39 Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi pada Penggunaan Lahan Pertanian di Daerah Tangkapan Air Rawa Pening (Studi Kasus di DAS Galeh) Analysis of Erosion Hazard Level and Conservation Direction Use of Agricultural Land Use in the Catchment Area of Rawa Pening (Case Study in Galeh Watershed) FORITA D. ARIANTI 1 , SURATMAN 2 , EDHY MARTONO 3 , DAN SLAMET SUPRAYOGI 2 ABSTRAK Manusia sebagai komponen aktif dan pengelola lingkungan akan menentukan pola dan corak penggunaan lahan pada suatu wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS dalam arti masih mantap atau terdegradasi dapat dilihat dari fluktuasi aliran permukaan (run-off), besarnya erosi dan tingkat produktivitas lahan. Penggunaan lahan di daerah tangkapan air (DTA) Rawa Pening belum sepenuhnya memperhatikan teknologi konservasi sehingga perlu diteliti dampaknya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Agustus 2010, bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan satuan-satuanlahan (land unit) pertanian berdasarkan tingkat bahaya erosi pada DAS Galeh yang merupakan salah satu DTA Rawa Pening di Kabupaten Semarang. Analisis tingkatan bahaya erosi dilakukan berdasarkan parameter– parameter: satuan-satuan lahan (land units), prediksi laju erosi tanah dengan metode Universal Soil Loss Equation (USLE) dan indeks bahaya erosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lahan pertanian berpengaruh terhadap besaran erosi yang terjadi dengan nilai rata-rata erosi pada penggunaan lahan tegalan sebesar 993,84 t ha -1 tahun -1 ; kebun sebesar 159,31 t ha -1 tahun -1 , sawah sebesar 11,06 t ha -1 tahun -1 . Berdasarkan kategori tingkat bahaya erosinya, lahan pertanian DAS Galeh telah mengalami erosi dengan kategori sedang hingga sangat berat. Untuk itu dinamika model pengelolaan lahan dengan penerapan teknologi konservasi dapat mengurangi tingkat bahaya erosi. Sebagai arahan konservasinya pada pengelolaan lahan kebun dilakukan pembuatan teras; pada pengelolaaan lahan tegalan dengan menambahkan mulsa limbah jerami 6 t ha -1 tahun -1 ; pembuatan teras dan tanaman dalam jalur, pada pengelolaan lahan sawah arahan konservasinya adalah pembuatan teras bangku dengan tanaman jagung, ubi kayu atau kedelai. Kata kunci : Erosi, Konservasi, Penggunaan lahan, DAS, USLE ABSTRACT Human as the active component and the environment organizer will determine the pattern and the type of a land usage in a watershed. Watershed, by means of staying steady or being degraded, can be seen from the runoff fluctuation, the erosion rate, and the land productivity level. The land use in the Catchment Area of Rawa Pening did not too paid attention to conservation technology. Therefore, the impact needs to be studied. The research was conducted in January-August 2010 in Galeh Watershed, which is one of the catchment areas Rawa Pening in Semarang district. This research aims to investigate the influence of agriculture land use toward erosion and determine agriculture land units based on the erosion level in Galeh watershed. The analysis of erosion hazard level was done based on some parameters: land units, soil erosion rate prediction using Universal Soil Loss Equation (USLE) method, and erosion hazard indices. The research result shows that the farming land use gives influence on the occurring erosion level with the average erosion value in the dry land use is 993.84 t ha -1 year -1 ; garden is 159.31 t ha -1 year -1 ; paddy field is 11.06 t ha -1 year -1 . Based on the erosion level categories, the agriculture land in Galeh watershed has undergone erosion in moderate up to serious level. Therefore, agriculture land model dynamics was done by applying conservation technology which can decrease the erosion hazard level. As the conservation direction, on the plantations land terraces construction; on the dry-land cultivation, 6 t ha -1 year -1 hays were added, terraces construction was done, and planting in lines was also conducted; the conservation direction on the paddy field cultivation, such as: bench terraces construction which are planted with corn, cassava, or soybean. Keywords : Erosion, Conservation, Land Use, Watershed, USLE PENDAHULUAN Perubahan penggunaan lahan merupakan proses dinamis sesuai dengan perubahan jumlah dan kebutuhan masyarakat. Saat ini perubahan penggunaan lahan umumnya terjadi sebagai akibat dari kebutuhan yang mendesak, seperti kebutuhan pangan, sehingga terjadi juga peningkatan yang tajam dalam persaingan pemanfaatan sumber daya lahan. Pemanfaatan dan penggunaan lahan untuk budidaya pertanian berpotensi menimbulkan dampak negatif pada sumber daya lahan. Pada dasarnya penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia terhadap lahan yang bersifat dinamis 1. Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. 2 Pengajar pada Fakultas Geografi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 3. Pengajar pada Fakultas Pertanian, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. ISSN 1410 – 7244
12
Embed
Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi pada ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
39
Kajian Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Konservasi
pada Penggunaan Lahan Pertanian di Daerah Tangkapan Air Rawa Pening
(Studi Kasus di DAS Galeh)
Analysis of Erosion Hazard Level and Conservation Direction Use of Agricultural Land Use in the Catchment
Area of Rawa Pening (Case Study in Galeh Watershed)
FORITA D. ARIANTI1, SURATMAN2, EDHY MARTONO3, DAN SLAMET SUPRAYOGI2
ABSTRAK
Manusia sebagai komponen aktif dan pengelola lingkungan
akan menentukan pola dan corak penggunaan lahan pada suatu
wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS dalam arti masih
mantap atau terdegradasi dapat dilihat dari fluktuasi aliran
permukaan (run-off), besarnya erosi dan tingkat produktivitas
lahan. Penggunaan lahan di daerah tangkapan air (DTA) Rawa
Pening belum sepenuhnya memperhatikan teknologi konservasi
sehingga perlu diteliti dampaknya. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Januari-Agustus 2010, bertujuan untuk
mengidentifikasi dan menentukan satuan-satuanlahan (land unit)
pertanian berdasarkan tingkat bahaya erosi pada DAS Galeh yang
merupakan salah satu DTA Rawa Pening di Kabupaten Semarang.
Analisis tingkatan bahaya erosi dilakukan berdasarkan parameter–
parameter: satuan-satuan lahan (land units), prediksi laju erosi
tanah dengan metode Universal Soil Loss Equation (USLE) dan
indeks bahaya erosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan lahan pertanian berpengaruh terhadap besaran erosi
yang terjadi dengan nilai rata-rata erosi pada penggunaan lahan
tegalan sebesar 993,84 t ha-1 tahun-1; kebun sebesar 159,31 t
ha-1 tahun-1, sawah sebesar 11,06 t ha-1 tahun-1. Berdasarkan
kategori tingkat bahaya erosinya, lahan pertanian DAS Galeh
telah mengalami erosi dengan kategori sedang hingga sangat
berat. Untuk itu dinamika model pengelolaan lahan dengan
penerapan teknologi konservasi dapat mengurangi tingkat bahaya
erosi. Sebagai arahan konservasinya pada pengelolaan lahan
kebun dilakukan pembuatan teras; pada pengelolaaan lahan
tegalan dengan menambahkan mulsa limbah jerami 6 t ha-1 tahun-1;
pembuatan teras dan tanaman dalam jalur, pada pengelolaan
lahan sawah arahan konservasinya adalah pembuatan teras
bangku dengan tanaman jagung, ubi kayu atau kedelai.
Kata kunci : Erosi, Konservasi, Penggunaan lahan, DAS, USLE
ABSTRACT
Human as the active component and the environment
organizer will determine the pattern and the type of a land usage
in a watershed. Watershed, by means of staying steady or being
degraded, can be seen from the runoff fluctuation, the erosion
rate, and the land productivity level. The land use in the
Catchment Area of Rawa Pening did not too paid attention to
conservation technology. Therefore, the impact needs to be
studied. The research was conducted in January-August 2010 in
Galeh Watershed, which is one of the catchment areas Rawa
Pening in Semarang district. This research aims to investigate the
influence of agriculture land use toward erosion and determine
agriculture land units based on the erosion level in Galeh
watershed. The analysis of erosion hazard level was done based
on some parameters: land units, soil erosion rate prediction using
Universal Soil Loss Equation (USLE) method, and erosion hazard
indices. The research result shows that the farming land use
gives influence on the occurring erosion level with the average
erosion value in the dry land use is 993.84 t ha-1 year-1; garden is
159.31 t ha-1 year-1; paddy field is 11.06 t ha-1 year-1. Based on
the erosion level categories, the agriculture land in Galeh
watershed has undergone erosion in moderate up to serious level.
Therefore, agriculture land model dynamics was done by applying
conservation technology which can decrease the erosion hazard
level. As the conservation direction, on the plantations land
terraces construction; on the dry-land cultivation, 6 t ha-1 year-1
hays were added, terraces construction was done, and planting
in lines was also conducted; the conservation direction on the
paddy field cultivation, such as: bench terraces construction
which are planted with corn, cassava, or soybean.
Keywords : Erosion, Conservation, Land Use, Watershed, USLE
PENDAHULUAN
Perubahan penggunaan lahan merupakan
proses dinamis sesuai dengan perubahan jumlah dan
kebutuhan masyarakat. Saat ini perubahan
penggunaan lahan umumnya terjadi sebagai akibat
dari kebutuhan yang mendesak, seperti kebutuhan
pangan, sehingga terjadi juga peningkatan yang
tajam dalam persaingan pemanfaatan sumber daya
lahan. Pemanfaatan dan penggunaan lahan untuk
budidaya pertanian berpotensi menimbulkan dampak
negatif pada sumber daya lahan. Pada dasarnya
penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan
manusia terhadap lahan yang bersifat dinamis
1. Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
2 Pengajar pada Fakultas Geografi, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
3. Pengajar pada Fakultas Pertanian, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
ISSN 1410 – 7244
JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 35/2012
40
sehingga terjadi perubahan penggunaan lahan secara
kuantitatif maupun kualitatif. Kegiatan pertanian
yang menimbulkan dampak antara lain berupa
kegiatan pengolahan tanah, penggunaan sarana
produksi serta sistem budidaya termasuk pola tanam
dan jenis tanaman yang diusahakan.
Daerah tangkapan air Rawa Pening terdiri atas
9 DAS yaitu DAS Legi, Parat, Galeh, Torong,
Panjang, Ringis, Sraten, Rengas, dan Kedungringin.
DAS Galeh merupakan DAS terluas (25,70%) dari
luasan area DTA Rawa Pening yang memberikan
sumbangan air ke Rawa Pening terbesar
dibandingkan dengan DAS lainnya dengan debit air
rata-rata 2,734 m3 dt-1. Namun demikian, kondisinya
telah mengalami tingkat erosi berat dengan laju erosi
303,75 t ha-1 tahun-1 (Dinas PSDA, 2004 dan
Balitbangda Provinsi Jawa Tengah, 2008).
Permasalahan yang terjadi pada DAS Galeh
saat ini antara lain :1) adanya penambangan batuan
dan penambangan mineral bukan logam, (2) pola
usahatani yang kurang mengikuti kaidah konservasi
di bagian hulu dan 3) pada bagian hilir terjadinya
penyempitan dan pendangkalan sungai Galeh.
Kegiatan penduduk di suatu DAS secara langsung
maupun tidak langsung dapat mempengaruhi
ekosistem wilayahnya dan juga perairannya, karena
perubahan penggunaan lahan di DAS berpengaruh
terhadap limpasan permukaan (overland flow) dan
aliran sungai. Selainitu, apabila dalam praktek
pengelolaan DAS dan penerapan tataguna lahan
tidak dilakukan secara terpadu dan tidak terencana
dengan baik, maka dapat mempengaruhi proses
degradasi tanah. Degradasi tanah banyak terjadi di
daerah pegunungan atau daerah yang berbukit-bukit,
pada umumnya berupa erosi permukaan (surficial
erosion) dan gerakan massa (mass movement).
Gravitasi merupakan gaya penggerak utama gerakan
massa tanah, sedangkan angin dan aliran air
merupakan sumber terjadinya erosi.
Erosi merupakan proses pengikisan tanah atau
penghayutan tanah oleh desakan-desakan atau
kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung
secara alamiah maupun sebagai akibat tindakan
manusia (Poerbandono, 2006 dan Asdak, 2007).
Erosi dapat mempengaruhi produktivitas lahan yang
biasanya mendominasi DAS bagian hulu dan dapat
memberikan dampak negative pada DAS bagian hilir
(sekitar muara sungai) yang berupa hasil sedimen.
Tingkat erosi tanah ditentukan oleh beberapa faktor
yaitu: iklim (intensitas hujan), topografi, sifat tanah
(erodibilitas tanah), vegetasi dan tata guna lahan
oleh aktivitas manusia (Wischmeier and Smith,
1978; Hardiyatmo, 2006; dan Asdak, 2007).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penggunaan lahan pertanian terhadap erosi
dan menentukan satuan-satuan lahan (land unit)
pertanian berdasarkan tingkat bahaya erosi pada
DAS Galeh.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di DAS Galeh
Kabupaten Semarang pada bulan Januari-Agustus
2010. Analisis tingkatan bahaya erosi dilakukan
berdasarkan parameter –parameter satuan lahan
(land units), prediksi laju erosi tanah dengan
persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE) dan
indeks bahaya erosi. Pengukuran erosi dilakukan
dengan pendekatan unit lahan yang didasarkan pada
peta lereng, peta tanah dan peta penggunaan lahan.
Berdasarkan peta unit lahan ini ditetapkan lokasi
sampel erosi dengan metode area purposive
sampling pada setiap satuan pengelolaan lahan
pertanian (Gambar 1).
Dalam penelitian ini juga dilaksanakan
wawancara dengan menngunakan qusioner
terstruktur terhadap petani, tokoh masyarakat dan
petugas lapang. Hal ini dimaksudkan untuk
memperoleh data tentang teknik-teknik konservasi
yang dapat dilaksanakan oleh petani sebagai arahan
konservasi dalam dinamika model pengelolaan lahan
pertaniannya sehingga dapat mengurangi laju erosi
dan tingkat bahaya erosi.
Prediksi laju erosi menggunakan rumus USLE
(Wischmeir and Smith,1978) dengan persamaan:
A = R x K x LS x C x P
FORITA D. ARIANTI ET AL. : KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI DAN ARAHAN KONSERVASI
41
dimana :
A = Jumlah kehilangan tanah akibat erosi (t ha-1 tahun-
1)
R = Indeks erosivitas hujan
K = Faktor erodibilitas tanah
LS = Faktor panjang dan kemiringan lahan
C = Faktor penutupan vegetasi dan pengelolaan
tanaman
P = Faktor pengelolaan lahan/tindakan konservasi
tanah.
Tingkat bahaya erosi (TBE) dihitung dengan
kombinasi besar erosi dan kedalaman efektif solum
tanah seperti disajikan pada Tabel 1. Indeks bahaya
erosi (IBE) ditentukan berdasarkan rumus menurut
Hammer (1981), sebagai berikut:
Laju erosi tanah
potensial (t ha-1 tahun-1) Indeks bahaya erosi = _______________________
TSL (ton t ha-1 tahun-1)
TSL = tolerable soil loss (laju erosi yang masih dapat
ditoleransi)
Nilai TSL pada masing-masing satuan lahan
ditentukan dengan cara merujuk pedoman penetap-
an nilai TSL untuk tanah-tanah di Indonesia menurut
Arsyad (2006), seperti disajikan pada Tabel 2.
Kategori (harkat) hasil perhitungan indeks
bahaya erosi (IBE) dapat ditentukan berdasarkan
pada klasifikasi yang disajikan pada Tabel 3.
HASIL DAN PE MBAHASAN
Laju erosi
Perhitungan erosi tanah permukaan dilakukan
pada setiap satuan lahan pertanian. Hasil prediksi
laju erosi yang terjadi pada satuan lahan pertanian di
DAS Galeh untuk pengelolaan lahan tegalan rata-
rata 993,84 t ha-1 tahun-; pengelolaan lahan kebun
rata-rata 159,31 t ha-1 tahun-n dan pengelolaan
lahan sawah rata-rata 11,06 t ha-1 tahun-1 dan TBE
nya dalam kategori sedang hingga sangat berat
(Tabel 4).
Nilai laju erosi satuan unit lahan di DAS Galeh
menunjukkan bahwa semakin tinggi kemiringan
lahan maka semakin besar erosinya. Kemiringan
Gambar 1. Peta lokasi survei lahan pada tiap unit lahan DAS Galeh
Figure 1. Map of land survey location on every land unit Watershed
Galeh
JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 35/2012
42
lereng sangat berpengaruh terhadap aliran permuka-
an, dimana makin curam lerengnya, makin besar
jumlah serta kecepatan aliran permukaan yang
terjadi. Selain itu, dengan makin curam lereng, maka
butir-butir tanah yang terpercik ke atas oleh pukulan
butir-butir hujan semakin banyak, sehingga dengan
semakin curam lerengnya, kemungkinan erosi tanah
yang terjadi semakin besar (Hanafiah, 2005;
Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
Selain tingkat lereng, penggunaan lahan juga
berpengaruh terhadap besaran erosiyang terjadi
dalam suatu DAS. Hal ini terlihat pada satuan lahan
tegalan yang nilai erosinya lebih tinggi dibandingkan
dengan kebun dan sawah. Bentuk penggunaan lahan
Tabel 1. Klasifikasi tingkat bahaya erosi
Table 1. Classification of erosion hazard level
Erosi
Solum
tanah (cm)
Kelas erosi
I II III IV V
Erosi
< 15 15-60 60-180 180-480 > 480
……………………… t ha-1 tahun-1 ………………………
Dalam(> 90) SR R S B SB
Sedang (60-90) R S B SB SB
Dangkal (30-60) S B SB SB SB
Sangat dangkal (< 30) B SB SB SB SB
Tabel 2. Pedoman penetapan nilai TSL untuk tanah-tanah di Indonesia
Table 2. Orientation of tolerable soil loss (TSL) score determination for soil in Indonesia
No. Sifat tanah dan substratum Nilai TSL
t ha-1 tahun-1
1. Tanah sangat dangkal (< 25 cm) di atas batuan 0
2. Tanah sangat dangkal (< 25 cm) di atas bahan telah melapuk (tidak terkonsolidasi). 4,8
3. Tanah dangkal (25-50 cm) di atas bahan telah melapuk. 9,6
4. Tanah dengan kedalaman sedang (50 – 90 cm) di atas bahan telah melapuk. 14,4. 14,4
5. Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah yang kedap air di atas substrata yang telah
melapuk. 16,8.
16,8
6. Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah berpermeabilitas lambat, di atas substrata
telah melapuk.
19,2
7. Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah berpermeabilitas sedang, di atas substrata
telah melapuk.
24,0
8. Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas substrata telah
melapuk.
30,0
Tabel 3. Klasifikasi indeks bahaya erosi (Hammer, 1981)
Table 3. Classification of erosion hazard index (Hammer, 1981)
No. Indeks bahaya erosi Kategori
1. < 1,00 Rendah
2. 1,01 – 4,00 Sedang
3. 4,01 – 10,00 Tinggi
4. >10,00 Sangat tinggi
FORITA D. ARIANTI ET AL. : KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI DAN ARAHAN KONSERVASI
43
dapat mengurangi atau meningkatkan pengaruh
hujan yang terjadi. Sesuai dengan pendapat Suharta
dan Prasetyo (2008), dalam keadaan terbuka dan
berlereng, kehilangan tanah melalui proses erosi juga
akan meningkat karena didukung oleh curah hujan
yang tinggi disertai dengan sifat fisik tanah yang
tidak stabil.
Sutono et al. (2001), berpendapat lahan
tegalan mempunyai tingkat erosi yang lebih tinggi
dari lahan sawah, karena tegalan selain mempunyai
kepekaan tanah yang tinggi, besarnya erosi juga
disebabkan oleh pola tanam yang tidak menguntung-
kan dalam pengendalian erosi. Pengelolaan lahan
tegalan yang selalu digunakan untuk tanaman
semusim menjadi penyebab tingginya erosi.
Penutupan lahan mempunyai peran yang penting
dalam mengendalikan erosi (Asdak, 2007), sehingga
pemilihan jenis tanaman yang dikembangkan perlu
disesuaikan dengan sifat fisik dan kimia tanah serta
kondisi reliefnya (Suharta, 2010). Wilayah dengan
relief datar hingga berombak sesuai untuk
pengembangan tanaman pangan lahan kering
semusim, sedangkan wilayah berbukit dapat
dimanfaatkan untuk tanaman tahunan atau
perkebunan. Hal tersebut didasarkan pada keadaan
bahwa tanah tegalan atau lahan kering tergolong
peka erosi. Oleh karena itu, pengembangan tanaman
pangan semusim yang memerlukan pengelolaan
lahan secara intensif sebaiknya diarahkan pada
wilayah dengan lereng tidak lebih dari 8%, dengan
tetap mempertahankan pengelolaan lahan konservasi.
Wilayah bergelombang dengan lereng lebih dari 8%
dapat dimanfaatkan untuk tanaman tahunan yang
tidak memerlukan pengelolaan lahan secara intensif
sehingga dapat menekan bahaya erosi. Guimaraes et
al. (2008), menambahkan bahwa penerapan pola
Tabel 4. Hasil prediksi laju erosi tanah, klasifikasi TBE, TSL, IBE, dan kategori IBE pada satuan lahan di DAS
Galeh
Table 4. Prediction result of land erosion rate, TBE, TSL, IBE classification, and IBE category on every land
unit in Watershed Galeh
Satuan unit lahan R K LS C P A TBE TSL IBE Ketegori IBE
t ha-1 tahun-1
IAdLtKbn 1.560 1,04 0,4 0,1 0,5 32,54 B 9,6 3,39 S