Page 1
KAJIAN DAERAH RENDAMAN TSUNAMI DI PESISIR TELUK
LAMPUNG AKIBAT PERUBAHAN TOPOGRAFI GUNUNG ANAK
KRAKATAU DI TAHUN 2018
(Skripsi)
Oleh
RESTI ELIDA NURHAWATI SIREGAR
JURUSAN TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
Page 2
ii
ABSTRAK
KAJIAN DAERAH RENDAMAN TSUNAMI DI PESISIR TELUK
LAMPUNG AKIBAT PERUBAHAN TOPOGRAFI GUNUNG ANAK
KRAKATAU DI TAHUN 2018
Oleh
RESTI ELIDA NURHAWATI SIREGAR
Akibat erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK) pada bulan Desember 2018
menyebabkan sebagian tubuh GAK longsor ke dalam laut dan mengakibatkan
tsunami. Longsoran ini juga menyebabkan perubahan topografi GAK. Jika terjadi
pengulangan bencana dengan kondisi topografi GAK saat ini, tentunya akan
menyebabkan perubahan tinggi gelombang tsunami di bibir pantai yang akan
mempengaruhi perubahan daerah rendaman tsunami. Karena letak wilayah pesisir
Teluk Lampung yang cukup dekat dengan GAK menyebabkan wilayah pesisir
Teluk Lampung rentan terkena bencana tsunami. Sehingga perlu dikaji daerah
rendaman tsunami akibat perubahan topografi GAK saat ini di wilayah pesisir
Teluk Lampung. Kajian ini dilakukan dengan menggunakan metode non numerik
untuk mendapatkan tinggi gelombang di bibir pantai dan metode Berryman untuk
mendapatkan daerah rendaman tsunami di wilayah pesisir Teluk Lampung dengan
membuat tiga skenario. Berdasarkan hasil kajian, diketahui tinggi gelombang
tsunami, yaitu 13 meter, 26 meter, dan 39 meter dengan rata-rata waktu tiba
gelombang tsunami di bibir pantai mencapai 57 menit. Di mana terdapat tujuh
Page 3
iii
kecamatan yang terendam tsunami dengan jarak rendaman berkisar 160 meter-1,6
kilometer.
Kata kunci: Gunung Anak Krakatau, tinggi gelombang tsunami, dan daerah
rendaman tsunami.
Page 4
iv
ABSTRACT
STUDY OF TSUNAMI INUNDATION AREA IN LAMPUNG BAY
COASTAL DUE TO CHANGES IN THE TOPOGRAPHY OF ANAK
KRAKATOA VULCANO IN 2018
By
RESTI ELIDA NURHAWATI SIREGAR
The eruption of the Anak Krakatoa volcano (GAK) in December 2018 caused part
of the body of GAK to collapse into the sea and caused a tsunami. This avalanche
also caused changes in the topography of GAK. If there is a repeat of the disaster
with the current GAK topography, it will certainly cause changes in tsunami wave
height at the shoreline which will affect changes in the tsunami inundation area.
Because the location of the Lampung Bay coastal area which is quite close to GAK
makes the Lampung Bay coastal area vulnerable to the tsunami disaster. So, it is
necessary to study the tsunami inundation area due to changes in the current GAK
topography in the coastal area of Lampung Bay. This study was conducted using
non-numerical methods to obtain wave heights at the shoreline and the Berryman
methods to obtain tsunami inundation areas in the coastal areas of Lampung bay by
making three scenarios. Based on the results of the study, it is known that the height
of tsunami waves, which are 13 meters, 26 meters, and 39 meters with an average
time of arrival of tsunami waves on the shoreline is 57 minutes. Where there are
Page 5
v
seven sub-districts submerged by the tsunami with a distance of about 160 meters
to 1.6 kilometers.
Keywords: Anak Krakatoa Volcano, tsunami wave height, and tsunami inundation
area.
Page 6
vi
KAJIAN DAERAH RENDAMAN TSUNAMI DI PESISIR TELUK
LAMPUNG AKIBAT PERUBAHAN TOPOGRAFI GUNUNG ANAK
KRAKATAU DI TAHUN 2018
Oleh
RESTI ELIDA NURHAWATI SIREGAR
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Geodesi Dan Geomatika
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
Page 10
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Perumnas II, Kelurahan Kayuringin Jaya,
Kec. Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat pada tanggal 11
Februari 1996, anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan
Bapak Hasudungan Siregar dan Ibu Pirma Togatorop.
Jenjang akademis penulis dimulai dengan menyelesaikan
pendidikan Sekolah Dasar Negeri Bojong Rawalumbu IX pada tahun 2008, Sekolah
Menengah Pertama Mahanaim pada tahun 2011 dan Sekolah Menengah Atas
Mahanaim pada tahun 2014. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di tingkat
perguruan tinggi pada tahun 2015 sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Geodesi
Geomatika, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai lembaga kemahasiswaan
diantaranya menjadi Seketaris Umum Himpunan Mahasiswa Teknik Geodesi
periode 2015/2016 dan periode 2016/2017. Penulis juga pernah menjadi asisten
praktikum mata kuliah Ilmu Ukur Tanah. Pada tahun 2018, Penulis melakukan
Kerja Praktik (KP) di Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta
dengan tema : “Pembuatan Peta Tutupan Lahan Di Wilayah Lampung Timur
Dengan Path/Row 123/064 Guna Pemantauan Perubahan Lahan Tiap Tahunnya”.
Di tahun yang sama di bulan Juli, penulis menjadi sekretaris desa saat
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tanjung Aji, Kec. Melinting,
Page 11
xi
Kab. Lampung Timur. Kemudian pada awal tahun 2019 penulis melakukan
penelitian skripsi dengan judul “Kajian Daerah Rendaman Tsunami di Pesisir
Teluk Lampung Akibat Perubahan Topografi Gunung Anak Krakatau di
Tahun 2018” dibawah bimbingan Bapak Ir. Ahmad Zakaria, M.T., Phd. dan Bapak
Ir. Armijon, S.T., M.T.
Page 12
xii
PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karunia, anugerah,
berkat dan pernyataan yang begitu besar kepada penulis.
Karya ini ku persembahkan kepada:
Ayahanda Hasudungan Siregar dan Ibunda Pirma Togatorop
yang selalu mendukung secara moril maupun materiil serta selalu memberi kasih
tanpa syarat, mendokan di setiap saat, memberi nasihat, motivasi, dan menjadi
pendengar yang sangat baik.
Abangku Mario Zacky Zan Siregar, Kakakku Juliet Chornelia Kristiani, dan
ketiga adik-adikku Miranda Claudia Manna Jelita Siregar, Ryzki Stefan
Jeremi Siregar, dan Surya Family Maruli Tumpal Siregar
yang selalu mendoakan, mendukung, memberi semangat dan membuat penulis
rindu.
Seluruh keluarga besar dan sahabat-sahabatku
yang selama ini memberikan doa, motivasi, dan menjadi pendengar yang baik.
Almamaterku, Universitas Lampung.
Page 13
xiii
SANWACANA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang maha Esa, yang telah
melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “Kajian Daerah Rendaman Tsunami di Pesisir Teluk
Lampung Akibat Perubahan Topografi Gunung Anak Krakatau di Tahun 2018”
adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik di Universitas
Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Ir. Suharno, Ph.D., IPU., ASEAN Eng. selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Lampung.
2. Ir. Setyanto, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Geodesi Geomatika Fakultas
Teknik Universitas Lampung.
3. Ir. Ahmad Zakaria, M.T., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Kesatu yang telah
membimbing, membantu, memberikan motivasi kepada penulis dan memberi
kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ir. Armijon, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing Kedua sekaligus Dosen
Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan memberikan wawasan
lebih kepada penulis.
Page 14
xiv
5. Bapak Romi Fadly, S.T., M.T. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
kritik dan saran yang membangun terhadap skripsi ini, serta untuk segala
bantuan dan kemudahan yang telah diberikan.
6. Seluruh Dosen Teknik Geodesi Universitas Lampung yang telah membekali
penulis dengan ilmu dan pengetahuan sehingga dapat tercapainya laporan
penelitian ini.
7. Kedua orangtua penulis yang selalu ada, mendukung, memberi semangat,
memenuhi segala kebutuhan, mendengar setiap keluh kesah, dan memberi
kasih sayang tanpa syarat hingga penulis mampu bertahan dan menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Untuk bapa, engkau adalah panutan, pemberi nasihat
dan motivasi terbaik, tempat untuk menambah wawasan dan membuka pikiran
dengan luas. Kau adalah sosok yang mengajarkan pengorbanan dan
perjuangan. Semua kau kerahkan untuk keberhasilan anak-anakmu. Untuk
mama, kau adalah wanita yang paling sabar dan paling optimis ketika penulis
pesimis. Kau sangat tangguh dan kau adalah tempat terbaik untuk berbagi
cerita. Darimu penulis belajar, cara untuk terus bertahan dengan kuat di setiap
badai kehidupan. Terima kasih untuk bapa dan mama yang selalu mendoakan
dan memberikan semua yang terbaik untuk penulis.
8. Abang, Kakak dan ketiga adik penulis yang telah memberi semangat dan
menjadi tempat berbagi. Terima kasih karena kalian telah melakukan yang
terbaik untuk semua urusan di rumah khususnya selama penulis tidak di sana.
9. Opung Doli dan Opung Boru yang di Kampung, yang selalu mendukung,
memantau, dan menolong penulis dalam segala keadaan.
Page 15
xv
10. Keluarga besar Mamatua Lina, yang selalu memantau dan membantu penulis
dan keluarga.
11. Keluarga besar, Opung Richard yang menyambut dan menerima penulis
dengan sangat baik dan penuh kasih, yang selalu ramah, mendukung,
menghibur dan menjadi tempat penulis mencurahkan isi hati selama penulis
tinggal di Lampung khususnya Tante Ribka dan Tante Sondang.
12. Teman-teman terdekat penulis, baik yang di Bekasi maupun di Lampung.
Terima kasih karena selalu menjadi pendengar setia, memberi semangat dan
selalu ada di setiap keadaan yang dilewati penulis khususnya teruntuk Hanna
dan Cici.
13. Seluruh teman Teknik Geodesi Geomatika 2015 (Altias, Reni, Nadya, Gita,
Dea, Irena, Aden, Febi, Restiana, Dwi Nanda, Fauzan, Bayu, Hayyan, Nanda
R, Rifqi, M. Reza, Nanda F, Bimo, M. Yoda, Ridho, Fahmi, dan Faisal) yang
mengajarkan penulis berbagai hal dan menjadi keluarga dan teman yang baik
selama penulis berada di Lampung.
14. Seluruh pihak yang terlibat dalam penelitian ini, khususnya mereka yang tidak
penulis kenal, terkhusus untuk Bang Alfonsus Jimmy Hutabarat dan Bapak
Abu Ridho. Terima kasih karena telah membantu penulis hingga selesainya
penyusunan skripsi ini.
Bandar Lampung, 6 Februari 2020
Resti Elida Nurhawati Siregar
Page 16
xvi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
MENGESAHKAN ............................................................................................. viii
PERNYATAAN .................................................................................................... ix
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ x
PERSEMBAHAN ................................................................................................ xii
SANWACANA ................................................................................................... xiii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xviiiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xx
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3. Maksud ...................................................................................................... 5
1.4. Tujuan ........................................................................................................ 5
1.5. Batasan Masalah ........................................................................................ 5
1.6. Kerangka Pemikiran .................................................................................. 6
1.7. Hipotesis .................................................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 9
2.1. Bencana ..................................................................................................... 9
2.2. Tsunami ................................................................................................... 12
2.3. Pra Erupsi Gunung Anak Krakatau 2018 ................................................ 13
2.4. Pasca Erupsi Gunung Anak Krakatau 2018 ............................................ 15
2.5. Teluk Lampung ....................................................................................... 16
2.6. Gelombang .............................................................................................. 18
2.7. Teori Gelombang Amplitudo Kecil ......................................................... 19
Page 17
xvii
2.8. Klasifikasi Gelombang Menurut Kedalaman Relatif .............................. 21
2.9. Deformasi Gelombang ............................................................................ 22
2.8.1. Gelombang Laut Dalam Ekivalen ............................................. 22
2.8.2. Refraksi Gelombang ................................................................. 22
2.10.Waktu Tiba Gelombang .......................................................................... 26
2.11.Model Genangan Tsunami ...................................................................... 28
2.12.Penelitian Terdahulu ............................................................................... 31
III. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 35
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan .............................................................. 35
3.2. Alat dan Bahan ........................................................................................ 35
3.3. Diagram Alir ............................................................................................ 37
3.4. Tahap Pembuatan Simulasi Perambatan Gelombang Tsunami ............... 38
3.4.1 Persiapan ................................................................................... 38
3.4.2 Pengolahan Data ....................................................................... 40
3.4.3 Hasil .......................................................................................... 49
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 52
4.1. Hasil Perhitungan Tinggi Gelombang ..................................................... 52
4.2. Hasil Perhitungan Waktu Tiba Gelombang ............................................. 54
4.3. Hasil Daerah Rendaman .......................................................................... 55
V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 59
5.1. Simpulan .................................................................................................. 59
5.2. Saran ........................................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 61
LAMPIRAN .......................................................................................................... 64
Page 18
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. 1. Longsornya Gunung Anak Krakatau................................................. 2
Gambar 1. 2. Perubahan Gunung Anak Krakatau ................................................... 2
Gambar 1. 3. Jarak lurus dari Gunung Anak Krakatau ke Pesisir Teluk Lampung 6
Gambar 2. 1. Kerusakan akibat tsunami di Selat Sunda tahun 2018 .................... 11
Gambar 2. 2. Topografi GAK sebelum erupsi di tahun 2018 ............................... 15
Gambar 2. 3. Kondisi GAK pada bulan September 2019 ..................................... 15
Gambar 2. 4. Topografi GAK pada bulan September 2019 .................................. 16
Gambar 2. 5. Peta topografi GAK tahun 2019 ...................................................... 16
Gambar 2. 6. Wilayah Pesisir Teluk Lampung ..................................................... 18
Gambar 2. 7. Sketsa definisi gelombang. .............................................................. 21
Gambar 2. 8. Klasifikasi gelombang menurut kedalaman relatif. ......................... 21
Gambar 2. 9. Refraksi gelombang......................................................................... 23
Gambar 2. 10. Refraksi gelombang pada kontur lurus dan sejajar. ...................... 24
Gambar 3. 1. Wilayah penelitian yaitu wilayah Pesisir Teluk Lampung. ............. 35
Gambar 3. 2. Diagram alir perambatan gelombang. ............................................. 37
Gambar 3. 3. Diagram alir pemetaan daerah rendaman tsunami. ......................... 38
Gambar 3. 4. Hasil pembuatan grid pada data batimetri. ...................................... 40
Gambar 3. 5. Data kedalaman di setiap grid ......................................................... 41
Gambar 3. 6. Hasil hitung tinggi gelombang. ....................................................... 42
Gambar 3. 7. Perambatan gelombang tsunami...................................................... 43
Gambar 3. 8. Hasil proses slope ............................................................................ 45
Gambar 3. 9. Hasil sin slope wilayah penelitian ................................................... 46
Gambar 3. 10. Hasil Hloss .................................................................................... 47
Gambar 3. 11. Hasil Hloss berdasarkan ukuran sel DEM..................................... 47
Gambar 3. 12. Hasil Hloss berdasarkan elevasi wilayah penelitian ..................... 48
Gambar 3. 13. Hasil cost distance analysis ........................................................... 48
Gambar 3. 14. Daerah rendaman tsunami ............................................................. 49
Gambar 3. 15. Hasil perambatan gelombang 3D. ................................................. 49
Gambar 3. 16. Peta rendaman tsunami dengan tinggi gelombang 13 meter. ........ 50
Page 19
xix
Gambar 3. 17. Peta rendaman tsunami dengan tinggi gelombang 26 meter. ........ 50
Gambar 3. 18. Peta rendaman tsunami dengan tinggi gelombang 39 meter. ....... 51
Gambar 4. 1. Waktu rata-rata gelombang tiba di bibir pantai ............................... 55
Gambar 4. 2. Daerah rendaman tsunami dengan tinggi gelombang 13 m ............ 56
Gambar 4. 3. Daerah rendaman tsunami dengan tinggi gelombang 26 m ............ 56
Gambar 4. 4. Daerah rendaman tsunami dengan tinggi gelombang 39 m ............ 57
Page 20
xx
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2. 1. Indeks Kekasaran Permukaan oleh Berryman (2006)......................... 29
Tabel 2. 2. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 33
Tabel 4. 1. Hasil Perhitungan Tinggi Gelombang di Bibir Pantai ........................ 53
Tabel 1. Hasil Perhitungan Tinggi Gelombang dari GAK ke Teluk Lampung .... 65
Tabel 2.Waktu Tiba Gelombang per 1 km ............................................................ 77
Page 21
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gunung Anak Krakatau merupakan salah satu gunung api aktif yang ada di
Indonesia. Gunung ini terletak di tengah laut tepatnya di Selat Sunda, antara
Pulau Jawa dan Sumatera. Namun secara administratif Gunung Krakatau ini
terletak di wilayah Kecamatan Punduh Pedada, Kabupaten Pesawaran,
Provinsi Lampung (Wikipedia, 2019).
Gunung Anak Krakatau tergolong gunung api aktif karena gunung ini selalu
mengeluarkan letusan-letusan kecil. Pada tanggal 22 Desember 2018, Gunung
Anak Krakatau mengalami erupsi yang menyebabkan longsoran tubuh gunung
masuk ke dalam laut dan mengakibatkan tsunami setinggi 13 m di bibir pantai.
Bagian tubuh Gunung Anak Krakatau yang longsor adalah bagian barat daya
(Muhari, 2019).
Page 22
2
Gambar 1. 1. Longsornya Gunung Anak Krakatau
Sebelum erupsi, tubuh Gunung Anak Krakatau masih berbentuk kerucut
dengan kawah yang berada ditengah dan tinggi 338 meter (Wikipedia, 2019).
Namun setelah erupsi dan longsoran yang terjadi, tinggi Gunung Anak
Krakatau pada bulan September 2019 telah menjadi 158,635 meter (Armijon,
2019). Bahkan longsoran tersebut menyebabkan perubahan topografi pada
tubuh Gunung Anak Krakatau. Kawah Gunung Anak Krakatau menjadi
terbuka ke arah barat daya dan berbentuk seperti tapal kuda dengan pusat
letusan di bawah permukaan laut (Muhari, 2019).
Gambar 1. 2. Perubahan Gunung Anak Krakatau
Page 23
3
Berdasarkan perubahan topografi Gunung Anak Krakatau saat ini. Maka akan
terjadi perubahan tinggi gelombang tsunami di bibir pantai seandainya terjadi
kembali pengulangan bencana tsunami yang diakibatkan oleh GAK. Hal ini
disebabkan oleh penyebaran gelombang tsunami. Dimana sebelum terjadi
perubahan topografi Gunung Anak Krakatau, gelombang tsunami menyebar
langsung ke segala arah. Namun setelah perubahan topografi Gunung Anak
Krakatau, gelombang tsunami terlebih dahulu bergerak ke sebelah barat daya
lalu menyebar ke segala arah. Perubahan tinggi gelombang di bibir pantai akan
mempengaruhi perubahan daerah rendaman tsunami di daratan. Daerah
rendaman tsunami yang dimaksud adalah daerah yang terkena limpahan
gelombang tsunami dari bibir pantai hingga daratan berdasarkan besarnya
tinggi gelombang tsunami di bibir pantai, bukan daerah sisaan rendaman
tsunami saat gelombang tsunami kembali ke laut. Salah satu wilayah yang
rentan terendam tsunami adalah wilayah pesisir Teluk Lampung.
Wilayah pesisir Teluk Lampung merupakan salah satu wilayah yang memiliki
potensi besar untuk dilanda bencana tsunami. Hal ini dikarenakan letak Teluk
Lampung yang cukup dekat dengan Gunung Anak Krakatau. Selain itu, kontur
tanah yang rendah dan padatnya penduduk yang tinggal di pesisir Teluk
Lampung menjadikan pesisir Teluk Lampung cukup rawan akan bencana
tsunami.
Didasari akan hal ini, maka peneliti melakukan pemetaan daerah rendaman
tsunami jika bencana tsunami kembali terjadi dengan kondisi topografi Gunung
Page 24
4
Anak Krakatau saat ini. Dengan wilayah kajian yaitu pesisir Teluk Lampung
dengan berbagai skenario ketinggian gelombang tsunami di bibir pantai. Besar
tinggi gelombang tsunami yang dihasilkan di bibir pantai didapat berdasarkan
hasil perhitungan menggunakan metode non numerik. Sementara itu, metode
yang digunakan dalam analisis daerah rendaman tsunami adalah metode
Berryman (Berryman, 2006).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan kondisi perubahan topografi Gunung Anak Krakatau saat ini,
maka jika terjadi pengulangan bencana tsunami, tentu akan terjadi perubahan
tinggi gelombang di bibir pantai dibandingkan dengan besar ketinggian
gelombang tsunami dengan topografi Gunung Anak Krakatau sebelumnya. Hal
ini juga akan mempengaruhi perubahan daerah rendaman tsunami. Untuk itu,
perlu dilakukan kembali pemetaan daerah rendaman tsunami di wilayah pesisir
Teluk Lampung akibat perubahan topografi Gunung Anak Krakatau setelah
longsoran tubuh Gunung Anak Krakatau ke dalam laut di tahun 2018, yang
dirumuskan dalam rumusan masalah berikut:
1. Berapa besar tinggi gelombang tsunami di bibir pantai?
2. Berapa waktu tiba gelombang tsunami di bibir pantai?
3. Bagaimana hasil daerah rendaman tsunami di wilayah pesisir Teluk
Lampung?
4. Bagaimana hasil peta rendaman tsunami di wilayah pesisir Teluk
Lampung?
Page 25
5
1.3. Maksud
Adapun maksud dari dilakukannya penelitian ini, yaitu untuk mengetahui
daerah rendaman tsunami akibat perubahan topografi Gunung Anak
Krakatau di tahun 2018 dengan wilayah kajian yaitu wilayah pesisir Teluk
Lampung.
1.4. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini, yaitu:
1. Menghitung tinggi gelombang tsunami di bibir pantai dengan tinggi
awal gelombang di Gunung Anak Krakatau yang bervariasi.
2. Menghitung waktu tiba gelombang tsunami di bibir pantai.
3. Menentukan daerah rendaman tsunami di wilayah pesisir Teluk
Lampung.
4. Membuat peta rendaman tsunami di wilayah pesisir Teluk Lampung.
1.5. Batasan Masalah
Pada penyusunan penelitian ini terdapat batasan-batasan yang digunakan
oleh penulis. Batasan masalah tersebut meliputi:
1. Data penelitian yang digunakan merupakan wilayah pesisir Teluk
Lampung
2. Perhitungan tinggi gelombang tsunami dilakukan dengan metode
pendekatan yaitu metode non numerik dengan variasi tinggi awal
gelombang di Gunung Anak Krakatau yang ditentukan berdasarkan
sejarah.
Page 26
6
3. Dalam perhitungan tinggi gelombang, tidak diperhitungkan daerah
penghalang atau gelombang dianggap bergerak bebas tanpa halangan.
Hal ini dikarenakan jarak lurus dari Gunung Anak Krakatau menuju
Teluk Lampung bebas dari halangan.
Gambar 1. 3. Jarak lurus dari Gunung Anak Krakatau ke Pesisir Teluk
Lampung
4. Hasil akhir dari penelitian ini yaitu peta daerah rendaman tsunami yang
terdiri dari tiga peta berdasarkan skenario ketinggian gelombang
tsunami.
5. Hasil model rendaman tsunami dibandingkan dengan hasil model
rendaman yang sebelumnya terjadi, yang dibandingkan dalam hal ini
adalah tinggi gelombang tsunami dan wilayah yang terendam tsunami.
1.6. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dilakukan untuk melihat perubahan daerah rendaman tsunami
akibat perubahan topografi Gunung Anak Krakatau di wilayah pesisir Teluk
Page 27
7
Lampung setelah erupsi dan longsoran tubuh GAK ke dalam laut pada tahun
2018.
Pada bulan Desember 2018, terjadi erupsi pada GAK. Erupsi ini
menyebabkan sebagian tubuh gunung masuk ke dalam laut dan
menyebabkan tsunami di Selat Sunda. Tidak hanya itu, longsoran tubuh
GAK menyebabkan perubahan topografi GAK. Jika terjadi pengulangan
bencana akibat GAK dengan kondisi topografi saat ini, maka akan terjadi
perubahan tinggi gelombang tsunami di bibir pantai dan mempengaruhi
perubahan daerah rendaman tsunami. Untuk mengetahui perubahan daerah
rendaman tsunami, terlebih dahulu dihitung tinggi gelombang tsunami di
bibir pantai menggunakan metode non numerik. Tinggi gelombang dapat
dihitung berdasarkan tinggi awal gelombang tsunami di episenter yang telah
diketahui berdasarkan sejarah, jarak dari episenter ke bibir pantai,
kedalaman laut, cepat rambat gelombang dan periode gelombang.
Selanjutnya dihitung bahaya tsunami untuk mendapatkan daerah rendaman
tsunami dengan melakukan proses slope pada data DEM dan pemasukkan
nilai koefisien kekasaran pada data tutupan lahan yang selanjutnya
dilakukan proses perhitungan Hloss untuk mendapatkan nilai penurunan air
saat masuk ke daratan. Lalu dilakukan operasi cost distance untuk
menghasilkan daerah rendaman tsunami dari garis pantai hingga ke daratan.
Page 28
8
1.7. Hipotesis
Gunung Anak Krakatau merupakan salah satu gunung api aktif yang berada
di Selat Sunda yang jika sewaktu-waktu meletus dapat menyebabkan
terjadinya tsunami di Selat Sunda khususnya di wilayah pesisir Teluk
Lampung. Wilayah pesisir Teluk Lampung merupakan salah satu wilayah
yang rentan akan bencana tsunami. Hal ini dikarenakan padatnya
pemukiman dan fasilitas umum yang ada di sekitar wilayah pesisir Teluk
Lampung. Pada bulan Desember 2018, Gunung Anak Krakatau erupsi dan
menyebabkan sebagian tubuh Gunung Anak Krakatau longsor ke dalam
laut. Longsornya tubuh Gunung Anak Krakatau menyebabkan perubahan
topografi Gunung Anak Krakatau. Jika bencana tsunami kembali terjadi
dengan kondisi perubahan topografi Gunung Anak Krakatau saat ini, maka
akan terjadi perubahan pada besarnya tinggi gelombang tsunami di bibir
pantai yang akan mempengaruhi perubahan daerah rendaman tsunami.
Diprediksi tinggi gelombang di bibir pantai lebih kecil dibandingkan dengan
tinggi gelombang tsunami yang sebelumnya pernah terjadi saat Gunung
Anak Krakatau meletus sehingga daerah rendamannya pun akan semakin
berkurang dibanding dengan daerah rendaman tsunami yang pernah terjadi
sebelumnya dan rata-rata waktu tiba gelombang tsunami di bibir pantai di
prediksi lebih lambat.
Page 29
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Bencana
Berdasarkan UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengganggu
kehidupan dan penghidupan masayarakat, disebabkan oleh faktor alam dan non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologi.
Definisi bencana seperti dipaparkan di atas mengandung tiga aspek dasar yaitu:
1. Terjadinya peristiwa atau gangguan terhadap masyarakat.
2. Peristiwa atau gangguan tersebut membahayakan kehidupan dan fungsi
dari masyarakat.
3. Mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat untuk
mengatasi sumber daya mereka.
Ada banyak jenis bencana, salah satunya bencana alam. Bencana alam yang
dimaksud seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir, angin topan, gunung
meletus, kekeringan dan tsunami. Bencana yang terjadi ini sering kali
menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit. Kejadian ini diakibatkan oleh
ketidaksiapan masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi bencana yang
Page 30
10
terjadi. Maka dari itu dibutuhkan pemahaman masyarakat dan pemerintah
tentang mitigasi bencana.
Secara umum mitigasi bencana dapat diartikan sebagai pengurangan dampak
bencana atau usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi korban ketika
bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta. Dalam melakukan tindakan
mitigasi bencana pada suatu daerah, langkah awal yang harus dilakukan ialah
melakukan kajian resiko bencana terhadap daerah tersebut. Dalam menghitung
resiko bencana suatu daerah, terlebih dahulu harus diketahui bahaya,
kerentanan, dan kapasitas daerah tersebut. Bahaya (hazard) merupakan suatu
kejadian yang mempunyai potensi untuk menyebabkan terjadinya kecelakaan,
cedera, hilang nyawa atau kehilangan harta benda. Bahaya ini bisa
menimbulkan bencana atau tidak. Bahaya dianggap bencana (disaster) jika
telah menimbulkan korban dan kerugian. Selanjutnya kerentanan
(vulnerability), yaitu rangkaian kondisi yang menentukan apakah bahaya (baik
bahaya alam maupun bahaya buatan) yang terjadi akan dapat menimbulkan
bencana atau tidak. Sementara itu kapasitas dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk memberikan tanggapan terhadap situasi tertentu dengan
sumber daya yang tersedia (fisik, manusia, keuangan, dan lainnya).
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa resiko bencana merupakan
kemungkinan terjadinya kerusakan akibat bencana pada satu daerah, akibat
dari kombinasi bahaya, kerentanan dan kapasitas dari daerah yang
bersangkutan.
Page 31
11
Rumus resiko bencana:
Resiko (R) = Bahaya (H) x Kerentanan (V) / Kapasitas (C)
Berdasarkan rumus diatas, dapat disimpulkan bahwa resiko bencana dapat
dikurangi dengan cara meningkatkan kapasitas pada suatu daerah.
Ada beberapa langkah untuk meningkatkan kapasitas, yaitu:
1. Mengenali lokasi rawan bencana di suatu wilayah. Hal ini dapat dilihat
dari peta rawan bahaya atau peta bencana yang tersedia
2. Mitigasi bencana, dapat dilakukan secara struktural maupun non-struktural
3. Pembuatan skenario terburuk untuk menghadapi bencana. Hal ini dapat
dilakukan dengan membuat pemodelan
4. Pelatihan kesiapsiagaan bencana bagi penduduk
Salah satu bencana alam yang terjadi di Indonesia dan menyebabkan kerugian
besar baik kerugian jiwa maupun benda adalah bencana alam tsunami. Seperti
halnya tsunami yang baru terjadi di bulan Desember tahun 2018 silam. Maka
untuk mengurangi resiko yang disebabkan oleh tsunami, perlu dilakukan
langkah untuk meningkatkan kapasitas. Salah satunya adalah pembuatan peta
daerah rendaman tsunami. Seperti yang terdapat pada poin satu diatas.
Gambar 2. 1. Kerusakan akibat tsunami di Selat Sunda tahun 2018
Page 32
12
2.2.Tsunami
Tsunami (berasal dari Bahasa Jepang: Tsu = pelabuhan, Nami = gelombang,
secara harafiah berarti “ombak besar di pelabuhan”) yang artinya adalah
perpindahan badan air atau gelombang laut yang terjadi karena adanya
gangguan impulsif akibat adanya perubahan bentuk dasar laut yang disebabkan
oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba atau dalam
arah horizontal. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh
gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut,
longsor bawah laut atau hantaman meteor di laut.
Gelombang tsunami yang terjadi bervariasi dari 0,5 meter hingga 30 meter dan
periode beberapa menit sampai sekitar satu jam. Cepat rambat gelombang
tsunami bergantung pada kedalaman laut. Semakin besar kedalaman, semakin
besar kecepatan rambatnya. Di lokasi pembentukan tsunami (daerah
episentrum gempa) tinggi gelombang tsunami diperkirakan antara 1 meter
sampai 2 meter. Selama penjalaran dari tengah laut (pusat terbentuknya
tsunami) menuju pantai, tinggi gelombang, menjadi semakin besar karena
pengaruh perubahan kedalaman laut.
Setelah sampai di pantai, gelombang naik (run up) ke daratan dengan
kecepatan tinggi yang bisa menghancurkan kehidupan di daerah pantai.
Kembalinya air laut setelah mencapai puncak gelombang (run up) bisa
menyeret segala sesuatu kembali ke laut. Gelombang tsunami dapat
menimbulkan bencana di daerah yang sangat jauh dari pusat terbentuknya
(Andini, 2015).
Page 33
13
Di Indonesia, salah satu penyebab terjadinya tsunami adalah letusan gunung api
atau erupsi gunung api yang berada di dalam atau tengah laut, seperti halnya
letusan Gunung Krakatau tahun 1883 dan erupsi Gunung Anak Krakatau tahun
2018.
2.3.Pra Erupsi Gunung Anak Krakatau 2018
Dilansir dari website Indonesia.go.id, seorang geolog Belanda, JMW Nash,
pada Januari 1928 datang ke bekas kaldera Krakatau, dan mencatat munculnya
lapisan pasir yang membentuk pulau baru separuh lingkaran dengan panjang
sekitar 10 meter. Di pusat lengkungan itu, tampak gundukan batuan yang
berasap setinggi 8,93 meter dpl. Inilah embrio Anak Krakatau, si pulau gunung
api.
Merujuk artikel Igan S. Sutawidjaja dalam majalah Geomagz (2011), seorang
Penyelidik Bumi Badan Geologi di Kementerian ESDM, sejarah setidaknya
telah mencatat tiga kali Gunung Krakatau mengalami penghancuran dan
pembangunan tubuhnya kembali. Pada tahun 416, tahun 1200, dan tahun 1883.
Sebelum letusan yang menghancurkan tubuh ibunya pada 1883 dan kemudian
disusul lahirnya si-anaknya sekarang, ditaksir tinggi Gunung Rakata mencapai
822 m dpl, Gunung Danan 450 m dpl, dan Gunung Perbuwatan berkisar 120 m
dpl.
Menarik dicatat, sejak kemunculannya di permukaan laut hingga saat ini,
pertumbuhan Gunung Anak Krakatau terbilang cepat. Posisinya di zona
subduksi membuat tubuhnya menjadi tumbuh bongsor. Tercatat pada 2010
Page 34
14
gunung ini memiliki tinggi mencapai 320 m dpl. Artinya sepanjang 80 tahun
sejak kemunculannya rata-rata pertumbuhan gunung ini mencapai 4 meter per
tahun.
Winchester memiliki hitungan yang berbeda. Menurutnya sejak kelahirannya
setiap tahun ia tumbuh menjadi lebih tinggi 20 kaki, dan lebih lebar sekitar 40
kaki. Yang berarti jikalau dihitung menggunakan skala meter, gunung ini
menjadi lebih tinggi sekitar 6 meter dan lebih besar sekitar 12 meter.
Namun demikian pada fase tertentu tampaknya pertumbuhan tinggi dan besar
gunung tidak selalu konstan. Sutawidjaja (2006) mencatat, sepanjang 1992-
2001 Anak Krakatau itu tumbuh tinggi lebih dari 100 meter, dan penambahan
luas areanya sebanyak 378.527 m2. Ini berarti tubuh gunung tumbuh lebih dari
10 meter setiap tahunnya. Sutawidjaja juga menggarisbawahi hasil analisis
kecepatan pertumbuhan yang dihitung Suktino Bronto (1990), yang menaksir
kecepatan pertumbuhan Gunung Anak Krakatau mencapai 0,051 km³ per
tahun.
Volume diameter tubuh Gunung Anak Krakatau, pada 1981 mencapai 2,35
km³. Selang dua tahun, pada 1983 membesar menjadi 2,87 km³. Tujuh tahun
kemudian, yaitu pada 1990 tumbuh mencapai 3,25 km³. Dan pada pengukuran
terakhir, yaitu pada tahun 2000, tubuhnya sudah membengkak mencapai 5,52
km³. Merujuk data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Kementerian ESDM, catatan terakhir sebelum terjadi letusan pada 22
Desember 2018 lalu, tinggi tubuh gunung itu mencapai 338 meter dpl.
Page 35
15
Gambar 2. 2. Topografi GAK sebelum erupsi di tahun 2018
2.4.Pasca Erupsi Gunung Anak Krakatau 2018
Berdasarkan hasil foto udara dan UAV yang dilakukan oleh Armijon pada
bulan Sepetember 2019 di ketahui panjang terjauh GAK antar Barat laut ke
tenggara ± 1817 m sedangkan lebar terjauh dari timur laut ke barat daya ± 2320
m dengan lebar terjauh kawah ± 440 m jarak bibir kawah kelaut terdekat (yang
menghadap ke barat daya) ± 235 m. Luas GAK dihasilkan 3,126 km dengan
keliling 7,483 km.
Gambar 2. 3. Kondisi GAK pada bulan September 2019
Page 36
16
Gambar 2. 4. Topografi GAK pada bulan September 2019
Gambar 2. 5. Peta topografi GAK tahun 2019
2.5.Teluk Lampung
Teluk Lampung adalah sebuah teluk di perairan Selat Sunda yang terletak di
Selatan Lampung, Indonesia. Di teluk ini, bermuara dua sungai yang membelah
Page 37
17
Kota Bandar Lampung. Teluk ini berada diantara Kota Bandar Lampung,
Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Pesawaran, Pelabuhan Panjang
juga terdapat di teluk ini. Luas teluk Lampung sekitar 1.888 km². Teluk
Lampung merupakan wilayah perairan dangkal dengan kedalaman rata-rata
mencapai 20 meter. Pulau Pasaran, Pulau Sebesi, Pulau Sebuku, Pulau
Legundi, Pulau Kelagian, Pulau Condong Laut, Pulau Tangki, Pulau Tegal dan
pulau kecil lainnya adalah gugusan kepulauan yang berada di Teluk Lampung
(Wikipedia, 2019).
Pesisir Teluk Lampung meliputi daratan dan perairan, dengan posisi geografis
terletak antara 104º56’-105º45’ BT dan 5º25’-5º59’ LS. Luas total wilayah
daratan adalah 127.902 ha, dan luas perairan adalah 161.178 ha. Wilayah yang
berbatasan langsung dengan laut (Teluk Lampung) memiliki kelerengan datar
(0-3%), dengan elevasi 0-10 m dari permukaan laut (dpl) sedangkan wilayah
ke arah daratan memiliki kelerengan beragam mulai dari landai (3-8%) sampai
dengan sangat curam (>40%), dengan elevasi beragam mulai dari 10 sampai
dengan >1.000 m dpl. Kelompok relief pada wilayah ke arah laut tergolong
dataran (flat) dan ke arah daratan beragam yaitu berombak (undulating),
bergelombang (rolling), dan berbukit (hummocky, hillocky, dan hilly)
(Wiryawan, dkk, 1999).
Page 38
18
Gambar 2. 6. Wilayah Pesisir Teluk Lampung
2.6.Gelombang
Gelombang merupakan fenomena alam, penaikan dan penurunan air secara
periodik dan dapat dijumpai di semua tempat di seluruh dunia. Gelombang
juga didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi di permukaan air dan sebagai
sesuatu yang terjadi secara periodik terutama gelombang yang disebabkan oleh
adanya peristiwa pasang surut.
Gelombang mempunyai ukuran yang bervariasi mulai dari riak dengan
ketinggian beberapa centimeter sampai pada gelombang badai yang dapat
mencapai ketinggian 30 m. Selain oleh angin, gelombang dapat juga
ditimbulkan oleh adanya gempa bumi, letusan gunung berapi, dan longsor
bawah air yang menimbulkan gelombang yang bersifat merusak (tsunami) serta
Page 39
19
oleh daya tarik bulan dan bumi yang menghasilkan gelombang tetap yang
dikenal sebagai gelombang pasang surut.
Gelombang yang disebabkan oleh tsunami merupakan bentuk gelombang yang
dibangkitkan dari dalam laut yang disebabkan oleh adanya aktivitas vulkanis
seperti letusan gunung api bawah laut, maupun adanya peristiwa patahan atau
pergeseran lempengan samudera (aktivitas tektonik). Panjang gelombang tipe
ini dapat mencapai 160 km dengan kecepatan 600-700 km/jam. Pada laut
terbuka dapat mencapai 10-12 meter dan saat menjelang atau mendekati pantai
tingginya dapat bertambah bahkan dapat mencapai 20 meter serta dapat
menghancurkan wilayah pantai dan membahayakan kehidupan manusia.
2.7.Teori Gelombang Amplitudo Kecil
Teori Gelombang Amplitudo Kecil digunakan untuk melakukan perhitungan
tinggi gelombang di bibir pantai yang disebabkan oleh angin. Namun teori ini
juga dapat digunakan untuk menghitung tinggi gelombang di bibir pantai yang
disebabkan oleh tsunami (Andini, 2015).
Beberapa notasi yang digunakan di dalam perhitungan gelombang amplitudo
kecil adalah:
d : jarak antara muka air rerata dan dasar laut (kedalaman laut)
ƞ(x,t) : fluktuasi muka air terhadap muka air diam = ƞ = 𝑎 cos(𝑘𝑥 − 𝜎𝑡)
a : amplitudo gelombang
H : tinggi gelombang = 2 a
Page 40
20
L : panjang gelombang, yaitu interval waktu yang diperlukan oleh
partikel air untuk kembali pada kedudukan yang sama dengan
kedudukan sebelumnya
T : periode gelombang, yaitu interval waktu yang diperlukan oleh
partikel air untuk kembali pada kedudukan yang sama dengan
kedudukan sebelumnya
C : kecepatan rambat gelombang = L/T
k : angka gelombang = 2π/L
𝜎 : frekuensi gelombang = 2π/T
g : gravitasi = 9,81 m/d²
Hubungan cepat rambat gelombang dengan panjang gelombang dan kedalaman
adalah:
𝐶 =𝑔𝑇
2𝜋𝑡𝑎𝑛ℎ
2𝜋𝑑
𝐿=
𝑔𝑇
2𝜋tanh 𝑘𝑑 (2.1)
Dan hubungan panjang gelombang sebagai fungsi kedalaman adalah:
𝐿 =𝑔𝑇²
2𝜋𝑡𝑎𝑛ℎ
2𝜋𝑑
𝐿=
𝑔𝑇²
2𝜋tanh 𝑘𝑑 (2.2)
k = 2π/L (2.3)
jika kedalaman air dan periode gelombang diketahui, maka dengan cara coba-
banding (iterasi) akan didapat panjang gelombang L.
Page 41
21
Gambar 2. 7. Sketsa definisi gelombang.
2.8.Klasifikasi Gelombang Menurut Kedalaman Relatif
Berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara kedalaman air dan
panjang gelombang L. (d/L), gelombang dapat diklasifikasikan menjadi tiga
macam. Dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini:
Gambar 2. 8. Klasifikasi gelombang menurut kedalaman relatif.
Page 42
22
2.9.Deformasi Gelombang
2.9.1. Gelombang Laut Dalam Ekivalen
Analisis transformasi gelombang sering dilakukan dengan konsep
gelombang laut dalam ekivalen, yaitu tinggi gelombang laut dalam
apabila gelombang tidak mengalami refraksi. Pemakaian gelombang ini
bertujuan untuk menetapkan tinggi gelombang yang mengalami
refraksi, difraksi dan transformasi lainnya, sehingga perkiraan
transformasi dan deformasi gelombang dapat dilakukan lebih mudah.
Tinggi gelombang di laut dalam ekivalen diberikan oleh bentuk :
𝐻₁ = 𝐾𝑠 𝐾𝑟 𝐻₀ (2.4)
dimana:
𝐻1 : tinggi gelombang laut dalam ekivalen
𝐻0 : tinggi gelombang laut dalam
𝐾𝑠 : koefisien shoaling
𝐾𝑟 : koefisien refraksi
2.9.2. Refraksi Gelombang
Refraksi terjadi karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Di
daerah dimana kedalaman air lebih besar dari setengah panjang
gelombang, yaitu di laut dalam, gelombang menjalar tanpa dipengaruhi
dasar laut. Tetapi di laut transisi dan dangkal, dasar laut mempengaruhi
gelombang. Di daerah ini, apabila ditinjau satu garis puncak
gelombang, bagian dari puncak gelombang yang berada di air yang
Page 43
23
lebih dangkal akan menjalar dengan kecepatan yang lebih kecil dari
pada bagian di air yang lebih dalam. Akibatnya garis puncak gelombang
akan membelok dan berusaha untuk sejajar dengan garis kedalaman
laut. Garis ortogonal gelombang, yaitu garis yang tegak lurus dengan
garis puncak gelombang dan menunjukkan arah penjalaran gelombang,
juga akan membelok, dan berusaha untuk menuju tegak lurus dengan
garis kontur dasar laut.
Gambar 2. 9. Refraksi gelombang.
Gambar 2.4 menunjukkan contoh refraksi gelombang didaerah pantai
yang mempunyai garis kontur dasar laut dan garis pantai yang tidak
teratur. Suatu deretan gelombang yang di laut dalam mempunyai panjang
gelombang L₀ dan garis puncak gelombang sejajar bergerak menuju
pantai. Terlihat dalam gambar bahwa garis puncak gelombang berubah
bentuk dan berusaha untuk sejajar garis kontur dan garis pantai. Garis
ortogonal gelombang membelok dalam arah menuju tegak lurus. Pada
Page 44
24
lokasi 1, garis ortogonal gelombang menguncup sedang di lokasi 2 garis
ortogonal gelombang menyebar. Karena energi di antara dua garis
ortogonal adalah konstan sepanjang lintasan, berarti energi gelombang
tiap satuan lebar di lokasi 1 adalah lebih besar dari pada di lokasi 2 (jarak
antara garis ortogonal di lokasi 1 lebih kecil dari pada di laut dalam
sedang di lokasi 2 jarak tersebut lebih besar).
Dipandang dua garis ortogonal yang melintas dari laut dalam menuju
pantai dan dianggap tidak ada energi yang merambat ke arah garis
puncak gelombang, seperti gambar dibawah ini
Gambar 2. 10. Refraksi gelombang pada kontur lurus dan sejajar.
Tenaga yang terkandung diantara dua garis ortogonal dapat dianggap
konstan. Apabila jarak antara garis ortogonal adalah b, maka tenaga
gelombang di laut dalam dan di suatu titik yang ditinjau adalah:
(𝑏𝑛𝐸
𝑇) 0 = (
𝑏𝑛𝐸
𝑇) 1 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 (2.5)
Page 45
25
Apabila energi total gelombang adalah 𝐸𝑟 = 𝐸𝑘 + 𝐸𝑝 = 𝜌𝑔𝐻²𝐿
8 dan
disubtitusikan ke dalam persmaan diatas maka:
𝐻₁
𝐻₀= √
𝑛₀𝐿₀
𝑛₁𝐿₁√
𝑏₀
𝑏₁ (2.6)
Suku pertama adalah pengaruh pendakalan sedang suku kedua adalah
pengaruh garis ortogonal menguncup (konvergen) atau menyebar
(divergen) yang disebabkan oleh refraksi gelombang.
Proses refraksi gelombang adalah sama dengan refraksi cahaya yang
terjadi karena cahaya melintasi dua media perantara berbeda. Dengan
kesamaan tersebut maka pemakaian hukum Snell pada optik dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah refraksi gelombang yang
disebabkan karena perubahan kedalaman.
Dipandang satu deretan gelombang yang menjalar dari laut dengan
kedalaman d₀ menuju kedalaman d₁, dengan perubahan kedalaman
mendadak (seperti anak tangga) dan dianggap tidak ada refleksi
gelombang pada perubahan tersebut. Karena adanya perubahan
kedalaman maka cepat rambat dan panjang gelombang berkurang dari C₀
dan L₀ menjadi C₁ dan L₁. Sesuai dengan hukum Snell, berlaku:
Sin α₁ = 𝐶₁
𝐶₀ sin α₀ (2.7)
dengan:
α₁ : sudut antara garis puncak gelombang dengan kontur dasar dimana
gelombang melintas
α₀ : sudut yang sama yang diukur saat garis puncak gelombang
Page 46
26
melintas kontur dasar berikutnya
C₀ : kecepatan gelombang pada kedalaman di kontur pertama
C₁ : kecepatan gelombang di kontur berikutnya
Seperti terlihat dalam gambar 2.5, jarak antara ortogonal di dalam dan
dititik satu adalah b₀ dan b₁. Apabila kontur dasar laut adalah lurus dan
sejajar maka jarak x di titik 0 dan 1 adalah sama sehingga:
𝑥 = 𝑏₀
𝑐𝑜𝑠𝛼₀=
𝑏₁
𝑐𝑜𝑠𝛼₁ (2.8)
Dan koefisien refraksi adalah:
𝐾𝑟 = √𝑏₀
𝑏₁= √
𝑐𝑜𝑠𝛼₀
𝑐𝑜𝑠𝛼₁ (2.9)
Analisis refraksi dapat dilakukan secara analitis apabila garis kontur
lurus dan saling sejajar dengan menggunakan hukum Snell secara
langsung.
Untuk menghitung koefisien pendangkalan digunakan rumus:
𝐾𝑠 = √𝑛₀𝐿₀
𝑛₁𝐿₁ (2.10)
dengan n didapat dari rumus:
𝑛 =1
2(1 +
2𝑘𝑑
sinh 2𝑘𝑑) (2.11)
2.10.Waktu Tiba Gelombang
Untuk mencari waktu tiba gelombang di pusat pengamatan dilakukan
menggunakan persamaan yang dirumuskan oleh Thorne Lay dan Terry C.
Wallace (Sutrisno, 2006). Sebelum mencari waktu tiba gelombang, terlebih
dahulu dicari kecepatan gelombang tsunami dengan persamaan berikut:
Page 47
27
𝑣 = √𝑔. ℎ (2.12)
dimana:
v = kecepatan gelombang tsnumani (m/s)
g = kecepatan gravitasi bumi (10 m/s²)
h = kedalaman laut (m)
Bila episenter dianggap sebagai asal mula terbentuknya tsunami di lautan,
maka bila profil kedalaman laut dari episenter ke kota di pesisir laut
diketahui, maka dapat dibuat grafik hubungan kecepatan terhadap jarak.
Untuk memudahkan perhitungan kecepatan gelombang tsunami maka
diwakili oleh kecepatan rata-ratanya, melalui perhitungan dengan rumus:
�̅� =∫ 𝑣(𝑥)𝑑𝑥
𝑥0
𝑥 (2.13)
Dalam prakteknya, perhitungan diatas disederhanakan menjadi:
�̅� =(𝑣(𝑥1).∆𝑥+𝑣(𝑥2).∆𝑥+⋯+𝑣(𝑥𝑛).∆𝑥)
𝑛−1 (2.14)
�̅� = (𝑣0 + 𝑣1 + 𝑣2 + 𝑣3 + 𝑣𝑛∆𝑥
𝑛−1=
∑ 𝑣(𝑥)
𝑛−1 (2.15)
Untuk mengetahui jarak dari titik episenter ke titik kota pengamatan
digunakan perhitungan dengan rumus segitiga bola, yaitu:
cos ∆ = sin ∅𝑒 sin ∅𝑝 + cos ∅𝑒 cos ∅𝑝 cos(𝜆𝑝 − 𝜆𝑒) (2.16)
dimana:
∅𝑒 = lintang posisi episenter
∅𝑝 = lintang posisi kota pengamatan
𝜆𝑒 = bujur posisi episenter
𝜆𝑝 = bujur posisi kota pengamatan
Page 48
28
Dengan didapatnya kecepatan rata-rata gelombang tsunami (�̅�), maka waktu
penjalaran gelombang tsunami dapat diketahui melalui perhitungan dengan
rumus:
𝑡 =𝑥
�̅� (2.17)
Dimana:
t = waktu tempuh/travel time (sec)
x = jarak dari episenter ke kota (m)
�̅� = kecepatan rata-rata (m/s)
2.11.Model Genangan Tsunami
Model genangan tsunami dibuat dengan perangkat lunak SIG menggunakan
formula yang dikembangkan oleh Berryman (2006). Metode Berryman ini
menggunakan 3 variabel dalam perhitungan bahaya tsunami, antara lain
yaitu elevasi, kekasaran permukaan dan ketinggian gelombang.
1. Elevasi
Data elevasi diperoleh dari DEMNAS yang diklasifikasi kembali
menjadi kelas kelerengan. Elevasi digunakan untuk memperhitungkan
area yang terendam oleh rendaman tsunami dan area yang berpotensi
terjangkau gelombang tsunami. Semakin tinggi permukaan tanah satu
tempat, maka tingkat kerentanan terhadap bahaya tsunami akan semakin
kecil. Kemiringan lereng mempengaruhi nilai bahaya rendaman
gelombang tsunami (Hloss). Rendaman yang masuk ke daratan akan
semakin berkurang jika kemiringan lereng besar (S. Hidayatullah
Santius, 2015).
Page 49
29
2. Kekasaran permukaan
Kekasaran permukaan adalah sistem pemberian nilai koefisien yang
didasarkan pada tipe jenis penutupan lahan. Kekasaran permukaan
disertakan dalam penentuan zona bahaya tsunami karena setiap
penggunaan lahan yang berada di area pesisir memiliki tingkat
ketahanan yang berbeda terhadap tekanan gelombang tsunami yang
masuk menuju daratan. Perbedaan spesifik pada kekasaran permukaan
terletak pada area terbangun, vegetasi, dan area terbuka. Kekasaran
permukaan disajikan dalam indeks oleh Berryman (2006) pada tabel
dibawah ini.
Tabel 2. 1. Indeks Kekasaran Permukaan oleh Berryman (2006)
Jenis Penggunaan / Penutupan
Lahan
Nilai Koefisien
Kekasaran
Badan air 0.007
Belukar/semak 0.040
Hutan 0.070
Kebun/perkebunan 0.035
Lahan kosong/terbuka 0.015
Lahan pertanian 0.025
Pemukiman/lahan terbangun 0.045
Mangrove 0.025
Tambak/empang 0.010
3. Ketinggian gelombang
Ketinggian gelombang adalah dasar penentuan multi skenario dalam
analisis bahaya tsunami. Ketinggian gelombang adalah multi skenario
probabilitas kejadian gelombang tsunami pada ketinggian gelombang
tertentu. Ketinggian gelombang tsunami yang diperhitungkan adalah
ketinggian gelombang pada garis pantai. Ketinggian gelombang tsunami
Page 50
30
didapat dari hasil perhitungan menggunakan metode gelombang
amplitudo kecil dengan tinggi awal gelombang di episenter ditentukan
berdasarkan data historis.
Berikut ini formula untuk menghitung sebaran rendaman tsunami:
𝐻𝑙𝑜𝑠𝑠 = (167𝑛2
𝐻01/3 ) + 5 sin 𝑆 (2.18)
dimana:
𝐻𝑙𝑜𝑠𝑠 : nilai penurunan air saat masuk ke daratan
n : koefisien kekasaran permukaan
𝐻0 : ketinggian gelombang tsunami di garis pantai
S : besarnya lereng permukaan (dalam derajat)
Hasil dari besarnya nilai kelerengan (S) adalah dalam bentuk derajat
maka perlu dilakukan konversi derajat ke radian dengan menggunakan
rumus berikut:
sin 𝑆 = sin(𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 ∗ 0.01745) (2.19)
Nilai 0.01745 didapat dari hasil pi/180. Prinsip ini berlaku di dalam
prinsip trigonometri spasial untuk satu data dengan satuan derajat.
Operasi matematika pada model ini berbasis piksel. Maka besarnya
Hloss harus dibagi ukuran sel dari DEM yang digunakan dengan
menggunakan rumus berikut:
𝐻𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑝𝑒𝑟 𝑚 =𝐻𝑙𝑜𝑠𝑠
𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙 𝐷𝐸𝑀 (2.20)
Page 51
31
Penelitian ini juga menggunakan metode potong ketinggian (cut
elevation), dimana pada metode ini wilayah-wilayah yang memiliki
ketinggian di atas tinggi gelombang tsunami di garis pantai dikeluarkan
dari kalkulasi Hloss karena wilayah yang memiliki ketinggian di atas
tinggi gelombang tsunami tidak akan tergenangi. Selanjutnya pengaruh
ketinggian belum dimasukkan dalam persamaan tersebut sehingga
dapat terjadi overestimate akibat pengaruh lereng. Maka dilakukanlah
perhitungan dengan membatasi nilai ketinggian gelombang tsunami
yang hilang sesuai dengan besarnya nilai 𝐻0 dengan menggunakan
rumus berikut:
𝐻𝑙𝑜𝑠𝑠_𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 = 𝑆𝑒𝑡𝑁𝑢𝑙𝑙 (𝐷𝐸𝑀 > 𝐻0, 𝐻𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑝𝑒𝑟 𝑚) (2.21)
Hloss hanya menunujukkan berapa air yang hilang dan bukan arah air.
Untuk mengetahui arah air maka dilakukanlah operasi cost distance.
Cost distance analysis menentukan jarak terdekat dari satu piksel ke
piksel lain menuju lokasi sumber gelombang, dalam hal ini adalah garis
pantai. Hasil dari dari operasi Hloss dan cost distance menghasilkan
peta rendaman tsunami (Qoriatu Zahro, 2017). Adapun rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut:
𝐵𝑎ℎ𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑠𝑢𝑛𝑎𝑚𝑖 = 𝐻0 − 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑑𝑖𝑠𝑡𝑎𝑛𝑐𝑒 (2.22)
2.12.Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dibuat berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang
pernah dilakukan sebagai referensi dan pembanding dalam mengerjakan
penelitian yang dibuat.
Page 52
32
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Dede Sugianto, dkk
(2017) yang berjudul “Potensi Rendaman Tsunami di Wilayah Lebak
Banten”. Dalam penelitiannya ini, ia mengkaji tentang potensi bahaya
tsunami yang terjadi di pesisir Lebak Banten yang disebabkan oleh
pergerakkan lempeng. Dalam penelitiannya ia melakukan perhitungan
tinggi gelombang dan waktu tempuh gelombang tiba di bibir pantai dengan
menggunakan pemodelan numerik menggunakan model TUNAMI-2 dan
mengetahui potensi rendaman di wilayah tersebut. Kekuatan gempa yang ia
gunakan sebesar Mw 8,7. Hasil dari penelitiannya menyatakan bahwa run-
up yang dapat terjadi akibat tsunami dari gempa bumi di celah ketempatan
sekitar Palung Jawa umumnya mengikuti pola topografi ketinggian wilayah.
Waktu tempuh yang diperlukan untuk tiba di wilayah pesisir Lebak berkisar
15-17 menit. Potensi rendaman tsunami wilayah pesisir Lebak
dikategorikan sangat berbahaya karna tinggi run-up yang mencapai 3 meter
dari permukaan dan jarak maksimum rendaman mencapai 1,7 km dari garis
pantai dengan luas genangan 1271,34 ha.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Toga Persada Tarigan (2015)
yang berjudul “Analisa Spasial Kerawanan Bencana Tsunami di Wilayah
Pesisir Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta”. Dalam
penelitiannya, ia menganalisis kerawanan bencana tsunami di Kabupaten
Kulon Progo DIY dengan metode kuantitatif dengan mengambil titik
wilayah penelitian yang acak berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG).
Parameter yang digunakan adalah ketinggian daratan, jarak dari garis pantai,
Page 53
33
jarak dari sungai, dan kegunaan lahan. Berdasarkan hasil penelitiannya,
didapatlah nilai luas, persentase luas dalam tingkat kerawanan dan kelas
rawan tsunami seluruh wilayah di Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Achmad Yasir Baeda pada
tahun 2012. Dimana ia meneliti tentang “Kajian Potensi Tsunami Akibat
Gempa Bumi Bawah Laut di Perairan Pulau Sulawesi”. Dalam
penelitiannya, ia membahas tentang area potensial gempa bumi bawah laut
yang menyebabkan tsunami dan melakukan kajian tsunami diberbagai area
dengan membuat pemodelan tsunami. Yang mana hampir semuanya
berpusat di lautan dan berkemampuan untuk membangkitkan tsunami.
Tabel 2. 2. Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul
Penelitian
Permasalahan Hasil
Dede Sugianto,
dkk (2017)
Potensi
Rendaman
Tsunami di
Wilayah Lebak
Banten
Berapa besar
tinggi
gelombang di
bibir pantai dan
berapa waktu
tempuh
gelombang tiba
di bibir pantai
yang disebabkan
oleh
pergerakkan
lempeng
Metode yang
digunakan
adalah metode
pemodelan
numerik
menggunakan
rum-up yang
dapat terjadi
akibat tsunami
dari gempa bumi
di celah
ketempatan
sekitar Palung
Jawa umumnya
mengikuti pola
topografi
ketinggian
wilayah. Waktu
tempuh yang
diperlukan untuk
tiba di wilayah
pesisir Lebak
berkisar 15-17
menit. Potensi
rendaman
tsunami wilayah
Page 54
34
model
TUNAMI-2
pesisir Lebak
dikategorikan
sangat berbahaya
karna tinggi rum-
up yang
mencapai 3
meter dari
permukaan dan
jarak maksimum
rendaman
mencapai 1,7 km
dari garis pantai
dengan luas
genangan
1271,34 ha.
Toga Persada
Tarigan (2015)
Analisa Spasial
Kerawanan
Bencana
Tsunami di
Wilayah Pesisir
Kabupaten
Kulon Progo
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
Bagaimana
kerawanan
bencana tsunami
di Kabupaten
Kulon Progo
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
Metode yang
digunakan
adalah metode
kuantitatif
berbasis SIG
(Sistem
Informasi
Geografis)
Didapat nilai
luas, persentase
luas dalam
tingkat
kerawanan dan
kelas rawan
tsunami seluruh
wilayah di
Kabupaten
Kulon Progo
daerah Istimewa
Yogyakarta.
Achmad Yasir
Baeda (2012)
Kajian Potensi
Tsunami
Akibat Gempa
Bumi Bawah
Laut di Perairan
Pulau Sulawesi
Bagaimana area
potensial gempa
bumi bawah laut
yang
menyebabkan
tsunami di
Perairan Pulau
Sulawesi
Hampir semua
area potensial
gempa bumi
bawah laut di
Perairan Pulau
Sulawesi
berpotensi
membangkitkan
tsunami.
Page 55
35
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan di Gedung G Teknik Geodesi Universitas Lampung.
Adapun wilayah penelitian yaitu wilayah sekitar pesisir Teluk Lampung. Lama
penelitian lebih kurang 6 bulan.
Gambar 3. 1. Wilayah penelitian yaitu wilayah Pesisir Teluk Lampung.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
3.2.1 Alat
Page 56
36
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas dua, yaitu:
1. Perangkat keras
Perangkat keras ini berupa seperangkat laptop untuk pengolahan
data dan printer untuk mencetak laporan hasil penelitian
2. Perangkat lunak
Perangkat lunak yang digunakan, yaitu:
a. Perangkat lunak ArcGIS 10.4.1 sebagai pengolah sistem
informasi geografis.
b. Perangkat lunak SAS Planet sebagai pengunduh citra satelit
c. Perangkat lunak Global Mapper sebagai pengolah gelombang
tsunami untuk simulasi 3D
d. Perangkat lunak Microsoft Excel 2013 sebagai pengolah data
tabular
e. Perangkat lunak Microsoft Word 2013 sebagai pengolah data
laporan
f. Perangkat lunak Microsoft Visio 2013 sebagai pengolah
diagram alir
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Data batimetri yang diunduh dari GEBCO tahun 2019
2. Data DEMNAS tahun 2019 yang diunduh dari Badan Informasi
Geospasial (BIG)
3. Peta Batas Administrasi Provinsi Lampung yang didapat dari
Pemerintah Provinsi Lampung tahun 2019
Page 57
37
4. Data garis pantai yang yang didapat dari Pemerintah Provinsi
Lampung tahun 2019
5. Peta tutupan lahan tahun 2017 yang diunduh dari KLHK
(Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
6. Citra satelit tahun 2019 dari Google Earth
3.3. Diagram Alir
Pada penelitian ini, pengolahan data dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Pembuatan simulasi perambatan gelombang tsunami
Secara garis besar, pembuatan simulasi perambatan gelombang tsunami
melalui beberapa proses yang dapat dilihat dari diagram alir berikut:
Gambar 3. 2. Diagram alir perambatan gelombang.
Page 58
38
2. Pembuatan peta rendaman tsunami
Pembuatan peta rendaman tsunami ini meliputi beberapa proses yang dapat
dilihat dari diagram alir berikut:
Gambar 3. 3. Diagram alir pemetaan daerah rendaman tsunami.
3.4. Tahap Pembuatan Simulasi Perambatan Gelombang Tsunami
Pada diagram alir, pembuatan simulasi perambatan gelombang terbagi atas 3
tahap, yaitu:
3.4.1 Persiapan
Pada tahap ini dipersiapkan seluruh data yang diperlukan untuk
pengolahan pembuatan simulasi perambatan gelombang tsunami dan
peta daerah rendaman tsunami, yaitu:
Page 59
39
1. Data batimetri yang diunduh dari GEBCO tahun 2019. Data ini
merupakan data yang akan digunakan untuk mencari nilai
kedalaman laut sebagai data awal untuk menghitung tinggi
gelombang di bibir pantai dan untuk menghitung waktu tiba
gelombang.
2. Peta tutupan lahan yang diunduh dari KLHK (Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan) tahun 2017. Data ini digunakan
sebagai data topografi wilayah penelitian.
3. Data batas administrasi dari pemerintah Provinsi Lampung tahun
2019. Data ini digunakan sebagai data batas administrasi wilayah
penelitian.
4. Data DEMNAS (Digitial Elevation Model Nasional) yang diunduh
dari Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun 2019. Data ini
merupakan data DEM (Digital Elevation Model) yang akan
digunakan sebagai data kemiringan lereng wilayah penelitian.
5. Data garis pantai yang didapat dari pemerintah Provinsi Lampung
tahun 2019. Data ini digunakan untuk membuat daerah rendaman
tsunami.
6. Citra satelit. Data citra ini hanya digunakan sebagai tampilan saat
pembuatan peta daerah rendaman tsunami.
Page 60
40
3.4.2 Pengolahan Data
Pengolahan data ini dibagi atas dua tahap, yaitu tahap untuk
membuat simulasi perambatan gelombang tsunami dan tahap
pembuatan peta daerah rendaman tsunami.
1. Tahap pembuatan simulasi perambatan gelombang tsunami
a. Pengolahan nilai kedalaman laut
Langkah awal dalam pembuatan simulasi perambatan
gelombang tsunami yaitu pengolahan nilai kedalaman laut.
Untuk mendapatkan nilai kedalaman laut, terlebih dahulu
dilakukan pembuatan grid untuk mendapatkan nilai kedalaman
laut di setiap titik yang dibagi per jarak 1 km.
Gambar 3. 4. Hasil pembuatan grid pada data batimetri.
Data grid kemudian diolah untuk mendapatkan nilai koordinat
dan kedalaman laut di setiap titiknya. Pengolahan dilakukan
dengan mengekstrak titik grid menjadi nilai koordinat dan
kedalaman.
Page 61
41
Gambar 3. 5. Data kedalaman di setiap grid
b. Perhitungan tinggi gelombang
Nilai ketinggian gelombang di setiap titik, dihitung
menggunakan teori gelombang amplitudo kecil, dengan
menggunakan rumus pada persamaan (2.4). Untuk mendapatkan
tinggi gelombang tsunami di setiap titik, maka perlu diketahui
terlebih dahulu tinggi awal gelombang tsunami di Gunung Anak
Krakatau berdasarkan sejarah yaitu 1-3 meter. Berdasarkan hasil
perhitungan, didapatlah tinggi gelombang tsunami yang berbeda
di setiap titiknya seperti pada gambar dibawah ini.
Page 62
42
Gambar 3. 6. Hasil hitung tinggi gelombang.
c. Pembuatan Gelombang Tsunami
Gelombang tsunami dibuat berdasarkan tinggi gelombang di
setiap titik yang telah diinterpolasi. Dari hasil interpolasi
tersebut dibuatlah gelombang dari Gunung Anak Krakatau
hingga bibir pantai. Setelah itu, dibuatlah simulasi perambatan
gelombang tsunami dalam bentuk 2D seperti gambar dibawah
ini.
Page 63
43
Gambar 3. 7. Perambatan gelombang tsunami.
2. Tahap pembuatan peta rendaman tsunami
Proses pembuatan peta rendaman tsunami dilakukan
menggunakan metode pemodelan penurunan tinggi tsunami saat
mencapai daratan dengan menggunakan skenario variasi tinggi
gelombang tsunami pada garis pantai. Pembuatan peta rendaman
tsunami juga dipengaruhi oleh kemiringan lereng dan koefisien
kekasaran permukaan yang dibuat oleh Berryman (2006) dengan
persamaan (2.18). Parameter ketinggian gelombang tsunami di
garis pantai didapat berdasarkan perhitungan tinggi gelombang
menggunakan metode non numerik. Sementara itu, parameter
Page 64
44
kemiringan lereng menggunakan data DEMNAS dan koefisien
kekasaran permukaan menggunakan data tutupan lahan.
Parameter ini digunakan sebagai parameter tambahan untuk
menyusun peta rendaman tsunami.
Berikut ini, dijelaskan proses pembuatan peta rendaman tsunami:
a. Perhitungan tinggi gelombang
Proses perhitungan tinggi gelombang sama seperti perhitungan
yang dilakukan pada proses pembuatan simulasi perambatan
gelombang tsunami. Namun dalam hal ini, tinggi gelombang
yang dihitung hanya tinggi gelombang di bibir pantai. Dari hasil
perhitungan didapatlah tiga skenario tinggi gelombang tsunami
di bibir pantai yaitu 13 m, 26 m, dan 39 m.
b. Perhitungan waktu tiba gelombang
Perhitungan waktu tiba gelombang dilakukan untuk mengetahui
berapa lama waktu tiba gelombang dari Gunung Anak Krakatau
hingga ke bibir pantai. Perhitungan ini dilakukan dengan
menggunakan rumus pada persamaan (2.17). Berdasarkan rumus
tersebut didapatlah waktu penjalaran gelombang tsunami yaitu
57 menit.
c. Pemasukkan nilai koefisien kekasaran permukaan
Pada data tutupan lahan, dimasukkan nilai koefisien kekasaran
permukaan untuk setiap kelas tutupan lahan yang mengacu pada
tabel (2.1). Nilai koefisien kekasaran akan mempengaruhi
daerah rendaman tsunami. Hal ini dikarenakan semakin tinggi
Page 65
45
nilai koefisien kekasaran, maka akan semakin mampu
menghadang genangan tsunami. Sebaliknya, kekasaran
permukaan yang mempunyai nilai koefisien kecil memiliki
faktor hambatan yang kecil juga terhadap genangan yang masuk
ke daratan.
d. Pemotongan wilayah penelitian
Dikarenakan peta tutupan lahan yang digunakan merupakan peta
tutupan lahan seluruh Lampung, maka perlu dilakukan
pemotongan peta tutupan lahan dengan peta batas wilayah
penelitian. Sehingga dihasilkan peta tutupan lahan wilayah
pesisir Teluk Lampung.
e. Pengolahan data DEMNAS
Data DEMNAS diolah untuk mendapatkan nilai kemiringan
wilayah penelitian. Dimana data DEMNAS, diolah pada
perangkat lunak ArcGIS dengan melakukan proses slope untuk
mendapatkan nilai kemiringan lereng wilayah penelitian.
Gambar 3. 8. Hasil proses slope
Page 66
46
Selanjutnya dihitung sudut sin dari hasil slope dengan
menggunakan rumus pada persamaan (2.19). Setelah sudut
kemiringan didapat, dilakukan pemotongan data DEMNAS
dengan batas wilayah penelitian. Hal ini dikarenakan data
DEMNAS yang digunakan merupakan data DEMNAS seluruh
Lampung. Sehingga didapatlah data DEM wilayah pesisir Teluk
Lampung.
Gambar 3. 9. Hasil sin slope wilayah penelitian
f. Perhitungan penurunan ketinggian tsunami di daratan
Ketika tinggi gelombang di bibir pantai telah diketahui, maka
dihitunglah titik-titik penurunan ketinggian tsunami di daratan
(Hloss) menggunakan rumus pada persamaan (2.18). Rumus ini
merupakan nilai penurunan air dari bibir pantai hingga daratan.
Page 67
47
Gambar 3. 10. Hasil Hloss
Hasil perhitungan Hloss pada model ini berbasis piksel. Maka
besarnya Hloss harus dibagi ukuran sel dari DEM yang
digunakan dengan menggunakan rumus pada persamaan (2.20).
Gambar 3. 11. Hasil Hloss berdasarkan ukuran sel DEM
Pada proses ini, pengaruh ketinggian belum dimasukkan dalam
persamaan tersebut sehingga dapat terjadi overestimate akibat
pengaruh lereng. Maka dilakukanlah perhitungan dengan
membatasi nilai ketinggian gelombang tsunami yang hilang
sesuai dengan besarnya nilai 𝐻0 dengan menggunakan rumus
pada persamaan (2.21).
Page 68
48
Gambar 3. 12. Hasil Hloss berdasarkan elevasi wilayah
penelitian
Selanjutnya dilakuakan cost distance analysis untuk
menentukan arah aliran air dan menentukan jarak terdekat dari
satu piksel ke piksel lain menuju lokasi sumber gelombang yaitu
garis pantai.
Gambar 3. 13. Hasil cost distance analysis
Hasil dari dari operasi Hloss dan cost distance menghasilkan
bahaya tsunami atau daerah rendaman tsunami dengan
menggunakan rumus pada persamaan (2.22).
Page 69
49
Gambar 3. 14. Daerah rendaman tsunami
3.4.3 Hasil
Terdapat dua hasil akhir dari pengolahan ini, yaitu:
1. Perambatan gelombang tsunami dari episenter (Gunung Anak
Krakatau) hingga bibir pantai dalam bentuk 3D
Untuk mendapatkan kenampakan 3D saat simulasi perambatan
gelombang tsunami, maka gelombang tsunami di overlay
dengan data DEMNAS dan citra satelit, seperti tampak pada
gambar dibawah ini.
Gambar 3. 15. Hasil perambatan gelombang 3D.
Page 70
50
2. Peta daerah rendaman tsunami
Terdapat tiga peta yang dihasilkan berdasarkan perbedaan tinggi
awal gelombang yang digunakan.
Gambar 3. 16. Peta rendaman tsunami dengan tinggi gelombang 13
meter.
Gambar 3. 17.Peta rendaman tsunami dengan tinggi gelombang 26
meter.
Page 71
51
Gambar 3. 18. Peta rendaman tsunami dengan tinggi gelombang 39
meter.
Page 72
59
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini, yaitu jika terjadi kembali
pengulangan bencana dengan perubahan topografi Gunung Anak Krakatau saat
ini, maka terjadi juga perubahan daerah rendaman tsunami. Hal ini dapat dilihat
dari ketiga skenario daerah rendaman tsunami dan tinggi gelombang tsunami
yang dihasilkan di bibir pantai. Diketahui tinggi gelombang di bibir pantai
dipengaruhi oleh tinggi awal gelombang di pusat letusan Gunung Anak
Krakatau, kedalaman laut, kecepatan perambatan gelombang dan jarak dari
episenter ke bibir pantai. Semakin tinggi gelombang di bibir pantai maka
semakin jauh jarak rendaman dari bibir pantai ke daratan. Semakin banyak
wilayah yang terendam tsunami. Tidak hanya itu, penggunaan lahan dan
ketinggian juga memengaruhi laju tsunami. Semakin tinggi nilai koefisien
kekasaran pada penggunaan lahan, akan memperlambat laju tsunami.
Di wilayah pesisir Teluk Lampung, penggunaan lahan didominasi oleh
pemukiman dan lahan pertanian. Keduanya dapat menghambat laju tsunami.
Namun tetap saja wilayah pesisir Teluk Lampung dapat dikatakan cukup rentan
akan bencana tsunami karena padatnya pemukiman dan fasilitas umum yang
terdapat di sekitar wilayah pesisir Teluk Lampung yang dapat terhempas oleh
Page 73
60
gelombang setinggi 13 m, 26 m, dan 39 m dengan jarak rendaman tsunami
mencapai 1,6 km dari garis pantai sehingga dapat menyebabkan korban jiwa.
Wilayah yang rentan terendam tsunami yaitu Kecamatan Bumi Waras,
Kecamatan Teluk Betung Selatan, Kecamatan Teluk Betung Timur,
Kecamatan Teluk Betung Utara, Kecamatan Panjang, Kecamatan Padang
Cermin, dan Kecamatan Katibun. Dimana rata-rata waktu tiba gelombang
tsunami di bibir pantai mencapai 57 menit.
5.2. Saran
Pada penelitian ini, tinggi gelombang tsunami di bibir pantai dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Dimana salah satu dari faktor tersebut dianggap sebagai
konstanta dan terdapat salah satu faktor yang tidak diperhitungkan. Untuk itu,
penulis menyarankan untuk mengubah konstanta menjadi parameter dan
memperhitungakan faktor yang diabaikan.
Page 74
61
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Zaenudin, dkk. 2018. Land Subsidence Analysis in Bandar Lampung City
based on InSAR. IOP Conf. Series: Journal of Physics: Conf. Series 1080
(2018) 012043 (1080). pp 1-7. ISSN doi: 10.1088/1742-
6596/1080/1/012043
Andini, Nur. Makalah Teknik Pantai. 10 April 2015.
https://www.slideshare.net/diniWithYunho/makalah-teknik-pantai diakses
pada 7 November 2019.
Armijon. 2019. Modeling of Cold Lava Flow Spatial Analysis for Mitigation of
Volcano Disaster Merapi. In: Peran Ilmu Teknik dan Kajian Multidisiplin
dalam Mitigasi Bencana Nasional.SIMTEK 2019 Fakultas Teknik
Universitas Lampung, Simposium Nasional Ilmu Teknik 2019-12
November 2019-Emersia Hotel & Resort Bandar Lampung-Indonesia.
Armijon. 2019. Pemetaan Digital Praktis. Pemetaan Digital, 1 (1). Aura. ISBN 978-
623-211-066-3.
Armijon, dkk. 2019. Kajian Pembaharuan Model Rendaman Tsunami Pesisir Teluk
Lampung Akibat Pengaruh Perubahan Morfologi Gunung Anak Krakatau.
Lampung : Universitas Lampung.
Berryman, K. 2006. Review of Tsunami Hazard and Risk in New Zealand. New
Zealand: Institute of Geological Ana Nuclear Science
Dewi, Citra, dkk. 2014. Analysis of Making Tsunami disaster Zone Map in Coastal
Area (Location Study: Bandar Lampung City Coastal). Proseding Seminar
Bisnis & Teknologi. ISSN 2407-6171
Fajriyanto, Ahmad, dkk. 2012. Potensi Bahaya Gempa dan Analisis Regangan di
Selat Sunda Berbasis GPS (Global Positioning System). Rekayasa, Jurnal
Teknik Sipil dan Perencanaan, 16 (3). pp. 141-150. ISSN 0852-7733.
Page 75
62
Hidayatullah, S. 2015. Pemodelan Tingkat Resiko Bencana Tsunami Pada
Permukiman di Kota Bengkulu Menggunakan Sistem Informasi Geografis.
Jurnal Permukiman, Volume 10, Nomor 2, Tahun 2015.
Islam, Faiz. 2014. Penentuan Resiko dan Kerentanan Tsunami di Kebumen Dengan
Citra Alos. Jurnal Geodesi Undip Januari 2014.
Krakatau. https://id.wikipedia.org/wiki/Krakatau diakses pada 10 Oktober 2019
Latief, H. 2013. Pedoman Teknik Pembuatan Peta Bahaya Rendaman Tsunami.
Bandung: Pusat Penelitian Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung.
Persada Tarigan, Togi. 2015. Analisa Spasial Kerawanan Bencana Tsunami di
Wilayah Pesisir Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jurnal Oseanografi Undip, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015.
Prahasta, E. 2001. Sistem Informasi Geografis :Tutorial Arc View. Bandung : CV.
Informatika.
Putra, Kelana. Arus dan Gelombang Air Laut.
https://www.academia.edu/9110059/ARUS_DAN_GELOMBANG_AIR_
LAUT diakses pada 17 November 2019.
Rahmadhani, Nia. 2012. Analisis Aksesibilitas Evakuasi Tsunami di Kota Padang
Berbasis Sistem Informasi Geografis. Semarang: Universitas Diponegoro.
Reynold, A. C. 1978, Boundary condition for the numerical solution of wave
propagation problems, Geophysics, Vol. 43 No. 6, pp.1099-1110.
Riadi, Muchlisin. Teori Gelombang Laut. 11 Januari 2016.
https://www.kajianpustaka.com/2016/01/teori-gelombang-laut.html
diakses pada 17 November 2019
Susanti S, Ida dan Armijon. 2013. Pengaruh Perkembangan Infrastruktur Jalan
Terhadap Pertumbuhan Pemanfaatan Lahan Kota. Jurnal Rekayasa Sipil dan
Desain (JRSDD), 17 (1). ISSN 2303-0011.
Page 76
63
Sutrisno. 2006. Penentuan Waktu Datang Gelombang Tsunami Di beberapa Kota
Pantai Selatan Jawa Barat Sebagai Informasi Penting Dalam Usaha
Penyelamatan Secara Preventif Menghadapi Bencana Tsunami. Jakarta :
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Sugianto, Dedi. 2017. Potensi Luasan Daerah Rendaman Tsunami di Wilayah
Lebak Banten. (Tesis). Institut Teknologi Bogor. Bogor.
Tarigan, M. 1986. Studi Pendahuluan Energi Gelombang di Teluk Ambon Bagian
Luar. Ambon: Puslitbang Oseanologi-LIPI.
Trianawati, Nanin. 2008. Tsunami. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Triatmodjo, Bambang. 2009. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset
Yogyakarta
W, Michael. 2010. Pengetahuan Tentang Resiko. Jakarta: GITEWS Capacity
Building in Local Communities.
Wiryawan, B., dkk. 2000. Atlas Sumber Daya Wilayah Pesisir Teluk Lampung.
Bandar Lampung. Pemda Tk 1 Lampung-CRMP Lampung.
Yasir Baeda, Achmad. 2012. Kajian Potensi Tsunami Akibat Gempa Bumi Bawah
Laut di Perairan Pulau Sulawesi. Jurnal Teknik Sipil, Volume 19, Nomor 1,
Tahun 2012 (ISSN 0853-2982).
Zahro, Q. 2017. Kajian Spasial Resiko Bencana Tsunami Kabupaten Serang,
Banten. Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana, Vol. 12, No. 1,
Tahun 2017.
Zakaria, A., 2003, Numerical modelling of wave propagation using higher order
finite difference formulas, Thesis (Ph.D.), Curtin University f Technology,
Perth, Western Ausstralia, 247 hal.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana