KADAR Neuron Specific Enolase (NSE) dan Carcinoembryonic Antigen (CEA) PADA PENDERITA KANKER PARU YANG TELAH MENDAPATKAN KEMOTERAPI TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Oleh : Dian Angelina NIM : 145070101111025 PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018
73
Embed
KADAR Neuron Specific Enolase (NSE) dan Carcinoembryonic ...repository.ub.ac.id/167758/1/Dian Angelina.pdf · kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KADAR Neuron Specific Enolase (NSE) dan Carcinoembryonic Antigen
(CEA) PADA PENDERITA KANKER PARU YANG TELAH MENDAPATKAN
KEMOTERAPI
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh : Dian Angelina
NIM : 145070101111025
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
TUGAS AKHIR
KADAR NEURON SPECIFIC ENOLASE (NSE) DAN CARCINOEMBRYONIC
ANTIGEN (CEA) PADA PENDERITA KANKER PARU YANG TELAH
MENDAPATKAN KEMOTERAPI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh :
Dian Angelina 145070101111025
Menyetujui untuk diuji:
Pembimbing-I, Pembimbing-II,
dr. Tri Wahju Astuti, M.Kes, Sp. P(K) dr. Desy Wulandari,M.Biomed,Sp.A
NIP. 196310221996012001 NIP. 2016078410212001
iii
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
KADAR NEURON SPECIFIC ENOLASE (NSE) DAN CARCINOEMBRYONIC
ANTIGEN (CEA) PADA PENDERITA KANKER PARU YANG TELAH
dr. Tri Wahju Astuti, M.Kes, Sp. P(K) dr. Desy Wulandari,M.Biomed,Sp.A
NIP. 196310221996012001 NIP. 2016078410212001
Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Kedokteran,
dr. Tri Wahju Astuti, M.Kes, Sp. P (K)
NIP. 196310221996012001
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Dian Angelina
NIM : 145070101111025
Program Studi : S1 Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya. Apabila di kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut
Malang, 30 Mei 2018
Yang membuat pernyataan,
Dian Angelina
NIM 145070101111025
v
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Tuhan YME yang telah memberi petunjuk dan
jalannya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Kadar
Neuron Specific Enolase (NSE) dan Carcinoembryoic Antigen (CEA) pada
Penderita Kanker Paru yang Mendapatkan Kemoterapi”. Tugas Akhir ini
merupakan karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) di Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya Malang.
Dengan selesainya Tugas Akhir ini, penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang terlibat membantu
menyelesaikan Tugas Akhir ini, terutama kepada :
1. Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya Malang.
2. dr. Triwahju Astuti, M.Kes., Sp.P(K) selaku Ketua Jurusan Program
Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya dan selaku dosen
pembimbing I yang senantiasa memberikan masukan dan nasehat.
3. dr. Desy Wulandari, M.Biomed, Sp, A selaku dosen pembimbing II yang
senantiasa memberikan masukan dan nasehat.
4. dr. Dicky Faizal Irnandi, Sp. And selaku penguji I yang senantiasa
memberikan masukan dan nasehat.
5. Segenap tim pengelola Tugas Akhir FKUB yang telah membantu penulis
dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
6. Orang tua saya (dr. Djoko Indra Julius, M.si dan Tri Suprihatin) yang selalu
mendoakan, mendukung dan memberi semangat tanpa henti. Apho, Mbah
teman seangkatan 2014, PBL 2.06, HMPD Bidang 5 dan teman-teman
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang membantu memberi
semangat dan bantuan yang begitu besar hingga terselesaikannya Tugas
Akhir ini.
9. Kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tugas akhir ini
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmat dan berkat kepada orang-
orang yang telah memberikan dukungan kepada penulis. Penulis menyadari
bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, baik dalam isi maupun cara
penyusunannya. Oleh karena itu, penulis membuka diri untuk kritik dan saran
yang dapat membangun dari semua pihak demi perbaikan di masa yang akan
datang. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan tambahan pengetahuan
dan wawasan yang bermanfaat bagi pembaca.
Malang, 24 Juli 2018
Penulis
vii
ABSTRAK
Angelina, Dian. 2018. Kadar Neuron Specific Enolase (NSE) dan Carcinoembryonic antigen (CEA) pada Penderita Kanker Paru yang Telah Mendapatkan Kemoterapi. Tugas Akhir, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1) dr. Tri Wahju Astuti, M.Kes, Sp.P(K) (2) dr. Desy Wulandari , M.Biomed, Sp.A.
Kanker paru merupakan penyebab utama mortalitas yang diakibatkan oleh kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Prevalensi kanker paru menempati urutan kedua setelah kanker prostat pada pria dan kanker payudara pada wanita. Kanker paru berhubungan dengan kerusakan DNA sel sehingga meningkatkan pertumbuhan sel ganas. Pada penderita kanker, dihasilkan zat untuk merespon kondisi tersebut seperti Neuron Specific Enolase (NSE) dan Carcinoembryonic antigen (CEA). Penelitian ini menggunakan studi kohort, yang dilakukan pada
penderita kanker paru yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, berobat di poli paru, dan rawat inap RSUD dr. Saiful Anwar Malang. Penelitian dilakukan pada 16 pasien yang belum pernah mendapatkan kemoterapi sebelumnya, kemudian diikuti dari awal hingga kemoterapi lengkap siklus ke 3 dan ke 6. Dimana setelah selesai tiap siklusnya kembali di cek kadar CEA dan NSE. Analisis data menggunakan metode Wilcoxon dengan hasil p = 0.004 untuk kadar NSE sebelum di kemoterapi dengan kadar NSE setelah dikemoterapi 6 siklus, p = 0.15 untuk kadar CEA sebelum dikemoterapi dengan kadar CEA setelah dikemoterapi 6 siklus, menunjukan perubahan kadar NSE dan CEA yang signifikan pada hasil akhir kemoterapinya. Kesimpulan penelitian ini adalah kemoterapi memiliki potensi untuk menurunkan kadar Neuron Specific Enolase (NSE) dan Carcinoembryonic antigen (CEA) pada pasien kanker paru.
Kata kunci: kanker paru, kemoterapi, Neuron Specific Enolase (NSE),
Carcinoembryonic antigen (CEA)
viii
ABSTRACT
Angelina, Dian. 2018. Level of Neuron Specific Enolase (NSE) and Carcinoembryonic antigen (CEA) in Patient with Lung Cancer that Gain Chemotherapy. Final Assignment, Medical Program, Faculty of Medicine, Brawijaya University. Supervisors: (1) dr. Tri Wahju Astuti, M.Kes, Sp.P(K) (2) dr. Desy Wulandari , M.Biomed, Sp.A.
Lung cancer is the leading cause of cancer-induced mortality, both in men and women in the world. The prevalence of lung cancer stays second after prostate cancer in men and breast cancer in women. Lung cancer is linked to cellular DNA damage that increases cell growth. In patients with cancer, it is sterilized to respond to such conditions as Neuron Specific Enolase (NSE) and Carcinoembryonic antigen (CEA). This study used a cohort study, conducted on lung cancer patients who have met the inclusion and exclusion criteria, treated in pulmonary poly, and hospitalization at RSUD dr. Saiful Anwar Malang. The study was conducted in 16 patients who had never received chemotherapy before, then followed from the beginning to complete chemotherapy cycles to 3 and 6. Where after completion of each cycle, recheck the levels of CEA and NSE. Data analysis using Wilcoxon method with result p = 0.004 for NSE levels before chemotherapy with NSE levels after 6-cycle chemotherapy, p = 0.15 for CEA levels before chemotherapy with CEA levels after 6-cycle chemotherapy, showed significant change of NSE and CEA levels on yield end of chemotherapy. The conclusion of this study is that chemotherapy has the potential to decrease levels of Neuron Specific Enolase (NSE) and Carcinoembryonic antigen (CEA) in lung cancer patients.
Gambar 2.1 Penggolongan kanker paru berdasarkan stahing TNM ............. 9
Gambar 2.2 Proses Karsinogenesis, menunjukan keuntungan
dari mengidentigikasi biomarker ................................................. 16
Gambar 3.1 Kerangka konsep ........................................................................ 28
Gambar 4.1 Bagan Alur Penelitian .................................................................. 36
Gambar 5.1 Kadar NSE berdasarkan RECIST pada penderita kanker
paru sebelum mendapatkan kemoterapi, setetelah
mendapatkan kemoterapi siklus ke 3 dan ke 6 ......................... 40
Gambar 5.1 Kadar CEA berdasarkan RECIST pada penderita kanker
paru sebelum mendapatkan kemoterapi, setetelah
mendapatkan kemoterapi siklus ke 3 dan ke 6 ......................... 41
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.1 Karakteristik data dasar 16 penderita kanker paru ......................... 37
Tabel 5.2 Kadar NSE sebelum kemoterapi, setelah kemoterapi
siklus ke 3 dan ke 6 ........................................................................ 38
Tabel 5.3 Kadar CEA sebelum kemoterapi, setelah kemoterapi
siklus ke 3 dan siklus ke 6 .............................................................. 39
Tabel 5.4 Kadar NSE berdasarkan RECIST pada penderita kanker paru
sebelum kemoterapi, setelah mendapatkan kemoterapi siklus
ke 3 dan ke 6 ................................................................................... 39
Tabel 5.4 Kadar CEA berdasarkan RECIST pada penderita kanker paru
sebelum kemoterapi, setelah mendapatkan kemoterapi siklus
ke 3 dan ke 6 ................................................................................... 41
xiii
DAFTAR SINGKATAN
AJCC : American Joint Committee on Cancer
ATH : Angka Tahan Hidup
AUC : Area Under the Curve
CA 125 : Cancer Antigen 125
CEA : Carcinoembryonic antigen
Co I / II : Cobalt (I) / (II)
CR : Complete Response
CSF : Cerebrospinal Fluid
CTGF : Connective Tissue Growth Factor
CYFRA 21-1 : Cytokeratin-19 Fragments
EGFR : Epidermal Growth Factor Receptor
FGF : Fibroblast Growth Factor
FN : Fibronectin
GLOBOCAN : Global Burden of Cancer Study
HCG : Human Chorionic Gonadotropin
IARC : International Agency for Research
IL-6 : Interleukin 6
IUAC : International Union Against Cancer
LOX : Lipoxygenase
LPA : Lipoprotein (A)
MMPs : Matrix Metalloproteinase
MTTH : Masa Tengah Tahan Hidup
NSCLC : Non Small Cell Lung Cancer
NSE : Neuron Specific Enolase
PD : Progressive Disease
xiv
PDGF : Platelet Derived Growth Factor
PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
PR : Partial Response
proGRP : Progastrin Releasing Peptide
PSA : Prostate Specific Antigen
RECIST : Response Evaluation Criteria in Solid Tumor
ROS : Reactive Oxygen Species
RR : Response Rate
RSSA : RSUD dr. Saiful Anwar Malang
SCCA : Squamous Cell Carcinoma Antigen
SCLC : Small Cell Lung Cancer
SD : Stable Disease
TBLB : Transbronchial Lung Biopsy
TBNA : Transbronchial Needle Aspiration
TGF : Transforming Growth Factor
TIMPS : Tissue Inhibitors of Metalloproteinases
TTB : Transthoraxic Biopsy
TTP : Time to Progressive
USG : Ultrasonograpphy
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
WHO : World Health Organization
ABSTRAK
Angelina, Dian. 2018. Kadar Neuron Specific Enolase (NSE) dan Carcinoembryonic antigen (CEA) pada Penderita Kanker Paru yang Telah Mendapatkan Kemoterapi. Tugas Akhir, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1) dr. Tri Wahju Astuti, M.Kes, Sp.P(K) (2) dr. Desy Wulandari , M.Biomed, Sp.A.
Kanker paru merupakan penyebab utama mortalitas yang diakibatkan oleh kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Prevalensi kanker paru menempati urutan kedua setelah kanker prostat pada pria dan kanker payudara pada wanita. Kanker paru berhubungan dengan kerusakan DNA sel sehingga meningkatkan pertumbuhan sel ganas. Pada penderita kanker, dihasilkan zat untuk merespon kondisi tersebut seperti Neuron Specific Enolase (NSE) dan Carcinoembryonic antigen (CEA). Penelitian ini menggunakan studi kohort, yang dilakukan pada penderita kanker paru yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, berobat di poli paru, dan rawat inap RSUD dr. Saiful Anwar Malang. Penelitian dilakukan pada 16 pasien yang belum pernah mendapatkan kemoterapi sebelumnya, kemudian diikuti dari awal hingga kemoterapi lengkap siklus ke 3 dan ke 6. Dimana setelah selesai tiap siklusnya kembali di cek kadar CEA dan NSE. Analisis data menggunakan metode Wilcoxon dengan hasil p = 0.004 untuk kadar NSE sebelum di kemoterapi dengan kadar NSE setelah dikemoterapi 6 siklus, p = 0.15 untuk kadar CEA sebelum dikemoterapi dengan kadar CEA setelah dikemoterapi 6 siklus, menunjukan perubahan kadar NSE dan CEA yang signifikan pada hasil akhir kemoterapinya. Kesimpulan penelitian ini adalah kemoterapi memiliki potensi untuk menurunkan kadar Neuron Specific Enolase (NSE) dan Carcinoembryonic antigen (CEA) pada pasien kanker paru.
Kata kunci: kanker paru, kemoterapi, Neuron Specific Enolase (NSE),
Carcinoembryonic antigen (CEA)
ABSTRACT
Angelina, Dian. 2018. Level of Neuron Specific Enolase (NSE) and Carcinoembryonic antigen (CEA) in Patient with Lung Cancer that Gain Chemotherapy. Final Assignment, Medical Program, Faculty of Medicine, Brawijaya University. Supervisors: (1) dr. Tri Wahju Astuti, M.Kes, Sp.P(K) (2) dr. Desy Wulandari , M.Biomed, Sp.A.
Lung cancer is the leading cause of cancer-induced mortality, both in men and women in the world. The prevalence of lung cancer stays second after prostate cancer in men and breast cancer in women. Lung cancer is linked to cellular DNA damage that increases cell growth. In patients with cancer, it is sterilized to respond to such conditions as Neuron Specific Enolase (NSE) and Carcinoembryonic antigen (CEA). This study used a cohort study, conducted on lung cancer patients who have met the inclusion and exclusion criteria, treated in pulmonary poly, and hospitalization at RSUD dr. Saiful Anwar Malang. The study was conducted in 16 patients who had never received chemotherapy before, then followed from the beginning to complete chemotherapy cycles to 3 and 6. Where after completion of each cycle, recheck the levels of CEA and NSE. Data analysis using Wilcoxon method with result p = 0.004 for NSE levels before chemotherapy with NSE levels after 6-cycle chemotherapy, p = 0.15 for CEA levels before chemotherapy with CEA levels after 6-cycle chemotherapy, showed significant change of NSE and CEA levels on yield end of chemotherapy. The conclusion of this study is that chemotherapy has the potential to decrease levels of Neuron Specific Enolase (NSE) and Carcinoembryonic antigen (CEA) in lung cancer patients.
Progressive Disease (n=7) 32.15 ± 30.19 13.80 ± 7.90 14.97 ± 16.77 *Keterangan : CEA1) = kadar CEA sebelum mendapatkan kemoterapi, CEA(2) = kadar CEA setelah
mendapatkan kemoterapi hingga siklus ke 3,CEA(3) = kadar CEA setelah mendapatkan kemoterapi hingga
sikklus ke 6.
Gambar 5.2 kadar CEA berdasarkan RECIST pada penderita kanker paru sebelum
mendapatkan kemoterapi, setetelah mendapatkan kemoterapi siklus ke 3 dan ke 6.
Nilai CEA berdasarkan RECIST pada penderita sebelum kemoterapi dan
setelah kemoterapi siklus ke 3 dan ke 6 dijelaskan pada tabel 5.5 dan gambar 5.2.
Setelah kemoterapi tidak ditemukan penderita dengan Complete Reponse. Pada
ketiga RECIST lainnya, terdapat penurunan kadar CEA pada RECIST Partial
0
5
10
15
20
25
30
35
CEA(1) CEA(2) CEA(3)
Rerata Kadar CEA berdasarkan RECIST
complete response partial response
stable disease progressive disease
42
Response dan Stable Disease dari sebelum kemoterapi hingga kemoterapi ke 3 dan
ke 6. Rerata CEA dengan RECIST Progressive Disease terjadi penurunan jika
dibandingkan satu per satu antar kelompoknya. Penurunan rerata kadar CEA
didapatkan pada penderita yang mendapatkan kemoterapi hingga siklus ke 6.
Meskipun terdapat peningkatan rerata kadar CEA dari siklus ke 3 hingga siklus ke 6
yang masih di bawah rerata kadar CEA sebelum mendapatkan kemoterapi.
Rerata kadar CEA pada penderita yang mendapatkan kemoterapi hingga
siklus ke 3 dann ke 6, didapatkan 7 penderita dengan RECIST Partial Response
dengan kadar CEA (1) 27.45 ± 19.08 ng/mL, CEA (2) 26.00.± 24.35 ng/mL dan CEA
(3) 20.84 ± 10.06 ng/mL. Didapatkan 2 penderita dengan Stable Disease dengan
kadar CEA (1) 13.68 ± 5.85 ng/mL, CEA (2) 11.55 ± 11.82 ng/mL dan CEA (3) 4.62
± 3.01 ng/mL dan 7 penderita lainnya mendapatkan RECIST Progressive Disease
dengan kadar CEA (1) 32.15 ± 30.19 ng/mL, CEA (2) 13.80 ± 7.90 ng/mL dan CEA
(3) 14.97 ± 16.77 ng/mL.
5.2. Analisis Data
Hasil data dari penelitian ini telah dianalisis menggunakan program analisis
statistik IBM SPSS (Statistical products and service solutions) version 24.0 for
windows. Terdapat beberapa uji statistik yang digunakan yaitu uji normalitas
dilanjutkan dengan uji Friedman-test. Uji Friedman bertujuan untuk mengetahui ada
atau tidaknya perbedaan lebih dari dua kelompok sampel yang berpasangan. Uji
normalitas menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov dan Saphiro-Wilk untuk
membandingkan distribusi data yang diuji dengan distribusi normal baku yang
diasumsikan normal. Dilanjutkan dengan dilakukan uji Friedman-Test untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar petanda tumor dalam beberapa variasi
43
waktu pengamatan antara penderita kanker paru sebelum kemoterapi dan sesudah
kemoterapi.
a) Uji Normalitas
Hasil dari analisis uji Kolmogorov Smirnov dan Saphiro Wilk, jika nilai
signifikansi p > 0,05 berarti data yang diuji berdistribusi normal, sedangkan jika nilai
signifikansi p < 0,05 maka data yang diuji tidak berdistribusi normal. Dari hasil analisis
Carcinoembryonic Antigen (CEA) didapatkan taraf signifikansi sebesar p < 0,05 yang
berarti data hasil penelitian ini tidak terdistribusi dengan normal dapat dilihat pada
lampiran 2.
Sedangkan dari hasil analisis Neuron Specific Enolase (NSE) , dapat dilihat
didapatkan taraf signifikansi sebesar p < 0,05 yang berarti data hasil penelitian ini
tidak terdistribusi dengan normal yang dapat dilihat pada lampiran 2. Dikarenakan
data tidak terdistribusi normal tidak dapat dilanjutkan dengan uji Paired Sample T-test
sehingga digunakan uji non parametric yaitu uji Wilcoxon.
b) Uji Wilcoxon
Pada penelitian ini dilakukan uji Wilcoxon yang merupakan alternatif dari uji
Paired Sample Paired Sample T-Test untuk mengetahui adanya perbedaan rerata
dari dua atau lebih kelompok berpasangan atau berhubungan. Hasil dari analisis uji
Wilcoxon, jika nilai signifikansi p > 0,05 berarti Ha ditolak, sedangkan jika nilai
signifikansi p < 0,05 maka Ha diterima. Dari hasil uji Wilcoxon didapatkan p = 0.088
untuk rerata kadar CEA sebelum dikemoterapi dengan setelah kemoterapi hingga
siklus ke 3, p = 0.15 untuk rerata kadar CEA sebelum dikemoterapi dengan setelah
dikemoterapi hingga siklus ke 6, dan p = 0.505 untuk rerata kadar CEA setelah
kemoterapi siklus ke 3 hingga setelah kemoterapi siklus ke 6. Dengan demikian dapat
ditarik kesimpulan terdapat pernedaan kadar CEA yang signifikan pada penderita
44
kanker paru dari sebelum dilakukan kemoterapi hingga kemoterapi siklus ke 6.
Sedangkan pada uji terhadap kadar Neuron Specific Enolase didapatkan p = 0.008
untuk rerata kadar NSE sebelum dikemoterapi dengan setelah kemoterapi hingga
siklus ke 3, p = 0.04 untuk rerata kadar NSE sebelum dikemoterapi dengan setelah
dikemoterapi hingga siklus ke 6, dan p = 0.301 untuk rerata kadar NSE setelah
kemoterapi siklus ke 3 hingga setelah kemoterapi siklus ke 6. Dengan demikian dapat
ditarik kesimpulan terdapat perbedaan kadar NSE yang signifikan pada penderita
kanker paru dari sebelum dilakukan kemoterapi hingga kemoterapi siklus 3 dan dari
sebelum kemoterapi hiongga kemoterapi siklus ke 6.
Pada hasil uji Wilcoxon kadar CEA terhadap RECIST setelah dilakukan 6 kali
siklus kemoterapi didapatkan p = 0.109 untuk rerata kadar CEA Partial Response
dengan Stable Disease, p = 0.285 untuk rerata kadar CEA Partial Response dengan
Progressive Disease, dan p = 0.109 untuk Stable Disease dengan Progressive
Disease. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan tidak terdapat perbedaan kadar
CEA terhadap RECIST yang signifikan setelah dilakukan kemoterapi hingga 6 siklus.
Sedangkan pada hasil uji Wilcoxon kadar NSE terdahap RECIST setelah dilakukan
6 kali siklus kemoterapi didapatkan p = 0.109 untuk kadar NSE Partial Response
dengan Stable Disease, p = 0.109 untuk kadar NSE Partial Response dengan
Progressive Disease, dan p = 1.000 untuk kadar Stable Disease dengan Progressive
Disease. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan tidak terdapat perbedaan kadar
NSE terhadap RECIST yang signifikan setelah dilakukan kemoterapi hingga 6 siklus.
45
BAB 6
PEMBAHASAN
Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk terapi kanker paru Small Cell
lung Cancer dan beberapa tahun sebelumnya diberikan sebagai terapi paliatif
untuk Non Small Cell Lung Cancer. Tujuan pemberian kemoterapi paliatif adalah
mengurangi atau menghilangkan gejala yang diakibatkan oleh perkembangan sel
kanker tersebut sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup
penderita. Berbagai penelitian terakhir telah memperlihatkan manfaat kemoterapi
untuk Non small cell lung cancer sebagai upaya memperbaiki prognosis, baik
sebagai modalitas tunggal maupun modalitas lain yaitu radio terapi dan/atau
pembedahan (Jusuf , 2005).
Pemeriksaan petanda tumor kombinasi NSE dan CEA dapat meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas dalam prognosis pengobatan kanker paru. Pada
beberapa penelitian yang telah ada, pemeriksaan NSE dan CEA lebih bermanfaat
dalam mengevaluasi terapi dibandingkan digunakan sebagai diagnostik. Pada
penelitian sebelumnya, ditemukan penurunan kadar NSE dan CEA sebagai respon
dari kemoterapi (Maghadam, 1993). Demikian pula penelitian dari Ardizonni A dkk
menunjukan penurunan kadar NSE dan CEA dari baseline setelah penderita
mendapatkan 3 siklus kemoterapi. Pada penelitian sebelumnya juga terdapat
peningkatan kadar CEA pada penderita yang mengalami metastasis. Hasil
penelitian menunjukan penurunan serial dari kadar NSE dan CEA hal ini
menunjukan respon kemoterapi atau radioterapi yang baik, dan meningkatkan dari
serial kadar NSE dan CEA menunjukan progesivitas dari penyebaran tumor serta
penderita yang tidak respon dengan kemoterapi menunjukan kadar NSE dan CEA
46
yang meningkat. Dari hal ini menunjukan NSE dan CEA memiliki peranan penting
dalam monitoring terapi kanker paru. (Booth, 2006).
6.1 Kadar Neuron Specific Enolase (NSE) setelah Kemoterapi
Neuron Specific Enolase (NSE) merupakan petanda tumor yang dianggap
paling sensitif terhadap Small Cell Lung Cancer (SCLC). Tingkat serum NSE
meningkat pada 40-45% penderita kanker paru SCLC. Tingkat NSE serum
sebelum mendapatkan terapi dan setelah mendapatkan terapi dapat memprediksi
kelangsungan hidup penderita, bahwa tingkat NSE yang lebih tinggi menunjukan
prognosis yang lebih buruk. (Carney, 1982) Kadar NSE bisa digunakan sebagai
biomarker dari pengobatan. Peningkatan kadar NSE berkorelasi butuh dengan
prognosis penderita. Kadar yang meningkat memiliki prognosis yang buruk begitu
pula sebaliknya (Shibayama, 2001). Pengukuran kadar NSE pada penderita
kanker paru mengalami peningkatan kadar NSE. Kadar NSE pada sel tumor yang
memproduksi NSE berkaitan dengan masa tumor dan aktivitas metabolik tumor.
Peningkatan kadar NSE tidak mempunyai hubungan dengan adanya metastasis ,
tetapi memiliki korelasi yang baik terhadap stadium perjalanan penyakit
(Giovanella,1997). Hasil dari penelitian ini menunjukkan penurunan rata-rata dari
kadar NSE sebelum dilakukan kemoterapi dengan setelah dilakukan kemoterapi
siklus ke 3 dan siklus ke 6, dan pada tiap siklusnya terus terjadi penurunan. Hasil
rerata kadar NSE pada kanker paru dengan SCLC lebih tinggi dibandingkan
dengan NSCLC. Pada dasarnya dimana NSE lebih sensitif untuk kanker paru
dengan SCLC.
6.2 Kadar Carcinoembryonic Antigen (CEA) setelah Kemoterapi
Carcinoembryonic antigen (CEA) merupakan salah satu petanda ganas
yang sensitif terdahap Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC). Sensitifitas CEA
47
sebesar 40-70% untuk karsinoma paru Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) dan
30-65% untuk karsinoma paru Small Cell lung Cancer (SCLC). Nilai sensitifitas
CEA dengan konsentrasi tertinggi dtemukan pada adenokarsinoma dan nilai
terendah didaparkan pada sel rumor skuamosa. (Bhatt, 2010). Hasil dari penelitian
ini menunjukan penurunan rata-rata dari kadar CEA dari sebelum dilakukan
kemoterapi hingga dilakukan kemoterapi siklus ke 3 dan siklus ke 6, dan pada tiap
siklusnya terus terjadi penurunan. Hasil rerata kadar CEA pada kanker paru
dengan SCLC lebih tinggi dibandingkan dengan NSCLC. Seperti dijelaskan
sebelumnya CEA merupkan petanda tumor yang lebih sensitif terhadap kanker
paru jenis NSCLC. Hingga saat ini belum ada penelitian lebih lanjut mengenai
kadar CEA yang lebih tinggi pada kanker paru SCLC. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Ragab dkk, dalam penelitiannya menunjukan bahwa kadar CEA
meningkat pada penderita kanker bronkogenik. Peningkatan kadar CEA yang
signifikan juga diterlihat pada penderita yang memiliki efusi pleura. Kadar CEA
juga meningkat secara signifikan pada kanker paru stadium IV dibandingkan
stadium III. Peningkatan kadar CEA juga ditemukan pada berbagai tumor jinak
maupun ganas dan sedikit peningkatan CEA dijumpai pada perokok. (Ragab,
2007). Pada penderita yang diteliti , seperti yang dapat dilihat pada lampiran 1,
penderita kanker paru dengan jenis kanker SCLC memiliki komplikasi efusi pleura,
dan datang dengan kondisi masuk stadium 4 selain itu merupakan perokok baik
aktif maupun pasif, sehingga bisa ditarik kesimpulan faktor faktor inilah yang
menyebabkan kadar CEA pada SCLC jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kadar
CEA pada NSCLC.
Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Vincent dkk, menemukan
penurunan konsentrasi CEA pada penderita setelah mendapatkan kemoterapi dan
48
radioterapi (Vincent RG, 1975). Dan seperti disebutkan diawal bahwa penurunan
dari kadar CEA menunjukan keefektifan kemoterapi atau radioterapi. Pada hasil
penelitian terjadi penurunan yang signifikan terjadi pada penderita kanker paru dari
sebelum dilakukan kemoterapi hingga setelah kemoterapi lengkap 6 siklus.
6.3 Kadar Neuron Spesific Enolase (NSE) dan Carcinoembryonic Antigen
(CEA) berdasarkan hasil Response Evaluate Criteria in Solid Tumor
(RECIST)
RECIST memungkinkan dokter untuk menentukan bagaimana respon dari
terapi, apakah penyakit membaik, stabil atau sebaliknya. Evaluasi tumor harus
dilakukan untuk mengetahui manfaat dari terapi bekerja atau tidak. (Eisenhauer et
al., 2009). Evaluasi RECIST dilakukan dengan melihat perubahan ukuran tumor
pada foto toraks PA minimal setelah pemberian kemoterapi ke-3 dan kalau
memungkinkan menggunakan CT-scan toraks setelah 3 kali kemoterapi. Pada
penelitian sebelumnya, peningkatan dari lesi tumor menunjukan progresivitas dari
penyakit tersebut. (Wolchock et al, 2009).
Pada penelitian sebelumnnya kadar NSE dan CEA merupakan factor
evaluasi dan prognostik penting, yang sangat terkait dengan respon RECIST. Dari
data yang pernah ada, perubahan kadar NSE dan CEA sangat berkorelasi dengan
temuan pada gambar yang digunakan untuk penentuan RECIST. Ketidaksesuaian
antara kadar NSE dan CEA dengan RECIST dapat menimbulkan pertanyaan dari
efektivitas kemoterapi, namun dampak dari ketidaksesuaian tersebut belum
sepenuhnya jelas (Huang, 2015). Pada penelitian ini terdapat 2 penderita dengan
hasil RECIST complete response , 7 penderita dengan hasil partial response dan
progressive disease. Dari hasil penelitian yang ada selalu terjadi penurunan rata
rata kadar NSE maupun CEA dari sebelum dilakukan kemoterapi hingga setelah
49
dilakukan kemoterapi hingga siklus ke 6. Dimana rerata kadar NSE baseline
tertinggi dipegang oleh Stable Disease (SD), kedua dipegang oleh Progressive
Disease (PD), dan ketiga oleh Partial Response (PR). Ketiganya menurun hingga
berada di rerata kadar yang hampir mendekati , dimana hasil rerata kadar NSE
setelah mendapatkan kemoterapi hingga siklus ke 6 rerata kadar NSE tertinggi
dipegang oleh PD, kedua oleh SD dan terakhir oleh PR. Walaupun terjadi
penurunan kadar NSE tiap RECIST-nya namun masih belum menunjukan hasil
yang signifikan. sesuai dengan pemahaman yang ada semakin buruk hasil
RECIST nya dimana kadar NSE seharusnya lebih tinggi.
Untuk rerata kadar CEA baseline tertinggi dipegang oleh Progressive
Disease (PD), kedua dipegang oleh Partial Reponse (PR), dan ketiga oleh Stable
Disease (SD). Ketiganya mengalami penurunan dari sebelum mendapatkan
kemoterapi hingga mendapatkan kemoterapi hingga siklus ke 6, dimana hasil
rerata kadar CEA setelah mendapatkan kemoterapi hingga siklus ke 6 rerata kadar
CEA tertinggi dipegang oleh PR, kedua oleh PD dan terakhir oleh SD. Walaupun
terjadi penurunan kadar CEA tiap RECIST-nya namun masih belum menunjukan
hasil yang signifikan. Sesuai dengan pemahaman yang ada semakin buruk hasil
RECIST nya dimana kadar CEA seharusnya lebih tinggi. Disini kadar CEA pada
RECIST SD jauh lebih rendah dibandingkan dengan PR setelah mendapatkan
kemoterapi. Pada penelitian sebelumnya, kadar CEA yang lebih tinggi dikaitkan
dengan pengembangkan penyakit, sehingga terjadi ketidak seimbangan antara
kadar CEA dengan respons RECIST (Huang, 2015).
Dari hasil diatas, kadar NSE dan CEA baik yang sesuai terlebih yang
menyimpang sangat membantu dalam memprediksi hasil evaluasi tanggapan
50
kedua dan merupakan penanda prognostik yang memungkinkan penderita
mendapatkan manfaat dari kemoterapi yang lebih terinci.
51
BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini didaparkan kesumpulan bahwa :
1. Terjadi penurunan kadar Neuron Specific Enolase (NSE) yang signifikan pada
penderita kanker paru dari sebelum dilakukan kemoterapi hingga dilakukan
kemoterapi siklus ke 3 dan ke 6.
2. Terjadi penurunan kadar Carcinoembryonic antigen (CEA) pada penderita
kanker paru yang dari sebelum dilakukan kemoterapi hingga diberikan
kemoterapi hingga siklus ke 3 dan ke 6 dengan penurunan kadar
Carcinoembryonic antigen (CEA) yang signifikan dari sebelum kemoterapi
hingga diberikan kemoterapi hingga siklus ke 6.
3. Terjadi penurunan kadar Neuron Specific Enolase (NSE) dan
Carcinoembryonic antigen (CEA) berdasarkan Response Evaluate Criteria in
Solid Tumor (RECIST) pada penderita kanker paru dari sebelum dilakukan
kemoterapi hingga dilakukan kemoterapi siklus ke 3 dan ke 6, namun
penurunan kadar NSE dan CEA berdasarkan RECIST belum menunjukan
hasil yang signifikan.
52
7.2 Saran
Saran-saran yang dapat diberikan adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan reagen
kemoterapi yang sama agar memberikan hasil perubahan kadar
Carcinoembryonic antigen (CEA) dan Neuron Specific Enolase (NSE) yang
lebih akurat.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hasil Response Evaluate In
Solid Tumor (RECIST) dengan perubahan kadar Carcinoembryonic Antigen
(CEA) dan Neuron Specific Enolase (NSE).
3. Perlu dilakukan penelitian mengenai kadar Carcinoembryonic antigen (CEA)
dan Neuron Specific Enolase (NSE) pada penderita kanker paru setelah
selesai pengobatan kemoterapi.
4. Perlu dilakukan penyempurnaan keterbatasan yang dialami penulis untuk