Top Banner
D.6 KAJIAN PREFERENSI PENGGUNAAN KOMPOR BIOMASSA PELET KAYU SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TUNGKU TRADISIONAL (Studi Kasus di Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan) Giyanto* Teknik Mesin, Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. H. Soedarto S.H.,Tembalang, Semarang, 50275 *E-mail: [email protected] Abstrak Kajian preferensi penggunaan kompor biomassa pelet kayu sebagai alternatif pengganti tungku tradisional memiliki tujuan untuk memberikan alternatif solusi terkait pemenuhan kebutuhan energi yang murah, efisien, bersih, sehat, aman dan ramah lingkungan. Pelet kayu merupakan salah satu bahan bakar alternatif terbarukan yang murah dan ramah lingkungan. Pelet kayu umumnya berasal dari limbah kayu yang dipadatkan seperti: limbah industri penggergajian, limbah tebangan kayu, dan juga limbah industri kayu lainnya. Kompor biomassa pelet kayu merupakan kompor yang menggunakan pelet kayu sebagai bahan bakar dan umumnya memiliki efisiensi pembakaran dan penggunaan panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tungku tradisional. Penelitian ini dilaksanakan di 3 Desa di Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan, Madura dengan total jumlah responden yaitu sebanyak 100 responden. Tahapan penelitian ini dimulai dari studi literatur, sosialisasi, pembagian kompor, survei, wawancara, dan analisis preferensi penggunaan kompor biomassa pelet kayu. Berdasarkan survei dan hasil analisis data diperoleh bahwa lebih dari 70% responden memberikan penilaian positif dan memilih menggunakan kompor biomassa pelet kayu karena tampilan kompor cukup bagus, mudah dipakai, mudah dirawat, aman, dan hemat. Selain itu, kajian ini juga membahas beberapa faktor lain yang menentukan tingkat preferensi penggunaan kompor biomassa pelet kayu, seperti: kesulitan penyalaan awal dan kontrol nyala api, keberlanjutan penggunaan, dan kualitas rasa hasil memasak menggunakan kompor biomassa pelet kayu. Kata Kunci: tungku tradisional; kompor biomassa pelet kayu; pelet kayu; alternatif; preferensi PENDAHULUAN Menurut “Handbook of Energy Economics and Statistics” jumlah rumah-tangga (RT) di Indonesia pada tahun 2014 tercatat sebanyak 64,766,990 RT. Saat ini, lebih dari 21 juta RT (32%) masih menggunakan biomassa padat seperti kayu bakar, limbah pertanian, kotoran sapi atau kerbau, dan juga batubara sebagai sumber bahan bakar utama untuk memasak sehari-hari (BPS, 2014). Pembakaran biomassa padat biasanya dilakukan melalui pembakaran terbuka (open fire) dan tungku tradisional (traditional stove) yang dapat Prosiding Seminar Nasional NCIET Vol.1 (2020) D6-D19 1 st National Conference of Industry, Engineering and Technology 2020, Semarang, Indonesia.
14

KAJIAN PREFERENSI PENGGUNAAN KOMPOR BIOMASSA PELET …

Feb 02, 2022

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KAJIAN PREFERENSI PENGGUNAAN KOMPOR BIOMASSA PELET …

D.6

KAJIAN PREFERENSI PENGGUNAAN KOMPOR BIOMASSA PELET KAYU

SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TUNGKU TRADISIONAL

(Studi Kasus di Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan)

Giyanto*

Teknik Mesin, Politeknik Negeri Semarang

Jl. Prof. H. Soedarto S.H.,Tembalang, Semarang, 50275

*E-mail: [email protected]

Abstrak

Kajian preferensi penggunaan kompor biomassa pelet kayu sebagai alternatif pengganti tungku

tradisional memiliki tujuan untuk memberikan alternatif solusi terkait pemenuhan kebutuhan

energi yang murah, efisien, bersih, sehat, aman dan ramah lingkungan. Pelet kayu merupakan

salah satu bahan bakar alternatif terbarukan yang murah dan ramah lingkungan. Pelet kayu

umumnya berasal dari limbah kayu yang dipadatkan seperti: limbah industri penggergajian,

limbah tebangan kayu, dan juga limbah industri kayu lainnya. Kompor biomassa pelet kayu

merupakan kompor yang menggunakan pelet kayu sebagai bahan bakar dan umumnya

memiliki efisiensi pembakaran dan penggunaan panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan

tungku tradisional. Penelitian ini dilaksanakan di 3 Desa di Kecamatan Geger, Kabupaten

Bangkalan, Madura dengan total jumlah responden yaitu sebanyak 100 responden. Tahapan

penelitian ini dimulai dari studi literatur, sosialisasi, pembagian kompor, survei, wawancara,

dan analisis preferensi penggunaan kompor biomassa pelet kayu. Berdasarkan survei dan hasil

analisis data diperoleh bahwa lebih dari 70% responden memberikan penilaian positif dan

memilih menggunakan kompor biomassa pelet kayu karena tampilan kompor cukup bagus,

mudah dipakai, mudah dirawat, aman, dan hemat. Selain itu, kajian ini juga membahas

beberapa faktor lain yang menentukan tingkat preferensi penggunaan kompor biomassa pelet

kayu, seperti: kesulitan penyalaan awal dan kontrol nyala api, keberlanjutan penggunaan, dan

kualitas rasa hasil memasak menggunakan kompor biomassa pelet kayu.

Kata Kunci: tungku tradisional; kompor biomassa pelet kayu; pelet kayu; alternatif;

preferensi

PENDAHULUAN

Menurut “Handbook of Energy Economics and Statistics” jumlah rumah-tangga (RT)

di Indonesia pada tahun 2014 tercatat sebanyak 64,766,990 RT. Saat ini, lebih dari 21 juta

RT (32%) masih menggunakan biomassa padat seperti kayu bakar, limbah pertanian,

kotoran sapi atau kerbau, dan juga batubara sebagai sumber bahan bakar utama untuk

memasak sehari-hari (BPS, 2014). Pembakaran biomassa padat biasanya dilakukan melalui

pembakaran terbuka (open fire) dan tungku tradisional (traditional stove) yang dapat

Prosiding Seminar Nasional NCIET Vol.1 (2020) D6-D19

1st National Conference of Industry, Engineering and Technology 2020,

Semarang, Indonesia.

Page 2: KAJIAN PREFERENSI PENGGUNAAN KOMPOR BIOMASSA PELET …

D.7

Giyanto / NCIET Vol. 1 (2020) D6-D19

menghasilkan emisi gas karbon monoksida (CO), partikel halus (PM) dan gas-gas polutan

lainnya dalam jumlah besar. Data statistik World Health Organization (WHO)

menyebutkan bahwa tingkat polusi partikulat asap dalam ruangan yang disebabkan oleh

pembakaran biomassa padat dapat mencapai 20-100 kali lipat lebih tinggi dibandingkan

dengan bahan bakar yang bersih seperti LPG atau gas alam atau sekitar 20 kali lebih tinggi

jika dibandingkan dengan tingkat polusi maksimum yang diperbolehkan sesuai dengan

aturan yang dikeluarkan oleh WHO. Sekitar 4,3 juta orang (7,7%) mengalami kematian

dini (premature deaths) akibat dari penyakit yang disebabkan oleh polusi udara rumah

tangga hasil dari pembakaran bahan bakar biomassa padat. Lebih dari 10% kematian dini

tersebut terjadi akibat penyakit pneumonia pada anak di bawah umur 5 tahun yang

disebabkan oleh partikel halus (jelaga) terhirup dari polusi udara rumah tangga dan

umumnya terjadi pada masyarakat yang perpenghasilan rendah dan menengah (Statistik

WHO, 2014).

Beberapa kajian juga menyebutkan bahwa paparan gas-gas polutan hasil dari

pembakaran biomassa padat tersebut dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius

bagi pengguna baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Paparan karbon

monoksida (CO) dalam dosis tinggi akan menimbulkan gejala-gejala seperti pusing,

hilangnya kesadaran hingga kematian mendadak. Kontak berjam-jam pengguna tungku

tradisional dengan tingkat emisi tinggi setiap harinya berpotensi menimbulkan penyakit

infeksi saluran pernafasan (ISPA). Perempuan dan anak-anak merupakan kelompok paling

beresiko mengalami ISPA (Fullerton dkk., 2008).

Masyarakat pedesaan di Indonesia umumnya menggunakan tungku tradisional dengan

sanitasi yang buruk (Gambar 1a). Efisiensi pembakaran dan penggunaan panas pada

tungku tradisional umumnya sangat rendah, yaitu pada kisaran 5-15% (ARC, 2015). Faktor

kemiskinan dan kurangnya pengetahuan tentang bahaya polusi udara di ruangan dapur

membuat mereka masih bersikukuh dengan dapur tradisional. Selain itu, dengan semakin

terbatas dan tidak stabilnya harga bahan bakar fosil, maka masyarakat akan cenderung

kembali ke bahan bakar kayu bakar sebagai pilihan paling rasional dan murah untuk

masyarakat menengah ke bawah. Selain itu, sulitnya akses mendapatkan bahan bakar

bersih seperti liquified petrolium gas (LPG) serta kekhawatiran terhadap faktor keamanan

dalam penggunaan LPG, menjadikan sebagian masyarakat masih enggan beralih ke LPG

dan tetap bertahan menggunakan kayu bakar untuk memasak.

Page 3: KAJIAN PREFERENSI PENGGUNAAN KOMPOR BIOMASSA PELET …

D.8

Giyanto / NCIET Vol. 1 (2020) D6-D19

Gambar 1. Perilaku memasak menggunakan tungku tradisional

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka perlu diupayakan bahan bakar alternatif dan

peralatan memasak yang efektif dan efisien yang mampu memberikan solusi terkait

masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Kajian preferensi penggunaan kompor biomassa

pelet kayu memiliki tujuan untuk memberikan alternatif solusi terkait pemenuhan

kebutuhan energi yang murah, bersih, sehat, aman dan ramah lingkungan melalui: (1)

Penyediaan bahan bakar yang murah dan ramah lingkungan yaitu: pelet kayu sebagai

alternatif pengganti kayu bakar; dan (2) Penyediaan kompor biomassa pelet kayu yang

efisien, bersih, sehat, aman dan ramah lingkungan sebagai pengganti tungku tradisional

yang tidak efisien dan tidak sehat dan/atau kompor gas yang mahal dan rawan meledak.

Pelet kayu (wood pellet) merupakan salah satu bahan bakar alternatif terbarukan yang

ramah lingkungan. Umumnya, bahan baku untuk membuat pelet kayu ini berasal dari

limbah kayu yang dipadatkan seperti: limbah industri penggergajian, limbah tebangan

kayu, dan juga limbah industri kayu lainnya (Gambar 2). Selain ramah lingkungan, pelet

kayu memiliki beberapa kelebihan yaitu: (1) Harga lebih murah dan stabil bila

dibandingkan dengan bahan bakar fosil; (2) Memiliki energi konten yang tinggi (3.400 -

4.880 kkal/kg); (3) Teknologi lebih efisien bila dibandingkan dengan bahan bakar

biomassa yang lain; (4) Mudah dan nyaman dalam penggunaannya; dan (5) Cocok

digunakan sebagai bahan bakar kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri kecil,

menengah dan besar, bahkan untuk industri pembangkit tenaga listrik.

Page 4: KAJIAN PREFERENSI PENGGUNAAN KOMPOR BIOMASSA PELET …

D.9

Giyanto / NCIET Vol. 1 (2020) D6-D19

(a)

(b)

Gambar 2. (a) Limbah kayu; (b) Pelet Kayu

Kompor biomassa pelet kayu (wood pellet stove) merupakan kompor yang

menggunakan pelet kayu sebagai bahan bakar. Umumnya kompor jenis ini digunakan

untuk memasak atau pemanas ruangan. Kompor biomassa pelet kayu yang digunakan

untuk memasak di dapur biasanya memiliki desain yang sederhana yaitu menggunakan

sistem top-lit up draft (TLUD) yang terdiri dari mekanisme pembakaran secara preheating,

counter-flow, dan co-firing. Di Indonesia sendiri, kompor biomassa ini sudah diproduksi

dan dipatenkan oleh Prime Cookstoves. Terdapat dua jenis kompor biomassa yang telah

diproduksi yakni fuelwood cookstove dan granular cookstove (Gambar 3a dan 3b).

Fuelwood cookstove adalah kompor biomassa yang menggunakan bahan bakar kayu dan

material kayu dengan dimensi ukuran besar. Sedangkan granular cookstove adalah kompor

biomassa yang menggunakan bahan bakar pelet maupun biomassa lain dengan ukuran

kecil.

(a)

(b)

Gambar 3. Kompor biomassa (a) fuelwood cookstove; dan (b) granular cookstove

(Sumber: primestoves)

Page 5: KAJIAN PREFERENSI PENGGUNAAN KOMPOR BIOMASSA PELET …

D.10

Giyanto / NCIET Vol. 1 (2020) D6-D19

Kompor yang digunakan pada penelitian ini adalah kompor biomassa jenis granular

cookstove, yaitu kompor biomassa UB-03 (Gambar 4). Kompor ini merupakan kompor

gasifikasi biomassa yang memadukan prinsip-prinsip dasar termodinamika untuk

mengoptimalkan proses pembakaran melalui pemanfaatan secara alami aliran udara

pembakaran (primer dan sekunder). Kompor ini memiliki beberapa keunggulan

dibandingkan dengan tungku tradisional, yaitu: efisien, bersih, bebas asap, dan layak

digunakan untuk memasak di dalam ruangan (indoor cooking).

Gambar 4. Kompor biomassa UB-03

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di 3 Desa di Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan,

Madura yaitu: Desa Kumbangan, Desa Geger, dan Desa Togubang dengan pertimbangan

bahwa pada area tersebut terdapat industri pelet kayu yang didukung oleh kelompok tani

dan lembaga pengelolaan hasil hutan rakyat. Jumlah responden yang terlibat dalam kajian

ini adalah 100 responden pengguna kompor biomassa pelet kayu. Tahapan penelitian ini

dimulai dari studi literatur, sosialisasi dan pembagian kompor biomassa pelet kayu, survei

dan wawancara penggunaan kompor biomassa pelet kayu, dan analisis preferensi

penggunaan kompor biomassa pelet kayu. Metode pengumpulan data pada penelitian ini

dilakukan melalui pengumpulan data sekunder, metode wawancara, survei dan pengamatan

langsung di lapangan dengan obyek penelitian beberapa pihak terkait yaitu masyarakat

pengguna kompor biomassa pelet kayu. Rangkuman detail metode pengumpulan data

dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Page 6: KAJIAN PREFERENSI PENGGUNAAN KOMPOR BIOMASSA PELET …

D.11

Giyanto / NCIET Vol. 1 (2020) D6-D19

Tabel 1. Metode pengumpulan data

No Metode Sumber Data Jenis Data

1 Data

Sekunder

Badan Pusat Statistik, Kementrian

ESDM, Dinas Kehutanan Provinsi

dan Kabupaten, Dinas Perindustrian

dan Perdagangan,

Jumlah rumah tangga berdasarkan sumber

energi utama untuk memasak

Perbandingan harga dan kandungan energi

bahan bakar

Data kependudukan dan kesejahteraan

masyarakat

Jumlah lahan, hutan dan pemanfaatannya

Potensi limbah di sektor perhutanan,

pertanian dan perkebunan

Data sebaran industri bahan bakar pelet

kayu

2 Wawancara Dinas Kehutanan Provinsi dan

Kabupaten, Industri Pelet Kayu,

Beberapa Kelompok Tani, dan

Lembaga Pengelolaan Hasil Hutan

Rakyat

Persepsi pemanfaatan hutan

Persepsi potensi industri pelet kayu dan

pemanfaatan bahan bakar pelet kayu

Persepsi perilaku memasak (jenis dan harga

bahan bakar, serta penggunaan peralatan

memasak)

Persepsi penggunaan kompor biomassa

pelet kayu

3 Pengamatan Industri Pelet Kayu dan Masyarakat

Pengguna Kompor Biomassa Pelet

Kayu

Proses pemanfaatan bahan baku dan

pembuatan pelet kayu

Proses penyimpanan dan penjualan bahan

bakar pelet kayu

Jenis penggunaan bahan bakar dan peralatan

memasak

Metode atau proses memasak dan kondisi

lingkungan sekitarnya

Kendala dan kualitas memasak

menggunakan kompor biomassa pelet kayu

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa hasil survei pada kajian penggunaan kompor pelet kayu ini dibagi menjadi 2

(dua) bagian yaitu: analisi terkait gambaran umum profil responden dan perilaku memasak

sebelum menggunakan kompor biomassa pelet kayu dan analisa terkait dengan preferensi

memasak reponden sesudah menggunakan kompor biomassa pelet kayu.

1. Profil dan Perilaku Memasak Responden

Profil dari responden yang dianalisis pada kajian ini dikelompokkan menjadi 8

(delapan) kriteria, yaitu: gender, kelompok usia, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota

keluarga, jumlah pengeluaran rata-rata bulanan, kepemilikan peralatan memasak dan

frekuensi memasak. Gambaran umum profil dan perilaku responden yang diperoleh dari

hasil survei disampaikan pada Gambar 5.

Page 7: KAJIAN PREFERENSI PENGGUNAAN KOMPOR BIOMASSA PELET …

D.12

Giyanto / NCIET Vol. 1 (2020) D6-D19

Gambar 5. Profil responden penggunaan kompor biomassa pelet kayu

Berdasarkan gambaran umum profil responden di atas dapat dilihat bahwa sebagian

besar responden (64%) berjenis kelamin perempuan, sedangkan sisanya (36%) berjenis

kelamin laki-laki. Kriteria responden berdasarkan pembagian usia diperoleh informasi

kelompok responden berdasarkan usia terbanyak pada kisaran umur 30 – 35 tahun (23

responden), diikuti oleh responden di bawah 30 tahun dan antara 35 – 40 tahun, berturut-

turut terdapat 20 responden dan 18 responden. Berdasarkan profil ini maka secara

prosentase sekitar 61% responden berada pada umur 40 tahun kebawah dan sisanya sebesar

39% berada di atas umur 40 tahun. Sementara itu, jika ditinjau dari jenjang pendidikan

sebagian besar responden pengguna kompor biomassa pelet kayu berpendidikan rendah

(Tamat SD, Tidak tamat SD, dan Tidak Sekolah). Dilihat dari sisi pekerjaan dapat

Page 8: KAJIAN PREFERENSI PENGGUNAAN KOMPOR BIOMASSA PELET …

D.13

Giyanto / NCIET Vol. 1 (2020) D6-D19

diketahui bahwa sebagian besar responden adalah petani yaitu sebanyak 53% responden.

Selain itu, kebutuhan memasak dalam suatu keluarga kemungkinan besar juga ditentukan

oleh banyak sedikitnya anggota rumah tangga dan pengeluaran bulanan (yang

mencerminkan tingkat kesejahteraan rumah tangga). Gambar 5e dan 5f merupakan

gambaran umum mengenai profil responden berdasarkan jumlah anggota per- rumah

tangga dan pengeluaran rutin per-bulan. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa

jumlah anggota rumah tangga masing-masing responden sangat bervariasi dari 1 sampai 10

orang dengan rata-rata penghuni tiap rumah tangga adalah sekitar 5 orang. Pengeluaran

rutin bulanan tiap rumah tangga juga bervariasi dari yang paling minimum di bawah Rp

500.000,- sampai dengan maksimum di atas Rp 5.000.000,-. Besarnya jumlah pengeluaran

rutin rumah tangga ini sangat dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga dan banyaknya

anggota keluarga yang sedang menempuh pendidikan. Sebagian besar pengeluaran rutin

responden berada pada kisaran Rp 1.000.000,- sampai dengan Rp 2.500.000,-.

Perilaku memasak para responden dapat dilihat secara grafis pada Gambar 5g dan 5h.

Sebagian besar masyarakat (57%) memiliki kebiasaan memasak 2 (dua) kali per-hari dan

sisanya memiliki kebiasaan memasak 1 (satu) kali per-hari dan 3 (tiga) kali per-hari

berturut-turut sebanyak 25% dan 18%. Berdasarkan kepemilikan peralatan yang digunakan

untuk memasak, sebagian besar responden (59%) menggunakan tungku tradisional dan

kompor gas; 21% responden menggunakan tungku tradisional,kompor gas, dan rice

cooker; 9% menggunakan kompor gas; 6% menggunakan kompor gas dan rice cooker;

4% hanya menggunakan tungku tradisional, dan 1% tidak memasak dan/atau

menggunakan semua peralatan tersebut di atas.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden, rata-rata lama waktu yang

dibutuhkan untuk memasak adalah sekitar 1-2 jam. Lama waktu yang dibutuhkan untuk

memasak ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: jenis dan jumlah bahan makanan

yang dimasak dan peralatan yang digunakan untuk memasak. Sebagai contoh, memasak

nasi menggunakan rice cooker dan/atau kompor gas lebih cepat dibandingkan memasak

nasi menggunakan tungku tradisional. Selain itu, preferensi peralatan memasak yang

digunakan untuk memasak juga sangat dipengaruhi oleh jenis dan/atau bahan makanan

yang dimasak. Sebagai contoh, sebagian besar responden memasak nasi dan merebus air

menggunakan tungku tradisional dengan alasan penghematan. Sedangkan untuk memasak

sayur dan lauk, responden lebih memilih menggunakan kompor gas dengan alasan lebih

cepat, praktis dan efektif. Selain itu, ada beberapa responden yang memiliki rice cooker,

Page 9: KAJIAN PREFERENSI PENGGUNAAN KOMPOR BIOMASSA PELET …

D.14

Giyanto / NCIET Vol. 1 (2020) D6-D19

namun peralatan ini jarang digunakan dan/atau hanya digunakan untuk menghangatkan

nasi dengan alasan penghematan energi listrik.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden, secara umum terdapat 2 (dua)

jenis bahan bakar utama yang digunakan oleh responden untuk memenuhi kebutuhan

memasak sehari-hari, yaitu kayu bakar dan liquified petrolium gas (LPG). Konsumsi kayu

bakar dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: kayu bakar yang diperoleh secara gratis oleh

responden di ladang, kebun, dan/atau hutan; dan kayu bakar yang diperoleh dengan

membeli. Sementara itu, konsumsi bahan bakar LPG juga dibagi menjadi 2 (dua) jenis,

yaitu: LPG subsidi (3kg) dan LPG non-subsidi (12 kg). Tabel 2 berikut merupakan

rangkuman kebutuhan energi memasak berdasarkan jenis bahan bakar.

Tabel 2. Rangkuman kebutuhan energi memasak berdasarkan jenis bahan bakar

Keterangan Unit

Jenis Bahan Bakar

Kayu Bakar LPG

Gratis Tidak Gratis Subsidi Non Subsidi

Jumlah Responden (RT) orang 83 1 93 2

Jumlah Pemakaian per-Bulan

kg 39,870 1,500 649.65 16

IDR - 400,000 4,090,500 200,000

MMBtu 632.50 23.80 29.00 0.71

MJ 667,332.83 25.110,33 30.596,62 749.09

Rata-rata Pemakaian tiap RT

per-Bulan

kg 480.36 1,500 6.99 8

IDR - 400,000 43,984 100,000

MMBtu 7.62 23.80 0.31 0.36

MJ 8,039.53 25.110,33 327.07 379.82

Catatan: Kalori kayu bakar = 4,000 kcal/kg; Kalori LPG = 11,255 kcal/kg; 1kcal =3.966

Btu; 1Btu = 1055,06 MJ

Berdasarkan pada Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa terdapat 84 responden

pengguna tungku tradisional yang terdiri dari 83 responden mendapatkan kayu bakar

secara gratis dan 1 responden mendapatkan kayu bakar dengan cara membeli. Rata-rata

konsumsi kayu bakar masing-masing jenis responden tersebut adalah 480.36 kg/bulan

untuk kelompok responden yang mendapatkan kayu bakar secara gratis dan 1,500 kg/bulan

untuk kelompok responden yang membeli kayu bakar. Konsumsi kayu bakar untuk

kelompok responden yang membeli kayu bakar jauh lebih besar (hampir 4 kali lipat)

daripada kelompok responden yang mendapatkan kayu bakar secara gratis. Hal ini

dikarenakan faktor frekuensi memasak besar yang sering dilakukan oleh kelompok

responden yang membeli kayu bakar. Selain itu, berdasarkan Tabel 2 juga dapat dilihat

bahwa terdapat 95 responden pengguna kompor gas yang terdiri dari 93 responden

Page 10: KAJIAN PREFERENSI PENGGUNAAN KOMPOR BIOMASSA PELET …

D.15

Giyanto / NCIET Vol. 1 (2020) D6-D19

menggunakan LPG subsidi dan 2 responden menggunakan LPN non-subsidi. Rata-rata

konsumsi bahan bakar LPG subsidi dan non-subsidi berturut turut adalah 6.99 kg/bulan

dan 8 kg/bulan. Kesetaraan pemakaian energi masing-masing kelompok pengguna juga

dapat dilihat pada Tabel 2 di atas.

Sementara itu, konsumsi energi berdasarkan preferensi peralatan memasak yang

digunakan dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Rangkuman konsumsi energi memasak berdasarkan peralatan memasak

Keterangan Unit

Kelompok Responden

Kompor Gas Kompor Gas & Tungku

Tradisional

Tungku

Tradisional

LPG LPG Kayu Bakar Kayu Bakar

Jumlah Responden (RT) orang 15 80 4

Jumlah Pemakaian per-Bulan

kg 124 547.65 38,760 2,010

IDR 666,000 3,460,500 - -

MMBtu 5.74 25.35 614.89 31.89

MJ 6,056.90 26,750.51 648,741.33 33,642.16

Rata-rata Pemakaian tiap RT

per-Bulan

Kg 8.27 6.85 484.50 502.5

IDR 44,400 43,256.25 - -

MMBtu 0.38 0.32 7.69 8

MJ 403.79 334.38 8,109.27 8,410.54

Catatan: Kalori kayu bakar = 4,000 kcal/kg; Kalori LPG = 11,255 kcal/kg; 1kcal =3.966

Btu; 1Btu = 1055,06 MJ.

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa responden yang memiliki preferensi

memasak menggunakan kompor gas saja dengan bahan bakar LPG subsidi terdapat 15

orang dengan kebutuhan rata-rata per-bulannya sebesar 8.27 kg atau setara dengan 0,38

MMBtu. Sedangkan untuk kelompok masyarakat yang memiliki preferensi memasak

menggunakan tungku tradisional saja berjumlah 4 orang dengan kebutuhan kayu bakar

rata-rata dalam satu bulan sebesar 502,5 kg atau setara dengan 8 MMBtu. Untuk kelompok

masyarakat yang memiliki preferensi memasak menggunakan kompor gas dan tungku

tradisional, kebutuhan bahan bakar LPG dan kayu bakar rata-rata selama sebulan berturut-

turut adalah 6,85 kg atau 0,32 MMBtu dan 484,5 kg atau 7,69 MMBtu.

2. Preferensi Penggunaan Kompor Biomassa Pelet Kayu

Data preferensi masyarakat terhadap penggunaan kompor biomassa pelet kayu

berdasarkan 7 (tujuh) kriteria yang dianalisis pada kajian ini dapat dilihat pada Tabel 4

berikut.

Page 11: KAJIAN PREFERENSI PENGGUNAAN KOMPOR BIOMASSA PELET …

D.16

Giyanto / NCIET Vol. 1 (2020) D6-D19

Tabel 4. Preferensi responden terhadap kompor biomassa pelet kayu

No. Parameter Nilai (%) Total

(%) 1 2 3 4 5

1 Disain atau Tampilan Kompor 0 2 4 83 11 100

2 Kemudahan Pemakaian Kompor 1 5 11 80 3 100

3 Kemudahan Perawatan 0 1 12 82 5 100

4 Kepuasan Pemakaian Kompor 2 5 9 75 9 100

5 Persepsi Harga Pelet 1 0 17 74 8 100

6 Aspek Penghematan Penggunaan Pelet 1 6 12 74 7 100

7 Persepsi Keamanan Kompor Pelet 0 1 11 75 13 100

Keterangan: 1 = sangat buruk, 5 = sangat baik

Berdasarkan data pada tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (>

70%) memberikan penilaian yang positif terhadap penggunaan kompor biomassa pelet

kayu, yaitu: tampilan kompor sudah cukup bagus, mudah dipakai, mudah dirawat, cukup

memuaskan, aman, dan hemat. Namun ada juga beberapa responden yang memiliki

preferensi kurang terhadap kompor biomassa pelet kayu, seperti yang terangkum di bawah

ini:

Berturut-turut terdapat 2% dan 4% yang menilai bahwa tampilan kompor kurang

begitu menarik dan biasa-biasa saja. Responden menilai bahwa kompor biomassa

pelet kayu ini memiliki ukuran yang kurang besar dan perlu ada komponen

tambahan untuk mengisi ulang bahan bakar.

Ada 1% dan 5% responden yang menilai bahwa penggunaan kompor ini sangat

sulit dan cukup sulit. Responden mengalami kesulitan dalam hal penyalaan awal

dan pengaturan besar/kecilnya nyala api.

Sekitar 2% dan 5% responden menilai tidak puas dan kurang puas dalam

penggunaan kompor biomassa pelet kayu. Responden berpendapat bahwa memasak

menggunakan kompor biomassa tersebut dapat merusak peralatan memasak (panci

menjadi hitam) dan menghasilkan rasa yang berbeda (kurang enak).

Sebanyak 1% dan 6% responden berpendapat bahwa penggunaan kompor biomassa

pelet kayu masih sangat boros dan cukup boros. Hal ini dikarenakan responden

belum mengerti terkait takaran bahan bakar yang digunakan untuk memasak tiap

jenis makanan. Selain itu, responden juga berpendapat bahwa pemborosan bahan

bakar ini disebabkan oleh nyala api yang terlalu besar dan sulit dikendalikan.

Ada 1% responden yang menilai bahwa tingkat keamanan penggunaan kompor ini

sedikit kurang aman karena sering timbul asap dan nyala api sulit dikendalikan.

Page 12: KAJIAN PREFERENSI PENGGUNAAN KOMPOR BIOMASSA PELET …

D.17

Giyanto / NCIET Vol. 1 (2020) D6-D19

Sementara itu, dari sisi antusiasme masyarakat terhadap penggunaan kompor biomassa

pelet kayu dapat dilihat pada Gambar 6 berikut.

Gambar 6. Antusias responden terhadap penggunaan kompor biomassa pelet kayu

Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa sekitar 53% responden memiliki

tingkat antusiasme sedang atau biasa-biasa saja terkait penggunaan kompor biomassa wood

pellet. Sedangkan sisanya berturut-turut yaitu: 25% cukup antusias, 13% kurang antusias,

6% sangat antusias, dan 3% sangat tidak antusias.

Tingkat antusiasme penggunaan kompor biomassa pelet kayu ini sangat dipengaruhi oleh

berbagai macam faktor, seperti:

1) Jarak, Medan, dan Lokasi

Jarak antara rumah responden dengan lokasi tempat pembelian bahan bakar pelet

kayu (pabrik pelet kayu) sangat jauh sehingga sangat mempengaruhi inisiatif dan

antusiasme responden untuk menggunakan kompor biomassa pelet kayu.

2) Kesibukan

Waktu sosialisasi, pembagian, dan pemakaian kompor biomassa pelet kayu

bersamaan dengan musim panen dan musim tanam sebagian besar responden yang

mayoritas bekerja sebagai petani. Sehingga sebagian besar responden masih lebih

memilih memasak menggunakan tungku tradisional dan/atau kompor gas yang lebih

murah, praktis dan efektif.

3) Cuaca

Hampir setiap hari cuaca di Kabupaten Bangkalan hujan deras, sehingga responden

lebih cenderung lebih sering memasak menggunakan tungku tradisional dan/atau

kompor gas daripada memasak menggunakan kompor biomassa pelet kayu.

4) Lain-lain

Ada beberapa responden yang tidak mau beralih menggunakan kompor pelet kayu

dengan alasan sudah terbiasa memasak menggunakan kompor gas yang lebih cepat,

praktis, dan efektif. Selain itu ada juga responden yang kurang antusias dan enggan

Page 13: KAJIAN PREFERENSI PENGGUNAAN KOMPOR BIOMASSA PELET …

D.18

Giyanto / NCIET Vol. 1 (2020) D6-D19

beralih menggunakan kompor biomassa pelet kayu dengan alasan merusak peralatan

memasak mereka (panci menjadi hitam).

KESIMPULAN

Kompor biomassa pelet kayu merupakan salah satu alternatif penganti tungku

tradisional yang tepat karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu: efisiensi pembakaran

tinggi dan bersih atau bebas dari asap. Selain itu kompor biomassa pelet kayu ini juga lebih

hemat dan aman jika dibandingkan dengan kompor gas atau kompor listrik. Namun,

keunggulan tersebut bukan satu satunya faktor yang menentukan tingkat preferensi

responden atau masyarakat terhadap penggunaan kompor biomassa pelet kayu. Beberapa

faktor lain yang menentukan preferensi penggunaan peralatan memasak yaitu: kemudahan

penggunaan dan perawatan serta keberlanjutannya. Kompor biomassa pelet kayu masih

memiliki beberapa kelemahan, diantaranya yaitu: sulit dalam hal penyalaan awal dan

pengendalian nyala api, serta merusak peralatan memasak (panci atau wajan menjadi

hitam). Selain itu, faktor ketersediaan bahan bakar pelet kayu dan kualitas rasa hasil

memasak dengan kompor biomassa pelet kayu juga menjadi salah satu faktor yang

menentukan preferensi memasak responden atau masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

ARC. (2015). Test Result of Cook Stove Performance, Partnetship for Clean Indoor Air.

Aprovecho Research Centre, Shell Foundation, United States Enviromental Protection

Agency.

Badan Pusat Statistik. (2014).

Fullerton, D.G., Bruce, N., dan Gordon, S. B. (2008). Indoor Air Pollution from Biomass

Fuel Smoke is a Major Health Concern in the Developing World. Transaction of the

Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene, 102 (9), 843-851.

Hieu, V.M., Rasovska, I. (2017). Developing Cultural Tourism Upon Stakeholders’

Perceptions Toward Sustainable Tourism Development in Phu Quoc Island, Vietnam.

Research and Science Today, 2(14),71-86.

Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2014). Handbook of Energy Economics

and Statistics.

Nurhuda,M. (2010). Kompor Biomassa Dengan Mekanise Gasifikasi Terpanaskan dan

Pembakaran Secara Turbulen. Paten No. ID P000034916.

Nurhuda, M. (2011). Kompor Berbahan Bakar Padat Dengan Sistem Pre-Heating, Counter

Flow dan Pembakaran Terdifusi. Paten No. ID P00201100604.

Nurhuda, M. (2015). Kompor Biomassa UB Untuk Mendukung Kemandirian Energi.

M&E. Vol. 13, No. 1, hal. 29-36.

Statistik Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Bangkalan. (2015).

Page 14: KAJIAN PREFERENSI PENGGUNAAN KOMPOR BIOMASSA PELET …

D.19

Giyanto / NCIET Vol. 1 (2020) D6-D19

Sylviani, S., Suryandari, E.Y. (2013). Potensi Pengembangan Industri Pelet Kayu sebagai

Bahan Bakar Terbarukan Studi Kasus di Kabupaten Wonosobo. Jurnal Penelitian

Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 10(4), 235-246.

Sylviani, S., Dwiprabowo, H., Suryandari, E.Y. (2013). Analisis Biaya Penggunaan

Berbagai Energi Biomassa untuk IKM (Studi Kasus di Kabupaten Wonosobo). Jurnal

Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 10(1), 48-60.

Wang, W., Ouyang W., Hao, F. (2015). A Supply-Chain Analysis Framework for

Assessing Densified Biomass Solid Fuel Utilization Policies in China. Energies, 8,

7122-7139.

World Health Organization. (2014). World Health Statistics.