KAJIAN POLITIK KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN GERAKAN KOTA SEHAT DI KABUPATEN BANJAR Sebagai tugas Mata Kuliah Politik Kesehatan Pembimbing: Dr. dr. H. Imam S. Mochny, MPH oleh Muhammad Ratodi NIM : 100941046 PROGRAM MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT MINTA STUDI PROMOSI KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 2010
15
Embed
KAJIAN POLITIK KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN GERAKAN KOTA SEHAT DI KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KAJIAN POLITIK KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN
GERAKAN KOTA SEHAT DI KABUPATEN BANJAR
Sebagai tugas Mata Kuliah Politik Kesehatan
Pembimbing:
Dr. dr. H. Imam S. Mochny, MPH
oleh
Muhammad Ratodi
NIM : 100941046
PROGRAM MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
MINTA STUDI PROMOSI KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2010
KAJIAN POLITIK KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN GERAKAN
KOTA SEHAT DI KABUPATEN BANJAR
Pendahuluan
Awalnya gerakan healthy city ini bermula di negara-negara maju namun kemudian menyebar
dan diperkenalkan oleh WHO pada negara-negara berkembang. Di Indonesia sendiri gerakan
kota sehat dimulai pada 1998 yang dicanangkan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan
efektif berjalan pada tahun 2005 sejak dikeluarkannya Peraturan Bersama Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor 34 tahun 2005 dan Nomor 1138/ Menkes/PB/VIII/2005.
Masalahnya, yang muncul adalah terdapat kecenderungan bagi pihak lain bahwa gerakan kota
sehat adalah gerakan departemen dan dinas kesehatan, gerakan kampus dan universitas
kesehatan, gerakan para peneliti dan konsultan kesehatan, dan gerakan mahasiswa kesehatan dan
sebagainya. Gerakan kota sehat belum didudukkan secara proporsional sehingga pergerakannya
menjadi kurang terarah, terjamin dan sustainable sampai sasaran.
Konsep Healthy City
Jika merujuk pada Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan
tentang Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat, healthy city didefinisikan sebagai suatu
kondisi kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk yang
dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dan kegiatan yang terintegrasi yang
disepakati masyarakat dan pemerintah daerah (Arifin 2009). WHO seperti yang dikutip oleh
Palutturi (2009) mendefinisikan terdapat sebelas komponen kota sehat yang berkualitas yaitu
lingkungan fisik yang aman dan bersih; ekosistem yang stabil; dukungan masyarakat yang kuat
dan tidak eksploitatif; partispasi dan kontrol masyarakat yang kuat; pemenuhan kebutuhan dasar
seperti makanan, air, tempat tinggal dan pekerjaan yang aman; akses untuk mendapatkan fasilitas
dan pengalaman serta interaksi dan komunikasi dengan masyarakat luas; ekonomi perkotaan
yang innovatif; mendorong interkoneksitas dari berbagai aspek budaya dan keturunan dengan
berbagai individu dan kelompok; rukun terhadap berbagai karakteristik masyarakat;
ketersediaan akses pelayanan kesehatan dengan masalah kesehatan masyarakat dan terakhir
adalah status kesehatan yang tinggi. WHO (1997) lebih lanjut mengungkapkan bahwa terdapat
enam karakteristik yang dimiliki oleh healthy city project yaitu (1)komitmen terhadap
kesehatan; (2)membutuhkan keputusan politik untuk kesehatan masyarakat;(3) tindakan dan
aksi yang bersifat intersektoral; (4)partisipasi masyarakat;(5)inovasi dan outcomenya adalah(6)
kebijakan publik yang sehat.
Jika merujuk pada dua definisi dan karakteristik healthy city tersebut, maka dapat
dipahami bahwa pertama, healthy city adalah kota yang bersih secara fisik, aman dan nyaman
untuk dihuni oleh masyarakat. Kedua, healthy city dapat dimulai dari beberapa tatanan (setting)
misalnya sekolah sehat, perkantoran sehat, rumah sakit sehat, pulau sehat sebagai pilot
project. Ketiga, konsep healthy city menekankan pada keterlibatan pemerintah dan masyarakat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep healthy city adalah gerakan yang dilakukan
oleh semua komponen masyarakat, sektor pemerintah dan swasta dan pemerintah lokal yang
bertujuan untuk mewujudkan kebijakan public yang sehat (healthy public policy).
Untuk mewujudkan healthy city di Indonesia, berbagai upaya dan gerakan dilakukan di
setiap wilayah dan provinsi di tanah air. Gerakan ini sangat bervariasi tergantung pada kebutuhan
dan kreativitas masing-masing wilayah. Di DKI Jakarta misalnya dikenal dengan Gerakan
Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon. Di Jakarta Selatan dikenal dengan Gerakan Satu Warga
Satu Pohon dan Satu Biopori, One Man One Tree and One Biopori dan berbagai gerakan kota
sehat lainnya di Indonesia. Tentu saja tujuan dari semua gerakan ini adalah terciptanya kondisi
kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman, untuk dapat dihuni sebagai tempat bekerja yang
dapat meningkatkan sarana dan produktivitas perekonomian masyarakat. Gerakan ini tentu saja
diharapkan bukan karena gerakan simbolik semata, karena janji seorang calon walikota, bupati
atau gubernur, karena keindahan dan ketertarikan bahasa saja seperti Surabaya Green and
Clean, One Man One Tree, tetapi ini adalah gerakan yang benar-benar melibatkan masyarakat
(community participation).
Sasaran, Model dan Ciri Kota/Kabupaten Sehat
Menurut Arifin (2009) terdapat empat sasaran dari gerakan Kota/Kabupaten Sehat, yakni :
1. Terlaksananya program kesehatan dan sektor terkait yang sinkron dengan kebutuhan
masyarakat, melalui perberdayaan forum yang disepakati masyarakat.
2. Terbentuknya forum masyarakat yang mampu menjalin kerjasama antar masyarakat,
pemerintah kabupaten dan pihak swasta, serta dapat menampung aspirasi masyarakat dan
kebijakan pemerintah secara seimbang dan berkelanjutan dalam mewujutkan sinergi
pembangunan yang baik.
3. Terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik, sosial dan budaya serta perilaku
dan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan secara adil, merata dan terjangkau dengan
memaksimalkan seluruh potensi sumber daya di kabupaten tersebut secara mandiri.
4. Terwujudnya kondisi yang kondusif bagi masyarakat untuk menigkatkan produktifitas
dan ekonomi wilayah dan masyarakatnya sehingga mampu meningkatkan kehidupan dan
penghidupan masyarakat menjadi lebih baik.
Model Kota / Kabupaten Sehat
Model Leading sector
Kawasan Permukiman, Sarana dan Prasarana
umum
Dinas PU
Kawasan sarana lalu lintas yang tertib dan
Pelayanan
Dinas Perhubungan
Kawasan Pertambangan Sehat Dinas Pertambangan
Kawasan Hutan Sehat Dinas Kehutanan
Kawasan Industri dan Perkantoran sehat Dinas Koperindag
Kawasan Pariwisata sehat Dinas Pariwisata
Kehidupan Masyarakat Sehat yang Mandiri Dinas Kesehatan
Kehidupan Sosial Yang sehat Dinas Pemberdayaan Masyarakat / Dinas
Sosial
Ketahanan Pangan dan Gizi Dinas Pertanian
Ciri-Ciri Kota/Kabupaten Sehat
1. Pendekatan tergantung permasalahan yang dihadapi
2. Berasal dari kebutuhan masyarakat, dikelola oleh masayarakat, sedangkan pemerintah
sebagai fasilitator
3. Mengutamakan pendekatan proses daripada target, tidak mempunyai batas waktu,
berkembang sesuai sasaran yang diinginkan masyarakat yang dicapai secara bertahap.
4. Penyelenggaraan kegiatan didasarkan kesepakatan dari masyarakat (Toma, LSM
setempat) bersama Pemkab
5. Pendekatannya juga merupakan master plan Kota.
6. Pemko / Pemkab merupakan partner kunci yang melaksanakan kegiatan
7. Kegiatan tersebut dicapai melalui proses dan komitmen pimpinan daerah, kegiatan
inovatif dari berbagai sektor yang dilakukan melalui partisipasi masyarakat dan
kerjasama
8. Dalam pelaksanaan kegiatan harus terintegrasi kondisi fisik, ekonomi, dan budaya
setempat
ANALISA PELAKSANAAN KOTA SEHAT DI KABUPATEN BANJAR
STRENGTH (Kekuatan)
1. Gerakan Kota/Kabupaten Sehat sejalan dengan prioritas kerja dari pemerintahan presiden RI
Susilo Bambang Yudhoyono, yakni pada area kerja pembenahan tata ruang tanah, reformasi
kesehatan serta Iklim dan lingkungan.
2. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor : 34 Tahun 2005
Nomor : 1138/Menkes/PB/VIII/2005 tentang Penyelenggaraan Kabupaten/Kota sehat
3. Sudah ada Dasar Hukum tentang pembentukan Tim Pembina Teknis Kabupaten Sehat
(KepMendagri No. 650/174 Tahun 1998 dan KepMendagri No. 650-185 Tahun 2002)
4. Stabilitas kondisi politik dan keamanan Kabupaten Banjar yang kondusif
5. Besarnya Modal Sosial (social capital) yang dimiliki oleh masyarakat Banjar, seperti nilai-
nilai kebersamaan, kekerabatan serta nilai-nilai religius.
6. Pemerintah Kabupaten Banjar telah menetapkan tujuan pembangunan kotanya menuju Kota
BERINTAN (Bersih, Indah dan Tentram) dan mempunyai visi Terwujudnya Kehidupan
Masyarakat Kabupaten Banjar yang Sejahtera dan Islami
7. Pemerintah Kab. Banjar di tahun 2009 telah menerima penghargaan Bidang Kesehatan
Ksatria Bakti Husada Arutala dari Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih,
MPH, Dr.PH.
8. Trend pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banjar selama 7 tahun terakhir relatif meningkat
dengan rata-rata tumbuh sekitar 5,58 persen.
(Pemkab Banjar, 2010)
WEAKNESS (Kelemahan)
1. Belum mendalamnya pemahaman serta pengetahuan tentang konsep Kabupaten Sehat dari
level pemerintah sampai masyarakat awam di wilayah Kabupaten Banjar
2. Kebijakan yang diambil masih belum mengacu pada konsep Healthy Public policy serta
cenderung bersifat sektoral.
3. Komunikasi dan koordinasi lintas sektoral terkait pembangunan kabupaten sehat belum
berjalan maksimal.
4. Penanganan berbagai masalah kesehatan dan sosial di Kabupaten Banjar masih ada yang
cenderung bersifat reaktif, belum proaktif.
5. Masih terdapat anggapan bahwa gerakan kota sehat adalah gerakan departemen dan dinas
kesehatan, gerakan kampus dan universitas kesehatan, gerakan para peneliti dan konsultan
kesehatan, dan gerakan mahasiswa kesehatan dan sebagainya.
6. Minimnya tenaga atau praktisi ahli terkait dengan penataan ruang kota dan kesehatan
lingkungan yang ada di wilayah Kabupaten Banjar
OPPORTUNITIES (Peluang)
1. Telah terbentuknya Tim Pembina Teknis Kabupaten Sehat di Kabupaten Banjar
2. Pemerintah telah menyediakan penghargaan “SWASTI SABA” kepada Kota/Kabupaten
Sehat sesuai Kategorinya
3. Pemerintah Kabupaten Banjar telah memiliki Master Plan dalam perencanaan tata ruang
kotanya dan telah mengeluarkan kebijakan tentang pelaksanaan teknis tata ruang
wilayahnya.
4. Perkembangan media dan Informasi di Kabupaten Banjar cukup pesat, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai saluran dalam proses perencanaan,sosialisasi, implementasi dan
monitoring pelaksanaan Kota/Kabupaten Sehat.
5. Berjalannya program Corporate Social Responsibilies (CSR) yang wajib dilakukan oleh
perusahaan atau korporasi yang ada di Kabupaten Banjar merupakan salah satu peluang
penunjang pelaksanaan gerakan kota/Kabuapaten Sehat di segala aspek kehidupan
masyarakat Banjar.
THREAT (Ancaman)
1. Usaha pertambangan masih merupakan bidang yang memberikan kontribusi terbesar bagi
pendapatan daerah. Eksploitasi lingkungan masih berpotensi besar dalam menyumbang
masalah kesehatan.
2. Perubahan karakteristik Kabupaten Banjar dari wilayah agraris menjadi wilayah industri
dan niaga juga berimbas pada perubahan pola perilaku dan gaya hidup masyarakat
Kabupaten Banjar ke arah yang cenderung membawa efek negatif terhadap kesehatan.
3. Penggunaan kendaraan bermotor, khususnya motor dan angkutan batubara semakin
meningkat pesat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, sehingga memberikan kontribusi
terhadap penurunan kualitas udara di kabupaten Banjar akibat polusi dari hasil pembakaran
bahan bakar sepeda motor dan angkutan batubara.
4. Maraknya pembangunan kompleks hunian dan bangunan-bangunan komersial oleh para
pengembang yang tanpa melalui proses analisa dampak terhadap lingkungan / AMDAL
dapat menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan, baik secara fisik maupun sosial.
5. Lemahnya penegakan hukum serta rendahnya pemberian sanksi terhadap individu atau
korporasi yang melakukan pencemaran dan pengrusakan lingkungan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Untuk membuka pintu kesempatan menuju kesehatan, kita harus menutup pintu menuju
eksploitasi alam (Corburn, 2009).
Wilayah Kalimantan Selatan, khususnya di Kabupaten Banjar dikenal dengan kekayaan
hasil buminya dan telah menjadi sasaran kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dari berbagai pihak.
Hal ini tentunya menjadi faktor penting yang harus diperhatikan bila Kabupaten Banjar hendak
mewujudkan Kota / Kabupaten Sehat di wilayahnya. Strategi yang digunakan dalam menyasar
masalah eksploitasi lingkungan ini membutuhkan multiple approach dan melibatkan pula multi
sektoral serta dengan tetap memperhatikan faktor determinan kesehatan, baik secara sosial
maupun fisik yang ada di lingkungan masyarakat Kabupaten Banjar.
Oleh karena itu, untuk menjadikan faktor determinan kesehatan sebagai bagian dari sudut
pandang kebijakan perencanaan kota yang berwawasan sehat oleh pemerintah, diperlukan sebuah
perencanaan politik yang baru pula (Corburn, 2009)
Untuk mewujudkan perencanaan kota sehat di Kabupaten Banjar, maka pemerintah
Kabupaten Banjar akan menghadapi beberapa tantangan (challenges), yakni :
1. Menghindari bersifat reaktif sertaberusaha untuk mencegah kerugian dan kerusakan yang
muncul sedari dini daripada hanya memindahkan berbagai masalah pada wilayahnya.
2. Tantangan berikutnya bagi pemerintah Kabupaten banjar adalah untuk mempertegas
komitmen pemerintah Kab.Banjar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang berperan dalam mewujudkan kota/kabupaten sehat, serta menyadari bahwa ilmu
pengetahuan yang mendasari perencanaan kota/kabupaten sehat akan membutuhkan
eksperimen baru dan inovasi dalam hal metode analisis dan pemantauan.
3. Menghindari menyalahkan perilaku masyarakat sebagai penyebab kondisi lingkungan dan
sanitasi yang tidak sehat serta menghindari pandangan bahwa perubahan fisik pada
lingkungan buatan akan dengan sendirinya merubah perilaku masyarakat.
4. Diperlukan usaha yang lebih untuk menunjukkan keberagaman di kota/kabupaten serta
disparitas dalam kesehatan, tidak cukup dengan sekedar fokus pada penelitian yang bersifat
“laboratorium” dan empiris saja.
5. Menangani hambatan yang ada terkait perpecahan birokrasi, terkotaknya satu disiplin ilmu
(disciplinary specialization) serta masalah profesionalisme yang menjadi wabah di kalangan
pemerintah dan akademisi, dengan cara menjembatani dan menjalin koordinasi dengan
semua pihak dan instansi.
Perlu diingat bahwa gerakan healthy city adalah mengutamakan proses ketimbang target,
tidak dibatasi oleh waktu sehingga tidak terlalu keburu dan terburu-buru untuk dinyatakan
sebagai kota sehat, kabupaten sehat, kecamatan sehat, dan kelurahan sehat. Tidak terlalu
keburu untuk dinyatakan sebagai pulau sehat, sekolah sehat, rumah sakit sehat dan pasar
sehat. Keterlibatan masyarakat dan komponen yang terkait di dalamnya menjadi sangat
penting untuk menjamin dan menjaga kesinambungan program (program sustainability).
Gerakan healthy city membutuhkan waktu yang lama. Perubahan perilaku dan lingkungan
masyarakat bukan pekerjaan mudah, mungkin tahunan atau bahkan puluhan tahun.
Membersihkan selokan dan kanal jauh lebih mudah ketimbang menjaga kebersihan agar
kanal dan selokan tetap bersih.
Diperlukan pula political will dan komitmen yang kuat dari setiap pihak untuk dapat
menghasilkan kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (healthy public policies) serta
memberikan pemahaman yang mendasar bagi semua sektor , pemerintahan maupun non
pemerintahan, bahwa kesehatan tidak hanya bersifat sektoral, tapi kesehatan dan sehat
merupakan hak yang mendasar bag.i setiap warga negara sehingga koordinasi lintas sektoral
dapat berjalan selaras tanpa ada fragmentasi atau pengkotakan sektor dan disiplin keilmuan
untuk mencapai tujuan dari Kota/Kabupaten Sehat.
Referensi
Anonim (2010). Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kabupaten Banjar
Tahun 2009. Pemerintah Daerah Kabupaten Banjar : Martapura