Top Banner
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM Terakreditasi Berdasarkan Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Nomor: 429/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014 Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand Terhadap Konvensi Inti International Labour Organization No. 29 tentang Kerja Paksa dan No. 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa OLEH Luh Widya Saraswati NPM : 2014200118 PEMBIMBING Dr. Ida Susanti, S.H., LL.M., CN. Penulisan Hukum Disusun Sebagai Salah Satu Kelengkapan Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana Program Studi Ilmu Hukum 2018
29

Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

Oct 29, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

FAKULTAS HUKUM

Terakreditasi Berdasarkan Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Nomor:

429/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014

Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand Terhadap Konvensi

Inti International Labour Organization No. 29 tentang Kerja Paksa dan No. 105 tentang

Penghapusan Kerja Paksa

OLEH

Luh Widya Saraswati

NPM : 2014200118

PEMBIMBING

Dr. Ida Susanti, S.H., LL.M., CN.

Penulisan Hukum

Disusun Sebagai Salah Satu Kelengkapan

Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana

Program Studi Ilmu Hukum

2018

Page 2: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

Disetujui Untuk Diajukan Dalam Sidang

Ujian Penulisan Hukum Fakultas Hukum

Universitas Katolik Parahyangan

Pembimbing

(Dr. Ida Susanti, S.H., LL.M., CN.)

Dekan,

(Dr. Tristam P. Moeliono, S.H., M.H., LL.M.)

Page 3: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

PERNYATAAN INTEGRITAS AKADEMIK

Dalam rangka mewujudkan nilai-nilai ideal dan standar mutu akademik yang setinggi-

tingginya, maka saya, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan yang

bertanda tanga di bawah ini:

Nama : Luh Widya Saraswati

NPM : 2014200118

Dengan ini menyatakan dengan penuh kejujuran dan dengan kesungguhan hati dan pikiran,

bahwa karya ilmiah/karya penulisan hukum yang berjudul:

“KAJIAN YURIDIS NORMATIF HUKUM INDONESIA DAN HUKUM THAILAND

TERHADAP KONVENSI INTI INTERNATIONAL LABOUR ORGANIZATION NO. 29

TENTANG KERJA PAKSA DAN NO. 105 TENTANG PENGHAPUSAN KERJA

PAKSA”

adalah sungguh-sungguh merupakan karya ilmiah/karya penulisan hukum yang telah saya

susun dan selesaikan atas dasar upaya, kemampuan dan pengetahuan akademik saya pribadi

dan sekurang-kurangnya tidak dibuat melalui dan/atau mengandung hasil tindakan-tindakan

yang:

a. Secara tidak jujur dan secara langsung atau tidak langsung melanggar hak-hak atas

kekayaan intelektual orang lain, dan/atau;

b. Dari segi akademik dapat dianggap tidak jujur dan melanggar nilai-nilai integritas

akademik dan itikad baik.

Seandainya di kemudian hari ternyata bahwa saya telah menyalahi atau melanggar

pernyataan saya di atas, maka saya sanggup untuk menerima akibat-akibat dan/atau sanksi-

sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di lingkungan Universitas Katolik Parahyangan

dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 4: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

Pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan kesukarelaan, tanpa paksaan dalam

bentuk apapun juga.

Bandung, 15 Maret 2018

Mahasiswa Penyusun Karya Ilmiah/Penulisan Hukum

Nama : Luh Widya Saraswati

NPM : 2014200118

Page 5: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

i

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis penyerapan pengaturan hukum terkait

dengan kerja paksa sebagaimana diatur dalam Konvensi International Labour

Organization (ILO) No. 29 tentang Kerja Paksa serta Konvensi ILO No. 105

tentang Penghapusan Kerja Paksa ke dalam hukum nasional Indonesia dan

Thailand. Sebagai sesama negara anggota ILO yang telah meratifikasi kedua

konvensi tersebut, Indonesia dan Thailand dituntut untuk meweujudkan apa yang

telah dicita-citakan oleh konvensi tersebut, yakni mencegah dan menghapus

terjadinya praktik kerja paksa. Namun dengan terjadinya kasus kerja paksa dengan

korban berjumlah ribuan orang yang terjadi di Benjina pada November 2015 dan

melibatkan kedua negara tersebut tentu menimbulkan pertanyaan seperti apakah

pengaturan mengenai kerja paksa di dalam hukum nasional masing-masing negara.

Lalu bagaimanakah penyerapan pengaturan konvensi terkait kerja paksa ke dalam

hukum nasional masing-masing negara dan akibat hukum bila terjadi pelanggaran

terhadap konvensi tersebut.

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya penulisan hukum ini

adalah metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan cara meneliti

dan membandingkan pengaturan hukum serta mengkaji sumber pustaka yang ada.

Adapun sumber hukum primer yang digunakan penyusun antara lain: Konvensi

ILO No. 29 tentang Kerja Paksa (ILO Convention concerning Forced Labour),

Konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa (ILO Convention

concerning Abolition of Forced Labour), Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia, Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang, Peraturan Menteri Perhubungan No. 84 Tahun 2013

tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal, Peraturan tentang Perlindungan

Tenaga Kerja Thailand (The Labour Protection Act B.E. 2541), Konstitusi

Thailand 2007 (Thailand Constitution 2007), Peraturan tentang Anti-Perdagangan

Orang (Anti-Trafficking in Persons Act B.E. 2551 (2008, as amended in 2015),

Page 6: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

ii

dan Peraturan Menteri tentang Perlindungan Tenaga Kerja Perikanan Thailand

(Ministerial Regulation on Protection of Labour in Fisheries B.E. 2557 2014).

Sumber hukum sekunder terdiri dari literatur-literatur dan artikel-artikal dalam jaringan

yang berkaitan dengan penelitian serta sumber hukum tersier yakni Kamus Besar Bahasa

Indonesia dalam jaringan.

Adapun hasil dari penelitian ini: pengaturan terkait kerja paksa sebagaimana

dimuat dalam konvensi ILO telah diserap ke dalam hukum nasional Indonesia dan

Thailand. Meskipun kedua negara telah melakukan penyerapan hukum,

pengaturan terkait kerja paksa di dalam hukum nasional Thailand jauh lebih

lengkap apabila dibandingkan dengan hukum nasional Indonesia. Selain itu

terhadap terjadinya pelanggaran konvensi, maka ILO melalui Committee of Expert,

atas aduan masyarakat, akan menjalankan prosedur pemerikasaan hingga dapat

berujung pada pengenaan sanksi teguran kepada negara anggota yang melanggar

ketentuan konvensi yang ada.

Kata Kunci:

Kerja Paksa, International Labour Organization (ILO), Indonesia, Thailand

Page 7: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

iii

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penyusun ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang

Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya penulisan hukum dengan judul

“KAJIAN YURIDIS NORMATIF HUKUM INDONESIA DAN HUKUM

THAILAND TERHADAP KONVENSI INTI INTERNATIONAL LABOUR

ORGANIZATION NO. 29 TENTANG KERJA PAKSA DAN NO. 105

TENTANG PENGHAPUSAN KERJA PAKSA” ini dapat diselesaikan dengan

baik dengan melalui berbagai tahapan penyusunan hingga akhirnya melalui proses

sidang penulisan hukum.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh

dari kata sempurna. Oleh karenanya, penyusun sangat mengharapkan kritik

maupun saran membangun yang sekiranya dapat memperbaiki serta

menyempurnakan karya penulisan hukum ini.

Penyusun menyadari karya penulisan hukum ini dapat diselesaikan dan

diwujudkan dengan baik berkat bantuan serta dukungan yang diberikan oleh

semua pihak dan melalui ini, penyusun hendak mengucapkan terimakasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat serta karunia yang diberikan-

Nya kepada penyusun dan keluarga sehingga penyusun dapat memperoleh

ilmu pengetahuan hingga akhirnya penyusun dapat menyelesaikan

studinya di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan dengan baik

dan tepat waktu.

2. Keluarga (Ibu, Ayah, Ade/Darta dan Aditya), terimakasih atas semua

dukungan, semangat, hiburan, nasihat serta doa-doa yang telah diberikan

kepada penyusun sehingga karya penulisan hukum ini dapat diselesaikan

dengan baik.

3. Ibu Dr. Ida Susanti, S.H., LL.M., CN. selaku dosen pembimbing yang

memberikan arahan serta bimbingan kepada penyusun saat proses

Page 8: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

iv

penyusunan karya penulisan hukum ini berlangsung. Terimakasih atas

waktu, pikiran, dan tenaga yang telah diluangkan untuk membimbing

penyusun dan juga terimakasih atas kebaikan, kesabaran serta dukungan

yang diberikan kepada penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan

karya penulisan hukum ini dengan baik.

4. Ibu Dyan F. D. Sitanggang, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing seminar.

Terimakasih atas waktu, pikiran, tenaga, dukungan dan arahan yang telah

diberikan kepada penyususn selama proses penyusunan draft seminar

penulisan hukum.

5. Bapak Dr. Iur. Liona N. Supriatna, S.H., M.Hum. selaku dosen penguji

pada saat sidang penulisan hukum. Terimakasih atas masukannya.

6. Ibu Prof. Dr. C. Dewi Wulansari, S.H., M.H. selaku dosen penguji pada

saat sidang penulisan hukum.

7. Seluruh dosen dan staff pengajar Fakultas Hukum Universitas Katolik

Parahyangan yang telah memberikan ilmu kepada penyusun selama

menempuh pendidikan di fakultas.

8. Pegawai administasi dan bapak-ibu pekarya Fakultas Hukum Universitas

Katolik Parahyangan.

9. Debora Santana Sirait yang telah memberi dukungan serta bantuan kepada

penyusun selama proses penyusunan karya penulisan hukum ini.

10. Sahabat-sahabat penyusun selama menempuh pendidikan di Fakultas

Hukum Universitas Katolik Parahyangan yaitu Debora, Joyfull, Novia,

Iester dan Maudy yang telah memberikan semangat dan nasihat kepada

penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan karya penulisan hukum

ini dengan baik. Terimakasih juga untuk kebersamaannya selama

menempuh pendidikan ini.

11. KJH, seniman dan penyair yang telah memberikan semangat dan kekuatan

untuk dapat menyelesaikan karya penulisan hukum ini melalui karya dan

suaranya. Terimakasih atas karya-karya menakjubkan yang senantiasa

menemani serta menginspirasi penyusun.

Page 9: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

v

Akhir kata, penyusun berharap agar karya penulisan hukum ini dapat

memberikan manfaat kepada setiap pembaca dan dapat memperkaya

perkembangan ilmu hukum khususnya hukum di Indonesia.

Bandung, 15 Maret 2018

Luh Widya Saraswati

2014200118

Page 10: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK...............................................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................vi

BAB I : PENDAHULUAN.....................................................................................1

I.1. Latar Belakang.......................................................................................1

I.2. Rumusan Masalah Penelitian...............................................................13

I.3. Tujuan Penelitian ................................................................................14

I.3.1. Tujuan Umum.......................................................................14

I.3.2. Tujuan Khusus......................................................................14

I.4. Manfaat Penelitian...............................................................................14

I.4.1. Manfaat Teoritis....................................................................14

I.4.2. Manfaat Praktis.....................................................................15

I.5. Metode Penelitian................................................................................15

I.6. Sistematika Laporan Penulisan............................................................16

BAB II : KERJA PAKSA DALAM KONVENSI ILO NO. 29 TENTANG

KERJA PAKSA DAN NO. 105 TENTANG PENGHAPUSAN KERJA

PAKSA...................................................................................................19

II.1. Pengantar.........................................................................................19

II. 2. Sejarah Munculnya Konvensi ILO No. 29 dan No. 105................21

II.3. Konvensi ILO No. 29 Tentang Kerja Paksa....................................24

II.3.1. Pengantar............................................................................24

II.3.2. Ketentuan Yang Masih Berlaku..........................................25

II.4. Konvensi ILO No. 105 Tentang Penghapusan Kerja Paksa............45

II.5. Hubungan Antara Konvensi ILO No. 29 Tentang KerjaPaksa

dengan Konvensi ILO No. 105 Tentang Penghapusan

Kerja Paksa.......................................................................................51

II.6. Tipologi Kerja Paksa ILO...............................................................53

II.7. Realitas Kerja Paksa.........................................................................54

Page 11: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

vii

BAB III : TINJAUAN UMUM TERHADAP PENGATURAN KERJA

PAKSA DALAM HUKUM NASIONAL INDONESIA

DAN THAILAND.................................................................................61

III.1. Pengantar........................................................................................61

III.2. Hukum Nasional Indonesia............................................................63

III.3. Hukum Nasional Thailand..............................................................90

BAB IV: ANALISA LEGAL ABSORPTION KONVENSI ILO

NO. 29 TENTANG KERJA PAKSA DAN NO. 105 TENTANG

PENGHAPUSAN KERJA PAKSA DENGAN PENGATURAN

KERJA PAKSA DI INDONESIA DAN THAILAND.......................117

IV.1. Pengantar......................................................................................117

IV.2. Legal Absorption Konvensi ILO No. 29 dan No. 105

Dalam Hukum Nasional Indonesia Terkait Pengaturan

Kerja Paksa...................................................................................119

IV.3. Legal Absorption Konvensi ILO No. 29 dan No. 105

Dalam Hukum Nasional Thailand Terkait Pengaturan

Kerja Paksa...................................................................................132

IV.4. Perbandingan Hukum Nasional Indonesia dengan Hukum

Nasional Thailand Terkait Pengaturan Kerja Paksa.......................139

BAB V : PENUTUP

V.1. Kesimpulan.......................................................................................148

V.2. Saran.................................................................................................150

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................152

Page 12: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Manusia merupakan mahluk hidup yang kompleks sebab manusia dalam

rangka mempertahankan hidupnya menjalankan dua fungsi yaitu manusia sebagai

mahluk sosial (Homo Socius) yang tidak dapat lepas dari manusia lainnya dan

sebagai mahluk ekonomi (Homo Economicus) yang berarti manusia dalam

bertindak didasarkan pada perhitungan ekonomi.1 Didasarkan pada dwifungsi

tersebut, manusia memenuhi kebutuhan hidupnya yang dapat dilakukan dengan

berbagai cara. Salah satunya yaitu dengan melakukan suatu pekerjaan untuk

mendapat imbalan tertentu yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan

lainnya. Kegiatan tersebut membuat manusia disebut sebagai tenaga kerja.

Apabila merujuk pada pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, “tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu

melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk

memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.”

Sejalan dengan semakin berkembangnya fenomena globalisasi dimana

semakin terbukanya akses antar lintas batas negara, sektor ketenagakerjaan juga

mengalami perkembangan. Arus globalisasi yang kuat tidak dapat membendung

pergerakan tenaga kerja yang telah menjadi pekerjaan utama bagi sebagian besar

penduduk di berbagai negara. Adanya globalisasi menyebabkan terjadinya

diversifikasi pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang juga beragam

dan banyak, sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut dibutuhkan

tenaga kerja yang berjumlah besar. Hal tersebutlah yang membuat kebutuhan akan

tenaga kerja tidak lagi terbatas pada tenaga kerja lokal, tetapi juga tenaga kerja

migran untuk memenuhi kuota lowongan pekerjaan yang tersedia.

1 Septiani Dwi Maharani, Manusia Sebagai Homo Economicus : Refleksi Atas Kasus-Kasus

Kejahatan di Indonesia (Yogyakarta: Jurnal Filsafat Universitas Gadjah Mada Vol. 26, 2016),

hlm. 46

Page 13: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

2

Pada prinsipnya, baik lokal maupun migran, tenaga kerja di seluruh dunia

memiliki hak yang sama. Hak-hak tersebut juga mendapat perlindungan yang

sama dan setara, siapa, kapan dan dimana pun setiap tenaga kerja berada. Menurut

International Labour Organization (ILO), hak-hak mendasar yang dimiliki oleh

setiap tenaga kerja terkandung di dalam beberapa prinsip mendasar tenaga kerja

seperti prinsip kebebasan berserikat dan hak berunding bersama, prinsip larangan

kerja paksa atau kerja wajib, prinsip penghapusan perburuhan anak secara efektif

serta penghapusan diskriminasi dan menerapkan perlakuan sama terutama dalam

pemberian upah.2 Hak-hak tersebut merupakan hak yang paling mendasar yang

harus terpenuhi agar kesejahteraan setiap tenaga kerja terjamin.

Berdasarkan hak mendasar yang telah ditetapkan oleh ILO tersebut,

banyak negara yang mengadopsi perlindungan hak-hak mendasar ke dalam

peraturan perundang-undangan, termasuk Indonesia melalui Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa

perlindungan akan hak mendasar tenaga kerja telah menjadi perhatian banyak

negara secara global.

Namun pada kenyataannya banyak hak dasar tenaga kerja yang tidak

dihargai sebagaimana mestinya. Dapat dikatakan pula bahwa perlindungan hak-

hak mendasar tersebut tidak dijalankan secara efektif. Hal tersebut terlihat dari

masih banyak terjadi kasus pelanggaran hak tenaga kerja seperti kasus penyiksaan,

diskriminasi tenaga kerja hingga kasus yang paling sering terjadi ialah kasus

dimana tenaga kerja dipekerjakan tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan atau

dipekerjakan secara paksa.

Apabila merujuk pada ketentuan sebagaimana yang diatur di dalam

konvesi ILO No. 29 tentang Kerja Paksa Pasal 2 disebutkan mengenai definisi

kerja paksa atau wajib kerja, yaitu:

2 Organisasi Perburuhan Internasional Jakarta, Deklarasi ILO Mengenai Prinsip-Prinsip Baru

untuk Memasyarakatkan Hak-Hak Mendasar (Jakarta: Organisasi Perburuhan Internasional

Jakarta, 2000), hlm. 7

Page 14: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

3

“Semua pekerjaan atau jasa yang dipaksakan pada setiap orang dengan

ancaman hukuman apapun dan untuk mana orang tersebut tidak

menyediakan diri secara sukarela.”

Terhadap rumusan pasal tersebut, dapat diuraikan lebih lanjut mengenai unsur-

unsur yang terkandung didalamnya, antara lain:3

1. “Semua pekerjaan atau jasa” meliputi segala jenis pekerjaan,

kepegawaian atau jabatan. Oleh karenanya sifat atau legalitas dari

relasi kerja itu tidaklah relevan. ...

2. “Siapapun” merujuk pada orang dewasa maupun anak kecil. Istilah

ini juga tidak relevan apakah orang tersebut adalah penduduk atau

bukan penduduk dari negara dimana kasus kerja paksa tadi telah

teridentifikasi

3. “Ancaman denda” merujuk tidak hanya pada sanksi kriminal namun

juga pada beragam jenis pemaksaan, seperti ancaman, tindakan

kekerasan, ditahannya dokumen identitas diri, pengurungan atau

tidak dibayarkannya gaji. Isu utama disini adalah pekerja seharusnya

bebas untuk keluar dari relasi kerjanya tanpa kehilangan hak atau

manfaat apapun. ...

4. “Sukarela” merujuk pada persetujuan pekerja untuk memasuki suatu

hubungan kepegawaian. Meski seorang pekerja mungkin telah

memasuki suatu kontrak kerja tanpa adanya penipuan atau

pemaksaan, ia harus selalu dapat dengan bebas membatalkan

kesepakatan yang dibuat secara konsensual. ...

Selain definisi kerja paksa, di dalam Pasal 2 Konvensi No.29 tentang Kerja

Paksa dimuat pembatasan definisi tersebut dimana kerja paksa yang dimaksud

tidak termasuk:

a) setiap pekerjaan atau jasa yang harus dilakukan berdasarkan undang-

undang wajib dinas militer untuk pekerjaan yang khusus bersifat

militer;

3 Beate Andress, Kerja Paksa dan Perdagangan Orang: Buku Pedoman untuk Pengawas

Ketenagakerjaan (Forced labour and human trafficking: a handbook for labour inspectors)

(Jakarta: Organisasi Perburuhan Internasional Jakarta, 2014), hlm. 4

Page 15: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

4

b) setiap pekerjaan atau jasa yang merupakan sebagian dari kewajiban

biasa warga negara dari penduduk suatu negara yang merdeka

sepenuhnya;

c) setiap pekerjaan atau jasa yang dipaksakan pada setiap orang sebagai

akibat keputusan pengadilan dengan ketentuan bahwa pekerjaan atau

jasa tersebut dilaksanakan dibawah perintah dan pengawasan pejabat

pemerintah dan orang tersebut tidak disewa atau ditempatkan untuk

digunakan oleh perorangan secara pribadi, perusahaan atau

perkumpulan;

d) setiap pekerjaan atau jasa yang dipaksakan dalam keadaan darurat,

ialah dalam keadaan perang atau bencana atau bencana yang

mengancam seperti misalnya kebakaran, banjir, kekurangan makanan,

gempa bumi, wabah yang ganas atau wabah penyakit, serangan oleh

binatang, serangga atau binatang yang merusak tumbuh-tumbuhan

dan pada umumnya setiap hal yang dapat membahayakan keadaan

kehidupan atau keselamatan dari seluruh atau sebagian penduduk;

e) tugas kemasyarakatan dalam bentuk kecil semacam yang dilakukan

oleh anggota masyarakat tersebut secara langsung dan oleh

karenanya dapat dianggap sebagai kewajiban yang biasa dari warga

negara yang dibebankan pada anggota masyarakat, dengan ketentuan

bahwa anggota masyarakat atau wakil mereka mempunyai hak untuk

dimintakan pendapat tentang keperluan pekerjaan itu.

Dalam protokol konvensi ILO No. 29 disebutkan secara eksplisit mengenai

hubungan antara kerja paksa dan perdagangan manusia, yaitu4:

“… konteks dan bentuk kerja paksa atau wajib kerja telah berubah dan

perdagangan orang untuk tujuan kerja paksa ataupun wajib kerja, yang

mungkin melibatkan eksploitasi seksual, merupakan subjek keprihatinan

internasional dan membutuhkan aksi cepat dalam pemberantasannya

yang efektif…”; dan “langkah – langkah yang dirujuk oleh Protokol

4 International Organization For Migration, Laporan Mengenai Perdagangan Orang, Kerja Paksa,

dan Kejahatan Perikanan Dalam Industri Perikanan di Indonesia (Jakarta: International

Organization For Migration, 2016), hal 59

Page 16: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

5

tersebut harus mengikutsertakan tindakan spesifik demi melawan

perdagangan orang untuk tujuan kerja paksa atau wajib kerja”.

Keberadaan ketentuan konvensi ILO No. 29 tentang Kerja Paksa

membawa perkembangan yang cukup signifikan terhadap perlindungan tenaga

kerja. Tidak sedikit negara anggota yang meratifikasi dan melaksanakan ketentuan

konvensi tersebut. Namun kenyataannya pelaksanaan dari ketentuan sebagaimana

yang telah diatur di dalam konvensi tersebut dirasa mengalami beberapa

penyimpangan sehingga pada tahun 1957 ILO mengeluarkan konvensi yang

berhubungan erat dengan konvensi ILO No. 29, yaitu konvensi ILO No. 105

tentang Penghapusan Kerja Paksa. Dengan lahirnya konvensi ini pula berdampak

pada penguatan pada perlindungan tenaga kerja dari praktik kerja paksa.

Hal yang membedakan konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan Kerja

Paksa dengan ketentuan konvensi ILO No. 29 tentang Kerja Paksa ialah di dalam

konvensi ILO No. 105 secara khusus menekankan bahwa kerja paksa juga

dilarang di dalam lima situasi khusus yang berhubungan dengan penindasan

politis. Hal ini terlihat dari pasal 1 konvensi No. 105 yang berbunyi:

Tiap Anggota Organisasi Perburuhan Internasional yang meratifi kasi

Konvensi ini wajib menekan dan tidak akan menggunakan kerja paksa

dalam bentuk apapun -

(a) sebagai cara penekanan atau pendidikan politik atau sebagai hukuman

atas pemahaman atau pernyataan pandangan politik atau secara

ideologis pandangan yang bertentangan dengan sistim politik, sosial

dan ekonomi yang sah;

(b) sebagai cara untuk mengerahkan dan menggunakan tenaga kerja

untuk maksud pembangunan ekonomi;

(c) sebagai cara untuk membina disiplin tenaga kerja;

(d) sebagai hukuman karena keikutsertaan dalam pemogokan;

(e) sebagai pelaksanaan diskriminasi rasial, sosial, bangsa dan agama.

Dari ketentuan konvensi diatas, ILO menuntut agar setiap negara anggota ILO

secara nyata menghapus segala bentuk kerja paksa dengan berbagai alasan apapun

termasuk untuk kepentingan pembangunan ekonomi negara. Salah satu cara

Page 17: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

6

negara dituntu untuk melakukan peningkatan pengawasan kepada setiap aktivitas

tenaga kerja.

Praktik kerja paksa merupakan pelanggaran hak tenaga kerja yang paling

sering terjadi. Menurut ILO pada tahun 2012 terdapat 20,9 juta korban dari

pelanggaran kerja paksa yang terjadi di seluruh dunia.5 Indonesia sebagai negara

dengan jumlah tenaga kerja yang besar dan sektor maritim yang besar pula,

pernah terjadi kasus pelanggaran tersebut. Praktik kerja paksa yang terungkap

terjadi pada bulan November 2014 sebagai hasil dari investigasi yang dilakukan

oleh Associated Press (AP), sebuah kantor berita yang berbasis di New York City

dan berdiri sejak tahun 1846. Associated Press telah mengeluarkan berbagai karya

jurnalistik yang di hasilkan dari jurnalis-jurnalis yang tersebar di berbagai belahan

dunia dan telah memenangkan penghargaan Pulitzer, penghargaan jurnalistik

yang dianggap bergengsi di Amerika Serikat, sebanyak 52 kali. Beberapa

diantaranya penghargaan tersebut diberikan untuk hasil laporan investigasi yang

dianggap telah memberi kontribusi yang besar di bidang pelayanan publik.

Associated Press menjamin setiap karya jurnalistik yang dirilis olehnya telah

melewati standar yang tinggi dan telah diverifikasi dari sumber yang terpercaya

sehingga setiap karya yang ada memiliki akurasi dan tingkat kepercayaan yang

tinggi.6

Salah satu laporan investigasi yang mendapat perhatian masyarakat luas

yakni hasil investigasi yang di rilis pada Maret 2015 di website AP.org7 dengan

judul “Slaves May Have Caught The Fish You Bought” (“Para Budaklah yang

Mungkin Menangkap Ikan yang Anda Beli”). Awalnya, investigasi yang

dilakukan oleh empat jurnalis Associated Press yakni, Margie Mason, Robin

McDowell, Martha Mendoza dan Esther Htusan hanya bertujuan untuk

5

International Labour Organization, ILO 2012 Global estimate of forced labour Executive

summary, (Geneva: International Labour Organization, 2012) hlm. 1 6 Associated Press, Reward and Recognition, https://www.ap.org/about/awards-and-recognition/

15 Juli 2017, 7.43 WIB 7 Robin McDowell, Margie Mason and Martha Mendoza, AP Investigation: Slaves May Have

Caught The Fish You Bought, https://www.ap.org/explore/seafood-from-slaves/ap-investigation-

slaves-may-have-caught-the-fish-you-bought.html, 15 Juli 2017, 8.16 WIB

Page 18: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

7

mengetahui asal produk ikan yang di beredar di Amerika Serikat. Namun, fakta-

fakta yang ditemukan oleh tim mengungkap peristiwa yang lebih besar.

Peristiwa tersebut yakni praktik kerja paksa yang dialami oleh Anak Buah

Kapal (ABK) yang berasal dari Thailand, Myanmar, Kamboja, dan Laos. Total

keseluruhan ABK yang menjadi korban mencapai 1222 orang.8 Mereka bekerja

dibawah otoritas PT Pusaka Benjina Resources, perusahaan yang telah terdaftar di

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia sebagai perusahaan

modal asing, perusahaan yang terafiliasi dengan perusahaan Thailand Silver Sea

Fishery. Belakangan diketahui bahwa modal perusahaan kepemilikan Thailand

yang terdaftar di Indonesia tersebut bersumber dari British Virgin Islands.

Kementerian Kelautan dan Perikanan mengungkapkan data yang ditemukan

dilapangan bahwa perusahaan tersebut hanya menjadi perantara izin usaha

perikanan. Hal itu disebabkan karena alur keuangan perusahaan dialirkan

langsung ke Thailand.9

Dalam menjalankan usahanya, PT Pusaka Benjina

Resources dilengkapi surat izin usaha perikanan (SIUP), surat izin penangkapan

ikan (SIPI) dan surat izin kapal pengumpul/pengangkut ikan (SIKPI).

PT Pusaka Benjina Resources merupakan salah satu perusahaan yang

berada di dalam naungan grup Pusaka Benjina Resources. Bersama dengan PT

Pusaka Benjina Nusantara, PT Pusaka Benjina Armada, dan PT Pusaka

Bahari yang berada dibawah grup yang sama, perusahaan tersebut memiliki

101 kapal namun hanya 96 yang terdaftar sebagai milik PT Pusaka Benjina

Resources. Kapal-kapal penangkapan ikan tersebut merupakan kapal eks

Thailand, lalu diketahui pula bahwa terdapat tiga perusahaan Thailand yang

juga memiliki kapal-kapal itu. Di antaranya Silver Sea Fishery, Thai Hong

Huand, dan Ocan Research Fishery.10

8 Supra note 4, hlm. 65

9 Yusuf Waluyo Jati, Ilegal Fishing: Ini Daftar Kejahatan PT Pusaka Benjina Resources,

http://kabar24.bisnis.com/read/20150407/16/420235/illegal-fishing-ini-daftar-kejahatan-pt-

pusaka-benjina-resources, 30 Agustus 2017, 20.23 WIB 10

Pebriansyah Ariefana, Ini Data Lengkap Kapal Milik Benjina,

(http://www.suara.com/news/2015/04/09/060300/ini-data-lengkap-kapal-milik-benjina), 25

Agustus 2017, 11.10 WIB

Page 19: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

8

Dari hasil penelusuran Associated Press dalam laporan investigasi yang

sama, diketahui para ABK bekerja diatas kapal penangkapan ikan tersebut selama

20 hingga 22 jam per hari. Selain itu, para ABK menerima kekerasan fisik apabila

lalai ataupun lambat dalam mengerjakan tugas mereka selama berada di kapal,

mulai dari pekerjaan yang langsung berhubungan dengan penangkapan ikan

maupun pekerjaan lain di dalam kapal seperti penyimpanan ikan di dalam mesin

pendingin raksasa hingga pekerjaan di bagian mesin kapal. Terhadap ABK yang

dianggap melakukan perlawan, para ABK tersebut tidak segan untuk dibuang ke

tengah laut ataupun dikurung di dalam penjara setibanya kapal merapat kembali

ke Benjina. Permohonan para ABK untuk dipulangkan tidak dihiraukan dan

mereka tidak diberi gaji seperti apa yang diperjanjikan sebelumnya. Di Benjina,

tepatnya di area belakang perusahaan, banyak ditemukan papan yang berisikan

nama-nama orang Thailand yang merupakan nama palsu dari para ABK korban

kerja paksa yang meninggal beserta tanggal kematian ABK. Papan nama tersebut

merupakan penanda adanya makam ABK yang menjadi korban kerja paksa.

Peristiwa kerja paksa tersebut berawal dari adanya rekruitmen yang

dilakukan oleh agen pencari ABK di setiap desa, masing-masing di tiga wilayah,

yakni Myanmar, Kamboja dan Thailand. Para korban ditawari untuk bekerja

sebagai ABK dengan imbalan yang besar. Setelah mendapat sejumlah calon

pekerja, mereka dibawa ke sebuah pelabuhan besar di Thailand dan harus

menempuh seleksi lanjutan.11

Para calon ABK yang lolos seleksi selanjutnya

diberikan paspor dan buku pelaut palsu yang akan menjadi identitas mereka

sebagai ABK (identitas tersebut menyebutkan bahwa ABK berkewarganegaraan

Thailand) dan dibawa dengan kapal Thailand menuju perairan Indonesia. Hal

tersebut berbeda dengan apa yang diperjanjikan bahwa ABK akan dipekerjakan di

perairan Thailand menurut pengakuan para korban. Selama perjalanan, agen

perekrut berkomunikasi dengan pihak Pusaka Benjina Resources untuk

menampung para ABK tersebut. Untuk mengelabuhi penjagaan Indonesia, kapal

Thailand tersebut diganti benderanya menjadi bendera Indonesia.

11 Andri Haryanto, Polri Kejar Pelaku Perdagangan Orang Ketiga Negara Tetangga,

https://news.detik.com/berita/d-2943574/polri-kejar-pelaku-perdagangan-orang-ke-tiga-negara-

tetangga, 25 Agustus 2017, 13.40 WIB

Page 20: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

9

Lebih lanjut lagi, melalui penelitian yang dilakukan oleh tim Kementerian

Kelautan dan Perikanan beserta International Organization for Migration (IOM)

Jakarta menemukan fakta bahwa praktik kerja paksa berlangsung di tengah laut

Indonesia. Para ABK dituntut untuk mencari hasil laut apapun, terutama jenis

kakap merah, udang dan cumi-cumi. Hasil tangkapan tersebut lalu dipindahkan ke

dalam kapal berpendingin yang berukuran besar, yaitu kapal Silver Sea Line.

Pemindahan muatan tersebut dilakukan di tengah laut, kemudian kapal

berpendingin tersebut membawa hasil laut menuju Samut Sakhon, Thailand untuk

di proses menjadi komoditas ekspor Thailand. Hasil laut tersebut diekspor ke

pasar global seperti Amerika Serikat, Eropa dan beberapa negara Asia lainnya.

Amerika Serikat menjadi tempat terbesar bagi hasil laut yang ditangkap oleh para

ABK korban kerja paksa di Benjina diperjual belikan.

Terjadinya praktik kerja paksa tersebut menunjukkan bahwa perlindungan

hak tenaga kerja lemah dan praktik kerja paksa masih nyata terjadi hingga saat ini.

Persoalan kerja paksa merupakan salah satu fokus kajian ILO, yakni suatu badan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bergerak di bidang perlindungan hak-

hak buruh di tempat kerja secara internasional. ILO sebagai organisasi

internaional bersifat tripartit dengan menempatkan pemerintah, organisasi

pengusaha dan serikat yang mewakili tenaga kerja pada posisi yang setara dalam

menentukan program serta proses pengambilan kebijakan terkait kepentingan

tenaga kerja.12

Sebagai organisasi internasional, ILO mempunyai empat kunci

sasaran yang harus dilalui agar tujuan yang dikehendakinya tercapai :13

1. Mempromosikan dan mewujudkan prinsip- prinsip dan hak-hak

mendasar di tempat kerja;

2. Menciptakan kesempatan yang lebih besar bagi perempuan dan laki-laki

untuk mendapatkan pekerjaan yang layak;

3. Meningkatkan cakupan dan keefektifan perlindungan sosial untuk

semua;

4. Memperkuat tripartisme dan dialog sosial.

12

Organisasi Perburuhan Internasional, Sekilas ILO di Indonesia (Jakarta: Organisasi Perburuhan

Internasional kantor Jakarta), hlm. 1 13

Id.

Page 21: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

10

ILO sebagai organisasi internasional telah mengeluarkan beberapa konvensi dan

rekomendasi. Terdapat pula beberapa konvensi yang bersifat fundamental atau

biasa disebut sebgagai core conventions. Berdasarkan The Declaration on

Fundamental Principles and Rights at Work (Deklarasi Prinsip dan Hak Mendasar

di Tempat Kerja) angka 2 disebutkan: 14

Declares that all Members, even if they have not ratified the Conventions

in question, have an obligation arising from the very fact of membership in

the Organization to respect, to promote and to realize, in good faith and in

accordance with the Constitution, the principles concerning the

fundamental rights which are the subject of those Conventions, namely:

(a) freedom of association and the effective recognition of the right to

collective bargaining;

(b) the elimination of all forms of forced or compulsory labour;

(c) the effective abolition of child labour; and

(d) the elimination of discrimination in respect of employment and

occupation.

Dari kutipan deklarasi ILO diatas dapat diartikan bahwa negara anggota ILO

memiliki kewajiban untuk menghormati, mempromosikan, dan mewujudkan hak-

hak mendasar, baik negara anggota tersebut telah meratifikasi atau tidak suatu

konvensi yang mengatur mengenai hak-hak mendasar pekerja. Pengaturan

mengenai hak mendasar yang dimaksud telah dituangkan ke dalam core

convention. Adapun core convention yang dimaksud terdiri dari delapan konvensi,

antara lain:

1. Konvensi Nomor 29 tentang Kerja Paksa (1930)

2. Konvensi No 98 tentang Hak Berorganisasi dan Berunding

Bersama/Secara Kolektif (1949)

3. Konvensi Nomor 100 tentang Kesamaan Pengupahan (1951)

14

International Labour Organization. ILO Declaration on Fundamental Priciples and Right at

Work and Its Follow-Up (Geneva: International Labour Organization, Second edition with

Annex revised 2010), hlm. 7

Page 22: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

11

4. Konvensi No 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas

Hak Berorganisasi (1948)

5. Konvensi Nomor 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa (1957)

6. Konvensi Nomor 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan)

(1958)

7. Konvensi Nomor 138 tentang Usia Minimum (1973)

8. Konvensi Nomor 182 tentang Penghapusan dan Tindakan Segera

Penghapusan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak (1999)

ILO memiliki beberapa anggota yang merupakan perwakilan dari negara,

termasuk di dalamnya Indonesia dan Thailand. Mengenai kerja paksa, ILO telah

mengeluarkan konvensi yang mengatur tentang hal itu di dalam Konvensi No. 29

tentang Kerja Paksa (International Labour Organization No. 29 concerning

Forced Labour Convention) dan Konvensi No. 105 tentang Penghapusan Kerja

Paksa (International Labour Organization No. 105 concerning Abolition of

Forced Labour Convention) yang merupakan pengaturan lebih lanjut dari

konvensi No. 29 serta menjadi bagian yang masih berkaitan satu sama lain.

Adanya peristiwa kerja paksa yang melibatkan Indonesia dengan Thailand

yang merupakan sesama anggota ILO menunjukkan terjadinya pelanggaran

terhadap konvensi inti ILO No. 29 tentang Kerja Paksa serta No. 105 tentang

Penghapusan Kerja Paksa. Hal-hal tersebut tentu tidak sejalan dengan apa yang

dicita-citakan oleh ILO yakni mewujudkan kondisi kerja yang manusiawi sesuai

dengan nilai-nilai penghargaan Hak Asasi Manusia (HAM). Indonesia maupun

Thailand selaku negara anggota ILO telah meratifikasi kedua konvensi tersebut.

Indonesia telah meratifikasi konvensi ILO No. 29 dan secara efektif berlaku pada

tanggal 12 Juni 1950 serta konvensi ILO No. 105 telah diratifikasi dan efektif

pada tanggal 7 Juni 1999. Sementara itu, konvensi ILO No. 29 mulai efektif

berlaku di Thailand pada tanggal 29 Februari 1969 dan konvensi ILO No. 105

efektif pada tanggal 2 Desember 1969. Meskipun kedua konvensi tentang kerja

paksa telah diratifikasi oleh masing-masing negara, peristiwa kerja paksa yang

melibatkan Indonesia dengan thailand tetap terjadi.

Page 23: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

12

Kerja paksa yang terjadi di perairan dengan melibatkan ABK yang

berjumlah besar juga menunjukkan ketidak konsistenan kedua negara dalam

menjalankan konvensi-konvensi tersebut. Secara khusus, Indonesia juga memiliki

suatu instrumen hukum yang mengatur segala aktivitas pelayaran sebagaimana

tertuang di dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,

sementara Thailand memiliki instrumen hukum yang mengatur tentang tenaga

kerja maritim sebagaimana diatur di dalam Ministerial Regulation on Protection

of Labour in Fisheries B.E. 2557.

Proses rekruitmen dengan modus memberikan sejumlah janji sehingga

korban-korbannya mau menjadi anak buah kapal merupakan awal dari terjadinya

kerja paksa di Benjina. Dari peristiwa itu pula, dapat dikatakan telah terjadi tindak

pidana perdagangan manusia. Indonesia telah secara khusus mengatur

permasalahan perdagangan manusia melalui Undang-undang No. 21 Tahun 2007

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Menurut pasal 1

Undang-Undang 21/2007 tersebut, dijelaskan mengenai pengertian tindak pidana

yang dimaksud:

“Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan,

penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan

ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan,

pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,

penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh

persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik

yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan

eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.”

Terjadinya kerja paksa di Benjina tentunya menunjukkan bahwa

permasalahan kerja paksa masih sering terjadi dan telah menjadi isu yang menjadi

perhatian internasional karena berkenaan dengan perlindungan hak mendasar bagi

seluruh tenaga kerja. Dengan adanya permasalahan tersebut, penulis memilki

keinginan untuk mengangkat topik tentang kajian normatif berkenaan dengan

pengaturan perlindungan tenaga kerja di negara anggota ILO khususnya kajian

terhadap hukum Indonesia dan hukum Thailand dikaitkan dengan konvensi ILO

Page 24: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

13

No. 29 tentang Kerja Paksa dan konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan

Kerja Paksa sebagai objek yang penulis teliti.

Penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat menjawab

permasalahan yang ada dan dapat memberikan solusi maupun rekomendasi yang

dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia di masa mendatang sehingga

diharapkan dapat meningkatkan hubungan kerjasama perlindungan buruh diantara

sesama negara anggota ILO dan mencegah terulangnya praktik kerja paksa.

Penelitian yang dilakukan penulis difokuskan pada penelitian yuridis

normatif dengan menganalisis teori, peraturan, doktrin yang relevan berdasarkan

berbagai sumber hukum primer maupun sekunder serta peristiwa nyata yang

terjadi. Dalam penelitian yang penulis lakukan, penulis menggunakan beberapa

teori yang didapat dari berbagai sumber literatur untuk menganalisis topik yang

penulis angkat.

Teori lain yang akan dipergunakan dalam penelitian yakni teori dari kajian

ilmu Hukum Hak Asasi Manusia bahwa hampir di dalam setiap perjanjian

internasional terdapat beberapa prinsip hak asasi manusia internasional,

diantaranya prinsip kesetaraan, prinsip diskriminasi dan kewajiban positif untuk

melindungi hak-hak tertentu15

I.2. Rumusan Masalah Penelitian

Rumusan permasalahan dalam topik yang diangkat penulis, antara lain:

1. Bagaimanakah pengaturan mengenai kerja paksa yang diatur di dalam

Konvensi inti ILO No. 29 tentang Kerja Paksa? Bagaimanakah daya ikat

yang dimiliki konvensi tersebut terhadap negara-negara anggota ILO?

15

Knut D. Asplund, et. Al., Hukum Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008), hlm.

39

Page 25: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

14

2. Bagaimanakah pengaturan mengenai kerja paksa yang diatur di dalam

hukum Indonesia dan hukum Thailand terhadap Konvensi inti ILO No. 29

tentang Kerja Paksa dan No. 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa?

3. Bagaimanakah akibat hukum dari pelanggaran konvensi inti ILO,

khususnya Konvensi inti No. 29 tentang Kerja Paksa dan No. 105 tentang

Penghapusan Kerja Paksa yang dilakukan oleh negara anggota ILO?

I.3. Tujuan Penelitian

I.3.1. Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menambah serta

mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang hukum ketenagakerjaan khususnya

berkaitan dengan kerja paksa.

I.3.2. Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

pengaturan mengenai tindakan kerja paksa di dalam hukum nasional Indonesia

dan Thailand dikaitkan dengan pengaturan konvensi ILO No. 29 tentang Kerja

Paksa serta No. 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa.

I.4. Manfaat Penelitian

I.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi secara teoritis

dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum

ketenagakerjaan.

Page 26: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

15

I.4.2. Manfaat Praktis

Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi

untuk penelitian lain berkenaan dengan pengaturan kerja paksa. Selain itu

diharapkan pula penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan

masukan bagi penyempurnaan pengaturan kerja paksa sesuai dengan pengaturan

yang ada khususnya konvensi ILO No. 29 tentang Kerja Paksa dan No. 105

tentang Penghapusan Kerja Paksa.

I.5. Metode Penelitian

Metode penelitian yuridis normatif adalah salah satu metode yang

digunakan di dalam suatu penelitian untuk dapat menemukan jawaban atas

rumusan permasalahan yang ada dengan melakukan penelusuran sumber hukum

baik itu sumber hukum primer maupun sekunder. Metode penelitian ini dilakukan

dengan menelusuri berbagai sumber pustaka yang dianggap relevan untuk

menjawab rumusan permasalahn dalam penelitian. Secara khusus metode

penelitian yuridis normatif pada penelitian ini akan digunakan untuk meneliti:

1. Konvensi ILO No. 29 tentang Kerja Paksa (ILO Convention concerning

Forced Labour);

2. Konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa (ILO Convention

concerning Abolition of Forced Labour);

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

4. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

5. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang;

6. Peraturan Menteri Perhubungan No. 84 Tahun 2013 tentang Perekrutan

dan Penempatan Awak Kapal

Page 27: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

16

7. Peraturan tentang Perlindungan Tenaga Kerja Thailand (The Labour

Protection Act B.E. 2541);

8. Konstitusi Thailand 2007 (Thailand Constitution 2007)

9. Peraturan tentang Anti-Perdagangan Orang (Anti-Trafficking in Persons

Act B.E. 2551 (2008, as amended in 2015)

10. Peraturan Menteri tentang Perlindungan Tenaga Kerja Perikanan Thailand

(Ministerial Regulation on Protection of Labour in Fisheries B.E. 2557

2014);

Dari peraturan-peraturan yang disebut diatas, penulis ingin mengetahui

pengaturan mengenai kerja paksa sebagaimana yang diatur didalam konvensi ILO

No. 29 dan No. 105 serta hukum nasional terkait ketenagakerjaan khususnya

tenaga kerja maritim di masing-masing negara, Indonesia dan Thailand secara

spesifik.

Metode penelitian yuridis normatif dianggap relevan dalam penelitian

yang dilakukan penulis karena pembahasan rumusan permasalahan dalam

peneitian hanya mungkin untuk ditemukan jawabannya melalui penelusuran

sumber pustaka maupun peraturan-peraturan terkait. Hal tersebut disebabkan

karena adanya melakukan penelitian secara langsung dan nyata terhadap obyek

penelitian serta jawaban atas rumusan permasalahan dapat ditemukan melalui

penelitian sumber-sumber pustaka yang relevan.

I.6. Sistematika Penulisan Laporan

Laporan penelitian ini akan ditulis ke dalam beberapa bab tulisan dengan

rincian sebagai berikut:

Page 28: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

17

BAB I : Pendahuluan

Pada bagian ini dijabarkan mengenai latar belakang penelitian yang dilakukan

oleh penulis, rumusan masalah yang akan dijawab oleh penulis, tujuan serta

manfaat penelitian yang dilakukan oleh penulis.

BAB II : Kerja Paksa Dalam Konvensi ILO No. 29 Tentang Kerja Paksa dan

No. 105 Tentang Penghapusan Kerja Paksa

Pada bagian ini akan dijelaskan konsep kerja paksa secara umum yang dianggap

relevan dengan obyek penelitian serta penjabaran mengenai konsep kerja paksa

sebagaimana yang dimaksud di dalam konvensi ILO No. 29 tentang Kerja Paksa

dan No. 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa.

BAB III : Tinjauan Umum Terhadap Pengaturan Kerja Paksa dalam

Hukum Nasional Indonesia dan Thailand

Setelah mengetahui konsep kerja paksa yang menjadi obyek kajian penelitian,

pada bagian ini akan dijabarkan mengenai peraturan yang diatur di dalam hukum

nasional Indonesia dan Thailand berkenaan dengan kerja paksa. Pada bagian ini

akan dijabarkan hasil dari penelusuran aturan hukum yang secara khusus

mengatur kerja paksa di masing-masing negara.

BAB IV : Analisa Legal Absorption Konvensi ILO No. 29 Tentang Kerja

Paksa dan No. 105 Tentang Penghapusan Kerja Paksa dengan

Pengaturan Kerja Paksa di Indonesia dan Thailand

Pada bagian ini hasil penelusuran hukum nasional Indonesia dan Thailand

mengenai kerja paksa yang telah dijabarkan pada bab selanjutnya akan dianalisis

dengan mengaitkan sumber-sumber hukum nasional tersebut dengan pengaturan

di dalam konvensi ILO No. 29 tentang Kerja Paksa dan No. 105 tentang

Penghapusan Kerja Paksa.

Page 29: Kajian Yuridis Normatif Hukum Indonesia dan Hukum Thailand ...

18

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Pada bab terakhir akan berisi kesimpulan hasil pembahasan di bab-bab

sebelumnya dan menjawab rumusan masalah yang ada. Selain itu, dapat

dijabarkan saran-saran yang dapat memberi sumbangsih terkait kerja paksa dan

upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh Indonesia dan Thailand untuk melindungi

pekerja dari tindakan kerja paksa sesuai dengan pengaturan konvensi ILO No. 29

tentang Kerja Paksa dan No. 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa.

Daftar Pustaka

Pada bagian penulisan ini akan di sebutkan sumber-sumber hukum baik primer

maupun sekunder yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian.