Top Banner
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971 fax. 7656904Email :[email protected] KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN MASALAH? Rancangan Undang-undang Cipta Kerja merupakan bagian dari Omnibus Law. Bukannya memiliki solusi, banyak kalangan menilai RUU Ciptaker ini menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks baik kepada buruh ataupun masyarakat sipil lainnya LATAR BELAKANG Istilah Omnibus Law pertama kali disebut oleh Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato pertamanya setelah dilantik menjadi presiden untuk kedua kalinya pada Oktober 2019 silam. Jokowi menyebutkan bahwa omnibus law akan menyederhanakan kendala regulasi yang kerap berbelit-belit dan panjang. Pemerintah juga meyakini omnibus law akan memperbaiki ekosistem investasi dan daya saing Indonesia sehingga bisa memperkuat perekonomian nasional. Alasan Pemerintah Mengusulkan Omnibus Law 1 1. Terlalu Banyak Regulasi Alasan pemerintah membuat omnibus law lantaran sudah terlalu banyak regulasi yang dibuat. Tak jarang, satu regulasi dengan regulasi lainnya saling tumpang tindih dan menghambat akses pelayanan publik, serta kemudahan berusaha. Sehingga membuat program percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sulit tercapai. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia mencatat, dalam periode 2014 hingga Oktober 2018, pemerintah telah menerbitkan 8.945 regulasi. Terdiri dari 107 Undang-Undang, 765 Peraturan Presiden, 7.621 Peraturan Menteri, 452 Peraturan Pemerintah. 2. Indeks Kualitas Regulasi Indonesia Rendah Bank Dunia mencatat, posisi skor Indonesia di sepanjang 1996-2017 selalu minus atau di bawah nol. Menurut rumusan skala indeks regulasi Bank Dunia, skor 2,5 poin menunjukkan kualitas regulasi terbaik, sementara skor paling rendah adalah -2,5 poin. Pada 2017, skor Indonesia menunjukkan angka -0,11 poin dan berada di peringkat ke-92 dari 193 negara. Dalam lingkup ASEAN, posisi Indonesia masih berada di peringkat kelima di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. 1 Dilansir https://www.online-pajak.com/omnibus-law pada 15 Februari 2020
34

KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

Dec 12, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER

CIPTAKER CIPTAKAN MASALAH?

Rancangan Undang-undang Cipta Kerja merupakan bagian dari Omnibus Law. Bukannya

memiliki solusi, banyak kalangan menilai RUU Ciptaker ini menimbulkan permasalahan yang

lebih kompleks baik kepada buruh ataupun masyarakat sipil lainnya

LATAR BELAKANG

Istilah Omnibus Law pertama kali disebut oleh Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi)

dalam pidato pertamanya setelah dilantik menjadi presiden untuk kedua kalinya pada Oktober

2019 silam. Jokowi menyebutkan bahwa omnibus law akan menyederhanakan kendala regulasi

yang kerap berbelit-belit dan panjang. Pemerintah juga meyakini omnibus law akan

memperbaiki ekosistem investasi dan daya saing Indonesia sehingga bisa memperkuat

perekonomian nasional.

Alasan Pemerintah Mengusulkan Omnibus Law1

1. Terlalu Banyak Regulasi

Alasan pemerintah membuat omnibus law lantaran sudah terlalu banyak regulasi yang dibuat.

Tak jarang, satu regulasi dengan regulasi lainnya saling tumpang tindih dan menghambat akses

pelayanan publik, serta kemudahan berusaha. Sehingga membuat program percepatan

pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sulit tercapai.

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia mencatat, dalam periode 2014 hingga

Oktober 2018, pemerintah telah menerbitkan 8.945 regulasi. Terdiri dari 107 Undang-Undang,

765 Peraturan Presiden, 7.621 Peraturan Menteri, 452 Peraturan Pemerintah.

2. Indeks Kualitas Regulasi Indonesia Rendah

Bank Dunia mencatat, posisi skor Indonesia di sepanjang 1996-2017 selalu minus atau di bawah

nol. Menurut rumusan skala indeks regulasi Bank Dunia, skor 2,5 poin menunjukkan kualitas

regulasi terbaik, sementara skor paling rendah adalah -2,5 poin.

Pada 2017, skor Indonesia menunjukkan angka -0,11 poin dan berada di peringkat ke-92 dari

193 negara. Dalam lingkup ASEAN, posisi Indonesia masih berada di peringkat kelima di

bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.

1 Dilansir https://www.online-pajak.com/omnibus-law pada 15 Februari 2020

Page 2: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

Tak hanya membuat indeks regulasi Indonesia rendah, banyaknya regulasi juga telah

memunculkan fenomena hyper regulation. Karena itu penyelenggara pemerintah berniat

merevisi aturan perundang-undangan yang saling berbenturan.Jika dilakukan secara

konvensional, revisi undang-undang secara satu per satu diperkirakan akan memakan waktu

lebih dari 50 tahun. Dengan begitu pemerintah berpikir bahwa skema omnibus law adalah jalan

satu-satunya yang bisa menyederhanakan regulasi dengan cepat. Salah satunya adalah mengenai

Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker)/ Cipta Lapangan Kerja (Cilaka)

LANDASAN TEORI

Definisi daripada Omnibus Law dimulai dari kata Omnibus. Kata Omnibus berasal dari bahasa Latin dan

berarti untuk semuanya. Di dalam Black Law Dictionary Ninth Edition Bryan A.Garner disebutkan

omnibus : relating to or dealing with numerous object or item at once ; inculding many thing or having

varius purposes, dimana artinya berkaitan dengan atau berurusan dengan berbagai objek atau item

sekaligus; termasuk banyak hal atau memiliki berbagai tujuan. Bila digandeng dengan kata Law yang

maka dapat didefinisikan sebagai hukum untuk semua2

Secara harfiah, kata omnibus berasal dari bahasa Latin omnis yang berarti banyak dan lazimnya

dikaitkan dengan sebuah karya sastra hasil penggabungan beragam genre, atau dunia perfilman yang

menggambarkan sebuah film yang terbuat dari kumpulan film pendek. Menyesuaikan dengan definisi

tersebut jika dikontekskan dengan UU maka dapat dimaknai sebagai penyelesaian berbagai pengaturan

sebuah kebijakan tertentu, tercantum dalam dalam berbagai UU, ke-dalam satu UU payung.

Adapun dari segi hukum, kata omnibus lazimnya disandingkan dengan kata law atau bil l yang berarti

suatu peraturan yang dibuat berdasarkan hasil kompilasi beberapa aturan dengan substansi dan

tingkatannya berbeda. Menurut Audrey O” Brien (2009), omnibus law adalah suatu rancangan undang-

undang (bill) yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang.

Jadi, dapat dikatakan omnibus law merupakan metode atau konsep pembuatan peraturan yang

menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi suatu peraturan besar

yang berfungsi sebagai payung hukum (umbrella act). Dan ketika peraturan itu diundangkan

berkonsekuensi mencabut beberapa aturan hasil penggabungan dan substansinya selanjutnya dinyatakan

tidak berlaku, baik untuk sebagian maupun secara keseluruhan.3

Menurut Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid di dalam dunia ilmu hukum, konsep “omnibus law”

merupakan suatu konsep produk hukum yang berfungsi untuk mengkonsolidir berbagai tema, materi,

subjek dan peraturan perundang-undangan pada setiap sektor yang berbeda untuk menjadi satu produk

hukum besar dan holistik.4

2 Satjipto Rahardjo, Hukum, Masyarakat& Pembangunan, (Bandung: Alumni, 1981), hlm 29. 3 PAULUS ALUK FAJAR DWI SANTO dilansir dari https://business-law.binus.ac.id/2019/10/03/memahami-gagasan-omnibus-law/ diakses pada 15 Februari 2020 4 Bagir Manan, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung: Alumni, 1997), hlm. 144.

Page 3: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan penerapan omnibus law bisa segera dilakukan

karena sangat baik untuk membentuk aturan yang ramping dan harmonisasi. Persoalannya, butuh tim

khusus untuk menganalisa regulasi apa saja yang perlu harmonisasi, dihapus sebagian atau seluruhnya

karena mengandalkan kerja antar kementerian dapat menelan waktu cukup lama.5

Menurut Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri, Omnibus Law diartikan sebagai sebuah undang-

undang (UU) yang dibuat untuk menyasar isu besar yang ada di suatu negara. Selain menyasar isu besar,

tujuannya juga untuk mencabut atau mengubah beberapa UU.

Penerapan Omnibus di berbagai negara common law

Di berbagai negara yang menerapkan sistem hukum common law, omnibus law hal ini bukanlah sesuatu

yang baru Omnibus Law banyak diimplementasikan di negara-negara yang menganut sistem hukum

common law (anglo saxon). Beberapa negara yang pernah menerapkan Omnibus Law diantaranya

Kanada dan Filipina.

Kanada menggunakan pendekatan Omnibus Law untuk mengimplementasikan perjanjian perdagangan

internasional. Kanada memodifikasi 23 UU yang telah lama untuk dapat tunduk kepada aturan WTO.

Untuk kasus penggunaan Omnibus Law oleh Filipina konteksnya mirip dengan di Indonesia yaitu dalam

hal investasi. The Omnibus Investment Code merupakan serangkaian peraturan yang memberikan

insentif komprehensif baik fiskal maupun non-fiskal yang dipertimbangkan oleh pemerintah Filipina

dalam rangka pembangunan nasional.

Negara lain yang juga pernah menerapkan pendekatan omnibus antara lain Turki, Selandia Baru, dan

Australia.

Turki merupakan salah satu negara yang menggunakan omnibus untuk melakukan amandemen terhadap

peraturan perpajakan. Aspek yang diamandemen antara lain PPh, PPN, belanja pajak, tabungan pension,

jaminan sosial dan asuransi kesehatan.

Pada Januari 2019, Turki menerbitkan Omnibus Law nomor 7161 yang membuat beberapa amandemen

penting seperti penambahan perbedaan mata uang sebagai basis PPN, menjadikan "rasio harga

konsumen" sebagai dasar untuk menentukan kenaikan harga leasing, serta pembebasan 70% pajak dalam

pembayaran gaji personil penerbangan swasta.

Sama dengan Turki, Selandia Baru juga mengimplementasikan Omnibus Law untuk perpajakan yang

tertuang dalam Taxation Act 2019. Peraturan tersebut diterbitkan untuk meningkatkan pengaturan pajak

yang saat ini berlaku dalam kerangka yang luas (broad-base) dan bertarif rendah (low-rate) dalam

rangka untuk mendorong kepatuhan terhadap kewajiban pajak.

Australia yang juga pernah menggunakan pendekatan omnibus. Salah satu Omnibus Law di Australia

adalah Act on Implementation of US FTA yang digunakan untuk mengimplementasikan perjanjian

perdagangan bebas antara Amerika Serikat dengan Australia

5 Agnes Fitryantica, “Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Indonesia melalui Konsep Omnibus Law”, Jurnal Gema Keadilan, Volume 6, Edisi III, Oktober - November 2019, hlm 303.

Page 4: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

Pendekatan omnibus juga diterapkan di negara yang menganut hukum sipil seperti Vietnam. Omnibus

Law yang berhasil dibentuk oleh Vietnam di antaranya Law Amending and Supplementing a Number of

Articles of the Law on Value-Added Tax, Law on Excise Tax and the Law on Tax Administration.

Undang-undang ini mengubah, menambahkan serta mencabut beberapa pasal yang terdapat pada

Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, Undang-undang Pajak Cukai, dan Undang-undang

Administrasi Perpajakan.

secara konseptual Omnibus law merupakan “Undang-Undang Payung” (Umbrella law) sebagaimana di

Belanda yang menggunakan sistem “Undang-Undang Payung”. Indonesia berdasarkan UUD 1945 tidak

menggunakan sistem “Undang-Undang Payung”. Di dalam UUD 1945 kedudukan Undang-Undang

setara yaitu produk hukum yang dibuat oleh DPR dan Presiden. Salah satu upaya yang dapat dilakukan

apabila ingin menggunakan sistem “Undang-Undang Payung” adalah dengan memfungsikan kembali

Ketetapan MPR/TAP MPR. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan

peraturan perundang-undangan, TAP MPR merupakan salah satu dari peraturan perundang-undangan.

Posisi TAP MRP berada di bawah UUD 1945 dan di atas Undang-Undang. Dilematisnya, apabila TAP

MPR difungsikan lagi maka posisi MPR akan menjadi lembaga tertinggi yang mana di dalam UUD 1945

semua lembaga negara berkedudukan setara. 6

Di Amerika Serikat, salah satu Peraturan payung yang dibuat merupakan peraturan terbesar yaitu

peraturan Transportation Equity Act for the 21st Century (TEA-21)7 adalah Undang – undang pengganti

dari Intermodal Surface Transportation Efficiency Act (ISTEA). Hal – hal yang diatur dalam TEA-21 ini

mengenai jalan raya federal, keamanan jalan raya, transit dan program transportasi lain. Didalam TEA-

21 ini terdapat sekitar 9012 section yang terdiri 9 BAB.

Peraturan ini sudah konperhensif dalam mengatur terkait transportasi dan jalan raya di Amerika secara

lengkap sehingga tidak bergantung dengan peraturan yang lainnya.

Bentuk lain dari Omnibus Law di Amerika juga terdapat dalam Omnibus Trade and Competitiveness Act

of 1988 (OTCA). OTCA ini disusun dalam rangka untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan

Amerika Serikat pada saat itu. OCTA tersusun atas 10 BAB, 44 Subbab, dan 10013 Pasal. Undang –

undang ini dilahirkan sebagai otoritas untuk menegosiasikan perjanjian perdagangan timbal balik

(Uruguay Round) melakukan revisi secara luas dari Undang – undang Perdagangan, penyesuaian

bantuan, dorongan ekspor, harmonisasi tarif, kebijakan perdagangan internasional, perdagangan

pertanian dan telekomunikasi, perdagangan teknologi internasional, kebijakan daya saing, investasi

asing, Undang-Undang Praktik Korupsi Asing, pengadaan pemerintah, kebijakan paten, Sematech, dan

defisit anggaran. Dengan adanya OTCA ini maka semua aturan tersebut di dalam satu payung8.

6 Dilansir dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20200121152155-4-131621/tak-cuma-di-ri-omnibus-law-banyak-dipakai-negara-lain/1 diakses pada 17 februari 2020 pukul 16:31 7 “Transportation Equity Act For The 21st Century”, <https://www.fhwa.dot.gov/tea21/tea21.pdf>, diakses pada 18 Februari 2020

8 David E. Birenbaum, “The Omnibus Trade Act Of 1988: Trade Law Dialectics”, <https://www.law.upenn.edu/journals/jil/articles/volume10/issue4/Birenbaum10U.Pa.J.Int%27lBu s.L.653%281988%29.pdf>, diakses pada 17 Februari 2020

Page 5: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

Di Australia, ada yang disebut dengan Civil Law and Justice (Omnibus Amendments) Act 2015. Undang-

Undang ini membuat perubahan kecil terhadap undang-undang keadilan sipil dalam beberapa undang-

undang yang telah ada. Undang-Undang omnibus tersebut mengubah peraturan di dalam 16 undang-

undang yang memiliki muatan yang berbeda.

Civil Law and Justice (Omnibus Amendments) Act 2015 adalah undang-undang omnibus yang terutama

akan mengamandemen Undang- Undang Banding Administratif Tribunal 1975, Undang-Undang

Kebangkrutan 1966, Evidence Act 1995, Pengadilan Sirkuit Federal Australia Act 1999, Federal Court

of Australia Act 1976 dan Undang-Undang Arbitrase Internasional 1974.9 Undang - Undang ini

pelakukan perubahan kecil dan teknis untuk memberikan kejelasan lebih lanjut pada undang- undang

untuk memperbaiki pengawasan legislatif dan mengubah ketentuan yang usang. Undang - Undang ini

juga akan membuat sejumlah Perubahan konsekuensial. Efek gabungan dari perubahan ini akan

meningkatkan efisiensi dan operasi sistem peradilan yang dikelola oleh portofolio Jaksa Agung.10

Kedudukan omnibus law

Asas -asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut itu meliputi juga asas tujuan yang

jelas, asas perlunya pengaturan, asas organ/Lembaga dan materi muatan yang tepat, asas dapatnya

dikenali, asas perlakuan yang sama dalam hukum, asas kepastian hukum, asas pelaksanaan hukum sesuai

keadaan individual. A Hamid S Attamimi cenderung membagi asas-asas pembentukan peraturan

perundang-undangan yang patut tersebut ke dalam asas formal dengan perincian asas tujuan yang jelas,

asas perlunya pengaturan, asas organ/Lembaga yang tepat, asas materi muatan yang tepat, asas dapatnya

dilaksanakan, dan asas dapatnya dikenali, dan asas material dengan perincian asas sesuai dengan cita

hukum Indonesia, asas sesuai dengan Hukum Dasar negara, asas sesuai dengan prinsip-prinsip Negara

berdasar atas hukum, dan asas sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan berdasar sistem konstitusi.11

Terdapat Lima langkah yang harus dipenuhi para pembuat UU dalam penyusunan Undang-

undang Omnibus Law. Berikut lima langkah yang harus dilakukan pemerintah agar memastikan

UU Omnibus Law bisa efektif dan tidak disalahgunakan.

Pertama, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah harus melibatkan publik dalam

setiap tahapan penyusunannya. Luasnya ruang lingkup Omnibus Law menuntut pihak pembuat

UU menjangkau dan melibatkan lebih banyak pemangku kepetingan yang terkait.

Kedua, DPR dan pemerintah harus transparan dalam memberikan setiap informasi perkembangan

proses perumusan Omnibus Law ini. Partisipasi dan transparansi ini yang mutlak diperbaiki

berkaca dari proses legislasi yang menimbulkan kontroversi belakangan seperti perumusan revisi

9 Mitch Fifield, Civil Law and Justice (Omnibus Amendments) Bill 2015,

<https://www.openaustralia.org.au/senate/?id=2015-06-25.87.1>, diaksespada tanggal 18 Februari 2020.

10 Mitch Fifield, Civil Law and Justice (Omnibus Amendments) Bill 2015.

11 Firman Freaddy Busroh, “Konseptualitas Omnibur Law dalam Menyelesaikan Permasalahan Regulasi Pertanahan”, Arena Hukum, Vol. 10, No. 2, (Agustus 2017), hal. 230

Page 6: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Revisi Kitab Undang- Undang Hukum

Pidana.

Ketiga, penyusun harus memetakan regulasi yang berkaitan secara rinci.

Keempat, penyusun harus ketat melakukan harmonisasi baik secara vertikal dengan peraturan

yang lebih tinggi maupun horizontal dengan peraturan yang sederajat.

Kelima, penyusun harus melakukan preview sebelum disahkan. Preview ini diprioritaskan

untuk menilai dampak yang akan timbul dari UU yang akan disahkan12

ANALISIS ISU

BEBERAPA KONTROVERSI RUU CIPTA KERJA TERHADAP KETATANEGARAAN,

KETENAGAKERJAAN, PENDIDIKAN DAN LINGKUNGAN

Tiga Langkah Mundur Reformasi Regulasi dalam RUU Cipta Kerja13

Pertama, draf RUU Cipta Kerja berpotensi melanggar dua asas dalam pembentukan perundang-

undangan, yaitu asas “kejelasan rumusan” dan asas “dapat dilaksanakan”.

RUU Cipta Kerja melanggar asas kejelasan rumusan karena dalam perumusannya, pencantuman

pasal perubahan langsung digabungkan dengan pasal lama sehingga menyulitkan siapapun yang

membacanya. Mengingat pasal-pasal yang harus direvisi berasal dari 79 UU, seharusnya

penyusun RUU Cipta Kerja menggunakan standar yang sudah diatur dalam UU No. 12/2011.

Asas kedua yang berpotensi dilanggar adalah asas “dapat dilaksanakan”. Hal ini terlihat dalam

pengaturan Pasal 173 RUU Cipta Kerja yang mengatur bahwa peraturan pelaksana dari UU yang

sudah diubah oleh RUU Cipta Kerja harus disesuaikan dengan RUU Cipta Kerja dalam jangka

waktu satu bulan. Melakukan perubahan peraturan pelaksana dari 79 UU dalam kurun waktu satu

bulan merupakan sebuah mandat yang sama sekali tidak realistis. Selain itu, target pengerjaan

RUU Cipta Kerja selama 100 hari hingga pengesahan juga akan menambah kompleksitas

permasalahan mengingat tidak mudah bagi pemangku kepentingan untuk bisa dengan cepat

menguasai materi yang diatur dalam RUU Cipta Kerja.

Kedua, banyaknya jumlah peraturan pelaksana yang diamanatkan pembentukannya oleh RUU

Cipta Kerja ini (terdiri dari 493 Peraturan Pemerintah, 19 Peraturan Presiden, dan 4 Peraturan

Daerah) menunjukkan tidak sensitifnya pembuat undang-undang akan kondisi regulasi kita.

12 Agnes Fitryantica, op cit, hlm 313. 13 Pernyataan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Terkait Draf RUU Cipta Kerja dilansir dari https://web.facebook.com/notes/pshk-pusat-studi-hukum-dan-kebijakan-indonesia/pernyataan-pusat-studi-hukum-dan-kebijakan-indonesia-pshk-terkait-draf-ruu-cipta/2257588631010445/?_rdc=1&_rdr pada 17 Februari 2020

Page 7: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

Jumlah peraturan pelaksana itu seolah mengabaikan fakta bahwa saat ini Indonesia mengalami

hiper-regulasi. Alih-alih menggunakan pendekatan omnibus ini sebagai momentum pembenahan,

pemerintah sebagai pengusul justru semakin menambah beban penyusunan regulasi. Hal itu jelas

kontraproduktif dengan agenda reformasi regulasi yang sedang dilaksanakan presiden, khususnya

dalam menyederhanakan jumlah peraturan perundang-undangan. Yang patut menjadi catatan juga

adalah penyusunan peraturan pelaksana menunjukkan dominasi eksekutif yang semakin

menjauhkan proses pembahasan dari publik mengingat penyusunan dan pembahasan regulasi di

lingkup eksekutif berlangsung dalam ruang yang lebih tertutup ketimbang undang-undang. Perlu

diwaspadai bahwa pendekatan omnibus hanyalah merupakan pintu masuk bagi pemerintah dan

kelompok kepentingan tertentu untuk mengatur berbagai substansi RUU Cipta Kerja melalui

proses pembahasan yang jauh dari jangkauan publik.

Ketiga, substansi pengaturan RUU Cipta Kerja bertentangan dengan Putusan Mahkamah

Konstitusi serta melanggar ketentuan UU 12/2011.

Terdapat dua pasal yang bertentangan dengan ketentuan hierarki peraturan perundang-undangan

dan putusan Mahkamah Konstitusi. Pertama, Pasal 170 yang mengatur bahwa Peraturan

Pemerintah dapat digunakan untuk mengubah Undang-undang. Hal itu bertentangan dengan Pasal

7 ayat (1) dan (2) UU No. 12/2011 yang mengatur bahwa Peraturan Pemerintah memiliki

kedudukan lebih rendah dibandingkan Undang-undang sehingga tidak bisa membatalkan maupun

mengubah Undang-undang. Kedua, pasal 166 RUU Cipta Kerja menyebutkan bahwa Peraturan

Presiden bisa membatalkan Peraturan Daerah. Hal itu bertentangan dengan Putusan Mahkamah

Konstitusi No. 56/PUU-XIV yang menyebutkan bahwa kewenangan tersebut bertentangan

dengan konstitusi.

Pemerintah Mengizinkan Warga Negara Asing (WNA) memiliki rumah susun

Pengaturan kepemilikan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (“HMSRS”) memiliki keterkaitan

dengan adanya sertifikat hak milik satuan rumah susun (“SHM sarusun”). Oleh karena itu, untuk

menjawab pertanyaan Anda, kita perlu mengetahui terlebih dahulu yang dimaksud dengan SHM

sarusun. Mengenai definisi SHM sarusun dapat kita lihat dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU Rumah Susun”) yang berbunyi:

“Sertifikat hak milik sarusun yang selanjutnya disebut SHM sarusun adalah tanda bukti

kepemilikan atas sarusun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah

negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan.”

Page 8: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

Kepemilikan WNA terhadap hak milik atas satuan rumah susun itu merujuk pada ketentuan hak-

hak atas tanah yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”’). Berdasarkan undang-undang tersebut, WNA hanya

diperbolehkan memiliki hak pakai.

Adapun definisi hak pakai terdapat dalam Pasal 41 ayat (1) UUPA yang berbunyi:

“Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai

langsungoleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang

ditentukan dalamkeputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau

dalam perjanjian denganpemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian

pengolahan tanah, segalasesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan

Undang-undang ini.”

Ketentuan dalam Pasal 42 UUPA yang hanya membolehkan WNA untuk memiliki hak pakai.

Bunyi selengkapnya pasal tersebut adalah:

“Yang dapat mempunyai hak pakai ialah:

a. warga-negara Indonesia;

b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

c. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;

d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.”

Menurut Pasal 17 UU Rumah Susun, rumah susun dapat dibangun di atas tanah dengan status

Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai Atas Tanah Negara, dan Hak Guna Bangunan

atau Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan. Pengaturan mengenai WNA hanya boleh memiliki

HMSRS yang bangunan rumah susun itu dibangun di atas tanah dengan hak pakai atas tanah

negara juga dapat kita lihat dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan

Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia (“PP

41/1996”). Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dalam artikel Apartemen untuk Orang

Asing, WNA dapat memiliki HMSRS dengan mengacu pada ketentuan Pasal 2 PP No. 41/1996

yang berbunyi:

“Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 adalah:

Page 9: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

1. Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas bidang tanah:

a. Hak Pakai atas tanah Negara;

b. Yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah.

2. Satuan rumah susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atas tanah Negara.”

Selain persyaratan tersebut, terdapat satu persyaratan lagi yang diatur oleh peraturan turunan PP

No. 41/1996, yaitu Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 7

Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang

Asing (“Peraturan MNA/BPN 7/1996”).

Pasal 2 ayat (2) Peraturan MNA/BPN 7/1996 berbunyi:

“Rumah yang dapat dibangun atau dibeli dan satuan rumah susun yang dapat dibeli oleh orang

asing dengan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah rumah atau satuan

rumah susun yang tidak termasuk klasifikasi rumah sederhana atau rumah sangat sederhana.”

Kriteria rumah sederhana (RS) atau rumah sangat sederhana (RSS) menurut Pasal 1 huruf d

Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 15 Tahun 1997 antara

lain:

a. harga perolehan tanah dan rumah tidak lebih dari pada Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta

rupiah),

b. luas tanah tidak lebih dari pada 200 M2, di daerah perkotaan dan tidak lebih daripada 400

M2, untuk di luar daerah perkotaan.

Namun dalam RUU Cipta Kerja pasal 137, pemerintah menambahkan perizinan terkait

kepemilikan sarusun tersebut sebagai ketentuan baru. Ketentuan baru akan diberikan kepada lima

golongan, yaitu meliputi warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia, dan warga negara

asing yang mempunyai izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah juga memperbolehkan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Tanah Air

serta perwakilan negara asing dan lembaga internasional yang berada atau mempunyai perwakilan

di dalam negeri. Selanjutnya, pemerintah memperbolehkan hak milik sarusun dialihkan dan

dijaminkan. Hak milik sarusun dapat dijaminkan dengan dibebani hak tanggungan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 10: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

Sebelumnya, warga negara asing tidak bisa memiliki hak milik sarusun. Dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh

Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, mereka diberi izin dalam bentuk hak pakai atas

sarusun. Pada Pasal 5 peraturan tersebut dijelaskan orang asing diberikan hak pakai untuk rumah

tunggal pembelian baru dan hak milik atas sarusun di atas hak pakai untuk sarusun pembelian unit

baru.

Untuk rumah tunggal, warga negara asing diberikan hak pakai untuk jangka waktu 30 tahun. Hak

pakai itu dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 tahun. Jika perpanjangan berakhir, maka hak

pakai dapat diperbaharui untuk jangka waktu 30 tahun.14

Penghapusan cuti khusus atau izin tak masuk

Salah satunya menghapus cuti khusus atau izin tak masuk saat haid hari pertama bagi perempuan.

Dalam UU 13/2003 Ketenagakerjaan, aturan itu tercantum dalam Pasal 93 huruf a. Selain itu,

RUU Cilaka menghapus izin atau cuti khusus untuk keperluan menikah, menikahkan,

mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan/keguguran kandungan, hingga bila ada

anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia (huruf b) Ketentuan cuti khusus atau

izin lain yang dihapus adalah menjalankan kewajiban terhadap negara (huruf c); menjalankan

ibadah yang diperintahkan agamanya (huruf d); melaksanakan tugas berserikat sesuai persetujuan

pengusaha (huruf g) dan melaksanakan tugas Pendidikan dari perusahaan (huruf h). 15

Perubahan jam kerja

Pada Pasal 77 RUU Cipta Lapangan Kerja disebutkan setiap pengusaha wajib melaksanakan

ketentuan waktu kerja. Waktu kerja sebagaimana dimaksud paling lama 8 jam satu hari dan 40

jam satu minggu. Dan, pelaksanaan jam kerja bagi pekerja/buruh di perusahaan diatur dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Aturan itu berbeda jika dibandingkan dengan UU 13/2003 Ketenagakerjaan. Di Pasal 77 ayat 2

UU 13/2003 Ketenagakerjaan disebutkan waktu kerja diatur dalam dua bentuk, pertama, sebanyak

7 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk enam hari kerja dalam 1 minggu. Kedua, sebanyak 8 jam

sehari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam satu minggu.

Upah dalam hal lembur

Pada Pasal 78 ayat 1 huruf b UU 13/2003 Ketenagakerjaan disebutkan waktu kerja lembur hanya

dapat dilakukan paling banyak tiga jam dalam satu hari dan 14 jam dalam satu minggu.

14 Dilansir dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200214112608-92-474576/draft-ruu-cipta-kerja-jokowi-izinkan-wna-miliki-apartemen pada 18 Februari 2020 15 Dilansir dari: https://tirto.id/ruu-omnibus-cilaka-cuti-menikah-haid-dan-beribadah-dihapus-eyZJ diakses pada 19 Februari 2020

Page 11: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

Sedangkan, di draft RUU Cipta Lapangan Kerja yang diatur di Pasal 78 ayat 1 huruf b disebutkan

waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 4 jam dalam satu hari dan 18 jam dalam

satu minggu.

Dalam perubahan ini akan berdampak pada bertambahnya waktu lembur bagi buruh dengan tidak

disertai upah yang layak.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha

dengan pekerja atau buruh. Dalam hal kesepakatan tidak tercapai, penyelesaian pemutusan

hubungan kerja dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan di Pasal 151 draft RUU Cipta

Lapangan Kerja itu berbeda dengan di UU 13/2003 Ketenagakerjaan.

Di UU 13/2003 Ketenagakerjaan disebutkan pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat

buruh, dan pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi PHK. Dalam

hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka

maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat

pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak

menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.16

Selain itu, berdasarkan Pasal 154A draf RUU Ciptaker yang mengizinkan perusahaan melakukan

PHK dengan alasan efisiensi, merugi, keadaan memaksa. Kemudian, PHK dapat dilakukan bila

perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang, serta perusahaan dinyatakan

pailit berdasarkan putusan pengadilan niaga.17

Ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PWKT)

Terkait dengan perjanjian kerja. Dalam UU 13/ 2003, perjanjian kerja dibahas di Bab IX pasal 50

- 63. Dalam RUU Cipta Kerja yang diusulkan pemerintah ada 5 pasal yang direvisi (56,57,58,61

dan 62). Dalam pasal tersebut terutama pasal 56 ayat 3 perjanjian kerja waktu tertentu didasari

atas kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja yang kemudian di atur dalam Peraturan

Pemerintah (PP).

Pada bagian ini ada 1 pasal yang ditambahkan yaitu pasal 61A yang di dalamnya mengatur

kewajiban pengusaha memberi kompensasi pada buruh. Buruh yang berhak menerima

16 Dilansir dari: https://www.tribunnews.com/nasional/2020/02/16/5-kontroversi-aturan-ketenagakerjaan-dalam-ruu-cipta-lapangan-kerja?page=3 diakses pada 19 Februari 2020 17 Dilansir dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200221065143-20-476654/buruh-media-omnibus-law-ciptaker-picu-gelombang-phk-massal diakses pada 19 Februari 2020

Page 12: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

kompensasi ini setelah waktu kerja sama berakhir adalah buruh yang sudah bekerja minimal satu

tahun.18

Pasal yang mengatur kerja sama antara pengusaha dan buruh juga ada yang dihapus yaitu pasal

59 yang mengatur detail tentang ketentuan PWKT. Jadi yang baru di sini adalah pemberian

kompensasi untuk pekerja kontrak yang bekerja paling minim satu tahun.

Pemberian libur mingguan

Dalam RUU Cipta lapangan kerja, pemerintah hanya memberi waktu istirahat atau waktu libur

minimal satu hari dalam satu minggu atau sepekan. Sedangkan di dalam UU 13/2003

Ketenagakerjaan, pasal 79 (b), pengusaha wajib memberi waktu istirahat mingguan. Dalam pasal

itu disebutkan waktu istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)

minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.19

Perubahan Definisi Untuk Izin Lingkungan

Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(PPLH) tertulis:

11. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian

mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan

hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha

dan/atau kegiatan.

12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang

selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau

kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses

pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

35. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha

dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau

kegiatan.

18 Dilansir dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20200218160526-4-138750/ini-jeroan-ruu-cipta-kerja-yang-bikin-pekerja-resah/3 diakses pada 19 Februari 2020 19 Dilansir dari: https://www.liputan6.com/bisnis/read/4180072/dalam-ruu-omnibus-law-pekerja-cuma-libur-sehari-setiap-minggu diakses pada 19 Februari 2020

Page 13: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

Definisi tersebut mengalami perubahan dalam RUU Cipta Kerja:

11. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah Kajian

mengenai dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang

direncanakan untuk digunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan tentang

penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Frasa “diperlukan” pada UU Nomor 32 Tahun 2009 menjadi hilang. Hal itu akan berdampak

pada tidak diharuskannya AMDAL dalam pemberian izin usaha. Kegiatan yang berdampak pada

lingkungan.

12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang

selanjutnya disebut UKL-UPL adalah standar dalam pengelolaan dan pemantauan terhadap

usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup.

Frasa “yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha

dan/atau kegiatan” yang sebelumnya tercantum dalam UU PPLH menjadi dihilangkan. Secara

langsung akan berdampak pada tak diwajibakannya UKL-PL dalam merumuskan kegiatan usaha/

kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan hidup.

35. Persetujuan Lingkungan adalah Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Pernyataan

Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Frasa “yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan,”

perubahan tersebut akan berdampak pada tak diperlukannya lagi AMDAL atau UKL-PL dalam

perizinan lingkungan, yang makin berdampak pada kerusakan lingkungan.

Page 14: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

Dampak Omnibus Law Cipta Kerja terhadap UU Sisdiknas, UU Dikti, dan UU Guru &

dosen20

Omnibus law Teks UU yang berubah/hapus Dampak

UU SISDIKNAS

Pasal 28

(1) Pendidikan anak usia dini

diselenggarakan sebelum jenjang

pendidikan dasar.

(2) Pendidikan anak usia dini dapat

diselenggarakan melalui jalur

pendidikan formal,

nonformal,dan/atau informal.

(3) Ketentuan mengenai pendidikan

anak usia dini diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah.

(1) Pendidikan anak usia dini

diselenggarakan sebelum jenjang

pendidikan dasar.

(2) Pendidikan anak usia dini dapat

diselenggarakan melalui jalur

pendidikan formal, nonformal,

dan/atau informal.

(3) Pendidikan anak usia dini pada

jalur pendidikan formal berbentuk

Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul

Athfal (RA), atau bentuk lain yang

sederajat.

(4) Pendidikan anak usia dini pada

jalur pendidikan nonformal

berbentuk Kelompok Bermain (KB),

Taman Penitipan Anak (TPA), atau

bentuk lain yang sederajat.

Penyeragaman Masa PAUD

sebagai pendidikan dasar usia dini

yang akan menciptakan banyak

jenis PAUD sesuai PP yang

kemudian akan diterbitkan

Pasal 35

(1) Standar nasional pendidikan

terdiri atas standar isi, proses,

kompetensi lulusan, tenaga

kependidikan, sarana dan prasarana,

pengelolaan, pembiayaan, dan

penilaian pendidikan yang harus

ditingkatkan secara berencana dan

berkala.

(2) Standar nasional pendidikan

digunakan sebagai acuan

pengembangan kurikulum, tenaga

kependidikan, sarana dan prasarana,

pengelolaan, dan pembiayaan.

(3) Pengembangan standar nasional

pendidikan serta pemantauan dan

pelaporan pencapaiannya secara

nasional dilaksanakan oleh suatu

badan standardisasi, penjaminan, dan

pengendalian mutu pendidikan.

(1) Standar nasional pendidikan

terdiri atas standar isi, proses,

kompetensi lulusan, tenaga

kependidikan, sarana dan prasarana,

pengelolaan, pembiayaan, dan

penilaian pendidikan yang harus

ditingkatkan secara berencana dan

berkala.

(2) Standar nasional pendidikan

digunakan sebagai acuan

pengembangan kurikulum, tenaga

kependidikan, sarana dan prasarana,

pengelolaan, dan pembiayaan.

(3) Pengembangan standar nasional

pendidikan serta pemantauan dan

pelaporan pencapaiannya secara

nasional dilaksanakan oleh suatu

badan standardisasi, penjaminan, dan

pengendalian mutu pendidikan.

Menambah ayat soal Standar

Pendidikan yang kemudian akan

menghapus Aturan Sertifikasi

pendidikan yang lebih flexibel

sesuai dengan otonomi sekolah dan

Kampus.

20 Dilansir dari dokumen kajian Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) terkait omnibus law dan dampak ke sektor Pendidikan pada 18 Februari 2020

Page 15: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

(4) Selain standar nasional

pendidikan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), pendidikan tinggi juga

harus memiliki standar penelitian

dan standar pengabdian kepada

masyarakat.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai

standar nasional pendidikan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

(4) Ketentuan mengenai standar

nasional pendidikan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),

dan ayat (3) diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 51

(1) Pengelolaan satuan pendidikan

formal dilakukan olehPemerintah

Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau

masyarakat.

(2) Pengelolaan satuan pendidikan

anak usia dini,pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah dilaksanakan

berdasarkan standar pelayanan

minimal dengan prinsip manajemen

berbasis sekolah/madrasah.

(3) Pengelolaan satuan pendidikan

tinggi dilaksanakan berdasarkan

prinsip otonomi, akuntabilitas,

jaminan mutu, dan evaluasi yang

transparan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai

pengelolaan satuan pendidikan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

ayat(2), dan ayat (3) diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

(1) Pengelolaan satuan pendidikan

anak usia dini, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah dilaksanakan

berdasarkan standar pelayanan

minimal dengan prinsip manajemen

berbasis sekolah/madrasah.

(2) Pengelolaan satuan pendidikan

tinggi dilaksanakan berdasarkan

prinsip otonomi, akuntabilitas,

jaminan mutu, dan evaluasi yang

transparan.

(3) Ketentuan mengenai pengelolaan

satuan pendidikan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

Memberikan otonomi pada

sekolah/madrasah dengan

kontroling pemerintah yang lebih

longgar. Sekolah akan semakin

memiliki keleluasaan

menyelenggarakan pendidikan

dengan gayanya masing-masing.

Pasal 53

(1) Penyelenggara satuan pendidikan

formal dan nonformal yang didirikan

oleh masyarakat berbentuk badan

hukum pendidikan.

(2) Badan hukum pendidikan

sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) berfungsi memberikan pelayanan

pendidikan kepada peserta didik.

(3) Badan hukum pendidikan

sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) dapat berprinsip nirlaba dan dapat

(1) Penyelenggara dan/atau satuan

pendidikan formal yang didirikan

oleh Pemerintah atau masyarakat

berbentuk badan hukum pendidikan.

(2) Badan hukum pendidikan

sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) berfungsi memberikan pelayanan

pendidikan kepada peserta didik.

(3) Badan hukum pendidikan

sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) berprinsip nirlaba dan dapat

Menambahkan pendidikan non

formal harus berbadan hukum.

Akan semakin banyak lembaga

pendidikan yang bermunculan.

Page 16: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

mengelola dana secara mandiri untuk

memajukan satuan pendidikan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai

dapat berprinsip nirlaba dan

pengelolaan dana secara mandiri

diatur dengan Peraturan Pemerintah.

mengelola dana secara mandiri untuk

memajukan satuan pendidikan.

(4) Ketentuan tentang badan hukum

pendidikan diatur dengan Undang-

undang tersendiri.

Pasal 62

(1) Penyelenggaraan satuan

pendidikan formal dan nonformal

yang diselenggarakan oleh

masyarakat wajib memenuhi

Perizinan Berusaha dari Pemerintah

Pusat.

(2) Syarat untuk memperoleh

Perizinan Berusaha meliputi isi

pendidikan, jumlah dan kualifikasi

pendidik dan tenaga kependidikan,

sarana dan prasarana pendidikan,

pembiayaan pendidikan, sistem

evaluasi dan sertifikasi, serta

manajemen dan proses pendidikan.

(3) Pemerintah Pusat menerbitkan

atau mencabut Perizinan Berusaha

terkait pendirian satuan pendidikan

yang diselenggarakan oleh

masyarakat sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai

Perizinan Berusaha terkait satuan

pendidikan formal dan non formal

yang diselenggarakan oleh

masyarakat diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

(1) Setiap satuan pendidikan formal

dan nonformal yang didirikan wajib

memperoleh izin Pemerintah atau

Pemerintah Daerah.

(2) Syarat-syarat untuk memperoleh

izin meliputi isi pendidikan, jumlah

dan kualifikasi pendidik dan tenaga

kependidikan, sarana dan prasarana

pendidikan, pembiayaan pendidikan,

sistem evaluasi dan sertifikasi, serta

manajemen dan proses pendidikan.

(3) Pemerintah atau Pemerintah

Daerah memberi atau mencabut izin

pendirian satuan pendidikan sesuai

dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

(4) Ketentuan mengenai pendirian

satuan pendidikan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),

dan ayat (3) diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah.

Pendirian satuan pendidikan

menjadi kekuasaan penuh pusat

dengan mengurus izin berusaha.

Pasal 65

(1) Lembaga pendidikan asing dapat

menyelenggarakan pendidikan di

wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(2) Lembaga pendidikan asing pada

tingkat pendidikan dasar dan

menengah wajib memberikan

muatanpendidikan agama, bahasa

(1) Lembaga pendidikan asing yang

terakreditasi atau yang diakui di

negaranya dapat menyelenggarakan

pendidikan di wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia sesuai

dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

(2) Lembaga pendidikan asing pada

tingkat pendidikan dasar dan

Kewajiban satuan dan jenjang

pendidikan asing tidak lagi wajib

Akreditasi di Indonesia.

Kewajiban harus bekerja sama

dengan sumber daya manusia

indonesia juga di hilangkan

(Lembaga lokal, Pengelola lokal

dan Pendidik lokal) artinya bisa

menggunakan sepenuhnya tenaga

Page 17: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

Indonesia, dan kewarganegaraan

bagi peserta didik Warga Negara

Indonesia.

(3) Kegiatan pendidikan yang

menggunakan sistem pendidikan

negara lain yang diselenggarakan di

wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia dilakukan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai

penyelenggaraan pendidikan asing

sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

menengah wajib memberikan

pendidikan agama dan

kewarganegaraan bagi peserta didik

Warga Negara Indonesia.

(3) Penyelenggaraan pendidikan

asing wajib bekerja sama dengan

lembaga pendidikan di wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia

dengan mengikutsertakan tenaga

pendidik dan pengelola Warga

Negara Indonesia.

(4) Kegiatan pendidikan yang

menggunakan sistem pendidikan

negara lain yang diselenggarakan di

wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia dilakukan sesuai dengan

peraturan perundangundangan yang

berlaku.

(5) Ketentuan mengenai

penyelenggaraan pendidikan asing

sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)

diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

kerja asing untuk lembaga

pendidikan mereka.

Ketentuan Pasal 67 dihapus (1) Perseorangan, organisasi, atau

penyelenggara pendidikan yang

memberikan ijazah, sertifikat

kompetensi, gelar akademik, profesi,

dan/ atau vokasi tanpa hak dipidana

dengan pidana penjara paling lama

sepuluh tahun dan/atau pidana denda

paling banyak Rp 1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah).

(2) Penyelenggara perguruan tinggi

yang dinyatakan ditutup berdasarkan

Pasal 21 ayat (5) dan masih

beroperasi dipidana dengan pidana

penjara paling lama sepuluh tahun

dan/atau pidana denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

(3) Penyelenggara pendidikan yang

memberikan sebutan guru besar atau

profesor dengan melanggar Pasal 23

ayat (1) dipidana dengan pidana

Ancaman pidana pada orang,

organisasi dan penyelengara

pendidikan yang memberikan

ijazah dan sertifikat palsu hilang.

Ancaman penggunaan gelar

akademik tanpa izin juga hilang.

Lembaga pendidikan yang

melakukan tindak penipuan dan

pidana juga hilang ancaman

pidananya.

Karena akan dikenakan sertifikasi

secara internasional.

Page 18: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

penjara paling lama sepuluh tahun

dan/atau pidana denda paling banyak

Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

(4) Penyelenggara pendidikan jarak

jauh yang tidak memenuhi

persyaratan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 31 ayat (3) dipidana

dengan pidana penjara paling lama

sepuluh tahun dan/atau pidana denda

paling banyak Rp 1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah).

Ketentuan Pasal 68 dihapus (1) Setiap orang yang membantu

memberikan ijazah, sertifikat

kompetensi, gelar akademik, profesi,

dan/atau vokasi dari satuan

pendidikan yang tidak memenuhi

persyaratan dipidana dengan pidana

penjara paling lama lima tahun

dan/atau pidana denda paling banyak

Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah).

(2) Setiap orang yang menggunakan

ijazah, sertifikat kompetensi, gelar

akademik, profesi, dan/atau vokasi

yang diperoleh dari satuan

pendidikan yang tidak memenuhi

persyaratan dipidana dengan pidana

penjara paling lama lima tahun

dan/atau pidana denda paling banyak

Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah).

(3) Setiap orang yang menggunakan

gelar lulusan yang tidak sesuai

dengan bentuk dan singkatan yang

diterima dari perguruan tinggi yang

bersangkutan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 21 ayat (4) dipidana

dengan pidana penjara paling lama

dua tahun dan/atau pidana denda

paling banyak Rp 200.000.000,00

(dua ratus juta rupiah).

(4) Setiap orang yang memperoleh

dan/atau menggunakan sebutan guru

besar yang tidak sesuai dengan Pasal

Orang yang memalsukan dan

membantu pemalsuan ijazah,

sertifikat, gelar akademik dan

laiinnya tidak diancam pidana lagi.

Page 19: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

23 ayat (1) dan/atau ayat (2) dipidana

dengan pidana penjara paling lama

lima tahun dan/atau pidana denda

paling banyak Rp 500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah).

Ketentuan Pasal 69 dihapus. (1) Setiap orang yang menggunakan

ijazah, sertifikat kompetensi, gelar

akademik, profesi, dan/atau vokasi

yang terbukti palsu dipidana dengan

pidana penjara paling lama lima

tahun dan/atau pidana denda paling

banyak Rp 500.000.000,00 (lima

ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan sengaja

tanpa hak menggunakan ijazah

dan/atau sertifikat kompetensi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

61 ayat (2) dan ayat (3) yang terbukti

palsu dipidana dengan pidana

penjara paling lama lima tahun

dan/atau pidana denda paling banyak

Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah).

Orang yang menggunakan ijazah,

sertifikat , gelar akademik palsu

tidak di pidana lagi.

Pasal 71

Penyelenggara satuan pendidikan

yang didirikan tanpa Perizinan

Berusaha dari Pemerintah Pusat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

62 ayat (1) dipidana dengan pidana

penjara paling lama sepuluh tahun

dan/atau pidana denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

Penyelenggara satuan pendidikan

yang didirikan tanpa izin Pemerintah

atau Pemerintah Daerah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1)

dipidana dengan pidana penjara

paling lama sepuluh tahun dan/atau

pidana denda paling banyak Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

Sekolah atau kampus yang tidak

punya izin berusaha akan dipidana

artinya satuan pendidikan alternatif

akan terancam.

UU Dikti

Pasal 1

2. Pendidikan Tinggi adalah jenjang

pendidikan setelah pendidikan

menengah yang mencakup program

diploma, program sarjana, program

magister, program doktor, dan

program profesi, serta program

spesialis, yang diselenggarakan oleh

perguruan tinggi.

2. Pendidikan Tinggi adalah jenjang

pendidikan setelah pendidikan

menengah yang mencakup program

diploma, program sarjana, program

magister, program doktor, dan

program profesi, serta program

spesialis, yang diselenggarakan oleh

perguruan tinggi berdasarkan

kebudayaan bangsa Indonesia

Hilangnya kewajiban untuk

memajukan kebudayaan indonesia.

Pemerintah dalam hal ini presiden

satu-satunya pemegang kekuasaan

soal pendidikan dari soal kurikulum

sampai pemilihan rektor.

Page 20: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

19. Presiden Republik Indonesia

yang memegang kekuasaan

pemerintahan negara Republik

Indonesia yang dibantu oleh wakil

Presiden dan menteri sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

19. Pemerintah pusat, selanjutnya

disebut Pemerintah, adalah Presiden

Republik Indonesia yang memegang

kekuasaan pemerintahan negara

Republik Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

Pasal 7

(1) Pemerintah Pusat bertanggung

jawab atas penyelenggaraan

Pendidikan Tinggi.

(3) Tugas dan wewenang Pemerintah

Pusat atas penyelenggaraan

Pendidikan Tinggi meliputi:

e. pemberian dan pencabutan

Perizinan Berusaha yang berkaitan

dengan penyelenggaraan Perguruan

Tinggi;

ayat 4 dihapus

(1) Menteri bertanggung jawab atas

penyelenggaraan Pendidikan Tinggi.

(3) Tugas dan wewenang Menteri

atas penyelenggaraan Pendidikan

Tinggi meliputi:

e. pemberian dan pencabutan izin

yang berkaitan dengan

penyelenggaraan Perguruan Tinggi

kecuali pendidikan tinggi

keagamaan;

(4) Dalam hal penyelenggaraan

pendidikan tinggi keagamaan,

tanggung jawab, tugas, dan

wewenang dilaksanakan oleh menteri

yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang agama.

Presiden menjadi penanggung

jawab penyelenggaraan pendidikan.

Tugas utamanya memberikan izin

usaha baik yang umum dan bidang

agama.

Pasal 33

(1) Program pendidikan dilaksanakan

melalui Program Studi.

(2) Program Studi memiliki

kurikulum dan metode pembelajaran

sesuai dengan program Pendidikan.

(3) Pogram Studi dikelola oleh suatu

satuan unit pengelola yang

ditetapkan oleh Perguruan Tinggi.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai

program studi dan Perizinan

Berusaha diatur dengan Peraturan

Pemerintah

(1) Program pendidikan dilaksanakan

melalui Program Studi.

(2) Program Studi memiliki

kurikulum dan metode pembelajaran

sesuai dengan program Pendidikan.

(3) Program Studi diselenggarakan

atas izin Menteri setelah memenuhi

persyaratan minimum akreditasi.

(4) Program Studi dikelola oleh suatu

satuan unit pengelola yang

ditetapkan oleh Perguruan Tinggi.

(5) Program Studi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) mendapatkan

akreditasi pada saat memperoleh izin

penyelenggaraan.

Hilangnya kontrol pemerintah atas

penyelenggaraan pendidikan,

otonomi kampus semakin kuat.

Pemerintah hanya mengkontrol izin

dan masa berlaku akreditasi.

Akreditasi tidak lagi wajib bagi

program studi.

Page 21: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

(6) Program Studi wajib diakreditasi

ulang pada saat jangka waktu

akreditasinya berakhir.

(7) Program Studi yang tidak

diakreditasi ulang sebagaimana

dimaksud pada ayat (6) dapat dicabut

izinnya oleh Menteri.

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai

metode pembelajaran sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), pemberian

izin Program Studi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3), dan

pencabutan izin Program Studi

sebagaimana dimaksud pada ayat (7)

diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 35

(1) Kurikulum pendidikan tinggi

merupakan seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai tujuan, isi, dan

bahan ajar serta cara yang digunakan

sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk

mencapai tujuan Pendidikan Tinggi.

(2) Kurikulum Pendidikan Tinggi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikembangkan oleh setiap Perguruan

Tinggi dengan mengacu pada

Standar Nasional Pendidikan Tinggi

untuk setiap Program Studi yang

mencakup pengembangan

kecerdasan intelektual, akhlak mulia,

dan keterampilan.

(3) Warga negara Indonesia pada

Pendidikan Tinggi Indonesia

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

wajib mengikuti Kurikulum

Pendidikan Tinggi yang memuat

mata kuliah: a. agama; b. Pancasila;

c. kewarganegaraan; dan bahasa

Indonesia.

(4) Kurikulum Pendidikan Tinggi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan melalui kegiatan

kurikuler, kokurikuler, dan

ekstrakurikuler.

(1) Kurikulum pendidikan tinggi

merupakan seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai tujuan, isi, dan

bahan ajar serta cara yang digunakan

sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk

mencapai tujuan Pendidikan Tinggi.

(2) Kurikulum Pendidikan Tinggi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikembangkan oleh setiap Perguruan

Tinggi dengan mengacu pada

Standar Nasional Pendidikan Tinggi

untuk setiap Program Studi yang

mencakup pengembangan

kecerdasan intelektual, akhlak mulia,

dan keterampilan.

(3) Kurikulum Pendidikan Tinggi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

wajib memuat mata kuliah: a. agama;

b. Pancasila; c. kewarganegaraan;

dan d. bahasa Indonesia.

(4) Kurikulum Pendidikan Tinggi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan melalui kegiatan

kurikuler, kokurikuler, dan

ekstrakurikuler.

(5) Mata kuliah sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan

Kurikulum soal matakuliah wajib

hanya bagi WNI, tidak bagi WNA

yang berpendidikan di Indonesia.

Page 22: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

(5) Mata kuliah sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan

untuk program sarjana dan program

diploma.

untuk program sarjana dan program

diploma.

Pasal 54 dihapus (1) Standar Pendidikan Tinggi terdiri

atas: a. Standar Nasional Pendidikan

Tinggi yang ditetapkan oleh Menteri

atas usul suatu badan yang bertugas

menyusun dan mengembangkan

Standar Nasional Pendidikan Tinggi;

dan b. Standar Pendidikan Tinggi

yang ditetapkan oleh setiap

Perguruan Tinggi dengan mengacu

pada Standar Nasional Pendidikan

Tinggi.

(2) Standar Nasional Pendidikan

Tinggi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a merupakan satuan

standar yang meliputi standar

nasional pendidikan, ditambah

dengan standar penelitian, dan

standar pengabdian kepada

masyarakat.

(3) Standar Nasional Pendidikan

Tinggi dikembangkan dengan

memperhatikan kebebasan akademik,

kebebasan mimbar akademik, dan

otonomi keilmuan untuk mencapai

tujuan Pendidikan Tinggi.

(4) Standar Pendidikan Tinggi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b terdiri atas sejumlah standar

dalam bidang akademik dan

nonakademik yang melampaui

Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

(5) Dalam mengembangkan Standar

Pendidikan Tinggi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b

Perguruan Tinggi memiliki

keleluasaan mengatur pemenuhan

Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

(6) Menteri melakukan evaluasi

pelaksanaan Standar Pendidikan

Tinggi secara berkala.

Starndar kemudian di atur dengan

Perubahan UU Sisdiknas.

Page 23: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

(7) Menteri mengumumkan hasil

evaluasi dan penilaian Standar

Pendidikan Tinggi kepada

Masyarakat.

(8) Ketentuan mengenai evaluasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (6)

diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 60

(1) PTN didirikan oleh Pemerintah

Pusat.

(2) PTS yang didirikan oleh

Masyarakat wajib memenuhi

Perizinan Berusaha dari Pemerintah

Pusat dan dapat berprinsip nirlaba.

(3) Perguruan Tinggi wajib memiliki

Statuta.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai

pendirian PTN dan PTS diatur

dengan Peraturan Pemerintah

(1) PTN didirikan oleh Pemerintah.

(2) PTS didirikan oleh Masyarakat

dengan membentuk badan

penyelenggara berbadan hukum yang

berprinsip nirlaba dan wajib

memperoleh izin Menteri.

(3) Badan penyelenggara

sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dapat berbentuk yayasan,

perkumpulan, dan bentuk lain sesuai

dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(4) Perguruan Tinggi yang didirikan

harus memenuhi standar minimum

akreditasi.

(5) Perguruan Tinggi wajib memiliki

Statuta.

(6) Perubahan atau pencabutan izin

PTS dilakukan oleh menteri sesuai

dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai

pendirian PTN dan PTS sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) sampai

dengan ayat (5) serta perubahan atau

pencabutan izin PTS sebagaimana

dimaksud pada ayat (6) diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

Hialngnya kewajiban atas

pendidikan tinggi harus Nirlaba.

Dan harus mendapat izin berusaha

dari presiden.

Pasal 63

Otonomi pengelolaan Perguruan

Tinggi dilaksanakan berdasarkan

prinsip:

a. akuntabilitas;

b. transparansi;

c. penjaminan mutu; dan

d. efektivitas dan efisiensi.

Otonomi pengelolaan Perguruan

Tinggi dilaksanakan berdasarkan

prinsip:

a.akuntabilitas;

b. transparansi;

c. nirlaba;

d. penjaminan mutu; dan

e. efektivitas dan efisiensi.

Pendidikan yang bertujuan laba

tidak lagi melanggar prinsip

Pendidikan tinggi, Kampus bisa

menjadi lembaga usaha yang

berorientasi keuntungan.

Page 24: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

Pasal 90

(1) Perguruan Tinggi lembaga negara

lain dapat menyelenggarakan

Pendidikan Tinggi di wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia. 494

(2) Perguruan Tinggi Lembaga

negara lain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) wajib memenuhi

Perizinan Berusaha dari Pemerintah

Pusat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai

Perguruan Tinggi lembaga negara

lain diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

(1) Perguruan Tinggi lembaga negara

lain dapat menyelenggarakan

Pendidikan Tinggi di wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia sesuai

dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(2) Perguruan Tinggi lembaga negara

lain sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) sudah terakreditasi dan/atau

diakui di negaranya.

(3) Pemerintah menetapkan daerah,

jenis, dan Program Studi yang dapat

diselenggarakan Perguruan Tinggi

lembaga negara lain sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).

(4) Perguruan Tinggi lembaga negara

lain sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) wajib: a. memperoleh izin

Pemerintah; b. berprinsip nirlaba; c.

bekerja sama dengan Perguruan

Tinggi Indonesia atas izin

Pemerintah; dan d. mengutamakan

Dosen dan tenaga kependidikan

warga negara Indonesia.

(5) Perguruan Tinggi lembaga negara

lain sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) wajib mendukung

kepentingan nasional.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai

Perguruan Tinggi lembaga negara

lain sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) sampai dengan ayat (5)

diatur dalam Peraturan Menteri.

Syarat akreditasi menjadi syarat

izin usaha. Perusahaan dan

pemodal yang besar akan

memonopoli penyelenggaraan

pendidikan tinggi.

Pasal 92

(1) Perguruan Tinggi yang

melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (3),

Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (3),

Pasal 20 ayat (3), Pasal 21 ayat (4),

Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (3),

Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat (4),

Pasal 28 ayat (3), ayat (4), ayat (5),

ayat (6), atau ayat (7), Pasal 37 ayat

(1), Pasal 41 ayat (1), Pasal 46 ayat

(2), Pasal 60 ayat (2) atau ayat (3),

(1) Perguruan Tinggi yang

melanggar ketentuan Pasal 8 ayat

(3), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat

(3), Pasal 20 ayat (3), Pasal 21 ayat

(4), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat

(3), Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat

(4), Pasal 28 ayat (3), ayat (4), ayat

(5), ayat (6), atau ayat (7), Pasal 33

ayat (6), Pasal 35 ayat (3), Pasal 37

ayat (1), Pasal 41 ayat (1), Pasal 46

Satuan pendidikan tinggi hanya

akan di kenakan sanksi

administratif atas segala

kesalahannya.

Page 25: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

Pasal 73 ayat (3) atau ayat (5), Pasal

74 ayat (1), Pasal 76 ayat (1), Pasal

78 ayat (2), atau Pasal 90 ayat (2)

dikenai sanksi administratif.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai

sanksi administratif sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

ayat (2), Pasal 60 ayat (5), Pasal 73

ayat (3) atau ayat (5), Pasal 74 ayat

(1), Pasal 76 ayat (1), Pasal 78 ayat

(2), atau Pasal 90 ayat (5) dikenai

sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) berupa: a.

peringatan tertulis; b. penghentian

sementara bantuan biaya Pendidikan

dari Pemerintah; c. penghentian

sementara kegiatan penyelenggaraan

Pendidikan; d. penghentian

pembinaan; dan/atau e. pencabutan

izin.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai

sanksi administratif sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) diatur dalam

Peraturan Menteri.

Pasal 93 dihapus Perseorangan, organisasi, atau

penyelenggara Pendidikan Tinggi

yang melanggar Pasal 28 ayat (6)

atau ayat (7), Pasal 42 ayat (4), Pasal

43 ayat (3), Pasal 44 ayat (4), Pasal

60 ayat (2), dan Pasal 90 ayat (4)

dipidana dengan pidana penjara

paling lama 10 (sepuluh) tahun

dan/atau pidana denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

Ancaman pidana dari kejahatan di

pendidikan tinggi di hapus.

UU Guru dan Dosen

Pasal 1

1. Guru adalah pendidik profesional

dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik.

19. Pemerintah Pusat adalah Presiden

Republik Indonesia yang memegang

kekuasaan pemerintahan Negara

Republik Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang

1. Guru adalah pendidik profesional

dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik pada

pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar,

dan pendidikan menengah.

19. Pemerintah adalah pemerintah

pusat.

Pendidikan diatur oleh presiden

dibantu menteri.

Page 26: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

Pasal 2

(1) Guru mempunyai kedudukan

sebagai tenaga profesional pada

jenjang pendidikan dasar, pendidikan

menengah, dan pendidikan anak usia

dini yang diangkat sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(2) Pengakuan kedudukan guru

sebagai tenaga profesional

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat dibuktikan dengan sertifikat

pendidik.

(1) Guru mempunyai kedudukan

sebagai tenaga profesional pada

jenjang pendidikan dasar, pendidikan

menengah, dan pendidikan anak usia

dini pada jalur pendidikan formal

yang diangkat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

(2) Pengakuan kedudukan guru

sebagai tenaga profesional

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dibuktikan dengan sertifikat

pendidik.

Defenisi penjelasan di pasal 1 ayat

1 di tambahkan di pasal 2.

Tidak ada kewajiban untuk

sertifikat pendidikan di nasional.

Pasal 3

(1) Dosen mempunyai kedudukan

sebagai tenaga profesional pada

jenjang pendidikan tinggi yang

diangkat sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(2) Pengakuan kedudukan dosen

sebagai tenaga profesional

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat dibuktikan dengan sertifikat

pendidik.

(1) Dosen mempunyai kedudukan

sebagai tenaga profesional pada

jenjang pendidikan tinggi yang

diangkat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

(2) Pengakuan kedudukan dosen

sebagai tenaga profesional

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dibuktikan dengan sertifikat

pendidik.

Pengangkatan dosen sesuai dengan

ketentuan yang baru.

Tidak ada kewajiban untuk

sertifikat pendidikan di nasional.

Pasal 8

(1) Guru wajib memiliki kualifikasi

akademik, kompetensi, sertifikat

pendidik, sehat jasmani dan rohani,

serta memiliki kemampuan untuk

mewujudkan tujuan pendidikan

nasional.

(2) Sertifikat pendidik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak wajib

dimiliki oleh guru yang berasal dari

lulusan perguruan tinggi lembaga

negara lain yang terakreditasi.

Guru wajib memiliki kualifikasi

akademik, kompetensi, sertifikat

pendidik, sehat jasmani dan rohani,

serta memiliki kemampuan untuk

mewujudkan tujuan pendidikan

nasional.

Kewajiban sertifikat hanya menjadi

beban guru yang berasal dari satuan

pendidikan di Indonesia,

Lulusan luar negeri tidak wajib

Pasal 9

Ketentuan lebih lanjut mengenai

kualifikasi akademik, kompetensi,

dan sertifikat pendidik sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

Kualifikasi akademik sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh

melalui pendidikan tinggi program

sarjana atau program diploma empat.

Kualifikasi akan di adakan oleh

lembaga sertifikasi tersendiri.

Page 27: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

Pasal 10 dihapus (1) Kompetensi guru sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 meliputi

kompetensi pedagogik, kompetensi

kepribadian, kompetensi sosial, dan

kompetensi profesional yang

diperoleh melalui pendidikan profesi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai

kompetensi guru sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

Kewajiban kompetensi hilang akan

di ganti pada sertifikasi

kompentensi yang di atur oleh PP

Pasal 11 dihapus (1) Sertifikat pendidik sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 diberikan

kepada guru yang telah memenuhi

persyaratan.

(2) Sertifikasi pendidik

diselenggarakan oleh perguruan

tinggi yang memiliki program

pengadaan tenaga kependidikan yang

terakreditasi dan ditetapkan oleh

Pemerintah.

(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan

secara objektif, transparan, dan

akuntabel.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai

sertifikasi pendidik sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)

diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sertifikasi pendidikan akan

menyatu dengan sertifikasi

akademik, kompetensi yang

kemudian diatur oleh PP

Pasal 12 dihapus Setiap orang yang telah memperoleh

sertifikat pendidik memiliki

kesempatan yang sama untuk

diangkat menjadi guru pada satuan

pendidikan tertentu.

Soal sertifikat nasional melalui

Pendidikan LNPTK dan D IV

pendidikan sudah di hapus

Pasal 35

(1) Beban kerja guru mencakup

kegiatan pokok yaitu merencanakan

pembelajaran, melaksanakan

pembelajaran, menilai hasil

pembelajaran, membimbing dan

melatih peserta didik, serta

melaksanakan tugas tambahan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai

beban kerja guru sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

(1) Beban kerja guru mencakup

kegiatan pokok yaitu merencanakan

pembelajaran, melaksanakan

pembelajaran, menilai hasil

pembelajaran, membimbing dan

melatih peserta didik, serta

melaksanakan tugas tambahan.

(2) Beban kerja guru sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) adalah

sekurang-kurangnya 24 (dua puluh

empat) jam tatap muka dan

Beban mengajar tatap muka di

hilangkan.

Guru akan di dorong menciptakan

pembelajaran yang lebih lentur

sesuai hasi kompetensi sertifikasi

yang di adakan pemerintah.

Page 28: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

sebanyak-banyaknya 40 (empat

puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu)

minggu.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai

beban kerja guru sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 45

(1) Dosen wajib memiliki kualifikasi

akademik, kompetensi, sertifikat

pendidik, sehat jasmani dan rohani,

dan memenuhi kualifikasi lain yang

dipersyaratkan satuan pendidikan

tinggi tempat bertugas, serta

memiliki kemampuan untuk

mewujudkan tujuan pendidikan

nasional.

(2) Sertifikat pendidik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak wajib

dimiliki oleh dosen yang berasal dari

lulusan Perguruan Tinggi Lembaga

negara lain yang terakreditasi.

Dosen wajib memiliki kualifikasi

akademik, kompetensi, sertifikat

pendidik, sehat jasmani dan rohani,

dan memenuhi kualifikasi lain yang

dipersyaratkan satuan pendidikan

tinggi tempat bertugas, serta

memiliki kemampuan untuk

mewujudkan tujuan pendidikan

nasional.

Kewajiban sertifikat hanya menjadi

beban dosen yang berasal dari

satuan pendidikan di Indonesia,

Lulusan luar negeri tidak wajib

Pasal 46

Ketentuan lebih lanjut mengenai

kualifikasi akademik, kompetensi,

sertifikat pendidik, sehat jasmani dan

rohani, dan kualifikasi lain diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

(1) Kualifikasi akademik dosen

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

45 diperoleh melalui pendidikan

tinggi program pascasarjana yang

terakreditasi sesuai dengan bidang

keahlian.

(2) Dosen memiliki kualifikasi

akademik minimum: a. lulusan

program magister untuk program

diploma atau program sarjana; dan b.

lulusan program doktor untuk

program pascasarjana.

(3) Setiap orang yang memiliki

keahlian dengan prestasi luar biasa

dapat diangkat menjadi dosen.

(4) Ketentuan lain mengenai

kualifikasi akademik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dan keahlian dengan prestasi luar

biasa sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) ditentukan oleh masing-

Kualifikasi dan sertifikasi dosen di

atur oleh satuan sertifikasi

pendidikan lain.

Page 29: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

masing senat akademik satuan

pendidikan tinggi.

Pasal 47 dihapus (1) Sertifikat pendidik untuk dosen

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

45 diberikan setelah memenuhi

syarat sebagai berikut: a. memiliki

pengalaman kerja sebagai pendidik

pada perguruan tinggi sekurang-

kurangnya 2 (dua) tahun; b. memiliki

jabatan akademik sekurang-

kurangnya asisten ahli; dan c. lulus

sertifikasi yang dilakukan oleh

perguruan tinggi yang

menyelenggarakan program

pengadaan tenaga kependidikan pada

perguruan tinggi yang ditetapkan

oleh Pemerintah.

(2) Pemerintah menetapkan

perguruan tinggi yang terakreditasi

untuk menyelenggarakan program

pengadaan tenaga kependidikan

sesuai dengan kebutuhan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai

sertifikat pendidik untuk dosen

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan penetapan perguruan tinggi yang

terakreditasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Sertifikasi dengan syarat praktek

sudah hilang.

Pasal 77

(1) Guru yang diangkat oleh

Pemerintah Pusat atau Pemerintah

Daerah yang tidak menjalankan

kewajiban sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 20 dikenai sanksi

administratif.

(2) Guru yang berstatus ikatan dinas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

22 yang tidak melaksanakan tugas

sesuai dengan perjanjian kerja atau

kesepakatan kerja bersama diberi

sanksi administratif.

(3) Guru yang diangkat oleh

penyelenggara pendidikan atau

satuan pendidikan yang

(1) Guru yang diangkat oleh

Pemerintah atau pemerintah daerah

yang tidak menjalankan kewajiban

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

20 dikenai sanksi sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) berupa: a. teguran; b.

peringatan tertulis; c. penundaan

pemberian hak guru; d. penurunan

pangkat; e. pemberhentian dengan

hormat; atau f. pemberhentian tidak

dengan hormat.

(3) Guru yang berstatus ikatan dinas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Sanksi atas guru di longgarkan

untuk dapat mengakomodasi

potensi guru dari luar. Dan hanya

dalam sanksi administratif.

Page 30: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

diselenggarakan oleh masyarakat,

yang tidak menjalankan kewajiban

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

20 dikenai sanksi administratif.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai

jenis dan tata cara pengenaan sanksi

administratif diatur dengan Peraturan

Pemerintah

22 yang tidak melaksanakan tugas

sesuai dengan perjanjian kerja atau

kesepakatan kerja bersama diberi

sanksi sesuai dengan perjanjian

ikatan dinas.

(4) Guru yang diangkat oleh

penyelenggara pendidikan atau

satuan pendidikan yang

diselenggarakan oleh masyarakat,

yang tidak menjalankan kewajiban

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

20 dikenai sanksi sesuai dengan

perjanjian kerja atau kesepakatan

kerja bersama.

(5) Guru yang melakukan

pelanggaran kode etik dikenai sanksi

oleh organisasi profesi. (6) Guru

yang dikenai sanksi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2),

ayat (3), ayat (4), dan ayat (5)

mempunyai hak membela diri.

Pasal 78

(1) Dosen yang diangkat oleh

Pemerintah yang tidak menjalankan

kewajiban sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 60 dikenai sanksi

administratif.

(2) Dosen yang diangkat oleh

penyelenggara pendidikan atau

satuan pendidikan tinggi yang

diselenggarakan oleh masyarakat

yang tidak menjalankan kewajiban

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

60 dikenai sanksi administratif.

(3) Dosen yang berstatus ikatan dinas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

62 yang tidak melaksanakan tugas

sesuai dengan perjanjian kerja atau

kesepakatan kerja bersama dikenai

sanksi administratif.

(4) Dosen yang dikenai sanksi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

ayat (3), dan ayat (4) mempunyai hak

membela diri. (5) Ketentuan lebih

lanjut mengenai jenis dan tata cara

(1) Dosen yang diangkat oleh

Pemerintah yang tidak menjalankan

kewajiban sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai

dengan peraturan

perundangundangan.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) berupa: a. teguran; b.

peringatan tertulis; c. penundaan

pemberian hak dosen; d. penurunan

pangkat dan jabatan akademik; e.

pemberhentian dengan hormat; atau

f. pemberhentian tidak dengan

hormat.

(3) Dosen yang diangkat oleh

penyelenggara pendidikan atau

satuan pendidikan tinggi yang

diselenggarakan oleh masyarakat

yang tidak menjalankan kewajiban

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

60 dikenai sanksi sesuai dengan

perjanjian kerja atau kesepakatan

kerja bersama.

Sanksi atas dosen di longgarkan

untuk dapat mengakomodasi

potensi dosen dari luar. Dan hanya

dalam sanksi administratif.

Page 31: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

pengenaan sanksi administratif diatur

dalam Peraturan Pemerintah.

(4) Dosen yang berstatus ikatan dinas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

62 yang tidak melaksanakan tugas

sesuai dengan perjanjian kerja atau

kesepakatan kerja bersama diberi

sanksi sesuai dengan perjanjian

ikatan dinas.

(5) Dosen yang dikenai sanksi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)

mempunyai hak membela diri.

Pasal 79

(1) Penyelenggara pendidikan atau

satuan pendidikan yang melakukan

pelanggaran terhadap ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat

(4), Pasal 71, atau Pasal 75 diberi

sanksi administratif.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai

jenis dan tata cara pengenaan sanksi

administratif diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

(1) Penyelenggara pendidikan atau

satuan pendidikan yang melakukan

pelanggaran terhadap ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal

24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat

(4), Pasal 71, dan Pasal 75 diberi

sanksi sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

(2) Sanksi bagi penyelenggara

pendidikan berupa: a. teguran; b.

peringatan tertulis; c. pembatasan

kegiatan penyelenggaraan satuan

pendidikan; atau d. pembekuan

kegiatan penyelenggaraan satuan

pendidikan.

Ancaman pada penyelenggara

pendidikan yang merugikan guru

dan Dosen hanya akan di kenakan

sanksi administratif tanpa sanksi

pidana.

Page 32: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

PERNYATAN SIKAP

1. Menolak muatan pasal dalam RUU Ciptaker terkait ketenegakerjaan, pendidikan,

ketatanegaraan, dan lingkungan ataupun pasal bermasalah lainnya yang dinilai

merugikan masyarakat.

2. Menuntut pemerintah untuk melibatkan pihak-pihak terkait dalam penyusunan RUU

Ciptaker yang partisipatif.

3. Menolak pengesahan RUU Ciptaker yang dinilai tergesa-gesa untuk memenuhi target

seratus hari kerja.

4. Memberikan dukungan moril kepada Serikat Buruh dan Aliansi masyarakat sipil lainnya

terkait penolakan RUU Ciptaker.

5. Mendukung penolakan Serikat Buruh dan Aliansi masyarakat sipil lainnya terhadap

RUU Ciptaker merupakan kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi.

Narahubung

Faisal Reza (081385047610)

Page 33: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Rahardjo, Satjipto. 1981. Hukum, Masyarakat& Pembangunan. Bandung. Alumni

Manan, Bagir. 1997. Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung. Alumni.

Birenbaum, David. “The Omnibus Trade Act Of 1988: Trade Law Dialectics”.

Fifield, Mitch. 2015. Civil Law and Justice (Omnibus Amendments) Bill.

JURNAL :

Agnes Fitryantica. “Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Indonesia melalui

Konsep Omnibus Law”. Jurnal Gema Keadilan. Volume 6. Edisi III. Oktober - November

2019.

Firman Freaddy Busroh. “Konseptualitas Omnibur Law dalam Menyelesaikan Permasalahan

Regulasi Pertanahan”. Arena Hukum. Vol. 10. No. 2. (Agustus 2017).

DOKUMEN :

Kajian Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) terkait omnibus law dan dampak ke

sektor Pendidikan

INTERNET :

Paulus Aluk Fajar Dwi Santo, Memahami Gagasan Omnibus Law, https://business-

law.binus.ac.id/2019/10/03/memahami-gagasan-omnibus-law/ diakses pada 15 Februari 2020

Tak Cuma di RI Omnibus Law Banyak Dipakai Negara Lain,

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200121152155-4-131621/tak-cuma-di-ri-omnibus-law-

banyak-dipakai-negara-lain/1 diakses pada 17 Februari 2020.

Transportation Equity Act For The 21st Century,

https://www.fhwa.dot.gov/tea21/tea21.pdf, diakses pada 18 Februari 2020

Pernyataan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Terkait Draf RUU Cipta

Kerja, https://web.facebook.com/notes/pshk-pusat-studi-hukum-dan-kebijakan-

indonesia/pernyataan-pusat-studi-hukum-dan-kebijakan-indonesia-pshk-terkait-draf-ruu-

cipta/2257588631010445/?_rdc=1&_rdr diakses pada 17 Februari 2020

Draft RUU Cipta Kerja Jokowi Izinkan WNA Miliki Apartemen,

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200214112608-92-474576/draft-ruu-cipta-kerja-

jokowi-izinkan-wna-miliki-apartemen pada 18 Februari 2020

Page 34: KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971

fax. 7656904Email :[email protected]

RUU Omnibus Cilaka Cuti Menikah Haid dan Beribadah Dihapus, https://tirto.id/ruu-omnibus-

cilaka-cuti-menikah-haid-dan-beribadah-dihapus-eyZJ diakses pada 19 Februari 2020

Kontroversi Aturan Ketenagakerjaan Dalam RUU Cipta Lapangan Kerja,

https://www.tribunnews.com/nasional/2020/02/16/5-kontroversi-aturan-ketenagakerjaan-dalam-

ruu-cipta-lapangan-kerja?page=3 diakses pada 19 Februari 2020

Buruh Media : Omnibus Law Ciptaker Picu Gelombang PHK Massal,

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200221065143-20-476654/buruh-media-omnibus-

law-ciptaker-picu-gelombang-phk-massal diakses pada 19 Februari 2020

Ini Jeroan RUU Cipta Kerja yang Bikin Pekerja Resah,

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200218160526-4-138750/ini-jeroan-ruu-cipta-kerja-

yang-bikin-pekerja-resah/3 diakses pada 19 Februari 2020

Dalam RUU Omnibus Law Pekerja Cuma Libur Sehari Setiap Minggu,

https://www.liputan6.com/bisnis/read/4180072/dalam-ruu-omnibus-law-pekerja-cuma-libur-

sehari-setiap-minggu diakses pada 19 Februari 2020