Top Banner
Jurnal Magister Ilmu Ekonomi ISSN 2302-0172 Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 13 Pages pp. 1- 13 1 - Volume 2, No. 2, Mei 2014 KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI ACEH Fajri Hadi 1) , Abubakar Hamzah 2) , Mohd Nursyechalad MS 3) 1,2) Magister Ilmu EkonomiPascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Jl. Tgk. Syeh Abdul Rauf No.7, Darussalam Banda Aceh 23111, email: [email protected] Abstract: Inequality is a development problem that cannot be eliminated, especially in developing countries.This study was to analyze the growth economic and inequalities between districts or cities in Aceh province. To see this inequality Aceh GDP data was used to the model Williamson Index.The results showed that the rate coefficient of inequality of growth economic in the province of Aceh has improved. This is indicated by the high coefficient of inequality from 2000 to 2012. Government spending and the number of people positive and significant effect in increasing the index of inequality across districts or city cities in Aceh province. 51.09 percent of the variation of the index of income inequality can be explained by government spending and population, while the remaining 48.91 percent is explained by other factors outside the model. Williamson index analysis results showed in the district or city having a very high inequality in 2000 and continues to grow so that in the year 2012 fell limp below average although still at the level of inequality of growth with a high index, but were able to show better development, for example Aceh Barat Daya district in 2001 had a very high inequality with coeficien index at 0,862 and further declined in 2012 with the index of inequality for 0,761 coeficien index(IW) is below the average. To reduce the level of inequality between regions in the province of Aceh in the future, the Government of Aceh need to increase spending on capital expenditures for the Central Region and the South West and the creation of employment for encourage the growth of regional economic. Keywords: development economic, inequality, government expenditure. Abstrak: Ketimpangan merupakan masalah pembangunan yang belum dapat dihapuskan terutama pada negara sedang berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pembangunan ekonomi dan ketimpangannya di Provinsi Aceh. Untuk melihat pembangunan dan ketimpangan ini digunakan data PDRB Aceh dengan menggunakan model Indeks Williamson dan Tipologi Klassen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka koefisien ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Aceh berfluktuasi dan koefisiennya masih tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya koefisien ketimpangan pendapatan perkapita dari tahun 2000 sampai dengan 2012. Pengeluaran pemerintahdan jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan dalam meningkatkan indek ketimpangan pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. 51,09 persen variasi dari indek ketimpangan pendapatan dapat diterangkan oleh pengeluaran pemerintah dan jumlah penduduk, sedangkan 48,91 persen lagi dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model ini. Hasil analisis indeks williamson menunjukkan di Kabupaten/kota mengalami ketimpangan yang sangat tinggi pada tahun 2000 dan terus tumbuh sehingga pada tahun 2012 ketimpangannya turun dibawah rata-rata meskipun masih berada di tingkat yang tinggi namun mampu menunjukkan pembangunan yang lebih baik, misalnya Kabupaten Aceh Barat Daya pada tahun 2000 mengalami ketimpangan yang sangat tinggi dengan koefisien ketimpangan 0,862 dan selanjutnya menurun pada tahun 2012 dengan indeks ketimpangan (IW) dibawah rata-rata dengan koefisien ketimpangan 0,761. Untuk mengurangi tingkat ketimpangan antar wilayah di Provinsi Aceh di masa yang akan datang, pemerintah Aceh perlu meningkatkan pengeluarannya untuk kabupaten yang berada di wilayah Tengah dan Barat Selatan dan penciptaan lapangan kerja untuk mendorong pembangunan ekonomi didaerah ini. Kata kunci : Pembangunan ekonomi, ketimpangan, pengeluaran pemerintah.
13

kabupaten/kota di provinsi aceh - Jurnal Unsyiah

Jan 29, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: kabupaten/kota di provinsi aceh - Jurnal Unsyiah

Jurnal Magister Ilmu Ekonomi ISSN 2302-0172

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 13 Pages pp. 1- 13

1 - Volume 2, No. 2, Mei 2014

KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI ACEH

Fajri Hadi

1), Abubakar Hamzah

2), Mohd Nursyechalad MS

3)

1,2)Magister Ilmu EkonomiPascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Jl. Tgk. Syeh Abdul Rauf No.7, Darussalam Banda Aceh 23111, email: [email protected]

Abstract: Inequality is a development problem that cannot be eliminated, especially in

developing countries.This study was to analyze the growth economic and inequalities between

districts or cities in Aceh province. To see this inequality Aceh GDP data was used to the

model Williamson Index.The results showed that the rate coefficient of inequality of growth

economic in the province of Aceh has improved. This is indicated by the high coefficient of

inequality from 2000 to 2012. Government spending and the number of people positive and

significant effect in increasing the index of inequality across districts or city cities in Aceh

province. 51.09 percent of the variation of the index of income inequality can be explained by

government spending and population, while the remaining 48.91 percent is explained by other

factors outside the model. Williamson index analysis results showed in the district or city

having a very high inequality in 2000 and continues to grow so that in the year 2012 fell limp

below average although still at the level of inequality of growth with a high index, but were

able to show better development, for example Aceh Barat Daya district in 2001 had a very high

inequality with coeficien index at 0,862 and further declined in 2012 with the index of

inequality for 0,761 coeficien index(IW) is below the average. To reduce the level of inequality

between regions in the province of Aceh in the future, the Government of Aceh need to increase

spending on capital expenditures for the Central Region and the South West and the creation of

employment for encourage the growth of regional economic.

Keywords: development economic, inequality, government expenditure. Abstrak: Ketimpangan merupakan masalah pembangunan yang belum dapat dihapuskan

terutama pada negara sedang berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

pembangunan ekonomi dan ketimpangannya di Provinsi Aceh. Untuk melihat pembangunan

dan ketimpangan ini digunakan data PDRB Aceh dengan menggunakan model Indeks

Williamson dan Tipologi Klassen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka koefisien

ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Aceh berfluktuasi dan koefisiennya masih

tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya koefisien ketimpangan pendapatan perkapita dari

tahun 2000 sampai dengan 2012. Pengeluaran pemerintahdan jumlah penduduk berpengaruh

positif dan signifikan dalam meningkatkan indek ketimpangan pertumbuhan ekonomi

Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. 51,09 persen variasi dari indek ketimpangan pendapatan

dapat diterangkan oleh pengeluaran pemerintah dan jumlah penduduk, sedangkan 48,91 persen

lagi dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model ini. Hasil analisis indeks williamson

menunjukkan di Kabupaten/kota mengalami ketimpangan yang sangat tinggi pada tahun 2000

dan terus tumbuh sehingga pada tahun 2012 ketimpangannya turun dibawah rata-rata meskipun

masih berada di tingkat yang tinggi namun mampu menunjukkan pembangunan yang lebih

baik, misalnya Kabupaten Aceh Barat Daya pada tahun 2000 mengalami ketimpangan yang

sangat tinggi dengan koefisien ketimpangan 0,862 dan selanjutnya menurun pada tahun 2012

dengan indeks ketimpangan (IW) dibawah rata-rata dengan koefisien ketimpangan 0,761.

Untuk mengurangi tingkat ketimpangan antar wilayah di Provinsi Aceh di masa yang akan

datang, pemerintah Aceh perlu meningkatkan pengeluarannya untuk kabupaten yang berada di

wilayah Tengah dan Barat Selatan dan penciptaan lapangan kerja untuk mendorong

pembangunan ekonomi didaerah ini.

Kata kunci : Pembangunan ekonomi, ketimpangan, pengeluaran pemerintah.

Page 2: kabupaten/kota di provinsi aceh - Jurnal Unsyiah

Jurnal Magister Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 2

PENDAHULUAN

Pembangunan daerah merupakan

sebuah proses dalam mencapai kemajuan yang

lebih baik dari keadaan sebelumnya. Dalam

konteks ini, pembangunan ekonomi menjadi

prioritas utama dan khusus pembangunan

regionalnya. Masalah ketimpangan

pembangunan ekonomi selalu menjadi topik

yang menarik dalam melihat kondisi

pembangunan ekonomi daerahnya. Belum

adanya kesepakatan diantara para peneliti

mengenai sumber-sumber ketimpangan

pembangunan ekonomi membuka peluang

untuk terus dilakukannya penelitian dan studi

yang lebih mendalam. Ini ditunjukkan dari

banyaknya publikasi penelitian-penelitian

tentang ketimpangan pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi yang telah dilakukan

sampai saat ini. Demikian pula halnya studi

tentang ketimpangan pembangunan ekonomi di

Provinsi Aceh.

Pada dasarnya tujuan akhir

pembangunan di setiap daerah adalah

peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan

yang layak. Tingkat kesejahteraan dan mutu

kehidupan masyarakat di suatu daerah

tercermin dari beragam, jumlah dan mutu

barang dan jasa yang dikonsumsi guna

memperoleh kenyamanan dan kemudahan

dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Barang

dan jasa yang diperlukan seseorang hanya dapat

dikonsumsinya jika mempunyai pendapatan

yang cukup. Oleh karena itu, upaya

pembangunan dimanapun pada dasarnya adalah

penciptaan lapangan kerja dan lapangan usaha

yang seluas-luasnya agar setiap orang dapat

memperoleh pendapatan yang layak.

Pertumbuhan ekonomi sangat

diperlukan untuk meningkatkan kekayaan suatu

negara atau wilayah. Pertumbuhan ekonomi

yang tinggi menjadi salah satu tujuan utama

dari pembangunan suatu negara atau wilayah.

Pertumbuhan ekonomi selain meningkatkan

kekayaan suatau negara juga berpotensi untuk

menurunkan kemiskinan dan mengatasi

permasalahan-permasalahan sosial lainnya

( Soubbotina, 2000: 7-8).

Tambunan berpendapat bahwa

pembangunan ekonomi dipandang sebagai

suatu proses multidimensional yang mencakup

segala aspek dan kebijaksanaan yang

koprehensif baik ekonomi maupun non-

ekonomi. Akan tetapi adalah yang lebih penting

dalam menentukan sasaran pembangunan,

karena kebijaksanaan ekonomi yang telah

berhasil akan banyak mempengaruhi kebijakan

non-ekonomi dan dapat dikatakan baik fisik

maupun keadaan pikiran yang dimiliki

masyarakat yang mencakup usaha-usaha untuk

memperoleh kehidupan yang lebih baik

(Tambunan, 2001: 32)

Menurut Sumodiningrat,pembangunan

adalah proses natural mewujudkan cita-cita

bernegara, yaitu terwujudnya masyarakat

makmur sejahtera secara adil dan merata.

Kesejahteraan ditandai dengan kemakmuran

yaitu meningkatnya konsumsi disebabkan

meningkatnya pendapatan. Todaro

mengungkapkan bahwa, pembangunan adalah

proses multidimensional yang melibatkan

perubahan-perubahan mendasar dalam struktur

sosial, perilaku sosial, dan institusi nasional,

Page 3: kabupaten/kota di provinsi aceh - Jurnal Unsyiah

Jurnal Magister Ilmu Ekonomisi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

3 - Volume 2, No. 2, Mei 2014

disamping akselerasi pertumbuhan ekonomi,

pengurangan ketidakmerataan, dan

pemberatasan kemiskinan (Rezeki, 2007:1)

Pembangunan ekonomi pada umumnya

didefinisikan sebagai suatu proses yang

menyebabkan meningkatnya pendapatan

perkapita penduduk sesuatu masyarakat dalam

jangka panjang. Untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat diperlukan

peningkatan pertumbuhan ekonomi dan

distribusi pendapatan yang merata.

Masalah pertumbuhan ekonomi di suatu

daerah tergantung kepada banyak faktor seperti

salah satunya adalah kebijakan pemerintah itu

sendiri, ini harus dikenali dan diidentifikasi

secara tepat supaya faktor tersebut dapat

mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat

diukur dengan melihat PDRB dan laju

pertumbuhannya atas dasar harga konstan.

Pertumbuhan ekonomi yang cepat akan

berdampak terhadap ketimpangan dalam

distribusi pendapatan. Apalagi dengan

diberlakukannya UU RI No 32 dan 33 tahun

2004, peranan pemerintah daerah sangat

dominan dalam menentukan kebijakan

didaerahnya sehingga memungkinkan terjadi

ketimpangan regional terjadi.

Peningkatan pendapatan sebagai hasil

dari proses pembangunan dalam pengamatan

empiris di berbagai negara berkembang hanya

dinikmati oleh sebagian penduduk. Keadaan ini

disebut sebagai adanya masalah dalam

pembangunan. Tiga masalah utama

pembangunan ekonomi adalah pengangguran,

kemiskinan, dan kesenjangan, baik kesenjangan

antargolongan penduduk, antar sektor, maupun

antar daerah. Ketiga masalah tersebut saling

berkaitan. Pelaku pembangunan yang tidak

memiliki sumber daya dan tidak mempunyai

akses dalam pembangunan akan menganggur,

karena menganggur maka tidak memiliki

pendapatan yang pada akhirnya menyebabkan

kemiskinan. Kemiskinan adalah kondisi

kesenjangan yang paling buruk dan menjadi

indikasi dari pada pembangunan daerah.

Provinsi Aceh sebagai salah satu

provinsi yang terintegrasi di dalam negara

Republik Indonesia, Pertumbuhan ekonomi

Aceh tanpa minyak dan gas (migas) selama

semester I tahun 2010 mencapai 5,40 persen.

Sedangkan dengan migas, pertumbuhan

ekonomi relatif kecil, hanya 2,44 persen.

Sementara, struktur ekonomi Aceh masih

didominasi oleh sektor pertanian, perdagangan,

hotel, dan restoran dengan kontribusi kedua

sektor tersebut mencapai angka hampir 45

persen dalam arti Pertumbuhan ekonomi Aceh

tanpa migas.

Akan tetapi, dengan tingginya angka-

angka tersebut tidaklah menjamin telah

terjadinya kemajuan yang merata antar

kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Beberapa

kabupaten/kota menunjukkan perkembangan

pembangunan yang sangat cepat, sementara

yang lainnya sebaliknya menunjukkan

perkembangan yang lambat. Hal ini

ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi

dan sosial seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi,

tingkat pengangguran, kemiskinan dan tingkat

pendidikan penduduk. Perbedaan tersebut lebih

disebabkan oleh faktor-faktor seperti perbedaan

Page 4: kabupaten/kota di provinsi aceh - Jurnal Unsyiah

Jurnal Magister Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 4

sumberdaya dan letak geografis dari wilayah.

Pertumbuhan ekonomi dilihat berdasarkan

Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh juga sangat

bervariasi dimana pada tahun 2004 tingkat

pertumbuhan Kabupaten/Kota yang tertinggi

adalah kabupaten Aceh Barat dengan tingkat

pertumbuhan mencapai 8,35 persen dan

Kabupaten/Kota yang tingkat pertumbuhannya

paling rendah adalah kabupaten Aceh Tengah

sebesar -38,85 persen. Pada tahun 2005 tingkat

pertumbuhan Kabupaten/Kota yang tertinggi

adalah Aceh Timur dengan tingkat pertumbuhan

ekonominya mencapai 54,01 persen (termasuk

miyak bumi dan Gas) dan kabupaten atau/Kota

yang tingkat pertumbuhan ekonominya yang

paling rendah yaitu Kabupaten Aceh Barat

sebesar -13,14 persen.

Pada tahun 2006 tingkat pertumbuhan

ekonomi yang paling tinggi adalah Kota Sabang

dan Aceh tenggara mencapai 33,83 persen dan

33,5 persen dan kabupaten/kota yang tingkat

pertumbuhanya paling rendah atau mengalami

penurunan adalah kabupaten Aceh Tamiang dan

Aceh Singkil sebesar -39,32 persen dan -38,99

persen. Pada tahun 2007 tingkat pertumbuhan

ekonomi yang paling tinggi adalah Kabupaten

Aceh Barat mencapai 6,10 persen dan

kabupaten yang tingkat pertumbuhan

ekonominya yang paling rendah adalah

Kabupaten Aceh Utara (termasuk minyak bumi

dan Gas) turun sebesar -11,83 persen.

Sementara pada tahun 2008 tingkat

pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi

adalah Kabupaten aceh timur mencapai 10,47

persen (termasuk minyak bumi dan Gas) dan

pertumbuhan yang paling rendah atau

mengalami penurunan adalah Kota

Lhokseumawe. Adapun tingkat pertumbuhan

ekonomi di Provinsi Aceh terhadap 23

Kabupaten/Kota tahun 2005 mengalami

penurunan sebesar 10,1 persen yaitu dari

40.374 menjadi 36.288 milliar (pasca bencana

tsunami). Pada tahun 2006 mengalami

peningkatan sebesar 2,7 persen yaitu dari

36.288 menjadi 36.854. pada tahu 2007

pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh

kembali mengalami penurunan sebesar -2.36

persen yaitu dari 36.854 menjadi 35.983 milliar.

Pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi

kembali mengalami penurunan sebesar -5.27

yaitu dari 35.983 menjadi 34.085 milliar, dan

pada tahun 2009 petumbuhan ekonomi juga

mengalami penurunan sebesar -547 persen yaitu

dari 34.085 menjadi 32.221 milliar, dan

selanjutnya pada tahun mengalami peningkatan

sebesar 2,64 persen dari Jadi 32.221 menjadi

33.071. Pertumbuhan ekonomi rata-rata di

Provinsi Aceh selama 5 tahun terakhir sebesar -

1,78 persen.

Namun apabila pertumbuhan ekonomi

di Provinsi Aceh terhadap 23 Kabupaten/Kota

tidak memasukkan hasil minyak bumi dan Gas

pertumbuhan selama lima tahun ini tumbuh

secara positif. Ini mungkin karena menurunnya

pendapatan dari hasil minyak bumi dan Gas.

Adapun tingkat pertumbuhan ekonomi pada

tahun 2005 mencapai 1,2 persen yaitu dari

22.261 menjadi 22.532 milliar. Pada tahun 2006

terus mengalami peningkatan mencapai 7,7

persen yaitu dari 22.532 menjadi 24.268 milliar.

Pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi

kembali mengalami peningkatan sebesar 7,22

Page 5: kabupaten/kota di provinsi aceh - Jurnal Unsyiah

Jurnal Magister Ilmu Ekonomisi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

5 - Volume 2, No. 2, Mei 2014

persen yaitu dari 24.268 menjadi 26.022 milliar.

Pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi sedikit

meningkat sebesar 1,8 persen yaitu dari 26.022

menjadi 26.511 milliar. Pada tahun 2009

pertumbuhan ekonomi terus meningkat sebesar

4,01 persen yaitu dari 26.511 menjadi 27.576

milliar, dan terus meningkat pada tahun 2010

sebesar 5,3 persen yaitu dari 27.576 menjadi

29.042. Jadi tingkat pertumbuhan ekonomi rata-

rata Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

selama lima tahun terakhir mencapai 5,228

persen (Tidak termasuk minyak bumi dan Gas).

Akan tetapi, dengan tingginya angka-

angka tersebut tidaklah menjamin telah

terjadinya kemajuan yang merata antar

kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Beberapa

kabupaten/kota menunjukkan perkembangan

pembangunan yang sangat cepat, sementara

yang lainnya sebaliknya menunjukkan

perkembangan yang lambat. Hal ini

ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi

dan sosial seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi,

tingkat pengangguran, kemiskinan dan tingkat

pendidikan penduduk. Perbedaan tersebut lebih

disebabkan oleh faktor-faktor seperti perbedaan

sumberdaya dan letak geografis dari wilayah.

METODE PENELITIAN

Jenis data yang digunakan di dalam

penelitian ini adalah data sekunder yaitu data

seri waktu (time series) selama periode 2001-

2010, yang bersumber dari Badan Pusat

Statistik (BPS) Kabupaten/Kota dan Provinsi

Aceh, Bappeda, dan instansi lain yang terkait.

Di dalam penelitian ini analisis

dilakukan dengan menggunakan dua model,

yaitu analisis kuantitatif dan kualitatif deskriptif.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan

menggunakan indeks Williamson, yaitu

(Sjafrizal,2008:108):

𝐢𝑉𝑀 =1

οΏ½Μ…οΏ½βˆšβˆ‘ (𝑦1 βˆ’ 𝑦)2

𝑃𝑖

𝑃𝑛𝐼=1 (3.1)

di mana : Vw = Indeks Ketimpangan

Williamson

y1 = PDRB perkapita daerah i

y = PDRB perkapita rata-rata

seluruh daerah

pi = jumlah penduduk daerah i

p = jumlah penduduk seluruh

daerah

Hasil dari penelitian Jeffrey Williamson

menunjukkan bahwa :

1. Ketimpangan pendapatan antar daerah akan

berkurang dengan meningkatnya

perekonomian nasional.

2. Dispasritas antar daerah di nagara yang

sedang berkembang lebih tinggi dari

dispsritas antar daerah di naegara maju

Kelebihan indeks Williamson adalah

mudah dan praktis dalam melihat ketimpangan.

Sedangkan kelemahannya adalah Indeks

Williamson bersifat agregat sehingga tidak

diketahui daerah mana saja yang memberikan

kontribusi terhadap ketimpangan (Achjar, 2004:

86).

Seperti halnya Gini Koefisien, Indeks

Williamson mempunyai nilai 0 dan 1. Indeks

Williamson 0 berarti terjadi distribusi

pemerataan sempurna dan 1 berarti

ketimpangan sempurna. Sedangkan pola

hubungan natara Indeks Williamson dan

Page 6: kabupaten/kota di provinsi aceh - Jurnal Unsyiah

Jurnal Magister Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 6

pertumbuhan ekonomi cenderung sama seperti

yaitu terjadi trade-off dimana pada saat

pertumbuhan ekonomi tinggi, ketimpangan

(Indeks Williamson/CVw) juga tinggi. Ini

artinya pada saat pertumbuhan ekonomi tinggi

hanya terjadi pada wilayah tertentu saja tidak

terdistribusi secara merata wilayah lainnya

(Kuncoro, 2012: 256).

Persamaan Regresi Linier

Untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi ketimpangan pembangunan

Kabupaten/kota di Provinsi Aceh maka akan

dianalisis dengan menggunakan analisis regresi

linier berganda (Multiple Regressions).

Persamaan regresi linier berganda menurut

Gujarati (2002) sebagai berikut:

π‘Œ =∝ +𝛽1𝑋1 + 𝛽2𝑋2 + 𝛽3𝑋3+ + 𝑒𝑖

Dimana:

Y = Dependent Variable

Ξ± = Intercept

Ξ² = Koefisien Regresi

X = Independent Variable

Ei = Faktor Pengganggu.

Kemudian model tersebut

diformulasikan kedalam model penelitian

sebagai berikut:

πΌπ‘˜ = 𝑓(𝑃𝐷𝑅𝐡, 𝑆𝐷𝑀, 𝑆𝐷𝐴)

Sehingga:

πΌπ‘˜ = π‘Ž + 𝑏1𝑃𝐷𝑅𝐡 + 𝑏2𝑆𝐷𝑀 + 𝑏3𝑆𝐷𝐴 + 𝑒𝑖

Dimana:

Ik = Indeks Ketimpangan

a = intercept

b1b2b3 = Koefisien regresi

PDRB = Pendapatan Regional

SDM = Sumber Daya Manusia

SDA =Sumber Daya Alam

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Profil Provinsi Aceh

Provinsi Aceh merupakan daerah yang

terletak di kawasan paling ujung sebelah Utara

Pulau Sumatera sekaligus ujung paling Barat

wilayah Indonesia. Daerah dengan Ibukota

Banda Aceh ini, secara geografis terletak antara

2Β°-6Β° Lintang Utara dan 95Β°-98Β° Lintang

Selatan dengan ketinggian rata-rata 125 meter

di atas permukaan laut. Luas wilayah Provinsi

Aceh adalah 56.770,81 Km2

(12,26 Persen dari

luas pulau Sumatera), dan sekaligus terletak

pada posisi strategis sebagai pintu gerbang lalu

lintas perdagangan dan kebudayaan yang

menghubungkan belahan dunia timur dan barat.

Daerah ini terdiri dari 119 pulau, 35

gunung, 73 sungai besar, 2 buah danau dan

sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan

hutan yang terdiri dari hutan lindung 26.440,81

Km2 dan hutan budi daya 30.924,76 Km

2. Aceh

mempunyai beragam kekayaan sumber daya

alam antara lain minyak dan gas bumi, pertanian,

industri, perkebunan (kelapa sawit, karet, kelapa,

cengkeh, kakao, kopi, tembakau), perikanan

darat dan laut, pertambangan umum (logam, batu

bara, emas, dan mineral lainnya).

Secara administratif Provinsi Aceh

dibagi menjadi 18 kabupaten dan 5 kota, 289

kecamatan, 778 mukim dan 6.493 desa serta 112

kelurahan. Satu-satunya akses hubungan darat

hanyalah melalui Provinsi Sumatera Utara

sehingga menyebabkan ketergantungan yang

cukup tinggi pada provinsi tersebut.

Merujuk pada Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,

batas-batas wilayah Provinsi Aceh yaitu,

Page 7: kabupaten/kota di provinsi aceh - Jurnal Unsyiah

Jurnal Magister Ilmu Ekonomisi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

7 - Volume 2, No. 2, Mei 2014

sebelah Utara dan Timur berbatasan dengan

Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan

dengan Provinsi Sumatera Utara dan sebelah

Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Karakteristik lahan di Provinsi Aceh

sebagian besar didominasi oleh hutan, dengan

luas 3.292.420 Ha atau 68,50 persen.

Penggunaan lahan terluas kedua adalah

perkebunan besar dan kecil mencapai

573.052,53 Ha atau 9,99 persen dari luas total

wilayah Aceh. Luas lahan pertanian sawah dan

pertanian tanah kering semusim mencapai

431.571,80 Ha atau 7,2 persen, dan selebihnya

lahan pertambangan, industri, perkampungan

perairan darat, tanah terbuka dan lahan suaka

alam lainnya di bawah 7 persen.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

per kapita Kabupaten/Kota

PDRB Per kapita merupakan Produk

Domestik Regional Bruto dan Pendapatan

Regional dibagi dengan jumlah penduduk

pertengahan tahun. Pertumbuhan ekonomi

sering kali dijadikan ukuran dalam menilai

keberhasilan pembangunan ekonomi suatu

daerah. Dengan pertumbuhan ekonomi yang

tinggi maka otomatis akan dapat meningkatkan

pendapatan regional. Peningkatan pendapatan

regional sering juga digunakan untuk mengukur

kemakmuran penduduk suatu daerah yaitu

dengan menghitung pendapatan per kapita

penduduk. Untuk dapat meningkatkan

pendapatan per kepita, maka laju pertumbuhan

ekonomi harus jauh lebih besar dari pada laju

pertumbuhan penduduk.

Kabupaten Aceh Tenggara merupakan

daerah yang luas wilayahnya 4.189 km2

terletak di wilayah tengah dari Provinsi Aceh

dengan jumlah penduduknya 136.241 jiwa pada

tahun 2000 memiliki PDRB per kapita dibawah

rata-rata dan juga paling rendah yaitu 1.880 juta

yang terus meningkat menjadi 4.379 juta pada

tahun 2007. Tahun 2008 menurun dengan

jumlah 3.753 juta dankembali meningkat pada

tahun 2009 dan 2010 menjadi 3.941 juta dan

4.115, dengan meningkatnya PDRB per kapita

disetiap tahunnya dapat memberikan pengaruh

terhadap Kabupaten Aceh Tenggara menjadi

lebih baik. Keadaan ini membawa Kabupaten

Aceh Tenggara menjadi lebih baik

dibandingkan dengan Kabupaten Simeulue

yang pada tahun 2004 dan seterusnya

menjadikan kabupaten tersebut sebagai

kabupaten dengan pendapatan per kapita paling

rendah di Provinsi Aceh yaitu 2.305 juta,

walaupun terus meningkat ditahun selanjutnya

namun tidak memberi pengaruh terhadap

Kabupaten Simeulue sebagai kabupaten dengan

pendapatan per kapita terendah.

Terdapat sebelas kabupaten lain yang

PDRB per kapita dibawah rata-rata, diantaranya

adalah Kabupaten Pidie Jaya, Aceh Jaya, Nagan

Raya, Aceh Barat Daya, Pidie, Aceh Timur,

Gayo Lues, Simeulue, Aceh Tamiang, Aceh

singkil dan Kota Subulussalam dengan

pendapatan per kapitanya berturut-turut 3.230,

3.366, 3.168, 4.327, 2.835, 3.449, 3.656, 1.880,

3.489, 3.895 dan 3,938 juta, dan juga terdapat

sebelas kabupaten yang mempunyai pendapatan

per kapita diatas rata-rata yaitu Kabupaten Aceh

Selatan, Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Besar,

Bireuen, Aceh Utara, Bener Meriah, Kota

Banda Aceah, Sabang, Langsa dan Kota

Page 8: kabupaten/kota di provinsi aceh - Jurnal Unsyiah

Jurnal Magister Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 8

Lhokseumawe sebagai kota yang memiliki

pendapatan per kapita paling tinggi yaitu 8.539

juta pada tahun 2000.

Pendapatan per kapita kabupaten/kota

terus mengalami peningkatan disetiap tahunnya

sampai tahun 2010 dimana terdapat 15

kabupaten/kota yang memiliki pendapatan per

kapita dibawah rata-rata, diantaranya

Kabupaten simeulue, Aceh Singkil, Aceh

Selatan, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh

Tengah, Pidie, Aceh Utara, Aceh Barat Daya,

Gayo Lues, Aceh Tamiang, Aceh Jaya, Pidie

Jaya, Kota Subulussalam dan Langsa.

Diperiode tahun 2010 tersebut terjadi

perubahan dimana Kabupaten Aceh Utara

mengalami penurunan dan sebagai kabupaten

dengan kabupaten yang paling rendah

pendapatan per kapita dimiliki oleh Kabupaten

Simeulue.

Ketimpangan Ekonomi

Ketimpangan pertumbuhan sektor

ekonomi mempunyai implikasi yang sangat

serius bila tidak ditangani secara dini. Banyak

persoalan sosial timbul akibat adanya

ketimpangan pertumbuhan sektor ekonomi

antar-daerah. Untuk itu kajian tentang

ketimpangan ini sangat diperlukan sebagai

dasar pengambilan kebijakan di masa yang akan

datang.

Hasil perhitungan diperoleh bahwa

angka koefisien ketimpangan atau PDRB terus

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Hal ini dibuktikan oleh tingginya koefisien

ketimpangan dari tahun 2000 hingga 2012

meskipun di periode tahun 2001 hingga 2004

sempat menurun namun di tahun selanjutnya

kondisi indeks ketimpangannya membaik.

untuk tahun 2000, angka koefisien

ketimpangan sebesar 0,275 sedikit meningkat

menjadi 0,277 pada tahun 2001 dan kembali

meningkat pada tahun 2002 menjadi 0,304.

Pada tahun 2003 kembali menurun menjadi

0,254 dan meningkat lagi di tahun 2004

menjadi 0,294, selanjutnya pada tahun 2005

kembali mengalami peningkatan menjadi 0,362

dan terus meningkat pada tahun 2006 menjadi

0,360, pada tahun 2007 meningkat menjadi

0,402 dan terus meningkat menjadi 0,417 pada

tahun 2008 dan pada tahun 2009 menurun

menjadi 0,416 dan terus membaik pada tahun

2010 indek ketimpangannya menurun menjadi

0.413. Kondisi ini memperlihatkan bahwa

kebijakan selama ini semakin memperparah

ketimpangan pertumbuhan sektor ekonomi

antar kabupaten/kota di daerah ini. Dengan kata

lain, daerah perkotaan mengalami peningkatan

yang cukup signifikan sedangkan daerah

pedesaan mengalami peningkatan yang relatif

rendah.

Tabel Indeks Williamson Terhadap PDRB

per kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh

Periode Tahun 2000 – 2012.

Tahun Indeks

Williamson

2000 0,275

2001 0,277

2002 0,304

2003 0,254

2004 0,294

2005 0,362

2006 0,360

Page 9: kabupaten/kota di provinsi aceh - Jurnal Unsyiah

Jurnal Magister Ilmu Ekonomisi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

9 - Volume 2, No. 2, Mei 2014

2007 0,406

2008 0,417

2009

2010

0,416

0,432

2011 0,437

2012 0,440

Sumber: BPS (diolah)

untuk tahun 2000, angka koefisien

ketimpangan sebesar 0,275 sedikit meningkat

menjadi 0,277 pada tahun 2001 dan kembali

meningkat pada tahun 2002 menjadi 0,304.

Pada tahun 2003 kembali menurun menjadi

0,254 dan meningkat lagi di tahun 2004

menjadi 0,294, selanjutnya pada tahun 2005

kembali mengalami peningkatan menjadi 0,362

dan terus meningkat pada tahun 2006 menjadi

0,360, pada tahun 2007 meningkat menjadi

0,402 dan terus meningkat menjadi 0,417 pada

tahun 2008 dan pada tahun 2009 menurun

menjadi 0,416 dan terus membaik pada tahun

2010 indek ketimpangannya menurun menjadi

0.413. Kondisi ini memperlihatkan bahwa

kebijakan selama ini semakin memperparah

ketimpangan pertumbuhan sektor ekonomi

antar kabupaten/kota di daerah ini. Dengan kata

lain, daerah perkotaan mengalami peningkatan

yang cukup signifikan sedangkan daerah

pedesaan mengalami peningkatan yang relatif

rendah.

tingkat ketimpangan pendapatan yang

terjadi antar kabupaten/kota pada tahun 2003

sangat tinggi dengan tujuh kabupaten/kota yang

mengalami ketimpangan yang sangat tinggi

yaitu Kabupaten Aceh Barat Daya, Nagan Raya,

Aceh Besar,Aceh Singkil, Aceh Selatan, Pidie,

dan Gayo Lues dengan angka indeks

ketimpangan masing-masing berturut-turut

0,862, 0,818, 0,810, 0,745, 0,655, 0,654, dan

0,633, keadaan ini membawa kabupaten/kota

tersebut berata pada tingkat ketimpangan yang

tinggi. Terdapat empat belas kabupaten/kota

lainnya yang mengalami ketimpangan

pendapatan yang tinggi, antara lain yaitu

Kabupaten Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh

Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh

Utara, Bener Meriah, Bireuen, Pidie Jaya,

Simeulue, Banda Aceh, Kota Langsa,

Lhokseumawe dan Subulussalam, dan ada dua

kabupaten/kota dengan tingkat ketimpangan

pendapatan yang rendah yaitu Kabupaten Aceh

Tamiang dan Kota Sabang yang berada pada

tingkat ketimpangan yang sedang.

Bila dibandingkan indeks ketimpangan

tahun 2003 dengan 2012 maka dapat dilihat

bahwa terjadi perkembangan yang cukup

signifikan pada Kabupaten Nagan Raya dimana

pada tahun 2003 menjadikan kabupaten tersebut

sebagai wilayah dengan tingkat ketimpangan

yang tinggi, sedangkan pada tahun 2010

membaik dengan tingkat ketimpangan dibawah

rata-rata walaupun masih berada pada tingkat

yang tinggi, dan terdapat tujuh kabupaten/kota

yang terjadi pemeretaan yang lebih baik

dibandingkan tahun 2003, kabupaten/kota yang

dimaksud adalah Kabupaten Aceh Jaya, Pidie,

Aceh Tenggara, Aceh Utara, Bireuen, Gayo

Lues, Nagan Raya dan Kota Lhokseumawe.

Page 10: kabupaten/kota di provinsi aceh - Jurnal Unsyiah

Jurnal Magister Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 10

Keadaan ini terus membaik disetiap

tahunnya sampai tahun 2012 hanya terdapat

sembilan kabupaten/kota yang, dan terdapat

empat belas kabupaten/kota dengan indeks

ketimpangan dibawah rata-rata, diantaranya

sepuluh kabupaten/kota dengan indeks

ketimpangan pada tingkat tinggi, satu

kabupaten/kota pada tingkat sedang dan tiga

kabupaten pada tingkat yang rendah.

Ketimpangan Pengeluaran Pemerintah

Daerah (APBD) per kapita

Kabupaten/Kota Periode Tahun 2005-

2012

Tahun Indeks

Williamson

2005 0,384

2006 0,397

2007 0,441

2008 0,416

2009

2010

0,423

0.430

2011 0,425

2012 0,412

Sumber: BPS (diolah)

Pada pengeluaran pemerintah (APBD)

pada pariode tahun 2005-2012 tingkat

Tahun

IW

2012 0

0,3

0,4

2003

1

2 3

4

5 6

7

8

9

10 11 12 13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

8

9 10

11

12

13

14 15

16

17

18

19

20

21

22

23 1

2

3

4

5

6

7

Tinnggi

Sedang

Rendah

Grafik Perbandingan indeks Williamson Kabupaten/Kota Tahun 2003 dan 2012

Keterangan: IW = Indeks Williamson 12 = Kabupaten Aceh Utara

1 = Kabupaten Aceh Barat 13 = Kabupaten Bener Meriah

2 = Kabupaten Aceh Barat Daya 14 = Kabupaten Bireuen

3 = Kabupaten Aceh Besar 15 = Kabupaten Gayo Lues

4 = Kabupaten Aceh Jaya 16 = Kabupaten Nagan Raya

5 = Kabupaten Pidie 17 = Kabupaten Pidie Jaya

6 = Kabupaten Aceh Selatan 18 = Kabupaten Simeulue

7 = Kabupaten Aceh Singkil 19 = Kota Banda Aceh

8 = Kabupaten Aceh Tamiang 20 = Kota Langsa

9 = Kabupaten Aceh Tengah 21 = Kota Lhokseumawe

10 = Kabupaten Aceh Tenggara 22 = Kota Sabang

11 = Kabupaten Aceh Timur 23 = Kota Subulussalam

Page 11: kabupaten/kota di provinsi aceh - Jurnal Unsyiah

Jurnal Magister Ilmu Ekonomisi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

11 - Volume 2, No. 2, Mei 2014

Coefficientsa

.517 .343 1.508 .166

-.045 .017 -.778 -2.684 .025

.064 .053 .219 1.201 .261

.014 .034 .130 .400 .698

(Constant)

Pendapatan

Angkatan Kerja

Pertanian

Model

1

B Std. Error

Unstandardized

Coefficients

Beta

Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Indeks Ketimpangana.

ketimpangan yang terjadi pada Anggaran

Pendapatan dan Belanja Derah (APBD) dengan

tingkat indeks ketimpangan yang tinggi. Pada

tahun 2005 indeks ketimpangannya bernilai

0,384 berarti bahwa terjadi ketimpangan

ekonomi wilayah sedang atau tidak merata dan

terus meningkat menjadi 0,397 pada tahun 2006,

selanjutnya pada tahun 2007 tingkat

ketimpangan yang terjadi semakin tinggi

dengan nilai indeks ketimpangan 0,0441.

Hasil Regresi

Hasil output memberikan

unstandardized beta Pendapatan (PDRB)

selama 13tahun sebesar -0,045 dan signifikan

pada 0,025 yang berarti bahwa Pendapatan

perkapita (PDRB) Provinsi Aceh mempunyai

dampak yang positif dan signifikan terhadap

Indeks Ketimpangan ekonomi (Ik).

Untuk variabel angkatan kerja (SDM)

hasil output memberikan unstandardized beta

Sumber daya manusia (usia angkatan kerja)

selama 13 tahun sebesar 0,064 dan secara

parsial mempunyai dampak negatif dan tidak

signifikan terhadap indeks ketimpangan

pembangunan ekonomi dengan unstadardized

betanya 0,064.

Begitu juga dengan variabel sektor

pertanian (SDA) secara parsial juga

mempunyai dampak negatif dan tidak signifikan

terhadap indeks ketimpangan pembangunan

dengan unstadardized betanya adalah 0,014

dan pada tingkat signifikan 0,698. Hal ini

disebabkan oleh meratanya peranan variabel-

variabel dalam analisis ini yang mendorong

pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh

terkecuali pada variabel pendapatan perkapita

(PDRB) yang berpengaruh negative terhadap

terjadinya ketimpangan pembangunan ekonomi

di Provinsi Aceh.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan

analisis disparas pendapatan yang dilakukan

dantar wilyah di

Page 12: kabupaten/kota di provinsi aceh - Jurnal Unsyiah

Jurnal Magister Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 12

Provinsi Aceh maka dapat disimpulkan

sebagai berikut.

1. Selama kurun waktu 2000 – 2010, terjadi

ketimpangan atau ketimpangan

pembangunan regional antar kabupaten/kota

di Provinsi Aceh, hal ini dapat dilihat dengan

mengunakan indikator PDRB sebagai alat

ukur dalam menganalisis indeks

ketimpangan yang terjadi antar

kabupaten/kota tersebut. Berdasarkan

indikator Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) Per Kapita dapat di lihat bahwa

masih banyak kabupaten/kota yang memiliki

pendapatan per kapita dibawah rata-rata

antar kabupaten/kota di provinsi aceh,

dimana menunjukkan perbedaan yang cukup

tinggi dengan perbandingan kabupaten/kota

yang memiliki pendapatan per kapita

dibawah rata-rata dengan kabupaten/kota

yang berpendapatan per kapita diatas rata-

rata.

2. PDRB Per kapita merupakan Produk

Domestik Regional Bruto dan Pendapatan

Regional dibagi dengan jumlah penduduk

pertengahan tahun. Terdapat sebelas

kabupaten lain yang PDRB per kapita

dibawah rata-rata, diantaranya adalah

Kabupaten Pidie Jaya, Aceh Jaya, Nagan

Raya, Aceh Barat Daya, Pidie, Aceh Timur,

Gayo Lues, Simeulue, Aceh Tamiang, Aceh

singkil dan Kota Subulussalam dengan

pendapatan per kapitanya berturut-turut

3.230, 3.366, 3.168, 4.327, 2.835, 3.449,

3.656, 1.880, 3.489, 3.895 dan 3,938 juta,

dan juga terdapat sebelas kabupaten yang

mempunyai pendapatan per kapita diatas

rata-rata yaitu Kabupaten Aceh Selatan,

Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Besar,

Bireuen, Aceh Utara, Bener Meriah, Kota

Banda Aceah, Sabang, Langsa dan Kota

Lhokseumawe sebagai kota yang memiliki

pendapatan per kapita paling tinggi yaitu

8.539 juta pada tahun 2000.

3. Selama kurun waktu tahun 2000-2010, hasil

perhitungan diperoleh bahwa angka

koefisien ketimpangan atau PDRB

berfluktuasi setiap tahun namun secara

umum menunjukkan tren yang semakin

meningkat. Koefisien ketimpangan terting

didominasi oleh kabupaten/kota di wilayah

pantai barat-selatan.

4. Indikator lain dapat digunakan adalah

pengeluaran pemerintah yaitu melalui

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD). Dengan indikator tersebut dapat

disimpulkan bahwa APBD dapat

mempengaruhi terjadinya ketimpangan

pembangunan antar kabupaten/kota di

provinsi Aceh. Hal ini dapat dilihat bahwa

indeks williamson APBD menunjukkan

tingkat indeks ketimpangan yang tinggi.

Saran

Berdasarkan analisis dari hasil

penelitian serta kesimpulan yang telah

dirumuskan diatas, peranan pemerintah daerah

selaku pengambil kebijakan pembangunan

dapat disarankan agar:

1. Mengambil kebijakan yang bertujuan untuk

meningkatkan taraf kehidupan yang lebih

baik dengan kebijakan dibidang

Page 13: kabupaten/kota di provinsi aceh - Jurnal Unsyiah

Jurnal Magister Ilmu Ekonomisi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

13 - Volume 2, No. 2, Mei 2014

kependudukan, serta menciptakan lapangan

kerja di daerah masih tertinggal dalam

mengimbangi peningkatan jumlah tenaga

kerja sehingga terjadinya mobilitas

penduduk ke daerah tersebut.

2. Melaluli anggaran pembangunannya selain

dapat membuka lapangan kerja yang baru,

pemerintah juga dapat meningkatkan

pengeluarannya untuk investasi sehingga

dengan sendirinya akan terciptanya

lapangan kerja dan meningkatnya

pertumbuhan ekonomi di daerah yang

pendapatan perkapitanya masih rendah.

3. Melalui investasi dari pengeluaran

pemerintah juga dapat menyediakan sarana

dan prasarana infrastruktur yang memadai

di daerah tertinggal yang penduduknya

relitif kurang, sehinga akan memancing

penduduk pindah dari daerah yang relatif

padat akan pindah ke daerah yang relatif

jarang.

4. Pada bidang pendidikan diharapkan

pemerintah agar dapat berupaya untuk

meningkatkan kualitas sumberdaya

manusia (penduduk) di daerah yang masih

tertinggal bertujuan untuk menggali potensi

sektor-sektor ekonomi yang potensial.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2009. PDRB Kabupaten/Kota di

Provinsi Aceh. Badan Pusat Statistik

Provinsi Aceh.

_______. 2011. PDRB Kabupaten/Kota di

Provinsi Aceh. Badan Pusat Statistik

Provinsi Aceh.

_______, 2013. PROVINSI ACEH DALAM

ANGKA. Badan Pusat Statistik

Provinsi Aceh.

Kuncoro, M. 2000. Ekonomi Pembangunan

(Teori, Masalah dan Kebijakan), Edisi Pertama, UPP AMP YKPN,

Yogyakarta.

_______, 2004. Otonomi dan Pembangunan

Daerah : Reformasi, Perencanaan,

Strategi dan Peluang, Penerbit

Erlangga, Jakarta..

_______, 2012. Ekonomika Industri

Indonesia : Menuju Negara

Industri Baru 2030?, Penerbit Andi,

Yogyakarta.

Nugraha, R.A. 2007. Evaluasi Pembangunan

Ekonomi di Provinsi Bali Pasca

Tragedi Bom, multiplycontent.com.

Rezeki, R. 2007. Tesis Program Pasca

Sarjana Magister Teknik:

Ketimpangan Sub Wilayah (Kasus

Perkembangan Antar Kecamatan

di Kabupaten Tanah Datar), Undip,

2007.

Tambunan, T.T.H. 2001. Perekonomian

Indonesia: Teori dan Temuan

Empiris, Ghalia Indonesia, Jakarta.