11 BAB II KAJIAN TEORETIS A. Hakikat Membaca Pada hakikatnya membaca merupakan proses memahami dan merekonstruksi makna yang terkandung dalam bahan bacaan. Pesan atau makna yang terkandung dalam teks bacaan merupakan interaksi timbal balik, interaksi aktif, dan interaksi dinamis antara pengetahuan dasar yang dimiliki pembaca dengan kalimat-kalimat, fakta, dan informasi yang tertuang dalam teks bacaan. Informasi yang terdapat dalam bacaan merupakan informasi yang kasat mata atau dapat disebut dengan sumber informasi visual. Pengetahuan dasar yang sebelumnya telah dimiliki pembaca merupakan informasi yang tersimpan dalam memori otak/pikiran pembaca atau dapat disebut dengan sumber informasi nonvisual. Kedua macam sumber informasi tersebut perlu dimiliki secara berimbang oleh pembaca. Artinya kemampuan mengenal informasi visual perlu diikuti dengan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk memahami suatu teks bacaan. Demikian pula sebaliknya, pengetahuan dasar yang telah dimiliki perlu dilanjutkan dengan kemampuan memahami informasi visual yang ada pada teks bacaan. Kemampuan penunjang lain yang perlu dimiliki pembaca yaitu kemampuan menghubungkan gagasan yang dimiliki dengan materi bacaan. Dalam kaitannya 11
62
Embed
KAJIAN TEORETIS A. Hakikat Membacaa-research.upi.edu/operator/upload/t_pd_0704912_chapter2(1).pdf · dalam teks bacaan merupakan interaksi timbal balik, interaksi aktif, dan interaksi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
11
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Hakikat Membaca
Pada hakikatnya membaca merupakan proses memahami dan merekonstruksi
makna yang terkandung dalam bahan bacaan. Pesan atau makna yang terkandung
dalam teks bacaan merupakan interaksi timbal balik, interaksi aktif, dan interaksi
dinamis antara pengetahuan dasar yang dimiliki pembaca dengan kalimat-kalimat,
fakta, dan informasi yang tertuang dalam teks bacaan. Informasi yang terdapat dalam
bacaan merupakan informasi yang kasat mata atau dapat disebut dengan sumber
informasi visual. Pengetahuan dasar yang sebelumnya telah dimiliki pembaca
merupakan informasi yang tersimpan dalam memori otak/pikiran pembaca atau dapat
disebut dengan sumber informasi nonvisual. Kedua macam sumber informasi tersebut
perlu dimiliki secara berimbang oleh pembaca. Artinya kemampuan mengenal
informasi visual perlu diikuti dengan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk
memahami suatu teks bacaan.
Demikian pula sebaliknya, pengetahuan dasar yang telah dimiliki perlu
dilanjutkan dengan kemampuan memahami informasi visual yang ada pada teks
bacaan. Kemampuan penunjang lain yang perlu dimiliki pembaca yaitu kemampuan
menghubungkan gagasan yang dimiliki dengan materi bacaan. Dalam kaitannya
11
12
dengan pemahaman dan perekonstruksian pesan atau makna yang terkandung dalam
teks bacaan, Harris dan Sipay (1980) menyatakan bahwa membaca merupakan proses
menafsirkan makna bahasa tulis secara tepat. Pengenalan makna kata sesuai dengan
konteksnya merupakan prasyarat yang diperlukan untuk memahami pesan yang
terdapat pada bahan bacaan.
Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang
bersifat reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca seseorang akan
memperoleh informasi, memperoleh ilmu dan pengetahuan serta pengalaman-
pengalaman baru. Semua yang diperoleh melalui bacaan akan memungkinkan
seseorang mampu mempertinggi daya pikirnya, mempertajam pandangannya, dan
memperluas wawasannya (Zuchdi dan Budiasih, 1996/1997:49). Pendapat tersebut
menekankan tentang pentingnya membaca bagi peningkatan kualitas diri seseorang.
Seseorang akan ‘gagap teknologi’ dan ‘gagap informasi’ apabila jarang atau tidak
pernah melakukan kegiatan membaca. Informasi tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan berbagai informasi aktual
lainnya senantiasa berkembang pesat dari hari ke hari. Segala macam informasi dan
perkembangan zaman tersebut selain dapat diikuti dari media elektronik (misalnya
TV), juga dapat diikuti melalui media cetak dengan cara membaca. Kedua macam
media informasi tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Media elektronik dapat diakses dengan cara yang lebih santai karena tinggal
menonton suatu tayangan di TV. Kelemahannya, tayangan tersebut tidak dapat
13
ditonton ulang apabila kita membutuhkan informasi tersebut. Media cetak yang
diakses dengan cara membaca mempunyai kekurangan dari segi pembaca, yakni
ketersediaan waktu yang kurang mencukupi dalam membaca, kurangnya kemampuan
memahami teks bacaan, rendahnya motivasi dalam membaca, kurangnya kebiasaan
membaca, dsb. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan media elektronik
(misalnya TV), kegiatan membaca mempunyai kelebihan yakni teks bacaan tersebut
dapat dibaca ulang apabila informasi dalam teks bacaan tersebut sewaktu-waktu
diperlukan.
Dari hakikat membaca yang telah diuraikan tersebut dapat dikemukakan
bahwa kegiatan membaca mempunyai berbagai macam tujuan dan manfaat dalam
kehidupan sehari-hari. Setiap orang yang akan melakukan kegiatan membaca tentu
mempunyai maksud mengapa dia perlu membaca teks tersebut yang selanjutnya
dapat mengambil manfaat setelah kegiatan membaca berlangsung. Manfaat kegiatan
membaca antara lain (1) sebagai media rekreatif; (2) media aktualisasi diri; (3) media
informatif; (4) media penambah wawasan; (5) media untuk mempertajam penalaran;
(6) media belajar suatu keterampilan, (7) media pembentuk kecerdasan emosi dan
spiritual; dsb.
Oleh karena kegiatan membaca mempunyai berbagai manfaat dalam
kehidupan, maka kegiatan membaca perlu dilatihkan secara intensif dalam
pembelajaran di sekolah, utamanya dimulai dari jenjang SD/MI. Pembelajaran
membaca di SD/MI secara intensif dilatihkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
14
Secara umum pembelajaran membaca di SD/MI dikelompokkan menjadi dua macam,
yaitu membaca permulaan dan membaca lanjut. Dalam bahasan berikut ini
selanjutnya difokuskan tentang pembelajaran membaca permulaan serta bagaimana
mendiagnosis kesulitannya apabila dalam pelaksanaannya ternyata siswa SD/MI
mengalami hambatan dalam belajar membaca. Hakikat membaca mencakup pokok
bahasan sebagai berikut.
1. Definisi Membaca
Membaca merupakan kegiatan yang sangat penting dalam proses belajar.
Meski bukan satu-satunya, daya serap saat membaca sangat menentukan hasil akhir
dari proses belajar yang kita lakukan.
Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak
hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual,
berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual membaca
merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan.
Sebagai suatu proses berpikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata,
pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Pengenalan
kata bisa berupa aktivitas membaca kata-kata dengan menggunakan kamus (Crawley
dan Mountain, 1995).
15
Tiga istilah sering digunakan untuk memberikan komponen dasar dari proses
membaca, yaitu recording, decoding dan meaning. Recording merujuk pada kata-kata
dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi-bunyinya sesuai dengan
sistem tulisan yang digunakan, sedangkan proses decoding (penyandian) merujuk
pada proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Proses recording dan
decoding biasanya berlangsung pada kelas-kelas awal, yaitu SD kelas (I, II, dan III)
yang dikenl dengan istilah membaca permulaan. Penekanan membaca pada tahap ini
ialah proses perseptual, yaitu pengenalan korespondensi rangkaian huruf dengan
bunyi-bunyi bahasa. Sementara itu proses memahami makna (meaning) lebih
ditekankan di kelas-kelas tinggi SD (Syafi’I, 1999).
Di samping keterampilan decoding, pembaca juga harus memiliki
keterampilan memahai makna (meaning). Pemahaman makna berlangsung melalui
berbagai tingkat, mulai dari tingkat pemahaman literal sampai kepada pemahaman
interpretatif, kreatif, dan evaluatif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
membaca merupakan gabungan proses perseptual dan kognitif, seperti dikemukakan
oleh Crawley dan Mountain (1995).
Menurut pandangan tersebut, membaca sebagai proses visual merupakan
proses menerjemahkan simbol tulis ke dalam bunyi. Sebagai suatu proses berpikir,
membaca mencakup pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis
(critical reading), dan membaca kreatif (creative reading). Membaca sebagai proses
linguistik, skemata pembaca membantunya membangun makna, sedangkan fonologis,
16
semantik, dan fitus sintaksis membantunya mengomunikasikan dan
menginterpretasikan pesan-pesan. Proses metakognitif melibatkan perencanaan,
pembetulan suatu strategi, pemonitoran, dan pengevaluasian. Pembaca pada tahap ini
mengidentifikasi tugas membaca untuk membentuk strategi membaca yang sesuai,
memonitor pemahamannya, dan menilai hasilnya.
Sedangkan Klien, dkk. (1996) mengemukakan bahwa definisi membaca
mencakup (1) membaca merupakan suatu proses. (2) membaca adalah strategis, dan
(3) membaca merupakan interaktif. Membaca merupakan suatu proses dimaksudkan
informasi dari teks dan dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai
peranan yang utama dalam membentuk makna.
Membaca juga merupakan suatu strategis. Pembaca yang efektif
menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam
rangka mengonstruk makna ketika membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan
jenis teks dan tujuan membaca.
Membaca adalah interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks tergantung
pada konteks. Orang yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat, akan
menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang harus
mudah dipahami (readable) sehingga terjadi interaksi antara pembaca dan teks.
Membaca adalah sebuah aktivitas konstruktif dalam proses membaca makna.
Carter (dalam Wiryodijoyo, 1989:10) menyebutnya sebagai proses berpikir yang
meliputi proses mengartikan, menafsirkan arti, dan menerapkan ide – ide dari
17
lambing. Miler V. Zints (dalam Wiryodijoyo, 1989:10) ada empat tahap dalam proses
membaca : persepsi, pemahaman, reaksi, dan integrasi. Persepsi adalah kemampuan
untuk membaca kata sebagai kesatuan yang berarti. Pemahaman adalah kemampuan
untuk membuat kata – kata penulis menimbulkan pikiran – pikiran yang berguna
seperti yang terbaca dalam konteks. Reaksi adalah tindakan yang memerlukan
pertimbangan berkenaan dengan apa yang telah dikatakan oeh penulis. Integrasi
adalah kemampuan untuk memahamkan atau konsep terhadap latar belakang
pengalaman penulis sehingga berguna sebagai bagian dari pengalaman keseluruhan
bagi pembaca.
Harris ( 1993) mengungkapkan membaca adalah interaksi antara pembaca dan
pesan tertulis melalui langkah – langkah berpikir secara operasional dengan dituntun
oleh tujuan membacanya. Adapun kemampuan membaca adalah ketempilan dalam
ketepatan dan kecepatan memproses teks, dalam menafsirkannya dan dalam
menggunakannya.
Carrol dalam Haris (1981:264-265) memepertegas lagi bahwa “membaca
merupakan proses interaksi antara latar belakang pengalaman kejiwaan pembaca
dengan informasi leksikal dan gramatikal yang terkandung dalam simbol – simbol
grafis dalam upaya memperoleh pesan penulis. “Dikatakan demikian, karena untuk
dapat menangkap makna yang terkandung dalam suatu bacaan, salah satunya
dipengaruhi oleh faktor pengalaman pembaca, baik itu situasi atau hal – hal tertentu
maupun pemahaman terhadap struktur kebahasaan.
18
Membaca dapat juga dianggap suatu proses untuk memahami yang tersirat
dan tersurat, melihat pikiran yang terkandung di dalam kata – kata yang tertulis.
Tingkatan hubungan antara makna yang hendak dikemukakan oleh penulis dan
penafsiran atau interpretasi pembaca turut menentukan ketepatan pembaca.
Demikianlah makna itu akan berubah, karena setiap pembaca memiliki pengalaman
yang berbeda – beda yang dia pergunakan sebagai alat untuk menginterpretasi kata –
kata tersebut (Anderson, 1972).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa membaca
merupakan aktivitas untuk memperoleh informasi dari bahan tertulis melalui suatu
interaksi antara pembaca dengan penulis yang diwakili oleh tulisannya. Dalam
interaksi tersebut terjdi kontak antara karakteristik yang dimiliki pembaca dan
karakteristik yang dimiliki penulis. Kontak antara karakteristik itu akan melahirkan
pemahaman pembaca terhadap ide atau gagasan penulis. Hal ini bararti, membaca
bukan semata – mata menyuarakan bahasa tulis dan mengikuti baris demi baris
tulisan tersebut, tetapi berusaha untuk memperoleh pesan, amanat dan makna yang
disampaikan penulis melalui media bacaan secara utuh dan menyeluruh.
Membaca merupakan suatu proses yang sangat kompleks, karena melibatkan
berbagai komponen yang ada dalam diri pembaca. Dikatakan demikian, karena dalam
proses ini terlibat berbagai unsur seperti ingatan, pengalaman, otak, pengetahuan,
kompetensi bahasa, keadaan psikologis, emosional, dan panca indra (mata). Semua
19
unsur atau komponen tersebut saling bekerja sama dengan maksud untuk memehami
makna bacaan.
Dari berbagai macam teori di atas secara singkat dapat dikatakan bahwa
membaca adalah “ bringing meaning to and getting meaning from printed or written
material” memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung dalam suatu
wacana.
2. Tujuan Membaca
Membaca hendaknya mempunyai tujuan, karena seorang yang membaca suatu
tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang yang tidak
mempunyai tujuan. Dalam kegiatan membaca di kelas, guru seharusnya menyusun
tujuan membaca dengan menyediakan tujuan khusus yang sesuai atau dengan
membantu mereka menyusun tujuan membaca siswa itu sendiri.
Tujuan membaca menurut Paul S. Anderson dalam Widyamartaya (1992:90)
adalah di bawah ini.
a. membaca untuk memperoleh fakta atau perincian – perincian (reading of
details and fact), yaitu membaca untuk mengetahui penemuan – penemuan
yang telah dilakukan oleh tokoh, apa yang telah terjadi pada tokoh, dan lain –
lain;
20
b. membaca untuk memperoleh ide – ide utama ( reading for main ideas), yaitu
membaca untuk mengetahui masalah, apa yang dialami tokoh, dan
merangkum hal – hal yang dilakukan tokoh untuk mencapai tujuannya;
c. membaca untuk mengetahui urutan atau organisasi cerita (reading for
sequence ar organization), yaitu membaca untuk mengetahui setiap bagian
cerita;
d. membaca untuk menyimpulkan (reading for inference), yaitu membaca untuk
mengetahui mengapa tokoh berbuat demikian, apa yang dimaksudkan
pengarang dengan cerita atau bacaan itu, mengapa terjadi perubahan pada
tokoh;
e. membaca untuk mengelompokkan (reading for classify), yaitu membaca
untuk menemukan dan mengetahui hal – hal yang tidak biasa, apa yang lucu
dalam cerita atau bacaan, apakah cerita itu benar atau tidak;
f. membaca untuk menilai (reading for evaluate), yaitu membaca untuk
mengetahui apakah tokoh berhasil, apakah baik kita berbuat seperti tokoh;
g. membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan (reading for
compare or contest), yaitu membaca untuk mengetahui bagaimana caranya
tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kebiasaan hidup yang kita
kenal, bagimana dua buah cerita mempunyai kesamaan.
21
Sedangkan menurut Blaton, dkk. dan Irwin dalam Burns dkk., (1996)
mengemukakan bahwa tujuan membaca mencakup:
a. kesenangan;
b. menyempurnakan membaca nyaring;
c. mengunakan strategi tertentu;
d. memperbaharui pengetahuanya tentang suatu topic;
e. mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya;
f. memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis;
g. mengkonfirmasikan atau menolak prediksi;
h. menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang
diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang
strukstur teks;
i. menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.
3. Komponen Kegiatan Membaca
Pada dasarnya kegiatan membaca terdiri dari atas dua bagian, yaitu proses dan
produk (Syafe’ie, 1993, Burn dkk 1996). Proses membaca mencakup sembilan aspek
untuk menghasilkan produk.
22
a. Proses membaca
Membaca merupakan proses yang kompleks. Proses ini melibatkan sejumlah
kegiatan fisik dan mental. Menurut Burns dkk. (1997), proses membaca terdiri atas
sembilan aspek, yaitu sensori, perseptual, urutan, pengalaman, pikiran, pembelajaran,
asosiasi, sikap dan gagasan.
Proses membaca dimulai dengan sensori visual yang diperoleh melalui
ungkapan simbol-simbol grafis melalui indera penglihatan. Anak-anak belajar
membedakan secara visual di antara simbol-simbol grafis (huruf atau kata) yang
digunakan untuk mempresentasikan bahasa lisan.
Kegiatan berikutnya adalah tindakan perseptual, yaitu aktivitas mengenal
suatu kata sampai pada suatu makna berdasarkan pengalaman yang lalu. Kegiatan
persepsi melibatkan kesan sensor yang masuk ke otak. Ketika seseorang membaca,
otak menerima gambaran kata-kata, kemudian mengungkapkannya dari halaman
cetak berdasarkan pengalaman pembaca sebelumnya dengan objek, gagasan, atau
emosi yang dipresentasikan oleh suatu kelas. Pembaca mengenali rangkaian simbol-
simbol tertulis, baik yang berupa kata, frasa, maupun kalimat. Kemudian pembaca
memberi makna dengan menginterpretasikan teks yang dibacanya. Pembaca satu
dengan lainnya dalam mempersepsi suatu teks mungkin saja tidak sama. Walaupun
membaca teks yang sama, mungkin mereka memberikan makna yang berbeda. Aspek
urutan dalam proses membaca merupakan kegiatan mengikuti rangkaian tulisan yang
23
tersusun secara linear, yang umumnya tampil pada satu halaman dari kiri ke kanan
atau dari atas ke bawah (Burns dkk., 1996).
Pengalaman merupakan aspek penting dalam proses membaca. Anak-anak
yang memiliki pengalaman yang banyak akan mempunyai kesempatan yang lebih
luas dalam mengembangkan pemahaman kosakata dan konsep yang mereka hadapi
dalam membaca dibandingkan dengan anak-anak yang mempunyai pengalaman
terbatas. Oleh sebab itu, guru atau orang tua sebaiknya memberikan pengalaman
langsung atau tidak langsung kepada anak-anaknya, misalnya pengalaman tentang
tempat, benda, dan proses yang dideskripsikan dalam materi bacaan sehingga materi
bacaan akan lebih mudah mereka serap. Pengalaman konkrit (pengalaman langsung)
dan pengalaman tidak langsung akan meningkatkan perkembangan konseptual anak,
namun pengalaman langsung lebi efektif daripada pengalaman tidak langsung. Guru
dan orang tua bisa membantu anak belajar bahasa baku yang umumnya ditemukan
pada buku-buku dengan menceritakan dan membacakan cerita, mendorong kegiatan
show all and tell, mendorong diskusi kelas, menggunakan pengalaman bahasa
melalui cerita, dan mendorong permainan drama (Burns dkk, 1996).
Membaca merupakan proses berpikir. Untuk dapat memahami bacaan,
pembaca terlebih dahulu harus memahami kata-kata dan kalimat yang dihadapinya
melalui proses asosiasi dan eksperimental sebagimana dijelaskan sebelumnya.
Kemudian ia membuat simpulan dengan menghubungkan isi preposisi yang terdapat
dalam materi bacaan. Untuk itu, dia harus mampu berpikir secara sistematis, logis,
24
dan kreatif. Bertitik tolak dari kesimpulan itu, pembaca dapat menilai bacaan.
Kegiatan menilai menuntut kemampuan berpikir kritis (syafe’ie, 1993:44).
Peningkatan kemampuan berpikir melalui membaca seharusnya dimulai sejak
dini. Guru SD dapat membimbing siswanya dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan kemampuan
berpikirnya. Pertanyaan-pertanyaan yang dajukan guru hendaknya merangsang siswa
berpikir, seperti pertanyaan mengapa dan bagaimana. Jadi pertanyaan yang diajukan
sehubungan dengan bacaan tidak hanya pertanyaan yang menghasilkan jawaban
berupa fakta.
Mengenal hubungan antara simbol dengan bunyi bahasa dan makna
merupakan aspek asosiasi dalam membaca. Anak-anak belajar menghubungkan
simbol-simbol grafis dengan bunyi bahasa dan makna. Tanpa kedua kemampuan
asosiasi tersebut siswa tidak mungkin dapat memahami teks.
Aspek afektif merupakan proses membaca yang berkenaan dengan kegiatan
memusatkan perhatian, membangkitkan kegemaran membaca (sesuai dengan
minatnya), dan menumbuhkan motivasi membaca ketika sedang membaca (Burn
dkk., 1996). Pemusatan perhatian, kesenangan dan motivasi yang tinggi diperlukan
dalam membaca. Anak-anak SD seharusnya terlatih memusatkan perhatiannya pada
bahan bacaan yang dibacanya. Guru SD bisa melatih siswanya terbiasa memusatkan
perhatiannya dengan memberikan bacaan yang menjadi minat mereka. Tanpa
perhatian yang penuh ketika membaca, siswa sulit mendapatkan sesuatu dari bacaan.
25
Motivasi dan kesenangan membaca sangat membantu siswa untuk memusatkan
perhatian pada bacaan.
Aspek terakhir adalah aspek pemberian gagasan. Aspek gagasan dimulai
dengan penggunaan sensori dan perseptual dengan latar belakang pengalaman dan
tanggapan afektif serta membangun makna teks yang dibacanya secara pribadi.
Makna dibangun berdasarkan pada teks yang dibacanya, tetapi tidak seluruhnya
ditemui dalam teks. Teks tersebut ditransformasikan oleh pembaca dari informasi
yang diambil dari teks. Pembaca dengan latar belakang pengalaman yang berbeda dan
reaksi afektif yang berbeda akan menghasilkan makna yang berbeda dari teks yang
sama.
b. Produk membaca
Produk membaca merupakan komunikasi dari pemikiran dan emosi antara
penulis dan pembaca. Komunikasi juga bisa terjadi dari konstruksi pembaca melalui
integrasi pengetahuan yang telah dimiliki pembaca dengan informasi yang disajikan
dalam teks. Komunikasi dalam membaca tergantung pada pemahaman yang
dipengaruhi oleh seluruh aspek proses membaca.
Lebih lanjut Burns, dkk. (1996) mengemukakan bahwa strategi pengenalan
kata, sebagai bagian dari aspek asosiasi dalam proses membaca merupakan sesuatu
yang esensial. Pemahaman bacaan tidak hanya berupa aktivitas menyandi (decoding)
26
simbol-simbol ke dalam bunyi bahasa, tetapi juga membangun (construct) makna
ketika berinteraksi dengan halaman cetak.
Pemahaman terhadap bacaan sangat bergantung pada semua aspek yang
terlibat dalam proses membaca. Di samping kemampuan yang dituntut dalam
melaksanakan kegiatan, berbagai aspek proses membaca pun harus dipenuhi oleh
pembaca. Aspek gagasan akan diperoleh apabila aspek-aspek proses membaca yang
lain telah bekerja secara harmonis.
Agar hasil membaca dapat tercapai secara maksimal, pembaca harus
menguasai kegiatan-kegiatan dalam proses membaca tersebut (Syafe’ie, 1993:46).
Oleh sebab itu, guru –guru SD memegang peranan penting dalam membimbing para
siswa agar mereka mampu menguasai kegiatan-kegiatan dalam proses membaca
tersebut dengan baik.
B. Pembelajaran Membaca
1. Prinsip-prinsip Pengajaran Membaca
Oka melalui Kusdiana (2002:18) mengatakan bahwa “pengajaran membaca
memiliki kedudukan sebagai bagian integral dalam pendidikan, yaitu sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari kedudukan pendidikan, serta sebagai alat dan media
fungsional dari keseluruhan kegiatan pendidikan. “Sejalan dengan kedudukan ini
maka kedudukan membaca memiliki fungsi utama edukatif, yaitu menjaga keutuhan
kehadiran pendidikan dan pengajaran bahasa, khususnya membina siswa dalam
27
bidang membaca, serta memiliki fungsi pelengkap instrumental dan social, yaitu
sebagai alat untuk mempertahankan kehadiran membaca dalam kehidupan
bermasyarakat. Oleh karena itu berdasarkan pengertian, kedudukan dan fungsi
pengajaran membaca, ia mengemukakan bahwa tujuan umum pengajaran membaca
diperinci sebagai berikut.
1) Tujuan pokok ialah membina siswa agar mereka memiliki.
a) kemampuan/keterampilan yang baik dalam membaca yang tersurat dan
tersirat dari macam–macam wacana tertulis yang dibacanya.
b) pengetahuan yang shahih tentang nilai dan fungsi membaca dan teknik
membaca untuk memcapai tujuan tertentu.
c) sikap yang positif terhadap membaca dan belajar membaca. Jiga tujuan pokok
ini tercapai, maka pengajaran membaca mewujudkan apa yang belakangan ini
sering diungkapkan dengan semboyan “ belajar untuk dapat
membaca”(learning to read), dan “ membaca untuk dapat belajar” (reading to
learn).
2) Tujuan tambahan ialah berpartisipasi dalam:
a) usaha memasyarakatkan dan membudayakan membaca;
b) memanfaatkan serta merangsang studi dan penelitian membaca
28
Atas dasar pendapat Oka tersebut, maka tujuan pokok pengajaran membaca di
sekolah adalah membina siswa membaca agar mereka memiliki pengetahuan,
keterampilan, serta sikap positif terhadap kegiatan membaca.
Beberapa prinsip yang dapat diambil dari uraian diatas yang mendasari
kegiatan pengajaran membaca adalah sebagai berikut.
1. Ketahui latar pengetahuan siswa. Latar pengetahuan pembaca bisa
mempengaruhi pemahaman siswa dalam membaca. Latar pengetahuan ini
meliputi semua pengalaman yang ia bawa ke sebuah teks, misalnya,
pengalaman hidup, pendidikan, pengetahuan mengenai bagaimana teks bisa
diatur secara retorikal, pengetahuan bagaimana bahasa pertama atau kedua
itu bekerja, serta latar belakang budaya. Pemahaman membaca dapat lebih
ditingkatkan jika latar pengetahuannya itu diaktifkan melalui tujuan,
pertanyaan, prediksi, struktur teks, dan sebagainya. Jika siswa membaca
sebuah topik yang tidak familiar, maka guru perlu memulai proses bacaan
dengan membangun latar pengetahuan.
2. Membangun dasar kosakata yang kuat kosakata mendapat tempat paling
tinggi dalam pembelajaran bahasa. Banyak penelitian yang menekankan
pentingnya kosakata dalam kesuksesan membaca. Menurut Anderson
(2003), kosakata menjadi penting untuk diajarkan baik bagi siswa L1
maupun siswa L2 dan penggunaannya dalam konteks agar mereka dapat
menebak makna suatu kosakata yang jarang muncul.
29
3. Ajari pemahaman. Pada beberapa program istruksi membaca, penekanan
kebanyakan pada pengetesan pemahaman membaca, alih-alih pada
mengajarkan siswa bagaimana untuk paham. Memonitor pemahaman adalah
penting untuk mencapai sukses membaca. Salah satu hal yang terkait dalam
proses monitoring ini ialah memeriksa prediksi yang dihasilkan itu sudah
benar dan mengecek apakah siswa telah menyesuaikan apa yang diperlukan
ketika makna dalam bacaan itu belum diperoleh.
4. Usahakan meningkatkan kecepatan (kelancaran) membaca
salah satu kendala bagi siswa L2 dalam hal membaca adalah meski mereka
bisa baca tetapi bacaannya kurang lancar. Dalam hal ini, prinsipnya ialah
bahwa guru harus seimbang baik posisinya sebagai pendamping siswa
maupun pengembang keterampilan siswa dalam pemahaman bacaan. Yang
paling penting untuk dicatat bahwa fokusnya itu bukan pada pengembangan
kecepatan siswa dalam membaca, tapi pada kelancaran membaca. Seseorang
dikatakan lancar membaca jika ia mampu membaca 200 kata per menit
dengan sedikitnya 70% memahami bacaan itu (Anderson, 2003: 76).
5. Ajarkan strategi membaca guna meraih hasil yang diinginkan, siswa perlu
belajar menggunakan strategi-strategi membaca yang sesuai dengan
tujuannya. Mengajarkan mereka akan hal ini dapat menjadi pertimbangan
utama dalam kelas membaca.
6. Dorong siswa menjelmakan strategi menjadi keterampilan
ada perbedaan antara strategi dan keterampilan. Yang pertama merujuk pada
30
tindak kesadaran untuk meraih tujuan atau sasaran. Yang kedua adalah
strategi yang telah menjadi otomatis. Hal ini menekankan peran aktif yang
dimainkan oleh siswa dalam strategi membaca. Sebagai pelajar yang secara
sadar belajar dan mempraktikkan strategi membaca secara khusus, strategi
itu berpindah dari kesadaran menuju ketaksadaran, yakni dari strategi
menuju keterampilan.
7. Buat penilaian dan evaluasi penilaian dan evaluasi bisa secara kuantitatif
atau kualitatif. Keduanya bisa diterapkan dalam kelas membaca. Penilaian
kuantitatif meliputi informasi dari ujian pemahaman baca dan juga data
kelancaran membaca. Informasi kualitatif diperoleh dari respon bacaan
jurnal, survei, dan respon terhadap daftar cek yang dibuat untuk strategi
membaca.
2. Pelaksanaan Pembelajaran Membaca
Untuk mendorong siswa dapat memahami berbagai bahan bacaan, guru
seharusnya menggabungkan kegiatan prabaca, saat baca, dan pascabaca dalam
pembelajaran membaca. Beberapa teknik lebih umum dan mencakup lebih dari satu
kegiatan, dalam satu pembelajaran. Berikut ini dijelaskan berbagai kegiatan yang bisa
dilakukan dalam prabaca, saat baca, dan pascabaca.
31
a. Kegiatan Prabaca
Guru yang efektif harus mampu mengarahkan siswa kepada topik pelajaran
yang akan dipelajari siswa. Burn, dkk. (1996) serta Rubin (1993) mengemukakan
bahwa pengajaran membaca dilandasi oleh pandangan teori skemata. Berdasarkan
pandangan teori skemata, membaca adalah proses pembentukan skemata makna
terhadap teks.
Sehubungan dengan teori membaca ini, guru yang efektif seharusnya mampu
mengarahkan siswa agar lebih banyak menggunakan pegetahuan topik untuk
memproses ide dan pesan suatu teks. Oleh karena itu, guru perlu memperhatikan
kegiatan prabaca, saat baca, dan pascabaca dalam penyajian pengajaran membaca.
Kegiatan prabaca adalah kegiatan pengajaran yang dilaksanakan sebelum
siswa melakukan kegiatan membaca. Dalam kegiatan prabaca, guru mengarahkan
perhatian pada pengaktifan skemata siswa yang berhubungan dengan topik bacaan.
Pengaktifan skemata siswa dapat diakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan
peninjauan awal, pedoman antisipasi, pemetaan makna, menulis sebelum membaca,
dan drama kreatif (Burns, dkk.,1996).
Menurut Farida (2007) Skemata ialah latar belakang pengetahuan dan
pengalaman yang telah dimiliki siswa tentang suatu informasi atau konsep tentang
sesuatu. Skemata menggambarkan sekelompok konsep yang tersusun dalam diri
seseorang yang dihubungkan dengan objek, tempat-tempat, tindakan, atau peristiwa.
32
Untuk menjadi pembaca yang sukses siswa membutuhkan berbagai skemata.
Mereka harus memiliki konsep-konsep tentang tujuan bahan cetakan dan tentang
hubungan bahasa bicara dan bahasa tertulis. Mereka juga membutuhkan kosakata dan
pola kalimat yang umumnya tidak ditemukan dalam bahasa lisan dan dengan gaya
menulis yang berbeda dengan berbagai aliran sastra.
Disamping itu, untuk membangkitkan skemata siswa, guru juga bisa
menugaskan siswa menulis tentang pengalaman pribadi yang relevan sebelum mereka
membca teks bacaan yang telah ditentukan guru, yang akan mengasilkan tingkah laku
siswa yang lebih memerhatikan tugasnya, lebih sempurna menanggapi watak pelaku,
dan lebih memperlihatkan reaksi yang positif tentang membaca yang sudah
ditentukan guru.
b. Kegiatan Saat baca
Setelah kegiatan prabaca, kegiatan berikutnya ialah kegiatan saat baca.
Beberapa strategi dan kegiatan bisa digunakan dalam saat baca untuk meningkatkan
pemahaman siswa tergantung teknik pembelajaran yang digunakan. Kegiatan ini
dilakukan dengan mendiskusikan isi teks.
c. Kegiatan Pascabaca
Kegiatan pascabaca digunakan untuk membantu siswa memadukan informasi
baru yang dibacanya ke dalam skemata yang telah dimilikinya sehingga diperoleh
tingkat pemahaman yang lebih tinggi (Burn, dkk.,1996). Strategi yang dapat
33
digunakan pada tahap pascabaca adalah belajar mengembangkan bahan bacaan
pengajaran, memberikan pertanyaan, menceritakan kembali, dan presentasi visual.
Dalam kegiatan pascabaca, anak-anak diberikan kesempatan mengembangkan
belajar mereka dengan menyuruh siswa mempertimbangkan apakah siswa tersebut
membutuhkan/menginginkan informasi lebih lanjut tentang topik tersebut dan di
mana mereka bisa menemukan informasi lebih lanjut. Setelah itu mereka membaca
tentang topik dan berbagai temuannya dengan teman-temannya (Burn, dkk., 1996).
3. Membaca Terbimbing (guided reading)
Teknik pembelajaran membaca terbimbing (guided reading) adalah kegiatan
membaca terbimbing dimana guru menjadi pengamat dan fasilitator. Dalam
terbimbing penekanannya bukan dalam cara membaca itu sendiri melainkan lebih
pada membaca pemahaman. Dalam guided reading semua siswa membaca dan
mendiskusikan buku yang sama. Guru melemparkan pertanyaan yang meminta siswa
menjawab dengan kritis, bukan sekedar pertanyaan pemahaman. Teknik guided
reading sangat mudah untuk dilaksanakan di dalam ruang kelas. Teknik ini akan
dapat melatih para siswa untuk menjadi pembelajar mandiri dan aktif (active
learners), lebih fokus pada persoalan yang dihadapi, dan tentunya membuat para
siswa tidak bosan. Teknik-teknik tersebut juga sangat efektif, variatif dan mampu
memacu kreatifitas guru dan siswa. Pembelajaran di kelas menjadi lebih
menyenangkan dan lebih berkesan.
34
Teknik Guided Reading bertujuan membantu siswa dalam menggunakan
strategi belajar membaca secara mandiri;
“The ultimate goal of guided reading is to help children learn how to use
independent reading strategies successfully.”(Fountas and Su Pinnell) (1996).
Teknik ini bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut: Pemilihan dan
penentuan teks yang akan dibaca. Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil
(4/5 orang). Setiap siswa membaca teks yang sudah ditentukan dengan tiga tahapan;
dibaca sendiri satu kali, dibaca pelan/lembut, dan dibaca di dalam hati. Siswa mencari
informasi lebih lanjut tentang cara membaca beberapa kata kepada temannya sebagai
diskusi awal dengan kelompoknya. Guru mengadakan diskusi kecil sebagai
eksplorasi yang meliputi phonic concept dan whole-language learning. Selanjutnya
guru memonitor kemampuan reading dengan cara rereading/repetition. Guru
menggunakan gambar sebagai penunjang arti.
Teknik pembelajaran membaca terbimbing (guided reading) disusun oleh
Betts (1946). dan dikembangkan oleh Manzo 1975 sebagai metode pembelajaran
membaca. Langkah-langkah guided reading terdiri atas panduan persiapan bagi siswa
sebelum kegiatan membaca, panduan bagi siswa selama kativitas kegiatan membaca
dalam hati, dan siswa membuat pertanyaan dari bacaan sampai pada tahap guru
memberikan pertanyaan pada siswa tentang isi bacaan.
Strategi ini disusun untuk memberikan bimbingan dalam pembelajaran
membaca dan lebih sesuai untuk kelas tinggi awal (kelas III dan VI), karena strategi
35
ini tidak terlalu menuntut siswa untuk melakukan prediksi terhadap isi bacaan.
Melalui strategi ini siswa akan dihadapkan pada tiga tahapan, yaitu (1) tahap
persiapan sebelum membaca, (2) pemberian bimbingan selama membaca dalam hati,
dan (3) pengecekan pemahaman dan keterampilan. Ketiga tahapan tersebut
memperlihatkan kepada kita bahwa dalam strategi DRA ada tahap (1 )pramembaca,
(2) membaca dalam hati, dan (3) tahap pascamembaca.
Secara rinci tujuan dari guided reading procedure adalah sebagai berikut:
1. Membantu daya ingat siswa tanpa bantuan membaca secara khusus
2. Meningkatkan kemampuan siswa untuk membuat pertanyaan dari yang
telah mereka baca.
3. Mengembangkan pemahaman siswa akan pentingnya memperbaiki
pertanyaan yang mereka buat.
4. Meningkatkan kemampuan siswa untuk mengelompokkan informasi dari
pertanyaan yang telah dibuatnya.
Komponen-komponen teknik pembelajaran membaca terbimbing (guided
reading) dibagi dalam enam fase berikut:
1. Guru menyiapkan siswa untuk membaca cerita dengan mengembangkan
latar belakang pengetahuan, memperkenalkan kosa kata dan menentukan
tujuan membaca.
36
2. Siswa membaca dalam hati dan guru mengawasi mereka. Setelah siswa
selesai membaca, guru meminta para siswa untuk menjelaskan secara
detail apa yng mereka ingat, dan guru mencatat informasi di papan tulis.
3. Setelah semua informasi diingat siswa, siswa kembali membaca materi
untuk membuat koreksi dan menambahkan informasi, guru mengarahkan
yang kurang tepat.
4. Guru memberikan pilihan lebih dari satu pendapat kepada siswa untuk
mengelompokkan informasi.
5. Guru membuat pertanyaan yang dapat menimbulkan siswa
menghubungkan informasi yang baru dengan pengetahuan sebelumnya,
agar siswa berpikiran kritis.
6. Langkah terakhir yaitu menguji para siswa dengan mengaitkan pertanyaan
pendek sebagai penguatan.
Evaluasi pembelajarn membaca guided reading dilakukan dengan cara
menilai pembelajaran membaca melalui mengukur jenis tes membaca
pemahaman. Jenis tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
memperoleh makna dari wacana tulis.
Menurut taksonomi Barret, dalam Mulayadriyah (2004:45) tes
keterampilan memahami isi bacaan terdiri atas komponen-komponen berikut.
37
1. Pemahaman literal (mengenal dan mengingat) antara lain 1) ide pokok, 2)
ide penjelas, 3) urutan, 4) perbandingan, 5) hubungan sebab akibat dan 6)