KAJIAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN SEPTANTY DIAH BAYU WITRY MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
118
Embed
KAJIAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI … · ABSTRAK SEPTANTY DIAH BAYU WITRY, C44051476. Kajian Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Kabupaten
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KAJIAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI MUNCAR KABUPATEN
BANYUWANGI SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN
SEPTANTY DIAH BAYU WITRY
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kajian Produksi Hasil Tangkapan
Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Kabupaten Banyuwangi
sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan adalah karya saya sendiri dengan arahan
dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya
ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka bagian akhir skripsi
ini.
Bogor, Januari 2011
Septanty Diah Bayu Witry
ABSTRAK
SEPTANTY DIAH BAYU WITRY, C44051476. Kajian Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Kabupaten Banyuwangi sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan. Dibimbing oleh ERNANI LUBIS dan THOMAS NUGROHO.
PPP Muncar merupakan pelabuhan perikanan di Kabupaten Banyuwangi dengan daerah penangkapan ikan berpotensi tinggi. Sebagian besar hasil tangkapannya diolah kembali di Muncar sehingga Muncar berkembang ke dalam sektor industri pengolahan ikan, maka ketersediaan bahan bakunya harus kontinyu dan kualitasnya harus terjamin. Penelitian ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang produksi hasil tangkapan yang didaratkan dan pendistribusiannya, mengetahui kebutuhan bahan baku utama industri pengolahan ikan, serta mendapatkan besaran proyeksi produksi hasil tangkapan didaratkan di PPP Muncar tahun 2011-2020. Metode penelitian ini adalah metode kasus dengan aspek yang diteliti adalah aspek produksi hasil tangkapan di PPP Muncar sebagai bahan baku industri. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa volume dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar cenderung meningkat masing-masing sebesar 43,86% dan 33,62% pada tahun 1999-2008. Jenis ikan yang paling banyak dibutuhkan oleh industri pengolahan ikan di Muncar adalah lemuru, layang, dan tongkol. Bahan baku industri pengolahan di wilayah Muncar 89% berasal dari PPP Muncar. Pendistribusian hasil tangkapan langsung ditujukan kepada industri dan konsumen atau melalui perantara ke wilayah Muncar dengan menggunakan truk, sepeda motor, becak motor, dan becak, serta daerah Pulau Jawa dan Bali. Hasil proyeksi untuk volume produksi ikan lemuru dan layang menunjukkan peningkatan pada tahun 2011-2020, sedangkan ikan tongkol menunjukkan penurunan. Alternatif untuk ikan tongkol yang hasil proyeksi produksinya menurun dan tidak mencukupi kebutuhan industri, dapat didatangkan dari luar daerah, yaitu dari wilayah Bali dan Jawa Timur, atau dengan menggunakan ikan jenis lain.
Kata kunci: bahan baku, industri pengolahan ikan, produksi hasil tangkapan, proyeksi, PPP Muncar
atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
KAJIAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI MUNCAR KABUPATEN
BANYUWANGI SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN
SEPTANTY DIAH BAYU WITRY
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
Judul Skripsi : Kajian Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Kabupaten Banyuwangi sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan
Nama : Septanty Diah Bayu Witry
NRP : C44051476
Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr.Ir. Ernani Lubis, DEA Thomas Nugroho, S.Pi, M.Si NIP: 19561123 198203 2 002 NIP: 19700414 200604 1 020
Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Kajian Produksi Hasil
Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Kabupaten
Banyuwangi sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan. Penelitian dilakukan pada
bulan Mei 2009 yang bertempat di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr.Ir. Ernani Lubis, DEA dan Thomas Nugroho S.Pi, M.Si. selaku dosen
pembimbing atas segala saran dan arahan selama penelitian;
2. Dr.Ir. Anwar Bey Pane, DEA selaku dosen penguji tamu atas saran dan
arahannya;
3. Dr.Ir. Mohammad Imron, M.Si. selaku Ketua Komisi Pendidikan;
4. Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. selaku Ketua Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan;
5. Kedua orang tua dan kakak yang tak henti-hentinya memberikan doa dan
motivasi;
6. Staf UPT PPP Muncar, staf TPI Pelabuhan, dan Staf Dinas Perikanan dan
Kelautan Banyuwangi;
7. Seluruh dosen dan staf Departemen PSP yang telah memberikan arahan dan
dukungan hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini;
8. Teman-teman PSP 42 untuk dukungan dan semangat.
Penulis menyadari bahwa skripi ini masih jauh dari sempurna sehingga
diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripi
ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2011
Septanty Diah Bayu Witry
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tarakan pada tanggal 17
September 1987 dari Bapak Diyono dan Ibu Juriah. Penulis
merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Pada tahun 1991 penulis mengawali pendidikan di
Taman Kanak-kanak Kemala Bhayangkari Tarakan. Pada
tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di
Sekolah Dasar Negeri Batu Ampar 05 dan melanjutkan
pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 49 Jakarta. Pada
tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri 62 Jakarta.
Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar sebagai mahasiswa
Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjadi
mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan organisasi, antara lain pernah menjabat
sebagai anggota Departemen Kewirausahaan HIMAFARIN periode 2006-2007
dan menjabat sebagai anggota Departemen Penelitian dan Pengembangan
Keprofesian HIMAFARIN periode 2007-2008.
Pada tahun 2009, penulis melakukan penelitian yang berjudul "Kajian
Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar
Kabupaten Banyuwangi sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan" sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Mayor Teknologi dan
Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi
DAFTAR ISTILAH ...................................................................................... xii
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Permasalahan.................................................................................... 2 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 3 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 3
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan ............................... 4 2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan ........................................... 4 2.1.2 Pengertian pelabuhan perikanan pantai ................................. 5 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan ............................................................. 6 2.3 Produksi Hasil Tangkapan ................................................................ 8 2.3.1 Pengertian produksi hasil tangkapan..................................... 8 2.3.2 Faktor-faktor produksi.......................................................... 8 2.4 Distribusi/Pemasaran ....................................................................... 10 2.5 Industri Pengolahan Ikan ................................................................. 12
III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 15 3.2 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ....................................... 15 3.3 Analisis Data ................................................................................... 19 3.3.1 Analisis terhadap produksi hasil tangkapan didaratkan dan pendistribusiannya ........................................................ 19 3.3.2 Analisis kebutuhan bahan baku industri pengolahan ikan di dalam dan sekitar PPP Muncar ................................ 20
3.3.3 Analisis proyeksi produksi hasil tangkapan selama 10 tahun (2011-2020) ............................................. 20
IV KEADAAN UMUM
4.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi ......................................... 23 4.1.1 Keadaan geografis, topografis, iklim, dan penduduk ........... 23 4.1 2 Keadaan umum perikanan Kabupaten Banyuwangi ............ 25 4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Muncar .................................. 28 4.2.1 Letak PPP Muncar ............................................................. 28 4.2.2 Potensi perairan laut ........................................................... 30 4.2.3 Unit penangkapan ikan ....................................................... 30 4.2.4 Produktivitas unit penangkapan ikan .................................. 36
5.1 Produksi Hasil Tangkapan dan Pendistribusiannya ......................... 60 5.1.1 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan ........................ 61 5.1.2 Pendistribusian hasil tangkapan .......................................... 66 5.2 Kebutuhan Bahan Baku Utama Industri Pengolahan Ikan di Dalam dan di Sekitar PPP Muncar .............................................. 68 5.2.1 Asal bahan baku kebutuhan industri ................................... 70 5.2.2 Keberlanjutan ketersediaan bahan baku .............................. 71 5.3 Proyeksi Produksi Hasil Tangkapan Sepuluh Tahun ke Depan ........ 72 5.3.1 Proyeksi produksi hasil tangkapan (lemuru, layang, dan tongkol) ............................................. 73 5.3.2 Model proyeksi dekomposisi multiplikatif .......................... 85
1 Sebaran penduduk menurut mata pencaharian sektor perikanan Kabupaten Banyuwangi tahun 2007 .......................................................... 24
2 Perkembangan armada perikanan Kabupaten Banyuwangi tahun 2006-2007 ....................................................................................... 26
3 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Banyuwangi tahun 2007 ...................... 26
4 Jumlah nelayan di Kabupaten Banyuwangi tahun 2006-2007 ................... 27
5 Perkembangan volume produksi hasil tangkapan Kabupaten Banyuwangi tahun 2006-2007 .................................................................. 27
6 Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan di PPP Muncar tahun 1999-2008 .................................................................. 30
7 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Muncar tahun 1999-2008 ....... 33
8 Jenis dan jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 2008 ............................... 35
9 Perkembangan jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 1999-2008 ............... 36
10 Jenis fasilitas PPP Muncar ........................................................................ 59
11 Jenis, volume, dan nilai produksi ikan dominan PPP Muncar tahun 2008 ............................................................................................... 60
12 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan PPP Muncar tahun 1999-2008 ...................................................................................... 61
13 Volume dan nilai produksi PPP Muncar dan Kabupaten Banyuwangi tahun 1999-2008 ...................................................................................... 64
14 Kapasitas produksi dan kebutuhan bahan baku industri pengolahan ikan di wilayah.Muncar, Januari-Agustus 2008 ......................................... 69
15 Bahan baku yang diperoleh industri pengolahan ikan di Kecamatan Muncar, Januari-Agustus 2008 ................................................ 69
16 Kontinuitas jenis-jenis ikan dominan yang didaratkan di PPP Muncar selama 12 bulan tahun 2008 ..................................................................... 72
17 Proyeksi jumlah hasil tangkapan 3 jenis dominan tahun 2011-2020 ........... 73
18 Proyeksi produksi ikan lemuru tahun 2011-2020 ....................................... 76
19 Tingkat mutu ikan lemuru sebagai bahan baku industri pengolahan ikan ........................................................................................ 78
20 Proyeksi produksi ikan layang tahun 2011-2020 ........................................ 81
21 Proyeksi produksi ikan tongkol tahun 2011-2020 ...................................... 84
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Peta lokasi penelitian ................................................................................. 15
2 Peta wilayah Kecamatan Muncar tahun 2008 ........................................... 29
3 Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan di PPP Muncar tahun 1999-2008 .................................................................. 31
4 Jumlah kapal/perahu perikanan berdasarkan jenisnya tahun 2008 ............. 32
5 Perkembangan alat tangkap dominan di PPP Muncar tahun 1999-2008 .... 34
6 Jumlah alat tangkap per jenis di PPP Muncar tahun 2008 ......................... 34
7 (i) Pendaratan hasil tangkapan kapal purse seine tahun 2009 ................. 38 (ii) Pengangkutan hasil tangkapan dari kapal tahun 2009 ........................ 38
8 (i) Penjualan ikan di TPI tahun 2009 ...................................................... 39 (ii) Penimbangan lemuru berkualitas rendah dalam keranjang di TPI
tahun 2009 ....................................................................................... 39
9 (i) Alat timbangan milik pedagang di TPI tahun 2009 ............................ 42 (ii) Becak angkut tahun 2009 .................................................................. 42
10 Pemindahan alat tangkap purse seine tahun 2009 ..................................... 44
11 Pengangkutan es dengan truk tahun 2009 ................................................. 45
12 Struktur organisasi UPT PPP Muncar tahun 2008 ..................................... 47
13 (i) dan (ii) Lahan penjemuran ikan tahun 2009 ......................................... 52
14 Dermaga (i) di sebelah Barat tahun 2009 ................................................. 53 (ii) jetty/pier di sebelah Timur tahun 2009 ................................ 53
15 (i) Pendangkalan kolam pelabuhan tahun 2009 ....................................... 53 (ii) Kapal bertambat di luar kolam tahun 2009 ......................................... 53
16 Breakwater tipe timbunan tahun 2009 ....................................................... 54
17 Perbengkelan di PPP Muncar tahun 2009 .................................................. 55
18 Perkembangan volume dan nilai produksi PPP Muncar tahun 1999-2008 ...................................................................................... 65
19 Alur distribusi hasil tangkapan di PPP Muncar tahun 2009 ........................ 68
20 Perkembangan produksi per bulan ikan lemuru di PPP Muncar tahun 1999-2008 ....................................................................................... 75
21 Perkembangan produksi per bulan ikan layang di PPP Muncar tahun 1999-2008 ....................................................................................... 80
22 Perkembangan produksi per bulan ikan tongkol di PPP Muncar tahun 1999-2008 ....................................................................................... 83
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Lay out PPP Muncar tahun 2009 .............................................................. 94
3 Foto aktivitas-aktivitas di PPP Muncar ...................................................... 97
4 Data volume produksi jenis ikan dominan di PPP Muncar tahun 1999-2008 ...................................................................................... 99
5 Dekomposisi rasio terhadap rata-rata bergerak 3 bulan ............................. 102
6 Penghitungan indeks musim ..................................................................... 111
7 Proyeksi volume produksi hasil tangkapan PPP Muncar tahun 2011-2020 ...................................................................................... 114
xii
DAFTAR ISTILAH
Anak Buah Kapal (ABK) adalah orang yang bekerja di kapal yang bertugas mengemudikan kapal atau membantu dalam operasi, perawatan, atau pelayanan dari sebuah kapal. Ambaan atau cegatan adalah istilah di Banyuwangi yang diartikan sebagai uang jaminan yang diberikan oleh pedagang ikan atau pengelola industri pengolahan ikan kepada nelayan sebelum melaut yang bertujuan agar hasil tangkapan nelayan dijual kepada pihak yang membayar cegatan dan tidak dijual kepada pedagang lain. Belantik adalah istilah lokal bagi pedagang ikan atau pedagang kecil. Bollard adalah suatu bentuk konstruksi di dermaga yang berfungsi untuk menambatkan kapal. Breakwater atau pemecah gelombang adalah suatu struktur bangunan kelautan yang berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah di sekitar pantai terhadap pengaruh gelombang laut. Cold storage adalah ruangan penyimpanan ikan yang mempunyai temperatur sekitar -30, -45, sampai -60°C sehingga ikan menjadi beku. Fishing base adalah pangkalan pendaratan tempat hasil tangkapan didaratkan. Fishing ground adalah daerah penangkapan ikan. Gillnet atau jaring insang adalah alat penangkap ikan berupa selembar jaring berbentuk empat persegi panjang, berukuran mata jaring sama di seluruh bagian jaring yang menangkap ikan dengan cara terjerat pada bagian insang. Gross tonnage (GT) adalah perhitungan volume semua ruang yang terletak di bawah geladak kapal ditambah dengan volume ruangan tertutup yang terletak di atas geladak ditambah dengan isi ruangan beserta semua ruangan tertutup yang terletak di atas geladak paling atas (superstructure). Hasil tangkapan (HT) adalah komponen ikan yang ditangkap dengan alat tangkap tertentu. Industri Kepelabuhanan Perikanan (IKP) adalah industri perikanan yang berada di wilayah pelabuhan perikanan. Indian Ocean Dipole Mode (IODM) adalah suatu pola variabilitas di Samudera Hindia, dimana suhu permukaan laut (SPL) yang lebih rendah dari biasanya ditemukan di lepas pantai barat Sumatera dan SPL yang lebih hangat terdapat di
xiii
sebagian besar barat Samudera Hindia, yang diikuti oleh anomali angin dan presipitasi. IODM positif adalah peristiwa IODM yang terjadi dengan angin zonal yang bertiup kencang dari arah timur dan kekuatan anginnya lebih tinggi daripada saat IODM negatif. Kudung adalah istilah lokal untuk keranjang besar yang terbuat dari bambu dan berkapasitas 125 kg yang digunakan sebagai wadah ikan. Manol adalah istilah lokal bagi buruh yang mengangkut hasil tangkapan, es balok, atau mesin kapal, yang bekerja di pelabuhan. Over fishing adalah kondisi dimana jumlah ikan yang tertangkap melebihi jumlah ikan yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok ikan; jumlah upaya penangkapan yang melebihi upaya maksimum. Pelabuhan Perikanan (PP) adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan, serta berfungsi untuk berlabuh dan bertambatnya kapal yang hendak bongkar muat hasil tangkapan ikan atau mengisi bahan perbekalan melaut. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) adalah tempat berlabuh atau bertambatnya perahu-perahu penangkapan ikan tradisional dengan hasil tangkapan yang didaratkan ditujukan terutama untuk pemasaran lokal, dan memiliki kriteria tersedianya lahan seluas 10 Ha, diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan <30 GT, melayani kapal-kapal perikanan 15 unit/hari, jumlah ikan yang didaratkan ≥10 ton/hari, dekat dengan pemukiman nelayan, serta tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran, dan lahan kawasan industri perikanan. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) adalah pelabuhan perikanan yang diperuntukkan bagi nelayan yang beroperasi di perairan pantai, yang memiliki kriteria tersedianya lahan seluas 10-30 Ha, diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan <50 GT, melayani kapal-kapal perikanan 25 unit/hari, jumlah ikan yang didaratkan 50 ton/hari, serta tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran, dan lahan kawasan industri perikanan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah anggaran pendapatan yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lainnya. Pengambeg adalah istilah lokal bagi pedagang perantara, pihak yang menjualkan hasil tangkapan nelayan kepada pihak industri. Pengepul adalah istilah lokal pedagang pengumpul yang menerima penjualan hasil tangkapan dari nelayan kecil atau belantik dan menjualnya kepada pihak industri.
xiv
Pengujur atau alang-alang adalah istilah lokal yang berarti orang yang meminta sedikit hasil tangkapan kepada nelayan secara gratis atau memungut hasil tangkapan yang terjatuh. Perishable adalah barang-barang yang tidak tahan lama dapat/mudah menjadi busuk, umumnya berupa makanan. R2 adalah kemampuan data untuk menginterpretasikan data dengan keadaan nyata di lapangan. Single Side Band (SSB) adalah salah satu unit radio telekomunikasi. Slipway adalah tempat untuk memperbaiki bagian lunas kapal. Trend adalah gambaran perilaku data dalam jangka panjang yang dapat bersifat menaik, menurun, atau tidak berubah. Sumberdaya ikan adalah potensi semua jenis ikan di suatu wilayah. Upwelling adalah penaikan massa air laut dari lapisan dalam ke lapisan permukaan yang membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas tinggi, dan zat-zat hara. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) adalah jalur laut sepanjang 200 mil laut yang diukur dari garis pangkal pulau terluar Indonesia.
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan laut sangat penting untuk dikonsumsi karena merupakan sumber
protein yang berguna bagi kesehatan. Ikan juga berfungsi sebagai bahan baku
industri pengolahan. Peluang pasar hasil tangkapan dari laut pun masih terbuka
lebar, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk menembus
pasar global yang dapat menambah devisa negara. Menurut Bappeprop Jatim
(2009), volume ekspor hasil perikanan nasional pada tahun 2007 adalah 217 ribu
ton dengan nilai USD 580 juta atau memberikan kontribusi 25,7 persen dari total
ekspor hasil laut nasional. Kontribusi nilai ekspor dari Laboratorium
Pengendalian dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Dinas Perikanan
Jatim, pada tahun 2007 sebesar Rp13 milyar (PAD) dengan volume 98 ribu ton.
Pelabuhan perikanan merupakan tempat pendaratan hasil tangkapan dan
awal pemasarannya. Produksi hasil tangkapan dapat mempengaruhi fungsionali-
sasi dari suatu pelabuhan perikanan. Kajian mengenai produksi hasil tangkapan di
suatu pelabuhan juga sangat penting dilakukan untuk menentukan sejauh mana
industri perikanan dapat berkembang, baik yang berlokasi di dalam pelabuhan
maupun di luar/sekitar pelabuhan.
Salah satu pelabuhan perikanan di Kabupaten Banyuwangi adalah PPP
Muncar yang memiliki daerah penangkapan ikan yang relatif dekat, yaitu di
perairan sekitar Banyuwangi. Perairan Banyuwangi masih memiliki peluang
potensi perikanan yang amat besar untuk dioptimalkan. Peluang ini terlihat dari
peningkatan hasil tangkapan dari beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2004
perairan Banyuwangi telah berkontribusi sebesar 27.489.772 kg dengan nilai Rp
59,3 milyar, lalu pada tahun 2006 naik menjadi 62.294.281 kg dengan nilai 93,2
milyar (Martadi, 2009). Menurut Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber Daya
Ikan Laut atau KNPSSDIL, perairan Banyuwangi termasuk di dalam sebagian
wilayah pengelola perikanan (WPP) Samudera Hindia yang meliputi perairan
selatan Jawa dan Selat Bali. Perairan Selatan Jawa dan Selat Bali memiliki
potensi lestari sumber daya ikan sebesar 743,83 ribu ton per tahun (Anonymous
1998a, vide Wijaya, 2002). Daerah penangkapan nelayan Muncar berada di
Perairan Selat Bali yang berhubungan langsung dengan Samudera Hindia dimana
potensi sumber daya ikannya masih dapat dimanfaatkan dan berkualitas ekspor.
Menurut Indrawati (2000), Perairan Selat Bali merupakan fishing ground bagi
armada penangkapan ikan yang tersebar di Jawa Timur bagian Timur, dimana
Selat Bali merupakan salah satu daerah penangkapan ikan di perairan Indonesia
yang mempunyai potensi sumber daya yang cukup besar dalam bidang perikanan.
Sebagian besar produksi ikan hasil tangkapan di Muncar diproses atau diolah
kembali di daerah Muncar. Sektor perikanan laut di Muncar dapat mendukung
pengembangan industri pengolahan ikan sehingga selain ketersediaan bahan
bakunya harus kontinyu, kualitasnya juga harus terjamin.
Muncar merupakan daerah yang mempunyai produksi perikanan terbesar di
daerah Banyuwangi, dimana lebih dari 90% seluruh produksi perikanan
Banyuwangi didaratkan di Muncar (Rasyid, 2008). Beberapa waktu lalu
diterbitkan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 5 Tahun
2008. Ketentuan tersebut mewajibkan semua ikan yang ditangkap di perairan
Indonesia dibongkar dan diolah di wilayah negara ini. Artinya, tidak ada lagi
ekspor ikan segar atau gelondongan, kecuali 14 jenis ikan, seperti tuna dan kerapu
bebek, untuk keperluan sashimi (Wawa, 2007).
Penelitian mengenai kajian produksi hasil tangkapan didaratkan di PPP
Muncar belum pernah dilakukan. Penelitian lain yang pernah dilakukan antara
lain tentang pendugaan hasil tangkapan ikan lemuru dan pendataan hasil
tangkapan yang dilakukan saat PPP Muncar masih berstatus pangkalan pendaratan
ikan.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang kajian produksi hasil tangkapan didaratkan di Pelabuhan
Perikanan Pantai Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur.
1.2 Permasalahan
Belum diketahui secara jelas mengenai produksi hasil tangkapan yang
digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan ikan di PPP Muncar dan
sekitarnya serta pendistribusiannya.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
(1) Mendapatkan informasi tentang produksi hasil tangkapan yang didaratkan di
......PPP Muncar dan pendistribusiannya.
(2) Mengetahui kebutuhan bahan baku utama industri pengolahan ikan di dalam
......dan di sekitar PPP Muncar.
(3) Mendapatkan besaran proyeksi produksi hasil tangkapan didaratkan di PPP
Muncar tahun 2011-2020.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
(1) Memberikan informasi tentang produksi hasil tangkapan yang didaratkan bagi
......pihak-pihak yang membutuhkan, antara lain pihak pengelola pelabuhan dan
..... para investor industri pengolahan ikan.
(2) Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan pengembangan
produksi pelabuhan perikanan bagi Ditjen Perikanan Tangkap, Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi, dan Pengelola PPP Muncar.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan
2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan
Menurut Ditjen Perikanan Deptan RI, pelabuhan perikanan adalah
pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat baik dilihat dari
aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya. Menurut Deptan dan
Dephub, pelabuhan perikanan sebagai tempat pelayanan umum bagi masyarakat
nelayan dan usaha perikanan, sebagai pusat pembinaan dan peningkatan kegiatan
ekonomi perikanan yang dilengkapi dengan fasilitas di darat dan di perairan
sekitarnya untuk digunakan sebagai pangkalan operasional tempat berlabuh,
bertambat, mendaratkan hasil, penanganan, pengolahan, distribusi dan pemasaran
hasil perikanan (BAPPENAS, 2008).
Lubis (2006) mengemukakan bahwa pelabuhan perikanan adalah suatu
wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai
pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas
sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan, serta berfungsi untuk berlabuh
dan bertambatnya kapal yang hendak bongkar muat hasil tangkapan ikan atau
mengisi bahan perbekalan melaut. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994),
pelabuhan perikanan merupakan prasarana yang mendukung peningkatan
pendapatan nelayan juga sekaligus mendorong investasi di bidang perikanan.
Selanjutnya dapat ditarik kesimpulan bahwa pelabuhan perikanan merupakan
pusat pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan
dan pemasaran, baik berskala lokal, nasional, maupun internasional. Menurut
Direktorat Jenderal Perikanan (1994), aspek-aspek tersebut adalah:
1) Produksi, yaitu bahwa pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan untuk
melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan
perbekalan melaut sampai membongkar hasil tangkapannya.
2) Pengolahan, yaitu bahwa pelabuhan perikanan menyediakan sarana-sarana
yang dibutuhkan untuk mengolah hasil tangkapannya.
3) Pemasaran, yaitu bahwa pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpulan
dan tempat awal pemasaran hasil tangkapannya.
5
Pengembangan ekonomi perikanan tersebut hendaknya ditunjang oleh industri
perikanan baik hulu maupun hilir dan pengembangan sumber daya manusia
khususnya masyarakat nelayan (Lubis, 2006).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:
PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, Pelabuhan Perikanan dibagi
menjadi 4 kategori utama, yaitu PPS (Pelabuhan Perikanan Samudera), PPN
(Pelabuhan Perikanan Nusantara), PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai), dan PPI
(Pangkalan Pendaratan Ikan). Pelabuhan tersebut dikategorikan menurut kapasitas
dan kemampuan masing-masing pelabuhan untuk menangani kapal yang datang
dan pergi serta letak dan posisi pelabuhan (Direktorat Pelabuhan Perikanan,
2005b).
2.1.2 Pengertian pelabuhan perikanan pantai
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) adalah pelabuhan perikanan yang
diperuntukkan bagi nelayan yang beroperasi di perairan pantai, mempunyai
perlengkapan untuk menangani dan/atau mengolah ikan sesuai dengan
kapasitasnya (Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, 2004 vide BAPPENAS,
2008).
Karakteristik pelabuhan perikanan pantai berdasarkan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006 antara lain memiliki kriteria
PP sebagai berikut:
1) Daerah operasional kapal ikan yang dilayani: perairan pedalaman, perairan
kepulauan, laut teritorial, wilayah ZEEI.
2) Fasilitas tambat/labuh kapal: 10-30 GT.
3) Panjang dermaga dan kedalaman kolam: 100-150 m dan >2 m.
4) Kapasitas menampung kapal: >300 GT (ekivalen dengan 30 buah kapal
berukuran 10 GT).
5) Ekspor ikan: tidak ada.
6) Luas lahan: 5-15 ha.
7) Fasilitas pembinaan mutu hasil perikanan: tidak ada.
8) Tata ruang (zonasi) pengolahan/pengembangan industri perikanan: ada.
(Direktorat Pelabuhan Perikanan. 2005b).
6
Selanjutnya dikatakan dalam Kebijakan, Strategi dan Program Kerja
Pengembangan Sentra-Sentra Perikanan, DKP tahun 2002, bahwa tanggung jawab
pengelolaan pelabuhan perikanan pantai (Ps. 22. UU. Desentralisasi th.1999)
dipegang oleh propinsi. Peraturan untuk pelabuhan perikanan pantai ini antara
lain Ijin Tonage Kapal (PP No. 141 th. 2000) sebesar 10-30 GT, Ijin Mesin Kapal
(PP No. 141 th. 2000) sebesar >30-90 HP, dan Ijin Daerah Tangkapan sejauh 4-12
mil laut (Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, 2004 vide BAPPENAS, 2008).
Menurut Lubis (2006), lokasi pelabuhan perikanan pantai dicirikan oleh
kondisi:
1) Daerah yang sudah berkembang dan mempunyai daya serap tinggi terhadap
jumlah ikan yang didaratkan;
2) Pelabuhan perikanan tumbuh menjadi tempat pemusatan produk ikan dari
berbagai daerah sekitar perkampungan nelayan (fisheries community) untuk
didistribusikan ke hinterland atau interinsuler, dalam bentuk ikan segar atau
ikan olahan melalui darat atau laut;
3) Volume ikan yang didaratkan mencapai skala ekonomis bagi pengembangan
usaha perikanan tangkap, perdagangan dan industri pengolahan pasca panen;
4) Kapal ikan telah menggunakan tingkat teknologi maju yang beroperasi di
perairan sekitar lokasi (lebih 4 mil s/d 12 mil) atau wilayah perikanan lainnya.
Karakteristik kapal akan didominasi pada ukuran yang lebih besar (>10 GT).
2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan
Salah satu fungsi umum pelabuhan ialah fungsi untuk menangani barang-
barang yang pusat penggerak sirkulasinya ada di hinterland. Fungsi ini terbagi
menjadi fungsi transit dan fungsi industri. Fungsi industri dapat terjadi karena
pelabuhan memberikan pelayanan terhadap pabrik-pabrik industri yang terletak di
wilayah pelabuhan. Keuntungan dari pabrik-pabrik industri yang berlokasi di
pelabuhan bahwa barang-barang yang dihasilkan oleh pabrik tersebut bila akan
didistribusikan melalui transportasi laut, pengangkutannya tidak memerlukan
perantara atau biaya transportasi dari pabrik ke pelabuhan (Lubis, 2006).
Menurut Lubis et al. (2010), fungsi pelabuhan perikanan ditinjau dari segi
aktivitasnya secara khusus adalah merupakan pusat kegiatan ekonomi perikanan
7
baik ditinjau dari aspek produksi, pengolahan, maupun pemasaran. Aspek
tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1) Aspek produksi
Dalam hal ini pelabuhan perikanan lebih ditekankan sebagai pemusatan sarana
dan kegiatan produksi antara lain: tempat pemusatan armada penangkapan
untuk mendaratkan hasil tangkapan, menyediakan tempat berlabuh yang aman,
menjamin kelancaran membongkar hasil tangkapan, menyediakan suplai
logistik.
2) Aspek pengolahan
Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk membina peningkatan mutu serta
pengendalian mutu ikan dalam menghindari kerugian dari pasca tangkap.
3) Aspek pemasaran
Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang
menguntungkan nelayan. Dengan demikian struktur pemasaran dari tempat
pelelangan ikan ke konsumen harus diorganisir secara baik dan teratur.
Menurut Nugroho (2008), ditinjau dari aspek sosial ekonomi nelayan,
keberadaan pelabuhan perikanan dan pemanfaatannya mendorong tumbuhnya
industri pengolahan ikan. Faktor yang mendorong tumbuhnya industri
pengolahan ikan antara lain ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas yang
terjamin, peluang pasar yang ditandai oleh tingginya permintaan masyarakat
terhadap produk olahan perikanan, dan dukungan pemerintah. Selain itu
pemanfaatan pelabuhan perikanan sebagai pusat pemasaran dan distribusi hasil
tangkapan nelayan diindikasikan dengan adanya tempat pelelangan ikan dan pasar
ikan. Tempat pelelangan ikan menjadi tempat pertemuan antara nelayan dengan
calon pembeli. Melalui mekanisme pelelangan, pemasaran hasil tangkapan
nelayan lebih terjamin. Pasar ikan dapat berkembang di sekitar pelabuhan
perikanan yang merupakan tempat pertemuan antara nelayan, pedagang, dan calon
konsumen atau calon pembeli.
Fungsi pelabuhan perikanan menurut UU No. 31 Tahun 2004 adalah
tempat:
1) Tambat-labuh kapal perikanan
2) Pendaratan ikan
8
3) Pemasaran dan distribusi ikan
4) Pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan
5) Pengumpulan data tangkapan
6) Pelaksanaan penyuluhan serta pengembangan masyarakat nelayan, dan
7) Memperlancar kegiatan operasional kapal perikanan.
2.3 Produksi Hasil Tangkapan
2.3.1 Pengertian produksi hasil tangkapan
Dalam pengertian ekonomi, produksi dan distribusi (marketing) adalah
kegiatan yang bertalian dengan penciptaan atau penambahan kegunaan daripada
barang dan jasa (Hanafiah dan Saefuddin, 2006). Menurut Lubis et al. (2010)
produksi hasil tangkapan merupakan aspek penting di pelabuhan perikanan yang
harus diperhatikan karena produksi sebagai salah satu indikasi tingkat
fungsionalisasi suatu pelabuhan perikanan (PP) atau pangkalan pendaratan ikan
(PPI). Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pengelola PP/PPI dari aspek produksi
perikanan adalah jumlah, jenis dan ukuran, serta kualitasnya.
2.3.2 Faktor-faktor produksi
Menurut Pane (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan di
pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan adalah:
1) Ikan yang didaratkan, antara lain:
(1) Jenis ikan, yaitu pelagis atau demersal dan ikan dikelompokkan menurut
kelompok sumber daya ikan. Jenis ikan mempengaruhi penangkapan,
seleksi, dan cara penanganan, harga ikan, serta kegiatan jenis pengolahan
di pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan (pabrik yang
dibangun).
(2) Ukuran ikan, yang akan mempengaruhi penanganan ikan, yaitu pada
seleksi, bentuk penanganan (ukuran keranjang), jumlah es dan garam yang
dipakai, harga ikan, pengaturan tata ruang cool room, serta transportasi
ikan (ukuran dan pengaturan ruang transportasi).
(3) Volume pendaratan, yaitu mempengaruhi fasilitas, aktivitas, dan
manajemen pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan.
9
2) Faktor kepelabuhanan perikanan, yang mempengaruhi produksi:
(1) Kondisi, jumlah, dan jenis fasilitas yang ada.
(2) Kemampuan pengelolaan pelabuhan perikanan, yaitu: pelabuhan perikanan
(Perum, UPT); tempat pelelangan ikan (TPI); fasilitas komersial dan non
komersial; serta kebijakan.
(3) Pengelolaan unit-unit kegiatan dan transportasi.
(4) Organisasi dan penunjang lainnya seperti perbankan, serta asosiasi buruh
dan nahkoda.
3) Faktor penangkapan ikan, yang mempengaruhi produksi:
(1) Kondisi kenelayanan atau usaha penangkapan ikan;
(2) Kondisi armada (unit penangkapan);
(3) Kondisi alam perairan;
(4) Kemampuan pengelolaan operasi penangkapan: nelayan dan pengusaha
atau perusahaan.
4) Persaingan antar pelabuhan perikanan
(1) Harga yang lebih tinggi;
(2) Pelayanan pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan;
(3) Kebutuhan jenis ikan tertentu di suatu pelabuhan perikanan;
(4) Fasilitas yang lebih baik dan lengkap;
(5) Keterkaitan hubungan dengan pemilik modal.
5) Kebijakan pemerintah tentang:
(1) Peraturan sumber daya ikan;
(2) Peraturan penangkapan;
(3) Lain-lainnya: fasilitas pelabuhan perikanan, harga ikan, pengolahan
pelabuhan perikanan dan TPI.
Menurut Lubis et al. (2010), usaha-usaha pengolahan/industri perikanan
akan kekurangan bahan baku ikan bila produksi sedikit atau volume produksi
yang didaratkan belum mencapai target klasifikasi pelabuhan, sehingga usaha-
usaha pengolahan/industri perikanan harus mencari ikan ke tempat lain di luar
PP/PPI tersebut. Oleh karena itu pihak pengelola pelabuhan harus dapat
menyediakan produksi ikan secara kontinyu untuk menarik masyarakat perikanan
dalam memanfaatkan pelabuhan. Sebaliknya apabila produksi banyak/melimpah,
10
maka dapat terjadi ketidakseimbangan antara volume produksi dengan jumlah
pembeli sehingga harga ikan turun. Hal-hal yang harus diantisipasi oleh
pengelola suatu PP/PPI bila produksi hasil tangkapan yang didaratkan sedikit
antara lain pihak pelabuhan harus cepat tanggap dengan cara menganalisis
penyebab produksi sedikit dan/atau menurun, dari mana produk bisa didapatkan
kembali, serta usaha-usaha apa yang harus dilakukan agar kapal mau datang ke
PP/PPI. Sebaliknya apabila produksi hasil tangkapan yang didaratkan banyak,
maka pengelola pelabuhan harus mencari ide untuk dapat memanfaatkan produksi
yang melimpah dalam bentuk olahan atau menyimpannya dalam cold storage.
Produksi perikanan yang didaratkan di suatu pelabuhan menurun, antara
lain karena harga ikan di PP/PPI tidak layak, lokasi PP/PPI berjauhan dengan
lokasi perumahan nelayan (untuk perikanan skala kecil), daerah pemasarannya
jauh atau terdapat permasalahan dalam pendistribusian ikan setelah didaratkan di
PP/PPI, potensi perikanan di fishing ground-nya sudah menurun, tidak
terdapatnya fasilitas yang diperlukan dan atau beberapa fasilitas yang ada sudah
rusak, serta tidak terdapatnya pengorganisasian aktivitas yang baik di PP/PPI
(Lubis et al., 2010).
Peningkatan produksi secara tidak langsung dapat meningkatkan
kesejahteraan nelayan. Hal ini tergantung pada mekanisme pasar apakah dapat
mewujudkan harga yang menguntungkan bagi nelayan dan masih berada dalam
jangkauan pembeli (Direktorat Jenderal Perikanan, 1981 vide Aziza, 2000).
2.4 Distribusi/Pemasaran
Pelabuhan perikanan juga berfungsi sebagai tempat untuk menciptakan
mekanisme pasar yang menguntungkan baik bagi nelayan maupun bagi pedagang.
Dengan demikian maka sistem pemasaran dari tempat pelelangan ikan ke
konsumen harus diorganisir secara baik dan teratur. Pelelangan ikan adalah
kegiatan awal dari pemasaran ikan di pelabuhan perikanan untuk mendapatkan
harga yang layak khususnya bagi nelayan. Proses pemasaran berawal dari ikan-
ikan yang telah didaratkan dibawa ke gedung pelelangan ikan untuk dicatat
jumlah dan jenisnya. Setelah itu ikan disortir dan diletakkan pada keranjang atau
basket plastik, selanjutnya dilaksanakan pelelangan dan dicatat hasil transaksinya.
11
Namun sering terjadi pada banyak pelabuhan di Indonesia, penyortiran telah
dilakukan di atas kapal sehingga setelah ikan sampai di tempat pelelangan, ikan
tidak perlu disortir lagi. Pedagang atau bakul ikan mengambil ikan-ikan yang
telah dilelang atau dibeli secara cepat, kemudian ikan diberi es untuk
mempertahankan mutunya. Selanjutnya ikan dipasarkan dalam bentuk segar dan
diangkut dengan truk-truk atau mobil-mobil bak terbuka dan/atau mobil-mobil
yang telah dilapisi dengan styrofoam atau dilengkapi dengan sarana pendingin
(Lubis, 2006).
Dalam pendistribusian hasil tangkapan dari pelabuhan perikanan ke
hinterland-nya dapat melalui transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi
darat sendiri dapat menggunakan mobil maupun kereta api (Lubis et al., 2010).
Barang hasil perikanan berupa bahan makanan mempunyai sifat cepat atau mudah
rusak (perishable), oleh karena itu pengangkutannya perlu dilaksanakan dengan
alat pengangkutan yang dilengkapi dengan alat atau mesin pendingin (Hanafiah
dan Saefuddin, 2006).
Menurut Misran (1985) yang diacu dalam Aziza (2000), sistem rantai
pemasaran yang terdapat di beberapa pelabuhan perikanan atau pangkalan
pendaratan ikan di Indonesia, yaitu:
1) TPI → pedagang besar → pedagang lokal → pengecer → konsumen.
2) TPI → pedagang besar → pedagang lokal → konsumen.
3) TPI → pengecer → konsumen.
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983) yang diacu dalam Yundari (2005),
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelancaran pemasaran atau penyaluran
hasil perikanan adalah:
1) pembongkaran ikan dari perahu atau kapal tidak berjalan lancar,
2) macam-macam pungutan yang dibebankan kepada nelayan dan pedagang ikan,
3) penyampaian informasi pasar yang sangat minim, dan
4) banyaknya barang subtitusi yang relatif murah.
Pemasaran produk perikanan adalah suatu kegiatan ekonomi yang
memindahkan produk dari sektor produksi ke sektor konsumsi yang umumnya
melibatkan berbagai lembaga pemasaran di pelabuhan perikanan. Mulai dari
proses awal pemindahan ikan dari kapal ke darat yang melibatkan institusi bakul,
12
kemudian transaksi jual beli ikan yang dilakukan antara nelayan/pemilik kapal
dengan pedagang pengumpul, distribusi ikan ke luar pelabuhan yang juga
melibatkan eksportir, hingga perusahaan jasa pendukung seperti penyewaan cold
storage, truk, dan sejenisnya (Direktorat Pelabuhan Perikanan, 2005a).
Menurut Lubis et al. (2010), kualitas pemasaran produksi perikanan
merupakan hal penting yang berkaitan dengan pengelolaan suatu pelabuhan
perikanan karena kualitas pemasaran ini akan berkaitan dengan harga. Untuk
mengetahui apakah kualitas pemasaran hasil tangkapan bagus atau tidak
dibandingkan dengan rata-rata kualitas pemasaran di tingkat propinsi atau
nasional, dapat dilakukan melalui pendekatan indeks relatif nilai produksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi indeks relatif nilai produksi hasil tangkapan
adalah bergantung pada banyak variabel, antara lain metode penangkapan, tipe
pemasaran (lokal, nasional, ekspor), tipe spesies ikan hasil tangkapan, penanganan
hasil tangkapan di kapal dan di pelabuhan.
2.5 Industri Pengolahan Ikan
Di dalam suatu pelabuhan perikanan yang besar umumnya terdapat aktivitas
industri, yaitu industri penangkapan dan industri pengolahan ikan. Industri
pengolahan terkait dengan aktivitas-aktivitas pengolahan ikan seperti
pemindangan, pengasinan, pembuatan terasi, pembekuan ikan, dan aktivitas-
aktivitas terkait lainnya (Hanafiah dan Saefudin, 1983 vide Sumiati, 2008).
Menurut Pane (2007), aktivitas-aktivitas yang ada di pelabuhan perikanan
dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelompok, yaitu:
1) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan hasil tangkapan, antara lain
aktivitas penanganan, pendaratan, pemasaran atau pelelangan ikan dan
pendistribusiannya.
2) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan ikan, antara lain
aktivitas pembekuan ikan, pengolahan ikan, serta pemasaran dan distribusi hasil
olahan.
3) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan unit penangkapan ikan.
4) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan kebutuhan melaut.
5) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan pelaku aktif.
13
Pelaku aktif di sini adalah nelayan atau pengusaha penangkapan, ABK,
nahkoda, pengolah ikan, pedagang, pembeli, buruh pengangkut, dan lainnya.
6) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan penunjang
pelabuhan perikanan.
7) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan pelabuhan
perikanan.
Selanjutnya dikatakan bahwa industri perikanan di pelabuhan perikanan,
disebut industri kepelabuhanan perikanan (IKP), terdiri atas tiga kelompok, yaitu
industri penangkapan ikan, industri pengolahan ikan, dan industri tambahan atau
pendukung. Batasan dari industri pengolahan ikan adalah kelompok usaha di
pelabuhan perikanan yang aktivitasnya bersifat terkait langsung dengan upaya
menghasilkan produk olahan ikan (dalam arti luas: ikan, krustasea, moluska,
binatang air lainnya dan tumbuhan air dari hasil tangkapan atau eksploitasi alami
dan hasil budidaya) dalam jumlah besar. Aktivitas dari industri pengolahan ikan
terdiri atas pembekuan ikan (ikan, udang, dan lain-lain) dan pengolahan ikan.
Pengolahan ikan dalam arti luas terdiri atas: (a) pengolahan tradisional, seperti
pemindangan ikan, pengeringan ikan, pengasapan ikan, fermentasi ikan (terasi,
petis, kecap ikan, dan lain-lain), kerupuk ikan, dan lain-lain; (b) pengolahan semi
modern, seperti pengalengan ikan, filet ikan, pembuatan makanan jadi berbahan
ikan (bakso ikan, fish nugget, supi, dan lain-lain), dan lain-lain; (c) pengolahan
modern, seperti surimi, industri tingkat tiga dari rumput laut (bahan kosmetik,
kesehatan, obat-obatan, dan lain-lain).
Jenis olahan yang umumnya terdapat di pelabuhan perikanan Indonesia
kecuali Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman Jakarta, masih bersifat tradisional
dan kiranya belum memperhatikan kualitas ikan, sanitasi dan cara pengepakan
yang baik antara lain jenis pengolahan pengasinan dan pemindangan. Jenis
industri olahan lainnya yang sering dijumpai di lingkungan luar pelabuhan seperti
pengalengan ikan, kerupuk, dan terasi (Lubis, 2006).
Menurut Pane (2007), penetapan jenis industri di suatu pelabuhan perikanan
dilakukan dengan mempertimbangkan:
1) Bahan baku utama, antara lain ikan basah segar dan ikan basah tidak segar
.....(kurang sampai tidak segar).
14
2) Jenis ikan yang tersedia.
3) Ukuran ikan yang tersedia.
4) Prasarana atau infrastruktur serta jenis sarana yang tersedia dan yang akan
dibangun di pelabuhan perikanan dan/atau di sekitar pelabuhan perikanan.
5) Bahan-bahan penunjang atau tambahan yang tersedia, seperti kaleng dan tomat
(untuk industri ikan kaleng), serta es (pabrik es) untuk filet ikan.
6) Pelayanan yang tersedia di pelabuhan perikanan, mencakup jenis dan cara
pelayanan bahan baku industri, jenis dan cara pelayanan fasilitas, serta
pelayanan pengurusan kemudahan perijinan (ekspor dan sebagainya).
Selanjutnya dikatakan bahwa penetapan jenis industri di suatu pelabuhan
perikanan sangat penting karena akan berdampak kepada ketertarikan investor
untuk masuk ke pelabuhan perikanan dan kepada pengembangan industri di
pelabuhan perikanan. Prinsip menarik investor berinvestasi di pelabuhan
perikanan antara lain menyediakan kebutuhan industri sesuai dengan kebutuhan
industri, biaya-biaya sewa dan biaya-biaya pelayanan yang terjangkau dan
kompetitif dengan pelabuhan lain, serta memberikan kemudahan yang
keseluruhannya mampu memberikan atau menciptakan daya saing yang tinggi
bagi industri di pelabuhan perikanan. Penetapan lokasi industri di dalam
pelabuhan perikanan dilakukan dengan mempertimbangkan jenis industri atau
pabrik yang akan dibangun, luasan rata-rata atau skala per jenis industri yang akan
dibangun, luas lahan pelabuhan yang tersedia, kedekatan lokasi industri dengan
bahan baku utama dan tambahan, kedekatan lokasi industri dengan fasilitas-
fasilitas pelabuhan yang ada, serta kedekatan lokasi industri dengan pelayanan-
pelayanan pelabuhan perikanan.
Jenis industri pengolahan ikan yang sudah berkembang di Muncar adalah
industri pengalengan, pindang, gaplek ikan, tepung ikan, minyak ikan, dan
kerupuk ikan. Kondisi ini menunjukkan sudah berkembangnya kegiatan agro-
industri pengolahan ikan hasil tangkapan baik dalam bentuk pengolahan
tradisional maupun modern (Mira, Sari YD, dan Koeshendrajana S, 2007).
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian lapang dilakukan pada bulan Mei 2009. Penelitian bertempat di
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi
Jawa Timur (Gambar 1).
Gambar 1 Peta lokasi penelitian.
3.2 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kasus dengan
aspek yang diteliti yaitu aspek produksi hasil tangkapan di PPP Muncar sebagai
bahan baku industri di dalam dan di sekitar PPP Muncar. Data yang dikumpulkan
adalah data primer dan data sekunder. Pada penelitian ini data primer
dikumpulkan melalui:
1) Pengamatan dan pencatatan
Pengamatan dan pencatatan dilakukan di PPP Muncar yang meliputi
aktivitas pendaratan, jenis dan volume produksi ikan yang didaratkan, unit-unit
Lokasi penelitian
°BT °BT
°LS
°LS
°LS
°LS
°BT °BT
PPP Muncar
16
penangkapan ikan, jenis dan jumlah industri pengolahan ikan, serta pemasaran
ikan dan pendistribusiannya.
2) Wawancara dan pengisian kuesioner
Wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan terhadap sejumlah
responden yang ditentukan secara purposive sampling, yaitu ditujukan kepada
pihak-pihak yang mewakili tujuan penelitian dan terkait dengan produksi hasil
tangkapan, antara lain:
(1) Pengelola PPP Muncar
Jumlah responden pengelola PPP Muncar adalah sebanyak 2 orang untuk
memperoleh informasi mengenai rata-rata hasil tangkapan yang didaratkan di
PPP Muncar per hari, kapasitas PPP Muncar, upaya PPP Muncar dalam
meningkatkan produksi hasil tangkapan, perkembangan volume dan nilai
produksi tahun 1999-2008, pendistribusian hasil tangkapan untuk industri
pengolahan ikan di dalam dan sekitar pelabuhan, serta pelayanan yang
diberikan kepada nelayan.
(2) Petugas TPI Pelabuhan
Responden berjumlah 2 orang untuk memperoleh informasi mengenai
perkembangan volume dan nilai produksi 10 tahun terakhir, tujuan dan sarana
distribusi hasil tangkapan untuk luar PPP Muncar, penanganan ikan saat
didistribusikan, serta fungsi dan peranan TPI dalam pendataan dan pemasaran
hasil tangkapan.
(3) Nelayan
Jumlah responden nelayan adalah sebanyak 8 orang untuk mengetahui
jenis dan ukuran alat tangkap, jenis kapal dan ukuran GT, lama trip, jenis dan
jumlah ikan dominan yang didaratkan dan diperjualbelikan di setiap musim,
harga ikan per kilogram untuk setiap jenis, tujuan pendistribusian, sarana dan
penanganan ikan saat pendistribusian, kendala kendala dalam melakukan
operasi penangkapan dan mendaratkan hasil tangkapan, serta tempat dimana
nelayan mendaratkan hasil tangkapannya.
(4) Pedagang ikan
Jumlah responden pedagang ikan adalah sebanyak 10 orang untuk
mendapatkan informasi tentang jenis dan jumlah ikan dominan yang
17
diperjualbelikan, harga ikan per jenis, sumber ikan diperoleh, daerah dan
saluran pemasaran, serta penanganan dan sarana distribusi.
(5) Pengelola industri pengolahan ikan
Responden berjumlah 10 orang untuk mendapatkan informasi mengenai
jenis produk, jenis olahan, jenis ikan bahan baku, kebutuhan bahan baku dan
periodenya, asal bahan baku dan jumlahnya, kapasitas produksi, daerah tujuan
dan sarana hasil olahan, penanganan hasil olahan selama didistribusikan,
kendala dalam mendapatkan bahan baku, kendala dalam pemasaran produk dan
cara mengatasinya, dan pengembangan industri, serta upaya dalam menghadapi
kendala-kendala tersebut.
3) Pengambilan foto atau gambar
Foto atau gambar yang diambil antara lain hasil tangkapan yang
didaratkan, unit penangkapan ikan, serta fasilitas dan aktivitas di pelabuhan.
Data sekunder yang diperlukan diperoleh dari instansi-instansi terkait,
antara lain:
1) Data dari Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar, berupa:
(1) Volume dan nilai produksi per bulan PPP Muncar tahun 1999-2008.
(2) Volume dan nilai produksi per jenis ikan per bulan PPP Muncar tahun
1999-2008.
(3) Jumlah hasil tangkapan PPP Muncar yang didistribusikan ke industri
pengolahan ikan di sekitar pelabuhan.
(4) Jenis dan jumlah kebutuhan ikan bagi industri pengolahan ikan.
(5) Jenis dan jumlah industri yang ada di PPP Muncar.
(6) Jumlah unit penangkapan ikan yang ada di PPP Muncar.
(7) Jenis, jumlah, dan kapasitas fasilitas di PPI Muncar.
2) Data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi:
(1) Potensi perikanan.
(2) Keadaan umum daerah penelitian berupa letak geografis lokasi penelitian
(topografi, luas, dan batas wilayah), keadaan penduduk dan keadaan
perikanan secara umum.
18
(3) Kondisi perikanan tangkap (jumlah armada penangkapan, alat tangkap,
dan nelayan) di PPP Muncar dan Kabupaten Banyuwangi tahun 1999-
2008.
(4) Kondisi perikanan tangkap di PPP Muncar dan Kabupaten Banyuwangi
tahun 1999-2008.
(5) Data volume dan nilai produksi ikan di PPP Muncar dan Kabupaten
Banyuwangi tahun 1999-2008.
(6) Peta lokasi penelitian.
Pengelompokkan data dan informasi berdasarkan kepentingannya dibedakan
menjadi data utama dan data tambahan. Data utama meliputi:
1) Data utama primer
(1) Foto ikan dominan yang didaratkan di PPP Muncar
(2) Foto-foto unit penangkapan ikan (kapal dan alat tangkap)
(3) Pemasaran ikan di TPI
(4) Pendistribusian ikan (sarana, tujuan, dan penanganan hasil tangkapan)
(5) Jenis dan jumlah ikan kebutuhan industri
(6) Jenis dan jumlah industri pengolahan ikan
2) Data utama sekunder
(1) Data bulanan volume dan nilai produksi berdasarkan jenis ikan yang
didaratkan selama 10 tahun terakhir
(2) Jumlah hasil tangkapan yang didistribusikan untuk industri pengolahan
(3) Jenis dan jumlah industri pengolahan ikan
Data tambahan yang dikumpulkan meliputi data tambahan sekunder dan data
tambahan primer.
1) Data tambahan primer (PPP Muncar)
(1) Letak geografis lokasi penelitian dan kependudukan
(2) Potensi perairan laut
(3) Aktivitas dan fasilitas di PPP Muncar
2) Data tambahan sekunder (Kabupaten Banyuwangi)
(1) Keadaan umum daerah penelitian berupa letak geografis dan topografis
daerah penelitian, keadaan iklim, serta kependudukan
(2) Keadaan perikanan secara umum
19
3.3 Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif melalui penyajian tabel dan grafik
setelah dilakukan identifikasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan tujuan
penelitian.
3.3.1 Analisis terhadap produksi hasil tangkapan didaratkan dan pendistribusiannya
Analisis terhadap produksi hasil tangkapan didaratkan di PPP Muncar
dilakukan untuk mengetahui perkembangan volume dan nilai produksi serta
informasi lainnya berdasarkan data volume dan nilai produksi ikan tahun 1999-
2008. Analisis ini dilakukan secara deskriptif melalui penyajian tabel dan grafik.
Analisis pendistribusian hasil tangkapan dilakukan dengan mengetahui tujuan atau
daerah distribusi, sarana distribusi yang digunakan, serta penanganan ikan selama
pendistribusian sejak ikan didaratkan.
Metode yang digunakan sebagai analisis produksi hasil tangkapan adalah
dengan mengetahui kualitas pemasaran ikan yang dipasarkan melalui pendekatan
indeks relatif nilai produksi. Indeks tersebut membandingkan antara volume
produksi dan nilai produksi perikanan dimana pelabuhan itu berada. Selanjutnya
dicari persentase volume dan persentase nilai yang disajikan dalam grafik (Lubis
et al., 2010). Rumus indeks relatif nilai produksi adalah: Np x 100
I = Nt N Qp x 100 Qt Keterangan: Np = nilai produksi perikanan di PPP Muncar
Nt = nilai produksi perikanan Kabupaten Banyuwangi
Qp = quantitas/volume produksi perikanan di PPP Muncar
Qt = quantitas/volume produksi perikanan Kabupaten Banyuwangi
Indeks tersebut dapat menggambarkan nilai relatif produksi PPP Muncar
terhadap nilai produksi Kabupaten Banyuwangi. Bila I=1, maka nilai relatif
produksi perikanan pelabuhan adalah sama dengan nilai rata-rata kabupaten. Bila
I>1, maka nilai relatif produksi perikanan pelabuhan adalah lebih besar dari nilai
rata-rata produksi kabupaten, yang berarti bahwa produksinya mempunyai
20
kualitas pemasaran baik. Bila I<1, maka nilai relatif produksi perikanan
pelabuhan adalah lebih kecil dari nilai rata-rata produksi kabupaten, yang berarti
bahwa produksi pelabuhan tersebut memiliki kualitas pemasaran yang kurang baik
dibandingkan dengan kabupaten.
3.3.2 Analisis terhadap kebutuhan bahan baku industri pengolahan ikan di dalam dan sekitar PPP Muncar
Analisis untuk mencari informasi mengenai kebutuhan bahan baku industri
pengolahan ikan adalah dilakukan secara deskriptif terhadap parameter-parameter
sebagai berikut:
1) Jenis ikan dan volume ikan yang didaratkan di PPP Muncar
Analisis terhadap jenis ikan dan volume produksi yang didaratkan di PPP
Muncar dilakukan secara deskriptif melalui penyajian tabel dan grafik pada
jenis-jenis ikan dominan dan volumenya yang didaratkan di PPP Muncar yang
dapat digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan ikan.
2) Kebutuhan bahan baku
Analisis terhadap kebutuhan bahan baku dilakukan dengan
membandingkan antara produksi perikanan PPP Muncar dengan kebutuhan
bahan baku industri pengolahan ikan di sekitar PPP Muncar. Perkembangan
jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar disajikan selama 10
tahun terakhir. Selain itu ketersediaan bahan baku dianalisis secara deskriptif
untuk jenis-jenis ikan tertentu yang selalu ada setiap tahun dalam jumlah yang
cukup sesuai dengan kebutuhan industri pengolahan ikan.
3) Asal bahan baku
Analisis terhadap asal bahan baku dilakukan secara deskriptif apakah ikan-
ikan yang dapat digunakan sebagai bahan baku olahan hanya diperoleh dari
PPP Muncar saja atau juga dari tempat lain.
3.3.3 Analisis proyeksi produksi HT selama 10 tahun (2011-2020)
Proyeksi jumlah hasil tangkapan lemuru, layang, dan tongkol yang
didaratkan di PPP Muncar sepuluh tahun ke depan dilakukan dengan
menggunakan metode peramalan model dekomposisi multiplikatif (Gasperz,
1992). Model persamaannya adalah sebagai berikut:
21
Yt = It x Tt x Ct x Et
dimana: Yt = Nilai deret waktu (data aktual) pada periode t
It = Komponen atau indeks musiman pada periode t
Tt = Komponen trend pada periode t
Ct = Komponen siklik pada periode t
Et = Komponen galat pada periode t
Langkah-langkah untuk penyelesaian terhadap fungsi di atas berdasarkan model
dekomposisi multiplikatif adalah:
1) Penggunaan metode grafik untuk mengetahui bentuk awal kurva produksi
lemuru yang didaratkan, bentuk awal kecenderungan, dan model penduga
produksi yang akan digunakan.
2) Pengidentifikasian pengaruh trend (Tt) sesuai dengan perilaku data deret waktu
dengan metode kuadrat terkecil seperti pada model regresi. Model penduga trend
produksi yang digunakan adalah trend linear:
Tt = a + bt
Dimana Tt = kecenderungan (trend) pada periode t
t = indeks waktu (x)
a, b = nilai-nilai penduga parameter model
3) Faktor musim (It) dapat ditentukan dengan cara:
(1) Dari data aktual (Yt), ditentukan rata-rata bergerak (moving average) 3
bulan untuk setiap bulannya (Mt). Nilai M2 ditempatkan pada bulan Februari
1999, M3 pada bulan Maret 1999, dan seterusnya.
M2 = M3 =
Begitu seterusnya untuk bulan-bulan berikutnya.
(2) Menentukan rasio data hasil tangkapan (Yt) terhadap rata-rata bergerak
(Mt) dengan cara membagi data hasil tangkapan dengan nilai rata-rata
bergerak.
Misal: R2 (%) = x 100%
Begitu seterusnya untuk bulan berikutnya.
Y1 + Y2 + Y3
3
Y2 + Y3 + Y4
3
Y2
M2
22
(3) Tahap penghilangan pengaruh galat rasio, yaitu merata-ratakan nilai pada
bulan yang sama setiap tahun dengan menggunakan analisis rata-rata medial.
Rata-rata medial adalah nilai rata-rata setelah nilai terbesar dan terkecil tidak
dihitung.
(4) Indeks musim produksi dapat ditentukan dari nilai rata-rata medial setelah
dikalikan dengan faktor koreksi.
Faktor koreksi =
4) Untuk memperoleh komponen siklik (Ct), maka dilakukan penentuan
rasio antara Mt dan Tt :
Ct (%) = x 100%
5) Untuk keperluan peramalan, digunakan ketiga komponen yang telah dipisahkan
tersebut (It, Tt, Ct), sebagai berikut:
Ŷ = It x Tt x Ct
1200
Total rata-rata medial 12 bulan
Y2
M2
4 KEADAAN UMUM
4.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi
4.1.1 Keadaan geografis, topografis, iklim, dan penduduk
1) Geografis dan topografis
Secara geografis, Kabupaten Banyuwangi terletak pada koordinat 7°43’-
8°46’ Lintang Selatan dan 113°53’-114°38’ Bujur Timur serta merupakan bagian
yang paling Timur dari wilayah Propinsi Jawa Timur dengan batas-batas wilayah
sebagai berikut (BPS Kab. Banyuwangi, 2008):
(1) sebelah utara : Kabupaten Situbondo dan Bondowoso
(2) sebelah timur : Selat Bali
(3) sebelah selatan : Samudera Hindia
(4) sebelah barat : Kabupaten Jember dan Bondowoso
Wilayahnya yang berbatasan langsung dengan dua perairan yang berpotensi
tinggi, yaitu perairan Selat Bali dan Samudera Hindia, menjadikan Kabupaten
Banyuwangi daerah yang potensial di bidang perikanan dan merupakan salah satu
daerah perikanan utama di Jawa Timur.
Kabupaten Banyuwangi memiliki panjang garis pantai sekitar 175,8 km
yang membujur sepanjang batas Selatan dan Timur Kabupaten Banyuwangi serta
dengan jumlah pulau sebanyak 10 buah. Luas wilayah Kabupaten Banyuwangi
adalah 5.782,5 km2 yang dibagi dalam 24 wilayah kecamatan, 28 kelurahan, 189
desa, 2.827 Rukun Warga (RW), dan 10.532 Rukun Tetangga (RT) (BPS Kab.
Banyuwangi, 2008).
Kabupaten Banyuwangi terletak pada ketinggian 0-1000 meter di atas
permukaan laut yang merupakan dataran rendah dan mempunyai lereng dengan
kemiringan lebih dari 40% meliputi lebih kurang 29,25% dari luas daerah yang
mempunyai tinggi tempat lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Dataran
tinggi terletak di bagian Barat dan Utara dimana terdapat gunung-gunung yang
berbatasan dengan Kabupaten Situbondo, Bondowoso, dan Jember, sedangkan
bagian Timur dan Selatan sekitar 75% merupakan dataran rendah persawahan
(Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008).
24
2) Keadaan iklim
Daerah Kabupaten Banyuwangi memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata
25°C-30°C. Curah hujan terjadi pada bulan November sampai April. Musim
kemarau terjadi pada bulan Mei sampai Oktober. Setiap tahun dijumpai periode
bulan basah dan bulan kering dimana bulan basah dengan curah hujan di atas 180
mm, yaitu bulan Desember, Januari, dan Februari dengan rata-rata hari hujan 18
dan 25 hari. Bulan kering terjadi pada bulan Agustus, September, dan Oktober
dimana hari hujan pada bulan kering antara 0-5 hari per bulan. Suhu maksimum
tertinggi terjadi pada bulan November, yaitu 29,9°C dan suhu minimum terendah
terjadi pada bulan Agustus, yaitu 25,3°C (Dinas Perikanan dan Kelautan
Banyuwangi, 2008).
3) Keadaan penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2007 adalah
sebesar 1.669.437 jiwa. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai pem-
budidaya ikan dan nelayan adalah sebanyak 27.172 jiwa atau 1,58% (Tabel 1).
Tabel 1 Sebaran penduduk menurut mata pencaharian sektor perikanan Kabu-
paten Banyuwangi tahun 2007
No Mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Nelayan perairan umum 1.923 0,11 2 Pembudidaya ikan 5.284 0,32 3 Nelayan penangkap ikan di laut 19.965 1,20 4 Lain-lain 1.642.265 98,37 Jumlah 1.669.437 100,00
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008
Kondisi penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan berada di
sepuluh kecamatan berpantai, yakni Muncar, Pesanggaran, Purwoharjo,
Wongsorejo, Kalipuro, Banyuwangi, Kabat, Siliragung, Rogojampi, dan
Tegaldelimo. Pembudidaya tambak (payau) dan pembenihan (hatchery) berada di
delapan kecamatan, namun yang masih beroperasi hanya berada di dua
kecamatan, yaitu Wongsorejo dan Kalipuro. Pembudidayaan ikan air tawar
terdapat di hampir semua kecamatan wilayah Kabupaten Banyuwangi (Dinas
Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008).
25
4.1.2 Keadaan umum perikanan Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Banyuwangi memiliki wilayah potensi perikanan dan kelautan
yang meliputi wilayah laut di Selat Bali seluas 1500 mil2 dengan potensi lestari
66.000 ton per tahun dan didominasi ikan permukaan (pelagis), serta Samudera
Hindia seluas 2000 mil2 dengan potensi lestari 212.500 ton per tahun dan
didominasi ikan dasar (demersal) di samping ikan pelagis. Wilayah pesisir dan
pantai sepanjang 175 km juga dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi, yang
merupakan lahan potensial bagi budidaya air payau atau tambak dan pembenihan
udang windu. Selain itu terdapat 81 sungai dengan panjang keseluruhan mencapai
735 km yang berfungsi antara lain untuk pertanian, perikanan, dan air minum.
Beberapa sungai tersebut bermuara di Selat Bali, yaitu Sungai Lo, Sungai Setail,
Sungai Kalibaru, Sungai Sepanjang, dan Sungai Kempit. Selain sungai juga
terdapat tujuh waduk dengan luas mencapai 4 ha serta dua rawa yang luasnya
mencapai 1,5 ha (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008).
Selanjutnya dikatakan bahwa sesuai dengan potensi sumberdaya perikanan
yang tersedia, maka peningkatan kontribusi sub sektor Perikanan dan Kelautan di
Kabupaten Banyuwangi dilaksanakan melalui peningkatan usaha-usaha yang
meliputi usaha penangkapan di laut, budidaya air tawar, budidaya air payau, dan
penangkapan di perairan umum, serta rehabilitasi hutan mangrove dan terumbu
karang. Pengembangan produksi tersebut dilakukan untuk memenuhi konsumsi
dan bahan baku industri dalam negeri, sedangkan komoditas-komoditas yang
mempunyai pasaran baik di luar negeri diarahkan untuk ekspor.
Pengembangan usaha penangkapan di perairan pantai yang masih potensial
dilaksanakan melalui motorisasi dan modernisasi unit penangkapan. Jenis alat
tangkap yang dikembangkan adalah trammel net, gillnet, pancing rawai, dan mini
purse seine dengan menggunakan perahu motor tempel dan kapal motor.
Disamping itu akan ditempuh pula usaha diversifikasi melalui perbaikan teknis
penangkapan dan penggunaan beberapa jenis alat tangkap pada setiap unit
penangkapan untuk meningkatkan efisiensi usaha (Dinas Perikanan dan Kelautan
Banyuwangi, 2008).
26
Tabel 2 Perkembangan armada perikanan Kabupaten Banyuwangi tahun 2006-2007
dan TPI Kalimoro masih beroperasi sampai sekarang, sedangkan TPI Tratas sudah
tidak beroperasi lagi.
(2) Kantor administrasi pelabuhan
Kantor administrasi pelabuhan terdiri dari kantor UPT PPP Muncar, kantor
KUD Mino, kantor BRI, kantor resort perikanan, kantor LPPMHP, dan
syahbandar. Kantor KUD Mino dan kantor BRI memiliki luas masing-masing
34,5 m2 dan 62 m2.
55
(3) Menara air dan instalasi
PPP Muncar memiliki satu unit menara air berkapasitas 35 m3 dan dua unit
pompa air laut, namun sayangnya menara dan kedua unit pompa tersebut dalam
keadaan rusak. Pompa air laut berada di dalam rumah pompa seluas 30 m2 yang
berjumlah 2 unit. Sumber air bersih yang bisa diperoleh di pelabuhan saat ini
dengan menggunakan empat unit mesin pompa air, satu unit pompa air merek
Honda, dan tiga unit jet pump. Pada TPI, air bersih yang digunakan bersumber
dari PDAM.
(4) Tangki BBM
Terdapat satu unit tangki BBM berkapasitas 50.000 liter. Tangki tersebut
masih berfungsi sampai sekarang. Selain itu terdapat 1 unit rumah tangki BBM
seluas 50 m2.
(5) Listrik dan instalasi
Sumber listrik di PPP Muncar bersumber dari Perusahaan Listrik Negara
(PLN). Tersedia dua unit genzet untuk mengantisipasi listrik yang padam.
Genzet tersebut disimpan dalam rumah genzet seluas 36 m2 yang berjumlah 1
unit.
(6) Bengkel
Satu buah unit perbengkelan seluas 110 m2 dibangun di dekat kantor
pelabuhan. Bengkel tersebut masih dapat digunakan walaupun terdapat beberapa
kerusakan pada langit-langit bangunan.
Gambar 17 Perbengkelan di PPP Muncar tahun 2009.
56
(7) Sarana komunikasi
Sarana komunikasi yang dimiliki PPP Muncar antara lain satu unit alat
komunikasi SSB (Single Side Band) dan telepon. SSB dan telepon tersebut masih
dapat berfungsi dengan baik dan terletak di dalam kantor pelabuhan untuk
digunakan oleh para pegawai pelabuhan.
(8) Gedung peralatan
Gedung peralatan dengan luas 300 m2 berjumlah 1 unit terletak di sebelah
TPI Pelabuhan. Selain itu juga terdapat gedung tempat keranjang yang berjumlah
10 unit seluas 56 m2.
(9) Slipway
Slipway yang dimiliki PPP Muncar berjumlah 3 unit dengan luas 360 m2.
Slipway tersebut dalam kondisi kurang baik karena terdapat kerusakan di
permukaan slipway, namun slipway tersebut masih dapat digunakan untuk
menurunkan kapal dari lahan tempat pembuatan kapal.
(10) Pabrik es
Pabrik es yang memenuhi kebutuhan es bagi nelayan untuk melaut terletak
di luar pelabuhan. Terdapat sebuah bangunan kecil dalam pelabuhan yang disewa
oleh pengecer es untuk menyediakan es bagi nelayan agar lebih mudah dan dekat
dalam pendistribusian. Bangunan berjumlah satu unit tersebut berkapasitas 60 ton
per hari dan terletak di dekat dermaga sebelah timur (jetty).
(11) Pagar keliling
Pagar keliling yang ada di PPP Muncar berada dalam kondisi rusak, bahkan
sebagian kecil telah hilang dan tidak terpasang dengan tegak. Pagar tersebut
memiliki panjang 710 m.
(12) Jembatan penghubung desa
Terdapat satu unit jembatan seluas 82 m2 di PPP Muncar. Jembatan
tersebut menghubungkan PPP Muncar dengan Desa Kalimati yang merupakan
desa tempat tinggal nelayan, bakul, dan pengolah ikan. Jembatan terbuat dari
bambu dan hanya bisa dilewati oleh orang, sepeda, becak, gerobak, dan sepeda
motor. Pihak yang melewati jembatan tersebut tidak dipungut bayaran, sehingga
siapa saja bebas keluar masuk pelabuhan dengan atau tanpa membawa hasil
tangkapan.
57
(13) Alat bantu navigasi
Alat bantu navigasi di PPP Muncar adalah dua buah rambu navigasi
berwarna hijau berbentuk kerucut dan warna merah berbentuk tabung yang
digunakan sebagai tanda alur keluar masuk kolam pelabuhan pada bagian ujung
breakwater.
3) Fasilitas penunjang
(1) Rumah dinas
Fasilitas rumah dinas PPP Muncar terdiri dari dua unit rumah dinas masing-
masing seluas 122 m2. Selain itu terdapat rumah nelayan yang berjumlah satu unit
seluas 42 m2. Rumah nelayan tersebut digunakan untuk polairud. Di wilayah
pelabuhan juga terdapat rumah dinas LPPMHP dan guest house yang terletak di
dekat kantor LPPMHP. Seluruh rumah dinas tersebut masih dapat dipergunakan
dan dalam kondisi baik.
(2) Gedung aula
Aula yang dimiliki PPP Muncar berjumlah satu unit dengan luas 104,5 m2.
Aula tersebut digunakan sebagai barak nelayan. Selanjutnya terdapat satu unit
kantor PPP aula gedung serba guna, yang memiliki luas 1.450 m2.
(3) Balai kesehatan
Balai kesehatan di PPP Muncar berjumlah satu unit dan memiliki luas 154
m2. Kondisi bangunan balai kesehatan ini cukup baik dan masih dapat beroperasi
sampai saat ini, namun balai kesehatan tersebut jarang dimanfaatkan oleh
penduduk sekitar karena penduduk lebih memilih pergi ke dokter, rumah sakit,
atau ke puskesmas yang fasilitasnya lebih lengkap.
(4) Mushola
PPP Muncar memiliki fasilitas mushola seluas 56 m2 yang berjumlah 1 unit.
Mushola tersebut sering digunakan oleh nelayan sebagai tempat memperoleh air
bersih untuk kebutuhan melaut. Mushola tersebut terletak di depan guest house
dekat gerbang pelabuhan.
(5) Pos keamanan
Pos keamanan atau pos jaga di PPP Muncar berjumlah satu unit yang
terletak di gerbang/pintu masuk pelabuhan. Luas pos tersebut adalah 28 m2. Pos
58
tersebut digunakan oleh petugas pelabuhan sebagai tempat untuk menarik biaya
bagi kendaraan yang masuk ke pelabuhan.
(6) MCK
PPP Muncar dilengkapi dengan dua unit fasilitas MCK (mandi, cuci, kakus)
dengan luas total 110 m2. MCK tersebut terletak di sebelah gudang peralatan.
Kondisi fasilitas tersebut cukup bersih dan berfungsi dengan baik.
(7) Gedung saprokan
Saprokan merupakan singkatan dari sarana produksi perikanan. Gedung
saprokan berjumlah 28 unit. Delapan unit diantaranya berukuran 152 m2 dan 20
unit yang lain berukuran 120 m2.
Selengkapnya ukuran, kondisi, tahun pengadaan, dan asal dana
pembangunan fasilitas yang terdapat di PPP Muncar dapat dilihat pada Tabel 10.
59
Tabel 10 Jenis fasilitas PPP Muncar
Jenis fasilitas Jumlah (unit) Ukuran Tahun
Pengadaan Asal dana
Pembangunan Kondisi
I Fasilitas pokok Lahan pelabuhan 1 55000 m2 1994 Pemkab Baik Lahan TPI Kalimoro 1 1525 m2 1998 Pemkab Baik Dermaga 1 6193 m2 1968 APBN Sedang Jetty/pier 1 800 m2 1996 Pemkab Sedang Kolam pelabuhan 1 19751 m2 1968 APBN Sedang Breakwater I (kanan) 1 100 m. 1968 APBN Baik Breakwater II (kiri) 1 70 m. 1968 APBN Baik Turap/revetment/plengsengan 1 500 m2 1994 APBN Baik Jalan dalam komplek pelabuhan - 3000 m2 1968 APBN Baik Tembok penahan tanah - 800 m2 1968 APBN Baik Jembatan penghubung desa 1 82 m2 1997 APBD Sedang II Fasilitas fungsional Gedung TPI Pelabuhan 1 1450 m2 1994 APBN Baik Gedung TPI Kalimoro 1 200 m2 1979 APBD I Baik Gedung TPI Tratas 1 200 m2 1979 APBD I Baik Menara air 1 11,5 m2 1978 APBN Rusak Rumah pompa 2 30 m2 1994 APBN Baik Tangki BBM 1 50.000 liter 1978 APBN Sedang Rumah tangki BBM 1 50 m2 1994 APBN Baik Genset dan instalasi 2 - 1994 APBN Sedang Rumah genzet 1 36 m2 1994 APBN Baik Bengkel 1 110 m2 1978 APBN Sedang Alat komunikasi SSB 1 - 1994 APBN Baik Gedung peralatan 1 300 m2 1994 APBN Baik Slipway 3 360 m2 1997 APBD Sedang Pabrik es 1 104,5 m2 1977 APBN Sedang Pagar keliling 1 710 m. 1994 APBN Rusak III Fasilitas penunjang Kantor KUD Mino 1 34,5 m2 1977 APBN Baik Kantor BRI 1 62 m2 1977 APBN Baik Rumah dinas 2 122 m2 1969 APBN Baik Rumah nelayan 1 42 m2 1977 APBN Baik Gedung aula 1 104,5 m2 1994 APBN Sedang Balai kesehatan 1 154 m2 1977 APBN Sedang Mushola 1 56 m2 1985 APBD Baik Pos keamanan 1 28 m2 1997 APBN Baik MCK 2 110 m2 1994 APBN Baik Gedung saprokan 20 120 m2 2001 APBN Baik Gedung saprokan 8 152 m2 2001 APBN Baik
Sumber: UPT PPP Muncar, 2009
60
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Produksi Hasil Tangkapan
Berdasarkan data statistik PPP Muncar tahun 2008, terdapat 34 jenis ikan
yang didaratkan di PPP Muncar. Tiga jenis ikan dominan yang didaratkan di PPP
Muncar adalah lemuru (Sardinella lemuru), layang (Decapterus spp.), dan tongkol
(Euthynnus spp.). Volume dan nilai produksi dari tiga jenis ikan dominan
tersebut di PPP Muncar disajikan pada Tabel 11 berikut.
Tabel 11 Jenis, volume, dan nilai produksi ikan dominan PPP Muncar tahun 2008
Jenis ikan Volume produksi (kg)
Persentase* (%)
Nilai produksi (x 1000 rupiah)
Persentase* (%)
Lemuru/sempenit 27.833.004 77,8 69.325.617,0 61,5 Layang 2.879.767 8,0 15.964.704,5 14,1 Tongkol 2.629.699 7,4 11.573.024,0 10,3 Jenis lainnya 2.414.166 6,8 15.860.681,0 14,1 Jumlah 35.756.636 100,0 112.724.026,5 100,0
Sumber: TPI PPP Muncar, 2009 (*diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 11 di atas dapat dilihat bahwa jenis ikan lemuru atau
sempenit merupakan hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar dengan
jumlah terbesar. Hal tersebut dapat dilihat dari persentase volumenya yang
mencapai 77,84 %. Sempenit adalah sebutan lokal untuk ikan lemuru yang masih
kecil. Selanjutnya disusul oleh jenis ikan layang dan tongkol yang masing-masing
memiliki persentase sebesar 8,05 % dan 7,35 %. Tingginya volume produksi
ketiga jenis ikan tersebut terkait dengan unit penangkapan ikan di PPP Muncar
yang didominasi oleh jenis alat tangkap pancing ulur, gillnet, purse seine, dan
payang. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap lemuru antara lain jenis
alat tangkap purse seine, payang, gillnet, dan bagan. Alat tangkap yang
digunakan untuk menangkap layang adalah purse seine dan payang. Selanjutnya
alat tangkap yang digunakan untuk menangkap tongkol adalah purse seine,
payang, dan gillnet.
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa indikator harga jenis ikan
lemuru adalah Rp2.491,00/kg, layang Rp5.543,00/kg, dan tongkol Rp4.400,00/kg.
61
Diantara ketiga jenis ikan dominan tersebut, lemuru memiliki indikator harga
terendah. Namun lemuru tetap bernilai terpenting di PPP Muncar karena
jumlahnya yang paling dominan dan sangat dibutuhkan dalam jumlah besar oleh
industri-industri pengalengan ikan di sekitar Muncar. Selain itu lemuru
menyumbangkan nilai produksi terbesar, yaitu 61,50% dari total nilai produksi
PPP Muncar pada tahun 2008.
PPP Muncar adalah pelabuhan perikanan yang berlokasi di pantai Timur
Jawa, dimana daerah penangkapan ikannya berada di Selat Bali dan Samudera
Hindia yang memiliki potensi lemuru yang sangat besar. Kondisi tersebut
memberikan peluang berkembangnya industri perikanan yang berbahan baku
ikan lemuru seperti industri pengalengan, pengasinan, penepungan, dan
pembekuan ikan.
5.1.1 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan
Perkembangan volume dan nilai produksi suatu pelabuhan perikanan sangat
penting untuk dikaji sebagai pedoman bagi industri-industri yang menggunakan
bahan baku dari pelabuhan perikanan tersebut. Begitu pula dengan perkembangan
volume dan produksi di PPP Muncar yang sangat mempengaruhi keberlangsungan
proses produksi bagi industri-industri di sekitarnya.
Tabel 12 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan PPP Muncar tahun 1999-2008
Berdasarkan proyeksi seperti yang telah disajikan pada Gambar 23 dan
Tabel 21, dapat dilihat bahwa produksi tongkol di PPP Muncar akan mengalami
penurunan produksi sebesar 18,49% pada tahun 2011-2020. Pada tahun 2011,
kemampuan produksi mencapai 2.046 ton dan kemudian menurun hingga 306 ton
pada tahun 2020. Penurunan volume produksi tersebut tentunya akan
berpengaruh pada aktivitas dan nilai produksi di pelabuhan karena ikan tongkol
merupakan jenis ikan ekonomis penting. Selain itu, penurunan produksi akan
berdampak negatif bagi perkembangan industri pengolahan ikan di wilayah
Muncar yang menggunakan bahan baku utama berupa ikan tongkol, seperti
industri pemindangan.
Pada tahun 2011, hasil penghitungan proyeksi produksi tongkol yang
berjumlah rata-rata 170,5 ton per bulan tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan
industri pemindangan ikan di wilayah Muncar yang memiliki rata-rata kebutuhan
bahan baku sekitar 175,1 ton per bulan (Tabel 14). Sebagai pencegahan
penurunan produktivitas industri, industri tersebut dapat mendatangkan ikan
tongkol dari wilayah Bali dan Jawa Timur, atau dengan alternatif jenis ikan
lainnya sebagai pengganti ikan tongkol agar industri tersebut tidak mengalami
penurunan produktivitas saat produksi ikan tongkol di PPP Muncar menurun.
Industri yang dapat dikembangkan dengan menggunakan ikan tongkol antara lain
pengasinan dan pemindangan (Adawyah, 2008). Selanjutnya dikatakan bahwa
85
ikan yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri pengasinan antara lain
ikan teri, kembung, kakap, dan tenggiri, sedangkan untuk pemindangan adalah
ikan selar, layang, dan cakalang.
5.3.2 Model proyeksi dekomposisi multiplikatif
Model proyeksi dekomposisi multiplikatif merupakan model peramalan
yang sering digunakan selama ini. Model dekomposisi pada umumnya mencoba
mengidentifikasikan tiga komponen secara terpisah sebagai pola dasar yang
menggambarkan karakteristik sistem industri sepanjang waktu tertentu (Gasperz,
1992).
Ketiga komponen yang digunakan dan dicari pada penghitungan data
produksi hasil tangkapan untuk peramalan pertama-tama secara berurutan adalah
komponen trend, selanjutnya komponen siklik, dan yang terakhir adalah
komponen musim. Lalu peramalan produksi hasil tangkapan dapat dihitung.
Gasperz (1992) menyatakan bahwa trend menggambarkan perilaku data dalam
jangka panjang yang dapat bersifat menaik, menurun, atau tidak berubah.
Selanjutnya Gasperz juga menyatakan bahwa faktor siklik menggambarkan naik-
turunnya ekonomi atau industri, sedangkan faktor musiman berkaitan dengan
fluktuasi periodik yang relatif konstan dan disebabkan oleh faktor-faktor seperti
temperatur, curah hujan, bulan-bulan tertentu dalam setahun atau yang berkaitan
dengan hari raya, upacara keagamaan, dan sebagainya.
R2 adalah kemampuan data untuk menginterpretasikan data dengan keadaan
nyata di lapangan. Dalam penentuan model pada rata-rata bergerak 3 bulanan,
digunakan R2 yang bernilai lebih besar. Pada ketiga proyeksi jenis ikan dominan
di PPP Muncar, diperoleh nilai R2 yang kecil. Berdasarkan nilai R2 yang kecil
tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat kesalahan pada data volume produksi
yang digunakan untuk keperluan peramalan, sehingga hasil penghitungan proyeksi
mendatang tersebut kurang dapat dijadikan sebagai nilai acuan pada kondisi nyata
di lapangan.
Kecilnya nilai R2 tersebut dapat terjadi karena terdapat beberapa data hasil
tangkapan yang bernilai ekstrim pada tahun 2006 dan 2007. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya pada sub-sub bab 5.1.1, data hasil tangkapan yang bernilai
86
ekstrim tersebut terjadi karena adanya anomali positif konsentrasi klorofil-a di
perairan Selat Bali pada bulan November 2006 sampai dengan Maret 2007.
Peristiwa ini disebabkan oleh fenomena IODM positif yang diketahui ada selama
bulan September-November 2006 dan yang menyebabkan upwelling terjadi lebih
intensif dan lebih lama (Nababan, 2009).
Selain itu, nilai R2 bernilai kecil disebabkan oleh data produksi yang
tercatat di pelabuhan kurang sesuai dengan keadaan nyata di lapangan. Hal
tersebut dikarenakan proses pencatatan hasil tangkapan yang tidak disertai dengan
penimbangan terlebih dahulu. Pendataan hasil tangkapan dilakukan pada saat
kendaraan yang membawa hasil tangkapan melewati tempat penjagaan petugas
TPI. Banyaknya hasil tangkapan yang diangkut kendaraan tersebut adalah jumlah
keranjang yang terdapat dalam kendaraan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya
pada Bab Keadaan Umum, satu keranjang penuh berisi hasil tangkapan yang
beratnya bisa mencapai 100-125 kg dianggap berisi 80 kg. Selisih yang
dihasilkan cukup besar sehingga memungkinkan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai R2. Selain itu, penyebab R2 bernilai kecil diduga adanya perbedaan
proses pencatatan data antara bulan yang satu dengan bulan yang lainnya.
Produksi ikan yang jauh berbeda dibandingkan dengan bulan lainnya dapat terjadi
karena ikan yang didaratkan pada bulan tersebut tidak seluruhnya murni hasil
penangkapan nelayan, tetapi ikan yang didatangkan dari luar daerah yang
diangkut dengan menggunakan armada penangkapan. Ikan yang didatangkan dari
luar daerah tersebut umumnya berasal dari Bali.
Data produksi hasil tangkapan selama sepuluh tahun terakhir yang diperoleh
di PPP Muncar sangat berfluktuatif dan dapat sangat berbeda antara bulan yang
satu dengan bulan berikutnya. Menurut nelayan dan petugas pelabuhan setempat,
musim ikan di perairan Selat Bali mulai sulit diprediksi dan tidak menentu sejak
beberapa tahun terakhir. Hal ini antara lain karena ada pengaruh perubahan iklim,
seperti yang terjadi di Maluku. Di wilayah tersebut, nelayan amat sulit
memperkirakan waktu dan lokasi yang sesuai untuk menangkap ikan karena pola
iklim yang berubah (Karim, 2009). Selain itu, jumlah ikan terkadang sedikit dan
terkadang sangat melimpah pada saat tertentu. Petugas pelabuhan juga
menambahkan bahwa jumlah ikan di perairan Selat Bali dapat melonjak tajam
87
setiap delapan tahun hingga sepuluh tahun sekali, namun setelah itu produksi ikan
dapat menurun drastis dan belum diketahui sebabnya. Hal tersebut didukung pula
oleh Dinas Perikanan Dati I Propinsi Jawa Timur (2000) yang menyatakan bahwa
adanya penurunan produksi terendah pada tahun 1986 dan tahun 1996 yang
berjarak 10 tahun. Hal tersebut dimungkinkan adanya faktor perubahan lokasi
ruaya lemuru. Menurut Whitehead (1985) vide Muntoha (1998), ikan lemuru
tersebar di lautan lndia bagian timur yaitu Phuket, Thailand, di pantai-pantai
sebelah selatan Jawa Timur dan Bali; Australia sebelah barat, dan lautan Pasifik
sebelah barat (Laut Jawa ke utara sampai Philipina, Hongkong, Pulau Taiwan
sampai Jepang bagian selatan).
VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
(1) Volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar pada tahun
2008 adalah 35.756.636kg dan nilai produksi Rp112.724.026.500.
Pendistribusian hasil tangkapan langsung ditujukan kepada industri dan
konsumen atau melalui perantara dengan daerah tujuan wilayah Muncar dan
Banyuwangi, serta Jakarta, Surabaya, Magelang, Madura, dan Bali. Sarana
distribusi yang digunakan antara lain truk, sepeda motor, becak motor, dan
becak. Penanganan ikan selama pendistribusian adalah dengan menambahkan
es ke dalam wadah hasil tangkapan.
(2) Kebutuhan bahan baku ikan selama 8 bulan dari industri pengolahan ikan yang
berjumlah 201 unit adalah 15.831,1 ton dengan rata-rata 1.978,9 ton pada
tahun 2008. Jenis ikan dominan dan tersedia selama 12 bulan dalam setahun
di PPP Muncar adalah lemuru dengan produksi 27.833.004 kg (77,84%),
layang dengan produksi 2.879.767 kg (8,05%), dan tongkol dengan produksi
2.629.699 kg (7,35%) pada tahun 2008. Bahan baku yang digunakan oleh
industri-industri pengolahan ikan di wilayah Muncar 89% berasal dari PPP
Muncar, namun pada saat pendaratan hasil tangkapan sangat sedikit, pihak
industri memasok bahan baku dari cold storage di sekitar pelabuhan,
mendatangkan dari luar daerah seperti Grajagan, Tuban, dan Puger, serta
dengan mengimpor bahan baku ikan dari Cina dan Taiwan.
(3) Besaran proyeksi untuk volume produksi ikan lemuru dan layang menunjuk-
kan peningkatan pada tahun 2011-2020, sedangkan ikan tongkol menunjukkan
penurunan. Alternatif untuk ikan tongkol yang hasil proyeksi produksinya
menurun dan tidak mencukupi kebutuhan industri, dapat didatangkan dari luar
daerah, yaitu dari wilayah Bali dan Jawa Timur, atau dengan menggunakan
ikan jenis lain.
89
6.2 Saran
(1) Pengelola PPP Muncar perlu meningkatkan pelayanan terhadap pengguna
pelabuhan (dalam hal ini nelayan, pedagang, dan pihak industri) dengan
memperbaiki dan mengoptimalkan fasilitas yang ada atau meningkatkan
kapasitas fasilitas agar proses distribusi hasil tangkapan menjadi lancar.
(2) Bagi para investor dan pemilik industri pengolahan ikan, pengembangan usaha
pengolahan ikan yang berbahan baku ikan lemuru dan layang masih dapat
ditingkatkan, sedangkan jenis olahan yang belum ada seperti abon ikan dan
dendeng ikan yang berbahan baku ikan lemuru dapat mulai dirintis di wilayah
Muncar.
(3) Dinas Perikanan dan Kelautan hendaknya lebih meningkatkan peranannya
dalam pembinaan dan pengawasan pada nelayan dan industri pengolahan ikan
terhadap penanganan mutu ikan di PPP Muncar.
90
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Cetakan ketiga. Jakarta: Bumi Aksara. 159 halaman.
Aziza L. 2000. Studi Perbandingan Fasilitas Pangkalan Pendaratan Ikan Labuan Maringgai dan Lempasing Berkaitan dengan Kualitas Produksi Ikan yang Didaratkan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 77 halaman. BAPPENAS. 2008. Data Base Pembangunan Kelautan dan Perikanan. http://ditkp.com/?prov=0&sub=13 [10 Januari 2009]. Bappeprop Jawa Timur. 2009. Pokok-Pokok Pikiran Forum Masyarakat Kelautan dan Perikanan Jawa Timur: Rangkuman Hasil Diskusi Forum Masyarakat Kelautan dan Perikanan Jawa Timur Bersama Stakeholder Kelautan dan Perikanan; Auditorium Bappeda Jawa Timur, 7 Maret 2009. http://www.bappeprop-jatim.go.id/fpk.pdf [15 April 2009]. [BPS Kab. Banyuwangi] Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi. 2008. Geografi Kabupaten Banyuwangi. http://www.banyuwangikab.go.id/ geografi-kabupaten-banyuwangi/geografi-kabupaten-banyuwangi.html [2 Maret 2009]. Chairita. 2008. Karakteristik Bakso Ikan dari Campuran surimi Ikan Layang
(Decapterus spp) dan Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp) pada Penyimpanan Suhu Dingin. http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11963/6/2008 cha_abstract.pdf [15 Desember 2010].
Cucu R. 2010. Pengaruh Lama Hidrolisis dan Jumlah Nanas terhadap Jumlah Protein Terlarut pada Pembuatan Kecap Ikan Layang (Decapterrus russelli). [Skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Yogyakarta. http://eprints.uny.ac.id/1665/ [15 Desember 2010]
[Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 1382 halaman. Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur. 2000. Perikanan Lemuru Selat Bali oleh Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur (Lemuru Fishery In Bali Strait by The Fisheries Service of The Province East Java). Fishcode Management. Roma: .hal 53-62. ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/006/x7578e/X7578E0.pdf [7 Oktober 2009]. Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi. 2008. Laporan Tahunan Tahun 2007. Banyuwangi: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi. 70 halaman. Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi. 2009. Laporan Produksi Perikanan
Air Laut Kabupaten Banyuwangi Tahun 2008. Banyuwangi: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi.
91
Direktorat Jenderal Perikanan. 1994. Pelabuhan Perikanan: Wahana Penyaluran Investasi Usaha. Jakarta: Departemen Pertanian.
Direktorat Pelabuhan Perikanan. 2005a. Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan: Pemasaran dan Investasi. Ditjen Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/ pemasaran_investasi_index.html [4 April 2009]. Direktorat Pelabuhan Perikanan. 2005b. Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan: Profil Pelabuhan Perikanan Indonesia. Ditjen Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/pelabuhan_index.html [4 April 2009]. Gasperz V. 1992. Analisis Sistem Terapan: Berdasarkan Pendekatan Tehnik Industri. Bandung: Tarsito. 270 halaman. Hanafiah AM dan AM Saefuddin. 2006. Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta: UI Press. 208 halaman. Hanke JE dan DW Wichern. 2005. Business Forecasting. Internasional edition. Eight edition. United States of America: Pearson Prentice Hall. 535 hal. Indrawati A. 2000. Studi Tentang Hubungan Suhu Permukaan Laut Hasil Pengukuran Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Joesidawati MI, Purwanto, dan Asriyanto. 2005. Alternatif Pengelolaan Perikanan Lemuru di Selat Bali. Jurnal Pasir Laut, 1 (1). pp. 1-19. ISSN 1858-1684. eprints.undip.ac.id/view/year/2005.type.html [12 Mei 2010].
Karim M. 2009. Perubahan Iklim Global Ancam Perikanan Kita. http://www.dkp.go.id/index.php/ind/news/989/perubahan-iklim-global- ancam-perikanan-kita [12 April 2010]. Le Ry JM. 2007. Cornouaille Fishing Harbours in France. Di dalam: Lubis E
dan AB Pane, editor. International Seminar Proceeding Dynamic Revitalisation of Java Fishing Port and Capture Fisheries on Promoting The Indonesian Fishery Development; Auditorium Rektorat Institut Pertanian Bogor, 6-7 Juni 2005. Bogor: IPB Press. Hal 83.
Lubis E. 2006. Buku I: Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bogor: Bagian Pelabuhan Perikanan. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis E, I Solihin, T Nugroho, R Muninggar. 2010. Diktat Pelabuhan Perikanan.
Bogor: Bagian Kepelabuhanan Perikanan dan Kebijakan Pengelolaan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
92
Lubis E. 2010. Komunikasi Pribadi. Dosen Pelabuhan Perikanan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Martadi RB. 2009. Emas Vs Potensi Agraris Banyuwangi, Sebentuk Kanibalisasi antar-potensi. http://www.jatam.org/content/view/313/21/ [8 Januari 2009]. Mira, YD Sari dan S Koeshendrajana. 2007. Efisiensi Ekonomi dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Usaha Penangkapan Lemuru di Muncar Jawa Timur. Dinamika Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Bunga Rampai Hasil-Hasil Riset. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Hal 101- 114. Muntoha, M. 1998. Pola Musim dan Karakteristik Oseanografi Selat Bali serta
Hubungan Produk Ikan Lemuru yang Didaratkan di PPI Muncar, Banyuwangi [Skripsi]. Program Studi Ilmu dan Teknonlogi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 141 Halaman.
Moeljanto. 1982. Pengalengan Ikan. Jakarta: PT Penebar Swadaya. 37 halaman. Nababan, MCMN. 2009. Hubungan Konsentrasi Klorofil-A di Perairan Selat Bali
dengan Produksi Ikan Lemuru (Sardinella Sp.) yang Didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi [Skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Nugroho T. 2008. Bahan Kuliah m.a. Teknik Perencanaan Pembangunan dan Pemanfaatan Pelabuhan Perikanan. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Laboratorium Pelabuhan Perikanan.
Pane AB. 2007. Dasar-Dasar Industri Kepelabuhanan Perikanan (IKP). Bahan Kuliah m.a. Pelabuhan Perikanan. Bogor: Laboratorium Pelabuhan Perikanan. Jurusan Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Rasyid A. 2008. Isolasi Asam Lemak Tak Jenuh Majemuk Omega-3 dari Ikan Lemuru (Sardinella sp). Di dalam: Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional; Pusat Penelitian Oseanografi LIPI; 3 September 2008. Jakarta. http://www.barunajaya.com/dwld/docs/20080903924-MAK2-3.PDF [15 April 2009].
[UPT PPP Muncar] Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar. 2007. Laporan Produksi Ikan Basah. Banyuwangi: UPT PPP Muncar. 12 halaman. [UPT PPP Muncar] Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar. 2009. Laporan Tahunan Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar. Banyuwangi: UPT PPP Muncar. 45 halaman.
93
Wawa JE. 2007. Industri Perikanan: Perlu Terobosan untuk Bangkit. Kompas Cetak.http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/07/05/01053059/perlu.terob osan.untuk.bangkit [15 April 2009]. Wijaya H. 2002. Pendataan Hasil Tangkapan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan Muncar Kabupaten Banyuwangi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 117 halaman. Yundari D. 2005. Perbandingan Produksi PPN Palabuhanratu dengan Kabupaten Sukabumi dan Propinsi Jawa Barat Berkaitan dengan Kualitas Perdagangan Ikan yang Didaratkan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 115 halaman.
LAMPIRAN
94
Lampiran 1 Lay out PPP Muncar tahun 2009
1
2
10
4 12
11
6 5
3 13
7
9 8
3
Keterangan: 1. Pintu gerbang 2. Pos jaga/satpam 3. Toilet umum 4. Mushola 5. Balai kesehatan 6. Syahbandar 7. Komplek KUD 8. Unit simpan pinjam 9. Pos polairud 10. Kantor resort perikanan 11. Guest house 12. BPP 13. Rumah dinas 14. Taman 15. Gedung aula 16. Kantor UPT BP PPP 17. Gedung serbaguna 18. Gedung es 19. Kantin nelayan 20. Perbengkelan 21. Tangki BBM 22. Tempat parkir 23. Tandon air tawar 24. Cold storage 25. Genzet 26. Pompa air asin 27. TPI baru 28. Gedung peralatan 29. Perkampungan nelayan 30. Aliran sungai 31. Kolam pelabuhan 32. Industri hulu 33. Breakwater 34. Selat Bali ● Tiang listrik
Skala = 1 : 7000
14 15
18 16 17 19
20
21
22
23
24
25 26
27
28
30
29
31
32
34
33
34
95
Lampiran 2 Foto fasilitas PPP Muncar
1 Fasilitas fungsional
a. Gedung TPI Pelabuhan, 2009. b. Ruang kantor UPT PPP Muncar, 2009.
c. Kantor KUD Mino Blambangan, 2009. d. Menara air, 2009.
e. Pom bensin di PPP Muncar, 2009. f. Alat bantu navigasi, 2009.
g. Slipway, 2009.
96
Lanjutan Lampiran 2
2 Fasilitas penunjang
a. Rumah dinas, 2009. b. Gedung pertemuan, 2009.
c. Balai kesehatan, 2009. d. Mushola, 2009.
97
Lampiran 3 Foto aktivitas-aktivitas di PPP Muncar
1 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pendaratan hasil tangkapan
a Pendaratan hasil tangkapan b Pengangkutan ikan lemuru dari purse seine, 2009. dermaga ke industri, 2009.
c Penyusunan ikan layur dalam peti kayu dan kondisinya setelah diberi es, 2009.
d Penambahan air kolam ke dalam wadah yang berisi ikan lemuru, 2009.
98
2 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan unit penangkapan ikan
a Pengikatan tali kapal pada bollard dan tiang listrik ketika akan bertambat, 2009.
b Perbaikan alat tangkap purse c Pembuatan kapal purse seine, seine, 2009. 2009.
Lampiran 4 Data volume produksi jenis ikan dominan di PPP Muncar tahun 1999-2008
(1) Lemuru
Bulan Volume Produksi (kg) 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008