KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORGAN TUBUH MANUSIA JURNAL Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh : Nama : Vina Adenia Nasution NIM : 150200168 Program Studi/PK : Hukum Pidana Email : [email protected]Dosen Pembimbing : Prof.Dr. Madiasa Ablisar, S.H, M.H Dr. M Eka Putra, S.H, M.Hum DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019
22
Embed
KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KAJIAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM TENTANG TINDAK
PIDANA PERDAGANGAN ORGAN TUBUH MANUSIA
JURNAL
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Guna
penelitian sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan. Disini peneliti tidak
melakukan justifikasi terhadap hasil penelitiannya tersebut.7
3. Bahan Hukum/Sumber data
Dalam penelitian hukum normatif data yang dipakai adalah data
sekunder, yang terdiri dari :8
a. Bahan hukum primer
Yang terdiri atas peraturan perundang-undangan, yurisprudensi atau
keputusan pengadilan dan perjanjian internasional (traktat). Bahan hukum
primer ini bersifat otoritatif, artinya mempunyai otoritas, yaitu merupakan
hasil dari tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang
berwenang untuk itu. Bahan hukum primer dalam jurnal ini terdiri dari
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Tindak Pidana
Perdagangan Orang, Hukum Islam dan Undang-Undang HAM yang
berkaitan dengan tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia.
b. Bahan hukum sekunder
Yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan
hukum primer, yang dapat berupa perancangan perundang-undangan, hasil
penelitian, buku-buku teks, jurnal ilmiah, surat kabar (koran, pamflet,
lefleat, brosur dan berita internet.
c. Bahan hukum tersier
Yakni bahan hukum yang dapat menjelaskan baik hukum primer maupun
bahan hukum sekunder, seperti Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Inggris-
Indonesia, ensiklopedia, dan Kamus Hukum.
7 Ibid, h.183
8 Ibid, h.157-158
4. Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian hukum normatif atau kepustakaan dilakukan dengan
studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik hukum primer, bahan hukum
sekunder, maupun bahan hukum tersier. Penelusuran bahan-bahan hukum tersebut
dapat dilakukan dengan membaca, melihat, mendengarkan, maupun sekarang
banyak dilakukan penelusuran bahan hukum tersebut denganmelalui media
internet.9
5. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan penulis dalam penulisan jurnal ini dengan cara
kualitatif, yaitu menganalisis melalui data lalu diolah dalam pendapat atau
tanggapan dan data-data sekunder yang diperoleh dari pustaka kemudian
dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam
jurnal ini.
9 Ibid, h.160
II.PEMBAHASAN
A. Pengaturan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Organ
Tubuh Manusia
Pengaturan mengenai larangan perdagangan organ tubuh untuk tujuan
transplantasi telah ada di dalam beberapa peraturan perundangundangan di
Indonesia. Guna mengantisipasi tindak pidana perdagangan manusia yang
memprihatinkan dan kerap kali terjadi, pemerintah Indonesia menyusun,
membuat, mensahkan dan memberlakukan Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Peraturan
perundang-undangan yang mengatur hal larangan perdagangan organ tubuh
adalah Undang-Undang TPPO. Ketentuan pelarangan tersebut ada dalam rumusan
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 dalam undang-undang ini.
Pengaturan dalam hal pelarangan tertera pada pengaturan Pasal 2 Undang-
Undang TPPO yang berbunyi :
(1) Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan
utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh
persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk
tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik
Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
orang tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Peraturan mengenai perdagangan organ tubuh manusia dalam undang-
undang ini terdapat pada defenisi eksploitasi, menurut Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2007 Pasal 1 angka 7 menjelaskan definisi eksploitasi, yaitu:
Eksploitasi adalah Tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang
meliputi pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau, praktik,
semacam, perbudakan, penindasan, pemerasan,pemanf atan fisik, seksual,
organ reproduksi atau secara hukum memindahkan atau mentransplantasi
organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau
kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan
baik materiil maupun immateriil.
Pada definisi eksploitasi terdapat rumusan perbuatan yang dapat di pidana
berupa pemindahan atau mentransplantasikan organ/jaringan tubuh untuk
mendapat keuntungan baik materiil maupun immateriil. Ketentuan pelarangan
lainnya tertera pada rumusan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007,
yang berbunyi:
Setiap orang yang memasukan orang ke wilayah negara Republik
Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilyah negara Republik
Indonesia atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,- (seratus dua
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta
rupiah).
Anak sangat rentan terhadap tindakan eksploitasi dalam rangka
pengambilan organ tubuh. Maka sebagai upaya menghindari hal tersebut telah
diatur dalam UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 47
berbunyi :
(1) Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak
dari upaya transplantasi organ tubuhnya untuk pihak lain.
(2) Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak
dari perbuatan :
a. Pengambilan organ tubuh anak dan atau jaringan tubuh anak tanpa
memperhatikan kesehatan anak.
b. Jual beli organ dan atau jaringan tubuh anak; dan
b. Penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek
penelitian tanpa seizin orang tua dan tidak mengutamakan
kepentingan yang terbaik untuk anak.
Pada Pasal 47 UU No 23 Tahun 2002 ini menjelaskan bahwa kewajiban
negara, pemerintah, keluarga maupun orang tua dalam melindungi anak dari
perbuatan pengambilan organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak tanpa
memperhatikan kesehatan anak, jual beli organ tubuh atau jaringan tubuh anak
serta penelitian kesehatan dengan objek penelitiannya menggunakan anak.10
Sanksi pidana terhadap pelanggaran Pasal 47 disebutkan dalam Pasal 85
yang berbunyi:
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan transplantasi organ
dan/atau jaringan tubuh anak untuk pihak lain dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, di pidana dengan pidana
10
Trini Handayani, Fungsionalisasi Hukum Pidana terhadap perbuatan perdagangan
Organ Tubuh Manusia, (Bandung : Mandar Maju, 2012), h. 16
penjara paling lama 10 ( sepuluh ) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 200.000.000 ( dua ratus juta rupiah ).”
Dalam Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan (pasal 4). Kesehatan
merupakan hal yang penting dalam hidup manusia. Kesejahteraan manusia juga
dapat dicapai apabila mempunyai tubuh yang sehat. Untuk mencapai kesehatan
tersebut banyak orang menggunakan berbagai cara untuk dapat mencapainya
bahkan sampai mengorbankan kesehatan orang lain.
Perdagangan organ tubuh diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 yang tertuang dalam Pasal 64 , dan Pasal 192. Sedangkan ketentuan sanksi
pidana diatur dalam ketentuan Pasal 192 pada undang-undang ini. Pasal 64
Undang-Undang ini berbunyi :
1. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan
melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau
alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel
punca.
2. Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk
dikomersilkan.
3. Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih
apapun.
Pada Pasal 64 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 ini
mengatur tentang penyembuhan penyakit maupun pemulihan penyakit melalui
transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implant obat dan/atau alat kesehatan
serta bedah plastik dan rekonstruksi maupun penggunaan sel punca (stem cell).
Selain itu juga ada tujuan kemanusiaan. Pada ayat (3) merupakan
penjelasan tentang perbuatan jual beli organ dan/atau jaringan tubuh yang dilarang
dan dijelaskan sanksi pidananya pada Pasal 192 Pasal 64 ayat (2) dan (3)
dijelaskan bahwa, organ tubuh yang digunakan guna keperluan medis tidak
diperbolehkan untuk tujuan komersialisasi.
B. Pengaturan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Organ
Tubuh Manusia
Transplantasi organ tubuh manusia merupakan salah satu bentuk terapi
kedokteran modern yang terpenting. Namun demikian, kriteria penggunaannya
dan sumber organ tubuh tersebut, merupakan masalah-masalah etis dan agama
yang perlu dipecahkan. Ditambah lagi saat ini terdapat jenis terapi transplantasi
stem cell, yang merupakan sel multipoten, sehingga menambah lagi agenda
pembahasan para ulama tentangnya. Islam, sebagai satu-satunya agama bersifat
universal dan sistemik, tentunya harus bisa memberikan panduan dalam persoalan
ini. Bahkan para ulama pada periode klasik telah berpikir futuristik tentang
kemungkinan adanya terapi berupa transpantasi sel, jaringan, maupun oragan
tubuh manusia.
Dalam pandangan islam, transplantasi organ diperbolehkan apabila dalam
keadaan darurat dan merupakan kebutuhan medis untuk menyelamatkan hidup
seseorang. Sebagaimana disebutkan dalam Alquran sebagai berikut:
“barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka
bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-
olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya”
Dalam islam, diperbolehkan donor organ dari orang yang telah meninggal
apabila sewaktu ia hidup telah menginginkan untuk mendonorkan organnya jika ia
meninggal dan pihak keluarga juga menyetujui. Berikut beberapa fatwa tentang
donor organ :
1. Islamic Fiqh Academy
Diperbolehkan untuk transplantasi organ dari orang yang telah meninggal
apabila kehidupan penerima bergantung pada transplantasi atau kelanjutan
fungsi dasar jasmaninya bergantung pada transplantasi organ. Tapi donor
organ tetap bergantung pada persetujuan orang yang telah meninggal
sebelum ia meninggal, persetujuan keluarga terdekat, atau keputusan
pemimpin komunitas islam jika orang yang meninggal itu tidak
teridentifikasi dan tidak memiliki keluarga terdekat.
2. Highest Council of Scholars, Riyadh
Diperbolehkan untuk transplantasi seluruh atau sebagian organ dari orang
yang telah meninggal apabila kebutuhan transplantasi organ sangat genting.
Donor organ hidup juga diperbolehkan jika penerima benar” membutuhkan.
3. Fatwa Commitee of Kuwait
Apabila transplantasi organ menggunakan organ dari orang yang telah
meninggal itu diperbolehkan dengan permintaan orang yang meninggal itu
sebelum ia meninggal. Namun donor organ dari orang yang masih hidup
tidak diperbolehkan jika itu akan merusak hidupnya, baik pendonor
mengijinkan atau tidak.
4. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan, hukum transplantasi atau
cangkok organ tubuh diperbolehkan selama sesuai dengan ketentuan syariat.
Sebaliknya, jika tidak memenuhi ketentuan syariat, cangkok organ tak boleh
dilakukan.Ketentuan hukum mengenai cangkok organ tersebut tertuang
dalam fatwa yang dikeluarkan MUI pada 2010. Fatwa tersebut menegaskan,
pencangkokan yang diperbolehkan jika melalui hibah, wasiat dengan
meminta, tanpa imbalan, atau melalui bank organ tubuh. Donor organ tubuh
dari orang meninggal juga diperbolehkan dengan syarat kematiannya
disaksikan dua dokter ahli.11
Pada periode klasik, para ulama berbeda pendapat mengenai status hukum
tindakan transplantasi organ manusia, baik yang berasal dari diri sendiri,orang
lain, binatang, benda-benda artifisial, maupun yang berasal dari mayat. Dari sisi
tindakannya, maka transplantasi organ dapat diqiyaskan dengan sejumlah perilaku
pada masa jahiliyah, yaitu menyambung rambut, menyambung kuku, dsb.
Tindakan-tindakan tersebut disumsikan memiliki motivasi kosmetik, termasuk
pada era modern ini dengan metode yang lebih canggih, seperti transplantasi
rambut pada alopecia ataupun pemasangan kawat gigi.12
Apabila transplantasi tersebut semata bertujuan kosmetika atau estetika,
maka Al-Qur‟an mengingatkan umat Islam tentang ucapan setan kepada manusia:
“… dan aku benar-benar akan menyuruh mereka (memotong telinga
binatang ternak) , lalu mereka benar-benar memotongnya, dan aku akan
suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu mereka pun benar-benar
mengubahnya. Siapa saja yang menjadikan setan menjadi pelindung
selain Allah, maka sungguh dia menderita kerugian yang nyata”(An-
Nisa’:119)
Ayat ini di samping menerangkan perbuatan manusia sebagaimana
tekstualnya, juga berarti tindakan pencangkokan, seperti transplantasi kornea,
transplantasi hidung dan sebagainya. Bahkan tindakan haram itu juga mencakup
apabila orang yang eksplantasikan organnya tersebut tidak menimbulkan
kesusahan (la yadhurr) baginya, seperti memotong rambut untuk kemudian
disambungkan di kepala orang lain. Sedangkan Imam Al-Qurthubi
menafsirkannya sebagai keharaman sterilisasi pada manusia. Ibnu Abdul Barr
berpendapat bahwa para Fuqaha wilayah Hijaz dan Fuqaha Kufah tidak berbeda
pendapat bahwa sterilisasi manusia tidak diperbolehkan, karena itu (perbuatan
yang harus) dikenai sanksi, dan merupakan perbuatan mengubah-ubah ciptaan
Allah.13
Rasulullah bersabda,”Allah melaknat (para wanita) pembuat tato dan
yang minta dibuatkan tato,dan yang minta dicabut alisnya, dan yang minta
diratakan agar Nampak indah, dan (siapa saja) yang mengubah-ubah ciptaan
Allah. (Kemudian Ibnu Mas‟ud berkata): “Maka bagaimana mungkin saya tidak
(turut) melaknat apa-apa yang dilaknat oleh Rasulullah yang (bahkan) itu
terdapat dalam kitab Allah”.
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Asma’ binti Abi Bakar yang
berkata :”Seorang wanita menemui Nabi lalu berkata,‟Wahai Rasulullah,
11
https://amandaseviana.wordpress.com/2013/05/28/transplantasi-organ-dan-donor-organ-ditinjau-dari-hukum-islam/ yang diakses pada tanggal 10 Januari 2009