Top Banner
POTENSI LIMBAH JAGUNG (KULIT, TONGKOL, KLOBOT, JERAMI) SEBAGAI PAKAN TERNAK PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Faktor utama penentu keberhasilan dalam usaha peternakan adalah penyediaan pakan. Salah satu penyediaan pakan bagi ternak ruminansia adalah dengan pemanfaatan pakan asal sisa hasil pertanian, perkebunan maupun agroindustri. Salah satu sisa tanaman pangan dan perkebunan yang mempunyai potensi cukup besar adalah jagung. Apabila limbah yang banyak tersebut tidak dimanfaatkan, maka akan memicu terjadinya pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan merupakan masalah kita bersama, yang semakin penting untuk diselesaikan, karena menyangkut keselamatan, kesehatan, dan kehidupan kita. Siapapun bisa berperan serta dalam menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, termasuk kita. Dimulai dari lingkungan yang terkecil, diri kita sendiri, sampai ke lingkungan yang lebih luas. Untuk itu, agar pencemaran limbah dapat diminimalisir perlu adanya pemanfaatan limbah agar mempunyai daya guna. Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman serelia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan 1
38

kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

Apr 07, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

POTENSI LIMBAH JAGUNG (KULIT, TONGKOL, KLOBOT,JERAMI) SEBAGAI PAKAN TERNAK

PENDAHULUAN

1.Latar BelakangFaktor utama penentu keberhasilan dalam usaha

peternakan adalah penyediaan pakan. Salah satu

penyediaan pakan bagi ternak ruminansia adalah

dengan pemanfaatan pakan asal sisa hasil pertanian,

perkebunan maupun agroindustri. Salah satu sisa

tanaman pangan dan perkebunan yang mempunyai potensi

cukup besar adalah jagung. Apabila limbah yang

banyak tersebut tidak dimanfaatkan, maka akan memicu

terjadinya pencemaran lingkungan. Pencemaran

lingkungan merupakan masalah kita bersama, yang

semakin penting untuk diselesaikan, karena

menyangkut keselamatan, kesehatan, dan kehidupan

kita. Siapapun bisa berperan serta dalam

menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini,

termasuk kita. Dimulai dari lingkungan yang

terkecil, diri kita sendiri, sampai ke lingkungan

yang lebih luas. Untuk itu, agar pencemaran limbah

dapat diminimalisir perlu adanya pemanfaatan limbah

agar mempunyai daya guna.

Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman

serelia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan

1

Page 2: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

tergolong spesies dengan variabilitas genetic

tebesar. Di Indonesia jagung merupakan bahan makanan

pokok kedua setelah padi. Banyak daerah di Indonesia

yang berbudaya mengkonsumsi jagung, antara lain

Madura, Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Maluku Utara,

Nusa Tenggara Timur, dll.

Tanaman jagung termasuk tanaman monokotil dari

genus Zea yang tumbuh dengan baik pada tanahtanah

yang bertekstur latosal dengan tingkat kemiringan 5

- 8%, keasaman 5,6 - 7,5 serta suhu antara 27 - 32°C

(AzRAIet al., 2007). Selain buah atau bijinya, tanaman

jagung menghasilkan limbah dengan proporsi yang

bervariasi dengan proporsi terbesar adalah batang

jagung (stover) diikuti dengan daun, tongkol dan kulit

buahjagung (Umiyasih dan Elizabet wina, 2008).

Seiring dengan kebutuhan jagung yang cukup tinggi,

maka akan bertambah pula limbah yang dihasilkan dari

industri pangan dan pakan berbahan baku jagung.

Salah satu contoh sampah organik adalah kulit jagung

yang merupakan limbah sector pertanian. Limbah kulit

jagung yang sudah tak terpakai ini bisa dimanfaatkan

sebagai kerajinan tangan. Sehingga limbah kulit

jagung ini tidak menjadi sampah yang mencemari

lingkungan. Kerajinan tangan dari kulit jagung bisa

bernilai ekonomis. Namun pada dasarnya limbah jagung

berupa kulit jagung atau klobot jagung sampai saat

ini pemanfaatannya kurang maksimal, padahal

2

Page 3: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

jumlahnya sangat melimpah ruah. Jika dibakar

menimbulkan pencemaran udara, jika dibuang ke sungai

menyebabkan banjir, tumpukannya bisa menyebabkan

sarang penyakit.

Limbah yang dihasilkan diantaranya adalah jerami,

klobot, dan tongkol jagung yang biasanya tidak

dipergunakan lagi ataupun nilai ekonominya sangat

rendah.

Tebon jagung adalah seluruh tanaman jagung

termasuk batang, daun dan buah jagung muda yang

umumnya dipanen pada umur tanaman 45 – 65 hari

(SOEHARSONO dan SUDARYANTO, 2006). Ada pula yang

menyebut tebon jagung tanpa memasukkan jagung muda

ke dalamnya. Biasanya petani jagung seperti ini

bekerja sama dengan peternak besar; petani hanya

menanam jagung sebagai hijauan dan pada umur

tertentu (masih dalam tahap baru berbuah atau tahap

buah muda) seluruh tanaman jagung dipangkas dan

dicacah untuk diberikan langsung ke ternak dan atau

dimasukkan ke dalam tempat tertutup untuk dibuat

silase.

Jerami jagung/brangkasan adalah bagian batang dan

daun jagung yang telah dibiarkan mengering di ladang

dan dipanen ketika tongkol jagung dipetik. Jerami

jagung seperti ini banyak diperoleh di daerah sentra

tanaman jagung yang ditujukan untuk menghasilkan

jagung bibit atau jagung untuk keperluan industri

3

Page 4: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

pakan; bukan untuk dikonsumsi sebagai sayur

(MARIYONO et al., 2004).

Kulit buah jagung/klobot jagung adalah kulit luar

buah jagung yang biasanya dibuang. Kulit jagung

manis sangat potensial untuk dijadikan silase karena

kadar gulanya cukup tinggi (ANGGRAENY et al., 2005;

2006).

Tongkol jagung/janggel adalah limbah yang

diperoleh ketika biji jagung dirontokkan dari

buahnya. Akan diperoleh jagung pipilan sebagai

produk utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol

atau janggel (ROHAENI et al., 2006b).

Tumpi adalah hasil samping yang dihasilkan pada

saat pemipilan/perontokan biji jagung selain tongkol

dan merupakan bagian pangkal dari biji jagung. Tumpi

bersifat kamba (bulky) (PAMUNGKAS et al., 2004).

Homini (empok) adalah hasil samping dari industri

jagung semolina yaitu hasil samping dari penggilingan

jagung secara kering (dry milling).Terdiri dari germ

yang sudah diekstrak minyaknya,endosperm dan kulit

luar yang masih menempel pada fraksi ini.

Adapun hasil samping dari industri jagung yang ada

di luar negeri (SAUVANT et al., 2004) adalah:

Corn distiller’s adalah hasil samping dari proses

distilasi jagung yang terdiri dari biji-biji sisa

dan bahan terlarut dalam proporsi yang bervariasi.

4

Page 5: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

Corn gluten feed (CGF) adalah hasil samping dari

industri pati jagung yang dihasilkan dari proses

penggilingan basah (wet milling). Terdiri dari campuran

dedak, gluten dan kadang-kadang tercampur dengan

bahan konsentrat terlarut dan corn germ. Bahan ini

mengandung serat yang mudah tercerna cukup tinggi.

Corn gluten meal (CGM) adalah hasil samping dari

industri pati jagung yang dihasilkan dari proses

penggilingan basah (wet milling). Terdiri dari gluten

yang diperoleh ketika pati dipisahkan. Mempunyai

warna yang sangat kuning karena mengandung kadar

xantofil yang cukup tinggi untuk pewarna kuning

telur. Proteinnya merupakan bypass protein yang tinggi.

Maize/corn bran (dedak jagung) adalah hasil samping

dari industri tepung jagung atau ”semolina”. Terdiri

dari bagian luar biji jagung sebagai komponen utama

yang tercampur dengan beberapa fragmen germ dan

partikel endosperm.

Maize feed flour adalah hasil samping dari industry

tepung jagung atau semolina. Terdiri dari endosperm

sebagai komponen utama, fragmen germ dan kulit luar.

Maize germ meal, expeller adalah hasil samping dari

industri minyak jagung. Terdiri dari bungkil (minyak

diekstrak secara mekanik) yang masih ada endosperm

dan kulit luarnya. Maize germ meal, solvent extracted adalah

hasil samping dari industri minyak jagung. Terdiri

5

Page 6: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

dari bungkil (minyak diekstrak dengan pelarut

organik) yang masih ada endosperm dan kulit luarnya.

Distiller’s dried grains with solubles (DDGS) adalah hasil

samping dari industri bioetanol. Merupakan campuran

dari bahan terlarut dan bahan padatan yang

dikeringkan. Fraksi terlarut adalah fraksi cairan

setelah alkohol dipisahkan dengan penguapan dan

bahan padatan adalah sisa padatan yang dipisahkan

setelahfermentasi perubahan pati menjadi alkohol

berlangsung. Beberapa hasil samping seperti CGM,

DDGS dan CGF sudah masuk ke Indonesia, tetapi ketiga

produk ini lebih banyak digunakan oleh pabrik pakan

untuk campuran pakan ayam pedaging atau petelur.

Saat ini, DDGS sudah mulai diperkenalkan dan

digunakan sebagai campuran pakan konsentrat oleh

beberapa feedlot di Indonesia (METI, komunikasi

pribadi).

2. Tujuan

Untuk mengetahui proses ata upun cara pengolahan

limbah jagung yang merupakan sisah dari hasil

pengolahan dari jagung, dan juga untuk mengetahui

kandungan nutrisi pada limbah tersebut.

3. Manfaat

Manfaat yang dapat kita peroleh ialah kita dapat

mengtahui kandungan nutrisi pada limbah jagung, dan

6

Page 7: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

juga kita dapat menggunakan atau mengolah limbah

tersebut sebagai bahan pakan untuk ternak.

7

Page 8: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

SELUK BELUK KEBERADAN BAHAN PAKAN

1. JUMLAH DAN KANDUNGA LIMBAH JAGUNG

Jagung (Zea mays) adalah merupakan tanaman pangan

yang penting di Indonesia. Pada tahun 2006, luas panen

jagung adalah 3,5 juta hektar dengan produksi rata-rata

3,47ton/ha, produksi jagung secara nasional 11,7 juta

ton. Menurut Prasetyo (2002) limbah batang dan daun

jagung kering adalah 3,46 ton/ha sehingga limbah

pertanian yang dihasilkan sekitar 12.1juta ton. Dengan

konversi nilai kalori 4370 kkal/kg (Sudradjat, 2004)

potensi energi limbah batang dan daun jagung kering

sebesar 66,35 GJ. Energi tongkol jagung dapat dihitung

dengan menggunakan nilai Residue to Product Ratio (RPR) tongkol

jagung adalah 0,273 (pada kadar air 7,53%) dan nilai

kalori 4451 kkal/kg (Koopmans and Koppejan, 1997;

Sudradjat, 2004). Potensi energi tongkol jagung adalah

55,75 GJ.

Konsentrat sumber energi adalah bahan makanan

ternak yang tinggi kandungan energi dan rendah

kandungan serat kasar (<18%), serta umumnya mengandung

protein yang lebih rendah dari 20%.

Sifat tongkol jagung yang memiliki kandungan

karbon yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

untuk mengeringkan 6 ton jagung dari kadar air 32.5%

8

Page 9: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

sampai 13.7% bb selama 7 jam diperlukan sekitar 30 kg

tongkol jagung kering per jam (Alkuino 2000).

Nilai nutrisi dari limbah tanaman dan hasil

samping industri jagung sangat bervariasi (Tabel 1, 2

dan 3). Kulit jagung mempunyai nilai kecernaan bahan

kering in vitro yang tertinggi (68%) sedangkan batang

jagung merupakan bahan yang paling sukar dicerna di

dalam rumen (51%) (MCCTUCHEON dan SAMPLES, 2002). Nilai

kecernaan kulit jagung dan tongkol (60%) ini hamper

sama dengan nilai kecernaan rumput Gajah sehingga kedua

bahan ini dapat menggantikan rumput Gajah sebagai

sumber hijauan. Total nutrien tercerna (TDN) yang

tertinggi terkandung pada silase tanaman jagung

termasuk buah yang matang sedangkan yang terendah

dijumpai pada tongkol (Tabel 2). Faktor yang penting

dalam menyusun ransum komplit adalah nilai TDN.

Kebutuhan TDN untuk penggemukan sapi potong maupun sapi

perah cukup tinggi dan syarat minimum TDN dapat dilihat

dalam NRC (2001).

2. CARA MEMPEROLEH Kualitas

Palatabilitas tongkol jagung yang rendah masih

dapat dimanfaatkan sebagai pakan ruminansia dengan

pengolahan terlebih dahulu (Wardhani dan Musofie,

1991). Peningkatan kualitas nutrisi pada tongkol jagung

9

Page 10: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

melalui pengurangan ukuran partikel dan fermentasi

secara nyata dapat meningkatkan protein kasar, namun

tidak mampu memperbaiki nilai nutrisi pada serat kasar

maupun pada total digestible nutrients (TDN).

Nilai palatabilitas yang diukur secara kualitatif

menunjukkan bahwa daun dan kulit jagung lebih disukai

oleh ternak dibandingkan dengan batang ataupun tongkol

(Wilson et al., 2004). Nilai proporsi limbah yang hampir

sama dilaporkan oleh Anggraeny et al. (2006) yaitu limbah

dari beberapa varietas jagung yang dikembangkan oleh

Balai Penelitian Jagung dan Serealia, Maros. Proporsi

batang bervariasi antara 55,38 – 62,29%, proporsi daun

antara 22,57 – 27,38% dan proporsi klobot antara 11,88

– 16,41%. Dalam studi Anggraeny et al. (2006), tongkol

jagung tidak diperhitungkan dalam proporsi limbah.

Brangkasan jagung baik diberikan untuk ternak sapi

karena mengandung serat dan protein yang cukup. Pakan

dari brangkasan jagung memiliki kualitas yang lebih

baik dari jerami padi, karena brangkasan jagung

memiliki kandungan serat kasar 27,8% dan protein 7,4%

sementara padi kandungan serat kasar 28,8% dan protein

4,5% (Subandi dan Zubachtirodin, 2004).

Beberapa pendekatan untuk meningkatkan mutu limbah

hasil petanian dan perkebunan sebagai pakan ternak

telah dikembangkan, antara lain melalui pengolahan

10

Page 11: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

(pretreatment) limbah hasil pertanian, suplementasi pakan

dan pemilihan limbah pertanian dan perkebunan.

Proses

Peningkatan mutu limbah hasil pertanian dan

perkebunan sebagai pakan ternak umumnya dilakukan

melalui pengolahan terlebih dahulu sebelum limbah

pertanian dan perkebunan diberikan kepada ternak, yang

secara garis besarnya terdiri dari:

1. Perlakuan fisik: pemotongan menjadi bagian yang lebih

kecil, penggilingan, pemanasan, perendaman,

pengeringan atau penyinaran.

2. Perlakuan kimia: dengan penambahan basa, asam dan

oksidasi seperti penambahan NaOH, Ca(OH)2,

ammonium hidroksida, gas klor dan sulfur dioksida.

3. Perlakuan biologi: melalui pengomposan, fermentasi,

penambahan enzim, atau menumbuhkan jamur dan

bakteri.

4. Kombinasi diantara ketiga perlakuan tersebut

diatas.

Metoda fisik yang terdiri dari pemotongan,

pemanasan, penggilingan, pengeringan dan penyinaran

diketahui tidak akan merubah nilai nutrisi suatu bahan

pakan ternak. Oleh karena itu pendekatan ini jarang

11

Page 12: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

dilakukan dalam penyediaan pakan untuk ternak. Namun

demikian metoda ini khususnya pemanasan dan pengeringan

dapat digunakan untuk mengurangi toksisitas suatu

tanaman.

Penggunaan limbah tanaman jagung sebagai pakan dalam

bentuk segar adalah yang termudah dan termurah tetapi

pada saat panen hasil limbah tanaman jagung ini cukup

melimpah maka sebaiknya disimpan untuk stok pakan pada

saat musim kemarau panjang atau saat kekurangan pakan

hijauan. Pengolahan limbah jagung merupakan hal yang

diperlukan agar kontinuitas pakan terus terjamin.

Walaupun sebagian besar limbah tersebut diberikan

kepada ternak dengan cara menggembalakan ternak

langsung di areal penanaman setelah jagung dipanen,

namun sebagian limbah tersebut diproses atau disimpan

dengan cara dibuat hay (menjadi jerami jagung kering)

atau diawetkan dalam bentuk silase sebagai pakan

cadangan (MCCUTCHEON dan SAMPLES, 2002).

Dalam memanfaatkan limbah hasil pertanian dan

perkebunan sebagai pakan ternak, seleksi jenis limbah

tanaman perlu dilakukan untuk mengurangi efek samping

terhadap kesehatan ternak dan keamanan produknya.

Seleksi dapat dilakukan dengan mengetahui terlebih

dahulu mutu nutrisi pakan limbah pertanian dan

perkebunan, kandungan toksin dan/atau antinutrisi

didalam tanaman dan cemaran berbahaya pada tanaman.

Seiring dengan meningkatnya aktivitas pertanian organik

12

Page 13: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

saat ini, maka limbah hasil pertanian organik tersebut

merupakan alternatif yang dapat diterapkan untuk

mendapatkan pakan limbah yang mampu mengurangi resiko

terjadinya residu bahan beracun berbahaya pada produk

ternak serta mengurangi ancaman terhadap kesehatan

ternak. Pertanian organik merupakan salah satu

pendekatan alternatif untuk meminimalisasi residu

pestisida baik pada produk ternak, pertanian maupun

kontaminasi pada lahan pertanian. Indraningsih et al.,

(2004) melakukan serangkaian pengamatan penggunaan

limbah hasil pertanian organic sebagai pakan terhadap

residu pestisida pada produk ternak.

3. KENDALA PEMANFAATAN SEBAGAI PAKAN TERNAK

Tanaman jagung termasuk jenis tanaman pangan yang

diketahui banyak mengandung serat kasar dimana tersusun

atas senyawa kompleks lignin, hemiselulose dan selulose

(lignoselulose), dan masing-masing merupakan senyawa-

senyawa yang potensial dapat dikonversi menjadi senyawa

lain secara biologi. Selulose merupakan sumber karbon

yang dapat digunakan mikroorganisme sebagai substrat

dalam proses fermentasi untuk menghasilkan produk yang

mempunyai nilai ekonomi tinggi (Aguirar, 2001; Suprapto

dan Rasyid, 2002).

13

Page 14: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

Tongkol jagung merupakan sisa hasil pertanian yang

masih memiliki kualitas yang rendah. Tongkol jagung

digunakan sebagai bahan konsentrat pada pakan ternak

ruminansia. Kandungan serat kasar tinggi, protein dan

kecernaan rendah. Oleh karena itu, dalam pemanfaatannya

sebagai bahan pakan, tongkol jagung perlu ditingkatkan

kualitasnya antara lain dengan teknologi pengolahan

amoniasi fermentasi (amofer).

Limbah perkebunan jagung bukanlah pakan yang

berkualitas baik karena mengandung kadar protein dan

karotenoid yang rendah dan kadar serat yang tinggi dan

juga mudah ditumbuhi cendawan pada kondisi suhu panas..

Bila limbah perkebunan ini diberikan kepada ternak

tanpa disuplementasi atau diberi perlakuan sebelumnya

maka nutrisi limbah ini tidak akan cukup untuk

mempertahankan kondisi ternak. Oleh sebab itu,

disarankan pencampuran jerami jagung dengan leguminosa

sebagai sumber protein ketika akan diberikan ke ternak

atau bila hendak dibuat silase (Kaiser dan Piltz,

2002).

Penggunaan limbah hasil pertanian/perkebunan sebagai

pakan ternak terlihat mudah dan ekonomis, namun perlu

memperhatikan akan timbulnya residu kimiawi di dalam

produk ternak yang dihasilkan serta kandungan

antinutrisi atau toksin yang terdapat di dalam limbah

hasil pertanian tersebut. Beberapa tanaman pangan

maupun perkebunan dilaporkan terdapat toksin dan

14

Page 15: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

antinutrisi yang dapat mempengaruhi kesehatan ternak,

ternyata memiliki beberapa kelemahan berupa efek

samping terhadap kesehatan ternak dan manusia yang

bukan merupakan target utamanya. Efek toksik dari

pestisida terhadap berbagai hewan non-target seperti

unggas, sapi dan bahkan manusia telah banyak dilaporkan

(Sabrani dan Setioko, 1983; Indraningsih, 1988; Njau,

1988).

Keracunan pestisida organofosfat (OP) pada sapi

perah di Jawa Barat terlihat setelah diberi pakan

hijauan yang terkontaminasi yang meliputi hiperemia

mata, eksudasi cairan mukus pada mata, hipersalivasi,

diare, sesak napas dan kematian ternak (Indraningsih,

1988). Disamping itu residu pestisida dapat terbentuk

di dalam produk ternak akibat penggunaan yang

berlebihan tanpa mengikuti petunjuk aturan pakai yang

telah disarankan oleh produsen. Residu pestisida dalam

produk ternak dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat

sebagai konsumen produk ternak tersebut seperti gejala

keracunan, imunosupresi dan karsinogenik (Goebel et al.,

1982; Varsheya et al., 1988).

Jagung mudah ditumbuhi cendawan (mikotoksin) bila

kadar airnya lebih dari 14% atau aw = 0,62. Cendawan

akan lebih mudah tumbuh kalau jagung basah disimpan di

ruangan yang panas dan lembab. Apabila cendawan yang

tumbuh menghasilkan racun maka racun tersebut

berpengaruh buruk terhadap ternak. Beberapa jenis racun

15

Page 16: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

cendawan atau mikotoksin ditemukan pada jagung,

termasuk aflatoksin, T-2 toksin, zealarenon, dan DON.

Racun aflatoksin hampir selalu dijumpai pada jagung di

Indonesia dengan kadar bervariasi antara 20-2.000 ppb

(Tangendjaja dan Rachmawati 2006). Racun ini dapat

menimbulkan kanker hati pada ternak terutama itik yang

sangat sensitif terhadap racun aflatoksin dan menekan

kekebalan tubuh sehingga dapat menurunkan produksi.

Jagung juga mengandung senyawa anti nutrisi berupa

asam fitat yang dapat menghambat penyerapan mineral

dalam tubuh (Proll et al. 1998; Faber et al. 2005; Onofiok

dan Nnanyelugo 2006). Asam fitat (mio-inositol

heksakisfosfat) merupakan bentuk penyimpanan fosfor

yang terbesar pada tanaman serealia dan leguminosa. Di

dalam biji, fitat merupakan sumber fosforus dan

inositol utama bagi tanaman, terdapat dalam bentuk

garam dengan kalium, kalsium, magnesium, dan logam

lain. Pada kondisi alami, asam fitat akan membentuk

ikatan baik dengan mineral bervalensi dua (Ca, Mg, Fe),

maupun protein menjadi senyawa yang sukar larut. Hal

ini menyebabkan mineral dan protein tidak dapat diserap

tubuh, atau nilai cernanya rendah, oleh karena itu asam

fitat dianggap sebagai antinutrisi pada bahan pangan.

Ketidaklarutan fitat pada beberapa keadaan merupakan

salah satu faktor yang secara nutrisional dianggap

tidak menguntungkan, karena dengan demikian menjadi

sukar diserap tubuh. Dengan adanya perlakuan panas, pH,

16

Page 17: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

atau perubahan kekuatan ionik selama pengolahan dapat

mengakibatkan terbentuknya garam fitat yang sukar

larut.

Kendala yang dihadapi kemungkinan adalah tidak

adanya ruang penyimpanan yang memadai. Bila silase

dibuat dalam kantong plastik, dibutuhkan suasana kedap

udara dan plastik tidak boleh robek atau bocor. Gigitan

tikus biasanya merupakan penyebab utama kantong plastic

robek/bocor. Kendala lain adalah tidak adanya tambahan

modal untuk menyediakan/membeli kantong plastik atau

ember/drum plastik. Kurangnya waktu untuk membuat

silase karena petani biasanya sibuk untuk mengeringkan

hasil panen biji-biji jagung terlebih dahulu. Selain

dibuat hay dan silase, limbah jagung dapat juga

diamoniasi. Amoniasi dapat dilakukan sebelum dibuat

silase dengan menambahkan urea sebanyak 34 g per kg

limbah. Literatur mengenai proses amoniasi jerami

jagung masih terbatas, sebaliknya amoniasi telah sering

dilakukan untuk limbah pertanian yang lain misalnya

jerami padi. Sifat basa dalam proses amoniasi akan

membengkakkan serat/memotong ikatan glikosida di dalam

selulosa (proses swelling) sehingga serat menjadi mudah

dihancurkan oleh mikroba-mikroba di dalam rumen.

4. CARA MENGATASI

Pengolahan Limbah Jagung

17

Page 18: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

Upaya peningkatan kualitas tongkol jagung sebagai

pakan ruminasia dapat dilakukan dengan perlakuan fisik,

kimiawi, biologi atau gabungan perlakuan tersebut.

Perlakuan fisik dengan pencacahan dapat digabungkan

dengan perlakuan kimiawi berupa amoniasi dan perlakuan

biologi yaitu fermentasi menggunakan starter mikrobia

sellulolitik. Salah satu fungsi amoniasi adalah memutus

ikatan lignoselulosa dan hemiselulosa serta menyediakan

sumber N untuk mikrobia, sedangkan fungsi fermentasi

adalah dapat menurunkan serat kasar dan sekaligus

meningkatkan kecernaan bahan pakan berserat. Proses

fermentasi bertujuan menurunkan kadar serat kasar,

meningkatkan kecernaan dan sekaligus meningkatkan kadar

protein kasar (Tampoebolon, 1997). Penggunaan teknologi

amoniasi fermentasi, dapat meningkatkan kandungan

protein kasar tongkol jagung dengan menurunkan

kandungan serat kasar, serta meningkatkan kecernaan

tongkol jagung, sehingga dapat digunakan sebagai

alternatif pakan yang baik untuk ternak ruminansia.

Penggunaan limbah tanaman jagung sebagai pakan

dalam bentuk segar adalah yang termudah dan termurah

tetapi pada saat panen hasil limbah tanaman jagung ini

cukup melimpah maka sebaiknya disimpan untuk stok pakan

pada saat musim kemarau panjang atau saat kekurangan

pakan hijauan. Di Indonesia, kebanyakan petani akan

memberikan tanaman jagung secara langsung kepada

ternaknya tanpa melalui proses sebagaimana yang

18

Page 19: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

dilakukan oleh peternak komersial sapi perah yang ada

di Sumatera Utara (Sitepu, komunikasi pribadi) ataupun

di Jawa Timur (Wibowo, komunikasi pribadi).

Di daerah Indonesia bagian Timur, jerami jagung

selain diberikan dalam bentuk segar, dapat dikeringkan

atau diolah menjadi pakan awet seperti pelet, cubes dan

disimpan untuk cadangan pakan ternak (Nulik et al., 2006).

Sedangkan di Amerika dan negara lain seperti Argentina

dan Brazil yang merupakan negara produsen jagung,

limbah jagung sangat berlimpah (Mccutcheon dan Samples,

2002). Pengolahan limbah jagung merupakan hal yang

diperlukan agar kontinuitas pakan terus terjamin.

Walaupun sebagian besar limbah tersebut diberikan

kepada ternak dengan cara menggembalakan ternak

langsung di areal penanaman setelah jagung dipanen,

namun sebagian limbah tersebut diproses atau disimpan

dengan cara dibuat hay (menjadi jerami jagung kering)

atau diawetkan dalam bentuk silase sebagai pakan

cadangan (Mccutcheon dan Samples, 2002).

Beberapa teknologi pengolahan limbah jagung yang

telah dikenal antara lain adalah:

Pembuatan hay

Di Indonesia, hay dengan mudah dibuat dengan

membiarkan sisa panen jagung di bawah terik matahari

sehingga diperoleh jerami jagung yang kering, Di luar

negeri yang jumlah limbahnya setelah panen sangat

melimpah dan waktu panen sudah mendekati musim dingin,

19

Page 20: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

maka pembuatan hay harus menggunakan mesin pengering.

Setelah kering, hay dikumpulkan dan dipadatkan

menyerupai gelondongan kemudian ditutup dengan plastik

agar tidak kehujanan untuk digunakan sebagai persediaan

pakan ternak selama musim dingin. Penyimpanan hay di

tempat kering merupakan hal yang harus dipraktekkan.

Kondisi yang panas dan lembab di Indonesia sangat

memudahkan tumbuhnya jamur pada hay yang menjadi basah

bila penyimpanannya kurang baik.

Pembuatan silase

Limbah jagung yang dapat dibuat silase adalah

seluruh tanaman termasuk buah mudanya atau buah yang

hampir matang atau limbah yang berupa tanaman jagung

setelah buah dipanen dan kulit jagung. Tanaman jagung

yang tersisa dari panen jagung masih cukup tinggi kadar

airnya. Untuk pembuatan silase, dibutuhkan kadar air

sekitar 60%. Oleh sebab itu, tanaman jagung harus

dikeringkan sekitar 2 – 3 hari. Limbah dipotong menjadi

potongan-potongan kecil lalu dimasukkan sambil

dipadatkan sepadat mungkin ke dalam kantong-kantong

plastik kedap udara atau dalam silo-silo yang berbentuk

bunker (NUSIO, 2005).

Bila dalam proses pembuatan silase suasana kedap

udara tidak 100% maka bagian permukaan silase sering

terkontaminasi dan ditumbuhi oleh bakteri lain yang

merugikan seperti bakteri Clostridium tyrobutyricum yang

20

Page 21: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

mampu mengubah asam laktat menjadi asam butirat

(DRIEHUIS dan GIFFEL, 2005). Bila seluruh tanaman

jagung termasuk buahnya dibuat menjadi silase maka

karbohidrat terlarut yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

bakteri sudah mencukupi. Bila yang dibuat silase hanya

jerami jagung atau kulit jagung, maka perlu ditambahkan

molases sebagai sumber karbohidrat terlarut atau dapat

pula ditambahkan starter (bakteri atau campurannya) untuk

mempercepat terjadinya silase. Mikroba yang ditambahkan

biasanya bakteri penghasil asam laktat seperti

Lactobacillus plantarum, Lactobacillus casei, Lactobacillus lactis,

Lactobacillus bucheneri, Pediocococcus acidilactici, Enterococcus

faecium, yang menyebabkan pH silase cepat turun (NUSIO,

2005).

Proses silase akan memakan waktu kurang lebih 3

minggu bila tidak ditambah starter. Produk silase jagung

yang baik atau sudah jadi ditandai dengan bau yang agak

asam karena pH silase biasanya rendah (sekitar 4) dan

berwarna coklat muda karena warna hijau daun dari

khlorofil akan hancur sehingga limbah menjadi

kecoklatan. Bila ditambah molases, silase yang

dihasilkan agak berbau sedikit harum. Walaupun baunya

agak asam, akan tetapi cukup palatabel bagi ternak.

Silase merupakan proses yang sangat umum dilakukan di

negara-negara yang mempunyai 4 musim karena pada musim

dingin, tidak tersedia stok rumput segar untuk

diberikan ternak. Banyak sekali penelitian yang telah

21

Page 22: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

dilaporkan untuk melihat pengaruh jenis tanaman jagung,

ukuran cacahan, umur panen, dan sebagainya. terhadap

kualitas silase maupun performans ternak (JOHNSON et al.,

2003; NEYLON dan KUNG, 2003), namun sampai saat ini

proses adopsi teknologi ini tetap saja rendah di

tingkat peternak padahal di Indonesia terutama di

daerah Indonesia bagian Timur sering terjadi kemarau

panjang yang mengakibatkan kekurangan pakan

berkualitas.

Fermentasi

Proses fermentasi juga telah dilakukan terhadap

limbah tanaman jagung. PAMUNGKAS et al. (2006) menggunakan

Pleurotus flabelatus untuk fermentasi jerami jagung. Jamur

Pleurotus merupakan jamur pembusuk putih (white rot fungi).

Jamur ini dapat mengeluarkan enzim-enzim pemecah

selulosa dan lignin sehingga kecernaan bahan kering

jerami jagung akan meningkat. Sedangkan ROHAENI et al.

(2006a) menggunakan Trichoderma virideae untuk

memfermentasi tongkol jagung. Sebelum proses fermentasi

dilakukan, diperlukan mesin penghancur/penggiling

tongkol jagung sehingga diperoleh ukuran partikel

tongkol jagung sebesar butiran biji jagung. Jamur

Trichoderma termasuk jamur penghasil selulase sehingga

banyak digunakan untuk memfermentasi limbah-limbah

pertanian. Tongkol dicampur dengan jamur Trichoderma dan

dibiarkan selama 4 – 7 hari dalam tempat tertutup.

22

Page 23: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

Fermentasi biasanya akan meningkatkan nilai nutrisi

atau nilai kecernaan bahan kering suatu bahan serta

dapat pula menyebabkan bahan menjadi lebih palatabel

bagi ternak.

Pemanfaatan tongkol jagung sebagai komponen ransum

domba belum banyak dilakukan karena sifat fisik yang

keras ditambah dengan nilai nutrisinya yang rendah,

sehingga diperlukan upaya pengolahan lebih lanjut untuk

memperbaiki nilai nutrisinya. Perkembangan teknologi

pascapanen jagung dalam menghasilkan jagung pipilan

kering telah mampu menghasilkan limbah berupa tongkol

jagung dengan ukuran partikel yang lebih kecil sehingga

memungkinkan digunakan sebagai komponen ransum domba.

Namun pada kondisi seperti ini, nilai nutrisi tongkol

jagung tidak mengalami perubahan sehingga bentuk

pengolahan lain yang dapat meningkatkan nilai

nutrisinya masih perlu dilakukan. Salah satu metode

pengolahan yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan jasa

teknologi fermentasi menggunakan kapang Neurospora

sitophila.

Menurut Rachman (1989) fermentasi merupakan proses

yang melibatkan aktifitas mikroba untuk memperoleh

energi melalui pemecahan substrat yang berguna untuk

keperluan metabolisme dan pertumbuhannya sehingga dapat

menyebabkan perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat

dari pemecahan kandungan zat makanan dalam bahan pakan

tersebut. Lebih lanjut dikemukakan oleh Winarno, dkk

23

Page 24: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

(1980) bahwa hasil fermentasi terutama tergantung pada

substrat, jenis mikroba dan kondisi di sekelilingnya

yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme

mikroba tersebut. Pada proses fermentasi, mikroba akan

membutuhkan sejumlah energi untuk pertumbuhan dan

perkembangbiakannya yang akan diperoleh melalui

perombakan zat makanan didalam substrat. Perubahan

kimia yang terjadi didalam substrat diakibatkan oleh

aktifitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba tersebut

yang meliputi perubahan molekul komplek seperti

karbohidrat, protein, dan lemak menjadi molekul yang

lebih sederhana dan mudah dicerna.

Proses fermentasi menggunakan kapang Neurospora sp

dapat menghasilkan perubahan nilai nutrisi tongkol

jagung, karena Neurospora sp mengandung sejumlah spora

yang pada pertumbuhannya mampu menghasilkan enzim

amilolitik, proteolitik dan lipolitik serta adaptip

terhadap lingkungan aerobik sehingga dapat menguraikan

komponen zat makanan didalam substrat menjadi komponen

yang lebih kecil, lebih mudah larut dan menghasilkan

aroma yang khas (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Neurospora

sitophila sebagai kapang kelas Ascomycetes,merupakan soft rot

fungi yang dapat mendegradasi lignin dan bahan

lignoselulolitik (Amer dan Stephen, 1980). Neurospora

sitophila mudah tumbuh dan cepat menghasilkan keturunan,

kapang ini dapat tumbuh baik pada kelembaban yang

tinggi dan mempunyai suhu pertumbuhan antara 200 C

24

Page 25: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

sampai 300 C pada kondisi aerobic (Judoamidjojo, dkk,

1989). Neurospora sitophila termasuk kapang mesophilik yang

memiliki suhu optimum pertumbuhan sekitar 300 C dengan

angka kelembaban sekitar 70 % sampai 90 %, sedangkan pH

lingkungan yang dibutuhkannya berkisar antara 4,5 – 6,5

(Steinkraus, dkk. 1965).

5. PEMBERIAN PADA TERNAK

Limbah jagung dalam bentuk kering, untuk ternak

ruminansia dapat diberikan 30 – 40% dari jumlah pakan

yang diberikan. Bila diberikan diatas komposisi

tersebut menyebabkan kandungan gizi yang didapat oleh

ternak kurang berimbang, akibatnya ternak akan menerima

kelebihan energi namun mengalami defisiensi protein

(Saun, 1991 dalam Yasa dan Adijaya, 2004).

Penggunaan tongkol jagung yang telah difermentasi

dengan Aspergillus niger sebanyak 50% dalam konsentrat

pada sapi PO yang mendapat pakan basal jerami padi

mampu menghasilkan pertambahan bobot hidup harian

(PBBH) yang tidak berbeda nyata dengan sapi PO yang

diberi pakan konsentrat tanpa tongkol jagung, sehingga

penggunaan tongkol jagung dalam konsentrat sebanyak 50%

mampu meningkatkan nilai keuntungan (Anggraeny et al.,

2008).

25

Page 26: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

Menurut Tangendjaja dan Gunawan, (1988), menyatakan

bahwa janggel jagung banyak digunakan terutama untuk

penggemukan sapi, dengan komposisi sebanyak 20% dari

seluruh pakan yang diberikan. Jika seluruh pakan sapi

sebanyak 7,5 kg/ekor/hari maka komposisi 20% menjadi

1,5 kg/ekor/hari. Jika dalam 1 ha tanaman jagung

dihasilkan 2.748 kg janggel jagung (Varietas Bima-4),

dengan pemberian 1,5 kg janggel/ekor/hari, akan dapat

memenuhi kebutuhan sapi sebanyak 5,02 ekor/tahun. Bila

luas penanaman jagung di NTB tahun 2010 seluas 97.120

ha, maka akan dapat memenuhi pakan sapi sebanyak

487.542 ekor.

Silase jagung HC (dipotong setinggi 45,7cm dari

tanah) mempunyai kecernaan NDF yang lebih tinggi. Sapi

laktasi yang diberi pakan silase ini, produksi susunya

yang cenderung lebih tinggi dibanding yang diberi

silase jagung NC (dipotong setinggi 12,7 cm dari tanah)

(Neylon and Kung 2003).

Di Irlandia Utara, silase jagung digunakan untuk

menggantikan sebagian silase rumput yang telah

digunakan terlebih dahulu dan penelitian menunjukkan

bahwa pemberian silase jagung dapat meningkatkan

konsumsi hijauan (1,5 kg BK/hari, lebih tinggi dari

kontrol). Begitu pula, produksi, lemak, dan protein

susu masing-masing lebih tinggi 1,4 kg/hari, 0,6 g/kg,

dan 0,8 g/ kg dari kontrol (Keady 2005).

26

Page 27: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

Di beberapa kabupaten di Indonesia, telah

dilakukan pengkajian integrasi jagung dengan ternak,

terutama sapi. Dibandingkan dengan pakan tradisional,

pemberian limbah tanaman jagung dalam bentuk hay,

silase, atau fermentasi dapat meningkatkan bobot badan

harian sapi (Anggraeny et al. 2005, Rohaeni et al.

2006, Sariubang et al. 2006). Di Jawa Timur, pemberian

tumpi jagung meningkatkan bobot badan ternak dan

mengurangi biaya pakan (Pamungkas et al. 2006).

Penggunaan tongkol jagung sebagai sumber serat bagi

ternak ruminansia perlu diikuti oleh penambahan bahan

lain sebagai sumber protein, mineral, dan vitamin agar

ternak dapat tumbuh optimum. Sistem usahatani integrasi

jagung dengan sapi juga mampu memberikan keuntungan

yang lebih besar, karena lebih efisien dalam penyediaan

pakan ternak dan bahan organik.

Di luar negeri, silase limbah perkebunan jagung

telah umum digunakan sebagai sumber hijauan dan dipakai

untuk menggantikan sebagian silase rumput (KEADY,

2005). Pengkajian berbagai bentuk silase tanaman jagung

di peternakan sapi potong dan sapi perah telah

dilakukan di berbagai negara (TJARDES et al., 2002; BAL

et al., 2000; NEYLON dan KUNG, 2003; KEADY, 2005).

Pemberian silase jagung yang berbeda kandungan NDFnya

(34 dan 51%) kepada dua bangsa sapi (Angus dan

Holstein) memberikan respon yang berbeda. Kandungan NDF

yang lebih tinggi menurunkan konsumsi bahan kering

27

Page 28: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

silase jagung pada kedua bangsa sapi tersebut tetapi

jumlah energy tercerna pada bangsa sapi Angus lebih

tinggi dari pada Holstein (TJARDES et al., 2002). Dari

sembilan studi di Irlandia Utara, silase seluruh

tanaman jagung yang dipakai menggantikan silase rumput

dapat meningkatkan konsumsi hijauan (1,5 kg BK/hari),

PBHH (0,23 kg/hari) dan berat karkas (12 kg). Begitu

pula hasil dari beberapa penelitian pada sapi perah,

menghasilkan hasil positif yaitu meningkatnya konsumsi

hijauan (1,5 kg BK/hari), produksi susu (1,4 kg/hari),

lemak susu (0,6 g/kg) dan konsentrasi protein susu (0,8

g/kg) (KEADY, 2005). Pemberian silase tanaman jagung

kepada sapi potong menghasilkan performans reproduksi

yang tidak berbeda nyata bila disuplemen dengan

konsentrat campuran jagung dan bungkil kedelai

dibandingkan dengan bungkil kanola (HOWLETT et al., 2003).

Pemberian jerami jagung, tumpi atau tongkol ada

kalanya dicampur dengan sumber serat lainnya seperti

rumput Gajah (MARIYONO et al., 2004) atau jerami padi

(UMIYASIH et al., 2004). Hal ini dilakukan bila

ketersediaan sumber serat lain melimpah. Pemberian

pakan tambahan/suplemen selain jerami, tumpi atau

tongkol jagung dapat meningkatkan PBHH. Pemberian

jerami jagung yang difermentasi tanpa pakan konsentrat

memberikan PBHH sapi yang paling rendah (0,46 kg/hari)

dibandingkan dengan penelitian lain. Sedangkan

pemberian pakan suplemen seperti dedak menyebabkan PBHH

28

Page 29: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

yang lebih baik (MARIYONO et al., 2005). PBHH akan

semakin tinggi bila pemberian jerami disertai dengan

konsentrat dan juga suplemen multi nutrien (ANGGRAENY

et al., 2005), atau vitamin dan mineral (UMIYASIH et al.,

2006).

Pemberian silase jagung yang berbeda

kandunganNDFnya (34 dan 51%) kepada dua bangsa sapi

(Angus dan Holstein) memberikan respon yang berbeda.

Kandungan NDF yang lebih tinggi menurunkan konsumsi

bahan kering silase jagung pada kedua bangsa sapi

tersebut tetapi jumlah energy tercerna pada bangsa sapi

Angus lebih tinggi dari pada Holstein (TJARDES et al.,

2002). Dari sembilan studi di Irlandia Utara, silase

seluruh tanaman jagung yang dipakai menggantikan

silase rumput dapat meningkatkan konsumsi hijauan (1,5

kg BK/hari), PBHH (0,23 kg/hari) dan berat karkas (12

kg). Begitu pula hasil dari beberapa penelitian pada

sapi perah, menghasilkan hasil positif yaitu

meningkatnya konsumsi hijauan (1,5 kg BK/hari),

produksi susu (1,4 kg/hari), lemak susu (0,6 g/kg) dan

konsentrasi protein susu (0,8 g/kg) (KEADY, 2005).

Pemberian silase tanaman jagung kepada sapi potong

menghasilkan performans reproduksi yang tidak berbeda

nyata bila disuplemen dengan konsentrat campuran jagung

dan bungkil kedelai dibandingkan dengan bungkil kanola

(HOWLETT et al., 2003)

29

Page 30: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

KANDUNGAN ZAT MAKANAN

Komposisi limbah tanaman jagung

Tanaman jagung termasuk tanaman monokotil dari

genus Zea yang tumbuh dengan baik pada tanahtanah yang

bertekstur latosal dengan tingkat kemiringan 5 – 8%,

keasaman 5,6 – 7,5 serta suhu antara 27 – 32ºC (AZRAI

et al., 2007). Selain buah ataubijinya, tanaman jagung

menghasilkan limbah dengan proporsi yang bervariasi

dengan proporsi terbesar adalah batang jagung (stover)

diikuti dengan daun, tongkol dan kulit buah jagung

(Tabel 1). Nilai palatabilitas yang diukur secara

kualitatif menunjukkan bahwa daun dan kulit jagung

lebih disukai oleh ternak dibandingkan dengan batang

ataupun tongkol (WILSON et al., 2004). Nilai proporsi

limbah yang hampir sama dilaporkan oleh ANGGRAENY et al.

(2006) yaitu limbah dari beberapa varietas jagung yang

dikembangkan oleh Balai Penelitian Jagung dan Serealia,

Maros. Proporsi batang bervariasi antara 55,38 –

62,29%, proporsi daun antara 22,57 – 27,38% dan

proporsi klobot antara 11,88 – 16,41%. Dalam studi

ANGGRAENY et al. (2006), tongkol jagung tidak

diperhitungkan dalam proporsi limbah.

Nilai nutrisi

30

Page 31: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

Nilai nutrisi dari limbah tanaman dan hasil

samping industri jagung sangat bervariasi (Tabel 1, 2

dan 3). Kulit jagung mempunyai nilai kecernaan bahan

kering in vitro yang tertinggi (68%) sedangkan batang

jagung merupakan bahan yang paling sukar dicerna di

dalam rumen (51%) (MCCTUCHEON dan SAMPLES, 2002). Nilai

kecernaan kulit jagung dan tongkol (60%) ini hampir

sama dengan nilai kecernaan rumput Gajah sehingga kedua

bahan ini dapat menggantikan rumput Gajah sebagai

sumber hijauan. Total nutrien tercerna (TDN) yang

tertinggi terkandung pada silase tanaman jagung

termasuk buah yang matang sedangkan yang terendah

dijumpai pada tongkol (Tabel 2). Faktor yang penting

dalam menyusun ransum komplit adalah nilai TDN.

Kebutuhan TDN untuk penggemukan sapi potong maupun sapi

perah cukup tinggi dan syarat minimum TDN dapat dilihat

dalam NRC (2001).

Kandungan nutrisi pada tongkol jagung adalah sebagai

berikut:

Tabel 1. Proporsi limbah tanaman jagung, kadar protein kasar dan nilai kecernaan bahan keringnya

Limbah Kadar air Proporsi Protein Kecernaan

31

Page 32: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

jagung (%) limbah(% BK)

kasar(%)

BK in vitro(%)

Batang Daun Tongkol Kulit jagung

70 – 7520 – 2550 – 5545 – 50

50202010

3,77,02,82,8

51586068

Sumber: MCCUTCHEON dan SAMPLES (2002); WILSON et al. (2004)

Protein Kasar

Kisaran kandungan protein kasar tongkol jagung

hasil bioproses menggunakan kapang Neurospora sitophila

dengan suplementasi sulpur dan nitrogen adalah 9,30%

yang dihasilkan dari proses fermentasi dengan

suplementasi 0,02 % sulpur dengan 1,00 % nitrogen

sampai 21,28 % pada fermentasi dengan suplementasi 0,04

% sulpur dengan 2,50 % nitrogen. Uji statistic

menggunakan Sidik Ragam dilakukan untuk mengetahui

pengaruh perlakuan terhadap kandungan protein kasar,

hasilnya menunjukan bahwa terdapat interaksi pengaruh

antara suplementasi sulpur dan nitrogen terhadap

peningkatan kandungan protein kasar tongkol jagung

hasil bioproses kapang Neurospora sitophila.

Kandungan protein kasar tertinggi dicapai pada

suplementasi 0,04 % sulpur dengan 2,50 % nitrogen,

yaitu sebesar 21,94 %. Peningkatan protein kasar

substrat terjadi sebagai akibat adanya suplementasi

32

Page 33: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

nitrogen dalam bentuk urea yang ditambahkan pada saat

fermentasi dilakukan, dimana kandungan nitrogen pada

urea yang digunakan cukup tinggi, yaitu sekitar 46,60

%. Sehingga perlakuan suplementasi urea sebanyak 2,50 %

sebagai sumber nitrogen dapat menghasilkan kandungan

proitein kasar yang lebih besar dibandingkan dengan

perlakuan suplementasi urea 1,00 %, 1,50 % dan 2,00 %

pada tongkol jagung hasil fermentasinya. Dibandingkan

dengan kandungan protein kasar tongkol jagung tanpa

perlakuan (3,96 %) terjadi peningkatan kandungan

protein kasar yang cukup tinggi pada tongkol jagung

hasil bioproses menggunakan kapang Neurospora sitophila

dengan penambahan sulpur dan nitrogen, yaitu sekitar

4,5 kali lebih besar. Selain itu, peningkatan protein

kasar pada tongkol jagung hasil fermentasi dapat

terjadi juga akibat adanya pertumbuhan dan

perkembangbiakan kapang Neurospora sitophila karena menurut

Saono (1978) kandungan protein kapang Neurospora sitophila

cukup tinggi, yaitu sekitar 31 % sampai 50 %. Sehingga

sumbangannya terhadap kandungan protein kasar

produkfermentasi yang dihasilkan cukup tinggi.

Lemak KasarPeningkatan penambahan sulpur sampai 0,08 % menunjukan

kenaikan kandungan lemak kasar yang berbeda sangat nyata,

namun peningkatan penambahan sumber nitrogen dalam bentuk

urea menghasilkan penurunan kandungan lemak pada tongkol

33

Page 34: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

jagung hasil bioproses. Kandungan lemak kasar mencapai

angka tertinggi pada kombinasi perlakuan penambahan

sulpur 0,08 % dengan nitrogen 1,50 %, yaitu sebesar 4,64

%. Dibandingkan dengan kandungan lemak kasar pada tongkol

jagung tanpa pengolahan dengan bioproses (2,08 %) terjadi

kenaikan kandungan lemak kasar sebesar 123,07 %. Hal ini

diduga terjadi karena pertumbuhan kapang Neurospora sitophila

pada taraf kombinasi pemberian sulpur 0,08 % dengan

nitrogen 1,50 % mencapai pertumbuhan maksimal sehingga

memberikan sumbangan terhadap peningkatan kandungan lemak

kasar produk fermentasinya. Seperti dikemukakan oleh

Pusponegoro (1975) bahwa proses fermentasi dapat

menimbulkan perubahan fisik dan kimia dari senyawa

organik substrat akibat aktifitas mikroba, dikemukakan

juga bahwa mikroba dapat digunakan untuk memproduksi

senyawa kimia tertentu atau mengubah substansi asal

menjadi substansi lain yang dikehendaki.

Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1979), perubahan yang

terjadi selama proses fermentasi berlangsung dapat

terjadi pada lemak dalam substrat, lemak netral akan

terhidrolisis menjadi asam lemak bebas, dan yang

terbanyak dihasilkan adalah asam linoleat dimana sebanyak

40 % akan digunakan untuk pertumbuhan jamur. Hal ini

terjadi pada beberapa kombinasi penambahan sulpur dan

nitrogen yang terlihat dapat menurunkan kandungan lemak

kasar substrat seperti pada perlakuan kombinasi

penambahan sulpur 0,02 % dengan nitrogen 2,50 %. Angka

penurunannya cukup besar, yaitu 47,59 % dibandingkan

dengan kandungan lemak kasar pada tongkol jagung uang

belum diolah. Tetapi kemudian terjadi peningkatan pada

34

Page 35: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

kombinasi penambahan sulpur dan nitrogen yang lain,

seperti pada kombinasi penambahan sulpur 0,08 % dengan

nitrogen 1,50 % karena pada taraf kombinasi tersebut

terjadi pertumbuhan yang maksimal pada kapang Neurospora

sitophila.

Serat Kasar

Suplementasi unsur mineral sulpur dan nitrogen pada

bioproses tongkol jagung menggunakan kapang Neurospora

sitophila menghasilkan kandungan serat kasar yang bervariasi

dengan kisaran antara 27,25 % sampai 32,12 %. Hasil

analisis Sidik Ragam menunjukan bahwa suplementasi sulpur

dan nitrogen memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap

penurunan kandungan serat kasar tongkol jagung hasil

bioproses. Hasil ini menunjukan bahwa proses fermentasi

tongkol jagung oleh kapang Neurospora sitophila dengan

penambahan sulpur dan nitrogen pada dosis 0,08 % dan 2,50

% telah menunjukan perubahan komponen serat kasar tongkol

jagung sebagai substrat pada proses fermentasi tersebut,

seperti dikemukakan oleh Dekker (1981) bahwa kapang

Neurospora sitophila yang ditumbuhkan pada media yang banyak

mengandung selulosa seperti tongkol jagung akan

dihasilkan enzim β-glukosidase yang memiliki aktifitas

selulolitik dan merupakan enzim terpenting dalam

hidrolisis selulosa.

Kandungan serat kasar tongkol jagung hasil bioproses

menggunakan kapang Neurospora sitophila dengan suplementasi

sulpur dan nitrogen paling rendah ditunjukan pada

perlakuan penambahan 0,08 % sulpur dan 2,50 % nitrogen,

35

Page 36: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

yaitu sebesar 27,25 %. Dibandingkan dengan angka

tertinggi kandungan serat kasar pada perlakuan penambahan

0,02 % sulpur dan 1,00 % nitrogen, yaitu sebesar 32,12 %

terjadi penurunan cukup besar, yaitu sekitar 15,16 %.

Penurunan kandungan serat kasar ini terjadi karena

adanya proses fermentasi oleh kapang Neurospora sitophila

dengan suplementasi sulpur dan nitrogen. Menurut Basuki

dan Wiryasasmita (1987), dan Irawadi (1991), proses

fermentasi akan mengakibatkan terjadinya pemecahan ikatan

kompleks lignoselulosa menjadi ikatan yang lebih

sederhana dalam bentuk selulosa sehingga selulosa mudah

dipecah oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroba.

Menurut Cain (1980), serat kasar merupakan komponen utama

yang banyak mengandung karbohidrat struktural sumber

energi bagi jamur, disamping bahan ekstrak tanpa nitrogen

(BETN), sehingga sebagian fraksi serat kasar digunakan

sebagai sumber energi bagi pertumbuhan kapang Neurospora

sitophila, terutama untuk pertumbuhan misellium dengan cara

mendegradasi serat kasar menggunakan kerja enzim selulase

yang dihasilkannya. Akibatnya terjadi penurunan kandungan

serat kasar pada substrat yang digunakan sebagai media

fermentasi.

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)

Kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN)

tongkol jagung hasil bioproses menggunakan kapang

Neurospora sitophila dengan suplementasi sulpur dan

nitrogen bervariasi antara 46,60 % sampai dengan

54,37 %. Hasil uji Sidik Ragam menunjukan bahwa

36

Page 37: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

terdapat pengaruh interaksi antara penambahan sulpur

dengan nitrogen dan pengaruh perlakuan yang

diberikan tersebut menunjukan hasil berbeda nyata

terhadap kandungan BETN.

Jerami jagung yang kering ataupun yang dibuat

silase tidak dapat digunakan sebagai sumber

karotenoid karena kandungan karotenoidnya sangat

rendah yaitu 70 – 80 mg/kg, terdiri dari 3 – 10

mg/kg epilutein, 25 – 37 mg/kg lutein, 6 – 10 mg/kg

zeaxanthin, 24 – 35 mg/kg β- karoten (NOZIERE et al.,

2006). Oleh sebab itu, bila sapi perah diberi silase

jerami jagung sebagai sumber hijauan, sangat

dianjurkan untuk memberikan tambahan β-karoten dari

sumber lain karena kebutuhan karoten dan vitamin A

sapi perah yang tinggi yaitu masing-masing 280 IU/kg

bobot hidup dan 110 IU/ kg bobot hidup per hari

(NRC, 2001).

Dapat disimpulkan bahwa limbah perkebunan jagung

bukanlah pakan yang berkualitas baik karena

mengandung kadar protein dan karotenoid yang rendah

dan kadar serat yang tinggi. Bila limbah perkebunan

ini diberikan kepada ternak tanpa disuplementasi

atau diberi perlakuan sebelumnya maka nutrisi limbah

ini tidak akan cukup untuk mempertahankan kondisi

ternak. Oleh sebab itu, disarankan pencampuran

jerami jagung dengan leguminosa sebagai sumber

37

Page 38: kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak

protein ketika akan diberikan ke ternak atau bila

hendak dibuat silase (KAISER dan PILTZ, 2002).

38