KANDUNGAN ZAT PEWARNA SINTETIS PADA MAKANAN DAN MINUMAN JAJANAN DI SDN I-X KELURAHAN CIPUTAT KECAMATAN CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014 SKRIPSI OLEH ANNIS SYARIFAH NASUTION NIM : 1110101000096 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
94
Embed
KANDUNGAN ZAT PEWARNA SINTETIS PADA MAKANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26058/1/ANNIS... · kandungan zat pewarna sintetis pada makanan dan minuman jajanan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KANDUNGAN ZAT PEWARNA SINTETIS PADA MAKANAN DAN
MINUMAN JAJANAN DI SDN I-X KELURAHAN CIPUTAT
KECAMATAN CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2014
SKRIPSI
OLEH
ANNIS SYARIFAH NASUTION
NIM : 1110101000096
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014 M
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, November 2014
ANNIS SYARIFAH NASUTION, NIM:1110101000096 KANDUNGAN ZAT PEWARNA SINTETIS PADA MAKANAN DAN MINUMAN JAJANAN DI SDN I-X KELURAHAN CIPUTAT KECAMATAN CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014 (xv + 67 halaman, 7 tabel, 6 gambar, 2 lampiran)
ABSTRAK
Zat pewarna sintetis merupakan bahan tambahan makanan buatan yang dapat memperbaiki penampilan makanan. Berdasarkan hasil uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang dilakukan di 18 provinsi pada tahun 2008 terhadap 861 contoh makanan menunjukkan bahwa 39,95% (344 contoh) tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Dari total sampel itu, 10,45 % mengandung pewarna yang dilarang (Nurdwiyanti, 2008). Berdasarkan studi pendahuluan di SDN I-X Kelurahan Ciputat, diketahui bahwa dari 15 sampel makanan dan minuman jajanan terdapat 7 sampel positif mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang penggunaannya. Berdasarkan hasil observasi, dari 10 SDN hanya beberapa saja yang menyediakan kantin sekolah dan pihak sekolah juga memperbolehkan siswa/i jajan diluar sekolah karna keterbatasan kantin yang kurang memadai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui zat pewarna sintetis yang dilarang penggunaannya dalam makanan dan minuman jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian studi kasus yang dilakukan sejak bulan Juni-Oktober 2014 di sekitar SDN I-X Kelurahan Ciputat. Penelitian ini menggunakan total sampling sebanyak 20 sampel makanan dan 20 sampel minuman dan dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan alat Hot Plate and Stirrer menggunakan serat wool. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari masing-masing 20 sampel makanan dan minuman terdapat 9 sampel makanan dan 17 sampel minuman yang positif mengandung zat pewarna sintetis. Semua zat pewarna sintetis yang di temukan pada sampel makanan dan minuman jajanan adalah dilarang Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988. Akan tetapi jumlah zat pewarna sintetisnya sebanyak 15 jenis pewarna dan diantaranya Maka disarankan, sebaiknya BPOM dan pihak sekolah memantau dan mengawasi peredaran makanan dan minuman jajanan disekolah, dan memberikan bimbingan dan pembinaan kepada pedagang agar memahami jenis pewarna sintetis dan bahayanya terhadap kesehatan.
Daftar Bacaan: 54 (1971 – 2012) Kata Kunci : Makanan dan Minuman Jajanan, Zat pewarna sintetis, Sekolah Dasar
iii
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISLAMIC STATE UNIVERSITY FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES STUDY PROGRAM PUBLIC HEALTH A Thesis, November 2014 ANNIS SYARIFAH NASUTION, NIM:1110101000096 THE CONTENT OF SYNTHETIC DYES IN FOOD AND BEVERAGE SNACKS AT STATE ELEMENTARY SCHOOL I-X IN CIPUTAT VILLAGE, CIPUTAT SUB-DISTRICT, TANGERANG SELATAN CITY, 2014
(xv + 67 pages, 7 tables, 6 pictures, 2 appendix)
ABSTRACT
Synthetic dyes are artificial food additives that can improve the appearance of food. In 2008, Food and Drug Control (BPOM) has conducted tests over 861 food samples in 18 provinces in Indonesia. According to the test results, BPOM found that 39,95% (344 food samples) did not meet the required standard of food safety. Additionally, there are 10,45% of the total food samples contain of prohibited food colouring materials. A preliminary study has also been conducted at the SDN I-X, Ciputat. The research has shown that there are 7 put of 15 food and beverages samples contain synthetic dyes that are strictly prohibited to be used.The purpose of this study was to know the presence of synthetic dyes which are prohibited in food and beverage snacks that was sold at state elementary school in Ciputat Village, Ciputat Sub-district, Tangsel City in 2014.
This study was a descriptive case study used total sampling, as many as 20 food samples and 20 beverage samples. The inspection of this food and beverages were done in laboratory using Hot Plate and Stirrertool with wool fibers. This Study were conducted in June to October 2014 around state elementary school I-X area in Ciputat Village.
Result of study showed that from each 20 food and beverages samples, 9 food samples and 17 beverage samples contained synthetic dyes. All of this synthetic dyes which were found in food and beverages samples, prohibited by Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988. Other synthetic dyes also found in food and beverage samples, but this dyes not found in Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988. However, the amount of synthetic dye as many as 15 types of dyes and dominated by Sunset Yellow FCF, Amaranth, and Erythrosine. These types can cause health effects, such as irritation of the respiratory tract, skin irritation, deterioration of the brain and tumor. As many as 12 kind of synthetic dyes prohibited by regulation contained in the food samples taken. So, it is advisible for FDA and school authority to tighten distribution of food and beverages sold in school area, and giving a counseling to food and beverage sellers so that they understand kind of synthetic dyes and its hazardous effect to health. Reading List: 54 (1971 – 2012) Keywords : Food and beverages, synthetic dyes, primary school.
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PERSONAL
Nama : Annis Syarifah Nasution
TTL : Medan, 17 Oktober 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Golongan Darah : AB Positive
Alamat Asal : Jl. Perintis Kemerdekaan Kec. Kotanopan Kab. Madina
Prov. Sumatra Utara - Medan
Alamat Sekarang : Jl.Nubala No.62 RT 004 RW 08 Ciputat Timur –
4.5.2 Metode pemeriksaan Makanan dan Minuman Secara Kualitatif................................................................................................34
Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia Kelas-kelas Zat Pewarna Buatan Menurut JECFA Dampak Zat Pewarna Sintetis pada Makanan Terhadap Kesehatan Analisis Kandungan Zat Pewarna Sintetis Pada Makanan Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 Analisis Kandungan Zat Pewarna Sintetis Pada Minuman Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 Jenis Zat Pewarna pada Makanan Jajanan yang Terdeteksi Positif Mengandung Zat Pewarna Sintetis Jenis Zat Pewarna pada Minuman Jajanan yang Terdeteksi Positif Mengandung Zat Pewarna Sintetis
Jenis Zat
22
24
28
39
41
43
45
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Keterangan Halaman
Gambar 2.1 Gambar 3.1 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3 Gambar 5.4
Kerangka Teori Kerangka Konsep Makanan Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 yang Diuji dengan Hot Plate and Stirrer Menggunakan Serat Wool
Minuman Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 yang Diuji dengan Hot Plate and Stirrer Menggunakan Serat Wool
Hasil Uji Makanan Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 yang Terdeteksi Positif Mengandung Zat Pewarna Sintetis dengan Hot Plate and Stirrer
Hasil Uji Minuman Jajanan di SDN Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 yang Terdeteksi Positif Mengandung Zat Pewarna Sintetis dengan Hot Plate and Stirrer
29
31
38
40
42
44
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Perubahan Warna Serat Wool Oleh Berbagai Pereaksi
Lampiran 2 : Foto
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus ada pada
pangan yang akan dikonsumsi oleh setiap insan. Pangan yang bermutu dan
aman dikonsumsi bisa berasal dari dapur rumah tangga maupun dari industri
pangan. Oleh karena itu, industri pangan adalah salah satu faktor penentu
berkembangnya pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah. Sekarang ini, terjadi perubahan yang sangat
luar biasa dalam pengolahan makanan karena didukung oleh semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyaknya bahan-bahan
yang ditambahkan ke dalam makanan dan minuman, sebagai contoh
rhodamin B yang banyak digunakan untuk pewarna minuman dan hal ini
dilakukan untuk berbagai tujuan.
Makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan energi bagi anak
sekolah sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi 52% (Judarwanto, 2004).
Meskipun makanan jajanan memiliki keunggulan-keunggulan dalam
menyumbang kecukupan gizi remaja setiap harinya, namun makanan jajanan
di sekolah ternyata sangat berisiko terhadap kesehatan karena penanganannya
sering tidak higienis yang memungkinkan makanan jajanan terkontaminasi
oleh mikroba beracun maupun penggunaan bahan tambahan makanan (BTM)
yang tidak diizinkan (Mudjajanto, 2005). Penggunaan bahan tambahan
makanan (BTM), zat pewarna sintetik khususnya yang ilegal seperti
rhodamin B (pewarna merah pada tekstil) dan methanil yellow, dapat
2
terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam
jangka panjang menyebabkan kelainan-kelainan pada organ tubuh manusia.
rhodamin B (pewarna merah berbahaya) bila tertelan dapat mengakibatkan
iritasi saluran pencernaan, gangguan fungsi hati, dan kanker hati. Untuk
methanil yellow (pewarna kuning berbahaya) bila tertelan dapat
mengakibatkan mual, muntah, sakit perut, dan kanker kandung kemih
(Elfansyah, 2006). Belakangan juga terungkap bahwa reaksi menyimpang
pada makanan yang mengandung zat pewarna sintetik ternyata dapat
mempengaruhi fungsi otak termasuk gangguan perilaku pada anak sekolah.
Gangguan perilaku tersebut meliputi gangguan tidur, gangguan konsentrasi,
gangguan emosi, hiperaktif dan memperberat gejala pada penderita autis
(Judarwanto, 2004).
Departemen Kesehatan telah memasyarakatkan penggunaan BTP yang
diizinkan dalam proses produksi makanan dan minuman, yang tertuang dalam
Peraturan Menteri Kesehatan dengan acuan UU No. 23/1992 tentang
kesehatan yang menekankan aspek keamanan. Sedangkan UU No. 7/1996
tentang Pangan, selain mengatur aspek keamanan dan mutu dan gizi, juga
mendorong terciptanya perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab serta
terwujudnya tingkat kecukupan pangan yang terjangkau sesuai kebutuhan
masyarakat (Cahyadi, 2008). Walaupun pemerintah sudah menetapkan
peraturan mengenai penggunaan BTP, masih saja ada penjual makanan atau
produsen yang menggunakan BTP yang dilarang yang dapat membahayakan
kesehatan manusia, seperti pada hasil uji BPOM yang dilakukan di 18
3
propinsi pada tahun 2008 diantaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar
Lampung, Denpasar, dan Padang terhadap 861 contoh makanan menunjukkan
bahwa 39,95% (344 contoh) tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Dari
total sampel itu, 10,45 % mengandung pewarna yang dilarang, yakni
rhodamin B, methanil yellow dan amaranth (Nurdwiyanti, 2008).
Warna merupakan daya tarik terbesar untuk menikmati makanan
setelah aroma. Aroma yang wangi, rasa yang lezat, dan tekstur yang lembut
bisa jadi akan diabaikan jika warna dari makanan itu tidak menarik atau tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan dari makanan itu. Di kalangan anak-anak,
warna jelas menjadi daya tarik paling utama di samping bentuk dan kemasan.
Bahkan terkadang tidak memperdulikan bagaimana rasa makanan atau
minuman yang ingin mereka beli. Selama warna, bentuk, dan kemasannya
menarik, mereka pasti merengek pada orang tuanya untuk membelikan
makanan atau minuman tersebut (Gardjito, 2006).
Zat pewarna merupakan bahan tambahan pangan yang dapat
memperbaiki penampilan makanan. Penambahan bahan pewarna makanan
mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah memberi kesan menarik
bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi
perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan. Zat pewarna
makanan terbagi tiga bagian yaitu pewarna alami, pewarna identik alami dan
pewarna sintetis (Mudjajanto, 2006).
Peraturan mengenai pemakaian zat warna dalam makanan ditetapkan
oleh masing-masing negara, dengan tujuan antara lain untuk menjaga
4
kesehatan dan keselamatan rakyat dari hal-hal yang dapat timbul karena
pemakaian zat warna tertentu yang dapat membahayakan kesehatan.
Peraturan dari suatu negara berbeda dengan negara lainnya, dimana suatu zat
warna yang dilarang di satu negara belum tentu di larang di negara lainnya.
Misalnya amaranth yang dilarang di Amerika Serikat karena ditakutkan dapat
menyebabkan kanker, masih diperbolehkan di negara-negara Eropa dan
berbagai negara lainnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 2004 tentang
pangan yaitu segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Salah satu masalah pangan yang masih memerlukan perhatian adalah
penggunaan bahan tambahan pangan untuk berbagai keperluan. Penggunaan
bahan tambahan pangan dilakukan pada industri pengolahan pangan, maupun
dalam pembuatan makanan jajanan, yang umumnya dihasilkan oleh industri
kecil atau rumah tangga. Keunggulan jajanan adalah murah, mudah didapat
serta cita rasanya enak. Namun jajanan juga berisiko terhadap kesehatan
karena dalam proses pengolahannya sering kali ditambahkan pewarna seperti
rhodamin B, methanil yellow dan pengawet makanan seperti formalin dan
boraks. Penggunaan rhodamin B dan methanil yellow, pengawet formalin dan
boraks dilarang karena bersifat karsinogenik kuat yang dapat menyebabkan
5
kanker hati, kandung kemih, dan saluran cerna. Dari hasil analisis sampel
jajanan Badan Pengawas Obat dan Makanan antara Februari 2001 hingga Mei
2003, didapatkan bahwa dari 315 sampel, 155 (49%) mengandung rhodamin
B, dari 1222 sampel, 129 (11%) mengandung boraks dan dari 242 sampel, 80
(33%) mengandung formalin. Pangan yang mengandung rhodamin B di
antaranya kerupuk, makanan ringan, kembang gula, sirup, biskuit, minuman
ringan, cendol, dan manisan. Pangan yang mengandung formalin adalah mie
ayam, bakso, dan tahu. Sedangkan pangan yang menggunakan boraks adalah
bakso, siomay, lontong, dan lemper.
Bahan pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok besar yakni
pewarna alami dan pewarna buatan. Di Indonesia, peraturan mengenai
penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur
melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang
bahan tambahan pangan. Akan tetapi seringkali terjadi penyalahgunaan
pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat
pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal
ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat
pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain
disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk
pangan, warna dari zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik dan
disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah
dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan.
6
Anak sekolah merupakan kelompok yang sangat peka untuk menerima
perubahan atau pembaharuan, karena kelompok anak sekolah sedang berada
dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan. Berdasarkan hasil observasi
yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Mei tahun 2014, SDN Ciputat 1 dan
SDN Ciputat 6 tidak menyediakan kantin sekolah kecuali koperasi sekolah.
Oleh karena itu, siswa kedua sekolah tersebut jajan diluar sekolah. Sedangkan
kantin di SDN Ciputat 2 masih kurang lengkap dalam menjajakan makanan
sehingga pihak sekolah memperbolehkan para siswanya membeli makanan
jajanan di luar sekolah pada saat jam istirahat. Makanan jajanan yang
dijajakan oleh pedagang di luar sekolah masih kurang memperhatikan
keamanan produk makanan yang berpotensi mengandung pewarna sintetik
berbahaya.
Produk makananan dan minuman yang paling sering ditambahkan
dengan zat warna adalah makanan jajanan yang disertai dengan saus merah,
minuman yang berwarna-warni, seperti sirup yang sangat digemari oleh anak-
anak SD karena warnanya yang menarik. Maka penulis tertarik untuk meneliti
zat warna yang terdapat pada makanan maupun minuman jajanan yang
dijajakan di sekitar SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota
Tangerang Selatan Tahun 2014.
Pada hasil uji BPOM yang dilakukan di 18 provinsi pada tahun 2008
diantaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar, dan
Padang terhadap 861 contoh makanan menunjukkan bahwa 39,95% (344
contoh) tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Dari total sampel itu,
7
10,45 % mengandung pewarna yang dilarang, yakni rhodamin B, methanil
yellow dan amaranth (Nurdwiyanti, 2008). Selain itu, sambal botolan yang
biasa digunakan oleh pedagang makanan di pinggiran jalan, seperti bakso,
mie ayam, dan lain sebagainya mengandung zat pewarna yang melebihi
ambang batas, beberapa produk saus dan sambal botolan juga ditenggarai
memakai zat pewarna terlarang, yang seringkali digunakan untuk produk
tekstil dan industri yaitu rhodamin B dan methanil yellow untuk membuat
warna merah menyala (Iis, 2003).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada awal Mei 2014
melalui pemeriksaan laboratorium dengan 15 sampel makanan dan minuman
jajanan yang dijajakan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat,
didapatkan hasil sebanyak 7 sampel positif mengandung zat pewarna sintetis
yang dilarang penggunaannya dan 2 sampel positif mengandung zat pewarna
sintetis namun tidak dilarang penggunaannya. Siswa sekolah selalu ingin
mencoba jajanan yang dijajakan namun mereka tidak pernah memperhatikan
kandungan jajanan yang mereka makan. Hal ini harus menjadi perhatian
banyak pihak antara lain pemerintah, sekolah dan orang tua. Kurangnya
perhatian dan pengawasan dapat mengakibatkan terjadinya penurunan dan
gangguan kesehatan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti dan
mengetahui lebih dalam mengenai kandungan zat pewarna sintetis pada
makanan dan minuman jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan
Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014. Selain itu, penelitian tentang zat
pewarna sintetis pada makanan dan minuman jajanan anak sekolah dasar
8
masih sangat jarang dilakukan di wilayah Tangerang Selatan terutama
Kelurahan Ciputat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah apakah terdapat zat warna sintetis yang digunakan pada
makanan maupun minuman yang dijajakan di sekitar SDN I-X Kelurahan
Ciputat Kecamatan Ciputat dan apakah jenis zat pewarna sintetis yang
terkandung dalam makanan dan minuman tersebut sesuai dengan Permenkes
RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Apakah ada zat pewarna sintetis yang terkandung dalam makanan dan
minuman jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan
Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014?
2. Jika ada, apakah jenis zat pewarna sintetis yang terkandung dalam makanan
dan minuman jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan
Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014?
3. Jika ada, apakah zat pewarna sintetis yang terkandung dalam makanan dan
minuman jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan
Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 sesuai dengan ketentuan
Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988?
9
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui zat pewarna sintetis yang dilarang penggunaannya dalam
makanan dan minumanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan Ciputat
Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui keberadaan zat pewarna sintetis yang terkandung
dalam makanan dan minuman jajanan yang dijual di SDN I-X
Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun
2014.
2. Untuk mengetahui jenis zat pewarna sintetis yang terkandung dalam
makanan dan minuman jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan
Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014.
3. Untuk mengetahui kesesuaian dengan ketentuan Permenkes RI No.
722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna sintetis yang ditemukan pada
makanan dan minuman jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan
Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014.
10
1.5 Manfaat Penelitiam
1. Manfaat Bagi SDN I-X Ciputat Kota Tangerang Selatan
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
para pendidik serta pemahaman tentang keamanan pangan pada makanan
dan minuman jajanan, sehingga pendidik dapat memberitahukan kepada
siswa/i jajanan baik itu makanan maupun minuman yang baik dan yang
tidak mengandung pewarna minuman serta mengajarkan siwa/i akan efek
pewarna minuman terhadap kesehatan.
2. Manfaat Bagi Peneliti
Dapat meningkatkan pengetahuan terutama dalam masalah
pewarna sintetik pada makanan dan minuman serta dapat
menginformasikan yang telah didapat dari hasil penelitian ini kepada
orang lain serta sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan
oleh peneliti selanjutnya.
3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi serta informasi untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai pola konsumsi makanan jajanan pada
siswa/i sekolah dasar.
11
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Studi ini ingin mengetahui keberadaan Bahan Tambahan Makanan
(BTM) zat pewarna sintetis yang terkandung dalam makanan dan minuman
jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota
Tangerang Selatan Tahun 2014.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Makanan Jajanan
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan
setiap saat dan dimanapun ia berada serta memerlukan pengelolaan yang baik
dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Tanpa adanya makanan dan minuman,
manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Adapun pengertian makanan
menurut WHO (World Health Organization) yaitu semua substansi yang
diperlukan tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan substansi-substansi yang
dipergunakan untuk pengobatan (Tyas, 2009).
Berdasarkan FAO dalam Judarwanto (2008) makanan jajanan
adalah makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang
kaki lima di jalanan dan tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung
dimakan atau dikonsumsi kemudian tanpa pengolahan atau persiapan lebih
lanjut. Makanan dan minuman jajanan ini umumnya memiliki bentuk, cita
rasa yang berbeda dan warna yang mencolok yang dapat menarik perhatian
dan mempengaruhi anak-anak. Makanan jajanan adalah makanan dan
minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau
disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang
disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (KepMenKes
No.942/Menkes/SK/VII/2003). Makanan/Minuman jajanan adalah
makanan/minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman
olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan-bahan
13
tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan
siap untuk di konsumsi (Cahyadi,2005).
Jenis makanan atau minuman jajanan yang disukai anak-anak adalah
makanan yang mempunyai rasa manis, enak, dengan warna-warna yang
menarik, dan bertekstur lembut. Jenis makanan seperti coklat, permen, jeli,
biskuit, makanan ringan (snack) merupakan produk makanan favorit bagi
sebagian besar anak-anak. Untuk kelompok produk minuman yakni minuman
yang berwarna-warni (air minum dalam kemasan maupun es sirup tanpa
label, minuman jeli, es susu (milk ice), minuman ringan (soft drink) dan lain-
lain (Nuraini, 2007).
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan penelitian di
Indonesia pada tahun 2003 terhadap 9465 sampel jajanan sekolah, ternyata
80% dari semua jajanan yang diteliti mengandung bahan-bahan yang
membahayakan kesehatan seperti formalin, boraks, natrium siklamat,
rhodamin B, dan sakarin banyak jajanan kaki lima yang tercemar, tidak dapat
dipungkiri banyak sekali dampak yang akan terjadi bagi masyarakat. Pada
tahun 2007, POM melakukan survei kembali dengan melibatkan 4.500
sekolah di Indonesia dan membuktikan bahwa 45% jajanan anak berbahaya.
BPOM menunjukkan bahwa sebesar 78% anak mengkonsumsi jajanan di
lingkungan sekolah (BPOM, 2008). Namun sayangnya, kebiasaan
mengkonsumsi makanan jajanan sehat masih belum banyak dimengerti oleh
siswa, terutama siswa Sekolah Dasar (SD).
14
2.2 Bahan Tambahan Makanan
2.2.1 Definisi Bahan Tambahan Makanan
Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 secara umum adalah bahan
yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan
merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak
mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam
makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya (Q.S. al-Maidah/5:88)”.
20
2.3 Zat Pewarna Makanan
2.3.1 Pengertian Zat Pewarna Makanan
Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat
memperbaiki penampakan makanan agar menarik, menyeragamkan dan
menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses
pengolahan dan penyimpanan (Cahyadi, 2009). Menurut Permenkes RI
No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan
makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat
tergantung pada beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur, nilai gizinya
dan juga sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain
dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan
kadang-kadang sangat menentukan.
Zat warna yang sudah sejak lama dikenal dan digunakan,
misalnya daun pandan atau daun suji untuk warna hijau dan kunyit untuk
warna kuning. Kini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi telah ditemukan zat warna sintetis, karena penggunaannya
lebih praktis dan harganya lebih murah.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan
berwarna, antara lain dengan penambahan zat pewarna. Secara garis
besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang
termasuk dalam golongan bahantambahan pangan, yaitu pewarna alami
dan pewarna sintetis (Cahyadi, 2009).
21
2.3.2 Zat Pewarna Alami
Zat warna alam (pigmen) adalah zat warna yang secara alami
terdapat dalam tanaman maupun hewan. Zat warna alam dapat
dikelompokkan sebagai warna hijau, kuning, merah. Penggunaan zat
warna alam untuk makanan dan minuman tidak memberikan kerugian
bagikesehatan, seperti halnya zat warna sintetik yang semakin banyak
penggunaannya (Firdaus, 2010).
Konsumen dewasa ini banyak menginginkan bahan alami yang
masuk dalam daftar diet mereka. Banyak pewarna olahan yang tadinya
menggunakan pewarna sintetik berpindah ke pewarna alami. Sebagai
contohnya serbuk bit (dari umbi bit) menggantikan pewarna merahFD
dan C No.2. (Amaranth) namun penggantian dengan pewarna alami
secara keseluruhan masih harus menunggu para ahli untuk dapat
menghilangkan kendala seperti bagaimana menghilangkan rasa bit-nya,
mencegah penggumpalan dalam penyimpanan dan menjaga kestabilan
dalam penyimpanan. Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman
dan hewan, di antaranya adalah klorofil, mioglobin dan hemoglobin,
anthosianin, flavonoid, tannin, betalain, quinon dan xanthon, serta
karotenoid (Cahyadi, 2009).
2.3.3. Zat Pewarna Sintetis
Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis
kimia buatan yang mengandalkan bahanbahan kimia, atau dari bahan
22
yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi.
Beberapa contoh pewarna buatan adalah tartazine untuk warna kuning,
allura red untuk warna merah, dan sebagainya. Kelebihan pewarna
buatan adalah dapat menghasilkan warna lebih kuat meskipun jumlah
pewarna yang digunakan hanya sedikit. Selain itu, biarpun telah
mengalami proses pengolahan dan pemanasan, warna yang dihasilkan
dari pewarna buatan akan tetap cerah (Cahyadi, 2009).
Di Indonesia peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang
dilarang untuk pangan diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.722/Menkes/Per/IX/1988.
Tabel 2.1
Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia
Bahan Pewarna Nomor Indeks warna (C.I.No.)
Citrus Red no.2 12156 Ponceau 3 R Red G 16155 Ponceau SX Food red no. 1 14700 Rhodamine B Food red no. 5 45170 Guinea green B Acid green no. 3 42085 Magenta Basic violet no. 14 42510 Chrysoidine Basic oranges no.2 11270 Butter yellow Solvent yellow no.2 11020 Sudan II Food yellow no.2 12055 Methanil yellow Food yellow no.14 13065 Auramine Ext D&C yellow no.1 41000 Oil oranges SS Basic yello no.2 Oil oranges XO Solvent oranges no.7 12100 Oil yellow AB Solvent oranges no.5 11380 Oil yellow OB Solvent oranges no.6 11390
Sumber:Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988
23
Menurut Joint FAC / WHO Expert Committee on Food Additives
(JECFA) zat pewarna buatan dapat digolongkan dalam beberapa kelas
berdasarkan rumus kimianya, yaitu azo, triarilmetana, quinolin, xanten,
dan indigoid. Sedangkan berdasarkan kelarutannya dikenal dua macam
pewarna buatan, yaitu dyes dan lakes. Dyes adalah zat pewarna yang
umumnya bersifat larut dalam air, sehingga larutannya menjadi berwarna
dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan pangan. Sedangkan untuk zat
pewarna lakes dibuat melalui proses pengendapan dan absorpsi dyes pada
radikal (Al atau Ca) yang dilapisi dengan aluminium hidrat (Alumina).
Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lakes ini tidak larut
pada hampir semua pelarut. Tabel 2.2 berikut menunjukkan kelas-kelas zat
pewarna buatan menurut Joint FAC / WHO Expert Committee on Food
Additives (Cahyadi, 2009).
24
Tabel 2.2 Kelas-kelas Zat Pewarna Buatan Menurut JECFA
Zat Pewarna Warna
Azo: 1. Tartazin 2. Sunset yellow FCF 3. Allura Red AC 4. Ponceau 4R 5. Red 2G 6. Azorubine 7. Fast Red E 8. Amaranth 9. Brilliant Black BN 10. Brown FK 11. Brown HT
Kuning Orange Merah (kekuningan) Merah Merah Merah Merah Merah (kebiruan) Ungu Kuning coklat Coklat
Triarilmetana: 12. Brilliant blue FCF 13. Patent Blue V 14. Green S 15. Fast Green FCF
Biru Biru Biru kehijauan Hijau
Quinolin: 16. Quinolin Yellow
Kuning kehijauan
Xanten: 17. Erythrosine
Merah
Indigoid: 18. Indigotine
Biru kemerahan
Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988
Pewarna sintetik yang tidak direkomendasikan oleh Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia dan FDA (Food and Drug Association) dapat
mempengaruhi kesehatan (Saparinto dan Hidayati, 2006). Di Indonesia,
peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang
untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988. Akan tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan
25
pemakaian zat pewarna untuk sembarangan pangan, misalnya zat
pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan.
Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu
logam berat pada zat pewarna tersebut (Cahyadi, 2008).
2.4 Dampak Zat Pewarna Sintetis pada Makanan Terhadap Kesehatan
Pemakaian bahan pewarna sintetis dalam makanan walaupun
mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat
membuat suatu makanan lebih menarik, meratakan warna makanan, dan
mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama
pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan
dan bahkan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Menurut Cahyadi (2009), beberapa hal yang mungkin memberikan dampak
negatif tersebut terjadi apabila:
1) Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil namun berulang.
2) Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu yang lama.
3) Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu
tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan sehari-
hari dan keadaan fisik.
4) Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna
sintetis secara berlebihan.
5) Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak
memenuhi persyaratan.
26
Sejumlah makanan yang kita konsumsi tidak mengandung zat
berbahaya menurut daftar zat warna yang dinyatakan sebagai bahan
berbahaya (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988).
Namun demikian, penggunaan pewarna tersebut hendaknya dibatasi karena
meskipun relatif aman, penggunaannya dalam jumlah yang besar tetap dapat
membahayakan kesehatan konsumen. Beberapa bahan pewarna yang harus
dibatasi penggunaannya diantaranya adalah amaranth, allura merah, citrus
merah, karamel, eritrosin, indigotin, karbon hitam, dan kurkumin.
Amaranth dalam jumlah besar dapat menimbulkan tumor, reaksi alergi
pada pernafasan dan dapat mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak. Allura
merah dapat memicu kanker limfa, sedangkan karamel dapat menimbulkan
efek pada sistem saraf dan dapat menyebabkan gangguan kekebalan.
Penggunaan tartazin ataupun Sunset yellow yang berlebihan dapat
menyebabkan reaksi alergi, khususnya bagi orang yang sensitif pada asam
benzoat, selain akan mengakibatkan asma dapat pula menyebabkan hiperaktif
pada anak. Fast green FCF yang berlebihan akan menyebabkan reaksi alergi
dan produksi tumor, sedangkan Sunset yellow dalam jumlah yang besar dapat
menyebabkan radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah-
muntah, dan gangguan pencernaan. Indigotin dalam dosis tertentu
mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak. Pemakaian eritrosin akan
mengakibatkan reaksi alergi pada pernafasan, hiperaktif pada anak-anak dan
efek yang kurang baik pada otak dan perilaku, sedangkan Ponceau SX dapat
27
mengakibatkan kerusakan sistem urin, kemudian dapat memicu timbulnya
tumor (Yuliarti, 2007).
Begitu juga dengan zat pewarna yang berbahaya seperti Rhodamin B,
zat ini digunakan pada industri tekstil dan kertas. Pemakaian zat warna ini
tidak diizinkan karena dapat menimbulkan bahaya bagi konsumen. Zat ini
sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan tertelan.
Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada
kulit, iritasi pada mata, iritasi saluran pencernaan dan air seni akan berwarna
merah. Penyebarannya dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker
hati (Cahyadi, 2006). Selain Rhodamin B, zat pewarna kuning Metanil yellow
yang digunakan pada industri tekstil dan cat sangat berbahaya jika terhirup,
mengenai kulit, mengenai mata, dan tertelan. Dampak yang terjadi dapat
berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan
bahaya kanker pada kandung kemih dan saluran kemih. Apabila tertelan dapat
menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, dan tekanan darah
rendah (Cahyadi, 2006). Sedangkan dampak zat pewarna sintetis pada
makanan terhadap kesehatan berdasarkan Peraturan Menkes RI No.
722/Menkes/Per/IX/1988 dapat dilihat pada tabel 2.3.
28
Tabel 2.3 Dampak zat Pewarna Sintetis pada Makanan Terhadap Kesehatan
No. Jenis Zat Pewarna
Sintetis Dampak Terhadap Kesehatan
1. Tartazin Reaksi alergi khususnya bagi orang yang sensitif pada asam asetilsiklik dan asam benzoat, asma, mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak.
2. Sunset yellow FCF Radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah-muntah, dan gangguan pencernaan.
3. Allura Red AC Memicu kanker limpa. 4. Ponceau 4R Kerusakan sistem urin dan dapat memicu
timbulnya tumor, hiperaktif pada anak-anak, penyebab kanker.
5. Red 2G Gatal-gatal dan ruam kulit. 6. Azorubine Kanker hati 7. Fast Red E Lebih berisiko terhadap penderita hepatitis B
kronik dan kanker hati 8. Amaranth Tumor, reaksi alergi pada pernafasan, hiperaktif
pada anak-anak . 9. Briliant Black BN Kanker hati 10. Brown FK Kanker hati 11. Brown HT Kanker hati 12. Brilliant blue FCF Ruam kulit, hiperaktivitas. 13. Patent blue V Ruam kulit, dapat menyebabkan tumor ginjal. 14. Green S Memicu asma, ruam kulit, hiperaktivitas. 15. Fast Green FCF Reaksi alergi dan produksi tumor. 16. Quinolin yellow Meningkatkan risiko hiperaktivitas dan serangan
asma. 17. Erythrosine Mengakibatkan reaksi alergi seperti nafas
pendek, dada sesak, sakit kepala, dan iritasi kulit, kemunduran kerja otak, menurunnya konsentrasi belajar.
18. Indigotine Mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak. Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 dalam
Cahyadi (2009)
29
2.5 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988
Makanan dan Minuman
Bahan Tambahan Makanan
Zat Pewarna
Buatan/Sintetis Alami
Bahan Tambahan Makanan yaitu Pewarna Sintetis yang DilarangMenurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88
Dampak Terhadap Kesehatan
Iritasi Pada Saluran Pernapasan
Iritasi Pada Mata
Kanker Pada Kandung Kemih dan Kanker Hati
Iritasi Pada Kulit
Ada Tidak Ada
30
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui zat pewarna sintetis yang
dilarang penggunaannya dalam makanan dan minuman yang dijual di SDN I-
X Kelurahan Ciputat. Untuk mencapai tujuan tersebut dan berdasarkan
tinjauan teori, maka keberadaan zat pewarna pada makanan dan minuman
jajanan dikaji berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988.
Penemuan adanya zat pewarna sintetis seperti Sunset yellow FCF, Amaranth
dan Eritrosin dalam makanan dan minuman jajanan dapat menimbulkan
gangguan kesehatan pada manusia.
Makanan dan minuman jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan
Ciputat beraneka ragam dan warna yang sangat mencolok. Sedangkan dampak
yang ditimbulkan bagi kesehatan tidak diteliti karena keterbatasan dalam
pengukuran dan membutuhkan waktu yang lama. Kerangka konsep penelitian
ini adalah seperti pada gambar 3.1 berikut.
31
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
3.2 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur Hasil Ukur
1. Makanan/ Minuman Jajanan
Makanan dan minuman jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan tempat-tempat keramaian lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi. Makanan dan minuman jajanan umumnya memiliki bentuk, cita rasa yang berbeda dan warna yang mencolok agar kelihatan lebih menarik.
Pemeriksaan lab.
Hot Plate and Stirrer menggunakan serat wool
-Mengandung zat pewarna sintetis -Tidak mengandung zat pewarna sintetis
2. Zat Pewarna Sintetis
Bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi tidak pucat agar kelihatan lebih menarik.
Pemeriksaan lab.
Hot Plate and Stirrer menggunakan serat wool
Nama jenis zat pewarna sintetis
Makanan/Minuman Jajanan
Keberadaan Zat Pewarna Sintetis
32
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah epidemiologi deskriptif dengan desain
penelitian studi kasus untuk mengetahui keberadaan zat pewarna sintetis dan
jenisnya.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di sekitar SDN I-X Kelurahan Ciputat
Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan yaitu pada makanan dan
minuman jajanan yang dijual oleh 40 pedagang jajanan, pemilihan tempat
dikarenakan banyaknya penjual makanan dan minuman jajanan, dimana di
lokasi jajanan tersebut terdapat makanan terutama minuman yang
berwarna, kemudian pemeriksaan zat warna dilakukan di Laboratorium
Kesehatan Lingkungan dan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – Oktober 2014.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh makanan dan
minuman yang dibuat sendiri oleh pedagang makanan dan minuman
33
jajanan di sekitar SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota
Tangerang Selatan.
4.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua makanan dan minuman
berwarna sebanyak 40 sampel yaitu, 20 sampel makanan dan 20 sampel
minuman yang dijual oleh penjaja makanan dan minuman yang menetap
di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang
Selatan. Pengambilan sampel menggunakan total sampling.
4.4 Metode Pengumpulan Data
4.4.1 Data Primer
Data primer yaitu data tentang jenis zat pewarna sintetis pada
makanan dan minuman jajanan yang diambil dari penjaja makanan dan
minuman dan hasil pemeriksaan laboratorium.
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder meliputi data terkait zat pewarna sintetis dari
BPOM.
4.5 Instrumen Jenis Zat Warna
4.5.1 Peralatan
Daftar Alat dan Bahan pada Penetapan Zat Warna
1. Alat
a. Hot Plate and Stirrer
b. Serat Wool
c. piala gelas
34
d. lempeng tetes
e. pipet tetes
2. Bahan
a. HCl pekat
b. NaOH 10%
c. H2SO4 pekat
d. NH4OH 12%
e. Contoh bahan pangan yang mengandung zat warna
4.5.2 Metode Pemeriksaaan Makanan dan Minuman Secara Kualitiatif
Prinsip pemeriksaan ini dilakukan dengan Hot Plate and Strirrer
menggunakan serat wool yang digunakan untuk analisis zat warna
karena sifatnya yang dapat mengabsorpsi zat warna baik yang asam
maupun yang basa (Aprianto, 1989). Serat Wool dan sutera
mengandung protein amfoter yang mempunyai afinitas terhadap asam
maupun basa dengan membentuk garam. Dengan mengamati perubahan
warna dari benang wool yang telah dicelup dalam berbagai pereaksi
maka jenis zat warna dapat ditentukan. Dapat dilihat pada lampiran 1.
4.6 Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu jenis zat pewarna hasil
pemeriksaan dilaboratorim dibuat dalam bentuk tabel dan dinarasikan,
pembahasan serta diambil simpulan. Kemudian hasil pemeriksaan tersebut
disesuaikan dengan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang
bahan tambahan makanan (BTM). Dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui
35
apakah makanan dan minuman yang dijual mengandung atau tidak
mengandung pewarna sintetis.
4.7 Alur Penelitian
ALUR PENELITIAN
30 – 50 ml contoh berupa cairan (untuk padatan 25g contoh harus dilarutkan
dalam air sampai larut (homogen) kemudian diambil 30 – 50 ml) diasamkan
dengan sedikit HCl 10%.
Tempatkan keempat potongan benang wool diatas lempeng tetes kemudian
tiap potongan ditetesi dengan satu zat yang berbeda, yaitu: NaOH 10%, HCl
pekat, H2SO4 pekat dan NH4OH 12%.
Masukkan benang wool (kurang lebih 20 cm) ke dalam larutan, didihkan
selama 30 menit.
Benang wool diangkat, cuci dengan air dingin.
Keringkan, potong menjadi 4 bagian.
Amati perubahan warna, bandingkan dengan standar warna
(Lihat lampiran 1)
36
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Pemeriksaan Kualitatif Zat Pewarna Sintetis Pada Makanan Dan Minuman Jajanan
Pemeriksaan zat pewarna sintetis dilakukan pada 40 sampel, yaitu
20 sampel makanan jajanan dan 20 sampel minuman jajanan. Sampel
makanan dan minuman jajanan diambil dari semua penjual makanan
maupun minuman jajanan yang ada di SDN I-X Kelurahan Ciputat
Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan. Sampel tersebut dibawa ke
Laboratorium Kesehatan Lingkungan dan Pusat Laboratorium Terpadu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk penentuan jenis zat pewarna
sintetis memakai alat Hot Plate and Stirrer dengan menggunakan serat
wool.
Makanan jajanan yang diperiksa dibagi menjadi lima kategori
Berdasarkan tabel 5.1 diatas, diketahui bahwa terdapat 6 sampel
makanan jajanan positif mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang
dan 3 sampel positif mengandung zat pewarna sintetis namun tidak
dilarang oleh Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988.
40
5.1.2 Pengujian Minuman Jajanan dengan Hot Plate and Strirrer Menggunakan Serat Wool
Sampel minuman dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori,
yaitu sirop (sirop hijau I, sirop hijau II, sirop strawberry, sirop kuning,
sirop jeruk dan sirop blackcurrent), adapun jenis es (es teh manis I, es teh
manis II, es teh manis III, es teh manis IV, es timun, es susu coklat I, es
susu coklat II, es susu coklat III, es susu coklat IV, es doger, es vanila
blue, es strawberry dan es krim) dan pada jenis air yaitu gula bubur
sumsum.
Pemeriksaan zat pewarna sintetis secara kualitatif dengan Hot Plate
and Strirrer menggunakan serat wool pada sampel minuman jajanan dapat
dilihat pada gambar 5.2.
Gambar 5.2 Minuman Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 yang Diuji dengan Hot Plate and
Stirrer Menggunakan Serat Wool
6 (30%)
13 (65%)
1 (5%)
SiropEsAir gula
Ket:
41
Berdasarkan gambar 5.2, diketahui bahwa minuman es yang
diperiksa merupakan jumlah sampel yang paling besar persentasenya
sebesar 65%.
Untuk analisis kandungan zat pewarna sintetis pada minuman
jajanan dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut.
Tabel 5.2 Analisis Kandungan Zat Pewarna Sintetis Pada Minuman
Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014
No.
Sampel
Hasil Pemeriksaan
Jenis Zat Pewarna Sintetis
1. Sirup hijau I Positif Guinea Green B 2. Sirup hijau II Positif Guinea Green B 3. Es teh manis I Positif Aniline Yellow 4. Es teh manis II Positif Aniline Yellow 5. Es teh manis III Positif Azorubin 6. Es teh manis IV Negatif - 7. Es timun Positif Fast Green FCF 8. Es susu coklat I Positif Bismark brown 9. Es susu coklat II Positif Magenta, Enoglaucine A 10. Es susu coklat III Positif Bismark brown 11. Es susu coklat IV Positif Bismark brown,
Amaranth 12. Sirop strawberry Positif Sudan II, Yellow AB 13. Sirop kuning Positif Eritrosin 14. Sirop jeruk Positif Eritrosin 15. Sirop blackcurrent Positif Formyl violet, rose
bengal 16. Es doger Positif Auramin 17. Es vanila blue Positif Brilliant blue FCF 18. Es strawberry Positif Tartazin 19. Es krim Negatif - 20. Air gula Negatif -
42
Berdasarkan tabel 5.2, diketahui bahwa sebanyak 17 sampel
minuman jajanan positif mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang
oleh Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988. Akan tetapi, ada 4 zat
pewarna sintetis yang tidak dilarang yaitu, Aniline yellow, Bismark brown,
Formyl violet, dan Rose bengal.
5.2 Zat Pewarna Sintetis yang Ditemukan pada Makanan Jajanan
Pada sampel makanan jajanan yang diuji dengan Hot Plate and
Stirrer memakai serat wool adalah bumbu, saus dan produk daging olahan.
Ketiga jenis makanan tersebut mengandung pewarna sintetis sementara
pada produk tepung olahan dan bubur tidak diuji.
Hasil uji makanan jajanan yang terdeteksi positif mengandung zat
pewarna sintetis dapat dilihat pada gambar 5.3 dibawah ini:
Gambar 5.3 Hasil Uji Makanan Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 yang Terdeteksi Positif
Mengandung Zat Pewarna Sintetis dengan Hot Plate and Stirrer Menggunakan Serat Woll
1 (11%)
6 (67%)
2 (22%)
Bumbu
Saus
Produk Daging Olahan
Ket:
43
Berdasarkan gambar 5.3 diketahui bahwa makanan yang positif
mengandung pewarna sintetis paling banyak ditemukan pada produk saus
sebesar 67%. Hampir semua zat pewarna sintetis yang dilarang Permenkes
RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 ada di produk saus dan merupakan
sampel makanan jajanan terbanyak dengan jenis pewarna sintetis Sunset
yellow FCF. Dari 9 sampel makanan jajanan yang mengandung zat
pewarna sintetis dapat dilihat pada tabel 5.3:
Tabel 5.3 Jenis Zat Pewarna pada Makanan Jajanan yang Terdeteksi Positif