Page 1
KAJIAN SIFAT FISIK-MEKANIK DAN
ANTIBAKTERI PLASTIK KITOSAN
TERMODIFIKASI KOLAGEN LIMBAH SISIK IKAN
KAKAP MERAH
Skripsi
Disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
oleh
Andy Octavian
4311411027
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
Page 2
ii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa skripsi ini bebas plagiat, dan apabila di kemudian hari
terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Semarang, 7 Desember 2015
Andy Octavian
4311411027
Page 3
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan dihadapan sidang
Panitia Ujian Skripsi Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Negeri Semarang.
Semarang, 5 Oktober 2015
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. F.Widhi Mahatmanti, M.Si Nuni Widiarti, S.Pd, M.Si
NIP. 196912171997022001 NIP. 197810282006042001
Page 4
iv
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul
Kajian Sifat Fisik-Mekanik dan Antibakteri Plastik Kitosan Termodifikasi
Kolagen Limbah Sisik Ikan Kakap Merah
disusun oleh
Andy Octavian
4311411027
telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada
tanggal 29 Oktober 2015
Panitia:
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Zaenuri, S.E., M.Si., Akt. Dra. Woro Sumarni, M.Si
NIP. 196412231998031001 NIP. 196507231993032001
Ketua Penguji
Ella Kusumastuti, S.Si, M.Si.
NIP. 198212142009122004
Anggota Penguji/ Anggota Penguji/
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. F.Widhi Mahatmanti, M.Si Nuni Widiarti, S.Pd, M.Si
NIP. 196912171997022001 NIP. 197810282006042001
Page 5
v
MOTTO
Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi
orang lain. (HR. Bukhari)
Life is like riding bicycle, to keep your balance you must keep moving. (Albert
Enstein)
Kesalahan akan membuat orang belajar dan menjadi lebih baik.
Sehebat apapun kesuksesan anda, anda bukan apa-apa tanpa orang lain.
PERSEMBAHAN
Untuk Bapakku Suhud dan Ibukku Honiah
Adik-adikku Any Rizkia Putri dan Achmad Azka Azizi
Teman-teman Kimia angkatan 2011
Page 6
vi
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi dengan judul Kajian Sifat Fisik-Mekanik dan Antibakteri Plastik Kitosan
Termodifkasi Kolagen Limbah Sisik Ikan Kakap merah.
Pada kesempatan kali ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu, baik dalam penelitian maupun penyusunan
Skripsi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Dekan Fakultas Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Negeri Semarang
2. Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang
3. Dr. F. Widhi Mahatmanti, S.Si, M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan arahan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
4. Nuni Widiarti, S.Pd, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik
5. Ella Kusumastuti, S.Si, M.Si selaku Dosen Penguji utama yang telah
memberikan motivasi dan pengararahanya dalam penyempurnaan skripsi
6. Kasmui, M.Si selaku Dosen Wali yang telah memberikan arahan selama
penulis mengikuti perkuliahan
7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA UNNES yang memberikan bekal
ilmu kepada penulis selama menjalani studi
Page 7
vii
8. Kedua orangtua serta keluarga atas doa dan motivasinya sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi
9. Seluruh Laboran Laboratorium Kimia FMIPA UNNES atas bantuannya selama
pelaksaan penelitian
10. Bapak Suntoro dari CV. Totale Karya yang telah menyediakan sisik ikan kakap
merah sebagai bahan baku penelitian
11. Sahabat-sahabatku dari rombel 1 kimia terutama Nico Aditya Wijaya, Prasetyo
Bayu Aji dan Okky Setyo Priambodho
12. Teman-teman dari Computational Chemistry Club yang telah memberikan
saya banyak ilmu di bidang komputer
13. Teman-teman kos Triha yang selalu menemani dan menyemangati selama
proses penyusunan skripsi
14. Semua pihak yang terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang
telah membantu dalam penyusunan Skripsi ini.
Demikian ucapan terima kasih dari penulis, mudah-mudahan skripsi ini
dapat member manfaat bagi pembacanya.
Semarang, September 2015
Penulis
Page 8
viii
ABSTRAK
Octavian, A. 2015. Kajian Sifat Fisik-Mekanik dan Antibakteri Plastik Kitosan
Termodifikasi Kolagen Limbah Sisik Ikan Kakap Merah. Skripsi, Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
Pembimbing Utama Dr. F. Widhi Mahatmanti, M.Si dan Pembimbing
Pendamping Nuni Widiarti, M.Si.
Banyaknya limbah dari industri pengolahan ikan yang dibuang langsung
ke perairan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Masalah tersebut dapat
diatasi dengan mengolah limbah ikan menjadi kolagen. Salah satu ikan yang
memiliki banyak kandungan kolagen adalah ikan kakap merah. Pada penelitian
ini dilakukan ekstraksi kolagen dari sisik ikan kakap merah dengan
menggunakan larutan asam asetat 1 M. Pembuatan plastik kitosan termodifikasi
kolagen dilakukan dengan variasi kitosan : kolagen 1:0, 2:1, 1:1 dan 1:2 (w/w).
Plastik kitosan termodifikasi kolagen dikarakterisasi sifat fisik-mekaniknya
yang meliputi kuat tarik, persen perpanjangan, modulus elastisitas, penyerapan
air (swelling), gugus fungsi dan sifat antibakteri. Kolagen hasil ekstraksi dari
sisik ikan kakap merah memiliki nilai rendemen sebesar 16,79 % dengan kadar
air 6,82 % dan kadar protein 71,26 %. Sifat fisik-mekanik plastik kitosan-
kolagen paling optimum terdapat pada variasi 2:1 dengan kuat tarik sebesar
8,587 MPa, persen perpanjangan sebesar 3,83 %, modulus elastisitas sebesar
2,289 MPa dan nilai swelling sebesar 361,753 %. Bertambahnya kolagen
menyebabkan kuat tarik plastik menjadi menurun, persen perpanjangan
meningkat, modulus elastisitas menurun dan persen penyerapan air menurun.
Identifikasi gugus fungsi menunjukkan bahwa kitosan dan kolagen membentuk
ikatan hidrogen yang terjadi antara gugus (NH3+) kitosan dan gugus (-COO-)
kolagen. Sifat antibakteri paling baik terdapat pada plastik kitosan-kolagen
variasi 1:2 dengan zona hambat pada bakteri Escherichia coli sebesar 2 mm dan
pada bakteri Staphylococcus aureus sebesar 3 mm. Hal ini menunjukkan bahwa
sifat fisik-mekanik tidak terlalu berpengaruh pada sifat antibakteri plastik
kitosan-kolagen.
Kata Kunci: plastik, kitosan, kolagen, antibakteri, fisik-mekanik
Page 9
ix
ABSTRACT
Octavian, A. 2015. Study of Physical-Mechanical and Antibacterial Properties
Chitosan Film Modified with Collagen Fish Scale Waste Red Snapper. Final
Project, Department of Chemistry Faculty of Mathematics and Natural Sciences,
Semarang State University. First advisor Dr. F. Widhi Mahatmanti, M.Si and
Second advisor Nuni Widiarti, M.Si.
The amount of waste from the fish processing industry that are discharged
directly into the waters can cause environmental pollution. To overcome these
problems, it can be conduct by processing the fish waste into collagen. One of
the fish that have a lot of collagen content is the red snapper. This research was
conducted on extraction of collagen from fish scales red snapper. Collagen was
extracted using solution of acetic acid 1 M. Chitosan film modified collagen is
prepared with variation of chitosan : collagen 1:0, 2:1, 1:1 and 1:2 (w/w).
Chitosan film modified collagen characterized on physical-mechanical
properties that include tensile strength, percent elongation, modulus elasticity,
water absorption (swelling), functional group and antibacterial properties.
Collagen extracted from fish scales red snapper has value yield of 16.79% with
water content of 6.82% and 71.10% protein content. The most optimum
physical-mechanical properties of chitosan-collagen film found at variations of
2:1 with a tensile strength of 8.587 MPa, elongation at break of 3.83%, modulus
elasticity of 2.289 MPa and swelling value of 361.753%. Increased collagen
causes tensile strength film is lowered, elongation at break increases, modulus
elasticity decreases and percent water absorption decreased. Identification of
functional groups showed that chitosan and collagen film form a hydrogen
bonding that occurs between (NH3+) groups of chitosan and (-COO-) groups of
collagen. Most excellent antibacterial properties found in chitosan-collagen film
variations of 1:2 with inhibition zone on Escherichia coli at 2 mm and
Staphylococcus aureus at 3 mm. This indicates that physical-mechanical
properties not affecting the antibacterial properties of chitosan-collagen film.
Keyword: film, chitosan, collagen, antibacterial, physical-mechanical
Page 10
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
PRAKATA ........................................................................................................ vi
ABSTRAK ........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
BAB
1. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 6
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................. 6
2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 8
2.1 Kitosan ................................................................................................... 8
2.1.1 Sumber dan Mutu Kitosan ............................................................ 9
2.1.2 Sifat-Sifat Kitosan ......................................................................... 10
2.1.3 Kitosan Sebagai Zat Antibakteri ................................................... 12
2.2 Kolagen .................................................................................................. 15
2.2.1 Sintesis Kolagen ........................................................................... 17
Page 11
xi
2.2.2 Struktur Kolagen ........................................................................... 18
2.2.3 Pemanfaatan Kolagen ................................................................... 20
2.3 Ikan Kakap Merah .................................................................................. 21
2.3.1 Sisik Ikan Kakap Merah ............................................................... 23
2.4 Mutu Kolagen ........................................................................................ 25
2.5 Karakterisasi Plastik Kitosan-Kolagen .................................................. 25
2.5.1 Uji Gugus Fungsi dengan FT-IR .................................................. 25
2.5.2 Uji Kuat Tarik (Tensile Strenght) ................................................. 27
2.5.3 Uji Penyerapan Air (Swelling) ...................................................... 28
2.5.4 Uji Antibakteri .............................................................................. 30
3. METODE PENELITIAN ........................................................................... 32
3.1 Lokasi Penelitian .................................................................................... 32
3.2 Populasi dan Sampel .............................................................................. 32
3.3 Variabel Penelitian ................................................................................. 32
3.3.1 Variabel Bebas .............................................................................. 32
3.3.2 Variabel Terikat ............................................................................ 32
3.3.3 Variabel Terkontrol ....................................................................... 33
3.4 Alat dan Bahan ....................................................................................... 33
3.4.1 Alat ................................................................................................ 33
3.4.2 Bahan ............................................................................................ 33
3.5 Prosedur Kerja ........................................................................................ 34
3.5.1 Ekstraksi Kolagen dari Sisik Ikan Kakap Merah .......................... 34
3.5.2 Uji Kadar Air Kolagen .................................................................. 34
3.5.3 Uji Kadar Protein Kolagen ........................................................... 35
3.5.4 Pembuatan Plastik Kolagen-Kitosan ............................................ 35
3.5.5 Uji Gugus Fungsi Plastik Kitosan-Kolagen .................................. 36
3.5.6 Uji Kuat Tarik Plastik Kitosan-Kolagen ....................................... 36
3.5.7 Uji Penyerapan Air (Swelling) ...................................................... 37
3.5.8 Preparasi Medium NA .................................................................. 37
3.5.9 Deteksi Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Agar .......... 38
3.6 Metode Analisis Data ............................................................................. 38
Page 12
xii
3.6.1 Jenis Data ...................................................................................... 38
3.6.2 Analisis Data ................................................................................. 39
4. PEMBAHASAN ........................................................................................... 40
4.1 Hasil Ekstraksi Kolagen dari Limbah Sisik Ikan Kakap Merah ............ 40
4.2 Karakterisasi Kolagen ............................................................................ 41
4.2.1 Uji Gugus Fungsi Kolagen ........................................................... 41
4.2.2 Uji Kadar Air Kolagen .................................................................. 43
4.2.3 Uji Kadar Protein Kolagen ........................................................... 44
4.3 Hasil Sintesis Plastik Kitosan-Kolagen .................................................. 45
4.4 Karakterisasi Plastik Kitosan-Kolagen .................................................. 47
4.4.1 Uji Gugus Fungsi Plastik Kitosan-Kolagen .................................. 47
4.4.2 Uji Kuat Tarik (Tensile Strenght) ................................................. 50
4.4.3 Uji Penyerapan Air (Swelling) ...................................................... 54
4.4.4 Uji Antibakteri .............................................................................. 56
5. PENUTUP .................................................................................................... 62
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 62
5.2 Saran ....................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 64
LAMPIRAN ................................................................................................. 71
Page 13
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Spesifikasi mutu kitosan ........................................................................... 9
2.2 Zona hambat kitosan (mm) terhadap aktivitas antibakteri ........................ 13
2.3 Pemanfaatan Kolagen ................................................................................ 21
2.4 Standar mutu kolagen berdasarkan SNI 8076:2014 .................................. 25
4.1 Hasil karakterisasi FTIR kolagen sisik ikan kakap merah ........................ 42
4.2 Kadar air dari kolagen hasil ekstraksi ....................................................... 43
4.3 Hasil karakterisasi FTIR plastik kitosan-kolagen ..................................... 46
4.4 Hasil uji kuat tarik plastik kitosan-kolagen ............................................... 50
4.5 Data penyerapan air (swelling) plastik kitosan-kolagen ........................... 54
4.6 Data hasil uji antibakteri plastik kitosan-kolagen ..................................... 57
Page 14
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Struktur kimia kitosan ............................................................................... 8
2.2 Struktur kolagen dengan urutan asam amino (Hyp-Gly-Pro-Hyp) ........... 16
2.3 Struktur triple helix kolagen ..................................................................... 19
2.4 Urutan asam amino pada rantai prokolagen .............................................. 19
2.5 Ikatan yang terjadi antar rantai asam amino prokolagen .......................... 20
2.6 Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp) .............................................................. 22
2.7 Jenis Sisik Ikan ........................................................................................... 24
4.1 Kolagen kering .......................................................................................... 40
4.2 Spektra infrared kolagen ............................................................................ 42
4.3 Pencetakan plastik kitosan kolagen 1:0 (A), 1:1 (B), 2:1 (C), 1:2 (D) ...... 46
4.4 Plastik kitosan kolagen 1:0 (A), 2:1 (B), 1:1 (C), 1:2 (D) ........................ 46
4.5 Spektra infrared plastik kitosan-kolagen ................................................... 47
4.6 Grafik kuat tarik plastik kitosan-kolagen .................................................. 51
4.7 Grafik persen perpanjangan plastik kitosan kolagen ................................ 52
4.8 Grafik modulus elastisitas plastik kitosan kolagen ................................... 53
4.9 Grafik penyerapan air pada plastik kitosan-kolagen ................................. 54
4.10 Hasil uji antibakteri plastik kitosan-kolagen ............................................. 58
4.11 Peptidoglikan dan asam amino penyusun dinding sel bakteri .................. 60
Page 15
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Diagram Alir Penelitian ................................................................................. 71
2. Pembuatan Larutan ........................................................................................ 77
3. Perhitungan Pembuatan Larutan ................................................................... 78
4. Perhitungan Rendemen Kolagen ................................................................... 79
5. Perhitungan Kadar Air ................................................................................... 79
6. Perhitungan Kadar Protein ............................................................................ 80
7. Perhitungan Kuat Tarik Plastik Kitosan-Kolagen ......................................... 81
8. Perhitungan Uji Penyerapan Air (Swelling) .................................................. 84
9. Data Uji Antibakteri ...................................................................................... 85
10. Hasil Uji FTIR Plastik Kitosan-Kolagen ....................................................... 85
11. Data Hasil Uji Kuat Tarik ............................................................................. 88
12. Hasil Uji Antibakteri ..................................................................................... 90
13. Dokumentasi Penelitian ................................................................................. 91
Page 16
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kitosan merupakan polimer kationik yang bersifat nontoksik,
biodegradable dan biocompatible sehingga digunakan secara luas dalam bidang
pengobatan terutama menjadi bahan penting dalam aplikasi farmasi (Berger, dkk,
2004). Kitosan juga memperlihatkan aktivitas biologi seperti hypocholesterolemic,
antimikroba, dan antijamur (Rhoades & Roller, 2000). Sumber kitosan sangat
melimpah di alam terutama dari hewan golongan crustaceans seperti udang dan
kepiting. Negara Indonesia sangat melimpah akan hasil udang dan limbah cangkang
udang yang dihasilkan dalam jumlah sangat banyak tapi kurang termanfaatkan
dengan baik. Melimpahnya sumber kitosan ini dapat dijadikan alternatif untuk
bahan dasar produksi bahan antibakteri yang ramah lingkungan dan tidak toksik
sehingga pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan tekstil antibakteri di dalam
negeri tanpa impor dan mencemari lingkungan (Candra, 2008).
Kitosan dan derivatnya memiliki kemampuan antibakteri dan antijamur,
seperti yang telah dibuktikan dalam beberapa penelitian. Hal ini membuat kitosan
dapat dimanfaatkan di berbagai bidang biokimia, obat-obatan atau farmakologi,
pangan dan gizi, pertanian, mikrobiologi, penanganan air limbah, industri-industri
kertas, tekstil membran atau film, kosmetik dan lain sebagainya. Kitosan sangat
berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba karena mengandung enzim
lisosim dan gugus amino polisakarida yang dapat menghambat pertumbuhan
Page 17
2
mikroba. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan kitosan
memiliki gugus amino bebas yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan
kapang (Eriawan, 2010).
Mekanisme antibakteri yang mungkin terjadi yaitu molekul kitosan memiliki
kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa pada permukaan sel bakteri
kemudian teradsorbsi membentuk semacam layer (lapisan) yang menghambat
saluran transportasi sel sehingga sel mengalami kekurangan substansi untuk
berkembang dan mengakibatkan matinya sel. Selain telah memenuhi standar secara
mikrobiologi ditinjau dari segi kimiawi juga aman karena dalam prosesnya kitosan
cukup dilarutkan dengan asam asetat encer 1% atau asam laktat 1% sehingga
membentuk larutan kitosan homogen yang relatif lebih aman (Eriawan, 2010). Sifat
antibakteri pada kitosan cukup baik tetapi memiliki sifat penyerapan air yang
kurang baik. Penyerapan air yang terlalu banyak menyebabkan sifat antibakteri
pada kitosan tidak dapat bertahan lama karena air yang diserap akan menjadi media
bagi mikroba untuk cepat berkembang biak (Sumarto, 2008). Salah satu material
organik yang dapat memperbaiki sifat penyerapan air pada kitosan adalah kolagen.
Kolagen merupakan senyawa kompleks yang banyak diaplikasikan pada
industri makanan, kosmetik, biomedis dan industri farmasi. Pada kosmetik, kolagen
digunakan untuk mengurangi keriput pada wajah atau dapat disuntikkan ke dalam
kulit untuk menggantikan jaringan kulit yang telah hilang. Pada biomedis, kolagen
digunakan sebagai sponges untuk luka bakar, benang bedah, agen hemostatik,
penggantian atau substitusi pada pembuluh darah dan katup jantung tiruan. Pada
industri farmasi kolagen digunakan sebagai drug carrier yaitu : mini-pellet dan
Page 18
3
tablet untuk penghantaran protein, formulasi gel pada kombinasi dengan liposom
untuk sistem penghantaran terkontrol, bahan pengkontrol untuk penghantaran
transdermal, dan nanopartikel untuk penghantaran gen (Lee dkk, 2001).
Sumber utama kolagen sampai saat ini hanya terbatas dari hewan ternak
terutama kulit sapi dan babi. Namun, akhir-akhir ini ditemukan hewan ternak
terinfeksi penyakit bovine spongiform encelopathy (BSE), sehingga perlu dicari
sumber alternatif contohnya yaitu dari sisik ikan. Kolagen banyak dimanfaatkan
dalam bidang medis dan kosmetik. Meskipun gel yang dihasilkan kolagen ikan
bukan merupakan gel yang kuat, tetapi dapat digunakan dengan baik untuk aplikasi
industri, contohnya seperti mikroenkapsulasi dan edible film (Mahrus, dkk, 2010).
Dewasa ini, sudah banyak dilakukan penelitian kolagen yang diproduksi dari
limbah ikan sebagai bahan bakunya. Kandungan kolagen pada ikan dapat diperoleh
dari bagian kulit, sisik dan tulangnya. Berdasarkan penelitian Nagai & Suzuki,
(2000), komponen yang terdapat pada sisik ikan antara lain adalah 70% air, 27%
protein, 1% lemak, dan 2% abu. Salah satu ikan yang banyak diproduksi di
Indonesia adalah ikan kakap. Ikan kakap merah memiliki sisik yang keras sehingga
kandungan kolagen didalamnya cukup besar. Sisik ikan kakap merah mengandung
kolagen sekitar 20%, oleh karena itu banyak penelitian terdahulu mengungkapkan
bahwa sisik ikan kakap merah berpotensi untuk digunakan sebagai alternatif bahan
baku kolagen (Sari, dkk, 2012).
Pengolahan sisik ikan kakap merah menjadi kolagen juga merupakan upaya
untuk menanggulangi pencemaran limbah dari kegiatan industri pengolahan ikan
umumnya selalu menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar, limbah tersebut
Page 19
4
kebanyakan berupa kepala, insang, isi perut, tulang, sirip, kulit dan sisik. Sumber
kolagen pada ikan banyak terdapat pada kulit dan sisiknya. Sisik ikan yang biasanya
dibuang begitu saja dapat diolah menjadi kolagen (Mahrus, dkk, 2010).
Kolagen memegang peranan yang sangat penting pada setiap tahap proses
penyembuhan luka. Kolagen mempunyai kemampuan antara lain homeostasis,
interaksi dengan trombosit, interaksi dengan fibronektin, meningkatkan eksudasi
cairan, meningkatkan komponen seluler, meningkatkan faktor pertumbuhan dan
mendorong proses fibroplasia dan terkadang pada proliferasi epidermis (Triyono,
2005). Kolagen saja belum cukup untuk penyembuh luka karena belum memiliki
sifat antibakteri yang baik. Salah satu bahan yang dapat dikombinasikan adalah
kitosan, karena kitosan memiliki sifat antibakteri yang baik.
Pembuatan polimer biomedis banyak mengalami kemajuan. Persyaratan
utama untuk polimer biomedis antara lain harus bersifat non toksik, tidak
menyebabkan alergi, mudah disterilkan, mempunyai sifat mekanik yang memadai,
kuat, elastis, awet (durability) dan biocompatibility (kesesuaian alami). Persyaratan
utama dari tekstil medis tergantung dari penggunaannya, antara lain daya serap,
kekuatan, elastis, kehalusan, dan biodegradasi. Serat alam yang memegang peranan
penting dalam rencana baru di bidang antibakteri antara lain kolagen dan kitosan.
Saat ini, pembuatan kitosan sebagai antibakteri untuk keperluan medis dan
keperluan khusus lainnya sangat tergantung pada kebutuhan masyarakat akan
produk tersebut di masa yang akan datang (Mutia, 2009).
Kitosan-kolagen memiliki potensi yang besar di bidang biomaterial, terutama
diaplikasikan di farmasi dan medis (Ramasamy & Annaian, 2014). Saat ini kitosan-
Page 20
5
kolagen banyak dikembangkan untuk aplikasi antibakteri, penutup luka, dan obat
regeneratif. Obat generatif ini digunakan secara tissue engineering yang merupakan
usaha untuk memperbaiki atau meregenerasi jaringan yang rusak dengan
menggunakan kombinasi dari sel yang berasal dari udang dan ikan (Yu, dkk, 2013),
Menurut (Hu, dkk, 2004) kitosan yang dimodifikasi kolagen tidak hanya bagus
sebagai antibakteri, namun juga bagus untuk aplikasi penutup luka. Hal ini
dikarenakan jumlah pembentukan fibroblast yang terus meningkat dengan adanya
penambahan kolagen, sehingga jaringan baru pada bagian yang luka akan lebih
cepat terbentuk.
Berdasarkan penelitian Ratnawati, (2013) penambahan variasi komposisi
kolagen pada kitosan memberikan pengaruh pada sifat fisik dan mekanik material.
Semakin banyak penambahan komposisi kolagen pada plastik akan meningkatkan
ketebalan, persen swelling menurun, dan pori-pori semakin rapat. Sedangkan pada
uji mekanik mengakibatkan nilai kuat tarik menurun. Plastik kolagen-kitosan 1:1
w/w memiliki hasil yang lebih baik untuk digunakan sebagai aplikasi pembalut
luka. Dari sifat pembalut luka pada kolagen-kitosan dapat kita kembangkan sifatnya
sebagai antibakteri karena pada pembalut luka tentunya plastik tersebut dapat
menghambat pertumbuhan bakteri bahkan hingga membunuh bakteri yang terdapat
pada luka.
Penelitian di atas memberikan dasar pada penelitian yang akan dilakukan.
Pada penelitian ini akan disintesis plastik polimer biomedis dengan bahan dasar
kitosan dan kolagen dan aplikasinya sebagai antibakteri. Kolagen yang digunakan
berasal dari sisik ikan kakap merah yang banyak didapatkan dari limbah pengolahan
Page 21
6
ikan. Film kitosan memiliki sifat penyerapan air (swelling) yang kurang bagus
dengan penambahan kolagen diharapkan dapat memperbaiki sifat tersebut dan
adanya kitosan dapat menambah sifat antibakteri pada kolagen. Pencampuran
kitosan dengan kolagen diharapkan dapat mencampurkan keunggulan antara sifat
kitosan dengan sifat kolagen, sehingga akan dihasilkan polimer biomedis dengan
kinerja yang unggul untuk aplikasi sebagai antibakteri dan memiliki sifat fisik
mekanik yang bagus.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang timbul dalam penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana karakteristik plastik kitosan termodifikasi kolagen yang akan
digunakan sebagai antibakteri?
2. Berapa komposisi perbandingan kitosan dan kolagen optimum untuk
aplikasinya sebagai antibakteri dengan kuat tarik tertinggi, persen
perpanjangan tertinggi, modulus elastisitas terendah dan penyerapan air
terendah?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini meliputi :
1. Mengetahui karakteristik plastik kitosan termodifikasi kolagen yang
akan digunakan sebagai antibakteri.
2. Mengetahui komposisi perbandingan kitosan dan kolagen optimum
untuk aplikasinya sebagai antibakteri dengan kuat tarik tertinggi, persen
Page 22
7
perpanjangan tertinggi, modulus elastisitas terendah dan penyerapan air
terendah.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan inovasi terbaru dari
plastik kitosan-kolagen sebagai antibakteri, serta mengolah bahan alam yang
kurang dimanfaatkan yaitu cangkang kepiting atau udang yang dapat disintesis
menjadi kitosan seta limbah sisik ikan kakap merah yang dapat diekstraksi
kandungan kolagenya. Harapannya penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan
yang nantinya bisa dikembangkan lagi sehingga suatu saat nanti bisa diaplikasikan
manfaatnya kepada masyarakat.
Page 23
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kitosan
Kitosan di alam ditemukan sebagai senyawa kitin, yang secara alami
merupakan komponen makromolekul berupa polisakarida yang dibentuk dari n-
asetil-2-amino-2-deoksi-d-glukosa melalui ikatan β-(1,4) glikosida. Kitosan
terbentuk ketika beberapa gugus asetil dihilangkan dari kitin. Pada tiga dekade
terakhir kitosan digunakan dalam proses detoksifikasi air. Apabila kitosan
disebarkan di atas permukaan air, mampu menyerap lemak, minyak, logam berat,
dan zat yang berpotensi sebagai toksik lainnya (Kumar, 1998). Biasanya produk
dengan nilai derajat deasetilasi lebih dari 60% dapat dilarutkan dalam larutan asam
yang disebut kitosan. Struktur kimia dari kitosan disajikan pada Gambar 1.
Gambar 2.1 Struktur kimia kitosan (Teng, 2012).
Senyawa kimia kitin dan kitosan mudah menyesuaikan diri (biocompatible),
bersifat hidrofilik dan reaktivitas kimianya tinggi karena memiliki kandungan
gugus -OH dan gugus -NH2 bebas. Kedua gugus tersebut memiliki kemampuan
membentuk gel sehingga kitosan dapat berperan sebagai komponen yang reaktif,
Page 24
9
pengkelat, pengikat, pengabsorbsi, penstabil, pembentuk film, penjernih, flokulan
dan koagulan (Prashanth & Tharanathan, 2006).
2.1.1 Sumber dan Mutu Kitosan
Kitosan merupakan merupakan polimer karbohidrat alami yang dapat
ditemukan dalam kerangka krustasea, seperti kepiting, udang dan lobster, serta
dalam eksoskeleton zooplankton laut, termasuk karang dan ubur-ubur. Selain
terdapat pada hewan laut kitin juga ditemukan pada serangga, seperti kupu-kupu
dan kepik yang juga memiliki kandungan kitin di sayap mereka, serta terdapat di
dinding sel ragi dan jamur (Shahidi & Abuzaytoun, 2005).
Mutu kitosan dapat ditentukan berdasarkan parameter fisika dan kimia,
parameter fisis diantaranya penampakan, ukuran (mesh size) dan viskositas,
sedangkan parameter kimia yaitu nilai proksimat dan derajat deasetilasi (DD).
Semakin baik mutu kitosan semakin tinggi nilai derajat deasetilasinya dan semakin
banyak fungsi dalam aplikasinya. Adapun standar spesifikasi mutu kitosan dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Spesifikasi mutu kitosan
Spesifikasi Kitosan (Farmasi)
Penampakan Serpihan/Bubuk
Putih/kekuningan
Kadar air (% berat kering) ≤ 10 %
Kadar abu (% berat kering) ≤ 2 %
Kadar N (% berat kering) > 5
Derajat deasetilasi ≥ 70 %
Sumber : Protan laboratories dalam Supitjah, dkk, (1992)
Produksi kitosan dapat dilakukan secara kimia dan enzimatis. Produksi
kitosan secara kimia menggunakan alkali kuat seperti NaOH pada suhu tinggi,
namun proses ini menghasilkan limbah dan produk samping yang berpotensi
Page 25
10
mencemari lingkungan sehingga mutu kitosan yang dihasilkan kurang baik (Tsigos,
dkk, 2000). Produksi kitosan secara enzimatis, yakni deasetilasi enzimatis dengan
kitin deasetilase (CDA) dalam bentuk larutan kitosan akan berlangsung lebih
mudah, reaksinya lebih homogen di setiap bagian larutan. Menurut Kolodziesjska,
dkk, (2000), deasetilasi enzimatis terhadap kitin/kitosan dalam bentuk larutan dapat
mencapai derajat deasetilasi 88-99%. Proses pembuatan kitosan secara enzimatis
lebih mudah dikendalikan, spesifik dan meminimalkan produk samping.
Produk samping yang dapat diminimalkan untuk menjadi produk zero waste
diantaranya adalah protein dan beberapa produk turunan lainnya. Kitosan sebagian
besar diperoleh dari bahan baku cangkang krustasea, kapang, cumi-cumi dan lain-
lain, melalui proses dimineralisasi menggunakan HCl 1:7 (v/v), dilanjutkan dengan
proses deproteinasi menggunakan NaOH 1:10 (v/b), dan deasetilasi menggunakan
NaOH 50%. Masing-masing proses memiliki tujuan yang berbeda. Proses
demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan kandungan mineral dalam
cangkang, deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan protein yang terdapat pada
cangkang, sedangkan proses deasetilasi bertujuan untuk menghilangkan gugus
asetil. Proses ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas fungsi dari kitosan (Angka
& Suhartono, 2000).
2.1.2 Sifat-sifat Kitosan
Kitosan adalah polimer glukosamin yang larut dalam asam tetapi tidak larut
asam sulfat pada suhu kamar, juga tidak larut dalam pelarut organik tetapi larut baik
dalam pelarut dengan suasana asam. Pelarut kitosan yang baik adalah asam format
dan asam asetat dengan konsentrasi masing-masing 0,2-1,0% dan 1,0-2,0%.
Page 26
11
Kitosan lebih mudah larut dengan menggunakan asam asetat 1-2% dan membentuk
suatu garam ammonium asetat (Tang, dkk, 2007).
Kitosan mempunyai gugus amino bebas sebagai polikationik, pengkelat dan
pembentuk dispersi dalam larutan asam asetat. Ornum (1992), menambahkan
bahwa gugus amino bebas inilah yang banyak memberikan kegunaan pada kitosan.
Bila dilarutkan dalam asam, kitosan akan menjadi polimer kationik dengan struktur
linier sehingga dapat digunakan dalam proses flokulasi, pembentuk film atau
imobilisasi dalam beberapa agen biologi termasuk enzim.
Herliana (2010) menyatakan kitosan memiliki beberapa keunggulan
diantaranya ketersediaannya di alam berkelanjutan, biaya produksi murah, sifat
biodegradibilitas, biokompatibilitas, serta modifikasi kimia yang cukup mudah.
Hirano (1989) menambahkan kelebihan kitin dan kitosan yaitu:
(1) Merupakan komponen utama biomasa dari kulit udang.
(2) Merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui.
(3) Merupakan senyawa biopolimer yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari
lingkungan.
(4) Tidak bersifat toksik (LD50 16 gram per kg berat badan tikus).
(5) Konformasi molekulnya dapat diubah.
(6) Dapat membentuk gel, koloid dan film.
(7) Mengandung gugus amino dan gugus hidroksil yang dapat dimodifikasi.
Kitosan merupakan kerangka heksosa yang memiliki gugus amin
bermuatan, sehingga menunjukkan sifat yang unik yaitu bermuatan positif,
berlainan dengan polisakarida alam lainnya yang bermuatan negatif atau netral.
Page 27
12
Boddu & Smith (1999) menyatakan, bahwa muatan positif pada polimer kitosan
mengakibatkan afinitas atau daya tarik menarik yang sangat baik dengan suspense
dalam cairan selulosa dan polimer glikoprotein. Mengingat banyak bahan memiliki
gugus negatif misal protein, anion polisakarida, asam nukleat, dan lain-lain. Maka
gugus kitosan berpengaruh kuat dengan gugus negatif sehingga membentuk ion
netral. Kekuatan ion berpengaruh terhadap struktur kitosan, dengan kata lain
peningkatan kekuatan ion meningkatkan sifat kekakuan matriks kitosan, daya
gembung dan ukuran pori-pori matriks. Sementara porositas granula dari kitosan
berpengaruh terhadap peningkatan keaktifan grup-grup amino terhadap kitosan
(Suhartono, 2006).
2.1.3 Kitosan Sebagai Zat Antibakteri
Potensi kitosan sebagai antibakteri didasarkan pada interaksi awal antara
kitosan dan bakteri yang bersifat elektrostatik. Kitosan memiliki gugus fungsional
amina (-NH2) yang bermuatan positif sangat kuat, sehingga dapat berikatan dengan
dinding sel bakteri yang relatif bermuatan negatif. Ikatan ini mungkin terjadi pada
situs elektronegatif di permukaan dinding sel bakteri. Selain itu gugus (-NH2) juga
memiliki pasangan elektron bebas sehingga gugus ini dapat menarik mineral Ca2+
yang terdapat pada dinding sel bakteri dengan membentuk ikatan kovalen
koordinasi (Sari, 2008).
Mengacu pada Herliana (2010), interaksi inilah yang menyebabkan
perubahan permeabilitas dinding sel bakteri sehingga terjadi ketidakseimbangan
tekanan internal sel dan menyebabkan kebocoran elektrolit intraseluler, seperti
kalium. Protein dengan berat molekul rendah lainnya seperti asam nukleat dan
Page 28
13
glukosa juga ikut mengalami kebocoran. Sel bakteri pada akhirnya akan mengalami
lisis. Dengan demikian, kitosan dapat digolongkan sebagai antibakteri yang bersifat
bakterisid berdasarkan mekanisme kerja mengubah permeabilitas dinding sel atau
transport aktif sepanjang dinding sel bakteri.
Tabel 2.2 Zona hambat kitosan (mm) terhadap aktivitas antibakteri
Konsentrasi 1000 800 600 400 (ppm)
Zona hambat (mm)
E. coli. 10 10 8 8
S. aureus 13 13 12 10
Sumber : Islam, dkk, (2011)
Kitosan dapat digunakan sebagai antibakteri dengan mekanisme kitosan
dapat berikatan dengan protein membran sel, diantaranya glutamat yang merupakan
komponen membran sel. Menurut Simpson (1997), hal ini dapat ditunjukkan pada
Staphylococcus aureus dan Enterobacteri aeruginosa. Selain berikatan dengan
protein membran, terutama phosphatidil colin (PC) sehingga menyebabkan
permeabilitas inner membrane (IM) menjadi meningkat dan dengan meningkatnya
permeabilitas IM memberi jalan yang mudah untuk keluarnya cairan sel, khususnya
pada Eschericia coli setelah 60 menit komponen enzim β-galaktosidase dapat
terlepas. Hal ini menunjukkan bahwa cairan sel dapat keluar dari sitoplasma dengan
membawa komponen metabolit lain dan menyebabkan terjadinya lisis. Adanya
peningkatan lisis ini menyebabkan terhentinya pembelahan sel (regenerasi) dan
menyebabkan bakteri mati.
Tsai & Su (1999) juga melaporkan bahwa kitosan dapat menghambat
pertumbuhan E. coli. Adanya penghambatan ini disebabkan oleh adanya
keelektromagnetikan permukaan sel E.coli. Aktivitas antibakteri oligomer kitosan
Page 29
14
beragam tergantung jenis bakteri uji. Bakteri gram positif yaitu Lactobacillus
monocytogenes, Bacillus cereus dan S. aureus lebih dihambat oleh kitosan
dibandingkan oligomernya, sedangkan bakteri gram negatif seperti Pseudomonas
aeruginosa, Salmonella typhimurium dan E.coli lebih dihambat oleh bentuk
oligomernya dengan DP 1-8 menggunakan selulase. Menurut Chung, dkk, (2004),
mekanisme aktivitas antibakteri kitosan bisa dijelaskan sebagai berikut; kationik
alami kitosan berikatan ionik dengan sisi anionik protein dalam fosfolipid, yang
menyebabkan perubahan sifat permeabilitas membran sel sehingga pergerakan
substansi mikrobiologi menjadi terhambat. Oleh karena itu, aktivitas antibakteri
kitosan ini termasuk bakteriostatik.
Kitosan dalam bentuk oligomer, setelah merusak sifat permeabilitas
membran sel, oligomer kitosan akan berpenetrasi ke dalam sel bakteri dan
mencegah pertumbuhan sel dengan menghambat transformasi DNA ke RNA, yang
akhirnya dapat merusak sel (Nam, 2001). Selain itu juga, aktivitas antibakteri
kitosan disebabkan oleh adanya ketertarikan secara struktural antara dinding sel
bakteri dan kitosan. Dalam hal ini, diketahui bahwa dinding sel bakteri mengandung
peptidoglikan yang struktur dasar rantai utamanya terdiri dari N-asetilglukosamin
dan adanya ß-glikan (Qujeq & Mossavi, 2004).
Kitosan memiliki keunggulan sebagai antibakteri karena ketersediaannya di
alam, biaya produksi yang murah, sifat biodegradibilitas, biokompatibilitas, dan
bioresobsibilitas yang baik, serta modifikasi kimia yang cukup mudah (Setya,
2008). Kitosan memiliki biokompatibilitas yang baik karena strukturnya yang mirip
dengan glukosamin pada matriks ekstraselular. Glukosamin merupakan senyawa
Page 30
15
alami yang terdapat dalam tubuh manusia, yang terdiri dari glukosa dan asam amino
glutamin. Kemiripan struktur kitosan dengan glukosamin menyebabkan efek
biokompatibilitasnya terhadap jaringan menjadi lebih baik. Kitosan tidak bersifat
toksik, mudah terurai, bersifat non-alergenik, memiliki 7 spektrum yang luas dan
mudah diserap oleh tubuh (Herliana, 2010).
2.2 Kolagen
Kata kolagen berasal dari bahasa Yunani, yaitu cola yang berarti lem, dan
genno yang berarti kelahiran. Hal ini karena kolagen berfungsi sebagai perekat sel
dan untuk membentuk jaringan tubuh serta organ dasar. Molekul kolagen
berdiameter sekitar 1,5 nm, panjang 280 nm, dan memiliki berat molekul sekitar
290.000 Dalton. Kolagen terdiri dari tiga rantai polipeptida dan masing-masing
memiliki lebih dari 1000 asam amino. Prolin dan glisin merupakan asam amino
paling penting untuk kolagen. Asam amino lainnya yang dapat ditemukan dalam
kolagen adalah hydroxyproline.
Jenis asam amino tersebut penting dalam pembentukan jaringan. Ikan yang
memiliki tingkat pertumbuhan tinggi akan memiliki tingkat hydroxyproline yang
tinggi. Kolagen merupakan unsur serat utama pada jaringan ikat dan merupakan
protein tunggal yang paling melimpah di dalam tubuh. Pada manusia, kolagen
ditemukan dalam semua organ-organ tubuh, seperti jantung, ginjal, paru-paru, hati,
pembuluh darah, tulang, dan mata (Asyiraf, 2011).
Kolagen merupakan suatu jenis protein yang terdapat pada jaringan ikat
yang mempunyai struktur tripel heliks dan terdiri atas 25% glisin dan 25% lagi
prolin dan hidroksi prolin, tetapi tidak mengandung sistein, sistin, dan triptofan.
Page 31
16
Kolagen tidak larut dalam air dan tidak dapat diuraikan oleh enzim. Namun
kolagen dapat diubah oleh pemanasan dalam air mendidih oleh larutan asam atau
basa encer menjadi gelatin yang mudah larut dan dapat dicernakan. Hampir 30%
dari protein dalam tubuh adalah kolagen (Trimandana, 2009).
Kolagen adalah komponen utama lapisan kulit dermis (bagian bawah
epidermis) yang dibuat oleh sel fibroblast. Pada dasarnya kolagen adalah senyawa
protein rantai panjang yang tersusun lagi atas asam amino alanin, arginin, lisin,
glisin, prolin, serta hiroksiproline. Sebelum menjadi kolagen, terlebih dahulu
terbentuk pro kolagen (Trimmerinda, 2007).
Gambar 2.2 Struktur rantai kolagen dengan urutan asam amino (Hyp-Gly-Pro-
Hyp) (Bella, dkk, 1994)
Gambar 2.2 menunjukkan struktur triple-helix kolagen dengan urutan asam
amino (Hyp-Gly-Pro-Hyp). Asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin
merupakan asam amino yang banyak ditemukan dalam kolagen. Setiap asam amino
pada kolagen yang saling berikatan memiliki ikatan peptida. Asam amino
dideretkan dengan susunan yang bergantian sehingga membentuk rantai panjang
yang disebut tropokolagen.
Page 32
17
Rantai tropokolagen memiliki 30 macam bentuk yang terdapat pada 14 tipe
kolagen yang berbeda. Kolagen tipe I, II, dan III merupakan kolagen interstisiil atau
kolagen fibriler yang merupakan jumlah yang paling banyak, tipe IV, V, dan VI
merupakan bentuk non fibriler dan terdapat di jaringan interstitil dan membran
basalis. Kolagen tipe I merupakan kolagen yang banyak terdapat dalam tubuh
manusia (Cotran, dkk, 1999).
Menurut Hsiung, dkk, (2010), kolagen dari laut secara komersial biasa
dihasilkan dari kulit dan sisik ikan. Kulit ikan terdiri dari 6-10% dari jumlah total
berat ikan, sedangkan sisik ikan hanya 3-4%. Pengolahan kolagen dari kulit ikan
lebih tinggi daripada dari sisik ikan. Kulit ikan mengandung 3-6% lemak sedangkan
sisik ikan hanya 0,06%. Adanya lemak harus dihilangkan saat ekstraksi kolagen
karena dapat mengurangi kemurnian kolagen. Kulit ikan dan sisik ikan merupakan
kolagen tipe-1, yang strukturnya mirip dengan kulit manusia.
2.2.1 Sintesis Kolagen
Jaringan penghubung (connective tissue) merupakan matriks ekstraselular
dengan komponen utama pembentuknya adalah kolagen, elastin, dan proteoglikan.
Kolagen dan elastin terjadi secara bersamaan di sebagian besar jaringan
penghubung namun proporsinya berbeda, sedangkan proteoglikan merupakan
senyawa hibrid yang terdiri dari protein dan polisakarida yang terikat melalui ikatan
kovalen (Lehninger,1982).
Kolagen disintesis dalam bentuk molekul prekursor, yakni prokolagen, yang
mengikat gugus terminal karboksil dan amino. Rantai α prokolagen, adalah
komponen penting yang digunakan untuk sekresi, berikatan dengan satu gugus
Page 33
18
terminal amino (pre-pro α) yang selanjutnya gugus tersebut dihilangkan secara
enzimatis pada saat rantai peptida (yang sedang dalam proses pembentukan) mulai
memasuki wadah (cisteranae) sel. Saat rantai peptida tersebut masih terikat pada
ribosom, residu prolin dan lisin mulai teroksidasi (hidroxylation), dilanjutkan
dengan glikosilasi residu hidroksilisin. Seleksi rantai terjadi pada proses ini, namun
mekanismenya belum sepenuhnya diketahui. Residu prolin yang telah secara
relative teroksidasi, akan dibentuk menjadi triple heliks. Pembentukan tersebut
berguna untuk mencegah terjadinya oksidasi lebih lanjut pada prolin dan lisin serta
glikosilasi hidriksilisin. Molekul prokolagen triple heliks kemudian
ditransportasikan melalui apparatus golgi menuju permukaan sel (Glanville, dkk,
1979).
2.2.2 Struktur Kolagen
Jenis-jenis kolagen yang membentuk serabut batangan yang panjang di
dalam jaringan, disusun lewat ikatan lateral unit-unit triple helix. Penyusunannya
membentuk gambaran pita pada serabut-serabut di dalam jaringan ikat. Serabut
kolagen selanjutnya distabilkan oleh pembentukan ikatan silang kovalen, yang
berbeda di dalam dan sekaligus diantara unit-unit triple helix. Ikatan silang kovalen
tersebut stabil, dan ikatan silang ini merupakan faktor penting untuk kekuatan
mengatasi regangan yang dimiliki serabut kolagen (Rodwell, dkk, 1995).
Kolagen memiliki komposisi asam amino yang unik. Sekitar satu pertiga
asam amino yang terkandung adalah glisin, 6-10 % hidroksiprolin dan 10-12 %
prolin. Glisin, hidroksiprolin dan prolin merupakan komponen yang memberikan
stabilitas termal pada kolagen. Molekul dasar pembentuk kolagen disebut
Page 34
19
tropokolagen, yang mempunyai struktur batang dengan berat molekul (BM)
300.000 dan di dalamnya terdapat tiga rantai polipeptida yang sama panjang
membentuk struktur heliks. Serabut kolagen yang berbentuk triple helix dapat
dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Struktur triple helix kolagen (Lehninger, 1982)
Gambar 2.3 menunjukkan struktur triple helix pada kolagen yang terdapat
di jaringan kulit. Setiap satu rantai tersusun atas molekul tropokolagen, rantai
tropokolagen merupakan batang berdiameter 15 Å dan panjang 3000 Å.
Tropokolagen dideretkan menurut susunan yang bergantian, seperempat panjang
tumpang tindih membentuk fibril. Fibril ini kemudian bertumpuk berlapis-lapis
membentuk jaringan ikat (deMan, 1997). Urutan asam amino pada rantai
tropokolagen dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 urutan asam amino pada rantai tropokolagen (Stayer, 1995)
Pada Gambar 2.4 dapat dilihat bahwa kandungan asam amino pada kolagen
di dominasi oleh glisin, prolin dan hidroksiprolin. Dalam kolagen kandungan asam
amino glisin sebesar 25%, pada prolin sebesar 13% dan hidroksiprolin 12%. Selain
-Gly-Pro-Met-Gly-Pro-Ser-Gly-Pro-Arg- -Gly-Leu-Hyp-Gly-Pro-Hyp-Gly-Ala-Hyp- -Gly-Pro-Gln-Gly-Phe-Gln-Gly-Pro-Hyp- -Gly-Glu-Hyp-Gly-Glu-Hyp-Gly-Ala-Ser- -Gly-Pro-Met-Gly-Pro-Arg-Gly-Pro-Hyp- -Gly-Pro-Hyp-Gly-Lys-Asn-Gly-Asp-Asp-
Page 35
20
itu juga ada asam amino alanin, metionin, lisin, arginin, serin, leusin dan asparagin.
Setiap tiga rantai asam amino akan berikatan membentuk struktur triple helix.
Ikatan pada rantai kolagen dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Ikatan yang terjadi antar rantai asam amino tropokolagen (Bella, dkk,
1994)
Gambar 2.5 melihatkan ikatan yang terjadi pada rantai asam amino
tropokolagen, dimana ikatan hidrogen terbentuk antara gugus –C=O pada prolin
dengan gugus –N-H pada glisin. Ikan hidrogen akan terbentuk sepanjang rantai
tropokolagen karena urutan asam amino (Gly-Pro-Hyp) akan berulang lagi secara
bergantian.
2.2.3 Pemanfaatan Kolagen
Pemanfaatan kolagen dalam berbagai bidang industri mengalami kemajuan
yang cukup pesat. Kolagen dalam bentuk yang berbeda mempunyai bidang
pemanfaatan yang berbeda pula. Kolagen dapat diaplikasikan pada beberapa bidang
industri seperti industri makanan, kosmetik, biomedis dan industri farmasi. Pada
kosmetik, kolagen digunakan untuk mengurangi keriput pada wajah atau dapat
disuntikkan ke dalam kulit untuk menggantikan jaringan kulit yang telah hilang.
Pada biomedis, kolagen digunakan sebagai sponges untuk luka bakar, benang
bedah, agen hemostatik, penggantian atau substitusi pada pembuluh darah dan
Page 36
21
katup jantung tiruan. Pada industri farmasi kolagen digunakan sebagai drug carrier
yaitu: mini-pellet dan tablet untuk penghantaran protein, formulasi gel pada
kombinasi dengan liposom untuk sistem penghantaran terkontrol, bahan
pengkontrol untuk penghantaran transdermal, dan nanopartikel untuk penghantaran
gen (Lee dkk, 2001) Aplikasi kolagen dalam bidang industri dapat dilihat dalam
Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Pemanfaatan Kolagen (Putra, 2010)
Bentuk Kolagen Produk atau Bidang pemanfaatan
Kulit-alami Produk kulit
Kulit-sintesis
Gelatin Lem, Pangan, Fotografi,
Farmasetika, Obat-obatan,
Plastik
Produk kolagen murni Bidang medis
Larutan/Gel, Serat,
Membran, Spons
Hidrolisat parsial Bidang gizi
Reducing diets
Suplemen pangan
Selongsong (casings)
Hidrolisat parsial Kosmetik, Krim kulit, Hair
spray, Cat kuku, Sabun
2.3 Ikan Kakap Merah
Klasifikasi ikan Kakap Merah (Lutjanus sp) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum: Vertebrata
Class : Pisces
Ordo : Percomorphi
Family : Lutjanidae
Genus : Lutjanus
Species : Lutjanus sp
Ikan kakap merah merupakan ikan yang banyak menghuni daerah perairan
karang hingga bagian perairan pasang surut di muara. Ikan kakap bisa ditemukan
Page 37
22
hampir di seluruh perairan laut Indonesia. Ikan kakap yang paling banyak
tertangkap nelayan biasanya dari spesies Lutjanus sp. Selain itu juga ada ikan kakap
dari spesies Lutjanus campechanus, Lutjanus apudos dan Lutjanus
argntimaculatus. Kenampakan dari ikan kakap merah Lutjanus sp dapat dilihat
pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp) (Ditjen Perikanan, 1990)
Gambar 2.6 menunjukkan bahwa ikan kakap merah (Lutjanus sp)
mempunyai sirip punggung berjari-jari keras, kuat dan kaku, atau jari-jari sirip yang
mengeras dan liat, duri sirip punggung hampir terpisah antara sirip punggung depan
dan belakang, jari-jari siripnya terdiri dari 7-13 jari-jari sirip punggung depan dan
satu jari-jari sirip keras punggung belakang dan selebihnya adalah sirip lunak 9-15
buah, 3 jari-jari keras sirip dubur dan 6-17 sirip lunak. Gurat sisi berlanjut, sirip
ekor membulat dan bersisik ctenoid, tulang rahang atas melewati mata sebelah
belakang sedangkan rahang bawahnya lebih menonjol ke depan dari rahang di
atasnya, bentuk kepala tirus ke depan, berwarna perak keabu-abuan atau biru
kehijauan pada ikan dewasa, pada waktu masih kecil (umur 1-3 bulan) warnanya
gelap, kemudian menjadi terang setelah berumur 3-5 bulan (gelondong). Pada
bagian rahang atas maupun bawah bergigi kecil dan tajam, dengan adanya gigi yang
tajam ini menandakan bahwa ikan ini tergolong ikan pemangsa (Kordi, 1997).
Page 38
23
Ikan Kakap Merah mempunyai badan yang memanjang, dapat mencapai
panjang 200 cm, umumnya 25-100 cm, gepeng, batang sirip ekor lebar, mulut lebar,
sedikit serong dan gigi-gigi halus. Bagian bawah pra-penutup insang berduri-duri
kuat. Bagian atas penutup insang terdapat cuping bergerigi. Ikan kakap merah
termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan crustacea. Terdapat di
perairan pantai, muara-muara sungai, teluk-teluk dan air payau. Daerah penyebaran
ikan kakap yaitu pantai utara Jawa, sepanjang pantai Sumatera, bagian timur
Kalimantan, Sulawesi Selatan, Arafuru Utara, Teluk Benggala, pantai India dan
Teluk Siam (Ditjen Perikanan, 1990).
2.3.1 Sisik Ikan Kakap Merah
Burhanuddin (2008) menjelaskan, bentuk, ukuran dan jumlah sisik ikan
dapat memberikan gambaran bagaimana kehidupan ikan tersebut. Sisik ikan
mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka macam, yaitu sisik ganoid
merupakan sisik besar dan kasar, sisik cycloid dan ctenoid merupakan sisik yang
kecil, tipis atau ringan hingga sisik placoid merupakan sisik yang lembut.
Umumnya tipe ikan perenang cepat atau secara terus menerus bergerak pada
perairan berarus deras mempunyai tipe sisik yang lembut, sedangkan ikan-ikan
yang hidup di perairan yang tenang dan tidak berenang secara terus menerus pada
kecepatan tinggi umumnya mempunyai tipe sisik yang kasar. Sisik ikan cycloid dan
ctenoid dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Page 39
24
Gambar 2.7 Jenis sisik ikan (a) Sisik Ctenoid, (b) Sisik Cycloid (Burhanuddin,
2008)
Gambar 2.7 menunjukkan adanya perbedaan pada sisik cycloid dan sisik
ctenoid. Pada sisik cycloid berbentuk bulat, pinggiran sisik halus dan rata sementara
sisik ctenoid mempunyai bentuk seperti sikloid tetapi mempunyai pinggiran yang
kasar. Ikan yang bersisik keras biasanya ditemukan pada golongan ikan primitif,
sedangkan pada ikan modern, kekerasan sisiknya sudah fleksibel. Hal tersebut
sangat dipengaruhi oleh jenis bahan yang dikandungnya. Sisik dibuat di dalam
dermis sehingga sering diistilahkan sebagai rangka dermis. Ada beberapa jenis ikan
yang hanya ditemukan sisik pada bagian tubuh tertentu saja. Seperti paddle fish,
ikan yang hanya ditemukan sisik pada bagian operculum dan ekor. Ada juga ikan
sidat yang hanya ditemukan disepanjang linea lateralis.
Sisik ikan Kakap Merah merupakan jenis sisik yang termasuk golongan
elasmoid dan mempunyai jenis sisik ctenoid, yaitu jenis sisik yang umumnya
ditemui pada spesies ikan masa kini. Menurut Lock (2010), sisik ctenoid tergolong
dalam sisik elasmoid. Sisik ctenoid bergerigi di bagian tepi luarnya. Jenis sisik ini
terdiri dari dua bagian utama, yaitu lapisan tulang yang terdiri dari struktur organik
jenuh dengan calcium phosphat dan lapisan yang lebih dalam terdiri dari kolagen.
95% dari semua ikan teleostei memiliki sisik elasmoid.
(a) (b)
Page 40
25
Ikan Kakap Merah merupakan spesies ikan yang komersial dan banyak
ditemukan di Indonesia dan limbah sisiknya lebih mudah untuk dijumpai, Diameter
sisik ikan Kakap Merah memiliki ukuran sisik yang besar ketimbang ikan lainya,
yaitu berkisaran +1,5-3 cm. Kakap Merah memiliki sisik yang tebal dan keras
sehingga kandungan kalsium phosphatnya tinggi. Hal ini disebabkan karena habitat
ikan kakap berada di perairan laut.
2.4 Mutu Kolagen
Mutu kolagen ditentukan oleh sifat fisika, kimia dan fungsional dari kolagen
tersebut. Standar mutu dari kolagen dilihat dari karakteristik bau, warna, rasa, kadar
protein, kadar air, kadar abu dan masih banyak lagi. Standar mutu kolagen
berdasarkan SNI 8076:2014 dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Standar mutu kolagen berdasarkan SNI 8076:2014
Karakteristik Syarat
Kadar Air Maksimum 12 %
Kadar Abu Maksimum 1 %
Kadar total nitrogen 12 - 14 %
Kadar Protein 80-88 %
pH 6,5 – 8
Arsen (As) Maksimum 1 mg/kg
Cadmium (Cd) Maksimum 0,1 mg/kg
Timbal (Pb) Maksimum 0,4 mg/kg
Merkuri (Hg) Maksimum 0,5 mg/kg
2.5 Karakterisasi Plastik Kitosan-Kolagen
2.5.1 Uji Gugus Fungsi dengan FT-IR
Alasan utama suatu senyawa atau molekul diuji dengan menggunakan FT-
IR karena senyawa atau molekul tersebut mampu menyerap radiasi inframerah yang
terletak pada panjang gelombang 10-6 - 10-4 nm. Spektrum serapan inframerah suatu
Page 41
26
material mempunyai pola yang khas, sehingga berguna untuk identifikasi
keberadaan gugus-gugus fungsi pada suatu senyawa atau molekul (Mudzakir,
2008).
Spektroskopi FT-IR adalah alat untuk mengukur serapan radiasi daerah
infra merah pada berbagai panjang gelombang. Secara kualitatif, spektroskopi FT-
IR dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang ada dalam struktur
molekul. Data yang dihasilkan dari uji spektrum FT-IR adalah puncak-puncak
spectrum karakteristik yang digambarkan sebagai kurva transmitansi (%) dan
bilangan gelombang (cm-1) pada sampel yang diujikan yang kemudian akan
dianalisis. Untuk menganalisis data yang dihasilkan dari pengukuran spektroskopi
inframerah diperlukan table konversi internasional yaitu Handbook IR. Handbook
IR untuk mencocokkan gugus-gugus dari senyawa kolagen-kitosan. Dari data hasil
pengukuran yang diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis kemungkinan terjadinya
persenyawaan kimia atau campuran mekanis.
Hasil analisa FT-IR menunjukkan, Kitosan memiliki puncak yang khas pada
serapan bilangan gelombang 3300-3500 cm-1 yang merupakan kelompok gugus
hidroksil (OH-), kelompok alifatik CH2 dan CH3 pada 2900 cm-1, pada serapan 1500
cm-1 menunjukkan adanya –NH2 bending, pada serapan 1400 cm-1 menunjukkan
adanya gugus C-O stretching dari kelompok alkhohol primer dan pada serapan
1600 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=O (Sionkowska, dkk, 2004).
Kolagen memiliki puncak khas pada serapan 3400 cm-1 yang merupakan
kelompok gugus hidroksil (-OH). Pada serapan bilangan gelombang 1600 cm-1
adalah amida I. Amida I adalah faktor penting dalam memahami struktur sekunder
Page 42
27
dari protein (Su-Rong, dkk, 2009). Adanya amida II ditunjukkan pada serapan
bilangan gelombang 1500 cm-1. Amida II menunjukkan adanya struktur heliks
(Muyonga, dkk, 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi yang paling
dominan antara molekul kolagen dan molekul kitosan adalah interaksi fisik
(Tangsadthakun, dkk, 2006). Sedangkan menurut (Fernandes, dkk, 2011) bahwa
ikatan –OH, C=O, –NH yang terbentuk dari komposit kitosan-kolagen berasal dari
penggabungan senyawa-senyawa yang terkandung dari kitosan dan kolagen.
2.5.2 Uji Kuat Tarik (Tensile Strength)
Uji kuat Tarik (tensile strength) merupakan prosedur paling umum
digunakan untuk mempelajari hubungan tegangan-tegangan (stress-strain). Uji
Tarik dilakukan dengan benda uji ditarik dari dua arah, sehingga panjangnya
bertambah dan diameternya mengecil. Besarnya beban dan pertambahan panjang
dicatat selama pengujian. Kuat tarik merupakan tarikan maksimum yang dapat
dicapai sampai suatu film dapat tetap bertahan sebelum putus.
Pengukuran tensile-strength dimaksudkan untuk mengetahui besarnya gaya
yang dicapai hingga diperoleh tarikan maksimum pada setiap satuan luas area film
untuk merenggang atau memanjang. Hasil pengukuran ini berhubungan erat dengan
komposisi antara kitosan dan kolagen yang digunakan saat pembuatan plastik.
Sedangkan persen elongasi merupakan representasi kuantitatif kemampuan film
plastik untuk merenggang yang didefinisikan sebagai fraksi perubahan panjang
beban sebagai efek dari deformasi. Tensile-strength adalah beban maksimum yang
mampu diterima bahan uji (Huda & Feris, 2007).
Page 43
28
Persamaan:
𝑇𝑆 =𝐹𝑚𝑎𝑥
𝐴𝑜
Keterangan:
TS : Tensile strength (Mpa)
Fmax : Beban penarik (N)
Ao : Luas penampang sampel (mm2)
Kuat tarik maksimum pada plastik kitosan-kolagen dipengaruhi oleh
perbandingan massa antara kedua bahan, penambahan kolagen yang terlalu banyak
pada pembuatan plastik akan menghasilkan kuat Tarik yang rendah begitu juga
sebaliknya. Plastik kitosan menunjukkan nilai kuat tarik lebih rendah dibandingkan
dengan plastik kitosan-kolagen dengan perbandingan 1:1. Hal ini terjadi karena
kolagen merupakan protein yang memiliki kuat tarik (Tensile Strength) cukup kuat
(Ernawati,1998). Namun pada penambahan kolagen yang berlebih, nilai kuat tarik
akan semakin menurun. Hal ini terjadi karena penambahan kolagen telah melewati
batas optimal sehingga membran yang dihasilkan bersifat rapuh (Krisna & Adi,
2011).
2.5.3 Uji Penyerapan Air (Swelling)
Uji Swelling dilakukan untuk mengetahui terjadinya ikatan dalam polimer
serta tingkatan atau keteraturan ikatan dalam polimer yang ditentukan melalui
prosentase penambahan berat polimer setelah mengalami penggembungan. Proses
terdifusinya molekul pelarut ke dalam polimer akan menghasilkan gel yang
menggembung. Uji ini dilakukan dengan cara merendam plastik ke dalam air
Page 44
29
sehingga dapat ditentukan prosentase pengembangan plastik setelah direndam
dengan air (Sanjaya & Tyas, 2010).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), plastik merupakan
kumpulan zat organik yang stabil pada suhu biasa, tetapi pada beberapa tahap
pembuatannya plastis sehingga dapat diubah bentuk dengan menggunakan kalor
dan tekanan. Persentase penyerapan air merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap kinerja plastik dalam aplikasinya. Nilai dari uji ini dapat menentukan sifat
fisik plastik apakah tahan air atau tidak. Sedikit banyaknya air yang diserap
mempengaruhi fungsi plastik, karena peranan molekul air yang dapat membuat
spesi pembawa muatan terdisosiasi dan mempermudah mobilitas spesi tersebut.
Selain itu juga dapat menandakan bahwa masih terdapat rongga diantara ikatan
dalam polimer, dimana rongga ini dapat mempengaruhi sifat mekanik dari polimer,
semakin kecil rongga maka semakin tinggi sifat mekaniknya (Shofiyah & Dina,
2012).
Persamaan:
% 𝑆𝑤𝑒𝑙𝑙𝑖𝑛𝑔 =𝑊𝑎 − 𝑊0
𝑊0𝑥 100%
Keterangan:
% Swelling : Daya serap plastik terhadap air (%)
Wa : Berat sampel setelah perendaman (g)
Wo : Berat sampel sebelum perendaman (g)
Yan, dkk. (2010) mengungkapkan bahwa persen penyerapan air (swelling)
sangat tergantung pada sifat hidrofilik dan mikro membran, karena kitosan dan
kolagen keduanya bahan hidrofilik. Kolagen memiliki kemampuan untuk
Page 45
30
mempertahankan struktur pada membran sehingga persen penyerapan air menurun
seiring dengan kenaikan komposisi kolagen.
2.5.4 Uji Antibakteri
Bahan antibakteri merupakan bahan yang dapat mengganggu proses
metabolisme bakteri, sehingga bahan tersebut dapat menghambat pertumbuhan atau
bahkan membunuh bakteri. Cara kerja antibakteri antara lain dengan merusak
dinding sel, merubah molekul protein dan asam nukleat, menghambat kerja enzim
serta menghambat sintesis asam nukleat dan protein (Pelzcar & Chan, 1986).
Uji antibakteri dilakukan untuk mengetahui sejauh mana aktivitas suatu
bakteri terhadap antibakteri. Ada 3 metode yang umum digunakan dalam uji
antibakteri yaitu metode difusi kaldu, metode difusi agar dan metode difusi cakram.
Metode difusi agar merupakan cara yang paling sering digunakan untuk uji
kerentanan antibakteri. Cara kerja metode difusi agar yaitu sampel yang diuji
ditanamkan pada media agar yang telah dihomogenkan dengan bakteri, kemudian
diinkubasi sampai terlihat zona bening disekitar media.
Plastik kitosan-kolagen memiliki potensi yang baik sebagai penyembuh
luka karena memiliki sifat antibakteri yang baik dan adanya kolagen dapat
mempercepat dalam memperbaharui jaringan kulit yang rusak akibat luka.
Mekanisme antibakteri yang terjadi, kitosan mengikat muatan negatif dinding sel
bakteri, dengan destabilisasi konsekuen dari pembungkus sel. Antibakteri kitosan
dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk spesies bakteri, konsentrasi, pH, pelarut
dan massa molekul (Fernandez, dkk, 2009).
Page 46
31
Nurainy, dkk, (2008), mengungkapkan kitosan memberikan penghambatan
paling besar terhadap Escherichia coli (bakteri Gram negatif) dibandingkan
Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis yang keduanya merupakan bakteri
Gram positif. Penghambatan terhadap Escherichia coli terjadi pada semua
konsentrasi kitosan yang diberikan. Menurut Helander, dkk. (2001) mekanisme
aktivitas antibakteri kitosan bisa dijelaskan sebagai berikut; muatan positif NH3+
glukosamin kitosan berinteraksi dengan muatan negatif (lipoppolisakarida, protein)
membran sel mikroba sehingga menyebabkan kerusakan membran luar sel dan
keluarnya konstituen intraselullar bakteri.
Page 47
62
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan berikut:
1. Karakteristik plastik kitosan-kolagen dengan bertambahnya kolagen
menyebabkan kuat tarik plastik menjadi menurun, persen perpanjangan
meningkat, modulus elastisitas menurun dan persen penyerapan air menurun.
Plastik kitosan-kolagen membentuk ikatan hidrogen yang terjadi antara kationik
dari kitosan yang berupa gugus (NH3+) dan anionik dari kolagen yang berupa
gugus (-COO-).
2. Sifat fisik-mekanik yang paling optimum terdapat pada variasi 2:1 dengan kuat
tarik sebesar 8,587 MPa, persen perpanjangan sebesar 3,83 %, modulus
elastisitas sebesar 2,289 MPa dan nilai swelling sebesar 361,753 %. Sifat
antibakteri paling baik terdapat pada plastik kitosan-kolagen variasi 1:2 dengan
zona hambat pada bakteri Escherichia coli sebesar 2 mm dan pada bakteri
Staphylococcus aureus sebesar 3 mm. Hal ini menunjukkan bahwa sifat fisik-
mekanik tidak terlalu berpengaruh pada sifat antibakteri plastik kitosan-kolagen.
5.2 Saran
1. Perlu adanya pemurnian kembali kolagen yang diperoleh dari sisik ikan kakap
merah agar kolagen yang dihasilkan benar-benar murni.
2. Perlu diperhatikan perlakuan yang diberikan pada kolagen maupun kitosan agar
tidak merusak bahan penelitian.
Page 48
63
3. Perlu dikaji kembali komposisi plastik kitosan-kolagen agar didapatkan plastik
yang kuat dengan sifat antibakteri yang baik.
4. Perlu dilakukan penelitian lanjut tentang kitosan-kolagen dalam bentuk larutan
maupun gel untuk menghasilkan sifat antibakteri yang lebih baik.
5. Perlu adanya penelitian lanjut pada penerapan secara langsung dari plastik
kitosan-kolagen seperti penutup luka, pengawet makanan dan tissue
engineering.
Page 49
64
DAFTAR PUSTAKA
Angka, S.L, & Suhartono M.T. 2000. Pemanfaatan Limbah Hasil Laut:
Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan IPB
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Aalytical
Chemist. Washington, DC: Inc.
Asyiraf, N. 2011. Extraction of Collagen From Fish Waste and Determination of
Its Physico-Chemical Characteristics. Disertasi. University Technology
MARA.
Bella, J., Eaton, M., & Berman, H.M. 1994. Crystal and molecular structure of a
collagen-like peptide at 1.9 A resolution. Journal of Science. 266(12): 75-
81.
Berger, J., Reista, M., Mayera, J.M., Feltb, O., Peppasc, N.A., & Gurny R. 2004.
Structure and Interaction in Covalently and Ionocally Crosslinked Chitosan
Hydragels for Biomedical Applications. Europen Journal of Pharm And
BioPharm. 57: 19-34.
Boddu, V.M, & Smith ED. 1999. A Composite Chitosan Biosorbent for Adsorption
of Heavymetal from Waste Waters. Champaign. US Army Eng Research and
Developpment Center.
Burhanuddin, A.B. 2008. Peningkatan Pengetahuan Konsepsi Sistematika dan
Pemahaman System Organ Ikan yang Berbasis SCL pada Mata Kuliah
Ikhtiologi [Modul Pembelajaran]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin.
Candra, P. 2008. Kitosan dari Cangkang Udang dan Aplikasi kitosan Sebagai
Bahan Antibakteri Pada Kain Katun. Thesis, Gadjah Mada University.
Carson, C.F & T.F Riley. 1995. Antimicrobial Activity of The Major Components
of The Essential Oil of Melaleuca alternifolia. Journal of Applied
Bacteriology, 78(4): 264-269
Chen, Y.P., Chang, G.Y & Chen, J.K. 2008. Electrospun collagen/chitosan
nanofibrous membrane as wound dressing. Colloids and Surfaces A:
Physicochem. Eng. Aspects. 314: 183-188
Chung, Y.C., Su, Y.P., Chen, C.C., Jia, G., Wang, H.I., Gaston, W.U & Lin, J.G.
2004. Relationship Between Antibacterial Activity of Chitosan and Surface
Characteristics of Cell Wall. Acta Pharmacologica Sinica 7: 932-936.
Page 50
65
Coates, J. 2000. Interpreration of infrared spectra, a practical approach. Di dalam:
Meyers R.A, editor. Encyclopedia of Analytical Chemistry. Chichester:
John Wiley & Sons Ltd.
Cotran, R.S, Kumar. V & Collins. T. 1999. Pathology Basic of Disease. 6thed.
Philadelphia: W.B. Saunders Co.
DeMan, J.M. 1997. Kimia Makanan Edisi Kedua. Panduwinata K, penerjemah.
Bandung: Penerbit ITB
Eriawan, R. 2010. Sediaan Topikal Wound Healing Menggunakan Bahan Aktif
Kitosan dan Ekstrak Pegagan. Pusat Teknologi Farmasi dan Medika -
Deputi Bidang TAB – BPPT. Jakarta
Ernawati, K. 1998. Studi Pendahuluan Karakterisasi Gelatin dari Tulang Sapi dan
Tulang Babi. Skripsi. Surabaya: Kimia UNAIR
Fernandes, L.L., Cristiane X.R., Debora S.T., Gloria A.S., Letícia O.C & Jose M.G.
2011. Cytocompatibility of Chitosan and Collagen-Chitosan Scaffolds for
Tissue Engineering. Journal of Polimers. 21(1): 22-31
Fernandez, P.S., Lagarona, J.M & Ocio, M.J. 2009. Optimization of The Biocide
Properties of Chitosan for Its Application in The Design of Active Flms of
Interest in The Food Area. Journal of Food Hydrocolloids. 23(3): 913–921
Hargis, L.G. 1988. Analytical Chemistry. Principles And Technigues. New Jersey
: Prentice Hall Inc
Haryanto, A. 2009. Pengaruh Fraksi Komposit Serat Kenaf dan Serar Rayon
Bematrik Poliester Terhadap Kekuatan Tarik dan Impak. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Herliana, P. 2010. Potensi Kitosan Sebagai Anti Bakteri Penyebab Periodontitis.
Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Kesehatan, Sains, dan Teknologi, Vol (1): 12-
24
Helander, I.M., E.L. Numiaho, R.Ahvenainen, J. Rohoades, & S. Roller. 2001.
Chitosan Disrupts the Barrier Properties of the Outer Membrane of Gram
Negative Bacteria. International Journal of Food Microbiol. 71: 235-244.
Hirano, S. 1989. Production and Application of Chitin and Chitosan in Japan. In
Chitin and Chitosan Chemistry, Biochemistry, Physical Properties and
Application. New York: Sanford Ed. Esevier Science Publ. Co. Inc
Hsiung, P.M., Tsai, M.L., Chen, W.M., Hwang, A., Pan, B.S., Hwang, Y.R. & Kuo,
J.M. 2010. Purification and Characterization of a Fish Scale-Degrading
Enzyme from a Newly Identified Vogesella sp. Journal of Agriculture. Food
Chem., 58 (23): 12541–12546
Page 51
66
Hu, S.G., Jou. C.H., & Yang. M.C. 2004. Biocompatibility and Antibacterial
Activity of Chitosan and Collagen Immobilized Poly (3-hydroxybutyric
acid-co-3-hydroxyvaleric acid). Journal Carbohydrate Polymers, 58 (2):
173–179
Huda, T. & Feris. F. 2007. Karakteristik Fisiokimia Film Plastik Biodegradable dari
Komposit Pati Singkong Ubi Jalar. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi.
Universitas Islam Indonesia
Islam, M., Masumb S., Mahbuba K. R., & Haque Z. 2011. Antibacterial Activity of
Crab-Chitosan Against Staphylococcus aureus and Escherichia coli.
Journal of Advanced Scientific Research, 2(4): 63-66.
Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011. Kelautan dan Perikanan dalam Angka
2011. Jakarta: Pusat data statistik dan informasi sekretariat jenderal
kementerian kelautan dan perikanan.
Kolodziesjska, I., Wojjtasz-Pajak A, Ogonowska G, & Sikorski ZE. 2000.
Deacetylation of Chitin in Two Stage Chemical and Enzimatic Process.
Bul.Sea Fisheries Inst. 2(150): 15-24.
Kong, J & Yu S. 2007. Fourier transform infrared spectroscopic analysis of protein
secondary structures. Acta Biochim Biophys Sin 39(8): 549–559.
Krisna, D & D. Adi. 2011. Pengaruh Regelatinasi dan Modifikasi Hidrotermal
terhadap Sifat Fisik pada Pembuatan Edible Film Dari Pati Kacang Merah
(Vigna angularis sp.). Tesis. Semarang: Teknik Kimia UNDIP
Kumar, R. M. N. V., Pradiv K. D & S. Nakamura. 1998. Methods of Metal Capture
From Wastewater In Advances In Wastewater Technology. Global Science
Publication
Lamba, N. M. K., Baumgartner, J. N., & Cooper, S. L. J. 2000. The influence of
thrombus components in mediating bacterial adhesion to biomaterials.
Journal of Biomaterial Science, polymer Edition, 11: 1227–1237
Lehninger, A. L. 1982. Dasar-dasar Biokimia, Jilid I. Terjemahan Principle of
Biochemistry, oleh Maggy Thenawijaya. Jakarta: Erlangga.
Lee, C.H., Singla, A., & Lee, Y. 2001. Review: Biomedical Application of
Collagen. International Journal of Pharmacy. 221: 11–22
Lock, E.J.R. 2010. Novel Aspects of The Vitamin D Endocrine Syste in Fish
(Studies on Atlantic Salmon and Mozambique Tilapia). Disertasi.
Universiteit Nijmegen
Page 52
67
Mahrus, A., Noor, N.M & Leksono, Y.S. 2010. Ekstraksi Kolagen dari Sisik Ikan
Kakap Merah (Lutjanus sp). Prosiding Seminar Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Jakarta: BBRP2B.
Mudzakir, A. 2008. Praktikum Kimia Anorganik. Bandung; Jurusan Pendidikan
Kimia IPB
Mutia, T. 2009. Peranan Serat Alam untuk Bahan Baku Tekstil Medis Pembalut
Luka (Wound Dressing). Arena Tekstil, 24(2): 81-87.
Muyonga, J. H., Cole, C. G. B., & Duodu, K. G. (2004a). Characterisation of Acid
Soluble Collagen from Skins of Young and Adult Nile Perch (Lates
niloticus). Journal of Food Chemistry, 85: 81–89
Nagai, T, & N. Suzuki, 2000. Isolation of Collagen from Fish Waste Material Skin,
Bone and Fins. Journal of Food Chemistry. 68(3): 277–281
Nagarajan M, Benjakul S, Prodpran T, Songtipya P, & Kishimura H. 2012.
Characteristics and functional properties of gelatin from splendid squid
(Loligo formosana) skin as affected by extraction temperatures. Food
Hydrocolloids 29: 389-397
Nam, K.S. 2001. Evaluation of the antimutagenic potential of chitosan oligosa-
ccharide. Biotechnol Lett 23: 971-975.
Nurainy, F., Rizal, S., & Yudiantoro, Y. 2008. Pengaruh Konsentrasi Kitosan
Terhadap Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Agar (Sumur).
Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian, 13(2): 117-125
Ornum, J.V. 1992. Shrimp Waste Must It Be Wasted. Infofish int. 6 : 48-51.
Pelzcar, M.J.Jr. & Chan E.C.S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume ke-1.
Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta:
UI-Press.
Pereda, M., Ponce, A. G., Marcovich, N. E., Ruseckaite, R. A., & Martucci, J. F.
2011. Chitosan-gelatin composites and bi-layer films with potential
antimicrobial activity. Journal food hydrocolloids. 25: 1372-1381
Prashanth, K.V.H & Taranathan R.N. 2007. Chitin/Chitosan: Modification and
Their Unlimited Application Potential an Overview. Journal Trends in
Food Science and Technology. 18: 117-131.
Qujeq, D & Mossavi, SE. 2004. Antibacterial activity of chitosan against
Escherichia coli. Babol Medical Science 7:1-12.
Ramasamy, P & Annaian, S. 2014. Characterization and Wound Healing Property
of Collagen–Chitosan Film from Sepia kobiensis. International Journal of
Biological Macromolecules. 475(1): 1–10
Page 53
68
Ratnawati, A. 2013. Sintesis dan Karakterisasi Kolagen dari Teripang-Kitosan
Sebagai Aplikasi Pembalut Luka. Journal of Physics and Application. 1(2):
12-24
Rhoades, J & Roller S. 2000. Antimicrobial Action of Degraded and Native
Chitosan Against Spoilage Organism in Laboratory Media and Foods.
Journal American Society for Microbiology, 14: 80-86.
Rodriguez, J.R., Sanchez-Machado, D.I. & Lopez-Cervantes, J. 2013.
Chitosan/Hydrophilic Plasticizer-Based Films: Preparation,
Physicochemical and Antimicrobial Properties. Journal of Polymer
Environment.Vol 24 (2): 1-11.
Rodwell, V.W., R.K. Murray & F.W. Keeley. 1995. Protein Kontraktil dan
Struktural dalam Biokimia Harper. Edisi 22. Alih Bahasa oIleh Andry
Hartono. Jakarta: Kedokteran EGC.
Sanjaya, I.G & Tyas P. 2010. Pengaruh Penambahan Kitosan dan Plasticizer
Gliserol pada Karakteristik Plastik Biodegradabel dari Pati Limbah Kulit
Singkong. Skripsi. Surabaya: Teknik Kimia ITS
Saarai, A., Kasparkova, V., Sedlacek, T., & Saha, P. (2011, July). A comparative
study of crosslinked sodium alginate/gelatin hydrogels for wound dressing.
In Proceeding of the 4th WSEAS International Conference on Engineering
Mechanics, Structures, Engineering Geology., WSEAS Press, Greece
Sandford, P.A & Hutchings G.P. 1987. Genetic Engineering, Structure/Property
Relations and Application. New York: Elsevier
Sari, I.L., Wignyanto dan Nimas, M.S.S. 2012. Efisiensi Penggandaan Skala
Kapasitas Bench Pada Produksi Gelatin Tulang Ikan Kakap Merah. Jurnal
Industria. 2(2): 67 – 73
Sari, Y. 2008. Pengaruh Pemberian Biodek terhadap Kualitas Limbah Cair Tahu.
Skripsi. Universitas Lambung Mangkurat
Schleifer, K.H. & Kandler O. 1972. Peptidoglycan .Types of Bacterial Cell Walls
and their Taxonomic Implications. Bacteriological Reviews, 36(4): 407-
477
Setiawati, I.H. 2009. Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap
Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam. Skripsi. Bogor:
Teknologi Hasil Perikanan IPB
Setya, M. 2008. Efek Khitosan terhadap Kultur Galur Sel HSC-4 dan HAT-7 secara
in-vitro. Skripsi. Jakarta: Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Page 54
69
Shah, V & Manekar A. 2012. Isolation and characterization of collagen from the
placenta of buffalo (Bovidae bubalus bubalis) for the biomaterial
applications. Journal Trend in Life Science 1(4): 26–32.
Shahidi, F & Abuzaytoun R. 2005. Chitin, Chitosan, and Co-Products: Chemistry,
Production, Application, and Health Effects. Adv. Food Nutr. Res. 49: 93-
135.
Shofiyah, Y & Dina, K.M. 2012. Pemanfaatan Membran Kitosan-Silika untuk
Menurunkan Kadar Ion Logam Pb(II) dalam Larutan. Journal of
Chemistry. 1(1): 108-115
Simpson, B.K. 1997. Utilazation of Chitosan for Preservation of Raw Shrimp.
Journal of Food Biotechnology II. 25-44
Sionkowska, A., Wisniewski, M., Skopinska, J., Kennedy, C. J., & Wess, T. J.
2004. Molecular Interactions in Collagen and Chitosan Blends. Journal of
Biomaterials, 25(2): 795–801
Suhartono, M.T. 2006. Pemanfaatan Kitin, Kitosan, Kitooligosakarida. Foodreview
1(6): 30-33.
Sumarto. 2008. Mempelajari Pengaruh Penambahan Asam Lemak dan Natrium
Benzoat terhdap Sifat Fisik, Mekanik dan Aktivitas Antimikroba Plastik
Edibel Kitosan. Skripsi. Bogor: Fakultas Ilmu Pertanian, IPB.
Su-Rong, X.R., Sun, B., Li, Y. Y., & Hu, Q. H. 2009. Characterization of Acid-
Soluble Collagen from the Coelomic Wall of Sipunculida. Journal of Food
Hydrocolloids, 23 (2): 2190–2194
Tang, Z.X., Shi L & Qian J. 2007. Neutral Lipase from Aqueous Solutions on
Chitosan Nano Particles. Journal Biochemical Engineering. 34: 217-223.
Tangsadthakun, C., Kanokpanont, S., Sanchavanakit, N., Banaprasert, T., &
Damrongsakkul, S. 2006. Properties of Collagen/Chitosan Scaffolds for
Skin Tissue Engineering. Journal of Metals, Materials and Minerals.
16(1): 37-44
Teng, D. 2012. From chitin to chitosan dalam Yao K, Li J, Yao F, Yin Y, editors.
Chitosan-Based Hydrogels: Functions and Applications. Boca Raton:
CRC Press.
Trimandana, F.R. 2009. Aplikasi Kolagen dari Tepung Tulang Ikan yang Berbeda
pada Surimi Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linn.) Jurnal Pengolahan
dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 2(4): 11-20
Triyono, B. 2005. Perbedaan Tampilan Kolagen di sekitar Luka Insisipada Tikus
Wistar yang diberi Infiltrasi Penghilang Nyeri Levobupivakain dan yang
Page 55
70
tidak diberi Levobupivakain. Tesis. Semarang: Program Megister
Biomedis dan PPDSI, UNDIP.
Tsai, G.J & Su, W.H. 1999. Antibacterial Activity of Shrimp Chitosan Against
Escherichia coli. Journal Food Prot. 62 (3): 239-243
Tsigos, I., Martinou A, Kafetzopoulos D & Bouriotis V. 2000. Chitin Deacetylases:
New, Versatile Tools in Biotechnology. TIBTECH. Vol.-(18): 305-312.
Utami, R.U. 2014. Sintesis Plastik Biodegradable dari Kulit Pisang dengan
Penambahan Kitosan dan Plasticizer Gliserol. Indonesian Journal
Chemical Science. 3(2): 163-167
Yan, L.P., Wang, Y. J., Ren, L., Wu, G., Caridade, S. G., Fan, J. B., & Reis, R. L.
2010. Genipin-Cross-Linked Collagen/Chitosan Biomimetic Scaffolds for
Articular Cartilage Tissue Engineering Applications, Journal of
Biomedical Materials Research. 95(2): 465–475
Yu, C.C., Chang, J. J., Lee, Y. H., Lin, Y. C., Wu, M. H., Yang, M. C., & Chien,
C. T. 2013. Electrospun Scaffolds Composing of Alginate, Chitosan,
Collagen and Hydroxyapatite for Applying in Bone Tissue Engineering.
Journal Materials Letters 93(3): 133–136
Yusman, D.A. 2006. Hubungan Antara Aktivitas Antibakteri Kitosan dan Ciri
Permukaan Dinding Sel Bakteri. Skripsi. Bogor: Departemen Kimia, IPB
Ziani, K., Oseas J., Coma V. & Mate J.I. 2008. Effect of the presence of glycerol
and Tween 20 on the chemical properties of films base on chitosan with
different degree of deacetylation. LWT Food Sci Technol 41: 2159–2165