-
i
KAJIAN PRAGMATIK KONTEKS EKSTRALINGUISTIK
DALAM PERTUTURAN ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN: STUDI KASUS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh:
Anastasia Wilis Novita
151224035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur, saya mempersembahkan karya tulis ini
kepada:
Kedua orang tua, bapak Antonius Sudaryatno dan ibu Fransisca Ida
Mardiyati yang kasih dan
pengorbanannya tidak pernah cukup saya balas dengan apapun.
Kepada diri saya sendiri, Anastasia Wilis Novita, terima kasih
sudah mau berjuang
menyelesaikan skripsi ini. Pendekar juarakkkk :*
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
v
MOTTO
“Sek penting semangat karo yakin. Mlaku wae terus, aja ndelok
mburi.
Wes, Gusti mberkahi, ndhuk!”
-Bapak-
“Pokoke yakin, Tuhan mesthi memberi kemudahan dan kelancaran
untuk semuanya. Semangat,
ndhuk!”
-Ibuk-
“Iki koe meh neng Yoja meneh? Tugasmu i kok ra rampung-rampung
ta?
Isih kurang apa ta?”
-Simbah-
“Skripsi ini pantas diperjuangkan. Menuju wilis jadi obat luar
dalam. Yo gas yo.”
-Wilis-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
viii
ABSTRAK
Novita, Wilis Anastasia. Kajian Pragmatik Konteks
Ekstralinguistik dalam Pertuturan
antara Dokter dengan Pasien: Studi Kasus. Skripsi. Yogyakarta:
PBSI, JPBS,
FKIP, USD.
Pragmatik menurut Parker (1986) adalah cabang ilmu bahasa yang
mempelajari struktur
bahasa secara eksternal. Definisi pragmatik dalam bahasa lain
dapat disimpulkan bahwa
pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari bahasa dan
kaitannya dengan unsur-unsur di
luar kebahasaan. Salah satu unsur di luar kebahasaan tersebut
adalah konteks. Konteks hadir
melatarbelakangi kegiatan pertuturan. Terdapat empat konteks
yang dibahas dalam penelitian ini,
di antaranya konteks sosial, konteks sosietal, konteks kultural
dan konteks situasional.
Penelitian ini membahas kajian pragmatik konteks
ekstralinguistik dalam pertuturan
antara dokter dengan pasien. Tujuan dari penelitian ini yaitu,
(1) mendeskripsikan elemen
konteks ekstralinguistik dalam pertuturan antara dokter dengan
pasien, (2) mendeskripsikan
fungsi elemen konteks ekstralinguistik dalam pertuturanantara
dokter dengan pasien. Jenis
penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber
data dalam penelitian ini adalah
dokter dengan pasien di Bidan Praktik Mandiri Leny Indrawati.
Data dari penelitian ini berupa
cuplikan pertuturan antara dokter dengan pasien yang mengandung
konteks ekstralinguistik.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode simak
dengan teknik Simak Libat
Cakap (SLC) reseptif, rekam dan catat. Teknik analisis data
dalam penelitian ini menggunakan
teknik analisis deskripstif.
Hasil dari penelitian ini mengarah pada dua hal yaitu elemen
konteks dan fungsi konteks.
Berdasarkan data yang didapat oleh peneliti, terdapat 12
cuplikan pertuturan dengan elemen
konteks sosietal (OOEMAUBICARA), 5 cuplikan pertuturan dengan
elemen konteks sosial
(OOEMAUBICARA), 8 cuplikan pertuturan dengan elemen konteks
kultural (SPEAKING) dan
5 cuplikan pertuturan dengan elemen konteks situasional (penutur
dan lawan tutur, konteks
tuturan, tujuan tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakan dan
tuturan sebagai produk tindak
verbal) Pada poin fungsi elemen konteks, peneliti menemukan 4
fungsi elemen konteks yaitu
memberikan informasi kondisi mitra tutur, memberi informasi
rinci, memberi informasi
tambahan dan memberi informasi sebab terjadinya pertuturan.
Kunci: elemen konteks, fungsi konteks, sosial, sosietal,
kultural, situasional
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
ix
ABSTRACT
Novita, Wilis Anastasia. Pragmatics Study In Extralinguistic
Context Of Speech Between
Doctors and Patients: Case Study. Thesis. Yogyakarta: PBSI,
JPBS, FKIP,
USD.
According to Parker (1986), pragmatics is a branch of language
science which study
external language structure. The definition of pragmatics in
other languages can be concluded
that pragmatics is a language science of language that studies
language and its relation to
external elements of language. One of the external elements of
language is context. Context
presents behind the activities of speech. There are four
contexts discussed in this study, they are
social context, societal context, cultural context and
situational context.
This study discusses pragmatics study in extralinguistic context
of speech between
doctors and patients. The purpose of this study are, (1) to
describe the elements of the
extralinguistic context in the conversation between doctors and
patients, (2) to describe the
function of the elements of the extralinguistic context in the
conversation between doctors and
patients. The type of this research is a descriptive qualitative
research. The data were obtained
from the conversation between a doctor and the patients in Bidan
Praktik Mandiri Leny
Indrawati. The data of this study were audio recording of a
conversation between a doctor and
patients containing an extralinguistic context. To collect the
data, the researcher used referral
method with the reseptive Simak Libat Cakap (SLC), audio
recording and writting as the
technique. Then, the data were analysed using descriptive
analysis techniques.
The result of this study led to two things, namely context
element and context function.
Based on the data gathered by the researcher, there were 12
speech snippets with societal
context element (OOEMAUBICARA), 5 speech snippets with social
context element
(OOEMAUBICARA), 8 speech snippets with cultural context element
(SPEAKING), and 5
speech snippets with situational context with situational
context element (speaker and listener,
speech context, speech purpose, speech as an action, and speech
as a product of verbal act). In
the context element function, the researcher found 4 context
element functions, they were giving
information about speaking partner’s condition, giving detailed
information, giving additional
information, and giving the reason of a speech.
Keywords: context elemetn, context function, social, societal,
cultural, situational
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat karunia-Nya,
penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Pragmatik Konteks
Ekstralinguistik Pertuturan
antara Dokter dengan Pasien: Studi Kasus” dengan baik dan
lancar. Penyusunan skripsi ini
sebagai wujud pemenuhan salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia pada Fakultas
Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini tidak
lepas dari bantuan berbagai
pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan lancar. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah memberikan bantuan,
bimbingan, motivasi, dan kerja sama dari awal hingga akhir
penulisan skripsi ini. Sehubungan
dengan hal tersebut, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dr. Yohanes Harsoyo, S. Pd., M. Si., selaku dekan FKIP
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Kaprodi PBSI yang
telah memberikan
motivasi kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.
3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang
dengan sabar selalu
membimbing, mengarahkan, memotivasi dan mendukung proses
pengerjaan skripsi.
4. Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd., selaku triangulator yang
turut membantu penulis
menyelesaikan skripsi.
5. Seluruh dosen PBSI yang telah mendidik dengan sabar, berbagi
ilmu dan pengalaman
selama penulis menempuh pendidikan di PBSI Universitas Sanata
Dharma.
6. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah menyediakan
buku-buku sebagai
penunjang penulis menyelesaikan skripsi.
7. Bidan Praktik Mandiri Leny Indrawati yang telah mengijinkan
penulis melakukan
pencarian data yang mendukung proses penulisan skripsi.
8. Theresia Rusmiyati, selaku karyawati sekretariat PBSI yang
telah membantu penulis
dalam hal administrasi yang mendukung proses pengerjaan
skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
...........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN
.............................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
.........................................................................
iv
HALAMAN MOTTO
.........................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
.............................................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
..........................................................................
vii
ABSTRAK
...........................................................................................................
viii
ABSTRACT
..........................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR
.........................................................................................
x
DAFTAR
ISI........................................................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN
....................................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah
.................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah
...........................................................................................
5
1.3 Tujuan Penelitian
............................................................................................
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiii
1.4 Manfaat Penelitian
..........................................................................................
6
1.5 Batasan Istilah
.................................................................................................
7
BAB II STUDI KEPUSTAKAAN
..............................................................
11
2.1 Penelitian yang Relevan
...........................................................................
11
2.2 Landasan Teori
........................................................................................
14
2.2.1 Pragmatik
..............................................................................................
14
2.2.2 Konteks
.................................................................................................
17
2.2.3 Elemen dan Fungsi Konteks Kultural
................................................... 19
2.2.4 Elemen dan Fungsi Konteks Sosial
...................................................... 24
2.2.5 Elemen dan Fungsi Konteks
Sosietal.................................................... 35
2.2.6 Elemen dan Fungsi Konteks Situasional
.............................................. 46
2.3 Kerangka Berpikir
....................................................................................
52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
.................................................. 55
3.1 Jenis Penelitian
........................................................................................
55
3.2 Sumber Data dan Data
.............................................................................
55
3.3 Objek Penelitian
.......................................................................................
56
3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
................................................... 56
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data
........................................................... 59
3.6 Trianggulasi Data
.....................................................................................
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiv
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
........................... 62
4.1 Deskripsi Data
..........................................................................................
62
4.1.1 Konteks Kultural
.............................................................................
64
4.1.1.1 Elemen Konteks Kultural
.................................................... 64
4.1.2 Konteks Sosial
................................................................................
67
4.1.2.1 Elemen Konteks Sosial
........................................................ 67
4.1.3 Konteks Sosietal
.............................................................................
72
4.1.3.1 Elemen Konteks Sosietal
..................................................... 72
4.1.4 Konteks Situasional
........................................................................
76
4.1.4.1 Elemen Konteks Situasional
................................................. 77
4.1.5 Fungsi Konteks Kultural
................................................................
81
4.1.6 Fungsi Konteks Situasional
............................................................ 83
4.1.7 Fungsi Konteks Sosial
...................................................................
85
4.1.8 Fungsi Konteks Sosietal
................................................................
87
4.2 Analisis Data
............................................................................................
89
4.2.1 Elemen Konteks
Kultural................................................................
89
4.2.1.1 Elemen Konteks SPEAKING
.............................................. 90
4.2.2 Elemen Konteks Situasional
........................................................... 100
4.2.2.1 Elemen Konteks Situasional yang Hadir secara
Konsisten
................................................................................
101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xv
4.2.2.2 Elemen Konteks Situasional yang Hadir secara Tidak
Konsisten
..............................................................................
109
4.2.3 Elemen Konteks Sosial
...................................................................
111
4.2.3.1 Unsur Elemen yang Hadir Secara Konsisten
....................... 112
4.2.3.2 Unsur Elemen yang Hadir Secara Tidak Konsisten
............. 131
4.2.4 Elemen Konteks Sosietal
.................................................................
133
4.2.4.1 Unsur Elemen yang Hadir Secara Konsisten
....................... 133
4.2.4.2 Unsur Elemen yang Hadir Secara Tidak Konsisten
............. 151
4.2.5 Fungsi Konteks Kultural
.................................................................
153
4.2.5.1 Fungsi Memberi Informasi Kondisi Peserta Tutur
............... 153
4.2.5.2 Fungsi Memberi Informasi Rinci
......................................... 155
4.2.6 Fungsi Konteks Situasional
.............................................................
156
4.2.6.1 Fungsi Memberi Informasi Kondisi Peserta Tutur
.............. 156
4.2.6.2 Fungsi Memberi Informasi Rinci
........................................ 158
4.2.6.3 Fungsi Memberi Informasi Tambahan
................................ 160
4.2.7 Fungsi Konteks Sosial
.....................................................................
162
4.2.7.1 Fungsi Memberi Informasi Kondisi Peserta Tutur
............... 162
4.2.7.2 Fungsi Memberi Informasi Rinci
......................................... 164
4.2.8 Fungsi Konteks Sosietal
....................................................................
165
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xvi
4.2.8.1 Fungsi Memberi Informasi Kondisi Peserta Tutur
............... 166
4.2.8.2 Fungsi Memberi Informasi Rinci
......................................... 167
4.2.8.3 Fungsi Memberi Informasi Sebab Terjadinya
Tuturan
...............................................................................
169
4.2.8.3 Fungsi Memberi Informasi Tambahan
................................. 171
4.3 Pembahasan
.............................................................................................
173
BAB V PENUTUP
.......................................................................................
177
5.1 Simpulan
..................................................................................................
177
5.2 Saran
........................................................................................................
179
DAFTAR PUSTAKA
...................................................................................
180
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah alat interaksi sosial atau alat komunikasi.
Meskipun banyak
alat komunikasi lain, nampaknya bahasa menjadi alat yang paling
efektif untuk
digunakan. Dalam poses memahami maksud berkomunikasi, partisipan
pertuturan
tidak cukup hanya memperhatikan tuturan kebahasaannya saja,
tetapi juga
memperhatikan segala aspek di luar kebahasaan yang berkaitan
dan
melatarbelakangi sebuah pertuturan. Menurut Abdul Chaer (2010)
peristiwa tutur
adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam
satu bentuk
ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan
lawan tutur,
dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat dan situasi
tertentu. Salah satu
contohnya dapat dilihat dari pertuturan antara dokter dengan
pasien yang terjadi
dalam sebuah ruang periksa, pada waktu pasien memiliki keluhan
terkait dengan
kesehatan tubuhnya, dengan situasi yang cukup tenang, peristiwa
tersebut dapat
disebut sebagai peristiwa tutur.
Dalam setiap peristiwa tutur, penutur akan menyampaikan maksud
dari
pertuturannya dan mitra tutur akan memaknai informasi tuturan
yang diujarkan
oleh penutur melalui tafsirannya. Dalam ilmu kebahasaan, hal
tersebut dipelajari
dalam ilmu pragmatik. Menurut Kridalaksana (2003) pragmatik
adalah aspek-
aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan
sumbangan
pada makna ujaran dan syarat-syarat yang mengakibatkan serasi
atau tidaknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
2
pemakaian bahasa dalam komunikasi. Hal-hal di luar unsur
kebahasaan tersebut
disebut ekstralinguistik yang salah satu penandanya adalah
konteks. Terdapat
beberapa macam konteks, yaitu: konteks sosial, konteks sosietal,
konteks kultural,
dan situasional. Setiap konteks memiliki faktor atau elemen
penanda yang khas
pada setiap pertuturan.
Konteks terdiri dari 4 macam, yaitu konteks sosial, konteks
sosietal,
konteks situasi dan konteks kultural. Mey dalam Rahardi (2003:
15)
mengungkapkan konteks sosial merupakan konteks kebahasaan yang
timbul
sebagai akibat dari munculnya komunikasi dan interaksi
antaranggota masyarakat
dengan latar belakang sosial budaya yang sangat tertentu
sifatnya.
Mey dalam Rahardi (2003: 15) menyebutkan konteks sosietal
adalah
konteks yang faktor penentunya adalah kedudukan (rank) anggota
masyarakat
dalam institusi-institusi yang ada di dalam masyarakat sosial
dan budaya tertentu.
Konteks sosietal dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat pada
pertuturan antara
dosen dengan mahasiswa, guru dengan murid, maupun dokter dengan
pasien.
Sebagai salah satu contoh, seorang dokter yang melakukan
diagnosa pada pasien
pasti akan memberikan berbagai pertanyaan yang sesuai dengan
keluhan yang
disebutkan. Pada konteks ini, pasien tidak akan merasa
terinterogasi akibat dari
pertanyaan yang disampaikan oleh dokter. Penutur menggunakan
wewenangnya
sebagai seorang dokter yang harus mendiagnosa penyakit pasien
(mitra tutur)
dengan cara menanyainya, sedangkan pasien juga tidak akan merasa
keberatan
memberi tahu keluhannya karena pasien membutuhkan bantuan
dokter.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
3
Selain kedua konteks tersebut, penelitian ini juga menggunakan
dua
konteks lain yaitu konteks situasi dan konteks kultural.
Halliday dan Hassan
dalam Baryadi (2015: 22) menyebutkan konteks situasi adalah
lingkungan
langsung tempat teks itu berfungsi. Apabila dikaitkan dengan
penelitian ini, yang
dimaksud dengan teks adalah pertuturan antara dokter dan pasien,
lingkungan
pertuturan terjadi di dalam ruang periksa sebuah klinik dengan
pokok pembahasan
bersifat memaparkan, mendengarkan dan menjelaskan. Konteks yang
keempat,
penelitian ini menggunakan konteks kultural, dimana Halliday
(1898)
menyebutkan bahwa konteks kultural adalah the institusional and
ideological
background that give value to the text and contrains its
interpretation. Pernyataan
tersebut peneliti simpulkan bahwa konteks kultural berperan
sebagai latar
belakang institusional dan ideologikal yang memberi nilai pada
sebuah teks,
termasuk dengan interpretasinya. Pengertian teks pada penelitian
ini merujuk pada
pertuturan.
Hymes (1974: 53-62) mengemukakan pendapatnya bahwa dalam
sebuah
pertuturan terdapat komponen yang kemudian dimemoteknik dan
berbunyi
“SPEAKING”. Berbeda dengan Hymes, Poedjosoedarmo (1985:
79-99)
mengemukakan pendapatnya bahwa elemen atau faktor penanda
sebuah
pertuturan memiliki 12 elemen yang kemudian dimemoteknik yang
berbunyi “O,
O, E MAU BICARA”. Beberapa pakar lain juga turut
menyumbangkan
gagasannya terkait dengan elemen konteks dalam pertuturan. Dalam
penelitian
yang peneliti lakukan, elemen-elemen konteks tersebut akan
menjadi piranti
analisis dari data (pertuturan) yang didapat selama proses
pengambilan data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
4
Peneliti beberapa kali mengamati pertuturan antara dokter
dengan
pasiennya. Kepentingan bertutur antara dokter dengan pasien juga
beragam.
Beberapa pasien datang sebagai pasien awal dan beberapa lainnya
datang
melanjutkan konsul kesehatan yang sudah berjalan. Sebagian besar
pasien berasal
dari daerah. Rata-rata rumah para pasien tidak terlalu jauh dari
klinik. Peneliti
mengamati bahwa pertuturan mereka satu dengan yang lainnya
memiliki maksud
dan tujuan yang berbeda. Peneliti beranggapan bahwa konteks
menjadi hal utama
yang melatarbelakanginya. Dalam kegiatan bertutur, apabila
partisipan (penutur
dan mitra tutur) memperhatikan konteks, maka pertuturan akan
berjalan dan
sampai pada maksud yang dituju. Dokter yang memahami konteks
pembicaraan
akan memahami apa yang dibicarakan oleh pasien, begitu pula
sebaliknya. Pasien
akan mencoba memahami maksud dari tuturan yang diujarkan oleh
dokter. Salah
satu contoh konkret pertuturan antara dokter dengan pasiennya
terjadi pada
pertuturan berikut:
Data tuturan 21:
Dokter : pripun, mbah? Napa ingkang diraoske?
Pasien : niki lho, bu, riki, riki, kalih riki kula tengsrenut
nika.
(sambil menepuk bagian tubuh tengkuk, pundak dan paha)
Wah jan, rasane racetha nika.
Dokter : oh lha pripun, bu?? Cobi sarean rumiyin dipuntensi.
Berdasarkan cuplikan pertuturan di atas, tertulis bahwa pasien
hanya
menyebut istilah dalam bahasa Jawa “riki, riki, kalih riki kula
tengsrenut nika”
untuk menunjukkan bagian dari tubuhnya yang sakit. Apabila kita
hanya melihat
bagian dari teks pertuturan, maka kita akan kebingungan untuk
mengetahui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
5
maksud yang ingin disampaikan oleh pasien, namun dalam cuplikan
pertuturan
tersebut mengandung konteks yang membantu dokter memahami maksud
pasien.
Berawal dari beberapa fakta dalam contoh petikan pertuturan
antara dokter
dan pasien tersebut, kentalnya konteks (dalam hal ini konteks
situasi)
melatarbelakangi pertuturan dan hal ini menarik perhatian
peneliti sehingga
peneliti tertarik untuk mengamati konteks dengan objek
penelitian dokter dengan
pasien. Mengapa memilih dokter dan pasien sebagai objek
penelitian? Karena
peneliti menganggap pertuturan dokter dengan pasien memili ciri
khas tersendiri
yang pasti akan sangat berbeda jika dibandingkan dengan
pertuturan antara guru
dengan siswa, dosen dengan mahasiswa maupun pedagang dengan
pembeli.
Peneliti berharap bahwa penelitian ini kedepannya akan menambah
wawasan
banyak orang terkait dengan pertuturan dokter dengan pasien.
Peneliti ingin
mengetahui lebih dalam lagi elemen konteks apa saja yang
mempengaruhi
terjadinya pertuturan antara dokter dengan pasiennya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah utama
penelitian ini adalah
“Bagaimanakah kajian pragmatik konteks ekstralinguistik dalam
pertuturan antara
dokter dengan pasien: studi kasus?” Atas dasar rumusan masalah
tersebut,
kemudian dijabarkan sub masalah sebagai berikut:
1. Apa sajakah elemen konteks ekstralinguistik dalam pertuturan
antara
dokter dengan pasien?
2. Apa sajakah fungsi konteks ekstralinguistik dalam pertuturan
antara
dokter dengan pasien?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
6
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian tersebut, peneliti
merumuskan tujuan
penelitian sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan elemen kajian pragmatik konteks
ekstralinguistik
dalam pertuturan antara dokter dengan pasien.
2. Mendeskripsikan fungsi kajian pragmatik konteks
ekstralinguistik
dalam pertuturan antara dokter dengan pasien.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian tentang kajian pragmatik konteks ekstralinguistik
dalam
pertuturan antara dokter dengan pasien ini diharapkan dapat
memberi manfaat
bagi beberapa pihak. Adapun manfaat yang diperoleh dari
penelitian ini sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian
sebelumnya
yang lebih menjelaskan secara mendalam terkait dengan fungsi
dan
elemen konteks ekstralinguistik. Penelitian ini diharapkan
dapat
memberikan sumbangan refrensi perkembangan ilmu pragmatik,
khususnya pada ilmu mengenai elemen dan fungsi konteks
ekstralinguistik
dengan melihat dari teori dan hasil analisis yang berhasil
disimpulkan dan
ditemukan oleh peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
7
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan,
pengalaman dan sarana dalam menerapkan pengetahuan tentang
pemahaman konteks dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam
dunia pendidikan secara nyata.
b. Bagi jurusan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak
jurusan dalam upaya meningkatkan kemampuan dan kompetensi
dalam proses pembelajaran di Program Studi Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
c. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan baru
bahwa
dokter dalam melakukan tugasnya memiliki kode etik yang
resmi
ditetapkan oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) sehingga pasien
tidak
perlu ragu maupun takut untuk berkonsultasi dan bertutur
kepada
dokter.
1.5 Batasan Istilah
Penulis memberikan batasan istilah agar memiliki konsep yang
digunakan
dalam penelitian ini. Batasan istilah yang digunakan sebagai
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
8
1. Pragmatik
Parker (1986) di dalam buku yang berjudul Linguistic for
Non-Linguis, secara
tegas telah menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa
yang
mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Adapun yang
dimaksud dengan
pernyataan Parker itu sesungguhnya adalah bagaimana satuan
lingual tertentu
dapat digunakan dalam praktik komunikasi dan interaksi yang
sebenaranya
pada suatu masyarakat. Pakar linguistik ini dengan tegas
membedakan antara
studi ilmiah bahasa pragmatik dengan studi tata bahasa atau
gramatika bahasa
yang dianggapnya sebagai studi ihwal seluk beluk bahasa secara
internal,
terlepas dari konteks situasi pemakainya di dalam masyarakat
yang
sesungguhnya.
2. Konteks
Tarigan (1987: 35) menyatakan bahwa konteks adalah latar
belakang
pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama
oleh pembicara
atau penulis dan penyimak atau pembaca serta yang menunjang
interpretasi
penyimak atau pembaca terhadap apa yang dimaksud pembicara atau
penulis
dengan suatu ucapan tertentu.
3. Konteks Ekstralinguistik
Rahardi (2016: 3) menjelaskan bahwa konteks ekstralinguistik
merupakan hal-
hal di luar kebahasaan yang melatarbelakangi dalam sebuah
pertuturan. Setiap
pertuturan terjadi dengan latar belakang yang muncul dari luar
aspek
kebahasaan. Latar belakang inilah yang disebut dengan
konteks
ekstralinguistik. Partisipan dalam sebuah pertuturan akan dapat
mentransfer
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
9
dan menerima makna setiap pesan dengan didukung konteks
ekstralinguistik
yang melatarbelakanginya.
4. Konteks Sosial
Mey dalam (Rahardi, 2003: 15) mengungkapkan konteks sosial
merupakan
konteks kebahasaan yang timbul sebagai akibat dari munculnya
komunikasi
dan interaksi antaranggota masyarakat dengan latar belakang
sosial budaya
yang sangat tertentu sifatnya.
5. Konteks Sosietal
Mey (Rahardi, 2003: 15) mengungkapkan konteks sosietal merupakan
konteks
yang faktor penentunya adalah kedudukan sosial relatif (relative
sosial rank)
setiap anggota masyarakat di dalam institusi-institusi yang ada
pada
masyarakat dan lingkungan sosial tertentu. Konteks sosietal
muncul karena
adanya kekuasaan (power) antarpartisipan dalam sebuah
pertuturan.
6. Konteks Situasional
Menurut Leech dalam (Rahardi, 2003: 18) memaparkan bahwa
konteks
situasi tuturan adalah aneka macam kemungkinan latar
belakang
pengetahuan (background knowledge) yang muncul dan dimiliki
bersama-
sama baik oleh penutur maupun oleh mitra tutur, serta
aspek-aspek non-
kebahasaan lainnya yang menyertai, mewadahi serta
melatarbelakangi
hadirnya sebuah pertuturan tertentu.
7. Konteks Kultural
Halliday (1989) menyebutkan “Cultural context is the
institusional and
ideological backgound that give value to the text and constrain
its
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
10
interpretation.” Yang artinya kultural sebagai latar belakang
institusional dan
ideologis yang memberikan nilai pada tuturan yang harus
diinterpretasikan
karena menggambarkan kebudayaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
11
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
2.1 Penelitian yang Relevan
Peneliti menemukan beberapa penelitian terdahulu yang relevan
dengan
penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tersebut diantaranya
adalah penelitian
oleh Kristiana Jayanti Andang (2018), Pilipus Wai Lawet (2018),
Lastri
Rindiyantika (2018), Priscila Felicia Elu (2018). Keempat
penelitian tersebut
merupakan penelitian dengan topik yang sama, yakni sama-sama
membahas
tentang elemen dan fungsi konteks dalam menentukan maksud
berkomunikasi.
Penelitian dari saudari Kristiana Jayanti Andang berjudul
“Kajian
Elemen dan Fungsi Konteks Situasi dalam Menentukan Maksud
Berbahasa
Mahasiswa dan Dosen di Prodi PBSI Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Tahun Akademik 2017/2018”. Pada penelitian tersebut, saudari
Kristiana Jayanti
Andang mendeskripsikan apa saja elemen dan fungsi konteks
situasi yang
menentukan maksud berbahasa dengan objek mahasiswa dengan dosen
di prodi
PBSI Universitas Sanata Dharma. Adapun kesamaan dan perbedaan
antara
penelitian saya dengan penelitian tersebut adalah sama-sama
meneliti elemen dan
fungsi konteks, sedangkan perbedaannya terletak pada objek
penelitiannya.
Penelitian yang relevan berikutnya adalah penelitian dari
saudara
Pilipus Wai Lawet yang berjudul “Kajian Elemen dan Fungsi
Konteks Sosial
dalam Menentukan Maksud Berkomunikasi Antarmahasiswa dan Dosen
Non-
FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Akademik 2017/
2018”.
Pada penelitian tersebut, saudara Pilipus Wai Lawet meneliti
mendeskripsikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
12
tentang apa saja elemen dan bagaimana fungsi konteks sosial
dalam menentukan
maksud berkomunikasi antarmahasiswa dan dosen non-FKIP.
Persamaan
penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah sama-sama
meneliti tentang
elemen dan fungsi konteks, sedangkan perbedaannya terletak pada
piranti analisis
dan objeknya, dimana saudara Pilipus Wai Lawet menggunakan
konteks sosial
sebagai piranti analisisnya sedangkan saya konteks dan berbagai
macamnya.
Objek yang digunakan saudara Pilipus Wai Lawet pada
penelitiannya juga
berbeda dengan penelitian ini.
Penelitian yang relevan berikutnya adalah penelitian dari
saudari Lastri
Rindiyantika yang berjudul “Kajian Elemen dan Fungsi Konteks
Sosietal dalam
Menentukan Maksud Berkomunikasi antara Mahasiswa dan Dosen
FKIP
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Akademik 2017/ 2018”.
Pada
penelitian tersebut, saudari Lastri Rindiyantika meneliti
mendeskripsikan tentang
apa saja elemen dan bagaimana fungsi konteks sosietal dalam
menentukan
maksud berkomunikasi antarmahasiswa dan dosen FKIP. Persamaan
penelitian ini
dengan penelitian tersebut adalah sama-sama meneliti tentang
elemen dan fungsi
konteks, sedangkan perbedaannya terletak pada piranti analisis
dan objeknya,
dimana saudari Lastri Rindiyantika menggunakan konteks sosietal
sebagai piranti
analisisnya sedangkan peneliti pada penelitian ini menggunakan
piranti analisis
konteks dan berbagai macamnya. Objek yang digunakan saudari
Lastri
Rindiyantika pada penelitiannya juga berbeda dengan penelitian
ini.
Penelitian yang relevan selanjutnya adalah penelitian yang
dilakukan
oleh saudari Priscila Felicia Elu yang berjudul “Kajian Elemen
dan Fungsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
13
Konteks Sosio-Kultural dalam Menentukan Maksud Berbahasa Para
Mahasiswa
Berlatar Belakang Kultur Jawa Prodi PBSI Universitas Sanata
Dharma
Yogyakarta pada Semester Gasal Tahun Akademik 2017/ 2018”. Pada
penelitian
tersebut, saudari Priscila Felicia Elu meneliti mendeskripsikan
tentang apa saja
elemen dan bagaimana fungsi konteks sosio-kultural dalam
menentukan maksud
berbahasa para mahasiswa berlatar belakang kultur Jawa Prodi
PBSI Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta pada Semester Gasal Tahun Akademik
2017/ 2018”.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah
sama-sama meneliti
tentang elemen dan fungsi konteks, sedangkan perbedaannya
terletak pada piranti
analisis dan objeknya, dimana saudari Priscila Felicia Elu
menggunakan konteks
sosio-kultural sebagai piranti analisisnya sedangkan peneliti
pada penelitian ini
menggunakan piranti analisis konteks dan berbagai macamnya.
Objek yang
digunakan saudari Lastri Rindiyantika pada penelitiannya juga
berbeda dengan
penelitian ini.
Secara keseluruhan, persamaan penelitian ini dengan keempat
penelitian tersebut adalah sama-sama menganalisis konteks
ekstralinguistik pada
suatu tuturan, namun yang membedakan, keempat penelitian
tersebut hanya
menganalisis satu konteks pada setiap tuturan, sedangkan
penelitian ini
menganalisis empat konteks pada pertuturan dengan objek yang
berbeda, yaitu
pertuturan antara dokter dengan pasiennya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
14
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pragmatik
Pragmatik secara singkat dapat disebut sebagai ilmu dalam
bidang
bahasa yang berkaitan erat dengan unsur-unsur ekstralingual
kebahasaan
dalam penentuan maksud tuturan. Yule (1996: 3)
mengklasifikasikan
pengertian pragmatik ke dalam empat area yaitu:
1) Pragmatics is the study of speaker meaning 2) Pragmatics is
the study of contextual meaning 3) Pragmatics is the study of how
more gets communicated than is
said
4) Pragmatics is the study of expression of relative
distance
Pengertian bahwa pragmatics is the study of speaker meaning
mengarah
pada makna yang dikomunikasikan oleh penutur dan ditafsirkan
oleh
pendengar atau mitra tutur. Dalam penelitian ini, penutur adalah
seorang
pasien dan mitra tutur adalah seorang dokter. Dalam pertuturan,
pasien akan
mengomunikasikan keluhan yang ia rasakan kepada dokter,
sedangkan dokter
akan mendengarkan dan menafsirkan (diagnosa) keluhan pasien
tersebut
untuk kemudian dilakukan tindakan lebih lanjut.
Pada area kedua yaitu pragmatics is the study of contextual
meaning
mengarah pada interpretasi tentang apa yang penutur maksudkan
dalam
konteks tertentu dan bagaimana konteks tersebut mempengaruhi apa
yang
dikatakan. Dalam hal ini, konteks menjadi pertimbangan utama
dalam sebuah
pertuturan. Hal penting yang perlu dipertimbangkan adalah
bagaimana
pembicara mengatur apa yang ingin dia katakan sesuai dengan
siapa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
15
mereka ajak bicara, di mana mereka berbicara, kapan mereka
berbicara, dan
dalam keadaan seperti apa mereka berbicara.
Area berikutnya yaitu pragmatics is the study of how more
gets
communicated than is said yang mengarah pada bagaimana pendengar
atau
mitra tutur dapat membuat kesimpulan tentang apa yang dikatakan
oleh
penutur sesuai dengan interpretasi makna yang dimaksudkan. Pada
pengertian
ini, Yule menyakini bahwa pragmatik menjelaskan bahwa apa yang
tidak
dituturkan diakui sebagai bagian dari apa yang dikomunikasikan.
Pada
penelitian ini, situasi seperti ini dapat tercermin dalam
komunikasi non verbal
antara dokter dengan pasien. Beberapa pasien lanjut usia yang
kesulitan
menjelaskan keluhannya hanya akan menunjukkan dengan cara
menepuk
bagian tubuh mana yang dirasanya sakit supaya dokter dapat
memahami
maksud dari pasien.
Area pragmatik menurut Yule yang terakhir bahwa pragmatics is
the study
of expression of relative. Pengertian ini merujuk pada
kedekatan, baik secara
fisik, sosial ataupun konseptual yang menyiratkan seberapa dekat
atau jauh
hubungan antara penutur dengan mitra tutur, sehingga penutur
dapat
menentukan hal apa saja yang perlu dibicarakan. Hal seperti ini
banyak
peneliti temukan dalam pertuturan antara pasien dengan dokter di
klinik yang
telah peneliti tunjuk menjadi objek penelitian. Beberapa pasien
yang sudah
cocok dengan pengobatan yang dilakukan oleh dokter pada klinik
tersebut,
memiliki sugesti bahwa mereka akan sembuh apabila sudah berobat
dengan
dokter di klinik tersebut. Bahkan beberapa pasien akan menyalami
dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
16
menepuk lengan dokter sebagai ekspresi rasa terima kasihnya.
Sugesti yang
dimiliki oleh pasien, dalam hal ini penutur, sangat mempengaruhi
pertuturan
yang terjadi.
Geoffrey N. Leech (1983) mengemukakan bahwa pragmatik
berbeda
dengan semantik. Semantik secara tradisional berkaitan dengan
makna
sebagai hubungan diadik, sedangkan pragmatik berkaitan dengan
makna
sebagai hubungan triadik. Pragmatik berhubungan dengan penutur
dan
makna, sedangkan semantik hanya murni sebagai properti ucapan
dalam
pertuturan, terlepas dari situasi penutur dan mitra tutur.
Parker (1986) di dalam bukunya yang berjudul Linguistic for
Non-Linguis,
secara tegas telah menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu
bahasa
yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Adapun yang
dimaksud
dengan pernyataan Parker itu sesungguhnya adalah bagaimana
satuan lingual
tertentu dapat digunakan dalam praktik komunikasi dan interaksi
yang
sebenaranya pada suatu masyarakat. Pakar linguistik ini dengan
tegas
membedakan antara studi ilmiah bahasa pragmatik dengan studi
tata bahasa
atau gramatika bahasa yang disebutkan terakhir itu semata-mata
dianggapnya
sebagai studi ihwal seluk beluk bahasa secara internal, terlepas
dari konteks
situasi pemakainya didalam masyarakat yang sesungguhnya.
Menyimpulkan dari berbagai definisi pragmatik menurut
pakar-pakar
diatas, peneliti menarik kesimpulan bahwa pragmatik adalah ilmu
bahasa
yang mempelajari bahasa dan kaitannya dengan unsur-unsur
diluar
kebahasaan. Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, teori
pragmatik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
17
digunakan sebagai ilmu kajian dasar dalam penelitian.
Memperhatikan
kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan, peneliti
melihat pertuturan
antara dokter dengan pasien yang memiliki berbagai unsur di luar
kebahasaan
yang berbeda untuk dapat menentukan fungsi dari tiap elemen
konteks yang
melatarbelakanginya.
2.2.2 Konteks
Dalam pembahasan pada bagian pragmatik telah disebutkan
bahwa
pragmatik merupakan ilmu bahasa yang berkaitan erat dengan
unsur-unsur
ekstralingual. Salah satu unsur tersebut adalah konteks. Menurut
Leech
(1983: 19) konteks adalah aspek-aspek yang berhubungan dengan
lingkungan
fisik dan sosial sebuah tuturan. Terdapat lima aspek
diantaranya; penutur dan
mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tuturan sebagai
bentuk tindak
tutur dan tuturan sebagai tindakan verbal. Aspek yang pertama
adalah penutur
dan mitra tutur. Penutur adalah orang yang bertutur menyatakan
pesan
melalui alat komunikasi, sedangkan mitra tutur adalah lawan
bicara penutur
dalam pertuturan. Peran penutur dan mitra tutur pada sebuah
pertuturan
seimbang, terjadi secara silih berganti. Penutur yang awalnya
melakukan
tindakan pertuturan, akan bergantian posisi dengan mitra tutur
yang awalnya
hanya mendengarkan pertuturan akan menjadi penutur menanggapi
ujaran
yang disampaikan penutur. Aspek-aspek yang mempengaruhi
komponen
penutur dan mitra tutur antara lain: usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan
dan keakraban.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
18
Konteks tuturan mencangkup semua aspek fisik yang berhubungan
dengan
pertuturan yang dilakukan. Dalam ilmu pragmatik, konteks adalah
segala
pengetahuan yang dimiliki oleh penutur dan mitra tuturnya.
Konteks dapat
membantu mitra tutur menginterpretasi maksud penutur.
Tujuan tuturan merupakan hal yang ingin dicapai oleh penutur dan
juga
mitra tutur dalam pertuturan. setiap pertuturan memiliki tujuan
yang berbeda
dengan tuturan yang lainnya. Seperti misalnya dengan tujuan
pertuturan
antara seorang pembeli dengan pedagang pasti akan berbeda dengan
tujuan
pertuturan antara seorang dokter dengan pasien.
Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, maksudnya di
sini
pertuturan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh alat
ucap yaitu
bibir dan mulut, sedangkan tindakan sebagai bentuk tindak verbal
maksudnya
pertuturan dilakukan dengan mengucap atau berkata/kata. Ada dua
macam
tindakan yaitu verba dan non-verba. Tindakan non-verba adalah
kegiatan
yang tidak menggunakan alat ucap bibir dan mulut pada tiap
pertuturan,
sedangkan tindakan verba adalah tindakan bertutur atau berbicara
yang
menggunakan alat ucap.
Cutting dalam Baryadi (2015: 32) menyatakan bahwa konteks
merupakan
pengetahuan yang dimiliki pembicara yang mempengaruhi
komunikasi, yaitu
pengetahuan tentang dunia fisik dan dunia sosial, faktor-faktor
sosial
psikologis, dan pengetahuan tentang waktu dan tempat yang
terdapat dalam
perkataan yang mereka tuturkan atau tuliskan, latar belakang
pengetahuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
19
yang dimiliki bersama, baik oleh penutur maupun mitra tutur
memegang
peranan penting dalam pemaknaan tuturan.
Membahas pengertian yang telah disampaikan oleh beberapa pakar
di atas,
peneliti menyimpulkan bahwa konteks adalah hal-hal diluar
kebahasaan
yang turut mempengaruhi pertuturan. Terdapat beberapa macam
konteks
yang dapat melatarbelakangi sebuah teks dan pertuturan. Konteks
hadir
melatarbelakangi pertuturan yang terjadi antara penutur dan
mitra tutur.
Dalam pertuturan antara dokter dengan pasien, konteks menjadi
“jembatan”
bertemunya maksud yang disampaikan oleh pasien dengan pemaknaan
yang
diterima oleh dokter. Pemahaman dokter terhadap keluhan yang
disampaikan
oleh pasien akan mempermudah tercapainya tujuan pertuturan.
2.2.3 Elemen dan Fungsi Konteks Kultural
Terdapat beberapa jenis konteks dalam pragmatik. Halliday
(1989)
menyebutkan bahwa
“Cultural context is the institusional and ideological
background
that give value to the text and constrain its
interpretation.”
Pengertian konteks kultural sebagai latar belakang institusional
dan
ideologis yang memberikan nilai pada tuturan dan menahan
interpretasi.
Nilai yang dimaksud dalam pernyataan tersebut meliputi segala
sesuatu yang
diyakini benar atau salah, baik atau buruk, begitu juga
didalamnya terdapat
ideologi yang menjadi dasar keteraturan sosial yang berlaku di
dalam
kebudayaan masyarakat umum. Dalam sebuah pertuturuan, merupakan
hal
penting untuk memahami konteks kultural yang
melatarbelakanginya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
20
Dell Hymes dalam Mulyana (2005: 23-24) merumuskan ihwal
faktor-
faktor penentu peristiwa tutur melalui akronim SPEAKING, dimana
setiap
fonem dijelaskan demikian:
S= Setting and scene. Setting merujuk pada waktu dan tempat
pertuturan
berlangsung, sedangkan scene merujuk pada situasi psikologis
pertuturan.
Waktu, tempat dan situasi tuturan yang berbeda menyebabkan
penggunaan
variasi bahasa. Salah satu contohnya adalah memeriksa pasien di
ruang
periksa akan menjadi berbeda dengan memeriksa pasien di lapangan
yang
ramai orang berlalu lalang di sekitarnya. Dokter akan lebih
seksama
mendengarkan keluhan pasien apabila memeriksa di ruang periksa.
Contoh
lain yang dapat menggambarkan scene adalah pasien yang datang
dengan
keluhan yang harus diberi pertolongan pertama juga akan berbeda
dengan
pasien yang datang dengan rasa sakit yang bisa ditahan (pusing,
mual,
demam).
P= Participants. Participants adalah pihak-pihak yang terlibat
dalam sebuah
pertuturan. Pertuturan selalu melibatkan dua atau lebih
participants.
Participants dalam pertuturan umumnya disebut penutur dan mitra
tutur atau
pembicara dan pendengar atau pengirim dan penerima. Dalam
pertuturan, ada
pertuturan dua arah, di mana peran kedua pihak dapat berubah
secara
bergantian dan pertuturan satu arah, di mana peran dari
masing-masing pihak
tidak dapat digantikan. Pertuturan antara dokter dengan pasien
umumnya
bersifat dua arah. Apabila pasien berperan sebagai penutur, maka
dokter akan
berperan sebagai mitra tutur, begitu pula sebaliknya. Status
sosial partisipan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
21
juga sangat mempengaruhi ragam bahasa yang digunakan. Sebagai
contoh,
dokter akan menggunakan ragam bahasa yang lebih halus ketika
pasien yang
berobat berumur 85 tahun.
E= Ends. Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan.
Dalam
pertuturan, perlu adanya keselarasan maksud dan tujuan
antarpartisipan. Hal
apa saja yang akan dibicarakan oleh penutur sebaiknya selaras
dengan
kedaulatan mitra tutur pada situasi tersebut. Sebagai salah satu
contoh,
berikut adalah contoh cuplikan pertuturan dengan unsur elemen
ends
Data tuturan 17
Dokter : ibuke sakit napa?
Pasien : nggregesi niki, ngethok-ngethoki. Rasane teng griming
nika
lho.
Dokter : oh nggih nggih nggih. Mangga sarean rumiyin, bu.
Kula
tensi rumiyin.
A= Act sequence. Act sequence merujuk pada bentuk ujaran
yang
berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana
penggunaannya,
dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan
selama
pertuturan berlangsung. Hal ini dapat dibandingkan dengan bentuk
ujaran
dan kata-kata pertuturan pihak lain seperti pedagang dengan
pembeli,
pengacara dengan clientnya dan dokter dengan pasiennya juga akan
berbeda.
K= Key. Key merujuk pada nada, cara dan semangat di mana suatu
pesan
disampaikan. Penutur menyampaikan pesan dengan hati bergembira
atau
serius, sedih, semangat, mengejek atau memohon. Selain dapat
ditunjukkan
pada ekspresi, key dapat ditunjukkan melalui gerak gerik. Secara
umum,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
22
pasien datang dengan wajah lesu karena kondisinya yang kurang
sehat,
namun tidak jarang juga pasien yang datang dengan wajah penuh
harap
karena ia sudah bersugesti bahwa setelah diperiksa dengan
dokter, dia akan
sembuh.
I= Instrumentalities. Instrumentalities mengacu pada jalur dan
kode
bahasa yang digunakan. Jalur-jalur tersebut antara lain lisan,
tertulis atau
melalui media tertentu, sedangkan kode mengaju pada bahasa,
dialek, fragam
atau register. Sebagai salah satu contoh, pasien yang datang
berobat akan
bertutur secara lisan dan menggunakan bahasa Jawa, entah ngoko
atau krama.
Memang ada sebagian pasien yang menggunakan bahasa Indonesia,
namun
lebih banyak pasien yang bertutur menggunakan bahasa Jawa.
Dokter yang
pada situasi ini berperan sebagai mitra tutur juga akan
menyesuaikan dengan
bahasa yang digunakan pasien.
N= Norm of Interaction an Interpretation. Norm of Interaction
an
Interpretation merujuk pada morma dalam pertuturan dan norma
penafsiran
terhadap ujaran dari mitra tutur. Dalam pertuturan antara dokter
dengan
pasien, hal ini sangat tercermin pada penafsiran dokter terhadap
pertuturan
yang disampaikan oleh pasien. Penafsiran dokter dalam bahasa
medis disebut
diagnosis. Dokter selalu menyimak keluhan pasien sekaligus
mendiagnosa
penyakit yang menyerang pasien melalui gejala-gejala yang
dirasakan.
Setelah dokter berhasil mendiagnosa, dokter akan segera
mengambil
keputusan untuk melakukan tindakan lebih lanjut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
23
G= Genre. Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian.
Apakah
pertuturan itu disampaikan dengan bentuk narasi, doa, puisi atau
pidato.
Pemilihan jenis bentuk penyampaian ini jelas memperhatikan
tujuan dan
maksud pertuturan. melihat dari poin genre, dokter maupun pasien
akan
menyampaikan maksudnya dengan bentuk yang wajar sesuai
dengan
kebutuhan. Namun perlu menjadi pengecualian apabila partisipan
yang
bersangkutan adalah dokter dengan pasien dengan gangguan jiwa
yang emosi
dan akalnya tidak dapat bekerja dengan baik.
Penelitian elemen konteks ekstralinguistik ini menggunakan teori
elemen
“SPEAKING” yang menjadi alat analisis pada pertuturan antara
dokter
dengan pasiennya. Peneliti akan mengetahui elemen yang
melatarbelakangi
pertuturan yang terjadi berdasarkan kedelapan unsur elemen
SPEAKING.
Konteks kultural merupakan salah satu konteks yang
melatarbelakangi
terjadinya pertuturan dan merupakan alat bantu penutur dan mitra
tutur untuk
dapat memahami maksud tuturan. Konteks dalam penelitian ini
didapat dari
data tuturan dokter dengan pasien. Adapun dalam penelitian ini
fungsi
konteks menurut Elu (2018) yang ditemukan antara lain:
1. Memberi keterangan situasi dan kondisi peserta tutur
2. Memberi informasi atau keterangan pengetahuan peserta
tutur
3. Memberikan keterangan atau informasi sebab terjadinya
pertuturan dan
pengetahuan peserta tutur
4. Memberikan keterangan kronologi tuturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
24
5. Memberi keterangan atau informasi sebab tuturan terjadi atau
sebelum
peristiwa tutur terjadi
6. Memberi informasi tambahan mengenai peserta tutur
Berdasarkan uraian teori tentang fungsi konteks kultural
tersebut,
beberapa pertuturan antara dokter dengan pasien dilatarbelakangi
oleh
konteks kultural. Baik dokter maupun pasien akan memiliki latar
belakang
kultur yang berbeda, maka dari itu, konteks kultural akan
menjadi jembatan
pertuturan antara dokter dengan pasien yang memiliki latar
belakang kultur
yang berbeda.
2.2.4 Elemen dan Fungsi Konteks Sosial
Mey dalam Rahardi (2003: 15) mengungkapkan konteks sosial
merupakan konteks kebahasaan yang timbul sebagai akibat dari
munculnya
komunikasi dan interaksi antaranggota masyarakat dengan latar
belakang
sosial budaya dengan sifat-sifat tertentu manusia di mana rasa
solidaritas dan
kedekatan atau keakraban partisipan tutur mendominasi munculnya
konteks
sosial dalam sebuah pertuturan. Antarpartisipan tutur dalam
sebuah
pertuturan yang berlatar belakang konteks sosial memiliki
hubungan yang
horizontal (sejajar). Dalam hal ini tidak terlalu nampak
perbedaan status
sosial yang muncul dari kedua partisipan tutur. Dalam pertuturan
antara
dokter dengan pasien, dijumpai beberapa cuplikan pertuturan
dengan latar
belakang konteks sosial.
Poedjosoedarmo (1985) menyatakan tentang konsep komponen
tutur
merupakan pengembangan dari ide konsep yang disampaikan Dell
Hymes.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
25
Menurutnya, faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan bahasa
disebut
sebagai konsep memoteknik OOEMAUBICARA, yaitu (1) O1= orang
ke
satu atau penutur, (2) O2= orang ke-dua atau mitra tutur, (3) E=
emosi, (4)
M= maksud dan tujuan percakapan, (5) A= adanya O3 dan
barang-barang
lain di sekeliling adegan percakapan, (6) U= urutan tutur, (7)
B= bab yang
dipercakapkan; pokok pembicaraan, (8) I= instrumen tutur atau
sarana tutur,
(9) C= citarasa tutur, (10) A= adegan tutur, (11) R= register
tutur/ genre, (12)
A= aturan atau norma kebahasaan.
Keseluruh komponen tersebut dibahas dalam pembahasan
berikut:
(1) O1= orang ke satu atau penutur.
Latar belakang penutur menjadi hal yang sangat penting dan
mempengaruhi pertuturan yang terjadi. Hal-hal penting yang perlu
diketahui
dari penutur adalah jenis kelamin, asal daerah, status
pendidikan, profesi,
bagaimana keadaan fisik dan mental serta kemahirannya dalam
berbahasa.
Aspek-aspek tersebut akan mencerminkan cara pandang, cara
berfikir dan
pilihan kata yang ia gunakan saat melakukan pertuturan. Dalam
pertuturan
antara dokter dengan pasien, keduanya memiliki peran yang sama.
Secara
bergantian, dokter dan pasien akan menjadi penutur maupun mitra
tutur. Saat
dokter berperan sebagai penutur, dengan pasien yang belum ia
ketahui
bagaimana latar belakangnya, dokter harus mampu bersikap
profesional
namun penuh empati.
Data Tuturan 26
Dokter : gerahipun napa?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
26
Pasien : kula niku seket (50) tahun, bu, ning mboten mens
kalih (2) wulan. Gek niki kula sakniki mens
Dokter : kathah, bu?
Pasien : nggih lumayan.
Dokter : lha sing diraoske napa?
Pasien : nggliyer-nggliyer nika
Dokter : sempat panas mboten?
Pasien : nggih namung anget-anget nika
Dokter : nggih mangga sarean, dipuntensi rumiyin
Pada cuplikan pertuturan tersebut, penutur adalah seorang
dokter
berusia 60 tahun dan berjenis kelamin perempuan. Dokter tersebut
sudah
menggeluti profesinya sebagai dokter sejak 30 tahun yang lalu
sehingga
beliau sudah sangat mudah dalam memahami berbagai maksud
kedatangan
pasien.
(2) O2= orang ke-dua atau mitra tutur.
Hampir sama dengan O1, dalam sebuah pertuturan, penutur
perlu
mengetahui latar belakang orang kedua atau mitra tutur.
Dengan
mengetahui latar belakang dari mitra tutur, penutur akan
dapat
menentukan bentuk tuturan yang akan digunakan selama
pertuturan
berlangsung. Mengenal latar belakang mitra O2 akan membantu
O1
mengetahui tingkat sosial O2. Jika O2 memiliki tingkat sosial
yang lebih
tinggi dari O1, maka O1 sebaiknya menggunakan corak ujaran
tertentu
sebagai bentuk rasa hormat, namun sebaliknya apabila ternyata
tingkat
sosial O2 lebih rendah dari O1, maka O1 tidak perlu menggunakan
corak
ujaran tertentu dalam pertuturan. Selain tingkatan sosial, O1
juga perlu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
27
mengetahui kedekatan antara O1 dengan O2. Hal ini akan
menentukan
kelegaan dan banyak sedikitnya hal yang perlu dibicarakan.
Dalam
konteks pertuturan antara dokter dengan pasien, apabila dokter
berperan
sebagai O1 dan pasien sebagai O2, maka dokter perlu
memperhatikan
tingkatan sosial pasien.
(3) E= emosi.
Emosi O1 akan sangat mempengaruhi bentuk tuturannya. O1 yang
bertutur pada saat ia gugup, maka akan menyebabkan
perkataannya
muncul tidak teratur. O1 dengan emosi sedang gelisah juga
akan
menyebabkan ujaran yang disampaikannya terlalu dibawa perasaan.
O1
yang bertutur dengan malu-malu juga akan menghambat proses
pertuturan
karena ia cenderung enggan untuk menyampaikan maksud yang ia
pikirkan dalam pertuturan. O1 dengan watak yang sok pintar atau
dalam
bahasa Jawa “keminter” justru cenderung akan banyak berbicara
namun
hal yang ia bicarakan belum dapat dipastikan kebenarannya dan
cenderung
menggurui mitra tutur atau O2. Hal ini terjadi pula sebaliknya
pada O2.
(4) M= maksud dan tujuan percakapan.
Maksud dan kehendak O1 dalam pertuturan akan mempengaruhi
bentuk tuturan yang diujarkan, pemilihan bahasa, tingkat tutur,
ragam,
dialek, idiolek, ungkapan-ungkapan tertentu dan pemilihan
unsur
suprasegmental tertentu. membicarakan maksud dan tujuan
percakapan,
O1 dan O2 harus memiliki maksud dan tujuan yang selaras supaya
sampai
pada hasil yang diinginkan. Dalam praktik pertuturan antara
dokter dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
28
pasien, keduanya harus memiliki maksud dan tujuan yang searah.
Salah
satu contoh dapat dilihat dari contoh situasi pertuturan antara
dokter dan
pasien, di mana pasien merupakan seorang istri yang sudah
lama
menginginkan untuk hamil. Pasien tersebut datang ke klinik
untuk
berkonsultasi dengan dokter supaya ia dapat segera hamil.
Setelah dokter
mendengarkan keluhan yang selama ini dialami oleh pasien, dokter
segera
memberi beberapa saran yang merupakan pilihan upaya program
kehamilan. Mendengar saran dari dokter, pasien sangat antusias
dan sangat
berterima kasih dengan dokter dan menyalaminya. Dari situasi
pertuturan
tersebut, pasien selaku O1 selama pertuturan berlangsung sangat
antusias
sehingga tidak jarang ia mengungkapkan kelegaannya dengan
beberapa
kali berkata “alhamdulillah”.
(5) A= adanya O3 dan barang-barang lain di sekeliling adegan
percakapan.
Dalam sebuah pertuturan, hadirnya O3 merupakan hal yang
sangat
wajar. O3 dalam pertuturan ada yang terlibat aktif dan ada pula
yang
hanya menyimak. Kehadiran O3 ini akan menyebabkan
bergantinya
bentuk ujaran dan pengubahan kode bahasa dalam pertuturan
tergantung
dari fungsi kehadiran O3 tersebut. Dalam pertuturan antara
dokter dengan
pasien, hampir dalam semua pertuturan terdapat O3, entah dia
hanya
sebagai penyimak ataupun turut aktif dalam pertuturan. O3
dalam
pertuturan antara dokter dengan pasien kadang seorang perawat
yang
membantu dokter dan bisa jadi keluarga dari pihak pasien.
Dalam
beberapa kasus, dokter justru membutuhkan hadirnya O3 untuk
dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
29
mengambil tindakan tertentu, namun kadang dokter juga
membutuhkan
privasi dengan pasien pada ujaran-ujaran tertentu. Berikut ini
adalah salah
satu cuplikan pertuturan yang melibatkan orang ketiga dalam
peristiwa
tutur
Data tuturan 5
Dokter : halo kenapa, adek?
Pengantar : niki demam
Dokter : oh sini coba, sudah minum obat sebelumnya? Tolong,
mbak, dianu termometer dulu. Sudah sejak kapan ini
demam tinggi gini?
Pengantar : dua malam ini, bu.
Dokter : mual nggak, adek? Perutnya sakit nggak?
Pasien : *menggelengkan kepala*
Pada cuplikan pertuturan tersebut, dapat dilihat bahwa dokter
lebih
dominan bertutur dengan pengantar yang merupakan pengantar
pasien.
Pasien yang masih anak-anak dengan kondisi yang kurang sehat
cenderung
malu untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh dokter,
maka
pengantar yang merupakan ibunya membantu menjawab oertanyaan
dari
dokter. Pengantar pasien yang merupakan ibu dari pasien ini
dalam
pertuturan dapat dikatakan sebagai orang ketiga dalam
pertuturan.
(6) U= urutan bicara.
Urutan berbicara mengarah pada siapa yang seharusnya
berbicara
lebih dulu dan siapa yang harus berbicara kemudian. Misalnya
pada
sebuah pertuturan, partisipannya merupakan anak muda dan orang
tua,
maka umumnya orang yang lebih tua atau dituakan itulah yang
mendapat
kesempatan untuk berbicara terlebih dahulu. Status sosial juga
sering
menjadi penentu urutan berbicara. Dalam beberapa peristiwa tutur
banyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
30
ditemukan pihak yang tingkat status sosialnya tinggi maka akan
dihormati
dan mendapat kesempatan untuk berbicara terlebih dahulu.
Penggunaan
bahasa juga kerap menjadi faktor penentu urutan berbicara.
Apabila
penutur memulai pembicaraan dengan bahasa Indonesia, besar
kemungkinan mitra tutur juga akan bertutur menggunakan
bahasa
Indonesia. Namun, penggunaan bahasa ini tetap memperhatikan
faktor
perbedaan usia dan letak status sosial.
(7) B= bab yang dipercakapkan; pokok pembicaraan.
Bab yang dibicarakan pasti akan mempengaruhi warna bicara.
Meskipun demikian, partisipan tidak diharuskan menggunakan
ragam
bahasa yang sama. Dalam topik topik tertentu, penutur dan mitra
tutur
harus menggunakan warna bicara yang lain. Salah satu contoh
dapat terjdi
pada pertuturan antara dokter dengan pasien. Dokter sebagai
penutur (O1)
memiliki kewajiban untuk menyampaikan hasil analisis diagnosis
yang
telah dilakukannya. Apapun hasilnya, baik buruk maupun baik.
Dalam
situasi-situasi tertentu, misalnya pada hasil yang buruk, dokter
akan
menyampaikannya pada pasien tang merupakan mitra tutur (O2)
tidak
dengan nada bercanda.
(8) I= instrumen tutur atau sarana tutur.
Sarana tutur dalam sebuah pertuturan akan berdampak pada
bentuk
ujaran. Pertuturan dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung.
Bertutur secara langsung berarti O1 dan O2 bertemu secara fisik,
namun
bertutur secara tidak langsung dapat melalui telepon. Berbicara
tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
31
bahasa, terdapat bahasa lisan dan bahasa tulis. Penggunaan
bahasa lisan
berarti menggunakan alat ucap mulut dan bibir, sedangkan bahasa
tulis
dapat melalui pesan atau surat. Pertuturan dengan bahasa lisan
menjadi
lebih gamblang dan jelas, sedangkan dalam bahasa tulis,
partisipan akan
terbatas pada ragam bahasa tertentu.
Pada pertuturan antara dokter dengan papsien akan menjadi
lebih
mudiah dilakukan diagnosis apabila pasien bertemu secara
langsung
dengan dokter dari pada hanya konsultasi melalui telepon atau
bahkan
bahasa tulis. Dokter akan dapat langsung memeriksa kondisi fisik
pasien
sembari menyimak keluhan yang dirasakan.
(9) C= citarasa tutur.
Nada suara bicara akan mempengaruhi ragam tutur dalam sebuah
pertuturan terutama pada O1. Ragam yang dimaksud diantaranya
ragam
bahasa santai, ragam bahasa formal dan ragam bahasa indah.
Penggunaan
ragam bahasa santai terjadi apabila O1 dan O2 merupakan orang
dengan
kedekatan tertentu, jarak usia yang tidak terlalu jauh atau
bahkan mungkin
seumuran dan dilakukan pada tempat-tempat santai seperti rumah
makan,
mall dan taman kota. Penggunaan ragam bahasa formal biasanya
dilakukan pada situasi-situasi tertentu misalnya pada saat rapat
atau
presentasi di depan kelas, sedangkan ragam bahasa indah ini
bisa
ditemukan pada situasi seperti misalnya di gereja. Seorang romo
dalam
menyampaikan homili pasti akan mengemas kata-katanya dengan
indah
melalui perumpamaan-perumpamaan alkitab.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
32
Dalam penelitian ini, dokter dengan pasien cenderung
menggunakan
ragam bahasa formal dan santai. Pasien sebagai mitra tutur
akan
menyampaikan keluhan yang ia rasakan dengan bahasa yang santai
namun
jelas, begitu juga dengan dokter, ia akan menjelaskan hasil
diagnosanya
sesuai aturan.
(10) A= adegan tutur.
Adegan tutur dalam pertuturan merupakan hal yang berkaitan
dengan
waktu, tempat dan peristiwa tutur. Adegan tutur turut
mempengaruhi
penutur dalam menentukan bentuk-bentuk ujaran. Pertuturan yang
terjadi
di pinggir jalan raya dengan pertuturan yang terjadi di
perpustakaan pasti
akan berbeda. Pertuturan yang terjadi di pinggir jalan raya
dengan situasi
yang ramai menuntut pelibat tutur untuk berbicara dengan
keras,
sedangkan apabila pertuturan terjadi di perpustakaan, maka
pelibat tutur
cukup berbicara bisik-bisik selain karena suasana di
perpustakaan lebih
tenang, berbicara terlalu keras di perpustakaan juga akan
mengganggu
pengunjung yang lainnya.
Sama halnya dengan kedua contoh di atas, pertuturan antara
dokter
dengan pasien juga terjadi di dalam ruangan yang cukup tenang.
Pasien
yang datang dan memeriksakan kesehatannya cukup berbicara
dengan
volume yang cukup didengar oleh dokter, tidak perlu dengan
berteriak-
teriak karena akan mengganggu pasien yang sedang rawat inap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
33
(11) R= register tutur atau bentuk wacana.
Wacana yang umum dikenal dalam masyarakat diantaranya ada
surat-
surat dinas, perundang-undangan, percakapan dengan telepon,
telegram,
pidato, seminar, konferensi, atur-atur kenduri, ujub dan doa,
tajuk rencana
surat kabar, di mana kesemuanya itu memiliki struktur yang telah
pakem
dan diketahui masyarakat umum. Apabila ada seseorang yang
melakukan
semuanya itu dengan struktur yang berbeda, maka masyarakat umum
akan
menganggapnya telah melakukan hal yang salah, sekalipun
sebenarnya
tidak salah, hanya melakukan pembaruan.
Soeparno (2002) dalam bukunya yang berjudul Dasar Linguistik
Umum menyebutkan bahwa pemakaian bahasa dengan pokok
pembicaraan
khusus disebut register. Adapun macam-macam register antara
lain
register bahasa kotbah, register pelawak, register pedagang,
register
dokter, register SMS, register media sosial dan lain-lain.
Menyimpulkan
definisi register bahasa menurut pakar di atas, penulis
menyimpulkan
bahwa register bahasa adalah variasi bahasa yang erat kaitannya
dengan
pemakaian pada bidang-bidang tertentu.
Hal seperti itu juga tercermin pada pertuturan antara dokter
dengan
pasien, di mana dokter sudah mempunyai aturan struktur yang
paten mulai
dari menyapa, anamnesi, pemeriksaan, diagnosis hingga tindakan.
Dalam
dunia medis atau kedokteran, dokter dan pasien memiliki ragam
atau
variasi bahasa yang karakteristik sesuai dengan kebutuhan
partisipan tutur.
Beberapa contoh register bahasa dokter tercermin dalam istilah
berikut;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
34
infus, suntik, antibiotik, obat, pasien, tensi, dokter, sakit,
demam, mual,
dan lain-lain. Apabila seorang dokter melakukan kegiatan
pemeriksaan
tidak sesuai dengan aturan struktur yang sudah ada, maka dokter
tersebut
akan dianggap melanggar aturan.
(12) A= aturan atau norma kebahasaan.
Aturan-aturan dan norma kebahasaan dapat mempengaruhi O1
dalam
menentukan bentuk tuturannya. Aturan-aturan tersebut
contohnya
kejelasan dalam berbicara, topik yang dibicarakan harus menarik,
tidak
menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi, menghindari kata-kata
yang
dianggap tabu, dan sebagainya. Aturan-aturan tersebut jelas
sekali
diterapkan dalam ilmu kedokteran, di mana seorang dokter
sudah
mempunyai porsi-porsi tertentu yang dapat dilakukan sebagai
seorang
dokter. Dokter sebagai O1 tidak diperkenankan menanyakan hal-hal
diluar
kepentingan pengobatan. Selain itu, kejelasan dalam memeriksa
dan
mendiagnosis juga harus jelas, supaya pasien mengetahui betul
sebenarnya
penyakit apa yang sedang ia derita.
Berdasarkan teori elemen konteks sosial tersebut, terdapat 12
elemen
yang dirumuskan dapat digunakan sebagai acuan penentuan konteks
sosial
dalam pertuturan antara dokter dengan pasien. Konteks sosial
selalu
berkaitan dengan kelas sosial. Mengacu pada golongan masyarakat
yang
mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang kemasyarakatan
seperti
ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta dan lain
sebagainya.
Setiap tuturan yang terjadi antara penutur dan mitra tutur
selain untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
35
menjalin komunikasi tetapi juga untuk menyampaikan maksud
tertentu.
fungsi konteks dalam tuturan didasarkan pada latar belakang
pemahaman
yang sama. Dasar pemahaman yang sama dalam artian pertuturan
memiliki persepdi yang sama terkait dengan hal yang
dibicarakan
sehingga tidak menghambat proses komunikasi.
Fungsi konteks sosial menurut (Lawet, 2018) golongan masyarakat
atau
kelas sosial yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang
kemasyarakatan seperti ekonomi, pekerjaan, pendidikan,
kedudukan, kasta
dan lain sebagainya. Pertuturan yang terjadi tentunya memiliki
maksud
dan tujuan tersendiri sesuai dengan kebutuhan penutur dan mitra
tutur.
Fungsi konteks dalam tuturan didasarkan pada latar belakang
pemahaman
yang sama. Pemahaman yang sama dalam pertuturan akan
memperjelas
maksud pertuturan dan pesan yang disampaikan dapat
tersampaikan
dengan baik sesuai dengan harapan penutur. Berdasarkan paparan
fungsi
tersebut, fungsi konteks sosial dalam pertuturan antara dokter
dengan
pasien yakni memahami maksud pada pertuturan dokter dengan
pasien
dengan memahami kesetaraan kedudukan yang melekat pada
penutur,
sehingga pertuturan dapat dipahami dengan baik.
2.2.5 Elemen dan Fungsi Konteks Sosietal
Konteks sosietal adalah konteks yang turut melatarbelakangi
pertuturan
tertentu yang ditandai dengan adanya perbedaan status sosial
antarpartisipan
tutur secara vertikal. Mey dalam Rahardi (2003: 15)
mengungkapkan
konteks sosietal adalah konteks di mana faktor penentu
kehadirannya adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
36
kedudukan sosial relatif (relative social rank) setiap anggota
masyarakat di
dalam institusi-institusi yang ada pada masyarakat dan
lingkungan sosial
tertentu. Perbedaan status sosial maupun kedudukan
antarpartisipan tutur
akan mempengaruhi suasana tutur, pilihan kata, variasi bahasa
dan urutan
tutur dalam pertuturan.
Poedjosoedarmo (1985) menyatakan tentang konsep komponen
tutur
merupakan pengembangan dari ide konsep yang disampaikan Dell
Hymes.
Menurutnya, faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan bahasa
disebut
sebagai konsep memoteknik OOEMAUBICARA, yaitu (1) O1= orang
ke
satu atau penutur, (2) O2= orang ke-dua atau mitra tutur, (3) E=
emosi, (4)
M= maksud dan tujuan percakapan, (5) A= adanya O3 dan
barang-barang
lain di sekeliling adegan percakapan, (6) U= urutan tutur, (7)
B= bab yang
dipercakapkan; pokok pembicaraan, (8) I= instrumen tutur atau
sarana tutur,
(9) C= citarasa tutur, (10) A= adegan tutur, (11) R= register
tutur/ genre, (12)
A= aturan atau norma kebahasaan.
Keseluruh komponen tersebut dibahas dalam pembahasan
berikut:
(1) O1= orang ke satu atau penutur.
Mengetahui latar belakang penutur menjadi hal sangat penting
yang jelas
mempengaruhi sebuah pertuturan. Beberapa hal penting yang perlu
diketahui
dari penutur adalah jenis kelamin, asal daerah, status
pendidikan, profesi,
bagaimana keadaan fisik dan mental serta kemahirannya dalam
berbahasa.
Aspek-aspek tersebut akan mencerminkan cara pandang, cara
berfikir dan
pilihan kata yang ia gunakan saat melakukan pertuturan. Dalam
pertuturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
37
antara dokter dengan pasien, keduanya memiliki peran yang sama.
Secara
bergantian, dokter dan pasien akan menjadi penutur maupun mitra
tutur. Saat
dokter berperan sebagai penutur, dengan pasien yang belum ia
ketahui
bagaimana latar belakangnya, dokter harus mampu bersikap
profesional
(2) O2= orang ke-dua atau mitra tutur.
Hal yang sama dengan uraian pada poin “O1” juga berlaku pada
orang
kedua atau mitra tutur. Mitra tutur perlu mengetahui latar
belakang dari
penutur. Latar belakang tersebut meliputi jenis kelamin, usia,
pekerjaan,
status sosial, asal daerah dan lain sebagainya sebagai
pengetahuan penutur
supaya dapat menentukan bentuk tuturan yang akan digunakan
selama
pertuturan berlangsung. Di antara semua latar belakang
pengetahuan yang
harus diketahui oleh penutur terkait mitra tutur, hal yang
paling mendasar
pada konteks sosietal adalah status/ tingkat sosial. Mengenal
latar
belakang O2 akan membantu O1 mengetahui tingkat sosial O2. Jika
O2
memiliki tingkat sosial yang lebih tinggi dari O1, maka O1
sebaiknya
menggunakan corak ujaran tertentu sebagai bentuk rasa hormat,
namun
sebaliknya apabila ternyata tingkat sosial O2 lebih rendah dari
O1, maka
O1 tidak perlu menggunakan corak ujaran tertentu dalam
pertuturan.
Selain tingkatan sosial, O1 juga perlu mengetahui kedekatan
antara O1
dengan O2. Hal ini akan menentukan kelegaan dan banyak
sedikitnya hal
yang perlu dibicarakan. Dalam konteks pertuturan antara dokter
dengan
pasien, apabila dokter berperan sebagai O1 dan pasien sebagai
O2, maka
dokter perlu memperhatikan tingkatan sosial pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
38
(3) E= emosi.
Emosi O1 akan sangat mempengaruhi bentuk tuturannya. O1 yang
bertutur pada saat ia gugup, maka akan menyebabkan
perkataannya
muncul tidak teratur. Kegugupan sering kali muncul karena adanya
latar
belakang sosial yang berbeda antara penutur dan mitra tutur.
Tidak jarang
dijumpai sebuah pertuturan yang apabila partisipan tutur berasal
dari status
atau tingkat sosial yang berbeda, maka kecenderungan penutur
yang
dengan status sosial lebih rendah dibandingkan dengan mitra
tuturnya
akan merasa segan dan grogi. O1 dengan emosi sedang gelisah juga
akan
menyebabkan ujaran yang disampaikannya terlalu dibawa perasaan.
O1
yang bertutur dengan malu-malu juga akan menghambat proses
pertuturan
karena ia cenderung enggan untuk menyampaikan maksud yang ia
pikirkan dalam pertuturan. O1 dengan watak yang sok pintar atau
dalam
bahasa Jawa “keminter” justru cenderung akan banyak berbicara
namun
hal yang ia bicarakan belum dapat dipastikan kebenarannya dan
cenderung
menggurui mitra tutur atau O2. Hal ini terjadi pula sebaliknya
pada O2.
Dalam pertuturan antara dokter dengan pasien, apabila O1
diperankan
oleh pasien, maka memang banyak ditemui pasien dengan warna
emosi
yang berbeda-beda.
(4) M= maksud dan tujuan percakapan.
Maksud dan kehendak O1 dalam pertuturan akan mempengaruhi
bentuk tuturan yang diujarkan, pemilihan bahasa, tingkat tutur,
ragam,
dialek, idiolek, ungkapan-ungkapan tertentu dan pemilihan
unsur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
39
suprasegmental tertentu. Apabila membicarakan maksud dan
tujuan
percakapan, O1 dan O2 harus memiliki maksud dan tujuan yang
selaras
supaya sampai pada hasil yang diinginkan. Dalam praktik
pertuturan
antara dokter dengan pasien, keduanya harus memiliki maksud dan
tujuan
yang searah. Salah satu contoh dapat dilihat dari contoh situasi
pertuturan
antara dokter dan pasien, di mana pasien merupakan seorang istri
yang
sudah lama menginginkan untuk hamil. Pasien tersebut datang ke
klinik
untuk berkonsultasi dengan dokter supaya ia dapat segera hamil.
Setelah
dokter mendengarkan keluhan yang selama ini dialami oleh pasien,
dokter
segera memberi beberapa saran yang merupakan pilihan upaya
program
kehamilan. Mendengar saran dari dokter, pasien sangat antusias
dan sangat
berterima kasih dengan dokter dan menyalaminya. Dari situasi
pertuturan
tersebut, pasien selaku O1 selama pertuturan berlangsung sangat
antusias
sehingga tidak jarang ia mengungkapkan kelegaannya dengan
beberapa
kali berkata “alhamdulillah”.
(5) A= adanya O3 dan barang-barang lain di sekeliling adegan
percakapan.
Hadirnya O3 dalam sebuah pertuturan merupakan hal yang
sangat
wajar. O3 dalam sebuah pertuturan ada yang terlibat secara aktif
dan ada
pula yang hanya menyimak. Kehadiran O3 ini akan menyebabkan
bergantinya bentuk ujaran dan pengubahan kode bahasa dalam
pertuturan
tergantung dari fungsi kehadiran O3 tersebut. Dalam pertuturan
antara
dokter dengan pasien, hampir dalam semua pertuturan terdapat O3,
entah
dia hanya sebagai penyimak ataupun turut aktif dalam pertuturan.
O3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
40
dalam pertuturan antara dokter dengan pasien kadang seorang
perawat
yang membantu dokter dan bisa jadi keluarga dari pihak pasien.
Dalam
beberapa kasus, dokter justru membutuhkan hadirnya O3 untuk
dapat
mengambil tindakan tertentu, namun kadang dokter juga
membutuhkan
privasi dengan pasien pada ujaran-ujaran tertentu.
(6) U= urutan bicara.
Urutan berbicara mengarah pada siapa yang seharusnya
berbicara
lebih dulu dan siapa yang harus berbicara kemudian. Beberapa
daerah atau
kelompok masyarakat tertentu memiliki “aturan” yang sudah
melekat
berkenaan dengan urutan berbicara dalam suatu pertuturan.
Beberapa
beranggapan bahwa orang yang lebih tua harus berbicara terlebih
dahulu,
namun ada pula yang beranggapan bahwa orang yang memiliki
status
sosial tertentu yang harus berbicara terlebih dahulu. Dalam
beberapa
peristiwa tutur, banyak ditemukan pihak yang tingkat status
sosialnya
tinggi maka akan dihormati dan mendapat kesempatan untuk
berbicara
terlebih dahulu. Penggunaan bahasa juga kerap menjadi faktor
penentu
urutan berbicara. Apabila penutur memulai pembicaraan dengan
bahasa
Indonesia, besar kemungkinan mitra tutur juga akan bertutur
menggunakan bahasa Indonesia. Namun, penggunaan bahasa ini
tetap
memperhatikan faktor perbedaan usia dan posisi status
sosial.
(7) B= bab yang dipercakapkan; pokok pembicaraan.
Bab yang dibicarakandalam sebuah pertuturan pasti akan
mempengaruhi warna bicara. Meskipun demikian, partisipan
tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
41
diharuskan menggunakan ragam bahasa yang sama. Dalam topik
topik
tertentu, penutur dan mitra tutur harus menggunakan warna bicara
yang
lain. Salah satu contoh dapat terjdi pada pertuturan antara
dokter dengan
pasien. Dokter sebagai penutur (O1) memiliki kewajiban untuk
menyampaikan hasil analisis diagnosis yang telah dilakukannya.
Apapun
hasilnya, baik buruk maupun baik. Dalam situasi-situasi
tertentu, misalnya
pada hasil yang buruk, dokter akan menyampaikannya pada pasien
tang
merupakan mitra tutur (O2) tidak dengan nada bercanda.
(8) I= instrumen tutur atau sarana tutur.
Sarana tutur dalam sebuah pertuturan merujuk pada sarana atau
alat
yang dipakai untuk menyampaikan tuturan antarpartisipan tutur.
Suatu
sarana tutur dalam sebuah pertuturan akan berdampak pada bentuk
ujaran.
Pertuturan yang terjadi secara langsung berarti O1 dan O2
bertemu secara
fisik, namun bertutur secara tidak langsung dapat melalui
telepon, email
maupun aplikasi telewicara lainnya tanpa harus ada pertemuan
fisik antara
penutur dan mitra tutur. Berbicara tentang bahasa, terdapat
bahasa lisan
dan bahasa tulis. Penggunaan bahasa lisan berarti menggunakan
alat ucap
mulut dan bibir, sedangkan bahasa tulis dapat melalui pesan atau
surat.
Pertuturan dengan bahasa lisan menjadi lebih gamblang dan
jelas,
sedangkan dalam bahasa tulis, partisipan akan terbatas pada
ragam bahasa
tertentu.
Pada pertuturan antara dokter dengan papsien akan menjadi
lebih
mudiah dilakukan diagnosis apabila pasien bertemu secara
langsung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
42
dengan dokter dari pada hanya konsultasi melalui telepon atau
bahkan
bahasa tulis. Dokter akan dapat langsung memeriksa kondisi fisik
pasien
sembari menyimak keluhan yang dirasakan.
(9) C= citarasa tutur.
Nada suara bicara akan mempengaruhi ragam tutur dalam sebuah
pertuturan terutama pada O1. Ragam yang dimaksud diantaranya
ragam
bahasa santai, ragam bahasa formal dan ragam bahasa indah.
Penggunaan
ragam bahasa santai terjadi apabila O1 dan O2 merupakan orang
dengan
kedekatan tertentu, jarak usia yang tidak terlalu jauh atau
bahkan mungkin
seumuran dan dilakukan pada tempat-tempat santai seperti rumah
makan,
mall dan taman kota. Penggunaan ragam bahasa formal biasanya
dilakukan pada situasi-situasi tertentu misalnya pada saat rapat
atau
presentasi di depan kelas, sedangkan ragam bahasa indah ini
bisa
ditemukan pada situasi seperti misalnya di gereja. Seorang romo
dalam
menyampaikan homili pasti akan mengemas kata-katanya dengan
indah
melalui perumpamaan-perumpamaan alkitab.
Dalam penelitian ini, dokter dengan pasien cenderung
menggunakan
ragam bahasa formal dan santai. Apabila pasien dengan dokter
memiliki
hubungan kedekatan yang lebih dari sekedar hubungan antara
dokter
dengan pasien, maka pertuturan akan menggunakan ragam santai.
Berbeda
dengan pasien dan dokter yang tidak memiliki kedekatan khusus
satu sama
lain, maka pertuturan akan menggunakan bahasa formal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
43
(10) A= adegan tutur.
Adegan tutur dalam sebuah pertuturan merujuk pada hal-hal
yang
berkaitan dengan waktu, tempat dan peristiwa tutur. Selain
ketiga hal
tersebut, seluruh kegiatan non-verbal yang berkaitan dengan
pertuturan
juga turut menjadi perhatian dalam adegan tutur. Adegan tutur
turut
mempengaruhi penutur dalam menentukan bentuk-bentuk ujaran.
Pertuturan yang terjadi di pinggir jalan raya dengan pertuturan
yang terjadi
di perpustakaan pasti akan berbeda. Pertuturan yang terjadi di
pinggir jalan
raya dengan situasi yang ramai menuntut pelibat tutur untuk
berbicara
dengan keras, sedangkan apabila pertuturan terjadi di
perpustakaan, maka
pelibat tutur cukup berbicara bisik-bisik selain karena suasana
di
perpustakaan lebih tenang, berbicara terlalu keras di
perpustakaan juga
akan mengganggu pengunjung yang lainnya.
Sama halnya dengan kedua contoh di atas, pertuturan antara
dokter
dengan pasien juga terjadi di dalam ruangan yang cukup tenang.
Pasien
yang datang dan memeriksakan kesehatannya cukup berbicara
dengan
volume yang cukup didengar oleh dokter, tidak perlu dengan
berteriak-
teriak karena akan mengganggu pasien yang sedang rawat