KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI website : www.bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN 2019 KEUANGAN REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
FEBRUARI
website : www.bi.go.id
KAJIAN EKONOMI DAN
2019
KEUANGAN REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
VISI BANK INDONESIA :
bank sentral yang berkontribusi secara nyata terhadap perekonomian
Indonesia dan terbaik diantara negara emerging markets
MISI BANK INDONESIA :
1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui efektivitas kebijakan
moneter dan bauran kebijakan Bank Indonesia.
2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan
makroprudensial Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial
Otoritas Jasa Keuangan.
3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan
sistem pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta
mitra strategis lain.
4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan melalui sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan
fiskal dan reformasi struktural pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain.
5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan pembiayaan ekonomi,
termasuk infrastruktur, melalui akselerasi pendalaman pasar keuangan.
6. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga di
tingkat daerah.
7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan
sistem informasi Bank Indonesia.
NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA :
Nilai-nilai Strategis Bank Indonesia adalah: (i) kejujuran dan integritas (trust and integrity);
profesionalisme (profesionalism); (ii) keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan
kepentingan umum (public interest); dan (v) koordinasi dan kerja sama tim (coordination
and teamwork) yang berlandaskan keluhuran nilai-nilai agama (religi).
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kata Pengantar
iii
BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan
kajian triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di
Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan
perbankan di Provinsi Riau pada triwulan IV 2018 dengan penekanan pada kondisi
ekonomi makro regional antara lain, Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Daerah,
Asesmen Inflasi Daerah, Asesmen Keuangan Pemerintah, Asesmen Stabilitas
Keuangan Daerah dan Pengembangan Ekonomi, Asesmen Penyelenggaraan Sistem
Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah, Asesmen Ketenagakerjaan dan
Kesejahteraan, serta Prospek Perekonomian tahun 2019 berdasarkan indikator
terkini. Analisis dilakukan berdasarkan data bulanan bank umum, data ekspor-impor
yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, hasil survei Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Riau, data perekonomian dan ketenagakerjaan yang diterbitkan
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data pendukung yang diperoleh dari
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Riau dan instansi/lembaga lainnya,
termasuk informasi anekdotal terkait.
Tujuan dari penyusunan buku KEKR ini adalah untuk memberikan informasi kepada
stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau,
dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi
bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain dalam
pengambilan keputusan.
Pekanbaru, Februari 2019
Kepala Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Riau
Siti Astiyah
Direktur
KATA PENGANTAR
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kata Pengantar
iv
duduk di rumah memegang amanah
duduk di tanah memegang petuah
duduk di kampung menjadi payung
duduk di banjar bertunjuk ajar
duduk di ladang tenggang menenggang
duduk di negeri tahukan diri
duduk di dusun ia penyantun
duduk beramai elok perangai
apa tanda Melayu bertuah,
tahu berguru pada yang sudah
tahu berbuat pada yang ada
tahu memandang jauh ke muka
apa tanda Melayu terbilang,
dada lapang pandangan panjang
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Isi
v
HALAMAN
Kata Pengantar ...................................................................................................... iii
Daftar Isi ................................................................................................................ v
Daftar Tabel ........................................................................................................... viii
Daftar Grafik .......................................................................................................... ix
Daftar Gambar........................................................................................................ Xii
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih.............................................................................. xiii
RINGKASAN EKSEKUTIF ......................................................................................... 1
BAB 1. ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.
2.
Kondisi Umum.........................................................................
PDRB Sisi Penggunaan.............................................................
9
14
2.1 Konsumsi ...................................................................... 16
2.2 Investasi (PMTB).............................................................. 19
2.3 Ekspor dan Impor ........................................................... 20
2.3.1. Ekspor .................................................................
2.3.2. Impor ..................................................................
20
25
3. PDRB Sektoral ......................................................................... 27
3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan.................... 29
3.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian ............................ 30
3.3 Sektor Industri Pengolahan ............................................. 31
3.4 Sektor Perdagangan, Besar dan Eceran, dan
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor...................................
33
3.5 Sektor Konstruksi........................................................... 34
Boks Dampak Penurunan Lifting Minyak Terhadap Perekonomian Riau
BAB 2. ASESMEN INFLASI DAERAH
1. Kondisi Umum............................................................................. 35
DAFTAR ISI
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Isi
vi
2.
3.
Perkembangan Inflasi Provinsi Riau...............................................
2.1. Inflasi Kota............................................................................
2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru.................................................
2.1.2. Inflasi Kota Dumai.......................................................
2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan...............................................
Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau...................
36
42
42
45
48
51
BAB 3.
BAB 4.
ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAH
1. Kondisi Umum..............................................................................
2. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau.................................................
3. Realisasi Belanja Provinsi Riau........................................................
3. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN UMKM
56
58
61
1. Perkembangan Sistem Keuangan Riau.......................................... 65
1.1. Ketahanan Sektor Korporasi.. ................................... 66
1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga. .................................. 71
2. Kondisi Umum Perbankan Riau.................................................... 73
2.1. Perkembangan Bank Umum..............................................
.
...
2.1.3. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum ..
76
76
78
80
81
2.2. Perkembangan Perbankan Syariah.................................... 81
2.3. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat................ 83
2.4. Perkembangan Kredit UMKM........................................... 85
BAB 5. ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN
UANG RUPIAH
1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai.............
89
2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai................................ 90
2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow - Outflow)............ 91
2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar..................................
2.3. Uang Rupiah Tidak Asli....................................................
3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai........................
92
94
96
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Isi
vii
3.1. Transaksi Kliring..............................................................
3.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) .
3.3. Transaksi Kegiatan Usa
96
97
98
BAB 6
ASESMEN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN DAERAH
1. Kondisi Umum........................................................................... 100
2.
3.
Ketenagakerjaan........................................................................
Kesejahteraan Daerah................................................................
3.1. Penduduk Miskin Riau.......................................................
3.2. Garis Kemiskinan Riau.......................................................
3.3. Indeks Kedalaman ..............
3.4. Nilai Tukar Petani..............................................................
101
105
105
106
107
108
BAB 7
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
1. Prospek Makro Regional.......................................................... 110
2. Perkiraan Inflasi....................................................................... 117
3. Rekomendasi........................................................................... 122
Boks Prospek Perekonomian Global
Daftar Istilah
xv
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Tabel
viii
HALAMAN
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy).................................. 15
Tabel 1.2 Realisasi APBD Pemerintah Daerah Provinsi Riau...................................... 18
Tabel 1.3 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (ribu ton)........................ 23
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy).................. 28
Tabel 3.1 Realisasi Pendapatan Provinsi .. 60
Tabel 3.2 Komponen Pendapatan Pajak Provi . 60
Tabel 3.3 62
Tabel 4.1 Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi ......... 68
Tabel 4.2 Pangsa Kredit UMKM Pulau Sumatera..................................................... 86
Tabel 5.1 Perkembangan Transaksi BI- 98
Tabel 5.2 Perkembangan Transaksi KUPVA- ... 99
Tabel 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera...................................... 101
Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun Keatas yang Bekerja ... 102
Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Provinsi Riau............................................................... 106
DAFTAR TABEL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik
ix
HALAMAN
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan.................. 10
Grafik 1.2 Perkembangan Kondisi Konsumen Riau.............................................. 17
Grafik 1.3 Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen Riau .............. 17
Grafik 1.4 Kredit Durable Goods......................................................................... 17
Grafik 1.5 Kredit Kendaraan Bermotor................................................................ 17
Grafik 1.6 ............................................................. 19
Grafik 1.7 Kredit Konstruksi............................................................................... 19
Grafik 1.8 Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau............................ 20
Grafik 1.9 Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau.............................. 20
Grafik 1.10 Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau................................... 21
Grafik 1.11 Perkembangan Volume Ekspor ................................. 21
Grafik 1.12 Perkembangan Volume Ekspor .................................
Grafik 1.13 Perkembangan Volume Ekspor ...............................
21
21
Grafik 1.14 Perkembangan Volume Ekspor Non Mi 22
Grafik 1.15 Produksi CPO Dunia......................................................................... 24
Grafik 1.16 Ekspor CPO Dunia............................................................................ 24
Grafik 1.17 Konsumsi CPO Dunia....................................................................... 24
Grafik 1.18 Stok CPO Dunia............................................................................... 24
Grafik 1.19 Impor Non Migas.............................................................................
Grafik 1.20 Impor Barang Modal........................................................................
25
25
Grafik 1.21 Impor Barang Intermedier................................................................. 26
Grafik 1.22 Impor Barang Konsumsi................................................................... 26
Grafik 1.23 Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD...................................................... 26
Grafik 1.24 SBT Perkembangan Kegiatan Usaha Pertanian.................................. 30
Grafik 1.25 Kredit Perkebunan Karet.................................................................. 30
Grafik 1.26 Perkembangan Volume ................................... 31
Grafik 1.27 Perkembangan Kegiatan U . 31
Grafik 1.28 Perkembangan Harga TBS ....................................................... 32
DAFTAR GRAFIK
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik
x
Grafik 1.29 Perkembangan Harga Karet .................................................... 32
Grafik 1.30 ..................... 33
Grafik 1.31 Kredit Perdagangan ................ 33
Grafik 1.32 Kredit Investasi ........................................................ 34
Grafik 1.33 LS Perkiraan Investasi ............................................................... 34
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Nasional, Riau dan Sumatera (yoy)..................... 37
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy).................................... 37
Grafik 2.3 Inflasi dan Kontribusi Kelompok Barang dan Jasa (yoy)........................ 39
Grafik 2.4 Perkembangan Inflasi Riau dan Nasional Triwulanan (qtq).................... 39
Grafik 2.5 Perkembangan Inflasi Riau dan Nasional............................................. 40
Grafik 2.6 ................................ 41
Grafik 2.7 Perkembangan Inflasi Pekanbaru dan Historis 3 Tahun Terakhir........... 45
Grafik 2.8 Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di 45
Grafik 2.9 Perkembangan Inflasi Dumai............................................................ 48
Grafik 2.10 Andil Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang di Dumai........................ 48
Grafik 2.11 51
Grafik 2.12 Andil Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang di 51
Grafik 3.1 Perkemban
Grafik 3.2 Realisasi APBD Provinsi Riau ................................
57
58
Grafik 3.3 Realisasi Pendapatan Provinsi 58
Grafik 3.4 Realisasi Pendapatan Asli Daerah 59
Grafik 3.5 Realisasi Komponen Belanja Tidak La 63
Grafik 3.6 Realisasi Pos Bel 64
Grafik 4.1 Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan................................... 70
Grafik 4.2 Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan.................................... 70
Grafik 4.3 Perkembangan Kredit Perumahan...................................................... 71
Grafik 4.4 Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor........................................ 71
Grafik 4.5 Perkembangan Kredit Multiguna........................................................ 72
Grafik 4.6 Perkembangan Kredit Durable Goods................................................. 72
Grafik 4.7 Indeks Ekspektasi Konsumen dan Kredit Konsumsi Riau....................... 73
Grafik 4.8 Perkembangan Aset Perbankan Riau................................................... 74
Grafik 4.9 Perkembangan DPK Provinsi Riau........................................................ 75
Grafik 4.10 Perkembangan Kredit Perbankan Riau.............................................. 75
Grafik 4.11 Perkembangan Resiko Kredit Perbankan Riau................................... 76
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik
xi
Grafik 4.12 Perkembangan Aset Perbankan Syariah............................................ 82
Grafik 4.13 DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan.............................. 82
Grafik 4.14 Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah................................... 83
Grafik 4.15 Perkembangan Aset BPR/S................................................................ 84
Grafik 4.16 Perkembangan DPK BPR/S................................................................ 84
Grafik 4.17 Perkembangan Kredit BPR/S............................................................. 85
Grafik 4.18 Perkembangan NPL BPR/S................................................................. 85
Grafik 4.19 Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM............................... 86
Grafik 4.20 Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Segmen.......................... 87
Grafik 4.21 Perkembangan NPL Kredit UMKM .. 87
Grafik 5.1 Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau............................. 91
Grafik 5.2 Pergerakan Pertumbuhan Konsumsi RT (qtq) dan Outflow (qtq)........... 92
Grafik 5.3 Pergerakan Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah dan Outflow (qtq) 93
Grafik 5.4 Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan............................................ 93
Grafik 5.5 Perkembangan ....... 95
Grafik 5.6 Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau........ 97
Grafik 6.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Provinsi di Sumatera............ 101
Grafik 6.2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi di Sumatera.................. 101
Grafik 6.3 Penduduk Bekerja Menurut Lapa 102
Grafik 6.4 Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan U 103
Grafik 6.5 Jumlah Jam Kerja Per Minggu............................................................. 103
Grafik 6.6 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan................................................ 103
Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan ....... 104
Grafik 6.8 Perkembangan Penduduk Miskin Riau................................................ 105
Grafik 6.9 Sebaran Penduduk Miskin Riau........................................................... 105
Grafik 6.10 Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau.................... 107
Grafik 6.11 Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau.................... 107
Grafik 6.12 Perkembangan Nilai Tukar Petani...................................................... 108
Grafik 7.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Perkiraan 2019......... 112
Grafik 7.2 Perkembangan Indikator Komposit Riau............................................. 114
Grafik 7.3 Perkembangan ........ 118
Grafik 7.4 Perkiraan Inflasi Komoditas Secara Umum........................................... 118
Grafik 7.5 Perkembangan Harga Komoditas Pangan........................................... 119
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Gambar
xii
HALAMAN
Gambar 2.1 Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional 36
Gambar 7.1 Outlook Perekonomian Global............................................................ 113
Gambar 7.2 Prakiraan Sifat Hujan Musim Hujan .......................... 120
DAFTAR GAMBAR
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Tabel Indikator
xiii
I II III IV I II III IV
Indeks Harga Konsumen*) :
- Provinsi Riau 129.85 130.65 131.90 133.42 134.56 134.99 135.14 136.69
- Kota Pekanbaru 129.53 130.24 131.65 133.16 134.34 134.60 135.10 136.54
- Kota Dumai 130.85 131.89 132.19 133.82 134.05 135.33 134.38 136.30
- Kota Tembilahan 131.26 132.62 133.95 135.43 137.75 138.45 136.99 139.00
Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) :
- Provinsi Riau 5.02 6.19 5.07 4.20 3.62 3.32 2.45 2.45
- Kota Pekanbaru 5.17 6.50 5.22 4.07 3.71 3.35 2.62 2.54
- Kota Dumai 5.33 5.95 4.99 4.85 2.45 2.61 1.66 1.85
- Kota Tembilahan 2.97 3.42 3.82 4.27 4.94 4.40 2.27 2.64
Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 2.81 2.49 2.91 2.53 2.84 2.34 2.94 1.28
Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 3,752.61 3,051.59 3,410.24 3,833.88 3,443.20 3,273.40 3,487.54 3,118.84
Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 5,514.38 4,879.90 5,651.68 5,960.66 5,415.78 5,186.43 6,215.94 5,947.73
Nilai Impor Non Migas (Juta USD) 211.39 278.67 316.83 434.62 375.28 334.67 332.97 363.47
Volume Impor Non Migas (ribu Ton) 614.66 883.53 716.64 968.01 872.71 1,034.52 984.80 1,170.38
I II III IV I II III IV
Bank Umum
Total Aset (dalam Rp Juta) 97,413,710 96,800,520 103,345,237 98,443,308 94,942,058 95,727,695 98,944,416 102,498,924
DPK (dalam Rp Juta) 72,224,755 73,060,394 74,585,391 73,150,935 73,316,351 74,019,300 76,079,917 76,705,950
- Giro 12,952,275 11,441,182 11,869,441 10,074,125 11,758,608 11,563,236 12,431,456 11,341,182
- Tabungan 33,449,661 34,130,124 34,276,721 37,784,186 36,634,497 38,523,504 37,928,821 39,718,346
- Deposito 25,822,819 27,489,088 28,439,728 25,292,624 24,923,245 23,932,559 25,719,640 25,646,421
Kredit (dalam Rp Juta) 81,675,790 81,377,056 84,102,959 88,784,648 90,306,676 94,890,672 102,416,393 106,679,502
- Modal Kerja 27,812,278 25,342,238 26,764,841 28,699,385 28,654,574 31,245,285 34,545,295 37,528,287
- Investasi 26,877,525 28,239,386 29,186,840 30,709,614 31,595,129 32,868,503 36,278,433 36,648,647
- Konsumsi 26,985,987 27,795,433 28,151,278 29,375,649 30,056,974 30,776,883 31,592,665 32,502,568
- LDR (%) 80.14 80.69 80.12 82.86 83.04 84.14 83.24 85.20
- NPL (%) 2.88 3.02 2.70 2.11 3.15 3.09 2.73 2.62
Kredit UMKM (dalam Rp Juta) 20,172,660 20,431,064 21,050,432 22,165,379 21,878,938 22,556,794 23,269,388 23,577,134
- Mikro 6,191,162 6,470,926 6,564,830 6,704,790 6,961,426 7,170,662 7,417,408 7,430,606
- Kecil 7,819,176 7,872,233 7,985,290 8,340,728 8,345,315 8,780,340 9,028,948 9,096,846
- Menengah 6,162,322 6,087,904 6,500,312 7,119,861 6,572,197 6,605,791 6,823,031 7,049,682
NPL UMKM (%) 6.54 6.21 5.87 5.17 5.50 5.13 4.65 4.56
BPR
Total Aset (dalam Rp Juta) 1,373,214 1,333,780 1,381,337 1,410,339 1,405,693 1,387,705 1,396,118 1,382,307
DPK (dalam Rp Juta) 1,015,101 995,342 1,033,906 1,063,512 1,054,088 1,034,321 1,035,572 1,015,182
- Tabungan 372,916 355,491 389,333 408,247 400,586 414,674 413,843 410,502
- Deposito 642,185 639,851 644,573 655,265 653,502 619,647 621,729 604,680
Kredit (dalam Rp Juta) - berdasarkan lokasi proyek 952,794 941,160 927,734 933,614 918,603 928,536 943,568 965,389
Rasio NPL (%) 14.97 16.23 15.66 13.42 14.17 12.37 11.72 10.65
LDR (%) 93.86 94.56 89.67 87.79 87.15 89.77 91.12 95.10
2017
2017
2018
2018
B. PERBANKAN
INDIKATOR
A. INFLASI DAN PDRB
INDIKATOR
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Tabel Indikator
xiv
C. SISTEM PEMBAYARAN
I II III IV I II III IV
365,956 4,965,800 (522,690) 4,765,670 (233,402) 4,631,125 281,817 3,133,880
2,708,511 1,544,600 3,279,980 1,020,195 3,130,717 2,379,016 2,773,736 1,793,398
3,074,467 6,510,400 2,757,290 5,785,866 2,897,314 7,010,141 3,055,553 4,927,278
Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 1,561,072 661,538 807,791 644,064 833,643 110,850 792,980 274,500
Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) *) 56,967 67,889 73,379 76,367 29,974 57,126 59,155 84,559
Volume Transaksi RTGS (lembar) *) 9,538 9,551 11,200 13,434 6,939 10,307 11,763 12,594
Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 922 1,103 1,191 1,239 483 1,038.65 954.11 1,342.20
Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) 144 146 171 207 111.92 187.40 189.73 199.90
Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 6,149 4,430 5,019 5,044 4,670 4,447 4,703 4,800
Volume Transaksi Kliring (lembar) 190,181 134,842 156,938 157,644 144,487 136,833 143,406 147,125
Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 99.19 71.46 80.95 81.35 75.32 80.86 75.86 76.19
Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring (lembar) 2,948 2,602 2,534 2,553 2,330.44 2,487.87 2,313.00 2,335.32
Inflow (dalam Rp Juta)
Outflow (dalam Rp Juta)
Posisi Kas Gabungan (dalam Rp Juta)
INDIKATOR2017 2018
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
1
GAMBARAN UMUM
Perekonomian Riau pada triwulan IV 2018 tumbuh melambat dari 2,94% (yoy) pada
triwulan III 2018 menjadi 1,28% (yoy) pada triwulan laporan. Apabila dilihat dari
pertumbuhan ekonomi tanpa migas, pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar 2,74%
(yoy), melambat dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 4,74% (yoy). Perlambatan
tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Sumatera yang sebesar 4,46% (yoy)
pada triwulan IV 2018, lebih rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar 4,71% (yoy).
Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sedikit meningkat dari 5,17%
(yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 5,18% (yoy) pada triwulan IV 2018.
Perekonomian Riau
pada triwulan IV 2018
tumbuh sebesar 1,28%
(yoy), melambat jika
dibandingkan triwulan
III 2018 yang tumbuh
2,94% (yoy).
RINGKASAN EKSEKUTIF
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
2
I. ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Perlambatan dari sisi penggunaan terutama bersumber dari menurunnya
pertumbuhan konsumsi pemerintah dan ekspor, serta melambatnya
investasi. Kontraksi konsumsi pemerintah tersebut disebabkan oleh
keterbatasan anggaran sehingga banyak proyek yang tunda bayar. Kondisi
tersebut juga turut memberikan dampak terhadap perkembangan investasi
Riau. Selain itu, menurunnya net ekspor dipengaruhi oleh turunnya harga
komoditas utama di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi negara
mitra dagang. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan
tumbuh meningkat. Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut didorong
oleh meningkatnya permintaan pada momentum libur sekolah sekaligus
perayaan Natal dan Tahun Baru.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dari sisi sektoral pada triwulan IV 2018
bersumber dari sektor pertanian, industri pengolahan, dan konstruksi.
Melambatnya sektor pertanian disebabkan oleh turunnya produksi akibat
larangan untuk melakukan ekspansi dan penanaman kembali di area lahan
gambut. Turunnya produksi pertanian tersebut berdampak terhadap
melambatnya kinerja sektor industri pengolahan, serta turunnya ekspor ke
negara mitra dagang. Selain itu, melambatnya sektor konstruksi dipengaruhi
oleh turunnya belanja modal sehingga menyebabkan tertundanya
pembayaran sejumlah proyek 2018. Adapun perlambatan perekonomian
Riau yang lebih dalam tertahan oleh perbaikan kontraksi sektor
pertambangan dan meningkatnya pertumbuhan sektor perdagangan.
Membaiknya kontraksi sektor pertambangan disebabkan oleh meningkatnya
harga. Disamping itu, meningkatnya sektor perdagangan didorong oleh
percepatan realisasi belanja pemerintah dan meningkatnya aktivitas partai
politik dalam rangka persiapan pemilu 2019.
Memasuki triwulan I 2019, perekonomian Riau diperkirakan tumbuh positif,
berada pada kisaran 1,50-2,00% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan
realisasi triwulan IV 2018. Peningkatan utamanya diperkirakan bersumber
dari kenaikan konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor luar negeri.
Konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat seiring dengan akan
Perkembangan
berbagai indikator
ekonomi terkini
mengindikasikan
peningkatan kinerja
ekonomi Riau
triwulan I 2019.
Melambatnya
ekonomi Riau dari
sisi penggunaan
bersumber dari
menurunnya
konsumsi
pemerintah, ekspor,
dan melambatnya
investasi.
Perlambatan dari sisi
sektoral bersumber
dari sektor pertanian,
industri pengolahan,
dan konstruksi.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
3
dibayarkannya tunda salur DBH 2018 pada triwulan I 2019. Disamping itu,
meningkatnya perkiraan ekspor luar negeri sejalan dengan penurunan tarif
impor Crude Palm Oil (CPO) dan Refined Palm Oil (RPO) India. Dari sisi
sektoral, peningkatan bersumber dari sektor pertanian, industri pengolahan,
dan konstruksi. Meningkatnya perkiraan kinerja sektor pertanian sejalan
dengan berlalunya puncak musim hujan pada awal tahun 2019, serta
semakin banyaknya intensifikasi yang dilakukan perusahaan kelapa sawit.
Adapun peningkatan sektor industri pengolahan didorong oleh penurunan
tarif impor CPO dan RPO India. Sementara itu, potensi kenaikan dana
pembiayaan infrastruktur pemerintah daerah pasca disalurkannya DBH 2018
mendorong kinerja sektor konstruksi.
II. ASESMEN INFLASI DAERAH
Inflasi Riau pada triwulan IV 2018 tetap terkendali pada level yang rendah
dan stabil. Rendahnya tekanan inflasi tersebut utamanya dipengaruhi oleh
menurunnya tekanan inflasi kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Makanan Jadi,
Minuman, Rokok, dan Tembakau; (iii) Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan
Bahan Bakar; dan (iv) Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga. Namun demikian,
menurunnya tekanan inflasi Provinsi Riau yang lebih rendah tertahan oleh
meningkatnya inflasi kelompok (i) Sandang; (ii) Kesehatan, dan (iii) Transpor,
Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Secara spasial, inflasi Riau tertinggi terjadi
di Tembilahan, diikuti oleh Pekanbaru, dan Dumai.
Inflasi Riau pada triwulan I 2019 diperkirakan berada pada kisaran 2,50 ±
0,5% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan laporan yang sebesar
2,45% (yoy). Perkiraan meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan I 2019
sejalan dengan adanya momentum hari raya seperti Imlek dan Nyepi, serta
intensitas curah hujan yang diperkirakan masih cukup tinggi hingga akhir
triwulan I 2019. Selain itu, eskalasi pemilu legislatif dan presiden yang
semakin intensif hingga pertengahan April 2019 dipekirakan turut
mendorong tekanan pada inflasi Riau. Adanya momentum libur hari raya
Imlek dan Nyepi diperkirakan dapat mendorong permintaan masyarakat Riau
terutama pada kelompok makanan jadi, sandang, rekreasi, serta transportasi
dan komunikasi. Adapun masih tingginya intensitas hujan pada triwulan
Inflasi Provinsi
Riau pada
triwulan IV 2018
tercatat lebih
rendah
dibandingkan
triwulan III
2018.
Inflasi Riau pada
triwulan I 2019
diperkirakan lebih
tinggi dibandingkan
triwulan IV 2018,
namun masih
didalam kisaran
sasaran inflasi
nasional sebesar 3,5
± 1% (yoy).
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
4
awal 2019 berpotensi menyebabkan gangguan produksi maupun pasokan
bahan makanan.
III. ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAH
Realisasi belanja Provinsi Riau pada 2018 tercatat sebesar Rp8,47 triliun atau
82,02% dari pagu anggaran menurun hingga Rp492,58 miliar atau 5,5%
(yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang terealisasi
sebesar Rp8,96 triliun atau 86,19% dari pagu anggaran. Penurunan belanja
terutama didorong oleh menurunnya pos belanja langsung baik secara
nominal maupun secara persentase terhadap pagu anggaran. Sedangkan
penurunan realisasi belanja yang lebih dalam tertahan oleh kenaikan pos
belanja tidak langsung yang meningkat baik secara nominal maupun
persentase terhadap pagu anggaran.
Realisasi pendapatan Provinsi Riau tahun 2018 tercatat sebesar Rp8,47 triliun
atau 91,79% dari pagu anggaran. Berdasarkan data historis, pendapatan
pemerintah Provinsi Riau pada periode laporan lebih tinggi dibandingkan
tahun 2017. Realisasi pendapatan Provinsi Riau 2018 meningkat hingga
Rp1,04 triliun atau 14,03% (yoy) dibandingkan realisasi tahun 2017 yang
terealisasi sebesar Rp7,43 triliun atau 82,12% dari pagu anggaran.
IV. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH DAN PENGEMBANGAN
EKONOMI
Kerentanan sektor korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan IV 2018
secara umum menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyaluran
kredit korporasi yang berlokasi di Provinsi Riau tercatat meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun secara outstanding
mengalami peningkatan, pertumbuhan tahunan kredit korporasi berlokasi di
Riau pada triwulan laporan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. NPL sektor korporasi Riau pada triwulan laporan juga tercatat
membaik dibandingkan NPL triwulan III 2018. Penyaluran kredit korporasi
sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Riau pada triwulan IV 2018
mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya dengan NPL
yang relatif rendah. Di sisi lain, penyaluran kredit korporasi di sektor
Realisasi APBD
Provinsi Riau
tahun 2018
tercatat lebih
rendah
dibandingkan
capaian tahun
2017.
Tekanan stabilitas
keuangan di
Provinsi Riau
pada triwulan IV
2018 masih baik
dan terjaga.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
5
perdagangan, restoran, dan perhotelan Riau meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya dengan NPL membaik. Sementara itu, penyaluran
kredit korporasi di sektor industri pengolahan Riau pada triwulan IV 2018
mengalami pertumbuhan tahunan yang melambat dengan NPL yang
meningkat, namun masih relatif rendah. Menurunnya kerentanan juga
ditunjukkan oleh pertumbuhan tahunan kredit konsumsi rumah tangga yang
tetap kuat pada triwulan IV 2018, meskipun sedikit melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya diiringi dengan NPL yang membaik.
V. ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan IV
2018 tercatat mengalami net outflow. Kondisi tersebut utamanya didorong
oleh seasonal factor akibat meningkatnya pengeluaran pemerintah diakhir
tahun serta adanya persiapan pemilihan umum presiden dan wakil rakyat
secara serentak ditambah dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan
konsumsi masyarakat pada momentum Hari Raya Keagamaan Natal,
perayaan tahun baru serta libur sekolah yang terjadi pada triwulan IV 2018
Transaksi melalui kliring dan BI-RTGS mengalami peningkatan baik dari sisi
nominal maupun dari sisi jumlah warkat transaksi. Peningkatan transaksi non
tunai baik melalui kliring dan BI-RTGS sejalan dengan peningkatan aktivitas
ekonomi di triwulan IV 2018 yang salah satunya ditunjukkan oleh
pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran yang tercatat tumbuh
hingga 2,14% (qtq) pada triwulan IV 2018 meningkat dibandingkan
triwulan III 2018 yang terkontraksi hingga 0,12% (qtq).
Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas fisik uang, Kantor
Perwakilan BI Provinsi Riau telah melakukan kerjasama dengan 48 Bank
Umum di Provinsi Riau untuk melayani masyarakat dalam hal penukaran
uang lusuh. Adapun total penukaran uang yang telah dilayani selama tahun
2018 adalah sebesar Rp41,54 miliar. Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau juga
selalu berupaya untuk meningkatkan frekuensi dan jangkauan layanan kas
keliling baik secara wholesale maupun retail ke daerah-daerah yang memiliki
Perkembangan
transaksi
pembayaran
tunai di Provinsi
Riau pada
triwulan IV 2018
mengalami net
outflow.
Transaksi kliring
dan BI-RTGS
tercatat
meningkat baik
dari sisi nominal
maupun jumlah
transaksi.
Bank Indonesia
secara konsisten
terus berupaya
untuk menjaga
dan meningkatkan
kualitas fisik uang
di wilayah Provinsi
Riau.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
6
peredaran uang lusuh dalam jumlah tinggi, terutama ke pasar-pasar
tradisional baik di dalam kota, luar kota maupun daerah remote area (daerah
terpencil) di Provinsi Riau. Selama tahun 2018, total transaksi kas keliling
kepada masyarakat yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia Provinsi Riau
sebanyak 21 kali dengan total transaksi sebesar Rp28,88 miliar.
VI. ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Perkembangan ketenagakerjaan Provinsi Riau pada bulan Agustus 2018
menunjukkan perbaikan. Sejumlah indikator memperlihatkan terjadinya
peningkatan kualitas ketenagakerjaan, antara lain menurunnya angka
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 6,22% pada Agustus 2017
menjadi 6,20% pada Agustus 2018. Perkembangan kesejahteraan di
Provinsi Riau juga membaik terlihat dari penurunan persentase jumlah
penduduk miskin dibanding jumlah penduduk di Riau yakni dari 7,41% pada
September 2017 menjadi 7,21% pada September 2018. Namun, jika dilihat
dari tingkat kesejahteraan petani yang tercermin dari Nilai Tukar Petani
menunjukkan penurunan dari 96,13 pada triwulan III 2018 menjadi 92,70
pada triwulan IV 2018.
VII. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II 2019 diperkirakan tumbuh
pada kisaran 2,30 2,80% (yoy), meningkat dibandingkan perkiraan
pertumbuhan ekonomi Riau triwulan I 2019. Ditinjau dari sisi penggunaan,
peningkatan diperkirakan berasal dari konsumsi RT, konsumsi LNPRT,
konsumsi pemerintah, dan net ekspor. Konsumsi RT diperkirakan meningkat
seiring dengan banyaknya hari raya keagamaan termasuk puasa dan Idul Fitri
yang secara historis mendorong konsumsi masyarakat. Konsumsi LNPRT
diperkirakan meningkat pesat seiring peningkatan aktivitas politik menjelang
Pilpres dan Pileg yang akan diselenggarakan bersamaan pada April 2019.
Konsumsi Pemerintah pada triwulan II 2019 diperkirakan meningkat
dibandingkan triwulan I 2019 seiring dengan pembayaran THR dan gaji ke-
13 PNS. Ekspor luar negeri pada triwulan II 2019 diperkirakan masih tetap
meningkat seiring dengan penurunan tarif impor CPO dan RPO India dan
Ekonomi Riau pada
triwulan II 2019
diperkirakan lebih
tinggi dibandingkan
perkiraan triwulan I
2019.
Perkembangan
ketenagakerjaan
dan kesejahteraan
daerah di Provinsi
Riau terindikasi
membaik.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
7
perkiraan mulai sedikit membaiknya pertumbuhan harga CPO di tengah
masih terbatasnya ekspor CPO ke Eropa dan AS. Sementara itu, dari sisi
sektoral, peningkatan pertumbuhan ekonomi Riau triwulan II 2019
utamanya didorong oleh sektor pertanian dan industri pengolahan.
Dorongan sektor pertanian sejalan dengan semakin berlalunya puncak
musim hujan dan intensifikasi yang dilakukan banyak perkebunan sawit.
Sementara itu, dorongan sektor industri pengolahan berasal dari penurunan
tarif impor CPO dan RPO India dan mulai sedikit membaiknya pertumbuhan
harga CPO.
Secara keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan
berada pada kisaran 2,20 2,70 % (yoy), dengan tendensi meningkat
(namun terbatas) jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2018.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau untuk keseluruhan 2019
diperkirakan, bersumber dari meningkatnya konsumsi LNPRT, belanja
pemerintah, dan net ekspor. Dari sisi sektoral, sektor pertanian dan sektor
industri pengolahan diperkirakan menjadi pendorong utama meningkatnya
ekonomi Riau untuk keseluruhan 2019. Namun, peningkatan yang lebih
tinggi tertahan oleh sektor pertambangan yang terkontraksi lebih dalam,
serta sektor konstruksi dan sektor perdagangan yang diperkirakan
mengalami perlambatan.
Inflasi Provinsi Riau pada triwulan II 2019 diperkirakan berada pada kisaran
2,50 3,50% (yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan
perkiraan inflasi triwulan I 2019 namun lebih rendah dibandingkan realisasi
triwulan II tahun 2018. Secara keseluruhan tahun 2019, tingkat inflasi
diperkirakan berkisar antara 2,30 3,30% (yoy), berada dalam target inflasi
nasional 3,5 + 1% (yoy), dan sedikit lebih tinggi dibandingkan keseluruhan
tahun 2018.
Beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas atas
kisaran proyeksi antara lain perkiraan terjadinya musim hujan 2019 yang
mempunyai sifat hujan di bawah normal pada sebagian wilayah Riau,
sehingga berpotensi mengganggu produksi tanaman pangan. Menurut
perkiraan BMKG, sebagian wilayah Riau pada musim hujan 2018/2019
Secara keseluruhan
tahun 2019,
pertumbuhan
ekonomi Riau
diperkirakan lebih
tinggi jika
dibandingkan
realisasi tahun 2018.
Inflasi Riau pada
triwulan II 2019
diperkirakan lebih
tinggi dibandingkan
perkiraan triwulan I
2019.
Terdapat beberapa
faktor yang
mendorong kenaikan
inflasi utamanya
terkait faktor cuaca,
permintaan,
kenaikan harga
pakan ternak, BBM,
tarif angkutan udara,
dan PJNP .
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
8
mengalami sifat hujan di bawah normal sampai normal. Beberapa wilayah
yang diperkirakan mengalami sifat hujan di bawah normal (dibandingkan
musim hujan tahun-tahun sebelumnya) antara lain sebagian Bengkalis,
sebagian Siak, sebagian Kampar, dan sebagian Pekanbaru. Adapun wilayah-
wilayah Riau lainnya diperkirakan mengalami sifat hujan normal
(dibandingkan musim hujan tahun-tahun sebelumnya). Selain faktor cuaca,
lonjakan permintaan khususnya pada momentum liburan sekolah dan hari
besar keagamaan, kenaikan harga pakan ternak terutama jagung, peluang
kenaikan harga BBM, kenaikan tarif angkutan udara, kenaikan tarif dasar
Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan (PJNP), dan sebagainya turut menjadi
faktor yang memberikan tekanan kenaikan inflasi.
Faktor yang berpotensi membawa inflasi ke batas bawah yaitu terbatasnya
perbaikan harga komoditas sehingga belum memberikan lonjakan yang
signifikan terhadap daya beli masyarakat, kebijakan pemerintah yang
semakin baik di bidang ketahanan pangan, kebijakan impor, realisasi
infrastruktur dan distribusi pangan, harga minyak dunia yang semakin
menurun sehingga memperbesar peluang penurunan harga BBM non-
subsidi, komitmen pemerintah untuk tidak menaikkan TDL dan cukai rokok
pada 2019, serta relatif terjaganya ekspektasi masyarakat.
Perbaikan harga
komoditas yang
terbatas, serta
berbagai kebijakan
pemerintah dalam
menekan kenaikan
harga menjadi faktor
penahan inflasi Riau.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
9
1. KONDISI UMUM
Perekonomian Riau pada triwulan IV 2018 tumbuh melambat dari 2,94% (yoy) pada
triwulan III 2018 menjadi 1,28% (yoy) pada triwulan laporan. Apabila dilihat dari
pertumbuhan ekonomi tanpa migas Riau pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar
2,74% (yoy), melambat dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 4,74% (yoy).
Perlambatan tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Sumatera yang sebesar
4,46% (yoy) pada triwulan IV 2018, lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang
sebesar 4,71% (yoy). Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sedikit
meningkat dari 5,17% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 5,18% (yoy) pada
triwulan IV 2018.
Bab 1 ASESMEN PERTUMBUHAN
EKONOMI DAERAH
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
10
Secara keseluruhan tahun 2018, pertumbuhan ekonomi dengan migas dan tanpa
migas Riau masing-masing tercatat sebesar 2,34% dan 3,95% (yoy), melambat
dibandingkan tahun 2017 yang masing-masing mencapai 2,68% dan 4,57% (yoy).
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan perekonomian Sumatera dan Nasional
yang tumbuh meningkat, masing-masing dari 4,29% dan 5,07% (yoy) pada tahun
lalu menjadi 4,54% dan 5,17% (yoy) di tahun 2018.
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%)
Sumber: BPS Provinsi Riau, diolah
Dari sisi penggunaan perlambatan pada triwulan IV 2018 terutama bersumber dari
menurunnya pertumbuhan konsumsi pemerintah dan ekspor, serta melambatnya
investasi. Kontraksi konsumsi pemerintah tersebut disebabkan oleh keterbatasan
anggaran sehingga banyak proyek yang tunda bayar. Kondisi tersebut juga turut
memberikan dampak terhadap perkembangan investasi Riau. Selain itu, menurunnya
net ekspor dipengaruhi oleh turunnya harga komoditas utama di tengah
melambatnya pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang. Di sisi lain, konsumsi
rumah tangga pada triwulan laporan tumbuh meningkat. Peningkatan konsumsi
rumah tangga tersebut didorong oleh meningkatnya permintaan pada momentum
libur sekolah sekaligus perayaan Natal dan Tahun Baru.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dari sisi sektoral pada triwulan IV 2018
bersumber dari sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan. Secara
umum, melambatnya kinerja sektor pertanian dan industri pengolahan disebabkan
oleh menurunnya produksi pertanian, menurunnya permintaan negara mitra
dagang, dan melambatnya harga komoditas dunia. Sementara itu, melambatnya
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
Nasional 5.12 4.94 4.93 5.05 4.83 4.74 4.78 5.15 4.94 5.21 5.03 4.94 5.01 5.01 5.06 5.19 5.06 5.27 5.17 5.18
Sumatera 5.04 4.62 4.54 4.20 3.53 2.99 3.15 4.47 4.19 4.47 4.02 4.43 4.12 4.17 4.45 4.42 4.34 4.64 4.71 4.46
Riau 4.07 2.83 2.60 1.41 (0.01) (2.06) (1.36) 4.37 2.74 2.75 1.25 2.03 2.81 2.49 2.91 2.53 2.84 2.34 2.94 1.28
(2.50)
(1.50)
(0.50)
0.50
1.50
2.50
3.50
4.50
5.50
6.50
% y
oy
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
11
pertumbuhan sektor perdagangan utamanya disebabkan oleh moderasi permintaan.
Di sisi lain, sektor pertambangan masih menunjukkan kontraksi meskipun lebih baik
dibandingkan triwulan sebelumnya. Adapun kontraksi yang masih terus berlanjut
tersebut di latarbelakangi oleh natural declining dan kembali menurunnya harga
minyak dunia. Meskipun demikian, angka pertumbuhan yang lebih rendah tertahan
oleh meningkatnya pertumbuhan sektor konstruksi sejalan dengan target
penyelesaian Jembatan Siak IV, replikasi Jembatan Siak II, Flyover simpang SKA,
Flyover simpang Arengka pada akhir tahun 2018.
Secara keseluruhan tahun 2018, melambatnya pertumbuhan ekonomi Riau
bersumber dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan net ekspor.
Melambatnya konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh melambatnya kinerja sektor
unggulan Riau. Sementara itu, melambatnya konsumsi pemerintah disebabkan oleh
turunnya realisasi belanja modal dan tidak adanya dana SILPA, serta belum
disalurkannya Dana Bagi Hasil (DBH) Riau tahun 2017 oleh Pemerintah Pusat.
Disamping itu, net ekspor mengalami kontraksi akibat menurunnya kinerja ekspor
luar negeri karena turunnya permintaan negara mitra dagang di tengah
melambatnya harga komoditas utama. Di sisi lain, melambatnya pertumbuhan
ekonomi Riau tertahan oleh meningkatnya kinerja investasi sejalan dengan
percepatan pembangunan infrastruktur di Riau.
Berdasarkan perkembangan sektoral, melambatnya pertumbuhan ekonomi Riau
tahun 2018 bersumber dari melambatnya sektor pertanian, industri pengolahan, dan
konstruksi. Melambatnya sektor pertanian disebabkan oleh turunnya produksi akibat
larangan untuk melakukan ekspansi dan penanaman kembali di area lahan gambut.
Turunnya produksi pertanian tersebut berdampak terhadap melambatnya kinerja
sektor industri pengolahan akibat turunnya bahan baku pertanian, serta turunnya
ekspor ke negara mitra dagang sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi
negara tersebut di tengah menurunnya harga komoditas utama. Selain itu,
melambatnya sektor konstruksi dipengaruhi oleh turunnya belanja modal sehingga
menyebabkan tertundanya pembayaran sejumlah proyek 2018. Adapun
perlambatan perekonomian Riau yang lebih dalam tertahan oleh perbaikan kontraksi
sektor pertambangan dan meningkatnya pertumbuhan sektor perdagangan.
Membaiknya kontraksi sektor pertambangan disebabkan oleh meningkatnya harga.
Di samping itu, meningkatnya sektor perdagangan didorong oleh percepatan
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
12
realisasi belanja pemerintah dan meningkatnya aktivitas partai politik dalam rangka
persiapan pemilu 2019.
Memasuki triwulan I 2019, perekonomian Riau diperkirakan tumbuh positif, berada
pada kisaran 1,50-2,00% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan realisasi triwulan IV
2018. Peningkatan utamanya diperkirakan bersumber dari kenaikan konsumsi
pemerintah, investasi, dan ekspor luar negeri. Konsumsi pemerintah diperkirakan
meningkat seiring dengan akan dibayarkannya tunda salur DBH 2018 pada triwulan
I 2019. Dengan dibayarkannya DBH tersebut maka pemerintah daerah dapat
menggunakan dana tersebut untuk pembiayaan infrastruktur daerah sehingga
mendorong investasi. Disamping itu, meningkatnya perkiraan ekspor luar negeri
sejalan dengan penurunan tarif impor Crude Palm Oil (CPO) dan Refined Palm Oil
(RPO) India. Meskipun demikian, perkiraan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi
tertahan oleh perlambatan konsumsi rumah tangga seiring dengan masih rendahnya
aktivitas sektor swasta yang mendorong kegiatan Meeting, Incentive, Convention,
and Exhibition (MICE), serta moderasi konsumsi pasca momentum liburan Natal dan
Tahun Baru 2019.
Dari sisi sektoral, meningkatnya perkiraan pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan
I 2019 bersumber dari sektor pertanian, industri pengolahan, dan konstruksi.
Meningkatnya perkiraan kinerja sektor pertanian sejalan dengan berlalunya puncak
musim hujan pada awal tahun 2019, serta semakin banyaknya intensifikasi yang
dilakukan perusahaan kelapa sawit melalui mekanisasi proses panen dan
pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS). Adapun peningkatan sektor industri
pengolahan didorong oleh penurunan tarif impor CPO dan RPO India. Sementara itu,
sektor konstruksi juga diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan realisasi
triwulan IV 2018 seiring dengan potensi kenaikan dana pembiayaan infrastruktur
pemerintah daerah pasca disalurkannya DBH 2018. Pertumbuhan ekonomi Riau yang
lebih tinggi dari sisi sektoral tertahan oleh kontraksi sektor pertambangan dan
melambatnya kinerja perdagangan. Secara garis besar, kontraksi sektor
pertambangan disebabkan oleh menurunnya harga minyak dunia di tengah natural
declining yang masih terus terjadi. Sementara itu, melambatnya sektor perdagangan
juga dipengaruhi oleh masih rendahnya aktifitas MICE dan moderasi konsumsi
masyarakat.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
13
Secara keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan berada
pada kisaran 2,20-2,70% (yoy) dengan tendensi bias ke atas sehingga diperkirakan
lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2018. Laju pertumbuhan
tertinggi dari sisi penggunaan diperkirakan bersumber dari peningkatan konsumsi
LNPRT, konsumsi pemerintah, dan net ekspor di tengah perlambatan konsumsi
rumah tangga dan investasi. Secara umum, meningkatnya konsumsi LNPRT sejalan
dengan adanya momentum Pemilu 2019 yang akan diselenggarakan pada bulan
April 2019. Sementara itu, peningkatan konsumsi pemerintah didorong oleh
penambahan rencana pendapatan APBD tahun 2019 menyusul telah terjadinya
kesepakatan antara Banggar DPRD Provinsi Riau dengan Kementerian Keuangan
untuk menaikkan DBH PPN dan Cukai, DBH Migas, dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Adapun meningkatnya net ekspor bersumber dari kenaikan ekspor luar negeri seiring
dengan penurunan tarif impor CPO dan RPO India yang diringi dengan potensi
membaiknya pertumbuhan harga CPO 2019 dibandingkan tahun 2018. Selain itu,
peningkatan dari sisi sektoral bersumber dari sektor pertanian dan industri
pengolahan. Meningkatnya kinerja sektor pertanian didorong oleh semakin
banyaknya tanaman replanting yang memasuki usia panen dan semakin
meningkatnya upaya intensifikasi melalui mekanisasi yang dilakukan oleh
perusahaan kelapa sawit. Kondisi tersebut tentunya mendukung perkembangan
industri pengolahan secara keseluruhan tahun 2019 seiring dengan semakin
prospektifnya ekspor CPO ke India dan Tiongkok.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi Riau yang lebih tinggi tertahan oleh melambatnya
konsumsi rumah tangga dan investasi. Melambatnya konsumsi rumah tangga
diperkirakan dipengaruhi oleh menurunnya pendapatan dari sektor pertambangan
dan konstruksi keseluruhan tahun 2019 di tengah kinerja ekspor yang relatif
membaik. Sementara itu, melambatnya investasi disebabkan masih terbatasnya
perbaikan harga komoditas non-migas sehingga mendorong pelaku usaha untuk
menahan investasi. Disisi lain, sumber perlambatan sektoral berasal dari kontraksi
sektor pertambangan dan melambatnya sektor konstruksi dan perdagangan.
Kontraksi sektor pertambangan diperkirakan lebih dalam dibandingkan tahun 2018
seiring dengan natural declining dan belum adanya kepastian investasi besar-besaran
untuk pengembangan metode water and steam injection ditengah melemahnya
harga minyak dunia. Selain itu, melambatnya kinerja sektor kontruksi dipengaruhi
oleh pembangunan proyek 2019 yang tidak semasif 2018. Adapun perlambatan
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
14
sektor perdagangan terjadi seiring dengan perkiraan melambatnya permintaan
domestik terutama konsumsi rumah tangga dan investasi pada tahun 2019.
2. PDRB SISI PENGGUNAAN
Melambatnya pertumbuhan ekonomi Riau dari sisi penggunaan pada triwulan
laporan utamanya bersumber dari melambatnya pertumbuhan konsumsi
pemerintah, investasi, dan net ekspor. Menurunnya konsumsi pemerintah tersebut
disebabkan oleh keterbatasan anggaran sehingga banyak proyek yang tunda bayar
sehingga turut berdampak terhadap perkembangan investasi Riau. Selain itu,
melambatnya net ekspor dipengaruhi oleh kontraksi ekspor luar negeri akibat
turunnya harga minyak, karet, dan CPO. Perlambatan ekspor tersebut tidak terlepas
dari dampak melambatnya pertumbuhan ekonomi negara Tiongkok. Namun
demikian, pertumbuhan triwulan IV 2018 yang lebih rendah tertahan oleh
meningkatnya konsumsi rumah tangga. Peningkatan tersebut didorong oleh
kenaikan permintaan pada momentum libur sekolah sekaligus perayaan Natal dan
Tahun Baru.
Secara keseluruhan tahun 2018, melambatnya pertumbuhan ekonomi Riau
bersumber dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan net ekspor.
Melambatnya konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh melambatnya kinerja sektor
unggulan Riau. Sementara itu, melambatnya konsumsi pemerintah disebabkan oleh
turunnya realisasi belanja modal dan tidak adanya dana SILPA, serta belum
disalurkannya Dana Bagi Hasil (DBH) Riau tahun 2017 oleh Pemerintah Pusat.
Disamping itu, net ekspor mengalami kontraksi akibat menurunnya kinerja ekspor
luar negeri sebagai dampak turunnya permintaan negara mitra dagang ditengah
melambatnya harga komoditas utama. Di sisi lain, melambatnya pertumbuhan
ekonomi Riau tertahan oleh meningkatnya kinerja investasi sejalan dengan
percepatan pembangunan infrastruktur seperti Tol Pekanbaru Dumai, Jembatan
Siak IV, replikasi Jembatan Siak II, Flyover simpang SKA, Flyover simpang Arengka,
dan SPAM Dumai, Rokan Hilir, Bengkalis.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
15
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)
Ke depan, perekonomian Riau triwulan I 2019 diperkirakan berada pada kisaran
1,50-2,00% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan realisasi triwulan IV 2018.
Peningkatan utamanya diperkirakan bersumber dari kenaikan konsumsi pemerintah,
investasi, dan ekspor luar negeri. Konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat
seiring dengan akan dibayarkannya tunda salur DBH 2018 pada triwulan I 2019.
Dengan dibayarkannya DBH tersebut maka pemerintah daerah dapat menggunakan
dana tersebut untuk pembiayaan infrastruktur daerah sehingga mendorong
investasi. Disamping itu, meningkatnya perkiraan ekspor luar negeri sejalan dengan
penurunan tarif impor Crude Palm Oil (CPO) dan Refined Palm Oil (RPO) India dari
masing-masing sebesar 44% dan 54% menjadi 40% dan 50% di tengah perkiraan
masih terkontraksinya pertumbuhan harga dan volume ekspor komoditas CPO ke
Eropa dan AS menyusul berbagai hambatan tarif dan non-tarif yang masih terjadi.
Meskipun demikian, perkiraan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tertahan oleh
perlambatan konsumsi rumah tangga seiring dengan masih rendahnya aktivitas
sektor swasta yang mendorong kegiatan MICE, serta moderasi konsumsi pasca
momentum liburan Natal dan Tahun Baru 2019.
Secara keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan berada
pada kisaran 2,20-2,70% (yoy) dengan tendensi bias ke atas sehingga diperkirakan
lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2018. Laju pertumbuhan
tertinggi dari sisi penggunaan diperkirakan bersumber dari peningkatan konsumsi
LNPRT, konsumsi pemerintah, dan net ekspor di tengah perlambatan konsumsi
I II III IV I II III IV
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 4.55 2.72 4.15 3.06 3.31 3.31 1.67 1.00 1.51 1.07 1.20 1.20
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 4.56 7.53 11.21 11.96 6.31 9.25 0.02 0.04 0.06 0.06 0.03 0.05
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 0.67 6.95 3.69 8.74 (13.11) 0.44 0.03 0.24 0.13 0.32 -0.51 0.02
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 3.73 6.36 7.65 3.60 1.62 4.75 1.26 2.26 2.64 1.18 0.55 1.62
5. Ekspor Luar Negeri 5.06 0.39 (3.72) 3.99 (1.94) (0.29) 1.51 0.11 -1.00 1.19 -0.57 -0.08
6. Impor Luar Negeri 27.22 3.74 5.33 (6.70) (0.82) 0.14 1.40 0.19 0.27 -0.33 -0.05 0.01
7. Net Ekspor 0.72 (1.28) (5.66) 1.95 1.53 (0.77) 0.17 (0.29) (1.37) 0.52 0.38 (0.19)
PDRB 2.68 2.84 2.34 2.94 1.28 2.34 2.68 2.84 2.34 2.94 1.28 2.34
2017 2018
2018
Kontribusi Pertumbuhan (% yoy)
Komponen Penggunaan
Growth (% yoy)
2018 2018 2017
Sumber : BPS
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
16
rumah tangga dan investasi. Secara umum, meningkatnya konsumsi LNPRT sejalan
dengan adanya momentum Pemilu 2019 yang akan diselenggarakan pada bulan
April 2019. Sementara itu, peningkatan konsumsi pemerintah didorong oleh
penambahan rencana pendapatan APBD tahun 2019 menyusul telah terjadinya
kesepakatan antara Banggar DPRD Provinsi Riau dengan Kementerian Keuangan
untuk menaikkan DBH PPN dan Cukai, DBH Migas, dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Pendapatan tersebut belum termasuk potensi pelunasan tunda bayar DBH 2017 dari
pemerintah pusat. Adanya peningkatan net ekspor bersumber dari ekspor luar negeri
seiring dengan turunnya tarif impor CPO dan RPO India dan perkiraan membaiknya
harga. Namun peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh melambatnya konsumsi
rumah tangga dan investasi. Melambatnya konsumsi rumah tangga diperkirakan
dipengaruhi oleh menurunnya pendapatan dari sektor pertambangan dan konstruksi
keseluruhan tahun 2019 di tengah kinerja ekspor yang relatif membaik. Sementara
itu, melambatnya investasi disebabkan masih terbatasnya perbaikan harga
komoditas non-migas sehingga mendorong pelaku usaha untuk menahan investasi.
2.1. Konsumsi
Konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar 3,31%
(yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar 3,06% (yoy).
Peningkatan tersebut didorong oleh kenaikan permintaan pada momentum libur
sekolah sekaligus perayaan Natal dan Tahun Baru. Kondisi tersebut tercermin dari
hasil Survei Konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan kenaikan Indeks
Keyakinan Konsumen dari 90,33 pada triwulan III 2018 menjadi 90,42 pada triwulan
IV 2018. Angka indeks yang berada dibawah 100 menunjukkan bahwa tingkat
keyakinan konsumen berada dalam level pesimis sebagaimana yang ditunjukkan
grafik dibawah ini:
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
17
Grafik 1.2. Perkembangan Kondisi
Konsumen Riau
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik 1.3. Perkembangan Indeks Survei
Ekspektasi Konsumen Riau
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga terindikasi dari
perkembangan kredit durable goods dan kredit kendaraan bermotor. Kredit durable
goods (Grafik 1.4) pada triwulan IV 2018 tercatat tumbuh lebih tinggi dari 4,24%
(yoy) triwulan III 2018 menjadi 7,41% (yoy) pada triwulan laporan. Demikian juga
dengan kredit kendaraan bermotor (Grafik 1.5) yang pada triwulan IV 2018 tumbuh
3,52% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang kontraksi 4,60%
(yoy).
Pertumbuhan konsumsi LNPRT pada triwulan laporan tercatat tumbuh 6,31% (yoy),
melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III 2018 yang mencapai
11,96% (yoy). Melambatnya pertumbuhan konsumsi LNPRT ini sejalan dengan
melambatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah. Pada triwulan IV 2018, konsumsi
pemerintah mengalami kontraksi sebesar 13,11% (yoy), menurun dari triwulan lalu
yang tumbuh 8,74% (yoy). Kontraksi tersebut disebabkan oleh turunnya realisasi
belanja modal pemerintah yang tercermin dari banyaknya tunda bayar proyek 2018
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Feb
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Indeks Kegiatan Usaha Indeks Penghasilan Konsumen
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Garis 100
70
80
90
100
110
120
130
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Feb
2014 2015 2016 2017 2018 2019
IKKIKEIEKGaris 100
Grafik 1.4. Kredit Durable Goods
Sumber: LBU Bank Indonesia
Grafik 1.5. Kredit Kendaraan Bermotor
Sumber: LBU Bank Indonesia
-100
-50
0
50
100
150
200
250
300
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
% y
oy
Rp
Mil
iar
Kredit Durable Goods Growth (% yoy)
-40
-20
0
20
40
60
80
100
-
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
% y
oy
Rp
Mil
iar
Kredit Kendaraan Bermotor Growth (% yoy)
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
18
karena tidak adanya dana. Penurunan realisasi belanja modal tersebut merupakan
dampak dari ketiadaan dana SILPA dan masih belum disalurkan DBH tahun 2017
yang seharusnya disampaikan tahun 2018.
Tabel 1.2. Realisasi APBD Pemerintah Daerah Provinsi Riau
Sumber : BPKAD Provinsi Riau
Ke depan, konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2019 diperkirakan tumbuh
melambat seiring dengan masih rendahnya aktivitas sektor swasta sehingga
menyebabkan kegiatan MICE masih terbatas dan konsumsi masyarakat yang relatif
moderat pasca liburan dan HKBN akhir tahun 2018. Sementara itu, konsumsi LNPRT
yang pada triwulan I 2019 diperkirakan tumbuh meningkat karena semakin pesatnya
aktifitas politik menjelang Pemilihan Presiden dan Pemilihan Anggota Legislatif yang
akan diselenggarakan April tahun 2019. Adapun sumber peningkatan di triwulan
berjalan juga disumbang oleh kenaikan konsumsi pemerintah seiring dengan akan
dibayarkannya tunda salur DBH Tahun 2018 pada tahun 2019.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara keseluruhan tahun 2019 diperkirakan
tidak setinggi tahun 2018 akibat menurunnya pendapatan sektor pertambangan dan
konstruksi. Sebaliknya konsumsi LNPRT dan pemerintah diperkirakan tumbuh lebih
tinggi. Meningkatnya konsumsi LNPRT seiring dengan momentum Pemilu 2019 yang
akan diselenggarakan April mendatang. Sedangkan meningkatnya konsumsi
pemerintah sejalan dengan ditambahkannya rencana pendapatan APBD pada tahun
2019 menyusul telah terjadinya kesepakatan antara Banggar DPRD Provinsi Riau
dengan Kemenkeu untuk menaikkan DBH PPN dan Cukai, DBH Migas, dan DAK
sehingga mendorong kenaikan APBD sekitar Rp1 Triliun dibandingkan rencana awal.
Hal tersebut belum termasuk potensi pelunasan tunda bayar DBH 2017 dari
pemerintah pusat.
Jumlah
Anggaran
(triliun)
Realisasi
(triliun) % Realisasi
Jumlah
Anggaran
(triliun)
Realisasi
(triliun) % Realisasi
Pendapatan Daerah 9,236.88 5,788.54 62.67 9,236.88 8,478.99 91.79
Belanja Daerah 10,326.45 4,691.11 45.43 10,326.45 8,469.51 82.02
Pembiayaan Daerah 1,089.57 58.77 5.39 1,089.57 58.83 5.40
Surplus/(Defisit) (1,089.57) 1,097.43 100.72 (1,089.57) 9.48 0.87
Tw IV 2018Tw III 2018
Uraian
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
19
2.2. Investasi (PMTB)
Investasi Provinsi Riau tercatat tumbuh melambat dari 3,60% (yoy) pada triwulan III
2018 menjadi 1,62% (yoy) pada triwulan IV 2018. Perlambatan tersebut sejalan
dengan kontraksi impor barang modal yang lebih dalam yaitu dari 51,61% (yoy)
pada triwulan III 2018 menjadi kontraksi 60,80% (yoy) pada triwulan laporan.
Perlambatan tersebut utamanya disebabkan oleh keterbatasan anggaran yang
mengakibatkan banyaknya proyek yang tunda bayar sehingga turut berdampak
terhadap perkembangan investasi Riau. Namun demikian, secara keseluruhan tahun
2018 investasi tumbuh 4,75% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun 2017 yang
sebesar 3,73% (yoy). Peningkatan tersebut didorong oleh percepatan pembangunan
infrastruktur seperti Jembatan Siak IV, replikasi jembatan Siak II, dan 2 (dua) flyover
di dalam Kota Pekanbaru sehingga turut mendorong kinerja investasi. Kondisi
dimaksud juga terindikasi dari kredit investasi dan kredit konstruksi Riau
sebagaimana grafik dibawah ini:
Meningkatnya pertumbuhan investasi tahun 2018 jika dibandingkan tahun 2017
sejalan dengan membaiknya kontraksi pertumbuhan investasi Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) di Provinsi Riau. Pada
triwulan IV 2018, realisasi PMDN dan PMA masing-masing tercatat kontraksi 32,20%
dan 59,67% (yoy), membaik dibandingkan kontraksi triwulan sebelumnya yang
masing-masing sebesar 91,43% (yoy) dan 63,39% (yoy). Meningkatnya realisasi nilai
investasi PMDN bersumber dari sektor primer dan sekunder. Adapun subsektor
utama yang mendorong peningkatan nilai investasi PMDN utamanya adalah
subsektor tanaman pangan dan perkebunan sebagai bagian dari sektor primer, serta
subsektor industri makanan, kimia dasar, dan karet sebagai bagian dari sektor
Grafik 1.6. Kredit Investasi Riau Grafik 1.7. Kredit Konstruksi Riau
Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber: LBU Bank Indonesia
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
13,500
14,000
14,500
15,000
15,500
16,000
16,500
17,000
17,500
18,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
% y
oy
Rp
Mil
iar
Kredit Investasi Growth (% yoy)
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
% y
oy
Rp
Mil
iar
Kredit Konstruksi Growth (% yoy)
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
20
sekunder. Sementara itu, peningkatan dari sisi nilai investasi PMA (Grafik 1.9)
bersumber dari sektor primer terutama subsektor tanaman pangan dan perkebunan.
\
Ke depan, pertumbuhan investasi Riau pada triwulan I 2019 diperkirakan meningkat
sejalan dengan carry over penyelesaian proyek strategis Pemerintah Provinsi Riau
sampai dengan Februari 2019 seperti Jembatan Siak IV, replikasi Jembatan Siak II,
dan 2 (dua) flyover di dalam Kota Pekanbaru serta adanya potensi kenaikan
pendapatan yang dapat digunakan pemerintah daerah untuk pembiayaan
infrastruktur. Namun demikian, investasi keseluruhan tahun 2019 diperkirakan
melambat dibandingkan tahun 2018 akibat masih terbatasnya pemulihan harga
komoditas global sehingga menyebabkan pelaku usaha cenderung menahan
investasi. Selain itu, lebih masifnya rencana pembangunan infrastruktur tahun 2018
dibandingkan tahun 2019 juga menjadi faktor penahan pertumbuhan investasi yang
lebih tinggi.
2.3 Ekspor dan Impor
2.3.1. Ekspor
Ekspor barang dan jasa di Provinsi Riau pada triwulan IV 2018 tercatat tumbuh
sebesar 4,42% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh 2,49%
(yoy). Meningkatnya pertumbuhan ekspor barang dan jasa tersebut utamanya
bersumber dari peningkatan ekspor antar daerah. Namun relatif kecilnya pangsa
ekspor antar daerah terhadap pertumbuhan ekonomi Riau menyebabkan net ekspor
pada triwulan IV 2018 melambat. Perlambatan tersebut utamanya disebabkan oleh
Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi
PMDN di Provinsi Riau
Grafik 1.9. Perkembangan Nilai Realisasi
PMA di Provinsi Riau
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
-200
-100
0
100
200
300
400
500
600
-
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
4,000,000
4,500,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
% yoyRp JutaRealisasi PMDN growth PMDN
-150
-100
-50
0
50
100
150
200
250
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
% yoyUSD RibuRealisasi PMA growth PMA
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
21
kontraksi ekspor luar negeri. Pada triwulan laporan, ekspor luar negeri mengalami
kontraksi sebesar 1,94% (yoy), menurun dibandingkan triwulan III 2018 yang
tumbuh 3,99% (yoy). Menurunnya pertumbuhan ekspor tersebut utamanya
bersumber dari komoditas pulp dan karet di tengah terbatasnya perbaikan harga
komoditas global. Kondisi tersebut terkonfirmasi dari hasil liaison Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Riau. Kinerja ekspor responden subsektor industri
pengolahan karet menunjukkan penurunan yang disebabkan oleh menurunnya
harga karet dunia akibat berlimpahnya suplai dari negara Asia lainnya seperti
Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Myanmar. Menurunnya harga tersebut
menyebabkan petani karet tidak menderes tanaman karetnya sehingga suplai bahan
baku karet menjadi menurun. Selain itu, masuknya musim trek dan musim hujan
menyebabkan bahan baku karet menjadi semakin berkurang.
Grafik 1.10. Perkembangan Volume
Ekspor Batubara Riau
Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah
Grafik 1.11. Perkembangan Volume
Ekspor CPO Riau
Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah
Grafik 1.12. Perkembangan Volume
Ekspor Pulp Riau
Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah
Grafik 1.13. Perkembangan Volume
Ekspor Karet Riau
Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah
Menurunnya kinerja ekspor luar negeri yang lebih dalam tertahan oleh meningkatnya
kinerja subsektor industri pengolahan kelapa sawit. Volume ekspor CPO Provinsi Riau
pada triwulan IV 2018 tercatat tumbuh 2,38% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan III 2018 yang sebesar 1,85% (yoy). Peningkatan tersebut didorong oleh
-120
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
0
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
%y
oy
rib
u t
on
Volume growth
-40
-20
0
20
40
60
80
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
%yo
y
rib
u t
on
Volume growth
-40
-30
-20
-10
0
10
20
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
%y
oy
rib
u t
on
Volume growth
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
%y
oy
rib
u t
on
Volume growth
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
22
menurunnya tarif impor Crude Palm Oil (CPO) dan Refined Palm Oil (RPO) India dari
masing-masing sebesar 44% dan 54% menjadi 40% dan 50% menyusul
dinaikkannya tarif impor beberapa minyak substitusi kelapa sawit sejak 14 Juni 2018
seperti Crude Sunflower dan Rapeseed Oil dari 25% menjadi 35%, Crude Soybean
Oil dari 30% menjadi 35%, serta Refined Sunflower, Rapeseed, dan Soybean Oil,
masing-masing dari 35% menjadi 45%.
Grafik 1.14 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Negara Tujuan
Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah
Apabila dilihat dari jenis ekspor non migas, minyak dan lemak nabati menjadi satu-
satunya komponen yang tumbuh meningkat dari 3,49% (yoy) pada triwulan III 2018
menjadi 3,61% (yoy) pada triwulan IV 2018. Sementara itu, komponen barang
mentah dan hasil olahan manufaktur pada triwulan IV 2018 masih tercatat kontraksi
masing-masing sebesar 13,89% dan 57,75% (yoy), namun membaik jika
dibandingkan triwulan sebelumnya yang masing-masing kontraksi 22,45% dan
71,56% (yoy). Di sisi lain, komponen tembakau dan minuman, bahan kimia, dan
barang manufaktur mengalami perlambatan, serta komponen makanan dan hewan
bernyawa mengalami kontraksi sehingga menekan pertumbuhan ekspor non migas
yang lebih tinggi sebagaimana yang ditunjukkan Tabel 1.3.
965 780 869 942 681 891 971 1,188
773 797 849 1,154 1,093
625 984
1,240 848 840
1,106 1,041
598 538
651 990
510
798 644 720
524 677 822
863 926
1,073
1,117 956
797 535
1,147 1,010
691 651
548
518
580
637 606
787
622 550
576
719 604
590
596 726
728 688
751 840 573
432 589
759
592
570 587
756
501 545
584
764 730
756
609 762
699 773
720 649
1,617
1,717
1,892
1,988
1,985
2,228
1,890
1,928
1,763 1,741
1,837
2,226 2,113
1,789
2,294
2,242
2,311 2,350
2,408
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
rib
u t
on
Cina India ASEAN MEE Lainnya
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
23
Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (dalam ribu ton)
Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah
Berdasarkan kondisi CPO dunia, meningkatnya ekspor CPO Riau pada triwulan IV
2018 sejalan dengan meningkatnya produksi, ekspor, dan konsumsi domestik jika
dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun 2017. Pertumbuhan
produksi CPO dunia (Grafik 1.15) pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar 217.822
ribu MT, meningkat 7,58% (yoy) dibandingkan total produksi triwulan IV 2017 yang
sebesar 200.469 ribu MT. Sementara itu, ekspor CPO dunia (Grafik 1.16) pada
triwulan IV 2018 mencapai 145.960 ribu MT, atau meningkat dari 0,18% (yoy) dari
total ekspor triwulan IV 2017 yang sebesar 145.704 ribu MT. Demikain juga dengan
konsumsi domestik CPO dunia (Grafik 1.17) yang meningkat 9,47% (yoy) atau dari
189.224 ribu MT pada triwulan IV 2017 menjadi 207.145 ribu MT pada triwulan IV
2018. Adapun penurunan terjadi pada ending stocks CPO dunia (Grafik 1.18) sekitar
0,25% (yoy) atau dari 31.168 ribu MT pada triwulan IV 2017 menjadi 31.091 ribu
MT pada triwulan laporan. Menurunnya stok dunia tersebut turut menjadi faktor
pendorong harga CPO di akhir tahun 2018.
III IV III-18 IV-18 2018 III-18 IV-18 2018
1 Makanan dan Hewan Bernyawa 569.69 489.25 1,998.65 9.16 8.23 8.78 26.76 (12.94) 5.18
2 Tembakau dan Minuman 7.25 7.18 29.65 0.12 0.12 0.13 42.45 8.32 18.37
3 Barang Mentah 796.00 754.89 3,036.57 12.81 12.69 13.34 (14.25) (22.45) (13.89)
4 Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 12.25 - 26.68 0.20 - 0.12
5 Minyak dan Lemak Nabati 3,778.29 3,870.88 14,124.12 60.78 65.08 62.04 3.49 3.61 0.56
6 Bahan Kimia 483.07 235.69 1,336.16 7.77 3.96 5.87 384.60 83.39 228.15
7 Barang Manufaktur 569.35 589.74 2,213.09 9.16 9.92 9.72 9.94 6.47 5.43
8 Mesin dan Peralatan 0.00 0.02 0.61 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
9 Hasil Olahan Manufaktur 0.05 0.08 0.33 0.00 0.00 0.00 (49.72) (71.56) (57.75)
10 Koin, bukan mata uang - - - - - - - - -
Total 6,215.94 5,947.73 22,765.87 100.00 100.00 100.00 9.98 (0.22) 3.45
2018 yoy (%)2018No Jenis
Pangsa (%)
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
24
Grafik 1.15 Produksi CPO Dunia Grafik 1.16 Ekspor CPO Dunia
Sumber : US Dept of Agriculture Sumber : US Dept of Agriculture
Grafik 1.17 Konsumsi CPO Dunia Grafik 1.18 Stok CPO Dunia
Sumber : US Dept of Agriculture Sumber : US Dept of Agriculture
Kedepan, kinerja ekspor barang dan jasa pada triwulan I 2019 diperkirakan
melambat. Perlambatan tersebut utamanya bersumber dari ekspor antar daerah.
Sedangkan ekspor luar negeri tercatat meningkat. Meningkatnya perkiraan ekspor
luar negeri tersebut seiring dengan penurunan tarif impor CPO dan RPO India di
tengah perkiraan masih terkontraksinya pertumbuhan harga CPO dan masih
terbatasnya ekspor CPO ke Eropa dan AS menyusul berbagai hambatan tarif dan
non-tarif yang masih terjadi. Secara keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekspor
barang dan jasa diperkirakan lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun 2018. Ekspor
luar negeri menjadi faktor pendorong utama peningkatan kinerja ekspor barang dan
jasa ke depan. Meningkatnya ekspor luar negeri pada keseluruhan tahun 2019
sejalan dengan penurunan tarif impor CPO dan RPO India dari 44% dan 54%
menjadi 40% dan 50% dan perkiraan membaiknya pertumbuhan harga CPO
dibandingkan tahun 2018. Sebagai informasi, pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi
dibandingkan impor diperkirakan mendorong net ekspor yang tumbuh membaik.
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
Jan
-16
Feb
-16
Mar
-20
16
Ap
ril-
20
16
May
20
16
Jun
-201
6
Jul-
20
16
Au
g-2
01
6
Sep
-20
16
Okt
-20
16
No
v-2
01
6
De
c-1
6
Jan
-17
Feb
-17
Mar
-17
Ap
r-17
May
-17
Jun
-17
Jul-
17
Au
g-1
7
Sep
-17
Oct
-17
No
v-1
7
De
c-1
7
Jan
-18
Feb
-18
Mar
-18
Ap
r-18
May
-18
Jun
-18
Jul-
18
Au
g-1
8
Sep
-18
Oct
-18
No
v-1
8
De
c-1
8
Jan
-19
Feb
-19
Other Nigeria Colombia Thailand Malaysia Indonesia
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
50,000
Jan
-16
Fe
b-1
6M
ar-
20
16
Ap
ril-
20
16
Ma
y 2
01
6
Jun
-20
16
Jul-
20
16
Au
g-2
01
6
Se
p-2
01
6O
kt-
20
16
No
v-2
01
6D
ec-1
6Ja
n-1
7F
eb
-17
Ma
r-1
7A
pr-
17
Ma
y-1
7Ju
n-1
7Ju
l-1
7
Au
g-1
7S
ep
-17
Oct-
17
No
v-1
7D
ec-1
7Ja
n-1
8F
eb
-18
Ma
r-1
8A
pr-
18
Ma
y-1
8Ju
n-1
8Ju
l-1
8A
ug
-18
Se
p-1
8
Oct-
18
No
v-1
8D
ec-1
8
Jan
-19
Fe
b-1
9
Other Benin Thailand Papua New Guinea Malaysia Indonesia
(5,000)
5,000
15,000
25,000
35,000
45,000
55,000
65,000
Jan
-16
Feb
-16
Ma
r-2
01
6
Ap
ril-
20
16
Ma
y 2
016
Jun
-201
6
Jul-
20
16
Au
g-2
01
6
Sep
-20
16
Okt
-20
16
No
v-2
01
6
De
c-1
6
Jan
-17
Feb
-17
Ma
r-1
7
Ap
r-17
Ma
y-1
7
Jun
-17
Jul-
17
Au
g-1
7
Sep
-17
Oct
-17
No
v-1
7
De
c-1
7
Jan
-18
Feb
-18
Mar
-18
Ap
r-18
Ma
y-1
8
Jun
-18
Jul-
18
Au
g-1
8
Sep
-18
Oct
-18
No
v-1
8
De
c-1
8
Jan
-19
Feb
-19
Other Singapore Russia Iran Colombia Egypt
Bangladesh United States Nigeria Thailand Pakistan Malaysia
Europa Union China India Indonesia
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
Jan
-16
Fe
b-1
6M
ar-
20
16
Ap
ril-
20
16
Ma
y 2
01
6Ju
n-2
01
6Ju
l-2
01
6A
ug
-20
16
Se
p-2
01
6O
kt-
20
16
No
v-2
01
6D
ec-1
6Ja
n-1
7F
eb
-17
Ma
r-1
7A
pr-
17
Ma
y-1
7Ju
n-1
7Ju
l-1
7A
ug
-17
Se
p-1
7O
ct-
17
No
v-1
7D
ec-1
7Ja
n-1
8F
eb
-18
Ma
r-1
8A
pr-
18
Ma
y-1
8Ju
n-1
8Ju
l-1
8A
ug
-18
Se
p-1
8O
ct-
18
No
v-1
8D
ec-1
8Ja
n-1
9F
eb
-19
Other China Europa Union India Indonesia Malaysia
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
25
2.3.2. Impor
Impor barang dan jasa Provinsi Riau pada triwulan IV 2018 tumbuh sebesar 10,55%
(yoy), meningkat dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar 3,64% (yoy).
Meningkatnya pertumbuhan impor tersebut utamanya bersumber dari impor antar
daerah yang meningkat dari 11,00% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 18,70%
(yoy) pada triwulan IV 2018. Selain itu, kontraksi impor luar negeri juga tercatat
membaik dari 6,70% (yoy) pada triwulan lalu menjadi kontraksi 0,82% (yoy) pada
triwulan IV 2018 sehingga turut mendorong kenaikan impor. Adapun meningkatnya
impor tersebut seiring dengan meningkatnya permintaan domestik Riau utamanya
konsumsi rumah tangga. Kondisi tersebut tercermin dari impor barang konsumsi
(Grafik 1.22) yang tercatat tumbuh 41,03% (yoy) pada triwulan IV 2018, lebih tinggi
jika dibandingkan triwulan lalu yang kontraksi 21,06% (yoy). Sementara itu, impor
barang intermedier juga tercatat meningkat dari 2,80% (yoy) pada triwulan III 2018
menjadi 21,97% (yoy) pada triwulan laporan. Secara total impor non migas tercatat
meningkat dari 2,19% (yoy) di triwulan III 2018 menjadi 20,91% (yoy) pada triwulan
IV 2018.
Grafik 1.19. Impor Non Migas Grafik 1.20. Impor Barang Modal
Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah
Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah
-100
0
100
200
300
400
500
600
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
% yoyRibu Ton Impor Non Migas growth
(200)
(100)
-
100
200
300
400
500
600
700
800
-
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
% yoyRibu Ton Barang Modal growth
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
26
Grafik 1.21. Impor Barang Intermedier Grafik 1.22. Impor Barang Konsumsi
Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah
Sumber : Dirjen Bea Cukai, diolah
Ke depan, impor barang dan jasa pada triwulan I 2019 diperkirakan tumbuh
melambat jika dibandingkan triwulan IV 2018. Perlambatan utamanya bersumber
dari melambatnya impor antar daerah. Sementara itu, impor luar negeri diperkirakan
tumbuh sebesar 4,81% (yoy) pada triwulan IV 2018, meningkat dibandingkan
triwulan lalu yang kontraksi sebesar 0,82% (yoy). Peningkatan tersebut sejalan
dengan meningkatnya ekspor CPO sehingga mendorong impor bahan kimia sebagai
katalis produksi palm oil. Secara keseluruhan tahun 2019, impor barang dan jasa
diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2018. Meningkatnya perkiraan impor
dimaksud utamanya bersumber dari kenaikan impor luar negeri seiring dengan
meningkatnya ekspor CPO.
Grafik 1.23 Nilai Tukar Rupiah terhadap USD
(200)
(100)
-
100
200
300
400
500
600
700
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
% yoyRibu Ton Barang Intermedier growth
(200)
(100)
-
100
200
300
400
500
600
-
5
10
15
20
25
30
35
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
% yoyRibu Ton Barang Konsumsi growth
-10
-5
0
5
10
15
11,500
12,000
12,500
13,000
13,500
14,000
14,500
15,000
15,500
Jan
Feb
Mar
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
De
c
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Au
g
Sep
Ok
t
No
v
De
c
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Juli
Au
g
Sep
Ok
t
No
v
De
c
2016 2017 2018
% y
oy
Ku
rs T
en
gah
Rp Thd USD Growth (% yoy)
Sumber : Bank Indonesia
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
27
3. PDRB SEKTORAL
Melambatnya pertumbuhan ekonomi Riau dari sisi sektoral pada triwulan IV 2018
bersumber dari sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan.
Melambatnya kinerja sektor pertanian dan industri pengolahan disebabkan oleh
menurunnya produksi pertanian, menurunnya permintaan negara mitra dagang, dan
melambatnya harga komoditas dunia. Sementara itu, melambatnya pertumbuhan
sektor perdagangan utamanya disebabkan oleh moderasi permintaan. Di sisi lain,
sektor pertambangan masih menunjukkan kontraksi meskipun lebih baik
dibandingkan triwulan sebelumnya. Adapun kontraksi yang masih terus berlanjut
tersebut dilatarbelakangi oleh natural declining dan kembali menurunnya harga
minyak dunia. Meskipun demikian, angka pertumbuhan yang lebih rendah tertahan
oleh meningkatnya pertumbuhan sektor konstruksi sejalan dengan target
penyelesaian Jembatan Siak IV, replikasi Jembatan Siak II, Flyover simpang SKA,
Flyover simpang Arengka pada akhir tahun 2018.
Selain itu, melambatnya pertumbuhan ekonomi Riau secara keseluruhan tahun 2018
bersumber dari melambatnya sektor pertanian, industri pengolahan, dan konstruksi.
Melambatnya sektor pertanian disebabkan oleh turunnya produksi akibat larangan
untuk melakukan ekspansi dan penanaman kembali di area lahan gambut. Turunnya
produksi pertanian tersebut berdampak terhadap melambatnya kinerja sektor
industri pengolahan akibat turunnya bahan baku pertanian, serta turunnya ekspor
ke negara mitra dagang sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi negara
tersebut di tengah menurunnya harga komoditas utama. Selain itu, melambatnya
sektor konstruksi dipengaruhi oleh turunnya belanja modal sehingga menyebabkan
tertundanya pembayaran sejumlah proyek 2018. Adapun perlambatan
perekonomian Riau yang lebih dalam tertahan oleh perbaikan kontraksi sektor
pertambangan dan meningkatnya pertumbuhan sektor perdagangan. Membaiknya
kontraksi sektor pertambangan disebabkan oleh meningkatnya harga. Disamping
itu, meningkatnya sektor perdagangan didorong oleh percepatan realisasi belanja
pemerintah dan meningkatnya aktivitas partai politik dalam rangka persiapan pemilu
2019.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
28
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Kinerja perekonomian Riau pada triwulan I 2019 diperkirakan berada pada kisaran
1,50-2,00% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan realisasi triwulan IV 2018.
Peningkatan tersebut utamanya bersumber dari sektor pertanian, industri
pengolahan, dan konstruksi. Meningkatnya perkiraan kinerja sektor pertanian sejalan
dengan berlalunya puncak musim hujan pada awal tahun 2019, serta semakin
banyaknya intensifikasi yang dilakukan perusahaan kelapa sawit melalui mekanisasi
proses panen dan pengangkutan TBS. Adapun peningkatan sektor industri
pengolahan didorong oleh penurunan tarif impor CPO dan RPO India. Sementara itu,
sektor konstruksi juga diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan realisasi
triwulan IV 2018 seiring dengan potensi kenaikan dana pembiayaan infrastruktur
pemerintah daerah pasca disalurkannya DBH 2018. Namun demikian, pertumbuhan
ekonomi Riau yang lebih tinggi tertahan oleh kontraksi sektor pertambangan dan
melambatnya kinerja perdagangan. Secara garis besar, kontraksi sektor
pertambangan disebabkan oleh menurunnya harga minyak dunia dan natural
declining yang masih terus terjadi. Sementara itu, melambatnya sektor perdagangan
I II III IV I II III IV
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.28 6.42 3.21 5.88 2.14 4.37 1.24 1.52 0.72 1.29 0.47 0.98
2 Pertambangan dan Penggalian -6.36 -4.95 -5.69 -6.15 -5.14 -5.48 -1.65 -1.33 -1.61 -1.76 -1.41 -1.52
3 Industri Pengolahan 5.52 2.99 3.84 5.30 2.04 3.53 1.40 0.74 0.92 1.30 0.51 0.87
4 Pengadaan Listrik, Gas 1.37 1.80 5.41 5.87 1.79 3.69 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 Pengadaan Air 4.75 -1.49 -1.35 0.62 1.27 -0.23 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
4 Konstruksi 5.92 7.41 7.21 3.65 3.97 5.46 0.52 0.64 0.63 0.32 0.37 0.48
5 Perdagangan Besar, Eceran, Rep. Mobil Motor 6.37 6.87 7.34 5.83 5.87 6.47 0.62 0.66 0.74 0.56 0.58 0.63
8 Transportasi dan Pergudangan 4.33 3.47 4.26 2.81 2.58 3.27 0.04 0.03 0.04 0.02 0.02 0.03
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4.40 4.55 4.26 5.30 4.56 4.67 0.02 0.02 0.02 0.03 0.03 0.03
10 Informasi dan Komunikasi 5.43 5.69 5.02 5.54 6.89 5.79 0.04 0.04 0.03 0.04 0.05 0.04
11 Jasa Keuangan -2.24 0.38 5.54 7.91 4.79 4.64 -0.02 0.00 0.05 0.07 0.04 0.04
12 Real Estate 3.32 3.07 4.82 3.65 4.19 3.94 0.03 0.03 0.04 0.03 0.04 0.03
13 Jasa Perusahaan 7.92 9.59 8.00 7.91 7.41 8.19 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
14 Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jam. Sos. 0.97 1.10 3.43 0.38 -0.89 0.98 0.01 0.02 0.05 0.01 -0.01 0.01
15 Jasa Pendidikan 3.75 4.65 5.41 4.91 4.38 4.83 0.02 0.02 0.03 0.03 0.02 0.02
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5.82 5.54 5.14 4.73 6.82 5.57 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
17 Jasa lainnya 7.90 9.43 8.56 7.59 9.15 8.67 0.04 0.05 0.04 0.04 0.05 0.04
2.68 2.84 2.34 2.94 1.28 2.34 2.68 2.84 2.34 2.94 1.28 2.34
2018 2018
Kontribusi Pertumbuhan (% yoy)
2017
Komponen Sektoral
PDRB
2017
Growth (% yoy)
2018 2018
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
29
juga dipengaruhi oleh masih rendahnya aktifitas MICE dan moderasi konsumsi
masyarakat.
Secara keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan berada
pada kisaran 2,20-2,70% (yoy) dengan tendensi bias ke atas sehingga diperkirakan
lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2018. Laju pertumbuhan
tertinggi dari sisi sektoral bersumber dari sektor pertanian dan industri pengolahan.
Meningkatnya kinerja sektor pertanian didorong oleh semakin banyaknya tanaman
replanting yang memasuki usia panen dan semakin meningkatnya upaya intensifikasi
melalui mekanisasi yang dilakukan oleh perusahaan kelapa sawit. Kondisi tersebut
tentunya mendukung perkembangan industri pengolahan secara keseluruhan tahun
2019 seiring dengan semakin prospektifnya ekspor CPO ke India dan Tiongkok.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi Riau yang lebih tinggi tertahan oleh kontraksi
sektor pertambangan dan melambatnya sektor konstruksi dan perdagangan.
Kontraksi sektor pertambangan diperkirakan lebih dalam dibandingkan tahun 2018
seiring dengan natural declining dan belum adanya kepastian investasi besar-besaran
untuk pengembangan metode water and steam injection ditengah melemahnya
harga minyak dunia. Selain itu, melambatnya kinerja sektor kontruksi dipengaruhi
oleh pembangunan proyek 2019 yang tidak semasif 2018. Adapun perlambatan
sektor perdagangan terjadi seiring dengan perkiraan melambatnya permintaan
domestik terutama konsumsi rumah tangga dan investasi pada tahun 2019.
3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau pada triwulan IV 2018
tercatat tumbuh sebesar 2,14% (yoy), melambat jika dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan III 2018 yang sebesar 5,88% (yoy). Perlambatan tersebut
disebabkan tidak diperbolehkannya perusahaan untuk melakukan ekspansi dan
penanaman kembali di lahan perkebunan yang berada di area fungsi lindung
ekosistem gambut sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri (Permen)
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P.17/2017 tentang Perubahan Atas
Permen LHK No. P.12/2015 tentang Pengembangan Hutan Tanaman Industri.
Permen tersebut mengatur tentang tanaman yang sudah ada dapat dipanen satu
daur dan tidak dapat ditanami kembali. Selain itu, perbaikan harga komoditas global
yang masih terbatas turut menjadi faktor yang menyebabkan melambatnya kinerja
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
30
sektor ini. Melambatnya pertumbuhan sektor pertanian juga terindikasi dari hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SDKU) Bank Indonesia dan perkembangan kredit
perkebunan karet (Grafik 1.25).
Grafik 1.24. SBT Perkembangan Kegiatan
Usaha Sektor Pertanian
Sumber: LBU Bank Indonesia
Grafik 1.25. Kredit Perkebunan Karet
Sumber: LBU Bank Indonesia
Perkembangan indikator terkini mengindikasikan bahwa pada triwulan I 2019 kinerja
sektor pertanian relatif meningkat jika dibandingkan triwulan IV 2018. Peningkatan
tersebut sejalan dengan berlalunya puncak musim hujan pada awal tahun 2019,
serta semakin banyaknya intensifikasi yang dilakukan perusahaan kelapa sawit
melalui mekanisasi proses panen dan pengangkutan TBS. Secara keseluruhan tahun
2019, sektor pertanian diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan realisasi
tahun 2018. Peningkatan tersebut didorong oleh semakin banyaknya tanaman
replanting yang memasuki usia panen dan semakin meningkatnya upaya intensifikasi
melalui mekanisasi yang dilakukan oleh perusahaan kelapa sawit. Selain itu,
perkiraan membaiknya harga komoditas global turut menjadi faktor pendorong
kinerja sektor pertanian ke depan.
3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Kinerja sektor pertambangan dan penggalian Riau pada triwulan IV 2018 tercatat
mengalami kontraksi sebesar 5,14% (yoy) membaik jika dibandingkan kontraksi
triwulan III 2018 yang sebesar 6,15% (yoy). Perbaikan kontraksi tersebut didorong
oleh meningkatnya harga minyak dunia. Namun dari sisi lifting masih tercatat lebih
rendah yaitu dari rata-rata 240 bbl/hari pada triwulan IV 2017, turun 12,71% (yoy)
pada triwulan IV 2018 dengan jumlah lifting menjadi 210 bbl/hari. Berdasarkan
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017 2018
SBT
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
% y
oy
Rp
Mil
iar
Kredit Perkebunan Karet Growth (% yoy)
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
31
informasi dari contact liaison, kondisi tersebut tidak terlepas dari natural declining
yang merupakan penurunan produksi secara alamiah.
Grafik 1.26. Perkembangan Volume
Lifting Minyak Riau
Sumber: SKK Migas, diolah
Grafik 1.27. Perkembangan Kegiatan
Usaha Sektor Pertambangan
Sumber: SKDU Bank Indonesia
Ke depan, kinerja lifting minyak bumi di Riau pada triwulan I 2019 diperkirakan
terkontraksi lebih dalam dibandingkan realisasi triwulan IV 2018. Kondisi ini tersebut
sejalan dengan perkiraan kontak liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Riau yang menyatakan bahwa kinerja penjualan hingga satu tahun ke depan
cenderung menurun. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya produktivitas sumur
minyak yang sudah tua (natural declining). Adapun upaya yang dilakukan
perusahaan saat ini untuk mengoptimalkan produksi yaitu development
(maintenance) atas sumur-sumur yang sudah sehingga dapat berimplikasi terhadap
meningkatnya kapasitas sumur-sumur tersebut. Selain itu, kontak juga
menyampaikan bahwa saat ini tersedia teknologi enhanced oil recovery (EOR)
dengan injeksi sulfaktan untuk meningkatkan lifting minyak bumi namun
memerlukan biaya investasi yang tinggi sehingga belum dilakukan. Kondisi tersebut
juga menyebabkan pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian hingga
keseluruhan tahun 2019 masih terkontraksi.
3.3. Sektor Industri Pengolahan
Pada triwulan IV 2018 kinerja sektor industri pengolahan tercatat melambat dari
5,30% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 2,13% (yoy) pada triwulan laporan.
Melambatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan tersebut disebabkan oleh
turunnya produksi perkebunan sehingga menyebabkan pasokan bahan baku
berkurang, turunnya ekspor CPO ke Tiongkok dan Uni Eropa masing-masing sebesar
(16.00)
(14.00)
(12.00)
(10.00)
(8.00)
(6.00)
(4.00)
(2.00)
-
-
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
350.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
yo
y,%
rib
u b
are
l/h
ari
Lifting (LHS) growth (RHS)
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017 2018
SBT
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
32
2,69% dan 14,32% (yoy) sejalan dengan menurunnya perkiraan pertumbuhan
Negara mitra dagang tersebut, dan turunnya harga TBS maupun CPO yang masing-
masing terkontraksi 30,23% dan 26,63% (yoy) pada triwulan IV 2018, lebih dalam
dibandingkan kontraksi triwulan sebelumnya yang masing-masing sebear 12,27%
dan 15,22% (yoy). Selain itu, turunnya harga karet dunia sekitar 13,79% (yoy) atau
dari USD1,75/kg pada triwulan III 2018 menjadi USD1,63/kg pada triwulan IV 2018
turut menjadi faktor penahan pertumbuhan sektor industri pengolahan yang lebih
tinggi. Kontak liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau menyatakan
bahwa menurunnya harga karet dunia disebabkan berlimpahnya suplai karet dari
negara-negara Asia lainnya seperti Malaysia, Thailand, Vietnam dan Myanmar.
Penurunan harga tersebut membuat petani karet tidak lagi menderes tanaman
karetnya menyebabkan pasokan bahan baku menurun, menyusul masuknya musim
trek dan musim hujan menyebabkan produksi semakin berkurang.
Grafik 1.28. Perkembangan Harga TBS
Sumber: Dinas Tanaman Pangan Riau dan Bloomberg
Grafik 1.29. Perkembangan Harga Karet
Sumber : GAPKINDO dan Bloomberg
Perkembangan indikator terkini mengindikasikan peningkatan kinerja sektor industri
pengolahan pada triwulan I 2019. Kondisi tersebut didukung oleh penurunan tarif
impor CPO dan RPO India dari masing-masing sebesar 44% dan 54% turun menjadi
40% dan 50% di tengah perkiraan masih terkontraksinya pertumbuhan harga CPO
dan masih terbatasnya ekspor CPO ke Eropa dan AS menyusul berbagai hambatan
tarif dan non-tarif yang masih terus terjadi. Namun demikian, pertumbuhan sektor
industri pengolahan secara keseluruhan tahun 2019 diperkirakan lebih tinggi
dibandingkan tahun 2018. Peningkatan tersebut didorong oleh semakin
prospektifnya ekspor CPO ke India pasca diturunkannya tarif impor minyak kelapa
sawit India dan meningkatnya ekspor ke Tiongkok menyusul perang dagang antara
Tiongkok dengan AS yang masih terus terjadi sehingga menyebabkan terhambatnya
suplai kedelai dari AS. Selain itu, adanya kebijakan pemerintah mengenai perluasan
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,000
1,100
1,200
1,300
1,400
1,500
1,600
1,700
1,800
1,900
2,000
I II II IV I II II IV I II II IV I II II IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
TBS
CPO
Rp/Kg $/MT
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000
20,000
22,000
24,000
26,000
28,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016 2017 2018
Bokar Karet Dunia
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
33
penggunaan bahan bakar biodiesel atau B20 ke lembaga non-PSO (Public Service
Obligation) turut mendorong peningkatan sektor industri pengolahan di tahun 2019.
3.4. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
Kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor
tercatat melambat dari 5,83% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 5,77% (yoy) pada
triwulan IV 2018. Melambatnya pertumbuhan sektor ini dipengaruhi oleh moderasi
konsumsi masyarakat pasca liburan dan momentum Natal Tahun Baru. Selain itu,
depresiasi rupiah juga turut menahan gairah sektor ini terutama untuk produk impor.
Melambatnya kinerja sektor perdagangan juga terindikasi dari hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha Sektor Perdagangan (Grafik 1.30) dan Kredit Perdagangan (Grafik
1.31). Pada triwulan IV 2018, indeks perkembangan kegiatan usaha sektor
perdagangan berdasarkan hasil SKDU Bank Indonesia tercatat menurun dari tumbuh
0,20 pada triwulan III 2018 menjadi kontraksi 0,68 pada triwulan laporan. Sementara
itu, penyaluran kredit perdagangan pada triwulan IV 2018 tercatat tumbuh sebesar
0,82% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
1,18% (yoy).
Grafik 1.30. Perkembangan Kegiatan
Usaha Sektor Perdagangan
Sumber: SKDU Bank Indonesia
Grafik 1.31 Kredit Perdagangan
Sumber: LBU Bank Indonesia
Kinerja sektor perdagangan pada triwulan I 2019 diperkirakan melambat
dibandingkan triwulan IV 2018. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh masih sedikitnya
kegiatan MICE pemerintah dan korporasi, serta moderasi konsumsi masyarakat di
awal tahun 2019. Secara keseluruhan tahun 2019, kinerja sektor perdagangan
diperkirakan tidak setinggi realisasi tahun 2018 seiring dengan perkiraan
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017 2018
SBT
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
% y
oy
Rp
Mil
iar
Kredit Perdagangan Growth (% yoy)
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
34
melambatnya permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga dan investasi
di tahun 2019.
3.5. Sektor Konstruksi
Kinerja sektor konstruksi pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar 3,97% (yoy),
meningkat jika dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar 3,65% (yoy).
Meningkatnya kinerja konstruksi sejalan dengan percepatan realisasi belanja
infrastruktur pemerintah untuk memenuhi realisasi anggaran. Kondisi tersebut
didukung oleh target penyelesaian pengerjaan proyek pembangunan jembatan IV
Siak, replikasi Jembatan Siak II, serta flyover di simpang Arengka dan SKA di Kota
Pekanbaru. Kondisi tersebut sejalan dengan perkembangan kredit investasi di
Provinsi Riau pada triwulan laporan yang tercatat tumbuh sebesar 5,18% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan III 2018 yang kontraksi 1,24% (yoy).
Grafik.1.32. Kredit Investasi Grafik.1.33. LS Perkiraan Investasi Riau
Memasuki triwulan I 2019, sektor konstruksi diperkirakan tumbuh meningkat.
Peningkatan tersebut didorong oleh carry over penyelesaian proyek strategis
Pemerintah Provinsi Riau hingga Februari 2019. Namun demikian, secara keseluruhan
tahun 2019, sektor konstruksi diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan capaian
tahun 2018. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh rencana pembangunan proyek
infrastruktur tahun 2019 yang tidak semasif tahun 2018 seiring dengan telah
selesainya konstruksi 2 (dua) jembatan Siak (II dan IV), 2 (dua) flyover (simpang
Arengka dan simpang SKA di Kota Pekanbaru), serta pembangunan tol Pekanbaru-
Dumai yang masih terkendala masalah pembebasan lahan. Hal tersebut terindikasi
dari perkiraan rencana investasi kontak liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Riau yang turut menunjukkan penurunan (Grafik 1.33).
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
13,500
14,000
14,500
15,000
15,500
16,000
16,500
17,000
17,500
18,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
% y
oy
Rp
Mil
iar
Kredit Investasi Growth (% yoy)
-0.40
-0.20
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Feb
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Investasi
Perkiraan Investasi
Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber: Liaison Bank Indonesia
DAMPAK PENURUNAN LIFTING MINYAK RIAU TERHADAP
PEREKONOMIAN RIAU
Sejak mulai berproduksi pada 1952, Riau merupakan salah satu backbone produksi
minyak bumi Nasional. Sepanjang 2008, produksi minyak Riau mencapai sekitar
143,8 juta barrel, atau sekitar 42,3% produksi minyak bumi nasional. Namun,
seiring dengan natural declining cadangan minyak bumi pada sumur-sumur di Riau,
penurunan produksi minyak bumi terus terjadi. Terakhir, sepanjang 2018 produksi
minyak Riau hanya mencapai sekitar 80,2 juta barrel, turun sekitar 44,% dari
pencapaian 2008, atau hanya sekitar 29,7% produksi minyak bumi nasional.
Penurunan produksi minyak bumi Riau ini tidak terjadi begitu saja tanpa adanya
intervensi. Sejumlah usaha telah dilakukan untuk tetap mempertahankan kinerja
lifting minyak bumi Riau, di antara yang cukup terkenal adalah melalui injeksi uap
(steam flood) di lapangan Duri dan injeksi air (water flood) di lapangan Minas.
Namun, natural declining tetap tidak terelakkan.
Lifting yang terus menurun bukan tanpa konsekuensi. Riau harus berurusan dengan
sejumlah konsekuensi yang bermuara pada suatu kondisi: meningkatnya decoupling
pertumbuhan ekonomi Riau dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Konsekuensi
pertama, lifting migas yang terus menurun menyebabkan pertumbuhan sektor
pertambangan dan penggalian Riau, terutama sejak 2012, terkontraksi rata-rata
4,86% per tahun. Kontraksi sektor pertambangan dan penggalian Riau mendorong
turunnya sumbangsih sektor pertambangan dan penggalian Riau dalam menyusun
perekonomian Riau. Sebagai gambaran, pada 2010 sektor pertambangan dan
penggalian Riau menyumbang sekitar 32,6% perekonomian Riau. Dalam Bahasa
awam, pada 2010 sekitar 32,6% pendapatan masyarakat Riau disumbang baik
langsung maupun tidak langsung dari sektor pertambangan dan penggalian. Pada
2018, sumbangsih tersebut hanya tinggal 19,1%.
Boks 1
Grafik B1.1
Perbandingan Pangsa Sektor Pertambangan Riau Tahun 2010 dan 2018
Sumber: BPS Riau, diolah
Konsekuensi kedua, lifting migas yang terus menurun, bersamaan dengan dinamika
naik-turunnya harga minyak dunia mendorong pertumbuhan ekonomi Riau relatif
rendah, terutama sejak 2012. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Riau 2012 2018
hanya mencapai 2,35% per tahun. Dengan pertumbuhan yang relatif rendah ini,
pangsa volume ekonomi riil Riau dalam menyusun ekonomi nasional juga terus
menurun. Sebagai gambaran, pada 2010 Riau menyumbang sekitar 5,7% volume
ekonomi riil nasional dan pada 2018 sumbangannya tinggal sekitar 4,6%. Ibarat
pesawa
nasional.
Dalam perspektif yang lebih spasial, sejak 2016 Riau tidak lagi menjadi provinsi
dengan volume ekonomi riil terbesar di luar Jawa, dikarenakan sumbangannya
dalam perekonomian nasional telah terlampaui oleh sumbangan ekonomi riil
Sumatera Utara. Kontribusi Sumatera Utara terhadap perekonomian nasional
meningkat dari 4,8% pada tahun 2010 menjadi 4,9% pada tahun 2019, dengan
pertumbuhan rata-rata lebih dari 5,5% per tahun.
Grafik B1.2
Pangsa Ekonomi Provinsi Riau dan Sumut Terhadap Ekonomi Nasional
Sumber: BPS, diolah
Konsekuensi ketiga, penurunan kinerja sektor pertambangan menyebabkan
decoupling pertumbuhan Riau dengan nasional menjadi lebih besar. Sejak 2012,
selisih antara pertumbuhan Riau dan pertumbuhan nasional menunjukkan tren yang
semakin lebar. Pada 2011, pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 6,2%, atau
lebih tinggi 0,6% dibandingkan pertumbuhan Riau yang tercatat 5,6%. Akan tetapi,
pada 2018 pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat 5,2% lebih tinggi sekitar
2,8% dibandingkan pertumbuhan ekonomi Riau yang sekitar 2,3%.
Grafik B1.3
Kinerja Minyak Bumi Riau dan Pertumbuhan Ekonomi Riau & Nasional
Sumber: BPS, SKK Migas, Bloomberg, diolah
Pertumbuhan ekonomi yang melambat akibat sektor pertambangan minyak bumi
yang terus menurun direspon dengan sejumlah upaya. Upaya-upaya ini dilakukan
agar dampak penurunan tersebut tidak begitu besar terhadap perekonomian dan
kesejahteraan secara keseluruhan. Pada beberapa hal, Pemerintah Provinsi Riau
terindikasi melakukan kebijakan fiskal counter-cyclical dalam menghadapi siklus
naik-turunnya harga minyak dunia. Harga minyak dunia yang terus menunjukkan
perlambatan sejak 2011 dan mengalami kontraksi terdalam pada 2015 direspon
oleh pemerintah daerah Riau dengan memperbesar alokasi anggaran pada dua
bidang: (i) urusan industri dan perdagangan, dan (ii) urusan sosial. Pada rentang
2011 2015, porsi APBD untuk belanja urusan industri dan perdagangan
berangsur-angsur meningkat dari 1,4% menjadi 2,1%.
Pada 2015, instansi yang mendapatkan kenaikan porsi paling besar dalam urusan
industri dan perdagangan ialah Dinas Perindustrian dan Perdagangan, yang
mencapai Rp145,1 miliar, dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat Rp72,7
miliar. Kemudian, seiring dengan mulai membaiknya pertumbuhan harga minyak
dunia pada rentang 2016 2018, porsi tersebut turun menjadi sekitar 0,8% pada
2018. Pada urusan sosial, rentang 2011 2015, porsi APBD pada rentang 2011
2015 berangsur-angsur meningkat dari 3,5% menjadi 10,2%.
Pada 2015, instansi yang mendapatkan kenaikan porsi paling besar dalam urusan
sosial ialah Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintahan, dan Pembangunan
Desa, yang mencapai Rp768,5 miliar, dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat
Rp48,9 miliar. Kemudian, seiring dengan mulai membaiknya pertumbuhan harga
minyak dunia pada rentang 2016 2018, porsi tersebut turun menjadi sekitar 3,0%
pada 2018.
Grafik B1.4
Kebijakan Fiskal Counter Cyclical Atas Dinamika Harga Minyak Dunia
Sumber: BPKAD Riau, diolah
Selain itu, pemerintah daerah Riau juga mendorong sejumlah upaya hilirisasi produk
turunan minyak kelapa sawit yang memang menjadi salah satu sektor alternatif
untuk mengkompensasi turunnya sektor pertambangan minyak dan gas bumi.
Upaya yang dilakukan yaitu mendorong pengembangan kawasan industri turunan
minyak kelapa sawit. Salah satu kawasan industri yang telah cukup berkembang
ialah Kawasan Industri Dumai (KID) di Pelintung, Dumai. KID ini diinisiasi dan dikelola
oleh Wilmar Group sejak 2010. Luas lahan yang telah dibebaskan untuk kawasan
ini mencapai 5.048 Ha. Setidaknya terdapat 10 perusahan industri berbasis minyak
kelapa sawit dan turunannya yang telah beroperasi di KID, salah satunya adalah
pabrik pupuk NPK (Nitrogen Phosphate Kalium). Selain itu, KID juga dilengkapi satu
dermaga ekspor dengan kapasitas sandar tiga kapal tanker dalam waktu
bersamaan. Untuk suplai listrik, PLTU berkapasitas 2 X 150 MW juga telah menjadi
sumber energi utama. Selain itu, suplai gas juga telah tersedia di kawasan ini. Untuk
menuju ke KID, dari Kota Dumai dapat melalui jalan provinsi dengan kondisi yang
baik.
Kawasan industri lainnya yang sedang didorong oleh pemerintah daerah ialah
Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB). KITB pada awalnya diinisiasi oleh
Pemerintah Kabupaten Siak pada 2004 melalui Perda No. 8 tahun 2004, namun
seiring berjalannya waktu dan meningkatnya atensi terhadap hilirisasi industri di
Riau, Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Pusat juga turut mendukung
pengembangan kawasan ini. Lahan yang telah dibebaskan untuk KITB seluas 5.192
Ha, dimana 600 Ha sudah bersertifikat HPL. Pada 2008 hingga 2016, Pemerintah
Pusat melalui APBN TA. 2008 2016 juga telah membangun dermaga multi-
purpose sepanjang 200 meter (kapasitas satu kapal tangker) dan juga fasilitas
penunjang pelabuhan seperti kantor dan lapangan penumpukan. Pada 2015,
KemenPU-PR juga telah memutuskan bahwa akses jalan menuju KITB adalah jalan
nasional, sehingga perawatannya didukung penuh oleh APBN. Pada tahun 2016,
PT. KITB selaku BUMD pengelola KITB juga telah menandatangani 3 (tiga) kerjasama
pengembangan KITB dengan PT. Bosowa Corporindo. Kerjasama pertama meliputi
pengembangan dan pengelolaan KITB. Kerjasama kedua tentang pembangunan
dan pengembangan hilir minyak dan gas bumi. Kerjasama ketiga tentang
pengelolaan jasa kepelabuhanan dan pengembangan fasilitas pelabuhan. Selain
telah terkoneksinya KITB dengan sistem interkoneksi Sumbagteng, PLN juga telah
membangun PLTMG Rawa Minyak dengan kapasitas 25 MW untuk membantu
suplai listrik KITB. Selain listrik, gas juga telah tersedia di KITB. Meskipun belum
tersedia SPAM untuk menyuplai air KITB, di sekitar KITB terdapat sumber air baku
dengan jarak sekitar 12,4 km. Dengan telah ditetapkannya KITB sebagai salah satu
PSN (Proyek Strategis Nasional), kedepannya KITB diperkirakan akan menjadi salah
satu kawasan industri utama Riau yang salah satunya berfungsi sebagai kawasan
industri turunan minyak kelapa sawit. Meskipun belum berfungsi secara optimal, di
KITB kini secara rutin telah dilakukan beberapa aktivitas bongkar muat, di antaranya:
(i) kegiatan bongkar mobil (baru dan bekas) dari Jakarta menuju Pekanbaru, (ii)
kegiatan bongkar pupuk sriwijaya, dan (iii) kegiatan muat ekspor cangkang kelapa
sawit ke Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan.
Gambar B1.1
Pengembangan Kawasan Industri Turunan CPO
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Kedepannya, program B20 yang telah didorong oleh pemerintah juga diperkirakan
akan berdampak positif pada berkembangnya industri refinery berbasis minyak
kelapa sawit di Riau, mengingat Riau sebagai salah satu penghasil minyak kelapa
sawit terbesar di Indonesia. Peluang yang sangat baik ini, harapannya dibarengi
dengan langkah pemerintah daerah Riau khususnya, untuk lebih proaktif dalam
mendorong kemajuan kawasan industri terutama KITB sehingga dapat
mendatangkan banyak perusahaan seperti yang cukup sukses dilakukan oleh KID.
Adapun langkah-langkah proaktif yang kiranya dapat dilakukan, antara lain: (i)
menyiapkan paket insentif dalam berinvestasi di KITB. Misal, insentif pajak daerah
berupa penangguhan pembayaran PBB dalam beberapa tahun awal perusahaan
beroperasi, dan memungkinkan perusahaan melakukan cicilan dalam membayar
PBB yang ditangguhkan dalam beberapa tahun awal tsb; (ii) bekerjasama dan
mengundang perusahaan swasta nasional yang telah sukses dalam pengembangan
kawasan industri untuk melalukan alih pengetahuan (transfer knowledge) dan turut
serta membantu pengembangan KITB dengan imbalan, misal, penyerahan beberapa
persen saham kepemilikan KITB apabila perusahaan tersebut telah berhasil
mendatangkan sejumlah perusahaan untuk beroperasi di KITB (perjanjian usaha
berbasis kinerja), (iii) mempelajari dan mengembangkan skema pendanaan
availability payment dalam mengembangkan infrastruktur pendukung KITB seperti
SPAM dan perluasan dermaga agar pembangunan infrastruktur tersebut dapat
dilakukan terlebih dahulu dengan pendanaan swasta sebelum pada akhirnya
dibayarkan bertahap oleh anggaran pemerintah.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
35
1. KONDISI UMUM
Inflasi Provinsi Riau pada triwulan IV 2018 tetap terkendali pada level yang rendah
dan stabil. Rendahnya tekanan inflasi tersebut utamanya dipengaruhi oleh
menurunnya tekanan inflasi kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Makanan Jadi,
Minuman, Rokok, dan Tembakau; (iii) Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar;
dan (iv) Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga. Namun demikian, menurunnya tekanan
inflasi Provinsi Riau yang lebih rendah tertahan oleh meningkatnya inflasi kelompok
(i) Sandang; (ii) Kesehatan, dan (iii) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Secara
spasial, inflasi Riau tertinggi terjadi di Tembilahan, diikuti oleh Pekanbaru, dan
Dumai.
ASESMEN
INFLASI DAERAH
Bab 2
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
36
2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU
Inflasi Riau pada triwulan IV 2018 tercatat sama dengan inflasi pada triwulan III 2018
yang sebesar 2,45% (yoy), namun lebih rendah dibandingkan tahun 2017 yang
mencapai 4,20% (yoy). Kondisi tersebut searah dengan tingkat inflasi Sumatera yang
tercatat menurun dari 2,52% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 2,40% (yoy) pada
triwulan laporan. Sebaliknya, inflasi Nasional menunjukkan peningkatan dari 2,88%
(yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 3,13% (yoy) pada triwulan IV 2018. Di
wilayah Sumatera, inflasi Riau masih tergolong lebih rendah dibandingkan provinsi-
provinsi lain di Sumatera sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional Tw IV 2018
Sumber : BPS, diolah
Berdasarkan kota yang disurvei, inflasi tertinggi pada triwulan IV 2018 terjadi di
Tembilahan, diikuti oleh Pekanbaru dan Dumai. Tekanan inflasi di Tembilahan dan
Dumai menunjukkan peningkatan dari masing-masing sebesar 2,27% dan 1,66%
(yoy) pada triwulan lalu menjadi 2,64% dan 1,85% (yoy) pada triwulan IV 2018.
Sedangkan tekanan inflasi di Pekanbaru pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar
2,54% (yoy), menurun dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar 2,62% (yoy)
sebagaimana yang ditunjukkan Grafik 2.2.
3.35
3.02
3.61
3.13 3.05
4.53
3.30
2.40
2.65
4.04 4.20
2.45
-
2.00
4.00
6.00
TW IV TW IV TW IV TW IV
2015 2016 2017 2018
% (yoy)
Nasional Sumatera RiauAceh
Sumut
Riau
Sumbar
Jambi
Kepri
Sumsel
BabelBengkulu
Lampung
1,84%
2,45%
1,22%
2,60%
3,47%
2,97%
2,74%
3,19%2,35%
2,73%
Sumatera 2,40%
Nasional 3,13%
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
37
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Nasional,
Sumatera, Riau, (yoy)
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Ketiga Kota
di Riau, (yoy)
Sumber: BPS, diolah
Inflasi Bahan Makanan pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar 1,83% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan lalu yang mencapai 2,00% (yoy). Menurunnya
tekanan inflasi kelompok Bahan Makanan tersebut disebabkan oleh koreksi harga
daging sapi, cabai merah, dan minyak goreng. Koreksi harga komoditas daging sapi
secara umum dipengaruhi oleh surplus pasokan. Sementara itu, menurunnya harga
cabai merah didorong oleh masih tercukupinya pasokan seiring dengan panen cabai
merah di Sumatera Utara dan Sumatera Barat, serta meningkatnya distribusi cabai
jenis kotak dari Pulau Jawa. Selain itu, turunnya harga minyak goreng utamanya
dipengaruhi oleh turunnya harga CPO dunia yang masih terjadi. Disisi lain, tekanan
inflasi bahan makanan yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga beras,
bawang merah, dan udang basah yang memberikan andil tertinggi terhadap inflasi
bahan makanan. Meningkatnya harga beras dipicu oleh berkurangnya intensitas
panen. Sedangkan kenaikan harga bawang merah dipengaruhi oleh musim
penghujan yang menyebabkan terganggunya panen akibat hama penyakit dan
sulitnya proses pengeringan. Adapun meningkatnya harga udang basah disebabkan
oleh cuaca ekstrim.
Selanjutnya, tekanan inflasi kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan
Tembakau tercatat menurun dari 4,10% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 3,61%
(yoy) pada triwulan IV 2018. Menurunnya tekanan inflasi kelompok Makanan Jadi,
Minuman, Rokok, dan Tembakau disebabkan oleh menurunnya harga gula pasir, air
kemasan, dan kembang gula. Menurunnya harga gula pasir disebabkan oleh
meningkatnya produksi sehingga pasokan berlimpah. Sementara itu, koreksi harga
air kemasan dan kembang gula dipengaruhi oleh moderasi permintaan dan stabilnya
pasokan. Sedangkan, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015 2016 2017 2018
% (yoy)Nasional Riau Sumatera
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015 2016 2017 2018
% (yoy)Pekanbaru Dumai Tembilahan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
38
rokok kretek filter, rokok kretek, dan ketupat/lontong sayur. Meningkatnya harga
rokok sejalan dengan kenaikan cukai rokok secara bertahap sebesar 10,04% pada
tahun 2018. Adapun kenaikan harga ketupat/lontong sayur turut dipengaruhi oleh
kenaikan harga beras yang menjadi komponen bahan baku utama.
Pada triwulan IV 2018 inflasi kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
tercatat sebesar 2,04% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2018 yang
sebesar 2,10% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi kelompok ini dipengaruhi oleh
turunnya harga paku, kayu balokan, dan mesin cuci. Terkoreksinya harga paku dan
kayu balokan dipengaruhi oleh meningkatnya produksi ditengah moderasi
permintaan. Sedangkan turunnya harga mesin cuci utamanya disebabkan oleh
promo akhir tahun ditengah semakin ketatnya penjualan barang elektronik sejenis.
Tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh meningkatnya biaya sewa rumah,
upah pembantu RT, dan bahan bakar rumah tangga. Meningkatnya harga sewa
rumah didorong oleh meningkatnya permintaan pada tahun akademik baru di
perguruan tinggi. Selain itu, meningkatnya upah pembantu RT turut dipengaruhi
oleh momentum Natal dan Tahun Baru sehingga permintaan terhadap jasa
pembantu RT meningkat. Demikian juga dengan lonjakan permintaan terhadap
bahan bakar rumah tangga sehingga mendorong kenaikan harga komoditas
tersebut.
Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga mengalami penurunan tekanan inflasi
dari 1,31% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 0,94% (yoy) pada triwulan laporan.
Menurunnya tekanan inflasi kelompok dimaksud bersumber dari koreksi harga
televisi berwarna, turunnya biaya rekreasi, dan modem internet. Secara umum,
menurunnya harga televisi berwarna dan modem internet seiring dengan kegiatan
promo akhir tahun ditengah normalisasi permintaan masyarakat. Demikian juga
dengan biaya rekreasi yang tercatat mengalami penurunan karena memasuki periode
liburan Natal dan Tahun Baru yang cenderung turun untuk menarik minat konsumen.
Disisi lain, biaya sekolah Taman Kanak-kanak, buku tulis bergaris, dan pakaian
olahraga anak tercatat meningkat. Kondisi tersebut sejalan dengan momentum
pergantian semester sehingga mendorong kenaikan harga.
Kelompok Sandang pada triwulan IV 2018 tercatat inflasi sebesar 3,47% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar 3,38% (yoy). Meningkatnya
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
39
tekanan inflasi kelompok sandang dipengaruhi oleh kenaikan harga emas perhiasan,
blus, dan sepatu. Meningkatnya harga emas perhiasan didorong depresiasi rupiah.
Sedangkan meningkatnya harga blus dan sepatu dipengaruhi oleh meningkatnya
permintaan pada Natal dan Tahun Baru. Kenaikan tekanan inflasi sandang yang lebih
tinggi tertahan oleh koreksi harga pakaian bayi sejalan dengan moderasi permintaan
masyarakat terhadap produk tersebut.
Grafik 2.3. Perkembangan Harga
Emas Dunia
Grafik 2.4. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Terhadap USD
Sumber : Bloomberg, diolah
Sumber : Bank Indonesia
Kelompok kesehatan pada triwulan IV 2018 juga tercatat mengalami kenaikan
tekanan inflasi. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok tersebut mencapai 4,34%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar 4,12% (yoy).
Peningkatan tersebut utamanya disebabkan oleh kenaikan harga obat dengan resep,
shampo, dan tarif rumah sakit. Meningkatnya harga obat dengan resep didorong
oleh naiknya harga impor obat-obatan non generik. Sementara itu, meningkatnya
harga shampo dilatarbelakangi oleh kebijakan penyesuaian pemerintah menaikkan
Pajak Penghasilan (PPh) impor produk tersebut sekitar 2,5 10%. Adapun kenaikan
tarif rumah sakit di Provinsi Riau berdasarkan pola historisnya biasa terjadi sebanyak
1-2 kali dalam setahun, dan kenaikan tarif rumah sakit di bulan November 2018
merupakan kenaikan pertama kali sepanjang tahun 2018. Adanya kenaikan tersebut
juga didukung dengan peningkatan fasilitas rumah sakit di Provinsi Riau yang terus
membaik. Disisi lain, tekanan inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh turunnya harga
pembersih/penyegar dan sikat gigi sejalan dengan moderasi permintaan masyarakat.
Kenaikan tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan. Kelompok dimaksud pada triwulan IV 2018 tercatat inflasi sebesar 2,19%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 1,33% (yoy).
Meningkatnya tekanan inflasi tersebut bersumber dari kenaikan tarif angkutan
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017 2018
% y
oy
US
D/o
z t
Harga Emas Growth
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
12500
13000
13500
14000
14500
15000
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Ju
n
Ju
l
Au
g
Sep
Okt
No
v
Dec
Jan
Feb
Mar
Ap
r
May
Ju
n
Ju
l
Au
g
Sep
2017 2018
Rp Thd USD Growth (% yoy)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
40
udara, tarif pulsa ponsel, dan bensin. Meningkatnya tarif angkutan udara didorong
oleh peningkatan frekuensi bepergian menjelang akhir tahun. Selain itu, adanya
kebijakan salah satu maskapai yang saat ini hanya menjual tiket pesawat economy
fleksibel turut menyebabkan kenaikan harga tiket pesawat terbang dari maskapai
lainnya mengingat posisi salah satu maskapai tersebut sebagai price maker.
Sementara itu, meningkatnya tarif pulsa ponsel merupakan dampak dari kebijakan
operator jasa telekomunikasi yang bermaksud untuk menutup biaya investasi dalam
rangka mengantisipasi lonjakan permintaan menjelang akhir tahun 2018. Adapun
kenaikan harga bensin pada bulan ini masih dipengaruhi oleh kenaikan harga Bahan
Bakar Khusus pada bulan Oktober 2018. Meskipun demikian, kenaikan inflasi yang
lebih tinggi tertahan oleh menurunnya tarif kendaraan travel seiring dengan
meningkatnya persaingan angkutan transportasi darat.
Secara triwulanan, inflasi Riau tercatat sebesar 1,15% (qtq) di triwulan IV 2018,
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar 0,11% (qtq),
namun lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historis tingkat inflasi triwulan
IV 2018 dalam kurun 3 (tiga) waktu terakhir yang sebesar 1,47% (qtq).
Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Riau dan Nasional Triwulanan (qtq)
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Meningkatnya tekanan inflasi Riau secara triwulanan utamanya masih didorong oleh
meningkatnya tekanan inflasi kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Sandang; (iii)
Kesehatan; dan (iv) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Peningkatan tersebut
utamanya disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara, bawang merah, daging
ayam ras, tomat sayur, bayam, udang basah, buah anggur, bahan bakar rumah
tangga, ayam hidup, dan susu untuk balita. Disisi lain, tekanan inflasi yang lebih
tinggi tertahan oleh menurunnya inflasi kelompok (i) Makanan Jadi, Minuman,
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017 2018
% (qtq)Nasional Riau Sumatera
-2.0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017 2018
% (qtq) Pekanbaru Dumai Tembilahan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
41
Rokok, dan Tembakau; (ii) Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar; dan (iii)
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga. Komoditas kentang, petai, mujair, minyak
goreng, telur ayam ras, emas perhiasan, bawang putih, lele, cabe hijau, dan cabai
rawit menjadi komoditas yang mendorong rendahnya inflasi triwulan laporan.
Grafik 2.6 Historis Inflasi selama Tw IV 2018 di Riau, (qtq)
Sumber: BPS, diolah
Inflasi Riau pada triwulan I 2019 diperkirakan berada pada kisaran 2,50 ± 0,5% (yoy),
lebih tinggi jika dibandingkan triwulan laporan yang sebesar 2,45% (yoy). Perkiraan
meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan I 2019 sejalan dengan adanya
momentum hari raya seperti Imlek dan Nyepi, serta intensitas curah hujan hujan yang
diperkirakan masih cukup tinggi hingga akhir triwulan I 2019. Selain itu, eskalasi
pemilu legislatif dan presiden yang semakin intensif hingga pertengahan April 2019
dipekirakan turut mendorong tekanan pada inflasi Riau. Adanya libur hari raya Imlek
dan Nyepi diperkirakan dapat mendorong permintaan masyarakat Riau terutama
pada kelompok makanan jadi, sandang, rekreasi, serta transportasi dan komunikasi.
Adapun masih tingginya intensitas hujan pada triwulan awal 2019 berpotensi
menyebabkan gangguan produksi maupun pasokan bahan makanan sehingga
diperkirakan akan berdampak pada peningkatan tekanan inflasi bahan makanan di
Provinsi Riau. Kewaspadaan perlu senantiasa dilakukan mengingat terdapat indikasi
kenaikan inflasi pada bulan Januari 2019 yang terpantau dari hasil SPH Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada minggu pertama Januari 2019.
Berdasarkan survei tersebut, terdapat beberapa komoditas yang menunjukkan
kenaikan harga dibandingkan rata-rata Desember 2018, antara lain: beras, daging
ayam ras, telur ayam ras, cabai rawit, bawang putih, wortel, kentang, ikan kembung,
ikan tongkol, sabun detergen bubuk, dan tarif angkutan udara. Akan tetapi, terdapat
pula beberapa komoditas lainnya yang menunjukkan penurunan harga, antara lain
1.01
1.471.44 1.62
1.03
0.82
1.17 1.15 1.181.07
1.43 1.47
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
Nasional Riau Sumatera Pekanbaru Dumai Tembilahan
Historis 2015-2017 TW IV 2018
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
42
minyak goreng, cabai merah besar, cabai merah keriting, bawang merah, tomat
sayur, tomat buah, sayur mayur, dan udang basah.
Secara keseluruhan tahun 2019, inflasi Riau diperkirakan berkisar antara 2,5%-3,5%
(yoy) dengan tendensi ke arah bawah, namun berada dalam sasaran inflasi nasional
3,5 ± 1% (yoy). Tekanan inflasi bahan makanan masih perlu diwaspadai akibat
adanya kemungkinan fenomena La Nina meskipun menunjukkan intensitas
melemah. Kondisi tersebut sejalan dengan peta prakiraan curah hujan di wilayah
Provinsi Riau pada bulan Maret 2019 yang menunjukkan bahwa Kabupaten Indragiri
Hilir bagian timur tengah seluruhnya, Kabupaten Rokan Hilir bagian tengah dan
timur, Kota Dumai dan sebagian Kabupaten Bengkalis Pulau Rupat mengalami curah
hujan di atas normal yang berpotensi mengganggu produksi dan pasokan kelompok
Bahan Makanan. Oleh sebab itu, koordinasi antara Bank Indonesia, Pemerintah
Daerah dan pihak terkait lainnya akan terus dilakukan dan akan difokuskan pada
upaya untuk meningkatkan produksi lokal, menjamin ketersediaan pasokan dan
kelancaran distribusi bahan kebutuhan pokok dengan melakukan koordinasi dengan
seluruh distributor besar dan stakeholder terkait lainnya, serta pengelolaan
ekspektasi masyarakat.
2.1. Inflasi Kota
2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru
Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 2,54% (yoy) pada triwulan IV 2018, lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,62% (yoy). Menurunnya
tekanan inflasi di Kota Pekanbaru bersumber dari kelompok (i) Bahan Makanan; (ii)
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau; (iii) Perumahan, Air, Listrik, Gas,
dan Bahan Bakar; dan (iv) Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga. Namun demikian,
tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh meningkatnya inflasi kelompok (i)
Sandang; (ii) Kesehatan; dan (iii) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan.
Kelompok Bahan Makanan pada triwulan IV 2018 tercatat inflasi 1,75% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar 2,47% (yoy). Menurunnya
tekanan inflasi kelompok ini dipengaruhi oleh turunnya harga daging sapi, mujair,
dan minyak goreng. Turunnya harga komoditas daging sapi dan mujair dipengaruhi
oleh surplus pasokan. Sedangkan turunnya harga minyak goreng didorong oleh
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
43
turunnya harga CPO dunia. Disisi lain, tekanan inflasi bahan makanan yang lebih
rendah tertahan oleh kenaikan harga beras, bawang merah, dan susu untuk balita.
Meningkatnya harga beras disebabkan oleh berkurangnya intensitas panen.
Sedangkan kenaikan harga bawang merah dipengaruhi oleh musim penghujan yang
menyebabkan terganggunya panen akibat hama penyakit dan sulitnya proses
pengeringan. Adapun meningkatnya harga susu untuk balita dipengaruhi oleh
depresiasi rupiah.
Pada triwulan IV 2018, kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
tercatat inflasi sebesar 3,76% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan III 2018 yang
sebesar 4,21% (yoy). Menurunnya inflasi kelompok ini berasal dari koreksi harga gula
pasir, kembang gula, dan minuman kesegaran. Terkoreksinya harga gula pasir
disebabkan oleh meningkatnya produksi sehingga pasokan berlimpah. Sementara
itu, koreksi harga air kemasan dan kembang gula dipengaruhi oleh stabilnya pasokan
dan tidak adanya lonjakan permintaan. Sedangkan, tekanan inflasi yang lebih rendah
tertahan oleh kenaikan harga rokok kretek filter, rokok kretek, dan ketupat/lontong
sayur. Meningkatnya harga rokok sejalan dengan kenaikan cukai rokok secara
bertahap sebesar 10,04% pada tahun 2018. Adapun kenaikan harga
ketupat/lontong sayur turut dipengaruhi oleh kenaikan harga beras yang menjadi
komponen bahan baku utama.
Paku, kayu balokan, dan mesin cuci menjadi komoditas yang mendorong turunnya
inflasi kelompok Perumahan dari 2,22% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 2,15%
(yoy) pada triwulan IV 2018. Turunnya harga paku dan kayu balokan dipengaruhi
oleh meningkatnya produksi. Sedangkan turunnya harga mesin cuci disebabkan oleh
promo akhir tahun ditengah semakin ketatnya penjualan barang elektronik sejenis.
Tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh meningkatnya biaya sewa rumah,
upah pembantu RT, dan bahan bakar rumah tangga. Meningkatnya harga sewa
rumah didorong oleh meningkatnya permintaan pada tahun akademik baru di
perguruan tinggi. Selain itu, meningkatnya upah pembantu RT turut dipengaruhi
oleh momentum Natal dan Tahun Baru sehingga permintaan terhadap jasa
pembantu RT meningkat. Demikian juga dengan lonjakan permintaan terhadap
bahan bakar rumah tangga sehingga mendorong kenaikan harga komoditas
tersebut.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
44
Inflasi kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga pada triwulan laporan tercatat
sebesar 0,98% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan inflasi triwulan III 2018 yang
mencapai 1,14% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi kelompok ini disebabkan oleh
turunnya harga televisi berwarna, biaya rekreasi, dan modem internet. Menurunnya
harga televisi berwarna dan modem internet seiring dengan kegiatan promo akhir
tahun. Demikian juga dengan biaya rekreasi yang tercatat mengalami penurunan
karena memasuki periode liburan Natal dan Tahun Baru yang cenderung turun untuk
menarik minat konsumen. Disisi lain, kursus komputer, biaya sekolah Taman Kanak-
kanak, dan buku tulis bergaris tercatat meningkat. Kondisi tersebut sejalan dengan
momentum pergantian semester sehingga mendorong kenaikan harga.
Kelompok Sandang pada triwulan IV 2018 tercatat inflasi sebesar 3,77% (yoy),
sedikit meningkat dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar 3,75% (yoy). Lebih
tingginya tekanan inflasi kelompok sandang pada triwulan laporan dipengaruhi oleh
meningkatnya harga emas perhiasan, blus, dan sepatu. Kenaikan ketiga harga
komoditas tersebut didorong depresiasi rupiah, disamping adanya kenaikan
permintaan terutama blus dan sepatu pada momentum Natal dan Tahun Baru.
Namun demikian, laju inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh koreksi harga
kerudung/jilbab dan pembalut wanita sejalan dengan normalisasi permintaan
masyarakat.
Selanjutnya, kelompok Kesehatan pada triwulan IV 2018 mengalami inflasi 5,11%
(yoy), meningkat dari triwulan III 2018 yang sebesar 4,84% (yoy). Peningkatan
tersebut utamanya dipengaruhi oleh kenaikan harga obat dengan resep, tarif rumah
sakit, dan shampo. Meningkatnya harga obat dengan resep didorong oleh naiknya
harga impor obat-obatan non generik. Sementara itu, meningkatnya harga shampoo
dilatarbelakangi oleh kebijakan penyesuaian pemerintah menaikkan Pajak
Penghasilan (PPh) impor produk tersebut sekitar 2,5 - 10%. Adapun kenaikan tarif
rumah sakit di Provinsi Riau berdasarkan pola historisnya biasa terjadi sebanyak 1-2
kali dalam setahun, dan kenaikan tarif rumah sakit di bulan November 2018
merupakan kenaikan pertama kali sepanjang tahun 2018. Disisi lain, tekanan inflasi
yang lebih tinggi tertahan oleh turunnya harga pembersih/penyegar, sikat gigi, dan
pelembab akibat moderasi permintaan masyarakat.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
45
Pada triwulan laporan, kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan tercatat
inflasi sebesar 2,26% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar
1,12% (yoy). Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh kenaikan tarif angkutan udara,
tarif pulsa ponsel, dan bensin. Meningkatnya tarif angkutan udara didorong oleh
peningkatan frekuensi bepergian dan adanya kebijakan salah satu maskapai yang
saat ini hanya menjual tiket pesawat economy fleksibel turut menyebabkan kenaikan
harga tiket pesawat terbang dari maskapai lainnya mengingat posisi salah satu
maskapai tersebut sebagai price maker. Sementara itu, meningkatnya tarif pulsa
ponsel merupakan dampak dari kebijakan operator jasa telekomunikasi yang
bermaksud untuk menutup biaya investasi dalam rangka mengantisipasi lonjakan
permintaan menjelang akhir tahun 2018. Adapun kenaikan harga bensin pada bulan
ini masih dipengaruhi oleh kenaikan harga Bahan Bakar Khusus pada bulan Oktober
2018. Meskipun demikian, kenaikan inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh
menurunnya harga bahan pelumas/oli seiring dengan moderasi permintaan
masyarakat.
Grafik 2.7 Perkembangan Inflasi Pekanbaru
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.8 Andil Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: BPS, diolah
2.1.2. Inflasi Kota Dumai
Perkembangan inflasi Kota Dumai mengalami peningkatan yaitu dari 1,66% (yoy) di
triwulan III 2018 menjadi 1,85% (yoy) pada triwulan IV 2018. Meningkatnya tekanan
inflasi di Kota Dumai bersumber dari kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Perumahan,
Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar; dan (iii) Sandang. Tekanan inflasi Kota Dumai yang
lebih tinggi tertahan oleh menurunnya inflasi kelompok (i) Makanan Jadi, Minuman,
Rokok, dan Tembakau; (ii) Kesehatan; (iii) Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga; dan
(iv) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan.
-2
-1
0
1
2
3
4
5
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016 2017 2018
%(qtq)% (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
0
2
4
6
Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,
Rekreasi,
Olahraga
Transportasi &
Komunikasi
Kontribusi (%)Inflasi (yoy), %
Inflasi (yoy) Tw III 2018 Inflasi (yoy) Tw IV 2018 Kontribusi Tw III 2018 Kontribusi Tw IV 2018
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
46
Kelompok Bahan Makanan pada triwulan IV 2018 tercatat inflasi sebesar 0,58%
(yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang deflasi 0,76% (yoy).
Meningkatnya inflasi tersebut bersumber dari kenaikan harga bawang merah, beras,
dan udang basah. Meningkatnya harga bawang merah diakibatkan oleh musim
penghujan yang menyebabkan terganggunya panen akibat hama penyakit dan
sulitnya proses pengeringan. Sementara itu, meningkatnya harga beras disebabkan
berkurangnya intensitas panen. Adanya kenaikan harga udang basah dipengaruhi
oleh cuaca ekstrim. Meskipun demikian, tekanan inflasi yang lebih tinggi tertahan
oleh koreksi harga cabai merah, minyak goreng, dan rampela hati ayam.
Menurunnya harga cabai merah didorong oleh surplus pasokan seiring dengan
panen di Sumatera Utara dan Sumatera Barat, serta meningkatnya distribusi cabai
jenis kotak dari Pulau Jawa. Selain itu, turunnya harga minyak goreng utamanya
dipengaruhi oleh turunnya harga CPO dunia yang masih terjadi. Adapun koreksi
harga rampela hati ayam turut dipengaruhi oleh moderasi permintaan.
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar pada triwulan IV 2018 juga
mengalami kenaikan tekanan inflasi dari 1,29% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi
1,60% (yoy) pada triwulan laporan. Peningkatan inflasi tersebut bersumber dari
kenaikan biaya sewa rumah, kontrak rumah, dan seng. Meningkatnya harga sewa
rumah maupun kontrak rumah didorong oleh meningkatnya permintaan pada tahun
akademik baru di perguruan tinggi. Hal tersebut sejalan dengan meningkatnya harga
seng yang cenderung digunakan untuk renovasi rumah. Disisi lain, tekanan inflasi
yang lebih tinggi tertahan oleh turunnya harga bahan bakar rumah tangga, kayu
balokan, dan mesin cuci. Terkoreksinya harga bahan bakar rumah tangga di Dumai
disebabkan oleh terjaganya pasokan. Sedangkan menurunnya harga kayu balokan
dipengaruhi oleh moderasi permintaan ditengah melimpahnya pasokan. Adanya
penurunan harga mesin cuci disebabkan oleh promo penjualan akhir tahun.
Pada triwulan IV 2018, inflasi Sandang tercatat sebesar 3,13% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar 2,84% (yoy). Meningkatnya inflasi
kelompok ini dipengaruhi oleh kenaikan harga emas perhiasan, baju kaos berkerah,
dan baju anak stelan. Meningkatnya harga emas perhiasan didorong oleh depresiasi
rupiah. Sedangkan, meningkatnya harga baju kaos berkerah dan baju anak stelan
didorong oleh kenaikan permintaan pada momentum Natal dan Tahun Baru. Laju
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
47
inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh koreksi harga celana panjang jeans sejalan
dengan normalisasi permintaan masyarakat.
Disisi lain kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau mengalami
penurunan tekanan inflasi. Menurunnya inflasi kelompok makanan jadi disebabkan
oleh koreksi harga air kemasan, gula pasir, dan minuman ringan. Turunnya harga air
kemasan dan minuman ringan disebabkan oleh promosi penjualan menyambut
perayaan Natal dan Tahun Baru. Sedangkan, menurunnya harga gula pasir
disebabkan oleh meningkatnya produksi sehingga pasokan berlimpah. Namun
demikian, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan harga rokok
kretek filter, nasi dengan lauk, dan gulai. Meningkatnya harga rokok sejalan dengan
kenaikan cukai rokok secara bertahap sebesar 10,04% pada tahun 2018. Sementara
itu, kenaikan harga nasi dengan lauk dan gulai turut dipengaruhi oleh kenaikan
harga beras dan bawang merah yang menjadi komponen bahan baku makanan
tersebut.
Menurunnya tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok Kesehatan. Pada triwulan IV
2018, kelompok kesehatan tercatat inflasi 1,37% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 1,56% (yoy). Kondisi tersebut juga disebabkan
oleh menurunnya harga obat flu ditengah stabilnya pasokan dan moderasi
permintaan. Adapun komoditas yang mengalami kenaikan harga utamanya adalah
obat dengan resep, shampo, dan parfum sehingga menahan laju inflasi yang lebih
rendah. Meningkatnya harga obat dengan resep didorong oleh naiknya harga impor
obat-obatan non generik. Sementara itu, meningkatnya harga shampoo dan parfum
dilatarbelakangi oleh kebijakan penyesuaian pemerintah menaikkan Pajak
Penghasilan (PPh) impor produk tersebut sekitar 2,5 - 10%.
Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga pada triwulan laporan mengalami
inflasi sebesar 0,61% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 0,97% (yoy). Penurunan tersebut dipicu oleh televisi berwarna dan biaya
rekreasi. Menurunnya harga televisi berwarna disebabkan oleh promo penjualan
akhir tahun. Demikian juga dengan biaya rekreasi yang mengalami penurunan
dengan tujuan menarik minat masyarakat di Dumai yang cenderung menghabiskan
waktu liburan di luar kota. Disisi lain, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
48
kenaikan biaya bimbingan belajar, biaya sekolah Taman Kanak-kanak, dan harga
laptop/notebook sejalan dengan pergantian semester baru.
Pada triwulan IV 2018 kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan tercatat
inflasi 2,42% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar 2,89%
(yoy). Turunnya inflasi tersebut dipengaruhi oleh harga sepeda yang mengalami
penurunan sejalan dengan promo penjualan akhir tahun dan moderasi permintaan
terhadap produk tersebut. Namun demikian, kenaikan harga mobil, tarif pulsa
ponsel, dan bensin menyebabkan tertahannya laju inflasi yang lebih rendah.
Meningkatnya harga mobil juga dipengaruhi oleh depresiasi Rupiah akibat sparepart
yang mayoritas adalah barang impor. Sedangkan meningkatnya tarif pulsa ponsel
merupakan dampak dari kebijakan operator jasa telekomunikasi yang bermaksud
untuk menutup biaya investasi dalam rangka mengantisipasi lonjakan permintaan
menjelang akhir tahun 2018. Adapun kenaikan harga bensin pada bulan ini masih
dipengaruhi oleh kenaikan harga Bahan Bakar Khusus pada bulan Oktober 2018.
Grafik 2.9 Perkembangan Inflasi Kota Dumai
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.10 Andil Berdasarkan Kelompok
Barang dan Jasa
Sumber: BPS, diolah
2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan
Searah dengan perkembangan inflasi di Kota Dumai, inflasi Kota Tembilahan pada
triwulan IV 2018 tercatat meningkat dari 2,27% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi
2,64% (yoy) pada triwulan IV 2018. Meningkatnya tekanan inflasi tersebut utamanya
bersumber dari kelompok (i) Bahan Makanan; (ii) Sandang; (iii) Kesehatan; dan (iv)
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Tekanan inflasi Kota Tembilahan yang
lebih tinggi tertahan oleh menurunnya inflasi kelompok (i) Makanan Jadi, Minuman,
-2
-1
0
1
2
3
4
5
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016 2017 2018
% (qtq)% (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
0
1
1
2
2
3
3
4
4
5
Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi,
Olahraga
Transportasi &
Komunikasi
Kontribusi (%)Inflasi (% yoy)
Inflasi (yoy) Tw III 2018 Inflasi (yoy) Tw IV 2018 Kontribusi Tw III 2018 Kontribusi Tw IV 2018
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
49
Rokok, dan Tembakau; (ii) Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar; dan (iii)
Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga.
Kelompok Bahan Makanan pada triwulan IV 2018 tercatat mengalami inflasi sebesar
4,99% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar 2,16% (yoy).
Peningkatan tersebut utamanya disebabkan oleh kenaikan harga udang basah,
beras, dan teri. Meningkatnya harga udang basah dan teri didorong oleh kenaikan
permintaan ditengah cuaca ekstrim yang menyebabkan turunnya hasil panen.
Sementara itu, meningkatnya harga beras disebabkan oleh berkurangnya intensitas
panen. Adapun komoditas yang mendorong penurunan harga utamanya adalah
cabai merah, minyak goreng, dan cabai rawit. Turunnya harga aneka cabai didorong
oleh masih tercukupinya pasokan seiring dengan panen cabai merah di Sumatera
Utara dan Sumatera Barat, serta meningkatnya distribusi cabai jenis kotak dari Pulau
Jawa. Disamping itu, turunnya harga minyak goreng utamanya dipengaruhi oleh
turunnya harga CPO dunia yang masih terjadi.
Pada triwulan IV 2018, inflasi kelompok Sandang tercatat sebesar 1,25% (yoy) atau
meningkat dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 0,89% (yoy). Kondisi tersebut
disebabkan oleh kenaikan harga utamanya adalah emas perhiasan seiring dengan
depresiasi rupiah. Adapun komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain
pakaian bayi dan celana jeans akibat moderasi permintaan masyarakat terhadap
komoditas tersebut.
Inflasi kelompok Kesehatan pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar 2,29% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 1,81% (yoy). Peningkatan
tersebut didorong oleh kenaikan harga bedak, shampoo, dan alas bedak akibat
kebijakan penyesuaian pemerintah menaikkan Pajak Penghasilan (PPh) impor produk
tersebut sekitar 2,5 - 10%. Disisi lain, tekanan inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh
koreksi harga obat batuk, vitamin, dan sikat gigi sejalan dengan moderasi
permintaan terhadap komoditas tersebut.
Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan juga tercatat mengalami
kenaikan inflasi dari 0,50% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 1,06% (yoy) pada
triwulan laporan. Meningkatnya tekanan inflasi kelompok tersebut bersumber dari
kenaikan harga bensin, sepeda motor, dan mobil. Meningkatnya harga bensin masih
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
50
dipengaruhi oleh kenaikan harga Bahan Bakar Khusus pada bulan Oktober 2018.
Sementara itu, meningkatnya harga sepeda motor dan mobil di Tembilahan
dipengaruhi oleh depresiasi Rupiah akibat sparepart yang mayoritas adalah barang
impor. Namun demikian, menurunnya tarif kendaraan travel dipicu oleh moderasi
permintaan ditengah semakin ketatnya persaingan angkutan darat. Sementara itu,
koreksi harga telepon seluler terjadi sejalan dengan meningkatnya promosi
penjualan.
Inflasi kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau pada triwulan IV
2018 tercatat sebesar 2,42% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang
sebesar 3,55% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi kelompok ini dipengaruhi oleh
koreksi harga gula pasir dan sirop karena meningkatnya produksi sehingga pasokan
melimpah. Tekanan inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh kenaikan harga rokok
kretek filter, mie, dan rokok putih. Meningkatnya harga rokok sejalan dengan
kenaikan cukai rokok secara bertahap sebesar 10,04% pada tahun 2018. Sementara
itu, kenaikan harga mie juga disebabkan oleh depresiasi rupiah.
Selanjutnya, kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar juga
mengalami penurunan tekanan inflasi. Pada triwulan IV 2018 kelompok ini
mengalami inflasi sebesar 1,68% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan III 2018
yang mencapai 2,41% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi tersebut disebabkan oleh
turunnya harga batu bata, kayu balokan, dan bahan bakar rumah tangga. Turunnya
harga batu bata dan kayu balokan sejalan dengan melimpahnya pasokan dan
moderasi permintaan. Demikian juga dengan terkoreksinya harga bahan bakar
rumah tangga di Tembilahan yang disebabkan oleh terjaganya pasokan. Disisi lain,
kenaikan harga terjadi pada biaya sewa rumah, kain gorden, dan besi beton.
Meningkatnya biaya sewa rumah terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan
pada periode Tahun Ajaran baru yang disertai dengan kenaikan harga kain gorden.
Adapun kenaikan harga besi beton disebabkan oleh berkurangnya produksi.
Menurunnya tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan
Olahraga. Pada triwulan IV 2018, inflasi kelompok tersebut tercatat sebesar 1,04%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar 3,84% (yoy).
Menurunnya tekanan inflasi kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
disebabkan oleh turunnya harga VCD/DVD player, biaya rekreasi, dan harga televisi
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
51
berwarna. Secara umum, koreksi harga VCD/DVD player dan televisi berwarna
disebabkan oleh semakin kompetitif dan inovatifnya persaingan pasar komoditas
tersebut. Sedangkan turunnya biaya rekreasi merupakan upaya untuk menarik minat
masyarakat di Tembilahan yang cenderung menghabiskan waktu liburan di luar kota.
Namun demikian, tekanan inflasi yang lebih rendah tertahan oleh kenaikan biaya
masuk Akademi/Perguruan Tinggi, Taman Kanak-kanak, dan buku tulis bergaris
seiring dengan pergantian semester.
Grafik 2.11 Perkembangan Inflasi
Kota Tembilahan
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.12 Andil Inflasi Berdasarkan
Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: BPS, diolah
3. Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau
Sepanjang periode laporan, sejumlah kegiatan dilakukan oleh TPID di Provinsi Riau
baik rapat koordinasi monitoring program maupun berbagai kegiatan dalam rangka
pengendalian harga. Sementara itu, sebagai bentuk upaya peningkatan kompetensi
anggota TPID, diselenggarakan capacity building TPID se Provinsi Riau di Yogyakarta.
Disamping itu, dalam rangka pengendalian harga menjelang momentum Natal dan
Tahun Baru, TPID Provinsi Riau berupaya mengimplementasikan beberapa program
antara lain operasi pasar murah yang dilakukan dibawah koordinasi Bulog Divre Riau
Kepri, serta sidak pasar dan gudang distributor di Kota Pekanbaru dan sekitarnya
yang dikoordinasi oleh Dinas Perdagangan Provinsi Riau bersama dengan unsur
Kepolisian Daerah Provinsi Riau. Selain itu, TPID Provinsi Riau dan TPID
Kabupaten/Kota juga fokus pada penyusunan Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi
Riau tahun 2019-2021.
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
% (qtq)% (yoy)
Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
0
1
2
3
4
5
6
Bahan
Makanan
Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,
Rekreasi,
Olahraga
Transportasi
& Komunikasi
Kontribusi (%)Inflasi (% yoy) Inflasi (yoy) Tw III 2018 Inflasi (yoy) Tw IV 2018
Kontribusi Tw III 2018 Kontribusi Tw IV 2018
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
52
a. Capacity Building TPID se Provinsi Riau
Pada tanggal 31 Oktober 1 November 2018 diselenggarakan Capacity
Building TPID se Provinsi Riau dengan TPID D.I.Yogyakarta dan TPID Jawa
Tengah bertempat di D.I.Yogyakarta. Tujuan pelaksanaan kegiatan ini antara
lain adalah (i) Mendapatkan informasi terkait program-program
pengendalian inflasi yang dimiliki oleh TPID D.I.Yogyakarta dan TPID Jawa
Tengah sehingga pernah berhasil menjadi TPID terbaik untuk wilayah Pulau
Jawa, (ii) Melihat potensi dilakukannya Kerjasama Antar Daerah antara TPID
Riau dengan TPID yang berada di Pulau Jawa, dan (iii) Melakukan
penyusunan draft Roadmap Pengendalian Inflasi Tahun 2019 - 2021. Dalam
kegiatan tersebut diperoleh beberapa informasi sebagai berikut:
TPID Jawa Tengah memiliki program pemantauan harga pangan
melalui aplikasi smartphone yang dapat secara khusus diakses oleh
Gubernur dan seluruh intansi terkait. Sehingga apabila ada
perubahan harga signifikan dapat segera dilakukan komunikasi
melalui aplikasi tersebut. Saat ini TPID Riau telah memiliki program
pemantauan harga melalui Pusat Informasi Harga Pangan Strategis
(PIHPS) namun belum dapat dilakukan komunikasi langsung antara
Pimpinan Daerah dengan intansi terkait melalui sistem informasi
tersebut.
Ketersediaan bahan pangan di Provinsi Riau memiliki kendala antara
lain produksi bahan pangan yang terbatas, serta penjualan bahan
pangan produksi lokal kepada daerah lain sebelum digunakan untuk
memenuhi kebutuhan lokal. Terkait hal tersebut TPID D.I.Yogyakarta
dan TPID Jawa Tengah memberikan rekomendasi terkait pentingnya
ketegasan dan intervensi Pemerintah Daerah dalam menyusun
peraturan yang mengatur produksi dan kelancaran distribusi bahan
pangan.
Harmonisasi koordinasi antara berbagai pihak terkait seperti
Pemerintah Daerah, Bank Indonesia dan Bulog dibutuhkan untuk
membuat program yang efektif bagi pengendalian inflasi. Pada
Provinsi Jawa Tengah Kios Segoro Amarto merupakan program yang
diinisiasi oleh berbagai pihak yaitu BI membangun kiosnya, Bulog
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
53
menyediakan bahannya, sedangkan Pemerintah Daerah membiayai
petugasnya dan operasionalnya melalui APBD.
Perbaikan manajemen pasar dan adanya kerjasama antar pasar di
suatu daerah dapat membantu Pemerintah Daerah dalam
mengendalikan harga bahan pangan dan adanya pasar tumpah
(pasar kaget).
Pengendalian harga juga dilakukan melalui sisi konsumsi antara lain
melalui edukasi kepada konsumen antara lain dengan
memperkenalkan bahan pangan subtitusi.
b. Kegiatan Pengendalian Harga Menjelang Natal dan Tahun Baru
Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain berupa operasi pasar murah
serta sidak pasar dan gudang distributor di Kota Pekanbaru dan sekitarnya.
Hal ini dilakukan guna memantau perkembangan harga komoditas di pasar,
serta memastikan ketersediaan stok bahan pangan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat jelang HBKN.
Kegiatan operasi pasar murah dilakukan dibawah koordinasi Bulog
Divre Riau Kepri, antara lain dengan memanfaatkan jaringan Toko
Pangan Kita yang beroperasi di beberapa pasar di Provinsi Riau.
Beberapa komoditas yang dijual di Toko Pangan Kita antara lain
adalah beras, gula, telur, dan minyak dengan harga jual cukup
bersaing.
Kegiatan sidak pasar dilakukan pada tanggal 28 November 2018 di
Pasar Sukaramai dan Pasar Cik Puan Kta Pekanbaru. Pelaksanaan
sidak pasar dikoordinasi oleh Dinas Perdagangan Provinsi Riau
bersama dengan unsur Kepolisian Daerah Provinsi Riau.
c. Rapat Koordinasi Monitoring Kegiatan TPID
Pada tanggal 10 dan 11 Desember 2018 diselenggarakan Rapat Koordinasi
TPID Provinsi Riau. Rapat tersebut dipimpin oleh Kepala Biro Ekonomi Provinsi
Riau dan dihadiri oleh seluruh OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait.
Rapat Koordinasi tersebut dilaksanakan dalam rangka penyusunan draft
Roadmap TPID Provinsi Riau Tahun 2019-2021. Draft dimaksud telah
disampaikan kepada Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) sesuai target
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
54
waktu yang ditetapkan yaitu pada minggu ke-3 Desember 2018. Dalam
pertemuan tersebut, seluruh OPD menyampaikan program dan kegiatan
terkait dengan pengendalian inflasi yang akan dilaksanakan dalam kurun
waktu 2019-2021, termasuk menetapkan target pencapaian yang terukur
dan terarah. Selanjutnya draft Roadmap TPID Provinsi Riau tersebut akan
dibahas lebih lanjut dalam rangka finalisasi dengan target draft final akan
selesai disusun paling lambat pada akhir Januari 2019 untuk kemudian
disampaikan kepada TPIP.
Pada tanggal 19 Desember 2018 juga dilaksanakan Rapat Koordinasi TPID
Kabupaten Pelalawan. Rapat ini dipimpin oleh Kepala Bagian Perekonomian
dan SDA Kabupaten Pelalawan. Pimpinan rapat menyampaikan apresiasi atas
kegiatan pengendalian inflasi yang sudah dilakukan sepanjang 2018
sehingga tingkat inflasi di Riau dan Pelalawan berada dalam level terjaga dan
stabil. Namun demikian, seluruh OPD perlu mengantisipasi gejolak harga
yang mungkin terjadi dalam waktu dekat karena terhambatnya saluran
distribusi bahan pokok disebabkan bencana banjir yang menimpa 8
(delapan) kecamatan di Kabupaten Pelalawan. Dalam rapat koordinasi
tersebut juga diperoleh beberapa informasi sebagai berikut:
Disperindag Kabupaten Pelalawan telah melakukan pantauan harga bahan
kebutuhan pokok masyarakat dengan melibatkan Kepolisian. Berdasarkan
pantauan dimaksud terdapat kenaikan harga pada komoditas telur dan daging
ayam ras di pasar. Hal ini disebabkan antara lain karena adanya penyakit unggas
yang melanda beberapa peternakan ayam ras sehingga mempengaruhi pasokan
telur dan daging ayam ras.
Berdasarkan pantauan yang sama, terjadi penurunan stok LPG di Kabupaten
Pelalawan sehingga tidak mencukupi kebutuhan masyarakat. Hal tersebut
disebabkan antara lain adanya indikasi terjadinya penimbunan gas LPG oleh
oknum pedagang atau distributor guna meraup keuntungan yang lebih besar.
Merespon hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Pelalawan bersama dengan
jajaran Kepolisian akan berupaya menertibkan oknum pedagang atau
distributor yang melakukan penimbunan.
Terdapat potensi kenaikan harga komoditas akibat terjadinya bencana banjir
yang melanda 8 (delapan) Kecamatan di Kabupaten pelalawan yang
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
55
menghambat jalur distribusi. Berdasarkan pantauan harga di beberapa daerah
yang terkena dampak banjir, kondisi harga di daerah tersebut masih stabil.
Namun demikian, apabila kondisi bencana banjir masih terus berlanjut,
dikhawatirkan akan berdampak pada kenaikan harga komoditas stratregis di
Kabupaten Pelalawan.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
56
1. Kondisi Umum
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan tolak ukur penting
keberhasilan suatu daerah dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah.
Perkembangan realisasi APBD Provinsi Riau selama tahun 2018 secara umum
membaik dari sisi pendapatan namun apabila dilihat dari sisi belanja mengalami
penurunan dibandingkan tahun 2017. Realisasi pendapatan Provinsi Riau pada 2018
tercatat sebesar Rp8,47 triliun atau 91,79% dari pagu anggaran, meningkat hingga
14,03% (yoy) dibandingkan 2017 yang tercatat sebesar Rp7,43 triliun atau 82,12%
dari pagu anggaran. Namun meskipun realisasi pendapatan mengalami peningkatan,
disisi lain realisasi belanja Provinsi Riau pada tahun 2018 menurun dibandingkan
2017. Realisasi belanja pada tahun 2018 tercatat sebesar Rp8,47 triliun atau 82,02%
ASESMEN KEUANGAN
PEMERINTAHAAH
Bab 3
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
57
dari pagu anggaran menurun hingga 5,50% (yoy) dibandingkan 2017 yang tercatat
sebesar Rp8,96 triliun atau 86,19% dari pagu anggaran. Penurunan realisasi belanja
tersebut disebabkan oleh tidak tersedianya dana tambahan atau dana SILPA diluar
pendapatan yang berhasil diperoleh selama 2018 untuk menutupi kekurangan
anggaran belanja. Hal tersebut menyebabkan terdapat tunda bayar beberapa proyek
yang dibangun pada 2018 di Provinsi Riau.
Grafik 3.1. Realisasi APBD Provinsi Riau 2015 s.d 2018
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Berdasarkan capaian APBD 2018, pemerintah Provinsi Riau telah mengesahkan APBD
2019 lebih rendah dibandingkan APBD 2018. Dari sisi pendapatan, pemerintah
Provinsi Riau menetapkan target pagu anggaran sebesar Rp9,13 triliun, sedikit lebih
rendah dibandingkan anggaran 2018 yang tercatat sebesar Rp9,23 triliun.
Sedangkan dari sisi belanja, target pagu anggaran yang ditetapkan sebesar Rp9,18
triliun atau turun 11,11% dibandingkan APBD 2018 yang tercatat sebesar Rp10,32
triliun. Penurunan anggaran belanja dalam APBD 2019 disebabkan oleh tidak
tercapainya perkiraan dana SILPA 2018 serta adanya tunda bayar proyek pada 2018
menyebabkan pemerintah perlu melakukan rasionalisasi penggunaan APBD di 2019.
Di sisi lain pendapatan yang bersumber dari Dana Bagi Hasil (DBH) pada 2019
diperkirakan akan rendah akibat masih terbatasnya perbaikan harga komoditas
global dan penurunan kinerja migas yang disebabkan natural declining serta
keterbatasan eksplorasi sumur baru ditengah berakhirnya kontrak kerja pengelolaan
Blok Rokan sebagai lapangan minyak terbesar di Asia Tenggara oleh PT Chevron
pada 2021.
43.2%
64.8%
93.3%
19.2%
43.0%
64.6%
95.8%
20.1%
40.2%
67.5%
82.1%
19.53%
45.08%
62.67%
91.79%
13.2%
30.3%
68.1%
4.6%
23.5%
38.7%
83.7%
5.1%
21.0%
43.3%
86.2%
7.33%
32.53%
45.43%
82.02%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Juni Sep Des Mar Juni Sep Des Mar Juni Sep Des Mar Juni Sep Des
2015 2016 2017 2018
Pendapatan Daerah Belanja Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
58
Grafik 3.2. Perkembangan Pagu Anggaran APBD Provinsi Riau 2015 s.d 2018
Sumber: BPKAD Provinsi Riau, diolah
2. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Tahun 2018
Realisasi pendapatan Provinsi Riau tahun 2018 tercatat sebesar Rp8,47 triliun atau
91,79% dari pagu anggaran. Berdasarkan data historis, pendapatan pemerintah
Provinsi Riau pada periode laporan lebih tinggi dibandingkan tahun 2017. Realisasi
pendapatan Provinsi Riau 2018 meningkat hingga Rp1,04 triliun atau 14,03% (yoy)
dibandingkan realisasi tahun 2017 yang terealisasi sebesar Rp7,43 triliun atau
82,12% dari pagu anggaran.
Grafik 3.3. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Tahun 2017 & 2018
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Peningkatan realisasi pendapatan Provinsi Riau pada 2018 terutama didorong oleh
realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan. Realisasi PAD pada
2018 tercatat sebesar Rp3,63 triliun atau 91,80% dari pagu anggaran, meningkat
hingga 25,77% (yoy) dibandingkan realisasi 2017 yang tercatat sebesar Rp2,89
7.240
10.3729.055
10.3999.237
10.3269.129 9.179
PendapatanDaerah
BelanjaDaerah
PendapatanDaerah
BelanjaDaerah
PendapatanDaerah
BelanjaDaerah
PendapatanDaerah
BelanjaDaerah
2016 2017 2018 2019
Trili
un
3
4,539
2,893
7,436
12
4,828
3,639
8,479
Lain-Lain Pendapatan Daerahyang Sah
Dana Transfer-Perimbangan
Pendapatan Asli Daerah
Total Pendapatan
Rp. Triliun2018 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
59
triliun atau 74,97% dari pagu anggaran. Peningkatan PAD tersebut didorong oleh
tingginya realisasi pendapatan pajak daerah dan pendapatan lain-lain PAD yang sah.
Realisasi pendapatan pajak Provinsi Riau mengalami peningkatan hingga 29,88%
(yoy) dari Rp2,36 triliun (78,42% dari pagu anggaran) pada 2017 menjadi Rp3,07
triliun (96,02% dari pagu anggaran) pada 2018.
Grafik 3.4. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Provinsi Riau Tahun 2017 & 2018
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Tingginya realisasi penerimaan pajak pada 2018 didorong oleh peningkatan
penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Pajak Air Permukaan. Pajak
Kendaraan Bermotor meningkat hingga 13,57% (yoy) dari Rp924 miliar (100% dari
pagu anggaran) pada 2017 menjadi Rp1,05 triliun (105,5% dari pagu anggaran)
pada 2018. Peningkatan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor ini sejalan dengan
peningkatan penjualan ritel kendaraan bermotor di Provinsi Riau yang meningkat
hingga 13,57% (yoy) dari 29,034 ribu unit kendaraan pada 2017 menjadi 32,974
ribu unit kendaraan pada 2018 baik untuk kendaran passenger maupun komersial.
Pajak BBNKB meningkat 17,74% (yoy) dari Rp751 miliar (90,6% dari pagu anggaran)
pada 2017 menjadi Rp884 miliar (106,6% dari pagu anggaran). Peningkatan ini
disebabkan tingginya antusiasme masyarakat dalam pemutakhiran BBNKB
sehubungan program penerapan pelayanan samsat online dan sistem realtime untuk
penerimaan pajak PKB dan BBNKB oleh Pemerintah Provinsi Riau. Di sisi lain, juga
terjadi peningkatan pendapatan yang bersumber dari Pajak Bahan Bakar Kendaraaan
Bermotor hingga 131,28% (yoy) dari Rp338 miliar (41,6% dari pagu anggaran) pada
391
121
12
2,368
420
132
11
3,076
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Lain-lain PAD Yang Sah
Hasil Pengelolaan Kekayaan DaerahYang Dipisahkan
Retribusi Daerah
Pajak Daerah
2017 2018
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
60
2017 menjadi Rp781 miliar (86,9% dari pagu anggaran). Peningkatan ini terjadi
seiring dengan kenaikan harga bahan bakar non subsidi akibat meningkatnya harga
minyak dunia selama 2018.
Tabel 3.1. Komponen Pendapatan Pajak Provinsi Riau Tahun 2017 & 2018
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Selain peningkatan pendapatan dari sisi pajak daerah, peningkatan realisasi PAD juga
didorong oleh peningkatan dari sisi Penerimaan Lain-Lain PAD yang Sah. Lain-Lain
PAD yang sah pada 2018 meningkat hingga 7,41% (yoy) dari Rp391 miliar (73,06%
dari pagu anggaran) pada 2017 menjadi Rp420 miliar (79,77% dari pagu anggaran).
Peningkatan tersebut didorong oleh pendapatan yang bersumber dari denda pajak
kendaraan bermotor, denda pajak BBNKB, pendapatan Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) dan pendapatan jasa lainnya.
Tabel 3.2. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Tahun 2017 & 2018
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Peningkatan pendapatan daerah pada 2018 juga didorong oleh peningkatan Dana
Perimbangan yang meningkat hingga 6,36% (yoy) dari Rp4,53 triliun (87,41% dari
Realisasi (Rp
miliar)% Realisasi Pangsa
Realisasi (Rp
miliar)% Realisasi Pangsa
Pajak Kendaraan Bermotor 924 100.1% 39.0% 1049 105.5% 34.1%
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 751 90.6% 31.7% 884 106.6% 28.7%
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 338 41.1% 14.3% 781 86.9% 25.4%
Pajak Air Permukaan 15 38.3% 0.7% 29 44.4% 0.9%
Pajak Rokok 341 84.0% 14.4% 333 80.0% 10.8%
2017 2018
Komponen Pembentuk Pendapatan Pajak
Daerah
Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi %
PENDAPATAN DAERAH 9055 7436 82.12 9237 8479 91.79
PENDAPATAN ASLI DAERAH 3859 2893 74.97 3964 3639 91.80
Pajak Daerah 3020 2368 78.42 3204 3076 96.02
Retribusi Daerah 16 12 77.92 16 11 68.03
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan288 121 42.18 218 132 60.65
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 535 391 73.06 527 420 79.77
DANA PERIMBANGAN 5193 4539 87.41 5262 4828 91.74
Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak 992 724 73.01 1061 857 80.74
Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam1042 750 71.94 1038 865 83.29
Pendapatan Dana Alokasi Umum 1458 1458 100.00 1434 1465 102.14
Pendapatan Dana Alokasi Khusus 1701 1608 94.50 1729 1641 94.95
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH3 3 98.50 10 12 115.25
2018Akun Anggaran (Satuan Miliar)
2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
61
pagu anggaran) pada 2017 menjadi Rp4,82 triliun (91,74% dari pagu anggaran)
pada 2018. Peningkatan Dana Perimbangan utamanya didorong oleh peningkatan
pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam (SDA). Pendapatan Dana
Bagi Hasil Pajak meningkat hingga 18,32% (yoy) dari Rp724 miliar (73,01 % dari
pagu anggaran) pada 2017 menjadi Rp857 miliar (80,74% dari pagu anggaran),
sedangkan Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam meningkat hingga
15,40% (yoy) dari Rp750 miliar (71,94% dari pagu anggaran) pada 2017 menjadi
Rp865 miliar (83,29% dari pagu anggaran). Peningkatan tersebut seiring dengan
berakhirnya tunda salur Dana Bagi Hasil migas yang telah ditransfer pada triwulan IV
2018 sebesar Rp2,5 triliun untuk seluruh Provinsi dan Kabupaten Kota di Provinsi
Riau.
Untuk tahun 2019, pendapatan yang bersumber dari dana perimbangan juga
diperkirakan akan mengalami penurunan. Berdasarkan arahan Kementerian
Keuangan untuk tahun 2019 setiap pemerintah daerah diminta untuk tidak
menganggarkan 30% dari Dana Bagi Hasil dalam anggaran 2019, dan DBH 2019
rencananya hanya akan disalurkan sekali dalam setahun dari yang biasanya diterima
setiap triwulan. Hal ini akan menyebabkan dana bagi hasil tahun 2019 yang diterima
Provinsi Riau diperkirakan akan lebih rendah dan semakin tergantung dengan harga
komoditas dunia sepanjang tahun 2019.
3. Realisasi Belanja Provinsi Riau Tahun 2018
Realisasi belanja Provinsi Riau pada 2018 tercatat sebesar Rp8,47 triliun atau 82,02%
dari pagu anggaran menurun hingga Rp492,58 miliar atau 5,5% (yoy) dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya yang terealisasi sebesar Rp8,96 triliun atau
86,19% dari pagu anggaran. Penurunan belanja terutama didorong oleh
menurunnya pos belanja langsung baik secara nominal maupun secara prosentase
terhadap pagu anggaran. Sedangkan penurunan realisasi belanja yang lebih dalam
tertahan oleh kenaikan pos belanja tidak langsung yang meningkat baik secara
nominal maupun persentase terhadap pagu anggaran.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
62
Tabel 3.3 Realisasi Belanja Provinsi Riau Tahun 2017 & 2018
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Pada tahun 2018, Belanja Tidak Langsung tercatat terealisasi sebesar Rp5,21 triliun
atau 89,92% dari pagu anggaran. Secara persentase terhadap pagu anggaran,
realisasi belanja tersebut meningkat hingga Rp271 miliar atau 5,49% (yoy)
dibandingkan realisasi 2017 yang dapat terealisasi sebesar Rp4,93 triliun atau
87,30% dari pagu anggaran. Peningkatan pada pos Belanja Tidak Langsung terjadi
secara nominal dan persentase terjadi pada pos belanja pegawai dan belanja bagi
hasil kepada pemerintah kabupaten/kota. Pada tahun 2018, belanja pegawai
terealisasi sebesar Rp2,23 triliun atau 90,35% dari pagu anggaran meningkat hingga
Rp253 miliar atau 12,83% (yoy) dibandingkan tahun 2017 yang terealisasi sebesar
Rp1,97 triliun atau 83,59% dari pagu anggaran. Peningkatan yang lebih tinggi juga
didorong oleh belanja bagi hasil kepada pemerintah kabupaten/kota. Pada tahun
2018, belanja bagi hasil kepada pemerintah Kabupaten/Kota terealisasi sebesar
Rp1,27 triliun atau 85,03% dari pagu anggaran, meningkat hingga Rp76,95 miliar
atau 6,42% (yoy) dibandingkan tahun 2017 yang terealisasi sebesar Rp1,19 triliun.
Hal ini sejalan dengan meningkatnya pendapatan Provinsi Riau yang bersumber dari
dana perimbangan pemerintah pusat yang pada 2018 terealisasi sebesar Rp4,82
triliun atau 91,74 dari pagu anggaran, meningkat hingga 6,36% (yoy) dibandingkan
realisasi pada tahun 2017 yang terealisasi sebesar Rp4,53 triliun atau 87,41% dari
pagu anggaran.
Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi %
BELANJA DAERAH 10399 8962 86.19 10326 8470 82.02
BELANJA TIDAK LANGSUNG 5657 4939 87.30 5794 5210 89.92
Belanja Pegawai 2367 1979 83.59 2471 2233 90.35
Belanja Hibah 1163 1149 98.77 1359 1306 96.13
Belanja Bantuan Sosial 10 3 32.89 12 10 87.03
Belanja Bagi Hasil 1408 1198 85.13 1500 1275 85.03
Belanja Bantuan Keuangan 699 609 87.19 423 385 91.12
Belanja Tidak Terduga 10 0 0.00 11 0 0.00
BELANJA LANGSUNG 4741 4023 84.86 4552 3260 71.61
Belanja Pegawai 395 374 94.56 4 3 72.60
Belanja Barang dan Jasa 2154 1763 81.87 2743 2210 80.59
Belanja Modal 2192 1887 86.05 1806 1047 57.97
2018Akun Anggaran (Satuan Miliar)
2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
63
Grafik 3.5. Realisasi Komponen Belanja Tidak Langsung Tahun 2017 & 2018
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
Berbeda dengan komponen belanja tidak langsung, realisasi komponen belanja
langsung Provinsi Riau pada 2018 lebih rendah baik secara nominal maupun
persentase terhadap pagu anggaran dibandingkan periode 2017. Pada tahun 2018,
belanja langsung Provinsi Riau hanya terealisasi sebesar Rp3,26 triliun atau 71,61%
dari pagu anggaran, menurun hingga Rp763 miliar atau 18,98% (yoy) dibandingkan
tahun 2017 yang terealisasi sebesar Rp4,02 triliun atau 84,86% dari pagu anggaran.
Penurunan tersebut didorong oleh penurunan pada sisi belanja pegawai dan belanja
modal. Pada 2018, belanja pegawai pada pos belanja langsung terealisasi sebesar
Rp2,6 miliar atau 72,60% dari pagu anggaran, menurun dibandingkan 2017 yang
terealisasi sebesar Rp374 miliar atay 94,56% dari pagu anggaran. Penurunan pada
pos belanja pegawai tersebut disebabkan oleh rasionalisasi anggaran yang dilakukan
pemerintah Provinsi Riau sejak awal penyusunan rencana APBD 2018, hal tersebut
terlihat dari penurunan rencana pagu anggaran pada pos belanja pegawai dari
Rp395 miliar pada 2017 menjadi hanya Rp3,6 miliar pada 2018. Penurunan realisasi
belanja langsung yang lebih dalam didorong oleh penurunan pada pos belanja
modal. Pada tahun 2018, belanja modal Provinsi Riau hanya terealisasi sebesar
Rp1,04 triliun atau 57,97% dari pagu anggaran. Kondisi ini menurun hingga Rp839
miliar atau 44,51% yoy dibandingkan realisasi pada tahun 2017 yang tercatat
sebesar Rp1,88 triliun atau 86,05% dari pagu anggaran. Penurunan disebabkan
rendahnya realisasi pada belanja modal pengadaan alat-alat kedokteran yang pada
2018 terealisasi sebesar Rp51,57 miliar atau 57% dari pagu anggaran, belanja modal
1979
1149
1198
609
2233
1306
1275
385
0 500 1000 1500 2000 2500
Belanja Pegawai
Belanja Hibah
Belanja Bagi Hasil
Belanja Bantuan Keuangan
Rp. Miliar
Realisasi 2018
Realisasi 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah
64
pengadaan alat-alat laboratorium yang terealisasi sebesar Rp76,74 miliar atau
59,96% dari pagu anggaran, belanja modal pengadaan konstruksi jalan yang
terealisasi sebesar Rp407,26 miliar atau 73,06% dari pagu anggaran, belanja modal
pengadaan instalasi listrik dan telepon yang terealisasi sebesar Rp10,69 miliar atau
13,26% dari pagu anggaran, dan belanja modal pengadaan konstruksi/pembelian
bangunan yang terealisasi sebesar 157,83 miliar atau 33,12% dari pagu anggaran.
Penurunan realisasi belanja modal tersebut disebabkan oleh rasionalisasi yang
dilakukan akibat tidak tersedianya dana tambahan atau dana SILPA diluar
pendapatan yang berhasil diperoleh selama 2018 untuk menutupi kekurangan
anggaran belanja modal yang telah dianggarkan pada 2018. Hal tersebut juga
menyebabkan terjadinya tunda bayar beberapa proyek yang dibangun pada 2018 di
Provinsi Riau.
Grafik 3.6. Realisasi Pos Belanja Langsung Provinsi Riau Tahun 2017 & 2018
Sumber : BPKAD Provinsi Riau, diolah
374
1763
1887
3
2210
1047
0 500 1000 1500 2000 2500
Belanja Pegawai
Belanja Barang danJasa
Belanja Modal
Rp. Miliar
Realisasi 2018
Realisasi 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
65
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan Riau
Stabilitas Sistem Keuangan daerah Riau pada triwulan IV 2018 membaik dan terjaga
di tengah meningkatnya kinerja perekonomian.
Kerentanan sektor korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan IV 2018
secara umum menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, sejalan dengan
outstanding kredit yang tetap meningkat serta NPL yang semakin membaik.
Indikator kinerja perbankan di Riau pada triwulan IV 2018 meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya, sejalan dengan membaiknya
pertumbuhan tahunan aset, DPK, NPL, dan LDR. Adapun pertumbuhan
tahunan kredit mengalami perlambatan meskipun secara outstanding
mengalami peningkatan.
Bab 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
DAN UMKM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
66
1. Perkembangan Sistem Keuangan Riau
Kerentanan sektor korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan IV 2018 secara
umum menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyaluran kredit korporasi
yang berlokasi di Provinsi Riau pada triwulan IV 2018 mencapai sekitar Rp74,18
triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat Rp70,82 triliun.
Meskipun secara outstanding mengalami peningkatan, pertumbuhan tahunan kredit
korporasi pada triwulan laporan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan
sebelumnya, yaitu dari 26,58% (yoy) menjadi 24,86% (yoy). NPL sektor korporasi
Riau pada triwulan laporan tercatat 3,13%, membaik dibandingkan NPL triwulan
sebelumnya yang mencapai 3,18%. Penyaluran kredit korporasi sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan Riau pada triwulan IV 2018 mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu 10,18% (yoy) menjadi 9,04% (yoy),
dengan NPL berada pada level 1,73%, meningkat jika dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat 1,50%. Di sisi lain, penyaluran kredit korporasi di sektor
perdagangan, restoran, dan perhotelan Riau pada triwulan IV 2018 meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya, dari negatif 1,78% (yoy) menjadi positif 0,004%
(yoy), dengan NPL membaik dari 4,57% menjadi 4,37%. Sementara itu, penyaluran
kredit korporasi di sektor industri pengolahan Riau pada triwulan mengalami
pertumbuhan tahunan yang melambat dari 32,25% (yoy) menjadi 19,58% (yoy),
dengan NPL yang meningkat, namun masih relatif rendah, yaitu dari 0,24% menjadi
0,51%. Menurunnya kerentanan juga ditunjukkan oleh pertumbuhan tahunan kredit
konsumsi rumah tangga yang tetap kuat pada triwulan IV 2018, yakni mencapai
10,64% (yoy), meskipun sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 12,22% (yoy), dan sejalan dengan NPL yang membaik dari 1,71% menjadi
1,44%.
1.1. Ketahanan Sektor Korporasi1
Kredit korporasi pada triwulan IV 2018 mencapai sekitar Rp74,18 triliun, meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat Rp70,82 triliun. Meskipun secara
outstanding mengalami peningkatan, pertumbuhan tahunan kredit korporasi pada
1 Sejak KEKR edisi kali ini, pembahasan mengenai kredit sektor korporasi ditinjau berdasarkan
penyaluran kredit yang lokasi kegiatannya berada di Provinsi Riau. Adapun bank/sumber
kreditnya mungkin saja berasal dari luar Provinsi Riau.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
67
triwulan laporan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu
dari 26,58% (yoy) menjadi 24,86% (yoy). Berdasarkan sektornya, penyerapan kredit
korporasi di Provinsi Riau pada triwulan IV 2018 didominasi oleh tiga sektor: (i) sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan, (ii) sektor perdagangan, restoran, dan
perhotelan, serta (iii) sektor industri pengolahan. Outstanding kredit korporasi sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan mencapai Rp23,70 triliun, atau 31,9% dari
total kredit korporasi di Riau. Kredit korporasi sektor perdagangan, restoran, dan
perhotelan mempunyai pangsa 18,7% dari total kredit korporasi di Riau, dengan
outstanding Rp13,86 triliun. Adapun outstanding kredit korporasi sektor industri
pengolahan mencapai Rp13,56 triliun, atau 18,3% dari total kredit korporasi Riau.
Penyerapan kredit yang tinggi pada ketiga sektor tersebut merupakan cerminan dari
besarnya peran ketiganya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau.
Penyaluran kredit di sektor pertanian masih didominasi oleh kredit subsektor
perkebunan kelapa sawit, dengan pangsa 83,62% dari total kredit sektor pertanian
atau sebesar Rp19,82 triliun. Sementara itu, Penyaluran kredit kepada sektor
perdagangan, restoran, dan perhotelan masih didominasi oleh subsektor
perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau dengan pangsa 14,60%
dari total kredit sektor perdagangan atau sebesar Rp2,02 triliun. Adapun penyaluran
kredit korporasi sektor industri pengolahan didominasi oleh subsektor industri pulp
(bubur kertas), kertas, dan karton dengan pangsa 23,48% dari total kredit sektor
industri pengolahan atau sebesar Rp3,18 triliun.
Penyaluran kredit korporasi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Riau pada
triwulan IV 2018 baik secara outstanding maupun pertumbuhan tahunan mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyaluran kredit korporasi sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan laporan mencapai Rp23,70
triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat Rp24,14 triliun;
atau secara tahunan mengalami pertumbuhan melambat dari 10,18% (yoy) menjadi
9,04% (yoy). Perlambatan ini didorong utamanya oleh harga CPO dan karet dunia
yang masih menunjukkan tren penurunan. Secara rata-rata harga CPO dunia pada
triwulan IV 2018 sekitar US$ 452,1/MT, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mencapai US$ 534,1/MT. Sementara itu, rata-rata harga karet dunia pada
triwulan IV 2018 tercatat sekitar US$ 1,63/kg, menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai US$ 1,74/kg. Penurunan ini tentunya menjadi disinsentif
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
68
bagi korporasi perkebunan terutama kelapa sawit dan karet untuk menambah
investasi melalui kredit baru, sehingga yang dilakukan lebih kepada pembayaran
tagihan kredit berjalan.
Penyaluran kredit korporasi di sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan Riau
pada triwulan IV 2018 baik secara outstanding maupun pertumbuhan tahunan
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan outstanding,
penyaluran kredit sektor ini mencapai Rp13,86 triliun, meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat Rp13,77 triliun; atau secara tahunan mengalami
pertumbuhan meningkat dari negatif 1,78% (yoy) menjadi positif 0,004% (yoy).
Meningkatnya pertumbuhan kredit korporasi di sektor ini didorong utamanya oleh:
(i) membaiknya pertumbuhan penyaluran kredit di subsektor perdagangan eceran
secara keseluruhan (baik makanan, minuman, dan tembakau maupun selain
makanan, minuman, dan tembakau), serta (ii) meningkatnya pertumbuhan kredit di
subsektor perdagangan eceran bahan konstruksi. Membaiknya pertumbuhan kredit
subsektor perdagangan eceran secara keseluruhan didorong oleh meningkatnya
konsumsi masyarakat terutama menjelang musim libur akhir tahun. Meningkatnya
konsumsi tersebut menjadi insentif bagi korporasi di sektor ini untuk memperbesar
kapasitas usaha melalui kredit perbankan. Sementara itu, meningkatnya
pertumbuhan kredit subsektor perdagangan eceran bahan konstruksi didorong oleh
membaiknya kegiatan sektor bangunan di Riau yang terkonfirmasi dari SBT kegiatan
usaha sektor bangunan dari SKDU Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang membaik
setelah triwulan sebelumnya mengalami kontraksi.
Tabel 4.1. Kredit Lokasi Proyek Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp Triliun)
Sumber : Bank Indonesia
I II III IV I II III IV I II III IV
Pertanian 24.43 25.25 25.79 26.42 22.63 19.88 21.91 21.73 21.35 24.61 24.14 23.70 22.21 9.04
Pertambangan 0.92 0.95 0.94 0.87 0.60 0.79 0.74 0.77 3.79 4.37 8.13 9.73 9.13 1156.20
Perindustrian 8.31 8.44 7.14 8.57 8.16 8.92 9.20 11.34 9.86 9.45 12.16 13.56 12.71 19.58
Listrik, gas dan air 1.65 1.75 1.39 1.50 1.50 1.50 1.50 1.51 1.52 1.52 1.71 2.69 2.52 78.43
Konstruksi 2.17 2.35 2.32 2.07 1.78 1.95 2.08 3.60 3.46 3.71 4.17 3.58 3.35 -0.53
Perdagangan, restoran dan hotel 14.59 14.96 14.96 14.96 13.70 13.92 14.02 13.86 13.34 13.66 13.77 13.86 12.99 0.00
Pengangkutan, pergudangan 1.85 1.89 1.73 1.64 1.43 1.54 1.63 1.83 1.80 1.82 1.74 1.91 1.79 4.35
Jasa 4.61 4.48 4.53 4.65 4.69 4.87 4.66 4.66 5.01 4.95 4.97 5.12 4.80 10.05
Rumah Tangga dan Lainnya 25.28 25.69 26.26 26.87 27.10 27.91 28.27 29.49 30.18 30.80 31.62 32.53 30.49 10.31
Total 83.82 85.76 85.06 87.55 81.60 81.29 84.02 88.78 90.31 94.89 102.42 106.68 100.00 20.16
Pangsa %yoyRpTriliun2016 2017 2018
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
69
Sementara itu, penyaluran kredit korporasi di sektor industri pengolahan Riau pada
triwulan IV 2018 mengalami pertumbuhan tahunan yang melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya, meskipun secara outstanding menunjukkan peningkatan.
Berdasarkan outstanding, penyaluran kredit sektor ini mencapai Rp13,56 triliun,
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat Rp12,16 triliun; namun
secara tahunan mengalami pertumbuhan melambat dari 32,25% (yoy) menjadi
19,58% (yoy). Secara outstanding, peningkatan penyaluran kredit pada triwulan IV
2018 terjadi pada subsektor industri minyak goreng kelapa sawit dan industri pulp,
kertas, dan karton. Peningkatan kredit di subsektor industri minyak goreng kelapa
sawit didorong oleh penambahan kredit modal kerja korporasi swasta non-BUMN di
Riau dan kredit investasi baru perseorangan per Desember 2018. Sementara itu,
peningkatan kredit subsektor industri pulp, kertas, dan karton didorong oleh
penambahan kredit investasi korporasi swasta non-BUMN per November 2018 senilai
sekitar Rp514,7 miliar, yang diperkirakan digunakan untuk penambahan kapasitas
produksi. Adapun berdasarkan pertumbuhan tahunan, perlambatan pertumbuhan
kredit sektor industri pengolahan pada triwulan laporan didorong oleh semakin
terkontraksinya pertumbuhan tahunan kredit industri minyak mentah nabati dan
melambatnya pertumbuhan tahunan kredit industri pulp, kertas, dan karton.
Sepanjang 2018, pertumbuhan tahunan kredit industri minyak mentah nabati
mengalami kontraksi yang didorong oleh pelunasan sebagian kredit investasi
korporasi yang cukup signifikan pada Januari 2018, senilai Rp788,4 miliar. Oleh
karena itu, semakin terkontraksinya pertumbuhan pada triwulan IV 2018
dikarenakan outstanding pada triwulan laporan lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya seiring pembayaran tagihan kredit setiap periodenya. Sementara itu
melambatnya pertumbuhan tahunan kredit industri pulp, kertas, dan karton seiring
dengan pelunasan sebagian kredit modal kerja korporasi yang cukup besar pada
rentang Maret Juni 2018, senilai Rp580,8 miliar.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
70
Grafik 4.1. Growth Subsektor Pertanian dan
Perdagangan
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.2. Pangsa Subsektor Pertanian dan
Perdagangan
Sumber : Bank Indonesia
NPL sektor korporasi Riau pada triwulan laporan tercatat 3,13%, membaik
dibandingkan NPL triwulan sebelumnya yang mencapai 3,18%. Secara sektoral, NPL
di sektor pertanian Riau pada triwulan IV 2018 berada pada level 1,73%, meningkat
jika dibandingkan triwulan III 2018 yang tercatat 1,50%. Sementara itu, NPL sektor
perdagangan, restoran, dan perhotelan Riau pada triwulan IV 2018 membaik
dibandingkan triwulan III 2018, yaitu dari 4,57% menjadi 4,37%. Adapun NPL sektor
industri pengolahan Riau pada triwulan laporan tercatat meningkat, namun masih
relatif rendah, yaitu dari 0,24% menjadi 0,51%. Meningkatnya NPL sektor pertanian
Riau pada triwulan laporan utamanya didorong oleh meningkatnya NPL subsektor
perkebunan kelapa sawit, yaitu dari 1,62% menjadi 1,85% sejalan dengan harga
CPO dunia yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu,
membaiknya NPL sektor perdagangan utamanya didorong oleh perbaikan NPL
subsektor perdagangan eceran didominasi makanan, minuman, dan tembakau, yaitu
dari 6,57% menjadi 5,69% sejalan dengan membaiknya penjualan eceran makanan,
minuman, dan tembakau sesuai hasil temuan SPE Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Riau. Adapun meningkatnya NPL industri pengolahan pada triwulan laporan
didorong oleh NPL berbagai subsektor yang secara pangsa tidak mendominasi
penyaluran kredit sektor industri pengolahan. Meskipun level NPL rata-rata
keseluruhan sektor ekonomi di Riau masih berada di bawah threshold yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%, perbankan dihimbau untuk selalu
berpedoman pada prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
71
1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga2
Pertumbuhan tahunan kredit konsumsi rumah tangga di Provinsi Riau pada triwulan
IV 2018 mencapai 10,64% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 2018 yang
tercatat tumbuh 12,22% (yoy). Meskipun mengalami perlambatan pertumbuhan
tahunan, outstanding kredit konsumsi triwulan IV 2018 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp31,59 triliun menjadi Rp32,50
triliun. Adapun NPL kredit rumah tangga di Provinsi Riau pada triwulan laporan
mengalami perbaikan dari 1,71% menjadi 1,44%.
Grafik 4.3. Perkembangan Kredit Perumahan
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.4. Perkembangan Kredit Kendaraan
Bermotor
Sumber : Bank Indonesia
Melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi utamanya didorong oleh melambatnya
pertumbuhan penyaluran kredit perumahan, kredit multiguna, dan kredit
kepemilikan kendaraan bermotor (KKB). Pada triwulan IV 2018, kredit perumahan
tercatat tumbuh 11,80% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 2018 yang
tercatat tumbuh 14,10% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit perumahan ini
terutama didorong oleh kredit kepemilikan rumah tipe 22 s.d. 70 (pangsa 68,84%)
yang tumbuh sebesar 20,08% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 2018 yang
tercatat 23,45% (yoy). Perlambatan utamanya didorong oleh masih ditundanya
subsidi uang muka program rumah bersubsidi Kementerian PU-PR sebesar Rp4 juta
hingga waktu yang belum ditentukan. Meskipun pertumbuhan secara tahunan
melambat, outstanding kredit perumahan pada triwulan laporan mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp10,21 triliun menjadi
2 Sejak KEKR edisi kali ini, pembahasan mengenai kredit sektor rumah tangga ditinjau
berdasarkan penyaluran kredit yang lokasi kegiatannya berada di Provinsi Riau. Adapun
bank/sumber kreditnya mungkin saja berasal dari luar Provinsi Riau.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
72
Rp10,58 triliun, yang merupakan dampak pelonggaran ketentuan LTV oleh Bank
Indonesia dan masih berlanjutnya program rumah bersubsidi Pemerintah.
Sejalan dengan melambatnya kredit perumahan, pertumbuhan tahunan kredit
multiguna di Riau pada triwulan IV 2018 juga menunjukkan perlambatan.
Pertumbuhan kredit multiguna Riau pada triwulan IV 2018 tercatat melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 10,01% (yoy) menjadi 9,20% (yoy),
meskipun secara outstanding meningkat dari Rp15,92 triliun menjadi Rp16,43 triliun.
Penyaluran kredit KKB pada triwulan IV 2018 secara tahunan tumbuh 21,39% (yoy),
melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 24,56%
(yoy). Melambatnya pertumbuhan kredit KKB di Riau pada triwulan laporan didorong
utamanya oleh melambatnya pertumbuhan tahunan kredit KKB roda empat (pangsa
77,17% kredit KKB) dari 20,84% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 14,94% (yoy).
Secara outstanding, penyaluran KKB pada triwulan laporan juga mengalami
penurunan dari Rp3,05 triliun menjadi Rp3,01 triliun.
Berbeda dengan kredit perumahan, multiguna, dan KKB, kredit kepemilikan durable
goods pada triwulan IV 2018 secara tahunan tumbuh meningkat, yaitu 28,97% (yoy)
dari 20,47% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan ini utamanya didorong
oleh meningkatnya pertumbuhan kredit: (i) kepemilikan TV, radio, dan alat
elektronik, (ii) kepemilikan peralatan lainnya, serta (iii) kepemilikan furniture dan
peralatan rumah tangga. Hanya kredit kepemilikan komputer dan alat komunikasi
yang tumbuh melambat. Secara outstanding, penyaluran kredit kepemilikan durable
goods pada triwulan laporan juga mengalami peningkatan dari Rp205,29 miliar
menjadi Rp220,27 miliar.
Grafik 4.5. Perkembangan Kredit Multiguna
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.6. Perkembangan Kredit
Durable Goods
Sumber : Bank Indonesia
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
73
Melambatnya pertumbuhan total kredit konsumsi rumah tangga di Riau pada
triwulan IV 2018 tercermin dari meningkatnya Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)3
satu hingga dua triwulan yang lalu. IEK untuk triwulan laporan yang disurvei pada
triwulan III 2018 mencapai 101,3 atau menurun 9,6 poin dari triwulan sebelumnya
yang tercatat 110,8. Menurunnya IEK dan kredit konsumsi ini diperkirakan didorong
oleh masih turunnya harga CPO, minyak, dan karet dunia yang ketiganya merupakan
komoditas utama Riau. Harga rata-rata CPO dunia pada triwulan IV 2018 tercatat
sekitar US$ 452,1/MT, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai
US$ 534,1/MT. Harga rata-rata minyak dunia (Minas) pada triwulan IV 2018 tercatat
sekitar US$ 70/bbl, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai
sekitar US$ 77,6/bbl. Sementara itu, rata-rata harga karet dunia pada triwulan IV
2018 tercatat sekitar US$ 1,63/kg, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai US$ 1,74/kg. Dengan menurunnya harga komoditas utama ini,
pendapatan masyarakat Riau diperkirakan menurun sehingga memperlambat
konsumsi melalui kredit perumahan dan KKB.
Grafik 4.7. Indeks Ekspektasi Konsumen dan Kredit Konsumsi
Sumber : Bank Indonesia
2. Kondisi Umum Perbankan Riau
Indikator kinerja perbankan di Riau pada triwulan IV 2018 meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Peningkatan ini tercermin dari membaiknya pertumbuhan
tahunan indikator utama, yaitu Aset, DPK, NPL, dan LDR. Adapun indikator utama
3 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) merupakan ekspektasi/perkiraan konsumen rumah tangga
terhadap penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan kegiatan usaha dalam jangka waktu 3
6 bulan (1 2 kuartal) yang akan datang.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
74
lainnya, yaitu kredit, menunjukkan pertumbuhan tahunan yang melambat, namun
dengan outstanding yang meningkat.
Aset perbankan di Provinsi Riau pada triwulan IV 2018 meningkat baik pertumbuhan
tahunan maupun secara nilai. Total aset perbankan Riau pada triwulan IV 2018
tumbuh sebesar 4,12% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III 2018 yang
mengalami kontraksi sebesar 4,26% (yoy). Berdasarkan nilai, total aset bank umum
di Riau pada triwulan IV 2018 mencapai Rp102,50 triliun, meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat Rp98,94 triliun. Meningkatnya pertumbuhan aset
terutama dipengaruhi oleh peningkatan pertumbuhan kredit, komponen aset antar
kantor, dan penempatan pada Bank Indonesia.
Jika dilihat per kelompok Bank, meningkatnya aset perbankan di Riau pada triwulan
IV 2018 didorong oleh meningkatnya aset bank BUMN/D (pangsa 72,01%). Posisi
aset bank BUMN/D pada triwulan IV 2018 tumbuh 3,86% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif 7,50% (yoy).
Berdasarkan jenis kegiatan bank, peningkatan aset disumbang oleh bank
konvensional (pangsa 91,93%) dengan pertumbuhan 3,17% (yoy), meningkat dari
triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif 5,64% (yoy). Berbeda dengan
bank konvensional, aset bank syariah di Riau mengalami perlambatan, dari 17,01%
(yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 16,29% (yoy) pada triwulan laporan. Akan
tetapi, secara posisi aset bank syariah mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
lalu, yaitu dari Rp7,38 triliun menjadi Rp8,27 triliun.
Grafik 4.8. Perkembangan Aset Perbankan Riau
Sumber : Bank Indonesia
Pertumbuhan DPK perbankan di Riau pada triwulan IV 2018 meningkat. Pada
triwulan IV 2018, DPK perbankan di Riau tumbuh 4,86% (yoy), meningkat
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
75
dibandingkan triwulan III 2018 yang tumbuh sebesar 2,00% (yoy). Posisi DPK pada
triwulan laporan juga tercatat meningkat, yaitu dari Rp76,08 triliun menjadi Rp76,71
triliun. Komposisi DPK Riau relatif tidak banyak berubah dalam kurun waktu lima
tahun terakhir, dengan porsi utama berupa tabungan (pangsa 51,78%), diikuti oleh
deposito (pangsa 33,43%) dan giro (pangsa 14,79%).
Grafik 4.9. Perkembangan DPK Perbankan Riau
Sumber : Bank Indonesia
Penyaluran kredit perbankan berdasarkan lokasi4 kredit di Riau mengalami
perlambatan. Pada triwulan IV 2018, kredit perbankan Riau tumbuh 20,16% (yoy),
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 21,78% (yoy).
Secara outstanding, total kredit perbankan Riau pada triwulan IV 2018 tercatat
sebesar Rp106,68 triliun, meningkat dari outstanding kredit triwulan III 2018 yang
tercatat Rp102,42 triliun. Pangsa terbesar kredit Riau pada triwulan laporan masih
didominasi oleh bank BUMN/D sebesar 64,71%.
Grafik 4.10. Perkembangan Kredit Perbankan Riau
Sumber : Bank Indonesia
4 Sejak KEKR edisi kali ini, pembahasan mengenai kredit perbankan ditinjau berdasarkan
penyaluran kredit yang lokasi kegiatannya berada di Provinsi Riau. Adapun bank/sumber
kreditnya mungkin saja berasal dari luar Provinsi Riau.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
76
Melambatnya penyaluran kredit perbankan Riau diiringi oleh meningkatnya kualitas
kredit. Pada triwulan IV 2018, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level 2,62%,
atau turun dibandingkan NPL triwulan III 2018 yang tercatat sebesar 2,73%.
Grafik 4.11. Perkembangan Risiko Kredit Perbankan Riau
Sumber : Bank Indonesia
Loan to deposit ratio (LDR) perbankan berlokasi di Riau pada triwulan IV 2018
meningkat. LDR pada triwulan laporan tercatat sebesar 85,20%, meningkat dari
triwulan III 2018 yang tercatat sebesar 83,24%. Peningkatan LDR ini dipengaruhi
oleh peningkatan penyaluran kredit perbankan Riau yang lebih tinggi dibandingkan
kenaikan posisi DPK.
2.1 Perkembangan Bank Umum
2.1.1. Perkembangan Penghimpunan DPK
Peningkatan pertumbuhan tahunan DPK perbankan di Riau pada triwulan IV 2018
didorong oleh membaiknya deposito dan meningkatnya pertumbuhan giro.
Pertumbuhan tahunan deposito Riau pada triwulan IV 2018 tercatat 1,40% (yoy),
membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif 9,56% (yoy).
Membaiknya pertumbuhan tahunan deposito Riau didorong oleh membaiknya
deposito pemerintah. Deposito milik pemerintah, yang memiliki pangsa 17,65% dari
total deposito, pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 8,71% (yoy),
membaik dibandingkan triwulan III 2018 yang terkontraksi sebesar 23,20% (yoy).
Membaiknya pertumbuhan tahunan deposito pemerintah ini didorong oleh
membaiknya pertumbuhan tahunan deposito pemerintah daerah Riau dan BUMN.
Adapun pertumbuhan tahunan deposito swasta dan perorangan juga tercatat
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
77
membaik. Pertumbuhan deposito swasta pada triwulan IV 2018 mengalami
perbaikan, yaitu dari negatif 18,15%(yoy) pada triwulan III 2018 menjadi negatif
18,02% (yoy), yang didorong utamanya oleh membaiknya pertumbuhan tahunan
deposito perusahaan swasta dan koperasi. Pertumbuhan deposito perorangan juga
menunjukkan perbaikan, yaitu sebesar 3,51% (yoy), meningkat dibandingkan
pertumbuhan tahunan triwulan III 2018 yang terkontraksi 4,35% (yoy). Pangsa
deposito terhadap keseluruhan DPK Riau pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar
33,43%.
Pertumbuhan tahunan giro perbankan Riau pada triwulan IV 2018 tercatat
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 4,73% (yoy),
menjadi 12,58% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan tahunan giro pada triwulan
laporan terutama didorong oleh meningkatnya pertumbuhan tahunan giro
pemerintah dan swasta. Giro pemerintah (pangsa 15,69%) tumbuh meningkat dari
4,43% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 135,16% (yoy) didorong oleh
meningkatnya pertumbuhan tahunan giro pemerintah daerah dan BUMN.
Peningkatan pertumbuhan tahunan giro pemerintah daerah didorong oleh kurang
bayar DBH 2017 sehingga posisi giro pemerintah daerah pada akhir 2017 lebih
rendah dari rerata historisnya. Pertumbuhan tahunan giro swasta (pangsa 64,17%)
mengalami peningkatan dari 3,08% (yoy) menjadi 4,59% (yoy) didorong oleh
meningkatnya pertumbuhan tahunan giro perusahaan swasta. Adapun
pertumbuhan tahunan giro perorangan (pangsa 20,13%) melambat dari 10,13%
(yoy) menjadi negatif 3,13% (yoy). Pangsa giro terhadap keseluruhan DPK Riau pada
triwulan IV 2018 tercatat 14,79%.
Sementara itu, pertumbuhan tahunan penghimpunan tabungan perbankan Riau
mengalami perlambatan pada triwulan laporan. Pertumbuhan tahunan tabungan
pada triwulan laporan tercatat sebesar 5,12% (yoy), melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,66% (yoy). Perlambatan terutama
disumbang oleh melambatnya pertumbuhan tahunan tabungan milik perorangan
dan swasta. Tabungan milik perorangan, yang mempunyai pangsa signifikan
(95,19% dari total tabungan), secara tahunan tumbuh melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya, yaitu dari 9,75% (yoy) menjadi 5,33% (yoy). Melambatnya
pertumbuhan tahunan tabungan perorangan pada triwulan laporan didorong
meningkatnya konsumsi seiring momen libur sekolah, Natal/tahun baru, dan promo-
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
78
promo belanja akhir tahun. Selanjutnya, tabungan milik swasta pada triwulan IV
2018 juga menunjukkan pertumbuhan tahunan yang melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya, yaitu dari 34,02% (yoy) menjadi negatif 0,67% (yoy), yang
utamanya didorong oleh melambatnya pertumbuhan tahunan tabungan perusahaan
swasta. Sementara itu, pertumbuhan tahunan tabungan milik pemerintah pada
triwulan laporan tercatat 35,14% (yoy), membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh negatif 8,42% (yoy). Pangsa tabungan merupakan yang
terbesar terhadap total DPK Riau, yang pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar
51,78%.
Secara total, berdasarkan kepemilikan, meningkatnya pertumbuhan tahunan DPK
pada triwulan IV 2018 terutama didorong oleh membaiknya pertumbuhan tahunan
DPK pemerintah. DPK pemerintah, yang memiliki pangsa 8,40% dari keseluruhan
DPK, tumbuh 28,29% (yoy), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh negatif 11,87% (yoy). DPK sektor swasta yang memiliki pangsa 15,45%
terhadap total DPK mengalami pertumbuhan tahunan melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya, yaitu dari 0,06% (yoy) menjadi negatif 2,53% (yoy). Adapun
DPK sektor perorangan yang merupakan pangsa terbesar DPK Riau (sebesar 76,15%)
juga mengalami pertumbuhan tahunan yang melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya, yaitu dari 4,69% (yoy) menjadi 4,40% (yoy).
2.1.2. Penyaluran Kredit5
Pertumbuhan tahunan kredit perbankan Riau pada triwulan IV 2018 mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit perbankan Riau pada
triwulan IV 2018 secara tahunan tercatat tumbuh sebesar 20,16% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang secara tahunan tumbuh sebesar 21,78%
(yoy).
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit pada triwulan laporan
didominasi oleh sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan dengan pangsa 22,21%
dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya yaitu perdagangan, restoran, dan
5 Sejak KEKR edisi kali ini, pembahasan mengenai kredit perbankan ditinjau berdasarkan
penyaluran kredit yang lokasi kegiatannya berada di Provinsi Riau. Adapun bank/sumber
kreditnya mungkin saja berasal dari luar Provinsi Riau.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
79
perhotelan juga memiliki pangsa kredit signifikan sebesar 12,99%, disusul oleh
sektor industri pengolahan sebesar 12,71%.
Melambatnya pertumbuhan tahunan kredit pada triwulan IV 2018 terjadi pada
sektor: (i) pertanian, (ii) industri pengolahan, (iii) konstruksi, dan (iii) pengangkutan
dan pergudangan. Penyumbang utama melambatnya pertumbuhan tahunan kredit
pada triwulan IV 2018 adalah kredit sektor konstruksi, yang tumbuh melambat dari
positif 100,18% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi negatif 0,53% (yoy).
Perlambatan ini sejalan dengan pelunasan kredit investasi salah satu BUMN pengelola
bandar udara yang berlokasi proyek di Riau sebesar Rp1,43 triliun pada September
2018. Selain itu, melambatnya pertumbuhan tahunan kredit juga disumbang oleh
melambatnya pertumbuhan tahunan penyaluran kredit ke sektor perindustrian.
Kredit sektor perindustrian secara tahunan tumbuh sebesar 19,58% (yoy) pada
triwulan laporan, melambat dibandingkan triwulan III 2018 yang tercatat tumbuh
32,25% (yoy). Pertumbuhan tahunan kredit sektor pertanian dan pengangkutan juga
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu masing-masing dari 10,18%
(yoy) dan 6,72% (yoy) menjadi 9,04% (yoy) dan 4,35% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan kredit yang lebih dalam pada triwulan IV 2018 tertahan utamanya oleh
pertumbuhan tahunan kredit sektor pertambangan yang mengalami peningkatan
dari 993,74% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 1156,20% (yoy). Tingginya
pertumbuhan tahunan kredit sektor pertambangan Riau ini disebabkan oleh dua hal.
Pertama, pada Februari 2018 terdapat penambahan kredit investasi dan modal kerja
baru senilai Rp1,73 triliun dengan debitur perusahaan pertambangan dan jasa
pertambangan migas swasta nasional. Kedua, pada September 2018 terdapat
penambahan kredit modal kerja baru senilai Rp3,32 triliun dengan debitur salah satu
BUMN sektor pertambangan dan pengolahan minyak bumi. Sehingga, secara total
penambahan kredit baru yang terjadi pada sektor ini selama 2018 sekitar Rp5,05
triliun.
Apabila ditinjau berdasarkan penggunaannya, penyaluran kredit pada triwulan
laporan didominasi oleh kredit modal kerja dengan pangsa 35,18%. Sementara itu,
investasi dan konsumsi menempati urutan kedua dan ketiga dengan pangsa masing-
masing sebesar 34,35% dan 30,47% dari total kredit.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
80
2.1.3. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
Suku bunga simpanan di bank umum Riau pada triwulan IV 2018 secara rata-rata
tertimbang mulai mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan suku bunga
kebijakan Bank Indonesia. Suku bunga simpanan dalam bentuk deposito naik pada
triwulan laporan menjadi 6,68%, dari 6,29% pada triwulan III 2018. Peningkatan
suku bunga deposito terjadi pada hampir seluruh tenor, kecuali tenor lebih dari 36
bulan yang masih tetap pada level 6,25%. Suku bunga tabungan mengalami sedikit
penurunan menjadi 1,27% pada triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan
triwulan III 2018 yang tercatat 1,29%. Akan tetapi, suku bunga tabungan lebih dari
1 s.d. 3 bulan dan lebih dari 6 s.d. 12 bulan mengalami peningkatan. Sementara itu,
suku bunga giro pada triwulan laporan masih mengalami penurunan, yaitu dari
2,24% pada triwulan III 2018, turun menjadi 2,09%.
Berbeda dengan suku bunga simpanan, suku bunga pinjaman bank umum di Riau
pada triwulan IV 2018 baik berdasarkan jenis penggunaan maupun sektor ekonomi
secara umum masih mengalami penurunan. Berdasarkan jenis penggunaannya, suku
bunga kredit modal kerja pada triwulan laporan tercatat sebesar 11,11%, menurun
dibandingkan triwulan III 2018 yang tercatat 11,31%. Suku bunga kredit konsumsi
juga mengalami penurunan dari 11,17% pada triwulan III 2018 menjadi 10,97%
pada triwulan laporan. Adapun suku bunga kredit investasi pada triwulan laporan
tercatat sebesar 11,34%, meningkat dibandingkan triwulan III 2018 yang tercatat
11,08%.
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penurunan suku bunga pinjaman bank umum
di Riau pada triwulan IV 2018 terjadi pada sebagian sektor. Suku bunga kredit sektor
konstruksi turun dari 11,29% di triwulan III 2018 menjadi 11,12% di triwulan
laporan. Suku bunga kredit sektor pengangkutan dan pergudangan pada triwulan
IV 2018 juga menurun dibandingkan triwulan III 2018, yakni dari 10,96% menjadi
10,92%. Adapun sektor yang mengalami kenaikan suku bunga pinjaman antara lain:
(i) sektor pertanian yang meningkat dari 10,31% pada triwulan III 2018, menjadi
10,37%, (ii) sektor pertambangan, yang meningkat dari 11,42% menjadi 11,55%,
(iii) sektor industri pengolahan, yang meningkat dari 10,40% menjadi 10,44%, serta
(iv) sektor perdagangan, restoran, dan perhotelan, yang meningkat dari 11,55%
menjadi 11,61%.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
81
2.1.4. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum6
Kualitas kredit pada triwulan IV 2018 membaik dibandingkan triwulan sebelumnya,
dan masih dalam batas aman. Non Performing Loan (NPL) sebagai indikator kualitas
kredit yang disalurkan perbankan pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,62%,
membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,73%. Tingkat
NPL ini masih berada di bawah threshold yang ditetapkan Bank Indonesia yaitu
sebesar 5%. Prinsip kehatian-hatian dalam penyaluran kredit perlu selalu
dikedepankan agar tingkat NPL senantiasa membaik.
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, membaiknya kualitas kredit pada triwulan IV
2018 terjadi pada sejumlah seluruh sektor, dengan penyumbang utama perbaikan
yaitu sektor pertambangan dan penggalian (pangsa NPL 33,94% dari total
outstanding NPL Riau). NPL sektor ini pada triwulan laporan tercatat sebesar 9,73%,
yang meskipun relatif tinggi, namun membaik dari triwulan III 2018 yang tercatat
11,48%. Penyumbang penurunan NPL lainnya ialah sektor perdagangan, restoran,
dan perhotelan (pangsa NPL 21,73% dari total outstanding NPL Riau), dengan NPL
mencapai 4,37% atau membaik dari triwulan III 2018 yang tercatat 4,57%.
2.2 Perkembangan Perbankan Syariah
Kinerja industri perbankan syariah di Riau pada triwulan IV 2018 masih menunjukkan
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yang ditunjukkan dengan
meningkatnya nilai aset, meningkatnya pertumbuhan tahunan dan outstanding DPK,
meningkatnya outstanding pembiayaan, dan membaiknya NPF, meskipun FDR sedikit
menurun. Pertumbuhan tahunan aset perbankan syariah Riau pada triwulan IV 2018
tercatat sebesar 16,20% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan tahunan
triwulan III 2018 yang tercatat 16,96% (yoy). Meskipun pertumbuhan tahunan aset
perbankan syariah melambat, nilai aset perbankan syariah Riau pada triwulan IV
2018 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp7,43
triliun menjadi Rp8,31 triliun.
6 Sejak KEKR edisi kali ini, pembahasan mengenai kualitas penyaluran kredit bank umum ditinjau
berdasarkan kualitas penyaluran kredit yang lokasi kegiatannya berada di Provinsi Riau. Adapun
lokasi bank/sumber kreditnya mungkin saja berasal dari luar Provinsi Riau.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
82
Grafik 4.12. Perkembangan Aset Perbankan
Syariah
Grafik 4.13. DPK Perbankan Syariah Menurut
Jenis Simpanan
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Berbeda dengan melambatnya pertumbuhan tahunan aset, laju pertumbuhan
tahunan DPK perbankan syariah Riau pada triwulan IV 2018 mengalami peningkatan
dibandingkan laju pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya. DPK perbankan
syariah Riau mencatatkan pertumbuhan tahunan sebesar 17,85% (yoy) atau
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 15,51% (yoy). Secara
outstanding, DPK perbankan syariah Riau pada triwulan IV 2018 juga meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp5,51 triliun menjadi Rp6,32 triliun.
Tabungan masih mendominasi struktur DPK perbankan Syariah dengan pangsa
48,38%, disusul oleh Deposito dan Giro dengan pangsa masing-masing sebesar
44,03% dan 7,59%.
Meningkatnya pertumbuhan tahunan DPK perbankan syariah Riau pada triwulan IV
2018 berkebalikan dengan melambatnya pertumbuhan tahunan pembiayaan
perbankan syariah Riau. Pembiayaan perbankan syariah Riau secara tahunan tumbuh
sebesar 14,82% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan
sebelumnya yang tercatat 15,29% (yoy). Pembiayaan modal kerja (pangsa 13,85%)
mengalami pertumbuhan tahunan melambat, yaitu 0,51% (yoy), lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
4,11% (yoy). Pembiayaan Investasi (pangsa 20,85%) mengalami pertumbuhan
tahunan membaik, yaitu dari tumbuh negatif 11,56% (yoy) pada triwulan III 2018
menjadi negatif 6,84% (yoy) pada triwulan laporan. Adapun pembiayaan jenis
konsumsi (pangsa terbesar, yaitu 65,30%) mengalami laju pertumbuhan tahunan
28,20% (yoy) pada triwulan IV 2018, membaik dibandingkan laju pertumbuhan
tahunan triwulan sebelumnya yang mencapai 32,10% (yoy). Meskipun pertumbuhan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
83
tahunan pembiayaan perbankan syariah melambat, namun secara outstanding
mengalami peningkatan dari Rp5,63 triliun menjadi Rp5,99 triliun.
Melambatnya pertumbuhan tahunan pembiayaan syariah diiringi dengan
membaiknya kualitas pembiayaan yang tercermin dari Non Performing Financing
(NPF). Indikator NPF menunjukkan perbaikan dari 2,77% pada triwulan III 2018
menjadi 2,39% pada triwulan laporan.
Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan tahunan DPK dan perlambatan
pertumbuhan tahunan pembiayaan, angka Financing to Deposit Ratio (FDR)
perbankan syariah Riau pada triwulan IV 2018 mengalami penurunan ke level
94,79%, dari 102,15% di triwulan III 2018.
Grafik 4.14. Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah
Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber : Bank Indonesia
2.3 Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Aset BPR di Provinsi Riau pada triwulan IV 2018 mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan sebelumnya, baik pertumbuhan tahunan maupun nilainya.
Pertumbuhan tahunan aset BPR di Riau pada triwulan laporan tercatat tumbuh
negatif 1,99% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh
1,07% (yoy). Nilai aset BPR di Riau pada triwulan laporan juga tercatat melambat
dari Rp1,40 triliun menjadi Rp1,38 triliun.
Sejalan dengan melambatnya aset BPR di Riau, pertumbuhan DPK BPR Riau pada
triwulan IV 2018 juga mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya,
baik pertumbuhan tahunan maupun outstanding. Pertumbuhan tahunan DPK BPR
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
84
pada triwulan laporan tercatat negatif 4,54% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh positif 0,04% (yoy). Secara outstanding, DPK BPR
di Riau pada triwulan IV 2018 juga mengalami perlambatan dari Rp1,04 triliun
menjadi Rp1,02 triliun. Perlambatan pertumbuhan tahunan tersebut didorong
terutama oleh komponen deposito (pangsa 59,56%) yang mengalami pertumbuhan
tahunan negatif 7,72% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan tahunan
triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif 3,61% (yoy). Pertumbuhan tahunan
komponen tabungan (pangsa 40,44%) pada triwulan laporan juga melambat
dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya, yaitu dari 6,06% (yoy)
menjadi 0,55% (yoy).
Grafik 4.15. Perkembangan Aset BPR/S
Grafik 4.16. Perkembangan DPK BPR/S
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Di sisi penyaluran kredit, pertumbuhan tahunan kredit BPR di Riau pada triwulan IV
2018 mengalami peningkatan. Pertumbuhan tahunan kredit BPR pada triwulan
laporan tercatat 3,40% (yoy), membaik dari pertumbuhan tahunan triwulan
sebelumnya yang sebesar 1,65% (yoy). Secara outstanding, kredit BPR di Riau juga
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp943,6
miliar menjadi Rp965,4 miliar. Peningkatan pertumbuhan tahunan kredit tersebut
disumbang utamanya oleh membaiknya pertumbuhan tahunan kredit konsumsi.
Pertumbuhan tahunan kredit konsumsi BPR Riau (pangsa 31,20%) pada triwulan
laporan tercatat negatif 1,99% (yoy), yang meskipun masih terkontraksi, namun
membaik dari pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang negatif 6,16% (yoy).
Kredit investasi secara tahunan tumbuh membaik. Pertumbuhan tahunan kredit
investasi BPR di Riau pada triwulan IV 2018 tercatat negatif 0,94% (yoy), membaik
dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang negatif 4,34% (yoy).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
85
Adapun pertumbuhan tahunan kredit modal kerja BPR di Riau mengalami
perlambatan, yaitu dari 8,45% (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 7,81% (yoy).
Grafik 4.17. Perkembangan Kredit BPR/S
Grafik 4.18. Perkembangan NPL BPR/S
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Bila ditinjau berdasarkan sektor ekonominya, meningkatnya pertumbuhan tahunan
kredit BPR di Riau pada triwulan laporan utamanya disumbang oleh meningkatnya
pertumbuhan tahunan kredit sektor pertanian sebagai salah satu kredit sektoral
dominan (pangsa 26,96%). Penyaluran kredit kepada sektor pertanian secara
tahunan tumbuh mencapai 4,74% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan
tahunan triwulan III 2018 yang tercatat 0,44% (yoy). Selain sektor pertanian, kredit
kepada sektor perdagangan juga menyumbang peningkatan pertumbuhan tahunan
kredit BPR Riau pada triwulan IV 2018, yang secara tahunan tumbuh 8,56% (yoy),
setelah sebelumnya tumbuh 7,80% (yoy).
NPL BPR di Riau pada triwulan IV 2018 tercatat membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan laporan NPL BPR di Riau tercatat sebesar 10,65%, lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai level 11,72%. Sementara
itu, indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR Riau pada triwulan laporan juga
menunjukan peningkatan dari triwulan sebelumnya yang sebesar 91,12%, menjadi
95,10% pada triwulan laporan. Peningkatan rasio tersebut disebabkan oleh
meningkatnya pertumbuhan kredit di tengah melambatnya pertumbuhan DPK.
2.4 Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)
Peran perbankan dalam membiayai kegiatan UMKM di Riau pada triwulan IV 2018
secara outstanding sedikit meningkat dibandingkan triwulan III 2018, meskipun
pertumbuhan tahunannya menunjukkan perlambatan. Outstanding kredit UMKM di
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
86
Riau pada triwulan IV 2018 tercatat Rp23,58 triliun, meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat Rp23,27 triliun. Namun, pertumbuhan tahunan
kredit UMKM Provinsi Riau pada triwulan laporan tercatat tumbuh 6,37% (yoy),
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,54% (yoy).
Hingga triwulan IV 2018, Riau merupakan provinsi dengan pangsa penyaluran kredit
UMKM terbesar ketiga di Sumatera yaitu sebesar 12,55%, setelah Sumatera Utara
dan Sumatera Selatan dengan pangsa masing-masing sebesar 31,21% dan 13,78%.
Grafik 4.19. Perkembangan dan Pertumbuhan
Kredit UMKM
Tabel 4.2. Pangsa Kredit UMKM Pulau
Sumatera
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Berdasarkan kategori debitur, penyaluran kredit UMKM perbankan Riau pada
triwulan IV 2018 relatif seimbang, dengan penyaluran terbesar kepada usaha Kecil
dengan pangsa 38,58% dari total kredit yang disalurkan kepada UMKM. Sementara
itu, kredit yang disalurkan kepada usaha mikro dan usaha menengah memiliki
pangsa masing-masing sebesar 31,52% dan 29,90%. Pertumbuhan tahunan kredit
yang disalurkan kepada usaha mikro pada triwulan IV 2018 tercatat 10,83% (yoy),
melambat dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang tercatat
12,99% (yoy), meskipun secara outstanding mengalami sedikit peningkatan dari
Rp7,42 triliun menjadi Rp7,43 triliun. Pertumbuhan tahunan penyaluran kredit
kepada usaha kecil pada triwulan laporan tercatat 9,07% (yoy), melambat
dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang tumbuh 13,07%
(yoy), meskipun secara outstanding juga mengalami sedikit peningkatan dari Rp9,03
triliun menjadi Rp9,10 triliun. Pertumbuhan tahunan kredit kepada usaha menengah
pada triwulan IV 2018 juga melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
87
4,96% (yoy) menjadi negatif 0,99% (yoy), meskipun secara outstanding juga
meningkat dari Rp6,82 triliun menjadi Rp7,05 triliun.
Berdasarkan sektor usahanya, melambatnya pertumbuhan tahunan kredit UMKM
Riau pada triwulan IV 2018 terutama disumbang oleh melambatnya pertumbuhan
tahunan kredit UMKM sektor konstruksi (pangsa 6,15% kredit UMKM), pertanian
(pangsa 37,66% kredit UMKM), dan jasa (pangsa 9,17% kredit UMKM).
Pertumbuhan tahunan kredit UMKM sektor konstruksi pada triwulan laporan tercatat
negatif 8,94% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan
sebelumnya yang tercatat positif 12,31% (yoy). Sementara itu pertumbuhan tahunan
kredit UMKM sektor pertanian dan jasa juga melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya, masing-masing dari 17,87% (yoy) dan 11,11% (yoy) menjadi 14,64%
(yoy) dan 3,63% (yoy). Satu-satunya sektor usaha yang pertumbuhan tahunan kredit
UMKM-nya pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan adalah sektor
pengangkutan dan pergudangan (pangsa 2,39% kredit UMKM), yaitu dari 6,61%
(yoy) menjadi 9,01% (yoy).
Kualitas kredit UMKM pada triwulan IV 2018 membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) kredit UMKM di Riau pada triwulan laporan
tercatat sebesar 4,56%, membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
4,65%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan NPL kredit UMKM nasional dan
Sumatera yang masing-masing tercatat 3,44% dan 4,28%.
Grafik 4.20. Perkembangan Kredit UMKM
Berdasarkan Segmen
Grafik 4.21. Perkembangan NPL Kredit
UMKM
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
88
Bila ditinjau berdasarkan pangsanya, porsi kredit UMKM di Riau terhadap total kredit
yang disalurkan pada triwulan IV 2018 menunjukkan penurunan, dari 36,74% pada
triwulan III 2018, menjadi 36,08%. Penyaluran kredit UMKM di Riau pada triwulan
IV 2018 mayoritas ditujukan kepada sektor perdagangan (41,46%), diikuti sektor
pertanian (37,66%), dan sektor jasa (9,17%).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
89
1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai
Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan IV 2018
tercatat mengalami net outflow sebesar Rp3,13 triliun, hal tersebut menandakan
jumlah uang yang disalurkan oleh Bank Indonesia kepada masyarakat (outflow) lebih
besar dibandingkan jumlah uang yang masuk ke Bank Indonesia melalui perbankan
(inflow). Pada triwulan IV 2018 jumlah nominal outflow tercatat sebesar Rp4,92
triliun atau naik sebesar 61,26% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp3,05 triliun. Sementara itu, nominal inflow tercatat sebesar
Rp1,79 triliun atau turun sebesar 35,34% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya
Bab 5 ASESMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
RUPIAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
90
yang tercatat sebesar Rp2,77 triliun. Kondisi net outflow tersebut utamanya
didorong oleh seasonal factor akibat meningkatnya pengeluaran pemerintah diakhir
tahun serta adanya persiapan pemilihan umum presiden dan wakil rakyat secara
serentak ditambah dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan konsumsi
masyarakat pada momentum Hari Raya Keagaaman Natal, perayaan tahun baru serta
libur sekolah yang terjadi pada triwulan IV 2018.
Sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi yang terjadi pada triwulan IV 2018,
transaksi non tunai melalui kliring dan BI-RTGS mengalami peningkatan baik dari sisi
nominal maupun dari sisi jumlah warkat transaksi. Secara nominal transaksi kliring
pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar Rp4,80 triliun atau meningkat 2,06% (qtq)
sedangkan dari sisi jumlah warkat kliring tercatat sebanyak 147 ribu lembar atau
meningkat 2,59% (qtq). Sementara itu, transaksi non tunai menggunakan BI-RTGS
di Provinsi Riau juga tercatat meningkat. Dari sisi nominal, transaksi BI-RTGS pada
triwulan IV 2018 meningkat hingga 42,95% (qtq) dari Rp59,15 triliun pada triwulan
III 2018 menjadi Rp84,55 triliun pada triwulan IV 2018. Sedangkan dari sisi volume
transaksi terjadi peningkatan dari 11,763 ribu lembar pada triwulan III 2018 menjadi
12,594 ribu lembar pada triwulan IV 2018 (7,06%,qtq). Peningkatan transaksi non
tunai baik melalui kliring dan BI-RTGS sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi
di triwulan IV 2018 yang salah satunya ditunjukkan oleh pertumbuhan sektor
perdagangan besar dan eceran yang tercatat tumbuh hingga 2,14% (qtq) pada
triwulan IV 2018 meningkat dibandingkan triwulan III 2018 yang terkontraksi hingga
0,12% (qtq).
2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai
Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia dapat dipantau melalui beberapa
indikator, seperti jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke masyarakat
melalui perbankan (outflow), jumlah aliran uang masuk dari masyarakat ke Bank
Indonesia melalui perbankan (inflow), serta kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak
Edar (UTLE) dan penemuan uang tidak asli. Di wilayah Provinsi Riau, pengelolaan
uang rupiah dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
91
2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow)
Pada triwulan IV 2018, di Provinsi Riau terjadi peningkatan jumlah aliran outflow
sebesar 61,26% (qtq) dari Rp3,05 triliun pada triwulan III 2018 menjadi Rp4,92 triliun
pada triwulan IV 2018. Kondisi ini disertai dengan penurunan aliran inflow sebesar
35,34% (qtq) dari Rp2,77 triliun pada triwulan III 2018 menjadi Rp1,79 triliun pada
triwulan IV 2018. Hal ini terjadi seiring dengan efek seasonal peningkatan konsumsi
pemerintah di akhir tahun 2018, adanya persiapan pemilihan umum serentak, serta
peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat menjelang perayaan hari Natal, Tahun
Baru serta hari libur sekolah yang terjadi pada triwulan IV 2018. Kondisi aliran
outflow yang lebih besar dibandingkan aliran inflow menjadikan Provinsi Riau pada
triwulan berjalan mengalami net outflow sebesar Rp3,13 triliun.
Sumber: Bank Indonesia
Apabila dilihat dari sisi permintaan, aktivitas ekonomi masyarakat dapat terpantau
dari indikator aliran uang masuk/keluar melalui Bank Indonesia. Sesuai dengan
polanya, permintaan uang sangat dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi entitas
ekonomi seperti pemerintah dan rumah tangga. Terlihat pada grafik 5.2, yang
menggambarkan pertumbuhan permintaan uang yang direpresentasikan oleh aliran
outflow secara historis selama tiga tahun terakhir dimana pergerakannya searah
dengan pertumbuhan pengeluaran entitas ekonomi rumah tangga pada umumnya.
Pada triwulan IV 2018 terjadi peningkatan pertumbuhan aliran outflow
dibandingkan triwulan III 2018 hingga mencapai Rp1,87 triliun atau 61,26% (qtq).
Peningkatan nilai outflow tersebut sejalan dengan peningkatan tingkat pengeluaran
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau
1,885
1,135
2,331
721
1,799 1,406
2,415
1,224
2,253
1,294
3,015
1,521
2,709
1,545
3,280
1,020
3,131
2,379 2,774
1,793
(2,132)
(3,386)
(4,941)
(3,876)
(1,687)
(3,982)(4,216)(4,630)
(1,988)
(6,962)
(3,191)
(5,521)
(3,074)
(6,510)
(2,757)
(5,786)
(2,897)
(7,010)
(3,056)
(4,927)
(7,000)
(5,000)
(3,000)
(1,000)
1,000
3,000
5,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
Rp Miliar Inflow Outflow
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
92
konsumsi rumah tangga yang pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan
hingga 0,86% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2018 yang terkontraksi
hingga 0,32% (qtq) akibat terjadinya peningkatan permintaan masyarakat pada
periode Natal, Tahun Baru dan libur sekolah yang jatuh pada triwulan IV 2018.
Grafik 5.2. Pergerakan Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga & Outflow (qtq) di
Provinsi Riau
Sumber: Bank Indonesia
2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar
Dalam melaksanakan fungsi dan wewenang mengeluarkan dan mengedarkan uang
Rupiah di wilayah Indonesia, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk memenuhi
kebutuhan uang kartal di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis
pecahan yang sesuai serta tepat waktu dan layak edar (fit for circulation). Oleh sebab
itu secara berkala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan
pelayanan uang kartal kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak
langsung (melalui perbankan). Pelayanan secara langsung dilakukan dalam bentuk
penukaran langsung, kas keliling dan program gerakan peduli uang lusuh.
Terkait dengan upaya menjaga kualitas uang yang beredar, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak
Layak Edar (UTLE) yang diterima dari setoran bank maupun penukaran uang dari
masyarakat secara langsung. Pada triwulan laporan, terjadinya efek seasonal Natal,
Tahun Baru dan libur sekolah serta peningkatan pengeluaran belanja pemerintah
diakhir tahun dan persiapan pemilu serentak pada April 2019 menyebabkan total
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
-100
-50
0
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
% (qtq)% (qtq)
Grotwh Outflow (left) Growth Pengeluaran Konsumsi RumahTangga (right)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
93
UTLE yang dimusnahkan pada triwulan IV 2018 di Provinsi Riau mengalami
penurunan. Pemusnahan UTLE yang dilakukan Bank Indonesia pada triwulan IV 2018
mencapai Rp274 miliar, menurun hingga 65,38% (qtq). Apabila dibandingkan
dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, pemusnahan UTLE yang
dilakukan Bank Indonesia Provinsi Riau mengalami penurunan mencapai Rp370
miliar atau menurun 57,38% (yoy).
Seiring dengan penurunan inflow 35,34% (qtq), rasio UTLE terhadap total inflow
pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar 15,31% menurun dibandingkan triwulan III
2018 yang tercatat sebesar 28,59%. Kondisi ini juga lebih rendah apabila
dibandingkan dengan rasio UTLE terhadap inflow pada triwulan IV 2017 yang
tercatat sebesar 63,13%.
Grafik 5.3. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.4. Perkembangan Rasio UTLE terhadap Total Inflow
Sumber: Bank Indonesia
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
Inflow (miliar) 1,88 1,13 2,33 721 1,79 1,40 2,41 1,22 2,25 1,29 3,01 1,52 2,70 1,54 3,28 1,02 3,13 2,37 2,77 1,79
UTLE (miliar) 207 318 196 249 283 283 272 313 799 615 955 767 1,56 662 808 644 834 111 793 274
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500Rp Miliar UTLE (miliar) Inflow (miliar)
11%
28%
8%
35%
16%20%
11%
26%
35%
48%
32%
50.4%58%
42.83%
24.63%
63.13%
26.63%
4.66%
28.59%
15.31%
0%
20%
40%
60%
80%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
Rasio UTLE/Inflow (%)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
94
Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas fisik uang di wilayah Provinsi Riau,
Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau telah melakukan kerjasama dengan 48 Bank
Umum di Provinsi Riau untuk melayani masyarakat dalam hal penukaran uang lusuh.
Adapun total penukaran uang yang telah dilayani selama tahun 2018 adalah sebesar
Rp41,54 miliar. Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau juga selalu berupaya untuk
meningkatkan frekuensi dan jangkauan layanan kas keliling baik secara wholesale
maupun retail ke daerah-daerah yang memiliki peredaran uang lusuh dalam jumlah
tinggi, terutama ke pasar-pasar tradisional baik di dalam kota, luar kota maupun
daerah remote area (daerah terpencil) di Provinsi Riau. Selama tahun 2018, total
transaksi kas keliling kepada masyarakat yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia
Provinsi Riau sebanyak 21 kali dengan total transaksi sebesar Rp28,88 miliar.
Upaya lain yang dilakukan secara tidak langsung untuk memenuhi uang layak edar
di Provinsi Riau adalah dengan membuka Kas Titipan di perbankan. Kas Titipan
diharapkan dapat membantu Bank Indonesia untuk mendukung penyebaran uang
layak edar agar dapat didistribusikan hingga ke pelosok pelosok daerah dalam jumlah
cukup dengan kondisi layak edar dan waktu yang lebih cepat serta tepat. Saat ini,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah membuka Kas Titipan sebanyak
4 Kas Titipan yang terletak di Kota Dumai dengan plafon sebesar Rp100 miliar, di
Kabupaten Rengat dengan plafon sebesar Rp100 miliar, di Selat Panjang dengan
plafon sebesar Rp50 miliar dan kas titipan di daerah Pasir Pangaraian Kabupaten
Rokan Hulu dengan plafon sebesar Rp100 miliar. Terkait adanya kas titipan di Provinsi
Riau tersebut, selama tahun 2018 dalam rangka memenuhi kebutuhan Rupiah di Kas
Titipan yang ditunjuk, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah
menyalurkan uang layak edar sebesar Rp2,25 triliun.
2.3. Uang Rupiah Tidak Asli
Bank Indonesia terus berupaya untuk mengantisipasi penggunaan dan peredaran
uang Rupiah palsu melalui koordinasi yang intensif dan rutin dengan berbagai pihak
(termasuk kepolisian). Selama triwulan IV 2018, penemuan uang tidak asli di Provinsi
Riau baik melalui perbankan maupun berdasarkan laporan masyarakat tercatat
sebanyak 121 lembar, meningkat hingga 74 lembar atau 157,4% (qtq) dibandingkan
triwulan III 2018. Namun apabila dibandingkan dengan triwulan IV 2017, total
penemuan uang tidak asli mengalami penurunan hingga 15,97% (yoy) dari 144
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
95
lembar menjadi 121 lembar. Uang Rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau selama triwulan IV 2018 terdiri dari 45
lembar menyerupai pecahan Rp100 ribu, 71 lembar menyerupai pecahan Rp50 ribu,
4 lembar menyerupai pecahan Rp20 ribu dan 1 lembar menyerupai pecahan Rp10
ribu.
Grafik 5.5. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau
Sumber : Bank Indonesia
Adanya laporan temuan uang tidak asli oleh masyarakat di Provinsi Riau dipengaruhi
oleh gencarnya upaya Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang Rupiah.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan sosialisasi
mengenai ciri-ciri keaslian uang Rupiah kepada masyarakat di beberapa daerah
termasuk kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang).
Selama tahun 2018, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah melakukan
sosialisasi Ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR) sebanyak 13 kali melalui kunjungan
yang dilakukan ke Universitas, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), panti asuhan di
Kota Pekanbaru, Dumai dan Kuansing maupun event khusus yang dilakukan seperti
City Expo Pekanbaru, Pelelawan Expo, Dumai Expo, serta sosialisasi GPN dan kegiatan
yang melibatkan komunitas serta masyarakat umum seperti Fun Run dan Gowes
Bersama yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. Selain
itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga aktif memperkenalkan
Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dilakukan di Universitas Pasir Pangaraian,
125 106 104 87123
202
126 132
369
431
295
171135
100 110 144
178
78 47
121
0
100
200
300
400
500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
LembarLembar Uang Palsu
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
96
Politeknik Bengkalis, Masyarakat Kota Pekanbaru, Dumai, dan Kuansing serta kepada
pemerintah provinsi dan kota Pekanbaru.
3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat aktivitas ekonomi di suatu
daerah selain melalui peredaran uang tunai juga dapat melalui transaksi non tunai
yang tercatat di daerah tersebut.
3.1. Transaksi Kliring
Bank Indonesia memiliki SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia) sebagai
sarana transfer dana non tunai secara ritel baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia
maupun penyelenggara kliring lokal yang ditunjuk oleh Bank Indonesia dengan
nominal transaksi yang lebih kecil yakni dengan nilai di bawah Rp100 juta.
Berdasarkan pencatatan yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Riau, pada triwulan IV 2018 transaksi non tunai dengan menggunakan
sistem kliring di Provinsi Riau secara umum mengalami peningkatan, baik dari segi
nominal transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan. Pada triwulan IV 2018
transaksi non tunai yang tercermin melalui SKNBI secara nominal dan volume
meningkat secara berurutan sebesar 2,06% dan 2,59% (qtq). Nilai transaksi kliring
pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar Rp4,8 triliun dengan volume transaksi
mencapai 147 ribu lembar, meningkat jika dibandingkan triwulan III 2018 yang
nilainya tercatat sebesar Rp4,7 triliun dengan volume transaksi 143 ribu lembar.
Peningkatan tersebut didorong oleh beberapa faktor (i) peningkatan aktivitas
ekonomi di akhir tahun yang didorong oleh meningkatnya pengeluaran pemerintah,
(ii) adanya persiapan pemilihan umum presiden dan wakil rakyat secara serentak,
serta (iii) seasonal factor meningkatnya konsumsi masyarakat pada momentum
liburan Natal dan Tahun Baru. Peningkatan tersebut sejalan dengan peningkatan
aktivitas ekonomi di triwulan IV 2018 yang salah satunya ditunjukkan oleh
pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran yang tercatat tumbuh hingga
2,14% (qtq) pada triwulan IV 2018 meningkat dibandingkan triwulan III 2018 yang
terkontraksi hingga 0,12% (qtq).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
97
Grafik 5.6. Perkembangan Transaksi Kliring (SKNBI) di Provinsi Riau
Sumber: Bank Indonesia
3.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS)
Sistem BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap
transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. BI-RTGS berperan penting dalam
aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran
yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu
transaksi Rp100 juta atau lebih. Transaksi HPVS saat ini mencapai 90% dari seluruh
transaksi pembayaran di Indonesia, sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem
pembayaran nasional yang memiliki peran signifikan.
Pada triwulan IV 2018, transaksi non tunai menggunakan BI-RTGS di Provinsi Riau
tercatat meningkat dari sisi nominal maupun volume. Secara nominal, total transaksi
BI-RTGS pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar Rp84,55 triliun atau meningkat
hingga Rp25,40 triliun (42,95% qtq) dibandingkan triwulan III 2018. Sedangkan dari
sisi volume transaksi terjadi peningkatan dari 11,763 ribu lembar pada triwulan III
2018 menjadi 12,594 ribu lembar pada triwulan IV 2018 (7,06% qtq). Peningkatan
ini sejalan dengan peningkatan pada transaksi kliring yang disebabkan oleh
meningkatnya aktivitas ekonomi akibat seasonal factor.
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
Nominal Kliring (rhs) 7,742 7,996 8,070 8,438 7,881 7,915 8,684 7,366 6,890 6,560 6,374 6,607 6,096 4,430 5,019 5,044 4,670 4,447 4,703 4,800
Warkat Kliring (lhs) 262 270 257 275 254 234 238 206 209 194 191 201 182 135 157 158 144 137 143 147
0
50
100
150
200
250
300
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
10,000Ribu LembarRp. Miliar Nominal Kliring (rhs) Warkat Kliring (lhs)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
98
Tabel 5.1. Perkembangan Transaksi BI-RTGS di Provinsi Riau
Sumber: Bank Indonesia
3.3. Pemeriksaan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA)
Untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah serta menjaga kelangsungan
ekonomi nasional, dibutuhkan dukungan pasar keuangan termasuk pasar valuta
asing domestik yang sehat. Oleh karena itu, melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI)
Nomor 18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank,
Bank Indonesia memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi transaksi valuta
asing terhadap rupiah antara penyelenggara kegiatan usaha penukaran valuta asing
bukan bank dengan pihak lain. Pengawasan juga dilakukan untuk mencegah
kegiatan penukaran valuta asing yang dimanfaatkan untuk pencucian uang,
pendanaan terorisme atau kejahatan lainnya, sekaligus untuk meningkatkan
profesionalisme penyelenggara KUPVA Bukan Bank (KUPVA-BB) dalam memberikan
pelayanan terhadap masyarakat.
Di Provinsi Riau, jumlah KUPVA-BB yang telah mendapatkan izin dari Bank Indonesia
hingga triwulan laporan adalah sebanyak 16 KUPVA yang tersebar di
Kapubaten/Kota Provinsi Riau. Nominal transaksi KUPVA-BB di Provinsi Riau pada
triwulan IV 2018 tercatat Rp70,57 miliar atau meningkat sebesar 5,4% (qtq)
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp66,97 miliar untuk transaksi beli.
Sedangkan untuk transaksi jual juga mengalami peningkatan dari Rp66,89 miliar
pada triwulan III 2018 menjadi Rp73,93 miliar pada triwulan IV 2018 (10,5% qtq).
Peningkatan jumlah transaksi beli dan jumlah transaksi jual pada triwulan IV 2018
dipengaruhi oleh penguatan nilai tukar Rupiah yang selama triwulan laporan
mengalami penguatan dibandingkan triwulan III 2018 dengan nilai depresiasi lebih
rendah (1,44%, qtq) dibandingkan triwulan III 2018 (4,64%,qtq).
I II III IV I II III IV
Nilai Transaksi (Rp miliar) 56,967 67,889 73,379 76,367 43,370 57,126 59,155 84,559
Volume Transaksi (lembar) 9,538 9,551 11,200 13,434 10,642 10,307 11,763 12,594
RpMiliar2017 2018
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
99
Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi KUPVA-BB di Provinsi Riau
Sumber : LKPBU
I II III IV I II III IV
Transaksi Pembelian53.63 62.54 57.21 71.94 72.71 67.39 66.97 70.57
Transaksi Penjualan52.01 62.90 59.31 73.30 70.54 68.93 66.89 73.93
I II III IV I II III IV
Transaksi Pembelian -25.0% 16.6% -8.5% 25.7% 1.1% -7.3% -0.6% 5.4%
Transaksi Penjualan -28.5% 20.9% -5.7% 23.6% -3.8% -2.3% -3.0% 10.5%
2017Growth - qtq
2018
2018
RpMiliar2017
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
100
1. KONDISI UMUM
Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada bulan Agustus 2018 menunjukkan
perbaikan. Sejumlah indikator memperlihatkan terjadinya peningkatan kualitas
ketenagakerjaan, antara lain menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) Riau dari 6,22% pada Agustus 2017 menjadi 6,20% pada Agustus 2018.
Perkembangan kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik terlihat dari penurunan
persentase jumlah penduduk miskin dibanding jumlah penduduk di Riau yakni dari
7,41% pada September 2017 menjadi 7,21% pada September 2018. Namun, jika
dilihat dari tingkat kesejahteraan petani yang tercermin dari Nilai Tukar Petani
menunjukkan penurunan dari 96,13 pada triwulan III 2018 menjadi 92,70 pada
triwulan IV 2018.
Bab 6
ASESMEN
KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN DAERAH
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
101
2. KETENAGAKERJAAN
Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) Provinsi di Sumatera
Sumber : BPS, diolah
Grafik 6.2. Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) Provinsi di Sumatera
Sumber : BPS, diolah
Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada periode Agustus 2018 menunjukkan
bahwa 3,11 juta atau 65,23% dari 4,70 juta jiwa penduduk Riau dengan usia 15
tahun ke atas merupakan angkatan kerja. Angka Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) mengalami penurunan dari periode Agustus 2017 yang tercatat sebesar 6,22%
sedikit turun menjadi 6,20% di Agustus 2018. Tren penurunan TPT Riau searah
dengan pergerakan TPT nasional yang tercatat 5,50% pada Agustus 2017 turun
menjadi 5,34% di Agustus 2018, sehingga mengindikasikan terjadinya peningkatan
kualitas ketenagakerjaan secara nasional. Ini juga searah dengan perekonomian Riau
yang pada triwulan III 2018 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II 2018.
Pada tingkat regional, Riau merupakan provinsi dengan angka TPT tertinggi ketiga
di Sumatera, dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang cukup rendah
dibandingkan provinsi-provinsi lainnya.
Tabel 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%)
Sumber: BPS, diolah
67.26
65.23
60.00 62.00 64.00 66.00 68.00 70.00 72.00 74.00
Sumatera Selatan
Bengkulu
Sumatera Utara
Lampung
Jambi
Bangka Belitung
Indonesia
Kepulauan Riau
Sumatera Barat
Riau
Aceh
6.20
5.34
- 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Bangka Belitung
Kepulauan Riau
Indonesia
Provinsi Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri
Agt 2014 9.02 6.23 6.50 6.56 5.08 4.96 3.47 4.79 5.14 6.69
Feb 2015 7.73 6.39 5.99 6.72 2.73 5.03 3.21 3.44 3.35 9.05
Agt 2015 9.93 6.71 6.89 7.83 4.34 6.07 4.91 5.14 6.29 6.20
Feb 2016 8.13 6.49 5.81 5.94 4.66 3.94 3.84 4.54 6.17 9.03
Agt 2016 7.57 5.84 5.09 7.43 4.00 4.31 3.30 4.62 2.60 7.69
Feb 2017 7.39 6.41 5.80 5.76 3.67 3.80 2.81 4.43 4.46 6.44
Agt 2017 6.57 5.60 5.58 6.22 3.87 4.39 3.74 4.33 3.78 7.16
Feb 2018 6.55 5.59 5.55 5.72 3.65 4.02 2.70 4.33 3.61 6.43
Agt 2018 6.36 5.56 5.55 6.20 3.86 4.23 3.51 4.06 3.65 7.12
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
102
Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: BPS Provinsi Riau, diolah
Berdasarkan sektor ekonomi, penyerapan tenaga kerja di Riau masih didominasi oleh
sektor pertanian yaitu mencapai 39,13% dari total tenaga kerja, diikuti oleh sektor
perdagangan dengan pangsa 17,46%, serta industri pengolahan dengan pangsa
penyerapan tenaga kerja sebesar 7,45%. Penyerapan tenaga kerja pada sektor
pertanian dan perdagangan masing-masing menurun dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya yang masing-masing sebesar 40,00% dan 18,10%.
Sebaliknya, penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan meningkat
dari 7,14% periode Agustus 2017 menjadi 7,45% pada bulan Agustus 2018.
Grafik 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: BPS Provinsi Riau, diolah
2017 2018
Pertanian 40.00 39.13
Perdagangan 18.10 17.46
Industri Pengolahan 7.14 7.45
Jasa Pendidikan 6.12 6.45
Akomodasi dan Makan Minum 5.13 6.13
Konstruksi 5.56 5.85
Administrasi Pemerintahan 4.24 4.19
Lainnya 13.71 13.36
Total 100.00 100.02
Lapangan Pekerjaan UtamaAgustus
- 10 20 30 40 50
Pertanian
Perdagangan
Industri Pengolahan
Jasa Pendidikan
Akomodasi dan Makan Minum
Konstruksi
Administrasi Pemerintahan
Lainnya
Persen (%)2017 2018
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
103
Sebagian besar penduduk di Provinsi Riau memiliki status pekerjaan sebagai
buruh/karyawan/pegawai, yang pada Agustus 2018 memiliki pangsa sebesar
40,13%. Angka ini sedikit menurun dibandingkan Agustus 2017 yang mencapai
41,98%. Menurunnya porsi penduduk yang berkerja sebagai buruh atau karyawan
dikompensasi oleh meningkatnya porsi penduduk yang berusaha sendiri, pekerja
bebas dan pekerja tidak dibayar. Periode Agustus 2017, porsi penduduk yang
berusaha sendiri tercatat sebesar 20,56%, meningkat menjadi 22,21% pada bulan
Agustus 2018. Demikian juga dengan porsi penduduk pekerja bebas maupun
pekerja tidak dibayar yang masing-masing tercatat sebesar 8,80% dan 10,67% pada
Agustus 2017 menjadi 10,36% dan 10,90% pada periode laporan.
Grafik 6.4 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Status Pekerjaan Utama
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Grafik 6.5. Jumlah Jam Kerja per Minggu
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Grafik 6.6. Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
22.21
11.23
5.1740.13
10.36
10.90 Berusaha Sendiri
Berusaha Dibantu Buruh TidakTetap / Buruh Tidak Dibayar
Berusaha Dibantu Buruh Tetap /Buruh Dibayar
Buruh / Karyawan
Pekerja Bebas
Pekerja tidak dibayar
27.08
8.6864.24
Pekerja Paruh Waktu
Pekerja Setengah Pengangguran
Pekerja Penuh
34.64
18.57
34.21
12.57SD kebawah
SMP
SMA / SMK
Pendidikan Tinggi
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
104
Dilihat dari jumlah jam kerja per minggu, mayoritas tenaga kerja di Provinsi Riau
merupakan pekerja penuh*1 yang menghabiskan waktu jam kerja 35 jam atau lebih
dalam seminggu dengan pangsa 64,24%. Sedangkan 25,08% lainnya bekerja paruh
waktu atau kurang dari 35 jam seminggu dan masih mencari pekerjaan atau masih
bersedia menerima pekerjaan. Sisanya sebanyak 8,68% disebut pekerja setengah
pengangguran yaitu mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu tetapi tidak
mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain. Hal ini sesuai
dengan jumlah status pekerja terbesar di Riau yang berprofesi sebagai
buruh/karyawan/pegawai. Sementara pekerja tidak penuh di Riau didominasi oleh
pekerja yang berprofesi sebagai wirausaha, pekerja keluarga dan buruh bebas.
Adapun tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh mayoritas tenaga kerja di Riau
periode Agustus 2018 adalah SMP ke Bawah dengan persentase sebesar 53,21%.
Kondisi ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya yang mencapai 55,54% dari total angkatan kerja yang bekerja. Pekerja
yang menamatkan tingkat pendidikan SMA/SMK sederajat tercatat sebesar 34,21%,
meningkat dibandingkan Agustus 2017 yang sebesar 32,33%. Sementara itu,
pekerja dengan tingkat pendidikan tinggi yaitu Diploma dan Universitas hanya
mencapai 12,57%, mengalami peningkatan dibandingkan tahun lalu yang sebesar
12,13%. Namun demikian, tingkat pendidikan tenaga kerja di Provinsi Riau ini masih
tergolong rendah.
Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka
Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
1 Termasuk penduduk yang sementara tidak bekerja
3.30
5.54
9.21
10.86
9.04
5.41
2.97
4.98
9.44
10.66
4.29
6.98
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
SD kebawah SMP SMA SMK Diploma II/II/III Universitas
Aug-17 Aug-18
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
105
Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, TPT terbesar berada pada
kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan SMA/SMK sederajat dan Pendidikan
Tinggi dengan persentase masing-masing sebesar 20,10% dan 11,27%. TPT pada
kelompok Pendidikan Tinggi ini menurun dibandingkan angka TPT Agustus 2017
yang sebesar 14,45%. Di sisi lain, TPT dengan tingkat pendidikan SMP ke bawah
tercatat sebesar 7,95%, lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang sebesar 8,84%.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pada periode ini, jenis lapangan kerja yang tersedia
di Provinsi Riau lebih optimal untuk menyerap tenaga kerja dengan tingkat
pendidikan rendah dan tinggi dibandingkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan
menengah.
3. KESEJAHTERAAN DAERAH
3.1 Penduduk Miskin Riau
Jumlah penduduk miskin di Riau pada September 2018 sebesar 494.260 orang atau
7,21% dari jumlah penduduk Riau. Jumlah ini menurun sebanyak 2.130 jiwa jika
dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2017 yang berjumlah
496.390 orang atau 7,41% dari jumlah penduduk Riau.
Grafik 6.8. Perkembangan Penduduk
Miskin Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Grafik 6.9. Sebaran Penduduk Miskin
Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Penduduk miskin Riau pada September 2018 yang tinggal di daerah pedesaan
maupun perkotaan tercatat menurun jika dibandingkan September 2017. Jumlah
penduduk miskin di daerah pedesaan pada September 2018 tercatat sebesar
322.050 orang, turun sekitar 13.980 orang atau 4,16% (yoy) dibandingkan
September 2017 yang tercatat sekitar 336.030 orang. Sementara jumlah penduduk
7.998.82
7.67 7.41 7.21
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
440
460
480
500
520
540
560
580
2014 2015 2016 2017 2018
(%)(Ribu)
Jumlah Penduduk Miskin (dalam ribu) % Penduduk Miskin
35%
65%
Kota Desa
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
106
miskin yang tinggal di daerah perkotaan pada September 2018 sebesar 178.580
orang, turun sekitar 6.370 orang atau sebesar 3,57% (yoy) dibandingkan September
2017 yang tercatat sebesar 178.580 orang.
3.2 Garis Kemiskinan Riau
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita
per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). Semakin tinggi angka GK, maka akan
semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin.
Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Provinsi Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
GK Riau pada periode September 2017 hingga September 2018 mencapai angka
Rp487.146 per kapita/bulan, atau meningkat 4,72% (yoy) dari periode sebelumnya
yang tercatat Rp465.181 per kapita/bulan. Jika dilihat per komponen GK yang terdiri
dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM),
terlihat bahwa komoditas makanan memiliki peranan yang jauh lebih besar
dibandingkan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan
kesehatan). Peranan GKM terhadap GK pada September 2018 mencapai 72,96%,
sementara peranan GKNM terhadap GK hanya 27,04%.
Peningkatan GK di daerah perdesaan pada September 2018 mencapai 4,61% (yoy)
sementara peningkatan GK di daerah perkotaan mencapai 5,22% (yoy). Ini
menggambarkan bahwa GK di daerah perkotaan mengalami peningkatan yang lebih
besar dibandingkan perdesaan, sehingga mengakibatkan jumlah peningkatan
penduduk miskin di daerah perkotaan di Riau relatif lebih cepat bertambah.
Makanan Bukan Makanan Total
Sep-16 301,570 137,972 439,542
Sep-17 327,480 147,147 474,627
Sep-18 350,004 149,398 499,402
Sep-16 333,174 100,786 433,960
Sep-17 350,965 106,403 457,368
Sep-18 358,620 119,824 478,444
Sep-16 321,762 115,497 437,259
Sep-17 342,348 122,833 465,181
Sep-18 355,412 131,734 487,146
Kota + Desa
Perkotaan
DaerahGaris Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Perdesaan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
107
3.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan
(P2) Riau
Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada September 2018 menunjukkan tren
meningkat. Indeks kedalaman kemiskinan naik dari 0,96 pada September 2017
menjadi 1,05 pada September 2018. Kondisi tersebut terjadi searah dengan
melemahnya harga komoditas unggulan Riau sehingga turut mempengaruhi tingkat
pendapatan masyarakat.
Grafik 6.10. Perkembangan Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Grafik 6.11. Perkembangan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Apabila dilihat secara terpisah, tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perkotaan
mengalami penurunan dari 0,97 pada September 2017 menjadi 0,86 pada
September 2018. Sebaliknya, tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perdesaan
sedikit meningkat yaitu dari 0,95 pada September 2017 menjadi 1,17 pada
September 2018. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk
miskin terutama di daerah perkotaan cenderung mendekati garis kemiskinan.
Kondisi yang sama juga terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau yang
menunjukkan tren meningkat, yaitu dari 0,19 pada September 2017 menjadi 0,24
pada September 2018. Meningkatnya indeks ini mengindikasikan bahwa
ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin besar atau mengalami
peningkatan. Jika dibandingkan antara daerah perkotaan dan perdesaan, tercatat
bahwa Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perkotaan mengalami
penurunan dari 0,19 pada September 2017 menjadi 0,16 pada September 2018,
sedangkan di daerah perdesaan tingkat keparahan kemiskinan tercatat meningkat
dari 0,18 pada September 2017 menjadi 0,29 pada September 2018. Kondisi
1.20
1.45 1.36
0.96 1.05
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
Sep-14 Sep-15 Sep-16 Sep-17 Sep-18
Kota Desa Riau
0.29
0.45 0.40
0.19 0.24
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
Sep-14 Sep-15 Sep-16 Sep-17 Sep-18
Kota Desa Riau
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
108
tersebut mengindikasikan terjadinya peningkatan ketimpangan pengeluaran
penduduk miskin khususnya di daerah pedesaan.
3.4 Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan III 2018 tercatat menurun dari 96,13 pada
triwulan III 2018 menjadi 92,7 pada triwulan IV 2018. Penurunan NTP tersebut
disebabkan oleh penurunan indeks harga yang diterima petani sebesar 2,76%,
sementara indeks harga yang dibayar petani mengalami peningkatan sebesar
0,84%. Angka NTP di atas 100 secara umum memberikan gambaran bahwa
kegiatan pertanian di Provinsi Riau cukup baik dan memberikan nilai tambah dalam
peningkatan taraf hidup petani, tercermin dari lebih besarnya pendapatan yang
diperoleh petani dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani.
Sebaliknya, realisasi NTP Riau yang berada di bawah 100 mengindikasikan bahwa
kesejahteraan petani di Riau dalam keadaan yang kurang menggembirakan.
Grafik 6.12. Perkembangan Nilai Tukar Petani
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Penurunan NTP disebabkan oleh menurunnya indeks pada subsektor tanaman
perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan. Sedangkan subsektor tanaman
pangan dan hortikultura menjadi subsektor penyusun NTP yang mengalami
peningkatan indeks.
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP), yang lebih mencerminkan
kemampuan produksi petani karena hanya membandingkan produksi dengan biaya
produksi, pada triwulan IV 2018 mengalami penurunan dari 108,19 pada triwulan III
2018 menjadi 104,59 pada triwulan laporan. NTUP tertinggi masih dicatatkan oleh
90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140
Des Mar Juni Sep Des Mar Jun Sept Des Mar Jun Sept Des Mar Jun Sept Des
2014 2015 2016 2017 2018
Tanaman Pangan Hortikultura Tanaman Perkebunan Rakyat
Peternakan Perikanan Indeks yang diterima
Indeks yang dibayar Nilai Tukar Petani
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
109
subsektor perikanan sebesar 122,59 dengan rincian subsektor perikanan tangkap
131,27 dan subsektor perikanan budidaya sebesar 109,96. Disisi lain, NTUP terendah
dialami oleh subsektor tanaman perkebunan rakyat yang sebesar 98,54.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
110
1. PROSPEK MAKROREGIONAL
Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II 2019 diperkirakan tumbuh positif dan
berada pada kisaran 2,30 2,80 %(yoy), meningkat dibandingkan perkiraan
pertumbuhan ekonomi Riau triwulan I 2019. Ditinjau dari sisi penggunaan,
peningkatan diperkirakan berasal dari konsumsi RT, konsumsi pemerintah, konsumsi
LNPRT, dan net ekspor seiring meningkatnya ekspor akibat penurunan tarif CPO
India. Konsumsi RT diperkirakan meningkat seiring dengan banyaknya hari raya
keagamaan termasuk puasa dan Idul Fitri yang secara historis mendorong konsumsi
masyarakat. Konsumsi LNPRT diperkirakan meningkat pesat seiring peningkatan
aktivitas politik menjelang Pilpres dan Pileg yang akan diselenggarakan bersamaan
pada April 2019. Konsumsi Pemerintah pada triwulan II 2019 diperkirakan meningkat
PROSPEK PEREKONOMIAN
DAERAH
Bab 7
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
111
dibandingkan triwulan I 2019 seiring dengan pembayaran THR dan gaji ke-13 PNS.
Ekspor luar negeri pada triwulan II 2019 diperkirakan masih tetap meningkat seiring
dengan penurunan tarif impor CPO dan RPO India dari 44% dan 54% menjadi 40%
dan 50% dan perkiraan mulai sedikit membaiknya pertumbuhan harga CPO di
tengah masih terbatasnya ekspor CPO ke Eropa dan AS. Sementara itu, dari sisi
sektoral, peningkatan pertumbuhan ekonomi Riau triwulan II 2019 utamanya
didorong oleh: (i) sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dan (ii) sektor industri
pengolahan. Dorongan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Riau
diperkirakan sejalan dengan semakin berlalunya puncak musim hujan dan
intensifikasi yang dilakukan banyak perkebunan sawit a.l. melalui mekanisasi proses
panen dan pengangkutan TBS. Sementara itu, dorongan sektor industri pengolahan
berasal dari penurunan tarif impor CPO dan RPO India dari 44% dan 54% menjadi
40% dan 50% dan mulai sedikit membaiknya pertumbuhan harga CPO. Namun,
peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh lebih dalamnya kontraksi sektor
pertambangan dan penggalian, serta melambatnya pertumbuhan sektor konstruksi.
Lebih dalamnya kontraksi sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan II
2019 didorong oleh kombinasi natural declining sumur-sumur utama Riau dan
perkiraan masih melambatnya harga minyak dunia seiring peningkatan produksi
minyak AS. Sementara itu, melambatnya sektor konstruksi diperkirakan didorong
oleh cukup banyaknya hari libur pada triwulan II, termasuk libur puasa-Idul Fitri yang
mendorong berkurangnya intensitas pembangunan proyek-proyek bangunan.
Secara keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan berada
pada kisaran 2,20 2,70 % (yoy), dengan tendensi meningkat (namun terbatas) jika
dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2018. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi
Riau untuk keseluruhan 2019 diperkirakan bersumber dari meningkatnya konsumsi
LNPRT, belanja pemerintah, dan net ekspor. Dari sisi sektoral, sektor pertanian dan
sektor industri pengolahan diperkirakan menjadi pendorong utama meningkatnya
ekonomi Riau untuk keseluruhan 2019. Namun, peningkatan yang lebih tinggi
tertahan oleh sektor pertambangan yang terkontraksi lebih dalam, serta sektor
konstruksi dan sektor perdagangan yang diperkirakan mengalami perlambatan.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
112
Grafik 7.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Riau Aktual dan
Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Riau Tahun 2019 (% yoy)
*Proyeksi Bank Indonesia
Dari sisi eksternal, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau untuk keseluruhan
2019 didorong utamanya oleh meningkatnya perekonomian India dan membaiknya
harga komoditas minyak kelapa sawit dan karet, meskipun perbaikannya terbatas.
Adapun perekonomian dunia pada 2019 diperkirakan tumbuh melambat
dibandingkan 2018. Melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia pada 2019
didorong oleh pertumbuhan ekonomi AS yang diperkirakan melambat sejalan
dengan melambatnya produksi, kondisi tenaga kerja yang semakin ketat, serta
terbatasnya dukungan fiskal. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada 2019
diperkirakan sedikit melambat sejalan dengan rebalancing yang tengah dilakukan,
dimana net ekspor semakin negatif di tengah investasi yang sudah bottoming out
dan arah kebijakan counter-cyclical yang dilakukan oleh otoritas Tiongkok. Adapun
ekonomi Eropa dan Jepang pada 2019 diperkirakan melambat seiring dengan
terbatasnya dorongan sektor eksternal, terbatasnya ruang fiskal, lemahnya
permintaan domestik, dan permasalahan struktural tenaga kerja (termasuk aging
population) yang memicu lemahnya produktivitas. Satu-satunya penopang
perekonomian dunia 2019 diperkirakan berasal dari pertumbuhan India sebagai
negara emerging; yang pertumbuhannya diperkirakan semakin solid pada 2019,
didorong oleh berakhirnya transitory growth disruption sebagai buah keberhasilan
inmplementasi GST (Goods and Services Tax). Sementara itu, harga komoditas non-
migas pada 2019, terutama CPO dan karet, diperkirakan sedikit membaik
dibandingkan 2018 sejalan dengan meningkatnya demand India dan perkiraan
meningkatnya konsumsi otomotif Tiongkok. Adapun harga minyak dunia 2019
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
113
diperkirakan melambat dibandingkan 2018 sejalan dengan meningkatnya suplai
minyak AS.
Gambar 7.1 Outlook Perekonomian Global
Sumber: WEO IMF
Indikasi membaiknya perekonomian Riau keseluruhan 2019 masih cukup kuat.
Indikasi ini didasarkan pada rata-rata indikator komposit 2019 yang lebih tinggi
dibandingkan indikator komposit 2018 (Grafik 7.2). Perbaikan indikator komposit ini
didorong oleh beberapa indikator penyusunnya yang juga menunjukkan perbaikan,
antara lain: (i) likert scale persediaan (lag 8 triwulan), (ii) pertumbuhan nilai ekspor
non-CPO (lag 8 triwulan), (iii) pertumbuhan volume ekspor total (lag 8 triwulan), (iv)
likert scale biaya bahan baku (lag 8 triwulan), (v) pertumbuhan volume ekspor CPO
(lag 8 triwulan), (vi) pertumbuhan tahunan kredit konsumsi (lag 4 triwulan), (vii) likert
scale penjualan domestik (lag 4 triwulan), (viii) indeks perkiraan ketersediaan tenaga
kerja (lag 4 triwulan), (ix) pertumbuhan kredit perdagangan kelapa sawit (lag 4
triwulan), dan (x) pertumbuhan volume impor barang modal (lag 4 triwulan).
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
114
Grafik 7.2. Perkembangan Indikator Komposit Riau
Sumber: Bank Indonesia
Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Riau
untuk keseluruhan tahun 2019 diperkirakan meningkat dibandingkan 2018.
Peningkatan didorong oleh semakin banyaknya tanaman replanting (kelapa sawit
dan karet) yang memasuki usia panen dan intensifikasi yang dilakukan banyak
perusahaan perkebunan sawit a.l. melalui mekanisasi proses panen dan
pengangkutan TBS. Intensifikasi lebih dikedepankan sejalan dengan tidak
diperbolehkannya perusahaan-perusahaan perkebunan dan hutan tanaman industri
untuk melakukan ekspansi dan penanaman kembali di lahan-lahan perkebunan yang
berada di area fungsi lindung ekosistem gambut sesuai dengan Permen LHK No.
P.17/2017.
Pertumbuhan sektor industri pengolahan Riau untuk keseluruhan 2019 diperkirakan
meningkat dibandingkan 2018. Peningkatan diperkirakan didorong oleh tiga hal.
Pertama, perkiraan membaiknya ekspor CPO, RPO dan produk berbasis minyak
kelapa sawit lainnya ke India sejalan dengan diturunkannya tarif impor produk
dimaksud, sehingga produk tersebut semakin kompetitif dibandingkan produk
minyak nabati lainnya. Tarif impor CPO dan RPO India per Januari 2019 diturunkan
dari 44% dan 54% menjadi 40% dan 50%. Langkah penurunan tersebut diambil
India sejalan dengan negosiasi eksportir dan produsen CPO besar dari Malaysia dan
Indonesia, serta tidak mencukupinya produksi minyak nabati dalam negeri meskipun
beberapa kebijakan telah diterapkan dalam rangka mendorong produksi lokal.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
115
Rabobank dalam sebuah riset pada tahun 2018 memperkirakan bahwa pada 2030,
konsumsi minyak nabati India akan mencapai sekitar 34 juta ton, dimana produksi
lokal hanya dapat mencukupi 9 juta ton (atau sekitar 26,5%). Konsumsi yang besar
ini didorong utamanya oleh jumlah penduduk India yang besar. Selain itu,
membaiknya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke India juga dibantu oleh
membaiknya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke Bangladesh dan Pakistan yang
merupakan anggota SAFTA (South Asian Free Trade Area) bersama India.
Kedua, terus didorongnya kebijakan mandatori campuran biodiesel ke dalam bahan
bakar nabati oleh pemerintah (B20). Pada 2019, pemerintah berencana untuk
mengalokasikan sekitar 6,19 juta KL biodiesel. Alokasi ini meningkat sekitar 78%
dibandingkan penyaluran biodiesel sepanjang 2018 yang tercatat sekitar 3,47 juta
KL Riau sebagai provinsi penghasil minyak kelapa sawit terbesar direncanakan
mendapat alokasi sekitar 2,28 juta KL pada 2019, dimana alokasi tersebut baru
sekitar 50,4% kapasitas aktif industri bahan bakar nabati Riau yang diperkirakan
mencapai 4,52 juta KL.
Ketiga, prospek meningkatnya ekspor minyak kelapa sawit Riau ke Tiongkok. Hal ini
sejalan dengan masih belum pastinya kesepakatan dagang AS-Tiongkok yang
membuat Tiongkok masih menghambat impor minyak kedelai dari AS. Seiring
dengan menurunnya impor minyak kedelai dari AS akibat naiknya tarif impor, impor
minyak kelapa sawit Tiongkok sebagai substitusi minyak kedelai sejak Juni 2018
menunjukkan tren peningkatan, termasuk impor dari Riau.
Pertumbuhan industri pengolahan Riau yang lebih tinggi pada 2019 tertahan oleh
beberapa faktor, antara lain: (i) Masih kuatnya black campaign atas produk-produk
berbasis CPO dan rencana Uni Eropa untuk menggunakan biodiesel non-sawit yang
dimulai secara bertahap 2020; (ii) Berlaku efektifnya suspend GSP (Generalised
Scheme of Preferences) oleh Uni Eropa atas Indonesia sejak 1 Januari 2018, sehingga
tarif yang berlaku sama dengan tarif impor dari negara lain. Dengan kata lain, tarif
impor minyak kelapa sawit Eropa dari Indonesia meningkat dari 6,10% menjadi
9,60%; dan (iii) Dinaikkannya Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) produk biodiesel
dari Indonesia oleh AS menjadi 127% 341%.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
116
Sektor pertambangan dan penggalian migas masih cenderung melanjutkan tren
kontraktif. Lifting minyak bumi Riau dalam lima tahun terakhir turun 5-10% per
tahun sejalan dengan banyaknya sumur yang tua. Telah ditetapkannya PT Pertamina
menjadi kontraktor KKS blok Rokan pada 2021 mendatang menggantikan PT.
Chevron Pacific Indonesia (CPI) semakin mempertegas bahwa pengembangan
Enhance Oil Recovery (EOR) secara full scale tidak akan begitu signifikan setidaknya
hingga 2021. Selain itu, perkembangan harga minyak dunia yang kembali turun ke
sekitar US$ 69/bbl pada triwulan IV 2018 dinilai belum efisien untuk sepenuhnya
melakukan metode Enhance Oil Recovery (EOR). Lebih lanjut, harga minyak dunia
yang diperkirakan masih melambat pada keseluruhan 2019, dari sekitar US$ 71/bbl
(BRENT) atau US$ 71/bbl (Minas) menjadi sekitar US$ 66/bbl (BRENT) atau US$ 65/bbl
(Minas) berpotensi untuk memperdalam laju kontraksi sektor pertambangan dan
penggalian Riau.
Kinerja sektor konstruksi untuk keseluruhan 2019 diperkirakan sedikit mengalami
perlambatan dibandingkan 2018. Perlambatan diperkirakan didorong oleh selesainya
beberapa proyek infrastruktur strategis provinsi pada awal 2019 seperti Flyover
simpang SKA, Flyover simpang pasar pagi Arengka, dan Jembatan Siak IV. Namun
perlambatan sektor ini tidak begitu dalam seiring dengan masih berlanjutnya proyek
strategis nasional seperti jalan tol Pekanbaru Kandis Dumai sepanjang 135 Km
dan rencana pembangunan jalan tol Padang Bukittinggi Pekanbaru yang dimulai
dari sisi Pekanbaru Bangkinang pada 2019.
Sektor perdagangan besar, eceran, dan reparasi juga diperkirakan melambat untuk
keseluruhan 2019. Perlambatan tersebut didorong oleh perkiraan melambatnya
konsumsi rumah tangga dan PMTB pada 2019. Akan tetapi, perlambatan sektor ini
tidak begitu dalam seiring dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Riau,
momentum pilkada serentak dan persiapan pemilu 2019, serta peningkatan nominal
bantuan sosial PKH dan BPNT.
Dengan demikian, faktor pendorong yang berpotensi membawa pertumbuhan
ekonomi Riau menyentuh batas atas proyeksi (upside risks), di antaranya diperkirakan
berasal dari: (i) perbaikan kondisi ekonomi negara mitra dagang melebihi perkiraan,
yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia lebih tinggi dari
perkiraan, (ii) harga komoditas dan harga minyak dunia yang membaik lebih tinggi
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
117
dari perkiraan awal, (iii) intensifikasi sektor perkebunan yang lebih kuat dari
perkiraan, (iv) penurunan kembali tarif impor RPO India dari Indonesia sehubungan
dengan masih berlangsungnya negosiasi agar tarif impor RPO dari Indonesia
disamakan dengan impor RPO dari Malaysia yang sebesar 45%, (v) berhasilnya
negosiasi dagang Indonesia atas kenaikan BMAD AS atas biodiesel dari Indonesia,
(vi) percepatan kebijakan mandatori campuran biodiesel ke dalam bahan bakar
nabati oleh pemerintah (B20), (vii) percepatan pembangunan infrastruktur terutama
PSN di Riau, dan (viii) inflasi yang lebih rendah dari perkiraan.
Meskipun demikian, kondisi perekonomian ke depan dibayangi beberapa risiko yang
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Riau lebih rendah dari perkiraan (downside
risk), di antaranya diperkirakan berasal dari: (i) kepastian pertumbuhan ekonomi dan
perdagangan dunia yang masih menunjukkan tren bias ke bawah dari perkiraan
semula, (ii) perbaikan harga komoditas yang masih terbatas, terutama harga minyak
dunia yang masih melambat sejalan dengan belum pastinya rencana penurunan
produksi OPEC+, (iii) parlemen Eropa masih tetap akan melakukan pemberhentian
penggunaan minyak sawit dalam biodiesel secara bertahap mulai 2020, (iv) belum
pastinya negosiasi dagang antara Tiongkok dan AS, salah satunya mengenai impor
kedelai Tiongkok dari AS juga turut menjadi risiko bagi pergerakan harga CPO dunia;
(v) aksi wait and see dunia usaha untuk menambah investasi di tengah kepastian
hasil pemilu, pileg, dan perekonomian dunia ke depan; dan (vi) potensi terganggunya
produksi sektor perkebunan sebagai dampak bencana asap yang masih membayangi
perkembangan ekonomi Riau.
2. PERKIRAAN INFLASI
Inflasi Provinsi Riau triwulan II 2019 diperkirakan berada pada kisaran 2,50 3,50%
(yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan perkiraan inflasi triwulan I
2019 namun lebih rendah dibandingkan realisasi triwulan II tahun 2018. Secara
keseluruhan tahun 2019, tingkat inflasi diperkirakan berkisar antara 2,30 3,30%
(yoy), berada dalam target inflasi nasional 3,5 + 1% (yoy), dan sedikit lebih tinggi
dibandingkan keseluruhan tahun 2018.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
118
Grafik 7.3. Perkembangan Inflasi Riau Aktual dan
Prakiraan Inflasi Riau Tahun 2019 (% yoy)
*Proyeksi Bank Indonesia
Meningkatnya tekanan inflasi tersebut diperkirakan terutama bersumber dari
komoditas-komoditas yang harganya dipengaruhi atau ditetapkan oleh kebijakan
pemerintah seiring dengan terbukanya peluang kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM), kenaikan tarif Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan (PJNP), dan penerapan
tarif bagasi untuk seluruh maskapai kategori No Frills.
Sumber tekanan inflasi juga diperkirakan berasal dari komoditas-komoditas bahan
pangan akibat masih tingginya ketergantungan Provinsi Riau terhadap pasokan dari
luar daerah sehingga sangat rentan terhadap gejolak harga, serta harga jagung
global yang masih terus menguat sehingga mendorong potensi inflasi daging dan
telur ayam ras. Selain itu, terdapat kemungkinan intensitas musim hujan yang di
bawah normal pada 2019 di sebagian wilayah Riau. Di sisi lain, tekanan inflasi untuk
komoditas secara umum selain bahan pangan dan yang harganya diatur pemerintah
masih relatif stabil meskipun menunjukkan tendensi sedikit meningkat seiring
dengan perkiraan melonjaknya tekanan permintaan sejalan dengan
penyelenggaraan pemilu 2019.
Grafik 7.4. Perkiraan Inflasi Komoditas Secara Umum
Sumber: SK Bank Indonesia dan BPS
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
119
Memasuki pertengahan triwulan I atau pekan ketiga Februari 2019, harga rata-rata
beberapa komoditas bahan pangan tercatat lebih tinggi dibandingkan pada tahun
2016, 2017, dan 2018 sehingga perlu menjadi perhatian. Komoditas tersebut antara
lain daging ayam ras dan telur ayam ras. Selain itu beberapa komoditas juga perlu
mendapat perhatian dikarenakan secara historis tren harganya mengalami kenaikan
pada triwulan II dibandingkan triwulan I, seperti bawang merah dan bawang putih.
Beberapa komoditas secara historis menunjukkan kenaikan harga menjelang bulan
Ramadhan dan Idul Fitri, antara lain daging ayam ras, telur ayam ras, cabai merah
keriting, cabai rawit, dan bawang merah.
Grafik 7.4. Perkembangan Harga Komoditas Pangan 2016, 2017, 2018, dan 2019
Sumber: SPH Bank Indonesia
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
120
Beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran
proyeksi antara lain perkiraan terjadinya musim hujan 2019 yang mempunyai sifat
hujan di bawah normal pada sebagian wilayah Riau, sehingga berpotensi
mengganggu produksi tanaman pangan. Menurut perkiraan BMKG, sebagian
wilayah Riau pada musim hujan 2018/2019 mengalami sifat hujan di bawah normal
sampai normal. Beberapa wilayah yang diperkirakan mengalami sifat hujan di bawah
normal (dibandingkan musim hujan tahun-tahun sebelumnya) antara lain sebagian
Bengkalis, sebagian Siak, sebagian Kampar, dan sebagian Pekanbaru. Adapun
wilayah-wilayah Riau lainnya diperkirakan mengalami sifat hujan normal
(dibandingkan musim hujan tahun-tahun sebelumnya). Selain faktor cuaca, lonjakan
permintaan khususnya pada momentum liburan sekolah dan hari besar keagamaan,
kenaikan harga pakan ternak terutama jagung, peluang kenaikan harga BBM,
kenaikan tarif angkutan udara, kenaikan tarif PJNP, dan sebagainya turut menjadi
faktor yang memberikan tekanan kenaikan inflasi.
Gambar 7.2. Prakiraan Sifat Hujan Musim Hujan Riau 2018/2019 dibandingkan
Keadaan Normal
Sumber: BMKG
Sementara itu, faktor yang berpotensi membawa inflasi ke batas bawah yaitu
terbatasnya perbaikan harga komoditas sehingga belum memberikan lonjakan yang
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
121
signifikan terhadap daya beli masyarakat, kebijakan pemerintah yang semakin baik
di bidang ketahanan pangan, kebijakan impor, realisasi infrastruktur dan distribusi
pangan, harga minyak dunia yang semakin menurun sehingga memperbesar
peluang penurunan harga BBM non-subsidi, komitmen pemerintah untuk tidak
menaikkan TDL dan cukai rokok pada 2019, serta relatif terjaganya ekspektasi
masyarakat. Pada tingkat regional, koordinasi aktif Tim Pengendalian Inflasi Daerah
terus ditingkatkan baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dengan upaya
prioritas pengendalian inflasi antara lain:
1. Mendorong percepatan pelaksanaan kerjasama antar daerah terutama
untuk komoditas bahan pangan yang rentan bergejolak dengan andil inflasi
terbesar di Riau. Kegiatan-kegiatan kerjasama ini mencakup antara lain,
namun tidak terbatas pada: (i) koordinasi dengan Satgas Pangan terkait
pemantauan pasokan pangan dan distribusinya, (ii) optimalisasi kerjasama
dengan Bulog dalam pengelolaan stok pangan, antara lain dengan
penyaluran komoditas melalui Toko Tani, e-warung, dan Rumah Pangan
Kita, (iii) pemanfaatan BUMD dan BUMP dalam kerja sama antar daerah, dan
(iv) pengembangan pasar lelang.
2. Melakukan optimalisasi peran TPID baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota, antara lain melalui: (i) peningkatan kompetensi Sumber
Daya Manusia untuk membangun pemahaman yang sama, terutama untuk
menanamkan pentingnya pengendalian infasi di daerah. Kegiatan ini dapat
dilakukan dalam bentuk capacity building dan rapat koordinasi monitoring
dan evaluasi program secara berkala; (ii) sinkronisasi program kerja dan
anggaran TPID kabupaten/kota; (iii) rekomendasi dan program TPID menjadi
salah satu indikator kinerja utama pemerintah daerah.
3. Memitigasi gangguan distribusi dan konektivitas, antara lain dengan: (i)
kerjasama khususnya dengan pihak Kepolisian terutama untuk antisipasi
tindakan spekulasi dan penimbunan, (ii) mengusulkan alokasi anggaran
untuk pembuatan sistem informasi neraca pangan yang terintegrasi dari
tingkat desa hingga provinsi (data produksi dan data pasar), (iii)
mengoptimalkan pemanfaatan jembatan timbang untuk mengetahui arus
keluar masuk bahan pangan, (iv) percepatan pembangunan pasar induk, dan
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
122
(v) mendorong konektivitas dan kualitas infrastruktur jalan terutama dari
sentra produksi.
4. Terus melakukan serangkaian kegiatan untuk menjangkar ekspektasi
masyarakat agar bijak dalam berbelanja dan update terhadap harga terkini
melalui berbagai media massa serta mendorong pemanfaatan Pusat
Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS).
3. REKOMENDASI
Sehubungan dengan upaya pengendalian inflasi, dan upaya peningkatan
pertumbuhan ekonomi, maka diusulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Jangka pendek
a. Membangun persepsi positif terhadap iklim investasi melalui publikasi
perkembangan kemajuan-kemajuan Riau melalui media komunikasi
yang lebih luas. Selain itu perlu upaya meningkatkan ease of doing
business melalui deregulasi dan debirokratisasi perizinan investasi,
disertai dengan peningkatan informasi terkait kebijakan-kebijakan di
daerah yang memberikan insentif khusus bagi para investor di Provinsi
Riau.
b. Peningkatan alokasi belanja modal, terutama infrastruktur, yang
dimonitor dan dievaluasi secara intensif. Selain itu, demi terlaksananya
realisasi anggaran sesuai peruntukan, perlu dikembangkan mekanisme
punishment bagi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang tidak dapat
merealisasikan anggaran sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
c. Mendorong kerjasama dengan masyarakat/asosiasi usaha di bidang
pariwisata untuk mengembangkan berbagai kegiatan/event dan paket
wisata berbasis alam/perkebunan yang tidak terlalu membutuhkan
usaha yang begitu besar (low hanging fruit), seperti wisata petik durian
asli Bangkinang/Bengkalis, wisata persawahan di Bungaraya, wisata
edukasi perkebunan sawit, karet, dsb. Kegiatan tersebut dikembangkan
sejalan dengan berbagai event pariwisata/budaya berskala nasional dan
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
123
internasional yang telah ada saat ini seperti Bakar Tongkang, Pacu Jalur,
dsb. Kegiatan-kegiatan tersebut perlu dipublikasikan melalui berbagai
media pemasaran yang massive dan terpusat, termasuk di media sosial.
2. Jangka Menengah Panjang
a. Percepatan proyek pembangunan infrastruktur, terutama jalan dan
jembatan, kelistrikan, pelabuhan, serta pengembangan kawasan industri
yang sinergis dan terarah dengan pengembangan sektor prioritas di
provinsi Riau. Selain itu, dukungan terhadap Proyek Strategis Nasional
(PSN) yang akan dibangun di Riau juga diperlukan, seperti penetapan
lokasi (Penlok) dan dukungan pembebasan lahan trase jalan tol Padang
Bukittinggi Pekanbaru, Dumai Rantau Prapat, dan rel kereta api
Rantau Prapat Duri Pekanbaru.
b. Dalam hal pengembangan kawasan industri terutama Kawasan Industri
Tanjung Buton (KITB), dapat dilakukan beberapa hal, antara lain: (i)
menyiapkan paket insentif dalam berinvestasi di KITB; (ii) bekerjasama
dan mengundang perusahaan swasta nasional yang telah sukses dalam
pengembangan kawasan industri untuk turut serta membantu
pengembangan KITB dengan imbalan, misal, kepemilikan beberapa
persen saham KITB apabila perusahaan tersebut telah berhasil
mendatangkan sejumlah perusahaan/industri untuk beroperasi di KITB
(perjanjian usaha berbasis kinerja), (iii) mempelajari dan
mengembangkan skema pendanaan availability payment dalam
mengembangkan infrastruktur pendukung KITB seperti SPAM dan
perluasan dermaga.
c. Perlunya penyusunan roadmap hilirisasi produk berbasis minyak kelapa
sawit sebagai pedoman jangka panjang kebijakan daerah dalam
mengembangkan industri hilir berbasis kelapa sawit. Jika dimungkinkan,
roadmap tersebut dapat menjadi pelengkap RPJMD ataupun RPJPD.
d. Mengoptimalkan pengembangan potensi wisata Riau, baik wisata
budaya, religi, dan sejarah maupun wisata berbasis alam dan
perkebunan, antara lain melalui percepatan perbaikan infrastruktur,
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
124
peningkatan fasilitas pendukung dan kondisi akomodasi agar lebih
memadai, promosi dan buku panduan, serta penguatan Sumber Daya
Manusia di sektor Pariwisata dan Jasa Pendukung.
PERKEMBANGAN EKONOMI GLOBAL
Pertumbuhan ekonomi dunia melandai, namun ketidakpastian pasar keuangan
sedikit mereda. Melandainya pertumbuhan ekonomi dunia terutama dipengaruhi oleh
pertumbuhan ekonomi Negara maju. Pertumbuhan ekonomi AS 2019 diprakirakan
melambat akibat pasar tenaga kerja yang semakin ketat dan dukungan fiskal yang
terbatas. Stance kebijakan moneter The Fed AS lebih dovish dan diprakirakan
menurunkan kecepatan kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR). Pertumbuhan
ekonomi Eropa diprakirakan juga melambat pada 2019 sehingga dapat pula
mempengaruhi kecepatan normalisasi kebijakan moneter bank sentral Eropa (ECB). Di
Negara berkembang, pertumbuhan ekonomi Tiongkok terus melambat dipengaruhi
oleh melemahnya konsumsi dan ekspor neto antara lain akibat ketegangan hubungan
dagang AS dan dampak proses develeraging yang masih berlanjut. Sejalan dengan
prospek pertumbuhan ekonomi dunia, harga komoditas global diprakirakan menurun,
termasuk harga minyak dunia akibat peningkatan pasokan dari AS. Sementara itu,
ketidakpastian pasar keuangan sedikit mereda dan mendorong aliran modal ke Negara
berkembang sejalan dengan lebih rendahnya prakiraan kecepatan kenaikan FFR dan
berkurangnya eskalasi ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok.
Grafik B7.1
PMI Manufaktur Global
Grafik B7.2
Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju
Ekonomi AS pada tahun 2018 diprakirakan tumbuh terakselerasi didorong oleh
berlanjutnya akselerasi konsumsi. Kinerja positif tenaga kerja dan ekspansi kebijakan
fiskal merupakan pendorong utama akselerasi konsumsi pada tahun 2018. Hal tersebut
juga terkonfirmasi dari beberapa indikator konsumsi, antara lain pertumbuhan
Boks 7
pendapatan yang masih terjaga di level yang tinggi, indeks Conference Board Consumer
Confidence yang masih menunjukkan kinerja positif serta permintaan barang manufaktur
yang meningkat. Di sisi lain, kinerja investasi diprakirakan masih akan tumbuh melambat,
baik yang bersumber dari investasi residensial maupun investasi nonresidensial. Dari sisi
eksternal, dukungan ekspot neto terhadap perekonomian AS diprakirakan masih
tertahan. Kondisi tersebut sejalan dengan kinerja impor yang diprakirakan masih tetap
kuat sejalan dengan masih kuatnya aktivitas konsumsi. Sementara itu, ekspor
diprakirakan tertahan seiring moderasi ekonomi Negara mitra dagang.
Setelah tumbuh terakselerasi pada tahun 2018, ekonomi AS diprakirakan tumbuh
melambat pada tahun 2019. Konsolidasi perekonomian AS pada tahun 2019 tersebut
juga sejalan dengan kondisi perekonomian AS yang telah berada di atas potensialnya
pada tahun 2018. Prakiraan perlambatan pertumbuhan ekonomi AS tersebut sejalan
dengan melambatnya aktivitas produksi, kondisi tenaga kerja yang semakin ketat, serta
terbatasnya dukungan fiskal. Melambatnya aktivitas produksi pada tahun 2019 tersebut
tercermin pada indikator Market Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur yang mulai
menunjukkan penurunan pada akhir tahun 2018.
Inflasi AS 2018 berada di kisaran target dengan indikasi tekanan yang menurun sejalan
dengan ekspektasi inflasi yang mereda. Inflasi IHK AS tercatat lebih rendah yakni dari
2,5% pada Oktober 2018 menjadi 2,2% pada November 2018. Menurunnya tekanan
inflasi AS pada November 2018 secara umum sejalan dengan ekspektasi inflasi yang
mereda akibat menurunnya harga minyak dan ekspektasi aktivitas ekonomi yang tidak
sekuat perkiraan awal. Sebaliknya, inflasi inti pada November 2018 meningkat yang
didorong oleh meningkatnya inflasi perumahan dan layanan kesehatan. Meskipun
demikian, aktivitas perekonomian yang masih tumbuh kuat dan di atas potensialnya serta
kinerja tenaga kerja dan upah yang masih tumbuh positif berpotensi untuk menahan
penurunan inflasi lebih lanjut di 2019.
Grafik B7.3
Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi AS
Grafik B7.4
Inflasi AS
Sumber: Bloomberg, diolah
Di Kawasan Euro, perlambatan ekonomi diperkirakan berlanjut didorong oleh
melemahnya kinerja ekspor, melambatnya konsumsi, serta tertahannya investasi.
Pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi di kawasan Euro tumbuh melambat
dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi tersebut didorong oleh melambatnya konsumsi
akibat konsolidasi fiskal, melambatnya kinerja ekspor seiring dengan perlambatan
ekonomi Tiongkok, serta tertahannya pertumbuhan investasi. Selain itu, perlambatan
juga didorong oleh ketidakpastian politik di kawasan Euro, meningkatnya ketegangan
hubungan dagang, serta memburuknya dukungan tenaga kerja yang tercermin dari
menurunnya jumlah tenaga kerja dan produktifitas. Memasuki tahun 2019, perlambatan
tersebut diprakirakan terus berlanjut. Hal tersebut tercermin dari berlanjutnya penurunan
tingkat keyakinan ekonomi dan penurunan ekspektasi aktivitas manufaktur dan jasa.
Beberapa indikator lainnya seperti tingkat keyakinan bisnis dan konsumsi serta PMI
manufaktur dan jasa secara umum juga masih melanjutkan tren penurunan pada akhir
2018. Selain itu, perlambatan juga didorong oleh masih terbatasnya dukungan fiskal dan
berlanjutnya permasalahan structural tenaga kerja. Dukungan net ekspor juga
diperkirakan masih dalam tren melambat seiring dengan pertumbuhan perdagangan
global dan ekonomi Tiongkok yang melanjutkan pelemahan.
Tekanan inflasi di kawasan Euro mengalami penurunan sejalan dengan meredanya
inflasi energi. Inflasi IHK di kawasan Euro pada November 2018 tercatat 1,9% (yoy),
menurun dari 2,2% (yoy) pada bulan sebelumnya. Penurunan tersebut merupakan
dampak dari meredanya inflasi di sektor energi, terutama pasca menurunnya harga
minyak sejak pertengahan Oktober 2018. Sama halnya dengan inflasi IHK, inflasi inti pada
November 2018 juga menurun dari 1,1% (yoy) pada bulan sebelumnya menjadi 1,0%
(yoy). Menurunnya inflasi inti tersebut dipengaruhi oleh terbatasnya pertumbuhan
permintaan serta tertahannya akselerasi pertumbuhan upah. Di tahun 2019, inflasi
diperkirakan menurun dan masih akan berada di bawah target inflasi ECB yang sebesar
2%. Hal tersebut terkonfimasi dari menurunnya ekspektasi inflasi di 2019 berdasarkan
hasil survey Consensus Forecast dan Bloomberg pada Desember 2018.
Grafik B7.5
Kontribusi Pertumbuhan
Ekonomi Eropa
Grafik B7.6
Perkembangan Inflasi Eropa
Sumber: Bloomberg, diolah
Perekonomian Jepang diperkirakan tumbuh melambat sejalan dengan berakhirnya
dukungan fiskal dan melemahnya dukungan sektor eksternal. Perekonomian
Jepang diperkirakan tumbuh melambat pada tahun 2018. Kondisi tersebut sejalan
dengan berakhirnya dukungan stimulus fiskal pada tahun 2017, terbatasnya dukungan
produktivitas, serta melemahnya dukungan sektor eksternal. Di 2019, perlambatan
ekonomi Jepang diperkirakan terus berlanjut seiring dengan masih lemahnya
dukungan sektor eksternal seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi mitra
utama Jepang (AS, kawasan Euro, dan Tiongkok). Selain itu, masih berlanjutnya
konsolidasi fiskal dan tertahannya dukungan produktifitas masih berperan besar dalam
menahan ekonomi Jepang untuk tumbuh lebih tinggi. Kondisi tersebut tercermin dari
beberapa indikator yakni PMI Manufaktur, tingkat keyakinan konsumen, serta tingkat
keyakinan bisnis yang masih melanjutkan tren penurunan.
Inflasi Jepang menurun dan masih berada jauh di bawah target BOJ. Inflasi IHK
Jepang pada November 2018 tercatat menurun menjadi sebesar 0,80% (yoy), lebih
rendah dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 1,40% (yoy).
Penurunan inflasi terutama didorong oleh menurunnya harga energi serta menurunnya
harga pada kelompok barang tidak tahan lama. Di 2019, inflasi diperkirakan meningkat
menuju target BOJ yakni sebesar 2%, didukung oleh kinerja positif tenaga kerja serta
ekspektasi inflasi yang diperkirakan meningkat.
Grafik B7.7
Pertumbuhan Ekonomi Jepang
Grafik B7.8
Inflasi Jepang
Sumber: Bloomberg, diolah
Ekonomi Tiongkok diperkirakan tumbuh lebih rendah, dipengaruhi oleh financial
develeraging. Perlambatan ekonomi Tiongkok juga dipengaruhi oleh kinerja industri
yang tertahan sebagai respons dari menurunnya permintaan domestik. Kondisi
tersebut tercermin dari indeks Industrial Production (IP) dan PMI manufaktur yang
menurun. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor Tiongkok pada November 2018 mulai
menunjukkan perlambatan meskipun masih terdapat aktivitas frontloading shipping
ekspor Tiongkok sebelum ditetapkannya tarif impor oleh AS pada 2019. Kinerja impor
juga tumbuh melambat yang diperkirakan merupakan dampak ketegangan hubungan
dagang antara AS dan Tiongkok. Di tahun 2019, ekonomi Tiongkok diperkirakan
kembali tumbuh melambat yang dipengaruhi oleh melemahnya konsumsi dan ekspor
neto antara lain akibat ketegangan hubungan dagang dengan AS dan dampak proses
develeraging yang masih berlanjut.
Inflasi Tiongkok menurun, dipengaruhi oleh menurunnya inflasi pangan. Inflasi IHK
Tiongkok tercatat 2,2% pada November 2018, setelah sebelumnya mengalami inflasi
sebesar 2,5% pada bulan sebelumnya. Penurunan inflasi terutama disebabkan oleh
melambatnya inflasi pangan. Sementara itu, inflasi nonmakanan tetap tinggi sejalan
dengan meningkatnya harga sewa rumah.
Grafik B7.9
Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok
Grafik B7.10
Penjualan Ritel Tiongkok
Sumber: Bloomberg, diolah Sumber: Bloomberg, diolah
Perekonomian India diperkirakan terus meningkat sejalan dengan kinerja
konsumsi dan investasi yang masih kuat serta dukungan ekspor neto. Pertumbuhan
ekonomi India pada tahun 2018 diperkirakan meningkat yang ditopang oleh kinerja
konsumsi yang masih solid, investasi yang meningkat, dan dukungan ekspor neto yang
membaik. Solidnya kinerja konsumsi terutama terkonfirmasi dari peningkatan
pertumbuhan penjualan kendaraan. Disamping itu, kinerja investasi juga diperkirakan
meningkat yang terindikasi dari tingkat keyakinan bisnis yang meningkat dari PMI
Manufaktur yang membaik. Dari sisi eksternal, neraca perdagangan yang melebar
diperkirakan tertahan sejalan dengan melambatnya kinerja impor akibat penurunan
harga minyak sejak pertengahan Oktober 2018 serta adanya kebijakan terkait dengan
impor batubara, CPO, dan kedelai. Di 2019, pertumbuhan ekonomi India diperkirakan
tetap solid yang ditopang oleh membaiknya dukungan sektor eksternal sejalan dengan
impor yang tumbuh negatif serta masih kuatnya aktivitas konsumsi dan investasi.
Penurunan inflasi IHK India berlanjut dan diperkirakan masih berada dalam kisaran
target inflasi 4 ± 2%. Inflasi IHK India pada November 2018 tercatat 2,3% (yoy)
menurun dari 3,4% (yoy) pada bulan sebelumnya. Penurunan inflasi terutama
disebabkan oleh menurunnya inflasi makanan dan minuman serta menurunnya harga
minyak. Sementara itu, inflasi inti India (tidak termasuk pangan, tembakau, dan energy)
pada November 2018 sebesar 5,7% (yoy) relatif sama dibandingkan dengan bulan
sebelumnya yang sebesar 5,8% (yoy). Masih tingginya tekanan pada inflasi inti sejalan
dengan meningkatnya aktivitas ekonomi India yang diperkirakan terus berlanjut.
Memasuki tahun 2019, inflasi diperkirakan kembali meningkat seiring dengan prospek
ekonomi India yang meningkat serta dampak depresiasi Indian Rupee (INR).
Grafik B7.11
Kontribusi Perekonomian India
Grafik B7.12
Kontribusi Inflasi India
Sumber: Bloomberg, diolah Sumber: Reserved Bank of India
Risiko ketidakpastian pasar keuangan global mereda, meskipun masih tinggi.
Meredanya ketidakpastian pasar keuangan global sejalan dengan prakiraan
menurunnya kecepatan kenaikan Fed Fund Rate (FFR) dan meredanya ketegangan
hubungan dagang AS dan Tiongkok. Penurunan kecepatan kenaikan FFR tersebut
sesuai dengan keputusan Federal Open Market Committee (FOMC) September dan
Desember 2018 dengan mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi AS yang
lebih rendah pada 2019 serta indikasi tekanan inflasi AS yang menurun sejalan dengan
masih menurunnya harga minyak. Sejalan dengan hal tersebut, sejumlah bank sentral
diperkirakan akan kembali melakukan penyesuaian kebijakan moneter pada tahun
2019 meskipun tidak seketat perkiraan sebelumnya.
Grafik B7.13
Probabilitas Kenaikan FFR
Grafik B7.14
Economic Policy Uncertainty (EPU)
Trade Policy AS
Sumber: Bloomberg, diolah S Sumber: Bloomberg, diolah
Meredanya ketidakpastian pasar keuangan global memberikan pengaruh kepada
menurunnya ketidakpastian dan risiko di Negara berkembang sehingga memengaruhi
aliran modal ke Negara berkembang pada Januari 2019 yang mencatatkan capital
inflow dan diprakirakan akan terus meningkat. Kondisi tersebut juga diiringi dengan
perpindahan aliran modal yang cukup signifikan dari Negara maju sejalan dengan
prospek ekonomi Negara maju yang diperkirakan melambat pada tahun 2019.
Grafik B7.15
Probabilitas Kenaikan FFR
Grafik B7.16
Economic Policy Uncertainty
(EPU) Trade Policy AS
Sumber: EPFR, Fund Flows (FF) S Sumber: EPFR
Pertumbuhan ekonomi global yang melandai serta ketidakpastian pasar keuangan
global yang masih tinggi mendorong pertumbuhan volume perdagangan dunia
tumbuh melambat. Pertumbuhan volume perdagangan dunia diperkirakan lebih
rendah dari perkiraan sebelumnya. Hal tersebut disebabkan oleh realisasi volume
perdagangan dunia pada triwulan I, II, dan III 2018 yang lebih rendah dari perkiraan
sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global serta meningkatnya isu
proteksionisme, antara lain penetapan tarif impor oleh AS dan sentiment Brexit.
Aktivitas ekspor dan impor di Negara maju juga terus mengalami penurunan sejalan
dengan rendahnya pertumbuhan ekonomi Negara maju. Sementara itu, aktivitas
ekspor dan impor di Negara berkembang tumbuh meningkat dipengaruhi oleh aksi
frontloading Tiongkok, membaiknya ekonomi India, serta adanya kebijakan penurunan
pajak impor oleh Tiongkok. Perlambatan volume perdagangan dunia tersebut
diperkirakan terus berlanjut pada tahun 2019. Kondisi tersebut sejalan dengn perkiraan
ekonomi global 2019 yang diperkirakan tumbuh melandai. Hal tersebut juga terindikasi
dari beberapa indikator perdagangan dari World Trade Organization (WTO) dan IFO
World Economic Survey seperti intensitas perdagangan (trade intensity) yang terus
menurun secara gradual dan volume ekspor yang menurun dalam 6 bulan kedepan.
Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan volume perdagangan dunia, harga
komoditas global juga diperkirakan menurun, termasuk harga minyak dunia.
Harga komoditas ekspor Indonesia yang pada tahun 2018 tumbuh melambat
diprakirakan berlanjut pada 2019. Kondisi tersebut terutama didorong oleh
berlanjutnya penurunan harga komoditas batubara dan logam. Penurunan harga
batubara disebabkan meningkatnya kapasitas produksi batubara Tiongkok,
melambatnya permintaan global, serta meningkatnya pasokan dari AS. Disamping itu,
adanya kebijakan beberapa Negara seperti Jerman dan Tiongkok untuk mengurangi
penggunaan batubara secara bertahap turut memberikan tekanan pada harga
batubara. Adapun penurunan harga logam terutama didorong oleh penurunan harga
nikel sejalan dengan perkiraan peningkatan pasokan dari Indonesia akibat ekspansi
pembangunan hyper-efficient HPAL smelter di Morowali, Sulawesi Tengah.
Disisi lain, harga komoditas pertanian seperti CPO dan karet diperkirakan membaik di
tahun 2019. Setelah mengalami penurunan harga akibat melemahnya permintaan dan
meningkatnya pasokan pada tahun 2018, harga CPO di tahun 2019 diperkirakan mulai
membaik yang ditopang oleh meningkatnya permintaan seiring dengan penurunan
pajak impor CPO di India dan perbaikan harga barang substitusi (kedelai). Harga karet
juga diperkirakan membaik pada 2019 sejalan dengan menurunnya pasokan karet,
adanya rencana kebijakan penggunaan karet oleh beberapa Negara produsen karet
dunia (Indonesia, Malaysia, dan Thailand), serta upaya Tiongkok untuk mendorong
konsumsi domestik.
Penurunan harga minyak terus berlanjut. Harga minyak pada 2019 diperkirakan
dalam tren menurun seiring dengan meningkatnya produksi minyak AS di tengah
rencana penurunan produksi OPEC dan melambatnya permintaan. Peningkatan
produksi AS tersebut sejalan dengan peningkatan kapasitas pipa di Permian Basin serta
target AS untuk memenuhi kebutuhan domestik dan menjadi Negara Self-Energy
Independent. Sementara itu, mulai Januari 2019, OPEC berencana akan menurunkan
produksi untuk menjaga kestabilan harga minyak. Dari sisi permintaan, penurunan
harga minyak juga dipengaruhi oleh konsumsi minyak yang masih berada dalam tren
melambat sejalan dengan ekspektasi melambatnya pertumbuhan ekonomi terutama
ekonomi AS, Eropa, Jepang, dan Tiongkok.
Grafik B7.17
Perkembangan Harga Logam
Grafik B7.18
Perkembangan Harga Minyak
Sumber: Bloomberg, diolah Sumber: Bloomberg, diolah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah
xv
Aktiva Produktif
Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan
menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit,
penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko
dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil
bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai
bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada
perorangan.
Kualitas Kredit
Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan
kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5
kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan
dan Macet.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro,
tabungan atau deposito.
DAFTAR ISTILAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah
xvi
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap
dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum
konvensional.
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Inflasi Administered Price
Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam
kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan
bakar).
Inflasi Inti
Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran agregat and permintaan
agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan
ekspektasi masyarakat.
Inflasi Volatile Food
Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk
dalam kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya
beras).
Kliring
Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta
kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang
perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Kliring Debet
Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan
penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada
penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang
memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah
xvii
dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit
kerja yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara
nasional.
Kliring Kredit
Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung
oleh bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa
menyampaikan fisik warkat (paperless).
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima
(giro, tabungan dan deposito).
Net Interest Income (NII)
Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.
Non Core Deposit (NCD)
Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Dalam
laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 10%
deposito berjangka waktu 1-3 bulan.
Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls)
Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet
Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin
timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP
ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar
PPAP yang dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar
adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan),
sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari
total kredit macet (setelah dikurangi agunan).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah
xviii
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total
kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin
rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank yang bersangkutan.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) Net
Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan
Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit
Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS)
Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika
(real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat
bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)
Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring
kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Adalah persentase jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.