Kalender Minum Obat (KMO) Sebagai Sarana Pendukung Strategi Directly Treatment Shortcourse (DOTS) Dalam Usaha Penanggulangan Penyakit Tuberculosis (TBC) di Indonesia Diajukan Oleh Kingkin Resmyta Pambudi I1A010054 UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER BANJARMASIN
kalender pengobatan untuk penderita tbc sebagai solusi untuk meningkatkan disiplin pasien tbc dalam meminum obat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Kalender Minum Obat (KMO) Sebagai Sarana Pendukung Strategi Directly
Treatment Shortcourse (DOTS) Dalam Usaha Penanggulangan Penyakit Tuberculosis
(TBC) di Indonesia
Diajukan Oleh Kingkin Resmyta Pambudi
I1A010054
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERBANJARMASIN
Agustus, 2013
Kalender Minum Obat (KMO)
Sebagai Sarana Pendukung
Strategi Directly Treatment
Shortcourse (DOTS) Dalam
Usaha Penanggulangan Penyakit
Tuberculosis (TBC) di Indonesia
Kalender Minum Obat (KMO) Sebagai Sarana Pendukung Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) Dalam Usaha Penanggulangan Penyakit Tuberculosis (TBC) di Indonesia
Penyakit TBC adalah penyakit infeksi dimana kuman penyebabnya telah diketahui dan obat-obatan untuk mengatasinya cukup efektif dan telah mengalami kemajuan pesat. Namun, pemberantasan TBC secara nasional di Indonesia yang telah berlangsung 30 tahun sejak tahun 1969 belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Karya tulis ini menghasilkan sebuah ide untuk membantu meningkatkan keefektifitasan pemberantasan TBC. Ide tersebut diwujudkan dengan menciptakan kalender minum obat (KMO) sebagai sarana pendukung strategi penanggulangan TBC yang telah ada yakni DOTS (tim pengawas menelan obat (PMO) dalam jangka pendek). Kalender merupakan lembar yang berisi tanggal serta bulan dalam kurun waktu tertentu yang dewasa ini telah berkembang dengan dilengkapi berbagai gambar, animasi, kata-kata motivasi serta diletakkan di tempat-tempat strategis dalam hunian. Berdasarkan pemikiran tersebut, KMO diciptakan sebagai lembar pengingat sekaligus pemotivasi bagi penderita TBC, dimana pengobatan TBC cukup lama yakni sekitar 6-7 bulan dan harus dilakukan secara rutin serta dengan dosis dan jumlah obat yang tepat.
Drugs Consumption Calender (DCC) As A Supporting Media of Directly Observed Treatment Shorcourse (DOTS) as an effort To Handle Tuberculocis Disease (TBC) In Indonesia
Tuberculosis disease is an infectious disease which the causal microba has known and the treatments to overcome are effective enough, and has been developed significantly. However, National Eradication of TBC in Indonesia that has been worked for 30 years since 1969 hasn’t shown satisfied result. This paper create an idea to increase the efficacy of TBC eradication. The idea is realised by creating Drugs Consumption Calender (DCC) as a DOTS (controling team for drugs consumption in a short term) supporting media to handle TBC that still working. Calender is a sheet that contain date and month in a several terms which is nowadays has been developt with addition such as picture, animation, motivation quotes and put in strategic place at homes. Based on that idea, DCC is created as a reminder sheet and also a motivator for TBC patients, which is TBC treatment need a long time about 6-7 month and must be continue with a certain doses and certain number.
1. Pendahuluan
Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan merupakan penyakit dengan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi terutama di negara berkembang. Berdasarkan estimasi
World Health Organization (WHO), daerah dengan kasus TB baru yang tertinggi
pada tahun 2009 adalah di daerah Asia Tenggara yang merupakan 35% dari
insidensi global. Sekitar 1,3 juta populasi meninggal akibat TB pada tahun 2009.
Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia maupun diberbagai belahan
dunia. Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular yang kejadiannya
cukup tinggi dan Indonesia menempati urutan kelima negara dengan kasus TBC
terbanyak di dunia. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak
penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu penderita batuk
butir-butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan
masuk kedalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru.
Menurut WHO (1999), di Indonesia setiap tahun terjadi 583 kasus baru dengan
kematian 130 penderita dengan tuberkulosis positif pada dahaknya. Sedangkan
menurut hasil penelitian kusnindar 1990, Jumlah kematian yang disebabkan
karena tuberkulosis diperkirakan 105,952 orang pertahun. Kejadian kasus
tuberkulosa paru yang tinggi ini paling banyak terjadi pada kelompok masyarakat
dengan sosio ekonomi lemah. Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkan
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, status gizi dan kebersihan diri individu dan
kepadatan hunian lingkungan tempat tinggal.
Pada tahun 1995 pemerintah telah memberikan anggaran obat bagi
penderita tuberkulosis secara gratis ditingkat Puskesmas, dengan sasaran utama
adalah penderita tuberkulosis dengan ekonomi lemah. Obat tuberkulosis harus
diminum oleh penderita secara rutin selama enam bulan berturut-turut tanpa henti.
Untuk kedisiplinan pasien dalam menjalankan pengobatan juga perlu diawasi oleh
anggota keluarga terdekat yang tinggal serumah, yang setiap saat dapat
mengingatkan penderita untuk minum obat. Apabila pengobatan terputus tidak
sampai enam bulan, penderita sewaktu-waktu akan kambuh kembali penyakitnya
dan kuman tuberkulosis menjadi resisten sehingga membutuhkan biaya besar
untuk pengobatannya.
Upaya yang sudah dilakukan Dinas Kesehatan dalam penanganan TBC
adalah melalui strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcase ) dengan
kegiatan tatalaksana pasien TBC ( penemuan tersangka TBC, diagnosis,
pengobatan), manajemen, program (perencanaan, pelaksanaan, pencatatan dan
lingkungan yang baik dan menganggap penyakit tuberculosis sebagai
sesuatu yang mistik, dan bahkan sebagai hukuman dari Tuhan (Yunus,dkk,
1992).
4. Kemiskinan dan status gizi yang buruk.
5. Keterlambatan mendeteksi penyakit.
6. Aspek hambatan dari pihak petugas, dedikasi dari petugas penting artinya
untuk mendapatkan keberhasilan dalam tiap tugas, datang terutama untuk
penyakit kronik seperti tuberculosis yang membutuhkan pasien harus terus
dimotivasi dengan baik. Karena kesibukannya petugas tidak mempunyai
waktu lagi memperhatikan untuk melakukan pengawasan. Pasien yang
tidak mengerti apa yang dihadapinya dengan sendirinya akan lalai berobat
sampai putus berobat,apalagi kalau penderita sudah merasakan sembuh
dari penyakitnya (Yunus,dkk, 1992).
7. Kalender Minum Obat Sebagai Sarana Pendukung Strategi DOTS
Kalender minum obat (KMO) yang ditawarkan berbeda dari kalender
lainnya, selain sebagai reminder bagi penderita TBC mengenai jadwal minum
obat, kalender ini juga sebagai salah satu media pemotivasi bagi pasien. Media
kalender dipilih karena fungsinya sebagai pengingat seringkali diletakkan di
tempa-tempat staregis dalam hunian yang sering dikunjungi pasien seperti kamar
tidur, ruang tamu, ruang makan, dll. Selain itu, mengingat penderita TBC banyak
dari kalangan sosio ekonomi rendah, diharapkan KMO ini dapat menjangkau
seluruh kalangan.
KMO ini tidak hanya sebagai media pengingat yang hanya menampilkan
bulan dan tanggal, akan tetapi pasien dituntut untuk menuliskan obat apa saja
yang telah dia minum dalam kalender, selain memudahkan PMO untuk mengecek
tingkat kepatuhan pasien, dengan cara seperti ini pasien menjadi lebih termotivasi
untuk sembuh karena keterlibatan berbagai macam alat indera dalam KMO ini.
Kalender ini berbeda dari kalender pada umumnya. Apabila kalender
masehi terdiri dari 12 bulan dan jumlah hari yang berbeda di setiap bulannya,
KMO ini hanya terdiri dari 7 bulan dan setiap bulan terdiri dari 30 hari. Tidak ada
tahun dalam kalender ini, sehingga dapat digunakan kapan saja. Jumlah bulan
dalam kalander ini yang hanya 7 mengikuti strategi pengobatan TBC yang telah
ditetapkan WHO. Sebelum memulai mengisi kalender ini, pasien terlebih dahulu
harus di diagnosis menderita TBC kategori apa, serta diberitahu obat apa saja
yang harus dimininum dan singkatan dari obat tersebut seperti yang sudah
dijelaskan di depan. Misalnya, pasien tersebut masuk kategori 1 dengan BTA (+)
dan kasus baru, maka obat yang harus dia minum adalah 2HRZE pada fase awal
selama 2 bulan dan 4HR selama 4 bulan pada fase lanjutan, sehingga lama total ia
meminum obat adalah 6 bulan. Yang harus ia lakukan adalah memberikan tanda
pada setiap obat yang telah ia minum selama 6 bulan masa pengobatan tersebut.
Selain berisi bulan serta tanggal, kalender terserbut juga dilengkapi dengan
animasi yang menggambarkan kesehatan dengan wajah-wajah orang yang ceria.
Gambar yang dipilih berupa animasi kartun karena dapat digambar dengan
berbagai macam ekspresi serta ingin menimbulkan persepsi gembira dan bukan
suatu hal yang berat dalam minum obat. Kalender ini juga dilengkapi dengan kata-
kata motivasi kesembuhan bagi pasien, seperti :
“Ada beribu impian yang ingin Anda lakukan jika Anda sehat, namun
hanya ada satu keinginan yang ingin Anda raih ketika Anda sakit”
“Rasa sakit ini hanyalah sementara, rasa sakit ini adalah penghapus dosa.
Semoga bisa mengambil hikmah dan bangkit segera dari tempat tidurmu.
Semangat sobatku, ayoo kita main lagi"
15 H R Z E S
15 H R Z E S
"Semua pasti ada hikmahnya, jangan larut dalam kesedihan.
Bersemangatlah karena itu akan membuat keadaan lebih baik. Sakit itu
hanya sebuah penghapus dosa-dosa."
Salah satu hambatan dalam pengobatan TBC adalah efek samping obat yang
tidak diketahui oleh kebanyakan pasien. Efek samping yang ditimbulkan dirasa
cukup mengganggu sehingga tidak jarang dari mereka yang memutuskan untuk
memutus pengobatan. Dalam KMO ini juga dibuat satu halaman khusus yang
berisi pedoman pengobatan TBC serta efek sampingnya, sehingga pasien dapat
lebih paham mengenai prosedur pengobatan yang sedang mereka jalani.
BULAN 1
“Semangat sobat, demi Indonesia sehat.”
8. Manfaat Kalender Minum Obat
Kalender merupakan lembar pengingat yang familiar di masyarakat. Dengan
adanya KMO ini, penderita TBC dapat lebih disiplin untuk meminum obat, dan
juga dapat mengetahui efek samping serta tahap pengobatan yang sedang mereka
jalani. Untuk strategi DOTS sendiri, KMO ini dapat mempermudah PMO yang
bertugas mengontrol jadwal minum obat pasien TBC. Terutama bagi pasien yang
ada di daerah pedalaman, PMO dapat mengontrol konsumsi obat pasien dari
KMO. KMO juga dapat menjangkau seluruh kalangan, dapat digunakan oleh
pasien anak-anak maupun dewasa karena mudah dalam menggunakannya.
9. Kesimpulan dan Saran
KMO merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kepatuhan pasien
TBC dalam menelan obat, mengingat obat yang diminum oleh pasien TBC lebih
dari satu, dan membutuhkan waktu yang lama. Dengan cara penggunaannya yang
simple serta mudah dimengerti. KMO tidak hanya memberikan kemudahan bagi
pasien dalam mengingat jadwal minum obat, namun juga membantu PMO dalam
mengontrol tingkat kepatuhan pasien. Kedisiplinan pasien sangat diperlukan
karena TBC memerlukan pengobatan yang rutin, mengingat kuman penyebabnya
sulit untuk dimatikan, Jika penyakit ini tidak segera disembuhkan, dapat
meningkatkan angka kejadian TBC dikarenakan sifatnya yang menular.
Melalui ide ini, diharapkan dapat memberi inspirasi bagi semua kalangan
khususnya yang bergerak di bidang kesehatan. Pemerintah harus memberikan
perhatian bagi kasus TBC di Indonesia, seiring dengan meningkatnya HIV/AIDS
di Indonesia, resiko TBC pun turut meningkat. Jika KMO ini dapat direalisasikan,
seluruh pasien yang telah terdiagnosis TBC harus menerima kalender ini, dan
harus dibawa ketika mereka kembali ke dokter. Disarankan agar KMO dapat
difungsikan seperti kartu menuju sehat yang digunakan untuk mengontrol
perkembangan balita. Hanya saja pada KMO, pasien berperan aktif dalam mengisi
obat yang mereka minum.
1. WHO. 2009. Global tuberculosis report. United States.
2. Kusnindar, 1990. Masalah Penyakit tuberkulosis dan pemberantasannya di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran, No. 63 hal. 8 –12.
3. Depkes RI, 2001. Faktor Budaya Malu Hambat Pencegahan Penyakit Tuberkulosis, Media Indonesia Jakarta.
4. Depkes RI, 1997. Pedoman Penyakit Tuberkulosis dan Penanggulangannya. Dirjen P2M dan PLP, Jakarta.
5. Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi. 2007. Profil kesehatan kota bukittinggi tahun 2007. Pemerintah Kota Bukittinggi, Bukittinggi.
6. Notoatmodjo. 2003. Ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta : PT Rineka Cipta.
7. Wilieyam, Nina Gisela Sevani. 2013. SMS Based Gateway Patient Medication Reminder Application Aplikasi Reminder Pengobatan Pasien Berbasis SMS Gateway. Universitas Kristen Krida Wacana.
8. Arifin, N. 1990. Diagnostik Tuberkulosis Paru dan Penanggulangannya, Universitas Indonesia, Jakarta.
9. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA). 2006. International Standards for Tuberculosis Care.
10. Aditama, T.Y. (2002). Tuberkulosis Paru, Diagnosis, Terapi dan Masalahnya, Edisi 4. Jakarta: IDI.
11. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan. 1999. Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Disampaikan Pada Seminar Sehari TB Paru Dalam Rangka Peringatan Hari TB Paru Sedunia Ke 117. Jakarta.
12. Kapita Selekta Kedoteran. 2001. Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
13. Yunus, F, dkk. (1992). Pulmonologi Klinik, Jakarta: FK UI