematan energy dapat mengurangi kebutuhan
metabolism pada pasien kanker rectum dengan anema berat. Metode
yang dapat dianjurkan adalah sebagai beriku: Luangkan waktu
istirahat selama aktivitas, dalam interval selama siang hari dan
satu jam setelah makan. Lebih baik duduk daripada berdiri saat
melakukan aktivitas kecuali hal ini memungkinkan . Saat melakukan
suatu tugas, istirahat setiap 3 menit selam 5 menit untuk menurunkn
kebutuhan metabolisme hati. Hentikan aktivitas jika pasien
keletihan atau terlihat tanda-tanda sesak napas.
Berikan bantuan sesuai tingkat toleransi (makan, minum, mandi,
berpakaian, dan eliminasi)Teknik penghematan energy menurunkan
penggunakan energy.
1.6 EvaluasiHasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan
keperawatan adalah sebagai berikut.1. Informasi kesehatan
terpenuhi.2. Tidak mengalami injuri pascaprosedur bedah reseksi
kolon.3. Nyeri berkurang atau teradaptasi.4. Intake nutrisi optimal
sesuai tingkat toleransi individu.5. Infeksi luka operask tidak
terjadi.6. Kecemasan berkurang.7. Peningkatan konsep diri atau
gambran diri.8. Peningkatan aktivitas.
BAB IVPENUTUP
4.1 KesimpulanTumor ganas di dinding usus sering berawal dari
polip di lapisan usus. Pola makan tinggi lemak, rendah serat,
alkohol berlebihan, kurang olahraga, dan obesitas (kegemukan)
meningkatkan risiko kanker ini. Gejalanya adalah perubahan
kebiasaan buang air besar dan kekerasan tinja, dan sensasi buang
air belum tuntas. Kanker kolon atau rektum (kolorektal) dapat
ditemukan dengan pemeriksaan penapis, meliputi uji tinja untuk
darah dan kolonoskopi. Jika ditemukan dan ditangani sejak awal,
kemungkinan hidup lima tahun atau lebih, akan meningkat.
4.2 SaranThe American Cancer Society merekomendasikan
pemeriksaan rectal manual setiap tahun bagi orang dengan usia di
atas 40 tahun, sample feses untuk menilai adanya darah setiap tahun
setelah usia 50 tahun dan proktosigmoidoskopi setiap 3 5 tahun
setelah usia 50 tahun, yang mengikuti pemeriksaan dengan dua kali
hasil negative setiap tahunnya.Rekomendasi ini adalah untuk orang
orang yang asimtomatik, dan evaluasi lebih sering pada individu
yang diketahui mempunyai factor factor resiko yang lebih
tinggi.Sebanyak 60 % dari kasus kanker kolorektal dapat
diidentifikasi dengan sigmoidoskopi.
DAFTAR PUSTAKAAmerican Joint Committee on Cancer. 1997. AJCC
Cancer Staging Manual. 5th ed. Philadelphia:
Lippincott-Raven.Baron, J.A. Calcium Supplements for The Prevention
of Colorectal Adenomas. Calcium Polyp Prevention Study Group. N
Engl J Med. 340(2):101-7/14 Januari 1999.Baxter, N.N. dan
Garcia-Aguilar J. Organ Preservation for rectal Cancer. J Clin
Oncol. 25(8):1014-20/10 Maret 2007.Beets-Tan, RG. Dan Beets G.L.
Rectal Cancer: Review with Emphasis on MR Imaging. Radiology.
232(2):335-46/Agustus 2004.Bipat, S. Rectal Cancer: Local Staging
and Assessment of Lymph Node Involvement with Endolumminal US, CT,
and MR Imaging-a Meta-Analysis. Radiology. 232(3):773-83/September
2004.Brounts, L.R. et al. Improved Rates of Colorectal Cancer
Screening in An Equal Access Population. Am J Surg. 197(5):609-12;
discussion 612-3/Mei 2009.Burt, R.W. Familial Risk and Colorectal
Cancer. Gastroenterol Clin North Am. 25(4):793-803/Desember
1996.Cao S, Bhattacharya A., Durrani F.A. Dan Fakih M. Irinotecan,
Oxaliplatin, and Raltitrexed for The Treatment of Advnced
Colorectal Cancer. Expert Opinion on Pharmacotheray.
7(6):687-703/2006.Ceelen, W.P., Van Nieuwenhove. Y., dan Fierens K.
Preoperative Chemoradiation versus Radiation Alone for Stage II and
III Resectable Rectal Cancer.Cochrane Database Syst Rev.
CD006041/21 Januari 2009.Chao, A. et al. Meat Consumption and Risk
of Colorectal Cancer. JAMA.; 293(2):172-82/12 Januari 2005.