POTENSI LIMBAH JAGUNG (KULIT, TONGKOL, KLOBOT, JERAMI) SEBAGAI PAKAN TERNAK PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Faktor utama penentu keberhasilan dalam usaha peternakan adalah penyediaan pakan. Salah satu penyediaan pakan bagi ternak ruminansia adalah dengan pemanfaatan pakan asal sisa hasil pertanian, perkebunan maupun agroindustri. Salah satu sisa tanaman pangan dan perkebunan yang mempunyai potensi cukup besar adalah jagung. Apabila limbah yang banyak tersebut tidak dimanfaatkan, maka akan memicu terjadinya pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan merupakan masalah kita bersama, yang semakin penting untuk diselesaikan, karena menyangkut keselamatan, kesehatan, dan kehidupan kita. Siapapun bisa berperan serta dalam menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, termasuk kita. Dimulai dari lingkungan yang terkecil, diri kita sendiri, sampai ke lingkungan yang lebih luas. Untuk itu, agar pencemaran limbah dapat diminimalisir perlu adanya pemanfaatan limbah agar mempunyai daya guna. Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman serelia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan 1
38
Embed
kandungan nutrisi limbah jagung sebagai bahan pakan ternak
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
POTENSI LIMBAH JAGUNG (KULIT, TONGKOL, KLOBOT,JERAMI) SEBAGAI PAKAN TERNAK
PENDAHULUAN
1.Latar BelakangFaktor utama penentu keberhasilan dalam usaha
peternakan adalah penyediaan pakan. Salah satu
penyediaan pakan bagi ternak ruminansia adalah
dengan pemanfaatan pakan asal sisa hasil pertanian,
perkebunan maupun agroindustri. Salah satu sisa
tanaman pangan dan perkebunan yang mempunyai potensi
cukup besar adalah jagung. Apabila limbah yang
banyak tersebut tidak dimanfaatkan, maka akan memicu
terjadinya pencemaran lingkungan. Pencemaran
lingkungan merupakan masalah kita bersama, yang
semakin penting untuk diselesaikan, karena
menyangkut keselamatan, kesehatan, dan kehidupan
kita. Siapapun bisa berperan serta dalam
menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini,
termasuk kita. Dimulai dari lingkungan yang
terkecil, diri kita sendiri, sampai ke lingkungan
yang lebih luas. Untuk itu, agar pencemaran limbah
dapat diminimalisir perlu adanya pemanfaatan limbah
agar mempunyai daya guna.
Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman
serelia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan
1
tergolong spesies dengan variabilitas genetic
tebesar. Di Indonesia jagung merupakan bahan makanan
pokok kedua setelah padi. Banyak daerah di Indonesia
yang berbudaya mengkonsumsi jagung, antara lain
Madura, Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Maluku Utara,
Nusa Tenggara Timur, dll.
Tanaman jagung termasuk tanaman monokotil dari
genus Zea yang tumbuh dengan baik pada tanahtanah
yang bertekstur latosal dengan tingkat kemiringan 5
- 8%, keasaman 5,6 - 7,5 serta suhu antara 27 - 32°C
(AzRAIet al., 2007). Selain buah atau bijinya, tanaman
jagung menghasilkan limbah dengan proporsi yang
bervariasi dengan proporsi terbesar adalah batang
jagung (stover) diikuti dengan daun, tongkol dan kulit
buahjagung (Umiyasih dan Elizabet wina, 2008).
Seiring dengan kebutuhan jagung yang cukup tinggi,
maka akan bertambah pula limbah yang dihasilkan dari
industri pangan dan pakan berbahan baku jagung.
Salah satu contoh sampah organik adalah kulit jagung
yang merupakan limbah sector pertanian. Limbah kulit
jagung yang sudah tak terpakai ini bisa dimanfaatkan
sebagai kerajinan tangan. Sehingga limbah kulit
jagung ini tidak menjadi sampah yang mencemari
lingkungan. Kerajinan tangan dari kulit jagung bisa
bernilai ekonomis. Namun pada dasarnya limbah jagung
berupa kulit jagung atau klobot jagung sampai saat
ini pemanfaatannya kurang maksimal, padahal
2
jumlahnya sangat melimpah ruah. Jika dibakar
menimbulkan pencemaran udara, jika dibuang ke sungai
menyebabkan banjir, tumpukannya bisa menyebabkan
sarang penyakit.
Limbah yang dihasilkan diantaranya adalah jerami,
klobot, dan tongkol jagung yang biasanya tidak
dipergunakan lagi ataupun nilai ekonominya sangat
rendah.
Tebon jagung adalah seluruh tanaman jagung
termasuk batang, daun dan buah jagung muda yang
umumnya dipanen pada umur tanaman 45 – 65 hari
(SOEHARSONO dan SUDARYANTO, 2006). Ada pula yang
menyebut tebon jagung tanpa memasukkan jagung muda
ke dalamnya. Biasanya petani jagung seperti ini
bekerja sama dengan peternak besar; petani hanya
menanam jagung sebagai hijauan dan pada umur
tertentu (masih dalam tahap baru berbuah atau tahap
buah muda) seluruh tanaman jagung dipangkas dan
dicacah untuk diberikan langsung ke ternak dan atau
dimasukkan ke dalam tempat tertutup untuk dibuat
silase.
Jerami jagung/brangkasan adalah bagian batang dan
daun jagung yang telah dibiarkan mengering di ladang
dan dipanen ketika tongkol jagung dipetik. Jerami
jagung seperti ini banyak diperoleh di daerah sentra
tanaman jagung yang ditujukan untuk menghasilkan
jagung bibit atau jagung untuk keperluan industri
3
pakan; bukan untuk dikonsumsi sebagai sayur
(MARIYONO et al., 2004).
Kulit buah jagung/klobot jagung adalah kulit luar
buah jagung yang biasanya dibuang. Kulit jagung
manis sangat potensial untuk dijadikan silase karena
kadar gulanya cukup tinggi (ANGGRAENY et al., 2005;
2006).
Tongkol jagung/janggel adalah limbah yang
diperoleh ketika biji jagung dirontokkan dari
buahnya. Akan diperoleh jagung pipilan sebagai
produk utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol
atau janggel (ROHAENI et al., 2006b).
Tumpi adalah hasil samping yang dihasilkan pada
saat pemipilan/perontokan biji jagung selain tongkol
dan merupakan bagian pangkal dari biji jagung. Tumpi
bersifat kamba (bulky) (PAMUNGKAS et al., 2004).
Homini (empok) adalah hasil samping dari industri
jagung semolina yaitu hasil samping dari penggilingan
jagung secara kering (dry milling).Terdiri dari germ
yang sudah diekstrak minyaknya,endosperm dan kulit
luar yang masih menempel pada fraksi ini.
Adapun hasil samping dari industri jagung yang ada
di luar negeri (SAUVANT et al., 2004) adalah:
Corn distiller’s adalah hasil samping dari proses
distilasi jagung yang terdiri dari biji-biji sisa
dan bahan terlarut dalam proporsi yang bervariasi.
4
Corn gluten feed (CGF) adalah hasil samping dari
industri pati jagung yang dihasilkan dari proses
penggilingan basah (wet milling). Terdiri dari campuran
dedak, gluten dan kadang-kadang tercampur dengan
bahan konsentrat terlarut dan corn germ. Bahan ini
mengandung serat yang mudah tercerna cukup tinggi.
Corn gluten meal (CGM) adalah hasil samping dari
industri pati jagung yang dihasilkan dari proses
penggilingan basah (wet milling). Terdiri dari gluten
yang diperoleh ketika pati dipisahkan. Mempunyai
warna yang sangat kuning karena mengandung kadar
xantofil yang cukup tinggi untuk pewarna kuning
telur. Proteinnya merupakan bypass protein yang tinggi.
Maize/corn bran (dedak jagung) adalah hasil samping
dari industri tepung jagung atau ”semolina”. Terdiri
dari bagian luar biji jagung sebagai komponen utama
yang tercampur dengan beberapa fragmen germ dan
partikel endosperm.
Maize feed flour adalah hasil samping dari industry
tepung jagung atau semolina. Terdiri dari endosperm
sebagai komponen utama, fragmen germ dan kulit luar.
Maize germ meal, expeller adalah hasil samping dari
industri minyak jagung. Terdiri dari bungkil (minyak
diekstrak secara mekanik) yang masih ada endosperm
dan kulit luarnya. Maize germ meal, solvent extracted adalah
hasil samping dari industri minyak jagung. Terdiri
5
dari bungkil (minyak diekstrak dengan pelarut
organik) yang masih ada endosperm dan kulit luarnya.
Distiller’s dried grains with solubles (DDGS) adalah hasil
samping dari industri bioetanol. Merupakan campuran
dari bahan terlarut dan bahan padatan yang
dikeringkan. Fraksi terlarut adalah fraksi cairan
setelah alkohol dipisahkan dengan penguapan dan
bahan padatan adalah sisa padatan yang dipisahkan
setelahfermentasi perubahan pati menjadi alkohol
berlangsung. Beberapa hasil samping seperti CGM,
DDGS dan CGF sudah masuk ke Indonesia, tetapi ketiga
produk ini lebih banyak digunakan oleh pabrik pakan
untuk campuran pakan ayam pedaging atau petelur.
Saat ini, DDGS sudah mulai diperkenalkan dan
digunakan sebagai campuran pakan konsentrat oleh
beberapa feedlot di Indonesia (METI, komunikasi
pribadi).
2. Tujuan
Untuk mengetahui proses ata upun cara pengolahan
limbah jagung yang merupakan sisah dari hasil
pengolahan dari jagung, dan juga untuk mengetahui
kandungan nutrisi pada limbah tersebut.
3. Manfaat
Manfaat yang dapat kita peroleh ialah kita dapat
mengtahui kandungan nutrisi pada limbah jagung, dan
6
juga kita dapat menggunakan atau mengolah limbah
tersebut sebagai bahan pakan untuk ternak.
7
SELUK BELUK KEBERADAN BAHAN PAKAN
1. JUMLAH DAN KANDUNGA LIMBAH JAGUNG
Jagung (Zea mays) adalah merupakan tanaman pangan
yang penting di Indonesia. Pada tahun 2006, luas panen
jagung adalah 3,5 juta hektar dengan produksi rata-rata
3,47ton/ha, produksi jagung secara nasional 11,7 juta
ton. Menurut Prasetyo (2002) limbah batang dan daun
jagung kering adalah 3,46 ton/ha sehingga limbah
pertanian yang dihasilkan sekitar 12.1juta ton. Dengan
konversi nilai kalori 4370 kkal/kg (Sudradjat, 2004)
potensi energi limbah batang dan daun jagung kering
sebesar 66,35 GJ. Energi tongkol jagung dapat dihitung
dengan menggunakan nilai Residue to Product Ratio (RPR) tongkol
jagung adalah 0,273 (pada kadar air 7,53%) dan nilai
kalori 4451 kkal/kg (Koopmans and Koppejan, 1997;
Sudradjat, 2004). Potensi energi tongkol jagung adalah
55,75 GJ.
Konsentrat sumber energi adalah bahan makanan
ternak yang tinggi kandungan energi dan rendah
kandungan serat kasar (<18%), serta umumnya mengandung
protein yang lebih rendah dari 20%.
Sifat tongkol jagung yang memiliki kandungan
karbon yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
untuk mengeringkan 6 ton jagung dari kadar air 32.5%
8
sampai 13.7% bb selama 7 jam diperlukan sekitar 30 kg
tongkol jagung kering per jam (Alkuino 2000).
Nilai nutrisi dari limbah tanaman dan hasil
samping industri jagung sangat bervariasi (Tabel 1, 2
dan 3). Kulit jagung mempunyai nilai kecernaan bahan
kering in vitro yang tertinggi (68%) sedangkan batang
jagung merupakan bahan yang paling sukar dicerna di
dalam rumen (51%) (MCCTUCHEON dan SAMPLES, 2002). Nilai
kecernaan kulit jagung dan tongkol (60%) ini hamper
sama dengan nilai kecernaan rumput Gajah sehingga kedua
bahan ini dapat menggantikan rumput Gajah sebagai
sumber hijauan. Total nutrien tercerna (TDN) yang
tertinggi terkandung pada silase tanaman jagung
termasuk buah yang matang sedangkan yang terendah
dijumpai pada tongkol (Tabel 2). Faktor yang penting
dalam menyusun ransum komplit adalah nilai TDN.
Kebutuhan TDN untuk penggemukan sapi potong maupun sapi
perah cukup tinggi dan syarat minimum TDN dapat dilihat
dalam NRC (2001).
2. CARA MEMPEROLEH Kualitas
Palatabilitas tongkol jagung yang rendah masih
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ruminansia dengan
pengolahan terlebih dahulu (Wardhani dan Musofie,
1991). Peningkatan kualitas nutrisi pada tongkol jagung
9
melalui pengurangan ukuran partikel dan fermentasi
secara nyata dapat meningkatkan protein kasar, namun
tidak mampu memperbaiki nilai nutrisi pada serat kasar
maupun pada total digestible nutrients (TDN).
Nilai palatabilitas yang diukur secara kualitatif
menunjukkan bahwa daun dan kulit jagung lebih disukai
oleh ternak dibandingkan dengan batang ataupun tongkol
(Wilson et al., 2004). Nilai proporsi limbah yang hampir
sama dilaporkan oleh Anggraeny et al. (2006) yaitu limbah
dari beberapa varietas jagung yang dikembangkan oleh
Balai Penelitian Jagung dan Serealia, Maros. Proporsi
batang bervariasi antara 55,38 – 62,29%, proporsi daun
antara 22,57 – 27,38% dan proporsi klobot antara 11,88
– 16,41%. Dalam studi Anggraeny et al. (2006), tongkol
jagung tidak diperhitungkan dalam proporsi limbah.
Brangkasan jagung baik diberikan untuk ternak sapi
karena mengandung serat dan protein yang cukup. Pakan
dari brangkasan jagung memiliki kualitas yang lebih
baik dari jerami padi, karena brangkasan jagung
memiliki kandungan serat kasar 27,8% dan protein 7,4%
sementara padi kandungan serat kasar 28,8% dan protein
4,5% (Subandi dan Zubachtirodin, 2004).
Beberapa pendekatan untuk meningkatkan mutu limbah
hasil petanian dan perkebunan sebagai pakan ternak
telah dikembangkan, antara lain melalui pengolahan
10
(pretreatment) limbah hasil pertanian, suplementasi pakan
dan pemilihan limbah pertanian dan perkebunan.
Proses
Peningkatan mutu limbah hasil pertanian dan
perkebunan sebagai pakan ternak umumnya dilakukan
melalui pengolahan terlebih dahulu sebelum limbah
pertanian dan perkebunan diberikan kepada ternak, yang
secara garis besarnya terdiri dari:
1. Perlakuan fisik: pemotongan menjadi bagian yang lebih
kecil, penggilingan, pemanasan, perendaman,
pengeringan atau penyinaran.
2. Perlakuan kimia: dengan penambahan basa, asam dan
oksidasi seperti penambahan NaOH, Ca(OH)2,
ammonium hidroksida, gas klor dan sulfur dioksida.
3. Perlakuan biologi: melalui pengomposan, fermentasi,
penambahan enzim, atau menumbuhkan jamur dan
bakteri.
4. Kombinasi diantara ketiga perlakuan tersebut
diatas.
Metoda fisik yang terdiri dari pemotongan,
pemanasan, penggilingan, pengeringan dan penyinaran
diketahui tidak akan merubah nilai nutrisi suatu bahan
pakan ternak. Oleh karena itu pendekatan ini jarang
11
dilakukan dalam penyediaan pakan untuk ternak. Namun
demikian metoda ini khususnya pemanasan dan pengeringan
dapat digunakan untuk mengurangi toksisitas suatu
tanaman.
Penggunaan limbah tanaman jagung sebagai pakan dalam
bentuk segar adalah yang termudah dan termurah tetapi
pada saat panen hasil limbah tanaman jagung ini cukup
melimpah maka sebaiknya disimpan untuk stok pakan pada
saat musim kemarau panjang atau saat kekurangan pakan
hijauan. Pengolahan limbah jagung merupakan hal yang
diperlukan agar kontinuitas pakan terus terjamin.
Walaupun sebagian besar limbah tersebut diberikan
kepada ternak dengan cara menggembalakan ternak
langsung di areal penanaman setelah jagung dipanen,
namun sebagian limbah tersebut diproses atau disimpan
dengan cara dibuat hay (menjadi jerami jagung kering)
atau diawetkan dalam bentuk silase sebagai pakan
cadangan (MCCUTCHEON dan SAMPLES, 2002).
Dalam memanfaatkan limbah hasil pertanian dan
perkebunan sebagai pakan ternak, seleksi jenis limbah
tanaman perlu dilakukan untuk mengurangi efek samping
terhadap kesehatan ternak dan keamanan produknya.
Seleksi dapat dilakukan dengan mengetahui terlebih
dahulu mutu nutrisi pakan limbah pertanian dan
perkebunan, kandungan toksin dan/atau antinutrisi
didalam tanaman dan cemaran berbahaya pada tanaman.
Seiring dengan meningkatnya aktivitas pertanian organik
12
saat ini, maka limbah hasil pertanian organik tersebut
merupakan alternatif yang dapat diterapkan untuk
mendapatkan pakan limbah yang mampu mengurangi resiko
terjadinya residu bahan beracun berbahaya pada produk
ternak serta mengurangi ancaman terhadap kesehatan
ternak. Pertanian organik merupakan salah satu
pendekatan alternatif untuk meminimalisasi residu
pestisida baik pada produk ternak, pertanian maupun
kontaminasi pada lahan pertanian. Indraningsih et al.,
(2004) melakukan serangkaian pengamatan penggunaan
limbah hasil pertanian organic sebagai pakan terhadap
residu pestisida pada produk ternak.
3. KENDALA PEMANFAATAN SEBAGAI PAKAN TERNAK
Tanaman jagung termasuk jenis tanaman pangan yang
diketahui banyak mengandung serat kasar dimana tersusun
atas senyawa kompleks lignin, hemiselulose dan selulose
(lignoselulose), dan masing-masing merupakan senyawa-
senyawa yang potensial dapat dikonversi menjadi senyawa
lain secara biologi. Selulose merupakan sumber karbon
yang dapat digunakan mikroorganisme sebagai substrat
dalam proses fermentasi untuk menghasilkan produk yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi (Aguirar, 2001; Suprapto
dan Rasyid, 2002).
13
Tongkol jagung merupakan sisa hasil pertanian yang
masih memiliki kualitas yang rendah. Tongkol jagung
digunakan sebagai bahan konsentrat pada pakan ternak
ruminansia. Kandungan serat kasar tinggi, protein dan
kecernaan rendah. Oleh karena itu, dalam pemanfaatannya
sebagai bahan pakan, tongkol jagung perlu ditingkatkan
kualitasnya antara lain dengan teknologi pengolahan
amoniasi fermentasi (amofer).
Limbah perkebunan jagung bukanlah pakan yang
berkualitas baik karena mengandung kadar protein dan
karotenoid yang rendah dan kadar serat yang tinggi dan
juga mudah ditumbuhi cendawan pada kondisi suhu panas..
Bila limbah perkebunan ini diberikan kepada ternak
tanpa disuplementasi atau diberi perlakuan sebelumnya
maka nutrisi limbah ini tidak akan cukup untuk
mempertahankan kondisi ternak. Oleh sebab itu,
disarankan pencampuran jerami jagung dengan leguminosa
sebagai sumber protein ketika akan diberikan ke ternak
atau bila hendak dibuat silase (Kaiser dan Piltz,
2002).
Penggunaan limbah hasil pertanian/perkebunan sebagai
pakan ternak terlihat mudah dan ekonomis, namun perlu
memperhatikan akan timbulnya residu kimiawi di dalam
produk ternak yang dihasilkan serta kandungan
antinutrisi atau toksin yang terdapat di dalam limbah
hasil pertanian tersebut. Beberapa tanaman pangan
maupun perkebunan dilaporkan terdapat toksin dan
14
antinutrisi yang dapat mempengaruhi kesehatan ternak,
ternyata memiliki beberapa kelemahan berupa efek
samping terhadap kesehatan ternak dan manusia yang
bukan merupakan target utamanya. Efek toksik dari
pestisida terhadap berbagai hewan non-target seperti
unggas, sapi dan bahkan manusia telah banyak dilaporkan
(Sabrani dan Setioko, 1983; Indraningsih, 1988; Njau,
1988).
Keracunan pestisida organofosfat (OP) pada sapi
perah di Jawa Barat terlihat setelah diberi pakan
hijauan yang terkontaminasi yang meliputi hiperemia
mata, eksudasi cairan mukus pada mata, hipersalivasi,
diare, sesak napas dan kematian ternak (Indraningsih,
1988). Disamping itu residu pestisida dapat terbentuk
di dalam produk ternak akibat penggunaan yang
berlebihan tanpa mengikuti petunjuk aturan pakai yang
telah disarankan oleh produsen. Residu pestisida dalam
produk ternak dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat
sebagai konsumen produk ternak tersebut seperti gejala
keracunan, imunosupresi dan karsinogenik (Goebel et al.,
1982; Varsheya et al., 1988).
Jagung mudah ditumbuhi cendawan (mikotoksin) bila
kadar airnya lebih dari 14% atau aw = 0,62. Cendawan
akan lebih mudah tumbuh kalau jagung basah disimpan di
ruangan yang panas dan lembab. Apabila cendawan yang
tumbuh menghasilkan racun maka racun tersebut
berpengaruh buruk terhadap ternak. Beberapa jenis racun
15
cendawan atau mikotoksin ditemukan pada jagung,
termasuk aflatoksin, T-2 toksin, zealarenon, dan DON.
Racun aflatoksin hampir selalu dijumpai pada jagung di
Indonesia dengan kadar bervariasi antara 20-2.000 ppb
(Tangendjaja dan Rachmawati 2006). Racun ini dapat
menimbulkan kanker hati pada ternak terutama itik yang
sangat sensitif terhadap racun aflatoksin dan menekan
kekebalan tubuh sehingga dapat menurunkan produksi.
Jagung juga mengandung senyawa anti nutrisi berupa
asam fitat yang dapat menghambat penyerapan mineral
dalam tubuh (Proll et al. 1998; Faber et al. 2005; Onofiok
dan Nnanyelugo 2006). Asam fitat (mio-inositol
heksakisfosfat) merupakan bentuk penyimpanan fosfor
yang terbesar pada tanaman serealia dan leguminosa. Di
dalam biji, fitat merupakan sumber fosforus dan
inositol utama bagi tanaman, terdapat dalam bentuk
garam dengan kalium, kalsium, magnesium, dan logam
lain. Pada kondisi alami, asam fitat akan membentuk
ikatan baik dengan mineral bervalensi dua (Ca, Mg, Fe),
maupun protein menjadi senyawa yang sukar larut. Hal
ini menyebabkan mineral dan protein tidak dapat diserap
tubuh, atau nilai cernanya rendah, oleh karena itu asam
fitat dianggap sebagai antinutrisi pada bahan pangan.
Ketidaklarutan fitat pada beberapa keadaan merupakan
salah satu faktor yang secara nutrisional dianggap
tidak menguntungkan, karena dengan demikian menjadi
sukar diserap tubuh. Dengan adanya perlakuan panas, pH,
16
atau perubahan kekuatan ionik selama pengolahan dapat
mengakibatkan terbentuknya garam fitat yang sukar
larut.
Kendala yang dihadapi kemungkinan adalah tidak
adanya ruang penyimpanan yang memadai. Bila silase
dibuat dalam kantong plastik, dibutuhkan suasana kedap
udara dan plastik tidak boleh robek atau bocor. Gigitan
tikus biasanya merupakan penyebab utama kantong plastic
robek/bocor. Kendala lain adalah tidak adanya tambahan
modal untuk menyediakan/membeli kantong plastik atau
ember/drum plastik. Kurangnya waktu untuk membuat
silase karena petani biasanya sibuk untuk mengeringkan
hasil panen biji-biji jagung terlebih dahulu. Selain
dibuat hay dan silase, limbah jagung dapat juga
diamoniasi. Amoniasi dapat dilakukan sebelum dibuat
silase dengan menambahkan urea sebanyak 34 g per kg
limbah. Literatur mengenai proses amoniasi jerami
jagung masih terbatas, sebaliknya amoniasi telah sering
dilakukan untuk limbah pertanian yang lain misalnya
jerami padi. Sifat basa dalam proses amoniasi akan
membengkakkan serat/memotong ikatan glikosida di dalam
selulosa (proses swelling) sehingga serat menjadi mudah
dihancurkan oleh mikroba-mikroba di dalam rumen.
4. CARA MENGATASI
Pengolahan Limbah Jagung
17
Upaya peningkatan kualitas tongkol jagung sebagai
pakan ruminasia dapat dilakukan dengan perlakuan fisik,
kimiawi, biologi atau gabungan perlakuan tersebut.
Perlakuan fisik dengan pencacahan dapat digabungkan
dengan perlakuan kimiawi berupa amoniasi dan perlakuan
biologi yaitu fermentasi menggunakan starter mikrobia
sellulolitik. Salah satu fungsi amoniasi adalah memutus
ikatan lignoselulosa dan hemiselulosa serta menyediakan
sumber N untuk mikrobia, sedangkan fungsi fermentasi
adalah dapat menurunkan serat kasar dan sekaligus
meningkatkan kecernaan bahan pakan berserat. Proses
fermentasi bertujuan menurunkan kadar serat kasar,
meningkatkan kecernaan dan sekaligus meningkatkan kadar
protein kasar (Tampoebolon, 1997). Penggunaan teknologi
amoniasi fermentasi, dapat meningkatkan kandungan
protein kasar tongkol jagung dengan menurunkan
kandungan serat kasar, serta meningkatkan kecernaan
tongkol jagung, sehingga dapat digunakan sebagai
alternatif pakan yang baik untuk ternak ruminansia.
Penggunaan limbah tanaman jagung sebagai pakan
dalam bentuk segar adalah yang termudah dan termurah
tetapi pada saat panen hasil limbah tanaman jagung ini
cukup melimpah maka sebaiknya disimpan untuk stok pakan
pada saat musim kemarau panjang atau saat kekurangan
pakan hijauan. Di Indonesia, kebanyakan petani akan
memberikan tanaman jagung secara langsung kepada
ternaknya tanpa melalui proses sebagaimana yang
18
dilakukan oleh peternak komersial sapi perah yang ada
di Sumatera Utara (Sitepu, komunikasi pribadi) ataupun
di Jawa Timur (Wibowo, komunikasi pribadi).
Di daerah Indonesia bagian Timur, jerami jagung
selain diberikan dalam bentuk segar, dapat dikeringkan
atau diolah menjadi pakan awet seperti pelet, cubes dan
disimpan untuk cadangan pakan ternak (Nulik et al., 2006).
Sedangkan di Amerika dan negara lain seperti Argentina
dan Brazil yang merupakan negara produsen jagung,
limbah jagung sangat berlimpah (Mccutcheon dan Samples,
2002). Pengolahan limbah jagung merupakan hal yang
diperlukan agar kontinuitas pakan terus terjamin.
Walaupun sebagian besar limbah tersebut diberikan
kepada ternak dengan cara menggembalakan ternak
langsung di areal penanaman setelah jagung dipanen,
namun sebagian limbah tersebut diproses atau disimpan
dengan cara dibuat hay (menjadi jerami jagung kering)
atau diawetkan dalam bentuk silase sebagai pakan
cadangan (Mccutcheon dan Samples, 2002).
Beberapa teknologi pengolahan limbah jagung yang
telah dikenal antara lain adalah:
Pembuatan hay
Di Indonesia, hay dengan mudah dibuat dengan
membiarkan sisa panen jagung di bawah terik matahari
sehingga diperoleh jerami jagung yang kering, Di luar
negeri yang jumlah limbahnya setelah panen sangat
melimpah dan waktu panen sudah mendekati musim dingin,
19
maka pembuatan hay harus menggunakan mesin pengering.
Setelah kering, hay dikumpulkan dan dipadatkan
menyerupai gelondongan kemudian ditutup dengan plastik
agar tidak kehujanan untuk digunakan sebagai persediaan
pakan ternak selama musim dingin. Penyimpanan hay di
tempat kering merupakan hal yang harus dipraktekkan.
Kondisi yang panas dan lembab di Indonesia sangat
memudahkan tumbuhnya jamur pada hay yang menjadi basah
bila penyimpanannya kurang baik.
Pembuatan silase
Limbah jagung yang dapat dibuat silase adalah
seluruh tanaman termasuk buah mudanya atau buah yang
hampir matang atau limbah yang berupa tanaman jagung
setelah buah dipanen dan kulit jagung. Tanaman jagung
yang tersisa dari panen jagung masih cukup tinggi kadar
airnya. Untuk pembuatan silase, dibutuhkan kadar air
sekitar 60%. Oleh sebab itu, tanaman jagung harus
dikeringkan sekitar 2 – 3 hari. Limbah dipotong menjadi
potongan-potongan kecil lalu dimasukkan sambil
dipadatkan sepadat mungkin ke dalam kantong-kantong
plastik kedap udara atau dalam silo-silo yang berbentuk
bunker (NUSIO, 2005).
Bila dalam proses pembuatan silase suasana kedap
udara tidak 100% maka bagian permukaan silase sering
terkontaminasi dan ditumbuhi oleh bakteri lain yang
merugikan seperti bakteri Clostridium tyrobutyricum yang
20
mampu mengubah asam laktat menjadi asam butirat
(DRIEHUIS dan GIFFEL, 2005). Bila seluruh tanaman
jagung termasuk buahnya dibuat menjadi silase maka
karbohidrat terlarut yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
bakteri sudah mencukupi. Bila yang dibuat silase hanya
jerami jagung atau kulit jagung, maka perlu ditambahkan
molases sebagai sumber karbohidrat terlarut atau dapat
pula ditambahkan starter (bakteri atau campurannya) untuk
mempercepat terjadinya silase. Mikroba yang ditambahkan