TINJAUAN PUSTAKA Bakso Daging. Menurut SNI-01-3819-1995 (BSN 1995b) bakso daging adalah produk makanan berbentuk bulat atau lainnya yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Daging yang dapat digunakan untuk membuat daging diantaranya daging sapi, daging babi, daging kelinci, daging ayam, daging ikan, udang dan cumi (Sunarlim 1992). Bakso yang populer dan digemari sebagai makanan jajanan di Indonesia adalah bakso yang dibuat dari daging sapi. Kandungan gizi daging sapi yang tinggi protein dan kaya asam amino esensial, asam lemak, vitamin dan mineral diharapkan menjadikan bakso sapi dapat menjadi sumber gizi bagi masyarakat khususnya anak-anak dan remaja. Mineral yang banyak terdapat dalam daging sapi antara lain kalsium, fosfor, besi, natrium, dan kalium, sedangkan vitaminnya antara lain vitamin A, C, D, tiamin, riboflavin, piridoksin, sianokobalamin, niasin dan asam pantotenat (Muchtadi dan Sugiyono 1989). Kandungan protein bakso menurut SNI minimal 9,0% b/b dan lemak maksimal 2,0% b/b. Nilai gizi bakso ditentukan oleh kandungan dagingnya dibandingkan dengan bahan pengisi (pati) nya. Semakin tinggi kadar dagingnya maka nilai gizinya semakin baik. Bakso yang baik, kandungan patinya tidak boleh lebih dari 15% dari berat daging. Kandungan pati akan mempengaruhi mutu dan harga bakso tersebut (Winarno 1997). Hasil penelitian Anindita (2003) pada pedagang bakso di Desa Babakan dan Kelurahan Cibadak Bogor didapat bahwa kandungan protein bakso sapi yang dibuat sendiri oleh pedagang 75,0% di bawah nilai SNI sedangkan kandungan lemaknya seluruhnya di atas SNI. Bakso biasanya dijual dalam bentuk butiran untuk diolah kembali menjadi aneka jenis masakan, atau dijual dengan campuran mie dan kuah ditambah sayuran, bumbu, saos tomat dan sambal yang siap disantap oleh pembeli. Karakteristik bakso yang disukai konsumen adalah rasanya gurih (sedang, agak asin, mempunyai rasa daging yang kuat), beraroma daging rebus, tekstur empuk dan agak kenyal, berwarna abu-abu pucat, berbentuk bulat dan berukuran 3-5 cm
20
Embed
KANDUNGAN BORAKS DAN CEMARAN MIKROBA PADA … · Bakso Daging. Menurut SNI-01-3819-1995 ... Diagram alir proses pembuatan bakso sapi pada pedagang bakso (Surjana 2001). C, 10-15 MENIT
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5
TINJAUAN PUSTAKA
Bakso Daging.
Menurut SNI-01-3819-1995 (BSN 1995b) bakso daging adalah produk
makanan berbentuk bulat atau lainnya yang diperoleh dari campuran daging
ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau
tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Daging yang dapat
digunakan untuk membuat daging diantaranya daging sapi, daging babi, daging
kelinci, daging ayam, daging ikan, udang dan cumi (Sunarlim 1992).
Bakso yang populer dan digemari sebagai makanan jajanan di Indonesia
adalah bakso yang dibuat dari daging sapi. Kandungan gizi daging sapi yang
tinggi protein dan kaya asam amino esensial, asam lemak, vitamin dan mineral
diharapkan menjadikan bakso sapi dapat menjadi sumber gizi bagi masyarakat
khususnya anak-anak dan remaja. Mineral yang banyak terdapat dalam daging
sapi antara lain kalsium, fosfor, besi, natrium, dan kalium, sedangkan vitaminnya
antara lain vitamin A, C, D, tiamin, riboflavin, piridoksin, sianokobalamin, niasin
dan asam pantotenat (Muchtadi dan Sugiyono 1989). Kandungan protein bakso
menurut SNI minimal 9,0% b/b dan lemak maksimal 2,0% b/b. Nilai gizi bakso
ditentukan oleh kandungan dagingnya dibandingkan dengan bahan pengisi (pati)
nya. Semakin tinggi kadar dagingnya maka nilai gizinya semakin baik. Bakso
yang baik, kandungan patinya tidak boleh lebih dari 15% dari berat daging.
Kandungan pati akan mempengaruhi mutu dan harga bakso tersebut (Winarno
1997). Hasil penelitian Anindita (2003) pada pedagang bakso di Desa Babakan
dan Kelurahan Cibadak Bogor didapat bahwa kandungan protein bakso sapi yang
dibuat sendiri oleh pedagang 75,0% di bawah nilai SNI sedangkan kandungan
lemaknya seluruhnya di atas SNI.
Bakso biasanya dijual dalam bentuk butiran untuk diolah kembali menjadi
aneka jenis masakan, atau dijual dengan campuran mie dan kuah ditambah
sayuran, bumbu, saos tomat dan sambal yang siap disantap oleh pembeli.
Karakteristik bakso yang disukai konsumen adalah rasanya gurih (sedang, agak
asin, mempunyai rasa daging yang kuat), beraroma daging rebus, tekstur empuk
dan agak kenyal, berwarna abu-abu pucat, berbentuk bulat dan berukuran 3-5 cm
6
(Andayani 1999). Cara paling mudah untuk menilai mutu bakso menurut
Wibowo (1999) adalah dengan menilai mutu sensorisnya. Ada lima parameter
utama yang perlu dinilai, yaitu penampakan, warna, bau, rasa dan tekstur, seperti
yang tercantum pada Tabel 1 .
Tabel 1. Kriteria mutu sensoris bakso daging.
Parameter Kriteria
Penampakan Bentuk bulat halus, berukuran seragam, bersih dan cemerlang, tidak kusam, sedikitpun tidak tampak berjamur atau berlendir.
Warna Cokelat muda cerah atau sedikit kemerahan atau cokelat muda agak keputihan atau abu-abu. Warna tersebut merata tanpa warna lainnya yang mengganggu.
Bau Bau khas daging segar rebus dominan tanpa bau tengik, masam (basi) atau busuk. Bau bumbu cukup tajam.
Rasa Rasa lezat, enak, rasa daging dominan dan rasa bumbu cukup menonjol tetapi tidak berlebihan. Tidak terdapat rasa asing yang mengganggu.
Tekstur Tekstur kompak, elastis, kenyal tetapi tidak liat atau membal, tidak ada serat daging, tidak lembek, tidak basah berair dan tidak rapuh.
Sumber : Wibowo (1999).
Menurut Sunarlim (1992) bahan baku untuk pembuatan bakso terdiri dari
bahan utama yaitu daging dan bahan tambahan yaitu bahan pengisi (tepung-
tepungan), garam, es atau air es, bumbu-bumbu seperti lada dan bahan penyedap.
Daging yang baik untuk dibuat bakso adalah daging yang sesegar
mungkin, yaitu segera setelah pemotongan tanpa mengalami proses penyimpanan
(Sunarlim 1992). Komponen daging yang penting dalam pembuatan bakso
adalah protein. Daging segar yang belum mengalami rigor mortis lebih disukai
oleh para pedagang daripada daging yang sudah dilayukan atau daging beku.
Daging segar mengandung protein aktin dan miosin yang belum berikatan (bebas)
sehingga dapat diekstrak dalam jumlah banyak. Sebagaimana diketahui bahwa
protein aktin dan miosin merupakan protein yang mudah larut dalam larutan
garam encer (Muchtadi dan Sugiyono 1989). Pada proses penggilingan
daging, protein-protein ini akan terekstrak dan akan membentuk emulsi dengan
7
bahan-bahan lainnya. Semakin tinggi kadar protein yang bebas semakin baik
emulsi yang dihasilkan (Sunarlim 1992).
Bahan pengisi yang digunakan biasanya tepung berkadar protein rendah
seperti tapioka atau sagu aren. Fungsi bahan pengisi adalah : (1) memperbaiki
daya ikat air, (2) meningkatkan stabilitas emulsi (3) mengurangi penyusutan
selama pemasakan, (4) memperbaiki sifat fisik dan cita rasa (5) mengurangi
biaya produksi. Bahan tambahan yang terbanyak digunakan adalah air dalam
bentuk es yaitu banyaknya kira-kira 15% dari berat daging. Fungsi es adalah
untuk mempertahankan suhu daging tetap rendah selama penggilingan dan
pembuatan adonan (emulsifikasi) (Sunarlim 1992).
Penambahan garam dapur (NaCl) bertujuan untuk : (1) memberi cita rasa
produk, (2) pelarut protein aktin, (3) sebagai pengawet karena dapat mencegah
pertumbuhan mikroba (4) meningkatkan daya ikat air (Wilson et al. 1981).
Proses pembuatan bakso pada prinsipnya dibagi menjadi empat tahap
yaitu (1) tahap penghancuran daging dengan alat atau tangan, (2) tahap
penambahan bahan-bahan lainnya seperti tepung, es, bumbu-bumbu dan garam
sehingga membentuk adonan, (3) tahap pencetakan bakso dan (4) tahap
pemasakan dengan cara merebus dalam air mendidih (Pandisurya, 1983).
Untuk menghasilkan bakso yang kering, kesat dan kenyal biasanya
ditambahkan bahan tambahan makanan. Para pembuat bakso komersial biasa
menambahkan boraks ke dalam adonan bakso dengan kadar 0,1 – 05 % dari berat
adonan (Winarno 1997). Beberapa pembuat bakso menambahkan bahan pemutih
titanium oksida (TiO) untuk menghindari bakso yang berwarna gelap. Pada tahap
perebusan biasanya ditambahkan tawas pada air rebusan agar bakso bertekstur
kesat dan tidak lengket (Anindita 2003).
Bakso yang dibuat oleh pedagang bakso rumahan menggunakan daging
sapi yang dibeli di pasar. Daging ini kemudian dibawa ke tempat penggilingan
daging di pasar untuk dijadikan adonan bakso. Tempat penggilingan daging
tersebut juga menyediakan bahan tambahan pembuatan bakso seperti bumbu-
bumbu, pati, bahan tambahan makanan, es batu, serta mie dan sayuran. Setelah
itu adonan bakso dibawa pulang ke rumah, kemudian dibentuk menjadi bulatan
8
bakso, direbus, didinginkan dan dijual atau disimpan (Anindita 2003). Diagram
alur proses pembuatan bakso sapi secara garis besar dapat dilihat pada gambar 1.
1. DAGING SAPI
2. STANDARISASI
3. PENGHANCURAN KASAR
4. PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN (Es, bahan pengisi, bumbu-bumbu, garam, BTM)
5. PEMBENTUKAN BULATAN BAKSO
6. PEREBUSAN 70O
7. PEREBUSAN 100
C, 10 MENIT (hingga naik ke permukaan)
O
8. PENDINGINAN DAN PENYIMPANAN
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan bakso sapi pada pedagang bakso (Surjana 2001).
C, 10-15 MENIT (hingga bakso matang)
Proses 1-4 dilaksanakan di tempat penggilingan daging di pasar
Proses 5-8 dilakukan di rumah
9
Bahan Tambahan Makanan
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai
atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan
untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada saat pengolahan,
penyiapan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk
memperbaiki penampakan, cita rasa , tekstur atau sifat penyimpanannya (BSN
1995a). Bahan tambahan makanan yang diizinkan yang dapat digunakan pada
makanan terdiri dari golongan antioksidan, antikempal, pengatur keasaman,
pemanis buatan, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pemantap, pengental,
pengawet, pengeras, pewarna, penyedap rasa dan aroma, penguat rasa dan
sekuestran. Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah
atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan
yang disebabkan oleh mikroorganisme. Pengawet kimia adalah semua bahan
yang bila ditambahkan pada pangan dapat mencegah atau menghambat kerusakan
kimia maupun biologis makanan. Pengemulsi, pemantap dan pengental adalah
bahan makanan tambahan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan
sistem dispersi yang homogen pada makanan. Garam dapur, gula cuka, rempah
atau minyak rempah tidak termasuk pengawet kimia (BSN 1995a).
Bahan tambahan makanan (Food Additives) diklasifikasikan berdasarkan
fungsinya, yaitu sebagai pengawet (preservatives), memperbaiki atau menjaga
nilai nutrisi makanan, menambah atau memberi warna makanan, menambah atau
memberi aroma makanan, memperbaiki tekstur makanan dan membantu pada
prosesing makanan (Branen dan Haggerty 2002).
Pengawet makanan digunakan untuk mencegah atau mengurangi
kerusakan biologis dan kimia pada makanan. Untuk mencegah kerusakan kimia
terdiri dari antioksidan ( mencegah autooksidasi dari pigmen, lemak, vitamin
dan aroma), senyawa antibrowning (mencegah pencoklatan secara enzimatis
maupun non enzimatis) dan senyawa antistaling (mencegah perubahan tekstur),
sedangkan untuk mencegah kerusakan secara biologis dikenal sebagai
antimikroba. Dalam memilih bahan antimikroba yang akan digunakan sebagai
pengawet makanan harus memperhatikan beberapa faktor, yaitu spektrum
10
aktivitas antimikroba, sifat fisika-kimia dan komposisi makanan yang
diawetkan, jenis dan proses pengawetan serta sistem penyimpanan yang
digunakan (Davidson dan Branen 2005).
Pemakaian pengawet pada bakso pada umumnya bertujuan untuk
memperpanjang masa simpan dengan cara mengurangi atau menghambat
perkembangan mikroorganisme. Bahan pengawet yang diperkenankan dipakai
pada bakso adalah asam sorbat, kalium sorbat, asam propionat, kalsium dan
natrium propionat, asam benzoat, natriumbenzoat, kalium sulfit, natrium dan
kalium bisulfit, silikon dioksida, asam sitrat dan nitrium karbonat, dan bahan
pengemulsi yang dianjurkan adalah Sodium Tripolyphosphate (Surjana 2001).
Beberapa senyawa kimia yang diizinkan sebagai bahan antimikroba pada
makanan di negara-negara Uni Eropa dan tercantum dalam Codex Alimentarius
(Tabel 2).
Tabel 2. Peraturan perizinan penunjukkan Food Antimicrobial di Uni Eropa (E Numbers) dan dalam Codex Alimentarius (INS Numbers)
Senyawa Nomor E / INS Senyawa Nomor E / INS Sorbic acid K sorbate Ca sorbate Benzoic acid Na benzoate K benzoate Ca benzoate Ethyl paraben Na Ethyl paraben Propyl paraben Na propyl paraben Methyl paraben Na methyl paraben Sulfur dioxide Na sulfite Na hydrogen sulfite Na methbisulfite K methbisulfite Ca sulfite Ca hydrogen sulfite K hydrogen sulfit Niasin
Natamycin Dimethyl dicarbonate K nitrit Na nitrite Na nitrate Ka nitrat Acetic acid K acetate Na acetate Na diacetate Ca acetate Lactic acid Propionic acid Na propionate Ca propionate K propionate Boric acid Na tetraborate Na lactate K lactate Ca lactate