KAJIAN ETNOBOTANI SUKU BUTON (Kasus Masyarakat Sekitar Hutan Lambusango Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara) HERNA HAMIDU DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
1
KAJIAN ETNOBOTANI SUKU BUTON
(Kasus Masyarakat Sekitar Hutan Lambusango
Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara)
HERNA HAMIDU
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
2
KAJIAN ETNOBOTANI SUKU BUTON
(Kasus Masyarakat Sekitar Hutan Lambusango
Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
HERNA HAMIDU
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
3
RINGKASAN
Herna Hamidu. E34053059. Kajian Etnobotani Suku Buton (Kasus Masyarakat
Sekitar Hutan Lambusango, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara)
Dibimbing oleh ERVIZAL A. M. ZUHUD dan AGUS HIKMAT.
Hutan Lambusango merupakan salah satu ekosistem hutan hujan dataran
rendah yang terdapat di Pulau Buton. Hutan Lambusango merupakan satu kesatuan
ekosistem hutan yang terdiri dari Suaka Margasatwa Lambusango (27.700 ha), Cagar
Alam Kakinauwe (810 ha) yang di sekitarnya terdapat hutan produksi (35.000 ha).
Masyarakat suku Buton di sekitar hutan Lambusango memiliki kearifan tradisional
dalam memanfaatkan tumbuhan untuk kehidupan sehari-hari serta memiliki peran
serta dalam kegiatan konservasi tumbuhan berguna.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan secara
tradisional oleh masyarakat suku Buton. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi masukan bagi pemerintah, pihak terkait dalam pengelolaan, pengembangan,
pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam hayati khususnya tumbuhan berguna
bagi kesejahteraan masyarakat sekitar hutan Lambusango, khususnya suku Buton.
Penelitian ini dilakukan di tiga lokasi yaitu Desa Lambusango, Kelurahan
Watumotobe dan Desa Wambulu. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-
September 2009. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dokumen/laporan
penelitian yang telah dilakukan oleh instansi terkait, tumbuhan untuk pembuatan
herbarium dan alkohol 70%, sedangkan alat yang digunakan yaitu peta, kamera,
kuisioner, tally sheet, tape recorder, kertas koran, sasak, label gantung dan alat tulis
menulis.
Metode penelitian dilakukan dengan tiga tahapan besar yaitu: (1)
Pengumpulan data melalui kajian literatur, data yang dikumpulkan meliputi kondisi
fisik, biotik dan sosial budaya masyarakat; (2) Survei lapang dengan menggunakan
metode wawancara, pengambilan contoh dan dokumentasi; (3) Pengolahan dan
analisis data yang dilakukan secara deskriptif kualitatif.
Pemanfaatan spesies tumbuhan berguna di sekitar hutan Lambusango
sebanyak 169 spesies dari 66 famili. Klasifikasi tumbuhan berguna menurut
habitusnya dapat dibagi menjadi 6 habitus yaitu habitus epifit, liana, herba, semak,
perdu dan pohon. Jumlah spesies tertinggi terdapat pada kelompok habitus pohon
sebesar 40% (68 spesies), sedangkan jumlah spesies terendah terdapat pada habitus
epifit sebesar 1% (1 spesies). Berdasarkan bagian tumbuhan yang dimanfaatkan maka
dikelompokkan menjadi 10 kelompok bagian tumbuhan. Bagian tumbuhan yang
paling banyak digunakan yaitu daun sebesar 30% (63 spesies) dan yang paling sedikit
yaitu akar sebesar 2% (3 spesies). Tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat merupakan tumbuhan yang telah dibudidayakan sebesar 63% (106
spesies), dengan rincian 72 spesies berasal dari pekarangan, 22 spesies berasal dari
kebun dan 12 spesies berasal dari keduanya. Tumbuhan non-budidaya sebesar 37%
(63 spesies), dengan rincian 46 spesies berasal dari hutan, 10 spesies merupakan
4
tumbuhan liar dan 7 spesies gabungan keduanya. Berdasarkan kelompok
kegunaannya, tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu
sebagai tumbuhan obat sebanyak 83 spesies. Masyarakat juga banyak memanfaatkan
tumbuhan sebagai bahan pangan sebesar 80 spesies, penghasil minuman 12 spesies,
bahan bangunan 37 spesies, kayu bakar 36 spesies, pakan ternak 12 spesies, aromatik
17 spesies, pewarna 8 spesies, tumbuhan hias 55 spesies, bahan tali, anyaman dan
kerajinan 11 spesies dan tumbuhan untuk upacara adat 41 spesies. Tumbuhan yang
memiliki tingkat kegunaan paling tinggi yaitu kelapa (Cocos nucifera) yaitu sebanyak
9 dari 11 kelompok kegunaan. Pengetahuan tentang tumbuhan berguna dan
pemanfaatannya diperoleh secara turun temurun, pengalaman secara langsung di
lapangan, serta dari penyuluhan-penyuluhan instansi terkait. Secara langsung maupun
tidak langsung, masyarakat di sekitar juga turut serta dalam menjaga kelestarian
hutan Lambusango.
Kata kunci: etnobotani, kearifan tradisional, suku Buton, hutan Lambusango.
5
SUMMARY
Herna Hamidu. E34053059. Ethnobotany of Buton Ethnic (Case Study on the
Local Community Arround of Lambusango Forest, Buton Regency, the
Province of South East Sulawesi). Under supervision of ERVIZAL A. M.
ZUHUD and AGUS HIKMAT.
Lambusango Forest is one of the typical of lowland-rain forest ecosystem
located at Buton Island. Lambusango Forest consists of Lambusango Sanctuary
(27.700 ha), Kakinauwe Nature Reserve (810 ha) and Production Forest (35.000 ha).
The community of Buton ethnic has traditional wisdom in using the plants for their
daily needs and has effort in conserving useful plants.
This study is aimed to identify the traditional using of plant by Buton ethnic.
The result of this study hopefully could be input information to the government and
relevant institutions in manage, develop and use the natural resources especially
useful plants for community’s welfare surround the Lambusango forest.
This study was conducted at three different locations; there were Lambusango
village, Watumotobe village and Wambulu village. This study was conducted during
August and September 2009. The materials that were used consisted of available
documents/research reports from some institutions, herbarium and alcohol 70%,
while the tools were map, camera, questioner, tally sheet, tape recorder, secondary-
newspapers, wattle, label and writing tools.
The method of this study consisted of 3 steps: (1) The data collection through
literatur study (physic and biotic conditions and socio-culural); (2) Field Survey
through interview method, determining the sampling and documentation; (3) Data
processing and analyzing that were done descriptifly and qualitatively.
The result showed that 169 species from 66 families of plants surround
Lambusango forest are used. The classification of useful plants was based on their
habitus. There were 6 habitus; epifit, liana, herb, shrubs, lowest part of tree trunk and
trees. The highest total was found at the habitus of trees (40%; 68 species) while the
fewest total was found at the habitus of epifit (1%; 1 species). The classification
based on the usage of plants’ parts could be grouped into 10 parts of plants. The parts
of plants that mostly used was leaves (2%; species) and rarely used was roots (2%; 3
species). The people surround the forest have cultivated 63% (106 species) of useful
plants. There were 72 species cultivated at their yards, 22 species at gardens and 12
species were planted both at yards or gardens. There were 31% of un-cultivated
species; 12 species grow inside the forest, 10 species were wild plants (can be found
everywhere) and 7 species can be found in the forest and ouside the forest. Based on
their utilization classification, the medicinal plants were the mostly used. There were
83 species of medicinal plants used by the community. They also use food plants (80
species), drinking-materal plants (12 species), building-materia plants (37 species),
aromatic plants (17 species), coloring-material plants (8 species), ornamental plants
(55 species), rope, plaited and hadicraft materials (11 species) and cultural purpose
6
(41 species). The plants that had highest usage was coconut (Cocos nucifera). There
were 9 type of coconut usage from the total of 11 usage catagories. The knowledge
concerning the useful plants and their usages were got from their ancestors, direct
experience in the field and illumination from certain institutions. The local
community surround the forest have participated in conserving the Lambusango
forest both directly and un-directly.
Keywords: ethnobotany, local wisdom, Buton ethnic, Lambusango forest.
7
PERNYATAAN
Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Etnobotani Suku
Buton (Kasus Masyarakat Sekitar Hutan Lambusango, Kabupaten Buton, Provinsi
Sulawesi Tenggara) adalah benar-benar hasil karya Saya sendiri dengan bimbingan
dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2009
Herna Hamidu
NRP E34053059
8
Judul Penelitian : Kajian Etnobotani Suku Buton (Kasus Masyarakat
Sekitar Hutan Lambusango, Kabupaten Buton,
Provinsi Sulawesi Tenggara)
Nama : Herna Hamidu
NIM : E34053059
Menyetujui :
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS
NIP 195906181985031003
Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F
NIP 196209181989031002
Mengetahui :
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS
NIP 195809151984031003
Tanggal lulus :
9
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian
Etnobotani Suku Buton (Kasus Masyarakat Sekitar Hutan Lambusango, Kabupaten
Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendokumentasikan pengetahuan dan
kearifan tradisional masyarakat suku Buton dalam pemanfaatan tumbuhan di sekitar
hutan Lambusango.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah, pihak
terkait dalam pengelolaan, pengembangan, pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya
alam hayati khususnya tumbuhan berguna bagi kesejahteraan masyarakat sekitar
hutan Lambusango, khususnya suku Buton.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang terkait khususnya pengelola hutan Lambusango, Pemerintah Daerah dan
masyarakat. Terima kasih atas bantuan dan dukungan dari semua pihak.
Bogor, Desember 2009
Herna Hamidu
10
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Herna Hamidu dilahirkan
di Kota Bau-Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal
21 Maret 1987, merupakan anak keempat dari empat
bersaudara pasangan Hamidu dan Maemuna.
Penulis mengikuti pendidikan dimulai dari TK Tomba pada tahun 1991 dan
dilanjutkan dengan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 3 Bau-Bau dari tahun
1993 sampai 1999, pendidikan menengah pertama di Sekolah Lanjut Tingkat Pertama
Negeri 1 Bau-Bau dari tahun 1999 sampai 2002 dan pendidikan menengah umum di
Sekolah Menegah Umum Negeri 1 Bau-Bau dari tahun 2002 sampai 2005. Pada
tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) program Mayor-Minor. Pada tahun 2006,
penulis terdaftar sebagai Mahasiswa dengan mayor Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan dengan program minor
Arsitektur Lanskap.
Selama kuliah penulis aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) pada periode
2006/2007 dan 2007/2008 sebagai anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE).
Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosostem Hutan (PPEH) di Cilacap
dan Baturraden pada tahun 2007, Praktek Umum Konservasi Eksitu (PUKES) di
Kebun Tanaman Obat Karyasari dan Taman Margasatwa Ragunan pada tahun 2008
dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Baluran pada tahun
2009.
Dalam rangka menyelesaikan pendidikan dan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis
melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Kajian Etnobotani Suku
Buton (Kasus Masyarakat Sekitar Hutan Lambusango, Kabupaten Buton, Provinsi
Sulawesi Tenggara)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, MS dan Dr.
Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.
11
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian
Etnobotani Suku Buton (Kasus Masyarakat Sekitar Hutan Lambusango, Kabupaten
Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan kali ini penulis penyampaikan penghargaan dan terima kasih
kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, MS selaku pembimbing pertama dan Bapak
Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F selaku pembimbing kedua atas bimbingan dan saran
kepada penulis selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi,
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr, Bapak Ir. Nana Mulyana Arifjaya,
M.Si dan Bapak Ir. Andi Sukendro, M.Si selaku dosen penguji,
3. Dosen dan Staf KPAP atas bimbingan dan pelayanan selama penulis menimba
ilmu di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,
4. Mama, Bapak, kakak-kakakku serta seluruh keluarga atas dukungan, semangat,
kasih sayang dan doa yang tak terhingga untuk keberhasilan penulis,
5. Sub Seksi Konservasi Sumberdaya Alam Kabupaten Buton,
6. Bapak Sekretaris Desa Lambusango, Bapak Lurah Watumotobe dan Kepala Desa
Wambulu atas bantuan yang telah diberikan selama penulis berada di lapangan,
7. Teman-teman dan kakak-kakak di Pondok Puri Citra Handayani atas dukungan
dan semangat yang selalu diberikan,
8. Rekan-rekan seperjuangan KSHE “Tarsius” 42 atas kebersamaan, canda tawa,
dukungan semangat dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini,
terutama dalam proses pembuatan skripsi,
9. Keluarga besar HIMAKOVA,
10. Rekan-rekan di Lab. Konservasi Tumbuhan serta semua teman dan sahabat yang
telah membantu dengan caranya masing-masing,
12
11. Pihak-pihak lain yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi
penulis sendiri. Mohon maaf atas segala kekurangan dan penulis menerima saran dan
kritik apabila diperlukan. Terima kasih.
Bogor, Desember 2009
Herna Hamidu
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ……………………………..……………………………….......... i
DAFTAR TABEL…………………………………………………………..…... iv
DAFTAR GAMBAR……………………………………….……………….….. v
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………........ vi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………….........
1.2 Tujuan Penelitian………………………………………………….........
1.3 Manfaat Penelitian………………………………………………….......
1
2
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etnobotani………………………………………………………………
2.1.1 Definisi ………….……………………………………………….
2.1.2 Ruang lingkup ………….….………………………….………….
2.2 Kearifan Tradisional Masyarakat………………………………….........
2.3 Keanekaragaman Tumbuhan yang Dimanfaatkan……………………...
2.3.1 Keanekaragaman habitus tumbuhan yang dimanfaatkan…………
2.3.2 Keanekaragaman pemanfaatan tumbuhan………………………..
3
3
4
4
5
5
6
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………...
3.2 Bahan dan Alat Penelitian…………………………………………........
3.3 Metode Penelitian………………………………………………………
3.3.1 Jenis data yang dikumpulkan……………………………………..
3.3.2 Teknik pengumpulan data……..…………………………………
3.4 Pengolahan dan Analisis Data…………………………………….........
3.4.1 Pengklasifikasian kelompok kegunaan…………………………..
3.4.2 Persentase habitus………………………………………………..
13
14
14
14
15
16
16
17
ii
3.4.3 Persentase bagian yang dimanfaatkan…………………………....
3.4.4 Tingkat kegunaan tumbuhan……………………………………...
17
17
BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah, Letak dan Luas Kawasan……………………………………...
4.2 Aksesibilitas……………………………………………………….........
4.3 Topografi…………………………………………………………..........
4.4 Tanah……………………………………………………………………
4.5 Hidrologi………………………………………………………………..
4.6 Iklim……………………………………………………………….........
4.7 Potensi Flora dan Fauna………………………………………………...
4.8 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Hutan Lambusango…..
4.8.1 Sejarah suku Buton………………………………………………..
4.8.2 Rumah adat………………………………………………………..
4.8.3 Upacara adat………………………………………………………
4.8.4 Kependudukan…………………………………………………….
4.8.5 Sarana dan prasarana……………………………………………...
4.8.6 Mata pencaharian………………………………………………….
4.8.7 Penggunaan lahan…………………………………………………
18
18
19
19
20
20
20
21
21
23
25
27
28
28
28
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pemanfaatan Keanekaragaman Spesies Tumbuhan…………..……......
5.1.1 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan famili………………...
5.1.2 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitusnya……………
5.1.3 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan bagian yang
dimanfaatkan……………………………………………………
5.1.4 Asal tumbuhan…………………………………………………..
5.2 Potensi dan Pemanfaatan Tumbuhan Berguna………………………..
5.2.1 Pangan…………………………………………………………...
5.2.2 Minuman………………………………………………………...
5.2.3 Bahan bangunan…………………………………………………
30
30
31
32
33
34
35
37
38
iii
5.2.4 Kayu bakar………………………………....................................
2.2.4 Obat ……………………………...……………….......................
2.2.5 Pakan ternak……………………………………………………..
2.2.6 Aromatik ………………………………………………………...
2.2.7 Bahan pewarna…………………………......................................
2.2.9 Tumbuhan hias…………………………………………………..
2.2.10 Tali, anyaman dan kerajinan ……..……....................................
2.2.11 Bahan upacara adat ……………………………………………
5.3 Tingkat Kegunaan Tumbuhan………………………………………….
5.4 Praktek Konservasi Suku Buton di Sekitar Hutan Lambusango……...
5.4.1 Kegiatan pemanfaatan oleh masyarakat ………………………...
5.4.2 Pembagian fungsi hutan ………………………………………...
40
41
44
45
46
47
48
49
49
51
52
53
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan……………………………………………………………..
6.2 Saran……………………………………………………………………
54
54
DAFTAR PUSTAKA……………………………….……………………......... 56
LAMPIRAN……………………….…………………………………………… 59
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Tahapan kegiatan dan aspek yang dikaji…………………………………...... 16
2 Tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan pangan …………………... 36
3 Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan minuman………………............... 38
4 Tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan bangunan………………….. 39
5 Tumbuhan yang sering digunakan sebagai kayu bakar………………………. 40
6 Tumbuhan obat yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat…………………. 42
7 Tumbuhan yang digunakan sebagai pakan ternak…………………………… 45
8 Tumbuhan aromatik yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat……..…….. 46
9 Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pewarna…………..…………….. 46
10 Tumbuhan hias yang terdapat di pekarangan masyarakat….……………….. 47
11 Tumbuhan yang sering digunakan sebagai tali, anyaman dan kerajinan…….. 48
12 Tumbuhan untuk keperluan upacara adat…………………………………….. 49
13 Tingkat kegunaan tumbuhan berdasarkan jumlah kegunaannya....................... 50
v
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Peta lokasi penelitian....................................................................................... 13
2 Alat dan bahan.................................................................................................. 14
3 Situs pelantikan Wa Kaa Kaa………………………………………………. 21
4 Benteng Keraton Buton…………………………………………………….. 23
5 Mesjid Agung Keraton Buton………………………………………………. 23
6 Istana Malige / Kamali ……………………………………………………... 25
7 Upacara adat dhole-dhole …………………………………………………… 26
8 Upacara adat kande-kandea ……………………………………………….... 27
9 Hubungan famili dengan jumlah spesies tumbuhan berguna di hutan
Lambusango………………………………………………………………….
31
10 Persentase jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok habitusnya….... 32
11 Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan bagian yang digunakan….………….. 32
12 Persentase jumlah spesies tumbuhan berdasarkan asalnya………………….. 33
13 Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaannya…………….. 35
14 Lahan yang digunakan oleh masyarakat untuk pertanian dan perkebunan….. 36
15 Makanan khas suku Buton yaitu Kaopi dan Kasuami………………………….. 37
16 Rumah penduduk…………………………………………………………… 39
17 Kayu bakar yang digunakan oleh masyarakat……………………………….. 41
18 Samburoto dan ntanga-ntanga……………………………………………….. 42
19 Ternak masyarakat………………………………………………………….... 44
20 Tumbuhan hias di pekarangan rumah masyarakat…………………………… 47
21 Hasil tali, anyaman dan kerajinan masyarakat suku Buton…………………. 48
22 Hutan larangan……………………………………………………………….. 53
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Daftar famili tumbuhan berguna di sekitar hutan Lambusango……….……. 59
2 Daftar spesies tumbuhan berguna di sekitar hutan Lambusango…………... 61
3 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan pangan……………...…..
66
4 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai bahan minuman…………………...
69
5 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai bahan bangunan…………………...
70
6 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai kayu bakar………………………...
71
7 Daftar spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
hutan Lambusango………………………………………………………….
72
8 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai pakan ternak………………………
73
9 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan aromatik……………….
76
10 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan pewarna………………..
77
11 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan hias…………………….
78
12 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai bahan tali, anyaman dan
kerajinan……………………………………………………………………
80
13 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan upacara adat……………
81
14 Tingkat kegunaan tumbuhan……..………………………………………… 83
15 Daftar responden yang diwawancara……………………………………..... 84
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari hubungan langsung manusia
dengan tumbuhan dalam kegiatan pemanfaatannya secara tradisional (Soekarman &
Riswan 1992). Masyarakat tradisional telah lama hidup secara berdampingan dengan
keanekaragaman hayati atau sumberdaya alam yang ada di sekelilingnya. Dalam
sejarah perkembangan manusia, tumbuhan memiliki peranan yang sangat penting
dalam perkembangan budaya masyarakat.
Hutan Lambusango merupakan salah satu ekosistem hutan hujan dataran
rendah yang terdapat di Pulau Buton. Hutan Lambusango memiliki potensi flora dan
fauna endemik yang cukup tinggi dikarenakan letaknya yang terisolasi oleh laut serta
berada di kawasan Wallacea, yang merupakan peralihan antara flora fauna Oriental
ke Australia. Hutan Lambusango merupakan satu kesatuan ekosistem hutan yang
terdiri dari Suaka Margasatwa Lambusango (27.700 ha), Cagar Alam Kakinauwe
(810 ha) yang di sekitarnya terdapat hutan produksi (35.000 ha).
Masyarakat sekitar hutan Lambusango merupakan suku Buton yang terbagi
dalam beberapa sub etnis di dalamnya. Masyarakat tersebut sangat bergantung
terhadap keberadaan hutan Lambusango, baik berupa fungsi hutan sebagai penyedia
jasa lingkungan maupun terhadap sumberdaya alam yang berada di dalamnya. Hal ini
dapat memberikan dampak negatif terhadap ekosistem hutan, tetapi di sisi lain
kesejahteraan masyarakat juga merupakan sesuatu yang sangat penting.
Pengetahuan atau kearifan tradisional masyarakat suku Buton didalam
pemanfaatan sumberdaya alam, khususnya tumbuhan (etnobotani) merupakan
kekayaan budaya yang perlu digali agar pengelolaan tradisional tersebut tidak punah.
Kajian etnobotani diantaranya yaitu pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan
tumbuhan berguna berupa tumbuhan penghasil pangan, tumbuhan penghasil
minuman, tumbuhan penghasil bahan bangunan, tumbuhan penghasil kayu bakar,
tumbuhan obat, tumbuhan penghasil pakan ternak, tumbuhan aromatik, tumbuhan
2
hias, tumbuhan penghasil pestisida nabati, tumbuhan penghasil bahan pewarna dan
tanin, tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan dan tumbuhan untuk upacara
adat, serta kearifan tradisional mereka dalam pemanfaatan dan pengelolaan tumbuhan
berguna pada suatu ekosistem hutan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas dan dalam rangka mengumpulkan
informasi mengenai potensi tumbuhan berguna serta pemanfaatannya oleh
masyarakat di sekitar hutan Lambusango, maka perlu dilakukan kajian etnobotani
terhadap masyarakat suku Buton, baik dalam pemanfaatan terhadap tumbuhan
maupun peran masyarakat suku Buton dalam melakukan konservasi tumbuhan
berguna.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan tumbuhan secara
tradisional oleh masyarakat suku Buton .
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah, pihak
terkait dalam pengelolaan, pengembangan, pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya
alam hayati khususnya tumbuhan berguna bagi kesejahteraan masyarakat sekitar
hutan Lambusango, khususnya suku Buton.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etnobotani
2.1.1 Definisi
Istilah etnobotani yang pertama sekali diusulkan oleh Harsberger pada tahun
1895, dan didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu yang mendalami hubungan budaya
manusia dengan sumberdaya nabati di lingkungannya (Ashar 1994). Etnobotani
berasal dari dua kata Yunani yaitu ethnos dan botany. Etno berasal dari kata ethnos
yang berarti memberi ciri pada kelompok dari suatu populasi dengan latar belakang
budaya yang sama dari adat istiadat, karakteristik bahasa dan sejarahnya, sedangkan
botani adalah ilmu yang mempelajari tentang tumbuhan. Dengan demikian etnobotani
berarti kajian interaksi antara manusia dengan tumbuhan atau dapat diartikan sebagai
studi mengenai pemanfaatan tumbuhan pada suatu budidaya tertentu (Martin 1998).
Beberapa definisi etnobotani yang lain menurut beberapa penulis yang diacu
dalam Soekarman dan Riswan (1992), antara lain:
1. Hough (1898), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari tumbuh-tumbuhan
dalam hubungannya dengan budaya manusia,
2. Jones (1941), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia
yang primitif dengan tumbuh-tumbuhan,
3. Schultes (1967), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari hubungan manusia
dengan vegetasi di sekitarnya,
4. Ford (1980), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari penempatan tumbuhan
secara keseluruhan didalam budaya dan interaksi langsung manusia dengan
tumbuhan,
5. Sheng-Ji et al. (1990), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari keseluruhan
hubungan langsung antara manusia dan tumbuhan untuk apa saja kegunaannya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa etnobotani
merupakan ilmu yang mempelajari hubungan langsung manusia dengan tumbuhan
dalam kegiatan pemanfaatannya secara tradisional (Soekarman & Riswan 1992).
4
2.1.2 Ruang lingkup
Pengkajian etnobotani dibatasi oleh ruang lingkup bahwa etnobotani yaitu
cabang ilmu pengetahuan yang mendalami tentang persepsi dan konsepsi masyarakat
tentang sumberdaya tumbuhan di lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini kajian
diarahkan dalam upaya untuk mempelajari kelompok masyarakat dalam
pemanfaatannya terhadap tumbuhan di lingkungan sekitar mereka. Pemanfaatan yang
dimaksud di sini yaitu pemanfaatan tumbuhan baik sebagai bahan obat, sumber
pangan maupun sumber kebutuhan hidup manusia lainnya.
Terdapat empat usaha utama yang berkaitan erat dalam etnobotani, yaitu: 1)
Pendokumentasian pengetahuan etnobotani tradisional; 2) Penilaian kuantitatif
tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber botani; 3) Pendugaan tentang
keuntungan yang dapat diperoleh dari tumbuhan, untuk keperluan sendiri maupun
untuk tujuan komersial; dan 4) Proyek yang bermanfaat untuk memaksimumkan nilai
yang dapat diperoleh masyarakat lokal dari pengetahuan ekologi dan sumber-sumber
ekologi (Martin 1998).
2.2 Kearifan Tradisional Masyarakat
Bangsa Indonesia yang mendiami seluruh pulau-pulau yang tersebar dari
Sabang sampai Merauke terdiri dari suku-suku yang masing-masing mempunyai
kebudayaan dan adat istiadat yang berkembang dan diwariskan secara turun temurun
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kehidupan suku-suku tersbut memiliki
interaksi yang dekat dengan sumberdaya alam dan lingkungannya, serta secara turun
temurun pula mewarisi pola hidup tradisional yang dijalani leluhurnya. Masyarakat
setempat yang hidup secara tradisional tersebut dikenal dengan berbagai istilah,
diantaranya yaitu masyarakat suku (tribal people), orang asli (indigenous people),
penduduk asli (native people) dan masyarakat tradisional (tradisional people)
(Primack et al. 1998 diacu dalam Afrianti 2007).
Masyarakat tradisional telah lama hidup secara berdampingan dengan
sumberdaya alam yang ada di sekitarnya. Di sebagian besar tempat ternyata mereka
tidak melakukan perusakan besar-besaran terhadap sumberdaya alam yang ada di
5
sekitarnya tersebut. Namun, saat ini masyarakat tradisional sedang dihadapkan pada
perubahan lingkungan secara besar-besaran akibat meningkatnya interaksi
masyarakat dengan dunia luar, sehingga seringkali timbul perbedaan yang mencolok
antara generasi tua dengan generasi muda (Primack et al. 1998 diacu dalam Afrianti
2007).
2.3 Keanekaragaman Tumbuhan yang Dimanfaatkan
Masyarakat tradisional telah lama hidup secara berdampingan dengan
keanekaragaman hayati atau sumberdaya alam yang ada di sekelilingnya. Dalam
sejarah perkembangan manusia, tumbuhan memiliki peranan yang sangat penting
dalam perkembangan budaya masyarakat (Afrianti 2007).
2.3.1 Keanekaragaman habitus tumbuhan yang dimanfaatkan
Tumbuhan yang dimanfaatkan berasal dari beberapa habitus. Habitus
merupakan penampakan luar dan sifat tumbuh suatu tumbuhan. Adapun habitus
berbagai jenis tumbuhan menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut:
1) Pohon: merupakan tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki satu batang
yang jelas dan bercabang jauh dari permukaan tanah,
2) Perdu: merupakan tumbuhan berkayu yang tidak terlalu besar dan bercabang
dekat dengan permukaan tanah atau di dalam tanah,
3) Semak: merupakan tumbuhan berkayu yang mengelompok dengan anggota yang
sangat banyak membentuk rumpun, tumbuh pada permukaan tanah dan tingginya
dapat mencapai 1 m,
4) Herba: merupakan tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan berair,
5) Liana: merupakan tumbuhan berkayu, yang batangnya menjalar/memanjat pada
tumbuhan lain,
6) Epifit: merupakan tumbuhan yang menumpang pada tumbuhan lain sebagai
tempat hidupnya.
6
2.3.2 Keanekaragaman pemanfaatan tumbuhan
Purwanto dan Waluyo (1992) mengelompokkan tumbuhan sebagai bahan
sandang, bahan pangan, bahan bangunan, bahan obat tradisional, bahan pewarna,
bahan bangunan, alat pertanian dan alat rumah tangga, bahan kayu bakar, pelengkap
upacara adat dan kegiatan sosial dan lain-lain.
2.3.2.1 Pangan
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, tumbuhan pangan adalah segala sesuatu
yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun dan dapat dimakan atau dikonsumsi
oleh manusia (jika dikonsumsi oleh hewan disebut pakan). Contohnya yaitu buah-
buahan, sayuran, kacang-kacangan dan tumbuhan yang mengandung karbohidrat.
Buah-buahan merupakan jenis buah-buahan tahunan yang dapat dimakan baik
dalam keadaan segar maupun yang telah dikeringkan. Buah-buahan mengandung
vitamin dan mineral untuk menyeimbangkan menu makan. Buah-buahan pada
umumnya dikonsumsi mentah karena jika direbus ataupun diolah dengan cara lain
maka kandungan vitaminnya akan hilang (Verheij & Coronel 1997). Jenis buah-
buahan tersebut diantaranya yaitu pisang (Musa paradisiaca L.), mangga (Mangifera
indica L.), rambutan (Nephelim lappaceum L.) dan lain sebagainya.
Sayuran merupakan komoditas tumbuhan yang dikonsumsi sebagai bahan
makanan yang mengandung zat tepung dan digunakan sedikit pada makanan untuk
menyeimbangkan menu makanan serta menambah rasa dan kelezatan makanan. Jenis
sayuran yang biasa dikonsumsi diantaranya yaitu kangkung (Ipomea aquatica Forsk),
jenis-jenis kubis, kol (Brassica oleraceae L.), selada (Lactuca sativa L.), dan
sebagainya. Sayuran yang biasanya digunakan sebagai penambah rasa diantaranya
yaitu bawang merah (Allium cepa L.), bawang putih (Allium sativum L.), daun
bawang (Allium ampeloprasum L.) dan seledri (Apium graveolens L.). Sedangkan
jenis tumbuhan yang fungsi sekundernya sebagai sayuran antara lain pepaya (Carica
papaya L.), jagung muda (Zea mays L.), daun ubi jalar (Ipomea batatas L.) dan daun
singkong (Manihot utillisima Pohl). Sayuran ini biasanya ditanam intensif dalam
kebun dan merupakan tanaman hortikultura (Kartikawati 2004).
7
Kacang-kacangan merupakan biji kering yang dapat dimakan (edible) dari
polong-polongan. Kacang-kacangan utama yang dapat dimakan termasuk dalam anak
suku Papilonoideae yang merupakan anak suku terbesar dari suku Leguminosae.
Kacang-kacangan sangat bermanfaat sebagai pangan yang kaya akan protein
(Kartikawati 2004).
Tumbuhan sebagai sumber karbohidrat merupakan jenis tumbuhan yang
mengandung zat tepung atau zat gula sebagai cadangan makanan. Karbohidrat
merupakan sumber energi utama dalam makanan yang diperlukan oleh manusia dan
hewan. Beberapa tumbuhan yang merupakan sumber karbohidrat diantaranya yaitu
padi (Oryza sativa Linn), singkong (Manihot utillisima Pohl), ubi jalar (Ipomea
batatas Lamk), sagu (Metroxylon sagu Rottboell) dan lain sebagainya (Kartikawati
2004).
2.3.2.2 Bahan bangunan
Tumbuhan penghasil bahan bangunan oleh masyarakat adat digunakan untuk
membuat atau membangun rumah, tempat berkumpul dan beristirahat serta sarana
peribadatan. Kartikawati (2004) menyebutkan bahwa bahan bangunan utama pada
masyarakat suku Dayak Meratus adalah pohon-pohon di hutan, ada pula rotan dan
bambu. Jenis-jenis yang umum digunakan adalah sengon (Paraserienthes falcataria
(L.) Nielsen), jati (Tectona grandis Linn.), ulin (Eusideroxylon zwageri Teijm &
Binn) dan sebagainya.
2.3.2.3 Kayu bakar
Menurut Sutarno (1996), jenis pohon yang ditujukan untuk pemenuhan kayu
bakar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Beradapatasi pada rentangan kondisi yang luas,
2) Pertumbuhan cepat, volume hasil kayu maksimal tercapai dalam waktu yang
singkat,
3) Tidak merusak tanah dan menjaga kesuburannya,
4) Tahan penyakit dan hama,
8
5) Pengelolaannya singkat waktunya,
6) Tahan terhadap kekeringan dan toleran iklim yang lain,
7) Pertumbuhan tajuk baik dan siap tumbuh pertunasan yang baru,
8) Memiliki manfaat yang lain yang menguntungkan pertanian,
9) Menghasilkan percabangan dengan diameter yang cukup kecil untuk dipotong
dengan peralatan tangan dan mudah pengangkutannya,
10) Menghasilkan kayu yang mudah dibelah,
11) Kadar air rendah dan relatif cepat dikeringkan,
12) Menghasilkan sedikit asap dan tidak beracun apabila dibakar,
13) Tidak memercikkan api dan cukup aman apabila dibakar,
14) Menghasilkan kayu yang padat dan lebih lama dibakar.
2.3.2.4 Obat
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam surat Keputusan Menteri
Kesehatan No.149/SK/Menseknes/IV/1978 diacu dalam Kartikawati (2004) definisi
tumbuhan obat adalah tumbuhan atau bagian tumbuhan yang digunakan sebagai
bahan baku obat (prokursor), atau tumbuhan yang diekstraksi dan ekstrak tumbuhan
tersebut digunakan sebagai obat.
Menurut Zuhud (1994), tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat
yang diketahui atau dipercaya memiliki khasiat obat. Tumbuhan obat dikelompokkan
menjadi 3 kelompok yaitu:
1) Tumbuhan obat tradisional yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai
masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional,
2) Tumbuhan obat modern yaitu spesies tumbuhan yang mengandung
senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan telah dibuktikan secara ilmiah
serta penggunaanya dapat dipertanggungjawabkan secara medis,
9
3) Tumbuhan obat potensial yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung
senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara
ilmiah dan medis atau dengan kata lain penggunaannya sebagai bahan obat
tradisional sulit ditelusuri.
Tumbuhan obat merupakan salah satu komponen penting dalam obat
tradisional, sehingga perkembangan pemanfaatan tumbuhan obat dapat dilihat dari
perkembangan pemanfaatan obat tradisional. Suku-suku bangsa di Indonesia telah
banyak memanfaatkan tumbuhan obat untuk kepentingan pengobatan tradisional.
Setiap suku bangsa memiliki kearifan tersendiri dalam pengobatan tardisional,
termasuk pengetahuan mengenai tumbuhan yang berkhasiat obat. Hal ini dapat dilihat
dari berbedanya ramuan obat tradisional yang digunakan untuk mengobati penyakit
yang sama (Aliadi & Roemantyo 1994).
Menurut Aliadi dan Roemantyo (1994), berdasarkan intensitas
pemanfaatannya, masyarakat pemanfaat tumbuhan obat dibagi menjadi 3 kelompok,
yaitu :
1) Kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan pengobatan tradisional.
Masyarakat ini umumnya tinggal di pedesaan atau daerah terpencil yang tidak
memiliki sarana dan prasarana kesehatan. Cara pengobatan sangat dipengaruhi
oleh adat dan tradisi setempat,
2) Kelompok masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional dalam skala
keluarga. Masyarakat ini umumnya tinggal di daerah pedesaan dengan sarana dan
prasarana kesehatan yang terbatas,
3) Kelompok industriawan obat tradisional.
2.3.2.5 Pakan ternak
Pakan ternak merupakan makanan yang diberikan pada hewan ternak. Pakan
ternak berkaki empat pada umumnya terdiri atas berbagai jenis rumput dan daun-
daunan. Meskipun pada umumnya semua rumput dan daun-daun muda dapat
dimakan oleh ternak, tetapi ada beberapa jenis tertentu yang paling disukai dan tidak
disukai oleh ternak. Rumput yang tidak disukai ternak yaitu rumput yang berdaun
10
kasar seperti alang-alang, terutama daun tuanya. Pakan ternak tidak sebatas pada
rumput-rumputan saja. Kacang-kacangan juga digunakan sebagai pakan ternak.
Jumlah jenis yang termasuk dalam kelompok ini memang tidak terlalu banyak,
diantaranya yaitu galenggang, gewor ombo dan bayeman (Sastropradja et al. 1983)
2.3.2.6 Aromatik
Tumbuhan aromatik dapat juga disebut sebagai tumbuhan penghasil minyak
atsiri. Tumbuhan penghasil minyak atsiri yaitu tumbuh-tumbuhan yang mengandung
minyak yang memiliki ciri dari bau atau aromanya yang khas. Minyak ini memiliki
sifat mudah menguap (Harris 1994). Fungsi minyak atsiri yang paling utama dan
umum diminati yaitu sebagai pengharum, baik itu dalam bentuk parfum, kosmetik,
pengharum ruangan, pengharum sabun, pasta gigi, pemberi rasa pada makanan
maupun produk rumah tangga lainnya (Kartikawati 2004).
Tumbuhan yang menghasilkan minyak atsiri diantaranya yaitu tumbuhan yang
berasal dari famili Graminae, contohnya akar wangi (Andropogon zizinioides Urban);
Lauraceae, contohnya kulit kayu manis (Cinnamomum burmani Bl); Zingiberaceae,
contonya jahe (Zingiber officinale Rosc); Piperaceae, contohnya sirih (Piper betle
Linn); Santalaceae, contohnya cendana (Santalum album Linn); Anonaceae,
contohnya kenanga (Canangium odoratum Aill) dan sebagainya (Heyne 1987).
2.3.2.7 Bahan Pewarna
Pewarna nabati merupakan bahan pewarna yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan. Menurut Kartikawati (2004), zat warna biasa juga digunakan pada
makanan. Untuk memberi warna kuning pada makanan, yang umum digunakan yaitu
kunyit (Curcuma domestica) sedangkan untuk memberi warna hijau yaitu daun suji
(Pleomele angustifolia).
2.3.2.8 Pestisida nabati
Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari
tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu
11
tumbuhan. Pestisida nabati ini dapat berfungsi sebagai penolak, penarik antifertilitas
(pemandul), pembunuh dan bentuk-bentuk lainnya. Secara umum pestisida nabati
diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan, bersifat
mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan
relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang (Arafah
2005).
2.3.2.9 Tumbuhan hias
Keanekaragaman jenis tumbuhan hias di Indonesia sangat melimpah.
Tumbuhan hias dapat dijumpai mulai dari bentuk rerumputan dan penutup tanah,
herba daun dan bunga, semak dan perdu yang menggerombol, liana, hingga tanaman
besar dalam bentuk pohon yang menjulang tinggi (Arifin 2005). Tumbuhan hias
merupakan salah satu komoditi hortikultura non pangan yang digolongkan sebagai
hortikultur. Dalam kehidupan sehari-hari, komoditas ini dibudidayakan untuk
dinikmati keindahannya (Arafah 2005).
2.3.2.10 Tali, anyaman dan kerajinan
Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan adalah tumbuhan yang biasa
digunakan untuk membuat tali, anyaman maupun kerajinan. Jenis tumbuhan yang
digunakan sebagai bahan baku anyaman di suatu daerah bergantung pada jenis
tumbuhan yang hidup di daerah tersebut. Menurut Widjaja et al. (1988), jenis-jenis
tumbuhan yang biasa dipakai sebagai bahan baku anyaman yaitu tumbuh-tumbuhan
dari suku bambu, pinang-pinangan, pandan, teki-tekian dan anggrek.
2.3.2.11 Bahan upacara adat
Beberapa tumbuhan memiliki sifat spiritual, magis dan ritual. Penggunaan
tumbuhan untuk adat dapat berupa bentuk penggunaan dalam berbagai upacara adat.
Di berbagai etnis atau suku, jenis tumbuh-tumbuhan yang dipakai dalam upacara
berbeda-beda menurut pengetahuan masyarakat di daerah tersebut (Kartiwa &
Wahyuno 1992).
12
Menurut Gennep (1965) diacu dalam Kartiwa dan Wahyuno (1992) upacara
ritual yang dilakukan oleh masyarakat dibedakan atas 3 tujuan pokok, yaitu:
1) Memisahkan (separation), misalnya dalam upacara kematian. Upacara terebut
bertujuan untuk memisahkan orang yang sudah meninggal dari orang-orang yang
masih hidup,
2) Menyatukan (incorporated), misalnya pada upacara perkawinan. Upacara tersebut
bertujuan untuk menyatukan antara pasangan pengantin laki-laki dengan
pengantin perempuan,
3) Tradisi atau peralihan (transition), misalnya pada upacara pasah gigi, khitanan,
nuju bulan, dan lain-lain.
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di hutan Lambusango, Kabupaten Buton, Provinsi
Sulawesi Tenggara, selama kurang lebih dua bulan, yaitu pada bulan Agustus hingga
September 2009. Penelitian dilakukan di desa penyangga hutan Lambusango, dengan
mengambil sample tiga desa, yaitu Desa Lambusango, Watumotobe dan Wambulu.
Sumber : Widayati & Carlisle (2007)
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian.
14
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dokumen/laporan penelitian
yang telah dilakukan oleh instansi terkait, tumbuhan untuk pembuatan herbarium dan
alkohol 70%, sedangkan alat yang digunakan yaitu peta, kamera, kuisioner, tally
sheet, tape recorder, kertas koran, sasak, label gantung dan alat tulis menulis.
Gambar 2 Alat dan bahan.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Jenis data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat
melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Data sekunder yaitu data
yang berfungsi sebagai penunjang hasil penelitian.
3.3.1.1 Data primer
Data primer diperoleh langsung dari lapangan yang dikumpulkan melalui
wawancara, pengamatan dan pengambilan spesimen. Data primer yang dikumpulkan
meliputi data botani, data pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat dan data jenis
tumbuhan yang diperoleh melalui survey langsung di lapangan, cek silang dengan
herbarium, data spesies tumbuhan hutan Lambusango di Sub Seksi KSDA Sulawesi
Tenggara, ataupun melalui foto.
3.3.1.2 Data sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data kondisi umum hutan
Lambusango, data sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar hutan Lambusango
serta literatur mengenai kebijakan pemerintah, terkait dengan pengelolaan,
15
pemanfaatan dan peran serta masyarakat dalam upaya kegiatan konservasi di hutan
Lambusango yang dilaksanakan oleh pihak pengelola.
3.3.2 Teknik pengumpulan data
Penentuan sampel wilayah penelitian dilakukan secara purposive sampling
yaitu memilih daerah yang berhubungan secara langsung dengan kawasan hutan.
Wawancara dilakukan terhadap masyarakat di sekitar hutan Lambusango dengan
sasaran responden ditentukan secara terpilih (key person). Adapun kriteria responden
yaitu masyarakat yang memiliki pengetahuan serta yang sering memanfaatkan
tumbuhan dalam kesehariannya seperti tokoh adat/kepala kampung, masyarakat yang
memiliki mata pencaharian di dalam kawasan hutan, ibu-ibu rumah tangga dan
sebagainya. Wawancara dilakukan secara semi terstruktur, dengan menggunakan
kuisioner dengan pendalaman pertanyaan sesuai keperluan. Responden pada
penelitian ini berjumlah 49 orang.
Seluruh informasi mengenai spesies tumbuhan dicatat kemudian disurvey di
lapangan, dikumpulkan dan dibuat material herbariumnya serta melakukan cek silang
dengan data spesies tumbuhan hutan Lambusango di Sub Seksi KSDA Sulawesi
Tenggara, ataupun melalui foto. Pembuatan herbarium ditujukan untuk pengkoleksian
spesimen tumbuhan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap
dengan daun, serta bunga dan buahnya jika ada). Herbarium dibuat dengan cara
kering. Adapun tahapan dalam pembuatan herbarium yaitu:
1) Mengambil contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya,
serta bunga dan buah jika ada dengan menggunakan gunting daundipotong
dengan panjang ± 40 cm,
2) Contoh herbarium yang telah diambil tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
kertas koran dengan memberikan etiket yang berukuran 3 cm x 5 cm. Etiket berisi
keterangan tentang nomor spesies, nama lokal, lokasi pengumpulan dan nama
pengumpul (kolektor),
3) Selanjutnya herbarium disusun pada sasak yang terbuat dari bambu dan disemprot
dengan alkohol 70% kemudian dijemur di sinar matahari,
16
4) Herbarium yang sudah kering disimpan untuk diidentifikasi selanjutnya di
Laboratorium Konservasi Tumbuhan Fakultas Kehutanan IPB.
Tahapan kegiatan dan aspek yang dikaji dalam penelitian ini seperti tercantum
pada Tabel 1.
Tabel 1 Tahapan kegiatan dan aspek yang dikaji
Tahapan
Kegiatan Aspek yang Dikaji
Sumber
Data Metode
1. Kajian
literatur
a. Kondisi fisik kawasan (letak,
luas, topografi, geologi, tanah,
iklim dan hidrologi)
b. Kondisi biologi (flora dan
fauna)
c. Kondisi sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat
Sub Seksi
KSDA
Sulawesi
Tenggara
Mengkaji berbagai literatur
2. Survey lapang Kajian etnobotani pemanfaatan
tumbuhan oleh masyarakat di
sekitar Hutan Lambusango
Masyarakat
suku Buton
a. Wawancara
b. Pengambilan contoh
c. Dokumentasi
3. Pengolahan
dan analisis
data
Analisis data berdasarkan
pengklasifikasian kelompok
kegunaan, habitus, bagian yang
dimanfaatkan, tingkat kegunaan
tumbuhan dan analisis tindakan
konservasi yang dilakukan oleh
masyarakat
Primer dan
Sekunder
Analisis secara deskriptif
kualitatif
3.4 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan deskriptif untuk
memperoleh informasi mengenai kelompok kegunaan, persentase habitus, persentase
bagian yang dimanfaatkan, asal tumbuhan, tingkat kegunaan dan tindakan konservasi
yang dilakukan oleh masyarakat.
17
3.4.1 Pengklasifikasian kelompok kegunaan
Tumbuhan memiliki berbagai macam manfaat atau kegunaan. Agar
mempermudah dalam penyajian, maka dilakukan pengelompokkan dengan
menyaring dari tiap-tiap kegunaan masing-masing spesies tumbuhan. Terdapat 11
klasifikasi kelompok kegunaan yaitu sebagai pangan, minuman, bahan bangunan,
kayu bakar, obat, pakan ternak, aromatik, bahan pewarna, tumbuhan hias, tali,
anyaman dan kerajinan serta bahan upacara adat.
3.4.2 Persentase habitus
Persentase habitus merupakan telaah mengenai besarnya persentase suatu
habitus yang digunakan terhadap seluruh habitus yang ada. Habitus tersebut meliputi
pohon, semak, perdu, liana dan herba. Penentuan persentase tersebut yaitu sebagai
berikut:
3.4.3 Persentase bagian yang dimanfaatkan
Persentase bagian tumbuhan yang dimanfaatkan meliputi bagian tumbuhan
yang dimanfaatkan mulai dari bagian tumbuhan paling atas (daun) hingga ke bagian
bawah (akar). Penentuan persentase tersebut yaitu sebagai berikut:
3.4.4 Tingkat kegunaan tumbuhan
Tingkat kegunaan tumbuhan merupakan analisis sederhana, dimana tingkat
kegunaan suatu spesies tumbuhan dihitung berdasarkan pada berapa jumlah kegunaan
yang diperoleh dari suatu spesies tumbuhan.
18
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah, Letak dan Luas Kawasan
Kawasan hutan Lambusango seluas 28.510 ha yang terletak di Kabupaten
Dati II Buton diperuntukkan sebagai kawasan hutan dengan fungsi suaka alam
berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) yang telah disahkan oleh
Menteri Pertanian pada tanggal 1 September 1982 dengan SK Nomor
639/KPTS/9/Um/1982.
Secara geografis kawasan ini terletak di antara 05º08’ LS - 05º24’ LS dan
122º47’ BT - 122º57’ BT. Secara administrasi pemerintahan, kawasan hutan
Lambusango termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kapuntori, Lasalimu dan
Pasarwajo sedangkan secara administratif kehutanan termasuk wilayah RPH
Pasarwajo (BKPH Buton Barat), RPH Lasalimu dan RPH Kapuntori (BKPH Buton
Timur) KPH Buton.
Status kawasan hutan Lambusango masih belum ditetapkan secara pasti
(definitive). Permasalahan yang terjadi di kawasan Lambusango ini diantaranya
adalah belum adanya fasilitas pengelolaan, perburuan, penebangan liar dan
pemungutan hasil hutan bukan kayu, antara lain pengambilan rotan dan madu hutan.
Beberapa kegiatan yang ditujukan untuk pengelolaan kawasan telah
dilaksanakan oleh Departemen Kehutanan ataupun Pemerintah Daerah, antara lain
penetapan tata batas oleh Sub BIPHUT Kendari, serta pembinaan daerah penyangga
di Desa Lambusango oleh Sub Seksi KSDA Sulawesi Tenggara, berupa pemberian
bibit mangga dan jeruk kepada masyarakat Desa Lambusango pada tahun 1997.
Desa-desa yang berbatasan langsung dengan kawasan adalah Desa Barangka,
Wakalambe, Lambusango, Wakangka, Lawele dan Kapuntori.
4.2 Aksesibilitas
Untuk mencapai hutan Lambusango dapat ditempuh melalui jalan darat dari
Bau-Bau sampai Lambusango dengan jarak ± 30 km, waktu tempuh ± 1 jam. Kondisi
19
jalan beraspal. Akses lainnya dapat melalui laut dari pelabuhan Bau-Bau menuju
lokasi dengan speed boat atau perahu dalam waktu 2 jam. Penginapan terdekat
berada di Bau-Bau. Izin masuk kawasan dapat diperoleh di kantor Sub Seksi KSDA
Buton di Bau-Bau, atau Sub Balai KSDA Sulawesi Tenggara di Kendari.
4.3 Topografi
Hutan Lambusango berada pada ketinggian 15-780 m dpl. Puncak
tertingginya berada di daerah pegunungan Warumbia. Wilayah hutan ini cenderung
datar, bergelombang hingga berbukit-bukit yang memiliki kisaran rata-rata
kemiringan antara 10º - 30º (20-65%).
4.4 Tanah
Hutan Lambusango merupakan hutan hujan dataran rendah yang kondisi
geologinya didominasi oleh batuan ultra basa dan kapur (limestone). Tanah yang
terbentuk dari batuan ini mengandung magnesium dan mineral ferik. Jenis tanah ini
memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Oleh karena itu, tegakan hutan yang
terbentuk relatif kurang rapat. Penetrasi radiasi matahari dapat masuk sampai ke
lantai hutan sehingga semak dan tumbuhan bawah tumbuh subur. Selain itu, sifat
batuan kapur yang tidak dapat menyimpan air dan mudah terlarutkan oleh air
menyebabkan lahan yang terbentuk dari batuan ini bertopografi bergelombang
dengan cekungan-cekungan yang dalam. Lapisan tanah yang terbentuk dari batuan ini
umumnya tipis. Hal ini dikarenakan lambatnya proses pelapukan batuan dan
tingginya laju erosi. Tanah yang terbentuk dari batuan kapur, selain tipis juga kurang
subur dan bersifat tidak kedap air. Air hujan yang jatuh sebagian besar diteruskan, air
tersebut kemudian mengalir pada rongga-rongga yang terbentuk oleh proses pelarutan
batuan kapur oleh air hujan. Selanjutnya, terkumpul pada gua-gua yang berada di
dalam tanah. Dengan demikian pada wilayah karst terjadi kelangkaan air tanah. Oleh
karena itu tanaman di wilayah ini sering kekurangan air.
20
4.5 Hidrologi
Beberapa sungai yang membelah kawasan hutan Lambusango relatif kecil dan
tidak terlalu dalam. Rata-rata lebar sungainya kurang dari 5 m dengan kedalaman
kurang dari 2 m, kecuali di bagian timur dan selatan hutan Lambusango. Di bagian ini
terdapat sungai yang cukup besar, dengan lebar sungai pada bagian muara bisa
mencapai 20-30 m. Sungai-sungai tersebut yaitu sungai Minaga one, sungai Kumele
todo dan sungai Winto. Sumber-sumber air pada daerah ini umumnya terdapat pada
wilayah karst. Hal ini dikarenakan air hujan yang jatuh pada daerah berkapur
sebagian besar diteruskan. Air tersebut kemudian mengalir dan disimpan dalam
rongga-rongga dan gua-gua di bawah tanah. Air yang terdapat pada kawasan ini
mengandung zat kapur yang tinggi.
4.6 Iklim
Menurut Klasifikasi Schmidt dan Ferguson, hutan Lambusango termasuk
dalam tipe iklim D dengan curah hujan tahunan rata-rata 1.980 mm. Bulan-bulan
terkering adalah Agustus, September, Oktober dan November. Suhu udara tahunan
berkisar antara 20ºC hingga 34ºC dengan kelembaban relatif tahunan sebesar 80%.
4.7 Potensi Flora dan Fauna
Potensi flora dan fauna hutan Lambusango cukup tinggi. Jenis-jenis tumbuhan
yang ditemukan di dalam kawasan antara lain kayu hitam/eboni (Diospyros celebica),
kayu besi (Metrocideros petiolata), kuma (Palaquium obovatum), wola (Vitex
copassus), bayan (Intsia bijuga), cendana (Santalum album), bangkali
(Anthocephallus macrophyllus), kayu angin (Casuarina rumpiana), sengon
(Paraserianthes falcataria), pohon bigi (Dillenia sp.), rotan (Calamus spp.), palem
baru (Caryota mitis), noko (Daemonorops robusta), wiu (Licula celebica), lanu
(livistona ratundifolia), nipa (Nypa fruticans), sampu (Pinanga sp), paku tiang, paku
sarang burung (Asplenium nidus), pakis (Cyathea sp.) dan berbagai jenis lumut.
Satwaliar yang menempati habitat di dalam kawasan antara lain anoa (Bubalus
depresicornis), monyet buton (Macaca ochreata brunescens), rusa (Cervus
21
timorensis), kus-kus (Phalanger ursinus), sapi liar (Bos sp), biawak (Varanus
salvator), musang tenggarong (Vivera tungalunga), kadal (Eutropis sp.), king kobra
(Ophiopagus hannah), latubemba (Pit viper), ular cincin mas (Boiga dendrophilla),
ular sanca kembang (Phyton reticulatus), Bufo celebensis, Rachoporus monticola,
berbagai spesies burung, serangga dan lain-lain
4.8 Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat di Sekitar Hutan
Lambusango
4.8.1 Sejarah suku Buton
Penduduk Buton berasal dari Semenanjung Tanah Melayu di Johor yang
datang dengan menggunakan kapal ke pulau tersebut, pada abad ke-13. Pada saat itu
ada empat kelompok yang mendarat di Buton, dua kelompok mendarat di Buton
bagian barat dan dua kelompok lagi mendarat di Buton bagian utara. Dua kelompok
pertama tersebut kemudian mendirikan kampung Wolio. Setelah menjadi kampung
yang cukup besar, warga Buton kemudian mengangkat Ratu pertama mereka yang
bernama Wa Kaa Kaa. Wa Kaa Kaa merupakan seorang wanita yang memiliki
kepribadian dan sifat kepemimpinan yang luhur. Gambar 3 menunjukkan situs
pelantikan Wa Kaa Kaa berupa sebuah lubang yang menjadi tempat kaki ratu ketika
dilakukan pelantikan. Di masyarakat sendiri terdapat cerita rakyat yang mengatakan
bahwa Wa Kaa Kaa merupakan penduduk pertama di Buton dan berasal dari lubang
bambu kuning di dalam kompleks Keraton Buton sekarang (Wijaya 2006).
Gambar 3 Situs pelantikan Wa Kaa Kaa.
22
Dengan naiknya Wa Kaa Kaa sebagai raja, Kerajaan Buton semakin
berkembang hingga masuknya islam ke Buton pada pertengahan abad ke-16 M.
Selama masa pra Islam, di Buton telah berkuasa enam orang raja, dua di antaranya
perempuan. Perubahan Buton menjadi kesultanan terjadi pada tahun 1542 M (948 H),
bersamaan dengan pelantikan Lakilaponto sebagai Sultan Buton I, dengan gelar
Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis (Dikman 2007).
Pulau Buton dalam sejarahnya merupakan Kota Kerajaan Sultan Wolio yang
memerintah di kawasan Buton dan pulau-pulau sekitarnya seperti Muna, Kabaena,
Wowini dan Kepulauan Tukang Besi (Wakatobi). Terdapat beberapa peninggalan
Kesultanan Buton, diantaranya yaitu Masjid Agung dan Benteng Keraton Buton.
Benteng yang mengelilingi pusat pemerintahan Kesultanan Buton dibangun
pada masa pemerintahan Sultan Buton III, La Sangaji (Sultan Kaimuddin). Benteng
tersebut awalnya hanyalah tumpukan batu yang mengelilingi pusat kerajaan. Selain
berfungsi sebagai pembatas pusat lingkungan keraton, tumpukan batu tersebut
berfungsi sebagai perlindungan dari serangan musuh. Pada masa pemerintahan Sultan
Buton IV, La Elangi (Sultan Dayanu Ikhsanuddin), tumpukan batu tersebut dibangun
menjadi sebuah benteng (Septianto 2007).
Benteng Keraton Buton, selesai dibangun sekitar tahun 1645. Benteng tersebut
dibangun dengan menggunakan batuan kapur yang direkatkan dengan menggunakan
pasir, kapur dan putih telur (Wijaya 2006). Benteng ini memiliki keliling sepanjang
2.740 meter, ketebalan dinding 1 - 2 m dan ketinggian berkisar antara 2 - 8 meter
melindungi area seluas 401.900 m2 (Dikman 2007). Benteng ini memiliki 12 pintu
(lawa) yang diberi nama sesuai dengan nama atau gelar pengawas pintu-pintu
tersebut, antara lain Lawana Rakia, Lawana Lanto, Lawana Labunta, Lawana
Kampebuni, Lawana Wabarobo, Lawana Dete, Lawana Kalau, Lawana Bajo/Bariya,
Lawana Burukene/Tanailandu, Lawana Melai/Baau, Lawana Lantongau, dan Lawana
Gundu-gundu, yang berfungsi sebagai penghubung keraton dengan kampung-
kampung di sekitarnya. Gambar 4 menunjukkan salah satu bagian dari Benteng
Keraton Buton.
23
Gambar 4 Benteng Keraton Buton
Masjid Agung Keraton Buton dibangun pada tahun 1712 oleh Sultan Buton
XIX Langkariyiy yang bergelar Sultan Zaikuddin Darul Alam. Gaya arsitektur
bangunan Masjid Agung Keraton Buton sangat sederhana. Bangunan masjid tersebut
memiliki ukuran 20,6x19,4 m2 berbentuk persegi empat yang mengerucut dan terdiri
dari dua lantai. Lantai satu sebagai ruang shalat, sedangkan lantai dua berfungsi
sebagai tempat untuk mengumandangkan adzan. Sama halnya dengan benteng,
fondasi dan dinding masjid terbuat dari batuan kapur yang direkatkan dengan
menggunakan pasir, kapur dan putih telur. Sejak didirikan, fondasi dan dinding
bangunan tersebut belum pernah diganti (Wijaya 2006).
Gambar 5 Masjid Agung Keraton Buton
4.8.2 Rumah adat
Rumah adat suku Buton atau yang biasa disebut Bhanua Wolio, memiliki nama
yang berbeda menurut status penghuni dalam status sosial kemasyarakatan. Rumah
adat Buton tersebut terbagi menjadi tiga yaitu: Kamali atau Istana Malige yang
24
merupakan tempat tinggal Sultan, rumah pejabat kesultanan dan rumah masyarakat
umum (Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara 2009).
Pada dasarnya, Istana Malige/Kamali dan rumah masyarakat biasa di Buton
sama, sebab berasal dari satu konstruksi yang sama yang disebut bhanua tada. Di
katakan Kamali jika bangunan tersebut dihuni oleh pejabat kerajaan/kesultanan,
dengan menambahkan tiang penyangga di setiap sisi bangunan, berfungsi konstruksi
yang disebut kambero (kipas), lengkaplah di sebut Kamali karena di sebut bhanua
tada kambero, inilah yang membedakannya dengan rumah masyarakat biasa yang
cukup disebut dengan bhanua tada.
Satu hal yang menarik pada rumah adat Buton yaitu peninggian lantai rumah
yang berbeda-beda dan bangunan berdiri di atas tiang-tiang yang menumpu pada
pondasi batu alam (sandi) yang tidak di tanam, hanya di letakkan begitu saja tanpa
perekat. Khusus untuk Kamali, dalam pembangunannya tidak menggunakan besi
ataupun paku (Ahmadi 2009).
Terdapat beberapa simbol pada dekorasi Kamali yang merupakan hiasan
berbentuk flora dan fauna. Menurut Ahmadi (2009) simbol tersebut masing-masing
memiliki makna tertentu, diantaranya yaitu:
1. Nenas merupakan simbol kesejahteraan yang ditumbuhkan dari rakyat. Secara
umum simbol ini menyiratkan bahwa masyarakat Buton agar mempunyai sifat
seperti nenas, yang walaupun penuh duri dan berkulit tebal tetapi rasanya manis,
2. Ake merupakan hiasan yang bentuknya seperti daun. Ake dimaksudkan sebagai
wujud kesempurnaan dan lambang bersatunya antara Sultan (manusia) dengan
Khalik (Tuhan),
3. Kamba/kembang yang berbentuk kelopak teratai melambangkan kesucian,
4. Terdapatnya Naga pada bumbungan Atap, melambangkan kekuasaan, dan
pemerintahan. Naga adalah binatang mitos yang berada di langit, bukan muncul
dari dalam bumi.
25
Gambar 6 Istana Malige / Kamali
4.8.3 Upacara adat
4.8.3.1 Pesta panen
Pesta panen merupakan suatu acara tradisional sebagai ungkapan rasa syukur
kepada Allah SWT karena panen berhasil. Pesta panen biasanya diadakan setiap satu
tahun sekali, biasanya pada bulan Oktober-November. Pada saat pesta panen,
masyarakat berkumpul di balai desa dengan membawa makanan-makanan hasil dari
panen mereka serta berbagai hasil laut lainnya. Makanan yang dibawa berupa nasi
bambu, kasuami, kambewe, beserta lauknya (ikan, cumi-cumi, udang, dll), pisang
goreng, tuli-tuli. Makanan-makanan tersebut ditata di atas talang.
4.8.3.2 Dhole-dhole
Dhole-dhole merupakan upacara adat yang ditujukan untuk anak-anak dengan usia di
bawah 10 tahun. Inti dari prosesi upacara ini sesuai dengan asal katanya, dhole-dhole
(guling-guling) yaitu anak tersebut diguling-gulingkan di atas daun pisang yang
sudah dilumuri dengan minyak dan diasapi dengan asap kemenyan dan ikan bakar.
Dhole-dhole harus dilakukan sebelum anak tersebut disunat. Tradisi ini bertujuan
agar anak tersebut dijauhkan dari segala macam penyakit. Sedangkan menurut
filosofinya, upacara adat dhole-dhole dimaksudkan agar anak tersebut kelak tahan
26
terhadap cobaan hidup yang akan dilaluinya, karena ketika didhole-dhole di atas daun
pisang itu diibaratkan sebagai rintangan dan cobaan hidup.
Gambar 7 Upacara adat dhole-dhole.
4.8.3.3 Kande-kandea
Kande-kandea adalah suatu acara tradisional warisan leluhur suku Buton yang
lahir dan bermula sebagai nazar/syukuran dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat,
khususnya bagi para remaja putri yang zaman dahulu hidup dalam keterikatan adat
pergaulan yang tertutup serta didewasakan dengan sopan santun adat yang ketat.
Dalam tradisi unik ini, disajikan beraneka penganan kecil tradisional yang diletakkan
di atas sebuah talam besar yang terbuat dari kuningan dan ditutup dengan tudung saji
(bosara). Tamu-tamu yang hadir mengawali acara makan bersama dengan disuapi
penganan oleh remaja-remaja putri yang berpakaian adat dan duduk bersimpuh di
sebelah talam. Seringkali, acara ini merupakan ajang promosi remaja-remaja putri
untuk mendapatkan jodoh. Selain itu, acara ini merupakan arena kebersamaan rakyat
untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan dalam hukum adat dan membina
hubungan silaturahmi yang penuh keakraban. Tradisi ini merupakan permainan
rakyat yang diatur dengan adat serta tata krama dan sopan santun tertentu yang
hingga kini masih eksis dalam kehidupan masyarakat suku Buton (Wahana Budaya
Indonesia 2009).
27
Gambar 8 Upacara adat kande-kandea.
4.8.3.4 Posuo
Dalam adat suku Buton, setiap anak perempuan yang akan memasuki usia
remaja diwajibkan menjalani tradisi pingitan (posuo) selama delapan hari delapan
malam. Tradisi ini bertujuan untuk membekali anak-anak perempuan dengan nilai-
nilai etika, moral dan spritual, baik statusnya seorang anak, ibu, istri maupun sebagai
anggota masyarakat. Sesuai proses pingitan, diadakan selamatan dengan mengundang
sanak keluarga, kerabat dan handai taulan. Dalam prosesi selamatan ini digelar Tari
Kalegoa yang menggambarkan suka duka gadis-gadis Buton dalam menjalani tradisi
pingitan tersebut. Hingga kini tradisi pusuo ini masih tetap hidup dan lestari sejalan
dengan kehidupan masyarakat suku Buton (Wahana Budaya Indonesia 2009).
4.8.4 Kependudukan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS 2004) Kabupaten Buton
memiliki pertumbuhan penduduk yang cenderung meningkat. Penduduk Kabupaten
Buton menurut hasil sensus penduduk tahun 2000 berjumlah 240.958 jiwa, dimana
penduduk laki-laki berjumlah 118.894 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah
122.064 jiwa. Pada tahun 2004, jumlah penduduk Kabupaten Buton mencapai
265.724 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 132.271 jiwa dan
penduduk perempuan sebanyak 133.453 jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar
3,33 persen.
Secara administratif, hutan Lambusango berada di enam kecamatan yaitu
Kecamatan Kapuntori, Lasalimu, Lasalimu Selatan, Siontapina, Wolowa dan
28
Pasarwajo. Tetapi, hutan Lambusango itu sendiri lebih cenderung diidentikkan
dengan Kecamatan Kapuntori, hal ini dikarenakan banyaknya desa pada kecamatan
ini yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan Lambusango.
Masyarakat sekitar hutan Lambusango merupakan suku Buton yang terbagi
dalam beberapa sub etnis di dalamnya. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Buton dengan
berbagai sub bahasa dan dialek yang berbeda-beda. Mayoritas penduduk di sekitar
hutan Lambusango beragama islam.
4.8.5 Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana merupakan media penunjang bagi pembangunan suatu
daerah yang sekaligus menjadi media penghubung antara masyarakat dan pemerintah.
Kondisi sarana dan prasarana biasanya menunjukkan kualitas pelayanan yang
diberikan dan akselerasi pembangunan daerah tersebut (Inama 2009). Adapun
beberapa sarana dan prasarana yang sudah ada di lokasi penelitian sebagai berikut :
jalan kabupaten, tempat ibadah, puskesmas, sekolah (SD, SMP, SMA), PLN, kantor
pemerintahan (Kantor desa/lurah dan Kantor kecamatan), Balai desa, lapangan.
4.8.6 Mata pencaharian
Sebagian besar masyarakat di lokasi penelitian bermata pencaharian sebagai
nelayan dan petani, yaitu sekitar 90%. Hanya sedikit saja masyarakat yang bergerak
di bidang jasa. Hal ini dikarenakan kondisi alam yang mendukung kedua profesi
tersebut.
4.8.7 Penggunaan lahan
Pada umumnya masyarakat desa di lokasi penelitian memiliki pekarangan di
sekitar rumah dan lahan pertanian atau kebun. Jenis tanaman yang biasa ditanam di
pekarangan terdiri dari tiga jenis tanaman, yaitu tanaman jangka pendek, jangka
panjang dan tanaman pagar/pelindung. Untuk tanaman jangka pendek biasanya
berupa buah-buahan seperti asam, belimbing, jambu air, buah malaka, mangga,
29
nanas, nangka, salak dan sirsak. Tanaman jangka panjang diantaranya yaitu jati,
jambu mente, cokelat, kelapa, ketapang dan kopi. Selain itu, terdapat pula jenis
tanaman pagar seperti kelor dan gamal.
Pada lahan pertanian jenis tanaman yang biasa ditanam, hanya terdiri dari dua
jenis tanaman yaitu tanaman jangka pendek dan tanaman jangka panjang. Jenis
tanaman jangka pendek biasanya berupa buah-buahan yang tidak jauh berbeda seperti
yang ditanam di pekarangan, tanaman palawija (jagung, kacang tanah, dll), sayuran
(bayam, lombok, terong dan tomat). Tanaman jangka panjang diantaranya yaitu jati,
cendana, jambu mente, cokelat, kelapa, kemiri, kopi, wola, dll.
30
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pemanfaatan Keanekaragaman Spesies Tumbuhan
Berdasarkan hasil identifikasi dan wawancara dengan masyarakat,
menunjukkan bahwa di kawasan hutan Lambusango ditemukan jumlah spesies
tumbuhan berguna yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebanyak 169 spesies dari 66
famili (Lampiran 2). Spesies-spesies tersebut selain merupakan hasil budidaya oleh
masyarakat, ada pula yang berasal dari dalam kawasan hutan Lambusango serta
tumbuhan yang hidup liar di pinggir jalan.
5.1.1 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan familinya
Jumlah famili yang digunakan sebagai tumbuhan berguna yaitu 66 famili.
Jumlah famili yang paling banyak digunakan yaitu dari famili Fabaceae sebanyak 13
spesies. Famili kedua yang banyak digunakan oleh masyarakat yaitu Euphorbiaceae
sebanyak 10 spesies. sedangkan famili lainnya terdiri dari 1 hingga 9 spesies
(Lampiran 1). Hal tersebut menunjukkan bahwa famili Fabaceae memiliki
keanekaragaman spesies tertinggi yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
hutan Lambusango dibandingkan dengan famili lainnya. Fabaceae banyak digunakan
oleh masyarakat karena tumbuhan ini banyak ditemukan dan dimanfaatkan
masyarakat. Hal ini dikarenakan sifat tumbuh Fabaceae yang mudah beradaptasi
dengan lingkungan sekitar sehingga anggota famili tersebut banyak dijumpai di
berbagai wilayah, demikian pula halnya di lokasi penelitian. Gambar 9 menyajikan
daftar 20 peringkat teratas famili yang memiliki jumlah spesies terbanyak digunakan
oleh masyarakat. Untuk 46 famili lainnya hanya terdiri dari 1-2 spesies.
31
Gambar 9 Hubungan famili dengan jumlah spesies tumbuhan berguna di hutan
Lambusango.
5.1.2 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitusnya
Klasifikasi tumbuhan berguna menurut habitusnya dapat dibagi menjadi 6
habitus yaitu habitus epifit, liana, herba, semak, perdu dan pohon. Jumlah spesies
tertinggi terdapat pada kelompok habitus pohon sebesar 40% (68 spesies), sedangkan
jumlah spesies terendah terdapat pada habitus epifit sebesar 1% (1 spesies) (Gambar
10). Habitus pohon banyak digunakan oleh masyarakat dikarenakan pohon
merupakan tumbuhan berumur panjang yang selalu tersedia sepanjang tahun, banyak
berada di lingkungan sekitar masyarakat baik itu sengaja dibudidayakan maupun
tumbuh secara liar di alam dan relatif aman untuk digunakan. Habitus kedua
terbanyak digunakan yaitu herba. Herba yang digunakan pada umumnya merupakan
tumbuhan yang sengaja dibudidayakan di halaman atau pekarangan rumah.
32
Gambar 10 Persentase jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok habitusnya.
5.1.3 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan bagian yang
dimanfaatkan
Berdasarkan bagian tumbuhan yang dimanfaatkan maka dikelompokkan
menjadi 10 kelompok bagian tumbuhan. Bagian tumbuhan yang paling banyak
digunakan yaitu daun sebanyak 63 spesies (30,77%) dan yang paling sedikit yaitu
akar sebanyak 3 spesies (1,44%) (Gambar 11). Hal ini menunjukkan bahwa
pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat dilakukan secara lestari. Karena pada
umumnya pengambilan tumbuhan tersebut tidak memberikan dampak/pengaruh yang
besar pada tumbuhan tersebut.
Gambar 11 Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan bagian yang digunakan.
33
5.1.4 Asal tumbuhan
Asal tumbuhan yang digunakan oleh suku Buton dapat dikategorikan menjadi
dua yaitu tumbuhan budidaya dan non-budidaya. Tumbuhan budidaya yaitu
tumbuhan yang sengaja ditanam oleh masyarakat di kebun dan pekarangan,
sedangkan tumbuhan non-budidaya yaitu tumbuhan yang berasal dari hutan dan
tumbuhan liar di sekitar rumah, di pinggir jalan atau sungai dan di tepi laut. Gambar
12 menyajikan persentase asal tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sekitar
hutan Lambusango.
Gambar 12 Persentase jumlah spesies tumbuhan berdasarkan asalnya.
Berdasarkan Gambar 12, tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat merupakan tumbuhan yang telah dibudidayakan sebesar 63% (106
spesies), dengan rincian 72 spesies berasal dari pekarangan, 22 spesies berasal dari
kebun dan 12 spesies berasal dari keduanya. Tumbuhan non-budidaya sebesar 37%
(63 spesies), dengan rincian 46 spesies berasal dari hutan, 10 spesies merupakan
tumbuhan liar dan 7 spesies gabungan keduanya.
Dari data tersebut menunjukkan tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat
sebagian besar berasal dari pekarangan. Pekarangan merupakan lahan di sekitar
rumah yang ditanami bermacam-macam tanaman baik jenis, umur, stratifikasi tajuk,
maupun fungsinya. Walaupun fungsi ekonomi pekarangan tidak dapat disejajarkan
dengan kebun atau sawah, namun keberadaan pekarangan memberi arti tersendiri
bagi kehidupan masyarakat. Sebab selain digunakan untuk membantu memenuhi
34
kebutuhan pangan sehari-hari, pekarangan juga memiliki nilai estetis, sosial budaya
dan psikologis. Pekarangan masyarakat biasanya terdiri dari kelapa (Cocos nucifera),
ketapang (Terminalia catappa), mangga (Mangifera indica), pepaya (Carica
papaya), pisang (Musa paradisiaca), kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis), ubi
jalar (Ipomea batatas) dan sebagainya. Tampak bahwa komposisi lahan pekarangan
terdiri dari tanaman dengan tajuk yang berlapis, mulai dari tanaman bertajuk tinggi
hingga tanaman menjalar. Struktur ini menguntungkan dari segi ekologis karena tajuk
yang berlapis dapat dengan efektif melindungi tanah dari erosi.
5.2 Potensi dan Pemanfaatan Tumbuhan Berguna
Berdasarkan pada kelompok kegunaannya, spesies-spesies yang dimanfaatkan
oleh masyarakat sekitar hutan Lambusango dapat dikelompokkan ke dalam 11
kelompok kegunaan meliputi pangan, minuman, bahan bangunan, kayu bakar, obat,
pakan ternak, aromatik, pewarna, tumbuhan hias, tali, anyaman dan kerajinan, serta
untuk keperluan upacara adat. Jumlah spesies tertinggi terdapat pada kelompok
kegunan tumbuhan obat sebesar 83 spesies dan terendah pada kelompok kegunaan
tumbuhan pewarna sebanyak 8 spesies. Selain itu, dapat juga dilihat jumlah lain yang
banyak digunakan oleh masyarakat yaitu tumbuhan pangan sebesar 80 spesies,
tanaman hias 55 spesies dan untuk upacara adat sebesar 41 spesies. Jumlah
keseluruhan tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat di sekitar hutan Lambusango
yaitu sebanyak 169 spesies. Dalam pengelompokannya, satu spesies tumbuhan dapat
terdiri dari beberapa kelompok kegunaan, sebagai contoh pisang (Musa paradisiaca
L.) merupakan bahan pangan, tumbuhan obat, juga digunakan untuk upacara adat.
Ragam pemanfaatan tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan secara rinci dapat
dilihat pada Gambar 13.
35
Gambar 13 Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaannya.
5.2.1 Pangan
Pangan merupakan kebutuhan primer manusia yang sangat mempengaruhi
keberlangsungan hidup manusia. Berbagai macam tumbuhan sering dimanfaatkan
manusia sebagai bahan pangan, baik karena nilai kandungan yang terdapat di
dalamnya, rasa, budaya maupun karena kemudahan dalam memperolehnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tumbuhan pangan adalah segala
sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun dan dapat dimakan atau
dikonsumsi oleh manusia. Contohnya yaitu buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan
dan tumbuhan yang mengandung sumber karbohidrat.
Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan pangan meliputi bahan pangan pokok,
buah dan sayur serta bumbu dapur dan rempah. Berdasarkan wawancara dengan
masyarakat, diperoleh 80 spesies tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pangan.
Tanaman bahan pangan tersebut sebagian besar merupakan jenis yang telah sengaja
ditanam di sawah, kebun atau pekarangan. Sedangkan selebihnya merupakan tanaman
36
yang tumbuh di hutan dan liar di pinggir jalan, terutama buah-buahan. Tabel 2
menyajikan spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan pangan.
Tabel 2 Tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan pangan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
Makanan Pokok (Sumber Karbohidrat)
1 Padi Oryza sativa Poaceae
2 Jagung Zea mays Poaceae
3 Ubi kayu Manihot esculenta Euphorbiaceae
Buah dan Sayur
4 Kangkung Ipomea aquatic Convolvulaceae
5 Kelor Moringa oleifera Moringaceae
6 Nangka Artocarpus heterophyllus Moraceae
7 Pepaya Carica papaya Cariccaceae
8 Pisang Musa paradisiaca Musaceae
Bumbu dapur dan Rempah
9 Asam Tamarindus indica Fabaceae
10 Merica Piper ningrum Piperaceae
Bahan makanan pokok masyarakat desa penyangga hutan Lambusango yaitu
padi (Oryza sativa) (Gambar 14). Dulunya makanan pokok masyarakat yaitu jagung
dan ubi kayu, yang diolah menjadi berbagai jenis masakan diantaranya yaitu kapusu,
kambuse, kambewe dan kasuami. Seiring perkembangan waktu, terutama pada waktu
swasembada beras yaitu sekitar tahun 1980 makanan pokok masyarakat mulai beralih
ke beras. Saat ini, makanan yang berasal dari jagung dan ubi kayu hanya dijadikan
makanan selingan saja.
Gambar 14 Lahan yang digunakan oleh masyarakat untuk pertanian dan perkebunan.
37
Dalam penyajian makanan, masyarakat suku Buton memiliki keanekaragaman
jenis olahan makanan (menu). Sebagai contoh jagung diolah menjadi kapusu,
kambuse dan kambewe, sedangkan ubi kayu diolah menjadi tepung kaopi yang dapat
dibuat berbagai jenis makanan seperti kasuami, epu-epu dan tuli-tuli. Demikian juga
berbagai macam sayur, disajikan dalam berbagai bentuk masakan, misalnya tumis
kangkung, parende kelor, parende bayam, sayur labu dan sebagainya. Sedangkan
buah-buahan umumnya hanya sebagai pelengkap saja dan disajikan dalam acara-
acara tertentu. Berikut salah satu jenis makanan yang barasal dari ubi kayu (Gambar
15).
Gambar 15 Makanan khas suku Buton yaitu kaopi dan kasuami.
Tumbuhan yang dijadikan sebagai bahan pangan oleh masyarakat bukan
hanya tumbuhan yang dibudidayakan, melainkan juga tumbuhan yang hidup liar di
hutan. Salah satu jenis tumbuhan liar yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu
ondo (Dioscorea hispida). Masyarakat mengkonsumsi ondo pada saat-saat tertentu
saja. Ondo termasuk kategori tumbuhan beracun, tetapi masyarakat memiliki cara
agar aman mengkonsumsi ondo tersebut. Adapun cara pengolahannya yaitu ondo
tersebut dibelah menjadi 2 bagian dengan komposisi yang sama, kemudian direndam
di laut selama 1 hari 1 malam, setelah itu ondo telah siap untuk dikonsumsi.
5.2.2 Minuman
Tumbuhan yang biasa digunakan sebagai penghasil minuman oleh masyarakat
sekitar hutan Lambusango ada 12 spesies. Bagian dari tumbuhan yang sering
38
dikonsumsi sebagai minuman adalah bagian buahnya. Diantara spesies yang paling
umum digunakan sebagai penghasil minuman yaitu kelapa (Cocos nucifera) dan enau
(Arenga pinnata) yang telah difermentasi menjadi konau yang merupakan minuman
keras dan memabukkan. Tapi untuk saat ini, konau telah sangat jarang digunakan
oleh masyarakat karena adanya larangan adat dan juga larangan oleh pemerintah.
Adapun minuman khasnya yaitu saraba yang merupakan campuran antara jahe,
santan, gula merah dan susu. Tabel 3 menyajikan tumbuhan yang digunakan oleh
masyarakat sebagai bahan minuman.
Tabel 3 Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan minuman
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian yang Digunakan
1 Asam Tamarindus indica Fabaceae Buah
2 Enau Arenga pinnata Arecaceae Buah
3 Jahe Zingiber officinale Zingiberaceae Rimpang
4 Jeruk nipis Citrus aurantifolia Rutaceae Buah
5 Jeruk purut Citrus hystrix Rutaceae Buah
6 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae Buah
7 Kencur Kaempferia galangal Zingiberaceae Rimpang
8 Kopi Coffea arabica Rubiaceae Biji
9 Kunyit Curcuma domestica Zingiberaceae Rimpang
10 Lengkuas Alpinia galanga Zingiberaceae Rimpang
11 Sirih Piper betle Piperaceae Daun
12 Temulawak Curcuma xanthorrhiza Zingiberaceae Rimpang
5.2.3 Bahan bangunan
Rumah atau papan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia selain
pangan dan pakaian. Rumah berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat berlindung.
Kayu dan bagian lain dari tumbuhan banyak yang berguna untuk dijadikan sebagai
bahan bangunan. Biasanya kayu digunakan untuk tiang, rangka atap, rangka lantai
dan daun pintu, namun bagian lain tumbuhan seperti daun juga dapat dijadikan
sebagai atap rumah. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa masyarakat
memanfaatkan 37 spesies tumbuhan untuk dijadikan sebagai bahan bangunan.
Beberapa spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan bangunan seperti
tercantum pada Tabel 4.
39
Tabel 4 Tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan bangunan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Kegunaan
1 Jati Tectona grandis Verbenaceae Tiang, dinding, lantai
2 Wola Vitex cofassus Verbenaceae Tiang, dinding, lantai
3 Cendana Santalum album Santalaceae Tiang, dinding, lantai
4 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae Tambahan penyangga lantai
5 Bambu Bambusa sp. Poaceae Dinding, lantai dapur
6 Bakau Rhizophora sp. Rhizophoraceae Tiang, dinding
7 Lapi Macaranga tanarius Euphorbiaceae Tiang, dinding
8 Welalo Archidendron fagifolium Fabaceae Tiang, dinding
9 Nipah Nypa fruticans Arecaceae Atap
10 Alang-alang Imperata cylindrica Poaceae Atap
Kayu yang paling disukai untuk dijadikan sebagai bahan bangunan yaitu jati
(Tectona grandis) dan wola (Vitex coffasus) karena kuat dan awet. Sedangkan untuk
spesies lainnya yang merupakan kayu kelas dua, biasanya digunakan sebagai bahan
bangunan rumah kebun, tempat beristirahat dan lain-lain. Terdapat pula beberapa
rumah yang dindingnya masih menggunakan jelajah yang merupakan anyaman dari
bambu dan atap yang berasal dari daun nipah dan alang-alang. Meskipun hal tersebut
sudah jarang dijumpai, dikarenakan saat ini hampir semua masyarakat memiliki atap
rumah yang terbuat dari seng. Seng banyak digunakan oleh masyarakat karena
masyarakat menganggap penggunaan seng lebih praktis. Penggunaan atap yang
berasal dari daun nipah dan alang-alang biasanya hanya sebatas untuk di rumah
kebun (Gambar 16).
Gambar 16 Rumah penduduk
40
5.2.4 Kayu bakar
Kayu bakar merupakan sumberdaya yang penting bagi masyarakat yang tidak
memiliki sumber energi lain seperti listrik, minyak tanah atau gas. Kayu bakar dapat
diperoleh dengan mudah dan tidak memerlukan biaya yang mahal atau bahkan tidak
memerlukan biaya apapun. Masyarakat di sekitar hutan Lambusango masih
menggunakan kayu bakar untuk memasak, meskipun mereka juga ada yang sudah
memiliki kompor. Hal ini dikarenakan sumber energi dari kayu bakar hemat dan
mudah didapatkan. Pada umumnya masyarakat menggunakan tumbuhan apapun
untuk dijadikan sebagai kayu bakar, yang penting kering dan dapat terbakar.
Masyarakat mendapatkan kayu bakar biasanya dengan cara menebang langsung
kemudian membelah-belahnya atau mengumpulkan dahan dan ranting yang telah
berjatuhan. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh 36 spesies tumbuhan yang
digunakan sebagai kayu bakar. Tabel 5 menyajikan tumbuhan yang sering digunakan
oleh masyarakat sebagai kayu bakar.
Tabel 5 Tumbuhan yang sering digunakan sebagai kayu bakar
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian yang Digunakan
1 Bakau Rhizophora sp. Rhizophoraceae Batang, ranting
2 Bambu Bambusa sp. Poaceae Batang
3 Bambu buluh Bambusa atra Poaceae Batang
4 Gamal Glyricida sepium Fabaceae Batang
5 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae Batang
6 Jati Tectona grandis Verbenaceae Batang
7 Wola Vitex cofassus Verbenaceae Batang
8 Ketapang Terminalia catappa Combretaceae Batang, ranting
9 Mangga Mangifera indica Anacardiaceae Batang, ranting
10 Asam Tamarindus indica Fabaceae Batang, ranting
Jenis yang paling sering digunakan yaitu bakau (Rhizophora sp.). Pemukiman
masyarakat berada di daerah pesisir, dimana di beberapa kawasan terdapat areal hutan
mangrove dengan spesies yang mendominasi yaitu bakau. Sehingga bakau relatif
lebih mudah diperoleh. Kayu bakau yang diambil pada umumnya berasal dari pohon
41
bakau yang sudah tua ataupun sudah mati. Gambar 17 menyajikan kayu bakar yang
digunakan serta kondisi dapur masyarakat.
Gambar 17 Kayu bakar yang digunakan oleh masyarakat.
5.2.5 Obat
Diantara 169 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat, terdapat
83 spesies yang mempunyai khasiat sebagai obat (Lampiran 7). Spesies-spesies
tumbuhan tersebut bukan hanya spesies yang berasal dari hutan saja, melainkan
sebagian besar yang digunakan oleh masyarakat merupakan hasil budidaya di
pekarangan rumah.
Spesies-spesies tersebut mempunyai manfaat yang banyak bagi kesehatan
manusia. Umumnya setiap spesies mempunyai kegunaan menyembuhkan lebih dari
satu penyakit dan kelompok penyakit atau penggunaan, namun ada pula spesies yang
berkhasiat hanya untuk satu kelompok penyakit atau penggunaan (Lampiran 7).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tumbuhan untuk digunakan
sebagai obat yaitu, bagian tumbuhan, cara pemanenan, cara pengolahan dan aturan
pemakaian (dosis). Bagian dari tiap tumbuhan mempunyai peranan masing-masing
dalam menyembuhkan penyakit, ada spesies tertentu yang seluruh bagiannya dapat
digunakan, ada juga yang hanya bagian tertentu yang berpengaruh menyembuhkan.
Berikut beberapa spesies tumbuhan obat yang sering digunakan oleh masyarakat
(Tabel 6).
42
Tabel 6 Tumbuhan obat yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Kegunaan Bagian yang
Digunakan
1 Damar Canarium aspersum Burseraceae Muntah darah Kulit batang
2 Engkuni Arcangelisia flava Menispermaceae Sarampa, demam,
sakit pinggang
Kulit batang
3 Kambahu Planchonia valida Lecythidaceae Paru-paru basah Batang
4 Konduru Sechium edule Cucurbitaceae Thypus Buah muda
5 Ntanga-ntanga Jatropha curcas Euphorbiaceae Demam, sariawan Daun
6 Pepaya Carica papaya Caricaceae Malaria Daun, bunga
7 Samburoto Andrographis
paniculata
Acanthaceae Demam,malaria,
batuk
Daun
8 Sirih Piper betle Piperaceae Penyakit dalam,
muntah darah, mata,
gigi, batuk, keputihan
Daun
9 Tekulo Kleinhovia hospita Sterculiaceae Lever Daun
10 Welalo Archidendron
fagifolium
Fabaceae Paru-paru basah Daun
Pengetahuan masyarakat mengenai tumbuhan obat selain diperoleh dari
pengetahuan turun temurun juga merupakan hasil pembelajaran sendiri oleh
masyarakat serta adanya penyuluhan instansi-instansi terkait diantaranya Dinas
Kesehatan mengenai Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA). Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa pada umumnya tumbuhan obat digunakan untuk mengobati
demam dan penyakit saluran pencernaan. Hal ini dikarenakan kedua jenis penyakit
tersebut merupakan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat. Gambar 18
merupakan contoh tumbuhan yang sering digunakan untuk mengobati demam.
Gambar 18 Samburoto dan Ntanga-ntanga.
43
Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, selain demam dan penyakit saluran
pencernaan, masyarakat juga banyak yang menderita sakit ginjal. Hal ini dikarenakan
air pada kawasan ini banyak mengandung zat kapur. Meskipun air tersebut telah
dimasak, tetapi masih ada zat kapur yang tertinggal dalam air minum tersebut. Oleh
karena itu perlu dikembangkan beberapa spesies tumbuhan obat yang berfungsi untuk
mengobati penyakit ginjal. Spesies tersebut diutamakan spesies yang telah ada di
kawasan tersebut. Spesies yang berkhasiat mengobati penyakit ginjal diantaranya
yaitu kumis kucing, cocor bebek, jagung dan pecah beling.
Menurut Dalimartha (2003), cara penggunaan kumis kucing sebagai obat
ginjal yaitu herba kumis kucing tersebut direbus dengan dosis, untuk herba kering
sebanyak 30-60 gram sedangkan untuk herba segar yaitu sebanyak 90-120 gram, lalu
diminum air rebusannya. Herba kumis kucing yang kering ataupun yang segar juga
bisa diseduh lalu diminum seperti teh.
Menurut Utami (2008), untuk mengobati radang ginjal akut yaitu dengan
menggunakan daun cocor bebek sebanyak 60 gram, yang direbus dengan 3 gelas air
hingga tersisa 1 gelas. Sedangkan untuk mengobati batu ginjal yaitu dengan
menggunakan 4 tongkol jagung muda, 1 genggam rambut jagung, 8 helai daun keji
beling yang dihaluskan lalu ditambahkan 100 ml air matang. Minum 1 kali sehari
selama 14 hari. Setelah batu ginjal keluar, baik berupa kerikil, butiran maupun buih,
pengobatan dihentikan serta diteruskan dengan meminum jamu kumis kucing dan
meniran.
Spesies-spesies tersebut di atas merupakan tumbuhan yang terdapat di kebun
atau pekarangan masyarakat sehingga mudah dalam memperolehnya. Tetapi tidak
tertutup kemungkinan untuk peluang dikembangkannya spesies-spesies potensial
tersebut dalam bentuk simplisia ataupun dalam bentuk olahan obat herbal yang lebih
praktis dan modern.
Apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di sekitar Taman
Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah dengan jumlah tumbuhan obat sebanyak 401
spesies (Gailea 2005), di Taman Nasional Bali Barat sebanyak 59 spesies (Arafah
2005), jumlah ini termasuk kategori sedang yaitu 83 spesies. Dalam batas-batas
44
perkembangannya, masyarakat di sekitar hutan Lambusango hingga kini masih
menjaga dan mempraktekkan pengetahuan pengobatan tradisional yang menggunakan
bahan dari tumbuhan yang mereka miliki. Walaupun pergeseran pengetahuan dan
pemanfaatan tumbuhan sebagai alternatif penyembuhan itu terjadi, akan tetapi dalam
batas-batas tertentu mereka masih belum sepenuhnya meninggalkan pola pengobatan
tradisional. Pergeseran pengetahuan ini erat kaitannya dengan fasilitas kesehatan
yang tersedia, kemudahan memperoleh obat-obatan siap pakai yang bebas diperoleh
di kios-kios kecil serta kuatnya arus informasi dan komunikasi.
5.2.6 Pakan ternak
Mannetje dan Jones (1992) diacu dalam Kartikawati (2004) mengemukakan
bahwa tanaman pakan merupakan tanaman yang mempunyai konsentrasi nutrisi
rendah dan mudah dicerna yang merupakan penghasil pakan bagi satwa herbivora.
Tanaman pakan dapat diolah dan dibudidayakan, meskipun seringkali dapat muncul
sebagai tumbuhan liar, misalnya alang-alang. Pada lokasi penelitian, tidak dijumpai
adanya peternakan besar. Peternakan hanya sebatas skala rumah tangga dengan 1-4
ekor sapi ataupun kambing, juga ayam kampung. Dalam pemberian pakannya pun,
ternak tersebut biasanya dilepaskan di sekitar kebun, pekarangan atau pun di tepi
jalan yang berumput (Gambar 19).
Gambar 19 Ternak masyarakat.
45
Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 12 spesies yang digunakan oleh
masyarakat sebagai pakan ternak. Adapun spesies yang paling sering digunakan yaitu
rumput gajah (Axonopus compressus) yang tumbuh liar di alam serta batang dan daun
pisang (Musa paradisiaca). Tabel 7 menyajikan tumbuhan yang digunakan sebagai
pakan ternak.
Tabel 7 Tumbuhan yang digunakan sebagai pakan ternak
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian yang Digunakan
1 Alang-alang Imperata cylindrica Poaceae Daun
2 Bakau Rhizophora sp. Rhizophoraceae Daun
3 Bayam Amaranthus tricolor Amaranthaceae Herba
4 Gamal Glyricida sepium Fabaceae Daun
5 Jagung Zea mays Poaceae Biji
6 Kangkung Ipomea aquatica Convolvulaceae Herba
7 Pisang Musa paradisiaca Musaceae Daun dan batang
8 Rumput gajah Axonopus compressus Poaceae Daun
9 Kawu jawa/Turi Sesbania grandiflora Fabaceae Daun
10 Pegagan Centella asiatica Apiaceae Daun
11 Rumput teki Cyperus rotundus Cyperaceae Daun
12 Padi Oryza sativa Poaceae Biji
5.2.7 Aromatik
Dari hasil wawancara, diperoleh sebanyak 17 spesies tumbuhan yang
digunakan sebagai tumbuhan aromatik oleh masyarakat. Pada umumnya tumbuhan
berguna tersebut digunakan untuk mengharumkan masakan, serta untuk wewangian
pada upacara adat. Untuk kebutuhan tumbuhan aromatik lainnya, seperti untuk
parfum dan lain sebagainya, tidak dijumpai di daerah ini. Tumbuhan yang sering
digunakan sebagai aromatik yaitu kelapa (Cocos nucifera) yang diolah menjadi
minyak harum. Minyak harum ini dapat digunakan untuk masakan, minyak rambut
dan lain sebagainya. Berikut beberapa spesies yang sering digunakan sebagai
tumbuhan aromatik (Tabel 8).
46
Tabel 8 Tumbuhan aromatik yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat
No Nama
Lokal Nama Ilmiah Famili
Bagian yang
digunakan Kegunaan
1 Cengkeh Syzygium aromaticum Myrtaceae Buah Mengharumkan
masakan
2 Gaharu Aquilaria malaccensis Thymelaeaceae Batang Upacara adat
3 Jeruk nipis Citrus aurantifolia Rutaceae Buah Mengharumkan
masakan
4 Kamboja Plumeria multifora Apocynaceae Bunga Upacara adat
5 Kayu manis Cinnamomum burmanii Lauraceae Kulit batang Mengharumkan
masakan
6 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae Buah Dibuat minyak
harum
7 Kulilawa Cinnamomum culilawa Lauraceae Batang Upacara adat
8 Mawar Rosaceae sp. Rosaceae Bunga Upacara adat
9 Melati Jasminum sambac Oleraceae Bunga Upacara adat
10 Tangkurera Averrhoa bilimbi Oxalidaceae Buah Mengharumkan
masakan
5.2.8 Bahan pewarna
Pewarna yang berasal dari tumbuhan disebut sebagai pewarna nabati. Dari
hasil wawancara diperoleh 8 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat
sebagai pewarna. Sebagian besar tumbuhan tersebut digunakan untuk memberi warna
pada masakan. Adapun spesies yang sering digunakan yaitu pandan (Pandanus
tectorius) dan kunyit (Curcuma domestica). Tabel 9 menyajikan beberapa spesies
tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pewarna.
Tabel 9 Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pewarna
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian yang
Digunakan Warna
1 Bunga anting-anting Acalypha australis Euphorbiaceae Daun Jingga
2 Kemangi Ocimum basilicum Zingiberaceae Daun Hijau
3 Kunyit Curcuma domestica Zingiberaceae Rimpang Kuning
4 Lombok besar Capsicum annum Solanaceae Buah Merah
5 Lombok kecil Capsicum frustescens Solanaceae Buah Merah
6 Pacar air Impatiens balsamina Balsaminaceae Daun Merah
7 Pandan Pandanus tectorius Pandanaceae Daun Hijau
8 Ponda Pandanus sp. Pandanaceae Daun Hijau
47
5.2.9 Tumbuhan hias
Tumbuhan hias merupakan tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat
sebagai penghias rumah atau pekarangan. Dikatakan sebagai tumbuhan hias karena
memiliki keindahan baik dari bunga, daun, batang dan buahnya. Saat ini
kecenderungan yang ada di pasar yaitu berburu tanaman yang unik dan langka. Hal
tersebut tentunya mempengaruhi minat masyarakat dalam membudidayakan
tumbuhan hias.
Jumlah tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagai tanaman hias
yaitu 55 spesies. Spesies tumbuhan tersebut dijadikan sebagai tanaman hias karena
memiliki nilai hias baik dari segi bunga, buah, daun, tajuk maupun batangnya.
Adapun spesies tumbuhan yang banyak dijadikan sebagai tanaman hias diantaranya
yaitu seperti yang terlihat pada Tabel 10 dan Gambar 20.
Tabel 10 Tumbuhan hias yang terdapat di pekarangan masyarakat
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian yang digunakan
1 Anggrek bulan Phalaenopsis amabilis Orchidaceae Bunga
2 Agave Agave cantula Agavaceae Daun
3 Asoka Ixora paludosa Rubiaceae Bunga
4 Bunga kancing baju Euphorbia mili Euphorbiaceae Bunga
5 Bunga kertas Zinia elegan Asteraceae Bunga
6 Boroco Celosia argentea Amaranthaceae Bunga
7 Kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis Malvaceae Bunga
8 Ketapang Terminalia catappa Combretaceae Pohon
9 Lili Chlorophytum Capense Euphorbiaceae Daun
10 Mangga Mangifera indica Anacardiaceae Pohon
Gambar 20 Tumbuhan hias di pekarangan rumah masyarakat.
48
5.2.10 Tali, anyaman dan kerajinan
Terdapat 11 spesies tumbuhan yang digunakan untuk membuat tali, anyaman
dan kerajinan. Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan tali, anyaman dan kerajinan
pada umumnya merupakan tumbuhan yang belum dibudidayakan, yang berasal dari
hutan dan tumbuhan liar di pinggir-pinggir jalan, sungai maupun tepi laut. Tabel 11
menyajikan spesies tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagai bahan
pembuat tali, anyaman dan kerajinan.
Tabel 11 Tumbuhan yang digunakan sebagai tali, anyaman dan kerajinan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian yang Digunakan
1 Alang-alang Imperata cylindrica Poaceae Daun
2 Bambu Bambusa sp. Poaceae Batang
3 Bambu buluh Bambusa atra Poaceae Batang
4 Enau Arenga pinnata Arecaceae Daun, tulang daun
5 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae Daun, tulang daun
6 Nipah Nypa fruticans Arecaceae Daun
7 Pandan Pandanus tectorius Pandanaceaae Daun
8 Ponda Pandanus sp. Pandanaceaae Daun
9 Rotan Callamus sp. Arecaceae Batang
10 Rumput gajah Axonopus compressus Poaceae Daun
11 Sagu Metroxylon sagu Arecaceae Daun
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bambu dan rotan merupakan
jenis yang paling sering digunakan sebagai anyaman. Bambu biasa digunakan untuk
membuat jelajah, kalase, keranjang, karamba dan lain-lain. Sedangkan rotan biasanya
digunakan sebagai tali serta untuk membuat keranjang. Beberapa hasil tali dan
anyaman seperti yang disajikan pada Gambar 21.
Gambar 21 Hasil tali, anyaman dan kerajinan masyarakat suku Buton.
49
5.2.11 Bahan upacara adat
Kepercayaan masyarakat adat yang merupakan suatu tradisi dan budaya tidak
dapat dipisahkan dari tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan dianggap sebagai salah satu
bagian dari upacara adat. Upacara adat tidak dapat berlangsung apabila terdapat salah
satu komponen yang tidak lengkap. Kepercayaan masyarakat tersebut adalah karena
didasari oleh penghormatan terhadap Sang Pencipta, leluhur dan nenek moyang yang
melakukan hal yang sama. Dalam masyarakat Buton terdapat rangkaian ritual dalam
kehidupan manusia yang keseluruhannya dikenal sebagai ritual siklus hidup. Ritual
ini umumnya terdiri dari rangkaian selamatan bagi wanita hamil, kelahiran bayi,
aqiqah, dhole-dhole, khitanan, posuo, pernikahan serta kematian. Tumbuhan yang
digunakan oleh masyarakat sebagai tumbuhan untuk keperluan upacara adat yaitu
terdapat 41 spesies. Adapun spesies-spesies tumbuhan yang sering digunakan dalam
upacara adat yaitu sebagai berikut (Tabel 12).
Tabel 12 Tumbuhan untuk keperluan upacara adat
No Nama
Lokal Nama Ilmiah Famili
Bagian yang
Digunakan Kegunaan
1 Bambu Bambusa sp. Poaceae Batang Membungkus nasi
2 Enau Arenga pinnata Arecaceae Buah Pewarna makanan
3 Jagung Zea mays Poaceae Biji Makanan
4 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae Buah, daun Makanan, anyaman
5 Kunyit Curcuma domestica Zingiberaceae Rimpang Pewarna
6 Padi Oryza sativa Poaceae Biji Makanan
7 Pinang Areca catechu Arecaceae Buah Upacara adat
8 Pisang Musa paradisiaca Musaceae Daun, batang, buah Upacara adat,
makanan
9 Sirih Piper betle Piperaceae Daun Upacara adat
10 Ubi kayu Manihot esculenta Euphorbiaceae Umbi Makanan
5.3 Tingkat Kegunaan Tumbuhan Berdasarkan Jumlah Kegunaannya
Setiap spesies tumbuhan yang digunakan dapat memiliki beberapa kegunaan.
Berdasarkan data yang diperoleh, dari 169 spesies tumbuhan yang digunakan,
terdapat 35 spesies yang memiliki tingkat kegunaan tinggi yaitu berkisar antara 3
sampai 9 kegunaan (Lampiran 14). Tabel 13 menunjukkan 10 spesies yang memiliki
tingkat kegunaan yang tertinggi.
50
Tabel 13 Tingkat kegunaan tumbuhan berdasarkan jumlah kegunaannya
No Nama Lokal Nama Ilmiah ∑ Kegunaan Kegunaan*
1 Kelapa Cocos nucifera 9 1,2,3,4,5,7,9,10,11
2 Pisang Musa paradisiaca 5 1,5,6, 9,11
3 Bambu Bambusa sp. 5 1,3,4,10,11
4 Kunyit Curcuma domestica 5 1,2,5,8,11
5 Sirih Piper betle 5 1,2,5,9,11
6 Asam Tamarindus indica 5 1,2,4,5,11
7 Pandan Pandanus tectorius 5 1,8,9,10,11
8 Cengkeh Syzygium aromaticum 5 1,4,5,7,11
9 Jeruk nipis Citrus aurantifolia 5 1,2,5,7,11
10 Jagung Zea mays 4 1,5,6,11
Keterangan* :
1. Pangan 5. Obat 9. Tumbuhan hias
2. Minuman 6. Pakan ternak 10. Tali, anyaman dan kerajinan
3. Bahan bangunan 7. Tumbuhan aromatic 11. Upacara adat
4. Kayu bakar 8. Pewarna
Kelapa (Cocos nucifera) merupakan spesies yang memiliki nilai kegunaan
yang tinggi. Hal ini dikarenakan kelapa (Cocos nucifera) setiap bagian kelapa
semuanya dapat dimanfaatkan sehingga memiliki banyak kegunaan (9 kegunaan dari
11 klasifikasi kegunaan tumbuhan) yaitu sebagai bahan pangan, bahan minuman,
bahan bangunan, kayu bakar, tumbuhan hias, tumbuhan aromatik, tali, anyaman dan
kerajinan, untuk upacara adat dan juga sebagai tumbuhan obat. Spesies tumbuhan lain
yang memiliki tingkat kegunaan yang tinggi yaitu pisang (Musa paradisiaca), bambu
(Bambusa sp.), asam (Tamarindus indica), kunyit (Curcuma domestica) dan sirih
(Piper betle) masing-masing sebanyak 5 kegunaan dari 11 klasifikasi kegunaan
tumbuhan. Kelapa dan pisang banyak digunakan oleh masyarakat, dikarenakan
hampir semua bagian kedua spesies tersebut dapat digunakan dan banyak ditemukan
tumbuh di lingkungan sekitar masyarakat, baik itu yang tumbuh liar, maupun yang
sudah dibudidayakan di kebun dan pekarangan.
51
5.4 Praktek Konservasi Suku Buton di Sekitar Hutan Lambusango
Kearifan tradisional secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu sistem,
pengetahuan atau nilai yang mengakar dalam suatu komunitas masyarakat dan
dijadikan sebagai bagian dari peraturan tidak tertulis untuk dipatuhi oleh warganya.
Masyarakat pedesaan terlebih masyarakat adat akan sangat menjunjunng tinggi
kearifan tersebut dalam perilaku keseharian mereka.
Suku Buton memiliki beberapa aturan-aturan adat yang tidak tertulis.
Diantaranya yaitu “Bholimo karo somanamo lipu”, yang merupakan penggalan dari
pepatah adat yaitu:
1) Bholimo arata somanamo karo
2) Bholimo karo somanamo lipu
3) Bholimo lipu somanamo sara
4) Bholimo sara somanamo agama
Dari pepatah tersebut di atas dapat terlihat bahwa kepentingan daerah
ditempatkan diatas kepentingan pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa daerah atau
dalam hal ini lingkungan alam sekitar memiliki peranan yang sangat penting dalam
mendukung peri kehidupan manusia. Selalulah tempatkan kepentingan daerah diatas
kepentingan pribadi karena setiap pribadi merupakan bagian dari daerah itu sendiri,
tetapi kepentingan daerah tersebut harus tetap sesuai dengan sara dan agama.
Dewasa ini, kearifan tradisional masyarakat suku Buton di sekitar hutan
Lambusango sudah mulai luntur. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya
diantaranya yaitu telah masuk dan berkembangnya sistem teknologi, informasi dan
komunikasi, aksesibilitas yang cukup baik serta adanya masyarakat pendatang.
Aksesibilitas dan sarana transportasi menuju kawasan hutan Lambusango dan
desa-desa di sekitarnya cukup baik. Hal ini dikarenakan kawasan ini merupakan jalur
lintas kabupaten. Di satu sisi adanya aksesibilitas yang baik ini dapat mendorong
kemajuan pembangunan di kawasan ini. Di sisi lain, hal ini mengakibatkan
terancamnya sistem kearifan tradisional masyarakat asli dikarenakan masuknya pola
hidup modernisasi masyarakat perkotaan yang cenderung bersifat materialis dan
konsumtif.
52
Kemajuan teknologi dan masuknya pola hidup modern di suatu kawasan tidak
dapat dihindari. Tetapi hal tersebut jangan sampai menjadi alasan untuk
meninggalkan sistem kearifan tradisional. Justru hal tersebut harus dijadikan
kekuatan untuk membangun dan mengembangkan resources lokal yang berasaskan
sistem kearifan tradisional. Sehingga kelestarian sumberdaya alam tetap terjaga yang
diikuti dengan terjaminnya kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
5.4.1 Kegiatan pemanfaatan oleh masyarakat
Masyarakat sekitar hutan Lambusango mengetahui mengenai pentingnya
keberadaan dan fungsi dari hutan Lambusango itu sendiri. Hutan berfungsi sebagai
daerah resapan air. Dengan menjaga keseimbangan ekosistem hutan berarti juga
menjaga tetap tersedianya air bersih yang digunakan sebagai air minum dan irigasi,
menjaga kualitas dan kuantitas air, serta memelihara kelestarian ekosistem perairan
laut di sekitar Pulau Buton.
Masyarakat sekitar hutan Lambusango juga banyak memanfaatkan
sumberdaya alam di dalam hutan, diantaranya yaitu pemanfaatan rotan (Callamus
sp.). Di kawasan hutan Lambusango, rotan dikenal sebagai tumbuhan yang tersebar
luas di berbagai tipe habitat dan ketinggian. Masyarakat sekitar hutan biasa
mengambil rotan di dalam hutan sebagai salah satu jenis mata pencaharian tambahan.
Pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat pengumpul rotan yang bermukim di
sekitar kawasan hutan Lambusango, merupakan pengetahuan yang diperoleh secara
turun temurun atau yang didapat dari pengalaman di lapangan. Pengetahuan tersebut
meliputi pengenalan jenis rotan (nama lokal), kriteria dan indikator dari rotan masak
tebang, waktu yang paling baik untuk mengambil rotan. Masyarakat tersebut juga
memiliki kearifan tradisional berupa peraturan yang tidak tertulis mengenai aturan-
aturan dalam pemanenan rotan, yaitu: (1) Memungut rotan yang sudah masak tebang,
(2) Menyisakan beberapa batang dalam setiap rumpun rotan yang ditebang.
53
5.4.2 Pembagian fungsi hutan
Di dalam hutan Lambusango juga terdapat blok-blok yang merupakan hutan
larangan. Masyarakat meyakini bahwa di blok hutan tersebut ada penunggunya. Oleh
karena itu, pada kawasan tersebut tidak boleh ribut serta tidak boleh mengambil hasil
hutannya. Hutan larangan tersebut juga tidak hanya terdapat di dalam kawasan hutan
Lambusango, tetapi juga terdapat di sekitar pemukiman warga di luar kawasan
Adanya blok-blok hutan larangan ini merupakan salah satu kearifan tradisional serta
sikap konservasi masyarakat terhadap kawasan hutan agar tidak dieksploitasi secara
berlebihan. Gambar 22 menunjukkan kawasan hutan yang merupakan hutan larangan.
Gambar 22 Hutan larangan.
54
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Masyarakat suku Buton di sekitar hutan Lambusango memiliki pengetahuan
mengenai tumbuhan berguna. Pengetahuan ini diperoleh secara turun temurun,
pengalaman secara langsung di lapangan, serta dari penyuluhan-penyuluhan instansi
terkait. Tumbuhan berguna yang dimanfaatkan masyarakat suku Buton di sekitar
hutan Lambusango sebanyak 169 spesies untuk berbagai kegunaan. Digunakan
sebagai bahan pangan (80 spesies), bahan minuman (12 spesies), bahan bangunan (37
spesies), kayu bakar (36 spesies), tumbuhan obat (83 spesies), pakan ternak (12
spesies), tumbuhan aromatik (17 spesies), pewarna (8 spesies), tumbuhan hias (55
spesies), bahan tali, anyaman dan kerajinan (11 spesies) serta untuk keperluan
upacara adat (41 spesies).
Saat ini pengambilan tumbuhan hutan sudah jarang dilakukan, kecuali hanya
untuk spesies tertentu seperti rotan dan bambu. Tumbuhan yang digunakan oleh
masyarakat, pada umumnya telah dibudidayakan sendiri di pekarangan rumah dan
kebun/sawah. Secara tidak langsung, masyarakat di sekitar juga turut serta dalam
menjaga kelestarian hutan Lambusango.
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu:
1. Pengembangan keanekaragaman spesies-spesies unggulan daerah berdasarkan
hasil penelitian dan kemandirian masyarakat, sehingga selain dapat meningkatkan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sekaligus dapat melestarikan hutan dan
kearifan tradisional masyarakat suku Buton,
2. Pelatihan dan penyuluhan mengenai pembudidayaan khususnya bambu dan rotan
sehingga masyarakat tidak terlalu bergantung dengan ketersediaan spesies
tersebut di dalam kawasan hutan,
55
3. Pengembangan Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) berupa spesies tumbuhan obat
yang sesuai dengan penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat,
4. Pengembangan ekowisata berupa agrowisata dan wisata budaya di daerah sekitar
hutan Lambusango.
56
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti UR. 2007. Kajian Etnobotani dan Aspek Konservasi Sengkubak
(Pycnarrhena cauliflora (Miers.) Diels.) di Kabupaten Sintang Kalimantan
Barat [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ahmadi A. 2009. Makna Simbolis pada Istana Malige.
http://orangbuton.wordpress.com/2009/10/23/makna-simbolis-pada-istana-
malige-buton. [13 Desember 2009].
Aliadi A, HS Roemantyo. 1994. Kaitan Pengobatan Tradisional dengan Pemanfaatan
Tumbuhan Obat dalam Zuhud,E.A.M. dan Haryanto (eds.). Pelestarian
Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia.
Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan IPB – Lembaga Alam Tropika
Indonesia (LATIN).
Arafah D. 2005. Studi Potensi Tumbuhan Berguna di Kawasan Taman Nasional Bali
Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Arifin HS. 2005. Tanaman Hias Tampil Prima. Jakarta: Penebar Swadaya.
Ashar H. 1994. Etnobotani Rempah Dalam Makanan Adat Masyarakat Batak
Angkola Dan Mandailing [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Dalimartha S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jiid 2. Jakarta: Trubus
Agriwidya.
Dikman. 2007. Sejarah Kesultanan Buton. http://buton.wordpress.com [13 Desember
2009].
Gailea R. 2005. Identifikasi Pemanfaatan dan Pengembangan Tumbuhan Obat di
Sekitar Taman Nasional Lore Lindu [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Harris R. 1994. Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta: Penebar Swadaya.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid I-IV. Jakarta: Badan Litbang
Kehutanan Yayasan Wana Jaya.
Inama. 2008. Kajian Etnobotani Masyarakat Suku Marind Sendawi Anim di Kawasan
Taman Nasional Wasur, Kabupaten Merauke, Propinsi Papua [Skripsi].
Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
57
Kartikawati SM. 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan oleh Masyarakat Dayak
Meratus di Kawasan Hutan Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai
Tengah [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Kartiwa S, M Wahyuno. 1992. Hubungan Antara Tumbuhan dan Manusia dalam
Upacara Adat di Indonesia. Prosiding dan Lokakarya Nasional Etnobotani.
Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian
RI, LIPI, Perpustakaan Nasional RI. Hal : 149-155
Martin GI. 1998. Etnobotani. M.Mohamed, penerjemah. Gland Switzerland :
Kerjasama Natural History Publication (borneo), Kota Kinibalu dan World
Life Fund for Nature.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. 2009. Kabupaten Buton.
http://www.sultra.go.id. [21 Oktober 2009]
Purwanto YEB, Waluyo. 1992. Etnobotani Suku Dani di Lembah Baliem Irian Jaya:
Suatu Telaah tentang Pengetahuan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Tumbuhan. Prosiding, Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Bogor:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI,
Perpustakaan Nasional RI. Hal: 132-140
Sastropradja S, JJ Afriastini, H Sutarno. 1983. Makanan Ternak. Bogor: Lembaga
Biologi Nasional – LIPI.
Septianto A. 2007. Keraton Sultan Buton. http://sultra.bps.go.id/index.php . [13
Desember 2009]
Singer HA, E Purwanto. 2006. Misteri Kekayaam Hutan Lambusango. Bau-Bau:
Program Konservasi Hutan Lambusango (PKHL) – Operation Wallacea Trust.
Soekarman, S Riswan. 1992. Status Pengetahuan Etnobotani di Indonesia. Prosiding
dan Lokakarya Nasional Etnobotani. Bogor: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan Nasional RI.
Hal : 1-7
Sutarno. 1996. Paket Modul Partisipatif : Pemberdayaan Jenis Pohon dalam Sistem
Wanatani. Prosea-Indonesia. Bogor: Yayasan Prosea.
Tjitrosoepomo G. 1988. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Utami P. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta: Agromedia Pustaka.
58
Verheij EWM, RE Coronel. 1997. Buah-buahan yang dapat Dimakan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Wahana Budaya Indonesia. 2009. Adat Istiadat dan Budaya Sulawesi Tenggara.
http://www.wahana-budaya-indonesia.com/index.php. [21 Oktober 2009].
Widayati A, B Carlisle. 2007. Landcover Change in Lambusango Forest and Vicinity
from 1994 to 2004. Amerika Serikat: Northumbia University.
Widjaja EA, UW Mahyar, SS Utomo. 1988. Tumbuhan Anyaman Indonesia. Jakarta :
Mediyatama Sarana Perkasa.
Wijaya A. 2006. Sepenggal Sejarah Budaya Kesultanan Buton. Lambusango Lestari
edisi Juli 2006. Hal: 16-17
Zuhud EAM, Ekarelawan, Riswan S. 1994. Hutan Tropika Indonesia sebagai Sumber
Keanekaragaman Plasma Nutfah Tumbuhan Obat dalam Zuhud,E.A.M. dan
Haryanto (eds.). Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat
Hutan Tropika Indonesia. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan IPB
– Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN).
59
LAMPIRAN
60
Lampiran 1 Daftar famili tumbuhan berguna di sekitar hutan Lambusango
No Famili Jumlah
Spesies No Famili
Jumlah
Spesies
1 Acanthaceae 2
34 Liliaceae 3
2 Agavaceae 3
35 Loganiaceae 1
3 Amaranthaceae 2
36 Magnoliaceae 1
4 Anacardiaceae 4
37 Malvaceae 3
5 Annonaceae 2
38 Meliaceae 2
6 Apiaceae 4
39 Menispermaceae 2
7 Apocynaceae 4
40 Moraceae 4
8 Araceae 1
41 Moringaceae 1
9 Arecaceae 8
42 Musaceae 1
10 Asteraceae 4
43 Myristicaceae 1
11 Balsaminaceae 1
44 Myrtaceae 6
12 Bombacaceae 2
45 Nyctaginaceae 1
13 Brassicaceae 2
46 Oleraceae 1
14 Bromeliaceae 1
47 Orchidaceae 1
15 Burseraceae 2
48 Oxalidaceae 2
16 Cactaceae 1
49 Pandanaceae 2
17 Caricaceae 1
50 Piperaceae 2
18 Clusiaceae 2
51 Poaceae 9
19 Combretaceae 1
52 Punicaceae 1
20 Commelinaceae 1
53 Rhizophoraceae 1
21 Convolvulaceae 2
54 Rosaceae 1
22 Crassulaceae 1
55 Rubiaceae 4
23 Cucurbitaceae 6
56 Rutaceae 2
24 Cyperaceae 1
57 Santalaceae 1
25 Datiscaceae 1
58 Sapindaceae 1
26 Dilleniaceae 1
59 Sapotaceae 1
27 Dioscoraceae 1
60 Solanaceae 5
28 Euphorbiaceae 10
61 Sterculiaceae 3
29 Fabaceae 13
62 Thymelaeaceae 1
30 Goodeniaceae 1
63 Tiliaceae 1
31 Lamiaceae 1
64 Verbenaceae 4
32 Lauraceae 3
65 Zingiberaceae 8
33 Lecythidaceae 1
66 Tidak teridentifikasi 2
61
Lampiran 2 Daftar spesies tumbuhan berguna di sekitar hutan Lambusango
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus
1 Agave Agave cantula Roxb. Agavaceae Herba
2 Alang-alang Imperata cylindrica (L.) Beauv. Poaceae Semak
3 Alibesi Albizia sp. Fabaceae Pohon
4 Alpukat Persea americana Mill. Lauraceae Pohon
5 Anggrek bulan Phalaeneopsis amabilis Blume. Orchidaceae Epifit
6 Asam Tamarindus indica Linn. Fabaceae Pohon
7 Asoka Ixora paludosa (Blume) Kurz. Rubiaceae Semak
8 Bakau Rhizophora sp. Rhizophoraceae Pohon
9 Bala-bala Tidak teridentifikasi Tidak
teridentifikasi
Herba
10 Bambu Bambusa sp. Poaceae Perdu
11 Bambu buluh Bambusa atra Poaceae Semak
12 Bangle Zingiber purpureum roxb. Zingiberaceae Herba
13 Bawang merah Allium ascalonicum L. Liliaceae Herba
14 Bawang putih Allium sativum L. Liliaceae Herba
15 Bayam Amaranthus tricolor L. Amaranthaceae Herba
16 Bayam Intsia bijuga (Colebr) Kuntze. Fabaceae Pohon
17 Bayur Pterospermum diversifolium Blume. Sterculiaceae Pohon
18 Belimbing Averrhoa carambola L. Oxalidaceae Pohon
19 Belongita Tetrameles nudiflora R.Br. Datiscaceae Pohon
20 Beluntas Pluchea indica Less Asteraceae Semak
21 Beringin Ficus benjamina L. Moraceae Pohon
22 Betao Calophyllum soulattri Burm. f. ex
Mull.
Clusiaceae Pohon
23 Bigi Dillenia pentagyna Roxb. Dilleniaceae Pohon
24 Bolo Santiria laevigata Bl. forma
laevigata Blume
Burseraceae Pohon
25 Boroco Celosia argentea L. Amaranthaceae Herba
26 Bougenvile Bougainvillea spectabilis Willd. Nyctaginaceae Pohon
27 Buah malaka Psidium guajava Linn. Myrtaceae Perdu
28 Buah manila Manilkara zapota (L.) van Royen Sapotaceae Pohon
29 Bunga anting-anting Acalypha australis L. Euphorbiaceae Semak
30 Bunga jam-jam Vinca sp. Apocynaceae Semak
31
32
Bunga kancing baju Euphorbia mili Ch.des Moulins Euphorbiaceae Semak
Bunga kertas Zinnia elegan Asteraceae Perdu
33 Bunga pagoda Clerodendrum japonicum (Thunb.)
Sweet
Verbenaceae Perdu
34 Cempaka Michelia alba DC. Magnoliaceae Pohon
62
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus
35 Cendana Santalum album Linn. Santalaceae Pohon
36 Cengkeh Syzygium aromaticum L. Myrtaceae Perdu
37 Cokelat Theobroma cacao L. Sterculiaceae Pohon
38 Damar Canarium aspersum Benth. Burseraceae Pohon
39 Dara-dara Caesalpinia honduc (Linn.) Roxb. Fabaceae Pohon
40 Delima Punica granatum L. Punicaceae Perdu
41 Ekor kucing Acalypha hispida Burm.f. Euphorbiaceae Perdu
42 Enau Arenga pinnata (Wurmb.) Merr Arecaceae Pohon
43 Engkuni Arcangelisia flava Merr Menispermaceae Pohon
44 Gaharu Aquilaria malaccensis Lamk. Thymelaeaceae Pohon
45 Gamal Glyricida sepium (Jacq.) Kunth ex
Walp
Fabaceae Perdu
46 Gambas Luffa acutangula L. Cucurbitaceae Liana
47 Gambir Uncaria gambir (hunter.) roxb. Rubiaceae Perdu
48 Garu Gymnacranthera forbesii Warb. var.
forbesii
Myristicaceae Pohon
49 Gompanga Alstonia scholaris R. Br. Apocynaceae Pohon
50 Hanjuang Cordyline fruticosa (L.) A. Chev Agavaceae Herba
51 Hondilo Hibiscus radiates Cav. Malvaceae Pohon
52 Iler (pohon merah) Coleus scutellarioides (L.) Benth. Zingiberaceae Perdu
53 Jagung Zea mays Linn. Poaceae Perdu
54 Jahe Zingiber officinale Roxb. Zingiberaceae Herba
55 Jambu air Syzygium aqueum (Burm. f.) Alston Myrtaceae Pohon
56 Jambu mente Anacardium occidentale L. Anacardiaceae Pohon
57 Jati Tectona grandis L. F. Verbenaceae Pohon
58 Jeruk nipis Citrus aurantifolia (Christm.&Panz.)
Swingle.
Rutaceae Perdu
59 Jeruk purut Citrus hystrix D.C. Rutaceae Perdu
60 Kacang ijo Phaseolus radiates L. Fabaceae Herba
61 Kacang panjang Vigna sinensis L. Fabaceae Herba
62 Kacang tanah Arachis hypogaea L. Fabaceae Herba
63 Kaktus Opuntia spp Cactaceae Herba
64 Kaliandra Caliandra haematocephala Hassk. Fabaceae Perdu
65 Kambahu Planchonia valida Blume Lecythidaceae Pohon
66
67
Kambampu Grewia koordersiana Burret Tiliaceae Pohon
Kamboja Plumeria multifora Ait Apocynaceae Pohon
68 Kangkung Ipomea aquatic Forssk. Convolvulaceae Herba
69 Kapas Gossypium herbaceum L. Malvaceae Perdu
70 Kapopo Cerbera odollam Gaertn. Apocynaceae Pohon
63
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus
71 Kapuk Ceiba pentandra (L.) Gaertn. Bombacaceae Pohon
72 Kateo-teo Syzygium densiflorum Wall. Myrtaceae Pohon
73 Katuk Sauropus androgynus (L.) Merr. Euphorbiaceae Perdu
74 Kawu jawa/Turi Sesbania grandiflora Pers. Fabaceae Pohon
75 Kawu-kawu Bombax ceiba L. Bombacaceae Pohon
76 Kayu besi Metrocideros petiolata Myrtaceae Pohon
77 Kayu manis Cinnamomum burmannii (Nees
&Th. Nees) Nees ex Blume
Lauraceae Pohon
78 Kayu Pahit Strychnos lucida R. Br., Loganiaceae Pohon
79 Kedondong Spondias pinnata (L. f.) Kurz. Anacardiaceae Pohon
80 Kedondong hutan Dysoxylum oppositifolium F.Muell. Anacardiaceae Pohon
81 Keladi Caladium bicolor ( W.Ait.) Vent Araceae Herba
82 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae Pohon
83 Kentang Solanum tuberosum L. Solanaceae Herba
84 Kelapa sawit Elaeis Guineensis Jacq. Arecaceae Pohon
85 Kelor Moringa oleifera L. Moringaceae Perdu
86 Kemangi Ocimum basilicum L. Zingiberaceae Herba
87 Kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis L. Malvaceae Semak
88 Kemiri Aleurites moluccana (L.) Willd Euphorbiaceae Pohon
89 Kencur Kaempferia galanga (Linn.) Zingiberaceae Herba
90 Ketapang Terminalia catappa Roxb.L. Combretaceae Pohon
91 Ketumbar Coriandrum sativum L. Apiaceae Herba
92 Koba Ageratum Conyzoides L. Asteraceae Herba
93 Kol Brassica oleracea L Brassicaceae Herba
94 Komba-komba Chromolaena odorata (L) R.M.
King dan H. Robinson
Asteraceae Herba
95 Konduru Sechium edule (Jacq.) Sw. Cucurbitaceae Herba
96 Kopi Coffea arabica L. Rubiaceae Pohon
97 Kulilawa Cinnamomum culilawa Blume Lauraceae Pohon
98 Kumis kucing Orthosiphon spicatus B.B.S. Lamiaceae Herba
99 Kunyit Curcuma domestica Val. Zingiberaceae Herba
100 Kusambe Schleichera oleosa (Lour.) Oken Sapindaceae Pohon
101 Labu Cucurbita pepo L. Cucurbitaceae Liana
102 Langsat Lansium domesticum Corr. Meliaceae Pohon
103
104
Lapi Macaranga tanarius Muell. Arg. Euphorbiaceae Pohon
Lengkuas Alpinia galanga (L.) Willd. Zingiberaceae Herba
105 Libo Ficus septicaa Burm. F. Moraceae Pohon
106 Lidah buaya Aloe vera Bush. Liliaceae Herba
64
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus
107 Lidah mertua Sansevieria trifasciata Agavaceae Herba
108 Lili Chlorophytum Capense (L.) Voss. Euphorbiaceae Herba
109 Lombok besar Capsicum annum L. Solanaceae Perdu
110 Lombok kecil Capsicum frustescens L. Solanaceae Perdu
111 Mahoni Swietenia mahagoni Jacq. Meliaceae Pohon
112 Mangga Mangifera indica L. Anacardiaceae Pohon
113 Manggis hutan Garcinia mangostana L. Clusiaceae Pohon
114 Maniaga Tidak teridentifikasi Tidak
teridentifikasi
Pohon
115 Marantawali Tinospora crispa L. Menispermaceae Liana
116 Mawar Rosaceae sp. Rosaceae Perdu
117 Melati Jasminum sambac L. Oleraceae Semak
118 Mengkudu Morinda citrifolia L. Rubiaceae Pohon
119 Mentimun Cucumis sativus L. Cucurbitaceae Liana
120 Merica Piper ningrum Linn. Piperaceae Herba
121 Nanas kerang Rhoeo discolor (L.Her.) Hance Commelinaceae Herba
122 Nangka Artocarpus heterophyllus Lam. Moraceae Pohon
123 Nenas Ananas comosus (L.) Merr. Bromeliaceae Herba
124 Nipah Nypa fruticans Wumb Arecaceae Pohon
125 Ntanga-ntanga Jatropha curcas Linn. Euphorbiaceae Perdu
126 Ondo Dioscorea hispida Dennst Dioscoraceae Liana
127 Pacar air Impatiens balsamina Linn. Balsaminaceae Herba
128 Padi Oryza sativa Linn. Poaceae Herba
129 Palola/Terong Solanum melongena L. Solanaceae Herba
130 Pandan Pandanus tectorius Sol. Pandanaceae Perdu
131 Paria Momordica charantia L. Cucurbitaceae Liana
132 Pecah beling Strobilanthes crispus BL. Acanthaceae Semak
133 Pegagan Centella asiatica (L.) Urban Apiaceae Herba
134 Pepaya Carica papaya L. Caricaceae Perdu
135 Pinang Areca catechu L. Arecaceae Pohon
136 Pisang Musa paradisiaca L. Musaceae Herba
137 Ponda Pandanus sp. Pandanaceae Herba
138 Puring Codiaeum variegatum (L.) A. Juss. Euphorbiaceae Perdu
139 Putri malu Mimosa pudica L. Fabaceae Herba
140
141
Rongo Premna foetida Reinw. Verbenaceae Herba
Rotan Callamus sp. Arecaceae Liana
142 Rumput gajah Axonopus compressus (Sw.) P.
Beauv.
Poaceae Herba
143 Rumput laut Spinifex littoreus (Burm. f.) Merr. Poaceae Herba
65
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus
144 Rumput teki Cyperus rotundus L. Cyperaceae Herba
145 Sagu Metroxylon sagu Rottb. Arecaceae Pohon
146 Salak Salacca zalacca (Gaertn.) Voss. Arecaceae Perdu
147 Salam Syzygium polyanthum (Wight.)
Walp.
Myrtaceae Pohon
148 Sambung nyawa Gynura procumbens (Lour.) Merr. Goodeniaceae Herba
149 Samburoto Andrographis paniculata (Burm.f.)
Nees.
Acanthaceae Herba
150 Sawi Brassica juncea (L.) Czern. Brassicaceae Herba
151 Seledri Apium Graveolens L. Apiaceae Herba
152 Semangka Citrullus vulgaris Schrad. Cucurbitaceae Liana
153 Sengon Paraserianthes falcataria (L.)
Nielsen.
Fabaceae Pohon
154 Sirih Piper betle L. Piperaceae Liana
155 Sirsak Annona muricata L. Annonaceae Pohon
156 Sosor Bebek Kalanchoe pinnata (Lamk.) Pers. Crassulaceae Herba
157 Srei Cymbopogon nardus (L.) Rendle. Poaceae Herba
158 Srikaya Annona squamosa L. Annonaceae Perdu
159 Sukun Artocarpus atilis Park. Foss. Moraceae Pohon
160 Tangkurera Averrhoa bilimbi L. Oxalidaceae Pohon
161 Tebu Saccharum officinarum L. Poaceae Herba
162 Tekulo Kleinhovia hospita Linn. Sterculiaceae Pohon
163 Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb. Zingiberaceae Herba
164 Tomat Lycopersicum esculentum Mill. Solanaceae Herba
165 Ubi jalar Ipomea batatas L. Convolvulaceae Herba
166 Ubi kayu Manihot esculenta Crantz. Euphorbiaceae Perdu
167 Welalo Archidendron fagifolium (Bl.ex
Miq.) Nielsen
Fabaceae Pohon
168 Wola Vitex cofassus Reinw. ex Blume Verbenaceae Pohon
169 Wortel Daucus carota L. Apiaceae Herba
66
Lampiran 3 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan pangan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
Pangan
1 Padi Oryza sativa Linn. Poaceae
2 Jagung Zea mays Linn. Poaceae
3 Ubi jalar Ipomea batatas L. Convolvulaceae
4 Ubi kayu Manihot esculenta Crantz. Euphorbiaceae
5 Ondo Dioscorea hispida Dennst Dioscoraceae
6 Sagu Metroxylon sagu Rottb. Arecaceae
Buah dan Sayur
1 Alpukat Persea americana Mill. Lauraceae
2 Bayam Amaranthus tricolor L. Amaranthaceae
3 Belimbing Averrhoa carambola L. Oxalidaceae
4 Bigi Dillenia pentagyna Roxb. Dilleniaceae
5 Buah malaka Psidium guajava Linn. Myrtaceae
6 Buah manila Manilkara zapota (L.) van Royen Sapotaceae
7 Cokelat Theobroma cacao L. Sterculiaceae
8 Delima Punica granatum L. Punicaceae
9 Gambas Luffa acutangula L. Cucurbitaceae
10 Jambu air Syzygium aqueum (Burm. f.) Alston Myrtaceae
11 Jambu mente Anacardium occidentale L. Anacardiaceae
12 Kacang ijo Phaseolus radiates L. Fabaceae
13 Kacang panjang Vigna sinensis L. Fabaceae
14 Kacang tanah Arachis hypogaea L. Fabaceae
15 Kangkung Ipomea aquatic Forssk. Convolvulaceae
16 Katuk Sauropus androgynus Merr. Euphorbiaceae
17 Kedondong Spondias pinnata (L. f.) Kurz. Anacardiaceae
18 Keladi Caladium bicolor ( W.Ait.) Vent Araceae
19 Kelor Moringa oleifera L. Moringaceae
20 Kemangi Ocimum basilicum L. Zingiberaceae
21 Kentang Solanum tuberosum L. Solanaceae
22 Kol Brassica oleracea L Brassicaceae
23 Konduru Sechium edule (Jacq.) Sw. Cucurbitaceae
24 Kusambe Schleichera oleosa (Lour.) Oken Sapindaceae
25 Labu Cucurbita pepo L. Cucurbitaceae
26 Langsat Lansium domesticum Corr. Meliaceae
27 Lombok besar Capsicum annum L. Solanaceae
67
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
28 Lombok kecil Capsicum frustescens L. Solanaceae
29 Mangga Mangifera indica L. Anacardiaceae
30 Manggis hutan Garcinia mangostana L. Clusiaceae
31 Mentimun Cucumis sativus L. Cucurbitaceae
32 Nangka Artocarpus heterophyllus Lam. Moraceae
33 Nenas Ananas comosus (L.) Merr. Bromeliaceae
34 Nipah Nypa fruticans Wumbs Arecaceae
35 Palola/Terong Solanum melongena L. Solanaceae
36 Paria Momordica charantia L. Cucurbitaceae
37 Pepaya Carica papaya L. Caricaceae
38 Pinang Areca catechu L. Arecaceae
39 Pisang Musa paradisiaca L. Musaceae
40 Rotan Callamus sp. Arecaceae
41 Rumput laut Spinifex littoreus (Burm. f.) Merr. Poaceae
42 Salak Salacca zalacca (Gaertn.) Voss. Arecaceae
43 Sawi Brassica juncea (L.) Czern. Brassicaceae
44 Seledri Apium Graveolens L. Apiaceae
45 Semangka Citrullus vulgaris Schrad. Cucurbitaceae
46 Sirih Piper betle L. Piperaceae
47 Sirsak Annona muricata L. Annonaceae
48 Srei Cymbopogon nardus (L.) Rendle. Poaceae
49 Srikaya Annona squamosa L. Annonaceae
50 Sukun Artocarpus atilis Park. Foss. Moraceae
51 Tebu Saccharum officinarum L. Poaceae
52 Tomat Lycopersicum esculentum Mill. Solanaceae
53 Wortel Daucus carota L. Apiaceae
Bumbu dapur dan Rempah
1 Asam Tamarindus indica Linn. Fabaceae
2 Bawang merah Allium ascalonicum L. Liliaceae
3 Bawang putih Allium sativum L. Liliaceae
4 Cengkeh Syzygium aromaticum L. Myrtaceae
5 Enau Arenga pinnata (Wurmb.) Merr Arecaceae
6 Jahe Zingiber officinale Roxb. Zingiberaceae
7 Jeruk nipis Citrus aurantifolia (Christm.&Panz.)
Swingle.
Rutaceae
8 Jeruk purut Citrus hystrix D.C. Rutaceae
9 Kayu manis Cinnamomum burmannii (Nees &Th.
Nees) Nees ex Blume
Lauraceae
10 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae
68
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
11 Kelapa sawit Elaeis Guineensis Jacq. Arecaceae
12 Kemiri Aleurites moluccana (L.) Willd Euphorbiaceae
13 Kencur Kaempferia galanga (Linn.) Zingiberaceae
14 Ketumbar Coriandrum sativum L. Apiaceae
15 Kunyit Curcuma domestica Val. Zingiberaceae
16 Lengkuas Alpinia galanga (L.) Willd. Zingiberaceae
17 Merica Piper ningrum Linn. Piperaceae
18 Pandan Pandanus tectorius Sol. Pandanaceae
19 Ponda Pandanus sp. Pandanaceae
20 Salam Syzygium polyanthum (Wight.) Walp. Myrtaceae
21 Tangkurera Averrhoa bilimbi L. Oxalidaceae
69
Lampiran 4 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai bahan minuman
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
1 Asam Tamarindus indica Linn. Fabaceae
2 Enau Arenga pinnata (Wurmb.) Merr Arecaceae
3 Jahe Zingiber officinale Roxb. Zingiberaceae
4 Jeruk nipis Citrus aurantifolia (Christm.&Panz.)
Swingle.
Rutaceae
5 Jeruk purut Citrus hystrix D.C. Rutaceae
6 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae
7 Kencur Kaempferia galanga (Linn.) Zingiberaceae
8 Kopi Coffea arabica L. Rubiaceae
9 Kunyit Curcuma domestica Val. Zingiberaceae
10 Lengkuas Alpinia galanga (L.) Willd. Zingiberaceae
11 Sirih Piper betle L. Piperaceae
12 Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb. Zingiberaceae
70
Lampiran 5 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai bahan bangunan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
1 Alang-alang Imperata cylindrica (L.) Beauv. Poaceae
2 Alibesi Albizia sp. Fabaceae
3 Bakau Rhizophora sp. Rhizophoraceae
4 Bambu Bambusa sp. Poaceae
5 Bambu buluh Bambusa atra Poaceae
6 Bayam Intsia bijuga (Colebr) Kuntze. Fabaceae
7 Bayur Pterospermum diversifolium Blume. Sterculiaceae
8 Belongita Tetrameles nudiflora R.Br. Datiscaceae
9 Beringin Ficus benjamina L. Moraceae
10 Betao Calophyllum soulattri Burm. f. ex Mull. Clusiaceae
11 Bolo Santiria laevigata Bl. forma laevigata
Blume
Burseraceae
12 Cendana Santalum album Linn. Santalaceae
13 Damar Canarium aspersum Benth. Burseraceae
14 Gaharu Aquilaria malaccensis Lamk. Thymelaeaceae
15 Gamal Glyricida sepium (Jacq.) Kunth ex Walp Fabaceae
16 Gambir Uncaria gambir (hunter.) roxb. Rubiaceae
17 Garu Gymnacranthera forbesii Warb. var.
forbesii
Myristicaceae
18 Gompanga Alstonia scholaris R. Br. Apocynaceae
19 Hondilo Hibiscus radiates Cav. Malvaceae
20 Jati Tectona grandis L. F. Verbenaceae
21 Kawu jawa/Turi Sesbania grandiflora Pers. Fabaceae
22 Kawu-kawu Bombax ceiba L. Bombacaceae
23 Kayu besi Metrocideros petiolata Myrtaceae
24 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae
25 Kemiri Aleurites moluccana (L.) Willd Euphorbiaceae
26 Ketapang Terminalia catappa Roxb.L. Combretaceae
27 Kusambe Schleichera oleosa (Lour.) Oken Sapindaceae
28 Lapi Macaranga tanarius Muell. Arg. Euphorbiaceae
29 Libo Ficus septica Burm. F. Moraceae
30 Mahoni Swietenia mahagoni Jacq. Meliaceae
31 Maniaga Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
32 Nipah Nypa fruticans Wumbs Arecaceae
33 Rotan Callamus sp. Arecaceae
34 Sagu Metroxylon sagu Rottb. Arecaceae
35 Sengon Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen. Fabaceae
36 Welalo Archidendron fagifolium (Bl.ex Miq.)
Nielsen
Fabaceae
37 Wola Vitex cofassus Reinw. ex Blume Verbenaceae
71
Lampiran 6 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai kayu bakar
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
1 Alibesi Albizia sp. Fabaceae
2 Asam Tamarindus indica Linn. Fabaceae
3 Bakau Rhizophora sp. Rhizophoraceae
4 Bambu Bambusa sp. Poaceae
5 Bambu buluh Bambusa atra Poaceae
6 Bayam Intsia bijuga (Colebr) Kuntze. Fabaceae
7 Bayur Pterospermum diversifolium Blume. Sterculiaceae
8 Beringin Ficus benjamina L. Moraceae
9 Betao Calophyllum soulattri Burm. f. ex Mull. Clusiaceae
10 Buah manila Manilkara zapota (L.) van Royen Sapotaceae
11 Cendana Santalum album Linn. Santalaceae
12 Cengkeh Syzygium aromaticum L. Myrtaceae
13 Cokelat Theobroma cacao Sterculiaceae
14 Damar Canarium aspersum Benth. Burseraceae
15 Gaharu Aquilaria malaccensis Lamk. Thymelaeaceae
16 Gamal Glyricida sepium (Jacq.) Kunth ex Walp Fabaceae
17 Gambir Uncaria gambir (hunter.) roxb. Rubiaceae
18 Garu Gymnacranthera forbesii Warb. var.
forbesii
Myristicaceae
19 Gompanga Alstonia scholaris R. Br. Apocynaceae
20 Jambu air Syzygium aqueum (Burm. f.) Alston Myrtaceae
21 Jambu mente Anacardium occidentale L. Anacardiaceae
22 Jati Tectona grandis L. F. Verbenaceae
23 Kapuk Ceiba pentandra (L.) Gaertn. Bombacaceae
24 Kawu jawa/Turi Sesbania grandiflora Pers. Fabaceae
25 Kayu besi Metrocideross petiolata Myrtaceae
26 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae
27 Ketapang Terminalia catappa Roxb.L. Combretaceae
28 Lapi Macaranga tanarius Muell. Arg. Euphorbiaceae
29 Mahoni Swietenia mahagoni Jacq. Meliaceae
30 Mangga Mangifera indica L. Anacardiaceae
31 Maniaga Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
32 Rotan Callamus sp. Arecaceae
33 Sengon Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen. Fabaceae
34 Sukun Artocarpus atilis Park. Foss. Moraceae
35 Welalo Archidendron fagifolium (Bl.ex Miq.)
Nielsen
Fabaceae
36 Wola Vitex cofassus Reinw. ex Blume Verbenaceae
72
Lampiran 7 Daftar spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
hutan Lambusango
No Nama Lokal Nama Ilmiah Kelompok Kegunaan
Bagian
yang
Digunakan
1 Alang-
alang
Imperata cylindrica (L.) Beauv. Ambeien, obat kuat Daun, Akar
2 Alpukat Persea americana Mill. Penurun tekanan darah
tinggi
Buah
3 Asam Tamarindus indica Linn. Penyakit saluran
pencernaan
Buah,
Batang
4 Bala-bala Tidak teridentifikasi Obat patah tulang, ginjal
dan Obat saluran
pencernaan
Daun,
Batang
5 Bangle Zingiber purpureum roxb. Penyakit dalam Rimpang
6 Bawang
merah
Allium ascalonicum L. Demam Umbi
7 Bawang putih Allium sativum L. Sakit Jantung Umbi
8 Belimbing Averrhoa carambola L. Demam dan menurunkan
tekanan darah tinggi
Buah, daun,
bunga
9 Beluntas Pluchea indica Less Penghilang bau badan Daun
10 Boroco Celosia argentea L. Muntah darah Daun dan
bunga
11 Buah malaka Psidium guajava Linn. Penyakit saluran
pencernaan
Daun
12 Bunga jam-
jam
Vinca sp. Penyakit saluran
pencernaan
Daun
13 Cempaka Michelia alba DC. Sakit gigi Bunga
14 Cengkeh Syzygium aromaticum L. Sakit gigi Buah
15 Cokelat Theobroma cacao L. Penyakit kulit, luka Buah
16 Damar Canarium aspersum Benth. Muntah darah Kulit batang
17 Dara-dara Caesalpinia honduc (Linn.)
Roxb.
Cacingan Daun
18 Delima Punica granatum L. Penyakit saluran
pencernaan
Buah muda
19 Engkuni Arcangelisia flava Merr Sarampa, demam, sakit
pinggang
Kulit batang
20 Gambir Uncaria gambir (hunter.) roxb. Menguatkan gigi Buah
21 Gompanga Alstonia scholaris R. Br. Muntah darah dan luka
dalam
Kulit batang
22 Jagung Zea mays Linn. Menghilangkan bekas luka Buah muda
23 Jahe Zingiber officinale Roxb. Sakit kepala Rimpang
24 Jeruk nipis Citrus aurantifolia
(Christm.&Panz.) Swingle.
Batuk, Menurunkan
kolesterol
Buah, daun
25 Jeruk purut Citrus hystrix D.C. Menurunkan kolesterol Buah
26 Kambahu Planchonia valida Blume Paru-paru basah Batang
27 Kapas Gossypium herbaceum L. Luka bakar, bisul, flek
hitam
Daun
73
No Nama Lokal Nama Ilmiah Kelompok Kegunaan
Bagian
yang
Digunakan
28 Kapopo Cerbera odollam Gaertn. Penyakit kulit Daun
29 Kateo-teo Syzygium densiflorum Wall. Sarampa Daun
30 Katuk Sauropus androginus (L.) Merr. Penurun tekanan darah
tinggi
Daun
31 Kawu
jawa/Turi
Sesbania grandiflora Pers. Demam, sarampa, panas
dalam dan paru-paru basah
Daun
32 Kayu Pahit Strychnos lucida R. Br., Obat segala macam
penyakit, sakit pinggang
Batang
33 Kedondong
hutan
Dysoxylum oppositifolium
F.Muell.
Proses penyembuhan,
keseleo, salah urat
Daun
34 Kelapa Cocos nucifera L. Penurun tekanan darah
tinggi, diabetes, keracunan
Buah
35 Kentang Solanum tuberosum L. Hipertensi Umbi
36 Kelor Moringa oleifera L. Demam, melancarkan air
susu,
Daun
37 Kemangi Ocimum basilicum L. Bau badan Daun
38 Kemiri Aleurites moluccana (L.) Willd Penyubur rambut, obat
kudis
Buah, daun
39 Kencur Kaempferia galanga (Linn.) Penambah nafsu makan,
radang lambung
Rimpang
40 Ketumbar Coriandrum sativum L. Penyakit saluran
pencernaan
Biji
41 Komba-
komba
Chromolaena odorata (L) R.M.
King
Obat Luka Daun
42 Konduru Sechium edule (Jacq.) Sw. Thypus Buah muda
43 Kopi Coffea arabica L. Obat setelah melahirkan Daun
44 Kumis kucing Orthosiphon spicatus B.B.S. Demam, panas dalam,
malaria, muntah darah,
sakit pinggang
Daun
45 Kunyit Curcuma domestica Val. Luka dalam, sehabis
melahirkan, kudis
Rimpang
46 Kusambe Schleichera oleosa (Lour.)
Oken
Penyakit dalam, muntah
darah, paru-paru basah
Kulit batang
47 Lapi Macaranga tanarius Muell.
Arg.
Penurun tekanan darah
tinggi
Daun
48 Lengkuas Alpinia galanga (L.) Willd. Penyakit kulit Rimpang
49 Libo Ficus septicaa Burm. F. Membersihkan darah Daun dan
batang
50 Lidah buaya Aloe vera Bush. Demam, penyubur rambut Daun
51 Lidah mertua Sansevieria trifasciata Batuk, flu Daun
52 Lombok besar Capsicum annum L. Sariawan, sakit gigi Buah
53 Lombok kecil Capsicum frustescens L. Sariawan, sembelit,
menambah nafsu makan
Buah
54 Maniaga Tidak teridentifikasi Obat panjang umur Daun dan
batang
55 Marantawali Tinospora crispa L. Demam, malaria, obat
penyakit dalam
Daun
74
No Nama Lokal Nama Ilmiah Kelompok Kegunaan
Bagian
yang
Digunakan
56 Mengkudu Morinda citrifolia L. Penyakit dalam,
penghilang bau badan
Buah
57 Mentimun Cucumis sativus L. Penurun tekanan darah
tinggi
Buah
58 Nanas kerang Rhoeo discolor (L.Her.) Hance Batuk darah Daun
59 Nenas Ananas comosus (L.) Merr. Sembelit, radang
tenggorokan, cacingan
Buah
60 Ntanga-ntanga Jatropha curcas Linn. Demam, sariawan Daun
61 Pacar air Impatiens balsamina Linn. Keputihan Daun
62 Paria Momordica charantia L. Malaria Buah
63 Pegagan Centella asiatica (L.) Urban Demam, sakit perut Daun
64 Pepaya Carica papaya L. Demam, Malaria Daun, bunga
65 Pinang Areca catechu L. Penyakit dalam,
menguatkan gigi
Daun, akar,
buah
66 Pisang Musa paradisiaca L. Penyakit saluran
pencernaan, proses
penyembuhan
Daun, buah
67 Putri malu Mimosa pudica L. Demam, batuk Daun, akar
68 Rongo Premna foetida Reinw. Demam, sarampa, cacar Batang
69 Salak Salacca zalacca (Gaertn.) Voss. Penyakit saluran
pencernaan
Buah
70 Sambung
nyawa
Gynura procumbens (Lour.)
Merr.
Penyakit dalam, Daun
71 Samburoto Andrographis paniculata
(Burm.f.) Nees.
Demam,malaria, batuk Daun
72 Sirih Piper betle L. Penyakit dalam, muntah
darah, mata, gigi, batuk,
keputihan
Daun
73 Sirsak Annona muricata L. Demam Daun
74 Srei Cymbopogon nardus (L.)
Rendle.
Demam Akar, daun
75 Srikaya Annona squamosa L. Demam Daun
76 Tangkurera Averrhoa bilimbi L. Penurun tekanan darah
tinggi, demam
Daun
77 Tekulo Kleinhovia hospita Linn. Lever Daun
78 Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb. Demam Rimpang
79 Tomat Lycopersicum esculentum Mill. Penyakit saluran
pencernaan
Buah
80 Ubi jalar Ipomea batatas L. Rematik, asam urat Umbi
81 Ubi kayu Manihot esculenta Crantz. Demam, sakit kepala, luka Daun, umbi
82 Welalo Archidendron fagifolium (Bl.ex
Miq.) Nielsen
Paru-paru basah Daun
83 Wortel Daucus carota L. Obat mata Buah
75
Lampiran 8 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai pakan ternak
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
1 Alang-alang Imperata cylindrica (L.) Beauv. Poaceae
2 Bakau Rhizophora sp. Rhizophoraceae
3 Bayam Amaranthus tricolor L. Amaranthaceae
4 Gamal Glyricida sepium (Jacq.) Kunth ex Walp Fabaceae
5 Jagung Zea mays Linn. Poaceae
6 Kangkung Ipomea aquatic Forssk. Convolvulaceae
7 Pisang Musa paradisiaca L. Musaceae
8 Rumput gajah Axonopus compressus (Sw.) P. Beauv. Poaceae
9 Kawu jawa/Turi Sesbania grandiflora Pers. Fabaceae
10 Pegagan Centella asiatica (L.) Urban Apiaceae
11 Rumput teki Cyperus rotundus L. Cyperaceae
12 Padi Oryza sativa Linn. Poaceae
76
Lampiran 9 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan aromatik
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
1 Cempaka Michelia alba DC. Magnoliaceae
2 Cendana Santalum album Linn. Santalaceae
3 Cengkeh Syzygium aromaticum L. Myrtaceae
4 Gaharu Aquilaria malaccensis Lamk. Thymelaeaceae
5 Gamal Glyricida sepium (Jacq.) Kunth ex Walp Fabaceae
6 Garu Gymnacranthera forbesii Warb. var. forbesii Myristicaceae
7 Jeruk nipis Citrus aurantifolia (Christm.&Panz.) Swingle. Rutaceae
8 Jeruk purut Citrus hystrix D.C. Rutaceae
9 Kamboja Plumeria multifora Ait Apocynaceae
10 Kayu manis Cinnamomum burmannii (Nees &Th. Nees) Nees
ex Blume
Lauraceae
11 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae
12 Kemiri Aleurites moluccana (L.) Willd Euphorbiaceae
13 Kulilawa Cinnamomum culilawa Blume Lauraceae
14 Langsat Lansium domesticum Corr. Meliaceae
15 Mawar Rosaceae sp. Rosaceae
16 Melati Jasminum sambac L. Oleraceae
17 Tangkurera Averrhoa bilimbi L. Oxalidaceae
77
Lampiran 10 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan pewarna
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
1 Bunga anting-anting Acalypha australis L. Euphorbiaceae
2 Kemangi Ocimum basilicum L. Zingiberaceae
3 Kunyit Curcuma domestica Val. Zingiberaceae
4 Lombok besar Capsicum annum L. Solanaceae
5 Lombok kecil Capsicum frustescens L. Solanaceae
6 Pacar air Impatiens balsamina Linn. Balsaminaceae
7 Pandan Pandanus tectorius Sol. Pandanaceae
8 Ponda Pandanus sp. Pandanaceae
78
Lampiran 11 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan hias
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
1 Agave Agave cantula Roxb. Agavaceae
2 Anggrek bulan Phalaenopsis amabilis Blume. Orchidaceae
3 Asoka Ixora paludosa (Blume) Kurz. Rubiaceae
4 Bala-bala Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi
5 Belimbing Averrhoa carambola L. Oxalidaceae
6 Beluntas Pluchea indica Less Asteraceae
7 Beringin Ficus benjamina L. Moraceae
8 Boroco Celosia argentea L. Amaranthaceae
9 Bougenvile Bougainvillea spectabilis Willd. Nyctaginaceae
10 Bunga anting-anting Acalypha australis L. Euphorbiaceae
11 Bunga jam-jam Vinca sp. Apocynaceae
12 Bunga kancing baju Euphorbia mili Ch.des Moulins Euphorbiaceae
13 Bunga kertas Zinia elegan Asteraceae
14 Bunga pagoda Clerodendrum japonicum (Thunb.) Sweet Verbenaceae
15 Cempaka Michelia alba DC. Magnoliaceae
16 Dara-dara Caesalpinia honduc (Linn.) Roxb. Fabaceae
17 Delima Punica granatum L. Punicaceae
18 Ekor kucing Acalypha hispida Burm.f. Euphorbiaceae
19 Hanjuang Cordyline fruticosa (L.) A. Chev Agavaceae
20 Iler (pohon merah) Coleus scutellarioides (L.) Benth. Zingiberaceae
21 Kaktus Opuntia spp Cactaceae
22 Kaliandra Caliandra haematocephala Hassk. Fabaceae
23 Kamboja Plumeria multifora Ait Apocynaceae
24 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae
25 Kelor Moringa oleifera L. Moringaceae
26 Kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis L. Malvaceae
27 Ketapang Terminalia catappa Roxb.L. Combretaceae
28 Kumis kucing Orthosiphon spicatus B.B.S. Lamiaceae
29 Lidah buaya Aloe vera Bush. Liliaceae
30 Lidah mertua Sansevieria trifasciata Agavaceae
31 Lili Chlorophytum Capense (L.) Voss. Euphorbiaceae
32 Mangga Mangifera indica L. Anacardiaceae
33 Mawar Rosaceae sp. Rosaceae
34 Melati Jasminum sambac L. Oleraceae
35 Mengkudu Morinda citrifolia L. Rubiaceae
79
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
36 Nanas kerang Rhoeo discolor (L.Her.) Hance Commelinaceae
37 Nenas Ananas comosus (L.) Merr. Bromeliaceae
38 Ntanga-ntanga Jatropha curcas Linn. Euphorbiaceae
39 Pacar air Impatiens balsamina Linn. Balsaminaceae
40 Pandan Pandanus tectorius Sol. Pandanaceae
41 Pecah beling Strobilanthes crispus BL. Acanthaceae
42 Pepaya Carica papaya L. Caricaceae
43 Pinang Areca catechu L. Arecaceae
44 Pisang Musa paradisiaca L. Musaceae
45 Ponda Pandanus sp. Pandanaceae
46 Puring Codiaeum variegatum (L.) A. Juss. Euphorbiaceae
47 Putri malu Mimosa pudica L. Fabaceae
48 Salak Salacca zalacca (Gaertn.) Voss. Arecaceae
49 Samburoto Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees. Acanthaceae
50 Sirih Piper betle L. Piperaceae
51 Sosor Bebek Kalanchoe pinnata (Lamk.) Pers. Crassulaceae
52 Srei Cymbopogon nardus (L.) Rendle. Poaceae
53 Srikaya Annona squamosa L. Annonaceae
54 Tangkurera Averrhoa bilimbi L. Oxalidaceae
55 Tebu Saccharum officinarum L. Poaceae
80
Lampiran 12 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai bahan tali, anyaman dan
kerajinan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
1 Alang-alang Imperata cylindrica (L.) Beauv. Poaceae
2 Bambu Bambusa sp. Poaceae
3 Bambu buluh Bambusa atra Poaceae
4 Enau Arenga pinnata (Wurmb.) Merr Arecaceae
5 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae
6 Nipah Nypa fruticans Wumbs Arecaceae
7 Pandan Pandanus tectorius Sol. Pandanaceaae
8 Ponda Pandanus sp. Pandanaceaae
9 Rotan Callamus sp. Arecaceae
10 Rumput gajah Axonopus compressus (Sw.) P. Beauv. Poaceae
11 Sagu Metroxylon sagu Rottb. Arecaceae
81
Lampiran 13 Daftar spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga hutan Lambusango sebagai tumbuhan upacara adat
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
1 Asam Tamarindus indica Linn. Fabaceae
2 Asoka Ixora paludosa (Blume) Kurz. Rubiaceae
3 Bambu Bambusa sp. Poaceae
4 Bunga kertas Zinia elegan Asteraceae
5 Cempaka Michelia alba DC. Magnoliaceae
6 Cengkeh Syzygium aromaticum L. Myrtaceae
7 Enau Arenga pinnata (Wurmb.) Merr Arecaceae
8 Gaharu Aquilaria malaccensis Lamk. Thymelaeaceae
9 Garu Gymnacranthera forbesii Warb. var. forbesii Myristicaceae
10 Jagung Zea mays Linn. Poaceae
11 Jahe Zingiber officinale Roxb. Zingiberaceae
12 Jeruk nipis Citrus aurantifolia (Christm.&Panz.) Swingle. Rutaceae
13 Kambahu Planchonia valida Blume Lecythidaceae
14 Kambampu Grewia koordersiana Burret Tiliaceae
15 Kamboja Plumeria multifora Ait Apocynaceae
16 Kateo-teo Syzygium densiflorum Wall. Myrtaceae
17 Kayu manis Cinnamomum zaylanicum Lauraceae
18 Kayu Pahit Strychnos lucida R. Br., Loganiaceae
19 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae
20 Kelor Moringa oleifera L. Moringaceae
21 Kemangi Ocimum basilicum L. Zingiberaceae
22 Kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis L. Malvaceae
23 Kencur Kaempferia galanga (Linn.) Zingiberaceae
24 Kopi Coffea arabica L. Rubiaceae
25 Kunyit Curcuma domestica Val. Zingiberaceae
26 Langsat Lansium domesticum Corr. Meliaceae
27 Lapi Macaranga tanarius Muell. Arg. Euphorbiaceaae
28 Lengkuas Alpinia galanga (L.) Willd. Zingiberaceae
29 Mawar Rosaceae sp. Rosaceae
30 Melati Jasminum sambac L. Oleraceae
31 Nipah Nypa fruticans Wumbs Arecaceae
32 Padi Oryza sativa Linn. Poaceae
33 Pandan Pandanus tectorius Sol. Pandanaceae
34 Paria Momordica charantia L. Cucurbitaceae
35 Pepaya Carica papaya L. Caricaceae
82
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
36 Pinang Areca catechu L. Arecaceae
37 Pisang Musa paradisiaca L. Musaceae
38 Salam Syzygium polyanthum (Wight.) Walp. Myrtaceae
39 Sirih Piper betle L. Piperaceae
40 Ubi jalar Ipomea batatas L. Convolvulaceae
41 Ubi kayu Manihot esculenta Crantz. Euphorbiaceaae
83
Lampiran 14 Tingkat kegunaan tumbuhan
No Nama Lokal Nama Ilmiah ∑ Kegunaan Kegunaan*
1 Kelapa Cocos nucifera L. 9 1,2,3,4,5,7,9,10,11
2 Pisang Musa paradisiaca L. 5 1,5,6, 9,11
3 Bambu Bambusa sp. 5 1,3,4,10,11
4 Kunyit Curcuma domestica Val. 5 1,2,5,8,11
5 Sirih Piper betle L. 5 1,2,5,9,11
6 Asam Tamarindus indica Linn. 5 1,2,4,5,11
7 Pandan Pandanus tectorius Sol. 5 1,8,9,10,11
8 Cengkeh Syzygium aromaticum L. 5 1,4,5,7,11
9 Jeruk nipis Citrus aurantifolia
(Christm.&Panz.) Swingle.
5 1,2,5,7,11
10 Jagung Zea mays Linn. 4 1,5,6,11
11 Rotan Callamus sp. 4 1,3,4,10
12 Pepaya Carica papaya L. 4 1,5,9,11
13 Kelor Moringa oleifera L. 4 1,5,9,11
14 Gamal Glyricida sepium (Jacq.) Kunth ex
Walp
4 3,4,6,7
15 Nipah Nypa fruticans Wumb 4 1,3,10,11
16 Alang-alang Imperata cylindrica (L.) Beauv. 4 3,5,6,10
17 Kawu jawa/Turi Sesbania grandiflora Pers. 4 3,4,5,6
18 Jeruk purut Citrus hystrix D.C. 4 1,2,5,7
19 Kemangi Ocimum basilicum L. 4 1,5,8,11
20 Kemiri Aleuritus moluccana (L.) Willd 4 1,3,5,7
21 Kencur Kaempferia galanga (Linn.) 4 1,2,5,11
22 Lapi Macaranga tanarius Muell. Arg. 4 3,4,5,11
23 Lengkuas Alpinia galanga (L.) Willd. 4 1,2,5,11
24 Cempaka Michelia alba DC. 4 5,7,9,11
25 Garu Gymnacranthera forbesii Warb.
var. forbesii
4 3,4,7,11
26 Pinang Areca catechu L. 4 1,5,9,11
27 Ponda Pandanus sp. 4 1,8,9,10
28 Gaharu Aquilaria malaccensis Lamk. 4 3,4,7,11
29 Tangkurera Averrhoa bilimbi L. 4 1,5,7,9
30 Bambu buluh Bambusa atra 3 3,4,10
31 Enau Arenga pinnata (Wurmb.) Merr 3 2,10,11
32 Padi Oryza sativa Linn. 3 1,6,11
33 Sagu Metroxylon sagu Rottb. 3 1,3,10
34 Ubi jalar Ipomea batatas L. 3 1,5,11
35 Ubi kayu Manihot esculenta Crantz. 3 1,5,11
Keterangan* :
1. Pangan 5. Obat 9. Tumbuhan hias
2. Minuman 6. Pakan ternak 10. Tali, anyaman dan kerajinan
3. Bahan bangunan 7. Aromatik 11. Bahan upacara adat
4. Kayu bakar 8. Pewarna
84
Lampiran15 Daftar responden yang diwawancara
No Nama Umur Dusun Desa/Kelurahan Kecamatan
1 La Pera 86 Wawoncusu Lambusango Kapuntori
2 Hamia 31 Wawoncusu Lambusango Kapuntori
3 Samna 38 Wawoncusu Lambusango Kapuntori
4 Mila 31 Wawoncusu Lambusango Kapuntori
5 La Rambo 57 Wawoncusu Lambusango Kapuntori
6 La Ode Impo 57 Wawoncusu Lambusango Kapuntori
7 Nurma 52 Wawoncusu Lambusango Kapuntori
8 La Ode Tamsin 41 Wawoncusu Lambusango Kapuntori
9 Liza 80 Mandauli Lambusango Kapuntori
10 La Awa 34 Mandauli Lambusango Kapuntori
11 Nasarudin 37 Mandauli Lambusango Kapuntori
12 Baharudin 43 Mandauli Lambusango Kapuntori
13 Aeta 45 Mandauli Lambusango Kapuntori
14 Sumiati 43 Mandauli Lambusango Kapuntori
15 Laganepo 45 Mandauli Lambusango Kapuntori
16 Rusiana 37 Mandauli Lambusango Kapuntori
17 Farihi 45 Mandauli Lambusango Kapuntori
18 Zamuddin 45 Pobaa Lambusango Kapuntori
19 Ardi 46 Pobaa Lambusango Kapuntori
20 Hasan 40 Pobaa Lambusango Kapuntori
21 Wa Azizah 70 Pobaa Lambusango Kapuntori
22 Kiasta 37 Pobaa Lambusango Kapuntori
23 Rafiah 42 Wakancideli Watumotobe Kapuntori
24 La Rasina 75 Wakancideli Watumotobe Kapuntori
25 Iskandar 67 Wakancideli Watumotobe Kapuntori
26 Rudi 63 Wakancideli Watumotobe Kapuntori
27 Udin 35 Wakancideli Watumotobe Kapuntori
28 Sudin 39 Palewata Timur Watumotobe Kapuntori
29 Saria 75 Palewata Timur Watumotobe Kapuntori
30 Hasidu 85 Palewata Timur Watumotobe Kapuntori
31 La Umi 52 Palewata Timur Watumotobe Kapuntori
32 La Ode Syarif 49 Palewata Timur Watumotobe Kapuntori
33 La Abadi 48 Palewata Timur Watumotobe Kapuntori
34 Sumista 53 Palewata Timur Watumotobe Kapuntori
35 La Bariji 45 Palewata Barat Watumotobe Kapuntori
36 Kamirudin 50 Palewata Barat Watumotobe Kapuntori
37 Saifu 57 Palewata Barat Watumotobe Kapuntori
38 La Ode Muhinu 67 Palewata Barat Watumotobe Kapuntori
39 Saite 70 Palewata Barat Watumotobe Kapuntori
40 La Tajura 48 Talingko Wambulu Kapuntori
85
No Nama Umur Dusun Desa/Kelurahan Kecamatan
41 La Ode Baetu 50 Talingko Wambulu Kapuntori
42 Rusdin 41 Talingko Wambulu Kapuntori
43 La Uta 60 Talingko Wambulu Kapuntori
44 La Oncisu 48 Talingko Wambulu Kapuntori
45 La Isa 64 Wambulu Wambulu Kapuntori
46 La Obuu 62 Wambulu Wambulu Kapuntori
47 La Rahima 48 Wambulu Wambulu Kapuntori
48 La Hazuri 42 Wambulu Wambulu Kapuntori
49 Kadir 62 Wambulu Wambulu Kapuntori