MAKALAH TEKNOLOGI FERMENTASI MAKANAN DAN MINUMAN Kajian Proses Produksi Dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor Oleh: Kelompok 4B Hera Liana 240210110069 Nisrina Putri Rahayu 240210110071 Sylvia Harnah 240210110073 Khairunisa Aliyatin N. 240210110075 Vicki Avila 240210110084 Yessiana Yulinda P. 240210110096 UNIVERSITAS PADJADJARAN
41
Embed
Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MAKALAH TEKNOLOGI FERMENTASI MAKANAN DAN MINUMAN
Kajian Proses Produksi Dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di
Desa Cikeruh-Jatinangor
Oleh:
Kelompok 4B
Hera Liana 240210110069
Nisrina Putri Rahayu 240210110071
Sylvia Harnah 240210110073
Khairunisa Aliyatin N. 240210110075
Vicki Avila 240210110084
Yessiana Yulinda P. 240210110096
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah hasil kunjungan industri pengolahan makanan fermentasi yang berjudul
“Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa
Cikeruh-Jatinangor” yang diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi
Fermentasi Makanan dan Minuman.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
khususnya bagi penulis dan bagi semua pihak yang membacanya.
Jatinangor, April 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1. Latar Belakang Kegiatan Kunjungan................................................................1
1.2. Tujuan Kegiatan Kunjungan.............................................................................1
II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................2
Air (g) 7,5 -Sumber : * Direktorat Gizi Depkes RI (1972) dalam Koswara (1992).** Sutomo (2008).
Kandungan gizi yang tinggi, terutama protein menyebabkan kedelai
diminati oleh masyarakat. Protein kedelai mengandung asam amino yang paling
lengkap dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lainnya (Wolf and Cowan,
1971).
Pembuatan tempe tidak dapat terlepas dari penggunaan ragi tempe yang
berperan dalam proses fermentasi. Ragi tempe yang digunakan UKM Sumber
Gizi adalah jenis ragi tempe komersial yang terbuat dari campuran tepung beras
dan kapang tempe.
Gambar 1. Ragi tempe komersial yang digunakan UKM Sumber Gizi
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)
12
Ragi tempe merupakan bibit yang dipergunakan untuk pembuatan tempe.
Oleh karena itu sering pula disebut sebagai starter tempe. Ragi tempe
mengandung jamur Rhizopus sp. yang dikenal pula sebagai jamur tempe. Secara
tradisional, jamur untuk starter pembuatan tempe biasanya diambil dari daun
pisang bekas pembungkus tempe pada waktu pembuatan, atau daun laru atau jati
yang dikenal dengan sebutan “usar”. Namun demikian, penggunaan daun pisang
atau usar ini sangat terbatas dan hanyau ntuk produksi kecil-kecilan. Untuk
produksi yang lebih besar, starter tempe dibuat dengan memperbanyak jamur
tempe (Rhizopus sp.) pada media tertentu. Selanjutnya, spora yang dihasilkannya
diawetkan dalam keadaam kering bersama medium tempat tumbuh jamur tempe
tersebut. Dengan teknik seperti ini kualitas tempe yang diproduksi akan terjamin,
karena dosis penggunaan starter dapat diatur.
3.3. Prosedur Pembuatan Tempe
Pembuatan tempe pada UKM Sumber Gizi dilakukan secara tradisional.
Prosedur pertama pada pembuatan tempe di UKM Sumber Gizi adalah sortasi
terhadap kacang kedelai yang akan digunakan pada pembuatan tempe. Kacang
kedelai yang telah disortasi dilakukan pencucian, lalu dilakukan perendaman
selama 1 jam. Perendaman awal bertujuan agar biji kacang kedelai mengembang
dan memiliki tekstur yang lunak.
A BGambar 2. A: Bak pencucian dan B: Bak perendaman di UKM Sumber Gizi
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)
Setelah perendaman awal, dilakukan perebusan dalam air mendidih selama
150 menit atau sampai biji kedelai tersebut setengah matang. Perebusan kacang
kedelai pada UKM Sumber Gizi masih dilakukan secara tradisional yaitu
menggunakan bahan bakar berupa batok kelapa. Waktu kecukupan perebusan
ditandai dengan biji kacang kedelai tersebut dalam keadaan setengah matang.
13
Gambar 3. Perebusan kedelai di UKM Sumber Gizi(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)
Setelah perebusan, dilakukan perendaman selama 12 jam dan
menambahkan air jika kacang kedelai tidak terendam seluruhnya. Perebusan dan
perendaman kacang kedelai bertujuan agar biji kacang kedelai tersebut
mengembang dan menjadi lebih lunak. Selain itu, fungsi perendaman yang paling
penting adalah untuk menonaktifkan bakteri yang tidak diinginkan. Kedelai
mengandung senyawa rafinosa dan stakiosa yang menyebabkan perut kembung.
Namun selama proses perendaman, beberapa bakteri mampu merombak rafinosa
dan stakiosa menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga dapat mencegah
terjadinya gangguan pencernaan dan perut kembung.
Gambar 4. Perendaman setelah perebusan kedelai(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)
Kacang kedelai yang telah direndam selama 12 jam ditiriskan dan dibuang
airnya. Selanjutnya dilakukan penggilingan dengan alat penggiling. Setelah
penggilingan, kulit terpisah dari kacang kedelai. Namun, pada UKM Sumber Gizi
tidak dilakukan pembuangan kulit tersebut dari kedelai, jadi kacang kedelai
beserta kulit akan digunakan bersama dalam pembuatan tempe. Hal ini
dikarenakan harga kedelai yang cukup mahal serta alat penggiling yang digunakan
tidak dapat memisahkan antara kedelai dan kulitnya serta jika dilakukan
14
pemisahan secara manual membutuhkan waktu yang lama. Pemisahan kulit secara
manual dilakukan dengan perendaman kedelai yang telah digiling dalam air, kulit
memiliki berat jenis yang lebih kecil dibandingkan dengan kedelai sehingga akan
mengapung dan kedelai berada di dasar bak perendaman. Kulit yang terapung
selanjutnya dipisahkan menggunakan saringan. Perbedaan yang dihasilkan pada
tempe yang menggunakan kacang kedelai tanpa kulit dengan tempe yang
menggunakan kacang kedelai bersama kulitnya terletak pada junmlah ragi yang
ditambahkan dan proses penggorengan tempe. Kacang kedelai yang telah
dihilangkan kulitnya membutuhkan ragi dalam jumlah yang lebih sedikit dan akan
lebih cepat kering saat digoreng sedangkan kacang kedelai yang masih tercampur
dengan kulitnya membutuhkan lebih banyak ragi dan pada penggorengan tempe
lebih lambat kering.
Gambar 5. Mesin penggiling kedelai di UKM Sumber Gizi(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)
Setelah proses penggilingan, dilakukan pencucian untuk menghilangkan
lendir yang menempel pada kacang kedelai. Jika lendir tersebut tidak dihilangkan,
maka akan mengganggu proses pembuatan tempe. Setelah pencucian, kemudian
ditiriskan untuk untuk mengurangi kelebihan air pada kacang kedelai. Air yang
terlalu banyak akan mengakibatkan tumbuhnya bakteri yang tidak diinginkan
sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan kacang kedelai dehidrasi
sehingga menghambat pertumbuhan kapang. Kecukupan proses pencucian
ditandai dengan tidak adanya aroma dan rasa asam pada kedelai.
15
Diagram alir proses pembuatan tempe pada UKM Sumber Gizi dapat
dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 6. Diagram Alir Proses Pembuatan Tempe(Sumber : Modifikasi pribadi, 2014)
Setelah penirisan, kacang kedelai tersebut dibiarkan dingin sampai
mencapai suhu kamar karena jika suhu yang terlalu tinggi akan menghambat
pertumbuhan kapang. Setelah kacang kedelai tersebut dingin, kacang kedelai
16
Tempe
Peragian (t = 10 menit)Ragi tempe
+ Air
Sortasi
Air
Air bersih Pencucian
AirPenirisan
Fermentasi (t = 3 hari)
Pengemasan
Pencetakan
Perebusan (t = 150 menit)
Perendaman (t = 12 jam)
Penirisan
Perendaman (t = 1 jam)
Kacang kedelai
Penggilingan
Air kotor & Lendir
tersebut dilakukan peragian dengan menambahkan ragi tempe. Ragi tempe yang
ditambahkan harus dalam jumlah yang sesuai. Penambahan ragi pada UKM
Sumber Gizi adalah 1 kg ragi untuk 1 kuintal kacang kedelai. Jika kondisi cuaca
dalam keadaan dingin, maka penambahan ragi pada kacang kedelai akan
bertambah sebanyak 50% dari penambahan ragi biasanya. Penambahan ragi yang
terlalu banyak akan menghasilkan rasa yang pahit pada tempe yang dibuat. Secara
tradisional, pembuatan ragi tempe adalah dengan menggunakan tempe yang sudah
jadi. Tempe tersebut diiris tipis, dikeringkan dan digiling menjadi bubuk halus.
Hasilnya digunakan sebagai starter pada proses fermentasi tempe. Ragi lain yang
sering digunakan adalah miselium kapang yang tumbuh di permukaan tempe.
Laru yang digunakan pada pembuatan tempe adalah laru ragi tempe.
Gambar 7. Pencampuran kedelai dengan ragi(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)
Setelah menambahkan ragi pada kacang kedelai, dilakukan pengadukan
sampai tercampur rata antara kacang kedelai dengan ragi. Kemudian kacang
kedelai tersebut di cetak dengan menggunakan cetakan dan dibungkus dengan
plastik yang telah diberi lubang. Jika harga kacang kedelai sedang mengalami
kenaikan, maka jumlah kacang kedelai yang dicetak akan dikurangi beratnya
dengan harga jual tempe yang sama. Plastik untuk membungkus tempe dilubangi
untuk menciptakan kondisi yang aerob. Jika plastik tersebut dilubangi maka ada
udara yang masuk ke dalam selama proses fermentasi berlangsung sehingga
memenuhi kebutuhan oksigen untuk kapang.
Pada umumnya, kemasan tempe juga dapat menggunakan daun pisang.
Akan tetapi, karena ketersediaan daun pisang yang tidak selalu ada serta proses
persiapan yang lebih rumit, maka UKM Sumber Gizi tidak menggunakan daun
pisang. Syarat kemasan pada tempe adalah dapat memberikan jumlah oksigen
17
yang cukup untuk pertumbuhan kapang dan memungkinkan pengeluaran uap air
sehingga air tidak menempel pada kacang kedelai yang menyebabkan tumbuhnya
bakteri kontaminan. Kedelai tersebut difermentasi pada suhu kamar selama 3 hari.
Setelah fermentasi, maka dihasilkan tempe seperti pada umumnya.
A B
Gambar 8. A: pencetakan tempe dan B: kemasan berlubang pembungkus tempe di UKM Sumber Gizi
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)
Gambar 9. Rak fermentasi tempe di UKM Sumber Gizi(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)
3.4. Mikroorganisme yang Berperan pada Pembuatan Tempe
Mikroorganisme mampu membentuk produk melalui metabolisme yang
dilakukannya. Pada pembuatan tempe, sedikitnya terdapat empat genus Rhizopus
yang dapat digunakan. Rhizopus oligosporus merupakan genus utama, kemudian
Rhizopus oryzae merupakan genus lainnya yang digunakan pada pembuatan
tempe di Indonesia. Produsen tempe di Indonesia tidak menggunakan inokulum
berupa biakan murni kapang Rhizopus sp., namun menggunakan inokulum dalam
bentuk bubuk yang disebut laru atau inokulum biakan kapang pada daun waru
yang disebut usar. Jamur ini sangat berperan dalam pembuatan tempe. Pada tempe
berbahan kedelai, jamur selain berfungsi untuk mengikat atau menyatukan biji
kedelai juga menghasilkan berbagai enzim yang dapat meningkatkan nilai cerna
saat dikonsumsi.
18
Kapang merupakan mikroorganisme yang memproduksi enzim a-amylase,
yang masih stabil pada suhu 50-60 oC dan stabil pada pH 5,4-7,0, tetapi pH
optimumnya adalah 3,6. Menurut Aunstrup (1979), Rhizopus sp. Merupakan
mikroorganisme yang mampu memproduksi enzim lipase dan protease. Lipase
diproduksi oleh R. arrhizus. R. delemar dan R. japonicas adalah kelompok lipase
spesifik yang memisahkan asam lemak dan trigliserida pada posisi 1 dan 3.
3.5. Perubahan yang Terjadi pada Pembuatan Tempe
Selama proses fermentasi berlansung terjadi perubahan sifat fisiko-kimia
pada tempe. Pada perubahan fisik, kedelai akan mengalami perubahan terutama
tekstur. Tekstur kedelai akan menjadi semakin lunak karena terjadi penurunan
selulosa menjadi bentuk yang lebih sederhana. Hifa kapang juga mampu
menembus permukaan kedelai sehingga dapat menggunakan nutrisi yang ada pada
biji kedelai. Hifa kapang akan mengeluarkan berbagai macam enzim ekstraseluler
dan menggunakan komponen biji kedelai sebagai sumber nutrisinya (Hidayat,
Masdiana dan Suhartini, 2006).
Gambar 10. Tempe UKM Sumber Gizi(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)
Perubahan fisik lainnya adalah peningkatan jumlah hifa kapang yang
menyelubungi kedelai. Hifa ini berwarna putih dan semakin lama semakin
kompak sehingga mengikat kedelai yang satu dengan kedelai lainnya menjadi satu
kesatuan. Pada tempe yang baik akan tampak hifa yang rapat dan kompak serta
mengeluarkan aroma yang enak (Indriani, 1990).
Perubahan kimia pada tempe karena adanya bantuan protein yang
menghasilkan enzim proteolitik yang menyebabkan degradasi protein kedelai
menjadi asam amino, sehingga nitrogen terlarut meningkat dari 0,5 menjadi 2,5%
(Limbong, 1981). Adanya lemak menyebabkan kapang akan menguraikan
19
sebagain besar lemak dalam kedelai selama fermentasi. Pembebasan asam lemak
ditandai dengan meningkatnya angka asam 50-70 kali setelah fermentasi. Adanya
karbohidrat akan didegradasi oleh kapang Rhizopus oligosporus yang
memproduksi enzim pendegradasi karbohidrat seperti amilase, selulase atau
xylanase. Selama fermentasi, karbohidrat akan berkurang karena dirombak
menjadi gula-gula sederhana (Naruki dan Sarjono, 1984). Secara umum, proses
fermentasi pada tempe dapat dibedakan atas tiga fase, yaitu :
1. Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah asam
lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat dengan
terbentuknya miselia pada permukaan biji yang semakin lama semakin lebat
sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak.
2. Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi
tempe dimana tempe siap dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu,
jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetap
atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih
kompak.
3. Fase pembusukan atau fermentasi lanjutan (50-90 jam fermentasi) terjadi
penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur
menurun, dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti, terjadi
perubahan flavor karena degradasi protein lanjut yang membentuk amonia.
Sering kali dalam proses pembuatan tempe di UKM Sumber Gizi dihasilkan
tempe yang berkualitas kurang baik, seperti pertumbuhan kapang yang tidak
merata atau bahkan tidak tumbuh sama sekali. Hal ini dapat disebabkan karena
kapang tidak aktif atau sudah mati sehingga tidak terjadi proses fermentasi dan
tidak ada pembentukan miselium kapang. Pengadukan laru yang tidak merata
dapat menyebabkan pertumbuhan hifa kapang tidak merata di seluruh bagian
sehingga tidak semua kacang kedelai menempel dan mengurangi kekompakan
tempe yang dihasilkan. Suhu fermentasi tempe yang terlalu rendah juga dapat
menjadi sebab kegagalan dalam fermentasi tempe karena kapang Rhizopus
memiliki suhu optimum untuk pertumbuhaannya.
Kapang tempe bersifat aerob obligat membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya, sehingga apabila dalam proses fermentasi itu kurang oksigen
20
maka pertumbuhan kapang akan terhambat dan proses fermentasinya pun tidak
berjalan lancar. Oleh karena itu, pada pembungkus tempe biasanya dilakukan
penusukan dengan lidi yang bertujuan agar oksigen dapat masuk dalam bahan
tempe. Sebaiknya jika dalam proses fermentasinya kelebihan oksigen, dapat
menyebabkan proses metabolismenya terlalu cepat sehingga suhu naik dan
pertumbuhan kapang terhambat (Nurita Puji Astuti, 2009). Selain itu,
pertumbuhan kapang yang tidak merata atau bahkan tidak tumbuh sama sekali
juga dapat disebabkan karena laru yang digunakan terlalu sedikit, laru terlalu tua,
waktu fermentasi kurang lama dan suhu fermentasi terlalu rendah.
21
IV. KESIMPULAN
Proses pembuatan tempe di UKM Sumber Gizi secara umum masih
dilakukan secara tradisional dengan bahan baku utama kedelai dan menggunakan
ragi tempe komersial. Secara garis besar, tahap-tahapan penting dalam pembuatan
tempe di UKM Sumber gizi adalah: sortasi dan pembersihan, perendaman awal,
perebusan, perendaman akhir, penggilingan, pencucian, peragian dan fermentasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses keberhasilan fermentasi tempe di UKM
Sumber Gizi adalah kedelai dan jumlah ragi yang digunakan, adanya pencemar
dan suhu lingkungan (cuaca).
22
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang Biji-bijian. Penebar Swadaya, Jakarta.
Astawan. 2008. Kecipir Langsingkan Tubuh, Tingkatkan Gairah. http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=nutrition&y=cybermed%7C0%7C0%7C6%7C458. (Diakses tanggal 18 April 2014).
Astuti, M., Meliala, Andreanyta., Fabien, Dalais., Wahlq, Mark. 2003. Tempe, a nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pacific J Clin Nutr9(4): 322–325.
Astuti, N. P. 2009. Sifat Organoleptik Tempe Kedelai Yang Dibungkus Plastik, Daun Pisang Dan Daun Jati. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Available online at : http://etd.eprints.ums.ac.id/5714/1/J _300_ 060_002.pdf. (Diakses tanggal 18 April 2014).
Aunstrup, K.O., Andressen, Falch, and Nielsen. 1979. Production of Microbial Enzymes, Microbial Technology. Vol. 1. Academic Press Inc., New York.
Badan Standardisasi Nasional. 2009. Tempe Kedelai. http://pustan.bpk imi.kemenperin.go.id/files/SNI%203144-2009.pdf. (Diakses tanggal 18 April 2014).
Hidayat, Nur., Masdiana C. Padaga, Sri Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit ANDI Yogyakarta, Yogyakarta.
Indriani, E.A. 1990. Pengaruh Substitusi NaCI dengan KCI Terhadap Sifat Mikrobiologi, Kimiawi dan Sensori Tauco. [Skripsi]. Jurusan PHP. Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta.
Koswara, S. 2006. Teknologi Fermentasi. Available online at : www.ebookpangan.com (Diakses tanggal 18 April 2014).
Koswara, S., 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan. Bermutu. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Limbong, L.N. 1981. Pengaruh Jenis Kedelai, Konsentrasi Larutan Garam dan Waktu Fermentasi dalam Larutan Garam Terhadap Mutu Tauco. [Skripsi]. Departemen Teknologi Hasil dan Mekanisasi Pertanian Fakultas Pertanian USU, Medan.
Naruki, S. dan Sarjono. 1984. Pembuatan Tauco. Jurusan PHP Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta.
Snyder, H.E. and T. W. Kwon. 1987. Soybean Utilization. 346 Seiten, zahlr. Abb und Tab. An AVI Book, published by Van Nostrand Reinhold Company, New York.
Sutomo, B., 2008. Cegah Anemia dengan Tempe.Available online at http://myhobbyblogs. com/food/files/2008/06/ [Diakses pada tanggal 18 April 2014].
Suwarno, J. 2010. Uji Protein dan Organoleptik Pada Tempe Dengan Bahan Dasar Jagung Manis (Zae Mays Saccharata). Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammaddiyah, Surakata. http://etd.eprints. ums.ac.id/7453/1/A420050034.pdf. (Diakses tanggal 18 April 2014).
Then, K. 1992. Komplementasi Kedelai Dengan Beras Untuk Pembuatan Tempe. Fakultas Teknologi Pertanlan Institut Pertanian Bogor. Bogor. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/30926/F92KTH.pdf?sequence=1. (Diakses tanggal 18 April 2014).
Widianarko. 2002. Tips Pangan ”Teknologi, Nutrisi, dan Keamanan Pangan”. Grasindo. Jakarta.
Wolf, W.J., and C. Cowan, J. 1971. Soybean as a Food Source. C.R.C. Press, Ohio.