perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ``KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS BUDAYA JAWA Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : BRESTIARA GANINDYA E. 0005120 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
126
Embed
``KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN ...Penulisan Hukum (Skripsi) dengan judul “Kajian Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pemerintah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
``KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH
UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA
SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA
MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA
BERBASIS BUDAYA JAWA
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh
Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh :
BRESTIARA GANINDYA
E. 0005120
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH
UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA
SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA
UNTUK MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS
BUDAYA JAWA
Oleh
Brestiara Ganindya
E.0005120
Disetujui untuk dipertahankan di depan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 8 Februari 2011
Pius Triwahyudi, S.H.,M.Si.
NIP. 195602121985031004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan hukum (Skripsi)
KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH
UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA
SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA
UNTUK MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS
BUDAYA JAWA
Oleh
Brestiara Ganindya
NIM. E 0005120
Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 24 Maret 2011
DEWAN PENGUJI
1. Purwono Sungkowo R., S.H. : .................................................................
3. Pius Triwahyudi, S.H.,M.Si. :...................................................................
Anggota
Mengetahui
Dekan,
Moh. Jamin, S.H.,M.Hum. NIP. 196109301986011001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Brestiara Ganindya
NIM : E0005120
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
Kajian Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT)
Pemerintah Kota Surakarta Untuk Bangunan Apartemen Sebagai Upaya Untuk
Mewujudkan Penataan Bangunan Kota Berbasis Budaya Jawa adalah betul-betul karya
sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini
diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian
hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 8 Februari 2011
Yang membuat pernyataan
Brestiara Ganindya
NIM. E0005120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK BRESTIARA GANINDYA. E 0005120, KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA UNTUK MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS BUDAYA JAWA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2011.
Tujuan penelitian ini berfungsi untuk mengetahui persyaratan dan prosedur izin mendirikan bangunan apartemen di Kota Surakarta, selain itu juga bertujuan untuk mengetahui harmonisasi peraturan perundang-undangan mengenai izin mendirikan bangunan apartemen..
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif dengan pendekatan perundang-undangan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diklasifikasikan menjadi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier atau penunjang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari data sekunder. Analisis data yang dipergunakan adalah silogisme deduksi dengan metode intepretasi gramatikal. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian ini diperoleh simpulan bahwa persyaratan dan prosedur penerbitan izin mendirikan bangunan apartemen di Kota Surakarta telah sesuai dengan perundang-undangan yang ada akan tetapi jika ditinjau dari segi sosial-budaya dan kaidah tata ruang, penerbitan izin mendirikan bangunan apartemen kurang sesuai. Prosedur dan persyaratan izin mendirikan bangunan terdapat dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan Gedung sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang bangunan pada tingkat daerah. Untuk bangunan khusus seperti bangunan apartemen ada beberapa persyaratan tambahan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun. Selain itu pendirian bangunan apartemen wajib memperhatikan rencana umum tata ruang kota. Setiap peraturan perundang-undangan yang mengatur suatu hal tidak boleh bertentangan dengan undang-undang lain yang mengatur hal yang sama pula. Dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang izin mendirikan bangunan apartemen telah harmonis, meskipun demikian terdapat beberapa kekurangan pengaturannya di tingkat daerah sehingga kekuatan hukumnya kurang maksimal. Implikasi teoritis penelitian ini adalah memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum khususnya dalam menelaah setiap peraturan mengenai izin mendirikan bangunan khususnya bangunan apartemen, selain itu diharapkan dengan penulisan ini pemohon IMB yang akan mengajukan permohonan IMB berpedoman pada peraturan yang berlaku.
Kata kunci : izin mendirikan bangunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
BRESTIARA GANINDYA. E 0005120, STUDY PUBLISHING BUILDING PERMITS (IMB) BY UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) SURAKARTA CITY GOVERNMENT FOR THE APARTMENT BUILDING AS EFFORTS TO REALIZE `THE CITY BUILDING JAVA-BASED CULTURE. Faculty of Law University of Surakarta Eleven March. Legal Writing (Thesis). 2011
The purpose of this study to observe the requirements and procedures for apartment building permits in Surakarta, but it also aims to determine the harmonization of legislation on apartment building permits.
This research is a normative law is prescriptive regulatory approach. The type of data used are secondary data that are classified into primary legal materials, legal materials, secondary and tertiary legal materials or auxiliary. Data collection techniques used in this research is literature study of data collection techniques by studying the secondary data. Analysis of the data that was used is deductive syllogism with grammatical interpretation method. Based on the discussion of the research results obtained the conclusion that the requirements and procedures for the issuance of building permits has an apartment in the city of Surakarta in accordance with existing legislation, but if in terms of socio-cultural and spatial rules, issuance of building permits is less suitable apartment. The procedures and requirements for building permits contained in Perda Surakarta Number. 8 Year 1988 on Building Construction for the implementation of the Law building at the local level. For special buildings such as apartment buildings there are some additional requirements in accordance with Law No. 16 of 1985 on the Flats. In addition, the establishment of an apartment building shall take into account the general plan layout of the city. Any legislation that regulates a thing must not conflict with other laws governing the same thing too. In this case the legislation that regulates the apartment building permits have been harmonious, nevertheless there are some shortcomings so that its settings at the local level less than the maximum legal power. Theoretical implications of this research is to contribute ideas for the development of legal science, especially in reviewing each of the rules set forth in a company, other than that expected by the Company in writing to make a regulation should be based on existing regulations.
Keywords: building permits
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Syukur kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
atas pertolongan dan kebaikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
Penulisan Hukum (Skripsi) dengan judul “Kajian Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) Oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta Untuk Bangunan
Apartemen Sebagai Upaya Untuk Mewujudkan Penataan Bangunan Kota Berbasis Budaya
Jawa”.
Penulisan Hukum ini membahas mengenai izin mendirikan bangunan
apartemen yang ditelaah berdasarkan aspek hukum, sosial-budaya, dan tata ruang
kota. Dalam penulisan hukum ini juga membahas mengenai harmonisasi peraturan
prundang-undangan yang mengatur izin mendirikan bangunan apartemen.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu, membimbing, memotivasi dan mendoakan sehingga penulisan hukum
ini dapat selesai, yaitu kepada :
1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Penulisan
Hukum (Skripsi) yang telah memberikan bantuan, bimbingan, masukan
dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi)
ini.
3. Ibu Dr. Igusti Ayu Ketut R.H., S.H., M.M., selaku ketua Bagian Hukum
Administrasi Negara yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
menyelesaikan penulisan hukum.
4. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta, atas bantuan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis
selama masa perkuliahan.
5. Bapak Alqaf Hudaya, Ibu Netty Isdiyah antaryani, Bapak Purwito, Ibu
Sularmi, dan Ratna Nurajayanti yang tak pernah lelah memberikan doa,
perhatian, nilai-nilai kehidupan, motivasi dan kasih kepada penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam
penulisan hukum (Skripsi) ini.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini tidak sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Saya berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan orang lain.
Surakarta, 8 Februari 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .................................................... .... iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR.......................................................................................... vii
DAFTAR ISI......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B Rumusan Masalah .......................................................................... 4
C Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
D Manfaat Penelitian.......................................................................... 5
E Metode Penelitian ........................................................................... 6
F Sistematika Penulisan Hukum ....................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A Kerangka Teori ............................................................................... 12
1. Tinjauan Tentang Izin Mendirikan Bangunan ...................... 12
a. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan ............................ 12
b. Tujuan dan Fungsi Izin dan Izin Mendirikan Bangunan . 12
2. Tinjauan Umum Tentang Perundang-Undangan ................. 16
a. Pengertian Peraturan ......................................................... 16
b. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ....... 16
c. Tata Urutan Perundang-undangan .................................... 18
3. Tinjauan Umum Tentang Kaidah Hukum Dan Asas
Hukum ..................................................................................... 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
4. Tinjauan Unit Pelayanan Terpadu.......................................... 22
a. Pengertian Unit Pelayanan Terpadu ................................. 22
b. Tugas dan kewenangan Unit Pelayanan Terpadu (UPT). 22
c. Pertanggungjawaban Unit Pelayanan Terpadu (UPT) ..... 23
a. Pengertian Bangunan Rumah susun atau Apartemen ...... 24
b. Tujuan Pembangunan Rumah Susun ................................ 24
c. Syarat Pembangunan Rumah Susun ................................. 25
6. Tinjauan Tentang Tata Ruang ................................................ 26
a. Pengertian Tata Ruang ....................................................... 26
b. Tujuan Penataan Ruang ..................................................... 27
c. Pelaksanaan Tata Ruang .................................................... 27
7. Tinjauan Tentang Peraturan Perundang-undangan Mengenai
Izin Mendirikan Bangunan .................................................... 32
a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ................................. 32
b. Undang-Undang Bangunan Nomor 28 Tahun 2002
Tentang Bangunan Gedung ............................................... 33
c. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005
tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang
Bangunan Gedung ............................................................. 34
d. Peratuan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang
Rumah Susun ..................................................................... 35
e. Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988
Tentang Bangunan Gedung ............................................... 36
f. Perda Kota Surakata Nomor 8 Tahun 1993 Tentang
Rencana Umum Tata Ruang Kota .................................... 37
8. Tinjauan Tentang Kebudayaan ............................................. 39
a. Pengertian Kebudayaan ..................................................... 39
b. Unsur-Unsur Kebudayaan ................................................. 39
c. Kebudayaan Jawa ............................................................... 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
d. Keraton Surakarta .............................................................. 41
e. Arsitektur bangunan jawa……………………………… 42
B Kerangka Pemikiran ....................................................................... 43
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A Kajian Penerbitan IMB Bangunan Apartemen Terhadap
Kaidah-Kaidah Hukum, Sosial Budaya, dan Kaidah Tata Ruang
di Surakarta ................................................................................... 46
1. IMB ditinjau dari Aturan-Aturan Hukum ................................. 46
2. IMB ditinjau dari Kaidah-Kaidah Sosial Budaya yang
Berlaku Dalam Masyarakat........................................................ 60
3. IMB ditinjau dari Kaidah-Kaidah Tata Ruang Kota ............... 70
B Harmonisasi Perundang-Undangan Mengenai Izin
Mendirikan Bangunan Apartemen ................................................. 90
BAB IV PENUTUP
A Simpulan ......................................................................................... 101
B Saran ............................................................................................... 102
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar : Kerangka pemikiran ........................................................................... 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada awalnya, manusia mendiami atau tinggal di atas permukaan tanah
untuk bercocok tanam dan mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal bagi
dirinya sendiri maupun keluarganya. Akan tetapi sejalan dengan membaiknya
tingkat kesehatan pertumbuhan ekonomi negara yang semakin mantap, maka
peningkatan laju pertumbuhan penduduk semakin pesat. Dilain pihak, tanah
atau lahan yang tersedia relatif terbatas atau tetap. Apalagi pembangunan
perumahan secara horisontal menyebabkan semakin sempitnya lahan tanah
yang ada. Tidak jarang perebutan lahan tempat bercocok tanam maupun
bermukim menimbulkan berbagai sengketa, terutama sekali di kota-kota besar.
Maka kemudian orang memikirkan adanya bangunan vertikal dengan sistem
satuan baik untuk hunian seperti rumah susun, apartemen, kondominium, dan
sistem satuan untuk nonhunian seperti mall, bangunan kantor bertingkat yang
bergedung pencakar langit. Diharapkan dengan berdirinya bangunan
bertingkat baik hunian maupun nonhunian.dapat memaksimalkan penggunaan
lahan tanah menjadi lebih efisien.
Apartemen merupakan salah satu bentuk bangunan vertikal. Pengertian
apartemen itu sendiri dalam undang-undang sebenarnya adalah rumah susun,
dimana yang dimaksud rumah susun adalah :
“Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama dan tanah bersama”
(Ayat 1 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah
Susun).
Apartemen atau rumah susun diharapkan mampu mengatasi
permasalahan hunian di Indonesia termasuk di Surakarta. Para pekerja yang
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
bertempat tinggal di pinggir kota sedangkan pekerjaan mereka berada di pusat
kota dapat memanfaatkan bangunan rumah susun untuk tempat tinggal
sementara sehingga tidak memakan banyak biaya dan waktu mereka.
The effect of distance from the city centre on selling price, tax
assessment and gross income is investigated for income property in proximity
to the city centre (Christian Janssen : 2001)
Akan tetapi dalam pembangunannya, apartemen-apartemen di Surakarta
ternyata menuai banyak kontroversi. Beberapa golongan mengaku tidak setuju
terhadap pembangunan aprtemen tersebut karena ada beberapa hal yang telah
dilanggar mulai dari perizinan, gangguan terhadap lingkungan hidup, sampai
pelanggaran niai-nilai kebudayaan masyarakat kota Surakarta yang berbasis
budaya jawa. Masyarakatpun mengajukan beberapa keberatan hingga usulan
untuk menghentikan proyek pembangunan apartemen yang sedang berjalan.
Pembangunan ketiga apartemen di Kota Surakarta menjadi sebuah
kontroversi tersendiri, pasalnya baru pertama kali ini didirikan dan masyarakat
belum bisa menerima. Perangkat hukum yang ada belum bisa menjadi dasar
hukum yang kuat untuk pembangunan apartemen itu sendiri.
IMB (Izin Mendirikan Bangunan) merupakan otonomi masing-masing
daerah untuk melaksanakannya. IMB dituangkan dalam perda masing-masing
daerah. Di kota Surakarta sendiri, dalam pembagunan sebuah bangunan
berdasar pada Perda Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan Dan Perda
Nomor 16 Tahun 1991 Tentang Bangunan Bertingkat.. Untuk bangunan yang
mempunyai dampak penting harus memperhatikan rencana umum tata ruang
kota yang dituangkan dalam Perda. Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana
Umum Tata Ruang Kota.
Kewenangan mengeluarkan IMB ini merupakan taggung jawab Walikota
Surakarta melalui UPT (Unit Pelayanan Terpadu) yang terdapat di kantor
balaikota Surakarta. UPT merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah kota
surakarta yang berwenang mengurusi segala masalah perizinan, jadi tidak
sekedar IMB, seperti misalnya izin penggunaan, izin lokasi, izin usaha
industri, dll.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Pemerintah Kota Surakarta yang dirasa sangat mudah memberikan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan tinggi dan modern di kota
Surakarta mendapat tanggapan dari aktivis Dewan Kesenian Surakarta (DKS)
dan Forum Penegak Keadilan dan Kebenaran (FPKK). Menurut mereka,
pembangunan gedung-gedung tinggi tersebut akan mempertebal rasa
kekalahan orang Jawa. Orang Jawa menggunakan Keraton Kasunan sebagai
panutan sekarang malah sudah tertutup dengan adanya gedung-gedung tinggi
tersebut. Gedung tinggi yang sedang berada dalam proses pembangunan
adalah Solo Paragon, Solo Center Point dan Kusuma Mulia Tower.
Bangunan itu tingginya lebih dari 20 lantai, padahal di Surakarta masih ada
Keraton dan juga Mangkunegaran. Jika dilihat dari estetika dan peraturan yang
ada ini bisa tidak tepat, FPKK meminta walikota mengkaji ulang IMB tiga
apartemen tersebut untuk izin peruntukannya dan ketinggian bangunan
sistematika, dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa
hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interprestasi dalam pelaksanaannya.
7). Keterbukaan
Yang dimaksud dengan asas “keterbukaan” adalah bahwa
dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai
dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan
Perundang-Undangan.
c. Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan
Dalam menilik legalitas dari suatu ketentuan atau peraturan
perundang-undangan salah satu teori yang dapat digunakan untuk
menganalisis apakah suatu ketentuan perundang-undangan tersebut
legal atau tidak adalah teori Stufenbau Des Rechts yang dikemukakan
oleh Hans Kelsen. Menurut teori Stufenbau Des Rechts, legalitas suatu
peraturan perundang-undangan tersebut, yang artinya teori ini
menghendaki adanya tingkatan dalam peraturan perundang-undangan.
Hierarki atau tata urutan perundang-undangan merupakan
pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya. Jenis dan
hierarki Peraturan Perundang-undangan berdasarkan ketentuan Pasal 7
ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
1). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2). Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
yang dimaksud Undang-Undang disini adalah sebagaimana
dijelaskan pada Pasal (1) angka 3 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004 yakni Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama
Presiden. Sementara Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang sebagaimana diatur dalam Pasal (1) angka 4 Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2004 adalah Peraturan Perundang-
undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal
kegentingan yang memaksa;
3). Peraturan Pemerintah, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal (1)
angka 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk
menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya;
4). Peraturan Presiden, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal (1)
angka 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan
Perundang-undangan yang dibuat Presiden;
5). Peraturan Daerah, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal (1) angka
7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah,
meliputi :
a). Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan Perwakilan
Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur;
b). Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan
Perwakilan Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota;
c). Peraturan Desa Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan
Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama Kepala Desa atau
nama lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Hal yang menjadi dasar hierarki tersebut adalah adanya asas
yang menyatakan bahwa peraturan yang kedudukannya lebih rendah
dari pada suatu kedudukan peraturan lain, tidak boleh bertentangan
dengan peraturan yang memiliki kedudukan di atasnya, di mana
Perundang-undangan suatu negara adalah merupakan suatu sistem
yang tidak menghendaki, membenarkan atau membiarkan adanya
pertentangan di dalamnya. Jika pertentangan antar peraturan
perundang-undangan itu terjadi, maka peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi akan melumpuhkan peraturan perundang-undangan
yamg lebih rendah kedudukannya. Ini merupakan asas yang dikenal
dengan adagium yang berbunyi Lex Superior Derograt Legi Inferiori.
3. Tinjauan Umum Tentang Kaedah Hukum dan Asas Hukum
Agar suatu peraturan perundang-undangan dapat berlaku efektif,
maka secara substansial harus memperhatikan beberapa asas yaitu :
a. Undang-undang tidak berlaku surut; artinya suatu hanya boleh
diterapkan terhadap peristiwa yang disebut dalam undang-undang
tersebut serta terjadi setelah undang-undang itu dinyatakan berlaku;
b. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula (Lex Superior Derograt
Lex Impriori);
c. Undang-undang yang bersifat khusus mengenyampingkan undang-
undang yang bersifat umum (Lex Specialis Derograt Lex General),
apabila pembuatnya sama; artinya terhadap peristiwa-peristiwa khusus
wajib diberlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa
tersebut, walaupun bagi peristiwa khusus tersebut dapat pula
diberlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa yang lebih
luas ataupun yang lebih umum, yang juga dapat mencakup peristiwa
khusus tersebut;
d. Undang-undang yang baru baru mengalahkan undang-undang yang
lama (Lex Posteriori Derograt Lex Priori); artinya undang-undang lain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
yang lebih dahulu berlaku dan mengatur hal mengenai suatu hal
tertentu, tidak berlaku lagi apabila telah ada undang-undang baru yang
berlaku belakangan dan mengatur hal tertentu tersebut, akan tetapi
makna dan tujuannya berlainan atau berlawanan dengan undang-
undang yang lama tersebut;
e. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat; artinya adalah undang-
undang hanya dapat dicabut dan atau diubah oleh lembaga yang
membuatnya. Di Indonesia, Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan
yang salah satunya adalah menguji undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 10 ayat
(1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi), sedangkan Mahkamah Agung diberikan wewenang
untukmenguji secara materiil hanya terhadap peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang saja (pasal 31 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
Kewenangan tersebut memberikan makna bahwa Mahkamah Agung
dapat menyatakan bahwa suatu peraturan tertentu di bawah undang-
undang tidak mempunyai kekuatan hukum (harus ditinjau kembali)
karena bertentangan dengan peraturan di atasnya;
f. Undang-undang merupakan sarana untuk mencapai kesejahteraan
spiritual dan material bagi masyarakat maupun pribadi melalui
pelestarian maupun pembaharuan (inovasi)
Agar suatu peraturan perundang-undangan tidak hanya sebagai
suatu huruf mati, maka perlu dipenuhi persyaratan-persyaratan tertentu
yaitu :
a. Keterbukaan dalam pembuatannya;
b. Memberikan hak kepada anggota masyarakat untuk mengajukan
usulan-usulan dengan cara mengundang masyarakat yang berminat
untuk menghadiri pembicaraan terhadap peraturan tertentu dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
mengundang organisasi tertentu yang terkait untuk memberikan
masukan terhadap rancangan undang-undang yang disusun.
4. Tinjauan Umum Tentang Unit Pelayanan Terpadu (UPT)
a. Pengertian Unit Pelayanan Terpadu (UPT)
Dalam Pasal (2) Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13
Tahun 2005 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota
Pada Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta
Menyebutkan bahwa pengertian UPT adalah unit pelayanan bagi
masyarakat yang memerlukan perijinan dan pelayanan dipimpin oleh
seorang koordinator (Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun
2005 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Pada
Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta).
b. Tugas dan kewenangan Unit Pelayanan Terpadu (UPT)
Dalam pelaksanaan tugasnya koordinator menerima
pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah dari walikota Surakarta.
Menurut Pasal 4 Peraturan walikota di atas pengertian sebagian
pelimpahan kewenangan adalah meliputi bidang penyelenggaraan
pelayanan publik, baik perijinan maupun non perijinan. Sebagian
kewenangan walikota yang dilimpahkan kepada UPT antara lain:
1). Pemberian informasi pelayanan publik;
2). Penerimaan dan validasi berkas permohonan;
3). Penelitian atau pemeriksaan lapangan;
4). Penandatanganan pelayanan atau perijinan;
5). Penerimaan dan penyetoran biaya pelayanan publik;
6). Percetakan dokumen pelayanan publik;
7). Penyimpanan arsip elektronik.
Dalam Pasal 5 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun
2005 Jenis perijinan yang diterbitkan oleh Unit Pelayanan Terpadu
(UPT) meliputi :
1). Ijin Mendirikan atau merubah atau merobohkan Bangunan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2). Ijin Penggunaan Bangunan;
3). Advice Planning;
4). Ijin Lokasi;
5). Rekomendasi Lokasi;
6). Ijin Usaha Perdagangan (IUP);
7). Ijin Usaha Industri (IUI);
8). Tanda Daftar Gudang (TDG);
9). Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
10). Ijin Gangguan;
11). Ijin Pemasangan Reklame.
c. Pertanggungjawaban Unit Pelayanan Terpadu (UPT)
Pertanggungjawaban Koordinator Unit Pelayanan Terpadu
(UPT) adalah bertanggung jawab atas sebagian kewenangan yang
dilimpahkan, dimana pelimpahan sebagian kewenangan tersebut
disertai dengan dukungan personil, peralatan atau perlengkapan,
pembiayaan dan dokumentasi. Pertanggungjawaban tersebut
disampaikan oleh koordinator Unit Pelayanan Terpadu (UPT) kepada
Walikota melalui Sekretaris Daerah Kota Surakarta.
Penarikan kewenangan yang dilimpahkan kepada koordinator
Unit Pelayanan Terpadu (UPT) dapat dilakukan oleh Walikota baik
sebagian maupun seluruhnya apabila (Pasal (7) Peraturan Waliota
Surakarta Nomor 13 Tahun 2005) :
1). Kewenangan yang dilimpahkan tidak dapat dilanjutkan karena
Pemerintah Daerah mengubah kebijakan;
2). Koordinator Unit Pelayanan Terpadu (UPT) mengusulkan untuk
ditarik sebagian atau seluruhnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
5. Tinjauan Umum Tentang Bangunan Apartemen
a. Pengertian Bangunan Apartemen.
Apartemen atau kondominium merupakan istilah yang dikenal
dalam sistem hukum Negara Italia. Kondominium terdiri atas dua suku
kata yaitu con yang berarti bersama-sama dan dominium yang berarti
pemilikan (Arie Sukanti, (a) 1994 :15). Di Negara Inggris dan amerika
menggunakan istilah Joint Property sedangkan Negara singapura dan
Australia mempergunakan Strata Title. Banyaknya istilah yang
dipergunakan kalangan masyarakat Indonesia seperti apartemen, flat,
kondominium, rumah susun (rusun) akan semakin membingunkan
awam.
Sebenarnya kalau dikembalikan kepada undang-undangnya,
yakni Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun,
maka kerancuan tidaklah perlu timbul, karena istilah yang
dipergunakan oleh undang-undang tersebut telah jelas dan tegas yakni
rumah susun. Adapun definisi rumah susun menurut undang-undang
tersebut adalah :
“Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan dipergunakan secara terpisa, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama”.
b. Tujuan Pembangunan Rumah Susun
Tujuan dari pembangunan rumah susun menurut Pasal 3
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun antara
lain adalah :
1). Ayat 1 huruf a : Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak
bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan
rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
2). Ayat 1 huruf b : Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di
daerah pekotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya
alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap,
serasi, dan seimbang;
3). Ayat 2 : Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang
berguna bagi kehidupan masyarakat.
c. Syarat Pembangunan Rumah Susun
Sistem bangunan yang berwujud kondominium berbeda dengan
sistem bangunan konvensional (sistem bangunan horizontal). Baik
struktur, kelengkapan, prasarana, dan fasilitas, lingkungan maupun
komunitas penghuninya.
Oleh karenanya dalam rangka pendirian bangunan yang
berbentuk kondominium mutlak diperlukan berbagai persyaratan yang
harus dipenuhi oleh suatu perusahaan pengembang. Adapun tujuan
dari persyaratan tersebut adalah untuk menjamin keselamatan,
keamanan, ketentraman, dan ketertiban penghunian serta keserasian
dengan lingkungan di sekitarnya.
Secara garis besar persyaratan-persyaratan dapat dibagi
menjadi dua sebagai berikut :
1). Persyaratan teknis selalu tertuang dalam rancang bangun yang
meliputi :
a). Ruang;
b). Struktur, komponen, dan bahan bangunan;
c). Kelengkapan bangunan kondominium;
d). Satuan rumah susun;
e). Bagian dan benda bersama;
f). Kepadatan dan tata letak bangunan;
g). Prasarana dan fasilitas bangunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
2). Persyaratan administrasi yang berupa izin antara lain mencakup:
a). Ijin lokasi (SP3L dan SIPPT);
b). Advice planning;
c). IMB (Ijin Mendirikan Bangunan);
d). ILH (Ijin Layak Huni);
e). Sertifikat tanah.
Ketentuan-ketentuan pokok mengenai persyaratan teknis dan
administratif pendirian rumah susun di atas, dijelaskan lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah
Susun pasal 8 sampai dengan pasal 37.
6. Tinjauan Umum Tentang Tata Ruang
a. Pengertian Tata Ruang
Keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat
yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga
diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif,
dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif,
dan berkelanjutan.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 merupakan UU yang
mnengatur mengenai penataan ruang sebagai pembaharuan dari UU
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang yang
sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang. Di
dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan secara rinci berbagai
konsep mengenai penataan ruang. Adapun dalam tinjauan umum ini
hanya beberapa konsep dalam Undang-Udang tersebut yang akan coba
dipaparkan tentunya yang berkaitan dengan penelitian.
1). Pasal 1 ayat (1)
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
2). Pasal 1 ayat 2
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3). Pasal 1 ayat 5
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
4). Pasal 1 ayat 6
Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan
ruang.
b. Tujuan penataan ruang
Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
disebutkan bahwa Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk
mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,nyaman, produktif,
dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional dengan:
1). Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan;
2). Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam
dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya
manusia; dan
3). Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
c. Pelaksanaan tata ruang
Dalam undang-Undang Tata Ruang Pelaksanaan tata ruang
meliputi :
1). Perencanaan tata ruang (pasal 14)
a). Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan :
(1). Rencana umum tata ruang; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
(2). Rencana rinci tata ruang.
b). Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a secara berhierarki terdiri atas:
(1). Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
(2). Rencana tata ruang wilayah provinsi; dan
(3). Rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata
ruang wilayah kota.
c). Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas:
(1). Rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata
ruang kawasan strategis nasional;
(2). Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
(3). Rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata
ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
d). Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b disusun sebagai perangkat operasional rencana umum
tata ruang.
e). Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a dan huruf b disusun apabila:
(1). Rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar
dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang; dan/atau
(2). Rencana umum tata ruang mencakup wilayah
perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana
umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum
dioperasionalkan.
f). Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf c dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.
g). Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana
tata ruang diatur dengan peraturan pemerintah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
2). Pemanfaatan Ruang
a). Pasal 32
(1). Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan
program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya.
(2). Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang, baik
pemanfaatan ruang secara vertikal maupun pemanfaatan
ruang di dalam bumi.
(3). Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk jabaran
dari indikasi program utama yang termuat di dalam
rencana tata ruang wilayah.
(4). Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap
sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama
pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata
ruang.
(5). Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disinkronisasikan dengan
pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah administratif
sekitarnya.
(6). Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan memperhatikan standar pelayanan
minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana.
b). Pasal 33
(1). Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan
mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air,
penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam
lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
(2). Dalam rangka pengembangan penatagunaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan kegiatan
penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah,
neraca penatagunaan sumber daya air, neraca
penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber
daya alam lain.
(3). Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk
pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan
umum memberikan hak prioritas pertama bagi
Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima
pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah.
(4). Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi
lindung, diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah dan
pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas
tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang
bersangkutan akan melepaskan haknya.
(5). Ketentuan lebih lanjut mengenai penatagunaan tanah,
penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan
sumber daya alam lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
3). Pengendalian Pemanfaatan Ruang
a). Pasal 35
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan
peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif,
serta pengenaan sanksi.
b). Pasal 36
(1). Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan
ruang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
(2). Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata
ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.
(3). Peraturan zonasi ditetapkan dengan:
(a) Peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi
sistem nasional;
(b) Peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan
zonasi sistem provinsi; dan
(c) Peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan
zonasi.
c). Pasal 37
(1). Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut
kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2). Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3). Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau
diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal
demi hukum.
(4). Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur
yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(5). Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat
dimintakan penggantian yang layak kepada instansi
pemberi izin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
(6). Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat
adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat
dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
dengan memberikan ganti kerugian yang layak.
(7). Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan
izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
(8). Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin
dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan
peraturan pemerintah.
7. Tinjauan Umum Tentang Peraturan Perundang-undangan Mengenai Izin
Mendirikan Bangunan (bangunan bertingkat rumah susun/apartemen)
a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Pengaturan mengenai izin mendirikan bangunan secara umum
terdapat dalam:
1). Pasal 28 D
a). Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum;
b). Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
2). Pasal 33
a). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan.
b). Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2). Soerjono Soekanto (1990:173) :
Kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta
masyarakat.
b. Unsur-Unsur Kebudayaan
Kebudayaan setiap masyarakat atau bangsa terdiri dari unsur-
unsur yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat
sebagai suatu kesatuan. Menurut Bronislaw Malinowski ada empat
unsur pokok kebudayaan yaitu:
1). Sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota
masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya;
2). Organisasi ekonomi;
3). Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan, perlu diingat
bahwa keluarga kekuatan.
4). Antropolog merupakan pendidikan yang utama;
Organisasi C.Kluckhohn dalam sebuah karyanya yang berjudul
Universal Catagories of Culture telah menguraikan ulasan para sarjana
mengenai tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai Cultural
Universals, yaitu:
1). Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan,
alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2). Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian,
peternakan, sistem produksi, sistem distribusi);
3). Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik,
sistem hukum, sistem perkawinan);
4). Bahasa (lisan, maupun tertulis);
5). Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak);
6). Sistem pengetahuan;
7). Religi(sistem kepercayaan).
c. Kebudayaan Jawa
Indonesia memiliki berbagai macam kebudayaan daerah yang
memiliki cirri khas masing-masing. Pulau jawa sendiri memiliki
berbagai kebudayaan yang tidak dimiliki daerah lain. Kehidupan
manusia Jawa sarat dengan simbol. Pertama, mereka berpegang pada
cipta (rasio), rasa (perasaan), dan karsa (kehendak) dalam usaha
melaksanakan karya (pekerjaan), sehingga mereka tidak tergesa-gesa
dalam membuat suatu keputusan. Hal ini terjadi pada perwujudan
bentuk dalam menuangkan ide yang dapat menyentuh dan merangsang
perasaan terdalam. Pesan dan ajaran falsafah hidupnya menentukan
orientasi diri dan sikap hidupnya yang terungkap dalam wujud
lambang atau sinamuning samudono. Meskipun ungkapan lambang itu
tidak mudah dimengerti, semua karya dipertanggungjawabkan tidak
hanya sebatas kenyataan duniawi saja, tapi pada Tuhan Sang Kuasa
Mutlak.
Kedua, kehidupan manusia Jawa merupakan cermin kerukunan
yang saling menghargai dan menghormati sesama, sehingga adanya
perbedaan jenjang dimaknainya sebagai adanya perbedaan peran dan
tangung jawab.
Ketiga, pola bentuk ruang orang Jawa mengikuti pola prilaku
kehidupan dan keadaan alamnya. Rumah sebagai ruang hidup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
materialnya dianggap sebagai miniatur kosmosnya yang memiliki
unsur-unsur batas yang nyata dalam suasananya, mengingat rumah
merupakan sebuah bukti kemantapan rumah tangga.
d. Keraton Surakarta
Keraton Surakarta atau lengkapnya dalam bahasa Jawa disebut
Karaton Surakarta Hadiningrat adalah istana Kasunanan Surakarta.
Keraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II (Sunan PB II)
pada tahun 1744 sebagai pengganti Istana/Keraton Kartasura yang
porak-poranda akibat Geger Pecinan 1743. Istana terakhir Kerajaan
Mataram didirikan di desa Sala (Solo), sebuah pelabuhan kecil di tepi
barat Bengawan (sungai) Beton/Sala. Setelah resmi istana Kerajaan
Mataram selesai dibangun, nama desa itu diubah menjadi Surakarta
Hadiningrat. Istana ini pula menjadi saksi bisu penyerahan kedaulatan
Kerajaan Mataram oleh Sunan PB II kepada VOC di tahun 1749.
Semula keraton Surakarta merupakan Lembaga Istana (Imperial
House) yang mengurusi raja dan keluarga kerajaan disamping menjadi
pusat pemerintahan Kesunanan Surakarta. Setelah Kesunanan
Surakarta dinyatakan hapus oleh pemerintah Indonesia pada tahun
1946, peran keraton Surakarta tidak lebih sebagai Pemangku Adat
Jawa khususnya garis/gaya Surakarta. Begitu pula Susuhunan tidak
lagi berperan dalam urusan kenegaraan sebagai seorang raja dala artian
politik melainkan sebagai Yang Dipertuan Pemangku Tahta Adat,
pemimpin informal kebudayaan. Fungsi keraton pun berubah menjadi
pelindung dan penjaga identitas budaya Jawa khususnya gaya
Surakarta. (Aart van beek 1990:67)
Walaupun dengan fungsi yang terbatas pada sektor informal
namun keraton Surakarta tetap memiliki kharisma tersendiri di
lingkungan masyarakat Jawa khususnya di bekas daerah Kesunanan
Surakarta. Selain itu keraton Surakarta juga memberikan gelar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
kebangsawanan kehormatan (honoriscausa) pada mereka yang
mempunyai perhatian kepada budaya Jawa khususnya Surakarta
disamping mereka yang berhak karena hubungan darah maupun karena
posisi mereka sebagai pegawai (abdidalem) keraton.
e. Arsitektur Bangunan Tradisional Jawa
Yang merupakan bangunan pokok dalam seni bangunan Jawa
ada 5 (lima) macam antara lain :
§ Panggang-pe yaitu bangunan hanya dengan atap sebelah sisi.
§ Kampung yaitu bangunan dengan atap 2 belah sisi, sebuah
bubungan di tengah saja.
§ Limasan yaitu bangunan dengan atap 4 belah sisi, sebuah
bubungan di tengahnya.
§ Joglo atau Tikelan, yaitu bangunan dengan Soko Guru dan atap 4
belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya.
§ Tajug atau Masjid, yaitu bangunan dengan Soko Guru atap 4 belah
sisi, tanpa bubungan, jadi meruncing.
Pada dasarnya arsitektur tradisonal Jawa – sebagaimana halnya
Bali dan daerah lain adalah arsitektur halaman yang dikelilingi oleh
pagar. Yang disebut rumah yang utuh seringkali bukanlah satu
bangunan dengan dinding yang pejal melainkan halaman yang berisi
sekelompok unit bangunan dengan fungsi yang berbeda-beda. Ruang
dalam dan luar saling mengimbas tanpa pembatas yang tegar. Struktur
bangunannya merupakan struktur rangka dengan konstruksi kayu,
bagaikan payung yang terpancang terbuka. Dinding ruangan sekedar
merupakan tirai pembatas, bukan dinding pemikul. Yang sangat
menarik pula untuk diungkap adalah struktur tersebut diperlihatkan
secara jelas,wajar dan jujur tanpa ada usaha menutupinya. Bahan-
bahan bangunannya, semua dibiarkan menunjukan watak aslinya. Di
samping itu arsitektur Jawa memiliki ketahanan yang cukup handal
terhadap gempa (http://www.wahana-budaya-indonesia.com).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
B. Kerangka Pemikiran
1.Persyaratan dan prosedur izin mendirikan bangunan
2.Harmonisasinya
Penerapan
1.Ditinjau dari aspek hukum, sosial-budaya,kaidah tata ruang.
2.Harmonisasi vertikal horisontal
Konklusi 1. Kurang sesuai dari aspek
hukum, sosial-budaya dan tata ruang
2. Harmonis tapi beberapa pengaturan ditingkat daerah memerlukan beberapa poin tambahan
Peraturan perundang-undangan izin mendirikan bangunan apartemen
1. Undang-Undang Bangunan Gedung 2. Undang-Undang Rumah Susun 3. Undang-Undang Penataan Ruang 4. PP Bangunan Gedung 5. PP Rumah Susun 6. PP Penataan Ruang 7. Perda Bangunan 8. Perda Bangunan Bertingkat 9. Perda Tata Ruang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Penjelasan Kerangka Pemikiran
Sebelum memulai mendirikan bangunan, rumah atau bangunan lainnya
sebaiknya memiliki kepastian hukum atas kelayakan, kenyamanan, keamanan
sesuai dengan fungsinya. Ternyata, IMB tidak hanya diperlukan untuk mendirikan
bangunan baru saja, tetapi juga dibutuhkan untuk membongkar, merenovasi,
menambah, mengubah, atau memperbaiki yang mengubah bentuk atau struktur
bangunan. Tujuan diperlukannya IMB adalah untuk menjaga ketertiban,
keselarasan, kenyamanan, dan keamanan dari bangunan itu sendiri terhadap
penghuninya maupun lingkunan sekitarnya.
IMB di kota Surakarta sendiri dikeluarkan oleh pemerintah daerah
setempat dalam hal ini walikota surakarta melalui Unit Pelayanan Terpadu. Dalam
mengeluarkan IMB dibutuhkan beberapa persyaratan teknis maupun administratif.
Untuk mengetahui penerbitan Izin mendirikan bangunan rumah susun atau
apartemen sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang ada. Karena
pengaturan persyaratan maupun prosedur mengenai perizinan terdapat dalam
beberapa peraturan perundang-undangan maka peneliti menelaah penerbitan izin
mendirikan bangunan tersebut yang terdapat dalam beberapa peraturan antara lain
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan, Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 Tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005
Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang
Bangunan Gedung, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang rumah
susun, Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan, Perda Kota
Surakarta Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota, yang
kemudian akan dianalisa dengan penerbitan izin mendirikan bangunan rumah
susun/apartemen di Kota Surakarta.
Akan tetapi jika dilihat dari segi sosial budaya terdapat beberapa ketentuan
yang bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat sebagai kearifan
lokal yang seharusnya dijunjung tinggi agar daerah tersebut tidak kehilangan jati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
dirinya. Izin mendirikan bangunan wajib mempehatikan kaidah dalam tata ruang,
akan tetapi IMB bangunan apartemen tidak sepenuhnya sesuai dengan kaidah tata
ruang yang menyangkut perencanaan pembangunan dibidang perumahan dan
mengenai masalah ketinggian bangunan.
Sedangkan untuk menganalisis harmonisasi ketentuan tentang Izin
mendirikan Bangunan, maka peneliti akan melakukan harmonisasi antara
Peraturan Daerah Peraturan Daerah Kota surakarta pembentuk peraturan IMB
dengan peraturan yang berada di atasnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 46
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kajian Penerbitan IMB Bangunan Apartemen Terhadap Kaidah-Kaidah
Hukum, Sosial Budaya, dan Kaidah Tata Ruang di Surakarta.
1. Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Apartemen Ditinjau dari Aturan-Aturan
Hukum.
Pada dasarnya hukum merupakan alat untuk mengatur kehidupan
manusia, dengan kata lain semua perbuatan manusia diatur oleh hukum.
Semua perbuatan manusia perlu diatur untuk menciptakan ketertiban,
keamanan, kenyamanan dan keserasian terhadap lingkungan sekitar. Hukum
dituangkan kedalam peraturan perundang-undangan baik yang bersifat pidana
maupun perdata, tetapi ada pula hukum yang bersifat tidak tertulis yaitu
hukum adat. Peraturan perundang-undangan tersebut direalisasikan dengan
perintah, larangan, dan sanksi.
Dalam hukum administrasi Negara, kita mengenal istilah izin. Izin
dalam kamus hukum mempunyai pengertian perkenaan atau izin dari
pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang
disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan
khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang
sama sekali tidak dikehendaki (S.J. Fockema Andreae,1951:311)
Pembangunan di Kota Surakarta tidak terlepas dari masalah IMB.
Semua bangunan yang akan didirikan di kota ini wajib mempunyai IMB
terlebih dahulu sebelum didirikan tidak terkecuali bangunan rumah
susun/apartemen. Bangunan rumah susun/apartemen merupakan bangunan
yang terhitung baru di Kota Surakarta ini, maka diperlukan pengkajian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
tentang dasar hukumnya agar bangunan ini mempunyai kepastian hukum
apabila nantinya terjadi sengketa dikemudian hari termasuk masalah IMBnya.
a. Penerbitan IMB dilihat dari Subyeknya
1). Pemohon IMB
Pemohon adalah orang atau badan hukum yang mengajukan
permohonan IMB kepada pemerintah daerah setempat.
a). Orang :
Orang yang bisa melakukan perbuatan hukum adalah orang
yang tergolong dalam kategori cakap hukum. Sedangkan dalam
KUHperdata kategori cakap hukum adalah orang yang sekurang-
kurangnya berumur 21 tahun atau sudah menikah.
b). Badan Hukum :
Selain orang, badan hukum juga berhak mengajukan
permohonan IMB. Bentuk-bentuk badan hukum antara lain :
(1). BUMN (Badan Usaha Milik Negara) atau BUMD (Badan
Usaha Milik Daerah);
(2). Koperasi;
(3). BUMS (Badan Usaha Milik Swasta ).
Untuk bangunan rumah susun atau apartemen terdapat pengaturan
khusus. Pemohon IMB harus berupa badan hukum seperti dalam ayat (2)
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun yang
berbunyi : ” Pembangunan rumah susun dapat diselenggarakan oleh Badan
Usaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Swasta
yang bergerak dalam bidang itu, serta Swadaya Masyarakat”.
2). Yang Menerbitkan IMB
Perbuatan dan penerbitan izin merupakan tindakan hukum
pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus
berdasarkan pada asas legalitas. Tanpa dasar wewenang, tindakan
hukum itu menjadi tidak sah. Oleh karena itu, dalam hal membuat dan
menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku karena tanpa adanya
dasar wewenang tersebut, ketetapan izin menjadi tidak sah. Pada
umumnya wewenang pemerintah untuk mengeluarkan izin itu
ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar dari perizinan tersebut.
Dalam rangka otonomi daerah, Pemerintah diberi kewenangan
untuk mengatur wilayahnya sendiri-sendiri. Hal ini dituangkan dalam
ayat (5) Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang berbunyi : “Otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Perizinan
merupakan salah satu dari pelayanan umum yang merupakan
kewenangan pemerintah daerah dalam hal ini Walikota.
Kota Surakarta sendiri menerapkan sistem satu pintu untuk
masalah perizinan, jadi segala macam perizinan di ajukan ke badan
pemerintah yang merupakan kepanjangan tangan dari Walikota dalam
hal ini adalah Unit Pelayanan Terpadu (UPT). Pengaturan ini
tercantum dalam Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005
Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Pada
Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta yang berbunyi :
“UPT adalah unit pelayanan bagi masyarakat yang memerlukan
perizinan dan pelayanan dipimpin oleh seorang koordinator”.
Sedangkan untuk perizinan yang diatur dalam pasal 3 A Peraturan
Walikota Nomor 16 B Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Pelimpahan
Sebagian Kewenangan Walikota Pada Koordinator Unit Pelayanan
Terpadu Kota Surakarta yang berbunyi :
Jenis perizinan yang diterbitkan oleh Unit Pelayanan Terpadu
meliputi :
a). Ijin Mendirikan atau merubah atau merobohkan Bangunan;
b). Ijin Penggunaan Bangunan;
c). Advice Planning;
d). Ijin Lokasi;
e). Rekomendasi Lokasi;
f). Ijin Usaha Perdagangan (IUP);
g). Ijin Usaha Industri (IUI);
h). Tanda Daftar Gudang (TDG);
i). Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
j). Ijin Gangguan;
k). Ijin Pemasangan Reklame.
Seperti apa yang tercantum dalam Peraturan Walikota Nomor
16 B Tahun 2005 Pasal 3 huruf A sudah jelas bahwa yang berwenang
untuk mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan adalah Walikota
melalui Unit Pelayanan Terpadu termasuk untuk bangunan apartemen.
b. Penerbitan IMB dilihat dari obyeknya
Izin Mendirikan Bangunan di perlukan untuk mendirikan
bangunan, merubah bangunan, dan merobohkan bagunan.Yang dimaksud
bangunan menurut Pasal 1 huruf f Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun
1988 adalah ”Bangunan-bangunan yang membentuk ruangan tertutup
seluruhnya atau sebagian beserta bangunan-bangunan lain yang
berhubungan dengan bagunan tersebut. Bangunan tersebut merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
bangunan yang berwujud gedung baik bangunan tunggal maupun
bertingkat, misal : rumah, toko, kantor, apartemen, dll
Sedangkan bangunan yang bukan gedung juga membutuhkan IMB
sebelum didirikan dalam Pasal 100 Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun
1988 Tentang Bangunan disebutkan antara lain adalah :
1). Papan reklame;
2). Jembatan penyebrangan;
3). Menara telekomunikasi;
4). Menara air;
5). Monumen;
6). Gapura;
7). Gangunan di atas makam (cungkup);
8). Yang membutuhkan konstruksi khusus.
Jadi dalam hal pendirian sebuah bangunan gedung baru seperti
bangunan rumah susun/apartemen di Kota Surakata ini dibutuhkan IMB
terlebih dahulu sebelum bangunan tersebut didirikan.
c. Persyaratan dalam pengajuan IMB.
Menurut Sjachran basah “Izin adalah perbuatan hukum
administrasi Negara bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam hal
kontero berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan
oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku”. Dalam hal izin tidak
mungkin diadakan perjanjian, karena tidak mungkin diadakan suatu
persesuaian kehendak antara pemberi izin dan pemohon izin. Permohonan
izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh Pemerintah,
selain itu pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh Pemerintah atau pemberi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis
izin dan tujuan izin. Untuk pendirian sebuah bangunan gedung (termasuk
bangunan apartemen), Izin Mendirikan Bangunan sebagai syarat
administratif pendirian bangunan gedung telah diatur dalam Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan Gedung. Dalam
permohonan pengajuan IMB dibutuhkan beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi oleh pemilik gedung. Pengaturan persyaratan tersebut berdasar
pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-undang Bangunan Gedung. Dalam Peraturan
Pemerintah ini pengaturan persyaratan IMB terdapat pada :
1). Pasal 14
a). Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib
memiliki izin mendirikan bangunan gedung.
b). Izin Mendirikan Bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan oleh Pemerintah Daerah, kecuali bangunan
gedung fungsi khusus oleh pemerintah melalui proses
permohonan izin mendirikan bangunan gedung.
c). Pemerintah Daerah wajib memberikan surat keterangan rencana
kabupaten/kota untuk lokasi yang bersangkutan kepada setiap
orang yang akan mengajukan permohonan Izin Mendirikan
Bangunan gedung
d). Surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (3) merupakan ketentuan yang berlaku untuk
lokasi yang bersangkutan yang berisi :
(1). Fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi
yang bersangkutan;
(2). Ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan;
(3). Jumlah lantai/lapis bangunan gedung dibawah permukaan
tanah dan KTB yang diizinkan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
(4). Garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan
gedung yang diizinkan;
(5). KDB maksimum yang diizinkan;
(6). KLB maksimum yang diizinkan;
(7). KDH minimum yang diwajibkan;
(8). KTB maksimum yang diizinkan dan;
(9). Jaringan utilitas kota.
e). Dalam surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (4) dapat juga dicantumkan ketentuan-
ketentuan khusus yang berlaku untuk lokasi yang bersangkutan.
f). Surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) digunakan sebagai dasar
penyusunan rencana teknis bangunan gedung.
2). Pasal 15
a). Setiap orang dalam mengajukan permohonan izin mendirikan
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(1) wajib melengkapi dengan:
(1). Tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda
bukti perjanjian pemanfaatan tanah sebagai mana dimaksud
dalam pasal 11;
(2). Data pemilik bangunan gedung;
(3). Rencana teknis bangunan gedung dan;
(4). Hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan
gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan.
b). Untuk proses pemberian perizinan bagi bangunan gedung yang
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) huruf d, harus mendapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan dengan
mempertimbangkan pendapat publik.
Karena masalah IMB merupakan wewenang masing-masing
daerah, maka regulasi pengaturan persyaratan persyaratan IMB di Kota
Surakarta mengacu pada Perda Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan
antara lain terdapat dalam :
1). Pasal 2
a). Setiap mendirikan/merubah/merobohkan bangunan harus
terlebih dahulu mendapatkan IMB dari walikotamadya kepala
daerah.
b). Pelaksanaan pekerjaan pembangunan harus sesuai dengan imb
yang dimohonkan.
2). Pasal 9
a). IMB berisi tentang :
(1). Nama dan alamat pemegang ;
(2). Jenis bangunan yang diizinkan :
(3). Peruntukan bangunan yang diizinkan ;
(4). Letak persil empat bangunan yang diizinkan ;
(5). Jangka waktu pekerjaan mendirikan/ merubah/
merobohkan bangunan yang diizinkan keseluruhan atau
bertahap.
b). IMB disertai lampiran-lampiran yang ditetapkan dengan
keputusan Walikotamadya Kepala Daerah.
Untuk lampiran-lampiran dalam persyaratan IMB menurut ayat (2)
Pasal 9 Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan
seharusnya ditetapkan dalam Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah,
akan tetapi sampai saat ini Keputusan tersebut tidak pernah keluar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Pemerintah Kota Surakarta hanya mencantumkan persyaratan beserta
lampiran-lampiran (terutama bangunan khusus lebih dari 4 lantai) dalam
website :
http://www.surakarta.go.id/news/ijin.mendirikan.bangunan.imb.html yang
antara lain berisi :
1). Fotocopy KTP Pemohon / Penanggung Jawab Perusahaan yang
masih berlaku;
2). Fotocopy Sertifikat;
3). Fotocopy Pelunasan PBB Terakhir;
4). Gambar denah bangunan dan bangunan pelengkapnya;
5). Gambar situasi bangunan;
6). Gambar tampak dan potongan gambar;
7). Gambar dan Perhitungan Konstruksi Bangunan Bertingkat dan
Konstruksi Baja;
8). Dokumen UKL / UPL;
9). Dokumen ANDALALIN Dari DISHUB Kota Surakarta;
10). Dokumen Soundir Tanah (Dari Lembaga yang Kredibel / Konsultan
Perencanaan).
Akan tetapi persyaratan yang dicantumkan dalam website tersebut
kurang mempunyai dasar hukum yang kuat karena tidak ada peraturan
yang bersifat teknis (Keputusan Walikota maupun Peraturan Walikota)
mengenai penentuan persyaratan IMB dalam website tersebut .
Pembangunan apartemen di Kota Surakarta ini ada beberapa
persyaratan permohonan IMB yang di ajukan tidak sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan, baik dari Peraturan Pemerintah maupun
Perda Kota Surakarta. Pemerintah Kota kurang konsisten dalam
menetapkan persyaratan yang telah dibuat sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Ketidak sesuaian yang pertama adalah mengenai ketinggian dan
jumlah lantai maksimal bangunan yang diizinkan. Dalam Pasal 20 PP
Nomor 36 Tahun 2005 di sebutkan bahwa ”setiap bangunan gedung yang
didirikan tidak boleh melebihi ketentuan maksimal kepadatan dan
ketinggian yang di tetapkan dalam RTRW kabupaten/kota,RDTRKP,
dan/RTBL”.
Pembangunan apartemen-apartemen di Kota Surakarta tingginya
lebih dari 20 lantai. Seperti misalnya pada rencana pembangunan
apartemen Solo Paragon. IMB yang dimohonkan, bangunan tersebut
memiliki ketinggian mencapai 97 meter dan 27 jumlah lantai. Hal ini
bertentangan dengan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
2005 diatas karena dalam RTRW Kota Surakarta yang ditetapkan dalam
Pasal 20 huruf d Perda Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum
Tata Ruang Kota di jelaskan bahwa “Kawasan peruntukan ketinggian
bangunan tinggi yaitu blok dengan bangunan bertingkat 9 (Sembilan lantai
dengan tinggi puncak minimum 40 meter dari lantai dasar dan ALL
minimum 9 kali ALD, maksimum 20 lantai dengan tinggi puncak
bangunan maksimum 84 meter dari lantai dasar dan ALL maksimum 20
kali ALD”. Kata dengan pada kalimat terakhir merujuk pada dua
persyaratan yang harus dipenuhi semuanya yaitu ketinggian bangunan
yang didirikan tidak boleh lebih dari 84 meter dan lantai bangunan gedung
tidak boleh lebih dari 20 lantai.
Ketidaksesuaian yang kedua mengenai ketentuan bahwa untuk
proses pemberian perizinan bagi bangunan gedung yang menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (1) huruf d, harus mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
bangunan gedung dan dengan mempertimbangkan pendapat publik (ayat
(2) Pasal 15 Peraturan Pemerintah nomor 36 Tahun 2005).
Akan tetapi dalam pembangunannya, bangunan bertingkat yang
dibangun seperti pada pembangunan apartemen di Kota Surakarta ini
masyarakat tidak pernah diberi kesempatan untuk memberikan masukan
maupun pendapat terhadap bangunan yang akan dibangun padahal
bangunan tersebut mempunyai dampak penting. Seharusnya dalam
perencanaan pembangunan apartemen ini perlu dilakukan sosialisasi oleh
pemerintah dan memerlukan masukan dari masyarakat baik dari segi
rencana pembangunan sampai dengan masalah yang akan timbul dari
dampak pembangunan apartemen ini sehingga dapat didapatkan solusi
dalam penanggulangan dampak negatif baik dari segi sosial, budaya,
maupun ganguan kingkungan. Seperti apa yang telah diamanatkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 diatas, masyarakat
mempunyai peran dalam pendirian sebuah bangunan yang antara lain:
1). Pemantauan dan penjagaan ketertiban;
2). Pemberian masukan terhadap penyusunan dan/atau penyempurnaan
peraturan,pedoman, dan standar teknis;
3). Penyampaian pendapat dan pertimbangan;
4). Pelaksanaan gugatan perwakilan.
Ketiga dalam Perda bangunan, Perda Tata Ruang Kota, dan Perda
Bangunan Bertingkat belum ada peraturan yang mengatur lebih rinci
tentang persyaratan batas kepemilikan bangunan rumah susun. Sehingga
regulasi ditingkat daerah belum ada aturan yang jelas mengenai
pembagian batasan vertikal horisontal kepemilikan satuan rumah susun
dan mana yang merupakan benda bersama, padahal dalam pengajuan
penerbitan IMB harus digambarkan secara jelas mengenai hal tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Jadi dalam hal persyaratan penerbitan IMB bangunan apartemen
atau rumah susun di Kota Surakarta ada beberapa hal yang kurang sesuai
dengan regulasi yang ada. Yang pertama tentang batasan ketinggian
bangunan yang diperbolehkan yang kedua merupakan peran masyarakat
yang seharusnya wajib dilibatkan dalam penerbitan IMB untuk bangunan
yang mempunyai dampak khusus bagi lingkungan dan yang ketiga
rencana tentang pembagian batasan vertikal horisontal kepemilikan satuan
rumah susun secara individu serta benda bersama yang bisa digunakan
oleh seluruh penghuni satuan rumah susun.
d. Hak yang diperoleh pemilik bangunan setelah keluarnya IMB.
Perizinan merupakan produk dari tindakan administrasi negara.
Dengan diperolehnya izin berarti menimbulkan hak baru bagi pemiliknya.
Dalam hal izin mendirikan bangunan , pemilik bisa menikmati hak untuk:
1) Mendirikan bangunan sesuai fungsi yang telah ditetapkan dalam IMB;
2) Mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan pembangunan,
sehingga tidak ada gangguan dari pihak lain yang dapat menghambat
proses pembangunan;
3) Mendapatkan ganti rugi dari pemerintah jika terjadi perubahan RTRW
yang mengakibatkan perubahan peruntukan lokasi sehingga fungsi
bangunan gedung harus disesuaikan dengan peruntukan yang baru;
4) Mendapatkan pelayanan utilitas kota (saluran air bersih, listrik, saluran
pembuangan,jalur transportasi umum).
e. Sanksi
Pada dasarnya dalam mengajukan permohonan IMB wajib
memenuhi prosedur dan persyaratan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah daerah. Apabila ada pelanggaran yang dilakukan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
pemohon IMB, maka pemerintah daerah berwenang memberikan sanksi
seperti yang tertuang dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988
tentang bangunan yang antara lain adalah :
1). Pasal 145
Pelanggaran terhadap pasal 2 peraturan daerah ini dikenakan sanksi :
a). Penghentian pekerjaan pembangunan;
b). Pembongkaran bangunan;
c). Pencabutan imb;
2). Pasal 146
a). Walikotamadya kepala daerah berwenang memerintahkan
penghentian segera pekerjaan mendirikan/merubah/merobohkan
bangunan yang bertentangan dengan IMB yang bersangkutan
(ayat (1)).
b). Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah diterimanya
perintah penghentian segera tersebut pada ayat 1 pasal ini,
pemilik/penanggung jawab bangunan diwajibkan untuk
memenuhi kekurangan persyaratan (ayat (2)).
c). Setelah lewat jangka waktu tersebut ayat (2) pasal ini pemilik /
penanggung jawab bangunan tidak memenuhi kekurangan
persyaratan maka walikotamadya kepala daerah menetapkan
penghentian pelaksanaan sebagaimana tersebut ayat (1) pasal ini
(ayat (3)).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
3). Pasal 147
a). Walikotamadya Kepala Daerah dapat memerintahkan kepada
pemilik untuk membongkar setiap bangunan yang didirikan atau
dirubah yang tidak berdasarkan IMB (ayat (1)).
b). Bila selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sesudah perintah
pembongkaran tersebut pada ayat (1) pasal ini disampaikan,
pemilik bangunan tidak mematuhi perintah tersebut,
pembongkaran dapat dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk
atas biaya dan resiko pemilik bangunan (ayat (2)).
4). Pasal 148
IMB dapat dicabut apabila :
a). Persyaratan yang menjadi dasar diberikannya IMB terbukti tidak
benar;
b). Pelaksanaan pekerjaan mendirikan atau merubah bangunan
menyimpang dari rencana yang disahkan dalam IMB;
c). Setelah 6 (enam) bulan diberikannya IMB pelaksanaan pekerjaan
belum dimulai;
d). Setelah pelaksanaan pekerjaan dimulai kemudian dihentikan
berturut-turut selama 12 (dua belas) bulan.
5). Pasal 149
Dengan tidak mengurangi berlakunya pasal 145 sampai dengan pasal
148 (ayat (1)) :
a). Barang siapa mendirikan/merubah/merobohkan bangunan tanpa
izin, atau izin nya telah dicabut, dapat dipidana dengan hukuman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-
banyaknya Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) ;
b). Barang siapa tidak mentaati perintah penghentian segera tersebut
pada pasal 146 peraturan daerah ini dapat dipidana dengan
hukuman kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan atau