KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 2016 (terbit setiap triwulan)
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Selatan
November 2016
(terbit setiap triwulan)
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
Jl. Jenderal Sudirman No. 3
Makassar 90113, Indonesia
Telepon: 0411 – 3615188/3615189
Faksimili: 0411 – 3615170
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel iii
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap
triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,
keuangan pemerintah, inflasi, stabilitas keuangan daerah dan pengembangan akses keuangan, penyelenggaraan sistem
pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian
ke depan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat
Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengelolaan
uang rupiah, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat
keputusan. Dengan demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat
semakin berperan sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Ekonomi Sulsel pada triwulan III 2016 masih tumbuh tinggi mencapai 6,82% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian
pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,02% (yoy). Walaupun pertumbuhan tersebut melambat, namun kami mencatat
beberapa lapangan usaha masih tumbuh meningkat, antara lain Lapangan Usaha Pertanian, Industri Pengolahan, dan Jasa
Perusahaan. Kondisi eksternal yang belum sepenuhnya membaik masih berimbas pada belum optimalnya kinerja ekspor
komoditas unggulan Sulsel di triwulan III 2016. Ekonomi Sulsel pada triwulan IV 2016 kami perkirakan tumbuh meningkat
dari triwulan sebelumnya, karena adanya potensi peningkatan pada sektor industri pengolahan dan perdagangan. Agar
risiko perlambatan ekonomi Sulsel secara keseluruhan dapat diminimalisir, kami berharap realisasi penyerapan anggaran
belanja pemerintah terutama belanja modal pada triwulan IV dapat dioptimalkan. Sementara itu, tekanan inflasi di Sulsel
saat ini relatif terkendali. Melalui berbagai upaya pengendalian inflasi yang telah dan terus akan dilakukan kedepan, kami
optimis inflasi akan semakin menurun sehingga pada akhir tahun berada pada kisaran target yang ditetapkan yaitu4±1%.
Dengan pencapaian inflasi yang semakin rendah, maka daya beli masyarakat Sulsel akan terjaga dengan baik, sehingga
kesejahteraannya meningkat. Menurut hemat kami, fokus pengendalian harga pada triwulan IV 2016 sebaiknya lebih
diarahkan pada komoditas volatile food dengan cara menjaga ketersediaan pasokannya, mengingat pada saat menjelang
akhir tahun aktivitas masyarakat akan meningkat seiring dengan perayaan Natal dan Tahun Baru. Sementara tahun 2017,
kami optimis akan lebih baik dibandingkan 2016 dalam kisaran 7,2%-7,6% (yoy).
Dalam penyusunan kajian ini, kami memanfaatkan data sekunder yang diterbitkan atau yang disediakan oleh berbagai
institusi. Selain itu kami juga menggunakan data primer dan informasi yang kami peroleh dari hasil survei dan liaison atau
hasil kunjungan ke sejumlah perusahaan besar di Sulsel. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing
pemikiran dan membantu dalam penyediaan data atau informasi yang lengkap, akurat dan terkini. Saran serta masukan
dari para stakeholders sangat kami harapkan agar kedepan kajian yang kami susun menjadi semakin lebih baik.
Makassar, 21 November 2016
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
ttd
Wiwiek Sisto Widayat Direktur Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel iv
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian
inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi
kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan
efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan
eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan
dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan
stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan
akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia
yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta
melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam
rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen,
dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas:
Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –
Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel v
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR III
DAFTAR ISI V
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI 6
1. PERTUMBUHAN EKONOMI 11
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 12
1.2. SISI PENGELUARAN 13
1.3. SISI LAPANGAN USAHA 21
2. KEUANGAN PEMERINTAH 33
2.1 STRUKTUR ANGGARAN 34
2.2 PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 34
2.3 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBD KABUPATEN/KOTA SE-SULSEL 37
2.4 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL 39
2.5 PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 40
3. INFLASI DAERAH 43
3.1. INFLASI UMUM 44
3.2. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 44
3.3. INFLASI MENURUT KOTA IHK 51
3.4. DISAGREGASI INFLASI 52
3.5. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 54
4. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 57
4.1. STABILITAS KEUANGAN DAERAH 58
4.2. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 75
5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 77
5.1. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN 78
5.2. PENGELOLAAN UANG RUPIAH 78
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 83
6.1 TENAGA KERJA 84
6.2 PENDUDUK MISKIN 85
6.3 RASIO GINI 87
6.4 NILAI TUKAR PETANI 87
DAFTAR ISI
vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 93
7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 94
7.2 PROSPEK INFLASI 98
7.3 REKOMENDASI KEBIJAKAN 99
LAMPIRAN 103
DAFTAR BOKS
BOKS 1.A.
POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI MELALUI KAWASAN INDUSTRI DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI 32
BOKS 2.A.
CAPACITY BUILDING PEGAWAI PEMERINTAH KABUPATEN SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PENYERAPAN ANGGARAN 41
BOKS 5.A.
GERAKAN PEDULI KOIN DI SULAWESI SELATAN 81
BOKS 6.A.
BI CORNER SEBAGAI WUJUD KEPEDULIAN BANK INDONESIA UNTUK KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA YANG LEBIH BAIK 90
BOKS 7.A.
ALTERNATIF DIVERSIFIKASI EKSPOR KOMODITAS UNGGULAN SULSEL 101
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Gambaran Umum
Perekonomian Sulsel triwulan
III 2016 tumbuh melambat
dibandingkan triwulan
sebelumnya, namun terdapat
potensi peningkatan baik di
triwulan IV 2016 maupun
keseluruhan tahun 2016
Perekonomian Sulsel triwulan III 2016 tumbuh 6,82% (yoy), melambat dibandingkan
pertumbuhan triwulan II 2016 yang tercatat 8,04% (yoy). Secara sektoral,
melambatnya pertumbuhan disebabkan oleh kinerja sektor sekunder dan tersier. Pada
sektor sekunder didorong oleh melambatnya kinerja sektor konstruksi, sementara pada
sektor tersier yaitu sektor perdagangan, transportasi dan pergudangan, akomodasi dan
makan minum, informasi dan komunikasi, jasa keuangan dan asuransi, jasa pendidikan,
dan administrasi pemerintahan. Di sisi pengeluaran, melambatnya pertumbuhan
disebabkan oleh melambatnya kinerja seluruh komponen, kecuali konsumsi rumah
tangga. Sementara itu, kinerja ekspor mengalami perbaikan meski masih dalam fase
kontraksi akibat belum pulihnya pasar global. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan
dalam kondisi baik, sementara transaksi yang tercatat pada sistem pembayaran
menunjukkan penurunan akibat kembali normalnya transaksi masyarakat. Namun
demikian, pada triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016 kami perkirakan tumbuh
meningkat, dikarenakan terdapat potensi di sektor industri pengolahan dan
perdagangan. Selain itu, peluang peningkatan ekonomi Sulsel pada 2016 akan terjadi
apabila perkembangan ekonomi global semakin membaik dan terjalin koordinasi yang
semakin erat antara pemerintah pusat dan daerah, sehingga pelaksanaan
pembangunan dan penyerapan anggaran berjalan lancar.
Tekanan inflasi pada triwulan III 2016 menurun. Padaakhir triwulan III 2016 inflasi
Sulsel tercatat 3,07% (yoy). Pencapaian inflasi berada di dalam rentang sasaran inflasi
nasional 4±1%, dan inflasi Sulsel akan terus dijaga untuk selalu berada di rentang
sasaran inflasi yang ditargetkan hingga akhir tahun 2016. Penurunan inflasi Sulsel
terjadi dikarenakan menurunnya tekanan harga pada hampir seluruh kelompok kecuali
transpor. Menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan disebabkan
tercukupinya pasokan seiring berlangsungnya musim panen, meski pada saat yang
sama konsumsi masyarakat juga meningkat. Selain itu, terjaganya harga BBM juga
menjaga penurunan inflasi ke arah yang lebih rendah. Kunci keberhasilan dalam
mengendalikan inflasi di Sulsel tersebut tentunya tidak lepas dari peran serta,
komunikasi, dan koordinasi yang berjalan baik diantara anggota Tim Pengendalian
Inflasi Daerah (TPID), terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan
dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel. Namun
demikian, pada triwulan IV 2016 tekanan inflasi diperkirakan dalam trend menurun.
Indikasi ke arah tersebut ditandai dengan rendahnya inflasi pada saat bulan
Ramadhan/Idul Fitri pada bulan Juni dan Juli 2016. Selain itu, penurunan tersebut
didorong oleh terjaganya pasokan bawang merah sebagai imbas positif dari pola tanam
yang terjadwal, serta penundaan realisasi anggaran khususnya belanja pegawai
menahan konsumsi masyarakat (khususnya PNS).
RINGKASAN EKSEKUTIF
2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Pertumbuhan Ekonomi
Konsumsi pemerintah yang
terkontraksi dan perlambatan
PMTB (investasi) menjadi
penyebab perlambatan
pertumbuhan ekonomi Sulsel
triwulan III 2016
Perlambatan pertumbuhan perekonomian Sulsel triwulan III 2016 terutama
disebabkan oleh konsumsi pemerintah dan investasi. Pada triwulan III 2016 konsumsi
pemerintah tumbuh terkontraksi -3,52% (yoy), sementara investasi tumbuh 6,71%
(yoy) lebih rendah dari pertumbuhan periode sebelumnya. Di sisi lain, perlambatan
pertumbuhan tertahan oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah
tangga meningkat dari 5,62% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 5,73% (yoy) pada
triwulan laporan.
Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulsel terjadi di sektor
perdagangan, jasa keuangan, konstruksi, pertambangan, administrasi pemerintah,
dan jasa pendidikan. Sementara sektor pertanian dan industri pengolahan pada
triwulan III 2016 tumbuh meningkat sehingga menahan perlambatan perekonomian
Sulsel lebih dalam.
Pada triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016, perekonomian Sulsel diperkirakan
tumbuh meningkat dari periode sebelumnya. Hal ini dikarenakan terdapat potensi di
sektor industri pengolahan dan perdagangan. Peningkatan terjadi di sektor industri
pengolahan terjadi karena industri besar, menengah dan kecil yang semakin menguat.
Sementara, di sektor perdagangan lebih disebabkan pada terjaganya tingkat konsumsi
masyarakat sehingga mendorong sektor perdagangan.
Inflasi
Tekanan harga dari seluruh
kelompok khususnya core dan
volatile food menurun.
Tekanan inflasi semakin menurun. Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan III 2016
tercatat 3,07% (yoy), lebih rendah dari triwulan II 2016 (4,30%, yoy), yang secara
umum disebabkan oleh menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan.
Penurunan ini dikarenakan terjaganya konsumsi masyarakat serta terdapat panen di
beberapa komoditas pangan, sehingga mampu mengimbangi pasokan di tengah
perayaan hari raya. Di sisi lain kelompok transport mengalami peningkatan meski
masih tercatat deflasi.
Kami memperkirakan tekanan inflasi sampai dengan triwulan IV 2016 dalam level
rendah. Faktor pendorong penurunan tekanan inflasi secara umum disebabkan oleh
menurunnya tekanan harga pada kelompok makanan jadi, sandang, dan transport.
Diperkirakan hingga akhir triwulan IV 2016 masih akan terjadi tren penurunan inflasi,
sebagai implikasi dari kembalinya permintaan masyarakat ke pola normalnya. Dengan
kondisi demikian, target inflasi akhir tahun di kisaran 4% ± 1% diperkirakan tercapai
dengan proyeksi pada kisaran 2,30% - 2,70%.
Untuk mencapai target inflasi, berbagai upaya penanggulangan inflasi terus
dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dan komunikasi melalui TPID. Upaya
pengendalian inflasi ke depan yaitu dengan meningkatkan intensitas pelaksanaan
Rakor TPID. Selain itu, diseminasi informasi terus dilakukan dalam rangka
meminimalisir asymmetric information baik di tingkat petani, pedagang maupun
konsumen.
Keuangan Pemerintah
Realisasi belanja APBD
Provinsi/Kab/Kota belum
terealisasi secara optimal,
namun realisasi APBN yang
baik mampu menahan
perlambatan ekonomi Sulsel.
Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan triwulan
III 2016 terlihat belum optimal. Realisasi belanja hingga akhir triwulan III baru tercatat
Rp4,05 triliun atau 55,99% dari yang dianggarkan sebesar Rp7,22 triliun. Sebagian
besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (71,54%) dan
belanja transfer (22,37%), sementara yang direalisasikan untuk belanja modal masih
tergolong minim (6,09%). Kondisi yang hampir sama juga terjadi pada APBD
Kabupaten/Kota. Dari Total anggaran sebesar Rp33,42 triliun, hingga akhir semester I
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 3
2016 baru berhasil direalisasikan sebesar Rp11,31 triliun atau 33,84%.
Sementara itu, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel
terlihat lebih baik. Sampai akhir triwulan III 2016 telah terealisasi sebesar Rp11,67
triliun atau 61,28% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,04 triliun. Seluruh komponen
belanja memperlihatkan peningkatan kecuali belanja untuk bantuan sosial.
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Intermediasi perbankan
berjalan dengan baik, meskipun
mengalami penurunan. Kualitas
intermediasi perbankan masih
baik dan terjaga pada level
aman
Pertumbuhan ekonomi yang melambat diikuti dengna Kinerja stabilitas keuangan
yang turun. Dari sisi korporasi, selain masih terpengaruh kondisi ekonomi global
kinerja korporasi utama di triwulan laporan juga terkena imbas perlambatan ekonomi
di tingkat domestik. Namun pelemahan di sektor korporasi terkompensasi kuatnya
permintaan sektor rumah tangga, sehingga stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap
terjaga. Sementara dari sisi sektor rumah tangga, ketahanan keuangan masih kuat. Hal
ini tercermin dari kinerja konsumsi masyarakat yang masih baik, dengan porsi
pinjaman perbankan yang normal, dan rasio tabungan yang kuat.
Kinerja perbankan secara umum tercatat masih baik. Meskipun terjadi sedikit
perlambatan pertumbuhan aset dan kredit, namun kinerja intermediasi masih sangat
baik dengan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan III 2016. Aset dan
kredit tercatat mengalami perlambatan masing-masing tumbuh 8,92% (yoy) dan
14,31% (yoy), sementara DPK tumbuh meningkat (19,21%; yoy). Yang lebih utama,
peningkatan kinerja intermediasi ini diimbangi dengan perbaikan kualitas kredit,
dimana NPL semakin menurun menjadi 3% di triwulan III 2016. Penyaluran kredit ke
sektor UMKM juga terus tumbuh meningkat, dimana hingga triwulan III 2016 sebesar
Rp31,43 triliun atau tumbuh 15,56% (yoy). Selain itu, pangsa kredit UMKM terhadap
total kredit tetap terjaga di atas 30%. Fungsi intermedasi UMKM juga tercatat dalam
kondisi aman dimana NPL berada dibawah batas aman 5%.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Sesuai siklus ekonomi,
kebutuhan uang kartal maupun
transaksi nontunai melalui
kliring pada triwulan III 2016
kembali pada kondisi normal.
Perkembangan transaksi keuangan nontunai berjalan dinamis. Nilai transaksi
keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami
peningkatan, seiring dengan berakhirnya masa peralihan BI-RTGS kepada BI-RTGS
generasi ke II mengakibatkan transaksi yang menggunakan SKNBI kembali pada level
normal. Masa peralihan sistem BIRTGS kepada BI-RTGS generasi ke II telah selesai per 1
Juli 2016. Sehingga, nilai nominal transfer di atas Rp100.000.000 (seratus juta rupiah)
per transaksi telah kembali menggunakan sistem BI-RTGS generasi ke II.
Disisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi net inflow sebesar Rp3,98 triliun. Hal ini
terjadi diperkirakan karena terdapat libur panjang sehingga terjadi peningkatan uang
masuk dari luar Sulsel ke dalam Sulsel.
Bank Indonesia terus meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar. Dalam
meningkatkan hal tersebut, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money
policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan
penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi
ciri-ciri keaslian mata uang rupiah.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Penyerapan tenaga kerja
hingga Agustus 2016 terdapat
sedikit perbaikan yang
diharapkan dapat menurunkan
angka kemiskinan. Menurut
data terakhir per Maret 2016
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menunjukkan penurunan. Pada Agustus 2016
mencapai 4,80% menurun dari periode yang sama tahun lalu 5,95%. Sementara itu,
tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan
III 2016 secara tahunan terpantau membaik dibandingkan triwulan II 2016.
Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 2016 (9,40%) sedikit meningkat
dibanding Maret 2015 (9,39%) baik di kota maupun di desa. Meski demikian,
RINGKASAN EKSEKUTIF
4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
angka kemiskinan Sulsel secara
tahunan sedikit meningkat.
persentase penduduk miskin di Sulsel pada Maret 2016 menurun dari September 2015
(10,12%). Persentase penduduk miskin di Sulsel tersebut tergolong cukup rendah jika
dibandingkan dengan provinsi lain di Sulawesi maupun Nasional.
Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulsel pada
triwulan I 2017 dan
keseluruhan 2017 diprakirakan
tumbuh lebih tinggi dari
pertumbuhan ekonomi periode
sebelumnya.
Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2017 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,1% -
7,5% (yoy). Sementara secara keseluruhan 2017 akan tumbuh di kisaran 7,2%-7,6%
(yoy), yang berarti berpotensi lebih tinggi dari pencapaian 2016 yang tumbuh 7,0%-
7,4% (yoy). Dari sisi permintaan, perekonomian Sulsel diperkirakan masih akan
ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan perbaikan aktivitas ekspor luar negeri.
Sementara dari sisi lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari lapangan usaha
Pertanian, Pertambangan, Industri Pengolahan, Penyediaan Akomodasi, Jasa
Keuangan, dan Real Estate.
Meskipun perkiraan tahun 2017 tumbuh meningkat, terdapat faktor risiko yang perlu
diwaspadai. Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan dari sisi domestik antara lain
hasil produksi pertanian dengan berakhirnya masa La Nina, kelanjutan pembangunan
infrastruktur, dan kemungkinan pemotongan belanja pemerintah. Sementara itu, risiko
dari sisi global berupa perkembangan sosial politik dunia yang cenderung meningkat
ketidakpastiannya, serta perkembangan harga komoditas di pasar dunia.
Tekanan harga di triwulan I 2017 dan 2017 diperkirakan dalam kisaran inflasi
nasional 4,0%±1,0%. Beberapa faktor pendukung antara lain ketersediaan/distribusi
pangan berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, diikuti
dengan tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi
secara simultan, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/Kota secara
optimal.
Rekomendasi Kebijakan
Percepatan infrastruktur,
peningkatan nilai tambah, dan
optimalisasi belanja
pemerintah menjadi kunci
pertumbuhan perekonomian
Sulsel 2016. Selain itu, juga
perlu diiringi dengan
pengendalian harga terutama
untuk komoditas penyumbang
inflasi terbesar di Sulsel.
Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul
Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat
disarankan kepada pemerintah daerah: (a) Mengakselerasi realisasi belanja
pemerintah daerah, khususnya belanja modal yang dialokasikan untuk pembiayaan
proyek infrastruktur. Hal demikian sangat penting karena akan dapat menciptakan
multiplier effect yang besar, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel
ke arah yang lebih tinggi; (b) Meningkatkan kualitas dan daya saing investasi, dengan
menjaga iklim investasi dan daya saing; (c) Membangun sistem monitoring realisasi
anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah yang terpadu, dan mewajibkan
seluruh pemerintah Kabupaten/Kota di Sulsel untuk melaporkan pencapaiannya secara
rutin (bulanan) kepada Pemerintah Provinsi; (d) Melakukan akselerasi pembangunan
infrastruktur kemaritiman, baik infrastruktur fisik maupun infrastruktur pendukung; (e)
Untuk mendukung program kemaritiman di Sulsel dan Kawasan Timur Indonesia (KTI),
pemerintah pusat dan daerah perlu menyusun roadmap pengembangan industri dasar
hingga menengah (low medium technology) terutama yang berbasis maritim di Sulsel;
(f) Melakukan diversifikasi tujuan ekspor, sesuai dengan kuota ekspor secara nasional.
Sementara itu, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian
harga terutama diarahkan pada komoditas penyumbang inflasi terbesar, sebagai
berikut: (a) Perlunya kebijakan pemerintah daerah yang mampu mengintegrasikan
kepentingan berbagai pihak terkait, agar pemenuhan pasokan bahan pangan dari
daerah produsen ke daerah perkotaan (khususnya Makassar) tidak terdapat hambatan
dan dapat berjalan secara berkesinambungan; (b) Perlunya kebijakan dan langkah-
langkah konkrit guna meminimalisir dampak negatif dari market failures; (c)
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 5
Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan
informasi mengenai data stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun
internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pelaku usaha di bidang
perberasan, terutama petani; (d) Meningkatkan kemudahan akses bagi petani
terhadap pembiayaan perbankan dan lembaga keuangan lainnya agar tidak lagi
tergantung kepada pemodal besar, sehingga penentuan harga produksinya lebih
efisien; (e) Mendorong terwujudnya kerjasama antar daerah dalam mencukup pasokan
beberapa komoditas pangan strategis, khususnya antara daerah surplus dengan
daerah defisit; (f) Perlunya menyusun database surplus-defisit komoditas pangan
strategis di tiap Kab/Kota, yang tidak hanya berbasis data produksi dan konsumsi,
namun juga mencakup jalur distribusinya.
TABEL INDIKATOR EKONOMI
6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Tabel Indikator Ekonomi
A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV***
MAKRO
- Sulawesi Selatan 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16 109.71 111.72 116.89 116.95 118.55 121.06 122.13 123.62 123.65 124.78 124.78
- Sulawesi Utara 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39 110.28 110.90 118.61 118.13 119.91 121.26 125.20 123.92 124.31 124.02 124.03
- Gorontalo 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24 109.32 109.62 115.26 113.96 115.98 117.72 120.22 120.50 121.65 120.98 120.47
- Sulawesi Tengah 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45 113.64 115.12 120.21 117.34 120.46 121.29 125.22 124.42 125.53 126.24 125.04
- Sulawesi Tenggara 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00 109.77 111.72 117.67 116.43 117.84 118.00 120.34 121.96 120.72 123.74 121.79
- Sulawesi Barat 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20 118.65 119.84 122.78 122.23 123.74 123.94 123.73
- Sulawesi Selatan 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70 4.30 3.07 3.15
- Sulawesi Utara 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67 6.26 4.00 9.67 7.99 8.73 9.34 5.56 4.90 3.67 2.28 0.78
- Gorontalo 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10 5.82 3.59 6.14 5.28 6.09 7.39 4.30 5.74 4.89 2.77 2.28
- Sulawesi Tengah 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42 10.37 5.46 8.84 5.28 6.00 5.36 4.17 6.03 4.21 4.08 2.29
- Sulawesi Tenggara 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60 4.84 1.83 8.45 7.81 7.35 6.86 2.27 4.75 4.37 3.28 3.58
- Sulawesi Barat 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24 6.65 4.46 7.89 6.68 7.59 6.49 5.07 5.19 4.29 3.42 3.12
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008 51,268 54,406 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621 63,105 67,519 71,436 -
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 10,729 11,880 14,029 9,809 12,293 13,015 15,191 10,582 12,722 14,526 15,982 10,727 12,823 15,061 16,997 -
Pertambangan dan Penggalian 3,016 3,292 3,496 3,436 3,450 3,498 3,793 3,971 3,533 3,780 4,251 4,304 3,623 3,980 4,318 -
Industri Pengolahan 7,322 7,769 7,696 7,758 7,648 8,162 8,577 8,890 8,091 8,773 8,951 9,692 9,154 9,530 9,603 -
Pengadaan Listrik, Gas 49 49 50 51 51 55 56 60 51 51 53 58 55 60 62 -
Pengadaan Air 71 75 75 74 75 77 77 73 75 77 75 76 79 82 81 -
Konstruksi 6,019 6,343 6,720 6,948 6,494 6,789 7,044 7,340 6,961 7,188 7,689 8,129 7,610 7,964 8,161 -
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,114 7,645 7,806 7,624 7,775 8,088 8,619 7,881 8,212 8,623 9,405 8,675 8,973 9,539 10,353 -
Transportasi dan Pergudangan 2,020 2,103 2,166 2,164 2,061 2,094 2,181 2,260 2,150 2,243 2,407 2,389 2,427 2,449 2,603 -
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 710 730 742 771 765 797 806 815 804 829 855 877 881 896 917 -
Informasi dan Komunikasi 3,332 3,440 3,485 3,511 3,492 3,592 3,733 3,743 3,749 3,860 4,036 4,069 4,055 4,170 4,355 -
Jasa Keuangan 1,884 1,944 1,902 1,896 1,950 2,017 2,008 2,090 2,144 2,077 2,194 2,248 2,352 2,438 2,459 -
Real Estate 1,919 1,969 2,019 2,026 2,068 2,124 2,164 2,209 2,252 2,284 2,320 2,341 2,411 2,442 2,445 -
Jasa Perusahaan 230 233 238 237 245 249 252 254 256 261 270 273 277 281 291 -
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,471 2,510 2,644 2,667 2,510 2,575 2,698 2,772 2,648 2,758 2,949 3,027 2,864 3,004 2,910 -
Jasa Pendidikan 2,789 2,781 2,932 3,416 2,916 2,929 3,105 3,523 3,176 3,195 3,402 3,606 3,420 3,488 3,674 -
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 927 959 1,004 1,131 1,065 1,093 1,107 1,169 1,144 1,177 1,232 1,292 1,253 1,276 1,325 -
Jasa lainnya 665 682 693 696 707 728 747 761 773 788 808 839 849 858 880 -
PDRB Penawaran - Pertumbuhan (%) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008 6.02 7.01 9.25 8.06 8.38 6.39 7.73 7.70 5.72 7.96 7.59 7.24 7.43 8.04 6.82
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (0.60) 1.53 9.59 9.39 14.58 9.55 8.29 7.88 3.49 11.61 5.21 1.37 0.79 4.40 6.35
Pertambangan dan Penggalian 2.70 0.16 13.42 6.59 14.40 6.23 8.49 15.56 2.40 8.06 12.07 8.38 2.55 5.30 1.59
Industri Pengolahan 9.16 12.21 8.39 7.24 4.45 5.06 11.44 14.59 5.79 7.49 4.35 9.02 13.14 7.10 7.28
Pengadaan Listrik, Gas 12.52 8.26 5.73 6.09 5.12 12.20 11.59 17.54 0.01 (6.86) (5.59) (3.34) 7.69 17.24 17.80
Pengadaan Air 1.60 8.86 5.95 5.61 5.54 2.38 1.99 (1.25) 0.58 (0.26) (2.54) 3.74 5.49 6.77 9.02
Konstruksi 8.92 10.69 12.54 10.04 7.88 7.04 4.83 5.64 7.20 5.88 9.16 10.75 9.32 9.74 6.13
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6.83 10.16 6.75 5.27 9.28 5.79 10.42 3.36 5.62 6.61 9.12 10.08 9.27 11.43 10.08
Transportasi dan Pergudangan 3.38 7.06 8.15 6.79 1.99 (0.44) 0.70 4.42 4.36 7.09 10.38 5.70 12.86 9.19 8.13
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.39 5.32 7.22 9.01 7.78 9.13 8.66 5.61 5.10 4.03 5.99 7.66 9.55 8.12 7.31
Informasi dan Komunikasi 18.16 18.12 14.26 6.81 4.81 4.42 7.10 6.61 7.34 7.46 8.11 8.69 8.18 8.05 7.92
Jasa Keuangan 13.73 12.38 6.61 3.41 3.51 3.75 5.58 10.22 9.96 2.95 9.24 7.56 9.67 17.38 12.10
Real Estate 9.34 9.52 9.65 7.48 7.79 7.84 7.18 9.03 8.88 7.55 7.21 6.01 7.04 6.93 5.40
Jasa Perusahaan 7.99 6.88 7.92 5.14 6.20 7.22 6.19 7.41 4.77 4.48 6.79 7.40 7.89 7.73 8.07
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1.85 (0.96) 6.29 5.09 1.56 2.58 2.05 3.94 5.50 7.08 9.29 9.21 8.18 9.98 (1.31)
Jasa Pendidikan 7.15 1.39 6.36 15.36 4.57 5.31 5.88 3.13 8.90 9.07 9.56 2.35 7.69 9.19 8.00
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.37 4.19 6.07 17.88 14.91 13.88 10.21 3.32 7.41 7.75 11.35 10.55 9.55 8.38 7.53
Jasa lainnya 5.53 7.88 7.81 7.34 6.25 6.79 7.74 9.44 9.42 8.16 8.16 10.20 9.71 8.90 8.90
51,268 54,406 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621 63,105 67,519 71,436
1. Konsumsi 32,784 36,021 36,851 40,586 35,255 37,835 38,891 42,129 37,158 39,735 41,045 44,894 39,000 42,066 42,813
2. Investasi 21,526 24,330 21,015 20,074 20,668 23,151 23,343 22,160 23,068 25,335 26,744 27,333 25,544 26,390 26,877
3. Ekspor 13,148 12,827 15,256 11,132 14,947 14,401 15,995 14,405 13,861 13,733 14,663 10,301 8,208 9,942 9,973
4. Impor 16,191 18,772 15,423 17,575 15,306 17,505 16,069 20,301 15,344 16,315 15,574 19,907 9,647 10,879 8,824
6.02 7.01 9.25 8.06 8.38 6.39 7.73 7.70 5.72 7.96 7.59 7.24 7.43 8.04 6.82
1. Konsumsi 3.88 5.01 5.94 6.92 7.54 5.04 5.54 3.80 5.40 5.02 5.54 6.56 4.96 6.02 4.31
2. Investasi (12.30) 1.37 3.49 9.18 15.50 (2.19) 5.38 (2.12) 7.83 3.17 8.69 11.09 2.08 8.37 (3.52)
3. Ekspor 4.60 7.50 16.22 (18.09) 13.68 12.27 4.84 29.40 (7.27) (4.64) (8.33) (28.49) (40.78) (27.60) (31.98)
4. Impor 8.68 10.77 (4.13) (11.32) (5.47) (6.75) 4.19 15.51 0.25 (6.80) (3.08) (1.94) (37.13) (33.32) (43.35)
51,268 54,406 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621 63,105 67,519 71,436
6.02 7.01 9.25 8.06 8.38 6.39 7.73 7.70 5.72 7.96 7.59 7.24 7.43 8.04 6.82
403.02 389.29 417.56 386.19 360.34 452.96 490.63 444.80 344.16 382.89 381.25 333.28 229.37 276.31 325.41
171.92 198.44 499.94 230.41 167.44 182.55 193.36 209.93 163.96 194.52 216.82 172.10 163.02 187.21 226.87
300.72 404.71 218.81 126.06 139.10 181.87 149.05 129.39 163.90 172.50 271.92 149.65 122.68 210.55 150
160.04 472.75 216.67 271.29 221.11 258.82 266.39 217.60 326.31 317.63 264.12 273.69 284.74 329.06 275
102.30 (15.43) 198.76 260.13 221.25 271.09 341.58 315.40 180.26 210.39 109.33 183.62 106.69 65.76 175.28
*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012
***) Data hingga Oktober 2016
INDIKATOR20142013
PDRB Permintaan - Pertumbuhan (%) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008
2016**2015*
Catatan:
Total PDRB (Rp Miliar)
Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)
Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai
Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)
Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)
Indeks Harga Konsumen
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 7
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99,571 101,351 104,945 108,309 113,101 117,572 120,832 122,711 123,190 - -
45,734 48,024 49,917 53,717 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402 64,339 66,112 66,420 68,867 72,433 78,467 78,342 82,097 82,025
Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730 9,693 7,995 10,154 11,820 12,471 13,165 12,894 12,203 11,802
Tabungan 25,004 27,206 28,545 31,466 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491 42,221 38,589 42,611 41,800
Deposito 13,259 13,536 14,115 14,907 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504 19,819 20,690 22,118 22,166 22,472 23,091 26,859 27,283 28,423 - - -
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911 94,981 96,310 101,617 102,774
- Modal Kerja 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876 36,730 37,510 39,518 39,653
- Investasi 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 16,241 16,482 16,500 17,476 20,538 20,041 20,796 20,204
- Konsumsi 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045 36,436 37,558 37,713 38,759 41,303 42,917
119.35% 122.93% 122.38% 123.28% 130.72% 136.44% 130.78% 124.72% 130.45% 129.21% 125.06% 126.39% 128.43% 127.15% 124.13% 121.05% 122.94% 123.78% 125.30%- -
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911 94,981 96,310 101,617 102,774
- Pertanian 906 1,128 1,171 1,215 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630 1,788 2,303 2,461 2,681 2,933 2,998
- Pertambangan 312 363 375 399 447 449 444 397 377 560 537 509 427 390 383 410 430 399 372
- Industri pengolahan 3,468 3,904 4,008 5,250 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035 5,109 5,304 7,487 7,239 7,993 8,104
- Listrik, Gas, dan Air 137 124 135 141 133 116 121 191 218 245 232 350 382 413 398 379 306 277 267
- Konstruksi 2,065 2,448 2,582 2,674 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746 4,902 5,417 5,491 5,483 5,977 6,305
- Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,027 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920 29,003 29,373 31,424 31,959 33,268 32,431
- Pengangkutan 1,744 1,730 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782 2,693 2,672 2,781 2,824 2,738 2,730
- Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,105 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,037 4,024 4,221 4,117 4,085 4,234
- Jasa Sosial Masyarakat 1,570 1,485 1,372 1,404 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473 2,681 2,388 2,549 2,462 2,587 2,392
- Lain-lain 26,007 27,045 28,781 30,684 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053 35,408 36,226 36,174 36,547 37,648 37,777 38,809 41,359 42,941 - - -
18,349 19,582 18,240 20,270 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 26,768 27,675 27,428 28,301 28,501 30,641 31,110 32,156 32,936 - - -
3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,114 5,297 5,883 6,221 6,679 6,880 7,892 8,698 8,993 9,050
- Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,206 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,088 4,249 4,479 4,674 5,038 5,144 5,542 6,329 6,580 6,707
- Investasi 382 449 469 467 510 653 764 731 821 1,027 1,048 1,404 1,548 1,642 1,735 2,351 2,369 2,413 2,343
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
8,932 8,933 8,433 8,938 9,290 9,819 9,877 10,037 10,123 10,329 10,885 11,035 10,893 11,161 11,580 12,412 12,433 12,687 12,549
- Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,760 5,678 6,492 5,624 5,750 5,862 6,076 6,408 6,683 6,596 6,860 7,039 7,188 7,265 7,540 7,713
- Investasi 3,369 3,085 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 4,253 4,478 4,353 4,296 4,300 4,541 5,224 5,169 5,147 4,836
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5,884 6,710 6,180 7,660 8,534 10,132 9,932 10,148 10,052 11,046 10,586 10,757 10,313 10,461 10,042 10,337 9,979 10,476 11,336
- Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,205 6,872 7,278 7,079 7,822 7,680 7,802 7,488 7,698 7,272 7,577 7,198 7,624 8,542
- Investasi 1,125 1,232 1,347 2,016 2,349 2,927 3,060 2,870 2,972 3,224 2,906 2,954 2,825 2,763 2,770 2,760 2,781 2,852 2,795
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
3.05% 3.08% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 3.57% 3.13% 3.36% 3.16% 3.85% 3.19% 3.36% 3.05% 3.00%- - -
4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.98% 5.42% 4.81% 5.21% 5.14% 5.40% 4.26% 4.43% 4.14% 4.07%- - -
- BANK UMUM SYARIAH 0
3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 6,489 6,975 7,018 6,687 6,633 - - -
1,578 1,635 1,817 2,063 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,382 3,853 3,517 3,630 3,872
Giro 196 199 200 296 253 232 243 338 221 262 346 380 547 554 355 598 339 390 429
Tabungan 756 803 844 984 969 974 1,162 1,307 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,570 1,667 1,765 1,761 1,793 1,886
Deposito 626 633 773 783 916 932 1,188 1,239 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,360 1,490 1,417 1,447 1,557
2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,750 5,684 5,817 5,744 5,668
- Modal Kerja 647 645 656 674 673 688 651 631 684 776 985 1,135 1,292 1,535 1,572 1,526 1,659 1,685 1,619
- Investasi 224 212 228 284 329 362 359 438 488 670 670 825 865 1,015 1,170 1,152 1,143 1,034 970
- Konsumsi 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 3,282 3,423 3,270 3,181 3,081 3,033 3,008 3,006 3,015 3,025 3,079
174.80% 180.63% 169.33% 169.77% 181.04% 194.41% 164.44% 151.65% 162.40% 174.20% 171.16% 171.91% 164.36% 169.84% 170.02% 147.53% 165.43% 158.23% 146.38%
Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
Kredit Mikro* (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
FDR
Total Aset (Rp Miliar)
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar)
Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
INDIKATOR
BANK UMUM :
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
LDR
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)
2016****2012 2015****20142013
TABEL INDIKATOR EKONOMI
8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
C. PERBANKAN (KREDIT LOKASI PROYEK, DPK LOKASI PROYEK)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99,571 101,351 104,945 108,309 113,101 117,572 120,832 122,711 123,190 - -
45,580 47,871 49,770 53,546 52,147 53,299 57,204 60,239 58,003 61,226 64,131 65,849 66,178 68,635 72,126 78,076 78,002 81,674 81,640
Giro 7,461 7,269 7,246 7,333 7,759 8,086 9,211 7,836 7,984 9,714 9,681 7,975 10,125 11,807 12,454 13,150 12,881 12,178 11,788
Tabungan 24,900 27,097 28,434 31,338 29,206 29,942 31,943 34,840 32,314 33,024 34,652 37,212 33,960 34,683 37,256 41,907 38,342 42,311 41,544
Deposito 13,219 13,505 14,089 14,875 15,182 15,271 16,050 17,563 17,705 18,489 19,797 20,661 22,093 22,145 22,416 23,019 26,778 27,185 28,309
58,755 63,265 65,412 69,956 72,019 77,083 79,613 80,509 80,836 84,154 86,250 88,952 90,768 94,399 96,019 101,263 102,280 107,627 108,401
- Modal Kerja 22,500 25,045 24,656 28,250 28,671 27,484 27,822 29,217 28,996 31,057 31,697 33,125 34,244 37,014 37,017 38,556 38,920 40,809 40,590
- Investasi 11,728 12,256 12,635 11,911 12,725 17,402 18,289 17,089 17,088 17,232 18,030 18,632 19,119 19,431 19,865 22,774 22,507 23,420 22,771
- Konsumsi 24,527 25,965 28,121 29,794 30,622 32,197 33,503 34,203 34,752 35,865 36,523 37,195 37,404 37,954 39,137 39,933 40,853 43,398 45,040
128.90% 132.16% 131.43% 130.64% 138.11% 144.62% 139.17% 133.65% 139.37% 137.45% 134.49% 135.09% 137.16% 137.54% 133.13% 129.70% 131.13% 131.78% 132.78%
58,755 63,265 65,412 69,956 72,019 77,083 79,613 80,509 80,836 84,154 86,250 88,952 90,768 94,399 96,019 101,263 102,280 107,627 108,401
- Pertanian 883 1,101 1,146 1,187 1,373 1,356 1,354 1,374 1,388 1,510 1,454 1,530 1,675 1,779 1,837 2,173 2,368 2,616 2,592
- Pertambangan 568 608 626 564 590 584 599 611 586 555 543 470 401 411 376 400 407 431 402
- Industri pengolahan 4,842 5,216 5,381 6,013 6,116 5,570 5,720 4,314 4,063 4,592 5,153 5,501 5,830 6,487 6,226 8,460 7,984 8,674 8,398
- Listrik, Gas, dan Air 379 420 663 782 996 1,357 1,484 1,579 1,554 1,031 1,886 2,022 2,093 2,340 2,436 2,572 2,290 2,149 2,203
- Konstruksi 3,148 3,503 3,708 3,848 3,835 4,043 4,405 4,231 4,175 4,564 4,968 5,169 5,596 5,761 6,259 6,346 6,262 6,363 6,496
- Perdagangan 15,854 18,288 18,100 19,531 20,344 23,549 24,050 25,010 25,246 26,941 26,883 28,161 28,761 30,356 30,678 31,985 32,480 34,128 33,399
- Pengangkutan 1,828 1,809 1,737 2,138 2,317 2,379 2,459 2,600 2,522 2,584 2,517 2,420 2,407 2,343 2,381 2,442 2,501 2,433 2,414
- Jasa Dunia Usaha 3,171 3,438 3,474 3,371 3,446 4,511 4,289 4,656 4,613 4,374 4,043 3,976 4,046 4,249 4,187 4,409 4,637 4,804 5,022
- Jasa Sosial Masyarakat 1,583 1,465 1,376 1,386 1,479 1,515 1,740 1,800 1,867 1,890 2,031 2,160 2,425 2,610 2,409 2,480 2,449 2,574 2,412
- Lain-lain 26,497 27,417 29,202 31,135 31,523 32,219 33,513 34,334 34,821 36,112 36,772 37,544 37,532 38,063 39,228 39,996 40,902 43,456 45,064
18,011 19,189 17,890 19,538 20,925 23,185 23,206 23,627 23,839 26,151 26,282 26,858 26,867 27,995 27,743 29,129 29,316 30,544 31,433
3,540 3,937 3,637 3,625 3,947 4,177 4,346 4,438 4,560 5,026 5,281 5,866 6,202 6,650 6,810 7,583 8,368 8,740 8,788
- Modal Kerja 3,132 3,492 3,173 3,163 3,440 3,528 3,635 3,757 3,811 4,067 4,224 4,452 4,648 5,002 5,085 5,469 6,240 6,537 6,671
- Investasi 407 445 464 462 507 649 711 681 750 959 1,056 1,413 1,554 1,648 1,725 2,114 2,128 2,204 2,118
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
8,718 8,698 8,193 8,469 8,635 9,116 9,180 9,330 9,489 9,821 10,172 10,394 10,293 10,637 10,863 11,405 11,434 11,780 11,732
- Modal Kerja 5,506 5,771 5,445 5,668 5,599 6,013 5,564 5,672 5,789 6,106 6,331 6,619 6,546 6,833 6,976 7,127 7,194 7,425 7,649
- Investasi 3,212 2,926 2,749 2,802 3,037 3,103 3,616 3,658 3,700 3,715 3,841 3,775 3,746 3,804 3,887 4,278 4,239 4,355 4,082
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5,754 6,554 6,059 7,443 8,343 9,892 9,681 9,858 9,790 11,304 10,829 10,599 10,372 10,708 10,070 10,141 9,515 10,023 10,914
- Modal Kerja 4,638 5,292 4,693 5,509 6,011 6,950 6,633 7,048 6,831 8,106 7,948 7,762 7,564 7,932 7,456 7,464 6,821 7,279 8,200
- Investasi 1,115 1,262 1,366 1,935 2,332 2,942 3,047 2,810 2,959 3,198 2,881 2,837 2,808 2,777 2,614 2,677 2,694 2,744 2,714
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2.82% 2.88% 2.65% 2.64% 2.84% 2.68% 2.77% 3.13% 2.97% 3.51% 3.69% 3.33% 3.63% 3.71% 3.90% 3.40% 3.46% 3.21% 3.19%
4.18% 4.24% 4.21% 4.08% 4.37% 4.03% 4.71% 4.52% 4.97% 4.84% 5.23% 4.89% 5.24% 5.21% 5.36% 4.41% 4.39% 4.31%
BANK UMUM SYARIAH
3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 6,489 6,976 7,018 6,687 6,633 - -
1,578 1,635 1,817 2,063 2,138 2,138 2,594 2,884 2,750 2,783 2,868 2,979 3,187 3,275 3,369 3,804 3,462 3,569 3,794
Giro 196 199 200 296 253 232 243 338 221 262 346 379 547 552 422 598 338 387 428
Tabungan 756 803 844 984 969 974 1,162 1,307 1,268 1,252 1,331 1,471 1,488 1,569 1,636 1,743 1,742 1,770 1,864
Deposito 626 633 773 783 916 932 1,188 1,239 1,261 1,269 1,191 1,129 1,153 1,154 1,311 1,463 1,383 1,411 1,502 - -
3,268 3,491 3,859 4,348 4,735 5,158 5,273 5,669 5,631 5,585 5,446 5,405 5,898 6,536 6,474 6,299 6,647 6,778 6,359
- Modal Kerja 892 930 1,117 1,137 1,126 1,141 1,253 1,567 1,522 1,656 1,673 1,624 2,047 2,345 2,307 2,165 2,503 2,679 2,252
- Investasi 428 440 527 605 729 1,004 985 987 1,027 582 654 768 947 1,311 1,344 1,249 1,240 1,198 1,145
- Konsumsi 1,948 2,121 2,215 2,606 2,880 3,012 3,035 3,115 3,082 3,347 3,119 3,014 2,904 2,880 2,823 2,885 2,904 2,901 2,962
1.53% 1.60% 1.72% 1.47% 1.53% 1.56% 1.34% 1.16% 1.41% 3.76% 2.18% 2.16% 3.17% 2.17% 2.72% 2.53% 2.32% 2.68% 2.49%
Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta) *** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara
2016****2015****
BANK UMUM :
INDIKATOR
Kredit Mikro* (Rp Miliar)
2012 2013 2014
DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar)
LDR
Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar)
Kredit UMKM - Lokasi Proyek (Rp Miliar)
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
NPL Total gross - Lokasi Proyek (%)
NPL UMKM gross - Lokasi Proyek (%)
FDR
Total Aset (Rp Miliar)
DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar)
Pembiayaan - Lokasi Proyek (Rp Miliar)
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 9
D. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
KAS
Inflow (Rp Miliar) 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,562 4,304 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 3,344 6,502 1,562
Uang Kertas 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,561 4,304 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 3,344 6,502 1,562
Uang Logam 0.03 0.08 0.08 0.10 0.14 0.04 0.23 0.01 0.004 0.001 0.034 0.00 0.00 0.00 0.06 0.01
Outflow (Rp Miliar) 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 5,641 4,098 2,248 3,703 4,930 3,208 1,490 4,741 2,520 1,086
Uang Kertas 1,715 2,885 5,310 4,159 2,343 3,826 5,637 4,096 2,247 3,699 4,927 3,202 1,485 4,735 2,517 542
Uang Logam 0.28 0.78 2.51 2.63 2.20 3.22 3.93 2.07 1.74 4.03 3.59 5.84 4.45 6.43 3.54 543.75
Pemusnahan Uang (Rp Miliar) 350 502 989 708 748 620 269 403 925 943 719 790 1,310 2,694 1,289 702
TRANSAKSI RTGS
From / Outgoing (Rp Miliar) 14,448 17,402 18,770 20,540 15,660 21,374 22,719 25,647 19,951 26,709 19,338 14,217 - - - -
To / Incoming (Rp Miliar) 32,767 36,120 37,614 41,480 27,887 33,669 38,096 41,348 21,897 31,935 40,378 - - - - -
From - To (Rp Miliar) 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 10,970 11,845 3,778 4,272 3,478 - - - - -
TRANSAKSI KLIRING
Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,737 9,976 10,239 10,670 9,483 9,616 9,716 11,198 9,757 10,492 11,363 13,952 18,226 19,308 15,603 5,234
Volume Kliring* (Lembar) 284,030 285,559 280,922 290,332 260,069 266,025 260,914 280,987 262,477 279,265 296,973 314,492 346,867 360,788 327,989 115,222
Kliring Kredit
Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 557 576 874 1,050 675 637 675 805 887 1,027 1,617 4,280 8,917 10,499 7,038 2,284
Volume Kliring Kredit (Lembar) 36,457 34,774 37,895 41,130 29,191 28,625 30,355 32,940 34,547 32,940 53,395 86,793 132,841 151,191 132,118 46,209
RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 9 10 15 17 11 11 11 13 15 17 27 68 146 167 112 36
RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) 608 580 632 663 487 477 490 515 566 540 875 1,378 2,178 2,400 2,097 733
Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 9,180 9,400 9,365 9,620 8,809 8,978 9,041 10,393 8,870 9,465 9,746 9,673 9,309 8,809 8,565 2,950
Volume Kliring Debet (Lembar) 247,573 250,785 243,027 249,202 230,878 237,400 230,559 248,047 227,930 246,325 243,578 227,699 214,026 209,597 195,871 69,013
RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 153 157 156 155 147 150 146 162 145 155 160 154 153 144 140 48
RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 4,126 4,180 4,050 4,019 3,848 3,957 3,719 3,876 3,737 4,038 3,993 3,614 3,509 3,436 3,211 1,131
Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 126 126 118 107 119 119 109 94 229 212 218 311 304 314 394 625
Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,549 7,531 7,092 6,659 7,114 7,119 6,765 6,008 6,571 5,552 5,012 6,003 6,040 6,336 6,194 2,146
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 2 2 2 2 2 2 2 2 4 3 4 5 5 5 6 10
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) 124 123 116 109 117 117 111 98 108 91 82 95 99 104 102 35
Cek/BG Kosong
Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 221 259 307 251 230 328 231 270 229 212 218 242 221 245 274 588
Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,904 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 5,313 4,552 4,787 5,301 5,012 4,702 4,686 4,797 4,769 1,666
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 4 4 5 4 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4 4 10
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 98 103 95 87 95 97 86 71 78 87 82 75 77 79 78 27
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan**) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari***) Angka sementara
INDIKATOR2016***2015***20142013
Kliring Debet Penyerahan
Kliring Debet Pengembalian
TABEL INDIKATOR EKONOMI
10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
D. GRAFIK INDIKATOR
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan: *) PDRB TD 2010 ; KTI adalah Sulampua, Balnusra
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara
Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara
Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulsel
*) Data Agustus 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
*) Data Maret 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin
3.12%
11.86%
-1%
1%
3%
5%
7%
9%
11%
13%
15%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014 2015* 2016**
Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional
Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional5.02%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
11%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015* 2016**
Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)
Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy)
6.82%
0
2
4
6
8
10
12
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014 2015* 2016**
Konsumsi Rumah Tangga Konsumi LNPRT Konsumsi Pemerintah
PMTB Perubahan Stok Net Ekspor
PDRB
-2
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015* 2016**
Pertanian Industri Pengolahan Konstruksi
Perdagangan Sektor Lainnya PDRB
%yoy
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV*
**
2011 2012 2013 2014 2015* 2016**
Inflasi Nasional (yoy)
Inflasi Sulsel (yoy)
BI Rate
*) Data Sementara**) Data Sangat Sementara***) Data Hingga Oktober 2016
100%110%120%130%140%150%160%170%180%190%200%
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015 2016
(Rp Triliun)Aset
DPK Lokasi Bank Pelapor
Kredit Lokasi Bank
LDR - Skala Kanan
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
7200
7400
7600
7800
8000
8200
8400
8600
8800
9000
2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015** 2016**
(Ribu Orang)
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan
JumlahPenduduk
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
700
750
800
850
900
950
1000
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015* 2016**
(Ribu Orang) % Penduduk Miskin - Skala Kanan
Jumlah Penduduk Miskin
% Penduduk Miskin - Skala Kanan
Jumlah Penduduk Miskin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 11
1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi1
1Pembahasan bab 1 menggunakan alur waktu Triwulan III 2016 (data realisasi BPS) dan Triwulan IV 2016 (data proyeksi Bank Indonesia).
Perekonomian Sulsel menunjukkan perlambatan. Pada triwulan III 2016 nilai PDRB
Sulsel mencapai Rp101.474 milyar (ADHB) atau Rp71.435 milyar (ADHK), dengan
pertumbuhan 6,82% (yoy) lebih rendah dari triwulan II 2016 yang tumbuh 8,04%
(yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi terjadi di sektor sekunder dan tersier.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi berasal dari konsumsi pemerintah dan
investasi. Sementara dari sisi eksternal, kegiatan ekspor impor mulai
memperlihatkan perbaikan meskipun masih dalam fase terkontraksi. Peningkatan
ekspor berasal dari ekspor industri pengolahan.
Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulsel terjadi di sektor
perdagangan, jasa keuangan, konstruksi, pertambangan, administrasi pemerintah,
dan jasa pendidikan. Sementara sektor pertanian dan industri pengolahan pada
triwulan III 2016 mendorong pertumbuhan sehingga tidak terdeselerasi lebih
dalam.
Pada triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016, perekonomian Sulsel diperkirakan
tumbuh meningkat, dikarenakan terdapat potensi di sektor industri pengolahan
dan perdagangan. Peningkatan terjadi di sektor Industri Pengolahan terjadi karena
industri besar, menengah dan kecil yang semakin menguat. Sementara, di sektor
perdagangan lebih disebabkan pada terjaganya tingkat konsumsi masyarakat
sehingga mendorong sektor perdagangan.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) tumbuh melambat. Pada triwulan laporan, ekonomi Sulsel tumbuh 6,82% (yoy)
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 8,04% (yoy) pada triwulan II 2016. Perlambatan pertumbuhan terutama
disebabkan oleh menurunnya kinerja di beberapa sektor utama antara lain pertambangan dan penggalian; konstruksi;
perdagangan besar dan eceran. Selain itu, juga disebabkan oleh melambatnya kegiatan di sektor transportasi dan
pergudangan; penyediaan akomodasi dan makan minum; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real
estate; administrasi pemerintah; jasa pendidikan; dan jasa kesehatan. Dari sisi pengeluaran, perlambatan terutama
disebabkan oleh komponen konsumsi pemerintah yang terkontraksi. Penurunan konsumsi pemerintah terjadi
dikarenakan penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) dari pusat ke daerah dan dana desa berdasarkan Peraturan Menteri
Keungan (PMK) Nomor 125/PMK.07/2016 tentang penundaan penyaluran sebagian sebagian dana alokasi umum (DAU)
tahun anggaran 2016 dimana terdapat pemerintah pusat akan menunda besaran DAU Rp19,418 triliun untuk 143
kabupaten/kota dan 26 provinsi. Penundaan DAU di Sulsel terjadi di 4 kabupaten yaitu Luwu, Luwu Timur, Tana Toraja
dan Pangkajene dan Kepualuan (Pangkep) dengan total hingga Rp240 miliar.
Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2016 di perkirakan akan meningkat. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh
menguatnya sektor pertambangan, perdagangan besar dan eceran, serta konstruksi. Peningkatan yang terjadi di sektor
pertambangan dan pertanian karena menguatnya harga komoditas dunia khususnya nikel dan coklat, sementara pada
perdagangan besar dan eceran disebabkan oleh meningkatnya aktivitas masyarakat pada akhir tahun karena libur ajaran
sekolah dan hari raya. Pada sektor konstruksi, pembayaran termin akhir di sejumlah proyek pemerintah diperkirakan
dilakukan pada triwulan IV 2016. Sementara itu dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah
mendorong pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat sebagai dampak dari bonus akhir
tahun yang diterima pegawai swasta, meningkatnya kebutuhan di akhir tahun serta Hari Besar Keagamaan Nasional
(perayaan natal) dan liburan akhir tahun. Untuk konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat karena terdapat
pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah terkait proyek yang dilakukan di tahun berjalan. Meski demikian,
pertumbuhan diperkirakan tertahan di konsumsi pemerintah akibat penundaan DAU di beberapa daerah. Oleh karena itu,
pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan masih akan berada di kisaran 6,80% - 7,20%.
Pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat pada keseluruhan tahun 2016. Peningkatan diperkirakan karena sektor
industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan besar dan eceran. Sektor industri pengolahan diperkirakan menguat
karena Industri Manufaktur Besar dan Sedang yang semakin meningkat. Konstruksi yang meningkat merupakan dampak
dari kebijakan pemerintah pusat serta daerah terkait dengan penguatan dan pembangunan infrastruktur yang terjadi di
sepanjang tahun 2016. Sementara itu, terjaganya daya beli masyarakat akibat inflasi sepanjang tahun 2016 dalam tingkat
yang rendah dan stabil mendorong sektor perdagangan besar dan eceran. Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga
dan pemerintah diperkirakan tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan. Terjaganya inflasi yang berimbas pada
terjaganya daya beli masyarakat, serta pembangunan proyek memberikan dampak multipliers baik pada konsumsi rumah
tangga maupun pemerintah. Sementara, secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan masih akan
berada di kisaran 7,00% - 7,40%.
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
6.116.215.945.875.545.595.525.585.144.964.975.044.734.664.745.044.925.185.02
10.34
8.508.648.11
6.027.01
9.258.068.38
6.39
7.737.70
5.72
7.967.597.247.438.04
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVP
2012 2013 2014 2015* 2016**%
yoy Nasional yoy Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 13
1.2. Sisi Pengeluaran Dari sisi pengeluaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2016 terutama didorong oleh konsumsi sektor
pemerintah yang terkontraksi. Pada triwulan III 2016 konsumsi pemerintah tercatat kontraksi -3,52% (yoy), menurun
signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,37% (yoy). Perlambatan juga terjadi pada konsumsi
Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) dan invetasi masing-masing 5,48% (yoy) dan 6,71% (yoy) pada triwulan III
2016 dari sebelumnya tercatat masing-masing 5,61% (yoy) dan 9,99% (yoy). Meski demikian, konsumsi rumah tangga
tercatat menguat dari 5,62% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 5,73% (yoy) pada triwulan III 2016 sebagai penopang
pertumbuhan ekonomi tidak terdeselerasi lebih dalam.
Ekspor dan impor masih mengalami kontraksi.Pada triwulan III 2016 ekspor tercatat tumbuh -31,98% (yoy) dari triwulan
sebelumnya -27,60% (yoy). Demikian pula impor juga masih mengalami kontraksi, dari sebelumnya tumbuh -33,32% (yoy)
menjadi -43,35% (yoy) di triwulan laporan.
Pada triwulan IV 2016 perekonomian Sulsel diperkirakan tumbuh menguat. Faktor pendorong pertumbuhan berasal
darikonsumsi rumah tangga diperkirakan stabil di kisaran 5,60% - 6,00% dan konsumsi pemerintah meningkat pada
kisaran 6,80% - 7,20% (yoy). Sementara aktivitas ekspor diperkirakan masih dalam fase kontraksi khususnya pada ekspor
antar daerah, sehingga net ekspor melambat di triwulan IV 2016.
Pada keseluruhan tahun 2016, perekonomian Sulsel diperkirakan tetap tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2015.
Beberapa faktor pendorong yaitu terjaganya daya beli akibat inflasi tahun 2016 terjaga pada tingkat yang lebih rendah
dan stabil dibandingkan tahun 2015, serta pembangunan proyek infrastruktur mendorong efek multiplier baik pada
konsumsi pemerintah maupun rumah tangga.
Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)*
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka Sangat Sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB)
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, komponen
konsumsi RT dan PMTB masih menjadi penyumbang
terbesar di triwulan II 2016. Pangsa konsumsi RT mencapai
di atas 50% dari total PDRB, sementara pangsa PMTB
mencapai diatas 30% pada triwulan III 2016. Kelompok
pengeluaran lain yang memiliki share cukup tinggi (diatas 5%)
adalah konsumsi pemerintah. Sementara kelompok
pengeluaran yang memiliki pangsa di bawah 5% adalah
konsumsi LNPRT (1,19%), perubahan inventori (0,86%), dan
net ekspor-impor (0,20%).
1.2.1 Konsumsi
Secara total, konsumsi tumbuh melambat. Melambatnya total konsumsi akibat melambatnya konsumsi pemerintah
maupun LNPRT yang tumbuh masing-masing -3,52% (yoy) dan 5,48% (yoy) pada triwulan III 2016, lebih rendah
dibandinkan triwulan sebelumnya 8,37% (yoy) dan 9,99% (yoy).
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III*
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 5.96 6.55 6.18 5.50 5.49 5.92 5.32 5.51 5.03 5.36 5.31 5.28 5.62 5.73
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 10.36 16.60 16.07 8.27 4.93 11.26 -2.49 -2.13 2.90 6.28 1.13 4.66 5.61 5.48
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2.70 15.50 -2.19 5.38 -2.12 1.88 7.83 3.17 8.69 11.09 8.15 2.08 8.37 (3.52)
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 11.11 12.43 9.07 5.91 8.34 8.82 5.26 6.23 10.34 11.10 8.34 9.52 9.99 6.71
5. Perubahan Inventori (26.91) (125.90) (74.02) 195.94 11.10 (124.47) 193.14 76.37 201.48 132.85 (579.81) 55.01 (65.12) (61.70)
6. Ekspor 2.24 13.68 12.27 4.84 29.40 14.10 (7.27) (4.64) (8.33) (28.49) (12.04) (40.78) (27.60) (31.98)
7. Impor 0.31 (5.47) (6.75) 4.19 15.51 1.80 0.25 (6.80) (3.08) (1.94) (2.95) (37.13) (33.32) (43.35)
PDRB 7.62 8.38 6.39 7.73 7.70 7.54 5.72 7.96 7.59 7.24 7.15 7.43 8.04 6.82
2013Komponen2014* 2015* 2016**
Konsumsi RT, 51.41%
Konsumsi LNRT, 1.19%
Konsumsi Pemerintah,
9.19%
PMTB, 37.15%
Perubahan Persediaan,
0.86%
Net Ekspor, 0.20%
Share PDRB Tw III 2016
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Konsumsi rumah tangga menjadi penopang perlambatan pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang
meningkat menjadi penopang pertumbuhan ekonomi pada periode laporan. Aktivitas masyarakat yang meningkat di hari
raya Idul Fitri menjadi faktor pendorong utama meningkatnya konsumsi rumah tangga. Selain itu, terjaganya harga yang
tercermin dari inflasi di triwulan III 2016 turut menjaga daya beli sektor rumah tangga. Hal tersebut terkonfirmasi dari
pertumbuhan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang tercatat menguat dari -1,80% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi
3,93% (yoy) di triwulan III 2016.
Realisasi belanja pemerintah provinsi Sulsel belum optimal di triwulan III 2016. Realisasi belanja hingga triwulan III 2016
tercatat sebesar Rp4,04 triliun atau 55,99% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,22 triliun. Secara nominal realisasi belanja
triwulan III 2016 lebih rendah dari triwulan III 2015, yang tercatat sebesar Rp3,71 triliun atau 56,12% dari target Rp6,62
triliun. Di sisi lain, sampai dengan triwulan III 2016, realisasi anggaran pendapatan daerah mencapai 70,05% dari target,
lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2015 yang terealisasi 67,50%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah
pada triwulan laporan mencapai Rp5,15 triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp7,35 triliun.
Sumber: Survei Konsumen, BI Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran
Penyaluran kredit konsumsi meningkat. Kredit konsumsi
yang disalurkan perbankan pada triwulan III 2016 tumbuh
15,08% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan
triwulan sebelumnya 14,34% (yoy). Meningkatnya
pertumbuhan kredit terutama didorong oleh kredit
peralatan/perlengkapan rumah tangga, kredit multiguna,
dan kredit rumah tangga lainnya yang tumbuh masing-
masing dari 53,15% (yoy); 20,21% (yoy) dan 40,41% (yoy)
menjadi 73,70% (yoy), 21,15% (yoy) dan 43,36% (yoy)
pada triwulan laporan. Selain itu, meski melambat namun
Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) masih
tumbuh positif 4,26% (yoy). Peningkatan kredit konsumsi
tertahan oleh Kredit Kendaraan Bermotor yang
terkontraksi -15,41% (yoy) di periode laporan.
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Kendaran Bermotor (KKB) Grafik 1.7. Penyaluran KPR/A
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Growth yoy (%) - Skala Kanan
Indeks
*) Data hingga Oktober 2016
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
Indeks Penjualan Eceran gIndeks - Skala Kanan
Indeks YOY
*) Data hingga Juli 2016*) Data hingga Oktober
0
5
10
15
20
25
30
05
101520253035404550
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi - Skala Kanan
*) Data hingga bulan Oktober 2016
-20.0
-10.0
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
-
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
% (
yoy)
Rp
Tri
liun
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan
*) Data hingga Oktober 2016
-10.0
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
-
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
% (
yoy)
Rp
Tri
liun
Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 15
1.2.2 Investasi
Investasi tumbuh melambat di triwulan III 2016, baik pada sektor pemerintah maupun swasta. Pembentukan Modal
Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan indikasi dari kegiatan investasi tumbuh 6,71% (yoy), melambat bila dibandingkan
triwulan II 2016 (9,99%; yoy). Indikasi penurunan investasi swasta di triwulan III 2016 tercermin dari menurunnya realisasi
proyek baru. Menurut data BCI Asia, jumlah proyek infrastruktur yang dimulai di triwulan III 2016 hanya bersifat
pembangunan/perbaikan jalan seperti perbaikan/pembangunan jalan di Kota Makassar (Jalan Raya Pendidikan), Maros
(Jalan Poros Makassar-Maros), dan Gowa (Jalan Poros Pattalassang – Antang / BTP). Selain itu, penurunan kegiatan
investasi pemerintah tercermin dari menurunnya realisasi belanja modal APBD Provinsi Sulsel yang baru mencapai
sebesar Rp246,50 miliar atau 28,09% dari target triwulan III 2016 sebesar Rp877,61 miliar. Hal ini berarti lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan III 2015 yang terealisasi Rp326,97 miliar atau 32,51% dari target Rp1,01 triliun. Meski
demikian, realisasi belanja modal APBN yang dialokasikan di Sulsel tercatat mencapai Rp2,45 triliun atau 49,79% dari
target sebesar Rp4,92 triliun. Pencapaian tersebut lebih lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2015 yang hanya mencapai
Rp2,27 triliun atau 29,37% dari target Rp7,72 triliun.
Investasi yang melambat di triwulan III 2016 terkonfirmasi dari kinerja impor barang modal dan penyaluran kredit
investasi. Impor barang modal tercatat 20,70% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 yang mencapai 40,77%
(yoy). Impor barang modal dan peralatan transportasi (industri) pada triwulan laporan menurun cukup signifikan,
sehingga menjadi faktor penahan pertumbuhan impor barang modal yang melambat. Melambatnya impor barang modal,
khususnya peralatan transportasi, diperkirakan karena proyek transportasi di Sulsel mengalami kendala sehingga
dihentikan untuk sementara waktu. Sementara dari sisi pembiayaan, perlambatan investasi juga tercermin dari
penyaluran kredit investasi di periode laporan yang tumbuh 16,27% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya 20,53% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 1.8. Impor Barang Modal Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Investasi
Sementara itu, komponen perubahan inventori hasil olahan industri nikel tumbuh meningkat. Komponen perubahan
inventori di periode pelaporan meningkat 269,76% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan posisi inventori nikel sebesar
-32,31% (yoy) di triwulan II 2016. Meskipun harga nikel mulai menguat di periode laporan, diperkirakan perusahaan
utama nikel di Sulsel menahan penjualan akibat masih tingginya volatilitas harga nikel di pasar dunia sepanjang tahun
2016.
Sumber: BCI Asia, diolah Sumber: Produsen, diolah Grafik 1.10. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Grafik 1.11. Perubahan Inventori Produsen Nikel
(150)
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
20
40
60
80
100
120
140
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
%, yoyUS$ Juta
Impor Barang Modal gImpor Barang Modal
(10)
0
10
20
30
40
50
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Kredit Investasi gKredit Investasi - Skala Kanan
*) Data hingga bulan Oktober 2016
-500
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
Nilai Proyek Infrastruktur BaruPertumbuhan Nilai Proyek - Skala Kanan
Rp Milyar
(500)
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyUS$ Juta
Posisi Stok gPerubahan Stok - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar
di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah
pembangunan Makassar New Port(MNP). Menurut informasi anekdotal dan FGD yang dilakukan, perkembangan MNP
Tahap 1 A sudah mencapai 30% yaitu pembangunan dermaga, dengan dana mencapai Rp1,8 triliun hingga tahun 2018.
Mega proyek ini yang direncanakan memerlukan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun ini dibagi dalam beberapa
tahap, sebagai berikut:
Sumber: berbagai sumber, diolah
Pembangunan MNP tersebut tentu tidak terlepas dari upaya meningkatkan konektivitas antar daerah khususnya di
Kawasan Timur Indonesia. Sedangkan bagi Sulsel pembangunan MNP memiliki arti yang sangat strategis dalam upaya
mendukung pengembangan industri berbasis maritim (lihat Boks. 1.A). Sementara itu, realisasi proyek Kereta Api
Makassar – Parepare telah mencapai 20 Km. Upaya untuk mempercepat realisasi proyek terus dilakukan namun masih
terkendala pembebasan lahan. Selain itu juga terdapat pembangunan smelter yang dilakukan oleh beberapa perusahaan
dan diperkirakan baru mulai berproduksi pada Oktober 2016, walaupun terdapat risiko terkait tren harga nikel yang
masih rendah. Sedangkan realisasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap
masih dalam tahap pengembangan.
Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel
No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
1 Proyek KA Makassar-Parepare
Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2.000 km dari Makassar ke Manado.
Rencana pembangunan 23 stasiun darim total panjang 145,23 km
Konstruksi telah mencapai 10 Km.
Pembebasan lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%.
Alokasi anggaran 2015 - APBD Rp100 milyar - APBN Rp971 milyar
Alokasi anggaran 2016 - APBN Rp1,3 triliun
Progres: pemasangan rel kereta api
2 PLTU Jeneponto tahap II Tahap I telah dioperasikan pada tahun 2012
Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity).
Rencana pembangunan 18 bulan Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun
Groundbreaking pada bulan Maret 2015
3 Smelter PT. A Total Investasi : Rp 4,7 Triliun (dari total kebutuhan Rp6 triliun)
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun
Progress terakhir : Pematangan Lahan
Estimasi selesai pembangunan: Februari 2016
Estimasi uji coba: Februari 2016
Estimasi produksi: April 2016
4 Smelter PT. B Total Investasi : USD 130 Juta
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 50.000 metrik ton per tahun
Progress terakhir : Proses Konstruksi
Estimasi selesai pembangunan: Februari 2016
Estimasi uji coba: Februari 2016
Estimasi produksi: Oktober 2016
5 Smelter PT. C Total Investasi : USD 300 Juta
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 300 ribu metrik ton per tahun
Progress terakhir : Pembebasan Lahan
Estimasi produksi : 2016
6 PLT Tenaga Angin Rencana lokasi di Kab. Jeneponto dan Sidrap. Studi Kelayakan
Tahap IA
•2015-2018
•Panjang Dermaga 320 m
•Lapangan Kontainer 16 Ha
•Kapsitas 50.000 TEUs
•Total Investasi Rp. 1,8 T
Tahap IB dan IC
•2019-2025
•panjang dermaga IB 330 m
•Panjang Dermaga IC 350 m
•Kapasitas 1 juta TEUs
•Total Investasi Rp 7,5 T
Tahap II
•2026-2030
•Panjang Dermaga 1.000 m
•Luas 112 ha
•Kapsitas 2 Juta TEUs
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 17
No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
Sumber dan APBD
Rencana kapasitas 80-250 KW tenaga listrik
Target selesai: 2018
7 Pembangunan Underpass Simpang Mandai
Total Investasi: Rp175 Miliar
Underpass: 1.050 M
Progress terakhir : Pengeboran Underpass
Estimasi Pembangunan: 2015-2017
8 Pelebaran Jalan Maros-Watampone
Total Investasi: 125,520 Milyar / 1,85 T (alokasi/kebutuhan)
Progress terakhir :1.5 Km Sudah Teraspal dari Target 15, 84 Km
Estimasi Pembangunan: 2015-2017
9 Pembangunan Elevated Road Segmen I
Total Investasi: 169,745 Milyar / 473,954 Milyar (alokasi/kebutuhan)
Progress terakhir :Land Clearing dan Persiapan Pemancangan
Estimasi Pembangunan: 2015-2017
10 Pembangunan Jalan dan Jembatan Bypass Mamminasata
Total Investasi: 251,249 Milyar / 1.351 T (alokasi/kebutuhan)
Progress terakhir : penimbunan, dan land clearing
Estimasi Pembangunan: 2015-2018
11 Pembangunan Jalan dan Jembatan Middle Ring Road
Total Investasi: 219,836 Milyar / 526,98 Milyar (alokasi/kebutuhan)
Progress terakhir : land clearing, pembebasan lahan (sepanjang 2.050 m), dan pemasangan batu dan persiapan pembangunan jembatan
Estimasi Pembangunan: 2015-2018 Sumber: Pelindo, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI, dan berbagai sumber lainnya
Berbagai proyek yang tengah dan akan terus dikembangkan tersebut diharapkan dapat mendukung upaya penciptaan
kawasan pertumbuhan ekonomi baru khususnya di kawasan Mamminasata, guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi
Sulsel kedepan.
Selain berbagai proyek tersebut di atas, juga terdapat proyek yang terkait dengan ketahanan pangan. Pada dasarnya
proyek ini merupakan proyek multiyear yang diperkirakan akan turut mendorong ekonomi Sulsel ke depan, antara lain
Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa.Total anggaran proyek
multiyear bersumber dari APBN diperkirakan sebesar Rp1,9 triliun.
Tabel 1.3. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel Yang Terkait Ketahanan Pangan No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
1 Bendung Baliase Lokasi : Kabupaten Luwu Utara
Target : Desember 2015 – Desember 2019
APBN : ±200 Miliar
Ags 2015: Penandatanganan MOU
Sept 2015 : Pembebasan Lahan
Des 2015: Persiapan pembangunan (tenaga kerja, peralatan, dan material)
2 Bendungan Karalloe Lokasi : Kabupaten Gowa
Target : Desember 2013 – Desember 2017 APBN : ±500 Miliar
Groundbreaking pada bulan Maret 2014
2015: Pengadaan lahan (109,32 ha dari 215 ha)
3 Bendungan Paselloreng Lokasi : Kabupaten Wajo
Target : Juni 2015 – Desember 2019
APBN : ±800 Miliar
Progress terakhir : Pembebasan Lahan
Estimasi Pembangunan: 2016
4 Waduk Tunggu Nipa Nipa Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa
Target : Desember 2015 – Desember 2017
APBN : ±400 Miliar
Progress terakhir : Pembebasan Lahan
Estimasi Pembangunan: 2016
Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
1.2.3 Ekspor dan Impor
Ekspor Sulsel di triwulan III 2016 mengalami kontraksi. Nilai ekspor terkontraksi -31,98% (yoy), terkontraksi lebih dalam
dibandingkan dengan kontraksi di triwulan II 2016 yang tercatat -27,60% (yoy). Kontraksi ekspor terjadi baik pada ekspor
dengan tujuan luar negeri (LN) maupun domestik. Ekspor LN membaik dari triwulan II 2016 yang tercatat -24,81% (yoy)
menjadi -15,27% (yoy) di triwulan III 2016. Ekspor LN yang membaik juga didorong oleh kebijakan pemerintah daerah
dalam mendorong ekspor seperti yang terjadi pada bulan Agustus 2016 dimana Pemprov Sulsel menginisiasi “Gerakan
Ekspor Merdeka”. Sedangkan ekspor dengan tujuan dalam negeri (DN) terkontraksi -38,59% (yoy), lebih dalam dari
triwulan II 2016 yang terkontraksi -28,85% (yoy). Ekspor DN yang terkontraksi diperkirakan akibat tingginya pasokan
barang yang diperoleh di luar Sulsel. Jika dilihat lebih lanjut, volume muat barang dalam negeri yang tercatat di Pelabuhan
Makassar lebih rendah dibandingkan volume bongkar barang. Pada triwulan III 2016, volume muat mencapai 919,880 ton,
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
sementara volume muat mencapai 1,34 juta ton. Meski demikian, volume muat mengalami peningkatan meskipun masih
dalam fase kontraksi kontraksi -5,08% (yoy), dari triwulan II sebesar 948,324 ton atau tumbuh terkontraksi -16,72% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan, diolah
Grafik 1.12. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.13. Volume Barang yang Dimuat
Membaiknya kinerja ekspor (LN) tidak lepas dari meningkatnya kinerja ekspor Nikel matte. Hal ini dikarenakan pangsa
ekspor Nikel matte menyumbang 53,05% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan III 2016. Nilai ekspor nikel matte tercatat
mengalami kontraksi -22,05% (yoy) sedikit membaik dibandingkan dengan kontraksi di periode sebelumnya yang
mencapai -30,16% (yoy). Peningkatan nilai ekspor ini tidak terlepas dari membaiknya harga komoditas nikel di pasar
internasional. Sepanjang triwulan III 2016, harga nikel telah terkoreksi -2,94% (yoy) menguat dibandingkan triwulan II
yang tumbuh -32,48% (yoy).
*) Data Sementara
Sumber: Bea Cukai, diolah
Sumber: World Bank, diolah
Grafik 1.14. Nilai Ekspor Nikel Matte Grafik 1.15. Perkembangan Harga Nikel
Selain nikel, nilai ekspor beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami perbaikan. Nilai ekspor komoditas udang,
rumput laut dan biji kakao mengalami peningkatan, meskipun pertumbuhan nilai ekspor rumput laut dan biji kakao masih
mengalami kontraksi. Pertumbuhan ekspor udang meningkat dari 6,57% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 34,70% (yoy) di
triwulan III 2016.
Sementara pertumbuhan nilai biji kakao yang menjadi salah satu komoditas andalan Sulsel menguat menjadi -25,91%
(yoy) di triwulan III 2016 dari -34,97% (yoy) di triwulan II 2016. Membaiknya permintaan dari Negara mitra dagang
menjadi salah satu pendorong kinerja ekspor komoditas ini.
Kinerja perekonomian negara-negara mitra dagang Sulsel membaik meski masih belum sepenuhnya pulih. Bila
mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa negara mitra dagang
utama Sulsel seperti Eropa dan Korea Selatan mengalami peningkatan, meskipun Jepang, Amerika Serikat dan Tiongkok
menunjukkan penurunan kinerja sektor manufaktur di triwulan II 2016. Untuk arah pada awal triwulan III 2016, kinerja
sektor manufaktur Jepang, Amerika Serikat dan Tiongkok menunjukkan peningkatan.
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
100
200
300
400
500
600
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
%; yoyRibu Ton
Volume Ekspor gVolume Ekspor - Skala Kanan
gNilai Ekspor - Skala Kanan
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016*
%; yoyRibu Ton
Volume Muat Barang Dalam Negeri gVolume Muat - Skala Kanan
*) Angka Sementara
(80)(60)(40)(20)020406080100120
0
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyJuta USD
Ekspor Nikel Matte gEkspor - Skala Kanan
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0.0
5,000.0
10,000.0
15,000.0
20,000.0
25,000.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy$/mtNikel
gHarga - Skala Kanan
*) Data hingga Oktober 2016
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 19
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Trading Economics
Grafik 1.16. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Grafik 1.17. Purchasing Managers Index
Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan III 2016 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, dan
masih dalam fase kontraksi. Impor di triwulan III 2016 tercatat mengalami kontraksi yang lebih dalam -43,35% (yoy)
dibandingkan kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -33,32% (yoy). Penurunan impor
terkonfirmasi dari penurunan impor luar negeri (LN) yang didominasi oleh komponen nonmigas. Nilai impor LN tercatat
tumbuh terkontraksi-46,80% (yoy) menurun signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,62% (yoy). Di
sisi lain, impor dalam negeri (DN) tercatat tumbuh negatif 42,41% (yoy) lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang
terkontraksi -39,35%. Impor dalam negeri sebagian besar diperkirakan berasal dari antar daerah melalui jalur darat,
mengingat volume kegiatan bongkar barang dalam negeri di pelabuhan Makassar menurun. Volume bongkar hingga
triwulan II 2016 mencapai 1,34 juta ton atau tumbuh -0,40% (yoy) terkontraksi cukup dalam dibandingkan pertumbuhan
di triwulan sebelumnya 5,90% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan, diolah Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas Grafik 1.19. Volume Barang yang Dibongkar
Struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel di triwulan III 2016 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan
periode sebelumnya. Produk industri pengolahan masih menjadi komoditas yang dominan (88,49%) dalam komposisi
barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri, yang kemudian diikuti komoditas pertanian (28,64%). Sementara itu, nilai
impor bahan baku tercatat mencapai USD107,93 juta atau 71,89% dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan.
Sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi memiliki pangsa masing-masing 27,64% dan 0,46%.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.20. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Grafik 1.21. Pangsa Impor Menurut Kategori
-150%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016*
Rumput Laut Olahan Kakao Biji Kakao Udang
YOY
*) Data Sementara
46
48
50
52
54
56
58
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2013 2014 2015 2016
Indeks
Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan
*) Data hingga Oktober 2016
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
100
200
300
400
500
600
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
%, yoyJuta Ton
Total Volume Impor
gVolume Impor (yoy) - Skala Kanan
gNilai Impor (yoy) - Skala Kanan
(20)
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
30
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016*
%; yoyRibu Ton
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gVolume Bongkar - Skala Kanan
28.64%
88.49%
0.64%
Pangsa Triwulan III 2016
Komoditas Pertanian: US$79,1 Juta
Komoditas Industri: US$244,5 Juta
Komoditas Pertambangan: US$1,8 Juta
27.64%
71.89%
0.46%
Pangsa Triwulan III 2016
Barang Modal: US$41,50 juta
Bahan Baku: US$107,93 juta
Barang Konsumsi: US$0,70 juta
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor,
sedangkan gandum menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan III 2016. Pangsa nilai ekspor komoditas nikel
matte mencapai 48,75% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel, yang kemudian diikuti oleh coklat olahan dan ganggang
laut dengan pangsa masing-masing 10,14% dan 6,88%. Untuk impor luar negeri, pangsa nilai mesin-mesin/pesawat
mekanik mencapai 27,38% dari total impor Sulsel di triwulan III 2016. Disusul kemudian gandum-ganduman (21,08%) dan
ampas/sisa industri makanan (15,66%).
Tabel 1.4. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.5. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Sumber: Bea Cukai, diolah Keterangan: Ekspor Nikel dalam matte
Sumber: Bea Cukai, diolah
Berdasarkan negara tujuan, Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor Sulsel, sedangkan Tiongkok merupakan
negara yang paling besar penyedia barang-barang yang diimpor Sulsel. Di triwulan III 2016, nilai ekspor Sulsel ke Jepang
mencapai 52,99% dari total ekspor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Malaysia (10,08%), dan Tiongkok (9,79%).
Sementara dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 42,62% dari
total impor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Argentina (14,55%) dan Ukraina (11,92%).
Tabel 1.6. Negara Tujuan Utama Ekspor Tabel 1.7. Negara Asal Utama Impor
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Neraca perdagangan Sulsel surplus pada triwulan III 2016. Neraca perdagangan Sulsel pada triwulan III 2016 tercatat
surplus mencapai Rp205 miliar, membaik dari periode sebelumnya yang mengalami defisit Rp3,29 triliun. Surplus neraca
perdagangan pada triwulan berjalan terjadi dikarenakan minimnya impor barang-barang modal seperti perlengkapan
transportasi dan barang-barang yang dipersiapkan untuk proyek infrastruktur, seperti besi/baja.
Nilai Ekspor
Triwulan III 2016
(USD)
1 NIKEL 158,621,847 48.75%
2 COKLAT OLAHAN 32,984,208 10.14%
3 GANGGANG LAUT 22,374,293 6.88%
4 IKAN OLAHAN 18,286,184 5.62%
5 UDANG SEGAR/BEKU 17,440,252 5.36%
6 BIJI COKLAT 21,516,742 6.61%
7 KOPI 7,222,193 2.22%
8 DEDAK/BEKATUL 6,257,911 1.92%
9 BUAH/SAYURAN OLAHAN 12,120,340 3.72%
10 IKAN LAINNYA 5,285,535 1.62%
TOTAL EKSPOR 325,409,600 100.00%
No Komoditas (HS) Pangsa
Nilai Impor
Triwulan III 2016
(USD)
1 MESIN-MESIN/PESAWAT MEKANIK 41,097,834 27.38%
2 GANDUM-GANDUMAN 31,647,408 21.08%
3 AMPAS/SISA INDUSTRI MAKANAN 23,504,999 15.66%
4 KAPAL LAUT 11,650,000 7.76%
5 BENDA-BENDA DARI BESI DAN BAJA 8,993,730 5.99%
6 KAKAO 6,249,974 4.16%
7 ALAT LISTRIK 5,836,717 3.89%
8 BESI DAN BAJA 4,619,579 3.08%
9 BENDA-BEDA DARI PLASTIK 2,673,981 1.78%
10 PRODUK KERAMIK 2,174,428 1.45%
TOTAL IMPOR 150,128,238 100.00%
No Komoditas (HS) Pangsa
Total Ekspor
FOB (USD)
1 JAPAN 172,450,360 52.99%
2 MALAYSIA 32,786,760 10.08%
3 R.R.C. 31,858,995 9.79%
4 UNITED STATES OF AMERICA 30,148,317 9.26%
5 SINGAPORE 8,073,094 2.48%
6 NETHERLANDS 7,384,129 2.27%
7 VIETNAM 7,315,955 2.25%
8 SOUTH KOREA 4,500,404 1.38%
9 HONGKONG 3,674,497 1.13%
10 RUSIA 3,425,460 1.05%
TOTAL EKSPOR 325,409,600 100.00%
No Negara Tujuan PangsaTotal Impor
CIF (USD)
1 R.R.C. 63,987,419 42.62%
2 ARGENTINA 21,840,306 14.55%
3 UKRAINE 17,895,803 11.92%
4 JAPAN 11,972,461 7.97%
5 CANADA 8,027,995 5.35%
6 AUSTRALIA 7,408,339 4.93%
7 MALAYSIA 6,297,130 4.19%
8 THAILAND 3,763,903 2.51%
9 UNITED STATES OF AMERICA 2,785,945 1.86%
10 SWEDEN 855,124 0.57%
TOTAL IMPOR 150,128,238 100.00%
No Negara Asal Pangsa
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 21
Sumber: BPS Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.22. Neraca Perdagangan Bersih Grafik 1.23. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
1.3. Sisi Lapangan Usaha
Perlambatan pertumbuhan di beberapa sektor ekonomi utama Sulsel menjadi faktor melambatnya pertumbuhan
ekonomi di triwulan III 2016. Tiga sektor yang mengalami perlambatan pertumbuhan adalah sektor administrasi
pemerintah; jasa keuangan dan asuransi; dan pertambangan yang tercatat masing-masing tumbuh -1,31% (yoy); 12,10%
(yoy) dan 1,59% (yoy) dari yang sebelumnya tumbuh 9,98% (yoy); 17,38% (yoy); dan 5,30% (yoy). Sektor lain yang tercatat
melambat adalah sektor konstruksi (6,13%; yoy), perdagangan besar dan eceran (10,08%; yoy), dan jasa pendidikan
(8,0%; yoy) dari yang sebelumnya tumbuh 9,74% (yoy); 11,43% (yoy); dan 9,19% (yoy).
Kinerja sektor pertanian dan industri pengolahan, sebagai salah satu sektor unggulan Sulsel, tumbuh meningkat di
triwulan III 2016. Sektor pertanian dan industri pengolahan masing-masing tumbuh 6,35% (yoy) dan 7,28% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 4,40% (yoy) dan 7,10% (yoy). Sektor lain yang tumbuh
meningkat yaitu sektor pengadaan listrik dan gas dari 17,24% (yoy) menjadi 17,80% (yoy), pengadaan air dari 6,77% (yoy)
menjadi 9,02% (yoy), serta jasa perusahaandari 7,73% (yoy) menjadi 8,07% (yoy).
Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 2016 diperkirakan dalam tren meningkat.Peningkatan tren tersebut
disebabkan oleh meningkatnya sektor perdagangan besar dan eceran, transportasi dan pergudangan, serta penyediaan
akomodasi dan makan minum. Peningkatan ketiga sektor tersebut diperkirakan tumbuh meningkat seiring dengan
peningkatan aktivitas masyarakat di akhir tahun karena libur ajaran sekolah dan hari raya.
Sementara secara keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan didorong oleh menguatnya sektor utama di Sulsel. Sektor
yang tumbuh yaitu industri pengolahan, konstruksi, serta perdagangan besar dan eceran. Sektor industri pengolahan
diperkirakan menguat karena Industri Manufaktur Besar dan Sedang yang semakin meningkat. Konstruksi yang meningkat
merupakan dampak dari kebijakan pemerintah pusat serta daerah terkait dengan penguatan dan pembangunan
infrastruktur yang terjadi di sepanjang tahun 2016. Sementara itu, terjaganya daya beli masyarakat akibat inflasi
sepanjang tahun 2016 dalam tingkat yang rendah dan stabil mendorong sektor perdagangan.
Tabel 1.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
(16,000)
(14,000)
(12,000)
(10,000)
(8,000)
(6,000)
(4,000)
(2,000)
0
2,000
(25,000)
(20,000)
(15,000)
(10,000)
(5,000)
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015* 2016**
Rp MiliarRp Miliar
Ekspor ADHB Impor ADHB Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan
Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara
(100)
0
100
200
300
400
500
600
700
(600)
(400)
(200)
0
200
400
600
800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015* 2016**
US$ JutaUS$ Juta
Ekspor Luar Negeri Nonmigas
Impor Luar Negeri Nonmigas
Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan
Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.93 14.58 9.55 8.29 7.88 9.98 3.49 11.61 5.21 1.37 5.63 0.79 4.40 6.35
B Pertambangan dan Penggalian 5.68 14.40 6.23 8.49 15.56 11.11 2.40 8.06 12.07 8.38 7.85 2.55 5.30 1.59
C Industri Pengolahan 9.22 4.45 5.06 11.44 14.59 8.94 5.79 7.49 4.35 9.02 6.70 13.14 7.10 7.28
D Pengadaan Listrik dan Gas 8.04 5.12 12.20 11.59 17.54 11.69 0.01 -6.86 -5.59 -3.34 -4.00 7.69 17.24 17.80
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 5.50 5.54 2.38 1.99 -1.25 2.13 0.58 -0.26 -2.54 3.74 0.34 5.49 6.77 9.02
F Konstruksi 10.57 7.88 7.04 4.83 5.64 6.29 7.20 5.88 9.16 10.75 8.32 9.32 9.74 6.13
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7.23 9.28 5.79 10.42 3.36 7.20 5.62 6.61 9.12 10.08 7.89 9.27 11.43 10.08
H Transportasi dan Pergudangan 6.36 1.99 -0.44 0.70 4.42 1.68 4.36 7.09 10.38 5.70 6.91 12.86 9.19 8.13
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.76 7.78 9.13 8.66 5.61 7.77 5.10 4.03 5.99 7.66 5.71 9.55 8.12 7.31
J Informasi dan Komunikasi 14.07 4.81 4.42 7.10 6.61 5.75 7.34 7.46 8.11 8.69 7.92 8.18 8.05 7.92
K Jasa Keuangan dan Asuransi 8.88 3.51 3.75 5.58 10.22 5.76 9.96 2.95 9.24 7.56 7.41 9.67 17.38 12.10
L Real Estate 8.98 7.79 7.84 7.18 9.03 7.97 8.88 7.55 7.21 6.01 7.39 7.04 6.93 5.40
M,N Jasa Perusahaan 6.97 6.20 7.22 6.19 7.41 6.76 4.77 4.48 6.79 7.40 5.87 7.89 7.73 8.07
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3.07 1.56 2.58 2.05 3.94 2.55 5.50 7.08 9.29 9.21 7.83 8.18 9.98 -1.31
P Jasa Pendidikan 7.72 4.57 5.31 5.88 3.13 4.65 8.90 9.07 9.56 2.35 7.25 7.69 9.19 8.00
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.25 14.91 13.88 10.21 3.32 10.23 7.41 7.75 11.35 10.55 9.31 9.55 8.38 7.53
R,S,T,U Jasa lainnya 7.14 6.25 6.79 7.74 9.44 7.57 9.42 8.16 8.16 10.20 8.99 9.71 8.90 8.90
PDRB 7.62 8.38 6.39 7.73 7.70 7.54 5.72 7.96 7.59 7.24 7.15 7.43 8.04 6.82
2014 2015*2013Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010
2016**
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.24. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB)
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, sektor
Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di
triwulan III 2016. Pangsa Sektor Pertanian terhadap total
PDRB di periode pelaporan mencapai 25,27%. Sektor
lainnya yang menjadi tumpuan perekonomian Sulsel
adalah sektor Industri Pengolahan,Perdagangan, dan
Konstruksi, yang masing-masing memiliki pangsa
terhadap total PDRB di atas 10%. Sementara untuk sektor
nonutama merupakan gabungan dari sektor lainnya.
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutananan, dan Perikanan.
Panen raya dan faktor cuaca mendorong pertumbuhan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Panen raya yang
terjadi pada bulan September mendorong pertumbuhan di sektor pertanian. Panen yang terjadi di periode akhir triwulan
III 2016 mendorong produksi beras yang dihasilkan Sulsel. Selain itu, menurut informasi anekdotal, panen raya yang
terjadi di bulan Juli-September pada tanaman kakao turut mendorong peningkatan produksi kakao. Meskipun tumbuh
meningkat, kinerja sektor perikanan diperkirakan melambat. Meskipun tumbuh meningkat, kinerja sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan tertahan di subsektor perikanan.
Pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan didorong oleh panen raya dan faktor cuaca yang baik di
periode laporan. Pada subsektor pertanian, panen raya khususnya pada komoditas beras terjadi pada bulan September
mendorong pertumbuhan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Selain itu, menurut informasi anekdotal, pada
subsektor kehutanan, panen raya yang terjadi di bulan Juli-September pada tanaman kakao turut mendorong
peningkatan produksi kakao. Meskipun tumbuh meningkat, kinerja subsektor perikanan diperkirakan menahan sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan. Curah hujan dan gelombang laut yang meningkat pada triwulan laporan
diperkirakan menahan kinerja subsektor perikanan.
Perbaikan kinerja subsektor kehutanan (perkebunan) menjadi faktor pendorong di sektor pertanian. Salah satu
indikator yang menunjukkan perbaikan kinerja di subsektor kehutanan adalah peningkatan ekspor kakao. Volume ekspor
komoditas kakao sebagai salah satu indikator subsektor perkebunan mengalami peningkatan meski masih terkontraksi
dari -42,19% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi -21,32% (yoy) di triwulan III 2016. Secara nilai, total ekspor kakao tercatat
USD54,50 juta meski masih menunjukkan kontraksi -8,06% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank Grafik 1.25. Volume Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Grafik 1.26. Harga Internasional Kakao
Pertanian, 25.27%
Industri Pengo-lahan, 13.0%
Kons-truksi , 12.0%
Perda-gangan, 13.6%
Lainnya, 36.16% Share
PDRB Tw III 2016
-150%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
-
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
Juta
Ton
Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Pertumbuhan - Skala Kanan
YOY
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy$/kgKakao gHarga - Skala Kanan
*) Data hingga Oktober 2016
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 23
Di sisi lain, kinerja subsektor perikanan menahan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Salah satuindikator yang
menunjukkan tertahannya kinerja di subsektor perikanan adalah perlambatan ekspor komoditas perikanan dari sisi
volume. Volume ekspor melambat 43,78% (yoy) pada triwulan III 2016, lebih rendah dari periode sebelumnya (47,74%
yoy), sementara secara nominal ekspor meningkat, dengan pertumbuhan tahunan 24,27% (yoy) lebih rendah
dibandingkan triwulan II 2016 yang tumbuh 18,14% (yoy). Volume ekspor yang turun diperkirakan terjadi akibat
fenomena La Nina yang mengganggu hasil tangkapan ikan.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.27. Volume Ekspor Komoditas Ikan Grafik 1.28. Nilai Ekspor Komoditas Ikan
Pertumbuhan di sektor pertanian Sulsel tidak tercermin dari pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke sektor
ini yang melambat. Di triwulan III 2016, kredit yang disalurkan ke sektor pertanian tumbuh 43,19% (yoy) atau mencapai
Rp2,63 triliun. Angka pertumbuhan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 47,03%
(yoy).
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.29. Perkembangan Kredit di Sektor Pertanian
1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
Lapangan usaha pertambangan dan penggalian tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 1,59% (yoy),
lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 5,30% (yoy). Hal ini terkonfirmasi dari nilai dan volume
pertambangan yang masih tumbuh negatif. Total nilai ekspor pertambangan mencapai USD 1,77 juta atau tumbuh
-32,90% (yoy) pada triwulan III 2016, dari -19,44% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara volume ekspor
pertambangan tumbuh dari -15,37% (yoy) menjadi -30,44% (yoy) pada triwulan III 2016 atau sebanyak 12,70 juta ton.
-120%
-100%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan
JutaTon YOY
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan
Juta USD YOY
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Pertanian gKredit Pertanian
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Bea Cukai, diolah Keterangan: *) Angka Sementara
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.30. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.31. Nilai Ekspor Pertambangan
Volume produksi nikel mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tingginya volatilitas harga komoditas
nikel meski sudah membaik pada triwulan III 2016 menjadi salah satu faktor utama penjualan nikel melambat. Penjualan
nikel tumbuh terkontraksi -9,38% (yoy) pada periode laporan lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 6,52%
(yoy). Sementara itu, rata-rata harga komoditas nikel berada pada level USD10.268 per metrik ton menguat -2,94% (yoy)
dibandingkan rata-rata harga di triwulan sebelumnya USD8.815 per metrik ton atau turun -32,48% (yoy). Hampir seluruh
komoditas tambang termasuk nikel terus mengalami penguatan harga di triwulan III 2016.
Sumber: Industri Pengolahan Nikel, diolah Sumber: Industri Pengolahan Nikel, diolah
Grafik 1.32. Produksi Nikel dalam Matte Grafik 1.33. Penjualan Nikel dalam Matte
Kinerja nikel membaik meski masih tumbuh negatif. Secara nominal, total produksi nikel dalam matte meningkat bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, meski secara tahunan masih terkontraksi. Total produksi Nikel dalam Matte
mencapai sekitar 21.744 metrik ton atau terkontraksi -1,82% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan pada periode
sebelumnya yang tercatat 0,58% (yoy) atau 19.362 metrik ton.
Sejalan dengan kinerja tambang yang melambat, kredit di sektor pertambangan menunjukkan deselerasi. Di periode
triwulan III 2016, kredit yang disalurkan perbankan ke sektor tambang tumbuh 4,47% (yoy). Pertumbuhan yang melambat
menjadi sinyal dari perkembangan usaha di sektor ini, setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh membaik 5,30% (yoy).
Sumber: World Bank Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 1.34. Harga Komoditas Tambang Grafik 1.35. Kredit Sektor Pertambangan
(150)
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016*
%, yoyJuta Ton
Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan
(100)
(50)
0
50
100
150
200
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016*
%, yoyJuta USD
Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan
-30-20-10010203040506070
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
Rib
u
Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
Rib
u
Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
Nikel Timah Seng Timah Hitam
gYOY
*) Data hingga Oktober 2016
(40)
(20)
0
20
40
60
80
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Pertambangan gKredit Pertambangan
*) Data hingga bulan Oktober 2016
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 25
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh menguat. Sektor industri pengolahan pada triwulan III 2016 tumbuh 7,28%
(yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2016 yang mencapai 7,10% (yoy). Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) ditengarai
menjadi penyebab menguatnya pertumbuhan sektor ini. Hal ini terindikasi dari peningkatan Industri Manufaktur Besar
dan Sedang (IBS) yang tumbuh 8,66% (yoy) lebih tinggi dari triwulan II 2016 yang mencapai 6,62% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan terutama terjadi pada industri makanan 11,05% (yoy), industri barang galian bukan logam 1,82% (yoy), dan
industri logam dasar 3,89% (yoy). Namun terbatasnya peningkatan pertumbuhan sektor industri pengolahan akibat
penurunan kinerja Industri Manufaktur Mikro dan Kecil (IMK) yang tumbuh mencapai 4,65% (yoy) dari semula 5,11%
(yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.36. Pertumbuhan Industri Grafik 1.37. Nilai Ekspor Hasil Industri
Sejalan dengan kinerja industri pengolahan yang menguat,
kredit yang disalurkan perbankan ke sektor ini juga
meningkat. Kredit yang disalurkan ke industri pengolahan
tercatat tumbuh 37,43% (yoy) atau Rp8,56 triliun lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 33,71% (yoy).
Peningkatan diindikasikan dari perusahaan industri
pengolahan yang meningkatkan stok untuk memenuhi
kebutuhan hingga akhir tahun.
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.38. Kredit Industri Pengolahan
Ekspor komoditas hasil industri justru mengalami perbaikan. Nilai ekspor hasil industri di triwulan III 2016 meningkat
sebesar USD244,50 juta pada triwulan III 2016dari sebelumnya sebesar USD 203,20 juta.
1.3.4 Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas
Kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas tumbuh positif. Lapangan usaha ini tercatat mengalami peningkatan
17,80% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 17,24%
(yoy). Pertumbuhan sektor ini terkonfirmasi dari informasi anekdotal dimana PT PLN Wilayah Sulselrabar meramalkan
pertumbuhan pengguna listrik industri mencapai 10% hingga akhir tahun 2016.Selain itu, sektor industri pengolahan yang
tumbuh cukup baik juga menjadi salah satu faktor tetap menguatnya sektor listrik dan gas. Meskipun demikian,
penyaluran kredit ke sektor Listrik, Gas dan Air (LGA) mengalami perlambatan. Perlambatan diperkirakan terjadi karena
terdapat penyaluran dana yang ditunda hingga triwulan IV 2016.
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy
IMK IBS
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
050
100150200250300350400450500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyJuta USD
Ekspor Industri gEkspor - Skala Kanan
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
10.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Industri Pengolahan gKredit Industri Pengolahan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.39. Kredit Sektor Listrik, Gas, dan Air
1.3.5 Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Daur Ulang
Lapangan usaha pengadaan air tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan. Lapangan usaha ini tumbuh 9,02% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,77% (yoy). Berlanjutnya fenomena La Nina
hingga bulan Oktober 2016 diperkirakan menambah pasokan air. Selain itu, peningkatan ini diperkirakan juga terkait
dengan komponen pengelolaan sampah, dimana Kota Makassar telah menerapkan “Sistem Pengolahan Sampah”
dankemudian pengelolaan sampah tersebut akan menjadi pembangkit listrik berbasis sampah.
1.3.6 Lapangan Usaha Konstruksi
Pada triwulan III 2016, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring
dengan penundaan transfer dana pemerintah. Di triwulan laporan, sektor ini tumbuh 6,13% (yoy) lebih rendah dari
pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 9,74% (yoy). Melambatnya sektor konstruksi terkonfirmasi dari
realisasi belanja modal pemerintah yang rendah. Hingga akhir periode triwulan III 2016, realisasi belanja APBD mencapai
Rp4,05 triliun atau 55,99% dari pagu anggaran. Angka ini lebih rendah dibandingkan realisasi di periode yang sama tahun
lalu yang mencapai 56,12%. Di sisi lain, realisasi belanja APBN meningkat sebesar Rp11,66 triliun, lebih tinggi dari triwulan
II 2016 sebesar Rp7,36 triliun, terutama untuk belanja barang seperti pembebasan lahan. Jika dicermati lebih lanjut,
realisasi belanja modal APBN dan APBD yang masing-masing mencapai 49,79% (Rp2,45 triliun) dan 28,09% (Rp246 miliar)
belum mampu mendorong pertumbuhan sektor ini.
Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI
Grafik 1.40. Penjualan Eceran Semen Grafik 1.41. Penjualan Eceran Bahan Konstruksi dari Logam
Perlambatan sektor konstruksi terkonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran (SPE). Indeks Penjualan Eceran (IPE)
bahan konstruksi dari logam tumbuh melambat dari 44,75% (yoy) menjadi 44,54% (yoy) di triwulan laporan. Diperkirakan
bahan konstruksi dari logam tersebut dipergunakan untuk proyek jalur Kereta Api Makassar-Parepare yang saat ini
mengalami kendala teknis sehingga progres pembangunan belum terlihat signifikan. Sejalan dengan hal tersebut, indeks
penjualan eceran semen tumbuh 32,67% (yoy) di triwulan III 2016, lebih rendah dari pertumbuhan periode sebelumnya
46,34% (yoy). Sementara penyaluran kredit ke sektor konstruksi tumbuh melambat di angka 5,37% (yoy), dari triwulan II
2016 yang tercatat 10,45% (yoy).
(50)
0
50
100
150
200
250
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Listrik, Gas, dan Air gKredit Listrik, Gas, dan Air
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
% YOY
Semen
*) Data hingga Oktober 2016
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
% YOY
Bahan Konstruksi dari Logam
*) Data hingga Oktober 2016
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 27
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 1.42. Pengadaan Semen Grafik 1.43. Kredit kepada Sektor Konstruksi
1.3.7 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran tercatat tumbuh melambat. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini
tumbuh 10,08% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat 11,43% (yoy).
Pertumbuhan sektor perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk peralatan
elektronik (audio/video), barang kerajinan, pakaian jadi, alas kaki dan perlengkapannya, kaca mata, perhiasan, jam, tas,
dompet, koper dan ransel. Daya beli masyarakat terjaga dalam level stabil di hari raya Idul Fitri, serta liburan sekolah,
menahan pertumbuhan sektor ini. Kredit ke sektor perdagangan tercatat mencapai Rp33,44 triliun atau tumbuh 9,0%,
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan II 2016 yang tumbuh 12,43% (yoy).
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI Grafik 1.44. Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1.45. Penjualan Barang Eceran Riil
1.3.8 Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan
Lapangan transportasi dan penggudangan tumbuh melambat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh
8,13% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya 9,19% (yoy). Hal ini searah dengan penyaluran kredit ke sektor
pengangkutan tercatat tumbuh negatif-0,15% (yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh 3,84% (yoy).
Diperkirakan aktivitas pergudagangan menahan pertumbuhan lebih rendah. Aktivitas penggudangan meningkat seiring
dengan menguatnya volume bongkar muat barang di pelabuhan Makassar. Efektivitas hari kerja yang lebih sedikit akibat
jumlah hari libur dan cuti bersama, memengaruhi aktivitas pergudagangan, sehingga diperkirakan barang yang tiba di
pelabuhan tertahan di gudang. Sepanjang triwulan III 2016, angkasa pura dan otoritas pelabuhan Makassar mencatat
adanya perbedaan pola pertumbuhan penumpang.Lalulintas penumpang pesawat udara menunjukkan perlambatan,
berkebalikan dengan penumpang laut yang justru mengalami perlambatan bahkan terkontraksi.
(5)
0
5
10
15
20
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRibu Ton
Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton)gRealisasi - Skala Kanan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Konstruksi gKredit Konstruksi
*) Data hingga bulan Oktober 2016
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Perdagangan gKredit Perdagangan
*) Data hingga bulan Oktober 2016-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
%YOYBahan Bakar Kendaraan Bermotor
Barang Lainnya
Barang Budaya & Rekreasi
*) Data hingga Oktober 2016
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: PT Angkasa Pura I, diolah Grafik 1.46. Perkembangan Kredit Pengangkutan Grafik 1.47. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara
Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar, diolah Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar, diolah Grafik 1.48. Lalu Lintas Barang di Pelabuhan Makassar Grafik 1.49. Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar
1.3.9 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh lebih rendah. Di triwulan laporan lapangan usaha
ini tumbuh 7,31% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 8,12% (yoy). Hal ini tidak
terkonfirmasi dari Survey Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan Bank Indonesia pada kelompok bahan makanan,
makanan jadi dan minuman menunjukkan tren meningkat.
Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI
Grafik 1.50. Perkembangan Penjualan Pada Komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Perlambatan kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tidak tercermin dari kinerja sektor
pariwisata yang tumbuh melambat.Pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan manca Negara cenderung stabil. Jumlah
kedatangan wisatawan manca Negara di Sulsel mencapai 4.151 orang atau tumbuh stabil 13,66% (yoy) dari periode
sebelumnya yang tumbuh 13,60% (yoy). Rata-rata tingkat penghunian kamar hotel berbintang juga mengalami
peningkatan dari 41,36% menjadi 43,76%. Menurut hasil liaison, jumlah hotel yang semakin meningkat, telah mendorong
pihak hotel menjaring konsumen dengan mengadakan promo dan menekan harga jual kamar.
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Pengangkutan gKredit Pengangkutan
*) Data hingga bulan Oktober 2016
-20
-10
0
10
20
30
40
50
0
200
400
600
800
1,000
1,200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
Penumpang Penerbangan Domestik (Orang)
yoy (%) - Axis KananRibu
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016*
%, yoyRibu Ton
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri Volume Muat Barang Dalam Negeri
gTotal Bongkar & Muat
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
050
100150200250300350400450
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRibu Orang
Kedatangan Dalam Negeri Keberangkatan Dalam Negeri
gPenumpang - Skala Kanan
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-48
2
52
102
152
202
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
Makanan, Minuman & Tembakau Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks YOY
*) Data hingga Oktober 2016
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 29
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.51. Jumlah Wisatawan Mancanegara Grafik 1.52. Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang
1.3.10 Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi
Lapangan usaha informasi dan komunikasi tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,92% (yoy) di
periode laporan, lebih rendah dari triwulan II 2016 yang tumbuh 8,05% (yoy). Hal ini dikonfirmasi dari hasil Survei
Konsumen, pada pengeluaran konsumen sektor transport, komunikasi dan jasa keuangan yang menunjukkan
perlambatan dari 162,50 pada triwulan II 2016 menjadi 158,70 pada triwulan laporan.
Sumber: Survei Konsumen, BI
Grafik 1.53. Perkembangan Pengeluaran Konsumen Pada Sektor Transpor,
Komunikasi dan Jasa Keuangan
1.3.11 Lapangan Usaha Jasa Keuangan
Lapangan usaha jasa keuangan tumbuh 12,10% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya 17,39% (yoy).
Perlambatan kinerja sektor jasa keuangan lebih dipengaruhi oleh kinerja perbankan di Sulsel, yang mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Indikator utama yang melambat yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK) dan
kredit/pembiayaan yang disalurkan. Total aset mencapai Rp123,19 triliun atau tumbuh 8,92% (yoy) lebih rendah
dibandingkan total aset pada triwulan sebelumnya Rp122,71 triliun atau tumbuh 13,30% (yoy). Sementara total DPK dan
kredit mencapai Rp81,64 triliun dan Rp108,40 triliun atau tumbuh 13,19% (yoy) dan 12,90% (yoy) lebih rendah dari
triwulan sebelumnya masing-masing sebesar Rp81,67 triliun dan Rp107,63 triliun atau tumbuh 19,0% (yoy) dan 14,01%
(yoy).
1.3.12 Lapangan Usaha Real Estate
Lapangan usaha real estate juga tercatat melambat. Di periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 5,40% (yoy) lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 6,93% (yoy). Penurunan di sektor ini sejalan
dengan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Pertumbuhan Indeks Harga Properti
Residensial (IHPR) melambat di jenis rumah pada tipe kecil dan menengah, sementara rumah tipe besar stabil.
(40)(30)(20)(10)010203040506070
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyOrang
Jumlah Kedatangan Wisman gWisman - Skala Kanan
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
TPK Sulsel
%
-30
-20
-10
0
10
20
30
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks % YOY
*) Data hingga Oktober 2016
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Survei Harga Properti Residensial, BI
Grafik 1.54. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial
1.3.13 Lapangan Usaha Jasa Perusahaan
Lapangan usaha jasa perusahaan tumbuh lebih tinggi di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,07%
(yoy) di triwulan III 2016, lebih tinggi dari periode sebelumnya yang tecatat 7,73% (yoy). Peningkatan kinerja ini searah
dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan ke jasa dunia usaha yang menunjukkan peningkatan menjadi 19,77% (yoy),
dari periode sebelumnya yang tumbuh 13,05% (yoy).
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.55. Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha
1.3.14 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib
Lapangan usaha administrasi pemerintahan terkontraksi di periode laporan. Searah dengan kinerja keuangan daerah
yang belum optimal serta penundaan anggaran pada triwulan laporan, lapangan usaha administrasi pemerintahan
tumbuh negatif -1,31% (yoy), dan lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sebelumnya 9,98% (yoy). Keuangan
pemerintah sendiri tercatat melambat dari sisi realisasi belanja, meskipun pendapatan tumbuh meningkat. Hingga
triwulan III 2016, realisasi anggaran pendapatan daerah telah mencapai 70,07% (yoy), meningkat jika dibandingkan
dengan triwulan yang sama tahun 2015 yang mencapai 67,50% (yoy). Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan
daerah hingga triwulan III 2016 telah mencapai Rp5,15 triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp7,34
triliun.Dari sisi belanja, hingga triwulan III 2016, realisasi pengeluaran telah mencapai 55,99% atau sebesar Rp4,05 triliun.
Secara persentase berarti lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi belanja pada triwulan III 2015 yang tercatat
56,12% atau Rp3,71 triliun dari target belanja Rp6,62 triliun.
1.3.15 Lapangan Usaha Jasa Pendidikan
Lapangan usaha jasa pendidikan tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,00% (yoy) di triwulan III
2016, tumbuh lebih rendah dibandingkan periode triwulan II 2016 yang tumbuh 9,19% (yoy). Perlambatan pertumbuhan
sektor jasa pendidikan terjadi seiring dengan libur sekolah hingga bulan Juni-Juli di tingkat pendidikan dasar
-2
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2011 2012 2013 2014 2015 2016
%, qtq
Umum Kecil Menengah Besar
Keterangan: P) Perkiraan
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
70
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Jasa Dunia Usaha gKredit Jasa Dunia Usaha
*) Data hingga bulan Oktober 2016
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 31
(SD/SMP/SMA) dan libur sekolah hingga bulan Agustus-September di tingkat Pendidikan Tinggi (D1/D2/D3/S1/S2). Hal ini
terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, yang menunjukkan penjualan alat tulis yang melambat.
Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI Sumber: Survei Penjualan Eceran, BI Grafik 1.56. Perkembangan Penjualan Alat Tulis Grafik 1.57. Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan
1.3.16 Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,53% (yoy)
di triwulan III 2016, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 8,38% (yoy). Perlambatan sektor ini
terkonfirmasi dari menurunnya kredit yang disalurkan ke sektor jasa sosial masyarakat. Secara triwulanan, jumlah kredit
yang disalurkan sebesar Rp2,44 triliun di triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai Rp2,57 triliun.
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 1.58. Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
Alat Tulis Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks YOY
*) Data hingga Oktober 2016
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
Kertas, Karton, Cetakan Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks YOY
*) Data hingga Oktober 2016
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Jasa Sosial Masyarakat gKredit Jasa Sosial Masyarakat
*) Data hingga bulan Oktober 2016
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Boks 1.A. Potensi Pengembangan Industri Melalui Kawasan Industri Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
Pengembangan kawasan industri merupakan salah satu upaya dalam membangun dan mengembangkan sebuah
daerah2. Pembangunan kawasan industri juga salah satu langkah untuk mempercepat penyebaran dan pemerataan
industri3. Menurut Kementerian Perindustrian, peran kawasan industri terhadap pertumbuhan sektor industri nasional
cukup signifikan karena mampu berkontribusi sebesar 40% dari total nilai ekspor non-migas dan menarik investasi sekitar
60% dari total investasi sektor industri. Sesuai dengan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional tahun 2015-2035,
kawasan industri di Jawa akan diarahkan pada pengembangan industri tertentu, sementara pengembangan kawasan
industri baru di luar Jawa diarahkan pada industri berbasis sumber daya alam dan pengolahan mineral. Melihat perhatian
dari pemerintah pusat terhadap pengembangan industri, Provinsi Sulawesi Selatan juga memiliki rancangan kawasan
industri.
Provinsi Sulawesi Selatan dipandang berpotensial untuk pengembangan kawasan industri ke depan. Provinsi Sulsel
memiliki beberapa point utama yang mendukung pengembangan kawasan industri. Dengan share ekonomi sebesar
15,96% di KTI (Sulawesi, Maluku, Papua, Kalimantan, dan Bali Nusa Tenggara), penghubung (HUB) perdagangan jalur tol
laut untuk wilayah KTI, kondisi surplus listrik dengan produksi listrik mencapai 5.486 GwH, serta tingkat kemantapan jalan
mencapai sekitar 90% (pada jalan tingkat provinsi), menjadikah Provinsi Sulsel memiliki keunggulan di Kawasan Timur
Indonesia. Potensi industri tersebut telah direalisasikan dalam bentuk pengembangan Kawasan Industri Bantaeng (KIBA)
sebagai kawasan pengolahan nikel dan bijih besi. Dengan nilai investasi sebesar Rp55 triliun, beberapa perusahaan dari
Tiongkok telah melakukan pembangunan smelter di KIBA sejak tahun 2014-2015. Meskipun demikian, terdapat kendala
dalam pengembangan kawasan industri, seperti beberapa smelter telah terbangun namun belum melakukan proses
produksi dikarenakan harga nikel yang masih rendah, kebutuhan tenaga kerja ahli yang masih relatif minim dan
terbatasnya ketersediaan pasokan listrik di KIBA. Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan kualitas kawasan industri,
pemerintah tengah mendorong pasokan listrik 2 x 300 MW yang rencananya selesai pada tahun 2017, serta terdapat
pelabuhan langsung di Kabupaten Bantaeng dengan rencana selesai pada tahun 2018.
Sumber: berbagai sumber, diolah
2 Soedarsono, 2001 3 Pidato Presiden Joko Widodo dalam membuka Kawasan Industri Kendal, Jawa Tengah.
Perusahaan Yang
Sudah Bergabung
Nilai Investasi Progres
PT. A Rencana : Rp.4,7 triliun
Realisasi : 6 triliun
Sls. konstruksi : Feb 2016
Uji coba : Feb 2016
PT. B Rencana : 130 juta USD
Realisasi : Rp 1,69 triliun
Sls. Kontruksi : Feb 2016
Uji Coba : Feb 2016
PT. C Rencana : 300 juta USD
Realisasi : Rp 3,9 triliun
Sls Konstruksi : Feb 2016
Est. Produksi : Okt 2016
PT. D Rp.4 triliun (Pelabuhan) -
PT. E Rp.10 trilliun (Listrik) -
PERMASALAHAN
REGULASI -
INFRASTUKTUR DASAR 1. Beberapa smelter telah terbangun namun belum
melakukan proses produksi dikarenakan harga nikel
yang masih rendah.
2. Kebutuhan tenaga kerja ahli yang masih relatif
minim.
KETERSEDIAAN ENERGI Keterbatasan ketersediaan listrik
Kawasan Industri Bantaeng
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN INDUSTRI
Bantaeng Sigma Energi 2x300Mw (Ground-breaking) selesai 2017
Pelabuhan Bantaeng (Investasi Temasek Holding Rp 4 Triliun) Selesai 2018
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 33
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan
triwulan III 2016 terlihat belum optimal. Realisasi belanja hingga akhir triwulan
III baru tercatat Rp4,05 triliun atau 55,99% dari yang dianggarkan sebesar
Rp7,22 triliun, sementara triwulan III 2015 sedikit lebih tinggi mencapai 56,12%.
Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional
(71,54%) dan belanja transfer (22,37%), sementara yang direalisasikan untuk
belanja modal masih tergolong minim (6,09%).
Kondisi yang hampir sama juga terjadi pada APBD Kabupaten/Kota. Dari Total
anggaran sebesar Rp33,42 triliun, hingga akhir semester I 2016 baru berhasil
direalisasikan sebesar Rp11,31 triliun atau 33,84%.
Sementara itu, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di
Sulsel terlihat lebih baik. Sampai akhir triwulan III 2016 telah terealisasi sebesar
Rp11,67 triliun atau 61,28% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,04 triliun.
Seluruh komponen belanja memperlihatkan peningkatan kecuali belanja untuk
bantuan sosial.
Ke depan perlu upaya yang lebih keras dalam merealisasikan APBD dan APBN
di Sulsel, agar instrumen fiskal ini dapat berperan lebih optimal dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel, mengingat sektor swasta yang
merupakan salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi saat ini tengah
menghadapi tantangan yang tidak ringan.
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD
34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
2.1 Struktur Anggaran
Komponen keuangan pemerintah daerah di Sulsel terdiri dari tiga unsur, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi, APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) yang dialokasikan di Sulsel. Dari ketiga unsur tersebut, nilai pagu anggaran belanja yang disediakan untuk
Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki porsi paling tinggi yaitu mencapai Rp33,42 triliun atau 56,0% dari total pagu
anggaran belanja sebesar Rp59,68 triliun. Sementara itu, pagu anggaran belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel
menempati urutan kedua sebesar Rp19,04 triliun (31,9%). Disusul kemudian pagu anggaran belanja pada APBD
Pemerintah Provinsi sebesar Rp7,23 triliun (12,1%). Dari total pagu anggaran belanja tersebut, sampai dengan triwulan III
2016 baru berhasil direalisasikan sebesar Rp34,12 triliun atau 57,17% (Grafik 2.1 dan 2.2). Melihat realisasi anggaran yang
belum optimal, maka ke depan diperlukan upaya yang lebih gigih, agar kebijakan fiskal yang ditempuh melalui instrumen
APBD dan APBN dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel, mengingat sektor swasta yang selama ini sebagai
salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi tengah menghadapi tantangan yang tidak ringan.
Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel
Tahun 2016
Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel
Triwulan III 2016
Pemerintah Kabupaten/Kota berhasil merealisasikan belanja paling tinggi. Sampai dengan triwulan III 2016, nilai
realisasi belanja APBD Pemerintah Kabupaten/Kota diperkirakan mencapai Rp18,41 triliun atau 54,0% dari total realisasi
belanja pemerintah di Sulsel sebesar Rp34,12 triliun, sementara realisasi APBN di Sulsel menempati urutan kedua sebesar
Rp11,67 triliun (34,2%), dan disusul realisasi APBD Pemerintah Provinsi sebesar Rp4,05 triliun atau 11,9% (Grafik 2.2).
2.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi
2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan
Menurut sumbernya, struktur pendapatan Provinsi Sulsel didominasi oleh pendapatan transfer. Sampai dengan
triwulan III 2016 nilai pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintah pusat sebesar Rp2,71 triliun atau 52,66% dari
total nilai realisasi pendapatan sebesar Rp5,15 triliun. Sebagian besar dari pendapatan transfer tersebut direalisasikan
dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dengan porsi mencapai 36,47%. Selebihnya direalisasikan dalam bentuk Dana
Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Bukan Pajak. Realisasi nilai pendapatan transfer pada kuartal III
2016 ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp2,02 triliun.
Sumber pendapatan kedua berasal dari realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hingga triwulan III 2016 mencapai
Rp2,43 triliun (47,23%), dengan sumber pendapatan utama berasal dari pos Pendapatan Pajak Daerah yang nilainya
mencapai Rp2,16 triliun. Sementara itu pendapatan dari sumber Pendapatan Retribusi nilainya relatif kecil sebesar
Rp61,25 miliar.
Secara umum pencapaian realisasi pendapatan Provinsi Sulsel cukup menggembirakan. Sampai dengan triwulan III 2016
realisasi pendapatan telah mencapai 70,07% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,35 triliun. Secara lebih rinci, realisasi
pendapatan transfer mencapai 70,91%, PAD mencapai 69,24% dan sumber pendapatan lain-lain 48,35% dari yang
ditargetkan.
APBN, Rp19,038,
31.9%
APBD PROVINSI, Rp7,225,
12.1%
APBD KAB/ KOTA,
Rp33,419, 56.0%
ANGGARAN 2016
(Rp miliar)
APBN, Rp11,666,
34.2%
APBD PROVINSI, Rp4,045,
11.9%
APBD KAB/ KOTA,
Rp18,408, 54.0%
REALISASI TW III-2016 (Rp miliar)
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 35
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel, diolah
Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel
2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan
Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel sampai dengan triwulan III 2016 mencapai 70,07% dari target
yang dianggarkan. Persentase realisasi pendapatan ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian triwulan III tahun lalu
67,50%. Demikian pula secara nominal, realisasi pendapatan daerah pada triwulan III 2016 sebesar Rp5,14 triliun, lebih
besar dari capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp4,35 triliun. Peningkatan pendapatan bersumber dari
realisasi PAD dan pendapatan transfer. Komponen PAD yang meningkat antara lain pendapatan pajak daerah,
pendapatan retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, masing-masing sebesar Rp2,16
triliun; Rp61,25 miliar dan Rp106,26 miliar. Peningkatan PAD terutama berasal dari hasil peningkatan intensifikasi
penagihan tunggakan PKB melalui kegiatan penertiban dokumen administrasi kendaraan bermotor, program samsat
delivery order, dan penghapusan denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), sehingga menambah penerimaan PAD dari
pajak kendaraan.
Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel
Sementara itu, sampai dengan triwulan III 2016 realisasi pendapatan dari transfer mencapai Rp2,71 triliun (70,91%),
yang berarti lebih besar dari realisasi pendapatan transfer tahun lalu sebesar Rp2,02 triliun (67,55%). Semua komponen
pendapatan transfer mengalami peningkatan, baik Dana Bagi Hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan transfer pemerintah pusat lainnya. Realisasi DBH sampai dengan triwulan III 2016
telah mencapai Rp199,30 miliar (70,72%), lebih tinggi dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp117,25
miliar (41,61%). DAU telah mencapai Rp1,16 triliun (83,33%), meningkat dari periode yang sama tahun lalu sebesar
Rp885,01 miliar (75,00%). Sementara DAK baru mencapai Rp130,14 miliar (30,23%), meskipun secara nominal lebih besar
dari pencapaian realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp103,1 miliar (37,04%). Sedangkan transfer
pemerintah pusat lainnya telah mencapai Rp1,22 triliun (71,05%), lebih tinggi dari pencapaian pada periode yang sama
tahun lalu sebesar Rp913,27 miliar (73,16%). Untuk penerimaan lain-lain pendapatan yang sah hanya berhasil
merealisasikan Rp5,71 miliar (48,35%), lebih rendah dari capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp7,10
Rp1,606 Rp1,847 Rp2,129 Rp2,325 Rp2,431
Rp1,709 Rp1,787 Rp1,918 Rp2,019 Rp2,711
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Pendapatan Transfer Pendapatan Asli Daerah
Nominal % REALISASI NOMINAL % REALISASI
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.432,70 2.324,91 67,73% 3.511,64 2.431,29 69,24%
- Pendapatan Pajak Daerah 3.067,50 1.943,13 63,35% 3.145,44 2.159,40 68,65%
- Pendapatan Retribusi Daerah 93,12 55,06 59,13% 86,74 61,25 70,61%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 89,01 88,98 99,96% 92,58 106,26 114,77%
- Lain-lain PAD yang Sah 183,06 237,74 129,87% 186,89 104,39 55,85%
PENDAPATAN TRANSFER 2.988,42 2.018,62 67,55% 3.822,55 2.710,55 70,91%
- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 281,79 117,25 41,61% 281,79 199,30 70,72%
- DAU 1.180,01 885,01 75,00% 1.394,15 1.161,79 83,33%
- DAK 278,36 103,10 37,04% 430,54 130,14 30,23%
- Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 1.248,26 913,27 73,16% 1.716,07 1.219,32 71,05%
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 24,66 7,10 28,78% 11,82 5,71 48,35%
JUMLAH PENDAPATAN 6.445,78 4.350,63 67,50% 7.346,01 5.147,55 70,07%
ANGGARAN
PERUBAHAN 2015
Realisasi s/d TRIWULAN III 2015U R A I A N
REALISASI s/d TRIWULAN III 2016ANGGARAN 2016
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD
36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
miliar (28,78%). Kedepan, kesinambungan dan ketepatan penerimaan transfer dari pemerintah pusat akan sangat
ditentukan oleh kondisi APBN khususnya dari sisi pendapatan. Terkait dengan hal ini, pemerintah pusat berupaya keras
untuk mencapai target pendapatan baik melalui pungutan pajak atau kebijakan lain, yang diantaranya dilakukan melalui
kebijakan tax amnesty.
2.2.2 Belanja
2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja
Struktur belanja Provinsi Sulsel didominasi belanja operasional. Sampai dengan triwulan III 2016, nilai realisasi belanja
operasional mencapai Rp2,89 triliun (71,54%) lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,49
triliun (67,12%). Disusul kemudian realisasi belanja transfer yang juga meningkat menjadi Rp904,94 miliar (22,37%), dari
periode yang sama tahun sebelumnya Rp894,48 miliar (24,08%). Sementara itu, realisasi belanja modal justru hanya
mencapai Rp246,50 miliar (6,09%). Pencapaian ini lebih rendah dari realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar Rp326,97 miliar (8,80%). Persentase realisasi belanja modal yang relatif rendah mengindikasikan bahwa masih
terdapat kendala dalam merealisasikan berbagai proyek khususnya pembangunan infrastruktur sebagaimana yang telah
direncanakan. Hal demikian tentunya patut menjadi perhatian bersama, karena keberhasilan dalam membangun
infrastruktur sangat menentukan keberhasilan pembangunan Sulsel yang berkesinambungan.
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel
Grafik 2.4.Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel
2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja
Total realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel meningkat. Realisasi belanja hingga triwulan III 2016 tercatat sebesar Rp4,05
triliun atau 55,99% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,22 triliun. Pencapaian nilai realisasi belanja ini lebih tinggi dari
posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp3,71 triliun atau 56,12% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,62 triliun. Dengan
realisasi belanja sebesar tersebut, maka pada akhir triwulan III 2016 terdapat surplus pada APBD Provinsi Sulsel sebesar
Rp1,10 triliun. Hal demikian perlu dicarikan langkah yang cepat dan cermat untuk meningkatkan serapan anggaran, agar
APBD Sulsel dapat lebih mendinamisasi pertumbuhan ekonomi Sulsel.
Realisasi belanja operasional lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu.
Peningkatan yang terjadi pada belanja operasional dikarenakan terdapat pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 bagi pegawai
negeri (termasuk TNI/Polri), adanya penambahan pegawai dan pembayaran kenaikan gaji berkala, serta pembayaran
honorarium yang telah dilakukan pada triwulan II 2016. Total pos belanja operasional hingga triwulan III 2016 terealisasi
Rp2,89 triliun (58,59%), meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp2,49 triliun (57,44%).
Persentase realisasi belanja operasional yang lebih tinggi terjadi pada belanja pegawai, barang, dan hibah masing-masing
Rp805,13 miliar (65,16%); Rp624,21 miliar (43,03%); dan Rp1,31 triliun (71,98%). Pada periode yang sama tahun lalu
masing-masing tercatat sebesar Rp755,30 miliar (65,20%); Rp529,66 miliar (37,69%); dan Rp922,03 miliar (72,65%).
Sementara belanja operasional yang cenderung menurun antara lain belanja bunga dan belanja bantuan keuangan
masing-masing menjadi Rp16,92 miliar (42,84%) dan Rp142,60 miliar (35,63%). Pada periode yang sama tahun lalu
masing-masing tercatat Rp21,30 miliar (73,20%) dan Rp264,88 miliar (55,39%).
Sementara itu, realisasi belanja modal justru menurun. Sampai dengan triwulan III 2016 realisasi belanja modal baru
mencapai Rp246,50 miliar atau 28,09% dari yang ditargetkan sebesar Rp877,61 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan
Rp2,028 Rp2,206 Rp2,350 Rp2,493 Rp2,894
Rp719 Rp124
Rp295 Rp327 Rp246
Rp491 Rp605 Rp760 Rp894 Rp905
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016
Belanja Transfer Belanja Modal Belanja Operasional
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 37
capaian pada triwulan III tahun lalu sebesar Rp326,97 miliar (32,52%). Belanja modal yang terealisasi lebih rendah antara
lain belanja tanah, belanja gedung, belanja jalan, dan belanja aset tetap lainnya masing-masing terealisasi sebesar Rp50
juta (0,18%), Rp31,71 miliar (22,04%), Rp126,38 miliar (23,4%) dan Rp380 juta (24,92%). Di sisi lain, belanja modal yang
telah terealisasi lebih tinggi antara lain belanja peralatan/mesin dan belanja aset lainnya, dengan nilai realisasi masing-
masing sebesar Rp83,35 miliar (55,58%) dan Rp4,64 miliar (138,05%).
Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel
Disisi lain, realisasi nilai transfer kepada Kabupaten/Kota meningkat. Realisasi transfer sampai dengan triwulan III 2016
tercatat Rp904,94 miliar (65,41%), hanya sedikit lebih tinggi dari triwulan UII tahun sebelumnya Rp894,48 miliar
(70,48%). Peningkatan transfer tersebut diharapkan menambah kapasitas dan dapat direalisasikan dengan baik oleh
pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga dapat meningkatkan perekonomian di daerah masing-masing.
2.3 Perkembangan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota se-Sulsel
2.3.1 Struktur Realisasi Belanja
Secara struktur mayoritas dari pagu anggaran pada APBD Kabupaten/Kota di Sulsel dialokasikan untuk belanja
operasional. Dari total pagu anggaran 2016 sebesar Rp33,42 triliun, porsi untuk belanja operasional mencapai 74,8%,
sementara 25,2% lainnya dialokasikan untuk kebutuhan belanja modal.
Nominal % REALISASI NOMINAL % REALISASI
BELANJA
BELANJA OPERASIONAL 4.340,27 2.493,16 57,44% 4.939,13 2.893,89 58,59%
- Belanja Pegawai 1.158,45 755,30 65,20% 1.235,59 805,13 65,16%
- Belanja Barang 1.405,43 529,66 37,69% 1.450,79 624,21 43,03%
- Belanja Bunga 29,10 21,30 73,20% 39,50 16,92 42,84%
- Belanja Hibah 1.269,06 922,03 72,65% 1.813,03 1.305,03 71,98%
- Belanja Bantuan Keuangan 478,23 264,88 55,39% 400,22 142,60 35,63%
BELANJA MODAL 1.005,56 326,97 32,52% 877,61 246,50 28,09%
- Belanja Tanah 112,03 67,53 60,28% 25,25 0,05 0,18%
- Belanja Peralatan & Mesin 158,60 37,81 23,84% 149,95 83,35 55,58%
- Belanja Gedung dan Bangunan 154,41 34,73 22,49% 143,85 31,71 22,04%
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 561,82 183,44 32,65% 540,17 126,38 23,40%
- Belanja Aset Tetap Lainnya 1,19 0,68 56,71% 1,52 0,38 24,92%
- Aset Lainnya 17,51 2,79 15,93% 3,36 4,64 138,05%
BELANJA TIDAK TERDUGA 4,50 24,75 - 0,00%
JUMLAH BELANJA 5.350,33 2.820,13 52,71% 5.841,48 3.140,39 53,76%
TRANSFER 1.269,19 894,48 70,48% 1.383,43 904,94 65,41%
TOTAL BELANJA 6.619,51 3.714,61 56,12% 7.224,91 4.045,33 55,99%
SURPLUS / (DEFISIT) (173,73) 636,02 -366,09% 121,10 1.102,22 910,17%
PEMBIAYAAN
PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 309,73 309,74 100,00% 64,90 129,96 200,24%
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 136,00 102,00 75,00% 186,00 152,00 81,72%
JUMLAH PEMBIAYAAN 173,73 207,74 119,58% (121,10) (22,04) 18,20%
ANGGARAN
PERUBAHAN 2015
Realisasi s/d TRIWULAN III 2015U R A I A N
REALISASI s/d TRIWULAN III 2016ANGGARAN 2016
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD
38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel, diolah
Grafik 2.5. Struktur Pagu Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Sulsel
Kota Makassar mendapat pagu anggaran terbesar. Secara lebih rinci, pagu anggaran untuk masing-masing
Kabupaten/Kota di Sulsel dapat dilihat dalam Tabel 1.3. Dari total anggaran sebesar Rp33,42 triliun, Kota Makassar
mendapat pagu anggaran paling tinggi sebesar Rp3,83 triliun (11,45%). Disusul kemudian Kabupaten Bone (6,47%) dan
Kabupaten Gowa (4,92%). Adapun wilayah yang mendapatkan pagu anggaran terendah adalah Kabupaten Toraja Utara
(2,81%).
Tabel 2.3.Pagu Anggaran APBD Kabupaten dan Kota se-Sulsel – Triwulan II 2016
*) Angka perkiraan
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Daerah, Kemenkeu RI
2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja
Realisasi anggaran APBD Kabupaten/Kota diperkirakan masih belum sesuai target. Berdasarkan pencapaian persentase
dan nilai realisasi belanja dari masing-masing Kabupaten/Kota progresnya sangat bervariasi. Dari pagu anggaran belanja
operasional sebesar Rp24,99 triliun tersebut, sampai dengan triwulan II 2016 baru terealisasi sebesar Rp10,03 triliun
Belanja Operasi; 24.992; 74,8%
Belanja Modal; 8.427; 25,2%
Belanja Operasi, 10,034 , 88.7%
Belanja Modal, 1,273 , 11.3%
REALISASI TW II 2016
(Rp miliar)
Belanja
Operasi
Belanja
ModalTotal Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja
Kota Makassar 3.049,50 775,72 3.825,22 1.070,99 108,37 1.179,36 35,12% 13,97% 30,83%
Kab. Bone 1.841,95 320,95 2.162,90 706,76 63,30 770,06 38,37% 19,72% 35,60%
Kab. Gowa 1.352,14 291,27 1.643,42 513,70 53,85 567,55 37,99% 18,49% 34,53%
Kab. Luwu Timur 976,63 580,26 1.556,89 255,38 55,62 310,99 26,15% 9,58% 19,98%
Kab. Luwu 1.117,76 400,76 1.518,52 395,30 84,98 480,28 35,37% 21,20% 31,63%
Kab. Wajo 1.117,59 391,90 1.509,49 568,93 58,92 627,85 50,91% 15,03% 41,59%
Kab. Bulukumba 1.118,24 317,31 1.435,55 445,97 56,81 502,78 39,88% 17,90% 35,02%
Kab. Pangkajene dan Kepulauan 975,86 410,02 1.385,88 297,30 37,93 335,23 30,47% 9,25% 24,19%
Kab. Sidenreng Rappang 891,79 481,63 1.373,42 355,87 76,13 432,00 39,90% 15,81% 31,45%
Kab. Maros 997,39 362,39 1.359,78 419,84 45,59 465,43 42,09% 12,58% 34,23%
Kab. Jeneponto 998,66 348,63 1.347,30 402,61 19,10 421,71 40,31% 5,48% 31,30%
Kab. Pinrang 1.001,87 337,11 1.338,98 328,18 52,34 380,52 32,76% 15,53% 28,42%
Kab. Takalar 925,55 276,38 1.201,94 380,06 43,99 424,06 41,06% 15,92% 35,28%
Kab. Luwu Utara 997,90 200,06 1.197,96 385,13 24,32 409,45 38,59% 12,16% 34,18%
Kab. Soppeng 883,05 281,82 1.164,87 381,83 35,06 416,89 43,24% 12,44% 35,79%
Kab. Sinjai 850,53 300,71 1.151,25 365,92 47,00 412,92 43,02% 15,63% 35,87%
Kab. Enrekang 798,29 351,57 1.149,85 333,68 16,43 350,10 41,80% 4,67% 30,45%
Kab. Tana Toraja 795,96 303,97 1.099,93 254,62 39,02 293,64 31,99% 12,84% 26,70%
Kota Palopo 713,60 339,72 1.053,32 292,79 46,84 339,63 41,03% 13,79% 32,24%
Kota Pare-Pare 668,38 384,14 1.052,52 265,91 19,43 285,34 39,78% 5,06% 27,11%
Kab. Barru 781,26 228,49 1.009,75 251,34 58,93 310,27 32,17% 25,79% 30,73%
Kab. Bantaeng 699,76 288,13 987,88 357,50 99,17 456,68 51,09% 34,42% 46,23%
Kab. Kepulauan Selayar 704,77 249,19 953,97 283,24 42,48 325,72 40,19% 17,05% 34,14%
Kab. Toraja Utara 733,33 204,93 938,25 726,62 82,31 808,93 99,09% 40,16% 86,22%
Total 24.991,78 8.427,08 33.418,86 10.039,45 1.267,92 11.307,37 40,17% 15,05% 33,84%
Realisasi Triwulan II 2016 (Rp miliar) Realisasi Triwulan II 2016 (%)
Kabupaten/Kota
Anggaran 2016 (Rp miliar)
Anggaran 2016
(Rp miliar)
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 39
(40,17%). Sementara itu, untuk belanja modal baru terealisasi sebesar Rp1,27 triliun atau 15,05% dari pagu anggaran
belanja modal sebesar Rp8,43 triliun. Hal ini berarti secara total diperkirakan terdapat realisasi belanja sebesar Rp11,31
triliun atau 33,84% dari yang dianggarkan sebesar Rp33,42 trilun. Salah satu kendala dalam melakukan monitoring dan
evaluasi realisasi APBD Kabupaten/Kota di Sulsel adalah tidak tersedianya data yang akurat dan terkini. Mengingat
pentingnya data realisasi belanja dimaksud, maka agar pelaksanaan realisasi anggaran dapat terpantau dengan lebih baik,
perlu segera dibuat sebuah sistem pelaporan realisasi anggaran yang user frendly sehingga dapat diimplementasikan
dengan mudah di setiap wilayah Kabupaten/Kota di Sulsel.
2.4 Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel
2.4.1 Struktur Realisasi Belanja
Struktur realisasi belanja pada APBN Sulsel didominasi realisasi belanja pegawai. Sampai dengan triwulan III 2016
realisasi belanja pegawai mencapai Rp5,18 triliun atau 44,4% dari total belanja sebesar Rp7,14 triliun. Pangsa belanja
pegawai pada tahun ini lebih rendah bila dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar
Rp4,77 triliun (44,78%). Disusul kemudian realisasi belanja barang tercatat sebesar Rp4,02 triliun (34,43%), lebih tinggi
dari posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp2,74 triliun (25,75%). Sementara itu, realisasi belanja modal juga meningkat
mencapai Rp2,45 triliun (21,00%), lebih tinggi dari triwulan III tahun lalu sebesar Rp2,27 triliun (21,31%). Sedangkan
realisasi belanja untuk bantuan sosial menurun signifikan menjadi Rp19,27 miliar (0,17%) dari realisasi triwulan III 2015
sebesar Rp868,15 miliar (8,16%).
Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah
Grafik 2.6. Proporsi Belanja APBN di Sulsel
2.4.2 Perkembangan Realisasi Belanja
Realisasi belanja APBN Sulsel sampai dengan triwulan III 2016 lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan III 2015.
Pada triwulan III 2016, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai 61,28%, lebih tinggi dari pencapaian triwulan III 2015
(47,23%). Jika dilihat dari segi nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan III 2016 tercatat Rp11,67 triliun, naik
dibandingkan realisasi triwulan III tahun lalu sebesar Rp10,64 triliun. Peningkatan nominal penyerapan anggaran belanja
APBN di Sulsel ini didorong oleh optimalisasi penyerapan untuk belanja rutin sesuai polanya, pembayaran gaji ke-13/14,
dan minimnya kendala administrasi nomenklatur.
Nilai realisasi per jenis belanja APBN di Sulsel masih didominasi untuk keperluan belanja pegawai. Pada triwulan III
2016, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp5,18 triliun atau 72,57% dari pagu anggaran. Realisasi
belanja pegawai ini lebih tinggi dibanding pencapaian triwulan III tahun lalu, baik secara persentase (71,49%) maupun
secara nominal (Rp4,77 triliun). Demikian pula, realisasi persentase belanja barang dan belanja modal masing-masing
57,98% dan 49,79%, meningkat dibandingkan triwulan III tahun lalu masing-masing 41,77% dan 29,37%. Sedangkan
pencapaian realisasi belanja bantuan sosial mengalami penurunan baik secara persentase maupun nominal yang
Rp3,183 Rp3,535 Rp3,882 Rp4,765 Rp5,180
Rp1,977 Rp2,278 Rp2,775 Rp2,741
Rp4,016
Rp1,696 Rp2,072
Rp1,644 Rp2,268
Rp2,450 Rp1,190 Rp848 Rp796 Rp868
Rp19
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw III - 2012 Tw III - 2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016
Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD
40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
disalurkan. Dari hasil monitoring dapat dipastikan bahwa pelaksanaan transfer untuk Dana Desa telah terealisasi sesuai
tahapan4.
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan III Per Jenis Belanja Rp miliar
Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah
2.5 Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB
Rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) semakin menurun5. Pada
akhir triwulan III 2016 tercatat 0,86% dari triwulan III tahun sebelumnya sebelumnya 0,91%. Sementara rasio realisasi
rasio dana perimbangan (transfer) terhadap PDRB ADHB terlihat meningkat dari semula 0,79% menjadi 0,95%. Hal ini
mengindikasikan bahwa kemampuan pemerintah dalam menggali sumber pendapatan asli daerah cenderung menurun.
Hal demikian perlu dicermati lebih lanjut, apakah penurunan kemampuan tersebut disebabkan kewenangannya yang
memang semakin terbatas ataukah terdapat ketidakefisienan dalam pelaksanaannya.
Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, BPKAD Provinsi Sulsel dan BPS, diolah
Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Sumber: Kanwil DJPB Prov. Sulsel, BPKAD Prov. Sulsel dan BPS, diolah
Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
Rasio realisasi belanja modal APBD dan APBN di Sulsel terhadap PDRB ADHK juga semakin menurun6. Kecenderungan
penurunan yang terjadi pada rasio belanja modal terhadap PDRB ADHB dari 1,01% menjadi 0,95%. Hal ini
mengindikasikan bahwa peran realisasi belanja pemerintah dalam mendinamisasi perekonomian cenderung menurun.
Kondisi demikian perlu mendapat perhatian, mengingat dalam situasi perekonomian yang cenderung mengalami
kelesuan, peran pemerintah dalam mendorong perekonomian sangat diperlukan. Hal ini dapat dilakukan diantaranya
dengan cara meningkatkan realisasi belanjannya terutama belanja modal, guna membiayai berbagai proyek yang dapat
membuka lapangan kerja baru dan dapat menciptakan multiplier effect yang besar bagi perekonomian. Di sisi lain, rasio
belanja operasional terhadap PDRB ADHB sampai dengan triwulan III 2016 tercatat 4,26%, lebih tinggi dari triwulan III
2015 yang tercatat 3,90%.
4 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 49/PMK.07/2016 Tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan
Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap I pada bulan Maret sebesar 60% (enam puluh per seratus) dan tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus).
5 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. 6 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.
Nominal % Realisasi Nominal % Realisasi
Belanja Pegawai 6.666,25 4.765,47 71,49% 7.138,34 5.180,12 72,57%
Belanja Barang 6.562,07 2.740,93 41,77% 6.927,24 4.016,20 57,98%
Belanja Modal 7.722,19 2.268,26 29,37% 4.921,12 2.450,32 49,79%
Belanja Bantuan Sosial 1.584,60 868,15 54,79% 51,79 19,27 37,21%
JUMLAH BELANJA 22.535,11 10.642,80 47,23% 19.038,49 11.665,91 61,28%
ANGGARAN
2016
Realisasi s/d Triwulan III 2016Realisasi s/d Triwulan III 2015ANGGARAN
2015U R A I A N
1.36 1.35 1.35
0.91 0.86
1.44 1.30
1.22
0.79
0.95
(0.1)
0.1
0.3
0.5
0.7
0.9
1.1
1.3
1.5
Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016
%
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
6.07 5.85
3.26 3.90 4.26
2.04
1.60
1.23 1.01 0.95
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III - 2014Tw III - 2015Tw III - 2016
%
Belanja Operasi Belanja Modal - sisi kanan
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 41
Boks 2.A.
Capacity Building Pegawai Pemerintah Kabupaten sebagai Upaya Meningkatkan Penyerapan Anggaran
Kegiatan capacity building sebagai wujud sinergitas yang mencerminkan terjalinnya koordinasi yang baik antara Sektor Moneter dan Fiskal di daerah. Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Sulawesi Selatan bekerjasama dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Provinsi Sulawesi Selatan menyelenggarakan kegiatan capacity building mengenai ekonomi moneter dan fiskal, bertempat di Kabupaten Bone. Kegiatan ini diperuntukkan bagi pejabat di lingkungan PemKab Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai, dan staf ahli DPRD, serta akademisi.
Latar belakang kegiatan ini karena cukup besarnya peran belanja pemerintah dan masih besarnya dana idle daerah di perbankan. Berdasarkan data sampai dengan September 2016, dana milik Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota masih relatif tinggi. Giro kepemilikan Pemerintah Daerah masih Rp4,87 triliun, sementara deposito kepemilikan Pemerintah Daerah masih Rp1,0 triliun. Apabila belanja pemerintah daerah dapat dioptimalkan, maka dapat mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi. Peran konsumsi pemerintah pada triwulan III 2016 mencapai 10% dengan tingkat pertumbuhan 7,4% (yoy).
Grafik 2.A.1 Giro Kepemilikan Pemerintah Daerah
Grafik 2.A.2 Deposito Kepemilikan Pemerintah Daerah
Grafik 2.A.3 Peran dan Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah
Kegiatan capacity building ini merupakan yang kedua kalinya terselenggara. Pada awalnya capacity building dilakukan untuk Pejabat Pemprov. Sulsel, Pemerintah Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Takalar, serta staf ahli DPRD, yang telah dilaksanakan pada April 2016. Melalui kegiatan capacity building diharapkan para pejabat dimaksud memiliki bekal pemahaman yang cukup mengenai ekonomi, moneter, dan fiskal, sehingga mampu merumuskan/menyusun kebijakan daerah dengan baik, dalam arti memiliki bobot strategis yang tinggi, tidak berbenturan atau tumpang tindih (overlap) dengan kebijakan pemerintah pusat/Nasional dan dapat diimplementasikan dengan mudah.
Selain itu, dengan memiliki bekal pemahaman ekonomi dan moneter yang baik, mereka juga diharapkan dapat berkontribusi positif dalam upaya pengendalian inflasi di daerah. Sedangkan terkait dengan aspek fiskal, para pejabat pemerintah daerah yang telah mengikuti kegiatan ini diharapkan mampu menggali potensi sumber pendapatan asli daerah, dan dapat mendorong percepatan penyerapan/realisasi anggaran belanja secara optimal, baik yang bersumber dari APBD maupun APBN yang dialokasikan di daerah. Dengan demikian, kedepan diharapkan pertumbuhan ekonomi Sulsel akan semakin meningkat, yang disertai dengan perkembangan harga yang relatif stabil pada level yang rendah (3 +/-1%), sehingga kesejahteraan masyarakat Sulsel akan semakin meningkat.
0
1
2
3
4
5
6
7
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9
2013 2014 2015 2016
Rp triliun Giro
Nominal Dana Pemda di Bank Milik Pemerintah Daerah (Provinsi, Kab/Kot)Nominal Rata-rata
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1,4
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9
2013 2014 2015 2016
Rp triliun Deposito
Nominal Dana Pemda di Bank Milik Pemerintah Daerah (Provinsi, Kab/Kot)
15.0
6.2 9.5 10.0
16.7
6.3
10.0
-5
0
5
10
15
20
IV I II III IV I II
2014 2015 2016
Pangsa Konsumsi Pemerintah (%) Konsumsi Pemerintah (%, yoy)
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD
42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Gambar 2.A.1 Kegiatan Capacity Building di Zona Bone
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 43
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan III 2016 tercatat 3,07% (yoy) lebih
rendah dari triwulan II 2016 (4,30%, yoy), yang secara umum disebabkan
oleh menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan. Penurunan
ini dikarenakan terjaganya konsumsi masyarakat serta terdapat panen di
beberapa komoditas pangan, sehingga mampu mengimbangi pasokan di
tengah perayaan hari raya. Di sisi lain, kelompok transpor mengalami
peningkatan meski masih tercatat deflasi, sebagai dampak dari terjaganya
harga BBM.
Secara umum, perkembangan inflasi hingga awal triwulan IV 2016
menunjukkan trend penurunanan, yang secara umum disebabkan oleh
menurunnya tekanan harga pada kelompok makanan jadi, sandang, dan
transpor. Diperkirakan hingga akhir triwulan IV 2016 masih akan terjadi
tren penurunan inflasi, sebagai implikasidari kembalinya permintaan
masyarakat ke pola normalnya. Secara keseluruhan, inflasi tahun 2016 lebih
rendah dibandingkan dengan 2015. Dengan kondisi demikian, kami optimis
target inflasi akhir tahun 4% ±1% akan dapat tercapai.
Sebagai upaya pengendalian inflasi, kedepan pelaksanaan Rakor TPID
akan lebih diintensifkan. Selain itu, diseminasi informasi terus dilakukan
dalam rangka meminimalisir asymmetric information baik di tingkat petani,
pedagang maupun konsumen.
BAB 3INFLASI DAERAH
44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
3.1. Inflasi Umum
Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 2016 mengalami penurunan. Inflasi Sulsel di akhir triwulan III 2016 tercatat 3,07%
(yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir triwulan II 2016 yang tercatat 4,30% (yoy). Penurunan ini sejalan dengan
inflasi Nasional yang juga menurun. Pada triwulan III, inflasi Sulsel tersebut bernilai sama dengan inflasi Nasional sebesar
3,07% (yoy). Secara umum, menurunnya tekanan inflasi disebabkan oleh penurunan harga di semua kelompok, kecuali
transport meski mengalami deflasi. Penurunan inflasi pada kelompok Bahan Makanan disebabkan oleh meningkatnya
pasokan pangan, sejalan dengan panen raya yang terjadi pada bulan September di beberapa sentra produksi pangan
Sulsel (Kabupaten Soppeng dan Sidrap). Penurunan inflasi juga terjadi pada kelompok Makanan Jadi, Perumahan, Air,
Listrik, Gas Dan Bahan Bakar; Sandang, Kesehatan; dan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga, didorong oleh harga bahan
bakar minyak yang stabil dan terjaganya permintaan masyarakat saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Pada triwulan IV 2016 tekanan inflasi
diperkirakan dalam trend menurun. Indikasi ke
arah tersebut ditandai dengan rendahnya inflasi
pada saat bulan Ramadhan/Idul Fitri pada bulan
Juni dan Juli 2016, yang tercatat 4,30% (yoy) dan
4,14% (yoy), dimana secara historis, inflasi tertinggi
dalam 1 tahun berada pada bulan Ramadhan/Idul
Fitri. Selain itu, penurunan tersebut didorong oleh
terjaganya pasokan bawang merah sebagai imbas
positif dari pola tanam yang terjadwal, serta
penundaan realisasi anggaran khususnya belanja
pegawai menahan konsumsi masyarakat
(khususnya PNS).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
3.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa7
Penurunan tekanan inflasi pada triwulan III 2016 hampir terjadi pada semua kelompok komoditas. Inflasi kelompok
Bahan Makanan tercatat 6,51% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 9,46% (yoy); Makanan Jadi
menurun dari 5,26% (yoy) menjadi 4,01% (yoy) pada periode laporan; sementara kelompok perumahan 2,63% (yoy) lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 2,75% (yoy); kelompok Sandang 3,13% (yoy) lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya 6,36% (yoy); kelompok kesehatan 2,51% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
3,14% (yoy); dan kelompok pendidikan 0,78% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 2,10% (yoy).
Sedangkan pada kelompok transport meningkat meski masih dalam fase deflasi menjadi -0,48% (yoy) dari sebelumnya
-0,76% (yoy).
7 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
(2)
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
Nasional (yoy)
Sulawesi Selatan (yoy)
Sulawesi Selatan (qtq)
%
3,07
3,07
0,91
BAB 3INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 45
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa
Keterangan: *) Data hingga Oktober 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik
3.2.1 Kelompok Bahan Makanan
Pada triwulan III 2016, inflasi kelompok bahan makanan
mengalami penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Tekanan inflasi menurun dari 9,46% (yoy)
pada akhir triwulan II 2016 menjadi 6,51% (yoy) di akhir
triwulan III 2016. Penurunan tekanan inflasi terjadi di
hampir seluruh subkelompok kecuali ikan segar. Penurunan
inflasi tertinggi di subkelompok daging dan hasilnya, sayur-
sayuran, dan padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya dari
masing-masing 12,47% (yoy), 14,79% (yoy) dan 9,05% (yoy)
di triwulan II 2016 menjadi 4,02% (yoy), 6,81% (yoy) dan
4,62% (yoy) di triwulan III 2016. Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Meningkatnya pasokan bahan pangan, cuaca yang mendukung di awal triwulan laporan, serta tingkat konsumsi
masyarakat yang relatif stabil menjadi faktor utama penyebab terjaganya tekanan inflasibeberapa komoditas
kelompok bahan makanan. Panen pada komoditas sayur dan komoditas hortikultura mendorong pasokan pangan
tersedia cukup banyak. Beberapa komoditas yang mengalami deflasi pada tiwulan laporan yaitu cabe rawit, sawi hijau,
daun singkong, kangkung dan sawi putih masing-masing -35,88% (yoy), -20,07% (yoy), -14,56% (yoy),-13,28% (yoy) dan -
13,10% (yoy).
Subkelompok ikan segar menjadi komoditas penyumbang inflasi yang relatif tinggi pada triwulan III 2016. Ikan Merah
dan Ikan lamuru tercatat memiliki inflasi tinggi sebsar 26,47% (yoy) dan 32,91% (yoy) dari total inflasi tahunan Sulsel di
triwulan III 2016. Komoditas bahan makanan lain yang mengalami peningkatan inflasi di triwulan III 2016 yaitu kentang,
kepiting, telur ayam kampung, bahan agar-agar dan ikan selar masing-masing 32,71% (yoy), 28,77% (yoy), 3,57%
(yoy),8,81% (yoy) dan 10,51% (yoy).
Bahan
Makanan
Makanan
JadiPerumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM
I 4.04 4.49 4.18 9.57 7.53 2.94 0.57 4.06
II 4.94 4.29 3.98 6.99 4.53 2.12 0.47 3.85
III 7.81 4.97 3.41 6.51 3.18 1.37 0.63 4.48
IV 6.56 5.03 3.35 7.08 2.83 3.41 1.16 4.40
I 8.01 4.57 3.43 6.03 2.28 3.54 0.89 4.61
II 6.22 4.63 3.60 2.61 1.99 3.33 3.96 4.36
III 10.76 4.70 4.76 2.77 3.23 3.66 12.01 7.24
IV 6.97 4.47 6.06 2.36 3.71 1.39 11.58 6.22
I 4.76 5.39 6.25 3.73 3.79 1.33 10.31 5.88
II 6.15 5.38 5.96 5.65 5.22 1.38 7.91 5.92
III 1.97 5.80 6.32 4.12 5.28 1.97 0.87 3.72
IV 16.02 6.21 6.87 3.24 5.08 1.85 10.15 8.61
I 12.87 6.34 7.33 4.51 5.75 2.18 4.35 7.13
II 15.01 6.54 7.84 4.86 5.52 2.35 6.00 8.06
III 16.11 6.23 6.48 6.95 5.28 2.63 7.20 8.36
IV 8.78 5.48 4.13 6.01 5.02 2.57 (0.99) 4.48
I 12.46 4.82 3.40 5.89 3.87 2.25 2.80 5.70
II 9.46 5.26 2.75 6.36 3.14 2.10 (0.76) 4.30
III 6.51 4.01 2.63 3.13 2.51 0.78 (0.48) 3.07
IV* 7.08 3.90 2.92 2.48 2.63 0.84 (0.82) 3.15
2016
2014
2012
2013
2015
TAHUN
(10)
(5)
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016%
yoy qtq
*) Data hingga Oktober 2016
BAB 3INFLASI DAERAH
46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Terjadinya La Nina mendorong laju inflasi subkelompok ikan segar akibat terbatasnya pasokan. Fenomena La Nina8
diperkirakan menjadi salah satu penyebab utama inflasi subkelompok ikan segar, sehingga mencatatandil inflasi tertinggi
yaitu 0,33% (yoy). Fenomena La Nina memengaruhi gelombang laut dari intensitas rendah ke sedang, sehingga nelayan
cenderung enggan untuk melaut. Oleh karenanya, pasokan ikan segar rendah, mendorong kenaikan harga komoditas ikan
segar di saat permintaan juga meningkat.
Perkembangan hingga awal triwulan IV 2016 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan tekanan inflasi di kelompok
bahan makanan, namun diperkirakan akan turun di akhir triwulan IV 2016. Peningkatan tekanan inflasi dikarenakan
pada periode ini baru memasuki musim tanam komoditas pangan utama sehingga pasokan menurun sertacurah hujan
yang meningkat dari menengah menjadi tinggi di bulan Desember yang dapat mengganggu aktivitas nelayan. Inflasi
kelompok bahan makanan tercatat meningkat menjadi 7,08% (yoy). Meski demikian, diperkirakan inflasi bahan makanan
akan turun di akhir triwulan IV 2016 akibat pasokan bahan makanan (padi dan hortikultura) memasuki masa panen.
3.2.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok,
dan tembakau pada akhir triwulan III 2016 tercatat
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini
mencatat laju inflasi 3,90% (yoy) pada triwulan III 2016, lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
4,01% (yoy) (Grafik 3.3). Penurunan tekanan inflasi terjadi di
seluruh subkelompok kecuali tembakau dan minuman
beralkohol. Penurunan tertinggi terjadi di subkelompok
minuman non alkohol dengan inflasi dari 7,86% (yoy) di
triwulan II 2016 menjadi 5,93% (yoy) di triwulan III 2016.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Penurunan es dan teh manismenahan tekanan inflasi pada subkelompok minuman non alkohol di triwulan III
2016.Turunnya tekanan inflasi es dan teh manis dengan inflasi secara berturut-turut dari 17,03% (yoy) dan 7,62% (yoy) di
triwulan II 2016 menjadi 1,655% (yoy) dan 0,07% (yoy) di triwulan III 2016 disebabkan oleh kembali normalnya
permintaan masyarakat terhadap konsumsi es dan teh manis pasca bulan Ramadhan.
Lebih rinci ke tingkat komoditas, sebanyak 32 dari 49 komoditas yang terdapat di kelompok makanan jadi, minuman,
dan rokok mengalami penurunan tekanan inflasi. Komoditas es, martabak, teh manis, sate dan ayam baakr tercatat
sebagai lima komoditas utama penahan inflasi di triwulan III 2016. Di sisi lain, ayam goreng, air kemasan, gula pasir, sop
dan pecel tercatat sebagai lima komoditas utama pendorong tekanan inflasi triwulan III 2016.
Hingga awal triwulan IV 2016, inflasi kelompok makanan jadi menunjukkan pola penurunan dan diperkirakan akan
berlanjut hingga akhir triwulan IV 2016. Penurunan tersebut disebabkan oleh subkelompok makanan jadi (ayam goreng,
nasi dengan lauk, dan sop). Inflasi kelompok ini diperkirakan lebih rendah hingga akhir triwulan IV 2016 dibandingkan
triwulan III 2016 sebagai dampak dari telah kembali normalnya aktivitas masyarakat pasca Idul Fitri dan Idul Adha.
3.2.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Pada akhir triwulan III 2016, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan.
Laju inflasi kelompok tersebut tercatat sebesar 2,63% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat 2,75%
(yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi di seluruh subkelompok kecuali bahan bakar, penerangan dan air. Di triwulan III
2016, subkelompok biaya tempat tinggal, perlengkapan rumah tangga dan penyelenggaraan rumah tangga mengalami
8Fenomena El Nino yang kuat diikuti oleh munculnya La Nina.Fenomena tersebut berdasarkan statistik kejadian dalam 50 tahun terakhir. La Nina diperkirakan terjadi pada bulan Juni – September 2016 (Sumber: BMKG)
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016%
yoy qtq
*) Data hingga Oktober 2016
BAB 3INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 47
penurunan inflasi masing-masing dari 2,63% (yoy); 7,29% (yoy); dan 4,66% (yoy) di triwulan II 2016, menjadi masing-
masing 2,53% (yoy); 5,37% (yoy); dan 3,77% (yoy).
Pada rincian per komoditas, sebanyak 37 dari 65 komoditas komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan
bahan bakar mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan III 2016. Lima komoditas utama yang mendorong
penurunan tekanan inflasi adalah lemari pakaian, ongkos binatur, kain gorden, mesin cuci dan pembasmi nyamuk bakar.
Inflasi kelima komoditas ini turun signifikan dari masing-masing 18,30%(yoy), 7,38% (yoy), 13,51% (yoy), 6,58% (yoy) dan
2,63% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 10,49% (yoy), 0,00% (yoy), 6,19% (yoy), 2,66% (yoy) dan -0,47% (yoy) pada
triwulan III 2016. Namun penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi di 28
komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi tertinggi adalah panci, bola lampu, tarif
listrik, lemari makanan dan kasur, yang meningkat masing-masing menjadi 13,33% (yoy), 10,65% (yoy), 1,11% (yoy),5,94%
(yoy) dan 5,94% (yoy), dari triwulan II 2016 masing-masing 9,91% (yoy), 7,83% (yoy), -1,64% (yoy),3,19% (yoy) dan 2,95%
(yoy). % (yoy), % (yoy), % (yoy), % (yoy) dan % (yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Harga Properti Residensial, BI Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Grafik 3.5.Indeks Harga Properti Residensial
Peningkatan tarif tenaga listrik (TTL) menjadi penahan penurunan inflasi di kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan
bahan bakar. Tarif listrik pada periode laporan mengalami kenaikan dengan inflasi tercatat 1,11% (yoy), sementara inflasi
pada triwulan sebelumnya tercatat -1,64% (yoy). TTL yang mengalami peningkatan terjadi pada seluruh golongan Rumah
Tangga, Bisnis, Industri, Pemerintah, dan Publik (penerangan jalan dan layanan khusus). Peningkatan TTL dipengaruhi oleh
mulai meningkatnya harga minyak dunia BBM di triwulan III 2016, dimana harga minyak merupakan salah satu aspek
penentu pada perhitungan TTL selain aspek nilai tukar dan inflasi.
Tekanan inflasi di subkelompok perumahan mengalami penurunan. Penurunan ini terkonfirmasi juga dari hasil Survei
Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilaksanakan Bank Indonesia. Hasil SHPR triwulan III 2016 menunjukkan terjadinya
perlambatan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) dibandingkan periode sebelumnya. IHPR tercatat tumbuh
melambat dari 4,67% (yoy) pada triwulan II 2016, menjadi 2,47% (yoy) pada triwulan III 2016. Penurunan ini
mengindikasikan melambatnya permintaan terhadap rumah hunian, terutama pada jenis rumah tertentu. Selain itu,
terdapat peraturan pemerintah daerah terkait dengan kenaikan NJOP, sehingga harga tanah dan rumah meningkat
sehingga permintaan terhadap tanah rumah hunian menurun.
Hingga awal triwulan IV 2016 inflasi kelompok perumahan, air, gas dan bahan bakar masih menunjukkan pola
penurunan, meskipun diperkirakan berpotensi meningkat di akhir triwulan. Hal ini dikarenakan pada Oktober 2016
terdapat kenaikan tarif listrik, dan yang akan mendorong inflasi pada kelompok ini.
3.2.4 Kelompok Sandang
Inflasi kelompok sandang triwulan III 2016 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan III 2016, inflasi
kelompok ini tercatat 3,13% (yoy) turun cukup signifikan dibandingkan inflasi di akhir triwulan II 2016 sebesar 6,36%
(yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari seluruh subkelompok yaitu sandang laki-laki, sandang wanita, sandang anak-
anak, serta barang pribadi dan sandang lain secara berurutan tercatat 1,53% (yoy), 3,40% (yoy), 2,00% (yoy),dan 5,30%
(yoy) di triwulan III 2016 lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 yang tercatat 5,76% (yoy), 6,13% (yoy), 5,76%
(yoy),dan 8,22% (yoy).
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016%
yoy qtq
*) Data hingga Oktober2016
02468101214161820
0
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVP
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyIndeks
IHPR gIndeks - Skala Kanan
P: Angka perkiraan
BAB 3INFLASI DAERAH
48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Komoditas pakaian dalam wanita dan baju kaos berkerah menjadi penyumbang utama penurunan inflasi kelompok
sandang. Inflasi pakaian dalam wanita dan baju kaos berkerah menurun signifikan dari 22,69% (yoy) dan 13,28% (yoy) di
triwulan II 2016 menjadi 10,09% (yoy) dan 2,08% (yoy) di triwulan III 2016. Selain itu, inflasi emas perhiasan sebagai
komoditas utama kelompok sandang menurun dari 7,92% (yoy) menjadi 5,97% (yoy) di periode laporan. Penurunan harga
emas perhiasan tidak sejalan dengan pergerakan harga emas internasional, yang mulai meningkat dalam 3 triwulan
terakhir. Pergerakan harga emas dunia tercatat mengalami peningkatan dari 5,60% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi
18,76% (yoy) di angka USD1.266/troy oz pada triwulan III 2016.
Lebih rinci per komoditas, sebanyak 52 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami penurunan tekanan
andil inflasi di triwulan III 2016. Lima komoditas utama yang menahan inflasi adalah pakaian dalam wanita, baju kaos
berkerah, bahan baju katun, tas tangan wanita dan baju muslim. Inflasi kelima komoditas ini turun dari masing-masing
22,69% (yoy), 13,28% (yoy), 10,33% (yoy),19,04% (yoy) dan 17,85% (yoy)di triwulan II 2016, menjadi masing-masing
10,09% (yoy), 2,08% (yoy), 0,00% (yoy),10,15% (yoy) dan 9,23% (yoy) di triwulan III 2016. Di sisi lain, peningkatan tekanan
inflasi kelompok sandang terjadi pada 17 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi
terbesar adalah seragam sekolah pria, gaun, seragam sekolah wanita, ongkos jahit dan baju kaos tanpa kerah dari masing-
masing 3,14% (yoy), 1,59% (yoy), 3,23% (yoy),3,57% (yoy) dan 4,44% (yoy), menjadi 4,66% (yoy), 2,25% (yoy), 3,60%
(yoy),3,92% (yoy) dan 4,70% (yoy).
Pada awal triwulan IV 2016, inflasi kelompok sandang mengalami penurunan dan diperkirakan tetap terjaga hingga
akhir triwulan. Penurunan tersebut terjadi di seluruh subkelompok kecuali sandang laki-laki. Inflasi kelompok ini
diperkirakan tetap terjaga hingga akhir triwulan III 2016. Meskipun demikian, risiko kenaikan harga emas dapat
mendorong inflasi kelompok ini.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank
Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Grafik 3.7.Perubahan Harga Emas Internasional
3.2.5 Kelompok Kesehatan
Tekanan inflasi kelompok kesehatan juga mengalami
penurunan.Pada triwulan III 2016, kelompok ini tercatat
mengalami inflasi 2,51% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,14%
(yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari seluruh
subkelompok kesehatan. Di periode laporan,
subkelompok jasa kesehatan, obat-obatan, jasa
perawatan jasmani dan perawatan jasmani dan
kosmetika tercatat mengalami penurunan inflasi dari
2,25% (yoy), 1,24% (yoy), 6,80% (yoy),dan 3,52% (yoy)
menjadi masing-masing 2,24% (yoy), 0,75% (yoy), 5,64%
(yoy),dan 2,44% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan
Tarif gunting rambut wanita menjadi penyumbang utama penurunan inflasi di kelompok ini. Inflasi tarif gunting rambut
wanita menurun signifikan dari 11,10% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 2,22% (yoy) di triwulan III 2016.
(4)
(2)
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016%
yoy qtq
*) Data hingga Oktober2016
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0.0
200.0
400.0
600.0
800.0
1,000.0
1,200.0
1,400.0
1,600.0
1,800.0
2,000.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy$/troy ozEmas
gHarga - Skala Kanan
*) Data hingga Oktober 2016
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016%
yoy qtq
*) Data hingga Oktober 2016
BAB 3INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 49
Lebih rinci per komoditas, sebanyak 23 dari 40 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan
inflasi di triwulan III 2016. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi di kelompok ini adalah tarif
gunting rambut wanita, bedak, lipstick, obat sakit kepala dan tarif gunting rambut anak. Kelima komoditas ini mengalami
penurunan inflasi dari masing-masing 11,10% (yoy), 8,04% (yoy), 4,73% (yoy),7,75% (yoy) dan 8,91% (yoy) di triwulan II
2016, menjadi masing-masing 2,22% (yoy), 3,57% (yoy), 0,64% (yoy),4,12% (yoy) dan 6,04% (yoy)di triwulan III 2016. Di
sisi lain, dari 17 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi, 5 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi terbesar
adalah creambath, parfum, tarif gunting rambut pria, obat flu dan deodorant. Kelima komoditas tersebut mengalami
peningkatan inflasi dari 1,78% (yoy), 3,88% (yoy), 10,14% (yoy),1,62% (yoy) dan 3,13% (yoy) di triwulan II 2016 3,96%
(yoy), 4,77% (yoy), 10,70% (yoy),2,09% (yoy) dan 3,34% (yoy) pada triwulan III 2016.
Di awal triwulan IV 2016, inflasi kelompok kesehatan menunjukkan sedikit peningkatan meskipun diperkirakan tetap
terjaga hingga akhir triwulan. Peningkatan tersebut terjadi di subkelompok jasa perawatan jasmani dan perawatan
jasmani dan kosmetika. Sebagian besar bahan baku kosmetika berasal dari luar negeri, sehingga dipengaruhi oleh nilai
tukar. Oleh karena itu, hingga akhir triwulan IV 2016, inflasi kelompok ini diperkirakan akan terjaga sebagai dampak dari
terjaganya nilai tukar rupiah.
3.2.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami
penurunan tekanan inflasi secara signifikan di triwulan III
2016. Tekanan inflasi pada triwulan III 2016 tercatat 0,78%
(yoy), menurun dari triwulan II 2016 sebesar 2,10% (yoy).
Penurunan inflasi kelompok ini didorong oleh subkelompok
pendidikan, olahraga, dan rekreasi. Ketiga subkelompok
tersebut tercatat mengalami penurunan inflasi dari masing-
masing 3,73% (yoy), 4,00% (yoy) dan 0,50% (yoy) di triwulan
II 2016 menjadi masing-masing 0,60% (yoy), 1,17% (yoy) dan
0,33% (yoy) di triwulan III 2016. Penurunan kelompok ini
tertahan oleh peningkatan inflasi di subkelompok
kursus/pelatihan yang mengalami peningkatan dari 2,87%
(yoy) di triwulan II 2016 menjadi 2,90% (yoy) di triwulan III
2016, sementara subkelompok perlengkapan/peralatan
pendidikan cenderung stabil pada 0,25% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
Sewa lapangan futsal dan fitness center menjadi penyumbang utama penurunan inflasi subkelompok pendidikan,
rekreasi dan olahraga. Inflasi sewa lapangan futsal dan fitness center menurun signifikan dari 11,74% (yoy) dan 10,85%
(yoy) menjadi 0,98% (yoy) dan 3,37% (yoy) di triwulan III 2016. Penurunan inflasi alat olahraga diperkirakan dipengaruhi
oleh penurunan aktivitas masyarakat saat hari raya, serta aktivitas sekolah (SMP/SMA) maupun Perguruan Tinggi
(D1/D2/D3/D4/S1/S2/S3) yang libur pada awal periode laporan.
Lebih rinci per komoditas, sebanyak 15 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga
mengalami penurunan tekanan inflasi pada triwulan III 2016. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan
tekanan inflasi di kelompok ini adalah sewa lapangan futsal, fitness center, biaya sekolah taman kanak-kanak, biaya
akademi/perguruan tinggi, dan biaya Sekolah Menengah Atas (SMA). Kelima komoditas ini mengalami penurunan
inflasi dari masing-masing 11,74% (yoy), 10,85% (yoy), 5,63% (yoy),4,41% (yoy) dan 3,58% (yoy) di triwulan II 2016
menjadi 0,98% (yoy), 3,37% (yoy), 0,48% (yoy),0,28% (yoy) dan 0,28% (yoy) pada triwulan III 2016. Di sisi lain, penurunan
tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh inflasi di 14 komoditas, dimana 5 komoditas dengan peningkatan inflasi
terbesar adalah kursus komputer, buku tulis bergaris, biaya jaringan saluran TV, biaya rekreasi, dan biaya foto copy.
Kelima komoditas ini mengalami peningkatan inflasi dari masing-masing 2,20% (yoy), -0,05% (yoy), 0,34% (yoy),1,12%
(yoy) dan 2,10% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 3,27% (yoy), 0,56% (yoy), 0,79% (yoy),1,39% (yoy) dan 2,21% (yoy) di
triwulan III 2016. Sementara itu, 15 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan triwulan III 2016.
(0.5)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016%
yoy qtq
*) Data hingga Oktober 2016
BAB 3INFLASI DAERAH
50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga menunjukkan peningkatan di awal triwulan IV 2016, namun
diprediksikan menurun di akhir triwulan. Kenaikan pada awal triwulan IV 2016 terjadi di subkelompok kursus/pelatihan,
rekreasi dan olahraga. Kenaikan inflasi kelompok ini didorong oleh peningkatan kursus bahasa asing akibat telah
masuknya musim ajaran baru di periode laporan. Hingga akhir triwulan IV 2016, inflasi kelompok ini diperkirakan
menurun sebagai dampak dari aktivitas subkelompok pendidikan yang turun di akhir triwulan IV 2016.
3.2.7 Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Pada triwulan III 2016, tekanan inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami sedikit
peningkatan meski masih dalam kondisi deflasi. Di triwulan III 2016,kelompok ini tercatat deflasi -0,48% (yoy),
sementara pada triwulan sebelumnya tercatat deflasi -0,76% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini didorong
oleh inflasi di subkelompok komunikasi dan pengiriman, sementara untuk subkelompok lainnya tercatat menurun. Inflasi
subkelompok komunikasi dan pengiriman tercatat meningkat pada triwulan III 2016 sebesar 5,40% (yoy) dari 0,03% (yoy)
pada triwulan II 2016. Sementara inflasi pada subkelompok transport serta sarana dan penunjang transpor menurun dari -
1,71% (yoy), 6,12% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi -2,93% (yoy),4,13% (yoy), untuk subkelompok jasa
keuangancenderung stabil 1,73% (yoy).
Komoditas tarif pulsa ponsel menjadi penyumbang utama peningkatan inflasi subkelompok ini. Inflasi tarif pulsa ponsel
meningkat dari 0,00% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 10,48% (yoy) pada triwulan III 2016. Peningkatan tarif pulsa ponsel
diperkirakan terjadi karena meningkatnya aktivitas masyarakat dalam rangka menjaga hubungan antar keluarga dan
kolega mendorong penggunaan tarif pulsa ponsel bertepatan dengan budaya masyarakat Sulsel dalam menjaga hubungan
antar keluarga dan kolega di hari raya Idul Fitri mendorong inflasi di triwulan III 2016.
Lebih rinci per komoditas, sebanyak 4 dari 38 komoditas pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan
mengalami peningkatan tekanan inflasi di triwulan III 2016.
Empat komoditas utama yang mendorong peningkatan inflasi di kelompok ini adalah tarif pulsa ponsel, angkutan dalam
kota, bensin dan mobil. Keempat komoditas tersebut mengalami peningkatan inflasi masing-masing dari 0,0% (yoy),
0,17% (yoy), -12,25% (yoy),dan 0,19% (yoy) pada perioe sebelumnyamenjadi 10,48% (yoy), 1,41% (yoy), -12,11% (yoy),dan
0,26% (yoy). Di sisi lain, terdapat 15 komoditas yang mengalami penurunan inflasi, dengan lima komoditas utama yaitu
kendaraan carter, tarif taksi, angkutan udara, cuci kendaraan dan tarif sewa motor. Kelima komoditas tersebut
mengalami penurunan inflasi masing-masing dari 27,69% (yoy), 16,89% (yoy), 16,57% (yoy),18,84% (yoy) dan 10,89%
(yoy)di triwulan II 2016 menjadi 8,01% (yoy), 0,00% (yoy), 2,76% (yoy),5,84% (yoy) dan 7,00% (yoy)di triwulan III 2016.
Sementara itu, 19 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan periode sebelumnya.
Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih menunjukkan deflasi di awal triwulan IV 2016, dan
menurun hingga akhir triwulan.Inflasi kelompok ini diperkirakan menurun meski tidak signifikan hingga akhir triwulan IV
2016, sebagai dampak dari stabilnya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Meskipun demikian, risiko penyesuaian
harga BBM tetap terus diwaspadai karena harga minyak dunia pada tren yang meningkat hingga awal triwulan IV 2016.
Selain itu, harga minyak dunia yang meningkat, berdampak pada penyesuaian tarif tenaga listrik yang hingga Oktober
2016 terus meningkat.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
(6)
(4)
(2)
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016%
yoy qtq
*) Data hingga Oktober 2016
BAB 3INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 51
3.3. Inflasi Menurut Kota IHK9
Secara spasial, penurunan inflasi Sulsel di triwulan III 2016 disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi di seluruh
kabupaten/kota IHK di Sulsel. Inflasi Kota Makassar, Palopo, Parepare, Kabupaten Watampone dan Bukulumba pada
triwulan III 2016 masing-masing 3,36% (yoy),3,07% (yoy), 1,56% (yoy),2,02% (yoy) dan 0,84% (yoy) lebih rendah
dibandingkan triwulan II 2016 masing-masing 4,63% (yoy), 4,05% (yoy), 3,05% (yoy),2,67% (yoy) dan 2,12% (yoy). Inflasi
terendah berada di Kabupaten Bulukumba dan inflasi tertinggi berada di Kota Makassar. Tekanan inflasi di daerah
perkotaan (Makassar, Palopo, dan Parepare) yang masih tinggi mencerminkan karakteristik daerah perkotaan yang
memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah (excess demand), khususnya untuk komoditas pangan.
Kekurangan bahan pangan tersebut harus dipasok dari daerah lain yang surplus bahan pangan dengan jalur distribusi
yang relatif panjang, sehingga ongkos untuk pendistribusian barang menjadi relatif mahal.
Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
*) Keterangan: Data hingga Oktober 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
*) Keterangan: Data hingga Oktober 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Bulukumba berhasil mempertahankan inflasi di level rendah.Semenjak dimasukkan sebagai salah satu kota inflasi di
awal tahun 2014, Bulukumba secara konsisten berhasil menurunkan tingkat inflasinya. Setelah berhasil menurunkan
inflasi dari 13,94% (yoy) di awal 2014 menjadi 2,16% (yoy) di triwulan I 2016, Bulukumba kembali berhasil
mempertahankan inflasi di level yang relatif rendah,yaitu 0,84% (yoy) pada akhir triwulan III 2016. Sampai dengan akhir
triwulan III 2016, angka inflasi tersebut merupakan inflasi Bulukumba terendah sejak tahun 2014.
Sementara itu, Kota Makassar masih mencatatkan inflasi tertinggi di Sulsel yaitu 3,36% (yoy). Tingginya inflasi di Kota
Makassar dikarenakan untuk sebagian komoditi utamanya bahan pangan mengalami exess demand, sehingga harus
dipasok dari daerah produsen di wilayah sekitar, sehingga ongkos distribusinya relatif tinggi. Oleh karena itu, untuk
menjaga kelancaran pasokan barang di Kota Makassar, pentingnya kerjasama antar daerah merupakan sebuah kata kunci.
Disamping itu, sinergitas dari pihak-pihak terkait sangat diperlukan, karena upaya pengendalian inflasi ini sejatinya tidak
hanya terkait dengan permasalahan ketersediaan pasokan barang, akan tetapi juga terkait dengan struktur pasar yang
tidak bisa bekerja sempurna sehingga berdampak pada rendahnya aksessabilitas masyarakat kalangan tertentu terhadap
suatu barang yang dibutuhkan. Selain itu keberhasilan pengendalian inflasi di Kota Makassar juga ditentukan oleh
perilaku masyarakat dalam berkonsumsi.
9Mulai Januari 2014, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba.
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
Makassar 4.10 3.91 4.61 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 6.38 4.63 3.36 3.42
Palopo 4.27 3.99 4.15 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 4.47 4.05 3.07 2.93
Parepare 2.00 2.54 3.78 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 3.82 3.05 1.56 2.06
Watampone 5.69 4.42 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 1.94 2.67 2.02 1.61
Bulukumba 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.16 2.12 0.84 1.94
Sulawesi Selatan 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70 4.30 3.07 3.15
201620152014Kota
2012 2013
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27% 4.20% 2.79% 6.65% 5.73% 6.73% 6.99% 4.05% 4.98% 3.62% 2.62% 2.67%
Palopo 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40% 0.47% 0.26% 0.57% 0.44% 0.44% 0.46% 0.22% 0.29% 0.26% 0.20% 0.19%
Parepare 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39% 0.39% 0.21% 0.66% 0.46% 0.49% 0.46% 0.11% 0.27% 0.21% 0.11% 0.14%
Watampone 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45% 0.47% 0.26% 0.47% 0.33% 0.25% 0.25% 0.06% 0.11% 0.15% 0.12% 0.09%
Bulukumba 0.38% 0.39% 0.20% 0.26% 0.17% 0.17% 0.23% 0.06% 0.06% 0.06% 0.02% 0.05%
Sulawasi Selatan 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61% 7.13% 8.07% 8.39% 4.48% 5.70% 4.30% 3.07% 3.15%
201620152014Kota
2012 2013
BAB 3INFLASI DAERAH
52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.11. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Secara umum di hampir seluruh kabupaten/kota pemantauan harga, penurunan tekanan harga disebabkan oleh
komoditas tomat sayur dan kol putih/kubis. Di empat kabupaten/kota, yaitu Makassar, Watampone, Bulukumba dan
Palopo, komoditas tomat sayur termasuk ke dalam komoditas utama deflasi10
, yang dalam hal ini juga menjadi penahan
inflasi di Sulsel. Penurunan harga komoditas hortikultura dan sayuran disebabkan oleh panen yang terjadi triwulan
laporan. Di sisi lain, tarif pulsa ponsel termasuk ke dalam komoditas utama inflasi di Kota Makassar, Parepare, Palopo,
dan Kabupaten Bulukumba, sehingga komoditas ini juga menjadi penyumbang utama inflasi di Sulsel. Meningkatnya
aktivitas masyarakat dalam rangka menjaga hubungan antar keluarga dan kolega mendorong penggunaan tarif pulsa
ponsel bertepatan dengan budaya masyarakat Sulsel dalam menjaga hubungan antar keluarga dan kolega di hari raya Idul
Fitri mendorong inflasi di triwulan III 2016.
Tabel 3.4. Lima Komoditas Utama Penyumbang Andil Inflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 3.5. Lima Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik
3.4. Disagregasi Inflasi11
Penurunan inflasi Sulsel di akhir triwulan III 2016
terutama bersumber dari penurunan tekanan inflasi di
kelompok core dan volatile food. Kelompok core dan
volatile food tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi
masing-masing dari 4,15% (yoy) dan 9,85% (yoy) di triwulan
II 2016 menjadi 3,24% (yoy) dan 6,55% (yoy)di akhir
triwulan III 2016. Sementara itu, kelompok inflasi
administered price tercatat stabil dalam kondisi deflasi,
dimana kelompok komoditas ini mencatatkan deflasi
-1,72% (yoy) di triwulan III 2016 stabil dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat -1,71% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
10Menggunakan modus: nilai yang sering muncul dalam kelompok data 11Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk
menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
Sulawesi Selatan Bulukumba
Makassar Palopo
Parepare Watampone
%, yoy
*) Data hingga Oktober 2016
No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel1 Tarip Pulsa Ponsel Tarip Pulsa Ponsel Layang/Benggol Bawang Merah Angkutan Dalam Kota Tarip Pulsa Ponsel
2 Layang/Benggol Kacang Panjang Bandeng/Bolu Kacang Panjang Beras Layang/Benggol
3 Beras Bawang Merah Telur Ayam Ras Tarip Pulsa Ponsel Cakalang/Sisik Tarip Listrik
4 Tarip Listrik Sekolah Dasar Emas Perhiasan Teri Tarip Pulsa Ponsel Beras
5 Cakalang/Sisik Tarip Listrik Tarif SMP Kangkung Udang Basah Cakalang/Sisik
No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel1 Sawi Hijau Kangkung Beras Telur Ayam Ras Tomat Sayur Tomat Sayur
2 Telur Ayam Ras Jeruk Tomat Sayur Tomat Sayur Semen Sawi Hijau
3 Tomat Buah Bandeng/Bolu Ayam Hidup Kol Putih/Kubis Daging Ayam Ras Tomat Buah
4 Tomat Sayur Wortel Pisang Pisang Bayam Telur Ayam Ras
5 Kacang Panjang Kol Putih/Kubis Kol Putih/Kubis Beras Kakap Putih Kangkung
-5
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy
Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food
-1,23
3,15
7,29
2,99
*) Data hingga Oktober 2016
BAB 3INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 53
Tekanan inflasi pada kelompok inti (core) pada triwulan III 2016 menurun cukup signifikan. Secara umum, penurunan
inflasi di kelompok ini masih berasal dari subkelompok makanan jadi dan sandang akibat kembali normalnya aktivitas
masyarakat pasca bulan Ramadhan. Komoditas emas perhiasan juga turun menahan inflasi kelompok ini. Selain itu, andil
inflasi komoditas yang menggunakan bahan baku impor (khususnya kedelai) turut menurun sehingga menahan inflasi di
kelompok inti.
Pada kelompok volatile food, konsumsi masyarkat yang terjaga menahan inflasi di triwulan III 2016. Terjaganya
konsumsi masyarakat di tengah aktivitas hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) menahan inflasi di periode ini. Terjaganya
harga pangan juga diperkirakan akibat pasokan pangan yang cukup, disertai dengan kebijakan pemerintah pusat untuk
impor pangan guna menjaga pasokan pangan yang cukup. Komoditas yang mengalami penurunan inflasi yaitu cabe rawit,
sawi hijau, daun singkong, kangkung dan sawi putih. Sementara itu, komoditas bawang merah, kentang, ikan merah, ikan
lamuru, dan kepiting menahan inflasi volatile food untuk turun lebih dalam. Kenaikan harga bawang merah diperkirakan
terjadi akibat permintaan yang masih tinggi di tengah perayaan hari raya. Selain itu, kenaikan harga ikan segar (ikan
merah dan ikan lamuru) diperkirakan terjadi akibat fenomena La Nina dimana curah hujan yang meningkat dari intensitas
rendah ke sedang, sehingga menahan nelayan pergi melaut. Hal tersebut mengganggu pasokan ikan laut disaat
meningkatnya konsumsi masyarakat di saat perayaan hari raya.
Relatif stabilnya kelompok administered price didorong oleh masih terjaganya harga BBM khususnya bensin dan solar.
Kebijakan pemerintah dalam menjaga harga BBM bersubsidi serta relatif stabilnya nilai tukar rupiah pada triwulan III 2016
turut menjaga inflasi kelompok administered price dalam kondisi deflasi. Meski demikian, meningkatnya permintaan
angkutan baik angkutan antar kota dan angkutan dalam kota akibat arus mudik ebaran dan libur panjang pada bulan
September menahan deflasi yang lebih dalam di kelompok ini.
Sumber: PT Pertamina, diolah Sumber: World Bank
Grafik 3.13 Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar Grafik 3.14. Harga Minyak Mentah Global
Pada awal triwulan IV 2016, tekanan inflasi pada kelompok inti relatif menurun,dan diperkirakan akan terus berlanjut
hingga akhir triwulan IV 2016.Penurunan tekanan inflasi sejalan dengan menurunnya ekspektasi konsumen. Berdasarkan
hasil Survei Konsumen yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia bahwa indeks harga 3 bulan yang akan datang
mengalami penurunan dari 177 di triwulan III 2016 menjadi 170 di triwulan IV 2016.Penurunan ini disebabkan aktivitas
konsumsi masyarakat sudah kembali ke pola normalnya pasca Idul Fitri, serta terjaganya konsumsi masyarakat hingga
akhir tahun. Memperhatikan perkembangan harga hingga bulan Oktober 2016, laju inflasi Sulsel pada triwulan IV 2016
diperkirakan akan mengalami penurunan, berada pada kisaran 2,10% - 2,50% (yoy).
Faktor risiko inflasi yang patut diwaspadai di triwulan IV 2016 masih berasal dari volatile food dan inflasi administered
price. Potensi risiko inflasi dari kelompok volatile food diperkirakan berasal dari komoditas beras. Sedangkan dari
kelompok administered price bersumber dari kenaikan tarif tenaga listrik pada bulan Oktober 2016, dan tarif angkutan
akibat Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) di akhir tahun.
-60%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy$/bblMinyak Mentah
gHarga - Skala Kanan
*) Data hingga Oktober 2016
BAB 3INFLASI DAERAH
54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
3.5. Koordinasi Pengendalian Inflasi
TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota terus meningkatkan koordinasi secara intensif dalam rangka pengendalian
inflasi di Sulsel. Sampai dengan November 2016, terdapat beberapa kegiatan yang dimaksudkan untuk penguatan
kerjasama dan koordinasi di TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan (Tabel 3.6).
Tabel 3.6. Kegiatan TPID Hingga November 2016
NO TPID KEGIATAN /
TEMPAT TANGGAL
KETERANGAN
1 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Wagub
Sulsel 13-Jan-16
Penyampaian Laporan Evaluasi Inflasi 2015 dan Rencana Kerja TPID Sulsel 2016
2 Provinsi Sulawesi Selatan Biro Bina
Perekonomian Provinsi Sulsel
18-Jan-16 Rapat Teknis dalam rangka Persiapan High Level
Meeting (HLM) TPID Sulsel
3 Provinsi Sulawesi Selatan Hotel Grand Clarion
Makassar 3-Mar-16 Rapat Teknis Konsep Roadmap TPID Sulsel
4 Provinsi Sulawesi Selatan Biro Bina
Perekonomian Provinsi Sulsel
13-Mar-16
Rapat Teknis dan Pembahasan Pengembangan Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) Sulsel Yang
Terintergrasi Dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS)
5 Provinsi Sulawesi Selatan Hotel Novotel,
Makassar 20-Apr-16 Rapat Teknis TPID Prov Sulsel - Persiapan HLM TPID
6 Provinsi Sulawesi Selatan Jakarta (Pokjanas TPI), Jawa Barat
(TPID Jabar) 17-19 Mei 2016
Studi Banding TPID Sulsel ke Pokjanas TPI Nasional dan TPID Jabar
7 Provinsi Sulawesi Selatan Rujab Gubernur Sulsel, Makassar
25-Mei-16 HLM TPID Provinsi dan Kab/Kota se-Sulsel
8 Kabupaten Gowa Ruang Rapat Kantor Bupati Gowa, Gowa
31-Mei-16 HLM TPID Kab. Gowa
9 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat
Menara Bosowa Lantai 11, Makassar
13-Jun-16 Forum Koordinasi BI dan Alim Ulama se-Sulsel
10 Provinsi Sulawesi Selatan
Pembukaan di Paottere, dan
terdapat di hampir seluruh
Kabupaten/Kota di Sulsel
15-22 Juni 2016 Partisipasi dalam Pasar Murah
11 Provinsi Sulawesi Selatan Pasar modern dan pasar tradisional,
Makassar 15-Jun-16
Sidak TPID bersama dengan Gubernur D/R menjaga pasokan di bulan Ramadhan
12 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Menara
Bosowa Lantai 11, Makassar
13-Jul-16 Rapat Teknis TPID dan Persiapan Rakornas VII 2016
13 Provinsi/Kabupaten/Kota Jakarta 04-Agust-16 Rakornas VII 2016
14 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Menara
Bosowa Lantai 11, Makassar
11-Agust-16 Rapat Teknis TPID membahas tentang evaluasi
program pengendalian inflasi dan tantangan inflasi kedepan.
15 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Menara
Bosowa Lantai 11, Makassar
23-Agust-16 Diskusi Evaluasi Pelaksanaan dan Penguatan Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)
16 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Menara
Bosowa Lantai 11, Makassar
9-Sep-16 Rapat Teknis TPID dan penjelasan Sigap berbasis
Android
17 Provinsi se-KTI Bela International
Hotel, Ternate, Maluku Utara
15 – 16 September 2016
Rakorwil TPID se-KTI
18 Provinsi Sulsel dan Zona Palopo Kantor Walikota
Palopo 25-Okt-16 HLM TPID Zona Palopo
19 Provinsi Sulsel dan Zona Parepare
Kantor Walikota Parepare
07-Nov-16 HLM TPID Zona Parepare
20 Provinsi Sulsel dan Zona Bone Rumah Jabatan
Bupati Bone 10-Nov-16 HLM TPID Zona Bone
21 Provinsi Sulsel dan Zona Bulukumba
Ruang Rapat Bappeda Kab. Bone
16-Nov-16 HLM TPID Zona Bulukumba
BAB 3INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 55
Sampai dengan November 2016, telah diselenggarakan rapat teknis, High Level Meeting dan kegiatan lain dalam
rangka menjaga tekanan inflasi agar tetap rendah.Padatanggal 13 Januari 2016, TPID Sulsel bertemu dengan Dewan
Pembina dalam hal ini Wakil Gubernur Sulsel untuk melaporkan kinerja TPID 2015 dan rencana kerja 2016. Persiapan high
level meeting (HLM) TPID juga telah dilaksanakan pada awal 2016 (18 Januari 2016), dengan agenda mendengarkan
arahan Pengarah TPID Sulsel (Gubernur Sulsel). Sementara pembahasan konsep roadmap TPID Sulsel dan integrasi Sistem
Informasi Harga Pangan (SIGAP) dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), telah dilakukan pada 3 Maret
2016 dan 13 Maret 2016.Pada tanggal 20 April 2016, TPID Provinsi Sulsel mengadakan rapat teknis dalam rangka
persiapan high level meeting membahas upaya pengendalian inflasi sehubungan dengan datangnya Ramadhan dan Idul
Fitri. Selain itu, melakukan studi banding TPID ke Pokjanas TPI yang dirangkai dengan presentasi hasil kajian riset inflasi di
BI-DKEM dan kunjungan ke TPID Jawa Barat (tanggal 17-19 Mei 2016) dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas TPID
Provinsi Sulsel. Lebih lanjut, pada tanggal 25 Mei 2015 dilaksanakan High Level Meeting (HLM) dengan agenda utama
mendengarkan arahan Gubernur Sulsel kepada seluruh TPID Kabupaten/Kota dalam mengantisipasi kenaikan harga di
bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Selanjutnya juga dilakukan HLM TPID Gowa sebagai salah satu turunan dari HLM Provinsi.
Selain itu, dalam rangka antisipasi kenaikan harga di bulan Ramadhan dan Idul Fitri, pada 13 Juni 2016 BI melakukan
koordinasi dengan Alim Ulama se-Sulsel untuk mempersuasi masyarakat agar tidak berkonsumsi secara berlebihan.
Sebagai rangkaian dari kegiatan tersebut BI bersama BMPD Provinsi Sulsel juga berpartisipasi dalam kegiatan pasar murah
dan inspeksi mendadak ke beeberapa pasar yang dilaksanakan pada tanggal 15 - 22 Juni 2016. Selanjutnya pada tanggal
13 Juli 2016, TPID Sulsel mengadakan rapat teknis dalam rangka persiapan untuk Rakornas VII 2016 yang diselenggarakan
pada tanggal 4 Agustus 2016. Melalui Rakornas TPID ini diharapkan dapat memperkuat sinergi kebijakan antara pusat dan
daerah. Diskusi terkait dengan evaluasi pelaksanaan dan penguatan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) juga terus
dilakukan dalam rangka menguatkan TPID Provinsi Sulsel pada tanggal 23 Agustus 2016. Selain itu, persiapan Sistem
informasi Harga Pangan (SIGAP) melalui basis android juga terus dilakukan dalam rangka meningkatkan informasi harga
dilaksanakan pada tanggal 9 September 2016. Pada Oktober-November, TPID Zona Palopo, Parepare, Bone dan
Bulukumba mengadakan HLM TPID dalam rangka evaluasi maupun antisipasi inflasi akhir tahun di masing-masing daerah.
BAB 3INFLASI DAERAH
56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 57
4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan
UMKM
Bab 4 Stabilitas Keuangan Daerah,
Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga baik, meskipun mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi sektor rumah
tangga, ketahanan keuangan masih kuat. Hal ini tercermin dari kinerja
konsumsi masyarakat yang masih baik, dengan porsi pinjaman perbankan
yang normal, dan rasio tabungan yang kuat. Namun demikian, perlu
diwaspadai perlambatan di DPK dan kredit, serta pangsa pengeluaran
Rumah Tangga untuk Tabungan yang cenderung menurun.
Sementara dari sisi korporasi, selain masih terpengaruh kondisi ekonomi
global kinerja korporasi utama di triwulan laporan juga terkena imbas
perlambatan ekonomi di tingkat domestik. Namun pelemahan di sektor
korporasi terkompensasi kuatnya permintaan sektor rumah tangga,
sehingga stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga.
Kinerja perbankan secara umum tercatat masih baik. Meskipun terjadi
sedikit perlambatan pertumbuhan kredit, namun kinerja intermediasi masih
sangat baik dengan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan
III 2016. Yang lebih utama, peningkatan kinerja intermediasi ini diimbangi
dengan perbaikan kualitas kredit.
Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa
kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%.
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
4.1. Stabilitas Keuangan Daerah
4.1.1 Asesmen Sektor Rumah Tangga12
4.1.1.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Secara makro, peningkatan kinerja sektor rumah tangga menjadi salah satu faktor penahan perlambatan pertumbuhan
ekonomi Sulsel di triwulan III 2016.Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh meningkat, dari 5,62% (yoy) pada triwulan II
2016 menjadi 5,73% (yoy) pada triwulan III 2016. Namun dari sisi pangsa terhadap PDRB, terjadi penurunan dari 53,40%
di triwulan II 2016 menjadi 51,41% di triwulan III 2016. Bila dilihat secara tren, konsumsi rumah tangga tengah berada
dalam tren meningkat sejak mencapai titik pertumbuhan terendah di triwulan III 2015.
Sumber: BPS Prov. Sulsel Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulsel Grafik 4.2. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulsel
Peningkatan konsumsi sektor rumah tangga tidak terlepas dari optimisme konsumen dalam memandang kondisi
ekonomi saat ini dan enam bulan kedepan. Hal ini tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) Provinsi Sulsel, dimana
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di triwulan III 2016 masih berada di tingkat optimis sebesar 112,75 meskipun lebih
rendah dibandingkan IKK di akhir triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 125,92. Penurunan ini tidak lepas dari
melemahnya kinerja sektor ekonomi secara keseluruhan, terutama pada sektor-sektor utama seperti sektor konstruksi
dan sektor perdagangan yang tercatat mengalami perlambatan di periode laporan.
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.3. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi Saat Ini Grafik 4.4. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi 6 Bulan Mendatang
Sektor rumah tangga optimis akan terjadi perbaikan kinerja ekonomi kedepan. Hal ini telihat dari beberapa indikator
utama pada survei konsumen yang menunjukan peningkatan optimisme untuk 6 bulan yang akan datang, baik kondisi
penghasilan saat ini maupun ketersediaan lapangan kerja. Sektor rumah tangga juga memiliki optimisme yang sangat
tinggi terhadap peningkatan kegiatan usahanya di masa yang akan datang.
12 Di dalam sistem keuangan, Rumah Tangga memiliki dua fungsi yaitu sebagai penyedia dana dan penerima dana dari institusi keuangan. Kondisi
keuangan Rumah Tangga berfluktuatif sepanjang waktu dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah tingkat pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit yang dilakukan oleh Rumah Tangga.
51,41%
5,73%
4,00%
4,50%
5,00%
5,50%
6,00%
6,50%
7,00%
46%
48%
50%
52%
54%
56%
58%
60%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Pangsa Konsumsi RT gKonsumsi RT - Skala Kanan
Pangsa TerhadapPDRB
YOY
80
90
100
110
120
130
140
150
160
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2014 2015 2016
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
Indeks
Pesi
mis
Op
tim
is
Kenaikan
KenaikanHarga BBM
PenurunanHarga BBM Kenaikan
Harga BBM
PenurunanHarga BBM
PenurunanHarga BBM
140
96
128127
94
141
113
74
130
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
Penghasilan saat ini Ketersediaan lapangankerja
Ekspektasi KegiatanUsaha*
Jul-16 Aug-16 Sep-16
Pesi
mis
Op
tim
is
145
113
137134
114
154
132
88
141
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi KetersediaanLapangan Kerja
Ekspektasi KegiatanUsaha*
Jul-16 Aug-16 Sep-16
Pesi
mis
Op
tim
is
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 59
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.5. Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan
Yang Akan Datang Grafik 4.6. Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang
Berdasarkan Komoditi
Terjaganya ekspektasi sektor rumah tangga menjadi salah satu kunci pengendalian inflasi di triwulan III 2016. Pada
periode ini tercatat ada 2 kegiatan besar yang berdasarkan data historis rentan mengalami kenaikan harga yang
signifikan, yaitu hari Raya Idul Fitri di bulan Juli 2016 dan Idul Adha di bulan September 2016. Meskipun inflasi, inflasi di
hari Raya Idul Fitri 2016 tercatat paling rendah dalam tiga tahun terakhir dimana Inflasi Idul Fitri 2016 (bulan Juli 2016)
tercatat sebesar 1,04% (mtm). Terjaganya tingkat inflasi berlanjut di sepanjang triwulan III 2016, pada bulan Agustus
tercatat deflasi -0,44% (mtm) dan September 0,32% (mtm). Meskipun pada bulan September (Idul Adha) terjadi
peningkatan tekanan inflasi, namun angka ini jauh lebih rendah rendah dibandingkan inflasi Idul Adha di tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar 0,54% (mtm). Salah satu faktor penyebab terkendalinya inflasi di triwulan III 2016,
khususnya di dua kegiatan besar (Idul Fitri dan Idul Adha) adalah terkendalinya ekspektasi harga di sektor rumah tangga.
Hasil SurveiKonsumen menunjukkan penurunan ekspektasi perubahan harga khususnya paska Idul Fitri (Juli 2016).
Terkendalinya ekspektasi masyarakat tidak lepas dari berbagai upaya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam
mempersuasi masyarakat untuk tidak berkonsumsi secara berlebihan dan memastikan akan tersedianya stok bahan
pangan yang cukup. Disamping itu, upaya pemerintah dalam menjaga tingkat harga daging sapi dikisaran Rp80.000/kg,
hingga melakukan program intervensi harga melalui kegiatan operasi pasar yang dilakukan secara selektif pada saat
terjadi peningkatan harga di luar kewajaran dinilai cukup efektif menjaga ekspektasi masyarakat terhadap perubahan
harga di sepanjang triwulan III 2016.
4.1.1.2 Kinerja Keuangan Sektor Rumah Tangga
Porsi keuangan rumah tangga yang dialokasikan untuk tabungan relatif turun pada triwulan III 2016. Pengalihan alokasi
dana ke kegiatan konsumsi mengakibatkan porsi dana yang disisihkan untuk tabungan mengalami penurunan dari 23,32%
di triwulan II 2016 menjadi 20,68% pada triwulan III 2016. Demikian pula alokasi dana untuk tabungan, alokasi dana untuk
keperluan pembayaran cicilan juga mengalami penurunan dari 17,51% menjadi 16,96%. Di sisi lain, porsi keuangan yang
digunakan untuk konsumsi meningkat dari 59,17% di triwulan II 2016 menjadi 62,37% di triwulan III 2016. Peningkatan ini
tidak lepas dari adanya 2 kegiatan besar keagamaan di triwulan laporan, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.7. Komposisi Pengeluaran RT Sulawesi Selatan
(1,00)
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
120
130
140
150
160
170
180
190
200
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2014 2015 2016
Ekspektasi Perubahan Harga Inflasi Sulsel (qtq) - RHS
Indeks %
KenaikanRamadhan
60
80
100
120
140
160
180
200
BahanMakanan
MakananJadi
Perumahan& LGA
Sandang Kesehatan Transpor Pendidikan
Jul-16 Aug-16 Sep-16
Indeks Perubahan Harga
59,17%
17,51%
23,32%
Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan
Triwulan II 2016 Triwulan III 2016
62,37%
16,96%
20,68%
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Terjadi peningkatan tingkat kerentanan sektor rumah tangga terhadap perbakan di triwulan III 2016. Hal ini didasarkan
pada peningkatan alokasi pendapatan untuk cicilan pinjaman hingga melebihi alokasi pendapatan untuk tabungan,
khususnya pada kelompok rumah tangga dengan golongan pendapatan Rp3,1 – 3 Juta dan pendapatan >Rp5 juta (Tabel
4.1). Kondisi ini menurun dibandingkan teriwulan sebelumnya dimana seluruh kelompok pendapatan rumah tangga
memiliki rasio pengeluaran untuk cicilan yang lebih rendah dibandingkan rasio pengeluaran untuk keperluan tabungan.
Kejadian ini merupakan efek dari adanya 2 kegiatan hari keagamaan di periode laporan (Idul Fitri dan Idul Adha), dimana
tingkat konsumsi masyarakat memang mengalami peningkatan yang tinggi di dua kegiatan keagamaan tersebut. Dengan
tingkat pendapatan yang relatif tetap, masyarakat akhirnya menutup gap kebutuhan konsumsinya dengan mengurangi
alokasi pendapatan untuk kegiatan tabungan.
Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan di Triwulan III 2016
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Tabel 4.2. Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan Berdasarkan Pendapatan di Triwulan III 2016
Tabel 4.3. Perubahan Rasio Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan Berdasarkan Pendapatan di Triwulan II 2016
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Secara umum potensi risiko kredit dari sektor rumah tangga di Sulsel tergolong rendah.13
Hal ini tercermin dari jumlah
rumah tangga yang memiliki debt service ratio (DSR) lebih dari 30% hanya 10,83% atau masih tergolong sedikit (Tabel
4.2). Namun demikian terdapat perubahan perilaku dalam berhutang, yang berpotensi dapat meningkatkan risiko kredit,
sebagaimana diindikasikan dari bertambahnya jumlah rumah tangga yang memiliki DSR lebih dari 30%, yakni meningkat
14,04% (qtq). Peningkatan DSR>30% terjadi di tiga kelompok masing-masing pada kelompok pendapatan Rp3,1-4,0 juta
yang meningkat 73,44% (qtq), kelompok pendapatan Rp4,1-5,0 juta yang meningkat 27,41% (qtq), dan kelompok
pendapatan >Rp5 juta yang meningkat 52,38% (qtq) (Tabel 4.3).
Dari sisi likuiditas, risiko keringnya likuiditas atau sumber dana di sektor rumah tangga Sulsel juga tergolong rendah.
Hal ini tercermin dari jumlah rumah tangga yang memiliki porsi tabungan 0% hanya 12,67% yang berarti tergolong relatif
rendah (Tabel 4.4). Namun pada triwulan III 2016 terdapat perubahan perilaku menabung, yaitu semakin bertambahnya
jumlah rumah tangga yang tidak dapat menabung (porsi tabungan 0%) meningkat hingga 115,79% (qtq). Bila dilihat per
kelompok pendapatan, peningkatan ketidakmampuan menabung terjadi di seluruh kelompok pendapatan, dengan
peningkatan tertinggi terjadi di kelompok pendapatan Rp3,1-4,0 juta (234,04%; qtq) di ikuti kelompok pendapatan Rp4,1-
5,0 juta (218,52%; qtq), kelompok pendapatan Rp1,0-2,0 juta (152,81%; qtq), kelompok pendapatan >Rp5,0 juta
(152,81%; qtq) dan kelompok pendapatan Rp2,1-3,0 juta (27,74%; qtq).
Tabel 4.4. Dana Rumah Tangga Untuk Menabung Berdasarkan Pendapatan di Triwulan III 2016
Tabel 4.5. Perubahan Rasio Dana Rumah Tangga Untuk MenabungBerdasarkan Pendapatan di Triwulan III 2016
*) Perubahan Triwulan III 2016 Terhadap Triwulan II 2016 *) Perubahan Triwulan III 2016 Terhadap Triwulan II 2016
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
13Institusi keuangan menilai DSR>30% memiliki risiko yang tinggi dan dapat menjadi penyebab peningkatan Non Performing Loan (NPL)
Jenis
Penggunaan Rp 1 - 2 juta Rp 2,1 - 3 juta Rp 3,1 - 4 juta Rp 4,1 - 5 juta > Rp 5 juta
Konsumsi 69,04% 65,73% 62,55% 62,61% 62,09%
Cicilan/Pinjaman 12,53% 15,92% 19,93% 17,72% 20,49%
Tabungan 18,43% 18,34% 17,52% 19,67% 17,42%
Total 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%
Pendapatan
0-10% 11%-20% 21%-30% >30%
Rp 1 - 2 juta 51,69% 34,83% 11,24% 2,25%
Rp 2,1 - 3 juta 44,20% 28,73% 18,78% 8,29%
Rp 3,1 - 4 juta 34,23% 30,20% 17,45% 18,12%
Rp 4,1 - 5 juta 37,78% 28,89% 24,44% 8,89%
> Rp 5 juta 35,16% 27,47% 23,08% 14,29%
Total 40,50% 29,83% 18,83% 10,83%
PendapatanDebt Service Ratio
0-10% 11%-20% 21%-30% >30%
Rp 1 - 2 juta 13,35% 3,67% -26,08% -59,87%
Rp 2,1 - 3 juta 1,71% -2,01% 28,14% -34,05%
Rp 3,1 - 4 juta 14,66% -12,02% -31,23% 73,44%
Rp 4,1 - 5 juta 35,37% -0,62% -32,19% 27,41%
> Rp 5 juta 25,03% 9,89% -38,46% 52,38%
Total 9,46% -3,24% -16,91% 14,04%
PendapatanPerubahan Debt Service Ratio*
0% 1-10% 11%-20% 21%-30% >30%
Rp 1 - 2 juta 10,11% 22,47% 39,33% 22,47% 5,62%
Rp 2,1 - 3 juta 12,71% 17,68% 40,88% 21,55% 7,18%
Rp 3,1 - 4 juta 17,45% 24,16% 26,17% 24,16% 8,05%
Rp 4,1 - 5 juta 11,11% 23,33% 33,33% 18,89% 13,33%
> Rp 5 juta 15,38% 27,47% 25,27% 25,27% 6,59%
Total 13,67% 22,33% 33,50% 22,50% 8,00%
PendapatanPorsi Tabungan
0% 1-10% 11%-20% 21%-30% >30%
Rp 1 - 2 juta 152,81% 65,23% 22,89% -34,67% -64,89%
Rp 2,1 - 3 juta 27,74% -11,14% 37,00% -23,79% -40,36%
Rp 3,1 - 4 juta 234,04% 11,64% -7,70% -10,07% -55,03%
Rp 4,1 - 5 juta 218,52% 18,04% 6,17% -22,65% -36,30%
> Rp 5 juta 146,15% 9,89% -4,85% -10,13% -53,11%
Total 115,79% 14,53% 12,29% -21,51% -48,94%
PendapatanPerubahan Porsi Tabungan*
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 61
4.1.1.3 Dana Pihak KetigaPerbankan dari Sektor Rumah Tangga
Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan masih didominasi oleh sektor rumah tangga.Hal ini terlihat dari pangsa DPK yang
berasal dari dana Perseorangan di trwiwulan III 2016 mencapai 78,91% relatif stabildibandingkan triwulan
sebelumnya78,84% (Grafik 4.8). DPK Perseorangan di triwulan III 2016 tercatat tumbuh 12,67% (yoy) tumbuh melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 18,70% (yoy). Perlambatan juga terjadi di sisi DPK Bukan Perseorangan
dari 20,12% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 15,20% (yoy) di periode laporan (Grafik 4.9). Perlambatan ini searah dengan
perlambatan pertumbuhan DPK Sulsel secara keseluruhan di triwulan III 2016.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.8. Komposisi DPK Sulsel Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Perseorangan
Preferensi sektor rumah tangga dalam menempatkan dana di perbankan umumnya masih dalam bentuk tabungan.Hal
ini terlihat dari pangsa tabungan terhadap total DPK yang mencapai 62,59% sedikit lebih rendah dibandingkan periode
sebelumnya 63,77%. Giro perseorangan juga tercatat mengalami penurunan pangsa dari 3,54% di triuwulan II 2016
menjadi 3,23% di periode laporan. Di sisi lain, terjadi peningkatan pangsa di Deposito perseorangan dari 32,69% di
periode laporan menjadi 34,18%. Data diatas ini menggambarkan bahwa DPK Perbankan di sektor rumah tangga di Sulsel
umumnya didominasi oleh dana jangka pendek. Dengan struktur dana yang demikian, maka sebagian besar kredit yang
disalurkan Perbankan juga lebih banyak berjangka pendek, berupa kredit konsumsi dan modal kerja.
Dari sisi pertumbuhan, deposito di kelompok perseorangan mengalami percepatan pertumbuhan di triwulan III
2016.Pertumbuhan deposito perseorangan tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dari 19,23% (yoy) di triwulan II
2016 menjadi 22,16% (yoy) di periode laporan. Pertumbuhan ini searah dengan rata-rata bunga deposito yang tetap
berada di tingkat 6,0-7,0%. Di sisi lain, tabungan dan giro tercatat mengalami, bahkan giro kembali mencatat kontraksi di
periode laporan. Tabungan tercatat tumbuh 11,21% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 21,53% (yoy),
sementara Giro tercatat mengalami kontraksi -28,16% (yoy) lebih dalah dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -
18,79% (yoy).
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.10. Komposisi DPK Perseorangan Sulsel Grafik 4.11. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan
Jumlah rekening DPK perseorangan meningkat. Peningkatan jumlah rekening di triwulan III 2016 mencapai 8,80% (qtq)
leboh tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya sebesar 3,35% (qtq)(Tabel 4.6). Peningkatan jumlah rekening
tersebut terjadi di lima kategori simpanan dengan pertumbuhan terbesar terjadi di kategori simpanan <Rp1 juta yang
mencapai 10,70% (qtq). Kategori simpanan lain yang mengalami peningkatan adalah Rp100 juta – Rp 500 juta (4,91%;
qtq), >Rp1 M - Rp2 M (6,13%; qtq), >Rp10M – Rp15 M (8,96%; qtq), dan >Rp20M (4,62%; qtq). Di sisi lain, terdapat lima
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw II Tw III Tw II Tw III Tw II Tw III Tw II Tw III
Giro Tabungan Deposito TOTAL
Perseorangan Bukan Perseorangan
Pangsa
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
TOTAL Perseorangan Bukan Perseorangan
% YOY
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Giro Tabungan Deposito
Pangsa
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Giro Tabungan Deposito sk. Bunga Deposito (RHS)
YoY
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
kategori simpanan yang mengalami penurunan jumlah rekening simpanan, dengan penurunan terbesar terjadi di kategori
simpanan ), >Rp15M – Rp20 M (-11,11%; qtq). Kondisi demikian terjadi hampir di seluruh kabupaten/kota di Sulsel.
Secara spasial, peningkatan rekening DPK terjadi diseluruh kabupaten/kota. Adapun penambahan peningkatan jumlah
rekening simpanan terbesar terjadi di Kota Makassar sebesar 11,77% (qtq).
Tabel 4.6. Komposisi dan Pertumbuhan Triwulanan Jumlah Rekening Perseorangan Per Nilai Penempatan di Sulsel
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
4.1.1.4 Kredit Perbankan kepada Sektor Rumah Tangga
Porsi terbesar kredit perbankan disalurkan ke perseorangan. Pada triwulan III 2016 porsi kredit perseorangan mencapai
73,37% dari total kredit yang disalurkan di Sulsel. Sebagian besar (56,33%) kredit perseorangan digunakan untuk tujuan
konsumsi, sedangkan sisanya digunakan untuk keperluan produktif baik modal kerja maupun investasi. Bila dilihat lebih
dalam, kredit konsumsi oleh perseorangan lebih banyak disalurkan dalam bentuk kredit multiguna yang mencapai
41,68%. Sementara porsi kredit konsumsi perseorangan yang disalurkan dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) masing-masing mencapai 29,62% dan 8,90%.
Porsi kredit perseorangan yang digunakan untuk keperluan produktif mencapai 43.66%.Besarnya porsi kredit produktif
tersebut menunjukkan bahwa debitur perseoranganpenerima fasilitas kredit juga menjalankan kegiatan UMKM. Pada
triwulan III 2016, jumlah kredit modal kerja yang diakses oleh UMKM mencapai 83,99%, sementara pangsa kredit
KABUPATEN / KOTA
TOTA
L
<1
0 J
T
>1
0 J
T -
10
0 J
T
>1
00
JT -
50
0JT
>5
00
JT -
1 M
>1
M -
2 M
>2
M -
5M
>5
M -
10
M
>1
0M
-1
5M
>1
5M
- 2
0M
>2
0M
219.066 183.504 33.385 2.062 73 24 18 0 0 0 0
6,03% 7,80% -2,49% 1,13% 17,74% -20,00% -18,18% -100,00%
311.816 277.808 30.594 3.198 118 51 29 13 1 2 2
8,46% 9,75% -2,07% 10,70% -12,59% -8,93% 11,54% 18,18% -33,33% 0,00%
238.709 203.160 32.578 2.836 68 56 11 0 0 0 0
4,86% 4,92% 4,15% 9,67% 13,33% 16,67% -60,71% -100,00%
373.715 315.890 53.064 4.475 163 75 44 3 1 0 0
7,84% 8,59% 3,66% 8,27% -15,10% -1,32% 0,00% -75,00% -100,00%
201.058 168.184 29.697 3.002 82 58 32 1 1 0 1
4,48% 5,67% -2,37% 12,43% -17,17% -7,94% 14,29% -66,67% 0,00%
183.741 159.710 21.725 2.130 105 54 17 0 0 0 0
6,66% 8,85% -6,75% 3,35% -7,08% 12,50% 21,43%
156.470 138.263 16.587 1.565 30 17 7 1 0 0 0
7,52% 9,04% -3,88% 9,82% 36,36% 0,00% -12,50% -100,00%
144.597 126.555 16.732 1.242 35 20 12 1 0 0 0
6,00% 7,43% -3,32% 0,57% 12,90% 81,82% -25,00% -66,67%
228.589 204.395 22.313 1.794 49 24 13 1 0 0 0
5,73% 6,79% -2,08% -6,47% -3,92% -14,29% 30,00% -50,00%
94.767 83.738 10.121 863 29 13 2 1 0 0 0
7,61% 9,02% -2,65% 7,74% -14,71% -18,75% 0,00%
127.123 115.775 10.662 660 9 10 7 0 0 0 0
9,58% 10,79% -0,48% -14,84% -40,00% 11,11% 40,00% -100,00%
55.181 46.439 8.037 638 14 49 4 0 0 0 0
8,34% 11,84% -7,76% -1,54% -12,50% 68,97% 100,00%
140.010 127.244 11.773 963 8 12 9 1 0 0 0
7,87% 8,86% -1,28% 2,23% -38,46% -20,00% 50,00% -50,00%
116.786 97.845 17.788 1.125 14 13 0 1 0 0 0
7,94% 7,60% 10,56% -1,40% -36,36% 18,18% 0,00%
191.015 165.814 22.903 2.162 52 47 35 2 0 0 0
6,65% 7,08% 3,30% 10,70% -1,89% -20,34% 52,17% 100,00%
190.446 167.160 21.296 1.843 87 37 15 8 0 0 0
5,45% 7,18% -5,60% -4,01% -6,45% 8,82% -31,82% 60,00%
148.981 121.410 25.976 1.526 32 24 12 0 1 0 0
7,19% 7,69% 4,61% 12,87% -8,57% 140,00% -53,85% 0,00%
123.240 98.097 23.675 1.445 7 14 2 0 0 0 0
7,87% 11,85% -5,16% -7,19% 0,00% -17,65% 0,00%
116.111 102.711 12.447 915 19 14 1 3 0 1 0
11,56% 15,20% -10,58% -5,18% 18,75% 7,69% -83,33% 0,00%
135.276 115.910 17.762 1.489 68 25 12 7 3 0 0
7,47% 10,64% -8,99% 0,54% 4,62% -21,88% 20,00% 40,00% 50,00% -100,00%
4.007 3.492 484 29 2 0 0 0 0 0 0
6,26% 9,06% -7,81% -30,95% 0,00%
2.360.917 2.066.586 234.291 49.917 5.345 2.746 1.600 267 65 35 65
11,77% 14,60% -6,87% 6,08% -7,97% 7,73% -2,97% 3,09% 4,84% -7,89% 8,33%
184.512 163.169 18.597 2.427 173 80 58 6 1 1 0
6,83% 7,84% -0,59% 2,02% -4,42% -4,76% 18,37% -33,33% -50,00%
221.800 198.511 20.634 2.415 149 53 31 6 0 1 0
8,09% 9,75% -4,36% -3,71% -1,97% -8,62% -22,50% 50,00% 0,00%
6.267.933 5.451.370 713.121 90.721 6.731 3.516 1.971 322 73 40 68
8,80% 10,70% -3,26% 4,91% -7,50% 6,13% -3,29% -0,62% 8,96% -11,11% 4,62%
Pertumbuhan (Δ%) triwulan III 2016 terhadap triwulan II 2016
Prov. Sulawesi Selatan
Kota Palopo
Kota Pare-Pare
Kota Makassar
Kab. Toraja Utara
Kab. Luwu Utara
Kab. Luwu Timur (d/h Luwu Selatan)
Kab. Enrekang
Kab. Soppeng (d/h Watansoppeng)
Kab. Pangkajene Kepulauan
Kab. Sidenreng Rappang
Kab. Barru
Kab. Takalar
Kab. Selayar
Kab. Jeneponto
Kab. Bantaeng
Kab. Bone
Kab. Wajo
Kab. Gowa
Kab. Pinrang
Kab. Bulukumba
Kab. Sinjai
Kab. Luwu
Kab. Maros
Kab. Tana Toraja
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 63
investasi yang di akses oleh UMKM mencapai 55,65% (Grafik 4.14). Tingginya rasio kredit perseorangan yang juga
menjalankan UMKM, menjadi salah satu indikasi masih tingginya pelaku usaha yang belum memisahkan antara aktivitas
keuangan usaha dengan aktivitas rumah tangganya. Hal ini menjadi salah satu sumber risiko yang patut diwaspadai pada
stabilitas keuangan di sektor rumah tangga.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.12. Komposisi Kredit Perseorangan Sulsel Grafik 4.13. Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulsel
Kredit yang di akses oleh sektor rumah tangga sedikit tumbuh melambat.Hal ini terindikasi dari kredit peseorangan yang
mengalami perlambatan dari 16,26% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 15,45% (yoy) di periode laporan. Perlambatan ini
disebabkan oleh akibat penurunan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaran Bermotor (KKB). KPR tercatat
melambat dari 5,21% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 4,29% (yoy), sementara KKB mengalami kontraksi -15,22% (yoy)
lebih dalam dari kontraksi di triwulan sebelumnya yang mencapai -14,99% (yoy). Di sisi lain perlambatan kredit
perseorangan tertahan dari meningkatnya kinerja kredit konsumsi dan kredit mutiguna. Kedua kelompok kredit tersebut
tercatat mengalami percepatan pertumbuhan dari 13,95% (yoy) dan 20,19% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 14,70%
(yoy) dan 20,96% (yoy) di triwulan III 2016.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.14. Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan
oleh UMKM Grafik 4.15.Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulsel
Suku bunga kredit perseorangan bergerak relatif stabil dan mulai mengarah ke suku bunga yang rendah. Pada triwulan
III 2016, suku bunga tertimbang kredit perseorangan di Sulsel tercatat sebesar 12,72% per tahun, lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 12,90% per tahun. Penurunan ini diikuti oleh penurunan suku bunga
rata-rata kredit konsumsi dari 13,62% per tahun di triwulan II 2016 menjadi 13,46% per tahun di akhir triwulan III 2016.
Penurunan suku bunga kredit tersebut diharapkan akan terus berlanjut, sejalan dengan menurunnya inflasi dan suku
bunga acuan. Dengan suku bunga yang semakin menurun diharapkan akan memberikan dampak positif bagi kegiatan
dunia usaha, dan dengan demikian risiko kredit kedepan juga akan semakin menurun.
72,73%
73,37%
27,27%
26,63%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Perseorangan Bukan Perseorangan
27,47%
16,19% 56,33%
Modal Kerja Investasi Konsumsi
29,62%
8,90%
41,68%
2,29%
17,51%
KPR KKB Multiguna RT Lainnya Lain-Lain
TRIWULAN III 2016
99,68%
0,32%
83,99%
16,01%
UMKM Bukan UMKM
Nominal:
Rekening:
KREDIT MODAL KERJAPERORANGAN
KREDIT INVESTASIPERORANGAN
99,30%
0,70%
55,65%
44,35%
Nominal:
Rekening:
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Perseorangan Konsumsi KPR KKB Multiguna
YoY
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.16. NPL dan Suku Bunga Kredit Perseorangan di Sulsel
Risiko kredit rumah tangga masih berada pada tingkat yang aman. Hal ini tercermin dari rasio NPL kredit perseorangan
sebesar 2,26% lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya 2,31%. Secara lebih detil, risiko kredit konsumsi
perseorangan terlihat sangat rendah dengan rasio NPL sebesar 1,89%lebih. Hal ini menggambarkan bahwa kredit kepada
sektor rumah tangga memiliki kinerja yang relatif baik.
Penyaluran kredit perseorangan masih terkonsentasi di Kota Makassar. Pangsa kredit perseorangan di Makassar di
triwulan III 2016 mencapai 43,71%, diikuti oleh Kab. Gowa, Kab. Bone, dan Kota Palopo masing-masing dengan pangsa
5,70%, 4,40%, dan 3,89%. Penyaluran kredit perseorangan ini terdiri dari kredit perseorangan konsumtif dan non
konsumtif (produktif). Sebagian besar kredit perseorangan konsumtif terkonsentrasi di Makassar dengan pangsa 40,25%,
diikuti oleh Kab. Gowa, Kota Palopo, dan Kab. Bone masing-masing dengan pangsa 7,15%, 4,82%, dan 4,12%. Kredit
perseorangan konsumtif di sebagian besar kabupaten/kota didominasi oleh kredit multiguna, kecuali Kota Makassar dan
Kab. Gowa yang lebih didominasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hal ini menyebabkan secara keseluruhan kredit
perseorangan konsumtif di Sulsel didominasi oleh Kredit Multiguna. Untuk penyaluran kredit perseorangannon konsumtif
(produktif), juga terkonsentrasi di Kota Makassar dengan porsi 48,09%, diikuti Kab. Bone, Kab. Pinrang, dan Kab. Sidrap
masing-masing dengan pangsa 4,75%, 4.22%, dan 3,01%.
Tabel 4.7.Penyaluran Kredit Perseorangan Secara Spasial Posisi Triwulan III 2016
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Bunga K. RT (RHS) Bunga K. Kons (RHS)
NPL K. RT (RHS) NPL K. Kons (RHS)
Kredit
Perseorangan -
Non Konsumtif
Baki Debet Pertumbuhan Baki Debet
(Rp Milyar) (yoy) KPR KKB Multiguna RT Lainnya Lain-Lain (Rp Milyar)
Kota Makassar 31.638 10,85% 43,71% 8.124 898 5.880 534 850 15.352
Kab. Gowa 4.127 17,38% 5,70% 1.396 56 1.083 8 352 1.232
Kab. Bone 3.183 27,37% 4,40% 328 142 1.174 12 10 1.517
Kota Palopo 2.813 17,16% 3,89% 435 86 689 262 480 861
Kab. Wajo 2.504 18,22% 3,46% 457 31 506 7 365 1.138
Kab. Pinrang 2.479 20,11% 3,42% 170 16 658 4 285 1.346
Kota Pare-Pare 2.380 17,13% 3,29% 351 89 754 6 189 991
Kab. Maros 2.178 28,12% 3,01% 402 13 676 - 425 662
Kab. Sidenreng Rappang 2.126 16,81% 2,94% 137 10 338 - 360 1.281
Kab. Bulukumba 2.100 25,37% 2,90% 181 19 951 1 66 882
Kab. Takalar 1.750 27,46% 2,42% 83 4 941 - 65 657
Kab. Luwu Utara 1.727 26,89% 2,39% 141 3 599 17 399 568
Kab. Luwu 1.547 21,81% 2,14% 150 30 398 19 351 599
Kab. Jeneponto 1.506 30,16% 2,08% 128 10 414 - 455 499
Kab. Pangkajene Kepulauan 1.445 20,62% 2,00% 101 12 550 6 278 498
Kab. Sinjai 1.340 24,19% 1,85% 116 9 325 - 246 644
Kab. Soppeng (d/h Watansoppeng) 1.255 24,75% 1,73% 82 7 428 3 269 466
Kab. Tana Toraja 1.253 14,12% 1,73% 66 4 614 1 122 446
Kab. Barru 1.141 25,25% 1,58% 38 4 417 - 155 527
Kab. Bantaeng 1.035 30,52% 1,43% 86 7 232 - 327 383
Kab. Enrekang 1.022 26,96% 1,41% 63 2 187 3 236 531
Kab. Luwu Timur (d/h Luwu Selatan) 957 29,67% 1,32% 42 2 153 1 256 503
Kab. Toraja Utara 465 58,70% 0,64% 3 - 117 - 136 209
Kab. Selayar 418 31,45% 0,58% 4 1 119 - 163 131
PROVINSI SULAWESI SELATAN 72.388 17,20% 100,00% 13.083 1.456 18.201 887 6.840 31.923
Baki Debet (Rp Milyar)Pangsa
Kabupaten/Kota
Kredit Perseorangan - KonsumtifTotal Kredit Perseorangan
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 65
Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
Penyaluran KPR perbankan di Sulsel tumbuh melambat. KPR pada triwulan III 2016 tumbuh 4,29% (yoy) lebih rendah
dibandingkan periode sebelumnya 5,21% (yoy). Menurutjenisnya, perlambatan pertumbuhan KPR terjadi pada KPR/KPA
tipe besar (>70 m2) dan KP Ruko. Di triwulan III 2016, KPR/KPA tipe besar (>70 m
2) mengalami kontraksi -3,72% (yoy) lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang masih mencatatkan pertumbuhan positif 0,54% (yoy) sementara KP Ruko
tumbuh melambat dari 11,70% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 10,06% (yoy) di periode laporan.
Menurut hasil survei, perlambatan pertumbuhan KPR pada periode ini dikarenakan menurunnya permintaan rumah
akibat kondisi perekonomian yang masih lesu. Namun, untukKPR/KPA tipe kecil (s.d 21m2) dan KPR/KPA tipe sedang (>21-
70 m2) tercatat tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, yaitu masing-masing dari 0,44% (yoy) dan 6,61% (yoy) di
triwulan II 2016 menjadi 0,72% (yoy) dan 7,08% (yoy) di triwulan III 2016. Tuntutan akan kebutuhan rumah pertama
terutama bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah, tampaknya turut menjadi faktor pendorong KPR di Sulsel.
Risiko KPR sektor rumah tangga relatif terjaga. Hal ini tercermin dari NPL KPR secara umum masih berada dalam batas
aman, yakni 4,22%. Hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah kecenderungan meningkatnya NPL di seluruh jenis
KPR. Peningkatan NPL terbesar terjadi di jenis KP Ruko dari 4,90% di triwulan II 2016 menjadi 5,83% di perode laporan.
Tabel 4.8.Pertumbuhan dan NPL KPR di Sulsel Tabel 4.9.Pertumbuhan dan NPL KKB di Sulsel
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
KKB yang disalurkan perbankan kembali terkontraksi. Kontraksi KKB di triwulan III 2016 tercatat -15,22% (yoy), lebih
dalam dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -14,99% (yoy). Di sisi lain, kredit perseorangan melalui perantara
keuangan (leasing) mengalami pertumbuhan yang signifikan hingga 10 kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun
2015. Terkontraksinya KKB tidak lepas dari kondisi ekonomi yang masih belum membaik terutama di triwulan III 2016,
khususnya sektor-sekor utama yang menyerap tenaga kerja yang tinggi seperti industri pengolahan, konstruksi, dan
perdagangan. Sedangkan dalam konteks pemerintah Provinsi/Kab/Kota, hal ini akan mempengaruhi pencapaian target
penerimaan dari sektor pajak kendaraan bermotor sebagaimana yang telah ditetapkan dalam APBD.
Dilihat dari jenis kendaraan yang dibeli, kontraksi pertumbuhan KKB disebabkan oleh memburuknya kinerja kredit di
hampir seluruh jenis KKB. KKB mobil roda empat yang memiliki pangsa 82,40% tercatat mengalami kontraksi -17,95%
(yoy) di triwulan III 2016, lebih dalam dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya -14,61% (yoy). KKB jenis sepeda
motor dan KKB kendaraan lainnya juga tercatat mengelami kontraksi masing-masing sebesar -18,15% (yoy) dan -62,87%
(yoy) di triwulan III 2016 lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang masing-masing tercatat mengalami
kontraksi sebesar -8,40% (yoy) dan -61,24% (yoy). Di sisi lain, KKB jenis truk mengalami signifinan seiring dengan
membaiknya kinerja sektor pertambangan. KKB jenis truk tercatat tumbuh 206,16% (yoy) setelah triwulan sebelumnya
mengalami kontraksi -33,97% (yoy).
Secara agregat, meskipun mengalami perlambatan pertumbuhan KKB mengalami perbaikan kualitas. Hal ini terlihat
dari penurunan NPL secara keseluruhan KKB dari 1,74% di triwulan II 2016 menjadi 1,58% di periode laporan. Perbaikan
kualitas kredit ini di dorong oleh perbaikan kualitas kerdit KKB di jenis sepeda motor. NPL KKB sepeda motor turun
signifikan dari 6,97% di triwulan II 2016 menjadi 1,41%. Di sisi lain, NPL jenis KKB lainnya mengalami sedikuit peningkatan,
namun masih dalam tingkatan yang aman (<2%).
Kredit Multiguna
Kredit multiguna memiliki pangsa terbesar terhadap seluruh kredit konsumsi perseorangan. Besarnya penggunaan
kredit konsumsi perseorangan untuk keperluan multiguna menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga
diluar kebutuhan untuk perumahan, kendaraan maupun peralatan rumah tangga masih cukup besar. Pada triwulan III
2016, kredit multiguna tumbuh 20,96% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 20,19% (yoy). Salah satu daya
tarik kredit multiguna adalah proses pengajuan kredit yang relatif mudah.Selain itu, pemanfaatan penggunaan kredit
Tw III-2016 Tw II-2016 Tw III-2016 Tw II-2016 Tw II-2016
KPR/KPA s.d 21 10,07% 0,44% 0,72% 2,65% 2,78%
KPR/KPA >21-70 56,18% 6,61% 7,08% 3,80% 3,96%
KPR/KPA >70 21,22% 0,54% -3,72% 4,51% 4,66%
KP Ruko 12,53% 11,70% 10,06% 4,90% 5,83%
Total KPR 100,00% 5,21% 4,29% 3,98% 4,22%
Pangsa (%) Growth (yoy) NPL %Jenis KPR
Pangsa (%)
Tw III-2016 Tw I-2016 Tw II-2016 Tw III-2016 Tw II-2016 Tw III-2016
Mobil Roda 4 82,40% -12,62% -14,61% -17,95% 1,00% 1,49%
Truk 5,33% 158,14% -33,97% 206,16% 0,46% 3,28%
Sepeda Motor 11,72% -13,05% -8,40% -18,15% 6,97% 1,41%
Kendaraan Lainnya 0,55% -57,58% -61,24% -62,87% 1,72% 1,80%
Total KKB 100,00% -10,39% -14,99% -15,22% 1,74% 1,58%
Jenis KKBNPL (%)Growth (yoy)
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
multiguna yang fleksibel seperti renovasi rumah, biaya pernikahan, biaya pengobatan, pembelian barang elektronik,
maupun sebagai modal usaha, menyebabkan tingginya minat rumah tangga untuk menggunakan produk pembiayaan ini.
Tabel 4.10.Komposisi Kredit Multiguna Posisi Triwulan III 2016
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Kredit perseorangan multiguna didominasi oleh kelompok kredit dengan nominal plafond >Rp100 juta – 500 juta
dengan jangka waktu >60 bulan. Kelompok tersebut memiliki pangsa 64,68% dari total kredit multiguna perseorangan di
triwulan III 2016. Berdasarkan jumlah rekening, kelompok ini juga memiliki pangsa terbesar yaitu 41,44% terhadap
seluruh rekening kredit multiguna perseorangan. Dari sisi risiko, secara keseluruhan kredit multiguna perseorangan masih
dalam kondisi aman. Hal ini tercermin dari tingkat NPL yang masih sangat rendah yaitu 0,79%. Namun, penyaluran kredit
multiguna <Rp10 jutakhususnya yang berjangka waktu 12 bulan – 36 bulan, 36 bulan – 60 bulan, daan >60 bulan perlu
mendapat perhatian khusus, mengingat NPL pada kelompok tersebut berada pada level yang tinggi (>5%) (Tabel 4.11).
Tabel 4.11. NPL Kredit Multiguna Posisi Triwulan III 2016
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
4.1.2 Asesmen Sektor Korporasi
4.1.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Korporasi
Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di triwulan III 2016 mempengaruhi kinerja sektor korporasi. Beberapa
sektor utama tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan, seperti konstruksi, perdagangan, dan pertambangan. Disisi
permintaan, ekspor kembali mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar -31,98% (yoy) lebih dalam dari triwulan
sebelumnya -32,83% (yoy). Hal tersebut mengindikasikan sektor korporasi masih cukup rentan, terutama sektor industri
nikel yang merupakan industri andalan ekspor di Sulsel.
Komoditas nikel masih menjadi tumpuan ekspor Sulsel di triwulan III 2016. Namun, nikel yang memiliki pangsa 48,42%
terhadap total ekspor Sulsel masih menunjukkan pertumbuhan negatif di triwulan III 2016. Meskipun membaik, ekspor
Nikel Sulsel di triwulan III 2016 masih tercatat tumbuh negatif -22,05% (yoy). Selain faktor masih lemahnya permintaan
negara mitra dagang utama komoditas nikel, khususnya Jepang, kontraksi ekspor nikel juga disebabkan oleh masih
rendahnya harga nikel di pasar internasional. Rata-rata harga nikel di triwulan III 2016 sebesar USD10.263 per metric ton
jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 yang mencapai USD13.056 per metric ton.
<1
2 B
ula
n
12
Bln
- 3
6 B
ln
>3
6 B
ln -
48
Bln
>4
8 B
ln -
60
Bln
.>6
0 B
ula
n
TOTA
L
<1
2 B
ula
n
12
Bln
- 3
6 B
ln
>3
6 B
ln -
48
Bln
>4
8 B
ln -
60
Bln
.>6
0 B
ula
n
TOTA
L
<10 Juta 0,18% 0,08% 0,04% 0,01% 0,93% 1,24% 4,22% 1,32% 0,42% 0,08% 3,81% 9,86%
>10 Juta - 50 Juta 0,35% 0,40% 0,24% 0,04% 2,75% 6,21% 1,67% 2,03% 1,01% 0,17% 9,35% 23,58%
>50 Juta - 100 Juta 0,14% 0,71% 1,05% 0,11% 19,04% 21,05% 0,20% 1,32% 1,83% 0,18% 29,12% 32,65%
>100 Juta - 500 Juta 0,11% 0,31% 0,79% 0,21% 64,24% 65,68% 0,07% 0,23% 0,62% 0,18% 41,44% 42,54%
>500 Juta - 1 M 0,00% 0,06% 0,02% 0,01% 2,81% 2,90% 0,00% 0,01% 0,00% 0,00% 0,45% 0,46%
>1 M 0,01% 0,09% 0,07% 0,00% 5,19% 5,35% 0,00% 0,01% 0,00% 0,00% 0,25% 0,26%
TOTAL 0,79% 1,65% 2,22% 0,38% 94,96% 100,00% 6,16% 4,92% 3,88% 0,61% 84,43% 100,00%
Besar Pinjaman
Berdasarkan Nominal (Pangsa) Berdasarkan Jumlah Rekening (Pangsa)
Jangka Waktu Jangka Waktu
<12 Bulan 12 Bln - 36 Bln >36 Bln - 48 Bln >48 Bln - 60 Bln >60 Bulan TOTAL
<10 Juta 0,02% 12,47% 21,54% 11,38% 19,73% 16,46%
>10 Juta - 50 Juta 0,00% 1,07% 0,48% 1,03% 1,37% 1,15%
>50 Juta - 100 Juta 0,00% 0,20% 0,13% 0,83% 0,39% 0,37%
>100 Juta - 500 Juta 0,00% 0,06% 0,09% 0,00% 0,43% 0,42%
>500 Juta - 1 M 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 4,37% 4,23%
>1 M 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 1,32% 1,28%
TOTAL 0,01% 0,95% 0,56% 0,65% 0,80% 0,79%
Besar PinjamanJangka Waktu
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 67
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank dan Bea Cukai, diolah
Grafik 4.17. Komposisi Ekspor Sulsel Triwulan III 2016 Grafik 4.18. Perkembangan Ekspor dan Harga Nikel Internasional
Masih lemahnya permintaan nikel dunia dan harga nikel yang masih rendah,menambah risiko pada korporasi
pengolahan nikel dan korporasi penunjang lainnya. Melemahnya permintaan dan harga nikel di pasar internasional akan
mempengaruhi kinerja korporasi pengolahan nikel di Sulsel. Mengingat korporasi nikel di Sulsel merupakan industri dalam
skala yang besar, keberlangsungan korporasi nikel ini akan sangat mempengaruhi korporasi-korporasi pendukung
lainnya,diantaranyapenyedia jasa pengangkutan hasil pengolahan. Selain itu, juga berpengaruh terhadap kondisi
ketenagakerjaan dan penurunan tingkat penghasilan pekerja di korporasi yang berkaitan langsung maupun tidak
langsung. Selain itu, pelemahan nikel dunia dan harga nikel yang masih rendah ini akan memberikan efek yang negatif
pada perkembangan pembangunan industri smelter nikel baru di kawasan industri Bantaeng. Jika ini terjadi, maka
peluang peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulsel dari sektor industri pengolahan akan semakin mengecil.
Sumber kerentanan lainnya adalah anomali cuaca dan iklim. Berkaca pada tahun 2014 dan 2015 yang lalu, El Nino (iklim
kering) memberikan dampak yang cukup besar pada sektor pertanian termasuk korporasi yang bergerak di dalamnya.
Pada tahun 2016, risiko yang muncul adalah LaNina(iklim basah) yang juga akan mengakibatkan pergeseran musim
terutama karena curah hujan yang naik drastis disepanjang periode La Nina. Risiko yang muncul adalah cuaca yang dapat
mengurangi hasil tangkap ikan, yang mengakibatkan korporasi yang bergerak di subsektor perikanan tangkap seperti
eksportir ikan tangkap akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pasokan ikan.
4.1.2.2 Kinerja Sektor Korporasi
Omset Penjualan
Dari hasil liaison14
kepada pelaku usaha korporasi di Sulsel pada triwulan III 2016, yang mengalami penurunan omset
penjualan adalah korporasi yang bergerak di sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR).Rata-rata skala likert pada
sektor PHR berada pada posisi -1,0. Angka tersebut menunjukkan bahwa penurunan yang terjadi berada pada rata-rata
normalnya. Dari hasil liaison yang sama, pelaku usaha perhotelan melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian kamar
di sepanjang periode laporan. Hal ini bersifat musiman, dimana biasanya kegiatan pemerintah maupun swasta yang
diselenggarakan di Hotel jauh berkurang sepanjang Ramadhan dan Idul Fitri. Di sektor Pertanian, rata-rata skala likert di
triwulan III 2016 berada pada posisi 0, yang artinya stabil. Sementara di sektor industri pengolahan, rata-rata skala likert
di triwulan III 2016 menunjukan posisi 1, yang artinya terjadi peningkatan omset dibandingkan atas rata-rata normalnya.
Hal ini searah dengan peningkatan kegiatan ekspor sepanjang triwulan III 2016.
14Liaison adalah salah satu kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia melalui kunjungan dan wawancara langsung kepada korporasi untuk mendapatkan
data dan informasi terkini terkait dengan perkembangan kondisi usaha korporasi
Nikel48,42%
Cokelat Olahan
8,09%
Ganggang Laut
7,59%
Biji Cokelat
5,47%Ikan
Olahan
4,61%
Komoditas Lainnya
25,81%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
20.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
Harga Nikel gHarga Nikel - Skala Kanan gEkspor Nikel
USD/Metric Ton YOY
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Liaison KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.19. Kinerja Korporasi di Sulsel Berdasarkan Liaison Triwulan III 2016
Penurunan kinerja korporasi di sektor PHR terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan
oleh Kantor Perwakilan BI Provinsi Sulsel. Kegiatan usaha menunjukkan penurunan saldo bersih dari 40,22% di triwulan II
2016 menjadi 40,29% pada triwulan III 2016. Nilai saldo bersih yang positif tersebut menunjukkan bahwa korporasi yang
mengalami penurunan permintaan lebih banyak dibandingkan korporasi yang mengalami peningkatan permintaan.
Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.20. Kondisi Kegiatan Usaha di Susel
Biaya
Pada triwulan II 2016, hampir semua korporasi menyatakan mengalami peningkatan biaya produksi. Para pelaku usaha
mengaku bahwa terjadi peningkatan biaya produksi baik biaya bahan baku, biaya energi, maupun upah. Pada komponen
biaya bahan baku, peningkatan biaya bahan baku terjadi di sektor pertanian dengan rata-rata skala likert 0,5. Disisi lain,
terjadi penurunan biaya bahan baku di sektor industri pengolahan dengan rata-rata skala 1,0. Pada komponen biaya
energi, seluruh sektor mengalami peningkatan biaya energi dengan rata-rata skala likert 0,5. Selain komponen biaya
energi, komponen biaya tenaga kerja (tingkat upah) juga meningkat di seluruh sektor yang di survey pada periode
berjalan. Komponen biaya tenaga kerja di seluruh sektor meningkat dengan rata-rata skala 1,0.
Marjin Keuntungan
Kinerja korporasi sektor pertanian dan perdagangan dari sisi perolehan laba atau margin mengalami penurunan di
triwulan III 2016. Berdasarkan hasil liaison, margin keuntungan korporasi di sektor pertanian turun dengan rata-rata skala
likert -1,5. Sementara itu, margin keuntungan di korporasi sektor perdagangan turun dengan rata-rata skala likert -0,5.
Disisi lain, korporasi di sektor PHR tidak mengalami perubahan margin keuntungan. Penurunan marjin keuntungan tidak
lepas dari penurunan keadaan ekonomi secara keseluruhan. Sebagai mana dijelaskan sebelumnya, ekonomi Sulsel pada
triwulan III 2016 mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kondisi Likuiditas Keuangan
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia memperlihatkan kondisi keuangan korporasi
yang baik, meskipun tidak sebaik triwulan sebelumnya Pada triwulan III 2016, hasil survei menunjukkan 55,20%
-2,00
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
Penjualan
Domestik
Ekspor Kapasitas
Utilisasi
Persediaan Investasi Biaya Bahan
Baku
Biaya Energi Tingkat Upah Harga Jual Margin Per
Unit Output
Jumlah TK
Pertanian Perdagangan Industri Pengolahan
Skala Likert
29,02
13,09
37,63
12,41
6,05
40,22
29,09
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
I II III IV I II III
2015 2016
% Saldo Bersih
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 69
responden korporasi memiliki keadaan likuiditas yang baik, menurun dibandingkan periode sebelumnya 62,20%.
Sementara itu rasio responden korporasi yang menyatakan kondisi likuiditasnya cukup baik adalah 44,00% meningkat dari
triwulan sebelumnya sebesar 37,80%. Yang perlu diwaspadai adalah peningkatan korporasi dengan kondisi likuiditas
buruk di sektor Hotel Resto. Terdapat 7,69% dari seluruh responden korporasi di sektor Hotel Resto yang memiliki kondisi
Likuiditas buruk.
Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.21. Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di
Sulsel Grafik 4.22. Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Menurut Sektor
Ekonomi di Triwulan III 2016
Beban Angsuran Hutang Korporasi
Dilihat dari sisi kemampuan membayar hutang, korporasi di Sulsel secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga.
Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU triwulan III 2016 yang menunjukkan hanya 10,814% dari seluruh responden
korporasi yang menyatakan beban angsuran utang akan semakin berat kedepannya. Persepsi tersebut berasal dari
beberapa korporasi di sektor pertanian, pertambangan, Hotel Restoran, Pengangkutan, dan Jasa Keuangan yang
berasumsi akan terjadi penurunan permintaan pada 6 bulan yang akan datang. Sementara itu, terdapat 1,45% dari
seluruh responden korporasi yang menyatakan beban angsuran utang kedepan akan semakin ringan. Hal demikian
menggambarkan bahwa secara umum potensi risiko gagal bayar yang kemungkinan dihadapi korporasi di Sulsel relatif
rendah.
Tabel 4.12. Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatangdi Triwulan III 2016
Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah
4.1.2.3 Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi.
Untuk menjaga stabilitas keuangan, kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi tetap perlu diwaspadai meskipun
eksposur kredit korporasi saat ini baru sebesar 26,63% dari total kredit di Sulsel. Hal ini karena kondisi keuangan sektor
rumah tangga juga tergantung oleh kinerja sektor korporasi, terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan tenaga kerja.
Kredit perbankan pada sektor korporasi di triwulan III 2016 mencapai Rp25,02 triliun dengan pertumbuhan 8,89% (yoy),
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang tercatat 45,04% (yoy). Perlambatan pertumbuhan
kredit korporasi terjadi di seluruh segmen kredit, baik modal kerja, investasi, maupun konsumsi. Ketiga segmen tersebut
tumbuh melambat dari masing-masing 39,57% (yoy), 60,60% (yoy), dan 25,21% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi masing-
masing 6,93% (yoy), 13,73% (yoy), dan 12,07% (yoy)
62,20
37,80
-
Baik Cukup Baik Buruk
TW II 2016 TW III 2016
55,20 44,00
0,80
33,33%
33,33%
44,44%
54,55%
58,82%
76,92%
80,00%
66,67%
66,67%
55,56%
45,45%
41,18%
15,38%
20,00%
7,69%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Pertambangan
Konstruksi
Pengangkutan
Perdagangan
Pertanian
Hotel Resto
Jasa Keuangan
Baik Cukup Buruk
Semakin Berat Tetap Semakin Ringan
Pertanian 8,00% 10,00% 90,00% 0,00%
Pertambangan 9,60% 16,67% 83,33% 0,00%
Konstruksi 4,00% 0,00% 100,00% 0,00%
Perdagangan 12,80% 0,00% 100,00% 0,00%
Hotel Restoran 8,80% 9,09% 90,91% 0,00%
Pengangkutan 5,60% 14,29% 85,71% 0,00%
Jasa Keuangan 6,40% 25,00% 62,50% 12,50%
Total 55,20% 10,14% 88,41% 1,45%
SektorMemiliki Kredit di Bank
(% thd total responden)
Perkiraan Beban Angsuran
(%Responden thd Responden Kredit)
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.23. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.24. Pertumbuhan Kredit Korporasi Menurut Sektor Ekonomi
Kredit Modal Kerja Korporasi
Kredit modal kerja korporasi pada triwulan III 2016 mencapai Rp17,46 triliun. Hal ini berarti berkurangRp492 milyar
dibandingkan baki debet di triwulan sebelumnya sebesar Rp17,95 triliun. Kredit modal kerja korporasi di topang oleh tiga
sektor utama, yaitu perdagangan (pangsa: 50,07%), konstruksi (pangsa: 26,89%), dan industri pengolahan (pangsa:
9,18%). Kredit modal kerja korporasi di triwulan laporan tumbuh 6,93% (yoy) lebih lambat dari triwulan sebelumnya
39,57% (yoy). Perlambatan disebabkan oleh penurunan pertumbuhan kredit di beberapa sektor, khususnya sektor
perdagangan. Pertumbuhan kredit modal kerja di sektor perdagangan turun tajam dari 10,42% (yoy) di triwulan II 2016
menjadi kontraksi -0,97% (yoy) di periode laporan. Perlambatan pertumbuhan ini tertahan oleh meningkatnya krredit
modal kerja di sektor konstruksi dan membaiknya kredit modal kerja sektor industri pengolahan meskipun masih dalam
fase kontraksi.
Secara agregat kualitas kredit modal kerja korporasi dalam kondisi aman. Hal ini terlihat dari tingkat NPL sebesar 4,95%
dibawah batas psikologis 5%. NPL pada priode laporan tersebut lebih rendah dari NPL periode sebelumnya yang
mencapai 6,14%. Peningkatan kualitas kredit modal kerja ini di dorong oleh perbaikan kualitas kredit modal kerja di sektor
perdagangan. NPL kredit modal kerja di sektor peedagangan turun dari 5,76% di triwulan II 2016 menjadi 3,08%.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.25. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Utama Grafik 4.26. Perkembangan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor
Utama
Kredit Investasi Korporasi
Kredit investasi korporasi pada triwulan III 2016 mencapai Rp7,48 triliun. Hal ini berarti meningkat Rp105 milyar
dibandingkan baki debet di triwulan sebelumnya sebesar Rp7,38 triliun. Kredit investasi korporasi ditopang oleh tiga
sektor utama, yaitu sektor Perdagangan, Konstruksi, dan Industri Pengolahan, yang masing-masing memiliki pangsa
44,64%, 12,93%, dan 10,49%. Secara pertumbuhan, kredit investasi korporasi di triwulan III 2016 tumbuh 13,73 (yoy),
yang didorong oleh pertumbuhan dua sektor utama yaitu sektor Perdagangan dan Industri Pengolahan yang masing-
masing tumbuh34,72% (yoy) dan 25,00% (yoy).
Secara agregat kualitas kredit investasi korporasi memburuk. Hal ini terlihat dari peningkatan NPL dari 5,52% di triwulan
II 2016 menjadi 8,98% di triwulan III 2016. Peningkatan NPL disebabkan oleh meningkatnya NPL kredit investasi di
beberapa sektor, terutama sektor perdagangan. NPL kredit investasi di sektor perdagangan meningkat signifikan dari
Modal Kerja
69,81%
Investasi29,93%
Konsumsi0,26%
Tw III - 2016
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
I II II I IV I II II I IV I II II I
2014 2015 2016
Modal Kerja Korporas i Investas i Korporas i Kredit Korporasi
YOY
10,42%
18,33%
-31,87%
-0,97%
19,30%
-16,10%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan
Tw II - 2016 Tw III - 2016
YOYPangsa: 50,07% Pangsa: 26,89% Pangsa: 9,18%
5,76%4,25%
18,35%
6,14%
3,08%4,66%
18,27%
4,95%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan Total Modal KerjaKorporasiTw II - 2016 Tw III - 2016
Risiko Menurun Risiko Terjaga Risiko Menurun Risiko Menurun
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 71
0,82% di triwulan II 2016 menjadi 8,22% di triwulan III 2016. Di sisi lain, NPL kredit sektor industri pengolahan mengalami
penurunan signifikan dari 28,05% di triwulan II 2016 menjadi 2,74% di perode laporan.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.27. Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Utama Grafik 4.28. Perkembangan NPL Kredit Investasi Korporasi Sektor Utama
4.1.3 Asesmen Sektor Institusi Keuangan (Perbankan)15
4.1.3.1 Perkembangan Kelembagaan
Jumlah bank umum di Sulsel tidak berubah dan didominasi bank konvensional. Jumlah bank umum pada triwulan III
2016 tercatat sebanyak 52 bank, sementara jumlah BPR masih tetap sebanyak 29 bank. Adapun jumlah kantor bank
sebanyak 977 kantor yang berarti belum bertambah.
Tabel 4.13. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.1.3.2 Aset Perbankan
Total aset bank umum tumbuh melambat. Aset perbankan tercatat sebesar Rp123,19 triliun, tumbuh 8,92% (yoy) lebih
rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 13,30% (yoy) (Tabel 4.14). Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh
perlambatan pertumbuhan aset di kelompok bank pemerintah dari 18,48% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 13,36% (yoy)
di triwulan III 2016. Perlambatan pertumbuhan aset juga terjadi pada bank swasta nasional dari 6,17% (yoy) di triwulan II
2016 menjadi 2,68% (yoy) di triwulan III 2016. Sementara disisi lain, total aset bank asing dan bank campuran kembali
mengalami kontraksi -26,05% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -16,71% (yoy).
Tabel 4.14. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
15Data perbankan lokasi bank
27,60%
14,26%
18,47%
34,72%
-4,64%
25,00%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan
Tw II - 2016 Tw III - 2016
YOYPangsa: 44,64% Pangsa: 12,93% Pangsa: 10,49%
0,82%3,86%
28,05%
5,52%8,22%
4,27%2,74%
8,98%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan Investasi Korporasi
Tw II - 2016 Tw III - 2016
Risiko Meningkat Risiko Terjaga Risiko Menurun Risiko Meningkat
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
Bank Umum (Konv. + Syariah) 42 44 45 46 46 47 47 48 48 50 50 50 52 52 52
Konvensional 36 38 39 40 40 41 41 41 41 43 43 43 43 44 44
UUS 5 5 5 5 5 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8
Syariah 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 8 8
Jumlah Kantor* 940 950 959 971 974 979 980 972 973 978 978 983 983 977 977
BPR 28 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29
*) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF (data sementara)
2015 2016RINCIAN
2013 2014
I II III IV I II III I II III IV I II III
Total Aset 15,44 11,00 13,59 16,01 15,14 13,30 8,92 104.944 108.309 113.101 117.572 120.832 122.710 123.190
Bank Pemerintah 16,46 10,70 15,34 21,85 21,85 18,48 13,36 61.182 63.739 67.472 70.874 74.549 75.515 76.489
Bank Swasta Nasional 14,41 11,73 11,65 8,71 6,20 6,17 2,68 43.112 44.012 45.104 46.161 45.786 46.729 46.312
Bank Asing dan Bank Campuran (9,54) (7,19) (21,91) (25,86) (23,57) (16,71) (26,05) 649 558 525 536 496 465 388
Aset Menurut Kelompok Bank 2015 2015 2016
Nominal (Rp Miliar)Pertumbuhan (%, yoy)
2016
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
4.1.3.3 Intermediasi Perbankan
Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum tumbuh meningkat. Dana yang dihimpun mencapai Rp82,09 triliun atau tumbuh
19,21% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 17,95% (yoy). Percepatan terjadi di komponen
Tabungan dan Deposito yang masing-masing tumbuh dari 16,08% (yoy) dan 21,44% (yoy) di triwulan I 2016, menjadi
22,16% (yoy) dan 23,09% (yoy) di triwulan II 2016. Sementara itu, Giro tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan
dari 26,98 (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 3,24% (yoy) di triwulan II 2016.
Tabel 4.15. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Kredit yang disalurkan perbankan mengalami perlambatan pertumbuhan. Kredit tercatat tumbuh 14,31% (yoy) menjadi
Rp102,77 triliun, lebih rendahdibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 16,05% (yoy). Secara penggunaan,
perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di kelompok investasi dan modal kerja.
Kelompok kredit investasi tumbuh 15,61% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat
26,04% (yoy). Sementara itu, kredit modal kerjatumbuh 13,70% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan
sebelumnya yang tercatat 14,13% (yoy). Di sisi lain, kredit konsumsi tercatat mengalami percepatan pertumbuhandari
13,36% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 14,27% (yoy) di triwulan III 2016. Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan
kredit terutama disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di sektor Pertanian dan sektor Konstruksi yang masing-
masing tumbuh 30,18% (yoy) dan 16,39% (yoy) di triwulan III 2016.
Fungsi intermediasi perbankan berjalan baik. Hal ini tercermin dari rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit
Ratio/LDR) sebesar 125,30%, dengan risiko kredit yang semakin membaik sebagaimana tercermin dari rasio Non
Performing Loan (NPL) yang semakin menurun menjadi 3% pada triwulan III 2016 dari triwulan sebelumnya 3,05%. Bila
dibandingkan dengan posisi yang sama tahun lalu dimana LDR tercatat 124,13% dan NPL tercatat 3,85%, maka fungsi
intermediasi perbankan di Sulsel terlihat berjalan dengan baik.
Tabel 4.16. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.1.3.4 Bank Syariah
Aset perbankan syariah tumbuh melambat. Aset perbankan syariah pada triwulan III 2016 tercatat Rp6,63 triliun atau
tumbuh 2,21% (yoy) lebih rendah dari triwulan II 2016 yang tumbuh 8,13%. Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh
I II III IV I II III I II III IV I II III
Total Aset
DPK 14.20 12.16 12.58 18.69 17.95 19.21 13.24 66,419 68,867 72,433 78,467 78,342 82,097 82,025
a. Giro 27.09 21.48 28.66 64.69 26.98 3.24 (5.37) 10,154 11,820 12,471 13,165 12,894 12,203 11,802
b. Tabungan 5.24 5.16 7.65 12.81 16.08 22.16 11.49 34,147 34,881 37,491 42,221 39,637 42,611 41,800
c. Deposito 24.78 19.79 13.39 11.61 21.44 23.09 26.48 22,118 22,166 22,472 23,091 26,859 27,283 28,423
Kredit 12.43 10.37 11.74 13.67 12.90 16.05 14.31 85,303 87,563 89,911 94,981 96,310 101,617 102,774
a. Modal Kerja 20.25 19.15 16.85 16.82 14.44 14.13 13.70 32,776 34,627 34,876 36,730 37,510 39,518 39,653
b. Investasi 12.57 6.68 13.07 26.47 21.59 26.04 15.61 16,482 16,500 17,476 20,538 20,041 20,796 20,204
c. Konsumsi 6.10 4.68 6.82 5.12 7.53 13.36 14.27 36,045 36,436 37,558 37,713 38,759 41,303 42,917
LDR (%) 128.43 127.15 124.13 121.05 122.94 123.78 125.30
NPLs Gross (%) 3.36 3.16 3.85 3.19 3.36 3.05 3.00
Nominal (Rp Miliar)
2015Komponen 2015
Pertumbuhan (%, yoy)
2016 2016
I II III IV I II III I II III IV I II III
Kredit 12.43 10.37 11.74 13.67 12.90 16.05 14.31 85,303 87,563 89,911 94,981 96,310 101,617 102,774
Pertanian 16.01 19.25 60.46 63.36 64.50 64.06 30.18 1,630 1,788 2,303 2,461 2,681 2,933 2,998
Pertambangan 13.16 (30.41) (28.74) (19.45) 0.61 2.32 (2.83) 427 390 383 410 430 399 372
Industri Pengolahan 28.49 21.37 23.85 57.71 43.77 56.44 52.79 5,035 5,109 5,304 7,487 7,239 7,993 8,104
Listrik, Gas, Air 75.06 68.62 71.61 8.24 (19.81) (32.92) (33.09) 382 413 398 379 306 277 267
Konstruksi 55.97 33.70 29.82 25.78 15.53 21.94 16.39 4,746 4,902 5,417 5,491 5,483 5,977 6,305
Perdagangan 14.73 13.35 14.08 16.25 14.47 14.71 10.41 27,920 29,003 29,373 31,424 31,959 33,268 32,431
Pengangkutan (6.00) (8.71) (9.45) (1.38) 1.52 1.68 2.18 2,782 2,693 2,672 2,781 2,824 2,738 2,730
Jasa Dunia Usaha (0.37) 12.20 12.40 15.25 10.29 1.21 5.22 3,733 4,037 4,024 4,221 4,117 4,085 4,234
Jasa Sosial Masyarakat 35.29 36.25 12.91 8.96 (0.43) (3.52) 0.17 2,473 2,681 2,388 2,549 2,462 2,587 2,392
Lain-lain 6.26 4.26 6.33 4.28 7.29 13.17 14.06 36,173 36,547 37,648 37,777 38,809 41,359 42,941
2015 2016
Nominal (Rp Miliar)
Komponen 2015 2016
Pertumbuhan (%, yoy)
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 73
melambatnya kinerja Bank Pemerintah dan Bank Swasta Nasional. Aset Bank Pemerintah tercatat tumbuh melambat dari
18,32% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 8% (yoy) di triwulan III 2016. Sementara aset BankSwasta Nasional tumbuh
melambat dari 5,85% (yoy) menjadi 0,85% (yoy) di triwulan III 2016.
DPK perbankan syariah tumbuh meningkat. DPK pada triwulan III 2016 tumbuh 13,51% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya 10,45% (yoy). Pertumbuhan DPK syariah didorong oleh perbaikan kinerja penghimpunan Giro yang
menunjukkan pertumbuhan menjadi 1,62% (yoy) di triwulan III 2016, setelah mengalami kontraksi -29,65% (yoy) di
triwulan II 2016. Namun hal ini tidak diikuti kinerja penghimpunan Deposito yang justru menurun dari 24,49% (yoy) di
triwulan II 2016 menjadi 16,66% (yoy) di triwulan III 2016. Sementara itu, penghimpunan Tabungandi triwulan III 2016
tumbuh 14% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 14,20% (yoy).
Pembiayaan perbankan syariah menurun signifikan. Total pembiayaan syariah di triwulan III 2016 tercatat sebesar
Rp5,67 triliun,mengalami kontraksi-1,42% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat
tumbuh 2,90% (yoy). Dengan pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan,
mengakibatkan Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami penurunan. Di triwulan III 2016, FDR tercatat 146,38% lebih
rendah dari triwulan sebelumnya 158,23%. Sementara itu, kualitas pembiayaan terlihat semakin membaik yang tercermin
dari penurunan rasio non performing financing (NPF) dari 3,87% di triwulan II 2016 menjadi 3,78% pada triwulan III 2016.
Tabel 4.17. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.1.3.5 Bank Perkreditan Rakyat
Aset BPR (termasuk BPR Syariah) tumbuh meningkat. Aset BPR di triwulan III 2016 tumbuh 19,52% (yoy) lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya 21,89% (yoy). DPK tumbuh 24,32% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya 26,92% (yoy), sementara Kredit tercatat tumbuh 33,56% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
27,25% (yoy). Dengan peningkatan pertumbuhan DPK dan kredit relatif seimbang, loan to deposit ratio (LDR) tercatat
relatif stabil. Pada triwulan III 2016 LDR BPR tercatat 139,38%, relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya 139,26%.
Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.29. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.30. Perkembangan Intermediasi BPR
4.1.3.6 Perbankan per Kabupaten/Kota
Perbankan di Kota Makassar memiliki aset paling besar. Dengan kepemilikan aset mencapai Rp84,67 triliun atau 68,73%
dari total aset perbankan di Sulsel, maka perbankan di Kota Makassar tetap menjadi pendorong utama perekonomian di
I II III IV I II III I II III IV I II III
Aset 7.42 10.84 15.49 18.10 16.96 8.13 2.21 6,000 6,184 6,489 6,975 7,018 6,687 6,633
Bank Pemerintah 4.65 7.70 11.90 41.36 50.55 18.32 8.00 1,101 1,132 1,235 1,624 1,657 1,339 1,333
Bank Swasta Nasional 8.06 11.57 16.37 12.50 9.42 5.85 0.85 4,899 5,052 5,255 5,352 5,360 5,348 5,300
DPK 16.22 17.59 18.55 28.83 10.33 10.45 13.51 3,187 3,287 3,411 3,853 3,517 3,630 3,872
a. Giro 147.17 111.60 22.23 57.57 (38.04) (29.65) 1.62 547 554 423 598 339 390 429
b. Tabungan 18.01 24.53 23.74 19.34 18.36 14.20 14.00 1,488 1,570 1,654 1,765 1,761 1,793 1,886
c. Deposito (8.54) (8.63) 11.68 31.58 22.90 24.49 16.66 1,153 1,162 1,335 1,490 1,417 1,447 1,557
Pembiayaan 17.63 14.65 16.73 10.56 11.05 2.90 (1.42) 5,239 5,582 5,750 5,684 5,817 5,744 5,668
FDR (%) 164.36 169.84 168.54 147.53 165.43 158.23 146.38
NPF Gross (%) 3.80 2.81 4.17 3.97 4.39 3.87 3.78
Nominal (Rp Miliar)
2015Komponen 2015 2016
Pertumbuhan (%, yoy)
2016
(10)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Miliar Aset
gAset - Skala Kanan
0
50
100
150
200
250
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015 2016
%Rp Miliar
DPK Kredit LDR - Skala Kanan
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sulsel. Sementara itu pangsa aset perbankan di 23 kab/kota lainnya tergolong masih relatif kecil, rata-rata kurang dari 5%
dari total aset perbankan di Sulsel. Pertumbuhan aset perbankan tertinggi di 5 daerah secara berturut-turut adalah
sebagai berikut; Kabupaten Jeneponto (35,13%; yoy), Bantaeng (34,81%; yoy), Maros (31,37%; yoy), Luwu Utara (30,02%;
yoy), dan Takalar (18,76%; yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan aset perbankan di Kota Makassar yang tercatat 7,91%
(yoy).
Tabel 4.18. Perkembangan Aset Perbankan per Kabupaten/Kota
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Kabupaten Luwu merupakan daerah dengan pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan III 2016. Kredit di Kab. Luwu
tumbuh 43,54% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 47,08% (yoy). Namun, bila dilihat
dari sisi pangsa kredit, kredit terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp67,68 triliun atau
65,86% dari total kredit di Sulsel. Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih berada di Kota
Makassar. Di triwulan III 2016 ini kredit di Makassar tumbuh 10,83% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
triwulan sebelumnya 13,34% (yoy).
Tabel 4.19. Perkembangan Kredit Perbankan per Kabupaten/Kota
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Kabupaten Takalar merupakan daerah dengan pertumbuhan DPK tertinggi di triwulan III 2016. DPK di Kab. Takallar
tumbuh 83,45% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 104,03% (yoy). Namun, bila dilihat dari sisi pangsa,
DPK terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp53,67 triliun atau 65,44% dari total DPK di
Sulsel. Hal ini menunjukkan, konsentrasu pertumbuhan ekonomi masih terpusat di Makassar. Di triwulan III 2016 ini DPK
di Makassar tumbuh 16,96% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 20,95% (yoy).
I II III IV I II III I II III IV I II III
Makassar 16.86 10.79 13.06 18.15 16.84 11.65 7.91 73,849 75,845 78,467 84,043 86,283 84,682 84,672
Pinrang 1.90 (4.20) 4.51 7.93 12.66 25.52 11.20 1,404 1,350 1,509 1,402 1,582 1,694 1,678
Gowa 9.23 9.07 19.06 24.16 29.12 21.47 14.81 1,457 1,603 1,736 1,703 1,881 1,947 1,993
Wajo 2.80 1.74 9.95 13.46 4.67 8.84 2.70 1,925 1,992 2,215 2,171 2,015 2,168 2,275
Bone 9.21 8.62 8.90 (8.23) (2.22) (0.45) (5.15) 2,573 2,693 2,810 2,518 2,516 2,680 2,665
Tana Toraja 8.81 9.58 10.70 19.07 24.42 22.48 17.53 1,138 1,218 1,328 1,405 1,416 1,492 1,561
Maros 21.10 16.87 17.89 22.05 14.38 30.62 31.37 1,226 1,213 1,268 1,343 1,402 1,585 1,666
Luwu 14.40 33.72 58.62 21.03 31.02 29.83 0.39 279 343 393 292 365 446 395
Sinjai 29.64 23.39 32.89 28.26 19.56 22.16 14.21 1,121 1,149 1,265 1,181 1,340 1,404 1,445
Bulukumba 5.26 7.01 8.30 9.12 11.97 20.50 17.95 1,495 1,590 1,648 1,762 1,674 1,916 1,944
Bantaeng 11.68 9.38 14.38 19.25 19.94 40.12 34.81 580 607 647 675 696 850 872
Jeneponto 11.26 13.04 15.14 18.28 22.39 37.58 35.13 879 920 962 1,021 1,075 1,265 1,300
Selayar 13.55 5.55 9.41 12.05 6.85 5.19 0.37 541 552 580 549 578 581 582
Takalar 12.26 13.83 19.12 16.58 12.03 22.52 18.76 1,160 1,231 1,338 1,310 1,299 1,508 1,589
Barru 14.14 16.22 26.14 20.31 27.52 26.73 10.22 721 741 876 850 919 939 966
Sidrap 20.78 19.55 23.43 5.78 6.55 13.74 5.03 1,199 1,243 1,400 1,276 1,277 1,414 1,471
Pangkep 9.40 7.70 7.64 9.29 17.91 18.65 12.82 1,111 1,062 1,144 1,106 1,310 1,260 1,290
Soppeng 27.41 30.95 30.80 26.53 18.94 16.92 10.99 945 1,064 1,189 1,142 1,124 1,244 1,320
Enrekkang 16.82 12.77 29.14 15.07 18.25 22.75 2.51 887 965 1,112 1,008 1,049 1,184 1,140
Luwu Timur 16.09 26.09 1.42 (5.18) (17.62) (10.44) (2.93) 896 986 890 721 738 883 864
Luwu Utara 16.69 23.86 26.06 27.77 31.08 36.44 30.02 1,284 1,425 1,513 1,628 1,683 1,944 1,967
Parepare 10.02 10.81 13.79 7.36 7.22 13.80 8.26 4,697 4,938 5,114 4,949 5,036 5,620 5,537
Palopo 15.91 9.01 9.21 2.14 (0.17) 11.88 8.18 3,580 3,581 3,697 3,516 3,574 4,006 3,999
2015 2016
Nominal (Rp Miliar)
2016
Pertumbuhan (%, yoy)
Aset Per Kabupaten/Kota 2015
I II III IV I II III I II III IV I II III
Makassar 58,449,372 59,770,786 61,070,966 65,937,699 65,931,747 67,746,040 67,683,013 13.85% 10.58% 11.84% 15.27% 12.80% 13.34% 10.83%
Pinrang 1,210,324 1,257,828 1,307,321 1,356,638 1,428,524 1,563,589 1,621,388 -3.16% -0.50% 1.59% 7.38% 18.03% 24.31% 24.02%
Gowa 1,290,086 1,356,996 1,422,694 1,497,291 1,618,590 1,764,413 1,854,028 8.79% 7.90% 9.79% 15.82% 25.46% 30.02% 30.32%
Wajo 1,710,673 1,758,469 1,761,154 1,724,665 1,767,148 1,958,731 2,068,354 3.39% 2.98% 3.33% 0.90% 3.30% 11.39% 17.44%
Bone 2,126,680 2,205,792 2,258,128 2,083,175 2,182,117 2,403,710 2,421,664 6.59% 9.23% 10.54% 0.41% 2.61% 8.97% 7.24%
Tana Toraja 903,610 928,282 949,726 1,000,293 1,060,369 1,186,377 1,243,054 4.43% 3.81% 5.00% 9.70% 17.35% 27.80% 30.89%
Maros 1,082,675 1,137,342 1,215,002 1,288,852 1,359,159 1,542,881 1,632,419 9.60% 12.65% 16.61% 21.27% 25.54% 35.66% 34.36%
Luwu 234,922 248,318 263,663 270,589 273,727 365,220 378,474 12.70% 15.22% 18.13% 17.78% 16.52% 47.08% 43.54%
Sinjai 1,036,999 1,066,222 1,097,804 1,146,907 1,215,702 1,353,097 1,395,546 21.58% 22.24% 24.26% 27.37% 17.23% 26.91% 27.12%
Bulukumba 1,172,101 1,222,741 1,291,757 1,361,630 1,437,917 1,653,054 1,708,751 6.51% 6.98% 12.62% 16.69% 22.68% 35.19% 32.28%
Bantaeng 559,107 582,687 616,715 647,900 675,627 796,666 846,045 12.02% 11.83% 15.90% 19.22% 20.84% 36.72% 37.19%
Jeneponto 859,893 893,649 926,728 985,320 1,049,571 1,210,439 1,261,969 9.91% 12.16% 12.76% 16.36% 22.06% 35.45% 36.17%
Selayar 291,130 305,451 317,218 325,054 343,376 385,655 406,150 12.68% 16.89% 16.08% 14.07% 17.95% 26.26% 28.03%
Takalar 1,114,386 1,148,274 1,203,601 1,283,220 1,255,090 1,451,639 1,540,774 9.72% 9.11% 11.91% 16.65% 12.63% 26.42% 28.01%
Barru 657,486 676,217 703,814 744,219 779,698 874,774 921,015 10.70% 10.60% 11.19% 14.50% 18.59% 29.36% 30.86%
Sidrap 1,135,338 1,198,286 1,248,932 1,148,314 1,219,971 1,339,700 1,406,782 15.73% 18.71% 18.78% 3.93% 7.45% 11.80% 12.64%
Pangkep 969,151 983,688 1,010,101 1,014,397 1,123,606 1,239,975 1,271,752 10.84% 10.55% 4.40% 4.24% 15.94% 26.05% 25.90%
Soppeng 707,957 738,096 775,593 826,100 872,835 986,558 1,020,942 11.51% 14.02% 17.50% 21.75% 23.29% 33.66% 31.63%
Enrekkang 632,834 647,567 671,580 721,700 747,900 807,177 851,790 9.73% 9.17% 10.06% 15.41% 18.18% 24.65% 26.83%
Luwu Timur 520,079 551,973 564,929 581,815 597,716 704,996 725,921 22.52% 24.35% 21.35% 17.67% 14.93% 27.72% 28.50%
Luwu Utara 1,239,634 1,360,437 1,456,400 1,529,152 1,626,984 1,835,941 1,925,423 13.87% 21.34% 24.38% 26.79% 31.25% 34.95% 32.20%
Parepare 4,420,933 4,556,238 4,695,131 4,607,896 4,694,476 5,107,774 5,158,826 9.30% 8.58% 10.63% 6.71% 6.19% 12.11% 9.88%
Palopo 2,978,330 2,967,569 3,081,776 2,898,975 3,048,644 3,338,675 3,429,694 11.97% 7.70% 9.23% -0.73% 2.36% 12.51% 11.29%
2015 2016
gKREDIT - % (YOY)KREDIT - Rp Juta
2016Kabupaten/Kota 2015
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 75
Sementara itu, pangsa DPK di 23 kabupaten/kota lainnya masih relatif kecil. Tercatat hanya terdapat 2 kabupaten/kota
yang memiliki pangsa DPK di atas 3%, yaitu Parepare (3,51%) dan Palopo (3,46%). Melihat potensi perekonomian yang
dimiliki beberapa Kabupaten di Sulsel yang relatif besar, perbankan dapat meningkatkan upaya penghimpunan DPK di
luar Kota Makassar, melalui inovasi produk yang semakin menarik atau pengembangan branchless banking.
Tabel 4.20. Perkembangan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Kualitas kredit relatif terjaga di seluruh kab/kota, dengan sebagian besar kabupaten/kota merupakan daerah lending
(LDR > 100%). Kualitas kredit yang tercermin dari tingkat NPL di seluruh kabupaten/kota masih dalam level aman. Seluruh
kab/kota memiliki tingkat NPL di bawah angka psikologis (5%). Sementara dari sisi intermediasi perbankan, lebih dari
separuh daerah merupakan daerah lending, yang tercermin dari LDR lebih dari 100%. Terdapat 18 Kabupaten/Kota yang
memiliki LDR di atas 100% yaitu Takalar, Jeneponto, Parepare, Bantaeng, Luwu Utara, Maros, Pinrang, Makassar, Sinjai,
Sidrap, Pangkep, Palopo, Bulukumba, Gowa, Luwu, Bone, Luwu Timur, dan Barru. Untuk perbankan yang berlokasi di 18
kabupaten/kota tersebut, masih memiliki potensi untuk penghimpunan DPK, terutama yang berupa dana murah
(tabungan). Sementara daerah funding, dengan LDR kurang dari 100%, masih memiliki potensi yang besar untuk
mendorong kredit/pembiayaan.
Tabel 4.21. Perkembangan NPL dan Intermediasi Perbankan per Kabupaten/Kota
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.2. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Penyaluran kredit UMKM tumbuh meningkat. Kredit UMKM di triwulan III 2016 tercatat sebesar Rp31,43 triliun, tumbuh
15,56% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 13,62% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total
kredit adalah 29,00%. Dari nilai tersebut, sekitar 71,64% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja
sedangkan sisanya digunakan untuk investasi. Angka rasio NPL kredit UMKM masih berada di bawah batas aman (5,0%).
Pada triwulan III 2016 NPL UMKM sebesar 4,07%, menurun dibandingkan rasio NPL pada triwulan lalu 4,14%. Secara
I II III IV I II III I II III IV I II III
Makassar 42,932,358 43,906,451 45,891,183 52,965,328 51,208,442 53,105,971 53,673,662 11.67% 9.21% 8.19% 19.39% 19.28% 20.95% 16.96%
Pinrang 811,798 852,610 942,380 1,007,942 1,225,840 1,342,557 1,273,776 6.76% 6.42% 8.28% 15.89% 51.00% 57.46% 35.17%
Gowa 1,177,269 1,297,704 1,372,836 1,509,299 1,568,661 1,574,670 1,577,629 11.75% 9.54% 13.51% 28.77% 33.25% 21.34% 14.92%
Wajo 1,747,744 1,879,970 2,066,062 2,033,112 1,975,850 2,033,102 2,132,702 7.61% 9.74% 16.92% 16.88% 13.05% 8.15% 3.23%
Bone 2,152,597 2,282,034 2,357,929 2,111,519 2,277,691 2,322,173 2,253,104 8.56% 10.70% 8.89% -3.32% 5.81% 1.76% -4.45%
Tana Toraja 1,075,740 1,146,823 1,213,516 1,259,943 1,275,190 1,416,992 1,441,305 10.08% 12.51% 41.23% 21.54% 18.54% 23.56% 18.77%
Maros 1,083,324 1,003,166 1,068,595 999,843 1,100,462 1,158,910 1,130,018 49.46% 30.28% 39.76% 36.24% 1.58% 15.53% 5.75%
Luwu 241,214 324,626 252,387 231,280 347,474 420,455 325,121 17.04% 36.02% 13.28% 83.79% 44.05% 29.52% 28.82%
Sinjai 655,968 913,535 1,041,542 972,721 1,116,108 1,116,507 1,113,226 52.81% 106.07% 111.28% 70.36% 70.15% 22.22% 6.88%
Bulukumba 1,355,908 1,379,750 1,399,517 1,386,440 1,464,564 1,508,257 1,442,551 16.35% 9.47% 7.75% 10.21% 8.01% 9.31% 3.07%
Bantaeng 409,647 431,000 505,393 421,760 541,147 521,227 537,176 21.18% 9.57% 35.20% 18.57% 32.10% 20.93% 6.29%
Jeneponto 504,163 604,097 670,170 537,269 638,349 766,907 700,607 27.62% 24.15% 31.77% 29.69% 26.62% 26.95% 4.54%
Selayar 495,356 512,310 530,937 464,125 549,079 559,033 549,620 11.32% 5.82% 9.48% 6.74% 10.85% 9.12% 3.52%
Takalar 386,664 398,499 440,658 682,926 721,964 813,039 808,376 13.29% 11.87% 16.91% 55.59% 86.72% 104.03% 83.45%
Barru 670,709 696,718 810,731 751,260 878,799 891,832 880,404 17.64% 18.21% 27.42% 24.83% 31.03% 28.00% 8.59%
Sidrap 917,739 926,559 1,113,253 952,149 1,032,992 1,067,537 1,126,070 31.44% 20.15% 35.16% 16.20% 12.56% 15.22% 1.15%
Pangkep 1,001,816 946,210 1,009,420 930,694 1,144,485 1,052,201 1,047,235 34.25% 32.01% 36.72% 10.30% 14.24% 11.20% 3.75%
Soppeng 890,907 1,004,401 1,107,310 1,041,695 1,095,568 1,192,839 1,243,627 29.89% 32.81% 33.69% 38.90% 22.97% 18.76% 12.31%
Enrekkang 840,342 835,730 1,048,176 921,389 999,369 1,140,828 1,073,733 22.56% 3.36% 30.85% 21.01% 18.92% 36.51% 2.44%
Luwu Timur 855,220 954,231 839,837 585,057 701,764 845,021 692,388 16.04% 26.56% 4.67% -12.25% -17.94% -11.44% -17.56%
Luwu Utara 1,017,692 1,160,131 1,162,034 1,179,794 1,243,318 1,305,002 1,286,920 26.96% 30.87% 27.74% 28.46% 22.17% 12.49% 10.75%
Parepare 2,613,764 2,813,141 2,909,004 2,766,350 2,503,176 3,023,367 2,877,117 17.61% 17.17% 14.76% 7.25% -4.23% 7.47% -1.10%
Palopo 2,582,006 2,597,787 2,680,471 2,755,086 2,731,479 2,918,164 2,838,319 21.37% 12.78% 9.34% 11.38% 5.79% 12.33% 5.89%
2015
gDPK - % (YOY)
2016
DPK - Rp Juta
2016Kabupaten/Kota 2015
I II III IV I II III I II III IV I II III
Makassar 3.62% 3.41% 4.55% 3.93% 4.20% 3.88% 3.92% 136.14% 136.13% 133.08% 124.49% 128.75% 127.57% 126.10%
Pinrang 1.79% 1.49% 1.20% 0.86% 0.91% 0.74% 0.84% 149.09% 147.53% 138.73% 134.59% 116.53% 116.46% 127.29%
Gowa 3.54% 2.89% 1.78% 0.84% 0.99% 0.69% 0.87% 109.58% 104.57% 103.63% 99.20% 103.18% 112.05% 117.52%
Wajo 4.35% 5.63% 5.80% 2.32% 2.30% 1.95% 1.88% 97.88% 93.54% 85.24% 84.83% 89.44% 96.34% 96.98%
Bone 3.06% 3.12% 3.14% 3.79% 4.28% 3.73% 2.34% 98.80% 96.66% 95.77% 98.66% 95.80% 103.51% 107.48%
Tana Toraja 0.93% 1.06% 0.73% 0.48% 0.61% 0.58% 0.46% 84.00% 80.94% 78.26% 79.39% 83.15% 83.73% 86.25%
Maros 0.81% 0.70% 0.56% 0.46% 0.57% 0.49% 0.43% 99.94% 113.38% 113.70% 128.91% 123.51% 133.13% 144.46%
Luwu 0.22% 0.26% 0.30% 0.33% 0.37% 0.22% 0.16% 97.39% 76.49% 104.47% 117.00% 78.78% 86.86% 116.41%
Sinjai 2.17% 2.08% 1.72% 1.16% 1.32% 1.21% 1.04% 158.09% 116.71% 105.40% 117.91% 108.92% 121.19% 125.36%
Bulukumba 1.96% 2.15% 2.07% 1.61% 1.58% 1.29% 1.26% 86.44% 88.62% 92.30% 98.21% 98.18% 109.60% 118.45%
Bantaeng 1.26% 0.94% 0.70% 0.57% 0.85% 0.92% 0.65% 136.49% 135.19% 122.03% 153.62% 124.85% 152.84% 157.50%
Jeneponto 2.70% 2.37% 1.64% 1.32% 1.30% 1.00% 0.85% 170.56% 147.93% 138.28% 183.39% 164.42% 157.83% 180.13%
Selayar 0.53% 0.39% 0.26% 0.17% 0.36% 0.31% 0.37% 58.77% 59.62% 59.75% 70.04% 62.54% 68.99% 73.90%
Takalar 3.42% 2.99% 2.22% 1.30% 1.25% 1.00% 0.56% 288.21% 288.15% 273.14% 187.90% 173.84% 178.54% 190.60%
Barru 1.41% 1.32% 0.96% 0.61% 0.63% 0.61% 0.48% 98.03% 97.06% 86.81% 99.06% 88.72% 98.09% 104.61%
Sidrap 1.84% 2.13% 2.22% 0.76% 0.84% 0.65% 0.57% 123.71% 129.33% 112.19% 120.60% 118.10% 125.49% 124.93%
Pangkep 1.67% 1.50% 1.23% 0.86% 0.71% 0.65% 0.85% 96.74% 103.96% 100.07% 108.99% 98.18% 117.85% 121.44%
Soppeng 0.86% 1.00% 0.71% 0.51% 0.54% 0.39% 0.52% 79.46% 73.49% 70.04% 79.30% 79.67% 82.71% 82.09%
Enrekkang 1.10% 1.25% 1.12% 0.72% 0.76% 0.77% 0.76% 75.31% 77.49% 64.07% 78.33% 74.84% 70.75% 79.33%
Luwu Timur 1.58% 1.08% 1.09% 0.91% 0.96% 0.78% 0.90% 60.81% 57.84% 67.27% 99.45% 85.17% 83.43% 104.84%
Luwu Utara 1.19% 1.00% 0.89% 0.68% 0.68% 0.53% 0.39% 121.81% 117.27% 125.33% 129.61% 130.86% 140.68% 149.61%
Parepare 4.64% 4.30% 4.01% 2.64% 2.37% 2.88% 2.83% 169.14% 161.96% 161.40% 166.57% 187.54% 168.94% 179.31%
Palopo 4.06% 3.10% 3.01% 1.70% 1.79% 1.19% 1.12% 115.35% 114.23% 114.97% 105.22% 111.61% 114.41% 120.84%
2015
NPL - %
2016 2016
LDR - %
Kabupaten/Kota 2015
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
sektor ekonomi, UMKM pada sektor konstruksi danJasa dunia usaha perlu mendapatkan perhatian khusus dikarenakan
memiliki rasio NPL di atas batas aman.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.31. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik 4.32. Pangsa Kredit UMKM
Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan. Rasio jumlah
rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan II 2016
rasio tersebut tercatat 157,07%. Rasio yang lebih besar dari 100% mengindikasikan bahwa terdapat penduduk angkatan
kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses
keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki rasio yang
tinggi seperti Kota Makassar, Parepare dan Palopo, sementara Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Jeneponto merupakan
kabupaten yang memiliki rasio yang cukup rendah.
Indikator akses keuangan di Sulsel dari sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk
angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota
terkecuali Parepare, Makassar,dan Palopo. Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan
usaha/wirausaha baru yang didukung sektor perbankan atau dengan kata lain ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada
debitur yang sudah ada.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah Grafik 4.33. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel Grafik 4.34. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel
0
5
10
15
20
25
30
35
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy%
NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan
Total Kredit
Non-UMKM
71,00%
Total
Kredit UMKM
Produkti f +
Konsumtif29,00%
Modal Kerja
71,64%
Investasi28,36%
15
17
19
21
23
25
27
29
15
35
55
75
95
115
135
155
Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
%%
Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja - rhs Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja
* Data Kredit & DPK menggunakan Lokasi Bank
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
%
Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 77
5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
RUPIAH
Bab 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah
Perkembangan transaksi keuangan nontunai berjalan dinamis. Nilai transaksi
keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami
peningkatan, seiring dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal
transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp100 juta dan diberlakukannya
kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari.
Sementara itu, disisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi netinflow sebesar
Rp3,98 triliun. Hal ini terjadi diperkirakan karena terdapat libur panjang
sehingga terjadi peningkatan uang masuk dari luar Sulsel ke dalam Sulsel.
Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia
senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan
pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran
uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi
ciri-ciri keaslian mata uang rupiah.
BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
5.1. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Transaksi nontunai yang dilakukan melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) mengalami penurunan. Jumlah warkat
yang dikliringkan pada triwulan III 2016 tercatat sebanyak 328 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp15,60 triliun.
Nilai transaksi kliring pada triwulan III 2016 masih tumbuh positif 37,32% (yoy), meski lebih rendah bila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya 84,02% (yoy). Melambatnya perputaran transaksi pembayaran melalui SKNBI di Sulsel juga
terlihat dari rata-rata perputaran harian transaksi kliring yang tumbuh mencapai 41,97% (yoy) atau Rp0,26 triliun per hari
pada triwulan III 2016. Melambatnya transaksi kliring diperkirakan terjadi akibat seluruh transaksi dikeluarkan pada saat
sebelum Hari Raya yang jatuh pada awal bulan Juli, serta jumlah hari kerja yang terhitung lebih rendah dibandingkan
triwulan lainnya. Meskipun demikian, transaksi SKNBI lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya di triwulan
yang sama. Hal ini diperkirakan karena terdapat implementasi ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar
Rp100 juta16
dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara
itu, rasio Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) menunjukkan peningkatan pada triwulan III
2016 menjadi 3,20% dari triwulan sebelumnya 2,78%.
Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
Sumber: Bank Indonesia, diolah
5.2. Pengelolaan Uang Rupiah
5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal
Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan III 2016 menunjukkan net inflow. Aliran uang masuk (inflow)
tercatat sebesar Rp6,50 triliun,meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar Rp3,34 triliun atau secara triwulanan tumbuh
tinggi 35,03% (Grafik 5.1.). Di sisi lain, aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami penurunan dari Rp4,98
triliun pada triwulan II 2016 menjadi Rp2,52 triliun pada triwulan III 2016, sehingga tercatat net inflow sebesar Rp3,98
triliun (Grafik 5.2 dan Grafik 5.3). Net inflow diperkirakan terjadi karena terdapat libur/cuti bersama pada periode awal
laporan sehingga terdapat peningkatan aktivitas masyarakat dari luar Sulsel yang masuk ke dalam Sulsel, sehingga uang
kartal yang masuk ke dalam Sulsel meningkat. Bank Indonesia juga bekerjasama dengan perbankan di daerah dalam
distribusi uang kartal melalui layanan kas titipan. Saat ini terdapat 2 (dua) kas titipan BI di Sulawesi Selatan yaitu di Kota
Parepare dengan plafon mencapai Rp150 miliar dan Kota Palopo yang mencapai plafon Rp200 miliar. Pada tahun
anggaran 2016 ini Bank Indonesia juga merencanakan untuk membuka layanan Kas Titipan di Kabupaten Bulukumba yang
akan mulai beroperasi pada November 2016. Pembukaan layanan Kas Titipan di berbagai wilayah di Sulsel tersebut
merupakan wujud implementasi komitmen Bank Indonesia dalam memperluas jangkauan layanan untuk pemenuhan
kebutuhan uang kartal layak edar kepada masyarakat di Sulsel.
16 Surat Edaran BI No. 17/35/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Batas Nilai Nominal Transfer Dana Melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross
Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, terhitung sejak tanggal 1 Juli 2016 batas nilai nominal transfer dana untuk Sistem BI-RTGS akan diubah dari semula Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) ke atas per instruksi menjadi di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per instruksi.
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring
Debet Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 9.74 9.98 10.24 10.67 9.48 9.62 9.72 11.20 9.76 10.49 11.36 13.95 18.23 19.31 15.60 5.23
- Lembar (ribuan) 284 286 281 290 260 266 261 281 262 285 297 314 347 361 328 115
Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring
Kredit dan Debet Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 0.16 0.17 0.17 0.17 0.16 0.16 0.16 0.18 0.16 0.17 0.19 0.22 0.30 0.31 0.26 0.25
- Lembar (ribuan) 4.73 4.76 4.68 4.68 4.33 4.43 4.21 4.53 4.30 4.67 4.87 4.99 5.69 5.73 5.56 5.49
Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong
(terhadap Kliring Debet Penyerahan)
- Nominal (%) 2.41 2.75 3.28 2.60 2.61 3.66 2.56 2.60 2.70 2.22 2.24 2.50 2.37 2.78 3.20 19.94
- Lembar (%) 2.38 2.47 2.33 2.17 2.47 2.46 2.30 1.84 2.27 2.15 2.06 2.07 2.19 2.29 2.43 2.41*) Data hingga bulan Oktober 2016
20162013URAIAN
2014 2015
BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 79
*) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 2016
*) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 2016
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.1. Aliran Uang Kartal Inflow Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.2. Aliran Uang Kartal Outflow
*) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 2016
Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.3. Selisih Inflow dan Outflow
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia meningkatkan penyelenggaraan layanan penukaran uang di luar kantor. Demi menjaga ketersediaan
uang layak edar (ULE) di masyarakat, sejak tanggal 28 April 2015 Bank Indonesia membuka pelayanan penukaran uang di
luar kantor, yang telah dilakukan secara rutin setiap hari Selasa-Rabu-Kamis dengan jam operasional 09.00 s.d. 13.00
WITA di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar. Selain itu, kegiatan kas keliling luar Kota Makassar juga
telah dilakukan di beberapa daerah yaituKabupaten Jeneponto, Bantaeng, Sinjai, Watampone, Soppeng, Bulukumba,
Selayar, Wajo, Enrekang, Luwu Timur, Sinjai Utara, Bone, dan Luwu Utara.
Dalam rangka mendukung clean money policy, kegiatan remise dan pemusnahan uang ditingkatkan. Selama periode
triwulan III 2016, telah dilakukan sebanyak 6 (enam) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI)
yaitu ke Provinsi Maluku, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Barat masing-masing sebanyak 1-2 kali.
Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada
triwulan III 2016 tercatat sebesar Rp1,29 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp2,69 triliun
(Grafik 5.4).
5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu
Pecahan besar mendominasi peredaran uang palsu di Sulsel. Pada triwulan III 2016 tercatat sebanyak 487 lembar.
Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan III 2016 adalah pecahan Rp100.000 (48,05%), diikuti
Rp50.000 (49,08%), diikuti dan pecahan lainnya sebesar 2,87% (Grafik 5.6). Sebagai upaya mengantisipasi peredaran uang
palsu sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (KPwBI Sulsel) senantiasa melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah
di berbagai daerah di Sulsel.
(20)
0
20
40
60
80
100
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV**
2013 2014 2015 2016*
%, yoyRp Triliun Inflow gInflow - Skala Kanan
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
100
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV**
2013 2014 2015 2016*
%, yoyRp Triliun Outflow gOutflow - Skala Kanan
(2.0)
(1.0)
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV**
2013 2014 2015 2016*
Rp Triliun
BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
80 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
*) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 2016
*) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 2016
Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.4. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.5. Temuan Uang Palsu
*) Angka Sementara **) Data hingga bulan Oktober 2016
Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.6. Temuan Uang Palsu Per Nominal
(400)
0
400
800
1,200
1,600
2,000
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV*
*
2013 2014 2015 2016*
%, yoyRp Triliun Nominal UTLE gUTLE - Skala Kanan
-120%
-80%
-40%
0%
40%
80%
120%
160%
200%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
IV**
2013 2014 2015 2016*
Temuan Uang Palsu Y.O.Y.
Lem
bar
48%
49%
3%Pecahan100.000
Pecahan50.000
PecahanLainnya
BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 81
Boks 5.A
Gerakan Peduli Koin di Sulawesi Selatan
Tingkat pengembalian (inflow) uang koin dari masyarakat ke Bank Indonesia relatif rendah. Dalam sepuluh tahun
terakhir secara nasional, Bank Indonesia telah mengeluarkan uang logam/ koin sekitar Rp6 triliun, namun yang kembali ke
BI hanya Rp900 miliar atau 16%, bahkan dengan tren yang semakin menurun. Sementara itu, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Sulawesi Selatan (KPw BI Sulsel) telah mengedarkan uang koin mencapai Rp15 miliar selama tahun 2015,
namun yang kembali ke BI hanya Rp46 juta atau 0,3%. Sementara pada tahun 2016 (s.d. Juli), KPw BI Sulsel telah
mengedarkan uang koin sebesar Rp11 miliar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, namun yang kembali ke BI hanya
Rp7 juta (0,06%).
Sebagai bank sentral, uang koin yang kembali ke Bank Indonesia akan diedarkan kembali sehingga bermanfaat bagi
aktivitas ekonomi. Fenomena berkurangnya tingkat inflow uang koin ke Bank Indonesia bisa karena berbagai alasan,
karena desainnya yang menarik dan tidak mudah rusak/lusuh, sehingga daya edar uang koin menjadi semakin panjang.
Kondisi ini menjadi perhatian Bank Indonesia, sehingga menyelenggarakan kegiatan “Gerakan Peduli Koin Nasional” di
berbagai provinsi di Indonesia. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat dalam penggunaan
uang koin sebagai alat pembayaran yang sah dan meningkatkan efektivitas uang koin yang mempunyai nilai sama dengan
uang kertas sebagai alat tukar dalam bertransaksi. Dalam kegiatan ini juga dihimbau kepada para pedagang/peritel untuk
memiliki budaya yang sama dan bertanggung jawab dalam memberikan hak konsumen berupa pengembalian dalam
bentuk uang, bukan bentuk lainnya saat bertransaksi.
Untuk menyukseskan Gerakan Peduli Koin tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel bekerjasama
dengan perbankan untuk dalam melayani masyarakat yang akan menukarkan uang koin. Gerakan Peduli Koin di Sulsel
dilaksanakan di Anjungan Pantai Losari Makassar pada hari Minggu, 4 September 2016. Acara ini terbuka bagi seluruh
masyarakat di Sulsel,sehingga masyarakat yang masih memiliki uang koin yang tercecer, dibiarkan, atau mungkin tidak
lagi dimanfaatkan untuk aktivitas ekonomi,dapat menukarkan uang koinnya di stand Bank Indonesia. Uang koin yang
terkumpul akan disortir oleh Bank Indonesia, sehingga yang masih layak edar dapat dimanfaatkan kembali untuk aktivitas
ekonomi.
Gambar 5.A.1 Gerakan Peduli Koin oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan
BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
82 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 83
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 6
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel per Agustus 2016 tercatat
4,80% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu 5,95%.
Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani
(NTP) hingga triwulan III 2016 secara tahunan masih cukup baik meskipun
menurun bila dibandingkan triwulan III 2015.
Namun jumlah penduduk miskin di Sulsel padaMaret 2016sedikit mengalami
peningkatandibandingkanMaret 2015 baik di kota maupun di desa. Persentase
penduduk miskin di Sulsel (9,40%) tergolong rendah jika dibandingkan dengan
Provinsi lain di Sulawesi maupun Nasional (10,86%).
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
84 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
6.1 Tenaga Kerja
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel
menurun. Per Agustus 201617
TPT mencapai 4,80%
lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun
lalu 5,95%. Secara absolut jumlah pengangguran
terbuka Sulsel turun dari 220,63 ribu orang per Agustus
2015 menjadi 186,29 ribu orang per Agustus 2016.
Penurunan pengangguran diindikasikan sebagai dampak
positif dari kebijakan pemerintah diantaranya dalam
penyaluran dana ke desa dan mulai terimplementasinya
sebagian dari paket kebijakan ekonomi, sehingga
ketersediaan lapangan kerja semakin membaik. Di sisi
lain, jumlah angkatan kerja meningkat cukup signifikan
sebanyak 174,87 ribu orang atau naik 4,72%
dibandingkan periode yang sama tahun 2015.
Meningkatnya angkatan kerja pada bulan Agustus
diperkirakan terjadi karena tahun ajaran baru terjadi
pada pertengahan tahun atau sekitar bulan Juli-
Agustus.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sektor pertanian masih menjadi tumpuan penyerap tenaga kerja. Pada periode Agustus 2016, sektor pertanian
menyerap 38,83% dari total tenaga kerja atau 1,47 juta orang. Angka ini tumbuh positif 0,93% dibandingkan periode yang
sama 2015. Peningkatan ini disebabkan adanya pergeseran waktu panen yang terjadi pada triwulan III 2016 sehingga
kebutuhan pekerja musim panen meningkat. Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri,
perdagangan, jasa, dan lainnya meningkat masing-masing 22,78%; 11,86%; 2,86%, dan 8,90%. Meskipun demikian,
kondisi ini tidak tercermin dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, yang menyatakan bahwa pada periode ini terdapat
penurunan indeks ketersediaan lapangan kerja. Di sisi lain, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6)
meningkat menjadi 126,50 pada triwulan III 2016 dari sebelumnya 124,67. Meningkatnya Indeks Penghasilan Saat Ini
Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) tersebut sejalan dengan Indeks yang Diterima Petani yang meningkat pada masa panen.
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat. TPAK naik dari 60,94% pada Agustus 2015 menjadi
62,92% pada Agustus 2016. Peningkatan TPAK diperkirakan terjadi di hampir seluruh sektor. Meski demikian, menurut
informasi anekdotal, penyerapan tenaga kerja tertinggi terjadi di sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan di
Sulsel. Sejalan dengan hal tersebut, jumlah angkatan kerja juga mengalami peningkatan. Pada Agustus 2016 tercatat
sebanyak 3,69 juta orang, sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya tercatat 3,48 juta orang.
17
BPS mengeluarkan perhitungan tenaga kerja 2 kali dalam setahun, yaitu Februari (yang rilis pada bulan Mei) dan Agustus (yang rilis pada November)
KEGIATAN UTAMA Agustus Agustus
2015 2016
Angkatan Kerja 3,706,128 3,881,003
a. Bekerja 3,485,492 3,694,712
b. Pengangguran 220,636 186,291
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 60.94% 62.92%
Tingkat Pengangguran Terbuka 5.95% 4.80%
Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan
Pertanian 1,454,451 41.73% -1.36% 1,468,000 39.73% 0.93%
Industri 230,495 6.61% 14.10% 283,000 7.66% 22.78%
Perdagangan 688,331 19.75% 2.17% 770,000 20.84% 11.86%
Jasa 616,355 17.68% -12.44% 634,000 17.16% 2.86%
Lainnya 495,860 14.23% 4.85% 540,000 14.61% 8.90%
Total 3,485,492 100.00% 1.19% 3,695,000 100.00% 6.01%
Agustus 2016KEGIATAN UTAMA
Agustus 2015
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 85
*) Data hingga bulan Oktober 2016 Sumber: Survei Konsumen, BI
*) Data hingga bulan Oktober 2016 Sumber: Survei Konsumen, BI
Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
6.2 Penduduk Miskin18
Jumlah penduduk miskin di Sulsel sedikit meningkat dibandingkan posisi yang sama tahun lalu. Pada Maret 201619
jumlah penduduk miskin mencapai 807 ribu orang atau 9,40% dari total penduduk Sulsel. Hal ini berarti naik 1,17% (yoy)
dari periode yang sama tahun sebelumnya tercatat sebanyak 797 ribu orang. Peningkatan jumlah penduduk miskin terjadi
baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di kota meningkat 1,85% (yoy) menjadi 149 ribu orang, sementara
yang berada di pedesaan meningkat 1,01% (yoy) menjadi 658 ribu orang (Grafik 6.3). Jumlah penduduk miskin di
pedesaan tersebut mencapai 81,52% dari total penduduk miskin Sulsel, sedangkan selebihnya 18,48% berada di
perkotaan.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 66.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Menurut Provinsi Maret 2016
Inflasi yang relatif terkendali menahan laju kemiskinan penduduk Sulsel baik yang berada di kota maupun di desa.
Dengan rata-rata inflasi pada periode Januari sd. Maret 2016 yang semakin menurun (5,38%;yoy) dibandingkan periode
yang sama tahun lalu (7,45%;yoy), maka daya beli masyarakat Sulsel secara umum menjadi lebih baik, sehingga laju
kemiskinan tidak meningkat tajam. Namun meski sudah menurun, inflasi di Sulsel masih tergolong tinggi. Hal ini terutama
dikarenakan adanya tekanan harga terutama pada kelompok bahan pangan. Tekanan harga muncul dikarenakan terjadi
excess demand akibat berkurangnya pasokan bahan pangan khususnya beras, yang dikarenakan mundurnya siklus tanam
padi sebagai dampak dari El Nino. Secara umum excess demand tidak hanya terjadi di Sulsel namun juga terjadi di hampir
seluruh provinsi.
18 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan September) dan September (yang rilis pada Januari)
19 BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan Juli) dan September (yang rilis pada Januari)
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
Ketersediaan lapangan kerja
Growth yoy (%) - Skala Kanan
Indeks
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
80
90
100
110
120
130
140
150
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
Penghasilan saat ini
Growth yoy (%) - Skala Kanan
Indeks
152.8 150.8 133.6 148.0 160.5 162.49 154.40 146.42 157.18 149.13
930.3
880.9
672.3639.7 696.9
701.81
651.95651.3
707.34
657.9
10.3% 10.3%
9.8%
9.5%
10.3%10.3%
9.5%
9.39%
10.12%
9.40%
8.8%
9.0%
9.2%
9.4%
9.6%
9.8%
10.0%
10.2%
10.4%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
Mar-11 Sep-11 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16
ribu orang
Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan
8.34
14.45
9.40
12.88
17.73
11.74
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar
Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
86 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras
memiliki korelasi positif. Korelasi antara kedua
variabel ini mencapai 0,71. Hal demikian
menunjukkan bahwa perkembangan harga
beras memiliki hubungan yang kuat dengan
kemiskinan, atau dengan kata lain inflasi
merupakan faktor yang berpengaruh dalam
menentukan kemiskinan20
. Oleh karena itu, jika
inflasi semakin meningkat akan menurunkan
daya beli masyarakat, khususnya yang memiliki
tingkat pendapatan tetap, dan pada akhirnya
akan menurunkan kesejahteraan. Dengan
demikian, upaya Pengendalian inflasi perlu
ditingkatkan dalam menekan tingkat
kemiskinan.
Grafik 6.5. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi
lain se-Sulawesi. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan kedua terendah (9,40%) setelah Sulawesi
Utara (8,34%) (Grafik 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di wilayah Sulawesi tercatat 17,73%
terdapat di Provinsi Gorontalo.
Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di Pulau Sulawesi
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Menurut Kabupaten/Kota di Sulsel, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Pangkep. Berdasarkan data BPS
tahun 2014, tingkat kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38%, kemudian diikuti Kab. Jeneponto (15,31%), dan Toraja
Utara (15,10%). Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di wilayah Makassar dengan
persentase kemiskinan 4,48% yang kemudian diikuti oleh Sidrap (5,82%), dan Parepare (5,88%).
20 Berdasarkan riset dari Talukdar (2012), The Effect of Inflation on Poverty in Developing Countries: A Panel Data Analysis. Texas Tech University.
-0.05
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
2011 2012 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16
Kemiskinan Inflasi Andil Beras - Skala Kanan
% yoy % yoy
R2 Kemiskinan - Andil Beras: 71,02%
Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Mar-15 Sep-15 Mar-16
Kota 240,276 246,416 262,163 274,140 281,676 9.11% 11.25% 7.44% 8.61% 8.36% 5.70%
Desa 211,271 219,109 240,175 254,524 263,674 13.68% 16.16% 9.78%
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY
Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total
Sulut 60.71 147.83 208.54 5.52 11.27 8.65 58.00 159.14 217.14 5.26 12.10 8.98 60.62 142.20 202.82 5.34 10.97 8.34
Sulsel 146.42 651.30 797.72 4.61 12.23 9.39 157.18 707.34 864.52 4.93 13.22 10.12 149.13 657.90 807.03 4.51 12.46 9.40
Sulbar 27.39 133.09 160.48 10.52 12.87 12.40 22.51 130.70 153.21 8.69 12.70 11.90 22.85 129.88 152.73 8.59 12.56 11.74
Sultra 52.06 269.82 321.88 7.24 15.19 12.90 56.77 288.25 345.02 7.84 16.12 13.74 51.01 275.86 326.87 6.74 15.49 12.88
Sulteng 77.97 343.66 421.63 10.93 15.90 14.66 79.25 327.09 406.34 11.06 15.07 14.07 75.45 345.07 420.52 10.18 15.91 14.45
Gorontalo 25.37 181.48 206.85 6.48 24.62 18.32 27.01 179.51 206.52 6.84 24.17 18.16 24.08 179.11 203.19 5.84 24.41 17.73
Provinsi
Mar-15 Sep-15 Mar-16
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 87
Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan
Sumber: BPS, diolah
6.3 Rasio Gini21
Gini ratio Provinsi Sulsel meningkat. Nilai gini ratio Sulsel tahun 2016 sebesar 0,43meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya yang mencapai 0,42. Dilihat secara tren selama 3 tahun terakhir, angka ini juga cenderung meningkat. Bila
dibandingkan dengan gini ratio nasional, selama 3 tahun terakhir nilai gini ratio Sulsel selalu lebih tinggi. Meski demikian,
pada tahun 2011 dan 2012 gini ratio Sulsel bernilai sama dengan nasional yakni 0,41. Dibandingkan provinsi lain di
Sulawesi, nilai gini ratio Sulsel tahun 2016 merupakan yang tertinggi, disamping Gorontalo yang berada diperingkat kedua
tertinggi di Sulawesi. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,36) terjadi di Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah.
Nilai gini ratio yang masih tergolong tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi setiap pemerintah khususnya Pemerintah
Provinsi, agar kedepan strategi pembangunan ekonomi diarahkan yang lebih inklusif, agar tingkat kesenjangan
pendapatan masyarakat dapat diturunkan.
Tabel 6.6. Nilai Gini Ratio di Pulau Sulawesi
*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Sumber: Booklet Data Sosial Ekonomi, BPS
6.4 Nilai Tukar Petani22
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan III 2016 meningkat. Rata-rata NTP Sulsel yang dalam hal ini mencerminkan
indikator kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian pada triwulan III 2016 meningkat menjadi sebesar 104,90,
dibandingkan triwulan sebelumnya 104,03. Peningkatan NTP tersebut didorong oleh peningkatan rata-rata indeks yang
diterima petani atas hasil produksi petani. Rata-rata indeks yang diterima petani meningkat dari 127,98 pada triwulan II
2016 menjadi 130.15 pada triwulan laporan (Grafik 6.8). Peningkatan indeks tersebut diperkirakan karena terdapat panen
21Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 22NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
No Tingkat Kemiskinan (%) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 18.49 16.41 15.00 13.49 12.87 14.23 13.13
2 Bulukumba 12.26 10.50 9.02 8.12 7.82 9.04 8.37
3 Bantaeng 10.94 9.96 10.25 9.21 8.89 10.45 9.68
4 Jeneponto 22.48 20.58 19.10 17.16 16.58 16.52 15.31
5 Takalar 12.68 11.06 11.16 10.04 9.59 10.42 9.62
6 Gowa 12.79 10.93 9.49 8.55 8.05 8.73 8.00
7 Sinjai 12.73 11.37 10.68 9.63 9.28 10.32 9.56
8 Maros 18.55 16.35 14.62 13.14 12.55 12.94 11.93
9 Pangkep 21.36 19.35 19.26 17.36 16.62 17.75 16.38
10 Barru 13.49 11.43 10.69 9.59 9.28 10.32 9.74
11 Bone 17.35 15.19 14.08 12.67 12.25 11.92 10.88
12 Soppeng 11.22 9.95 10.42 9.36 9.12 9.43 8.76
13 Wajo 10.16 8.93 8.96 8.06 7.83 8.17 7.74
14 Sidrap 7.64 6.73 7.00 6.29 6.00 6.30 5.82
15 Pinrang 9.65 8.70 9.01 8.12 7.82 8.86 8.20
16 Enrekang 20.51 18.10 16.86 15.18 14.44 15.11 13.90
17 Luwu 19.44 16.96 15.44 13.93 13.33 15.10 13.95
18 Tana Toraja 18.57 16.14 14.62 13.22 12.72 13.81 12.77
19 Luwu Utara 18.38 16.40 16.25 14.64 14.02 15.52 14.31
20 Luwu Timur 10.98 8.91 9.18 8.29 7.71 8.38 7.67
21 Toraja Utara - - 19.08 17.06 16.27 16.53 15.10
22 Makassar 5.36 5.52 5.86 5.29 5.02 4.70 4.48
23 Pare-pare 7.10 6.52 6.53 5.91 5.58 6.38 5.88
23 Palopo 12.83 11.85 11.28 10.22 9.46 9.57 8.80
Sulawesi Selatan 13.41 11.93 11.40 10.27 9.82 10.32 9.54
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014* 2015* 2016**
Gorontalo 0.43 0.46 0.44 0.44 0.41 0.42 0.42
Sulawesi Selatan 0.40 0.41 0.41 0.43 0.42 0.42 0.43
Sulawesi Tenggara 0.42 0.41 0.40 0.43 0.41 0.40 0.40
Sulawesi Utara 0.37 0.39 0.43 0.42 0.42 0.37 0.39
Sulawesi Tengah 0.37 0.38 0.40 0.41 0.37 0.37 0.36
Sulawesi Barat 0.36 0.34 0.31 0.35 0.35 0.36 0.36
Indonesia 0.38 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.40
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
88 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
komoditas pertanian (khususnya padi) pada bulan Agustus dan September23
. Sementara disisi lain, Indeks yang Dibayar
Petani hanya mengalami peningkatan meskipun lebih kecil bila dibandingkan dengan Indeks yang Diterima Petani dari
123,02 pada triwulan II 2016 menjadi 124,07 pada triwulan III 2016 (Grafik 6.7).
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
Inflasi dan Nilai Tukar Petani (NTP) memiliki hubungan terbalik. Hal demikian merupakan salah satu indikasi bahwa
petani juga merupakan net consumer. Grafik 6.9 menunjukkan bahwa pada periode 2009 – 2011 korelasi kedua variabel
tersebut mencapai -0,38, sementara pada periode 2012 – 2016 mencapai -0,55. Pada saat terdapat tekanan inflasi yang
tinggi, NTP mengalami penurunan, sehingga gap antara inflasi dan NTP semakin melebar, begitu sebaliknya. Dari grafik
juga dapat dilihat, bahwa pada saat kelompok volatile food mengalami deflasi di bulan Februari - Mei 2016 dan Agustus
2016 (penurunan harga beras, cabe rawit, dan cabe merah), dan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada periode
Januari 2016 – September 2016 cenderung stabil, maka gap antara inflasi dan NTP di tahun 2016 terlihat menyempit.
Sementara itu, pada saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada Juli 2013 dan November
2014, gap antara inflasi dan NTP semakin melebar. Kondisi ini dapat terjadi dikarenakan kenaikan harga produk sektor
pertanian yang diterima oleh petani tumbuh lebih lambat bila dibandingkan dengan kenaikan harga barang yang
dikonsumsi/dibayar oleh petani. Oleh karena itu, untuk menekan laju kemiskinan penduduk di sektor pertanian yang
umumnya berada di wilayah pedesaan, perlu upaya untuk menekan laju inflasi khususnya volatile food. Hal ini dapat
dilakukan diantaranya dengan cara membangun atau memperbaiki infrastruktur jalan ke pedesaan agar barang-barang
yang diperlukan lebih mudah didistribusikan kepada masyarakat.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
Secara spasial NTP Sulsel di triwulan III 2016 menduduki peringkat ke-7 terbesar dibanding provinsi lainnya. Posisi ini
lebih tinggi dibandingkan dengan posisi Sulsel di triwulan sebelumnya yang mampu menempati urutan ke-8 secara
Nasional.
23Sumber: informasi anekdotal
-4%
-3%
-2%
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
85
90
95
100
105
110
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
yoyNilai Tukar Petanig.indeks - sisi kanan
Indeks
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
90
95
100
105
110
115
120
125
130
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
yoyIndeks yang Dibayar Petani
g.indeks - sisi kanan
Indeks
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015 2016
yoyIndeks yang Diterima Petani
g.indeks - sisi kananIndeks
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoy
Inflasi Nilai Tukar Petani
r 2012-2016 = -0,55r 2009-2011 = -0,38
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 89
Tabel 6.6. Perkembangan NTP per Provinsi se Indonesia
*) Data hingga bulan Oktober 2016 Sumber: BPS, diolah
Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1 2014 2015-TW1 2015-TW2 2015-TW3 2015-TW4 2016-TW1 2016-TW2 2016-TW32016-
TW4*
Sulawesi Barat 102.13 105.51 105.49 104.31 104.41 104.20 102.96 102.23 103.81 105.22 106.16 106.07 106.92 107.89 109.79
Bali 100.69 103.07 103.80 106.52 108.28 107.22 104.86 103.83 103.34 104.46 105.15 104.93 105.78 106.92 107.13
Nusa Tenggara Barat 98.84 96.45 95.31 96.14 95.36 94.23 99.82 101.86 102.28 104.26 106.21 105.15 103.84 105.99 107.25
Gorontalo 102.42 99.47 101.66 104.07 102.33 100.66 101.32 101.50 100.91 102.49 104.21 104.73 105.36 105.50 106.46
DI Yogyakarta 105.28 107.85 112.64 115.12 116.46 116.89 102.20 100.22 99.44 101.80 103.06 103.48 103.32 105.26 105.26
Jawa Timur 100.47 98.21 98.74 101.66 102.17 102.90 104.75 105.24 102.79 105.14 106.15 105.19 104.23 105.03 104.98
Sulawesi Selatan 100.19 100.65 101.66 107.09 108.05 107.43 105.39 104.23 103.35 105.09 106.21 105.95 104.03 104.90 104.23
Jawa Barat 96.14 97.22 99.28 104.92 108.94 109.53 104.43 105.70 102.78 104.74 107.08 106.97 104.35 104.14 104.01
Lampung 104.19 107.96 115.04 121.49 125.42 124.70 104.17 102.90 102.00 103.77 103.99 103.36 104.09 104.04 103.46
Maluku Utara 97.30 99.99 98.79 101.07 100.66 100.44 103.26 102.62 101.78 101.15 102.81 104.41 104.71 103.52 104.20
Maluku 103.07 106.62 103.54 104.81 104.70 105.48 100.51 100.75 100.11 100.30 102.02 103.67 103.49 102.31 100.93
Nusa Tenggara Timur 96.03 101.40 102.00 102.21 101.80 99.17 100.27 101.21 101.05 102.21 103.19 101.37 100.26 101.20 102.41
Kepulauan Bangka Belitung 99.08 94.41 95.77 99.17 99.17 100.26 101.55 103.48 105.17 106.30 103.86 101.96 103.53 101.09 99.56
DKI Jakarta - - - - - - 100.49 98.84 98.34 97.34 98.19 99.16 101.18 100.69 99.29
Banten 97.31 97.76 101.83 104.81 108.45 110.06 104.75 105.23 102.77 104.02 107.02 105.99 102.33 100.68 100.55
Papua Barat 104.55 106.10 103.55 102.95 101.62 99.64 100.17 99.36 101.04 100.97 100.10 99.34 100.28 100.54 100.68
Jawa Tengah 99.77 98.67 101.62 104.84 105.35 105.90 100.65 100.86 98.09 100.11 101.87 100.81 99.50 100.41 100.15
Sulawesi Tenggara 103.51 107.30 108.64 107.62 106.45 105.99 101.32 98.83 98.35 100.21 100.76 99.82 99.61 100.37 99.39
Sulawesi Tengah 101.15 98.58 97.17 98.86 97.79 97.01 102.18 97.99 96.95 98.14 99.37 99.28 100.00 99.87 98.68
Sumatera Utara 101.79 100.82 102.36 103.42 101.71 99.49 100.10 98.52 98.60 97.67 99.64 99.32 100.52 99.72 101.28
Jambi 97.93 94.14 96.14 96.25 92.15 88.93 97.04 95.95 95.21 95.13 95.45 96.45 99.12 98.45 99.70
Kalimantan Timur 101.40 101.05 99.83 98.74 98.04 95.07 99.92 99.95 98.33 98.33 97.86 97.46 98.26 98.31 98.37
Riau 101.75 99.07 104.11 105.07 104.26 101.40 96.95 96.84 95.97 93.55 94.61 96.22 99.10 98.17 99.65
Kalimantan Tengah 98.74 98.38 102.88 101.08 99.24 97.93 101.29 98.99 98.47 99.03 98.14 96.77 97.59 97.60 97.96
Kepulauan Riau 102.80 100.82 99.94 103.07 104.65 104.96 100.93 100.14 98.92 99.95 98.78 98.47 98.81 97.54 97.16
Sumatera Barat 105.17 103.71 105.48 106.25 105.02 104.14 100.61 98.72 97.36 97.14 97.73 97.79 98.23 97.28 96.60
Kalimantan Selatan 97.54 100.42 106.50 108.40 107.84 105.50 99.83 100.54 100.11 99.99 99.32 98.58 97.27 96.59 97.52
Sulawesi Utara 101.48 101.40 101.04 103.22 101.46 100.56 99.37 98.01 95.68 95.47 96.74 97.40 96.92 96.31 94.54
Papua 102.85 101.51 102.59 101.31 102.69 100.84 97.34 97.12 96.95 96.75 96.58 95.97 96.50 96.29 95.91
Aceh 98.64 99.76 104.12 104.30 104.13 103.13 98.17 96.82 95.95 96.02 97.75 97.79 96.30 95.29 95.33
Kalimantan Barat 103.47 100.83 101.19 102.63 100.92 97.99 96.63 97.26 96.67 96.70 96.30 95.20 96.13 94.76 95.07
Sumatera Selatan 101.50 99.70 104.89 109.63 110.13 109.95 100.92 97.84 97.52 95.94 96.19 95.07 94.43 93.91 94.82
Bengkulu 105.50 103.58 104.67 102.97 102.41 99.62 96.35 95.47 94.12 92.71 93.36 92.26 93.94 92.43 92.85
Nasional 101.16 99.86 101.77 104.58 105.24 104.92 101.85 101.86 100.23 101.53 102.75 102.03 101.41 101.66 101.71
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
90 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Boks 6.A BI Corner sebagai Wujud Kepedulian Bank Indonesia untuk Kualitas Sumber Daya Manusia yang Lebih Baik
Bank Indonesia menyadari upaya pencapaian visi untuk menjadi lembaga bank sentral perlu diikuti dengan kepedulian
terhadap dunia pendidikan. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa kebijakan BI lebih dirasakan oleh korporasi dan
perbankan, namun kurang menyentuh aspek kehidupan masyarakat, terutama dunia pendidikan. Meskipun pada
kenyataannya perangkat yang digunakan dalam perumusan kebijakan seperti survei, forum diskusi dan penelitian
maupun dampak kebijakan yang dikeluarkan khususnya di bidang sistem pembayaran, hampir seluruhnya berkaitan
dengan kajian yang lekat dengan tridarma perguruan tinggi.
Gambar 6.A.1Peresmian BI Corner dan Kuliah Umum di Universitas Muhammadiyah Parepare
Dengan meningkatkan minat membaca dan meneliti, diyakini dapat mendorong perbaikan kualitas lulusan perguruan
tinggi. Dasar pemikiran tersebutlah yang mendorong BI berinisiatif untuk memperkuat edukasi masyarakat di bidang
ekonomi melalui penyediaan sarana Pojok Baca atau yang disebut dengan BI Corner. Penyediaan sarana BI Corner ini
merupakan bagian dari tema unggulan PSBI Tematik yang bertajuk “Indonesia Cerdas”.
Pada tahun 2016, BI Corner di Sulawesi Selatan telah hadir di tiga tempat.BI Cornerpaling awal diresmikan pada tahun
2016 berlokasi di Universitas Negeri Makassar, sementara di penghujung tahun 2016 bertambah lagidi Universitas
Muhammadiyah Parepare dan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. BI Corner di Universitas Muhammadiyah
Parepare diresmikan pada tanggal 21 September 2016, sedangkan BI Corner di UIN Alauddin diresmikan pada tanggal 15
November 2016. Dalam jangka panjang BI Corner akan hadir di setiap jenjang pendidikan, mulai dari Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) hingga universitas, bahkan di perpustakaan milik Pemerintah Daerah dan sarana publik lainnya.
Selain untuk mahasiswa/dosen dari ketiga universitas tersebut,fasilitas BI Corner juga dapat diakses masyarakat
umum. Masyarakat umum maupun mahasiswa diluar ketiga universitas tersebut dapat menikmati fasilitas BI Corner
dimaksud. Melalui BI Corner, masyarakat diharapkan dapat memperoleh banyak sumber informasi ekonomi yang
berkualitas baik dari dalam maupun luar negeri. Selain itu, juga sebagai sarana sosialisasi bagi BI agar masyarakat semakin
mengenal tugas dan peran BI dalam perekonomian Indonesia melalui publikasi-publikasi rutin, baik dalam bentuk cetak
maupun visual.
Peresmian BI Corner baik di Universitas Muhammadiyah Parepare dan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin
Makassar dirangkai dengan kegiatan Edukasi Kebanksentralan dan kuliah umum. Kuliah umum mengambil tema
“perkembangan ekonomi terkini dan prospek kedepan”. Dengan kegiatan tersebut diharapkan masyarakat dapat lebih
mengenal peran dan tugas bank sentral dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui tiga pilar utama
nya yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga sistem pembayaran serta stabilitas
sistem keuangan. Selain itu dengan kegiatan kuliah umum yang disampaikan langsung oleh Kepala Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulsel, Wiwiek Sisto Widayat, dosen dan mahasiswa diharapkan dapat lebih ter-update terhadap
kondisi perekonomian baik global, nasional maupun Sulawesi Selatan serta prospeknya ke depan.
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 91
Gambar 6.A.2 Peresmian BI Corner di Universitas Islam Negeri Alauddin
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
92 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 93
7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Bab 7 Prospek Perekonomian dan
Rekomendasi Kebijakan
Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2017 diperkirakan tumbuh pada
kisaran 7,1% - 7,5% (yoy). Sementara secara keseluruhan 2017 akan
tumbuh di kisaran 7,2%-7,6% (yoy), yang berarti berpotensi lebih tinggi
dari pencapaian 2016 yang tumbuh 7,0%-7,4% (yoy). Dari sisi permintaan,
perekonomian Sulsel diperkirakan masih akan ditopang oleh konsumsi rumah
tangga dan perbaikan aktivitas ekspor luar negeri. Sementara dari sisi
lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari lapangan usaha
Pertanian, Pertambangan, Industri Pengolahan, Penyediaan Akomodasi, Jasa
Keuangan, dan Real Estate.
Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan dari sisi domestik antara lain
hasil produksi pertanian dengan berakhirnya masa La Nina, kelanjutan
pembangunan infrastruktur, dan kemungkinan pemotongan belanja
pemerintah, sementara dari global risiko perkembangan sosial politik.
Tekanan harga di triwulan I 2017 dan 2017 diperkirakan dalam kisaran
inflasi nasional 4,0%±1,0%, didukung oleh ketersediaan/distribusi pangan
berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, diikuti
dengan tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan
tekanan inflasi secara simultan, serta telah berjalannya fungsi TPID di
seluruh Kab/kota secara optimal.
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
94 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Dengan mempertimbangkan indikator ekonomi domestik dan global, perekonomian Sulsel pada triwulan I 2017 dan
2017 diperkirakan tumbuh sedikit membaik. Pertumbuhan ekonomi triwulan I 2017, diperkirakan mengalami perbaikan
dalam kisaran 7,1%-7,5% (yoy). Pada tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Sulsel diprakirakan juga akan kembali meningkat
dalam kisaran 7,2%-7,6% (yoy). Dengan asumsi terjadi perbaikan harga komoditas internasional (nikel dan coklat) dan
perbaikan ekonomi negara mitra dagang (Kawasan Eropa dan Jepang). Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan dari
sisi domestik antara lain hasil produksi pertanian dengan berakhirnya masa La Nina, kelanjutan pembangunan
infrastruktur, dan kemungkinan pemotongan belanja pemerintah, sementara dari global risiko perkembangan sosial
politik.
Sumber: BPS,diolah. Ket.: Proyeksi oleh BI
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2017 diperkirakan tumbuh sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan LNPRT, masih akan kuat dengan adanya peningkatan upah minimum
regional. Demikian pula aktivitas ekspor diperkirakan akan sedikit membaik, seiring dengan perbaikan harga internasional
nikel dan coklat. Di sisi lain, investasi diperkirakan melambat karena belum ada tambahan pembangunan infrastruktur
baru dan adanya pemotongan belanja pemerintah. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan di triwulan I 2017
diperkirakan akan terjadi pada lapangan usaha Pertanian, Pertambangan, Industri Pengolahan, Penyediaan Akomodasi,
Jasa Keuangan, dan Real Estate.
7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2017 diperkirakan tumbuh sedikit meningkat dalam
kisaran 7,0%-7,4% (yoy). Pertumbuhan ekonomi terutama masih bersumber dari permintaan domestik. Permintaan
domestik yang tumbuh meningkat antara lain konsumsi rumah tangga dan LNPRT, serta perbaikan ekspor luar negeri dan
net ekspor antardaerah. Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan tumbuh pada kisaran 6,1%-6,5% yang didukung
kenaikan upah minimum provinsi. Kegiatan investasi (PMTB) diperkirakan tumbuh melambat 6,7%-7,1% seiring dengan
belum adanya tambahan proyek infrastruktur baru dan penyaluran belanja modal yang masih rendah. Sementara itu,
kinerja ekspor luar negeri Sulsel diperkirakan meningkat, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara mitra
dagang dan harga komoditas ekspor unggulan yang mulai rebound.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2017 diperkirakan menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Komponen
konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat tercermin dari indeks tendensi konsumen yang berada di level 104,5,
yang terutama untuk ekspektasi pendapatan mencapai 101,88. Sedangkan indeks rencana pembelian barang durable
berada pada level 109,21. Daya beli masyarakat diprediksikan meningkat seiring dengan meningkatnya Upah Minimum
Provinsi (UMP) dan kecenderungan stabilnya inflasi.
Konsumsi pemerintah diperkirakan terdeselerasi dengan tingkat pertumbuhan dalam kisaran 2,3%-2,7% (yoy). Pada
tahun 2017 diperkirakan transfer pemerintah pusat mengalami penurunan nilai, sementara APBD
Provinsi/Kabupaten/Kota diperkirakan penyerapannya relatif belum optimal. Berdasarkan pola historisnya, realisasi
belanja pemerintah pada triwulan I 2017 diperkirakan baru mencapai 12,0%, sebagaimana pola yang terjadi di awal
tahun-tahun sebelumnya.
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
7,5
8,0
8,5
9,0
20
14 Q
1
20
14 Q
2
20
14 Q
3
20
14 Q
4
20
15 Q
1
20
15 Q
2
20
15 Q
3
20
15 Q
4
20
16 Q
1
20
16 Q
2
20
16 Q
3
20
16 Q
4
20
17 Q
1
20
17 Q
2
20
17 Q
3
20
17 Q
4
%, yoy
2016:7,0% - 7,4%
2017:7,2% - 7,6%
2014:7,54%
2015:7,15%
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 95
Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Sumber: Informasi Anekdot dan BPS, diolah
Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen BPS Grafik 7.3. Upah Minimum Regional
Sumber: Kanwil DJPB Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel
Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah
Komponen investasi Sulsel pada triwulan I 2017 melambat dan diperkirakan akan terus meningkat sampai dengan
keseluruhan 2017. Selama tahun 2017, akan dilakukan pembangunan dan pemeliharaan jalan baru di Palopo-Wotu,
Bone-Makassar-Takalar, Selayar, Maros-Parepare, Sidrap-Luwu, dan Enrekang. Sementara itu, akan ada juga
penambahanbeberapa proyek multi years yang masih terus berlangsung selama 2017 antara lain:
1. Pelabuhan Makassar (Makassar New Port) dengan kapasitas 3 juta teus, yang berlangsung 2015 – 2018, yang
membutuhkan biaya sebesar Rp1,8 Triliun. Kemajuan pekerjaan mencapai 10 %, antara lain jalan menuju proyek,
dan struktur dermaga yang ada pada pinggir pantai.
2. Tiga Proyek Jalan yakni Bypass Mamminasata, Middle Ring Road dan Elevated Poros Maros-Bone, yang berlangsung
2015 – 2018 yang membutuhkan biaya Rp251,25 Miliar. Kemajuan pekerjaan penandatanganan kontrak untuk
pengerjaan tahap pertama.
3. Proyek kereta api Trans Sulawesi trace Makassar - Parepare, yang berlangsung 2015 – 2018, pada tahun 2016
membutuhkan biaya Rp1,3 triliun (APBN). Kemajuan pekerjaan konstruksi telah mencapai 10 Km dan pembebasan
lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%.
4. Pembangkit Listrik (Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity), yang
berlangsung 2015-2016 membutuhkan biaya Rp 3 triliun. Kemajuan pekerjaan berupa groundbreaking yang telah
dilakukan pada Maret 2015.
5. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa
mobilisasi, tenaga, alat, material on site.
6. Bendungan Karalloe yang berlangsung 2013 – 2017, membutuhkan biaya Rp500 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa
pembebasan lahan.
7. Bendungan Paselloreng yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp800 miliar. Kemajuan pekerjaan
berupa pembebasan lahan.
8. Waduk Tunggu Nipa Nipa yang berlangsung 2015 – 2017, membutuhkan biaya Rp400 miliar. Kemajuan pekerjaan
berupa pembebasan lahan.
9. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 - 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan tahap
negosiasi dengan masyarakat.
111.1 110.1 110.7 108.2
96.3
106.2 103.4 102.7 101.9
106.8 107.1
104.5
90
95
100
105
110
115
120
125
I II III IV I II III IV I II III IVp
2014 2015 2016
Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT
Rencana pembelian barang durable
Sumber : BPS
1,100 1,200
1,440
1,800
2,000 2,250
2,500
10.0 9.1
20.0
25.0
11.1 12.5
11.1
2.9 4.4
6.2
8.6
4.5 2.3
4.0 0
5
10
15
20
25
30
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoy Rp ribu
UMP Kenaikan UMP Inflasi
11.4%
31.1% 55.6%
95.2%
8.3%
28.3%
52.7%
86.0%
11.9%
35.4%
57.2%
95.0%
12.0%
14.6% 12.7% 12.6%
7.2%
-3.2%
20.5%
25.6%
19.7%
43.9%
25.8%
9.0%
11.1%
6.0%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IVP IP
2014 2015 2016 2017Persentase Realisasi Growth Realisasi (yoy) - sisi kanan
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
96 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Kinerja ekspor dan impor diprakirakan terdapat sedikit perbaikan. Permintaan dari negara mitra dagang terkoreksi
membaik, terutama Kawasan Eropa, Jepang, dan Kawasan ASEAN. Harga beberapa komoditas diprediksikan juga mulai
meningkat seperti nikel, coklat, dan kopi. Selain itu, Pemda juga tengah berupaya menggenjot ekspor dengan
mengeluarkan kebijakan dengan tujuan untuk mengakselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan
ekspor. Untuk itu, ada beberapa negara tujuan ekspor Sulsel yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan ekspor
luar negeri (boks 7A).
Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy)
WEO (IMF) WEO (IMF) Jul-16 Jul -16
2015 2016p 2017p 2015 2016p 2017p
Amerika Serikat 2,4 2,2 2,5 2,6↓ 1,6↓ 2,2↓
Kawasan Eropa 1,7 1,6 1,4 2,0↑ 1,7↑ 1,5↑
Kawasan Asia 6,6 6,4 6,3 6,6→ 6,5↑ 6,3→
Tiongkok 6,9 6,6 6,2 6,9→ 6,6→ 6,2→
Jepang 0,5 0,3 0,1 0,5→ 0,5↑ 0,6↑
Kawasan ASEAN* 4,8 4,8 5,1 4,8↑ 4,8→ 5,1→
Output Dunia 3,1 3,1 3,4 3,2↑ 3,1→ 3,4→
*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan pada 2017 diperkirakan membaik. Tren perbaikan harga
internasional komoditas olahan tambang sebenarnya telah mulai membaik pada triwulan III 201624
, yang diperkirakan
akan berimbas positif pada peningkatan ekspor. Harga nikel pada 2017 diperkirakan tumbuh 8,88% (yoy), dimana pada
Oktober 2016 harga nikel tumbuh 0,55% (yoy) atau berada pada kisaran 10.250,88 USD/metrik ton. Membaiknya harga
nikel, diperkirakan karena mulai membaiknya ekonomi Jepang pada 2017 yang diprediksikan tumbuh sedikit membaik
menjadi 0,6% dari perkiraan sebelumnya 0,1%.
Sumber: World Bank
Sumber: World Bank
Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Bijih Besi
Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan membaik. Hal ini seiring dengan peningkatan produksi Lapangan
Usaha Pertanian dan Industri Pengolahan. Pengiriman barang dari Sulsel umumnya berupa bahan mentah seperti beras,
sayur-sayuran, dan buah-buahan yang nilai tambahnya rendah, sementara produksi industri yang dikirim keluar berupa
bahan pangan dan semen. Khusus untuk komoditi semen, berdasarkan hasil liaison, muncul pesaing dengan berdirinya
industri semen baru di Kalimantan Selatan dan Papua Barat. Dengan demikian, perusahaan ekspedisi pun mulai
merasakan kurangnya pengiriman komoditi tersebut ke Kalimantan dan Papua.
7.1.2 Prospek Sisi Lapangan Usaha
Beberapa lapangan usaha diperkirakan tumbuh meningkat di triwulan I 2017. Lapangan usaha yang diprediksikan
meningkat adalah Pertanian, Pertambangan, Penyediaan Akomodasi, Jasa Keuangan, Real Estate, dan Jasa Kesehatan.
24 Commodity Market Outlook, Oktober 2016.
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000
20,000
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III
201
6-p
201
7-p
2013 2014 2015 2016 2017
yoy $/mt
Harga Internasional Nikel g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan
-60%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III
201
6-p
201
7-p
2013 2014 2015 2016 2017
yoy $/mt
Harga Internasional Iron Ore g.Harga Internasional Iron Ore - sisi kanan
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 97
Faktor-faktor pendorong adalah mulai beroperasinya bendungan/waduk, membaiknya harga internasional nikel,
konsumsi/daya beli yang semakin baik, dan proyeksi pembiayaan/kredit yang baik.
Lapangan usaha Pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan tumbuh meningkat pada triwulan I 2017.
Diperkirakan kondisi cuaca relatif kondusif pada awal tahun, dengan curah hujan menengah (201-300 mm). Dengan pola
tanam padi-padi-palawija, diperkirakan pada awal tahun 2017 akan mulai terdapat panen. Dari sisi subsektor perkebunan,
tren harga internasional untuk coklat dan kopi yang membaik, mendorong nilai ekspor komoditas tersebut diperkirakan
cukup meningkat.
Sumber: World Bank
Sumber: World Bank
Grafik 7.7. Perkembangan Harga Internasional Coklat Grafik 7.8. Perkembangan Harga Internasional Kopi (Robusta)
Desember 2016 Januari 2017 Februari 2017
Keterangan:
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Gambar7.1. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan
Lapangan usaha pertambangan diprakirakan tumbuh meningkat. Hal ini seiring dengan perkiraan harga internasional
nikel yang diprediksikan mulai membaik di akhir tahun. Perkembangan harga internasional nikel, sampai dengan Oktober
2016 mulai positif 0,55%(yoy) atau pada level harga 10.250,88 USD/metrik ton. Produksi nikel tahun 2016 relatif rendah
dibanding tahun 2015, sehingga dengan insentif perbaikan harga internasional akan mendorong peningkatan produksi
tahun 2017.
Lapangan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh relatif melambat pada triwulan I 2017. Beberapa proyek
pembangunan skala besar yang telah mulai berjalan, masih akan terus berlanjut di 2016, meskipun tambahan proyek baru
berkurang. Diperkirakan realisasi belanja modal kedepan berada dalam tren stabil sebagaimana polanya, walaupun ada
risiko berkurangnya dana transfer dari APBN.
Lapangan usaha perdagangan besar/eceran diprakirakan masih tumbuh kuat pada triwulan I 2017 sejalan dengan
meningkatnya konsumsi rumah tangga. Kegiatan perdagangan diperkirakan meningkat dengan naiknya upah minimum
provinsi (UMP). Faktor relatif terkendalinya inflasi juga akan memperkuat daya beli masyarakat dan meningkatkan
pembelian barang tahan lama.
-15%-10%-5%0%5%10%15%20%25%30%35%40%
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III
20
16
-p
20
17
-p
2013 2014 2015 2016 2017
yoy USD/kg
Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
-30%-25%-20%-15%-10%-5%0%5%10%15%20%25%
0
0.5
1
1.5
2
2.5
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III
20
16
-p
20
17
-p
2013 2014 2015 2016 2017
yoy USD/kg
Harga Internasional Kopi g.Harga Internasional Kopi - sisi kanan
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
98 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sementara itu, lapangan usaha Administrasi Pemerintahan diperkirakan melambat sebagaimana polanya. Hal ini
dikarenakan sesuai polanya pelaksanaan berbagai proyek dan program pemerintah pada awal tahun diprakirakan
melambat. Jika sesuai pola historis, persentase realisasi belanja pada triwulan I 2017 biasanya baru terserap 12%,
sehingga secara tahunan hanya tumbuh sekitar 6% (yoy).
7.2 Prospek Inflasi
Inflasi di triwulan I 2017 dan 2017 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Harga komoditas minyak
dunia diperkirakan akan terkoreksi ke atas pada tahun 2017. Memperhatikan berbagai hal tersebut, maka target inflasi
Sulsel pada 2016 – 2017 ditetapkan sesuai dengan target inflasi nasional di kisaran 4%±1%. Faktor-faktor yang
mendukung adalah ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia,
diikuti dengan tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi secara simultan, serta telah
berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota secara optimal.
Sumber: World Bank
Grafik 7.9. Perkembangan Harga Internasional Emas
Tekanan inflasi khususnya dari kelompok volatile food dan inflasi inti. Tekanan inflasi volatile food diperkirakan
menurun seiring kondusifnya cuaca dan musim panen tanaman bahan makanan. Selain itu, Bank Indonesia bersama Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel juga akan meningkatkan koordinasi melalui level teknis dan kebijakan/high
level meeting untuk menjaga ketersediaan stok pangan guna meminimalisir gejolak harga. Sementara inflasi inti
diperkirakan tetap terkendali seiring terkoreksinya harga emas internasional sesuai world economic outlook bulan
Oktober 2016. Namun terdapat juga risiko peningkatan harga emas, seiring masih munculnya risiko kondisi politik global.
Tren kenaikan harga minyak dunia diikuti penyesuaian harga/tarif administered prices, akan menjadi faktor risiko
peningkatan laju inflasi.
Sumber: BPS,diolah. Ket.: angka proyeksi oleh BI
Grafik 7.10. Perkembangan dan Proyeksi Inflasi Sulsel
Untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi barang, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi
Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota akan meningkatkan koordinasi. Koordinasi menjadi sangat penting
mengingat peningkatan tekanan inflasi terkadang dipicu oleh permasalahan distribusi pasokan bahan pangan yang tidak
-30%
-25%
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III
201
6-p
201
7-p
2013 2014 2015 2016 2017
yoy USD/troy onz
Emas g.Emas - sisi kanan
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 910.12
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Infl
asi
Ta
hu
na
n
Nasional
Sulsel
Sasaran Inflasi 2013: 4,5%+1Sulsel 2013: 6,22%
Nasional 2013: 8,38%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5%+1Sulsel 2012: 4,41%
Nasional 2012: 4,30%
Sasaran Inflasi 2015: 4% + 1Sulsel 2015: 4,48%
Nasional 2015: 3,35%
Sasaran Inflasi 2014: 4,5%+1Sulsel 2014: 8,61%
Nasional 2014: 8,36%
Sasaran Inflasi 2016 - 2017: 4% + 1
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 99
lancar. Dengan koordinasi yang berjalan baik, baik di tingkat kebijakan/high level maupun teknis di
Provinsi/Kabupaten/Kota, mendorongkondisi inflasi Sulsel terlihat semakin menurun. Realisasi inflasi pada Oktober 2016
tercatat 3,15% (yoy), lebih rendah dibandingkan capaian akhir 2015 sebesar 4,48% (yoy). Terkait dengan hal ini,
pemerintah Provinsi Sulsel mentargetkan untuk mencapai tingkat inflasi pada akhir 2016 dan 2017 sekitar 4%.
Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)
Sumber: BPS,diolah. Ket.: p) Proyeksi BI
7.3 Rekomendasi Kebijakan
Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan
kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah Provinsi Sulsel:
a. Mengakselerasi realisasi belanja pemerintah daerah, khususnya belanja modal yang dialokasikan untuk pembiayaan
proyek infrastruktur. Hal demikian sangat penting karena akan dapat menciptakan multiplier effect yang besar,
sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel ke arah yang lebih tinggi. Apabila belanja pemerintah
dapat terserap setidaknya 95,0% (yoy), maka akan menjadi stimulus pertumbuhan pada akhir tahun 2016.
b. Meningkatkan kualitas dan daya saing investasi, dengan menjaga iklim investasi dan daya saing, karena investasi
Sulsel utamanya didorong oleh investasi swasta.
c. Membangun sistem monitoring realisasi anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah yang terpadu, dan
mewajibkan seluruh pemerintah Kabupaten/Kota di Sulsel untuk melaporkan pencapaiannya secara rutin (bulanan)
kepada pemerintah Provinsi, sehingga Pemprov Sulsel memiliki informasi dini yang dapat digunakan untuk memacu
realisasi anggaran pemerintah daerah di Kabupaten/Kota. Guna memacu kinerja pegawai, realisasi anggaran belanja
ini hendaknya dijadikan salah satu indikator kinerja setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
d. Melakukan akselerasi pembangunan infrastruktur kemaritiman, baik infrastruktur fisik maupun infrastruktur
pendukung, yang diantaranya dengan melakukan perbaikan berbagai pelabuhan laut, kawasan pergudangan dan
memperbaiki akses jalan yang menuju ke pelabuhan, serta meningkatkan kualitas SDM.
e. Untuk mendukung program kemaritiman di Sulsel dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), pemerintah pusat dan daerah
perlu menyusun roadmap pengembangan industri dasar hingga menengah (low medium technology) terutama yang
I II III IV Total I II III IVP TotalP IP TotalP
Pertumbuhan Ekonomi 5,7 8,0 7,6 7,2 7,1 7,4 8,0 6,8 6,8-7,2 7,0-7,4 7,0-7,4 7,2-7,6
Sisi PengeluaranKonsumsi Rumah Tangga 5,3 5,5 5,0 5,4 5,3 5,3 5,6 5,7 5,6-6,0 5,4-5,8 6,1-6,5 6,3-6,7
Konsumsi LNPRT (2,5) (2,1) 2,9 6,3 1,1 4,7 5,6 5,5 5,8-6,2 5,3-5,7 6,1-6,5 5,9-6,3
Konsumsi Pemerintah 7,8 3,2 8,7 11,1 8,2 2,1 8,4 (3,5) 6,3-6,7 3,8-4,2 2,3-2,7 3,5-3,9
Pembentukan Modal Tetap Bruto 5,3 6,2 10,3 11,1 8,3 9,5 10,0 6,7 16,1-16,5 10,6-11,0 6,7-7,1 11,0-11,4
Ekspor Luar Negeri (0,5) (8,0) (14,5) (15,5) (10,1) (32,3) (24,8) (15,3) 2,3-2,7 (17,6)-(17,2) 5,8-6,2 5,2-5,6
Impor Luar Negeri 0,0 (3,8) 72,1 12,3 19,2 (15,7) 4,6 (46,8) 4,0-4,4 (17,4)-(17,0) (17,4)-17,0) 10,1-10,5
Net Ekspor Antardaerah (45,5) 14,9 41,7 (31,4) 9,1 28,4 58,1 65,3 (8,2)-(7,8) (18,4)-(18,0) (3,7)-(3,3) 6,2-6,6
Sisi Lapangan UsahaPertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,5 11,6 5,2 1,4 5,6 0,8 4,4 6,3 2,8-3,2 3,7-4,1 5,6-6,0 5,7-6,1
Pertambangan dan Penggalian 2,4 8,1 12,1 8,4 7,9 2,6 5,3 1,6 2,1-2,5 2,7-3,1 5,5-5,9 5,7-6,1
Industri Pengolahan 5,8 7,5 4,4 9,0 6,7 13,1 7,1 7,3 6,9-7,3 8,3-8,7 7,6-8,0 7,8-8,2
Pengadaan Listrik, Gas 0,0 (6,9) (5,6) (3,3) (4,0) 7,7 17,2 17,8 7,9-8,3 12,4-12,8 5,1-5,5 4,4-4,8
Pengadaan Air 0,6 (0,3) (2,5) 3,7 0,3 5,5 6,8 9,0 7,3-7,7 7,0-7,4 4,0-4,4 2,6-3,0
Konstruksi 7,2 5,9 9,2 10,7 8,3 9,3 9,7 6,1 8,8-9,2 8,3-8,7 6,3-6,7 8,0-8,4
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor5,6 6,6 9,1 10,1 7,9 9,3 11,4 10,1 11,2-11,6 10,3-10,7 8,6-9,0 8,2-8,6
Transportasi dan Pergudangan 4,4 7,1 10,4 5,7 6,9 12,9 9,2 8,1 9,5-9,9 9,7-11,1 5,7-6,1 6,9-7,3
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,1 4,0 6,0 7,7 5,7 9,6 8,1 7,3 4,2-4,6 7,1-7,5 7,5-7,9 7,2-7,6
Informasi dan Komunikasi 7,3 7,5 8,1 8,7 7,9 8,2 8,0 7,9 7,8-8,2 7,8-8,2 7,2-7,6 7,4-7,8
Jasa Keuangan 10,0 3,0 9,2 7,6 7,4 9,7 17,4 12,1 8,2-8,6 11,6-12,0 8,5-8,9 7,7-8,1
Real Estate 8,9 7,6 7,2 6,0 7,4 7,0 6,9 5,4 5,1-5,5 6,0-6,4 8,0-8,4 7,7-8,1
Jasa Perusahaan 4,8 4,5 6,8 7,4 5,9 7,9 7,7 8,1 8,8-9,2 8,0-8,4 7,7-8,1 6,8-7,2
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib5,5 7,1 9,3 9,2 7,8 8,2 10,0 (1,3) 6,7-7,1 6,1-6,5 4,6-5,0 5,2-5,6
Jasa Pendidikan 8,9 9,1 9,6 2,3 7,3 7,7 9,2 8,0 5,1-5,5 7,3-7,7 8,0-8,4 7,5-7,9
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,4 7,8 11,3 10,5 9,3 9,6 8,4 7,5 6,7-7,1 7,8-8,2 8,0-8,4 8,1-8,5
Jasa lainnya 9,4 8,2 8,2 10,2 9,0 9,7 8,9 8,9 8,8-9,2 8,9-9,3 7,4-7,8 7,6-8,0
PDRB 5,7 8,0 7,6 7,2 7,1 7,4 8,0 6,8 6,8-7,2 7,0-7,4 7,0-7,4 7,2-7,6
Pertumbuhan Ekonomi
Provinsi Sulsel
2015 2016 2017P
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
100 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
berbasis maritim di Sulsel. Pembangunan industri dasar tersebut sangat penting agar tidak lagi terjadi defisit neraca
perdagangan antar pulau, sebagai akibat dari ketergantungan barang dari luar Sulsel, maupun nilai tambah barang
Sulsel yang relatif rendah karena saat dijual/ekspor masih berupa barang mentah. Selain itu, dengan semakin
bekembangnya industri di Sulsel dan KTI secara umum, diharapkan dapat menekan biaya transportasi barang di
wilayah KTI, karena tidak lagi terdapat imbalance trade dan imbalance cargo.
f. Melakukan diversifikasi tujuan ekspor, sesuai dengan kuota ekspor secara nasional. Pasar Eropa, Australia dan Afrika
masih potensial untuk pengembangan pengiriman produk ekspor Sulsel seperti ikan, rumput laut, dan coklat olahan.
Sesuai dengan kajian pada Bab 3, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga komoditas
penyumbang inflasi terbesar di Sulsel adalah sebagai berikut:
a. Perlunya kebijakan pemerintah daerah yang mampu mengintegrasikan kepentingan berbagai pihak terkait, agar
pemenuhan pasokan bahan pangan dari daerah produsen ke daerah perkotaan (khususnya Makassar) tidak terdapat
hambatan dan dapat berjalan secara berkesinambungan. Hal ini sangat penting mengingat inflasi Makassar
memberikan sumbangan terbesar kepada inflasi Sulsel. Kebijakan yang bersifat pengkoordinasian ini seyogyanya
dilakukan oleh Pemerintah Provinsi.
b. Perlunya kebijakan dan langkah-langkah konkrit guna meminimalisir dampak negatif dari market failures. Kebijakan
tersebut hendaknya diberlakukan kepada mereka yang selama ini mengambil marjin keuntungan yang paling besar.
Kebijakan bisa diimplementasikan dalam bentuk himbauan, hingga sampai ke tingkat yang keras yaitu penghentian
sementara/pencabutan izin usaha.
c. Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data
stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh
seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani.
d. Meningkatkan kemudahan akses bagi petani terhadap pembiayaan perbankan dan lembaga keuangan lainnya agar
tidak lagi tergantung kepada pemodal besar, sehingga penentuan harga produksinya lebih efisien.
e. Mendorong terwujudnya kerjasama antar daerah dalam mencukup pasokan beberapa komoditas pangan strategis,
khususnya antara daerah surplus dengan daerah defisit.
f. Perlunya menyusun database surplus-defisit komoditas pangan strategis di tiap Kab/Kota, yang tidak hanya berbasis
data produksi dan konsumsi, namun juga mencakup jalur distribusinya.
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 101
Boks 7.A Alternatif Diversifikasi Ekspor Komoditas Unggulan Sulsel
Ketidakpastian ekonomi global semakin meningkat dengan perkembangan kondisi sosial politik.Pertumbuhan ekonomi
global 2016 masih lambat, dengan komposisi negara pendorong pertumbuhan sedikit berubah. Ekonomi AS diperkirakan
tumbuh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.Eropa dan India diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari perkiraan
sebelumnya. Sementara di sisi harga, harga komoditas ekspor Indonesia mengalami perbaikan, seperti batubara, CPO
dan beberapa barang tambang.
Tabel 7.A.1 Negara Tujuan Ekspor Sulsel
Beberapa negara telah menjadi tujuan ekspor tradisional Sulsel.Beberapa negara tersebut pada tahun 2016 (posisi
Oktober) antara lain Jepang telah mencapai USD499,15 juta, Amerika Serikat telah mencapai USD93,69 juta, Tiongkok
telah mencapai USD88,95 juta, Malaysia telah mencapai USD77,29 juta, dan Vietnam telah mencapai USD22,53 juta.
Pasar Eropa, Australia dan Afrika masih potensial untuk pengembangan pengiriman produk ekspor Sulsel seperti ikan,
rumput laut, dan coklat olahan.Produk ikan Sulsel baru mencapai 28,51 juta USD masih relatif kecl dibanding nasional
yang mencapai 987,15 juta USD. Demikian pula unutk coklat olahan yang hanya mengekspor 123,95 juta USD dibanding
nasional yang mencapai 1,22 milyar USD. Sementara untuk ruput laut relatif besar mencapai 105,81 juta USD
dibandingkan nasional yang 159,59 juta USD. Melihat pangsa secara nasional, pasar yang masih dapat digarap eksportir
Sulsel adalah Kawasan Eropa, Afika, dan Australia. Oleh karena itu, diperlukan informasi mengenai besarnya kuota ekspor
ke masing-masing negara tujuan tersebut, sehingga ceruk yang masih kurang dapat dipenuhi oleh eksportir dari Sulsel.
Grafik 7.A.1 Tujuan Ekspor Sulsel
Tujuan Ekspor Produk Ikan
AFRICA0,5% AMERICA
15,8%
ASIA72,8%
AUSTRALIA1,7%
EUROPE9,1%
Nasional 2015(967,15 juta USD)
AFRICA0,5% AMERICA
12,7%
ASIA77,7%
AUSTRALIA0,2%
EUROPE8,9%
Sulsel 2015(28,51 juta USD)
AFRICA0,2%
AMERICA9,8%
ASIA85,2%
AUSTRALIA0,5%
EUROPE4,3%
Nasional 2015(159,59 juta USD)
AFRICA0,3%
AMERICA6,9%
ASIA88,5%
AUSTRALIA0,2%
EUROPE4,2%
Sulsel 2015(105,81 juta USD)
Tujuan Ekspor Rumput Laut
AFRICA3,2%
AMERICA26,9%
ASIA40,6%
AUSTRALIA6,4%
EUROPE22,9%
Nasional 2015(1.215,87 juta USD)
AFRICA0,2%
AMERICA25,4%
ASIA66,8%
AUSTRALIA0,0%
EUROPE7,6%
Sulsel 2015(123,95 juta USD)
Tujuan Ekspor Coklat Olahan
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
102 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Pasar Asia mendominasi pengiriman produk nikel dan buah-buahan Sulsel.Komoditi nikel dan buah-buahan semuanya dikirim ke Asia. Nikel semuanya dikirim ke Jepang karena keterkaitan holding. Sementara produk buah-buahan masih potensial pengiriman ke Eropa, Amerika, Afrika, dan Australia, karena dari pengiriman nasional sebanyak 363,40 juta USD, baru 2,50 juta USD berasal dari Sulsel. Sehingga perlu juga diperlukan informasi mengenai besarnya kuota ekspor ke masing-masing negara tujuan tersebut, sehingga ceruk yang masih kurang dapat dipenuhi oleh eksportir dari Sulsel.
Grafik 7.A.2 Tujuan Ekspor Sulsel
AMERICA0,9%
ASIA99,1%
AUSTRALIA0,0%
EUROPE0,0%
Nasional 2015(806,07 juta USD)
ASIA100,0%
Sulsel 2015(789,75 juta USD)
Tujuan Ekspor Nikel
AFRICA0,1%
AMERICA0,1%
ASIA99,6%
AUSTRALIA0,0%
EUROPE0,2%
Nasional 2015(363,40 juta USD)
ASIA100,0%
Sulsel 2015(2,50 juta USD)
Tujuan Ekspor Buah-buahan
(Jepang) (Vietnam, Singapura, Pakistan)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 103
LAMPIRAN
Lampiran
A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010(Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
I II III IV TOTAL I II III
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 42.33 44.26 46.45 51.08 12.72 14.53 15.98 10.73 53.96 12.82 15.06 17.00
B Pertambangan dan Penggalian 11.90 12.53 13.24 14.71 3.53 3.78 4.25 4.30 15.87 3.62 3.98 4.32
C Industri Pengolahan 25.74 27.97 30.55 33.28 8.09 8.77 8.95 9.69 35.51 9.15 9.53 9.60
D Pengadaan Listrik, Gas 0.16 0.18 0.20 0.22 0.05 0.05 0.05 0.06 0.21 0.06 0.06 0.06
E Pengadaan Air 0.27 0.28 0.30 0.30 0.08 0.08 0.07 0.08 0.30 0.08 0.08 0.08
F Konstruksi 21.43 23.54 26.03 27.67 6.96 7.19 7.69 8.13 29.97 7.61 7.96 8.16
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 25.17 28.15 30.19 32.36 8.21 8.62 9.41 8.68 34.92 8.97 9.54 10.35
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.01 7.95 8.45 8.60 2.15 2.24 2.41 2.39 9.19 2.43 2.45 2.60
H Transportasi dan Pergudangan 2.48 2.77 2.95 3.18 0.80 0.83 0.85 0.88 3.37 0.88 0.90 0.92
J Informasi dan Komunikasi 10.01 12.07 13.77 14.56 3.75 3.86 4.04 4.07 15.71 4.06 4.17 4.36
K Jasa Keuangan 6.04 7.00 7.63 8.07 2.14 2.08 2.19 2.25 8.66 2.35 2.44 2.46
L Real Estate 6.59 7.28 7.93 8.56 2.25 2.28 2.32 2.34 9.20 2.41 2.44 2.45
M,N Jasa Perusahaan 0.81 0.88 0.94 1.00 0.26 0.26 0.27 0.27 1.06 0.28 0.28 0.29
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9.77 9.99 10.29 10.56 2.65 2.76 2.95 3.03 11.38 2.86 3.00 2.91
P Jasa Pendidikan 10.29 11.06 11.92 12.47 3.18 3.19 3.40 3.61 13.38 3.42 3.49 3.67
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.36 3.71 4.02 4.43 1.14 1.18 1.23 1.29 4.85 1.25 1.28 1.33
R,S,T,U Jasa lainnya 2.36 2.55 2.74 2.94 0.77 0.79 0.81 0.84 3.21 0.85 0.86 0.88
185.71 202.18 217.59 234.00 58.74 62.49 66.88 62.62 250.73 63.11 67.52 71.44
Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010
PRDB
2011 2012 2013 20142015* 2016**
I II III IV TOTAL I II III
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 44.97 51.41 57.37 68.44 18.19 20.84 23.49 16.04 78.56 19.36 22.53 25.64
B Pertambangan dan Penggalian 14.65 16.18 17.88 22.65 5.64 5.87 6.03 5.81 23.35 4.87 5.44 6.22
C Industri Pengolahan 26.94 30.80 35.49 41.62 10.61 11.60 11.95 13.02 47.19 12.43 13.01 13.18
D Pengadaan Listrik, Gas 0.16 0.18 0.18 0.19 0.04 0.04 0.04 0.05 0.17 0.04 0.05 0.05
E Pengadaan Air 0.29 0.31 0.35 0.35 0.09 0.09 0.09 0.09 0.37 0.10 0.10 0.10
F Konstruksi 22.89 26.58 31.52 36.02 9.47 9.86 11.01 11.84 42.18 11.19 11.79 12.18
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 26.49 30.65 33.63 37.62 9.94 10.65 11.98 11.22 43.79 11.70 12.56 13.79
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.32 8.96 10.43 11.99 3.20 3.38 3.72 3.75 14.05 3.82 3.88 4.31
H Transportasi dan Pergudangan 2.65 3.15 3.56 4.11 1.08 1.12 1.16 1.19 4.54 1.20 1.22 1.25
J Informasi dan Komunikasi 10.05 12.13 13.79 14.59 3.70 3.81 4.07 4.14 15.72 4.15 4.27 4.54
K Jasa Keuangan 6.42 8.24 9.60 10.82 2.99 2.93 3.12 3.22 12.26 3.39 3.54 3.61
L Real Estate 7.02 8.32 9.90 11.52 3.22 3.37 3.45 3.55 13.59 3.70 3.76 3.78
M,N Jasa Perusahaan 0.86 1.00 1.15 1.30 0.35 0.36 0.38 0.39 1.48 0.40 0.40 0.42
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 10.70 11.45 12.24 13.66 3.71 3.92 4.27 4.43 16.33 4.20 4.43 4.35
P Jasa Pendidikan 10.89 12.10 13.89 15.50 4.00 4.07 4.48 4.76 17.30 4.54 4.64 4.95
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.55 4.08 4.68 5.51 1.51 1.56 1.68 1.77 6.52 1.73 1.77 1.86
R,S,T,U Jasa lainnya 2.45 2.75 3.18 3.72 1.03 1.06 1.11 1.16 4.37 1.18 1.20 1.24
198.29 228.29 258.84 299.63 78.75 84.54 92.03 86.43 341.75 88.00 94.59 101.47PRDB
2011 2012 2013Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 20142015* 2016**
LAMPIRAN
104 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)
Sumber : Badan Pusat Statistik
I II III IV TOTAL I II III
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 106.35 113.78 120.56 127.70 32.82 33.28 33.99 34.39 134.47 34.56 35.14 35.94
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.22 2.38 2.62 2.92 0.71 0.72 0.74 0.78 2.95 0.74 0.76 0.78
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 21.55 22.45 23.06 23.49 3.63 5.74 6.32 9.73 25.41 3.70 6.16 6.09
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 64.56 74.68 82.98 90.29 22.45 23.47 25.19 26.71 97.82 24.59 25.73 26.88
5 Perubahan Inventori 2.16 5.43 3.97 (0.97) 0.62 1.87 1.56 0.62 4.66 0.96 0.66 0.60
6 Ekspor 52.86 51.22 52.36 59.75 13.86 13.73 14.66 10.30 52.56 8.21 9.94 9.97
7 Impor 63.99 67.75 67.96 69.18 15.34 16.31 15.57 19.91 67.14 9.65 10.88 8.82
185.71 202.18 217.59 234.00 58.74 62.49 66.88 62.62 250.73 63.11 67.52 71.44
2016**No Komponen 2011 2012
PDRB
2015*2013 2014
I II III IV TOTAL I II III
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 113.55 129.69 146.64 165.19 44.64 45.72 47.48 48.68 186.52 49.61 50.51 52.17
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.31 2.60 3.08 3.86 1.00 1.03 1.09 1.15 4.27 1.12 1.16 1.20
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 23.49 26.12 28.72 31.70 4.86 7.99 9.19 14.43 36.48 5.52 9.44 9.32
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 66.70 82.68 94.88 113.16 29.14 31.00 33.80 36.41 130.34 33.90 35.78 37.70
5 Perubahan Inventori 2.50 5.66 4.42 (1.55) 0.90 2.01 1.84 0.90 5.64 1.49 0.99 0.87
6 Ekspor 57.26 58.19 59.93 78.01 18.91 18.67 19.75 12.76 70.08 11.12 13.30 13.31
7 Impor 67.52 76.66 78.84 90.73 20.69 21.88 21.11 27.89 91.57 14.76 16.58 13.10
198.29 228.29 258.84 299.63 78.75 84.54 92.03 86.43 341.75 88.00 94.59 101.47
2016**No Komponen 2011 2012 2013 2014
PDRB
2015*
Penduduk (Jiwa) 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163 8,520,300
PDRB per Kapita (Juta Rp) 21.31 24.31 27.67 31.01 35.59 39.90
2015P2014Kategori 2010 2011 2012 2013
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 105
B. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran
Sumber: BPS, diolah
Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
Umum Bahan
Makanan
Makanan
Jadi,
Minuman,
Rokok, dan
Tembakau
Perumahan,
Air, Listrik,
Gas, dan
Bahan Bakar
Sandang Kesehatan
Pendidikan,
Rekreasi, dan
Olahraga
Transpor
dan
Komunikasi
126.75 148.73 131.96 122.00 135.79 119.24 116.86 104.73
130.39 149.06 137.77 126.48 147.55 128.36 120.24 105.50
Triwulan I 132.89 156.33 139.19 128.22 149.63 129.86 120.33 105.61
Triwulan II 133.44 156.50 140.33 129.03 150.10 130.61 120.60 105.92
Triwulan III 135.69 161.48 143.21 129.73 154.94 130.98 121.38 106.22
Triwulan IV 136.14 158.86 144.70 130.72 158.05 132.02 124.35 106.72
Triwulan I 139.01 168.84 145.55 132.61 158.64 132.82 124.59 106.55
Triwulan II 139.26 166.24 146.83 133.67 154.02 133.21 124.61 110.11
Triwulan III 145.51 178.85 149.93 135.89 159.22 135.20 125.82 118.97
Triwulan IV 144.60 169.92 151.18 138.64 161.74 136.89 126.08 119.08
Triwulan I 109.16 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65
Triwulan II 109.71 111.33 109.77 109.58 108.46 107.25 103.72 111.33
Triwulan III 111.72 114.94 112.34 111.74 110.06 108.51 105.35 111.29
Triwulan IV 116.89 125.03 114.11 114.88 110.82 109.25 105.45 121.49
Triwulan I 116.94 125.83 115.15 117.40 114.32 112.29 105.70 115.08
Triwulan II 118.55 128.30 116.95 118.18 113.74 113.18 106.16 118.01
Triwulan III 121.06 133.46 119.33 118.99 117.71 114.24 108.12 119.30
Triwulan IV 122.13 136.01 120.36 119.63 117.48 114.73 108.16 120.29
Triwulan I 123.62 141.22 121.28 121.08 119.52 115.87 108.29 118.70
Triwulan II 123.65 140.14 123.09 121.43 120.97 116.73 108.39 117.11
Triwulan III 124.78 142.15 124.12 122.12 121.39 117.10 108.96 118.73
Triwulan IV* 124.78 142.10 124.29 122.52 120.70 117.37 109.05 118.32
Keterangan: *) Data Hingga Oktober 2016
2016
2015
2014
IHK
(Akhir Periode)
2010
2011
2012
2013
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV***
Makassar 134.91 137.86 138.15 144.29 143.33 143.33 108.94 109.26 111.45 116.50 116.50 116.94 118.67 121.42 122.54 122.54 124.40 124.16 125.50 125.53
Palopo 142.22 144.84 144.26 150.25 149.68 149.68 108.84 110.28 111.34 116.54 116.54 116.40 117.88 119.35 120.48 120.48 121.60 122.65 123.02 122.78
Parepare 134.76 137.33 137.57 144.44 143.26 143.26 108.29 109.33 110.89 117.71 117.71 115.36 116.96 118.67 119.57 119.57 119.77 120.53 120.52 120.78
Bone (Watampone) 148.83 151.29 151.92 159.23 159.04 159.04 109.81 111.58 112.81 117.35 117.35 116.02 116.35 117.70 118.49 118.49 118.27 119.46 120.08 119.58
Bulukumba** 117.21 118.31 119.99 125.61 125.61 124.49 125.55 127.95 128.34 128.34 127.18 128.21 129.02 129.09
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014 ***) Data Oktober 2016
2016Kota Inflasi
2014*20132012
20132014
20152015
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV***
Makassar 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 5.18 6.38 4.63 3.36 3.42
Palopo 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 3.38 4.47 4.05 3.07 2.93
Parepare 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 1.58 3.82 2.12 1.56 2.06
Bone (Watampone) 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 0.97 1.94 2.67 2.02 1.61
Bulukumba** 13.94 14.10 7.30 9.45 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.17 2.16 2.12 0.84 1.94 Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014 ***) Data Oktober 2016
2016Kota Inflasi
201420132012
20132014
20152015
LAMPIRAN
106 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
C. Perbankan
Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)
Tabel C.2. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Proyek Pelapor) dan Kredit (Lokasi Proyek) Bank Umum (Rp Miliar)
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
6,275 26,446 13,085 45,807 20,074 9,626 23,198 52,898 115.48%
Triwulan I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%
Triwulan II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%
Triwulan III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%
Triwulan IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%
Triwulan I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%
Triwulan II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%
Triwulan III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%
Triwulan IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%
Triwulan I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%
Triwulan II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%
Triwulan III 9,693 34,828 19,819 64,339 29,847 15,457 35,159 80,463 125.06%
Triwulan IV 7,995 37,428 20,690 66,112 31,442 16,241 35,877 83,560 126.39%
Triwulan I 10,154 34,147 22,118 66,420 32,776 16,482 36,045 85,304 128.43%
Triwulan II 11,820 34,881 22,166 68,867 34,627 16,500 36,436 87,563 127.15%
Triwulan III 12,471 37,491 22,472 72,433 34,876 17,476 37,558 89,911 124.13%
Triwulan IV 13,165 42,211 23,091 78,467 36,730 20,538 37,713 94,982 121.05%
Triwulan I 12,894 38,589 26,859 78,342 37,510 20,041 38,759 96,310 122.94%
Triwulan II 12,203 42,611 27,283 82,097 39,518 20,796 41,303 101,617 123.78%
Triwulan III 11,802 41,800 28,423 82,025 39,653 20,204 42,917 102,774 125.30%
2016
2015
LDRDPK KREDIT
Periode
2014
2013
2011
2012
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
Triwulan I 7,461 24,900 13,219 45,580 22,500 11,728 24,527 58,755 128.90%
Triwulan II 7,269 27,097 13,505 47,871 25,045 12,256 25,965 63,265 132.16%
Triwulan III 7,246 28,434 14,089 49,770 24,656 12,635 28,121 65,412 131.43%
Triwulan IV 7,333 31,338 14,875 53,546 28,250 11,911 29,794 69,956 130.64%
Triwulan I 7,759 29,206 15,182 52,147 28,671 12,725 30,622 72,019 138.11%
Triwulan II 8,086 29,942 15,271 53,299 27,484 17,402 32,197 77,083 144.62%
Triwulan III 9,211 31,943 16,050 57,204 27,822 18,289 33,503 79,613 139.17%
Triwulan IV 7,836 34,840 17,563 60,239 29,217 17,089 34,203 80,509 133.65%
Triwulan I 7,984 32,314 17,705 58,003 28,996 17,088 34,752 80,836 139.37%
Triwulan II 9,714 33,024 18,489 61,226 31,057 17,232 35,865 84,154 137.45%
Triwulan III 9,681 34,652 19,797 64,131 31,697 18,030 36,523 86,250 134.49%
Triwulan IV 7,975 37,212 20,661 65,849 33,125 18,632 37,195 88,952 126.39%
Triwulan I 10,125 33,960 22,093 66,178 34,244 19,119 37,404 90,768 128.43%
Triwulan II 11,807 34,683 22,145 68,635 37,014 19,431 37,954 94,399 137.54%
Triwulan III 12,454 37,256 22,416 72,126 37,017 19,865 39,137 96,019 133.13%
Triwulan IV 13,150 41,907 23,019 78,076 38,556 22,774 39,933 101,263 129.70%
Triwulan I 12,881 38,342 26,778 78,002 38,920 22,507 40,853 102,280 131.13%
Triwulan II 12,178 42,311 27,185 81,674 40,809 23,420 43,398 107,627 131.78%
Triwulan III 11,788 41,544 28,309 81,640 40,590 22,771 45,040 108,401 132.78%
2016
2015
LDRDPK KREDIT
Periode
2014
2013
2012
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 107
Tabel C.3. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Tabel C.4. Penyaluran Kredit (Lokasi Proyek) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Pertanian TambangIndustri
Pengolahan
Listrik, Gas,
dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan
Jasa Dunia
Usaha
Jasa Sosial
MasyarakatLain-lain
869 309 3,460 144 2,155 15,072 1,629 2,770 1,555 24,935 52,898
Triwulan I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585
Triwulan II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035
Triwulan III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090
Triwulan IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221
Triwulan I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371
Triwulan II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937
Triwulan III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014
Triwulan IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388
Triwulan I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874
Triwulan II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336
Triwulan III 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408 80,463
Triwulan IV 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226 83,560
Triwulan I 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 85,304
Triwulan II 1,788 390 5,109 413 4,902 29,003 2,693 4,037 2,681 36,547 87,563
Triwulan III 2,303 383 5,304 398 5,417 29,373 2,672 4,024 2,388 37,648 89,911
Triwulan IV 2,461 410 7,487 379 5,491 31,424 2,781 4,221 2,549 37,777 94,982
Triwulan I 2,681 430 7,239 306 5,483 31,959 2,824 4,117 2,462 38,809 96,310
Triwulan II 2,933 399 7,993 277 5,977 33,268 2,738 4,085 2,587 41,359 101,617
Triwulan III 2,998 372 8,104 267 6,305 32,431 2,730 4,234 2,392 42,941 102,774
2016
2015
2014
Kredit (Lokasi Bank)
Periode Total
2011
2012
2013
Pertanian TambangIndustri
Pengolahan
Listrik, Gas,
dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan
Jasa Dunia
Usaha
Jasa Sosial
MasyarakatLain-lain
Triwulan I 883 568 4,842 379 3,148 15,854 1,828 3,171 1,583 26,497 58,755
Triwulan II 1,101 608 5,216 420 3,503 18,288 1,809 3,438 1,465 27,417 63,265
Triwulan III 1,146 626 5,381 663 3,708 18,100 1,737 3,474 1,376 29,202 65,412
Triwulan IV 1,187 564 6,013 782 3,848 19,531 2,138 3,371 1,386 31,135 69,956
Triwulan I 1,373 590 6,116 996 3,835 20,344 2,317 3,446 1,479 31,523 72,019
Triwulan II 1,356 584 5,570 1,357 4,043 23,549 2,379 4,511 1,515 32,219 77,083
Triwulan III 1,354 599 5,720 1,484 4,405 24,050 2,459 4,289 1,740 33,513 79,613
Triwulan IV 1,374 611 4,314 1,579 4,231 25,010 2,600 4,656 1,800 34,334 80,509
Triwulan I 1,388 586 4,063 1,554 4,175 25,246 2,522 4,613 1,867 34,821 80,836
Triwulan II 1,510 555 4,592 1,031 4,564 26,941 2,584 4,374 1,890 36,112 84,154
Triwulan III 1,454 543 5,153 1,886 4,968 26,883 2,517 4,043 2,031 36,772 86,250
Triwulan IV 1,530 470 5,501 2,022 5,169 28,161 2,420 3,976 2,160 37,544 88,952
Triwulan I 1,675 401 5,830 2,093 5,596 28,761 2,407 4,046 2,425 37,532 90,768
Triwulan II 1,779 411 6,487 2,340 5,761 30,356 2,343 4,249 2,610 38,063 94,399
Triwulan III 1,837 376 6,226 2,436 6,259 30,678 2,381 4,187 2,409 39,228 96,019
Triwulan IV 2,173 400 8,460 2,572 6,346 31,985 2,442 4,409 2,480 39,996 101,263
Triwulan I 2,368 407 7,984 2,290 6,262 32,480 2,501 4,637 2,449 40,902 102,280
Triwulan II 2,616 431 8,674 2,149 6,363 34,128 2,433 4,804 2,574 43,456 107,627
Triwulan III 2,592 402 8,398 2,203 6,496 33,399 2,414 5,022 2,412 45,064 108,401
Total
2012
2013
2016
2015
2014
Kredit (Lokasi Proyek)
Periode
LAMPIRAN
108 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Tabel C.5. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank
Tabel C.6. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
13.55 11.83 12.83 13.34 13.61 14.09 10.62 6.81 28.61 13.45 12.84 13.32
Triwulan I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46
Triwulan II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35
Triwulan III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19
Triwulan IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88
Triwulan I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85
Triwulan II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74
Triwulan III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72
Triwulan IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78
Triwulan I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86
Triwulan II 13.26 11.44 12.41 13.51 13.53 14.05 10.08 10.72 22.94 13.33 12.75 12.97
Triwulan III 13.48 11.61 12.44 13.62 13.53 14.10 10.26 10.81 23.49 13.50 12.81 13.00
Triwulan IV 13.46 11.57 12.61 13.48 13.78 14.17 10.77 11.14 23.13 13.44 12.93 13.13
Triwulan I 13.81 12.12 11.45 14.04 15.29 14.74 10.03 11.38 23.11 13.25 13.13 13.59
Triwulan II 13.42 10.40 13.00 12.91 13.75 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.14 13.61
Triwulan III 13.28 10.26 13.22 13.01 13.69 14.62 8.84 11.46 28.73 13.09 12.00 13.76
Triwulan IV 12.95 9.53 13.31 12.86 13.34 14.72 9.52 11.89 28.40 12.86 11.30 13.82
Triwulan I 12.36 10.15 13.22 13.13 13.70 14.41 8.74 10.63 22.34 12.67 12.00 13.57
Triwulan II 11.91 10.01 12.90 12.85 13.54 14.28 8.47 11.44 23.74 12.29 11.77 13.28
Triwulan III 11.54 9.89 12.77 12.70 13.26 14.17 8.56 12.22 20.67 12.00 11.51 13.16
2016
2015
2013
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran
2014
Bank Umum
Periode
2011
2012
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Triwulan I 13.04 9.94 13.01 12.92 13.14 14.34 8.28 10.28 22.85 12.93 11.76 13.57
Triwulan II 12.86 9.78 12.93 12.45 13.21 13.87 8.10 9.89 23.69 12.63 11.65 13.36
Triwulan III 12.71 9.62 12.55 12.40 13.01 14.02 8.56 9.57 23.59 12.54 11.47 13.15
Triwulan IV 12.24 10.88 12.44 11.99 12.97 13.84 8.11 8.42 23.30 12.11 12.09 13.00
Triwulan I 12.16 10.65 12.38 12.07 12.80 14.13 6.71 8.40 22.74 12.05 11.94 13.03
Triwulan II 12.66 10.25 12.25 11.74 12.58 13.93 6.76 8.47 21.41 12.16 11.32 12.86
Triwulan III 12.81 10.32 12.26 12.54 12.85 13.81 7.29 9.24 20.90 12.56 11.55 12.83
Triwulan IV 12.93 10.45 12.35 12.92 13.43 13.80 6.79 10.11 20.93 12.77 12.00 12.88
Triwulan I 13.03 10.53 12.42 13.11 13.59 13.97 9.30 10.71 21.87 13.03 12.19 12.99
Triwulan II 13.15 10.76 12.63 13.34 13.68 14.11 7.68 10.73 22.62 13.13 12.31 13.17
Triwulan III 13.36 10.50 12.70 13.50 13.72 14.19 6.50 10.81 26.08 13.23 12.15 13.28
Triwulan IV 13.37 10.37 12.90 13.15 13.76 14.29 7.20 11.14 26.76 13.13 12.13 13.45
Triwulan I 13.39 10.34 12.86 13.17 13.74 14.44 7.13 11.10 27.50 13.13 12.11 13.46
Triwulan II 13.43 10.39 13.00 12.91 13.76 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.15 13.61
Triwulan III 13.29 10.25 13.22 13.01 13.70 14.62 8.84 11.46 28.73 13.09 12.00 13.76
Triwulan IV 12.96 9.51 13.31 12.86 13.35 14.72 9.52 11.89 28.40 12.86 11.29 13.82
Triwulan I 12.30 9.54 13.46 12.94 13.51 14.65 8.76 10.63 28.18 12.56 11.37 13.89
Triwulan II 11.88 9.46 13.13 12.63 13.21 14.56 6.08 11.44 28.48 12.16 11.16 13.60
Triwulan III 11.51 9.35 13.00 12.53 13.05 14.37 5.73 12.22 25.78 11.88 10.96 13.45
2016
2015
2013
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran
2014
Bank Umum
Periode
2012
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 109
D. Sistem Pembayaran
Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.82% 33.98%
II 3.24 2.88 0.36 17.50% -9.25% 184.83%
III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.62% 225.76%
IV 4.07 4.16 (0.09) 27.33% 29.50% -536.97%
16.59 14.07 2.52 20.66% 19.01% 30.82%
I 5.30 2.34 2.96 20.17% 36.45% 9.82%
II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.95% -32.43%
III 5.56 5.64 (0.08) 14.16% 6.18% -81.98%
IV 4.30 4.10 0.21 5.64% -1.52% -336.57%
19.24 15.90 3.34 15.93% 13.01% 32.20%
I 6.18 2.25 3.94 16.70% -3.91% 33.01%
II 3.78 3.70 0.07 -7.20% -3.29% -69.42%
III 4.82 4.93 (0.11) -13.42% -12.67% 40.51%
IV 3.79 3.20 0.59 -11.93% -21.92% 186.71%
18.57 14.07 4.50 -3.47% -11.51% 34.84%
I 6.23 1.49 4.74 0.74% -33.73% 20.43%
II 3.34 4.73 (1.39) -11.46% 27.86% -1991.09%
III 6.50 2.52 3.99 35.03% -48.91% -3670.36%
PeriodeJumlah yoy
2013
2013
2016
2014
2014
2015
2015
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%
II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%
III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%
IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%
0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%
I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% 720.65%
II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% 353.25%
III 0.23 3.93 (3.70) 186.11% 56.42% 52.18%
IV 0.13 2.07 (1.94) 29.30% -21.19% -23.20%
0.54 11.42 (10.88) 89.84% 84.31% 84.05%
I 0.00 1.74 (1.73) -97.54% -20.95% -15.58%
II 0.01 5.66 (5.65) -87.34% 75.61% 77.63%
III 0.03 3.59 (3.56) -84.91% -8.54% -3.84%
IV 0.00 5.84 (5.84) -97.69% 182.13% 200.88%
0.05 16.83 (16.78) -91.52% 47.38% 54.29%
I 0.00 4.45 (4.45) -43.63% 156.01% 156.41%
II 0.00 6.43 (6.43) -40.00% 13.71% 13.76%
III 0.00 0.00 (0.00) -99.84% -99.90% -99.90%
PeriodeJumlah yoy
2016
2013
2013
2014
2014
2015
2015
LAMPIRAN
110 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)
E. Ekspor dan Impor
Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Ribu)
Ket: 10 besar komoditas ekspor sepanjang 2016
Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)
Ket: 10 besar negara tujuan ekspor sepanjang 2016
From To From-To From To From-To
I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%
62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%
71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%III 22.72 38.10 10.97 21.04% 1.28% 62.41%
III 25.66 41.37 11.87 24.93% -0.27% 62.68%
85.41 141.02 37.36 20.03% -4.70% 60.89%
I 14.45 32.77 4.29 -7.73% 17.51% -9.65%
II 26.71 31.93 4.27 24.96% -5.15% -56.25%
III 19.34 40.38 3.48 -14.88% 5.99% -68.29%
2012
PeriodeJumlah yoy
2015
2014
2013
2012
2013
2014
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
1 Nikel 258,413 247,288 215,371 200,767 921,839 213,110 269,360 289,821 266,267 1,038,558 211,882 197,775 172,672 176,610 758,939 108,715 138,122 158,622 405,459 48.79%
2 Cokelat Olahan 4,696 14,722 17,225 28,377 65,019 29,325 34,256 47,805 37,194 148,581 21,144 40,898 31,884 30,021 123,947 19,769 17,369 32,984 70,122 8.44%
3 Ganggang Laut 15,882 21,039 27,430 26,942 91,292 33,321 35,918 38,832 39,176 147,247 28,146 32,547 26,357 18,757 105,807 18,289 21,165 22,374 61,829 7.44%
4 Biji Cokelat 50,603 28,346 59,061 39,017 177,026 19,952 35,040 27,076 20,085 102,154 9,422 23,052 27,395 15,355 75,224 4,904 15,872 21,517 42,293 5.09%
5 Udang Segar 11,805 13,911 16,464 19,577 61,757 14,593 18,007 23,090 12,773 68,463 11,834 14,979 14,107 16,532 57,452 12,091 19,679 17,440 49,210 5.92%
6 Ikan Olahan 11,111 10,330 15,233 14,376 51,050 8,803 12,162 17,765 15,593 54,322 9,900 13,105 11,894 14,155 49,053 10,003 11,959 18,286 40,247 4.84%
7 Buah/Sayur Olahan 6,848 6,214 6,677 5,646 25,385 5,926 7,916 6,292 5,543 25,677 8,386 10,161 10,570 11,640 40,757 15,784 12,787 12,120 40,692 4.90%
8 Kayu Lapis 9,267 8,843 7,771 9,927 35,809 10,534 9,175 8,248 8,581 36,538 6,236 10,994 9,932 13,289 40,450 7,948 5,431 4,266 17,645 2.12%
9 Sayur-Sayuran 65 199 295 165 723 175 139 105 5,242 5,661 30 8,427 9,797 260 18,514 85 734 697 1,517 0.18%
10 Dedak/Bekatul 5,974 4,844 4,624 3,934 19,375 4,603 5,231 4,317 3,871 18,022 6,125 4,893 2,841 3,385 17,243 3,281 4,616 6,258 14,154 1.70%
403,019 389,288 417,565 386,338 1,596,210 366,406 460,017 499,048 452,629 1,778,100 344,161 382,893 381,248 333,278 1,441,581 229,370 276,311 325,410 831,091 100%
Sumber: Bea Cukai
* Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara
Pangsa
s.d 20162016**2015*
2015* 2016**KOMODITAS EKSPOR UTAMA 2014
20142013*
2013
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
1 Jepang 276,916 265,502 236,096 222,268 1,000,782 229,808 285,800 311,425 282,417 1,109,450 225,143 213,089 188,475 189,872 816,578 117,903 147,435 172,450 437,788 52.68%
2 Malaysia 15,544 21,970 30,383 35,098 102,995 28,276 38,252 40,895 44,010 151,433 28,197 35,894 35,508 29,831 129,429 13,073 9,888 32,787 55,748 6.71%
3 Amerika Serikat 37,186 20,355 49,647 46,967 154,155 31,358 43,734 37,866 22,781 135,739 22,395 32,804 41,494 31,259 127,952 26,438 28,011 30,148 84,597 10.18%
4 Philipina 15,896 23,792 26,969 24,962 91,618 26,414 32,148 39,092 35,247 132,900 16,135 40,494 23,936 3,499 84,063 1,978 1,309 2,373 5,660 0.68%
5 Singapura 3,759 4,103 4,511 3,529 15,902 4,784 4,348 5,126 9,554 23,811 2,212 11,210 12,884 4,620 30,926 7,550 19,599 8,073 35,223 4.24%
6 Belanda 10,747 6,511 13,668 4,892 35,819 5,235 8,685 12,434 5,537 31,890 7,958 5,793 6,022 3,635 23,408 5,068 7,524 7,384 19,976 2.40%
7 Korea Selatan 2,041 2,727 3,249 2,982 10,999 3,121 4,085 3,269 5,640 16,115 7,360 7,035 4,995 5,971 25,361 4,050 4,962 4,500 13,512 1.63%
8 Jerman 2,714 4,225 5,959 5,027 17,925 5,462 5,994 10,525 7,103 29,084 6,972 4,541 7,410 2,760 21,683 3,130 2,019 2,012 7,161 0.86%
9 Australia 3,061 4,265 3,095 5,854 16,274 6,494 9,624 7,580 6,191 29,890 4,414 4,530 3,952 4,151 17,047 2,321 1,719 1,540 5,580 0.67%
10 Hongkong 4,514 4,803 3,702 4,110 17,129 4,296 3,314 5,116 3,646 16,373 4,460 3,346 3,888 3,765 15,459 4,380 3,103 3,675 11,157 1.34%
403,019 389,288 417,565 386,338 1,596,210 366,406 460,017 499,048 452,629 1,778,100 344,161 382,893 381,248 333,278 1,441,581 229,370 276,311 325,410 831,091 100%
Sumber: Bea Cukai
* Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara
Pangsa
Agt'162016**2015*
2015*2014
20142013
NILAI EKSPOR SULSEL
NEGARA TUJUAN EKSPOR2013 2016**
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 111
Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ ribu)
Ket: 10 komoditas impor sepanjang 2016
Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Ribu)
Ket: 10 besar negara importir sepanjang 2016
F. Inklusi Keuangan
Tabel F.1. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber: BPS, diolah
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
1 Kapal Terbang dan Bagiannya - - - - - - - - - - - - 124,230 - 124,230 - 60,099 - 60,099 0.00%
2 Bahan Kimia Anorganik 37,228 56,624 29,661 62,323 185,835 55,107 48,136 59,146 30,292 192,681 4,555 4,497 273 3,697 13,023 3,347 2,128 70 5,501 0.05%
3 Karpet dan Alas Lantai 56,173 47,354 15,453 18,483 137,463 34,678 52,658 32,731 26,309 146,375 - - - - - - - - - 0.00%
4 Gandum-Ganduman - - - - - - - - - - 43,748 66,857 44,440 30,837 185,882 35,841 37,990 31,647 92,355 21.08%
5 Aluminium 14,065 16,677 19,661 20,156 70,559 11,103 40,995 16,902 27,845 96,845 83 1,199 28 596 1,905 5 19 1 25 0.00%
6 Mesin/Mesin/Pesawat Mekanik - - - - - - 41 43 202 287 23,114 47,433 32,426 37,787 140,760 35,071 51,656 41,098 105,709 27.38%
7 Ampas/Sisa Industri Makanan - - - - - - - - - - 21,885 12,475 18,589 21,685 74,633 13,573 15,381 23,505 46,374 15.66%
8 Kain Khusus 13,822 6,086 1,859 3,382 25,150 4,827 3,723 4,913 1,977 15,440 - - - - - - - - - 0.00%
9 Bulu dan Bunga Buatan - 3,070 2,277 210 5,557 1,570 - 2,581 1,436 5,588 - - - - - - - - - 0.00%
10 Sereal,Tepung, dan Susu 101 - 7,183 6,250 13,534 1,657 2,508 7,449 5,079 16,692 54 166 132 84 436 27 53 55 109 0.04%
300,716 404,717 218,820 126,061 1,050,313 139,097 181,875 149,053 129,393 599,417 163,902 180,739 271,916 149,655 766,212 122,678 210,554 150,128 484,395 100%
Sumber: Bea Cukai
* Angka sementara ** Angka sangat sementara
Pangsa s.d
20162016**
NILAI IMPOR SULSEL
KOMODITAS IMPOR UTAMA2013 2014 2015*
2015*20142013*2016**
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
1 Tiongkok 28,368 2,948 11,288 15,463 58,066 24,588 36,507 29,472 20,987 111,554 29,420 34,987 59,722 60,503 184,632 42,693 69,113 63,987 175,793 36.29%
2 Rusia 151,252 248,147 121,335 11,978 532,711 586 557 6,325 2,069 9,536 946 - 132,603 13,334 146,883 437 60,453 385 61,274 12.65%
3 Australia 29,359 41,531 29,849 29,355 130,093 40,047 36,627 40,027 18,364 135,066 59,175 47,954 16,828 9,655 133,612 25,410 7,260 7,408 40,079 8.27%
4 Kanada 12,049 25,176 3,905 12,160 53,291 2,799 15,376 10,268 15,521 43,963 5,293 18,487 22,930 10,637 57,347 6,496 19,925 8,028 34,449 7.11%
5 Singapura 13,586 11,955 9,626 3,094 38,262 7,901 4,377 8,400 10,861 31,538 26,556 11,061 3,437 9,330 50,383 636 4,593 760 5,989 1.24%
6 Argentina 12,569 15,635 13,186 17,778 59,168 10,141 34,030 13,582 19,518 77,272 19,975 10,541 9,303 5,364 45,182 18,433 14,892 21,840 55,166 11.39%
7 Jerman 14,314 9,187 393 749 24,643 424 10,070 10,238 2,471 23,203 978 21,430 170 1,839 24,417 165 653 421 1,240 0.26%
8 Amerika Serikat 9,774 2,429 7,879 12,155 32,238 25,350 13,445 6,130 8,696 53,620 1,771 9,845 2,412 4,976 19,005 2,367 6,646 2,786 11,799 2.44%
9 Thailand 11,310 5,838 3,313 3,155 23,616 9,381 3,380 2,539 7,106 22,406 2,477 4,540 4,573 2,444 14,035 4,657 2,330 3,764 10,751 2.22%
10 Malaysia 1,470 3,137 2,006 4,153 10,766 5,031 10,675 3,832 1,811 21,350 300 2,722 5,723 1,153 9,898 1,153 3,261 6,297 10,711 2.21%
300,716 404,717 218,820 126,061 1,050,313 139,097 181,875 149,053 129,393 599,417 163,067 180,739 270,064 149,655 763,524 123,713 210,554 150,128 484,395 100%
Sumber: Bea Cukai
* Angka sementara ** Angka sangat sementara
2016** Pangsa s.d
20162016**
NILAI IMPOR SULSEL
NEGARA ASAL IMPOR2013
20142015*
2015*2014
2013*
2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016**
4,079 4,806 5,182 5,540 5,700 8,207 8,309 8,408 8,520 8,796 49.70 57.84 61.64 65.02 64.81
2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016**
894 872 870 916 945 8,207 8,309 8,408 8,520 8,796 10.89 10.49 10.34 10.75 10.75
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*Jumlah Rekening Kredit Lokasi Bank (Ribu Rekening)
Jumlah Rekening DPK Lokasi KC/KCP (Ribu Rekening) Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Jumlah Penduduk
(%)
Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Jumlah
Penduduk (%)
LAMPIRAN
112 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
G. Indikator Makro Per Kabupaten/Kota
Tabel G.1.PDRB menurut kabupaten/kota atas dasar harga berlaku dan konstan (Rp Milyar)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
2012 2013* 2014* 2015** 2012 2013* 2014* 2015**
1 Kep Selayar 2,464.94 2,880.86 3,494.21 4,149.34 2,122.81 2,296.37 2,503.22 2,723.81
2 Bulukumba 6,243.26 7,187.33 8,385.78 9,584.32 5,483.24 5,909.29 6,414.14 6,777.43
3 Bantaeng 3,825.42 4,350.32 4,964.12 5,604.99 3,234.46 3,525.61 3,819.61 4,073.15
4 Jeneponto 4,720.38 5,269.41 6,157.05 6,999.85 4,147.46 4,422.90 4,773.92 5,085.88
5 Takalar 4,366.04 5,004.18 5,882.26 6,809.96 3,809.14 4,144.29 4,549.03 4,931.57
6 Gowa 9,380.48 10,713.90 12,044.91 13,734.06 8,289.11 9,070.00 9,720.52 10,381.04
7 Sinjai 4,926.59 5,601.47 6,484.77 7,511.14 4,366.71 4,706.67 5,035.70 5,415.55
8 Maros 10,428.66 11,966.92 13,662.54 15,767.63 9,044.51 9,612.26 10,067.22 10,931.05
9 Pangkep 11,766.21 13,759.00 15,970.74 18,481.48 10,288.64 11,248.48 12,420.26 13,411.01
10 Barru 3,363.62 3,833.30 4,434.06 4,918.37 3,000.72 3,237.00 3,475.20 3,694.86
11 Bone 14,833.10 16,734.21 19,879.98 23,149.37 12,730.12 13,531.85 14,882.65 16,052.41
12 Soppeng 4,761.84 5,401.35 6,174.25 6,828.42 4,259.55 4,567.54 4,882.65 5,131.82
13 Wajo 10,166.67 11,629.14 13,656.16 15,095.71 8,819.11 9,428.97 10,341.51 11,070.41
14 Sidrap 6,108.34 6,936.04 8,048.15 9,284.22 5,297.54 5,664.56 6,110.56 6,594.25
15 Pinrang 8,738.25 9,892.58 11,365.83 13,142.36 7,708.90 8,269.61 8,939.91 9,676.97
16 Enrekang 3,458.74 4,119.56 4,628.10 5,239.60 3,021.20 3,197.50 3,389.50 3,623.38
17 Luwu 6,698.54 7,681.02 9,018.94 10,363.70 5,915.10 6,372.70 6,934.34 7,437.79
18 Tana Toraja 3,232.30 3,683.75 4,277.60 4,901.49 2,793.72 2,994.47 3,198.55 3,417.60
19 Luwu Utara 5,560.28 6,338.05 7,590.83 8,681.53 4,911.00 5,274.16 5,739.78 6,122.48
20 Luwu Timur 15,266.46 16,662.67 20,497.07 21,022.95 11,963.26 12,717.28 13,748.26 14,690.56
21 Toraja Utara 3,546.30 4,230.78 5,028.50 5,840.95 2,971.71 3,259.91 3,508.98 3,778.90
22 Makassar 78,013.04 88,363.46 398.53 171.73 70,851.04 76,851.04 82,596.79 88,740.21
23 Pare-pare 3,501.13 3,940.54 4,434.69 5,059.51 3,150.26 3,400.55 3,615.72 3,842.61
24 Palopo 3,690.92 4,181.23 4,765.33 5,318.66 3,363.25 3,633.01 3,889.66 4,141.82
*) Data Sementara **) Data Sangat Sementara
NO ATAS DASAR HARGA KONSTAN
KABUPATEN/KOTA ATAS DASAR HARGA BERLAKU
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 113
Tabel G.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Harga Konstan (Rp Milyar)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Tabel G.3.PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku (Rp juta rupiah)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
2011 2012 2013* 2014* 2015**
1 Kep. Selayar 8.88 7.88 8.18 9.01 8.81
2 Maros 11.24 11.14 6.28 4.73 8.58
3 Takalar 7.59 6.58 8.80 9.77 8.41
4 Bone 6.40 8.21 6.30 9.53 8.30
5 Pinrang 7.71 8.51 7.27 8.11 8.24
6 Pangkep 9.84 8.26 9.33 10.42 7.98
7 Sidrap 9.63 8.93 6.93 7.87 7.92
8 Toraja Utara 8.36 9.45 9.70 7.64 7.69
9 Sinjai 7.60 7.32 7.79 6.99 7.54
10 Makassar 10.36 9.64 8.55 7.40 7.44
11 Luwu 7.89 7.00 7.74 8.81 7.26
12 Wajo 10.11 6.50 6.92 9.68 7.05
13 Enrekang 8.08 7.30 5.84 6.00 6.90
14 Luwu Timur -4.29 5.62 6.30 8.11 6.85
15 Tana Toraja 7.78 8.58 7.19 6.82 6.85
16 Gowa 7.46 8.15 9.42 7.17 6.80
17 Luwu Utara 8.04 6.81 7.39 8.83 6.67
18 Bantaeng 9.38 9.67 9.00 8.34 6.64
19 Jeneponto 8.44 7.55 6.64 7.94 6.53
20 Palopo 7.90 7.00 8.02 7.06 6.48
21 Barru 8.13 8.39 7.87 7.36 6.32
22 Pare-pare 8.42 8.80 7.95 6.33 6.28
23 Bulukumba 5.49 9.65 7.77 8.54 5.66
24 Soppeng 7.17 6.93 7.23 6.90 5.10
*) Data Sementara **) Data Sangat Sementara
NOPERTUMBUHAN PERTAHUN
KABUPATEN/KOTA
2010 2011 2012* 2013* 2014* 2015**
1 Kep. Selayar 9.25 11.17 16.90 18.05 19.44 20.92
2 Bulukumba 9.51 10.74 13.64 14.59 15.73 16.51
3 Bantaeng 10.33 12.21 17.99 19.48 20.95 22.21
4 Jeneponto 6.61 7.73 11.89 12.60 13.51 14.30
5 Takalar 7.60 8.65 13.74 14.77 16.03 17.19
6 Gowa 7.76 8.87 12.14 13.03 13.70 14.36
7 Sinjai 12.26 13.98 18.73 20.04 21.29 22.74
8 Maros 8.12 9.38 27.57 28.97 30.00 32.22
9 Pangkep 17.54 20.67 32.80 35.47 38.78 41.44
10 Barru 10.00 11.37 17.82 19.12 20.40 21.58
11 Bone 10.46 12.19 17.45 18.43 20.15 21.61
12 Soppeng 12.15 14.28 18.92 20.25 21.63 22.70
13 Wajo 14.00 17.16 22.65 24.14 26.38 28.15
14 Sidrap 12.34 15.26 18.93 19.99 21.32 22.76
15 Pinrang 15.02 17.50 21.51 22.89 24.55 26.38
16 Enrekang 10.06 11.89 15.52 16.28 17.10 18.12
17 Luwu 11.15 12.91 17.37 18.54 19.98 21.24
18 Tana Toraja 6.64 8.04 12.43 13.24 14.05 14.93
19 Luwu Utara 10.64 12.25 16.68 17.74 19.13 22.22
20 Luwu Timur 34.02 38.65 46.60 48.35 51.03 65.14
21 Toraja Utara 6.89 8.31 13.46 14.66 15.66 12.48
22 Makassar 27.56 31.82 51.08 54.58 57.79 61.23
23 Pare-pare 13.85 15.77 23.62 25.15 26.41 27.70
24 Palopo 13.12 14.98 21.48 22.59 23.59 24.52
*) Data Sementara **) Data Sangat Sementara
No Kabupaten/Kota PDRB perkapita
LAMPIRAN
114 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Tabel G.4.Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota
Sumber: BPS, diolah
Tabel G.5.Tingkat Partisipasi Angkatan Lerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Selatan Menurut
Kabupaten/Kota (%)
Sumber: BPS, diolah
No Kabupaten/Kota 2010* 2011* 2012* 2013* 2014** 2015**
1 Kep. Selayar 122,377 124,104 125,603 127,220 128,744 130,199
2 Bulukumba 395,790 399,000 401,897 404,896 407,775 410,485
3 Bantaeng 177,299 178,596 179,800 181,006 182,283 183,386
4 Jeneponto 343,808 346,308 348,680 351,111 353,287 355,599
5 Takalar 270,491 273,891 277,218 280,590 283,762 286,906
6 Gowa 654,978 668,875 682,597 696,096 709,386 722,702
7 Sinjai 229,583 231,425 233,200 234,886 236,497 238,099
8 Maros 320,103 324,097 327,998 331,796 335,596 339,300
9 Pangkep 306,717 310,288 313,722 317,110 320,293 323,597
10 Barru 166,520 167,511 168,397 169,302 170,316 171,217
11 Bone 719,999 724,923 729,516 734,119 738,515 742,912
12 Soppeng 224,577 224,804 225,180 225,512 225,709 226,116
13 Wajo 386,324 387,815 389,284 390,603 391,980 393,218
14 Sidrap 272,808 276,327 279,810 283,307 286,610 289,787
15 Pinrang 352,185 355,312 358,312 361,293 364,087 366,789
16 Enrekang 190,923 192,822 194,606 196,394 198,194 199,998
17 Luwu 333,497 336,989 340,491 343,793 347,096 350,218
18 Tana Toraja 221,816 223,297 224,812 226,212 227,588 228,984
19 Toraja Utara 228,391 219,084 220,777 222,393 224,003 302,687
20 Luwu Utara 243,809 291,414 294,402 297,313 299,989 275,595
21 Luwu Timur 217,503 250,223 256,699 263,012 269,405 225,516
22 Makassar 1,342,826 1,364,955 1,387,033 1,408,072 1,429,242 1,449,401
23 Pare-pare 129,682 131,514 133,381 135,192 136,903 138,699
24 Palopo 148,395 152,573 156,603 160,819 164,903 168,894
Sulawesi Selatan 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163 8,520,304
2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 65.1 62.7 61.11 60.6 4.68 3.25 4.62 2.1
2 Bulukumba 64.2 68.4 62.25 65 5.46 2.71 4.16 2.8
3 Bantaeng 65.5 72.2 68.74 71.9 5.54 7.02 6.44 2.4
4 Jeneponto 64.5 67.0 61.96 61.7 5.06 4.35 2.77 2.7
5 Takalar 64.5 62.3 57.69 62.9 5.54 6.21 2.73 2.7
6 Gowa 65.6 62.1 64.17 66.3 7.05 4.01 2.63 2.3
7 Sinjai 65.1 73.1 70.34 68.8 5.59 2.84 0.43 0.9
8 Maros 64.9 64.3 60.98 63.0 6.94 6.43 5.71 4.6
9 Pangkep 65.0 57.6 54.41 57.6 6.09 8.03 5.7 9.9
10 Barru 64.2 56.8 53.43 50.4 5.75 4.78 4.51 2.3
11 Bone 64.0 64.8 63.3 63.9 5.98 3.51 3.8 5
12 Soppeng 63.4 62.1 57.22 57.6 5.16 6.15 6.65 2.4
13 Wajo 67.0 59.9 58.16 55.6 7.45 3.13 3.72 4.9
14 Sidrap 64.6 57.2 52.25 54.0 4.78 6.99 7.62 6.2
15 Pinrang 64.5 55.0 52.07 60.1 6.55 5.35 1.96 2.8
16 Enrekang 66.6 74.5 70.27 68.2 6.66 3.05 1.61 1.4
17 Luwu 65.3 59.7 58.69 62.5 7.41 10.55 7.14 5.1
18 Tana Toraja 67.1 76.3 70.55 80.3 5.56 4.63 3.26 3.3
19 Luwu Utara 65.9 65.6 62.02 66.7 4.47 5.03 4.48 1.8
20 Luwu Timur 68.3 67.3 65.01 67.2 7.16 8.12 6.28 8.1
21 Toraja Utara 63.5 68.3 65.25 69.8 6.05 5.08 2.82 3.7
22 Makassar 61.0 57.9 57.8 56.9 8.41 9.97 9.53 10.9
23 Pare-pare 62.0 60.4 57.72 60.6 7.97 4.21 4.86 7.1
24 Palopo 63.1 59.6 58.13 58.0 9.47 8.43 9.03 8.1
Sulawesi Selatan 64.3 62.8 60.49 62.0 6.56 5.87 5.1 5.1
Kabupaten / KotaTPAK TPT
No
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 115
Tabel G.6.Indikator Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber: BPS, diolah
Jumlah
(ribu) % P1 P2
Jumlah
(ribu) % P1 P2
1 Kep. Selayar 16.2 12.87 2.34 0.61 18.2 14.23 2.32 0.54
2 Bulukumba 31.5 7.83 0.93 0.18 36.7 9.04 1.01 0.17
3 Bantaeng 16.00 8.90 1.64 0.45 18.9 10.45 1.68 0.49
4 Jeneponto 58.0 16.59 2.64 0.68 58.1 16.52 2.42 0.61
5 Takalar 26.7 9.60 1.57 0.48 29.3 10.42 1.48 0.35
6 Gowa 55.3 8.06 1.66 0.64 61.0 8.73 1.19 0.25
7 Sinjai 21.7 9.29 1.26 0.26 24.3 10.32 1.41 0.33
8 Maros 41.3 12.56 2.36 0.60 43.1 12.94 2.24 0.63
9 Pangkep 52.3 16.63 2.76 0.77 56.4 17.75 3.15 0.85
10 Barru 15.7 9.28 1.50 0.37 17.5 10.32 1.33 0.26
11 Bone 89.5 12.25 1.90 0.51 87.7 11.92 1.75 0.47
12 Soppeng 20.6 9.12 1.08 0.21 21.3 9.43 0.93 0.15
13 Wajo 30.5 7.83 0.87 0.16 31.9 8.17 1.27 0.35
14 Sidrap 16.9 6.00 0.77 0.14 17.9 6.3 1.00 0.23
15 Pinrang 28.1 7.83 1.37 0.40 32.1 8.86 1.16 0.22
16 Enrekang 28.2 14.45 1.79 0.38 29.7 15.11 2.02 0.44
17 Luwu 45.5 13.34 1.97 0.47 52.0 15.10 2.25 0.52
18 Tana Toraja 28.7 12.73 1.98 0.46 31.3 13.81 1.81 0.38
19 Luwu Utara 41.4 14.03 2.68 0.75 46.2 15.52 2.06 0.43
20 Luwu Timur 19.9 7.72 1.13 0.29 2.2 8.38 1.37 0.32
21 Toraja Utara 36.0 16.28 2.44 0.52 36.8 16.53 3.03 0.86
22 Makassar 69.9 5.02 0.76 0.17 66.4 4.7 0.84 0.24
23 Pare-pare 7.5 5.58 0.88 0.21 8.6 6.38 0.83 0.18
23 Palopo 14.9 9.47 1.61 0.44 15.5 9.57 1.42 0.3
Sulawesi Selatan 812.3 9.82 1.68 0.42 863.2 10.32 1.65 0.40
Kabupaten/Kota
2012 2013
NO
LAMPIRAN
116 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
H. Daftar Istilah
Istilah Keterangan
Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari
resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk
meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet Neraca
Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan
risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-
2018
BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,
maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management
protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung
jawab anggota tim itu
Debt ceiling Pagu hutang
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan
nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,
atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 117
Istilah Keterangan
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,
dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar
keuangan dan industrialisasi
E-money Uang elektronik
Exchange rate pass
through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-
negara pengekspor dan pengimpor
External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau
untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap
sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa
risiko gagal bayar
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah
pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate
governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting
funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman
kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan
kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade Peringkat layak investasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
LAMPIRAN
118 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Istilah Keterangan
operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya
Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau
bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara
simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter
Pagu hutang / debt
ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker Pengambil harga
Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor Faktor pendorong
Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan
pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu,
bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect Dampak lanjutan
Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan
pokoknya)
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang
selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank
ritel
Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2016
Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 119
Istilah Keterangan
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,
atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional
Yield Imbal hasil
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur
pertumbuhan secara akumulatif.
Yuan Mata uang Tiongkok
)