KAJIAN KONDISI COMMAND CAR PADA UNIT PKP-PK DI BANDAR UDARA SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Lulus Pendidikan Diploma III Pertolongan Kecelakaan Penerbangan ANDRY KURNIANTO NIT.C.III / 1.12.02.155 SEKOLAH TINGGI PENERBANGAN INDONESIA JURUSAN KESELAMATAN PENERBANGAN CURUG – TANGERANG 2015
82
Embed
Kajian Kondisi Command Car pada Unit PKP-PK Bandar Udara Sultan Hasanuddin Makassar
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KAJIAN KONDISI COMMAND CAR
PADA UNIT PKP-PK DI BANDAR UDARA
SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Lulus Pendidikan Diploma III Pertolongan Kecelakaan Penerbangan
ANDRY KURNIANTO NIT.C.III / 1.12.02.155
SEKOLAH TINGGI PENERBANGAN INDONESIA JURUSAN KESELAMATAN PENERBANGAN
CURUG – TANGERANG 2015
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
KAJIAN KONDISI COMMAND CAR PADA UNIT PKP-PK DI BANDAR UDARA
SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Lulus Pendidikan Diploma III Pertolongan Kecelakaan Penerbangan
ANDRY KURNIANTO NIT.C.III / 1.12.02.155
Pembimbing II, Pembimbing I,
FANDHY GUNAWAN, S. AP. Pengatur (II/ c)
NIP. 19870610 201012 1 003
ENDANG SUGIH ARTI, SE., M.Si. Penata Tk. I (III/ d)
NIP. 19600512 198001 2 001
iii
PERSETUJUAN PENGUJI
Tugas Akhir dengan judul KAJIAN KONDISI COMMAND CAR PADA UNIT PKP-PK DI BANDAR UDARA SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Tugas Akhir Pendidikan Diploma III Program Studi Pertolongan Kecelakaan Penerbangan, Jurusan Keselamatan Penerbangan di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia.
Tugas Akhir ini telah memenuhi persyaratan lulus Diploma III pada tanggal..........
2. AMAT HERMAWAN, SH. (Sekretaris) Penata Muda Tk. I (III/ b) NIP. 19690316 199201 1 001 ……………….
3. MUHAMAD NUR, S. AP. (Anggota) Pengatur Muda Tk. I (II/ b) NIP. 19850725 201012 1 001 ……………….
Mengetahui,
KETUA SEKOLAH TINGGI PENERBANGAN INDONESIA
Ir. YUDHI SARI S., MM.
Pembina Utama Muda (IV/ c)
NIP. 19580111 198303 2 001
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam atas rahmat dan karunianya
penulisan Tugas Akhir dengan judul KAJIAN KONDISI COMMAND CAR PADA
UNIT PKP-PK DI BANDAR UDARA SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR,
dapat terwujud sesuai kehendak penulis. Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa keterbatasan penulis menyebabkan hasil penelitian ini masih jauh dari
sempurna dan belum memiliki bobot ilmiah yang memadai., oleh karena itu
dengan lapang dada penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna penyempurnaan penulisan ini. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada
1. Ibu Ir. Yudhi Sari S., MM. selaku Ketua Sekolah Tinggi Penerbangan
Indonesia.
2. Bapak Djoko Jatmoko, S.SiT, selaku Ketua Jurusan Keselamatan
Penerbangan.
3. Bapak Rusdi Abdullah, SE., M.Sc. selaku Ketua Program Studi
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan.
4. Ibu Endang Sugih Arti, SE., M.Si., selaku Sekretaris Jurusan dan
pembimbing I.
5. Bapak Fandhy Gunawan, S. AP., selaku pembimbing II.
6. Seluruh Dosen dan Instruktur pada Prodi PKP dan Jurusan Keselamatan
Penerbangan.
7. Seluruh jajaran unit Airport Fire Fighting and Rescue Bandar Udara
Sultan Hasanuddin Makassar, terutama kepada Team Charlie.
8. Saudara-saudara seperguruan D III PKP 7 yang telah memberikan
bantuan moril spiritual.
9. Istriku dan anak-anakku tercinta yang telah memberikan semangat
maupun pengertian yang mendalam.
Semoga tulisan yang masih sederhana ini bermanfaat.
Curug, Januari 2015
Peneliti
v
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
PERSETUJUAN PENGUJI iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Identifikasi Masalah 6
C. Pembatasan Masalah 7
D. Perumusan Masalah 7
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pelayanan PKP-PK 9
B. Kendaraan Pelayanan PKP-PK 12
C. Kendaraan Komando (Command Car) 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian 29
vi
B. Teknik Pengumpulan Data 29
C. Teknik Pengolahan Data 30
D. Lokasi dan Waktu Penelitian 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 32
B. Penyajian Hasil Penelitian 44
C. Analisis Hasil Penelitian 49
D. Pemecahan Masalah 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 55
B. Saran 56
DAFTAR PUSTAKA 58
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Command Car Sides dengan chassis Toyota Hilux 27
Gambar 2.2. Command Car Dresden International Airport 27
Gambar 2.3. Command Car Indianapolis International Airport 28
Gambar 4.1. Tampak Samping Command Car AFFR 40
Gambar 4.2. Tampak Depan Command Car AFFR 40
Gambar 4.3. Radio Komunikasi 2 Arah 41
Gambar 4.4. Pemadam Portable CO2 42
Gambar 4.5. Pemadam Portable DP 42
Gambar 4.6. Lampu Sorot 43
Gambar 4.7. Lampu Rotari 43
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Minimum Number of Vehicles 16
Tabel 2.2 Jumlah Kendaraan Utama sesuai dengan Kategori PKP-PK 20
Tabel 2.3 Jumlah Kebutuhan Personel sesuai dengan Kategori PKP-PK 21
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian 31
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN I (Wawancara) 59
LAMPIRAN II (Kendaraan AFFR Sultan Hasanuddin Makassar) 67
LAMPIRAN III (Berita Acara Kerusakan Mekanisme Pintu) 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Moda transportasi udara di dunia semakin diminati oleh banyak
penumpang. Adanya transportasi udara mengakibatkan faktor jarak
dan geografis daratan bukan lagi menjadi batasan pergerakan
manusia atau barang untuk pencapaian yang cepat. Semakin banyak
orang yang melakukan transportasi, maka semakin tinggi resiko
bahaya yang ditimbulkan, maka Pemerintah dipandang sangat perlu
untuk membuat regulasi yang mengatur hak dan kewajiban setiap
pelaku di dunia penerbangan dan demi keselamatan penerbangan
itu sendiri. Pemerintah membuat dasar ketentuan yang mengatur
moda angkutan udara dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dimana Penerbangan
didefinisikan sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri atas
pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan
udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan,
lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum
lainnya. Keselamatan Penerbangan adalah suatu keadaan
terpenuhinya persyaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah
udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi
penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.
2
Dalam Sub Bagian 139 H Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor KM. 24 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan
Penerbangan Sipil Bagian 139 (CASR Part 139) tentang Bandar
Udara (Aerodrome), telah mengatur penyelenggara bandar udara
diwajibkan untuk menyediakan pelayanan Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) sesuai standar
minimum. Dalam rangka pelaksanaan pelayanan Pertolongan
Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK),
diperlukan adanya fasilitas yang memenuhi persyaratan standar
teknis dan operasional sehingga mendapatkan hasil guna yang
maksimum. Pernyataan ini diperkuat oleh aturan yang dikeluarkan
oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara No: KP. 420 Tahun 2011
tentang Persyaratan Standar Teknis dan Operasional Peraturan
Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 (Manual of Standard
CASR part 139) Volume IV, Pelayanan Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK), bahwa setiap
bandar udara wajib menyediakan dan memberikan pelayanan
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) sesuai kategori bandar udara untuk PKP-PK yang
dipersyaratkan. Untuk memenuhi kategori bandar udara untuk PKP-
PK yang dipersyaratkan tersebut, diperlukan adanya fasilitas
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) yang memenuhi persyaratan standar teknis dan
operasional pelayanan. Unit Pertolongan Kecelakaan Penerbangan
3
dan Pemadam Kebakaran atau disingkat PKP-PK yang terdapat di
Bandar Udara adalah suatu unit kerja yang mempunyai tugas
memberikan pelayanan operasi Keselamatan Penerbangan. Dalam
memberikan pelayanan tersebut unit PKP-PK mempunyai tugas
memberikan pertolongan terhadap Kecelakaan Penerbangan,
khususnya kecelakaan pesawat udara yang terjadi di darat.
Setiap kecelakaan penerbangan baik dalam keadaan terbakar
maupun tidak terbakar akan menimbulkan kerugian yang bermacam-
macam. Pelaksanaan operasi PKP-PK adalah berusaha untuk
memberikan pertolongan dengan maksud mencegah dan
mengurangi kerugian-kerugian tersebut di atas khususnya korban
jiwa manusia. Saat operasi pemadaman adalah saat krusial yang
membutuhkan pengerjaan yang efektif dan efisien sehingga usaha
pertolongan terhadap korban dapat berjalan lancar. Penempatan
kendaraan yang cepat, pertimbangan matang dan siasat tepat untuk
melakukan operasi pemadaman, bahan pemadam yang tepat yang
harus digunakan pada pesawat udara yang terbakar. Dengan
adanya fasilitas pelayanan terhadap keadaan darurat yang lengkap,
maka pembelajaran dan pelatihan terhadap personel untuk mengikuti
perkembangan teknologi yang diterapkan dalam fasilitas tersebut
adalah menjadi sebuah kewajiban. Tanggap terhadap situasi yang
terjadi secara mendesak, melakukan reaksi dengan logika berpikir
yang cepat, dan melakukan aksi yang efektif dan efisien, agar risiko
kondisi yang membahayakan dapat teratasi tanpa menimbulkan
4
korban yang berlanjut. Hal ini dapat dilakukan melalui proses belajar
teori untuk memperdalam wawasan, dan praktek untuk
membiasakan diri dalam situasi yang mendesak dengan logika
berpikir yang sigap.
Dalam operasi pemadaman yang dilakukan unit PKP-PK, ketika
bergerak dari Fire Station menuju lokasi kebakaran, disarankan
untuk bergerak berurutan yaitu Command Car, Rescue Tender,
Foam Tender, Nurse Tender dan Ambulance Command Car
bergerak paling depan dengan segera, melihat dengan segala situasi
dan kondisi yang terjadi, lalu memandu kendaraan utama untuk
bergerak pada lokasi yang aman untuk melakukan pemadaman.
Koordinasi dilakukan antar kendaraan dengan radio komunikasi.
Setelah kendaraan utama memposisikan untuk melakukan
pemadaman, kendaraan pendukung yang lain bergerak di belakang
kendaraan utama, melakukan tugas dan fungsi masing-masing.
Kendaraan Command Car bukan merupakan kendaraan utama
dalam operasi pemadaman. Kendaraan ini bersifat mendukung, dan
dalam kategori PKP-PK, kendaraan ini diadakan untuk kategori VI
(enam) sampai X (sepuluh). Kendaraan ini dikendarai oleh seorang
Kepala Operasi pada saat terjadinya kebakaran.
Pada bulan Mei 2014, peneliti berkesempatan untuk
melaksanakan On The Job Training di Bandar Udara Internasional
Sultan Hasanuddin Makassar atau Sultan Hasanuddin International
Airport Makassar (SHIAM). Bandar Udara ini dikelola oleh PT.
5
Angkasa Pura I (PT. AP I). Bandar Udara ini mendapat kategori
PKP-PK tingkat VIII (delapan). Pada pengelolaan Angkasa Pura I,
PKP-PK memiliki nama Airport Fire Fighting and Rescue (AFFR).
Pada tanggal 15 Mei 2014, di dalam pelaksanaan On The Job
Training, peneliti ditunjuk sebagai salah satu dari anggota Tim
Penilai dalam Latihan Hot Drill dengan obyek penilaian response
time dan komunikasi. Agar penilaian dapat obyektif, maka peneliti
melakukan penilaian dari dalam Command Car. Pada saat
pelaksanaan, ketika crash bell berbunyi, secara serentak, kendaraan
bergerak menuju lokasi terjadinya kebakaran. Kendaraan bergerak
secara berurutan, di mulai dari Command Car sebagai pemandu,
disusul kendaraan utama Foam Tender dan Ambulance. Ada sebuah
kejadian, dimana Foam Tender mampu mengejar Command Car. Ini
berarti bahwa Command Car, pada saat itu, tidak dapat bergerak
lebih cepat daripada Foam Tender. Pada saat itu pula, monitor dan
percakapan yang dilakukan oleh Kepala Operasi, atau Team Leader,
kepada Tower atau kendaraan lain, dilakukan melalui handy talky.
Kesulitan muncul pada saat Kepala Operasi atau Team Leader harus
membagi konsentrasi untuk mengemudi dengan kecepatan tinggi,
memonitor radio, memberi perintah, melakukan koordinasi, dan
berpikir untuk keadaan selanjutnya (size up), karena semua hal ini
dilakukan secara bersamaan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan observasi lebih dalam, dan melihat penerapan praktis di
6
lapangan mengenai kajian kondisi Command Car dalam tugas dan
fungsi pelayanan darurat pada unit PKP-PK di Bandar Udara.
Peneliti berkesempatan dan diberikan ijin oleh Otoritas setempat
untuk melakukan observasi di Bandar Udara Sultan Hasanuddin
Makassar. Sehingga peneliti menyusun penelitian ini dengan judul
“KAJIAN KONDISI COMMAND CAR PADA UNIT PKP-PK DI
BANDAR UDARA SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR”.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Peneliti mengemukakan beberapa identifikasi masalah sebagai
berikut:
1. Kondisi Command Car kurang optimal. Hal ini terlihat dari
kemampuan bergerak kendaraan ini yang tidak mampu untuk
bergerak lebih cepat dari Foam Tender, dan juga peralatan
radio yang tidak digunakan.
2. Kesulitan Kepala Operasi atau Team Leader yang harus
membagi konsentrasi untuk mengemudi dengan kecepatan
tinggi, memonitor radio, memberi perintah, melakukan
koordinasi, dan berpikir untuk keadaan selanjutnya (size up),
karena semua hal ini dilakukan secara bersamaan.
7
C. PEMBATASAN MASALAH
Peneliti perlu membatasi permasalahan yang timbul dengan
memfokuskan pada kondisi Command Car pada unit PKP-PK di
Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin.
D. PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:
Bagaimana kondisi Command Car sebagai kendaraan pendukung
pelayanan darurat pada PKP-PK di Bandar Udara Internasional
Sultan Hasanuddin Makassar?
E. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN
1. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah agar lebih memahami
bagaimana kondisi Command Car pada unit PKP-PK di Bandar
Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar Sulawesi
Selatan.
2. Kegunaan
a. Kegunaan Teoritis
Secara umum, hasil penelitian ini dapat memberi
sumbangan yang berharga pada perkembangan keilmuan
PKP-PK, terutama pada pengetahuan mengenai kondisi
Command Car pada unit PKP-PK.
8
b. Kegunaan Praktis
1) Bagi Unit PKP-PK di Bandar Udara
Penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran
kepada Unit PKP-PK dan jajarannya di dalam
meningkatkan pelayanan darurat yang lebih efektif
dan efisien.
2) Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan pada kondisi Command
Car dan menambah pengalaman dalam menerapkan
konsep berpikir dan tindakan praktek di lapangan.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PELAYANAN PKP-PK
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran yang selanjutnya disebut (PKP-PK) adalah unit bagian
dari penanggulangan keadaan darurat. Pelayanan PKP-PK
dilaksanakan secara cepat dan tepat untuk penyelamatan dan
pertolongan kecelakaan penerbangan serta pemadaman kebakaran
di bandar udara dan sekitarnya. Bandar udara wajib untuk
menyelenggarakan pelayanan yang bersifat darurat. Hal ini diperkuat
dalam Dokumen ICAO (International Civil Aviation Organization)
pada point 9.2.1. Annex 14, yang menyatakan bahwa: Rescue and
fire fighting equipment and services shall be provided at an
aerodrome. Tujuan dari penyelenggaraan pelayanan darurat adalah
demi keselamatan penerbangan, menyelamatkan penumpang dan
harta benda dalam sebuah insiden atau kecelakaan. Hal ini tertuang
dalam Dokumen ICAO (International Civil Aviation Organization),
pada point 9.2 Rescue and Fire Fighting, Annex 14, Aerodrome;
The principal objectives of a rescue and fire fighting service is to save lives in the event of an aircraft accident or incident accuring at, or in the immediate vicinity of, an aerodrome. The rescue and fire fighting service is provided to create and maintain survivable conditions, to provide egress routes for occupants and to initiate the rescue of those occupants unable to make their escape without direct aid. The rescue may require the use of equipment and personnel other than those assessed primarily for rescue and fire fighting purposes.
10
Hal ini juga didukung oleh Dokumen ICAO yang merupakan
Standard aturan yang mengatur tentang PKP-PK secara
internasional, pada point 1.1.1. Doc. 9137, yaitu
The principal objective of a rescue and fire fighting service is to save lives in the event of an aircraft accident or incident This contingency must assume at all times the possibility of and need for extinguishing a fire which may: a. Exist at the time an aircraft is landing, taking off,
taxiing, parked, etc.; or b. Occur immediately following an aircraft accident
or incident; or c. Occur at any time during rescue operations.
Hal ini juga diperkuat oleh Peraturan Menteri No. KM. 24 Tahun
2009, butir 139.139 yang menyatakan bahwa:
Tugas dari PKP-PK pada Bandar udara adalah: 1. Tugas dari PKP-PK pada Bandar udara adalah:
a. menyelamatkan jiwa dan harta dari suatu pesawat udara yang mengalami kecelakaan atau kebakaran di Bandar udara dan sekitarnya; dan
b. mengendalikan dan memadamkan api, melindungi manusia dan barangnya yang terancam oleh api di Bandar udara baik itu di pesawat udara atau fasilitas Bandar udara.
2. Ketentuan pada butir (1) tidak menghalangi PKP-PK untuk memberikan pelayanan pertolongan atau pemadaman di tempat lain dalam Bandar Udara, dengan ketentuan prioritas utama mengacu pada butir (1) di atas.
Aturan ini diperjelas lagi di dalam aturan yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara no. KP 420 Tahun 2011,
pada Bab II A point 5, yang menyatakan bahwa:
Tugas dan fungsi unit PKP-PK di bandar udara, yaitu memberikan pelayanan PKP-PK untuk menyelamatkan jiwa dan harta benda dari suatu pesawat udara yang mengalami kejadian (incident) atau kecelakaan (accident) di bandar udara dan sekitarnya; dan mencegah, mengendalikan,
11
memadamkan api, melindungi manusia dan barang yang terancam bahaya kebakaran pada fasilitas di bandar udara.
Untuk mendukung kinerja pelayanan tersebut maka Personel PKP-
PK mempunyai tugas utama dan tugas pokok, sebagai berikut:
1. Tugas utama yaitu menyelamatkan jiwa dan harta dari kejadian dan kecelakaan (incident dan accident) di Bandar udara dan sekitarnya.
2. Tugas pokok yaitu melakukan kegiatan: a. Operasional (operation) antara lain administrasi,
kesiapsiagaan (stand by), penyelamatan, pencegahan dan pemadaman.
b. Latihan (training) c. Perawatan (maintenance)
(KP. 420 Tahun 2011)
Pelaksanaan pemadaman pesawat udara pada prinsipnya terbagi
atas 2 (dua) tingkatan :
Tingkat pertama, ialah merupakan tindakan pemadaman dengan
tujuan untuk pembentukan jalur-jalur penyelamat atau rescue path,
dan sasaran utama ialah api yang terdapat pada bagian-bagian
tertentu, sehingga tindakan penyelamatan terhadap korban dapat
segera dilakukan. Adapun mengenai ketentuan waktu untuk
pelaksanaan pemadaman tersebut hanya 1 (satu) menit, dengan
istilah pemadamannya disebut Control Time.
Tingkat kedua, berlanjut pelaksanaan pemadaman setelah ketentuan
batas waktu 1 (satu) menit, termasuk pada pelaksanaan pemadaman
tingkat kedua, yaitu dengan tujuan untuk pemadaman api secara
total, dan istilah pemadamannya biasa disebut dengan Extinguishing
Time.
12
B. KENDARAAN PELAYANAN PKP-PK
Pada Diktat Bahan Ajar mata kuliah Perlengkapan Pemadaman
Program Studi PKP, yang disusun oleh Sri Mulyono, S. Sos., (2012),
menerangkan:
bahwa pada garis besarnya fire fighting appliances dibagi menjadi 4 (empat) golongan, sebagai berikut: 1. Mobile Appliances
Yaitu suatu peralatan pemadam yang sudah dirancang berbentuk kendaraan bergerak.
2. Fixed Appliances Yaitu suatu peralatan pemadam yang sudah dipasang secara tetap pada suatu tempat atau bangunan yang tidak dapat dipindah-pindahkan.
3. Portable Fire Appliances Yaitu suatu peralatan pemadam yang dibuat agar dapat dibawa atau dipindahkan dan dapat dioperasikan manual.
4. Auxiliary Fire Appliances Yaitu peralatan tambahan yang fungsinya sebagai alat penunjang operasi pertolongan dan pemadaman.
Fasilitas Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) adalah semua kendaraan PKP-PK, peralatan
operasional PKP-PK dan bahan pendukungnya serta personel yang
disediakan di setiap bandar udara untuk memberikan pertolongan
kecelakaan penerbangan dan pemadam kebakaran. Kendaraan
PKP-PK adalah Kendaraan Utama yang dilengkapi dengan peralatan
pendukung operasional PKP-PK dan Kendaraan Pendukung
digunakan unit PKP-PK untuk melakukan tugas-tugas operasional.
Kendaraan utama PKP-PK adalah kendaraan jenis Foam Tender,
Rapid Intervention Vehicle termasuk Rescue Boat. Kendaraan
pendukung PKP-PK adalah kendaraan selain kendaraan utama yang
digunakan oleh unit PKP-PK antara lain mobil komando (Command
13
Car), mobil pemasok (Nurse Tender), mobil ambulance dan
kendaraan serba guna (multipurpose).
Pada Diktat Bahan Ajar mata kuliah Perlengkapan Pemadaman
Program Studi PKP, yang disusun oleh Sri Mulyono, S. Sos., (2012)
disebutkan bahwa:
Pelaksanaan operasi dimulai dari berangkatnya kendaraan-kendaraan operasi PKP-PK dari Fire Station menuju tempat kejadian dengan disarankan melakukan konvoi dengan urut-urutan sebagai berikut: 1. Command Car 2. Rescue Tender (RIV) 3. Foam Tender 4. Nurse Tender 5. Ambulance.
Kendaraan PKP-PK dirancang khusus untuk mampu
berakselerasi segera dan berkecepatan tinggi, walaupun membawa
peralatan khusus operasi pemadaman dan pertolongan. Kendaraan
PKP-PK memiliki waktu yang terbatas yang diatur sebagai response
time. Di dalam Dokumen Annex 14, point 9.2.23, menyatakan
bahwa:
The operational objective of the rescue and fire fighting service shall
be to achieve a response time not exceeding three minutes to any
point of each operational runway, in optimum visibility and surface
conditions.
Di dalam kalimat di atas mengandung pengertian bahwa response
time seharusnya dicapai tidak lebih dari tiga menit di setiap wilayah
runway, di dalam pandangan dan keadaan permukaan yang
14
optimum. Ini dilanjutkan pada point 9.2.24 yang berupa
recommendation, bahwa:
The operational objective of the rescue and fire fighting service
should be to achieve a response time not exceeding two minutes to
any point of each operational runway, in optimum visibility and
surface conditions.
Kalimat ini mengandung pengertian bahwa response time
seharusnya dicapai tidak lebih dari dua menit di setiap wilayah
runway, di dalam pandangan dan keadaan permukaan yang
optimum. Pada point 9.2.25 yang juga berupa recommendation:
The operational objective of the rescue and fire fighting service
should be to achieve a response time not exceeding three minutes to
any other part of the movement area, in optimum visibility and
surface conditions.
Kalimat ini mengandung pengertian bahwa response time
seharusnya dicapai tidak lebih dari tiga menit di setiap daerah
pergerakan, di dalam pandangan dan keadaan permukaan yang
optimum.
Menurut Doc. 9137, pada point 2.7.1, response time dapat dijelaskan
sebagai berikut:
The operational objective of the rescue and fire fighting services should be achieve response times of two minutes and not exceeding three minutes to the end of each runway, as well as to any other part of the movement area, in optimum conditions. Response time is considered to be the time between the initial call to the rescue and fire fighting service and the time when the first responding vehicles are in position to apply foam at least 50 per cent of the discharge
15
rate specified. Determination of realistic response times should be made by rescue and fire fighting vehicles operating from their normal locations and not from positions adopted solely for test purposes.
Pada point 2.7.2 Doc. 9137, menyatakan bahwa:
Any other vehicles required to deliver the amounts of extinguishing
agents specified, should arrive no more than one minute after the
first responding vehicles so as to provide continuous agent
application.
Response Time, sesuai dengan pengertian dalam KP. 420 Tahun
2011, merupakan;
waktu untuk mencapai setiap ujung landasan pacu (runway) atau tempat lain di daerah pergerakan pesawat udara, dalam kondisi jarak pandang optimum dan permukaan jalan yang dilalui dalam kondisi baik (pada siang hari dengan jarak pandang yang bagus dan tidak ada hujan serta tidak ada genangan air), ditetapkan selama 2 (dua) menit dan tidak lebih dari 3 (tiga) menit, dihitung mulai dari diterimanya pemberitahuan di unit PKP-PK atau saat diketahuinya adanya kecelakaan oleh petugas PKP-PK sampai dengan kendaraan PKP-PK menempatkan posisinya untuk melaksanakan pemadaman dan telah memancarkan busa minimum 50% dari rata-rata pancaran (discharge rate) yang dipersyaratkan sesuai tabel kategori bandar udara untuk PKP-PK.
Setiap bandar udara wajib menyediakan kendaraan PKP-PK
yang jumlah dan jenisnya disesuaikan dengan jumlah bahan
pemadam api yang dipersyaratkan pada kategori bandar udara untuk
PKP-PK. Pada Doc. 9137, point 2.10.1 menyatakan bahwa:
The minimum number and types of conventional rescue and fire
fighting vehicles provided at an airport so as to effectively deliver and
16
deploy the agents specified for the airport category should be in
accordance with Table.
Tabel 2.1. Minimum Number of Vehicles
(Sumber: Doc. 9137)
Jenis kendaraan utama PKP-PK, sesuai dengan peraturan
Direktorat Jenderal perhubungan Udara no. KP. 420 Tahun 2011,
dikelompokkan antara lain sebagai berikut:
1. Kendaraan jenis Foam Tender terdiri dari:
a. Foam Tender Tipe I
Kapasitas tangki air > 10.000 liter, tangki foam konsentrat
minimum 1.200 liter, kapasitas tangki tepung kimia (dry
chemical powder) 500 kg, kapasitas pompa minimum
5.500 liter per menit dan kapasitas pancaran utama busa
minimum 5.000 liter per menit; dilengkapi dengan
17
handlines, nozzle di bawah dan di depan kendaraan,
monitor; akselerasi 80 km/jam dalam 40 detik, kecepatan
minimum 100 km/jam, jarak pancaran rata-rata (discharge
range) minimum 70 meter, jarak pengereman (stop
distance) maksimum 12 meter pada kecepatan 32 km/jam.
b. Foam Tender Tipe II
Kapasitas tangki air 9.000 liter, tangki foam konsentrat
1.100 liter, kapasitas tangki tepung kimia (dry chemical
powder) 500 kg, kapasitas pompa minimum 5.000 liter per
menit dan kapasitas pancaran utama busa minimum 4.500
liter per menit; dilengkapi dengan handlines, nozzle di
bawah dan di depan kendaraan, monitor; akselerasi 80
km/jam dalam 40 detik, kecepatan minimum 100 km/jam,
jarak pancaran rata-rata (discharge range) minimum 70
meter, jarak pengereman (stop distance) maksimum 12
meter pada kecepatan 32 km/jam.
c. Foam Tender Tipe III
Kapasitas tangki air 6.000 liter, tangki foam konsentrat
800 liter, kapasitas tangki tepung kimia (dry chemical
powder) 250 kg, kapasitas pompa minimum 3.500 liter per
menit dan kapasitas pancaran utama busa minimum 3.000
liter per menit; dilengkapi dengan handlines, nozzle di
bawah dan di depan kendaraan, monitor; akselerasi 80
km/jam dalam 35 detik, kecepatan minimum 105 km/jam,
18
jarak pancaran rata-rata (discharge range) minimum 65
meter, jarak pengereman (stop distance) maksimum 12
meter pada kecepatan 32 km/jam.
d. Foam Tender Tipe IV
Kapasitas tangki air 4.000 liter, tangki foam konsentrat
500 liter, kapasitas tangki tepung kimia (dry chemical
powder) 250 kg, kapasitas pompa minimum 2.500 liter per
menit dan kapasitas pancaran utama busa minimum 2.000
liter per menit; dilengkapi dengan handlines, nozzle di
bawah dan di depan kendaraan, monitor; akselerasi 80
km/jam dalam 25 detik, kecepatan minimum 105 km/jam,
jarak pancaran rata-rata (discharge range) minimum 60
meter, jarak pengereman (stop distance) maksimum 12
meter pada kecepatan 32 km/jam.
e. Foam Tender Tipe V
Kapasitas tangki air 2.400 liter, tangki foam konsentrat
300 liter, kapasitas tangki tepung kimia (dry chemical
powder) 250 kg, kapasitas pompa minimum 1.500 liter per
18erit dan kapasitas pancaran utama busa minimum
1.200 liter per menit; dilengkapi dengan handlines, nozzle
di bawah dan di depan kendaraan, monitor; akselerasi 80
km/jam dalam 25 detik, kecepatan minimum 105 km/jam,
jarak pancaran rata-rata (discharge range) minimum 60
19
meter, jarak pengereman (stop distance) maksimum 12
meter pada kecepatan 32 km/jam.
f. Foam Tender Tipe VI
Kapasitas tangki air 1.200 liter, tangki foam konsentrat
200 liter, kapasitas tangki tepung kimia (dry chemical
powder) 250 kg, kapasitas pompa minimum 800 liter per
menit dan kapasitas pancaran utama busa minimum 600
liter per menit; dilengkapi dengan handlines, nozzle di
bawah dan di depan kendaraan, monitor; akselerasi 80
km/jam dalam 25 detik, kecepatan minimum 110 km/jam,
jarak pancaran rata-rata (discharge range) minimum 20
meter jarak pengereman (stop distance) maksimum 12
meter pada kecepatan 32 km/jam.
2. Rapid Intervention Vehicle (RIV)
Kapasitas tangki tepung kimia (dry chemical powder) 250 kg,
akselerasi 80 km/jam dalam 25 detik, kecepatan minimum 110
km/jam jarak pengereman (stop distance) maksimum 12 meter.
3. Rescue Boat
Dilengkapi bahan pemadam foam dan peralatan pertolongan di
perairan, antara lain: Petunjuk arah; Alat pemantau kedalaman;
Binokular; Radio komunikasi; Liferaft.
Jumlah minimal kendaraan utama PKP-PK sesuai kategori PKP-PK
pada Tabel 2.2., sebagai berikut:
20
Tabel 2.2.
Jumlah Kendaraan Utama sesuai dengan Kategori PKP-PK
(Sumber: KP 420 Tahun 2011)
21
Tabel 2.3.
Jumlah Kebutuhan Personel sesuai dengan Kategori PKP-PK
(Sumber: KP 420 Tahun 2011)
22
Jumlah kendaraan pendukung PKP-PK ditentukan sebagai berikut:
1. Comando Car wajib disediakan pada bandar udara untuk PKP-
PK kategori 6 ke atas.
2. Nurse Tender wajib disediakan pada bandar udara untuk PKP-
PK kategori 6 ke atas dengan kapasitas air minimum 6.000 liter
dan kapasitas pompa minimum 3.000 liter per menit; dilengkapi
dengan handlines, kecepatan minimum 105 km/jam, jarak
pengereman (stop distance) maksimum 12 meter pada
kecepatan 32 km/jam.
3. Ambulance wajib disediakan :
a. bandar udara untuk PKP-PK kategori 8 sampai dengan 10
sekurang-kurangnya 3 (tiga) unit kendaraan.
b. bandar udara untuk PKP-PK kategori 6 dan 7 sekurang-
kurangnya 2 (dua) unit kendaraan.
c. bandar udara untuk PKP-PK kategori 4 dan 5 sekurang-
kurangnya 1 (satu) unit kendaraan.
d. Bandar udara untuk PKP-PK kategori 1 sampai dengan 3
dapat menyediakan kendaraan ambulance sekurang-
kurangnya 1 (satu) unit.
e. Kendaraan Serba Guna (multipurpose) wajib disediakan
pada bandar udara untuk PKP-PK kategori 7 ke atas.
Setiap kendaraan pendukung harus dioperasikan minimal 2
(dua) orang personel PKP-PK terlatih dan kompeten dibidangnya,
bertugas dan berfungsi sebagai berikut: 1 (satu) personel sebagai
23
komandan merangkap driver; dan 1 (satu) personel sebagai
pelaksana.
C. COMMAND CAR (KENDARAAN KOMANDO)
Command Car adalah kendaraan pendukung dalam pelayanan
PKP-PK. Di dalam Diktat Bahan Ajar mata kuliah Perlengkapan
Pemadaman Program Studi PKP, yang disusun oleh Sri Mulyono, S.
Sos. (2012) disebutkan bahwa:
Kendaraan komando atau Command Car adalah kendaraan yang dirancang berbentuk mini/ kecil, dengan kegunaannya sebagai pengatur jalannya operasi pertolongan atau pemadaman, yang dikendarai oleh Komandan Operasi (Commander). Peralatan yang menunjangnya adalah: 1. Alat pemadam api portabel 2. Alat komunikasi dua arah (transceiver) 3. Alat pengeras suara (megaphone) 4. Alat komunikasi satu arah (memonitor percakapan
tower dengan pesawat) 5. Portable Identification Location Transmitter (ILT)
Disebutkan dalam KP 420 Tahun 2011 pada Bab I point 14, bahwa;
kendaraan pendukung PKP-PK adalah kendaraan selain kendaraan
utama yang digunakan oleh unit PKP-PK antara lain mobil komando
(Command Car), mobil pemasok (Nurse Tender), mobil Ambulance
dan kendaraan serbaguna (Utility Car).
Kemudian, di dalam point 16, disebutkan bahwa;
Mobil Komando (Command Car) adalah kendaraan yang dirancang
khusus sebagai pemandu operasional kendaraan PKP-PK.
Kendaraan ini memiliki ukuran lebih kecil dibanding kendaraan Foam
Tender, namun mampu bergerak di segala medan (on the road and
24
off the road) karena dilengkapi dengan penggerak (axle) di tiap
rodanya, atau disebut four wheel drive (4WD). Kendaraan ini mampu
berakselerasi cepat dan mampu dipacu dalam kecepatan tinggi,
karena menggunakan mesin dengan kapasitas cukup besar. Ground
clearance yang tinggi, dengan tapak roda yang lebar, mempermudah
pengendalian kendaraan ini pada medan-medan yang berat. Ruang
cabin mampu menampung 5 orang dewasa, karena berbentuk
double cab, walaupun chassis berdasar pada bentuk pick-up.
Sehingga masih tersedia ruang di bagasi belakang yang luas untuk
penempatan peralatan pendukung.
Beberapa peralatan penunjang fungsi Command Car antara
lain adalah Alat Pemadam Api Portable (APAR) yang disediakan di
bagasi Command Car, untuk digunakan sewaktu-waktu apabila
terjadi kebakaran awal. Di dalam cabin, terdapat radio komunikasi
dua arah dan radio komunikasi satu arah. Radio komunikasi dua
arah digunakan untuk melakukan komunikasi antara Command Car
dengan ATC atau Tower, atau dengan personel di kendaraan lain.
Pada aturan National Fire Protection Assosiation atau NFPA 402,
Aircraft Rescue and Fire-Fighting Operations (2002), pada point
4.4.1. menyatakan bahwa:
All airport emergency vehicles should be provided with multiple
channel two-way radios operating on the airport’s assigned ground
control frequency and other airport emergency frequencies.
Doc. 9137 pada point 2.9.1 menyatakan:
25
A discrete communication system should be provided linking a fire
station with the control tower, any other fire station on the airport and
the rescue and fire fighting vehicles.
Kemudian ditegaskan Doc. 9137 pada point 4.3.1. bahwa:
When rescue and fire fighting vehicles leave their fire stations and enter the manoeuvring area they come under the direction of air traffic control. These vehicles must be equipped with two-way radio communications equipment, through which their movements can at all times be subject to direction by air traffic control. The choice of a direct air traffic control/ fire service frequency, monitored in the master watchroom, or a discrete airport fire service frequency, relaying air traffic control instructions and fresh information, will be matter for the airport authority to determine, based on local operational and technical considerations. A discrete frequency minimizes the extent to which fire service activities involve an air traffic control channel at a busy airport. It is important to provide the fire service with the facility to communicate with flight crew members in certain types of incidents, particularly where undercarriage situations are involved or aircraft evacuation may be proposed. Technical solutions are available to permit both a discrete frequency and an aircraft talk through facility, subject to air traffic control approval. All transmissions should be recorded once an emergency situation has been declared.
Radio komunikasi satu arah digunakan untuk mendengarkan
percakapan antara ATC atau Tower dengan pilot. Hal ini sebagai
usaha pencegahan apabila di dalam percakapan itu mengandung
pengertian adanya bahaya, personel PKP-PK dapat bersiap diri lebih
dahulu. Radio ini sewaktu-waktu dalam situasi yang darurat, dapat
digunakan untuk berkomunikasi langsung kepada pilot pesawat yang
mengalami insiden atau kecelakaan, untuk saling bertukar informasi
dalam penyelamatan.
26
Pada buku Aircraft Rescue and Fire Fighting oleh Sneed, Marsha,
and friends; 2001, pada Chapter 1 halaman 9, menyatakan bahwa:
ARFF vehicles responding to an emergency site may require clearance from the control tower to proceed into or through certain areas of the airport. ARFF personnel and telecommunicators must know the procedures for obtainingclearance from the control tower or other responsible authority for apparatus movement. Once on the scene, ARFF personnel must be able to provide an initial status report and at times communicate directly with the pilot of emergency aircraft. They also must be able to use and undertand hand signals for communicating with aircrew personnel as well as with other firefighters in a high-noise environment.
Pada NFPA 402, Aircraft Rescue and Fire-Fighting Operations
(2002), pada point 4.4.2. menyatakan bahwa:
It is desirable that airport ARFF vehicles be able to monitor or be in
direct voice communications with an aircraft during an emergency
situation. This procedure is especially important when airport control
towers are not in operation.
Alat pengeras suara (megaphone) digunakan untuk memberikan
instruksi dan koordinasi kepada personel. Hal ini didukung oleh Doc.
9137 point 4.3.3, yang menyatakan bahwa:
At the accident site the officer-in-charge of rescue and fire fighting operations may leave the vehicle and make observations on foot, and can then direct and inform crew members using a portable loudhailer. This equipment may also serve a subsidiary role in communications with aircraft crew members, the occupants of the aircraft and other persons responding to the accident.
Pada NFPA 402, Aircraft Rescue and Fire-Fighting Operations
(2002), pada point 4.4.3. menyatakan bahwa:
27
At an aircraft accident site, power megaphones can be valuable tools
to coordinate flight deck crew/ ARFF activities, direct evacuating
aircraft occupants to safe locations, and so forth.
Berikut ini adalah beberapa Command Car yang dimiliki oleh
beberapa Bandar Udara International di beberapa Negara;
Gambar 2.1. Command Car Sides dengan chassis Toyota Hilux (Sumber: http://www.sides.fr/index.php/en/fast-response-vehicle/)
Gambar 2.2. Command Car Dresden International Airport (Sumber: http://www.dresden-airport.de/company/safety/airport-fire-