PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM KAMPUNG KOTA SEBAGAI BENTUK SPASIAL DARI MODEL KOTA KOMPAK (COMPACT CITY) (STUDI KASUS: KOTAGEDE, YOGYAKARTA) BIDANG KEGIATAN: PKM – AI Diusulkan oleh: Mayang Rahmi Novitasari 09/285062/TK/35623 Nur Azizah Irawati 09/285073/TK/35626 Diniarsari Nur Izzati 09/285439/TK/35790 UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013
12
Embed
KAMPUNG KOTA SEBAGAI BENTUK SPASIAL MODEL KOTA KOMPAK (COMPACT CITY ) (STUDI KASUS : KOTAGEDE, YOGYAKARTA)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
JUDUL PROGRAM
KAMPUNG KOTA SEBAGAI BENTUK SPASIAL
DARI MODEL KOTA KOMPAK (COMPACT CITY)
(STUDI KASUS: KOTAGEDE, YOGYAKARTA)
BIDANG KEGIATAN:
PKM – AI
Diusulkan oleh:
Mayang Rahmi Novitasari 09/285062/TK/35623
Nur Azizah Irawati 09/285073/TK/35626
Diniarsari Nur Izzati 09/285439/TK/35790
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
ii
iii
1
KAMPUNG KOTA SEBAGAI BENTUK SPASIAL MODEL KOTA
KOMPAK (COMPACT CITY )
(STUDI KASUS : KOTAGEDE, YOGYAKARTA)
Mayang Rahmi Novitasari; Diniarsari Nur Izzati; Nur Azizah Irawati
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota,
Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Univesitas Gadjah Mada
ABSTRAK
Kota kompak merupakan konsep yang diusung sebagai upaya
penyelesaian masalah urban sprawl, yaitu perkembangan kota yang semakin
meluas ke daerah suburban. Perencanaan kota kompak menekankan pada
efisiensi guna lahan dengan kepadatan tinggi dan penggunaan lahan campuran
yang ramah dengan skala manusia. Pada kota-kota di negara maju kota kompak
mulai diterapkan dalam pembentukan wilayahnya. Saat pengembangan kota
kompak baru saja dicanangkan oleh negara maju, Indonesia telah lebih dahulu
menerapkannya pada pembentukan kampung-kampung yang tersebar diseluruh
Indonesia dengan tipikal permukiman tradisional yang terbentuk lama sejak
jaman kerajaan. Salah satu contoh kampung dengan konsep kota kompak adalah
Kampung di Kotagede. Kotegede sebagai salah satu pusat perkembangan pada
masa Kerajaan Mataram memiliki ciri yang masih dipertahankan sampai saat ini
dan memiliki kesamaan dengan konsep kota kompak.Metode penelitian yang
digunakan adalah penilaian cepat dengan pendekatan kualitatif. Dalam jurnal ini
akan ditunjukan bentuk kampung kota tradisional yang sesuai dengan konsep kota
kompak melalui 5 (lima) atribut yaitu kepadatan tinggi, guna lahan campuran,
berskala manusia, ketersediaan transportasi publik, dan kesejahteraan sosial.
Kata kunci: kampung, kota, kompak.
ABSTRACT
Compact city is a concept promoted as an effort to resolve problems of
urban sprawl, that is development of the city extending into the suburbs. Compact
urban planning emphasizes the efficiency of land use with high density and mixed
land use with friendly human scale. In many cities in developed country, compact
city began to be applied as a city development. When the compact urban
development recently announced by developed countries, Indonesia had already
been applied to the formation of 'kampung' throughout Indonesia with a typical
traditional settlement that formed long since the days of empire. One example of
compact 'kampung' concept is Kotagede. Kotegede as a center of development in
Mataram Kingdom has a characteristic that is still preserved to this day and has
similarities with the concept of a compact city. The research method used was a
qualitative rapid assessment approach. This paper showing a form of traditional
'kampung' which appropriate with the concept of compact city through 5 (five)
atributes, that is high density, mixed land use, human scale, availability of public
transport, and social welfare.
Key words : 'kampung', city, compact.
2
PENDAHULUAN
Perhatian besar tentang kehidupan saat ini banyak dititikberatkan pada
aspek keberlanjutan (sustainable), termasuk dalam hal perkotaan, sebagai entitas
ruang hidup yang penting bagi manusia. Hal tersebut didasarkan pada suatu
kebutuhan mendesak, yaitu ruang/lahan (bumi) yang jumlahnya terbatas,
sedangkan bebannya semakin besar. Pada tahun 2010 lebih dari 50% masyarakat
Indonesia telah tinggal di perkotaan, dan pada tahun 2025 nanti, diproyeksikan
sekitar 68% masyarakat Indonesia akan tinggal di perkotaan (BPS, 2009;
Setiawan, 2010). Pemekaran fisik lingkungan perkotaan akibat peningkatan
kepadatan baik bangunan maupun penduduk, merupakan reaksi terhadap beban
yang diembannya tersebut. Pemekaran fisik perkotaan tersebut tentu juga akan
banyak menyerap dan menghabiskan sumberdaya, seperti lahan tempat tinggal,
area hijau untuk resapan, air, udara bersih, dan lain-lain. Bahkan, berdasarkan
data Badan Pertanahan Nasional (2012) dalam kurun waktu 30 (tiga puluh) tahun
terakhir, telah terjadi konversi lahan pertanian ke non pertanian sebesar 30 juta
hektar di Indonesia yang sebagian besar diakibatkan perluasan fisik perkotaan.
Oleh karena itu, strategi-strategi untuk menuju ruang kehidupan yang
berkelanjutan kini banyak menjadi penekanan.
Terkait dengan pola-pola ruang dan bentuk kota yang berkelanjutan, tentu
tidak dapat dipisahkan dari model kota kompak (compact city). Kota kompak ini
memang digagas tidak hanya untuk menghemat konsumsi energi, tetapi juga
diyakini lebih menjamin keberlangsungan generasi yang akan datang sebagai
wujud keberlanjutan.
Tidak dipungkiri bahwa gagasan kota kompak (compact city) didominasi
oleh model dasar dari pembangunan yang padat dari banyak kota-kota bersejarah
di Eropa. Maka tidak mengherankan jika para penganjur paling kuat bagi kota
kompak adalah komunitas Eropa (Commission of the European Communities).
Akan tetapi, ada perbedaan dalam karakteristik dari setiap kota secara global. Di
Eropa, model kota kompak fokus kepada mempertahankan atau meningkatkan
populasi (yang sudah menurun jumlahnya) dan mengenalkan kehidupan kota
kembali. Di Inggris, kebijakan pemerintah dalam konteks ini dikenal sebaai
‘Urban Renaissance’ (DETR, 1999/ 2000). Akan tetapi, sudah sangat jelas bahwa
terdapat perbedaan dalam konteks internasional, terutama dengan negara-negara
berkembang. Pada negara-negara berkembang, kota-kota dicirikan dengan laju
urbanisasi yang terjadi secara cepat (Richardson,dkk, 2000). Namun demikian,
secara umum fokusnya terletak pada penyediaan kualitas hidup yang lebih baik di
pusat kota, pembangunan di lahan-lahan yang tidak dipakai, dan revitalisasi pada
kota-kota.
Kota kompak bukanlah suatu bentuk kota yang kaku dan sederhana.
Adanya perbedaan masing-masing karakteristik kota dan budaya yang khas yang
melekat pada masyarakat penghuni kota tersebut, harus dimaknai bahwa kota
kompak juga perlu dilihat dalam konteks kekhasan budaya, ekonomi, dan identitas
fisik kotanya saat ini untuk perubahan kota yang lebih baik di masa datang.
Kota-kota di Indonesia memiliki fenomena yang khas, yang bernama
Kampung Kota. Dalam bentangan kawasan, jumlah kampung di Indonesia kurang
3
lebih 75.000 dari 13.000 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan
dari Miangas sampai Rote yang digarisi oleh pantai 95.181 kilometer (km). Hal
menarik, nyaris tak ada data yang menginformasikan jumlah kampung yang tak
bernama. Semuanya punya nama. Setiap kampung yang memiliki cerita, tuturan,
dan silsilah. Menurut Setiawan (2011), sejarah mencatat bahwa kampung
merupakan bagian integral kota di Indonesia. Masa depan kota di Indonesia akan
sangat tergantung pada kampung-kampungnya.
Kampung tumbuh dan berkembang secara spontan dan incremental tanpa
suatu perencanaan yang terorganisir. Dalam perkembangannya kini, kampung
kota juga dapat dikatakan sebagai respon pemenuhan kebutuhan masyarakat kota
(Setiawan, 2011). Kampung kota tumbuh berawal dari proses pemadatan suatu
kawasan di wilayah kota yang dihuni golongan kelas menengah ke bawah sebagai
tempat tinggal. Kemudian berkembang menjadi kawasan padat yang didalamnya
dapat ditemui berbagai fungsi kegiatan, selain tempat tinggal. Terdapat pula
kombinasi ruang privat dan publik yang unik. Beberapa kampung kota juga
merupakan hasil dari perkumpulan spesialisasi kerja para penghuninya.
Setiap kampung memiliki wajah yang berbeda-beda dengan keunikan yang
berbeda pula. Karakter fisik kampung kota yang padat dan selama ini dianggap
sebelah mata karena keorganisannya, ternyata memiliki suatu model tersendiri
yang mewakili kekompakan sebuah struktur ruang. Prinsip-prinsip kota kompak
yang baru-baru ini dikembangkan di dunia barat, sebenarnya telah lama dimiliki
oleh kampung kota di Indonesia. Permasalahannya, di Indonesia sendiri, justru
citra kampung tersebut masih banyak dianggap sebagai cerminan karakter
ketertinggalan dan belum tergali potensi positifnya. Oleh karena itu dalam hal ini,
pertanyaan penelitian yang digunakan adalah : dari segi spasial, bagaimana
kampung kota disebut sebagai model kota kompak (compact city) ?
DASAR TEORI
Kota Kompak
Strategi Kota Kompak dipandang sebagai alternatif dalam
pengimplementasian keberlanjutan dalam kehidupan perkotaan (Jenks, dkk,
1996). Gagasan yang kuat pada kota kompak terletak pada perencanaan urban
containment, yakni menyediakan suatu konsentrasi dari penggunaan campuran
secara sosial berkelanjutan (socially sustainable mixed use), mengkonsentrasikan
pembangunan-pembangunan dan mereduksi kebutuhan jalan hingga mereduksi
emisi kendaraan-kendaraan (Elkin dkk., 1991; Newman, 1994). Kepadatan tinggi
dapat membantu membuat persediaan fasilitas pendukung dan yang secara
ekonomis layak, serta mempertinggi keberlanjutan sosial (Haughton, 1997).
Dengan demikian, kota kompak (compact city) diartikan sebagai kebijakan
perwujudan keberlanjutan kota, melalui sinergi antara kepadatan penduduk kota
dengan ukuran ideal kota, pengkonsentrasian kegiatan-kegiatan, intensifikasi
transportasi publik, dan peningkatan kualitas hidup kota (Roychansyah, 2006).
Menurut Burton (2000) terdapat tiga kata kunci dalam konsep kota
kompak ini, yaitu densitas, konsentrasi (mixed use), dan intensifikasi. Densitas
4
meliputi tingkat kepadatan penduduk, kepadatan lapangan kerja, kepadatan
terbangun, kepadatan sub-pusat, dan kepadatan perumahan. Kedua, konsentrasi
yang berarti konsentrasi kegiatan yang terpusat di suatu kawasan dengan tata guna
lahan campuran (mixed use development). Ketiga, kata kunci intensfifikasi berarti
intensif dalam penggunaan berbagai sumberdaya yang ada saat ini. Intensif dalam
penggunaan sumberdaya melalui intensifikasi penggunaan transportasi publik,
melalui pembangunan infrastruktur perkotaan karena ukuran kota yang kecil dan
kompak, melalui pergerakan yang lebih berskala manusia (berjalan kaki,
bersepeda), dan sebagainya. Sejalan dengan Burton, Roychansyah (2006) dari
definisi kota kompak yang diungkapkannya di atas, juga merincikan atribut yang
terdapat dalam kota kompak, antara lain : (a) peningkatan kepadatan penduduk
dan lingkungan (population densification); (b) pengkonsentrasian kegiatan
(activity concentration); (c) intensifikasi transportasi umum (public transport
intensification); (d) pertimbangan besaran dan akses kota (city size
consideration); dan (e) target kesejahteraan sosial dan ekonomi (social welfare
target).
Kampung Kota
Kampung kota adalah suatu bentuk pemukiman di wilayah perkotaan yang
khas Indonesia dengan penduduk masih membawa sifat dan perilaku kehidupan
pedesaan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat, tentunya diikuti
dengan kondisi fisik bangunan dan lingkungan yang cenderung tidak beraturan
atau cenderung memperlihatkan bentuk yang organis, kerapatan bangunan, serta
kepadatan penduduk yang tinggi. Menurut Sastrosasmito (2009), kampung
memiliki sejarah panjang sebagai permukiman informal, tempat jutaan orang
bertempat tinggal. Kampung memiliki kemampuan dalam memuat dan
mengintegrasikan aktivitas formal dan informal, baik di dalam kampung itu
sendiri maupun pada tingkat kota. Integrasi kedua dikotomi aktivitas tersebut
memperlihatkan kekompakan pada kampung, atau yang disebut kampung kompak
(compact kampung). Sebenarnya, strategi kota kompak itu sendiri pada dasarnya
dikhususkan untuk kelompok masyarakat menengah ke atas. Akan tetapi dalam
penelitiannya tersebut, Sastrosasmito (2009) berhasil melihat semangat (spirit)
kota kompak dalam kampung kota, yang didominasi oleh masyarakat menengah
ke bawah.
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah membuktikan bahwa kampung
kota merupakan salah satu model kota kompak yang dibentuk melalui
karakteristik fisik dan identitas lokal yang khas.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode rapid appraisal
dengan pendekatan kualitatif. Metode rapid appraisal digunakan karena relatif
5
sederhana, cepat, dan fleksibel yang menampung kreatifitas dalam pendekatannya
terhadap suatu masalah. Metode ini mencakup pertimbangan melalui penentuan
atribut yang menghasilkan skala prioritas (Pranoto, 2008). Atribut yang digunakan
dalam penelitian ini diturunkan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh