i KAJIAN UMUR SIMPAN BUMBU MASAK BERBAHAN BAKU CABUK DENGAN VARIASI JENIS PENGEMAS Skripsi Untuk memenuhi sebagaian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Oleh : Jati Nurhuda H 0605054 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
63
Embed
KAJIAN UMUR SIMPAN BUMBU MASAK BERBAHAN BAKU …/Kajian-umur-simpan-bumbu...KAJIAN UMUR SIMPAN BUMBU MASAK BERBAHAN BAKU CABUK DENGAN VARIASI JENIS PENGEMAS yang dipersiapkan dan disusun
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
KAJIAN UMUR SIMPAN BUMBU MASAK BERBAHAN BAKU CABUK
DENGAN VARIASI JENIS PENGEMAS
Skripsi
Untuk memenuhi sebagaian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Oleh :
Jati Nurhuda
H 0605054
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
KAJIAN UMUR SIMPAN BUMBU MASAK BERBAHAN BAKU CABUK
DENGAN VARIASI JENIS PENGEMAS
yang dipersiapkan dan disusun oleh
Jati Nurhuda
H 0605054
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal : 7 Juni 2010
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Ketua
Prof. Ir. Sri Handajani, MS, Ph.D
NIP. 19470729 1976122 001
Anggota I
R. Baskara K. A, S.TP., MP
NIP. 19800513 2006041 001
Anggota II
Lia Umi Khasanah, ST, MT
NIP 19800731 2008012 008
Surakarta,
Mengetahui Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. H. Suntoro,MS
NIP. 19551217 198203 1 003
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohiim.
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Kajian Umur Simpan Bumbu Masak Berbahan Baku
Cabuk dengan Variasi Jenis Pengemas”. Skripsi ini merupakan salah satu satu
bagian dari penelitian Hibah Kompetensi dengan judul “Kajian Mutu dan In Vivo
Virgin Sesame Oil dan Bumbu Masak Berbahan Baku Wijen dengan Variasi
Proses Produksi” oleh Prof. Ir. Sri Handajani, MS, Ph.D; dr. E. Listyaningsih S.,
Mkes; Godras Jati Manuhara, S.TP dan R.Baskara Katri A, S.TP, MP. Penulisan
skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan tersusun tanpa adanya
bantuan, dorongan semangat, serta bimbingan dari berbagai pihak, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. DP2M Dirjen DIKTI atas bantuan dana melalui Hibah Kompetensi Tahun
2008/ 2009 dan 2009/ 2010.
2. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS.
3. Ir. Kawiji, MP. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian.
4. Prof. Ir. Sri Handajani, MS, Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Utama.
5. R. Baskara Katri Anandito, S.TP., MP. selaku Dosen Pembimbing
Pendamping dan Pembimbing Akademik.
6. Lia Umi Khasanah, ST, MT. selaku Dosen Penguji.
7. Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan Dosen Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan
bantuannya selama masa perkuliahan penulis di Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
iv
8. Staf TU (Pak Giyo & Pak Joko) & Laboran (Bu Lis & Pak Slameto) atas
bantuanya selama menjadi mahasiswa THP’05.
9. Ibu Sri Mantini, orang tua penulis yang telah dan akan selalu memberikan
kasih sayangnya dengan tulus.
10. Mbak Hastin & mas Tony, mas Fajar & mbak Tuti, kakak penulis yang telah
memberikan dukungan do’a dengan tulus ikhlas.
11. Temen-teman H0605, Klampis Ireng, dan semua pihak yang tidak disebutkan,
bantuan kalian sungguh berharga bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat
memberikan rmanfaat bagi penulis maupun pembaca semuanya.
Surakarta, Juli 2010
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
RINGKASAN ................................................................................................. x
SUMMARY ...................................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Perumusan Masalah .......................................................................... 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Wijen ................................................................................................. 5
B. Cabuk ................................................................................................ 7
C. Bumbu Masak ................................................................................... 8
D. Pengemasan ....................................................................................... 9
E. Kinetika Kemunduran Mutu ............................................................. 12
F. Umur Simpan .................................................................................... 15
G. Uji organoleptik ................................................................................ 16
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 19
B. Bahan dan Alat .................................................................................. 19
C. Tahapan Penelitian ............................................................................ 19
D. Rancangan Percobaan ....................................................................... 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penurunan Mutu Organoleptik Bumbu Masak Berbahan Baku
Cabuk Selama Penyimpanan ............................................................. 24
vi
B. Kinetika Kemunduran Mutu Bumbu Masak Berbahan Baku Cabuk
Selama Penyimpanan ........................................................................ 28
C. Pendugaan Umur Simpan.................................................................. 41
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan ....................................................................................... 44
B. Saran.................................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 45
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Pengujian dan Perhitungan Nilai Qt dari Atribut Mutu Warna 24
Tabel 4.2 Hasil Pengujian dan Perhitungan Nilai Qt dari Atribut Mutu Aroma 25
Tabel 4.3 Hasil Pengujian dan Perhitungan Nilai Qt dari Atribut Mutu
KAJIAN UMUR SIMPAN BUMBU MASAK BERBAHAN BAKU CABUK
DENGAN VARIASI JENIS PENGEMAS
Jati Nurhuda
H 0605054
RINGKASAN
Wijen telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, diantaranya adalah menjadi minyak wijen. Hasil samping pengolahan minyak wijen berupa bungkil wijen. Bungkil wijen ini juga telah dimanfaatkan menjadi cabuk melalui pengolahan dengan fermentasi. Sifat khas aroma dan flavor cabuk berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk bumbu masak dalam bentuk kering. Penerapan pengeringan dan penepungan menghasilkan bumbu masak dalam bentuk bubuk. Produk baru ini dikemas dengan pengemas sachet dari aluminium foil dan botol dari kaca.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indikator kerusakan, menentukan kinetika kemunduran mutu dan memperkiakan umur simpan dari bumbu masak berbahan baku cabuk, baik yang dikemas sachet maupun botol. Penelitian ini menggunakan pendekatan Accelerated Shelf Life Test (ASLT),dimana produk disimpan pada kondisi yang menyebabkan produk cepat rusak. Penelitian ini, produk disimpandi suhu ekstrim (lebih tinggi dari suhu penyimpanan normal) yaitu 30, 40 dan 50 oC. Perubahan mutunya dibuat dalam model matematika. Kemudian penentuan umur simpan dilakukan dengan cara ekstrapolasi persamaan pada kondisi penyimpanan normal. Umur simpan yang dihasilkan bersifat pendugaan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa atribut mutu aroma sebagai indikator kerusakan bumbu masak berbahan baku cabuk. Kinetika kemunduran bumbu masak yang dikemas dalam botol adalah persamaan y = -9116,2x + 26,051 dengan energi aktivasi sebesar 75,792 kJ/mol.K; sedangkan yang dikemas dalam sachet adalah y = -7551,6x + 21,221 dengan energi aktivasi sebesar sebesar 62,784 kJ/mol.K. Umur simpan bumbu masak berbahan baku “cabuk” yang disimpan pada suhu 25 oC, 28 oC dan 32 oC dalam kemasan botol kaca masing-masing adalah 9,4 bulan, 6,9 bulan dan 4,6 bulan, sedangkan yang dikemas dalam sachet masing-masing adalah 6,2 bulan, 4,8 bulan dan 3,4 bulan.
Kata kunci : wijen, cabuk, bumbu masak, indikator kerusakan, umur simpan.
xi
SHELF LIFE STUDIES OF SEASONING PRODUCED FROM CABUK WITH VARIATION OF PACKAGING MATERIALS
Jati Nurhuda
H 0605054
SUMMARY
Sesame has been used extensively by the community. The seeds was pressed to get the oil, and the sesame cake is the by product that could be produce become “cabuk” by natural fermentation. Due to the strong flavor, “cabuk” has a potency to be developed as seasoning/ taste enhancer. This new product packed with aluminum foil sachet and glass bottles.
This study aimed to identify the indicators of damage, determine the kinetics of quality deterioration and predict the shelf life of seasoning produced from cabuk, whether packed in sachets and bottles. This research use Accelerated Shelf Life Test (ASLT) approach, where products stored under conditions that cause rapid deterioration. Product stored at extreme temperatures (higher than its normal store) that is 30, 40 and 50 oC. The quality changes make as mathematical model. Then shelf life determination was done by extrapolating the equation at normal storage conditions. Shelf life prediction is generated.
This study has shown that aroma is an indicator of damage. The quality deterioration kinetic of packaged seasoning in bottle as the equation y = -9116,2x + 26,051 with 75,79 kJ/mol.K activations energy. While the sachet packaged seasoning was y = -7551,6x + 21,221 with 62,78 kJ/mol.K activations energy. The shelf life of seasoning produced from “cabuk” that store in glass bottle package at 25oC; 28 oC and 32 oC are 9,4 months, 6,9 months and 4,6 months, while those packed in sachet are 6,2 months, 4,8 months and 3,4 months.
Keywords: sesame, cabuk, seasoning, indicators of damage, and shelf life
xii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wijen telah lama dibudidayakan oleh manusia. Tanaman ini diperkirakan
dari Asia Tengah. Tetapi ada sumber lain yang menyebutkan bahwa wijen
berasal dari Afrika dan Asia (Handajani dkk., 2006). Budidaya wijen di
Indonesia mempunyai produktivitas sebesar 400 kg/ha (Soenardi, 2004). Biji
wijen dimanfaatkan di berbagai industri, dari industri rumah tangga sampai
industri besar. Wijen (Sesamum indicum Linn) merupakan tanaman penghasil
minyak nabati. Dari bijinya terkandung minyak sebanyak 35-63 % (Suddiyam
dan Maneekhao, 1997 dalam Mardjono, 2007). Sedangkan menurut Soenardi
(2004) minyak pada biji wijen sebanyak 50-53 %. Oleh karena itu biji wijen
dimanfaatkan dalam produksi minyak nabati. Minyak nabati ini diperoleh
dengan cara ekstraksi minyak dari biji wijen.
Bungkil wijen merupakan hasil samping pengolahan biji wijen yang
diekstrak minyaknya. Ekstraksi minyak wijen bisa dilakukan secara mekanis
maupun menggunakan solvent. Pengrajin minyak wijen di Sukoharjo
melakukan ekstraksi secara mekanis. Bungkil yang diperoleh mengandung
protein kasar 37,12-40,85 %, lemak 19,6-28,82 %, serat kasar 4,64-6 %, dan
abu 7,83-10,54 % (Handajani, dkk., 2006). Sedangkan menurut Tangendjaja
(1998) dalam Handajani, dkk. (2005), bungkil wijen ekstraksi mekanik
mempunyai kandungan nutrien protein kasar 40 %, serat kasar 8 % dan
minyak 5 %.
Salah satu pengolahan bungkil wijen adalah dengan cara fermentasi.
Cabuk merupakan hasil fermentasi bungkil wijen. Proses fermentasinya secara
tradisional (Handajani, dkk., 2002). Produk terfermentasi melibatkan
mikroorganisme dalam proses fermentasinya. Mikroorganisme memanfaatkan
zat gizi pada bahan pangan dengan enzim-enzim hidrolitik yang
dihasilkannya. Enzim-enzim ini juga menghasilkan flavor eksotik dan
membentuk tekstur yang menjadi ciri khas produk terfermentasi (Antara,
1
xiii
2008). Hasil fermentasi dari bungkil wijen berupa produk makanan berbentuk
padat (Andriani dan Endang, 1995).
Cabuk telah sering digunakan sebagai bumbu penyedap dalam masakan.
Hal ini karena sifat flavor cabuk yang kuat. Pemanfaatan cabuk sebagai
bumbu masak terkendala oleh umur simpannya yang relatif pendek. Hal ini
karena cabuk memiliki kadar air yang besar. Penerapan pengeringan dan
penepungan pada cabuk dapat dilakukan, sehingga diperoleh bumbu masak
berbahan baku cabuk dalam bentuk bubuk/tepung. Produk dalam bentuk
kering umumnya lebih panjang umur simpannya dari pada yang basah.
Bumbu masak berbahan baku “cabuk” yang telah berbentuk bubuk perlu
dijaga kualitasnya. Menurut Hariyadi (2008) kualitas suatu produk pangan
akan berubah selama penanganan, pengolahan, penyimpanan dan
distribusinya. Hal ini terjadi karena adanya interaksi dengan faktor lingkungan
internal maupun lingkungan eksternal. Maka dari itu produk pangan diberi
kemasan yang memadai.
Selama masa penyimpanan, produk pangan akan mengalami perubahan
kualitas, baik perubahan kualitas kimia, biokimia maupun fisik. Menurut
Hariyadi (2008) terjadinya perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh
adanya reaksi-reaksi yang terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan.
Sebagian dari faktor-faktor tersebut tidak dapat dikontrol, misalnya pada
produk yang disimpan oleh konsumen. Produsen perlu memberikan petunjuk
kepada masyarakat tentang dua hal penting. Kedua hal tersebut adalah masa
kadaluarsa dan petunjuk penyimpanan dan penggunaan.
Secara umum, terdapat banyak faktor yang berpengaruh terhadap masa
kadaluarsa produk pangan. Telah dikenal terdapat empat faktor utama, yaitu :
bahan baku; kondisi pengolahan; kondisi pengemasan dan kondisi
penyimpanan,distribusi serta penjualan. Ke-empat faktor tersebut berpengaruh
terhadap umur simpan produk pangan. Akan tetapi faktor yang dominan dalam
menentukan umur simpan adalah faktor kritis. Sifat kritis adalah sifat yang
paling peka yang dapat dideteksi oleh konsumen untuk menolak suatu produk
(Dewi dkk, 2004).
xiv
Penelitian ini mengkaji umur simpan bumbu masak berbahan baku
“cabuk” dengan variasi jenis pengemas, yang dilakukan dengan metode
Accelerated Shelf – Life Test (ASLT) model Arrhenius. Metode ASLT pada
prinsipnya adalah menyimpan produk pangan pada suhu ekstrim, dimana
kerusakan terjadi lebih cepat, kemudian umur simpan ditentukan berdasarkan
ekstrapolasi ke suhu penyimpanan. Oleh karena itu, umur simpan yang
diperoleh bersifat pendugaan. Dalam analisa umur simpan ini, dilakukan uji
organoleptik untuk menentukan atribut mutu apa yang menjadi indikator
kerusakan.
B. Perumusan Masalah
Wijen merupakan tanaman yang tumbuh subur dan telah banyak
dibudidayakan di Indonesia. Hasilnya yang melimpah membuatnya berpotensi
untuk dikembangkan menjadi produk olahannya. Pengolahan biji wijen
menjadi minyak wijen menghasilkan hasil samping berupa bungkil wijen.
Bungkil wijen dianggap hanya memiliki nilai ekonomi yang rendah.
Pemanfaatannya oleh masyarakat dibuat “cabuk” dengan proses fermentasi.
“Cabuk” memiliki ciri khas flavor yang kuat, hal ini mendasari untuk
mengembangkannya menjadi bumbu masak. Pembuatan bumbu masak
berbahan baku “cabuk” menerapkan pengeringan dan penepungan sehingga
diperoleh produk berupa bubuk. Produk bumbu masak yang dihasilkan
dikemas dengan dua macam pengemas, yaitu aluminium foil dan botol kaca.
Umur simpan dari produk bumbu masak perlu dikaji pada setiap jenis
pengemas tersebut.
Permasalahannya adalah :
1. Parameter mutu apakah yang menjadi indikator kerusakan bumbu masak
berbahan baku “cabuk”?
2. Bagaimanakah kinetika kemunduran mutu bumbu masak berbahan baku
”cabuk” dalam masing-masing pengemas?
3. Apakah umur simpan bumbu masak berbahan baku ”cabuk” dalam
masing-masing pengemas berbeda?
xv
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Mengetahui indikator kerusakan bumbu masak berbahan baku “cabuk”
2. Menentukan kinetika kemunduran mutu bumbu masak berbahan baku
”cabuk” dengan variasi jenis pengemas botol kaca dan alumium foil
3. Memperkirakan umur simpan bumbu masak berbahan baku ”cabuk”
dengan variasi jenis pengemas botol kaca dan aluminium foil
Manfaat penelitian ini adalah dengan mengetahui kinetika kerusakan
bumbu masak berbahan baku “cabuk” selama penyimpanan maka produsen
dapat terus memantau dalam mempertahankan kualitas produknya, dan bagi
konsumen yaitu dapat mengetahui umur simpan bumbu masak berbahan baku
“cabuk” yang berupa pendugaan sehingga konsumen bisa mendapatkan
informasi penting dalam labelling yakni masa kadaluarsa sehingga aman jika
akan mengkonsumsinya.
xvi
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Wijen
Menurut Van-Rheenen (1981) dalam Handajani (2006), wijen memiliki
taksonomi sbb :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dycotyledoneae
Ordo : Solanes (Tubiflorae)
Famili : Pedaliaceae
Genus : Sesamum
Spesies : Sesamum indicum Linn
Tanaman wijen sesuai untuk lahan kering dan pada musim penghujan
dapat diusahakan dengan menanamnya secara tumpangsari dengan palawija
atau padi gogo. Wijen merupakan salah satu komoditas yang mempunyai nilai
ekonomis yang relatif tinggi dan dapat ditumpangsarikan dengan tanaman
lain. Di Indonesia, wijen banyak dikembangkan di Lampung, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi
Selatan (Anonima, 2008).
Biji wijen terdapat dalam kapsul atau polong, berukuran kecil, pipih
dengan bagian pangkal agak meruncing dan berujung tumpul. Panjang biji
adalah 3-4 mm dengan diameter 2,5-2,9 mm, berukuran tipis dan mudah
pecah. Warna biji wijen ada 2 yaitu hitam dan putih (Rukmana, 1998 dalam
Handajani 2006).
Biji wijen kering dengan kadar air 5 – 6 %, mengandung minyak
bervariasi antara 35 – 57 % dan kadar protein 19 – 25 %. Berat 1000 bijinya
adalah antara 2-4 kg. Warna kulit biji yang terang dan mengkilat biasanya
memiliki kandungan minyak lebih tinggi dibandingkan dengan biji yang
berwarna gelap, kecuali di India dimana pernah dilaporkan bahwa biji hitam
mengandung lebih banyak minyak (Weiss, 1983 dalam Handajani 2006).
5
xvii
Wed (2004) menyebutkan bahwa dalam biji wijen terkandung beberapa
zat antara lain gliserida (asam oleat, linoleat, palmitat, stearat dan miristinat),
Gambar 4.12. Kinetika Kemunduran Mutu Kenampakan Bumbu Masak
Keterangan : a. dikemas botol; b. dikemas sachet
Persamaan model arrhenius yang tersaji dalam Gambar 4.12. memberikan
slope 4816,6 untuk bumbu yang dikemas botol dan 5283,6 untuk bumbu yang
dikemas dalam sachet. Hasil kali slope dengan tetapan umum gas (R), sebesar
8,314 J/mol.K menghasilkan energi aktivasi (Ea). Bumbu masak yang dikemas
dengan botol memiliki Ea sebesar 40,045 kJ/mol.K. Sedangkan energi aktivasi
dari bumbu masak yang dikemas dalam sachet sebesar 43,927 kJ/mol.K. Hal ini
menunjukkan bahwa atribut mutu keseluruhan dari bumbu masak yang dikemas
dalam botol lebih mudah mengalami reaksi yang memicu kerusakan dari pada
yang dikemas di dalam sachet.
C. Pendugaan Umur Simpan
Umur simpan adalah jangka waktu suatu produk dan kemasannya mampu
bertahan dalam kondisi baik sehingga dapat diterima konsumen atau layak jual,
dibawah kondisi penyimpanan tertentu (Downes & Harte, 1982).
Pendugaan umur simpan dilakukan pada suhu 25 oC, 28 oC dan 32 oC, karena
suhu tersebut mewakili suhu yang biasa terdapat di lingkungan konsumen maupun
pedagang. Konstanta laju reaksi kimia pemicu kerusakan pada suhu tersebut dapat
dicari. Caranya dengan ekstrapolasi terhadap persamaan arrhenius yang telah
diperoleh. Selanjutnya dilakukan pendugaan umur simpan sesuai orde reaksinya.
Batas penolakan konsumen terhadap setiap atribut mutu yang di uji adalah
nilai 5 dari uji organoleptik. Perhitungan-perhitungan sebelumnya ada atribut mutu
yang mengikuti orde 0 dan adapula yang mengikuti orde 1. rumus umur simpan
untuk orde 0 adalah Qt = Q0 – kt. Sedangkan rumus umur simpan untuk orde 1
adalah Ln Qt = Ln Q0 – kt. Bahwa Qt adalah nilai mutu setelah waktu t, Q0 adalah nilai
mutu awal, k laju reaksi dan t umur simpan.
1. Atribut Mutu Warna
a. b.
lvi
Kemunduran mutu pada bumbu masak berbahan baku cabuk dengan
parameter warna mengikuti orde 0, baik yang dikemas dalam botol maupun
yang dikemas dalam sachet. Rumus yang digunakan untuk melakukan
pendugaan umur simpan berdasarkan parameter warna mengikuti rumus orde
0. Konstanta laju reaksi pada suhu 25 oC, 28 oC dan 32 oC didapat dengan cara
ekstrapolasi persamaan Arrhenius dari masing-masing pengemas. Hasilnya
seperti yang ditampilkan dalam Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Pendugaan Umur Simpan Bumbu Masak Berdasarkan Atribut Warna
Suhu
( oC )
Suhu
(K) 1/T Jenis kemasan Ln k k
Umur simpan
Hari bulan
25 298 0.003356 Botol
Sachet
-4.91372
-4.68009
0.007345
0.009278
366
290
12.2
9.7
28 301 0.003322 Botol
Sachet
-4.60916
-4.3954
0.00996
0.012334
270
218
9.0
7.3
32 305 0.003279 Botol
Sachet
-4.21239
-4.02452
0.014811
0.017872
182
151
6.1
5.0
Hasil pendugaan umur simpan bumbu masak, berdasarkan atribut mutu
warna menunjukkan bahwa bumbu masak yang dikemas di dalam botol lebih
panjang dari pada yang dikemas di dalam sachet. Hal ini berlaku untuk semua
suhu pendugaan umur simpan. Hasil pendugaan juga menunjukkan bahwa
semakin tinggi suhu penyimpanan, umur simpannya menjadi lebih pendek.
2. Atribut Mutu Aroma
Kemunduran mutu bumbu masak berbahan baku cabuk untuk parameter
aroma, mengikuti model orde 0. Baik bumbu yang dikemas dalam botol amupun
dikemas dalam sachet. Hasil ekstrapolasi dan pendugaan umur simpan
berdasarkan parameter aroma tersaji dalam Tabel 4.10. berikut ini.
Tabel 4.10. Pendugaan Umur Simpan Bumbu Masak Berdasarkan Atribut Aroma
Suhu Suhu 1/T Jenis kemasan Ln k k Umur simpan
lvii
( C ) (K) Hari bulan
25 298 0.003356 Botol
Sachet
-4.54028
-4.11994
0.01067
0.016245
281
185
9.4
6.2
28 301 0.003322 Botol
Sachet
-4.23538
-3.86737
0.014474
0.020913
207
143
6.9
4.8
32 305 0.003279 Botol
Sachet
-3.83818
-3.53834
0.021533
0.029061
139
103
4.6
3.4
Hasil pendugaan umur simpan bumbu masak, berdasarkan atribut mutu
aroma menunjukkan bahwa bumbu masak yang dikemas di dalam botol lebih
panjang umur simpannya dari pada yang dikemas di dalam sachet. Hal ini
berlaku untuk semua suhu pendugaan umur simpan. Semakin tinggi suhu
penyimpanan, umur simpannya menjadi lebih pendek.
3. Atribut Mutu Kenampakan
Kemunduran mutu bumbu masak berbahan baku cabuk berdasarkan
parameter kenampakan, mengikuti model orde yang berbeda. Bumbu yang
dikemas dalam botol mengikuti orde 1 sedangkan yang dikemas dalam sahet
mengikuti orde 0. Hasil ekstrapolasi dan pendugaan umur simpan berdasarkan
parameter kenamapakan tersaji dalam Tabel 4.11. berikut ini.
Tabel 4.11. Pendugaan Umur Simpan Bumbu Masak Berdasarkan Atribut Kenampakan
Suhu
( C )
Suhu
(K) 1/T Jenis kemasan Ln k k
Umur simpan
Hari Bulan
25 298 0.003356 Botol
Sachet
-6.63249
-4.31976
0.001317
0.013303
354
223
11.8
7.4
28 301 0.003322 Botol
Sachet
-6.42196
-4.12826
0.001625
0.016111
287
184
9.6
6.1
32 305 0.003279 Botol
Sachet
-6.14769
-3.87879
0.002138
0.020676
218
144
7.3
4.8
Hasil pendugaan umur simpan bumbu masak, berdasarkan atribut mutu
kenampakan menunjukkan bahwa bumbu masak yang dikemas di dalam botol
lviii
(mengikuti orde 1) lebih panjang umur simpannya dari pada yang dikemas di
dalam sachet (mengikuti orde 0). Hal ini berlaku untuk semua suhu pendugaan
umur simpan. Semakin tinggi suhu pendugaan, umur simpannya menjadi
semakin pendek.
4. Atribut Mutu Keseluruhan
Kemunduran mutu bumbu masak berbahan baku cabuk berdasarkan
parameter keseluruhan, mengikuti model orde yang berbeda. Bumbu yang
dikemas dalam botol mengikuti orde 1 sedangkan yang dikemas dalam sahet
mengikuti orde 0. Hasil ekstrapolasi dan pendugaan umur simpan berdasarkan
parameter keseluruhan tersaji dalam Tabel 4.12. berikut ini.
Tabel 4.12. Pendugaan Umur Simpan Bumbu Masak Berdasarkan Atribut Keseluruhan
Suhu
( C )
Suhu
(K) 1/T Jenis kemasan Ln k k
Umur simpan
Hari Bulan
25 298 0.003356 Botol
Sachet
-6.41949
-4.3452
0.001629
0.012969
299
242
10.0
8.1
28 301 0.003322 Botol
Sachet
-6.25839
-4.16849
0.001914
0.015476
255
203
8.5
6.8
32 305 0.003279 Botol
Sachet
-6.04853
-3.93828
0.002361
0.019482
206
161
6.9
5.4
Hasil pendugaan umur simpan bumbu masak, berdasarkan atribut mutu
keseluruhan menunjukkan bahwa bumbu masak yang dikemas di dalam botol
(mengikuti orde 1) lebih panjang dari pada yang dikemas di dalam sachet
(mengikuti orde 0). Hal ini berlaku untuk semua suhu pendugaan umur simpan.
Semakin tinggi suhu penyimpanan, umur simpannya menjadi lebih pendek.
Seluruh hasil pendugaan umur simpan bumbu masak berdasarkan beberapa
atribut mutu (warna, aroma, kenampakan dan keseluruhan) memperlihatkan bahwa
bumbu masak yang dikemas di dalam botol lebih panjang umur simpannya dari
pada yang dikemas di dalam sachet. Kemasan botol kaca memberikan perlindungan
yang lebih baik dari pada kemasan sachet. Hal ini juga sesuai dengan perhitungan
besarnya energi aktivasi. Energi aktivasi dari bumbu masak yang dikemas dalam
botol lebih tinggi dari pada yang dikemas dalam sachet.
lix
Hasil pendugaan umur simpan menghasilkan umur simpan yang berbeda-beda
dari setiap atribut mutu. Umur simpan yang terpendek terdapat pada pendugaan
berdasarkan atribut mutu aroma. Jadi umur simpan yang digunakan adalah yang
berdasarkan atribut mutu aroma.Umur simpan bumbu masak yang dikemas di
dalam botol adalah 9,4 bulan (suhu 25 oC), 6,9 bulan (suhu 28 oC) dan 4,6 bulan
(suhu 32 oC). sedangkan umur simpan bumbu masak yang dikemas di dalam sachet
adalah 6.2 bulan (suhu 25 oC), 4,8 bulan (suhu 28oC) dan 3,4 bulan (suhu 32 oC).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Indikator kerusakan bumbu masak berbahan baku “cabuk” adalah atribut mutu
aroma
2. Persamaan kinetika kemunduran mutu bumbu masak berbahan baku “cabuk”
yang dikemas dalam botol adalah y = -9116,2x + 26,051 dengan energi aktivasi
sebesar 75,792 kJ/mol.K; sedangkan yang dikemas dalam sachet adalah y = -
7551,6x + 21,221 dengan energi aktivasi sebesar 62,784 kJ/mol.K
3. Umur simpan bumbu masak berbahan baku “cabuk” yang disimpan pada suhu
25 oC, 28 oC dan 32 oC dalam kemasan botol kaca masing-masing adalah 9,4
bulan, 6,9 bulan dan 4,6 bulan, sedangkan yang dikemas dalam sachet masing-
masing adalah 6,2 bulan, 4,8 bulan dan 3,4 bulan.
B. Saran
Berdasarkan hasil pendugaan umur simpan yang diperoleh maka sebaiknya
produk bumbu masak dikemas dalam botol kaca dan penyimpanannya pada
lingkungan bersuhu 25 oC atau yang lebih rendah.
Hasil perhitungan umur simpan yang telah diperoleh masih bersifat
pendugaan, sehingga perlu dilakukan verifikasi dengan penyimpanan aktual sampai
produk rusak. Hasil yang diperoleh dari verifikasi bisa sebagai pembanding dari hasil
pendugaan.
lx
DAFTAR PUSTAKA
Andriani dan Endang S. 1995. Karakter Minyak Wijen, Hasil Samping Pembuatan Cabuk Produksi Desa Badran Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI. Prosiding Widya Karya Nasional Khasiat Makanan Tradisional.
Anonima. 2008. Wijen. http://dapurmlandhing.dagdigdug.com/category/ragam-bahan/page/7/. (Diakses 9 September 2008).
Anonimb.2005.BukuWijen.http://ditjenbun.deptan.go.id/benihbun/benih/imeger/pdf/buku-wijen.pdf. (Diakses tanggal 18 November 2008).
Anonimc. 2002. http:// tumoutou. Net / 702_05123 / sussi_astuti. htm. 3December2002. (Diakses pada 22 Februari 2007).
Antara, Nyoman Semadi. 2008. Flavor Produk Pangan Terfermentasi. Food Review. Vol. III, No. 3, Maret 2008, hal. 40. PT Media Pangan Indonesia. Bogor.
Buckle, K.A., Edwards R.A., Hileet G., dan Woottom M., 1978. Food Science. UI Press. Jakarta.
Bucle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Woofon. 1987. Ilmu Pangan. UI Press, Jakarta
Dewi, Ika Murti, Agung Wazyka dan Astuti Setyowati. 2004. Sifat Kritis dan Umur Simpan Ukel Manis. LOGIKA vol. 1, No. 2, Juli 2004 halaman: 47-52.
Documents. Sesame Oil Brazilian Journal. 2005
Downes, T.W and Harte, B.R., 1982. Food Packaging : Principles of Selection and Evaluation of Food Packaging System. Michigan State University, East Lansing.
Erliza dan Sutedja. 1987. Pengantar Pengemasan. Laboratorium Pengemasan, Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gelman, A., R. Pasteur, and M. Rave. 1990. Quality change and storage life of cammon carp (Cyprinus carpio) at various storage temperatures. J. Sci. Food Agric. 52: 231−241.
Handajani, Sri dan Isti Astuti. 2002. Prospek Pengembangan Industri Berbahan Baku Wijen. Lokakarya dan Pameran Pengembangan Kapas, Jarak dan Wijen dalam Rangka Penerapan OTODA 15-16 Oktober 2002. Malang.
Handajani, Sri, Erlyna W.R dan Suminah Anantanyu. 2006. The Queen of Oil Seeds ; Potensi Agribisnis Komoditas Wijen. Andi. Yogyakarta.
lxi
Handajani, Sri, Isti A dan Susi Dwi W. 2005. Evaluasi Nilai Nutrisi Bungkil Wijen yang Diolah Melalui Metode Lama Waktu Penyangraian dan Pengukusan. Laporan Penelitian LPPM Universitas Sebelas Maret, 2005. Surakarta.
Handajani, Sri, Isti Astuti dan Achmad Nur Chamdi. 2003. The Potency of Products Based on Sesame on Agriculture Sustainability Systen in Sukoharjo District, Central Java Province. International Conference on Redesigning Sustainable Development on Food and Agricultural System for Developing Countries. 17 - 18 September 2003. Yogyakarta.
Hariyadi, Purwiyatno. 2008. Pendugaan dan Pengendalian Masa Kadaluarsa (Shelf Life) Produk Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan – IPB. Bogor.
Herawati, Heny. 2008. PENENTUAN UMUR SIMPAN PADA PRODUK PANGAN. Jurnal Litbang Pertanian, April 2008 : 124 - 130.
Hugel, R. and G. Pajeau. 1996. Glass Used for Packaging. Food Packaging Technology volume 1 p: 183-202. VCH Publisher Inc. New York.
Kartika, Bambang, Puji Hastuti dan Wahyu Suprapto. 1988. Pedoman uji inderawi bahan Pangan.UGM press. Yogyakarta.
Ketaren, 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.
Koswara, S. 2004. Evaluasi sensori dalam pendugaan umur simpan produk pangan.Pelatihan Pendugaan Waktu Kedaluwarsa (Self Life). Bogor, 1−2 Desember 2004. Pusat Studi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Kusnandar, Feri. 2008. Desain Percobaan Dalam Penetapan Umur Simpan Produk Pangan dengan Metode ASLT. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan – IPB. Bogor.
Kusnandar, Feri. 2008. Pendugaan Umur Simpan Produk Pangan dengan Metode Accelerated Shelf-Life Testing (ASLT). http://www.foodreview.biz/preview.php?view&id=55843. (Diakses tanggal 9 Desember 2009).
Labuza, T.P and Riboh, D, 1982. Theory and Application of Arrhenius Kinetics to The Prediction of Nutrient Losses in Food, J. Food Technology, Oktober 1982 : 66 – 74.
Marcus, Jacqueline B. 2005. Culinary Applications of Umami. Food Technology. Vol 59, No5 24-29.
Mardjono, Rusim. 2007. Varietas Unggul Wijen Sumberreji 1 dan 4 untuk Pengembangan di Lahan Sawah Sesudah Padi. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Malang. (Perspektif Vol. 6 No. 1 Juni 2007 : 01-09.http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/uploadfiles/file/ publikasi. (Diakses tanggal 20 Desember 2008).
lxii
Meadows, Michelle. 2003. MSG: A Common flavor enhancer. FDA Consummer; Jan/Feb 2003; pg. 35. http://www.foodsafety.wisc.edu/assets/pdf_Files/MSG.pdf. (Diakses tanggal 10 Februari 2010).
Moehyi, Sjahmien. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bhratara. Jakarta.
Ninomiya, Kumiko. 1998. Distribution of Umami in Daily Foods. Umami Information Center.
Ninomiya, Kumiko. 2009. Umami: The Fifth Basic Taste. Umami Information Center.
Parkouda, Charles, 2009. Review Indigenous alkaline Fermented condiments in Africa and Asia. Institut de Recherche en Sciences Appliquées et Technologies. France
Rahayu, Kapti. 1988. Penyedap. dalam Bahan Tambahan Makanan (Food Additives). Trenggono, dkk. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Roni, K. 2003. MANAJERIAL KEWIRAUSAHAAN DI BIDANG MANAJEMEN PRODUKSI BERBASIS KEMASAN PRODUK / PACKAGING. http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/padresources/PKM13%20paper-diklat-packaging-Diklat%20KUKM.pdf. (Diakses tangggal 17 Desember 2009 pukul 01.19 WIB).
Santoso, Budi dan Amin Rejo. 2007. Peningkatan Masa Simpan Lempok Durian Ukuran Kecil dengan Menggunakan Empat Jenis Kemasan. Jurnal Pembangunan Manusia, Juni 2008 : 72 - 91.
Sidharta, Arief dan Indrawati. 2009. Benda, Sifat dan Kegunaannya. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pegetahuan Alam (PPPPTK IPA). Bandung.
Soenardi. 2004. Peluang Wijen di Lahan Sawah. http://www.litbang.deptan.go.id/ artikel/one/S2?pdf (Diakses tanggal 20 Desember 2008).
Syarief, Rizal Sassy Santausa, St. Isyana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Utami, Indiyah S. 1999. Uji Inderawi. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Teknologi pertanian UGM. Yogyakarta.
Wed. 2004. Wijen Perbanyak Asi dan Cegah Kanker. http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi? (Diakses tanggal 18 November 2008).
Weiss, A. A. 1971. Castor, Sesame and Safflower. Leonard Hill. London.
Winarno, F.G. 1983. Mutu, Daya Simpan, Transportasi, dan Penanganan Buah buahan dan Sayuran. Konferensi Pengolahan Bahan Pangan dalam Swasembada Eksport. Departemen Pertanian. Jakarta.
lxiii
Winarno, F.G.1994.Kimia Pangan dan Gizi.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.
Zuhra, Cut Fatimah. 2006. Cita Rasa. http://www.usc.edu/CSSF/Current/Projects/J1725.pdf. (Diakses tanggal 10 Februari 2010).