Top Banner
76

KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

May 13, 2018

Download

Documents

hanguyet
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN
Page 2: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

i

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas perkenan-Nyalah pelaksanaan KAJIAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DI INDONESIA selesai dilaksanakan dengan baik. Kajian ini dilakukan untuk mendukung

kebijakan penyusunan perencanaan pembangunan nasional bidang pertanahan.

Salah satu arah kebijakan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2015-2019 bidang pertanahan adalah Membangun Sistem Pendaftaran

Tanah Publikasi Positif. Kebijakan ini terkait dengan isu strategis Jaminan Kepastian

Hukum Hak Masyarakat Atas Tanah. Sebagaimana diketahui bahwa sampai saat ini masih

marak terjadinya kasus pertanahan baik antar-masyarakat, antara masyarakat dengan badan

hukum, masyarakat dengan badan pemerintah, dan sebagainya. Salah satu akar

permasalahan terjadinya kasus-kasus pertanahan tersebut adalah sistem pendaftaran tanah

yang dianut Indonesia saat ini adalah publikasi negatif, yang berarti negara tidak menjamin

kebenaran informasi yang tertuang di dalam sertifikat hak atas tanah. Informasi yang ada

dianggap benar selama tidak ada pihak lain yang mengguatnya. Selain itu, sistem

pendaftaran tanah publikasi negatif memberikan implikasi, seperti terganggunya stabilitas

keamanan nasional, termasuk mengancam integritas NKRI karena tingginya potensi

konflik antar masyarakat maupun antara masyarakat dengan pemerintah; dan penurunan

kesejahteraan masyarakat karena terhambatnya pertumbuhan ekonomi nasional.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan perubahan sistem pendaftaran tanah menjadi publikasi

positif (stelsel positif) yang secara prinsip merupakan kebalikan dari publikasi negatif.

Pada sistem pendaftaran tanah publikasi positif, negara menjamin kebenaran informasi

yang terdapat pada sertifikat hak atas tanah dan mengganti kerugian salah satu pihak

apabila terjadi kasus pertanahan. Hal ini akan lebih memberikan jaminan kepastian hukum

atas tanah. Namun demikian, perubahan sistem pendaftaran tanah menjadi publikasi positif

memerlukan beberapa prasyarat, antara lain cakupan peta dasar pertanahan dan cakupan

bidang tanah bersertifikat sudah mencapai 80%. Untuk mengetahui capaian tersebut, maka

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas pada tahun anggaran

2016 melakukan KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN

TANAH PUBLIKASI POSITIF DI INDONESIA. Secara umum, kajian ini bertujuan

untuk mengetahui status kesiapan Indonesia dalam upaya merubah sistem pendaftaran

tanah publikasi negatif menjadi publikasi positif.

Pelaksanaan kajian ini didukung dan dibantu oleh berbagai pihak terkait. Untuk itu, kami

mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerjasama berbagai pihak, antara lain Kanwil

BPN dan Bappeda Provinsi Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Sumatera Selatan,

Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Barat yang sudah membantu pelaksanaan kajian

ini. Mudah-mudahan hasil ini dapat memberikan manfaat yang lebih baik.

Jakarta, Desember 2016

Direktur Tata Ruang dan Pertanahan

Uke Mohammad Hussein, S.Si, MPP

Page 3: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

ii

Daftar Isi

Kata Pengantar ..................................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................................ ii

Daftar Gambar .................................................................................................................. iii

Daftar Tabel ........................................................................................................................ iv

BAB I Pendahuluan ...................................................................................................... 1

I.1 Latar Belakang Kajian ................................................................................................... 1

I.2 Tujuan dan Sasaran Kajian ............................................................................................ 2

I.3 Lingkup dan Batasan Kajian .......................................................................................... 2

I.4 Metodologi Kajian dan Analisis Data ............................................................................ 3

I.4.1 Proses Pengumpulan Data ........................................................................................ 3

I.4.2 Metode Analisis Data ............................................................................................... 4

I.5 Sistematika Penulisan Kajian ........................................................................................ 4

BAB II Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 5

II.1 Tanah, Kasus-kasus Pertanahan, dan Faktor Pemicu Sengketa Pertanahan .................. 5

II.1.1 Kasus-kasus Pertanahan ........................................................................................... 5

II.2 Pendaftaran Tanah dan Sistem Publikasi Dalam Pendaftaran Tanah ............................ 7

II.2.1 Pendaftaran Tanah .................................................................................................... 7

II.2.2 Sistem Publikasi Dalam Sistem Pendaftaran Tanah ................................................. 9

II.2.3 Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Negara Lain ...................................... 11

II.3 Hukum Indefeasible, serta Kasus Penipuan Terkait Pertanahan dan Penyelesaiannya14

II.4 Upaya Negara Lain Dalam Persiapan Perubahan Sistem Publikasi Positif ................. 17

BAB III Gambaran Umum Lokasi Kajian .................................................................. 20

III.1 Gambaran Umum Provinsi Kajian ............................................................................... 21

III.2 Kasus-kasus Pertanahan di Provinsi Kajian................................................................. 26

BAB IV Analisis Capaian Peta Dasar Pertanahan dan Peta Bidang Tanah

Bersertifikat..................................................................................................... 28

IV.1 Peta Dasar Pertanahan ................................................................................................. 28

IV.1.1 Cakupan Peta Dasar Pertanahan Nasional .............................................................. 28

IV.1.2 Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Provinsi Kajian ............................................... 30

IV.2 Peta Bidang Tanah Bersertifikat .................................................................................. 33

IV.2.1 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat Seluruh Provinsi .................................. 34

IV.2.2 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat di Provinsi Kajian ................................ 35

IV.3 Faktor-faktor Penghambat Pencapaian Cakupan Peta ................................................. 38

IV.4 Sumber Daya Manusia Bidang Pertanahan ................................................................. 38

IV.5 Upaya Percepatan Pencapaian Cakupan Peta .............................................................. 40

BAB V Analisis Perubahan Peraturan Hukum Terkait Pendaftaran Tanah ........ 43

BAB VI Kesimpulan dan Rekomendasi ....................................................................... 67

VI.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 67

VI.2 Rekomendasi ............................................................................................................... 68

Daftar Pustaka ................................................................................................................... 69

Page 4: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

iii

Daftar Gambar

Gambar I.1 Peta Provinsi-provinsi Kajian ................................................................... 4

Gambar II.1 Peta Kadastral Digital Austria ................................................................. 13

Gambar II.2 Contoh Peta yang di ekstrak dari Peta Kadastral Digital Austria ........... 14

Gambar III.1 Penggunaan Lahan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 .................. 22

Gambar III.2 Penggunaan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016 ............... 24

Gambar III.3 Penggunaan Lahan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2016 ......... 25

Gambar III.4 Luas Penggunaan Lahan di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2016 .. 25

Gambar III.5 Luas Penggunaan Lahan di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2016 ......... 26

Gambar IV.1 Cakupan Peta Dasar Pertanahan Nasional hingga Juni 2016 .................. 30

Gambar IV.2 Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Provinsi Kajian, 2016 ..................... 31

Gambar IV.3 Capaian Peta Dasar Pertanahan di Indonesia (atas) dan Provinsi Kajian

(bawah) .................................................................................................... 32

Gambar IV.4 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat yang Terdigitasi di Indonesia

hingga Juni 2016 ..................................................................................... 35

Gambar IV.5 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat Terdigitasi di Provinsi Kajian,

2016 ......................................................................................................... 37

Gambar IV.6 Capaian Peta Bidang Tanah Bersertifikat di Indonesia dan Provinsi

Kajian ...................................................................................................... 38

Gambar IV.7 Proporsi Jumlah Pegawai Juru Ukur dan Pegawai Non Juru Ukur

Masing-masing Provinsi Kajian .............................................................. 39

Gambar IV.8 Upaya Percepatan Capaian Peta yang Paling Banyak di Pilih ................ 40

Gambar V.1 Contoh Peta Dasar Pendaftaran Tanah Digital ........................................ 44

Page 5: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

iv

Daftar Tabel

Tabel II.1 Perbandingan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Secara Sistematik dan

Secara Sporadik ............................................................................................. 8

Tabel II.2 Perbandingan Sistem Publikasi Dalam Pendaftaran Tanah ......................... 10

Tabel III.1 Luas Kawasan Hutan dan Budidaya di Indonesia Tahun 2013 ................... 21

Tabel III.2 Kondisi Umum Provinsi Kajian ................................................................... 22

Tabel III.3 Jumlah Kasus Pertanahan di Provinsi Kajian .............................................. 26

Tabel IV.1 Capaian Cakupan Peta Dasar Pertanahan Nasional yang Terdigitasi hingga

Juni 2016 ...................................................................................................... 29

Tabel IV.2 Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Provinsi Kajian ................................... 30

Tabel IV.3 Perbedaan Data Capaian Peta Dasar Pertanahan antara .............................. 31

Tabel IV.4 Capaian Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat yang Terdigitasi hingga

Juni 2016 ...................................................................................................... 34

Tabel IV.5 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat di Provinsi Kajian .................... 36

Tabel IV.6 Perbedaan Data Capaian Peta Bidang Tanah Bersertifikat antara ............... 37

Tabel IV.7 Faktor-faktor Penghambat Capaian Peta Dasar Pertanahan dan .................. 38

Tabel IV.8 Jumlah Pegawai Juru Ukur Pertanahan Masing-masing Provinsi Kajian

Tahun 2016 .................................................................................................. 39

Tabel V.1 Identifikasi Peraturan Perundang-undangan yang Perlu Di Ubah atau

Ditambahkan ................................................................................................ 45

Page 6: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

1

BAB I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang Kajian

Akhir-akhir ini, konflik agraria di Indonesia nampaknya semakin meningkat. Akumulasi

permasalahan pertanahan yang masuk ke Mahkamah Agung diperkirakan berkisar antara

60% hingga 70% setiap tahun dan belum terhitung kasus yang selesai ketika diputus pada

tingkat pertama maupun pada tingkat banding (Abdurrahman, 2009). Data Kementerian

Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (2014) mencatat terdapat 5.878 kasus

pertanahan yang masuk ke BPN-RI tahun 2014. Kasus-kasus tersebut terdiri dari kasus

yang belum terselesaikan di tahun 2013 sebanyak 1.927 kasus dan kasus baru di tahun

2014 sebanyak 3.906 kasus. Dari 5.878 kasus tersebut, sebanyak 2.910 kasus (57,92%)

sudah terselesaikan dan masih ada sisa kasus sebanyak 2.968 kasus belum terselesaikan

(Laporan Kinerja BPN, 2014).

Banyaknya terjadi konflik agraria ini telah menunjukkan bahwa administrasi pertanahan

Indonesia membutuhkan perbaikan agar dapat memberikan kepastian hukum hak atas

tanah. Salah satu akar permasalahan konflik agraria disebabkan oleh sistem pendaftaran

tanah yang digunakan di Indonesia berupa sistem publikasi negatif yang bertendensi

positif. Dalam sistem pendaftaran negatif (stelsel negatif) bertendensi positif, pemerintah

tidak memberikan jaminan atas kepastian hukum terhadap pemegang bukti sah (sertifikat).

Pemerintah juga tidak bertanggung jawab atas data dan informasi yang ada di dalam

sertifikat hak atas tanah. Data dan informasi dianggap benar sepanjang tidak ada pihak lain

yang menggugat. Kondisi demikian menyebabkan timbulnya berbagai masalah, seperti

timbulnya konflik dan sengketa lahan antar berbagai pihak di beberapa wilayah di

Indonesia. Sistem pendaftaran tanah yang dianut Indonesia ini tertuang dalam beberapa

peraturan perundang-undangan terkait pendaftaran tanah, seperti Keputusan Mahkamah

Agung No 495/Sip/1975; Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran

tanah dan UU No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA).

Di samping itu, penggunaan sistem pendaftaran tanah publikasi negatif dapat memberikan

implikasi yang buruk terhadap pembangunan nasional, antara lain:

1. Registering property Indonesia menjadi rendah akibat tingginya biaya pengurusan dan

kualitas administrasi pertanahan yang masih rendah.

2. Potensi konflik antar-masyarakat maupun antara masyarakat dengan pemerintah dapat

mengganggu stabilitas keamanan nasional, termasuk mengancam integritas Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

3. Pertumbuhan ekonomi nasional terhambat yang berujung pada menurunnya

kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan realita di atas, Pemerintah Indonesia melalui Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 telah memutuskan untuk merubah sistem

pendaftaran tanah di Indonesia, dari sistem pendaftaran tanah publikasi negatif menjadi

sistem publikasi positif. Sistem pendaftaran tanah publikasi positif diyakini dapat

memberikan kepastian hukum hak atas tanah secara absolut. Pemerintah juga menjamin

kebenaran semua informasi yang tertulis dalam sertifikat hak atas tanah. Apabila terjadi

kesalahan administrasi oleh pemerintah (misalnya sertifikat ganda), pemerintah akan

memberikan dana kompensasi atau ganti kerugian atas kesalahan administrasi tersebut.

Page 7: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

2

Penggunaan sistem ini juga diharapkan dapat mengurangi permasalahan terkait pertanahan

serta mendorong terciptanya iklim investasi dan iklim ekonomi yang kondusif yang dapat

memberikan peningkatan daya saing perekonomian nasional didunia.

Dalam upaya melakukan kebijakan perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi positif

terdapat empat kondisi prasyarat (pre-requisite condition) yang harus dipenuhi untuk

mengurangi potensi konflik seminimal mungkin, antara lain: (i) percepatan cakupan

wilayah bersertifikat; (ii) percepatan penyediaan cakupan peta dasar pertanahan; (iii)

publikasi tata batas kawasan hutan dengan peta skala kadastral; dan (iv) sosialisasi

peraturan perundangan terkait tanah adat/tanah ulayat. Untuk cakupan peta dasar

pertanahan dan cakupan peta bidang tanah bersertifikat, RPJMN 2015-2019 menetapkan

bahwa cakupan peta dasar pertanahan harus dapat mencapai 80% dan cakupan wilayah

nasional yang telah bersertifikat harus dapat mencapai 70% dari wilayah nasional daratan

non hutan. Besarnya persentase tersebut diyakini dapat mengurangi terjadinya sertifikat

sah ganda, sehingga apabila masih terjadi kesalahan dalam register, resiko beban keuangan

negara untuk memberikan ganti rugi masih dapat dikelola dengan baik.

Akan tetapi, data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN mencatat bahwa capaian

kedua peta tersebut hingga tahun 2015 masih kurang dari 50%. Oleh sebab kondisi

demikian, kajian ini akan menguraikan tentang hasil identifikasi dan analisis capaian peta

dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertfikat yang terdigitasi hingga tahun 2016,

serta pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan terkait pertanahan yang harus

direvisi guna mendukung upaya perubahan sistem publikasi negatif menjadi sistem

publikasi positif dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia.

I.2 Tujuan dan Sasaran Kajian

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui status kesiapan Indonesia dalam upaya merubah

sistem pendaftaran tanah publikasi negatif menjadi publikasi positif. Sasaran kajian ini

antara lain:

Identifikasi peraturan perundang-undangan yang harus direvisi untuk membangun

sistem pendaftaran tanah publikasi positif.

Identifikasi capaian cakupan peta dasar pertanahan dan cakupan wilayah bidang tanah

bersertifikat masing-masing provinsi.

Analisa kemungkinan perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi positif dapat

dilakukan secara parsial di beberapa provinsi tertentu yang telah memenuhi prasyarat

atau harus menunggu seluruh provinsi mencapai kondisi prasyarat.

I.3 Lingkup dan Batasan Kajian

Lingkup dan batasan kajian persiapan perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi positif

di Indonesia meliputi:

a. Melakukan kajian literatur mengenai sistem pendaftaran tanah publikasi positif, yang

meliputi konsep dasar sistem pendaftaran tanah publikasi positif dan studi-studi terkait

penerapan sistem pendaftaran tanah publikasi positif di beberapa negara;

b. Melakukan identifikasi capaian cakupan peta dasar pertanahan dan cakupan wilayah

bidang tanah bersertipikat masing-masing provinsi;

c. Melakukan penjaringan masukan melalui serangkaian kegiatan, yaitu dengan format

FGD di 5 (lima) provinsi, yaitu Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sulawesi Utara,

Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Sumatera Utara, dan Provinsi Sumatera

Selatan, dan dengan format seminar di Jakarta;

Page 8: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

3

d. Melakukan analisa kemungkinan perubahan sistem pendaftaran tanah dapat dilakukan

secara parsial di beberapa provinsi tertentu yang telah memenuhi persyaratan atau harus

menunggu seluruh provinsi telah mencapai kondisi prasyarat tersebut.

I.4 Metodologi Kajian dan Analisis Data

Penentuan status kesiapan Indonesia dalam upaya perubahan sistem pendaftaran tanah

publikasi negatif menjadi publikasi positif menggunakan metode kualitatif. Hal-hal yang

dilakukan antara lain: (1) identifikasi cakupan peta dasar pertanahan; (2) identifikasi

cakupan peta wilayah bidang tanah bersertifikat; (3) analisis faktor-faktor penghambat

dalam pencapaian cakupan peta-peta tersebut; (4) identifikasi peraturan perundangan yang

harus direvisi dan diubah untuk membangun sistem pendaftaran tanah publikasi positif;

dan (5) analisis kemungkinan perubahan sistem pendaftaran tanah dapat dilakukan secara

parsial di beberapa provinsi tertentu yang telah memenuhi prasyarat atau menunggu

seluruh provinsi telah mencapai prasyarat tersebut

I.4.1 Proses Pengumpulan Data

a. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui dua cara, yaitu teknik pengumpulan data

primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner

dan wawancara. Sementara, teknik pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi

pustaka.

Kuesioner dan wawancara dilakukan untuk mengambil data dan informasi tentang

variabel-variabel yang tidak dapat diamati secara langsung, sehingga perlu menanyakan

kepada pihak-pihak terkait. Jenis kuesioner yang digunakan untuk memperoleh data dan

informasi adalah collective questionnaire. Data yang diperlukan antara lain luas

kawasan hutan dan budidaya, cakupan peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah

bersertifikat, kasus-kasus pertanahan, faktor-faktor penghambat pencapaian cakupan

peta, upaya-upaya perbaikan dan percepatan dalam penyediaan data dan informasi

spasial pertanahan, serta rencana tindak lanjut penanganan kasus-kasus pertanahan.

Studi pustaka dilakukan dengan cara menggali informasi tentang studi-studi terkait

sistem pendaftaran tanah publikasi positif, baik dari buku maupun jurnal.

b. Teknik Pengambilan Sampel dan Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel (teknik sampling) yang digunakan dalam kajian ini adalah

purposive sampling. Teknik sampling ini didasarkan pada pertimbangan peneliti dalam

memilih provinsi yang memiliki data dan informasi kondisi peta dasar pertanahan maupun

peta wilayah bidang tanah bersertifikatnya sesuai dengan tujuan penelitian. Jenis sampling

ini dapat membangun sebuah realitas historis, menggambarkan suatu fenomena, atau

membangun sesuatu yang hanya sedikit orang yang mengetahui (Kumar, 2005).

Sementara itu, sampel kajian ini adalah Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Nusa

Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara (Gambar I.1). Kriteria pemilihan

provinsi-provinsi ini didasarkan pada data-data yang mewakili kondisi cakupan peta dasar

pertanahan maupun peta wilayah bidang tanah bersertifikat dari yang cukup baik hingga

cukup buruk di Indonesia. Kelima provinsi ini diharapkan dapat mewakili gambaran status

kesiapan Indonesia dalam kemungkinan perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi

positif dapat dilakukan secara parsial di beberapa provinsi yang telah memenuhi prasyarat

atau menunggu seluruh provinsi telah mencapai prasyarat.

Page 9: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

4

Gambar I.1 Peta Provinsi-provinsi Kajian Sumber: Modifikasi Peta Indonesia dari Badan Informasi Geospasial, 2013

I.4.2 Metode Analisis Data

Metode analisis data merupakan suatu cara untuk menjawab tujuan kajian. Dalam kajian

ini, penentuan kemungkinan perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi positif dapat

dilakukan secara parsial di beberapa provinsi yang telah memenuhi prasyarat atau harus

menunggu seluruh provinsi telah mencapai prasyarat didasarkan pada hipotesa berikut.

1. Apabila prasyarat cakupan peta telah terpenuhi oleh seluruh provinsi dan peraturan

perundang-undangan tentang pendaftaran tanah yang baru telah siap, maka sistem

pendaftaran tanah publikasi positif dapat direalisasikan secara serentak.

2. Apabila prasyarat cakupan peta baru terpenuhi oleh sebagian provinsi, tetapi peraturan

perundang-undangan tentang pendaftaran tanah yang baru sudah siap, maka sistem

pendaftaran tanah publikasi positif hanya dapat direalisasikan secara parsial.

3. Apabila prasyarat cakupan peta telah terpenuhi oleh seluruh provinsi, tetapi peraturan

perundang-undangan tentang pendaftaran tanah yang baru belum siap, maka sistem

pendaftaran tanah publikasi positif belum dapat direalisasikan.

4. Apabila prasyarat cakupan peta belum terpenuhi oleh seluruh provinsi dan peraturan

perundang-undangan tentang pendaftaran tanah yang baru belum siap, maka sistem

pendaftaran tanah publikasi positif belum dapat direalisasikan.

I.5 Sistematika Penulisan Kajian

Secara garis besar, sistematika penulisan kajian ini terdiri dari 6 (enam) bab. Bab I berisi

latar belakang kajian, tujuan dan sasaran kajian, lingkup dan batasan kajian, justifikasi

pemilihan lokasi kajian, serta metodologi penelitian. Bab II memaparkan kajian pustaka

mengenai sistem pendaftaran tanah, jenis publikasi dalam pendaftaran tanah, dan lesson

learn dari beberapa negara yang telah menerapkan sistem pendaftaran tanah publikasi

positif. Bab III menyajikan deskripsi gambaran lokasi kajian secara umum. Bab IV

menguraikan hasil analisis capaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah

bersertifikat, faktor-faktor penghambat capaian peta, sumber daya manusia bidang

pertanahan, serta upaya perbaikan kondisi pertanahan. Bab V berisi tentang analisis

perubahan peraturan perundang-undangan terkait pertanahan di Indonesia. Sementara, Bab

VI berisi kesimpulan dan rekomendasi kajian.

Page 10: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

5

BAB II Tinjauan Pustaka

II.1 Tanah, Kasus-kasus Pertanahan, dan Faktor Pemicu Sengketa Pertanahan

Tanah merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Tanah adalah harta atau

properti yang tidak bergerak, sehingga secara fisik tidak dapat dipindahkan dari satu orang

ke orang lain. Tanah bersifat permanen, yaitu tidak dapat semakin naik, semakin turun,

atau hancur seperti properti lainnya (Hanstad, 1998), sehingga dapat dicatat atau direkam

sampai kapanpun. Tanah dapat menjadi rumah, sumber pendapatan, tempat untuk

berbisnis, akses ke lahan lain, keamanan pinjaman, dan sebagainya (Law Commission,

2016; Zevenbergen, 2002). Di samping itu, tanah juga memiliki makna yang multidimensi,

baik dari sisi ekonomi, politik, hukum, maupun sosial budaya (Adhie dan Menggala, 2002;

Zevenbergen, 2002). Dari sisi ekonomi, tanah didefinisikan sebagai sarana produksi yang

dapat mendatangkan kesejahteraan dan aset (industri, pertanian komersial). Dari sisi

politik, tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan bagi

masyarakat. Dari sisi sosial budaya, tanah dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial

pemiliknya, jaminan sosial penduduk, tempat untuk hidup. Sementara itu, dari sisi hukum,

tanah merupakan dasar kekuatan untuk yurisdiksi.

Namun demikian, berbagai aspek penting tanah dalam kehidupan manusia seringkali

menyebabkan timbulnya konflik kecenderungan orang untuk mempertahankan tanahnya

dengan cara apapun apabila melanggar hak-haknya. Konflik pertanahan ini juga sering

menimbulkan tindak kekerasan. Pada dasarnya, akar permasalahan munculnya kasus

pertanahan ini adalah disebabkan oleh belum baiknya sistem administrasi pertanahan dan

kendala dalam peraturan mengenai kerangka waktu dalam pelaksanaannya. Bahkan, saat

ini, masalah pertanahan di Indonesia dianggap sebagai persoalan yang tidak dapat

diselesaikan menggunakan pendekatan hukum saja, tetapi juga menggunakan pendekatan

holistik (komprehensif) seperti politik, sosial budaya, ekonomi, dan ekologi.

II.1.1 Kasus-kasus Pertanahan

Secara umum, permasalahan atau kasus pertanahan dapat dikelompokkan menjadi tiga,

yaitu sengketa pertanahan, konflik pertanahan, dan perkara pertanahan yang membutuhkan

penanganan atau penyelesaian sesuai peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan

pertanahan nasional (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan).

Sengketa pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan

hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis. Sengketa tanah dapat

berupa sengketa administratif, sengketa perdata, serta sengketa pidana terkait kepemilikan

transaksi, pendaftaran penjaminan, pemanfaatan, penguasaan, dan sengketa hak ulayat.

Konflik pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok,

golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang telah berdampak luas secara sosio-

politis. Sementara, perkara pertanahan adalah perselisihan pertanahan yang

penyelesaiannya dilaksanakan oleh lembaga peradilan atau putusan lembaga peradilan

yang masih dimintakan penanganan perselisihannya di BPN RI (http://www.bpn.go.id.

Diakses pada Juli 2016). Pada tahun 2014, Kementerian ATR/Badan Pertanahan Nasional

mencatat bahwa terdapat 11.736 kasus pertanahan yang masuk ke BPN-RI sejak tahun

2010 hingga 2014. Sementara, jumlah kasus pertanahan yang masuk ke BPN-RI tahun

Page 11: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

6

2014 adalah sebanyak 5.878 kasus. Kasus-kasus tersebut terdiri dari kasus yang belum

terselesaikan di tahun 2013 sebanyak 1.927 kasus dan kasus baru di tahun 2014 sebanyak

3.906 kasus. Dari 5.878 kasus tersebut, jumlah kasus yang telah selesai hingga akhir tahun

2014 sebanyak 2.910 kasus (57,92%) (Laporan Kinerja BPN, 2014).

RPJMN 2015 – 2019 menyebutkan bahwa permasalahan dan isu strategis bidang

pertanahan di Indonesia disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Belum kuatnya jaminan kepastian hukum hak masyarakat atas tanah. Permasalahan

utama ini ditunjukkan dengan kondisi cakupan peta dasar pertanahan, jumlah bidang

tanah bersertifikat, kepastian batas kawasan hutan dan non-hutan, tingkat penyelesaian

kasus pertanahan, dan penetapan batas tanah adat/ulayat yang masih rendah.

2. Masih terjadinya ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan

tanah (P4T), serta kesejahteraan masyarakat yang masih rendah.

3. Kinerja pelayanaan pertanahan yang belum optimal. Kondisi ini disebabkan oleh

kurangnya jumlah pegawai juru ukur pertanahan sehingga menghambat kinerja

pelayanan pertanahan.

4. Belum terjaminnya ketersediaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

a. Klasifikasi Kasus Pertanahan

Kasus pertanahan di Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan obyek dan subyeknya.

Berdasarkan obyeknya, kasus-kasus pertanahan tersebut dikelompokkan menjadi tujuh,

yaitu (1) pendudukan dan penyerobotan tanah-tanah perkebunan yang telah dilekati oleh

Hak Guna Usaha (HGU), baik yang masih berlaku maupun yang sudah berakhir; (2)

sengketa kawasan hutan; (3) sengketa yang berkaitan dengan kawasan pertambahan; (4)

tumpang tindih atau sengketa batas, tanah bekas milik adat (girik), dan tanah bekas

eigendom. Eigendom adalah suatu institusi tanah milik golongan Eropa maupun golongan

Timur Asing pada masa pemerintahan Hindia Belanda; (5) tukar-menukar tanah bengkok

desa/tanah kas desa menjadi aset Pemerintah Daerah; (6) tanah eks partikelir; dan (7)

putusan pengadilan yang tidak dapat diterima dan dijalankan (Bappenas, 2013). Sementara

itu, berdasarkan subyeknya, kasus-kasus pertanahan terbagi menjadi kasus pertanahan

antar-instansi pemerintah, pemerintah dengan masyarakat, dan antar anggota masyarakat.

1) Kasus Pertanahan antar Instansi Pemerintah

Kasus pertanahan antar-instansi pemerintah (baik antar-instansi pemerintahan pusat

maupun antar-wilayah kabupaten/kota) cenderung terkait dengan kewenangan dalam

pengaturan wilayah secara sektoral terhadap hamparan fisik tanah. Kasus pertanahan antar-

instansi pemerintah terbagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut.

Kasus Pertanahan antar Instansi Pemerintah Pusat

Kasus pertanahan antar-instansi pemerintah pusat terkait dengan kewenangan

kementerian/lembaga dalam mengatur penggunaan dan pemanfaatan tanah secara

sektoral. Misalnya antara kementerian kehutanan dan pertambangan, kehutanan dan

BPN, pertambangan dan kehutanan, perkebunan dan kehutanan, pertambangan dan

BPN, pertambangan dan kementerian lingkungan.

Kasus Pertanahan antar Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat

Kasus pertanahan antar pemerintah daerah dan pemerintah pusat ataupun kementerian

berkenaan dengan kewenangan atas wilayah, misalnya antara kementerian kehutanan

dan pemerintah kabupaten/kota terkait dengan kawasan hutan.

Page 12: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

7

Kasus Pertanahan antar Daerah – Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota

Kasus pertanahan antar-pemerintah daerah biasanya terjadi antar-wilayah

kabupaten/kota berkenaan dengan batas wilayah. Batas wilayah yang berupa unsur

geografis, seperti sungai, berpotensi memunculkan konflik batas wilayah. Beberapa

kasus yang pernah muncul berkaitan dengan batas wilayah ini adalah konflik antara

Kabupaten Ciamis dan Cilacap serta Kabupaten Pasuruan dan Sidoarjo.

2) Kasus Pertanahan antar Masyarakat dan Pemerintah

Masyarakat yang dimaksudkan di sini dapat berupa orang per orang ataupun badan hukum,

baik badan hukum profit maupun non-profit. Pengelompokan ini untuk menghilangkan

dikotomi antara masyarakat dan swasta yang selama ini mendapatkan perlakuan berbeda.

Kasus pertanahan yang melibatkan masyarakat dan instansi pemerintah terbagi menjadi

tiga tipologi, yaitu a). Kasus antara masyarakat (kolektif) dan instansi pemerintah; b).

Kasus antara masyarakat (perorangan) dan instansi pemerintah; dan c). Kasus antara badan

hukum dan instansi pemerintah.

3) Kasus Pertanahan antar Masyarakat

Kasus pertanahan antar-masyarakat menempati porsi terbesar pada klasifikasi kasus

pertanahan, yaitu 71,45% (White Paper Kementerian PPN/Bappenas, 2013). Kondisi ini

mengindikasikan bahwa persoalan kesejahteraan masyarakat dan ketergantungan hidup

masyarakat terhadap tanah masih sangat tinggi. Di samping itu, kepastian hukum hak atas

tanah juga masih menjadi masalah yang belum terselesaikan hingga sekarang. Oleh sebab

itu, diperlukan berbagai strategi pengelolaan pertanahan yang berorientasi pada

peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui keadilan penguasaan dan pemilikan tanah

serta pemberian kepastian hukum hak atas tanah secara kuat.

II.2 Pendaftaran Tanah dan Sistem Publikasi Dalam Pendaftaran Tanah

II.2.1 Pendaftaran Tanah

Dalam upaya penyelesaian kasus-kasus pertanahan di Indonesia, maka hal utama yang

harus dilakukan adalah perbaikan kualitas peta pendaftaran tanah agar dapat memberikan

jaminan kepastian hukum hak masyarakat atas tanah. Pendaftaran tanah berasal dari istilah

Cadastre (bahasa Perancis), yaitu suatu daftar yang menggambarkan seluruh persil tanah

dalam suatu daerah berdasarkan pemetaan dan pengukuran yang cermat (Abdurrahman,

1985). Istilah Cadastre di dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah Kadaster yang

sebenarnya berasal dari bahasa Latin, yaitu Capistrastrum. Namun, istilah Capistrastrum

ini kemudian dalam bahasa Perancis berubah menjadi Cadastre, yang berarti suatu register

atau capita atau unit yang diadakan untuk kepentingan pajak tanah Romawi (Parlindungan,

1990). Pendaftaran tanah juga dapat didefinisikan sebagai proses pencatatan hak

kepemilikan atau penggunaan tanah secara legal (McLaughlin dan Nichols, 1989 dalam

Zevenbergen, 2002).

Sementara itu, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997

mendefinisikan bahwa pendaftaran tanah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan, dan teratur, meliputi

pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan

data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-

satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang

tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu

yang membebaninya. Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas, luas bidang

Page 13: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

8

tanah, dan satuan rumah susun yang di daftar, termasuk keterangan mengenai adanya

bangunan atau bagian bangunan di atasnya. Data yuridis adalah keterangan mengenai

status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang di daftar serta pemegang haknya,

hak pihak lain, dan beban-beban lain yang membebaninya.

Pendaftaran tanah juga dimaksudkan untuk mencatatkan identitas tanah yang telah dimiliki

seseorang atau suatu badan dengan hak tertentu ke Kantor Pertanahan Kebupaten/Kota

tempat tanah tersebut berada, kemudian pemegang hak atas tanah tersebut diberikan

sertifikat hak atas tanah (Perangin, 1994; Indiraharti, 2009). Identitas tanah berisi

keterangan-keterangan mengenai sebidang tanah, sehingga bidang tanah tersebut dapat

dengan jelas diketahui haknya, luasnya, batas-batasnya, keadaannya, letaknya, pemiliknya,

dan ciri-ciri khas lainnya (Ballantyne dan Dobbin, 2000).

a. Pendaftaran Tanah Pertama Kali

Dalam upaya pelaksanaan pendaftaran tanah perlu dilakukan kegiatan ajudikasi, yaitu

kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali.

Kegiatan ajudikasi meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data

yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan

pendaftarannya. Pendaftaran tanah untuk pertama kali dapat dilaksanakan secara

sistematik atau sporadik (PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah).

Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama

kali yang dilakukan secara serentak meliputi semua obyek pendaftaran yang belum di

daftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa / kelurahan.

Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama

kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian

wilayah suatu desa / kelurahan secara individual atau massal.

Perbedaan antara pendaftaran tanah secara sistematik dengan sporadik dapat di lihat pada

Tabel II.1 berikut.

Tabel II.1 Perbandingan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Secara Sistematik dan Secara Sporadik

Perbedaan Pendaftaran Tanah Secara Sistematik Pendaftaran Tanah Secara Sporadik

Pelaksanaan Serentak Individu atau massal

Sumber Biaya Dibiayai oleh pemerintah Biaya pribadi

Jangka Waktu

Perolehan Data

Lebih cepat mendapatkan data tentang

bidang-bidang tanah yang akan di daftar

Lebih lama mendapatkan data tentang

bidang-bidang tanah yang akan di

daftar

Jangka Waktu

Persiapan dan

Pelaksanaan

Lebih memerlukan waktu yang panjang

dalam persiapan dan pelaksanaannya

Tidak memerlukan waktu yang

panjang dalam persiapan dan

pelaksanaannya

Jumlah Objek

yang Didaftarkan

Semua obyek pendaftaran tanah

didaftarkan

Hanya satu atau beberapa obyek

pendaftaran tanah didaftarkan

Pelaksanaan Dilaksanaan atas permintaan dari

pemerintah

Dilaksanakan atas permintaan pihak

yang berkepentingan

Sumber: Dikembangkan dari PP 24/1997 dan Analisis Penulis, 2016

b. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah

Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan

pemeliharaan data pendaftaran tanah (PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah). Kegiatan

pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi:

Page 14: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

9

Pengumpulan dan pengolahan data fisik, dilakukan dengan dengan cara pengukuran dan

pemetaan yang meliputi penetapan batas bidang-bidang tanah, pengukuran dan

pemetaan bidang-bidang tanah, pembuatan peta pendaftaran, serta pembuatan daftar

tanah dan surat ukur.

Pembuktian hak dan pembukuannya

Penerbitan sertifikat

Penyajian data fisik dan data yuridis, meliputi peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur,

buku tanah, dan daftar nama dengan cara pengisian, penyimpanan, pemeliharaan dan

penggantiannya ditetapkan oleh Menteri

Penyimpanan daftar umum dan dokumen

Sementara itu, kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi pendaftaran

perubahan dan pembebanan hak serta pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah

lainnya. Hal-hal mengenai tata cara pendaftaran tanah seluruhnya telah dimuat dalam PP

24/1997 tentang Pendaftaran Tanah.

II.2.2 Sistem Publikasi Dalam Sistem Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah di setiap negara memiliki sistem publikasi tanah yang berbeda antara

satu negara dengan negara yang lain. Sistem publikasi dalam pendaftaran tanah ada dua

jenis, yaitu sistem publikasi positif dan sistem publikasi negatif. Perbedaan kedua sistem

publikasi tersebut terletak pada jenis sistem pendaftarannya. Sistem publikasi positif selalu

menggunakan sistem pendaftaran hak (registration of titles), sedangkan sistem publikasi

negatif selalu menggunakan sistem pendaftaran akta (registration of deeds) (Harsono,

2008; Hanstad, 1998). Di Amerika Serikat, sistem pendaftaran akta ini disebut “Land

Recordation” yang meliputi pendaftaran atau pencatatan dokumen yang mempengaruhi

hak atas tanah (Hanstad, 1998).

a. Sistem Publikasi Negatif (Registration of Deeds)

Dalam sistem publikasi negatif pada sistem pendaftaran akta, Pejabat Pendaftaran Tanah

(PPT) tidak melakukan pengujian terhadap kebenaran data yang tercantum dalam akta

(pasif). Akta pada sistem pendaftaran tanah berfungsi sebagai alat bukti peristiwa atau

perbuatan hukum yang bersifat kuat. Setiap terjadi perubahan sertifikat tanah, maka wajib

dibuatkan akta baru dan data yuridis yang diperlukan harus dicari di dalam akta-akta yang

bersangkutan. Akan tetapi, untuk memperoleh data yuridis harus dilakukan title search

yang dapat memakan waktu dan biaya karena menggunakan bantuan ahli. Selain itu,

negara tidak menjamin bahwa data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat

adalah benar, selama tidak dibuktikan dengan alat bukti lain. Apabila data dalam sertifikat

tidak benar, baik kesalahan register ataupun penipuan, maka dapat dilakukan perubahan

berdasarkan keputusan pengadilan. Namun demikian, pada sistem publikasi negatif ini,

negara tidak memberikan kompensasi ganti rugi kepada pihak-pihak yang kehilangan hak

atas tanahnya akibat kesalahan register ataupun penipuan.

b. Sistem Publikasi Positif (Registration of Titles)

Sistem publikasi positif dalam sistem pendaftaran tanah (registration of titles) dikenal

sebagai Sistem Torrens (Carruthers, 2015). Sistem Torrens (The Real Property Art) berasal

dari Australia Selatan. Kata “Torrens” merujuk pada nama penemu sistem pendaftaran ini,

yaitu Robert Richard Torrens pada tahun 1858 (International Land System, 2009). Sistem

publikasi positif merupakan perbaikan atau penyempurnaan dari sistem pendaftaran

sebelumnya. Perbaikan kualitas sistem pendaftaran tanah ini ditunjukkan dengan adanya

kemudahan bagi para pemilik tanah untuk memperoleh data yuridis tanpa harus melakukan

Page 15: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

10

title search pada akta-akta yang ada serta memberikan kepastian hukum pada tanah yang

didaftarkan (Xavier, 2011; Carruthers, 2015).

Sistem publikasi positif meliputi identifikasi satu atau banyak bidang tanah dan

menentukan siapa orang atau organisasi apa yang dapat memiliki hak atas sebidang tanah

tersebut, yang kemudian dicatat dalam register tanah. Sebelum melakukan pencatatan,

Pejabat Pendaftaran Tanah melakukan pengujian terhadap kebenaran data yang tercantum

dalam akta sebelum dilakukan pendaftaran haknya dalam Buku Tanah (bersifat aktif) serta

menyusun semua hal yang berkaitan dengan pencatatan hak tanah, seperti hak gadai,

easements, hipotek, sewa, dan perjanjian. Pecatatan kepemilikan atas tanah meliputi

pencatatan nomor seri, lokasi, dan batas-batas bidang tanah yang ditandai pada peta serta

nama pemiliknya (Dale, 1995).

Dalam sistem pendaftaran tanah publikasi positif terdapat penerbitan sertifikat hak atas

tanah (sertificate of title) yang digunakan sebagai alat bukti pemegang hak atas tanah yang

didaftarkan. Sertifikat tanah merupakan alat bukti pemegang hak atas tanah yang paling

lengkap dan tidak dapat diganggu gugat (indefeasible). Bahkan, negara menjamin bahwa

data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat adalah benar. Dengan demikian,

apabila ternyata terdapat kesalahan prosedur dalam pendaftarannya yang mengakibatkan

kerugian bagi pihak yang mungkin lebih berhak, maka negara memberikan jaminan dana

kompensasi (Hanstad, 1998; Zevenbergen, 2002). Jaminan keamanan bagi tanah yang

terdaftar ada tiga kriteria, yaitu (1) benda (property) atau tanah yang terdaftar (the property

register); (2) kepemilikan atau penguasaan (the proprietorship register); dan (3) jaminan

hak-hak yang ada (the charges register). Perbandingan antara sistem publikasi positif

dengan publikasi negatif dapat dilihat pada Tabel II.2.

Tabel II.2 Perbandingan Sistem Publikasi Dalam Pendaftaran Tanah

Perbedaan Sistem Publikasi Negatif Sistem Publikasi Positif

Jenis sistem

pendaftaran tanah Akta (registration of deeds) Hak (registration of titles)

Sifat sertifikat dan

buku tanah Sebagai tanda bukti yang bersifat kuat Sebagai tanda bukti yang bersifat mutlak

Jaminan negara

atas data fisik dan

data yutridis

Negara tidak menjamin bahwa data fisik dan

data yuridis dalam sertifikat adalah benar,

selama tidak dibuktikan dengan alat bukti

lain. Apabila data dalam sertifikat tidak

benar, maka dapat dilakukan perubahan

berdasarkan keputusan pengadilan.

Negara menjamin bahwa data fisik dan data

yuridis dalam sertifikat adalah benar, tidak

dapat diganggu gugat, serta memberikan

kepercayaan yang mutlak pada buku tanah

Kelebihan

Pihak lain yang dirugikan atas

diterbitkan sertifikat dapat mengajukan

keberatan kepada penyelenggara

pendaftaran tanah untuk membatalkan

sertifikat

Pihak ketiga yang memperoleh tanah

dengan itikad baik mendapatkan

perlindungan hukum yang mutlak

(indefeasible).

Pihak lain yang dirugikan atas

diterbitkannya sertifikat tanah mendapatkan

kompensasi dalam bentuk yang lain.

Kekurangan

Pejabat pendaftaran tanah bersifat pasif,

karena tidak mendukung keakuratan dan

kebenaran data dalam sertifikat

Mekanisme kerja pejabat pendaftaran

tanah kurang transparan, sehingga

kurang dapat dipahami oleh masyarakat

awam.

Waktu sangat lama, karena pelaksanaan

pendaftaran tanah bersifat aktif dan teliti;

Pemilik hak atas tanah yang sebenarnya

akan kehilangan hak

Wewenang pengadilan diletakkan dalam

wewenang administratif karena penerbitan

sertifikat tidak dapat diganggu gugat.

Sumber: Dikembangkan dari PP 24/1997; Effendy (1993); Dale (1995); Hanstad (1998); Zevenbergen

(2002); Suardi (2005); Xavier, 2011

Page 16: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

11

II.2.3 Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Negara Lain

Subbab ini akan menguraikan tentang perbedaan antara negara yang menggunakan sistem

pendaftaran tanah publikasi negatif dengan negara yang menggunakan sistem pendaftaran

tanah publikasi positif. Negara yang menjadi contoh penerapan sistem pendaftaran tanah

publikasi negatif adalah Indonesia, sedangkan negara yang menjadi contoh penerapan

sistem pendaftaran tanah publikasi positif adalah Australia, Malaysia, Hongkong, Kanada,

Inggris, Tanzania, dan Austria.

a. Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia

Sistem pendaftaran tanah di Indonesia menurut PP 24/1997 menggunakan sistem

pendaftaran tanah publikasi negatif bertendensi positif. Maksud dari sistem publikasi

negatif bertendensi positif adalah sistem pendaftaran tanah ini menggunakan sistem

pendaftaran hak (sistem Torrens / registration of titles), tetapi sistem publikasinya belum

dapat positif murni. Hal ini dikarenakan, data fisik dan data yuridis dalam sertifikat tanah

belum pasti benar, meskipun harus diterima oleh Pengadilan sebagai data yang benar

selama tidak ada alat pembuktian yang membuktikan sebaliknya (Indiraharti, 2009). Selain

itu, apabila suatu pihak mengalami kehilangan hak atas tanah akibat pengalihan hak atas

tanah oleh pihak lain secara ilegal atau kesalahan dalam register, maka pemerintah tidak

memberikan jaminan ganti rugi. Guna mengatasi kelemahan sistem publikasi dalam sistem

pendaftaran tanah tersebut, selama ini Indonesia menggunakan lembaga rechtsverwerking.

Penggunaan lembaga rechtsverwerking disebabkan oleh hukum tanah Indonesia masih

menggunakan dasar hukum adat dan tidak mengenal lembaga lain, seperti acquisideve

verjaring atau adverse possession. Dalam hukum adat, apabila seseorang selama sekian

waktu membiarkan tanahnya tidak dikerjakan, kemudian tanah itu dikerjakan oleh orang

lain yang memperoleh hak atas tanah tersebut dengan itikad baik, maka pemilik tanah

semula akan mengalami kehilangan hak atas tanahnya (UUPA).

b. Sistem Pendaftaran Tanah di Negara Lain

Kebalikan dari sistem pendaftaran tanah di Indonesia, sebagian besar negara-negara di

dunia telah menerapkan Sistem Torrens atau sistem publikasi positif sebagai sistem

pendaftaran tanahnya, terutama negara-negara maju. Beberapa contoh negara yang sudah

menerapkan sistem publikasi positif dalam sistem pendaftaran tanahnya antara lain

Australia, Malaysia, Hongkong, Kanada, Inggris, Tanzania, dan Austria. Dalam

menerapkan sistem publikasi positif, negara-negara tersebut juga menerapkan konsep

indefeasible dan indemnity sebagai bentuk pemberian kompensasi ganti rugi atas kesalahan

dalam sertifikasi hak atas tanah.

Di Australia, sistem pendaftaran tanah menggunakan sistem publikasi positif yang dikenal

dengan nama sistem Torrens, yang diatur dalam Land Titles Act 1925. Di Malaysia,

sistem pendaftaran tanah diatur di dalam National Land Code. Penerapan sistem publikasi

positif dalam sistem pendaftaran tanah telah diberlakukan sejak tahun 1965. Namun

demikian, di dalam penerapan sistem pendaftaran tanah publikasi positif, Malaysia juga

menerapkan prinsip-prinsip hukum Islam dan hukum adat (Wu dan Kepli, 2011).

Sementara itu, pada tahun 2009, Hongkong merubah sistem publikasi negatif menjadi

sistem publikasi positif dalam sistem pendaftaran tanahnya. Untuk perlindungan hak atas

tanahnya, Hongkong menerapkan title insurance. Title insurance adalah sebuah asuransi

hak yang berfungsi untuk mengatasi atau mengurangi resiko atas kemungkinan kehilangan

hak atas tanah (Indiraharti, 2009).

Page 17: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

12

Di Kanada, sistem pendaftaran tanahnya didasarkan pada Indian Land Register yang

dibuat dibawah Indian Act. Sistem pendaftaran tanah di Kanada menggabungkan sistem

informal dan hukum adat kepemilikan tanah. Sehingga, urusan penyelesaian sengketa

tanah harus sesuai dengan adat istiadat atau budaya setempat. Di samping itu, pencatatan

pendaftaran tanah di Kanada harus berisi tentang sertifikat kepemilikan tanah, surat

keterangan pekerjaan, dan transaksi-transaksi lainnya (Pasal 21, Indian Act). Saat ini,

sistem pendaftaran tanah di Kanada telah menggunakan sistem online yang disebut sebagai

Indian Land Registry System (ILRS). ILRS didirikan untuk memberikan sebuah

kepercayaan bagi para pemegang hak atas tanah di Canada (Minister of Aboriginal Affairs

and Northern Development, 2013). ILRS adalah panduan serangkaian prosedur interaksi

yang dirancang untuk mengatur pendaftaran hak atas tanah, klaim atas pendaftaran tanah,

dan pemberitahuan klaim kepentingan dalam tanah cadangan. ILRS adalah tempat

penyimpanan dokumen, namun tidak menjamin keakuratan dokumen hak atas tanah yang

diajukan di dalamnya. ILRS berbasis web dan seluruh dokumen pertanahan dapat dilihat

secara online.

Di Inggris, hukum pertanahan menganut sistem Anglo-Saxon, yaitu suatu sistem hukum

yang didasarkan pada hukum yurisprudensi. Konsep yang berlaku di tanah Anglo Saxon

adalah feodal. Konsep feodal menetapkan bahwa semua tanah adalah milik raja dan tidak

ada orang lain yang memiliki tanah. Bagi mereka yang mendapatkan penguasaan tanah

dari raja diwajibkan membayar sebagian (seperdua atau sepertiga) dari hasil tanahnya

kepada raja, khususnya tanah-tanah pertanian. Pemilik hak atas tanah raja disebut sebagai

penyewa (Apriyana, 2016).

Penguasaan atas tanah atau pendaftaran hak atas tanah raja dilakukan oleh lembaga

pertanahan Land Registry. Land Registry merupakan lembaga pemerintah non-kementrian

yang dibentuk pada tahun 1862. Tugas Land Registry adalah mendaftarkan kepemilikan

(sertifikasi) atas tanah dan properti di Inggris dan Wales. Land Registry dipimpin oleh

Chief Executive dan Chief Land Registrar yang bertanggung jawab kepada Secretary of

State for Business Innovation and Skills (Menteri Inovasi dan Keahlian Bisnis).

Pegawai Land Registry berjumlah 4.357 orang (per 1 September 2015) yang terdiri dari

3.900 orang full-time dan 457 orang paruh waktu. Banyaknya jumlah pegawai pertanahan

ini menunjukkan bahwa terpenuhinya kepuasan pelanggan atas kualitas pelayanan hingga

mencapai 94% (tahun 2014/2015). Selain itu, sebagian besar pendaftaran tanah yang

diterima pada hari tersebut selesai dalam waktu 12 hari dan sebagian lainnya selesai pada

hari yang sama sejak diterimanya pendaftaran tersebut dengan kualitas yang cukup

memuaskan pelanggan.

Salah satu faktor penunjang pelaksanaan tugas land registry tersebut terletak pada

pelaksanaan survei dan pemetaan. Kebutuhan survei dan pemetaaan di Inggris

dilaksanakan secara profesional oleh Royal Institution of Chartered Surveyors (RICS).

RICS merupakan badan professional yang sudah diakui secara global. Cara kerja RICS

didasarkan pada lima prinsip profesionalisme, yaitu mematuhi standar dan persyaratan

pendaftaran, menyambut pengawasan eksternal, menempatkan kepentingan pelanggan di

atas kepentingan pribadi, patuh pada kode etik dan standar professional, serta komitmen

untuk pembelajaran seumur hidup dan kompetensi profesional. Bahkan saat ini, sistem

pendaftaran, perubahan, dan pengalihan hak atas tanah di Inggris juga telah dilakukan

secara online menggunakan sistem electronic conveyancing.

Page 18: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

13

Tanzania sebagai salah satu negara berbentuk republik di Afrika bagian timur juga telah

menggunakan sistem publikasi positif dalam sistem pendaftaran tanah. Sistem pendaftaran

tanah di Tanzania tercantum dalam Land Registration Act (Cap 334). Land Registration

Act (Cap 334) berisi tentang prosedur-prosedur dan administrasi untuk pendaftaran tanah.

Salah satu pasal dalam Land Registration Act (Cap 334) adalah mengatur tentang tanah-

tanah yang dapat didaftarkan, yaitu:

a. Tanah milik pribadi, tanah sewa, atau tanah yang berdasarkan ketentuan undang-undang

dinyatakan sebagai freehold yang dapat dimiliki secara pribadi/perseorangan.

b. Tanah yang diperoleh sebelum 26 Januari 1923 (hari kemerdekaan). Tanah yang telah

digunakan dan dimanfaatkan sebelum 26 Januari 1923 dianggap sebagai tanah milik

pribadi dengan hak mutlak.

c. Hak milik atas tanah dan bangunan yang diwariskan dari pemerintahan Jerman.

d. Setiap tanah yang sebelumnya dimiliki secara mutlak dan secara sah telah diberikan,

dihibahkan, atau didedikasikan sebagai tanah wakaf di bawah hukum Islam dianggap

menjadi Hak Milik, meskipun mulanya berupa sumbangan atau hibah.

Selain negara-negara di atas, Austria sebagai salah satu negara berbentuk republik di

Eropa Tengah juga telah menerapkan sistem publikasi positif dalam pendaftaran tanah.

Dalam upaya menuju sistem pendaftaran tanah publikasi positif hingga menggunakan web-

portal sebagai e-geodata untuk sistem pendaftaran tanahnya, Austria menempuh waktu

selama 191 tahun. Hal-hal yang dilakukan oleh pemerintah Austria selama 191 tahun ini

antara lain: pengimplementasian “Stabile Cadastre” (1817-1861); pengenalan sistem

pendaftaran tanah (1871); penghubungan kadaster dengan pendaftaran tanah (1883);

penetapan Surveying Act (pembuatan peta dasar) (1969); pembuatan basis data perumahan

(1985); pembuatan peta pendaftaran tanah secara digital (1989-2003); pengenalan

teknologi GIS untuk pembuatan peta pertanahan (1996); dan pembuatan sistem

pendaftaran tanah berbasis web, yaitu e-geodata Austria yang dapat diakses melalui

www.bev.gv.at (2008). Sistem pendaftaran tanah di Austria ini sudah 100% berbentuk

digital dan format GIS (Geographical Information System). Contoh peta kadastral digital

Austria dan gambaran peta pertanahan yang diekstrak dari peta kadastral digital dapat di

lihat pada Gambar II.1 dan Gambar II.2.

Gambar II.1 Peta Kadastral Digital Austria Sumber: Ernst, 2009

Page 19: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

14

Gambar II.2 Contoh Peta yang di ekstrak dari Peta Kadastral Digital Austria Sumber: BEV – Federal Office of Metrology and Surveying, 2009

II.3 Hukum Indefeasible, serta Kasus Penipuan Terkait Pertanahan dan

Penyelesaiannya

a. Hukum Indefeasible

Hukum “indefeasibile” merupakan pusat atau hal penting yang harus ada dalam sistem

pendaftaran publikasi positif. Hukum indefeasible didasari oleh tiga prinsip utama (Law

Commission, 2016; Hamilton, 2013), yaitu:

Prinsip pertama adalah “prinsip cermin (mirror principle)”. Prinsip ini mengharuskan

hasil pendaftaran tanah dapat mencerminkan fakta-fakta terkini dari hak kepemilikan

tanah secara akurat dan lengkap, baik pengalihan hak atas tanah, hipotek tanah, sewa

tanah, atau tanah hasil perjanjian. Seluruh infromasi tanah harus dimasukkan ke dalam

sertifikat tanah dan sistem online agar dapat dilihat oleh seluruh masyarakat.

Prinsip kedua adalah “prinsip tabir (curtain principle)”. Prinsip ini menyatakan

bahwa sebuah tabir digunakan pada register untuk memberikan kepercayaan kepada

pembeli (purchaser). Dalam hal ini pembeli tidak perlu menyelidiki atau mencari

kembali sejarah atau riwayat masa lalu kepemilikan tanah seperti yang telah tergambar

pada register, serta kepemilikan tanah tidak perlu dibuktikan dengan dokumen yang

rumit dan panjang.

Prinsip ketiga adalah “prinsip asuransi (insurance principle)”. Prinsip ini

menjelaskan tentang penyediaan kompensasi atau jaminan pada sistem pendaftaran hak

(publikasi positif). Dalam hal ini, apabila register terbukti tidak benar mengenai tanah

yang didaftarkan, maka pemerintah harus memberikan kompensasi atau ganti rugi

terhadap para pendaftar tanah yang telah dirugikan.

Selain itu, dalam hukum “indefeasibile” pada sistem publikasi posittif, ada dua jenis

jaminan ganti rugi, yaitu immediate indefeasible dan deffered indefeasible. Immediate

indefeasible adalah pembuatan sistem kepemilikan tanah melalui registrasi atau

pendaftaran hak atas tanah yang dirancang untuk melindungi pihak yang tidak bersalah

seperti pembeli tanah maupun pemberi sewa. Dengan kata lain, konsep immediate

Page 20: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

15

indefeasible adalah melindungi pihak yang memiliki hak atas tanah saat ini, meskipun

proses kepemilikan atas tanah diperantara oleh seorang penipu atau dilakukan dengan cara

penipuan. Bagi pihak yang dirugikan atas kehilangan tanahnya (pemilik asli), maka akan

memperoleh jaminan ganti rugi dari pemerintah (Law Commission, 2016; Xavier, 2011;

Hamilton, 2013).

Sementara itu, deffered indefeasible dicontohkan melalui kasus tiga pihak, yaitu pemilik

asli tanah, pemilik tanah kedua yang memeproleh tanah dari seorang penipu, dan pemilik

ketiga sebagai pihak yang memperoleh tanah dengan itikad baik tanpa mengetahui bahwa

peralihan tanah dari pemilik asli kepada pemilik kedua diperantara oleh seorang penipu

(pemilik tangguhan). Pada konsep ini, hukum pertanahan melindungi pemilik asli dan

pemilik ketiga. Perlindungan kepada pemilik asli terjadi ketika pemilik kedua yang

memperoleh tanah dari seorang penipu mendapatkan klaim dari pemilik asli, maka hukum

pertanahan akan memihak pada pemilik asli dan hak kepemilikan atas tanah akan kembali

kepada pemilik asli. Sedangkan, pemilik kedua mendapatkan ganti rugi dari pemerintah.

Sementara, perlindungan kepada pemilik ketiga terjadi ketika pemilik ketiga memperoleh

tanah dari pemilik kedua (tanpa mengetahui bahwa pengalihan hak atas tanah dari pemilik

asli kepada pemilik kedua diprakarsai oleh penipu). Kemudian pemilik ketiga

mendapatkan klaim dari pemilik asli (pemilik pertama). Dalam hal ini, hukum pertanahan

akan memihak pada pemilik ketiga dan hak kepemilikan atas tanah tetap menjadi milik

pemilik ketiga. Pemilik asli mendapatkan ganti rugi dari pemerintah, tetapi pemilik kedua

tidak mendapatkan jaminan ganti rugi. Kerugian yang diperoleh pemilik kedua ini karena

pemilik kedua seharusnya dapat melakukan investigasi transaksi terlebih dahulu terhadap

tanah dan dapat menghindari penipuan, sedangkan pemilik ketiga tidak dapat melakukan

investigasi transaksi (Law Commission, 2016; Xavier, 2011; Hamilton, 2013).

b. Kasus-kasus Penipuan dan Penyelesaiannya

Berikut ini contoh-contoh kasus penipuan terkait pertanahan yang seringkali terjadi di

berbagai negara beserta cara penyelesaiannya berdasarkan hukum “indefeasible”.

Kasus I

Pihak A adalah pemilik tunggal dari suatu tanah. Kemudian, seorang penipu memalsukan

identitas A dan menjual tanah ini pada pihak B, lalu pihak B menjadi pemilik tanah. Dalam

kasus ini, pihak A maupun pihak B adalah korban yang tidak mengetahui adanya

pemalsuan dalam kegiatan jual beli tanah. Di samping itu, pihak B juga tidak melakukan

pemeriksaan kebenaran dokumen-dokumen atas tanah tersebut. Pada suatu saat, pihak A

mengetahui kasus ini dan menginginkan kepemilikan tanah ini kembali pada pihak A.

Pertanyaan: Pihak mana yang akan mendapatkan jaminan ganti rugi dan pihak mana yang

akan memperoleh hak kepemilikan atas tanah?

Kasus II

Pihak A adalah pemilik tunggal dari suatu tanah. Kemudian, seorang penipu memalsukan

identitas A dan menjual tanah ini pada pihak B, lalu pihak B menjadi pemilik tanah.

Selanjutnya, pihak B menjual atau menggadaikan tanah ini pada pihak C dan pihak C

menjadi pemilik tanah. Dalam kasus ini, pihak A, B, maupun pihak C adalah korban yang

tidak mengetahui adanya pemalsuan dalam kegiatan jual beli tanah. Di samping itu, pihak

B dan C juga tidak melakukan pemeriksaan kebenaran dokumen-dokumen atas tanah

tersebut. Pada suatu saat, pihak A mengetahui kasus ini dan menginginkan kepemilikan

Page 21: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

16

tanah ini kembali pada pihak A. Pertanyaan: Pihak mana yang akan mendapatkan jaminan

ganti rugi dan pihak mana yang akan memperoleh hak kepemilikan atas tanah?

Penyelesaian Kasus Penipuan

Penyelesaian Kasus Penipuan di Indonesia (Sistem Publikasi Negatif)

Dalam upaya penyelesaian kedua kasus terkait pertanahan di atas, pemerintah Indonesia

menggunakan jalur hukum/pengadilan atau melalui mediasi. Hal ini dikarenakan

pemerintah tidak menjamin bahwa data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam

sertifikat adalah benar. Di samping itu, apabila ada pihak yang dirugikan atas hilangnya

hak kepemilikan atas tanah, maka pemerintah tidak dapat memberikan biaya ganti rugi

kepada pihak tersebut.

Penyelesaian Kasus Penipuan di Negara Lain (Sistem Publikasi Positif)

Sementara itu, bagi negara-negara yang menerapkan sistem publikasi positif dalam sistem

pendaftaran tanahnya, penyelesaian kedua kasus di atas diselesaikan menggunakan hukum

“indefeasibile”, baik immediate indefeasible atau deffered indefeasible.

Di Australia dan Inggris, penyelesaian kasus-kasus terkait pertanahan menggunakan

immediate indefeasible sebagai jaminan ganti rugi atas kasus-kasus penipuan, pemalsuan,

atau kesalahan dalam pencatatan oleh register. Pada kasus I dan kasus II, apabila pihak A

adalah pemilik lahan, kemudian pihak A menjual lahan tersebut kepada pihak B, maka

pihak B menjadi pemilik atas tanah tersebut (selama B tidak melakukan pelanggaran).

Namun, apabila ditemukan bahwa pengalihan hak atas tanah pihak A kepada pihak B telah

dipalsukan oleh pihak ketiga, maka pihak A tetap akan kehilangan tanahnya dan

mendapatkan ganti rugi dari registrar/pencatat. Hal ini juga berlaku pada pengalihan

kepemilikan tanah dari pihak A (pemilik asli) kepada pihak B melalui seorang penipu,

kemudian pihak B menjual tanah tersebut kepada pihak C. Dalam kasus II ini, apabila

pihak C mendapatkan klaim dari pemilik asli (A), maka pihak C akan mendapatkan

perlindungan hukum dari negara dan akan tetap memiliki hak atas tanah tersebut,

sedangkan pemilik asli (A) akan mendapatkan ganti rugi atas kehilangan tanahnya (Law

Commission, 2016 dan Land Titles Act).

Namun, penyelesaian kasus-kasus terkait pertanahan di Kanada, Malaysia, dan

Hongkong menggunakan deffered indefeasible sebagai jaminan ganti rugi atas kasus-

kasus penipuan, pemalsuan, atau kesalahan dalam pencatatan oleh register (Xavier, 2011).

Pada kasus I, apabila pihak A adalah pemilik lahan, kemudian pihak A menjual lahan

tersebut kepada pihak B, maka pihak B menjadi pemilik atas tanah tersebut (selama B

tidak melakukan pelanggaran). Namun, apabila ditemukan bahwa pengalihan hak atas

tanah pihak A kepada pihak B telah dipalsukan oleh pihak ketiga, maka pihak B harus

mengembalikan hak milik atas tanah tersebut kepada pihak A, sedangkan pihak B akan

mendapatkan jaminan ganti rugi dari pemerintah. Akan tetapi, pada kasus II, apabila

pengalihan kepemilikan tanah dari A ke B tidak ditemukan masalah sampai pihak B

menjual kembali tanah tersebut kepada pihak C, maka pihak C akan tetap memiliki tanah

tersebut (pihak yang tidak bersalah) sedangkan pihak A mendapatkan ganti rugi atas

kehilangan tanah.

Page 22: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

17

II.4 Upaya Negara Lain Dalam Persiapan Perubahan Sistem Publikasi Positif

Sebagian besar ahli setuju bahwa berbagai jenis sistem pendaftaran tanah merupakan

elemen penting untuk perkembangan ekonomi pasar. Tanah adalah sumberdaya

fundamental yang paling efektif digunakan dan dipertukarkan saat hak atas tanah telah

teregister. Dalam upaya merancang sistem pendaftaran tanah yang baru, terdapat hal-hal

penting yang harus dilakukan guna memperoleh keberhasilan dalam penerapan sistem

pendaftaran tanah yang baru (Hanstad, 1998).

Kondisi penting untuk memperoleh keberhasilan (Hanstad, 1998), antara lain:

Pemilik tanah dan orang lain harus secara umum memahami dan mendukung

pengenalan sistem pendaftaran tanah yang baru. Sebelum merancang sistem

pendaftaran tanah yang baru, masyarakat diharuskan untuk terlabih dahulu memperoleh

sosialisasi dari pemerintah. Pada sosialisasi ini masyarakat perlu mengetahui dan

memahami dengan baik sistem pendaftaran yang baru, baik keuntungan dan kelebihan

sistem maupun ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam sistem pendaftaran yang baru,.

Pemerintah harus memahami biaya pengeluaran dan durasi operasi yang

dibutuhkan pada sistem pendaftaran tanah yang baru. Pendaftaran tanah adalah

sebuah investasi jangka panjang. Untuk persiapan penerapan sistem pendaftaran tanah

yang baru, pemerintah akan membutuhkan jumlah anggaran yang cukup besar,

sementara, pemeliharaan terhadap pelaksanaan sistem pendaftaran tanah selanjutnya

adalah tanggungjawab permanen yang harus sangat diperhatikan. Oleh sebab itu,

apabila sistem pendaftaran tanah yang baru tidak dapat dilakukan secara efisien dan

berkelanjutan, maka sistem pendaftaran tanah ini sebaiknya dihentikan karena akan

membutuhkan biaya yang semakin mahal.

Hak atas tanah dan batas-batas properti harus dapat dikenali dan didefinisikan

dengan jelas. Hak atas tanah yang ada pada pengguna tanah dan batas-batas

kepemilikan tanah mereka harus dapat dikenali/diketahui dan didefinisikan dengan jelas

agar tidak menimbulkan sengketa yang berkepanjangan. Penentuan batas-batas

kepemilikan properti dapat dilakukan dengan cara meletakkan pagar buatan, pagar dari

tanaman, tanggul, sungai, dan sebagainya, bahkan cara ini dapat mengurangi biaya.

Pelaksanaan survei tanah yang berkualitas dan jumlah pegawai juru ukur harus

sesuai dengan jumlah bidang tanah yang harus disertifikatkan. Kompilasi dan

pemeliharaan sistem pendaftaran tanah sangat bergantung pada jumlah ketersediaan

pegawai juru ukur tanah yang kompeten, profesional, dan berkualitas.

Harus tersedia sistem pembangunan hak atas tanah. Agar pendaftaran tanah dapat

berhasil dengan baik, maka diperlukan sistem kepemilikan hak atas tanah yang telah

dibangun dan dikembangkan. Sistem pendaftaran tanah meregister hak tanah secara

legal. Namun demikian, apabila hak-hak atas tanah tersebut masih bersifat ambigu,

tidak ada, atau kurang baik, maka pendaftaran hak-hak atas kepemilikan tanah menjadi

mahal dan boros.

Kesimpulan

Dari uraian tinjauan pustaka mengenai sistem pendaftaran tanah di atas ditemukan

beberapa hal yang menjadi perhatian utama dalam upaya perubahan sistem pendaftaran

tanah publikasi positif. Guna merealisasikan penerapan sistem publikasi positif, terdapat

hal-hal penting yang harus diperhatikan, yaitu pemerintah harus memahami keadaan yang

membuat pendaftaran tanah sangat diperlukan, pemerintah harus mampu memenuhi

kondisi prasyarat, dan pemerintah diharapkan melakukan berbagai upaya agar memperoleh

keberhasilan.

Page 23: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

18

Keadaan yang membuat pendaftaran tanah menjadi sangat diperlukan, antara lain: (1)

belum kuatnya jaminan kepastian hukum hak atas tanah yang menimbulkan

ketidakamanan dan ketidakpastian hak kepemilikan tanah; (2) terdapat perkembangan awal

dari pasar tanah; (3) terdapat permasalahan sengketa tanah yang cukup tinggi dan berlarut-

larut; (3) terdapat kebutuhan untuk menyediakan dasar kredit, terutama bagi para petani;

(4) terdapat upaya melakukan perumusan pelaksanaan redistribusi tanah dengan cari

legalisasi dan redistribusi tanah.

Selain itu, terdapat beberapa kondisi prasyarat yang harus dipenuhi oleh Indonesia dalam

upaya merealisasikan sistem publikasi positif, yaitu: (1) tercapainya cakupan wilayah

bidang tanah bersertifikat mencapai 80% dari wilayah nasional; (2) tercapainya cakupan

peta dasar pertanahan mencapai 80% dari wilayah nasional; (3) terpenuhinya tata batas

kawasan hutan dengan peta skala kadastral dipublikasi dan terintegrasi dengan sistem

pendaftaran tanah nasional; serta (4) terpenuhinya pemetaan tanah adat/ulayat. Agar

penerapan sistem publikasi yang baru dalam sistem pendaftaran tanah memperoleh

keberhasilan, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah, antara lain:

1. Pemahaman pemerintah terkait biaya pengeluaran dan durasi operasi yang

dibutuhkan pada sistem pendaftaran tanah yang baru. Pada dasarnya, pendaftaran

tanah adalah sebuah investasi jangka panjang. Oleh sebab itu, pemerintah harus

mengetahui kemampuan anggaran biaya pemerintah. Namun, apabila sistem

pendaftaran tanah yang baru tidak dapat dilakukan secara efisien dan berkelanjutan,

maka sebaiknya dihentikan karena akan membutuhkan biaya yang semakin mahal.

2. Sosialisasi dan Evaluasi. Seluruh penduduk Indonesia, baik masyarakat maupun

pemerintah, harus mengenal, memahami, dan mendukung sistem publikasi yang baru

untuk sistem pendaftaran tanah melalui sosialisasi dari pemerintah (BPN) . Selain

sistem publikasi sebelumnya dalam sistem pendaftaran tanah dari penduduk. Tujuan

evaluasi adalah untuk mengetahui berbagai kekurangan dan kelebihan, baik halangan

maupun kualitas pelayanan pendaftaran tanah. Melalui upaya sosialisasi dan evaluasi

ini diharapkan dapat mencegah timbulnya permasalahan yang sama dalam penerapan

sistem publikasi tanah yang baru.

3. Perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem pendaftaran

tanah. Berbagai peraturan perundang-undang tentang pendaftaran tanah di Indonesia

harus diamandemen sesuai dengan penerapan sistem publikasi tanah yang baru. Pasal-

pasal yang mengalami perubahan harus sangat jelas dan dapat dimengerti oleh seluruh

lapisan masyarakat. Kejelasan dalam perundang-undangan akan sangat membantu

pemerintah daerah dalam melakukan tugas-tugasnya. Hal-hal yang harus ada dalam isi

undang-undang pendaftaran tanah yang baru, antara lain:

Penerapan tiga prinsip utama di dalam hukum indefeasible.

Penentuan jenis kompensasi ganti rugi atas kesalahan dalam register (immediate

indefeasible atau deffered indefeasible),

Penentuan tanah yang dapat didaftarkan atau dilegalisasikan. Tanah-tanah ini berupa

tanah yang diperoleh sebelum 17 Agustus 1945 (sebelum Indonesia merdeka), tanah

waris dari pendudukan penjajah, tanah wakaf yang sebelumnya dimiliki secara

mutlak dan secara sah telah diberikan, dan sebagainya.

4. Terselesaikannya berbagai isu dan permasalahan terkait pertanahan. Berbagai isu

dan permasalahan terkait pertanahan di Indonesia harus dapat terselesaikan dengan

baik. Terselesaikannya isu dan permasalahan pertanahan dengan baik merupakan salah

satu syarat yang harus dipenuhi oleh pemerintah dalam upaya perubahan sistem

Page 24: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

19

publikasi positif. Hal ini mengacu pada uraian di atas bahwa penerapan sistem publikasi

positif dianggap siap apabila: (1) jaminan kepastian hukum hak masyarakat atas tanah

sudah jelas; (2) tidak ada lagi ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan

pemanfaatan tanah oleh satu kelompok atau individu tertentu; (3) kinerja pelayanan

pertanahan sudah optimal dengan jumlah juru ukur yang memadai. Peningkatan kinerja

juru ukur dapat dilakukan melalui pelatihan, pemantauan kinerja juru ukur setiap

provinsi, hingga penerapan transparansi kinerja juru ukur pertanahan; serta (4)

ketersediaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sudah terjamin.

Page 25: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

20

BAB III Gambaran Umum Lokasi Kajian

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas wilayah sebesar 189,073 juta

Ha dengan jumlah pulau kurang lebih sebanyak 17.508 pulau. Luas wilayah Indonesia

terdiri dari luas daratan sebesar 1.922.570 km2 dan luas perairan sebesar 3.257.483 km2.

Batas wilayah administrasi Indonesia, yaitu:

Utara: Malaysia, Singapura, Filipina, dan Laut Cina Selatan

Selatan: Australia dan Samudera Hindia

Barat: Samudera Hindia

Timur: Papua Nugini, Timor Leste, dan Samudera Pasifik

Indonesia secara umum terdiri dari kawasan hutan dan kawasan budidaya. Kawasan hutan

di Indonesia diklasifikasikan menjadi hutan lindung, hutan produksi, dan hutan konservasi.

Luas kawasan hutan di Indonesia ini mendominasi sebagian besar wilayah daratan, yaitu

mencapai 124.022.848,67 Ha. Sementara itu, kawasan budidaya diklasifikasikan ke dalam

beberapa jenis penggunaan, seperti permukiman, industri, pertanian, dan sebagainya. Luas

kawasan budidaya di Indonesia adalah sekitar 64.324.754,31 Ha dari seluruh wilayah

daratan (lebih lengkap lihat Tabel III.1)

Seluruh kawasan budidaya (kawasan non-hutan) di Indonesia harus didaftarkan dan

memiliki sertifikat hak atas tanah untuk setiap peruntukkannya. Pendaftaran hak atas tanah

di Indonesia diatur oleh sistem pendaftaran tanah publikasi negatif bertendensi positif

(lihat penjelasan pada Bab II). Akan tetapi, sistem publikasi ini ternyata sering

menimbulkan masalah pertanahan. Salah satu upaya penyelesaian masalah pertanahan ini

adalah mengganti sistem publikasi negatif bertendensi positif menjadi sistem publikasi

positif murni. Ada beberapa hal penting yang harus dicapai agar sistem publikasi positif

dapat diterapkan di Indonesia, salah satunya adalah tercapainya cakupan peta dasar

pertanahan hingga 80% dan tercapainya cakupan peta bidang tanah bersertifikat terdigitasi

hingga 70% pada seluruh provinsi di Indonesia. Untuk mengetahui capaian cakupan peta-

peta tersebut pada masing-masing provinsi, kajian ini melakukan identifikasi pada lima

provinsi pilihan. Provinsi-provinsi ini antara lain Provinsi Sumatera Utara, Sumatera

Selatan, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara.

Namun demikian, pada bab ini akan dibahas terlebih dahulu tentang deskripsi umum

kelima provinsi pilihan dan kasus-kasus pertanahan. Deskripsi umum meliputi kondisi

geografis wilayah, luas administrasi, luas darat dan laut, hingga luas kawasan hutan dan

budidaya. Sedangkan, pembahasan lebih lanjut tentang cakupan peta pendaftaran tanah

dan cakupan peta bidang tanah terdigitasi akan di bahas pada Bab IV.

Page 26: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

21

Tabel III.1 Luas Kawasan Hutan dan Budidaya di Indonesia Tahun 2013

No. Provinsi Luas Hutan (Ha) Luas Budidaya (Ha) Luas Wilayah Daratan

Provinsi (Ha)

1 Aceh 3.388.280,71 2.293.894,50 5.682.175,21

2 Bali 127.271,01 430.782,66 558.053,67

3 Banten 201.787,00 732.307,14 934.094,14

4 Bengkulu 924.631,00 1.081.984,64 2.006.615,64

5 DI Yogyakarta 16.819,52 298.332,38 315.151,90

6 DKI Jakarta 475,45 64.623,82 65.099,27

7 Gorontalo 824.668,00 420.247,38 1.244.915,38

8 Jambi 2.107.779,00 2.769.107,17 4.876.886,17

9 Jawa Barat 816.603,00 2.875.796,22 3.692.399,22

10 Jawa Tengah 647.133,00 2.788.249,39 3.435.382,39

11 Jawa Timur 1.357.640,00 3.439.007,49 4.796.647,49

12 Kalimantan Barat 8.168.088,47 6.420.377,40 14.588.465,87

13 Kalimantan Selatan 1.779.982,00 1.965.240,50 3.745.222,50

14 Kalimantan Tengah 12.697.165,00 2.602.813,50 15.299.978,50

15 Kalimantan Timur 13.952.513,00 4.258.575,96 18.211.088,96

16 Kalimantan Utara 1.326.458,49 1.326.458,49

17 Kep. Bangka Belitung 654.562,00 1.008.077,41 1.662.639,41

18 Kep. Riau 603.354,32 229.819,83 833.174,15

19 Lampung 1.004.735,00 2.417.687,64 3.422.422,64

20 Maluku 3.923.559,96 720.481,21 4.644.041,17

21 Maluku Utara 2.515.220,00 629.517,46 3.144.737,46

22 Nusa Tenggara Barat 1.035.838,00 928.105,55 1.963.943,55

23 Nusa Tenggara Timur 1.686.640,00 3.030.839,11 4.717.479,11

24 Papua 29.368.482,00 1.746.190,12 31.114.672,12

25 Papua Barat 9.377.855,06 521.870,51 9.899.725,57

26 Riau 7.121.344,00 1.805.133,04 8.926.477,04

27 Sulawesi Barat 1.107.058,00 570.776,65 1.677.834,65

28 Sulawesi Selatan 2.118.992,00 2.375.862,88 4.494.854,88

29 Sulawesi Tengah 3.964.840,00 2.078.666,53 6.043.506,53

30 Sulawesi Tenggara 2.326.419,00 1.273.329,97 3.599.748,97

31 Sulawesi Utara 695.162,00 750.253,17 1.445.415,17

32 Sumatera Barat 2.342.894,00 1.848.089,33 4.190.983,33

33 Sumatera Selatan 3.422.937,17 5.195.630,61 8.618.567,78

34 Sumatera Utara 3.742.120,00 3.426.624,65 7.168.744,65

INDONESIA 124.022.848,67 64.324.754,31 188.347.602,98

Sumber: Direktorat Pemetaan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN (2014, dalam Kementerian

PPN/Bappenas, 2015)

III.1 Gambaran Umum Provinsi Kajian

Pada bagian ini, terlebih dahulu akan diuraikan tentang kondisi umum masing-masing

provinsi kajian seperti yang tercantum pada Tabel III.2 di bawah. Kondisi umum masing-

masing provinsi menguraikan tentang luas wilayah administrasi, luas darat dan laut, luas

kawasan hutan dan kawasan budidaya, serta luas lahan pertanian pangan berkelanjutan

(LP2B). LP2B merupakan salah satu bagian dari kawasan non-hutan. LP2B merupakan

lahan yang tidak boleh dimanfaatkan selain untuk lahan produksi pangan. Di samping itu,

LP2B juga salah satu upaya pemerintah untuk melindungi lahan pertanian pangan akibat

adanya peningkatan laju konversi lahan sawah atau pertanian pangan yang cukup pesat

setiap tahunnya.

Page 27: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

22

Tabel III.2 Kondisi Umum Provinsi Kajian

No Provinsi

Luas

Administrasi

Provinsi (Ha)

Luas Laut

(Ha)

Luas Darat

(Ha)

Luas

Kawasan

Hutan (Ha)

Luas Kawasan

Budidaya (Ha)

Luas

LP2B (Ha)

1 Sumatera Utara 18.186.065 11.051.503 7.134.562 3.055.795 4.078.767 0

2 Sumatera Selatan 8.708.732 Tidak

Teridentifikasi 8.708.732 3.466.900 5.241.832 759.240

3 Nusa Tenggara

Barat 4.931.219 2.915.904 2.015.315 1.071.722 943.593 828.401

4 Kalimantan

Selatan 3.725.445 43.464 3.681.981 1.739.696 1.942.285 353.803

5 Sulawesi Utara 1.527.283 Tidak

Teridentifikasi 1.527.283 778.504 748.780 0

Sumber: Kantor Wilayah BPN Masing-masing Provinsi Kajian, 2016

Akan tetapi, Tabel III.2 di atas tidak menunjukkan adanya penetapan lahan untuk LP2B di

Provinsi Sumatera Utara dan Sulawesi Utara. Diduga, pemerintah daerah kedua provinsi

ini belum menetapkan lahan-lahan yang khusus diperuntukkan sebagai LP2B guna

mendukung ketahanan pangan di daerah mereka. Selain itu, pada pembagian wilayah

administrasi yang khusus untuk kawasan laut di kedua provinsi ini juga tidak

teridentifikasi jumlahnya. Tidak teridentifikasinya luas kawasan laut di kedua provinsi ini

dapat disebabkan oleh data yang dimiliki Kanwil BPN kedua provinsi belum tersusun

dengan baik atau belum valid. Lebih lanjut tentang deskripsi masing-masing provinsi

kajian diuraikan sebagai berikut.

a. Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara secara geografis terletak antara 1 - 4 Lintang Selatan dan 98 -

100 Bujur Timur. Provinsi Sumatera Utara berbatasan dengan Provinsi Aceh dan Selat

Malaka di sebelah Utara; Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Barat, dan Samudera Indonesia

di sebelah Selatan; Provinsi Aceh dan Samudera Indonesia di sebelah Barat; dan Selat

Malaka di sebelah Timur. Luas administrasi Provinsi Sumatera Utara adalah sekitar

18.186.065 Ha yang terbagi menjadi wilayah daratan dan perairan. Wilayah daratan

Provinsi Sumatera Utara hanya terbagi menjadi kawasan hutan (tanpa LP2B) dan kawasan

budidaya, serta terbagi menjadi 25 kabupaten dan 8 kota. Data yang diperoleh dari Kanwil

BPN Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa tidak ada lahan yang digunakan untuk

LP2B. Lebih lengkap tentang pembagian wilayah Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat

pada Gambar III.1.

Gambar III.1 Penggunaan Lahan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 Sumber: Kanwil BPN Sumatera Utara, 2016

Luas Kawasan Hutan

3.055.795 Ha

LP2B

0 Ha (Tidak Ada)

Luas Kawasan Budidaya

4.078.767 Ha

Luas Provinsi

18.186.065 Ha

Luas Daratan

7.134.562 Ha

7.134.561,69 Ha

Luas Laut

11.051.503 Ha

(Tidak Ada)

Page 28: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

23

Page 29: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

24

b. Provinsi Sumatera Selatan

Provinsi Sumatera Selatan secara geografis terletak antara 1 - 4 Lintang Selatan dan 102

- 106 Bujur Timur. Provinsi Sumatera Selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi di

sebelah Utara; Provinsi Lampung di sebelah Selatan; Provinsi Bangka Belitung di sebelah

Timur; dan Provinsi Bengkulu di sebelah Barat. Luas administrasi Provinsi Sumatera

Selatan adalah sekitar 8.708.732 Ha yang terbagi menjadi wilayah daratan dan perairan.

Wilayah daratan Provinsi Sumatera Selatan ini terbagi menjadi kawasan hutan (termasuk

LP2B) dan kawasan budidaya, serta terbagi menjadi 13 kabupaten dan 4 kota. Akan tetapi,

data yang diperoleh dari Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan bahwa luas

kawasan perairan tidak teridentifikasi (Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan, 2016).

Lebih lengkap tentang pembagian wilayah Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada

Gambar III.2 beriku.

Gambar III.2 Penggunaan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016 Sumber: Kanwil BPN Sumatera Selatan, 2016

c. Provinsi Nusa Tenggara Barat

Provinsi Nusa Tenggara Barat secara geografis terletak antara 8 - 9 Lintang Selatan dan

115 - 119 Bujur Timur. Provinsi Nusa Tenggara Barat berbatasan dengan Laut Jawa dan

Laut Flores di sebelah Utara; Samudera Hindia di sebelah Selatan; Provinsi Nusa Tenggara

Timur di sebelah Timur; dan Provinsi Bali di sebelah Barat. Luas administrasi Provinsi

Nusa Tenggara Barat adalah sekitar 4.931.219 Ha yang terbagi menjadi wilayah daratan

dan perairan. Wilayah daratan Provinsi Nusa Tenggara Barat ini terbagi menjadi kawasan

hutan (termasuk LP2B) dan kawasan budidaya, serta terbagi menajdi 9 kabupaten dan 1

kota (Kanwil BPN Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2016). Lebih lengkap tentang

pembagian wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat dilihat pada Gambar III.3.

Luas Kawasan Hutan

1.071.722 Ha

LP2B

828.401 Ha

Luas Kawasan Budidaya

943.593 Ha

Luas Provinsi

4.931.219 Ha

Luas Daratan

2.015.315 Ha

7.134.561,69 Ha

Luas Laut

2.915.904 Ha

(Tidak Ada)

Luas Kawasan Hutan

3.466.900 Ha

LP2B

759.240 Ha

Luas Kawasan Budidaya

5.241.832 Ha

Luas Daratan

8.708.732 Ha

Luas Laut

0 Ha (Tidak Ada)

Luas Provinsi

8.708.732 Ha

Page 30: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

25

Gambar III.3 Penggunaan Lahan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2016 Sumber: Kanwil BPN Nusa Tenggara Barat, 2016

d. Provinsi Kalimantan Selatan

Provinsi Kalimantan Selatan secara geografis terletak antara 1 - 4 Lintang Selatan dan

114 - 116 Bujur Timur. Provinsi Kalimantan Timur di sebelah Utara; Laut Jawa di

sebelah Selatan; Selat Makasar di sebelah Timur; dan Provinsi Kalimantan Tengah di

sebelah Barat. Luas administrasi Provinsi Kalimantan Selatan adalah sekitar 3.725.445 Ha

yang terbagi menjadi wilayah daratan dan perairan. Wilayah daratan Provinsi Kalimantan

Selatan terbagi menjadi kawasan hutan (termasuk LP2B) dan kawasan budidaya, serta

terbagi menjadi 11 kabupaten dan 2 kota (Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Selatan,

2016). Lebih lengkap tentang pembagian wilayah Provinsi Kalimantan Selatan dapat

dilihat pada Gambar III.4.

Gambar III.4 Luas Penggunaan Lahan di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2016 Sumber: Kanwil BPN Kalimantan Selatan, 2016

e. Provinsi Sulawesi Utara

Provinsi Sulawesi Utara secara geografis terletak antara 0 - 3 Lintang Utara dan 123 -

126 Bujur Timur. Provinsi Sulawesi Utara berbatasan dengan Negara Filipina di sebelah

Utara; Laut Maluku dan Teluk Tomini di sebelah Selatan; Laut Maluku dan Samudera

Pasifik di sebelah Timur; dan Laut Sulawesi dan Provinsi Gorontalo di sebelah Barat. Luas

administrasi Provinsi Sulawesi Utara adalah sekitar 1.527.283 Ha yang terbagi menjadi

wilayah daratan dan perairan. Wilayah daratan Provinsi Sulawesi Utara terbagi menjadi

kawasan hutan (tanpa LP2B) dan kawasan budidaya, serta terbagi menjadi 11 kabupaten

dan 4 kota (Kanwil BPN Provinsi Sulawesi Utara, 2016). Akan tetapi, data yang diperoleh

dari Kanwil BPN Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan bahwa luas kawasan perairan

tidak teridentifikasi dan tidak ada lahan khusus yang digunakan untuk LP2B. Lebih

lengkap tentang pembagian wilayah Provinsi Sulawesi Utara dapat dilihat pada Gambar

III.5 berikut.

Luas Kawasan Hutan

1.739.696 Ha

LP2B

353.803 Ha

Luas Kawasan Budidaya

1.942.285 Ha

Luas Provinsi

3.725.445 Ha

Luas Daratan

3.681.981 Ha

7.134.561,69 Ha

Luas Laut

43.464 Ha

Page 31: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

26

Gambar III.5 Luas Penggunaan Lahan di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2016 Sumber: Kanwil BPN Sulawesi Utara, 2016

III.2 Kasus-kasus Pertanahan di Provinsi Kajian

Kasus pertanahan adalah sengketa, konflik, atau perkara pertanahan yang diampaikan

kepada Kementerian ATR/BPN untuk mendapatkan penanganan penyelesaian sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan. Selama ini, penyelesaian kasus pertanahan

dilaksanakan oleh BPN melalui mekanisme Gelar Kasus Pertanahan (Pasal 1 Peraturan

Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011). Tabel III.3 di bawah menunjukkan jumlah kasus

masing-masing provinsi kajian pada masing-masing jenis kasus pertanahan.

Tabel III.3 Jumlah Kasus Pertanahan di Provinsi Kajian

Provinsi

Jenis Kasus Sumatera

Utara

Sumatera

Selatan

Nusa Tenggara

Barat

Kalimantan

Selatan

Sulawesi

Utara

Penguasaan Tanah Tanpa Hak – 22 56 1 – Sengketa Batas – 2 8 1 –

Sengketa Waris – – 14 – –

Sengketa Tanah Adat – – 3 – –

Jual Berkali-kali – – 4 – –

Sertifikat Ganda – – – 2 –

Sertifikat Pengganti – – 1 1 –

Kekeliruan Penunjukkan Batas – – 5 – –

Tumpang Tindih – 2 5 – –

Putusan Pengadilan – 4 9 4 –

Jumlah Kasus 0 30 105 9 0

Sumber: Kanwil BPN Masing-masing Provinsi Kajian, 2016

Tabel III.3 di atas menunjukkan bahwa di antara kelima provinsi kajian, nampak bahwa

Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi yang paling banyak menghadapi

berbagai kasus pertanahan. Banyaknya kasus pertanahan yang dihadapi oleh Provinsi Nusa

Tenggara Barat diduga disebabkan oleh sebagian besar tanah di NTB masih berupa tanah

adat/ulayat yang tidak mudah untuk ditentukan kepemilikan hak atas tanahnya. Di samping

itu, peta-peta tanah bersertifikat di Provinsi Nusa Tenggara Barat masih banyak yang

saling tumpang tindih dan masih banyak yang belum jelas jenis kepemilikan hak atas

tanahnya. Sebaliknya, data dari Kanwil BPN Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi

Sulawesi Utara menunjukkan bahwa kedua provinsi tidak memiliki kasus pertanahan.

Kondisi demikian diduga disebabkan oleh kurangnya data yang dimiliki masing-masing

provinsi atau data yang terdapat pada Kanwil BPN kedua provinsi belum tersusun dengan

Luas Kawasan Hutan

778.504 Ha

LP2B

0 Ha

Luas Kawasan Budidaya

748.779,525 Ha

Luas Provinsi

1.527.283 Ha

Luas Daratan

1.527.283 Ha

7.134.561,69 Ha

Luas Laut

0 Ha (Tidak Ada)

Page 32: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

27

baik dan rapi, sehingga belum dapat memberikan data jumlah kasus pertanahan dengan

baik dan lengkap.

Selain hal tersebut, Tabel III.3 juga menunjukkan bahwa jenis kasus penguasaan tanah

tanpa hak menjadi kasus paling banyak dihadapi oleh Provinsi Sumatera Selatan dan Nusa

Tenggara Barat. Sedangkan, kasus sengketa batas dan putusan pengadilan menjadi kasus

paling banyak kedua di setiap provinsi, meskipun demikian jumlah masing-masing kasus

ini masih sedikit apabila dibandingkan dengan kasus penguasaan tanah tanpa hak. Akan

tetapi, seluruh jumlah kasus pertanahan di setiap provinsi kajian ini belum valid dan belum

dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya data yang

diperoleh dari seluruh provinsi kajian.

Page 33: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

28

BAB IV Analisis Capaian Peta Dasar Pertanahan dan Peta Bidang

Tanah Bersertifikat

Analisis capaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat dilakukan untuk

mengetahui pencapaian kondisi prasyarat yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019.

Cakupan peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat terdigitasi akan

diklasifikasikan berdasarkan tinggi rendahnya persentase cakupan, yaitu (1) Sangat rendah

(<20%); (2) Rendah (20% - <40%); (3) Sedang (40% - <60%); (4) Tinggi (60% - < 80%);

dan (5) Sangat Tinggi (>80%). Guna mengetahui perkiraan capaian cakupan peta-peta

tersebut di seluruh Indonesia, pada kajian ini di ambil sampel 5 provinsi, yaitu Provinsi

Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi

Kalimantan Selatan, dan Provinsi Sulawesi Utara. Pemilihan kelima provinsi ini

didasarkan pada kondisi cakupan peta dasar pertanahan maupun peta bidang tanah

bersertifikat dari yang cukup rendah hingga cukup tinggi di seluruh Indonesia.

Selanjutnya, bab ini akan membahas tentang kemungkinan adanya perubahan sistem

pendaftaran tanah publikasi positif di Indonesia berdasarkan data dan informasi yang

diperoleh dari lima provinsi. Data dan informasi ini antara lain kondisi cakupan peta dasar

pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat di provinsi kajian, faktor-faktor penghambat

pencapaian cakupan peta, ketersediaan juru ukur di provinsi kajian, kasus-kasus

pertanahan di provinsi kajian, serta upaya percepatan capaian cakupan peta yang diajukan

oleh masing-masing provinsi kajian.

IV.1 Peta Dasar Pertanahan

Peta dasar pertanahan adalah peta yang memuat titik-titik dasar teknik pengukuran dan

unsur-unsur geografis, seperti sungai, jalan, bangunan, dan batas fisik bidang-bidang tanah

(PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah). Peta dasar pertanahan ini dibuat oleh Badan

Pertanahan Nasional masing-masing provinsi atau kabupaten/kota di Indonesia yang

meliputi pemasangan, pengukuran, pemetaan, dan pemeliharaan titik-titik dasar teknik

nasional di setiap kabupaten/kota. Menurut fungsinya, peta dasar pertanahan berfungsi

sebagai dasar dalam pembuatan peta pendaftaran kepemilikan tanah. Dengan demikian,

peta dasar pertanahan ini dapat digunakan untuk menunjukkan batas-batas kepemilikan

tanah secara presisi dan dapat mencegah timbulnya permasalahan pertanahan.

Di samping itu, ketersediaan peta dasar pertanahan dapat menjadi tolok ukur kesiapan

Indonesia untuk melakukan perubahan sistem publikasi negatif bertendensi positif menjadi

sistem publikasi positif dalam pendaftaran tanah. Ketersediaan peta dasar pertanahan dapat

diukur melalui capaian cakupan peta dasar pertanahan yang sudah tersedia. Selanjutnya,

pada subbab ini akan menguraikan tentang cakupan peta pendaftaran tanah Indonesia

hingga Juni 2016, cakupan peta pendaftaran tanah di provinsi kajian, dan pembahasan

tentang perbedaan perolehan data antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN Pusat

(Juni 2016) dengan Kantor Wilayah BPN masing-masing provinsi kajian (tahun 2016).

IV.1.1 Cakupan Peta Dasar Pertanahan Nasional

Pada bagian ini, mula-mula akan diuraikan tentang kondisi cakupan peta pendaftaran tanah

di Indonesia secara umum. Cakupan peta dasar pertanahan di luar kawasan non-hutan

setiap provinsi di Indonesia hingga Juni 2016 dapat di lihat pada Tabel IV.1 berikut.

Page 34: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

29

Tabel IV.1 Capaian Cakupan Peta Dasar Pertanahan Nasional yang Terdigitasi hingga Juni 2016

No. Provinsi Luas Wilayah di Luar

Kawasan Hutan (Ha)

Cakupan Peta Dasar di

Luar Kawasan Hutan (Ha) Persentase (%)

1 Aceh 2.293.894,50 2.063.641,48 89,96

2 Bali 430.782,66 429.446,49 99,69

3 Banten 732.307,14 200.324,92 27,36

4 Bengkulu 1.081.984,64 321.447,66 29,71

5 DI Yogyakarta 298.332,38 298.283,28 99,98

6 DKI Jakarta 64.623,82 6.020,78 9,32

7 Gorontalo 420.247,38 387.613,71 92,23

8 Jambi 2.769.107,17 292.425,99 10,56

9 Jawa Barat 2.875.796,22 2.217.196,24 77,10

10 Jawa Tengah 2.788.249,39 2.140.041,70 76,75

11 Jawa Timur 3.439.007,49 738.480,14 21,47

12 Kalimantan Barat 6.420.377,40 1.759.603,67 27,41

13 Kalimantan Selatan 1.965.240,50 1.705.717,84 86,79

14 Kalimantan Tengah 2.602.813,50 687.623,88 26,42

15 Kalimantan Timur 4.258.575,96 844.009,84 19,82

16 Kalimantan Utara 1.326.458,49 481.278,50 36,28

17 Kep. Bangka Belitung 1.008.077,41 336.507,08 33,38

18 Kep. Riau 229.819,83 130.887,69 56,95

19 Lampung 2.417.687,64 1.793.422,41 74,18

20 Maluku 720.481,21 268.411,83 37,25

21 Maluku Utara 629.517,46 200.501,07 31,85

22 Nusa Tenggara Barat 928.105,55 690.956,60 74,45

23 Nusa Tenggara Timur 3.030.839,11 2.861.901,68 94,43

24 Papua 1.746.190,12 94.027,58 5,38

25 Papua Barat 521.870,51 58.681,93 11,24

26 Riau 1.805.133,04 89.339,35 4,95

27 Sulawesi Barat 570.776,65 348.803,57 61,11

28 Sulawesi Selatan 2.375.862,88 1.002.286,08 42,19

29 Sulawesi Tengah 2.078.666,53 678.831,82 32,66

30 Sulawesi Tenggara 1.273.329,97 940.751,47 73,88

31 Sulawesi Utara 750.253,17 617.578,58 82,32

32 Sumatera Barat 1.848.089,33 1.421.821,43 76,93

33 Sumatera Selatan 5.195.630,61 1.884.607,97 36,27

34 Sumatera Utara 3.426.624,65 1.387.342,56 40,49

INDONESIA 64.324.754,31 29.379.816,84 45,67

Sumber: Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar Kementerian ATR/BPN, Juni 2016

Tabel IV.1 menunjukkan bahwa capaian cakupan peta dasar pertanahan nasional di luar

kawasan hutan setiap provinsi di Indonesia yang sudah terdigitasi hingga Juni 2016 baru

mencapai 45,67% dari luas total kawasan budidaya (Direktorat Pengukuran dan Pemetaan

Dasar Kementerian ATR/BPN, Juni 2016). Apabila di lihat dari klasifikasi cakupan peta

dasar pertanahan nampak bahwa 50% provinsi di Indonesia masih memiliki cakupan peta

dasar terdigitasi yang tergolong rendah (<20% - <40%). Provinsi-provinsi yang sudah

memiliki cakupan peta dasar pertanahan terdigitasi sangat tinggi (≥ 80%) hingga Juni 2016

hanya ada 7 (tujuh) provinsi (20,59% dari seluruh provinsi di Indonesia), yaitu Provinsi

Sulawesi Utara (82,32%), Provinsi Kalimantan Selatan (86,79%), Provinsi Aceh (89,96%),

Provinsi Gorontalo (92,23%), Provinsi Nusa Tenggara Timur (94,43%), Provinsi Bali

(99,69%), dan Provinsi D.I Yogyakarta (99,98%). Sementara itu, beberapa provinsi yang

Page 35: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

30

masih memiliki cakupan peta dasar terdigitasi sangat rendah (< 20%) hingga Juni 2016 ada

6 (enam) provinsi, yaitu Provinsi Riau (4,95%), Provinsi Papua (5,32%), Provinsi DKI

Jakarta (9,32%), Provinsi Jambi (10,56%), Provinsi Papua Barat (11,24%), dan Provinsi

Kalimantan Timur (19,82%). Persentase capaian peta dasar pertanahan nasional hingga

Juni 2016 dapat di lihat pada Gambar IV.1 berikut.

Gambar IV.1 Cakupan Peta Dasar Pertanahan Nasional hingga Juni 2016 Sumber: Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar Kementerian ATR/BPN, Juni 2016

IV.1.2 Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Provinsi Kajian

Sementara itu, pada bagian ini menguraikan tentang kondisi cakupan peta pendaftaran

tanah pada masing-masing provinsi kajian. Cakupan peta dasar pertanahan di luar kawasan

non-hutan pada provinsi kajian dapat di lihat pada Tabel IV.2 berikut.

Tabel IV.2 Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Provinsi Kajian

No Provinsi Luas Kawasan

Budidaya (Ha)

Sudah Ada

Peta Dasar

Pertanahan

(Ha)

Belum Ada

Peta Dasar

Pertanahan

(Ha)

Cakupan Peta Dasar Pertanahan

Terdigitasi

(Ha) %

Belum

Terdigitasi

(Ha)

%

1 Sumatera Utara 4.078.767 4.078.767 0 80.000 1,96 3.998.766,7 98,04

2 Sumatera Selatan 5.241.832 3.451.252 1.790.580 3.005.203 57,33 446.049 42,67

3 Nusa Tenggara

Barat 943.593 943.593 0 731.018 77,47 212.575 22,53

4 Kalimantan

Selatan 1.942.285 1.942.284,88 0 1.942.284,88 100 0 0

5 Sulawesi Utara 748.780 748.779,525 0 263.009 35,13 485.771,53 64,88

Sumber: Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian dan Hasil Analisis,2016

Tabel IV.2 menunjukkan bahwa seluruh kawasan budidaya pada empat provinsi kajian

(Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara) sudah

dipetakan dalam peta dasar pertanahan. Sebaliknya, kawasan budidaya di Provinsi

Sumatera Selatan yang baru dipetakan dalam peta dasar pertanahan baru sekitar 65% dari

seluruh kawasan budidaya. Sementara, apabila di lihat dari capaian peta dasar yang sudah

0

20

40

60

80

100

Ria

u

Pap

ua

DK

I Ja

kar

ta

Jam

bi

Pap

ua

Bar

at

Kal

iman

tan

Tim

ur

Jaw

a T

imur

Kal

iman

tan

Ten

gah

Ban

ten

Kal

iman

tan

Bar

at

Ben

gk

ulu

Mal

uk

u U

tara

Sula

wes

i T

eng

ah

Kep

. B

ang

ka

Bel

itu

ng

Sum

ater

a S

elat

an

Kal

iman

tan

Uta

ra

Mal

uk

u

Sum

ater

a U

tara

Sula

wes

i S

elat

an

Kep

. R

iau

Sula

wes

i B

arat

Sula

wes

i T

eng

gar

a

Lam

pun

g

Nu

sa T

engg

ara

Bar

at

Jaw

a T

eng

ah

Sum

ater

a B

arat

Jaw

a B

arat

Sula

wes

i U

tara

Kal

iman

tan

Sel

atan

Ace

h

Go

ron

talo

Nu

sa T

engg

ara

Tim

ur

Bal

i

DI

Yo

gy

akar

ta

Cakupan Peta Dasar Pertanahan Nasional hingga Juni 2016

Prasyarat Cakupan Peta Dasar INDONESIA (%)

Peta ≥ 80% = 7 Provinsi Peta < 80% = 27 Provinsi

Sangat Tinggi (> 80%)

Tinggi (60% - < 80%)

Sedang (40% - < 60%)

Sangat Rendah (< 20%)

Rendah (20% - < 40%)

Page 36: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

31

terdigitasi, Provinsi Sumatera Utara menjadi provinsi dengan capaian terendah (1,96%) di

antara provinsi kajian lainnya. Sebaliknya, Provinsi Kalimantan Selatan menjadi provinsi

tertinggi dalam pencapaian peta dasar pertanahannya (100%). Capaian peta dasar

pertanahan dari kelima provinsi kajian dapat di lihat pada Gambar IV.2 berikut.

Gambar IV.2 Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Provinsi Kajian, 2016 Sumber: Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian dan Hasil Analisis, 2016

Namun demikian, apabila di lihat dari data cakupan peta dasar pertanahan nasional untuk

kelima provinsi kajian yang dikeluarkan oleh Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar

Kementerian ATR/BPN hingga Juni 2016 dan Kanwil BPN masing-masing provinsi

kajian, keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan (lihat perbedaan data pada

Tabel IV.3 dan Gambar IV.3 di bawah).

Tabel IV.3 Perbedaan Data Capaian Peta Dasar Pertanahan antara

BPN Pusat dengan Kanwil BPN Provinsi Kajian

Provinsi Nasional Kanwil Perbedaan

Sumatera Utara 40,49% 1,96% 38,53%

Sumatera Selatan 36,27% 87,08% 50,81%

Nusa Tenggara Barat 74,45% 77,47% 3,02%

Kalimantan Selatan 86,79% 100% 13,21%

Sulawesi Utara 82,32% 35,13% 47,19%

Sumber: ATR/BPN (hingga Juni 2016), Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian, dan Hasil Analisis (2016)

Perbedaan yang cukup signifikan nampak pada capaian cakupan peta dasar pertanahan di

Provinsi Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Selatan. Direktorat Pengukuran

dan Pemetaan Dasar Kementerian ATR/BPN mencatat bahwa capaian peta dasar

pertanahan Provinsi Sumatera Utara hingga Juni 2016 sudah mencapai 41%, tetapi data

dari Kanwil BPN Sumatera Utara menunjukkan bahwa capaian peta dasar pertanahannya

baru mencapai sekitar 2% (hampir 40% lebih rendah dari data capaian nasional). Kondisi

demikian menyebabkan data capaian peta dasar pertanahan yang sudah terdigitasi di

Provinsi Sumatera Utara menjadi lebih rendah daripada Provinsi Riau dan menjadi

provinsi terendah secara nasional dalam capaian peta dasar pertanahannya.

0

20

40

60

80

100

Sum

ater

a U

tara

Ria

u

Pap

ua

DK

I Ja

kar

ta

Jam

bi

Pap

ua

Bar

at

Kal

iman

tan

Tim

ur

Jaw

a T

imur

Kal

iman

tan

Ten

gah

Ban

ten

Kal

iman

tan

Bar

at

Ben

gk

ulu

Mal

uk

u U

tara

Sula

wes

i T

eng

ah

Kep

. B

ang

ka

Bel

itu

ng

Sula

wes

i U

tara

Kal

iman

tan

Uta

ra

Mal

uk

u

Sula

wes

i S

elat

an

Kep

. R

iau

Sum

ater

a S

elat

an

Sula

wes

i B

arat

Sula

wes

i T

eng

gar

a

Lam

pun

g

Jaw

a T

eng

ah

Sum

ater

a B

arat

Jaw

a B

arat

Nu

sa T

engg

ara

Bar

at

Ace

h

Go

ron

talo

Nu

sa T

engg

ara

Tim

ur

Bal

i

DI

Yo

gy

akar

ta

Kal

iman

tan

Sel

atan

Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Provinsi Kajian

Persentase (%) Prasyarat Cakupan Peta Dasar INDONESIA (%)

Peta ≥ 80% = 1 Provinsi Peta < 80% = 4 Provinsi

Page 37: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

32

Gambar IV.3 Capaian Peta Dasar Pertanahan di Indonesia (atas) dan Provinsi Kajian (bawah) Sumber: Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar ATR/BPN (hingga Juni 2016),

Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian, dan Hasil Analisis (2016)

Kondisi yang dialami oleh Provinsi Sumatera Utara tersebut juga terjadi pada cakupan peta

dasar pertanahan yang sudah terdigitasi di Provinsi Sulawesi Utara. Direktorat Pengukuran

dan Pemetaan Dasar Kementerian ATR/BPN mencatat bahwa capaian peta dasar

pertanahan Provinsi Sulawesi Utara yang terdigitasi hingga Juni 2016 sudah memenuhi

prasyarat perubahan sistem publikasi positif (82,32%), tetapi data capaian peta dasar

pertanahan yang sudah terdigitasi dari Kanwil BPN Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan

bahwa peta ini baru mencapai 35% (hampir 2,5 kali lebih rendah dari data BPN Pusat).

Sebaliknya, apabila kedua provinsi sebelumnya mengalami penurunan data capaian yang

cukup signifikan, data capaian peta dasar pertanahan Provinsi Kalimantan Selatan dari

Kanwil BPN Kalimantan Selatan ternyatamenunjukkan peningkatan capaian. Kanwil BPN

Kalimantan Selatan mencatat bahwa seluruh kawasan budidaya di provinsi ini sudah

terdigitasi di dalam peta dasar pertanahan (100%). Namun, Direktorat Pengukuran dan

Pemetaan Dasar Kementerian ATR/BPN mencatat bahwa capaian peta dasar pertanahan

Provinsi Kalimantan Selatan yang sudah terdigitasibaru mencapai 86,79% (sekitar 13%

lebih rendah dari data yang tercatat pada Kanwil BPN Kalimantan Selatan). Meskipun

demikian, capaian peta dasar pertanahan di Kalimantan Selatan telah menunjukkan bahwa

provinsi ini sudah memenuhi prasyarat guna mendukung perubahan sistem publikasi

dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia.

Sementara itu, kedua provinsi kajian lain, Provinsi Sumatera Selatan dan Nusa Tenggara

Barat, tidak menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan dalam pencatatan capaian

0

20

40

60

80

100

Ria

uP

apua

DK

IJa

mbi

Pap

ua

Bar

atK

alti

mJa

tim

Suls

elJa

bar

Kal

ten

gB

ante

nK

alb

arB

engk

ulu

Mal

uk

u U

tara

Sult

eng

Kep

. B

abel

Sum

sel

Kal

ut

Mal

uk

uS

ult

raS

um

ut

Kep

. R

iau

Sulb

arL

amp

un

gN

TB

Jate

ng

Sum

bar

Sulu

tK

alse

lA

ceh

Go

ron

talo

NT

TB

ali

DIY

Capaian Peta Dasar Pertanahan Nasional

0

20

40

60

80

100

Sum

ut

Ria

uP

apua

DK

IJa

mbi

Pap

ua

Bar

atK

alti

mJa

tim

Suls

elJa

bar

Kal

ten

gB

ante

nK

alb

arB

engk

ulu

Mal

uk

u U

tara

Sult

eng

Kep

. B

abel

Sulu

tK

alu

tM

aluk

uS

ult

raK

ep. R

iau

Sum

sel

Sulb

arL

amp

un

gJa

teng

Sum

bar

NT

BA

ceh

Go

ron

talo

NT

TB

ali

DIY

Kal

sel

Capaian Peta Dasar Pertanahan di Provinsi Kajian

Page 38: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

33

cakupan peta dasar pertanahan yang terdigitasi seperti ketiga provinsi sebelumnya. Data

capaian peta dasar pertanahan Provinsi Sumatera Selatan yang tercatat dalam ATR/BPN

hingga Juni 2016 menunjukkan bahwa capaian peta dasar pertanahan yang terdigitasi baru

mencapai 36,27%, sedangkan data dari Kanwil BPN Sumatera Selatan menunjukkan

bahwa cakupan peta dasar pertanahan yang terdigitasi sudah mencapai 57,33% (lebih

tinggi 21% daripada data BPN Pusat). Sementara, data capaian peta dasar pertanahan

Provinsi Nusa Tenggara Barat dari ATR/BPN hingga Juni 2016 menunjukkan bahwa

capaian peta dasar pertanahan yang terdigitasi di provinsi ini sudah mencapai 75%,

sedangkan data dari Kanwil BPN Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa capaian peta

dasar pertanahannya sudah mencapai 77,47% (3% lebih tinggi daripada BPN Pusat).

Perbedaan data ini diduga disebabkan oleh kurangnya koordinasi antar pemerintah, data

capaian peta dasar pertanahan di daerah masih saling tumpang tindih, atau data di daerah

belum tersusun dengan rapi. Meskipun demikian, uraian analisis data capaian cakupan peta

dasar pertanahan yang sudah terdigitasi ini telah menunjukkan bahwa Indonesia belum

dapat melakukan perubahan sistem publikasi positif dalam sistem pendaftaran tanahnya.

Hal ini disebabkan oleh sebagian besar capaian peta dasar pertanahan di Indonesia belum

memenuhi prasyarat.

IV.2 Peta Bidang Tanah Bersertifikat

Peta bidang tanah bersertifikat berisi tentang seluruh jumlah kepemilikan hak-hak atas di

Indonesia. Jenis-jenis hak atas tanah terdiri dari hak milik, hak guna usaha, hak guna

bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hal

lainnya yang bersifat sementara (Pasal 16 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960).

Berikut penjelasan singkat mengenai hak-hak atas tanah tersebut.

a. Hak Milik (HM), yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh atas tanah. Hak milik

dapat dialihkan kepada pihak lain. Hanya warga-warga negara Indonesia yang dapat

mempunyai hak milik atas tanah.

b. Hak Guna Usaha (HGU), yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai

langsung oleh negara dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Jangka waktu

pemberian HGU adalah maksimal 25 tahun. Selain itu, HGU diberikan atas tanah yang

luasnya minimal 5 Ha dengan ketentuan apabila luas tanahnya sebesar 25 Ha atau lebih,

maka harus menggunakan investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik

sesuai dengan perkembangan zaman.

c. Hak Guna Bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-

bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu maksimal 30

tahun. Namun demikian, jangka waktu HGB tersebut (30 tahun) dapat diperpanjang

hingga 20 tahun (menjadi 50 tahun) sesuai permintaan pemegang hak, keperluan, dan

keadaan bangunan.

d. Hak Pakai, yaitu hak untuk menggunakan atau memanfaatkan sebidang tanah yang

dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain. Keputusan pemberian tanah dari

pemilik kepada pengguna dilakukan oleh pejabat yang berwenang melalui perjanjian

antara pemilik dan pengguna berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang yang

berlaku. Hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya

dipergunakan untuk keperluan tertentu.

e. Hak Sewa, yaitu seseorang atau suatu badan hukum yang mempunyai hak sewa atas

tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan cara membayar uang sewa

kepada pemilik tanah sesuai dengan perjanjian.

f. Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil Hutan, yaitu hak-hak dalam

hukum adat yang menyangkut tanah. Hak-hak ini perlu diatur dalam Peraturan

Pemerintah demi kepentingan umum yang lebih luas daripada kepentingan orang atau

Page 39: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

34

masyarakat hukum yang bersangkutan. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan

hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia dan diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

IV.2.1 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat Seluruh Provinsi

Pada bagian ini, mula-mula akan diuraikan tentang kondisi cakupan peta bidang tanah

bersertifikat terdigitasi di Indonesia secara umum. Cakupan peta bidang tanah bersertifikat

di luar kawasan non-hutan setiap provinsi di Indonesia hingga Juni 2016 dapat di lihat

pada Tabel IV.4 dan Gambar IV.4 di bawah.

Tabel IV.4 Capaian Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat yang Terdigitasi hingga Juni 2016

No. Provinsi Luas budidaya (Ha) Luas sertipikat terdigitasi (Ha) Persentase (%)

1 Aceh 2.293.894,50 173.359,08 7,56

2 Bali 430.782,66 131.441,61 30,51

3 Banten 732.307,14 130.473,10 17,82

4 Bengkulu 1.081.984,64 159.969,94 14,78

5 DI Yogyakarta 298.332,38 55.906,52 18,74

6 DKI Jakarta 64.623,82 32.510,34 50,31

7 Gorontalo 420.247,38 49.911,20 11,88

8 Jambi 2.769.107,17 200.142,60 7,23

9 Jawa Barat 2.875.796,22 431.276,69 15,00

10 Jawa Tengah 2.788.249,39 522.342,72 18,73

11 Jawa Timur 3.439.007,49 407.434,95 11,85

12 Kalimantan Barat 6.420.377,40 920.404,79 14,34

13 Kalimantan Selatan 1.965.240,50 319.453,59 16,26

14 Kalimantan Tengah 2.602.813,50 634.600,44 24,38

15 Kalimantan Timur 4.258.575,96 597.498,18 14,03

16 Kalimantan Utara 1.326.458,49 180.226,71 13,59

17 Kep. Bangka Belitung 1.008.077,41 102.816,92 10,20

18 Kep. Riau 229.819,83 41.240,83 17,94

19 Lampung 2.417.687,64 258.067,84 10,67

20 Maluku 720.481,21 11.586,15 1,61

21 Maluku Utara 629.517,46 18.154,18 2,88

22 Nusa Tenggara Barat 928.105,55 45.854,89 4,94

23 Nusa Tenggara Timur 3.030.839,11 26.346,13 0,87

24 Papua 1.746.190,12 71.246,45 4,08

25 Papua Barat 521.870,51 44.878,32 8,60

26 Riau 1.805.133,04 969.649,53 53,72

27 Sulawesi Barat 570.776,65 64.833,14 11,36

28 Sulawesi Selatan 2.375.862,88 108.792,87 4,58

29 Sulawesi Tengah 2.078.666,53 100.156,91 4,82

30 Sulawesi Tenggara 1.273.329,97 25.418,89 2,00

31 Sulawesi Utara 750.253,17 6.182,33 0,82

32 Sumatera Barat 1.848.089,33 212.053,72 11,47

33 Sumatera Selatan 5.195.630,61 278.514,79 5,36

34 Sumatera Utara 3.426.624,65 563.030,37 16,43

INDONESIA 64.324.754,31 7.895.776,72 12,27

Sumber: Bid. Pengelolaan Data dan Informasi Pertanahan dan Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, Juni

2016

Page 40: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

35

`

Gambar IV.4 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat yang Terdigitasi di Indonesia hingga

Juni 2016 Sumber: Bid. Pengelolaan Data dan Informasi Pertanahan dan Tata Ruang Kementerian

ATR/BPN, Juni 2016 dan Hasil Analisis, 2016

Tabel IV.4 dan Gambar IV.4 menunjukkan bahwa capaian peta bidang tanah bersertifikat

di luar kawasan hutan setiap provinsi di Indonesia yang sudah terdigitasi hingga tahun

2015 baru mencapai sekitar 13% dari total luas kawasan budidaya (Bid. Pengelolaan Data

dan Informasi Pertanahan dan Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, Juni 2016). Sementara

itu, apabila di lihat dari klasifikasi cakupan peta bidang tanah bersertifikat, nampak bahwa

sebagian besar provinsi di Indonesia (sekitar 88% dari seluruh provinsi) masih memiliki

cakupan peta bidang tanah bersertifikat terdigitasi yang sangat rendah (<20%). Provinsi-

provinsi yang sudah memiliki cakupan peta bidang tanah bersertifikat terdigitasi cukup

tinggi hingga Juni 2016 hanya Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Riau. Meskipun

demikian, capaian peta bidang tanah bersertifikat kedua provinsi ini masih tergolong

kategori sedang (40% - <60%).

IV.2.2 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat di Provinsi Kajian

Cakupan peta bidang tanah bersertifikat yang terdigitasi menjadi hal yang harus dimiliki

oleh setiap negara. Cakupan peta bidang tanah bersertifikat ini diperlukan agar dapat

menunjukkan jenis-jenis hak atas bidang tanah dengan jelas dan mencegah timbulnya

kasus-kasus pertanahan. Jenis-jenis hak atas bidang tanah ini antara lain Hak Milik, Hak

Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Tanggungan, Hak Milik Rumah

Susun, Hak Wakaf, dan Hak Pengelolaan. Cakupan peta bidang tanah bersertifikat yang

terdigitasi pada provinsi-provinsikajian dapat di lihat pada Tabel IV.5.

0%

15%

30%

45%

60%

75%S

ula

wes

i U

tara

Nu

sa T

engg

ara

Tim

ur

Mal

uk

u

Sula

wes

i T

eng

gar

a

Mal

uk

u U

tara

Pap

ua

Sula

wes

i S

elat

an

Sula

wes

i T

eng

ah

Nu

sa T

engg

ara

Bar

at

Sum

ater

a S

elat

an

Jam

bi

Ace

h

Pap

ua

Bar

at

Kep

. B

ang

ka

Bel

itu

ng

Lam

pun

g

Sula

wes

i B

arat

Sum

ater

a B

arat

Jaw

a T

imur

Go

ron

talo

Kal

iman

tan

Uta

ra

Kal

iman

tan

Tim

ur

Kal

iman

tan

Bar

at

Ben

gk

ulu

Jaw

a B

arat

Kal

iman

tan

Sel

atan

Sum

ater

a U

tara

Ban

ten

Kep

. R

iau

Jaw

a T

eng

ah

DI

Yo

gy

akar

ta

Kal

iman

tan

Ten

gah

Bal

i

DK

I Ja

kar

ta

Ria

u

Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat Terdigitasi di Indonesia

hingga Juni 2016

Cakupan Peta Bidang Bersertifikat di INDONESIA (%)

Peta ≥ 70% = 0 Provinsi Peta < 70% = 34 Provinsi

Sangat Tinggi (> 80%)

Tinggi (60% - < 80%)

Sedang (40% - < 60%)

Sangat Rendah (< 20%)

Rendah (20% - < 40%)

Page 41: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

36

Tabel IV.5 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat di Provinsi Kajian

No Provinsi Luas Kawasan

Budidaya (Ha)

Luas Bidang

Tanah

Berserttifikat (Ha)

Jumlah

Bidang

Tanah

Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat

Terdigitasi

(Ha) %

Belum

Terdigitasi

(Ha)

%

1 Sumatera Utara 4.078.766,69 1.745.880 1.473.214 502.813,44 28,80 1.243.066,56 71,20

2 Sumatera Selatan 5.241.832 1.537.200 355.464 1.206.410 78,48 330.790 21,52

3 Nusa Tenggara

Barat 943.593 260.009 785.902 35.883 13,80 224.126 86,20

4 Kalimantan

Selatan 1.942.284,88 428.468 – – – – –

5 Sulawesi Utara 748.779,525 – 559.277 – – – –

Ket. Tanda “–“ menunjukkan tidak ada data

Sumber: Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian dan Hasil Analisis, 2016

Tabel IV.5 menunjukkan bahwa seluruh provinsi kajian sudah memetakan sebagian bidang

tanah ke dalam peta bidang tanah bersertifikat sesuai dengan peruntukkan hak atas

tanahnya. Bidang-bidang tanah yang telah disertifikatkan sebagian besar hanya sekitar

20% - 43% dari seluruh kawasan budidaya. Akan tetapi, di antara kelima provinsi kajian

tersebut, hanya ada tiga provinsi kajian yang sudah melakukan digitasi pada bidang-bidang

tanah sesuai dengan jenis hak atas tanahnya, yaitu Provinsi Sumatera Utara, Sumatera

Selatan, dan Nusa Tenggara Barat. Meskipun demikian, di antara ketiga provinsi tersebut,

hanya Provinsi Sumatera Selatan yang sudah memenuhi prasyarat capaian peta bidang

tanah bersertifikat (≥ 70%). Sebaliknya, dua provinsi lainnya, Provinsi Sumatera Utara dan

Nusa Tenggara Barat, masih tergolong rendah (<20% - <40%), sehingga belum memenuhi

prasyarat untuk capaian peta bidang tanah bersertifikat sesuai dengan RPJMN 2015 –

2019.

Akan tetapi, jumlah cakupan peta bidang tanah bersertifikat yang terdigitasi di Provinsi

Kalimantan Selatan dan Sulawesi Utara tidak teridentifikasi. Tidak teridentifikasinya data

capaian peta ini diduga disebabkan oleh berbagai kemungkinan seperti data yang dimiliki

oleh Kanwil BPN kedua provinsi tersebut belum tersusun dengan baik, kebenaran datanya

belum dapat dipertanggungjawabkan, atau kurangnya koordinasi antar-kantor pertanahan

pada masing-masing provinsi. Oleh sebab kondisi demikian, capaian peta bidang tanah

bersertifikat yang sudah terdigitasi pada kedua provinsi tersebut menggunakan data dari

capaian nasional yang telah dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN Juni 2016.

0%15%30%45%60%75%

Sula

wes

i U

tara

Nu

sa T

engg

ara

Tim

ur

Mal

uk

u

Sula

wes

i T

eng

gar

a

Mal

uk

u U

tara

Pap

ua

Sula

wes

i S

elat

an

Sula

wes

i T

eng

ah

Jam

bi

Ace

h

Pap

ua

Bar

at

Kep

. B

ang

ka

Bel

itu

ng

Lam

pun

g

Sula

wes

i B

arat

Sum

ater

a B

arat

Jaw

a T

imur

Go

ron

talo

Kal

iman

tan

Uta

ra

Nu

sa T

engg

ara

Bar

at

Kal

iman

tan

Tim

ur

Kal

iman

tan

Bar

at

Ben

gk

ulu

Jaw

a B

arat

Kal

iman

tan

Sel

atan

Ban

ten

Kep

. R

iau

Jaw

a T

eng

ah

DI

Yo

gy

akar

ta

Kal

iman

tan

Ten

gah

Sum

ater

a U

tara

Bal

i

DK

I Ja

kar

ta

Ria

u

Sum

ater

a S

elat

an

Peta Bidang Tanah Bersertifikat Terdigitasi di Provinsi Kajian

Persentase Cakupan Peta Bidang Bersertifikat di INDONESIA (%)

Peta ≥ 70% = 1 Provinsi Peta <70% = 4 Provinsi

Page 42: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

37

Gambar IV.5 Cakupan Peta Bidang Tanah Bersertifikat Terdigitasi di Provinsi Kajian, 2016 Sumber: Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian dan Hasil Analisis, 2016

Meskipun demikian, apabila di lihat dari data cakupan peta bidang tanah bersertifikat

secara nasional untuk kelima provinsi kajian hingga Juni 2016 dan Kanwil BPN masing-

masing provinsi kajian, ketiga provinsi kajian memiliki perbedaan yang cukup signifikan,

yaitu Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Selatan, dan Provinsi Nusa Tenggara

Barat (lihat perbedaan data pada Tabel IV.6 dan Gambar IV.6 berikut).

Tabel IV.6 Perbedaan Data Capaian Peta Bidang Tanah Bersertifikat antara

Direktorat Pemetaan BPN dengan Kanwil BPN Provinsi Kajian

Provinsi Nasional Kanwil Perbedaan

Sumatera Utara 16,43% 28,80% 12,37%

Sumatera Selatan 5,36% 78,48% 73,12%

Nusa Tenggara Barat 4,94% 13,80% 8,86%

Kalimantan Selatan 16,26% Tidak ada data -

Sulawesi Utara 0,82% Tidak ada data -

Sumber: ATR/BPN (hingga Juni 2016), Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian, dan Hasil Analisis (2016)

Di antara ketiga provinsi tersebut, perbedaan yang sangat signifikan nampak pada capaian

cakupan peta bidang tanah bersertifikat di Provinsi Sumatera Selatan. Data capaian peta

bidang tanah bersertfikat yang sudah terdigitasi di Provinsi Sumatera Selatan hingga Juni

2016 menunjukkan bahwa capaian peta ini baru mencapai sekitar 5%, tetapi data dari

Kanwil BPN Sumatera Selatan menunjukkan bahwa capaian peta ini sudah mencapai

sekitar 78% (lebih tinggi 73% dari data yang dikeluarkan oleh BPN Pusat). Data capaian

peta bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi dari Kanwil BPN Provinsi Sumatera

Selatan telah menyebabkan provinsi ini menjadi tertinggi secara nasional dan memenuhi

prasyarat dalam capaian peta bidang tanah bersertifikat sesuai dengan RPJMN 2015-2019.

0%

15%

30%

45%

60%

75%

Sulu

t

NT

T

Mal

uk

u

Sult

ra

Mal

uk

u U

tara

Pap

ua

Suls

el

Sult

eng

NT

B

Sum

sel

Jam

bi

Ace

h

Pap

ua

Bar

at

Kep

. B

abel

Lam

pun

g

Sulb

ar

Sum

bar

Jati

m

Go

ron

talo

Kal

ut

Kal

tim

Kal

bar

Ben

gk

ulu

Jab

ar

Kal

sel

Sum

ut

Ban

ten

Kep

. R

iau

Jate

ng

DIY

Kal

ten

g

Bal

i

DK

I

Ria

u

Capaian Peta Bidang Tanah Bersertifikat yang Terdigitasi di Indonesia

0%

15%

30%

45%

60%

75%

Sulu

t

NT

T

Mal

uk

u

Sult

ra

Mal

uk

u U

tara

Pap

ua

Suls

el

Sult

eng

Jam

bi

Ace

h

Pap

ua

Bar

at

Kep

. B

abel

Lam

pun

g

Sulb

ar

Sum

bar

Jati

m

Go

ron

talo

Kal

ut

NT

B

Kal

tim

Kal

bar

Ben

gk

ulu

Jab

ar

Kal

sel

Ban

ten

Kep

. R

iau

Jate

ng

DIY

Kal

ten

g

Sum

ut

Bal

i

DK

I

Ria

u

Sum

sel

Capaian Peta Bidang Tanah Bersertifikat yang Terdigitasi di Provinsi

Kajian

Page 43: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

38

Gambar IV.6 Capaian Peta Bidang Tanah Bersertifikat di Indonesia dan Provinsi Kajian Sumber: ATR/BPN (Juni 2016), Kanwil BPN Provinsi Kajian, dan Hasil Analisis (2016)

Kondisi capaian cakupan peta bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi, baik di

lihat secara nasional maupun hanya kelima provinsi kajian menunjukkan bahwa Indonesia

belum dapat melakukan perubahan sistem publikasi positif dalam sistem pendaftaran

tanahnya. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar capaian peta bidang tanah bersertifikat

yang terdigitasi di Indonesia belum memenuhi prasyarat (masih <70%).

IV.3 Faktor-faktor Penghambat Pencapaian Cakupan Peta

Perkiraan perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi positif di Indonesia telah

digambarkan melalui capaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat

yang sudah terdigitasi pada kelima provinsi kajian. Akan tetapi, data dan informasi yang

diberikan oleh Kementerian ATR/BPN hingga Juni dan Kanwil BPN masing-masing

provinsi kajian menunjukkan bahwa peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah

bersertifikat yang terdigitasi belum memenuhi prasyarat sesuai dengan RPJMN 2015-

2019. Oleh sebab itu, di dalam bagian ini diuraikan faktor-faktor yang menghambat upaya

pencapaian cakupan peta-peta tersebut (Tabel IV.7). Faktor-faktor ini diperoleh dari

informasi masing-masing Kanwil BPN provinsi kajian.

Tabel IV.7 Faktor-faktor Penghambat Capaian Peta Dasar Pertanahan dan

Peta Bidang Tanah Bersertifikat Faktor Penghambat Sumut Sumsel NTB Kalsel Sulut

Kurangnya koordinasi antara BPN Pusat dan Kanwil BPN

Peralatan teknis pengukuran kurang memadai

Perbedaan akurasi peta dasar

Anggaran tidak memadai

Bidang-bidang tanah bersertifikat masih tumpang tindih

Citra satelit beresolusi tinggi belum memadai

Peta masih koordinat lokal

Data analog belum dikelompokkan

Kurangnya jumlah juru ukur

Sumber: Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian, 2016

Tabel IV.7 menunjukkan bahwa faktor-faktor penghambat pencapaian peta memiliki

sedikit perbedaan antar provinsi kajian. Secara keseluruhan, faktor-faktor yang

menghambat pencapaian cakupan peta masing-masing provinsi kajian terkonsentrasi pada

faktor jumlah juru ukur yang kurang memadai, data analog belum dikelompokkan, dan

sebagian besar peta masih berkoordinat lokal (33,33% dari seluruh provinsi kajian memilih

tiga faktor ini sebagai faktor utama). Sebagian besar provinsi yang menghadapi ketiga

masalah pertanahan ini adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Kalimantan

Selatan. Sebaliknya, faktor perbedaan akurasi data, kekurangan peralatan teknis, dan

kurangnya koordinasi antar instansi diduga menjadi faktor yang kurang mempengaruhi

terhambatnya pencapaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat.

Namun demikian, di antara faktor-faktor tersebut, terlihat bahwa faktor kurangnya jumlah

juru ukur menjadi faktor paling tinggi atau faktor paling dominan mempengaruhi

lambatnya capaian kedua peta tersebut.

IV.4 Sumber Daya Manusia Bidang Pertanahan

Salah satu sumber daya manusia bidang pertanahan yang berperan cukup penting

khususnya dalam pelayanan pertanahan adalah ketersediaan juru ukur pertanahan yang

memadai. Akan tetapi, data tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah juru ukur pertanahan

Page 44: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

39

masih sangat kurang, yaitu hanya 1.689 orang (sekitar 8%) dari seluruh jumlah pegawai

sebanyak 20.184 orang (Laporan Kinerja Pemerintah Kementerian ATR/BPN, 2014).

Kondisi demikian telah mempengaruhi kinerja pelayanan pertanahan menjadi tidak

optimal. Akan tetapi, upaya pemerintah untuk meningkatkan pelayanan pertanahan masih

belum memberikan hasil yang cukup memuaskan hingga saat ini, terutama kepastian

waktu pelayanan mengingat proporsi pegawai Kementerian ATR/BPN belum mencapai

komposisi ideal untuk jumlah juru ukur. Dari keadaan saat ini, jumlah juru ukur

pertanahan di Indonesia perlu ditingkatkan hingga 40% dari seluruh jumlah pegawai

Kementerian ATR/BPN secara nasional. Proporsi 40% untuk jumlah juru ukur dianggap

sebagai jumlah yang cukup ideal untuk meningkatkan kualitas pelayanan pertanahan

(RPJMN 2015-2019).

IV.4.1 Sumber Daya Manusia Bidang Pertanahan di Provinsi Kajian

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa ketersediaan jumlah juru ukur pertanahan

yang memadai merupakan bagian penting yang harus ada di setiap kantor pertanahan guna

melancarkan kegiatan pelayanan pertanahan. Jumlah juru ukur dianggap memadai apabila

jumlah juru ukur ini telah mencapai 40% dari seluruh pegawai BPN di setiap kantor

pertanahan seluruh provinsi. Berikut ini disajikan tabel ketersediaan jumlah juru ukur

masing-masing provinsi kajian dan perkiraan penambahan jumlah juru ukur untuk setiap

provinsi kajian, serta gambar perbandingan proporsi jumlah juru ukur dan jumlah non-juru

ukur pertanahan (Tabel IV.8 dan Gambar IV.7).

Tabel IV.8 Jumlah Pegawai Juru Ukur Pertanahan Masing-masing Provinsi Kajian Tahun 2016

Provinsi Jumlah

Pegawai

Jumlah

Juru Ukur

Jumlah Non

Juru Ukur

Jumlah Juru

Ukur Ideal (40%)

Penambahan

Jumlah Juru Ukur

Sumatera Utara 191 99 92 76 -

Sumatera Selatan 121 77 44 48 -

Nusa Tenggara Barat 466 67 399 186 119

Kalimantan Selatan 458 96 362 183 87

Sulawesi Utara 326 34 292 130 96

Sumber: Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian dan Hasil Analisis, 2016

Gambar IV.7 Proporsi Jumlah Pegawai Juru Ukur dan Pegawai Non Juru Ukur Masing-masing

Provinsi Kajian Sumber: Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian dan Hasil Analisis, 2016

Dari kelima provinsi kajian, data dan analisis menunjukkan bahwa jumlah juru ukur

pertanahan di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Kalimantan Selatan, dan Provinsi

Sulawesi Utara belum ideal (sebanyak 80% - 90% pegawai pertanahan adalah pegawai

non-juru ukur). Oleh sebab kondisi demikian, ketiga provinsi kajian ini harus menambah

jumlah juru ukur sekitar 150 hingga 200 orang guna meningkatkan kualitas pelayanan

99 77 67 96 3492 44

399 362292

050

100150200250300350400

Sumatera Utara Sumatera Selatan Nusa Tenggara

Barat

Kalimantan Selatan Sulawesi Utara

Jumlah Juru Ukur di Wilayah Kajian

Juru Ukur Non Juru Ukur

Page 45: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

40

pertanahan di daerahnya. Sebaliknya, Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Sumatera

Selatan sudah memiliki jumlah juru ukur pertanahan yang ideal dan diharapkan dapat terus

meningkatkan kualitas pelayanan pertanahan di daerahnya.

IV.5 Upaya Percepatan Pencapaian Cakupan Peta

Selanjutnya, subbab ini akan diuraikan tentang upaya-upaya percepatan pencapaian

cakupan peta untuk masing-masing provinsi kajian yang digambarkan melalui mayoritas

upaya yang paling banyak diajukan oleh masing-masing provinsi kajian. Upaya perbaikan

ini diharapkan dapat membantu pemerintah untuk memperbaiki program-program

peningkatan kualitas pelayanan pertanahan yang telah disusun. Jenis upaya percepatan

pencapaian cakupan peta dapat di lihat pada Gambar IV.9 berikut.

Gambar IV.8 Upaya Percepatan Capaian Peta yang Paling Banyak di Pilih Sumber: Kantor Wilayah BPN Provinsi Kajian dan Hasil Analisis, 2016

Gambar IV.9 di atas menunjukkan bahwa upaya percepatan pencapaian cakupan peta

dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu upaya A, B, dan C. Pengelompokkan ini

didasarkan pada banyaknya Kanwil BPN provinsi kajian yang memilih upaya-upaya

tersebut sebagai hal yang dianggap penting.

Upaya A (60% provinsi kajian memilih upaya ini), yaitu koordinasi lintas sektor dan

terselesaikannya kasus-kasus pertanahan.

Upaya B (40% provinsi kajian memilih upaya ini), yaitu pemetaan ulang untuk seluruh

peta-peta yang berkoordinat lokal.

Upaya C (20% provinsi kajian memilih upaya ini), yaitu pengadaan citra satelit terbaru,

penggunaan CORS dan UAV, pembuatan peta dasar dan peta pendaftaran berbasis

desa, penggunaan peta dari sumber lain, pelatihan dan pendidikan juru ukur, dan

pembuatan peta dasar bersamaan pendaftaran tanah.

Upaya A berupa koordinasi lintas sektor dan penyelesaian kasus-kasus pertanahan. Kedua

upaya ini diduga menjadi upaya yang harus segera dilaksanakan guna mempercepat

pencapaian peta dasar pertanahan maupun peta bidang tanah bersertifikat. Kedua upaya ini

diajukan oleh 60% provinsi kajian, yaitu Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Nusa

Tenggara Barat, dan Provinsi Kalimantan Selatan. Upaya koordinasi lintas sektor diduga

menjadi hal yang penting mengingat banyaknya perbedaan data yang dikeluarkan antara

Kanwil BPN setiap provinsi dengan Kementerian ATR/BPN (data pusat). Perbedaan data

dalam kajian ini sangat nampak pada data capaian peta dasar pertanahan dan capaian peta

bidang tanah bersertifikat. Oleh sebab itu diperlukan adanya kerjasama dan sinkronisasi

data terkait pertanahan antar K/L, dari tingkat kabupaten/kota hingga tingkat nasional.

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Pembuatan peta dasar bersama pendaftaran tanah

Pelatihan dan pendidikan juru ukur

Penggunaan peta dari sumber lainPembuatan peta dasar & peta pendaftaran basis desa

Penggunaan CORS dan UAV

Pengadaan citra satelit terbaru

Pemetaan ulang peta berkoordinat lokal

Penanganan kasus pertanahanKoordinasi antara BPN Pusat dan Kanwil BPN

Upaya Percepatan Capaian Cakupan Peta

Page 46: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

41

Selain koordinasi lintas sektor, upaya penyelesaian kasus-kasus pertanahan juga diduga

menjadi hal penting yang harus segera dilaksanakan. Sampai akhir tahun 2014, kasus

pertanahan nasional yang belum terselesaikan masih sebanyak 50,5% dari seluruh kasus

yang masuk (5.878 kasus). Jumlah kasus pertanahan ini akan selalu mengalami

peningkatan setiap tahunnya, akan tetapi sampai saat ini pemerintah belum menemukan

metode penyelesaian kasus pertanahan yang tepat. Hal-hal yang menyebabkan belum

terselesaikannya kasus-kasus pertanahan antara lain (1) kasus pertanahan banyak muncul

dan berkembang di lokasi yang masyarakatnya belum sejahtera secara ekonomi; (2)

belum/tidak adanya kepastian hukum hak atas tanah yang memberikan jaminan terhadap

kepemilikan tanah; (3) sistem pendaftaran tanah masih menggunakan sistem publikasi

negatif; (4) capaian cakupan peta dasar pertanahan masih rendah; (5) capaian cakupan peta

bidang tanah bersertifikat masih rendah; (6) penguasaan tanah tanpa proses hukum

dilakukan oleh masyarakat miskin pada bidang-bidang tanah yang dianggap terlantar; serta

(7) terdapat perbedaan pemahaman atas hukum tanah yang berlaku (lebih lanjut lihat

subbab III.2.2).

Di samping perlunya koordinasi lintas sektor dan penyelesaian kasus-kasus pertanahan,

upaya lainnya yang paling banyak disebutkan untuk mempercepat cakupan peta di

Indonesia adalah pemetaan ulang untuk seluruh peta yang berkoordinat lokal. Pemetaan

ulang ini diajukan oleh 40% provinsi kajian (dua dari lima provinsi kajian), yaitu Provinsi

Kalimantan Selatan dan Sulawesi Utara. Sementara itu, upaya perbaikan kondisi

pertanahan lainnya (upaya C) antara lain (1) pengadaan citra satelit terbaru; (2)

penggunaan CORS dan UAV; (3) pembuatan peta dasar dan peta pendaftaran berbasis

desa; (4) penggunaan peta dari sumber lain; (5) pelatihan dan pendidikan juru ukur; dan

(6) pembuatan peta dasar bersamaan dengan pendaftaran tanah. Masing-masing upaya C di

pilih oleh tiga dari lima provinsi kajian, yaitu Provinsi Sumatera Selatan, Nusa Tenggara

Barat, dan Kalimantan Selatan.

Kesimpulan Analisis Capaian Peta Dasar Pertanahan dan Peta Bidang Tanah

Bersertifikat

Analisis capaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat dalam bab ini

menguraikan tentang hal-hal yang mendukung pelaksanaan perubahan sistem pendaftaran

publikasi positif di Indonesia, seperti capaian peta dasar di Indonesia dan provinsi kajian,

capaian peta bidang tanah bersertifikat di Indonesia dan provinsi kajian, faktor-faktor

penghambat pencapaian cakupan peta, sumber daya manusia bidang pertanahan, serta

upaya percepatan capaian peta yang diajukan oleh masing-masing provinsi kajian.

Provinsi-provinsi yang di pilih sebagai sampel dalam kajian ini adalah Provinsi Sumatera

Utara, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara.

Dalam upaya menentukan kesiapan Indonesia melakukan perubahan pada sistem publikasi

dalam pendaftaran tanahnya, dari sistem publikasi negatif menjadi publikasi positif, kajian

ini menggunakan hipotesa yang telah diuraikan pada subbab I.4.2. Hipotesa ini didasarkan

pada data dan analisis capaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat

yang sudah terdigitasi, serta di lihat dari segi hukum berupa perubahan substansi peraturan

tentang sistem pendaftaran tanah di Indonesia. Namun, pada kesimpulan kali ini, kesiapan

Indonesia untuk merubah sistem publikasi dalam sistem pendaftaran tanah terlebih dahulu

di lihat dari kondisi capaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat yang

sudah terdigitasi.

Page 47: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

42

Data dan analisis menunjukkan bahwa sistem publikasi positif untuk sistem pendaftaran

tanah di Indonesia belum dapat direalisasikan (Hipotesis 3). Hal ini disebabkan oleh

capaian cakupan peta dasar pertanahan maupun peta bidang tanh bersertifikat belum

memenuhi prasyarat. Capaian cakupan peta dasar pertanahan masih tergolong sedang

(40% - 60%), sedangkan capaian peta bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi

masih tergolong sangat rendah (<20%). Akan tetapi, data capaian peta dasar pertanahan

dan peta bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi antara data pusat seluruh

provinsi di Indonesia dengan data lima provinsi kajian memiliki perbedaan yang cukup

signifikan. Perbedaan data ini diduga disebabkan oleh kurangnya koordinasi antar

pemerintah, data capaian peta dasar pertanahan di daerah masih saling tumpang tindih,

atau data di daerah belum tersusun dengan rapi.

Faktor-faktor utama yang menghambat pencapaian cakupan kedua peta tersebut, yaitu

kurangnya jumlah juru ukur, sebagian besar peta masih berkoordinat lokal, dan data analog

belum dikelompokkan. Namun, di antara seluruh faktor-faktor tersebut, kurangnya jumlah

juru ukur menjadi faktor yang paling dominan menghambat pencapaian cakupan peta-peta

tersebut. Sejauh ini, jumlah juru ukur pertanahan yang dimiliki oleh Kanwil BPN seluruh

provinsi masih kurang dari 40% dari seluruh pegawai pertanahan.

Berbagai upaya perlu dilakukan untuk mempercepat capaian cakupan peta dasar

pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat di Indonesia. Upaya prioritas yang harus

segera dilaksanakan adalah koordinasi lintas sektor dan penyelesaian kasus-kasus

pertanahan. Koordinasi lintas sektor yang sangat penting adalah sinkronisasi data capaian

peta antara Kanwil BPN dengan BPN pusat. Sementara itu, penyelesaian kasus-kasus

pertanahan juga diperlukan sebagai salah satu prasyarat untuk mendukung perubahan

sistem publikasi negatif menjadi sistem publikasi positif. Di dalam sistem publikasi positif,

permasalahan pertanahan seperti sengketa, konflik, maupun perkara harus kurang dari 10%

bahkan sudah tidak ada lagi permasalahan pertanahan yang harus diselesaikan oleh negara.

Sebab, apabila negara masih memiliki banyak kasus pertanahan yang belum terselesaikan

dengan baik, negara tersebut belum dapat merealisasikan sistem publikasi positif dalam

sistem pendaftaran tanah. Kondisi demikian disebabkan oleh beban keuangan negara akan

sangat besar apabila negara tersebut tetap merealisasikan sistem publikasi positif,

sementara permasalahan pertanahan masih banyak yang belum terselesaikan.

Page 48: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

43

BAB V Analisis Perubahan Peraturan Hukum Terkait Pendaftaran

Tanah

Dalam upaya mewujudkan perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi positif, terdapat

beberapa langkah strategis yang harus dilakukan, salah satunya adalah revisi peraturan

perundang-undangan terkait sistem pendaftaran tanah. Peraturan-peraturan hukum terkait

pendaftaran tanah, yaitu Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang

Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah. Namun, seluruh peraturan perundang-undangan terkait

pendaftaran tanah ini belum ditinjau dan direvisi substansinya. Sehingga, berdasarkan

hipotesis yang telah dikemukakan pada subbab 1.4.2, sistem pendaftaran tanah publikasi

positif belum dapat diterapkan di Indonesia baik secara parsial di beberapa provinsi

ataupun seluruh provinsi di Indonesia.

Dalam upaya persiapan perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi positif, terdapat

beberapa hal yang perlu dimasukkan pada perubahan peraturan perundang-undangan

terkait pendaftaran tanah, antara lain:

1. Perlu adanya pasal baru di dalam UUPA atau PP 24/1997 yang mengatur tentang tiga

prinsip utama hukum indefeasible, seperti prinsip cermin (mirror principle), prinsip

tabir (curtain principle), dan prinsi asuransi (insurance principle). Pasal tentang

indefeasible ini perlu didukung dan diperjelas dengan peraturan perundang-undangan

atau peraturan pemerintah lain yang terkait.

2. Perlu adanya pasal baru di dalam UUPA atau PP 24/1997 yang mengatur tentang jenis

kompensasi ganti rugi (indemnity) atas kesalahan dalam register. Dalam prakteknya,

sistem publikasi positif ini memiliki dua jenis kompensasi ganti rugi yang disesuaikan

dengan dasar hukum pemerintahan yang digunakan pada negara tersebut. Dua jenis

kompensasi ganti rugi atas kesalahan dalam register, yaitu immediate indefeasible dan

deffered indefeasible. Immediate indefeasible umumnya digunakan oleh negara-negara

yang tidak menggunakan hukum adat sebagai dasar hukum (contoh: Inggris, Australia),

sedangkan deffered indefeasible biasanya digunakan oleh negara-negara yang

menggunakan hukum adat sebagai dasar hukum (contoh: Malaysia). Berdasarkan hal

ini, pemerintah perlu melakukan diskusi dengan BPN beserta para akademisi untuk

memutuskan jenis kompensasi ganti rugi yang akan diterapkan, apakah menggunakan

immediate indefeasible atau deffered indefeasible. Pasal tentang jenis indemnity dalam

ini perlu didukung dan diperjelas dengan peraturan perundang-undangan atau peraturan

pemerintah lain yang terkait.

3. Perlu adanya pasal baru atau penambahan ayat baru dalam pasal tertentu pada PP

24/1997 tentang penentuan tanah yang dapat didaftarkan atau dilegalisasikan. Tanah-

tanah ini dapat berupa tanah yang diperoleh sebelum 17 Agustus 1945, tanah waris dari

pendudukan penjajah, tanah wakaf yang sebelumnya dimiliki secara mutlak dan secara

sah telah diberikan, dan sebagainya. Pasal tentang penentuan tanah yang dapat

didaftarkan atau dilegalisasikan dalam PP 24/1997 perlu didukung dan diperjelas

dengan peraturan perundang-undangan atau peraturan pemerintah lain yang terkait.

4. Perlu adanya pasal baru atau penambahan ayat baru dalam pasal tertentu pada UUPA

dan PP 24/1997 yang mengatur tentang pembangunan Pusat Database Pendaftaran

Tanah Nasional.

Page 49: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

44

5. Perlu adanya undang-undang atau peraturan pemerintah yang mengatur lebih jelas atau

lebih detail tentang Pusat Database Pendaftaran Tanah Nasional, termasuk isi,

perubahan data, kesepakatan, hingga jaminan kebenaran informasi di dalam Pusat

Database tersebut oleh pemerintah. Isi Pusat Database Pendaftaran Tanah Nasional

meliputi peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, dan daftar nama

pemegang hak. Oleh sebab itu, terdapat beberapa hal yang perlu dipersiapkan guna

mendukung pembangunan pusat database ini, antara lain:

a. Peta dasar pendaftaran tanah harus sudah berbentuk digital dengan batas-batas

koordinat yang akurat dan dapat diolah. Peta dasar pendaftaran tanah digital

sebaiknya berisi informasi jenis penutupan lahan (land cover), titik kendali (control

points), bangunan, nomor persil (parcel number), garis batas (boundary lines), dan

titik batas (boundary points) seperti Gambar V.1 berikut.

Gambar V.1 Contoh Peta Dasar Pendaftaran Tanah Digital

Sumber: BEV – Federal Office of Metrology and Surveying, 2009

b. Pembukuan tanah sudah di ubah ke dalam bentuk Pusat Database Pendaftaran Tanah.

c. Seluruh bidang-bidang tanah harus sudah dibukukan dengan jelas.

d. Seluruh kawasan budidaya harus sudah disertifikasi sesuai jenis kepemilikan hak

atas tanahnya dan seluruh sertifikat hak atas tanah harus masuk ke dalam Bank Data.

e. Surat-surat bukti hak kepemilikan atas tanah harus sudah sama dengan Pusat

Database Pendaftaran Tanah Nasional.

Seluruh informasi terkait pertanahan di dalam Pusat Database Pendaftaran Tanah

Nasional harus terjamin kebenarannya oleh pemerintah. Selain itu, apabila ada

perubahan data di dalam pusat database, maka perubahan data ini harus disepakati

antara BPN dengan pemilik hak atas tanah.

6. Perlu adanya pasal baru atau penambahan ayat baru dalam pasal tertentu pada PP

24/1997 yang mengatur tentang isi dan keakuratan data fisik dan data yuridis. Data fisik

dan data yuridis di setiap daerah harus sudah sangat lengkap, akurat, valid, dan dijamin

kebenarannya oleh ATR/BPN. 7. Pencatatan perubahan akibat keputusan pengadilan pada "pembukuan tanah"

sebagaimana dimaksud pada Pasal 1, pp 24/1997 perlu diperbaharui.

Selanjutnya, pasal-pasal yang perlu direvisi guna disesuaikan dengan sistem publikasi

positif dapat di lihat pada Tabel V.1 berikut.

Page 50: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

45

Tabel V.1 Identifikasi Peraturan Perundang-undangan yang Perlu Di Ubah atau Ditambahkan

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

1

Bab II

Hak-hak atas tanah, air, dan ruang

angkasa, serta pendaftaran tanah

Bagian II

Pendaftaran Tanah – Pasal 19

Pasal 19 Ayat 2, butir a dan c

Pasal 19 Ayat 2 berbunyi:

a. Pengukuran, perpetaan, dan

pembukuan tanah;

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan

peralihan hak-hak tersebut;

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak,

yang berlaku sebagai alat pembuktian

yang kuat.

Pendaftaran tanah ini akan diselenggarakan dengan

cara yang sederhana dan mudah dimengerti serta

dijalankan oleh rakyat yang bersangkutan

Penjelasan Umum IV

… Sedangkan pasal 19 ditujukan kepada Pemerintah

sebagai suatu instruksi, agar di seluruh wilayah

Indonesia diadakan pendaftaran tanah yang bersifat

“rechtskadaster” artinya yang bertujuan menjamin

kepastian hukum.

1. Butir (a),

“pembukuan tanah” perlu diubah atau ditambah

menjadi “pembukuan tanah dalam bentuk Pusat

Data Base Pendaftaran Tanah Nasional”.

2. Butir (c),

“alat pembuktian yang kuat” disusulkan untuk

diubah menjadi “alat pembuktian yang mutlak serta

dapat diteliti / ditinjau kesesuaiannya dengan Pusat

Data Base Pendaftaran Tanah Nasional”.

Catatan :

Dalam UUPA perlu ditambahkan pasal-pasal tentang :

1. Pembangunan Pusat Data Base Pendaftaran Tanah Pemerintah

2. Mekanisme uji kebenaran yuridis (adjudikasi) apabila ada perbedaan informasi antara surat-surat tanda bukti hak dengan Pusat Data Base Pendaftaran Tanah Pemerintah;

3. Mekanisme ganti rugi oleh Pemerintah apabila pemerintah terbukti melakukan kesalahan pencatatan informasi di dalam surat-surat tanda bukti hak, sehingga menyebabkan adanya perbedaan infromasi

dalam Pusat Data Base Pendaftaran Tanah Pemerintah.

4. Perlu dikaji kebutuhan penerbitan Peraturan Pemerintah baru yang mengatur Pembentukan Pusat Data Base Pendaftaran Pemerintah.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

1 Bab I

Ketentuan Umum

Pasal 1

Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus,

berkesinambungan dan teratur, meliputi

pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan

penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data

yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai

bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah

susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya

bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya

dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-

hak tertentu yang membebaninya.

Cukup jelas

“pembukuan tanah” perlu diubah atau ditambah

pengertiannya menjadi “pembukuan tanah dalam

bentuk Pusat Data Base Pendaftaran Tanah

Nasional” atau ditambahkan butir baru yang memuat

tentang Pusat Data Base Pendaftaran Tanah Nasional.

2 Bab II

Azas dan Tujuan

Pasal 3

Pendaftaran tanah bertujuan:

Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana tercantum

pada huruf a merupakan tujuan utama pendaftaran

tanah yang diperintahkan Pasal 19 UUPA.

Penjelasan pasal 3 secara eksplisit mengamanatkan

pembentukan Pusat Data Base Pendaftaran Tanah,

namun hingga saat ini pembentukan Pusat Data Base

Page 51: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

46

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan

perlindungan hukum kepada pemegang hak atas

suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan

hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah

dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang

hak yang ber-sangkutan,

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-

pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah

agar dengan mudah dapat memperoleh data yang

diperlukan dalam mengada-kan perbuatan

hukum mengenai bidang-bidang tanah dan

satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi

pertanahan.

Disamping itu dengan terselenggaranya

pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya

suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang

tanah sehingga pihak yang berkepentingan

termasuk Pemerintah dengan mudah dapat

memperoleh data yang diperlukan dalam

mengadakan perbuatan hukum mengenai

bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah

susun yang sudah di daftar.

Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik

merupakan dasar dan perwujudan tertib

administrasi di bidang pertanahan.

Pendaftaran Tanah belum dilakukan oleh pemerintah.

Pusat data dan informasi Kementerian Agraria dan

Tata Ruang/BPN tidak secara yuridis mengikat

surat-surat bukti hak yang telah diterbitkan.

Pembangunan sistem pendaftaran tanah publikasi positif

perlu dicantumkan secara eksplisit dalam batang tubuh

tentang eksistensi Pusat Data Base Pendaftaran Tanah

dan data informasi yang terdapat didalamnya mengikat

secara hukum seluruh surat-surat bukti hak yang

diterbitkan.

3

Pasal 4, Ayat 1 dan 2

1. Untuk memberikan kepastian dan perlindungan

hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

huruf a kepada pemegang hak atas tanah yang

bersangkutan diberikan sertipikat hak atas

tanah.

2. Untuk melaksanakan fungsi informasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b

data fisik dan data yuridis dari bidang tanah dan

satuan rumah susun yang sudah terdaftar terbuka

untuk umum.

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat 1

Sertifikat hak atas tanah perlu di ubah atau ditambahkan

keterangan yang menyebutkan bahwa sertifikat hak atas

tanah tersebut merupakan salinan atau print out dari

database yang ada di Pusat Database Pertanahan

Nasional

Ayat 2

Data fisik dan yuridis harus diperiksa kelengkapan

maupun keakuratannya, serta dijamin kebenarannya oleh

ATR/BPN, sehingga memiliki kekuatan hukum yang

mengikat

4

Bab III

Pokok-pokok

Penyelenggaraan Pendaftaran

Tanah

Bagian II

Obyek Pendaftaran Tanah

Pasal 9

1. Obyek pendaftaran tanah meliputi:

1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai

dengan hak milik, hak guna usaha, hak

guna bangunan dan hak pakai;

2. Tanah hak pengelolaan;

3. Tanah wakaf;

4. Hak milik atas satuan rumah susun;

5. Hak tanggungan;

6. Tanah Negara.

2. Dalam hal tanah Negara sebagai obyek

pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pendaftaran tanah yang obyeknya bidang tanah

yang berstatus tanah Negara dilakukan dengan

Page 52: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

47

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

dengan cara membukukan bidang tanah yang

merupakan tanah Negara dalam daftar

tanah.

mencatatnya dalam daftar tanah dan tidak

diterbitkan sertipikat.

5

Bab III

Pokok-pokok

Penyelenggaraan Pendaftaran

Tanah

Bagian III

Satuan Wilayah Tata Usaha

Pendaftaran Tanah

Pasal 10

1. Satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah

adalah desa atau kelurahan.

2. Khusus untuk pendaftaran tanah hak guna usaha,

hak pengelolaan, hak tanggungan dan tanah

Negara satuan wilayah tata usaha

pendaftarannya adalah Kabupaten/Kotamadya.

Ayat 1

Desa dan kelurahan adalah satuan wilayah

Pemerintahan yang diatur dalam Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.

Ayat 2

Areal hak guna usaha, hak pengelolaan dan tanah

Negara umumnya meliputi beberapa

desa/kelurahan. Demikian juga obyek hak

tanggungan dapat meliputi beberapa bidang tanah

yang terletak di beberapa desa/kelurahan.

Pengaturan tentang desa diatur melalui Undang-undang

No. 6 Tahun 2004

Perlu mengakomodir ketentuan mengenai desa adat dan

sejenisnya, serta harus sudah jelas batas-batas tanah

adat/ulayat

6

Bab III

Pokok-pokok

Penyelenggaraan Pendaftaran

Tanah

Bagian IV

Pelaksanaan Pendaftaran

Tanah

Pasal 12

1. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali

meliputi: a. pengumpulan dan pengolahan data

fisik; b. pembuktian hak dan pembukuannya; c.

penerbitan sertifikat; d. penyajian data fisik dan

data yuridis; e. penyimpanan daftar umum dan

dokumen.

2. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah

meliputi: a. pendaftaran peralihan dan

pembebanan hak; b. pendaftaran perubahan data

pendaftaran tanah lainnya.

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Untuk pendaftaran tanah pertama kali

dibebaskan atau tidak dikenakan Bea Perolehan

Hak Atas Tanah (BPHTB), sehingga dapat

mempercepat pelaksanaan sertifikasi tanah.

Penyimpanan daftar umum dan dokumen

dilakukan pada Pusat Database Pertanahan.

7

Bab IV

Pendaftaran Tanah Untuk

Pertama Kali

Bagian II

Pengumpulan dan Pengolahan

Data Fisik

Paragraf 1

Pengukuran dan Pemetaan

Pasal 14

1. Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan

data fisik dilakukan kegiatan pengukuran dan

pemetaan

2. Kegiatan pengukuran dan pemetaan

sebagaimana di-maksud pada ayat (1) meliputi :

a. Pembuatan peta dasar pendaftaran;

b. Penetapan batas bidang-bidang tanah;

c. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang

tanah dan pembuatan peta pendaftaran;

d. Pembuatan daftar tanah;

e. Pembuatan surat ukur.

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Peta dasar pendaftaran tanah harus dibuat dalam bentuk

digital menggunakan batas-batas koordinat yang akurat

dan dapat diolah. Peta dasar pendaftaran tanah digital

(Digital Cadastral) harus berisi informasi tentang

penutupan lahan (land cover), titik kendali (control

points), bangunan, nomor persil (parcel number), garis

batas (boundary lines), dan titik batas (boundary points)

Lebih jelas lihat contoh peta kadastral digital pada

Gambar V.1.

8 Bab IV Pasal 15 Peta dasar pendaftaran tanah harus dibuat dalam

Page 53: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

48

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

Pendaftaran Tanah Untuk

Pertama Kali

Bagian II

Pengumpulan dan Pengolahan

Data Fisik

Paragraf 2

Pembuatan Peta Dasar

Pendaftaran

1. Kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik

sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)

dimulai dengan pembuatan peta dasar

pendaftaran.

2. Di wilayah-wilayah yang belum ditunjuk

sebagai wilayah pendaftaran tanah secara

sistematik oleh Badan Pertanahan Nasional

diusahakan tersedianya peta dasar pendaftaran

untuk keperluan pendaftaran tanah secara

sporadik.

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

bentuk digital menggunakan batas-batas koordinat

yang akurat dan dapat diolah.

Peta dasar pendaftaran tanah digital (Digital

Cadastral) harus berisi informasi tentang penutupan

lahan (land cover), titik kendali (control points),

bangunan, nomor persil (parcel number), garis batas

(boundary lines), dan titik batas (boundary points)

Penyediaan peta dasar pendaftaran tanah perlu

difokuskan pada wilayah-wilayah prioritas

pembangunan nasional serta wilayah perbatasan

antara kawasan budidaya dengan kawasan hutan.

Penyediaan peta dasar pendaftaran tanah ini harus

meliputi seluruh wilayah Indonesia tanpa kecuali.

9

Pasal 16

1. Untuk keperluan pembuatan peta dasar

pendaftaran Badan Pertanahan Nasional

menyelenggarakan pemasangan, pengukuran,

pemetaan, dan pemeliharaan titik-titik dasar

teknik nasional di setiap Kabupaten/Kotamadya

Daerah Tingkat II.

2. Pengukuran untuk pembuatan peta dasar

pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diikatkan dengan titik-titik dasar teknik

nasional sebagai kerangka dasarnya.

3. Jika di suatu daerah tidak ada atau belum ada

titik-titik dasar teknik nasional sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), dalam melaksanakan

pengukuran untuk pembuatan peta dasar

pendaftaran dapat digunakan titik dasar teknik

lokal yang bersifat sementara, yang kemudian

diikatkan dengan titik dasar teknik nasional.

4. Peta dasar pendaftaran sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dan ayat (3) menjadi dasar untuk

pembuatan peta pendaftaran.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengukuran

dan pemetaan titik dan teknik nasional dan

pembuatan peta dasar pendaftaran ditetapkan

oleh Menteri.

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Peta dasar pendaftaran tanah harus dibuat dalam bentuk

digital menggunakan batas-batas koordinat yang akurat

dan dapat diolah.

10

Bab IV

Pendaftaran Tanah Untuk

Pertama Kali

Pasal 20

1. Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan

batas batasnya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 19 diukur dan

Ayat (1)

Cukup jelas

Jika dalam wilayah pendaftaran belum terdapat peta

dasar pendaftaran, maka akan dilakukan terlebih dahulu

penyusunan peta dasar pendaftaran atau dibuatkan peta

sementara dengan menggunakan metode pemetaan dan

Page 54: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

49

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

Bagian II

Pengumpulan dan Pengolahan

Data Fisik

Paragraf 4

Pengukuran dan Pemetaan

Bidang-bidang Tanah dan

Pembuatan Peta Pendaftaran

selanjutnya dipetakan dalam peta dasar

pendaftaran.

2. Jika dalam wilayah pendaftaran tanah secara

sporadik belum ada peta dasar pendaftaran,

dapat digunakan peta lain, sepanjang peta

tersebut memenuhi syarat untuk pembuatan peta

pendaftaran.

3. Jika dalam wilayah dimaksud belum tersedia

peta dasar pendaftaran maupun peta lainnya

sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

pembuatan peta dasar pendaftaran dilakukan

bersamaan dengan pengukuran dan pemetaan

bidang tanah yang bersangkutan.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengukuran

dan pemetaan bidang-bidang tanah dan

pembuatan peta pendaftaran ditetapkan oleh

Menteri.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

pengukuran yang akurat

Bab IV

Pendaftaran Tanah Untuk

Pertama Kali

Bagian II

Pengumpulan dan Pengolahan

Data Fisik

Paragraf 5

Pembuatan Daftar Tanah

Pasal 21

1. Bidang atau bidang-bidang tanah yang sudah

dipetakan atau dibubuhkan nomor

pendaftarannya pada peta pen-daftaran

dibukukan dalam daftar tanah.

2. Bentuk, isi, cara pengisian, penyimpanan dan

pemeli-haraan daftar tanah diatur oleh Menteri

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Bidang-bidang yang sudah dipetakan akan dicantumkan

nomor pendaftarannya dan disimpan dalam Data Base

Pusat Informasi Pertanahan

11

Bab IV

Pendaftaran Tanah Untuk

Pertama Kali

Bagian III

Pembuktian Hak dan

Pembukuannya

Paragraf 1

Pembuktian Hak Baru

Pasal 23

Untuk keperluan pendaftaran hak:

a. Hak atas tanah baru dibuktikan dengan:

1. Penetapan pemberian hak dari Pejabat yang

berwenang memberikan hak yang

bersangkutan menurut ketentuan yang

berlaku apabila pemberian hak tersebut

berasal dari tanah Negara atau tanah hak

pengelolaan;

2. Asli akta PPAT yang memuat pemberian

hak tersebut oleh pemegang hak milik

kepada penerima. hak yang bersangkutan

apabila mengenai hak guna bangunan dan

hak pakai atas tanah hak milik;

Ayat (1)

Cukup jelas

Keseluruhan bukti hak baru tersebut akan disimpan

dalam Pusat Database Pertanahan Nasional. Bentuk

surat kepemilikan hak yang dimiliki oleh pemilik

merupakan salinan yang sewaktu waktu dapat

dimintakan print out-nya.

Page 55: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

50

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

b. Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan

pemberian hak pengelolaan oleh Pejabat yang

berwenang;

c. Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar

wakaf;

d. Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan

dengan akta pemisahan;

e. Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan

akta pemberian hak tanggungan.

12

Bab IV

Pendaftaran Tanah Untuk

Pertama Kali

Bagian III

Pembuktian Hak dan

Pembukuannya

Paragraf 2

Pembuktian Hak Lama

Pasal 24

1. Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah

yang berasal dari konversi hak-hak lama

dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai

adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis,

keterangan saksi dan atau pernyataan yang

bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh

Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah

secara sistematik atau oleh Kepala Kantor

Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara

sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak,

pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang

membebaninya.

Ayat (1)

Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari

bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada

waktu berlakunya UUPA dan apabila hak tersebut

kemudian beralih, bukti peralihan hak berturut-

turut sampai ke tangan pemegang hak pada waktu

dilakukan pembukuan hak. Alat-alat bukti tertulis

yang dimaksudkan dapat berupa :

a. Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan

berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie

(S.1834-27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa

hak eigendom yang bersangkutan dikonversi

menjadi hak milik; atau

b. Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan

berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie

(S.1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai

tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di

daerah yang bersangkutan; atau

c. Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan

berdasarkan Peraturan Swapraja yang

bersangkutan; atau

d. Sertipikat hak milik yang diterbitkan

berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9

Tahun 1959; atau

e. Surat keputusan pemberian hak milik dari

Pejabat yang ber-wenang, baik sebelum ataupun

sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai

kewajiban untuk mendaftarkan hak yang

diberikan, tetapi telah dipenuhi semua

kewajiban yang disebut di dalamnya; atau

f. Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah

Pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi

hak-hak lama tetap dilindungi, selama dapat dibuktikan

dengan bukti tertulis, keterangan saksi, serta panitia

adjudikasi. Kemudian hak-hak lama tersebut harus

didaftarkan dalam sistem pendaftaran tanah nasional

sesuai persyaratan.

Page 56: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

51

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

2. Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara

lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat

dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan

fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20

tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh

Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang

dibuat sebelum berlakunya Peraturan

Pemerintah ini; atau

g. Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat

oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan;

atau

h. Akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat

sebelum atau sejak mulai dilaksanakan

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977;

atau

i. Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang

yang berwenang, yang tanahnya belum

dibukukan; atau

j. Surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah

pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah

atau Pemerintah Daerah; atau

k. Petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir

dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961;

atau

l. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah

dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan

Bangunan; atau

m. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan

nama apapun juga sebagaimana dimaksud

dalam Pasal II, VI dan VII Ketentuan-ketentuan

Konversi UUPA.

Dalam hal bukti tertulis tersebut tidak lengkap atau

tidak ada lagi, pembuktian kepemilikan itu dapat

dilakukan dengan keterangan saksi atau pernyataan

yang bersangkutan yang dapat dipercaya

kebenarannya menurut pendapat Panitia Ajudikasi

dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh

Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah

secara sporadik.

Ayat (2)

Ketentuan ini memberi jalan keluar apabila

pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti

kepemilikan sebagaimana dimaksud ayat (1), baik

yang berupa bukti tertulis maupun bentuk lain yang

Page 57: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

52

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

(dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-

turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu

pendahulunya, dengan syarat:

a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad

baik dan secara terbuka oleh yang

bersangkutan sebagai yang berhak atas

tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang

yang dapat dipercaya.

b. Penguasaan tersebut baik sebelum maupun

selama pengumuman sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 26 tidak

dipermasalahkan oleh masyarakat hukum

adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan

ataupun pihak lainnya.

dapat dipercaya. Dalam hal demikian pembukuan

hak dapat dilakukan tidak berdasarkan bukti

kepemilikan akan tetapi berdasarkan bukti pengua-

saan fisik yang telah dilakukan oleh pemohon dan

pendahulunya. Pembukuan hak menurut ayat ini

harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang

bersangkutan dilakukan secara nyata dan

dengan itikad baik selama 20 tahun atau lebih

secara berturut-turut;

b. bahwa kenyataan penguasaan dan penggunaan

tanah tersebut selama itu tidak diganggu gugat

dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan

oleh masyarakat hukum adat atau

desa/kelurahan yang bersangkutan;

c. bahwa hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian

orang-orang yang dapat dipercaya;

d. bahwa telah diberikan kesempatan kepada pihak

lain untuk mengajukan keberatan melalui

pengumuman sebagaimana dimaksud Pasal 26;

e. bahwa telah diadakan penelitian juga mengenai

kebenaran hal-hal yang disebutkan di atas;

f. bahwa akhirnya kesimpulan mengenai status

tanah dan pemegang haknya dituangkan dalam

keputusan berupa pengakuan hak yang

bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam

pendaftaran tanah secara sistematik dan oleh

Kepala Kantor Pertanahan dalam pen-daftaran

tanah secara sporadik.

Dalam pasal 24 ayat (2), negara mengakui kepemilikan

tanah meskipun tidak bisa menunjukkan bukti

kepemilikan, namun dalam ayat ini memiliki klausa

yang sangat sulit yaitu minimal 20 tahun berturut-turut

dan dengan itikad baik. Dalam poin b, pemerintah juga

mengakui adanya masyarakat hukum adat.

Dalam UUD 1945 serta UU No. 5 Tahun 1960 tentang

Pertaturan Dasar Pokok-Pokok Agraria mengamanatkan

bahwa masyarakat adat lebih dahulu ada apabila

dibandingkan dengan berdirinya Negara Indonesia.

Dengan demikian dalam sistem publikasi positif, negara

harus memastikan dan memberikan perlindungan atas

keberadaan masyarakat adat.

13

Pasal 25

1. Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti

sebagaimana dimaksud Pasal 24 dilakukan

pengumpulan dan penelitian data yuridis

mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh

Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah

secara sistematik atau oleh Kepala Kantor

Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara

sporadik.

2. Hasil penelitian alat-alat bukti sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam suatu

daftar isian

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

BPN memiliki kewenangan dalam memutuskan

kebenaran alat bukti kepemilikan tanah berdasarkan

kesimpulan data fisik dan data yuridis, namun tetap

melalui pertimbangan panitia adjudikasi. Dalam sistem

publikasi positif, data fisik dan yuridis yang valid dan

benar akan memudahkan pemerintah dalam memberikan

jaminan kebenaran atas informasi.

Page 58: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

53

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

14

Pasal 26

1. Daftar isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal

25 ayat (2) beserta peta bidang atau bidang-

bidang tanah yang bersangkutan sebagai hasil

pengukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal

20 ayat (1) diumumkan selama 30 (tiga puluh)

hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik

atau 60 (enam puluh) hari dalam pendaftaran

tanah secara sporadik untuk memberi

kesempatan kepada pihak yang berkepentingan

mengajukan keberatan.

2. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan di Kantor Panitia Ajudikasi dan

Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang

bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara

sistematik atau di kantor Pertanahan dan Kantor

Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang

bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara

sporadik serta di tempat lain yang dianggap

perlu.

3. Selain pengumuman sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2), dalam hal

pendaftaran tanah secara sporadik individual,

pengumuman dapat dilakukan melalui media

massa.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dan (3) ditetapkan oleh Menteri.

Ayat (1)

Yang diumumkan pada dasarnya adalah data fisik

dan data yuridis yang akan dijadikan dasar

pendaftaran bidang tanah yang bersang-kutan.

Untuk memudahkan pelaksanaannya, dalam

pendaftaran tanah secara sistematik pengumuman

tidak harus dilakukan sekaligus mengenai semua

bidang tanah dalam wilayah yang telah ditetapkan,

tetapi dapat dilaksanakan secara bertahap.

Pengumuman pendaftaran tanah secara sistematik

selama 30 hari dan di pengumuman pendaftaran

tanah secara sporadik 60 hari dibedakan karena

pendaftaran tanah secara sistematik ini merupakan

pendaftaran tanah secara missal yang diketahui

oleh masyarakat umum sehingga pengumumannya

lebih singkat, sedangkan pengumuman pendaftaran

tanah secara sporadik sifatnya individual dengan

ruang lingkup terbatas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan tempat pengumuman yang

lain adalah misalnya Kantor Rukun Warga, atau

lokasi tanah yang bersangkutan. Untuk penentuan

ini Menteri akan mengaturnya lebih lanjut.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Dalam pasal 26 menyebutkan bahwa pemerintah

memberikan waktu bagi masyarakat untuk mengajukan

keberatan atas informasi suatu bidang tanah yang telah

didaftarkan dalam sistem pendaftaran tanah. Verifikasi

penting dilakukan oleh pemerintah agar tidak ada

gugatan atas informasi suatu bidang pertanahan di

kemudian hari, sekaligus memberikan kepastian hukum

hak atas tanah dalam bentuk sertipikat bagi masyarakat.

15

Pasal 27

1. Jika dalam jangka waktu pengumuman

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)

ada yang mengajukan keberatan mengenai data

fisik dan atau data yuridis yang diumumkan,

Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran

tanah secara sistematik atau Kepala Kantor

Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara

sporadik mengusahakan agar secepatnya

keberatan yang diajukan diselesaikan secara

musyawarah untuk mufakat.

Ayat (1)

Cukup jelas

Adanya sengketa atas bidang tanah seperti dalam pasal

27, apabila bidang-bidang tanah yang telah didaftarkan

dalam sistem pendaftaran tanah positif lengkap dengan

bukti fisik dan yuridis akan memudahkan penyelesaian

sengketa dan mengurangi jumlah sengketa.

Dalam sistem publikasi positif, pihak yang kalah dalam

persengketaan tanah mendapatkan jaminan ganti rugi

dari pemerintah apabila terbukti bahwa kesalahan

pencatatan data pada sertifikat kepemilikan tanah

disebabkan oleh pemerintah.

Page 59: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

54

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

2. Jika usaha penyelesaian secara musyawarah

untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) membawa hasil, dibuatkan berita acara

penyelesaian dan jika penyelesaian yang

dimaksudkan mengakibatkan perubahan pada

apa yang diumumkan menurut ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)

perubahan tersebut diadakan pada peta bidang-

bidang tanah dan atau daftar isian yang

bersangkutan.

3. Jika usaha penyelesaian secara musyawarah

untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) tidak dapat dilakukan atau tidak membawa

hasil, Ketua Panitia Ajudikasi dalam

pendaftaran tanah secara sistematik dan Kepala

Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah

secara sporadik memberitahukan secara tertulis

kepada pihak yang mengajukan keberatan agar

mengajukan gugatan mengenai data fisik dan

atau data yuridis yang disengketakan ke

Pengadilan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

16

Pasal 28

1. Setelah jangka waktu pengumuman

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)

berakhir, data fisik dan data yuridis yang

diumumkan tersebut oleh Panitia Ajudikasi

dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau

oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam

pendaftaran tanah secara sporadik disahkan

dengan suatu berita acara yang bentuknya

ditetapkan oleh Menteri.

2. Jika setelah berakhirnya jangka waktu

pengumuman sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 26 ayat (1) masih ada kekuranglengkapan

data fisik dan atau data yuridis yang

bersangkutan atau masih ada keberatan yang

belum diselesaikan, pengesahan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap

dan atau keberatan yang belum diselesaikan.

3. Berita acara pengesahan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) menjadi dasar untuk:

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Belum lengkapnya data yang tersedia atau masih

adanya keberatan yang tidak dapat diselesaikan

secara musyawarah untuk mufakat, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), bukan

merupakan alasan menunda dilakukannya

pembuatan berita acara hasil pengumuman data

fisik dan data yuridis.

Ayat (3)

Pengesahan sebagaimana dimaksud ayat (2)

merupakan pengesahan data fisik dan data yuridis

bidang tanah sebagaimana adanya. Oleh karena itu

data tersebut tidak selalu cukup untuk dasar

pembukuan hak. Kadang-kadang data yang

diperoleh hanya tepat untuk pembuku-an hak

melalui pengakuan hak berdasarkan pembuktian

menurut Pasal 24 ayat (2). Kadang-kadang dari

penelitian riwayat tanah ternyata bahwa bidang

Dalam pasal 28 diterangkan bahwa BPN melalui Kepala

Kantor Pertanahan memiliki wewenang dalam

menetapkan dan memberikan sertifikat atas bidang-

bidang tanah yang akan ditetapkan dalam sistem

pendaftaran tanah, sesuai dengan data fisik dan yuridis

yang telah dilakukan verifikasi dan benar.

Page 60: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

55

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

a. pembukuan hak atas tanah yang

bersangkutan dalam buku tanah;

b. pengakuan hak atas tanah;

c. pemberian hak atas tanah.

tanah tersebut adalah tanah Negara, yang apabila

sesuai dengan ketentuan yang berlaku dapat

diberikan kepada pemohon dengan sesuatu hak atas

tanah.

17

Pasal 29 Ayat 1 dan 2

1. Hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf

dan hak milik atas satuan rumah susun didaftar

dengan membukukannya dalam buku tanah yang

memuat data yuridis dan data fisik bidang tanah

yang bersangkutan, dan sepanjang ada surat

ukurnya dicatat pula pada surat ukur tersebut.

2. Pembukuan dalam buku tanah serta

pencatatannya pada surat ukur sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti bahwa

hak yang bersangkutan beserta pemegang

haknya dan bidang tanahnya yang diuraikan

dalam surat ukur secara hukum telah di daftar

menurut Peraturan Pemerintah ini.

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Dalam pasal 29 ayat (1) diterangkan bahwa hak atas

tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas

satuan rumah susun diakui keberadaannya dan harus

didaftarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sedangkan dalam ayat (2) hak atas tanah tersebut dicatat

dalam sertifikat yang memuat subyek dan obyek tanah

(sertifikat), sehingga pencatatan sistem pendaftaran

tanah positif menjadi benar dan valid.

18

Pasal 30 Ayat 1

1. Atas dasar alat bukti dan berita acara

pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

29 ayat (3) hak atas bidang tanah:

a. yang data fisik dan data yuridisnya sudah

lengkap dan tidak ada yang disengketakan,

dilakukan pembukuannya dalam buku tanah

menurut ketentuan Pasal 29 ayat (1);

b. yang data fisik atau data yuridisnya belum

lengkap dilakukan pembukuannya dalam

buku tanah dengan catatan mengenai hal-hal

yang belum lengkap;

c. yang data fisik dan atau data yuridisnya

disengketakan tetapi tidak diajukan gugatan

ke Pengadilan dilakukan pembukuannya

dalam buku tanah dengan catatan mengenai

adanya sengketa tersebut dan kepada pihak

yang berkeberatan diberitahukan oleh Ketua

Panitia Ajudikasi untuk pendaftaran tanah

secara sistematik atau Kepala Kantor

Pertanahan untuk pendaftaran tanah secara

sporadik untuk mengajukan gugatan ke

Ayat (1)

Huruf a

Salah satu tujuan pendaftaran tanah adalah untuk

mengumpulkan dan menyajikan informasi

mengenai bidang-bidang tanah. Oleh karena itu

data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah

yang sudah dinilai cukup untuk dibukukan tetap

dibukukan walaupun ada data yang masih harus

dilengkapi atau ada keberatan dari pihak lain

mengenai data itu. Dengan demikian setiap data

fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah itu,

ter-masuk adanya sengketa mengenai data itu,

semuanya tercatat.

Huruf b

Ketidak lengkapan data yang dimaksud pada huruf

b dapat mengenai data fisik, misalnya karena surat

ukurnya masih di-dasarkan atas batas sementara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3),

Dalam pasal 30 ayat (1) huruf a, secara eksplisit

menunjukkan bahwa data yuridis dan data fisik

dikumpulkan dalam satu bank data.

Dalam huruf b, c, d, dan e, menunjukkan bahwa data

fisik dan yuridis mengenai bidang tanah yang dimiliki

seseorang masih memungkinkan digugat oleh pihak lain

yang menganggap memiliki bukti data fisik dan yuridis

atas bidang tanah yang sama. Adanya bank data yang

memuat data fisik dan yuridis atas masing-masing

bidang tanah seharusnya menjadi salah satu cara

pembuktian apabila ada sengketa antar pihak.

Page 61: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

56

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

Pengadilan mengenai data yang

disengketakan dalam waktu 60 (enam puluh)

hari dalam pendaftaran tanah secara

sistematik dan 90 (sembilan puluh) hari

dalam pendaftaran tanah secara sporadik

dihitung sejak disampaikannya

pemberitahuan tersebut;

d. yang data fisik dan atau data yuridisnya

disengketakan dan diajukan gugatan ke

Pengadilan tetapi tidak ada perintah dari

Pengadilan untuk status quo dan tidak ada

putusan penyitaan dari Pengadilan,

dilakukan pembukuannya dalam buku tanah

dengan catatan mengenai adanya sengketa

tersebut serta hal-hal yang disengketakan;

e. yang data fisik atau data yuridisnya

disengketakan dan diajukan ke Pengadilan

serta ada perintah untuk status quo atau

putusan penyitaan dari Pengadilan,

dibukukan dalam buku tanah dengan

mengosongkan nama pemegang haknya dan

hal-hal lain yang disengketakan serta

mencatat di dalamnya adanya sita atau

perintah status quo tersebut.

dan dapat pula mengenai data yuridis, misalnya

belum lengkapnya tanda tangan ahli waris.

Huruf c, d dan e

Sengketa yang dimaksud pada huruf c, d, dan e

juga dapat mengenai data fisik maupun data

yuridis. Dalam hal sengketa tersebut sudah

diajukan ke Pengadilan dan ada perintah untuk

status quo atau ada putusan mengenai sita atas

tanah itu, maka pencantuman nama pemegang hak

dalam buku tanah ditangguhkan sampai jelas siapa

yang berhak atas tanah tersebut, baik melalui

putusan Pengadilan maupun berdasarkan cara

damai. Perintah status quo yang dimaksud disini

haruslah resmi dan tertulis dan sesudah sidang

pemeriksaan mengenai gugatan yang bersangkutan

berjalan diperkuat dengan putusan peletakan sita

atas tanah yang bersangkutan.

19

Pasal 31 Ayat 1, 2, dan 3

1. Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan

pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan

data fisik dan data yuridis yang telah didaftar

dalam buku tanah sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 30 ayat (1).

2. Jika di dalam buku tanah terdapat catatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)

huruf b yang menyangkut data yuridis, atau

catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30

ayat (1) huruf c, d, dan e yang menyangkut data

fisik maupun data yuridis penerbitan sertifikat

ditangguhkan sampai catatan yang bersangkutan

dihapus.

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Penerbitan sertipikat dimaksudkan agar pemegang

hak dapat dengan mudah membuktikan haknya.

Oleh karena itu sertipikat merupakan alat

pembuktian yang kuat sebagaimana dimaksud

Pasal 19 UUPA. Sehubungan dengan itu apabila

masih ada ketidak pastian mengenai hak atas tanah

yang bersangkutan, yang ternyata masih ada

catatan dalam pembukuannya sebagaimana

dimaksud Pasal 30 ayat (1), maka sertipikat belum

dapat diterbitkan. Namun apabila catatan itu

mengenai ketidaklengkapan data fisik yang tidak

disengketakan, sertipikat dapat diterbitkan. Data

fisik yang dimaksud tidak lengkap adalah apabila

data fisik bidang tanah yang bersangkutan

merupakan hasil pemetaan sementara sebagaimana

Dalam pasal 31 ayat (1), sertifikat merupakan bukti

kepemilikan yang sah hak atas tanah yang dmiliki

seseorang.

Dalam ayat (2), Pemerintah dapat menangguhkan

pemberian sertifikat atas tanah kepada seseorang apabila

terjadi sengketa.

Apabila tidak disengketakan oleh pihak lain, maka

pemerintah harus memastikan kebenaran atas sertifikat

hak atas tanah itu sebelum diterbitkan. Dalam hal ini

pemerintah tidak memberikan jaminan kepastian hukum

hak atas tanah kepada masyarakat, meskipun masyarakat

memiliki sertifkat. Namun, dalam sistem publikasi

positif, pemerintah menjamin dengan sepenuhnya

kebenaran informasi dalam sertifikat tersebut dan telah

didaftarakan dalam Bank Data.

Dalam ayat (3) sertifikat hak atas tanah harus sesuai

Page 62: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

57

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

3. Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak

yang namanya tercantum dalam buku tanah

yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau

kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya.

dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3).

Ayat (3)

Sertipikat tanah wakaf diserahkan kepada

Nadzirnya. Dalam hal pemegang hak sudah

meninggal dunia, sertipikat diterima-kan kepada

ahli warisnya atau salah seorang ahli waris dengan

persetujuan para ahli waris yang lain.

subyek pemilik tanah dengan obyek tanah.

20

Pasal 32

1. Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang

berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat

mengenai data fisik dan data yuridis yang

termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan

data yuridis tersebut sesuai dengan data yang

ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang

bersangkutan.

2. Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah

diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang

atau badan hukum yang memperoleh tanah

tersebut dengan itikad baik dan secara nyata

menguasainya, maka pihak lain yang merasa

mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi

menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila

dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya

sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara

tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala

Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun

tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan

mengenai penguasaan tanah atau penerbitan

sertifikat tersebut.

Ayat (1)

Sertipikat merupakan tanda bukti hak yang kuat,

dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan

sebaliknya data fisik dan data yuridis yang

tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data

yang benar. Sudah barang tentu data fisik maupun

data yuridis yang tercantum dalam sertipikat harus

sesuai dengan data yang tercantum dalam buku

tanah dan surat ukur yang bersangkutan, karena

data itu diambil dari buku tanah dan surat ukur

tersebut.

Ayat (2)

Pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya

diperintahkan oleh UUPA tidak menggunakan

system publikasi positif, yang kebenaran data yang

disajikan dijamin oleh Negara, melainkan

menggunakan sistem publikasi negatif. Di dalam

sistem publikasi negatif Negara tidak menjamin

kebenaran data yang disajikan. Tetapi walaupun

demikian tidaklah dimaksudkan untuk

menggunakan sistem publikasi negatif secara

murni. Hal tersebut tampak dari pernyataan dalam

Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, bahwa surat tanda

bukti hak yang diterbitkan berlaku sebagai alat

bukti yang kuat dan dalam Pasal 23, 32, dan 38

UUPA bahwa pendaftaran berbagai peristiwa

hukum merupakan alat pembuktian yang kuat.

Selain itu dari ketentuan-ketentuan mengenai

prosedur pengumpulan, pengolahan, penyimpanan,

dan penyajian data fisik dan data yuridis serta

penerbitan sertipikat dalam Peraturan Pemerintah

ini, tampak jelas usaha untuk sejauh mungkin

memperoleh dan penyajian data yang benar, karena

pendaf-taran tanah adalah untuk menjamin

Dalam sistem pendaftaran tanah publikasi positif,

sertifikat merupakan tanda bukti hak yang mutlak (tidak

dapat diganggu gugat). Sertifikat hak atas tanah bersasal

dari Pusat Database Pertanahan Nasional yang sewaktu

waktu dapat dimintakan salinannya. Pembuktian

sertifikat sebagai alat bukti otentik tidak lagi berlaku.

Sertifikat memuat informasi yang sesuai dengan

informasi yang disimpan dalam database pertanahan

nasional.

Page 63: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

58

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

kepastian hukum. Sehubungan dengan itu

diadakanlah ketentuan dalam ayat (2) ini.

Ketentuan ini bertujuan, pada satu pihak untuk

tetap berpegang pada sistem publikasi negatif dan

pada lain pihak untuk secara seimbang memberikan

kepastian hukum kepada pihak, yang dengan itikad

baik menguasai sebidang tanah dan didaftar sebagai

pemegang hak dalam buku tanah, dengan sertipikat

sebagai tanda buktinya, yang menurut UUPA

berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Kelemahan sistem publikasi negatif adalah bahwa

pihak yang nama-nya tercantum sebagai pemegang

hak dalam buku tanah dan sertipikat selalu

menghadapi kemungkinan gugatan dari pihak lain

yang merasa mempunyai tanah itu. Umumnya

kelemahan tersebut diatasi dengan menggunakan

lembaga acquiitieve verjaring atau adverse

possession. Hukum tanah kita yang memakai dasar

hukum adat tidak dapat menggunakan lembaga

tersebut, karena hukum adat tidak mengenalnya.

Tetapi dalam hukum adat terdapat lembaga yang

dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan

sistem publikasi negatif dalam pen-daftaran tanah,

yaitu lembaga rechtsverwerking. Dalam hukum

adapt jika seseorang selama sekian waktu

membiarkan tanahnya tidak dikerjakan, kemudian

tanah itu dikerjakan orang lain, yang memper-

olehnya dengan itikad baik, maka hilanglah haknya

untuk menuntut kembali tanah tersebut. Ketentuan

di dalam UUPA yang menyatakan hapusnya hak

atas tanah karena diterlantarkan (Pasal 27, 34 dan

40 UUPA) adalah sesuai dengan lembaga ini.

Dengan pengertian demikian, maka apa yang

ditentukan dalam ayat ini bukanlah menciptakan

ketentuan hukum baru, melainkan merupa-kan

penerapan ketentuan hukum yang sudah ada dalam

hukum adat, yang dalam tata hukum sekarang ini

merupakan bagian dari Hukum Tanah Nasional

Indonesia dan sekaligus memberikan wujud konkrit

dalam penerapan ketentuan dalam UUPA mengenai

penelantaran tanah.

21 Pasal 33 Ayat 1

Pada ayat (1)

Dalam rangka penyajian data fisik dan data yuridis,

Page 64: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

59

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

1. Dalam rangka penyajian data fisik dan data

yuridis, Kantor Pertanahan menyelenggarakan

tata usaha pen-daftaran tanah dalam daftar

umum yang terdiri dari peta pendaftaran, daftar

tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama.

Ayat (1)

Karena pada dasarnya terbuka bagi umum

dokumen yang dimaksud ayat ini disebut daftar

umum.

Kantor Pertanahanmenyelenggarakan tata usaha

pendaftaran tanah dalam daftar umum yang terdiri dari

peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah,

dan daftar nama,serta dimasukkan dalam Pusat

Database Pertanahan, sehingga dapat dijamin

kebenaran dari informasi tersebut

22

Bab IV

Pendaftaran Tanah Untuk

Pertama Kali

Bagian VI

Penyimpanan Daftar Umum

dan Dokumen

Pasal 35 Ayat 1 dan Ayat 5

1. Dokumen-dokumen yang merupakan alat

pembuktian yang telah digunakan sebagai dasar

pendaftaran diberi tanda pengenal dan disimpan

di Kantor Pertanahan yang bersangkutan

atau di tempat lain yang ditetapkan oleh

Menteri, sebagai bagian yang tidak terpisahkan

dari daftar umum.

5. Secara bertahap data pendaftaran tanah

disimpan dan disajikan dengan menggunakan

peralatan elektronik dan mikrofilm.

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (5)

Penyimpanan dengan menggunakan peralatan

elektronik dan dalam bentuk film akan

menghemat tempat dan mempercepat akses

pada data yang diperlukan. Tetapi

penyelenggaraannya memerlukan persiapan

peralatan dan tenaga serta dana yang besar. Maka

pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap.

Ayat (1)

Dokumen yang merupakan alat pembuktian dasar

pendaftaran tanah disimpan pada Pusat Data Base

Pendaftaran Tanah yang dapat diakses oleh Kantor

Pertanahan dan Kanwil BPN seluruh Indonesia, serta

instansi pemerintahan lainnya.

Usul sementara Pasal 35 ayat (1) diubah menjadi

“Dokumen-dokumen yang merupakan alat pembuktian

... disimpan di Pusat Data Base Pendaftaran Tanah,

sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari daftar

umum”

Penjelasan pasal 35 ayat (5) secara eksplisit

mengamanatkan pembentukan Pusat Data Base

Pendaftaran Tanah.

23 Bab V

Pemeliharaan Data Pendataran

Tanah

Bagian II

Pendaftaran Peralihan dan

Pembebanan Hak

Paragraf 1

Pemindahan Hak

Pasal 37 Ayat 1

1. Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas

satuan rumah susun melalui jual beli, tukar

menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan

dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya,

kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya

dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta

yang dibuat oleh PPAT yang berwenang

menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Ayat (1)

Cukup jelas

Secara filosofis akademis diperlukan pengujian yuridis

dan teknis dalam proses pendaftaran tanah.

24

Pasal 39 Ayat 1

1. PPAT menolak untuk membuat akta, jika:

a. mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar

atau hak milik atas satuan rumah susun,

kepadanya tidak disampaikan sertifikat

asli hak yang bersangkutan atau sertifikat

yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-

daftar yang ada di Kantor Pertanahan; atau

b. mengenai bidang tanah yang belum

Ayat (1)

Dalam ayat ini diwujudkan fungsi dan tanggung

jawab PPAT sebagai pelaksana pendaftaran tanah.

Akta PPAT wajib dibuat sedemikian rupa sehingga

dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran

pemindahan hak dan pembebanan hak yang

bersangkutan. Oleh karena itu PPAT bertanggung

jawab untuk memeriksa syarat-syarat untuk sahnya

perbuatan hukum yang bersangkutan, dengan

Ayat (1)

Lembar sertifikat merupakan alat publikasi dan bukan

alat bukti hak. Sertifikat hak atas tanah tersebut

merupakan salinan atau print out dari data base yang ada

di Pusat data base pertanahan Nasional

Page 65: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

60

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

terdaftar, kepadanya tidak disampaikan:

1) surat bukti hak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat

keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang

menyatakan bahwa yang bersangkutan

menguasai bidang tanah tersebut

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24

ayat (2); dan

2) surat keterangan yang menyatakan

bahwa bidang tanah yang bersangkutan

belum besertifikat dari Kantor

Pertanahan, atau untuk tanah yang

terletak di daerah yang jauh dari

kedudukan Kantor Pertanahan, dari

pemegang hak yang bersangkutan

dengan dikuatkan oleh Kepala

Desa/Kelurahan; atau

c. salah satu atau para pihak yang akan

melakukan perbuatan hukum yang

bersangkutan atau salah satu saksi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak

berhak atau tidak memenuhi syarat untuk

bertindak demikian; atau

d. salah satu pihak atau para pihak bertindak

atas dasar suatu surat kuasa mutlak yang

pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum

pemindahan hak; atau

e. untuk perbuatan hukum yang akan

dilakukan belum diperoleh izin Pejabat atau

instansi yang berwenang, apabila izin

tersebut diperlukan menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku; atau

f. obyek perbuatan hukum yang bersangkutan

sedang dalam sengketa mengenai data fisik

dan atau data yuridisnya; atau

g. tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar

larangan yang ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan yang bersangkutan.

antara lain mencocokkan data yang terdapat dalam

sertipikat dengan daftar-daftar yang ada di Kantor

Pertanahan.

Yang dimaksud dalam huruf d dengan surat kuasa

mutlak adalah pemberian kuasa yang tidak dapat

ditarik kembali oleh pihak yang memberi kuasa,

sehingga pada hakikatnya merupakan perbuatan

hukum pemindahan hak.

Contoh syarat yang dimaksudkan dalam huruf g

adalah misalnya larangan yang diadakan oleh

Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994

tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas

Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan

Bangunan jo Peraturan Pemerintah Nomor 27

Tahun 1996 tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang

Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan

Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan

untuk membuat akta, jika kepadanya tidak

diserahkan fotocopy surat setoran pajak

penghasilan yang bersangkutan.

25

Bab V

Pemeliharaan Data Pendataran

Tanah

Pasal 41 Ayat 4

4. Kepala Kantor Lelang menolak melaksanakan

lelang, apabila:

Ayat (4)

Lelang eksekusi meliputi lelang dalam rangka

Ayat (4)

Lembar sertifikat merupakan alat publikasi dan bukan

alat bukti hak. Sertipikat hak atas tanah tersebut

merupakan salinan atau print out dari data base yang ada

Page 66: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

61

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

Bagian II

Pendaftaran Peralihan dan

Pembebanan Hak

Paragraf 2

Pemindahan Hak Dengan

Lelang

a. mengenai tanah yang sudah terdaftar atau

hak milik atas satuan rumah susun:

1) kepadanya tidak diserahkan sertifikat

asli hak yang bersangkutan, kecuali

dalam hal lelang eksekusi yang dapat

tetap dilaksanakan walaupun sertifikat

asli hak tersebut tidak diperoleh oleh

Pejabat Lelang dari pemegang haknya;

atau

2) sertifikat yang diserahkan tidak sesuai

dengan daftar-daftar yang ada di Kantor

Pertanahan; atau

b. mengenai bidang tanah yang belum

terdaftar, kepadanya tidak disampaikan:

1) surat bukti hak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 24 ayat (1), atau surat

keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang

menyatakan bahwa yang bersangkutan

menguasai bidang tanah tersebut

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24

ayat (2); dan

2) surat keterangan yang menyatakan

bahwa bidang tanah yang bersangkutan

belum besertifikat dari Kantor

Pertanahan, atau untuk tanah yang

terletak di daerah yang jauh dari

kedudukan Kantor Pertanahan, dari

pemegang hak yang bersangkutan

dengan dikuatkan oleh Kepala

Desa/Kelurahan; atau

c. ada perintah Pengadilan Negeri untuk tidak

melaksanakan lelang berhubung dengan

sengketa mengenai tanah yang

bersangkutan.

pelaksanaan putusan Pengadilan, hak tanggungan,

sita pajak, sita Kejaksaan / Penyidik dan sita

Panitia Urusan Piutang Negara. Dalam pelelangan

eksekusi kadang-kadang tereksekusi menolak untuk

menyerahkan sertipikat asli hak yang akan dilelang.

Hal ini tidak boleh menghalangi dilaksanakannya

lelang. Oleh karena itu lelang eksekusi tetap dapat

dilaksanakan walaupun sertipikat asli tanah

tersebut tidak dapat diperoleh Pejabat Lelang dari

tereksekusi.

di Pusat Data Base Pertanahan Nasional.

26

Bab V

Pemeliharaan Data Pendataran

Tanah

Bagian II

Pendaftaran Peralihan dan

Pembebanan Hak

Paragraf 5

Pasal 44 Ayat 1

1. Pembebanan hak tanggungan pada hak atas

tanah atau hak milik atas satuan rumah susun,

pembebanan hak guna bangunan, hak pakai dan

hak sewa untuk bangunan atas hak milik, dan

pembebanan lain pada hak atas tanah atau hak

milik atas satuan rumah susun yang ditentukan

dengan peraturan perundang-undangan, dapat

didaftar jika dibuktikan dengan akta yang

Ayat (1)

Dipandang dari sudut hak tanggungan, pendaftaran

pemberian hak tanggungan merupakan pendaftaran

pertama. Dipandang dari sudut hak yang

dibebani, pencatatannya dalam buku tanah dan

sertipikat tanah yang dibebani merupakan

pemeliharaan data pendaftaran tanah

Penjelasan pasal 44 ayat (1) ini menjelaskan bahwa

pencatatan dalam buku tanah dan sertifikat tanah ini

merupakan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Secara

eksplisit, pemeliharaan data pendaftaran ini

membutuhkan suatu pusat database pendaftaran tanah

yang mencakup seluruh surat-surat bukti hak yang telah

diterbitkan atas satuan bidang tanah. Data di dalam

pusat data pertanahan ini akan berubah seiring dengan

pembaharuan atas tanah tertentu yang disepakati oleh

Page 67: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

62

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

Pembebanan Hak dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

pemilih hak atas tanah tersebut.

Bab V

Pemeliharaan Data Pendataran

Tanah

Bagian III

Pendaftaran Perubahan data

Pendaftaran Tanah Lainnya

Paragraf 2

Pemecahan, Pemisahan, dan

Penggabungan Bidang Tanah

Pasal 49

1) Atas permintaan pemegang hak yang

bersangkutan, dari satu bidang tanah yang sudah

didaftar dapat dipisahkan sebagian atau beberapa

bagian, yang selanjutnya merupakan satuan bidang

baru dengan status hukum yang sama dengan

bidang tanah semula

(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

untuk satuan bidang baru yang dipisahkan

dibuatkan surat-ukur, buku tanah dan sertipikat

sebagai satuan bidang tanah baru dan pada peta

pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku

tanah dan sertipikat bidang tanah semula

dibubuhkan catatan mengenai telah

diadakannya pemisahan tersebut.

(3) Terhadap pemisahan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) dan ayat (4).

Ayat (1)

Dalam pemisahan bidang tanah menurut ayat ini

bidang tanah yang luas diambil sebagian yang

menjadi satuan bidang baru. Dalam hal ini bidang

tanah induknya masih ada dan tidak berubah

identitasnya, kecuali mengenai luas dan batasnya.

Istilah yang digunakan adalah pemisahan, untuk

membedakannya dengan apa yang dilakukan

menurut Pasal 48.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Lembar Sertifikat, dalam sistem pendaftaran tanah

positif, merupakan alat publikasi dan bukan alat bukti

hak, sehingga untuk menunjukkan hak atas tanah yang

sudah dilakukan pemisahan, dapat didaftarkan kembali

ke pusat informasi pertanahan dengan menunjukkan

bukti identitas pemilik sebelumnya dan bidang tanah

yang pisahkan, sesuai dengan registrasi yang telah

dilakukan sebelumnya.

27

Bab V

Pemeliharaan Data Pendataran

Tanah

Bagian III

Pendaftaran Perubahan Data

Pendaftaran Tanah Lainnya

Paragraf 2

Pemecahan, Pemisahan, dan

Penggabungan Bidang Tanah

Pasal 50

1. Atas permintaan pemegang hak yang

bersangkutan, dua bidang tanah atau lebih yang

sudah didaftar dan letaknya berbatasan yang

kesemuanya atas nama pemilik yang sama dapat

digabung menjadi satu satuan bidang baru, jika

semuanya dipunyai dengan hak yang sama dan

bersisa jangka waktu yang sama.

2. Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

untuk satuan bidang yang baru tersebut

dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertifikat

dengan menghapus surat ukur, buku tanah dan

sertifikat masing-masing.

3. Terhadap penggabungan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3).

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Lembar Sertifikat, dalam sistem pendaftaran tanah

positif, merupakan alat publikasi dan bukan alat bukti

hak. Sehingga, apabila ingin menggabungkan lembar

sertifikat menjadi satu satuan bidang baru, cukup

menunjukkan kepemilikan hak atas tanah dan

melakukan pembaharuan di sistem data pertanahan yang

telah disebutkan sebelumnya.

Page 68: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

63

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

28

Bab V

Pemeliharaan Data Pendataran

Tanah

Bagian III

Pendaftaran Perubahan Data

Pendaftaran Tanah Lainnya

Paragraf 3

Pembagian Hak Bersama

Pasal 52 Ayat 1

1. Pendaftaran hapusnya suatu hak atas tanah,

hak pengelo-laan dan hak milik atas satuan

rumah susun dilakukan oleh Kepala Kantor

Pertanahan dengan membubuhkan catatan

pada buku tanah dan surat ukur serta

memusnah-kan sertipikat hak yang

bersangkutan, berdasarkan:

a. Data dalam buku tanah yang disimpan di

Kantor Per-tanahan, jika mengenai hak-

hak yang dibatasi masa berlakunya; b. Salinan surat keputusan Pejabat yang

berwenang, bahwa hak yang bersangkutan

telah dibatalkan atau dicabut; dan

c. Akta yang menyatakan bahwa hak yang

bersangkutan telah dilepaskan oleh

pemegang haknya.

Ayat (1)

Untuk mencatat hapusnya hak atas tanah yang

dibatasi masa berlaku-nya tidak diperlukan

penegasan dari Pejabat yang berwenang. Dalam

acara melepaskan hak, maka selain harus ada bukti,

bahwa yang melepaskan adalah pemegang haknya,

juga perlu diteliti apakah pemegang hak tersebut

berwenang untuk melepaskan hak yang ber-

sangkutan. Dalam hal hak yang dilepaskan

dibebani hak tanggungan diperlukan persetujuan

dari kreditor yang bersangkutan. Demikian juga ia

tidak berwenang untuk melepaskan haknya, jika

tanah yang bersangkutan berada dalam sita oleh

Pengadilan atau ada beban-beban lain.

Penambahan pada pasal 52 ayat (1) “... data dalam buku

tanah yang disimpan di pusat data dan informasi BPN,

jika mengenai hak-hak ...”

29

Bab V

Pemeliharaan Data Pendataran

Tanah

Bagian III

Pendaftaran Perubahan Data

Pendaftaran Tanah Lainnya

Paragraf 5

Peralihan dan Hapusnya Hak

Tanggungan

Pasal 54

1. Pendaftaran hapusnya hak tanggungan

dilakukan sesuai ketentuan dalam Undang-

undang Nomor 4 Tahun 1996 tentCang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda

Yang Berkaitan Dengan Tanah.

2. Dalam hal hak yang dibebani hak tanggungan

telah dilelang dalam rangka pelunasan utang,

maka surat pernyataan dari kreditor bahwa

pihaknya melepaskan hak tanggungan atas hak

yang dilelang tersebut untuk jumlah yang

melebihi hasil lelang beserta kutipan risalah

lelang dapat dijadikan dasar untuk pendaftaran

hapusnya hak tanggungan yang bersangkutan.

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Kedua dokumen yang dimaksud ayat ini

merupakan pernyataan tertulis dari pemegang hak

tanggungan sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat

(4) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996.

Perlu dikaji apakah UU No.4 Tahun 1996 sudah

mengamanatkan untuk melakukan update pencatatan

penghapusan tanggungan juga pada “pembukuan tanah”

sebagaimana dimaksud pada Pasal 1, PP 24 Tahun 1997.

Apabila belum melakukan update, maka hal tersebut

perlu dilakukan dengan seluruh perubahannya akibat

perubahan sistem pendaftaran tanah menjadi publikasi

positif.

30

Bab V

Pemeliharaan Data Pendataran

Tanah

Bagian III

Pendaftaran Perubahan Data

Pendaftaran Tanah Lainnya

Paragraf 6

Pasal 55

1. Panitera Pengadilan wajib memberitahukan

kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai isi

semua putusan Pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap dan

penetapan Ketua Pengadilan yang

mengakibatkan terjadinya perubahan pada data

mengenai bidang tanah yang sudah didaftar atau

Ayat (1)

Yang dimaksudkan dengan Pengadilan adalah baik

badan-badan Peradilan Umum, Peradilan Tata

Usaha Negara ataupun Peradilan Agama.

Perlu dilakukan update pencatatan perubahan yang

terjadi akibat keputusan pengadilan pada “pembukuan

tanah” sebagaimana dimaksud pada Pasal 1, PP 24

Tahun 1997 dengan seluruh perubahannya akibat

perubahan sistem pendaftaran tanah menjadi publikasi

positif.

Page 69: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

64

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

Perubahan Data Pendaftaran

Tanah Berdasarkan Putusan

Atau Penetapan Pengadilan

satuan rumah susun untuk dicatat pada buku

tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin

pada sertifikatnya dan daftar-daftar lainnya.

2. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat dilakukan juga atas permintaan pihak yang

berkepentingan, berdasarkan salinan resmi

putusan Pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap atau salinan penetapan

Ketua Pengadilan yang bersangkutan yang

diserahkan olehnya kepada Kepala Kantor

Pertanahan.

3. Pencatatan hapusnya hak atas tanah, hak

pengelolaan dan hak milik alas satuan rumah

susun berdasarkan putusan Pengadilan

dilakukan setelah diperoleh surat keputusan

mengenai hapusnya hak yang bersangkutan dari

Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1).

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Putusan Pengadilan mengenai hapusnya sesuatu

hak harus dilaksana-kan lebih dahulu oleh Pejabat

yang berwenang, sebelum didaftar oleh Kepala

Kantor Pertanahan.

31

Bab V

Pemeliharaan Data Pendataran

Tanah

Bagian III

Pendaftaran Perubahan Data

Pendaftaran Tanah Lainnya

Paragraf 7

Perubahan Nama

Pasal 56

Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah

sebagai akibat pemegang hak yang ganti nama

dilakukan dengan mencatat-nya di dalam buku

tanah dan sertipikat hak atas tanah atau hak milik

atas satuan rumah susun yang bersangkutan ber-

dasarkan bukti mengenai ganti nama pemegang hak

tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Yang dimaksud pemegang hak yang ganti nama

adalah pemegang hak yang sama tetapi namanya

berganti. Penggantian nama pemegang hak dapat

terjadi baik mengenai orang perseorangan maupun

badan hukum.

Perlu dilakukan update pencatatan perubahan yang

terjadi akibat keputusan pengadilan pada “pembukuan

tanah” sebagaimana dimaksud pada Pasal 1, PP 24

Tahun 1997 dengan seluruh perubahannya akibat

perubahan sistem pendaftaran tanah menjadi publikasi

positif.

32

Bab VI

Penertiban Sertipikat

Pengganti

Pasal 57

1. Atas permohonan pemegang hak diterbitkan

sertifikat baru sebagai pengganti sertifikat yang

rusak, hilang, masih menggunakan blangko

sertifikat yang tidak digunakan lagi, atau yang

tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam

suatu lelang eksekusi.

2. Permohonan sertifikat pengganti sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan

oleh pihak yang namanya tercantum sebagai

pemegang hak dalam buku tanah yang

Ayat (1)

Untuk memperkecil kemungkinan pemalsuan, di

waktu yang lampau telah beberapa kali dilakukan

penggantian blangko sertipikat. Sehubungan

dengan itu apabila dikehendaki oleh pemegang hak,

sertipikatnya boleh diganti dengan sertipikat yang

menggunakan blanko baru. Diterbitkannya

sertipikat pengganti dilakukan apabila dan sesudah

semua ketentuan dalam Bab VI Peraturan

Pemerintah ini dipenuhi.

Ayat (2)

Pada kondisi ideal sistem pendaftaran publikasi positif,

seluruh data dan informasi adalah benar secara teknis

dan yuridis maka pasal-pasal terkait penerbitan

sertipikat pengganti perlu direvisi dan disederhanakan

proses penerbitannya.

Yang paling pokok adalah pembuktian subyek pemohon

adalah sama dengan pemilik dalam database pertanahan.

Pada kasus pemohon adalah ahli waris maka perlu

diminta keterangan pengadilan untuk membuktikan

pemohon adalah ahli waris yang sah.

Page 70: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

65

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

bersangkutan atau pihak lain yang merupakan

penerima hak berdasarkan akta PPAT atau

kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 37 dan Pasal 41, atau akta

sebagaimana dimaksud Pasal 43 ayat (1), atau

surat sebagaimana dimaksud Pasal 53, atau

kuasanya.

3. Dalam hal pemegang hak atau penerima hak

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah

meninggal dunia, permohonan sertifikat

pengganti dapat diajukan oleh ahli warisnya

dengan menyerahkan surat tanda bukti sebagai

ahli waris.

4. Penggantian sertifikat sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dicatat pada buku tanah yang

bersangkutan.

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

33

Pasal 59

1. Permohonan penggantian sertifikat yang hilang

harus disertai pernyataan di bawah sumpah dari

yang bersangkutan di hadapan Kepala Kantor

Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk mengenai

hilangnya sertifikat hak yang bersangkutan.

2. Penerbitan sertifikat pengganti sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) didahului dengan

pengumuman 1 (satu) kali dalam salah satu surat

kabar harian setempat atas biaya pemohon.

3. Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari

dihitung sejak hari pengumuman sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) tidak ada yang

mengajukan keberatan mengenai akan

diterbitkannya sertifikat pengganti tersebut atau

ada yang mengajukan keberatan akan tetapi

menurut pertimbangan Kepala Kantor

Pertanahan keberatan tersebut tidak beralasan,

diterbitkan sertifikat baru.

Ayat (1)

Dalam hal hak atas tanah berdasarkan akta yang

dibuat oleh PPAT sudah berpindah kepada pihak

lain, tetapi sebelum peralihan tersebut didaftar

sertipikatnya hilang, permintaan penggantian

sertipikat yang hilang dilakukan oleh pemegang

haknya yang baru dengan pernyataan dari PPAT

bahwa pada waktu dibuat akta PPAT sertipikat

tersebut masih ada.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Keberatan dianggap beralasan apabila misalnya ada

pihak yang menyatakan bahwa sertipikat tersebut

Dihilangkan karena dalam publikasi positif pihak yang

menentukan kesamaan subyek pemohon dengan pemilik

adalah negara dan bukan pemohon.

Keberatan penerbitan hanya dapat dilakukan Kepala

Kantor pada kondisi: (i) pemohon tidak sesuai dengan

data pemilik dalam data base pertanahan; (ii) ahli waris

tidak dapat menunjukan keputusan pengadilan tentang

ahli waris yang sesuai dengan identitas pemohon.

Perlu ada klausal yang menyatakan sertipikat lama yang

sudah diterbitkan pengganti menjadi tidak berlaku dan

bila untuk mengganti yang rusak maka sertipkat lama

harus diserahkan kepada kantor pertanahan.

Kantor pertanahan secara berkala perlu melakukan

pemusnahan sertipikat rusak yang terkumpul dengan

dibuat berita acara pemusnahan dan ditandatangani oleh

Kepala Kantor Pertanahan.

Page 71: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

66

No. Peraturan Perundang-

undangan / Pasal Batang Tubuh Penjelasan Keterangan / Analisa Singkat

4. Jika keberatan yang diajukan dianggap

beralasan oleh Kepala Kantor Pertanahan, maka

ia menolak menerbitkan sertifikat pengganti.

5. Mengenai dilakukannya pengumuman dan

penerbitan serta penolakan penerbitan sertifikat

baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat

(3) dan ayat (4) dibuatkan berita acara oleh

Kepala Kantor Pertanahan.

6. Sertifikat pengganti diserahkan kepada pihak

yang memohon diterbitkannya sertifikat tersebut

atau orang lain yang diberi kuasa untuk

menerimanya.

7. Untuk daerah-daerah tertentu Menteri dapat

menentukan cara dan tempat pengumuman yang

lain daripada yang ditentukan pada ayat (2).

tidak hilang melainkan dipegang olehnya

berdasarkan persetujuan pemegang hak dalam

rangka suatu perbuatan hukum tertentu.

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Di daerah-daerah tertentu pengumuman yang

dimaksud pada ayat (2) memerlukan biaya yang

besar yang tidak sebanding dengan harga tanah

yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu

Menteri dapat menentukan cara pengumuman lain

yang lebih murah biayanya.

34

Pasal 60

1. Penggantian sertifikat hak atas tanah atau hak

milik atas satuan rumah susun yang tidak

diserahkan kepada pembeli lelang dalam lelang

eksekusi didasarkan atas surat keterangan dari

Kepala Kantor Lelang yang bersangkutan yang

memuat alasan tidak dapat diserahkannya

sertifikat tersebut kepada pemenang lelang.

2. Kepala Kantor Pertanahan mengumumkan telah

diterbitkannya sertifikat pengganti untuk hak

atas tanah atau hak milik atas satuan rumah

susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

tidak berlakunya lagi sertifikat yang lama dalam

salah satu surat kabar harian setempat atas biaya

pemohon.

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pengumuman ini dimaksudkan agar masyarakat

tidak melakukan perbuatan hukum mengenai tanah

atau satuan rumah susun yang bersangkutan

berdasarkan sertipikat yang telah tidak berlaku.

Sertipikat yang lama dengan sendirinya

tidak berlaku lagi, karena sesuai dengan ketentuan

yang berlaku hak yang bersangkutan telah

berpindah kepada pembeli lelang dengan telah

dimenangkannya lelang serta telah dibayarnya

harga pembelian lelang.

Harus direvisi atau dihilangkan. Secara gramatikal sulit

untuk dipahami arti dari uraian pasal ini. Potensi

menimbulkan multi tafsir yang menyebabkan konflik.

Sumber: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960; Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997; dan Hasil Analisis, 2016

Page 72: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

67

BAB VI Kesimpulan dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya dapat

ditarik beberapa kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut.

VI.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari kajian ini antara lain:

Pelaksanaan perubahan sistem pendaftaran tanah publikasi positif belum dapat

dilakukan secara parsial ataupun serentak karena capaian cakupan peta dasar pertanahan

maupun peta bidang tanah bersertifikat yang terdigitasi belum memenuhi prasyarat dan

substansi peraturan perundang-undangan belum diubah sesuai dengan sistem publikasi

positif.

Rata-rata persentase capaian peta dasar pertanahan secara nasional maupun provinsi

kajian masih tergolong sedang, yaitu sekitar 45% - 46% di luar kawasan hutan. Secara

nasional, provinsi-provinsi yang sudah memiliki cakupan peta dasar pertanahan

terdigitasi sangat tinggi (≥ 80%) hanya ada 7 provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi Utara,

Kalimantan Selatan, Aceh, Gorontalo, Nusa Tenggara Timur, Bali, dan D.I Yogyakarta.

Namun, di antara kelima provinsi kajian, Provinsi Kalimantan Selatan merupakan

provinsi dengan cakupan peta dasar paling tinggi. Sementara, Provinsi Sumatera Utara

menjadi provinsi dengan cakupan peta dasar paling rendah.

Rata-rata persentase capaian cakupan peta bidang tanah bersertifikat terdigitasi secara

nasional maupun provinsi kasjian masih tergolong sangat rendah, yaitu baru mencapai

sekitar 12% - 16% di luar kawasan hutan. Secara nasional, provinsi-provinsi yang sudah

memiliki cakupan peta bidang tanah bersertifikat terdigitasi cukup tinggi hingga Juni

2016 hanya Provinsi DKI Jakarta dan Riau. Namun, di antara kelima provinsi kajian,

Provinsi Sumatera Selatan merupakan provinsi dengan cakupan peta bidang tanah

bersertifikat paling tinggi. Sementara, Provinsi Sulawesi Utara menjadi provinsi dengan

cakupan peta bidang tanah bersertfikat paling rendah.

Faktor-faktor utama penghambat pencapaian cakupan peta, antara lain kurangnya

jumlah juru ukur, sebagian besar peta masih berkoordinat lokal, dan data analog belum

dikelompokkan dengan baik.

Terkait UUPA, terdapat 2 butir dalam 1 pasal yang harus diubah, yaitu Pasal 19 ayat 2

butir a berupa perubahan “pembukuan tanah” menjadi Pembukuan Tanah dalam Pusat

Database Pendaftaran Tanah Nasional, serta Pasal 19 ayat 2 butir c perlu diubah

menjadi surat tanda bukti hak diganti menjadi alat pembuktian yang mutlak serta dapat

diteliti / ditinjau kesesuaiannya dengan Pusat Data Base Pendaftaran Tanah Nasional.

Terkait dengan PP 24/1997, terdapat beberapa pasal yang perlu diubah sesuai sistem

publikasi positif dan beberapa substansi yang perlu dimasukkan ke dalam PP 24/1997,

seperti hukum indefeasible, jenis indemnity, penentuan tanah yang dapat didaftarkan

atau dilegalisasikan, dan pembangunan Pusat Database Pendaftaran Tanah Nasional.

Beberapa pasal yang perlu diubah tersebut, antara lain:

1) Terkait dengan ketersediaan Pusat Database Pendaftaran Tanah, terdapat beberapa

pasal yang perlu diubah dan disesuaikan dengan sistem publikasi positif, antara lain

pasal 1, pasal 2, pasal 4 ayat 1, pasal 12, pasal 21, pasal 23, pasal 32, dan pasal 35.

2) Terkait dengan ketentuan data fisik dan data yuridis, pasal 4 ayat 2 dan pasal 33

perlu dilakukan perubahan sesuai dengan sistem publikasi positif.

Page 73: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

68

3) Terkait lembar sertifikat dan sertifikat hak atas tanah, pasal 39 dan pasal 49 perlu

menegaskan bahwa lembar sertifikat merupakan alat publikasi dan bukan alat bukti

hak dalam sistem pendaftaran tanah publikasi positif. Selain itu, pada Pasal 39 juga

perlu menyebutkan bahwa sertifikat hak atas tanah ini merupakan salinan dari

database yang ada di Pusat Database Pendaftaran Tanah Nasional.

4) Pasal-pasal lain yang perlu di ubah antara lain:

- Pasal 10: perlu mengakomodir ketentuan tentang desa adat dan sejenisnya.

- Pasal 14: perlu menegaskan bahwa peta pendaftaran tanah harus dibuat dalam

bentuk digital menggunakan batas-batas koordinat yang akurat dan dapat diolah.

- Pasal 20: apabila dalam wilayah pendaftaran tanah belum terdapat peta

pendaftaran tanah, maka perlu dilakukan pembuatan peta dasar pertanahannya

atau dibuatkan peta sementara yang akurat.

- Pasal 24: perlu menegaskan bahwa pendaftaran tanah yang berasal dari konversi

hak-hak lama tetap dilindungi, selama dapat dibuktikan dengan bukti tertulis,

keterangan saksi, dan panitia ajudikasi. Hak-hak tersebut juga harus didaftarkan

dalam sistem pendaftaran tanah nasional sesuai persyaratan.

- Pasal 57: perlu menegaskan bahwa sistem pendaftaran tanah publikasi positif

harus memiliki data dan informasi yang benar, akurat, dan dapat

dipertanggungjawabkan, termasuk data pemilik hak atas tanah.

5) Pasal-pasal yang perlu dihilangkan, yaitu Pasal 59 dan Pasal 60 karena tidak sesuai

dengan prinsip-prinsip sistem pendaftaran tanah publikasi positif.

VI.2 Rekomendasi

Sementara itu, rekomendasi sebagai masukan bagi Kementerian Agraria dan Tata

Ruang/Badan Pertanahan Nasional, antara lain:

Indonesia perlu mempercepat cakupan peta dasar pertanahan mencapai 51.462.505 Ha

(bertambah 34,33%) di luar kawasan hutan agar memenuhi prasyarat perubahan sistem

pendafatran tanah publikasi positif.

Indonesia perlu mempercepat cakupan peta bidang tanah bersertifikat mencapai

37.134.681 Ha (bertambah 57,73%) di luar kawasan hutan agar memenuhi prasyarat

perubahan sistem pendafatran tanah publikasi positif.

Perlu koordinasi antara BPN Pusat dan Kanwil BPN setiap provinsi untuk mempercepat

capaian cakupan peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah bersertifikat yang

terdigitasi.

Perlu adanya sinkronisasi data capaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah

bersertifikat antara BPN Pusat dan Kanwil BPN setiap provinsi.

BPN perlu segera melakukan tinjauan dan revisi/perubahan substansi peraturan

perundang-undangan terkait pendaftaran tanah sesuai dengan konsep sistem publikasi

positif, baik UUPA, PP 24/1997, maupun peraturan lain yang terkait.

Perlu adanya pemahaman pemerintah terkait biaya pengeluaran dan durasi operasi yang

dibutuhkan pada sistem pendaftaran tanah yang baru.

Perlu dilakukan sosialisasi pengenalan sistem pendaftaran tanah publikasi positif oleh

BPN kepada masyarakat secara jelas dan detail. BPN Pusat juga perlu melakukan

pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan sistem pendaftaran tanah yang baru di

setiap daerah secara berkala.

Capaian peta dasar pertanahan dan peta bidang tanah perlu diamati berdasarkan tren

pencapaian peta-peta tersebut selama 5-10 tahun terakhir agar dapat terlihat perubahan

capaiannya dan memperkirakan capaian cakupan peta untuk tahun-tahun berikutnya.

Page 74: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

Daftar Pustaka

Abdurrahman. (1985). Tebaran Pikiran Hukum Agraria. Bandung: Alumni

Abdurrahman. (2009). Penyelesaian Sengketa Pertanahan. Buletin LMPDP – Land:

Media Pengembangan Kebijakan Pertanahan. Edisi 10. ISSN 1978-7626. Jakarta:

PIU Bappenas.

Adhie, Brahmana dan Menggala, Hasan B. N. (2002). Reformasi Pertanahan

Pemberdayaan Hak-hak Atas Tanah Ditinjau dari Aspek Hukum, Sosial, Politik,

Ekonomi, Hankam, Teknis, Agama dan Budaya. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Apriyana, Nana. (2016). Studi Banding Mengenai Tata Ruang dan Pertanahan di Inggris.

Buletin Tata Ruang dan Pertanahan “Perwujudan Infrastruktur Wilayah dan

Nasional: Peran Tata Ruang dan Pertanahan. Edisi I hlm 22 – 24.

Badan Informasi Geospasial. (2013). Peta Indonesia. Jakarta: Badan Informasi Geospasial

Republik Indonesia.

Ballantyne, Brian dan Dobbin, James. (2000). Options for Land Registration and Survey

Systems on Aboriginal Lands in Canada. A Report Prepared for Legal Surveys

Division of Geomatics Canada. Canada: Division of Geomatics.

Bidang Pengelolaan Data dan Informasi Pertanahan dan Tata Ruang. (2016). Cakupan

Peta Bidang Tanah Bersertifikat yang Terdigitasi hingga Juni 2016. Kementerian

Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia: Bidang

Pengelolaan Data dan Informasi Pertanahan dan Tata Ruang.

Carruthers, Penny. (2015). A Tangled Web Indeed: the English Land Registration Act and

Comparisons with the Australian Torrens System. UNSW Law Journal, 38, 1261 –

1299.

Dale, Peter. (1995). Cadastral Surveys and Records of Rights in Land. FAO Land Tenure

Studies 1. ISBN 92-5-103627-6.

Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar. (2016). Cakupan Peta Dasar Pertanahan

hingga Juni 2016. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia: Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar.

Effendy, Bachtiar. (1993). Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Pelaksanaannya.

Bandung: Alumni.

Ernst, Julius. (2009). The Cadastral System in Austria. Artikel dipresentasikan pada PCC

Workshop, Roma, Desember 2009.

http://www.eurocadastre.org/pdf/Rome_december08/presentations/1_austrian_syste

m.ppd. Diakses pada Agustus 2016.

Hamilton, Jonnette Watson. (2013). Introducing Conditional Immediate Indefeasibility:

Section 170 (1) of the Land Titles ACT. http://ablawg.ca/2013/03/13/introducing-

conditional-immediate-indefeasibility-section-1701-of-the-land-titles-act/. Diakses

pada Agustus 2016.

Hanstad, Tim. (1998). Designing Land Registration System for Developing Countries.

American University International Law Review, 13, 647-703.

Page 75: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

Harsono, Boedi. 2008. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-undang

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan.

Indiraharti, Novina S. (2009). Penerapan Sistem Torrens Dalam Pendaftaran Tanah (Studi

Komparatif Terhadap Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia dengan Singapura.

Clavia, 10, 107 – 125.

Indiraharti, Novina S. (2009). Tinjauan Mengenai Title Insurance di Hongkong. Jurnal

Hukum, 6, 52 – 69.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

(2014). Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kementerian Agraria

dan Tata Ruang/BPN. Jakarta: Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Kumar, Ranjit. (2005). Research Methodology: A Step by Step Guide for Beginners (2nd

Ed.). London: SAGE Publications.

Land Titles Act 1925 Australia. Tersedia di http://www.legislation.act.gov.au. Diakses

pada 26 Agustus 2016.

Law Commission. (2016). Updating the Land Registration Act 2002: A Consultation

Paper. United Kingdom: Crown Copyright.

National Land Code 56 Tahun 1965 Malaysia. Tersedia di http://www.kptg.gov.my.

Diakses pada 21 Agustus 2016.

National Land Code 56 Tahun 1965 (Amendemen) Malaysia. Tersedia di http://mltic.my.

Diakses pada 21 Agustus 2016.

Parlindungan, A.P. 1990. Pendaftaran Tanah di Indonesia. Bandung: Mandar Maju.

Perangin, Effendi. (1994). 401 Pertanyaan dan Jawaban Tentang Hukum Agraria. Jakarta:

Rajawali Pos.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011

tentang Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah.

Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Republik

Indonesia.

Suardi. (2005). Hukum Agraria. Jakarta: IBLAM.

The Land Registration Act Chapter 334. Tersedia di http://www.tic.co.tz/. Diakses pada 20

Agustus 2016.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria.

Wijayanto, Agus. (2009). Konflik dan Sengketa Pertanahan serta Upaya Pencegahannya.

Buletin LMPDP – Land: Media Pengembangan Kebijakan Pertanahan. Edisi 10.

ISSN 1978-7626. Jakarta: PIU Bappenas.

Wu, Richard dan Kepli, Mohd Yazid B. Z.(2011). Implementation of Land Title

Registration System in Malaysia: Lessons for Hong Kong. Malayan Law Journal

Articles, 1, 1 – 8.

Page 76: KAJIAN PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM ...REVISI_1] KAJIAN...PERSIAPAN PERUBAHAN SISTEM PENDAFTARAN TANAH PUBLIKASI POSITIF DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN

Xavier, Grace. (2011). Indefeasibility of Title in Malaysia: The Revivification ofDeferred

Indefeasibility under the Torrens System, Focus on Fraudulently Obtained and

Forged Titles. The Law Review, 138 – 156.

Zevenbergen, Jaap. (2002). System of Land Registration: Aspects and Effects. Delft:

Geodesy 51. ISBN 90 6132 277 4.