Top Banner
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kakao Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan ekspor non migas negara Indonesia. D Tanaman kakao mempunyai akar tunggang (radik primaria), dengan pertumbuhan ke arah samping dapat mencapai 8 m dan 15 m ke arah bawah. Tanah mempunyai hubungan erat dengan sistem perakaran tanaman kakao, karena perakaran tanaman kakao sangat dangkal dan hampir 80% dari akar tanaman kakao berada disekitar 20 - 30 cm dari permukaan tanah, sehingga untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik tanaman kakao menghendaki struktur tanah yang gembur agar perkembangan akar tidak terhambat. Perkembangan akar yang baik menentukan jumlah dan distribusi akar yang kemudian berfungsi sebagai organ penyerapan hara dari tanah (Anonymous, 2006). i Indonesia tanaman kakao pertama kali dibudidayakan pada tahun 1921 dan berkembang pesat di daerah-daerah pulau Jawa dan sekarang sudah menyebar di seluruh wilayah Indonesia (Sri mulato dkk, 2005). Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan khusus untuk dapat berproduksi secara baik. Kakao saat ini bukan hanya tanaman perkebunan besar tetapi telah menjadi tanaman rakyat. Di Indonesia, menurut data statistik tahun 2002, luas areal kakao telah mencapai lebih dari 777.900 ha (Goenadi dkk, 2005). Kakao tersebar pada lahan yang beragam dan tingkat produktivitas yang juga beragam. Kakao dapat berproduksi tinggi dan menguntungkan jika diusahakan pada lingkungan yang sesuai. Faktor lahan Universitas Sumatera Utara
19

kakao

Dec 28, 2015

Download

Documents

cicakterbang

kko
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: kakao

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kakao

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan ekspor non

migas negara Indonesia. D

Tanaman kakao mempunyai akar tunggang (radik primaria), dengan

pertumbuhan ke arah samping dapat mencapai 8 m dan 15 m ke arah bawah.

Tanah mempunyai hubungan erat dengan sistem perakaran tanaman kakao, karena

perakaran tanaman kakao sangat dangkal dan hampir 80% dari akar tanaman

kakao berada disekitar 20 - 30 cm dari permukaan tanah, sehingga untuk

mendapatkan pertumbuhan yang baik tanaman kakao menghendaki struktur tanah

yang gembur agar perkembangan akar tidak terhambat. Perkembangan akar yang

baik menentukan jumlah dan distribusi akar yang kemudian berfungsi sebagai

organ penyerapan hara dari tanah (Anonymous, 2006).

i Indonesia tanaman kakao pertama kali dibudidayakan

pada tahun 1921 dan berkembang pesat di daerah-daerah pulau Jawa dan sekarang

sudah menyebar di seluruh wilayah Indonesia (Sri mulato dkk, 2005).

Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan khusus

untuk dapat berproduksi secara baik. Kakao saat ini bukan hanya tanaman

perkebunan besar tetapi telah menjadi tanaman rakyat. Di Indonesia, menurut data

statistik tahun 2002, luas areal kakao telah mencapai lebih dari 777.900 ha

(Goenadi dkk, 2005). Kakao tersebar pada lahan yang beragam dan tingkat

produktivitas yang juga beragam. Kakao dapat berproduksi tinggi dan

menguntungkan jika diusahakan pada lingkungan yang sesuai. Faktor lahan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: kakao

mempunyai andil yang cukup besar dalam mendukung tingkat produktivitas

kakao. Adapun syarat tumbuh tanaman kakao yang sesuai adalah sebagai berikut :

2.1.1. Iklim

Sebaran curah hujan lebih berpengaruh terhadap produksi kakao

dibandingkan dengan jumlah curah hujan yang tinggi. Jumlah curah hujan

mempengaruhi pola pertunasan kakao (flush). Curah hujan yang tinggi dan

sebaran yang tidak merata akan berpengaruh terhadap flush dan berakibat

terhadap produksi kakao. Pertumbuhan dan produksi kakao banyak ditentukan

oleh ketersediaan air, sehingga kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik

di tempat yang jumlah curah hujannya relatif sedikit tetapi merata sepanjang

tahun (Anonymous, 2004).

2.1.2. Tanah dan Topografi

Lahan di perkebunan kakao didominasi oleh tanah-tanah marginal. Tanah-

tanah marginal di perkebunan kakao berkembang di daerah dengan curah hujan

tinggi dan distribusinya merata sepanjang tahun dan telah mengalami proses

pencucian yang sangat intensif. Tanah tersebut memiliki karakteristik fisika dan

kimia dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah dan kurang menguntungkan

untuk pertumbuhan tanaman (Koedadiri dkk, 1999).

Tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asal persyaratan

fisik dan kimia tanah yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi kakao

terpenuhi. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi

tanaman adalah sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

Sifat kimia tanah meliputi kadar unsur hara mikro dan makro tanah,

kejenuhan basa, kapasitas pertukaran kation, pH atau keasaman tanah, dan kadar

Universitas Sumatera Utara

Page 3: kakao

bahan organik. Sifat fisik tanah meliputi tekstur, struktur, kedalaman efektif tanah

dan bulk density. Selain itu kemiringan lahan juga merupakan sifat fisik yang

mempengaruhi pertumbuhan dan pertumbuhan kakao. Sedangkan sifat biologi

tanah belum menjadi pertimbangan dalam melakukan penilaian kesesuaian lahan,

karena hubungannya belum banyak diketahui secara pasti. Secara tidak langsung

sifat tersebut mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Rahutomo dkk., 2001).

Produksi optimum suatu tanaman dapat dicapai dengan pemupukan dan

usaha-usaha perbaikan sifat fisik tanah. Akan tetapi pemupukan tidak akan

berhasil dan menguntungkan sebelum usaha-usaha pencegahan erosi, perbaikan

keadaan air dan udara, usaha-usaha pemeliharaan bahan organik tanah, perbaikan

tanah-tanah yang telah rusak, atau perbaikan drainase telah dilakukan (Arsyad,

2000).

1) Sifat Fisik Tanah

Pertumbuhan tanaman tidak hanya tergantung pada tersedianya unsur hara

yang seimbang, tetapi juga harus ditunjang oleh keadaan fisik dan kimia tanah

yang baik. Pentingnya sifat-sifat fisik dan kimia yang baik dalam menunjang

pertumbuhan tanaman sering tidak disadari karena kesuburan tanah selalu dititik

beratkan hanya pada kesuburan kimianya (Rohlini dan Soeprapto, 1989).

Sifat tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah solum tebal 80 cm.

Solum tebal akan merupakan media yang baik bagi perkembangan akar sehingga

efisiensi penyerapan hara tanaman akan lebih baik. Tekstur tanah yang baik untuk

tanaman kakao adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30 ‐ 40% fraksi

liat, 50% pasir, dan 10 ‐ 20% debu. Susunan demikian akan mempengaruhi

ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah. Struktur tanah yang remah dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: kakao

agregat yang mantap menciptakan gerakan air dan udara di dalam tanah sehingga

menguntungkan bagi akar. Perkembangan struktur baik, konsistensi gembur

sampai agak teguh dan permeabilitas sedang (Rohlini, 1989).

Terdapat hubungan yang positif antara sifat fisik tanah, permeabilitas,

ruang pori total, pori drainase dan kerapatan bongkah dengan pertumbuhan

tanaman. Semakin baik sifat fisik tanah semakin baik pula pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Akar akan mudah menembus tanah biasanya

pertumbuhan tanaman secara keseluruhan akan semakin cepat dan akan

memberikan hasil yang tinggi (Martoyo, 1992).

Permeabilitas tanah sangat erat kaitannya dengan pori makro pada tanah.

Semakin banyak pori makro pada tanah, maka air akan semakin mudah melewati

partikel - partikel tanah sehingga nilai permeabilitasnya juga akan semakin besar

(Adiwiganda, 1998). Aktifitas biologi menunjukkan berkurangnya jumlah pori

makro pada lahan yang ditanami daripada yang tidak ditanami. Pengurangan ini

menjadi alasan utama dari lebih rendahnya permeabilitas tanah pada lahan

pertanian dibandingkan dengan yang masih bervegetasi alami. Dengan

permeabilitas yang lebih kecil pada lahan pertanian dibandingkan dengan yang

masih alami mengakibatkan hanya sebagian kecil air yang mampu masuk ke

dalam lapisan tanah sedangkan yang lain akan mengalir melalui permukaan yang

dikenal sebagai limpasan permukaan (Hakim dkk., 1986).

Porositas tanah tinggi apabila bahan organik juga tinggi. Tanah-tanah

dengan sistem granuler atau remah mempunyai porositas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan tanah-tanah dengan struktur pejal (massive). Tanah dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: kakao

tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air

(Hardjowigeno, 1993).

Kerapatan lindak (bulk density) menunjukkan perbandingan antara berat

tanah kering dengan volume total (padat dan pori-pori). Bulk density dipengaruhi

oleh stuktur tanah seperti kelonggaran tanah atau kepadatan tanah, akibat dari sifat

mengembang dan mengerut yang dipengaruhi oleh kadar liat dan kelembaban

(Hilel, 1980). Menurut Hardjowigeno (1993) guna menentukan kerapatan lindak

(bulk density) adalah untuk :

a) Deteksi adanya lapisan padas dan tingkat kepadatannya, semakin

memadas maka semakin tinggi bulk densitynya.

b) Menentukan adanya kandungan abu volkan dan batu apung yang cukup

tinggi. Tanah dengan kandungan abu volkan/batu apung yang tinggi

mempunyai bulk density yang rendah dengan nilai 0,85 g/cm3

c) Evaluasi terhadap kemungkinan akar menembus tanah. Pada tanah-

tanah dengan bulk density tinggi akar tanaman tidak dapat menembus

lapisan tanah tersebut.

.

2) Sifat Kimia Tanah

Tanah dikatakan subur apabila fase padat mengandung cukup unsur hara

tersedia dan cukup air serta udara bagi pertumbuhan tanaman. Apabila ruang-

ruang pori yang terdapat diantara partikel-partikel padat menyebar sedemikian

rupa sehingga dapat menyediakan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman

dan pada waktu yang bersamaan memungkinkan aerasi yang cukup pada akar,

maka tanah itu dinilai mempunyai hubungan air dan udara yang cocok (Lubis,

1992).

Universitas Sumatera Utara

Page 6: kakao

Banyaknya unsur hara di dalam tanah tidak menjamin tanaman dapat

tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi, tetapi tergantung juga dari hubungan

air dan udara yang memungkinkan tanaman dapat mempergunakan unsur hara

tersedia secara efisien, perkembangan akar lebih intensif dan proses biologi dan

kimia berlangsung baik pada kondisi optimum (Hasibuan, 1981). Singkatnya

untuk kesuburan kimia, tanah harus memiliki kesuburan fisik.

Sifat kimia tanah yaitu pH secara umum adalah 4,0 – 6,0, kandungan

unsur hara tinggi, C/N mendekati 10 dengan C:1% dan N:0,1% (Lubis, 1992).

Kemasaman (pH) tanah merupakan faktor paling penting dan merupakan

indikator ketersediaan unsur hara dalam tanah. Tanaman kakao dapat tumbuh

dengan baik pada tanah yang memiliki pH 6 ‐ 7,5 tidak lebih tinggi dari 8 serta

tidak lebih rendah dari 4; paling tidak pada kedalaman 1 meter. Kemasaman (pH)

tanah yang baik untuk kakao adalah netral atau berkisar 6 - 7,5. Sifat ini khusus

berlaku untuk tanah atas (top soil), sedangkan pada tanah bawah (subsoil)

kemasaman tanah sebaiknya netral, agak asam, atau agak basa. Pada pH > 8

(alkalis) menyebabkan klorosis karena Fe, Mn, Zn, Cu tidak dapat diserap oleh

akar tanaman kakao, sebaliknya pada pH < 4 (masam) terjadi keracunan karena

Fe, Mn, Zn, Cu tersedia dalam jumlah yang berlebihan (Bintaran, 2007).

Disamping faktor keasaman, sifat kimia tanah yang juga turut berperan

adalah kadar bahan organik. Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan

organik tinggi, yaitu di atas 3% pada lapisan tanah setebal 0 – 15 cm. Kadar

tersebut setara dengan 1,75% unsur karbon yang dapat menyediakan hara dan air

serta struktur tanah yang gembur. Kadar bahan organik yang tinggi akan

memperbaiki struktur tanah, biologi tanah, kemampuan penyerapan (absorpsi)

Universitas Sumatera Utara

Page 7: kakao

hara, dan daya simpan lengas tanah. Tingginya kemampuan absorpsi menandakan

bahwa daya pegang tanah terhadap unsur-unsur hara cukup tinggi dan selanjutnya

melepaskannya untuk diserap akar tanaman. Usaha meningkatkan kadar organik

dapat dilakukan dengan memanfaatkan serasah sisa pemangkasan maupun

pembenaman kulit buah kakao (Bintaran, 2007).

2.2. Perkembangan Perkebunan Kakao di Indonesia

Kakao merupakan salah satu komoditi utama nasional dengan sebaran

sentra penanaman yang cukup banyak dan tumbuh dengan baik di Indonesia.

Kakao juga telah lama menjadi salah satu komoditi ekspor unggulan Indonesia

yang memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menghasilkan devisa negara.

Seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk dunia, maka permintaan

pasar untuk komoditi kakao juga akan meningkat. Ini merupakan peluang bagi

Indonesia untuk terus meningkatkan produksi kakao. Salah satu cara untuk

meningkatkan produksi kakao adalah dengan memperluas lahan penanaman. Hal

ini sulit untuk dilakukan karena kurangnya lahan yang sesuai untuk dapat

dimanfaatkan sebagai usaha perkebunan kakao di Indonesia (Anonymous, 2007).

Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal

tahun 1980-an dan pada tahun 2004, areal perkebunan Kakao Indonesia tercatat

seluas 992.191 ha dimana sebagian besar (89,59%) dikelola oleh rakyat dan

selebihnya 5,04% perkebunan besar negara serta 5,37% perkebunan besar swasta.

Indonesia merupakan salah satu produsen kakao terbesar di dunia hingga

saat ini. Luas perkebunan kakao di Indonesia terus meningkat sepanjang 5 tahun

terakhir. Pada tahun 2007 luas perkebunan kakao di Indonesia mencapai

1.379.279 ha. Luas perkebunan ini mengalami pertumbuhan sebesar 6,8%

Universitas Sumatera Utara

Page 8: kakao

menjadi 1.473.259 ha. Luas perkebunan kakao kembali bertambah menjadi

1.592.982 ha atau tumbuh 8,1% pada tahun berikutnya. Secara rata-rata

pertumbuhan luas perkebunan kakao di Indonesia dari tahun 2006 hingga tahun

2009 adalah 8,1%. Perkebunan kakao di Indonesia sebagian besar terletak di

pulau Sulawesi. Luas perkebunan ini sekitar 953.691 ha atau 60% dari seluruh

perkebunan kakao di Indonesia. Wilayah terbesar kedua adalah di pulau Sumatera

yakni sekitar 18% dengan luas mencapai 300.461 ha (Siregar, 2006).

Beberapa program terkait pengembangan perkebunan kakao yang

dicanangkan pemerintah adalah peremajaan perkebunan seluas 70.000 ha,

rehabilitasi 235.000 ha lahan kakao, intensifikasi pada 145.000 ha lahan, serta

pengendalian hama pada 450.000 ha lahan kakao dalam tiga tahun sejak 2009

hingga 2011 (Goenadi, 2005).

Pada tahun 2002 komposisi tanaman perkebunan kakao Indonesia tercatat

seluas 224.411 ha (24,6%) tanaman belum menghasilkan (TBM), 618.089 ha

(67,6%) tanaman menghasilkan (TM), dan 71.551 ha (7,8%) tanaman tua/rusak.

Produktivitas rata-rata nasional tercata 924 kg/ha, dimana produktivitas

perkebunan rakyat (PR) sebesar 963,3 kg/ha, produktivitas perkebunan besar

negara (PBN) rata-rata 688,13 kg/ha dan produktivitas perkebunan besar swasta

(PBS) rata-rata 681,1 kg/ha (Anonymous, 2007).

Tabel 1. Perkembangan Areal dan Produksi Perkebunan Kakao di Indonesia

Tahun Areal (ha) Produksi (ton) PR PBN PBS Jumlah PR PBN PBS Jumlah

1980 13.125 18.636 5.321 37.082 1.0588 8.410 816 10.284 1985 51.765 29.198 11.834 92.797 8.997 20.512 4.289 33.798

Universitas Sumatera Utara

Page 9: kakao

1990 252.237 57.600 47.653 357.490 97.418 27.016 17.913 142.347 1995 428.614 66.021 107.484 602.119 231.992 40.933 31.941 304.866 2000 641.133 52.690 56.094 749.917 363.628 34.790 22.724 421.142 2001 710.044 55.291 56.114 821.449 476.924 33.905 25.975 536.804 2002 798.628 54.815 60.608 914.051 511.379 34.083 25.693 571.155 2003 861.099 49.913 53.211 964.223 634.877 32.075 31.864 698.816 2004 1.033.252 38.668 19.040 1.090.960 636.783 2.583 52.338 691.704 2005 1.081.102 38.295 47.649 1.167.046 693.701 25.494 29.633 748.828 2006 1.105.654 38.453 47.635 1.191.742 723.992 26.112 29.360 779.474

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004. Keterangan : PR = Perkebunan Rakyat, PBN = Perkebunan Besar Negara, PBS = Perkebunan

Besar Swasta Pada Tabel 1 terlihat bahwa perluasan areal perkebunan kakao yang begitu

pesat umumnya dilakukan petani, sehingga perkebunan rakyat telah mendominasi

perkebunan kakao Indonesia. Tanaman kakao ditanam hampir di seluruh pelosok

tanah air dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi

Tenggara, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur,

Kalimantan Timur, maluku Utara dan Irian Jaya. Keberhasilan perluasan areal dan

peningkatan produksi tersebut telah memberikan hasil nyata bagi peningkatan

pangsa pasar kakao Indonesia di kancah perkakaoan dunia. Indonesia berhasil

menempatkan diri sebagai produsen Kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai

Gading (Cote d’lvoire) pada tahun 2002, walaupun kembali tergeser ke posisi

ketiga oleh Ghana pada tahun 2003 (International Cocoa Organization, 2003).

Tergesernya posisi Indonesia tersebut salah satunya disebabkan oleh makin

mengganasnya serangan hama PBK. Di samping itu rendahnya produktivitas

tanaman kakao disebabkan oleh masih dominannya kebun yang dibangun dengan

asalan, terutama perkebunan rakyat dan belum banyaknya adopsi penggunaan

tanaman klonal.

2.3. Peranan Pupuk Organik dan Bahan Organik

Pupuk organik mempunyai fungsi untuk menggemburkan tanah,

meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air,

Universitas Sumatera Utara

Page 10: kakao

yang keseluruhannya dapat meningkatkan kesuburan tanah (Troeh and Thompson,

2005). Kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami

degradasi/penguraian/pengomposan sehingga berubah bentuk dan sudah tidak

dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman, dan tidak berbau (Indriani,

2008). Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran

yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan

kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk

mempertahankan kandungan air tanah (Isroi, 2008).

Bahan organik merupakan bahan penting dalam pasokan hara tanah dan

meningkatkan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia, dan biologi tanah. Sekitar

dari setengah kapasitas tukar kation (KTK) berasal dari bahan organik yang

merupakan sumber hara tanaman (Hakim dkk, 1986). Bahan organik ditemukan

dipermukaan tanah. Jumlahnya tidak besar hanya sekitar 3-5%, tetapi

pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Syarat tanah sebagai media

tumbuh dibutuhkan kondisi fisik dan kimia yang baik. Keadaan fisik tanah yang

baik apabila dapat menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai

tempat aerasi dan lengas tanah, yang semuanya berkaitan dengan peran bahan

organik. (Hardjowigeno, 1993) menjelaskan pengaruh bahan organik terhadap

tanah dan pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut : i. Granulator yaitu

memperbaiki struktur tanah, ii. Sumber unsur hara bagi tanaman, iii. Menambah

kemampuan tanah untuk menahan unsur hara (kapasitas tukar kation menjadi

tinggi), iv. Sumber energi bagi mikroorganisme, dan v. Menambah kemampuan

tanah untuk menahan air. Seperti tanaman lainnya, tanah tempat tumbuh tanaman

kakao juga memerlukan bahan organik, agar dapat tumbuh dengan baik

Universitas Sumatera Utara

Page 11: kakao

memerlukan bahan organik sebesar 3,5% pada kedalaman 0-15 cm (Widyotomo

dkk, 2007).

Kadar zat organik yang tinggi akan meningkatkan laju pertumbuhan pada

masa sebelum panen. Untuk itu zat organik pada lapisan tanah setebal 0 - 15 cm

sebaiknya lebih dari 3%. Kadar tersebut setara dengan 1,75% unsur karbon yang

dapat menyediakan hara dan air serta struktur tanah yang gembur. Usaha

meningkatkan kadar organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan serasah sisa

pemangkasan maupun pembenaman kulit buah kakao. Kulit tanaman kakao sangat

potensial dijadikan sumber hara karena mengndung sejumlah unsur hara, setiap

900 kg kulit buah kakao dapat menghasilkan unsur hara setara dengan 29 kg urea,

9 kg RP, 56,6 kg KCl dan 8 kg Kieserit (Bintaran, 2007).

2.4. Karakteristik Tanah di Indonesia

Tanah-tanah di Indonesia tergolong peka terhadap erosi, karena terbentuk

dari bahan-bahan yang mudah lapuk. Erosi yang terjadi akan memperburuk

kondisi tanah tersebut dan menurunkan produktivitasnya. Oleh karena itu

penerapan teknik konservasi memperbaiki dan meningkatkan kualitas tanah yang

telah terdegradasi (Kartasapoetra dkk., 1991).

Erosi pada dasarnya adalah proses pengikisan tanah. Proses ini terjadi

dengan penghancuran, pengangkutan dan pengendapan. Di alam ada dua

penyebab utama yang aktif dalam proses ini yakni angin dan air. Akan tetapi

dengan adanya aktifitas manusia di alam, maka manusia akan menjadi faktor yang

sangat penting dalam mempengaruhi erosi (Kartasapoetra dkk, 1991). Pengaruh

erosi berat terhadap kesuburan tanah antara lain sebagai berikut: i. Hilangnya atau

berkurangnya lapisan atas tanah (top soil) yang subur, ii. Kedalaman efektif tanah

Universitas Sumatera Utara

Page 12: kakao

berkurang sehingga ruang tumbuh akar dalam menyerap air dan unsur hara

terbatas, iii. Kemampuan menyimpan air di dalam tanah berkurang.

Lahan dengan kemiringan lebih dari 15% tidak baik ditujukan sebagai

lahan pertanian, melainkan sebagai lahan konservasi, karena semakin besar

kemiringan lahan maka laju aliran permukaan akan semakin cepat, daya kikis dan

daya angkut aliran permukaan makin cepat dan kuat. Oleh karena itu strategi

konservasi tanah dan air pada lahan berlereng adalah memperlambat laju aliran

permukaan dan memperpendek panjang lereng untuk memberikan kesempatan

lebih lama pada air untuk meresap kedalam tanah (Kartasapoetra dkk, 1991).

Lahan yang memiliki kemiringan dapat dikatakan lebih mudah terganggu

atau rusak, apalagi bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang mempunyai

kemiringan akan selalu dipengaruhi oleh curah hujan (apalagi jika curah hujan itu

mencapai 3.200 mm curah hujan/tahun atau distribusi hujan yang merata setiap

bulannya), oleh teriknya sinar matahari dan angin yang selalu berhembus. Akibat

pengaruh-pengaruh tersebut, gangguan atau kerusakan tanah akan berlangsung

melalui erosi maupun kelongsoran tanah, terkikisnya lapisan tanah yang subur

atau humus (Kartasapoetra dan Sutedjo., 1991).

Pada lahan yang miring tanah lebih rentan mengalami kerusakan, terutama

oleh erosi, dibandingkan lahan yang relatif datar. Demikian juga, lahan miring

lebih sedikit dalam absorbsi air sehingga ketersediaan air untuk tanaman lebih

kritis dibanding lahan datar dalam zona iklim yang sama (Paimin dkk., 2002).

Lahan miring tersebar luas pada daerah tropis. Sekitar 500 juta orang

memanfaatkan sebagai lahan pertanian pada lahan tersebut. Sejalan dengan

pertumbuhan penduduk menyebabkan budidaya yang relatif luas pada lahan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: kakao

miring, memunculkan masalah erosi tanah. Berdasarkan kemiringan lahan di

Indonesia dapat dibedakan atas kelas-kelas (Tabel 2) (Darmawijaya, 1997):

Tabel 2. Kelas Kemiringan Lahan Kelas Kemiringan Lahan (%) Kelas Kemiringan Lahan Relief

A 0 – 3 Datar Datar B 3 – 8 Agak miring Landai C 8 – 15 Miring Berombak D 15 – 25 Agak terjal Bergelombang E 25 – 45 Terjal Berbukit F > 45 Curam Bergunung

Sumber : Dephut, 2004

2.5. Biopori

Biopori adalah lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk akibat

berbagai akitifitas organisme di dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman,

rayap dan fauna tanah lainnya. Lubang tersebut akan berisi udara dan menjadi

jalur mengalirnya air di dalam tanah sehingga air hujan tidak langsung masuk ke

saluran pembuangan air, tetapi meresap ke dalam tanah melalui lubang tersebut

(Johnherf, 2008). Pada dasarnya, lubang resapan biopori merupakan lubang

vertikal ke dalam tanah yang berfungsi meningkatkan laju peresapan air hujan.

Pembuatan lubang resapan biopori ke dalam tanah secara langsung akan

memperluas bidang permukaan peresapan air, seluas permukaan dinding lubang.

Peningkatan jumlah biopori tersebut dapat dilakukan dengan membuat

lubang vertikal ke dalam tanah. Lubang-lubang tersebut selanjutnya diisi bahan

organik, seperti sampah-sampah organik rumah tangga, potongan rumput atau

vegetasi lainnya, dan sejenisnya. Bahan organik ini kelak akan dijadikan sumber

energi bagi organisme di dalam tanah sehingga aktifitas mereka akan meningkat.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: kakao

Dengan meningkatnya aktifitas mereka maka akan semakin banyak biopori yang

terbentuk (Bambang dan Sibarani, 2009).

Lubang biopori merupakan lubang silindris yang dibuat ke dalam tanah

dengan diameter 10-30 cm, dengan kedalaman sekitar 100 cm atau jangan

melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang biopori sebaiknya dibuat di bagian

tanah yang tidak terendam air atau lebih tinggi dari saluran air. Jadi, selama

musim kering, lubang tidak terendam air (Brata, 2008).

Teknik biopori ini dicetuskan oleh Dr. Kamir R. Brata, salah satu peneliti

senior di IPB. Lubang resapan biopori adalah metode yang diilhami dari dunia

pertanian yang akrab dikenal dengan rorak. Lubang biopori dapat berperan

sebagai resapan untuk menangkap air yang jatuh ke tanah terutama di lahan

miring untuk meminimalisasi erosi. Lubang resapan biopori dapat juga dijadikan

sebagai komposter sederhana untuk memproduksi pupuk organik yang akrab

dengan sebutan kompos. Di daerah perkotaan fungsi utama lubang resapan

biopori adalah untuk meminimalisasikan masalah banjir yang kerap menyerang

daerah perkotaan apabila musim hujan. Dalam hal ini lubang resapan biopori juga

berperan sebagai water reservoir (penangkap air) yang semakin minim di

kawasan urban. Disamping itu bahan organik yang dimasukkan ke dalam lubang-

lubang tersebut dapat memperbaiki kondisi tanah/sifat tanah baik kimia, biologi

juga fisikanya (Rauf, 2009).

Fungsi utama biopori sebagai ruang di dalam tanah adalah untuk tempat

udara dan air. Udara di dalam tanah sangat diperlukan oleh tanaman dan

mikroorganisme tanah. Oksigen (O2) digunakan akar tanaman dan organisme

tanah untuk proses respirasi (bernapas), CO2 tanah digunakan oleh mikroflora

Universitas Sumatera Utara

Page 15: kakao

tanah untuk melakukan proses fotosintesa, N2

Selain fungsi utama tersebut, biopori memiliki banyak fungsi lainnya,

yaitu (Rauf, 2010) :

tanah digunakan oleh bakteri

penambat N untuk meningkatkan kesuburan tanah, dan lain-lain. Sementara air di

dalam tanah sangat diperlukan sebagai pelarut unsur hara, diserap akar untuk

berbagai proses fisiologis di dalam tubuh (organ) tanaman, menjaga kelembaban

dan mengendalikan suhu tanah (Rauf, 2010).

1. Meningkatkan daya resapan air

2. Memperbesar kemampuan tanah menyerap (meng-infiltrasi) air hujan,

sehingga erosi tanah dapat dikendalikan karena run-off (limpasan permukaan)

dapat dikurangi.

Kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan menambah bidang

resapan air, setidaknya sebesar luas kolom/dinding lubang. Dengan Adanya

aktifitas fauna tanah pada lubang resapan maka biopori akan terbentuk dan

senantiasa terpelihara keberadaannya. Oleh Karena itu bidang resapan ini akan

selalu terjaga kemampuannya dalam meresapkan air. Dengan demikian

kombinasi antara luas bidang resapan dengan kehadiran biopori secara

bersama-sama akan meningkatkan kemampuan dalam meresapkan air.

3. Membantu menekan terjadinya genangan/banjir pada tapak lahan. Lubang

biopori sedalam 1 meter berdiameter 10 cm dapat menampung air sebanyak

0,03 m3 (30 liter). Bila jarak antar biopori 2 x 2 m maka akan ada 2.500 lubang

biopori per hektar yang berarti dapat menampung air sebanyak 75 m3 (75.000

liter)/hektar.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: kakao

4. Menggemburkan tanah, sehingga memudahkan terjadinya pertukaran udara di

dalam tanah.

5. Dapat digunakan sebagai lubang pembuat kompos dengan memasukkan

sampah organik sisa panen atau sampah organik (sampah basah) rumah tangga

(sekaligus menanggulangi sampah rumah tangga).

6. Dapat menyuburkan tanaman karena sampah organik yang dibuang di lubang

biopori merupakan makanan untuk organisme yang ada dalam tanah.

Organisme tersebut dapat membuat sampah menjadi kompos yang merupakan

pupuk bagi tanaman di sekitarnya.

7. Meningkatkan kualitas air tanah karena organisme dalam tanah mampu

membuat sampah menjadi mineral-mineral yang kemudian dapat larut dalam

air. Hasilnya, air tanah menjadi berkualitas karena mengandung mineral.

2.6. Mulsa Vertikal

Teknik mulsa vertikal ini adalah salah satu teknik dalam konservasi tanah

dan air. Teknik ini adalah pemanfaatan limbah hutan yang berasal dari bagian

tumbuhan atau pohon seperti serasah, gulma, cabang, ranting, batang maupun

daun-daun bekas tebangan dengan cara memasukkannya ke dalam saluran atau

alur yang dibuat menurut kontur pada bidang tanah yang diusahakan (Brata dkk,

1992).

Mulsa vertikal atau disebut juga “teknik jebakan mulsa” adalah bangunan

menyerupai rorak yang dibuat memotong lereng dengan ukuran yang lebih

panjang bila dibandingkan dengan rorak. Ukuran mulsa vertikal harus disesuaikan

dengan keadaan lahan dengan lebar 0,40 - 0,60 m dan dalam 0,30 - 0,50 m, jarak

Universitas Sumatera Utara

Page 17: kakao

antar barisan mulsa vertikal ditentukan oleh kemiringan lahan atau berkisar antara

3 - 5 m (Rauf, 1999).

Penerapan mulsa vertikal pada dasarnya selalu dikombinasikan dengan

pembuatan guludan. Mulsa vertikal dapat digunakan sebagai alternatif cara

pemanfaatan sisa tanaman untuk usaha konservasi tanah dan air sekaligus lebih

mendayagunakan saluran teras gulud sebagai tempat pengomposan pada lahan

pertanian agak miring (lereng <15%) (Rauf, 1999).

Modifikasi teknik mulsa vertikal yang diperkirakan dapat diterapkan oleh

petani adalah pembuatan alur dengan cangkul dan galian tanah ditumpukkan

untuk membuat guludan di sebelah hilir/bawah saluran (seperti teras gulud). Sisa

tanaman dimasukkan ke dalam saluran untuk memelihara dan meningkatkan

permukaan resapan saluran. Dengan demikian teknik mulsa vertikal tersebut

diharapkan dapat memudahkan petani membersihkan sisa tanaman sebelum

pengolahan tanah, sekaligus mendayagunakan saluran untuk mengomposkan sisa

tanaman di lahannya (Kurnia, 2004).

Peranan dari teknik mulsa vertikal ini yang terdiri dari 3 komponen, yaitu

pemanfaatan limbah (serasah), pembuatan saluran, dan guludan, antara lain :

1. Limbah (serasah) berfungsi sebagai :

a) Menghasilkan unsur-unsur hara yang penting bagi tanaman, yaitu

seresah yang dimasukkan dalam saluran, akan terdekomposisi. Lalu

aktivitas mikroba meningkat dalam proses penghancuran atau

dekomposisi bahan organik.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: kakao

b) Biomass segar yang telah dikomposisi tersebut merupakan media yang

dapat menyerap dan memegang massa air dalam jumlah besar

sehingga penyimpanan air dalam tanah dapat berjalan efisien.

c) Bahan organik yang telah terkomposisi di dalam saluran dapat

diangkat dan digunakan sebagai kompos. Kompos ini akhirnya dapat

memperbaiki kesuburan tanah.

d) Dapat meningkatkan keragaman biota tanah, karena mulsa merupakan

niche ekologi bagi berbagai jenis biota tanah. Biota ini akan

memanfaatkan energi dan unsur hara di dalam mulsa dan akan

menghasilkan senyawa organik yang dapat memantapkan agregat

tanah.

e) Limbah/seresah yang dimasukkan dalam saluran dapat berfungsi

sebagai penghambat penyumbatan pori makro dinding saluran oleh

sedimen sehingga air akan mudah meresap ke dalam saluran.

2. Saluran berfungsi sebagai:

a) Adanya saluran maka infiltrasi akan meningkat sehingga aliran

permukaan yang menyebabkan erosi akan menurun tajam, karena air

akan masuk ke dalam saluran.

b) Saluran merupakan tempat menyimpan partikel tanah yang terbawa

oleh aliran dari bidang di atas saluran sehingga dapat terendapkan di

bagian saluran mulsa vertikal tersebut.

3. Dan guludan berfungsi sebagai penahan aliran permukaan dan pertikel-

partikel tanah sebelum tererosi ke bagian hilir. Dengan demikian partikel-

Universitas Sumatera Utara

Page 19: kakao

partikel tanah akan terhenti di bagian guludan tersebut

(www.dephut.go.id/files/Pratiwi).

Teknik pemulsaan (mulching) yang selama ini dilakukan yaitu tindakan

pelapisan permukaan tanah (teknik mulsa horizontal) yang menggunakan bahan

tertentu agar tanah terhindar dari pukulan langsung (energi kinetik) curah hujan,

limpasan permukaan (run-off) dan erosi, serta mempertahankan/meningkatkan

kelembaban tanah, mengendalikan fluktuasi temperatur tanah, dan menambah

unsur hara tanah hanya sesuai pada lahan datar, tetapi kurang/tidak efektif bila

diterapkan pada lahan dengan kemiringan lereng tinggi, apalagi dengan

kedalaman solum yang dangkal sampai sangat dangkal (Arsyad, 2000).

Pada kondisi lahan miring perlakuan mulsa vertikal dapat menekan laju

limpasan permukaan dan erosi yang sekaligus menekan pencucian bahan organik

dan unsur hara, dapat meningkatkan infiltrasi tanah, meningkatkan kadar unsur

hara dan biota tanah secara signifikan (Brata, 1995; Rauf, 1999).

Universitas Sumatera Utara