BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971 fax. 7656904Email :[email protected]KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN MASALAH? Rancangan Undang-undang Cipta Kerja merupakan bagian dari Omnibus Law. Bukannya memiliki solusi, banyak kalangan menilai RUU Ciptaker ini menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks baik kepada buruh ataupun masyarakat sipil lainnya LATAR BELAKANG Istilah Omnibus Law pertama kali disebut oleh Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato pertamanya setelah dilantik menjadi presiden untuk kedua kalinya pada Oktober 2019 silam. Jokowi menyebutkan bahwa omnibus law akan menyederhanakan kendala regulasi yang kerap berbelit-belit dan panjang. Pemerintah juga meyakini omnibus law akan memperbaiki ekosistem investasi dan daya saing Indonesia sehingga bisa memperkuat perekonomian nasional. Alasan Pemerintah Mengusulkan Omnibus Law 1 1. Terlalu Banyak Regulasi Alasan pemerintah membuat omnibus law lantaran sudah terlalu banyak regulasi yang dibuat. Tak jarang, satu regulasi dengan regulasi lainnya saling tumpang tindih dan menghambat akses pelayanan publik, serta kemudahan berusaha. Sehingga membuat program percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sulit tercapai. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia mencatat, dalam periode 2014 hingga Oktober 2018, pemerintah telah menerbitkan 8.945 regulasi. Terdiri dari 107 Undang-Undang, 765 Peraturan Presiden, 7.621 Peraturan Menteri, 452 Peraturan Pemerintah. 2. Indeks Kualitas Regulasi Indonesia Rendah Bank Dunia mencatat, posisi skor Indonesia di sepanjang 1996-2017 selalu minus atau di bawah nol. Menurut rumusan skala indeks regulasi Bank Dunia, skor 2,5 poin menunjukkan kualitas regulasi terbaik, sementara skor paling rendah adalah -2,5 poin. Pada 2017, skor Indonesia menunjukkan angka -0,11 poin dan berada di peringkat ke-92 dari 193 negara. Dalam lingkup ASEAN, posisi Indonesia masih berada di peringkat kelima di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. 1 Dilansir https://www.online-pajak.com/omnibus-law pada 15 Februari 2020
34
Embed
KAJIAN OMNIBUS LAW RUU CIPTAKER CIPTAKER CIPTAKAN …bemfh.upnvj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Kajian-Omnibus-Law-… · Karena itu penyelenggara pemerintah berniat ... yang saat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971
Tak hanya membuat indeks regulasi Indonesia rendah, banyaknya regulasi juga telah
memunculkan fenomena hyper regulation. Karena itu penyelenggara pemerintah berniat
merevisi aturan perundang-undangan yang saling berbenturan.Jika dilakukan secara
konvensional, revisi undang-undang secara satu per satu diperkirakan akan memakan waktu
lebih dari 50 tahun. Dengan begitu pemerintah berpikir bahwa skema omnibus law adalah jalan
satu-satunya yang bisa menyederhanakan regulasi dengan cepat. Salah satunya adalah mengenai
Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker)/ Cipta Lapangan Kerja (Cilaka)
LANDASAN TEORI
Definisi daripada Omnibus Law dimulai dari kata Omnibus. Kata Omnibus berasal dari bahasa Latin dan
berarti untuk semuanya. Di dalam Black Law Dictionary Ninth Edition Bryan A.Garner disebutkan
omnibus : relating to or dealing with numerous object or item at once ; inculding many thing or having
varius purposes, dimana artinya berkaitan dengan atau berurusan dengan berbagai objek atau item
sekaligus; termasuk banyak hal atau memiliki berbagai tujuan. Bila digandeng dengan kata Law yang
maka dapat didefinisikan sebagai hukum untuk semua2
Secara harfiah, kata omnibus berasal dari bahasa Latin omnis yang berarti banyak dan lazimnya
dikaitkan dengan sebuah karya sastra hasil penggabungan beragam genre, atau dunia perfilman yang
menggambarkan sebuah film yang terbuat dari kumpulan film pendek. Menyesuaikan dengan definisi
tersebut jika dikontekskan dengan UU maka dapat dimaknai sebagai penyelesaian berbagai pengaturan
sebuah kebijakan tertentu, tercantum dalam dalam berbagai UU, ke-dalam satu UU payung.
Adapun dari segi hukum, kata omnibus lazimnya disandingkan dengan kata law atau bil l yang berarti
suatu peraturan yang dibuat berdasarkan hasil kompilasi beberapa aturan dengan substansi dan
tingkatannya berbeda. Menurut Audrey O” Brien (2009), omnibus law adalah suatu rancangan undang-
undang (bill) yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang.
Jadi, dapat dikatakan omnibus law merupakan metode atau konsep pembuatan peraturan yang
menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi suatu peraturan besar
yang berfungsi sebagai payung hukum (umbrella act). Dan ketika peraturan itu diundangkan
berkonsekuensi mencabut beberapa aturan hasil penggabungan dan substansinya selanjutnya dinyatakan
tidak berlaku, baik untuk sebagian maupun secara keseluruhan.3
Menurut Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid di dalam dunia ilmu hukum, konsep “omnibus law”
merupakan suatu konsep produk hukum yang berfungsi untuk mengkonsolidir berbagai tema, materi,
subjek dan peraturan perundang-undangan pada setiap sektor yang berbeda untuk menjadi satu produk
hukum besar dan holistik.4
2 Satjipto Rahardjo, Hukum, Masyarakat& Pembangunan, (Bandung: Alumni, 1981), hlm 29. 3 PAULUS ALUK FAJAR DWI SANTO dilansir dari https://business-law.binus.ac.id/2019/10/03/memahami-gagasan-omnibus-law/ diakses pada 15 Februari 2020 4 Bagir Manan, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung: Alumni, 1997), hlm. 144.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan penerapan omnibus law bisa segera dilakukan
karena sangat baik untuk membentuk aturan yang ramping dan harmonisasi. Persoalannya, butuh tim
khusus untuk menganalisa regulasi apa saja yang perlu harmonisasi, dihapus sebagian atau seluruhnya
karena mengandalkan kerja antar kementerian dapat menelan waktu cukup lama.5
Menurut Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri, Omnibus Law diartikan sebagai sebuah undang-
undang (UU) yang dibuat untuk menyasar isu besar yang ada di suatu negara. Selain menyasar isu besar,
tujuannya juga untuk mencabut atau mengubah beberapa UU.
Penerapan Omnibus di berbagai negara common law
Di berbagai negara yang menerapkan sistem hukum common law, omnibus law hal ini bukanlah sesuatu
yang baru Omnibus Law banyak diimplementasikan di negara-negara yang menganut sistem hukum
common law (anglo saxon). Beberapa negara yang pernah menerapkan Omnibus Law diantaranya
Kanada dan Filipina.
Kanada menggunakan pendekatan Omnibus Law untuk mengimplementasikan perjanjian perdagangan
internasional. Kanada memodifikasi 23 UU yang telah lama untuk dapat tunduk kepada aturan WTO.
Untuk kasus penggunaan Omnibus Law oleh Filipina konteksnya mirip dengan di Indonesia yaitu dalam
hal investasi. The Omnibus Investment Code merupakan serangkaian peraturan yang memberikan
insentif komprehensif baik fiskal maupun non-fiskal yang dipertimbangkan oleh pemerintah Filipina
dalam rangka pembangunan nasional.
Negara lain yang juga pernah menerapkan pendekatan omnibus antara lain Turki, Selandia Baru, dan
Australia.
Turki merupakan salah satu negara yang menggunakan omnibus untuk melakukan amandemen terhadap
peraturan perpajakan. Aspek yang diamandemen antara lain PPh, PPN, belanja pajak, tabungan pension,
jaminan sosial dan asuransi kesehatan.
Pada Januari 2019, Turki menerbitkan Omnibus Law nomor 7161 yang membuat beberapa amandemen
penting seperti penambahan perbedaan mata uang sebagai basis PPN, menjadikan "rasio harga
konsumen" sebagai dasar untuk menentukan kenaikan harga leasing, serta pembebasan 70% pajak dalam
pembayaran gaji personil penerbangan swasta.
Sama dengan Turki, Selandia Baru juga mengimplementasikan Omnibus Law untuk perpajakan yang
tertuang dalam Taxation Act 2019. Peraturan tersebut diterbitkan untuk meningkatkan pengaturan pajak
yang saat ini berlaku dalam kerangka yang luas (broad-base) dan bertarif rendah (low-rate) dalam
rangka untuk mendorong kepatuhan terhadap kewajiban pajak.
Australia yang juga pernah menggunakan pendekatan omnibus. Salah satu Omnibus Law di Australia
adalah Act on Implementation of US FTA yang digunakan untuk mengimplementasikan perjanjian
perdagangan bebas antara Amerika Serikat dengan Australia
5 Agnes Fitryantica, “Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Indonesia melalui Konsep Omnibus Law”, Jurnal Gema Keadilan, Volume 6, Edisi III, Oktober - November 2019, hlm 303.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971
Pendekatan omnibus juga diterapkan di negara yang menganut hukum sipil seperti Vietnam. Omnibus
Law yang berhasil dibentuk oleh Vietnam di antaranya Law Amending and Supplementing a Number of
Articles of the Law on Value-Added Tax, Law on Excise Tax and the Law on Tax Administration.
Undang-undang ini mengubah, menambahkan serta mencabut beberapa pasal yang terdapat pada
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, Undang-undang Pajak Cukai, dan Undang-undang
Administrasi Perpajakan.
secara konseptual Omnibus law merupakan “Undang-Undang Payung” (Umbrella law) sebagaimana di
Belanda yang menggunakan sistem “Undang-Undang Payung”. Indonesia berdasarkan UUD 1945 tidak
menggunakan sistem “Undang-Undang Payung”. Di dalam UUD 1945 kedudukan Undang-Undang
setara yaitu produk hukum yang dibuat oleh DPR dan Presiden. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
apabila ingin menggunakan sistem “Undang-Undang Payung” adalah dengan memfungsikan kembali
Ketetapan MPR/TAP MPR. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan, TAP MPR merupakan salah satu dari peraturan perundang-undangan.
Posisi TAP MRP berada di bawah UUD 1945 dan di atas Undang-Undang. Dilematisnya, apabila TAP
MPR difungsikan lagi maka posisi MPR akan menjadi lembaga tertinggi yang mana di dalam UUD 1945
semua lembaga negara berkedudukan setara. 6
Di Amerika Serikat, salah satu Peraturan payung yang dibuat merupakan peraturan terbesar yaitu
peraturan Transportation Equity Act for the 21st Century (TEA-21)7 adalah Undang – undang pengganti
dari Intermodal Surface Transportation Efficiency Act (ISTEA). Hal – hal yang diatur dalam TEA-21 ini
mengenai jalan raya federal, keamanan jalan raya, transit dan program transportasi lain. Didalam TEA-
21 ini terdapat sekitar 9012 section yang terdiri 9 BAB.
Peraturan ini sudah konperhensif dalam mengatur terkait transportasi dan jalan raya di Amerika secara
lengkap sehingga tidak bergantung dengan peraturan yang lainnya.
Bentuk lain dari Omnibus Law di Amerika juga terdapat dalam Omnibus Trade and Competitiveness Act
of 1988 (OTCA). OTCA ini disusun dalam rangka untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan
Amerika Serikat pada saat itu. OCTA tersusun atas 10 BAB, 44 Subbab, dan 10013 Pasal. Undang –
undang ini dilahirkan sebagai otoritas untuk menegosiasikan perjanjian perdagangan timbal balik
(Uruguay Round) melakukan revisi secara luas dari Undang – undang Perdagangan, penyesuaian
bantuan, dorongan ekspor, harmonisasi tarif, kebijakan perdagangan internasional, perdagangan
pertanian dan telekomunikasi, perdagangan teknologi internasional, kebijakan daya saing, investasi
asing, Undang-Undang Praktik Korupsi Asing, pengadaan pemerintah, kebijakan paten, Sematech, dan
defisit anggaran. Dengan adanya OTCA ini maka semua aturan tersebut di dalam satu payung8.
6 Dilansir dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20200121152155-4-131621/tak-cuma-di-ri-omnibus-law-banyak-dipakai-negara-lain/1 diakses pada 17 februari 2020 pukul 16:31 7 “Transportation Equity Act For The 21st Century”, <https://www.fhwa.dot.gov/tea21/tea21.pdf>, diakses pada 18 Februari 2020
8 David E. Birenbaum, “The Omnibus Trade Act Of 1988: Trade Law Dialectics”, <https://www.law.upenn.edu/journals/jil/articles/volume10/issue4/Birenbaum10U.Pa.J.Int%27lBu s.L.653%281988%29.pdf>, diakses pada 17 Februari 2020
Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Revisi Kitab Undang- Undang Hukum
Pidana.
Ketiga, penyusun harus memetakan regulasi yang berkaitan secara rinci.
Keempat, penyusun harus ketat melakukan harmonisasi baik secara vertikal dengan peraturan
yang lebih tinggi maupun horizontal dengan peraturan yang sederajat.
Kelima, penyusun harus melakukan preview sebelum disahkan. Preview ini diprioritaskan
untuk menilai dampak yang akan timbul dari UU yang akan disahkan12
ANALISIS ISU
BEBERAPA KONTROVERSI RUU CIPTA KERJA TERHADAP KETATANEGARAAN,
KETENAGAKERJAAN, PENDIDIKAN DAN LINGKUNGAN
Tiga Langkah Mundur Reformasi Regulasi dalam RUU Cipta Kerja13
Pertama, draf RUU Cipta Kerja berpotensi melanggar dua asas dalam pembentukan perundang-
undangan, yaitu asas “kejelasan rumusan” dan asas “dapat dilaksanakan”.
RUU Cipta Kerja melanggar asas kejelasan rumusan karena dalam perumusannya, pencantuman
pasal perubahan langsung digabungkan dengan pasal lama sehingga menyulitkan siapapun yang
membacanya. Mengingat pasal-pasal yang harus direvisi berasal dari 79 UU, seharusnya
penyusun RUU Cipta Kerja menggunakan standar yang sudah diatur dalam UU No. 12/2011.
Asas kedua yang berpotensi dilanggar adalah asas “dapat dilaksanakan”. Hal ini terlihat dalam
pengaturan Pasal 173 RUU Cipta Kerja yang mengatur bahwa peraturan pelaksana dari UU yang
sudah diubah oleh RUU Cipta Kerja harus disesuaikan dengan RUU Cipta Kerja dalam jangka
waktu satu bulan. Melakukan perubahan peraturan pelaksana dari 79 UU dalam kurun waktu satu
bulan merupakan sebuah mandat yang sama sekali tidak realistis. Selain itu, target pengerjaan
RUU Cipta Kerja selama 100 hari hingga pengesahan juga akan menambah kompleksitas
permasalahan mengingat tidak mudah bagi pemangku kepentingan untuk bisa dengan cepat
menguasai materi yang diatur dalam RUU Cipta Kerja.
Kedua, banyaknya jumlah peraturan pelaksana yang diamanatkan pembentukannya oleh RUU
Cipta Kerja ini (terdiri dari 493 Peraturan Pemerintah, 19 Peraturan Presiden, dan 4 Peraturan
Daerah) menunjukkan tidak sensitifnya pembuat undang-undang akan kondisi regulasi kita.
12 Agnes Fitryantica, op cit, hlm 313. 13 Pernyataan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Terkait Draf RUU Cipta Kerja dilansir dari https://web.facebook.com/notes/pshk-pusat-studi-hukum-dan-kebijakan-indonesia/pernyataan-pusat-studi-hukum-dan-kebijakan-indonesia-pshk-terkait-draf-ruu-cipta/2257588631010445/?_rdc=1&_rdr pada 17 Februari 2020
Sebelumnya, warga negara asing tidak bisa memiliki hak milik sarusun. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh
Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, mereka diberi izin dalam bentuk hak pakai atas
sarusun. Pada Pasal 5 peraturan tersebut dijelaskan orang asing diberikan hak pakai untuk rumah
tunggal pembelian baru dan hak milik atas sarusun di atas hak pakai untuk sarusun pembelian unit
baru.
Untuk rumah tunggal, warga negara asing diberikan hak pakai untuk jangka waktu 30 tahun. Hak
pakai itu dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 tahun. Jika perpanjangan berakhir, maka hak
pakai dapat diperbaharui untuk jangka waktu 30 tahun.14
Penghapusan cuti khusus atau izin tak masuk
Salah satunya menghapus cuti khusus atau izin tak masuk saat haid hari pertama bagi perempuan.
Dalam UU 13/2003 Ketenagakerjaan, aturan itu tercantum dalam Pasal 93 huruf a. Selain itu,
RUU Cilaka menghapus izin atau cuti khusus untuk keperluan menikah, menikahkan,
mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan/keguguran kandungan, hingga bila ada
anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia (huruf b) Ketentuan cuti khusus atau
izin lain yang dihapus adalah menjalankan kewajiban terhadap negara (huruf c); menjalankan
ibadah yang diperintahkan agamanya (huruf d); melaksanakan tugas berserikat sesuai persetujuan
pengusaha (huruf g) dan melaksanakan tugas Pendidikan dari perusahaan (huruf h). 15
Perubahan jam kerja
Pada Pasal 77 RUU Cipta Lapangan Kerja disebutkan setiap pengusaha wajib melaksanakan
ketentuan waktu kerja. Waktu kerja sebagaimana dimaksud paling lama 8 jam satu hari dan 40
jam satu minggu. Dan, pelaksanaan jam kerja bagi pekerja/buruh di perusahaan diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Aturan itu berbeda jika dibandingkan dengan UU 13/2003 Ketenagakerjaan. Di Pasal 77 ayat 2
UU 13/2003 Ketenagakerjaan disebutkan waktu kerja diatur dalam dua bentuk, pertama, sebanyak
7 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk enam hari kerja dalam 1 minggu. Kedua, sebanyak 8 jam
sehari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam satu minggu.
Upah dalam hal lembur
Pada Pasal 78 ayat 1 huruf b UU 13/2003 Ketenagakerjaan disebutkan waktu kerja lembur hanya
dapat dilakukan paling banyak tiga jam dalam satu hari dan 14 jam dalam satu minggu.
14 Dilansir dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200214112608-92-474576/draft-ruu-cipta-kerja-jokowi-izinkan-wna-miliki-apartemen pada 18 Februari 2020 15 Dilansir dari: https://tirto.id/ruu-omnibus-cilaka-cuti-menikah-haid-dan-beribadah-dihapus-eyZJ diakses pada 19 Februari 2020
Sedangkan, di draft RUU Cipta Lapangan Kerja yang diatur di Pasal 78 ayat 1 huruf b disebutkan
waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 4 jam dalam satu hari dan 18 jam dalam
satu minggu.
Dalam perubahan ini akan berdampak pada bertambahnya waktu lembur bagi buruh dengan tidak
disertai upah yang layak.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha
dengan pekerja atau buruh. Dalam hal kesepakatan tidak tercapai, penyelesaian pemutusan
hubungan kerja dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan di Pasal 151 draft RUU Cipta
Lapangan Kerja itu berbeda dengan di UU 13/2003 Ketenagakerjaan.
Di UU 13/2003 Ketenagakerjaan disebutkan pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat
buruh, dan pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi PHK. Dalam
hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka
maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat
pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak
menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.16
Selain itu, berdasarkan Pasal 154A draf RUU Ciptaker yang mengizinkan perusahaan melakukan
PHK dengan alasan efisiensi, merugi, keadaan memaksa. Kemudian, PHK dapat dilakukan bila
perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang, serta perusahaan dinyatakan
pailit berdasarkan putusan pengadilan niaga.17
Ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PWKT)
Terkait dengan perjanjian kerja. Dalam UU 13/ 2003, perjanjian kerja dibahas di Bab IX pasal 50
- 63. Dalam RUU Cipta Kerja yang diusulkan pemerintah ada 5 pasal yang direvisi (56,57,58,61
dan 62). Dalam pasal tersebut terutama pasal 56 ayat 3 perjanjian kerja waktu tertentu didasari
atas kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja yang kemudian di atur dalam Peraturan
Pemerintah (PP).
Pada bagian ini ada 1 pasal yang ditambahkan yaitu pasal 61A yang di dalamnya mengatur
kewajiban pengusaha memberi kompensasi pada buruh. Buruh yang berhak menerima
16 Dilansir dari: https://www.tribunnews.com/nasional/2020/02/16/5-kontroversi-aturan-ketenagakerjaan-dalam-ruu-cipta-lapangan-kerja?page=3 diakses pada 19 Februari 2020 17 Dilansir dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200221065143-20-476654/buruh-media-omnibus-law-ciptaker-picu-gelombang-phk-massal diakses pada 19 Februari 2020
kompensasi ini setelah waktu kerja sama berakhir adalah buruh yang sudah bekerja minimal satu
tahun.18
Pasal yang mengatur kerja sama antara pengusaha dan buruh juga ada yang dihapus yaitu pasal
59 yang mengatur detail tentang ketentuan PWKT. Jadi yang baru di sini adalah pemberian
kompensasi untuk pekerja kontrak yang bekerja paling minim satu tahun.
Pemberian libur mingguan
Dalam RUU Cipta lapangan kerja, pemerintah hanya memberi waktu istirahat atau waktu libur
minimal satu hari dalam satu minggu atau sepekan. Sedangkan di dalam UU 13/2003
Ketenagakerjaan, pasal 79 (b), pengusaha wajib memberi waktu istirahat mingguan. Dalam pasal
itu disebutkan waktu istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.19
Perubahan Definisi Untuk Izin Lingkungan
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PPLH) tertulis:
11. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian
mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.
12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang
selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau
kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
35. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau
kegiatan.
18 Dilansir dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20200218160526-4-138750/ini-jeroan-ruu-cipta-kerja-yang-bikin-pekerja-resah/3 diakses pada 19 Februari 2020 19 Dilansir dari: https://www.liputan6.com/bisnis/read/4180072/dalam-ruu-omnibus-law-pekerja-cuma-libur-sehari-setiap-minggu diakses pada 19 Februari 2020
Dampak Omnibus Law Cipta Kerja terhadap UU Sisdiknas, UU Dikti, dan UU Guru &
dosen20
Omnibus law Teks UU yang berubah/hapus Dampak
UU SISDIKNAS
Pasal 28
(1) Pendidikan anak usia dini
diselenggarakan sebelum jenjang
pendidikan dasar.
(2) Pendidikan anak usia dini dapat
diselenggarakan melalui jalur
pendidikan formal,
nonformal,dan/atau informal.
(3) Ketentuan mengenai pendidikan
anak usia dini diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
(1) Pendidikan anak usia dini
diselenggarakan sebelum jenjang
pendidikan dasar.
(2) Pendidikan anak usia dini dapat
diselenggarakan melalui jalur
pendidikan formal, nonformal,
dan/atau informal.
(3) Pendidikan anak usia dini pada
jalur pendidikan formal berbentuk
Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul
Athfal (RA), atau bentuk lain yang
sederajat.
(4) Pendidikan anak usia dini pada
jalur pendidikan nonformal
berbentuk Kelompok Bermain (KB),
Taman Penitipan Anak (TPA), atau
bentuk lain yang sederajat.
Penyeragaman Masa PAUD
sebagai pendidikan dasar usia dini
yang akan menciptakan banyak
jenis PAUD sesuai PP yang
kemudian akan diterbitkan
Pasal 35
(1) Standar nasional pendidikan
terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan, dan
penilaian pendidikan yang harus
ditingkatkan secara berencana dan
berkala.
(2) Standar nasional pendidikan
digunakan sebagai acuan
pengembangan kurikulum, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, dan pembiayaan.
(3) Pengembangan standar nasional
pendidikan serta pemantauan dan
pelaporan pencapaiannya secara
nasional dilaksanakan oleh suatu
badan standardisasi, penjaminan, dan
pengendalian mutu pendidikan.
(1) Standar nasional pendidikan
terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan, dan
penilaian pendidikan yang harus
ditingkatkan secara berencana dan
berkala.
(2) Standar nasional pendidikan
digunakan sebagai acuan
pengembangan kurikulum, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, dan pembiayaan.
(3) Pengembangan standar nasional
pendidikan serta pemantauan dan
pelaporan pencapaiannya secara
nasional dilaksanakan oleh suatu
badan standardisasi, penjaminan, dan
pengendalian mutu pendidikan.
Menambah ayat soal Standar
Pendidikan yang kemudian akan
menghapus Aturan Sertifikasi
pendidikan yang lebih flexibel
sesuai dengan otonomi sekolah dan
Kampus.
20 Dilansir dari dokumen kajian Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) terkait omnibus law dan dampak ke sektor Pendidikan pada 18 Februari 2020
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta JL.RS.Fatmawati-PondokLabu Jakarta Selatan 12450 Telp. 7656971