Top Banner
Policy Brief Puslitbang Kependudukan - BKKBN 1 Seri I No.6/Pusdu-BKKBN/Desember 2011 Policy Brief Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan - BKKBN KAJIAN PROFIL PENDUDUK REMAJA (10-24 THN) :  Ada apa denga n Remaja? Ringkasan Eksekutif J umlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa, 26,67 persen diantaranya adalah remaja. Besarnya penduduk remaja akan berpengaruh pada pembangunan dari aspek sosial, ekonomi maupun demograbaik saat ini maupun di masa yang akan datang. Penduduk remaja (10-24 tahun) perlu mendapat perhatian serius karena remaja termasuk dalam usia sekolah dan usia kerja, mereka sangat berisiko terhadap masalah-masalah kesehatan reproduksi yaitu perilaku seksual pranikah, Napzah dan HIV/AIDS. Mengingat pentingnya penduduk usia remaja maka perlu dikaji dari berbagai aspek, seperti kelompok umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sekolah, status kawin, daerah tempat tinggal, akses terhadap lapangan pekerjaan, dan pengetahuan kesehatan reproduksi. Kajian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik demogra, sosial- ekonomi, pengetahuan sikap dan perilaku kesehatan reproduksi penduduk remaja (usia 10-24 tahun). Sumber data yang digunakan adalah Sensus Penduduk (SP) tahun 2010, Survei Demogradan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, dan Survei Demogradan Kesehatan Indonesia Remaja (SDKI-R) tahun 2007. Hasil kajian menunjukkan bahwa masih terdapat 2,5 persen penduduk usia 7-15 tahun yang tidak/belum pernah sekolah, sedangkan yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi 6,01 persen. Jika dilihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan, 6,33 persen penduduk remaja (7-12 tahun) tidak atau belum pernah sekolah dan 31,57 persen tidak atau belum tamat SD. Dari 23.902.077 jiwa penduduk kelompok umur 19-24 tahun hanya 0,66 persen tamat Diploma IV/Perguruan T inggi. Sebagian penduduk remaja baik laki-laki maupun perempuan pada semua kelompok umur mampu membaca dan menulis huruf latin yaitu masing masing 49,35 dan 48,19 persen. Persentase buta huruf penduduk remaja laki-laki dua kali (0,8 persen) lebih besar dibandingkan penduduk remaja perempuan (0,44 persen). T emuan lain dari kajian tersebut adalah 55 dari 100 remaja kelompok umur 10-14 tahun ternyata ada yang sudah kawin, 1 dari 100 remaja umur 10 – 14 tahun pernah melahirkan hidup antara 1-2 anak, serta 10 dari 1000 remaja umur 10 – 14 berstatus cerai hidup. Perkawinan di usia muda ini akan memberikan sumbangan terhadap tingginya kelahiran. Berdasarkan data Sensus Penduduk 2010, Jumlah angkatan kerja sebanyak 172.070.339 jiwa, 66,06 persen diantaranya adalah remaja usia 15-24 tahun, jumlah tersebut menunjukkan bahwa penduduk remaja cukup besar yang termasuk dalam angkatan kerja yang perlu ditingkatkan kualitasnya agar dapat bener-benar sebagai aset pembangunan yang potensial. Diantara penduduk remaja 15-24 tahun tersebut, hanya 7 persen yang bekerja dan mencari pekerjaan, selebihnya (93 persen) bukan angkatan kerja (seperti masih sekolah, telah menikah). Menurut SDKI-R tahun 2007, pengetahuan remaja umur 15-24 tahun tentang kesehatan reproduksi masih rendah, 21 persen remaja perempuan tidak mengetahui sama sekali perubahan yang terjadi pada remaja laki-laki saat pubertas. Pengetahuan remaja tentang masa subur relatif masih rendah. Hanya 29 persen wanita dan 32 persen pria memberi jawaban yang benar bahwa seorang perempuan mempunyai kesempatan besar menjadi hamil pada pertengahan siklus periode haid. Sebesar 14 persen baik remaja perempuan maupun remaja laki-laki yang mengetahui dengan benar mengenai anemia karena hemoglobin rendah. Pengertian anemia lainnya yang paling sering disebut adalah kurang darah (remaja perempuan 77 persen dan remaja pria 63 persen). Remaja yang belum menikah umur 15-24 tahun yang mendengarkan pesan dari radio tentang penundaan usia kawin sebesar 12,9 persen, informasi tentang HIV/AIDS sebesar 40,8 persen, informasi tentang kondom sebesar 29,6 persen, pencegahan kehamilan sebesar 23,4 persen, dan Infeksi menular Seksual (IMS) sebesar 18,4 persen.
4

Kajian Profil Penduduk Remaja (10 - 24 Tahun)

Apr 14, 2018

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Kajian Profil Penduduk Remaja (10 - 24 Tahun)

7/27/2019 Kajian Profil Penduduk Remaja (10 - 24 Tahun)

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-profil-penduduk-remaja-10-24-tahun 1/4

Policy Brief 

Puslitbang Kependudukan - BKKBN

1

Seri I No.6/Pusdu-BKKBN/Desember 2011

Policy Brief Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan - BKKBN

KAJIAN PROFIL PENDUDUK REMAJA

(10-24 THN) :Ada apa dengan Remaja? 

Ringkasan Eksekutif 

Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa, 26,67 persen diantaranya adalah remaja. Besarnya penduduk

remaja akan berpengaruh pada pembangunan dari aspek sosial, ekonomi maupun demografi baik saat ini maupun di masa

yang akan datang. Penduduk remaja (10-24 tahun) perlu mendapat perhatian serius karena remaja termasuk dalam usia

sekolah dan usia kerja, mereka sangat berisiko terhadap masalah-masalah kesehatan reproduksi yaitu perilaku seksual pranikah,

Napzah dan HIV/AIDS. Mengingat pentingnya penduduk usia remaja maka perlu dikaji dari berbagai aspek, seperti kelompok

umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sekolah, status kawin, daerah tempat tinggal, akses terhadap lapangan pekerjaan,

dan pengetahuan kesehatan reproduksi. Kajian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik demografi, sosial-

ekonomi, pengetahuan sikap dan perilaku kesehatan reproduksi penduduk remaja (usia 10-24 tahun). Sumber data yang digunakan

adalah Sensus Penduduk (SP) tahun 2010, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, dan Survei Demografi

dan Kesehatan Indonesia Remaja (SDKI-R) tahun 2007.

Hasil kajian menunjukkan bahwa masih terdapat 2,5 persen penduduk usia 7-15 tahun yang tidak/belum pernah sekolah,

sedangkan yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi 6,01 persen. Jika dilihat dari pendidikan tertinggi

yang ditamatkan, 6,33 persen penduduk remaja (7-12 tahun) tidak atau belum pernah sekolah dan 31,57 persen tidak atau belum

tamat SD. Dari 23.902.077 jiwa penduduk kelompok umur 19-24 tahun hanya 0,66 persen tamat Diploma IV/Perguruan Tinggi.

Sebagian penduduk remaja baik laki-laki maupun perempuan pada semua kelompok umur mampu membaca dan menulis huruf 

latin yaitu masing masing 49,35 dan 48,19 persen. Persentase buta huruf penduduk remaja laki-laki dua kali (0,8 persen) lebih besar 

dibandingkan penduduk remaja perempuan (0,44 persen). Temuan lain dari kajian tersebut adalah 55 dari 100 remaja kelompok

umur 10-14 tahun ternyata ada yang sudah kawin, 1 dari 100 remaja umur 10 – 14 tahun pernah melahirkan hidup antara 1-2 anak,

serta 10 dari 1000 remaja umur 10 – 14 berstatus cerai hidup. Perkawinan di usia muda ini akan memberikan sumbangan terhadap

tingginya kelahiran.

Berdasarkan data Sensus Penduduk 2010, Jumlah angkatan kerja sebanyak 172.070.339 jiwa, 66,06 persen diantaranya adalah

remaja usia 15-24 tahun, jumlah tersebut menunjukkan bahwa penduduk remaja cukup besar yang termasuk dalam angkatankerja yang perlu ditingkatkan kualitasnya agar dapat bener-benar sebagai aset pembangunan yang potensial. Diantara penduduk

remaja 15-24 tahun tersebut, hanya 7 persen yang bekerja dan mencari pekerjaan, selebihnya (93 persen) bukan angkatan kerja

(seperti masih sekolah, telah menikah).

Menurut SDKI-R tahun 2007, pengetahuan remaja umur 15-24 tahun tentang kesehatan reproduksi masih rendah, 21 persen

remaja perempuan tidak mengetahui sama sekali perubahan yang terjadi pada remaja laki-laki saat pubertas. Pengetahuan remaja

tentang masa subur relatif masih rendah. Hanya 29 persen wanita dan 32 persen pria memberi jawaban yang benar bahwa seorang

perempuan mempunyai kesempatan besar menjadi hamil pada pertengahan siklus periode haid. Sebesar 14 persen baik remaja

perempuan maupun remaja laki-laki yang mengetahui dengan benar mengenai anemia karena hemoglobin rendah. Pengertian

anemia lainnya yang paling sering disebut adalah kurang darah (remaja perempuan 77 persen dan remaja pria 63 persen). Remaja

yang belum menikah umur 15-24 tahun yang mendengarkan pesan dari radio tentang penundaan usia kawin sebesar 12,9 persen,

informasi tentang HIV/AIDS sebesar 40,8 persen, informasi tentang kondom sebesar 29,6 persen, pencegahan kehamilan sebesar 

23,4 persen, dan Infeksi menular Seksual (IMS) sebesar 18,4 persen.

Page 2: Kajian Profil Penduduk Remaja (10 - 24 Tahun)

7/27/2019 Kajian Profil Penduduk Remaja (10 - 24 Tahun)

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-profil-penduduk-remaja-10-24-tahun 2/4

Policy Brief 

Puslitbang Kependudukan - BKKBN

2

Pendapat remaja tentang umur kawin ideal untuk perempuan 23,1 tahun dan untuk pria 25,9 tahun, sedangkan rata-rata umur 

ideal menikah bagi perempuan 22 tahun dan pria 25 tahun. Pendapat diantara remaja yang tidak tamat SMTA tentang umur ideal

mempunyai anak pertama kali adalah antara 20-24 tahun dan mempunyai 2 anak, yaitu masing-masing 63 persen remaja perempuan

dan 55 persen remaja laki-laki.

Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah adalah meneruskan kebijakan wajib belajar 12

tahun dalam rangka meningkatkan kualitas SDM; kebijakan untuk meningkat kualitas penduduk remaja yg putus sekolah melalui

peningkatan ketrampilan dalam memanfaatkan kesempatan kerja; pelaksanaan kebijakan peningkatan pengetahuan Kesehatan

Reproduksi bagi remaja melalui jalur formal (sekolah, institusi pendidikan), non formal (melalui kelompok-kelompok yang ada

dimasyarakat misalkan Karang Taruna) dan informal (melalui keluarga misalkan: BKR)

Latar BelakangHasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukan bahwa

 jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa, 63,4 juta

diantaranya adalah remaja yang terdiri dari Laki-laki sebanyak

32.164.436 jiwa (50,70 persen) dan perempuan sebanyak

31.279.012 jiwa (49,30 persen). Besarnya jumlah penduduk

kelompok remaja ini akan sangat mempengaruhi pertumbuhan

penduduk di masa yang akan datang. Penduduk kelompok

umur 10-24 tahun perlu mendapat perhatian serius mengingat

mereka masih termasuk dalam usia sekolah dan usia kerja,

mereka akan memasuki angkatan kerja dan memasuki umur 

reproduksi. Apabila tidak dipersiapkan dengan baik remajasangat berisiko terhadap perilaku seksual pranikah. sehingga

akan mengakibatkan LPP yang sangat tinggi untuk beberapa

tahun ke depan.

Remaja yang dalam bahasa Inggris “adolesence”, berasal dari

bahasa latin “adolescere” yang berarti tumbuh menjadi dewasa

atau dalam perkembangan menjadi dewasa. WHO, 1975

mendefinisikan masa remaja sebagai masa terjadinya perubahan

fisik, mental, dan sosial-ekonomi. Melihat jumlah penduduk

remaja yang cukup besar, maka remaja sebagai generasi

penerus bangsa perlu dipersiapkan menjadi manusia yang

sehat secara jasmani, rohani dan mental spiritual. Sebagaimana

telah dikemukakan bahwa usia remaja merupakan fase umur penduduk yang sangat menentukan kualitas penduduk pada

masa depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur 

dewasa sangat tergantung pada masa remajanya. Apabila

umur remaja memperoleh pendidikan formal dan non formal

yang cukup maka kualitas penduduk yang bersangkutan pada

fase umur dewasa akan cenderung lebih baik; dan selanjutnya

akan menghasil kan generasi yang berkualitas. Mengingat

pentingnya penduduk usia remaja maka perlu dilakukan

kajian penduduk usia remaja dari berbagai aspek, seperti

kelompok umur, jenis kelamin, tingkat dan status pendidikan,

status kawin, daerah tempat tinggal serta remaja yang telah

akses dengan lapangan pekerjaan. Adapun tujuan dari kajian

ini adalah diketahuinya gambaran penduduk remaja usia 10-24 tahun tentang karakteristik demografi, sosial-ekonomi dan

pengetahuan sikap perilaku kesehatan reproduksi penduduk

remaja (usia 10-24 tahun). Sumber data yang digunakan Kajian

Profil ini adalah Sensus Penduduk tahun 2010, SDKI-R 2007,

Survei RPJMN tahun 2010 dan Sakernas.

Karakteristik RemajaJika dilihat menurut kelompok umur, tempat tinggal dan jenis

kelamin terlihat bahwa remaja laki-laki dan perempuan pada

setiap kelompok umur di wilayah perkotaan memliki proporsi yang

hampir sama (masing-masing 16.159.001 jiwa dan 16.042.563

 jiwa). Sedangkan pada wilayah pedesaan proporsinya berbeda

antar kelompok umur remaja dimana proporsi terendah adalah

pada kelompok umur 20-24 tahun (8.987.822 jiwa). Hal tersebut

dimungkinkan karena remaja pada kelompok umur tersebut

melakukan migrasi ke wilayah perkotaan untuk melanjutkan

pendidikan yang lebih tinggi ataupun mencari pekerjaan.

Sebagian besar remaja-remaja 10-24 tahun baik laki-laki

maupun perempuan mampu membaca dan menulis huruf latin

(Laki-laki= 31.311.414 jiwa atau 49,35 persen; Perempuan =

30.570.490 jiwa atau 48,19 persen). Persentase remaja laki-laki

yang buta huruf sedikit lebih besar (0,82 persen atau 517.172

 jiwa) daripada remaja perempuan (0,44 persen atau 278.133

 jiwa). Hal ini menunjukkan kesempatan untuk mengenyam

pendidikan sudah semakin merata.

Beberapa hal yang mempengaruhi fertilitas diantaranya adalah

pemakaian KB, rata-rata umur penduduk saat menikah pertama

kali serta lamanya seseorang dalam status perkawinan akan

mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat fertilitas. Pendewasaan

usia perkawinan (PUP) memberikan dampak pada peningkatan

umur kawin pertama yang pada gilirannya akan menurunkan

Total Fertility Rate (TFR). Usia kawin dini menjadi perhatian

penentu kebijakan serta perencana program karena berisiko

tinggi terhadap kegagalan perkawinan, kehamilan usia muda

yang berisiko kematian maternal, serta risiko tidak siap mental

untuk membina perkawinan dan menjadi orangtua yang

bertanggung jawab. Perkawinan diatur dalam Undang-UndangPerkawinan no.1 Tahun 1974: Perkawinan adalah ikatan bathin

antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami

isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Untuk laki-laki minimal sudah berusia 19 tahun, dan untuk

perempuan harus sudah berusia minimal 16 tahun. Perkawinan

usia dini akan berdampak pada rendahnya kualitas keluarga, baik

ditinjau dari sisi ketidak siapan secara psikis dalam menghadapi

persoalan sosial atau ekonomi rumah tangga, maupun kesiapan

fisik bagi calon Ibu remaja dalam mengandung dan melahirkan

bayinya.

Data SP 2010 memberikan gambaran secara umum bahwa 55dari 100 remaja kelompok umur 10-14 tahun ternyata ada yang

sudah kawin, 1 dari 100 remaja umur 10 – 14 tahun pernah

melahirkan hidup antara 1-2 anak, serta 10 dari 1000 remaja

umur 10 – 14 berstatus cerai hidup. Perkawinan di usia muda

ini akan memberikan sumbangan terhadap tingginya kelahiran.

Temuan lain dari kajian tersebut dilihat dari wilayah Perkotaan

dan Perdesaan bahwa penduduk kelompok umur 10-14 tahun

ada yang sudah kawin (18 dari 100 remaja); cerai hidup (2 dari

1000 remaja) dan cerai mati (1 dari 1000 remaja). Meskipun

persen-tasenya relatif kecil namun perlu mendapat perhatian

karena masih terjadi perkawinan di usia kurang dari 14 tahun,

bahkan terjadi didaerah perkotaan yang umumnya akses

dan informasinya lebih banyak dan mudah diperoleh. Hal ini

Page 3: Kajian Profil Penduduk Remaja (10 - 24 Tahun)

7/27/2019 Kajian Profil Penduduk Remaja (10 - 24 Tahun)

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-profil-penduduk-remaja-10-24-tahun 3/4

Policy Brief 

Puslitbang Kependudukan - BKKBN

3

ditunjukkan dengan kejadian kawin muda pada kelompok

remaja umur 15-19 tahun lebih besar pada mereka yang

tinggal di perdesaan (3.53 persen) dibandingkan di perkotaan

(2.81 persen). Berdasarkan Undang-undang Nomor: 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa setiap

anak berhak mendapat kan perlindungan termasuk orang tua

mencegah terjadinya perkawinan pada anak-anak. Untuk itu,

orang tua serta anak perlu mendapatkan sosialisasi agar tidak

terjadi perkawinan muda pada anak remaja.

Dari aspek pendidikan, kebijakan wajib belajar sembilan

tahun yang dilaksanakan pemerintah belum sepe-nuhnya

dimanfaatkan oleh penduduk, lebih dari satu persen atau sekitar 

2,4 juta penduduk usia remaja (7-15 tahun) tidak bersekolah lagi

baik karena putus sekolah maupun karena tidak melanjutkan dari

SD/MI ke SMP/MTS dan dari SMP/MTs ke jenjang pendidikan

menengah disebabkan berbagai alasan, diantaranya karena

tidak dapat membayar uang sekolah, masing-masing 51 persen

remaja perempuan dan 54 persen remaja laki-laki (SDKI-R,

2007). Kondisi tersebut memerlukan perhatian pemerintah

agar pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun dapat

berjalan dengan baik dan dapat meningkatkan kualitas sumber 

daya manusia Indonesia. Pemerintah mulai merintis programWajib Belajar 12 tahun pada 2012 dengan memberikan Bantuan

Operasional Siswa SMA (BOS SMA), dengan harapan tidak ada

lagi remaja usia sekolah tidak bersekolah/putus sekolah.

KetenagakerjaanPenduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk

remaja usia 15-24 tahun, bukan penduduk remaja usia 10-24

tahun, hal ini karena penduduk remaja kelompok umur 10-14

tahun termasuk penduduk remaja yang masih harus sekolah.

Berdasarkan data Sensus Penduduk 2010, Jumlah angkatan

kerja sebanyak 172.070.339 jiwa, 66,06 persen diantaranya

adalah remaja usia 15-24 tahun, jumlah tersebut menunjukkan

bahwa penduduk remaja cukup besar yang termasuk dalamangkatan kerja yang perlu ditingkatkan kualitasnya agar dapat

bener-benar sebagai aset pembangun-an yang potensial dalam

menggerak-kan perekonomian.

Secara umum jumlah angkatan kerja usia 15-24 tahun

lebih banyak diperkotaan (42.138.175 jiwa) dibanding kan

diperdesaan (35.402.013 jiwa). Hal ini disebabkan remaja di

perkotaan ingin mendapatkan kemudahan dalam akses baik

untuk mendapatkan pekerjaan dan mencari pekerjaan maupun

mereka yang karena alasan lain ingin tinggal diperkotaan.

Kecenderungan inipun ditunjukkan bahwa penduduk usia 15-24

tahun yang bekerja diperkotaan jauh lebih besar dibandingkan

dengan diperdesaan, yaitu 445.438 jiwa dibanding 2.116.978 jiwa. Sebaliknya mereka yang mencari pekerjaan diperkotaan

1.877.807 jiwa lebih sedikit dibandingkan mereka yang tinggal

dipedesaan 1.012.109 jiwa. Hal ini kemungkinan terjadi karena

mereka yang tinggal dipedesaan kesulitan mendapatkan

pekerjaan atau remaja tersebut memilih-milih lapangan

pekerjaan yang sesuai/diinginkannya atau keterbatasan dalam

menyediaan lapangan pekerjaan.

Berdasarkan persebaran jumlah penduduk remaja umur 15-

24 tahun menurut provinsi dan kegiatan, terdapat beberapa

provinsi memiliki jumlah penduduk usia 15-24 tahun lebih

besar dibandingkan provinsi lainnya. Provinsi-provinsi dengan

penduduk remaja 15-24 tahun tersebut adalah Jawa Barat

15.509.254 jiwa (20 persen), Jawa Timur 12.132.654 jiwa

(15,65 persen); dan Jawa Tengah 9.927.925 jiwa ( 12,80

persen). Sedangkan Hal ini perlu mendapat perhatian bagi

pemerintah baik pusat maupun daerah agar mereka (penduduk)

yang termasuk angkatan kerja ini dapat dipetakan bagaimana

kondisinya, apakah mereka sudah bekerja, mencari pekerjaan

dan bukan termasuk angkatan kerja.

Provinsi yang mempunyai persentase penduduk usia 15-24

tahun yang bekerja lebih besar dibandingkan dengan provinsilainnya adalah Nusa Tenggara Timur (13,21persen), Kalimantan

Selatan (6,85 persen) dan Sulawesi Tenggara (5,09 persen).

Selain itu persentase yang sedang mencari pekerjaan, tertinggi

ada di provinsi DKI Jakarta (5,15 persen), Kepulauan Riau

(5,03 persen) dan Sulawesi Utara (5,01 persen). Sementara

provinsi dengan persentase penduduk remaja usia 15-24

tahun yang bukan angkatan kerja terbesar adalah Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung (96,97 persen), diikuti tiga provinsi

yaitu Maluku Utara (96,6 persen), Papua (95,97 persen) dan

Sumatera Barat (95,96 persen).

Persentase remaja kelompok umur 20-24 tahun yang mengaku

bekerja sebesar 53,17 persen, dan kelompok umur 15-19 tahun adalah sebesar 11,21 persen. Sedangkan remaja

yang mengaku bukan angkatan kerja sebagian besar (33

persen) berada pada remaja kelompok umur 15-19 tahun,

hal ini kemungkinan banyak remaja yang masih melanjutkan

pendidikan atau bekerja bukan status utamanya. Data lain

menunjukan bahwa 10,52 persen remaja kelompok umur 20-

24 tahun dan 4,56 persen kelompok umur 15-19 tahun yang

menjawab bersedia bekerja apabila ada yang menyediakan

lapangan pekerjaannya.

Diantara remaja yang melakukan kegiatan seminggu yang lalu,

banyak remaja yang bekerja sebagai buruh/ pegawai (48,85

persen) serta remaja yang bekerja dengan berusaha sendiri(12,25 persen). Umumnya remaja yang pada kelompok 20-

24 tahun lebih besar (69,84 persen) dalam melakukan aktifitas

dalam bekerja dibandingkan remaja pada kelompok 15-19

tahun (30,16 persen).

Remaja umur 15-19 tahun yang bekerja bersama keluarga

dan tidak dibayar sebanyak 9,43 persen, sedang kan remaja

kelompok umur 20-24 tahun sebesar 18,16 persen. Perbedaan

yang mencolok terlihat pada remaja yang berusaha sendiri,

yaitu remaja kelompok usia 20-24 tahun (2,78 persen) lebih

besar dibandingkan remaja kelompok umur 15-19 tahun (13,56

persen). Hal ini terjadi karena kelompok remaja yang lebih tua

kemungkinan telah memiliki penge-tahuan dan kemampuan

untuk melakukan aktifitas dalam mendapatkan uang.Sementara itu penduduk remaja umur 15-19 tahun (3,5 persen)

dan kelompok 20-24 tahun (10,96 persen) yang bekerja lepas/

sebagai pekerja bebas, berarti mereka melakukan aktifitas

dalam memperoleh uang namun tidak memiliki kelangsungan

dalam aktifitas tersebut.

Kesehatan ReproduksiUsia remaja adalah masa dimana seseorang berada pada

sebuah kondisi masa peralihan antara anak-anak dan dewasa.

Perubahan yang terjadi pada usia remaja adalah perubahan

secara fisik maupun perubahan non fisik. Hasil SDKI-R tahun

2007 menunjukkan bahwa remaja perempuan yang tidak tahu

tentang perubahan fisik yang terjadi pada anak perempuan

Page 4: Kajian Profil Penduduk Remaja (10 - 24 Tahun)

7/27/2019 Kajian Profil Penduduk Remaja (10 - 24 Tahun)

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-profil-penduduk-remaja-10-24-tahun 4/4

Policy Brief 

Puslitbang Kependudukan - BKKBN

4

Policy Brief ini ditulis oleh Dwi Wahyuni dan Rahmadewi

Isi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Informasi lebih lanjut hubungi:

Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

Gd. Halim 2 Lantai Dasar,

Jl. Permata No. 1 Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur 

Ph. (021) 8098018,8009029 ext. 661,662 | Email. [email protected]

sebanyak 13,3 persen lebih tinggi dibandingkan hasil SDKI-R

tahun 2002/2003 sebesar 10,7 persen. Hampir separuh (47,9

persen) remaja perempuan tidak mengetahui kapan seorang

perempuan memiliki hari atau masa suburnya. Sebaliknya dari

hasil survei yang sama, persentase pengetahuan responden

laki-laki yang mengetahui masa subur seorang perempuan

lebih tinggi (32,3 persen) dibandingkan dengan responden

perempuan (29 persen). Secara nasional remaja yang

mengetahui masa subur dengan benar sebesar 21,6 persen

(RPJMN 2010). Hasil survei RPJMN tahun 2010 menunjukkanremaja yang terpapar informasi PIK-Remaja (Pusat Informasi

dan Konseling Remaja) mencapai 28 persen. Berarti hanya 28

dari 100 remaja yang akses dengan kegiatan yang berkaitan

dengan informasi kesehatan reproduksi.

Departemen kesehatan tahun 2010 mencanangkan target

pengurang an prevalensi Anemia dibawah 20 persen bagi

remaja. Kekurangan zat besi khususnya pada anemia masih

merupakan salah satu permasalahan gizi yang paling tinggi

dan berat bagi Indonesia. Kekurangan zat besi memiliki risiko

meningkatkan kematian diantara wanita penderita anemia jika

terjadi pendarahan berlebihan. Persepsi anemia dikalangan

remaja yang pernah mendengar tentang anemia adalah 70persen remaja perempuan dan 60 persen remaja laki-laki

(SDKI-R, 2007). Sedangkan 14 persen masing-masing laki-laki

dan perempuan memberikan jawaban yang benar mengenai

anemia karena hemoglobin rendah. Hasil survei yang sama,

menurut responden remaja bahwa median umur kawin ideal

untuk perempuan adalah 23,1 tahun dan untuk laki-laki

adalah 25,9 tahun. Sedangkan rata-rata umur ideal menikah

bagi perempuan dan bagi laki-laki masing-masing adalah 22

tahun dan 25 tahun. Informasi tentang umur ideal mempunyai

anak pertama kali adalah antara umur 20-24 tahun. Remaja

perempuan dengan umur muda cenderung mengatakan

bahwa umur ideal mempunyai anak pertama kali pada umur 

20-24 tahun, sedangkan remaja perempuan dengan umur lebih tua berpendapat sebaiknya pada umur 25 tahun atau

lebih. Lebih lanjut waktu ditanyakan jumlah anak yang ideal,

menurut responden perempuan menginginkan punya anak 2

orang anak (63 persen) begitu juga responden laki-laki (55

persen) dari mereka yang berpendidikan tidak tamat SMTA.

Sedangkan rata-rata jumlah anak ideal menurut remaja

perempuan dan laki-laki lebih dari dua anak, masing-masing

2,5 anak dan laki-laki 2,7 anak.

Dari hasil SDKI-R tahun 2007 menunjukkan bahwa pengetahuan

remaja tentang cara paling penting untuk menghindari infeksi

HIV masih terbatas, hanya 14 persen wanita dan 95 pria

menyebutkan pantang berhubungan seks, 18 persen wanitadan 25 persen pria menyebutkan menggunakan kondom, serta

11 persen wanita dan 8 persen pria menyebutkan membatasi

 jumlah pasangan seksual sebagai cara menghindari HIV/AIDS

(SDKI-R 2002-2003).

Rekomendasi dan Implikasi KebijakanBeberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah baik

pusat maupun daerah adalah meneruskan kebijakan wajib

belajar 12 tahun dalam rangka meningkatkan kualitas SDM;

kebijakan untuk meningkatkan kualitas penduduk remaja

yg putus sekolah melalui peningkatan ketrampilan dalam

memanfaatkan kesempatan kerja; perlu digalakkan dan

ditingkatkan pelaksana-an kebijakan dan program peningkatanpengetahuan Kesehatan Reproduksi melalui jalur formal

(sekolah, institusi pendidikan), non formal (melalui kelompok-

kelompok yang ada di masyarakat, misalkan Karang Taruna)

dan informal (melalui keluarga misalkan: BKR)

Daftar Pustaka :1. Badan Pusat Statistik, Hasil Sensus Penduduk tahun

2010

2. Badan Pusat Statistik (BPS) dan ORC Macro. 2003.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007.

Calverton, Maryland, USA: BPS and ORC Macro.3. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keluarga

Berencana, Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional, Survei Indikator Kinerja Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

Program Kependudukan dan KB Nasional Tahun

2010, Jakarta.

4. Badan Pusat Statistik (BPS), BKKBN, Departemen

Kesehatan dan Macro Internasional; Survei Kesehatan

Reproduksi Remaja tahun 2007, Jakarta.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan -------------- Diundangkan

oleh Menteri/Sekretaris Negara Republik Indonesia,

Sudharmono, Sh.Mayor Jenderal TNI, Jakarta, tanggal2 Januari 1974

6. H. Muhammad Basir Palu, Dr, Sp.A, MH.A, Deputi

Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan

Rerpoduksi, BKKBN, Pendewasaan Usia Perkawinan

dan Hak-Hak Reproduksi Bagi Remaja Indonesia,

Jakarta, Oktober 2008

7. Undang-undang Nomor: 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak,--------------- Diundangkan oleh

Sekretaris Negara Republik Indonesia, Bambang

Kesowo, Jakarta, tanggal 22 Oktober 2002.