Top Banner
EX KAJIAN PERAN DA PADA PE BADAN PENELIT PR B UNIVER XECUTIVE SUMMARY AN PARTISIPASI POLITIK PEREMP EMILIHAN KEPALA DAERAH DI JAWA TIMUR KERJASAMA TIAN DAN PENGEMBANGAN DAER ROVINSI JAWA TIMUR DENGAN BIDANG KERJASAMA RSITAS NEGERI SURABAYA TAHUN 2014 PUAN RAH
25

KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

Jan 14, 2017

Download

Documents

hoanghanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

EXECUTIVE SUMMARY

KAJIAN PERAN DAN PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BADAN PENELITIAN DANPRO

BIDANG KERJASAMAUNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

EXECUTIVE SUMMARY

PERAN DAN PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH

DI JAWA TIMUR

KERJASAMA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH

PROVINSI JAWA TIMUR

DENGAN

BIDANG KERJASAMA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

TAHUN 2014

PERAN DAN PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN

DAERAH

Page 2: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

1 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

KAJIAN PERAN DAN PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI JAWA TIMUR

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan Pertama, mengidentifikasikan peran dan partisipasi politik kaum perempuan di era reformasi, khususnya pada kasus Pemilukada di Jawa Timur. Kedua, Mengidentifikasikan kondisi-kondisi obyektif yang mempengaruhi peningkatan partisipasi politik perempuan dalam Pemilukada di Jawa Timur. Ketga, Mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat partisipasi politik perempuan dalam Pemilukada di Jawa Timur. Mix methodology (pendekatan kualitatif dan kuantitatif) digunakan dalam penelitian ini dan menghasilkan kesimpulan bahwa :

1. Partisipasi politik perempuan dalam Pemilukada di Jawa Timur masih terbatas pada tiga tipologi yaitu pertama, ikut serta dalam mencoblos/memilih kandidat kepala daerah. Kedua, mengikuti dan tertarik kepada isu-isu politik. Dan ketiga, keikutsertaan aktif dalam proses pemilukada ( berdiskusi dan menjadi tim sukses)

2. Faktor-faktor yang mendorong partisipasi politik perempuan adalah peningkatan kualitas pribadi perempuan melalui pendidikan, kemandirian ekonomi yang memu culkan kepercayaan diri, aktif dalam ormas, terkikisnya budaya patriarkhi, dan penafsiran sempit terhadap ajaran agama oleh modernisasi, dan penerapan sistem politik yang terbukaserta kebijakan affirmative action.

3. Faktor-faktor penghambat partisipasi politik perempuan adalah rendahnya tingkat pendidikan dan kualifikasi personal perempuan, rendahnya pemahaman terhadap hak dan kewajiban politik, tidak mandiri secara ekonomi, iferioritas perpempuan terhadap laki-laki, budaya patriarkhi yang masih kental, dan penafsiran ajaran agama yang sempit tentang pemiimpin perempuan

Kata Kunci : Kajian Politik Perempun, Pemilukada, Jawa Timur

Page 3: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

2 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

Latar Belakang Masalah Perjuangan perempuan memperoleh kesetaraan dilakukan disegala bidang,

termasuk hak politiknya. Analisis ilmu politik, prosentase perempuan lebih besar dalam komposisi demografi sebenarnya menguntungkan perempuan memperoleh hak politik dan terlibat dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Kenyataannya, jumlah anggota legislatif perempuan sangat sedikit. Data yang dikutip dari Inter-Parliamentary Union 2014, Indonesia menduduki peringkat ke-90 negara dengan jumlah prosentase tertinggi perempuan di legislatif 16,8 persen.1 Tidak saja pada keanggotaan legislatif, tetapi juga pada organisasi sosial politik.

Kondisi demikian, berhasil mengarahkan kebijakan pemilu yang mendorong peningkatan jumlah anggota legislatif perempuan. Akhirnya hak politik perempuan dicantumkan pada pasal 65 ayat 1 UU No 12 tahun 2003 tentang Pemilu, menyebutkan “Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%”. Dipertegas melalui Undang-undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif dan Undang-undang No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik (Parpol). Pasal 8 Butir d UU No. 10 tahun 2008, disebutkan penyertaan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat sebagai salah satu persyaratan parpol untuk dapat menjadi peserta pemilu. Pasal 53 menyatakan daftar bakal calon peserta pemilu harus memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan. Aturan tersebut menghasilkan kepala daerah perempuan, seperti Kabupaten Banyuwangi (Ratna Ani Lestari), Kabupaten Tuban (Haeny Relawati), Kota Surabaya (Tri Risma Harini), Kabupaten Probolinggo (Tantri Hasan Aminudin) dll. Tahun 2011, terdapat 16 orang bupati/walikota dan satu orang gubernur perempuan.2 Meningkatnya politisi perempuan (eksekutif dan legislatif) dianggap pelengkap atau “pemanis” pesta politik yang didominasi laki-laki. Kasus pencalegan, tidak sedikit caleg perempuan maju menjual feminitas dan popularitas. Kasus pemilukada, ditemukan kandidat perempuan mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk menjadi penerus kepemimpinan suami, orang tua, keluarga besar (politik dinasti). Kondisi ini menarik untuk dikaji. Terutama untuk mengetahui peran, bentuk partisipasi politik perempuan di tingkat lokal, khususnya pelaksanaan pemilukada.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana peran dan partisipasi politik perempuan pada Pemilukada di Jawa Timur?

2. Faktor apa yang mendorong perempuan berperan dan terlibat dalam proses politik Pemilukada di Jawa Timur?

3. Kondisi obyektif apa yang menghambat (constraint) partisipasi politik perempuan dalam pemilukada di Jawa Timur?

1 http://www.ipu.org/wmn-e/classif.htm 2 Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2011

Page 4: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

3 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi peran dan partisipasi politik kaum perempuan di era reformasi, khususnya pada kasus Pemilukada di Jawa Timur;

2. Mengidentifikasi kondisi-kondisi obyektif yang mempengaruhi peningkatan partisipasi politik perempuan dalam Pemilukada di Jawa Timur;

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat partisipasi politik perempuan dalam pemilukada;

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi perempuan dan aktivis memperjuangkan haknya untuk memahami tentang perempuan dan perpolitikan lokal. Aktivis dapat mengambil sikap yang strategis. Meski masalah kondisi obyektif (salah satu di antaranya budaya patriaki) sudah dipahami benar, aktivis perempuan perlu mengetahui perubahan kondisi obyektif tersebut. Bagi pemerintah pemahaman ini perlu untuk kebijakan publik dan pembangunan wanita.

Metode Penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah mix methodology, yaitu pendekatan kuantitatif (melalui survey, observasi) dan kualitatif ( melalui indepth interview). Pendekatan survey untuk mengetahui kondisi obyektif peran dan partisipasi politik perempuan dalam pemilukada. Indepth interview untuk mendalami fenomena keterlibatan perempuan dalam proses pemilukada, diberbagai setting sosial, budaya, di setiap daerah yang diteliti.

Skema Penelitian

Jenis penelitian deskriptif, dengan variabel mandiri, tanpa membandingkan dengan variabel lain. Jenis data yang digunakan gabungan data kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatitf digunakan untuk memperkaya hasil penelitian yang didapat dari indepth interview. Lokasi di Kab. Tuban, Banyuwangi, Tulungagung dan Kab. Jombang dengan setting pemilihan kepala daerah. Kabupaten tersebut dipilih karena daerah ini pernah

PEMILUKADA (kontestasi politik)

Eksternal: Budaya

Sistem

Politik

Ormas

Keluarga

Perempuan

Internal: Pandangan

terhadap

politik

Tingkat

pendidikan

Tingkat

Penghasilan

Profesi

dll

Partisipasi politik: a) Menjadi Kandidat Kepala

Daerah

b) Menjadi Ketua Tim

Pemenangan

c) Menjadi bagian dalam tim

pemenangan

d) Terlibat aktif dalam

merumuskan desain dan

strategi pemenangan

e) Terlibat aktif dalam

kegiatan donasi tim

pemenangan

f) Terlibat aktif dalam

kegiatan kampanye

g) Mendiskusikan

permasalahan pemilu

dengan pihak lain

h) Melihat/mengikuti kegiatan

kampanye

i) Ikut datang ke TPS dan

mencoblos

j) Ikut datang ke TPS, tetapi

tidak mencoblos (golput)

k) Tidak datang ke TPS

Affirmative Action: Kesetaraan

gender

Sistem

Pemilu

dll

Empowering role & status

Civic Education

Kemandirian

ekonomi

dll

Page 5: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

4 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

Pendekatan mix methodology menyebabkan dua sumber data utama digunakan di penelitian ini, yaitu responden masyarakat umum (pemilih perempuan) dan subyek elit politik diantaranya: pelaku/praktisi politik, anggota tim sukses/pemenangan kandidat, penyelenggara pemilu, birokrasi pemerintah daerah. Jumlah responden 100, terbagi 25 responden untuk tiap daerah. Subyek penelitian diambil 5-10 orang setiap daerah.

Tabel 3.2 Teknik Penentuan Informan

No Jenis Identifikasi Informan Yang diwawancarai

1. Tokoh Masyarakat Formal Pemerintahan Daerah a. Eksekutif: Bakesbanglinmas

b. Legislatif: Anggota DPRD

Penyelenggara Pemilu a. Komisioner KPUD

b. Panwaslu

Partai Politik a. Ketua/Pengurus Parpol;

b. Organisasi underbouw Parpol

2 Tokoh Masyarakat Informal Tokoh-tokoh Agama a. Kiai/Nyai

b. Pendeta

c. Biksu

Tokoh-tokoh Adat/Ormas a. Ormas NU: muslimat, fatayat dll

b. Ormas Muhammadiyah: Aisyiah, Nasyiatul Aisyiah dll

c. Ormas Gereja dll

4 Pelaku/Partisipan Partisipan Aktif a. Pengurus Parpol perempuan

b. Tim pemenangan kandidat kepala daerah perempuan

Lokasi penelitian adalah kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Tuban dan Jombang yang pernah dipimpin Kepala Daerah perempuan hasil pemilukada. Kabupaten Tulungagung diambil karena belum pernah dipimpin Kepala Daerah perempuan.

Data dikumpulkan melalui wawancara terstruktur dengan kuesioner pada responden pemilih perempuan dengan teknik simple random sampling untuk mendapatkan gambaran umum mengenai peran dan partisipasi politik perempuan dalam pemilukada, baik sebagai pemilih atau aktifis dalam pemilukada. Observasi dan wawancara mendalam pada subyek penelitian ditentukan dengan teknik purposive untuk memperoleh gambaran proses pemilihan kepala daerah dan kondisi obyektif yang ada di masyarakat. Indepth interview diharapkan dapat mengungkap secara mendalam keterlibatan perempuan dalam proses politik di tingkat lokal (pemilukada).

Data kuantitatif diedit, koding , dientry sesuai keperluan dan tujuan penelitian untuk mempermudah analisis. Data dianalisis dengan program SPSS untuk menghitung indeks partisipasi politik yang disesuaikan dengan konteks pemilu di Indonesia dan diukur dari 6 variabel partisipasi politik meliputi:

Page 6: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

5 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

1. Ikut memilih dalam pemilukada kabupaten/kota dan provinsi 2. Pengetahuan terhadap isu-isu publik/politik 3. Aksi individual terhadap isu-isu publik/politik 4. Aksi kelompok terhadap isu-isu publik/politik 5. Keterlibatan dalam proses pemilukada 6. Dukungan pendanaan terhadap aktifitas pemilukada

6 variabel yang digunakan dalam mengukur Indeks Partisipasi Politik Perempuan dijabarkan menjadi 12 indikator yaitu: 1. Ikut memilih bupati/walikota minimal satu kali dalam 2 periode terakhir 2. Ikut memilih gubernur minimal satu kali dalam 2 periode terakhir 3. Selalu ikut memilih (4 kali) dalam dua periode terakhir 4. Mengikuti perkembangan informasi tentang isu-isu publik 5. Ikut mendiskusikan isu-isu publik dengan pihak lain (keluarga, teman, kolega dll) 6. Pernah menyampaikan aspirasi/kritik/protes terhadap pejabat publik/politisi 7. Pernah melakukan lebih dari sekali dalam kurun waktu satu tahun terakhir 8. Pernah menyampaikan aspirasi/kritik/protes secara berkelompok 9. Ikut mendiskusikan dalam kelompok tentang kualifikasi kandidat yang ideal 10. Ikut terlibat dalam tim sukses/pemenangan kandidat pemilukada kabupaten/kota 11. Ikut terlibat dalam tim sukses/pemenangan kandidat pemilukada Gubernur 12. Ikut memberikan bantuan dana/materi dalam aktifitas politik

Data kualitatif dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif, dimulai dari analisis kategorial dan perbandingan dari 4 kabupaten yang diteliti.

TEMUAN DATA

Perempuan Indonesia di Ranah Publik

Mengacu pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2013, ada peningkatan jumlah keterpilihan caleg perempuan di pemilu legislatif 2009 dibandingkan pemilu tahun 2004. Peningkatan jumlah perempuan terpilih menunjukkan bertambahnya minat perempuan masuk dunia politik, dan mengindikasikan meningkatnya pemahaman masyarakat tentang peran perempuan di dunia politik. Ini diatur Undang Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang menyatakan kuota 30 % bagi perempuan dalam politik terutama di DPR. Kenyataannya keterlibatan perempuan di dunia politik belum mencapai 30 %.

Kurangnya kepercayaan diri perempuan berkompetisi dengan pria di dunia politik mengakibatkan keterkaitan perempuan dalam badan Legislatif masih jauh dari memadai.

Di eksekutif, perempuan juga mengalami peningkatan. Di tingkat pemerintah pusat, dari 34 kementerian, ada 4 kementerian dipimpin perempuan yaitu: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kepala Bappenas), Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP dan PA). Di daerah, ada satu provinsi dipimpin perempuan yaitu Provinsi Banten terpilih sejak 2007 sampai sekarang. Di tingkat kabupaten/kota, terdapat 16 orang bupati dan walikota perempuan.

Page 7: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

6 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

Partisipasi Politik Perempuan di Kabupaten Tuban

Dari 50 kursi, 9 diduduki legislatif perempuan (18 %). Kabupaten Tuban saat ini dipimpin H. Fathul Huda selaku bupati yang didamping Ir. H. Noor Nahar Husein, M.Si wakil bupati. Pasangan ini berhasil mengungguli lima kandidat dengan suara 55,18 persen. Pesaing terdekatnya Kristiawan-Haeny Relawati dengan suara 30,66 persen. Haeny Relawati sendiri adalah bupati incumbent dua periode, karena peraturan perundang-undangan dilarang maju kembali sebagai bupati. Dua periode memimpin menurut subyek yang diwawancarai, karena faktor keluarga.

Kriteria responden adalah perempuan di atas 17 tahun atau di bawah 17 tahun pernah menikah. Penentuan responden dengan teknik simple random sampling. Tingkat pendidikan SD sampai SMA. Pekerjaan responden meliputi wiraswasta. Ibu Rumah Tangga, PNS, Guru (swasta/honorer), dan pelajar/mahasiswa. Penghasilan responden dalam satu bulan, kisaran di bawah 500 ribu hingga satu juta sebanyak 12 persen, tidak berbeda dengan responden berpenghasilan 1 juta hingga 1,5 juta rupiah. Status responden ada yang menikah dan ada yang belum menikah serta pernah menikah. Responden ada yang berorganisasi dan 60 persen tidak berorganisasi. Seluruh responden mengaku ikut/pernah memilih minimal 1 kali dalam 2 pemilukada. Data ini menggambarkan keterlibatan memilih kandidat (votting behavior) partisipasi politik perempuan di Kabupaten Tuban dalam pemilukada sangat tinggi. Mereka memilih sebagian besar karena keinginan sendiri, sebagai dasar. Pertimbangan adalah faktor keluarga dalam menentukan pilihannya. Pemilih perempuan di Kabupaten Tuban juga mempertimbangkan informasi dan pemberitaan yang dimuat media massa . Sebagian besar pemilih perempuan di Kabupaten Tuban sedikit yang mengikuti perkembangan dan informasi politik. Apalagi membahas dan mendiskusikannya baik secara formal maupun informal. Tingkat pengetahuan responden terhadap realitas politik yang ada disekitarnya cukup rendah, karena mereka hanya tahu nama pemimpinnya tanpa tahu produk kebijakannya. Keterlibatan pemilih perempuan dalam aktifitas kampanye menunjukkan sebagian besar responden mengaku aktif dengan alasan karena kampanye menghadirkan artis. Mereka sangat minim untuk mengkritisi kebijakan dan tindakan kepala daerahnya baik secara individual maupun secara kelompok.

Hasil survey, menunjukkan antusiasme kepedulian perempuan dalam pemilukada. Keterlibatan perempuan dalam tim sukses sangat minim, dan seluruh responden, mengaku tidak pernah memberikan donasi apapun dalam proses politik.

Partisipasi Politik Perempuan di Kabupaten Jombang

Total 50 kursi, 3 diantaranya diduduki legislatif perempuan. Saat ini Kabupaten Jombang dipimpin Drs. Ec. Nyono Suharli Wihandoko selaku bupati dan Hj. Mundjidah Wahab wakill bupati. Bupati Nyono Suharli adalah Ketua Golkar Jombang yang pernah 20 tahun menjadi Kepala Desa Sepanyul, Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang. Sedangkan Mundjidah Wahab adalah tokoh agama dan aktifis perempuan. 35 tahun menjadi anggota legislatif Partai Persatuan Pembangunan, pengurus struktural NU, mulai dari Fatayat hingga Muslimat. Mundjidah Wahab juga pengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang putri kandung tokoh NU, KH. Wahab Hasbullah.

Page 8: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

7 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

Responden pemilih perempuan yang diwawancarai dalam penelitian ini di Kabupaten Jombang mempunyai kriteria usia di atas 17 tahun atau di bawah 17 tahun pernah menikah. Responden ditentukan dengan teknik simple random sampling. Responden berpendidikan SD sampai SMA, dan sebagian besar wiraswasta, guru, PNS, karyawan dan pelajar. Pendapatan responden antara 500 sampai 1,5 juta. Status mereka kebanyakan menikah. Responden yang aktif berorganisasi sejumlah 48 %. Mereka aktif memilih dalam pemilukada atas kemauan sendiri sejumlah 75 %. Pengetahuan pemilih perempuan terhadap isu-isu publik dan permasalahan politik relatif tinggi sebesar 68 persen. Sedangkan yang menyatakan pernah mendiskusikan isu-isu politik sebesar 64 persen. Sebanyak 96 persen responden dapat menyebut dengan baik nama bupati dan gubernur Jawa Timur. Namun ketika diminta menyebutkan partai politik yang menang dalam pemilu terakhir hanya 84 persen yang bisa menjawab dengan benar. Sedangkan responden yang dapat menyebutkan beberapa produk kebijakan dari pemerintah daerah hanya sebesar 68 persen.

Di Kabupaten Jombang, keterlibatan pemilih perempuan dalam aktifitas kampanye menunjukkan sebagian besar responden mengaku pernah ikut dalam aktifitas kampanye dalam pemilihan kepala daerah. Pemilih perempuan di Kabupaten Jombang memiliki angka yang relatif tinggi berkaitan dengan respon dan aksi terhadap isu-isu politik.

36 persen responden pemilih perempuan di Kabupaten Jombang mengaku menjadi anggota organisasi sosial kemasyarakatan. Data tentang aktifitas perempuan dalam kelompok/organisasi di Kabupaten Jombang sebanyak 20 persen pemilih perempuan pernah terlibat aksi kelompok dalam merespon dan mengkritisi isu-isu publik. Hasil survey, keterlibatan aktif pemilih perempuan di Kabupaten Jombang dalam pemilihan bupati menunjukkan sebanyak 28 persen responden pernah terlibat aktif dalam mendiskusikan kandidat kepala daerah ideal, baik secara formal maupun informal. Data ini menunjukkan antusiasme sekaligus mengindikasikan kepedulian perempuan dalam pemilukada.

Aksi perempuan dalam keterlibatannya sebagai tim sukses atau pemenangan kandidat ada 8 persen responden dalam tim pemenangan kandidat bupati, sedangkan untuk kandidat gubernur tidak ada responden yang pernah terlibat. Tidak ada responden memberikan donasi dalam proses politik dalam bentuk apapun.

Partisipasi Politik Perempuan di Kabupaten Tulungagung

Kabupaten Tulungagung dipimpin oleh Syahri Mulyo, SE sebagai bupati, sedangkan wakil adalah Drs. H. Maryoto Birowo, MM. Syahri Mulyo dan Maryoyo Birowo terpilih sebagai bupati dengan dukungan sebanyak 44,98 persen. Catatan KPU Tulungagung, angka DPT Pemilukada Tulungagung 2013 tercatat 843.111 terbagi secara seksualitas, laki-laki 419.138 dan perempuan 423.973, hasil partisipasi pemilih juga didominasi perempuan, angka partisipasi perempuan mencapai 308.861 dan laki-laki angka partisipasinya 252.772, ketika dijumlah angka partisipasi berjumlah 558.633 pemilih.

Page 9: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

8 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

Kriteria responden pemilih perempuan berusia di atas 17 tahun atau di bawah 17 tahun yang pernah menikah. Tingkat pendidikan responden Sekolah Dasar sampai dengan sarjana sebesar. Karakteristik pekerjaan/aktifitas utama keseharian. Penghasilan responden dalam satu bulan, kisaran 500 ribu hingga 1 juta hingga 2 juta. Status perkawinan responden sebanyak 76 persen menikah. Aktifitas organisasi responden sebesar 60 persen. Data menunjukkan bahwa semua responden pernah minimal satu kali ikut mencoblos dalam pemilihan bupati dan gubernur. Namun hanya 80 persen saja yang menyatakan selalu ikut memilih kepala daerah dalam 2 periode terakhir. 80 % responden di Kabupaten Tulungagung mengaku memilih karena kehendak pribadi. 36 persen memilih karena pertimbangan keluarga. Sebanyak 52 persen responden mengikuti perkembangan informasi dan berita politik. Sedang 44 persen responden menyatakan kerap mendiskusikannya dengan pihak-pihak lain baik secara formal maupun informal. Sebanyak 96 persen responden dapat menyebut nama bupati dan gubernur Jawa Timur. Namun ketika diminta menyebutkan partai politik yang menang dalam pemilu terakhir hanya 88 persen yang bisa menjawab dengan benar. Sedangkan responden yang dapat menyebutkan beberapa produk kebijakan dari pemerintah daerah hanya sebesar 52 persen.

Keterlibatan pemilih perempuan dalam aktifitas kampanye menunjukkan 52 persen responden pernah terlibat dalam kegiatan kampanye pemilukada. Aksi individual responden terhadap isu-isu publik yang sedang terjadi sangat rendah sejumlah 8 %. 60 persen responden pemilih perempuan di Kabupaten Tuban mengaku menjadi anggota organisasi sosial kemasyarakatan. Sebanyak 8 persen responden yang mengaku pernah memperjuangkan aspirasi melalui organisasi masyarakat.

Keterlibatan aktif pemilih perempuan di Kabupaten Tuban dalam pemilihan bupati menunjukkan 44 persen responden pernah terlibat aktif dalam mendiskusikan kandidat kepala daerah ideal, baik secara formal maupun informal. Data ini menunjukkan antusiasme sekaligus mengindikasikan kepedulian perempuan dalam pemilukada. Sebanyak 12 persen responden mengaku pernah terlibat dalam tim pemenangan kandidat bupati dan gubernur, meskipun hanya di tingkat desa. Seluruh responden, tidak mengaku pernah memberikan donasi proses politik dalam bentuk apapun.

Partisipasi Politik Perempuan di Kabupaten Banyuwangi

Abdullah Azwar Anas-Yusuf Widyatmoko merupakan kepala daerah Kabupaten Banyuwangi satu putaran. Pasangan ini berhasil meraup 372.149 suara atau 49,23 persen.

Kriteria responden pemilih perempuan usia di atas 17 tahun atau di bawah 17 tahun pernah menikah. Penentuan responden dilakukan dengan teknik simple random sampling. Pendidikan mulai SD sampai sarjana, yang didominasi SMA sejumlah 48 %. Pekerjaan/aktifitas responden yaitu karyawan, pelajar/mahasiswa, ibu rumah tangga, Guru, dan PNS, wiraswasta dan sektor informal dan petani. Penghasilan yang diperoleh responden dalam satu bulan, kisaran 500 ribu hingga 2 juta perbulan. Status perkawinan responden menunjukkan sebanyak 52 persen responden mengaku menikah. Aktifitas organisasi responden menunjukkan ponden aktif dalam organisasi, baik sebagai anggota maupun pengurus adalah sebesar 64 persen.

Page 10: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

9 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

Keikutsertaan pemilih perempuan hadir dan memilih kepala daerah di Kabupaten Banyuwangi yaitu sebesar 96 persen untuk pemilihan bupati dan 76 persen untuk pemilihan gubernur. Konteks pemilihan bupati, tingkat keikutsertaan sangat tinggi dikarenakan kedekatan hubungan, baik dengan kandidat secara langsung maupun tim sukses/pemenangan kandidat. Aspek kemandirian dalam menentukan pilihan, sebanyak 64 persen responden menyatakan menentukan pilihan politiknya secara mandiri. Pemilih perempuan paling banyak mempertimbangkan faktor keluarga dalam menentukan pilihannya yaitu sebesar 48 persen. Responden menyatakan mengikuti berita/informasi tentang permasalahan publik sebanyak 76 persen. Sedangkan yang mengaku secara intensif mendiskusikan baik secara formal maupun informal dengan anggota masyarakat yang lain sebanyak 52 persen. Pengetahuan dan interest pemilih perempuan dengan isu dan permasalahan politik yang tertinggi jika dibandingkan dengan tiga kabupaten sebelumnya. Data menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui kepala daerah yang sedang menjabat, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Sebanyak 96 persen responden dapat menyebut nama bupati dan gubernur Jawa Timur. Ketika diminta menyebutkan partai politik yang menang dalam pemilu terakhir sebanyak 76 persen responden bisa menjawab dengan benar. Sedangkan responden yang dapat menyebutkan beberapa produk kebijakan dari pemerintah daerah relatif tinggi diangka 64 persen. Tindakan politik individual menunjukkan fenomena yang menarik, bahwa tingginya pengetahuan dan ketertarikan pemilih perempuan terhadap isu dan permasalahan politik justru tidak sebanding dengan angka keikutsertaan dalam kegiatan kampanye. Di Banyuwangi, sebagian besar pemilih perempuan justru tidak pernah mengikuti kampanye yaitu sebanyak 68 persen.

12 % Pemilih perempuan cenderung pernah menyampaikan aspirasi kepada pejabat publik dan pernah melakukannya lebih dari sekali dalam setahun. 64 persen responden pemilih perempuan mengaku menjadi anggota organisasi sosial kemasyarakatan. Sedangkan responden yang mengaku pernah terlibat aksi kelompok dalam merespon dan mengkritisi isu-isu publik sebanyak 8 persen. Keterlibatan aktif pemilih perempuan dalam pemilihan bupati menunjukkan bahwa sebanyak 40 persen responden pernah terlibat aktif dalam mendiskusikan kandidat kepala daerah ideal, baik secara formal maupun informal. Data ini menunjukkan antusiasme sekaligus mengindikasikan kepedulian perempuan dalam pemilukada. Hanya 8 persen responden pernah terlibat tim sukses/pemenangan kandidat pemilihan bupati, sedangkan 4 persen terlibat dalam tim pemenangan kandidat gubernur. Seluruh responden, tidak ada yang mengaku pernah memberikan donasi dalam proses politik baik dalam bentuk apapun.

ANALISIS DATA

Indeks Partisipasi Politik Perempuan Dalam Pemilukada di Jawa Timur

Peran dan partisipasi politik perempuan dalam pemilukada di Jawa Timur dalam penelitian ini diukur dengan instrumen baku yang digunakan League of Women Voters of Pennsylvania, publication No.101, Philadelphia. (Miller, 1977). Instrumen disesuaikan dengan konteks pemilu di Indonesia, mengukur 6 variabel partisipasi politik meliputi: 1. Keikutsertaan dalam pemilu lokal/pemilukada 2. Pengetahuan dan ketertarikan terhadap isu-isu publik/politik

Page 11: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

10 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

3. Aksi individual terhadap isu-isu publik/politik 4. Aksi kelompok terhadap isu-isu publik/politik 5. Keterlibatan aktif dalam proses pemilukada 6. Dukungan pendanaan terhadap aktifitas pemilukada

Hasil analisis dan perhitungan skor, Indeks Partisipasi Politik perempuan di Kabupaten Tuban pada Tabel 5.1 diketahui bahwa skor tertinggi dan maksimal (“25” atau 100%) adalah keikutsertaan dalam memilih bupati dan gubernur minimal satu kali dalam 2 periode terakhir pemilukada. Sedangkan skor terendah adalah penyampaian aspirasi secara berkelompok dan donasi dalam aktifitas pemilukada (“0” atau 0 persen).

Tabel 5.1. Indeks Partisipasi Politik Perempuan di Kabupaten Tuban

No Variabel Indikator Skor Indeks

1 Ikut memilih dalam pemilu

lokal/pemilukada 1 Ikut memilih bupati minimal satu kali

dalam 2 pemilukada terakhir 25

4,0

2 Ikut memilih gubernur minimal satu kali dalam 2 pemilukada gubernur terakhir

25

3 Selalu ikut memilih (4 kali) dalam pemilukada bupati dan gubernur

24

2 Pengetahuan terhadap isu-isu

publik/politik 4 Mengikuti perkembangan informasi

tentang isu-isu publik 6

5 Ikut mendiskusikan isu-isu publik dengan pihak lain (keluarga, teman, kolega dll)

4

3 Aksi individual terhadap isu-isu

publik/politik 6 Pernah menyampaikan

aspirasi/kritik/protes terhadap pejabat publik/politisi

3

7 Pernah melakukan lebih dari sekali dalam kurun waktu satu tahun terakhir

1

4 Aksi kelompok terhadap isu-isu

publik/politik 8 Pernah menyampaikan

aspirasi/kritik/protes secara berkelompok 0

5 Keterlibatan aktif dalam proses

pemilukada 9 Ikut mendiskusikan dalam kelompok

tentang kualifikasi kandidat yang ideal 10

10 Ikut terlibat dalam tim sukses/pemenangan kandidat Bupati

1

11 Ikut terlibat dalam tim sukses/pemenangan kandidat Gubernur

1

6 Dukungan pendanaan terhadap

aktifitas pemilukada 12

Ikut memberikan bantuan dana/materi dalam aktifitas pemilukada

0

10

Secara keseluruhan nilai Indeks Partisipasi Politik Perempuan di Kabupaten Tuban sebesar 4,0 atau masuk dalam kategori “partisipasi politik rendah”.

Indeks Partisipasi Politik perempuan di Kabupaten Jombang pada tabel 5.2. diketahui skor tertinggi adalah keikutsertaan dalam memilih bupati dan gubernur minimal satu kali

Page 12: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

11 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

dalam 2 periode terakhir pemilukada dengan skor “24’. Skor terendah keterlibatan tim pemenangan bupati dan gubernur serta donasi aktifitas pemilukada (“0” atau 0 persen).

Tabel 5.2. Indeks Partisipasi Politik Perempuan di Kabupaten Jombang

No Variabel Indikator Skor Indeks

1 Ikut memilih dalam pemilu

lokal/pemilukada 1 Ikut memilih bupati minimal satu kali dalam

2 pemilukada terakhir 25

4,84

2 Ikut memilih gubernur minimal satu kali dalam 2 pemilukada gubernur terakhir

22

3 Selalu ikut memilih (4 kali) dalam pemilukada bupati dan gubernur

19

2 Pengetahuan terhadap isu-isu

publik/politik 4 Mengikuti perkembangan informasi tentang

isu-isu publik 17

5 Ikut mendiskusikan isu-isu publik dengan

pihak lain (keluarga, teman, kolega dll) 16

3 Aksi individual terhadap isu-isu

publik/politik 6 Pernah menyampaikan

aspirasi/kritik/protes terhadap pejabat publik/politisi

5

7 Pernah melakukan lebih dari sekali dalam kurun waktu satu tahun terakhir

3

4 Aksi kelompok terhadap isu-isu

publik/politik 8 Pernah menyampaikan

aspirasi/kritik/protes secara berkelompok 5

5 Keterlibatan aktif dalam proses

pemilukada 9 Ikut mendiskusikan dalam kelompok

tentang kualifikasi kandidat yang ideal 7

10 Ikut terlibat dalam tim sukses/pemenangan kandidat Bupati

2

11 Ikut terlibat dalam tim sukses/pemenangan kandidat Gubernur

0

6 Dukungan pendanaan terhadap

aktifitas pemilukada 12

Ikut memberikan bantuan dana/materi dalam aktifitas pemilukada

0

121

Keseluruhan nilai Indeks Partisipasi Politik Perempuan Kabupaten Jombang sebesar 4,84 masuk kategori “partisipasi politik menengah”. Lebih tinggi dibanding Kabupaten Tuban.

Kabupaten Tulungagung, Indeks Partisipasi Politik perempuan pada tabel 4.10, diketahui skor tertinggi dan maksimal (“25” atau 100%) adalah keikutsertaan memilih bupati dan gubernur minimal satu kali dalam 2 periode terakhir pemilukada. Skor terendah penyampaian aspirasi berkelompok dan donasi aktifitas pemilukada (“0” atau 0 persen).

Tabel 5.3. Indeks Partisipasi Politik Perempuan di Kabupaten Tulungagung

No Variabel Indikator Skor Indeks

1 Ikut memilih dalam pemilu

lokal/pemilukada 1 Ikut memilih bupati minimal satu kali dalam

2 pemilukada terakhir 25

4,6

Page 13: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

12 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

2 Ikut memilih gubernur minimal satu kali dalam 2 pemilukada gubernur terakhir

25

3 Selalu ikut memilih (4 kali) dalam pemilukada bupati dan gubernur

20

2 Pengetahuan terhadap isu-isu

publik/politik 4 Mengikuti perkembangan informasi tentang

isu-isu publik 13

5 Ikut mendiskusikan isu-isu publik dengan

pihak lain (keluarga, teman, kolega dll) 11

3 Aksi individual terhadap isu-isu

publik/politik 6 Pernah menyampaikan

aspirasi/kritik/protes terhadap pejabat publik/politisi

2

7 Pernah melakukan lebih dari sekali dalam kurun waktu satu tahun terakhir

0

4 Aksi kelompok terhadap isu-isu

publik/politik 8 Pernah menyampaikan

aspirasi/kritik/protes secara berkelompok 2

5 Keterlibatan aktif dalam proses

pemilukada 9 Ikut mendiskusikan dalam kelompok

tentang kualifikasi kandidat yang ideal 11

10 Ikut terlibat dalam tim sukses/pemenangan kandidat Bupati

3

11 Ikut terlibat dalam tim sukses/pemenangan kandidat Gubernur

3

6 Dukungan pendanaan terhadap

aktifitas pemilukada 12

Ikut memberikan bantuan dana/materi dalam aktifitas pemilukada

0

115

Keseluruhan nilai Indeks Partisipasi Politik Perempuan di Kabupaten Tulungagung 4,6 kategori “partisipasi politik menengah”.

Di Kabupaten Banyuwangi , Indeks Partisipasi Politik perempuan tabel 5.4, diketahui skor tertinggi dan maksimal (“25” atau 100%) keikutsertaan memilih bupati dan gubernur minimal satu kali dalam 2 periode terakhir pemilukada. Skor terendah penyampaian aspirasi secara berkelompok dan donasi dalam aktifitas pemilukada (“0” atau 0 persen).

Tabel 5.4. Indeks Partisipasi Politik Perempuan di Kabupaten Banyuwangi

No Variabel Indikator Skor Indeks

1 Ikut memilih dalam pemilu

lokal/pemilukada 1 Ikut memilih bupati minimal satu kali dalam

2 pemilukada terakhir 24

4,36

2 Ikut memilih gubernur minimal satu kali dalam 2 pemilukada gubernur terakhir

19

3 Selalu ikut memilih (4 kali) dalam pemilukada bupati dan gubernur

13

2 Pengetahuan terhadap isu-isu

publik/politik 4 Mengikuti perkembangan informasi tentang

isu-isu publik 19

5 Ikut mendiskusikan isu-isu publik dengan

pihak lain (keluarga, teman, kolega dll) 13

Page 14: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

13 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

3 Aksi individual terhadap isu-isu

publik/politik 6 Pernah menyampaikan

aspirasi/kritik/protes terhadap pejabat publik/politisi

3

7 Pernah melakukan lebih dari sekali dalam kurun waktu satu tahun terakhir

3

4 Aksi kelompok terhadap isu-isu

publik/politik 8 Pernah menyampaikan

aspirasi/kritik/protes secara berkelompok 2

5 Keterlibatan aktif dalam proses

pemilukada 9 Ikut mendiskusikan dalam kelompok

tentang kualifikasi kandidat yang ideal 10

10 Ikut terlibat dalam tim sukses/pemenangan kandidat Bupati

2

11 Ikut terlibat dalam tim sukses/pemenangan kandidat Gubernur

1

6 Dukungan pendanaan terhadap

aktifitas pemilukada 12

Ikut memberikan bantuan dana/materi dalam aktifitas pemilukada

0

109

Keseluruhan nilai Indeks Partisipasi Politik Perempuan Kabupaten Banyuwangi sebesar 4,36 atau masuk dalam kategori “partisipasi politik menengah”.

Pengukuran Indeks Partisipasi Politik Perempuan di Jawa Timur, dilakukan dengan menggabungkan sampel responden 4 kabupaten, sehingga total sampel sebanyak 100.

Hasil Indeks Partisipasi Politik perempuan di Jawa Timur diuraikan dalam tabel 4.48.

Tabel 5.5. Indeks Partisipasi Politik Perempuan di Jawa Timur

No Variabel Indikator Skor Indeks

1 Ikut memilih dalam pemilu

lokal/pemilukada 1 Ikut memilih bupati minimal satu kali dalam

2 pemilukada terakhir 99

4,45

2 Ikut memilih gubernur minimal satu kali dalam 2 pemilukada gubernur terakhir

91

3 Selalu ikut memilih (4 kali) dalam pemilukada bupati dan gubernur

76

2 Pengetahuan terhadap isu-isu

publik/politik 4 Mengikuti perkembangan informasi tentang

isu-isu publik 55

5 Ikut mendiskusikan isu-isu publik dengan

pihak lain (keluarga, teman, kolega dll) 44

3 Aksi individual terhadap isu-isu

publik/politik 6 Pernah menyampaikan

aspirasi/kritik/protes terhadap pejabat publik/politisi

13

7 Pernah melakukan lebih dari sekali dalam kurun waktu satu tahun terakhir

7

4 Aksi kelompok terhadap isu-isu

publik/politik 8 Pernah menyampaikan

aspirasi/kritik/protes secara berkelompok 9

5 Keterlibatan aktif dalam proses 9 Ikut mendiskusikan dalam kelompok

tentang kualifikasi kandidat yang ideal 38

Page 15: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

14 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m

pemilukada

6 Dukungan pendanaan terhadap

aktifitas pemilukada

Data menunjukkan nilai Indeks Partisipasi Politik Perempuan dalam pemilukada di Jawa Timur sebesar 4,45 masuk

1.2. Peran dan Partisipasi Politik Perempuan dalam Pemilukada: Perbandingan Antar Kabupaten

Partisipasi politik perempuan dalam pemilukada di Jawa Timur dalam kategori “partisipasi politik menengah”.keikutsertaan memilih dalam pemilukada sebesar “88,3”“Pengetahuan dan interest terhadap isindividu terhadap isu publik” diangka “10skornya “9”; variabel “Keterlibatan aktif dalam pemilukada” mendapat nilai “variabel “Dukungan pendanaan dalam pemilukada” tidak mendapatkan nilai.

Gambar 5.1

K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

10 Ikut terlibat dalam tim sukses/pemenangan kandidat Bupati

11 Ikut terlibat dalam tim sukses/pemenangan kandidat Gubernur

Dukungan pendanaan terhadap 12

Ikut memberikan bantuan dana/materi dalam aktifitas pemilukada

nilai Indeks Partisipasi Politik Perempuan dalam pemilukada di masuk kategori “partisipasi politik menengah”.

Peran dan Partisipasi Politik Perempuan dalam Pemilukada: Perbandingan Antar

Partisipasi politik perempuan dalam pemilukada di Jawa Timur secara umum masuk dalam kategori “partisipasi politik menengah”. Variabel tertinggi “variabel 1” yaitu keikutsertaan memilih dalam pemilukada sebesar “88,3” dari total skor 100“Pengetahuan dan interest terhadap isu-isu publik” mendapat nilai “49,5”; variabel “Aksi

erhadap isu publik” diangka “10”; variabel “Aksi kelompok terhadap isu publik” skornya “9”; variabel “Keterlibatan aktif dalam pemilukada” mendapat nilai “variabel “Dukungan pendanaan dalam pemilukada” tidak mendapatkan nilai.

Gambar 5.1. Skor Enam Variabel Partisipasi

P e m i l u k a d a

8

Ikut terlibat dalam tim sukses/pemenangan 5

Ikut memberikan bantuan dana/materi dalam 0

445

nilai Indeks Partisipasi Politik Perempuan dalam pemilukada di

Peran dan Partisipasi Politik Perempuan dalam Pemilukada: Perbandingan Antar

secara umum masuk ariabel tertinggi “variabel 1” yaitu

dari total skor 100. Variabel ”; variabel “Aksi

ariabel “Aksi kelompok terhadap isu publik” skornya “9”; variabel “Keterlibatan aktif dalam pemilukada” mendapat nilai “17” dan

Page 16: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

15 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m

Mayoritas pemilih perempuan memilih”. Variabel yang memberikan sumbangan dalam perhitungan indeks keseluruhan adalah variabel pengetahuan dan ketertAngka ini diukur dengan melihat pengetahuan pemilih perempuan terhadap pejabat politik, partai politik berkuasa dan kebijakan

Keterlibatan aktif perempuan dalam pemilukada cukup mendorong indeks partisipassecara umum. Skor “17” untuk variabel 6, diwujudkan dengan ikut aktif dalam mendiskusikan calon kepala daerah ideal, tingkat kabupaten maupun provinsi.kebijakan sebesar “10”. Aksi kelompok dalam merespon dan mengkriVariabel dukungan pendanaan

Nilai indeks partisipasi politik Kabupaten Tuban skor “4”. Banyuwang

Gambar 5.2. Perbandingan Indeks Partisipasi Antar Kabupaten

2 kabupaten dengan suaraKabupaten Tuban dipimpin Haeny Relawa2011. Haeny Relawati bupati perempuan pertama Jawa Timur,

Kabupaten Banyuwangi,Tulungagung belum pernah dterakhir memiliki wakil bupati perempuan.

K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

ayoritas pemilih perempuan Jawa Timur bentuk partisipasinya ariabel yang memberikan sumbangan dalam perhitungan indeks keseluruhan

adalah variabel pengetahuan dan ketertarikan terhadap isu-isu politik, sebesar “49,5”. Angka ini diukur dengan melihat pengetahuan pemilih perempuan terhadap pejabat politik, partai politik berkuasa dan kebijakan-kebijakan umum pemerintah daerah.

eterlibatan aktif perempuan dalam pemilukada cukup mendorong indeks partisipas” untuk variabel 6, diwujudkan dengan ikut aktif dalam

mendiskusikan calon kepala daerah ideal, ikut terlibat dalam tim pemenangan baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Aksi individual dalam merespon dan mengkritisi

ksi kelompok dalam merespon dan mengkritik hanya sebesar “9”. proses politik sama sekali tidak mendapat nilai.

ilai indeks partisipasi politik tertinggi Kabupaten Jombang “4,84”. Indeks terendah skor “4”. Banyuwangi dan Tulungagung, diangka “4,36” dan “4,6”

. Perbandingan Indeks Partisipasi Antar Kabupaten

suara terendah, pernah dipimpin kepala daerah perempuan. Haeny Relawati, politisi Golkar menjabat bupati

2011. Haeny Relawati bupati perempuan pertama Jawa Timur, yang dipilih secara langsung.

Kabupaten Banyuwangi, tahun 2005 - 2010 dipimpin Bupati Ratna Ani Lestaribelum pernah dipimpin kepala daerah perempuan. Jombang,

wakil bupati perempuan.

P e m i l u k a d a

dilevel “ikut ariabel yang memberikan sumbangan dalam perhitungan indeks keseluruhan

sebesar “49,5”. Angka ini diukur dengan melihat pengetahuan pemilih perempuan terhadap pejabat

kebijakan umum pemerintah daerah.

eterlibatan aktif perempuan dalam pemilukada cukup mendorong indeks partisipasi ” untuk variabel 6, diwujudkan dengan ikut aktif dalam

pemenangan baik di Aksi individual dalam merespon dan mengkritisi

tik hanya sebesar “9”. proses politik sama sekali tidak mendapat nilai.

ndeks terendah diangka “4,36” dan “4,6”.

. Perbandingan Indeks Partisipasi Antar Kabupaten

kepala daerah perempuan. ti, politisi Golkar menjabat bupati tahun 2001-

yang dipilih secara langsung.

Bupati Ratna Ani Lestari. Dan daerah perempuan. Jombang, periode

Page 17: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

16 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

Gambar 5.3. Prosentase Variabel-Variabel Partisipasi Antar Kabupaten

Gambar 5.3 menunjukkan persentase tertinggi variabel (1) “keikutsertaan memilih dalam pemilukada” Kabupaten Tuban 98,4 %. Berikutnya Kabupaten Tulungagung 93,2 %, Kabupaten Jombang 88 % dan Kabupaten Banyuwangi 74,4 %. Variabel (2) “Pengetahuan dan Interest terhadap isu-isu publik” Jombang 66 %, Banyuwangi 64 %, Tulungagung 48 % dan terendah Tuban 20 %. Variabel (3) “aksi individual terhadap isu publik” Jombang 16 %, Banyuwangi 12 %. Tuban dan Tulungagung, 8 % dan 4 %. Variabel (4) “aksi kelompok terhadap isu publik” Jombang 20 %. Tulungagung dan Banyuwangi 8 %. Tuban pada tidak mendapatkan nilai. Variabel (5) “keterlibatan aktif dalam pemilukada” Tulungagung 22,4 %. Banyuwangi 17,2 %, Tuban 16 % dan Jombang 12 %.

1.3. Faktor-faktor Pendorong dan Penghambat Partisipasi Politik Perempuan Faktor penyebab persentase perempuan dalam politik kecil, yaitu: Faktor internal, seperti: a) sumber daya perempuan, b) adanya pandangan bahwa politik itu keras, c) adanya stereotipe yang dilabelkan pada wanita, sebagai penanggungjawab urusan domestik, d) kurang percaya diri terhadap potensi yang dimiliki, e) kurang membuka diri dengan dunia luar/publik. Kedua, Faktor eksternal, yaitu faktor dari luar perempuan seperti: a) sistem pemilu, b) peran organisasi/partai politik, c) nilai budaya

Page 18: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

17 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m

Gambar 5.4. Pendapat Terhadap

Gambar 5.4. menunjukkan menjadi pemimpin politik. 22 persen seharusnya perempuan menjadi pemimpin di ruangperempuan, 51,3 persen menyatakan posisi sosial persen mendasarkan kualitas pribadinperempuan lebih unggul dari sisi ketegasan dan ketekunanpendapat ini. 5,1 persen menyatakan perempuan harus memilih perempuan, karena yang tahu kepentingan perempuan adalah perempuanberubah pandangan terhadap pemimpin perempuan berubah.

Tidak setuju dengan per

adalah laki-laki. 13,6 persen menyatakan lakiperempuan. 9,2 persen laki-laki cenderung lebih kuat secara mentperempuan. 4,5 persen menyatakanrumah tangga. 1.3.1. Faktor Internal

Untuk mengidentifikasi partisipasi politik perempuan diuraikan sebagai berikut.politik, menunjukkan 60 persen37 persen terlibat dalam proses politik memberikan jawaban. Dalam konteks partisipasi politik perempuan, menjadi menbesar pemilih perempuan masih memaknai politik sebagai bukan hak warganegara. Jika yang terjadi demikian, maka derajat partisipasi politik perempuan akan sangat tergantung pada sejauhmana negara (sebagai pihak

K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

Gambar 5.4. Pendapat Terhadap Pemimpin Perempuan

Gambar 5.4. menunjukkan 78 persen pemilih perempuan setuju perempuan persen tidak setuju. Perempuan sendiri beranggapan

menjadi pemimpin di ruang publik. Alasan setuju perempuan, 51,3 persen menyatakan posisi sosial laki-laki dan perempuan setara. persen mendasarkan kualitas pribadinya. Argumentasi lain setuju karena konteks tertentu perempuan lebih unggul dari sisi ketegasan dan ketekunan. 10,2 persen responden setuju

5,1 persen menyatakan perempuan harus memilih perempuan, karena yang tahu kepentingan perempuan adalah perempuan. 2,6 persen menyatatakan zaman telah berubah pandangan terhadap pemimpin perempuan berubah.

n perempuan 72,7 persen kepercayaan bahwa pemimpin/imam laki. 13,6 persen menyatakan laki-laki cenderung lebih rasional daripada

laki cenderung lebih kuat secara mental dan fisik daripada menyatakan perempuan lebih mulia untuk berperan sebagai ibu

tentang faktor internal yang mendorong dan mdiuraikan sebagai berikut. Keterlibatan perempuan di

60 persen menyatakan berpolitik adalah kewajiban warganegara, 37 persen terlibat dalam proses politik karena hak seluruh warganegara. 3 persen tidak

Dalam konteks partisipasi politik perempuan, menjadi menarik ketika sebagian besar pemilih perempuan masih memaknai politik sebagai kewajiban warganegara dan

warganegara. Jika yang terjadi demikian, maka derajat partisipasi politik perempuan akan sangat tergantung pada sejauhmana negara (sebagai pihak

P e m i l u k a d a

persen pemilih perempuan setuju perempuan beranggapan tidak setuju pemimpin

dan perempuan setara. 30,8 konteks tertentu

sponden setuju 5,1 persen menyatakan perempuan harus memilih perempuan, karena yang

zaman telah

pemimpin/imam laki cenderung lebih rasional daripada

al dan fisik daripada rperan sebagai ibu

internal yang mendorong dan menghambat uan di ranah

menyatakan berpolitik adalah kewajiban warganegara, hak seluruh warganegara. 3 persen tidak

arik ketika sebagian warganegara dan

warganegara. Jika yang terjadi demikian, maka derajat partisipasi politik perempuan akan sangat tergantung pada sejauhmana negara (sebagai pihak yang

Page 19: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

18 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

berkepentingan) menuntut kewajiban apa kepada warganya. Artinya posisi dan peran perempuan akan dikonstruksikan melalui serangkaian kewajiban warganegara yang termuat dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga dalam konteks ini peran warganegara (perempuan) cenderung pasif. Jika sementara ini negara hanya menuntut kewajiban warganegara (perempuan) untuk ikut memilih dalam pemilu, maka hanya sampai disitu saja bentuk partisipasi perempuan. Sebaliknya jika perspektif hak yang dijadikan acuan, maka warganegara (perempuan) tidak hanya pasif menunggu apa yang akan diberikan oleh negara tetapi dapat secara aktif menuntut apa yang seharusnya menjadi milik/haknya. Sehingga dalam hal ini partisipasi perempuan dalam politik dapat semakin luas spektrumnya, tidak hanya sekedar ikut memilih tetapi dapat juga dipilih sebagai pejabat politik.

Cara pandang yang berbeda dalam memaknai politik menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik perempuan. Mereka yang melihatnya dalam dimensi “hak” akan cenderung untuk aktif dalam berbagai dinamika politik. Sedangkan yang masih memaknai dalam perspektif “kewajiban” cenderung melihatnya sebagai tugas yang harus dilakukan sebagai warganegara. Gambaran kondisi pemilih perempuan di Jawa Timur masih banyak menempatkan dirinya sebagai obyek politik dan bukan subyek politik. Sehingga dapat dipahami bahwa Indeks Partisipasi Politik Perempuan masih di level “menengah”.

Merujuk Myron Weiner (Almond, 1974), perbaikan pendidikan dan meningkatnya kemampuan baca tulis adalah salah satu faktor yang mendorong meluasnya partisipasi politik yang dilakukan oleh warganegara. Dengan semakin membaiknya taraf pendidikan, akan mendorong peningkatan aksesabilitas terhadap sumber-sumber informasi sehingga menambah preferensi dan pertimbangan masyarakat untuk berkiprah di ranah politik.

Melalui pendidikan memungkinkan individu untuk melakukan mobilitas sosial, baik secara vertikal maupun horizontal. Sehingga individu tidak lagi terkekang dengan lingkungan sosialnya, bahkan dapat merujuk lingkungan sosial yang berbeda dalam mengambil sikap politik.

Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin setuju dengan kepemimpinan perempuan. Di tingkat pendidikan SD angka yang setuju hanya sebesar 69,6 persen, sedangkan pendidikan Diploma dan Sarjana memiliki nilai maksimal sebesar 100 persen.

Data tingkat pendidikan jika ditabulasi silang dengan persepsi terhadap politik ditampilkan menunjukkan tingkatan pendidikan Sekolah Dasar 82,6 persen melihat politik dari perspektif “kewajiban”, 17,4 persen menyatakan politik sebagai “hak”. Di sisi yang lain, responden dengan tingkat pendidikan relatif tinggi yaitu diploma dan sarjana melihat politik dalam dimensi hak dikisaran 60 hingga 100 persen.

Perluasan partisipasi politik warganegara menurut Weyner (Almond, 1974) salah satunya ditandai dengan munculnya kelas pekerja dan kelas menengah baru. Munculnya kelas pekerja baru dan kelas menengah secara luas, memberi penekanan pada peluang mengenai siapa yang berhak berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik yang memberi perubahan pada pola partisipasi politik. Perempuan yang memiliki kesadaran bahwa politik merupakan hak warganegara adalah mereka yang bekerja dan memiliki aktifitas formal lain dalam kehidupan sosialnya. Pemilih perempuan yang tidak memiliki pekerjaan seluruhnya melihat politik dalam dimensi “kewajiban”. Sedangkan urutan kedua dari pemilih perempuan yang melihat

Page 20: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

19 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

politik dengan perspektif “kewajiban” adalah ibu rumah tangga. Sebanyak 81,8 persen ibu rumah tangga memaknai politik sebagai “kewajiban”warganegara. Perempuan yang bekerja sebagai guru/pengajar menyatakan politik merupakan hak warganegara sebesar 60 persen. wiraswasta 55 persen, pelajar/mahasiswa 41,7 persen, petani 31,3 persen, PNS dan sektor informal masing-masing 25 persen.

Pemilih perempuan yang memiliki penghasilan secara mandiri cenderung memaknai aktifitas berpolitik sebagai hak daripada kewajiban. Pemilih perempuan yang tidak berpenghasilan sebanyak 80 persen menyatakan politik merupakan kewajiban warganegara. 20 persen melihatnya sebagai hak warganegara. Semakin tinggi penghasilan, semakin setuju dengan wacana kepemimpinan perempuan. Mulai dari penghasilan di bawah 500 ribu per bulan hingga penghasilan di atas 2 juta per bulan, angka 71,4 persen hingga 100 persen. Perempuan tidak berpenghasilan, angka persetujuan sedikit di atas responden berpenghasilan di bawah 500 ribu. Hal ini dikarenakan mereka yang masuk dalam kategori tidak berpenghasilan juga terdapat segmen pelajar dan mahasiswa, yang secara kuantitatif lebih banyak mendukung kepemimpinan perempuan.

Faktor eksternal meliputi Nilai-nilai budaya tertentu terkadang menjadi penentu sikap, tindakan yang dilakukan individu. Masyarakat Jawa yang agraris tradisional, anak laki-laki memiliki nilai yang lebih tinggi daripada anak perempuan karena merupakan tenaga kerja yang membantu orang tuanya bekerja di sawah. Nilai sosial budaya yang bermula dari sektor domestik (rumah/keluarga) seperti itu kemudian terbawa ke sektor publik, termasuk dalam panggung politik yang mengutamakan laki-laki atau patriarki. Sistem ini laki-laki memiliki kekuasaan menentukan. Berkaitan dengan partisipasi politik, perempuan juga menghadapi tantangan bahwa berkiprah di politik masih menjadi ranah eksklusif laki-laki. Di Jawa Timur, berdasarkan temuan diketahui pemilih perempuan yang memutuskan pilihannya secara mandiri tanpa dipengaruhi oleh pihak-pihak lain sebesar 76 persen. 24 persen menyatakan tidak mandiri dalam memutuskan pilihan politik. Faktor lain yang mempengaruhi partisipasi politik perempuan adalah nilai-nilai dan ajaran agama yang ditafsirkan secara parsial oleh penganutnya. Beberapa ajaran agama tertentu dipandang menghalangi ruang gerak perempuan di sektor publik. Hal ini sebenarnya merupakan penafsiran yang sempit dan parsial, misalnya ajaran Agama Islam bahwa “perempuan tidak boleh bekerja” atau “perempuan tidak boleh menjadi pemimpin”. Faktor agama berpengaruh terhadap pemimpin perempuan sebanyak 72,7 persen menyatakan tidak setuju pemimpin perempuan karena keyakinan bahwa pemimpin/imam seharusnya adalah laki-laki. Temuan data berikutnya yang memperkuat budaya patriarkhi dan ajaran bahwa laki-laki adalah yang paling pantas menjadi pemimpin ditunjukkan melalui pihak-pihak yang dipertimbangkan oleh perempuan dalam memutuskan pilihan politik. 39 persen menyatakan keluarga adalah pihak pertama yang dijadikan pertimbangan dalam memilih. Berikutnya yang dipertimbangkan adalah tokoh masyarakat 21 persen. Mengacu pada pemetaan tersebut, di Tuban tokoh masyarakat cenderung melekat pada tokoh-tokoh agama, baik secara formal/kelembagaan (pengasuh pondok pesantren, tokoh ormas keagamaan dsb) maupun informal (ustad kampung, modin, dsb). Sedangkan di Jombang dan Tulungagung, dengan tradisi santri dan abangan-nya cenderung melekat pada tokoh agama dan perangkat desa. Sedangkan di Banyuwangi memiliki ciri identik dengan Jawa Pesisiran, dimana lebih kuat terikat dengan tokoh-tokoh

Page 21: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

20 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

agama. 25 perempuan yang terikat perkawinan cenderung tidak setuju dengan kepemimpinan perempuan. Perempuan yang pernah menikah (sudah bercerai) hanya 14,3 persen saja yang tidak setuju dengan kepemimpinan perempuan. Sedangkan perempuan yang belum menikah 17,2 persen yang tidak setuju dengan pemimpin perempuan.

Faktor ketelibatan perempuan dalam organisasi massa atau kelompok-kelompok sosial juga menjadi aspek yang mempengaruhi partisipasi politik perempuan. Individu yang tergabung dalam sebuah kelompok tertentu, memiliki kecenderungan untuk bersikap dan bertindak sebagaimana norma dan kebiasaan kelompok tersebut. Apalagi jika organisasi dan kelompok sosial yang diikuti masuk dalam kategori organisasi politik atau kelompok kepentingan, yang intens bersentuhan dengan permasalahan-permasalahan publik. 44 persen perempuan yang aktif dalam organisasi sosial kemasyarakatan cenderung memaknai politik sebagai “hak”, sedangkan yang tidak aktif di ormas hanya 30 persen saja yang melihat politik dari perspektif “hak”.

Sistem politik yang dikembangkan oleh suatu negara berpengaruh bagi perempuan untuk berkiprah di ranah publik. Faktor ini paling krusial sekaligus mendorong partisipasi politik perempuan.

Perubahan sistemik di Indonesia ketika reformasi tahun 1998 membawa perubahan sistem politik terutama sistem Pemilu. Perubahan sistem politik antara lain, diberlakukannya UU No. 12 Tahun 2003 dengan legitimasi kuota 30% bagi keterwakilan perempuan sebagai caleg dari partai politik. Bahkan ketentuan tersebut dipertegas kembali melalui Undang-undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif dan Undang-undang No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik (Parpol). Dalam Pasal 8 Butir d UU No. 10 tahun 2008, disebutkan penyertaan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat sebagai salah satu persyaratan parpol untuk dapat menjadi peserta pemilu. Begitu juga pada Pasal 53 yang menyatakan bahwa daftar bakal calon peserta pemilu juga harus memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan.

Sistem politik demokratis terbuka, ditunjang adanya affirmative action melalui batasan/kuota perempuan dalam legislatif mejamin perluasan partisipasi perempuan di ruang publik (politik) lainnya. Praktiknya masih memunculkan pro dan kontra (Ratnawati, 2004). Bagi kelompok yang pro terhadap kuota, melandaskan pemikirannya pada beberapa aspek. Pertama, adanya kuota 30 persen bukan mendiskriminasikan perempuan, tetapi justru memberikan kompensasi atas hambatan-hambatan aktual yang mencegah perempuan dari keterlibatannya secara adil dalam posisi politik. Kedua, kuota memperlihatkan secara tidak langsung bahwa terdapat wakil perempuan yang juga duduk di lembaga-lambaga politik, sehingga dapat meminimalisir tekanan yang sering dialami perempuan secara struktural. Ketiga, kuota menunjukkan bahwa perempuan mempunyai hak representasi yang sama. Keempat, pengalaman perempuan diperlukan dalam kehidupan politik Kelima, berbicara kuaota adalah soal presentasi, bukan kualifikasi Keenam, perempuan memiliki kualitas yang sama dengan laki-laki, tetapi kualifikasi perempuan dinilai rendah dan diminimalkan dalam sistem politik yang didominasi laki-laki

Page 22: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

21 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

Ketujuh, adalah fakta bahwa sampai dengan hari ini partai politik-lah yang menentukan pencalonan, dan bukan, terutama masyarakat pemilih yang menentukan pencalonan. Kedelapan, menerapkan sistem kuota mungkin menyebabkan konflik, tetapi hanya bersifat sementara. Kelompok yang menolak, mendasarkan argumentasinya pada hal-hal berikut: Satu, kuota menentang prinsip kesetaraan untuk semua, karena hanya perempuan yang diberikan preferensi Kedua, kuota tidak demokratis, seharusnya pemilih dapat memutuskan siapa yang dipilih. Ketiga, kuota memperlihatkan bahwa politisi dipilih karena gender-nya, bukan kualifikasinya, dan bahwa banyak kandidat yang memenuhi syarat tersingkirkan sebelum kontestasi berlangsung. Keempat, fakta banyak perempuan yang tidak ingin dipilih hanya karena mereka adalah perempuan Kelima, penerapan kuota akan memunculkan konflik yang siginifkan dalam organisasi politik. Kesimpulan Pertama, partisipasi politik perempuan dalam pemilukada Jawa Timur terbatas pada 3 tipologi, (1) ikut serta dalam mencoblos/memilih kandidat kepala daerah 88,3 persen; (2) mengikuti dan tertarik terhadap isu-isu politik 49,5 persen; dan (3) keikutsertaan aktif dalam proses pemilukada (berdiskusi dan menjadi tim sukses) 17 persen. Kedua, partisipasi politik perempuan di 4 (empat) Kabupaten sampel memiliki kecenderungan sama. Partisipasi politik identik keikutsertaan dalam memilih kandidat. Ketiga, perhitungan Indeks Partisipasi Politik perempuan di Jawa Timur berada di angka “4,45” atau masuk dalam kategori “partisipasi politik menengah”. Keempat, perhitungan Indeks Partisipasi Politik masing-masing kabupaten sampel adalah Kabupaten Tuban “4” (Partisipasi Politik Rendah), Kabupaten Jombang “4,84” (Partisipasi Politik Menengah), Kabupaten Tulungagung “4,6” (Partisipasi Politik Menengah) dan Kabupaten Banyuwangi “4,36” (Partisipasi Politik Menengah) Kelima, pengalaman pernah dipimpin bupati perempuan tidak otomatis meningkatkan derajat partisipasi politik perempuan. Indeks Partisipasi Politik perempuan di Tuban dan Banyuwangi justru lebih rendah dibandingkan Tulungagung dan Jombang. Sebagian besar masyarakat menilai terpilihnya bupati perempuan karena faktor keluarga/suami. Di Tuban, bupati perempuan didukung jaringan bisnis suami.Dii Banyuwangi dukungan suami secara kebetulan menjabat bupati Jembrana (berseberangan dengan Banyuwangi) Keenam, mayoritas pemilih perempuan beranggapan keterlibatan dalam dunia politik kewajiban warganegara. Hanya sebagian kecil mengganggap sebagai hak yang dimiliki secara mutlak oleh warganegara Ketujuh, sebagian besar pemilih perempuan menyatakan setuju terhadap kepemimpinan perempuan (78 persen). Sedangkan sisanya sebesar 22 persen menyatakan tidak setuju. Kedelapan, argumentasi bagi yang setuju adalah karena posisi sosial antara laki-laki dan perempuan setara (51,3 persen); memilih pemimpin mendasarkan pada kualitas pribadi yang bersangkutan (30,8 persen); pada konteks tertentu perempuan lebih unggul dari sisi ketegasan dan ketekunan (telaten) daripada laki-laki (10,2 persen) alasan perempuan harus memilih perempuan, karena yang tahu kepentingan perempuan adalah perempuan

Page 23: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

22 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

itu sendiri (5,1 persen) dan perubahan zaman telah merubah pandangan terhadap pemimpin perempuan (2,6 persen). Kesembilan, argumentasi dari yang tidak setuju adalah adalah kepercayaan bahwa yang menjadi pemimpin/imam adalah laki-laki (72,7 persen); laki-laki cenderung lebih rasional daripada perempuan (13,6 persen); laki-laki cenderung lebih kuat secara mental dan fisik daripada perempuan (9,2 persen) dan menyatakan bahwa perempuan lebih mulia untuk berperan sebagai ibu rumah tangga yang baik (4,5 persen). Kesepuluh, faktor-faktor yang mendorong partisipasi politik perempuan adalah peningkatan kualitas pribadi perempuan melalui pendidikan; kemandirian ekonomi yang memunculkan kepercayaan diri (dicirikan dengan bekerja dan memiliki penghasilan pribadi); aktif dalam ormas; terkikisnya budaya patriarki dan penafsiran sempit terhadap ajaran agama oleh modernisasi; dan penerapan sistem politik yang terbuka/demokratis dan kebijakan affirmative action Kesebelas, faktor-faktor penghambat partisipasi politik perempuan adalah rendahnya tingkat pendidikan dan kualifikasi personal perempuan; rendahnya pemahaman terhadap hak dan kewajiban politik; tidak mandiri secara ekonomi; inferioritas perempuan terhadap laki-laki; budaya patriarkhi yang masih kental; dan penafsiran ajaran agama yang sempit tentang pemimpin perempuan. Rekomendasi Rekomendasi yang disarankan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, meningkatkan pemahaman dan kesadaran perempuan terhadap hak dan kewajiban politiknya sebagai warganegara melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan. Dengan memberikan pendidikan dan pelatihan diharapkan mampu mendorong perempuan untuk lebih percaya diri dalam mengambil sikap dan keputusan politik yang berhubungan dengan kepentingannya sebagai warganegara. Kedua, meningkatkan jumlah dan kualitas perempuan untuk membentuk dan/atau menjadi anggota organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan. Dengan menjadi anggota aktif organisasi, perempuan secara individual dapat meningkatkan kapasitas personalnya sekaligus memperluas cara pandangnya dalam melihat permasalahan-permasalahan sosial dan politik. Menjadi anggota organisasi juga dapat memperkuat posisi sosial perempuan ketika berhadapan dengan pihak lain dan/atau negara dalam rangka memperjuangkan kepentingannya. Ketiga, mendesain program dan kegiatan pemberdayaan ekonomi perempuan dengan membekali keahlian (skill) dan bantuan permodalan bergulir terhadap individu maupun kelompok. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan kemandirian perempuan, sehingga dapat memperkuat posisi tawar ketika berkomunikasi dan memperjuangkan kepentingannya. Keempat, mendesain bantuan kelembagaan dalam rangka peningkatan kapasitas organisasi-organisasi perempuan. Bantuan kelembagaan dapat berupa permodalan ataupun kegiatan yang dapat mendorong kapasitas kelembagaan organisasi perempuan. Kelima, membangun dan memperkuat hubungan antar jaringan dan simpul-simpul organisasi perempuan. Adanya komunikasi dan hubungan kelembagaan yang erat antar organisasi perempuan dapat mendorong penguatan organisasi-organisasi perempuan

Page 24: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

23 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

yang baru terbentuk. Dengan semakin besarnya jaringan organisasi perempuan, diharapkan semakin mampu mengawal kebijakan pengarusutamaan gender. Keenam, dengan terbentuknya jaringan organisasi perempuan, langkah selanjutnya untuk dapat secara efektif memperjuangkan aspirasi perempuan adalah dengan membangun akses yang luas terhadap media. Kedekatan dengan media akan sangat membantu penguatan isu-isu gender dalam masyarakat. Ketujuh, membangun dialog dan komunikasi secara intensif dengan organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan yang berpengaruh di masyarakat, terutama yang berbasis keagamaan dan tradisi, untuk mengkampanyekan isu pengarusutamaan gender di berbagai ruang publik. Kedelapan, membangun dialog dan komunikasi di tingkatan elit dan pemangku kebijakan dalam rangka membangun komitmen bersama untuk mewujudkan pengarusutamaan di berbagai ruang publik. Kesembilan, melanjutkan dan memperkuat kebijakan afirmatif yang telah berjalan mengenai kuota perempuan 30 persen dalam proses pencalegan, komposisi pengurus partai di tingkat pusat dan komposisi pimpinan dewan. Meski masih terdapat pro dan kontra, kebijakan afirmatif ini harus dimaknai bukan untuk mengurangi jumlah politisi laki-laki di parlemen, tetapi untuk membangun keseimbangan dan kesetaraan dalam lembaga legislatif.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Heriyani. 2009. Gender and Politics: Keterwakilan Perempuan di Parlemen dalam Perspektif Keadilan dan Kesetaraan Gender. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Almond, Gabriel. 1974. Comparative Politics Today: A World View. Little. Brown. Duverger, Maurice. 2007. Sosiologi Politik, Jakarta: Raja Grafindo Persada Faulks, Keith. 2010. Sosiologi Politik Pengantar Kritis. Bandung: Nusa Media Katriana. 2012. Perempuan dan Politik. Tidak diterbitkan. Leal, David, L. 2006. Electing America’s Governors: The Politics Of Executive Elections, New

York: Palgrave Macmillan. Lau, Richard dan David P Redlawsk. 2006. How voters Decide : information processing

during election campaign. Cambridge University Press. New York. Marijan, Kacung. 2006. Demokratisasi di Daerah : Pelajaran Dari Pilkada Secara Langsung.

Surabaya.Pustaka Eureka&PusDeHAM. Mas`oed, Muchtar dan Andrew, Collin Mc. 1987. Perbandingan sistem politik.,

Yogyakarta ; Gadjah Mada University press.

Page 25: KAJIAN PERAN DAN PARTISIPA PADA PEMILIHAN KE PERAN ...

24 | K a j i a n P e r a n d a n P a r t i s i p a s i P o l i t i k P e r e m p u a n d a l a m P e m i l u k a d a

Miller, Delbert C. Handbook of Research Design and Social Measurement 3rd edition. New York.David Mckay Company.

Sugiyono. 2003. Statistik untuk Penelitian. Alfabeta ; Bandung, Surbakti. 1998. Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Grasindo, Jakarta. Wurianto, Arif Budi. 2009. Gender and Politics, Penyiapan Pendidikan Politik bagi

Perempuan melalui Pengembangan Kurikulum Berwawasan HAM: Sebuah Perspektif Teori Kritis. Yogyakarta: Tiara Wacana