KAJIAN POTENSI LIMBAH BATUBARA UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN BATU BATA DENGAN BAHAN DASAR LUMPUR LAPINDO 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara merupakan bahan bakar utama yang kini banyak digunakan oleh industri skala menengah besar karena mampu menghasilkan tenaga yang besar dengan tingkat efisiensi yang sangat tinggi. Keunggulan batubara sebagai bahan bakar utama pembangkit tenaga adalah potensi panas yang dihasilkan relatif stabil, praktis cata pemakaiannya, tersedia dalam jumlah yang relatif besar dan murah. Akan tetapi, limbah hasil pembakaran batubara ditengarai banyak mengandung unsur berbahaya B3 yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit pada manusia. Disisi lain, Lumpur Lapindo atau Lumpur Panas Sidoarjo (Lusi) muncul akibat peristiwa alam yang mengakibatkan timbulnya pemikiran untuk model pemanfaatan yang bersifat lokal dengan skala besar. Komponen dasar Lusi yang terdiri dari clay merupakan kombinasi padatan pasir, cairan dan gas dengan berbagai kandungan bahan kimia dan senyawa-senyawa yang terdapat dalam perut bumi terbawa keluar bersama saat terjadi semburan. Hal ini lebih baik dapat disikapi sebagai suatu potensi bahan baku industri daripada suatu bencana yang berkepanjangan tanpa pemikiran untuk pemanfaatan dalam skala besar. Untuk jangka panjang, dalam upaya pemanfaatan mineral serta mendukung kegiatan pembangunan infrastruktur serta penanganan masalah lingkungan maka Lusi dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi. Berdasarkan sifat- sifat dasar yang dimiliki serta hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan ternyata Lusi setelah ditambah dengan abu batubara dapat dikembangkan menjadi bahan keramik melalui proses pembakaran dengan hasil yang cukup baik, keras, stabil dan memiliki bobot relatif ringan dibandingkan dengan bahan keramik pada umumnya.
28
Embed
Kajian Potensi Limbah Batubara Untuk Campuran Pembuatan Batu Bata Dengan Bahan Dasar Lumpur Lapindo
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KAJIAN POTENSI LIMBAH BATUBARA UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN BATU BATA DENGAN BAHAN DASAR LUMPUR LAPINDO
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Batubara merupakan bahan bakar utama yang kini banyak digunakan oleh
industri skala menengah besar karena mampu menghasilkan tenaga yang besar
dengan tingkat efisiensi yang sangat tinggi. Keunggulan batubara sebagai
bahan bakar utama pembangkit tenaga adalah potensi panas yang dihasilkan
relatif stabil, praktis cata pemakaiannya, tersedia dalam jumlah yang relatif
besar dan murah.
Akan tetapi, limbah hasil pembakaran batubara ditengarai banyak mengandung
unsur berbahaya B3 yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit pada
manusia.
Disisi lain, Lumpur Lapindo atau Lumpur Panas Sidoarjo (Lusi) muncul akibat
peristiwa alam yang mengakibatkan timbulnya pemikiran untuk model
pemanfaatan yang bersifat lokal dengan skala besar. Komponen dasar Lusi
yang terdiri dari clay merupakan kombinasi padatan pasir, cairan dan gas
dengan berbagai kandungan bahan kimia dan senyawa-senyawa yang terdapat
dalam perut bumi terbawa keluar bersama saat terjadi semburan. Hal ini lebih
baik dapat disikapi sebagai suatu potensi bahan baku industri daripada suatu
bencana yang berkepanjangan tanpa pemikiran untuk pemanfaatan dalam skala
besar.
Untuk jangka panjang, dalam upaya pemanfaatan mineral serta mendukung
kegiatan pembangunan infrastruktur serta penanganan masalah lingkungan
maka Lusi dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi. Berdasarkan sifat-
sifat dasar yang dimiliki serta hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan
ternyata Lusi setelah ditambah dengan abu batubara dapat dikembangkan
menjadi bahan keramik melalui proses pembakaran dengan hasil yang cukup
baik, keras, stabil dan memiliki bobot relatif ringan dibandingkan dengan
bahan keramik pada umumnya.
KAJIAN POTENSI LIMBAH BATUBARA UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN BATU BATA DENGAN BAHAN DASAR LUMPUR LAPINDO
2
Abu batubara yang digunakan sebagai bahan tambahan merupakan limbah dari
pembakaran batubara yang dihasilkan dari beberapa pabrik atau industri seperti
pabrik tekstil, pengolahan kayu serta pabrik lainnya yang memerlukan bahan
bakar berkelanjutan dalam jumlah yang besar dengan harga relatif murah.
Bahan ini potensinya ternyata cukup melimpah dan belum banyak
termanfaatkan dengan baik seiring dengan naiknya harga BBM.
Proses pembakaran batubara untuk menghasilkan tenaga dalam industri akan
menghasilkan sisa pembakaran yang disebut abu terbang (fly ash) serta
endapan abu (bottom ash) yang apabila tidak dimanfaatkan dengan sebaik-
baiknya akan dapat mengganggu kesehatan manusia dan lingkungan.
1.2. Maksud dan Tujuan
Penelitian bermaksud untuk mengetahui seberapa besar potensi limbah
batubara di wilayah kajian yang dapat digunakan sebagai bahan campuran
pembuatan batu bata dari bahan dasar Lusi.
Tujuan penelitian adalah menyelaraskan kapasitas potensi limbah batubara dari
berbagai industri di wilayah kajian dengan kapasitas pengelolaan Lusi menjadi
bata bata serta mempelajari prosedur teknis pengadaan limbah batubara dari
industri di wilayah kajian untuk dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan batu bata berbahan dasar lumpur Lapindo.
1.3. Permasalahan
Besarnya potensi limbah batubara (fly ash maupun bottom ash) sebagai hasil
pembakaran untuk memperoleh tenaga pada industri di beberapa daerah sentra
industri terpadu Jawa Timur hingga kini belum ada program penanganan untuk
mengelola dan memanfaatkannya secara terpadu berskala ekonomis.
Di sisi lain, besarnya luapan Lumpur Sidoarjo (Lusi) juga belum dapat
dimanfaatkan secara maksimal sebagai suatu solusi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah terdampak.
Hasil kajian awal secara teoritis menyebutkan, bahwa penambahan limbah
batubara dalam pembuatan batu bata dengan bahan baku utama Lusi diduga
akan menghasilkan batu bata dengan tingkat kekuatan yang lebih baik, lebih
kuat dan relatif murah harganya karena potensi sumber bahan baku yang
melimpah, baik Lusi maupun limbah batu bara.
KAJIAN POTENSI LIMBAH BATUBARA UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN BATU BATA DENGAN BAHAN DASAR LUMPUR LAPINDO
3
Dalam aspek teknis pengelolaan limbah batubara dengan memanfaatkannya
sebagai bahan baku pembuatan batu bata berbahan dasar lumpur Lapindo, saat
ini belum ada keterpaduan prosedur administratif antara para pengelola industri
yang menghasilkan limbah batubara dengan pengelola industri batu bata
berbahan dasar lumpur Lapindo, sehingga perlu dirancang suatu program kerja
teknis bersama yang dapat mendukung pembuatan batu bata tersebut.
Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian untuk menelaah sejauh mana potensi
limbah batu bara dari segi kuantitas, kualitas serta keterpaduan teknis detil
pemanfaatannya sehingga dapat menghasilkan batu bata yang bermutu tinggi.
1.4. Manfaat
Hasil kajian sangat bermanfaat untuk memberikan gambaran luas kepada
Pemerintah dan industri yang mengolah Lusi dengan campuran limbah
batubara menjadi batu bata dan bahan bangunan berupa seberapa besar potensi
limbah batu bara yang secara ekonomis dapat menunjang operasional
pembuatan batu bata dari bahan dasar lumpur.
1.5. Out Put
Diperolehnya data-data konkret dan akurat mengenai jumlah potensi limbah
batubara (baik dalam bentuk fly ash maupun dalam bentuk bottom ash) dan
jumlah potensi lumpur Lapindo yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang
pengadaan bahan baku pembuatan batu bata di sekitar wilayah terdampak
Lumpur Lapindo, Porong – Sidoarjo.
Diperolehnya rancangan prosedur teknis administratif pengelolaan limbah
batubara dari para pengelola industri untuk mendukung pengadaan bahan baku
limbah batubara sebagai campuran dalam pembuatan batu bata berbahan dasar
lumpur Lapindo secara berkesinambungan.
Terbukanya peluang jalinan kerjasama multisektoral antara para pengelola
industri penghasil limbah batubara dengan pengelola industri batu bata
berbahan dasar lumpur Lapindo.
1.6. Out Come
Bagi dunia Industri pengguna batubara akan diperoleh solusi mengenai
program perencanaan pembuangan limbah batubara yang nantinya dapat
ditingkatkan menjadi hasil samping (by product) untuk campuran bahan baku
KAJIAN POTENSI LIMBAH BATUBARA UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN BATU BATA DENGAN BAHAN DASAR LUMPUR LAPINDO
4
pembuatan batu bata dengan bahan utama Lusi. Dengan demikian, potensi
cemaran (terutama kandungan logam berat B3) dapat dieliminasi sekaligus
dapat menciptakan nilai tambah baik dari segi distribusi, mobilitas kerja bagi
masyarakat dan tumbuhnya industri baru.
Bagi masyarakat di wilayah terdampak lumpur lapindo akan memberikan
solusi nyata berupa pola pemanfaatan Lusi menjadi batu bata dengan
penambahan limbah batubara sehingga akan dihasilkan batu bata berkualitas
tinggi dengan teknologi madya.
Bagi Pemerintah merupakan jalan keluar (way out) bagi pemecahan masalah
penanganan dan pengelolaan Lusi sekaligus limbah batubara menjadi batu bata
berkualitas tinggi sehingga menumbuhkan lapangan kerja baru dan
meningkatkan dinamika perekonomian di propinsi Jawa Timur dalam arti luas.
Bagi khalayak luas merupakan alternatif baru dalam memilih batu bata untuk
pembangunan properti terutama sarana/prasarana fasilitas umum dengan
memanfaatkan batu bata yang dibuat dari bahan baku utama Lusi dengan
campuran limbah batubara yang aman bagi kesehatan, mudah diperoleh dan
murah harganya.
KAJIAN POTENSI LIMBAH BATUBARA UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN BATU BATA DENGAN BAHAN DASAR LUMPUR LAPINDO
5
BAB 2
TELAAH PUSTAKA
2.1. Pemanfaatan Batubara dan Potensi Limbahnya
Di Indonesia batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar yang telah
umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih
hemat dibandingkan solar dengan perbandingan sebagai berikut :
Solar Rp. 0,74 / kg kalori sedangkan batu bara hanya Rp. 0,09 / kg kalori
(berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200,- / liter).
Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi
Indonesia, sangat berlimpah dan mencapai puluhan milyar ton. Keberadaan
limbah batubara di Jawa Timur cukup melimpah karena keberadaan
perusahaan pemakai batubara seperti pabrik kertas serta industri-industri besar
yang tersebar di daerah Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto dan Gresik.
Abu terbang batubara umumnya dibuang di landfill atau ditumpuk begitu saja
di dalam area industri. Penumpukan abu terbang batubara ini menimbulkan
masalah bagi lingkungan. Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu
terbang batubara sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya
serta mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) disebutkan bahwa fly ash tidak boleh dipaparkan
di tempat terbuka.
Namun penggunaan batubara itu sendiri masih menimbulkan masalah yang
membutuhkan penyelesaian secara bersama antara pemerintah dan dunia usaha,
yaitu dalam pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3)
batubara “bottom ash and fly ash”, mengingat volume limbah yang semakin
meningkat dengan kualitas yang bervariasi. Pengelolaan limbah batubara
(bottom ash and fly ash) melalui upaya pemanfaatan sebagai bahan bakar dan
sebagai filler pada industri semen, batu bata serta untuk bahan baku lainnya,
maka penanganan permasalahan sebagian limbah batu bara telah mendapatkan
solusinya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang
KAJIAN POTENSI LIMBAH BATUBARA UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN BATU BATA DENGAN BAHAN DASAR LUMPUR LAPINDO
6
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) disebutkan bahwa fly
ash tidak boleh dipaparkan di tempat terbuka.
Abu terbang sebagai limbah pembakaran batubara selama ini masih ditimbun
di lahan kosong. Hal ini berpotensi bahaya bagi lingkungan dan masyarakat
sekitar seperti, logam-logam dalam abu terbang terekstrak dan terbawa ke
perairan, abu terbang tertiup angin sehingga mengganggu pernafasan. Sudut
pandang terhadap abu terbang harus dirubah, abu terbang adalah bahan baku
potensial yang dapat digunakan sebagai adsorben murah. Beberapa investigasi
menyimpulkan bahwa abu terbang memiliki kapasitas adsorpsi yang baik untuk
menyerap gas organik, ion logam berat, gas polutan. Modifikasi sifat fisik dan
kimia perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi.
2.2. Lumpur Lapindo
Lumpur Lapindo sering disebut juga dengan Lumpur Sidoarjo (Lusi) diduga
berasal dari paduan formasi Kalibeng dan formasi Kujung yang banyak
mengandung silt dan sisipan pasir. Silt adalah nama umum clay dengan mineral
utama monmorilonit mengandung 50 % partikel klasik berdiameter kurang dari
0,0625 mm. Mineral umum yang terdapat dalam kandungan lumpur Lapindo
antara lain kuarsa, kalsedon, opal, feldspar, mika, hydromika (illit), khlorit,
besi oksida, kaolit, monmorilonit, karbonat, material karbonaseus, glaukonit
dan campuran komposit mineral amorphous. Kandungan ini secara umum tidak
membahayakan manusia, akan tetapi saat terjadi semburan ke permukaan bumi
melalui beberapa lapisan dalam tanah diduga akan terbawa gas metan dan gas
sulfida, maka kandungan akhir yang terjadi di permukaan bumi menjadi
bermacam-macam.
Beberapa hasil uji kandungan bahan/mineral yang terkandung dalam lumpur
Lapindo antara lain:
a. Hasil analisa Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan ITS Surabaya,
lumpur Lapindo mengandung Fenol 4 kali lebih besar, raksa 2 kali lipat dan
nitrit 6 kali lipat dari baku mutu limbah cair sesuai SK Gubernur Jatim
Nomer 45 tahun 2002.
b. Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri juga melakukan analisa bahwa
lumpur Lapindo mengandung hidrogen sulfida (H2S).
KAJIAN POTENSI LIMBAH BATUBARA UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN BATU BATA DENGAN BAHAN DASAR LUMPUR LAPINDO
7
c. Balai Besar Teknik Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular
(BBTKL PPM) melaporkan bahwa lumpur Lapindo memiliki pH dan
salinitas seperti pada air laut, disamping kandungan fenol dan senyawa
lainnya. Lumpur juga mengandung beberapa senyawa logam berat seperti:
Parameter Satuan Batas Maks. Hasil Pengujian Limit Deteksi
Merkuri (Hg) Mg/l 0,2 <0,0014-0,0041 0,0014
Plumbum (Pb) Mg/l 5,0 0,0525-0,2018 0,0405
Cadmium (Cd) Mg/l 1,0 0,0157-0,0299 0,0100
Chrom (Cr) Mg/l 5,0 <0,0198-0,0198 0,0198
Copper (Cu) Mg/l 10,0 <0,0196-0,0254 0,0196
d. Komponen air dalam lumpur juga mencapai 70 % hasil analisa dari
berbagai lembaga Pemerintah, LSM maupun Swasta yang menunjukkan
bahwa potensi bahan padatan (silt and mud) yang menyimpan bahan-bahan
kimia aktif sebagaimana hasil analisa tersedia dalam jumlah cukup besar;
memerlukan pola pemanfaatan yang paripurna.
2.3. Peluang Pemanfaatan Limbah Batubara dan Lusi Sebagai Bahan Bangunan
Penelitian limbah batubara (bottom ash dan fly ash) yang telah dipublikasikan
di beberapa media yang didasarkan data uji laboratorium menunjukkan hal
yang positif tentang kualitas batubata yang dapat dipakai sebagai bahan
bangunan. Kajian ini mendasarkan campuran lumpur Lapindo dengan limbah
batubara dengan prosentase tertentu menghasilkan batubata yang mempunyai
kuat tekan dengan kualitas yang dapat dipertanggung jawabkan.
Sifat kimia abu terbang batubara dipengaruhi oleh jenis batubara yang dibakar
serta teknik penyimpanan dan penaganannya. Pembakaran batubara lignit dan
sub bituminous menghasilkan abu terbang dengan kalsium dan magnesium
oksida lebih banyak namun memiliki kandungan silika, alumina dan karbon l
lebih sedikit daripada bituminous. Kandungan karbon dalam abu terbang
diukur dengan Loss On Ignition Method (LOI).
Abu terbang batubara terdiri dari butiran halus umumnya berbentuk bola padat
atau berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran bgituminous
KAJIAN POTENSI LIMBAH BATUBARA UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN BATU BATA DENGAN BAHAN DASAR LUMPUR LAPINDO
8
lebih kecil dari 0,075 mm, kerapatan berkisar antara 2100 sanpai 3000 kg/m3
dan luas area spesifiknya (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara
Blaine) antara 170 sampai 1000 m2/kg. Abu terbang pada masa kini dipandang
sebagai limbah pembakaran batubara. Modifikasi sifat fisik dan kimia perlu
dilakukan untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi.
Kajian teknis terhadap seluruh jenis potensi bahan baku yang memiliki peluang
pemanfaatan dalam skala besar perlu diketahui untuk menentukan jumlah
cadangan bagi keberlanjutan dan kualitasnya. Kualitas bahan baku dapat
dilakukan dengan melakukan penelitian pendahuluan untuk menguji atau
melakukan analisis laboratorium terhadap semua contoh bahan baku yang
diambil dari lokasi masing-masing.
Lusi, merupakan bahan mineral yang menyembur akibat kegagalan teknis
dalam pengeboran (eksplorasi) minyak dan gas bumi; material tersebut dapat
dikategorikan sebagai produk erupsi mud vulcano yang biasa terjadi di dalam
kegiatan pengeboran khususnya di wilayah yang mempunyai tatanan geologi
kompleks. Bahan ini berbentuk butiran halus berwarna abu-abu kehitaman,
sangat plastis dan memiliki nilai susut kering yang tinggi. Secara umum unsur
kimia yang terkandung didominasi oleh Silika (Si>50%), Alumunium (26 %)
dan berbagai unsur lainnya.
Saat ini umumnya abu terbang batubara digunakan dalam pabrik semen sebagai
salah satu bahan campuran pembuat beton. Selain itu, sebenarnya abu terbang
batubara memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam:
1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan
2. Penimbun lahan bekas pertambangan
3. Recovery magnetit, cenosphere, dan karbon
4. Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori
5. Bahan penggosok (polisher)
6. Filler aspal, plastik, dan kertas
7. Pengganti dan bahan baku semen
8. Aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization)
9. Konversi menjadi zeolit dan adsorben
KAJIAN POTENSI LIMBAH BATUBARA UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN BATU BATA DENGAN BAHAN DASAR LUMPUR LAPINDO
9
Dalam upaya pemanfaatannya telah diuji coba untuk dikembangkan sebagai
bahan bangunan keramik seperti batu bata, genteng dan agregat buatan melalui
proses pembakaran sehingga diperoleh produk yang keras, kuat, ringan dan
stabil. Karena sifat teknis dari bahan dasar yang kurang dapat terjamin
homogenitasnya, maka untuk meningkatkan kualitasnya perlu ditambahkan
bahan penstabil berupa abu batubara dengan proporsi antara 10 % sampai 40 %
dari berat Lusi.
Proses pembuatan batubata, genteng dan agregat dilakukan setelah bahan baku
dicampur dengan air sampai menjadi adonan yang lembab dan plastis
kemudian dicetak sesuai bentuk dan ukuran yang diinginkan. Hasil penelitian
telah diperoleh data bahwa suhu bakar optimum untuk batu bata dicapai pada
800 oC dengan kuat tekan nominal 50 kg/cm
3 atau masuk mutu 50; sedangkan
untuk genteng dan agregat dicapai pada kisaran suhu 900 s/d 1000 oC telah
memenuhi mutu III dengan beban lentur nominal 80 kg.
KAJIAN POTENSI LIMBAH BATUBARA UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN BATU BATA DENGAN BAHAN DASAR LUMPUR LAPINDO
10
BAB 3
METODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian berupa kajian potensi yang dilaksanakan di wilayah Kabupaten
Gresik, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Pasuruan
selama 60 hari terhitung sejak bulan Oktober sampai dengan Desember 2009.
3.2. Uraian Jadwal Pelaksanaan
Adapun rincian jadwal pelaksanaan kegiatan yang terbagi dalam uraian
kegiatan per sepuluh hari kerja efektif (10 HOK x 6) adalah sebagai berikut :
No Uraian Kegiatan I II III IV V VI
1 Tahap Persiapan
- Administrasi Perijinan
- Koleksi Data Sekunder
- Analisis Data Sekunder
- FGD
- Penetapan Langkah Tindak
- Penetapan Tahap Kerja
x
x
x
x
x
x
2 Tahap Pelaksanaan
- Survey awal potensi limbah
batubara industri
- Survey potensi Lusi
- Analisis limbah batubara
- Analisis Lusi (spesifik)
- Pemetaan hasil analisis
- Uji coba skala laboratorium
- Survey akseptabilitas para
industri pengguna batubara
- Survey model kerjasama
pemanfaatan limbah
batubara
- Pemetaan potensi riil
limbah batubara
- Perencanaan teknis
pemanfaatan limbah terpadu
xxx
xxx
xx
xx
x x
x x
x x
x
x x x x
x x
x x x
x x
x x
x xx
3 Tahap Pelaporan
- FGD dan revisi-revisi
x x
KAJIAN POTENSI LIMBAH BATUBARA UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN BATU BATA DENGAN BAHAN DASAR LUMPUR LAPINDO
11
- Penulisan Laporan Akhir
- Seminar Hasil Penelitian
- Publikasi Jurnal Ilmiah
x x
x x
x x
3.3. Metode Pelaksanaan
Kajian dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif, pengambilan
data dilakukan dengan mengumpulkan data primer maupun data sekunder
sebagai bahan kajian untuk merumuskan hasil penelitian secara mendalam.
Pengambilan data primer dilakukan secara survey langsung dengan
menggunakan alat bantu berupa kuosioner yang telah diuji terlebih dahulu
validitas dan reliabilitasnya. Data sekunder diperoleh dengan mengumpulkan
data-data resmi Pemerintah yang dirilis melalui Biro Pusat Statistik, serta data-
data aktual yang dimiliki oleh perusahaan penyalur batubara maupun
perusahaan pengguna batubara sebagai bahan bakar utama proses industrinya.
Analisa data hasil pengamatan untuk memperoleh kesimpulan digunakan
metode analisis SWOT.
3.4. Sumberdaya Pelaksana
Pelaksana kegiatan adalah tim peneliti Pusat Kajian Pendidikan dan Penerapan
Ipteks - Fakultas Teknik (PKP2I-FT) Universitas Negeri Surabaya yang terdiri
dari tenaga-tenaga ahli:
Ahli Manajemen, sebagai koordinator/ketua tim pelaksana kegiatan
Ahli Teknik Lingkungan
Ahli Geologi
Ahli Kimia
Ahli Teknik Industri
Tim surveyor lapangan
KAJIAN POTENSI LIMBAH BATUBARA UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN BATU BATA DENGAN BAHAN DASAR LUMPUR LAPINDO
12
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Potensi Limbah Batubara di Wilayah Kajian
Potensi limbah batubara ditentukan oleh besarnya skala pemakaian batubara
oleh industri-industri. Di wilayah kajian yang meliputi: kabupaten Mojokerto,
kabupaten Gresik, kabupaten Sidoarjo dan kabupaten Pasuruan adalah
merupakan kawasan industri yang penting di Jawa Timur.
Dua sisi kepentingan yang dapat diperoleh dari penanganan pola ini adalah:
terpecahkannya pemanfaatan limbah batu bara (baik fly ash maupun bottom
ash yang selama ini merupakan limbah bahan beracun berbahaya / B3)
sekaligus memecahkan masalah pemanfaatan luberan lumpur (mud vulcano)
menjadi batu bata untuk bahan bangunan. Limbah batubara dalam jumlah besar
baik berupa fly ash maupun bottom ash dihasilkan dari industri-industri di
wilayah kajian diantaranya, seperti:
a. Pabrik kertas
b. Pabrik semen
KAJIAN POTENSI LIMBAH BATUBARA UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN BATU BATA DENGAN BAHAN DASAR LUMPUR LAPINDO
13
c. Pabrik besi dan baja
d. Pabrik keramik
e. Pabrik tekstil
f. Pabrik minyak pelumas
KAJIAN POTENSI LIMBAH BATUBARA UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN BATU BATA DENGAN BAHAN DASAR LUMPUR LAPINDO
14
g. Pabrik kimia dasar/petrokimia
h. Pembangkit listrik
i. Pabrik/pengolahan kayu
4.1.1. Kabupaten Mojokerto
Industri-industri skala menengah besar di wilayah kabupaten Mojokerto yang
menghasilkan limbah batubara sebagai sisa pembakaran untuk menghasilkan
tenaga pada umumnya terdapat di wilayah Kawasan Industri Ngoro atau
dikenal dengan Ngoro Industrial Park di kecamatan Ngoro. Potensi limbah
batubara (fly ash maupun bottom ash) yang dapat dihasilkan dari wilayah
kabupaten Mojokerto untuk mendukung pengadaan bahan baku pembuatan
batu bata dengan bahan dasar lumpur lapindo diperkirakan mencapai lebih
KAJIAN POTENSI LIMBAH BATUBARA UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN BATU BATA DENGAN BAHAN DASAR LUMPUR LAPINDO
15
dari 1.000 ton per bulan. Limbah batubara sangat memungkinkan diperoleh
dari perusahaan industri di kabupaten Mojokerto terutama di wilayah Ngoro
Industrial Estate karena letaknya cukup berdekatan dengan lokasi pabrik batu
bata dan bahan bangunan di desa Mindi kecamatan Porong.
Jarak terjauh hasil kajian untuk biaya pengangkutan/pembuangan limbah
batubara dari beberapa titik lokasi menuju ke Porong adalah sebagai berikut:
a. Potensi limbah batubara hasil pembakaran pabrik gula di desa Gedeg
kecamatan Gedeg berjarak kurang lebih 54 kilometer bila melalui akses
jalan raya Krian-Surabaya dan 46 kilometer bila melalui akses jalan raya
Mojokerto-Mojosari-Japanan.
b. Potensi limbah batubara hasil pembakaran pabrik jamur champignon di
desa Jatirejo kecamatan Jatirejo berjarak kurang lebih 42 kilometer
melalui akses jalan raya Mojosari-Japanan.
c. Potensi limbah batubara hasil pembakaran pabrik minuman bir bintang
dan peternakan ayam potong/petelur di sekitar kecamatan Pacet dan
kecamatan Pungging diperkirakan membutuhkan jarak tempuh berkisar
30 kilometer menuju ke Porong melalui akses jalan raya Mojosari-
Japanan.
Sedangkan potensi limbah batubara yang dihasilkan oleh industri/pabrik
lainnya di wilayah kabupaten Mojokerto membutuhkan jarak tempuh yang
relatif lebih dekat menuju ke industri pengolahan batu bata dan bahan
bangunan berbahan dasar lumpur lapindo. Bahkan di sekitar kecamatan
Mojosari terdapat pabrik kertas berskala besar PT. Pakerin yang memiliki
akses khusus melalui kecamatan Krembong langsung menuju ke pusat kota
Porong dengan jarak tempuh sekitar 15 kilometer saja melalui jalan akses
antara Japanan-Mojosari-Mojokerto dengan jarak tempuh kurang dari 20
kilometer.
4.1.2. Kabupaten Gresik
Di wilayah kabupaten Gresik, industri yang menghasilkan limbah batubara
pada umumnya terdapat di kecamatan Driyorejo, kecamatan Kedamaian dan
kecamatan Manyar. Industri kimia dasar milik Pemerintah seperti PT.
Petrokimia Gresik dan PT. Semen Gresik merupakan salah satu penghasil
KAJIAN POTENSI LIMBAH BATUBARA UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN BATU BATA DENGAN BAHAN DASAR LUMPUR LAPINDO
16
limbah batubara yang terpenting di wilayah kabupaten Gresik. Potensi limbah
batubara (fly ash maupun bottom ash) yang dapat dihasilkan dari wilayah
kabupaten Gresik untuk mendukung pengadaan bahan baku pembuatan batu
bata dengan bahan dasar lumpur lapindo diperkirakan mencapai lebih dari
2.000 ton per bulan.
Limbah batubara sangat memungkinkan diperoleh dari perusahaan-
perusahaan tersebut diatas maupun perusahaan industri lainnya di wilayah
kabupaten Gresik terutama berasal dari Kawasan Industri Maspion dan
kawasan pesisir/pelabuhan kota Gresik karena letaknya memiliki akses jalan
raya dan jalan bebas hambatan (tol way).
Jarak terjauh hasil kajian untuk biaya pengangkutan/pembuangan limbah
batubara dari beberapa titik lokasi menuju ke Porong adalah sebagai berikut:
a. Potensi limbah batubara hasil pembakaran pabrik-pabrik di Kawasan
Industri Maspion desa Manyar kecamatan Manyar berjarak kurang lebih
67 kilometer bila melalui akses jalan bebas hambatan langsung dari
gerbang tol Manyar ke gerbang tol Dupak dan terus menuju hingga ke
gerbang tol Porong atau kini disebut dengan gerbang tol Sidoarjo 2.
Disamping itu jarak tempuh yang lebih kurang sama 62 kilometer bila
melalui akses jalan raya Gresik-Bunder-Krian-Sidoarjo.
b. Potensi limbah batubara hasil pembakaran pabrik pengolahan kayu di
sekitar wilayah pelabuhan Gresik, pabrik Semen Gresik dan PT.
Petrokimia Gresik di kota Gresik berjarak kurang lebih 44 kilometer
melalui akses jalan bebas hambatan melalui gerbang tol Romo Kalisari.
c. Potensi limbah batubara hasil pembakaran pabrik makanan dan minuman,