Top Banner
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO
98

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Feb 06, 2018

Download

Documents

lykhanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Kantor Perwakilan Bank IndonesiaProvinsi Nusa Tenggara Timur

triwulan I 2015

FOTO : PULAU KOMODO

Page 2: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur

di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi

kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap

perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan

kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan

dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder

lainnya.

Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan

Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode

mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari

eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan

masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,

kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan

baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.

Kata Pengantar

Kupang, Mei 2015

Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Naek Tigor Sinaga

Deputi Direktur

iii

Penerbit :

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan

Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT

Telp : [0380] 832-047

Fax : [0380] 822-103

Email : [email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

ii

Page 3: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur

di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi

kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap

perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan

kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan

dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder

lainnya.

Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan

Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode

mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari

eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan

masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,

kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan

baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.

Kata Pengantar

Kupang, Mei 2015

Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Naek Tigor Sinaga

Deputi Direktur

iii

Penerbit :

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan

Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT

Telp : [0380] 832-047

Fax : [0380] 822-103

Email : [email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

ii

Page 4: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Grafik

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Ringkasan Umum

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur

BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL

1.1 Kondisi Umum

1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Tahunan

1.3 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulanan

1.4 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

1.4.1. Konsumsi

1.4.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi

1.4.3. Ekspor dan Impor

1.4.3.1. Ekspor dan Impor Antar Daerah

1.4.3.2. Ekspor dan Impor Luar Negeri

1.5 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

1.5.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan

1.5.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

1.5.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor

1.5.4. Sektor-Sektor Lainnya

BOKS 1.1. Dampak Moratorium Perikanan

BOKS 1.2. Permasalahan Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Provinsi NTT

BAB II PERKEMBANGAN INFLASI

2.1. Kondisi Umum

2.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas

2.2.1. Bahan Makanan

2.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

2.2.3. Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar

2.2.4. Komoditas Lainnya

2.3. Disagregasi Inflasi NTT

i

iii

v

ix

xiii

xiv

xv

xvii

1

1

2

3

4

4

6

7

7

8

8

9

10

10

11

13

15

19

19

21

22

22

23

24

24

Daftar Isi

v

Page 5: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Grafik

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Ringkasan Umum

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur

BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL

1.1 Kondisi Umum

1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Tahunan

1.3 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulanan

1.4 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

1.4.1. Konsumsi

1.4.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi

1.4.3. Ekspor dan Impor

1.4.3.1. Ekspor dan Impor Antar Daerah

1.4.3.2. Ekspor dan Impor Luar Negeri

1.5 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

1.5.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan

1.5.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

1.5.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor

1.5.4. Sektor-Sektor Lainnya

BOKS 1.1. Dampak Moratorium Perikanan

BOKS 1.2. Permasalahan Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Provinsi NTT

BAB II PERKEMBANGAN INFLASI

2.1. Kondisi Umum

2.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas

2.2.1. Bahan Makanan

2.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

2.2.3. Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar

2.2.4. Komoditas Lainnya

2.3. Disagregasi Inflasi NTT

i

iii

v

ix

xiii

xiv

xv

xvii

1

1

2

3

4

4

6

7

7

8

8

9

10

10

11

13

15

19

19

21

22

22

23

24

24

Daftar Isi

v

Page 6: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

2.3.1. Kelompok Volatile Foods

2.3.2. Kelompok Administered Prices

2.3.3. Kelompok Inflasi Inti (Core)

2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota

2.4.1. Inflasi Kota Kupang

2.4.2. Inflasi Kota Maumere

2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID

BOKS.2. Penyusunan Roadmap TPID di Provinsi NTT

BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

3.1. Kondisi Umum

3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum

3.2.1 Aset dan Aktiva Produktif

3.2.2 Dana Pihak Ketiga

3.2.3 Penyaluran Kredit Pembiayaan

3.2.4 Kualitas Kredit

3.2.5 Suku Bunga

3.2.6 Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah

3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

3.4. Sistem Pembayaran

3.4.1 Transaksi Non Tunai

a. Transaksi Kliring (SKNBI)

b. Transaksi RTGS

3.4.2 Transaksi Tunai

a. Aliran Uang Masuk dan Uang Keluar

b. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

c. Temuan Uang Palsu (Upal)

BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH

4.1. Kondisi Umum

4.2. Pendapatan Daerah

4.3. Belanja Daerah

25

25

25

26

26

26

27

29

33

33

35

35

35

36

37

37

38

39

40

40

40

41

42

42

43

43

45

45

47

48

Daftar Isi

vi

BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

5.1. Kondisi Umum

5.2. Perkembangan Ketenagakerjaan

5.2.1 Kondisi Ketenagakerjaan Umum

5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Lapangan Kerja Utama

5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan

5.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Sektor Industri Manufaktur Besar/Sedang

5.2.5 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

5.3. Perkembangan Kesejahteraan

5.3.1 Kondisi Kesejahteraan Umum

5.3.2 Tingkat Kemiskinan

BOKS.5. Potensi Perbatasan RI - RDTL

BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH

6.1. Pertumbuhan Ekonomi

6.1.1 Sisi Sektoral

6.1.2 Sisi Penggunaan

6.2. Inflasi

BOKS.6. Kondisi Kelistrikan, Permasalahan dan Usulan Solusi Penyediaaan Listrik di Provinsi NTT

53

53

53

53

54

55

56

56

57

57

57

59

63

63

64

65

66

67

Daftar Isi

vii

Page 7: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

2.3.1. Kelompok Volatile Foods

2.3.2. Kelompok Administered Prices

2.3.3. Kelompok Inflasi Inti (Core)

2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota

2.4.1. Inflasi Kota Kupang

2.4.2. Inflasi Kota Maumere

2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID

BOKS.2. Penyusunan Roadmap TPID di Provinsi NTT

BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

3.1. Kondisi Umum

3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum

3.2.1 Aset dan Aktiva Produktif

3.2.2 Dana Pihak Ketiga

3.2.3 Penyaluran Kredit Pembiayaan

3.2.4 Kualitas Kredit

3.2.5 Suku Bunga

3.2.6 Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah

3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

3.4. Sistem Pembayaran

3.4.1 Transaksi Non Tunai

a. Transaksi Kliring (SKNBI)

b. Transaksi RTGS

3.4.2 Transaksi Tunai

a. Aliran Uang Masuk dan Uang Keluar

b. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

c. Temuan Uang Palsu (Upal)

BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH

4.1. Kondisi Umum

4.2. Pendapatan Daerah

4.3. Belanja Daerah

25

25

25

26

26

26

27

29

33

33

35

35

35

36

37

37

38

39

40

40

40

41

42

42

43

43

45

45

47

48

Daftar Isi

vi

BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

5.1. Kondisi Umum

5.2. Perkembangan Ketenagakerjaan

5.2.1 Kondisi Ketenagakerjaan Umum

5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Lapangan Kerja Utama

5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan

5.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Sektor Industri Manufaktur Besar/Sedang

5.2.5 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

5.3. Perkembangan Kesejahteraan

5.3.1 Kondisi Kesejahteraan Umum

5.3.2 Tingkat Kemiskinan

BOKS.5. Potensi Perbatasan RI - RDTL

BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH

6.1. Pertumbuhan Ekonomi

6.1.1 Sisi Sektoral

6.1.2 Sisi Penggunaan

6.2. Inflasi

BOKS.6. Kondisi Kelistrikan, Permasalahan dan Usulan Solusi Penyediaaan Listrik di Provinsi NTT

53

53

53

53

54

55

56

56

57

57

57

59

63

63

64

65

66

67

Daftar Isi

vii

Page 8: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy)

Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq)

Grafik 1.3 Share Perekonomian Sisi Penggunaan

Grafik 1.4 Pertumbuhan Sisi Penggunaan (yoy)

Grafik 1.5 Share Perekonomian Sisi Sektoral

Grafik 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (qtq)

Grafik 1.7 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Tw I-2015 (yoy)

Grafik 1.8 Perkembangan Penjualan Eceran (yoy)

Grafik 1.9 Penjualan Eceran Per Komoditi (yoy)

Grafik 1.10 Pertumbuhan Konsumsi (qtq)

Grafik 1.11 Konsumsi Listrik Rumah Tangga (qtq)

Grafik 1.12 Indeks Tendensi Konsumen (ITK)

Grafik 1.13 Indeks Survei Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1.14 Perkembangan Kredit Perbankan

Grafik 1.15 Pembentukan Modal Tetap Bruto

Grafik 1.16 Perkembangan Realisasi Investasi

Grafik 1.17 Konsumsi Semen

Grafik 1.18 Perkembangan Net Ekspor Antar Daerah

Grafik 1.19 Perkembangan Peti Kemas

Grafik 1.20 Aktivitas Bongkar Muat

Grafik 1.21 Pergerakan Net Impor

Grafik 1.22 Ekspor dan Impor Antar Negara

Grafik 1.23 Negara Tujuan Ekspor NTT

Grafik 1.24 Pertumbuhan Ekonomi Secara Sektoral

Grafik 1.25 Pertumbuhan SKDU Sektor Pertanian

Grafik 1.26 Pengiriman Ternak

Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Pertanian

Grafik 1.28 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)

Grafik 1.29 Pertumbuhan Administrasi Pemerintahan

Grafik 1.30 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan

Grafik 1.31 Pertumbuhan Sektor Perdanganan

Grafik 1.32 Indeks SKDU Perdagangan

1

1

2

2

3

3

4

4

4

5

5

5

6

6

6

6

7

7

7

7

7

8

8

8

9

9

10

10

10

10

11

11

Daftar Grafik

ix

Page 9: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy)

Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq)

Grafik 1.3 Share Perekonomian Sisi Penggunaan

Grafik 1.4 Pertumbuhan Sisi Penggunaan (yoy)

Grafik 1.5 Share Perekonomian Sisi Sektoral

Grafik 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (qtq)

Grafik 1.7 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Tw I-2015 (yoy)

Grafik 1.8 Perkembangan Penjualan Eceran (yoy)

Grafik 1.9 Penjualan Eceran Per Komoditi (yoy)

Grafik 1.10 Pertumbuhan Konsumsi (qtq)

Grafik 1.11 Konsumsi Listrik Rumah Tangga (qtq)

Grafik 1.12 Indeks Tendensi Konsumen (ITK)

Grafik 1.13 Indeks Survei Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1.14 Perkembangan Kredit Perbankan

Grafik 1.15 Pembentukan Modal Tetap Bruto

Grafik 1.16 Perkembangan Realisasi Investasi

Grafik 1.17 Konsumsi Semen

Grafik 1.18 Perkembangan Net Ekspor Antar Daerah

Grafik 1.19 Perkembangan Peti Kemas

Grafik 1.20 Aktivitas Bongkar Muat

Grafik 1.21 Pergerakan Net Impor

Grafik 1.22 Ekspor dan Impor Antar Negara

Grafik 1.23 Negara Tujuan Ekspor NTT

Grafik 1.24 Pertumbuhan Ekonomi Secara Sektoral

Grafik 1.25 Pertumbuhan SKDU Sektor Pertanian

Grafik 1.26 Pengiriman Ternak

Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Pertanian

Grafik 1.28 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)

Grafik 1.29 Pertumbuhan Administrasi Pemerintahan

Grafik 1.30 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan

Grafik 1.31 Pertumbuhan Sektor Perdanganan

Grafik 1.32 Indeks SKDU Perdagangan

1

1

2

2

3

3

4

4

4

5

5

5

6

6

6

6

7

7

7

7

7

8

8

8

9

9

10

10

10

10

11

11

Daftar Grafik

ix

Page 10: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI

Grafik 3.4 Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank

Grafik 3.5 Pertumbuhan DPK

Grafik 3.6 Perkembangan Komponen DPK

Grafik 3.7 Share DPK Berdasarkan Golongan Nasabah

Grafik 3.8 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 3.9 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 3.10 Lima Sektor Utama Pendorong Kredit

Grafik 3.11 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate

Grafik 3.12 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga & BI Rate

Grafik 3.13 Perkembangan Kredit UMKM

Grafik 3.14 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 3.15 DPK BPR Menurut Komposisi

Grafik 3.16 Pertumbuhan DPK BPR

Grafik 3.17 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi

Grafik 3.18 Perkembangan Transaksi SKNBI

Grafik 3.19 Perkembangan Transaksi RTGS

Grafik 3.20 Perkembangan Transaksi Tunai

Grafik 3.21 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)

Grafik 3.22 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT

Grafik 3.23 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT

Grafik 4.1 Alokasi Belanja Pemerintah Daerah

Grafik 4.2 Alokasi Belanja Modal Pemerintah Daerah

Grafik 4.3 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa

Tenggara Timur

Grafik 4.4 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT

Grafik 4.5 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT

Grafik 4.6 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT

Grafik 4.7 Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT

Grafik 4.8 Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di NTT

Grafik 4.9 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Grafik 4.10 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi

NTT

34

35

36

36

36

37

37

37

38

38

38

38

39

39

40

41

42

42

42

43

43

45

46

47

47

47

48

48

49

49

49

Daftar Grafik

xi

Grafik 1.33 Perkembangan Kredit Perdagangan

Grafik 1.34 Perkembangan Tamu Hotel

Grafik 1.35 Perkembangan Penumpang Bandara

Grafik Boks 1.2.1 Rasio Pupuk Bersubsidi per luas panen di Indonesia

Grafik Boks 1.2.2 Rasio Pupuk Bersubsidi per luas panen di Provinsi NTT

Grafik Boks 1.2.3. Kondisi Lahan dan Pola Panen serta Realisasi Penyaluran Pupuk di Provinsi NTT

Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional

Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional

Grafik 2.3 Inflasi Bulanan Provinsi NTT dan Nasional

Grafik 2.4 Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara

Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas

Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,

Tahunan dan Bulanan

Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok

Komoditas

Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar secara Triwulanan,

Tahunan dan Bulanan

Grafik 2.10 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok

Komoditas

Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasii Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Grafik 2.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasii Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Grafik 2.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 bulan ke Depan

Grafik 2.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang

Grafik 2.15 Inflasi Triwulanan Kota Kupang

Grafik 2.16 Inflasi Bulanan Kota Kupang

Grafik 2.17 Inflasi Tahunan Kota Maumere

Grafik 2.18 Inflasi Triwulanan Kota Maumere

Grafik 2.19 Inflasi Bulanan Kota Maumere

Grafik Boks 2.I. Analisis Time Series Disagregasi Inflasi

Grafik Boks 2.2. 31 (Tiga Puluh Satu) Komoditas Persisten terhadap Inflasi

Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan

Grafik 3.2 Perkembangan Rasio Perbankan

11

12

12

17

17

17

19

19

20

20

22

22

23

23

23

23

24

24

25

26

26

26

27

27

27

29

30

33

33

Daftar Grafik

x

Page 11: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI

Grafik 3.4 Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank

Grafik 3.5 Pertumbuhan DPK

Grafik 3.6 Perkembangan Komponen DPK

Grafik 3.7 Share DPK Berdasarkan Golongan Nasabah

Grafik 3.8 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 3.9 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 3.10 Lima Sektor Utama Pendorong Kredit

Grafik 3.11 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate

Grafik 3.12 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga & BI Rate

Grafik 3.13 Perkembangan Kredit UMKM

Grafik 3.14 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 3.15 DPK BPR Menurut Komposisi

Grafik 3.16 Pertumbuhan DPK BPR

Grafik 3.17 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi

Grafik 3.18 Perkembangan Transaksi SKNBI

Grafik 3.19 Perkembangan Transaksi RTGS

Grafik 3.20 Perkembangan Transaksi Tunai

Grafik 3.21 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)

Grafik 3.22 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT

Grafik 3.23 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT

Grafik 4.1 Alokasi Belanja Pemerintah Daerah

Grafik 4.2 Alokasi Belanja Modal Pemerintah Daerah

Grafik 4.3 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa

Tenggara Timur

Grafik 4.4 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT

Grafik 4.5 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT

Grafik 4.6 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT

Grafik 4.7 Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT

Grafik 4.8 Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di NTT

Grafik 4.9 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Grafik 4.10 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi

NTT

34

35

36

36

36

37

37

37

38

38

38

38

39

39

40

41

42

42

42

43

43

45

46

47

47

47

48

48

49

49

49

Daftar Grafik

xi

Grafik 1.33 Perkembangan Kredit Perdagangan

Grafik 1.34 Perkembangan Tamu Hotel

Grafik 1.35 Perkembangan Penumpang Bandara

Grafik Boks 1.2.1 Rasio Pupuk Bersubsidi per luas panen di Indonesia

Grafik Boks 1.2.2 Rasio Pupuk Bersubsidi per luas panen di Provinsi NTT

Grafik Boks 1.2.3. Kondisi Lahan dan Pola Panen serta Realisasi Penyaluran Pupuk di Provinsi NTT

Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional

Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional

Grafik 2.3 Inflasi Bulanan Provinsi NTT dan Nasional

Grafik 2.4 Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara

Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas

Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,

Tahunan dan Bulanan

Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok

Komoditas

Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar secara Triwulanan,

Tahunan dan Bulanan

Grafik 2.10 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok

Komoditas

Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasii Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Grafik 2.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasii Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Grafik 2.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 bulan ke Depan

Grafik 2.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang

Grafik 2.15 Inflasi Triwulanan Kota Kupang

Grafik 2.16 Inflasi Bulanan Kota Kupang

Grafik 2.17 Inflasi Tahunan Kota Maumere

Grafik 2.18 Inflasi Triwulanan Kota Maumere

Grafik 2.19 Inflasi Bulanan Kota Maumere

Grafik Boks 2.I. Analisis Time Series Disagregasi Inflasi

Grafik Boks 2.2. 31 (Tiga Puluh Satu) Komoditas Persisten terhadap Inflasi

Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan

Grafik 3.2 Perkembangan Rasio Perbankan

11

12

12

17

17

17

19

19

20

20

22

22

23

23

23

23

24

24

25

26

26

26

27

27

27

29

30

33

33

Daftar Grafik

x

Page 12: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (yoy)

Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (qtq)

Tabel 1.3 Perkembangan Omset Pedagang

Tabel Boks 1.1.1 Peraturan KKP dan Tujuan

Tabel Boks 1.1.2 Dampak Moratorium di NTT

Tabel 2.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT

Tabel 2.2 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT

Tabel 2.3 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 2.4 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 2.5 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel Boks 2.I. Permasalahan Utama dari Kelompok Komoditas 30

Tabel Boks 2.2. Alternatif Solusi Permasalahan 31

Tabel 3.1 Perkembangan BI-RTGS

Tabel 3.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan

Tabel 4.1 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Tabel 4.2 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Tabel 5.1 Perkembangan Penduduk 15+ Menurut Kegiatan

Tabel 5.2 Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama

Tabel 5.3 Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama

Tabel 5.4 Indeks Ketenagakerjaan NTT

Tabel Boks 5.1. Perbandingan Kondisi Sosio Ekonomi Daerah Perbatasan dengan Timor Leste

Tabel Boks 5.2. Pagu Anggaran Kementrian untuk Wilayah Perbatasan di NTT Tahun Anggaran 2015

3

3

11

13

13

21

21

21

26

27

30

31

34

39

50

51

58

58

58

58

60

61

Daftar Tabel

xiii

Grafik 4.11 Rincian Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi

NTT

Grafik 4.12 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Grafik 4.13 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa

Tenggara Timur

Grafik 5.1 Perkembangan Penduduk 15+

Grafik 5.2 Perkembangan Angkatan Kerja

Grafik 5.3 Perkembangan Struktur Pekerjaan

Grafik 5.4 Perkembangan Tenaga Kerja 3 sektor utama

Grafik 5.5 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Lainnya

Grafik 5.6 Perkembangan Tenaga Kerja Formal dan Informal

Grafik 5.7 Klasifikasi Tenaga Kerja Informal

Grafik 5.8 Porsi Penyerapan Pekerja IBS

Grafik 5.9 Produktivitas Pekerja IBS

Grafik 5.10 Indeks Tenaga Kerja SKDU

Grafik 5.11 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Grafik Boks 5.1. Total Ekspor ke Timor Leste

Grafik Boks 5.2. Pangsa Ekspor ke Timor Leste

Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur

Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha

Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual

Grafik 6.4. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen

Grafik 6.5. Perkembangan Ekspektasi Konsumen

Grafik 6.6. Perkembangan inflasi tahunan (yoy)

Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Harga Konsumen

Grafik Box 6.1. Rencana Beban Puncak di Provinsi NTT dan Penambahan Daya Area Pulau Timor

49

49

50

53

53

54

54

55

55

56

56

56

57

57

59

59

63

64

64

65

65

66

66

68

Daftar Grafik

xii

Page 13: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (yoy)

Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (qtq)

Tabel 1.3 Perkembangan Omset Pedagang

Tabel Boks 1.1.1 Peraturan KKP dan Tujuan

Tabel Boks 1.1.2 Dampak Moratorium di NTT

Tabel 2.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT

Tabel 2.2 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT

Tabel 2.3 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 2.4 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 2.5 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel Boks 2.I. Permasalahan Utama dari Kelompok Komoditas 30

Tabel Boks 2.2. Alternatif Solusi Permasalahan 31

Tabel 3.1 Perkembangan BI-RTGS

Tabel 3.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan

Tabel 4.1 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Tabel 4.2 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Tabel 5.1 Perkembangan Penduduk 15+ Menurut Kegiatan

Tabel 5.2 Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama

Tabel 5.3 Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama

Tabel 5.4 Indeks Ketenagakerjaan NTT

Tabel Boks 5.1. Perbandingan Kondisi Sosio Ekonomi Daerah Perbatasan dengan Timor Leste

Tabel Boks 5.2. Pagu Anggaran Kementrian untuk Wilayah Perbatasan di NTT Tahun Anggaran 2015

3

3

11

13

13

21

21

21

26

27

30

31

34

39

50

51

58

58

58

58

60

61

Daftar Tabel

xiii

Grafik 4.11 Rincian Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi

NTT

Grafik 4.12 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Grafik 4.13 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa

Tenggara Timur

Grafik 5.1 Perkembangan Penduduk 15+

Grafik 5.2 Perkembangan Angkatan Kerja

Grafik 5.3 Perkembangan Struktur Pekerjaan

Grafik 5.4 Perkembangan Tenaga Kerja 3 sektor utama

Grafik 5.5 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Lainnya

Grafik 5.6 Perkembangan Tenaga Kerja Formal dan Informal

Grafik 5.7 Klasifikasi Tenaga Kerja Informal

Grafik 5.8 Porsi Penyerapan Pekerja IBS

Grafik 5.9 Produktivitas Pekerja IBS

Grafik 5.10 Indeks Tenaga Kerja SKDU

Grafik 5.11 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Grafik Boks 5.1. Total Ekspor ke Timor Leste

Grafik Boks 5.2. Pangsa Ekspor ke Timor Leste

Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur

Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha

Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual

Grafik 6.4. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen

Grafik 6.5. Perkembangan Ekspektasi Konsumen

Grafik 6.6. Perkembangan inflasi tahunan (yoy)

Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Harga Konsumen

Grafik Box 6.1. Rencana Beban Puncak di Provinsi NTT dan Penambahan Daya Area Pulau Timor

49

49

50

53

53

54

54

55

55

56

56

56

57

57

59

59

63

64

64

65

65

66

66

68

Daftar Grafik

xii

Page 14: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada triwulan I-2015 mencapai 4,60% (yoy) masih tumbuh positif

namun melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 5,74% (yoy).

Perlambatan ekonomi terutama disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja pemerintah seiring dengan adanya

perubahan numenklatur. Selain itu, konsumsi rumah tangga juga menunjukkan perlambatan. Sementara, kegiatan

investasi menunjukkan adanya perlambatan walaupun masih menunjukkan angka nominal investasi yang relatif tinggi.

Adanya pertumbuhan investasi yang masih relatif terjaga ditengah perlambatan konsumsi ini membuat net uang masuk

melalui Real Time Gross Settlement (RTGS) ke Provinsi NTT juga relatif meningkat di triwulan I 2015, berbeda dengan

pola di tahun sebelumnya yang selalu cenderung net outflow.

Secara sektoral, perlambatan ekonomi di Provinsi NTT disebabkan oleh melambatnya kinerja sektor-sektor utama di

Provinsi NTT, diantaranya sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor, serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Perlambatan tersebut

disebabkan oleh terjadinya pergeseran musim panen dan rendahnya realisasi belanja pemerintah. selain itu, turunnya

daya beli masyarakat mendorong penurunan omset para pedagang di triwulan-I.

Secara triwulanan (qtq), pada triwulan I 2015, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami deflasi dibanding triwulan

sebelumnya. Deflasi terutama disebabkan oleh penurunan harga BBM yang diikuti dengan penurunan tarif transportasi,

penurunan harga ikan segar, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Meskipun pada bulan Januari dan Maret mengalami

inflasi, namun dengan deflasi yang tinggi pada bulan Februari mengakibatkan selama periode laporan perkembangan

harga-harga secara umum mengalami deflasi.

Inflasi tahunan NTT pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 5,39% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang

sebesar 6,38% (yoy). Secara triwulanan, inflasi Provinsi NTT mengalami deflasi -0,47% (qtq) dibanding triwulan

sebelumnya, lebih dalam dibanding capaian deflasi nasional yang sebesar -0,44% (qtq). Pencapaian inflasi masih

melanjutkan tren triwulan sebelumnya yang relatif lebih rendah dibanding inflasi nasional.

Secara umum kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 masih menunjukkan perkembangan positif. Hal

tersebut tercermin dari indikator total aset, dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh cukup besar. Namun kinerja

postitif tersebut tidak diikuti oleh penyaluran kredit yang justru mengalami perlambatan. Sementara itu, angka rasio

kredit bermasalah mengalami sedikit peningkatan dari 1,42% menjadi 1,60%, dan masih jauh di bawah ambang batas

BI yang sebesar 5%.

Perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 mengalami penurunan. Aliran uang kartal di

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan ini didominasi oleh cash inflow sebesar Rp 1.448,53 miliar

atau tumbuh 31,50% (yoy). Seiring dengan penurunan peredaran uang kartal, pada sisi transaksi non tunai juga

mengalami sedikit perlambatan. Transaksi menggunakan kliring secara nominal melambat 17,93% (yoy). Namun

demikian, (RTGS) masih mencatat aliran dana masuk ke NTT lebih besar dibandingkan dengan aliran

Ringkasan Umum

PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL

EKONOMI MAKRO REGIONAL

xvRINGKASAN UMUM

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

Gambar Boks 1.1.1 Alur Pengiriman Ikan di NTT 14

Gambar Boks 1.2.1 Proses Penyusunan, Penyaluran dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi 15

Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID

Gambar Boks 2.I. Alur Pikir Penyusunan Roadmap TPID

Gambar Box 6.1. Kondisi Kelistrikan PLN Wilayah NTT Desember 2014

Gambar Box 6.2. Road Map Saluran Udara dan Tegangan Tinggi serta Penambahan Daya pada Sistem Timor

14

15

28

29

67

68

Daftar Gambar

xiv

Page 15: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada triwulan I-2015 mencapai 4,60% (yoy) masih tumbuh positif

namun melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 5,74% (yoy).

Perlambatan ekonomi terutama disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja pemerintah seiring dengan adanya

perubahan numenklatur. Selain itu, konsumsi rumah tangga juga menunjukkan perlambatan. Sementara, kegiatan

investasi menunjukkan adanya perlambatan walaupun masih menunjukkan angka nominal investasi yang relatif tinggi.

Adanya pertumbuhan investasi yang masih relatif terjaga ditengah perlambatan konsumsi ini membuat net uang masuk

melalui Real Time Gross Settlement (RTGS) ke Provinsi NTT juga relatif meningkat di triwulan I 2015, berbeda dengan

pola di tahun sebelumnya yang selalu cenderung net outflow.

Secara sektoral, perlambatan ekonomi di Provinsi NTT disebabkan oleh melambatnya kinerja sektor-sektor utama di

Provinsi NTT, diantaranya sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor, serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Perlambatan tersebut

disebabkan oleh terjadinya pergeseran musim panen dan rendahnya realisasi belanja pemerintah. selain itu, turunnya

daya beli masyarakat mendorong penurunan omset para pedagang di triwulan-I.

Secara triwulanan (qtq), pada triwulan I 2015, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami deflasi dibanding triwulan

sebelumnya. Deflasi terutama disebabkan oleh penurunan harga BBM yang diikuti dengan penurunan tarif transportasi,

penurunan harga ikan segar, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Meskipun pada bulan Januari dan Maret mengalami

inflasi, namun dengan deflasi yang tinggi pada bulan Februari mengakibatkan selama periode laporan perkembangan

harga-harga secara umum mengalami deflasi.

Inflasi tahunan NTT pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 5,39% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang

sebesar 6,38% (yoy). Secara triwulanan, inflasi Provinsi NTT mengalami deflasi -0,47% (qtq) dibanding triwulan

sebelumnya, lebih dalam dibanding capaian deflasi nasional yang sebesar -0,44% (qtq). Pencapaian inflasi masih

melanjutkan tren triwulan sebelumnya yang relatif lebih rendah dibanding inflasi nasional.

Secara umum kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 masih menunjukkan perkembangan positif. Hal

tersebut tercermin dari indikator total aset, dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh cukup besar. Namun kinerja

postitif tersebut tidak diikuti oleh penyaluran kredit yang justru mengalami perlambatan. Sementara itu, angka rasio

kredit bermasalah mengalami sedikit peningkatan dari 1,42% menjadi 1,60%, dan masih jauh di bawah ambang batas

BI yang sebesar 5%.

Perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 mengalami penurunan. Aliran uang kartal di

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan ini didominasi oleh cash inflow sebesar Rp 1.448,53 miliar

atau tumbuh 31,50% (yoy). Seiring dengan penurunan peredaran uang kartal, pada sisi transaksi non tunai juga

mengalami sedikit perlambatan. Transaksi menggunakan kliring secara nominal melambat 17,93% (yoy). Namun

demikian, (RTGS) masih mencatat aliran dana masuk ke NTT lebih besar dibandingkan dengan aliran

Ringkasan Umum

PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL

EKONOMI MAKRO REGIONAL

xvRINGKASAN UMUM

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

Gambar Boks 1.1.1 Alur Pengiriman Ikan di NTT 14

Gambar Boks 1.2.1 Proses Penyusunan, Penyaluran dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi 15

Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID

Gambar Boks 2.I. Alur Pikir Penyusunan Roadmap TPID

Gambar Box 6.1. Kondisi Kelistrikan PLN Wilayah NTT Desember 2014

Gambar Box 6.2. Road Map Saluran Udara dan Tegangan Tinggi serta Penambahan Daya pada Sistem Timor

14

15

28

29

67

68

Daftar Gambar

xiv

Page 16: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur

I. EKONOMI MAKRO REGIONAL

INDIKATOR

Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

1. Konsumsi Rumah Tangga

2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)

3. Konsumsi Pemerintah

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto

5. Perubahan Inventori

6. Ekspor Luar Negeri

7. Impor Luar Negeri

8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)

Data Ekspor Impor di Provinsi NTT

Ekspor

Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)

Volume Ekspor Nonmigas (ton)

Impor

Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)

Volume Impor Nonmigas (ton)

2013 2014

61,325.5

18,272.4

894.2

758.8

23.6

41.8

6,344.8

6,570.5

3,195.3

367.8

4,660.2

2,389.3

1,705.5

188.5

7,592.1

5,679.6

1,279.7

1,361.3

61,325.5

47,277.1

1,868.3

16,400.3

20,620.3

1,094.3

1,196.3

923.5

-26,207.7

21,603

52,360

15,437

48,712

68,602.6

20,446.9

1,070.3

843.7

31.5

45.5

7,096.0

7,285.7

3,566.9

422.4

5,134.4

2,714.9

1,860.9

210.9

8,392.7

6,568.2

1,414.6

1,497.0

68,602.6

51,082.8

2,323.8

21,055.6

26,393.0

994.3

1,382.3

1,103.2

-33,526.0

16,869

50,011

25,900

74,660

15,818.0

4,855.1

220.0

193.3

6.9

10.6

1,625.3

1,691.3

808.8

95.0

1,216.2

638.3

433.3

49.2

1,872.0

1,434.2

309.9

358.6

15,818.0

12,403.1

572.1

2,532.0

6,076.8

167.8

309.1

121.7

-6,121.2

3,260

9,475

2,499

45,010

18,059.0

5,042.5

305.6

231.6

9.5

11.9

1,907.5

1,893.6

974.6

116.8

1,337.5

731.9

496.4

55.8

2,278.5

1,880.4

394.6

390.4

18,059.0

13,460.9

580.7

5,676.7

8,070.4

277.4

391.7

452.1

-9,946.7

4,721

6,785

11,624

10.036

II. INFLASI

Indikator2013 2014

I II III IV I II III IV

Indeks Harga Konsumen

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

102.00

101.84

102.46

5.33

5.10

6.49

104.41

104.56

103.39

7.11

7.06

7.38

104.78

104.91

103.96

5.26

5.56

3.73

108.66

108.85

107.42

8.29

8.88

5.32

110.58

110.84

108.85

8.41

8.84

6.24

112.52

112.91

110.00

7.78

7.99

6.39

113.27

113.63

110.93

8.10

8.31

6.70

113,15

113,50

110,85

4,13

4,27

3,19

119,15

120,06

113,20

7,76

8,32

4,00

2015 - I

I %QTQ* %YOY*I IV

2014

17,462.0

5,363.2

273.8

215.7

8.9

11.0

1,700.5

1,872.5

904.2

105.7

1,273.7

725.1

464.3

54.4

2,091.0

1,650.5

359.9

387.5

17,462.0

13,179.4

536.5

2,544.0

7,156.1

197.8

359.0

51.4

-6,459.4

2,521

6,741

1.016

2.707

-4.8%

3.4%

-12.4%

-8.3%

-9.5%

-8.1%

-11.2%

-3.5%

-8.5%

-11.4%

-5.2%

-2.5%

-7.7%

-3.7%

-8.6%

-12.3%

-8.8%

-2.7%

-4.83%

-5.5%

-8.2%

-51.9%

-13.2%

-30.6%

-4.9%

-89.3%

-32.6%

-46.6%

-0.7%

-91,3%

-73,0%

4.6%

3.1%

4.7%

5.7%

8.9%

3.0%

0.3%

5.3%

6.4%

3.1%

6.8%

8.0%

2.6%

3.3%

6.0%

8.2%

5.3%

3.1%

4.60%

5.4%

-10.7%

3.9%

15.2%

-65.7%

20.1%

-60.0%

15.5%

-22.7%

-28.9%

-59,3%

-94%

Ket: Dalam Rp Miliar *) Pertumbuhan 2015 Q1 dibandingkan 2014 Q4 **) Pertumbuhan 2015 Q1 dibandingkan 2014 Q1 ***) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan

20122015

118.59

119.47

112.81

5.39

5.81

2.55

I

xviiINDIKATOR

dana keluar. Di sisi lain, temuan Uang Palsu yang dilaporkan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT

mencapai 27 lembar, meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya sebanyak 8 lembar.

Pada tahun 2015, terdapat kenaikan rencana pendapatan dan belanja pemerintah pusat dan daerah di Provinsi NTT.

Rencana pendapatan meningkat sebesar 10,8% , dari sebelumnya Rp 17,3 triliun (2014) menjadi sebesar Rp 19,2 triliun

(2015). Sementara rencana belanja mengalami peningkatan sebesar 5,1% dari Rp 27,3 triliun (2014) menjadi Rp 28,7

triliun (2015). Berdasarkan APBN-P, terdapat penambahan rencana belanja pemerintah pusat sebesar ±Rp 2 triliun yang

akan dialokasikan pada kegiatan pemerintah pusat di Provinsi NTT, sehingga total anggaran belanja mencapai Rp 30,7

triliun atau meningkat sebesar 12,4% dari tahun sebelumnya.

Apabila dilihat dari realisasi triwulan I, pendapatan pemerintah mencapai 28,10% dari pagu pendapatan tahun 2015.

Tingginya realisasi pendapatan terutama disumbang oleh pendapatan APBN yang mencapai 204,9%. Sementara itu,

realisasi belanja pemerintah pada triwulan I-2015 hanya sebesar 8,8%. Rendahnya realisasi belanja disebabkan oleh

adanya perubahan numenklatur pada beberapa Kementerian sehingga terhambatnya distribusi anggaran ke instansi di

daerah.

Pada triwulan I, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan perlambatan yang terindikasi dari penurunan

jumlah tenaga kerja sebesar -0,24% (yoy). Sementara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari 2015

(3,12%) tercatat lebih tinggi dibandingkan Februari 2014 (1,97%). Sebaliknya dari sisi kesejahteraan, data terakhir

kondisi kesejahteraan masyarakat pada bulan September 2014 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan mengalami

perbaikan, yaitu sebesar 19,60% (991,8 ribu jiwa) dibandingkan periode September 2013 yang mencapai 20,24% (1

juta jiwa) dari total penduduk NTT.

Pada triwulan II-2015, pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Berdasarkan berbagai indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan

bahwa pertumbuhan ekonomi akan mengalami percepatan dan berada pada rentang 5,3% - 5,7% (yoy). Percepatan

terutama didorong oleh kinerja sektor Pertanian, sektor konstruksi dan sektor administrasi pemerintahan. Di sisi lain,

pertumbuhan inflasi diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan I-2015. Berdasarkan perkembangan harga terkini,

inflasi NTT di triwulan II 2015 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 5,5% - 5,9% (yoy). Adapun peningkatan inflasi

sebagian bersumber dari dampak kebijakan pemerintah untuk menaikkan BBM bersubsidi di akhir maret, serta

peningkatan konsumsi masyarakat seiring kenaikan pendapatan, liburan sekolah, dan tibanya bulan ramadhan.

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

PROSPEK PEREKONOMIAN

xvi RINGKASAN UMUM

Page 17: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur

I. EKONOMI MAKRO REGIONAL

INDIKATOR

Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

1. Konsumsi Rumah Tangga

2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)

3. Konsumsi Pemerintah

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto

5. Perubahan Inventori

6. Ekspor Luar Negeri

7. Impor Luar Negeri

8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)

Data Ekspor Impor di Provinsi NTT

Ekspor

Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)

Volume Ekspor Nonmigas (ton)

Impor

Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)

Volume Impor Nonmigas (ton)

2013 2014

61,325.5

18,272.4

894.2

758.8

23.6

41.8

6,344.8

6,570.5

3,195.3

367.8

4,660.2

2,389.3

1,705.5

188.5

7,592.1

5,679.6

1,279.7

1,361.3

61,325.5

47,277.1

1,868.3

16,400.3

20,620.3

1,094.3

1,196.3

923.5

-26,207.7

21,603

52,360

15,437

48,712

68,602.6

20,446.9

1,070.3

843.7

31.5

45.5

7,096.0

7,285.7

3,566.9

422.4

5,134.4

2,714.9

1,860.9

210.9

8,392.7

6,568.2

1,414.6

1,497.0

68,602.6

51,082.8

2,323.8

21,055.6

26,393.0

994.3

1,382.3

1,103.2

-33,526.0

16,869

50,011

25,900

74,660

15,818.0

4,855.1

220.0

193.3

6.9

10.6

1,625.3

1,691.3

808.8

95.0

1,216.2

638.3

433.3

49.2

1,872.0

1,434.2

309.9

358.6

15,818.0

12,403.1

572.1

2,532.0

6,076.8

167.8

309.1

121.7

-6,121.2

3,260

9,475

2,499

45,010

18,059.0

5,042.5

305.6

231.6

9.5

11.9

1,907.5

1,893.6

974.6

116.8

1,337.5

731.9

496.4

55.8

2,278.5

1,880.4

394.6

390.4

18,059.0

13,460.9

580.7

5,676.7

8,070.4

277.4

391.7

452.1

-9,946.7

4,721

6,785

11,624

10.036

II. INFLASI

Indikator2013 2014

I II III IV I II III IV

Indeks Harga Konsumen

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

102.00

101.84

102.46

5.33

5.10

6.49

104.41

104.56

103.39

7.11

7.06

7.38

104.78

104.91

103.96

5.26

5.56

3.73

108.66

108.85

107.42

8.29

8.88

5.32

110.58

110.84

108.85

8.41

8.84

6.24

112.52

112.91

110.00

7.78

7.99

6.39

113.27

113.63

110.93

8.10

8.31

6.70

113,15

113,50

110,85

4,13

4,27

3,19

119,15

120,06

113,20

7,76

8,32

4,00

2015 - I

I %QTQ* %YOY*I IV

2014

17,462.0

5,363.2

273.8

215.7

8.9

11.0

1,700.5

1,872.5

904.2

105.7

1,273.7

725.1

464.3

54.4

2,091.0

1,650.5

359.9

387.5

17,462.0

13,179.4

536.5

2,544.0

7,156.1

197.8

359.0

51.4

-6,459.4

2,521

6,741

1.016

2.707

-4.8%

3.4%

-12.4%

-8.3%

-9.5%

-8.1%

-11.2%

-3.5%

-8.5%

-11.4%

-5.2%

-2.5%

-7.7%

-3.7%

-8.6%

-12.3%

-8.8%

-2.7%

-4.83%

-5.5%

-8.2%

-51.9%

-13.2%

-30.6%

-4.9%

-89.3%

-32.6%

-46.6%

-0.7%

-91,3%

-73,0%

4.6%

3.1%

4.7%

5.7%

8.9%

3.0%

0.3%

5.3%

6.4%

3.1%

6.8%

8.0%

2.6%

3.3%

6.0%

8.2%

5.3%

3.1%

4.60%

5.4%

-10.7%

3.9%

15.2%

-65.7%

20.1%

-60.0%

15.5%

-22.7%

-28.9%

-59,3%

-94%

Ket: Dalam Rp Miliar *) Pertumbuhan 2015 Q1 dibandingkan 2014 Q4 **) Pertumbuhan 2015 Q1 dibandingkan 2014 Q1 ***) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan

20122015

118.59

119.47

112.81

5.39

5.81

2.55

I

xviiINDIKATOR

dana keluar. Di sisi lain, temuan Uang Palsu yang dilaporkan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT

mencapai 27 lembar, meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya sebanyak 8 lembar.

Pada tahun 2015, terdapat kenaikan rencana pendapatan dan belanja pemerintah pusat dan daerah di Provinsi NTT.

Rencana pendapatan meningkat sebesar 10,8% , dari sebelumnya Rp 17,3 triliun (2014) menjadi sebesar Rp 19,2 triliun

(2015). Sementara rencana belanja mengalami peningkatan sebesar 5,1% dari Rp 27,3 triliun (2014) menjadi Rp 28,7

triliun (2015). Berdasarkan APBN-P, terdapat penambahan rencana belanja pemerintah pusat sebesar ±Rp 2 triliun yang

akan dialokasikan pada kegiatan pemerintah pusat di Provinsi NTT, sehingga total anggaran belanja mencapai Rp 30,7

triliun atau meningkat sebesar 12,4% dari tahun sebelumnya.

Apabila dilihat dari realisasi triwulan I, pendapatan pemerintah mencapai 28,10% dari pagu pendapatan tahun 2015.

Tingginya realisasi pendapatan terutama disumbang oleh pendapatan APBN yang mencapai 204,9%. Sementara itu,

realisasi belanja pemerintah pada triwulan I-2015 hanya sebesar 8,8%. Rendahnya realisasi belanja disebabkan oleh

adanya perubahan numenklatur pada beberapa Kementerian sehingga terhambatnya distribusi anggaran ke instansi di

daerah.

Pada triwulan I, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan perlambatan yang terindikasi dari penurunan

jumlah tenaga kerja sebesar -0,24% (yoy). Sementara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari 2015

(3,12%) tercatat lebih tinggi dibandingkan Februari 2014 (1,97%). Sebaliknya dari sisi kesejahteraan, data terakhir

kondisi kesejahteraan masyarakat pada bulan September 2014 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan mengalami

perbaikan, yaitu sebesar 19,60% (991,8 ribu jiwa) dibandingkan periode September 2013 yang mencapai 20,24% (1

juta jiwa) dari total penduduk NTT.

Pada triwulan II-2015, pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Berdasarkan berbagai indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan

bahwa pertumbuhan ekonomi akan mengalami percepatan dan berada pada rentang 5,3% - 5,7% (yoy). Percepatan

terutama didorong oleh kinerja sektor Pertanian, sektor konstruksi dan sektor administrasi pemerintahan. Di sisi lain,

pertumbuhan inflasi diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan I-2015. Berdasarkan perkembangan harga terkini,

inflasi NTT di triwulan II 2015 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 5,5% - 5,9% (yoy). Adapun peningkatan inflasi

sebagian bersumber dari dampak kebijakan pemerintah untuk menaikkan BBM bersubsidi di akhir maret, serta

peningkatan konsumsi masyarakat seiring kenaikan pendapatan, liburan sekolah, dan tibanya bulan ramadhan.

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

PROSPEK PEREKONOMIAN

xvi RINGKASAN UMUM

Page 18: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB I

III. PERBANKAN

INDIKATOR

A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset

2. DPK

- Giro

- Tabungan

- Deposito

3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

LDR (%)

Kredit UMKM

B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).

Total Aset

Dana Pihak Ketiga

LDR (%)

C. Grand Total (A+B)

1. Total Aset

2. Dana Pihak Ketiga

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total

1. Total Aset (%)

2. Dana Pihak Ketiga (%)

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)

19,901

14,884

2,889

8,516

3,478

13,244

3,407

1,126

8,710

12,527

3,361

841

8,325

84.2%

3,233

251

186

78.6%

20,151

15,070

12,702

1.2%

1.2%

1.4%

2014

I II III IV

IV. SISTEM PEMBAYARAN

2.8

4.3

301

65.20

32,531

79

50,979

-14

-18,448

2.63

127,608

851

3.2

4.7

37

80.03

29,516

91

46,994

-11

-17,478

3.13

139,007

948

3.4

4.6

72

93

33,747

89

42,931

4

-9,184

3.79

152,284

897

1.4

0.4

8

13.31

5,687

22.69

9,704

-9.38

-4,017

0.66

31,839

213

0.6

1.0

7

22.75

6,142

21.88

9,333

0.87

-3,191

0.70

32,715

251

0.8

1.4

15

17.78

8,209

20.72

12,630

-2.94

-4,421

0.81

34,848

228

2013

I II III IV20152012 2013 2014

22,434

16,402

2,917

9,933

3,552

15,624

4,447

1,412

9,765

14,918

4,340

1,150

9,427

91.0%

4,007

337

248

84.3%

22,771

16,649

15,174

1.5%

1.5%

1.7%

25,600

18,571

3,717

10,385

4,469

17,759

5,316

1,537

10,905

17,094

5,252

1,309

10,534

92.0%

5,162

415

309

79.4%

26,016

18,880

17,413

1.6%

1.6%

1.8%

21,017

15,351

3,781

7,575

3,995

13,546

3,480

1,141

8,925

12,844

3,439

831

8,574

83.7%

3,294

254

182

81.4%

21,271

15,533

13,025

1.2%

1.2%

1.4%

21,291

15,836

3,999

7,751

4,087

14,528

3,949

1,270

9,309

13,862

3,889

1,008

8,965

87.5%

3,741

263

184

84.6%

21,555

16,020

14,074

1.2%

1.1%

1.5%

22,055

15,923

3,903

8,029

3,990

15,276

4,269

1,358

9,649

14,568

4,172

1,095

9,301

91.5%

3,889

303

211

83.9%

22,357

16,134

14,810

1.4%

1.3%

1.6%

22,434

16,402

2,917

9,933

3,552

15,624

4,447

1,412

9,765

14,918

4,340

1,150

9,427

91.0%

4,007

337

248

84.3%

22,771

16,649

15,174

1.5%

1.5%

1.7%

23,316

17,078

4,137

8,577

4,363

15,756

4,439

1,344

9,972

15,071

4,322

1,115

9,634

88.3%

4,185

343

250

82.6%

23,660

17,328

15,341

1.5%

1.4%

1.8%

26,398

18,791

5,516

8,568

4,707

16,652

4,881

1,444

10,326

15,947

4,742

1,201

10,004

84.9%

4,753

355

257

85.6%

26,753

19,048

16,241

1.3%

1.4%

1.8%

27,114

19,092

5,091

9,041

4,960

17,220

5,122

1,444

10,654

16,532

5,008

1,235

10,289

86.6%

5,000

374

275

84.1%

27,487

19,367

16,838

1.4%

1.4%

1.8%

25,600

18,571

3,717

10,385

4,469

17,759

5,316

1,537

10,905

17,094

5,252

1,309

10,534

92.0%

5,162

415

309

79.40%

26,016

18,880

17,413

1.6%

1.6%

1.8%

30,842

19,798

5,474

9,092

5,232

16,907

5,011

1,260

10,636

17,226

5,218

1,318

10,690

87.0%

5,234

437

311

80.5%

31,279

20,109

17,556

1.4%

1.5%

1.9%

INDIKATOR2014

I II III IVI II III IV2012 2013 2014

Inflow (Rp. Triliun)

Outflow (Rp. Triliun)

Uang Palsu (lembar)

Transaksi Non Tunai

BI-RTGS

To NTT

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)

From NTT

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)

Net To-From NTT

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)

Kliring

Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)

Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)

Cek/BG Kosong

0.4

1.9

7

26.20

9,478

25.50

15,327

0.70

-5,849

0.96

39,605

256

1.4

0.3

14

14.18

7,809

17.19

10,696

-3.00

-2,887

0.84

34,677

179

0.7

0.8

11

13.05

7,868

20.60

10,475

-7.54

-2,607

0.85

36,188

175

0.8

1.3

39

29.84

8,776

24.09

10,707

5.75

-1,931

0.91

37,809

276

0.5

2.1

8

35.63

9,294

26.83

11,053

8.80

-1,759

1.19

43,610

267

1.8

0.4

27

34.61

5,984

31.69

6,013

2.92

-29

0.99

39,971

300

2013 2015

xviii RINGKASAN UMUM

Page 19: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB I

III. PERBANKAN

INDIKATOR

A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset

2. DPK

- Giro

- Tabungan

- Deposito

3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

LDR (%)

Kredit UMKM

B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).

Total Aset

Dana Pihak Ketiga

LDR (%)

C. Grand Total (A+B)

1. Total Aset

2. Dana Pihak Ketiga

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total

1. Total Aset (%)

2. Dana Pihak Ketiga (%)

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)

19,901

14,884

2,889

8,516

3,478

13,244

3,407

1,126

8,710

12,527

3,361

841

8,325

84.2%

3,233

251

186

78.6%

20,151

15,070

12,702

1.2%

1.2%

1.4%

2014

I II III IV

IV. SISTEM PEMBAYARAN

2.8

4.3

301

65.20

32,531

79

50,979

-14

-18,448

2.63

127,608

851

3.2

4.7

37

80.03

29,516

91

46,994

-11

-17,478

3.13

139,007

948

3.4

4.6

72

93

33,747

89

42,931

4

-9,184

3.79

152,284

897

1.4

0.4

8

13.31

5,687

22.69

9,704

-9.38

-4,017

0.66

31,839

213

0.6

1.0

7

22.75

6,142

21.88

9,333

0.87

-3,191

0.70

32,715

251

0.8

1.4

15

17.78

8,209

20.72

12,630

-2.94

-4,421

0.81

34,848

228

2013

I II III IV20152012 2013 2014

22,434

16,402

2,917

9,933

3,552

15,624

4,447

1,412

9,765

14,918

4,340

1,150

9,427

91.0%

4,007

337

248

84.3%

22,771

16,649

15,174

1.5%

1.5%

1.7%

25,600

18,571

3,717

10,385

4,469

17,759

5,316

1,537

10,905

17,094

5,252

1,309

10,534

92.0%

5,162

415

309

79.4%

26,016

18,880

17,413

1.6%

1.6%

1.8%

21,017

15,351

3,781

7,575

3,995

13,546

3,480

1,141

8,925

12,844

3,439

831

8,574

83.7%

3,294

254

182

81.4%

21,271

15,533

13,025

1.2%

1.2%

1.4%

21,291

15,836

3,999

7,751

4,087

14,528

3,949

1,270

9,309

13,862

3,889

1,008

8,965

87.5%

3,741

263

184

84.6%

21,555

16,020

14,074

1.2%

1.1%

1.5%

22,055

15,923

3,903

8,029

3,990

15,276

4,269

1,358

9,649

14,568

4,172

1,095

9,301

91.5%

3,889

303

211

83.9%

22,357

16,134

14,810

1.4%

1.3%

1.6%

22,434

16,402

2,917

9,933

3,552

15,624

4,447

1,412

9,765

14,918

4,340

1,150

9,427

91.0%

4,007

337

248

84.3%

22,771

16,649

15,174

1.5%

1.5%

1.7%

23,316

17,078

4,137

8,577

4,363

15,756

4,439

1,344

9,972

15,071

4,322

1,115

9,634

88.3%

4,185

343

250

82.6%

23,660

17,328

15,341

1.5%

1.4%

1.8%

26,398

18,791

5,516

8,568

4,707

16,652

4,881

1,444

10,326

15,947

4,742

1,201

10,004

84.9%

4,753

355

257

85.6%

26,753

19,048

16,241

1.3%

1.4%

1.8%

27,114

19,092

5,091

9,041

4,960

17,220

5,122

1,444

10,654

16,532

5,008

1,235

10,289

86.6%

5,000

374

275

84.1%

27,487

19,367

16,838

1.4%

1.4%

1.8%

25,600

18,571

3,717

10,385

4,469

17,759

5,316

1,537

10,905

17,094

5,252

1,309

10,534

92.0%

5,162

415

309

79.40%

26,016

18,880

17,413

1.6%

1.6%

1.8%

30,842

19,798

5,474

9,092

5,232

16,907

5,011

1,260

10,636

17,226

5,218

1,318

10,690

87.0%

5,234

437

311

80.5%

31,279

20,109

17,556

1.4%

1.5%

1.9%

INDIKATOR2014

I II III IVI II III IV2012 2013 2014

Inflow (Rp. Triliun)

Outflow (Rp. Triliun)

Uang Palsu (lembar)

Transaksi Non Tunai

BI-RTGS

To NTT

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)

From NTT

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)

Net To-From NTT

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)

Kliring

Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)

Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)

Cek/BG Kosong

0.4

1.9

7

26.20

9,478

25.50

15,327

0.70

-5,849

0.96

39,605

256

1.4

0.3

14

14.18

7,809

17.19

10,696

-3.00

-2,887

0.84

34,677

179

0.7

0.8

11

13.05

7,868

20.60

10,475

-7.54

-2,607

0.85

36,188

175

0.8

1.3

39

29.84

8,776

24.09

10,707

5.75

-1,931

0.91

37,809

276

0.5

2.1

8

35.63

9,294

26.83

11,053

8.80

-1,759

1.19

43,610

267

1.8

0.4

27

34.61

5,984

31.69

6,013

2.92

-29

0.99

39,971

300

2013 2015

xviii RINGKASAN UMUM

Page 20: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

1.1 KONDISI UMUM

Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada triwulan I-2015 masih tumbuh positif dengan laju

yang melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Perlambatan ekonomi terutama disebabkan oleh rendahnya

realisasi belanja pemerintah seiring dengan adanya perubahan numenklatur. Konsumsi rumah tangga juga

menunjukkan adanya perlambatan yang terlihat dari adanya perlambatan net impor yang masuk ke NTT. Kegiatan

investasi menunjukkan adanya perlambatan walaupun secara nilai, pertumbuhan investasi masih cukup tinggi

dibanding tahun sebelumnya. Adanya pertumbuhan investasi yang masih relatif terjaga ditengah perlambatan

konsumsi ini membuat nett uang masuk melalui RTGS ke Provinsi NTT juga relatif meningkat di triwulan I 2015, berbeda

dengan pola di tahun sebelumnya yang selalu cenderung net outflow.

Secara sektoral, Perlambatan ekonomi di Provinsi NTT disebabkan oleh perlambatan kinerja sektor-sektor utama di

Provinsi NTT, diantaranya sektor Pertanian, Perdagangan dan administrasi pemerintahan. Trend perlambatan juga

terjadi di tingkat nasional dan Provinsi Bali. Secara nasional, perlambatan terutama didorong oleh rendahnya konsumsi

pemerintah dan kinerja ekspor, sementara Provinsi Bali terpengaruh oleh dampak perlambatan produksi bahan

makanan. Di sisi lain, Provinsi NTB mengalami percepatan perekonomian, seiring peningkatan ekspor bahan tambang.

Kinerja pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-2015 tumbuh melambat

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Pertumbuhan Ekonomi NTT pada triwulan I-2015 sebesar 4,60% (yoy) atau melambat

dibandingkan triwulan I-2014 yang sebesar 5,74% (yoy) dan triwulan IV-2014 yang sebesar

5,15% (yoy). Secara triwulanan (qtq), pertumbuhan ekonomi NTT mengalami penurunan

sebesar -4,83% dibandingkan triwulan IV tahun 2014.

Secara tahunan (yoy), kinerja sektor Konsumsi dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

pada sisi penggunaan mengalami perlambatan. Dari sisi sektoral, perlambatan juga terjadi

pada kinerja sektor utama seperti Pertanian, Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib, serta sektor Konstruksi.

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy)

Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah

5.14

6.55 6.845.74

5.01

7.88

10.88

5.154.71

6.2

16.53

4.6

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

NASIONAL BALI NTB NTT

TW-I 2014 Tw-IV 2014 TW-I 2015

% (yoy)

Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah

Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq)

3.16

-2.06

-0.18

2.751.83

-1.53

4.68

6.79

1.21

5.63

0.19

-4.83

-6.00

-4.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

TW-III 2014 TW-IV 2014 TW-I 2015

Nasional Bali NTB NTT

% (qtq)

EKONOMI MAKRO REGIONAL

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 1

Page 21: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

1.1 KONDISI UMUM

Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada triwulan I-2015 masih tumbuh positif dengan laju

yang melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Perlambatan ekonomi terutama disebabkan oleh rendahnya

realisasi belanja pemerintah seiring dengan adanya perubahan numenklatur. Konsumsi rumah tangga juga

menunjukkan adanya perlambatan yang terlihat dari adanya perlambatan net impor yang masuk ke NTT. Kegiatan

investasi menunjukkan adanya perlambatan walaupun secara nilai, pertumbuhan investasi masih cukup tinggi

dibanding tahun sebelumnya. Adanya pertumbuhan investasi yang masih relatif terjaga ditengah perlambatan

konsumsi ini membuat nett uang masuk melalui RTGS ke Provinsi NTT juga relatif meningkat di triwulan I 2015, berbeda

dengan pola di tahun sebelumnya yang selalu cenderung net outflow.

Secara sektoral, Perlambatan ekonomi di Provinsi NTT disebabkan oleh perlambatan kinerja sektor-sektor utama di

Provinsi NTT, diantaranya sektor Pertanian, Perdagangan dan administrasi pemerintahan. Trend perlambatan juga

terjadi di tingkat nasional dan Provinsi Bali. Secara nasional, perlambatan terutama didorong oleh rendahnya konsumsi

pemerintah dan kinerja ekspor, sementara Provinsi Bali terpengaruh oleh dampak perlambatan produksi bahan

makanan. Di sisi lain, Provinsi NTB mengalami percepatan perekonomian, seiring peningkatan ekspor bahan tambang.

Kinerja pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-2015 tumbuh melambat

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Pertumbuhan Ekonomi NTT pada triwulan I-2015 sebesar 4,60% (yoy) atau melambat

dibandingkan triwulan I-2014 yang sebesar 5,74% (yoy) dan triwulan IV-2014 yang sebesar

5,15% (yoy). Secara triwulanan (qtq), pertumbuhan ekonomi NTT mengalami penurunan

sebesar -4,83% dibandingkan triwulan IV tahun 2014.

Secara tahunan (yoy), kinerja sektor Konsumsi dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

pada sisi penggunaan mengalami perlambatan. Dari sisi sektoral, perlambatan juga terjadi

pada kinerja sektor utama seperti Pertanian, Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib, serta sektor Konstruksi.

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy)

Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah

5.14

6.55 6.845.74

5.01

7.88

10.88

5.154.71

6.2

16.53

4.6

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

NASIONAL BALI NTB NTT

TW-I 2014 Tw-IV 2014 TW-I 2015

% (yoy)

Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah

Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq)

3.16

-2.06

-0.18

2.751.83

-1.53

4.68

6.79

1.21

5.63

0.19

-4.83

-6.00

-4.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

TW-III 2014 TW-IV 2014 TW-I 2015

Nasional Bali NTB NTT

% (qtq)

EKONOMI MAKRO REGIONAL

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 1

Page 22: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Dari sisi sektoral, struktur perekonomian di Provinsi NTT pada triwulan I-2015 didominasi oleh sektor Pertanian,

Kehutanan dan Perikanan (31%) diikuti oleh Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (12%)

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (11%), Konstruksi (10%) dan Jasa Pendidikan (9%).

Dari sisi kinerja, perlambatan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, Sektor kontruksi

serta sektor transportasi dan pergudangan memiliki andil cukup besar terhadap perlambatan perekonomian secara

umum. Sementara, kinerja sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami perbaikan pertumbuhan walaupun

masih relatif rendah.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara triwulanan pada Tw I-2015 menunjukkan angka penurunan sebesar -4,8%

(qtq). Dari sisi penggunaan, semua komponen mengalami penurunan, dengan penurunan tertinggi pada konsumsi

pemerintah sebesar -51,9% (qtq). Dari sisi sektoral, penurunan terjadi hampir pada seluruh sektor, kecuali sektor

Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang mengalami pertumbuhan sebesar 3,4%. Penurunan pertumbuhan ekonomi

lebih disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat yang cenderung menurun di triwulan I berakibat pada penurunan

pelaku usaha pada sektor-sektor ekonomi pembentuk PDRB.

Pertanian

Perdagangan Besar dan Eceran

Jasa PendidikanTransportasi & Pergudangan

Administrasi Pemerintahan

Konstruksi

Informasi & KomunikasiLainnya

Grafik 1.5. Share Perekonomian Sisi Sektoral

Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah

31%12%11%

10%9%7%5%

15%

SEKTOR IV - 2014

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PDRB

2.80%

2.01%

4.31%

17.67%

4.63%

5.40%

2.20%

9.96%

7.01%

6.51%

8.37%

1.34%

4.87%

9.66%

6.77%

1.48%

4.50%

5.15%

I - 2015

3.06%

4.69%

5.71%

8.89%

2.95%

0.33%

5.33%

6.42%

3.07%

6.78%

8.04%

2.56%

3.27%

5.97%

8.23%

5.29%

3.07%

4.60%

Sumber : BPS, diolah

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (yoy)

Grafik 1.6. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (qtq)

Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

I II III IV I

2014 2015

Kons RT -6.0% 1.3% 5.0% 4.8% -5.5%

Kons LNPRT 4.3% 7.3% -12.8% 4.0% -8.2%

Kons Pem -42.5% 86.7% 38.5% -16.4% -51.9%

PDRB 0.5% -11.9% 28.6% 17.1% -13.2%

Impor Antar Daerah -19.1% 15.1% 43.7% 3.6% -32.6%

PMTB -4.1% 3.9% 5.6% 0.2% -4.8%

-6.0%

-4.0%

-2.0%

0.0%

2.0%

4.0%

6.0%

8.0%

-60.0%-40.0%-20.0%

0.0%20.0%40.0%60.0%80.0%

100.0%SEKTOR IV - 2014

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PDRB

I - 2015

Sumber : BPS, diolah

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (qtq)

II - 2014 III - 2014I - 2014

3.1%

-14.6%

-9.6%

-2.2%

-6.6%

-6.7%

-6.4%

-5.5%

-8.0%

-5.4%

-2.2%

-8.8%

-2.2%

-5.4%

-13.5%

-12.1%

-1.4%

-4.1%

4.8%

15.3%

2.9%

7.0%

3.1%

4.4%

4.1%

4.2%

5.4%

4.0%

2.6%

4.1%

1.9%

0.3%

3.0%

6.6%

1.6%

3.9%

4.6%

5.4%

6.6%

-3.1%

9.3%

5.3%

6.3%

5.2%

6.4%

5.8%

1.9%

5.2%

4.8%

9.9%

6.6%

0.5%

2.9%

5.6%

-9.0%

-1.6%

5.1%

16.1%

-0.6%

2.8%

-1.4%

6.2%

3.7%

2.3%

6.0%

1.5%

0.4%

5.1%

12.4%

7.7%

1.4%

0.2%

3.4%

-12.4%

-8.3%

-9.5%

-8.1%

-11.2%

-3.5%

-8.5%

-11.4%

-5.2%

-2.5%

-7.7%

-3.7%

-8.6%

-12.3%

-8.8%

-2.7%

-4.8%

1.3 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT SECARA TRIWULAN (QTQ)

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 3

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I tahun 2015 mencapai 4,60% (yoy) melambat dibandingkan

periode yang sama tahun 2014 sebesar 5,74% (yoy) dan triwulan IV-2014 sebesar 5,15% (yoy). Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT atas dasar harga berlaku (ADHB) pada triwulan I-2015 mencapai Rp 17,4 triliun,

lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2014 yang sebesar Rp 15,8 triliun.

Secara regional, pencapaian pertumbuhan ekonomi tahunan Provinsi NTT pada triwulan I-2015 masih lebih rendah dari

provinsi terdekat lainnya. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi nasional (4,71%), Provinsi Bali (6,2%) dan Provinsi

NTB (16,53%) yang masih lebih tinggi dari NTT. Secara triwulan, kondisi penurunan terjadi pada Nasional (-0,18%-qtq),

Provinsi Bali (-1,53%) dan NTT (-4.83%). Sementara Provinsi NTB mengalami pertumbuhan walaupun melambat

menjadi 1,21% (qtq) dari sebelumnya 6,79% (qtq) pada triwulan IV-2014. Struktur perekonomian NTT yang didominasi

sektor pertanian, konstruksi dan administrasi pemerintah yang cenderung selalu melambat di triwulan-I mendorong

turunnya pertumbuhan ekonomi di triwulan I-2015.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I 2015 mengalami perlambatan. Perlambatan didorong oleh

melambatnya sektor konsumsi, diantaranya perlambatan konsumsi rumah tangga serta konsumsi pemerintah seiring

dengan menurunnya realisasi belanja di awal tahun. Terjadinya perubahan numenklatur Kementerian dan pengerjaan

proyek yang baru dibayarkan pada triwulan berikutnya menjadi penyebab perlambatan konsumsi Pemerintah.

Perlambatan juga terjadi pada kegiatan investasi seiring proyek-proyek pemerintah yang masih dalam tahap lelang,

serta proyek swasta yang masih rendah karena kondisi cuaca yang belum mendukung untuk memulai kegiatan proyek. Berdasarkan pendekatan pengunaan, share terbesar perekonomian triwulan I-2015 dimiliki oleh konsumsi rumah

tangga (75,5%), diikuti oleh PMTB (41%). Namun demikian, sebagian besar pemenuhan komoditas untuk konsumsi

dan investasi berasal dari luar daerah yang terlihat dari pangsa net impor antar daerah yang mencapai -37% dari total

PDRB. Kinerja konsumsi pemerintah pada triwulan I 2015 hanya mampu tumbuh sebesar 3,87% dibanding tahun

sebelumnya, jauh menurun dibanding kinerja realisasi belanja pada triwulan IV 2014 yang mampu meningkat hingga

24,20% (yoy) dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya. Penurunan konsumsi terjadi pada konsumsi Lembaga

Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) yang turun sebesar -10,65% (yoy) dikarenakan sudah tidak adanya

aktivitas kampanye partai politik. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/Investasi masih tumbuh cukup tinggi sebesar

15,25% (Tw I-2015) namun melambat dibanding triwulan IV-2014 yang mencapai 33,45% (yoy).

1.2 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT SECARA TAHUNAN

75,5%3,1%

14,6%41%1,1%1,8%

-37%

Kons. RTInventoriKons. LNPRT

PMTB

Net Ekspor LNKons. PemImpor AD

Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah

Grafik 1.3. Share Perekonomian Sisi Penggunaan Grafik 1.4. Pertumbuhan Sisi Penggunaan (yoy)

4.72%

1.48%

24.20%33.45%

54.99%

65.89%

-42.42%

36.64%

5.38%

-10.65%

3.87%

15.25%

-65.66%

20.06%

-59.96%

15.54%

-80%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

KonsumsiRT

KonsumsiLNPRT

KonsumsiPemerintah

PMTB Inventori Ekspor LN Impor LN ImporAntar

Daerah

TW IV 2014 TW I 2015yoy

Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL2

Page 23: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Dari sisi sektoral, struktur perekonomian di Provinsi NTT pada triwulan I-2015 didominasi oleh sektor Pertanian,

Kehutanan dan Perikanan (31%) diikuti oleh Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (12%)

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (11%), Konstruksi (10%) dan Jasa Pendidikan (9%).

Dari sisi kinerja, perlambatan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, Sektor kontruksi

serta sektor transportasi dan pergudangan memiliki andil cukup besar terhadap perlambatan perekonomian secara

umum. Sementara, kinerja sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami perbaikan pertumbuhan walaupun

masih relatif rendah.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara triwulanan pada Tw I-2015 menunjukkan angka penurunan sebesar -4,8%

(qtq). Dari sisi penggunaan, semua komponen mengalami penurunan, dengan penurunan tertinggi pada konsumsi

pemerintah sebesar -51,9% (qtq). Dari sisi sektoral, penurunan terjadi hampir pada seluruh sektor, kecuali sektor

Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang mengalami pertumbuhan sebesar 3,4%. Penurunan pertumbuhan ekonomi

lebih disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat yang cenderung menurun di triwulan I berakibat pada penurunan

pelaku usaha pada sektor-sektor ekonomi pembentuk PDRB.

Pertanian

Perdagangan Besar dan Eceran

Jasa PendidikanTransportasi & Pergudangan

Administrasi Pemerintahan

Konstruksi

Informasi & KomunikasiLainnya

Grafik 1.5. Share Perekonomian Sisi Sektoral

Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah

31%12%11%

10%9%7%5%

15%

SEKTOR IV - 2014

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PDRB

2.80%

2.01%

4.31%

17.67%

4.63%

5.40%

2.20%

9.96%

7.01%

6.51%

8.37%

1.34%

4.87%

9.66%

6.77%

1.48%

4.50%

5.15%

I - 2015

3.06%

4.69%

5.71%

8.89%

2.95%

0.33%

5.33%

6.42%

3.07%

6.78%

8.04%

2.56%

3.27%

5.97%

8.23%

5.29%

3.07%

4.60%

Sumber : BPS, diolah

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (yoy)

Grafik 1.6. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan (qtq)

Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

I II III IV I

2014 2015

Kons RT -6.0% 1.3% 5.0% 4.8% -5.5%

Kons LNPRT 4.3% 7.3% -12.8% 4.0% -8.2%

Kons Pem -42.5% 86.7% 38.5% -16.4% -51.9%

PDRB 0.5% -11.9% 28.6% 17.1% -13.2%

Impor Antar Daerah -19.1% 15.1% 43.7% 3.6% -32.6%

PMTB -4.1% 3.9% 5.6% 0.2% -4.8%

-6.0%

-4.0%

-2.0%

0.0%

2.0%

4.0%

6.0%

8.0%

-60.0%-40.0%-20.0%

0.0%20.0%40.0%60.0%80.0%

100.0%SEKTOR IV - 2014

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PDRB

I - 2015

Sumber : BPS, diolah

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral (qtq)

II - 2014 III - 2014I - 2014

3.1%

-14.6%

-9.6%

-2.2%

-6.6%

-6.7%

-6.4%

-5.5%

-8.0%

-5.4%

-2.2%

-8.8%

-2.2%

-5.4%

-13.5%

-12.1%

-1.4%

-4.1%

4.8%

15.3%

2.9%

7.0%

3.1%

4.4%

4.1%

4.2%

5.4%

4.0%

2.6%

4.1%

1.9%

0.3%

3.0%

6.6%

1.6%

3.9%

4.6%

5.4%

6.6%

-3.1%

9.3%

5.3%

6.3%

5.2%

6.4%

5.8%

1.9%

5.2%

4.8%

9.9%

6.6%

0.5%

2.9%

5.6%

-9.0%

-1.6%

5.1%

16.1%

-0.6%

2.8%

-1.4%

6.2%

3.7%

2.3%

6.0%

1.5%

0.4%

5.1%

12.4%

7.7%

1.4%

0.2%

3.4%

-12.4%

-8.3%

-9.5%

-8.1%

-11.2%

-3.5%

-8.5%

-11.4%

-5.2%

-2.5%

-7.7%

-3.7%

-8.6%

-12.3%

-8.8%

-2.7%

-4.8%

1.3 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT SECARA TRIWULAN (QTQ)

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 3

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I tahun 2015 mencapai 4,60% (yoy) melambat dibandingkan

periode yang sama tahun 2014 sebesar 5,74% (yoy) dan triwulan IV-2014 sebesar 5,15% (yoy). Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT atas dasar harga berlaku (ADHB) pada triwulan I-2015 mencapai Rp 17,4 triliun,

lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2014 yang sebesar Rp 15,8 triliun.

Secara regional, pencapaian pertumbuhan ekonomi tahunan Provinsi NTT pada triwulan I-2015 masih lebih rendah dari

provinsi terdekat lainnya. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi nasional (4,71%), Provinsi Bali (6,2%) dan Provinsi

NTB (16,53%) yang masih lebih tinggi dari NTT. Secara triwulan, kondisi penurunan terjadi pada Nasional (-0,18%-qtq),

Provinsi Bali (-1,53%) dan NTT (-4.83%). Sementara Provinsi NTB mengalami pertumbuhan walaupun melambat

menjadi 1,21% (qtq) dari sebelumnya 6,79% (qtq) pada triwulan IV-2014. Struktur perekonomian NTT yang didominasi

sektor pertanian, konstruksi dan administrasi pemerintah yang cenderung selalu melambat di triwulan-I mendorong

turunnya pertumbuhan ekonomi di triwulan I-2015.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I 2015 mengalami perlambatan. Perlambatan didorong oleh

melambatnya sektor konsumsi, diantaranya perlambatan konsumsi rumah tangga serta konsumsi pemerintah seiring

dengan menurunnya realisasi belanja di awal tahun. Terjadinya perubahan numenklatur Kementerian dan pengerjaan

proyek yang baru dibayarkan pada triwulan berikutnya menjadi penyebab perlambatan konsumsi Pemerintah.

Perlambatan juga terjadi pada kegiatan investasi seiring proyek-proyek pemerintah yang masih dalam tahap lelang,

serta proyek swasta yang masih rendah karena kondisi cuaca yang belum mendukung untuk memulai kegiatan proyek. Berdasarkan pendekatan pengunaan, share terbesar perekonomian triwulan I-2015 dimiliki oleh konsumsi rumah

tangga (75,5%), diikuti oleh PMTB (41%). Namun demikian, sebagian besar pemenuhan komoditas untuk konsumsi

dan investasi berasal dari luar daerah yang terlihat dari pangsa net impor antar daerah yang mencapai -37% dari total

PDRB. Kinerja konsumsi pemerintah pada triwulan I 2015 hanya mampu tumbuh sebesar 3,87% dibanding tahun

sebelumnya, jauh menurun dibanding kinerja realisasi belanja pada triwulan IV 2014 yang mampu meningkat hingga

24,20% (yoy) dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya. Penurunan konsumsi terjadi pada konsumsi Lembaga

Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) yang turun sebesar -10,65% (yoy) dikarenakan sudah tidak adanya

aktivitas kampanye partai politik. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/Investasi masih tumbuh cukup tinggi sebesar

15,25% (Tw I-2015) namun melambat dibanding triwulan IV-2014 yang mencapai 33,45% (yoy).

1.2 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT SECARA TAHUNAN

75,5%3,1%

14,6%41%1,1%1,8%

-37%

Kons. RTInventoriKons. LNPRT

PMTB

Net Ekspor LNKons. PemImpor AD

Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah

Grafik 1.3. Share Perekonomian Sisi Penggunaan Grafik 1.4. Pertumbuhan Sisi Penggunaan (yoy)

4.72%

1.48%

24.20%33.45%

54.99%

65.89%

-42.42%

36.64%

5.38%

-10.65%

3.87%

15.25%

-65.66%

20.06%

-59.96%

15.54%

-80%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

KonsumsiRT

KonsumsiLNPRT

KonsumsiPemerintah

PMTB Inventori Ekspor LN Impor LN ImporAntar

Daerah

TW IV 2014 TW I 2015yoy

Sumber: BPS Provinsi NTT, diolah

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL2

Page 24: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Pertumbuhan konsumsi secara triwulanan cenderung mengalami penurunan dengan penurunan terbesar

terjadi pada konsumsi pemerintah hingga -51,9% (qtq). Penurunan tersebut seiring dengan pola realisasi

anggaran di triwulan-I yang cenderung melambat. Realisasi pembayaran proyek-proyek yang baru dilakukan setelah

pengerjaan, membuat realisasi belanja anggaran baru terlihat pada triwulan II hingga IV. Pada tahun 2015, terdapat

pula perubahan numenklatur kementerian yang mendorong terlambatnya realisasi belanja APBN di Provinsi NTT, selain

itu terdapat keterlambatan pengesahan APBD di beberapa daerah, diantaranya Kab. Lembata, Kab. Belu, Kab. Sumba

Barat Daya dan Kab. Malaka.

Konsumsi rumah tangga mengalami penurunan sebesar (-5,5%) karena telah lewatnya perayaan hari besar keagamaan

dan libur tahun baru yang terjadi pada bulan Desember 2014. Perlambatan konsumsi terkonfirmasi dari pertumbuhan

konsumsi listrik yang mengalami penurunan sebesar -0,56% (qtq) dibandingkan Tw-IV 2014. Angka Indeks Tendensi

Konsumen (ITK) mengalami penurunan pada Tw-I 2015 yaitu mencapai 93.45 dibandingkan Tw-IV 2014 yang sebesar

106,2. Penurunan yang cukup signifikan ini menunjukkan bahwa masyarakat merasakan dampak perlambatan

ekonomi dari tingkat pendapatan yang menurun di triwulan-I 2015.

Perlambatan konsumsi pada Tw I 2015 terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang menunjukkan

adanya perlambatan kegiatan usaha, penerimaan tenaga kerja dan harga jual. Pertumbuhan kredit konsumsi juga

mengalami perlambatan pertumbuhan.

Grafik 1.10. Pertumbuhan Konsumsi (qtq)

Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

-6.0%1.3%

5.0%

4.8%-5.5%

4.3%7.3%

-12.8%

4.0%

-8.2%

-42.5%

86.7%

38.5%

-16.4%

-51.9%-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

2014 2015

Kons RT Kons LNPRT Kons Pem% (qtq)

I II III IV I

Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

85I II III IV I II III IV I II III IV

90

95

100

105

110

115

Indeks

2012 2013 2014

ITK Pendapatan RT Rencana Pembelian Barang Tahan Lama

0%

5%

10%

15%

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

ribu kwh

Konsumsi (ribu kwh/axis kiri) Pertumbuhan (qtq)

I II III IV I II III IV I II III I

2012 2013 2014

Grafik 1.11. Konsumsi Listrik Rumah Tangga (%qtq) Grafik 1.12 Indeks Tendensi Konsumen (ITK)

Sumber : PLN (diolah)

-5%

-10%IV

2015

I

2015

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 5

Perlambatan perekonomian NTT pada triwulan I-2015 disebabkan oleh perlambatan konsumsi terutama konsumsi

pemerintah. Pertumbuhan investasi masih relatif tinggi walaupun tidak sebesar triwulan sebelumnya. Namun demikian,

tingginya ketergantungan masyarakat akan komoditas dari luar daerah membuat pertumbuhan investasi kurang

memberikan nilai tambah terhadap perekonomian Provinsi NTT.

1.4.1 KonsumsiSecara tahunan, komponen konsumsi cenderung mengalami peningkatan apabila dibandingkan triwulan

IV-2014, namun sub komponen konsumsi pemerintah dan konsumsi LNPRT menunjukkan perlambatan.

Peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga lebih disebabkan konsumsi di tahun sebelumnya yang cukup

rendah dikarenakan adanya penyelenggaraan pemilu, sehingga peningkatan konsumsi yang tidak signifikan secara

prosentase mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang lebih tinggi di periode berikutnya. Secara

struktural, konsumsi rumah tangga cenderung mengalami perlambatan yang dapat diidentifikasi dari omset penjualan

eceran, indeks tendensi konsumen, kunjungan penerbangan, tingkat hunian hotel, dan kondisi bongkar muat yang

mengalami penurunan. Konsumsi pemerintah mengalami perlambatan dari 24,2% (yoy) menjadi 3,87% (yoy),

sementara konsumsi LNPRT mencatat penurunan hingga -10.65% (yoy). Perlambatan konsumsi pemerintah lebih

disebabkan penurunan realisasi anggaran di awal tahun. Perlambatan konsumsi diperkirakan terjadi karena adanya

penurunan pendapatan masyarakat (terutama pekerja di sektor pertanian dan pertambangan), kenaikan harga BBM

pada bulan Maret dan pelemahan nilai rupiah yang mendorong kenaikan harga barang impor, sehingga masyarakat

memilih untuk mengurangi kegiatan belanja di awal tahun.

Sumber: Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia

Grafik 1.9. Penjualan Eceran per Komoditi (%yoy)

-100.0%

-50.0%

0.0%

50.0%

100.0%

150.0%

200.0%

250.0%

300.0%

350.0%

400.0%

Bahan Konstruksi Suku Cadang Perlengkapan Rumah TanggaBarang Kerajinan Makanan dan Tembakau Pakaian dan PerlengkapannyaBahan Bakar Peralatan Tulis

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

Grafik 1.8. Perkembangan Penjualan Eceran (%yoy)

Sumber: Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia

-30.0%

-20.0%

-10.0%

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

OMSET OMSET HARGA

Grafik 1.7. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Tw-I 2015 (yoy)

Konsumsi RT

Konsumsi LNPRT

Konsumsi Pemerintah

PMTB

Perubahan Inventori

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antardaerah(Impor)

Sumber : BPS, diolah

-70% -60% -50% -40% -30% -20% -10% 0% 10% 20% 30%

5.38%

10.65%

3.87%

15.25%

-65.66%

20.06%

-59.96%

15.54%

1.4 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN

10.7% 11.8%

42.8% 41.7%

26.4%23.4%

-7.4%

2.4% 2.9%5.6%

9.3% 11.4% 3.5%

-6.3% -4.9%

18.0%-14.5%

-8.7%

52.7%

42.6%

60.8%

33.6%

14.4%

37.1%

30.2%

37.0%

12.6%

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL4

Page 25: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Pertumbuhan konsumsi secara triwulanan cenderung mengalami penurunan dengan penurunan terbesar

terjadi pada konsumsi pemerintah hingga -51,9% (qtq). Penurunan tersebut seiring dengan pola realisasi

anggaran di triwulan-I yang cenderung melambat. Realisasi pembayaran proyek-proyek yang baru dilakukan setelah

pengerjaan, membuat realisasi belanja anggaran baru terlihat pada triwulan II hingga IV. Pada tahun 2015, terdapat

pula perubahan numenklatur kementerian yang mendorong terlambatnya realisasi belanja APBN di Provinsi NTT, selain

itu terdapat keterlambatan pengesahan APBD di beberapa daerah, diantaranya Kab. Lembata, Kab. Belu, Kab. Sumba

Barat Daya dan Kab. Malaka.

Konsumsi rumah tangga mengalami penurunan sebesar (-5,5%) karena telah lewatnya perayaan hari besar keagamaan

dan libur tahun baru yang terjadi pada bulan Desember 2014. Perlambatan konsumsi terkonfirmasi dari pertumbuhan

konsumsi listrik yang mengalami penurunan sebesar -0,56% (qtq) dibandingkan Tw-IV 2014. Angka Indeks Tendensi

Konsumen (ITK) mengalami penurunan pada Tw-I 2015 yaitu mencapai 93.45 dibandingkan Tw-IV 2014 yang sebesar

106,2. Penurunan yang cukup signifikan ini menunjukkan bahwa masyarakat merasakan dampak perlambatan

ekonomi dari tingkat pendapatan yang menurun di triwulan-I 2015.

Perlambatan konsumsi pada Tw I 2015 terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang menunjukkan

adanya perlambatan kegiatan usaha, penerimaan tenaga kerja dan harga jual. Pertumbuhan kredit konsumsi juga

mengalami perlambatan pertumbuhan.

Grafik 1.10. Pertumbuhan Konsumsi (qtq)

Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

-6.0%1.3%

5.0%

4.8%-5.5%

4.3%7.3%

-12.8%

4.0%

-8.2%

-42.5%

86.7%

38.5%

-16.4%

-51.9%-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

2014 2015

Kons RT Kons LNPRT Kons Pem% (qtq)

I II III IV I

Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

85I II III IV I II III IV I II III IV

90

95

100

105

110

115

Indeks

2012 2013 2014

ITK Pendapatan RT Rencana Pembelian Barang Tahan Lama

0%

5%

10%

15%

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

ribu kwh

Konsumsi (ribu kwh/axis kiri) Pertumbuhan (qtq)

I II III IV I II III IV I II III I

2012 2013 2014

Grafik 1.11. Konsumsi Listrik Rumah Tangga (%qtq) Grafik 1.12 Indeks Tendensi Konsumen (ITK)

Sumber : PLN (diolah)

-5%

-10%IV

2015

I

2015

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 5

Perlambatan perekonomian NTT pada triwulan I-2015 disebabkan oleh perlambatan konsumsi terutama konsumsi

pemerintah. Pertumbuhan investasi masih relatif tinggi walaupun tidak sebesar triwulan sebelumnya. Namun demikian,

tingginya ketergantungan masyarakat akan komoditas dari luar daerah membuat pertumbuhan investasi kurang

memberikan nilai tambah terhadap perekonomian Provinsi NTT.

1.4.1 KonsumsiSecara tahunan, komponen konsumsi cenderung mengalami peningkatan apabila dibandingkan triwulan

IV-2014, namun sub komponen konsumsi pemerintah dan konsumsi LNPRT menunjukkan perlambatan.

Peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga lebih disebabkan konsumsi di tahun sebelumnya yang cukup

rendah dikarenakan adanya penyelenggaraan pemilu, sehingga peningkatan konsumsi yang tidak signifikan secara

prosentase mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang lebih tinggi di periode berikutnya. Secara

struktural, konsumsi rumah tangga cenderung mengalami perlambatan yang dapat diidentifikasi dari omset penjualan

eceran, indeks tendensi konsumen, kunjungan penerbangan, tingkat hunian hotel, dan kondisi bongkar muat yang

mengalami penurunan. Konsumsi pemerintah mengalami perlambatan dari 24,2% (yoy) menjadi 3,87% (yoy),

sementara konsumsi LNPRT mencatat penurunan hingga -10.65% (yoy). Perlambatan konsumsi pemerintah lebih

disebabkan penurunan realisasi anggaran di awal tahun. Perlambatan konsumsi diperkirakan terjadi karena adanya

penurunan pendapatan masyarakat (terutama pekerja di sektor pertanian dan pertambangan), kenaikan harga BBM

pada bulan Maret dan pelemahan nilai rupiah yang mendorong kenaikan harga barang impor, sehingga masyarakat

memilih untuk mengurangi kegiatan belanja di awal tahun.

Sumber: Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia

Grafik 1.9. Penjualan Eceran per Komoditi (%yoy)

-100.0%

-50.0%

0.0%

50.0%

100.0%

150.0%

200.0%

250.0%

300.0%

350.0%

400.0%

Bahan Konstruksi Suku Cadang Perlengkapan Rumah TanggaBarang Kerajinan Makanan dan Tembakau Pakaian dan PerlengkapannyaBahan Bakar Peralatan Tulis

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

Grafik 1.8. Perkembangan Penjualan Eceran (%yoy)

Sumber: Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia

-30.0%

-20.0%

-10.0%

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

OMSET OMSET HARGA

Grafik 1.7. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Tw-I 2015 (yoy)

Konsumsi RT

Konsumsi LNPRT

Konsumsi Pemerintah

PMTB

Perubahan Inventori

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antardaerah(Impor)

Sumber : BPS, diolah

-70% -60% -50% -40% -30% -20% -10% 0% 10% 20% 30%

5.38%

10.65%

3.87%

15.25%

-65.66%

20.06%

-59.96%

15.54%

1.4 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN

10.7% 11.8%

42.8% 41.7%

26.4%23.4%

-7.4%

2.4% 2.9%5.6%

9.3% 11.4% 3.5%

-6.3% -4.9%

18.0%-14.5%

-8.7%

52.7%

42.6%

60.8%

33.6%

14.4%

37.1%

30.2%

37.0%

12.6%

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL4

Page 26: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Grafik 1.17. Konsumsi Semen

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (diolah)

I I I I I I IV2013

I II I I I IV2014

I2015

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

50

100

150

200

250

300Ribu ton

Semen (Ribu Ton) Pertumbuhan (% yoy) Pertumbuhan (% qtq)

1.4.3. Ekspor-Impor1.4.3.1. Ekspor-Impor Antar Daerah Secara umum, kondisi perdagangan antar daerah dari dan ke Provinsi NTT pada triwulan-I 2015 masih

menunjukkan Net Impor walaupun terjadi perlambatan. Penurunan aktivitas ekonomi seiring penurunan

konsumsi dan PMTB menjadi pendorong penurunan aktivitas ekspor-impor antar daerah pada triwulan I-2015 hingga

sebesar -32,58% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Penurunan juga terlihat pada aktivitas bongkar muat di

Pelabuhan Tenau yang mengalami penurunan hingga 30,5% (qtq). Perlambatan ekspor-impor antar daerah

terkonfirmasi dari penurunan aktivitas kontainer sebesar -1% (yoy) dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Penurunan aktivitas impor dapat terlihat dari pertumbuhan nett bongkar secara tahunan yang menurun hingga -15,6%

(yoy) dibandingkan Tw-I 2014.

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

15,266 15,056 16,594 22,261 18,425 15,443 18,710 26,267 18,249

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000Boks

Grafik 1.18. Perkembangan Net Ekspor Antar Daerah Grafik 1.19. Perkembangan Peti Kemas di Pelabuhan Tenau

Sumber : BPS (diolah) Sumber : Pelindo III

Grafik 1.20. Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Tenau Grafik 1.21. Pergerakan Net Impor

Sumber : Pelindo III Sumber : Sumber BPS (Diolah)

(6,121)

(7,092)

(10,366)(9,947)

(6,459.41)

15.07%

43.70%

3.64%

-32.58%

38.6%

15.5%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

(12,000)

(10,000)

(8,000)

(6,000)

(4,000)

(2,000)

0I II III IV I

2015Miliar Rp

Net Impor Antar Daerah Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy)

2015

Box Pertumbuhan (% yoy) Pertumbuhan (% qtq)

Unloading Loading Net Loading Net Unloading (% yoy)

-20,000

-10,000

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000Ton

-50.1%

-34.5%

-12.5%

-54.6%

4.7%

-70.5% -69.0%

1.1%

-15.6%

-90%

-80%

-70%

-60%

-50%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

15.1%

43.7%

3.6%

-32.6%

15.1%

13.0%

-1.9%

-18.1%-11.9%

28.6%

17.1%

-13.2%

113.6%

-9.6%

-74.4%

-30.6%

-1

-1

0

1

1

2

Q2 Q3 Q4 Q1

2014 2015

% (qtq)

Net Impor Antardaerah Konsumsi PMTB Inventory

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 7

Grafik 1.13. Indeks Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.14. Perkembangan Kredit Perbankan

Modal kerja Investasi Konsumsi Modal Kerja Investasi Konsumsi

Sumber : SKDU-Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

Miliar Rp

I I I I I I IV

2012

I II I I I IV

2013

I II I I I IV

2014

I

2015

-30

-20

-10

20

30

40

50

60

1.4.2 PMTB/InvestasiSecara tahunan, kinerja investasi Tw-I 2015 mengalami pertumbuhan, namun apabila dibandingkan secara

triwulanan mengalami perlambatan. Secara tahunan, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada Tw I-2015

mengalami pertumbuhan sebesar 15,25% (yoy) dibandingkan Tw I-2014. Cukup tingginya pertumbuhan PMTB di awal

tahun diperkirakan terjadi karena adanya dampak dari perlambatan investasi di awal tahun 2014 seiring

penyelenggaraan pemilu. Apabila dilihat dari pertumbuhan secara triwulanan (qtq), terjadi penurunan investasi di Tw-I

2015 dibandingkan Tw-IV 2014. Penurunan tersebut terjadi karena proyek-proyek pemerintah dan investasi swasta

yang sebagian besar baru terealisasi di akhir tahun. Berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT, realisasi investasi di Provinsi 1NTT pada Tw-I 2015 mencapai Rp 1,6 triliun dengan rincian Rp 1,44 triliun PMA dan Rp 184 miliar PMDN . Adanya

kenaikan realisasi ijin investasi BKPM tidak menunjukkan realisasi fisik pembangunan proyek, melainkan lebih

menunjukkan potensi kenaikan investasi di periode selanjutnya.

Dari indikator penjualan semen, terlihat bahwa konsumsi semen di Provinsi NTT pada tw-I 2015 mencapai 189 ribu ton

atau mengalami penurunan sebesar -13,3% (yoy) dibandingkan triwulan-I 2014. Konsumsi semen juga mengalami

penurunan sebesar -15,2% (qtq) dibandingkan triwulan IV-2014 yang sebesar 222,9 ribu ton. Penurunan konsumsi

semen mengindikasikan adanya perlambatan pengerjaan proyek-proyek infrastruktur di Provinsi NTT pada triwulan I

2015.

Data sementara April 2015 dan masih dilakukan verifikasi.1.

Grafik 1.16. Perkembangan Realisasi Investasi

Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT

2.2 1.9 1.8

4

2.7 1.7

3

7.7

13.8

10.3

6.5

0.80

2.8

0.8 0 01

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

0

2

4

6

8

10

12

14

16 Proyek PMA (Juta US$)

PMA (%yoy) PMDN (%yoy)Proyek PMDN (Miliar Rp)

I I I I I I IV2013

I II I I I IV2014

I2015

5,355.66

6,890.18

8,070.39

7,156.11

- 11.86%

28.59%

17.13%

-13.18%-20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

9,000

II III IV I

PMTB (ADHB) PMTB (qtq)-HK

Milyar Rp

2014 2015

Grafik 1.15. Pembentukan Modal Tetap Bruto

Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT

0

10

I I I I I I IV

2013

I II I I I IV

2014

I

2015

Kegiatan Usaha Harga Jual Tenaga Kerja

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL6

-6920 -10612 -7103-5683

-7242-3132

-2201 -5747 -6114

-70.5%-69.0%

16.05%

10.50%

19.49%

40.55%

2.81%

37.63%

37.63%

5.61%

-13.26

-12.24%

11.75%

1.95%

19.49%

3.23%

-18.26%

36.49%

-8.30%

-15.22%

115 173 177 211 218 179 243 223 189

17.1%

8.4%

24.1%

26.9%

20.7%

2.6%

12.8%

18.0%

-1.0%

-13.0%

-1.4%

10.2%

34.2%

-17.2%-16.2%

21.2%

40.4%

-30.5%

Page 27: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Grafik 1.17. Konsumsi Semen

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (diolah)

I I I I I I IV2013

I II I I I IV2014

I2015

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

50

100

150

200

250

300Ribu ton

Semen (Ribu Ton) Pertumbuhan (% yoy) Pertumbuhan (% qtq)

1.4.3. Ekspor-Impor1.4.3.1. Ekspor-Impor Antar Daerah Secara umum, kondisi perdagangan antar daerah dari dan ke Provinsi NTT pada triwulan-I 2015 masih

menunjukkan Net Impor walaupun terjadi perlambatan. Penurunan aktivitas ekonomi seiring penurunan

konsumsi dan PMTB menjadi pendorong penurunan aktivitas ekspor-impor antar daerah pada triwulan I-2015 hingga

sebesar -32,58% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Penurunan juga terlihat pada aktivitas bongkar muat di

Pelabuhan Tenau yang mengalami penurunan hingga 30,5% (qtq). Perlambatan ekspor-impor antar daerah

terkonfirmasi dari penurunan aktivitas kontainer sebesar -1% (yoy) dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Penurunan aktivitas impor dapat terlihat dari pertumbuhan nett bongkar secara tahunan yang menurun hingga -15,6%

(yoy) dibandingkan Tw-I 2014.

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

15,266 15,056 16,594 22,261 18,425 15,443 18,710 26,267 18,249

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000Boks

Grafik 1.18. Perkembangan Net Ekspor Antar Daerah Grafik 1.19. Perkembangan Peti Kemas di Pelabuhan Tenau

Sumber : BPS (diolah) Sumber : Pelindo III

Grafik 1.20. Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Tenau Grafik 1.21. Pergerakan Net Impor

Sumber : Pelindo III Sumber : Sumber BPS (Diolah)

(6,121)

(7,092)

(10,366)(9,947)

(6,459.41)

15.07%

43.70%

3.64%

-32.58%

38.6%

15.5%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

(12,000)

(10,000)

(8,000)

(6,000)

(4,000)

(2,000)

0I II III IV I

2015Miliar Rp

Net Impor Antar Daerah Pertumbuhan (qtq) Pertumbuhan (yoy)

2015

Box Pertumbuhan (% yoy) Pertumbuhan (% qtq)

Unloading Loading Net Loading Net Unloading (% yoy)

-20,000

-10,000

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000Ton

-50.1%

-34.5%

-12.5%

-54.6%

4.7%

-70.5% -69.0%

1.1%

-15.6%

-90%

-80%

-70%

-60%

-50%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

15.1%

43.7%

3.6%

-32.6%

15.1%

13.0%

-1.9%

-18.1%-11.9%

28.6%

17.1%

-13.2%

113.6%

-9.6%

-74.4%

-30.6%

-1

-1

0

1

1

2

Q2 Q3 Q4 Q1

2014 2015

% (qtq)

Net Impor Antardaerah Konsumsi PMTB Inventory

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 7

Grafik 1.13. Indeks Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.14. Perkembangan Kredit Perbankan

Modal kerja Investasi Konsumsi Modal Kerja Investasi Konsumsi

Sumber : SKDU-Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

Miliar Rp

I I I I I I IV

2012

I II I I I IV

2013

I II I I I IV

2014

I

2015

-30

-20

-10

20

30

40

50

60

1.4.2 PMTB/InvestasiSecara tahunan, kinerja investasi Tw-I 2015 mengalami pertumbuhan, namun apabila dibandingkan secara

triwulanan mengalami perlambatan. Secara tahunan, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada Tw I-2015

mengalami pertumbuhan sebesar 15,25% (yoy) dibandingkan Tw I-2014. Cukup tingginya pertumbuhan PMTB di awal

tahun diperkirakan terjadi karena adanya dampak dari perlambatan investasi di awal tahun 2014 seiring

penyelenggaraan pemilu. Apabila dilihat dari pertumbuhan secara triwulanan (qtq), terjadi penurunan investasi di Tw-I

2015 dibandingkan Tw-IV 2014. Penurunan tersebut terjadi karena proyek-proyek pemerintah dan investasi swasta

yang sebagian besar baru terealisasi di akhir tahun. Berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT, realisasi investasi di Provinsi 1NTT pada Tw-I 2015 mencapai Rp 1,6 triliun dengan rincian Rp 1,44 triliun PMA dan Rp 184 miliar PMDN . Adanya

kenaikan realisasi ijin investasi BKPM tidak menunjukkan realisasi fisik pembangunan proyek, melainkan lebih

menunjukkan potensi kenaikan investasi di periode selanjutnya.

Dari indikator penjualan semen, terlihat bahwa konsumsi semen di Provinsi NTT pada tw-I 2015 mencapai 189 ribu ton

atau mengalami penurunan sebesar -13,3% (yoy) dibandingkan triwulan-I 2014. Konsumsi semen juga mengalami

penurunan sebesar -15,2% (qtq) dibandingkan triwulan IV-2014 yang sebesar 222,9 ribu ton. Penurunan konsumsi

semen mengindikasikan adanya perlambatan pengerjaan proyek-proyek infrastruktur di Provinsi NTT pada triwulan I

2015.

Data sementara April 2015 dan masih dilakukan verifikasi.1.

Grafik 1.16. Perkembangan Realisasi Investasi

Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT

2.2 1.9 1.8

4

2.7 1.7

3

7.7

13.8

10.3

6.5

0.80

2.8

0.8 0 01

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

0

2

4

6

8

10

12

14

16 Proyek PMA (Juta US$)

PMA (%yoy) PMDN (%yoy)Proyek PMDN (Miliar Rp)

I I I I I I IV2013

I II I I I IV2014

I2015

5,355.66

6,890.18

8,070.39

7,156.11

- 11.86%

28.59%

17.13%

-13.18%-20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

9,000

II III IV I

PMTB (ADHB) PMTB (qtq)-HK

Milyar Rp

2014 2015

Grafik 1.15. Pembentukan Modal Tetap Bruto

Sumber : Survei Konsumen (SK) – BI Provinsi NTT

0

10

I I I I I I IV

2013

I II I I I IV

2014

I

2015

Kegiatan Usaha Harga Jual Tenaga Kerja

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL6

-6920 -10612 -7103-5683

-7242-3132

-2201 -5747 -6114

-70.5%-69.0%

16.05%

10.50%

19.49%

40.55%

2.81%

37.63%

37.63%

5.61%

-13.26

-12.24%

11.75%

1.95%

19.49%

3.23%

-18.26%

36.49%

-8.30%

-15.22%

115 173 177 211 218 179 243 223 189

17.1%

8.4%

24.1%

26.9%

20.7%

2.6%

12.8%

18.0%

-1.0%

-13.0%

-1.4%

10.2%

34.2%

-17.2%-16.2%

21.2%

40.4%

-30.5%

Page 28: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

1.5.1. Sektor Pertanian, Kehutanan dan PerikananDibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

cenderung mengalami perlambatan. Perlambatan tersebut disebabkan oleh adanya pergeseran musim panen

akibat kekeringan yang berlangsung lebih lama dibandingkan tahun 2014, selain itu terdapat penurunan produktivitas

pertanian akibat serangan hama belalang dan bencana banjir yang menggenangi beberapa areal persawahan.

Permasalahan lain yang muncul di sektor pertanian adalah terkait keterlambatan penyaluran pupuk bersubsidi karena

terlambatnya penyampaian Rincian Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Keterlambatan tersebut salah

satunya dikarenakan proses verifikasi dan validasi penyaluran pupuk bersubsidi baru dilaksanakan pada tahun ini,

sehingga masih perlu adaptasi dari Pemerintah Daerah dan Kelompok Tani dalam penerapannya di Provinsi NTT. Selain sub sektor Pertanian, perlambatan juga terindikasi terjadi pada sub sektor Perikanan. Berdasarkan hasil liasion,

terjadi penurunan hasil produksi perikanan di Larantuka yang disebabkan oleh penurunan jumlah umpan (ikan pelagis

kecil) karena adanya praktek penggunaan bom ikan di perairan Flores. Selain itu, kebijakan Kementerian Perikanan yang

melarang penangkapan ikan dengan kapal milik asing menyebabkan beberapa perusahaan menghentikan beberapa

armada kapalnya. Dari sektor peternakan, perlambatan terindikasi dari data penurunan pengiriman ternak melalui

Pelabuhan Tenau. Pada Tw-IV 2014 pengiriman mencapai 3.741 ekor sementara di Tw-I 2015 hanya sebesar 2.428 ekor.

Dari sisi perbankan, kredit pertanian mencapai Rp 199,5 miliar atau tumbuh sebesar 70% (yoy) dibandingkan Tw-I

2014, seiring adanya program pemerintah dalam peningkatan akses permodalan dalam budidaya peternakan dan

pertanian.

Secara triwulanan, pertumbuhan sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami peningkatan. Pada

Tw I-2015 sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami peningkatan sebesar 3,4% (qtq) dibandingkan Tw IV-

2014. Peningkatan terutama diperkirakan berasal dari sumbangan beberapa komoditas yang mulai panen seperti

beras, jagung dan kacang tanah. Dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia, terlihat bahwa para

pelaku usaha di sektor pertanian masih memiliki pandangan positif terhadap kegiatan usaha di triwulan-I 2015

walaupun terjadi perlambatan di beberapa indikator. Namun, kenaikan produksi tidak diimbangi oleh peningkatan

pendapatan petani secara signifikan dikarenakan adanya peningkatan biaya produksi yang tampak dari penurunan

indikator Nilai Tukar Petani (NTP).

Grafik 1.25. Perkembangan SKDU Sektor Pertanian

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha-Bank Indonesia

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

-40.0

-30.0

-20.0

-10.0

0.0

10.0

20.0

30.0

Kegiatan Usaha Harga Jual Tenaga Kerja

Grafik 1.26.Pengiriman Ternak

Sumber: Pelindo III (diolah)

-80%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000 Pengiriman Ternak Pert (%yoy) Pert (%qtq)Ekor

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 9

1.4.3.2. Ekspor-Impor Luar NegeriSecara tahunan, kinerja ekspor bersih luar negeri provinsi NTT pada triwulan I-2015 menunjukkan

peningkatan cukup signifikan dibandingkan triwulan IV-2014. Peningkatan kinerja bukan disebabkan oleh

peningkatan ekspor dibanding periode sebelumnya, namun lebih didorong oleh adanya penurunan impor yang cukup

signifikan. Pertumbuhan ekspor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan I-2015 mencapai Rp 358 miliar atau mengalami

pertumbuhan sebesar 20,06% (yoy), lebih rendah dibanding kinerja ekspor triwulan sebelumnya yang sebesar 65,89%

(yoy). Sementara itu, kinerja impor luar negeri justru mengalami penurunan hingga -59,9% (yoy).

Ekspor utama NTT ke luar negeri diantaranya adalah produk perikanan (Ikan Tuna dan Cakalang), serta kopi. Secara

triwulanan, penurunan ekspor di Tw-I sendiri disinyalir akibat berkurangnya produksi ikan tangkap seiring cuaca yang

kurang baik dan keterbatasan umpan. Sementara ekspor utama NTT lainnya adalah bahan bakar mineral dan

kendaraan dan bagiannya yang sebagian besar di ekspor ke Timor Leste, selain juga produk perikanan ke Jepang dan

Amerika.

Pertumbuhan ekonomi secara tahunan pada triwulan I 2015 mengalami pelambatan terutama disebabkan

oleh pelambatan pada sektor konstruksi, pertanian, kehutanan dan perikanan serta administrasi

pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib. Perlambatan pertumbuhan sektor konstruksi lebih disebabkan

oleh minimnya realisasi pembangunan fisik investasi yang dilakukan. Rendahnya pertumbuhan sektor pertanian,

kehutanan dan perikanan lebih disebabkan oleh penurunan hasil tangkapan ikan pasca pemberlakuan moratorium

perizinan kapal asing dan berkurangnya umpan serta perlambatan sektor pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial

wajib lebih disebabkan oleh adanya permasalahan perubahan numenklatur.

Grafik 1.24. Pertumbuhan Ekonomi secara Sektoral

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

Tw IV-2014 (%qtq)

Tw IV-2014 (%yoy)

Tw I-2015 (%yoy)

Tw I-2015 (%qtq)

-9.0%

-1.6%

5.1%

16.1%

-0.6%

2.8%

-1.4%

6.2%

3.7% 2.3%

6.0%

1.5%0.4%

5.1%

12.4%

7.7%

1.4%

0.2%

3.4%

-3.5%

-8.5%

-11.4%

-12.4%

-8.3%

-9.5%

-8.1%

-11.2%

-5.2%

-2.5%

-7.7%

-3.7%

-8.6%

-12.3%

-8.8%

-2.7%

-4.8%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

Grafik 1.22. Ekspor dan Impor Antar Negara Grafik 1.23. Negara Tujuan Ekspor NTT

AMERICA AUSTRALIAASIAEUROPEAFRICA

100%

80%

60%

40%

20%

0%

2012 2013

I II III IV

2014 2015

Sumber: BPS (diolah) Sumber: Bank Indonesia

Ekspor LN (HK) Impor LN (HK) Net EksporG Ekspor (%qtq) G Impor (%qtq) G Net Ekspor (%qtq)

2014 - I 2014 - II 2014 - III 2014 - IV 2015 - I

-2.8% 27.7% 1.6% -4.9%

163.5%

-34.9%

118.9%

-89.3%-121.0%

531.2%

-156.4%

446.7%

-2

-1

0

1

2

3

4

5

6

(100,000.00)

(50,000.00)

-

50,000.00

100,000.00

150,000.00

200,000.00

250,000.00

300,000.00

350,000.00

400,000.00

I

1.5 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL8

6112 12049 9607 6036 3741 4201 6574 3511 2428

45.0% 53.8%16.5%

-22.2%

-38.8%-65.1%

-31.6%

-41.8%

-35.1%

-21.3%

97.1%

-20.3%

-37.2%

-38.0%

12.3%

56.5%

-46.6% -30.8%

Page 29: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

1.5.1. Sektor Pertanian, Kehutanan dan PerikananDibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

cenderung mengalami perlambatan. Perlambatan tersebut disebabkan oleh adanya pergeseran musim panen

akibat kekeringan yang berlangsung lebih lama dibandingkan tahun 2014, selain itu terdapat penurunan produktivitas

pertanian akibat serangan hama belalang dan bencana banjir yang menggenangi beberapa areal persawahan.

Permasalahan lain yang muncul di sektor pertanian adalah terkait keterlambatan penyaluran pupuk bersubsidi karena

terlambatnya penyampaian Rincian Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Keterlambatan tersebut salah

satunya dikarenakan proses verifikasi dan validasi penyaluran pupuk bersubsidi baru dilaksanakan pada tahun ini,

sehingga masih perlu adaptasi dari Pemerintah Daerah dan Kelompok Tani dalam penerapannya di Provinsi NTT. Selain sub sektor Pertanian, perlambatan juga terindikasi terjadi pada sub sektor Perikanan. Berdasarkan hasil liasion,

terjadi penurunan hasil produksi perikanan di Larantuka yang disebabkan oleh penurunan jumlah umpan (ikan pelagis

kecil) karena adanya praktek penggunaan bom ikan di perairan Flores. Selain itu, kebijakan Kementerian Perikanan yang

melarang penangkapan ikan dengan kapal milik asing menyebabkan beberapa perusahaan menghentikan beberapa

armada kapalnya. Dari sektor peternakan, perlambatan terindikasi dari data penurunan pengiriman ternak melalui

Pelabuhan Tenau. Pada Tw-IV 2014 pengiriman mencapai 3.741 ekor sementara di Tw-I 2015 hanya sebesar 2.428 ekor.

Dari sisi perbankan, kredit pertanian mencapai Rp 199,5 miliar atau tumbuh sebesar 70% (yoy) dibandingkan Tw-I

2014, seiring adanya program pemerintah dalam peningkatan akses permodalan dalam budidaya peternakan dan

pertanian.

Secara triwulanan, pertumbuhan sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami peningkatan. Pada

Tw I-2015 sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami peningkatan sebesar 3,4% (qtq) dibandingkan Tw IV-

2014. Peningkatan terutama diperkirakan berasal dari sumbangan beberapa komoditas yang mulai panen seperti

beras, jagung dan kacang tanah. Dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia, terlihat bahwa para

pelaku usaha di sektor pertanian masih memiliki pandangan positif terhadap kegiatan usaha di triwulan-I 2015

walaupun terjadi perlambatan di beberapa indikator. Namun, kenaikan produksi tidak diimbangi oleh peningkatan

pendapatan petani secara signifikan dikarenakan adanya peningkatan biaya produksi yang tampak dari penurunan

indikator Nilai Tukar Petani (NTP).

Grafik 1.25. Perkembangan SKDU Sektor Pertanian

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha-Bank Indonesia

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

-40.0

-30.0

-20.0

-10.0

0.0

10.0

20.0

30.0

Kegiatan Usaha Harga Jual Tenaga Kerja

Grafik 1.26.Pengiriman Ternak

Sumber: Pelindo III (diolah)

-80%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000 Pengiriman Ternak Pert (%yoy) Pert (%qtq)Ekor

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 9

1.4.3.2. Ekspor-Impor Luar NegeriSecara tahunan, kinerja ekspor bersih luar negeri provinsi NTT pada triwulan I-2015 menunjukkan

peningkatan cukup signifikan dibandingkan triwulan IV-2014. Peningkatan kinerja bukan disebabkan oleh

peningkatan ekspor dibanding periode sebelumnya, namun lebih didorong oleh adanya penurunan impor yang cukup

signifikan. Pertumbuhan ekspor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan I-2015 mencapai Rp 358 miliar atau mengalami

pertumbuhan sebesar 20,06% (yoy), lebih rendah dibanding kinerja ekspor triwulan sebelumnya yang sebesar 65,89%

(yoy). Sementara itu, kinerja impor luar negeri justru mengalami penurunan hingga -59,9% (yoy).

Ekspor utama NTT ke luar negeri diantaranya adalah produk perikanan (Ikan Tuna dan Cakalang), serta kopi. Secara

triwulanan, penurunan ekspor di Tw-I sendiri disinyalir akibat berkurangnya produksi ikan tangkap seiring cuaca yang

kurang baik dan keterbatasan umpan. Sementara ekspor utama NTT lainnya adalah bahan bakar mineral dan

kendaraan dan bagiannya yang sebagian besar di ekspor ke Timor Leste, selain juga produk perikanan ke Jepang dan

Amerika.

Pertumbuhan ekonomi secara tahunan pada triwulan I 2015 mengalami pelambatan terutama disebabkan

oleh pelambatan pada sektor konstruksi, pertanian, kehutanan dan perikanan serta administrasi

pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib. Perlambatan pertumbuhan sektor konstruksi lebih disebabkan

oleh minimnya realisasi pembangunan fisik investasi yang dilakukan. Rendahnya pertumbuhan sektor pertanian,

kehutanan dan perikanan lebih disebabkan oleh penurunan hasil tangkapan ikan pasca pemberlakuan moratorium

perizinan kapal asing dan berkurangnya umpan serta perlambatan sektor pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial

wajib lebih disebabkan oleh adanya permasalahan perubahan numenklatur.

Grafik 1.24. Pertumbuhan Ekonomi secara Sektoral

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

Tw IV-2014 (%qtq)

Tw IV-2014 (%yoy)

Tw I-2015 (%yoy)

Tw I-2015 (%qtq)

-9.0%

-1.6%

5.1%

16.1%

-0.6%

2.8%

-1.4%

6.2%

3.7% 2.3%

6.0%

1.5%0.4%

5.1%

12.4%

7.7%

1.4%

0.2%

3.4%

-3.5%

-8.5%

-11.4%

-12.4%

-8.3%

-9.5%

-8.1%

-11.2%

-5.2%

-2.5%

-7.7%

-3.7%

-8.6%

-12.3%

-8.8%

-2.7%

-4.8%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

Grafik 1.22. Ekspor dan Impor Antar Negara Grafik 1.23. Negara Tujuan Ekspor NTT

AMERICA AUSTRALIAASIAEUROPEAFRICA

100%

80%

60%

40%

20%

0%

2012 2013

I II III IV

2014 2015

Sumber: BPS (diolah) Sumber: Bank Indonesia

Ekspor LN (HK) Impor LN (HK) Net EksporG Ekspor (%qtq) G Impor (%qtq) G Net Ekspor (%qtq)

2014 - I 2014 - II 2014 - III 2014 - IV 2015 - I

-2.8% 27.7% 1.6% -4.9%

163.5%

-34.9%

118.9%

-89.3%-121.0%

531.2%

-156.4%

446.7%

-2

-1

0

1

2

3

4

5

6

(100,000.00)

(50,000.00)

-

50,000.00

100,000.00

150,000.00

200,000.00

250,000.00

300,000.00

350,000.00

400,000.00

I

1.5 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL8

6112 12049 9607 6036 3741 4201 6574 3511 2428

45.0% 53.8%16.5%

-22.2%

-38.8%-65.1%

-31.6%

-41.8%

-35.1%

-21.3%

97.1%

-20.3%

-37.2%

-38.0%

12.3%

56.5%

-46.6% -30.8%

Page 30: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

disebabkan oleh turunnya daya beli masyarakat seiring kondisi perekonomian yang kurang baik di Tw-I 2015.

Mundurnya panen serta produksi perikanan yang menurun membuat tingkat belanja masyarakat mengalami

penurunan. Hasil liasion terhadap sektor perdagangan besar juga menunjukkan adanya penurunan omset

dibandingkan tahun sebelumnya.

Secara triwulanan, laju pertumbuhan sektor Perdagangan Besar dan Eceran mengalami penurunan yaitu sebesar -3,5%

(qtq). Penurunan tersebut, lebih disebabkan oleh dampak berakhirnya momen natal dan tahun baru yang menjadi

pemicu kegiatan belanja masyarakat di akhir tahun.

1.5.4. Sektor-sektor LainnyaSecara triwulanan, sektor konstruksi mengalami penurunan sebesar -5,1% (qtq). Cuaca yang buruk disertai intensitas

hujan yang masih tinggi mendorong penurunan kegiatan pembangunan di awal tahun. Penurunan juga terlihat dari

hasil SKDU sektor bangunan yang mencatatkan angka -4.85 pada Tw-I 2015. Hasil SPE juga menunjukkan adanya

penurunan omset sebesar 15,9% pada penjualan bahan konstruksi di Tw-I 2015 dibandingkan triwulan sebelumnya.

Berdasarkan hasil liasion dengan pengusaha bidang konstruksi, peningkatan baru akan terjadi pada Tw-II terutama

pada bulan Juni seiring dimulainya pembangunan proyek-proyek pemerintah dan swasta.

Grafik 1.31. Pertumbuhan Sektor Perdagangan

Sumber: BPS (diolah)

Perdagangan Pert (%qtq) Pert (%yoy)

I II III IV I

2014 2015

1,691.31,785.9 1,914.9

1,893.6

1,872.5

4.1%

6.3%

-1.4%

-3.5%

2.2%

5.3%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

1,550

1,600

1,650

1,700

1,750

1,800

1,850

1,900

1,950

Grafik 1.32. Indeks SKDU-Perdagangan

Sumber: SKDU – Bank Indonesia

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

-8.0

-6.0

-4.0

-2.0

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

Harga Jual Tenaga KerjaKegiatan Usaha

Grafik 1.33. Perkembangan Kredit Perdagangan

Sumber: Bank Indonesia

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

Pert (%yoy) Pert (%qtq)Perdagangan Besar Dan Eceran

2.52

3.153.27

3.47

3.47

3.793.90

4.46 4.5445.1%

40.7%

53.3%

39.9% 37.6%

20.1%19.1%

28.3%30.7%

1.7%

24.9%

3.8% 6.1%

0.0%

9.0%

3.0%

14.3%

1.9%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0TAHUN

2014

2015

Sumber: SPE - Bank Indonesia, diolah

Tabel 1.3. Perkembangan Omset Pedagang

-13.8%

5.1%

-2.8%

16.3%

-13.4%

26.4%

23.4%

-7.4%

2.4%

2.9%

1.46

1.52

1.39

1.50

1.34

-16.5%

4.1%

-8.7%

7.6%

-10.8%

-6.3%

-4.9%

-18.0%

-14.5%

-8.7%

Omset(Miliar)

∆ Omset

qtq yoy

Volume(Juta)

∆ Omset

qtq yoy

I

II

III

IV

I

38.05

40.01

38.89

45.21

39.15

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 11

Grafik 1.27. Perkembangan Kredit Pertanian

Sumber: Bank Indonesia

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

196.63 56.63 131.92 100.36 117.38 142.46 162.75 182.97 199.52

649.4%

44.5%

107.0%

-48.6%

-40.3%

151.6%

23.4%

82.3%70.0%

0.7%

-71.2%

133.0%

-23.9%

17.0%

21.4% 14.2% 12.4% 9.0%

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

0

50

100

150

200

250

Milyar Rp

Pertanian, Perburuan Dan KehutananPertanian (%yoy) Pertanian (%qtq)

Grafik 1.28. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)

IT IB NTP-axis kanan

Sumber: BPS (diolah)

102.66101.88

101.44101.25

100.11 99.93

97.99 98.31 97.91

99.36

101.60102.19

101.21

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

1.5.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial WajibSecara tahunan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib tumbuh sebesar

6% (yoy) melambat dibandingkan Tw-IV 2014 yang sebesar 9,7% (yoy). Sedangkan secara triwulanan,

sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib mengalami penurunan yaitu

sebesar -8,6% (qtq). Perlambatan terjadi karena adanya proses penyesuaian numenklatur, belum adanya petunjuk

teknis penggunaan anggaran dari pusat, kesulitan penunjukkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), terlambatnya

pengesahan APBD pada beberapa kabupaten, serta pola realisasi pembayaran proyek yang selalu dilakukan pada akhir

tahun.

Apabila dibandingkan Tw-I 2014, penyerapan Tw-I 2015 terindikasi juga mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari

jumlah pertumbuhan dana pemerintah di perbankan pada tw I-2015 yang mencapai 34,2% (yoy) jauh diatas Tw-I 2014

yang sebesar 11,7% (yoy). Tingginya jumlah dana pemerintah di perbankan mengindikasikan masih rendahnya

penarikan dana guna menunjang kegiatan pemerintah. Angka penyerapan belanja pemerintah daerah pada triwulan I

2015 sendiri baru mencapai 8,8%.

1.5.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Secara tahunan, sektor Perdagangan Besar dan Eceran mengalami pertumbuhan 5,3% (yoy) dibandingkan

Tw-I 2014. Pertumbuhan sektor perdagangan tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Tw-IV 2014

yang sebesar 2,2% (yoy). Pencapaian tersebut lebih disebabkan rendahnya kinerja sektor perdagangan di Tw-IV seiring

kenaikan harga BBM. Sementara apabila dibandingkan dengan Tw-I 2014, kinerja perdagangan menunjukkan

perlambatan. Hal ini terkonfirmasi dari Indeks Kegiatan Usaha pada Tw-I 2015 yang tercatat sebesar -7,13 lebih rendah

dibandingkan Tw I-2014 yang sebesar -0,99 dan perlambatan pertumbuhan kredit perdagangan. Perlambatan

Grafik 1.29. Pertumbuhan Administrasi Pemerintah Grafik 1.30. Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan

Sumber: BPS (diolah) Sumber: Bank Indonesia

Adm Pemerintah Pert (%qtq) Pert (%yoy)

1,872.0 1,940.9

2,301.4 2,278.5

2,091.0

0.3%

9.9%

5.1%

-8.6%

9.7%

6.0%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

I II III IV I

2014 2015

Miliar Rp

Simpanan Pert (%yoy) Pert (%qtq)

-80.0%

-60.0%

-40.0%

-20.0%

0.0%

20.0%

40.0%

60.0%

80.0%

100.0%

120.0%

140.0%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000 Miliar Rp

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL10

Page 31: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

disebabkan oleh turunnya daya beli masyarakat seiring kondisi perekonomian yang kurang baik di Tw-I 2015.

Mundurnya panen serta produksi perikanan yang menurun membuat tingkat belanja masyarakat mengalami

penurunan. Hasil liasion terhadap sektor perdagangan besar juga menunjukkan adanya penurunan omset

dibandingkan tahun sebelumnya.

Secara triwulanan, laju pertumbuhan sektor Perdagangan Besar dan Eceran mengalami penurunan yaitu sebesar -3,5%

(qtq). Penurunan tersebut, lebih disebabkan oleh dampak berakhirnya momen natal dan tahun baru yang menjadi

pemicu kegiatan belanja masyarakat di akhir tahun.

1.5.4. Sektor-sektor LainnyaSecara triwulanan, sektor konstruksi mengalami penurunan sebesar -5,1% (qtq). Cuaca yang buruk disertai intensitas

hujan yang masih tinggi mendorong penurunan kegiatan pembangunan di awal tahun. Penurunan juga terlihat dari

hasil SKDU sektor bangunan yang mencatatkan angka -4.85 pada Tw-I 2015. Hasil SPE juga menunjukkan adanya

penurunan omset sebesar 15,9% pada penjualan bahan konstruksi di Tw-I 2015 dibandingkan triwulan sebelumnya.

Berdasarkan hasil liasion dengan pengusaha bidang konstruksi, peningkatan baru akan terjadi pada Tw-II terutama

pada bulan Juni seiring dimulainya pembangunan proyek-proyek pemerintah dan swasta.

Grafik 1.31. Pertumbuhan Sektor Perdagangan

Sumber: BPS (diolah)

Perdagangan Pert (%qtq) Pert (%yoy)

I II III IV I

2014 2015

1,691.31,785.9 1,914.9

1,893.6

1,872.5

4.1%

6.3%

-1.4%

-3.5%

2.2%

5.3%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

1,550

1,600

1,650

1,700

1,750

1,800

1,850

1,900

1,950

Grafik 1.32. Indeks SKDU-Perdagangan

Sumber: SKDU – Bank Indonesia

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

-8.0

-6.0

-4.0

-2.0

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

Harga Jual Tenaga KerjaKegiatan Usaha

Grafik 1.33. Perkembangan Kredit Perdagangan

Sumber: Bank Indonesia

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

Pert (%yoy) Pert (%qtq)Perdagangan Besar Dan Eceran

2.52

3.153.27

3.47

3.47

3.793.90

4.46 4.5445.1%

40.7%

53.3%

39.9% 37.6%

20.1%19.1%

28.3%30.7%

1.7%

24.9%

3.8% 6.1%

0.0%

9.0%

3.0%

14.3%

1.9%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0TAHUN

2014

2015

Sumber: SPE - Bank Indonesia, diolah

Tabel 1.3. Perkembangan Omset Pedagang

-13.8%

5.1%

-2.8%

16.3%

-13.4%

26.4%

23.4%

-7.4%

2.4%

2.9%

1.46

1.52

1.39

1.50

1.34

-16.5%

4.1%

-8.7%

7.6%

-10.8%

-6.3%

-4.9%

-18.0%

-14.5%

-8.7%

Omset(Miliar)

∆ Omset

qtq yoy

Volume(Juta)

∆ Omset

qtq yoy

I

II

III

IV

I

38.05

40.01

38.89

45.21

39.15

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 11

Grafik 1.27. Perkembangan Kredit Pertanian

Sumber: Bank Indonesia

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

196.63 56.63 131.92 100.36 117.38 142.46 162.75 182.97 199.52

649.4%

44.5%

107.0%

-48.6%

-40.3%

151.6%

23.4%

82.3%70.0%

0.7%

-71.2%

133.0%

-23.9%

17.0%

21.4% 14.2% 12.4% 9.0%

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

0

50

100

150

200

250

Milyar Rp

Pertanian, Perburuan Dan KehutananPertanian (%yoy) Pertanian (%qtq)

Grafik 1.28. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)

IT IB NTP-axis kanan

Sumber: BPS (diolah)

102.66101.88

101.44101.25

100.11 99.93

97.99 98.31 97.91

99.36

101.60102.19

101.21

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

1.5.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial WajibSecara tahunan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib tumbuh sebesar

6% (yoy) melambat dibandingkan Tw-IV 2014 yang sebesar 9,7% (yoy). Sedangkan secara triwulanan,

sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib mengalami penurunan yaitu

sebesar -8,6% (qtq). Perlambatan terjadi karena adanya proses penyesuaian numenklatur, belum adanya petunjuk

teknis penggunaan anggaran dari pusat, kesulitan penunjukkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), terlambatnya

pengesahan APBD pada beberapa kabupaten, serta pola realisasi pembayaran proyek yang selalu dilakukan pada akhir

tahun.

Apabila dibandingkan Tw-I 2014, penyerapan Tw-I 2015 terindikasi juga mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari

jumlah pertumbuhan dana pemerintah di perbankan pada tw I-2015 yang mencapai 34,2% (yoy) jauh diatas Tw-I 2014

yang sebesar 11,7% (yoy). Tingginya jumlah dana pemerintah di perbankan mengindikasikan masih rendahnya

penarikan dana guna menunjang kegiatan pemerintah. Angka penyerapan belanja pemerintah daerah pada triwulan I

2015 sendiri baru mencapai 8,8%.

1.5.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Secara tahunan, sektor Perdagangan Besar dan Eceran mengalami pertumbuhan 5,3% (yoy) dibandingkan

Tw-I 2014. Pertumbuhan sektor perdagangan tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Tw-IV 2014

yang sebesar 2,2% (yoy). Pencapaian tersebut lebih disebabkan rendahnya kinerja sektor perdagangan di Tw-IV seiring

kenaikan harga BBM. Sementara apabila dibandingkan dengan Tw-I 2014, kinerja perdagangan menunjukkan

perlambatan. Hal ini terkonfirmasi dari Indeks Kegiatan Usaha pada Tw-I 2015 yang tercatat sebesar -7,13 lebih rendah

dibandingkan Tw I-2014 yang sebesar -0,99 dan perlambatan pertumbuhan kredit perdagangan. Perlambatan

Grafik 1.29. Pertumbuhan Administrasi Pemerintah Grafik 1.30. Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan

Sumber: BPS (diolah) Sumber: Bank Indonesia

Adm Pemerintah Pert (%qtq) Pert (%yoy)

1,872.0 1,940.9

2,301.4 2,278.5

2,091.0

0.3%

9.9%

5.1%

-8.6%

9.7%

6.0%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

I II III IV I

2014 2015

Miliar Rp

Simpanan Pert (%yoy) Pert (%qtq)

-80.0%

-60.0%

-40.0%

-20.0%

0.0%

20.0%

40.0%

60.0%

80.0%

100.0%

120.0%

140.0%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000 Miliar Rp

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL10

Page 32: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Pada akhir tahun 2014, Kementrian Kelautan dan perikanan(KKP) memberlakukan moratorium terkait penangkapan ikan,

pemberlakuan larangan transhipment atau pemindahan muatan perikanan di tengah laut, dan penyempurnaan sistem

perizinan usaha perikanan tangkap, seperti 11 dokumen dari 3 kementerian perizinan kepelayanan terpadu satu pintu (PTSP).

Selain itu, kebijakan tersebut dibuat untuk menata ulang birokrasi di KKP termasuk menertibkan Ilegal Fishing. Kebijakan

atau peraturan tersebut antara lain :

Salah satu sektor pendorong perekonomian di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sektor Perikanan. Dari data BPS

menunjukkan bahwa sektor perikanan menyumbang kurang lebih Rp500 Miliar dalam satu tahun. Penerapan kebijakan

moratorium penangkapan ikan ini cukup berdampak pada sektor perikanan di NTT, dari hasil penggalian informasi dan survei

pada beberapa perusahaan perikanan di NTT didapatkan beberapa indikator perekonomian yang terkena dampaknya antara

lain :

Diketahui juga bahwa penyebab penurunan hasil perikanan adalah menurunnya jumlah umpan untuk menangkap ikan

dengan metode memancing (pull and line) dan pemasangan rumpon yang terlalu banyak di selatan laut jawa sehingga

sebagian besar ikan ditangkap di laut jawa. Selain itu, bagi perusahaan yang menggunakan kapal pengangkut ikan sebagai

media penyimpanan ikan (cold storage), Pemberlakuan moratorium sangat berdampak pada penurunan kapasitas

penyimpanan ikan dan penangkapan. Sebagai daerah penghasil ikan, NTT belum menjadi daerah pengolah ikan. Seluruh ikan

yang dihasilkan sebagian besar dikirim ke daerah lain seperti Jawa, Bali dan Sulawesi.

BOKS 1.1. Dampak Moratorium Perikanan

Tabel Boks 1.1.1 Peraturan KKP dan Tujuan

Tabel Boks 1.1.2 Dampak Moratorium di NTT

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 13

Secara tahunan, Sektor Penyediaan Akomodasi dan Jasa Makan Minum mengalami perlambatan pada

triwulan-I 2015. Beberapa indikator pertumbuhan sektor akomodasi menunjukkan adanya perlambatan. Dari

pertumbuhan jumlah tamu hotel, pertumbuhan tamu hotel pada Tw I-2014 mencapai 16,4% (yoy) sementara pada Tw

I-2015 mengalami perlambatan menjadi 3,2% (yoy). Pertumbuhan penumpang dibandara mengalami perlambatan

dari 4,9% (yoy) pada Tw-I 2014 menjadi 2,8% (yoy) di Tw I-2015. Perlambatan terutama terjadi karena adanya dampak

pelarangan kegiatan Pegawai Negeri di Hotel. Di sisi lain, kondisi ekonomi global yang sedang menurun membuat

jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada Tw-I 2015 mengalami penurunan.

Secara triwulan, pada triwulan I 2015 terjadi penurunan pertumbuhan sektor penyediaan akomodasi dan jasa makan

minum secara sebesar -11,4 (qtq). Penurunan terjadi karena sudah lewatnya masa liburan, cuaca yang kurang baik serta

ombak tinggi yang membuat kegiatan untuk wisata air menjadi berkurang. Berdasarkan pola pergerakan wisatawan,

kunjungan wisatawan mengalami kenaikan tinggi pada bulan Juni, Juli dan Agustus mengikuti tren liburan anak

sekolah.

Sektor pertambangan dan galian mencatat penurunan hingga -12,4% (qtq). Penurunan juga terkonfirmasi dari

penurunan jumlah pekerja sektor penambangan hingga 67,1% (yoy) pada bulan Februari 2015. Adanya permasalahan

sengketa lahan, kekurangan pasokan listrik, dan masuknya musim hujan mendorong beberapa perusahaan tambang

untuk berhenti beroperasi.

Sektor industri pengolahan, Informasi dan Komunikasi, Real Estate dan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial secara

tahunan (yoy) mengalami peningkatan. Peningkatan jasa kesehatan terutama didorong oleh dibangunnya beberapa

sarana kesehatan baru di Provinsi NTT, seperti RS. Siloam di Kota Kupang, sementara sektor real estate turut didorong

oleh adanya target pembangunan 1000 rumah di seluruh NTT pada tahun 2015 oleh Real Estate Indonesia (REI),

pembangunan tersebut merupakan bentuk dukungan pada program 1 juta rumah yang dicanangkan Presiden Jokowi.

Di sisi lain, sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, Sektor Pengadaan Listrik dan Gas,

sektor Transportasi dan Pergudangan, sektor Jasa Keuangan dan Asuransi, sektor Jasa Perusahaan serta sektor Jasa

lainnya mengalami perlambatan pada Tw-I 2015.

Grafik 1.34. Perkembangan Tamu Hotel

Sumber: BPS (diolah)

Pert (%qtq) Pert (%yoy)Tamu Hotel

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

Grafik 1.35. Perkembangan Penumpang Bandara

Sumber: BPS (diolah)

Pert (%qtq) Pert (%yoy)Penumpang

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL12

Mengurangi praktik illegal, unreported and unregullated (IUU) Fising di wilayah RI

Membuka kesempatan nelayan tradisional untuk meningkatkan produksinya

-21.2%

24.5%14.7%

0.7%

-27.0%

20.7%

17.9%

-2.9%

-25.6%

3.5%

422,913 526,432 603,788 607,827 443,700 535,657 631,578 612,964 456,087

12.2%

8.2%

13.2%

4.9%

1.8%

4.6%

0.8%

2.8%

22415 30740 36166 36507 26089 32424 40820 40874 26936

-12.8%

37.1%

17.7% 0.9%

-28.5%

24.3% 25.9%

0.1%

-34.1%

42.4%

65.2%

62.2%

42.1%

16.4%

5.5%

12.9%

12.0%

3.2%

Page 33: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Pada akhir tahun 2014, Kementrian Kelautan dan perikanan(KKP) memberlakukan moratorium terkait penangkapan ikan,

pemberlakuan larangan transhipment atau pemindahan muatan perikanan di tengah laut, dan penyempurnaan sistem

perizinan usaha perikanan tangkap, seperti 11 dokumen dari 3 kementerian perizinan kepelayanan terpadu satu pintu (PTSP).

Selain itu, kebijakan tersebut dibuat untuk menata ulang birokrasi di KKP termasuk menertibkan Ilegal Fishing. Kebijakan

atau peraturan tersebut antara lain :

Salah satu sektor pendorong perekonomian di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sektor Perikanan. Dari data BPS

menunjukkan bahwa sektor perikanan menyumbang kurang lebih Rp500 Miliar dalam satu tahun. Penerapan kebijakan

moratorium penangkapan ikan ini cukup berdampak pada sektor perikanan di NTT, dari hasil penggalian informasi dan survei

pada beberapa perusahaan perikanan di NTT didapatkan beberapa indikator perekonomian yang terkena dampaknya antara

lain :

Diketahui juga bahwa penyebab penurunan hasil perikanan adalah menurunnya jumlah umpan untuk menangkap ikan

dengan metode memancing (pull and line) dan pemasangan rumpon yang terlalu banyak di selatan laut jawa sehingga

sebagian besar ikan ditangkap di laut jawa. Selain itu, bagi perusahaan yang menggunakan kapal pengangkut ikan sebagai

media penyimpanan ikan (cold storage), Pemberlakuan moratorium sangat berdampak pada penurunan kapasitas

penyimpanan ikan dan penangkapan. Sebagai daerah penghasil ikan, NTT belum menjadi daerah pengolah ikan. Seluruh ikan

yang dihasilkan sebagian besar dikirim ke daerah lain seperti Jawa, Bali dan Sulawesi.

BOKS 1.1. Dampak Moratorium Perikanan

Tabel Boks 1.1.1 Peraturan KKP dan Tujuan

Tabel Boks 1.1.2 Dampak Moratorium di NTT

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 13

Secara tahunan, Sektor Penyediaan Akomodasi dan Jasa Makan Minum mengalami perlambatan pada

triwulan-I 2015. Beberapa indikator pertumbuhan sektor akomodasi menunjukkan adanya perlambatan. Dari

pertumbuhan jumlah tamu hotel, pertumbuhan tamu hotel pada Tw I-2014 mencapai 16,4% (yoy) sementara pada Tw

I-2015 mengalami perlambatan menjadi 3,2% (yoy). Pertumbuhan penumpang dibandara mengalami perlambatan

dari 4,9% (yoy) pada Tw-I 2014 menjadi 2,8% (yoy) di Tw I-2015. Perlambatan terutama terjadi karena adanya dampak

pelarangan kegiatan Pegawai Negeri di Hotel. Di sisi lain, kondisi ekonomi global yang sedang menurun membuat

jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada Tw-I 2015 mengalami penurunan.

Secara triwulan, pada triwulan I 2015 terjadi penurunan pertumbuhan sektor penyediaan akomodasi dan jasa makan

minum secara sebesar -11,4 (qtq). Penurunan terjadi karena sudah lewatnya masa liburan, cuaca yang kurang baik serta

ombak tinggi yang membuat kegiatan untuk wisata air menjadi berkurang. Berdasarkan pola pergerakan wisatawan,

kunjungan wisatawan mengalami kenaikan tinggi pada bulan Juni, Juli dan Agustus mengikuti tren liburan anak

sekolah.

Sektor pertambangan dan galian mencatat penurunan hingga -12,4% (qtq). Penurunan juga terkonfirmasi dari

penurunan jumlah pekerja sektor penambangan hingga 67,1% (yoy) pada bulan Februari 2015. Adanya permasalahan

sengketa lahan, kekurangan pasokan listrik, dan masuknya musim hujan mendorong beberapa perusahaan tambang

untuk berhenti beroperasi.

Sektor industri pengolahan, Informasi dan Komunikasi, Real Estate dan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial secara

tahunan (yoy) mengalami peningkatan. Peningkatan jasa kesehatan terutama didorong oleh dibangunnya beberapa

sarana kesehatan baru di Provinsi NTT, seperti RS. Siloam di Kota Kupang, sementara sektor real estate turut didorong

oleh adanya target pembangunan 1000 rumah di seluruh NTT pada tahun 2015 oleh Real Estate Indonesia (REI),

pembangunan tersebut merupakan bentuk dukungan pada program 1 juta rumah yang dicanangkan Presiden Jokowi.

Di sisi lain, sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, Sektor Pengadaan Listrik dan Gas,

sektor Transportasi dan Pergudangan, sektor Jasa Keuangan dan Asuransi, sektor Jasa Perusahaan serta sektor Jasa

lainnya mengalami perlambatan pada Tw-I 2015.

Grafik 1.34. Perkembangan Tamu Hotel

Sumber: BPS (diolah)

Pert (%qtq) Pert (%yoy)Tamu Hotel

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

Grafik 1.35. Perkembangan Penumpang Bandara

Sumber: BPS (diolah)

Pert (%qtq) Pert (%yoy)Penumpang

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL12

Mengurangi praktik illegal, unreported and unregullated (IUU) Fising di wilayah RI

Membuka kesempatan nelayan tradisional untuk meningkatkan produksinya

-21.2%

24.5%14.7%

0.7%

-27.0%

20.7%

17.9%

-2.9%

-25.6%

3.5%

422,913 526,432 603,788 607,827 443,700 535,657 631,578 612,964 456,087

12.2%

8.2%

13.2%

4.9%

1.8%

4.6%

0.8%

2.8%

22415 30740 36166 36507 26089 32424 40820 40874 26936

-12.8%

37.1%

17.7% 0.9%

-28.5%

24.3% 25.9%

0.1%

-34.1%

42.4%

65.2%

62.2%

42.1%

16.4%

5.5%

12.9%

12.0%

3.2%

Page 34: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Adanya kelangkaan pupuk pada awal tahun 2015 cukup membuat heboh kondisi pertanian di Provinsi NTT dikarenakan

kelangkaan pupuk terjadi pada saat petani mulai melakukan proses tanam. Sebagian besar petani mengeluh tidak bisa

memperoleh pupuk dari pengecer, padahal di saat yang sama, kondisi persediaan pupuk di gudang produsen relatif ada. Oleh

karena itu, dalam kajian singkat berikut akan digali permasalahan-permasalahan yang berpotensi terjadi dan langkah-

langkah apa saja yang sekiranya bisa kita lakukan untuk melakukan peningkatan produksi padi di Provinsi NTT.

ANALISA PERATURANBerdasarkan peraturan menteri pertanian tentang kebutuhan dan HET pupuk bersubsidi dan peraturan menteri perdagangan

tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk pertanian yang dijelaskan lebih lanjut dalam petunjuk

pelaksanaan penyaluran RDKK hingga monitoring pengawasan dalam pedoman pendampingan verifikasi dan validasi

penyaluran pupuk bersubsidi didapatkan bahwa secara umum proses penyusunan kebutuhan hingga penyaluran pupuk

berada dalam mekanisme tertutup. Petani yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi adalah petani yang tergabung dalam

kelompok tani dengan luas lahan tidak boleh lebih dari 2 hektar. Hal ini dilakukan untuk mencegah potensi kebocoran

penyaluran pupuk bersubsidi. Dalam penyusunan kebutuhan, masing-masing petani yang tergabung dalam kelompok tani

melakukan musyawarah untuk menentukan berapa kebutuhan riil pupuk untuk masing-masing masa tanam dan didampingi

oleh penyuluh lapangan yang membantu mengarahkan dan mengecek kebenaran kebutuhan petani dengan kondisi fisik di

lapangan. Setelah diperoleh kebutuhan riil petani, maka dilakukan rekapitulasi di level gapoktan, kecamatan, kabupaten,

hingga provinsi yang kemudian dikirim ke kementrian pertanian sebagai acuan kebutuhan pupuk bersubsidi untuk alokasi

Provinsi NTT.

Setelah didapatkan alokasi pupuk bersubsidi, maka kementrian pertanian mengesahkan alokasi kebutuhan pupuk dalam

bentuk permentan. Kementrian pertanian berkoordinasi dengan kementrian terkait menunjuk PT Pupuk Indonesia sebagai

produsen untuk memastikan alokasi pupuk diterima hingga tingkat kelompok tani yang terdaftar sebagai penerima pupuk

bersubsidi. Penebusan pupuk oleh kelompok tani hanya dapat dilakukan menggunakan salinan RDKK yang telah diberikan

kepada pengecer dalam proses penyusunannya. Permintaan penebusan tersebut digunakan oleh pengecer sebagai bukti

bahwa akan dilakukan penyaluran pupuk bersubsidi. Setelah mendapatkan permintaan, maka produsen akan menyalurkan

pupuk bersubsidi sesuai dengan jumlah pupuk bersubsidi yang diminta dalam RDKK.

BOKS 1.2. Permasalahan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Gambar Boks 1.2.1 Proses Penyusunan, Penyaluran dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi

Sumber : Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan, diolah

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 15

Dari dampak-dampak yang timbul akibat Moratorium terkait penangkapan ikan, beberapa rekomendasi yang

dapat dilakukan saat ini terkait dampak peraturan KKP antara lain : (1) Dampak dari Permen KKP memberikan

dampak perbaikan stok sumber daya ikan, namun masih dibutuhkan komitmen bersama secara global untuk

menjaga sustainability stok sumber daya ikan, (2) Terkait dengan banyaknya ABK kapal penangkap ikan eks asing

yang “dirumahkan” maka dianggap perlu bagi instansi terkait seperti KKP untuk memberikan pelatihan mata

pencaharian alternatif, (3) Pemerintah perlu memberikan tenggang waktu untuk relaksasi kepada pelaku usaha

yang terkena dampak kebijakan moratorium tersebut agar dapat mempersiapkan operasional perusahaan saat

masa moratorium. (4) Terkait kebijakan Permen KKP No 2 tahun 2015, diperlukan kategorisasi ulang terhadap

alat tangkap yang sesuai SNI yang selanjutnya konversi alat tangkap selayaknya ditanggung oleh pemerintah.

Gambar Boks 1.1.1 Alur Pengiriman Ikan di NTT

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL14

Page 35: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Adanya kelangkaan pupuk pada awal tahun 2015 cukup membuat heboh kondisi pertanian di Provinsi NTT dikarenakan

kelangkaan pupuk terjadi pada saat petani mulai melakukan proses tanam. Sebagian besar petani mengeluh tidak bisa

memperoleh pupuk dari pengecer, padahal di saat yang sama, kondisi persediaan pupuk di gudang produsen relatif ada. Oleh

karena itu, dalam kajian singkat berikut akan digali permasalahan-permasalahan yang berpotensi terjadi dan langkah-

langkah apa saja yang sekiranya bisa kita lakukan untuk melakukan peningkatan produksi padi di Provinsi NTT.

ANALISA PERATURANBerdasarkan peraturan menteri pertanian tentang kebutuhan dan HET pupuk bersubsidi dan peraturan menteri perdagangan

tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk pertanian yang dijelaskan lebih lanjut dalam petunjuk

pelaksanaan penyaluran RDKK hingga monitoring pengawasan dalam pedoman pendampingan verifikasi dan validasi

penyaluran pupuk bersubsidi didapatkan bahwa secara umum proses penyusunan kebutuhan hingga penyaluran pupuk

berada dalam mekanisme tertutup. Petani yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi adalah petani yang tergabung dalam

kelompok tani dengan luas lahan tidak boleh lebih dari 2 hektar. Hal ini dilakukan untuk mencegah potensi kebocoran

penyaluran pupuk bersubsidi. Dalam penyusunan kebutuhan, masing-masing petani yang tergabung dalam kelompok tani

melakukan musyawarah untuk menentukan berapa kebutuhan riil pupuk untuk masing-masing masa tanam dan didampingi

oleh penyuluh lapangan yang membantu mengarahkan dan mengecek kebenaran kebutuhan petani dengan kondisi fisik di

lapangan. Setelah diperoleh kebutuhan riil petani, maka dilakukan rekapitulasi di level gapoktan, kecamatan, kabupaten,

hingga provinsi yang kemudian dikirim ke kementrian pertanian sebagai acuan kebutuhan pupuk bersubsidi untuk alokasi

Provinsi NTT.

Setelah didapatkan alokasi pupuk bersubsidi, maka kementrian pertanian mengesahkan alokasi kebutuhan pupuk dalam

bentuk permentan. Kementrian pertanian berkoordinasi dengan kementrian terkait menunjuk PT Pupuk Indonesia sebagai

produsen untuk memastikan alokasi pupuk diterima hingga tingkat kelompok tani yang terdaftar sebagai penerima pupuk

bersubsidi. Penebusan pupuk oleh kelompok tani hanya dapat dilakukan menggunakan salinan RDKK yang telah diberikan

kepada pengecer dalam proses penyusunannya. Permintaan penebusan tersebut digunakan oleh pengecer sebagai bukti

bahwa akan dilakukan penyaluran pupuk bersubsidi. Setelah mendapatkan permintaan, maka produsen akan menyalurkan

pupuk bersubsidi sesuai dengan jumlah pupuk bersubsidi yang diminta dalam RDKK.

BOKS 1.2. Permasalahan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Gambar Boks 1.2.1 Proses Penyusunan, Penyaluran dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi

Sumber : Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan, diolah

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 15

Dari dampak-dampak yang timbul akibat Moratorium terkait penangkapan ikan, beberapa rekomendasi yang

dapat dilakukan saat ini terkait dampak peraturan KKP antara lain : (1) Dampak dari Permen KKP memberikan

dampak perbaikan stok sumber daya ikan, namun masih dibutuhkan komitmen bersama secara global untuk

menjaga sustainability stok sumber daya ikan, (2) Terkait dengan banyaknya ABK kapal penangkap ikan eks asing

yang “dirumahkan” maka dianggap perlu bagi instansi terkait seperti KKP untuk memberikan pelatihan mata

pencaharian alternatif, (3) Pemerintah perlu memberikan tenggang waktu untuk relaksasi kepada pelaku usaha

yang terkena dampak kebijakan moratorium tersebut agar dapat mempersiapkan operasional perusahaan saat

masa moratorium. (4) Terkait kebijakan Permen KKP No 2 tahun 2015, diperlukan kategorisasi ulang terhadap

alat tangkap yang sesuai SNI yang selanjutnya konversi alat tangkap selayaknya ditanggung oleh pemerintah.

Gambar Boks 1.1.1 Alur Pengiriman Ikan di NTT

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL14

Page 36: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Grafik Boks 1.2.1 Rasio Pupuk Bersubsidi per luas panen di Indonesia

Sumber : Dinas Pertanian, diolah

163.1 195.3 203.6 206.2 233.0

299.3 316.0 339.2 358.0 398.5 427.6 438.6 447.5 463.6 463.9 472.8 485.7 512.3 543.0 573.3 577.1 586.3 600.5 603.5 605.7 641.3 692.3 730.9 746.5 760.9

1,061.3 1,188.3

1,281.2 1,298.7

4,978.4

KALTARANTT

KALSELMALUT

KALTENGSULUT

BANTENKALBAR

SULTENGSUMBARSUMSEL

MALUKUSULTRA

ACEHPAPUASULSEL

DKI JAKARTABENGKULU

NTBPAPUA BARAT

SULBARDIY

KALTIMJABAR

SUMUTGORONTALO

INDONESIABALI

LAMPUNGJAMBI

JATENGRIAU

JATIMKEPRI

BABEL

Grafik Boks 1.2.2 Rasio Pupuk Bersubsidi per luas panen di Provinsi NTT

Sumber : Dinas Pertanian, diolah

21.3 21.4 34.6 56.7 86.7 93.9 116.1 122.7

176.6 184.6 195.3 212.8 213.9

249.7 254.4 275.4 292.4

366.1 442.2

513.9 1,402.0

1,514.0

Sumba TengahAlorSBD

LembataFlores Timur

Sumba TimurSikka

TTUMatim

Belu&MalakaNTT

MabarEnde

KupangSumba Barat

NgadaManggaraiRote Ndao

NagakeoTTS

Kota KupangSabu Raijua

Dari total 200 ribu ha lahan sawah, Provinsi NTT memiliki potensi lahan irigasi mencapai 59,6% dari total lahan sawah. Namun

demikian, hanya 34,3% lahan yang dapat dilakukan lebih dari satu kali panen, sedangkan 65,8% hanya dilakukan satu kali

panen. Berdasarkan pola panen padi didapatkan bahwa lebih dari 40% panen dihasilkan pada masa tanam pertama yaitu

antara bulan Januari-April. 40% lainnya dihasilkan pada masa tanam kedua yaitu pada bulan Mei-Agustus. Masa panen

ketiga hanya menghasilkan kurang dari 20% dari total panen yang dihasilkan. Dibandingkan dengan data realisasi

penyaluran pupuk bersubsidi, didapatkan bahwa total realisasi pupuk selama masa tanam pertama sudah mencapai 57%

atau lebih dari 120% dari alokasi penyaluran hingga bulan April 2015. Walaupun terdapat permasalahan penyaluran pada

awal tahun dikarenakan permasalahan RDKK dan SK Bupati yang belum turun, penyaluran akhirnya dapat terealisasi pada

bulan Maret – April 2015 walaupun dari sisi waktu kurang tepat sasaran.

Grafik Boks 1.2.3. Kondisi Lahan dan Pola Panen serta Realisasi Penyaluran Pupuk di Provinsi NTT

Sumber : Dinas Pertanian, PT Pupuk Gresik dan PT Pupuk Kaltim, diolah

Identifikasi Pokok PermasalahanBerdasarkan Kondisi tersebut, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan pokok produksi padi di Provinsi NTT antara

lain sebagai berikut :

Kelembagaan petani yang belum terbentuk dengan baik dan merata. Hal ini terlihat dari rendahnya alokasi

pengajuan pupuk bersubsidi di Provinsi NTT. Dengan luas panen mencapai 240 ribu ha, maka potensi alokasi subsidi

dengan rata-rata kebutuhan pupuk ideal sebesar 450 kg/ ha dapat mencapai 110 ribu ton, atau 2,3 kali lipat dari alokasi

pupuk saat ini yang hanya sebesar 47,96 ribu ton. Belum terbentuknya kelompok tani yang merata di Provinsi NTT

menyebabkan potensi kuota pupuk berkurang signifikan.

Kelembagaan penyuluh pertanian kurang maksimal. Kelompok tani akan terbentuk apabila mendapat bimbingan

teknis dari penyuluh lapangan. Tidak terbentuknya kelompok tani, juga disebabkan oleh bimbingan yang kurang

maksimal diberikan oleh penyuluh lapangan. Beberapa hasil wawancara dengan petani menyatakan bahwa beberapa

petani tidak tahu siapa yang menjadi penyuluh mereka. Bahkan ada petani yang tidak tahu bahwa mereka sudah masuk

dalam kelompok tani.

1.

2.

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 17

Untuk mengawasi pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi tersebut, maka berdasarkan petunjuk pelaksanaan (juklak)

terbaru tahun 2015 dilakukan kegiatan verifikasi dan validasi penyaluran pupuk bersubsidi. Proses verifikasi dilakukan dari

tingkat kecamatan dengan sasaran pengecer pupuk untuk memastikan bahwa penyaluran pupuk telah sesuai dengan

permintaan dalam RDKK yang disertai dengan bukti penunjang terlampir dalam berita acara serah terima pupuk bersubsidi.

Pemeriksaan dokumen dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada pupuk bersubsidi yang disalurkan keluar dari daftar

kelompok tani dalam kewenangannya. Proses verifikasi juga dilakukan di tingkat kabupaten untuk memastikan bahwa

penyaluran pupuk bersubsidi sudah sesuai dengan permintaan pengecer, demikian pula hingga pemerintah pusat. Jumlah

penyaluran harus sama dengan jumlah permintaan dalam RDKK. Selain itu, pemerintah juga telah membentuk komisi

pengawasan pupuk dan pestisida (KPPP) yang terdiri dari berbagai macam instansi untuk mengawasi penyaluran pupuk

bersubsidi. Dengan sistem distribusi yang tertutup, jumlah distributor dan pengecer dapat diketahui dengan pasti. Sistem

juga tidak memungkinkan penyaluran pupuk keluar dalam pola yang sudah dibentuk. Lagipula, dengan jumlah distributor

yang kurang dari 20 distributor dan pengecer dengan asumsi sama dengan jumlah kecamatan di NTT yang sebanyak 300

pengecer, maka seharusnya sistem pengawasan dapat relatif mudah dilakukan, karena secara rata-rata tiap kabupaten hanya

mengawasi penyaluran pupuk pada 1 distributor dan kurang dari 15 pengecer. Apabila terdapat penyaluran pupuk di luar

saluran distribusi tersebut, maka bisa dipastikan terdapat kelemahan dalam proses pengawasan penyaluran pupuk

bersubsidi.

Kondisi Perberasan dan Penyaluran Pupuk di Provinsi NTTPertumbuhan produksi padi tahun 2014 di Provinsi NTT menunjukkan kinerja yang cukup bagus. Dibanding tahun

sebelumnya, produksi padi Provinsi NTT mencapai pertumbuhan terbesar kedua dengan pertumbuhan mencapai 12,75%,

hanya kalah dibanding Provinsi Sulawesi Tenggara yang tumbuh sebesar 17,15%. Secara nasional, produksi NTT berada pada

urutan ke-18 dari 34 Provinsi, dengan jumlah produksi sebesar 822,67 ribu ton GKP per tahun. Peningkatan produksi padi

lebih disebabkan oleh peningkatan luas panen yang terlihat dari peningkatan luas panen hingga lebih dari 23 ribu hektar atau

tumbuh sebesar 10,39% dibanding tahun sebelumnya. Produktifitas lahan masih relatif rendah dengan tumbuh hanya

sebesar 2,13% dibanding tahun sebelumnya dan menempati peringkat ketiga terbawah nasional setelah Provinsi Bangka

Belitung dan Provinsi Kalimantan Barat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peningkatan produksi padi hanya lebih

mengandalkan pada ekstensifikasi pertanian saja, sedangkan intensifikasi pertanian masih relatif kurang diprioritaskan.

Apabila dibandingkan dengan data penyaluran pupuk 2015, terlihat bahwa terdapat korelasi positif antara rasio alokasi

pupuk bersubsidi dengan produktifitas lahan. Hal ini menunjukkan bahwa lahan dengan pemupukan yang baik akan

cenderung lebih produktif dibanding lahan dengan pemupukan minimal. Nilai tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya

mewakili dikarenakan adanya kebutuhan pupuk bersubsidi untuk sub sektor yang lain seperti sektor perkebunan di

Kepulauan Riau, Riau dan Jambi, sehingga seakan-akan rasio pupuk dibanding luas lahan lebih tinggi dibandingkan daerah

lainnya. Berdasarkan data didapatkan bahwa kuota pupuk untuk Provinsi NTT terendah kedua dibanding nasional yaitu hanya

sebesar 195,3 kg per hektar, jauh dibanding rata-rata kebutuhan pupuk nasional yang mencapai 692,3 kg per hektarnya.

Alokasi pupuk di Provinsi NTT hanya sedikit lebih tinggi dibanding Provinsi Kaltara yang lebih disebabkan oleh permasalahan

kelembagaan yang masih relatif baru.

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL16

Page 37: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Grafik Boks 1.2.1 Rasio Pupuk Bersubsidi per luas panen di Indonesia

Sumber : Dinas Pertanian, diolah

163.1 195.3 203.6 206.2 233.0

299.3 316.0 339.2 358.0 398.5 427.6 438.6 447.5 463.6 463.9 472.8 485.7 512.3 543.0 573.3 577.1 586.3 600.5 603.5 605.7 641.3 692.3 730.9 746.5 760.9

1,061.3 1,188.3

1,281.2 1,298.7

4,978.4

KALTARANTT

KALSELMALUT

KALTENGSULUT

BANTENKALBAR

SULTENGSUMBARSUMSEL

MALUKUSULTRA

ACEHPAPUASULSEL

DKI JAKARTABENGKULU

NTBPAPUA BARAT

SULBARDIY

KALTIMJABAR

SUMUTGORONTALO

INDONESIABALI

LAMPUNGJAMBI

JATENGRIAU

JATIMKEPRI

BABEL

Grafik Boks 1.2.2 Rasio Pupuk Bersubsidi per luas panen di Provinsi NTT

Sumber : Dinas Pertanian, diolah

21.3 21.4 34.6 56.7 86.7 93.9 116.1 122.7

176.6 184.6 195.3 212.8 213.9

249.7 254.4 275.4 292.4

366.1 442.2

513.9 1,402.0

1,514.0

Sumba TengahAlorSBD

LembataFlores Timur

Sumba TimurSikka

TTUMatim

Belu&MalakaNTT

MabarEnde

KupangSumba Barat

NgadaManggaraiRote Ndao

NagakeoTTS

Kota KupangSabu Raijua

Dari total 200 ribu ha lahan sawah, Provinsi NTT memiliki potensi lahan irigasi mencapai 59,6% dari total lahan sawah. Namun

demikian, hanya 34,3% lahan yang dapat dilakukan lebih dari satu kali panen, sedangkan 65,8% hanya dilakukan satu kali

panen. Berdasarkan pola panen padi didapatkan bahwa lebih dari 40% panen dihasilkan pada masa tanam pertama yaitu

antara bulan Januari-April. 40% lainnya dihasilkan pada masa tanam kedua yaitu pada bulan Mei-Agustus. Masa panen

ketiga hanya menghasilkan kurang dari 20% dari total panen yang dihasilkan. Dibandingkan dengan data realisasi

penyaluran pupuk bersubsidi, didapatkan bahwa total realisasi pupuk selama masa tanam pertama sudah mencapai 57%

atau lebih dari 120% dari alokasi penyaluran hingga bulan April 2015. Walaupun terdapat permasalahan penyaluran pada

awal tahun dikarenakan permasalahan RDKK dan SK Bupati yang belum turun, penyaluran akhirnya dapat terealisasi pada

bulan Maret – April 2015 walaupun dari sisi waktu kurang tepat sasaran.

Grafik Boks 1.2.3. Kondisi Lahan dan Pola Panen serta Realisasi Penyaluran Pupuk di Provinsi NTT

Sumber : Dinas Pertanian, PT Pupuk Gresik dan PT Pupuk Kaltim, diolah

Identifikasi Pokok PermasalahanBerdasarkan Kondisi tersebut, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan pokok produksi padi di Provinsi NTT antara

lain sebagai berikut :

Kelembagaan petani yang belum terbentuk dengan baik dan merata. Hal ini terlihat dari rendahnya alokasi

pengajuan pupuk bersubsidi di Provinsi NTT. Dengan luas panen mencapai 240 ribu ha, maka potensi alokasi subsidi

dengan rata-rata kebutuhan pupuk ideal sebesar 450 kg/ ha dapat mencapai 110 ribu ton, atau 2,3 kali lipat dari alokasi

pupuk saat ini yang hanya sebesar 47,96 ribu ton. Belum terbentuknya kelompok tani yang merata di Provinsi NTT

menyebabkan potensi kuota pupuk berkurang signifikan.

Kelembagaan penyuluh pertanian kurang maksimal. Kelompok tani akan terbentuk apabila mendapat bimbingan

teknis dari penyuluh lapangan. Tidak terbentuknya kelompok tani, juga disebabkan oleh bimbingan yang kurang

maksimal diberikan oleh penyuluh lapangan. Beberapa hasil wawancara dengan petani menyatakan bahwa beberapa

petani tidak tahu siapa yang menjadi penyuluh mereka. Bahkan ada petani yang tidak tahu bahwa mereka sudah masuk

dalam kelompok tani.

1.

2.

EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 17

Untuk mengawasi pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi tersebut, maka berdasarkan petunjuk pelaksanaan (juklak)

terbaru tahun 2015 dilakukan kegiatan verifikasi dan validasi penyaluran pupuk bersubsidi. Proses verifikasi dilakukan dari

tingkat kecamatan dengan sasaran pengecer pupuk untuk memastikan bahwa penyaluran pupuk telah sesuai dengan

permintaan dalam RDKK yang disertai dengan bukti penunjang terlampir dalam berita acara serah terima pupuk bersubsidi.

Pemeriksaan dokumen dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada pupuk bersubsidi yang disalurkan keluar dari daftar

kelompok tani dalam kewenangannya. Proses verifikasi juga dilakukan di tingkat kabupaten untuk memastikan bahwa

penyaluran pupuk bersubsidi sudah sesuai dengan permintaan pengecer, demikian pula hingga pemerintah pusat. Jumlah

penyaluran harus sama dengan jumlah permintaan dalam RDKK. Selain itu, pemerintah juga telah membentuk komisi

pengawasan pupuk dan pestisida (KPPP) yang terdiri dari berbagai macam instansi untuk mengawasi penyaluran pupuk

bersubsidi. Dengan sistem distribusi yang tertutup, jumlah distributor dan pengecer dapat diketahui dengan pasti. Sistem

juga tidak memungkinkan penyaluran pupuk keluar dalam pola yang sudah dibentuk. Lagipula, dengan jumlah distributor

yang kurang dari 20 distributor dan pengecer dengan asumsi sama dengan jumlah kecamatan di NTT yang sebanyak 300

pengecer, maka seharusnya sistem pengawasan dapat relatif mudah dilakukan, karena secara rata-rata tiap kabupaten hanya

mengawasi penyaluran pupuk pada 1 distributor dan kurang dari 15 pengecer. Apabila terdapat penyaluran pupuk di luar

saluran distribusi tersebut, maka bisa dipastikan terdapat kelemahan dalam proses pengawasan penyaluran pupuk

bersubsidi.

Kondisi Perberasan dan Penyaluran Pupuk di Provinsi NTTPertumbuhan produksi padi tahun 2014 di Provinsi NTT menunjukkan kinerja yang cukup bagus. Dibanding tahun

sebelumnya, produksi padi Provinsi NTT mencapai pertumbuhan terbesar kedua dengan pertumbuhan mencapai 12,75%,

hanya kalah dibanding Provinsi Sulawesi Tenggara yang tumbuh sebesar 17,15%. Secara nasional, produksi NTT berada pada

urutan ke-18 dari 34 Provinsi, dengan jumlah produksi sebesar 822,67 ribu ton GKP per tahun. Peningkatan produksi padi

lebih disebabkan oleh peningkatan luas panen yang terlihat dari peningkatan luas panen hingga lebih dari 23 ribu hektar atau

tumbuh sebesar 10,39% dibanding tahun sebelumnya. Produktifitas lahan masih relatif rendah dengan tumbuh hanya

sebesar 2,13% dibanding tahun sebelumnya dan menempati peringkat ketiga terbawah nasional setelah Provinsi Bangka

Belitung dan Provinsi Kalimantan Barat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peningkatan produksi padi hanya lebih

mengandalkan pada ekstensifikasi pertanian saja, sedangkan intensifikasi pertanian masih relatif kurang diprioritaskan.

Apabila dibandingkan dengan data penyaluran pupuk 2015, terlihat bahwa terdapat korelasi positif antara rasio alokasi

pupuk bersubsidi dengan produktifitas lahan. Hal ini menunjukkan bahwa lahan dengan pemupukan yang baik akan

cenderung lebih produktif dibanding lahan dengan pemupukan minimal. Nilai tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya

mewakili dikarenakan adanya kebutuhan pupuk bersubsidi untuk sub sektor yang lain seperti sektor perkebunan di

Kepulauan Riau, Riau dan Jambi, sehingga seakan-akan rasio pupuk dibanding luas lahan lebih tinggi dibandingkan daerah

lainnya. Berdasarkan data didapatkan bahwa kuota pupuk untuk Provinsi NTT terendah kedua dibanding nasional yaitu hanya

sebesar 195,3 kg per hektar, jauh dibanding rata-rata kebutuhan pupuk nasional yang mencapai 692,3 kg per hektarnya.

Alokasi pupuk di Provinsi NTT hanya sedikit lebih tinggi dibanding Provinsi Kaltara yang lebih disebabkan oleh permasalahan

kelembagaan yang masih relatif baru.

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL16

Page 38: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

PERKEMBANGANINFLASI

BAB II

Solusi PermasalahanDengan adanya permasalahan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa rendahnya alokasi pupuk hingga

potensi kebocoran penyaluran pupuk lebih disebabkan oleh lemahnya kelembagaan pemerintah dalam membina dan

mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi. Baik pelaku usaha maupun petani pasti akan mengikuti peraturan apabila

peraturan yang ada dapat dijalankan dengan baik. Oleh karena itu, penguatan kelembagaan pemerintah, baik lembaga

penyuluhan, pertanian, maupun yang bersifat koordinasi dalam KPPP mutlak perlu ditingkatkan. Selain itu, pelaksana harus

memiliki kepatuhan dalam menjalankan peraturan dan harus ada mekanisme reward dan punishment yang jelas agar

penyaluran pupuk dapat berjalan dengan baik dan motivasi pelaksana dapat dijaga.

Penyaluran pupuk kurang tepat waktu. Realisasi pupuk hingga bulan April sudah menunjukkan kinerja yang cukup

bagus dan lebih dari target penyaluran. Namun demikian, realisasi penyaluran relatif terlambat yang menurut informasi

lebih disebabkan oleh terlambatnya pembentukan SK Bupati sehingga produsen tidak berani menyalurkan pupuk

dikarenakan ingin patuh dalam menjalankan peraturan yang ada. Adanya keterlambatan tersebut menyebabkan petani

harus mencari pupuk dan menebus dengan harga yang lebih tinggi dari HET. Hal ini juga berpotensi menumbuhkan

praktek penimbunan.

Masih ditemukan adanya kebocoran penyaluran pupuk bersubsidi. Pada beberapa kasus ditemukan bahwa

petani dapat membeli pupuk bersubsidi tanpa menunjukkan RDKK pupuk bersubsidi. Selain itu, terdapat pula temuan

penyaluran pupuk bersubsidi di luar wilayah penyaluran. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem

pengawasan. Apabila sistem dijalankan dengan benar, maka seharusnya dalam proses verifikasi dapat ditemukan

kesalahan penyaluran yang terjadi, karena semua proses penyaluran harus berdasarkan dokumen yang jelas. Apabila

terdapat potensi kecurangan di level distributor maupun pengecer, maka mereka pasti akan dikenakan sanksi yang tegas

hingga penutupan usaha. Selain itu, juga terdapat KPPP yang khusus bertugas mengawasi penyaluran dan potensi

penyimpangan yang terjadi, sehingga seharusnya kesalahan tersebut tidak akan terjadi.

3.

4.

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL18

Page 39: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

PERKEMBANGANINFLASI

BAB II

Solusi PermasalahanDengan adanya permasalahan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa rendahnya alokasi pupuk hingga

potensi kebocoran penyaluran pupuk lebih disebabkan oleh lemahnya kelembagaan pemerintah dalam membina dan

mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi. Baik pelaku usaha maupun petani pasti akan mengikuti peraturan apabila

peraturan yang ada dapat dijalankan dengan baik. Oleh karena itu, penguatan kelembagaan pemerintah, baik lembaga

penyuluhan, pertanian, maupun yang bersifat koordinasi dalam KPPP mutlak perlu ditingkatkan. Selain itu, pelaksana harus

memiliki kepatuhan dalam menjalankan peraturan dan harus ada mekanisme reward dan punishment yang jelas agar

penyaluran pupuk dapat berjalan dengan baik dan motivasi pelaksana dapat dijaga.

Penyaluran pupuk kurang tepat waktu. Realisasi pupuk hingga bulan April sudah menunjukkan kinerja yang cukup

bagus dan lebih dari target penyaluran. Namun demikian, realisasi penyaluran relatif terlambat yang menurut informasi

lebih disebabkan oleh terlambatnya pembentukan SK Bupati sehingga produsen tidak berani menyalurkan pupuk

dikarenakan ingin patuh dalam menjalankan peraturan yang ada. Adanya keterlambatan tersebut menyebabkan petani

harus mencari pupuk dan menebus dengan harga yang lebih tinggi dari HET. Hal ini juga berpotensi menumbuhkan

praktek penimbunan.

Masih ditemukan adanya kebocoran penyaluran pupuk bersubsidi. Pada beberapa kasus ditemukan bahwa

petani dapat membeli pupuk bersubsidi tanpa menunjukkan RDKK pupuk bersubsidi. Selain itu, terdapat pula temuan

penyaluran pupuk bersubsidi di luar wilayah penyaluran. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem

pengawasan. Apabila sistem dijalankan dengan benar, maka seharusnya dalam proses verifikasi dapat ditemukan

kesalahan penyaluran yang terjadi, karena semua proses penyaluran harus berdasarkan dokumen yang jelas. Apabila

terdapat potensi kecurangan di level distributor maupun pengecer, maka mereka pasti akan dikenakan sanksi yang tegas

hingga penutupan usaha. Selain itu, juga terdapat KPPP yang khusus bertugas mengawasi penyaluran dan potensi

penyimpangan yang terjadi, sehingga seharusnya kesalahan tersebut tidak akan terjadi.

3.

4.

BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL18

Page 40: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Inflasi triwulan I 2015 Provinsi NTT mengalami penurunan cukup besar dibanding triwulan

sebelumnya. Penurunan lebih disebabkan oleh penurunan harga BBM dan turunannya, serta

penurunan harga bahan makanan karena membaiknya cuaca dan pasokan, penurunan harga

ikan segar karena penurunan permintaan akibat adanya sentimen negatif temuan ikan

berformalin yang diikuti oleh meningkatnya pasokan karena kondisi cuaca yang membaik.

2.1 KONDISI UMUM

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada triwulan I 2015 mengalami deflasi dibanding triwulan

sebelumnya. Deflasi terutama disebabkan oleh penurunan harga BBM yang diikuti dengan penurunan tarif

transportasi, penurunan harga ikan segar, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Deflasi terutama terjadi

pada bulan Februari sedangkan bulan Januari dan Maret mengalami inflasi. Dibandingkan capaian inflasi

nasional, inflasi Provinsi NTT relatif lebih rendah, baik secara triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan

pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 5,39% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 6,38% (yoy).

Secara triwulanan, inflasi Provinsi NTT mengalami deflasi -0,47% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya, lebih rendah

dibanding deflasi nasional yang sebesar -0,44% (qtq). Pencapaian inflasi melanjutkan tren triwulan sebelumnya yang

relatif lebih rendah dibanding inflasi nasional.

Kelompok volatile food dan administered price menjadi pendorong utama penurunan inflasi di

triwulan I 2015

Inflasi yang relatif tinggi terutama disebabkan oleh meningkatnya harga beras, dan biaya

pendidikan dikarenakan adanya tambahan pelajaran jelang ujian akhir nasional.

Kota Maumere menjadi pendorong utama penurunan inflasi di Provinsi NTT seiring dengan

capaian inflasi tahunan yang cukup rendah.

Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, TPID telah melakukan langkah-langkah

pengendalian antara lain 7 kali rapat koordinasi, press conference, operasi pasar beras serta

sidak pupuk dan beras di pasar. Selain itu, juga telah disusun road map TPID sebagai acuan

aktivitas TPID Provinsi NTT untuk tahun 2015-2018.

I II III IV I II III IV I II III I

2012 2013 2014

Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional

Sumber : BPS, diolah

IV

2015

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

5.39%

6.38%

NTTNasional

-0.44%

-0.47%

-1.0%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

I II III IV I II III IV I II III I

2012 2013 2014

Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional

Sumber : BPS, diolah

IV

2015

NTTNasional

PERKEMBANGAN INFLASI

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 19

Page 41: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Inflasi triwulan I 2015 Provinsi NTT mengalami penurunan cukup besar dibanding triwulan

sebelumnya. Penurunan lebih disebabkan oleh penurunan harga BBM dan turunannya, serta

penurunan harga bahan makanan karena membaiknya cuaca dan pasokan, penurunan harga

ikan segar karena penurunan permintaan akibat adanya sentimen negatif temuan ikan

berformalin yang diikuti oleh meningkatnya pasokan karena kondisi cuaca yang membaik.

2.1 KONDISI UMUM

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada triwulan I 2015 mengalami deflasi dibanding triwulan

sebelumnya. Deflasi terutama disebabkan oleh penurunan harga BBM yang diikuti dengan penurunan tarif

transportasi, penurunan harga ikan segar, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Deflasi terutama terjadi

pada bulan Februari sedangkan bulan Januari dan Maret mengalami inflasi. Dibandingkan capaian inflasi

nasional, inflasi Provinsi NTT relatif lebih rendah, baik secara triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan

pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 5,39% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 6,38% (yoy).

Secara triwulanan, inflasi Provinsi NTT mengalami deflasi -0,47% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya, lebih rendah

dibanding deflasi nasional yang sebesar -0,44% (qtq). Pencapaian inflasi melanjutkan tren triwulan sebelumnya yang

relatif lebih rendah dibanding inflasi nasional.

Kelompok volatile food dan administered price menjadi pendorong utama penurunan inflasi di

triwulan I 2015

Inflasi yang relatif tinggi terutama disebabkan oleh meningkatnya harga beras, dan biaya

pendidikan dikarenakan adanya tambahan pelajaran jelang ujian akhir nasional.

Kota Maumere menjadi pendorong utama penurunan inflasi di Provinsi NTT seiring dengan

capaian inflasi tahunan yang cukup rendah.

Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, TPID telah melakukan langkah-langkah

pengendalian antara lain 7 kali rapat koordinasi, press conference, operasi pasar beras serta

sidak pupuk dan beras di pasar. Selain itu, juga telah disusun road map TPID sebagai acuan

aktivitas TPID Provinsi NTT untuk tahun 2015-2018.

I II III IV I II III IV I II III I

2012 2013 2014

Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional

Sumber : BPS, diolah

IV

2015

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

5.39%

6.38%

NTTNasional

-0.44%

-0.47%

-1.0%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

I II III IV I II III IV I II III I

2012 2013 2014

Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional

Sumber : BPS, diolah

IV

2015

NTTNasional

PERKEMBANGAN INFLASI

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 19

Page 42: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Komoditas beras, ikan kembung, tomat sayur dan Cabai rawit menjadi komoditas yang secara persisten menyumbang

inflasi di triwulan I 2015. Sedangkan komoditas lainnya mengalami kenaikan di satu bulan dan kembali normal di bulan

selanjutnya.

Komoditas bensin, ikan selar, semen dan angkutan udara menjadi komoditas yang secara persisten menyumbang

deflasi pada triwulan I 2015. Angkutan udara pada bulan Maret mengalami inflasi lebih dikarenakan tarif kembali

melakukan pembalikan setelah di dua bulan sebelumnya mengalami penurunan. Komoditas sayur-sayuran dan bumbu-

bumbuan menjadi penyumbang deflasi utama di bulan Februari dan Maret 2015 lebih dikarenakan oleh normalisasi

harga setelah di bulan Januari 2015 mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi.

2.2. INFLASI BERDASARKAN KOMODITASBerdasarkan komoditas penyumbang inflasi secara tahunan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa, pendidikan,

rekreasi dan olah raga serta komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyumbang inflasi

terbesar. Sedangkan komoditas bahan makanan, kesehatan dan sandang mampu menjadi komoditas penahan inflasi

secara tahunan.

Tabel 2.3. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITAS

Sumber : BPS diolah

IHK 2015

JAN FEB

INFLASI UMUM

Bahan Makanan

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Sandang

Kesehatan

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga

Transportasi, Komunikasi dan Jasa

119.9

117.2

123.2

119.4

114.8

107.3

118.2

128.9

118.3

112.2

124.1

119.5

114.7

107.9

118.6

126.1

MAR

118.6

111.6

125.0

119.4

114.6

108.9

119.2

127.5

YOY

5.39%

2.23%

7.30%

5.01%

4.57%

3.94%

7.45%

9.02%

MTMQTQ

-0.47%

-0.36%

2.17%

0.36%

0.58%

1.80%

2.18%

-5.45%

0.61%

4.65%

0.69%

0.39%

0.75%

0.27%

1.40%

-4.43%

-1.28%

-4.27%

0.76%

0.09%

-0.06%

0.61%

0.28%

-2.19%

0.21%

-0.54%

0.69%

-0.12%

-0.11%

0.91%

0.49%

1.14%

JAN FEB MAR

Tabel 2.1. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT

SAWI PUTIH

KANGKUNG

BERAS

TELUR AYAM RAS

Ikan KEMBUNG/GEMBUNG

CABAI RAWIT

CABAI MERAH

Ikan TONGKOL/AMBU-AMBU

TOMAT SAYUR

Akademi/PT

39,99

23,70

2,18

17,62

9,09

29,86

24,75

10,21

26,25

27,50

Komoditas

JanuariInflasi (%)

0,23

0,16

0,14

0,12

0,11

0,09

0,07

0,07

0,06

0,05

Andil (%)BERAS

SENG

NASI DENGAN LAUK

TOMAT SAYUR

WORTEL

BAYAM

TARIP LISTRIK

SEWA RUMAH

KOL PUTIH/KUBIS

KOPI BUBUK

1,98

4,19

2,08

12,12

19,08

8,33

0,84

0,79

9,60

3,42

Komoditas

FebruariInflasi (%)

0,13

0,04

0,04

0,04

0,03

0,03

0,02

0,02

0,01

0,01

Andil (%)BERAS

BENSIN

Ikan KEMBUNG/GEMBUNG

ANGKUTAN UDARA

BESI BETON

DAUN SINGKONG

BIAYA FOTO COPY

SABUN MANDI

Ikan LAYANG/BENGGOL

CABAI RAWIT

6,56

3,99

8,18

3,47

6,20

21,67

41,64

8,56

26,39

8,97

Komoditas

MaretInflasi (%)

0,44

0,11

0,10

0,09

0,06

0,04

0,03

0,03

0,02

0,02

Andil (%)

Sumber : BPS (diolah)

Tabel 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT

BENSIN

ANGKUTAN DALAM KOTA

Ikan SELAR/TUDE

AYAM HIDUP

DAUN SINGKONG

ANGKUTAN UDARA

SOLAR

SEMEN

BUNCIS

Ikan LAYANG/BENGGOL

-15,53

-6,66

-15,68

-7,58

-13,95

-1,07

-8,07

-1,01

-20,61

-12,42

Komoditas

JanuariInflasi (%)

-0,57

-0,21

-0,06

-0,05

-0,03

-0,03

-0,03

-0,02

-0,02

-0,01

Andil (%)BENSIN

SAWI PUTIH

KANGKUNG

Ikan SELAR/TUDE

CABAI RAWIT

Ikan KEMBUNG/GEMBUNG

CABAI MERAH

Ikan TONGKOL

ANGKUTAN UDARA

SEMEN

-8.13

-30.31

-17.96

-44

-37.65

-10.28

-36.31

-17.6

-4.44

-2.49

Komoditas

FebruariInflasi (%)

-0.25

-0.24

-0.15

-0.15

-0.14

-0.14

-0.13

-0.13

-0.11

-0.06

Andil (%)DAGING AYAM RAS

TELUR AYAM RAS

SENG

KANGKUNG

CABAI MERAH

WORTEL

KOL PUTIH/KUBIS

Ikan EKOR KUNING

TONGKOL/AMBU-AMBU

Ikan SELAR/TUDE

-16,14

-12,95

-6,32

-9,85

-20,64

-25,70

-28,55

-17,88

-6,18

-17,72

Komoditas

MaretInflasi (%)

-0,16

-0,10

-0,07

-0,07

-0,05

-0,05

-0,04

-0,04

-0,04

-0,03

Andil (%)

Sumber : BPS (diolah)

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 21

Secara tahunan, inflasi mengalami penurunan dari 7,76% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi 5,39% (yoy)

di triwulan I 2015. Penurunan harga BBM sebanyak dua kali di bulan Januari menjadi penyumbang penurunan inflasi

terbesar yang diikuti dengan penurunan tarif angkutan dalam kota. Penurunan harga bahan makanan juga mampu

menekan inflasi NTT di triwulan I 2015. Adanya isu ikan berformalin menyebabkan penurunan konsumsi ikan dan

penurunan harga secara signifikan. Sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan juga mengalami penurunan setelah di bulan

Januari mengalami kenaikan cukup besar.

Secara triwulanan, Provinsi NTT mengalami deflasi -0,47% (qtq) setelah pada triwulan sebelumnya

mengalami inflasi 5,31% (qtq). Deflasi pada triwulan I 2015 disumbang oleh deflasi komoditas transportasi dan

bahan makanan, sedangkan komoditas lainnya masih mengalami inflasi.

Berdasarkan pergerakan inflasi bulanan, Inflasi cukup tinggi masih terjadi pada bulan Januari 2015, dengan nilai

inflasi sebesar 0,61% (mtm). Inflasi terutama disebabkan oleh tingginya harga bahan makanan dikarenakan oleh

buruknya cuaca, sehingga tangkapan ikan menurun, pasokan sayur, bumbu-bumbuan dan beras mengalami

hambatan. Penghambat inflasi di bulan Januari adalah turunnya harga BBM hingga dua kali sehingga Inflasi dapat

ditekan.

Pada bulan Februari, Provinsi NTT mengalami deflasi cukup besar hingga sebesar 1,28% (mtm) terutama

disebabkan oleh kembali normalnya harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Harga ikan segar mengalami

penurunan seiring dengan adanya isu ikan berformalin yang menyebabkan konsumsi dan harga ikan segar menurun

signifikan. Pada bulan Februari juga masih mengalami dampak lanjutan penurunan harga BBM yang tampak dari

penurunan harga bensin dan angkutan.

Pada bulan Maret, Provinsi NTT mengalami inflasi 0,21% (mtm) terutama disebabkan oleh meningkatnya

harga beras mengikuti penurunan pasokan beras di pasar. Adanya kondisi cuaca yang mulai membaik mampu

menurunkan harga komoditas bahan makanan lainnya sehingga inflasi relatif tertahan. Penyebab inflasi lainnya adalah

adanya kenaikan harga BBM sebanyak dua kali serta kenaikan tarif angkutan udara karena penurunan jumlah

penerbangan sehingga secara total masih mengalami inflasi.

Apabila dibandingkan dengan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB), pencapaian inflasi provinsi NTT cukup bagus

yang terlihat dari nilai inflasi tahunan mencapai 5,39% (yoy) paling rendah dibanding inflasi tahunan Bali yang sebesar

6,42% (yoy) dan inflasi NTB yang sebesar 5,98% (yoy). Demikian pula secara triwulanan, Inflasi Provinsi NTT berhasil

mencapai deflasi sebesar 0,47% (qtq), terendah dibanding deflasi bali yang sebesar 0,04% (qtq) maupun NTB yang

mengalami inflasi sebesar 0,18% (qtq).

Grafik 2.4. Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanandi wilayah Bali dan Nusa Tenggara

Sumber : BPS, diolah

-2.00%

-1.00%

0.00%

1.00%

2.00%

3.00%

4.00%

5.00%

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Grafik 2. 3. Inflasi Bulanan Provinsi NTT dan Nasional

Sumber : BPS, diolah

6.42

5.98

5.39

4.80 5.00 5.20 5.40 5.60 5.80 6.00 6.20 6.40 6.60

Bali NTB NTT

yoy

(0.04)

0.18

(0.47) (0.50)

(0.40)

(0.30)

(0.20)

(0.10)

-

0.10

0.20

Bali NTB NTT

qtq

BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI20

Page 43: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Komoditas beras, ikan kembung, tomat sayur dan Cabai rawit menjadi komoditas yang secara persisten menyumbang

inflasi di triwulan I 2015. Sedangkan komoditas lainnya mengalami kenaikan di satu bulan dan kembali normal di bulan

selanjutnya.

Komoditas bensin, ikan selar, semen dan angkutan udara menjadi komoditas yang secara persisten menyumbang

deflasi pada triwulan I 2015. Angkutan udara pada bulan Maret mengalami inflasi lebih dikarenakan tarif kembali

melakukan pembalikan setelah di dua bulan sebelumnya mengalami penurunan. Komoditas sayur-sayuran dan bumbu-

bumbuan menjadi penyumbang deflasi utama di bulan Februari dan Maret 2015 lebih dikarenakan oleh normalisasi

harga setelah di bulan Januari 2015 mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi.

2.2. INFLASI BERDASARKAN KOMODITASBerdasarkan komoditas penyumbang inflasi secara tahunan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa, pendidikan,

rekreasi dan olah raga serta komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyumbang inflasi

terbesar. Sedangkan komoditas bahan makanan, kesehatan dan sandang mampu menjadi komoditas penahan inflasi

secara tahunan.

Tabel 2.3. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITAS

Sumber : BPS diolah

IHK 2015

JAN FEB

INFLASI UMUM

Bahan Makanan

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Sandang

Kesehatan

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga

Transportasi, Komunikasi dan Jasa

119.9

117.2

123.2

119.4

114.8

107.3

118.2

128.9

118.3

112.2

124.1

119.5

114.7

107.9

118.6

126.1

MAR

118.6

111.6

125.0

119.4

114.6

108.9

119.2

127.5

YOY

5.39%

2.23%

7.30%

5.01%

4.57%

3.94%

7.45%

9.02%

MTMQTQ

-0.47%

-0.36%

2.17%

0.36%

0.58%

1.80%

2.18%

-5.45%

0.61%

4.65%

0.69%

0.39%

0.75%

0.27%

1.40%

-4.43%

-1.28%

-4.27%

0.76%

0.09%

-0.06%

0.61%

0.28%

-2.19%

0.21%

-0.54%

0.69%

-0.12%

-0.11%

0.91%

0.49%

1.14%

JAN FEB MAR

Tabel 2.1. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT

SAWI PUTIH

KANGKUNG

BERAS

TELUR AYAM RAS

Ikan KEMBUNG/GEMBUNG

CABAI RAWIT

CABAI MERAH

Ikan TONGKOL/AMBU-AMBU

TOMAT SAYUR

Akademi/PT

39,99

23,70

2,18

17,62

9,09

29,86

24,75

10,21

26,25

27,50

Komoditas

JanuariInflasi (%)

0,23

0,16

0,14

0,12

0,11

0,09

0,07

0,07

0,06

0,05

Andil (%)BERAS

SENG

NASI DENGAN LAUK

TOMAT SAYUR

WORTEL

BAYAM

TARIP LISTRIK

SEWA RUMAH

KOL PUTIH/KUBIS

KOPI BUBUK

1,98

4,19

2,08

12,12

19,08

8,33

0,84

0,79

9,60

3,42

Komoditas

FebruariInflasi (%)

0,13

0,04

0,04

0,04

0,03

0,03

0,02

0,02

0,01

0,01

Andil (%)BERAS

BENSIN

Ikan KEMBUNG/GEMBUNG

ANGKUTAN UDARA

BESI BETON

DAUN SINGKONG

BIAYA FOTO COPY

SABUN MANDI

Ikan LAYANG/BENGGOL

CABAI RAWIT

6,56

3,99

8,18

3,47

6,20

21,67

41,64

8,56

26,39

8,97

Komoditas

MaretInflasi (%)

0,44

0,11

0,10

0,09

0,06

0,04

0,03

0,03

0,02

0,02

Andil (%)

Sumber : BPS (diolah)

Tabel 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT

BENSIN

ANGKUTAN DALAM KOTA

Ikan SELAR/TUDE

AYAM HIDUP

DAUN SINGKONG

ANGKUTAN UDARA

SOLAR

SEMEN

BUNCIS

Ikan LAYANG/BENGGOL

-15,53

-6,66

-15,68

-7,58

-13,95

-1,07

-8,07

-1,01

-20,61

-12,42

Komoditas

JanuariInflasi (%)

-0,57

-0,21

-0,06

-0,05

-0,03

-0,03

-0,03

-0,02

-0,02

-0,01

Andil (%)BENSIN

SAWI PUTIH

KANGKUNG

Ikan SELAR/TUDE

CABAI RAWIT

Ikan KEMBUNG/GEMBUNG

CABAI MERAH

Ikan TONGKOL

ANGKUTAN UDARA

SEMEN

-8.13

-30.31

-17.96

-44

-37.65

-10.28

-36.31

-17.6

-4.44

-2.49

Komoditas

FebruariInflasi (%)

-0.25

-0.24

-0.15

-0.15

-0.14

-0.14

-0.13

-0.13

-0.11

-0.06

Andil (%)DAGING AYAM RAS

TELUR AYAM RAS

SENG

KANGKUNG

CABAI MERAH

WORTEL

KOL PUTIH/KUBIS

Ikan EKOR KUNING

TONGKOL/AMBU-AMBU

Ikan SELAR/TUDE

-16,14

-12,95

-6,32

-9,85

-20,64

-25,70

-28,55

-17,88

-6,18

-17,72

Komoditas

MaretInflasi (%)

-0,16

-0,10

-0,07

-0,07

-0,05

-0,05

-0,04

-0,04

-0,04

-0,03

Andil (%)

Sumber : BPS (diolah)

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 21

Secara tahunan, inflasi mengalami penurunan dari 7,76% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi 5,39% (yoy)

di triwulan I 2015. Penurunan harga BBM sebanyak dua kali di bulan Januari menjadi penyumbang penurunan inflasi

terbesar yang diikuti dengan penurunan tarif angkutan dalam kota. Penurunan harga bahan makanan juga mampu

menekan inflasi NTT di triwulan I 2015. Adanya isu ikan berformalin menyebabkan penurunan konsumsi ikan dan

penurunan harga secara signifikan. Sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan juga mengalami penurunan setelah di bulan

Januari mengalami kenaikan cukup besar.

Secara triwulanan, Provinsi NTT mengalami deflasi -0,47% (qtq) setelah pada triwulan sebelumnya

mengalami inflasi 5,31% (qtq). Deflasi pada triwulan I 2015 disumbang oleh deflasi komoditas transportasi dan

bahan makanan, sedangkan komoditas lainnya masih mengalami inflasi.

Berdasarkan pergerakan inflasi bulanan, Inflasi cukup tinggi masih terjadi pada bulan Januari 2015, dengan nilai

inflasi sebesar 0,61% (mtm). Inflasi terutama disebabkan oleh tingginya harga bahan makanan dikarenakan oleh

buruknya cuaca, sehingga tangkapan ikan menurun, pasokan sayur, bumbu-bumbuan dan beras mengalami

hambatan. Penghambat inflasi di bulan Januari adalah turunnya harga BBM hingga dua kali sehingga Inflasi dapat

ditekan.

Pada bulan Februari, Provinsi NTT mengalami deflasi cukup besar hingga sebesar 1,28% (mtm) terutama

disebabkan oleh kembali normalnya harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Harga ikan segar mengalami

penurunan seiring dengan adanya isu ikan berformalin yang menyebabkan konsumsi dan harga ikan segar menurun

signifikan. Pada bulan Februari juga masih mengalami dampak lanjutan penurunan harga BBM yang tampak dari

penurunan harga bensin dan angkutan.

Pada bulan Maret, Provinsi NTT mengalami inflasi 0,21% (mtm) terutama disebabkan oleh meningkatnya

harga beras mengikuti penurunan pasokan beras di pasar. Adanya kondisi cuaca yang mulai membaik mampu

menurunkan harga komoditas bahan makanan lainnya sehingga inflasi relatif tertahan. Penyebab inflasi lainnya adalah

adanya kenaikan harga BBM sebanyak dua kali serta kenaikan tarif angkutan udara karena penurunan jumlah

penerbangan sehingga secara total masih mengalami inflasi.

Apabila dibandingkan dengan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB), pencapaian inflasi provinsi NTT cukup bagus

yang terlihat dari nilai inflasi tahunan mencapai 5,39% (yoy) paling rendah dibanding inflasi tahunan Bali yang sebesar

6,42% (yoy) dan inflasi NTB yang sebesar 5,98% (yoy). Demikian pula secara triwulanan, Inflasi Provinsi NTT berhasil

mencapai deflasi sebesar 0,47% (qtq), terendah dibanding deflasi bali yang sebesar 0,04% (qtq) maupun NTB yang

mengalami inflasi sebesar 0,18% (qtq).

Grafik 2.4. Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanandi wilayah Bali dan Nusa Tenggara

Sumber : BPS, diolah

-2.00%

-1.00%

0.00%

1.00%

2.00%

3.00%

4.00%

5.00%

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Grafik 2. 3. Inflasi Bulanan Provinsi NTT dan Nasional

Sumber : BPS, diolah

6.42

5.98

5.39

4.80 5.00 5.20 5.40 5.60 5.80 6.00 6.20 6.40 6.60

Bali NTB NTT

yoy

(0.04)

0.18

(0.47) (0.50)

(0.40)

(0.30)

(0.20)

(0.10)

-

0.10

0.20

Bali NTB NTT

qtq

BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI20

Page 44: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Grafik 2. 7. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasidan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Sumber : BPS, diolah

9.02%

-5.45%

1.14%

-10.00%

-5.00%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar

2014 2015

yoy qtq mtm

Sumber : BPS, diolah

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar

2014 2015

yoy

-7%

-2%

4%

9%

14%

19%

24%qtq

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar

2014 2015

Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasidan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas

Berdasarkan pembentuknya, tingginya inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan harga BBM yang

menyebabkan kenaikan ongkos angkut. Selain itu, adanya kenaikan biaya administrasi perbankan dan penarikan uang

juga membuat inflasi pada sub kelompok komoditas jasa keuangan mengalami kenaikan di bulan November 2014. Di

akhir triwulan I 2015, pengaruh kenaikan jasa perbankan sudah hilang sedangkan inflasi sub kelompok komoditas

transportasi mengalami penurunan.

2.2.3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan BakarKomoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menjadi komoditas dengan bobot terbesar mencapai lebih dari

25% dari total konsumsi, relatif berbeda dibanding pola inflasi daerah-daerah lain di Indonesia yang didominasi oleh

pengeluaran untuk pembelian bahan makanan. Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar masih

relatif normal dengan nilai inflasi sebesar 5,01%. Secara triwulanan, inflasi hanya tumbuh sebesar 0,36% (qtq) dan

secara bulanan inflasi juga relatif rendah di bulan Januari dan Februari, bahkan mengalami deflasi di bulan Maret 2015.

Relatif cukup rendahnya inflasi terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi sub kelompok komoditas biaya tempat

tinggal yang terus mengalami pelambatan kenaikan harga. Rendahnya inflasi pada sub kelompok komoditas biaya

tempat tinggal diduga disebabkan oleh berhasilnya program Loan To Value (LTV), walaupun di sisi lain berdampak pada

penurunan permintaan perumahan. Pendorong inflasi lebih didorong oleh adanya kenaikan bertahap tarif listrik di

tahun sebelumnya.

Grafik 2.9. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gasdan Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

5.01%

0.36%-0.12%

-2.00%

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar

2014 2015

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB

Biaya TempatTinggal

Bahan Bakar,Penerangan dan Air

PerlengkapanRumahtangga

PenyelenggaraanRumahtangga

-1%0%1%2%3%4%5%6%7%

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar

2014 2015

0%2%4%6%8%

10%12%14%16%

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar

yoy

qtqyoy qtq mtm

Grafik 2.10. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gasdan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 23

Inflasi bahan makanan menunjukkan kinerja terbaik dengan pertumbuhan harga hanya sebesar 2,23%

(yoy) dibanding tahun sebelumnya atau mengalami deflasi sebesar -0,36% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.

Inflasi komoditas transportasi masih mengalami inflasi tertinggi hingga 9,02% (yoy) dibanding tahun sebelumnya,

walaupun secara triwulanan mengalami deflasi terbesar mencapai -5,45% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.

2.2.1 Bahan MakananKomoditas bahan makanan di triwulan I 2015 relatif mengalami inflasi yang rendah baik dibanding triwulan

sebelumnya maupun dibanding tahun sebelumnya. Inflasi cukup tinggi terjadi pada bulan Januari 2015 seiring

dengan adanya cuaca buruk yang menyebabkan gangguan pasokan beberapa komoditas sayur-sayuran, bumbu-

bumbuan dan beras. Hasil tangkapan ikan segar juga relatif berkurang disebabkan oleh adanya larangan melaut karena

cuaca buruk. Pada bulan Februari dan Maret inflasi bahan makanan mengalami deflasi seiring dengan mulai

membaiknya cuaca sehingga pasokan komoditas bahan makanan menjadi relatif normal. Secara tahunan, inflasi bahan

makanan hanya mengalami kenaikan sebesar 2,23% (yoy), terendah dibanding inflasi komoditas yang lain.

Berdasarkan sub kelompok komoditas pembentuknya, baik secara triwulanan dan tahunan terdapat beberapa sub

kelompok komoditas yang justru mengalami penurunan harga dibanding triwulan dan tahun sebelumnya. Beberapa

sub kelompok komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain sub kelompok komoditas ikan segar, sayur-

sayuran, dan daging dan hasil-hasilnya. Komoditas bumbu-bumbuan pada triwulan I 2015 juga mengalami deflasi,

namun secara tahunan masih mengalami inflasi walaupun relatif rendah. Komoditas yang mengalami kenaikan tinggi

adalah beras yang secara tahunan mengalami kenaikan hingga sekitar 20% (yoy) dan secara triwulanan mengalami

kenaikan hampir mencapai 10% (qtq). Kenaikan harga beras lebih disebabkan oleh rendahnya pasokan sehingga harga

mengalami kenaikan signifikan.

2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa KeuanganKomoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan I 2015 relatif mengalami penurunan

dibanding triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan

mengalami deflasi hingga -5,45% (qtq). Adanya deflasi akibat penurunan harga BBM hingga dua kali di bulan Januari

serta penurunan tarif angkutan udara di bulan Januari dan Februari menjadi penyebab utama terjadi deflasi komoditas

transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Namun demikian, secara tahunan, masih terjadi inflasi 9,02% lebih

dikarenakan oleh relatif tingginya inflasi di triwulan sebelumnya, sehingga deflasi yang terjadi tidak dapat secara

langsung mengembalikan posisi harga kembali seperti semula.

-15%-10%-5%0%5%

10%15%20%

Padi-padian, Umbi-umbian dan…

Daging dan Hasil-hasilnya

Ikan Segar

Ikan Diawetkan

Telur, Susu danHasil-hasilnya

Sayur-sayuranKacang - kacangan

Buah - buahan

Bumbu - bumbuan

Lemak dan Minyak

Bahan MakananLainnya

yoy qtq

Sumber : BPS (diolah)

Grafik 2. 5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanansecara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Sumber : BPS (diolah)

2.23%

-0.36%

-0.54%

-6.00%

-4.00%

-2.00%

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar

2014 2015

yoy qtq mtm

Grafik 2.6. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makananper Sub Kelompok Komoditas

BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI22

Hilangnyapengaruh

base effect

Page 45: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Grafik 2. 7. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasidan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Sumber : BPS, diolah

9.02%

-5.45%

1.14%

-10.00%

-5.00%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar

2014 2015

yoy qtq mtm

Sumber : BPS, diolah

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar

2014 2015

yoy

-7%

-2%

4%

9%

14%

19%

24%qtq

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar

2014 2015

Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasidan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas

Berdasarkan pembentuknya, tingginya inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan harga BBM yang

menyebabkan kenaikan ongkos angkut. Selain itu, adanya kenaikan biaya administrasi perbankan dan penarikan uang

juga membuat inflasi pada sub kelompok komoditas jasa keuangan mengalami kenaikan di bulan November 2014. Di

akhir triwulan I 2015, pengaruh kenaikan jasa perbankan sudah hilang sedangkan inflasi sub kelompok komoditas

transportasi mengalami penurunan.

2.2.3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan BakarKomoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menjadi komoditas dengan bobot terbesar mencapai lebih dari

25% dari total konsumsi, relatif berbeda dibanding pola inflasi daerah-daerah lain di Indonesia yang didominasi oleh

pengeluaran untuk pembelian bahan makanan. Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar masih

relatif normal dengan nilai inflasi sebesar 5,01%. Secara triwulanan, inflasi hanya tumbuh sebesar 0,36% (qtq) dan

secara bulanan inflasi juga relatif rendah di bulan Januari dan Februari, bahkan mengalami deflasi di bulan Maret 2015.

Relatif cukup rendahnya inflasi terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi sub kelompok komoditas biaya tempat

tinggal yang terus mengalami pelambatan kenaikan harga. Rendahnya inflasi pada sub kelompok komoditas biaya

tempat tinggal diduga disebabkan oleh berhasilnya program Loan To Value (LTV), walaupun di sisi lain berdampak pada

penurunan permintaan perumahan. Pendorong inflasi lebih didorong oleh adanya kenaikan bertahap tarif listrik di

tahun sebelumnya.

Grafik 2.9. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gasdan Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

5.01%

0.36%-0.12%

-2.00%

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar

2014 2015

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB

Biaya TempatTinggal

Bahan Bakar,Penerangan dan Air

PerlengkapanRumahtangga

PenyelenggaraanRumahtangga

-1%0%1%2%3%4%5%6%7%

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar

2014 2015

0%2%4%6%8%

10%12%14%16%

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar

yoy

qtqyoy qtq mtm

Grafik 2.10. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gasdan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 23

Inflasi bahan makanan menunjukkan kinerja terbaik dengan pertumbuhan harga hanya sebesar 2,23%

(yoy) dibanding tahun sebelumnya atau mengalami deflasi sebesar -0,36% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.

Inflasi komoditas transportasi masih mengalami inflasi tertinggi hingga 9,02% (yoy) dibanding tahun sebelumnya,

walaupun secara triwulanan mengalami deflasi terbesar mencapai -5,45% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.

2.2.1 Bahan MakananKomoditas bahan makanan di triwulan I 2015 relatif mengalami inflasi yang rendah baik dibanding triwulan

sebelumnya maupun dibanding tahun sebelumnya. Inflasi cukup tinggi terjadi pada bulan Januari 2015 seiring

dengan adanya cuaca buruk yang menyebabkan gangguan pasokan beberapa komoditas sayur-sayuran, bumbu-

bumbuan dan beras. Hasil tangkapan ikan segar juga relatif berkurang disebabkan oleh adanya larangan melaut karena

cuaca buruk. Pada bulan Februari dan Maret inflasi bahan makanan mengalami deflasi seiring dengan mulai

membaiknya cuaca sehingga pasokan komoditas bahan makanan menjadi relatif normal. Secara tahunan, inflasi bahan

makanan hanya mengalami kenaikan sebesar 2,23% (yoy), terendah dibanding inflasi komoditas yang lain.

Berdasarkan sub kelompok komoditas pembentuknya, baik secara triwulanan dan tahunan terdapat beberapa sub

kelompok komoditas yang justru mengalami penurunan harga dibanding triwulan dan tahun sebelumnya. Beberapa

sub kelompok komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain sub kelompok komoditas ikan segar, sayur-

sayuran, dan daging dan hasil-hasilnya. Komoditas bumbu-bumbuan pada triwulan I 2015 juga mengalami deflasi,

namun secara tahunan masih mengalami inflasi walaupun relatif rendah. Komoditas yang mengalami kenaikan tinggi

adalah beras yang secara tahunan mengalami kenaikan hingga sekitar 20% (yoy) dan secara triwulanan mengalami

kenaikan hampir mencapai 10% (qtq). Kenaikan harga beras lebih disebabkan oleh rendahnya pasokan sehingga harga

mengalami kenaikan signifikan.

2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa KeuanganKomoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan I 2015 relatif mengalami penurunan

dibanding triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan

mengalami deflasi hingga -5,45% (qtq). Adanya deflasi akibat penurunan harga BBM hingga dua kali di bulan Januari

serta penurunan tarif angkutan udara di bulan Januari dan Februari menjadi penyebab utama terjadi deflasi komoditas

transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Namun demikian, secara tahunan, masih terjadi inflasi 9,02% lebih

dikarenakan oleh relatif tingginya inflasi di triwulan sebelumnya, sehingga deflasi yang terjadi tidak dapat secara

langsung mengembalikan posisi harga kembali seperti semula.

-15%-10%-5%0%5%

10%15%20%

Padi-padian, Umbi-umbian dan…

Daging dan Hasil-hasilnya

Ikan Segar

Ikan Diawetkan

Telur, Susu danHasil-hasilnya

Sayur-sayuranKacang - kacangan

Buah - buahan

Bumbu - bumbuan

Lemak dan Minyak

Bahan MakananLainnya

yoy qtq

Sumber : BPS (diolah)

Grafik 2. 5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanansecara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Sumber : BPS (diolah)

2.23%

-0.36%

-0.54%

-6.00%

-4.00%

-2.00%

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar

2014 2015

yoy qtq mtm

Grafik 2.6. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makananper Sub Kelompok Komoditas

BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI22

Hilangnyapengaruh

base effect

Page 46: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

2.3.1 Kelompok Volatile FoodsInflasi pada komoditas yang bergejolak (volatile foods) pada triwulan I 2015 mengalami penurunan cukup

besar dibanding triwulan sebelumnya. Secara tahunan, inflasi volatile food hanya sebesar 2,24% (yoy) relatif

rendah dibanding inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 5,49%. Inflasi volatile food sempat

mengalami kenaikan tinggi pada bulan Januari dikarenakan adanya gangguan pasokan yang membuat harga

meningkat signifikan. Namun demikian pada bulan Februari terjadi pembalikan harga menuju harga normal, sehingga

terjadi deflasi yang cukup besar pula. Pada bulan Maret masih terjadi deflasi kelompok volatile food walaupun tidak

sebesar deflasi bulan sebelumnya. Kondisi cuaca yang membaik, dan diikuti ketersediaan pasokan yang cukup menjadi

penyebab utama perbaikan kinerja inflasi kelompok volatile food. Adanya sentiment negative paska penemuan ikan

berformalin di Kupang dan Maumere juga menyebabkan penurunan harga ikan segar seiring dengan adanya

penurunan permintaan ikan segar di pasar.

2.3.2 Kelompok Administered PricesPenurunan inflasi administered price terutama terjadi pada bulan Januari dan Februari seiring dengan

adanya penurunan harga BBM dua kali di bulan Januari yang diikuti dengan penurunan harga angkutan

dalam kota. Penurunan tarif angkutan udara lebih disebabkan oleh rendahnya load factor angkutan, sehingga

maskapai cenderung menurunkan harga agar load factor dapat meningkat. Pada bulan Maret inflasi administered price

kembali mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh kenaikan harga BBM dua kali di bulan Maret dan kenaikan

tarif angkutan udara seiring dengan mulai meningkatnya load factor angkutan udara. Secara tahunan, inflasi

administered price masih sebesar 11,25% (yoy) walaupun menurun dibanding inflasi tahunan pada triwulan

sebelumnya yang mencapai 17,38% dibanding tahun sebelumnya.

2.3.3 Kelompok Inti (core)Inflasi kelompok inti pada triwulan I 2015 sebesar 4,59% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Nilai inflasi sedikit

menurun dibanding inflasi tahunan di triwulan sebelumnya yang sebesar 4,87% (yoy). Penurunan inflasi terutama

disebabkan oleh adanya penurunan inflasi pada sub kelompok komoditas biaya tempat tinggal seiring dengan adanya

penurunan permintaan rumah baru, sewa dan kontrak sehingga biaya kontrak juga relatif tidak terlalu mengalami

peningkatan.

Arah indikator ekspektasi harga pada survei konsumen juga relatif mengalami kenaikan di bulan Januari, turun di bulan

Februari dan sedikit naik di bulan Maret 2015. Perbedaan arah terjadi pada ramalan di bulan April dengan kenaikan

indikator berdasarkan ekspektasi harga 6 bulan yang akan datang dan menurun pada ekspektasi harga pada 3 bulan

yang akan datang, namun akan sama-sama menurun di Bulan Mei dan mengalami kenaikan di bulan Juni 2015.

Inflasi Ekspektasi 3 bulan yad Ekspektasi 6 bulan yad 155

160

165

170

175

180

185

190

195

200

-0.02

-0.01

0

0.01

0.02

0.03

0.04

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 92013 2014

Grafik 2.13. Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 bulan ke Depan

Sumber : Survei Konsumen - Bank Indonesia

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 25

2.2.4 Komoditas LainnyaKomoditas makanan jadi, minuman dan tembakau secara tahunan menjadi kelompok komoditas dengan inflasi

tahunan terbesar ketiga dengan nilai inflasi mencapai 7,30% (yoy), meningkat dibanding inflasi tahunan di triwulan

sebelumnya. Secara triwulanan, komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau mengalami kenaikan hingga 2,17%

(qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Ketiga sub kelompok pembentuknya mengalami kenaikan rata-rata lebih dari

2% dibanding triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh kenaikan merata pada hampir seluruh komoditas makanan

dan minuman karena kenaikan biaya operasional dan adanya kenaikan cukai dan minuman keras sehingga harga terus

mengalami penyesuaian.

Pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi komoditas dengan nilai inflasi tahunan terbesar kedua setelah kelompok

komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Nilai inflasi pada triwulan I 2015 sebesar 7,45% (yoy), lebih

besar dibanding capaian triwulan sebelumnya yang sebesar 5,83% (yoy). Secara triwulanan, inflasi mencapai 2,18%

(qtq) terutama disebabkan oleh adanya tambahan biaya les dan kursus serta pembelian alat tulis sebagai persiapan

pelaksanaan ujian akhir sekolah.

Inflasi kelompok komoditas sandang dan kesehatan relatif rendah baik dibanding triwulan sebelumnya maupun tahun

sebelumnya. Rendahnya inflasi sandang lebih disebabkan oleh adanya peningkatan persaingan, sehingga pedagang

enggan menaikkan harga agar dapat bersaing di pasar, sedangkan inflasi kelompok komoditas kesehatan relatif rendah

dikarenakan sebagian besar komoditas pembentuknya sangat terkait kebijakan pemerintah yang juga belum dilakukan

penyesuaian harga.

2.3. DISAGREGASI INFLASIBerdasarkan disagregasi inflasi, penurunan inflasi tahunan NTT pada bulan Maret terutama disebabkan

oleh adanya penurunan inflasi pada kelompok administered price walaupun secara nilai nominal masih

cukup besar, disusul oleh penurunan harga komoditas volatile food, sedangkan inflasi inti relatif stabil.

berdasarkan sumbangan inflasi, komoditas inti masih menjadi penyumbang inflasi terbesar disusul oleh komoditas

administered price, dan komoditas volatile food.

Secara bulanan, inflasi volatile food justru mengalami kenaikan tinggi pada bulan Januari karena gangguan pasokan.

Inflasi inti masih mengalami kenaikan namun melandai hingga bulan Maret. Inflasi administered price justru mengalami

penurunan di bulan Januari dan Februari karena penyesuaian harga BBM dan meningkat di bulan Maret.

Grafik 2.11. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi TahunanProvinsi Nusa Tenggara Timur

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

0

5

10

15

20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2013 2014 2015

%,yoyVolatile Foods Adm Price CoreInflasi (yoy) Inflasi Inti Inflasi VolatileInflasi Adm Price

-4.50

-2.50

-0.50

1.50

3.50

5.50

7.50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2014 2015

Sum Adm PriceSum Vol Foodsum core

Inflasi (mtm)Inf coreInf vol FoodInf Adm Price

Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTTGrafik 2.12. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi BulananProvinsi Nusa Tenggara Timur

BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI24

Page 47: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

2.3.1 Kelompok Volatile FoodsInflasi pada komoditas yang bergejolak (volatile foods) pada triwulan I 2015 mengalami penurunan cukup

besar dibanding triwulan sebelumnya. Secara tahunan, inflasi volatile food hanya sebesar 2,24% (yoy) relatif

rendah dibanding inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 5,49%. Inflasi volatile food sempat

mengalami kenaikan tinggi pada bulan Januari dikarenakan adanya gangguan pasokan yang membuat harga

meningkat signifikan. Namun demikian pada bulan Februari terjadi pembalikan harga menuju harga normal, sehingga

terjadi deflasi yang cukup besar pula. Pada bulan Maret masih terjadi deflasi kelompok volatile food walaupun tidak

sebesar deflasi bulan sebelumnya. Kondisi cuaca yang membaik, dan diikuti ketersediaan pasokan yang cukup menjadi

penyebab utama perbaikan kinerja inflasi kelompok volatile food. Adanya sentiment negative paska penemuan ikan

berformalin di Kupang dan Maumere juga menyebabkan penurunan harga ikan segar seiring dengan adanya

penurunan permintaan ikan segar di pasar.

2.3.2 Kelompok Administered PricesPenurunan inflasi administered price terutama terjadi pada bulan Januari dan Februari seiring dengan

adanya penurunan harga BBM dua kali di bulan Januari yang diikuti dengan penurunan harga angkutan

dalam kota. Penurunan tarif angkutan udara lebih disebabkan oleh rendahnya load factor angkutan, sehingga

maskapai cenderung menurunkan harga agar load factor dapat meningkat. Pada bulan Maret inflasi administered price

kembali mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh kenaikan harga BBM dua kali di bulan Maret dan kenaikan

tarif angkutan udara seiring dengan mulai meningkatnya load factor angkutan udara. Secara tahunan, inflasi

administered price masih sebesar 11,25% (yoy) walaupun menurun dibanding inflasi tahunan pada triwulan

sebelumnya yang mencapai 17,38% dibanding tahun sebelumnya.

2.3.3 Kelompok Inti (core)Inflasi kelompok inti pada triwulan I 2015 sebesar 4,59% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Nilai inflasi sedikit

menurun dibanding inflasi tahunan di triwulan sebelumnya yang sebesar 4,87% (yoy). Penurunan inflasi terutama

disebabkan oleh adanya penurunan inflasi pada sub kelompok komoditas biaya tempat tinggal seiring dengan adanya

penurunan permintaan rumah baru, sewa dan kontrak sehingga biaya kontrak juga relatif tidak terlalu mengalami

peningkatan.

Arah indikator ekspektasi harga pada survei konsumen juga relatif mengalami kenaikan di bulan Januari, turun di bulan

Februari dan sedikit naik di bulan Maret 2015. Perbedaan arah terjadi pada ramalan di bulan April dengan kenaikan

indikator berdasarkan ekspektasi harga 6 bulan yang akan datang dan menurun pada ekspektasi harga pada 3 bulan

yang akan datang, namun akan sama-sama menurun di Bulan Mei dan mengalami kenaikan di bulan Juni 2015.

Inflasi Ekspektasi 3 bulan yad Ekspektasi 6 bulan yad 155

160

165

170

175

180

185

190

195

200

-0.02

-0.01

0

0.01

0.02

0.03

0.04

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 92013 2014

Grafik 2.13. Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 bulan ke Depan

Sumber : Survei Konsumen - Bank Indonesia

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 25

2.2.4 Komoditas LainnyaKomoditas makanan jadi, minuman dan tembakau secara tahunan menjadi kelompok komoditas dengan inflasi

tahunan terbesar ketiga dengan nilai inflasi mencapai 7,30% (yoy), meningkat dibanding inflasi tahunan di triwulan

sebelumnya. Secara triwulanan, komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau mengalami kenaikan hingga 2,17%

(qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Ketiga sub kelompok pembentuknya mengalami kenaikan rata-rata lebih dari

2% dibanding triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh kenaikan merata pada hampir seluruh komoditas makanan

dan minuman karena kenaikan biaya operasional dan adanya kenaikan cukai dan minuman keras sehingga harga terus

mengalami penyesuaian.

Pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi komoditas dengan nilai inflasi tahunan terbesar kedua setelah kelompok

komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Nilai inflasi pada triwulan I 2015 sebesar 7,45% (yoy), lebih

besar dibanding capaian triwulan sebelumnya yang sebesar 5,83% (yoy). Secara triwulanan, inflasi mencapai 2,18%

(qtq) terutama disebabkan oleh adanya tambahan biaya les dan kursus serta pembelian alat tulis sebagai persiapan

pelaksanaan ujian akhir sekolah.

Inflasi kelompok komoditas sandang dan kesehatan relatif rendah baik dibanding triwulan sebelumnya maupun tahun

sebelumnya. Rendahnya inflasi sandang lebih disebabkan oleh adanya peningkatan persaingan, sehingga pedagang

enggan menaikkan harga agar dapat bersaing di pasar, sedangkan inflasi kelompok komoditas kesehatan relatif rendah

dikarenakan sebagian besar komoditas pembentuknya sangat terkait kebijakan pemerintah yang juga belum dilakukan

penyesuaian harga.

2.3. DISAGREGASI INFLASIBerdasarkan disagregasi inflasi, penurunan inflasi tahunan NTT pada bulan Maret terutama disebabkan

oleh adanya penurunan inflasi pada kelompok administered price walaupun secara nilai nominal masih

cukup besar, disusul oleh penurunan harga komoditas volatile food, sedangkan inflasi inti relatif stabil.

berdasarkan sumbangan inflasi, komoditas inti masih menjadi penyumbang inflasi terbesar disusul oleh komoditas

administered price, dan komoditas volatile food.

Secara bulanan, inflasi volatile food justru mengalami kenaikan tinggi pada bulan Januari karena gangguan pasokan.

Inflasi inti masih mengalami kenaikan namun melandai hingga bulan Maret. Inflasi administered price justru mengalami

penurunan di bulan Januari dan Februari karena penyesuaian harga BBM dan meningkat di bulan Maret.

Grafik 2.11. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi TahunanProvinsi Nusa Tenggara Timur

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

0

5

10

15

20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2013 2014 2015

%,yoyVolatile Foods Adm Price CoreInflasi (yoy) Inflasi Inti Inflasi VolatileInflasi Adm Price

-4.50

-2.50

-0.50

1.50

3.50

5.50

7.50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2014 2015

Sum Adm PriceSum Vol Foodsum core

Inflasi (mtm)Inf coreInf vol FoodInf Adm Price

Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTTGrafik 2.12. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi BulananProvinsi Nusa Tenggara Timur

BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI24

Page 48: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

disebabkan oleh dasar harga komoditas yang memang sudah cukup rendah, sehingga penurunan harga tidak sebesar

yang terjadi di Kota Kupang. Berdasarkan data bulanan, Inflasi komoditas hanya terjadi pada bulan Januari dengan nilai

inflasi sebesar 0,51% (mtm), sedangkan pada bulan Februari mengalami deflasi sebesar -0,76% (mtm) dan Bulan Maret

Deflasi sebesar -0,09% (mtm).

Bahan makanan menjadi penyumbang penurunan inflasi utama dengan nilai deflasi mencapai -4,21% (yoy) dibanding

tahun sebelumnya atau deflasi -3,25% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Inflasi bahan makanan hanya terjadi pada

bulan Januari dengan nilai sebesar 0,28% (mtm), selebihnya mengalami deflasi dengan nilai mencapai -2,32% (mtm)

pada bulan Februari dan -1,22% (mtm) pada bulan Maret 2015. Komoditas transportasi juga mampu menyumbang

deflasi lebih besar dibanding Kota Kupang dengan deflasi mencapai -6,87% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.

Inflasi tahunan transportasi juga relatif tidak sebesar Kota Kupang dengan nilai inflasi sebesar 5,81% (yoy) dibanding

tahun sebelumnya. Komoditas yang masih mengalami inflasi cukup tinggi adalah komoditas beras, kelompok

komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau, serta komoditas pendidikan yang mengalami kenaikan karena

adanya tambahan bimbingan belajar di sekolah.

2.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPIDSepanjang triwulan I 2015, dalam rangka penanggulangan inflasi di daerah telah dilakukan 17 kali kegiatan

koordinasi maupun beberapa langkah aksi penanggulangan inflasi di daerah. Berdasarkan rincian kegiatan,

hingga triwulan I 2015 telah dilakukan 2 kali rapat tim teknis TPID, 1 kali rapat tim kecil penyusunan road map TPID serta

telah dilakukan 4 kali high level meeting TPID di tingkat Kabupaten Kota. Dalam rangka penanggulangan harga beras,

maka TPID telah melakukan 1 kali press release tentang kondisi stok perberasan dalam rencana pelaksanaan operasi

pasar yang akan dilakukan. Selain itu, juga telah dilakukan kegiatan operasi pasar oleh BULOG dengan total beras

terserap mencapai 1.729 ton. Pemerintah di masing-masing daerah juga melakukan kegiatan sidak terkait ketersediaan

pupuk yang sempat mengalami kelangkaan.

-0.34%

-0.47%

-1.0%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

Grafik 2.17. Inflasi Tahunan Kota Maumere Grafik 2.18. Inflasi Triwulanan Kota Maumere Grafik 2.19. Inflasi Bulanan Kota Maumere

I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015

II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015

2.55%

5.39%

2.00%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

Maumere NTT

I -2.0%

-1.0%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2014 2015

Maumere NTT

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Tabel 2.5. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITAS

Sumber : BPS diolah

IHK 2015

JAN FEB

INFLASI UMUM

Bahan Makanan

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Sandang

Kesehatan

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga

Transportasi, Komunikasi dan Jasa

113.8

105.0

128.8

111.9

107.6

107.3

132.3

118.3

112.9

102.6

130.6

112.4

107.9

107.8

132.3

114.4

MAR

112.8

101.4

131.9

112.5

107.9

107.8

132.2

115.4

YOY

2.55%

-4.21%

10.16%

3.24%

1.34%

1.56%

9.69%

5.81%

MTM

QTQ

-0.34%

-3.25%

4.21%

0.76%

0.40%

0.48%

8.85%

-6.87%

0.51%

0.28%

1.79%

0.23%

0.14%

0.00%

8.88%

-4.52%

-0.76%

-2.32%

1.35%

0.46%

0.32%

0.48%

-0.01%

-3.31%

-0.09%

-1.22%

1.01%

0.06%

-0.06%

0.00%

-0.02%

0.87%

JAN FEB MAR

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 27

2.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA2.4.1 Inflasi Kota KupangInflasi Kota Kupang pada triwulan I 2015 mengalami inflasi mengikuti arah inflasi Provinsi NTT. Secara

tahunan, inflasi Kota Kupang sebesar 5,81%, lebih besar dibanding inflasi tahunan Provinsi NTT yang sebesar 5,39%

(yoy). Secara triwulanan, inflasi Kota Kupang juga sedikit lebih tinggi walaupun sama-sama mengalami deflasi yaitu

deflasi -0,47% (qtq) untuk Kota Kupang dan deflasi -0,49% (qtq) untuk Provinsi NTT. Secara bulanan, inflasi mengalami

kenaikan di bulan Januari sebesar 0,62% (mtm), kemudian mengalami deflasi cukup besar di bulan Februari hingga -

1,36% (mtm) dan kembali inflasi 0,25% (mtm) di bulan Maret 2015.

Inflasi kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan, pendidikan, rekreasi dan olah raga, serta

inflasi kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi pendorong utama inflasi di Kota Kupang

dikarenakan adanya penurunan dan kenaikan harga BBM, serta kenaikan angkutan udara, bertambahnya pengeluaran

kursus dan alat tulis jelang ujian akhir nasional dan kenaikan biaya makanan jadi dan minuman serta kenaikan cukai.

Rendahnya inflasi bahan makanan menjadi penarik inflasi ke bawah seiring dengan adanya perbaikan pasokan bahan

makanan di bulan Februari dan Maret 2015, serta penurunan permintaan ikan karena sentimen negative paska temuan

ikan berformalin dan peningkatan pasokan ikan seiring dengan membaiknya cuaca.

2.4.2 Inflasi Kota MaumereInflasi Kota Maumere mengalami penurunan yang signifikan dengan nilai inflasi tahunan hanya sebesar

2,55% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, jauh lebih rendah dibanding inflasi tahunan Provinsi NTT yang

sebesar 5,39% (yoy). Rendahnya inflasi di Kota Maumere lebih disebabkan oleh rendahnya harga bahan makanan

sebagai penyumbang utama inflasi di Kota Maumere. Secara triwulanan, inflasi Kota Maumere sebesar -0,35% (qtq)

sedikit lebih tinggi dibanding inflasi Provinsi NTT yang sebesar -0,47% (qtq). Rendahnya penambahan deflasi lebih

Grafik 2.14. Inflasi Tahunan Kota Kupang

5.81%

5.39%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

10.00%

I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015

Kupang NTT

Grafik 2.15. Inflasi Triwulanan Kota Kupang Grafik 2.16. Inflasi Bulanan Kota Kupang

-0.49%

-0.47%

-1.0%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

7.0%

I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015

-

-2.0%

-1.0%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2014 2015

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Tabel 2.4. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITAS

Sumber : BPS diolah

IHK 2015

JAN FEB

INFLASI UMUM

Bahan Makanan

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Sandang

Kesehatan

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga

Transportasi, Komunikasi dan Jasa

120.8

119.1

122.3

120.5

115.9

107.3

116.1

130.5

119.2

113.7

123.2

120.6

115.7

107.9

116.5

127.9

MAR

119.5

113.2

123.9

120.4

115.6

109.1

117.2

129.4

YOY

5.81%

3.18%

6.85%

5.26%

5.04%

4.30%

7.07%

9.48%

MTM

QTQ

-0.49%

0.05%

1.84%

0.31%

0.61%

2.00%

1.11%

-5.26%

0.62%

5.27%

0.52%

0.41%

0.84%

0.31%

0.21%

-4.42%

-1.36%

-4.53%

0.67%

0.04%

-0.11%

0.63%

0.33%

-2.03%

0.25%

-0.45%

0.64%

-0.14%

-0.11%

1.05%

0.58%

1.17%

JAN FEB MAR

BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI26

0.62%0.61%

0.25%0.21%

-1.28%-1.36%

0.61%0.51%

0.21%-0.09%

-0.76%

-1.28%

Page 49: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

disebabkan oleh dasar harga komoditas yang memang sudah cukup rendah, sehingga penurunan harga tidak sebesar

yang terjadi di Kota Kupang. Berdasarkan data bulanan, Inflasi komoditas hanya terjadi pada bulan Januari dengan nilai

inflasi sebesar 0,51% (mtm), sedangkan pada bulan Februari mengalami deflasi sebesar -0,76% (mtm) dan Bulan Maret

Deflasi sebesar -0,09% (mtm).

Bahan makanan menjadi penyumbang penurunan inflasi utama dengan nilai deflasi mencapai -4,21% (yoy) dibanding

tahun sebelumnya atau deflasi -3,25% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Inflasi bahan makanan hanya terjadi pada

bulan Januari dengan nilai sebesar 0,28% (mtm), selebihnya mengalami deflasi dengan nilai mencapai -2,32% (mtm)

pada bulan Februari dan -1,22% (mtm) pada bulan Maret 2015. Komoditas transportasi juga mampu menyumbang

deflasi lebih besar dibanding Kota Kupang dengan deflasi mencapai -6,87% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.

Inflasi tahunan transportasi juga relatif tidak sebesar Kota Kupang dengan nilai inflasi sebesar 5,81% (yoy) dibanding

tahun sebelumnya. Komoditas yang masih mengalami inflasi cukup tinggi adalah komoditas beras, kelompok

komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau, serta komoditas pendidikan yang mengalami kenaikan karena

adanya tambahan bimbingan belajar di sekolah.

2.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPIDSepanjang triwulan I 2015, dalam rangka penanggulangan inflasi di daerah telah dilakukan 17 kali kegiatan

koordinasi maupun beberapa langkah aksi penanggulangan inflasi di daerah. Berdasarkan rincian kegiatan,

hingga triwulan I 2015 telah dilakukan 2 kali rapat tim teknis TPID, 1 kali rapat tim kecil penyusunan road map TPID serta

telah dilakukan 4 kali high level meeting TPID di tingkat Kabupaten Kota. Dalam rangka penanggulangan harga beras,

maka TPID telah melakukan 1 kali press release tentang kondisi stok perberasan dalam rencana pelaksanaan operasi

pasar yang akan dilakukan. Selain itu, juga telah dilakukan kegiatan operasi pasar oleh BULOG dengan total beras

terserap mencapai 1.729 ton. Pemerintah di masing-masing daerah juga melakukan kegiatan sidak terkait ketersediaan

pupuk yang sempat mengalami kelangkaan.

-0.34%

-0.47%

-1.0%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

Grafik 2.17. Inflasi Tahunan Kota Maumere Grafik 2.18. Inflasi Triwulanan Kota Maumere Grafik 2.19. Inflasi Bulanan Kota Maumere

I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015

II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015

2.55%

5.39%

2.00%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

Maumere NTT

I -2.0%

-1.0%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2014 2015

Maumere NTT

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Tabel 2.5. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITAS

Sumber : BPS diolah

IHK 2015

JAN FEB

INFLASI UMUM

Bahan Makanan

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Sandang

Kesehatan

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga

Transportasi, Komunikasi dan Jasa

113.8

105.0

128.8

111.9

107.6

107.3

132.3

118.3

112.9

102.6

130.6

112.4

107.9

107.8

132.3

114.4

MAR

112.8

101.4

131.9

112.5

107.9

107.8

132.2

115.4

YOY

2.55%

-4.21%

10.16%

3.24%

1.34%

1.56%

9.69%

5.81%

MTM

QTQ

-0.34%

-3.25%

4.21%

0.76%

0.40%

0.48%

8.85%

-6.87%

0.51%

0.28%

1.79%

0.23%

0.14%

0.00%

8.88%

-4.52%

-0.76%

-2.32%

1.35%

0.46%

0.32%

0.48%

-0.01%

-3.31%

-0.09%

-1.22%

1.01%

0.06%

-0.06%

0.00%

-0.02%

0.87%

JAN FEB MAR

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 27

2.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA2.4.1 Inflasi Kota KupangInflasi Kota Kupang pada triwulan I 2015 mengalami inflasi mengikuti arah inflasi Provinsi NTT. Secara

tahunan, inflasi Kota Kupang sebesar 5,81%, lebih besar dibanding inflasi tahunan Provinsi NTT yang sebesar 5,39%

(yoy). Secara triwulanan, inflasi Kota Kupang juga sedikit lebih tinggi walaupun sama-sama mengalami deflasi yaitu

deflasi -0,47% (qtq) untuk Kota Kupang dan deflasi -0,49% (qtq) untuk Provinsi NTT. Secara bulanan, inflasi mengalami

kenaikan di bulan Januari sebesar 0,62% (mtm), kemudian mengalami deflasi cukup besar di bulan Februari hingga -

1,36% (mtm) dan kembali inflasi 0,25% (mtm) di bulan Maret 2015.

Inflasi kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan, pendidikan, rekreasi dan olah raga, serta

inflasi kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi pendorong utama inflasi di Kota Kupang

dikarenakan adanya penurunan dan kenaikan harga BBM, serta kenaikan angkutan udara, bertambahnya pengeluaran

kursus dan alat tulis jelang ujian akhir nasional dan kenaikan biaya makanan jadi dan minuman serta kenaikan cukai.

Rendahnya inflasi bahan makanan menjadi penarik inflasi ke bawah seiring dengan adanya perbaikan pasokan bahan

makanan di bulan Februari dan Maret 2015, serta penurunan permintaan ikan karena sentimen negative paska temuan

ikan berformalin dan peningkatan pasokan ikan seiring dengan membaiknya cuaca.

2.4.2 Inflasi Kota MaumereInflasi Kota Maumere mengalami penurunan yang signifikan dengan nilai inflasi tahunan hanya sebesar

2,55% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, jauh lebih rendah dibanding inflasi tahunan Provinsi NTT yang

sebesar 5,39% (yoy). Rendahnya inflasi di Kota Maumere lebih disebabkan oleh rendahnya harga bahan makanan

sebagai penyumbang utama inflasi di Kota Maumere. Secara triwulanan, inflasi Kota Maumere sebesar -0,35% (qtq)

sedikit lebih tinggi dibanding inflasi Provinsi NTT yang sebesar -0,47% (qtq). Rendahnya penambahan deflasi lebih

Grafik 2.14. Inflasi Tahunan Kota Kupang

5.81%

5.39%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

10.00%

I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015

Kupang NTT

Grafik 2.15. Inflasi Triwulanan Kota Kupang Grafik 2.16. Inflasi Bulanan Kota Kupang

-0.49%

-0.47%

-1.0%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

7.0%

I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015

-

-2.0%

-1.0%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2014 2015

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Tabel 2.4. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITAS

Sumber : BPS diolah

IHK 2015

JAN FEB

INFLASI UMUM

Bahan Makanan

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Sandang

Kesehatan

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga

Transportasi, Komunikasi dan Jasa

120.8

119.1

122.3

120.5

115.9

107.3

116.1

130.5

119.2

113.7

123.2

120.6

115.7

107.9

116.5

127.9

MAR

119.5

113.2

123.9

120.4

115.6

109.1

117.2

129.4

YOY

5.81%

3.18%

6.85%

5.26%

5.04%

4.30%

7.07%

9.48%

MTM

QTQ

-0.49%

0.05%

1.84%

0.31%

0.61%

2.00%

1.11%

-5.26%

0.62%

5.27%

0.52%

0.41%

0.84%

0.31%

0.21%

-4.42%

-1.36%

-4.53%

0.67%

0.04%

-0.11%

0.63%

0.33%

-2.03%

0.25%

-0.45%

0.64%

-0.14%

-0.11%

1.05%

0.58%

1.17%

JAN FEB MAR

BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI26

0.62%0.61%

0.25%0.21%

-1.28%-1.36%

0.61%0.51%

0.21%-0.09%

-0.76%

-1.28%

Page 50: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Sebagai upaya pengendalian inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT

telah menyusun sebuah roadmap yang berisi upaya-upaya dan rencana kerja pengendalian inflasi untuk periode 2015-2018.

Alur pikir yang digunakan dalam penyusunan adalah dengan melakukan identifikasi permasalahan melalui analisis time

series, analisis peristiwa, pemetaan komoditas dan identifikasi masalah. Selanjutnya setelah diketahui komoditas-komoditas

yang persisten mendorong inflasi, dilakukan analisis alternatif solusi dengan mempertimbangkan beberapa dokumen

rencana program yang telah disusun, diantaranya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Tujuh Program

Pengendalian inflasi (7P), Lima Pilar TPID dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Alternatif-alternatif solusi yang

dihasilkan tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah roadmap guna mendukung target pencapaian inflasi nasional

sebesar 4±1% (2015-2017) dan 3,5±1% (2018).

Dalam analisis time-series selama 4 (empat) tahun, diketahui bahwa tekanan inflasi seringkali terjadi pada bulan Januari,

Februari, Juni, Juli dan Desember. Inflasi bulan Januari dan Februari didorong oleh komoditas bahan makanan (volatile foods)

seiring belum tibanya musim panen dan cuaca yang kurang baik, sehingga produksi komoditas beras, sayur dan ikan segar

seringkali menjadi pendorong inflasi di bulan tersebut. Inflasi pada bulan Juni dan Juli disebabkan komoditas administered

prices, seperti kenaikan tarif angkutan udara seiring masa liburan sekolah membuat tekanan inflasi cukup persisten di bulan

tersebut. Sementara, inflasi pada bulan Desember didorong oleh gabungan berbagai komoditas, terutama komoditas

administered prices dan volatile food. Momen perayaan Hari Raya Natal dan Libur Akhir Tahun, mendorong peningkatan

konsumsi masyarakat di Provinsi NTT, sehingga membuat harga-harga mengalami kenaikan. Tingginya permintaan tiket

pesawat di akhir tahun, juga mendorong terjadinya kenaikan inflasi.

BOKS 2. PENYUSUNAN ROADMAP TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (TPID)DALAM RANGKA USAHA PENGENDALIAN INFLASI DI PROVINSI NTT

Gambar Boks 2.I. Alur Pikir Penyusunan Roadmap TPID

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

Jan

Feb

Mar Apr

Mei

Jun

Jul

Agu

s

Sept

Okt

Nov Des Jan

Feb

Mar Apr

Mei

Jun

Jul

Agu

s

Sept

Okt

Nov Des Jan

Feb

Mar Apr

Mei

Jun

Jul

Agu

s

Sept

Okt

Nov Des Jan

Feb

Mar Apr

Mei

Jun

Jul

Agu

s

Sept

Okt

Nov Des

2011 2012 2013 2014

DISAGREGASI INFLASI

Core Adm. Prices Vol. Food

LiburanSekolah

Liburan Sekolah,

Kenaikan BBM

Liburan Sekolah

Liburan Sekolah

Kenaikan BBM, Momen Akhir Tahun

Momen Akhir Tahun

Belum Tibanya

musm panen Belum Tibanya

musm panen

Belum Tibanya

musm panen

Belum Tibanya

musm panen

Momen Akhir Tahun

Momen Akhir Tahun

Momen Akhir Tahun

Naiknya harga sewa rumah

Naiknya Tarif Tukang

%

Grafik Boks 2.I. Analisis Time Series Disagregasi Inflasi

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 29

Hingga triwulan I 2015, sudah terbentuk 15 TPID di Provinsi NTT dengan rincian 1 TPID Provinsi NTT, 1 TPID Kota Kupang

dan 13 TPID Kabupaten di NTT. Di tahun 2015, terdapat tambahan 2 TPID baru yaitu pembentukan TPID Kabupaten

Sumba Barat Daya dan TPID Kabupaten Flores Timur. Dari total 22 Kabupaten kota yang ada di Provinsi NTT, saat ini

masih terdapat 8 Kabupaten yang belum membentuk TPID antara lain kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah

Selatan, Timor Tengah Utara, Sabu Raijua, Malaka, Ngada, Nagekeo dan Lembata. Kedelapan kabupaten tersebut akan

menjadi fokus penguatan kelembagaan TPID ke depan. Selain itu, dalam triwulan I 2015, tim teknis TPID telah berhasil

menyusun road map TPID yang dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan program teknis dan strategis yang akan

dilakukan oleh TPID Provinsi NTT pada tahun 2015-2018 ke depan.

Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID

BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI28

Page 51: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Sebagai upaya pengendalian inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT

telah menyusun sebuah roadmap yang berisi upaya-upaya dan rencana kerja pengendalian inflasi untuk periode 2015-2018.

Alur pikir yang digunakan dalam penyusunan adalah dengan melakukan identifikasi permasalahan melalui analisis time

series, analisis peristiwa, pemetaan komoditas dan identifikasi masalah. Selanjutnya setelah diketahui komoditas-komoditas

yang persisten mendorong inflasi, dilakukan analisis alternatif solusi dengan mempertimbangkan beberapa dokumen

rencana program yang telah disusun, diantaranya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Tujuh Program

Pengendalian inflasi (7P), Lima Pilar TPID dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Alternatif-alternatif solusi yang

dihasilkan tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah roadmap guna mendukung target pencapaian inflasi nasional

sebesar 4±1% (2015-2017) dan 3,5±1% (2018).

Dalam analisis time-series selama 4 (empat) tahun, diketahui bahwa tekanan inflasi seringkali terjadi pada bulan Januari,

Februari, Juni, Juli dan Desember. Inflasi bulan Januari dan Februari didorong oleh komoditas bahan makanan (volatile foods)

seiring belum tibanya musim panen dan cuaca yang kurang baik, sehingga produksi komoditas beras, sayur dan ikan segar

seringkali menjadi pendorong inflasi di bulan tersebut. Inflasi pada bulan Juni dan Juli disebabkan komoditas administered

prices, seperti kenaikan tarif angkutan udara seiring masa liburan sekolah membuat tekanan inflasi cukup persisten di bulan

tersebut. Sementara, inflasi pada bulan Desember didorong oleh gabungan berbagai komoditas, terutama komoditas

administered prices dan volatile food. Momen perayaan Hari Raya Natal dan Libur Akhir Tahun, mendorong peningkatan

konsumsi masyarakat di Provinsi NTT, sehingga membuat harga-harga mengalami kenaikan. Tingginya permintaan tiket

pesawat di akhir tahun, juga mendorong terjadinya kenaikan inflasi.

BOKS 2. PENYUSUNAN ROADMAP TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (TPID)DALAM RANGKA USAHA PENGENDALIAN INFLASI DI PROVINSI NTT

Gambar Boks 2.I. Alur Pikir Penyusunan Roadmap TPID

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

Jan

Feb

Mar Apr

Mei

Jun

Jul

Agu

s

Sept

Okt

Nov Des Jan

Feb

Mar Apr

Mei

Jun

Jul

Agu

s

Sept

Okt

Nov Des Jan

Feb

Mar Apr

Mei

Jun

Jul

Agu

s

Sept

Okt

Nov Des Jan

Feb

Mar Apr

Mei

Jun

Jul

Agu

s

Sept

Okt

Nov Des

2011 2012 2013 2014

DISAGREGASI INFLASI

Core Adm. Prices Vol. Food

LiburanSekolah

Liburan Sekolah,

Kenaikan BBM

Liburan Sekolah

Liburan Sekolah

Kenaikan BBM, Momen Akhir Tahun

Momen Akhir Tahun

Belum Tibanya

musm panen Belum Tibanya

musm panen

Belum Tibanya

musm panen

Belum Tibanya

musm panen

Momen Akhir Tahun

Momen Akhir Tahun

Momen Akhir Tahun

Naiknya harga sewa rumah

Naiknya Tarif Tukang

%

Grafik Boks 2.I. Analisis Time Series Disagregasi Inflasi

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 29

Hingga triwulan I 2015, sudah terbentuk 15 TPID di Provinsi NTT dengan rincian 1 TPID Provinsi NTT, 1 TPID Kota Kupang

dan 13 TPID Kabupaten di NTT. Di tahun 2015, terdapat tambahan 2 TPID baru yaitu pembentukan TPID Kabupaten

Sumba Barat Daya dan TPID Kabupaten Flores Timur. Dari total 22 Kabupaten kota yang ada di Provinsi NTT, saat ini

masih terdapat 8 Kabupaten yang belum membentuk TPID antara lain kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah

Selatan, Timor Tengah Utara, Sabu Raijua, Malaka, Ngada, Nagekeo dan Lembata. Kedelapan kabupaten tersebut akan

menjadi fokus penguatan kelembagaan TPID ke depan. Selain itu, dalam triwulan I 2015, tim teknis TPID telah berhasil

menyusun road map TPID yang dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan program teknis dan strategis yang akan

dilakukan oleh TPID Provinsi NTT pada tahun 2015-2018 ke depan.

Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID

BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI28

Page 52: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Tabel Boks 2.2. Alternatif Solusi Permasalahan

Dalam tindak lanjutnya, perlu kerjasama semua pihak untuk dapat mengupayakan terlaksananya alternatif-alternatif solusi

yang muncul dalam roadmap TPID. Sebagai langkah jangka pendek ke depan, maka kegiatan koordinasi dalam

pengembangan roadmap dan diskusi tindak lanjut roadmap akan dilakukan. Diharapkan dengan langkah-langkah bersama

yang dilakukan oleh seluruh stakeholders terkait, maka pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dapat tercapai di Provinsi

NTT.

Setelah diketahui permasalahan dan pola inflasi dari 31 komoditas persisten inflasi tersebut, kemudian dilakukan identifikasi

solusi-solusi dengan memperhatikan RPJMD, RKPD hingga program TPID terkait lainnya. Penentuan solusi didasarkan pula

pada solusi jangka pendek (2015-2016) dan jangka menengah (2017-2018). Penentuan solusi didasarkan pula pada

beberapa kelompok aspek yang telah ditentukan, diantaranya aspek regulasi, aspek infrastruktur, aspek distribusi, aspek

koordinasi dan aspek kelembagaan. Beberapa alternatif solusi yang muncul, diantaranya adalah: 1) Aspek Edukasi:

Perubahan pola pikir SDM, 2) Aspek Infrastruktur: pengembangan sarana dan prasaran kelautan, 3) Aspek Kelembagaan:

penguatan kelembagaan dan pengawasan, 4) Aspek Koordinasi: penguatan koordinasi antar lembaga, 5) Aspek Monitoring

dan Evaluasi: Pengawasan dan Pelaksanaan Program, 6) Aspek Produksi: Bantuan Permodalan, 7) Aspek Regulasi: Regulasi

Investasi dan 8) Aspek Tata Niaga: Kebijakan Strategis Pemerintah.

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 31

Berdasarkan analisis tersebut, dilakukan identifikasi komoditas-komoditas utama yang persisten menyumbang

inflasi di Provinsi NTT untuk kemudian dilakukan pengkategorian menurut tingkat kontrol kewenangan. Dari

hasil pengkategorian, ditemukan 31 komoditas persisten inflasi yang terbagi dalam 3 (tiga) lingkup kewenangan,

yaitu 1) Kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) yang terdiri dari 23 (dua puluh tiga) komoditas, 2)

Kewenangan Pemerintah Pusat (Pempus) sebanyak 5 (lima) komoditas, serta 3) Kewenangan bersama antara

Pemda dan Pempus sebanyak 3 (tiga) komoditas.

Penyusunan roadmap kemudian dilanjutkan dengan melakukan identifikasi terhadap komoditas yang telah dibagi secara

kewenangannya tersebut dengan melakukan analisis data historis inflasi komoditas tersebut dan data-data lainnya yang

tersedia, seperti tingkat produksi, tingkat konsumsi, serta menggunakan data penelitian terdahulu. Analisis tersebut

digunakan untuk menentukan permasalahan-permasalahan yang muncul dari tiap-tiap komoditas. Permasalahan dapat

ditentukan berdasarkan pola inflasi musiman dari suatu komoditas tertentu, kondisi struktur pasar dan surplus-defisit neraca

pangan. Permasalahan kemudian dibagi menjadi 2 periode waktu penyelesaian, yaitu jangka pendek (2015-2016) dan jangka

menengah (2017-2018). Permasalahan utama yang muncul diantaranya adalah kondisi alam dan cuaca yang dapat

menghambat proses produksi dan distribusi barang-barang kebutuhan, kurangnya sarana dan prasarana pendukung

(transportasi, pertanian dan perikanan), serta minimnya pengawasan dan ketersediaan data.

KELOMPOK PERMASALAHAN

Administered Prices

Core Inflation

Volatile food

- Kendala demografi kepulauan yang mendorong ketergantungan pada angkutan udara.

- Kendala sarana dan prasarana bandara yang masih minim sehingga mengurangi penambahan jadwal terbang.

- Kendala sarana dan prasarana angkutan darat yang kurang memadai.

- Regulasi penyesuaian tiket pesawat yang harus minimal 40% dari batas atas.

- Pemasalahan gudang yang tidak buka 24 jam sehingga menambah biaya.

- Kurangnya investasi di bidang industri sehingga membuat tingginya harga barang karena biaya trasnportasi.

- Harga yang tinggi akibat kurangnya persaingan di sektor makanan jadi.

- Kurangnya perencanaan strategis pemerintah dalam pengembangan sentra kuliner.

- Mahalnya distribusi ke dan keluar NTT

- Kendala cuaca dan alam yang dapat menghambat produksi dan distribusi.

- Deviasi harga di tingkat importir dan pengecer yang tinggi.

- Kurangnya sarana dan prasarana air (jaringan tersier dan irigasi).

- Belum maksimalnya program-program pemerintah, seperti Gerakan Tanam Cabai saat Kemarau (GTCK) dan penyaluran

pupuk bersubsidi.

- Belum adanya dukungan data surplus dan defisit bahan pangan.

- Ketersediaan sarana dan prasarana pertanian yang masih kurang (pupuk, benih, alat penggiling padi, dst.

- Alat-alat produksi dan paska produksi ikan tangkap masih sederhana.

Tabel Boks 2.I. Permasalahan Utama dari Kelompok Komoditas

Grafik Boks 2.2. 31 (Tiga Puluh Satu) Komoditas Persisten terhadap Inflasi

BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI30

Page 53: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Tabel Boks 2.2. Alternatif Solusi Permasalahan

Dalam tindak lanjutnya, perlu kerjasama semua pihak untuk dapat mengupayakan terlaksananya alternatif-alternatif solusi

yang muncul dalam roadmap TPID. Sebagai langkah jangka pendek ke depan, maka kegiatan koordinasi dalam

pengembangan roadmap dan diskusi tindak lanjut roadmap akan dilakukan. Diharapkan dengan langkah-langkah bersama

yang dilakukan oleh seluruh stakeholders terkait, maka pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dapat tercapai di Provinsi

NTT.

Setelah diketahui permasalahan dan pola inflasi dari 31 komoditas persisten inflasi tersebut, kemudian dilakukan identifikasi

solusi-solusi dengan memperhatikan RPJMD, RKPD hingga program TPID terkait lainnya. Penentuan solusi didasarkan pula

pada solusi jangka pendek (2015-2016) dan jangka menengah (2017-2018). Penentuan solusi didasarkan pula pada

beberapa kelompok aspek yang telah ditentukan, diantaranya aspek regulasi, aspek infrastruktur, aspek distribusi, aspek

koordinasi dan aspek kelembagaan. Beberapa alternatif solusi yang muncul, diantaranya adalah: 1) Aspek Edukasi:

Perubahan pola pikir SDM, 2) Aspek Infrastruktur: pengembangan sarana dan prasaran kelautan, 3) Aspek Kelembagaan:

penguatan kelembagaan dan pengawasan, 4) Aspek Koordinasi: penguatan koordinasi antar lembaga, 5) Aspek Monitoring

dan Evaluasi: Pengawasan dan Pelaksanaan Program, 6) Aspek Produksi: Bantuan Permodalan, 7) Aspek Regulasi: Regulasi

Investasi dan 8) Aspek Tata Niaga: Kebijakan Strategis Pemerintah.

PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 31

Berdasarkan analisis tersebut, dilakukan identifikasi komoditas-komoditas utama yang persisten menyumbang

inflasi di Provinsi NTT untuk kemudian dilakukan pengkategorian menurut tingkat kontrol kewenangan. Dari

hasil pengkategorian, ditemukan 31 komoditas persisten inflasi yang terbagi dalam 3 (tiga) lingkup kewenangan,

yaitu 1) Kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) yang terdiri dari 23 (dua puluh tiga) komoditas, 2)

Kewenangan Pemerintah Pusat (Pempus) sebanyak 5 (lima) komoditas, serta 3) Kewenangan bersama antara

Pemda dan Pempus sebanyak 3 (tiga) komoditas.

Penyusunan roadmap kemudian dilanjutkan dengan melakukan identifikasi terhadap komoditas yang telah dibagi secara

kewenangannya tersebut dengan melakukan analisis data historis inflasi komoditas tersebut dan data-data lainnya yang

tersedia, seperti tingkat produksi, tingkat konsumsi, serta menggunakan data penelitian terdahulu. Analisis tersebut

digunakan untuk menentukan permasalahan-permasalahan yang muncul dari tiap-tiap komoditas. Permasalahan dapat

ditentukan berdasarkan pola inflasi musiman dari suatu komoditas tertentu, kondisi struktur pasar dan surplus-defisit neraca

pangan. Permasalahan kemudian dibagi menjadi 2 periode waktu penyelesaian, yaitu jangka pendek (2015-2016) dan jangka

menengah (2017-2018). Permasalahan utama yang muncul diantaranya adalah kondisi alam dan cuaca yang dapat

menghambat proses produksi dan distribusi barang-barang kebutuhan, kurangnya sarana dan prasarana pendukung

(transportasi, pertanian dan perikanan), serta minimnya pengawasan dan ketersediaan data.

KELOMPOK PERMASALAHAN

Administered Prices

Core Inflation

Volatile food

- Kendala demografi kepulauan yang mendorong ketergantungan pada angkutan udara.

- Kendala sarana dan prasarana bandara yang masih minim sehingga mengurangi penambahan jadwal terbang.

- Kendala sarana dan prasarana angkutan darat yang kurang memadai.

- Regulasi penyesuaian tiket pesawat yang harus minimal 40% dari batas atas.

- Pemasalahan gudang yang tidak buka 24 jam sehingga menambah biaya.

- Kurangnya investasi di bidang industri sehingga membuat tingginya harga barang karena biaya trasnportasi.

- Harga yang tinggi akibat kurangnya persaingan di sektor makanan jadi.

- Kurangnya perencanaan strategis pemerintah dalam pengembangan sentra kuliner.

- Mahalnya distribusi ke dan keluar NTT

- Kendala cuaca dan alam yang dapat menghambat produksi dan distribusi.

- Deviasi harga di tingkat importir dan pengecer yang tinggi.

- Kurangnya sarana dan prasarana air (jaringan tersier dan irigasi).

- Belum maksimalnya program-program pemerintah, seperti Gerakan Tanam Cabai saat Kemarau (GTCK) dan penyaluran

pupuk bersubsidi.

- Belum adanya dukungan data surplus dan defisit bahan pangan.

- Ketersediaan sarana dan prasarana pertanian yang masih kurang (pupuk, benih, alat penggiling padi, dst.

- Alat-alat produksi dan paska produksi ikan tangkap masih sederhana.

Tabel Boks 2.I. Permasalahan Utama dari Kelompok Komoditas

Grafik Boks 2.2. 31 (Tiga Puluh Satu) Komoditas Persisten terhadap Inflasi

BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI30

Page 54: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BAB III

Page 55: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BAB III

Page 56: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 33

3.1 KONDISI UMUM

Pada Triwulan I 2015 kinerja perbankan di Provinsi NTT baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat

secara umum masih menunjukkan perkembangan positif. Hal tersebut tercermin dari indikator total aset, dan

Dana pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh cukup besar, serta didukung oleh tingkat risiko likuiditas yang lebih rendah dari

triwulan sebelumnya yakni sebesar 87,30%. Namun demikian, penyaluran kredit pada triwulan laporan mengalami

perlambatan, hal tersebut juga diikuti dengan meningkatnya angka rasio kredit bermasalah menjadi 1,60% dari 1,42%

pada triwulan sebelumnya. Akan tetapi rasio tersebut masih dibawah nasional dan berada pada level aman dibawah

5% atas rasio kredit macet yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 menurun. Aliran uang kartal di Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan ini didominasi oleh cash inflow. Uang yang masuk pada periode

ini tercatat sebesar Rp.1.803,98 miliar atau tumbuh sebesar 31,50% (yoy) lebih tinggi dari periode sebelumnya yang

hanya tumbuh sebesar 18,80% (yoy). Sementara itu, uang yang beredar dimasyarakat mengalami sedikit pertumbuhan

dari 7,60% (yoy) pada Triwulan IV 2014 menjadi 10,37% (yoy) pada Triwulan I 2015, atau dengan nominal sebesar

Rp.355,45 miliar, sehingga pada Triwulan I 2015 terjadi net inflow sebesar Rp.1.448,53 atau tumbuh 31,50%

(yoy)dibandingkan Triwulan IV 2014 yang tumbuh sebesar 18,80% (yoy).

Kinerja perbankan dan sistem pembayaran sedikit meningkat.

Beberapa indikator kinerja perbankan tumbuh positif yang diiringi dengan penurunan angka

Loan to Deposit Ratio (LDR).

Beberapa indikator Sistem Pembayaran mengalami perlambatan.

Aset (miliar) Kredit (miliar) DPK (miliar) y-o-y aset y-o-y kredit y-o-y DPK

Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan Grafik 3.2. Perkembangan Rasio Perbankan

LDR NPL

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%40.000

30.000

20.000

10.000

- IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

I

2015

0,5%

1,0%

1,5%

2,0%

78%

80%

82%

84%

86%

88%

90%

92%

94%

IV I II III IV2013

I II III IV20142012

I2015

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

Page 57: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 33

3.1 KONDISI UMUM

Pada Triwulan I 2015 kinerja perbankan di Provinsi NTT baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat

secara umum masih menunjukkan perkembangan positif. Hal tersebut tercermin dari indikator total aset, dan

Dana pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh cukup besar, serta didukung oleh tingkat risiko likuiditas yang lebih rendah dari

triwulan sebelumnya yakni sebesar 87,30%. Namun demikian, penyaluran kredit pada triwulan laporan mengalami

perlambatan, hal tersebut juga diikuti dengan meningkatnya angka rasio kredit bermasalah menjadi 1,60% dari 1,42%

pada triwulan sebelumnya. Akan tetapi rasio tersebut masih dibawah nasional dan berada pada level aman dibawah

5% atas rasio kredit macet yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 menurun. Aliran uang kartal di Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan ini didominasi oleh cash inflow. Uang yang masuk pada periode

ini tercatat sebesar Rp.1.803,98 miliar atau tumbuh sebesar 31,50% (yoy) lebih tinggi dari periode sebelumnya yang

hanya tumbuh sebesar 18,80% (yoy). Sementara itu, uang yang beredar dimasyarakat mengalami sedikit pertumbuhan

dari 7,60% (yoy) pada Triwulan IV 2014 menjadi 10,37% (yoy) pada Triwulan I 2015, atau dengan nominal sebesar

Rp.355,45 miliar, sehingga pada Triwulan I 2015 terjadi net inflow sebesar Rp.1.448,53 atau tumbuh 31,50%

(yoy)dibandingkan Triwulan IV 2014 yang tumbuh sebesar 18,80% (yoy).

Kinerja perbankan dan sistem pembayaran sedikit meningkat.

Beberapa indikator kinerja perbankan tumbuh positif yang diiringi dengan penurunan angka

Loan to Deposit Ratio (LDR).

Beberapa indikator Sistem Pembayaran mengalami perlambatan.

Aset (miliar) Kredit (miliar) DPK (miliar) y-o-y aset y-o-y kredit y-o-y DPK

Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan Grafik 3.2. Perkembangan Rasio Perbankan

LDR NPL

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%40.000

30.000

20.000

10.000

- IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

I

2015

0,5%

1,0%

1,5%

2,0%

78%

80%

82%

84%

86%

88%

90%

92%

94%

IV I II III IV2013

I II III IV20142012

I2015

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

Page 58: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Kinerja Bank Umum di Provinsi NTT sampai dengan Triwulan I 2015 rata-rata tumbuh positif. Hal tersebut

tercermin dari pertumbuhan indikator kinerja utama yaitu total Aset sebesar 28,14% (yoy), dan Dana Pihak Ketiga

sebesar 15,93% (yoy). Namun demikian pertumbuhan kredit pada triwulan ini mengalami perlambatan sebesar

14,30% (yoy). Peningkatan DPK dan melambatnya penyaluran kredit mendorong penurunan rasio Loan to Deposit

Ratio (LDR) Bank Umum dari sebesar 92,05% pada Triwulan IV 2014, menjadi sebesar 87,01% pada Triwulan I 2015.

Sementara itu, rasio kredit macet (NPL) pada Triwulan I 2015 mencapai 1,63%, lebih tinggi dibandingkan Triwulan IV

2014 yang sebesar 1,36%. Meningkatnya angka NPL ini didorong oleh tingginya NPL di beberapa kabupaten

diantaranya kabupaten Kupang, Sabu Raijua dan Manggarai Barat. Penyebab kemacetan ini rata-rata berada

dibeberapa sektor diantaranya sektor perdagangan besar dan eceran, konstruksi dan perikanan.

3.2.1. Aset dan Aktiva ProduktifSampai dengan Triwulan I 2015 perkembangan kinerja Bank Umum yang tercermin dari pertumbuhan aset

masih relatif baik. Pertumbuhan aset Bank Umum di Provinsi NTT dibandingkan dengan tahun lalu menunjukkan

pertumbuhan yang meningkat. Total aset Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 mencapai Rp.29,88 triliun

atau tumbuh sebesar 28,14% (yoy).

Berdasarkan kelompok bank, pada triwulan ini Bank Persero masih menjadi penyumbang terbesar dari total aset yaitu

sebesar 48,40%, namun masih lebih kecil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yakni sebesar 50,84%, kemudian

diikuti oleh Bank Pemerintah Daerah yang menyumbang porsi sebesar 40,58%, lebih besar dibandingkan dengan

Triwulan IV 2014 yang hanya mendapat pangsa sebesar 36,10%, selanjutnya disusul oleh Bank Swasta Nasional yang

menyumbang porsi aset Bank Umum di NTT sebesar 11,02% dari porsi 13,07% pada Triwulan IV 2014.

3.2.2. Dana Pihak KetigaPada Triwulan I 2015 penghimpunan DPK oleh Bank Umum di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Sampai

dengan triwulan ini, penghimpunan DPK yang berhasil dihimpun oleh Bank Umum sebesar Rp.19,80 triliun atau

tumbuh sebesar 15,93% (yoy). Peningkatan pertumbuhan DPK pada periode laporan terutama didorong oleh

peningkatan pertumbuhan Giro yang mencapai 32,32% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang

hanya tumbuh sebesar 27,44% (yoy). Peningkatan giro terutama disumbang oleh peningkatan giro pemerintah yang

disebabkan oleh relatif rendahnya realisasi belanja pemerintah, sedangkan penerimaan dana transfer relatif sedikit

meningkat dibanding tahun sebelumnya. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan Giro yang dihimpun oleh Bank

Umum, Tabungan juga mengalami pertumbuhan yang positif yakni sebesar 6,00% (yoy) pada Triwulan I 2015,

3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM

Grafik 3.4.Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank

BANK PERSEROBANK PEMERINTAH DAERAHBANK SWASTA NASIONAL

48,40%

40,58%

11,02%

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 35

Seiring dengan penurunan transaksi tunai, transaksi non tunai juga mengalami perlambatan. Transaksi menggunakan

kliring secara nominal melambat 17,93% (yoy) atau sebesar Rp.990,91 miliar dari Rp.1.193,14 miliar pada triwulan

sebelumnya. Rasio Cek/BG kosong pada triwulan ini mengalami peningkatan dari 1,25% pada Triwulan IV 2014

menjadi 1,62% pada Triwulan I 2015. Sedangkan untuk transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) masih mencatat

Net To NTT atau aliran dana masuk ke NTT lebih besar dibandingkan dengan aliran dana yang keluar. Hal ini diduga

disebabkan oleh adanya aktivitas investasi yang meningkat dan di sisi lain, belanja konsumsi di NTT mengalami

perlambatan. Aliran dana masuk mengalami penurunan sebesar 66,80% (qtq) atau sebesar Rp.2.920,49 miliar

dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp.8.795,84 miliar. Pembayaran proyek-proyek pemerintah yang

biasa dilakukan pada akhir tahun membuat nilai RTGS pada Triwulan I 2015 terkesan menurun dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya.

Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan dicatat oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan I

2015 mencapai 27 lembar, meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya sebanyak 8

lembar. Peningkatan temuan uang palsu tersebut disebabkan oleh semakin membaiknya tingkat kepatuhan perbankan

dan tingkat kesadaran masyarakat dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya kepada Bank Indonesia, serta

pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu oleh kepolisian.

Grafik 3.3. Perkembangan SKNBI

160.00%

140.00%

120.00%

100.00%

80.00%

60.00%

40.00%

20.00%

0.00%

-20.00%

-40.00%

-60.00%

60.00%

50.00%

40.00%

30.00%

20.00%

10.00%

0.00%

YOY

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

I II III IV2011

I II III IV2012

Volume Kliring Volume Cek/BG Kosong Nominal Kliring Nominal Cek/BG Kosong

Tabel 3.1.Perkembangan BI-RTGS

Transaksi RTGS

DARI (FROM) NTT

MENUJU (TO) NTT

20132014

I II III IV2014

Nilai (Rp miliar)

% yoy

Volume

% yoy

Nilai (Rp miliar)

% yoy

Volume

% yoy

90,782 17,189 20,598 24,091 26,834 88,712 31,694

14.73% -24.24% -5.85% 16.29% 5.23% -2.28% 184.39%

46,994 10,696 10,475 10,707 11,053 42,931 6,013

-7.82% 10.22% 12.24% -15.23% -27.89% -8.65% 56.22%

80,032 14,184 13,053 29,842 35,630 92,709 34,615

22.75% 6.58% -42.61% 67.84% 36.00% 15.84% 244.03%

29,516 7,809 7,868 8,776 9,294 33,747 5,984

-9.27% 37.31% 28.10% 6.91% -1.94% 14.33% 76.63%

10,750 3,004 7,545 (5,751) (8,796) (3,998) (2,920)

-22.79% -67.97% -969.65% -295.83% 1159.36% -137.19% -197.21%

17,478 2,887 2,607 1,931 1,759 9,184 29

-5.26% -28.13% -18.29% -56.32% -69.93% -47.45% -99.00%

NET FROM (TO) NTT

2015

I

Nilai (Rp miliar)

% yoy

Volume

% yoy

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN34

Page 59: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Kinerja Bank Umum di Provinsi NTT sampai dengan Triwulan I 2015 rata-rata tumbuh positif. Hal tersebut

tercermin dari pertumbuhan indikator kinerja utama yaitu total Aset sebesar 28,14% (yoy), dan Dana Pihak Ketiga

sebesar 15,93% (yoy). Namun demikian pertumbuhan kredit pada triwulan ini mengalami perlambatan sebesar

14,30% (yoy). Peningkatan DPK dan melambatnya penyaluran kredit mendorong penurunan rasio Loan to Deposit

Ratio (LDR) Bank Umum dari sebesar 92,05% pada Triwulan IV 2014, menjadi sebesar 87,01% pada Triwulan I 2015.

Sementara itu, rasio kredit macet (NPL) pada Triwulan I 2015 mencapai 1,63%, lebih tinggi dibandingkan Triwulan IV

2014 yang sebesar 1,36%. Meningkatnya angka NPL ini didorong oleh tingginya NPL di beberapa kabupaten

diantaranya kabupaten Kupang, Sabu Raijua dan Manggarai Barat. Penyebab kemacetan ini rata-rata berada

dibeberapa sektor diantaranya sektor perdagangan besar dan eceran, konstruksi dan perikanan.

3.2.1. Aset dan Aktiva ProduktifSampai dengan Triwulan I 2015 perkembangan kinerja Bank Umum yang tercermin dari pertumbuhan aset

masih relatif baik. Pertumbuhan aset Bank Umum di Provinsi NTT dibandingkan dengan tahun lalu menunjukkan

pertumbuhan yang meningkat. Total aset Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 mencapai Rp.29,88 triliun

atau tumbuh sebesar 28,14% (yoy).

Berdasarkan kelompok bank, pada triwulan ini Bank Persero masih menjadi penyumbang terbesar dari total aset yaitu

sebesar 48,40%, namun masih lebih kecil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yakni sebesar 50,84%, kemudian

diikuti oleh Bank Pemerintah Daerah yang menyumbang porsi sebesar 40,58%, lebih besar dibandingkan dengan

Triwulan IV 2014 yang hanya mendapat pangsa sebesar 36,10%, selanjutnya disusul oleh Bank Swasta Nasional yang

menyumbang porsi aset Bank Umum di NTT sebesar 11,02% dari porsi 13,07% pada Triwulan IV 2014.

3.2.2. Dana Pihak KetigaPada Triwulan I 2015 penghimpunan DPK oleh Bank Umum di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Sampai

dengan triwulan ini, penghimpunan DPK yang berhasil dihimpun oleh Bank Umum sebesar Rp.19,80 triliun atau

tumbuh sebesar 15,93% (yoy). Peningkatan pertumbuhan DPK pada periode laporan terutama didorong oleh

peningkatan pertumbuhan Giro yang mencapai 32,32% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang

hanya tumbuh sebesar 27,44% (yoy). Peningkatan giro terutama disumbang oleh peningkatan giro pemerintah yang

disebabkan oleh relatif rendahnya realisasi belanja pemerintah, sedangkan penerimaan dana transfer relatif sedikit

meningkat dibanding tahun sebelumnya. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan Giro yang dihimpun oleh Bank

Umum, Tabungan juga mengalami pertumbuhan yang positif yakni sebesar 6,00% (yoy) pada Triwulan I 2015,

3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM

Grafik 3.4.Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank

BANK PERSEROBANK PEMERINTAH DAERAHBANK SWASTA NASIONAL

48,40%

40,58%

11,02%

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 35

Seiring dengan penurunan transaksi tunai, transaksi non tunai juga mengalami perlambatan. Transaksi menggunakan

kliring secara nominal melambat 17,93% (yoy) atau sebesar Rp.990,91 miliar dari Rp.1.193,14 miliar pada triwulan

sebelumnya. Rasio Cek/BG kosong pada triwulan ini mengalami peningkatan dari 1,25% pada Triwulan IV 2014

menjadi 1,62% pada Triwulan I 2015. Sedangkan untuk transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) masih mencatat

Net To NTT atau aliran dana masuk ke NTT lebih besar dibandingkan dengan aliran dana yang keluar. Hal ini diduga

disebabkan oleh adanya aktivitas investasi yang meningkat dan di sisi lain, belanja konsumsi di NTT mengalami

perlambatan. Aliran dana masuk mengalami penurunan sebesar 66,80% (qtq) atau sebesar Rp.2.920,49 miliar

dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp.8.795,84 miliar. Pembayaran proyek-proyek pemerintah yang

biasa dilakukan pada akhir tahun membuat nilai RTGS pada Triwulan I 2015 terkesan menurun dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya.

Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan dicatat oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan I

2015 mencapai 27 lembar, meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya sebanyak 8

lembar. Peningkatan temuan uang palsu tersebut disebabkan oleh semakin membaiknya tingkat kepatuhan perbankan

dan tingkat kesadaran masyarakat dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya kepada Bank Indonesia, serta

pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu oleh kepolisian.

Grafik 3.3. Perkembangan SKNBI

160.00%

140.00%

120.00%

100.00%

80.00%

60.00%

40.00%

20.00%

0.00%

-20.00%

-40.00%

-60.00%

60.00%

50.00%

40.00%

30.00%

20.00%

10.00%

0.00%

YOY

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

I II III IV2011

I II III IV2012

Volume Kliring Volume Cek/BG Kosong Nominal Kliring Nominal Cek/BG Kosong

Tabel 3.1.Perkembangan BI-RTGS

Transaksi RTGS

DARI (FROM) NTT

MENUJU (TO) NTT

20132014

I II III IV2014

Nilai (Rp miliar)

% yoy

Volume

% yoy

Nilai (Rp miliar)

% yoy

Volume

% yoy

90,782 17,189 20,598 24,091 26,834 88,712 31,694

14.73% -24.24% -5.85% 16.29% 5.23% -2.28% 184.39%

46,994 10,696 10,475 10,707 11,053 42,931 6,013

-7.82% 10.22% 12.24% -15.23% -27.89% -8.65% 56.22%

80,032 14,184 13,053 29,842 35,630 92,709 34,615

22.75% 6.58% -42.61% 67.84% 36.00% 15.84% 244.03%

29,516 7,809 7,868 8,776 9,294 33,747 5,984

-9.27% 37.31% 28.10% 6.91% -1.94% 14.33% 76.63%

10,750 3,004 7,545 (5,751) (8,796) (3,998) (2,920)

-22.79% -67.97% -969.65% -295.83% 1159.36% -137.19% -197.21%

17,478 2,887 2,607 1,931 1,759 9,184 29

-5.26% -28.13% -18.29% -56.32% -69.93% -47.45% -99.00%

NET FROM (TO) NTT

2015

I

Nilai (Rp miliar)

% yoy

Volume

% yoy

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN34

Page 60: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Penyaluran kredit apabila dilihat dari komposisi jenis penggunaan kredit, maka kredit Konsumsi mengambil bagian

terbesar yakni sebesar 62,06%, selanjutnya kredit Modal Kerja dengan pangsa sebesar 30,29%, dan kredit Investasi

sebesar 7,65%. Sebagai informasi bahwa sektor terbesar penyaluran kredit konsumsi pada triwulan ini adalah sektor

rumah tangga untuk keperluan multiguna dengan porsi 55,13% dan sektor bukan lapangan usaha lainnya sebesar

31,84%.

3.2.4. Kualitas KreditRasio kredit macet (Net Performing Loan ; NPL) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 mencapai 1,63%.

Meningkatnya rasio NPL didorong oleh beberapa jenis kredit, diantaranya kredit Modal Kerja dengan rasio NPL sebesar

3,12% pada triwulan laporan dari 2,69% pada Triwulan IV 2014. Sementara itu, kredit Investasi memperoleh rasio NPL

sebesar 2,95% pada triwulan ini, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 2,37%. Peningkatan NPL

pada kredit Modal Kerja dan Investasi dapat menggambarkan penurunan kualitas kredit produktif di Provinsi NTT.

Selanjutnya diikuti oleh kredit Konsumsi dengan rasio NPL pada Triwulan IV 2014 sebesar 0,57% menjadi 0,74% pada

Triwulan I 2015.

3.2.5. Suku BungaPada Triwulan I 2015 rata-rata suku bunga kredit berdasarkan jenis penggunaan mengalami penurunan. Adapun suku

bunga kredit Modal kerja pada triwulan ini sebesar 14,06% sedikit menurun dibanding 14,08% pada triwulan

sebelumnya. Selanjutnya kredit Konsumsi juga mengalami penurunan dari 14,58% pada Triwulan IV 2014 menjadi

14,53% pada Triwulan I 2015. Suku bunga kredit Investasi masih tetap seperti triwulan sebelumnya yaitu sebesar

15,33%. Penurunan suku bunga menunjukkan mulai berdampaknya penurunan suku bunga Bank Indonesia dalam

upaya menggerakkan ekonomi Indonesia.

Grafik 3.10. Lima Sektor Utama Pendorong Kredit

62,06%

25,93%

2,80%

1,89%

1,57%

PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

KONSTRUKSI

JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA , HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA

PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM

Grafik 3.8. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.9. Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

KONSUMSIMODAL KERJAINVESTASI

61,06%

30, 29%

7,65%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

y-o-y kredit y-o-y modal kerja y-o-y investasi y-o-y konsumsi

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

I

2015

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 37

Grafik 3.7.Share DPK Berdasarkan Golongan Nasabah

Pemerintah Swasta Perorangan Lainnya

Giro Deposito Tabungan

4669.09

396.19

396.8811.87

1836.71

257.12

3099.97

38.62

902.008037.37

14.39

137.82

dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang hanya tumbuh sebesar 4,55% (yoy). Deposito yang berhasil dihimpun oleh

Bank Umum pada triwulan ini mengalami perlambatan yakni sebesar 19,92% (yoy), lebih rendah apabila dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 25,82% (yoy).

Penghimpunan DPK di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 masih didominasi oleh komponen Tabungan dengan nominal

sebesar Rp.9,09 triliun atau dengan porsi terhadap total DPK sebesar 45,92%, porsi tersebut lebih kecil bila

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai 55,92%. Sementara itu, giro dan deposito memperoleh

porsi yang lebih kecil yaitu masing-masing 27,65% dan 26,43%.

Ditinjau dari golongan nasabahnya, golongan nasabah perorangan masih memiliki andil terbesar pertama dari total

penghimpunan dana yaitu mencapai 58,26%, diikuti oleh golongan pemerintah sebesar 33,56%, kemudian golongan

swasta sebesar 7,86% dan lainnya sebesar 0,33%.

3.2.3. Penyaluran Kredit / PembiayaanPenyaluran kredit Bank Umum di Provinsi NTT pada triwulan ini mengalami sedikit perlambatan. Kredit yang

disalurkan di Provinsi NTT mencapai Rp.17,23 triliun atau tumbuh sebesar 14,30% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih

rendah apabila dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang mencapai 14,59% (yoy).

Melambatnya penyaluran kredit di Provinsi NTT didorong oleh melambatnya penyaluran kredit Modal Kerja

dan Konsumsi. Pertumbuhan kredit Modal Kerja pada Triwulan I 2015 sebesar 20,72% (yoy) sedikit lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 21,01% (yoy), sementara itu kredit Konsumsi juga sedikit

melambat dari 11,73% (yoy) pada Triwulan IV 2014 menjadi 10,97% (yoy) pada Triwulan I 2015. Namun demikian,

perlambatan penyaluran kredit tidak terjadi untuk kredit Investasi yang pada Triwulan I 2015 meningkat 18,15% (yoy)

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 13,78% (yoy).

Share

Giro Deposito Tabungan DPK (yoy)

Grafik 3.6.Perkembangan Komponen DPKGrafik 3.5.Pertumbuhan DPK

Giro (yoy) Deposito (yoy) Tabungan (yoy)

40%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

IV I II III IV20142013

I2015

I2015

IV I II III IV20142013

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN36

Page 61: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Penyaluran kredit apabila dilihat dari komposisi jenis penggunaan kredit, maka kredit Konsumsi mengambil bagian

terbesar yakni sebesar 62,06%, selanjutnya kredit Modal Kerja dengan pangsa sebesar 30,29%, dan kredit Investasi

sebesar 7,65%. Sebagai informasi bahwa sektor terbesar penyaluran kredit konsumsi pada triwulan ini adalah sektor

rumah tangga untuk keperluan multiguna dengan porsi 55,13% dan sektor bukan lapangan usaha lainnya sebesar

31,84%.

3.2.4. Kualitas KreditRasio kredit macet (Net Performing Loan ; NPL) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 mencapai 1,63%.

Meningkatnya rasio NPL didorong oleh beberapa jenis kredit, diantaranya kredit Modal Kerja dengan rasio NPL sebesar

3,12% pada triwulan laporan dari 2,69% pada Triwulan IV 2014. Sementara itu, kredit Investasi memperoleh rasio NPL

sebesar 2,95% pada triwulan ini, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 2,37%. Peningkatan NPL

pada kredit Modal Kerja dan Investasi dapat menggambarkan penurunan kualitas kredit produktif di Provinsi NTT.

Selanjutnya diikuti oleh kredit Konsumsi dengan rasio NPL pada Triwulan IV 2014 sebesar 0,57% menjadi 0,74% pada

Triwulan I 2015.

3.2.5. Suku BungaPada Triwulan I 2015 rata-rata suku bunga kredit berdasarkan jenis penggunaan mengalami penurunan. Adapun suku

bunga kredit Modal kerja pada triwulan ini sebesar 14,06% sedikit menurun dibanding 14,08% pada triwulan

sebelumnya. Selanjutnya kredit Konsumsi juga mengalami penurunan dari 14,58% pada Triwulan IV 2014 menjadi

14,53% pada Triwulan I 2015. Suku bunga kredit Investasi masih tetap seperti triwulan sebelumnya yaitu sebesar

15,33%. Penurunan suku bunga menunjukkan mulai berdampaknya penurunan suku bunga Bank Indonesia dalam

upaya menggerakkan ekonomi Indonesia.

Grafik 3.10. Lima Sektor Utama Pendorong Kredit

62,06%

25,93%

2,80%

1,89%

1,57%

PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

KONSTRUKSI

JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA , HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA

PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM

Grafik 3.8. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.9. Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

KONSUMSIMODAL KERJAINVESTASI

61,06%

30, 29%

7,65%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

y-o-y kredit y-o-y modal kerja y-o-y investasi y-o-y konsumsi

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

I

2015

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 37

Grafik 3.7.Share DPK Berdasarkan Golongan Nasabah

Pemerintah Swasta Perorangan Lainnya

Giro Deposito Tabungan

4669.09

396.19

396.8811.87

1836.71

257.12

3099.97

38.62

902.008037.37

14.39

137.82

dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang hanya tumbuh sebesar 4,55% (yoy). Deposito yang berhasil dihimpun oleh

Bank Umum pada triwulan ini mengalami perlambatan yakni sebesar 19,92% (yoy), lebih rendah apabila dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 25,82% (yoy).

Penghimpunan DPK di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 masih didominasi oleh komponen Tabungan dengan nominal

sebesar Rp.9,09 triliun atau dengan porsi terhadap total DPK sebesar 45,92%, porsi tersebut lebih kecil bila

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai 55,92%. Sementara itu, giro dan deposito memperoleh

porsi yang lebih kecil yaitu masing-masing 27,65% dan 26,43%.

Ditinjau dari golongan nasabahnya, golongan nasabah perorangan masih memiliki andil terbesar pertama dari total

penghimpunan dana yaitu mencapai 58,26%, diikuti oleh golongan pemerintah sebesar 33,56%, kemudian golongan

swasta sebesar 7,86% dan lainnya sebesar 0,33%.

3.2.3. Penyaluran Kredit / PembiayaanPenyaluran kredit Bank Umum di Provinsi NTT pada triwulan ini mengalami sedikit perlambatan. Kredit yang

disalurkan di Provinsi NTT mencapai Rp.17,23 triliun atau tumbuh sebesar 14,30% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih

rendah apabila dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang mencapai 14,59% (yoy).

Melambatnya penyaluran kredit di Provinsi NTT didorong oleh melambatnya penyaluran kredit Modal Kerja

dan Konsumsi. Pertumbuhan kredit Modal Kerja pada Triwulan I 2015 sebesar 20,72% (yoy) sedikit lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 21,01% (yoy), sementara itu kredit Konsumsi juga sedikit

melambat dari 11,73% (yoy) pada Triwulan IV 2014 menjadi 10,97% (yoy) pada Triwulan I 2015. Namun demikian,

perlambatan penyaluran kredit tidak terjadi untuk kredit Investasi yang pada Triwulan I 2015 meningkat 18,15% (yoy)

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 13,78% (yoy).

Share

Giro Deposito Tabungan DPK (yoy)

Grafik 3.6.Perkembangan Komponen DPKGrafik 3.5.Pertumbuhan DPK

Giro (yoy) Deposito (yoy) Tabungan (yoy)

40%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

IV I II III IV20142013

I2015

I2015

IV I II III IV20142013

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN36

Page 62: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Sampai dengan Triwulan I 2015 kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) rata-rata tumbuh melambat. Melambatnya

pertumbuhan kinerja BPR disebabkan oleh melambatnya bebarapa indikator kinerja BPR, diantaranya penghimpunan

DPK dari pertumbuhan 24,79% yoy menjadi 24,45% yoy pada triwulan laporan, penyaluran Kredit pada Triwulan I

2015 tumbuh melambat sebesar 22,27% yoy dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar

24,56% yoy. Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami peningkatan dari 79,40% menjadi 80,46% dan Non Performing

Loan (NPL) pada triwulan laporan mencapai 5,46% dari 4,76% pada Triwulan IV 2014. Secara umum walaupun terjadi

pelambatan, kinerja BPR masih relatif lebih baik dibanding kinerja bank umum. Namun demikian, kualitas penyaluran

kredit justru mengalami penurunan.Kualitas kredit yang buruk diperkirakan karena ada perlambatan ekonomi secara

keseluruhan.

Pada Triwulan I 2015, total dana masyarakat yang disimpan pada BPR di Provinsi NTT mencapai Rp.311,39 miliar.

Penghimpunan DPK oleh BPR yang melambat didorong oleh melambatnya komponen Tabungan yaitu sebesar 16,31%

(yoy) pada triwulan ini dari 32,58% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, komponen Deposito pada Triwulan I

2015 mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 29,52% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang hanya

mencapai 20,11% (yoy).

Komponen DPK bila dilihat berdasarkan komposisi masih didominasi oleh deposito yang mencapai 64,15%, sementara

Tabungan memperoleh proporsi yang lebih kecil yaitu sebesar 35,85% dari total DPK.

Tabel 3.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan

2013

I II III IV

253,67

24,82%

180,85

17,59%

181,93

24,84%

99,41%

7,38%

263,47

23,40%

212,00

27,15%

183,85

17,67%

115,31%

5,71%

302,54

36,44%

242,30

42,07%

211,41

30,29%

114,61%

4,33%

336,87

34,35%

255,73

45,80%

247,60

33,00%

84,26%

2,49%

343,28

35,32%

270,06

49,33%

250,20

37,53%

82,57%

6,63%

355,19

34,81%

294,39

38,87%

323,64

76,04%

85,60%

7,34%

373,58

23,48%

306,28

26,41%

274,78

29,98%

84,13%

8,49%

415.26

23.27%

318.54

24.56%

308.97

24.79%

79.40%

4.76%

2014

I II III IVIndikator Utama

IV

2012

250,74

26,62%

175,40

17,55%

186,17

30,26%

94,21%

4,26%

Aset (miliar)

y-o-y aset

Kredit (miliar)

y-o-y kredit

DPK (miliar)

y-o-y DPK

LDR

NPL

436.99

27.30%

330.21

22.27%

311.39

24.45%

80.46%

5.46%

I

2015

3.3 PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)

Deposito Tabungan y-o-y deposito y-o-y tabungan

Grafik 3.16 Pertumbuhan DPK BPR

0,00%5,00%10,00%15,00%20,00%25,00%30,00%35,00%40,00%45,00%

20,00 40,00 60,00 80,00

100,00 120,00 140,00 160,00 180,00 200,00

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.15 DPK BPR Menurut Komposisi

DEPOSITOTABUNGAN

199.77

111.62 35,85%

64,15%

I

2015

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 39

3.2.6. Kredit Usaha Mikro Kecil MenengahDalam mendukung perekonomian daerah, perbankan di Provinsi NTT terus berperan aktif untuk meningkatkan peran

UMKM. Hal tersebut ditunjukkan dengan upaya peningkatan penyaluran kredit kepada sektor UMKM. Penyaluran

kredit Bank Umum kepada UMKM mencapai 30,38%. Pertumbuhanan kredit UMKM pada triwulan ini yaitu sebesar

25,08% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yaitu mencapai 28,82%(yoy). Risiko kredit (NPL) UMKM sebesar

3,38% pada Triwulan I 2015 lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai

2,84%.Peningkatan angka NPL ini disebabkan oleh meningkatnya NPL UMKM Kredit Investasi sebesar 3,78% pada

triwulan ini, lebih tinggi bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 2,87%. Selain itu, NPL UMKM

Kredit Modal Kerja juga mengalami peningkatan, dari 2,83% pada Triwulan IV 2014 menjadi 3,30% pada Triwulan I

2015. Walaupun demikian, kredit UMKM masih terus menunjukkan pertumbuhan yang positif dan menggambarkan

peningkatan kinerja di sektor produktif sebagai pendorong utama ekonomi di Provinsi NTT.

Apabila dilihat dari sisi penggunaan kredit UMKM, mayoritas berupa Kredit Modal Kerja (KMK) dengan porsi sekitar

82% dari total kredit. Pertumbuhan kredit Modal Kerja pada Triwulan I 2015 mengalami perlambatan sebesar 25,97%

(yoy) dari triwulan sebelumnya yang mencapai 28,19%(yoy). Sementara itu, pada triwulan ini kredit Investasi juga ikut

melambat dengan pertumbuhan sebesar 21,11% (yoy) dari 31,83% (yoy) pada Triwulan IV 2014.

Untuk membantu perkembangan UMKM di Provinsi NTT, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dan

Pemerintah setempat menyediakan berbagai fasilitas dan kebijakan sebagai upaya pengembangan UMKM, antara lain

dengan memberikan bantuan teknis/pelatihan dan pengembangan klaster komoditas potensial.

Grafik 3.14 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan

MODAL KERJAINVESTASI

17.79%

82.21%

931.2

4302.9

Rp Miliar

Grafik 3.13.Perkembangan Kredit UMKM

Nominal UMKM Nominal NPL Pertumbuhan UMKM % NPL

-

1.000,00

2.000,00

3.000,00

4.000,00

5.000,00

6.000,00

IV I II III IV2013

I II III IV20142012

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

35,00%

I2015

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

Kredit (yoy) Ratio NPL BI Rate

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.11. Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate

I

2015

12,50%13,00%13,50%14,00%14,50%15,00%15,50%16,00%16,50%

Modal Kerja Investasi Konsumsi Rata-rata BI Rate

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.12. Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga dan BI Rate

0%2%4%6%8%10%12%14%16%

I

2015

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN38

Page 63: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Sampai dengan Triwulan I 2015 kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) rata-rata tumbuh melambat. Melambatnya

pertumbuhan kinerja BPR disebabkan oleh melambatnya bebarapa indikator kinerja BPR, diantaranya penghimpunan

DPK dari pertumbuhan 24,79% yoy menjadi 24,45% yoy pada triwulan laporan, penyaluran Kredit pada Triwulan I

2015 tumbuh melambat sebesar 22,27% yoy dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar

24,56% yoy. Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami peningkatan dari 79,40% menjadi 80,46% dan Non Performing

Loan (NPL) pada triwulan laporan mencapai 5,46% dari 4,76% pada Triwulan IV 2014. Secara umum walaupun terjadi

pelambatan, kinerja BPR masih relatif lebih baik dibanding kinerja bank umum. Namun demikian, kualitas penyaluran

kredit justru mengalami penurunan.Kualitas kredit yang buruk diperkirakan karena ada perlambatan ekonomi secara

keseluruhan.

Pada Triwulan I 2015, total dana masyarakat yang disimpan pada BPR di Provinsi NTT mencapai Rp.311,39 miliar.

Penghimpunan DPK oleh BPR yang melambat didorong oleh melambatnya komponen Tabungan yaitu sebesar 16,31%

(yoy) pada triwulan ini dari 32,58% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, komponen Deposito pada Triwulan I

2015 mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 29,52% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang hanya

mencapai 20,11% (yoy).

Komponen DPK bila dilihat berdasarkan komposisi masih didominasi oleh deposito yang mencapai 64,15%, sementara

Tabungan memperoleh proporsi yang lebih kecil yaitu sebesar 35,85% dari total DPK.

Tabel 3.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan

2013

I II III IV

253,67

24,82%

180,85

17,59%

181,93

24,84%

99,41%

7,38%

263,47

23,40%

212,00

27,15%

183,85

17,67%

115,31%

5,71%

302,54

36,44%

242,30

42,07%

211,41

30,29%

114,61%

4,33%

336,87

34,35%

255,73

45,80%

247,60

33,00%

84,26%

2,49%

343,28

35,32%

270,06

49,33%

250,20

37,53%

82,57%

6,63%

355,19

34,81%

294,39

38,87%

323,64

76,04%

85,60%

7,34%

373,58

23,48%

306,28

26,41%

274,78

29,98%

84,13%

8,49%

415.26

23.27%

318.54

24.56%

308.97

24.79%

79.40%

4.76%

2014

I II III IVIndikator Utama

IV

2012

250,74

26,62%

175,40

17,55%

186,17

30,26%

94,21%

4,26%

Aset (miliar)

y-o-y aset

Kredit (miliar)

y-o-y kredit

DPK (miliar)

y-o-y DPK

LDR

NPL

436.99

27.30%

330.21

22.27%

311.39

24.45%

80.46%

5.46%

I

2015

3.3 PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)

Deposito Tabungan y-o-y deposito y-o-y tabungan

Grafik 3.16 Pertumbuhan DPK BPR

0,00%5,00%10,00%15,00%20,00%25,00%30,00%35,00%40,00%45,00%

20,00 40,00 60,00 80,00

100,00 120,00 140,00 160,00 180,00 200,00

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.15 DPK BPR Menurut Komposisi

DEPOSITOTABUNGAN

199.77

111.62 35,85%

64,15%

I

2015

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 39

3.2.6. Kredit Usaha Mikro Kecil MenengahDalam mendukung perekonomian daerah, perbankan di Provinsi NTT terus berperan aktif untuk meningkatkan peran

UMKM. Hal tersebut ditunjukkan dengan upaya peningkatan penyaluran kredit kepada sektor UMKM. Penyaluran

kredit Bank Umum kepada UMKM mencapai 30,38%. Pertumbuhanan kredit UMKM pada triwulan ini yaitu sebesar

25,08% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yaitu mencapai 28,82%(yoy). Risiko kredit (NPL) UMKM sebesar

3,38% pada Triwulan I 2015 lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai

2,84%.Peningkatan angka NPL ini disebabkan oleh meningkatnya NPL UMKM Kredit Investasi sebesar 3,78% pada

triwulan ini, lebih tinggi bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 2,87%. Selain itu, NPL UMKM

Kredit Modal Kerja juga mengalami peningkatan, dari 2,83% pada Triwulan IV 2014 menjadi 3,30% pada Triwulan I

2015. Walaupun demikian, kredit UMKM masih terus menunjukkan pertumbuhan yang positif dan menggambarkan

peningkatan kinerja di sektor produktif sebagai pendorong utama ekonomi di Provinsi NTT.

Apabila dilihat dari sisi penggunaan kredit UMKM, mayoritas berupa Kredit Modal Kerja (KMK) dengan porsi sekitar

82% dari total kredit. Pertumbuhan kredit Modal Kerja pada Triwulan I 2015 mengalami perlambatan sebesar 25,97%

(yoy) dari triwulan sebelumnya yang mencapai 28,19%(yoy). Sementara itu, pada triwulan ini kredit Investasi juga ikut

melambat dengan pertumbuhan sebesar 21,11% (yoy) dari 31,83% (yoy) pada Triwulan IV 2014.

Untuk membantu perkembangan UMKM di Provinsi NTT, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dan

Pemerintah setempat menyediakan berbagai fasilitas dan kebijakan sebagai upaya pengembangan UMKM, antara lain

dengan memberikan bantuan teknis/pelatihan dan pengembangan klaster komoditas potensial.

Grafik 3.14 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan

MODAL KERJAINVESTASI

17.79%

82.21%

931.2

4302.9

Rp Miliar

Grafik 3.13.Perkembangan Kredit UMKM

Nominal UMKM Nominal NPL Pertumbuhan UMKM % NPL

-

1.000,00

2.000,00

3.000,00

4.000,00

5.000,00

6.000,00

IV I II III IV2013

I II III IV20142012

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

35,00%

I2015

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

Kredit (yoy) Ratio NPL BI Rate

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.11. Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate

I

2015

12,50%13,00%13,50%14,00%14,50%15,00%15,50%16,00%16,50%

Modal Kerja Investasi Konsumsi Rata-rata BI Rate

IV I II III IV

2013

I II III IV

20142012

Grafik 3.12. Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga dan BI Rate

0%2%4%6%8%10%12%14%16%

I

2015

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN38

Page 64: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Sementara itu, apabila dilihat dari sisi pertumbuhan dari tahun ke tahun pada bulan yang sama, pada Triwulan I 2015

SKNBI dari sisi nominal tumbuh melambat sebesar 17,93% yoy lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai

24,08% yoy. Namun dari sisi volume di triwulan ini SKNBI mengalami pertumbuhan sebesar 15,27% yoy dari 10,11%

yoy pada Triwulan IV 2014.

b. Transaksi RTGSBI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika.

BI-RTGS berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi

pembayaran yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu transaksi Rp.100 juta

ke atas dan bersifat segera (urgent). Transaksi HVPS saat ini mencapai 90% dari seluruh transaksi pembayaran di

Indonesia sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran nasional yang memiliki peranan signifikan

(Systemically Important Payment System).

Pada Triwulan I 2015 transaksi RTGS apabila dilihat dari sisi nominal maupun volume mengalami pertumbuhan yang

meningkat. Transfer RTGS dari Provinsi NTT keluar tercatat nominal sebesar Rp.31,70 triliun atau tumbuh sebesar

184,39% (yoy) meningkat dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang hanya mencapai 5,23%(yoy), begitu juga dari

sisi volume warkat mengalami peningkatan sebesar 56,22% (yoy) masih lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang menurun 27,89% (yoy). Sementara itu, transfer RTGS yang masuk ke Provinsi NTT pada triwulan ini

meningkat dari 36% (yoy) menjadi 244,03% (yoy) atau dengan nominal sebesar Rp.34,62 triliun lebih tinggi

dibandingkan periode sebelumnya. Transaksi RTGS yang masuk ke Provinsi NTT pada triwulan ini dari sisi volume

mengalami peningkatan 76,63% (yoy) dari -1,94% pada Triwulan IV 2014. Peningkatan nominal dan pertumbuhan

warkat yang signifikan tersebut, diperkirakan masih merupakan dampak dari penerapan Surat Edaran Bank Indonesia

yang diberlakukan pada 15 Desember 2014 lalu. Ketentuan tersebut menetapkan bahwa untuk transaksi di atas Rp.100

juta menggunakan sistem BI-RTGS, sebaliknya apabila dibawah Rp.100 juta maka menggunakan fasilitas SKNBI.

Secara total, transaksi BI-RTGS pada Triwulan I 2015 di Provinsi NTT masih mengalami net inflow atau transfer masuk

lebih besar dari pada transfer keluar dari Provinsi NTT. Hal ini dapat menjelaskan bahwa adanya aliran dana investasi

yang masuk ke Provinsi NTT lebih besar, dibanding belanja investasi dan konsumsi yang terjadi.

Grafik 3.18 Perkembangan Transaksi SKNBI

160.00%

140.00%

120.00%

100.00%

80.00%

60.00%

40.00%

20.00%

0.00%

-20.00%

-40.00%

-60.00%

60.00%

50.00%

40.00%

30.00%

20.00%

10.00%

0.00%

YOY

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

I II III IV2011

I II III IV2012

Volume Kliring Volume Cek/BG Kosong Nominal Kliring Nominal Cek/BG Kosong

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 41

Secara umum kredit yang disalurkan oleh BPR pada Triwulan I 2015 tumbuh melambat. Kredit yang tersalurkan oleh BPR

pada triwulan laporan mencapai Rp.330,21 miliar. Pertumbuhan kredit BPR yang melambat pada triwulan ini

disebabkan oleh melambatnya penyaluran kredit Investasi sebesar 35,79% (yoy), lebih rendah apabila dibandingkan

dengan Triwulan IV 2014 yang mencapai 72,68% (yoy). Sementara itu, untuk jenis kredit Modal Kerja tumbuh positif

sebesar 20,99% (yoy) pada triwulan ini, lebih tinggi bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar

17,82% (yoy). Kredit Konsumsi juga ikut menunjukkan pertumbuhan yang positif pada Triwulan I 2015 yakni sebesar

17,34% (yoy) dari 16,01% (yoy) pada Triwulan IV 2014.

Apabila penyaluran kredit oleh BPR dilihat berdasarkan sektor ekonomi, maka sektor bukan lapangan usaha – lainnya

mendapat porsi terbesar dengan proporsi penyaluran kredit sebesar 32,15%, selanjutnya perdagangan besar dan

eceran sebesar 21,93%, dan transportasi pergudangan dan komunikasi sebesar 11,86%.

Net Performing Loan (NPL) BPR di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 mengalami peningkatan, dari 4,76% pada Triwulan

IV 2014 menjadi 5,46% pada Triwulan I 2015. Meningkatnya angka NPL didorong oleh meningkatnya angka NPL kredit

Modal Kerja sebesar 11,90%, selanjutnya NPL kredit Investasi sebesar 7,22% dan NPL kredit Konsumsi 3,61%.LDR BPR

di Provinsi NTT pada triwulan ini juga mengalami peningkatan sebesar 80,46% dari 79,40% pada triwulan IV 2014.

Untuk menekan angka rasio NPL pada masa akan datang BPR perlu meningkatkan penyaluran kredit yang selektif dan

menerapkan prinsip kehati-hatian terhadap debitur.

3.4.1 Transaksi Non TunaiAlat pembayaran nontunai terus berkembang dan semakin lazim dipakai masyarakat. Transaksi pembayaran nontunai

dengan nilai besar atau lebih dari 100 juta diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem RTGS (Real Time Gross

Settlement). Sementara itu, untuk transaksi dibawah 100 juta melalui fasilitas Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI).

a. Transaksi Kliring (SKNBI)Pada triwulan I 2015 transaksi kliring di Provinsi NTT dari sisi nilai nominal maupun jumlah warkat mengalami

perlambatan. Nilai nominal kliring pada triwulan laporan mengalami penurunan sebesar 16,95% (qtq) dari Rp.1.193,14

miliar menjadi Rp.990,91 miliar. Seiring dengan penurunan nilai nominal, dari sisi jumlah warkat juga mengalami

penurunan yakni pada triwulan I 2015 sebesar 39.971 lembar lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang

mencapai 43.610 lembar atau turun 8,34% (qtq).

Grafik 3.17 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi

0.00%

0.20%

0.41%

0.61%

0.65%

0.78%

0.85%

0.99%

1.55%

1.65%

1.68%

2.27%

3.16%

4.93%

6.87%

7.45%

11.86%

21.93%

32.15%

0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00%

Pertambangan dan Penggalian

Listrik, Gas dan Air

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Real Estate

Industri Pengolahan

Jasa Pendidikan

Perantara Keuangan

Perikanan

Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga

Pertanian, Perburuan dan Kehutanan

Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan Sosial Wajib

Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga

Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minum

Jasa Kemasyarakatan, SosBud, Hiburan & Perseorangan lainnya

Kegiatan Usaha yang Belum Jelas Batasannya

Konstruksi

Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi

Perdagangan Besar dan Eceran

Bukan Lapangan Usaha-Lainnya

3.4 SISTEM PEMBAYARAN

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN40

Page 65: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Sementara itu, apabila dilihat dari sisi pertumbuhan dari tahun ke tahun pada bulan yang sama, pada Triwulan I 2015

SKNBI dari sisi nominal tumbuh melambat sebesar 17,93% yoy lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai

24,08% yoy. Namun dari sisi volume di triwulan ini SKNBI mengalami pertumbuhan sebesar 15,27% yoy dari 10,11%

yoy pada Triwulan IV 2014.

b. Transaksi RTGSBI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika.

BI-RTGS berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi

pembayaran yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu transaksi Rp.100 juta

ke atas dan bersifat segera (urgent). Transaksi HVPS saat ini mencapai 90% dari seluruh transaksi pembayaran di

Indonesia sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran nasional yang memiliki peranan signifikan

(Systemically Important Payment System).

Pada Triwulan I 2015 transaksi RTGS apabila dilihat dari sisi nominal maupun volume mengalami pertumbuhan yang

meningkat. Transfer RTGS dari Provinsi NTT keluar tercatat nominal sebesar Rp.31,70 triliun atau tumbuh sebesar

184,39% (yoy) meningkat dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang hanya mencapai 5,23%(yoy), begitu juga dari

sisi volume warkat mengalami peningkatan sebesar 56,22% (yoy) masih lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang menurun 27,89% (yoy). Sementara itu, transfer RTGS yang masuk ke Provinsi NTT pada triwulan ini

meningkat dari 36% (yoy) menjadi 244,03% (yoy) atau dengan nominal sebesar Rp.34,62 triliun lebih tinggi

dibandingkan periode sebelumnya. Transaksi RTGS yang masuk ke Provinsi NTT pada triwulan ini dari sisi volume

mengalami peningkatan 76,63% (yoy) dari -1,94% pada Triwulan IV 2014. Peningkatan nominal dan pertumbuhan

warkat yang signifikan tersebut, diperkirakan masih merupakan dampak dari penerapan Surat Edaran Bank Indonesia

yang diberlakukan pada 15 Desember 2014 lalu. Ketentuan tersebut menetapkan bahwa untuk transaksi di atas Rp.100

juta menggunakan sistem BI-RTGS, sebaliknya apabila dibawah Rp.100 juta maka menggunakan fasilitas SKNBI.

Secara total, transaksi BI-RTGS pada Triwulan I 2015 di Provinsi NTT masih mengalami net inflow atau transfer masuk

lebih besar dari pada transfer keluar dari Provinsi NTT. Hal ini dapat menjelaskan bahwa adanya aliran dana investasi

yang masuk ke Provinsi NTT lebih besar, dibanding belanja investasi dan konsumsi yang terjadi.

Grafik 3.18 Perkembangan Transaksi SKNBI

160.00%

140.00%

120.00%

100.00%

80.00%

60.00%

40.00%

20.00%

0.00%

-20.00%

-40.00%

-60.00%

60.00%

50.00%

40.00%

30.00%

20.00%

10.00%

0.00%

YOY

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

I II III IV2011

I II III IV2012

Volume Kliring Volume Cek/BG Kosong Nominal Kliring Nominal Cek/BG Kosong

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 41

Secara umum kredit yang disalurkan oleh BPR pada Triwulan I 2015 tumbuh melambat. Kredit yang tersalurkan oleh BPR

pada triwulan laporan mencapai Rp.330,21 miliar. Pertumbuhan kredit BPR yang melambat pada triwulan ini

disebabkan oleh melambatnya penyaluran kredit Investasi sebesar 35,79% (yoy), lebih rendah apabila dibandingkan

dengan Triwulan IV 2014 yang mencapai 72,68% (yoy). Sementara itu, untuk jenis kredit Modal Kerja tumbuh positif

sebesar 20,99% (yoy) pada triwulan ini, lebih tinggi bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar

17,82% (yoy). Kredit Konsumsi juga ikut menunjukkan pertumbuhan yang positif pada Triwulan I 2015 yakni sebesar

17,34% (yoy) dari 16,01% (yoy) pada Triwulan IV 2014.

Apabila penyaluran kredit oleh BPR dilihat berdasarkan sektor ekonomi, maka sektor bukan lapangan usaha – lainnya

mendapat porsi terbesar dengan proporsi penyaluran kredit sebesar 32,15%, selanjutnya perdagangan besar dan

eceran sebesar 21,93%, dan transportasi pergudangan dan komunikasi sebesar 11,86%.

Net Performing Loan (NPL) BPR di Provinsi NTT pada Triwulan I 2015 mengalami peningkatan, dari 4,76% pada Triwulan

IV 2014 menjadi 5,46% pada Triwulan I 2015. Meningkatnya angka NPL didorong oleh meningkatnya angka NPL kredit

Modal Kerja sebesar 11,90%, selanjutnya NPL kredit Investasi sebesar 7,22% dan NPL kredit Konsumsi 3,61%.LDR BPR

di Provinsi NTT pada triwulan ini juga mengalami peningkatan sebesar 80,46% dari 79,40% pada triwulan IV 2014.

Untuk menekan angka rasio NPL pada masa akan datang BPR perlu meningkatkan penyaluran kredit yang selektif dan

menerapkan prinsip kehati-hatian terhadap debitur.

3.4.1 Transaksi Non TunaiAlat pembayaran nontunai terus berkembang dan semakin lazim dipakai masyarakat. Transaksi pembayaran nontunai

dengan nilai besar atau lebih dari 100 juta diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem RTGS (Real Time Gross

Settlement). Sementara itu, untuk transaksi dibawah 100 juta melalui fasilitas Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI).

a. Transaksi Kliring (SKNBI)Pada triwulan I 2015 transaksi kliring di Provinsi NTT dari sisi nilai nominal maupun jumlah warkat mengalami

perlambatan. Nilai nominal kliring pada triwulan laporan mengalami penurunan sebesar 16,95% (qtq) dari Rp.1.193,14

miliar menjadi Rp.990,91 miliar. Seiring dengan penurunan nilai nominal, dari sisi jumlah warkat juga mengalami

penurunan yakni pada triwulan I 2015 sebesar 39.971 lembar lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang

mencapai 43.610 lembar atau turun 8,34% (qtq).

Grafik 3.17 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi

0.00%

0.20%

0.41%

0.61%

0.65%

0.78%

0.85%

0.99%

1.55%

1.65%

1.68%

2.27%

3.16%

4.93%

6.87%

7.45%

11.86%

21.93%

32.15%

0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00%

Pertambangan dan Penggalian

Listrik, Gas dan Air

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Real Estate

Industri Pengolahan

Jasa Pendidikan

Perantara Keuangan

Perikanan

Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga

Pertanian, Perburuan dan Kehutanan

Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan Sosial Wajib

Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga

Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minum

Jasa Kemasyarakatan, SosBud, Hiburan & Perseorangan lainnya

Kegiatan Usaha yang Belum Jelas Batasannya

Konstruksi

Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi

Perdagangan Besar dan Eceran

Bukan Lapangan Usaha-Lainnya

3.4 SISTEM PEMBAYARAN

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN40

Page 66: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Jumlah aliran uang dari dan ke Bank Indonesia di Provinsi NTT mengikuti pola tren pergerakan triwulanannya. Di Provinsi

NTT, jumlah outflow dan inflow akan meningkat cukup tinggi pada momen perayaan tertentu seperti masuk tahun

ajaran baru, libur sekolah, perayaan hari raya natal dan tahun baru, kemudian kembali normal pada periode selanjutnya.

b. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di Provinsi NTT pada triwulan laporan mengalami peningkatan. Sebagai upaya

dalam memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan kepada masyarakat (Clean Money Policy) dilakukan kegiatan

penyortiran, dan peracikan uang yang tidak layak edar secara rutin dengan menggunakan Mesin Sortir Uang Kertas

(MSUK) dan Mesin Racik Uang Kertas (MRUK). Hal ini untuk menjamin uang layak edar di masyarakat. Pada triwulan I 2015, jumlah pemusnahan uang di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT tercatat sebesar

Rp.325,24 miliar naik sebesar 43,10% (qtq) dibandingkan dengan periode sebelumnya yang hanya sebesar Rp.227,28

miliar.

c. Temuan Uang Palsu (UPAL)Pada triwulan I 2015, temuan uang palsu yang dilaporkan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami

peningkatan. Jumlah lembar uang palsu naik dari 8 lembar menjadi 27 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang

ditemukan umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan pecahan Rp.50.000,-. Peningkatan jumlah uang palsu

yang ditemukan salah satunya merupakan hasil dari intensifnya kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah.

Selain hal itu, peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan tingginya uang

palsu yang dilaporkan.

Upaya penanggulangan uang palsu secara represif dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menghukum

pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Grafik 3.22. Perkembangan UTLE di Provinsi NTT Grafik 3.23. Perkembangan UPAL di Provinsi NTT

-200.00%

0.00%

200.00%

400.00%

600.00%

800.00%

1000.00%

1200.00%

1400.00%

1600.00%

0.00

500.00

1,000.00

1,500.00

2,000.00

2,500.00

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

I II III IV2012

Outflow (Rp. Miliar) QtQ UTLE YoY UTLEInflow (Rp. Miliar) UTLE

0

20

40

60

80

100

120

140

Lembar UPAL

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

I II III IV2012

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 43

3.4.2 Transaksi TunaiTransaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, jumlah aliran uang keluar dari Bank

Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan

pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).

a. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)Aliran uang tunai antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dengan stakeholder di Provinsi NTT

mengalami net inflow. Net inflow pada triwulan laporan disebabkan oleh peningkatan inflow dan penurunan

outflow dikarenakan oleh dampak pelambatan kegiatan ekonomi pada triwulan I 2015.

Net inflow Provinsi NTT pada periode laporan cukup besar yaitu mencapai Rp.1.448,53 miliar atau menurun sebesar

193% (qtq). Kondisi tersebut sangat berbeda apabila dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang mencatat net

outflow sebesar Rp.1.560,37 miliar. Net inflow pada periode ini disebabkan oleh kembali normalnya kebutuhan uang

tunai masyarakat paska peningkatan aktivitas ekonomi pada momen hari raya natal dan tahun baru 2014.

Grafik 3.21 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)

-40.00%

-20.00%

0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

0.00

500.00

1,000.00

1,500.00

2,000.00

2,500.00

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

I II III IV2012

Outflow (Rp. Miliar) yoy inflow yoy outflowInflow (Rp. Miliar)

Grafik 3.19 Perkembangan Transaksi RTGS

Dari (from) NTT (yoy) Nilai Dari (from) NTT (yoy) Volume Menuju (To) NTT (yoy) Nilai

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

I II III IV2011

I II III IV2012

300.00%

250.00%

200.00%

150.00%

100.00%

50.00%

0.00%

-50.00%

-100.00%

Grafik 3.20 Perkembangan Transaksi Tunai

Net In/Out (Rp. Miliar) qtq yoy-300%

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

-2000.00

-1500.00

-1000.00

-500.00

0.00

500.00

1000.00

1500.00

2000.00

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

I II III IV2011

I II III IV2012

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN42

Page 67: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Jumlah aliran uang dari dan ke Bank Indonesia di Provinsi NTT mengikuti pola tren pergerakan triwulanannya. Di Provinsi

NTT, jumlah outflow dan inflow akan meningkat cukup tinggi pada momen perayaan tertentu seperti masuk tahun

ajaran baru, libur sekolah, perayaan hari raya natal dan tahun baru, kemudian kembali normal pada periode selanjutnya.

b. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di Provinsi NTT pada triwulan laporan mengalami peningkatan. Sebagai upaya

dalam memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan kepada masyarakat (Clean Money Policy) dilakukan kegiatan

penyortiran, dan peracikan uang yang tidak layak edar secara rutin dengan menggunakan Mesin Sortir Uang Kertas

(MSUK) dan Mesin Racik Uang Kertas (MRUK). Hal ini untuk menjamin uang layak edar di masyarakat. Pada triwulan I 2015, jumlah pemusnahan uang di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT tercatat sebesar

Rp.325,24 miliar naik sebesar 43,10% (qtq) dibandingkan dengan periode sebelumnya yang hanya sebesar Rp.227,28

miliar.

c. Temuan Uang Palsu (UPAL)Pada triwulan I 2015, temuan uang palsu yang dilaporkan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami

peningkatan. Jumlah lembar uang palsu naik dari 8 lembar menjadi 27 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang

ditemukan umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan pecahan Rp.50.000,-. Peningkatan jumlah uang palsu

yang ditemukan salah satunya merupakan hasil dari intensifnya kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah.

Selain hal itu, peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan tingginya uang

palsu yang dilaporkan.

Upaya penanggulangan uang palsu secara represif dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menghukum

pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Grafik 3.22. Perkembangan UTLE di Provinsi NTT Grafik 3.23. Perkembangan UPAL di Provinsi NTT

-200.00%

0.00%

200.00%

400.00%

600.00%

800.00%

1000.00%

1200.00%

1400.00%

1600.00%

0.00

500.00

1,000.00

1,500.00

2,000.00

2,500.00

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

I II III IV2012

Outflow (Rp. Miliar) QtQ UTLE YoY UTLEInflow (Rp. Miliar) UTLE

0

20

40

60

80

100

120

140

Lembar UPAL

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

I II III IV2012

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 43

3.4.2 Transaksi TunaiTransaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, jumlah aliran uang keluar dari Bank

Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan

pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).

a. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)Aliran uang tunai antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dengan stakeholder di Provinsi NTT

mengalami net inflow. Net inflow pada triwulan laporan disebabkan oleh peningkatan inflow dan penurunan

outflow dikarenakan oleh dampak pelambatan kegiatan ekonomi pada triwulan I 2015.

Net inflow Provinsi NTT pada periode laporan cukup besar yaitu mencapai Rp.1.448,53 miliar atau menurun sebesar

193% (qtq). Kondisi tersebut sangat berbeda apabila dibandingkan dengan Triwulan IV 2014 yang mencatat net

outflow sebesar Rp.1.560,37 miliar. Net inflow pada periode ini disebabkan oleh kembali normalnya kebutuhan uang

tunai masyarakat paska peningkatan aktivitas ekonomi pada momen hari raya natal dan tahun baru 2014.

Grafik 3.21 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)

-40.00%

-20.00%

0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

0.00

500.00

1,000.00

1,500.00

2,000.00

2,500.00

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

I II III IV2012

Outflow (Rp. Miliar) yoy inflow yoy outflowInflow (Rp. Miliar)

Grafik 3.19 Perkembangan Transaksi RTGS

Dari (from) NTT (yoy) Nilai Dari (from) NTT (yoy) Volume Menuju (To) NTT (yoy) Nilai

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

I II III IV2011

I II III IV2012

300.00%

250.00%

200.00%

150.00%

100.00%

50.00%

0.00%

-50.00%

-100.00%

Grafik 3.20 Perkembangan Transaksi Tunai

Net In/Out (Rp. Miliar) qtq yoy-300%

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

-2000.00

-1500.00

-1000.00

-500.00

0.00

500.00

1000.00

1500.00

2000.00

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

I II III IV2011

I II III IV2012

BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN42

Page 68: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

KEUANGANDAERAH

BAB IV

Page 69: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

KEUANGANDAERAH

BAB IV

Page 70: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

4.1 KONDISI UMUM

Secara struktur, sumber keuangan pemerintah daerah di Provinsi NTT mayoritas berasal dari pendapatan dana

perimbangan yang mencapai 70% dari total pendapatan, sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mencakup

10%. Di sisi lain, belanja daerah didominasi oleh belanja konsumsi yang mencapai 70% dari total belanja pemerintah

daerah.

Pada tahun 2015, terdapat kenaikan pada rencana pendapatan dan belanja pemerintah pusat dan daerah di Provinsi 1NTT. Rencana pendapatan pemerintah pusat dan daerah meningkat sebesar 10,8% , dari sebelumnya Rp 17,3 triliun

(2014) menjadi sebesar Rp 19,2 triliun (2015). Sementara rencana belanja mengalami peningkatan sebesar 5,1% dari

Rp 27,3 triliun (2014) menjadi Rp 28,6 triliun (2015). Sesuai perkembangannya, terdapat penambahan rencana belanja

pemerintah pusat sebesar ±Rp 2 triliun yang akan dialokasikan pada kegiatan pemerintah pusat di Provinsi NTT,

sehingga total anggaran belanja mencapai Rp 30,7 triliun atau meningkat sebesar 12,4% dari tahun sebelumnya.

Selain Pemerintah Provinsi NTT (Rp 3,29 triliun), terdapat 3 (tiga) Kabupaten/ Kota yang mengalokasikan anggaran lebih

dari Rp 1 triliun untuk kegiatan belanja pemerintah pada tahun 2015. Kabupaten/kota tersebut adalah 1) Kota Kupang

(Rp 1,01 triliun), 2) Kab. Timor Tengah Selatan (Rp 1,06 triliun) dan 3) Kab. Kupang (Rp 1,08 triliun).

Kinerja realisasi keuangan pemerintah pada triwulan I 2015 masih cukup rendah seiring

realisasi belanja yang belum optimal

Realisasi pendapatan pemerintah relatif cukup tinggi di awal tahun, yaitu mencapai 28,10%.

Realisasi Belanja pemerintah relatif rendah seiring dengan cukup rendahnya realisasi belanja

pemerintah kabupaten/kota.

1. Status Maret 2015, masih terdapat kemungkinan perubahan seiring proses perencanaan APBN-P dan APBD-P.

KEUANGAN DAERAH

Grafik 4.1. Alokasi Belanja Pemerintah Daerah

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

3.29

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.502014 2015

TRILIYUN RP

2.90 0.74 0.80 0.61 0.59 0.60 0.89 0.84 0.80 0.58 0.78 0.55 0.64 0.44 0.84 0.49 0.56 0.96 1.07 0.79 0.37 0.63 1.02

0.750.85

0.68 0.64 0.60

0.88 0.89 0.900.69

0.780.59

0.72

0.46

0.92

0.55 0.58

1.08 1.06

0.770.60

0.781.01

KEUANGAN DAERAH - BAB IV 45

Page 71: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

4.1 KONDISI UMUM

Secara struktur, sumber keuangan pemerintah daerah di Provinsi NTT mayoritas berasal dari pendapatan dana

perimbangan yang mencapai 70% dari total pendapatan, sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mencakup

10%. Di sisi lain, belanja daerah didominasi oleh belanja konsumsi yang mencapai 70% dari total belanja pemerintah

daerah.

Pada tahun 2015, terdapat kenaikan pada rencana pendapatan dan belanja pemerintah pusat dan daerah di Provinsi 1NTT. Rencana pendapatan pemerintah pusat dan daerah meningkat sebesar 10,8% , dari sebelumnya Rp 17,3 triliun

(2014) menjadi sebesar Rp 19,2 triliun (2015). Sementara rencana belanja mengalami peningkatan sebesar 5,1% dari

Rp 27,3 triliun (2014) menjadi Rp 28,6 triliun (2015). Sesuai perkembangannya, terdapat penambahan rencana belanja

pemerintah pusat sebesar ±Rp 2 triliun yang akan dialokasikan pada kegiatan pemerintah pusat di Provinsi NTT,

sehingga total anggaran belanja mencapai Rp 30,7 triliun atau meningkat sebesar 12,4% dari tahun sebelumnya.

Selain Pemerintah Provinsi NTT (Rp 3,29 triliun), terdapat 3 (tiga) Kabupaten/ Kota yang mengalokasikan anggaran lebih

dari Rp 1 triliun untuk kegiatan belanja pemerintah pada tahun 2015. Kabupaten/kota tersebut adalah 1) Kota Kupang

(Rp 1,01 triliun), 2) Kab. Timor Tengah Selatan (Rp 1,06 triliun) dan 3) Kab. Kupang (Rp 1,08 triliun).

Kinerja realisasi keuangan pemerintah pada triwulan I 2015 masih cukup rendah seiring

realisasi belanja yang belum optimal

Realisasi pendapatan pemerintah relatif cukup tinggi di awal tahun, yaitu mencapai 28,10%.

Realisasi Belanja pemerintah relatif rendah seiring dengan cukup rendahnya realisasi belanja

pemerintah kabupaten/kota.

1. Status Maret 2015, masih terdapat kemungkinan perubahan seiring proses perencanaan APBN-P dan APBD-P.

KEUANGAN DAERAH

Grafik 4.1. Alokasi Belanja Pemerintah Daerah

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

3.29

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.502014 2015

TRILIYUN RP

2.90 0.74 0.80 0.61 0.59 0.60 0.89 0.84 0.80 0.58 0.78 0.55 0.64 0.44 0.84 0.49 0.56 0.96 1.07 0.79 0.37 0.63 1.02

0.750.85

0.68 0.64 0.60

0.88 0.89 0.900.69

0.780.59

0.72

0.46

0.92

0.55 0.58

1.08 1.06

0.770.60

0.781.01

KEUANGAN DAERAH - BAB IV 45

Page 72: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Realisasi belanja pemerintah pada triwulan I-2015 hanya sebesar 8,8% atau sebesar Rp 2,52 triliun dari total pagu

belanja pemerintah pada tahun 2015 yang sebesar Rp 28,68 triliun. Rendahnya realisasi belanja disebabkan oleh

adanya perubahan numenklatur pada beberapa Kementerian sehingga terjadi keterlambatan distribusi anggaran ke

instansi di daerah. Selain itu, pembayaran kegiatan proyek yang biasa terjadi di akhir kegiatan membuat realisasi belanja

di Triwulan-I menjadi rendah.

Dampak penyesuaian numenklatur dapat terlihat dari masih rendahnya belanja modal dari APBN pada triwulan I yang

baru sebesar Rp 28 miliar atau 0,8% dari total anggaran modal tahun 2015 sebesar Rp 3,2 triliun. Penyerapan belanja

tertinggi triwulan-I ada pada pemerintah provinsi yang mencapai 13,3% atau sebesar Rp 438 miliar, sementara belanja

pemerintah kabupaten/kota hanya sebesar 8,8% (Rp 1,47 triliun) dan belanja pemerintah pusat sebesar 7,1% (Rp

610,7 miliar).

Komitmen pemerintah pusat pada Provinsi NTT terlihat dari porsi belanja yang mencapai 34,6% atau sebesar Rp 10,6

triliun di tahun 2015. Anggaran tersebut sebagian besar dialokasikan untuk program Kementerian Pekerjaan Umum

dan Perumahan Rakyat, diantaranya adalah pengembangan jalan, pembangunan waduk dan pembangunan

situ/embung-embung/sarana penampung air lainnya yang mencapai Rp 2,5 triliun.

Pada triwulan I-2015, sumber pendapatan utama APBN dari daerah adalah pajak penghasilan sebesar Rp 169 miliar

(48%), sementara untuk pemerintah provinsi, sumber pendapatan utama adalah Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp

433 miliar (51,6%). Tingginya ketergantungan pada pendapatan DAU juga terlihat pada pemerintah kabupaten/kota

yang mencapai Rp 3,5 triliun (83,8%).

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.3. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH

ANGGARAN

REALISASI

19.23

28.66

5.40

28.1% 78.48

18

16

14

12

10

8

6

4

2

0

Trillions

5

10

20

APBN

ANGGARAN

KAB PROV

0,17

15.78

3.280.35

4.21

0.84

Trillions

REALISASI

APBN KAB PROV

8.59

16.78

3.29

0.611.47

0.44

PORSI REALISASI PENDAPATAN

16%17% 6%

82%78%

1%

PORSIANGGARAN

APBN KAB PROV

ANGGARAN

REALISASI

Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah

15

PORSI REALISASI PENDAPATAN

18%11% 24%

59%58%

30%

PORSIANGGARAN

APBN KAB PROV

2.52

4.2 PENDAPATAN DAERAH

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.4. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT

Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

PADDana Alokasi UmumDana Alokasi Khusus

Dana LainnyaDana Penyesuaian dan Otonomi Khusus

PROPINSI

Grafik 4.5. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

48%

20%0%

2%

29%

1%

PENDAPATAN PAJAK PENGHASILAN

PENDAPATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAKLAINNYA

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

2.9%

83.8%

3.7%8.2%1.4%

14.6%

51.6%

3.1%

30.8%

KEUANGAN DAERAH - BAB IV 47

Di sisi lain, kabupaten/kota yang mengalami penurunan rencana anggaran belanja, diantaranya: 1) Kab. Nagekeo, 2).

Kab. Ende, 3) Kab. Timor Tengah Selatan (TTS), 4) Kab. Timor Tengah Utara (TTU) dan 5) Kota Kupang. Porsi terbesar

penurunan terutama terjadi pada belanja modal, kecuali Kab. Nagekeo pada belanja barang dan jasa serta Kota Kupang

pada belanja pegawai.

Penurunan belanja modal juga terjadi di beberapa Kabupaten/Kota lainnya, diantaranya: 1) Kab. Manggarai Barat, 2)

Kab. Manggarai, 3) Kab. Sikka, 4) Kab. Alor, dan 5) Kab. Kupang. Penurunan belanja modal tersebut diperkirakan terjadi

karena adanya peningkatan alokasi pada belanja pegawai dan perubahan alokasi belanja modal ke belanja lain

(bantuan keuangan & barang dan jasa). Sementara, di beberapa kabupaten terjadi penurunan rencana belanja

pegawai, yaitu Kab. Manggarai Barat, Kab. Sumba Tengah, Kab. TTU dan Kota Kupang seiring kegiatan reformasi

birokrasi yang sedang digalakkan pemerintah.

Apabila dilihat dari sisi triwulanan, realisasi pendapatan pemerintah yang berasal dari APBN maupun APBD pada 2triwulan-I 2015 mencapai 28,10% dari pagu pendapatan tahun 2015 sebesar Rp 19,23 triliun. Tingginya realisasi

pendapatan disumbang oleh realisasi pendapatan APBN yang mencapai 209,9% seiring dengan adanya realisasi

penerimaan pajak yang tidak dikenakan target perolehan pendapatan pajak (sifat perolehan data Pajak Penghasilan

(PPh) yang tidak hanya dihasilkan dari penduduk di Provinsi NTT, tetapi juga ditambah dengan penduduk ber-KTP NTT

yang ada di luar wilayah NTT). Sementara realisasi pendapatan pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten/kota

juga sudah cukup tinggi, mencapai 26,15%. Tingginya pendapatan pemerintah provinsi serta kabupaten/kota

didorong oleh Dana Alokasi Umum (DAU) yang mencapai Rp 3,9 triliun (78,4% dari total realisasi pendapatan triwulan-

I). Berdasarkan total nilai pendapatan yang dihasilkan, pemerintah Kabupaten dan Kota menjadi penghimpun dana

terbesar hingga mencapai Rp 4,2 triliun atau mencapai 78% dari total pendapatan yang dihasilkan pemerintah. Total

dana tersebut merupakan penjumlahan dari pendapatan 22 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi NTT. Di sisi lain,

realisasi pendapatan pemerintah provinsi mencapai 16% atau sebesar Rp 841 miliar, sementara sumbangan realisasi

pendapatan pemerintah pusat mencapai Rp 353 miliar atau 6,5%.

Grafik 4.2. Alokasi Belanja Modal Pemerintah Daerah

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

0.24

0.48

0.25

0.16

0.13 0.14

0.18

0.12

0.12 0.13

0.19

0.17

0.14

0.13

0.19 0.

21

0.13

0.19 0.

22

0.17

0.04

0.13 0.

150.17

0.56

0.20

0.21

0.16

0.13 0.

15

0.14

0.10

0.15 0.

18

0.18

0.17

0.16

0.15

0.21 0.

24

0.14

0.19

0.16

0.15

0.14 0.

17

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60 Belanja Modal 2014 Belanja Modal 2015

Triliun Rp

SABU

RA

IJUA

NA

GEK

EO

MA

LAKA

BELU

SUM

BA T

ENG

AH

SBD

SUM

BA B

ARA

T

LEM

BATA

END

E

SIKK

A

TTS

TTU

KOTA

KU

PAN

G

FLO

TIM

MA

BAR

ALO

R

KAB.

KU

PAN

G

SUM

BA T

IMU

R

ROTE

NG

AD

A

MAT

IM

MA

NG

GA

RAI

PRO

V. N

TT

2. Data bersumber dari realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara alokasi Provinsi Nusa Tenggara Timur dan APBD Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Sifat data adalah realisasi hingga 31 Maret 2015. Sifat data masih sementara karena masih terus dilakukan update di beberapa kabupaten/kota serta masih adanya perubahan alokasi anggaran karena adanya penambahan anggaran dari pemerintah pusat.

BAB IV - KEUANGAN DAERAH46

Page 73: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Realisasi belanja pemerintah pada triwulan I-2015 hanya sebesar 8,8% atau sebesar Rp 2,52 triliun dari total pagu

belanja pemerintah pada tahun 2015 yang sebesar Rp 28,68 triliun. Rendahnya realisasi belanja disebabkan oleh

adanya perubahan numenklatur pada beberapa Kementerian sehingga terjadi keterlambatan distribusi anggaran ke

instansi di daerah. Selain itu, pembayaran kegiatan proyek yang biasa terjadi di akhir kegiatan membuat realisasi belanja

di Triwulan-I menjadi rendah.

Dampak penyesuaian numenklatur dapat terlihat dari masih rendahnya belanja modal dari APBN pada triwulan I yang

baru sebesar Rp 28 miliar atau 0,8% dari total anggaran modal tahun 2015 sebesar Rp 3,2 triliun. Penyerapan belanja

tertinggi triwulan-I ada pada pemerintah provinsi yang mencapai 13,3% atau sebesar Rp 438 miliar, sementara belanja

pemerintah kabupaten/kota hanya sebesar 8,8% (Rp 1,47 triliun) dan belanja pemerintah pusat sebesar 7,1% (Rp

610,7 miliar).

Komitmen pemerintah pusat pada Provinsi NTT terlihat dari porsi belanja yang mencapai 34,6% atau sebesar Rp 10,6

triliun di tahun 2015. Anggaran tersebut sebagian besar dialokasikan untuk program Kementerian Pekerjaan Umum

dan Perumahan Rakyat, diantaranya adalah pengembangan jalan, pembangunan waduk dan pembangunan

situ/embung-embung/sarana penampung air lainnya yang mencapai Rp 2,5 triliun.

Pada triwulan I-2015, sumber pendapatan utama APBN dari daerah adalah pajak penghasilan sebesar Rp 169 miliar

(48%), sementara untuk pemerintah provinsi, sumber pendapatan utama adalah Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp

433 miliar (51,6%). Tingginya ketergantungan pada pendapatan DAU juga terlihat pada pemerintah kabupaten/kota

yang mencapai Rp 3,5 triliun (83,8%).

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.3. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH

ANGGARAN

REALISASI

19.23

28.66

5.40

28.1% 78.48

18

16

14

12

10

8

6

4

2

0

Trillions

5

10

20

APBN

ANGGARAN

KAB PROV

0,17

15.78

3.280.35

4.21

0.84

Trillions

REALISASI

APBN KAB PROV

8.59

16.78

3.29

0.611.47

0.44

PORSI REALISASI PENDAPATAN

16%17% 6%

82%78%

1%

PORSIANGGARAN

APBN KAB PROV

ANGGARAN

REALISASI

Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah

15

PORSI REALISASI PENDAPATAN

18%11% 24%

59%58%

30%

PORSIANGGARAN

APBN KAB PROV

2.52

4.2 PENDAPATAN DAERAH

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.4. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT

Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

PADDana Alokasi UmumDana Alokasi Khusus

Dana LainnyaDana Penyesuaian dan Otonomi Khusus

PROPINSI

Grafik 4.5. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

48%

20%0%

2%

29%

1%

PENDAPATAN PAJAK PENGHASILAN

PENDAPATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAKLAINNYA

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

2.9%

83.8%

3.7%8.2%1.4%

14.6%

51.6%

3.1%

30.8%

KEUANGAN DAERAH - BAB IV 47

Di sisi lain, kabupaten/kota yang mengalami penurunan rencana anggaran belanja, diantaranya: 1) Kab. Nagekeo, 2).

Kab. Ende, 3) Kab. Timor Tengah Selatan (TTS), 4) Kab. Timor Tengah Utara (TTU) dan 5) Kota Kupang. Porsi terbesar

penurunan terutama terjadi pada belanja modal, kecuali Kab. Nagekeo pada belanja barang dan jasa serta Kota Kupang

pada belanja pegawai.

Penurunan belanja modal juga terjadi di beberapa Kabupaten/Kota lainnya, diantaranya: 1) Kab. Manggarai Barat, 2)

Kab. Manggarai, 3) Kab. Sikka, 4) Kab. Alor, dan 5) Kab. Kupang. Penurunan belanja modal tersebut diperkirakan terjadi

karena adanya peningkatan alokasi pada belanja pegawai dan perubahan alokasi belanja modal ke belanja lain

(bantuan keuangan & barang dan jasa). Sementara, di beberapa kabupaten terjadi penurunan rencana belanja

pegawai, yaitu Kab. Manggarai Barat, Kab. Sumba Tengah, Kab. TTU dan Kota Kupang seiring kegiatan reformasi

birokrasi yang sedang digalakkan pemerintah.

Apabila dilihat dari sisi triwulanan, realisasi pendapatan pemerintah yang berasal dari APBN maupun APBD pada 2triwulan-I 2015 mencapai 28,10% dari pagu pendapatan tahun 2015 sebesar Rp 19,23 triliun. Tingginya realisasi

pendapatan disumbang oleh realisasi pendapatan APBN yang mencapai 209,9% seiring dengan adanya realisasi

penerimaan pajak yang tidak dikenakan target perolehan pendapatan pajak (sifat perolehan data Pajak Penghasilan

(PPh) yang tidak hanya dihasilkan dari penduduk di Provinsi NTT, tetapi juga ditambah dengan penduduk ber-KTP NTT

yang ada di luar wilayah NTT). Sementara realisasi pendapatan pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten/kota

juga sudah cukup tinggi, mencapai 26,15%. Tingginya pendapatan pemerintah provinsi serta kabupaten/kota

didorong oleh Dana Alokasi Umum (DAU) yang mencapai Rp 3,9 triliun (78,4% dari total realisasi pendapatan triwulan-

I). Berdasarkan total nilai pendapatan yang dihasilkan, pemerintah Kabupaten dan Kota menjadi penghimpun dana

terbesar hingga mencapai Rp 4,2 triliun atau mencapai 78% dari total pendapatan yang dihasilkan pemerintah. Total

dana tersebut merupakan penjumlahan dari pendapatan 22 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi NTT. Di sisi lain,

realisasi pendapatan pemerintah provinsi mencapai 16% atau sebesar Rp 841 miliar, sementara sumbangan realisasi

pendapatan pemerintah pusat mencapai Rp 353 miliar atau 6,5%.

Grafik 4.2. Alokasi Belanja Modal Pemerintah Daerah

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

0.24

0.48

0.25

0.16

0.13 0.14

0.18

0.12

0.12 0.13

0.19

0.17

0.14

0.13

0.19 0.

21

0.13

0.19 0.

22

0.17

0.04

0.13 0.

150.17

0.56

0.20

0.21

0.16

0.13 0.

15

0.14

0.10

0.15 0.

18

0.18

0.17

0.16

0.15

0.21 0.

24

0.14

0.19

0.16

0.15

0.14 0.

17

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60 Belanja Modal 2014 Belanja Modal 2015

Triliun Rp

SABU

RA

IJUA

NA

GEK

EO

MA

LAKA

BELU

SUM

BA T

ENG

AH

SBD

SUM

BA B

ARA

T

LEM

BATA

END

E

SIKK

A

TTS

TTU

KOTA

KU

PAN

G

FLO

TIM

MA

BAR

ALO

R

KAB.

KU

PAN

G

SUM

BA T

IMU

R

ROTE

NG

AD

A

MAT

IM

MA

NG

GA

RAI

PRO

V. N

TT

2. Data bersumber dari realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara alokasi Provinsi Nusa Tenggara Timur dan APBD Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Sifat data adalah realisasi hingga 31 Maret 2015. Sifat data masih sementara karena masih terus dilakukan update di beberapa kabupaten/kota serta masih adanya perubahan alokasi anggaran karena adanya penambahan anggaran dari pemerintah pusat.

BAB IV - KEUANGAN DAERAH46

Page 74: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Berdasarkan penggunaan belanja konsumsi, realisasi belanja terbesar adalah belanja pegawai yang mencapai Rp 1,8

triliun atau 74,5% dari total belanja konsumsi pemerintah. Realisasi belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota

menjadi yang terbesar yaitu Rp 1,27 triliun (88,5% dari total realisasi belanja konsumsi pemerintah kabupaten/kota

pada triwulan-I 2015), diikuti belanja pemerintah pusat sebesar Rp 425,6 miliar (73% dari total belanja konsumsi

pemerintah pusat), dan belanja pemerintah provinsi sebesar Rp 107,6 miliar (26,7% dari total belanja pemerintah

provinsi pada triwulan-I 2015).

Dari sisi regional kabupaten, data realisasi belanja pemerintah per kabupaten pada triwulan I 2015 mencapai rata-rata

realisasi 9,5%. Realisasi belanja pemerintah tertinggi yaitu Pemerintah Provinsi NTT (13,3%) dan Kabupaten Flores

Timur (13,1%). Sementara realisasi belanja terendah ada pada Kab. Sumba Barat Daya (SBD) sebesar 6%.

9.6

6.9

8.8

6.07.6

9.6 9.27.7 8.1

9.9 10.0

7.1

9.5 9.1 9.48.6

12.2

6.4 6.4

13.1

10.0

7.8 8.1

13.3

-

2

4

6

8

10

12

14 %

Sabu

Rai

jua

Nag

ekeo

Mal

aka

Belu

Sum

ba T

enga

h

SBD

Sum

ba B

arat

Lem

bata

Ende

Sikk

a

TTS

TTU

Kot

a K

upan

g

Flot

im

TOTA

L

Mab

ar

Alo

r

Kab

. Kup

ang

Sum

ba T

imur

Rote

Nga

da

Mat

im

Man

ggar

ai

Prov

. NTT

Grafik 4.12. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di NTT

Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.10. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.11. Rincian Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT

Pegawai Barang danJasa

Hibah BantuanSosial

Hasil Keuangan Lainnya

APBN KAB PROV TOTAL

KONSUMSI LAINNYA

BANTUAN KEUANGAN

BELANJA BAGI HASIL

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA HIBAH

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL

4.59 2.52 8.05

69.68 86.24

24.55

23.15 9.74

11.68

53.51

2.57 -0.43

APBN KAB PROV

19

53

15

52

9

7 1 3

18

9

20

00

27

0

15.8

5.3

17.4

4.00.2 1.5 2.4

%

PROVINSI

KABUPATEN

APBN

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.8. Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.9. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

APBN KAB PROV TOTAL

BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI

7.18.8

13.3

8.8

0.91

6.3

1

10.9 10.9

14.8

11.4

4.6%

92,0%

2.5%

97.5%

8.0%

95,4%

KEUANGAN DAERAH - BAB IV 49

Dari struktur APBD Provinsi, pada triwulan I terdapat perolehan dana darurat sebesar Rp 239 miliar yang menjadi salah

satu penyumbang terbesar (28,5%). Dana darurat tersebut merupakan dana untuk penanggulangan bencana atau

kerusakan akibat bencana alam yang berasal dari APBN. Peristiwa bencana alam yang sempat mengguncang daerah

Flores pada bulan Februari 2015 serta banjir di beberapa daerah turut mendorong adanya alokasi dana darurat dari

pemerintah pusat. Sementara dari struktur APBD Kabupaten/Kota, tingginya ketergantungan dana perimbangan dari

pemerintah pusat masih cukup terlihat. Total dana perimbangan mencapai Rp 3,7 triliun atau 88,6% dari total

pendapatan triwulan-I, sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mencapai Rp 123 miliar atau 2,9% dari total

pendapatan kabupaten/kota. Sumber utama pendapatan pada dana perimbangan adalah DAU yang mencapai Rp 3,5

triliun (83,8%). Dari data realisasi pendapatan per kabupaten, Kabupaten Manggarai Barat tercatat memiliki realisasi

terbesar dengan 52,1%. Sementara Kabupaten Manggarai memiliki realisasi pendapatan terendah dengan 16,7%.

Rata-rata realisasi pendapatan kabupaten/kota dan provinsi mencapai 26,5%. Guna mengurangi ketergantungan pada

Dana Alokasi Umum (DAU), perlu adanya upaya guna mendorong pembukaan sentra-sentra industri dan investasi baru

di Provinsi NTT, sehingga tercipta obyek-obyek pendapatan pajak dan restribusi yang baru.

Total belanja pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan-I 2015 mencapai Rp 2,5 triliun. Realisasi belanja tertinggi adalah

Pemerintah Provinsi sebesar Rp 438 miliar (13,3% dari total anggaran pemerintah provinsi tahun 2015), diikuti

Kab/Kota Rp 1,4 triliun (8,8% dari total anggaran pemerintah kabupaten/kota tahun 2015) dan belanja Pemerintah

Pusat/APBN Rp 610 miliar (7,1% dari total anggaran pemerintah pusat tahun 2015).

Dari jumlah total belanja sebesar Rp 2,5 triliun, sekitar 96% atau Rp 2,4 triliun digunakan untuk belanja konsumsi,

sementara sisanya sebesar Rp 100 miliar digunakan untuk belanja modal. Rendahnya realisasi belanja modal pada awal

tahun disebabkan oleh proses penggantian numenklatur yang menyebabkan terlambatnya alokasi anggaran di daerah.

Selain itu, pembayaran proyek yang dibayarkan setelah selesainya kegiatan membuat penyerapan di belanja modal di

triwulan-I masih rendah. Porsi realisasi belanja konsumsi terbesar sendiri dilakukan oleh pemerintah Kabupaten/Kota

sebesar 59,2% (Rp 1,4 triliun), diikuti pemerintah pusat sebesar 24,1% (Rp 582 miliar) dan pemerintah Provinsi sebesar

16,7% (Rp 403 miliar).

Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.7. Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTTGrafik 4.6. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT

KABUPATENPROVINSI KAB+PROV

11.38

32.92

8.84

14.80

33.3330.00

23.75

12.87

32.86

9.81

23.75

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

110,00

PAD Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Khusus

Dana Penyesuain dan Otonomi Khusus

Lainnya

24.27

17.65

8.01

Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

23.26

17.46

22.04

26.00

25.71

26.92

29.47

24.82

25.83

52.05

27.51

25.26

26.51

24.56

26.57

16.71

29.84

35.53

17.79

29.78

26.23

29.81

28.62

25.62

-

KAB. KUPANG

SIKKA

TTU

NAGEKEO

SBD

ENDE

SUMBA BARAT

SABU RAIJUA

ALOR

MABAR

TTS

ROTE

TOTAL

BELU

LEMBATA

MANGGARAI

FLOTIM

SUMBA TENGAH

NGADA

MATIM

MALAKA

SUMBA TIMUR

KOTA KUPANG

PROV. NTT

4.3 BELANJA DAERAH

BAB IV - KEUANGAN DAERAH48

Page 75: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Berdasarkan penggunaan belanja konsumsi, realisasi belanja terbesar adalah belanja pegawai yang mencapai Rp 1,8

triliun atau 74,5% dari total belanja konsumsi pemerintah. Realisasi belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota

menjadi yang terbesar yaitu Rp 1,27 triliun (88,5% dari total realisasi belanja konsumsi pemerintah kabupaten/kota

pada triwulan-I 2015), diikuti belanja pemerintah pusat sebesar Rp 425,6 miliar (73% dari total belanja konsumsi

pemerintah pusat), dan belanja pemerintah provinsi sebesar Rp 107,6 miliar (26,7% dari total belanja pemerintah

provinsi pada triwulan-I 2015).

Dari sisi regional kabupaten, data realisasi belanja pemerintah per kabupaten pada triwulan I 2015 mencapai rata-rata

realisasi 9,5%. Realisasi belanja pemerintah tertinggi yaitu Pemerintah Provinsi NTT (13,3%) dan Kabupaten Flores

Timur (13,1%). Sementara realisasi belanja terendah ada pada Kab. Sumba Barat Daya (SBD) sebesar 6%.

9.6

6.9

8.8

6.07.6

9.6 9.27.7 8.1

9.9 10.0

7.1

9.5 9.1 9.48.6

12.2

6.4 6.4

13.1

10.0

7.8 8.1

13.3

-

2

4

6

8

10

12

14 %

Sabu

Rai

jua

Nag

ekeo

Mal

aka

Belu

Sum

ba T

enga

h

SBD

Sum

ba B

arat

Lem

bata

Ende

Sikk

a

TTS

TTU

Kot

a K

upan

g

Flot

im

TOTA

L

Mab

ar

Alo

r

Kab

. Kup

ang

Sum

ba T

imur

Rote

Nga

da

Mat

im

Man

ggar

ai

Prov

. NTT

Grafik 4.12. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di NTT

Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.10. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.11. Rincian Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT

Pegawai Barang danJasa

Hibah BantuanSosial

Hasil Keuangan Lainnya

APBN KAB PROV TOTAL

KONSUMSI LAINNYA

BANTUAN KEUANGAN

BELANJA BAGI HASIL

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA HIBAH

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL

4.59 2.52 8.05

69.68 86.24

24.55

23.15 9.74

11.68

53.51

2.57 -0.43

APBN KAB PROV

19

53

15

52

9

7 1 3

18

9

20

00

27

0

15.8

5.3

17.4

4.00.2 1.5 2.4

%

PROVINSI

KABUPATEN

APBN

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.8. Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.9. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

APBN KAB PROV TOTAL

BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI

7.18.8

13.3

8.8

0.91

6.3

1

10.9 10.9

14.8

11.4

4.6%

92,0%

2.5%

97.5%

8.0%

95,4%

KEUANGAN DAERAH - BAB IV 49

Dari struktur APBD Provinsi, pada triwulan I terdapat perolehan dana darurat sebesar Rp 239 miliar yang menjadi salah

satu penyumbang terbesar (28,5%). Dana darurat tersebut merupakan dana untuk penanggulangan bencana atau

kerusakan akibat bencana alam yang berasal dari APBN. Peristiwa bencana alam yang sempat mengguncang daerah

Flores pada bulan Februari 2015 serta banjir di beberapa daerah turut mendorong adanya alokasi dana darurat dari

pemerintah pusat. Sementara dari struktur APBD Kabupaten/Kota, tingginya ketergantungan dana perimbangan dari

pemerintah pusat masih cukup terlihat. Total dana perimbangan mencapai Rp 3,7 triliun atau 88,6% dari total

pendapatan triwulan-I, sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mencapai Rp 123 miliar atau 2,9% dari total

pendapatan kabupaten/kota. Sumber utama pendapatan pada dana perimbangan adalah DAU yang mencapai Rp 3,5

triliun (83,8%). Dari data realisasi pendapatan per kabupaten, Kabupaten Manggarai Barat tercatat memiliki realisasi

terbesar dengan 52,1%. Sementara Kabupaten Manggarai memiliki realisasi pendapatan terendah dengan 16,7%.

Rata-rata realisasi pendapatan kabupaten/kota dan provinsi mencapai 26,5%. Guna mengurangi ketergantungan pada

Dana Alokasi Umum (DAU), perlu adanya upaya guna mendorong pembukaan sentra-sentra industri dan investasi baru

di Provinsi NTT, sehingga tercipta obyek-obyek pendapatan pajak dan restribusi yang baru.

Total belanja pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan-I 2015 mencapai Rp 2,5 triliun. Realisasi belanja tertinggi adalah

Pemerintah Provinsi sebesar Rp 438 miliar (13,3% dari total anggaran pemerintah provinsi tahun 2015), diikuti

Kab/Kota Rp 1,4 triliun (8,8% dari total anggaran pemerintah kabupaten/kota tahun 2015) dan belanja Pemerintah

Pusat/APBN Rp 610 miliar (7,1% dari total anggaran pemerintah pusat tahun 2015).

Dari jumlah total belanja sebesar Rp 2,5 triliun, sekitar 96% atau Rp 2,4 triliun digunakan untuk belanja konsumsi,

sementara sisanya sebesar Rp 100 miliar digunakan untuk belanja modal. Rendahnya realisasi belanja modal pada awal

tahun disebabkan oleh proses penggantian numenklatur yang menyebabkan terlambatnya alokasi anggaran di daerah.

Selain itu, pembayaran proyek yang dibayarkan setelah selesainya kegiatan membuat penyerapan di belanja modal di

triwulan-I masih rendah. Porsi realisasi belanja konsumsi terbesar sendiri dilakukan oleh pemerintah Kabupaten/Kota

sebesar 59,2% (Rp 1,4 triliun), diikuti pemerintah pusat sebesar 24,1% (Rp 582 miliar) dan pemerintah Provinsi sebesar

16,7% (Rp 403 miliar).

Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Grafik 4.7. Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTTGrafik 4.6. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT

KABUPATENPROVINSI KAB+PROV

11.38

32.92

8.84

14.80

33.3330.00

23.75

12.87

32.86

9.81

23.75

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

110,00

PAD Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Khusus

Dana Penyesuain dan Otonomi Khusus

Lainnya

24.27

17.65

8.01

Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

23.26

17.46

22.04

26.00

25.71

26.92

29.47

24.82

25.83

52.05

27.51

25.26

26.51

24.56

26.57

16.71

29.84

35.53

17.79

29.78

26.23

29.81

28.62

25.62

-

KAB. KUPANG

SIKKA

TTU

NAGEKEO

SBD

ENDE

SUMBA BARAT

SABU RAIJUA

ALOR

MABAR

TTS

ROTE

TOTAL

BELU

LEMBATA

MANGGARAI

FLOTIM

SUMBA TENGAH

NGADA

MATIM

MALAKA

SUMBA TIMUR

KOTA KUPANG

PROV. NTT

4.3 BELANJA DAERAH

BAB IV - KEUANGAN DAERAH48

Page 76: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kotadi Provinsi Nusa Tenggara Timur

APBN / APBD

PENDAPATAN DAERAH

BELANJA DAERAH

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bagi Hasil

Bantuan Keuangan

Konsumsi Lainnya

Belanja Lainnya

SURPLUS/DEFISIT

PEMBIAYAAN DAERAH

Penerimaan

SILPA Tahun Lalu

Lainnya

Pengeluaran

Penyertaan Modal

Lainnya

PEMBIAYAAN NETTO

SILPA SEKARANG

REALISASI

172,235

8,587,699

3,223,640

5,364,059

2,258,810

2,606,042

-

499,207

-

-

-

-

(8,415,464)

15,776,449

16,780,579

3,658,397

13,122,182

8,513,168

3,158,380

216,913

95,683

7,894

1,058,542

71,602

-

(1,004,130)

1,097,011.96

982,542

114,470

92,900.00

80,400.00

12,500

1,004,112

(18)

3,282,665

3,289,126

562,136

2,726,990

600,956

581,066

1,152,778

28,337

320,449

35,903

7,500

-

(6,461)

61,161.31

53,779

7,382

54,700

50,000.00

4,700

6,461

-

19,231,349

28,657,405

7,444,174

21,213,231

11,372,934

6,345,489

1,369,691

623,227

328,343

1,094,445

79,102

-

(9,426,055)

1,158,173.26

1,036,322

121,852

147,600

130,400.00

17,200

1,010,573

(18)

352,973

610,699

28,035

582,664

425,563

141,399

-

15,702

-

-

-

-

(257,727)

4,211,037

1,470,547

37,041

1,433,506

1,268,178

143,260

4,236

9,075

534

6,301

1,923

-

2,740,490

684,324.02

683,816

508

15,000.00

15,000.00

-

669,324

3,409,814

840,866

438,263

35,264

403,000

107,575

51,209

234,516

48

-

9,653

-

-

402,603

232,867

231,609

1,259

-

-

-

232,867

635,470

5,404,876

2,519,510

100,339

2,419,170

1,801,316

335,869

238,751

24,824

534

15,954

1,923

-

2,885,366

917,191

915,424

1,767

15,000

15,000

-

902,191

4,045,284

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL

LAMPIRANKEUANGAN DAERAH - BAB IV 51

Apabila dibandingkan dengan data perbankan, pada bulan Maret 2015 terdapat simpanan pemerintah sebesar Rp 5,74

triliun di perbankan. Jumlah tersebut meningkat sebesar 34,2% (Rp 1,46 triliun) dibandingkan bulan Maret 2014. Hal

ini menunjukkan bahwa penyaluran realisasi belanja pemerintah masih cukup rendah di bulan Maret 2015. Jumlah Rp

5,73 triliun tersebut menunjukkan potensi dana yang masih cukup besar untuk digunakan sebagai alokasi anggaran

pembangunan di tahun 2015.

Berdasarkan pilihan penempatan dana pemerintah, sebagian besar dana ditempatkan di giro atau instrumen sistem

pembayaran yang mencapai Rp 4,61 triliun, Rp 1,02 triliun ditempatkan pada instrumen simpanan berupa deposito,

dan Rp 103,3 miliar ditempatkan dalam tabungan.

Grafik 4.13. Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten /Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur

6

5

4

3

2

1

0I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV

2012 2013 2014

Sumber : Bank Indonesia, diolah

3.54 3.97 3.87

1.80

3.83 4.35

4.16

1.96

4.28

5.99 5.57

2.83

PUSAT PEMKOTPROVINSI PEMKAB

PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK

PUSAT

PROVINSI

KOTA

KABUPATEN

TOTAL

38,976

479,386

161,080

3,933,330

4,612,772

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Tabel 4.1. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

I

2015

5.74

1,152

2,876

31,604

67,659

103,291

0

174,602

112,636

733,618

1,020,856

40,128

656,864

305,320

4,734,608

5,736,919

BAB IV - KEUANGAN DAERAH50

Page 77: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kotadi Provinsi Nusa Tenggara Timur

APBN / APBD

PENDAPATAN DAERAH

BELANJA DAERAH

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bagi Hasil

Bantuan Keuangan

Konsumsi Lainnya

Belanja Lainnya

SURPLUS/DEFISIT

PEMBIAYAAN DAERAH

Penerimaan

SILPA Tahun Lalu

Lainnya

Pengeluaran

Penyertaan Modal

Lainnya

PEMBIAYAAN NETTO

SILPA SEKARANG

REALISASI

172,235

8,587,699

3,223,640

5,364,059

2,258,810

2,606,042

-

499,207

-

-

-

-

(8,415,464)

15,776,449

16,780,579

3,658,397

13,122,182

8,513,168

3,158,380

216,913

95,683

7,894

1,058,542

71,602

-

(1,004,130)

1,097,011.96

982,542

114,470

92,900.00

80,400.00

12,500

1,004,112

(18)

3,282,665

3,289,126

562,136

2,726,990

600,956

581,066

1,152,778

28,337

320,449

35,903

7,500

-

(6,461)

61,161.31

53,779

7,382

54,700

50,000.00

4,700

6,461

-

19,231,349

28,657,405

7,444,174

21,213,231

11,372,934

6,345,489

1,369,691

623,227

328,343

1,094,445

79,102

-

(9,426,055)

1,158,173.26

1,036,322

121,852

147,600

130,400.00

17,200

1,010,573

(18)

352,973

610,699

28,035

582,664

425,563

141,399

-

15,702

-

-

-

-

(257,727)

4,211,037

1,470,547

37,041

1,433,506

1,268,178

143,260

4,236

9,075

534

6,301

1,923

-

2,740,490

684,324.02

683,816

508

15,000.00

15,000.00

-

669,324

3,409,814

840,866

438,263

35,264

403,000

107,575

51,209

234,516

48

-

9,653

-

-

402,603

232,867

231,609

1,259

-

-

-

232,867

635,470

5,404,876

2,519,510

100,339

2,419,170

1,801,316

335,869

238,751

24,824

534

15,954

1,923

-

2,885,366

917,191

915,424

1,767

15,000

15,000

-

902,191

4,045,284

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL

LAMPIRANKEUANGAN DAERAH - BAB IV 51

Apabila dibandingkan dengan data perbankan, pada bulan Maret 2015 terdapat simpanan pemerintah sebesar Rp 5,74

triliun di perbankan. Jumlah tersebut meningkat sebesar 34,2% (Rp 1,46 triliun) dibandingkan bulan Maret 2014. Hal

ini menunjukkan bahwa penyaluran realisasi belanja pemerintah masih cukup rendah di bulan Maret 2015. Jumlah Rp

5,73 triliun tersebut menunjukkan potensi dana yang masih cukup besar untuk digunakan sebagai alokasi anggaran

pembangunan di tahun 2015.

Berdasarkan pilihan penempatan dana pemerintah, sebagian besar dana ditempatkan di giro atau instrumen sistem

pembayaran yang mencapai Rp 4,61 triliun, Rp 1,02 triliun ditempatkan pada instrumen simpanan berupa deposito,

dan Rp 103,3 miliar ditempatkan dalam tabungan.

Grafik 4.13. Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten /Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur

6

5

4

3

2

1

0I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV

2012 2013 2014

Sumber : Bank Indonesia, diolah

3.54 3.97 3.87

1.80

3.83 4.35

4.16

1.96

4.28

5.99 5.57

2.83

PUSAT PEMKOTPROVINSI PEMKAB

PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK

PUSAT

PROVINSI

KOTA

KABUPATEN

TOTAL

38,976

479,386

161,080

3,933,330

4,612,772

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Tabel 4.1. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

I

2015

5.74

1,152

2,876

31,604

67,659

103,291

0

174,602

112,636

733,618

1,020,856

40,128

656,864

305,320

4,734,608

5,736,919

BAB IV - KEUANGAN DAERAH50

Page 78: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

KETENAGA KERJAANDAN KESEJAHTERAAN

BAB V

Page 79: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

KETENAGA KERJAANDAN KESEJAHTERAAN

BAB V

Page 80: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Perkembangan ketenagakerjaan menunjukkan kondisi perlambatan dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya.

Perlambatan penyerapan tenaga kerja terutama berasal dari sektor Pertambangan serta sektor

Listrik, Gas dan Air. Sektor Pertanian sebagai penyerap tenaga kerja terbesar, juga

menunjukkan perlambatan.

5.1. KONDISI UMUM

Pada triwulan I, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan perlambatan. Jumlah tenaga kerja

mengalami penurunan sebesar -0,24% (yoy) dari sebelumnya 2.336.212 jiwa (Februari 2014) menjadi 2.330.634 jiwa

pada bulan Februari 2015. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari 2015 (3,12%) juga tercatat lebih

tinggi dibandingkan Februari 2014 (1,97%). Sementara data terakhir kondisi kesejahteraan masyarakat pada bulan

September 2014, menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan mengalami perbaikan, yaitu sebesar 19,60% (991,8 ribu

jiwa) dari total penduduk NTT dibandingkan periode September 2013 yang mencapai 20,24% (1 juta jiwa).

5.2.1 Kondisi Ketenagakerjaan UmumDalam rentang waktu Februari 2014 s.d. Februari 2015, angka tenaga kerja di Provinsi NTT mengalami perlambatan.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menunjukkan penurunan dari 74,04% (Februari 2014) menjadi 72,95% pada

bulan Februari 2015. Penurunan TPAK ini diperkirakan terjadi karena meningkatnya kesadaran masyarakat untuk

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dari sisi pengangguran, angka pengangguran pada Februari 2015

mencatat kenaikan menjadi 75.110 jiwa dari bulan Februari 2014 sebesar 46.904 jiwa. Sementara, Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) yang merupakan perbandingan antara angka pengangguran dan angkatan kerja juga

menunjukkan kenaikan pada bulan Februari 2015 yaitu sebesar 3,12% dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya sebesar 1,97%. Kenaikan ini menunjukkan adanya perlambatan penyerapan jumlah angkatan kerja di

Provinsi NTT pada kurun Februari 2014 s.d Februari 2015. Perlambatan kinerja sektor pertanian sebagai penyerap

tenaga kerja terbesar serta sektor pertambangan dan Listrik, Gas dan Air menjadi pendorong rendahnya penyerapan

tenaga kerja.

5.2 . PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

Grafik 5.1. Perkembangan Penduduk 15+

*Dalam Jiwa

Penduduk 15+ Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja

741,183 803,635 816,622 835,708

891,391

-

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000

900,000

1,000,000

-

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

3,500,000

Feb 2011 Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

Grafik 5.2. Perkembangan Angkatan Kerja

Angkatan Kerja Kerja Penganggur

76,081

59,655 58,439

49,848

46,904

75,110

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

2,000,000

2,050,000

2,100,000

2,150,000

2,200,000

2,250,000

2,300,000

2,350,000

2,400,000

2,450,000

Feb 2015Feb 2014Feb 2013Feb 2012Feb 2011Feb 2010

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 53

Page 81: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Perkembangan ketenagakerjaan menunjukkan kondisi perlambatan dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya.

Perlambatan penyerapan tenaga kerja terutama berasal dari sektor Pertambangan serta sektor

Listrik, Gas dan Air. Sektor Pertanian sebagai penyerap tenaga kerja terbesar, juga

menunjukkan perlambatan.

5.1. KONDISI UMUM

Pada triwulan I, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan perlambatan. Jumlah tenaga kerja

mengalami penurunan sebesar -0,24% (yoy) dari sebelumnya 2.336.212 jiwa (Februari 2014) menjadi 2.330.634 jiwa

pada bulan Februari 2015. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari 2015 (3,12%) juga tercatat lebih

tinggi dibandingkan Februari 2014 (1,97%). Sementara data terakhir kondisi kesejahteraan masyarakat pada bulan

September 2014, menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan mengalami perbaikan, yaitu sebesar 19,60% (991,8 ribu

jiwa) dari total penduduk NTT dibandingkan periode September 2013 yang mencapai 20,24% (1 juta jiwa).

5.2.1 Kondisi Ketenagakerjaan UmumDalam rentang waktu Februari 2014 s.d. Februari 2015, angka tenaga kerja di Provinsi NTT mengalami perlambatan.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menunjukkan penurunan dari 74,04% (Februari 2014) menjadi 72,95% pada

bulan Februari 2015. Penurunan TPAK ini diperkirakan terjadi karena meningkatnya kesadaran masyarakat untuk

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dari sisi pengangguran, angka pengangguran pada Februari 2015

mencatat kenaikan menjadi 75.110 jiwa dari bulan Februari 2014 sebesar 46.904 jiwa. Sementara, Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) yang merupakan perbandingan antara angka pengangguran dan angkatan kerja juga

menunjukkan kenaikan pada bulan Februari 2015 yaitu sebesar 3,12% dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya sebesar 1,97%. Kenaikan ini menunjukkan adanya perlambatan penyerapan jumlah angkatan kerja di

Provinsi NTT pada kurun Februari 2014 s.d Februari 2015. Perlambatan kinerja sektor pertanian sebagai penyerap

tenaga kerja terbesar serta sektor pertambangan dan Listrik, Gas dan Air menjadi pendorong rendahnya penyerapan

tenaga kerja.

5.2 . PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

Grafik 5.1. Perkembangan Penduduk 15+

*Dalam Jiwa

Penduduk 15+ Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja

741,183 803,635 816,622 835,708

891,391

-

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000

900,000

1,000,000

-

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

3,500,000

Feb 2011 Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

Grafik 5.2. Perkembangan Angkatan Kerja

Angkatan Kerja Kerja Penganggur

76,081

59,655 58,439

49,848

46,904

75,110

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

2,000,000

2,050,000

2,100,000

2,150,000

2,200,000

2,250,000

2,300,000

2,350,000

2,400,000

2,450,000

Feb 2015Feb 2014Feb 2013Feb 2012Feb 2011Feb 2010

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 53

Page 82: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Dari 9 (sembilan) sektor lapangan pekerjaan, terdapat 3 (tiga) sektor yang mengalami penurunan cukup signifikan,

sektor tersebut diantaranya: sektor pertambangan, sektor listrik, gas dan air serta sektor industri.

Sektor pertambangan mengalami penurunan sebesar 67,1% (yoy) pada bulan Februari 2015, dari hampir 30 ribu

pekerja bidang pertambangan di NTT pada bulan Februari 2014, jumlah tersebut menurun menjadi hanya sekitar 10

ribu orang pada bulan Februari 2015. Kebijakan pemerintah yang mewajibkan pengolahan hasil tambang di dalam

negeri serta penurunan harga komoditas terutama mangan turut memicu berhenti beroperasinya para pemegang Izin

Usaha Pertambangan (IUP) skala kecil dan menengah, selain itu musim hujan yang terjadi di awal tahun mendorong pula

beberapa perusahaan tambang untuk sementara berhenti beroperasi.

5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status PekerjaanPada bulan Februari 2015, 77,7% pekerja di Provinsi NTT adalah pekerja informal dengan jumlah total pekerja 1,81 juta

orang. Sementara jumlah pekerja formal hanya sebesar 519,8 ribu orang (22,3%). Jumlah pekerja formal sendiri

mengalami peningkatan sebesar 19,28% (yoy) dibandingkan bulan Februari 2014, sementara pekerja informal

mengalami penurunan sebesar 4,72%. Hal ini didukung oleh dibukanya penerimaan PNS seperti di Kabupaten Malaka

dan sentra-sentra belanja ritel di Provinsi NTT. Pertumbuhan pegawai formal tertinggi terutama adalah buruh/karyawan

yang mencapai 17,6% (yoy). Porsi buruh/karyawan juga merupakan yang terbesar di sektor formal, yaitu 91,6%.

Dari sektor informal, 43,5% dari total pekerja adalah pekerja keluarga/tak dibayar (786 ribu orang), kemudian diikuti

berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 33,5% atau 606,8 ribu orang, sementara pekerja dengan status berusaha

sendiri berjumlah 328,9 ribu jiwa atau 18,2% dari total pekerja. Pada Februari 2015, terjadi kecenderungan penurunan

pada hampir semua kategori pada sektor informal, kecuali pekerja dengan status bekerja sendiri yang mengalami

kenaikan 0,79% (yoy). Kenaikan tersebut dapat berarti mulai adanya peningkatan kesadaran masyarakat NTT untuk

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

Grafik 5.5. Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Lainnya

% Pertambangan % Industri % Listrik, Gas dan AirPertambangan Industri Listrik, Gas dan Air

27 29

22 30

10

111

97 105

115

93

3 3 5 7 4

-28.5

7.6

-26.6

37.9

-67.1

10.4

-13.2

8.4 9.5

-18.7

52.0

-5.2

77.7

41.9

-45.8

-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

-

20

40

60

80

100

120

140

Feb 2011 Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

Grafik 5.6. Perkembangan Tenaga Kerja Formal dan Informal

Feb 2011 Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015

111.8 420.5 415.1 403.5 435.8 519.8

901.5

1,754.8 1,836.2 1,896.2 1,900.5

1,810.8

-1.28%

-2.80% 8.00%

88.97%94.66%

3.27%

11.03%

276.10%

19.28%4.64%

0.22%-4.72%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000 Ribu Jiwa

Feb 2010

% Pert Formal

Formal

% Pert Informal

Informal

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 55

5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Lapangan Pekerjaan UtamaSecara umum pertumbuhan sektor ketenagakerjaan secara tahunan (Februari 2014 dibandingkan Februari 2015)

mengalami perlambatan sebesar -0,24% (yoy). Dari sisi sektoral, terdapat 9 sektor yang mengalami perlambatan

penyerapan tenaga kerja. Sektor tersebut diantaranya: 1) Pertanian (-2,9%), 2) Pertambangan (-67%), 3) Industri (-

18,7%), 4) Listrik, Gas dan Air (-45,7%), 5) Konstruksi (-11,5%) dan 6) Perdagangan (-4,6%), sementara sektor yang

mengalami kenaikan adalah 1) Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi (23,5%), 2) Keuangan (52%), 3) Jasa

Kemasyarakatan (25,3%).

Perlambatan penyerapan tenaga kerja ini searah dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada

Triwulan-I tahun 2015. Penyerapan tenaga kerja di Provinsi NTT sendiri, didominasi oleh sektor Pertanian, Jasa

Kemasyarakatan, Perdagangan serta sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi. Namun sektor pertanian

mengalami penurunan porsi dari 65% (2014) menjadi 63% (2015), sektor yang mengalami peningkatan adalah jasa

kemasyarakatan dari 12 % (2014) menjadi 15% (2015).

Dari 3 (tiga) sektor utama di Provinsi NTT tersebut, yaitu Pertanian, Perdagangan dan Jasa Kemasyarakatan, hanya sektor

jasa kemasyarakatan yang mengalami kenaikan penyerapan tenaga kerja.

Beberapa permasalahan sektor pertanian seperti terlambatnya penyaluran pupuk bersubsidi, pergeseran musim panen

dan musim tanam, serta permasalahan permodalan membuat proses kegiatan pertanian menjadi terganggu, sehingga

mendorong penyerapan tenaga kerja menjadi tidak maksimal. Sementara perlambatan penyerapan pekerja pada sektor

perdagangan diperkirakan terjadi akibat lesunya omset seiring daya beli masyarakat yang menurun. Di sisi lain, kenaikan

penyerapan pekerja pada sektor jasa masyarakat, turut didorong oleh kebutuhan pegawai negeri sipil (PNS) di

lingkungan Pemerintah Provinsi serta Kabupaten/Kota yang cukup tinggi. Terbentuknya kabupaten baru, seperti

Kabupaten Malaka mendorong peningkatan kebutuhan PNS.

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

STRUKTUR PEKERJAAN (2014)

PERTANIANPERTAMBANGANINDUSTRILISTRIK, GAS DAN AIRKONSTRUKSIPERDAGANGANTRANS, PERGUDANGAN & KOMUNIKASIKEUANGANJASA KEMASYARAKATAN

1,475,142 63%15%1%5%8%3%0%4%1%9,816

93,189

3,710

68,864

189,782

123,745

28,480

337,806

STRUKTUR PEKERJAAN (2015)

1,519,547

29,823

114,685

6,840

77,840

198,998

100,204

18,697

269,578 65%

1%5%0%3%9%4%1%

12%

Grafik 5.3. Perkembangan Struktur Pekerjaan

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

Grafik 5.4. Perkembangan Tenaga Kerja 3 sektor utama

Feb 2011

1,464 1,526 1,551 1,520

1,475

147 154 184 199 190 265 266 262 270 338

(10.9)

4.2 1.7

(2.1)(2.9)

14.3

4.5

19.5

8.2

(4.6)

6.3

0.3 -1.3

2.8

25.3

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800%Ribu Jiwa

Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015

% (pertanian) % (perdagangan) % (Jasa Kemasyarakatan)Pertanian Perdagangan Jasa Kemasyarakatan

BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN54

Page 83: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Dari 9 (sembilan) sektor lapangan pekerjaan, terdapat 3 (tiga) sektor yang mengalami penurunan cukup signifikan,

sektor tersebut diantaranya: sektor pertambangan, sektor listrik, gas dan air serta sektor industri.

Sektor pertambangan mengalami penurunan sebesar 67,1% (yoy) pada bulan Februari 2015, dari hampir 30 ribu

pekerja bidang pertambangan di NTT pada bulan Februari 2014, jumlah tersebut menurun menjadi hanya sekitar 10

ribu orang pada bulan Februari 2015. Kebijakan pemerintah yang mewajibkan pengolahan hasil tambang di dalam

negeri serta penurunan harga komoditas terutama mangan turut memicu berhenti beroperasinya para pemegang Izin

Usaha Pertambangan (IUP) skala kecil dan menengah, selain itu musim hujan yang terjadi di awal tahun mendorong pula

beberapa perusahaan tambang untuk sementara berhenti beroperasi.

5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status PekerjaanPada bulan Februari 2015, 77,7% pekerja di Provinsi NTT adalah pekerja informal dengan jumlah total pekerja 1,81 juta

orang. Sementara jumlah pekerja formal hanya sebesar 519,8 ribu orang (22,3%). Jumlah pekerja formal sendiri

mengalami peningkatan sebesar 19,28% (yoy) dibandingkan bulan Februari 2014, sementara pekerja informal

mengalami penurunan sebesar 4,72%. Hal ini didukung oleh dibukanya penerimaan PNS seperti di Kabupaten Malaka

dan sentra-sentra belanja ritel di Provinsi NTT. Pertumbuhan pegawai formal tertinggi terutama adalah buruh/karyawan

yang mencapai 17,6% (yoy). Porsi buruh/karyawan juga merupakan yang terbesar di sektor formal, yaitu 91,6%.

Dari sektor informal, 43,5% dari total pekerja adalah pekerja keluarga/tak dibayar (786 ribu orang), kemudian diikuti

berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 33,5% atau 606,8 ribu orang, sementara pekerja dengan status berusaha

sendiri berjumlah 328,9 ribu jiwa atau 18,2% dari total pekerja. Pada Februari 2015, terjadi kecenderungan penurunan

pada hampir semua kategori pada sektor informal, kecuali pekerja dengan status bekerja sendiri yang mengalami

kenaikan 0,79% (yoy). Kenaikan tersebut dapat berarti mulai adanya peningkatan kesadaran masyarakat NTT untuk

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

Grafik 5.5. Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Lainnya

% Pertambangan % Industri % Listrik, Gas dan AirPertambangan Industri Listrik, Gas dan Air

27 29

22 30

10

111

97 105

115

93

3 3 5 7 4

-28.5

7.6

-26.6

37.9

-67.1

10.4

-13.2

8.4 9.5

-18.7

52.0

-5.2

77.7

41.9

-45.8

-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

-

20

40

60

80

100

120

140

Feb 2011 Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

Grafik 5.6. Perkembangan Tenaga Kerja Formal dan Informal

Feb 2011 Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015

111.8 420.5 415.1 403.5 435.8 519.8

901.5

1,754.8 1,836.2 1,896.2 1,900.5

1,810.8

-1.28%

-2.80% 8.00%

88.97%94.66%

3.27%

11.03%

276.10%

19.28%4.64%

0.22%-4.72%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000 Ribu Jiwa

Feb 2010

% Pert Formal

Formal

% Pert Informal

Informal

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 55

5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Lapangan Pekerjaan UtamaSecara umum pertumbuhan sektor ketenagakerjaan secara tahunan (Februari 2014 dibandingkan Februari 2015)

mengalami perlambatan sebesar -0,24% (yoy). Dari sisi sektoral, terdapat 9 sektor yang mengalami perlambatan

penyerapan tenaga kerja. Sektor tersebut diantaranya: 1) Pertanian (-2,9%), 2) Pertambangan (-67%), 3) Industri (-

18,7%), 4) Listrik, Gas dan Air (-45,7%), 5) Konstruksi (-11,5%) dan 6) Perdagangan (-4,6%), sementara sektor yang

mengalami kenaikan adalah 1) Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi (23,5%), 2) Keuangan (52%), 3) Jasa

Kemasyarakatan (25,3%).

Perlambatan penyerapan tenaga kerja ini searah dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada

Triwulan-I tahun 2015. Penyerapan tenaga kerja di Provinsi NTT sendiri, didominasi oleh sektor Pertanian, Jasa

Kemasyarakatan, Perdagangan serta sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi. Namun sektor pertanian

mengalami penurunan porsi dari 65% (2014) menjadi 63% (2015), sektor yang mengalami peningkatan adalah jasa

kemasyarakatan dari 12 % (2014) menjadi 15% (2015).

Dari 3 (tiga) sektor utama di Provinsi NTT tersebut, yaitu Pertanian, Perdagangan dan Jasa Kemasyarakatan, hanya sektor

jasa kemasyarakatan yang mengalami kenaikan penyerapan tenaga kerja.

Beberapa permasalahan sektor pertanian seperti terlambatnya penyaluran pupuk bersubsidi, pergeseran musim panen

dan musim tanam, serta permasalahan permodalan membuat proses kegiatan pertanian menjadi terganggu, sehingga

mendorong penyerapan tenaga kerja menjadi tidak maksimal. Sementara perlambatan penyerapan pekerja pada sektor

perdagangan diperkirakan terjadi akibat lesunya omset seiring daya beli masyarakat yang menurun. Di sisi lain, kenaikan

penyerapan pekerja pada sektor jasa masyarakat, turut didorong oleh kebutuhan pegawai negeri sipil (PNS) di

lingkungan Pemerintah Provinsi serta Kabupaten/Kota yang cukup tinggi. Terbentuknya kabupaten baru, seperti

Kabupaten Malaka mendorong peningkatan kebutuhan PNS.

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

STRUKTUR PEKERJAAN (2014)

PERTANIANPERTAMBANGANINDUSTRILISTRIK, GAS DAN AIRKONSTRUKSIPERDAGANGANTRANS, PERGUDANGAN & KOMUNIKASIKEUANGANJASA KEMASYARAKATAN

1,475,142 63%15%1%5%8%3%0%4%1%9,816

93,189

3,710

68,864

189,782

123,745

28,480

337,806

STRUKTUR PEKERJAAN (2015)

1,519,547

29,823

114,685

6,840

77,840

198,998

100,204

18,697

269,578 65%

1%5%0%3%9%4%1%

12%

Grafik 5.3. Perkembangan Struktur Pekerjaan

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

Grafik 5.4. Perkembangan Tenaga Kerja 3 sektor utama

Feb 2011

1,464 1,526 1,551 1,520

1,475

147 154 184 199 190 265 266 262 270 338

(10.9)

4.2 1.7

(2.1)(2.9)

14.3

4.5

19.5

8.2

(4.6)

6.3

0.3 -1.3

2.8

25.3

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800%Ribu Jiwa

Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015

% (pertanian) % (perdagangan) % (Jasa Kemasyarakatan)Pertanian Perdagangan Jasa Kemasyarakatan

BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN54

Page 84: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Sumber : SKDU Bank Indonesia Triwulan I-2015

Grafik 5.10. Indeks Tenaga Kerja SKDU

inde

ks

Indeks Ekspektasi Jumlah Kary. Indeks Jumlah Kary.

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

I II III IV I II III IV I II III IV I II*

2012 2013 2014 2015

*Perkiraan

% SBT

5.3.1. Kondisi Kesejahteraan UmumDi sektor pertanian, ukuran kesejahteraan petani melalui Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan penurunan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada Tw-I 2015 angka NTP tercatat 101,21 menurun dibandingkan Tw-IV 2014

sebesar 102,19. Indeks yang diterima (IT) petani tercatat sebesar 117,32. Sementara, Indeks yang dibayar (IB) tercatat

sebesar 115,93. Peningkatan indeks yang dibayar (IB) mengindikasikan adanya peningkatan pengeluaran dari petani,

baik untuk kebutuhan pokok sehari-hari maupun kebutuhan produksi pertanian seperti pupuk maupun bibit.

5.3.2. Tingkat KemiskinanJumlah penduduk miskin di NTT pada bulan September 2014 tercatat 991.880 jiwa mengalami penurunan sebesar

17.279 jiwa dibandingkan periode yang sama tahun 2013 (1.009.150 jiwa). Dari kriteria asal penduduk, penduduk

miskin di Provinsi NTT didominasi oleh penduduk pedesaan sebanyak 886.180 jiwa, sementara penduduk miskin

perkotaan hanya 105.700 jiwa.

5.3. PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN

Sumber : BPS Provinsi NTT

Grafik 5.11. Perkembangan Nilai Tukar Petani

100

110

120

130

140

150

160

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

NTP-axis kanan IT IB

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 57

mengembangkan usaha secara mandiri. Di sisi lain, porsi pekerja keluarga/tak dibayar yang masih tinggi patut

mendapat perhatian, karena dapat menunjukkan masih rendahnya kualitas pekerja di Provinsi NTT. Namun, jumlahnya

yang terus menunjukkan penurunan merupakan suatu hal yang cukup menggembirakan.

Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan I-2015, diketahui bahwa pada

kurun waktu 2013 s.d. 2015 terjadi pergeseran struktur pada IBS di Provinsi NTT. Pada tahun 2013, IBS di NTT

didominasi oleh sektor industri makanan, diikuti industri minuman dan industri furniture. Namun, pada triwulan I-2015,

industri minuman memegang porsi terbesar dengan 39%, diikuti furniture (31,5%) dan makanan (29,5%). Dari sisi

produktivitas, terjadi penurunan produktivitas pada Tw I-2015 yaitu sebesar Rp 8,1 juta/tenaga kerja dibandingkan TW

IV-2014 yang sebesar Rp 10,87 juta/tenaga kerja. Produktivitas tertinggi pada TW-I 2015 adalah industri furniture yang

mencapai Rp 9,93 juta/ tenaga kerja, diikuti industri minuman (Rp 8,41 juta) dan industri makanan (Rp 5,72 juta).

Dari hasil SKDU TW-I 2015 di Provinsi NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan penurunan. Nilai

Saldo Bersih Tertimbang (SBT) turun menjadi 18,93% dibandingkan TW IV-2014 yang sebesar 21,66%. Angka ini

menunjukkan adanya perlambatan penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor lapangan usaha di Provinsi NTT. Sektor

yang mengalami perlambatan, diantaranya sektor pertanian, industri pengolahan, pengangkutan dan komunikasi,

keuangan dan jasa-jasa (non pemerintah). Untuk Tw-II 2015, diperkirakan penyerapan tenaga kerja akan mengalami

peningkatan. Peningkatan terutama akan didorong oleh sektor pertanian, sektor bangunan/konstruksi dan sektor

Perdagangan, Hotel dan Restoran.

Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)

Grafik 5.8. Porsi Penyerapan Pekerja IBS

Industri Makanan Industri Minuman Industri Furniture

Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)

Grafik 5.9. Produktivitas Pekerja IBS

46.6144.13

29.48

31.2 30.87

39.03

22.1925

31.49

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

I II III IV I2013 2015

%

I II III IV2014

12.4210.25

8.76

16.95

11.52

25.05

8.6310.87

8.10

0

5

10

15

20

25

30

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

I II III IV I2013 2015

I II III IV2014

Industri Makanan Industri Minuman Industri Furnitur Total

5.2.4. Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar Dan Sedang

Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)

Grafik 5.7. Klasifikasi Tenaga Kerja Informal

275.05 301.97 326.30 328.88

650.90 652.75 649.10 606.85

82.10 95.55 120.88 88.22

828.14 845.95

804.17

786.81

0.79%

-6.51%

-27.02%

-2.16%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000 ribu jiwa

Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015

% Pert Pekerja Bebas

Berusaha Sendiri

% Pert Berusaha Sendiri

Pekerja BebasBerusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap

Pekerja Tak Dibayar

% Pert Pekerja Tak Dibayar% Pert Dibantu Buruh Tidak Tetap

5.2.5. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (skdu)

BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN56

Page 85: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Sumber : SKDU Bank Indonesia Triwulan I-2015

Grafik 5.10. Indeks Tenaga Kerja SKDU

inde

ks

Indeks Ekspektasi Jumlah Kary. Indeks Jumlah Kary.

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

I II III IV I II III IV I II III IV I II*

2012 2013 2014 2015

*Perkiraan

% SBT

5.3.1. Kondisi Kesejahteraan UmumDi sektor pertanian, ukuran kesejahteraan petani melalui Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan penurunan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada Tw-I 2015 angka NTP tercatat 101,21 menurun dibandingkan Tw-IV 2014

sebesar 102,19. Indeks yang diterima (IT) petani tercatat sebesar 117,32. Sementara, Indeks yang dibayar (IB) tercatat

sebesar 115,93. Peningkatan indeks yang dibayar (IB) mengindikasikan adanya peningkatan pengeluaran dari petani,

baik untuk kebutuhan pokok sehari-hari maupun kebutuhan produksi pertanian seperti pupuk maupun bibit.

5.3.2. Tingkat KemiskinanJumlah penduduk miskin di NTT pada bulan September 2014 tercatat 991.880 jiwa mengalami penurunan sebesar

17.279 jiwa dibandingkan periode yang sama tahun 2013 (1.009.150 jiwa). Dari kriteria asal penduduk, penduduk

miskin di Provinsi NTT didominasi oleh penduduk pedesaan sebanyak 886.180 jiwa, sementara penduduk miskin

perkotaan hanya 105.700 jiwa.

5.3. PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN

Sumber : BPS Provinsi NTT

Grafik 5.11. Perkembangan Nilai Tukar Petani

100

110

120

130

140

150

160

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

NTP-axis kanan IT IB

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 57

mengembangkan usaha secara mandiri. Di sisi lain, porsi pekerja keluarga/tak dibayar yang masih tinggi patut

mendapat perhatian, karena dapat menunjukkan masih rendahnya kualitas pekerja di Provinsi NTT. Namun, jumlahnya

yang terus menunjukkan penurunan merupakan suatu hal yang cukup menggembirakan.

Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan I-2015, diketahui bahwa pada

kurun waktu 2013 s.d. 2015 terjadi pergeseran struktur pada IBS di Provinsi NTT. Pada tahun 2013, IBS di NTT

didominasi oleh sektor industri makanan, diikuti industri minuman dan industri furniture. Namun, pada triwulan I-2015,

industri minuman memegang porsi terbesar dengan 39%, diikuti furniture (31,5%) dan makanan (29,5%). Dari sisi

produktivitas, terjadi penurunan produktivitas pada Tw I-2015 yaitu sebesar Rp 8,1 juta/tenaga kerja dibandingkan TW

IV-2014 yang sebesar Rp 10,87 juta/tenaga kerja. Produktivitas tertinggi pada TW-I 2015 adalah industri furniture yang

mencapai Rp 9,93 juta/ tenaga kerja, diikuti industri minuman (Rp 8,41 juta) dan industri makanan (Rp 5,72 juta).

Dari hasil SKDU TW-I 2015 di Provinsi NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan penurunan. Nilai

Saldo Bersih Tertimbang (SBT) turun menjadi 18,93% dibandingkan TW IV-2014 yang sebesar 21,66%. Angka ini

menunjukkan adanya perlambatan penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor lapangan usaha di Provinsi NTT. Sektor

yang mengalami perlambatan, diantaranya sektor pertanian, industri pengolahan, pengangkutan dan komunikasi,

keuangan dan jasa-jasa (non pemerintah). Untuk Tw-II 2015, diperkirakan penyerapan tenaga kerja akan mengalami

peningkatan. Peningkatan terutama akan didorong oleh sektor pertanian, sektor bangunan/konstruksi dan sektor

Perdagangan, Hotel dan Restoran.

Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)

Grafik 5.8. Porsi Penyerapan Pekerja IBS

Industri Makanan Industri Minuman Industri Furniture

Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)

Grafik 5.9. Produktivitas Pekerja IBS

46.6144.13

29.48

31.2 30.87

39.03

22.1925

31.49

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

I II III IV I2013 2015

%

I II III IV2014

12.4210.25

8.76

16.95

11.52

25.05

8.6310.87

8.10

0

5

10

15

20

25

30

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

I II III IV I2013 2015

I II III IV2014

Industri Makanan Industri Minuman Industri Furnitur Total

5.2.4. Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar Dan Sedang

Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)

Grafik 5.7. Klasifikasi Tenaga Kerja Informal

275.05 301.97 326.30 328.88

650.90 652.75 649.10 606.85

82.10 95.55 120.88 88.22

828.14 845.95

804.17

786.81

0.79%

-6.51%

-27.02%

-2.16%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000 ribu jiwa

Feb 2012 Feb 2013 Feb 2014 Feb 2015

% Pert Pekerja Bebas

Berusaha Sendiri

% Pert Berusaha Sendiri

Pekerja BebasBerusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap

Pekerja Tak Dibayar

% Pert Pekerja Tak Dibayar% Pert Dibantu Buruh Tidak Tetap

5.2.5. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (skdu)

BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN56

Page 86: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Potensi dan permasalahan perbatasan dinilai masih belum cukup mendapat perhatian pemerintah, hal ini dapat dapat dilihat

dari kondisi pembangunan di daerah perbatasan. Paradigma pengelolaan perbatasan sebagai “halaman belakang” wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia mengakibatkan kondisi kawasan perbatasan saat ini masih tertinggal dari sisi sosial dan

ekonomi.

Perbatasan darat antara RI dengan Timor Leste memiliki panjang 268,8 km, melintasi 4 kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara

Timur, yaitu Kabupaten Belu, Kabupaten Malaka, Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Kupang. Perbatasan darat

RI dengan Timor Leste terbagi atas 2 (dua) sektor, yaitu :

a. Sektor Timur (Sektor Utama/main sector) yaitu : di Kabupaten Belu yang berbatasan langsung dengan Distric Bobonaro

di Timor Leste dan Kabupaten Malaka yang berbatasan langsung dengan Distric Covalima, sepanjang 149,1 kilometer;

dan

b. Sektor Barat (Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara) yang berbatasan langsung dengan Distric

Oecussi yang merupakan wilayah enclave Timor Leste sepanjang 119,7 km.

Kegiatan perekonomian di kawasan perbatasan RI-Timor Leste didominasi oleh pertanian lahan kering dan perkebunan.

Beberapa komoditas yang dihasilkan antara lain jambu mete, kopi, kelapa, kemiri, coklat, pinang, kapuk, cengkeh,

tembakau, vanili jarak, kapas, lada dan pala. Aktivitas ekonomi yang khas terjadi di kawasan perbatasan negara adalah

perdagangan lintas batas. Kegiatan perdagangan lintas batas sebagian besar adalah perdagangan kebutuhan peralatan

rumah tangga dan makanan.

Potensi Perbatasan Ri-rdtl

Grafik Boks 5.1. Total Ekspor ke Timor Leste Grafik Boks 5.2. Pangsa Ekspor ke Timor Leste

JAKARTA JABAR JATENG JATIMBANTEN BALI NTT SULSEL

Lainnya Ekspor

impor

203.57 216.17

297.21

219.06

30.195.86

491.26

266.07

140.50

1.030

100

200

300

400

500

600

0

100

200

300

400

2011 2012 2013 2014 2015

Ribu dolarTOTAL EKSPOR KE TIMOR LESTEmiliar dolar

8.86 6.06 6.18 4.63 6.16

2.35 2.81 2.53 4.55 5.61

71.85 74.44 69.88 69.69 62.21

3.40 2.98 5.03 7.217.71

4.19 4.23 3.22 4.31 8.44

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

PANGSA EKSPOR KE TIMOR LESTE

JAKARTA JABAR JATENG JATIM BANTEN BALI NTT SULSEL Lainnya

2011 2012 2013 2014 2015

Sumber : Bea Cukai dan Bank Indonesia, diolah Sumber : Bea Cukai dan Bank Indonesia, diolah

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 59

-1,01 0,48 0,06 1,64 0,73 0,39 1,18 0,00 7,72 -11,75 0,00 14,95 14.37

-0.67

0.53

0.00

2.83

2.42

-0.55

0.00

18.93

0,07 - 0,12 0,06 0,06 0,17 0,17 0,07 -0,06 -0,67 -0,43 0,00

0,53 0,53 0,53 0,53 0,00 0,53 0,00 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 - 2,98 3,33 3,59 -0,43 2,55 3,40 0,90 -1,35 0,00 0,00 0,00

0,84 1,59 1,04 0,97 0,59 -0,08 0,52 1,25 0,81 0,79 -1,72 2,47

3,52 - 2,14 -2,14 2,14 0,00 0,67 0,67 -1,82 0,59 3,68 3,01

0,55 0,55 0,00 2,06 1,30 2,06 2,46 1,09 2,25 1,09 0,55 0,55 - 0,25 -0,25 0,00 0,00 -0,25 0,50 0,35 0,00 0,00 0,15 0,15

4,49 6,37 6,95 6,71 4,39 5,37 8,90 4,86 8,08 (9,42) 2,76 21,66

I

2012 2013 2014Sektor

I II III IV I II III IV I II III IV

Tabel 5.4. Indeks Ketenagakerjaan NTT

2015II*

11.67

0.24

0.53

4.85

4.98

2.42

0.00

0.00

24.69

Pertanian

Pertambangan

Industri Pengolahan

Listrik, Gas dan Air Bersih

Bangunan

Perdagangan, Hotel dan Restoran

Pengangkutan dan Komunikasi

Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan

Jasa-jasa

TOTAL SELURUH SEKTOR

261,679

661,256

35,842

384,622

73,744

758,089

2,175,232 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

STATUS PEKERJAAN UTAMA Feb 2011 Feb 2012NO.

Tabel 5.3. Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama

Feb 2013 Feb 2014

275,050

650,899

25,668

389,431

82,096

828,138

2,251,282

301,971

652,753

33,103

370,385

95,551

845,948

2,299,711

326,297

649,104

30,992

404,766

120,880

804,173

2,336,212

328,884

606,845

43,929

475,845

88,222

786,809

2,330,534

BERUSAHA SENDIRI

BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP

BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP

BURUH/KARYAWAN

PEKERJA BEBAS

PEKERJA TAK DIBAYAR

TOTAL

Feb 2015

1.

2.

3.

4.

5.

6.

1,463,896

27,415

111,313

2,860

61,375

147,282

84,759

11,511

264,821

30,275

2,175,232 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA Feb 2011 Feb 2012NO.

Tabel 5.2. Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama

Feb 2013 Feb 2014

1,525,590

29,485

96,596

2,712

46,842

153,882

103,677

26,935

265,563

31,244

2,251,282

1,551,366

21,634

104,755

4,819

55,589

183,842

90,530

25,001

262,175

2,299,711

1,519,547

29,823

114,685

6,840

77,840

198,998

100,204

18,697

269,578

2,336,212

1,475,142

9,816

93,189

3,710

68,864

189,782

123,745

28,480

337,806

2,330,534

PERTANIAN

PERTAMBANGAN

INDUSTRI

LISTRIK GAS dan AIR

KONSTRUKSI

PERDAGANGAN

TRANSP,PERGUDANGAN & KOMUNIKASI

KEUANGAN

JASA KEMASYARAKATAN

LAIN-LAIN

TOTAL

Feb 2015

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

2,922,601

2,226,844

2,150,763

76,081

695,757

76.19%

3.42%

1,064,292

401,402

662,890 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

KEGIATAN UTAMA Feb 2011 Feb 2012Feb 2010

1. Penduduk 15+2. Angkatan Kerja

KerjaPenganggur

3. Bukan Angkatan Kerja

4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja %

5. Tingkatan Pengangguran Terbuka %

6. Bekerja Tidak Penuh

Setengah Penganggur

Pekerja Paruh Waktu

NO.

Tabel 5.1. Perkembangan Penduduk 15+ Menurut Kegiatan

Feb 2013 Feb 2014

2,976,070

2,234,887

2,175,232

59,655

741,183

75.10%

2.67%

995,460

373,976

621,484

3,113,356

2,309,721

2,251,282

58,439

803,635

74.19%

2.53%

1,043,963

377,087

666,876

3,166,181

2,349,559

2,299,711

49,848

816,622

74.21%

2.12%

1,128,682

281,180

847,502

3,218,824

2,383,116

2,336,212

46,904

835,708

74.04%

1.97%

1,134,105

292,835

841,270

Feb 2015

3,297,575

2,405,664

2,330,534

75,110

891,391

72.95%

3.12%

999,113

236,320

762,793

LAMPIRANBAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN58

Page 87: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Potensi dan permasalahan perbatasan dinilai masih belum cukup mendapat perhatian pemerintah, hal ini dapat dapat dilihat

dari kondisi pembangunan di daerah perbatasan. Paradigma pengelolaan perbatasan sebagai “halaman belakang” wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia mengakibatkan kondisi kawasan perbatasan saat ini masih tertinggal dari sisi sosial dan

ekonomi.

Perbatasan darat antara RI dengan Timor Leste memiliki panjang 268,8 km, melintasi 4 kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara

Timur, yaitu Kabupaten Belu, Kabupaten Malaka, Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Kupang. Perbatasan darat

RI dengan Timor Leste terbagi atas 2 (dua) sektor, yaitu :

a. Sektor Timur (Sektor Utama/main sector) yaitu : di Kabupaten Belu yang berbatasan langsung dengan Distric Bobonaro

di Timor Leste dan Kabupaten Malaka yang berbatasan langsung dengan Distric Covalima, sepanjang 149,1 kilometer;

dan

b. Sektor Barat (Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara) yang berbatasan langsung dengan Distric

Oecussi yang merupakan wilayah enclave Timor Leste sepanjang 119,7 km.

Kegiatan perekonomian di kawasan perbatasan RI-Timor Leste didominasi oleh pertanian lahan kering dan perkebunan.

Beberapa komoditas yang dihasilkan antara lain jambu mete, kopi, kelapa, kemiri, coklat, pinang, kapuk, cengkeh,

tembakau, vanili jarak, kapas, lada dan pala. Aktivitas ekonomi yang khas terjadi di kawasan perbatasan negara adalah

perdagangan lintas batas. Kegiatan perdagangan lintas batas sebagian besar adalah perdagangan kebutuhan peralatan

rumah tangga dan makanan.

Potensi Perbatasan Ri-rdtl

Grafik Boks 5.1. Total Ekspor ke Timor Leste Grafik Boks 5.2. Pangsa Ekspor ke Timor Leste

JAKARTA JABAR JATENG JATIMBANTEN BALI NTT SULSEL

Lainnya Ekspor

impor

203.57 216.17

297.21

219.06

30.195.86

491.26

266.07

140.50

1.030

100

200

300

400

500

600

0

100

200

300

400

2011 2012 2013 2014 2015

Ribu dolarTOTAL EKSPOR KE TIMOR LESTEmiliar dolar

8.86 6.06 6.18 4.63 6.16

2.35 2.81 2.53 4.55 5.61

71.85 74.44 69.88 69.69 62.21

3.40 2.98 5.03 7.217.71

4.19 4.23 3.22 4.31 8.44

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

PANGSA EKSPOR KE TIMOR LESTE

JAKARTA JABAR JATENG JATIM BANTEN BALI NTT SULSEL Lainnya

2011 2012 2013 2014 2015

Sumber : Bea Cukai dan Bank Indonesia, diolah Sumber : Bea Cukai dan Bank Indonesia, diolah

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 59

-1,01 0,48 0,06 1,64 0,73 0,39 1,18 0,00 7,72 -11,75 0,00 14,95 14.37

-0.67

0.53

0.00

2.83

2.42

-0.55

0.00

18.93

0,07 - 0,12 0,06 0,06 0,17 0,17 0,07 -0,06 -0,67 -0,43 0,00

0,53 0,53 0,53 0,53 0,00 0,53 0,00 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 - 2,98 3,33 3,59 -0,43 2,55 3,40 0,90 -1,35 0,00 0,00 0,00

0,84 1,59 1,04 0,97 0,59 -0,08 0,52 1,25 0,81 0,79 -1,72 2,47

3,52 - 2,14 -2,14 2,14 0,00 0,67 0,67 -1,82 0,59 3,68 3,01

0,55 0,55 0,00 2,06 1,30 2,06 2,46 1,09 2,25 1,09 0,55 0,55 - 0,25 -0,25 0,00 0,00 -0,25 0,50 0,35 0,00 0,00 0,15 0,15

4,49 6,37 6,95 6,71 4,39 5,37 8,90 4,86 8,08 (9,42) 2,76 21,66

I

2012 2013 2014Sektor

I II III IV I II III IV I II III IV

Tabel 5.4. Indeks Ketenagakerjaan NTT

2015II*

11.67

0.24

0.53

4.85

4.98

2.42

0.00

0.00

24.69

Pertanian

Pertambangan

Industri Pengolahan

Listrik, Gas dan Air Bersih

Bangunan

Perdagangan, Hotel dan Restoran

Pengangkutan dan Komunikasi

Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan

Jasa-jasa

TOTAL SELURUH SEKTOR

261,679

661,256

35,842

384,622

73,744

758,089

2,175,232 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

STATUS PEKERJAAN UTAMA Feb 2011 Feb 2012NO.

Tabel 5.3. Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama

Feb 2013 Feb 2014

275,050

650,899

25,668

389,431

82,096

828,138

2,251,282

301,971

652,753

33,103

370,385

95,551

845,948

2,299,711

326,297

649,104

30,992

404,766

120,880

804,173

2,336,212

328,884

606,845

43,929

475,845

88,222

786,809

2,330,534

BERUSAHA SENDIRI

BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP

BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP

BURUH/KARYAWAN

PEKERJA BEBAS

PEKERJA TAK DIBAYAR

TOTAL

Feb 2015

1.

2.

3.

4.

5.

6.

1,463,896

27,415

111,313

2,860

61,375

147,282

84,759

11,511

264,821

30,275

2,175,232 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA Feb 2011 Feb 2012NO.

Tabel 5.2. Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama

Feb 2013 Feb 2014

1,525,590

29,485

96,596

2,712

46,842

153,882

103,677

26,935

265,563

31,244

2,251,282

1,551,366

21,634

104,755

4,819

55,589

183,842

90,530

25,001

262,175

2,299,711

1,519,547

29,823

114,685

6,840

77,840

198,998

100,204

18,697

269,578

2,336,212

1,475,142

9,816

93,189

3,710

68,864

189,782

123,745

28,480

337,806

2,330,534

PERTANIAN

PERTAMBANGAN

INDUSTRI

LISTRIK GAS dan AIR

KONSTRUKSI

PERDAGANGAN

TRANSP,PERGUDANGAN & KOMUNIKASI

KEUANGAN

JASA KEMASYARAKATAN

LAIN-LAIN

TOTAL

Feb 2015

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

2,922,601

2,226,844

2,150,763

76,081

695,757

76.19%

3.42%

1,064,292

401,402

662,890 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

KEGIATAN UTAMA Feb 2011 Feb 2012Feb 2010

1. Penduduk 15+2. Angkatan Kerja

KerjaPenganggur

3. Bukan Angkatan Kerja

4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja %

5. Tingkatan Pengangguran Terbuka %

6. Bekerja Tidak Penuh

Setengah Penganggur

Pekerja Paruh Waktu

NO.

Tabel 5.1. Perkembangan Penduduk 15+ Menurut Kegiatan

Feb 2013 Feb 2014

2,976,070

2,234,887

2,175,232

59,655

741,183

75.10%

2.67%

995,460

373,976

621,484

3,113,356

2,309,721

2,251,282

58,439

803,635

74.19%

2.53%

1,043,963

377,087

666,876

3,166,181

2,349,559

2,299,711

49,848

816,622

74.21%

2.12%

1,128,682

281,180

847,502

3,218,824

2,383,116

2,336,212

46,904

835,708

74.04%

1.97%

1,134,105

292,835

841,270

Feb 2015

3,297,575

2,405,664

2,330,534

75,110

891,391

72.95%

3.12%

999,113

236,320

762,793

LAMPIRANBAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN58

Page 88: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Tabel Boks 5.2 Pagu Anggaran Kementrian untuk Wilayah Perbatasan di NTT Tahun Anggaran 2015

Kementerian Program

Pertanian

Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Pekerjaan Umum Perumahan

Rakyat

Dukungan Sarana Produksi untuk Kawasan

Perbatasan/Daerah Tertinggal/MP3KI/SIPP (Unit)

Lembaga Pemerintah yang Berpastisipasi dalam

Pembangunan Kawasan Transmigrasi di wilayah

tertinggal/perbatasan

Pembangunan/Pelebaran Jalan di Kaw. Srategis,

Perbatasan, Wil. Terluar dan Terdepan

Rp200,000,000

Rp451,160,000

Rp897,330,275,000

Rp -

Rp4,900,000

Rp22,306,138,400

Pagu Tw I 2015 Realisasi Tw I 2015

Sumber : Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi NTT

Beberapa program prioritas yang dicanangkan pemerintah daerah dalam rangka mengatasi permasalahan yang ada di

daerah perbatasan antara lain yang tertuang dalam Rencana Strategis Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi NTT

adalah antara lain :

a. Penataan perbatasan daerah dan Negara

b. Peningkatan manajemen Garda Batas

c. Peningkatan koordinasi pengelolaan infrastruktur perbatasan antar negara

d. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan terpadu

Selain itu rekomendasi terhadap potensi-potensi yang ada di daerah perbatasan antara lain :

1. Bidang Pertanahan diperlukan kebijakan penyelesaian masalah pertanahan berbasis ulayat menjadi tanah yang

memiliki keabsahan untuk diatur dengan legitimasi peraturan berdasarkan undang-undang pertanahan yang

berlaku, yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat tanah

2. Bidang Batas Antar Negara diperlukan kebijakan yang mengakomodir aspek sosial-budaya untuk menyelesaikan

sengketa batas lahan yang berkepanjangan

3. Bidang Potensi Pertanian dan Peternakan diperlukan kebijakan affirmative action yang berkenaan dengan faktor

intervensi teknologi, dukungan modal, bibit, air, budi daya.

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 61

Kegiatan ekspor impor antara Indonesia dan Timor Leste mengalami net ekspor hingga lebih dari 2 triliun rupiah. Nilai ekspor

per tahun lebih kurang mencapai 2,5 triliun rupiah, sedangkan impor dari Timor Leste hanya sebesar 200 miliar rupiah.

Provinsi asal barang utama ekspor utama Indonesia ke Timor Leste berasal dari Jawa Timur dengan pangsa mencapai hampir

70%, disusul oleh Provinsi NTT dengan pangsa lebih dari 7% dan Provinsi Sulawesi Selatan dengan pangsa lebih dari 4%. Nilai

ekspor ke Timor Leste pada tahun 2014 mengalami penurunan yang cukup besar, demikian pula dengan capaian ekspor

hingga bulan Februari yang masih relatif rendah.

Kondisi kawasan perbatasan di Provinsi NTT yang berada di Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten

Kupang belum menunjukkan gambaran yang ideal. Permasalahan mendasar yang dihadapi oleh masyarakat di kawasan

perbatasan NTT ini meliputi:

Dalam rangka mendukung pengembangan wilayah perbatasan, pada tahun 2015 pemerintah telah mengalokasikan

anggaran melalui beberapa Kementerian untuk daerah perbatasan di NTT antara lain berupa peningkatan sarana produksi

kawasan perbatasan dan partisipasi kementrian transmigrasi dalam pengembangan kawasan perbatasan. Bahkan,

kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat telah mengalokasikan belanja modal untuk pembangunan jalan di

daerah perbatasandengan total anggaran mencapai hampir 900 miliar rupiah. Selain program tersebut, juga terdapat

program penguatan jaringan telekomunikasi dengan anggaran mencapai 700 miliar untuk seluruh daerah perbatasan yang

anggarannya ditangani oleh kementrian komunikasi dan informasi.

Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan. Pada 3 kabupaten tersebut yang ditandai dengan

rendahnya penghasilan masyarakat dan terbatasnya kesempatan berusaha karena sebagian besar wilayahnya adalah

lahan kering. Rendahnya kemampuan SDM dan penguasaan teknologi yang masih rendah.

Akses transportasi masih sulit, sehingga menyulitkan mobilitas warga daerrah perbatasan.

Tidak memadainya sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, penerangan dan komunikasi, sehingga menyebabkan

penduduk di kawasan perbatasan menjadi terisolir. Keterbatasan akses ini berakibat pada rendahnya pendapatan

masyarakat kawasan perbatasan

Kerusakan lingkungan hidup sebagai akibat dari beralihnya fungsi hutan menjadi lahan pertanian. Pengambilan galian

tambang mangan, marmer dan galian C yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan, serta rendahnya kepedulian

masyarakat dalam mengelola daerah aliran sungai (DAS) di perbatasan.

Ketertiban dan keamanan perbatasan masih menunjukkan dinamika yang tinggi. Masih terdapatnya permasalahan lahan

sengketa yang terkait dengan belum tuntasnya garis batas negara, serta belum ditaatinya peraturan-peraturan lintas batas

yang menyebabkan terjadinya pelintas batas ilegal.

Pemecahan masalah di kawasan perbatasan NTT terkesan belum efektif. Karena beragamnya pelaku pembangunan baik

pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun dunia usaha yang memiliki prioritas berbeda, ego-sektoral, dan

tidak didukung dengan sistem koordinasi yang baik. Kemudian juga karena tidak memadainya kapasitas aparat di tingkat

kecamatan dan desa sebagai pelaku pembangunan utama pada garis depan perbatasan, serta terbatasnya kewenangan

pemerintah daerah dalam menangani perbatasan.

Program rencana tata ruang wilayah perbatasan sudah ada dan ditetapkan dalam perpres 179 tahun 2014 namun

pelaksanaannya masih belum optimal bahkan tertunda.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Tabel Boks 5.1. Perbandingan Kondisi Sosio Ekonomi Daerah Perbatasan dengan Timor Leste

KOMPARASI SOSIO-EKONOMI

Sumber : BPS 2014

PROVINSI NTT

KUPANG TTU

Jumlah Penduduk (Ribu)

Rata – Rata Lama Sekolah (Tahun)

Angka Harapan Hidup (tahun)

IPM

Income Per Capita (%PPP)

Inflasi (%,2014)

Sektor Utama

328.7

7.49

65.94

67.74

2128.9

240.7

6.94

69.19

68.94

1253.9

BELU

199.99

6.76

66.75

66.24

1657.2

MALAKA*

174.39

6.07

66.87

57.01

1418

TIMOR LESTE

1,172

4.4

67.5

62

9674

0.3% Pertanian, Administrasi Pemerintahan dan Perdagangan Besar & Eceran

7.76%

Perkebunan & Migas

BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN60

Page 89: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Tabel Boks 5.2 Pagu Anggaran Kementrian untuk Wilayah Perbatasan di NTT Tahun Anggaran 2015

Kementerian Program

Pertanian

Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Pekerjaan Umum Perumahan

Rakyat

Dukungan Sarana Produksi untuk Kawasan

Perbatasan/Daerah Tertinggal/MP3KI/SIPP (Unit)

Lembaga Pemerintah yang Berpastisipasi dalam

Pembangunan Kawasan Transmigrasi di wilayah

tertinggal/perbatasan

Pembangunan/Pelebaran Jalan di Kaw. Srategis,

Perbatasan, Wil. Terluar dan Terdepan

Rp200,000,000

Rp451,160,000

Rp897,330,275,000

Rp -

Rp4,900,000

Rp22,306,138,400

Pagu Tw I 2015 Realisasi Tw I 2015

Sumber : Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi NTT

Beberapa program prioritas yang dicanangkan pemerintah daerah dalam rangka mengatasi permasalahan yang ada di

daerah perbatasan antara lain yang tertuang dalam Rencana Strategis Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi NTT

adalah antara lain :

a. Penataan perbatasan daerah dan Negara

b. Peningkatan manajemen Garda Batas

c. Peningkatan koordinasi pengelolaan infrastruktur perbatasan antar negara

d. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan terpadu

Selain itu rekomendasi terhadap potensi-potensi yang ada di daerah perbatasan antara lain :

1. Bidang Pertanahan diperlukan kebijakan penyelesaian masalah pertanahan berbasis ulayat menjadi tanah yang

memiliki keabsahan untuk diatur dengan legitimasi peraturan berdasarkan undang-undang pertanahan yang

berlaku, yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat tanah

2. Bidang Batas Antar Negara diperlukan kebijakan yang mengakomodir aspek sosial-budaya untuk menyelesaikan

sengketa batas lahan yang berkepanjangan

3. Bidang Potensi Pertanian dan Peternakan diperlukan kebijakan affirmative action yang berkenaan dengan faktor

intervensi teknologi, dukungan modal, bibit, air, budi daya.

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN - BAB V 61

Kegiatan ekspor impor antara Indonesia dan Timor Leste mengalami net ekspor hingga lebih dari 2 triliun rupiah. Nilai ekspor

per tahun lebih kurang mencapai 2,5 triliun rupiah, sedangkan impor dari Timor Leste hanya sebesar 200 miliar rupiah.

Provinsi asal barang utama ekspor utama Indonesia ke Timor Leste berasal dari Jawa Timur dengan pangsa mencapai hampir

70%, disusul oleh Provinsi NTT dengan pangsa lebih dari 7% dan Provinsi Sulawesi Selatan dengan pangsa lebih dari 4%. Nilai

ekspor ke Timor Leste pada tahun 2014 mengalami penurunan yang cukup besar, demikian pula dengan capaian ekspor

hingga bulan Februari yang masih relatif rendah.

Kondisi kawasan perbatasan di Provinsi NTT yang berada di Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten

Kupang belum menunjukkan gambaran yang ideal. Permasalahan mendasar yang dihadapi oleh masyarakat di kawasan

perbatasan NTT ini meliputi:

Dalam rangka mendukung pengembangan wilayah perbatasan, pada tahun 2015 pemerintah telah mengalokasikan

anggaran melalui beberapa Kementerian untuk daerah perbatasan di NTT antara lain berupa peningkatan sarana produksi

kawasan perbatasan dan partisipasi kementrian transmigrasi dalam pengembangan kawasan perbatasan. Bahkan,

kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat telah mengalokasikan belanja modal untuk pembangunan jalan di

daerah perbatasandengan total anggaran mencapai hampir 900 miliar rupiah. Selain program tersebut, juga terdapat

program penguatan jaringan telekomunikasi dengan anggaran mencapai 700 miliar untuk seluruh daerah perbatasan yang

anggarannya ditangani oleh kementrian komunikasi dan informasi.

Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan. Pada 3 kabupaten tersebut yang ditandai dengan

rendahnya penghasilan masyarakat dan terbatasnya kesempatan berusaha karena sebagian besar wilayahnya adalah

lahan kering. Rendahnya kemampuan SDM dan penguasaan teknologi yang masih rendah.

Akses transportasi masih sulit, sehingga menyulitkan mobilitas warga daerrah perbatasan.

Tidak memadainya sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, penerangan dan komunikasi, sehingga menyebabkan

penduduk di kawasan perbatasan menjadi terisolir. Keterbatasan akses ini berakibat pada rendahnya pendapatan

masyarakat kawasan perbatasan

Kerusakan lingkungan hidup sebagai akibat dari beralihnya fungsi hutan menjadi lahan pertanian. Pengambilan galian

tambang mangan, marmer dan galian C yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan, serta rendahnya kepedulian

masyarakat dalam mengelola daerah aliran sungai (DAS) di perbatasan.

Ketertiban dan keamanan perbatasan masih menunjukkan dinamika yang tinggi. Masih terdapatnya permasalahan lahan

sengketa yang terkait dengan belum tuntasnya garis batas negara, serta belum ditaatinya peraturan-peraturan lintas batas

yang menyebabkan terjadinya pelintas batas ilegal.

Pemecahan masalah di kawasan perbatasan NTT terkesan belum efektif. Karena beragamnya pelaku pembangunan baik

pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun dunia usaha yang memiliki prioritas berbeda, ego-sektoral, dan

tidak didukung dengan sistem koordinasi yang baik. Kemudian juga karena tidak memadainya kapasitas aparat di tingkat

kecamatan dan desa sebagai pelaku pembangunan utama pada garis depan perbatasan, serta terbatasnya kewenangan

pemerintah daerah dalam menangani perbatasan.

Program rencana tata ruang wilayah perbatasan sudah ada dan ditetapkan dalam perpres 179 tahun 2014 namun

pelaksanaannya masih belum optimal bahkan tertunda.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Tabel Boks 5.1. Perbandingan Kondisi Sosio Ekonomi Daerah Perbatasan dengan Timor Leste

KOMPARASI SOSIO-EKONOMI

Sumber : BPS 2014

PROVINSI NTT

KUPANG TTU

Jumlah Penduduk (Ribu)

Rata – Rata Lama Sekolah (Tahun)

Angka Harapan Hidup (tahun)

IPM

Income Per Capita (%PPP)

Inflasi (%,2014)

Sektor Utama

328.7

7.49

65.94

67.74

2128.9

240.7

6.94

69.19

68.94

1253.9

BELU

199.99

6.76

66.75

66.24

1657.2

MALAKA*

174.39

6.07

66.87

57.01

1418

TIMOR LESTE

1,172

4.4

67.5

62

9674

0.3% Pertanian, Administrasi Pemerintahan dan Perdagangan Besar & Eceran

7.76%

Perkebunan & Migas

BAB V - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN60

Page 90: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DI DAERAH

BAB VI

Page 91: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DI DAERAH

BAB VI

Page 92: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Peningkatan kinerja konsumsi dan investasi, serta kinerja sektor utama diperkirakan

mendorong pertumbuhan ekonomi NTT Triwulan II 2015.

6.1. PERTUMBUHAN EKONOMI

Pada triwulan II-2015, pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan tumbuh positif dibandingkan triwulan

sebelumnya. Berdasarkan berbagai indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan

bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II-2015 diperkirakan akan mengalami percepatan dan berada

pada rentang 5,3% - 5,7% (yoy) dibandingkan triwulan I-2015 yang hanya 4,6% (yoy). Sementara pertumbuhan

ekonomi secara keseluruhan pada tahun 2015 diperkirakan akan tetap berada pada rentang 5,4%-5,8% (yoy), dengan

kecenderungan berada pada batas bawah dikarenakan kondisi perekonomian global dan nasional yang juga

mengalami perlambatan.

Dari sisi sektoral, hampir semua sektor diperkirakan akan mengalami peningkatan dibandingkan Triwulan I-2015.

Sementara apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Tw-II 2014), pertumbuhan ekonomi

diperkirakan akan mengalami percepatan. Percepatan terutama didorong oleh kinerja sektor Pertanian, Konstruksi dan

Administrasi Pemerintahan.

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DANINFLASI DI DAERAH

Laju perekonomian NTT pada triwulan II-2015 diperkirakan mengalami percepatan seiring

peningkatan kinerja sektor-sektor utama, seperti Pertanian, Administrasi Pemerintahan,

Perdagangan Besar dan Eceran, serta Konstruksi.

tekanan Inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan sedikit meningkat seiring dampak

kenaikan BBM bersubsidi, mulai masuknya musim liburan sekolah dan bulan ramadhan.

Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur

Sumber : BPS dan Bank Indonesia diolah

5.03% 4.96%

5.15%

4.65%

5.50%

3.9%

5.6%

0.2%

-4.8%

4.8%4.8%

4.6%

-9.0%

3.4% 4.0%

0.3%

9.9%

5.1%

-8.6%

3.3%

4.1% 6.3%

-1.4%

-3.5%

4.7%4.4%5.3%

2.8%

-11.2%

14.0%

-12.0%

-7.0%

-2.0%

3.0%

8.0%

13.0%

18.0%

4.2%

4.4%

4.6%

4.8%

5.0%

5.2%

5.4%

5.6%

II III IV I II*2014 2015

PDRB (yoy) PDRB (qtq) Pertanian, Kehutanan & Prkn (qtq)

Administrasi Pemerintahan (qtq) Perdagangan Besar & Eceran (qtq) Konstruksi

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 63

Page 93: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Peningkatan kinerja konsumsi dan investasi, serta kinerja sektor utama diperkirakan

mendorong pertumbuhan ekonomi NTT Triwulan II 2015.

6.1. PERTUMBUHAN EKONOMI

Pada triwulan II-2015, pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan tumbuh positif dibandingkan triwulan

sebelumnya. Berdasarkan berbagai indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan

bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II-2015 diperkirakan akan mengalami percepatan dan berada

pada rentang 5,3% - 5,7% (yoy) dibandingkan triwulan I-2015 yang hanya 4,6% (yoy). Sementara pertumbuhan

ekonomi secara keseluruhan pada tahun 2015 diperkirakan akan tetap berada pada rentang 5,4%-5,8% (yoy), dengan

kecenderungan berada pada batas bawah dikarenakan kondisi perekonomian global dan nasional yang juga

mengalami perlambatan.

Dari sisi sektoral, hampir semua sektor diperkirakan akan mengalami peningkatan dibandingkan Triwulan I-2015.

Sementara apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Tw-II 2014), pertumbuhan ekonomi

diperkirakan akan mengalami percepatan. Percepatan terutama didorong oleh kinerja sektor Pertanian, Konstruksi dan

Administrasi Pemerintahan.

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DANINFLASI DI DAERAH

Laju perekonomian NTT pada triwulan II-2015 diperkirakan mengalami percepatan seiring

peningkatan kinerja sektor-sektor utama, seperti Pertanian, Administrasi Pemerintahan,

Perdagangan Besar dan Eceran, serta Konstruksi.

tekanan Inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan sedikit meningkat seiring dampak

kenaikan BBM bersubsidi, mulai masuknya musim liburan sekolah dan bulan ramadhan.

Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur

Sumber : BPS dan Bank Indonesia diolah

5.03% 4.96%

5.15%

4.65%

5.50%

3.9%

5.6%

0.2%

-4.8%

4.8%4.8%

4.6%

-9.0%

3.4% 4.0%

0.3%

9.9%

5.1%

-8.6%

3.3%

4.1% 6.3%

-1.4%

-3.5%

4.7%4.4%5.3%

2.8%

-11.2%

14.0%

-12.0%

-7.0%

-2.0%

3.0%

8.0%

13.0%

18.0%

4.2%

4.4%

4.6%

4.8%

5.0%

5.2%

5.4%

5.6%

II III IV I II*2014 2015

PDRB (yoy) PDRB (qtq) Pertanian, Kehutanan & Prkn (qtq)

Administrasi Pemerintahan (qtq) Perdagangan Besar & Eceran (qtq) Konstruksi

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 63

Page 94: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor juga diperkirakan akan sedikit

mengalami peningkatan. Peningkatan diperkirakan didorong oleh peningkatan pendapatan masyarakat seiring

tibanya musim panen. Selain itu, mulai masuknya libur sekolah pada bulan Juni diperkirakan akan mendorong

peningkatan belanja masyarakat.

Sektor Konstruksi diperkirakan akan meningkat seiring dimulainya kegiatan proyek pemerintah dan

swasta. Meningkatnya sektor konstruksi juga didukung dengan adanya program pembangunan 1000 rumah oleh Real

Estate Indonesia (REI) DPD Provinsi NTT. Selain itu, terdapat beberapa proyek pemerintah dan swasta yang akan berjalan

di triwulan II, diantaranya pembangunan jalan, sarana irigasi, dan sarana perhubungan lainnya. Peningkatan sektor

konstruksi juga terindikasi dari peningkatan Indeks Harga Jual sektor bangunan dalam SKDU. Peningkatan ini

menunjukkan adanya optimisme pelaku usaha akan meingkatnya permintaan pada triwulan-II, selain itu, indeks tenaga

kerja sektor bangunan juga mengalami peningkatan.

6.1.2 Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga tercermin dari peningkatan angka

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan hasil Survei Konsumen (SK). Peningkatan konsumsi diperkirakan terjadi

akibat adanya peningkatan konsumsi masyarakat seiring peningkatan pendapatan paska panen. Selain itu, konsumsi

pemerintah juga diperkirakan akan naik seiring peningkatan realisasi belanja pada triwulan II.

Perkembangan kinerja komponen investasi diperkirakan akan mengalami peningkatan. Peningkatan dapat

terindikasi dari meningkatnya pertumbuhan RTGS menuju NTT pada Triwulan I yang mencapai 244%. Peningkatan

tersebut menunjukkan adanya aliran dana yang masuk provinsi NTT pada triwulan I yang diperkirakan akan digunakan

sebagai biaya untuk kegiatan investasi pada triwulan berikutnya. Investasi pemerintah juga diperkirakan akan naik

seiring proyek-proyek baru yang digagas pemerintah pusat, seperti pembangunan jalan, pembangunan embung dan

pengembangan bandara.

Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan II 2015 diperkirakan akan meningkat.

Peningkatan pengiriman ternak dan peningkatan tangkapan ikan diperkirakan menjadi salah satu pendorong

peningkatan kinerja ekspor. Adanya potensi peningkatan konsumsi juga berpotensi mendorong kenaikan impor antar

daerah, dikarenakan oleh ketergantungan impor yang masih tinggi.

Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

Grafik 6.4 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen

Sumber : SKDU (diolah)

Grafik 6.5 Perkembangan Ekspektasi Konsumen

Indeks Ekspektasi Konsumen Ekspektasi Penghasilan 6 bulan yad Kondisi Ekonomi 6 bulan yadITK Rencana Pembelian Barang Tahan Lama Pendapatan RT

103.9

105.7

107.1

110.1

101.5

106.4

108.2107.5

100.5

102.7103.7

106.2

93.5

111.5

98

100

102

104

106

108

110

112

114

116

118

80

85

90

95

100

105

110

115

I II III IV I II III IV I II III IV I II*

2012 2013 2014 2015

149.2

146.5

143.2

145.2

156.2

153.3

147.2

149.5150.4149.2

143.9

149.2

135

140

145

150

155

160

II III IV I

2014 2015

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 65

Dari sisi penggunaan, konsumsi diperkirakan akan meningkat seiring peningkatan pendapatan masyarakat paska

panen. Struktur perekonomian Provinsi NTT yang mayoritas pertanian turut mendukung terjadinya peningkatan. Selain

itu, konsumsi pemerintah diperkirakan akan meningkat seiring peningkatan realisasi belanja. Sementara kinerja

investasi diperkirakan meningkat seiring pembangunan proyek-proyek pemerintah dan swasta yang sudah dimulai

pada triwulan-II. Kinerja net ekspor luar negeri yang meningkat akan diikuti peningkatan impor antar daerah

dikarenakan oleh masih tingginya ketergantungan kebutuhan barang-barang dari daerah lain.

6.1.1 Sisi SektoralDi sisi sektoral, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan meningkat seiring masuknya musim panen di

beberapa sentra-sentra produksi tani. Kinerja sektor pertanian terutama tanaman bahan makanan akan mengalami

peningkatan pada Triwulan II-2015. Peningkatan terutama terjadi akibat mundurnya musim panen hingga bulan April

dan Mei, kondisi kekeringan yang lebih lama di tahun 2014 turut menjadi penyebab mundurnya musim panen. Kondisi

peningkatan juga diharapkan dapat didorong melalui program-program pertanian yang digagas pemerintah. Pada

tahun 2015, pemerintah provinsi NTT mendapatkan tambahan alokasi anggaran untuk peningkatan produksi

komoditas padi, jagung dan kedelai sebesar ±Rp 319 miliar dari Pemerintah Pusat. Anggaran tersebut akan digunakan

bagi perbaikan irigasi dan saluran tersier, pembangunan embung-embung, serta bantuan sarana dan prasarana

pertanian. Salah satu program yang digagas pemerintah pada tahun 2015 ini adalah program ‘’Desa Mandiri Benih’’ di

beberapa tempat. Peningkatan juga diperkirakan akan terjadi pada komoditas perikanan seiring mulai membaiknya

cuaca pada triwulan II.

Dari hasil SKDU Bank Indonesia terlihat adanya peningkatan indeks untuk ekspektasi kegiatan usaha masyarakat pada

triwulan II-2015. Dari sisi sektoral, indeks perkembangan dunia usaha sektor pertanian diperkirakan mengalami

peningkatan, sementara indeks harga jual diperkirakan mulai turun seiring meningkatnya pasokan komoditas pertanian

pada triwulan-II.

Sektor Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan meningkat seiring

peningkatan realisasi belanja. Peningkatan diperkirakan akan terjadi pada triwulan II seiring selesainya

permasalahan numenklatur. Selain itu, mulai dilakukannya pembayaran uang muka proyek yang telah melewati masa

lelang pada triwulan-I diperkirakan mendorong peningkatan PDRB sektor Administrasi Pemerintahan.

-5

0

5

10

15

20

25

0

10

20

30

40 Indeks

Total PertanianPertambangan Industri PengolahanListrik, Gas dan Air Bersih BangunanPerdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi

Jasa Jasa

Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah

Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha

-18.48-10

0

10

20

30

-40

-20

0

20

40

60

I II III IV I II III IV I II*2013 2014 2015

Indeks

Total PertanianPertambangan Industri PengolahanListrik, Gas dan Air Bersih BangunanPerdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi

Jasa Jasa

Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah

Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual

I II III IV I II III IV I II*2013 2014 2015

BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH64

-10.49

10.75

29.92 30.07

18.48

49.25

40.75

51.65

5.20

44.57

2.99

4.15

18.56

9.02

18.00

12.08

27.11

36.42

27.65

11.31

Page 95: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor juga diperkirakan akan sedikit

mengalami peningkatan. Peningkatan diperkirakan didorong oleh peningkatan pendapatan masyarakat seiring

tibanya musim panen. Selain itu, mulai masuknya libur sekolah pada bulan Juni diperkirakan akan mendorong

peningkatan belanja masyarakat.

Sektor Konstruksi diperkirakan akan meningkat seiring dimulainya kegiatan proyek pemerintah dan

swasta. Meningkatnya sektor konstruksi juga didukung dengan adanya program pembangunan 1000 rumah oleh Real

Estate Indonesia (REI) DPD Provinsi NTT. Selain itu, terdapat beberapa proyek pemerintah dan swasta yang akan berjalan

di triwulan II, diantaranya pembangunan jalan, sarana irigasi, dan sarana perhubungan lainnya. Peningkatan sektor

konstruksi juga terindikasi dari peningkatan Indeks Harga Jual sektor bangunan dalam SKDU. Peningkatan ini

menunjukkan adanya optimisme pelaku usaha akan meingkatnya permintaan pada triwulan-II, selain itu, indeks tenaga

kerja sektor bangunan juga mengalami peningkatan.

6.1.2 Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga tercermin dari peningkatan angka

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan hasil Survei Konsumen (SK). Peningkatan konsumsi diperkirakan terjadi

akibat adanya peningkatan konsumsi masyarakat seiring peningkatan pendapatan paska panen. Selain itu, konsumsi

pemerintah juga diperkirakan akan naik seiring peningkatan realisasi belanja pada triwulan II.

Perkembangan kinerja komponen investasi diperkirakan akan mengalami peningkatan. Peningkatan dapat

terindikasi dari meningkatnya pertumbuhan RTGS menuju NTT pada Triwulan I yang mencapai 244%. Peningkatan

tersebut menunjukkan adanya aliran dana yang masuk provinsi NTT pada triwulan I yang diperkirakan akan digunakan

sebagai biaya untuk kegiatan investasi pada triwulan berikutnya. Investasi pemerintah juga diperkirakan akan naik

seiring proyek-proyek baru yang digagas pemerintah pusat, seperti pembangunan jalan, pembangunan embung dan

pengembangan bandara.

Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan II 2015 diperkirakan akan meningkat.

Peningkatan pengiriman ternak dan peningkatan tangkapan ikan diperkirakan menjadi salah satu pendorong

peningkatan kinerja ekspor. Adanya potensi peningkatan konsumsi juga berpotensi mendorong kenaikan impor antar

daerah, dikarenakan oleh ketergantungan impor yang masih tinggi.

Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

Grafik 6.4 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen

Sumber : SKDU (diolah)

Grafik 6.5 Perkembangan Ekspektasi Konsumen

Indeks Ekspektasi Konsumen Ekspektasi Penghasilan 6 bulan yad Kondisi Ekonomi 6 bulan yadITK Rencana Pembelian Barang Tahan Lama Pendapatan RT

103.9

105.7

107.1

110.1

101.5

106.4

108.2107.5

100.5

102.7103.7

106.2

93.5

111.5

98

100

102

104

106

108

110

112

114

116

118

80

85

90

95

100

105

110

115

I II III IV I II III IV I II III IV I II*

2012 2013 2014 2015

149.2

146.5

143.2

145.2

156.2

153.3

147.2

149.5150.4149.2

143.9

149.2

135

140

145

150

155

160

II III IV I

2014 2015

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 65

Dari sisi penggunaan, konsumsi diperkirakan akan meningkat seiring peningkatan pendapatan masyarakat paska

panen. Struktur perekonomian Provinsi NTT yang mayoritas pertanian turut mendukung terjadinya peningkatan. Selain

itu, konsumsi pemerintah diperkirakan akan meningkat seiring peningkatan realisasi belanja. Sementara kinerja

investasi diperkirakan meningkat seiring pembangunan proyek-proyek pemerintah dan swasta yang sudah dimulai

pada triwulan-II. Kinerja net ekspor luar negeri yang meningkat akan diikuti peningkatan impor antar daerah

dikarenakan oleh masih tingginya ketergantungan kebutuhan barang-barang dari daerah lain.

6.1.1 Sisi SektoralDi sisi sektoral, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan meningkat seiring masuknya musim panen di

beberapa sentra-sentra produksi tani. Kinerja sektor pertanian terutama tanaman bahan makanan akan mengalami

peningkatan pada Triwulan II-2015. Peningkatan terutama terjadi akibat mundurnya musim panen hingga bulan April

dan Mei, kondisi kekeringan yang lebih lama di tahun 2014 turut menjadi penyebab mundurnya musim panen. Kondisi

peningkatan juga diharapkan dapat didorong melalui program-program pertanian yang digagas pemerintah. Pada

tahun 2015, pemerintah provinsi NTT mendapatkan tambahan alokasi anggaran untuk peningkatan produksi

komoditas padi, jagung dan kedelai sebesar ±Rp 319 miliar dari Pemerintah Pusat. Anggaran tersebut akan digunakan

bagi perbaikan irigasi dan saluran tersier, pembangunan embung-embung, serta bantuan sarana dan prasarana

pertanian. Salah satu program yang digagas pemerintah pada tahun 2015 ini adalah program ‘’Desa Mandiri Benih’’ di

beberapa tempat. Peningkatan juga diperkirakan akan terjadi pada komoditas perikanan seiring mulai membaiknya

cuaca pada triwulan II.

Dari hasil SKDU Bank Indonesia terlihat adanya peningkatan indeks untuk ekspektasi kegiatan usaha masyarakat pada

triwulan II-2015. Dari sisi sektoral, indeks perkembangan dunia usaha sektor pertanian diperkirakan mengalami

peningkatan, sementara indeks harga jual diperkirakan mulai turun seiring meningkatnya pasokan komoditas pertanian

pada triwulan-II.

Sektor Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan meningkat seiring

peningkatan realisasi belanja. Peningkatan diperkirakan akan terjadi pada triwulan II seiring selesainya

permasalahan numenklatur. Selain itu, mulai dilakukannya pembayaran uang muka proyek yang telah melewati masa

lelang pada triwulan-I diperkirakan mendorong peningkatan PDRB sektor Administrasi Pemerintahan.

-5

0

5

10

15

20

25

0

10

20

30

40 Indeks

Total PertanianPertambangan Industri PengolahanListrik, Gas dan Air Bersih BangunanPerdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi

Jasa Jasa

Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah

Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha

-18.48-10

0

10

20

30

-40

-20

0

20

40

60

I II III IV I II III IV I II*2013 2014 2015

Indeks

Total PertanianPertambangan Industri PengolahanListrik, Gas dan Air Bersih BangunanPerdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi

Jasa Jasa

Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah

Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual

I II III IV I II III IV I II*2013 2014 2015

BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH64

-10.49

10.75

29.92 30.07

18.48

49.25

40.75

51.65

5.20

44.57

2.99

4.15

18.56

9.02

18.00

12.08

27.11

36.42

27.65

11.31

Page 96: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Ketersediaan listrik menjadi prasyarat mutlak dalam mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Kegiatan investasi akan

dapat berjalan apabila pemenuhan kebutuhan listrik mencukupi. Rasio elektrifikasi Provinsi NTT saat ini masih sebesar 56,5%,

yang berarti dari total rumah tangga yang ada di Provinsi NTT, baru lebih kurang separuh rumah tangga yang bisa

mendapatkan sambungan listrik. Usaha PT PLN dalam meningkatkan ketersambungan jaringan sebenarnya sudah cukup

besar. Hal ini tampak dari tingginya pertumbuhan jaringan listrik pada tahun 2010 -2012 dengan pertumbuhan lebih dari

37% per tahun. Pada tahun 2013 – 2014, pertumbuhan pemasangan jaringan mengalami pelambatan lebih dikarenakan

kondisi geografis rumah penduduk yang relatif terpencar, sehingga cukup menyulitkan pemasangan jaringan, serta biaya

pemasangan juga relatif meningkat. Dari sisi penjualan listrik, pada tahun 2014, penjualan listrik sangat sedikit mengalami

pertumbuhan.

Apabila dilihat dari sebaran sistem kelistrikan di Provinsi NTT, memang saat ini terdapat beberapa daerah dengan cadangan

daya yang relatif minim, sebagai contoh sistem larantuka yang saat ini hanya memiliki cadangan listrik sebesar 0,17MW, atau

hanya bisa untuk melistriki 400 rumah tangga dengan asumsi daya listrik yang dipasang hanya sebesar 450 watt. Cadangan

daya terbesar yang dimiliki dari total 16 sistem kelistrikan adalah berasal dari sistem Kupang dengan cadangan sebesar 12,7

MW.

Dalam pembangunan jaringan kelistrikan, PT PLN sudah membuat proyeksi kebutuhan listrik dalam jangka panjang. Hal ini

dilakukan untuk memproyeksi kebutuhan listrik, agar tidak terjadi defisit listrik. Proyeksi didasarkan pada kondisi

pertumbuhan normal berdasarkan asumsi pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, target elektrifikasi, maupun

dengan pertimbangan data historis. Namun demikian, dengan adanya penambahan pusat perbelanjaan dan hotel baru yang

berdiri, maka kebutuhan listrik otomatis mengalami lonjakan permintaan yang cukup besar. Total permintaan pemasangan

listrik baru yang sudah terdata sudah mencapai lebih dari 40 MW, belum termasuk rencana investasi besar yang saat ini

sedang digalakkan. Sebagai contoh, rencana pembangunan semen kupang 3 dengan kapasitas 1 juta ton, pembangunan

smelter mangan, peningkatan kapasitas kepelabuhan, investasi kepariwisataan di tujuan wisata utama di Labuan Bajo,

Sumba, Ende, Maumere maupun Alor, investasi garam, perikanan, maupun wacana industrialisasi di Provinsi NTT.

Pembangunan dipastikan akan terhambat apabila ketersediaan listrik kurang mencukupi.

Kondisi Kelistrikan, Permasalahan dan Usulan Solusi Penyediaan Energi Listrik di Provinsi NTT

Gambar Box 6.1. Kondisi Kelistrikan PLN Wilayah NTT Desember 2014

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 67

Pada triwulan II - 2015, inflasi diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan I-2015. Berdasarkan

perkembangan harga terkini, inflasi NTT di triwulan II 2015 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 5,5% - 5,9%

(yoy). Adapun peningkatan inflasi diperkirakan bersumber dari dampak kebijakan pemerintah untuk menaikkan BBM

bersubsidi di akhir maret, meningkatnya konsumsi masyarakat seiring kenaikan pendapatan, liburan sekolah, serta

tibanya bulan ramadhan. Di sisi lain, rendahnya harga beberapa komoditas pada triwulan-I diperkirakan turut

mendorong peningkatan harga pada triwulan-II. Angka inflasi Provinsi NTT hingga akhir tahun 2015, diperkirakan

masih akan berada pada rentang 4,16%±1% (yoy).

Komoditas administered prices dan core diperkirakan akan turut mendorong laju inflasi NTT triwulan II-

2015. Secara spasial, berdasarkan data historis selama 4 tahun terakhir (2011-2014), tingginya inflasi Kota Kupang

terutama berasal dari komoditas transportasi dan sandang. Sementara Kota Maumere, inflasi terbesar berasal dari

kelompok pendidikan dan makanan jadi.

Mulai masuknya musim panen dan cuaca yang mulai membaik diperkirakan akan mengurangi tekanan

inflasi Volatile Food. Secara historis, inflasi komoditas volatile food pada triwulan II mengalami penurunan.

Penurunan terutama didorong oleh lancarnya pasokan bahan pangan terutama beras yang mulai memasuki musim

panen, selain itu pasokan ikan yang meningkat juga dapat membuat tekanan inflasi tidak terlalu tinggi. Namun,

rendahnya harga beberapa komoditas ikan segar pada triwulan I 2015 patut diwaspadai berpotensi meningkatkan

harga. Selain itu, peningkatan kebutuhan bahan pangan masyarakat menjelang lebaran juga menjadi potensi tersendiri

bagi tekanan inflasi. Secara historis, inflasi kelompok volatile foods pada triwulan II terutama terjadi pada komoditas

kacang-kacangan dan buah-buahan.

Inflasi administered prices diperkirakan akan meningkat seiring musim liburan sekolah. Peningkatan inflasi

diperkirakan didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara sebagai dampak masuknya musim liburan sekolah. selain itu,

inflasi juga diperkirakan akan terdorong pula oleh kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir bulan Maret 2015.

Berdasarkan hasil survei konsumen, ekspektasi harga diperkirakan meningkat. Indeks Perkembangan harga 3

Bulan yang akan datang menunjukkan peningkatan indeks dari 181 menjadi 188,5, sementara indeks perkembangan

harga 6 bulan juga menunjukkan peningkatan dari 182,5 menjadi 186. peningkatan tersebut menunjukkan adanya

kenaikan ekspektasi harga pada masyarakat untuk 3 dan 6 bulan ke depan.

6.2. INFLASI

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

Sumber : BPS dan Proyeksi BI

Grafik 6.6. Perkembangan inflasi tahunan (yoy)

Inflasi NTT (%-yoy)

Sumber : SK diolah

Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Harga Konsumen

I II III IV I II III IV I*2013 2014 2015 Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang

Ekspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yang akan datang

194.5

182.0181.0

188.5

197.5

184.5

182.5

186.0

170

175

180

185

190

195

200

II III IV I

2014 2015II*

BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH66

7.11%

5.26%

8.29%

8.41%

7.78%

8.10%

4.13%

7.76%

5.39%

5.60%

Page 97: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Ketersediaan listrik menjadi prasyarat mutlak dalam mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Kegiatan investasi akan

dapat berjalan apabila pemenuhan kebutuhan listrik mencukupi. Rasio elektrifikasi Provinsi NTT saat ini masih sebesar 56,5%,

yang berarti dari total rumah tangga yang ada di Provinsi NTT, baru lebih kurang separuh rumah tangga yang bisa

mendapatkan sambungan listrik. Usaha PT PLN dalam meningkatkan ketersambungan jaringan sebenarnya sudah cukup

besar. Hal ini tampak dari tingginya pertumbuhan jaringan listrik pada tahun 2010 -2012 dengan pertumbuhan lebih dari

37% per tahun. Pada tahun 2013 – 2014, pertumbuhan pemasangan jaringan mengalami pelambatan lebih dikarenakan

kondisi geografis rumah penduduk yang relatif terpencar, sehingga cukup menyulitkan pemasangan jaringan, serta biaya

pemasangan juga relatif meningkat. Dari sisi penjualan listrik, pada tahun 2014, penjualan listrik sangat sedikit mengalami

pertumbuhan.

Apabila dilihat dari sebaran sistem kelistrikan di Provinsi NTT, memang saat ini terdapat beberapa daerah dengan cadangan

daya yang relatif minim, sebagai contoh sistem larantuka yang saat ini hanya memiliki cadangan listrik sebesar 0,17MW, atau

hanya bisa untuk melistriki 400 rumah tangga dengan asumsi daya listrik yang dipasang hanya sebesar 450 watt. Cadangan

daya terbesar yang dimiliki dari total 16 sistem kelistrikan adalah berasal dari sistem Kupang dengan cadangan sebesar 12,7

MW.

Dalam pembangunan jaringan kelistrikan, PT PLN sudah membuat proyeksi kebutuhan listrik dalam jangka panjang. Hal ini

dilakukan untuk memproyeksi kebutuhan listrik, agar tidak terjadi defisit listrik. Proyeksi didasarkan pada kondisi

pertumbuhan normal berdasarkan asumsi pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, target elektrifikasi, maupun

dengan pertimbangan data historis. Namun demikian, dengan adanya penambahan pusat perbelanjaan dan hotel baru yang

berdiri, maka kebutuhan listrik otomatis mengalami lonjakan permintaan yang cukup besar. Total permintaan pemasangan

listrik baru yang sudah terdata sudah mencapai lebih dari 40 MW, belum termasuk rencana investasi besar yang saat ini

sedang digalakkan. Sebagai contoh, rencana pembangunan semen kupang 3 dengan kapasitas 1 juta ton, pembangunan

smelter mangan, peningkatan kapasitas kepelabuhan, investasi kepariwisataan di tujuan wisata utama di Labuan Bajo,

Sumba, Ende, Maumere maupun Alor, investasi garam, perikanan, maupun wacana industrialisasi di Provinsi NTT.

Pembangunan dipastikan akan terhambat apabila ketersediaan listrik kurang mencukupi.

Kondisi Kelistrikan, Permasalahan dan Usulan Solusi Penyediaan Energi Listrik di Provinsi NTT

Gambar Box 6.1. Kondisi Kelistrikan PLN Wilayah NTT Desember 2014

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 67

Pada triwulan II - 2015, inflasi diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan I-2015. Berdasarkan

perkembangan harga terkini, inflasi NTT di triwulan II 2015 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 5,5% - 5,9%

(yoy). Adapun peningkatan inflasi diperkirakan bersumber dari dampak kebijakan pemerintah untuk menaikkan BBM

bersubsidi di akhir maret, meningkatnya konsumsi masyarakat seiring kenaikan pendapatan, liburan sekolah, serta

tibanya bulan ramadhan. Di sisi lain, rendahnya harga beberapa komoditas pada triwulan-I diperkirakan turut

mendorong peningkatan harga pada triwulan-II. Angka inflasi Provinsi NTT hingga akhir tahun 2015, diperkirakan

masih akan berada pada rentang 4,16%±1% (yoy).

Komoditas administered prices dan core diperkirakan akan turut mendorong laju inflasi NTT triwulan II-

2015. Secara spasial, berdasarkan data historis selama 4 tahun terakhir (2011-2014), tingginya inflasi Kota Kupang

terutama berasal dari komoditas transportasi dan sandang. Sementara Kota Maumere, inflasi terbesar berasal dari

kelompok pendidikan dan makanan jadi.

Mulai masuknya musim panen dan cuaca yang mulai membaik diperkirakan akan mengurangi tekanan

inflasi Volatile Food. Secara historis, inflasi komoditas volatile food pada triwulan II mengalami penurunan.

Penurunan terutama didorong oleh lancarnya pasokan bahan pangan terutama beras yang mulai memasuki musim

panen, selain itu pasokan ikan yang meningkat juga dapat membuat tekanan inflasi tidak terlalu tinggi. Namun,

rendahnya harga beberapa komoditas ikan segar pada triwulan I 2015 patut diwaspadai berpotensi meningkatkan

harga. Selain itu, peningkatan kebutuhan bahan pangan masyarakat menjelang lebaran juga menjadi potensi tersendiri

bagi tekanan inflasi. Secara historis, inflasi kelompok volatile foods pada triwulan II terutama terjadi pada komoditas

kacang-kacangan dan buah-buahan.

Inflasi administered prices diperkirakan akan meningkat seiring musim liburan sekolah. Peningkatan inflasi

diperkirakan didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara sebagai dampak masuknya musim liburan sekolah. selain itu,

inflasi juga diperkirakan akan terdorong pula oleh kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir bulan Maret 2015.

Berdasarkan hasil survei konsumen, ekspektasi harga diperkirakan meningkat. Indeks Perkembangan harga 3

Bulan yang akan datang menunjukkan peningkatan indeks dari 181 menjadi 188,5, sementara indeks perkembangan

harga 6 bulan juga menunjukkan peningkatan dari 182,5 menjadi 186. peningkatan tersebut menunjukkan adanya

kenaikan ekspektasi harga pada masyarakat untuk 3 dan 6 bulan ke depan.

6.2. INFLASI

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

Sumber : BPS dan Proyeksi BI

Grafik 6.6. Perkembangan inflasi tahunan (yoy)

Inflasi NTT (%-yoy)

Sumber : SK diolah

Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Harga Konsumen

I II III IV I II III IV I*2013 2014 2015 Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang

Ekspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yang akan datang

194.5

182.0181.0

188.5

197.5

184.5

182.5

186.0

170

175

180

185

190

195

200

II III IV I

2014 2015II*

BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH66

7.11%

5.26%

8.29%

8.41%

7.78%

8.10%

4.13%

7.76%

5.39%

5.60%

Page 98: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · PDF fileInflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang ... BOKS.6.

Dengan kondisi tersebut, pemerintah melalui unit induk pembangkit (UIP) 11 telah membuat masterplan

peningkatan kapasitas daya dan jaringan hingga tahun 2024. Sebagai contoh, pembangunan pembangkit di

area Timor hingga tahun 2024 akan dibangun pembangkit dengan total daya mencapai 222 MW, belum

termasuk wacana pembangunan pembangkit dari energi terbarukan seperti PLTA. IUP juga berencana

membangun gardu induk untuk tegangan tinggi mencapai 70 KV, agar kehilangan daya sepanjang jaringan

dapat diminimalisir. Proses pembangunan jaringan tegangan tinggi tidak hanya dilakukan di Pulau Timor namun

juga akan dibangun di Pulau Flores beserta dengan penambahan daya. Kebutuhan listrik di Pulau Sumba di tahun

2017 diperkirakan juga dapat dipenuhi dari 100% pembangkit listrik terbarukan.

Namun demikian, hal yang kurang diprediksi adalah akselerasi permintaan listrik untuk kegiatan bisnis dan

industri. Dengan semakin banyaknya pembangunan hotel, dan penambahan pusat perbelanjaan, serta

pembangunan rumah sakit, pelabuhan, serta rencana pembangunan industri smelter, semen, perikanan dan

garam, maka kebutuhan listrik pasti akan mengalami kenaikan cukup besar. PT Pelindo bahkan sempat menahan

pengiriman rencana investasi penambahan container crane yang berfungsi untuk meningkatkan kapasitas

bongkar muat dikarenakan adanya kekurangan daya, sehingga harus menunggu proses pemenuhan daya.

Belum lagi pembangunan PLTU Bolok 1 dan 2 yang sudah dibangun ternyata masih mengalami beberapa

masalah sehingga hingga saat ini belum dapat dilakukan operasional secara normal.

Dengan kondisi tersebut di atas, maka percepatan peningkatan kapasitas pembangkit mutlak perlu segera

dilakukan. Pembangunan tidak akan dapat berjalan apabila terdapat kekurangan listrik sebagai sumber energi

utama. PT PLN beserta pemerintah sudah membuat langkah antisipasi untuk mengatasi kekurangan daya

dengan menambah PLTD, sembari menyelesaikan pembangunan PLTU dan PLTMG. Namun demikian,

penambahan mesin diesel dirasa bukan solusi permanen dikarenakan mahalnya biaya produksi listrik yang

mencapai lebih dari Rp 4.000/kwh, dibandingkan produksi listrik menggunakan PLTU yang biaya produksi per

kwh kurang dari Rp 1.000,-. Pemerintah dalam hal ini memang harus lebih aktif dalam meminta percepatan

pembangunan PLTU, PLTMG maupun pembangkit dari energi terbarukan lainnya kepada pemerintah pusat.

Percepatan pembangunan tersebut, selain dapat mengatasi defisit listrik yang terjadi, juga dapat membantu PLN

dan Negara dalam mengurangi beban subsidi listrik di Provinsi NTT yang saat ini menghabiskan biaya lebih dari 3

triliun rupiah untuk pengadaan energi untuk PLTD dan pembangkit lain yang ada. Semakin cepat peralihan

sumber energi pembangkit, maka total subsidi energi pembangkit juga dapat semakin cepat berkurang yang

dapat semakin meningkatkan daya saing Provinsi NTT dari sisi ketersediaan energi serta mengurangi impor BBM

karena borosnya penggunaan pembangkit berbahan bakar solar.

-

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

70.0

100

150

200

250

300

350

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022

Proyeksi Beban Puncak Rencana Penambahan Daya (timor)Penambahan Beban Puncak

Grafik Box 6.1. Rencana Beban Puncak di Provinsi NTTdan Penambahan Daya Area Pulau Timor

Gambar Box 6.2. Road Map Saluran Udara dan Tegangan Tinggi serta Penambahan Daya pada Sistem Timor

BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH68