Top Banner
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 2016 (terbit setiap triwulan)
125

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

Aug 05, 2019

Download

Documents

vantuyen
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Provinsi Sulawesi Selatan

November 2016

(terbit setiap triwulan)

Page 2: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

www.bi.go.id/web/id/Publikasi/

Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Selatan

Jl. Jenderal Sudirman No. 3

Makassar 90113, Indonesia

Telepon: 0411 – 3615188/3615189

Faksimili: 0411 – 3615170

Page 3: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel iii

KATA PENGANTAR

Kata Pengantar

Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap

triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,

keuangan pemerintah, inflasi, stabilitas keuangan daerah dan pengembangan akses keuangan, penyelenggaraan sistem

pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian

ke depan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat

Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengelolaan

uang rupiah, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat

keputusan. Dengan demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat

semakin berperan sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.

Ekonomi Sulsel pada triwulan III 2016 masih tumbuh tinggi mencapai 6,82% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian

pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,02% (yoy). Walaupun pertumbuhan tersebut melambat, namun kami mencatat

beberapa lapangan usaha masih tumbuh meningkat, antara lain Lapangan Usaha Pertanian, Industri Pengolahan, dan Jasa

Perusahaan. Kondisi eksternal yang belum sepenuhnya membaik masih berimbas pada belum optimalnya kinerja ekspor

komoditas unggulan Sulsel di triwulan III 2016. Ekonomi Sulsel pada triwulan IV 2016 kami perkirakan tumbuh meningkat

dari triwulan sebelumnya, karena adanya potensi peningkatan pada sektor industri pengolahan dan perdagangan. Agar

risiko perlambatan ekonomi Sulsel secara keseluruhan dapat diminimalisir, kami berharap realisasi penyerapan anggaran

belanja pemerintah terutama belanja modal pada triwulan IV dapat dioptimalkan. Sementara itu, tekanan inflasi di Sulsel

saat ini relatif terkendali. Melalui berbagai upaya pengendalian inflasi yang telah dan terus akan dilakukan kedepan, kami

optimis inflasi akan semakin menurun sehingga pada akhir tahun berada pada kisaran target yang ditetapkan yaitu4±1%.

Dengan pencapaian inflasi yang semakin rendah, maka daya beli masyarakat Sulsel akan terjaga dengan baik, sehingga

kesejahteraannya meningkat. Menurut hemat kami, fokus pengendalian harga pada triwulan IV 2016 sebaiknya lebih

diarahkan pada komoditas volatile food dengan cara menjaga ketersediaan pasokannya, mengingat pada saat menjelang

akhir tahun aktivitas masyarakat akan meningkat seiring dengan perayaan Natal dan Tahun Baru. Sementara tahun 2017,

kami optimis akan lebih baik dibandingkan 2016 dalam kisaran 7,2%-7,6% (yoy).

Dalam penyusunan kajian ini, kami memanfaatkan data sekunder yang diterbitkan atau yang disediakan oleh berbagai

institusi. Selain itu kami juga menggunakan data primer dan informasi yang kami peroleh dari hasil survei dan liaison atau

hasil kunjungan ke sejumlah perusahaan besar di Sulsel. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima

kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing

pemikiran dan membantu dalam penyediaan data atau informasi yang lengkap, akurat dan terkini. Saran serta masukan

dari para stakeholders sangat kami harapkan agar kedepan kajian yang kami susun menjadi semakin lebih baik.

Makassar, 21 November 2016

KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI SULAWESI SELATAN

ttd

Wiwiek Sisto Widayat Direktur Eksekutif

Page 4: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel iv

VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional

melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian

inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.

MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi

kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang

berkualitas.

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan

efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan

eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan

dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian

nasional.

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang

berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan

stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan

akses dan kepentingan nasional.

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia

yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta

melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam

rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen,

dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas:

Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –

Coordination and Teamwork.

Page 5: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel v

DAFTAR ISI

Daftar Isi

KATA PENGANTAR III

DAFTAR ISI V

RINGKASAN EKSEKUTIF 1

TABEL INDIKATOR EKONOMI 6

1. PERTUMBUHAN EKONOMI 11

1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 12

1.2. SISI PENGELUARAN 13

1.3. SISI LAPANGAN USAHA 21

2. KEUANGAN PEMERINTAH 33

2.1 STRUKTUR ANGGARAN 34

2.2 PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 34

2.3 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBD KABUPATEN/KOTA SE-SULSEL 37

2.4 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL 39

2.5 PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 40

3. INFLASI DAERAH 43

3.1. INFLASI UMUM 44

3.2. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 44

3.3. INFLASI MENURUT KOTA IHK 51

3.4. DISAGREGASI INFLASI 52

3.5. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 54

4. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 57

4.1. STABILITAS KEUANGAN DAERAH 58

4.2. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 75

5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 77

5.1. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN 78

5.2. PENGELOLAAN UANG RUPIAH 78

6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 83

6.1 TENAGA KERJA 84

6.2 PENDUDUK MISKIN 85

6.3 RASIO GINI 87

6.4 NILAI TUKAR PETANI 87

Page 6: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

DAFTAR ISI

vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 93

7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 94

7.2 PROSPEK INFLASI 98

7.3 REKOMENDASI KEBIJAKAN 99

LAMPIRAN 103

DAFTAR BOKS

BOKS 1.A.

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI MELALUI KAWASAN INDUSTRI DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI 32

BOKS 2.A.

CAPACITY BUILDING PEGAWAI PEMERINTAH KABUPATEN SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PENYERAPAN ANGGARAN 41

BOKS 5.A.

GERAKAN PEDULI KOIN DI SULAWESI SELATAN 81

BOKS 6.A.

BI CORNER SEBAGAI WUJUD KEPEDULIAN BANK INDONESIA UNTUK KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA YANG LEBIH BAIK 90

BOKS 7.A.

ALTERNATIF DIVERSIFIKASI EKSPOR KOMODITAS UNGGULAN SULSEL 101

Page 7: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 1

RINGKASAN EKSEKUTIF

Ringkasan Eksekutif

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Gambaran Umum

Perekonomian Sulsel triwulan

III 2016 tumbuh melambat

dibandingkan triwulan

sebelumnya, namun terdapat

potensi peningkatan baik di

triwulan IV 2016 maupun

keseluruhan tahun 2016

Perekonomian Sulsel triwulan III 2016 tumbuh 6,82% (yoy), melambat dibandingkan

pertumbuhan triwulan II 2016 yang tercatat 8,04% (yoy). Secara sektoral,

melambatnya pertumbuhan disebabkan oleh kinerja sektor sekunder dan tersier. Pada

sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada

sektor tersier yaitu sektor perdagangan, transportasi dan pergudangan, akomodasi dan

makan minum, informasi dan komunikasi, jasa keuangan dan asuransi, jasa pendidikan,

dan administrasi pemerintahan. Di sisi pengeluaran, melambatnya pertumbuhan

disebabkan oleh melambatnya kinerja seluruh komponen, kecuali konsumsi rumah

tangga. Sementara itu, kinerja ekspor mengalami perbaikan meski masih dalam fase

kontraksi akibat belum pulihnya pasar global. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan

dalam kondisi baik, sementara transaksi yang tercatat pada sistem pembayaran

menunjukkan penurunan akibat kembali normalnya transaksi masyarakat. Namun

demikian, pada triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016 kami perkirakan tumbuh

meningkat, dikarenakan terdapat potensi di sektor industri pengolahan dan

perdagangan. Selain itu, peluang peningkatan ekonomi Sulsel pada 2016 akan terjadi

apabila perkembangan ekonomi global semakin membaik dan terjalin koordinasi yang

semakin erat antara pemerintah pusat dan daerah, sehingga pelaksanaan

pembangunan dan penyerapan anggaran berjalan lancar.

Tekanan inflasi pada triwulan III 2016 menurun. Padaakhir triwulan III 2016 inflasi

Sulsel tercatat 3,07% (yoy). Pencapaian inflasi berada di dalam rentang sasaran inflasi

nasional 4±1%, dan inflasi Sulsel akan terus dijaga untuk selalu berada di rentang

sasaran inflasi yang ditargetkan hingga akhir tahun 2016. Penurunan inflasi Sulsel

terjadi dikarenakan menurunnya tekanan harga pada hampir seluruh kelompok kecuali

transpor. Menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan disebabkan

tercukupinya pasokan seiring berlangsungnya musim panen, meski pada saat yang

sama konsumsi masyarakat juga meningkat. Selain itu, terjaganya harga BBM juga

menjaga penurunan inflasi ke arah yang lebih rendah. Kunci keberhasilan dalam

mengendalikan inflasi di Sulsel tersebut tentunya tidak lepas dari peran serta,

komunikasi, dan koordinasi yang berjalan baik diantara anggota Tim Pengendalian

Inflasi Daerah (TPID), terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan

dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel. Namun

demikian, pada triwulan IV 2016 tekanan inflasi diperkirakan dalam trend menurun.

Indikasi ke arah tersebut ditandai dengan rendahnya inflasi pada saat bulan

Ramadhan/Idul Fitri pada bulan Juni dan Juli 2016. Selain itu, penurunan tersebut

didorong oleh terjaganya pasokan bawang merah sebagai imbas positif dari pola tanam

yang terjadwal, serta penundaan realisasi anggaran khususnya belanja pegawai

menahan konsumsi masyarakat (khususnya PNS).

Page 8: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

RINGKASAN EKSEKUTIF

2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Pertumbuhan Ekonomi

Konsumsi pemerintah yang

terkontraksi dan perlambatan

PMTB (investasi) menjadi

penyebab perlambatan

pertumbuhan ekonomi Sulsel

triwulan III 2016

Perlambatan pertumbuhan perekonomian Sulsel triwulan III 2016 terutama

disebabkan oleh konsumsi pemerintah dan investasi. Pada triwulan III 2016 konsumsi

pemerintah tumbuh terkontraksi -3,52% (yoy), sementara investasi tumbuh 6,71%

(yoy) lebih rendah dari pertumbuhan periode sebelumnya. Di sisi lain, perlambatan

pertumbuhan tertahan oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah

tangga meningkat dari 5,62% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 5,73% (yoy) pada

triwulan laporan.

Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulsel terjadi di sektor

perdagangan, jasa keuangan, konstruksi, pertambangan, administrasi pemerintah,

dan jasa pendidikan. Sementara sektor pertanian dan industri pengolahan pada

triwulan III 2016 tumbuh meningkat sehingga menahan perlambatan perekonomian

Sulsel lebih dalam.

Pada triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016, perekonomian Sulsel diperkirakan

tumbuh meningkat dari periode sebelumnya. Hal ini dikarenakan terdapat potensi di

sektor industri pengolahan dan perdagangan. Peningkatan terjadi di sektor industri

pengolahan terjadi karena industri besar, menengah dan kecil yang semakin menguat.

Sementara, di sektor perdagangan lebih disebabkan pada terjaganya tingkat konsumsi

masyarakat sehingga mendorong sektor perdagangan.

Inflasi

Tekanan harga dari seluruh

kelompok khususnya core dan

volatile food menurun.

Tekanan inflasi semakin menurun. Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan III 2016

tercatat 3,07% (yoy), lebih rendah dari triwulan II 2016 (4,30%, yoy), yang secara

umum disebabkan oleh menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan.

Penurunan ini dikarenakan terjaganya konsumsi masyarakat serta terdapat panen di

beberapa komoditas pangan, sehingga mampu mengimbangi pasokan di tengah

perayaan hari raya. Di sisi lain kelompok transport mengalami peningkatan meski

masih tercatat deflasi.

Kami memperkirakan tekanan inflasi sampai dengan triwulan IV 2016 dalam level

rendah. Faktor pendorong penurunan tekanan inflasi secara umum disebabkan oleh

menurunnya tekanan harga pada kelompok makanan jadi, sandang, dan transport.

Diperkirakan hingga akhir triwulan IV 2016 masih akan terjadi tren penurunan inflasi,

sebagai implikasi dari kembalinya permintaan masyarakat ke pola normalnya. Dengan

kondisi demikian, target inflasi akhir tahun di kisaran 4% ± 1% diperkirakan tercapai

dengan proyeksi pada kisaran 2,30% - 2,70%.

Untuk mencapai target inflasi, berbagai upaya penanggulangan inflasi terus

dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dan komunikasi melalui TPID. Upaya

pengendalian inflasi ke depan yaitu dengan meningkatkan intensitas pelaksanaan

Rakor TPID. Selain itu, diseminasi informasi terus dilakukan dalam rangka

meminimalisir asymmetric information baik di tingkat petani, pedagang maupun

konsumen.

Keuangan Pemerintah

Realisasi belanja APBD

Provinsi/Kab/Kota belum

terealisasi secara optimal,

namun realisasi APBN yang

baik mampu menahan

perlambatan ekonomi Sulsel.

Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan triwulan

III 2016 terlihat belum optimal. Realisasi belanja hingga akhir triwulan III baru tercatat

Rp4,05 triliun atau 55,99% dari yang dianggarkan sebesar Rp7,22 triliun. Sebagian

besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (71,54%) dan

belanja transfer (22,37%), sementara yang direalisasikan untuk belanja modal masih

tergolong minim (6,09%). Kondisi yang hampir sama juga terjadi pada APBD

Kabupaten/Kota. Dari Total anggaran sebesar Rp33,42 triliun, hingga akhir semester I

Page 9: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 3

2016 baru berhasil direalisasikan sebesar Rp11,31 triliun atau 33,84%.

Sementara itu, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel

terlihat lebih baik. Sampai akhir triwulan III 2016 telah terealisasi sebesar Rp11,67

triliun atau 61,28% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,04 triliun. Seluruh komponen

belanja memperlihatkan peningkatan kecuali belanja untuk bantuan sosial.

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Intermediasi perbankan

berjalan dengan baik, meskipun

mengalami penurunan. Kualitas

intermediasi perbankan masih

baik dan terjaga pada level

aman

Pertumbuhan ekonomi yang melambat diikuti dengna Kinerja stabilitas keuangan

yang turun. Dari sisi korporasi, selain masih terpengaruh kondisi ekonomi global

kinerja korporasi utama di triwulan laporan juga terkena imbas perlambatan ekonomi

di tingkat domestik. Namun pelemahan di sektor korporasi terkompensasi kuatnya

permintaan sektor rumah tangga, sehingga stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap

terjaga. Sementara dari sisi sektor rumah tangga, ketahanan keuangan masih kuat. Hal

ini tercermin dari kinerja konsumsi masyarakat yang masih baik, dengan porsi

pinjaman perbankan yang normal, dan rasio tabungan yang kuat.

Kinerja perbankan secara umum tercatat masih baik. Meskipun terjadi sedikit

perlambatan pertumbuhan aset dan kredit, namun kinerja intermediasi masih sangat

baik dengan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan III 2016. Aset dan

kredit tercatat mengalami perlambatan masing-masing tumbuh 8,92% (yoy) dan

14,31% (yoy), sementara DPK tumbuh meningkat (19,21%; yoy). Yang lebih utama,

peningkatan kinerja intermediasi ini diimbangi dengan perbaikan kualitas kredit,

dimana NPL semakin menurun menjadi 3% di triwulan III 2016. Penyaluran kredit ke

sektor UMKM juga terus tumbuh meningkat, dimana hingga triwulan III 2016 sebesar

Rp31,43 triliun atau tumbuh 15,56% (yoy). Selain itu, pangsa kredit UMKM terhadap

total kredit tetap terjaga di atas 30%. Fungsi intermedasi UMKM juga tercatat dalam

kondisi aman dimana NPL berada dibawah batas aman 5%.

Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

Sesuai siklus ekonomi,

kebutuhan uang kartal maupun

transaksi nontunai melalui

kliring pada triwulan III 2016

kembali pada kondisi normal.

Perkembangan transaksi keuangan nontunai berjalan dinamis. Nilai transaksi

keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami

peningkatan, seiring dengan berakhirnya masa peralihan BI-RTGS kepada BI-RTGS

generasi ke II mengakibatkan transaksi yang menggunakan SKNBI kembali pada level

normal. Masa peralihan sistem BIRTGS kepada BI-RTGS generasi ke II telah selesai per 1

Juli 2016. Sehingga, nilai nominal transfer di atas Rp100.000.000 (seratus juta rupiah)

per transaksi telah kembali menggunakan sistem BI-RTGS generasi ke II.

Disisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi net inflow sebesar Rp3,98 triliun. Hal ini

terjadi diperkirakan karena terdapat libur panjang sehingga terjadi peningkatan uang

masuk dari luar Sulsel ke dalam Sulsel.

Bank Indonesia terus meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar. Dalam

meningkatkan hal tersebut, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money

policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan

penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi

ciri-ciri keaslian mata uang rupiah.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Penyerapan tenaga kerja

hingga Agustus 2016 terdapat

sedikit perbaikan yang

diharapkan dapat menurunkan

angka kemiskinan. Menurut

data terakhir per Maret 2016

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menunjukkan penurunan. Pada Agustus 2016

mencapai 4,80% menurun dari periode yang sama tahun lalu 5,95%. Sementara itu,

tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan

III 2016 secara tahunan terpantau membaik dibandingkan triwulan II 2016.

Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 2016 (9,40%) sedikit meningkat

dibanding Maret 2015 (9,39%) baik di kota maupun di desa. Meski demikian,

Page 10: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

RINGKASAN EKSEKUTIF

4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

angka kemiskinan Sulsel secara

tahunan sedikit meningkat.

persentase penduduk miskin di Sulsel pada Maret 2016 menurun dari September 2015

(10,12%). Persentase penduduk miskin di Sulsel tersebut tergolong cukup rendah jika

dibandingkan dengan provinsi lain di Sulawesi maupun Nasional.

Prospek Perekonomian

Perekonomian Sulsel pada

triwulan I 2017 dan

keseluruhan 2017 diprakirakan

tumbuh lebih tinggi dari

pertumbuhan ekonomi periode

sebelumnya.

Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2017 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,1% -

7,5% (yoy). Sementara secara keseluruhan 2017 akan tumbuh di kisaran 7,2%-7,6%

(yoy), yang berarti berpotensi lebih tinggi dari pencapaian 2016 yang tumbuh 7,0%-

7,4% (yoy). Dari sisi permintaan, perekonomian Sulsel diperkirakan masih akan

ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan perbaikan aktivitas ekspor luar negeri.

Sementara dari sisi lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari lapangan usaha

Pertanian, Pertambangan, Industri Pengolahan, Penyediaan Akomodasi, Jasa

Keuangan, dan Real Estate.

Meskipun perkiraan tahun 2017 tumbuh meningkat, terdapat faktor risiko yang perlu

diwaspadai. Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan dari sisi domestik antara lain

hasil produksi pertanian dengan berakhirnya masa La Nina, kelanjutan pembangunan

infrastruktur, dan kemungkinan pemotongan belanja pemerintah. Sementara itu, risiko

dari sisi global berupa perkembangan sosial politik dunia yang cenderung meningkat

ketidakpastiannya, serta perkembangan harga komoditas di pasar dunia.

Tekanan harga di triwulan I 2017 dan 2017 diperkirakan dalam kisaran inflasi

nasional 4,0%±1,0%. Beberapa faktor pendukung antara lain ketersediaan/distribusi

pangan berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, diikuti

dengan tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi

secara simultan, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/Kota secara

optimal.

Rekomendasi Kebijakan

Percepatan infrastruktur,

peningkatan nilai tambah, dan

optimalisasi belanja

pemerintah menjadi kunci

pertumbuhan perekonomian

Sulsel 2016. Selain itu, juga

perlu diiringi dengan

pengendalian harga terutama

untuk komoditas penyumbang

inflasi terbesar di Sulsel.

Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul

Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat

disarankan kepada pemerintah daerah: (a) Mengakselerasi realisasi belanja

pemerintah daerah, khususnya belanja modal yang dialokasikan untuk pembiayaan

proyek infrastruktur. Hal demikian sangat penting karena akan dapat menciptakan

multiplier effect yang besar, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel

ke arah yang lebih tinggi; (b) Meningkatkan kualitas dan daya saing investasi, dengan

menjaga iklim investasi dan daya saing; (c) Membangun sistem monitoring realisasi

anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah yang terpadu, dan mewajibkan

seluruh pemerintah Kabupaten/Kota di Sulsel untuk melaporkan pencapaiannya secara

rutin (bulanan) kepada Pemerintah Provinsi; (d) Melakukan akselerasi pembangunan

infrastruktur kemaritiman, baik infrastruktur fisik maupun infrastruktur pendukung; (e)

Untuk mendukung program kemaritiman di Sulsel dan Kawasan Timur Indonesia (KTI),

pemerintah pusat dan daerah perlu menyusun roadmap pengembangan industri dasar

hingga menengah (low medium technology) terutama yang berbasis maritim di Sulsel;

(f) Melakukan diversifikasi tujuan ekspor, sesuai dengan kuota ekspor secara nasional.

Sementara itu, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian

harga terutama diarahkan pada komoditas penyumbang inflasi terbesar, sebagai

berikut: (a) Perlunya kebijakan pemerintah daerah yang mampu mengintegrasikan

kepentingan berbagai pihak terkait, agar pemenuhan pasokan bahan pangan dari

daerah produsen ke daerah perkotaan (khususnya Makassar) tidak terdapat hambatan

dan dapat berjalan secara berkesinambungan; (b) Perlunya kebijakan dan langkah-

langkah konkrit guna meminimalisir dampak negatif dari market failures; (c)

Page 11: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 5

Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan

informasi mengenai data stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun

internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pelaku usaha di bidang

perberasan, terutama petani; (d) Meningkatkan kemudahan akses bagi petani

terhadap pembiayaan perbankan dan lembaga keuangan lainnya agar tidak lagi

tergantung kepada pemodal besar, sehingga penentuan harga produksinya lebih

efisien; (e) Mendorong terwujudnya kerjasama antar daerah dalam mencukup pasokan

beberapa komoditas pangan strategis, khususnya antara daerah surplus dengan

daerah defisit; (f) Perlunya menyusun database surplus-defisit komoditas pangan

strategis di tiap Kab/Kota, yang tidak hanya berbasis data produksi dan konsumsi,

namun juga mencakup jalur distribusinya.

Page 12: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

TABEL INDIKATOR EKONOMI

6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

TABEL INDIKATOR EKONOMI

Tabel Indikator Ekonomi

A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV***

MAKRO

- Sulawesi Selatan 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16 109.71 111.72 116.89 116.95 118.55 121.06 122.13 123.62 123.65 124.78 124.78

- Sulawesi Utara 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39 110.28 110.90 118.61 118.13 119.91 121.26 125.20 123.92 124.31 124.02 124.03

- Gorontalo 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24 109.32 109.62 115.26 113.96 115.98 117.72 120.22 120.50 121.65 120.98 120.47

- Sulawesi Tengah 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45 113.64 115.12 120.21 117.34 120.46 121.29 125.22 124.42 125.53 126.24 125.04

- Sulawesi Tenggara 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00 109.77 111.72 117.67 116.43 117.84 118.00 120.34 121.96 120.72 123.74 121.79

- Sulawesi Barat 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20 118.65 119.84 122.78 122.23 123.74 123.94 123.73

- Sulawesi Selatan 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70 4.30 3.07 3.15

- Sulawesi Utara 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67 6.26 4.00 9.67 7.99 8.73 9.34 5.56 4.90 3.67 2.28 0.78

- Gorontalo 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10 5.82 3.59 6.14 5.28 6.09 7.39 4.30 5.74 4.89 2.77 2.28

- Sulawesi Tengah 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42 10.37 5.46 8.84 5.28 6.00 5.36 4.17 6.03 4.21 4.08 2.29

- Sulawesi Tenggara 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60 4.84 1.83 8.45 7.81 7.35 6.86 2.27 4.75 4.37 3.28 3.58

- Sulawesi Barat 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24 6.65 4.46 7.89 6.68 7.59 6.49 5.07 5.19 4.29 3.42 3.12

PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008 51,268 54,406 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621 63,105 67,519 71,436 -

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 10,729 11,880 14,029 9,809 12,293 13,015 15,191 10,582 12,722 14,526 15,982 10,727 12,823 15,061 16,997 -

Pertambangan dan Penggalian 3,016 3,292 3,496 3,436 3,450 3,498 3,793 3,971 3,533 3,780 4,251 4,304 3,623 3,980 4,318 -

Industri Pengolahan 7,322 7,769 7,696 7,758 7,648 8,162 8,577 8,890 8,091 8,773 8,951 9,692 9,154 9,530 9,603 -

Pengadaan Listrik, Gas 49 49 50 51 51 55 56 60 51 51 53 58 55 60 62 -

Pengadaan Air 71 75 75 74 75 77 77 73 75 77 75 76 79 82 81 -

Konstruksi 6,019 6,343 6,720 6,948 6,494 6,789 7,044 7,340 6,961 7,188 7,689 8,129 7,610 7,964 8,161 -

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,114 7,645 7,806 7,624 7,775 8,088 8,619 7,881 8,212 8,623 9,405 8,675 8,973 9,539 10,353 -

Transportasi dan Pergudangan 2,020 2,103 2,166 2,164 2,061 2,094 2,181 2,260 2,150 2,243 2,407 2,389 2,427 2,449 2,603 -

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 710 730 742 771 765 797 806 815 804 829 855 877 881 896 917 -

Informasi dan Komunikasi 3,332 3,440 3,485 3,511 3,492 3,592 3,733 3,743 3,749 3,860 4,036 4,069 4,055 4,170 4,355 -

Jasa Keuangan 1,884 1,944 1,902 1,896 1,950 2,017 2,008 2,090 2,144 2,077 2,194 2,248 2,352 2,438 2,459 -

Real Estate 1,919 1,969 2,019 2,026 2,068 2,124 2,164 2,209 2,252 2,284 2,320 2,341 2,411 2,442 2,445 -

Jasa Perusahaan 230 233 238 237 245 249 252 254 256 261 270 273 277 281 291 -

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,471 2,510 2,644 2,667 2,510 2,575 2,698 2,772 2,648 2,758 2,949 3,027 2,864 3,004 2,910 -

Jasa Pendidikan 2,789 2,781 2,932 3,416 2,916 2,929 3,105 3,523 3,176 3,195 3,402 3,606 3,420 3,488 3,674 -

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 927 959 1,004 1,131 1,065 1,093 1,107 1,169 1,144 1,177 1,232 1,292 1,253 1,276 1,325 -

Jasa lainnya 665 682 693 696 707 728 747 761 773 788 808 839 849 858 880 -

PDRB Penawaran - Pertumbuhan (%) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008 6.02 7.01 9.25 8.06 8.38 6.39 7.73 7.70 5.72 7.96 7.59 7.24 7.43 8.04 6.82

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (0.60) 1.53 9.59 9.39 14.58 9.55 8.29 7.88 3.49 11.61 5.21 1.37 0.79 4.40 6.35

Pertambangan dan Penggalian 2.70 0.16 13.42 6.59 14.40 6.23 8.49 15.56 2.40 8.06 12.07 8.38 2.55 5.30 1.59

Industri Pengolahan 9.16 12.21 8.39 7.24 4.45 5.06 11.44 14.59 5.79 7.49 4.35 9.02 13.14 7.10 7.28

Pengadaan Listrik, Gas 12.52 8.26 5.73 6.09 5.12 12.20 11.59 17.54 0.01 (6.86) (5.59) (3.34) 7.69 17.24 17.80

Pengadaan Air 1.60 8.86 5.95 5.61 5.54 2.38 1.99 (1.25) 0.58 (0.26) (2.54) 3.74 5.49 6.77 9.02

Konstruksi 8.92 10.69 12.54 10.04 7.88 7.04 4.83 5.64 7.20 5.88 9.16 10.75 9.32 9.74 6.13

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6.83 10.16 6.75 5.27 9.28 5.79 10.42 3.36 5.62 6.61 9.12 10.08 9.27 11.43 10.08

Transportasi dan Pergudangan 3.38 7.06 8.15 6.79 1.99 (0.44) 0.70 4.42 4.36 7.09 10.38 5.70 12.86 9.19 8.13

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.39 5.32 7.22 9.01 7.78 9.13 8.66 5.61 5.10 4.03 5.99 7.66 9.55 8.12 7.31

Informasi dan Komunikasi 18.16 18.12 14.26 6.81 4.81 4.42 7.10 6.61 7.34 7.46 8.11 8.69 8.18 8.05 7.92

Jasa Keuangan 13.73 12.38 6.61 3.41 3.51 3.75 5.58 10.22 9.96 2.95 9.24 7.56 9.67 17.38 12.10

Real Estate 9.34 9.52 9.65 7.48 7.79 7.84 7.18 9.03 8.88 7.55 7.21 6.01 7.04 6.93 5.40

Jasa Perusahaan 7.99 6.88 7.92 5.14 6.20 7.22 6.19 7.41 4.77 4.48 6.79 7.40 7.89 7.73 8.07

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1.85 (0.96) 6.29 5.09 1.56 2.58 2.05 3.94 5.50 7.08 9.29 9.21 8.18 9.98 (1.31)

Jasa Pendidikan 7.15 1.39 6.36 15.36 4.57 5.31 5.88 3.13 8.90 9.07 9.56 2.35 7.69 9.19 8.00

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.37 4.19 6.07 17.88 14.91 13.88 10.21 3.32 7.41 7.75 11.35 10.55 9.55 8.38 7.53

Jasa lainnya 5.53 7.88 7.81 7.34 6.25 6.79 7.74 9.44 9.42 8.16 8.16 10.20 9.71 8.90 8.90

51,268 54,406 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621 63,105 67,519 71,436

1. Konsumsi 32,784 36,021 36,851 40,586 35,255 37,835 38,891 42,129 37,158 39,735 41,045 44,894 39,000 42,066 42,813

2. Investasi 21,526 24,330 21,015 20,074 20,668 23,151 23,343 22,160 23,068 25,335 26,744 27,333 25,544 26,390 26,877

3. Ekspor 13,148 12,827 15,256 11,132 14,947 14,401 15,995 14,405 13,861 13,733 14,663 10,301 8,208 9,942 9,973

4. Impor 16,191 18,772 15,423 17,575 15,306 17,505 16,069 20,301 15,344 16,315 15,574 19,907 9,647 10,879 8,824

6.02 7.01 9.25 8.06 8.38 6.39 7.73 7.70 5.72 7.96 7.59 7.24 7.43 8.04 6.82

1. Konsumsi 3.88 5.01 5.94 6.92 7.54 5.04 5.54 3.80 5.40 5.02 5.54 6.56 4.96 6.02 4.31

2. Investasi (12.30) 1.37 3.49 9.18 15.50 (2.19) 5.38 (2.12) 7.83 3.17 8.69 11.09 2.08 8.37 (3.52)

3. Ekspor 4.60 7.50 16.22 (18.09) 13.68 12.27 4.84 29.40 (7.27) (4.64) (8.33) (28.49) (40.78) (27.60) (31.98)

4. Impor 8.68 10.77 (4.13) (11.32) (5.47) (6.75) 4.19 15.51 0.25 (6.80) (3.08) (1.94) (37.13) (33.32) (43.35)

51,268 54,406 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621 63,105 67,519 71,436

6.02 7.01 9.25 8.06 8.38 6.39 7.73 7.70 5.72 7.96 7.59 7.24 7.43 8.04 6.82

403.02 389.29 417.56 386.19 360.34 452.96 490.63 444.80 344.16 382.89 381.25 333.28 229.37 276.31 325.41

171.92 198.44 499.94 230.41 167.44 182.55 193.36 209.93 163.96 194.52 216.82 172.10 163.02 187.21 226.87

300.72 404.71 218.81 126.06 139.10 181.87 149.05 129.39 163.90 172.50 271.92 149.65 122.68 210.55 150

160.04 472.75 216.67 271.29 221.11 258.82 266.39 217.60 326.31 317.63 264.12 273.69 284.74 329.06 275

102.30 (15.43) 198.76 260.13 221.25 271.09 341.58 315.40 180.26 210.39 109.33 183.62 106.69 65.76 175.28

*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012

***) Data hingga Oktober 2016

INDIKATOR20142013

PDRB Permintaan - Pertumbuhan (%) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008

2016**2015*

Catatan:

Total PDRB (Rp Miliar)

Pertumbuhan PDRB (%, yoy)

Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)

Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)

Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)

Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai

Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)

Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)

Indeks Harga Konsumen

Page 13: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

TABEL INDIKATOR EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 7

B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99,571 101,351 104,945 108,309 113,101 117,572 120,832 122,711 123,190 - -

45,734 48,024 49,917 53,717 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402 64,339 66,112 66,420 68,867 72,433 78,467 78,342 82,097 82,025

Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730 9,693 7,995 10,154 11,820 12,471 13,165 12,894 12,203 11,802

Tabungan 25,004 27,206 28,545 31,466 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491 42,221 38,589 42,611 41,800

Deposito 13,259 13,536 14,115 14,907 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504 19,819 20,690 22,118 22,166 22,472 23,091 26,859 27,283 28,423 - - -

54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911 94,981 96,310 101,617 102,774

- Modal Kerja 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876 36,730 37,510 39,518 39,653

- Investasi 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 16,241 16,482 16,500 17,476 20,538 20,041 20,796 20,204

- Konsumsi 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045 36,436 37,558 37,713 38,759 41,303 42,917

119.35% 122.93% 122.38% 123.28% 130.72% 136.44% 130.78% 124.72% 130.45% 129.21% 125.06% 126.39% 128.43% 127.15% 124.13% 121.05% 122.94% 123.78% 125.30%- -

54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911 94,981 96,310 101,617 102,774

- Pertanian 906 1,128 1,171 1,215 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630 1,788 2,303 2,461 2,681 2,933 2,998

- Pertambangan 312 363 375 399 447 449 444 397 377 560 537 509 427 390 383 410 430 399 372

- Industri pengolahan 3,468 3,904 4,008 5,250 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035 5,109 5,304 7,487 7,239 7,993 8,104

- Listrik, Gas, dan Air 137 124 135 141 133 116 121 191 218 245 232 350 382 413 398 379 306 277 267

- Konstruksi 2,065 2,448 2,582 2,674 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746 4,902 5,417 5,491 5,483 5,977 6,305

- Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,027 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920 29,003 29,373 31,424 31,959 33,268 32,431

- Pengangkutan 1,744 1,730 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782 2,693 2,672 2,781 2,824 2,738 2,730

- Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,105 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,037 4,024 4,221 4,117 4,085 4,234

- Jasa Sosial Masyarakat 1,570 1,485 1,372 1,404 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473 2,681 2,388 2,549 2,462 2,587 2,392

- Lain-lain 26,007 27,045 28,781 30,684 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053 35,408 36,226 36,174 36,547 37,648 37,777 38,809 41,359 42,941 - - -

18,349 19,582 18,240 20,270 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 26,768 27,675 27,428 28,301 28,501 30,641 31,110 32,156 32,936 - - -

3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,114 5,297 5,883 6,221 6,679 6,880 7,892 8,698 8,993 9,050

- Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,206 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,088 4,249 4,479 4,674 5,038 5,144 5,542 6,329 6,580 6,707

- Investasi 382 449 469 467 510 653 764 731 821 1,027 1,048 1,404 1,548 1,642 1,735 2,351 2,369 2,413 2,343

- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

8,932 8,933 8,433 8,938 9,290 9,819 9,877 10,037 10,123 10,329 10,885 11,035 10,893 11,161 11,580 12,412 12,433 12,687 12,549

- Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,760 5,678 6,492 5,624 5,750 5,862 6,076 6,408 6,683 6,596 6,860 7,039 7,188 7,265 7,540 7,713

- Investasi 3,369 3,085 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 4,253 4,478 4,353 4,296 4,300 4,541 5,224 5,169 5,147 4,836

- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

5,884 6,710 6,180 7,660 8,534 10,132 9,932 10,148 10,052 11,046 10,586 10,757 10,313 10,461 10,042 10,337 9,979 10,476 11,336

- Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,205 6,872 7,278 7,079 7,822 7,680 7,802 7,488 7,698 7,272 7,577 7,198 7,624 8,542

- Investasi 1,125 1,232 1,347 2,016 2,349 2,927 3,060 2,870 2,972 3,224 2,906 2,954 2,825 2,763 2,770 2,760 2,781 2,852 2,795

- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

3.05% 3.08% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 3.57% 3.13% 3.36% 3.16% 3.85% 3.19% 3.36% 3.05% 3.00%- - -

4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.98% 5.42% 4.81% 5.21% 5.14% 5.40% 4.26% 4.43% 4.14% 4.07%- - -

- BANK UMUM SYARIAH 0

3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 6,489 6,975 7,018 6,687 6,633 - - -

1,578 1,635 1,817 2,063 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,382 3,853 3,517 3,630 3,872

Giro 196 199 200 296 253 232 243 338 221 262 346 380 547 554 355 598 339 390 429

Tabungan 756 803 844 984 969 974 1,162 1,307 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,570 1,667 1,765 1,761 1,793 1,886

Deposito 626 633 773 783 916 932 1,188 1,239 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,360 1,490 1,417 1,447 1,557

2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,750 5,684 5,817 5,744 5,668

- Modal Kerja 647 645 656 674 673 688 651 631 684 776 985 1,135 1,292 1,535 1,572 1,526 1,659 1,685 1,619

- Investasi 224 212 228 284 329 362 359 438 488 670 670 825 865 1,015 1,170 1,152 1,143 1,034 970

- Konsumsi 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 3,282 3,423 3,270 3,181 3,081 3,033 3,008 3,006 3,015 3,025 3,079

174.80% 180.63% 169.33% 169.77% 181.04% 194.41% 164.44% 151.65% 162.40% 174.20% 171.16% 171.91% 164.36% 169.84% 170.02% 147.53% 165.43% 158.23% 146.38%

Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara

NPL Total gross - Lokasi Bank (%)

Kredit Mikro* (Rp Miliar)

Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)

Kredit Kecil ** (Rp Miliar)

FDR

Total Aset (Rp Miliar)

DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)

Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar)

Kredit Menengah *** (Rp Miliar)

Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)

INDIKATOR

BANK UMUM :

DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)

LDR

NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)

Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)

2016****2012 2015****20142013

Page 14: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

TABEL INDIKATOR EKONOMI

8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

C. PERBANKAN (KREDIT LOKASI PROYEK, DPK LOKASI PROYEK)

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99,571 101,351 104,945 108,309 113,101 117,572 120,832 122,711 123,190 - -

45,580 47,871 49,770 53,546 52,147 53,299 57,204 60,239 58,003 61,226 64,131 65,849 66,178 68,635 72,126 78,076 78,002 81,674 81,640

Giro 7,461 7,269 7,246 7,333 7,759 8,086 9,211 7,836 7,984 9,714 9,681 7,975 10,125 11,807 12,454 13,150 12,881 12,178 11,788

Tabungan 24,900 27,097 28,434 31,338 29,206 29,942 31,943 34,840 32,314 33,024 34,652 37,212 33,960 34,683 37,256 41,907 38,342 42,311 41,544

Deposito 13,219 13,505 14,089 14,875 15,182 15,271 16,050 17,563 17,705 18,489 19,797 20,661 22,093 22,145 22,416 23,019 26,778 27,185 28,309

58,755 63,265 65,412 69,956 72,019 77,083 79,613 80,509 80,836 84,154 86,250 88,952 90,768 94,399 96,019 101,263 102,280 107,627 108,401

- Modal Kerja 22,500 25,045 24,656 28,250 28,671 27,484 27,822 29,217 28,996 31,057 31,697 33,125 34,244 37,014 37,017 38,556 38,920 40,809 40,590

- Investasi 11,728 12,256 12,635 11,911 12,725 17,402 18,289 17,089 17,088 17,232 18,030 18,632 19,119 19,431 19,865 22,774 22,507 23,420 22,771

- Konsumsi 24,527 25,965 28,121 29,794 30,622 32,197 33,503 34,203 34,752 35,865 36,523 37,195 37,404 37,954 39,137 39,933 40,853 43,398 45,040

128.90% 132.16% 131.43% 130.64% 138.11% 144.62% 139.17% 133.65% 139.37% 137.45% 134.49% 135.09% 137.16% 137.54% 133.13% 129.70% 131.13% 131.78% 132.78%

58,755 63,265 65,412 69,956 72,019 77,083 79,613 80,509 80,836 84,154 86,250 88,952 90,768 94,399 96,019 101,263 102,280 107,627 108,401

- Pertanian 883 1,101 1,146 1,187 1,373 1,356 1,354 1,374 1,388 1,510 1,454 1,530 1,675 1,779 1,837 2,173 2,368 2,616 2,592

- Pertambangan 568 608 626 564 590 584 599 611 586 555 543 470 401 411 376 400 407 431 402

- Industri pengolahan 4,842 5,216 5,381 6,013 6,116 5,570 5,720 4,314 4,063 4,592 5,153 5,501 5,830 6,487 6,226 8,460 7,984 8,674 8,398

- Listrik, Gas, dan Air 379 420 663 782 996 1,357 1,484 1,579 1,554 1,031 1,886 2,022 2,093 2,340 2,436 2,572 2,290 2,149 2,203

- Konstruksi 3,148 3,503 3,708 3,848 3,835 4,043 4,405 4,231 4,175 4,564 4,968 5,169 5,596 5,761 6,259 6,346 6,262 6,363 6,496

- Perdagangan 15,854 18,288 18,100 19,531 20,344 23,549 24,050 25,010 25,246 26,941 26,883 28,161 28,761 30,356 30,678 31,985 32,480 34,128 33,399

- Pengangkutan 1,828 1,809 1,737 2,138 2,317 2,379 2,459 2,600 2,522 2,584 2,517 2,420 2,407 2,343 2,381 2,442 2,501 2,433 2,414

- Jasa Dunia Usaha 3,171 3,438 3,474 3,371 3,446 4,511 4,289 4,656 4,613 4,374 4,043 3,976 4,046 4,249 4,187 4,409 4,637 4,804 5,022

- Jasa Sosial Masyarakat 1,583 1,465 1,376 1,386 1,479 1,515 1,740 1,800 1,867 1,890 2,031 2,160 2,425 2,610 2,409 2,480 2,449 2,574 2,412

- Lain-lain 26,497 27,417 29,202 31,135 31,523 32,219 33,513 34,334 34,821 36,112 36,772 37,544 37,532 38,063 39,228 39,996 40,902 43,456 45,064

18,011 19,189 17,890 19,538 20,925 23,185 23,206 23,627 23,839 26,151 26,282 26,858 26,867 27,995 27,743 29,129 29,316 30,544 31,433

3,540 3,937 3,637 3,625 3,947 4,177 4,346 4,438 4,560 5,026 5,281 5,866 6,202 6,650 6,810 7,583 8,368 8,740 8,788

- Modal Kerja 3,132 3,492 3,173 3,163 3,440 3,528 3,635 3,757 3,811 4,067 4,224 4,452 4,648 5,002 5,085 5,469 6,240 6,537 6,671

- Investasi 407 445 464 462 507 649 711 681 750 959 1,056 1,413 1,554 1,648 1,725 2,114 2,128 2,204 2,118

- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

8,718 8,698 8,193 8,469 8,635 9,116 9,180 9,330 9,489 9,821 10,172 10,394 10,293 10,637 10,863 11,405 11,434 11,780 11,732

- Modal Kerja 5,506 5,771 5,445 5,668 5,599 6,013 5,564 5,672 5,789 6,106 6,331 6,619 6,546 6,833 6,976 7,127 7,194 7,425 7,649

- Investasi 3,212 2,926 2,749 2,802 3,037 3,103 3,616 3,658 3,700 3,715 3,841 3,775 3,746 3,804 3,887 4,278 4,239 4,355 4,082

- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - -

5,754 6,554 6,059 7,443 8,343 9,892 9,681 9,858 9,790 11,304 10,829 10,599 10,372 10,708 10,070 10,141 9,515 10,023 10,914

- Modal Kerja 4,638 5,292 4,693 5,509 6,011 6,950 6,633 7,048 6,831 8,106 7,948 7,762 7,564 7,932 7,456 7,464 6,821 7,279 8,200

- Investasi 1,115 1,262 1,366 1,935 2,332 2,942 3,047 2,810 2,959 3,198 2,881 2,837 2,808 2,777 2,614 2,677 2,694 2,744 2,714

- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - -

2.82% 2.88% 2.65% 2.64% 2.84% 2.68% 2.77% 3.13% 2.97% 3.51% 3.69% 3.33% 3.63% 3.71% 3.90% 3.40% 3.46% 3.21% 3.19%

4.18% 4.24% 4.21% 4.08% 4.37% 4.03% 4.71% 4.52% 4.97% 4.84% 5.23% 4.89% 5.24% 5.21% 5.36% 4.41% 4.39% 4.31%

BANK UMUM SYARIAH

3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 6,489 6,976 7,018 6,687 6,633 - -

1,578 1,635 1,817 2,063 2,138 2,138 2,594 2,884 2,750 2,783 2,868 2,979 3,187 3,275 3,369 3,804 3,462 3,569 3,794

Giro 196 199 200 296 253 232 243 338 221 262 346 379 547 552 422 598 338 387 428

Tabungan 756 803 844 984 969 974 1,162 1,307 1,268 1,252 1,331 1,471 1,488 1,569 1,636 1,743 1,742 1,770 1,864

Deposito 626 633 773 783 916 932 1,188 1,239 1,261 1,269 1,191 1,129 1,153 1,154 1,311 1,463 1,383 1,411 1,502 - -

3,268 3,491 3,859 4,348 4,735 5,158 5,273 5,669 5,631 5,585 5,446 5,405 5,898 6,536 6,474 6,299 6,647 6,778 6,359

- Modal Kerja 892 930 1,117 1,137 1,126 1,141 1,253 1,567 1,522 1,656 1,673 1,624 2,047 2,345 2,307 2,165 2,503 2,679 2,252

- Investasi 428 440 527 605 729 1,004 985 987 1,027 582 654 768 947 1,311 1,344 1,249 1,240 1,198 1,145

- Konsumsi 1,948 2,121 2,215 2,606 2,880 3,012 3,035 3,115 3,082 3,347 3,119 3,014 2,904 2,880 2,823 2,885 2,904 2,901 2,962

1.53% 1.60% 1.72% 1.47% 1.53% 1.56% 1.34% 1.16% 1.41% 3.76% 2.18% 2.16% 3.17% 2.17% 2.72% 2.53% 2.32% 2.68% 2.49%

Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta) *** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara

2016****2015****

BANK UMUM :

INDIKATOR

Kredit Mikro* (Rp Miliar)

2012 2013 2014

DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar)

Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar)

LDR

Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar)

Kredit UMKM - Lokasi Proyek (Rp Miliar)

Kredit Kecil ** (Rp Miliar)

Kredit Menengah *** (Rp Miliar)

NPL Total gross - Lokasi Proyek (%)

NPL UMKM gross - Lokasi Proyek (%)

FDR

Total Aset (Rp Miliar)

DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar)

Pembiayaan - Lokasi Proyek (Rp Miliar)

Page 15: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

TABEL INDIKATOR EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 9

D. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

KAS

Inflow (Rp Miliar) 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,562 4,304 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 3,344 6,502 1,562

Uang Kertas 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,561 4,304 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 3,344 6,502 1,562

Uang Logam 0.03 0.08 0.08 0.10 0.14 0.04 0.23 0.01 0.004 0.001 0.034 0.00 0.00 0.00 0.06 0.01

Outflow (Rp Miliar) 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 5,641 4,098 2,248 3,703 4,930 3,208 1,490 4,741 2,520 1,086

Uang Kertas 1,715 2,885 5,310 4,159 2,343 3,826 5,637 4,096 2,247 3,699 4,927 3,202 1,485 4,735 2,517 542

Uang Logam 0.28 0.78 2.51 2.63 2.20 3.22 3.93 2.07 1.74 4.03 3.59 5.84 4.45 6.43 3.54 543.75

Pemusnahan Uang (Rp Miliar) 350 502 989 708 748 620 269 403 925 943 719 790 1,310 2,694 1,289 702

TRANSAKSI RTGS

From / Outgoing (Rp Miliar) 14,448 17,402 18,770 20,540 15,660 21,374 22,719 25,647 19,951 26,709 19,338 14,217 - - - -

To / Incoming (Rp Miliar) 32,767 36,120 37,614 41,480 27,887 33,669 38,096 41,348 21,897 31,935 40,378 - - - - -

From - To (Rp Miliar) 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 10,970 11,845 3,778 4,272 3,478 - - - - -

TRANSAKSI KLIRING

Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,737 9,976 10,239 10,670 9,483 9,616 9,716 11,198 9,757 10,492 11,363 13,952 18,226 19,308 15,603 5,234

Volume Kliring* (Lembar) 284,030 285,559 280,922 290,332 260,069 266,025 260,914 280,987 262,477 279,265 296,973 314,492 346,867 360,788 327,989 115,222

Kliring Kredit

Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 557 576 874 1,050 675 637 675 805 887 1,027 1,617 4,280 8,917 10,499 7,038 2,284

Volume Kliring Kredit (Lembar) 36,457 34,774 37,895 41,130 29,191 28,625 30,355 32,940 34,547 32,940 53,395 86,793 132,841 151,191 132,118 46,209

RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 9 10 15 17 11 11 11 13 15 17 27 68 146 167 112 36

RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) 608 580 632 663 487 477 490 515 566 540 875 1,378 2,178 2,400 2,097 733

Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 9,180 9,400 9,365 9,620 8,809 8,978 9,041 10,393 8,870 9,465 9,746 9,673 9,309 8,809 8,565 2,950

Volume Kliring Debet (Lembar) 247,573 250,785 243,027 249,202 230,878 237,400 230,559 248,047 227,930 246,325 243,578 227,699 214,026 209,597 195,871 69,013

RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 153 157 156 155 147 150 146 162 145 155 160 154 153 144 140 48

RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 4,126 4,180 4,050 4,019 3,848 3,957 3,719 3,876 3,737 4,038 3,993 3,614 3,509 3,436 3,211 1,131

Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 126 126 118 107 119 119 109 94 229 212 218 311 304 314 394 625

Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,549 7,531 7,092 6,659 7,114 7,119 6,765 6,008 6,571 5,552 5,012 6,003 6,040 6,336 6,194 2,146

RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 2 2 2 2 2 2 2 2 4 3 4 5 5 5 6 10

RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) 124 123 116 109 117 117 111 98 108 91 82 95 99 104 102 35

Cek/BG Kosong

Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 221 259 307 251 230 328 231 270 229 212 218 242 221 245 274 588

Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,904 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 5,313 4,552 4,787 5,301 5,012 4,702 4,686 4,797 4,769 1,666

RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 4 4 5 4 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4 4 10

RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 98 103 95 87 95 97 86 71 78 87 82 75 77 79 78 27

*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan**) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari***) Angka sementara

INDIKATOR2016***2015***20142013

Kliring Debet Penyerahan

Kliring Debet Pengembalian

Page 16: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

TABEL INDIKATOR EKONOMI

10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

D. GRAFIK INDIKATOR

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan: *) PDRB TD 2010 ; KTI adalah Sulampua, Balnusra

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara

Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara

Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulsel

*) Data Agustus 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

*) Data Maret 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin

3.12%

11.86%

-1%

1%

3%

5%

7%

9%

11%

13%

15%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2010 2011 2012 2013 2014 2015* 2016**

Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional

Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional5.02%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

11%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015* 2016**

Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)

Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy)

6.82%

0

2

4

6

8

10

12

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2010 2011 2012 2013 2014 2015* 2016**

Konsumsi Rumah Tangga Konsumi LNPRT Konsumsi Pemerintah

PMTB Perubahan Stok Net Ekspor

PDRB

-2

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015* 2016**

Pertanian Industri Pengolahan Konstruksi

Perdagangan Sektor Lainnya PDRB

%yoy

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

I II III

IV

I II III

IV

I II III

IV

I II III

IV

I II III

IV

I II III

IV*

**

2011 2012 2013 2014 2015* 2016**

Inflasi Nasional (yoy)

Inflasi Sulsel (yoy)

BI Rate

*) Data Sementara**) Data Sangat Sementara***) Data Hingga Oktober 2016

100%110%120%130%140%150%160%170%180%190%200%

0

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015 2016

(Rp Triliun)Aset

DPK Lokasi Bank Pelapor

Kredit Lokasi Bank

LDR - Skala Kanan

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

7200

7400

7600

7800

8000

8200

8400

8600

8800

9000

2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015** 2016**

(Ribu Orang)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan

JumlahPenduduk

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

700

750

800

850

900

950

1000

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015* 2016**

(Ribu Orang) % Penduduk Miskin - Skala Kanan

Jumlah Penduduk Miskin

% Penduduk Miskin - Skala Kanan

Jumlah Penduduk Miskin

Page 17: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 11

1. PERTUMBUHAN EKONOMI

Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi1

1Pembahasan bab 1 menggunakan alur waktu Triwulan III 2016 (data realisasi BPS) dan Triwulan IV 2016 (data proyeksi Bank Indonesia).

Perekonomian Sulsel menunjukkan perlambatan. Pada triwulan III 2016 nilai PDRB

Sulsel mencapai Rp101.474 milyar (ADHB) atau Rp71.435 milyar (ADHK), dengan

pertumbuhan 6,82% (yoy) lebih rendah dari triwulan II 2016 yang tumbuh 8,04%

(yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi terjadi di sektor sekunder dan tersier.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi berasal dari konsumsi pemerintah dan

investasi. Sementara dari sisi eksternal, kegiatan ekspor impor mulai

memperlihatkan perbaikan meskipun masih dalam fase terkontraksi. Peningkatan

ekspor berasal dari ekspor industri pengolahan.

Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulsel terjadi di sektor

perdagangan, jasa keuangan, konstruksi, pertambangan, administrasi pemerintah,

dan jasa pendidikan. Sementara sektor pertanian dan industri pengolahan pada

triwulan III 2016 mendorong pertumbuhan sehingga tidak terdeselerasi lebih

dalam.

Pada triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016, perekonomian Sulsel diperkirakan

tumbuh meningkat, dikarenakan terdapat potensi di sektor industri pengolahan

dan perdagangan. Peningkatan terjadi di sektor Industri Pengolahan terjadi karena

industri besar, menengah dan kecil yang semakin menguat. Sementara, di sektor

perdagangan lebih disebabkan pada terjaganya tingkat konsumsi masyarakat

sehingga mendorong sektor perdagangan.

Page 18: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) tumbuh melambat. Pada triwulan laporan, ekonomi Sulsel tumbuh 6,82% (yoy)

lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 8,04% (yoy) pada triwulan II 2016. Perlambatan pertumbuhan terutama

disebabkan oleh menurunnya kinerja di beberapa sektor utama antara lain pertambangan dan penggalian; konstruksi;

perdagangan besar dan eceran. Selain itu, juga disebabkan oleh melambatnya kegiatan di sektor transportasi dan

pergudangan; penyediaan akomodasi dan makan minum; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real

estate; administrasi pemerintah; jasa pendidikan; dan jasa kesehatan. Dari sisi pengeluaran, perlambatan terutama

disebabkan oleh komponen konsumsi pemerintah yang terkontraksi. Penurunan konsumsi pemerintah terjadi

dikarenakan penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) dari pusat ke daerah dan dana desa berdasarkan Peraturan Menteri

Keungan (PMK) Nomor 125/PMK.07/2016 tentang penundaan penyaluran sebagian sebagian dana alokasi umum (DAU)

tahun anggaran 2016 dimana terdapat pemerintah pusat akan menunda besaran DAU Rp19,418 triliun untuk 143

kabupaten/kota dan 26 provinsi. Penundaan DAU di Sulsel terjadi di 4 kabupaten yaitu Luwu, Luwu Timur, Tana Toraja

dan Pangkajene dan Kepualuan (Pangkep) dengan total hingga Rp240 miliar.

Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2016 di perkirakan akan meningkat. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh

menguatnya sektor pertambangan, perdagangan besar dan eceran, serta konstruksi. Peningkatan yang terjadi di sektor

pertambangan dan pertanian karena menguatnya harga komoditas dunia khususnya nikel dan coklat, sementara pada

perdagangan besar dan eceran disebabkan oleh meningkatnya aktivitas masyarakat pada akhir tahun karena libur ajaran

sekolah dan hari raya. Pada sektor konstruksi, pembayaran termin akhir di sejumlah proyek pemerintah diperkirakan

dilakukan pada triwulan IV 2016. Sementara itu dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah

mendorong pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat sebagai dampak dari bonus akhir

tahun yang diterima pegawai swasta, meningkatnya kebutuhan di akhir tahun serta Hari Besar Keagamaan Nasional

(perayaan natal) dan liburan akhir tahun. Untuk konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat karena terdapat

pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah terkait proyek yang dilakukan di tahun berjalan. Meski demikian,

pertumbuhan diperkirakan tertahan di konsumsi pemerintah akibat penundaan DAU di beberapa daerah. Oleh karena itu,

pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan masih akan berada di kisaran 6,80% - 7,20%.

Pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat pada keseluruhan tahun 2016. Peningkatan diperkirakan karena sektor

industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan besar dan eceran. Sektor industri pengolahan diperkirakan menguat

karena Industri Manufaktur Besar dan Sedang yang semakin meningkat. Konstruksi yang meningkat merupakan dampak

dari kebijakan pemerintah pusat serta daerah terkait dengan penguatan dan pembangunan infrastruktur yang terjadi di

sepanjang tahun 2016. Sementara itu, terjaganya daya beli masyarakat akibat inflasi sepanjang tahun 2016 dalam tingkat

yang rendah dan stabil mendorong sektor perdagangan besar dan eceran. Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga

dan pemerintah diperkirakan tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan. Terjaganya inflasi yang berimbas pada

terjaganya daya beli masyarakat, serta pembangunan proyek memberikan dampak multipliers baik pada konsumsi rumah

tangga maupun pemerintah. Sementara, secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan masih akan

berada di kisaran 7,00% - 7,40%.

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan

6.116.215.945.875.545.595.525.585.144.964.975.044.734.664.745.044.925.185.02

10.34

8.508.648.11

6.027.01

9.258.068.38

6.39

7.737.70

5.72

7.967.597.247.438.04

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVP

2012 2013 2014 2015* 2016**%

yoy Nasional yoy Sulsel

Page 19: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 13

1.2. Sisi Pengeluaran Dari sisi pengeluaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2016 terutama didorong oleh konsumsi sektor

pemerintah yang terkontraksi. Pada triwulan III 2016 konsumsi pemerintah tercatat kontraksi -3,52% (yoy), menurun

signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,37% (yoy). Perlambatan juga terjadi pada konsumsi

Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) dan invetasi masing-masing 5,48% (yoy) dan 6,71% (yoy) pada triwulan III

2016 dari sebelumnya tercatat masing-masing 5,61% (yoy) dan 9,99% (yoy). Meski demikian, konsumsi rumah tangga

tercatat menguat dari 5,62% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 5,73% (yoy) pada triwulan III 2016 sebagai penopang

pertumbuhan ekonomi tidak terdeselerasi lebih dalam.

Ekspor dan impor masih mengalami kontraksi.Pada triwulan III 2016 ekspor tercatat tumbuh -31,98% (yoy) dari triwulan

sebelumnya -27,60% (yoy). Demikian pula impor juga masih mengalami kontraksi, dari sebelumnya tumbuh -33,32% (yoy)

menjadi -43,35% (yoy) di triwulan laporan.

Pada triwulan IV 2016 perekonomian Sulsel diperkirakan tumbuh menguat. Faktor pendorong pertumbuhan berasal

darikonsumsi rumah tangga diperkirakan stabil di kisaran 5,60% - 6,00% dan konsumsi pemerintah meningkat pada

kisaran 6,80% - 7,20% (yoy). Sementara aktivitas ekspor diperkirakan masih dalam fase kontraksi khususnya pada ekspor

antar daerah, sehingga net ekspor melambat di triwulan IV 2016.

Pada keseluruhan tahun 2016, perekonomian Sulsel diperkirakan tetap tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2015.

Beberapa faktor pendorong yaitu terjaganya daya beli akibat inflasi tahun 2016 terjaga pada tingkat yang lebih rendah

dan stabil dibandingkan tahun 2015, serta pembangunan proyek infrastruktur mendorong efek multiplier baik pada

konsumsi pemerintah maupun rumah tangga.

Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)*

Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka Sangat Sementara

Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB)

Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, komponen

konsumsi RT dan PMTB masih menjadi penyumbang

terbesar di triwulan II 2016. Pangsa konsumsi RT mencapai

di atas 50% dari total PDRB, sementara pangsa PMTB

mencapai diatas 30% pada triwulan III 2016. Kelompok

pengeluaran lain yang memiliki share cukup tinggi (diatas 5%)

adalah konsumsi pemerintah. Sementara kelompok

pengeluaran yang memiliki pangsa di bawah 5% adalah

konsumsi LNPRT (1,19%), perubahan inventori (0,86%), dan

net ekspor-impor (0,20%).

1.2.1 Konsumsi

Secara total, konsumsi tumbuh melambat. Melambatnya total konsumsi akibat melambatnya konsumsi pemerintah

maupun LNPRT yang tumbuh masing-masing -3,52% (yoy) dan 5,48% (yoy) pada triwulan III 2016, lebih rendah

dibandinkan triwulan sebelumnya 8,37% (yoy) dan 9,99% (yoy).

I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III*

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 5.96 6.55 6.18 5.50 5.49 5.92 5.32 5.51 5.03 5.36 5.31 5.28 5.62 5.73

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 10.36 16.60 16.07 8.27 4.93 11.26 -2.49 -2.13 2.90 6.28 1.13 4.66 5.61 5.48

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2.70 15.50 -2.19 5.38 -2.12 1.88 7.83 3.17 8.69 11.09 8.15 2.08 8.37 (3.52)

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 11.11 12.43 9.07 5.91 8.34 8.82 5.26 6.23 10.34 11.10 8.34 9.52 9.99 6.71

5. Perubahan Inventori (26.91) (125.90) (74.02) 195.94 11.10 (124.47) 193.14 76.37 201.48 132.85 (579.81) 55.01 (65.12) (61.70)

6. Ekspor 2.24 13.68 12.27 4.84 29.40 14.10 (7.27) (4.64) (8.33) (28.49) (12.04) (40.78) (27.60) (31.98)

7. Impor 0.31 (5.47) (6.75) 4.19 15.51 1.80 0.25 (6.80) (3.08) (1.94) (2.95) (37.13) (33.32) (43.35)

PDRB 7.62 8.38 6.39 7.73 7.70 7.54 5.72 7.96 7.59 7.24 7.15 7.43 8.04 6.82

2013Komponen2014* 2015* 2016**

Konsumsi RT, 51.41%

Konsumsi LNRT, 1.19%

Konsumsi Pemerintah,

9.19%

PMTB, 37.15%

Perubahan Persediaan,

0.86%

Net Ekspor, 0.20%

Share PDRB Tw III 2016

Page 20: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Konsumsi rumah tangga menjadi penopang perlambatan pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang

meningkat menjadi penopang pertumbuhan ekonomi pada periode laporan. Aktivitas masyarakat yang meningkat di hari

raya Idul Fitri menjadi faktor pendorong utama meningkatnya konsumsi rumah tangga. Selain itu, terjaganya harga yang

tercermin dari inflasi di triwulan III 2016 turut menjaga daya beli sektor rumah tangga. Hal tersebut terkonfirmasi dari

pertumbuhan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang tercatat menguat dari -1,80% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi

3,93% (yoy) di triwulan III 2016.

Realisasi belanja pemerintah provinsi Sulsel belum optimal di triwulan III 2016. Realisasi belanja hingga triwulan III 2016

tercatat sebesar Rp4,04 triliun atau 55,99% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,22 triliun. Secara nominal realisasi belanja

triwulan III 2016 lebih rendah dari triwulan III 2015, yang tercatat sebesar Rp3,71 triliun atau 56,12% dari target Rp6,62

triliun. Di sisi lain, sampai dengan triwulan III 2016, realisasi anggaran pendapatan daerah mencapai 70,05% dari target,

lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2015 yang terealisasi 67,50%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah

pada triwulan laporan mencapai Rp5,15 triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp7,35 triliun.

Sumber: Survei Konsumen, BI Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran

Penyaluran kredit konsumsi meningkat. Kredit konsumsi

yang disalurkan perbankan pada triwulan III 2016 tumbuh

15,08% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan

triwulan sebelumnya 14,34% (yoy). Meningkatnya

pertumbuhan kredit terutama didorong oleh kredit

peralatan/perlengkapan rumah tangga, kredit multiguna,

dan kredit rumah tangga lainnya yang tumbuh masing-

masing dari 53,15% (yoy); 20,21% (yoy) dan 40,41% (yoy)

menjadi 73,70% (yoy), 21,15% (yoy) dan 43,36% (yoy)

pada triwulan laporan. Selain itu, meski melambat namun

Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) masih

tumbuh positif 4,26% (yoy). Peningkatan kredit konsumsi

tertahan oleh Kredit Kendaraan Bermotor yang

terkontraksi -15,41% (yoy) di periode laporan.

Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah

Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Kendaran Bermotor (KKB) Grafik 1.7. Penyaluran KPR/A

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

80

90

100

110

120

130

140

150

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Growth yoy (%) - Skala Kanan

Indeks

*) Data hingga Oktober 2016

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

Indeks Penjualan Eceran gIndeks - Skala Kanan

Indeks YOY

*) Data hingga Juli 2016*) Data hingga Oktober

0

5

10

15

20

25

30

05

101520253035404550

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRp Triliun

Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi - Skala Kanan

*) Data hingga bulan Oktober 2016

-20.0

-10.0

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

-

1

1

2

2

3

3

4

4

5

5

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

% (

yoy)

Rp

Tri

liun

Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan

*) Data hingga Oktober 2016

-10.0

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

-

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

% (

yoy)

Rp

Tri

liun

Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan

Page 21: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 15

1.2.2 Investasi

Investasi tumbuh melambat di triwulan III 2016, baik pada sektor pemerintah maupun swasta. Pembentukan Modal

Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan indikasi dari kegiatan investasi tumbuh 6,71% (yoy), melambat bila dibandingkan

triwulan II 2016 (9,99%; yoy). Indikasi penurunan investasi swasta di triwulan III 2016 tercermin dari menurunnya realisasi

proyek baru. Menurut data BCI Asia, jumlah proyek infrastruktur yang dimulai di triwulan III 2016 hanya bersifat

pembangunan/perbaikan jalan seperti perbaikan/pembangunan jalan di Kota Makassar (Jalan Raya Pendidikan), Maros

(Jalan Poros Makassar-Maros), dan Gowa (Jalan Poros Pattalassang – Antang / BTP). Selain itu, penurunan kegiatan

investasi pemerintah tercermin dari menurunnya realisasi belanja modal APBD Provinsi Sulsel yang baru mencapai

sebesar Rp246,50 miliar atau 28,09% dari target triwulan III 2016 sebesar Rp877,61 miliar. Hal ini berarti lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan III 2015 yang terealisasi Rp326,97 miliar atau 32,51% dari target Rp1,01 triliun. Meski

demikian, realisasi belanja modal APBN yang dialokasikan di Sulsel tercatat mencapai Rp2,45 triliun atau 49,79% dari

target sebesar Rp4,92 triliun. Pencapaian tersebut lebih lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2015 yang hanya mencapai

Rp2,27 triliun atau 29,37% dari target Rp7,72 triliun.

Investasi yang melambat di triwulan III 2016 terkonfirmasi dari kinerja impor barang modal dan penyaluran kredit

investasi. Impor barang modal tercatat 20,70% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 yang mencapai 40,77%

(yoy). Impor barang modal dan peralatan transportasi (industri) pada triwulan laporan menurun cukup signifikan,

sehingga menjadi faktor penahan pertumbuhan impor barang modal yang melambat. Melambatnya impor barang modal,

khususnya peralatan transportasi, diperkirakan karena proyek transportasi di Sulsel mengalami kendala sehingga

dihentikan untuk sementara waktu. Sementara dari sisi pembiayaan, perlambatan investasi juga tercermin dari

penyaluran kredit investasi di periode laporan yang tumbuh 16,27% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan

sebelumnya 20,53% (yoy).

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 1.8. Impor Barang Modal Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Investasi

Sementara itu, komponen perubahan inventori hasil olahan industri nikel tumbuh meningkat. Komponen perubahan

inventori di periode pelaporan meningkat 269,76% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan posisi inventori nikel sebesar

-32,31% (yoy) di triwulan II 2016. Meskipun harga nikel mulai menguat di periode laporan, diperkirakan perusahaan

utama nikel di Sulsel menahan penjualan akibat masih tingginya volatilitas harga nikel di pasar dunia sepanjang tahun

2016.

Sumber: BCI Asia, diolah Sumber: Produsen, diolah Grafik 1.10. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Grafik 1.11. Perubahan Inventori Produsen Nikel

(150)

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

0

20

40

60

80

100

120

140

II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

%, yoyUS$ Juta

Impor Barang Modal gImpor Barang Modal

(10)

0

10

20

30

40

50

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRp Triliun

Kredit Investasi gKredit Investasi - Skala Kanan

*) Data hingga bulan Oktober 2016

-500

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

Nilai Proyek Infrastruktur BaruPertumbuhan Nilai Proyek - Skala Kanan

Rp Milyar

(500)

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyUS$ Juta

Posisi Stok gPerubahan Stok - Skala Kanan

Page 22: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar

di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah

pembangunan Makassar New Port(MNP). Menurut informasi anekdotal dan FGD yang dilakukan, perkembangan MNP

Tahap 1 A sudah mencapai 30% yaitu pembangunan dermaga, dengan dana mencapai Rp1,8 triliun hingga tahun 2018.

Mega proyek ini yang direncanakan memerlukan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun ini dibagi dalam beberapa

tahap, sebagai berikut:

Sumber: berbagai sumber, diolah

Pembangunan MNP tersebut tentu tidak terlepas dari upaya meningkatkan konektivitas antar daerah khususnya di

Kawasan Timur Indonesia. Sedangkan bagi Sulsel pembangunan MNP memiliki arti yang sangat strategis dalam upaya

mendukung pengembangan industri berbasis maritim (lihat Boks. 1.A). Sementara itu, realisasi proyek Kereta Api

Makassar – Parepare telah mencapai 20 Km. Upaya untuk mempercepat realisasi proyek terus dilakukan namun masih

terkendala pembebasan lahan. Selain itu juga terdapat pembangunan smelter yang dilakukan oleh beberapa perusahaan

dan diperkirakan baru mulai berproduksi pada Oktober 2016, walaupun terdapat risiko terkait tren harga nikel yang

masih rendah. Sedangkan realisasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap

masih dalam tahap pengembangan.

Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel

No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir

1 Proyek KA Makassar-Parepare

Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2.000 km dari Makassar ke Manado.

Rencana pembangunan 23 stasiun darim total panjang 145,23 km

Konstruksi telah mencapai 10 Km.

Pembebasan lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%.

Alokasi anggaran 2015 - APBD Rp100 milyar - APBN Rp971 milyar

Alokasi anggaran 2016 - APBN Rp1,3 triliun

Progres: pemasangan rel kereta api

2 PLTU Jeneponto tahap II Tahap I telah dioperasikan pada tahun 2012

Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity).

Rencana pembangunan 18 bulan Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun

Groundbreaking pada bulan Maret 2015

3 Smelter PT. A Total Investasi : Rp 4,7 Triliun (dari total kebutuhan Rp6 triliun)

Produk utama : Feronikel.

Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun

Progress terakhir : Pematangan Lahan

Estimasi selesai pembangunan: Februari 2016

Estimasi uji coba: Februari 2016

Estimasi produksi: April 2016

4 Smelter PT. B Total Investasi : USD 130 Juta

Produk utama : Feronikel.

Kapasitas Produksi : 50.000 metrik ton per tahun

Progress terakhir : Proses Konstruksi

Estimasi selesai pembangunan: Februari 2016

Estimasi uji coba: Februari 2016

Estimasi produksi: Oktober 2016

5 Smelter PT. C Total Investasi : USD 300 Juta

Produk utama : Feronikel.

Kapasitas Produksi : 300 ribu metrik ton per tahun

Progress terakhir : Pembebasan Lahan

Estimasi produksi : 2016

6 PLT Tenaga Angin Rencana lokasi di Kab. Jeneponto dan Sidrap. Studi Kelayakan

Tahap IA

•2015-2018

•Panjang Dermaga 320 m

•Lapangan Kontainer 16 Ha

•Kapsitas 50.000 TEUs

•Total Investasi Rp. 1,8 T

Tahap IB dan IC

•2019-2025

•panjang dermaga IB 330 m

•Panjang Dermaga IC 350 m

•Kapasitas 1 juta TEUs

•Total Investasi Rp 7,5 T

Tahap II

•2026-2030

•Panjang Dermaga 1.000 m

•Luas 112 ha

•Kapsitas 2 Juta TEUs

Page 23: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 17

No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir

Sumber dan APBD

Rencana kapasitas 80-250 KW tenaga listrik

Target selesai: 2018

7 Pembangunan Underpass Simpang Mandai

Total Investasi: Rp175 Miliar

Underpass: 1.050 M

Progress terakhir : Pengeboran Underpass

Estimasi Pembangunan: 2015-2017

8 Pelebaran Jalan Maros-Watampone

Total Investasi: 125,520 Milyar / 1,85 T (alokasi/kebutuhan)

Progress terakhir :1.5 Km Sudah Teraspal dari Target 15, 84 Km

Estimasi Pembangunan: 2015-2017

9 Pembangunan Elevated Road Segmen I

Total Investasi: 169,745 Milyar / 473,954 Milyar (alokasi/kebutuhan)

Progress terakhir :Land Clearing dan Persiapan Pemancangan

Estimasi Pembangunan: 2015-2017

10 Pembangunan Jalan dan Jembatan Bypass Mamminasata

Total Investasi: 251,249 Milyar / 1.351 T (alokasi/kebutuhan)

Progress terakhir : penimbunan, dan land clearing

Estimasi Pembangunan: 2015-2018

11 Pembangunan Jalan dan Jembatan Middle Ring Road

Total Investasi: 219,836 Milyar / 526,98 Milyar (alokasi/kebutuhan)

Progress terakhir : land clearing, pembebasan lahan (sepanjang 2.050 m), dan pemasangan batu dan persiapan pembangunan jembatan

Estimasi Pembangunan: 2015-2018 Sumber: Pelindo, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI, dan berbagai sumber lainnya

Berbagai proyek yang tengah dan akan terus dikembangkan tersebut diharapkan dapat mendukung upaya penciptaan

kawasan pertumbuhan ekonomi baru khususnya di kawasan Mamminasata, guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi

Sulsel kedepan.

Selain berbagai proyek tersebut di atas, juga terdapat proyek yang terkait dengan ketahanan pangan. Pada dasarnya

proyek ini merupakan proyek multiyear yang diperkirakan akan turut mendorong ekonomi Sulsel ke depan, antara lain

Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa.Total anggaran proyek

multiyear bersumber dari APBN diperkirakan sebesar Rp1,9 triliun.

Tabel 1.3. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel Yang Terkait Ketahanan Pangan No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir

1 Bendung Baliase Lokasi : Kabupaten Luwu Utara

Target : Desember 2015 – Desember 2019

APBN : ±200 Miliar

Ags 2015: Penandatanganan MOU

Sept 2015 : Pembebasan Lahan

Des 2015: Persiapan pembangunan (tenaga kerja, peralatan, dan material)

2 Bendungan Karalloe Lokasi : Kabupaten Gowa

Target : Desember 2013 – Desember 2017 APBN : ±500 Miliar

Groundbreaking pada bulan Maret 2014

2015: Pengadaan lahan (109,32 ha dari 215 ha)

3 Bendungan Paselloreng Lokasi : Kabupaten Wajo

Target : Juni 2015 – Desember 2019

APBN : ±800 Miliar

Progress terakhir : Pembebasan Lahan

Estimasi Pembangunan: 2016

4 Waduk Tunggu Nipa Nipa Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa

Target : Desember 2015 – Desember 2017

APBN : ±400 Miliar

Progress terakhir : Pembebasan Lahan

Estimasi Pembangunan: 2016

Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang

1.2.3 Ekspor dan Impor

Ekspor Sulsel di triwulan III 2016 mengalami kontraksi. Nilai ekspor terkontraksi -31,98% (yoy), terkontraksi lebih dalam

dibandingkan dengan kontraksi di triwulan II 2016 yang tercatat -27,60% (yoy). Kontraksi ekspor terjadi baik pada ekspor

dengan tujuan luar negeri (LN) maupun domestik. Ekspor LN membaik dari triwulan II 2016 yang tercatat -24,81% (yoy)

menjadi -15,27% (yoy) di triwulan III 2016. Ekspor LN yang membaik juga didorong oleh kebijakan pemerintah daerah

dalam mendorong ekspor seperti yang terjadi pada bulan Agustus 2016 dimana Pemprov Sulsel menginisiasi “Gerakan

Ekspor Merdeka”. Sedangkan ekspor dengan tujuan dalam negeri (DN) terkontraksi -38,59% (yoy), lebih dalam dari

triwulan II 2016 yang terkontraksi -28,85% (yoy). Ekspor DN yang terkontraksi diperkirakan akibat tingginya pasokan

barang yang diperoleh di luar Sulsel. Jika dilihat lebih lanjut, volume muat barang dalam negeri yang tercatat di Pelabuhan

Makassar lebih rendah dibandingkan volume bongkar barang. Pada triwulan III 2016, volume muat mencapai 919,880 ton,

Page 24: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

sementara volume muat mencapai 1,34 juta ton. Meski demikian, volume muat mengalami peningkatan meskipun masih

dalam fase kontraksi kontraksi -5,08% (yoy), dari triwulan II sebesar 948,324 ton atau tumbuh terkontraksi -16,72% (yoy).

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan, diolah

Grafik 1.12. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.13. Volume Barang yang Dimuat

Membaiknya kinerja ekspor (LN) tidak lepas dari meningkatnya kinerja ekspor Nikel matte. Hal ini dikarenakan pangsa

ekspor Nikel matte menyumbang 53,05% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan III 2016. Nilai ekspor nikel matte tercatat

mengalami kontraksi -22,05% (yoy) sedikit membaik dibandingkan dengan kontraksi di periode sebelumnya yang

mencapai -30,16% (yoy). Peningkatan nilai ekspor ini tidak terlepas dari membaiknya harga komoditas nikel di pasar

internasional. Sepanjang triwulan III 2016, harga nikel telah terkoreksi -2,94% (yoy) menguat dibandingkan triwulan II

yang tumbuh -32,48% (yoy).

*) Data Sementara

Sumber: Bea Cukai, diolah

Sumber: World Bank, diolah

Grafik 1.14. Nilai Ekspor Nikel Matte Grafik 1.15. Perkembangan Harga Nikel

Selain nikel, nilai ekspor beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami perbaikan. Nilai ekspor komoditas udang,

rumput laut dan biji kakao mengalami peningkatan, meskipun pertumbuhan nilai ekspor rumput laut dan biji kakao masih

mengalami kontraksi. Pertumbuhan ekspor udang meningkat dari 6,57% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 34,70% (yoy) di

triwulan III 2016.

Sementara pertumbuhan nilai biji kakao yang menjadi salah satu komoditas andalan Sulsel menguat menjadi -25,91%

(yoy) di triwulan III 2016 dari -34,97% (yoy) di triwulan II 2016. Membaiknya permintaan dari Negara mitra dagang

menjadi salah satu pendorong kinerja ekspor komoditas ini.

Kinerja perekonomian negara-negara mitra dagang Sulsel membaik meski masih belum sepenuhnya pulih. Bila

mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa negara mitra dagang

utama Sulsel seperti Eropa dan Korea Selatan mengalami peningkatan, meskipun Jepang, Amerika Serikat dan Tiongkok

menunjukkan penurunan kinerja sektor manufaktur di triwulan II 2016. Untuk arah pada awal triwulan III 2016, kinerja

sektor manufaktur Jepang, Amerika Serikat dan Tiongkok menunjukkan peningkatan.

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

0

100

200

300

400

500

600

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

%; yoyRibu Ton

Volume Ekspor gVolume Ekspor - Skala Kanan

gNilai Ekspor - Skala Kanan

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016*

%; yoyRibu Ton

Volume Muat Barang Dalam Negeri gVolume Muat - Skala Kanan

*) Angka Sementara

(80)(60)(40)(20)020406080100120

0

50

100

150

200

250

300

350

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyJuta USD

Ekspor Nikel Matte gEkspor - Skala Kanan

-50%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

0.0

5,000.0

10,000.0

15,000.0

20,000.0

25,000.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoy$/mtNikel

gHarga - Skala Kanan

*) Data hingga Oktober 2016

Page 25: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 19

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Trading Economics

Grafik 1.16. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Grafik 1.17. Purchasing Managers Index

Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan III 2016 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, dan

masih dalam fase kontraksi. Impor di triwulan III 2016 tercatat mengalami kontraksi yang lebih dalam -43,35% (yoy)

dibandingkan kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -33,32% (yoy). Penurunan impor

terkonfirmasi dari penurunan impor luar negeri (LN) yang didominasi oleh komponen nonmigas. Nilai impor LN tercatat

tumbuh terkontraksi-46,80% (yoy) menurun signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,62% (yoy). Di

sisi lain, impor dalam negeri (DN) tercatat tumbuh negatif 42,41% (yoy) lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang

terkontraksi -39,35%. Impor dalam negeri sebagian besar diperkirakan berasal dari antar daerah melalui jalur darat,

mengingat volume kegiatan bongkar barang dalam negeri di pelabuhan Makassar menurun. Volume bongkar hingga

triwulan II 2016 mencapai 1,34 juta ton atau tumbuh -0,40% (yoy) terkontraksi cukup dalam dibandingkan pertumbuhan

di triwulan sebelumnya 5,90% (yoy).

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan, diolah Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas Grafik 1.19. Volume Barang yang Dibongkar

Struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel di triwulan III 2016 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan

periode sebelumnya. Produk industri pengolahan masih menjadi komoditas yang dominan (88,49%) dalam komposisi

barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri, yang kemudian diikuti komoditas pertanian (28,64%). Sementara itu, nilai

impor bahan baku tercatat mencapai USD107,93 juta atau 71,89% dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan.

Sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi memiliki pangsa masing-masing 27,64% dan 0,46%.

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.20. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Grafik 1.21. Pangsa Impor Menurut Kategori

-150%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016*

Rumput Laut Olahan Kakao Biji Kakao Udang

YOY

*) Data Sementara

46

48

50

52

54

56

58

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2013 2014 2015 2016

Indeks

Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan

*) Data hingga Oktober 2016

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

0

100

200

300

400

500

600

II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

%, yoyJuta Ton

Total Volume Impor

gVolume Impor (yoy) - Skala Kanan

gNilai Impor (yoy) - Skala Kanan

(20)

(15)

(10)

(5)

0

5

10

15

20

25

30

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016*

%; yoyRibu Ton

Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gVolume Bongkar - Skala Kanan

28.64%

88.49%

0.64%

Pangsa Triwulan III 2016

Komoditas Pertanian: US$79,1 Juta

Komoditas Industri: US$244,5 Juta

Komoditas Pertambangan: US$1,8 Juta

27.64%

71.89%

0.46%

Pangsa Triwulan III 2016

Barang Modal: US$41,50 juta

Bahan Baku: US$107,93 juta

Barang Konsumsi: US$0,70 juta

Page 26: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor,

sedangkan gandum menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan III 2016. Pangsa nilai ekspor komoditas nikel

matte mencapai 48,75% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel, yang kemudian diikuti oleh coklat olahan dan ganggang

laut dengan pangsa masing-masing 10,14% dan 6,88%. Untuk impor luar negeri, pangsa nilai mesin-mesin/pesawat

mekanik mencapai 27,38% dari total impor Sulsel di triwulan III 2016. Disusul kemudian gandum-ganduman (21,08%) dan

ampas/sisa industri makanan (15,66%).

Tabel 1.4. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.5. Peringkat Impor Menurut Komoditas

Sumber: Bea Cukai, diolah Keterangan: Ekspor Nikel dalam matte

Sumber: Bea Cukai, diolah

Berdasarkan negara tujuan, Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor Sulsel, sedangkan Tiongkok merupakan

negara yang paling besar penyedia barang-barang yang diimpor Sulsel. Di triwulan III 2016, nilai ekspor Sulsel ke Jepang

mencapai 52,99% dari total ekspor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Malaysia (10,08%), dan Tiongkok (9,79%).

Sementara dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 42,62% dari

total impor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Argentina (14,55%) dan Ukraina (11,92%).

Tabel 1.6. Negara Tujuan Utama Ekspor Tabel 1.7. Negara Asal Utama Impor

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Neraca perdagangan Sulsel surplus pada triwulan III 2016. Neraca perdagangan Sulsel pada triwulan III 2016 tercatat

surplus mencapai Rp205 miliar, membaik dari periode sebelumnya yang mengalami defisit Rp3,29 triliun. Surplus neraca

perdagangan pada triwulan berjalan terjadi dikarenakan minimnya impor barang-barang modal seperti perlengkapan

transportasi dan barang-barang yang dipersiapkan untuk proyek infrastruktur, seperti besi/baja.

Nilai Ekspor

Triwulan III 2016

(USD)

1 NIKEL 158,621,847 48.75%

2 COKLAT OLAHAN 32,984,208 10.14%

3 GANGGANG LAUT 22,374,293 6.88%

4 IKAN OLAHAN 18,286,184 5.62%

5 UDANG SEGAR/BEKU 17,440,252 5.36%

6 BIJI COKLAT 21,516,742 6.61%

7 KOPI 7,222,193 2.22%

8 DEDAK/BEKATUL 6,257,911 1.92%

9 BUAH/SAYURAN OLAHAN 12,120,340 3.72%

10 IKAN LAINNYA 5,285,535 1.62%

TOTAL EKSPOR 325,409,600 100.00%

No Komoditas (HS) Pangsa

Nilai Impor

Triwulan III 2016

(USD)

1 MESIN-MESIN/PESAWAT MEKANIK 41,097,834 27.38%

2 GANDUM-GANDUMAN 31,647,408 21.08%

3 AMPAS/SISA INDUSTRI MAKANAN 23,504,999 15.66%

4 KAPAL LAUT 11,650,000 7.76%

5 BENDA-BENDA DARI BESI DAN BAJA 8,993,730 5.99%

6 KAKAO 6,249,974 4.16%

7 ALAT LISTRIK 5,836,717 3.89%

8 BESI DAN BAJA 4,619,579 3.08%

9 BENDA-BEDA DARI PLASTIK 2,673,981 1.78%

10 PRODUK KERAMIK 2,174,428 1.45%

TOTAL IMPOR 150,128,238 100.00%

No Komoditas (HS) Pangsa

Total Ekspor

FOB (USD)

1 JAPAN 172,450,360 52.99%

2 MALAYSIA 32,786,760 10.08%

3 R.R.C. 31,858,995 9.79%

4 UNITED STATES OF AMERICA 30,148,317 9.26%

5 SINGAPORE 8,073,094 2.48%

6 NETHERLANDS 7,384,129 2.27%

7 VIETNAM 7,315,955 2.25%

8 SOUTH KOREA 4,500,404 1.38%

9 HONGKONG 3,674,497 1.13%

10 RUSIA 3,425,460 1.05%

TOTAL EKSPOR 325,409,600 100.00%

No Negara Tujuan PangsaTotal Impor

CIF (USD)

1 R.R.C. 63,987,419 42.62%

2 ARGENTINA 21,840,306 14.55%

3 UKRAINE 17,895,803 11.92%

4 JAPAN 11,972,461 7.97%

5 CANADA 8,027,995 5.35%

6 AUSTRALIA 7,408,339 4.93%

7 MALAYSIA 6,297,130 4.19%

8 THAILAND 3,763,903 2.51%

9 UNITED STATES OF AMERICA 2,785,945 1.86%

10 SWEDEN 855,124 0.57%

TOTAL IMPOR 150,128,238 100.00%

No Negara Asal Pangsa

Page 27: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 21

Sumber: BPS Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.22. Neraca Perdagangan Bersih Grafik 1.23. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri

1.3. Sisi Lapangan Usaha

Perlambatan pertumbuhan di beberapa sektor ekonomi utama Sulsel menjadi faktor melambatnya pertumbuhan

ekonomi di triwulan III 2016. Tiga sektor yang mengalami perlambatan pertumbuhan adalah sektor administrasi

pemerintah; jasa keuangan dan asuransi; dan pertambangan yang tercatat masing-masing tumbuh -1,31% (yoy); 12,10%

(yoy) dan 1,59% (yoy) dari yang sebelumnya tumbuh 9,98% (yoy); 17,38% (yoy); dan 5,30% (yoy). Sektor lain yang tercatat

melambat adalah sektor konstruksi (6,13%; yoy), perdagangan besar dan eceran (10,08%; yoy), dan jasa pendidikan

(8,0%; yoy) dari yang sebelumnya tumbuh 9,74% (yoy); 11,43% (yoy); dan 9,19% (yoy).

Kinerja sektor pertanian dan industri pengolahan, sebagai salah satu sektor unggulan Sulsel, tumbuh meningkat di

triwulan III 2016. Sektor pertanian dan industri pengolahan masing-masing tumbuh 6,35% (yoy) dan 7,28% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 4,40% (yoy) dan 7,10% (yoy). Sektor lain yang tumbuh

meningkat yaitu sektor pengadaan listrik dan gas dari 17,24% (yoy) menjadi 17,80% (yoy), pengadaan air dari 6,77% (yoy)

menjadi 9,02% (yoy), serta jasa perusahaandari 7,73% (yoy) menjadi 8,07% (yoy).

Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 2016 diperkirakan dalam tren meningkat.Peningkatan tren tersebut

disebabkan oleh meningkatnya sektor perdagangan besar dan eceran, transportasi dan pergudangan, serta penyediaan

akomodasi dan makan minum. Peningkatan ketiga sektor tersebut diperkirakan tumbuh meningkat seiring dengan

peningkatan aktivitas masyarakat di akhir tahun karena libur ajaran sekolah dan hari raya.

Sementara secara keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan didorong oleh menguatnya sektor utama di Sulsel. Sektor

yang tumbuh yaitu industri pengolahan, konstruksi, serta perdagangan besar dan eceran. Sektor industri pengolahan

diperkirakan menguat karena Industri Manufaktur Besar dan Sedang yang semakin meningkat. Konstruksi yang meningkat

merupakan dampak dari kebijakan pemerintah pusat serta daerah terkait dengan penguatan dan pembangunan

infrastruktur yang terjadi di sepanjang tahun 2016. Sementara itu, terjaganya daya beli masyarakat akibat inflasi

sepanjang tahun 2016 dalam tingkat yang rendah dan stabil mendorong sektor perdagangan.

Tabel 1.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi

Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara

(16,000)

(14,000)

(12,000)

(10,000)

(8,000)

(6,000)

(4,000)

(2,000)

0

2,000

(25,000)

(20,000)

(15,000)

(10,000)

(5,000)

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015* 2016**

Rp MiliarRp Miliar

Ekspor ADHB Impor ADHB Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan

Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara

(100)

0

100

200

300

400

500

600

700

(600)

(400)

(200)

0

200

400

600

800

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015* 2016**

US$ JutaUS$ Juta

Ekspor Luar Negeri Nonmigas

Impor Luar Negeri Nonmigas

Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan

Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara

I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.93 14.58 9.55 8.29 7.88 9.98 3.49 11.61 5.21 1.37 5.63 0.79 4.40 6.35

B Pertambangan dan Penggalian 5.68 14.40 6.23 8.49 15.56 11.11 2.40 8.06 12.07 8.38 7.85 2.55 5.30 1.59

C Industri Pengolahan 9.22 4.45 5.06 11.44 14.59 8.94 5.79 7.49 4.35 9.02 6.70 13.14 7.10 7.28

D Pengadaan Listrik dan Gas 8.04 5.12 12.20 11.59 17.54 11.69 0.01 -6.86 -5.59 -3.34 -4.00 7.69 17.24 17.80

E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 5.50 5.54 2.38 1.99 -1.25 2.13 0.58 -0.26 -2.54 3.74 0.34 5.49 6.77 9.02

F Konstruksi 10.57 7.88 7.04 4.83 5.64 6.29 7.20 5.88 9.16 10.75 8.32 9.32 9.74 6.13

G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7.23 9.28 5.79 10.42 3.36 7.20 5.62 6.61 9.12 10.08 7.89 9.27 11.43 10.08

H Transportasi dan Pergudangan 6.36 1.99 -0.44 0.70 4.42 1.68 4.36 7.09 10.38 5.70 6.91 12.86 9.19 8.13

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.76 7.78 9.13 8.66 5.61 7.77 5.10 4.03 5.99 7.66 5.71 9.55 8.12 7.31

J Informasi dan Komunikasi 14.07 4.81 4.42 7.10 6.61 5.75 7.34 7.46 8.11 8.69 7.92 8.18 8.05 7.92

K Jasa Keuangan dan Asuransi 8.88 3.51 3.75 5.58 10.22 5.76 9.96 2.95 9.24 7.56 7.41 9.67 17.38 12.10

L Real Estate 8.98 7.79 7.84 7.18 9.03 7.97 8.88 7.55 7.21 6.01 7.39 7.04 6.93 5.40

M,N Jasa Perusahaan 6.97 6.20 7.22 6.19 7.41 6.76 4.77 4.48 6.79 7.40 5.87 7.89 7.73 8.07

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3.07 1.56 2.58 2.05 3.94 2.55 5.50 7.08 9.29 9.21 7.83 8.18 9.98 -1.31

P Jasa Pendidikan 7.72 4.57 5.31 5.88 3.13 4.65 8.90 9.07 9.56 2.35 7.25 7.69 9.19 8.00

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.25 14.91 13.88 10.21 3.32 10.23 7.41 7.75 11.35 10.55 9.31 9.55 8.38 7.53

R,S,T,U Jasa lainnya 7.14 6.25 6.79 7.74 9.44 7.57 9.42 8.16 8.16 10.20 8.99 9.71 8.90 8.90

PDRB 7.62 8.38 6.39 7.73 7.70 7.54 5.72 7.96 7.59 7.24 7.15 7.43 8.04 6.82

2014 2015*2013Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010

2016**

Page 28: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 1.24. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB)

Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, sektor

Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di

triwulan III 2016. Pangsa Sektor Pertanian terhadap total

PDRB di periode pelaporan mencapai 25,27%. Sektor

lainnya yang menjadi tumpuan perekonomian Sulsel

adalah sektor Industri Pengolahan,Perdagangan, dan

Konstruksi, yang masing-masing memiliki pangsa

terhadap total PDRB di atas 10%. Sementara untuk sektor

nonutama merupakan gabungan dari sektor lainnya.

1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutananan, dan Perikanan.

Panen raya dan faktor cuaca mendorong pertumbuhan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Panen raya yang

terjadi pada bulan September mendorong pertumbuhan di sektor pertanian. Panen yang terjadi di periode akhir triwulan

III 2016 mendorong produksi beras yang dihasilkan Sulsel. Selain itu, menurut informasi anekdotal, panen raya yang

terjadi di bulan Juli-September pada tanaman kakao turut mendorong peningkatan produksi kakao. Meskipun tumbuh

meningkat, kinerja sektor perikanan diperkirakan melambat. Meskipun tumbuh meningkat, kinerja sektor pertanian,

kehutanan dan perikanan tertahan di subsektor perikanan.

Pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan didorong oleh panen raya dan faktor cuaca yang baik di

periode laporan. Pada subsektor pertanian, panen raya khususnya pada komoditas beras terjadi pada bulan September

mendorong pertumbuhan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Selain itu, menurut informasi anekdotal, pada

subsektor kehutanan, panen raya yang terjadi di bulan Juli-September pada tanaman kakao turut mendorong

peningkatan produksi kakao. Meskipun tumbuh meningkat, kinerja subsektor perikanan diperkirakan menahan sektor

pertanian, kehutanan dan perikanan. Curah hujan dan gelombang laut yang meningkat pada triwulan laporan

diperkirakan menahan kinerja subsektor perikanan.

Perbaikan kinerja subsektor kehutanan (perkebunan) menjadi faktor pendorong di sektor pertanian. Salah satu

indikator yang menunjukkan perbaikan kinerja di subsektor kehutanan adalah peningkatan ekspor kakao. Volume ekspor

komoditas kakao sebagai salah satu indikator subsektor perkebunan mengalami peningkatan meski masih terkontraksi

dari -42,19% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi -21,32% (yoy) di triwulan III 2016. Secara nilai, total ekspor kakao tercatat

USD54,50 juta meski masih menunjukkan kontraksi -8,06% (yoy).

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank Grafik 1.25. Volume Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Grafik 1.26. Harga Internasional Kakao

Pertanian, 25.27%

Industri Pengo-lahan, 13.0%

Kons-truksi , 12.0%

Perda-gangan, 13.6%

Lainnya, 36.16% Share

PDRB Tw III 2016

-150%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

-

5

10

15

20

25

30

35

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

Juta

Ton

Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Pertumbuhan - Skala Kanan

YOY

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoy$/kgKakao gHarga - Skala Kanan

*) Data hingga Oktober 2016

Page 29: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 23

Di sisi lain, kinerja subsektor perikanan menahan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Salah satuindikator yang

menunjukkan tertahannya kinerja di subsektor perikanan adalah perlambatan ekspor komoditas perikanan dari sisi

volume. Volume ekspor melambat 43,78% (yoy) pada triwulan III 2016, lebih rendah dari periode sebelumnya (47,74%

yoy), sementara secara nominal ekspor meningkat, dengan pertumbuhan tahunan 24,27% (yoy) lebih rendah

dibandingkan triwulan II 2016 yang tumbuh 18,14% (yoy). Volume ekspor yang turun diperkirakan terjadi akibat

fenomena La Nina yang mengganggu hasil tangkapan ikan.

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.27. Volume Ekspor Komoditas Ikan Grafik 1.28. Nilai Ekspor Komoditas Ikan

Pertumbuhan di sektor pertanian Sulsel tidak tercermin dari pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke sektor

ini yang melambat. Di triwulan III 2016, kredit yang disalurkan ke sektor pertanian tumbuh 43,19% (yoy) atau mencapai

Rp2,63 triliun. Angka pertumbuhan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 47,03%

(yoy).

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.29. Perkembangan Kredit di Sektor Pertanian

1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian

Lapangan usaha pertambangan dan penggalian tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 1,59% (yoy),

lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 5,30% (yoy). Hal ini terkonfirmasi dari nilai dan volume

pertambangan yang masih tumbuh negatif. Total nilai ekspor pertambangan mencapai USD 1,77 juta atau tumbuh

-32,90% (yoy) pada triwulan III 2016, dari -19,44% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara volume ekspor

pertambangan tumbuh dari -15,37% (yoy) menjadi -30,44% (yoy) pada triwulan III 2016 atau sebanyak 12,70 juta ton.

-120%

-100%

-80%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

0

1

2

3

4

5

6

7

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan

JutaTon YOY

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan

Juta USD YOY

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRp Triliun

Pertanian gKredit Pertanian

Page 30: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: Bea Cukai, diolah Keterangan: *) Angka Sementara

Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.30. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.31. Nilai Ekspor Pertambangan

Volume produksi nikel mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tingginya volatilitas harga komoditas

nikel meski sudah membaik pada triwulan III 2016 menjadi salah satu faktor utama penjualan nikel melambat. Penjualan

nikel tumbuh terkontraksi -9,38% (yoy) pada periode laporan lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 6,52%

(yoy). Sementara itu, rata-rata harga komoditas nikel berada pada level USD10.268 per metrik ton menguat -2,94% (yoy)

dibandingkan rata-rata harga di triwulan sebelumnya USD8.815 per metrik ton atau turun -32,48% (yoy). Hampir seluruh

komoditas tambang termasuk nikel terus mengalami penguatan harga di triwulan III 2016.

Sumber: Industri Pengolahan Nikel, diolah Sumber: Industri Pengolahan Nikel, diolah

Grafik 1.32. Produksi Nikel dalam Matte Grafik 1.33. Penjualan Nikel dalam Matte

Kinerja nikel membaik meski masih tumbuh negatif. Secara nominal, total produksi nikel dalam matte meningkat bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, meski secara tahunan masih terkontraksi. Total produksi Nikel dalam Matte

mencapai sekitar 21.744 metrik ton atau terkontraksi -1,82% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan pada periode

sebelumnya yang tercatat 0,58% (yoy) atau 19.362 metrik ton.

Sejalan dengan kinerja tambang yang melambat, kredit di sektor pertambangan menunjukkan deselerasi. Di periode

triwulan III 2016, kredit yang disalurkan perbankan ke sektor tambang tumbuh 4,47% (yoy). Pertumbuhan yang melambat

menjadi sinyal dari perkembangan usaha di sektor ini, setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh membaik 5,30% (yoy).

Sumber: World Bank Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 1.34. Harga Komoditas Tambang Grafik 1.35. Kredit Sektor Pertambangan

(150)

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

0

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016*

%, yoyJuta Ton

Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan

(100)

(50)

0

50

100

150

200

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016*

%, yoyJuta USD

Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan

-30-20-10010203040506070

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

Rib

u

Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

Rib

u

Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan

-50%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

Nikel Timah Seng Timah Hitam

gYOY

*) Data hingga Oktober 2016

(40)

(20)

0

20

40

60

80

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRp Triliun

Pertambangan gKredit Pertambangan

*) Data hingga bulan Oktober 2016

Page 31: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 25

1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh menguat. Sektor industri pengolahan pada triwulan III 2016 tumbuh 7,28%

(yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2016 yang mencapai 7,10% (yoy). Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) ditengarai

menjadi penyebab menguatnya pertumbuhan sektor ini. Hal ini terindikasi dari peningkatan Industri Manufaktur Besar

dan Sedang (IBS) yang tumbuh 8,66% (yoy) lebih tinggi dari triwulan II 2016 yang mencapai 6,62% (yoy). Peningkatan

pertumbuhan terutama terjadi pada industri makanan 11,05% (yoy), industri barang galian bukan logam 1,82% (yoy), dan

industri logam dasar 3,89% (yoy). Namun terbatasnya peningkatan pertumbuhan sektor industri pengolahan akibat

penurunan kinerja Industri Manufaktur Mikro dan Kecil (IMK) yang tumbuh mencapai 4,65% (yoy) dari semula 5,11%

(yoy).

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.36. Pertumbuhan Industri Grafik 1.37. Nilai Ekspor Hasil Industri

Sejalan dengan kinerja industri pengolahan yang menguat,

kredit yang disalurkan perbankan ke sektor ini juga

meningkat. Kredit yang disalurkan ke industri pengolahan

tercatat tumbuh 37,43% (yoy) atau Rp8,56 triliun lebih

tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 33,71% (yoy).

Peningkatan diindikasikan dari perusahaan industri

pengolahan yang meningkatkan stok untuk memenuhi

kebutuhan hingga akhir tahun.

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.38. Kredit Industri Pengolahan

Ekspor komoditas hasil industri justru mengalami perbaikan. Nilai ekspor hasil industri di triwulan III 2016 meningkat

sebesar USD244,50 juta pada triwulan III 2016dari sebelumnya sebesar USD 203,20 juta.

1.3.4 Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas

Kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas tumbuh positif. Lapangan usaha ini tercatat mengalami peningkatan

17,80% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 17,24%

(yoy). Pertumbuhan sektor ini terkonfirmasi dari informasi anekdotal dimana PT PLN Wilayah Sulselrabar meramalkan

pertumbuhan pengguna listrik industri mencapai 10% hingga akhir tahun 2016.Selain itu, sektor industri pengolahan yang

tumbuh cukup baik juga menjadi salah satu faktor tetap menguatnya sektor listrik dan gas. Meskipun demikian,

penyaluran kredit ke sektor Listrik, Gas dan Air (LGA) mengalami perlambatan. Perlambatan diperkirakan terjadi karena

terdapat penyaluran dana yang ditunda hingga triwulan IV 2016.

(15)

(10)

(5)

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoy

IMK IBS

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

050

100150200250300350400450500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyJuta USD

Ekspor Industri gEkspor - Skala Kanan

(40)

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

60

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

10.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRp Triliun

Industri Pengolahan gKredit Industri Pengolahan

Page 32: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.39. Kredit Sektor Listrik, Gas, dan Air

1.3.5 Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Daur Ulang

Lapangan usaha pengadaan air tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan. Lapangan usaha ini tumbuh 9,02% (yoy),

lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,77% (yoy). Berlanjutnya fenomena La Nina

hingga bulan Oktober 2016 diperkirakan menambah pasokan air. Selain itu, peningkatan ini diperkirakan juga terkait

dengan komponen pengelolaan sampah, dimana Kota Makassar telah menerapkan “Sistem Pengolahan Sampah”

dankemudian pengelolaan sampah tersebut akan menjadi pembangkit listrik berbasis sampah.

1.3.6 Lapangan Usaha Konstruksi

Pada triwulan III 2016, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring

dengan penundaan transfer dana pemerintah. Di triwulan laporan, sektor ini tumbuh 6,13% (yoy) lebih rendah dari

pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 9,74% (yoy). Melambatnya sektor konstruksi terkonfirmasi dari

realisasi belanja modal pemerintah yang rendah. Hingga akhir periode triwulan III 2016, realisasi belanja APBD mencapai

Rp4,05 triliun atau 55,99% dari pagu anggaran. Angka ini lebih rendah dibandingkan realisasi di periode yang sama tahun

lalu yang mencapai 56,12%. Di sisi lain, realisasi belanja APBN meningkat sebesar Rp11,66 triliun, lebih tinggi dari triwulan

II 2016 sebesar Rp7,36 triliun, terutama untuk belanja barang seperti pembebasan lahan. Jika dicermati lebih lanjut,

realisasi belanja modal APBN dan APBD yang masing-masing mencapai 49,79% (Rp2,45 triliun) dan 28,09% (Rp246 miliar)

belum mampu mendorong pertumbuhan sektor ini.

Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI

Grafik 1.40. Penjualan Eceran Semen Grafik 1.41. Penjualan Eceran Bahan Konstruksi dari Logam

Perlambatan sektor konstruksi terkonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran (SPE). Indeks Penjualan Eceran (IPE)

bahan konstruksi dari logam tumbuh melambat dari 44,75% (yoy) menjadi 44,54% (yoy) di triwulan laporan. Diperkirakan

bahan konstruksi dari logam tersebut dipergunakan untuk proyek jalur Kereta Api Makassar-Parepare yang saat ini

mengalami kendala teknis sehingga progres pembangunan belum terlihat signifikan. Sejalan dengan hal tersebut, indeks

penjualan eceran semen tumbuh 32,67% (yoy) di triwulan III 2016, lebih rendah dari pertumbuhan periode sebelumnya

46,34% (yoy). Sementara penyaluran kredit ke sektor konstruksi tumbuh melambat di angka 5,37% (yoy), dari triwulan II

2016 yang tercatat 10,45% (yoy).

(50)

0

50

100

150

200

250

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRp Triliun

Listrik, Gas, dan Air gKredit Listrik, Gas, dan Air

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

% YOY

Semen

*) Data hingga Oktober 2016

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

50%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

% YOY

Bahan Konstruksi dari Logam

*) Data hingga Oktober 2016

Page 33: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 27

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 1.42. Pengadaan Semen Grafik 1.43. Kredit kepada Sektor Konstruksi

1.3.7 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran tercatat tumbuh melambat. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini

tumbuh 10,08% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat 11,43% (yoy).

Pertumbuhan sektor perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk peralatan

elektronik (audio/video), barang kerajinan, pakaian jadi, alas kaki dan perlengkapannya, kaca mata, perhiasan, jam, tas,

dompet, koper dan ransel. Daya beli masyarakat terjaga dalam level stabil di hari raya Idul Fitri, serta liburan sekolah,

menahan pertumbuhan sektor ini. Kredit ke sektor perdagangan tercatat mencapai Rp33,44 triliun atau tumbuh 9,0%,

lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan II 2016 yang tumbuh 12,43% (yoy).

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI Grafik 1.44. Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1.45. Penjualan Barang Eceran Riil

1.3.8 Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan

Lapangan transportasi dan penggudangan tumbuh melambat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh

8,13% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya 9,19% (yoy). Hal ini searah dengan penyaluran kredit ke sektor

pengangkutan tercatat tumbuh negatif-0,15% (yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh 3,84% (yoy).

Diperkirakan aktivitas pergudagangan menahan pertumbuhan lebih rendah. Aktivitas penggudangan meningkat seiring

dengan menguatnya volume bongkar muat barang di pelabuhan Makassar. Efektivitas hari kerja yang lebih sedikit akibat

jumlah hari libur dan cuti bersama, memengaruhi aktivitas pergudagangan, sehingga diperkirakan barang yang tiba di

pelabuhan tertahan di gudang. Sepanjang triwulan III 2016, angkasa pura dan otoritas pelabuhan Makassar mencatat

adanya perbedaan pola pertumbuhan penumpang.Lalulintas penumpang pesawat udara menunjukkan perlambatan,

berkebalikan dengan penumpang laut yang justru mengalami perlambatan bahkan terkontraksi.

(5)

0

5

10

15

20

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRibu Ton

Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton)gRealisasi - Skala Kanan

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRp Triliun

Konstruksi gKredit Konstruksi

*) Data hingga bulan Oktober 2016

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRp Triliun

Perdagangan gKredit Perdagangan

*) Data hingga bulan Oktober 2016-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

%YOYBahan Bakar Kendaraan Bermotor

Barang Lainnya

Barang Budaya & Rekreasi

*) Data hingga Oktober 2016

Page 34: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: PT Angkasa Pura I, diolah Grafik 1.46. Perkembangan Kredit Pengangkutan Grafik 1.47. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara

Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar, diolah Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar, diolah Grafik 1.48. Lalu Lintas Barang di Pelabuhan Makassar Grafik 1.49. Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar

1.3.9 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh lebih rendah. Di triwulan laporan lapangan usaha

ini tumbuh 7,31% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 8,12% (yoy). Hal ini tidak

terkonfirmasi dari Survey Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan Bank Indonesia pada kelompok bahan makanan,

makanan jadi dan minuman menunjukkan tren meningkat.

Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI

Grafik 1.50. Perkembangan Penjualan Pada Komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

Perlambatan kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tidak tercermin dari kinerja sektor

pariwisata yang tumbuh melambat.Pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan manca Negara cenderung stabil. Jumlah

kedatangan wisatawan manca Negara di Sulsel mencapai 4.151 orang atau tumbuh stabil 13,66% (yoy) dari periode

sebelumnya yang tumbuh 13,60% (yoy). Rata-rata tingkat penghunian kamar hotel berbintang juga mengalami

peningkatan dari 41,36% menjadi 43,76%. Menurut hasil liaison, jumlah hotel yang semakin meningkat, telah mendorong

pihak hotel menjaring konsumen dengan mengadakan promo dan menekan harga jual kamar.

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRp Triliun

Pengangkutan gKredit Pengangkutan

*) Data hingga bulan Oktober 2016

-20

-10

0

10

20

30

40

50

0

200

400

600

800

1,000

1,200

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

Penumpang Penerbangan Domestik (Orang)

yoy (%) - Axis KananRibu

(15)

(10)

(5)

0

5

10

15

20

25

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016*

%, yoyRibu Ton

Volume Bongkar Barang Dalam Negeri Volume Muat Barang Dalam Negeri

gTotal Bongkar & Muat

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

050

100150200250300350400450

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRibu Orang

Kedatangan Dalam Negeri Keberangkatan Dalam Negeri

gPenumpang - Skala Kanan

-20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

-48

2

52

102

152

202

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

Makanan, Minuman & Tembakau Pertumbuhan - Skala Kanan

Indeks YOY

*) Data hingga Oktober 2016

Page 35: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 29

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.51. Jumlah Wisatawan Mancanegara Grafik 1.52. Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang

1.3.10 Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi

Lapangan usaha informasi dan komunikasi tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,92% (yoy) di

periode laporan, lebih rendah dari triwulan II 2016 yang tumbuh 8,05% (yoy). Hal ini dikonfirmasi dari hasil Survei

Konsumen, pada pengeluaran konsumen sektor transport, komunikasi dan jasa keuangan yang menunjukkan

perlambatan dari 162,50 pada triwulan II 2016 menjadi 158,70 pada triwulan laporan.

Sumber: Survei Konsumen, BI

Grafik 1.53. Perkembangan Pengeluaran Konsumen Pada Sektor Transpor,

Komunikasi dan Jasa Keuangan

1.3.11 Lapangan Usaha Jasa Keuangan

Lapangan usaha jasa keuangan tumbuh 12,10% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya 17,39% (yoy).

Perlambatan kinerja sektor jasa keuangan lebih dipengaruhi oleh kinerja perbankan di Sulsel, yang mengalami

perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Indikator utama yang melambat yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK) dan

kredit/pembiayaan yang disalurkan. Total aset mencapai Rp123,19 triliun atau tumbuh 8,92% (yoy) lebih rendah

dibandingkan total aset pada triwulan sebelumnya Rp122,71 triliun atau tumbuh 13,30% (yoy). Sementara total DPK dan

kredit mencapai Rp81,64 triliun dan Rp108,40 triliun atau tumbuh 13,19% (yoy) dan 12,90% (yoy) lebih rendah dari

triwulan sebelumnya masing-masing sebesar Rp81,67 triliun dan Rp107,63 triliun atau tumbuh 19,0% (yoy) dan 14,01%

(yoy).

1.3.12 Lapangan Usaha Real Estate

Lapangan usaha real estate juga tercatat melambat. Di periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 5,40% (yoy) lebih

rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 6,93% (yoy). Penurunan di sektor ini sejalan

dengan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Pertumbuhan Indeks Harga Properti

Residensial (IHPR) melambat di jenis rumah pada tipe kecil dan menengah, sementara rumah tipe besar stabil.

(40)(30)(20)(10)010203040506070

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyOrang

Jumlah Kedatangan Wisman gWisman - Skala Kanan

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

TPK Sulsel

%

-30

-20

-10

0

10

20

30

0

50

100

150

200

250

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pertumbuhan - Skala Kanan

Indeks % YOY

*) Data hingga Oktober 2016

Page 36: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: Survei Harga Properti Residensial, BI

Grafik 1.54. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial

1.3.13 Lapangan Usaha Jasa Perusahaan

Lapangan usaha jasa perusahaan tumbuh lebih tinggi di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,07%

(yoy) di triwulan III 2016, lebih tinggi dari periode sebelumnya yang tecatat 7,73% (yoy). Peningkatan kinerja ini searah

dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan ke jasa dunia usaha yang menunjukkan peningkatan menjadi 19,77% (yoy),

dari periode sebelumnya yang tumbuh 13,05% (yoy).

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.55. Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha

1.3.14 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib

Lapangan usaha administrasi pemerintahan terkontraksi di periode laporan. Searah dengan kinerja keuangan daerah

yang belum optimal serta penundaan anggaran pada triwulan laporan, lapangan usaha administrasi pemerintahan

tumbuh negatif -1,31% (yoy), dan lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sebelumnya 9,98% (yoy). Keuangan

pemerintah sendiri tercatat melambat dari sisi realisasi belanja, meskipun pendapatan tumbuh meningkat. Hingga

triwulan III 2016, realisasi anggaran pendapatan daerah telah mencapai 70,07% (yoy), meningkat jika dibandingkan

dengan triwulan yang sama tahun 2015 yang mencapai 67,50% (yoy). Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan

daerah hingga triwulan III 2016 telah mencapai Rp5,15 triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp7,34

triliun.Dari sisi belanja, hingga triwulan III 2016, realisasi pengeluaran telah mencapai 55,99% atau sebesar Rp4,05 triliun.

Secara persentase berarti lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi belanja pada triwulan III 2015 yang tercatat

56,12% atau Rp3,71 triliun dari target belanja Rp6,62 triliun.

1.3.15 Lapangan Usaha Jasa Pendidikan

Lapangan usaha jasa pendidikan tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,00% (yoy) di triwulan III

2016, tumbuh lebih rendah dibandingkan periode triwulan II 2016 yang tumbuh 9,19% (yoy). Perlambatan pertumbuhan

sektor jasa pendidikan terjadi seiring dengan libur sekolah hingga bulan Juni-Juli di tingkat pendidikan dasar

-2

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2011 2012 2013 2014 2015 2016

%, qtq

Umum Kecil Menengah Besar

Keterangan: P) Perkiraan

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

60

70

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRp Triliun

Jasa Dunia Usaha gKredit Jasa Dunia Usaha

*) Data hingga bulan Oktober 2016

Page 37: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 31

(SD/SMP/SMA) dan libur sekolah hingga bulan Agustus-September di tingkat Pendidikan Tinggi (D1/D2/D3/S1/S2). Hal ini

terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, yang menunjukkan penjualan alat tulis yang melambat.

Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI Grafik 1.56. Perkembangan Penjualan Alat Tulis Grafik 1.57. Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan

1.3.16 Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,53% (yoy)

di triwulan III 2016, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 8,38% (yoy). Perlambatan sektor ini

terkonfirmasi dari menurunnya kredit yang disalurkan ke sektor jasa sosial masyarakat. Secara triwulanan, jumlah kredit

yang disalurkan sebesar Rp2,44 triliun di triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang

mencapai Rp2,57 triliun.

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 1.58. Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0

50

100

150

200

250

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

Alat Tulis Pertumbuhan - Skala Kanan

Indeks YOY

*) Data hingga Oktober 2016

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

0

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

Kertas, Karton, Cetakan Pertumbuhan - Skala Kanan

Indeks YOY

*) Data hingga Oktober 2016

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRp Triliun

Jasa Sosial Masyarakat gKredit Jasa Sosial Masyarakat

*) Data hingga bulan Oktober 2016

Page 38: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Boks 1.A. Potensi Pengembangan Industri Melalui Kawasan Industri Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

Pengembangan kawasan industri merupakan salah satu upaya dalam membangun dan mengembangkan sebuah

daerah2. Pembangunan kawasan industri juga salah satu langkah untuk mempercepat penyebaran dan pemerataan

industri3. Menurut Kementerian Perindustrian, peran kawasan industri terhadap pertumbuhan sektor industri nasional

cukup signifikan karena mampu berkontribusi sebesar 40% dari total nilai ekspor non-migas dan menarik investasi sekitar

60% dari total investasi sektor industri. Sesuai dengan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional tahun 2015-2035,

kawasan industri di Jawa akan diarahkan pada pengembangan industri tertentu, sementara pengembangan kawasan

industri baru di luar Jawa diarahkan pada industri berbasis sumber daya alam dan pengolahan mineral. Melihat perhatian

dari pemerintah pusat terhadap pengembangan industri, Provinsi Sulawesi Selatan juga memiliki rancangan kawasan

industri.

Provinsi Sulawesi Selatan dipandang berpotensial untuk pengembangan kawasan industri ke depan. Provinsi Sulsel

memiliki beberapa point utama yang mendukung pengembangan kawasan industri. Dengan share ekonomi sebesar

15,96% di KTI (Sulawesi, Maluku, Papua, Kalimantan, dan Bali Nusa Tenggara), penghubung (HUB) perdagangan jalur tol

laut untuk wilayah KTI, kondisi surplus listrik dengan produksi listrik mencapai 5.486 GwH, serta tingkat kemantapan jalan

mencapai sekitar 90% (pada jalan tingkat provinsi), menjadikah Provinsi Sulsel memiliki keunggulan di Kawasan Timur

Indonesia. Potensi industri tersebut telah direalisasikan dalam bentuk pengembangan Kawasan Industri Bantaeng (KIBA)

sebagai kawasan pengolahan nikel dan bijih besi. Dengan nilai investasi sebesar Rp55 triliun, beberapa perusahaan dari

Tiongkok telah melakukan pembangunan smelter di KIBA sejak tahun 2014-2015. Meskipun demikian, terdapat kendala

dalam pengembangan kawasan industri, seperti beberapa smelter telah terbangun namun belum melakukan proses

produksi dikarenakan harga nikel yang masih rendah, kebutuhan tenaga kerja ahli yang masih relatif minim dan

terbatasnya ketersediaan pasokan listrik di KIBA. Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan kualitas kawasan industri,

pemerintah tengah mendorong pasokan listrik 2 x 300 MW yang rencananya selesai pada tahun 2017, serta terdapat

pelabuhan langsung di Kabupaten Bantaeng dengan rencana selesai pada tahun 2018.

Sumber: berbagai sumber, diolah

2 Soedarsono, 2001 3 Pidato Presiden Joko Widodo dalam membuka Kawasan Industri Kendal, Jawa Tengah.

Perusahaan Yang

Sudah Bergabung

Nilai Investasi Progres

PT. A Rencana : Rp.4,7 triliun

Realisasi : 6 triliun

Sls. konstruksi : Feb 2016

Uji coba : Feb 2016

PT. B Rencana : 130 juta USD

Realisasi : Rp 1,69 triliun

Sls. Kontruksi : Feb 2016

Uji Coba : Feb 2016

PT. C Rencana : 300 juta USD

Realisasi : Rp 3,9 triliun

Sls Konstruksi : Feb 2016

Est. Produksi : Okt 2016

PT. D Rp.4 triliun (Pelabuhan) -

PT. E Rp.10 trilliun (Listrik) -

PERMASALAHAN

REGULASI -

INFRASTUKTUR DASAR 1. Beberapa smelter telah terbangun namun belum

melakukan proses produksi dikarenakan harga nikel

yang masih rendah.

2. Kebutuhan tenaga kerja ahli yang masih relatif

minim.

KETERSEDIAAN ENERGI Keterbatasan ketersediaan listrik

Kawasan Industri Bantaeng

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN INDUSTRI

Bantaeng Sigma Energi 2x300Mw (Ground-breaking) selesai 2017

Pelabuhan Bantaeng (Investasi Temasek Holding Rp 4 Triliun) Selesai 2018

Page 39: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 33

2. KEUANGAN PEMERINTAH

Bab 2 Keuangan Pemerintah

Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan

triwulan III 2016 terlihat belum optimal. Realisasi belanja hingga akhir triwulan

III baru tercatat Rp4,05 triliun atau 55,99% dari yang dianggarkan sebesar

Rp7,22 triliun, sementara triwulan III 2015 sedikit lebih tinggi mencapai 56,12%.

Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional

(71,54%) dan belanja transfer (22,37%), sementara yang direalisasikan untuk

belanja modal masih tergolong minim (6,09%).

Kondisi yang hampir sama juga terjadi pada APBD Kabupaten/Kota. Dari Total

anggaran sebesar Rp33,42 triliun, hingga akhir semester I 2016 baru berhasil

direalisasikan sebesar Rp11,31 triliun atau 33,84%.

Sementara itu, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di

Sulsel terlihat lebih baik. Sampai akhir triwulan III 2016 telah terealisasi sebesar

Rp11,67 triliun atau 61,28% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,04 triliun.

Seluruh komponen belanja memperlihatkan peningkatan kecuali belanja untuk

bantuan sosial.

Ke depan perlu upaya yang lebih keras dalam merealisasikan APBD dan APBN

di Sulsel, agar instrumen fiskal ini dapat berperan lebih optimal dalam

mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel, mengingat sektor swasta yang

merupakan salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi saat ini tengah

menghadapi tantangan yang tidak ringan.

Page 40: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD

34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

2.1 Struktur Anggaran

Komponen keuangan pemerintah daerah di Sulsel terdiri dari tiga unsur, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi, APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) yang dialokasikan di Sulsel. Dari ketiga unsur tersebut, nilai pagu anggaran belanja yang disediakan untuk

Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki porsi paling tinggi yaitu mencapai Rp33,42 triliun atau 56,0% dari total pagu

anggaran belanja sebesar Rp59,68 triliun. Sementara itu, pagu anggaran belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel

menempati urutan kedua sebesar Rp19,04 triliun (31,9%). Disusul kemudian pagu anggaran belanja pada APBD

Pemerintah Provinsi sebesar Rp7,23 triliun (12,1%). Dari total pagu anggaran belanja tersebut, sampai dengan triwulan III

2016 baru berhasil direalisasikan sebesar Rp34,12 triliun atau 57,17% (Grafik 2.1 dan 2.2). Melihat realisasi anggaran yang

belum optimal, maka ke depan diperlukan upaya yang lebih gigih, agar kebijakan fiskal yang ditempuh melalui instrumen

APBD dan APBN dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel, mengingat sektor swasta yang selama ini sebagai

salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi tengah menghadapi tantangan yang tidak ringan.

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel

Tahun 2016

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel

Triwulan III 2016

Pemerintah Kabupaten/Kota berhasil merealisasikan belanja paling tinggi. Sampai dengan triwulan III 2016, nilai

realisasi belanja APBD Pemerintah Kabupaten/Kota diperkirakan mencapai Rp18,41 triliun atau 54,0% dari total realisasi

belanja pemerintah di Sulsel sebesar Rp34,12 triliun, sementara realisasi APBN di Sulsel menempati urutan kedua sebesar

Rp11,67 triliun (34,2%), dan disusul realisasi APBD Pemerintah Provinsi sebesar Rp4,05 triliun atau 11,9% (Grafik 2.2).

2.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi

2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan

Menurut sumbernya, struktur pendapatan Provinsi Sulsel didominasi oleh pendapatan transfer. Sampai dengan

triwulan III 2016 nilai pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintah pusat sebesar Rp2,71 triliun atau 52,66% dari

total nilai realisasi pendapatan sebesar Rp5,15 triliun. Sebagian besar dari pendapatan transfer tersebut direalisasikan

dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dengan porsi mencapai 36,47%. Selebihnya direalisasikan dalam bentuk Dana

Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Bukan Pajak. Realisasi nilai pendapatan transfer pada kuartal III

2016 ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp2,02 triliun.

Sumber pendapatan kedua berasal dari realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hingga triwulan III 2016 mencapai

Rp2,43 triliun (47,23%), dengan sumber pendapatan utama berasal dari pos Pendapatan Pajak Daerah yang nilainya

mencapai Rp2,16 triliun. Sementara itu pendapatan dari sumber Pendapatan Retribusi nilainya relatif kecil sebesar

Rp61,25 miliar.

Secara umum pencapaian realisasi pendapatan Provinsi Sulsel cukup menggembirakan. Sampai dengan triwulan III 2016

realisasi pendapatan telah mencapai 70,07% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,35 triliun. Secara lebih rinci, realisasi

pendapatan transfer mencapai 70,91%, PAD mencapai 69,24% dan sumber pendapatan lain-lain 48,35% dari yang

ditargetkan.

APBN, Rp19,038,

31.9%

APBD PROVINSI, Rp7,225,

12.1%

APBD KAB/ KOTA,

Rp33,419, 56.0%

ANGGARAN 2016

(Rp miliar)

APBN, Rp11,666,

34.2%

APBD PROVINSI, Rp4,045,

11.9%

APBD KAB/ KOTA,

Rp18,408, 54.0%

REALISASI TW III-2016 (Rp miliar)

Page 41: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 35

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel, diolah

Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel

2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan

Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel sampai dengan triwulan III 2016 mencapai 70,07% dari target

yang dianggarkan. Persentase realisasi pendapatan ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian triwulan III tahun lalu

67,50%. Demikian pula secara nominal, realisasi pendapatan daerah pada triwulan III 2016 sebesar Rp5,14 triliun, lebih

besar dari capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp4,35 triliun. Peningkatan pendapatan bersumber dari

realisasi PAD dan pendapatan transfer. Komponen PAD yang meningkat antara lain pendapatan pajak daerah,

pendapatan retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, masing-masing sebesar Rp2,16

triliun; Rp61,25 miliar dan Rp106,26 miliar. Peningkatan PAD terutama berasal dari hasil peningkatan intensifikasi

penagihan tunggakan PKB melalui kegiatan penertiban dokumen administrasi kendaraan bermotor, program samsat

delivery order, dan penghapusan denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), sehingga menambah penerimaan PAD dari

pajak kendaraan.

Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)

Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel

Sementara itu, sampai dengan triwulan III 2016 realisasi pendapatan dari transfer mencapai Rp2,71 triliun (70,91%),

yang berarti lebih besar dari realisasi pendapatan transfer tahun lalu sebesar Rp2,02 triliun (67,55%). Semua komponen

pendapatan transfer mengalami peningkatan, baik Dana Bagi Hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, Dana Alokasi Umum

(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan transfer pemerintah pusat lainnya. Realisasi DBH sampai dengan triwulan III 2016

telah mencapai Rp199,30 miliar (70,72%), lebih tinggi dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp117,25

miliar (41,61%). DAU telah mencapai Rp1,16 triliun (83,33%), meningkat dari periode yang sama tahun lalu sebesar

Rp885,01 miliar (75,00%). Sementara DAK baru mencapai Rp130,14 miliar (30,23%), meskipun secara nominal lebih besar

dari pencapaian realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp103,1 miliar (37,04%). Sedangkan transfer

pemerintah pusat lainnya telah mencapai Rp1,22 triliun (71,05%), lebih tinggi dari pencapaian pada periode yang sama

tahun lalu sebesar Rp913,27 miliar (73,16%). Untuk penerimaan lain-lain pendapatan yang sah hanya berhasil

merealisasikan Rp5,71 miliar (48,35%), lebih rendah dari capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp7,10

Rp1,606 Rp1,847 Rp2,129 Rp2,325 Rp2,431

Rp1,709 Rp1,787 Rp1,918 Rp2,019 Rp2,711

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016

Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Pendapatan Transfer Pendapatan Asli Daerah

Nominal % REALISASI NOMINAL % REALISASI

PENDAPATAN

PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.432,70 2.324,91 67,73% 3.511,64 2.431,29 69,24%

- Pendapatan Pajak Daerah 3.067,50 1.943,13 63,35% 3.145,44 2.159,40 68,65%

- Pendapatan Retribusi Daerah 93,12 55,06 59,13% 86,74 61,25 70,61%

- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 89,01 88,98 99,96% 92,58 106,26 114,77%

- Lain-lain PAD yang Sah 183,06 237,74 129,87% 186,89 104,39 55,85%

PENDAPATAN TRANSFER 2.988,42 2.018,62 67,55% 3.822,55 2.710,55 70,91%

- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 281,79 117,25 41,61% 281,79 199,30 70,72%

- DAU 1.180,01 885,01 75,00% 1.394,15 1.161,79 83,33%

- DAK 278,36 103,10 37,04% 430,54 130,14 30,23%

- Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 1.248,26 913,27 73,16% 1.716,07 1.219,32 71,05%

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 24,66 7,10 28,78% 11,82 5,71 48,35%

JUMLAH PENDAPATAN 6.445,78 4.350,63 67,50% 7.346,01 5.147,55 70,07%

ANGGARAN

PERUBAHAN 2015

Realisasi s/d TRIWULAN III 2015U R A I A N

REALISASI s/d TRIWULAN III 2016ANGGARAN 2016

Page 42: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD

36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

miliar (28,78%). Kedepan, kesinambungan dan ketepatan penerimaan transfer dari pemerintah pusat akan sangat

ditentukan oleh kondisi APBN khususnya dari sisi pendapatan. Terkait dengan hal ini, pemerintah pusat berupaya keras

untuk mencapai target pendapatan baik melalui pungutan pajak atau kebijakan lain, yang diantaranya dilakukan melalui

kebijakan tax amnesty.

2.2.2 Belanja

2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja

Struktur belanja Provinsi Sulsel didominasi belanja operasional. Sampai dengan triwulan III 2016, nilai realisasi belanja

operasional mencapai Rp2,89 triliun (71,54%) lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,49

triliun (67,12%). Disusul kemudian realisasi belanja transfer yang juga meningkat menjadi Rp904,94 miliar (22,37%), dari

periode yang sama tahun sebelumnya Rp894,48 miliar (24,08%). Sementara itu, realisasi belanja modal justru hanya

mencapai Rp246,50 miliar (6,09%). Pencapaian ini lebih rendah dari realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya

sebesar Rp326,97 miliar (8,80%). Persentase realisasi belanja modal yang relatif rendah mengindikasikan bahwa masih

terdapat kendala dalam merealisasikan berbagai proyek khususnya pembangunan infrastruktur sebagaimana yang telah

direncanakan. Hal demikian tentunya patut menjadi perhatian bersama, karena keberhasilan dalam membangun

infrastruktur sangat menentukan keberhasilan pembangunan Sulsel yang berkesinambungan.

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel

Grafik 2.4.Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel

2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja

Total realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel meningkat. Realisasi belanja hingga triwulan III 2016 tercatat sebesar Rp4,05

triliun atau 55,99% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,22 triliun. Pencapaian nilai realisasi belanja ini lebih tinggi dari

posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp3,71 triliun atau 56,12% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,62 triliun. Dengan

realisasi belanja sebesar tersebut, maka pada akhir triwulan III 2016 terdapat surplus pada APBD Provinsi Sulsel sebesar

Rp1,10 triliun. Hal demikian perlu dicarikan langkah yang cepat dan cermat untuk meningkatkan serapan anggaran, agar

APBD Sulsel dapat lebih mendinamisasi pertumbuhan ekonomi Sulsel.

Realisasi belanja operasional lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu.

Peningkatan yang terjadi pada belanja operasional dikarenakan terdapat pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 bagi pegawai

negeri (termasuk TNI/Polri), adanya penambahan pegawai dan pembayaran kenaikan gaji berkala, serta pembayaran

honorarium yang telah dilakukan pada triwulan II 2016. Total pos belanja operasional hingga triwulan III 2016 terealisasi

Rp2,89 triliun (58,59%), meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp2,49 triliun (57,44%).

Persentase realisasi belanja operasional yang lebih tinggi terjadi pada belanja pegawai, barang, dan hibah masing-masing

Rp805,13 miliar (65,16%); Rp624,21 miliar (43,03%); dan Rp1,31 triliun (71,98%). Pada periode yang sama tahun lalu

masing-masing tercatat sebesar Rp755,30 miliar (65,20%); Rp529,66 miliar (37,69%); dan Rp922,03 miliar (72,65%).

Sementara belanja operasional yang cenderung menurun antara lain belanja bunga dan belanja bantuan keuangan

masing-masing menjadi Rp16,92 miliar (42,84%) dan Rp142,60 miliar (35,63%). Pada periode yang sama tahun lalu

masing-masing tercatat Rp21,30 miliar (73,20%) dan Rp264,88 miliar (55,39%).

Sementara itu, realisasi belanja modal justru menurun. Sampai dengan triwulan III 2016 realisasi belanja modal baru

mencapai Rp246,50 miliar atau 28,09% dari yang ditargetkan sebesar Rp877,61 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan

Rp2,028 Rp2,206 Rp2,350 Rp2,493 Rp2,894

Rp719 Rp124

Rp295 Rp327 Rp246

Rp491 Rp605 Rp760 Rp894 Rp905

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016

Belanja Transfer Belanja Modal Belanja Operasional

Page 43: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 37

capaian pada triwulan III tahun lalu sebesar Rp326,97 miliar (32,52%). Belanja modal yang terealisasi lebih rendah antara

lain belanja tanah, belanja gedung, belanja jalan, dan belanja aset tetap lainnya masing-masing terealisasi sebesar Rp50

juta (0,18%), Rp31,71 miliar (22,04%), Rp126,38 miliar (23,4%) dan Rp380 juta (24,92%). Di sisi lain, belanja modal yang

telah terealisasi lebih tinggi antara lain belanja peralatan/mesin dan belanja aset lainnya, dengan nilai realisasi masing-

masing sebesar Rp83,35 miliar (55,58%) dan Rp4,64 miliar (138,05%).

Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)

Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel

Disisi lain, realisasi nilai transfer kepada Kabupaten/Kota meningkat. Realisasi transfer sampai dengan triwulan III 2016

tercatat Rp904,94 miliar (65,41%), hanya sedikit lebih tinggi dari triwulan UII tahun sebelumnya Rp894,48 miliar

(70,48%). Peningkatan transfer tersebut diharapkan menambah kapasitas dan dapat direalisasikan dengan baik oleh

pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga dapat meningkatkan perekonomian di daerah masing-masing.

2.3 Perkembangan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota se-Sulsel

2.3.1 Struktur Realisasi Belanja

Secara struktur mayoritas dari pagu anggaran pada APBD Kabupaten/Kota di Sulsel dialokasikan untuk belanja

operasional. Dari total pagu anggaran 2016 sebesar Rp33,42 triliun, porsi untuk belanja operasional mencapai 74,8%,

sementara 25,2% lainnya dialokasikan untuk kebutuhan belanja modal.

Nominal % REALISASI NOMINAL % REALISASI

BELANJA

BELANJA OPERASIONAL 4.340,27 2.493,16 57,44% 4.939,13 2.893,89 58,59%

- Belanja Pegawai 1.158,45 755,30 65,20% 1.235,59 805,13 65,16%

- Belanja Barang 1.405,43 529,66 37,69% 1.450,79 624,21 43,03%

- Belanja Bunga 29,10 21,30 73,20% 39,50 16,92 42,84%

- Belanja Hibah 1.269,06 922,03 72,65% 1.813,03 1.305,03 71,98%

- Belanja Bantuan Keuangan 478,23 264,88 55,39% 400,22 142,60 35,63%

BELANJA MODAL 1.005,56 326,97 32,52% 877,61 246,50 28,09%

- Belanja Tanah 112,03 67,53 60,28% 25,25 0,05 0,18%

- Belanja Peralatan & Mesin 158,60 37,81 23,84% 149,95 83,35 55,58%

- Belanja Gedung dan Bangunan 154,41 34,73 22,49% 143,85 31,71 22,04%

- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 561,82 183,44 32,65% 540,17 126,38 23,40%

- Belanja Aset Tetap Lainnya 1,19 0,68 56,71% 1,52 0,38 24,92%

- Aset Lainnya 17,51 2,79 15,93% 3,36 4,64 138,05%

BELANJA TIDAK TERDUGA 4,50 24,75 - 0,00%

JUMLAH BELANJA 5.350,33 2.820,13 52,71% 5.841,48 3.140,39 53,76%

TRANSFER 1.269,19 894,48 70,48% 1.383,43 904,94 65,41%

TOTAL BELANJA 6.619,51 3.714,61 56,12% 7.224,91 4.045,33 55,99%

SURPLUS / (DEFISIT) (173,73) 636,02 -366,09% 121,10 1.102,22 910,17%

PEMBIAYAAN

PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 309,73 309,74 100,00% 64,90 129,96 200,24%

PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 136,00 102,00 75,00% 186,00 152,00 81,72%

JUMLAH PEMBIAYAAN 173,73 207,74 119,58% (121,10) (22,04) 18,20%

ANGGARAN

PERUBAHAN 2015

Realisasi s/d TRIWULAN III 2015U R A I A N

REALISASI s/d TRIWULAN III 2016ANGGARAN 2016

Page 44: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD

38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel, diolah

Grafik 2.5. Struktur Pagu Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Sulsel

Kota Makassar mendapat pagu anggaran terbesar. Secara lebih rinci, pagu anggaran untuk masing-masing

Kabupaten/Kota di Sulsel dapat dilihat dalam Tabel 1.3. Dari total anggaran sebesar Rp33,42 triliun, Kota Makassar

mendapat pagu anggaran paling tinggi sebesar Rp3,83 triliun (11,45%). Disusul kemudian Kabupaten Bone (6,47%) dan

Kabupaten Gowa (4,92%). Adapun wilayah yang mendapatkan pagu anggaran terendah adalah Kabupaten Toraja Utara

(2,81%).

Tabel 2.3.Pagu Anggaran APBD Kabupaten dan Kota se-Sulsel – Triwulan II 2016

*) Angka perkiraan

Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Daerah, Kemenkeu RI

2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja

Realisasi anggaran APBD Kabupaten/Kota diperkirakan masih belum sesuai target. Berdasarkan pencapaian persentase

dan nilai realisasi belanja dari masing-masing Kabupaten/Kota progresnya sangat bervariasi. Dari pagu anggaran belanja

operasional sebesar Rp24,99 triliun tersebut, sampai dengan triwulan II 2016 baru terealisasi sebesar Rp10,03 triliun

Belanja Operasi; 24.992; 74,8%

Belanja Modal; 8.427; 25,2%

Belanja Operasi, 10,034 , 88.7%

Belanja Modal, 1,273 , 11.3%

REALISASI TW II 2016

(Rp miliar)

Belanja

Operasi

Belanja

ModalTotal Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja

Kota Makassar 3.049,50 775,72 3.825,22 1.070,99 108,37 1.179,36 35,12% 13,97% 30,83%

Kab. Bone 1.841,95 320,95 2.162,90 706,76 63,30 770,06 38,37% 19,72% 35,60%

Kab. Gowa 1.352,14 291,27 1.643,42 513,70 53,85 567,55 37,99% 18,49% 34,53%

Kab. Luwu Timur 976,63 580,26 1.556,89 255,38 55,62 310,99 26,15% 9,58% 19,98%

Kab. Luwu 1.117,76 400,76 1.518,52 395,30 84,98 480,28 35,37% 21,20% 31,63%

Kab. Wajo 1.117,59 391,90 1.509,49 568,93 58,92 627,85 50,91% 15,03% 41,59%

Kab. Bulukumba 1.118,24 317,31 1.435,55 445,97 56,81 502,78 39,88% 17,90% 35,02%

Kab. Pangkajene dan Kepulauan 975,86 410,02 1.385,88 297,30 37,93 335,23 30,47% 9,25% 24,19%

Kab. Sidenreng Rappang 891,79 481,63 1.373,42 355,87 76,13 432,00 39,90% 15,81% 31,45%

Kab. Maros 997,39 362,39 1.359,78 419,84 45,59 465,43 42,09% 12,58% 34,23%

Kab. Jeneponto 998,66 348,63 1.347,30 402,61 19,10 421,71 40,31% 5,48% 31,30%

Kab. Pinrang 1.001,87 337,11 1.338,98 328,18 52,34 380,52 32,76% 15,53% 28,42%

Kab. Takalar 925,55 276,38 1.201,94 380,06 43,99 424,06 41,06% 15,92% 35,28%

Kab. Luwu Utara 997,90 200,06 1.197,96 385,13 24,32 409,45 38,59% 12,16% 34,18%

Kab. Soppeng 883,05 281,82 1.164,87 381,83 35,06 416,89 43,24% 12,44% 35,79%

Kab. Sinjai 850,53 300,71 1.151,25 365,92 47,00 412,92 43,02% 15,63% 35,87%

Kab. Enrekang 798,29 351,57 1.149,85 333,68 16,43 350,10 41,80% 4,67% 30,45%

Kab. Tana Toraja 795,96 303,97 1.099,93 254,62 39,02 293,64 31,99% 12,84% 26,70%

Kota Palopo 713,60 339,72 1.053,32 292,79 46,84 339,63 41,03% 13,79% 32,24%

Kota Pare-Pare 668,38 384,14 1.052,52 265,91 19,43 285,34 39,78% 5,06% 27,11%

Kab. Barru 781,26 228,49 1.009,75 251,34 58,93 310,27 32,17% 25,79% 30,73%

Kab. Bantaeng 699,76 288,13 987,88 357,50 99,17 456,68 51,09% 34,42% 46,23%

Kab. Kepulauan Selayar 704,77 249,19 953,97 283,24 42,48 325,72 40,19% 17,05% 34,14%

Kab. Toraja Utara 733,33 204,93 938,25 726,62 82,31 808,93 99,09% 40,16% 86,22%

Total 24.991,78 8.427,08 33.418,86 10.039,45 1.267,92 11.307,37 40,17% 15,05% 33,84%

Realisasi Triwulan II 2016 (Rp miliar) Realisasi Triwulan II 2016 (%)

Kabupaten/Kota

Anggaran 2016 (Rp miliar)

Anggaran 2016

(Rp miliar)

Page 45: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 39

(40,17%). Sementara itu, untuk belanja modal baru terealisasi sebesar Rp1,27 triliun atau 15,05% dari pagu anggaran

belanja modal sebesar Rp8,43 triliun. Hal ini berarti secara total diperkirakan terdapat realisasi belanja sebesar Rp11,31

triliun atau 33,84% dari yang dianggarkan sebesar Rp33,42 trilun. Salah satu kendala dalam melakukan monitoring dan

evaluasi realisasi APBD Kabupaten/Kota di Sulsel adalah tidak tersedianya data yang akurat dan terkini. Mengingat

pentingnya data realisasi belanja dimaksud, maka agar pelaksanaan realisasi anggaran dapat terpantau dengan lebih baik,

perlu segera dibuat sebuah sistem pelaporan realisasi anggaran yang user frendly sehingga dapat diimplementasikan

dengan mudah di setiap wilayah Kabupaten/Kota di Sulsel.

2.4 Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel

2.4.1 Struktur Realisasi Belanja

Struktur realisasi belanja pada APBN Sulsel didominasi realisasi belanja pegawai. Sampai dengan triwulan III 2016

realisasi belanja pegawai mencapai Rp5,18 triliun atau 44,4% dari total belanja sebesar Rp7,14 triliun. Pangsa belanja

pegawai pada tahun ini lebih rendah bila dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar

Rp4,77 triliun (44,78%). Disusul kemudian realisasi belanja barang tercatat sebesar Rp4,02 triliun (34,43%), lebih tinggi

dari posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp2,74 triliun (25,75%). Sementara itu, realisasi belanja modal juga meningkat

mencapai Rp2,45 triliun (21,00%), lebih tinggi dari triwulan III tahun lalu sebesar Rp2,27 triliun (21,31%). Sedangkan

realisasi belanja untuk bantuan sosial menurun signifikan menjadi Rp19,27 miliar (0,17%) dari realisasi triwulan III 2015

sebesar Rp868,15 miliar (8,16%).

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah

Grafik 2.6. Proporsi Belanja APBN di Sulsel

2.4.2 Perkembangan Realisasi Belanja

Realisasi belanja APBN Sulsel sampai dengan triwulan III 2016 lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan III 2015.

Pada triwulan III 2016, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai 61,28%, lebih tinggi dari pencapaian triwulan III 2015

(47,23%). Jika dilihat dari segi nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan III 2016 tercatat Rp11,67 triliun, naik

dibandingkan realisasi triwulan III tahun lalu sebesar Rp10,64 triliun. Peningkatan nominal penyerapan anggaran belanja

APBN di Sulsel ini didorong oleh optimalisasi penyerapan untuk belanja rutin sesuai polanya, pembayaran gaji ke-13/14,

dan minimnya kendala administrasi nomenklatur.

Nilai realisasi per jenis belanja APBN di Sulsel masih didominasi untuk keperluan belanja pegawai. Pada triwulan III

2016, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp5,18 triliun atau 72,57% dari pagu anggaran. Realisasi

belanja pegawai ini lebih tinggi dibanding pencapaian triwulan III tahun lalu, baik secara persentase (71,49%) maupun

secara nominal (Rp4,77 triliun). Demikian pula, realisasi persentase belanja barang dan belanja modal masing-masing

57,98% dan 49,79%, meningkat dibandingkan triwulan III tahun lalu masing-masing 41,77% dan 29,37%. Sedangkan

pencapaian realisasi belanja bantuan sosial mengalami penurunan baik secara persentase maupun nominal yang

Rp3,183 Rp3,535 Rp3,882 Rp4,765 Rp5,180

Rp1,977 Rp2,278 Rp2,775 Rp2,741

Rp4,016

Rp1,696 Rp2,072

Rp1,644 Rp2,268

Rp2,450 Rp1,190 Rp848 Rp796 Rp868

Rp19

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tw III - 2012 Tw III - 2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016

Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai

Page 46: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD

40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

disalurkan. Dari hasil monitoring dapat dipastikan bahwa pelaksanaan transfer untuk Dana Desa telah terealisasi sesuai

tahapan4.

Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan III Per Jenis Belanja Rp miliar

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah

2.5 Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB

Rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) semakin menurun5. Pada

akhir triwulan III 2016 tercatat 0,86% dari triwulan III tahun sebelumnya sebelumnya 0,91%. Sementara rasio realisasi

rasio dana perimbangan (transfer) terhadap PDRB ADHB terlihat meningkat dari semula 0,79% menjadi 0,95%. Hal ini

mengindikasikan bahwa kemampuan pemerintah dalam menggali sumber pendapatan asli daerah cenderung menurun.

Hal demikian perlu dicermati lebih lanjut, apakah penurunan kemampuan tersebut disebabkan kewenangannya yang

memang semakin terbatas ataukah terdapat ketidakefisienan dalam pelaksanaannya.

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, BPKAD Provinsi Sulsel dan BPS, diolah

Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Sumber: Kanwil DJPB Prov. Sulsel, BPKAD Prov. Sulsel dan BPS, diolah

Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB

Rasio realisasi belanja modal APBD dan APBN di Sulsel terhadap PDRB ADHK juga semakin menurun6. Kecenderungan

penurunan yang terjadi pada rasio belanja modal terhadap PDRB ADHB dari 1,01% menjadi 0,95%. Hal ini

mengindikasikan bahwa peran realisasi belanja pemerintah dalam mendinamisasi perekonomian cenderung menurun.

Kondisi demikian perlu mendapat perhatian, mengingat dalam situasi perekonomian yang cenderung mengalami

kelesuan, peran pemerintah dalam mendorong perekonomian sangat diperlukan. Hal ini dapat dilakukan diantaranya

dengan cara meningkatkan realisasi belanjannya terutama belanja modal, guna membiayai berbagai proyek yang dapat

membuka lapangan kerja baru dan dapat menciptakan multiplier effect yang besar bagi perekonomian. Di sisi lain, rasio

belanja operasional terhadap PDRB ADHB sampai dengan triwulan III 2016 tercatat 4,26%, lebih tinggi dari triwulan III

2015 yang tercatat 3,90%.

4 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 49/PMK.07/2016 Tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan

Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap I pada bulan Maret sebesar 60% (enam puluh per seratus) dan tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus).

5 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. 6 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.

Nominal % Realisasi Nominal % Realisasi

Belanja Pegawai 6.666,25 4.765,47 71,49% 7.138,34 5.180,12 72,57%

Belanja Barang 6.562,07 2.740,93 41,77% 6.927,24 4.016,20 57,98%

Belanja Modal 7.722,19 2.268,26 29,37% 4.921,12 2.450,32 49,79%

Belanja Bantuan Sosial 1.584,60 868,15 54,79% 51,79 19,27 37,21%

JUMLAH BELANJA 22.535,11 10.642,80 47,23% 19.038,49 11.665,91 61,28%

ANGGARAN

2016

Realisasi s/d Triwulan III 2016Realisasi s/d Triwulan III 2015ANGGARAN

2015U R A I A N

1.36 1.35 1.35

0.91 0.86

1.44 1.30

1.22

0.79

0.95

(0.1)

0.1

0.3

0.5

0.7

0.9

1.1

1.3

1.5

Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016

%

Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan

6.07 5.85

3.26 3.90 4.26

2.04

1.60

1.23 1.01 0.95

-

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III - 2014Tw III - 2015Tw III - 2016

%

Belanja Operasi Belanja Modal - sisi kanan

Page 47: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 41

Boks 2.A.

Capacity Building Pegawai Pemerintah Kabupaten sebagai Upaya Meningkatkan Penyerapan Anggaran

Kegiatan capacity building sebagai wujud sinergitas yang mencerminkan terjalinnya koordinasi yang baik antara Sektor Moneter dan Fiskal di daerah. Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Sulawesi Selatan bekerjasama dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Provinsi Sulawesi Selatan menyelenggarakan kegiatan capacity building mengenai ekonomi moneter dan fiskal, bertempat di Kabupaten Bone. Kegiatan ini diperuntukkan bagi pejabat di lingkungan PemKab Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai, dan staf ahli DPRD, serta akademisi.

Latar belakang kegiatan ini karena cukup besarnya peran belanja pemerintah dan masih besarnya dana idle daerah di perbankan. Berdasarkan data sampai dengan September 2016, dana milik Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota masih relatif tinggi. Giro kepemilikan Pemerintah Daerah masih Rp4,87 triliun, sementara deposito kepemilikan Pemerintah Daerah masih Rp1,0 triliun. Apabila belanja pemerintah daerah dapat dioptimalkan, maka dapat mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi. Peran konsumsi pemerintah pada triwulan III 2016 mencapai 10% dengan tingkat pertumbuhan 7,4% (yoy).

Grafik 2.A.1 Giro Kepemilikan Pemerintah Daerah

Grafik 2.A.2 Deposito Kepemilikan Pemerintah Daerah

Grafik 2.A.3 Peran dan Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah

Kegiatan capacity building ini merupakan yang kedua kalinya terselenggara. Pada awalnya capacity building dilakukan untuk Pejabat Pemprov. Sulsel, Pemerintah Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Takalar, serta staf ahli DPRD, yang telah dilaksanakan pada April 2016. Melalui kegiatan capacity building diharapkan para pejabat dimaksud memiliki bekal pemahaman yang cukup mengenai ekonomi, moneter, dan fiskal, sehingga mampu merumuskan/menyusun kebijakan daerah dengan baik, dalam arti memiliki bobot strategis yang tinggi, tidak berbenturan atau tumpang tindih (overlap) dengan kebijakan pemerintah pusat/Nasional dan dapat diimplementasikan dengan mudah.

Selain itu, dengan memiliki bekal pemahaman ekonomi dan moneter yang baik, mereka juga diharapkan dapat berkontribusi positif dalam upaya pengendalian inflasi di daerah. Sedangkan terkait dengan aspek fiskal, para pejabat pemerintah daerah yang telah mengikuti kegiatan ini diharapkan mampu menggali potensi sumber pendapatan asli daerah, dan dapat mendorong percepatan penyerapan/realisasi anggaran belanja secara optimal, baik yang bersumber dari APBD maupun APBN yang dialokasikan di daerah. Dengan demikian, kedepan diharapkan pertumbuhan ekonomi Sulsel akan semakin meningkat, yang disertai dengan perkembangan harga yang relatif stabil pada level yang rendah (3 +/-1%), sehingga kesejahteraan masyarakat Sulsel akan semakin meningkat.

0

1

2

3

4

5

6

7

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9

2013 2014 2015 2016

Rp triliun Giro

Nominal Dana Pemda di Bank Milik Pemerintah Daerah (Provinsi, Kab/Kot)Nominal Rata-rata

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9

2013 2014 2015 2016

Rp triliun Deposito

Nominal Dana Pemda di Bank Milik Pemerintah Daerah (Provinsi, Kab/Kot)

15.0

6.2 9.5 10.0

16.7

6.3

10.0

-5

0

5

10

15

20

IV I II III IV I II

2014 2015 2016

Pangsa Konsumsi Pemerintah (%) Konsumsi Pemerintah (%, yoy)

Page 48: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD

42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Gambar 2.A.1 Kegiatan Capacity Building di Zona Bone

Page 49: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 43

3. INFLASI DAERAH

Bab 3 Inflasi Daerah

Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan III 2016 tercatat 3,07% (yoy) lebih

rendah dari triwulan II 2016 (4,30%, yoy), yang secara umum disebabkan

oleh menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan. Penurunan

ini dikarenakan terjaganya konsumsi masyarakat serta terdapat panen di

beberapa komoditas pangan, sehingga mampu mengimbangi pasokan di

tengah perayaan hari raya. Di sisi lain, kelompok transpor mengalami

peningkatan meski masih tercatat deflasi, sebagai dampak dari terjaganya

harga BBM.

Secara umum, perkembangan inflasi hingga awal triwulan IV 2016

menunjukkan trend penurunanan, yang secara umum disebabkan oleh

menurunnya tekanan harga pada kelompok makanan jadi, sandang, dan

transpor. Diperkirakan hingga akhir triwulan IV 2016 masih akan terjadi

tren penurunan inflasi, sebagai implikasidari kembalinya permintaan

masyarakat ke pola normalnya. Secara keseluruhan, inflasi tahun 2016 lebih

rendah dibandingkan dengan 2015. Dengan kondisi demikian, kami optimis

target inflasi akhir tahun 4% ±1% akan dapat tercapai.

Sebagai upaya pengendalian inflasi, kedepan pelaksanaan Rakor TPID

akan lebih diintensifkan. Selain itu, diseminasi informasi terus dilakukan

dalam rangka meminimalisir asymmetric information baik di tingkat petani,

pedagang maupun konsumen.

Page 50: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 3INFLASI DAERAH

44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

3.1. Inflasi Umum

Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 2016 mengalami penurunan. Inflasi Sulsel di akhir triwulan III 2016 tercatat 3,07%

(yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir triwulan II 2016 yang tercatat 4,30% (yoy). Penurunan ini sejalan dengan

inflasi Nasional yang juga menurun. Pada triwulan III, inflasi Sulsel tersebut bernilai sama dengan inflasi Nasional sebesar

3,07% (yoy). Secara umum, menurunnya tekanan inflasi disebabkan oleh penurunan harga di semua kelompok, kecuali

transport meski mengalami deflasi. Penurunan inflasi pada kelompok Bahan Makanan disebabkan oleh meningkatnya

pasokan pangan, sejalan dengan panen raya yang terjadi pada bulan September di beberapa sentra produksi pangan

Sulsel (Kabupaten Soppeng dan Sidrap). Penurunan inflasi juga terjadi pada kelompok Makanan Jadi, Perumahan, Air,

Listrik, Gas Dan Bahan Bakar; Sandang, Kesehatan; dan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga, didorong oleh harga bahan

bakar minyak yang stabil dan terjaganya permintaan masyarakat saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Pada triwulan IV 2016 tekanan inflasi

diperkirakan dalam trend menurun. Indikasi ke

arah tersebut ditandai dengan rendahnya inflasi

pada saat bulan Ramadhan/Idul Fitri pada bulan

Juni dan Juli 2016, yang tercatat 4,30% (yoy) dan

4,14% (yoy), dimana secara historis, inflasi tertinggi

dalam 1 tahun berada pada bulan Ramadhan/Idul

Fitri. Selain itu, penurunan tersebut didorong oleh

terjaganya pasokan bawang merah sebagai imbas

positif dari pola tanam yang terjadwal, serta

penundaan realisasi anggaran khususnya belanja

pegawai menahan konsumsi masyarakat

(khususnya PNS).

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan

3.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa7

Penurunan tekanan inflasi pada triwulan III 2016 hampir terjadi pada semua kelompok komoditas. Inflasi kelompok

Bahan Makanan tercatat 6,51% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 9,46% (yoy); Makanan Jadi

menurun dari 5,26% (yoy) menjadi 4,01% (yoy) pada periode laporan; sementara kelompok perumahan 2,63% (yoy) lebih

rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 2,75% (yoy); kelompok Sandang 3,13% (yoy) lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya 6,36% (yoy); kelompok kesehatan 2,51% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya

3,14% (yoy); dan kelompok pendidikan 0,78% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 2,10% (yoy).

Sedangkan pada kelompok transport meningkat meski masih dalam fase deflasi menjadi -0,48% (yoy) dari sebelumnya

-0,76% (yoy).

7 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi

(2)

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

Nasional (yoy)

Sulawesi Selatan (yoy)

Sulawesi Selatan (qtq)

%

3,07

3,07

0,91

Page 51: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 3INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 45

Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa

Keterangan: *) Data hingga Oktober 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik

3.2.1 Kelompok Bahan Makanan

Pada triwulan III 2016, inflasi kelompok bahan makanan

mengalami penurunan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Tekanan inflasi menurun dari 9,46% (yoy)

pada akhir triwulan II 2016 menjadi 6,51% (yoy) di akhir

triwulan III 2016. Penurunan tekanan inflasi terjadi di

hampir seluruh subkelompok kecuali ikan segar. Penurunan

inflasi tertinggi di subkelompok daging dan hasilnya, sayur-

sayuran, dan padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya dari

masing-masing 12,47% (yoy), 14,79% (yoy) dan 9,05% (yoy)

di triwulan II 2016 menjadi 4,02% (yoy), 6,81% (yoy) dan

4,62% (yoy) di triwulan III 2016. Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan

Meningkatnya pasokan bahan pangan, cuaca yang mendukung di awal triwulan laporan, serta tingkat konsumsi

masyarakat yang relatif stabil menjadi faktor utama penyebab terjaganya tekanan inflasibeberapa komoditas

kelompok bahan makanan. Panen pada komoditas sayur dan komoditas hortikultura mendorong pasokan pangan

tersedia cukup banyak. Beberapa komoditas yang mengalami deflasi pada tiwulan laporan yaitu cabe rawit, sawi hijau,

daun singkong, kangkung dan sawi putih masing-masing -35,88% (yoy), -20,07% (yoy), -14,56% (yoy),-13,28% (yoy) dan -

13,10% (yoy).

Subkelompok ikan segar menjadi komoditas penyumbang inflasi yang relatif tinggi pada triwulan III 2016. Ikan Merah

dan Ikan lamuru tercatat memiliki inflasi tinggi sebsar 26,47% (yoy) dan 32,91% (yoy) dari total inflasi tahunan Sulsel di

triwulan III 2016. Komoditas bahan makanan lain yang mengalami peningkatan inflasi di triwulan III 2016 yaitu kentang,

kepiting, telur ayam kampung, bahan agar-agar dan ikan selar masing-masing 32,71% (yoy), 28,77% (yoy), 3,57%

(yoy),8,81% (yoy) dan 10,51% (yoy).

Bahan

Makanan

Makanan

JadiPerumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM

I 4.04 4.49 4.18 9.57 7.53 2.94 0.57 4.06

II 4.94 4.29 3.98 6.99 4.53 2.12 0.47 3.85

III 7.81 4.97 3.41 6.51 3.18 1.37 0.63 4.48

IV 6.56 5.03 3.35 7.08 2.83 3.41 1.16 4.40

I 8.01 4.57 3.43 6.03 2.28 3.54 0.89 4.61

II 6.22 4.63 3.60 2.61 1.99 3.33 3.96 4.36

III 10.76 4.70 4.76 2.77 3.23 3.66 12.01 7.24

IV 6.97 4.47 6.06 2.36 3.71 1.39 11.58 6.22

I 4.76 5.39 6.25 3.73 3.79 1.33 10.31 5.88

II 6.15 5.38 5.96 5.65 5.22 1.38 7.91 5.92

III 1.97 5.80 6.32 4.12 5.28 1.97 0.87 3.72

IV 16.02 6.21 6.87 3.24 5.08 1.85 10.15 8.61

I 12.87 6.34 7.33 4.51 5.75 2.18 4.35 7.13

II 15.01 6.54 7.84 4.86 5.52 2.35 6.00 8.06

III 16.11 6.23 6.48 6.95 5.28 2.63 7.20 8.36

IV 8.78 5.48 4.13 6.01 5.02 2.57 (0.99) 4.48

I 12.46 4.82 3.40 5.89 3.87 2.25 2.80 5.70

II 9.46 5.26 2.75 6.36 3.14 2.10 (0.76) 4.30

III 6.51 4.01 2.63 3.13 2.51 0.78 (0.48) 3.07

IV* 7.08 3.90 2.92 2.48 2.63 0.84 (0.82) 3.15

2016

2014

2012

2013

2015

TAHUN

(10)

(5)

0

5

10

15

20

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016%

yoy qtq

*) Data hingga Oktober 2016

Page 52: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 3INFLASI DAERAH

46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Terjadinya La Nina mendorong laju inflasi subkelompok ikan segar akibat terbatasnya pasokan. Fenomena La Nina8

diperkirakan menjadi salah satu penyebab utama inflasi subkelompok ikan segar, sehingga mencatatandil inflasi tertinggi

yaitu 0,33% (yoy). Fenomena La Nina memengaruhi gelombang laut dari intensitas rendah ke sedang, sehingga nelayan

cenderung enggan untuk melaut. Oleh karenanya, pasokan ikan segar rendah, mendorong kenaikan harga komoditas ikan

segar di saat permintaan juga meningkat.

Perkembangan hingga awal triwulan IV 2016 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan tekanan inflasi di kelompok

bahan makanan, namun diperkirakan akan turun di akhir triwulan IV 2016. Peningkatan tekanan inflasi dikarenakan

pada periode ini baru memasuki musim tanam komoditas pangan utama sehingga pasokan menurun sertacurah hujan

yang meningkat dari menengah menjadi tinggi di bulan Desember yang dapat mengganggu aktivitas nelayan. Inflasi

kelompok bahan makanan tercatat meningkat menjadi 7,08% (yoy). Meski demikian, diperkirakan inflasi bahan makanan

akan turun di akhir triwulan IV 2016 akibat pasokan bahan makanan (padi dan hortikultura) memasuki masa panen.

3.2.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok,

dan tembakau pada akhir triwulan III 2016 tercatat

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini

mencatat laju inflasi 3,90% (yoy) pada triwulan III 2016, lebih

rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

4,01% (yoy) (Grafik 3.3). Penurunan tekanan inflasi terjadi di

seluruh subkelompok kecuali tembakau dan minuman

beralkohol. Penurunan tertinggi terjadi di subkelompok

minuman non alkohol dengan inflasi dari 7,86% (yoy) di

triwulan II 2016 menjadi 5,93% (yoy) di triwulan III 2016.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi

Penurunan es dan teh manismenahan tekanan inflasi pada subkelompok minuman non alkohol di triwulan III

2016.Turunnya tekanan inflasi es dan teh manis dengan inflasi secara berturut-turut dari 17,03% (yoy) dan 7,62% (yoy) di

triwulan II 2016 menjadi 1,655% (yoy) dan 0,07% (yoy) di triwulan III 2016 disebabkan oleh kembali normalnya

permintaan masyarakat terhadap konsumsi es dan teh manis pasca bulan Ramadhan.

Lebih rinci ke tingkat komoditas, sebanyak 32 dari 49 komoditas yang terdapat di kelompok makanan jadi, minuman,

dan rokok mengalami penurunan tekanan inflasi. Komoditas es, martabak, teh manis, sate dan ayam baakr tercatat

sebagai lima komoditas utama penahan inflasi di triwulan III 2016. Di sisi lain, ayam goreng, air kemasan, gula pasir, sop

dan pecel tercatat sebagai lima komoditas utama pendorong tekanan inflasi triwulan III 2016.

Hingga awal triwulan IV 2016, inflasi kelompok makanan jadi menunjukkan pola penurunan dan diperkirakan akan

berlanjut hingga akhir triwulan IV 2016. Penurunan tersebut disebabkan oleh subkelompok makanan jadi (ayam goreng,

nasi dengan lauk, dan sop). Inflasi kelompok ini diperkirakan lebih rendah hingga akhir triwulan IV 2016 dibandingkan

triwulan III 2016 sebagai dampak dari telah kembali normalnya aktivitas masyarakat pasca Idul Fitri dan Idul Adha.

3.2.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar

Pada akhir triwulan III 2016, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan.

Laju inflasi kelompok tersebut tercatat sebesar 2,63% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat 2,75%

(yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi di seluruh subkelompok kecuali bahan bakar, penerangan dan air. Di triwulan III

2016, subkelompok biaya tempat tinggal, perlengkapan rumah tangga dan penyelenggaraan rumah tangga mengalami

8Fenomena El Nino yang kuat diikuti oleh munculnya La Nina.Fenomena tersebut berdasarkan statistik kejadian dalam 50 tahun terakhir. La Nina diperkirakan terjadi pada bulan Juni – September 2016 (Sumber: BMKG)

0

1

2

3

4

5

6

7

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016%

yoy qtq

*) Data hingga Oktober 2016

Page 53: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 3INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 47

penurunan inflasi masing-masing dari 2,63% (yoy); 7,29% (yoy); dan 4,66% (yoy) di triwulan II 2016, menjadi masing-

masing 2,53% (yoy); 5,37% (yoy); dan 3,77% (yoy).

Pada rincian per komoditas, sebanyak 37 dari 65 komoditas komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan

bahan bakar mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan III 2016. Lima komoditas utama yang mendorong

penurunan tekanan inflasi adalah lemari pakaian, ongkos binatur, kain gorden, mesin cuci dan pembasmi nyamuk bakar.

Inflasi kelima komoditas ini turun signifikan dari masing-masing 18,30%(yoy), 7,38% (yoy), 13,51% (yoy), 6,58% (yoy) dan

2,63% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 10,49% (yoy), 0,00% (yoy), 6,19% (yoy), 2,66% (yoy) dan -0,47% (yoy) pada

triwulan III 2016. Namun penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi di 28

komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi tertinggi adalah panci, bola lampu, tarif

listrik, lemari makanan dan kasur, yang meningkat masing-masing menjadi 13,33% (yoy), 10,65% (yoy), 1,11% (yoy),5,94%

(yoy) dan 5,94% (yoy), dari triwulan II 2016 masing-masing 9,91% (yoy), 7,83% (yoy), -1,64% (yoy),3,19% (yoy) dan 2,95%

(yoy). % (yoy), % (yoy), % (yoy), % (yoy) dan % (yoy)

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Harga Properti Residensial, BI Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Grafik 3.5.Indeks Harga Properti Residensial

Peningkatan tarif tenaga listrik (TTL) menjadi penahan penurunan inflasi di kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan

bahan bakar. Tarif listrik pada periode laporan mengalami kenaikan dengan inflasi tercatat 1,11% (yoy), sementara inflasi

pada triwulan sebelumnya tercatat -1,64% (yoy). TTL yang mengalami peningkatan terjadi pada seluruh golongan Rumah

Tangga, Bisnis, Industri, Pemerintah, dan Publik (penerangan jalan dan layanan khusus). Peningkatan TTL dipengaruhi oleh

mulai meningkatnya harga minyak dunia BBM di triwulan III 2016, dimana harga minyak merupakan salah satu aspek

penentu pada perhitungan TTL selain aspek nilai tukar dan inflasi.

Tekanan inflasi di subkelompok perumahan mengalami penurunan. Penurunan ini terkonfirmasi juga dari hasil Survei

Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilaksanakan Bank Indonesia. Hasil SHPR triwulan III 2016 menunjukkan terjadinya

perlambatan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) dibandingkan periode sebelumnya. IHPR tercatat tumbuh

melambat dari 4,67% (yoy) pada triwulan II 2016, menjadi 2,47% (yoy) pada triwulan III 2016. Penurunan ini

mengindikasikan melambatnya permintaan terhadap rumah hunian, terutama pada jenis rumah tertentu. Selain itu,

terdapat peraturan pemerintah daerah terkait dengan kenaikan NJOP, sehingga harga tanah dan rumah meningkat

sehingga permintaan terhadap tanah rumah hunian menurun.

Hingga awal triwulan IV 2016 inflasi kelompok perumahan, air, gas dan bahan bakar masih menunjukkan pola

penurunan, meskipun diperkirakan berpotensi meningkat di akhir triwulan. Hal ini dikarenakan pada Oktober 2016

terdapat kenaikan tarif listrik, dan yang akan mendorong inflasi pada kelompok ini.

3.2.4 Kelompok Sandang

Inflasi kelompok sandang triwulan III 2016 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan III 2016, inflasi

kelompok ini tercatat 3,13% (yoy) turun cukup signifikan dibandingkan inflasi di akhir triwulan II 2016 sebesar 6,36%

(yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari seluruh subkelompok yaitu sandang laki-laki, sandang wanita, sandang anak-

anak, serta barang pribadi dan sandang lain secara berurutan tercatat 1,53% (yoy), 3,40% (yoy), 2,00% (yoy),dan 5,30%

(yoy) di triwulan III 2016 lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 yang tercatat 5,76% (yoy), 6,13% (yoy), 5,76%

(yoy),dan 8,22% (yoy).

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016%

yoy qtq

*) Data hingga Oktober2016

02468101214161820

0

50

100

150

200

250

300

350

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVP

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyIndeks

IHPR gIndeks - Skala Kanan

P: Angka perkiraan

Page 54: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 3INFLASI DAERAH

48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Komoditas pakaian dalam wanita dan baju kaos berkerah menjadi penyumbang utama penurunan inflasi kelompok

sandang. Inflasi pakaian dalam wanita dan baju kaos berkerah menurun signifikan dari 22,69% (yoy) dan 13,28% (yoy) di

triwulan II 2016 menjadi 10,09% (yoy) dan 2,08% (yoy) di triwulan III 2016. Selain itu, inflasi emas perhiasan sebagai

komoditas utama kelompok sandang menurun dari 7,92% (yoy) menjadi 5,97% (yoy) di periode laporan. Penurunan harga

emas perhiasan tidak sejalan dengan pergerakan harga emas internasional, yang mulai meningkat dalam 3 triwulan

terakhir. Pergerakan harga emas dunia tercatat mengalami peningkatan dari 5,60% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi

18,76% (yoy) di angka USD1.266/troy oz pada triwulan III 2016.

Lebih rinci per komoditas, sebanyak 52 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami penurunan tekanan

andil inflasi di triwulan III 2016. Lima komoditas utama yang menahan inflasi adalah pakaian dalam wanita, baju kaos

berkerah, bahan baju katun, tas tangan wanita dan baju muslim. Inflasi kelima komoditas ini turun dari masing-masing

22,69% (yoy), 13,28% (yoy), 10,33% (yoy),19,04% (yoy) dan 17,85% (yoy)di triwulan II 2016, menjadi masing-masing

10,09% (yoy), 2,08% (yoy), 0,00% (yoy),10,15% (yoy) dan 9,23% (yoy) di triwulan III 2016. Di sisi lain, peningkatan tekanan

inflasi kelompok sandang terjadi pada 17 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi

terbesar adalah seragam sekolah pria, gaun, seragam sekolah wanita, ongkos jahit dan baju kaos tanpa kerah dari masing-

masing 3,14% (yoy), 1,59% (yoy), 3,23% (yoy),3,57% (yoy) dan 4,44% (yoy), menjadi 4,66% (yoy), 2,25% (yoy), 3,60%

(yoy),3,92% (yoy) dan 4,70% (yoy).

Pada awal triwulan IV 2016, inflasi kelompok sandang mengalami penurunan dan diperkirakan tetap terjaga hingga

akhir triwulan. Penurunan tersebut terjadi di seluruh subkelompok kecuali sandang laki-laki. Inflasi kelompok ini

diperkirakan tetap terjaga hingga akhir triwulan III 2016. Meskipun demikian, risiko kenaikan harga emas dapat

mendorong inflasi kelompok ini.

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank

Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Grafik 3.7.Perubahan Harga Emas Internasional

3.2.5 Kelompok Kesehatan

Tekanan inflasi kelompok kesehatan juga mengalami

penurunan.Pada triwulan III 2016, kelompok ini tercatat

mengalami inflasi 2,51% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,14%

(yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari seluruh

subkelompok kesehatan. Di periode laporan,

subkelompok jasa kesehatan, obat-obatan, jasa

perawatan jasmani dan perawatan jasmani dan

kosmetika tercatat mengalami penurunan inflasi dari

2,25% (yoy), 1,24% (yoy), 6,80% (yoy),dan 3,52% (yoy)

menjadi masing-masing 2,24% (yoy), 0,75% (yoy), 5,64%

(yoy),dan 2,44% (yoy).

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan

Tarif gunting rambut wanita menjadi penyumbang utama penurunan inflasi di kelompok ini. Inflasi tarif gunting rambut

wanita menurun signifikan dari 11,10% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 2,22% (yoy) di triwulan III 2016.

(4)

(2)

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016%

yoy qtq

*) Data hingga Oktober2016

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

0.0

200.0

400.0

600.0

800.0

1,000.0

1,200.0

1,400.0

1,600.0

1,800.0

2,000.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoy$/troy ozEmas

gHarga - Skala Kanan

*) Data hingga Oktober 2016

0

1

2

3

4

5

6

7

8

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016%

yoy qtq

*) Data hingga Oktober 2016

Page 55: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 3INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 49

Lebih rinci per komoditas, sebanyak 23 dari 40 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan

inflasi di triwulan III 2016. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi di kelompok ini adalah tarif

gunting rambut wanita, bedak, lipstick, obat sakit kepala dan tarif gunting rambut anak. Kelima komoditas ini mengalami

penurunan inflasi dari masing-masing 11,10% (yoy), 8,04% (yoy), 4,73% (yoy),7,75% (yoy) dan 8,91% (yoy) di triwulan II

2016, menjadi masing-masing 2,22% (yoy), 3,57% (yoy), 0,64% (yoy),4,12% (yoy) dan 6,04% (yoy)di triwulan III 2016. Di

sisi lain, dari 17 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi, 5 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi terbesar

adalah creambath, parfum, tarif gunting rambut pria, obat flu dan deodorant. Kelima komoditas tersebut mengalami

peningkatan inflasi dari 1,78% (yoy), 3,88% (yoy), 10,14% (yoy),1,62% (yoy) dan 3,13% (yoy) di triwulan II 2016 3,96%

(yoy), 4,77% (yoy), 10,70% (yoy),2,09% (yoy) dan 3,34% (yoy) pada triwulan III 2016.

Di awal triwulan IV 2016, inflasi kelompok kesehatan menunjukkan sedikit peningkatan meskipun diperkirakan tetap

terjaga hingga akhir triwulan. Peningkatan tersebut terjadi di subkelompok jasa perawatan jasmani dan perawatan

jasmani dan kosmetika. Sebagian besar bahan baku kosmetika berasal dari luar negeri, sehingga dipengaruhi oleh nilai

tukar. Oleh karena itu, hingga akhir triwulan IV 2016, inflasi kelompok ini diperkirakan akan terjaga sebagai dampak dari

terjaganya nilai tukar rupiah.

3.2.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami

penurunan tekanan inflasi secara signifikan di triwulan III

2016. Tekanan inflasi pada triwulan III 2016 tercatat 0,78%

(yoy), menurun dari triwulan II 2016 sebesar 2,10% (yoy).

Penurunan inflasi kelompok ini didorong oleh subkelompok

pendidikan, olahraga, dan rekreasi. Ketiga subkelompok

tersebut tercatat mengalami penurunan inflasi dari masing-

masing 3,73% (yoy), 4,00% (yoy) dan 0,50% (yoy) di triwulan

II 2016 menjadi masing-masing 0,60% (yoy), 1,17% (yoy) dan

0,33% (yoy) di triwulan III 2016. Penurunan kelompok ini

tertahan oleh peningkatan inflasi di subkelompok

kursus/pelatihan yang mengalami peningkatan dari 2,87%

(yoy) di triwulan II 2016 menjadi 2,90% (yoy) di triwulan III

2016, sementara subkelompok perlengkapan/peralatan

pendidikan cenderung stabil pada 0,25% (yoy).

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Sewa lapangan futsal dan fitness center menjadi penyumbang utama penurunan inflasi subkelompok pendidikan,

rekreasi dan olahraga. Inflasi sewa lapangan futsal dan fitness center menurun signifikan dari 11,74% (yoy) dan 10,85%

(yoy) menjadi 0,98% (yoy) dan 3,37% (yoy) di triwulan III 2016. Penurunan inflasi alat olahraga diperkirakan dipengaruhi

oleh penurunan aktivitas masyarakat saat hari raya, serta aktivitas sekolah (SMP/SMA) maupun Perguruan Tinggi

(D1/D2/D3/D4/S1/S2/S3) yang libur pada awal periode laporan.

Lebih rinci per komoditas, sebanyak 15 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga

mengalami penurunan tekanan inflasi pada triwulan III 2016. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan

tekanan inflasi di kelompok ini adalah sewa lapangan futsal, fitness center, biaya sekolah taman kanak-kanak, biaya

akademi/perguruan tinggi, dan biaya Sekolah Menengah Atas (SMA). Kelima komoditas ini mengalami penurunan

inflasi dari masing-masing 11,74% (yoy), 10,85% (yoy), 5,63% (yoy),4,41% (yoy) dan 3,58% (yoy) di triwulan II 2016

menjadi 0,98% (yoy), 3,37% (yoy), 0,48% (yoy),0,28% (yoy) dan 0,28% (yoy) pada triwulan III 2016. Di sisi lain, penurunan

tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh inflasi di 14 komoditas, dimana 5 komoditas dengan peningkatan inflasi

terbesar adalah kursus komputer, buku tulis bergaris, biaya jaringan saluran TV, biaya rekreasi, dan biaya foto copy.

Kelima komoditas ini mengalami peningkatan inflasi dari masing-masing 2,20% (yoy), -0,05% (yoy), 0,34% (yoy),1,12%

(yoy) dan 2,10% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 3,27% (yoy), 0,56% (yoy), 0,79% (yoy),1,39% (yoy) dan 2,21% (yoy) di

triwulan III 2016. Sementara itu, 15 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan triwulan III 2016.

(0.5)

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016%

yoy qtq

*) Data hingga Oktober 2016

Page 56: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 3INFLASI DAERAH

50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga menunjukkan peningkatan di awal triwulan IV 2016, namun

diprediksikan menurun di akhir triwulan. Kenaikan pada awal triwulan IV 2016 terjadi di subkelompok kursus/pelatihan,

rekreasi dan olahraga. Kenaikan inflasi kelompok ini didorong oleh peningkatan kursus bahasa asing akibat telah

masuknya musim ajaran baru di periode laporan. Hingga akhir triwulan IV 2016, inflasi kelompok ini diperkirakan

menurun sebagai dampak dari aktivitas subkelompok pendidikan yang turun di akhir triwulan IV 2016.

3.2.7 Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Pada triwulan III 2016, tekanan inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami sedikit

peningkatan meski masih dalam kondisi deflasi. Di triwulan III 2016,kelompok ini tercatat deflasi -0,48% (yoy),

sementara pada triwulan sebelumnya tercatat deflasi -0,76% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini didorong

oleh inflasi di subkelompok komunikasi dan pengiriman, sementara untuk subkelompok lainnya tercatat menurun. Inflasi

subkelompok komunikasi dan pengiriman tercatat meningkat pada triwulan III 2016 sebesar 5,40% (yoy) dari 0,03% (yoy)

pada triwulan II 2016. Sementara inflasi pada subkelompok transport serta sarana dan penunjang transpor menurun dari -

1,71% (yoy), 6,12% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi -2,93% (yoy),4,13% (yoy), untuk subkelompok jasa

keuangancenderung stabil 1,73% (yoy).

Komoditas tarif pulsa ponsel menjadi penyumbang utama peningkatan inflasi subkelompok ini. Inflasi tarif pulsa ponsel

meningkat dari 0,00% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 10,48% (yoy) pada triwulan III 2016. Peningkatan tarif pulsa ponsel

diperkirakan terjadi karena meningkatnya aktivitas masyarakat dalam rangka menjaga hubungan antar keluarga dan

kolega mendorong penggunaan tarif pulsa ponsel bertepatan dengan budaya masyarakat Sulsel dalam menjaga hubungan

antar keluarga dan kolega di hari raya Idul Fitri mendorong inflasi di triwulan III 2016.

Lebih rinci per komoditas, sebanyak 4 dari 38 komoditas pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan

mengalami peningkatan tekanan inflasi di triwulan III 2016.

Empat komoditas utama yang mendorong peningkatan inflasi di kelompok ini adalah tarif pulsa ponsel, angkutan dalam

kota, bensin dan mobil. Keempat komoditas tersebut mengalami peningkatan inflasi masing-masing dari 0,0% (yoy),

0,17% (yoy), -12,25% (yoy),dan 0,19% (yoy) pada perioe sebelumnyamenjadi 10,48% (yoy), 1,41% (yoy), -12,11% (yoy),dan

0,26% (yoy). Di sisi lain, terdapat 15 komoditas yang mengalami penurunan inflasi, dengan lima komoditas utama yaitu

kendaraan carter, tarif taksi, angkutan udara, cuci kendaraan dan tarif sewa motor. Kelima komoditas tersebut

mengalami penurunan inflasi masing-masing dari 27,69% (yoy), 16,89% (yoy), 16,57% (yoy),18,84% (yoy) dan 10,89%

(yoy)di triwulan II 2016 menjadi 8,01% (yoy), 0,00% (yoy), 2,76% (yoy),5,84% (yoy) dan 7,00% (yoy)di triwulan III 2016.

Sementara itu, 19 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan periode sebelumnya.

Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih menunjukkan deflasi di awal triwulan IV 2016, dan

menurun hingga akhir triwulan.Inflasi kelompok ini diperkirakan menurun meski tidak signifikan hingga akhir triwulan IV

2016, sebagai dampak dari stabilnya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Meskipun demikian, risiko penyesuaian

harga BBM tetap terus diwaspadai karena harga minyak dunia pada tren yang meningkat hingga awal triwulan IV 2016.

Selain itu, harga minyak dunia yang meningkat, berdampak pada penyesuaian tarif tenaga listrik yang hingga Oktober

2016 terus meningkat.

Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

(6)

(4)

(2)

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016%

yoy qtq

*) Data hingga Oktober 2016

Page 57: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 3INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 51

3.3. Inflasi Menurut Kota IHK9

Secara spasial, penurunan inflasi Sulsel di triwulan III 2016 disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi di seluruh

kabupaten/kota IHK di Sulsel. Inflasi Kota Makassar, Palopo, Parepare, Kabupaten Watampone dan Bukulumba pada

triwulan III 2016 masing-masing 3,36% (yoy),3,07% (yoy), 1,56% (yoy),2,02% (yoy) dan 0,84% (yoy) lebih rendah

dibandingkan triwulan II 2016 masing-masing 4,63% (yoy), 4,05% (yoy), 3,05% (yoy),2,67% (yoy) dan 2,12% (yoy). Inflasi

terendah berada di Kabupaten Bulukumba dan inflasi tertinggi berada di Kota Makassar. Tekanan inflasi di daerah

perkotaan (Makassar, Palopo, dan Parepare) yang masih tinggi mencerminkan karakteristik daerah perkotaan yang

memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah (excess demand), khususnya untuk komoditas pangan.

Kekurangan bahan pangan tersebut harus dipasok dari daerah lain yang surplus bahan pangan dengan jalur distribusi

yang relatif panjang, sehingga ongkos untuk pendistribusian barang menjadi relatif mahal.

Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota

*) Keterangan: Data hingga Oktober 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota

*) Keterangan: Data hingga Oktober 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Bulukumba berhasil mempertahankan inflasi di level rendah.Semenjak dimasukkan sebagai salah satu kota inflasi di

awal tahun 2014, Bulukumba secara konsisten berhasil menurunkan tingkat inflasinya. Setelah berhasil menurunkan

inflasi dari 13,94% (yoy) di awal 2014 menjadi 2,16% (yoy) di triwulan I 2016, Bulukumba kembali berhasil

mempertahankan inflasi di level yang relatif rendah,yaitu 0,84% (yoy) pada akhir triwulan III 2016. Sampai dengan akhir

triwulan III 2016, angka inflasi tersebut merupakan inflasi Bulukumba terendah sejak tahun 2014.

Sementara itu, Kota Makassar masih mencatatkan inflasi tertinggi di Sulsel yaitu 3,36% (yoy). Tingginya inflasi di Kota

Makassar dikarenakan untuk sebagian komoditi utamanya bahan pangan mengalami exess demand, sehingga harus

dipasok dari daerah produsen di wilayah sekitar, sehingga ongkos distribusinya relatif tinggi. Oleh karena itu, untuk

menjaga kelancaran pasokan barang di Kota Makassar, pentingnya kerjasama antar daerah merupakan sebuah kata kunci.

Disamping itu, sinergitas dari pihak-pihak terkait sangat diperlukan, karena upaya pengendalian inflasi ini sejatinya tidak

hanya terkait dengan permasalahan ketersediaan pasokan barang, akan tetapi juga terkait dengan struktur pasar yang

tidak bisa bekerja sempurna sehingga berdampak pada rendahnya aksessabilitas masyarakat kalangan tertentu terhadap

suatu barang yang dibutuhkan. Selain itu keberhasilan pengendalian inflasi di Kota Makassar juga ditentukan oleh

perilaku masyarakat dalam berkonsumsi.

9Mulai Januari 2014, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba.

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

Makassar 4.10 3.91 4.61 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 6.38 4.63 3.36 3.42

Palopo 4.27 3.99 4.15 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 4.47 4.05 3.07 2.93

Parepare 2.00 2.54 3.78 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 3.82 3.05 1.56 2.06

Watampone 5.69 4.42 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 1.94 2.67 2.02 1.61

Bulukumba 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.16 2.12 0.84 1.94

Sulawesi Selatan 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70 4.30 3.07 3.15

201620152014Kota

2012 2013

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27% 4.20% 2.79% 6.65% 5.73% 6.73% 6.99% 4.05% 4.98% 3.62% 2.62% 2.67%

Palopo 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40% 0.47% 0.26% 0.57% 0.44% 0.44% 0.46% 0.22% 0.29% 0.26% 0.20% 0.19%

Parepare 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39% 0.39% 0.21% 0.66% 0.46% 0.49% 0.46% 0.11% 0.27% 0.21% 0.11% 0.14%

Watampone 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45% 0.47% 0.26% 0.47% 0.33% 0.25% 0.25% 0.06% 0.11% 0.15% 0.12% 0.09%

Bulukumba 0.38% 0.39% 0.20% 0.26% 0.17% 0.17% 0.23% 0.06% 0.06% 0.06% 0.02% 0.05%

Sulawasi Selatan 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61% 7.13% 8.07% 8.39% 4.48% 5.70% 4.30% 3.07% 3.15%

201620152014Kota

2012 2013

Page 58: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 3INFLASI DAERAH

52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.11. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota

Secara umum di hampir seluruh kabupaten/kota pemantauan harga, penurunan tekanan harga disebabkan oleh

komoditas tomat sayur dan kol putih/kubis. Di empat kabupaten/kota, yaitu Makassar, Watampone, Bulukumba dan

Palopo, komoditas tomat sayur termasuk ke dalam komoditas utama deflasi10

, yang dalam hal ini juga menjadi penahan

inflasi di Sulsel. Penurunan harga komoditas hortikultura dan sayuran disebabkan oleh panen yang terjadi triwulan

laporan. Di sisi lain, tarif pulsa ponsel termasuk ke dalam komoditas utama inflasi di Kota Makassar, Parepare, Palopo,

dan Kabupaten Bulukumba, sehingga komoditas ini juga menjadi penyumbang utama inflasi di Sulsel. Meningkatnya

aktivitas masyarakat dalam rangka menjaga hubungan antar keluarga dan kolega mendorong penggunaan tarif pulsa

ponsel bertepatan dengan budaya masyarakat Sulsel dalam menjaga hubungan antar keluarga dan kolega di hari raya Idul

Fitri mendorong inflasi di triwulan III 2016.

Tabel 3.4. Lima Komoditas Utama Penyumbang Andil Inflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel

Sumber: Badan Pusat Statistik

Tabel 3.5. Lima Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel

Sumber: Badan Pusat Statistik

3.4. Disagregasi Inflasi11

Penurunan inflasi Sulsel di akhir triwulan III 2016

terutama bersumber dari penurunan tekanan inflasi di

kelompok core dan volatile food. Kelompok core dan

volatile food tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi

masing-masing dari 4,15% (yoy) dan 9,85% (yoy) di triwulan

II 2016 menjadi 3,24% (yoy) dan 6,55% (yoy)di akhir

triwulan III 2016. Sementara itu, kelompok inflasi

administered price tercatat stabil dalam kondisi deflasi,

dimana kelompok komoditas ini mencatatkan deflasi

-1,72% (yoy) di triwulan III 2016 stabil dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat -1,71% (yoy).

Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi

10Menggunakan modus: nilai yang sering muncul dalam kelompok data 11Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk

menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

Sulawesi Selatan Bulukumba

Makassar Palopo

Parepare Watampone

%, yoy

*) Data hingga Oktober 2016

No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel1 Tarip Pulsa Ponsel Tarip Pulsa Ponsel Layang/Benggol Bawang Merah Angkutan Dalam Kota Tarip Pulsa Ponsel

2 Layang/Benggol Kacang Panjang Bandeng/Bolu Kacang Panjang Beras Layang/Benggol

3 Beras Bawang Merah Telur Ayam Ras Tarip Pulsa Ponsel Cakalang/Sisik Tarip Listrik

4 Tarip Listrik Sekolah Dasar Emas Perhiasan Teri Tarip Pulsa Ponsel Beras

5 Cakalang/Sisik Tarip Listrik Tarif SMP Kangkung Udang Basah Cakalang/Sisik

No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel1 Sawi Hijau Kangkung Beras Telur Ayam Ras Tomat Sayur Tomat Sayur

2 Telur Ayam Ras Jeruk Tomat Sayur Tomat Sayur Semen Sawi Hijau

3 Tomat Buah Bandeng/Bolu Ayam Hidup Kol Putih/Kubis Daging Ayam Ras Tomat Buah

4 Tomat Sayur Wortel Pisang Pisang Bayam Telur Ayam Ras

5 Kacang Panjang Kol Putih/Kubis Kol Putih/Kubis Beras Kakap Putih Kangkung

-5

0

5

10

15

20

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoy

Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food

-1,23

3,15

7,29

2,99

*) Data hingga Oktober 2016

Page 59: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 3INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 53

Tekanan inflasi pada kelompok inti (core) pada triwulan III 2016 menurun cukup signifikan. Secara umum, penurunan

inflasi di kelompok ini masih berasal dari subkelompok makanan jadi dan sandang akibat kembali normalnya aktivitas

masyarakat pasca bulan Ramadhan. Komoditas emas perhiasan juga turun menahan inflasi kelompok ini. Selain itu, andil

inflasi komoditas yang menggunakan bahan baku impor (khususnya kedelai) turut menurun sehingga menahan inflasi di

kelompok inti.

Pada kelompok volatile food, konsumsi masyarkat yang terjaga menahan inflasi di triwulan III 2016. Terjaganya

konsumsi masyarakat di tengah aktivitas hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) menahan inflasi di periode ini. Terjaganya

harga pangan juga diperkirakan akibat pasokan pangan yang cukup, disertai dengan kebijakan pemerintah pusat untuk

impor pangan guna menjaga pasokan pangan yang cukup. Komoditas yang mengalami penurunan inflasi yaitu cabe rawit,

sawi hijau, daun singkong, kangkung dan sawi putih. Sementara itu, komoditas bawang merah, kentang, ikan merah, ikan

lamuru, dan kepiting menahan inflasi volatile food untuk turun lebih dalam. Kenaikan harga bawang merah diperkirakan

terjadi akibat permintaan yang masih tinggi di tengah perayaan hari raya. Selain itu, kenaikan harga ikan segar (ikan

merah dan ikan lamuru) diperkirakan terjadi akibat fenomena La Nina dimana curah hujan yang meningkat dari intensitas

rendah ke sedang, sehingga menahan nelayan pergi melaut. Hal tersebut mengganggu pasokan ikan laut disaat

meningkatnya konsumsi masyarakat di saat perayaan hari raya.

Relatif stabilnya kelompok administered price didorong oleh masih terjaganya harga BBM khususnya bensin dan solar.

Kebijakan pemerintah dalam menjaga harga BBM bersubsidi serta relatif stabilnya nilai tukar rupiah pada triwulan III 2016

turut menjaga inflasi kelompok administered price dalam kondisi deflasi. Meski demikian, meningkatnya permintaan

angkutan baik angkutan antar kota dan angkutan dalam kota akibat arus mudik ebaran dan libur panjang pada bulan

September menahan deflasi yang lebih dalam di kelompok ini.

Sumber: PT Pertamina, diolah Sumber: World Bank

Grafik 3.13 Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar Grafik 3.14. Harga Minyak Mentah Global

Pada awal triwulan IV 2016, tekanan inflasi pada kelompok inti relatif menurun,dan diperkirakan akan terus berlanjut

hingga akhir triwulan IV 2016.Penurunan tekanan inflasi sejalan dengan menurunnya ekspektasi konsumen. Berdasarkan

hasil Survei Konsumen yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia bahwa indeks harga 3 bulan yang akan datang

mengalami penurunan dari 177 di triwulan III 2016 menjadi 170 di triwulan IV 2016.Penurunan ini disebabkan aktivitas

konsumsi masyarakat sudah kembali ke pola normalnya pasca Idul Fitri, serta terjaganya konsumsi masyarakat hingga

akhir tahun. Memperhatikan perkembangan harga hingga bulan Oktober 2016, laju inflasi Sulsel pada triwulan IV 2016

diperkirakan akan mengalami penurunan, berada pada kisaran 2,10% - 2,50% (yoy).

Faktor risiko inflasi yang patut diwaspadai di triwulan IV 2016 masih berasal dari volatile food dan inflasi administered

price. Potensi risiko inflasi dari kelompok volatile food diperkirakan berasal dari komoditas beras. Sedangkan dari

kelompok administered price bersumber dari kenaikan tarif tenaga listrik pada bulan Oktober 2016, dan tarif angkutan

akibat Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) di akhir tahun.

-60%

-50%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoy$/bblMinyak Mentah

gHarga - Skala Kanan

*) Data hingga Oktober 2016

Page 60: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 3INFLASI DAERAH

54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

3.5. Koordinasi Pengendalian Inflasi

TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota terus meningkatkan koordinasi secara intensif dalam rangka pengendalian

inflasi di Sulsel. Sampai dengan November 2016, terdapat beberapa kegiatan yang dimaksudkan untuk penguatan

kerjasama dan koordinasi di TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan (Tabel 3.6).

Tabel 3.6. Kegiatan TPID Hingga November 2016

NO TPID KEGIATAN /

TEMPAT TANGGAL

KETERANGAN

1 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Wagub

Sulsel 13-Jan-16

Penyampaian Laporan Evaluasi Inflasi 2015 dan Rencana Kerja TPID Sulsel 2016

2 Provinsi Sulawesi Selatan Biro Bina

Perekonomian Provinsi Sulsel

18-Jan-16 Rapat Teknis dalam rangka Persiapan High Level

Meeting (HLM) TPID Sulsel

3 Provinsi Sulawesi Selatan Hotel Grand Clarion

Makassar 3-Mar-16 Rapat Teknis Konsep Roadmap TPID Sulsel

4 Provinsi Sulawesi Selatan Biro Bina

Perekonomian Provinsi Sulsel

13-Mar-16

Rapat Teknis dan Pembahasan Pengembangan Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) Sulsel Yang

Terintergrasi Dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS)

5 Provinsi Sulawesi Selatan Hotel Novotel,

Makassar 20-Apr-16 Rapat Teknis TPID Prov Sulsel - Persiapan HLM TPID

6 Provinsi Sulawesi Selatan Jakarta (Pokjanas TPI), Jawa Barat

(TPID Jabar) 17-19 Mei 2016

Studi Banding TPID Sulsel ke Pokjanas TPI Nasional dan TPID Jabar

7 Provinsi Sulawesi Selatan Rujab Gubernur Sulsel, Makassar

25-Mei-16 HLM TPID Provinsi dan Kab/Kota se-Sulsel

8 Kabupaten Gowa Ruang Rapat Kantor Bupati Gowa, Gowa

31-Mei-16 HLM TPID Kab. Gowa

9 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat

Menara Bosowa Lantai 11, Makassar

13-Jun-16 Forum Koordinasi BI dan Alim Ulama se-Sulsel

10 Provinsi Sulawesi Selatan

Pembukaan di Paottere, dan

terdapat di hampir seluruh

Kabupaten/Kota di Sulsel

15-22 Juni 2016 Partisipasi dalam Pasar Murah

11 Provinsi Sulawesi Selatan Pasar modern dan pasar tradisional,

Makassar 15-Jun-16

Sidak TPID bersama dengan Gubernur D/R menjaga pasokan di bulan Ramadhan

12 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Menara

Bosowa Lantai 11, Makassar

13-Jul-16 Rapat Teknis TPID dan Persiapan Rakornas VII 2016

13 Provinsi/Kabupaten/Kota Jakarta 04-Agust-16 Rakornas VII 2016

14 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Menara

Bosowa Lantai 11, Makassar

11-Agust-16 Rapat Teknis TPID membahas tentang evaluasi

program pengendalian inflasi dan tantangan inflasi kedepan.

15 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Menara

Bosowa Lantai 11, Makassar

23-Agust-16 Diskusi Evaluasi Pelaksanaan dan Penguatan Tim

Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)

16 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Menara

Bosowa Lantai 11, Makassar

9-Sep-16 Rapat Teknis TPID dan penjelasan Sigap berbasis

Android

17 Provinsi se-KTI Bela International

Hotel, Ternate, Maluku Utara

15 – 16 September 2016

Rakorwil TPID se-KTI

18 Provinsi Sulsel dan Zona Palopo Kantor Walikota

Palopo 25-Okt-16 HLM TPID Zona Palopo

19 Provinsi Sulsel dan Zona Parepare

Kantor Walikota Parepare

07-Nov-16 HLM TPID Zona Parepare

20 Provinsi Sulsel dan Zona Bone Rumah Jabatan

Bupati Bone 10-Nov-16 HLM TPID Zona Bone

21 Provinsi Sulsel dan Zona Bulukumba

Ruang Rapat Bappeda Kab. Bone

16-Nov-16 HLM TPID Zona Bulukumba

Page 61: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 3INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 55

Sampai dengan November 2016, telah diselenggarakan rapat teknis, High Level Meeting dan kegiatan lain dalam

rangka menjaga tekanan inflasi agar tetap rendah.Padatanggal 13 Januari 2016, TPID Sulsel bertemu dengan Dewan

Pembina dalam hal ini Wakil Gubernur Sulsel untuk melaporkan kinerja TPID 2015 dan rencana kerja 2016. Persiapan high

level meeting (HLM) TPID juga telah dilaksanakan pada awal 2016 (18 Januari 2016), dengan agenda mendengarkan

arahan Pengarah TPID Sulsel (Gubernur Sulsel). Sementara pembahasan konsep roadmap TPID Sulsel dan integrasi Sistem

Informasi Harga Pangan (SIGAP) dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), telah dilakukan pada 3 Maret

2016 dan 13 Maret 2016.Pada tanggal 20 April 2016, TPID Provinsi Sulsel mengadakan rapat teknis dalam rangka

persiapan high level meeting membahas upaya pengendalian inflasi sehubungan dengan datangnya Ramadhan dan Idul

Fitri. Selain itu, melakukan studi banding TPID ke Pokjanas TPI yang dirangkai dengan presentasi hasil kajian riset inflasi di

BI-DKEM dan kunjungan ke TPID Jawa Barat (tanggal 17-19 Mei 2016) dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas TPID

Provinsi Sulsel. Lebih lanjut, pada tanggal 25 Mei 2015 dilaksanakan High Level Meeting (HLM) dengan agenda utama

mendengarkan arahan Gubernur Sulsel kepada seluruh TPID Kabupaten/Kota dalam mengantisipasi kenaikan harga di

bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Selanjutnya juga dilakukan HLM TPID Gowa sebagai salah satu turunan dari HLM Provinsi.

Selain itu, dalam rangka antisipasi kenaikan harga di bulan Ramadhan dan Idul Fitri, pada 13 Juni 2016 BI melakukan

koordinasi dengan Alim Ulama se-Sulsel untuk mempersuasi masyarakat agar tidak berkonsumsi secara berlebihan.

Sebagai rangkaian dari kegiatan tersebut BI bersama BMPD Provinsi Sulsel juga berpartisipasi dalam kegiatan pasar murah

dan inspeksi mendadak ke beeberapa pasar yang dilaksanakan pada tanggal 15 - 22 Juni 2016. Selanjutnya pada tanggal

13 Juli 2016, TPID Sulsel mengadakan rapat teknis dalam rangka persiapan untuk Rakornas VII 2016 yang diselenggarakan

pada tanggal 4 Agustus 2016. Melalui Rakornas TPID ini diharapkan dapat memperkuat sinergi kebijakan antara pusat dan

daerah. Diskusi terkait dengan evaluasi pelaksanaan dan penguatan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) juga terus

dilakukan dalam rangka menguatkan TPID Provinsi Sulsel pada tanggal 23 Agustus 2016. Selain itu, persiapan Sistem

informasi Harga Pangan (SIGAP) melalui basis android juga terus dilakukan dalam rangka meningkatkan informasi harga

dilaksanakan pada tanggal 9 September 2016. Pada Oktober-November, TPID Zona Palopo, Parepare, Bone dan

Bulukumba mengadakan HLM TPID dalam rangka evaluasi maupun antisipasi inflasi akhir tahun di masing-masing daerah.

Page 62: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 3INFLASI DAERAH

56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 63: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 57

4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan

UMKM

Bab 4 Stabilitas Keuangan Daerah,

Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga baik, meskipun mengalami

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi sektor rumah

tangga, ketahanan keuangan masih kuat. Hal ini tercermin dari kinerja

konsumsi masyarakat yang masih baik, dengan porsi pinjaman perbankan

yang normal, dan rasio tabungan yang kuat. Namun demikian, perlu

diwaspadai perlambatan di DPK dan kredit, serta pangsa pengeluaran

Rumah Tangga untuk Tabungan yang cenderung menurun.

Sementara dari sisi korporasi, selain masih terpengaruh kondisi ekonomi

global kinerja korporasi utama di triwulan laporan juga terkena imbas

perlambatan ekonomi di tingkat domestik. Namun pelemahan di sektor

korporasi terkompensasi kuatnya permintaan sektor rumah tangga,

sehingga stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga.

Kinerja perbankan secara umum tercatat masih baik. Meskipun terjadi

sedikit perlambatan pertumbuhan kredit, namun kinerja intermediasi masih

sangat baik dengan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan

III 2016. Yang lebih utama, peningkatan kinerja intermediasi ini diimbangi

dengan perbaikan kualitas kredit.

Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa

kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%.

Page 64: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

4.1. Stabilitas Keuangan Daerah

4.1.1 Asesmen Sektor Rumah Tangga12

4.1.1.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

Secara makro, peningkatan kinerja sektor rumah tangga menjadi salah satu faktor penahan perlambatan pertumbuhan

ekonomi Sulsel di triwulan III 2016.Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh meningkat, dari 5,62% (yoy) pada triwulan II

2016 menjadi 5,73% (yoy) pada triwulan III 2016. Namun dari sisi pangsa terhadap PDRB, terjadi penurunan dari 53,40%

di triwulan II 2016 menjadi 51,41% di triwulan III 2016. Bila dilihat secara tren, konsumsi rumah tangga tengah berada

dalam tren meningkat sejak mencapai titik pertumbuhan terendah di triwulan III 2015.

Sumber: BPS Prov. Sulsel Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulsel Grafik 4.2. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulsel

Peningkatan konsumsi sektor rumah tangga tidak terlepas dari optimisme konsumen dalam memandang kondisi

ekonomi saat ini dan enam bulan kedepan. Hal ini tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) Provinsi Sulsel, dimana

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di triwulan III 2016 masih berada di tingkat optimis sebesar 112,75 meskipun lebih

rendah dibandingkan IKK di akhir triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 125,92. Penurunan ini tidak lepas dari

melemahnya kinerja sektor ekonomi secara keseluruhan, terutama pada sektor-sektor utama seperti sektor konstruksi

dan sektor perdagangan yang tercatat mengalami perlambatan di periode laporan.

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

Grafik 4.3. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi Saat Ini Grafik 4.4. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi 6 Bulan Mendatang

Sektor rumah tangga optimis akan terjadi perbaikan kinerja ekonomi kedepan. Hal ini telihat dari beberapa indikator

utama pada survei konsumen yang menunjukan peningkatan optimisme untuk 6 bulan yang akan datang, baik kondisi

penghasilan saat ini maupun ketersediaan lapangan kerja. Sektor rumah tangga juga memiliki optimisme yang sangat

tinggi terhadap peningkatan kegiatan usahanya di masa yang akan datang.

12 Di dalam sistem keuangan, Rumah Tangga memiliki dua fungsi yaitu sebagai penyedia dana dan penerima dana dari institusi keuangan. Kondisi

keuangan Rumah Tangga berfluktuatif sepanjang waktu dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah tingkat pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit yang dilakukan oleh Rumah Tangga.

51,41%

5,73%

4,00%

4,50%

5,00%

5,50%

6,00%

6,50%

7,00%

46%

48%

50%

52%

54%

56%

58%

60%

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Pangsa Konsumsi RT gKonsumsi RT - Skala Kanan

Pangsa TerhadapPDRB

YOY

80

90

100

110

120

130

140

150

160

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9

2014 2015 2016

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)

Indeks

Pesi

mis

Op

tim

is

Kenaikan

KenaikanHarga BBM

PenurunanHarga BBM Kenaikan

Harga BBM

PenurunanHarga BBM

PenurunanHarga BBM

140

96

128127

94

141

113

74

130

60

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

Penghasilan saat ini Ketersediaan lapangankerja

Ekspektasi KegiatanUsaha*

Jul-16 Aug-16 Sep-16

Pesi

mis

Op

tim

is

145

113

137134

114

154

132

88

141

60

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi KetersediaanLapangan Kerja

Ekspektasi KegiatanUsaha*

Jul-16 Aug-16 Sep-16

Pesi

mis

Op

tim

is

Page 65: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 59

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

Grafik 4.5. Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan

Yang Akan Datang Grafik 4.6. Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang

Berdasarkan Komoditi

Terjaganya ekspektasi sektor rumah tangga menjadi salah satu kunci pengendalian inflasi di triwulan III 2016. Pada

periode ini tercatat ada 2 kegiatan besar yang berdasarkan data historis rentan mengalami kenaikan harga yang

signifikan, yaitu hari Raya Idul Fitri di bulan Juli 2016 dan Idul Adha di bulan September 2016. Meskipun inflasi, inflasi di

hari Raya Idul Fitri 2016 tercatat paling rendah dalam tiga tahun terakhir dimana Inflasi Idul Fitri 2016 (bulan Juli 2016)

tercatat sebesar 1,04% (mtm). Terjaganya tingkat inflasi berlanjut di sepanjang triwulan III 2016, pada bulan Agustus

tercatat deflasi -0,44% (mtm) dan September 0,32% (mtm). Meskipun pada bulan September (Idul Adha) terjadi

peningkatan tekanan inflasi, namun angka ini jauh lebih rendah rendah dibandingkan inflasi Idul Adha di tahun

sebelumnya yang tercatat sebesar 0,54% (mtm). Salah satu faktor penyebab terkendalinya inflasi di triwulan III 2016,

khususnya di dua kegiatan besar (Idul Fitri dan Idul Adha) adalah terkendalinya ekspektasi harga di sektor rumah tangga.

Hasil SurveiKonsumen menunjukkan penurunan ekspektasi perubahan harga khususnya paska Idul Fitri (Juli 2016).

Terkendalinya ekspektasi masyarakat tidak lepas dari berbagai upaya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam

mempersuasi masyarakat untuk tidak berkonsumsi secara berlebihan dan memastikan akan tersedianya stok bahan

pangan yang cukup. Disamping itu, upaya pemerintah dalam menjaga tingkat harga daging sapi dikisaran Rp80.000/kg,

hingga melakukan program intervensi harga melalui kegiatan operasi pasar yang dilakukan secara selektif pada saat

terjadi peningkatan harga di luar kewajaran dinilai cukup efektif menjaga ekspektasi masyarakat terhadap perubahan

harga di sepanjang triwulan III 2016.

4.1.1.2 Kinerja Keuangan Sektor Rumah Tangga

Porsi keuangan rumah tangga yang dialokasikan untuk tabungan relatif turun pada triwulan III 2016. Pengalihan alokasi

dana ke kegiatan konsumsi mengakibatkan porsi dana yang disisihkan untuk tabungan mengalami penurunan dari 23,32%

di triwulan II 2016 menjadi 20,68% pada triwulan III 2016. Demikian pula alokasi dana untuk tabungan, alokasi dana untuk

keperluan pembayaran cicilan juga mengalami penurunan dari 17,51% menjadi 16,96%. Di sisi lain, porsi keuangan yang

digunakan untuk konsumsi meningkat dari 59,17% di triwulan II 2016 menjadi 62,37% di triwulan III 2016. Peningkatan ini

tidak lepas dari adanya 2 kegiatan besar keagamaan di triwulan laporan, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

Grafik 4.7. Komposisi Pengeluaran RT Sulawesi Selatan

(1,00)

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

120

130

140

150

160

170

180

190

200

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9

2014 2015 2016

Ekspektasi Perubahan Harga Inflasi Sulsel (qtq) - RHS

Indeks %

KenaikanRamadhan

60

80

100

120

140

160

180

200

BahanMakanan

MakananJadi

Perumahan& LGA

Sandang Kesehatan Transpor Pendidikan

Jul-16 Aug-16 Sep-16

Indeks Perubahan Harga

59,17%

17,51%

23,32%

Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan

Triwulan II 2016 Triwulan III 2016

62,37%

16,96%

20,68%

Page 66: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Terjadi peningkatan tingkat kerentanan sektor rumah tangga terhadap perbakan di triwulan III 2016. Hal ini didasarkan

pada peningkatan alokasi pendapatan untuk cicilan pinjaman hingga melebihi alokasi pendapatan untuk tabungan,

khususnya pada kelompok rumah tangga dengan golongan pendapatan Rp3,1 – 3 Juta dan pendapatan >Rp5 juta (Tabel

4.1). Kondisi ini menurun dibandingkan teriwulan sebelumnya dimana seluruh kelompok pendapatan rumah tangga

memiliki rasio pengeluaran untuk cicilan yang lebih rendah dibandingkan rasio pengeluaran untuk keperluan tabungan.

Kejadian ini merupakan efek dari adanya 2 kegiatan hari keagamaan di periode laporan (Idul Fitri dan Idul Adha), dimana

tingkat konsumsi masyarakat memang mengalami peningkatan yang tinggi di dua kegiatan keagamaan tersebut. Dengan

tingkat pendapatan yang relatif tetap, masyarakat akhirnya menutup gap kebutuhan konsumsinya dengan mengurangi

alokasi pendapatan untuk kegiatan tabungan.

Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan di Triwulan III 2016

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

Tabel 4.2. Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan Berdasarkan Pendapatan di Triwulan III 2016

Tabel 4.3. Perubahan Rasio Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan Berdasarkan Pendapatan di Triwulan II 2016

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

Secara umum potensi risiko kredit dari sektor rumah tangga di Sulsel tergolong rendah.13

Hal ini tercermin dari jumlah

rumah tangga yang memiliki debt service ratio (DSR) lebih dari 30% hanya 10,83% atau masih tergolong sedikit (Tabel

4.2). Namun demikian terdapat perubahan perilaku dalam berhutang, yang berpotensi dapat meningkatkan risiko kredit,

sebagaimana diindikasikan dari bertambahnya jumlah rumah tangga yang memiliki DSR lebih dari 30%, yakni meningkat

14,04% (qtq). Peningkatan DSR>30% terjadi di tiga kelompok masing-masing pada kelompok pendapatan Rp3,1-4,0 juta

yang meningkat 73,44% (qtq), kelompok pendapatan Rp4,1-5,0 juta yang meningkat 27,41% (qtq), dan kelompok

pendapatan >Rp5 juta yang meningkat 52,38% (qtq) (Tabel 4.3).

Dari sisi likuiditas, risiko keringnya likuiditas atau sumber dana di sektor rumah tangga Sulsel juga tergolong rendah.

Hal ini tercermin dari jumlah rumah tangga yang memiliki porsi tabungan 0% hanya 12,67% yang berarti tergolong relatif

rendah (Tabel 4.4). Namun pada triwulan III 2016 terdapat perubahan perilaku menabung, yaitu semakin bertambahnya

jumlah rumah tangga yang tidak dapat menabung (porsi tabungan 0%) meningkat hingga 115,79% (qtq). Bila dilihat per

kelompok pendapatan, peningkatan ketidakmampuan menabung terjadi di seluruh kelompok pendapatan, dengan

peningkatan tertinggi terjadi di kelompok pendapatan Rp3,1-4,0 juta (234,04%; qtq) di ikuti kelompok pendapatan Rp4,1-

5,0 juta (218,52%; qtq), kelompok pendapatan Rp1,0-2,0 juta (152,81%; qtq), kelompok pendapatan >Rp5,0 juta

(152,81%; qtq) dan kelompok pendapatan Rp2,1-3,0 juta (27,74%; qtq).

Tabel 4.4. Dana Rumah Tangga Untuk Menabung Berdasarkan Pendapatan di Triwulan III 2016

Tabel 4.5. Perubahan Rasio Dana Rumah Tangga Untuk MenabungBerdasarkan Pendapatan di Triwulan III 2016

*) Perubahan Triwulan III 2016 Terhadap Triwulan II 2016 *) Perubahan Triwulan III 2016 Terhadap Triwulan II 2016

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

13Institusi keuangan menilai DSR>30% memiliki risiko yang tinggi dan dapat menjadi penyebab peningkatan Non Performing Loan (NPL)

Jenis

Penggunaan Rp 1 - 2 juta Rp 2,1 - 3 juta Rp 3,1 - 4 juta Rp 4,1 - 5 juta > Rp 5 juta

Konsumsi 69,04% 65,73% 62,55% 62,61% 62,09%

Cicilan/Pinjaman 12,53% 15,92% 19,93% 17,72% 20,49%

Tabungan 18,43% 18,34% 17,52% 19,67% 17,42%

Total 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%

Pendapatan

0-10% 11%-20% 21%-30% >30%

Rp 1 - 2 juta 51,69% 34,83% 11,24% 2,25%

Rp 2,1 - 3 juta 44,20% 28,73% 18,78% 8,29%

Rp 3,1 - 4 juta 34,23% 30,20% 17,45% 18,12%

Rp 4,1 - 5 juta 37,78% 28,89% 24,44% 8,89%

> Rp 5 juta 35,16% 27,47% 23,08% 14,29%

Total 40,50% 29,83% 18,83% 10,83%

PendapatanDebt Service Ratio

0-10% 11%-20% 21%-30% >30%

Rp 1 - 2 juta 13,35% 3,67% -26,08% -59,87%

Rp 2,1 - 3 juta 1,71% -2,01% 28,14% -34,05%

Rp 3,1 - 4 juta 14,66% -12,02% -31,23% 73,44%

Rp 4,1 - 5 juta 35,37% -0,62% -32,19% 27,41%

> Rp 5 juta 25,03% 9,89% -38,46% 52,38%

Total 9,46% -3,24% -16,91% 14,04%

PendapatanPerubahan Debt Service Ratio*

0% 1-10% 11%-20% 21%-30% >30%

Rp 1 - 2 juta 10,11% 22,47% 39,33% 22,47% 5,62%

Rp 2,1 - 3 juta 12,71% 17,68% 40,88% 21,55% 7,18%

Rp 3,1 - 4 juta 17,45% 24,16% 26,17% 24,16% 8,05%

Rp 4,1 - 5 juta 11,11% 23,33% 33,33% 18,89% 13,33%

> Rp 5 juta 15,38% 27,47% 25,27% 25,27% 6,59%

Total 13,67% 22,33% 33,50% 22,50% 8,00%

PendapatanPorsi Tabungan

0% 1-10% 11%-20% 21%-30% >30%

Rp 1 - 2 juta 152,81% 65,23% 22,89% -34,67% -64,89%

Rp 2,1 - 3 juta 27,74% -11,14% 37,00% -23,79% -40,36%

Rp 3,1 - 4 juta 234,04% 11,64% -7,70% -10,07% -55,03%

Rp 4,1 - 5 juta 218,52% 18,04% 6,17% -22,65% -36,30%

> Rp 5 juta 146,15% 9,89% -4,85% -10,13% -53,11%

Total 115,79% 14,53% 12,29% -21,51% -48,94%

PendapatanPerubahan Porsi Tabungan*

Page 67: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 61

4.1.1.3 Dana Pihak KetigaPerbankan dari Sektor Rumah Tangga

Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan masih didominasi oleh sektor rumah tangga.Hal ini terlihat dari pangsa DPK yang

berasal dari dana Perseorangan di trwiwulan III 2016 mencapai 78,91% relatif stabildibandingkan triwulan

sebelumnya78,84% (Grafik 4.8). DPK Perseorangan di triwulan III 2016 tercatat tumbuh 12,67% (yoy) tumbuh melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 18,70% (yoy). Perlambatan juga terjadi di sisi DPK Bukan Perseorangan

dari 20,12% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 15,20% (yoy) di periode laporan (Grafik 4.9). Perlambatan ini searah dengan

perlambatan pertumbuhan DPK Sulsel secara keseluruhan di triwulan III 2016.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Grafik 4.8. Komposisi DPK Sulsel Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Perseorangan

Preferensi sektor rumah tangga dalam menempatkan dana di perbankan umumnya masih dalam bentuk tabungan.Hal

ini terlihat dari pangsa tabungan terhadap total DPK yang mencapai 62,59% sedikit lebih rendah dibandingkan periode

sebelumnya 63,77%. Giro perseorangan juga tercatat mengalami penurunan pangsa dari 3,54% di triuwulan II 2016

menjadi 3,23% di periode laporan. Di sisi lain, terjadi peningkatan pangsa di Deposito perseorangan dari 32,69% di

periode laporan menjadi 34,18%. Data diatas ini menggambarkan bahwa DPK Perbankan di sektor rumah tangga di Sulsel

umumnya didominasi oleh dana jangka pendek. Dengan struktur dana yang demikian, maka sebagian besar kredit yang

disalurkan Perbankan juga lebih banyak berjangka pendek, berupa kredit konsumsi dan modal kerja.

Dari sisi pertumbuhan, deposito di kelompok perseorangan mengalami percepatan pertumbuhan di triwulan III

2016.Pertumbuhan deposito perseorangan tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dari 19,23% (yoy) di triwulan II

2016 menjadi 22,16% (yoy) di periode laporan. Pertumbuhan ini searah dengan rata-rata bunga deposito yang tetap

berada di tingkat 6,0-7,0%. Di sisi lain, tabungan dan giro tercatat mengalami, bahkan giro kembali mencatat kontraksi di

periode laporan. Tabungan tercatat tumbuh 11,21% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 21,53% (yoy),

sementara Giro tercatat mengalami kontraksi -28,16% (yoy) lebih dalah dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -

18,79% (yoy).

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Grafik 4.10. Komposisi DPK Perseorangan Sulsel Grafik 4.11. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan

Jumlah rekening DPK perseorangan meningkat. Peningkatan jumlah rekening di triwulan III 2016 mencapai 8,80% (qtq)

leboh tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya sebesar 3,35% (qtq)(Tabel 4.6). Peningkatan jumlah rekening

tersebut terjadi di lima kategori simpanan dengan pertumbuhan terbesar terjadi di kategori simpanan <Rp1 juta yang

mencapai 10,70% (qtq). Kategori simpanan lain yang mengalami peningkatan adalah Rp100 juta – Rp 500 juta (4,91%;

qtq), >Rp1 M - Rp2 M (6,13%; qtq), >Rp10M – Rp15 M (8,96%; qtq), dan >Rp20M (4,62%; qtq). Di sisi lain, terdapat lima

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tw II Tw III Tw II Tw III Tw II Tw III Tw II Tw III

Giro Tabungan Deposito TOTAL

Perseorangan Bukan Perseorangan

Pangsa

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

TOTAL Perseorangan Bukan Perseorangan

% YOY

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Giro Tabungan Deposito

Pangsa

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Giro Tabungan Deposito sk. Bunga Deposito (RHS)

YoY

Page 68: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

kategori simpanan yang mengalami penurunan jumlah rekening simpanan, dengan penurunan terbesar terjadi di kategori

simpanan ), >Rp15M – Rp20 M (-11,11%; qtq). Kondisi demikian terjadi hampir di seluruh kabupaten/kota di Sulsel.

Secara spasial, peningkatan rekening DPK terjadi diseluruh kabupaten/kota. Adapun penambahan peningkatan jumlah

rekening simpanan terbesar terjadi di Kota Makassar sebesar 11,77% (qtq).

Tabel 4.6. Komposisi dan Pertumbuhan Triwulanan Jumlah Rekening Perseorangan Per Nilai Penempatan di Sulsel

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

4.1.1.4 Kredit Perbankan kepada Sektor Rumah Tangga

Porsi terbesar kredit perbankan disalurkan ke perseorangan. Pada triwulan III 2016 porsi kredit perseorangan mencapai

73,37% dari total kredit yang disalurkan di Sulsel. Sebagian besar (56,33%) kredit perseorangan digunakan untuk tujuan

konsumsi, sedangkan sisanya digunakan untuk keperluan produktif baik modal kerja maupun investasi. Bila dilihat lebih

dalam, kredit konsumsi oleh perseorangan lebih banyak disalurkan dalam bentuk kredit multiguna yang mencapai

41,68%. Sementara porsi kredit konsumsi perseorangan yang disalurkan dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan

Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) masing-masing mencapai 29,62% dan 8,90%.

Porsi kredit perseorangan yang digunakan untuk keperluan produktif mencapai 43.66%.Besarnya porsi kredit produktif

tersebut menunjukkan bahwa debitur perseoranganpenerima fasilitas kredit juga menjalankan kegiatan UMKM. Pada

triwulan III 2016, jumlah kredit modal kerja yang diakses oleh UMKM mencapai 83,99%, sementara pangsa kredit

KABUPATEN / KOTA

TOTA

L

<1

0 J

T

>1

0 J

T  -

10

0 J

T

>1

00

JT -

50

0JT

>5

00

JT -

1 M

>1

M -

2 M

>2

M -

5M

>5

M -

10

M

>1

0M

-1

5M

>1

5M

- 2

0M

>2

0M

219.066 183.504 33.385 2.062 73 24 18 0 0 0 0

6,03% 7,80% -2,49% 1,13% 17,74% -20,00% -18,18% -100,00%

311.816 277.808 30.594 3.198 118 51 29 13 1 2 2

8,46% 9,75% -2,07% 10,70% -12,59% -8,93% 11,54% 18,18% -33,33% 0,00%

238.709 203.160 32.578 2.836 68 56 11 0 0 0 0

4,86% 4,92% 4,15% 9,67% 13,33% 16,67% -60,71% -100,00%

373.715 315.890 53.064 4.475 163 75 44 3 1 0 0

7,84% 8,59% 3,66% 8,27% -15,10% -1,32% 0,00% -75,00% -100,00%

201.058 168.184 29.697 3.002 82 58 32 1 1 0 1

4,48% 5,67% -2,37% 12,43% -17,17% -7,94% 14,29% -66,67% 0,00%

183.741 159.710 21.725 2.130 105 54 17 0 0 0 0

6,66% 8,85% -6,75% 3,35% -7,08% 12,50% 21,43%

156.470 138.263 16.587 1.565 30 17 7 1 0 0 0

7,52% 9,04% -3,88% 9,82% 36,36% 0,00% -12,50% -100,00%

144.597 126.555 16.732 1.242 35 20 12 1 0 0 0

6,00% 7,43% -3,32% 0,57% 12,90% 81,82% -25,00% -66,67%

228.589 204.395 22.313 1.794 49 24 13 1 0 0 0

5,73% 6,79% -2,08% -6,47% -3,92% -14,29% 30,00% -50,00%

94.767 83.738 10.121 863 29 13 2 1 0 0 0

7,61% 9,02% -2,65% 7,74% -14,71% -18,75% 0,00%

127.123 115.775 10.662 660 9 10 7 0 0 0 0

9,58% 10,79% -0,48% -14,84% -40,00% 11,11% 40,00% -100,00%

55.181 46.439 8.037 638 14 49 4 0 0 0 0

8,34% 11,84% -7,76% -1,54% -12,50% 68,97% 100,00%

140.010 127.244 11.773 963 8 12 9 1 0 0 0

7,87% 8,86% -1,28% 2,23% -38,46% -20,00% 50,00% -50,00%

116.786 97.845 17.788 1.125 14 13 0 1 0 0 0

7,94% 7,60% 10,56% -1,40% -36,36% 18,18% 0,00%

191.015 165.814 22.903 2.162 52 47 35 2 0 0 0

6,65% 7,08% 3,30% 10,70% -1,89% -20,34% 52,17% 100,00%

190.446 167.160 21.296 1.843 87 37 15 8 0 0 0

5,45% 7,18% -5,60% -4,01% -6,45% 8,82% -31,82% 60,00%

148.981 121.410 25.976 1.526 32 24 12 0 1 0 0

7,19% 7,69% 4,61% 12,87% -8,57% 140,00% -53,85% 0,00%

123.240 98.097 23.675 1.445 7 14 2 0 0 0 0

7,87% 11,85% -5,16% -7,19% 0,00% -17,65% 0,00%

116.111 102.711 12.447 915 19 14 1 3 0 1 0

11,56% 15,20% -10,58% -5,18% 18,75% 7,69% -83,33% 0,00%

135.276 115.910 17.762 1.489 68 25 12 7 3 0 0

7,47% 10,64% -8,99% 0,54% 4,62% -21,88% 20,00% 40,00% 50,00% -100,00%

4.007 3.492 484 29 2 0 0 0 0 0 0

6,26% 9,06% -7,81% -30,95% 0,00%

2.360.917 2.066.586 234.291 49.917 5.345 2.746 1.600 267 65 35 65

11,77% 14,60% -6,87% 6,08% -7,97% 7,73% -2,97% 3,09% 4,84% -7,89% 8,33%

184.512 163.169 18.597 2.427 173 80 58 6 1 1 0

6,83% 7,84% -0,59% 2,02% -4,42% -4,76% 18,37% -33,33% -50,00%

221.800 198.511 20.634 2.415 149 53 31 6 0 1 0

8,09% 9,75% -4,36% -3,71% -1,97% -8,62% -22,50% 50,00% 0,00%

6.267.933 5.451.370 713.121 90.721 6.731 3.516 1.971 322 73 40 68

8,80% 10,70% -3,26% 4,91% -7,50% 6,13% -3,29% -0,62% 8,96% -11,11% 4,62%

Pertumbuhan (Δ%) triwulan III 2016 terhadap triwulan II 2016

Prov. Sulawesi Selatan

Kota Palopo

Kota Pare-Pare

Kota Makassar

Kab. Toraja Utara

Kab. Luwu Utara

Kab. Luwu Timur (d/h Luwu Selatan)

Kab. Enrekang

Kab. Soppeng (d/h Watansoppeng)

Kab. Pangkajene Kepulauan

Kab. Sidenreng Rappang

Kab. Barru

Kab. Takalar

Kab. Selayar

Kab. Jeneponto

Kab. Bantaeng

Kab. Bone

Kab. Wajo

Kab. Gowa

Kab. Pinrang

Kab. Bulukumba

Kab. Sinjai

Kab. Luwu

Kab. Maros

Kab. Tana Toraja

Page 69: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 63

investasi yang di akses oleh UMKM mencapai 55,65% (Grafik 4.14). Tingginya rasio kredit perseorangan yang juga

menjalankan UMKM, menjadi salah satu indikasi masih tingginya pelaku usaha yang belum memisahkan antara aktivitas

keuangan usaha dengan aktivitas rumah tangganya. Hal ini menjadi salah satu sumber risiko yang patut diwaspadai pada

stabilitas keuangan di sektor rumah tangga.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Grafik 4.12. Komposisi Kredit Perseorangan Sulsel Grafik 4.13. Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulsel

Kredit yang di akses oleh sektor rumah tangga sedikit tumbuh melambat.Hal ini terindikasi dari kredit peseorangan yang

mengalami perlambatan dari 16,26% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 15,45% (yoy) di periode laporan. Perlambatan ini

disebabkan oleh akibat penurunan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaran Bermotor (KKB). KPR tercatat

melambat dari 5,21% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 4,29% (yoy), sementara KKB mengalami kontraksi -15,22% (yoy)

lebih dalam dari kontraksi di triwulan sebelumnya yang mencapai -14,99% (yoy). Di sisi lain perlambatan kredit

perseorangan tertahan dari meningkatnya kinerja kredit konsumsi dan kredit mutiguna. Kedua kelompok kredit tersebut

tercatat mengalami percepatan pertumbuhan dari 13,95% (yoy) dan 20,19% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 14,70%

(yoy) dan 20,96% (yoy) di triwulan III 2016.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Grafik 4.14. Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan

oleh UMKM Grafik 4.15.Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulsel

Suku bunga kredit perseorangan bergerak relatif stabil dan mulai mengarah ke suku bunga yang rendah. Pada triwulan

III 2016, suku bunga tertimbang kredit perseorangan di Sulsel tercatat sebesar 12,72% per tahun, lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 12,90% per tahun. Penurunan ini diikuti oleh penurunan suku bunga

rata-rata kredit konsumsi dari 13,62% per tahun di triwulan II 2016 menjadi 13,46% per tahun di akhir triwulan III 2016.

Penurunan suku bunga kredit tersebut diharapkan akan terus berlanjut, sejalan dengan menurunnya inflasi dan suku

bunga acuan. Dengan suku bunga yang semakin menurun diharapkan akan memberikan dampak positif bagi kegiatan

dunia usaha, dan dengan demikian risiko kredit kedepan juga akan semakin menurun.

72,73%

73,37%

27,27%

26,63%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Perseorangan Bukan Perseorangan

27,47%

16,19% 56,33%

Modal Kerja Investasi Konsumsi

29,62%

8,90%

41,68%

2,29%

17,51%

KPR KKB Multiguna RT Lainnya Lain-Lain

TRIWULAN III 2016

99,68%

0,32%

83,99%

16,01%

UMKM Bukan UMKM

Nominal:

Rekening:

KREDIT MODAL KERJAPERORANGAN

KREDIT INVESTASIPERORANGAN

99,30%

0,70%

55,65%

44,35%

Nominal:

Rekening:

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Perseorangan Konsumsi KPR KKB Multiguna

YoY

Page 70: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Grafik 4.16. NPL dan Suku Bunga Kredit Perseorangan di Sulsel

Risiko kredit rumah tangga masih berada pada tingkat yang aman. Hal ini tercermin dari rasio NPL kredit perseorangan

sebesar 2,26% lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya 2,31%. Secara lebih detil, risiko kredit konsumsi

perseorangan terlihat sangat rendah dengan rasio NPL sebesar 1,89%lebih. Hal ini menggambarkan bahwa kredit kepada

sektor rumah tangga memiliki kinerja yang relatif baik.

Penyaluran kredit perseorangan masih terkonsentasi di Kota Makassar. Pangsa kredit perseorangan di Makassar di

triwulan III 2016 mencapai 43,71%, diikuti oleh Kab. Gowa, Kab. Bone, dan Kota Palopo masing-masing dengan pangsa

5,70%, 4,40%, dan 3,89%. Penyaluran kredit perseorangan ini terdiri dari kredit perseorangan konsumtif dan non

konsumtif (produktif). Sebagian besar kredit perseorangan konsumtif terkonsentrasi di Makassar dengan pangsa 40,25%,

diikuti oleh Kab. Gowa, Kota Palopo, dan Kab. Bone masing-masing dengan pangsa 7,15%, 4,82%, dan 4,12%. Kredit

perseorangan konsumtif di sebagian besar kabupaten/kota didominasi oleh kredit multiguna, kecuali Kota Makassar dan

Kab. Gowa yang lebih didominasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hal ini menyebabkan secara keseluruhan kredit

perseorangan konsumtif di Sulsel didominasi oleh Kredit Multiguna. Untuk penyaluran kredit perseorangannon konsumtif

(produktif), juga terkonsentrasi di Kota Makassar dengan porsi 48,09%, diikuti Kab. Bone, Kab. Pinrang, dan Kab. Sidrap

masing-masing dengan pangsa 4,75%, 4.22%, dan 3,01%.

Tabel 4.7.Penyaluran Kredit Perseorangan Secara Spasial Posisi Triwulan III 2016

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Bunga K. RT (RHS) Bunga K. Kons (RHS)

NPL K. RT (RHS) NPL K. Kons (RHS)

Kredit

Perseorangan -

Non Konsumtif

Baki Debet Pertumbuhan Baki Debet

(Rp Milyar) (yoy) KPR KKB Multiguna RT Lainnya Lain-Lain (Rp Milyar)

Kota Makassar 31.638 10,85% 43,71% 8.124 898 5.880 534 850 15.352

Kab. Gowa 4.127 17,38% 5,70% 1.396 56 1.083 8 352 1.232

Kab. Bone 3.183 27,37% 4,40% 328 142 1.174 12 10 1.517

Kota Palopo 2.813 17,16% 3,89% 435 86 689 262 480 861

Kab. Wajo 2.504 18,22% 3,46% 457 31 506 7 365 1.138

Kab. Pinrang 2.479 20,11% 3,42% 170 16 658 4 285 1.346

Kota Pare-Pare 2.380 17,13% 3,29% 351 89 754 6 189 991

Kab. Maros 2.178 28,12% 3,01% 402 13 676 - 425 662

Kab. Sidenreng Rappang 2.126 16,81% 2,94% 137 10 338 - 360 1.281

Kab. Bulukumba 2.100 25,37% 2,90% 181 19 951 1 66 882

Kab. Takalar 1.750 27,46% 2,42% 83 4 941 - 65 657

Kab. Luwu Utara 1.727 26,89% 2,39% 141 3 599 17 399 568

Kab. Luwu 1.547 21,81% 2,14% 150 30 398 19 351 599

Kab. Jeneponto 1.506 30,16% 2,08% 128 10 414 - 455 499

Kab. Pangkajene Kepulauan 1.445 20,62% 2,00% 101 12 550 6 278 498

Kab. Sinjai 1.340 24,19% 1,85% 116 9 325 - 246 644

Kab. Soppeng (d/h Watansoppeng) 1.255 24,75% 1,73% 82 7 428 3 269 466

Kab. Tana Toraja 1.253 14,12% 1,73% 66 4 614 1 122 446

Kab. Barru 1.141 25,25% 1,58% 38 4 417 - 155 527

Kab. Bantaeng 1.035 30,52% 1,43% 86 7 232 - 327 383

Kab. Enrekang 1.022 26,96% 1,41% 63 2 187 3 236 531

Kab. Luwu Timur (d/h Luwu Selatan) 957 29,67% 1,32% 42 2 153 1 256 503

Kab. Toraja Utara 465 58,70% 0,64% 3 - 117 - 136 209

Kab. Selayar 418 31,45% 0,58% 4 1 119 - 163 131

PROVINSI SULAWESI SELATAN 72.388 17,20% 100,00% 13.083 1.456 18.201 887 6.840 31.923

Baki Debet (Rp Milyar)Pangsa

Kabupaten/Kota

Kredit Perseorangan - KonsumtifTotal Kredit Perseorangan

Page 71: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 65

Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

Penyaluran KPR perbankan di Sulsel tumbuh melambat. KPR pada triwulan III 2016 tumbuh 4,29% (yoy) lebih rendah

dibandingkan periode sebelumnya 5,21% (yoy). Menurutjenisnya, perlambatan pertumbuhan KPR terjadi pada KPR/KPA

tipe besar (>70 m2) dan KP Ruko. Di triwulan III 2016, KPR/KPA tipe besar (>70 m

2) mengalami kontraksi -3,72% (yoy) lebih

rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang masih mencatatkan pertumbuhan positif 0,54% (yoy) sementara KP Ruko

tumbuh melambat dari 11,70% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 10,06% (yoy) di periode laporan.

Menurut hasil survei, perlambatan pertumbuhan KPR pada periode ini dikarenakan menurunnya permintaan rumah

akibat kondisi perekonomian yang masih lesu. Namun, untukKPR/KPA tipe kecil (s.d 21m2) dan KPR/KPA tipe sedang (>21-

70 m2) tercatat tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, yaitu masing-masing dari 0,44% (yoy) dan 6,61% (yoy) di

triwulan II 2016 menjadi 0,72% (yoy) dan 7,08% (yoy) di triwulan III 2016. Tuntutan akan kebutuhan rumah pertama

terutama bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah, tampaknya turut menjadi faktor pendorong KPR di Sulsel.

Risiko KPR sektor rumah tangga relatif terjaga. Hal ini tercermin dari NPL KPR secara umum masih berada dalam batas

aman, yakni 4,22%. Hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah kecenderungan meningkatnya NPL di seluruh jenis

KPR. Peningkatan NPL terbesar terjadi di jenis KP Ruko dari 4,90% di triwulan II 2016 menjadi 5,83% di perode laporan.

Tabel 4.8.Pertumbuhan dan NPL KPR di Sulsel Tabel 4.9.Pertumbuhan dan NPL KKB di Sulsel

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)

KKB yang disalurkan perbankan kembali terkontraksi. Kontraksi KKB di triwulan III 2016 tercatat -15,22% (yoy), lebih

dalam dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -14,99% (yoy). Di sisi lain, kredit perseorangan melalui perantara

keuangan (leasing) mengalami pertumbuhan yang signifikan hingga 10 kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun

2015. Terkontraksinya KKB tidak lepas dari kondisi ekonomi yang masih belum membaik terutama di triwulan III 2016,

khususnya sektor-sekor utama yang menyerap tenaga kerja yang tinggi seperti industri pengolahan, konstruksi, dan

perdagangan. Sedangkan dalam konteks pemerintah Provinsi/Kab/Kota, hal ini akan mempengaruhi pencapaian target

penerimaan dari sektor pajak kendaraan bermotor sebagaimana yang telah ditetapkan dalam APBD.

Dilihat dari jenis kendaraan yang dibeli, kontraksi pertumbuhan KKB disebabkan oleh memburuknya kinerja kredit di

hampir seluruh jenis KKB. KKB mobil roda empat yang memiliki pangsa 82,40% tercatat mengalami kontraksi -17,95%

(yoy) di triwulan III 2016, lebih dalam dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya -14,61% (yoy). KKB jenis sepeda

motor dan KKB kendaraan lainnya juga tercatat mengelami kontraksi masing-masing sebesar -18,15% (yoy) dan -62,87%

(yoy) di triwulan III 2016 lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang masing-masing tercatat mengalami

kontraksi sebesar -8,40% (yoy) dan -61,24% (yoy). Di sisi lain, KKB jenis truk mengalami signifinan seiring dengan

membaiknya kinerja sektor pertambangan. KKB jenis truk tercatat tumbuh 206,16% (yoy) setelah triwulan sebelumnya

mengalami kontraksi -33,97% (yoy).

Secara agregat, meskipun mengalami perlambatan pertumbuhan KKB mengalami perbaikan kualitas. Hal ini terlihat

dari penurunan NPL secara keseluruhan KKB dari 1,74% di triwulan II 2016 menjadi 1,58% di periode laporan. Perbaikan

kualitas kredit ini di dorong oleh perbaikan kualitas kerdit KKB di jenis sepeda motor. NPL KKB sepeda motor turun

signifikan dari 6,97% di triwulan II 2016 menjadi 1,41%. Di sisi lain, NPL jenis KKB lainnya mengalami sedikuit peningkatan,

namun masih dalam tingkatan yang aman (<2%).

Kredit Multiguna

Kredit multiguna memiliki pangsa terbesar terhadap seluruh kredit konsumsi perseorangan. Besarnya penggunaan

kredit konsumsi perseorangan untuk keperluan multiguna menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga

diluar kebutuhan untuk perumahan, kendaraan maupun peralatan rumah tangga masih cukup besar. Pada triwulan III

2016, kredit multiguna tumbuh 20,96% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 20,19% (yoy). Salah satu daya

tarik kredit multiguna adalah proses pengajuan kredit yang relatif mudah.Selain itu, pemanfaatan penggunaan kredit

Tw III-2016 Tw II-2016 Tw III-2016 Tw II-2016 Tw II-2016

KPR/KPA s.d 21 10,07% 0,44% 0,72% 2,65% 2,78%

KPR/KPA >21-70 56,18% 6,61% 7,08% 3,80% 3,96%

KPR/KPA >70 21,22% 0,54% -3,72% 4,51% 4,66%

KP Ruko 12,53% 11,70% 10,06% 4,90% 5,83%

Total KPR 100,00% 5,21% 4,29% 3,98% 4,22%

Pangsa (%) Growth (yoy) NPL %Jenis KPR

Pangsa (%)

Tw III-2016 Tw I-2016 Tw II-2016 Tw III-2016 Tw II-2016 Tw III-2016

Mobil Roda 4 82,40% -12,62% -14,61% -17,95% 1,00% 1,49%

Truk 5,33% 158,14% -33,97% 206,16% 0,46% 3,28%

Sepeda Motor 11,72% -13,05% -8,40% -18,15% 6,97% 1,41%

Kendaraan Lainnya 0,55% -57,58% -61,24% -62,87% 1,72% 1,80%

Total KKB 100,00% -10,39% -14,99% -15,22% 1,74% 1,58%

Jenis KKBNPL (%)Growth (yoy)

Page 72: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

multiguna yang fleksibel seperti renovasi rumah, biaya pernikahan, biaya pengobatan, pembelian barang elektronik,

maupun sebagai modal usaha, menyebabkan tingginya minat rumah tangga untuk menggunakan produk pembiayaan ini.

Tabel 4.10.Komposisi Kredit Multiguna Posisi Triwulan III 2016

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Kredit perseorangan multiguna didominasi oleh kelompok kredit dengan nominal plafond >Rp100 juta – 500 juta

dengan jangka waktu >60 bulan. Kelompok tersebut memiliki pangsa 64,68% dari total kredit multiguna perseorangan di

triwulan III 2016. Berdasarkan jumlah rekening, kelompok ini juga memiliki pangsa terbesar yaitu 41,44% terhadap

seluruh rekening kredit multiguna perseorangan. Dari sisi risiko, secara keseluruhan kredit multiguna perseorangan masih

dalam kondisi aman. Hal ini tercermin dari tingkat NPL yang masih sangat rendah yaitu 0,79%. Namun, penyaluran kredit

multiguna <Rp10 jutakhususnya yang berjangka waktu 12 bulan – 36 bulan, 36 bulan – 60 bulan, daan >60 bulan perlu

mendapat perhatian khusus, mengingat NPL pada kelompok tersebut berada pada level yang tinggi (>5%) (Tabel 4.11).

Tabel 4.11. NPL Kredit Multiguna Posisi Triwulan III 2016

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

4.1.2 Asesmen Sektor Korporasi

4.1.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Korporasi

Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di triwulan III 2016 mempengaruhi kinerja sektor korporasi. Beberapa

sektor utama tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan, seperti konstruksi, perdagangan, dan pertambangan. Disisi

permintaan, ekspor kembali mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar -31,98% (yoy) lebih dalam dari triwulan

sebelumnya -32,83% (yoy). Hal tersebut mengindikasikan sektor korporasi masih cukup rentan, terutama sektor industri

nikel yang merupakan industri andalan ekspor di Sulsel.

Komoditas nikel masih menjadi tumpuan ekspor Sulsel di triwulan III 2016. Namun, nikel yang memiliki pangsa 48,42%

terhadap total ekspor Sulsel masih menunjukkan pertumbuhan negatif di triwulan III 2016. Meskipun membaik, ekspor

Nikel Sulsel di triwulan III 2016 masih tercatat tumbuh negatif -22,05% (yoy). Selain faktor masih lemahnya permintaan

negara mitra dagang utama komoditas nikel, khususnya Jepang, kontraksi ekspor nikel juga disebabkan oleh masih

rendahnya harga nikel di pasar internasional. Rata-rata harga nikel di triwulan III 2016 sebesar USD10.263 per metric ton

jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 yang mencapai USD13.056 per metric ton.

<1

2 B

ula

n

12

Bln

- 3

6 B

ln

>3

6 B

ln -

48

Bln

>4

8 B

ln -

60

Bln

.>6

0 B

ula

n

TOTA

L

<1

2 B

ula

n

12

Bln

- 3

6 B

ln

>3

6 B

ln -

48

Bln

>4

8 B

ln -

60

Bln

.>6

0 B

ula

n

TOTA

L

<10 Juta 0,18% 0,08% 0,04% 0,01% 0,93% 1,24% 4,22% 1,32% 0,42% 0,08% 3,81% 9,86%

>10 Juta - 50 Juta 0,35% 0,40% 0,24% 0,04% 2,75% 6,21% 1,67% 2,03% 1,01% 0,17% 9,35% 23,58%

>50 Juta - 100 Juta 0,14% 0,71% 1,05% 0,11% 19,04% 21,05% 0,20% 1,32% 1,83% 0,18% 29,12% 32,65%

>100 Juta - 500 Juta 0,11% 0,31% 0,79% 0,21% 64,24% 65,68% 0,07% 0,23% 0,62% 0,18% 41,44% 42,54%

>500 Juta - 1 M 0,00% 0,06% 0,02% 0,01% 2,81% 2,90% 0,00% 0,01% 0,00% 0,00% 0,45% 0,46%

>1 M 0,01% 0,09% 0,07% 0,00% 5,19% 5,35% 0,00% 0,01% 0,00% 0,00% 0,25% 0,26%

TOTAL 0,79% 1,65% 2,22% 0,38% 94,96% 100,00% 6,16% 4,92% 3,88% 0,61% 84,43% 100,00%

Besar Pinjaman

Berdasarkan Nominal (Pangsa) Berdasarkan Jumlah Rekening (Pangsa)

Jangka Waktu Jangka Waktu

<12 Bulan 12 Bln - 36 Bln >36 Bln - 48 Bln >48 Bln - 60 Bln >60 Bulan TOTAL

<10 Juta 0,02% 12,47% 21,54% 11,38% 19,73% 16,46%

>10 Juta - 50 Juta 0,00% 1,07% 0,48% 1,03% 1,37% 1,15%

>50 Juta - 100 Juta 0,00% 0,20% 0,13% 0,83% 0,39% 0,37%

>100 Juta - 500 Juta 0,00% 0,06% 0,09% 0,00% 0,43% 0,42%

>500 Juta - 1 M 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 4,37% 4,23%

>1 M 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 1,32% 1,28%

TOTAL 0,01% 0,95% 0,56% 0,65% 0,80% 0,79%

Besar PinjamanJangka Waktu

Page 73: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 67

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank dan Bea Cukai, diolah

Grafik 4.17. Komposisi Ekspor Sulsel Triwulan III 2016 Grafik 4.18. Perkembangan Ekspor dan Harga Nikel Internasional

Masih lemahnya permintaan nikel dunia dan harga nikel yang masih rendah,menambah risiko pada korporasi

pengolahan nikel dan korporasi penunjang lainnya. Melemahnya permintaan dan harga nikel di pasar internasional akan

mempengaruhi kinerja korporasi pengolahan nikel di Sulsel. Mengingat korporasi nikel di Sulsel merupakan industri dalam

skala yang besar, keberlangsungan korporasi nikel ini akan sangat mempengaruhi korporasi-korporasi pendukung

lainnya,diantaranyapenyedia jasa pengangkutan hasil pengolahan. Selain itu, juga berpengaruh terhadap kondisi

ketenagakerjaan dan penurunan tingkat penghasilan pekerja di korporasi yang berkaitan langsung maupun tidak

langsung. Selain itu, pelemahan nikel dunia dan harga nikel yang masih rendah ini akan memberikan efek yang negatif

pada perkembangan pembangunan industri smelter nikel baru di kawasan industri Bantaeng. Jika ini terjadi, maka

peluang peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulsel dari sektor industri pengolahan akan semakin mengecil.

Sumber kerentanan lainnya adalah anomali cuaca dan iklim. Berkaca pada tahun 2014 dan 2015 yang lalu, El Nino (iklim

kering) memberikan dampak yang cukup besar pada sektor pertanian termasuk korporasi yang bergerak di dalamnya.

Pada tahun 2016, risiko yang muncul adalah LaNina(iklim basah) yang juga akan mengakibatkan pergeseran musim

terutama karena curah hujan yang naik drastis disepanjang periode La Nina. Risiko yang muncul adalah cuaca yang dapat

mengurangi hasil tangkap ikan, yang mengakibatkan korporasi yang bergerak di subsektor perikanan tangkap seperti

eksportir ikan tangkap akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pasokan ikan.

4.1.2.2 Kinerja Sektor Korporasi

Omset Penjualan

Dari hasil liaison14

kepada pelaku usaha korporasi di Sulsel pada triwulan III 2016, yang mengalami penurunan omset

penjualan adalah korporasi yang bergerak di sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR).Rata-rata skala likert pada

sektor PHR berada pada posisi -1,0. Angka tersebut menunjukkan bahwa penurunan yang terjadi berada pada rata-rata

normalnya. Dari hasil liaison yang sama, pelaku usaha perhotelan melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian kamar

di sepanjang periode laporan. Hal ini bersifat musiman, dimana biasanya kegiatan pemerintah maupun swasta yang

diselenggarakan di Hotel jauh berkurang sepanjang Ramadhan dan Idul Fitri. Di sektor Pertanian, rata-rata skala likert di

triwulan III 2016 berada pada posisi 0, yang artinya stabil. Sementara di sektor industri pengolahan, rata-rata skala likert

di triwulan III 2016 menunjukan posisi 1, yang artinya terjadi peningkatan omset dibandingkan atas rata-rata normalnya.

Hal ini searah dengan peningkatan kegiatan ekspor sepanjang triwulan III 2016.

14Liaison adalah salah satu kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia melalui kunjungan dan wawancara langsung kepada korporasi untuk mendapatkan

data dan informasi terkini terkait dengan perkembangan kondisi usaha korporasi

Nikel48,42%

Cokelat Olahan

8,09%

Ganggang Laut

7,59%

Biji Cokelat

5,47%Ikan

Olahan

4,61%

Komoditas Lainnya

25,81%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

-

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

18.000

20.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Harga Nikel gHarga Nikel - Skala Kanan gEkspor Nikel

USD/Metric Ton YOY

Page 74: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: Liaison KPw BI Sulsel, diolah

Grafik 4.19. Kinerja Korporasi di Sulsel Berdasarkan Liaison Triwulan III 2016

Penurunan kinerja korporasi di sektor PHR terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan

oleh Kantor Perwakilan BI Provinsi Sulsel. Kegiatan usaha menunjukkan penurunan saldo bersih dari 40,22% di triwulan II

2016 menjadi 40,29% pada triwulan III 2016. Nilai saldo bersih yang positif tersebut menunjukkan bahwa korporasi yang

mengalami penurunan permintaan lebih banyak dibandingkan korporasi yang mengalami peningkatan permintaan.

Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah

Grafik 4.20. Kondisi Kegiatan Usaha di Susel

Biaya

Pada triwulan II 2016, hampir semua korporasi menyatakan mengalami peningkatan biaya produksi. Para pelaku usaha

mengaku bahwa terjadi peningkatan biaya produksi baik biaya bahan baku, biaya energi, maupun upah. Pada komponen

biaya bahan baku, peningkatan biaya bahan baku terjadi di sektor pertanian dengan rata-rata skala likert 0,5. Disisi lain,

terjadi penurunan biaya bahan baku di sektor industri pengolahan dengan rata-rata skala 1,0. Pada komponen biaya

energi, seluruh sektor mengalami peningkatan biaya energi dengan rata-rata skala likert 0,5. Selain komponen biaya

energi, komponen biaya tenaga kerja (tingkat upah) juga meningkat di seluruh sektor yang di survey pada periode

berjalan. Komponen biaya tenaga kerja di seluruh sektor meningkat dengan rata-rata skala 1,0.

Marjin Keuntungan

Kinerja korporasi sektor pertanian dan perdagangan dari sisi perolehan laba atau margin mengalami penurunan di

triwulan III 2016. Berdasarkan hasil liaison, margin keuntungan korporasi di sektor pertanian turun dengan rata-rata skala

likert -1,5. Sementara itu, margin keuntungan di korporasi sektor perdagangan turun dengan rata-rata skala likert -0,5.

Disisi lain, korporasi di sektor PHR tidak mengalami perubahan margin keuntungan. Penurunan marjin keuntungan tidak

lepas dari penurunan keadaan ekonomi secara keseluruhan. Sebagai mana dijelaskan sebelumnya, ekonomi Sulsel pada

triwulan III 2016 mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Kondisi Likuiditas Keuangan

Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia memperlihatkan kondisi keuangan korporasi

yang baik, meskipun tidak sebaik triwulan sebelumnya Pada triwulan III 2016, hasil survei menunjukkan 55,20%

-2,00

-1,50

-1,00

-0,50

0,00

0,50

1,00

1,50

Penjualan

Domestik

Ekspor Kapasitas

Utilisasi

Persediaan Investasi Biaya Bahan

Baku

Biaya Energi Tingkat Upah Harga Jual Margin Per

Unit Output

Jumlah TK

Pertanian Perdagangan Industri Pengolahan

Skala Likert

29,02

13,09

37,63

12,41

6,05

40,22

29,09

-

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

40,00

45,00

I II III IV I II III

2015 2016

% Saldo Bersih

Page 75: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 69

responden korporasi memiliki keadaan likuiditas yang baik, menurun dibandingkan periode sebelumnya 62,20%.

Sementara itu rasio responden korporasi yang menyatakan kondisi likuiditasnya cukup baik adalah 44,00% meningkat dari

triwulan sebelumnya sebesar 37,80%. Yang perlu diwaspadai adalah peningkatan korporasi dengan kondisi likuiditas

buruk di sektor Hotel Resto. Terdapat 7,69% dari seluruh responden korporasi di sektor Hotel Resto yang memiliki kondisi

Likuiditas buruk.

Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah

Grafik 4.21. Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di

Sulsel Grafik 4.22. Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Menurut Sektor

Ekonomi di Triwulan III 2016

Beban Angsuran Hutang Korporasi

Dilihat dari sisi kemampuan membayar hutang, korporasi di Sulsel secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga.

Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU triwulan III 2016 yang menunjukkan hanya 10,814% dari seluruh responden

korporasi yang menyatakan beban angsuran utang akan semakin berat kedepannya. Persepsi tersebut berasal dari

beberapa korporasi di sektor pertanian, pertambangan, Hotel Restoran, Pengangkutan, dan Jasa Keuangan yang

berasumsi akan terjadi penurunan permintaan pada 6 bulan yang akan datang. Sementara itu, terdapat 1,45% dari

seluruh responden korporasi yang menyatakan beban angsuran utang kedepan akan semakin ringan. Hal demikian

menggambarkan bahwa secara umum potensi risiko gagal bayar yang kemungkinan dihadapi korporasi di Sulsel relatif

rendah.

Tabel 4.12. Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatangdi Triwulan III 2016

Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah

4.1.2.3 Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi.

Untuk menjaga stabilitas keuangan, kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi tetap perlu diwaspadai meskipun

eksposur kredit korporasi saat ini baru sebesar 26,63% dari total kredit di Sulsel. Hal ini karena kondisi keuangan sektor

rumah tangga juga tergantung oleh kinerja sektor korporasi, terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan tenaga kerja.

Kredit perbankan pada sektor korporasi di triwulan III 2016 mencapai Rp25,02 triliun dengan pertumbuhan 8,89% (yoy),

lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang tercatat 45,04% (yoy). Perlambatan pertumbuhan

kredit korporasi terjadi di seluruh segmen kredit, baik modal kerja, investasi, maupun konsumsi. Ketiga segmen tersebut

tumbuh melambat dari masing-masing 39,57% (yoy), 60,60% (yoy), dan 25,21% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi masing-

masing 6,93% (yoy), 13,73% (yoy), dan 12,07% (yoy)

62,20

37,80

-

Baik Cukup Baik Buruk

TW II 2016 TW III 2016

55,20 44,00

0,80

33,33%

33,33%

44,44%

54,55%

58,82%

76,92%

80,00%

66,67%

66,67%

55,56%

45,45%

41,18%

15,38%

20,00%

7,69%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Pertambangan

Konstruksi

Pengangkutan

Perdagangan

Pertanian

Hotel Resto

Jasa Keuangan

Baik Cukup Buruk

Semakin Berat Tetap Semakin Ringan

Pertanian 8,00% 10,00% 90,00% 0,00%

Pertambangan 9,60% 16,67% 83,33% 0,00%

Konstruksi 4,00% 0,00% 100,00% 0,00%

Perdagangan 12,80% 0,00% 100,00% 0,00%

Hotel Restoran 8,80% 9,09% 90,91% 0,00%

Pengangkutan 5,60% 14,29% 85,71% 0,00%

Jasa Keuangan 6,40% 25,00% 62,50% 12,50%

Total 55,20% 10,14% 88,41% 1,45%

SektorMemiliki Kredit di Bank

(% thd total responden)

Perkiraan Beban Angsuran

(%Responden thd Responden Kredit)

Page 76: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.23. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.24. Pertumbuhan Kredit Korporasi Menurut Sektor Ekonomi

Kredit Modal Kerja Korporasi

Kredit modal kerja korporasi pada triwulan III 2016 mencapai Rp17,46 triliun. Hal ini berarti berkurangRp492 milyar

dibandingkan baki debet di triwulan sebelumnya sebesar Rp17,95 triliun. Kredit modal kerja korporasi di topang oleh tiga

sektor utama, yaitu perdagangan (pangsa: 50,07%), konstruksi (pangsa: 26,89%), dan industri pengolahan (pangsa:

9,18%). Kredit modal kerja korporasi di triwulan laporan tumbuh 6,93% (yoy) lebih lambat dari triwulan sebelumnya

39,57% (yoy). Perlambatan disebabkan oleh penurunan pertumbuhan kredit di beberapa sektor, khususnya sektor

perdagangan. Pertumbuhan kredit modal kerja di sektor perdagangan turun tajam dari 10,42% (yoy) di triwulan II 2016

menjadi kontraksi -0,97% (yoy) di periode laporan. Perlambatan pertumbuhan ini tertahan oleh meningkatnya krredit

modal kerja di sektor konstruksi dan membaiknya kredit modal kerja sektor industri pengolahan meskipun masih dalam

fase kontraksi.

Secara agregat kualitas kredit modal kerja korporasi dalam kondisi aman. Hal ini terlihat dari tingkat NPL sebesar 4,95%

dibawah batas psikologis 5%. NPL pada priode laporan tersebut lebih rendah dari NPL periode sebelumnya yang

mencapai 6,14%. Peningkatan kualitas kredit modal kerja ini di dorong oleh perbaikan kualitas kredit modal kerja di sektor

perdagangan. NPL kredit modal kerja di sektor peedagangan turun dari 5,76% di triwulan II 2016 menjadi 3,08%.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Grafik 4.25. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Utama Grafik 4.26. Perkembangan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor

Utama

Kredit Investasi Korporasi

Kredit investasi korporasi pada triwulan III 2016 mencapai Rp7,48 triliun. Hal ini berarti meningkat Rp105 milyar

dibandingkan baki debet di triwulan sebelumnya sebesar Rp7,38 triliun. Kredit investasi korporasi ditopang oleh tiga

sektor utama, yaitu sektor Perdagangan, Konstruksi, dan Industri Pengolahan, yang masing-masing memiliki pangsa

44,64%, 12,93%, dan 10,49%. Secara pertumbuhan, kredit investasi korporasi di triwulan III 2016 tumbuh 13,73 (yoy),

yang didorong oleh pertumbuhan dua sektor utama yaitu sektor Perdagangan dan Industri Pengolahan yang masing-

masing tumbuh34,72% (yoy) dan 25,00% (yoy).

Secara agregat kualitas kredit investasi korporasi memburuk. Hal ini terlihat dari peningkatan NPL dari 5,52% di triwulan

II 2016 menjadi 8,98% di triwulan III 2016. Peningkatan NPL disebabkan oleh meningkatnya NPL kredit investasi di

beberapa sektor, terutama sektor perdagangan. NPL kredit investasi di sektor perdagangan meningkat signifikan dari

Modal Kerja

69,81%

Investasi29,93%

Konsumsi0,26%

Tw III - 2016

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

I II II I IV I II II I IV I II II I

2014 2015 2016

Modal Kerja Korporas i Investas i Korporas i Kredit Korporasi

YOY

10,42%

18,33%

-31,87%

-0,97%

19,30%

-16,10%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan

Tw II - 2016 Tw III - 2016

YOYPangsa: 50,07% Pangsa: 26,89% Pangsa: 9,18%

5,76%4,25%

18,35%

6,14%

3,08%4,66%

18,27%

4,95%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan Total Modal KerjaKorporasiTw II - 2016 Tw III - 2016

Risiko Menurun Risiko Terjaga Risiko Menurun Risiko Menurun

Page 77: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 71

0,82% di triwulan II 2016 menjadi 8,22% di triwulan III 2016. Di sisi lain, NPL kredit sektor industri pengolahan mengalami

penurunan signifikan dari 28,05% di triwulan II 2016 menjadi 2,74% di perode laporan.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

Grafik 4.27. Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Utama Grafik 4.28. Perkembangan NPL Kredit Investasi Korporasi Sektor Utama

4.1.3 Asesmen Sektor Institusi Keuangan (Perbankan)15

4.1.3.1 Perkembangan Kelembagaan

Jumlah bank umum di Sulsel tidak berubah dan didominasi bank konvensional. Jumlah bank umum pada triwulan III

2016 tercatat sebanyak 52 bank, sementara jumlah BPR masih tetap sebanyak 29 bank. Adapun jumlah kantor bank

sebanyak 977 kantor yang berarti belum bertambah.

Tabel 4.13. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

4.1.3.2 Aset Perbankan

Total aset bank umum tumbuh melambat. Aset perbankan tercatat sebesar Rp123,19 triliun, tumbuh 8,92% (yoy) lebih

rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 13,30% (yoy) (Tabel 4.14). Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh

perlambatan pertumbuhan aset di kelompok bank pemerintah dari 18,48% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 13,36% (yoy)

di triwulan III 2016. Perlambatan pertumbuhan aset juga terjadi pada bank swasta nasional dari 6,17% (yoy) di triwulan II

2016 menjadi 2,68% (yoy) di triwulan III 2016. Sementara disisi lain, total aset bank asing dan bank campuran kembali

mengalami kontraksi -26,05% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -16,71% (yoy).

Tabel 4.14. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

15Data perbankan lokasi bank

27,60%

14,26%

18,47%

34,72%

-4,64%

25,00%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan

Tw II - 2016 Tw III - 2016

YOYPangsa: 44,64% Pangsa: 12,93% Pangsa: 10,49%

0,82%3,86%

28,05%

5,52%8,22%

4,27%2,74%

8,98%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan Investasi Korporasi

Tw II - 2016 Tw III - 2016

Risiko Meningkat Risiko Terjaga Risiko Menurun Risiko Meningkat

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

Bank Umum (Konv. + Syariah) 42 44 45 46 46 47 47 48 48 50 50 50 52 52 52

Konvensional 36 38 39 40 40 41 41 41 41 43 43 43 43 44 44

UUS 5 5 5 5 5 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8

Syariah 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 8 8

Jumlah Kantor* 940 950 959 971 974 979 980 972 973 978 978 983 983 977 977

BPR 28 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29

*) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF (data sementara)

2015 2016RINCIAN

2013 2014

I II III IV I II III I II III IV I II III

Total Aset 15,44 11,00 13,59 16,01 15,14 13,30 8,92 104.944 108.309 113.101 117.572 120.832 122.710 123.190

Bank Pemerintah 16,46 10,70 15,34 21,85 21,85 18,48 13,36 61.182 63.739 67.472 70.874 74.549 75.515 76.489

Bank Swasta Nasional 14,41 11,73 11,65 8,71 6,20 6,17 2,68 43.112 44.012 45.104 46.161 45.786 46.729 46.312

Bank Asing dan Bank Campuran (9,54) (7,19) (21,91) (25,86) (23,57) (16,71) (26,05) 649 558 525 536 496 465 388

Aset Menurut Kelompok Bank 2015 2015 2016

Nominal (Rp Miliar)Pertumbuhan (%, yoy)

2016

Page 78: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

4.1.3.3 Intermediasi Perbankan

Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum tumbuh meningkat. Dana yang dihimpun mencapai Rp82,09 triliun atau tumbuh

19,21% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 17,95% (yoy). Percepatan terjadi di komponen

Tabungan dan Deposito yang masing-masing tumbuh dari 16,08% (yoy) dan 21,44% (yoy) di triwulan I 2016, menjadi

22,16% (yoy) dan 23,09% (yoy) di triwulan II 2016. Sementara itu, Giro tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan

dari 26,98 (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 3,24% (yoy) di triwulan II 2016.

Tabel 4.15. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

Kredit yang disalurkan perbankan mengalami perlambatan pertumbuhan. Kredit tercatat tumbuh 14,31% (yoy) menjadi

Rp102,77 triliun, lebih rendahdibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 16,05% (yoy). Secara penggunaan,

perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di kelompok investasi dan modal kerja.

Kelompok kredit investasi tumbuh 15,61% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat

26,04% (yoy). Sementara itu, kredit modal kerjatumbuh 13,70% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan

sebelumnya yang tercatat 14,13% (yoy). Di sisi lain, kredit konsumsi tercatat mengalami percepatan pertumbuhandari

13,36% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 14,27% (yoy) di triwulan III 2016. Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan

kredit terutama disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di sektor Pertanian dan sektor Konstruksi yang masing-

masing tumbuh 30,18% (yoy) dan 16,39% (yoy) di triwulan III 2016.

Fungsi intermediasi perbankan berjalan baik. Hal ini tercermin dari rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit

Ratio/LDR) sebesar 125,30%, dengan risiko kredit yang semakin membaik sebagaimana tercermin dari rasio Non

Performing Loan (NPL) yang semakin menurun menjadi 3% pada triwulan III 2016 dari triwulan sebelumnya 3,05%. Bila

dibandingkan dengan posisi yang sama tahun lalu dimana LDR tercatat 124,13% dan NPL tercatat 3,85%, maka fungsi

intermediasi perbankan di Sulsel terlihat berjalan dengan baik.

Tabel 4.16. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

4.1.3.4 Bank Syariah

Aset perbankan syariah tumbuh melambat. Aset perbankan syariah pada triwulan III 2016 tercatat Rp6,63 triliun atau

tumbuh 2,21% (yoy) lebih rendah dari triwulan II 2016 yang tumbuh 8,13%. Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh

I II III IV I II III I II III IV I II III

Total Aset

DPK 14.20 12.16 12.58 18.69 17.95 19.21 13.24 66,419 68,867 72,433 78,467 78,342 82,097 82,025

a. Giro 27.09 21.48 28.66 64.69 26.98 3.24 (5.37) 10,154 11,820 12,471 13,165 12,894 12,203 11,802

b. Tabungan 5.24 5.16 7.65 12.81 16.08 22.16 11.49 34,147 34,881 37,491 42,221 39,637 42,611 41,800

c. Deposito 24.78 19.79 13.39 11.61 21.44 23.09 26.48 22,118 22,166 22,472 23,091 26,859 27,283 28,423

Kredit 12.43 10.37 11.74 13.67 12.90 16.05 14.31 85,303 87,563 89,911 94,981 96,310 101,617 102,774

a. Modal Kerja 20.25 19.15 16.85 16.82 14.44 14.13 13.70 32,776 34,627 34,876 36,730 37,510 39,518 39,653

b. Investasi 12.57 6.68 13.07 26.47 21.59 26.04 15.61 16,482 16,500 17,476 20,538 20,041 20,796 20,204

c. Konsumsi 6.10 4.68 6.82 5.12 7.53 13.36 14.27 36,045 36,436 37,558 37,713 38,759 41,303 42,917

LDR (%) 128.43 127.15 124.13 121.05 122.94 123.78 125.30

NPLs Gross (%) 3.36 3.16 3.85 3.19 3.36 3.05 3.00

Nominal (Rp Miliar)

2015Komponen 2015

Pertumbuhan (%, yoy)

2016 2016

I II III IV I II III I II III IV I II III

Kredit 12.43 10.37 11.74 13.67 12.90 16.05 14.31 85,303 87,563 89,911 94,981 96,310 101,617 102,774

Pertanian 16.01 19.25 60.46 63.36 64.50 64.06 30.18 1,630 1,788 2,303 2,461 2,681 2,933 2,998

Pertambangan 13.16 (30.41) (28.74) (19.45) 0.61 2.32 (2.83) 427 390 383 410 430 399 372

Industri Pengolahan 28.49 21.37 23.85 57.71 43.77 56.44 52.79 5,035 5,109 5,304 7,487 7,239 7,993 8,104

Listrik, Gas, Air 75.06 68.62 71.61 8.24 (19.81) (32.92) (33.09) 382 413 398 379 306 277 267

Konstruksi 55.97 33.70 29.82 25.78 15.53 21.94 16.39 4,746 4,902 5,417 5,491 5,483 5,977 6,305

Perdagangan 14.73 13.35 14.08 16.25 14.47 14.71 10.41 27,920 29,003 29,373 31,424 31,959 33,268 32,431

Pengangkutan (6.00) (8.71) (9.45) (1.38) 1.52 1.68 2.18 2,782 2,693 2,672 2,781 2,824 2,738 2,730

Jasa Dunia Usaha (0.37) 12.20 12.40 15.25 10.29 1.21 5.22 3,733 4,037 4,024 4,221 4,117 4,085 4,234

Jasa Sosial Masyarakat 35.29 36.25 12.91 8.96 (0.43) (3.52) 0.17 2,473 2,681 2,388 2,549 2,462 2,587 2,392

Lain-lain 6.26 4.26 6.33 4.28 7.29 13.17 14.06 36,173 36,547 37,648 37,777 38,809 41,359 42,941

2015 2016

Nominal (Rp Miliar)

Komponen 2015 2016

Pertumbuhan (%, yoy)

Page 79: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 73

melambatnya kinerja Bank Pemerintah dan Bank Swasta Nasional. Aset Bank Pemerintah tercatat tumbuh melambat dari

18,32% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 8% (yoy) di triwulan III 2016. Sementara aset BankSwasta Nasional tumbuh

melambat dari 5,85% (yoy) menjadi 0,85% (yoy) di triwulan III 2016.

DPK perbankan syariah tumbuh meningkat. DPK pada triwulan III 2016 tumbuh 13,51% (yoy) lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya 10,45% (yoy). Pertumbuhan DPK syariah didorong oleh perbaikan kinerja penghimpunan Giro yang

menunjukkan pertumbuhan menjadi 1,62% (yoy) di triwulan III 2016, setelah mengalami kontraksi -29,65% (yoy) di

triwulan II 2016. Namun hal ini tidak diikuti kinerja penghimpunan Deposito yang justru menurun dari 24,49% (yoy) di

triwulan II 2016 menjadi 16,66% (yoy) di triwulan III 2016. Sementara itu, penghimpunan Tabungandi triwulan III 2016

tumbuh 14% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 14,20% (yoy).

Pembiayaan perbankan syariah menurun signifikan. Total pembiayaan syariah di triwulan III 2016 tercatat sebesar

Rp5,67 triliun,mengalami kontraksi-1,42% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat

tumbuh 2,90% (yoy). Dengan pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan,

mengakibatkan Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami penurunan. Di triwulan III 2016, FDR tercatat 146,38% lebih

rendah dari triwulan sebelumnya 158,23%. Sementara itu, kualitas pembiayaan terlihat semakin membaik yang tercermin

dari penurunan rasio non performing financing (NPF) dari 3,87% di triwulan II 2016 menjadi 3,78% pada triwulan III 2016.

Tabel 4.17. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

4.1.3.5 Bank Perkreditan Rakyat

Aset BPR (termasuk BPR Syariah) tumbuh meningkat. Aset BPR di triwulan III 2016 tumbuh 19,52% (yoy) lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya 21,89% (yoy). DPK tumbuh 24,32% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya 26,92% (yoy), sementara Kredit tercatat tumbuh 33,56% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya

27,25% (yoy). Dengan peningkatan pertumbuhan DPK dan kredit relatif seimbang, loan to deposit ratio (LDR) tercatat

relatif stabil. Pada triwulan III 2016 LDR BPR tercatat 139,38%, relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya 139,26%.

Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.29. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.30. Perkembangan Intermediasi BPR

4.1.3.6 Perbankan per Kabupaten/Kota

Perbankan di Kota Makassar memiliki aset paling besar. Dengan kepemilikan aset mencapai Rp84,67 triliun atau 68,73%

dari total aset perbankan di Sulsel, maka perbankan di Kota Makassar tetap menjadi pendorong utama perekonomian di

I II III IV I II III I II III IV I II III

Aset 7.42 10.84 15.49 18.10 16.96 8.13 2.21 6,000 6,184 6,489 6,975 7,018 6,687 6,633

Bank Pemerintah 4.65 7.70 11.90 41.36 50.55 18.32 8.00 1,101 1,132 1,235 1,624 1,657 1,339 1,333

Bank Swasta Nasional 8.06 11.57 16.37 12.50 9.42 5.85 0.85 4,899 5,052 5,255 5,352 5,360 5,348 5,300

DPK 16.22 17.59 18.55 28.83 10.33 10.45 13.51 3,187 3,287 3,411 3,853 3,517 3,630 3,872

a. Giro 147.17 111.60 22.23 57.57 (38.04) (29.65) 1.62 547 554 423 598 339 390 429

b. Tabungan 18.01 24.53 23.74 19.34 18.36 14.20 14.00 1,488 1,570 1,654 1,765 1,761 1,793 1,886

c. Deposito (8.54) (8.63) 11.68 31.58 22.90 24.49 16.66 1,153 1,162 1,335 1,490 1,417 1,447 1,557

Pembiayaan 17.63 14.65 16.73 10.56 11.05 2.90 (1.42) 5,239 5,582 5,750 5,684 5,817 5,744 5,668

FDR (%) 164.36 169.84 168.54 147.53 165.43 158.23 146.38

NPF Gross (%) 3.80 2.81 4.17 3.97 4.39 3.87 3.78

Nominal (Rp Miliar)

2015Komponen 2015 2016

Pertumbuhan (%, yoy)

2016

(10)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015 2016

%, yoyRp Miliar Aset

gAset - Skala Kanan

0

50

100

150

200

250

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015 2016

%Rp Miliar

DPK Kredit LDR - Skala Kanan

Page 80: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sulsel. Sementara itu pangsa aset perbankan di 23 kab/kota lainnya tergolong masih relatif kecil, rata-rata kurang dari 5%

dari total aset perbankan di Sulsel. Pertumbuhan aset perbankan tertinggi di 5 daerah secara berturut-turut adalah

sebagai berikut; Kabupaten Jeneponto (35,13%; yoy), Bantaeng (34,81%; yoy), Maros (31,37%; yoy), Luwu Utara (30,02%;

yoy), dan Takalar (18,76%; yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan aset perbankan di Kota Makassar yang tercatat 7,91%

(yoy).

Tabel 4.18. Perkembangan Aset Perbankan per Kabupaten/Kota

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

Kabupaten Luwu merupakan daerah dengan pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan III 2016. Kredit di Kab. Luwu

tumbuh 43,54% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 47,08% (yoy). Namun, bila dilihat

dari sisi pangsa kredit, kredit terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp67,68 triliun atau

65,86% dari total kredit di Sulsel. Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih berada di Kota

Makassar. Di triwulan III 2016 ini kredit di Makassar tumbuh 10,83% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan

triwulan sebelumnya 13,34% (yoy).

Tabel 4.19. Perkembangan Kredit Perbankan per Kabupaten/Kota

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

Kabupaten Takalar merupakan daerah dengan pertumbuhan DPK tertinggi di triwulan III 2016. DPK di Kab. Takallar

tumbuh 83,45% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 104,03% (yoy). Namun, bila dilihat dari sisi pangsa,

DPK terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp53,67 triliun atau 65,44% dari total DPK di

Sulsel. Hal ini menunjukkan, konsentrasu pertumbuhan ekonomi masih terpusat di Makassar. Di triwulan III 2016 ini DPK

di Makassar tumbuh 16,96% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 20,95% (yoy).

I II III IV I II III I II III IV I II III

Makassar 16.86 10.79 13.06 18.15 16.84 11.65 7.91 73,849 75,845 78,467 84,043 86,283 84,682 84,672

Pinrang 1.90 (4.20) 4.51 7.93 12.66 25.52 11.20 1,404 1,350 1,509 1,402 1,582 1,694 1,678

Gowa 9.23 9.07 19.06 24.16 29.12 21.47 14.81 1,457 1,603 1,736 1,703 1,881 1,947 1,993

Wajo 2.80 1.74 9.95 13.46 4.67 8.84 2.70 1,925 1,992 2,215 2,171 2,015 2,168 2,275

Bone 9.21 8.62 8.90 (8.23) (2.22) (0.45) (5.15) 2,573 2,693 2,810 2,518 2,516 2,680 2,665

Tana Toraja 8.81 9.58 10.70 19.07 24.42 22.48 17.53 1,138 1,218 1,328 1,405 1,416 1,492 1,561

Maros 21.10 16.87 17.89 22.05 14.38 30.62 31.37 1,226 1,213 1,268 1,343 1,402 1,585 1,666

Luwu 14.40 33.72 58.62 21.03 31.02 29.83 0.39 279 343 393 292 365 446 395

Sinjai 29.64 23.39 32.89 28.26 19.56 22.16 14.21 1,121 1,149 1,265 1,181 1,340 1,404 1,445

Bulukumba 5.26 7.01 8.30 9.12 11.97 20.50 17.95 1,495 1,590 1,648 1,762 1,674 1,916 1,944

Bantaeng 11.68 9.38 14.38 19.25 19.94 40.12 34.81 580 607 647 675 696 850 872

Jeneponto 11.26 13.04 15.14 18.28 22.39 37.58 35.13 879 920 962 1,021 1,075 1,265 1,300

Selayar 13.55 5.55 9.41 12.05 6.85 5.19 0.37 541 552 580 549 578 581 582

Takalar 12.26 13.83 19.12 16.58 12.03 22.52 18.76 1,160 1,231 1,338 1,310 1,299 1,508 1,589

Barru 14.14 16.22 26.14 20.31 27.52 26.73 10.22 721 741 876 850 919 939 966

Sidrap 20.78 19.55 23.43 5.78 6.55 13.74 5.03 1,199 1,243 1,400 1,276 1,277 1,414 1,471

Pangkep 9.40 7.70 7.64 9.29 17.91 18.65 12.82 1,111 1,062 1,144 1,106 1,310 1,260 1,290

Soppeng 27.41 30.95 30.80 26.53 18.94 16.92 10.99 945 1,064 1,189 1,142 1,124 1,244 1,320

Enrekkang 16.82 12.77 29.14 15.07 18.25 22.75 2.51 887 965 1,112 1,008 1,049 1,184 1,140

Luwu Timur 16.09 26.09 1.42 (5.18) (17.62) (10.44) (2.93) 896 986 890 721 738 883 864

Luwu Utara 16.69 23.86 26.06 27.77 31.08 36.44 30.02 1,284 1,425 1,513 1,628 1,683 1,944 1,967

Parepare 10.02 10.81 13.79 7.36 7.22 13.80 8.26 4,697 4,938 5,114 4,949 5,036 5,620 5,537

Palopo 15.91 9.01 9.21 2.14 (0.17) 11.88 8.18 3,580 3,581 3,697 3,516 3,574 4,006 3,999

2015 2016

Nominal (Rp Miliar)

2016

Pertumbuhan (%, yoy)

Aset Per Kabupaten/Kota 2015

I II III IV I II III I II III IV I II III

Makassar 58,449,372 59,770,786 61,070,966 65,937,699 65,931,747 67,746,040 67,683,013 13.85% 10.58% 11.84% 15.27% 12.80% 13.34% 10.83%

Pinrang 1,210,324 1,257,828 1,307,321 1,356,638 1,428,524 1,563,589 1,621,388 -3.16% -0.50% 1.59% 7.38% 18.03% 24.31% 24.02%

Gowa 1,290,086 1,356,996 1,422,694 1,497,291 1,618,590 1,764,413 1,854,028 8.79% 7.90% 9.79% 15.82% 25.46% 30.02% 30.32%

Wajo 1,710,673 1,758,469 1,761,154 1,724,665 1,767,148 1,958,731 2,068,354 3.39% 2.98% 3.33% 0.90% 3.30% 11.39% 17.44%

Bone 2,126,680 2,205,792 2,258,128 2,083,175 2,182,117 2,403,710 2,421,664 6.59% 9.23% 10.54% 0.41% 2.61% 8.97% 7.24%

Tana Toraja 903,610 928,282 949,726 1,000,293 1,060,369 1,186,377 1,243,054 4.43% 3.81% 5.00% 9.70% 17.35% 27.80% 30.89%

Maros 1,082,675 1,137,342 1,215,002 1,288,852 1,359,159 1,542,881 1,632,419 9.60% 12.65% 16.61% 21.27% 25.54% 35.66% 34.36%

Luwu 234,922 248,318 263,663 270,589 273,727 365,220 378,474 12.70% 15.22% 18.13% 17.78% 16.52% 47.08% 43.54%

Sinjai 1,036,999 1,066,222 1,097,804 1,146,907 1,215,702 1,353,097 1,395,546 21.58% 22.24% 24.26% 27.37% 17.23% 26.91% 27.12%

Bulukumba 1,172,101 1,222,741 1,291,757 1,361,630 1,437,917 1,653,054 1,708,751 6.51% 6.98% 12.62% 16.69% 22.68% 35.19% 32.28%

Bantaeng 559,107 582,687 616,715 647,900 675,627 796,666 846,045 12.02% 11.83% 15.90% 19.22% 20.84% 36.72% 37.19%

Jeneponto 859,893 893,649 926,728 985,320 1,049,571 1,210,439 1,261,969 9.91% 12.16% 12.76% 16.36% 22.06% 35.45% 36.17%

Selayar 291,130 305,451 317,218 325,054 343,376 385,655 406,150 12.68% 16.89% 16.08% 14.07% 17.95% 26.26% 28.03%

Takalar 1,114,386 1,148,274 1,203,601 1,283,220 1,255,090 1,451,639 1,540,774 9.72% 9.11% 11.91% 16.65% 12.63% 26.42% 28.01%

Barru 657,486 676,217 703,814 744,219 779,698 874,774 921,015 10.70% 10.60% 11.19% 14.50% 18.59% 29.36% 30.86%

Sidrap 1,135,338 1,198,286 1,248,932 1,148,314 1,219,971 1,339,700 1,406,782 15.73% 18.71% 18.78% 3.93% 7.45% 11.80% 12.64%

Pangkep 969,151 983,688 1,010,101 1,014,397 1,123,606 1,239,975 1,271,752 10.84% 10.55% 4.40% 4.24% 15.94% 26.05% 25.90%

Soppeng 707,957 738,096 775,593 826,100 872,835 986,558 1,020,942 11.51% 14.02% 17.50% 21.75% 23.29% 33.66% 31.63%

Enrekkang 632,834 647,567 671,580 721,700 747,900 807,177 851,790 9.73% 9.17% 10.06% 15.41% 18.18% 24.65% 26.83%

Luwu Timur 520,079 551,973 564,929 581,815 597,716 704,996 725,921 22.52% 24.35% 21.35% 17.67% 14.93% 27.72% 28.50%

Luwu Utara 1,239,634 1,360,437 1,456,400 1,529,152 1,626,984 1,835,941 1,925,423 13.87% 21.34% 24.38% 26.79% 31.25% 34.95% 32.20%

Parepare 4,420,933 4,556,238 4,695,131 4,607,896 4,694,476 5,107,774 5,158,826 9.30% 8.58% 10.63% 6.71% 6.19% 12.11% 9.88%

Palopo 2,978,330 2,967,569 3,081,776 2,898,975 3,048,644 3,338,675 3,429,694 11.97% 7.70% 9.23% -0.73% 2.36% 12.51% 11.29%

2015 2016

gKREDIT - % (YOY)KREDIT - Rp Juta

2016Kabupaten/Kota 2015

Page 81: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 75

Sementara itu, pangsa DPK di 23 kabupaten/kota lainnya masih relatif kecil. Tercatat hanya terdapat 2 kabupaten/kota

yang memiliki pangsa DPK di atas 3%, yaitu Parepare (3,51%) dan Palopo (3,46%). Melihat potensi perekonomian yang

dimiliki beberapa Kabupaten di Sulsel yang relatif besar, perbankan dapat meningkatkan upaya penghimpunan DPK di

luar Kota Makassar, melalui inovasi produk yang semakin menarik atau pengembangan branchless banking.

Tabel 4.20. Perkembangan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

Kualitas kredit relatif terjaga di seluruh kab/kota, dengan sebagian besar kabupaten/kota merupakan daerah lending

(LDR > 100%). Kualitas kredit yang tercermin dari tingkat NPL di seluruh kabupaten/kota masih dalam level aman. Seluruh

kab/kota memiliki tingkat NPL di bawah angka psikologis (5%). Sementara dari sisi intermediasi perbankan, lebih dari

separuh daerah merupakan daerah lending, yang tercermin dari LDR lebih dari 100%. Terdapat 18 Kabupaten/Kota yang

memiliki LDR di atas 100% yaitu Takalar, Jeneponto, Parepare, Bantaeng, Luwu Utara, Maros, Pinrang, Makassar, Sinjai,

Sidrap, Pangkep, Palopo, Bulukumba, Gowa, Luwu, Bone, Luwu Timur, dan Barru. Untuk perbankan yang berlokasi di 18

kabupaten/kota tersebut, masih memiliki potensi untuk penghimpunan DPK, terutama yang berupa dana murah

(tabungan). Sementara daerah funding, dengan LDR kurang dari 100%, masih memiliki potensi yang besar untuk

mendorong kredit/pembiayaan.

Tabel 4.21. Perkembangan NPL dan Intermediasi Perbankan per Kabupaten/Kota

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

4.2. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Penyaluran kredit UMKM tumbuh meningkat. Kredit UMKM di triwulan III 2016 tercatat sebesar Rp31,43 triliun, tumbuh

15,56% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 13,62% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total

kredit adalah 29,00%. Dari nilai tersebut, sekitar 71,64% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja

sedangkan sisanya digunakan untuk investasi. Angka rasio NPL kredit UMKM masih berada di bawah batas aman (5,0%).

Pada triwulan III 2016 NPL UMKM sebesar 4,07%, menurun dibandingkan rasio NPL pada triwulan lalu 4,14%. Secara

I II III IV I II III I II III IV I II III

Makassar 42,932,358 43,906,451 45,891,183 52,965,328 51,208,442 53,105,971 53,673,662 11.67% 9.21% 8.19% 19.39% 19.28% 20.95% 16.96%

Pinrang 811,798 852,610 942,380 1,007,942 1,225,840 1,342,557 1,273,776 6.76% 6.42% 8.28% 15.89% 51.00% 57.46% 35.17%

Gowa 1,177,269 1,297,704 1,372,836 1,509,299 1,568,661 1,574,670 1,577,629 11.75% 9.54% 13.51% 28.77% 33.25% 21.34% 14.92%

Wajo 1,747,744 1,879,970 2,066,062 2,033,112 1,975,850 2,033,102 2,132,702 7.61% 9.74% 16.92% 16.88% 13.05% 8.15% 3.23%

Bone 2,152,597 2,282,034 2,357,929 2,111,519 2,277,691 2,322,173 2,253,104 8.56% 10.70% 8.89% -3.32% 5.81% 1.76% -4.45%

Tana Toraja 1,075,740 1,146,823 1,213,516 1,259,943 1,275,190 1,416,992 1,441,305 10.08% 12.51% 41.23% 21.54% 18.54% 23.56% 18.77%

Maros 1,083,324 1,003,166 1,068,595 999,843 1,100,462 1,158,910 1,130,018 49.46% 30.28% 39.76% 36.24% 1.58% 15.53% 5.75%

Luwu 241,214 324,626 252,387 231,280 347,474 420,455 325,121 17.04% 36.02% 13.28% 83.79% 44.05% 29.52% 28.82%

Sinjai 655,968 913,535 1,041,542 972,721 1,116,108 1,116,507 1,113,226 52.81% 106.07% 111.28% 70.36% 70.15% 22.22% 6.88%

Bulukumba 1,355,908 1,379,750 1,399,517 1,386,440 1,464,564 1,508,257 1,442,551 16.35% 9.47% 7.75% 10.21% 8.01% 9.31% 3.07%

Bantaeng 409,647 431,000 505,393 421,760 541,147 521,227 537,176 21.18% 9.57% 35.20% 18.57% 32.10% 20.93% 6.29%

Jeneponto 504,163 604,097 670,170 537,269 638,349 766,907 700,607 27.62% 24.15% 31.77% 29.69% 26.62% 26.95% 4.54%

Selayar 495,356 512,310 530,937 464,125 549,079 559,033 549,620 11.32% 5.82% 9.48% 6.74% 10.85% 9.12% 3.52%

Takalar 386,664 398,499 440,658 682,926 721,964 813,039 808,376 13.29% 11.87% 16.91% 55.59% 86.72% 104.03% 83.45%

Barru 670,709 696,718 810,731 751,260 878,799 891,832 880,404 17.64% 18.21% 27.42% 24.83% 31.03% 28.00% 8.59%

Sidrap 917,739 926,559 1,113,253 952,149 1,032,992 1,067,537 1,126,070 31.44% 20.15% 35.16% 16.20% 12.56% 15.22% 1.15%

Pangkep 1,001,816 946,210 1,009,420 930,694 1,144,485 1,052,201 1,047,235 34.25% 32.01% 36.72% 10.30% 14.24% 11.20% 3.75%

Soppeng 890,907 1,004,401 1,107,310 1,041,695 1,095,568 1,192,839 1,243,627 29.89% 32.81% 33.69% 38.90% 22.97% 18.76% 12.31%

Enrekkang 840,342 835,730 1,048,176 921,389 999,369 1,140,828 1,073,733 22.56% 3.36% 30.85% 21.01% 18.92% 36.51% 2.44%

Luwu Timur 855,220 954,231 839,837 585,057 701,764 845,021 692,388 16.04% 26.56% 4.67% -12.25% -17.94% -11.44% -17.56%

Luwu Utara 1,017,692 1,160,131 1,162,034 1,179,794 1,243,318 1,305,002 1,286,920 26.96% 30.87% 27.74% 28.46% 22.17% 12.49% 10.75%

Parepare 2,613,764 2,813,141 2,909,004 2,766,350 2,503,176 3,023,367 2,877,117 17.61% 17.17% 14.76% 7.25% -4.23% 7.47% -1.10%

Palopo 2,582,006 2,597,787 2,680,471 2,755,086 2,731,479 2,918,164 2,838,319 21.37% 12.78% 9.34% 11.38% 5.79% 12.33% 5.89%

2015

gDPK - % (YOY)

2016

DPK - Rp Juta

2016Kabupaten/Kota 2015

I II III IV I II III I II III IV I II III

Makassar 3.62% 3.41% 4.55% 3.93% 4.20% 3.88% 3.92% 136.14% 136.13% 133.08% 124.49% 128.75% 127.57% 126.10%

Pinrang 1.79% 1.49% 1.20% 0.86% 0.91% 0.74% 0.84% 149.09% 147.53% 138.73% 134.59% 116.53% 116.46% 127.29%

Gowa 3.54% 2.89% 1.78% 0.84% 0.99% 0.69% 0.87% 109.58% 104.57% 103.63% 99.20% 103.18% 112.05% 117.52%

Wajo 4.35% 5.63% 5.80% 2.32% 2.30% 1.95% 1.88% 97.88% 93.54% 85.24% 84.83% 89.44% 96.34% 96.98%

Bone 3.06% 3.12% 3.14% 3.79% 4.28% 3.73% 2.34% 98.80% 96.66% 95.77% 98.66% 95.80% 103.51% 107.48%

Tana Toraja 0.93% 1.06% 0.73% 0.48% 0.61% 0.58% 0.46% 84.00% 80.94% 78.26% 79.39% 83.15% 83.73% 86.25%

Maros 0.81% 0.70% 0.56% 0.46% 0.57% 0.49% 0.43% 99.94% 113.38% 113.70% 128.91% 123.51% 133.13% 144.46%

Luwu 0.22% 0.26% 0.30% 0.33% 0.37% 0.22% 0.16% 97.39% 76.49% 104.47% 117.00% 78.78% 86.86% 116.41%

Sinjai 2.17% 2.08% 1.72% 1.16% 1.32% 1.21% 1.04% 158.09% 116.71% 105.40% 117.91% 108.92% 121.19% 125.36%

Bulukumba 1.96% 2.15% 2.07% 1.61% 1.58% 1.29% 1.26% 86.44% 88.62% 92.30% 98.21% 98.18% 109.60% 118.45%

Bantaeng 1.26% 0.94% 0.70% 0.57% 0.85% 0.92% 0.65% 136.49% 135.19% 122.03% 153.62% 124.85% 152.84% 157.50%

Jeneponto 2.70% 2.37% 1.64% 1.32% 1.30% 1.00% 0.85% 170.56% 147.93% 138.28% 183.39% 164.42% 157.83% 180.13%

Selayar 0.53% 0.39% 0.26% 0.17% 0.36% 0.31% 0.37% 58.77% 59.62% 59.75% 70.04% 62.54% 68.99% 73.90%

Takalar 3.42% 2.99% 2.22% 1.30% 1.25% 1.00% 0.56% 288.21% 288.15% 273.14% 187.90% 173.84% 178.54% 190.60%

Barru 1.41% 1.32% 0.96% 0.61% 0.63% 0.61% 0.48% 98.03% 97.06% 86.81% 99.06% 88.72% 98.09% 104.61%

Sidrap 1.84% 2.13% 2.22% 0.76% 0.84% 0.65% 0.57% 123.71% 129.33% 112.19% 120.60% 118.10% 125.49% 124.93%

Pangkep 1.67% 1.50% 1.23% 0.86% 0.71% 0.65% 0.85% 96.74% 103.96% 100.07% 108.99% 98.18% 117.85% 121.44%

Soppeng 0.86% 1.00% 0.71% 0.51% 0.54% 0.39% 0.52% 79.46% 73.49% 70.04% 79.30% 79.67% 82.71% 82.09%

Enrekkang 1.10% 1.25% 1.12% 0.72% 0.76% 0.77% 0.76% 75.31% 77.49% 64.07% 78.33% 74.84% 70.75% 79.33%

Luwu Timur 1.58% 1.08% 1.09% 0.91% 0.96% 0.78% 0.90% 60.81% 57.84% 67.27% 99.45% 85.17% 83.43% 104.84%

Luwu Utara 1.19% 1.00% 0.89% 0.68% 0.68% 0.53% 0.39% 121.81% 117.27% 125.33% 129.61% 130.86% 140.68% 149.61%

Parepare 4.64% 4.30% 4.01% 2.64% 2.37% 2.88% 2.83% 169.14% 161.96% 161.40% 166.57% 187.54% 168.94% 179.31%

Palopo 4.06% 3.10% 3.01% 1.70% 1.79% 1.19% 1.12% 115.35% 114.23% 114.97% 105.22% 111.61% 114.41% 120.84%

2015

NPL - %

2016 2016

LDR - %

Kabupaten/Kota 2015

Page 82: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

sektor ekonomi, UMKM pada sektor konstruksi danJasa dunia usaha perlu mendapatkan perhatian khusus dikarenakan

memiliki rasio NPL di atas batas aman.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.31. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik 4.32. Pangsa Kredit UMKM

Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan. Rasio jumlah

rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan II 2016

rasio tersebut tercatat 157,07%. Rasio yang lebih besar dari 100% mengindikasikan bahwa terdapat penduduk angkatan

kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses

keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki rasio yang

tinggi seperti Kota Makassar, Parepare dan Palopo, sementara Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Jeneponto merupakan

kabupaten yang memiliki rasio yang cukup rendah.

Indikator akses keuangan di Sulsel dari sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk

angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota

terkecuali Parepare, Makassar,dan Palopo. Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan

usaha/wirausaha baru yang didukung sektor perbankan atau dengan kata lain ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada

debitur yang sudah ada.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah Grafik 4.33. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel Grafik 4.34. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel

0

5

10

15

20

25

30

35

0

1

2

3

4

5

6

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

%, yoy%

NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan

Total Kredit

Non-UMKM

71,00%

Total

Kredit UMKM

Produkti f +

Konsumtif29,00%

Modal Kerja

71,64%

Investasi28,36%

15

17

19

21

23

25

27

29

15

35

55

75

95

115

135

155

Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

%%

Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja - rhs Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja

* Data Kredit & DPK menggunakan Lokasi Bank

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

%

Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja

Page 83: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 77

5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

RUPIAH

Bab 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan

Pengelolaan Uang Rupiah

Perkembangan transaksi keuangan nontunai berjalan dinamis. Nilai transaksi

keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami

peningkatan, seiring dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal

transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp100 juta dan diberlakukannya

kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari.

Sementara itu, disisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi netinflow sebesar

Rp3,98 triliun. Hal ini terjadi diperkirakan karena terdapat libur panjang

sehingga terjadi peningkatan uang masuk dari luar Sulsel ke dalam Sulsel.

Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia

senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan

pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran

uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi

ciri-ciri keaslian mata uang rupiah.

Page 84: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH

78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

5.1. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran

Transaksi nontunai yang dilakukan melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) mengalami penurunan. Jumlah warkat

yang dikliringkan pada triwulan III 2016 tercatat sebanyak 328 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp15,60 triliun.

Nilai transaksi kliring pada triwulan III 2016 masih tumbuh positif 37,32% (yoy), meski lebih rendah bila dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya 84,02% (yoy). Melambatnya perputaran transaksi pembayaran melalui SKNBI di Sulsel juga

terlihat dari rata-rata perputaran harian transaksi kliring yang tumbuh mencapai 41,97% (yoy) atau Rp0,26 triliun per hari

pada triwulan III 2016. Melambatnya transaksi kliring diperkirakan terjadi akibat seluruh transaksi dikeluarkan pada saat

sebelum Hari Raya yang jatuh pada awal bulan Juli, serta jumlah hari kerja yang terhitung lebih rendah dibandingkan

triwulan lainnya. Meskipun demikian, transaksi SKNBI lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya di triwulan

yang sama. Hal ini diperkirakan karena terdapat implementasi ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar

Rp100 juta16

dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara

itu, rasio Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) menunjukkan peningkatan pada triwulan III

2016 menjadi 3,20% dari triwulan sebelumnya 2,78%.

Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong

Sumber: Bank Indonesia, diolah

5.2. Pengelolaan Uang Rupiah

5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal

Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan III 2016 menunjukkan net inflow. Aliran uang masuk (inflow)

tercatat sebesar Rp6,50 triliun,meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar Rp3,34 triliun atau secara triwulanan tumbuh

tinggi 35,03% (Grafik 5.1.). Di sisi lain, aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami penurunan dari Rp4,98

triliun pada triwulan II 2016 menjadi Rp2,52 triliun pada triwulan III 2016, sehingga tercatat net inflow sebesar Rp3,98

triliun (Grafik 5.2 dan Grafik 5.3). Net inflow diperkirakan terjadi karena terdapat libur/cuti bersama pada periode awal

laporan sehingga terdapat peningkatan aktivitas masyarakat dari luar Sulsel yang masuk ke dalam Sulsel, sehingga uang

kartal yang masuk ke dalam Sulsel meningkat. Bank Indonesia juga bekerjasama dengan perbankan di daerah dalam

distribusi uang kartal melalui layanan kas titipan. Saat ini terdapat 2 (dua) kas titipan BI di Sulawesi Selatan yaitu di Kota

Parepare dengan plafon mencapai Rp150 miliar dan Kota Palopo yang mencapai plafon Rp200 miliar. Pada tahun

anggaran 2016 ini Bank Indonesia juga merencanakan untuk membuka layanan Kas Titipan di Kabupaten Bulukumba yang

akan mulai beroperasi pada November 2016. Pembukaan layanan Kas Titipan di berbagai wilayah di Sulsel tersebut

merupakan wujud implementasi komitmen Bank Indonesia dalam memperluas jangkauan layanan untuk pemenuhan

kebutuhan uang kartal layak edar kepada masyarakat di Sulsel.

16 Surat Edaran BI No. 17/35/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Batas Nilai Nominal Transfer Dana Melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross

Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, terhitung sejak tanggal 1 Juli 2016 batas nilai nominal transfer dana untuk Sistem BI-RTGS akan diubah dari semula Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) ke atas per instruksi menjadi di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per instruksi.

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring

Debet Penyerahan

- Nominal (triliun rupiah) 9.74 9.98 10.24 10.67 9.48 9.62 9.72 11.20 9.76 10.49 11.36 13.95 18.23 19.31 15.60 5.23

- Lembar (ribuan) 284 286 281 290 260 266 261 281 262 285 297 314 347 361 328 115

Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring

Kredit dan Debet Penyerahan

- Nominal (triliun rupiah) 0.16 0.17 0.17 0.17 0.16 0.16 0.16 0.18 0.16 0.17 0.19 0.22 0.30 0.31 0.26 0.25

- Lembar (ribuan) 4.73 4.76 4.68 4.68 4.33 4.43 4.21 4.53 4.30 4.67 4.87 4.99 5.69 5.73 5.56 5.49

Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong

(terhadap Kliring Debet Penyerahan)

- Nominal (%) 2.41 2.75 3.28 2.60 2.61 3.66 2.56 2.60 2.70 2.22 2.24 2.50 2.37 2.78 3.20 19.94

- Lembar (%) 2.38 2.47 2.33 2.17 2.47 2.46 2.30 1.84 2.27 2.15 2.06 2.07 2.19 2.29 2.43 2.41*) Data hingga bulan Oktober 2016

20162013URAIAN

2014 2015

Page 85: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 79

*) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 2016

*) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 2016

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.1. Aliran Uang Kartal Inflow Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.2. Aliran Uang Kartal Outflow

*) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 2016

Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.3. Selisih Inflow dan Outflow

5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar

Bank Indonesia meningkatkan penyelenggaraan layanan penukaran uang di luar kantor. Demi menjaga ketersediaan

uang layak edar (ULE) di masyarakat, sejak tanggal 28 April 2015 Bank Indonesia membuka pelayanan penukaran uang di

luar kantor, yang telah dilakukan secara rutin setiap hari Selasa-Rabu-Kamis dengan jam operasional 09.00 s.d. 13.00

WITA di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar. Selain itu, kegiatan kas keliling luar Kota Makassar juga

telah dilakukan di beberapa daerah yaituKabupaten Jeneponto, Bantaeng, Sinjai, Watampone, Soppeng, Bulukumba,

Selayar, Wajo, Enrekang, Luwu Timur, Sinjai Utara, Bone, dan Luwu Utara.

Dalam rangka mendukung clean money policy, kegiatan remise dan pemusnahan uang ditingkatkan. Selama periode

triwulan III 2016, telah dilakukan sebanyak 6 (enam) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI)

yaitu ke Provinsi Maluku, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Barat masing-masing sebanyak 1-2 kali.

Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada

triwulan III 2016 tercatat sebesar Rp1,29 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp2,69 triliun

(Grafik 5.4).

5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu

Pecahan besar mendominasi peredaran uang palsu di Sulsel. Pada triwulan III 2016 tercatat sebanyak 487 lembar.

Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan III 2016 adalah pecahan Rp100.000 (48,05%), diikuti

Rp50.000 (49,08%), diikuti dan pecahan lainnya sebesar 2,87% (Grafik 5.6). Sebagai upaya mengantisipasi peredaran uang

palsu sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (KPwBI Sulsel) senantiasa melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah

di berbagai daerah di Sulsel.

(20)

0

20

40

60

80

100

0

1

2

3

4

5

6

7

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV**

2013 2014 2015 2016*

%, yoyRp Triliun Inflow gInflow - Skala Kanan

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

100

0

1

2

3

4

5

6

7

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV**

2013 2014 2015 2016*

%, yoyRp Triliun Outflow gOutflow - Skala Kanan

(2.0)

(1.0)

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV**

2013 2014 2015 2016*

Rp Triliun

Page 86: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH

80 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

*) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 2016

*) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 2016

Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.4. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.5. Temuan Uang Palsu

*) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 2016

Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.6. Temuan Uang Palsu Per Nominal

(400)

0

400

800

1,200

1,600

2,000

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4I II III

IV

I II III

IV

I II III

IV

I II III

IV*

*

2013 2014 2015 2016*

%, yoyRp Triliun Nominal UTLE gUTLE - Skala Kanan

-120%

-80%

-40%

0%

40%

80%

120%

160%

200%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

IV**

2013 2014 2015 2016*

Temuan Uang Palsu Y.O.Y.

Lem

bar

48%

49%

3%Pecahan100.000

Pecahan50.000

PecahanLainnya

Page 87: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 81

Boks 5.A

Gerakan Peduli Koin di Sulawesi Selatan

Tingkat pengembalian (inflow) uang koin dari masyarakat ke Bank Indonesia relatif rendah. Dalam sepuluh tahun

terakhir secara nasional, Bank Indonesia telah mengeluarkan uang logam/ koin sekitar Rp6 triliun, namun yang kembali ke

BI hanya Rp900 miliar atau 16%, bahkan dengan tren yang semakin menurun. Sementara itu, Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Sulawesi Selatan (KPw BI Sulsel) telah mengedarkan uang koin mencapai Rp15 miliar selama tahun 2015,

namun yang kembali ke BI hanya Rp46 juta atau 0,3%. Sementara pada tahun 2016 (s.d. Juli), KPw BI Sulsel telah

mengedarkan uang koin sebesar Rp11 miliar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, namun yang kembali ke BI hanya

Rp7 juta (0,06%).

Sebagai bank sentral, uang koin yang kembali ke Bank Indonesia akan diedarkan kembali sehingga bermanfaat bagi

aktivitas ekonomi. Fenomena berkurangnya tingkat inflow uang koin ke Bank Indonesia bisa karena berbagai alasan,

karena desainnya yang menarik dan tidak mudah rusak/lusuh, sehingga daya edar uang koin menjadi semakin panjang.

Kondisi ini menjadi perhatian Bank Indonesia, sehingga menyelenggarakan kegiatan “Gerakan Peduli Koin Nasional” di

berbagai provinsi di Indonesia. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat dalam penggunaan

uang koin sebagai alat pembayaran yang sah dan meningkatkan efektivitas uang koin yang mempunyai nilai sama dengan

uang kertas sebagai alat tukar dalam bertransaksi. Dalam kegiatan ini juga dihimbau kepada para pedagang/peritel untuk

memiliki budaya yang sama dan bertanggung jawab dalam memberikan hak konsumen berupa pengembalian dalam

bentuk uang, bukan bentuk lainnya saat bertransaksi.

Untuk menyukseskan Gerakan Peduli Koin tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel bekerjasama

dengan perbankan untuk dalam melayani masyarakat yang akan menukarkan uang koin. Gerakan Peduli Koin di Sulsel

dilaksanakan di Anjungan Pantai Losari Makassar pada hari Minggu, 4 September 2016. Acara ini terbuka bagi seluruh

masyarakat di Sulsel,sehingga masyarakat yang masih memiliki uang koin yang tercecer, dibiarkan, atau mungkin tidak

lagi dimanfaatkan untuk aktivitas ekonomi,dapat menukarkan uang koinnya di stand Bank Indonesia. Uang koin yang

terkumpul akan disortir oleh Bank Indonesia, sehingga yang masih layak edar dapat dimanfaatkan kembali untuk aktivitas

ekonomi.

Gambar 5.A.1 Gerakan Peduli Koin oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan

Page 88: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH

82 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 89: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 83

6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Bab 6

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel per Agustus 2016 tercatat

4,80% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu 5,95%.

Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani

(NTP) hingga triwulan III 2016 secara tahunan masih cukup baik meskipun

menurun bila dibandingkan triwulan III 2015.

Namun jumlah penduduk miskin di Sulsel padaMaret 2016sedikit mengalami

peningkatandibandingkanMaret 2015 baik di kota maupun di desa. Persentase

penduduk miskin di Sulsel (9,40%) tergolong rendah jika dibandingkan dengan

Provinsi lain di Sulawesi maupun Nasional (10,86%).

Page 90: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

84 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

6.1 Tenaga Kerja

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel

menurun. Per Agustus 201617

TPT mencapai 4,80%

lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun

lalu 5,95%. Secara absolut jumlah pengangguran

terbuka Sulsel turun dari 220,63 ribu orang per Agustus

2015 menjadi 186,29 ribu orang per Agustus 2016.

Penurunan pengangguran diindikasikan sebagai dampak

positif dari kebijakan pemerintah diantaranya dalam

penyaluran dana ke desa dan mulai terimplementasinya

sebagian dari paket kebijakan ekonomi, sehingga

ketersediaan lapangan kerja semakin membaik. Di sisi

lain, jumlah angkatan kerja meningkat cukup signifikan

sebanyak 174,87 ribu orang atau naik 4,72%

dibandingkan periode yang sama tahun 2015.

Meningkatnya angkatan kerja pada bulan Agustus

diperkirakan terjadi karena tahun ajaran baru terjadi

pada pertengahan tahun atau sekitar bulan Juli-

Agustus.

Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sektor pertanian masih menjadi tumpuan penyerap tenaga kerja. Pada periode Agustus 2016, sektor pertanian

menyerap 38,83% dari total tenaga kerja atau 1,47 juta orang. Angka ini tumbuh positif 0,93% dibandingkan periode yang

sama 2015. Peningkatan ini disebabkan adanya pergeseran waktu panen yang terjadi pada triwulan III 2016 sehingga

kebutuhan pekerja musim panen meningkat. Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri,

perdagangan, jasa, dan lainnya meningkat masing-masing 22,78%; 11,86%; 2,86%, dan 8,90%. Meskipun demikian,

kondisi ini tidak tercermin dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, yang menyatakan bahwa pada periode ini terdapat

penurunan indeks ketersediaan lapangan kerja. Di sisi lain, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6)

meningkat menjadi 126,50 pada triwulan III 2016 dari sebelumnya 124,67. Meningkatnya Indeks Penghasilan Saat Ini

Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) tersebut sejalan dengan Indeks yang Diterima Petani yang meningkat pada masa panen.

Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat. TPAK naik dari 60,94% pada Agustus 2015 menjadi

62,92% pada Agustus 2016. Peningkatan TPAK diperkirakan terjadi di hampir seluruh sektor. Meski demikian, menurut

informasi anekdotal, penyerapan tenaga kerja tertinggi terjadi di sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan di

Sulsel. Sejalan dengan hal tersebut, jumlah angkatan kerja juga mengalami peningkatan. Pada Agustus 2016 tercatat

sebanyak 3,69 juta orang, sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya tercatat 3,48 juta orang.

17

BPS mengeluarkan perhitungan tenaga kerja 2 kali dalam setahun, yaitu Februari (yang rilis pada bulan Mei) dan Agustus (yang rilis pada November)

KEGIATAN UTAMA Agustus Agustus

2015 2016

Angkatan Kerja 3,706,128 3,881,003

a. Bekerja 3,485,492 3,694,712

b. Pengangguran 220,636 186,291

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 60.94% 62.92%

Tingkat Pengangguran Terbuka 5.95% 4.80%

Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan

Pertanian 1,454,451 41.73% -1.36% 1,468,000 39.73% 0.93%

Industri 230,495 6.61% 14.10% 283,000 7.66% 22.78%

Perdagangan 688,331 19.75% 2.17% 770,000 20.84% 11.86%

Jasa 616,355 17.68% -12.44% 634,000 17.16% 2.86%

Lainnya 495,860 14.23% 4.85% 540,000 14.61% 8.90%

Total 3,485,492 100.00% 1.19% 3,695,000 100.00% 6.01%

Agustus 2016KEGIATAN UTAMA

Agustus 2015

Page 91: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 85

*) Data hingga bulan Oktober 2016 Sumber: Survei Konsumen, BI

*) Data hingga bulan Oktober 2016 Sumber: Survei Konsumen, BI

Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini

6.2 Penduduk Miskin18

Jumlah penduduk miskin di Sulsel sedikit meningkat dibandingkan posisi yang sama tahun lalu. Pada Maret 201619

jumlah penduduk miskin mencapai 807 ribu orang atau 9,40% dari total penduduk Sulsel. Hal ini berarti naik 1,17% (yoy)

dari periode yang sama tahun sebelumnya tercatat sebanyak 797 ribu orang. Peningkatan jumlah penduduk miskin terjadi

baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di kota meningkat 1,85% (yoy) menjadi 149 ribu orang, sementara

yang berada di pedesaan meningkat 1,01% (yoy) menjadi 658 ribu orang (Grafik 6.3). Jumlah penduduk miskin di

pedesaan tersebut mencapai 81,52% dari total penduduk miskin Sulsel, sedangkan selebihnya 18,48% berada di

perkotaan.

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik 66.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Menurut Provinsi Maret 2016

Inflasi yang relatif terkendali menahan laju kemiskinan penduduk Sulsel baik yang berada di kota maupun di desa.

Dengan rata-rata inflasi pada periode Januari sd. Maret 2016 yang semakin menurun (5,38%;yoy) dibandingkan periode

yang sama tahun lalu (7,45%;yoy), maka daya beli masyarakat Sulsel secara umum menjadi lebih baik, sehingga laju

kemiskinan tidak meningkat tajam. Namun meski sudah menurun, inflasi di Sulsel masih tergolong tinggi. Hal ini terutama

dikarenakan adanya tekanan harga terutama pada kelompok bahan pangan. Tekanan harga muncul dikarenakan terjadi

excess demand akibat berkurangnya pasokan bahan pangan khususnya beras, yang dikarenakan mundurnya siklus tanam

padi sebagai dampak dari El Nino. Secara umum excess demand tidak hanya terjadi di Sulsel namun juga terjadi di hampir

seluruh provinsi.

18 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai

ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan September) dan September (yang rilis pada Januari)

19 BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan Juli) dan September (yang rilis pada Januari)

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

80

90

100

110

120

130

140

150

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

Ketersediaan lapangan kerja

Growth yoy (%) - Skala Kanan

Indeks

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

80

90

100

110

120

130

140

150

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

Penghasilan saat ini

Growth yoy (%) - Skala Kanan

Indeks

152.8 150.8 133.6 148.0 160.5 162.49 154.40 146.42 157.18 149.13

930.3

880.9

672.3639.7 696.9

701.81

651.95651.3

707.34

657.9

10.3% 10.3%

9.8%

9.5%

10.3%10.3%

9.5%

9.39%

10.12%

9.40%

8.8%

9.0%

9.2%

9.4%

9.6%

9.8%

10.0%

10.2%

10.4%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

Mar-11 Sep-11 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16

ribu orang

Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan

8.34

14.45

9.40

12.88

17.73

11.74

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar

Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan

Page 92: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

86 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras

memiliki korelasi positif. Korelasi antara kedua

variabel ini mencapai 0,71. Hal demikian

menunjukkan bahwa perkembangan harga

beras memiliki hubungan yang kuat dengan

kemiskinan, atau dengan kata lain inflasi

merupakan faktor yang berpengaruh dalam

menentukan kemiskinan20

. Oleh karena itu, jika

inflasi semakin meningkat akan menurunkan

daya beli masyarakat, khususnya yang memiliki

tingkat pendapatan tetap, dan pada akhirnya

akan menurunkan kesejahteraan. Dengan

demikian, upaya Pengendalian inflasi perlu

ditingkatkan dalam menekan tingkat

kemiskinan.

Grafik 6.5. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi

lain se-Sulawesi. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan kedua terendah (9,40%) setelah Sulawesi

Utara (8,34%) (Grafik 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di wilayah Sulawesi tercatat 17,73%

terdapat di Provinsi Gorontalo.

Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di Pulau Sulawesi

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Menurut Kabupaten/Kota di Sulsel, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Pangkep. Berdasarkan data BPS

tahun 2014, tingkat kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38%, kemudian diikuti Kab. Jeneponto (15,31%), dan Toraja

Utara (15,10%). Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di wilayah Makassar dengan

persentase kemiskinan 4,48% yang kemudian diikuti oleh Sidrap (5,82%), dan Parepare (5,88%).

20 Berdasarkan riset dari Talukdar (2012), The Effect of Inflation on Poverty in Developing Countries: A Panel Data Analysis. Texas Tech University.

-0.05

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

2011 2012 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16

Kemiskinan Inflasi Andil Beras - Skala Kanan

% yoy % yoy

R2 Kemiskinan - Andil Beras: 71,02%

Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Mar-15 Sep-15 Mar-16

Kota 240,276 246,416 262,163 274,140 281,676 9.11% 11.25% 7.44% 8.61% 8.36% 5.70%

Desa 211,271 219,109 240,175 254,524 263,674 13.68% 16.16% 9.78%

Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY

Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total

Sulut 60.71 147.83 208.54 5.52 11.27 8.65 58.00 159.14 217.14 5.26 12.10 8.98 60.62 142.20 202.82 5.34 10.97 8.34

Sulsel 146.42 651.30 797.72 4.61 12.23 9.39 157.18 707.34 864.52 4.93 13.22 10.12 149.13 657.90 807.03 4.51 12.46 9.40

Sulbar 27.39 133.09 160.48 10.52 12.87 12.40 22.51 130.70 153.21 8.69 12.70 11.90 22.85 129.88 152.73 8.59 12.56 11.74

Sultra 52.06 269.82 321.88 7.24 15.19 12.90 56.77 288.25 345.02 7.84 16.12 13.74 51.01 275.86 326.87 6.74 15.49 12.88

Sulteng 77.97 343.66 421.63 10.93 15.90 14.66 79.25 327.09 406.34 11.06 15.07 14.07 75.45 345.07 420.52 10.18 15.91 14.45

Gorontalo 25.37 181.48 206.85 6.48 24.62 18.32 27.01 179.51 206.52 6.84 24.17 18.16 24.08 179.11 203.19 5.84 24.41 17.73

Provinsi

Mar-15 Sep-15 Mar-16

Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Page 93: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 87

Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan

Sumber: BPS, diolah

6.3 Rasio Gini21

Gini ratio Provinsi Sulsel meningkat. Nilai gini ratio Sulsel tahun 2016 sebesar 0,43meningkat dibandingkan tahun

sebelumnya yang mencapai 0,42. Dilihat secara tren selama 3 tahun terakhir, angka ini juga cenderung meningkat. Bila

dibandingkan dengan gini ratio nasional, selama 3 tahun terakhir nilai gini ratio Sulsel selalu lebih tinggi. Meski demikian,

pada tahun 2011 dan 2012 gini ratio Sulsel bernilai sama dengan nasional yakni 0,41. Dibandingkan provinsi lain di

Sulawesi, nilai gini ratio Sulsel tahun 2016 merupakan yang tertinggi, disamping Gorontalo yang berada diperingkat kedua

tertinggi di Sulawesi. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,36) terjadi di Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah.

Nilai gini ratio yang masih tergolong tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi setiap pemerintah khususnya Pemerintah

Provinsi, agar kedepan strategi pembangunan ekonomi diarahkan yang lebih inklusif, agar tingkat kesenjangan

pendapatan masyarakat dapat diturunkan.

Tabel 6.6. Nilai Gini Ratio di Pulau Sulawesi

*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Sumber: Booklet Data Sosial Ekonomi, BPS

6.4 Nilai Tukar Petani22

Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan III 2016 meningkat. Rata-rata NTP Sulsel yang dalam hal ini mencerminkan

indikator kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian pada triwulan III 2016 meningkat menjadi sebesar 104,90,

dibandingkan triwulan sebelumnya 104,03. Peningkatan NTP tersebut didorong oleh peningkatan rata-rata indeks yang

diterima petani atas hasil produksi petani. Rata-rata indeks yang diterima petani meningkat dari 127,98 pada triwulan II

2016 menjadi 130.15 pada triwulan laporan (Grafik 6.8). Peningkatan indeks tersebut diperkirakan karena terdapat panen

21Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 22NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).

No Tingkat Kemiskinan (%) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

1 Kep. Selayar 18.49 16.41 15.00 13.49 12.87 14.23 13.13

2 Bulukumba 12.26 10.50 9.02 8.12 7.82 9.04 8.37

3 Bantaeng 10.94 9.96 10.25 9.21 8.89 10.45 9.68

4 Jeneponto 22.48 20.58 19.10 17.16 16.58 16.52 15.31

5 Takalar 12.68 11.06 11.16 10.04 9.59 10.42 9.62

6 Gowa 12.79 10.93 9.49 8.55 8.05 8.73 8.00

7 Sinjai 12.73 11.37 10.68 9.63 9.28 10.32 9.56

8 Maros 18.55 16.35 14.62 13.14 12.55 12.94 11.93

9 Pangkep 21.36 19.35 19.26 17.36 16.62 17.75 16.38

10 Barru 13.49 11.43 10.69 9.59 9.28 10.32 9.74

11 Bone 17.35 15.19 14.08 12.67 12.25 11.92 10.88

12 Soppeng 11.22 9.95 10.42 9.36 9.12 9.43 8.76

13 Wajo 10.16 8.93 8.96 8.06 7.83 8.17 7.74

14 Sidrap 7.64 6.73 7.00 6.29 6.00 6.30 5.82

15 Pinrang 9.65 8.70 9.01 8.12 7.82 8.86 8.20

16 Enrekang 20.51 18.10 16.86 15.18 14.44 15.11 13.90

17 Luwu 19.44 16.96 15.44 13.93 13.33 15.10 13.95

18 Tana Toraja 18.57 16.14 14.62 13.22 12.72 13.81 12.77

19 Luwu Utara 18.38 16.40 16.25 14.64 14.02 15.52 14.31

20 Luwu Timur 10.98 8.91 9.18 8.29 7.71 8.38 7.67

21 Toraja Utara - - 19.08 17.06 16.27 16.53 15.10

22 Makassar 5.36 5.52 5.86 5.29 5.02 4.70 4.48

23 Pare-pare 7.10 6.52 6.53 5.91 5.58 6.38 5.88

23 Palopo 12.83 11.85 11.28 10.22 9.46 9.57 8.80

Sulawesi Selatan 13.41 11.93 11.40 10.27 9.82 10.32 9.54

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014* 2015* 2016**

Gorontalo 0.43 0.46 0.44 0.44 0.41 0.42 0.42

Sulawesi Selatan 0.40 0.41 0.41 0.43 0.42 0.42 0.43

Sulawesi Tenggara 0.42 0.41 0.40 0.43 0.41 0.40 0.40

Sulawesi Utara 0.37 0.39 0.43 0.42 0.42 0.37 0.39

Sulawesi Tengah 0.37 0.38 0.40 0.41 0.37 0.37 0.36

Sulawesi Barat 0.36 0.34 0.31 0.35 0.35 0.36 0.36

Indonesia 0.38 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.40

Page 94: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

88 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

komoditas pertanian (khususnya padi) pada bulan Agustus dan September23

. Sementara disisi lain, Indeks yang Dibayar

Petani hanya mengalami peningkatan meskipun lebih kecil bila dibandingkan dengan Indeks yang Diterima Petani dari

123,02 pada triwulan II 2016 menjadi 124,07 pada triwulan III 2016 (Grafik 6.7).

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani

Inflasi dan Nilai Tukar Petani (NTP) memiliki hubungan terbalik. Hal demikian merupakan salah satu indikasi bahwa

petani juga merupakan net consumer. Grafik 6.9 menunjukkan bahwa pada periode 2009 – 2011 korelasi kedua variabel

tersebut mencapai -0,38, sementara pada periode 2012 – 2016 mencapai -0,55. Pada saat terdapat tekanan inflasi yang

tinggi, NTP mengalami penurunan, sehingga gap antara inflasi dan NTP semakin melebar, begitu sebaliknya. Dari grafik

juga dapat dilihat, bahwa pada saat kelompok volatile food mengalami deflasi di bulan Februari - Mei 2016 dan Agustus

2016 (penurunan harga beras, cabe rawit, dan cabe merah), dan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada periode

Januari 2016 – September 2016 cenderung stabil, maka gap antara inflasi dan NTP di tahun 2016 terlihat menyempit.

Sementara itu, pada saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada Juli 2013 dan November

2014, gap antara inflasi dan NTP semakin melebar. Kondisi ini dapat terjadi dikarenakan kenaikan harga produk sektor

pertanian yang diterima oleh petani tumbuh lebih lambat bila dibandingkan dengan kenaikan harga barang yang

dikonsumsi/dibayar oleh petani. Oleh karena itu, untuk menekan laju kemiskinan penduduk di sektor pertanian yang

umumnya berada di wilayah pedesaan, perlu upaya untuk menekan laju inflasi khususnya volatile food. Hal ini dapat

dilakukan diantaranya dengan cara membangun atau memperbaiki infrastruktur jalan ke pedesaan agar barang-barang

yang diperlukan lebih mudah didistribusikan kepada masyarakat.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani

Secara spasial NTP Sulsel di triwulan III 2016 menduduki peringkat ke-7 terbesar dibanding provinsi lainnya. Posisi ini

lebih tinggi dibandingkan dengan posisi Sulsel di triwulan sebelumnya yang mampu menempati urutan ke-8 secara

Nasional.

23Sumber: informasi anekdotal

-4%

-3%

-2%

-1%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

85

90

95

100

105

110

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

yoyNilai Tukar Petanig.indeks - sisi kanan

Indeks

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

90

95

100

105

110

115

120

125

130

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

yoyIndeks yang Dibayar Petani

g.indeks - sisi kanan

Indeks

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

90

95

100

105

110

115

120

125

130

135

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2012 2013 2014 2015 2016

yoyIndeks yang Diterima Petani

g.indeks - sisi kananIndeks

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

yoy

Inflasi Nilai Tukar Petani

r 2012-2016 = -0,55r 2009-2011 = -0,38

Page 95: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 89

Tabel 6.6. Perkembangan NTP per Provinsi se Indonesia

*) Data hingga bulan Oktober 2016 Sumber: BPS, diolah

Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1 2014 2015-TW1 2015-TW2 2015-TW3 2015-TW4 2016-TW1 2016-TW2 2016-TW32016-

TW4*

Sulawesi Barat 102.13 105.51 105.49 104.31 104.41 104.20 102.96 102.23 103.81 105.22 106.16 106.07 106.92 107.89 109.79

Bali 100.69 103.07 103.80 106.52 108.28 107.22 104.86 103.83 103.34 104.46 105.15 104.93 105.78 106.92 107.13

Nusa Tenggara Barat 98.84 96.45 95.31 96.14 95.36 94.23 99.82 101.86 102.28 104.26 106.21 105.15 103.84 105.99 107.25

Gorontalo 102.42 99.47 101.66 104.07 102.33 100.66 101.32 101.50 100.91 102.49 104.21 104.73 105.36 105.50 106.46

DI Yogyakarta 105.28 107.85 112.64 115.12 116.46 116.89 102.20 100.22 99.44 101.80 103.06 103.48 103.32 105.26 105.26

Jawa Timur 100.47 98.21 98.74 101.66 102.17 102.90 104.75 105.24 102.79 105.14 106.15 105.19 104.23 105.03 104.98

Sulawesi Selatan 100.19 100.65 101.66 107.09 108.05 107.43 105.39 104.23 103.35 105.09 106.21 105.95 104.03 104.90 104.23

Jawa Barat 96.14 97.22 99.28 104.92 108.94 109.53 104.43 105.70 102.78 104.74 107.08 106.97 104.35 104.14 104.01

Lampung 104.19 107.96 115.04 121.49 125.42 124.70 104.17 102.90 102.00 103.77 103.99 103.36 104.09 104.04 103.46

Maluku Utara 97.30 99.99 98.79 101.07 100.66 100.44 103.26 102.62 101.78 101.15 102.81 104.41 104.71 103.52 104.20

Maluku 103.07 106.62 103.54 104.81 104.70 105.48 100.51 100.75 100.11 100.30 102.02 103.67 103.49 102.31 100.93

Nusa Tenggara Timur 96.03 101.40 102.00 102.21 101.80 99.17 100.27 101.21 101.05 102.21 103.19 101.37 100.26 101.20 102.41

Kepulauan Bangka Belitung 99.08 94.41 95.77 99.17 99.17 100.26 101.55 103.48 105.17 106.30 103.86 101.96 103.53 101.09 99.56

DKI Jakarta - - - - - - 100.49 98.84 98.34 97.34 98.19 99.16 101.18 100.69 99.29

Banten 97.31 97.76 101.83 104.81 108.45 110.06 104.75 105.23 102.77 104.02 107.02 105.99 102.33 100.68 100.55

Papua Barat 104.55 106.10 103.55 102.95 101.62 99.64 100.17 99.36 101.04 100.97 100.10 99.34 100.28 100.54 100.68

Jawa Tengah 99.77 98.67 101.62 104.84 105.35 105.90 100.65 100.86 98.09 100.11 101.87 100.81 99.50 100.41 100.15

Sulawesi Tenggara 103.51 107.30 108.64 107.62 106.45 105.99 101.32 98.83 98.35 100.21 100.76 99.82 99.61 100.37 99.39

Sulawesi Tengah 101.15 98.58 97.17 98.86 97.79 97.01 102.18 97.99 96.95 98.14 99.37 99.28 100.00 99.87 98.68

Sumatera Utara 101.79 100.82 102.36 103.42 101.71 99.49 100.10 98.52 98.60 97.67 99.64 99.32 100.52 99.72 101.28

Jambi 97.93 94.14 96.14 96.25 92.15 88.93 97.04 95.95 95.21 95.13 95.45 96.45 99.12 98.45 99.70

Kalimantan Timur 101.40 101.05 99.83 98.74 98.04 95.07 99.92 99.95 98.33 98.33 97.86 97.46 98.26 98.31 98.37

Riau 101.75 99.07 104.11 105.07 104.26 101.40 96.95 96.84 95.97 93.55 94.61 96.22 99.10 98.17 99.65

Kalimantan Tengah 98.74 98.38 102.88 101.08 99.24 97.93 101.29 98.99 98.47 99.03 98.14 96.77 97.59 97.60 97.96

Kepulauan Riau 102.80 100.82 99.94 103.07 104.65 104.96 100.93 100.14 98.92 99.95 98.78 98.47 98.81 97.54 97.16

Sumatera Barat 105.17 103.71 105.48 106.25 105.02 104.14 100.61 98.72 97.36 97.14 97.73 97.79 98.23 97.28 96.60

Kalimantan Selatan 97.54 100.42 106.50 108.40 107.84 105.50 99.83 100.54 100.11 99.99 99.32 98.58 97.27 96.59 97.52

Sulawesi Utara 101.48 101.40 101.04 103.22 101.46 100.56 99.37 98.01 95.68 95.47 96.74 97.40 96.92 96.31 94.54

Papua 102.85 101.51 102.59 101.31 102.69 100.84 97.34 97.12 96.95 96.75 96.58 95.97 96.50 96.29 95.91

Aceh 98.64 99.76 104.12 104.30 104.13 103.13 98.17 96.82 95.95 96.02 97.75 97.79 96.30 95.29 95.33

Kalimantan Barat 103.47 100.83 101.19 102.63 100.92 97.99 96.63 97.26 96.67 96.70 96.30 95.20 96.13 94.76 95.07

Sumatera Selatan 101.50 99.70 104.89 109.63 110.13 109.95 100.92 97.84 97.52 95.94 96.19 95.07 94.43 93.91 94.82

Bengkulu 105.50 103.58 104.67 102.97 102.41 99.62 96.35 95.47 94.12 92.71 93.36 92.26 93.94 92.43 92.85

Nasional 101.16 99.86 101.77 104.58 105.24 104.92 101.85 101.86 100.23 101.53 102.75 102.03 101.41 101.66 101.71

Page 96: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

90 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Boks 6.A BI Corner sebagai Wujud Kepedulian Bank Indonesia untuk Kualitas Sumber Daya Manusia yang Lebih Baik

Bank Indonesia menyadari upaya pencapaian visi untuk menjadi lembaga bank sentral perlu diikuti dengan kepedulian

terhadap dunia pendidikan. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa kebijakan BI lebih dirasakan oleh korporasi dan

perbankan, namun kurang menyentuh aspek kehidupan masyarakat, terutama dunia pendidikan. Meskipun pada

kenyataannya perangkat yang digunakan dalam perumusan kebijakan seperti survei, forum diskusi dan penelitian

maupun dampak kebijakan yang dikeluarkan khususnya di bidang sistem pembayaran, hampir seluruhnya berkaitan

dengan kajian yang lekat dengan tridarma perguruan tinggi.

Gambar 6.A.1Peresmian BI Corner dan Kuliah Umum di Universitas Muhammadiyah Parepare

Dengan meningkatkan minat membaca dan meneliti, diyakini dapat mendorong perbaikan kualitas lulusan perguruan

tinggi. Dasar pemikiran tersebutlah yang mendorong BI berinisiatif untuk memperkuat edukasi masyarakat di bidang

ekonomi melalui penyediaan sarana Pojok Baca atau yang disebut dengan BI Corner. Penyediaan sarana BI Corner ini

merupakan bagian dari tema unggulan PSBI Tematik yang bertajuk “Indonesia Cerdas”.

Pada tahun 2016, BI Corner di Sulawesi Selatan telah hadir di tiga tempat.BI Cornerpaling awal diresmikan pada tahun

2016 berlokasi di Universitas Negeri Makassar, sementara di penghujung tahun 2016 bertambah lagidi Universitas

Muhammadiyah Parepare dan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. BI Corner di Universitas Muhammadiyah

Parepare diresmikan pada tanggal 21 September 2016, sedangkan BI Corner di UIN Alauddin diresmikan pada tanggal 15

November 2016. Dalam jangka panjang BI Corner akan hadir di setiap jenjang pendidikan, mulai dari Pendidikan Anak Usia

Dini (PAUD) hingga universitas, bahkan di perpustakaan milik Pemerintah Daerah dan sarana publik lainnya.

Selain untuk mahasiswa/dosen dari ketiga universitas tersebut,fasilitas BI Corner juga dapat diakses masyarakat

umum. Masyarakat umum maupun mahasiswa diluar ketiga universitas tersebut dapat menikmati fasilitas BI Corner

dimaksud. Melalui BI Corner, masyarakat diharapkan dapat memperoleh banyak sumber informasi ekonomi yang

berkualitas baik dari dalam maupun luar negeri. Selain itu, juga sebagai sarana sosialisasi bagi BI agar masyarakat semakin

mengenal tugas dan peran BI dalam perekonomian Indonesia melalui publikasi-publikasi rutin, baik dalam bentuk cetak

maupun visual.

Peresmian BI Corner baik di Universitas Muhammadiyah Parepare dan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin

Makassar dirangkai dengan kegiatan Edukasi Kebanksentralan dan kuliah umum. Kuliah umum mengambil tema

“perkembangan ekonomi terkini dan prospek kedepan”. Dengan kegiatan tersebut diharapkan masyarakat dapat lebih

mengenal peran dan tugas bank sentral dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui tiga pilar utama

nya yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga sistem pembayaran serta stabilitas

sistem keuangan. Selain itu dengan kegiatan kuliah umum yang disampaikan langsung oleh Kepala Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Sulsel, Wiwiek Sisto Widayat, dosen dan mahasiswa diharapkan dapat lebih ter-update terhadap

kondisi perekonomian baik global, nasional maupun Sulawesi Selatan serta prospeknya ke depan.

Page 97: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 91

Gambar 6.A.2 Peresmian BI Corner di Universitas Islam Negeri Alauddin

Page 98: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

92 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN

Page 99: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 93

7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Bab 7 Prospek Perekonomian dan

Rekomendasi Kebijakan

Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2017 diperkirakan tumbuh pada

kisaran 7,1% - 7,5% (yoy). Sementara secara keseluruhan 2017 akan

tumbuh di kisaran 7,2%-7,6% (yoy), yang berarti berpotensi lebih tinggi

dari pencapaian 2016 yang tumbuh 7,0%-7,4% (yoy). Dari sisi permintaan,

perekonomian Sulsel diperkirakan masih akan ditopang oleh konsumsi rumah

tangga dan perbaikan aktivitas ekspor luar negeri. Sementara dari sisi

lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari lapangan usaha

Pertanian, Pertambangan, Industri Pengolahan, Penyediaan Akomodasi, Jasa

Keuangan, dan Real Estate.

Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan dari sisi domestik antara lain

hasil produksi pertanian dengan berakhirnya masa La Nina, kelanjutan

pembangunan infrastruktur, dan kemungkinan pemotongan belanja

pemerintah, sementara dari global risiko perkembangan sosial politik.

Tekanan harga di triwulan I 2017 dan 2017 diperkirakan dalam kisaran

inflasi nasional 4,0%±1,0%, didukung oleh ketersediaan/distribusi pangan

berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, diikuti

dengan tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan

tekanan inflasi secara simultan, serta telah berjalannya fungsi TPID di

seluruh Kab/kota secara optimal.

Page 100: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

94 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Dengan mempertimbangkan indikator ekonomi domestik dan global, perekonomian Sulsel pada triwulan I 2017 dan

2017 diperkirakan tumbuh sedikit membaik. Pertumbuhan ekonomi triwulan I 2017, diperkirakan mengalami perbaikan

dalam kisaran 7,1%-7,5% (yoy). Pada tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Sulsel diprakirakan juga akan kembali meningkat

dalam kisaran 7,2%-7,6% (yoy). Dengan asumsi terjadi perbaikan harga komoditas internasional (nikel dan coklat) dan

perbaikan ekonomi negara mitra dagang (Kawasan Eropa dan Jepang). Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan dari

sisi domestik antara lain hasil produksi pertanian dengan berakhirnya masa La Nina, kelanjutan pembangunan

infrastruktur, dan kemungkinan pemotongan belanja pemerintah, sementara dari global risiko perkembangan sosial

politik.

Sumber: BPS,diolah. Ket.: Proyeksi oleh BI

Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya

Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2017 diperkirakan tumbuh sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan LNPRT, masih akan kuat dengan adanya peningkatan upah minimum

regional. Demikian pula aktivitas ekspor diperkirakan akan sedikit membaik, seiring dengan perbaikan harga internasional

nikel dan coklat. Di sisi lain, investasi diperkirakan melambat karena belum ada tambahan pembangunan infrastruktur

baru dan adanya pemotongan belanja pemerintah. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan di triwulan I 2017

diperkirakan akan terjadi pada lapangan usaha Pertanian, Pertambangan, Industri Pengolahan, Penyediaan Akomodasi,

Jasa Keuangan, dan Real Estate.

7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2017 diperkirakan tumbuh sedikit meningkat dalam

kisaran 7,0%-7,4% (yoy). Pertumbuhan ekonomi terutama masih bersumber dari permintaan domestik. Permintaan

domestik yang tumbuh meningkat antara lain konsumsi rumah tangga dan LNPRT, serta perbaikan ekspor luar negeri dan

net ekspor antardaerah. Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan tumbuh pada kisaran 6,1%-6,5% yang didukung

kenaikan upah minimum provinsi. Kegiatan investasi (PMTB) diperkirakan tumbuh melambat 6,7%-7,1% seiring dengan

belum adanya tambahan proyek infrastruktur baru dan penyaluran belanja modal yang masih rendah. Sementara itu,

kinerja ekspor luar negeri Sulsel diperkirakan meningkat, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara mitra

dagang dan harga komoditas ekspor unggulan yang mulai rebound.

Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2017 diperkirakan menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Komponen

konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat tercermin dari indeks tendensi konsumen yang berada di level 104,5,

yang terutama untuk ekspektasi pendapatan mencapai 101,88. Sedangkan indeks rencana pembelian barang durable

berada pada level 109,21. Daya beli masyarakat diprediksikan meningkat seiring dengan meningkatnya Upah Minimum

Provinsi (UMP) dan kecenderungan stabilnya inflasi.

Konsumsi pemerintah diperkirakan terdeselerasi dengan tingkat pertumbuhan dalam kisaran 2,3%-2,7% (yoy). Pada

tahun 2017 diperkirakan transfer pemerintah pusat mengalami penurunan nilai, sementara APBD

Provinsi/Kabupaten/Kota diperkirakan penyerapannya relatif belum optimal. Berdasarkan pola historisnya, realisasi

belanja pemerintah pada triwulan I 2017 diperkirakan baru mencapai 12,0%, sebagaimana pola yang terjadi di awal

tahun-tahun sebelumnya.

4,0

4,5

5,0

5,5

6,0

6,5

7,0

7,5

8,0

8,5

9,0

20

14 Q

1

20

14 Q

2

20

14 Q

3

20

14 Q

4

20

15 Q

1

20

15 Q

2

20

15 Q

3

20

15 Q

4

20

16 Q

1

20

16 Q

2

20

16 Q

3

20

16 Q

4

20

17 Q

1

20

17 Q

2

20

17 Q

3

20

17 Q

4

%, yoy

2016:7,0% - 7,4%

2017:7,2% - 7,6%

2014:7,54%

2015:7,15%

Page 101: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 95

Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Sumber: Informasi Anekdot dan BPS, diolah

Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen BPS Grafik 7.3. Upah Minimum Regional

Sumber: Kanwil DJPB Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel

Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah

Komponen investasi Sulsel pada triwulan I 2017 melambat dan diperkirakan akan terus meningkat sampai dengan

keseluruhan 2017. Selama tahun 2017, akan dilakukan pembangunan dan pemeliharaan jalan baru di Palopo-Wotu,

Bone-Makassar-Takalar, Selayar, Maros-Parepare, Sidrap-Luwu, dan Enrekang. Sementara itu, akan ada juga

penambahanbeberapa proyek multi years yang masih terus berlangsung selama 2017 antara lain:

1. Pelabuhan Makassar (Makassar New Port) dengan kapasitas 3 juta teus, yang berlangsung 2015 – 2018, yang

membutuhkan biaya sebesar Rp1,8 Triliun. Kemajuan pekerjaan mencapai 10 %, antara lain jalan menuju proyek,

dan struktur dermaga yang ada pada pinggir pantai.

2. Tiga Proyek Jalan yakni Bypass Mamminasata, Middle Ring Road dan Elevated Poros Maros-Bone, yang berlangsung

2015 – 2018 yang membutuhkan biaya Rp251,25 Miliar. Kemajuan pekerjaan penandatanganan kontrak untuk

pengerjaan tahap pertama.

3. Proyek kereta api Trans Sulawesi trace Makassar - Parepare, yang berlangsung 2015 – 2018, pada tahun 2016

membutuhkan biaya Rp1,3 triliun (APBN). Kemajuan pekerjaan konstruksi telah mencapai 10 Km dan pembebasan

lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%.

4. Pembangkit Listrik (Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity), yang

berlangsung 2015-2016 membutuhkan biaya Rp 3 triliun. Kemajuan pekerjaan berupa groundbreaking yang telah

dilakukan pada Maret 2015.

5. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa

mobilisasi, tenaga, alat, material on site.

6. Bendungan Karalloe yang berlangsung 2013 – 2017, membutuhkan biaya Rp500 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa

pembebasan lahan.

7. Bendungan Paselloreng yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp800 miliar. Kemajuan pekerjaan

berupa pembebasan lahan.

8. Waduk Tunggu Nipa Nipa yang berlangsung 2015 – 2017, membutuhkan biaya Rp400 miliar. Kemajuan pekerjaan

berupa pembebasan lahan.

9. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 - 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan tahap

negosiasi dengan masyarakat.

111.1 110.1 110.7 108.2

96.3

106.2 103.4 102.7 101.9

106.8 107.1

104.5

90

95

100

105

110

115

120

125

I II III IV I II III IV I II III IVp

2014 2015 2016

Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT

Rencana pembelian barang durable

Sumber : BPS

1,100 1,200

1,440

1,800

2,000 2,250

2,500

10.0 9.1

20.0

25.0

11.1 12.5

11.1

2.9 4.4

6.2

8.6

4.5 2.3

4.0 0

5

10

15

20

25

30

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoy Rp ribu

UMP Kenaikan UMP Inflasi

11.4%

31.1% 55.6%

95.2%

8.3%

28.3%

52.7%

86.0%

11.9%

35.4%

57.2%

95.0%

12.0%

14.6% 12.7% 12.6%

7.2%

-3.2%

20.5%

25.6%

19.7%

43.9%

25.8%

9.0%

11.1%

6.0%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IVP IP

2014 2015 2016 2017Persentase Realisasi Growth Realisasi (yoy) - sisi kanan

Page 102: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

96 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Kinerja ekspor dan impor diprakirakan terdapat sedikit perbaikan. Permintaan dari negara mitra dagang terkoreksi

membaik, terutama Kawasan Eropa, Jepang, dan Kawasan ASEAN. Harga beberapa komoditas diprediksikan juga mulai

meningkat seperti nikel, coklat, dan kopi. Selain itu, Pemda juga tengah berupaya menggenjot ekspor dengan

mengeluarkan kebijakan dengan tujuan untuk mengakselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan

ekspor. Untuk itu, ada beberapa negara tujuan ekspor Sulsel yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan ekspor

luar negeri (boks 7A).

Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara

Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy)

WEO (IMF) WEO (IMF) Jul-16 Jul -16

2015 2016p 2017p 2015 2016p 2017p

Amerika Serikat 2,4 2,2 2,5 2,6↓ 1,6↓ 2,2↓

Kawasan Eropa 1,7 1,6 1,4 2,0↑ 1,7↑ 1,5↑

Kawasan Asia 6,6 6,4 6,3 6,6→ 6,5↑ 6,3→

Tiongkok 6,9 6,6 6,2 6,9→ 6,6→ 6,2→

Jepang 0,5 0,3 0,1 0,5→ 0,5↑ 0,6↑

Kawasan ASEAN* 4,8 4,8 5,1 4,8↑ 4,8→ 5,1→

Output Dunia 3,1 3,1 3,4 3,2↑ 3,1→ 3,4→

*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya

Harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan pada 2017 diperkirakan membaik. Tren perbaikan harga

internasional komoditas olahan tambang sebenarnya telah mulai membaik pada triwulan III 201624

, yang diperkirakan

akan berimbas positif pada peningkatan ekspor. Harga nikel pada 2017 diperkirakan tumbuh 8,88% (yoy), dimana pada

Oktober 2016 harga nikel tumbuh 0,55% (yoy) atau berada pada kisaran 10.250,88 USD/metrik ton. Membaiknya harga

nikel, diperkirakan karena mulai membaiknya ekonomi Jepang pada 2017 yang diprediksikan tumbuh sedikit membaik

menjadi 0,6% dari perkiraan sebelumnya 0,1%.

Sumber: World Bank

Sumber: World Bank

Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Bijih Besi

Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan membaik. Hal ini seiring dengan peningkatan produksi Lapangan

Usaha Pertanian dan Industri Pengolahan. Pengiriman barang dari Sulsel umumnya berupa bahan mentah seperti beras,

sayur-sayuran, dan buah-buahan yang nilai tambahnya rendah, sementara produksi industri yang dikirim keluar berupa

bahan pangan dan semen. Khusus untuk komoditi semen, berdasarkan hasil liaison, muncul pesaing dengan berdirinya

industri semen baru di Kalimantan Selatan dan Papua Barat. Dengan demikian, perusahaan ekspedisi pun mulai

merasakan kurangnya pengiriman komoditi tersebut ke Kalimantan dan Papua.

7.1.2 Prospek Sisi Lapangan Usaha

Beberapa lapangan usaha diperkirakan tumbuh meningkat di triwulan I 2017. Lapangan usaha yang diprediksikan

meningkat adalah Pertanian, Pertambangan, Penyediaan Akomodasi, Jasa Keuangan, Real Estate, dan Jasa Kesehatan.

24 Commodity Market Outlook, Oktober 2016.

-50%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

20,000

I II III IV

I II III IV

I II III IV

I II III

201

6-p

201

7-p

2013 2014 2015 2016 2017

yoy $/mt

Harga Internasional Nikel g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan

-60%

-50%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

0

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV

I II III IV

I II III IV

I II III

201

6-p

201

7-p

2013 2014 2015 2016 2017

yoy $/mt

Harga Internasional Iron Ore g.Harga Internasional Iron Ore - sisi kanan

Page 103: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 97

Faktor-faktor pendorong adalah mulai beroperasinya bendungan/waduk, membaiknya harga internasional nikel,

konsumsi/daya beli yang semakin baik, dan proyeksi pembiayaan/kredit yang baik.

Lapangan usaha Pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan tumbuh meningkat pada triwulan I 2017.

Diperkirakan kondisi cuaca relatif kondusif pada awal tahun, dengan curah hujan menengah (201-300 mm). Dengan pola

tanam padi-padi-palawija, diperkirakan pada awal tahun 2017 akan mulai terdapat panen. Dari sisi subsektor perkebunan,

tren harga internasional untuk coklat dan kopi yang membaik, mendorong nilai ekspor komoditas tersebut diperkirakan

cukup meningkat.

Sumber: World Bank

Sumber: World Bank

Grafik 7.7. Perkembangan Harga Internasional Coklat Grafik 7.8. Perkembangan Harga Internasional Kopi (Robusta)

Desember 2016 Januari 2017 Februari 2017

Keterangan:

Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Gambar7.1. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan

Lapangan usaha pertambangan diprakirakan tumbuh meningkat. Hal ini seiring dengan perkiraan harga internasional

nikel yang diprediksikan mulai membaik di akhir tahun. Perkembangan harga internasional nikel, sampai dengan Oktober

2016 mulai positif 0,55%(yoy) atau pada level harga 10.250,88 USD/metrik ton. Produksi nikel tahun 2016 relatif rendah

dibanding tahun 2015, sehingga dengan insentif perbaikan harga internasional akan mendorong peningkatan produksi

tahun 2017.

Lapangan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh relatif melambat pada triwulan I 2017. Beberapa proyek

pembangunan skala besar yang telah mulai berjalan, masih akan terus berlanjut di 2016, meskipun tambahan proyek baru

berkurang. Diperkirakan realisasi belanja modal kedepan berada dalam tren stabil sebagaimana polanya, walaupun ada

risiko berkurangnya dana transfer dari APBN.

Lapangan usaha perdagangan besar/eceran diprakirakan masih tumbuh kuat pada triwulan I 2017 sejalan dengan

meningkatnya konsumsi rumah tangga. Kegiatan perdagangan diperkirakan meningkat dengan naiknya upah minimum

provinsi (UMP). Faktor relatif terkendalinya inflasi juga akan memperkuat daya beli masyarakat dan meningkatkan

pembelian barang tahan lama.

-15%-10%-5%0%5%10%15%20%25%30%35%40%

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

I II III IV

I II III IV

I II III IV

I II III

20

16

-p

20

17

-p

2013 2014 2015 2016 2017

yoy USD/kg

Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan

-30%-25%-20%-15%-10%-5%0%5%10%15%20%25%

0

0.5

1

1.5

2

2.5

I II III IV

I II III IV

I II III IV

I II III

20

16

-p

20

17

-p

2013 2014 2015 2016 2017

yoy USD/kg

Harga Internasional Kopi g.Harga Internasional Kopi - sisi kanan

Page 104: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

98 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Sementara itu, lapangan usaha Administrasi Pemerintahan diperkirakan melambat sebagaimana polanya. Hal ini

dikarenakan sesuai polanya pelaksanaan berbagai proyek dan program pemerintah pada awal tahun diprakirakan

melambat. Jika sesuai pola historis, persentase realisasi belanja pada triwulan I 2017 biasanya baru terserap 12%,

sehingga secara tahunan hanya tumbuh sekitar 6% (yoy).

7.2 Prospek Inflasi

Inflasi di triwulan I 2017 dan 2017 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Harga komoditas minyak

dunia diperkirakan akan terkoreksi ke atas pada tahun 2017. Memperhatikan berbagai hal tersebut, maka target inflasi

Sulsel pada 2016 – 2017 ditetapkan sesuai dengan target inflasi nasional di kisaran 4%±1%. Faktor-faktor yang

mendukung adalah ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia,

diikuti dengan tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi secara simultan, serta telah

berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota secara optimal.

Sumber: World Bank

Grafik 7.9. Perkembangan Harga Internasional Emas

Tekanan inflasi khususnya dari kelompok volatile food dan inflasi inti. Tekanan inflasi volatile food diperkirakan

menurun seiring kondusifnya cuaca dan musim panen tanaman bahan makanan. Selain itu, Bank Indonesia bersama Tim

Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel juga akan meningkatkan koordinasi melalui level teknis dan kebijakan/high

level meeting untuk menjaga ketersediaan stok pangan guna meminimalisir gejolak harga. Sementara inflasi inti

diperkirakan tetap terkendali seiring terkoreksinya harga emas internasional sesuai world economic outlook bulan

Oktober 2016. Namun terdapat juga risiko peningkatan harga emas, seiring masih munculnya risiko kondisi politik global.

Tren kenaikan harga minyak dunia diikuti penyesuaian harga/tarif administered prices, akan menjadi faktor risiko

peningkatan laju inflasi.

Sumber: BPS,diolah. Ket.: angka proyeksi oleh BI

Grafik 7.10. Perkembangan dan Proyeksi Inflasi Sulsel

Untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi barang, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi

Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota akan meningkatkan koordinasi. Koordinasi menjadi sangat penting

mengingat peningkatan tekanan inflasi terkadang dipicu oleh permasalahan distribusi pasokan bahan pangan yang tidak

-30%

-25%

-20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

1000

1100

1200

1300

1400

1500

1600

1700

I II III IV

I II III IV

I II III IV

I II III

201

6-p

201

7-p

2013 2014 2015 2016 2017

yoy USD/troy onz

Emas g.Emas - sisi kanan

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 910.12

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Infl

asi

Ta

hu

na

n

Nasional

Sulsel

Sasaran Inflasi 2013: 4,5%+1Sulsel 2013: 6,22%

Nasional 2013: 8,38%

Sasaran Inflasi 2012: 4,5%+1Sulsel 2012: 4,41%

Nasional 2012: 4,30%

Sasaran Inflasi 2015: 4% + 1Sulsel 2015: 4,48%

Nasional 2015: 3,35%

Sasaran Inflasi 2014: 4,5%+1Sulsel 2014: 8,61%

Nasional 2014: 8,36%

Sasaran Inflasi 2016 - 2017: 4% + 1

Page 105: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 99

lancar. Dengan koordinasi yang berjalan baik, baik di tingkat kebijakan/high level maupun teknis di

Provinsi/Kabupaten/Kota, mendorongkondisi inflasi Sulsel terlihat semakin menurun. Realisasi inflasi pada Oktober 2016

tercatat 3,15% (yoy), lebih rendah dibandingkan capaian akhir 2015 sebesar 4,48% (yoy). Terkait dengan hal ini,

pemerintah Provinsi Sulsel mentargetkan untuk mencapai tingkat inflasi pada akhir 2016 dan 2017 sekitar 4%.

Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)

Sumber: BPS,diolah. Ket.: p) Proyeksi BI

7.3 Rekomendasi Kebijakan

Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan

kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah Provinsi Sulsel:

a. Mengakselerasi realisasi belanja pemerintah daerah, khususnya belanja modal yang dialokasikan untuk pembiayaan

proyek infrastruktur. Hal demikian sangat penting karena akan dapat menciptakan multiplier effect yang besar,

sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel ke arah yang lebih tinggi. Apabila belanja pemerintah

dapat terserap setidaknya 95,0% (yoy), maka akan menjadi stimulus pertumbuhan pada akhir tahun 2016.

b. Meningkatkan kualitas dan daya saing investasi, dengan menjaga iklim investasi dan daya saing, karena investasi

Sulsel utamanya didorong oleh investasi swasta.

c. Membangun sistem monitoring realisasi anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah yang terpadu, dan

mewajibkan seluruh pemerintah Kabupaten/Kota di Sulsel untuk melaporkan pencapaiannya secara rutin (bulanan)

kepada pemerintah Provinsi, sehingga Pemprov Sulsel memiliki informasi dini yang dapat digunakan untuk memacu

realisasi anggaran pemerintah daerah di Kabupaten/Kota. Guna memacu kinerja pegawai, realisasi anggaran belanja

ini hendaknya dijadikan salah satu indikator kinerja setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

d. Melakukan akselerasi pembangunan infrastruktur kemaritiman, baik infrastruktur fisik maupun infrastruktur

pendukung, yang diantaranya dengan melakukan perbaikan berbagai pelabuhan laut, kawasan pergudangan dan

memperbaiki akses jalan yang menuju ke pelabuhan, serta meningkatkan kualitas SDM.

e. Untuk mendukung program kemaritiman di Sulsel dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), pemerintah pusat dan daerah

perlu menyusun roadmap pengembangan industri dasar hingga menengah (low medium technology) terutama yang

I II III IV Total I II III IVP TotalP IP TotalP

Pertumbuhan Ekonomi 5,7 8,0 7,6 7,2 7,1 7,4 8,0 6,8 6,8-7,2 7,0-7,4 7,0-7,4 7,2-7,6

Sisi PengeluaranKonsumsi Rumah Tangga 5,3 5,5 5,0 5,4 5,3 5,3 5,6 5,7 5,6-6,0 5,4-5,8 6,1-6,5 6,3-6,7

Konsumsi LNPRT (2,5) (2,1) 2,9 6,3 1,1 4,7 5,6 5,5 5,8-6,2 5,3-5,7 6,1-6,5 5,9-6,3

Konsumsi Pemerintah 7,8 3,2 8,7 11,1 8,2 2,1 8,4 (3,5) 6,3-6,7 3,8-4,2 2,3-2,7 3,5-3,9

Pembentukan Modal Tetap Bruto 5,3 6,2 10,3 11,1 8,3 9,5 10,0 6,7 16,1-16,5 10,6-11,0 6,7-7,1 11,0-11,4

Ekspor Luar Negeri (0,5) (8,0) (14,5) (15,5) (10,1) (32,3) (24,8) (15,3) 2,3-2,7 (17,6)-(17,2) 5,8-6,2 5,2-5,6

Impor Luar Negeri 0,0 (3,8) 72,1 12,3 19,2 (15,7) 4,6 (46,8) 4,0-4,4 (17,4)-(17,0) (17,4)-17,0) 10,1-10,5

Net Ekspor Antardaerah (45,5) 14,9 41,7 (31,4) 9,1 28,4 58,1 65,3 (8,2)-(7,8) (18,4)-(18,0) (3,7)-(3,3) 6,2-6,6

Sisi Lapangan UsahaPertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,5 11,6 5,2 1,4 5,6 0,8 4,4 6,3 2,8-3,2 3,7-4,1 5,6-6,0 5,7-6,1

Pertambangan dan Penggalian 2,4 8,1 12,1 8,4 7,9 2,6 5,3 1,6 2,1-2,5 2,7-3,1 5,5-5,9 5,7-6,1

Industri Pengolahan 5,8 7,5 4,4 9,0 6,7 13,1 7,1 7,3 6,9-7,3 8,3-8,7 7,6-8,0 7,8-8,2

Pengadaan Listrik, Gas 0,0 (6,9) (5,6) (3,3) (4,0) 7,7 17,2 17,8 7,9-8,3 12,4-12,8 5,1-5,5 4,4-4,8

Pengadaan Air 0,6 (0,3) (2,5) 3,7 0,3 5,5 6,8 9,0 7,3-7,7 7,0-7,4 4,0-4,4 2,6-3,0

Konstruksi 7,2 5,9 9,2 10,7 8,3 9,3 9,7 6,1 8,8-9,2 8,3-8,7 6,3-6,7 8,0-8,4

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor5,6 6,6 9,1 10,1 7,9 9,3 11,4 10,1 11,2-11,6 10,3-10,7 8,6-9,0 8,2-8,6

Transportasi dan Pergudangan 4,4 7,1 10,4 5,7 6,9 12,9 9,2 8,1 9,5-9,9 9,7-11,1 5,7-6,1 6,9-7,3

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,1 4,0 6,0 7,7 5,7 9,6 8,1 7,3 4,2-4,6 7,1-7,5 7,5-7,9 7,2-7,6

Informasi dan Komunikasi 7,3 7,5 8,1 8,7 7,9 8,2 8,0 7,9 7,8-8,2 7,8-8,2 7,2-7,6 7,4-7,8

Jasa Keuangan 10,0 3,0 9,2 7,6 7,4 9,7 17,4 12,1 8,2-8,6 11,6-12,0 8,5-8,9 7,7-8,1

Real Estate 8,9 7,6 7,2 6,0 7,4 7,0 6,9 5,4 5,1-5,5 6,0-6,4 8,0-8,4 7,7-8,1

Jasa Perusahaan 4,8 4,5 6,8 7,4 5,9 7,9 7,7 8,1 8,8-9,2 8,0-8,4 7,7-8,1 6,8-7,2

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib5,5 7,1 9,3 9,2 7,8 8,2 10,0 (1,3) 6,7-7,1 6,1-6,5 4,6-5,0 5,2-5,6

Jasa Pendidikan 8,9 9,1 9,6 2,3 7,3 7,7 9,2 8,0 5,1-5,5 7,3-7,7 8,0-8,4 7,5-7,9

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,4 7,8 11,3 10,5 9,3 9,6 8,4 7,5 6,7-7,1 7,8-8,2 8,0-8,4 8,1-8,5

Jasa lainnya 9,4 8,2 8,2 10,2 9,0 9,7 8,9 8,9 8,8-9,2 8,9-9,3 7,4-7,8 7,6-8,0

PDRB 5,7 8,0 7,6 7,2 7,1 7,4 8,0 6,8 6,8-7,2 7,0-7,4 7,0-7,4 7,2-7,6

Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Sulsel

2015 2016 2017P

Page 106: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

100 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

berbasis maritim di Sulsel. Pembangunan industri dasar tersebut sangat penting agar tidak lagi terjadi defisit neraca

perdagangan antar pulau, sebagai akibat dari ketergantungan barang dari luar Sulsel, maupun nilai tambah barang

Sulsel yang relatif rendah karena saat dijual/ekspor masih berupa barang mentah. Selain itu, dengan semakin

bekembangnya industri di Sulsel dan KTI secara umum, diharapkan dapat menekan biaya transportasi barang di

wilayah KTI, karena tidak lagi terdapat imbalance trade dan imbalance cargo.

f. Melakukan diversifikasi tujuan ekspor, sesuai dengan kuota ekspor secara nasional. Pasar Eropa, Australia dan Afrika

masih potensial untuk pengembangan pengiriman produk ekspor Sulsel seperti ikan, rumput laut, dan coklat olahan.

Sesuai dengan kajian pada Bab 3, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga komoditas

penyumbang inflasi terbesar di Sulsel adalah sebagai berikut:

a. Perlunya kebijakan pemerintah daerah yang mampu mengintegrasikan kepentingan berbagai pihak terkait, agar

pemenuhan pasokan bahan pangan dari daerah produsen ke daerah perkotaan (khususnya Makassar) tidak terdapat

hambatan dan dapat berjalan secara berkesinambungan. Hal ini sangat penting mengingat inflasi Makassar

memberikan sumbangan terbesar kepada inflasi Sulsel. Kebijakan yang bersifat pengkoordinasian ini seyogyanya

dilakukan oleh Pemerintah Provinsi.

b. Perlunya kebijakan dan langkah-langkah konkrit guna meminimalisir dampak negatif dari market failures. Kebijakan

tersebut hendaknya diberlakukan kepada mereka yang selama ini mengambil marjin keuntungan yang paling besar.

Kebijakan bisa diimplementasikan dalam bentuk himbauan, hingga sampai ke tingkat yang keras yaitu penghentian

sementara/pencabutan izin usaha.

c. Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data

stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh

seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani.

d. Meningkatkan kemudahan akses bagi petani terhadap pembiayaan perbankan dan lembaga keuangan lainnya agar

tidak lagi tergantung kepada pemodal besar, sehingga penentuan harga produksinya lebih efisien.

e. Mendorong terwujudnya kerjasama antar daerah dalam mencukup pasokan beberapa komoditas pangan strategis,

khususnya antara daerah surplus dengan daerah defisit.

f. Perlunya menyusun database surplus-defisit komoditas pangan strategis di tiap Kab/Kota, yang tidak hanya berbasis

data produksi dan konsumsi, namun juga mencakup jalur distribusinya.

Page 107: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 101

Boks 7.A Alternatif Diversifikasi Ekspor Komoditas Unggulan Sulsel

Ketidakpastian ekonomi global semakin meningkat dengan perkembangan kondisi sosial politik.Pertumbuhan ekonomi

global 2016 masih lambat, dengan komposisi negara pendorong pertumbuhan sedikit berubah. Ekonomi AS diperkirakan

tumbuh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.Eropa dan India diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari perkiraan

sebelumnya. Sementara di sisi harga, harga komoditas ekspor Indonesia mengalami perbaikan, seperti batubara, CPO

dan beberapa barang tambang.

Tabel 7.A.1 Negara Tujuan Ekspor Sulsel

Beberapa negara telah menjadi tujuan ekspor tradisional Sulsel.Beberapa negara tersebut pada tahun 2016 (posisi

Oktober) antara lain Jepang telah mencapai USD499,15 juta, Amerika Serikat telah mencapai USD93,69 juta, Tiongkok

telah mencapai USD88,95 juta, Malaysia telah mencapai USD77,29 juta, dan Vietnam telah mencapai USD22,53 juta.

Pasar Eropa, Australia dan Afrika masih potensial untuk pengembangan pengiriman produk ekspor Sulsel seperti ikan,

rumput laut, dan coklat olahan.Produk ikan Sulsel baru mencapai 28,51 juta USD masih relatif kecl dibanding nasional

yang mencapai 987,15 juta USD. Demikian pula unutk coklat olahan yang hanya mengekspor 123,95 juta USD dibanding

nasional yang mencapai 1,22 milyar USD. Sementara untuk ruput laut relatif besar mencapai 105,81 juta USD

dibandingkan nasional yang 159,59 juta USD. Melihat pangsa secara nasional, pasar yang masih dapat digarap eksportir

Sulsel adalah Kawasan Eropa, Afika, dan Australia. Oleh karena itu, diperlukan informasi mengenai besarnya kuota ekspor

ke masing-masing negara tujuan tersebut, sehingga ceruk yang masih kurang dapat dipenuhi oleh eksportir dari Sulsel.

Grafik 7.A.1 Tujuan Ekspor Sulsel

Tujuan Ekspor Produk Ikan

AFRICA0,5% AMERICA

15,8%

ASIA72,8%

AUSTRALIA1,7%

EUROPE9,1%

Nasional 2015(967,15 juta USD)

AFRICA0,5% AMERICA

12,7%

ASIA77,7%

AUSTRALIA0,2%

EUROPE8,9%

Sulsel 2015(28,51 juta USD)

AFRICA0,2%

AMERICA9,8%

ASIA85,2%

AUSTRALIA0,5%

EUROPE4,3%

Nasional 2015(159,59 juta USD)

AFRICA0,3%

AMERICA6,9%

ASIA88,5%

AUSTRALIA0,2%

EUROPE4,2%

Sulsel 2015(105,81 juta USD)

Tujuan Ekspor Rumput Laut

AFRICA3,2%

AMERICA26,9%

ASIA40,6%

AUSTRALIA6,4%

EUROPE22,9%

Nasional 2015(1.215,87 juta USD)

AFRICA0,2%

AMERICA25,4%

ASIA66,8%

AUSTRALIA0,0%

EUROPE7,6%

Sulsel 2015(123,95 juta USD)

Tujuan Ekspor Coklat Olahan

Page 108: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

102 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Pasar Asia mendominasi pengiriman produk nikel dan buah-buahan Sulsel.Komoditi nikel dan buah-buahan semuanya dikirim ke Asia. Nikel semuanya dikirim ke Jepang karena keterkaitan holding. Sementara produk buah-buahan masih potensial pengiriman ke Eropa, Amerika, Afrika, dan Australia, karena dari pengiriman nasional sebanyak 363,40 juta USD, baru 2,50 juta USD berasal dari Sulsel. Sehingga perlu juga diperlukan informasi mengenai besarnya kuota ekspor ke masing-masing negara tujuan tersebut, sehingga ceruk yang masih kurang dapat dipenuhi oleh eksportir dari Sulsel.

Grafik 7.A.2 Tujuan Ekspor Sulsel

AMERICA0,9%

ASIA99,1%

AUSTRALIA0,0%

EUROPE0,0%

Nasional 2015(806,07 juta USD)

ASIA100,0%

Sulsel 2015(789,75 juta USD)

Tujuan Ekspor Nikel

AFRICA0,1%

AMERICA0,1%

ASIA99,6%

AUSTRALIA0,0%

EUROPE0,2%

Nasional 2015(363,40 juta USD)

ASIA100,0%

Sulsel 2015(2,50 juta USD)

Tujuan Ekspor Buah-buahan

(Jepang) (Vietnam, Singapura, Pakistan)

Page 109: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 103

LAMPIRAN

Lampiran

A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010(Rp Triliun)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

I II III IV TOTAL I II III

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 42.33 44.26 46.45 51.08 12.72 14.53 15.98 10.73 53.96 12.82 15.06 17.00

B Pertambangan dan Penggalian 11.90 12.53 13.24 14.71 3.53 3.78 4.25 4.30 15.87 3.62 3.98 4.32

C Industri Pengolahan 25.74 27.97 30.55 33.28 8.09 8.77 8.95 9.69 35.51 9.15 9.53 9.60

D Pengadaan Listrik, Gas 0.16 0.18 0.20 0.22 0.05 0.05 0.05 0.06 0.21 0.06 0.06 0.06

E Pengadaan Air 0.27 0.28 0.30 0.30 0.08 0.08 0.07 0.08 0.30 0.08 0.08 0.08

F Konstruksi 21.43 23.54 26.03 27.67 6.96 7.19 7.69 8.13 29.97 7.61 7.96 8.16

G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 25.17 28.15 30.19 32.36 8.21 8.62 9.41 8.68 34.92 8.97 9.54 10.35

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.01 7.95 8.45 8.60 2.15 2.24 2.41 2.39 9.19 2.43 2.45 2.60

H Transportasi dan Pergudangan 2.48 2.77 2.95 3.18 0.80 0.83 0.85 0.88 3.37 0.88 0.90 0.92

J Informasi dan Komunikasi 10.01 12.07 13.77 14.56 3.75 3.86 4.04 4.07 15.71 4.06 4.17 4.36

K Jasa Keuangan 6.04 7.00 7.63 8.07 2.14 2.08 2.19 2.25 8.66 2.35 2.44 2.46

L Real Estate 6.59 7.28 7.93 8.56 2.25 2.28 2.32 2.34 9.20 2.41 2.44 2.45

M,N Jasa Perusahaan 0.81 0.88 0.94 1.00 0.26 0.26 0.27 0.27 1.06 0.28 0.28 0.29

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9.77 9.99 10.29 10.56 2.65 2.76 2.95 3.03 11.38 2.86 3.00 2.91

P Jasa Pendidikan 10.29 11.06 11.92 12.47 3.18 3.19 3.40 3.61 13.38 3.42 3.49 3.67

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.36 3.71 4.02 4.43 1.14 1.18 1.23 1.29 4.85 1.25 1.28 1.33

R,S,T,U Jasa lainnya 2.36 2.55 2.74 2.94 0.77 0.79 0.81 0.84 3.21 0.85 0.86 0.88

185.71 202.18 217.59 234.00 58.74 62.49 66.88 62.62 250.73 63.11 67.52 71.44

Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010

PRDB

2011 2012 2013 20142015* 2016**

I II III IV TOTAL I II III

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 44.97 51.41 57.37 68.44 18.19 20.84 23.49 16.04 78.56 19.36 22.53 25.64

B Pertambangan dan Penggalian 14.65 16.18 17.88 22.65 5.64 5.87 6.03 5.81 23.35 4.87 5.44 6.22

C Industri Pengolahan 26.94 30.80 35.49 41.62 10.61 11.60 11.95 13.02 47.19 12.43 13.01 13.18

D Pengadaan Listrik, Gas 0.16 0.18 0.18 0.19 0.04 0.04 0.04 0.05 0.17 0.04 0.05 0.05

E Pengadaan Air 0.29 0.31 0.35 0.35 0.09 0.09 0.09 0.09 0.37 0.10 0.10 0.10

F Konstruksi 22.89 26.58 31.52 36.02 9.47 9.86 11.01 11.84 42.18 11.19 11.79 12.18

G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 26.49 30.65 33.63 37.62 9.94 10.65 11.98 11.22 43.79 11.70 12.56 13.79

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.32 8.96 10.43 11.99 3.20 3.38 3.72 3.75 14.05 3.82 3.88 4.31

H Transportasi dan Pergudangan 2.65 3.15 3.56 4.11 1.08 1.12 1.16 1.19 4.54 1.20 1.22 1.25

J Informasi dan Komunikasi 10.05 12.13 13.79 14.59 3.70 3.81 4.07 4.14 15.72 4.15 4.27 4.54

K Jasa Keuangan 6.42 8.24 9.60 10.82 2.99 2.93 3.12 3.22 12.26 3.39 3.54 3.61

L Real Estate 7.02 8.32 9.90 11.52 3.22 3.37 3.45 3.55 13.59 3.70 3.76 3.78

M,N Jasa Perusahaan 0.86 1.00 1.15 1.30 0.35 0.36 0.38 0.39 1.48 0.40 0.40 0.42

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 10.70 11.45 12.24 13.66 3.71 3.92 4.27 4.43 16.33 4.20 4.43 4.35

P Jasa Pendidikan 10.89 12.10 13.89 15.50 4.00 4.07 4.48 4.76 17.30 4.54 4.64 4.95

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.55 4.08 4.68 5.51 1.51 1.56 1.68 1.77 6.52 1.73 1.77 1.86

R,S,T,U Jasa lainnya 2.45 2.75 3.18 3.72 1.03 1.06 1.11 1.16 4.37 1.18 1.20 1.24

198.29 228.29 258.84 299.63 78.75 84.54 92.03 86.43 341.75 88.00 94.59 101.47PRDB

2011 2012 2013Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 20142015* 2016**

Page 110: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

LAMPIRAN

104 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Triliun)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)

Sumber : Badan Pusat Statistik

I II III IV TOTAL I II III

1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 106.35 113.78 120.56 127.70 32.82 33.28 33.99 34.39 134.47 34.56 35.14 35.94

2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.22 2.38 2.62 2.92 0.71 0.72 0.74 0.78 2.95 0.74 0.76 0.78

3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 21.55 22.45 23.06 23.49 3.63 5.74 6.32 9.73 25.41 3.70 6.16 6.09

4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 64.56 74.68 82.98 90.29 22.45 23.47 25.19 26.71 97.82 24.59 25.73 26.88

5 Perubahan Inventori 2.16 5.43 3.97 (0.97) 0.62 1.87 1.56 0.62 4.66 0.96 0.66 0.60

6 Ekspor 52.86 51.22 52.36 59.75 13.86 13.73 14.66 10.30 52.56 8.21 9.94 9.97

7 Impor 63.99 67.75 67.96 69.18 15.34 16.31 15.57 19.91 67.14 9.65 10.88 8.82

185.71 202.18 217.59 234.00 58.74 62.49 66.88 62.62 250.73 63.11 67.52 71.44

2016**No Komponen 2011 2012

PDRB

2015*2013 2014

I II III IV TOTAL I II III

1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 113.55 129.69 146.64 165.19 44.64 45.72 47.48 48.68 186.52 49.61 50.51 52.17

2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.31 2.60 3.08 3.86 1.00 1.03 1.09 1.15 4.27 1.12 1.16 1.20

3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 23.49 26.12 28.72 31.70 4.86 7.99 9.19 14.43 36.48 5.52 9.44 9.32

4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 66.70 82.68 94.88 113.16 29.14 31.00 33.80 36.41 130.34 33.90 35.78 37.70

5 Perubahan Inventori 2.50 5.66 4.42 (1.55) 0.90 2.01 1.84 0.90 5.64 1.49 0.99 0.87

6 Ekspor 57.26 58.19 59.93 78.01 18.91 18.67 19.75 12.76 70.08 11.12 13.30 13.31

7 Impor 67.52 76.66 78.84 90.73 20.69 21.88 21.11 27.89 91.57 14.76 16.58 13.10

198.29 228.29 258.84 299.63 78.75 84.54 92.03 86.43 341.75 88.00 94.59 101.47

2016**No Komponen 2011 2012 2013 2014

PDRB

2015*

Penduduk (Jiwa) 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163 8,520,300

PDRB per Kapita (Juta Rp) 21.31 24.31 27.67 31.01 35.59 39.90

2015P2014Kategori 2010 2011 2012 2013

Page 111: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 105

B. Indeks Harga Konsumen (IHK)

Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran

Sumber: BPS, diolah

Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK

Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK

Umum Bahan

Makanan

Makanan

Jadi,

Minuman,

Rokok, dan

Tembakau

Perumahan,

Air, Listrik,

Gas, dan

Bahan Bakar

Sandang Kesehatan

Pendidikan,

Rekreasi, dan

Olahraga

Transpor

dan

Komunikasi

126.75 148.73 131.96 122.00 135.79 119.24 116.86 104.73

130.39 149.06 137.77 126.48 147.55 128.36 120.24 105.50

Triwulan I 132.89 156.33 139.19 128.22 149.63 129.86 120.33 105.61

Triwulan II 133.44 156.50 140.33 129.03 150.10 130.61 120.60 105.92

Triwulan III 135.69 161.48 143.21 129.73 154.94 130.98 121.38 106.22

Triwulan IV 136.14 158.86 144.70 130.72 158.05 132.02 124.35 106.72

Triwulan I 139.01 168.84 145.55 132.61 158.64 132.82 124.59 106.55

Triwulan II 139.26 166.24 146.83 133.67 154.02 133.21 124.61 110.11

Triwulan III 145.51 178.85 149.93 135.89 159.22 135.20 125.82 118.97

Triwulan IV 144.60 169.92 151.18 138.64 161.74 136.89 126.08 119.08

Triwulan I 109.16 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65

Triwulan II 109.71 111.33 109.77 109.58 108.46 107.25 103.72 111.33

Triwulan III 111.72 114.94 112.34 111.74 110.06 108.51 105.35 111.29

Triwulan IV 116.89 125.03 114.11 114.88 110.82 109.25 105.45 121.49

Triwulan I 116.94 125.83 115.15 117.40 114.32 112.29 105.70 115.08

Triwulan II 118.55 128.30 116.95 118.18 113.74 113.18 106.16 118.01

Triwulan III 121.06 133.46 119.33 118.99 117.71 114.24 108.12 119.30

Triwulan IV 122.13 136.01 120.36 119.63 117.48 114.73 108.16 120.29

Triwulan I 123.62 141.22 121.28 121.08 119.52 115.87 108.29 118.70

Triwulan II 123.65 140.14 123.09 121.43 120.97 116.73 108.39 117.11

Triwulan III 124.78 142.15 124.12 122.12 121.39 117.10 108.96 118.73

Triwulan IV* 124.78 142.10 124.29 122.52 120.70 117.37 109.05 118.32

Keterangan: *) Data Hingga Oktober 2016

2016

2015

2014

IHK

(Akhir Periode)

2010

2011

2012

2013

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV***

Makassar 134.91 137.86 138.15 144.29 143.33 143.33 108.94 109.26 111.45 116.50 116.50 116.94 118.67 121.42 122.54 122.54 124.40 124.16 125.50 125.53

Palopo 142.22 144.84 144.26 150.25 149.68 149.68 108.84 110.28 111.34 116.54 116.54 116.40 117.88 119.35 120.48 120.48 121.60 122.65 123.02 122.78

Parepare 134.76 137.33 137.57 144.44 143.26 143.26 108.29 109.33 110.89 117.71 117.71 115.36 116.96 118.67 119.57 119.57 119.77 120.53 120.52 120.78

Bone (Watampone) 148.83 151.29 151.92 159.23 159.04 159.04 109.81 111.58 112.81 117.35 117.35 116.02 116.35 117.70 118.49 118.49 118.27 119.46 120.08 119.58

Bulukumba** 117.21 118.31 119.99 125.61 125.61 124.49 125.55 127.95 128.34 128.34 127.18 128.21 129.02 129.09

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014 ***) Data Oktober 2016

2016Kota Inflasi

2014*20132012

20132014

20152015

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV***

Makassar 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 5.18 6.38 4.63 3.36 3.42

Palopo 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 3.38 4.47 4.05 3.07 2.93

Parepare 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 1.58 3.82 2.12 1.56 2.06

Bone (Watampone) 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 0.97 1.94 2.67 2.02 1.61

Bulukumba** 13.94 14.10 7.30 9.45 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.17 2.16 2.12 0.84 1.94 Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014 ***) Data Oktober 2016

2016Kota Inflasi

201420132012

20132014

20152015

Page 112: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

LAMPIRAN

106 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

C. Perbankan

Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)

Tabel C.2. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Proyek Pelapor) dan Kredit (Lokasi Proyek) Bank Umum (Rp Miliar)

Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah

6,275 26,446 13,085 45,807 20,074 9,626 23,198 52,898 115.48%

Triwulan I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%

Triwulan II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%

Triwulan III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%

Triwulan IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%

Triwulan I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%

Triwulan II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%

Triwulan III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%

Triwulan IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%

Triwulan I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%

Triwulan II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%

Triwulan III 9,693 34,828 19,819 64,339 29,847 15,457 35,159 80,463 125.06%

Triwulan IV 7,995 37,428 20,690 66,112 31,442 16,241 35,877 83,560 126.39%

Triwulan I 10,154 34,147 22,118 66,420 32,776 16,482 36,045 85,304 128.43%

Triwulan II 11,820 34,881 22,166 68,867 34,627 16,500 36,436 87,563 127.15%

Triwulan III 12,471 37,491 22,472 72,433 34,876 17,476 37,558 89,911 124.13%

Triwulan IV 13,165 42,211 23,091 78,467 36,730 20,538 37,713 94,982 121.05%

Triwulan I 12,894 38,589 26,859 78,342 37,510 20,041 38,759 96,310 122.94%

Triwulan II 12,203 42,611 27,283 82,097 39,518 20,796 41,303 101,617 123.78%

Triwulan III 11,802 41,800 28,423 82,025 39,653 20,204 42,917 102,774 125.30%

2016

2015

LDRDPK KREDIT

Periode

2014

2013

2011

2012

Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah

Triwulan I 7,461 24,900 13,219 45,580 22,500 11,728 24,527 58,755 128.90%

Triwulan II 7,269 27,097 13,505 47,871 25,045 12,256 25,965 63,265 132.16%

Triwulan III 7,246 28,434 14,089 49,770 24,656 12,635 28,121 65,412 131.43%

Triwulan IV 7,333 31,338 14,875 53,546 28,250 11,911 29,794 69,956 130.64%

Triwulan I 7,759 29,206 15,182 52,147 28,671 12,725 30,622 72,019 138.11%

Triwulan II 8,086 29,942 15,271 53,299 27,484 17,402 32,197 77,083 144.62%

Triwulan III 9,211 31,943 16,050 57,204 27,822 18,289 33,503 79,613 139.17%

Triwulan IV 7,836 34,840 17,563 60,239 29,217 17,089 34,203 80,509 133.65%

Triwulan I 7,984 32,314 17,705 58,003 28,996 17,088 34,752 80,836 139.37%

Triwulan II 9,714 33,024 18,489 61,226 31,057 17,232 35,865 84,154 137.45%

Triwulan III 9,681 34,652 19,797 64,131 31,697 18,030 36,523 86,250 134.49%

Triwulan IV 7,975 37,212 20,661 65,849 33,125 18,632 37,195 88,952 126.39%

Triwulan I 10,125 33,960 22,093 66,178 34,244 19,119 37,404 90,768 128.43%

Triwulan II 11,807 34,683 22,145 68,635 37,014 19,431 37,954 94,399 137.54%

Triwulan III 12,454 37,256 22,416 72,126 37,017 19,865 39,137 96,019 133.13%

Triwulan IV 13,150 41,907 23,019 78,076 38,556 22,774 39,933 101,263 129.70%

Triwulan I 12,881 38,342 26,778 78,002 38,920 22,507 40,853 102,280 131.13%

Triwulan II 12,178 42,311 27,185 81,674 40,809 23,420 43,398 107,627 131.78%

Triwulan III 11,788 41,544 28,309 81,640 40,590 22,771 45,040 108,401 132.78%

2016

2015

LDRDPK KREDIT

Periode

2014

2013

2012

Page 113: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 107

Tabel C.3. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)

Tabel C.4. Penyaluran Kredit (Lokasi Proyek) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)

Pertanian TambangIndustri

Pengolahan

Listrik, Gas,

dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan

Jasa Dunia

Usaha

Jasa Sosial

MasyarakatLain-lain

869 309 3,460 144 2,155 15,072 1,629 2,770 1,555 24,935 52,898

Triwulan I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585

Triwulan II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035

Triwulan III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090

Triwulan IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221

Triwulan I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371

Triwulan II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937

Triwulan III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014

Triwulan IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388

Triwulan I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874

Triwulan II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336

Triwulan III 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408 80,463

Triwulan IV 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226 83,560

Triwulan I 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 85,304

Triwulan II 1,788 390 5,109 413 4,902 29,003 2,693 4,037 2,681 36,547 87,563

Triwulan III 2,303 383 5,304 398 5,417 29,373 2,672 4,024 2,388 37,648 89,911

Triwulan IV 2,461 410 7,487 379 5,491 31,424 2,781 4,221 2,549 37,777 94,982

Triwulan I 2,681 430 7,239 306 5,483 31,959 2,824 4,117 2,462 38,809 96,310

Triwulan II 2,933 399 7,993 277 5,977 33,268 2,738 4,085 2,587 41,359 101,617

Triwulan III 2,998 372 8,104 267 6,305 32,431 2,730 4,234 2,392 42,941 102,774

2016

2015

2014

Kredit (Lokasi Bank)

Periode Total

2011

2012

2013

Pertanian TambangIndustri

Pengolahan

Listrik, Gas,

dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan

Jasa Dunia

Usaha

Jasa Sosial

MasyarakatLain-lain

Triwulan I 883 568 4,842 379 3,148 15,854 1,828 3,171 1,583 26,497 58,755

Triwulan II 1,101 608 5,216 420 3,503 18,288 1,809 3,438 1,465 27,417 63,265

Triwulan III 1,146 626 5,381 663 3,708 18,100 1,737 3,474 1,376 29,202 65,412

Triwulan IV 1,187 564 6,013 782 3,848 19,531 2,138 3,371 1,386 31,135 69,956

Triwulan I 1,373 590 6,116 996 3,835 20,344 2,317 3,446 1,479 31,523 72,019

Triwulan II 1,356 584 5,570 1,357 4,043 23,549 2,379 4,511 1,515 32,219 77,083

Triwulan III 1,354 599 5,720 1,484 4,405 24,050 2,459 4,289 1,740 33,513 79,613

Triwulan IV 1,374 611 4,314 1,579 4,231 25,010 2,600 4,656 1,800 34,334 80,509

Triwulan I 1,388 586 4,063 1,554 4,175 25,246 2,522 4,613 1,867 34,821 80,836

Triwulan II 1,510 555 4,592 1,031 4,564 26,941 2,584 4,374 1,890 36,112 84,154

Triwulan III 1,454 543 5,153 1,886 4,968 26,883 2,517 4,043 2,031 36,772 86,250

Triwulan IV 1,530 470 5,501 2,022 5,169 28,161 2,420 3,976 2,160 37,544 88,952

Triwulan I 1,675 401 5,830 2,093 5,596 28,761 2,407 4,046 2,425 37,532 90,768

Triwulan II 1,779 411 6,487 2,340 5,761 30,356 2,343 4,249 2,610 38,063 94,399

Triwulan III 1,837 376 6,226 2,436 6,259 30,678 2,381 4,187 2,409 39,228 96,019

Triwulan IV 2,173 400 8,460 2,572 6,346 31,985 2,442 4,409 2,480 39,996 101,263

Triwulan I 2,368 407 7,984 2,290 6,262 32,480 2,501 4,637 2,449 40,902 102,280

Triwulan II 2,616 431 8,674 2,149 6,363 34,128 2,433 4,804 2,574 43,456 107,627

Triwulan III 2,592 402 8,398 2,203 6,496 33,399 2,414 5,022 2,412 45,064 108,401

Total

2012

2013

2016

2015

2014

Kredit (Lokasi Proyek)

Periode

Page 114: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

LAMPIRAN

108 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Tabel C.5. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank

Tabel C.6. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

13.55 11.83 12.83 13.34 13.61 14.09 10.62 6.81 28.61 13.45 12.84 13.32

Triwulan I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46

Triwulan II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35

Triwulan III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19

Triwulan IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88

Triwulan I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85

Triwulan II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74

Triwulan III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72

Triwulan IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78

Triwulan I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86

Triwulan II 13.26 11.44 12.41 13.51 13.53 14.05 10.08 10.72 22.94 13.33 12.75 12.97

Triwulan III 13.48 11.61 12.44 13.62 13.53 14.10 10.26 10.81 23.49 13.50 12.81 13.00

Triwulan IV 13.46 11.57 12.61 13.48 13.78 14.17 10.77 11.14 23.13 13.44 12.93 13.13

Triwulan I 13.81 12.12 11.45 14.04 15.29 14.74 10.03 11.38 23.11 13.25 13.13 13.59

Triwulan II 13.42 10.40 13.00 12.91 13.75 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.14 13.61

Triwulan III 13.28 10.26 13.22 13.01 13.69 14.62 8.84 11.46 28.73 13.09 12.00 13.76

Triwulan IV 12.95 9.53 13.31 12.86 13.34 14.72 9.52 11.89 28.40 12.86 11.30 13.82

Triwulan I 12.36 10.15 13.22 13.13 13.70 14.41 8.74 10.63 22.34 12.67 12.00 13.57

Triwulan II 11.91 10.01 12.90 12.85 13.54 14.28 8.47 11.44 23.74 12.29 11.77 13.28

Triwulan III 11.54 9.89 12.77 12.70 13.26 14.17 8.56 12.22 20.67 12.00 11.51 13.16

2016

2015

2013

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran

2014

Bank Umum

Periode

2011

2012

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Modal

KerjaInvestasi Konsumsi

Triwulan I 13.04 9.94 13.01 12.92 13.14 14.34 8.28 10.28 22.85 12.93 11.76 13.57

Triwulan II 12.86 9.78 12.93 12.45 13.21 13.87 8.10 9.89 23.69 12.63 11.65 13.36

Triwulan III 12.71 9.62 12.55 12.40 13.01 14.02 8.56 9.57 23.59 12.54 11.47 13.15

Triwulan IV 12.24 10.88 12.44 11.99 12.97 13.84 8.11 8.42 23.30 12.11 12.09 13.00

Triwulan I 12.16 10.65 12.38 12.07 12.80 14.13 6.71 8.40 22.74 12.05 11.94 13.03

Triwulan II 12.66 10.25 12.25 11.74 12.58 13.93 6.76 8.47 21.41 12.16 11.32 12.86

Triwulan III 12.81 10.32 12.26 12.54 12.85 13.81 7.29 9.24 20.90 12.56 11.55 12.83

Triwulan IV 12.93 10.45 12.35 12.92 13.43 13.80 6.79 10.11 20.93 12.77 12.00 12.88

Triwulan I 13.03 10.53 12.42 13.11 13.59 13.97 9.30 10.71 21.87 13.03 12.19 12.99

Triwulan II 13.15 10.76 12.63 13.34 13.68 14.11 7.68 10.73 22.62 13.13 12.31 13.17

Triwulan III 13.36 10.50 12.70 13.50 13.72 14.19 6.50 10.81 26.08 13.23 12.15 13.28

Triwulan IV 13.37 10.37 12.90 13.15 13.76 14.29 7.20 11.14 26.76 13.13 12.13 13.45

Triwulan I 13.39 10.34 12.86 13.17 13.74 14.44 7.13 11.10 27.50 13.13 12.11 13.46

Triwulan II 13.43 10.39 13.00 12.91 13.76 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.15 13.61

Triwulan III 13.29 10.25 13.22 13.01 13.70 14.62 8.84 11.46 28.73 13.09 12.00 13.76

Triwulan IV 12.96 9.51 13.31 12.86 13.35 14.72 9.52 11.89 28.40 12.86 11.29 13.82

Triwulan I 12.30 9.54 13.46 12.94 13.51 14.65 8.76 10.63 28.18 12.56 11.37 13.89

Triwulan II 11.88 9.46 13.13 12.63 13.21 14.56 6.08 11.44 28.48 12.16 11.16 13.60

Triwulan III 11.51 9.35 13.00 12.53 13.05 14.37 5.73 12.22 25.78 11.88 10.96 13.45

2016

2015

2013

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran

2014

Bank Umum

Periode

2012

Page 115: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 109

D. Sistem Pembayaran

Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)

Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar)

Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow

I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.82% 33.98%

II 3.24 2.88 0.36 17.50% -9.25% 184.83%

III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.62% 225.76%

IV 4.07 4.16 (0.09) 27.33% 29.50% -536.97%

16.59 14.07 2.52 20.66% 19.01% 30.82%

I 5.30 2.34 2.96 20.17% 36.45% 9.82%

II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.95% -32.43%

III 5.56 5.64 (0.08) 14.16% 6.18% -81.98%

IV 4.30 4.10 0.21 5.64% -1.52% -336.57%

19.24 15.90 3.34 15.93% 13.01% 32.20%

I 6.18 2.25 3.94 16.70% -3.91% 33.01%

II 3.78 3.70 0.07 -7.20% -3.29% -69.42%

III 4.82 4.93 (0.11) -13.42% -12.67% 40.51%

IV 3.79 3.20 0.59 -11.93% -21.92% 186.71%

18.57 14.07 4.50 -3.47% -11.51% 34.84%

I 6.23 1.49 4.74 0.74% -33.73% 20.43%

II 3.34 4.73 (1.39) -11.46% 27.86% -1991.09%

III 6.50 2.52 3.99 35.03% -48.91% -3670.36%

PeriodeJumlah yoy

2013

2013

2016

2014

2014

2015

2015

Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow

I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%

II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%

III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%

IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%

0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%

I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% 720.65%

II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% 353.25%

III 0.23 3.93 (3.70) 186.11% 56.42% 52.18%

IV 0.13 2.07 (1.94) 29.30% -21.19% -23.20%

0.54 11.42 (10.88) 89.84% 84.31% 84.05%

I 0.00 1.74 (1.73) -97.54% -20.95% -15.58%

II 0.01 5.66 (5.65) -87.34% 75.61% 77.63%

III 0.03 3.59 (3.56) -84.91% -8.54% -3.84%

IV 0.00 5.84 (5.84) -97.69% 182.13% 200.88%

0.05 16.83 (16.78) -91.52% 47.38% 54.29%

I 0.00 4.45 (4.45) -43.63% 156.01% 156.41%

II 0.00 6.43 (6.43) -40.00% 13.71% 13.76%

III 0.00 0.00 (0.00) -99.84% -99.90% -99.90%

PeriodeJumlah yoy

2016

2013

2013

2014

2014

2015

2015

Page 116: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

LAMPIRAN

110 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)

E. Ekspor dan Impor

Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Ribu)

Ket: 10 besar komoditas ekspor sepanjang 2016

Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)

Ket: 10 besar negara tujuan ekspor sepanjang 2016

From To From-To From To From-To

I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%

62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%

71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%III 22.72 38.10 10.97 21.04% 1.28% 62.41%

III 25.66 41.37 11.87 24.93% -0.27% 62.68%

85.41 141.02 37.36 20.03% -4.70% 60.89%

I 14.45 32.77 4.29 -7.73% 17.51% -9.65%

II 26.71 31.93 4.27 24.96% -5.15% -56.25%

III 19.34 40.38 3.48 -14.88% 5.99% -68.29%

2012

PeriodeJumlah yoy

2015

2014

2013

2012

2013

2014

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

1 Nikel 258,413 247,288 215,371 200,767 921,839 213,110 269,360 289,821 266,267 1,038,558 211,882 197,775 172,672 176,610 758,939 108,715 138,122 158,622 405,459 48.79%

2 Cokelat Olahan 4,696 14,722 17,225 28,377 65,019 29,325 34,256 47,805 37,194 148,581 21,144 40,898 31,884 30,021 123,947 19,769 17,369 32,984 70,122 8.44%

3 Ganggang Laut 15,882 21,039 27,430 26,942 91,292 33,321 35,918 38,832 39,176 147,247 28,146 32,547 26,357 18,757 105,807 18,289 21,165 22,374 61,829 7.44%

4 Biji Cokelat 50,603 28,346 59,061 39,017 177,026 19,952 35,040 27,076 20,085 102,154 9,422 23,052 27,395 15,355 75,224 4,904 15,872 21,517 42,293 5.09%

5 Udang Segar 11,805 13,911 16,464 19,577 61,757 14,593 18,007 23,090 12,773 68,463 11,834 14,979 14,107 16,532 57,452 12,091 19,679 17,440 49,210 5.92%

6 Ikan Olahan 11,111 10,330 15,233 14,376 51,050 8,803 12,162 17,765 15,593 54,322 9,900 13,105 11,894 14,155 49,053 10,003 11,959 18,286 40,247 4.84%

7 Buah/Sayur Olahan 6,848 6,214 6,677 5,646 25,385 5,926 7,916 6,292 5,543 25,677 8,386 10,161 10,570 11,640 40,757 15,784 12,787 12,120 40,692 4.90%

8 Kayu Lapis 9,267 8,843 7,771 9,927 35,809 10,534 9,175 8,248 8,581 36,538 6,236 10,994 9,932 13,289 40,450 7,948 5,431 4,266 17,645 2.12%

9 Sayur-Sayuran 65 199 295 165 723 175 139 105 5,242 5,661 30 8,427 9,797 260 18,514 85 734 697 1,517 0.18%

10 Dedak/Bekatul 5,974 4,844 4,624 3,934 19,375 4,603 5,231 4,317 3,871 18,022 6,125 4,893 2,841 3,385 17,243 3,281 4,616 6,258 14,154 1.70%

403,019 389,288 417,565 386,338 1,596,210 366,406 460,017 499,048 452,629 1,778,100 344,161 382,893 381,248 333,278 1,441,581 229,370 276,311 325,410 831,091 100%

Sumber: Bea Cukai

* Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara

Pangsa

s.d 20162016**2015*

2015* 2016**KOMODITAS EKSPOR UTAMA 2014

20142013*

2013

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

1 Jepang 276,916 265,502 236,096 222,268 1,000,782 229,808 285,800 311,425 282,417 1,109,450 225,143 213,089 188,475 189,872 816,578 117,903 147,435 172,450 437,788 52.68%

2 Malaysia 15,544 21,970 30,383 35,098 102,995 28,276 38,252 40,895 44,010 151,433 28,197 35,894 35,508 29,831 129,429 13,073 9,888 32,787 55,748 6.71%

3 Amerika Serikat 37,186 20,355 49,647 46,967 154,155 31,358 43,734 37,866 22,781 135,739 22,395 32,804 41,494 31,259 127,952 26,438 28,011 30,148 84,597 10.18%

4 Philipina 15,896 23,792 26,969 24,962 91,618 26,414 32,148 39,092 35,247 132,900 16,135 40,494 23,936 3,499 84,063 1,978 1,309 2,373 5,660 0.68%

5 Singapura 3,759 4,103 4,511 3,529 15,902 4,784 4,348 5,126 9,554 23,811 2,212 11,210 12,884 4,620 30,926 7,550 19,599 8,073 35,223 4.24%

6 Belanda 10,747 6,511 13,668 4,892 35,819 5,235 8,685 12,434 5,537 31,890 7,958 5,793 6,022 3,635 23,408 5,068 7,524 7,384 19,976 2.40%

7 Korea Selatan 2,041 2,727 3,249 2,982 10,999 3,121 4,085 3,269 5,640 16,115 7,360 7,035 4,995 5,971 25,361 4,050 4,962 4,500 13,512 1.63%

8 Jerman 2,714 4,225 5,959 5,027 17,925 5,462 5,994 10,525 7,103 29,084 6,972 4,541 7,410 2,760 21,683 3,130 2,019 2,012 7,161 0.86%

9 Australia 3,061 4,265 3,095 5,854 16,274 6,494 9,624 7,580 6,191 29,890 4,414 4,530 3,952 4,151 17,047 2,321 1,719 1,540 5,580 0.67%

10 Hongkong 4,514 4,803 3,702 4,110 17,129 4,296 3,314 5,116 3,646 16,373 4,460 3,346 3,888 3,765 15,459 4,380 3,103 3,675 11,157 1.34%

403,019 389,288 417,565 386,338 1,596,210 366,406 460,017 499,048 452,629 1,778,100 344,161 382,893 381,248 333,278 1,441,581 229,370 276,311 325,410 831,091 100%

Sumber: Bea Cukai

* Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara

Pangsa

Agt'162016**2015*

2015*2014

20142013

NILAI EKSPOR SULSEL

NEGARA TUJUAN EKSPOR2013 2016**

Page 117: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 111

Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ ribu)

Ket: 10 komoditas impor sepanjang 2016

Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Ribu)

Ket: 10 besar negara importir sepanjang 2016

F. Inklusi Keuangan

Tabel F.1. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan

Sumber: BPS, diolah

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

1 Kapal Terbang dan Bagiannya - - - - - - - - - - - - 124,230 - 124,230 - 60,099 - 60,099 0.00%

2 Bahan Kimia Anorganik 37,228 56,624 29,661 62,323 185,835 55,107 48,136 59,146 30,292 192,681 4,555 4,497 273 3,697 13,023 3,347 2,128 70 5,501 0.05%

3 Karpet dan Alas Lantai 56,173 47,354 15,453 18,483 137,463 34,678 52,658 32,731 26,309 146,375 - - - - - - - - - 0.00%

4 Gandum-Ganduman - - - - - - - - - - 43,748 66,857 44,440 30,837 185,882 35,841 37,990 31,647 92,355 21.08%

5 Aluminium 14,065 16,677 19,661 20,156 70,559 11,103 40,995 16,902 27,845 96,845 83 1,199 28 596 1,905 5 19 1 25 0.00%

6 Mesin/Mesin/Pesawat Mekanik - - - - - - 41 43 202 287 23,114 47,433 32,426 37,787 140,760 35,071 51,656 41,098 105,709 27.38%

7 Ampas/Sisa Industri Makanan - - - - - - - - - - 21,885 12,475 18,589 21,685 74,633 13,573 15,381 23,505 46,374 15.66%

8 Kain Khusus 13,822 6,086 1,859 3,382 25,150 4,827 3,723 4,913 1,977 15,440 - - - - - - - - - 0.00%

9 Bulu dan Bunga Buatan - 3,070 2,277 210 5,557 1,570 - 2,581 1,436 5,588 - - - - - - - - - 0.00%

10 Sereal,Tepung, dan Susu 101 - 7,183 6,250 13,534 1,657 2,508 7,449 5,079 16,692 54 166 132 84 436 27 53 55 109 0.04%

300,716 404,717 218,820 126,061 1,050,313 139,097 181,875 149,053 129,393 599,417 163,902 180,739 271,916 149,655 766,212 122,678 210,554 150,128 484,395 100%

Sumber: Bea Cukai

* Angka sementara ** Angka sangat sementara

Pangsa s.d

20162016**

NILAI IMPOR SULSEL

KOMODITAS IMPOR UTAMA2013 2014 2015*

2015*20142013*2016**

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

1 Tiongkok 28,368 2,948 11,288 15,463 58,066 24,588 36,507 29,472 20,987 111,554 29,420 34,987 59,722 60,503 184,632 42,693 69,113 63,987 175,793 36.29%

2 Rusia 151,252 248,147 121,335 11,978 532,711 586 557 6,325 2,069 9,536 946 - 132,603 13,334 146,883 437 60,453 385 61,274 12.65%

3 Australia 29,359 41,531 29,849 29,355 130,093 40,047 36,627 40,027 18,364 135,066 59,175 47,954 16,828 9,655 133,612 25,410 7,260 7,408 40,079 8.27%

4 Kanada 12,049 25,176 3,905 12,160 53,291 2,799 15,376 10,268 15,521 43,963 5,293 18,487 22,930 10,637 57,347 6,496 19,925 8,028 34,449 7.11%

5 Singapura 13,586 11,955 9,626 3,094 38,262 7,901 4,377 8,400 10,861 31,538 26,556 11,061 3,437 9,330 50,383 636 4,593 760 5,989 1.24%

6 Argentina 12,569 15,635 13,186 17,778 59,168 10,141 34,030 13,582 19,518 77,272 19,975 10,541 9,303 5,364 45,182 18,433 14,892 21,840 55,166 11.39%

7 Jerman 14,314 9,187 393 749 24,643 424 10,070 10,238 2,471 23,203 978 21,430 170 1,839 24,417 165 653 421 1,240 0.26%

8 Amerika Serikat 9,774 2,429 7,879 12,155 32,238 25,350 13,445 6,130 8,696 53,620 1,771 9,845 2,412 4,976 19,005 2,367 6,646 2,786 11,799 2.44%

9 Thailand 11,310 5,838 3,313 3,155 23,616 9,381 3,380 2,539 7,106 22,406 2,477 4,540 4,573 2,444 14,035 4,657 2,330 3,764 10,751 2.22%

10 Malaysia 1,470 3,137 2,006 4,153 10,766 5,031 10,675 3,832 1,811 21,350 300 2,722 5,723 1,153 9,898 1,153 3,261 6,297 10,711 2.21%

300,716 404,717 218,820 126,061 1,050,313 139,097 181,875 149,053 129,393 599,417 163,067 180,739 270,064 149,655 763,524 123,713 210,554 150,128 484,395 100%

Sumber: Bea Cukai

* Angka sementara ** Angka sangat sementara

2016** Pangsa s.d

20162016**

NILAI IMPOR SULSEL

NEGARA ASAL IMPOR2013

20142015*

2015*2014

2013*

2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016**

4,079 4,806 5,182 5,540 5,700 8,207 8,309 8,408 8,520 8,796 49.70 57.84 61.64 65.02 64.81

2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016**

894 872 870 916 945 8,207 8,309 8,408 8,520 8,796 10.89 10.49 10.34 10.75 10.75

*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS

**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin

Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*Jumlah Rekening Kredit Lokasi Bank (Ribu Rekening)

Jumlah Rekening DPK Lokasi KC/KCP (Ribu Rekening) Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Jumlah Penduduk

(%)

Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Jumlah

Penduduk (%)

Page 118: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

LAMPIRAN

112 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

G. Indikator Makro Per Kabupaten/Kota

Tabel G.1.PDRB menurut kabupaten/kota atas dasar harga berlaku dan konstan (Rp Milyar)

Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000

2012 2013* 2014* 2015** 2012 2013* 2014* 2015**

1 Kep Selayar 2,464.94 2,880.86 3,494.21 4,149.34 2,122.81 2,296.37 2,503.22 2,723.81

2 Bulukumba 6,243.26 7,187.33 8,385.78 9,584.32 5,483.24 5,909.29 6,414.14 6,777.43

3 Bantaeng 3,825.42 4,350.32 4,964.12 5,604.99 3,234.46 3,525.61 3,819.61 4,073.15

4 Jeneponto 4,720.38 5,269.41 6,157.05 6,999.85 4,147.46 4,422.90 4,773.92 5,085.88

5 Takalar 4,366.04 5,004.18 5,882.26 6,809.96 3,809.14 4,144.29 4,549.03 4,931.57

6 Gowa 9,380.48 10,713.90 12,044.91 13,734.06 8,289.11 9,070.00 9,720.52 10,381.04

7 Sinjai 4,926.59 5,601.47 6,484.77 7,511.14 4,366.71 4,706.67 5,035.70 5,415.55

8 Maros 10,428.66 11,966.92 13,662.54 15,767.63 9,044.51 9,612.26 10,067.22 10,931.05

9 Pangkep 11,766.21 13,759.00 15,970.74 18,481.48 10,288.64 11,248.48 12,420.26 13,411.01

10 Barru 3,363.62 3,833.30 4,434.06 4,918.37 3,000.72 3,237.00 3,475.20 3,694.86

11 Bone 14,833.10 16,734.21 19,879.98 23,149.37 12,730.12 13,531.85 14,882.65 16,052.41

12 Soppeng 4,761.84 5,401.35 6,174.25 6,828.42 4,259.55 4,567.54 4,882.65 5,131.82

13 Wajo 10,166.67 11,629.14 13,656.16 15,095.71 8,819.11 9,428.97 10,341.51 11,070.41

14 Sidrap 6,108.34 6,936.04 8,048.15 9,284.22 5,297.54 5,664.56 6,110.56 6,594.25

15 Pinrang 8,738.25 9,892.58 11,365.83 13,142.36 7,708.90 8,269.61 8,939.91 9,676.97

16 Enrekang 3,458.74 4,119.56 4,628.10 5,239.60 3,021.20 3,197.50 3,389.50 3,623.38

17 Luwu 6,698.54 7,681.02 9,018.94 10,363.70 5,915.10 6,372.70 6,934.34 7,437.79

18 Tana Toraja 3,232.30 3,683.75 4,277.60 4,901.49 2,793.72 2,994.47 3,198.55 3,417.60

19 Luwu Utara 5,560.28 6,338.05 7,590.83 8,681.53 4,911.00 5,274.16 5,739.78 6,122.48

20 Luwu Timur 15,266.46 16,662.67 20,497.07 21,022.95 11,963.26 12,717.28 13,748.26 14,690.56

21 Toraja Utara 3,546.30 4,230.78 5,028.50 5,840.95 2,971.71 3,259.91 3,508.98 3,778.90

22 Makassar 78,013.04 88,363.46 398.53 171.73 70,851.04 76,851.04 82,596.79 88,740.21

23 Pare-pare 3,501.13 3,940.54 4,434.69 5,059.51 3,150.26 3,400.55 3,615.72 3,842.61

24 Palopo 3,690.92 4,181.23 4,765.33 5,318.66 3,363.25 3,633.01 3,889.66 4,141.82

*) Data Sementara **) Data Sangat Sementara

NO ATAS DASAR HARGA KONSTAN

KABUPATEN/KOTA ATAS DASAR HARGA BERLAKU

Page 119: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 113

Tabel G.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Harga Konstan (Rp Milyar)

Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000

Tabel G.3.PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku (Rp juta rupiah)

Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000

2011 2012 2013* 2014* 2015**

1 Kep. Selayar 8.88 7.88 8.18 9.01 8.81

2 Maros 11.24 11.14 6.28 4.73 8.58

3 Takalar 7.59 6.58 8.80 9.77 8.41

4 Bone 6.40 8.21 6.30 9.53 8.30

5 Pinrang 7.71 8.51 7.27 8.11 8.24

6 Pangkep 9.84 8.26 9.33 10.42 7.98

7 Sidrap 9.63 8.93 6.93 7.87 7.92

8 Toraja Utara 8.36 9.45 9.70 7.64 7.69

9 Sinjai 7.60 7.32 7.79 6.99 7.54

10 Makassar 10.36 9.64 8.55 7.40 7.44

11 Luwu 7.89 7.00 7.74 8.81 7.26

12 Wajo 10.11 6.50 6.92 9.68 7.05

13 Enrekang 8.08 7.30 5.84 6.00 6.90

14 Luwu Timur -4.29 5.62 6.30 8.11 6.85

15 Tana Toraja 7.78 8.58 7.19 6.82 6.85

16 Gowa 7.46 8.15 9.42 7.17 6.80

17 Luwu Utara 8.04 6.81 7.39 8.83 6.67

18 Bantaeng 9.38 9.67 9.00 8.34 6.64

19 Jeneponto 8.44 7.55 6.64 7.94 6.53

20 Palopo 7.90 7.00 8.02 7.06 6.48

21 Barru 8.13 8.39 7.87 7.36 6.32

22 Pare-pare 8.42 8.80 7.95 6.33 6.28

23 Bulukumba 5.49 9.65 7.77 8.54 5.66

24 Soppeng 7.17 6.93 7.23 6.90 5.10

*) Data Sementara **) Data Sangat Sementara

NOPERTUMBUHAN PERTAHUN

KABUPATEN/KOTA

2010 2011 2012* 2013* 2014* 2015**

1 Kep. Selayar 9.25 11.17 16.90 18.05 19.44 20.92

2 Bulukumba 9.51 10.74 13.64 14.59 15.73 16.51

3 Bantaeng 10.33 12.21 17.99 19.48 20.95 22.21

4 Jeneponto 6.61 7.73 11.89 12.60 13.51 14.30

5 Takalar 7.60 8.65 13.74 14.77 16.03 17.19

6 Gowa 7.76 8.87 12.14 13.03 13.70 14.36

7 Sinjai 12.26 13.98 18.73 20.04 21.29 22.74

8 Maros 8.12 9.38 27.57 28.97 30.00 32.22

9 Pangkep 17.54 20.67 32.80 35.47 38.78 41.44

10 Barru 10.00 11.37 17.82 19.12 20.40 21.58

11 Bone 10.46 12.19 17.45 18.43 20.15 21.61

12 Soppeng 12.15 14.28 18.92 20.25 21.63 22.70

13 Wajo 14.00 17.16 22.65 24.14 26.38 28.15

14 Sidrap 12.34 15.26 18.93 19.99 21.32 22.76

15 Pinrang 15.02 17.50 21.51 22.89 24.55 26.38

16 Enrekang 10.06 11.89 15.52 16.28 17.10 18.12

17 Luwu 11.15 12.91 17.37 18.54 19.98 21.24

18 Tana Toraja 6.64 8.04 12.43 13.24 14.05 14.93

19 Luwu Utara 10.64 12.25 16.68 17.74 19.13 22.22

20 Luwu Timur 34.02 38.65 46.60 48.35 51.03 65.14

21 Toraja Utara 6.89 8.31 13.46 14.66 15.66 12.48

22 Makassar 27.56 31.82 51.08 54.58 57.79 61.23

23 Pare-pare 13.85 15.77 23.62 25.15 26.41 27.70

24 Palopo 13.12 14.98 21.48 22.59 23.59 24.52

*) Data Sementara **) Data Sangat Sementara

No Kabupaten/Kota PDRB perkapita

Page 120: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

LAMPIRAN

114 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Tabel G.4.Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota

Sumber: BPS, diolah

Tabel G.5.Tingkat Partisipasi Angkatan Lerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Selatan Menurut

Kabupaten/Kota (%)

Sumber: BPS, diolah

No Kabupaten/Kota 2010* 2011* 2012* 2013* 2014** 2015**

1 Kep. Selayar 122,377 124,104 125,603 127,220 128,744 130,199

2 Bulukumba 395,790 399,000 401,897 404,896 407,775 410,485

3 Bantaeng 177,299 178,596 179,800 181,006 182,283 183,386

4 Jeneponto 343,808 346,308 348,680 351,111 353,287 355,599

5 Takalar 270,491 273,891 277,218 280,590 283,762 286,906

6 Gowa 654,978 668,875 682,597 696,096 709,386 722,702

7 Sinjai 229,583 231,425 233,200 234,886 236,497 238,099

8 Maros 320,103 324,097 327,998 331,796 335,596 339,300

9 Pangkep 306,717 310,288 313,722 317,110 320,293 323,597

10 Barru 166,520 167,511 168,397 169,302 170,316 171,217

11 Bone 719,999 724,923 729,516 734,119 738,515 742,912

12 Soppeng 224,577 224,804 225,180 225,512 225,709 226,116

13 Wajo 386,324 387,815 389,284 390,603 391,980 393,218

14 Sidrap 272,808 276,327 279,810 283,307 286,610 289,787

15 Pinrang 352,185 355,312 358,312 361,293 364,087 366,789

16 Enrekang 190,923 192,822 194,606 196,394 198,194 199,998

17 Luwu 333,497 336,989 340,491 343,793 347,096 350,218

18 Tana Toraja 221,816 223,297 224,812 226,212 227,588 228,984

19 Toraja Utara 228,391 219,084 220,777 222,393 224,003 302,687

20 Luwu Utara 243,809 291,414 294,402 297,313 299,989 275,595

21 Luwu Timur 217,503 250,223 256,699 263,012 269,405 225,516

22 Makassar 1,342,826 1,364,955 1,387,033 1,408,072 1,429,242 1,449,401

23 Pare-pare 129,682 131,514 133,381 135,192 136,903 138,699

24 Palopo 148,395 152,573 156,603 160,819 164,903 168,894

Sulawesi Selatan 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163 8,520,304

2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014

1 Kep. Selayar 65.1 62.7 61.11 60.6 4.68 3.25 4.62 2.1

2 Bulukumba 64.2 68.4 62.25 65 5.46 2.71 4.16 2.8

3 Bantaeng 65.5 72.2 68.74 71.9 5.54 7.02 6.44 2.4

4 Jeneponto 64.5 67.0 61.96 61.7 5.06 4.35 2.77 2.7

5 Takalar 64.5 62.3 57.69 62.9 5.54 6.21 2.73 2.7

6 Gowa 65.6 62.1 64.17 66.3 7.05 4.01 2.63 2.3

7 Sinjai 65.1 73.1 70.34 68.8 5.59 2.84 0.43 0.9

8 Maros 64.9 64.3 60.98 63.0 6.94 6.43 5.71 4.6

9 Pangkep 65.0 57.6 54.41 57.6 6.09 8.03 5.7 9.9

10 Barru 64.2 56.8 53.43 50.4 5.75 4.78 4.51 2.3

11 Bone 64.0 64.8 63.3 63.9 5.98 3.51 3.8 5

12 Soppeng 63.4 62.1 57.22 57.6 5.16 6.15 6.65 2.4

13 Wajo 67.0 59.9 58.16 55.6 7.45 3.13 3.72 4.9

14 Sidrap 64.6 57.2 52.25 54.0 4.78 6.99 7.62 6.2

15 Pinrang 64.5 55.0 52.07 60.1 6.55 5.35 1.96 2.8

16 Enrekang 66.6 74.5 70.27 68.2 6.66 3.05 1.61 1.4

17 Luwu 65.3 59.7 58.69 62.5 7.41 10.55 7.14 5.1

18 Tana Toraja 67.1 76.3 70.55 80.3 5.56 4.63 3.26 3.3

19 Luwu Utara 65.9 65.6 62.02 66.7 4.47 5.03 4.48 1.8

20 Luwu Timur 68.3 67.3 65.01 67.2 7.16 8.12 6.28 8.1

21 Toraja Utara 63.5 68.3 65.25 69.8 6.05 5.08 2.82 3.7

22 Makassar 61.0 57.9 57.8 56.9 8.41 9.97 9.53 10.9

23 Pare-pare 62.0 60.4 57.72 60.6 7.97 4.21 4.86 7.1

24 Palopo 63.1 59.6 58.13 58.0 9.47 8.43 9.03 8.1

Sulawesi Selatan 64.3 62.8 60.49 62.0 6.56 5.87 5.1 5.1

Kabupaten / KotaTPAK TPT

No

Page 121: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 115

Tabel G.6.Indikator Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan

Sumber: BPS, diolah

Jumlah

(ribu) % P1 P2

Jumlah

(ribu) % P1 P2

1 Kep. Selayar 16.2 12.87 2.34 0.61 18.2 14.23 2.32 0.54

2 Bulukumba 31.5 7.83 0.93 0.18 36.7 9.04 1.01 0.17

3 Bantaeng 16.00 8.90 1.64 0.45 18.9 10.45 1.68 0.49

4 Jeneponto 58.0 16.59 2.64 0.68 58.1 16.52 2.42 0.61

5 Takalar 26.7 9.60 1.57 0.48 29.3 10.42 1.48 0.35

6 Gowa 55.3 8.06 1.66 0.64 61.0 8.73 1.19 0.25

7 Sinjai 21.7 9.29 1.26 0.26 24.3 10.32 1.41 0.33

8 Maros 41.3 12.56 2.36 0.60 43.1 12.94 2.24 0.63

9 Pangkep 52.3 16.63 2.76 0.77 56.4 17.75 3.15 0.85

10 Barru 15.7 9.28 1.50 0.37 17.5 10.32 1.33 0.26

11 Bone 89.5 12.25 1.90 0.51 87.7 11.92 1.75 0.47

12 Soppeng 20.6 9.12 1.08 0.21 21.3 9.43 0.93 0.15

13 Wajo 30.5 7.83 0.87 0.16 31.9 8.17 1.27 0.35

14 Sidrap 16.9 6.00 0.77 0.14 17.9 6.3 1.00 0.23

15 Pinrang 28.1 7.83 1.37 0.40 32.1 8.86 1.16 0.22

16 Enrekang 28.2 14.45 1.79 0.38 29.7 15.11 2.02 0.44

17 Luwu 45.5 13.34 1.97 0.47 52.0 15.10 2.25 0.52

18 Tana Toraja 28.7 12.73 1.98 0.46 31.3 13.81 1.81 0.38

19 Luwu Utara 41.4 14.03 2.68 0.75 46.2 15.52 2.06 0.43

20 Luwu Timur 19.9 7.72 1.13 0.29 2.2 8.38 1.37 0.32

21 Toraja Utara 36.0 16.28 2.44 0.52 36.8 16.53 3.03 0.86

22 Makassar 69.9 5.02 0.76 0.17 66.4 4.7 0.84 0.24

23 Pare-pare 7.5 5.58 0.88 0.21 8.6 6.38 0.83 0.18

23 Palopo 14.9 9.47 1.61 0.44 15.5 9.57 1.42 0.3

Sulawesi Selatan 812.3 9.82 1.68 0.42 863.2 10.32 1.65 0.40

Kabupaten/Kota

2012 2013

NO

Page 122: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

LAMPIRAN

116 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

H. Daftar Istilah

Istilah Keterangan

Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah

Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari

resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk

meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor

Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah

Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas

Balance sheet Neraca

Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan

Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional

Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan

risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-

2018

BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang

Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat

Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar

Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat

menggunakan metodologi yang berbeda

Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank

Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya

Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,

maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan

Credit Limit Batas kredit

Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi

Crisis management

protocol

Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung

jawab anggota tim itu

Debt ceiling Pagu hutang

Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara

Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi

Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum

Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif

Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral

Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan

Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan

nasabah

Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional

Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,

atau non-penting, atau diselamatkan

Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek

Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali

Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian

Page 123: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 117

Istilah Keterangan

Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,

dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran

Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah

Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar

keuangan dan industrialisasi

E-money Uang elektronik

Exchange rate pass

through

Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-

negara pengekspor dan pengimpor

External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan

Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga

Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau

untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat

Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal

Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap

sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman

Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa

risiko gagal bayar

Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah

pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan

Good corporate

governance

Tata kelola yang baik

Growth-supporting

funding facility

Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi

Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan

Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan

Idle money Uang yang tidak terpakai

Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor

Indeks kedalaman

kemiskinan

Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin

Indeks keparahan

kemiskinan

Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin

Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas

Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum

Inflasi inti

Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan

dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,

inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi

Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain

Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi

Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan

Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan

Investment grade Peringkat layak investasi

Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan

Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama

Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai

Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas

Page 124: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

LAMPIRAN

118 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

Istilah Keterangan

operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun

M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)

M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)

Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan

Margin Selisih

Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan

usahanya

Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan

Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang

Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan

Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau

bulan) terhadap satu bulan sebelumnya

Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet

Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara

simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang

Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka

pengendalian moneter

Pagu hutang / debt

ceiling

Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu

Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi

Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan

Price taker Pengambil harga

Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)

Push factor Faktor pendorong

Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan

pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau

Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu,

bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya

Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan

Second round effect Dampak lanjutan

Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek

Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain

Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya

Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan

pokoknya)

Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang

selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek

Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi

syariah

Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun

Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya

Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank

ritel

Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar

Page 125: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan · sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan,

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016

Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 119

Istilah Keterangan

Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,

atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan

internasional

Yield Imbal hasil

Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,

triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya

Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,

triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur

pertumbuhan secara akumulatif.

Yuan Mata uang Tiongkok

)