Kamis, 25 Maret 2010 TES SEBAGAI ALAT PENILAIAN HASIL BELAJAR 1. Definisi Tes Tes secara harfiah berasal dari bahasa Prancis kuno “testum” artinya piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, kecerdasan, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh sesesorang atau kelompok (http://www.fajar.co.id). Tes dapat didefinisikan sebagai suatu pertanyaan atau tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau atribut pendidikan atau spikologik yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Zainul dan Nasoetion, 1993). Dari pengertian tersebut, maka setiap tes menuntut keharusan adanya respon dari subyek (orang yang dites) yang dapat disimpulkan sebagai suatu trait yang dimiliki oleh subyek yang sedang dicari informasinya. Dilihat dari wujud fisik, tes merupakan sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan/atau tugas yang harus dikerjakan yang nantinya akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu berdasarkan jawaban tertentu terhadap pertanyaan-pertanyaanatau cara dan hasil subjek dalam melakukan tugas-tugas tersebut (Azwar, 1996). Tes sebagai alat penilaian dapat diartikan sebagai pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Kamis, 25 Maret 2010TES SEBAGAI ALAT PENILAIAN HASIL BELAJAR
1. Definisi Tes
Tes secara harfiah berasal dari bahasa Prancis kuno “testum”
artinya piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Tes adalah
serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan
untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, kecerdasan, kemampuan,
atau bakat yang dimiliki oleh sesesorang atau kelompok
(http://www.fajar.co.id). Tes dapat didefinisikan sebagai suatu
pertanyaan atau tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan
untuk memperoleh informasi tentang trait atau atribut pendidikan
atau spikologik yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut
mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Zainul dan
Nasoetion, 1993). Dari pengertian tersebut, maka setiap tes
menuntut keharusan adanya respon dari subyek (orang yang dites)
yang dapat disimpulkan sebagai suatu trait yang dimiliki oleh
subyek yang sedang dicari informasinya. Dilihat dari wujud fisik,
tes merupakan sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan/atau
tugas yang harus dikerjakan yang nantinya akan memberikan
informasi mengenai aspek psikologis tertentu berdasarkan jawaban
tertentu terhadap pertanyaan-pertanyaanatau cara dan hasil subjek
dalam melakukan tugas-tugas tersebut (Azwar, 1996).
Tes sebagai alat penilaian dapat diartikan sebagai
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat
jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk
tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes
tindakan). Pada umumnya tes digunakan untuk mengukur dan menilai
hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif yang
berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan
pendidikan dan pengajaran (Sudjana, 1989). Berdasarkan beberapa
pengertian tes maka dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai
tes yaitu sebagai berikut (Azwar, 1996).
1. Tes adalah prosedur yang sistematik, maksudnya item-item
dalam tes disusun menurut cara dan aturan tertentu, prosedur
administrasi tes dan pemberian angka terhadap hasilnya harus
jelas dan dispesifikasi secara terperinci, dan setiap orang
yang mengambil tes harus mendapat item-item yang sama dalam
kondisi yang sebanding.
2. Tes berisi sampel prilaku, meksudnya seluruh item dalam tes
tidak akan mencakup seluruh materi isi yang mungkin
ditanyakan sehingga harus dipilih beberapa item yang akan
ditanyakan, dan kelayakan suatu tes tergantung pada sejumlah
item-item dalam tes tersebut yang mewakili secara
representatif kawasan prilaku yang diukur.
3. Tes mengukur prilaku, item-item dalam tes hendaknya
menunjukan apa yang diketahui atau apa yang dipelajari
subjek dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan atau
mengerjakan tugas-tugas di dalam tes tersebut.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa tes
merupakan alat ukur yang berbentuk pertanyaan atau latihan,
dipergunakan untuk mengukur kemampuan yang ada pada seseorang
atau sekelompok orang. Sebagai alat ukur dalam bentuk pertanyaan,
maka tes harus dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan
dan kemampuan obyek yang diukur. Sedangkan sebagai alat ukur
berupa latihan, maka tes harus dapat mengungkap keterampilan dan
bakat seseorang atau sekelompok orang.
Tes merupakan alat ukur yang standar dan obyektif sehingga
dapat digunakan secara meluas untuk mengukur dan membandingkan
keadaan psikis atau tingkah laku individu. Dengan demikian
berarti sudah dapat dipastikan akan mampu memberikan informasi
yang tepat dan obyektif tentang obyek yang hendak diukur baik
berupa psikis maupun tingkah lakunya, sekaligus dapat
membandingkan antara seseorang dengan orang lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu cara atau alat
untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau
serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau
sekelompok siswa sehingga menghasilkan nilai tentang tingkah laku
atau prestasi siswa tersebut. Prestasi atau tingkah laku tersebut
dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan intruksional
pembelajaran atau tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi
yang telah diberikan dalam proses pembelajaran, dan dapat pula
menunjukkan kedudukan siswa yang bersangkutan dalam kelompoknya.
2. Fungsi Tes
Dalam kaitan dengan rumusan tersebut, sebagai alat evaluasi
hasil belajar, tes minimal mempunyai dua fungsi, yaitu:
a). Untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat
materi atau tingkat pencapaian terhadap seperangkat tujuan
tertentu.
b). Untuk menentukan kedudukan atau perangkat siswa dalam
kelompok, tentang penguasaan materi atau pencapaian tujuan
pembelajaran tertentu.
Fungsi (a) lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan
program pembelajaran, sedang fungsi (b) lebih dititikberatkan
untuk mengukur keberhasilan belajar masing-masing individu
peserta tes.
3. Dasar-dasar Penyusunan Tes Hasil Belajar
Dasar-dasar penyusunan tes hasil belajar adalah sebagai
berikut:
a. Tes hasil belajar harus dapat mengukur apa-apa yang
dipelajari dalam proses belajar mengajar sesuai dengan
tujuan instruksional yang tercantum di dalam kurikulum
yang berlaku.
b. Tes hasil belajar disusun sedemikian rupa sehingga benar-
benar mewakili bahan yang telah dipelajari.
c. Pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan
aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan.
d. Tes hasil belajar hendaknya disusun sesuai dengan tujuan
penggunaan tes itu sendiri, karena tes dapat disusun untuk
keperluan pre tes dan post tes, masteri tes, tes
diagnostik, tes prestasi, tes formatif, dan sumatif.
e. Tes hasil belajar disesuaikan dengan pendekatan pengukuran
yang dianut apakah mengacu pada kelompok (norm reference,
standar relatif) ataukah mengacu pada patokan tertentu
(creterion reference, standar mutlak).
f. Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk
memperbaiki proses belajar mengajar.
4. Ciri-ciri Tes yang Baik
Tes yang baik adalah tes yang dapat mengukur hasil belajar
siswa dengan tepat. Untuk dapat menghasilkan tes yang seperti itu
maka tes tersebut harus dibuat melalui perencanaan yang baik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat perencanaan tes
yang baik adalah (http://pustaka.ut.ac.id/learning.php):
1. Tentukan tujuan pembelajaran yang ingin diukur.
2. Pilih pokok bahasan dan sub-pokok bahasan yang relevan untuk
mencapai tujuan tersebut.
3. Tentukan proses berpikir yang ingin diukur.
4. Tentukan jenis tes yang tepat digunakan untuk mengukur
tujuan pembelajaran tersebut.
5. Tentukan tingkat kesukaran butir soal yang akan dibuat.
Selain itu, sebuah test dapat dikatakan baik sebagai alat
pengukur harus memenuhi kriteria, yaitu memiliki validitas,
reliabilitas, objektivitas, praktikabilitas dan ekonomis
(http://www.fajar.co.id).
a. Validitas
Sebuah alat pengukur dapat dikatakan valid apabila alat
pengukur tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur secara
tepat. Demikian pula dalam alat-alat evaluasi. Suatu tes dapat
dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila tes itu tersebut
betul-betul dapat mengukur hasil belajar. Jadi bukan sekedar
mengukur daya ingatan atau kemampuan bahasa saja misalnya.
Untuk lebih mendukung memahami pengertian tersebut
selanjutnya akan diuraikan beberapa macam kriteria validitas,
yaitu:
(1) Content validity (validitas isi)
Pengujian jenis validitas ini dilakukan secara logis dan
rasional karena itu disebut juga rational validity atau logical validity.
Batasan content validity ini menggambarkan sejauhmana tes mampu
mengukur materi pelajaran yang telah diberikan secara
representatif dan sejauh mana pula tes dapat mengukur sampel
yang representatif dari perubahan-perubahan perilaku yang
diharapkan terjadi pada diri siswa. Dengan demikian suatu tes
hasil belajar disebut memiliki validitas tinggi secara content,
bila tes tersebut sudah dapat mengukur sampel yang
representatif dari materi pelajaran (subject matter) yang
diberikan, dan perubahan-perubahan perilaku (behavioral changes)
yang diharapkan terjadi pada diri siswa. Misalnya apabila kita
ingin memberikan tes bahasa inggris untuk kelas II, maka item-
itemnya harus diambil dari bahan pelajaran kelas II. Kalau
diambilnya dari kelas III maka tes itu tidak valid lagi.
(2) Predictive validity (validitas ramalan)
Validitas ramalan artinya ketepatan (kejituan) suatu alat
pengukur ditunjau dari kemampuan tes tersebut untuk meramalkan
prestasi yang dicapainya kemudian. Suatu tes hasil belajar
dapat dikatakan mempunyai validitas ramlan yang tinggi,
apabila hasil yang dicapai siswa dalam tes tersebut betul-
betul meramalkan sukses tidaknya siswa tersebut dakam
pelajaran-pelajaran yang akan datang. Cara yang digunakan
untuk mengukur tinggi rendahnya validitas ramalan ialah dengan
mencari korelasi antara nilai-nilsi yang dicapai oleh anak-
anak dalam tes tersebut dengan nilai-nilai yang dicapai
kemudian.
(3) Concurent validity (Validitas bandingan)
Kejituan suatu tes dilihat dari korelasinya terhadap
kecakapan yang telah dimiliki saat kini secara riil. Cara yang
digunakan untuk menilai validitas bandingan ialah dengan jalan
mengkorelasikan hasil-hasil yang dicapai dalam tes tersebut
dengan hasil-hasil yang dicapai dalam tes yang sejenis yang
telah diketahui mempunyai validitas yang tinggi (misalnya tes
Sudjana, Nana. 2004. Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Nasoetion, Noehi. Suryanto Judu dan Adi. 2000. Hakikat tes,
pengukuran dan penilaian. http://pustaka.ut.ac.id/learning.php.
Diakses hari Jumat tanggal 18 April 2008.
Zainul, Asmawi dan Noehi Nasoetion. 1993. Penilaian hasil belajar.
Jakarta: PAU-PPAI.
---------. 2005. Ujian nasional: penilaian atau evaluasi?.
http://www.fajar.co.id. Diakses hari Jumat tanggal 18 April
2008.
Diposkan oleh SULUH PENDIDIKAN di 19.25
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)
SULUH PENDIDIKAN di kolam ne...
ibu sayang
ibu dan adik
Arsip Blog Agu 11 (2) Jul 09 (1) Jun 28 (1) Jun 13 (2) Mei 05 (1) Apr 18 (2) Apr 14 (1) Mar 26 (2) Mar 25 (3) Mei 09 (2) Jan 24 (1) Des 05 (3) Des 01 (1)