Page 1
i
KABUPATEN KARTI PRAJA SEBAGAI PELAKSANA
PEMBANGUNAN PADA MASA PEMERINTAHAN
MANGKUNEGARA VII (1916-1944)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mencapai Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh:
BUDI DARMAWAN
C0505015
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
Page 2
ii
KABUPATEN KARTI PRAJA SEBAGAI PELAKSANA
PEMBANGUNAN PADA MASA PEMERINTAHAN
MANGKUNEGARA VII (1916-1944)
Disusun oleh
BUDI DARMAWAN
C0505015
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing
Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M.Hum
NIP. 197306132000032002
Mengetahui
Ketua Jurusan Ilmu Sejarah
Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum
NIP. 195402231986012001
Page 3
iii
KABUPATEN KARTI PRAJA SEBAGAI PELAKSANA
PEMBANGUNAN PADA MASA PEMERINTAHAN
MANGKUNEGARA VII
Disusun oleh
BUDI DARMAWAN
C05005015
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Pada Tanggal.............................
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Penguji Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum (………………)
NIP 195402231986012001
Sekretaris Penguji Insiwi Febriary Setiasih, S.S, MA (………………)
NIP 198002272005012001
Penguji I Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M. Hum (………………)
NIP 197306132000032002
Penguji II Drs. Soedarmono, SU (………………)
NIP 194908131980031001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Drs. Sudarno, MA
NIP. 195303141985061001
Page 4
iv
PERNYATAAN
Nama : Budi Darmawan
NIM : C0505015
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Kabupaten Karti Praja Sebagai
Pelaksana Pembangunan Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII ( 1916-1944 ) adalah
betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang
bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar
pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, Juni 2010
Yang membuat pernyataan
Budi Darmawan
C0505015
Page 5
v
MOTTO
Kenyataan bahwa Sejarah terus ditulis orang di semua Peradaban dan di sepanjang waktu,
sebenarnya cukup menjadi bukti bahwa Sejarah itu perlu.
(Prof. Dr. Kuntowijoyo)
Lakukanlah yang kita bisa.
(Penulis)
Sesungguhnya dalam Sejarah itu terdapat pesan-pesan penuh perlambang bagi orang-orang
yang dapat memahaminya.
(Q.S. Yusuf:112)
Page 6
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Bapak dan Ibunda tercinta
2. Kakak-Adikku tersayang
3. Lisa Retnaningsih
Page 7
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Kasih Karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
syarat meraih gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada pelaksanaannya, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan fasilitas,
bimbingan maupun kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan
dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Sudarno, MA, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan
Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M.Hum, selaku Pembimbing skripsi, yang memberikan
banyak dorongan, masukan, dan kritik yang membangun dalam proses penulisan skripsi
ini.
4. Ibu Umi Yuliati, S.S., M.Hum selaku pembimbing Akademik yang telah memberikan
bimbingan selama penulis menjalani masa perkuliahan.
5. Segenap dosen pengajar di Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu dan wacana
pengetahuan.
6. Segenap staf dan karyawan UPT Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan Fakultas Sastra
dan Seni Rupa UNS, Perpustakaan Fakutas Ilmu Budaya UGM, dan Perpustakaan Pasca
Sarjana UGM.
7. Ibu Koestrini Soemardi (alm), Ibu Darweni, Bapak Basuki dan segenap staf perpustakaan
Reksopustoko Mangkunegaran yang telah memberikan ijin dan bantuan kepada penulis
dalam penyediaan data-data yang diperlukan.
Page 8
viii
8. Bapak dan Ibu yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat dengan tulus ikhlas
serta doa yang tak pernah putus kepada penulis.
9. Lisa Retnaningsih yang telah memberikan dukungan, semangat, serta keceriaan di dalam
menyelesaikan skripsi dan dalam kehidupan penulis.
10. Teman-temanku angkatan 2005: Cahyo, Arie, Khanivan, Yuni, Metha, Wanto, dan
teman-teman yang lain tetap kompak dan tetap semangat.
11. Teman-teman angkatan 2004: Daryadi, Auditya, Desca, Sapto, semua kakak tingkat baik
yang telah menyandang gelar maupun yang masih berjuang, terimakasih atas
persahabatannya.
12. Sahabat-sahabatku Jarot, Anggar, Cahyu, Anto’, Zupy, Nita, Wahyu Lempok, Andri
Emont, Eka Bandeng, Afif Zuhdi, Arif, Eko, Aris, yang telah mendorong penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini dan terima kasih untuk suka duka persahabatan yang indah
selama ini dan semoga persahabatan kita tetap abadi.
13. Segenap pihak yang telah mendukung dan membantu terlaksananya penulisan skripsi ini,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis berharap akan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun, agar
skripsi ini menjadi lebih baik.
Surakarta, Juni 2010
Penulis
Page 9
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN.......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO....................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................ vi
KATA PENGANTAR....................................................................................... vii
DAFTAR ISI..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................
DAFTAR BAGAN............................................................................................
xiii
xiv
DAFTAR ISTILAH.......................................................................................... xv
ABSTRAK........................................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................ 1
B. Perumusan Masalah.................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian....................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian..................................................................... 10
E. Tinjauan Pustaka........................................................................ 10
F. Metode Penelitian...................................................................... 14
1. Teknik Pengumpulan Data.................................................... 15
2. Teknik Analisa Data............................................................. 17
G. Sistematika................................................................................ 17
BAB II GAMBARAN UMUM PRAJA MANGKUNEGARAN
A. Sejarah Praja Mangkunegaran................................................... 19
B. Kondisi Geografis Praja Mangkunegaran.................................
1. Wilayah Praja Mangkunegaran Pada Masa Mangkunegara
VII..........................................................................................
2. Struktur Penduduk di Praja Mangkunegaran Pada Masa
Mangkunegara VII................................................................
29
29
33
Page 10
x
C. Lingkungan Fisik Istana Mangkunegaran................................. 37
BAB III KABUPATEN KARTI PRAJA MASA MANGKUNEGARA VII
A. Riwayat Hidup Mangkunegara VII.....................................
1. Masa Kanak-kanak hingga Dewasa....................................
2. Sekilas Masa Pemerintahan Mangkunegara VII.................
40
40
43
B. Perkembangan Kabupaten Karti Praja....................................
1. Struktur Jabatan dalam Pemerintahan Praja
Mangkunegaran.....................................................................
a. Birokrasi berdasarkan Pangkat.....................................
b. Birokrasi Berdasarkan Jabatan (lembaga)....................
2. Struktur Organisasi Kabupaten Karti Praja.........................
a. Pendirian.......................................................................
b. Peralihan Organisasi Kabupaten Karti Praja...............
c. Struktur Pegawai Kabupaten Sindupraja…………….
47
48
48
51
54
54
55
57
BAB IV PERANAN KABUPATEN KARTI PRAJA BAGI
PERKEMBANGAN PRAJA MANGKUNEGARAN
A. Pembangunan Bidang Infrastruktur.......................................... 63
1. Pembangunan Jalan dan Jembatan.......................................
2. Pembangunan Irigasi...........................................................
a. Pembangunan Waduk...................................................
b. Pembangunan Saluran Pembuangan Air......................
63
68
68
72
B. Pembangunan Bidang Sosial....................................................
1. Pembangunan Taman Kota...................................................
a. Taman Tirtonadi...........................................................
b. Partimah Park...............................................................
c. Kusumawardhani Plein................................................
d. Partini Tuin dan partinah Bosch...................................
2. Pembangunan Gedung-Gedung............................................
a. Gedung Soos (Societeit)...............................................
b. Gedung Kelurahan / Bale Kampung.............................
c. Gedung-Gedung Sekolah..............................................
74
74
74
74
75
75
76
76
77
78
Page 11
xi
C. Pembangunan Bidang Kesehatan.............................................
1. Pembangunan Kakus Umum / WC Umum..........................
2. Pembangunan Pancuran Umum...........................................
3. Pembangunan Rumah Sakit dan Poliklinik..........................
4. Perbaikan Rumah Kumuh.....................................................
80
80
81
82
83
D. Pembangunan Bidang Ekonomi (Pasar)................................... 85
BAB V KESIMPULAN............................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 90
LAMPIRAN........................................................................................................ 94
Page 12
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Desa Babok Mangkunegaran dalam Perjanjian Salatiga 1757........................22
Tabel 2 Perbandingan luas Swapraja ...........................................................................29
Tabel 3 Sensus penduduk wilayah Mangkunegaran (Kota Mangkunegaran, Wonogiri,
Ngawen) tahun 1930………………………………………………………....34
Tabel 4 Anggaran Pekerjaan Umum Praja Mangkunegaran tahun 1916-1933………67
Tabel 5 Waduk-waduk di Mangkunegaran…………………………………………...69
Tabel 6 Anggaran Irigasi Praja Mangkunegaran tahun 1916-1933…………………..71
Page 13
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Foto K.G.P.A.A Mangkunegara VII .......................................................... 94
Lampiran 2 Gambar-Gambar Hasil Pembangunan di Mangkunegaran.......................... 95
Lampiran 3 Rijksblad Mangkunegaran tahun 1917 No. 37............................................ 104
Lampiran 4 Surat tentang Pengairan di Mangkunegaran Selama 3 Minggu ................. 106
Lampiran 5 Anggaran Pembuatan Kakus Umum dan Pancuran Umum........................ 110
Lampiran 6 Anggaran Pembuatan Saluran Pembuangan Air......................................... 114
Lampiran 7 Anggaran Pembuatan Bale Kampung Punggawan..................................... 116
Lampiran 8 Acara Peresmian Kamar Mandi Umum Ngebrusan, tertera dalam
Acara Mangkunegara VII tertanggal 1 Januari 1939.................................. 121
Lampiran 9 Autorisatie Begrooting van Kosten 1941 ……………………………….. 122
Page 14
xiv
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan I Struktur Birokrasi berdasarkan Pangkat…………………………………… 48
Bagan II Struktur Pegawai Kabupaten Sindupraja………………………………...... 58
Bagan III Struktur Pegawai Kantor Kabupaten Sindupraja daerah Wonogiri……….. 60
Page 15
xv
DAFTAR ISTILAH, SINGKATAN DAN UKURAN
Acte Van Verband : surat atau dasar pengangkatan raja
Assainering : bagian perbaikan
Balekambang : rumah yang mengapung
Barter : tukar menukar barang
Bekel : orang yang mengurus apanage, pemungut pajak,
kepala desa, petani penghubung antara pemilik
desa/penguasa desa dengan penggarap tanah
Budaya : hasil cipta, rasa dan karsa manusia
Chef : kepala yang bertugas mengurusi bidang pengairan
Cultuurstelsel : sistem tanam paksa
Demang : seseorang yang diberi tugas untuk memegang dan
menjalankan segala pekerjaan di pedesaan diatas bekel
Edukasi : pendidikan
Enclave : tanah yang terkurung oleh wilayah lain
Epidemi pest : wabah penyakit pes
Gerobak : alat angkutan tradisonal
Hygienitas : segi kebersihan
Jumbleng : tempat pembuangan hajat tradisional
Kapedhak : gedung pertemuan yang terletak di sebelah Dalem Ageng Pura
Mangkunegaran
Kavaleri : pasukan berkuda
Kopschool : sekolah gadis tingkat dasar
Legiun : pasukan bala tentara
Lurah : kepala kalurahan
Mandor : Orang yang mengepalai beberapa orang atau kelompok dan
bertugas mengawasi pekerjaan mereka
Mantri : Juru; nama pangkat atau jabatan tertentu untuk melaksanakan
suatu tugas atau keahlian khusus
Narapraja : birokrat kerajaan
Page 16
xvi
Onderregentscap : se-tingkat kabupaten
Opperhoutvester : kepala hutan
Pamedan : halaman luar Pura Mangkunegaran, dahulunya digunakan
untuk tempat latihan Legiun Mangkunegaran
Panewu : kepala rendahan yang membawahi 1000 cacah
Rangga : Kepala desa yang berasal dari priyayi
Rijksblaad : undang-undang kerajaan
Rijkswaterstaat : dinas irigasi kerajaan
Societeit : kepanjangan dari Soos yang merupakan pusat pertemuan
yang bersifat informal dan eksklusif bagi kalangan elite
Eropa atau elite pribumi
Swapraja : kekuasaan pemerintah kerajaan
Tosan : besi
Vaccin otten : vaksin untuk penderita penyakit pes
Villa park : pemukiman orang-orang Eropa
Volksschool : sekolah desa
Vorstenlanden : Kerajaan Jawa
Wedana : kepala distrik
Zieken zorg : rumah sakit pusat
1. Singkatan
B.R.M : Bendara Raden Mas
H.I.S : Hollands Inlandshe School
K.G.P.A.A : Kangjeng Gusti Pangeran Ario Adipati
N.I.S : Nederlandsch Indische Spoorweg
R.M : Raden Mas
R.Tg : Raden Tumenggung
SS : Staats Spoorwegen
2. Ukuran
1 karya : 1 cacah
1 cacah : 1 bahu
1 bahu : 7000 m2
1 jung : 4 bahu
4 bahu : 2,8 ha
Page 17
xvii
ABSTRAK
Budi Darmawan. C0505015. 2010. Kabupaten Karti Praja Sebagai Pelaksana Pembangunan
Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII (1916-1944). Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini berjudul Kabupaten Karti Praja Sebagai Pelaksana Pembangunan
Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII (1916-1944). Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui (1) Gambaran umum Praja Mangkunegaran masa pemerintahan Mangkunegara
VII, (2) Kegiatan yang dilaksanakan Kabupaten Karti Praja dalam pembangunan di Praja
Mangkunegaran, (3) Peranan Kabupaten Karti Praja bagi perkembangan Praja
Mangkunegaran.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah, dimulai dengan tahap heuristik
yaitu teknik pengumpulan data. Data yang diperoleh selanjutnya dikritik secara intern dan
ekstern dengan dipadukan studi pustaka sehingga menghasilkan fakta-fakta historis. Fakta ini
lalu dianalisis dan disusun dalam sebuah historiografi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan masa pemerintahan
Mangkunegara VII mengalami perkembangan dan kemajuan kearah modernisasi. Jika dilihat
dari pemerintahan masa sebelumnya pelaksanaaan pembangunan di Praja Mangkunegaran
kurang intensif dilakukan. Pada masa pemerintahan Mangkunegara VII pembangunan dan
pembaharuan di segala bidang semakin ditingkatkan dengan tujuan untuk menyejahterakan
penduduknya. Pelaksanaan kegiatan pembangunan oleh Mangkunegara VII diserahkan
kepada Kabupaten Karti Praja. Kabupaten Karti Praja merupakan dinas yang mengurusi
segala kegiatan pembangunan di wilayah Praja Mangkunegaran. Pembangunan yang
dilakukan dinas ini antara lain: pembangunan jalan dan jembatan, pembangunan waduk-
waduk, pembangunan saluran pembuangan air, pembangunan taman kota, pembangunan
gedung-gedung penting yang meliputi pembangunan gedung pertemuan (Soos),
pembangunan bale kampung, serta pembangunan gedung sekolah. Selain itu, juga
dilaksanakan pembangunan WC/kakus umum, pembangunan pancuran umum, pembangunan
rumah sakit dan poliklinik, pembangunan pasar, serta perbaikan rumah-rumah kumuh.
Kesimpulan yang dapat diambil bahwa adanya pembangunan di Praja Mangkunegaran
menimbulkan beberapa dampak bagi masyarakat. Seluruh masyarakat dapat menikmati hasil
modernisasi di daerahnya dengan dibangunnya fasilitas-fasilitas umum tersebut, sehingga
masyarakat dapat hidup dengan nyaman, bersih, sehat dan teratur, serta dapat dengan mudah
melakukan aktivitas dan mampu meningkatkan taraf hidupnya.
Page 18
xviii
ABSTRACT
Budi Darmawan. C0505015. 2010. Kabupaten Karti Praja Sebagai Pelaksana Pembangunan
Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII (1916-1944). Thesis: History Department.
Faculty of Letters and Fine Art. Sebelas Maret University. Surakarta
The title of this research is Kabupaten Karti Praja Sebagai Pelaksana Pembangunan
Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara VII (1916-1944) (Karti Praja Department as
Development Executor During the Reign of Mangkunegara VII (1916-1944) ). The objectives
of this research are to fine out (1) the general view of Mangkunegaran territory of jurisdiction
during the reignof Mangkunegara VII, (2) Karti Praja Department activities in developing
Mangkunegaran territory of jurisdiction, (3) the role of Karti Praja Department for
development of Mangkunegaran territory of jurisdiction.
This research used a history research which was started with heuristic steps including
the technique of collecting the data. The data which were obtained were then criticized both
internally and were combined with the literature review. Thus the data pointed out historical
facts. Those facts hence were analyzed and arranged in a histography.
The research points out that the development during the reign of Mangkunegara VII
was improved to the direction of modernization regarding the development of the previous
reign in Mangkunegaran territory of jurisdiction was not that intensive. The development
during the reign of Mangkunegara VII was improved in order to make the society wealthy.
Karti Praja Department was given an authority to execute all activities related to the
development. The development which was made by the regency included: the development
of streets and bridges, the development of reservoirs, sanitations, city parks, significant
buildings such as the building for meeting (Soos), public hall and schools. In addition, there
were also the development of public toilets, public showers, hospitals and policlinics, markets
and the improvement for vile houses.
It is finally concluded that the development in Mangkunegaran territory of jurisdiction
brought about positive effects. The society could enjoy the modernization built in their
regency. Since the public facilities were built, the society could live comfortably, cleanly,
healthily and regularly. Thy hence cuold do their activities easly and they could be wealthy.
Page 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan merupakan salah satu ciri dari perkembangan suatu wilayah.
Pembangunan membutuhkan suatu perencanaan, pengembangan secara khusus
tentang apa saja yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan tersebut.
Proses pembangunan juga melanda di daerah-daerah Swapraja. Pada era abad XX
dari dua kerajaan Swapraja, Kasunanan dan Mangkunegaran mulai tumbuh
budaya perkotaan. Sekalipun merupakan wilayah dari Hindia Belanda, tetapi
daerah ini memiliki status yang khusus yaitu mempunyai status otonomi dalam
mengatur rakyat dan wilayahnya sendiri dengan persetujuan dari Residen atau
Gubernur.1 Praja Mangkunegaran menjadi salah satu wilayah di Swapraja yang
proses pembangunannya dilaksanakan oleh pendiri sekaligus penguasa yang
pertama yaitu K.G.P.A.A. Mangkunegara I yang kemudian pembangunan itu
terus dilakukan oleh para calon putra mahkota ataupun penggantinya. Proses
pembangunan Praja Mangkunegaran dilaksanakan sesuai dengan kebijakan raja
pada masanya. Pembangunan tersebut merupakan pola dasar dan kerangka acuan
bagi perkembangan wilayah yang berada jauh diluar istana. Pembangunan
mempunyai tujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang lebih maju dan
sejahtera.
1 Sejak bulan Mei 1927, ketika Residen Van Der Jagt menjadi Residen di Surakarta,
pejabat tertinggi yang ditetapkan di Surakarta adalah Gubernur. Hal itu berlanjut sampai dengan
masa akhir pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia. Lihat juga, Wasino, 1996. “Politik Etis,
Pembangunan Sarana Irigasi dan Perkembangan Produksi Beras di Karesidenan Surakarta (1900 -
1942)”. Laporan penelitian Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Semarang. halaman 15.
1
Page 20
2
Praja Mangkunegaran dibangun pada tahun 1757 oleh Raden Mas Said
sebagai hasil perjuangannya melawan kompeni Belanda. R.M Said mulai tidak
senang kepada Belanda berawal dari peristiwa pembuangan ayahnya ke Srilangka
yang disebabkan oleh fitnah Paku Buwono II dan Patih Danurejo yang
mempunyai hubungan yang baik dengan Belanda.2 Raden Mas Said naik tahta
sebagai Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A) Mangkunegara I.
Beliau seorang Adipati yang mengepalai wilayah Kadipaten atau Praja. Pada masa
pemerintahannya (1757 – 1795) diusahakannya perbaikan dan peningkatan
kembali kehidupan rakyat. Perbaikan-perbaikan dilakukan salah satunya dalam
sektor pembangunan. Mangkunegara I mengusahakan pembuatan bendungan-
bendungan sehingga air sungai dapat mengairi sawah. Selain itu pembuatan
selokan di sepanjang tepi jalan untuk menampung air hujan yang menggenangi
jalan-jalan. Selain itu, juga dibangun beberapa tempat-tempat beribadah dan
rumah-rumah untuk tempat tinggal. Pembangunan rumah-rumah mewah untuk
putra putri Mangkunegaran dilakukan di Pasar Legi, Pasar Pon, dan beberapa
rumah kantor untuk para Punggawa di sekitar Pura Mangkunegaran.3 Proses
pembangunan sarana dan prasarana masa Mangkunegara I belum begitu nampak,
hal ini dikarenakan Mangkunegara I lebih cenderung mempunyai keahlian dalam
bidang seni karawitan, seni pertunjukan, dan pengembangan kesenian Jawa.
Masa pemerintahan K.G.P.A.A. Mangkunegara II (1796 – 1835).
Pemerintahan yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan pendahulunya yaitu
2 Ismu Sadiyah, 1998. “Keraton Mangkunegaran Sebagai Objek Yang Menarik di Jawa
Tengah.” Karya Tulis Sekolah Tinggi Bahasa Asing Yayasan Pariwisata-ABA Bandung. halaman
14. 3 Krisnina Maharani A. Tandjung. 2007. 250 tahun Pura Mangkunegaran. Jakarta:
Yayasan warna warni Indonesia. halaman 47.
Page 21
3
Mangkunegara I. K.G.P.A.A. Mangkunegara II hanya menginginkan perbaikan
ekonomi rakyat Mangkunegaran yang hancur akibat peperangan pada masa
Mangkunegara I. Pembangunan Praja masa Mangkunegara II tidak berjalan
dengan baik, akan tetapi sejak Mangkunegara II memegang pemerintahan,
wilayah Mangkunegaran semakin luas. Adanya hubungan dengan kompeni yang
semakin erat, ia diminta untuk membantu memadamkan pemberontakan-
pemberontakan seperti di Cirebon (1808), Dermayu (1812), Palembang (1812),
dan pemberontakan Diponegoro (1826) di Yogyakarta.4 Untuk memenuhi
kebutuhan hidup rakyatnya Mangkunegara II rela menyewakan wilayah Praja
kepada pemerintah Belanda sehingga uang sewa dapat disumbangkan untuk
rakyat. Jika Mangkunegara I bisa disebut sebagai pendiri dari Praja
Mangkunegaran, maka Mangkunegara II merupakan tokoh yang memperluas
wilayah Praja Mangkunegaran.
Raden Mas Sarengat sebagai penerus penguasa Praja Mangkunegaran
menggantikan kedudukan K.G.P.A.A Mangkunegara II. Mas Sarengat dinobatkan
dari Pangeran Harya Prangwedana menjadi Kangjeng Gusti Pangeran Adipati
Arya Mangkunegara III pada usia 40 tahun. K.G.P.A.A. Mangkunegara III di
dalam pemerintahannya sangat memperhatikan pada kesehatan dan keselamatan
keluarga Mangkunegaran. Mangkunegara III disamping berpangkat Adipati yang
mengelola ketataprajaan, juga berpangkat Kolonel Komandan Legiun
Mangkunegaran. Untuk kepentingan itu dibangun pesanggrahan di Wonogiri yang
terletak di antara hutan Selokethu dengan Jurang Gempol.5
4 Ibid. halaman 43.
5 Suwaji Bustomi, 1997. Karya-Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I – VIII. IKIP
Semarang. halaman 51.
Page 22
4
Pembangunan itu dilakukan dengan tujuan untuk pembinaan mental dan
fisik para prajurit. Perhatian Mangkunegara III tepusat pada penertiban organisasi
ketataprajaan dan peningkatan kegiatan bekerja di kalangan masyarakat.6 Pada
masa pemerintahan Mangkunegara I sampai Mangkunegara III ini disebut sebagai
masa strukturisasi pemerintahan Praja Mangkunegaran.
K.G.P.A.A. Mangkunegara IV sebagai penerus kekuasaan dari
Mangkunegara III. Beliau sangat rajin dalam usaha perbaikan ekonomi dan
hasilnya mengangkat Praja Mangkunegaran menjadi sejahtera. Kekayaan
Mangkunegaran berlimpah ruah meliputi kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
K.G.P.A.A. Mangkunegara IV mendapat keuntungan besar pada saat dirinya
mendirikan dua pabrik gula yaitu pabrik gula Colomadu dan pabrik gula
Tasikmadu. Selain itu keuntungan juga diperoleh dari penjualan hasil di sektor
perkebunan. Dari hasil keuntungan itu salah satunya dimanfaatkan untuk
memperindah dan memperbesar Pendopo Agung dan untuk membangun gedung-
gedung di sekitar Pura Mangkunegaran termasuk membangun bangsal tosan
(besi) yang dipesannya dari negeri Jerman pada tahun 1875.7
Raden Mas Sunito sebagai pengganti K.G.P.A.A. Mangkunegara IV, pada
usia 16 tahun mendapat gelar dengan sebutan Pangeran Adipati Arya
Prangwedana. K.G.P.A.A. Mangkunegara V hidup sangat sederhana dan banyak
berbuat baik bahkan sistem ketataprajaan masih mengikuti cara-cara yang
dilakukan oleh K.G.P.A.A. Mangkunegara IV.8 Pada awal pemerintahan
6 ibid. halaman 52.
7 ibid. halaman 65.
8 ibid. halaman 70.
Page 23
5
Mangkunegara V, penghasilan Praja masih cukup baik. Akan tetapi, terbawa usia
yang masih sangat muda K.G.P.A.A. Mangkunegara V banyak mengikuti
kehendak pribadinya sehingga penghasilan itu kurang dimanfaatkan secara
sungguh-sungguh. Adapun konsekuensinya, Praja Mangkunegaran mengalami
kerugian karena timbul persaingan bisnis antara pengusaha asing dengan Praja
Mangkunegaran. Akibatnya hasil perkebunan menjadi merosot bahkan banyak
perkebunan yang gulung tikar. Pada masa K.G.P.A.A. Mangkunegara V Praja
Mangkunegaran mengalami kemiskinan.
Pembangunan yang dilakukan K.G.P.A.A. Mangkunegara V berupa dua
buah gedung yang terletak di sebelah timur gedung Prangwadana yang dinamakan
gedung Pantipurna dan gedung Pantiwarna. Selain itu juga dibangun gedung
Balewarni, gedung Pracimasana, dan gedung Kapedhak (gedung pertemuan) yang
terletak di sebelah gedung induk (dalem Ageng). Semua bangunan gedung
tersebut didirikan atas saran kakak dari K.G.P.A.A. Mangkunegara V yaitu
Pangeran Harya Gandasewaya yang ahli dalam bidang bangunan gedung.9
Setelah K.G.P.A.A. Mangkunegara V wafat, digantikan oleh adiknya yang
bernama Raden Mas Suyitno atau Pangeran Harya Dayaningrat diangkat dengan
sebutan Pangeran Adipati Arya Prangwedana. Pada tahun 1896 mendapat gelar
K.G.P.A.A. Mangkunegara VI. Beliau mempunyai sifat hemat dan sederhana.
Dengan sifatnya tersebut K.G.P.A.A. Mangkunegara VI mengelola Praja dengan
sangat berhati-hati dan dirinya melakukan penghematan dalam bidang apa saja
untuk memperbaiki perekonomian Praja Mangkunegaran. Pada pemerintahan
masa Mangkunegara VI, dengan penghematan pembangunan fisik dilakukan tidak
9 Krisnina Maharani A. Tandjung. Op.cit. halaman 72.
Page 24
6
hanya di dalam Pura Mangkunegaran melainkan juga sampai di daerah-daerah.
Pembangunan jalan umum mendapat perhatian penuh. Semua jalan-jalan
dilebarkan dengan sepanjang jalan diterangi lampu listrik dan selalu dijaga
kebersihannya.10
Jalan dan jembatan dibangun sebagai sarana dasar yang
digunakan untuk menghubungkan antara wilayah satu dengan wilayah yang lain.
Jalan merupakan prasarana yang sangat penting dan berpengaruh dan jalan
mempunyai fungsi sebagai penunjang kelancaran pembangunan. Selain itu,
sejalan dengan dikeluarkannya politik kolonial baru yaitu politik Etis dengan
slogan Irigasi, Edukasi, dan Emigrasi. Mangkunegara VI melakukan terobosan
besar dalam pembangunan sarana pendidikan (edukasi). Salah satu usahanya
adalah mendirikan sekolah ”Siswo” bagi kaum kerabat dan hamba di lingkungan
Praja Mangkunegaran. Pada perkembangannya sekolah tersebut tidak hanya
terbatas bagi kaum kerabat dan hamba tetapi juga terbuka untuk masyarakat
umum dengan memenuhi persyararatan yang sudah ada.
Setelah Mangkunegara VI turun tahta pada tahun 1916, penggantinya
Mangkunegara VII melanjutkan roda pemerintahan dari penguasa sebelumnya.
Adapun langkah kebijakan Mangkunegara VII adalah memisahkan antara
keuangan keluarga dengan keuangan Praja, dan memisahkan keuangan Praja
dengan keuangan perusahaan-perusahaan Praja. Kebijakan ini dilakukan dengan
maksud untuk menghindari percampuran urusan masalah keuangan demi
kelancaran pembangunan didalam ataupun diluar Praja. Pembangunan-
pembangunan yang diadakan di Praja Mangkunegaran ditujukan untuk kemajuan
dan kesejahteraan rakyatnya. Langkah awal kebijakan Mangkunegara VII yaitu
10
ibid. halaman 88.
Page 25
7
menambah sarana perhubungan dengan menambah jumlah jalan. Jalan-jalan yang
melintasi sungai sekaligus dibuatkan jembatan sehingga pembangunan jalan juga
bertambah banyak. Terbukti periode tahun 1916-1931, sekitar 24% dari semua
pengeluaran Praja digunakan untuk pembangunan jalan-jalan. Pembuatan jalan
besar dikerjakan oleh Praja dan pembuatan jalan kecil-kecil, baik jalan atau
jembatan dibangun oleh desa-desa dengan subsidi dari Praja. Pada tahun 1931 di
Praja Mangkunegaran telah ada 530 km jalan yang bisa dilalui kendaraan
bermotor.11
Pembangunan jalan dan jembatan selain untuk kepentingan istana juga
ditujukan untuk menembus daerah-daerah yang terisolasi. Dari sejumlah daerah di
Mangkunegaran, daerah Wonogiri yang mendapatkan perhatian khusus dalam
pembangunan jalan dan jembatan. Hal itu disebabkan daerah-daerah ini masih
banyak yang terisolir dengan dunia luar. Pemerintah Praja juga mengadakan
pembangunan jalan-jalan yang menuju jalan kereta api NIS. Jalan ini diperlukan
untuk mempermudah pengangkutan barang dari pedalaman ke stasiun kereta api.
Usaha-usaha pembangunan jalan dan jembatan di Mangkunegaran telah
membawa hasil yang memuaskan.12
Kondisi keuangan Praja yang semakin
membaik, maka dilakukan pembaharuan atau pembangunan yang meliputi
pembangunan bidang infrastruktur (irigasi, jalan, jembatan, dan sarana-sarana
lainnya). Selain itu juga pembangunan dalam bidang pendidikan dan kebudayaan,
11
Th. M. Metz, 1939. Mangkunegaran: Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Surakarta:
Reksa Pustaka. halaman 68-69.
12
Daryadi, 2009, “Pembangunan Perkampungan di Kota Mangkunegaran Pada Masa
Pemerintahan Mangkunegara VII”, Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret
Surakarta. halaman 63.
Page 26
8
sosial, kesehatan, ekonomi, serta pembangunan pertanian dan pembangunan
kehutanan.
Dari pembangunan-pembangunan di bidang infrastruktur itulah Praja
Mangkunegaran menyerahkan segala pembangunan jalan, jembatan dan sarana
umum lainnya kepada Kabupaten Karti Praja (Dinas Pekerjaan Umum). Dinas ini
sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan Mangkunegara IV yang dulu disebut
Kawedanan Karti Praja dengan pimpinan seorang Wedana. Kawedanan ini
membawahi sebuah kemantren, yakni Kemantren Kartipura, yang mempunyai
tugas mengadakan perbaikan-perbaikan di dalam kota dan di luar kota. Kemantren
ini juga bertugas sebagai pemadam kebakaran dan untuk mempermudah
pengawasan dan pekerjaan terhadap keadaan kota, dibantu oleh beberapa pekerja,
antara lain: bramataka (petugas pemadam kebakaran), tukang batu (pegawai
bangunan), juru taman (pegawai taman), undagi (tukang kayu), pande besi
(pegawai pembuat besi), pengangsu (pegawai urusan air), jagapiyara (pegawai
urusan ternak), narajomba, serta pekerja tidak tetap seperti jagahastana (penjaga
makam raja) dan wiratana.13
Pada masa pemerintahan Mangkunegoro VII terjadi sedikit perubahan di
Dinas Pekerjaan Umum, yakni jabatan dari Kawedanan Karti Praja diubah
menjadi Kabupaten Karti Praja. Kabupaten ini dipimpin oleh seorang yang
berkebangsaan Belanda yang berpangkat direktur. Pada masa Mangkunegoro VII
tugas dari Dinas Pekerjaan Umum masih sama seperti pada masa pemerintahan
sebelumnya.14
Dinas ini mempunyai tugas melakukan pekerjaan-pekerjaan yang
berkaitan dengan sarana-sarana umum untuk kemajuan pembangunan di Praja
13
Rijksblad Mangkunegaran. Tahun 1917. No. 37
14
Rijksblad Mangkunegaran. Tahun 1923. No. 10.
Page 27
9
Mangkunegaran dan secara tidak langsung menjadi Praja yang semakin diakui
keberadaannya di masyarakat luas.
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas digunakan judul
“Kabupaten Karti Praja sebagai Pelaksana Pembangunan Pada Masa
Pemerintahan Mangkunegara VII ”, karena pada masa tersebut banyak dilakukan
kegiatan pembangunan-pembangunan penting yang hasilnya dapat dinikmati oleh
seluruh rakyat Praja Mangkunegaran.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka pokok
permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran umum Praja Mangkunegaran masa pemerintahan
Mangkunegara VII?
2. Apa saja kegiatan yang dilaksanakan Kabupaten Karti Praja dalam
pembangunan di Praja Mangkunegaran?
3. Bagaimana peranan Kabupaten Karti Praja bagi perkembangan Praja
Mangkunegaran?
C. Tujuan Penelitian
Dari perumusan permasalahan diharapakan kajian tentang pembangunan
sarana dan prasarana di Praja Mangkunegaran mampu memberikan jawaban atas
beberapa permasalahan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui gambaran umum Praja Mangkunegaran masa
pemerintahan Mangkunegara VII.
Page 28
10
2. Untuk mengetahui kegiatan yang dilaksanakan Kabupaten Karti Praja
dalam pembangunan di Praja Mangkunegaran.
3. Untuk mengetahui peranan Kabupaten Karti Praja bagi perkembangan
Praja Mangkunegaran.
C. Manfaat penelitian
Penulian ini mempunyai dua manfaat yang ingin dicapai, yaitu:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan baru yang bermanfaat
bagi perkembangan pembangunan secara historis maupun kebudayaan yang
dihasilkan Praja Mangkunegaran.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini juga diharapkan mampu menjawab masalah dan memberikan
manfaat yang berhubungan dengan masalah perkembangan dalam pembangunan
sarana dan prasarana yang dilakukan oleh Mangkunegara VII.
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini menggunakan beberapa literatur dan referensi yang relevan
dan menunjang tema yang dikaji. Literatur tersebut akan dijadikan bahan acuan
untuk mengkaji, menelusuri dan mengungkap pokok permasalahan. Literatur yang
digunakan antara lain:
Mengenang BRM. Soerya Soeparto merupakan buku yang ditulis oleh
Bernardial Hilmiyah M.D, (1985). Buku ini membahas mengenai kehidupan
Soerya Soeparto sampai menjadi Mangkunegoro VII. Buku ini juga menceritakan
Page 29
11
bahwa ketika naik tahta, Mangkunegara VII dihadapkan pada banyak kesulitan,
sebab dalam lingkungan masyarakatnya telah muncul kelompok baru yang
bercita-cita memperjuangkan nasib serta penghidupan rakyat. Oleh karena itu
tugas Mangkunegoro VII adalah membawa kemajuan duniawi dan kemajuan
spiritual rakyatnya. Namun demikian, buku ini sebagian besar sumber acuannya
berasal dari sumber sekunder. Buku ini memberikan relevansi terhadap skripsi ini
bahwa tulisan Bernardial Hilmiyah sangat berguna sekali untuk mendapatkan
beberapa informasi awal tentang modernisasi di Praja Mangkunegaran.
Buku berjudul Mangkunegaran: Analisis Sebuah Kerajaan Jawa yang
ditulis oleh Th. M. Metz, dan telah diterjemahkan oleh RTg. Muhammad Husodo
Pringgokusumo, (1987). Buku ini berisi mengenai Praja Mangkunegaran pada
masa pemerintahan Mangkunegoro VII. Buku ini membahas mengenai
perkembangan dan kemajuan yang pesat di Praja Mangkunegaran di bidang
ekonomi yang terdiri dari masalah agraria, irigasi, perusahaan-perusahaan dana
milik, pekerjaan umum, kehutanan, kredit rakyat, pasar, penyediaan pangan pada
masa paceklik, kebudayaan dan kesenian, dan keuangan Mangkunegaran. Buku
ini menyajikan sejumlah data tentang Mangkunegaran pada masa Mangkunegoro
VII. Data-data itu sangat berguna untuk merekonstruksikan modernisasi,
khususnya bagi pembangunan insfrastruktur yang dilakukan Kabupaten Karti
Praja di Praja Mangkunegaran.
Buku berjudul 250 Tahun Pura Mangkunegaran, karangan Krisnina
Maharani A. Tandjung, (2007). Buku ini memberikan penjelasan dan informasi
secara garis besar berdasarkan latar belakang berdirinya Pura Mangkunegaran
dengan melihat silsilah raja-raja Mataram. Buku ini menceritakan bahwa Mataram
Page 30
12
merupakan cikal bakal dari berdirinya Kerajaan Mangkunegaran. Adanya
perjanjian Salatiga tahun 1757 mengawali berdirinya Praja Mangkunegaran, juga
membahas mengenai masa pemerintahan dan hasil pembangunan, peninggalan
budaya dari raja pertama yakni Mangkunegara I sampai Mangkunegara IX. Buku
ini memberikan relevansi terhadap skripsi ini yaitu menyajikan dan menjelaskan
sejarah berdirinya Praja Mangkunagaran.
Kebijaksanaan Pembaharuan Pemerintah Praja Mangkunegaran (Akhir
Abad XIX – Pertengahan Abad XX), (1994) merupakan tesis dari Wasino. Karya
ilmiah ini membahas mengenai pembaharuan pemerintahan di Praja
Mangkunegaran di masa pemerintahan Mangkunegoro VI-VII. Karya ilmiah ini
membahas pembaharuan di bidang keuangan dan perekonomian serta
pembangunan-pembangunan yang dilakukan oleh Mangkunegoro VI-VII. Karya
ilmiah ini memang menarik karena banyak menampilkan peranan-peranan yang
dilakukan oleh Mangkunegoro VI dan Mangkunegoro VII bagi kemajuan yang
pesat di Praja Mangkunegaran. Karya ilmiah ini juga menggunakan sumber-
sumber primer yang berupa arsip dari Mangkunegaran, surat kabar, dan majalah.
Karya ilmiah ini membantu untuk mengetahui hal-hal apa yang telah dilakukan
oleh Mangkunegoro VII salah satunya terhadap perkembangan di Praja
Mangkunegaran. Buku yang berjudul Kapitalisme Bumi Putra: Perubahan
Masyarakat Mangkunegaran, (2008) pada halaman 263-264 Wasino menjelaskan
pembangunan dan pengembangan jalan di sekitar wilayah Praja Mangkunegaran
menjadi pusat perhatian penuh, hal ini dikarenakan semenjak kebangkrutan
ekonomi pada akhir abad XIX kondisi jalan di wilayah Mangkunegaran
mengalami banyak kerusakan. Kondisi jalan yang seperti inilah muncul keluhan-
Page 31
13
keluhan diantaranya dari Residen Surakarta Sollewijn Gelpke, dengan perintahnya
mengharuskan pabrik gula Mangkunegaran menyediakan dana pada awal musim
giling kepada kas Praja Mangkunegaran dengan tujuan untuk pemeliharaan jalan-
jalan tersebut. Pada pemerintahan Mangkunegara VII (1916-1944), pembangunan
dan perawatan jalan menjadi meningkat dan berkembang.
Skripsi karya Daryadi, (2009) yang berjudul “Pembangunan
Perkampungan di Kota Mangkunegaran Pada Masa Pemerintahan Mangkunegara
VII”. Karya ilmiah ini menjelaskan pembangunan-pembangunan yang dilakukan
Mangkunegara VII, yang meliputi pembangunan perkampungan baru dengan
tujuan mengurangi lingkungan dan rumah-rumah kumuh serta tidak teraturnya
pola perkampungan di kota Mangkunegaran. Karya ilmiah ini juga menjelaskan
proses pembangunan sarana dan prasarana baru dengan tujuan kemajuan dan
kesejahteraan masyarakat Praja Mangkunegaran.
“Kebijakan Mangkunegara VII Dalam Pembangunan Perkotaan Di Praja
Mangkunegaran Tahun 1916-1944”, skripsi (2006) karya Nina Astiningrum.
Skripsi ini menjelaskan bahwa pembaharuan dalam segala bidang khususnya
pembangunan sarana perkotaan bagi Mangkunegara VII menjadi kebutuhan
penting sebab perkembangan dunia menuntut masyarakat untuk mengikuti
perkembangan zaman. Karya ilmiah ini membahas Mangkunegara VII dengan
konsep Tri Dharma menjadi dasar dalam pembangunan perkembangan kota.
Karya ilmiah ini memfokuskan dan membantu memberikan informasi pada
pelaksanakan kebijakan-kebijakan yang dilakukan Mangkunegara VII dalam
pembangunan sarana umum dan sarana perkotaan.
Page 32
14
E. Metode penelitian
Suatu penelitian ilmiah perlu didukung dengan metode, karena peranan
sebuah metode dalam suatu penelitian ilmiah sangat penting, karena berhasil atau
tidaknya tujuan yang dicapai tergantung dari metode yang digunakan. Sesuai
dengan permasalahan yang dibahas, maka metode yang digunakan adalah metode
historis.
Memahami peristiwa-peristiwa pada masa lampau sebagai fakta sejarah
yang masih memerlukan tahapan proses. Penelitian sejarah dalam studi ini
menggunakan pandangan yang didasarkan pada metode historis. Metode historis
merupakan metode kegiatan mungumpulkan, menguji, dan menganalisis secara
kritis rekaman dan peninggalan masa lampau, kemudian diadakan rekonstruksi
dari data yang diperoleh sehingga menghasilkan historiografi (penulisan sejarah).
Metode sejarah mempunyai empat tahapan proses penelitian, yang pertama
adalah Heuristik yang menjadi langkah awal dalam penelitiaan sejarah. Langkah
heuristik yang diambil adalah mencari dan menemukan sumber-sumber atau data-
data. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen seperti arsip-arsip
seperti anggaran pembangunan wc umum dan pancuran umum kode L. 436,
berkas Anggaran pembiayaan bangunan-bangunan urusan Pekerjaan Umum kode
K.121, K.326, K.130. Anggaran pembangunan saluran pembuangan air kode H.
204, Rijksblad Tahun 1939. No. 23, Peta Kota Mangkunegaran, dan Berkas
Anggaran untuk pembangunan (jalan, jembatan, rumah dan lain-lain) kode K.77,
H.155 yang semuanya tersimpan di perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran.
Perpustakaan ini terdapat banyak sumber-sumber primer yang membantu dan
mempermudah dalam penelitian ini.
Page 33
15
Tahap kedua adalah Kritik sumber, dalam langkah ini bertujuan untuk
mencari keaslian sumber yang diperoleh melalui kritik intern dan ekstern.15
Kritik
intern bertujuan untuk mencari keaslian isi sumber atau data. Dari melihat dan
membaca arsip-arsip dapat disimpulkan bahwa semua kalimat didalamnya sudah
membuktikan validitas atau keaslian sumber. Kritik ekstern bertujuan untuk
mencari keabsahan arsip dan keaslian sumber. Hal ini meliputi materiil yang
digunakan seperti dokumen asli dengan bahasa kuno atau Belanda, kondisi data
dengan jenis kertas yang sudah rusak dan sangat tua, tinta yang luntur, semuanya
dipilah dan dipilih untuk dijadikan sumber karena tidak semua arsip dapat dijadikan
data. Penelitian ini mencari data-data yang berhubungan dengan Kabupaten Karti
Praja dalam pembangunan sarana dan prasarana di sekitar Praja Mangkunegaran.
Tahap ketiga adalah Interpretasi, yaitu penafsiran terhadap data-data yang
dimunculkan dari data yang sudah terseleksi. Tujuan dari interpretasi adalah
menyatukan sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber atau data sejarah dan
bersama teori disusunlah fakta tersebut ke dalam interpretasi yang menyeluruh.16
Tahap keempat adalah Historiografi, merupakan penulisan sejarah dengan
mengkaitkan fakta-fakta yang telah dicari dan ditemukan dalam arsip-arsip yang
semuanya disusun menjadi kisah sejarah menurut teknik penulisan sejarah.
1. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data atau sumber berupa
studi dokumen dan studi pustaka.
15
Dudung Abdurrahman. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta : Logos Wacana
Ilmu, halaman 58.
16
ibid, halaman 64.
Page 34
16
a. Studi Dokumen
Studi tentang dokumen bertujuan untuk menguji dan memberi
gambaran tentang teori sehingga memberi fakta dalam mendapat
pengertian historis tentang fenomena yang unik.17
Dokumen yang
berhasil penulis kumpulkan untuk penelitian ini antara lain: Arsip-arsip
dari Kabupaten Karti Praja: Anggaran pembangunan wc umum dan
pancuran umum kode L. 436, Berkas Anggaran pembiayaan bangunan-
bangunan urusan Pekerjaan Umum kode K.121, K.326, K.30.
Anggaran pembangunan saluran pembuangan air kode H. 204,
Rijksblad Tahun 1939. No. 23, Peta Kota Mangkunegaran, Berkas
Anggaran untuk pembangunan (jalan, jembatan, rumah dan lain-lain)
kode K.77, H.155 dan sebagainya.
b. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan sebagai bahan pelengkap dalam sebuah
penelitian. Tujuan dari studi pustaka adalah untuk menambah
pemahaman teori dan konsep yang diperlukan dalam penelitian.
Sumber pustaka yang digunakan antara lain: buku, majalah, surat
kabar, artikel dan sumber lain yang memberikan informasi tentang
tema yang diteliti. Studi pustaka dalam penelitian ini dilakukan di
perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran, Perpustakaan
Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni
Rupa, Perpustakaan Fakutas Ilmu Budaya UGM, Perpustakaan Pasca
Sarjana UGM, dan Perpustakaan Sono Pustoko Kasunanan.
17
Sartono Kartodirdjo. 1983. Metode Penggunaan Bahan Dokumen dalam
“Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia. halaman 47.
Page 35
17
2. Teknik Analisa Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi analisis.
Deskripsi analisis artinya menggambarkan suatu fenomena beserta ciri-
cirinya yang terdapat dalam fenomena tersebut berdasarkan fakta-fakta
yang tersedia. Setelah itu dari sumber bahan dokumen dan studi
kepustakaan, tahap selanjutnya adalah diadakan analitis, diinterpretasikan,
dan ditafsirkan isinya. Data-data yang telah diseleksi dan diuji
kebenarannya itu adalah fakta-fakta yang akan diuraikan dan dihubungkan
sehingga menjadi kesatuan yang harmonis, berupa kisah sejarah yang
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.18
G. Sistematika Skripsi
Untuk memberikan gambaran terperinci, skripsi ini disusun bab demi bab.
Penyusunan ini dilandasi keinginan agar skripsi ini dapat menyajikan gambaran
yang menunjukkan suatu kontinuitas perkembangan kejadian yang beruntun
Bab I, dalam bab pendahuluan ini berisi tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian, dan sistematika skripsi.
Bab II, dalam bab ini menguraikan gambaran umum Praja Mangkunegaran
yang mencakup sejarah, kondisi geografis yang meliputi wilayah, penduduk, dan
lingkungan fisik dari Praja Mangkunegaran.
Bab III, dalam bab ini membahas mengenai Kabupaten Karti Praja masa
Mangkunegara VII yang mencakup riwayat hidup Mangkunegara VII, dan
18
Nugroho Notosusanto. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta: Yayasan
Indayu. halaman 36.
Page 36
18
perkembangan struktur organisasi Kabupaten Karti Praja meliputi stuktur jabatan
dalam pemerintahan Praja (mencakup birokrasi berdasarkan pangkat dan birokrasi
berdasarkan lembaga), struktur organisasi Kabupaten Kartipraja (pendirian,
peralihan organisasi, dan struktur pegawai Kabupaten Sindupraja).
Bab IV, dalam bab ini membahas mengenai peranan Kabupaten Karti
Praja bagi perkembangan Praja Mangkunegaran yang mencakup pembangunan
bidang infrastruktur, sosial, kesehatan, ekonomi yang berupa pembangunan jalan,
jembatan, sarana irigasi, taman kota, gedung-gedung, rumah sakit/poliklinik,
pasar, pancuran dan wc/kakus umum.
Bab V, dalam bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan.
Page 37
BAB II
GAMBARAN UMUM PRAJA MANGKUNEGARAN
A. Sejarah Mangkunegaran
Kekacauan politik yang melanda kerajaan Mataram pada pertengahan abad
18 menimbulkan banyak pemberontakan dan peperangan yang terjadi di pusat-
pusat pemerintahan ataupun di daerah-daerah. Persaingan politik antar kerabat
kerajaan dan adanya dominasi kekuatan asing (VOC) menjadi penyebab
keruntuhan Mataram dan munculnya kerajaan-kerajaan baru yang saling
memperebutkan hak waris Mataram.1
Perlawanan R.M Said merupakan perlawanan terbesar dan penyebab
lahirnya kerajaan Mangkunegaran. Perlawanannya ini merupakan wujud dari rasa
kecewa dalam dirinya karena merasa diberlakukan tidak adil sebagai putra tertua
dari seorang Pangeran yang seharusnya dapat menggantikan kedudukan ayahnya.
Perlawananya tidak dapat diatasi oleh Kasunanan, Kasultanan, maupun pihak
kompeni. Pada tanggal 17 Maret 1757 membuahkan perjanjian yang dikenal
dengan perjanjian Salatiga. Perjanjian ini mengatur pembentukan wilayah otonom
baru yang bernama Mangkunegaran. Adapun isi perjanjian tersebut adalah:
1. R.M Said diangkat menjadi Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Haryo
Mangkunegaran yang kedudukannya dibawah Sunan Paku Buwono III
di Surakarta.
1 G. Moedjanto, 1987. Konsep Kekuasaan Jawa, Penerapannya Oleh Raja-raja Mataram.
Yogyakarta: Kanisius, halaman 28.
19
Page 38
20
2. Kangjeng Pangeran Adipati Haryo Mangkunegaran berkedudukan
setingkat dibawah Putra Mahkota dan berhak mengadakan upacara
maupun pengenaan atribut kebesaran yang lebih mewah dibanding
prajurit lainnya.
3. Kangjeng Gusti Pangeran Haryo Mangkunegara berhak atas wilayah
sebesar 4000 karya yang meliputi Nglaroh, Keduwang, Matesih, dan
Gunung Kidul.
4. Kangjeng Gusti Pangeran Haryo Mangkunegara berkedudukan di
Surakarta.2
R.M Said diangkat menjadi Pangeran Miji (terpilih) dengan gelar
Pangeran Adipati Mangkunegara dengan hak-hak istimewa yang kedudukannya
dekat dengan raja dan sedikit lebih rendah dari putra mahkota. Mangkunegaran
merupakan wilayah otonom yang pengakuannya berada dibawah kekuasaan
Kasunanan. Kasunanan tidak dapat mencampuri urusan dalam Praja
Mangkunegaran dan Kasunanan hanya berwenang ketika Mangkunegaran
mempunyai hubungan atau kepentingan di wilayah Kasunanan dan Kasunananlah
yang berhak menentukan keputusan dalam hubungannya dengan Mangkunegaran.
Hubungan Mangkunegaran terhadap Sunan sebagai Pangeran Miji
sementara hubungan Mangkunegaran dengan kompeni sebagai Pangeran
Amardika yang berarti terlepas dari urusan campur tangan Belanda. Untuk
memperkokoh kedudukan R.M Said, Susuhunan menyerahkan kompleks
bangunan milik bekas patih dan memberikan wilayah kekuasaan yang sebagian
besar merupakan daerah rampasan R.M Said pada masa perjuangannya.
2 Krisnina Maharani A. Tandjung. 2007. 250 tahun Pura Mangkunegaran. Jakarta:
Yayasan Warna warni Indonesia. halaman 21.
Page 39
21
Praja Mangkunegaran merupakan salah satu bagian dari empat swapraja
yang ada di Jawa Tengah. Wilayah Mangkunegaran terletak dibagian timur dan
utara Surakarta, juga sebagian terletak di wilayah Kasunanan dan Kasultanan.
Wilayah Mangkunegaran disebut sebagai desa Babok. Desa Babok merupakan
tanah-tanah atau wilayah permulaan dari Praja Mangkunegaran. 3
Luas wilayah
Mangkunegaran ketika berdiri sebesar 4000 cacah yang terdiri dari 2000 cacah di
Keduwang dan 2000 cacah lainya terletak di Nglaroh (Wonogiri), Matesih, dan
Gunung Kidul.4 Wilayah Praja Mangkunegaran terus mengalami perubahan dan
perkembangan sejak berdirinya kerajaan itu. Dengan berdirinya Mangkunegaran
dan diberikannya tanah Kasunanan kepada Pangeran Mangkunegara, maka dapat
dikatakan bahwa politik memecah belah yang dilakukan oleh Belanda cukup
mempersempit kekuasaan kerajaan. Politik ini mempersulit perorganisasian
kekuatan kerajaan-kerajaan di Swapraja, politik ini menguntungkan Belanda
karena kekuatan kerajaan di Swapraja dapat dikendaliakan.
3 Sutrisno Adiwardoyo, 1974. ”Pertumbuhan Kadipaten Mangkunegaran Sampai
Masuknya Ke Provinsi Jawa Tengah”. Skripsi IKIP Surakarta. halaman 28.
4 G.P. Rouffaer Vorstenlanden. Terjemahan: R.Tg. Muhammad Pringgokusumo. 1979.
Swapraja. Surakarta: Reksa Pustaka. halaman 6
Page 40
22
Tabel I.
Desa Babok Mangkunegaran dalam Perjanjian Salatiga 1757
Nama Daerah Jumlah (Jung)
Keduwang
Laroh
Matesih
Wiraka
Haribaya
Hanggabayan
Sembuyan
Gunung Kidul
Pajang (sebelah selatan jalan besar Surakarta-Kartosura)
Pajang (sebelah utara jalan besar Surakarta-Kartosura)
Mataram (pertengahan Yogyakarta)
Kedu
141
115,5
218
60,5
82,5
25
133
71,5
58,5
64,5
1
8,5
Jumlah 975,5
Sumber: Pringgodigdo, op.cit. hal 10 dan Rouffaer, op.cit. halaman 6.
Menurut Wasino, wilayah dan batas-batas Praja Mangkunegaran yang
didasarkan perjanjian Salatiga (tabel I) di atas itu memang kurang jelas. Hal ini
dikarenakan, surat perjanjiannya sendiri hilang dan tidak dapat ditemukan. Jadi,
data-data mengenai wilayah Mangkunegaran yang dikemukakan oleh Rouffaer
dan Pringgadigdo di atas hanyalah perkiraan saja.5
Hubungan kerjasama dengan kekuatan asing memberikan keuntungan
lebih bagi Mangkunegaran. Daerah Mangkunegaran diperluas dan Pangeran
Mangkunegara memperoleh kebebasan lebih. Bertambahnya wilayah
5 Wasino, 1994. “Kebijaksanaan Pembaharuan Pemerintahan Praja Mangkunegaran
(Akhir Abad XIX-Pertengahan Abad XX)”. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. halaman
51.
Page 41
23
Mangkunegaran pada tahun 1813 atas usaha dan dukungannya terhadap
kekuasaan asing dalam perang melawan Kasultanan di bawah Hamengkubuwono
II dan Perang Diponegoro memberikan wilayah tambahan sebesar 1000 cacah dan
untuk mengatasi persekutuan antara Sunan dan Sultan melawan kekuasaan asing
(Inggris)6 didirikanlah kerajaan Pakualaman pada 7 Maret 1813 dengan
mengambil tanah dari Kasultanan dengan menunjuk Yogyakarta sebagai tempat
istananya sebagaimana kerajaan Mangkunegaran di Surakarta.7 Tahun 1830
mendapat tambahan 500 cacah, itu juga mengambil wilayah Yogyakarta, karena
Mangkunegara II pada waktu perang Diponegoro telah menduduki daerah
Sukowati yang masuk daerah Kasultanan.8 Wilayah Mangkunegaran seluruhnya
5500 cacah dalam hal ini mendekati luas wilayah Kasunanan dan Kasultanan dan
terlaksananya rencana pemerintah kolonial dalam mencegah terjadinya konflik
besar di Jawa yang hampir seluruhnya disebabkan oleh keterlibatan para
bangsawan Jawa.9 Pada tahun 1830 itu pula ditetapkannya batas-batas dari
keempat kerajaan itu. Wilayah Mangkunegaran pada tahun 1900 mengalami
perubahan yaitu penukaran tanah Mangkunegaran dengan tanah Kasunanan,
dengan tujuan untuk menghindari adanya enclave.10
6 Kekuasaan Inggris dari tahun 1811 – 1816.
7 Th. M. Metz, 1939. Mangkunegaran: Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Surakarta: Reksa
Pustaka. halaman 1.
8 G.P. Rouffaer, Op.cit. halaman 9.
9 Vincent J. Houben. Keraton dan Kompeni, Surakarta dan Yogyakarta 1830 – 1870.
Terjemahan: E. Setyowati Alkhatab. 2002. Yogyakarta: Bentang Budaya. halaman 184 .
10
Enclave adalah tanah yang terkurung oleh wilayah lain. Lihat juga Th. M. Metz, Op.cit.
halaman 2.
Page 42
24
Berakhirnya perang Diponegoro memberikan masa damai yang panjang
dan meluasnya pengaruh kapitalisasi pertanian di wilayah kerajaan yang memberi
pengaruh yang mendalam dalam kelanjutan politik Mangkunegaran. Kekuatan
modal swasta dan sistem sewa di tanah kerajaan sangat mempengaruhi kehidupan
kaum bangsawan di wilayah kerajaan.
Para penguasa Mangkunegaran berhasil mendirikan kerajaan yang kuat
karena kemampuannya dengan dibuktikan adanya penerus-penerus kekuasaan
yang mampu melanjutkan eksistensi pemerintahan kerajaan Mangkunegaran.
Adapun raja-raja yang ikut andil dalam pembentukan pemerintahan
Mangkunegaran:
1. Masa Strukturisasi Praja Mangkunegaran
Strukturisasi berasal dari kata dasar struktur. Istilah struktur berasal dari
bahasa Latin struere yang berarti mendirikan atau membangun. Oleh karena itu,
masa strukturisasi Praja Mangkunegaran merupakan proses pembentukan Praja
Mangkunegaran dari urusan berdirinya Praja, pembangunan sampai penataan
struktur-struktur intern di kerajaan. Adapun penguasa yang kedudukannya sangat
penting pada masa ini adalah Mangkunegara I sebagai penguasa pertama
sekaligus pendiri dari Praja Mangkunegaran sebagai hasil dari perjuangannya
selama 16 tahun. Mangkunegara I sebelum dinobatkan bernama Raden Mas Said.
Ia merupakan cucu dari Sunan Amangkurat IV dari Mataram. Acte Van Verband
merupakan dasar pengangkatan raja yang didalamnya berisi hak-hak yang
diberikan oleh Sunan Pakubuwono III kepada Mangkunegara I. Sebelum
Mangkunegara I wafat, dirinya meninggalkan pesan bahwa calon penggantinya
harus berasal dari keturunannya.
Page 43
25
Mangkunegara II (1796-1835), menjadi penguasa dengan gelar Kangjeng
Gusti Pangeran Adipati Haryo Mangkunegara II menggantikan Mangkunegara I.
Pada masa pemerintahannya, disamping mengelola di bidang ketataprajaan, beliau
menjalin hubungan erat dengan kekuasaan asing yang dibuktikan adanya
kerjasama Mangkunegara II dalam memadamkan pemberontakan-pemberontakan
di daerah ataupun diluar daerah. Hasilnya wilayah kerajaan Mangkunegaran
diperluas lagi yang semula luasnya 4000 cacah menjadi 5500 cacah.11
Mangkunegara III ( 1835-1853) adalah seorang putera dari seorang puteri
Mangkunegara II, dengan gelar jabatan Pangeran Adipati Ario Prangwedana dan
tahun 1842 memperoleh gelar Mangkunegara. Acte Van Verband pada
penobatannya tidak disebutkan lagi adanya upacara tertentu hanya memuat bahwa
penobatannya diberikan atas kebaikan dari pemerintah Hindia Belanda dan hanya
sepengetahuan Sunan. Mangkunegara III diangkat dan dinobatkan sebagai
pengganti Mangkunegara II dan mendapatkan hak untuk menguasai wilayah
seluas 5500 cacah dan siap melayani pemerintah Hindia Belanda.12
Pemerintahan
masa Mangkunegara III tepusat pada penertiban organisasi ketataprajaan dan
peningkatan kegiatan bekerja di kalangan masyarakat.
2. Masa Modernisasi Praja Mangkunegaran
Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang
bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju
kepada suatu masyarakat yang modern. Jadi masa modernisasi Praja
Mangkunegaran merupakan suatu proses perubahan sosial dimana seluruh
11
G.P. Rouffaer, Op.cit. halaman 28.
12
Th. M. Metz, Op.cit. halaman 5.
Page 44
26
masyarakat Praja yang sedang memperbaharui identitasnya dengan berusaha
mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki oleh masyarakat modern
dengan tujuan mewujudkan masyarakat Praja yang maju atau modern sesuai
dengan situasi dan kondisi.
Modernisasi sebenarnya identik dengan menghasilkan sesuatu yang lebih
baik dari kondisi sebelumnya. Hal ini dibuktikan oleh penguasa selanjutnya, yakni
Mangkunegara IV (1853-1881), putera dari Mangkunegara II yang lebih muda.
Mangkunegara IV membuat terobosan yang mengindikasikan adanya kemajuan
Praja. Usaha yang dilakukannya adalah pendirian pabrik Gula Tasikmadu dan
Colomadu serta usaha pengadaan usaha mendirikan perkebunan-perkebunan di
Praja Mangkunegaran. Mangkunegara IV melakukan terobosan modern dengan
tujuan ingin memperkuat ekonomi Praja dan mengharapkan suatu acuan baru
untuk perusahaan yang didirikannya.13
Kebijakannya ini sebagai tindak lanjut atas
kebijakan dari pemerintah dan sebagai pandangan ekonomis sekaligus cikal bakal
kerajaan bisnis Pura Mangkunegaran, hal ini sehubungan dengan adanya
kebijakan politik dari pemerintah Kolonial tentang Cultuurstelsel dan penanaman
perkebunan tebu yang ada di Jawa. Kesempatan peluang bisnis inipun tidak disia-
siakan Mangkunegara IV.
Kegemilangan Praja Mangkunegaran dalam pertumbuhan ekonomi
tersendat oleh kematian Mangkunegara IV. Mangkunegara V (1881-1896),
sebagai pengganti penguasa wilayah Praja merupakan putra dari Mangkunegara
IV. Mangkunegara V merupakan pemimpin yang kurang cakap sehingga nyaris
membawa Praja Mangkunegaran jatuh dalam kebangkrutan dan menyebabkan
13
G. P. Rouffaer, Op. Cit, halaman 29.
Page 45
27
intervensi keuangan oleh kolonial. Hal itu membuat kondisi keuangan Praja
sangat menderita dan adanya krisis ekonomi (1875-1890) yang diikuti dengan
penurunan harga-harga hasil perkebunan menambah semakin terpuruknya Praja
Mangkunegaran pada saat itu.14
Usaha untuk mengatasi kondisi tersebut
Mangkunegara V terpaksa menggadaikan tanah tambak Terbaya dan persil
Pindrikan, di Semarang.15
Hasil penggadaian tanah-tanah itu pun juga belum
dapat merubah keadaan para pegawai ataupun keluarga Mangkunegaran. Usaha
lain adalah dilakukannya pengurangan jumlah pegawai, dengan harapan untuk
meringankan beban penggajian para pegawai lainnya.
Ketika awal tahun 1888 Gubernur Jenderal Mr. Cornelius Peinekar
Herdeik berkunjung ke Mangkunegaran, beliau mengetahui benar kerusakan Praja
Mangkunegaran dan selanjutnya memerintahkan Asisten Residen di Surakarta
yang bernama Lange beserta Sekretaris bernama Rosenayer dengan surat
keputusan tanggal 4 Maret 1888 untuk membenahi perekonomian Praja
Mangkunegaran. Selain itu, pemerintah Belanda memberikan pinjaman uang
sebesar dua juta rupiah yang digunakan untuk gaji para keluarga
Mangkunegaran.16
Mangkunegara VI (1896-1916) sebagai penguasa pengganti merupakan
saudara dari Mangkunegara V. Pada masa pemerintahannya, Praja
Mangkunegaran sudah berdiri lepas dari Kraton dan Susuhunan Surakarta dan
hilang pula kewajiban Pangeran untuk mengabdi kepada keraton yang dimuat di
14
Ibid. halaman 6.
15
Suwaji Bustomi, 1997. Karya-Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I – VIII. IKIP
Semarang. halaman. 72
16
Ibid. halaman 72-73.
Page 46
28
dalam Acte van Verband. Usaha Mangkunegara VI di dalam perbaikan ekonomi
Praja Mangkunegaran mengalami keberhasilan. Beliau dengan sifat hemat dan
hidup sederhananya mampu mebereskan keuangan Praja dan mampu
mengembalikan pinjaman kepada pemerintah Belanda. Keuangan Praja
mengalami kemajuan sehingga penghasilan bisa dinaikkan. Mangkunegara VI
lebih memilih segala macam kelebihan uang dikembalikan ke Kas Praja dan pada
tahun 1916 raja turun tahta atas kemauannya sendiri.17
Raden Mas Soeparto putera ketiga Raja Mangkunegara V, melanjutkan
masa pemerintahan yang ditinggalkan. Raden Mas Soeparto lahir tahun 1885 naik
tahta sebagai Pangeran Adipati Ario Prabu Prangwedana dan tahun 1924
dinobatkan dengan gelar Pangeran Adipati Ario Mangkunegara VII. Pada saat
acara penobatan Mangkunegara VII, Residen Nieuwenhuys selaku wakil
pemerintahan pada waktu itu, menekankan dengan penobatan itu ingin
membuktikan betapa baiknya pemerintahan Mangkunegara VII. Seorang Adipati
yang harus menjadi teladan baik bagi rakyatnya.18
Mangkunegara VII
memusatkan perhatian pada kehidupan dan kesejahteraan rakyat kecil. Adanya
perubahan tradisi membuktikan modernitas kepemimpinan Praja Mangkunegaran
yang berlanjut dan memasuki masa keemasan oleh kepemimpinan Mangkunegara
VII dengan masa pemerintahannya yang spektakuler.
17
Th. M. Metz, Op.cit. halaman 7.
18
Ibid. hal 8. lihat juga Suwaji Bustomi, Op.cit. halaman 93.
Page 47
29
B. Kondisi Geografis Praja Mangkunegaran
1. Wilayah Praja Mangkunegaran Pada Masa Mangkunegara VII
Wilayah Mangkunegaran terletak di tanah Swapraja, yang dahulu
merupakan bagian dari kerajaan Mataram bersama-sama dengan Kasunanan
Surakarta, Kasultanan dan Pakualaman Yogyakarta.19
Mangkunegaran merupakan
sebuah kerajaan kecil yang terletak di Karesidenan Surakarta.Praja
Mangkunegaran menempati wilayah bagian utara dan timur Karesidenan
Surakarta. Secara keseluruhan luas wilayah Mangkunegaran adalah kurang lebih
2.815,14 km². Perbandingan luas wilayah dari keempat Swapraja di Jawa Tengah
itu dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel II.
Perbandingan Luas Wilayah Swapraja
No Nama Swapraja Luas Wilayah
1
2
3
4
Kasunanan Surakarta
Kasultanan Yogyakarta
Pura Mangkunegaran
Pura Paku Alaman
3.237.50 Km²
3.049.81 Km²
2.815.14 Km²
122.50 Km²
Sumber: T.H. M. Metz, 1939. “Mangkoe-nagaran: Analyse van een Javaanasch
Vorstendom”.Terjemahan: R. Tg. Muhammad Husodo Pringgokusumo, 1987. “Mangkunegaran:
Analisis Sebuah Kerajaan Di Jawa”. Mangkunegaran: Reksa Pustaka, halaman 15.
Berdasarkan tabel II di atas, ibukota Mangkunegaran tidak terlalu luas jika
dibandingkan dengan Kasunanan Surakarta. Ibukota Mangkunegaran hanya
19
Darsiti Soeratman,1989. Kehidupan Dunia Kraton Surakarta 1830 – 1939. Yogyakarta:
Taman Siswa. halaman. 1.
Page 48
30
seperlima dari Karesidenan Surakarta, sedangkan empat perlimanya merupakan
ibukota Kasunanan Surakarta.20
Di Karesidenan Yogyakarta, sebagian besar
wilayahnya milik Kasultanan Yogyakarta hanya sebuah wilayah kecil yang
terletak disebelah barat daya dan sebuah enclave disekitar istananya merupakan
wilayah Paku Alaman.21
Jika dibandingkan dengan wilayah Paku Alaman,
wilayah Mangkunegaran lebih luas. Apabila dilihat dari kesuburan tanahnya, Praja
Mangkunegaran memiliki tingkat kesuburan tanah yang buruk.
Wilayah Mangkunegaran meliputi lereng barat dan selatan Gunung Lawu,
dan meluas sampai daerah hulu Sungai Bengawan Solo menuju Gunung Kidul.
Bagian selatan dari wilayah Mangkunegaran ini membentang pada bagian timur
Gunung Lawu yang tandus hingga Samudra Hindia.22
Di sebelah barat laut
wilayah Praja Mangkunegaran membentang dari dataran rendah Bengawan Solo
sampai pada ujung kaki gunung Merapi dan Merbabu yang keduanya memiliki
tanah yang sangat subur.
Istana atau Pura Mangkunegaran dikelilingi oleh bangunan tembok seluas
± 10.000 m², terletak di sebelah barat laut Keraton Surakarta. Di dalamnya
terdapat halaman untuk tempat latihan Legiun (pamedan) dan sebuah kompleks
yang terdiri dari bangunan yang menarik dan terpelihara dengan baik berupa
kantor, pendopo untuk pertemuan umum, dan tempat kediaman Pangeran beserta
20
Darsiti Soeratman, Op.cit., halaman 2.
21
G.D Larson, 1990. Masa Menjelang Revolusi, Kraton dan Kehidupan Politik di
Surakarta 1912-1942. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. halaman 1.
22
Wasino,1996. “Politik Etis dan Modernisasi Pendidikan di Mangkunegaran (1900-
1945)”. Laporan Penelitian Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Semarang. halaman 30.
Page 49
31
keluarganya. Di luar kompleks adalah perkampungan dan rumah-rumah pegawai
termasuk anggota Legiun.23
Letak antara keraton Surakarta, Istana Mangkunegaran, rumah Residen,
dan kepatihan tidak berjauhan. Benteng Vastenburg dibangun berdekatan dengan
keraton dan rumah Residen. Jarak antara Keraton dan Istana Mangkunegaran tidak
berjauhan keduanya hanya dibatasi dengan jalan raya Slamet Riyadi (sekarang)
dan jalan kereta api pada waktu itu. Praja Mangkunegaran terletak di sebelah utara
jalan kereta api dan Kasunanan Surakarta terletak di sebelah selatannya.24
Perkembangan suatu wilayah biasanya mencakup unsur-unsur seperti keluasan,
kepadatan, heterogenitas, sosial, pasar, fungsi administratif, sumber kehidupan,
dan unsur budaya yang membedakan kelompok sosial yang lain. Karakteristik
wilayah dapat dilihat dari komunikasi yang cepat, transportasi yang efisien,
persedian fasilitas sanitasi yang memadai, juga tingkat pendidikan dan aktivitas
ekonomi yang berjalan baik dan lancar.
Wilayah administrasi merupakan wilayah yang menjadi pusat kegiatan
dalam mengatur pemerintahan. Pembagian wilayah administrasi Praja
Mangkunegaran mengalami beberapa perubahan, hal ini dilakukan untuk
mempermudah dalam pengelolaan wilayah tersebut untuk kemajuan dan
kemakmuran Praja Mangkunegaran. Pada masa pemerintahan Mangkunegoro III
perubahan terjadi untuk pertama kalinya, pada tahun 1847 Praja Mangkunegaran
dibagi atas tiga daerah Onderregentschap, yaitu: Wonogiri (meliputi Laroh,
Hanggabayan, dan Keduwang), Karanganyar (meliputi Sukawati, Matesih, dan
23
Dwi Ratna Nurhajarini, dkk. 1999. Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta. Jakarta:
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia. halaman 10.
24
Darsiti Soeratman, Op.cit. halaman 3.
Page 50
32
Haribaya), dan Malangjiwan.25
Di tahun 1875, perubahan kembali dilakukan
untuk yang kedua kalinya, yaitu dengan penghapusan Onderregentschap
Malangjiwan dan kemudian dibentuk Onderregentschap Baturetno yang
wilayahnya meliputi tanah Wiraka dan Sembuyan. Dengan demikian pada masa
pemerintahan Mangkunegoro IV, Praja Mangkunegaran dibagi menjadi tiga
wilayah admistrasi yaitu: Wonogiri, Karanganyar, dan Baturetno.26
Perubahan pembagian wilayah dilakukan lagi pada tahun 1891 masa
pemerintahan Mangkunegoro V. Onderregentschap Baturetno dihapuskan dan
wilayahnya digabungkan dengan Onderregentschap Wonogiri.27
Pada tahun 1903
di bawah pemerintahan Mangkunegoro VI terjadi perubahan wilayah yang
keempat kalinya, yaitu dibentuk Onderregentschap Kota Mangkunegaran. Dengan
demikian daerah Praja Mangkunegaran terbagi menjadi tiga wilayah administrasi
yaitu: Kota Mangkunegaran, Wonogiri, Karanganyar, dan ditambah Enclave
Ngawen.28
Pada masa awal pemerintahan Mangkunegoro VII wilayah administrasi
Praja Mangkunegaran tetap menjadi tiga wilayah, tetapi di tahun 1929 terjadi
perubahan wilayah administrasi lagi yang dilakukan dalam rangka penghematan.
Hal itu dilakukan oleh Mangkunegoro VII dikarenakan pada saat itu dampak-
dampak krisis ekonomi yang terjadi di seluruh penjuru dunia sudah mulai
25
Sutrisno Adiwardoyo, op.cit. halaman 30
26
Daryadi, 2009, “Pembangunan Perkampungan di Kota Mangkunegaran Pada Masa
Pemerintahan Mangkunegara VII”, Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret
Surakarta. halaman 25.
27
Wasino, 1994. “Kebijaksanaan Pembaharuan Pemerintahan Praja Mangkunegaran
(Akhir Abad XIX-Pertengahan Abad XX)”. Tesis Universitas Gajah Mada Yogyakarta. halaman
54 28
Daerah Onderregentschap disebut daerah Kabupaten. Rijksblad Mangkunegaran Tahun
1917 No. 331.
Page 51
33
dirasakan oleh Praja Mangkunegaran. Oleh karena itu Mangkunegoro VII
menghapus Kabupaten Kota Mangkunegaran, dan wilayahnya dimasukkan ke
wilayah Kabupaten Karanganyar. Perubahan itu tidak berlangsung lama, setahun
kemudian diadakan perubahan lagi yaitu penghidupan lagi Kabupaten Kota
Mangkunegaran. Bekas daerah Kabupaten Karanganyar menjadi daerah
Kabupaten Kota Mangkunegaran.29
Pada tahun 1930 wilayah administrasi Praja Mangkunegaran menjadi dua
wilayah yaitu: Kabupaten Kota Mangkunegaran (meliputi Kawedanan Kota
Mangkunegaran, Kawedanan Karanganyar, Kawedanan Karang Pandan,
Kawedanan Jumapolo) dan Kabupaten Wonogiri (meliputi Kawedanan Wonogiri,
Kawedanan Jatisrono, Kawedanan Wuryantoro, Kawedanan Baturetno).
Istana Mangkunegaran sebagai pusat bagi berkembangnya Praja. Daerah
yang berada diluar istana dalam perkembangannya secara konsentris harus
mengikuti seperti yang ada di pusat yaitu istana. Jadi Praja Mangkunegaran
merupakan pola dasar dan kerangka acuan bagi wilayah yang berada jauh di luar
istana.
2. Struktur Penduduk di Praja Mangkunegaran Pada Masa
Mangkunegara VII
Raffles dalam pemerintahannya (1811-1816), memperhitungkan bahwa
penduduk pulau Jawa sebanyak 4,5 juta jiwa. Menurut sensus penduduk sekitar
tahun 1930 pertambahan penduduk pulau Jawa telah berjumlah 40 juta jiwa.30
Pertumbuhan penduduk tidak semata-mata tergantung pada masalah ekologis dan
29
Sutrisno Adiwardoyo, op.cit. halaman 31.
30
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V.
Jakarta: Balai Pustaka. halaman 97.
Page 52
34
alamiah serta perkembangan teknologi saja, terlibat pula faktor-faktor sosial-
ekonomi lainnya seperti kesehatan, keamanan, dan sebagainya. Semua ini
tentunya terpusat pada masalah perbandingan antara kematian dan kelahiran.
Tabel III. Sensus penduduk wilayah Mangkunegaran (Kota
Mangkunegaran, Wonogiri, Ngawen) tahun 1930
No. Golongan / Etnik
(laki-laki dan perempuan)
Jumlah Penduduk
1.
2.
3.
Golongan Bumi Putera
Golongan Eropa
Golongan Asia
902.780 jiwa
1.270 jiwa
4.268 jiwa
Jumlah 908.318 jiwa
Sumber: T.H. M. Metz, 1939. “Mangkoe-nagaran: Analyse van een Javaanasch Vorstendom”.
Terjemahan: R. Tg. Muhammad Husodo Pringgokusumo, 1987. Mangkunegaran: Reksa Pustaka,
halaman 15.
Pertumbuhan penduduk juga terjadi di daerah Mangkunegaran salah satu
daerah Swapraja yang wilayahnya tergolong cukup luas diantara daerah Swapraja
lainnya. Berdasarkan sensus tahun 1930 (tabel III), menjelaskan jumlah penduduk
Mangkunegaran secara keseluruhan adalah 908.318 jiwa.31
Jumlah penduduk
tersebut tersebar di seluruh wilayah Praja Mangkunegaran. Awal abad XX,
tercatat Praja Mangkunegaran mempunyai wilayah dari arah utara ke selatan.
Bagian tengah merupakan kota lama yang didiami oleh beberapa etnik yang
tinggal di wilayah tersebut antara lain etnik Jawa, Arab, Cina, dan Eropa yang
semuanya menempati daerah secara terpisah.32
31
Wasino.1996. op.cit. halaman 31.
32
Dwi Ratna Nurhajarini, dkk, Op.cit.halaman 25.
Page 53
35
Perkampungan orang-orang Eropa yang meliputi rumah Residen, kantor-
kantor, gereja, gedung pertunjukan, gedung-gedung sekolah, toko-toko dan
benteng Vastenburg berkedudukan sebagai pusatnya. Perkampungan orang Eropa
atau Belanda di sekitar benteng terletak di daerah Loji Wetan, dengan ditandai
bangunan yang berbentuk Loji dan menggunakan batu bata. Istana Mangkunegara
terletak di sebelah selatan Kali Pepe. Perkampungan orang-orang Eropa atau
Belanda di kota Mangkunegaran didaerah sebelah utara Pamedan dinamakan
Villapark. Villapark merupakan kampung Belanda yang didalamnya memiliki
perencanaan infrastruktur yang baik, sehingga kampung tersebut mempunyai
sarana dan prasarana yang memadai bagi penduduknya.
Perkampungan antar etnik lain dipisahkan berdasarkan diskriminasi ras.
Namun pada perkembangan berikutnya kota tidak lagi membagi berdasarkan ras
(etnis). Dengan adanya pembangunan perumahan, perbaikan ekonomi, mobilitas
sosial masyarakat pribumi, telah menjurus pada pemisahan pemukiman
berdasarkan kelas sosial. Daerah etnik diurus oleh orang yang di ambil dari ras
yang sama. Penunjukan kampung Pecinan untuk orang-orang Cina yang terletak
di sekitar Pasar Gedhe. Demikian pula halnya dengan orang-orang Arab, mereka
diberi wilayah di sekitar Pasar Kliwon dengan pengurus seorang Arab dengan
pangkat Kapten. Perkampungan untuk penduduk pribumi berpencar diseluruh
kota. Selama pemerintahan Kolonial Belanda struktur sosial dari orang-orang
Eropa (terutama orang Belanda) merupakan status teratas dalam masyarakat.
Orang-orang Indo dan Timur Asing menduduki status menengah, dan orang-orang
Pribumi (bangsawan maupun rakyat kebanyakan) merupakan kelas terbawah.
Page 54
36
Stuktur sosial ini juga berlaku di seluruh daerah kekuasaan Kolonial Belanda,
termasuk daerah Praja Mangkunegaran.
Penduduk Praja Mangkunegaran seperti halnya dengan penduduk Jawa
Tengah dan sebagian besar Jawa Timur mayoritas berasal dari suku Jawa, dan
beragama Islam hal ini sesuai dengan corak kerajaan yang ada di Jawa yaitu
kerajaan Islam. Stratifikasi sosial masyarakat Surakarta secara hierarki terbagi
dalam tiga kelompok sosial yaitu:
1. Sentana Dalem, meliputi raja dan keluarga raja.
2. Abdi Dalem, meliputi pegawai dan pejabat kerajaan.
3. Kawula Dalem, meliputi rakyat biasa.33
Untuk menentukan posisi seseorang berada dalam kelompok sosial
tertentu diperlukan dua kriteria. Pertama, prinsip kebangsawanan yang ditentukan
oleh hubungan darah seorang dengan penguasa. Kedua, posisi seseorang dalam
hirarki birokrasi. Seseorang yang mempunyai kriteria-kriteria tersebut dianggap
termasuk golongan elit. Mereka yang diluar golongan itu dianggap sebagai rakyat
kebanyakan.34
Struktur penduduk di wilayah kota Mangkunegaran di bagi menjadi
empat golongan dan memiliki peranan masing-masing, yakni: (1) Golongan
Bangsawan (Kasatriyan) terdiri dari Adipati Mangkunegoro, putera, menantu,
dan ipar Mangkunegoro, serta Sentana Dalem, (2) Golongan Pegawai Sipil
(Narapraja) terdiri dari Patih, para wedana dari berbagai departeman, para mantri
dari berbagai kemantren, dan para pegawai rendahan atau priyayi rendahan, (3)
Golongan Militer (Wirapraja) berdasarkan atas tingkat kepangkatan seseorang
33
Dwi Ratna Nurhajarini, dkk. Op.Cit. halaman 28.
34
Ibid.
Page 55
37
yaitu opsir dan bawahan. Opsir terdiri dari seseorang yang berpangkat mayor
sampai kolonel, dan letnan sampai kapten. Bawahan meliputi sersan sampai
ajudan opsir bawah, dan fusiler sampai dengan kopral atau anak buah, dan (4)
Rakyat (Kawula) terdiri dari tukang-tukang, buruh industri perkebunan, tukang
cukur, pedagang, dan sebagian besar adalah petani .35
Struktur penduduk itu juga
terdapat di daerah-daerah lain di Praja Mangkunegaran.
C. Lingkungan Fisik Istana Mangkunegaran
Praja Mangkunegaran dibangun pada masa Mangkunegara I, sebagai
wujud hasil perjuangannya melawan pemerintah Kompeni Belanda. Pendirian
keraton Mangkunegaran merupakan konsep mengenai pusat kekuatan kosmis
yang dikelilingi oleh kekuatan makhluk hidup dan unsur alam semesta. Keraton
didirikan berdasarkan “pangolahing budi”, yaitu pakarti lahiriyah dan pakarti
batiniyah. Pakarti lahiriyah mengandung tuntunan bahwa manusia hidup dalam
tingkah laku serta ucapan yang tidak menyimpang dari budi luhur. Pakarti
batiniyah yakni dengan cara semedi, meditasi, atau bertapa untuk mendekatkan
diri dengan Tuhan. Hasil dari pangolahing budi disebut dengan budaya. Dengan
demikian dapat diartikan bahwa budaya keraton merupakan tuntunan hidup
berdasarkan pangolahing budi.36
Filsafat politik Jawa menjelaskan bahwa negara
paling padat di pusat ibukota dan kekuatan raja memancar sampai ke desa-desa.
Kekuatan itu ada karena seluruh kekuatan menjaga keraton dan kekuatan
memberikan perlindungan serta memberi keselamatan pada para penghuninya.
35 Th. M. Metz, op.cit. halaman 17.
36
Daryadi, Op.Cit. halaman 65, lihat juga, Yosodipuro, 1994. Keraton Surakarta
Hadiningrat. Surakarta: Makradata. halaman 2.
Page 56
38
Pura Mangkunegaran memiliki dua bangunan, yaitu bangunan utama
berupa joglo atau limasan dan bangunan disekelilingnya didirikan berdasarkan
arsitektur Belanda. Bangunan kedua digunakan sebagai asrama tentara kavaleri.
Bangunan yang ada di Pura Mangkunegaran, antara lain:
1. Pamedan yaitu halaman luas yang berfungsi sebagi tempat latihan militer
legiun Mangkunegaran.
2. Reksa Wahana yaitu sebagai tempat menyimpan kereta-kereta dan
memelihara kuda, terletak di sebelah kanan pamedan.
3. Pendopo Ageng yang terletak di tengah-tengah bangunan utama dan
merupakan tempat pertunjukan kesenian, menyimpan gamelan, dan
terutama sebagai tempat jamuan dan upacara-upacara resmi.
4. Pringgitan yang disebut juga sebagai beranda dalem, yang letaknya lebih
tinggi dari pendopo. Pringgitan ini berbentuk kutuk ngambang dan sering
dipakai untuk pertunjukan wayang, tetapi fungsi utamanya sebagai tempat
menerima tamu.
5. Panetan merupakan jalan bagi kereta tamu dan terletak diantara pendopo
dengan pringgitan.
6. Dalem Ageng yaitu bangunan yang terletak di sebelah dalam pringgitan,
merupakan tempat diadakannya upacara-upacara resmi.
7. Dimpil merupakan tempat pemujaan nenek moyang dan menyimpan
pusaka.
8. Bale Warni merupakan tempat tinggal permaisuri dan putri-putrinya.
9. Pracimasana merupakan tempat untuk menerima tamu sehari-hari dan
tempat tinggal keluarga Pura Mangkunegaran.
Page 57
39
10. Bale Peni merupakan tempat tinggal Mangkunegoro dan menerima tamu
laki-laki.
11. Purwosana yang terletak diseputar bale warni dan bale peni merupakan
tempat tinggal para wanita yang mempunyai hubungan keluarga dengan
Mangkunegoro yang sudah memerintah.
12. Panti Putra yaitu tempat tinggal putra-putra yang masih ada hubungan
keluarga dengan Mangkunegoro.
13. Prangwedanan merupakan tempat tinggal putra mahkota calon pengganti
Mangkunegoro yang sedang memerintah. Letaknya diantara perkantoran
mandrapura dan panti putra.
14. Mandrapura merupakan perkantoran dimana semua pekerjaan yang
berhubungan dengan penataan dan pengaturan administrasi. Letaknya
diantara timur dan barat pendopo.
15. Reksa Pustaka yaitu perpustakaan yang terletak di sebelah timur pendopo.
Page 58
BAB III
KABUPATEN KARTI PRAJA MASA MANGKUNEGARA VII
A. Riwayat Hidup Mangkunegara VII
1. Masa Kanak-kanak hingga Dewasa
Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A) Mangkunegara VII
yang pada masa kecilnya bernama Bendara Raden Mas (B.R.M) Soeryo Soeparto
adalah anak yang ketujuh dan putra yang ketiga dari Mangkunegara V. BRM
Soeryo Soeparto dilahirkan dari rahim seorang garwa ampil yang bernama R.R
Poernamaningrum pada tanggal 12 November 1885.1 Ia dilahirkan didalam
lingkungan bangunan Istana Mangkunegaran yang besar dan megah.
Sewaktu kecil perlu diketahui bahwa ketika B.R.M Soeryo Soeparto
statusnya sudah diberikan kepada pamannya yaitu adik dari Mangkunegara V
yang bernama R.M. Soenito.2 RM Soenito ini kemudian menggantikan kedudukan
kakaknya menjadi Mangkunegara VI. Pada masa ini Praja Mangkunegaran dapat
dikembangkan mengikuti gaya dan cara yang baru serta pribadi Mangkunegara VI
yang tidak meninggalkan pola hidup yang lama. Masa ini pula keadaan Praja
mengalami kecerahan sehingga Mangkunegaran tidak hanya dikenal oleh kerabat
Mangkunegaran saja melainkan juga banyak dikenal dikalangan masyarakat luas.
1 Bernardial Hilmiyah M.D, 1985. Mengenang BRM. Soerya Soeparto. Surakarta: Rekso
Pustoko. halaman 5.
2 Theresia Suharti, 1990. ”Tari di Mangkunegaran ( Suatu Pengaruh Bentuk dan Gaya
Dimensi kultural 1910-1988)”. Tesis Universitas Gajah Mada Yogyakarta, halaman 35.
40
Page 59
41
Soeparto dibawah asuhan pamannya tumbuh menjadi orang yang rajin,
tidak pernah manja, bahkan menunjukan sifat yang mandiri. Hal ini tampak pada
penampilannya serta pola hidup sehari-hari yang senantiasa bersahaja dan tidak
pernah menunjukkan kesombongan, lebih-lebih yang berkaitan dengan status
dirinya sebagai putra seorang Pangeran atau penguasa sebuah pemerintahan.
Sepeninggal ayahnya sendiri yaitu Mangkunegara V, muncul keprihatinan dalam
dirinya untuk lebih mendorng semangat belajar, sehingga dalam usia 15 tahun
studi Europe Lagere School berhasil dijalani dengan hasil yang menggembirakan.3
Dengan keberhasilannya itu Soeparto kemudian mengajukan permohonan kepada
pamannya, meminta izin untuk melanjutkan belajar akan tetapi permohonannya
tidak dipenuhi pamannya dengan anggapan bahwa seorang Pangeran tidak perlu
berbuat seperti itu.4 Hal inilah yang menjadi dasar bahwa pendidikan dan ilmu
pengetahuan sebagai modal kesiapan dalam menghadapi perjuangan hidup. Suatu
masa depan yang yang lebih baik sangat didambakannya daripada suatu
kehidupan kehidupan santai dan tak bermakna.
Permohonan Soeparto yang tidak dipenuhi pamannya membuat Soeparto
meninggalkan kehidupan Istana dengan maksud untuk mencari pengalaman.
Tindakan itu dilakukannya atas rasa tanggung jawab untuk menentukan sendiri
jalan hidupnya. Bermula dari sebagai pegawai magang, kemudian dalam waktu
yang tidak begitu lama Soeparto bisa menjadi mantri di Kabupaten Demak5,
3 Ibid. halaman 35.
4 Th. M. Metz, 1939. Mangkunegaran: Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Surakarta: Reksa
Pustaka. halaman 9.
5 Ringkesan Riwayat Dalem Suwarga Sampeyan Dalem K.G.P.A.A Mangkunegoro VII,
2007. Surakarta: Reksa Pustaka. halaman 1.
Page 60
42
dengan usahanya yang keras Soeparto mendapat kesempatan memperdalam ilmu
pengetahuan yang ditekuninya secara sungguh-sungguh. Merasakan penderitaan
dan pengalaman hidup diluar istana menimbulkan kepekaan terhadap lingkungan
sosial yang tentu saja akan mempengaruhi pandangan hidup dan sikapnya
dikemudian hari.
Pengalaman bekerja Soeparto berkelanjutan ketika dirinya menjadi
pembantu Residen Surakarta, yang pada saat itu sebagai penterjemah dari bahasa
Jawa ke dalam bahasa Belanda.6 Pekerjaan itu nampaknya memberikan harapan
akan kehidupan masa depan yang lebih baik serta lebih banyak mengetahui dan
mengikuti perkembangan-perkembangan yang terjadi pada bangsanya. Soeparto
adalah orang yang tak dapat berpangku tangan, ia masih sempat memberi
perhatian terhadap kesadaran rakyat yaitu dengan jalan membantu dan
mendukung Boedi Oetomo cabang Solo (Jawa Tengah) dalam wujud propaganda
yang dituangkannya dalam harian berbahasa Jawa Darma Kandha, bahkan
Soeparto pernah menjadi ketua pengurus Boedi Oetomo pusat sehingga ia dikenal
sebagai propagandis yang rajin, bermutu dan patut dipuji.7
Berkat ketekunannya, Soeparto bisa mendapatkan kesempatan untuk
melanjutkan kesempatan pendidikan ke Universitas Leiden di negeri Belanda
dengan maksud untuk menambah pengalaman serta memperluas pandangan-
pandangan dengan mengikuti kuliah bidang Sastra Timur. Soeparto juga
mengikuti latihan kemiliteran sebagai pasukan cadangan. Ketekunannya dalam
melaksanakan tugas serta menunjukkan kerajinan selama pendidikan maka dalam
6 Theresia Suharti, op. cit., halaman 37.
7 Bernardial Hilmiyah M.D, op. cit., halaman 20.
Page 61
43
waktu beberapa bulan saja Soeryo Soeparto sudah mendapatkan pangkat Letnan
Dua.8 Sekembalinya dari negeri Belanda, Soeparto tidak lagi bekerja sebagai
penterjemah pribumi, melainkan diberi kedudukan yang mempunyai nilai
tanggung jawab tinggi yaitu sebagai ajudan kontelir untuk urusan agraria dibawah
naungan Residen Sollewijn Gelpke (1914-1918).9 Soeparto tetap selalu
menunjukkan sifat kesederhanaan dalam hidupnya. Kehidupannya memberi kesan
bersahaja dan menunjukkan kemauan yang keras dalam bekerja. Beliau
bersungguh-sungguh memikirkan pekerjaan demi kepentingan umum dan bukan
untuk kepentingan dirinya sendiri dan kehidupan seperti ini sangat berbeda sekali
dengan kehidupan didalam istana yang bersifat mewah, enak, santai, dan
sebagainya.
2. Sekilas Masa Pemerintahan Mangkunegara VII
Pada tahun 1916 ketika Soeryo Soeparto berusia 31 tahun diangkat sebagai
Pangeran Adipati Arya Prabu Prangwedana VII di Istana Mangkunegaran
Surakarta. Jabatan Prangwedana merupakan jabatan sebagai calon pemimpin
pemerintahan istana Mangkunegaran yang biasa dipakai sebelum menggunakan
sebutan Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A) Mangkunegara VII
karena usia untuk memegang jabatan itu beliau harus berusia 40 tahun.10
Sejak
Mangkunegara VII bertahta yang perlu diperhatikan diperhatkan bahwa pada
waktu itu penguasa sebelumnya, Mangkunegara VI belum wafat. Hal ini perlu
8 Ibid, halaman 19.
9 G.D. Larson, 1990. Masa Menjelang Revolusi: Keraton dan Kehidupan Politik di
Surakarta, 1912-1942. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. halaman 92.
10
G.P. Rouffaer, Vorstenlanden. Terjemahan R. Tg. Muhammad Husodo
Pringgokusumo, 1979. Swapraja. Surakarta: Reksa Pustaka Mangkunegaran. halaman 24
Page 62
44
diketahui bahwa oleh karena suatu alasan yang tidak pasti Mangkunegara VI
mengundurkan diri dari kursi tahta penguasa dan beliau menjalani masa tua yang
tentram di Surabaya.11
Naiknya tahta menjadi Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Harya
Mangkunegara VII tampaknya menjadi suatu kenyataan dari harapan teman-
teman dekatnya waktu beliau masih menyandang nama Soeryo Soeparto. Salah
satu bukti dari kenyataan itu adalah bahwa dirinya banyak disebut sebagai raja
Jawa yang modern, demokratis, berpendirian kuat, serta suka berbuat untuk
rakyat. Pendirian yang kuat pada kenyataannya memang sudah dilatihnya melalui
beberapa pengalaman dalam perjalanan hidupnya sehingga bisa membentuk
kepribadian yang kuat. Mangkunegara VII selama hidupnya dan selama menjadi
raja senantiasa bertindak sesuai dengan semboyan mengabdi, sehingga menjadi
contoh yang nyata bagi seluruh rakyatnya dan bagi siapa saja yang mengenalnya.
Setelah penobatannya, wakil pemerintah Belanda menekankan kepada
Mangkunegara VII untuk memperhatikan dan memperbaiki nasib petani atau
rakyat kecil, hal ini karena keadaan kehidupan rakyat kecil pada zamannya sangat
memprihatinkan.12
Mangkunegara VII dengan kecermelangan pemikirannya
maupun kebesaran hatinya diharapkan mampu melakukan tindakan-tindakan yang
bijaksana. Mangkunegara VII tidak saja memperhatikan nasib orang kecil tetapi
juga kemakmuran rakyat pada umumnya yang merupakan dasar yang nyata untuk
dapat membuat hidup senang bersama-sama dengan golongan-golongan rakyat
yang lebih tinggi tingkatannya.
11
Bernardial Hilmiyah M.D, op. cit., halaman 28.
12
A.K. Pringgodigdo, 1987, Sejarah Perusahaan-perusahaan Kerajaan Mangkunegaran,
Surakarta: Reksa Poestaka Mangkunegaran. halaman 286.
Page 63
45
Pada tanggal 6 September 1920, Mangkunegoro VII menikah dengan
putri Hamengkubuwono VII, yang bernama Gusti Kangjeng Ratu Timur.13
Perkawinan ini dilakukan sebagai gagasan untuk memulihkan keretakan historis
dan membawa dampak positif serta memperkuat stabilitas politik antara kedua
Swapraja yang dimulai sejak perselisihan antara Mangkubumi (Kasultanan
Yogyakarta) dan R.M Said (Pura Mangkunegaran).
Selama pemerintahan Mangkunegara VII selalu menunjukkan hal-hal yang
positif dan melakukan kewajiban dengan penuh dedikasi. Dalam memerintah
Praja, dianggapnya sebagai tugas yang luhur dengan harus mengerahkan semua
pengetahuan dan ketrampilan. Soeryo Soeparto mempunyai pandangan
mensejahterakan Praja merupakan tugas suci karena tidak saja menyangkut
kesejahteraan jasmani melainkan juga kesejahteraan rohani serta kesejahteraan
moral. Beliau merasa pemerintahannya harus dapat dipertanggungjawabkan pada
Tuhan Yang Maha Esa. Ketika di masa pemerintahnnya terjadi adanya perubahan
sosial politik dan sosial budaya di Hindia Belanda bahkan di Praja
Mangkunegaran, beliau bertindak dan selalu berfikir secara bijak terhadap apa
yang akan dilakukannya. Perubahan sosial politik menyangkut kebijaksanaan
negeri Belanda terhadap daerah jajahan, munculnya organisasi-organisasi
kebangsaan dan sikap Sunan terhadap keberadaan Mangkunegaran. Selain itu,
perubahan sosial budaya ditandai dengan semakin meresapnya faham dan
gagasan-gagasan barat dalam masyarakat Jawa.14
13
Ringkasan Riwayat Dalem Suwarga Sampeyan Dalem K.G.P.A.A. Mangkunegoro VII,
op.cit. halaman 4.
14
Wasino, 1994. “Kebijaksanaan Pembaharuan Pemerintahan Praja Mangkunegaran
(Akhir Abad XIX-Pertengahan Abad XX)”. Tesis Universitas Gajah Mada Yogyakarta. halaman
95.
Page 64
46
Hubungan Mangkunegara VII dengan pemerintah Hindia Belanda bersifat
kooperatif, dengan hubungan yang baik itulah dapat membantu dan
mempermudah pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan di dalam Praja dengan
tujuan mensejahterakan rakyatnya. Tampak jelas bahwa di dalam dirinya berjiwa
kerakyatan dan terbukti Mangkunegara VII telah mempelajari, merasakan
kehidupan rakyat jelata dalam masa pengembaraannya.
Kesejahteraan penduduk Praja Mangkunegaran mendapat perhatian penuh
dari Mangkunegara VII yaitu dengan cara memajukan negara, meningkatkan
derajat bangsa, dan meningkatkan taraf hidup rakyat kecil. Pada masa
pemerintahnnya diadakan pengeluaran untuk pembaharuan membangun jembatan,
jalan, bangunan irigasi, memberantas penyakit pes, mendirikan rumah pegawai,
mengadakan perbaikan peternakan, pembangunan proyek air minum untuk
ibukota, pendirian sekolah-sekolah dan penyelenggaraan kursus pertanian,
perluasan perpustakaan kerajaan dan sebagainya. Setiap tahun pada hari
peringatan pelantikannya beliau mengumpulkan anggota keluarganya, pegawai,
perwira, dan tamu dari kalangan rakyat dan memberikan wejangan kepada mereka
sambil menguraikan rencana kerja untuk mengadakan perbaikan lanjutan pada
tahun selanjutnya.15
Mangkunegara VII lebih memusatkan perhatian pada
beberapa hal seperi pembangunan jalan-jalan baru dan jembatan, membuka tanah
dan daerah-daerah yang masih terpencil agar ikut serta dalam lalu lintas ekonomi.
Mangkunegoro VII menerapkan prinsip efisiensi dan efektivitas dalam
penggunaan keuangan Praja. Pemerintah Praja menyerahkan segala pembaharuan
15
G.D. Larson, op.cit., halaman 102.
Page 65
47
dalam bidang pembangunan jalan, jembatan dan sarana umum lainnya kepada
Kabupaten Karti Praja (Dinas Pekerjaan Umum), meskipun dalam
perkembangannya dinas ini pada tahun 1934 dilakukan penggabungan dengan
dinas lainnya (dinas irigasi atau kabupaten Sindumarta) dengan tujuan
penghematan anggaran akibat dari terjadinya krisis ekonomi dunia. Pada masa
pemerintahannya, Mangkunegara VII melakukan pembaharuan meliputi segala
bidang dan tidak lupa dirinya juga melakukan pembaharuan di bidang Birokrasi
Pemerintahan. Pembaharuan-pembaharuan ini dilakukannya hanya karena
Mangkunegara VII menginginkan seluruh rakyat Praja Mangkunegaran bisa
menikmati modernisasi yang dilakukan.
B. Perkembangan Kabupaten Karti Praja
Struktur organisasi atau birokrasi merupakan sistem untuk mengatur
jalannya pemerintahan dengan salah satu ciri adanya hierarki jabatan antara atasan
dan bawahan yang diatur dalam undang-undang. Pembentukan struktur organisasi
atau birokrasi merupakan sistem untuk melaksanakan keputusan dan kebijakan.
Struktur birokrasi di Praja Mangkunegaran terdiri atas birokrasi yang berdasarkan
pangkat (kekuasaan) dan birokrasi yang bedasarkan jabatan (lembaga). Bentuk
birokrasi tersebut mempunyai unsur-unsur yang berakar pada budaya politik
kejawen yang diwarnai dengan sifat-sifat yang masih tradisional. Hubungan
atasan dan bawahan bersifat paternalistik yang dikenal dengan patron dan klien,
hubungan antara pejabat dengan rakyat yang dipimpinnya. Patron adalah gusti dan
klien adalah kawula. Penggolongan tersebut didasarkan dari segi pertuanan dan
penghambaan dari kawula terhadap gusti dan tidak didasarkan pada segi ekonomis
Page 66
48
atau keunggulan kelahiran. Adanya konsep golongan ini hak dan kewajiban antar
kedudukan telah ditakdirkan.
1. Struktur Jabatan dalam Pemerintahan Praja Mangkunegaran
a. Birokrasi berdasarkan Pangkat (Kekuasaan)16
Birokrasi di Praja Mangkunegaran berdasar pangkat atau kekuasaan
merupakan susunan kepangkatan mulai pangkat tertinggi sampai terendah dari
kekuasaan yang dipegangnya.
Bagan I. Struktur Birokrasi Berdasarkan Pangkat
Adipati
(Kepala Trah Mangkunegaran)
Bupati Patih
Bupati
Wedana
Kaliwon
Panewu
Mantri
Lurah
Bekel
Jajar
16
Serat Wewatoning Para Abdi dalem ageng Alit Ing Nagari Jawi, tanpa tahun,
Surakarta: Reksa Puataka Mangkunegaran. Lihat juga, Hari Nur Prasinta, 2009, “Kabupaten
Martanimpoena Di Praja Mangkunegaran Tahun 1942-1947”. Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah
Universitas Sebelas Maret Surakarta, halaman 41.
Page 67
49
1). Adipati (Kepala Trah Mangkunegaran)
Jabatan ini merupakan jabatan penguasa Praja dan menduduki
puncak hierarki dengan gelar Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya
(K.G.P.A.A).
2). Bupati Patih
Jabatan Patih di Mangkunegaran dipegang oleh seorang Bupati yang
langsung dibawah dan diangkat oleh Adipati Mangkunegaran. Bupati
Patih merupakan pelaksana pertama perintah dari penguasa atau Adipati.
3). Bupati
Bupati adalah jabatan yang menguasai Kadipaten. Kedudukannya di
bawah kontrol penguasa Bupati Patih Mangkunegaran.
4). Wedana
Wedana bertugas melaksanakan perintah dari Bupati secara
operasional. Kawedanan merupakan wilayah kekuasaannya.
5). Kaliwon
Kaliwon mempunyai tugas meneruskan perintah dari wedana kepada
pejabat dibawahnya. Kedudukan Kaliwon dibawah wedana dan diangkat
langsung oleh bupati.
6). Panewu
Panewu adalah jabatan dibawah kaliwon dan harus bertanggung
jawab kepada jabatan diatasnya. Wilayahnya disebut Kapanewon.
7). Mantri
Mantri mempunyai tugas menyampaikan perintah dari Panewu
kepada pejabat dibawahnya.
Page 68
50
8). Lurah
Lurah bertugas menerima perintah dari Kadipaten yang diterima dari
mantri untuk diteruskan kepada pejabat dibawahnya. Di Praja
Mangkunegaran pangkat lurah dijabat oleh Demang dan Rangga.
Demang mempunyai tugas mengurusi pekerjaan di tingkat desa
bawahannya. Rangga mempunyai tanggung jawab pada baik buruknya
wilayah bawahannya.
9). Bekel
Bekel bertugas sebagai penerus perintah dari Lurah kepada pejabat di
bawahnya dan bekel bertanggung jawab pada pelaksanaan tugas-tugas di
desa.
10). Jajar
Jajar adalah jabatan paling rendah dalam birokrasi dan pelaksana
perintah dari jabatan di atasnya yaitu dari Bekel.
Para pegawai tersebut ada yang bertempat di dalam kota Mangkunegaran
dan pegawai lainnya ada yang berada di daerah atau desa. Adipati dan Bupati
patih bertempat di dalam istana. Bupati ditempatkan di Kabupaten, sedangkan
yang lainnya seperti Wedana, Kaliwon, Mantri, Lurah, Bekel, dan Jajar berada di
daerah-daerah atau kelurahan, mereka merupakan pegawai yang tugasnya
berdekatan dengan rakyat.
Page 69
51
b. Birokrasi Berdasarkan Jabatan (lembaga)17
Birokrasi berdasarkan jabatan (lembaga) adalah susunan jabatan dalam
pemerintahan Praja Mangkunegaran dan susunan dinas-dinas perkantoran di Praja
Mangkunegaran. Pada masa Mangkunegara VII dilakukan pembaharuan-
pembaharuan dalam organisasi pemerintahan yang dimuat dalam Rijksblad no.37
tahun 1917 kemudian disusul dengan Rijksblad no.10 tahun 1923. Di dalam
Rijksblad dengan kedua Pranatan itu telah terjadi perubahan dalam struktur
birokrasi dan jabatan-jabatan yang ada di dalamnya. Perubahan-perubahan itu
antara lain: Pertama, pembagian birokrasi reh jaba dan reh jero pada struktur
birokrasi dari masa pemerintahan Mangkunegoro IV dihapuskan. Kedua, beberapa
jabatan yang semula bernama Kawedanan yang dipimpin oleh seorang wedana
kini diubah menjadi Kabupaten yang dipimpin seorang Bupati. Jabatan-jabatan
yang diubah meliputi Kawedanan Hamong Praja diubah menjadi Kabupaten
Hamong Praja, Kawedanan Mandrapura diubah menjadi Kabupaten Mandrapura,
Kawedanan Karti Praja diubah menjadi Kabupaten Karti Praja, Kawedanan
Yogiswara diubah menjadi Kabupaten Yogiswara. Naiknya jabatan wedana
menjadi bupati membawa konsekuensi naiknya jabatan-jabatan dibawahnya, serta
pembentukan jabatan-jabatan baru pada tingkat yang paling bawah. Jabatan yang
dulunya hanya kapenewon meningkat menjadi kawedanan, jabatan mantri tingkat
I menjadi penewu, dan seterusnya.18
Ketiga, adanya penghapusan beberapa Kawedanan lama yang diganti
dengan jabatan-jabatan baru yang fungsinya mirip. Kawedanan yang dihapus
17
Honggopati Tjitrohoepojo, 1930, Serat Najakatama, Surakarta: Reksa Pustaka
Mangkunegaran, halaman 58-61 dan Wasino, op.cit. hal 11
18
Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1923 No. 10.
Page 70
52
yakni: Reksa Praja, Reksa Wibowo, Mandrapura, Martapraja dan Purabaksana.
Keempat, jabatan-jabatan baru dibentuk sesuai dengan kebutuhan Praja
Mangunegaran yang telah mengalami perubahan-perubahan dan perkembangan
masyarakat. Jabatan-jabatan baru itu yakni: Kabupaten Pangreh Praja, Parimpuna,
Sindumarto, Wanamarta, Kawedanan Sinatriyo, Paprentahan Pajeg Siti,
Martanimpuna, dan Pasianoan Dusun.19
Adapun struktur birokrasi berdasarkan jabatan di Praja Mangkunegaran
dan tugas-tugasnya yang telah mengalami pembaharuan pada masa pemerintahan
Mangkunegoro VII adalah sebagai berikut:
1). Kabupaten Hamong Praja (Pemerintahan Pusat)
Dinas ini dibawah pejabat Bupati Patih. Kedudukan dinas ini sebagai
pemerintah pusat yang mengawasi segala kegiatan praja.
2). Kabupaten Pangreh Praja (Pemerintah Dalam Negeri)
Dinas ini dibawah pejabat Bupati pangreh Praja yang mengurusi
kepangreh-prajaan dan kepolisian.
3). Kabupaten Mandrapura (Dinas Istana)
Dibawah pejabat Kaliwon, yang berugas menangani segala masalah
didalam istana.
4). Kabupaten Parimpoena (Dinas Pasar)
19
Wasino, op.cit. halaman 113-114.
Page 71
53
Dinas ini di bawah pejabat seorang Kaliwon, yang tugasnya menangani masalah
pasar. Didirikan tahun 1917, dinas ini pembentukannya berada dibawah
Kabupaten Marta Praja sejajar dengan Kabupaten Martanimpoena.
5). Kabupaten Karti Praja (Dinas Pekerjaan Umum)
Dinas ini dikepalai oleh orang Belanda berpangkat Direktur, dengan
tugasnya mengurusi bidang pekerjaan umum atau sebagai pelaksana
pembangunan di Praja Mangkunegaran.
6). Kabupaten Sindumarta (Dinas Irigasi Mangkunegaran)
Dinas ini dipimpin seorang inspektur dengan pangkat chef yang tugasnya
mengurusi bidang pengairan di Praja Mangkunegaran
7). Kabupaten Wanamarta (Dinas Kehutanan Mangkunegaran)
Dinas ini dikepalai oleh orang Belanda berpangkat Opperhoutvester
(kepala hutan) yang tugasnya mengurusi masalah hutan dan seorang pegawai yang
bertugas sebagai pengawas (controleur).
8). Kabupaten Jogiswara (Keagamaan)
Dinas ini dikepalai seorang Wedana (pegulu), yang tugasnya mengurusi
bidang keagamaan.
9). Kabupaten Kartahusada (Perusahaan Mangkunegaran)
Dinas ini dikepalai oleh orang Belanda berpangkat superintendent yang
mempunyai tugas mengurusi perusahaan milik Praja Mangkunegaran.
10). Kabupaten Sinatriya
Dinas ini dibawahi seorang Wedana yang bertugas mengurusi putra
sentana.
11). Pemerintahan Bidang pertanahan
Page 72
54
Dikepalai seorang Kaliwon yang tugasnya mengatur masalah tanah.
12). Pemerintahan Kedokteran
Dikepalai seorang Dokter dengan sebutan Arts, yang bertugas menjaga
kesehatan bagi para putra maupun para narapraja.
13). Pemerintah Martanimpoena
Dinas ini dikepalai serang Kaliwon yang bertugas memeriksa dan
meningkatkan pemasukan uang Praja.
14). Pemerintah Legiun
Dinas ini dikepalai seirang Letnan Kolonel kebangsaaan Belanda yang
bertugas mengurusi bidang keprajuritan.
15). Paprentahan Pasinaoan Dusun
Dikepalai seorang pejabat utusan Gupremen sebagai pengawas sekolah
yang tugasnya mengatur dan memajukan sekolah-sekolah desa.
2. Struktur Organisasi Kabupaten Karti Praja
a. Pendirian
Praja Mangkunegaran sebagai daerah swapraja yang mempunyai
kewenangan untuk mengurus sendiri administrasi pemerintahannya diluar bidang
hukum dan kepolisian maka di daerah ini tidak terdapat Departemen Pekerjaan
Umum pemerintah Hindia Belanda ( Departemen van Burgerlijke Openbare
Werken/BOW ) sebagai departemen teknis pemerintah bagian pengairan dan sipil
pekerjaan umum.
Pemerintah Praja Mangkunegaran mempunyai departemen atau dinas
pekerjaan umum Karti Praja. Karti berarti pekerjaan, Praja berarti negara. Dinas
Page 73
55
pekerjaan umum Karti Praja mempunyai tugas untuk mengelola dan membangun
proyek pekerjaan berkaitan dengan sarana irigasi, jembatan, jalan, bangunan
pasar, dan taman di seluruh wilayah Praja terutama di negara atau ibukota
Mangkunegaran dan daerah-daerah sekitarnya. Dinas Pekerjaan Umum
Mangkunegaran sudah ada sejak masa pemerintahan Mangkunegara IV, yang
pada mulanya bernama Kawedanan Karti Praja yang mempunyai tugas
mengadakan perbaikan di dalam kota dan di luar kota. Akan tetapi, Kawedanan
ini terjadi perubahan nama menjadi Kabupaten Karti Praja. Hal ini berkaitan
dengan perubahan pada tahun 1917 yaitu status kawedanan-kawedanan yang
merupakan lembaga-lembaga pemerintahan yang penting milik Mangkunegaran
menjadi bentuk kabupaten atau dinas. Dinas Pekerjaan Umum Mangkunegaran
yang disebut Kabupaten ini khusus menangani dan melakukan pekerjaan dibidang
sarana-sarana umum di Praja Mangkunegaran.
b. Peralihan Organisasi Kabupaten Karti Praja
Dinas Pekerjaan Umum Mangkunegaran atau Kabupaten Karti Praja telah
melakukan berbagai pembangunan yang digunakan untuk kepentingan umum.
Pada masa Mangkunegoro VII, dinas ini telah banyak mengerjakan beberapa
fasilitas-fasilitas umum yang bermanfaat bagi rakyat Mangkunegaran. Menurut
perkembangannya, mulai tahun 1934 terjadi penggabungan antara Dinas Irigasi
(Kabupaten Sindumarta) dengan Dinas Pekerjaan Umum (Kabupaten Karti
Praja) menjadi sebuah lembaga pemerintahan baru yang disebut Kabupaten
Sindupraja (Rijkswaterstaat).20
Penggabungan ini ada kaitanya dengan makin
20
Muzaini, 1996. “Pembangunan Irigasi Di Praja Mangkunegaran (1916-1942)” Skripsi
Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta. halaman 65.
Page 74
56
menipisnya keuangan Praja sebagai akibat krisis ekonomi dunia yang sangat
memukul dari sektor perkebunan pada fluktuasi harga komoditi di pasar dunia dan
mempengaruhi sumber pendapatan Praja yang pada waktu sebelumnya merupakan
keuntungan dari operasi perkebunan milik Praja Mangkunegaran.
Pemerintah Praja Mangkunegaran lebih bersikap realistis terhadap kondisi
yang seperti itu, dengan mengurangi pembangunan-pembangunan yang berskala
besar sehingga pemerintah Praja mampu melakukan penghematan anggaran dari
penggabungan kedua dinas tersebut. Mulai saat itu Praja Mangkunegaran lebih
banyak melakukan kegiatan pemeliharaan dan pemanfaatan jika dibandingkan
dengan mengadakan proyek pembangunan baru.
Kabupaten Sindupraja mempunyai beberapa tugas yang berkaitan dengan
urusan pekerjaan umum dan irigasi. Tugas-tugas itu sebagai berikut:
1. Pekerjaan pembangunan dan pemeliharaan dan pelurusan jalan,
jembatan, dan pembelian material yang digunakan.
2. Assainering atau perbaikan di bidang kesehatan umum, baik di ibukota
atau di daerah-daerah lainnya.
3. Irigasi (pengairan) yang meliputi sawah-sawah dan pengeringan tanah
dalam arti urusan pembuangan airnya dan penanggulangan banjir, terutama di
kota Mangkunegaran.
4. Pembangunan dan pemeliharaan gedung-gedung pemerintah.
5. Pemadam kebakaran.
6. Penerangan untuk jalan-jalan di kota dan perkampungan.
7. Pemasangan air leiding atau air minum di Wonogiri, Jatisrono, dan
Tawangmangu.
Page 75
57
8. Perikanan.
9. Urusan lain-lain.21
c. Struktur Pegawai Kabupaten Sindupraja
Struktur kepegawaian Kabupaten Sindupraja disesuaikan dengan tugas-
tugas yang harus dilaksanakan. Proses pengangkatan dan penggajian, para
pegawai diangkat dan diberhentikan oleh pihak pemerintah Praja. Para pegawai
dan petugas di dalam kantor dinas pemerintahan ini dikelompokkan sesuai dengan
tugasnya masing-masing. Mereka ditempatkan berada di kantor pusat yaitu Kota
Mangkunegaran dan ada yang bertugas di kantor daerah yaitu di wilayah
Wonogiri dan Karanganyar.
Bagan II. Struktur Pegawai Kabupaten Sindupraja
21
Th. M. Metz, 1939. op.cit., halaman 56.
Page 76
58
Sumber: Uitgewerkte en Toelichtende Staat der Begrooting van Uitgaven en Ontvangsten van het
Mangkoenagorosche Rijk voor het Dienstjaar 1934. Mangkunegaran: Reksa Pustaka, halaman
246-248. Lihat juga Muzaini, 1996. “Pembangunan Irigasi di Praja Mangkunegaran (1916-1942)”
Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta. halaman 66-68.
Berdasarkan bagan I di atas, di kantor pusat terdapat Direktur Sindupraja
atau Rijkswaterstats. Pegawai ini mempunyai tugas melakukan koordinasi dalam
urusan pekerjaan umum dan irigasi. Dibawah Direktur Sindupraja terdapat
pegawai dan beberapa petugas antara lain: (1) Para Teknisi yang bertugas
Direktur Sindupraja
Pegawai Urusan Pembukunan
Urusan Pembukuan
Daerah
Urusan Pembukuan Pusat
1 Orang Pegawai
Pembukuan 2 Orang Juru Tulis
1 Orang Mantri Juru Borong
2 Orang Juru Borong-Juru
Gambar
2 Orang Juru Borong
Teknisi
Pengawas Dinas Umum
1 Orang Pembantu
Pengawas Pekerjaan
3 Orang Pembantu
Juru Tulis
1 Orang Mantri Pembukuan
2 Orang Juru Ketik
4 Orang Juru Tulis
Petugas Keamanan
Penjaga Malam
Page 77
59
melakukan perencanaan dan pembangunan proyek-proyek pekerjaan umum dan
irigasi. Selain juga juga terdapat pegawai yaitu seorang Pengawas Dinas Umum,
seorang Pembantu Pengawas Pekerjaan, seorang Mantri Juru Borong, 2 orang
Juru Borong-Juru Gambar, dan 2 orang Juru Borong. Para pegawai ini banyak
melakukan persiapan-persiapan pembangunan proyek-proyek pekerjaan umum
dan pada tahun-tahun itu persiapan untuk proyek-proyek irigasi hanya sedikit
sekali jumlahnya.
(2) Para pegawai dan petugas urusan pembukuan, dibagi dua kelompok kerja yaitu
urusan pembukuan pusat dan urusan pembukuan daerah. Petugas di kantor pusat
terdapat seorang Pegawai Pembukuan, sorang Mantri Pembukuan, 2 orang Juru
Ketik, dan 4 orang Juru Tulis. Di samping itu, di kantor pusat terdapat seorang
Petugas Keamanan dan seorang Penjaga Malam. Adapun para pegawai dan
petugas urusan pembukuan di kantor daerah adalah 2 orang Juru Tulis, dan 3
orang Pembantu Juru Tulis.
Bagan III. Struktur Pegawai kantor Kabupaten Sindupraja Daerah
Wonogiri
Page 78
60
Sumber: Uitgewerkte en Toelichtende Staat der Begrooting van Uitgaven en Ontvangsten van
het Mangkoenagorosche Rijk voor het Dienstjaar 1934. Mangkunegaran: Reksa Pustaka, halaman
246-248. Lihat juga Muzaini, 1996. “Pembangunan Irigasi di Praja Mangkunegaran (1916-1942)”
Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta. halaman 66-68.
Para pegawai Kabupaten Sindupraja dikelompokkan sesuai dengan tugas
di kantornya. Kantor daerah Wonogiri juga terdapat para pegawai dan petugas
untuk Kabupaten Sindupraja yang mengurusi pekerjaan umum dan irigasi.
Berbeda dengan yang terdapat di Kota Mangkunegaran atau pusat para pegawai
dan petugas hanya menangani urusan pekerjaan umum. Berdasarkan bagan II,
susunan pegawai daerah Wonogiri terdapat seorang Kepala Bagian Pegawas
Wonogiri, dan Kepala Seksi Pengawas Wonogiri. Pegawai tersebut bertugas
melakukan koordinasi dalam urusan pekerjaan umum dan irigasi. Pegawai kepala
1 Orang Juru Borong-Juru
Gambar
1 Orang Mantri Pengairan
3 Orang Pembantu
Pengawas
5 Orang Mandor Kepala
Kepala Seksi
Pengawas
Wonogiri
Urusan Pembukuan
Daerah
Urusan Pengelolaan
dan Pemeliharaan
Kepala Bagian
Pengawas
23 Orang Mandor
Page 79
61
ini dalam melaksanakan tugasnya dibantu beberapa teknisi yaitu 3 orang
Pembantu Pengawas, dan seorang Juru Borong-Juru Gambar, yang bertugas
melaksanakan perencanaan dan pembangunan proyek-proyek pekerjaan umum
dan irigasi, dibantu oleh para pegawai dan petugas dalam urusan pembukuan
daerah. Selain itu juga terdapat pegawai dan tenaga yang menangani pengelolaan
dan pemeliharaan irigasi didaerah khusus Wonogiri yaitu terdapat seorang Mantri
Pengairan, 5 orang Mandor Kepala, dan 23 orang Mandor.
Page 80
BAB IV
PERANAN KABUPATEN KARTI PRAJA BAGI
PERKEMBANGAN PRAJA MANGKUNEGARAN
Setelah Mangkunegara VII berhasil menduduki kursi penguasa dan
berhasil melakukan pembenahan birokrasi pemerintahan dan pengelolaan
keuangan Praja, kondisi pemerintahan Praja menjadi lebih baik. Kondisi yang
demikian membuat pemerintah Praja Mangkunegaran berusaha untuk melakukan
pembangunan-pembangunan dalam bidang lainnya di luar sektor pemerintahan.
Adapun pembangunan-pembangunan itu dilaksanakan antara lain pembangunan
dalam bidang infrastruktur, pembangunan bidang sosial, pembangunan bidang
kesehatan, dan pembangunan dalam bidang ekonomi. Pelaksanaan pembangunan
dibeberapa bidang tersebut pelaksanaannya diatur oleh Dinas Pekerjaan Umum
Mangkunegaran.
Praja Mangkunegaran telah berusaha sendiri dalam mengadakan
pembaharuan dan pembangunan di wilayahnya, namun para penguasa
Mangkunegaran masih terikat oleh Pemerintah Hindia Belanda. Sehubungan hal
itu, banyak pembangunan yang dilaksanakan di Praja Mangkunegaran masih
mendapat bantuan atau bimbingan dari Pemerintah Kolonial. Hal semacam ini
sejalan dengan strategi politik dari pengageng Mangkunegaran yang memilih jalan
menganut politik dekat dengan Belanda yang tujuannya untuk kelangsungan
kerajaannya. Terbukti dengan strategi itu Praja Mangkunegaran mampu bertahan
sampai runtuhnya Pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia.
62
Page 81
63
A. Pembangunan Bidang Infrastruktur
1. Pembangunan Jalan dan Jembatan
Pembangunan sarana dan infrastruktur menjadi langkah awal
Mangkunegara VII melaksanakan kebijakan pembangunan dengan menambah
sarana perhubungan yang berupa pembangunan jalan dan jembatan. Pembangunan
ini dilakukan karena Praja Mangkunegaran jika ditinjau dari segi teknik lalu lintas
terletak pada kondisi yang kurang baik dengan ibukotanya menjadi salah satu titik
persilangan jalur-jalur kereta api terpenting di pulau Jawa. Jalur kereta api SS
( Staats Spoorwegen ) dari Jakarta, Bandung ke Surabaya lewat Yogyakarta dan
Surakarta, dan NIS ( Nederlandsch Indische Spoorweg ) dari Semarang ke
Yogyakarta melalui Surakarta.1 Keadaan lalu lintas yang kurang menguntungkan,
mengharuskan Praja untuk memusatkan perhatiannya pada pembaharuan jaringan
jalan raya dengan maksud membuka daerah demi kelancaran lalu lintas, karena
dengan lalu lintas yang lancar membawa proses pembangunan di Praja
Mangkunegaran menjadi lebih cepat. Pelaksanaan pembangunan jalan dan
jembatan oleh pemerintahan Praja diserahkan seluruhnya kepada Kabupaten Karti
Praja (Dinas Pekerjaan Umum Kerajaan).
Pada tradisi pemerintahan sebelum masa Mangkunegara VII, raja kurang
memperhatikan kesejahteraan dan kepentingan umum seperti pembangunan jalan.
Jalan-jalan dibuat dan dikerjakan hanya ala kadarnya dengan pemanfaatan tenaga
kerja rodi. Masa Mangkunegara IV sekalipun kondisi ekonomi Praja mengalami
surplus, kebijakan raja lebih mengalokasikannya untuk kepentingan istana.
1 Th. M. Metz, 1939. Mangkunegaran: Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Surakarta: Reksa
Pustaka. halaman 68.
Page 82
64
Bersamaan dengan munculnya Politik Etis pada awal abad XX mengharuskan
pemerintah Praja Mangkunegaran memperhatikan kepentingan rakyatnya. Pada
tahun 1912 pemeliharaan jalan dari Nambangan-Wonogiri-Kakap sampai
perbatasan Pacitan yang semula pengerjaannya menggunakan tenaga rodi diganti
dengan tenaga bayaran. Setelah Praja Mangkunegaran mempunyai dana yang
cukup, kemudian melakukan perbaikan dan pemeliharaan jalan dari Palur-
Karanganyar-Karangpandan. Jalan-jalan tersebut diperbaiki karena dipergunakan
untuk lalu lintas pengangkutan menuju Pabrik Gula Tasik Madu.2
Pembangunan jalan dan jembatan semakin intensif dilakukan ketika
Mangkunegara VII berkuasa. Pembangunan jalan dan jembatan yang dilaksanakan
di daerah Wonogiri, mendapat perhatian penuh jika dibandingkan dengan daerah-
daerah lain. Hal itu disebabkan di daerah Wonogiri masih banyak daerah yang
terisolir dengan dunia luar. Pembangunan jalan yang terpenting adalah jalan dari
Wonogiri ke Jatisrono kemudian ke perbatasan Praja Mangkunegaran dengan
Madiun.3
Di daerah Karanganyar, jalan yang melewati Jumapolo dan jalan dari
Mojogedang ke Batujamus lewat Kemuning diperbaiki. Pembangunan jalan baru
ke Tawangmangu juga dilakukan sehingga daerah ini menjadi sangat populer
dengan pariwisatanya.4 Pada tahun 1922-1924 dibangun jalan dari Jurug-Palur
dan tahun 1924-1927 dilakukan proyek pengaspalan jalan kota. Selain itu,
perbaikan jalan dilaksanakan di daerah-daerah yang meliputi jalan di sepanjang
2 Wasino, 1994. “Kebijaksanaan Pembaharuan Pemerintahan Praja Mangkunegaran
(Akhir Abad XIX-Pertengahan Abad XX)”. Tesis Universitas Gajah Mada Yogyakarta. halaman
208. 3 Wasino, ibid.,halaman 209.
4 Th. M. Metz, op.cit., halaman 70.
Page 83
65
ibukota distrik Simo menuju Salam-Karanggede dengan membangun jembatan
melalui Kali Butak dan Kali Cemoro. Perbaikan jalan kemudian dilanjutkan dari
Karanggagede melalui Wonosegoro sampai distrik Telawah (distrik Juwangi) dan
pembangunan jembatan besar melalui Kali Serang.5
Pada masa pemerintahan Mangkunegoro VII pembangunan jalan dan
jembatan tidak hanya di jalan-jalan utama (protokol) dan jembatan-jembatan besar
saja, tetapi juga dilakukan daerah-daerah perkampungan, seperti mengadakan
pelebaran jalan dan pengerasan jalan serta pembangunan jembatan yang
menghubungkan antara kampung satu dengan kampung yang lainnya.6 Jalan
perkampungan yang diperbaiki antara lain jalan di kampung Nayu, Bibis, dan
Gilingan. Perbaikan jembatan dilakukan di kampong Gondang dan Pringgading.
Pembangunan jalan dan jembatan merupakan hasil inspeksi berkuda
Mangkunegoro VII beserta perwira dan keluarga serta abdi dalem yang dilakukan
secar teratur, sehingga ia mengetahui bagaimana keadaan jalan dan jembatan yang
ada di kampung-kampung di kota Mangkunegaran.7
Usaha-usaha Mangkunegara VII dalam pembangunan jalan dan jembatan
telah membawa hasil yang memuaskan. Sebelum tahun 1916 daerah
Mangkunegaran terdapat 433 km jalan kuda yang diperlebar, 60 km jalan yang
tidak dikeraskan, dan 7 km jalan makadam (masih berbatu terjal). Kondisi ini
5 Nina Astiningrum, 2006. “Kebijakan Mangkunegoro VII Dalam Pembangunan
Perkotaan di Praja Mangkunegaran”. Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas
Maret.halaman 89.
6 Sejarah Perjuangan K.G.P.A.A. Prabu Prangwedana ke VII, 1993. Surakarta: Reksa
Pustaka. Halaman 294.
7 Pernyataan R.M. Gondosubariyo, 1939. Tri Windu Mangkunegoro VII. Surakarta: Reksa
Pustaka. Halaman 56.
Page 84
66
mengalami perubahan ketika tahun 1931, terdapat 530 km jalan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor.8 Pada tahun 1931, Mangkunegara VII merencanakan
pembangunan jalan aspal sepanjang 70 km, sehingga Praja untuk 20 tahun yang
akan datang tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk pemeliharaan jalan
tersebut. Akan tetapi karena waktu itu terjadi krisis, Praja melakukan
penghematan anggaran keuangan sehingga pelaksanaan pembangunan itu menjadi
terlambat. Pada tahun 1940, ketika situasi menjadi panas menjelang PD II,
pembangunan jalan yang berskala besar sudah tidak dilakukan lagi di Praja
Mangkunegaran. Pembangunan jalan dan jembatan yang dilaksanakan oleh
Kabupaten Karti Praja pada pemerintahan Mangkunegara VII sangat besar
pengaruhnya bagi kepentingan dan kemajuan Praja. Pembangunan infrastruktur
ini ditujukan untuk menciptakan transportasi yang lancar dan untuk
mempermudah masyarakat untuk bisa saling berinteraksi.
Pembangunan infrastruktur di Praja Mangkunegaran telah mengeluarkan
anggaran yang cukup besar yang semuanya disediakan untuk pembangunan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana. Anggaran untuk pembangunan infrastruktur
baru dimulai tahun 1918 (lihat tabel IV di bawah) dan terus mengalami perubahan
dari tahun ke tahun sesuai dengan banyak sedikitnya pembangunan yang
dilakukan.
8 Wasino, 2008, Kapitalisme Bumi Putra: Perubahan Masyarakat Mangkunegaran,
Yogyakarta: PT LKIS Pelangi Aksara, halaman 264
Page 85
67
Tabel IV. Anggaran Pekerjaan Umum
Praja Mangkunegaran 1916 – 1933
Tahun
Seluruh
Anggaran
(f)
Anggaran Pekerjaan Umum
Rutin
(f)
Prosen
(%)
Luar Biasa
(f)
Prosen
(%)
1916
1917
1918
1919
1920
1921
1922
1923
1924
1925
1926
1927
1928
1929
1930
1931
1932
1933
4.251.573
5.558.264
2.917.022
1.718.053
2.275.889
2.665.154
2.419.294
2.518.046
2.514.353
2.334.864
2.542.837
2.458.313
3.745.767
3.422.700
2.910.000
2.506.083
2.218.446
1.914.634
-
-
462.056
327.977
417.853
733.717
389.990
431.845
458.115
490.259
489.242
511.329
550.628
540.787
723.350
519.511
435.481
367.993
-
-
15,84
19,09
18,36
27,53
16,12
17,15
18,22
19,28
19,24
20,80
14,70
15,8
18,5
20,73
19,63
19,22
-
-
662.820
87.964
117.208
0
151.931
359.577
275.070
180.485
171.896
199.123
179.797
184.826
336.260
125.304
59.454
4.404
-
-
15,59
5,12
5,15
0
6,28
14,28
10,94
7,73
6,76
8,10
4,8
5,4
8,6
5,0
2,68
0,23
Sumber: Wasino, 1994. “Kebijaksanaan Pembaharuan Pemerintahan Praja Mangkunegaran (Akhir
Abad XIX-Pertengahan Abad XX)”. Tesis Jurusan Humaniora Universitas Gajah Mada
Yogyakarta. halaman 213.
Berdasarkan tabel IV dapat dilihat bahwa anggaran luar biasa dari
pekerjaan umum yang paling besar pada tahun 1918 yaitu sebesar 662.820 gulden,
kemudian tahun 1923 dengan 359.577 gulden, dan tahun 1924 sebesar 275.070
gulden. Pada tahun-tahun itu anggaran luar biasa menjadi sangat besar
dikarenakan tahun tersebut Praja Mangkunegaran sedang dilakukan
pembangunan-pembangunan proyek besar yang berupa bangunan irigasi.
Anggaran mengalami penurunan sangat drastis setelah tahun 1932, hal ini sebagai
Page 86
68
akibat terjadinya depresi ekonomi tahun 1933 yang memaksa pemerintahan Praja
untuk melakukan penghematan penggunaan anggaran.
2. Pembangunan Irigasi
a. Pembangunan Waduk
Sejak pertengahan abad 19, di wilayah Praja Mangkunegaran mempunyai
bangunan irigasi dalam hal ini adalah waduk. Pembangunan sarana irigasi ini
hanya untuk kepentingan pengairan sawah-sawah di daerah perkebunan tebu
untuk bahan dasar bagi pengolahan di pabrik Gula Colomadu dan pabrik Gula
Tasikmadu. Tujuan pembangunan waduk semata-mata untuk kepentingan pabrik
gula dan sedikit bermanfaat bagi keperluan rakyat Mangkunegaran. Setelah
Mangkunegara VII memegang pemerintahan, pembangunan irigasi menjadi
perhatian penuh dan merupakan kebutuhan yang penting bagi rakyatnya. Pada
tahun pertama memegang jabatan, Mangkunegara VII mengemukakan bahwa
pembangunan sarana irigasi menjadi prioritas utama yang akan dilaksanakan
didalam pemerintahannya.9
Pembangunan-pembangunan irigasi ini memaksa Praja Mangkunegaran
untuk mengeluarkan sejumlah uang yang dibiayai melalui anggaran Praja maupun
bantuan langsung dari pabrik gula. Sejak tahun 1916 hingga tahun 1939
dikeluarkan sejumlah f .2.222.228,71 dan berhasil mengairi 20.446 ha. sawah,
yakni 10.447 ha sawah di Kabupaten Wonogiri, 4.800 ha sawah di Kabupaten
Karang Anyar, dan 5.619 ha di areal Pabrik Gula Mangkunegaran.10
Pada Masa
9 Wasino, op.cit., halaman 199.
10
ibid., halaman 203.
Page 87
69
Mangkunegoro VII telah dibangun lima buah waduk yang berfungsi sebagai
saluran irigasi. Waduk-waduk tersebut, antara lain:
Tabel V. Waduk-Waduk di Mangkunegaran
Nama
Waduk
Isi
(m³)
Luas
(ha)
Dalam
(m)
Areal
yang diairi
(ha)
Keterangan
Kedung
Uling
712.500 15,40 9,70 800 Dibangun th. 1917
selesai th. 1918
Biaya
pembangunan:
f.142.650
Biaya Perbaikan:
f.169.430
Plumbon 1.200.000 12,5 15 815 Dibangun th.
(1918 – 1919),
(1924 – 1929)
Biaya
Pembangunan:
f. 93.500 + f.
271.500 =
f. 365.000
Tirto
Marto
4.000.000 56,50 16 12.700 Dibangun 1920 –
1924, biaya: f.
64.400
Cengklik 11.000.000 301,20 9 950 Dibangun 1930 –
1932, biaya f.
425.600
Jombor 400.000 16 4,50 2.300 Dibangun 1925 –
1926, biaya: f.
116.000
Sumber : R.M. Notodhiningrat, 1939. Pengairan Di Mangkunegaran Selama Tiga Windu. dalam
Supplement Triwindoe GedenkboekMangkunegara VII. Surakarta; Rekso Pustaka.halaman 226.
Berdasarkan tabel V di atas dapat dilihat bahwa waduk-waduk dibangun
pada masa pemerintahan Mangkunegara VII. (1) Waduk Kedung Uling yang
dibangun pada tahun 1918 dengan biaya pembangunan sebesar f 142.650,
kemudian diperbaiki pada masa selanjutnya dengan biaya f 169.430. Waduk ini
mempunyai luas 15,40 hektar dengan kedalaman rata-rata 9,70 m berisi 712.500
m³ air dan dapat mengaliri 800 hektar sawah. (2) Waduk Plumbon dibangun
Page 88
70
dalam dua tahap, yaitu tahun 1918-1919 dan tahun 1924-1929. Waduk ini
mempunyai luas 12,50 hektar dengan kedalam rata-rata 15 m ini berisi 1.200.000
m³ air yang dapat mengairi 815 hektar sawah dengan biaya keseluruhan f 365.000.
(3) Waduk Tirtomarto dibangun pada tahun 1920-1924 dengan biaya f 64.400.
Waduk ini luasnya 56,50 hektar dengan kedalaman rata-rata 16 m ini berisi
4.000.000 m³ air yang dapat mengairi 12.700 hektar sawah. (4) Waduk Cengklik
dibangun pada tahun 1930-1932 dengan biaya f 425.600. Waduk ini luasnya 301,
20 hektar dengan kedalaman rata-rata 9 m ini berisi 11.000.000 m³ air yang dapat
mengairi 950 hektar sawah. (5) Waduk Jombor dibangun pada tahun 1925-1926
dengan biaya f 116.000. Waduk ini luasnya hanya 16 hektar dengan kedalaman
4,50 m berisi 400.000 m³ air yang dapat mengairi 2,300 hektar sawah.
Mangkunegara VII menunjuk F.E. Wolf, seorang arsitek berkebangsaan
Belanda yang sebelumnya telah banyak merencanakan pembangunan bangunan-
bangunan irigasi di Begelen untuk menata irigasi di wilayah Praja.11
Wolf melalui
penyelidikannya berhasil memulai pembangunan-pembangunan proyek besar di
Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Kota Mangkunegaran dan Karanganyar.
Pada tahun 1926 Wolf berhenti dari jabatannya sebagai Pimpinan Dinas Irigasi
Kerajaan (Rijkswaterstaat) digantikan Ir. Sarsito Mangoenkoesoemo. Ir. Sarsito
lebih banyak menyelesaikan bangunan-bangunan lama, karena setelah krisis tahun
1930-an pendapatan Praja mengalami penurunan sehingga sudah tidak ada lagi
pembangunan bendungan baru.
Untuk menopang biaya pembangunan irigasi dan sarana-sarana
pendukungnya, telah dianggarkan dalam anggaran Praja Mangkunegaran setiap
11
Ibid., halaman 201.
Page 89
71
tahunnya semenjak Mangkunegara VII memegang pemerintahan. Anggaran yang
digunakan dalam pengelolaan urusan irigasi antara tahun 1916 - 1933 dapat dilihat
pada tabel VI.
Tabel VI. Anggaran Irigasi Praja Mangkunegaran 1916 – 1933
Tahun
Seluruh
Anggaran
(f)
Anggaran Irigasi
Rutin
(f)
Prosen
(%)
Luar Biasa
(f)
Prosen
(%)
1916
1917
1918
1919
1920
1921
1922
1923
1924
1925
1926
1927
1928
1929
1930
1931
1932
1933
4.251.573
5.558.264
2.917.022
1.718.053
2.275.889
2.665.154
2.419.294
2.518.046
2.514.353
2.334.864
2.542.837
2.458.313
3.745.767
3.422.700
2.910.000
2.506.083
2.218.446
1.914.634
580.764
779.824
83.426
80.748
86.938
493.053
123.626
128.924
139.547
120.712
139.602
117.999
142.339
123.937
142.590
148.861
154.182
104.922
13,66
14,03
2,86
4,70
3,82
18,5
5,11
5,12
5,55
5,17
5,49
4,80
3,80
3,60
4,90
5,94
6,95
5,48
0
52.804
322.331
87.964
153.623
0
291.767
218.497
210.703
100.866
133.499
73.749
52.441
61.609
61.110
20.800
21.741
1.149
0,00
0,95
11,05
5,12
6,75
0,00
12,06
8,69
8,38
4,32
5,25
3,00
1,40
1,80
2,10
0,83
0,98
0,06
Sumber: Wasino, 1994. “Kebijaksanaan Pembaharuan Pemerintahan Praja Mangkunegaran (Akhir
Abad XIX-Pertengahan Abad XX)”. Tesis Jurusan Humaniora Universitas Gajah Mada
Yogyakarta. halaman 205.
Berdasarkan tabel VI dapat dilihat bahwa selain anggaran biasa atau
anggaran rutin dari Dinas Irigasi Mangkunegaran, juga terdapat anggaran luar
biasa atau anggaran pembangunan dan perbaikan. Anggaran luar biasa baru
diadakan pada tahun 1917. Anggran luar biasa dibuat berdasarkan kemampuan
keuangan Praja dan ada tidaknya pembangunan-pembangunan sarana irigasi di
wilayah Praja Mangkunegaran. Ketika ada pembangunan irigasi dengan biaya
Page 90
72
besar, maka anggaran luar biasa juga menjadi besar dan ketika ada pembangunan
yang berskala kecil, anggaran luar biasa juga bernilai kecil. Pada tahun 1918
anggaran luar biasa menunjukkan nilai yang sangat besar sekali karena pada tahun
itu sedang diadakan pembanguan Waduk Kedung Uling dan Waduk Plumbon.
Pada tahun 1921 anggaran luar biasa menunjukkan nilai terkecil karena di tahun
tersebut tidak dilaksanakan pembangunan dalam bidang irigasi.
Anggaran luar biasa mengalami fluktuasi pada tahun 1922 sampai dengan
1926, dalam tahun-tahun tersebut dilaksanakan pembangunan waduk-waduk
seperti Jombor, Plumbon, dan Tirtomarto. Anggaran luar biasa mengalami
penurunan tahun 1931, dan akibatnya banyak rencana pembangunan sarana-sarana
irigasi yang baru dimulai tidak dapat dilaksanakan. Penurunan ini sebagai dampak
terjadinya depresi ekonomi tahun 1930 yang mempengaruhi kondisi keuangan
Praja Mangkunegaran. Pembangunan waduk-waduk dilaksanakan pemerintah
dengan tujuan menyimpan air dan mengalirkannya untuk kepentingan pertanian
basah. Irigasi ini sekaligus berguna sebagai pemupukan, karena air yang mengalir
itu membawa lumpur yang subur. Hal semacam ini membawa pengaruh kepada
semakin meningkatnya hasil dibidang pertanian.
b. Pembangunan Saluran Pembuangan Air
Wilayah Surakarta secara geografis merupakan wilayah yang rawan dari
bencana banjir. Mangkunegara VII menyadari bahwa saluran pembuangan air di
Praja Mangkunegaran perlu adanya perbaikan. Saluran pembuangan air
merupakan salah satu komponen infrastruktur yang sangat penting karena
kemajuan sebuah kota dinilai dari kondisi sistem pembuangan airnya. Adanya
limbah cair rumah tangga baik dari hasil cucian ataupun cairan limbah yang
Page 91
73
dimasukkan ke satu saluran menyebabkan kondisi pada musim kemarau terjadi
penumpukkan sampah dan menyebabkan menyumbatnya aliran air. Akibat saluran
tersumbat, limbah ini berbau busuk dan menyengat sehingga menimbulkan sarang
penyakit.
Mengingat kondisi yang seperti itu, langkah Mangkunegara VII yaitu
melakukan pembangunan saluran-saluran khusus untuk mengatur pembuangan
limbah di sekeliling Pura Mangkunegaran. Saluran air ini digunakan untuk
menyerap air kotor agar tidak mengenang di daerah permukiman perkampungan
di kota Mangkunegaran. Pemerintah Praja kemudian membangun saluran
pembuangan air dari Pura Mangkunegaran yang dialirkan ke sungai Toklo yang
dibuka pukul 8.30 pagi sampai 6.30 sore. Pembangunan saluran dilanjutkan di
daerah Gilingan yang setiap musim penghujan sering digenangi air. Selain itu,
dibangun saluran induk dengan pintu-pintu air yang sewaktu-waktu bisa dibuka
dan ditutup. Pembuatan saluran air hujan juga dilakukan di kampung Stabelan
yang menghabiskan dana sekitar f 8000.12
Saluran air tersebut dibuat untuk
menghindari luapan serta genangan air hujan dan limbah rumah tangga, sehingga
air kotor dapat mengalir dengan lancar dan tidak menyebabkan munculnya bibit
penyakit sehingga menciptakan kondisi masyarakat yang bersih dan sehat.13
12
“Anggaran Pembuatan Saluran Air”. Arsip Mangkunegoro VII. Surakarta: Reksa
Pustaka. Kode H. 204.
Page 92
74
B. Pembangunan Bidang Sosial
1. Pembangunan Taman Kota
a. Taman Tirtonadi
Taman yang dibangun pada masa Mangkunegara VII dengan latar
belakang pembangunannya untuk memanfaatkan air kali Pepe yang terjun melalui
pintu air Kali Anyar atau banjir kanal. Taman Tirtonadi dibuat dengan
menggunakan konsep taman air (water castle) dengan memanfaatkan air dari
banjir kanal. Pemanfaatan air ini dilakukan karena sebelum tanggul dibangun,
pada musim hujan air dari kali Pepe sering meluap sehingga menyebabkan banjir.
Untuk mengatasi banjir tersebut, pada tahun 1903 diadakan proyek pembangunan
banjir kanal dengan rute pengerjaan langsung mengarah ke Bengawan Solo.
Bersamaan dengan proyek tersebut juga dibangun sebuah tanggul dari utara
Balekambang menuju daerah Kandangsapi. Pembangunan-pembangunan tersebut
diselesaikan pada tahun 1911.14
Selain terdapat taman air, Taman Tirtonadi juga
tersedia obyek wisata lainnya yaitu Partimah Park dan telaga yang diberi nama
Minopadi.15
b. Partimah Park
Partimah Park dibangun pada zaman Mangkunegara VII yang merupakan
taman rekreasi untuk anak-anak dan terletak satu komplek dengan Taman
Tirtonadi. Pemberian nama ini disesuaikan dengan nama puteri bungsu dari
Mangkunegara VII yaitu B.R.A. Partimah. Partimah Park terdapat sarana
14
Suryadu. 1983. “Kota Solo Masa Silam “Tirtonadi dan Minopadi” Obyek Wisata Yang
Kian Merana”, dalam Suara Merdeka edisi Sabtu 19 Maret 1983, halaman III.
15
Minopadi merupakan telaga buatan di komplek Taman Tirtonadi yang fungsinya
sebagai sarana bersampan dan memancing ikan.
Page 93
75
permainan yang berupa kolam renang, jungkat-jungkit/timbangan, ayunan dan
lapangan terbuka sebagai tempat anak-anak bermain. 16
Selain itu, kawasan ini
semakin lengkap dengan didirikanya restaurant yang pembangunannya
menghabiskan biaya sekitar f. 500.17
Hal yang semacam ini dimaksudkan agar
kawasan Partimah Park bisa lebih dinikmati oleh masyarakat Praja
Mangkunegaran.
c. Kusumawardhani Plein
Kusumawardhani Plein merupakan sebuah lapangan yang dibangun
Mangkunegara VII untuk memperingati kelahiran putrinya, yaitu B.R.A. Siti
Nurul Kamaril Ngarasati Retno Kusumawardhani atau disebut Gusti Nurul.
Lapangan ini berfungsi sebagai sarana olahraga bagi anggota Legiun
Mangkunegaran.
d. Partini Tuin dan Partinah Bosch
Partini Tuin atau taman Partini dibangun Mangkunegara VII sebagai
hadiah untuk putrinya, B.R.A. Partini ketika menikah dengan Prof. Husein
Joyoningrat.18
B.R.A. Partini adalah putri tertua Kangjeng Gusti Adipati
Mangkunegara VII. Taman Partini adalah area taman dengan koleksi bermacam
tanaman langka dan juga merupakan sarana rekreasi yang dilengkapi dengan
lapangan olahraga dan pemandian. Tempat ini sekarang lebih dikenal oleh
masyarakat dengan sebutan Bale Kambang (rumah yang mengapung di tengah
telaga buatan) dan telah selesai direnovasi dan semakin menjadi lebih menarik.
16
Nina Astiningrum, op.cit., halaman 86.
17
Autorisatie begrooting van kosten 1941. Arsip Mangkunegoro VII. Surakarta: Reksa
Pustaka.
18
Nina Astiningrum, loc. Cit.
Page 94
76
Partinah Bosch atau Taman Air Partinah, dibangun sesuai dengan nama
puterinya B.R.A. Partinah. Partinah Bosch merupakan hutan kecil yang terdiri dari
berbagai macam pepohonan. Hutan ini memiliki keistimewaan tersendiri jika
dilihat dari fungsinya, yaitu setiap nama-nama ilmiah pohon yang ditanam di
taman Partinah dapat dijadikan sebagai media pengenalan dan pendidikan bagi
anak-anak dengan tujuan merangsang pertumbuhan kecerdasan anak. Tempat ini
masih tetap ada dan berfungsi sebagai hutan kota dan daerah resapan air hujan.
Konsep pembangunan taman kota oleh Mangkunegara VII difungsikan
sebagai sarana public space sekaligus sebagai jantung kota yang pengaruhnya
dapat langsung dinikmati oleh masyarakat umum. Selain itu, pembangunan
taman-taman ini juga bertujuan untuk memperindah wajah kota Mangkunegaran.
2. Pembangunan Gedung-Gedung
a. Pembangunan Gedung SOOS (Societed)
Perkembangan politik di Hindia Belanda mendorong perubahan dalam
berbagai bidang di kehidupan masyarakat. Perubahan ditandai dengan munculnya
organisasi modern, para priyayi yang tergabung dalam organisasi-organisasi yang
sering berkumpul di suatu tempat pertemuan tertentu. Tempat pertemuan ini oleh
orang Belanda lebih dikenal dengan nama Soos, kata yang diambil dari Societeit
yang berarti tempat pertemuan bagi bangsa Belanda yang bersifat eksklusif. Soos
selain dipakai untuk kepentingan rapat, juga digunakan sebagai tempat pertemuan
publik seperti keperluan pesta, tempat hiburan, dan lain sebagainya. Selain itu,
bangunan Soos menjadi sangat penting bagi perkembangan budaya, karena di
tempat inilah timbul kontak antara kebudayaan orang pribumi dengan kebudayaan
orang Belanda.
Page 95
77
Bangunan Soos merupakan pencerminan dari kebutuhan ruang yang
mendukung bagi kegiatan yang dilakukan oleh para pendukung kebudayaan.
Dengan keadaaan yang seperti itu, mengharuskan Mangkunegara VII membangun
sebuah gedung Soos (societeit) di wilayah Mangkunegaran. Pada tahun 1918,
pembangunan gedung Soos mulai diadakan, pertama dibangun gedung Soos
Mangkunegaran (sekarang gedung Monumen Pers), pembangunan gedung ini
diserahkan pada arsitek pribumi bernama Aboekasan Atmodirono yang berasal
dari Semarang.19
Soos Mangkunegaran digunakan untuk pertemuan para pegawai
sipil selain itu, juga dibangun gedung Soos Militer (sekarang menjadi kantor
Pramuka Surakarta) yang digunakan untuk petemuan bagi para bintara.
Pembangunan gedung Soos oleh Mangkunegara VII dimaksudkan sebagai
perwujudan kebutuhan tempat untuk berbagai macam kegiatan dan aktifitas
pertemuan di wilayah Mangkunegaran. Selain itu, pembangunan Soos membawa
dampak pada peralihan gaya hidup dari tradisional menjadi modern mengikuti
budaya Eropa sejalan dengan lahirnya budaya perkotaan di Surakarta.
b. Pembangunan Bale Kampung/Gedung Kelurahan
Bale Kampung adalah kantor dinas dari Lurah dan para Punggawa
Kampung. Bale kampung digunakan sebagai tempat untuk mengurusi masalah
intern yang ada dikampung, seperti: masalah administrasi, perpajakan, pengadilan,
dan lain sebagainya. Pada masa Mangkunegoro VII melakukakan pembangunan
bale kampung yang dianggap tidak layak sebagai tempat kerja. Pada pemerintahan
Mangkunegoro VII telah dibangun tiga buah bale kampung, yang antara lain: Bale
19
Monument Pers Nasional Ing Sala, dalam Harian Jayabaya, halaman 9, edisi 8
Februari 1987. halaman 9. Surakarta: Reksa Pustaka. Kode MN 872.
Page 96
78
Kampung Kestalan, Punggawan, dan Manahan.20
Tanah beserta bangunan yang
digunakan untuk pembangunan bale kampung adalah tanah milik rakyat, yang
telah mendapatkan ganti rugi yang berupa komisi dari pemerintah Praja
Mangkunegaran. Pembangunan bale kampung ini berpengaruh terhadap
kehidupan rakyat yaitu semakin intensifnya pelayanan dalam mengurusi masalah-
masalah intern di masyarakat.
c. Pembangunan Gedung-Gedung Sekolah
Pembaharuan dalam bidang pendidikan oleh penguasa Mangkunegaran
terutama Mangkunegara VII dipandang sebagai kebutuhan yang penting karena,
perkembangan dunia menuntut masyarakat mengikuti perkembangan zaman.
Dalam hal ini pembangunan dalam bidang pendidikan sangat diperlukan jika
didukung dengan adanya pemberian motivasi untuk bersekolah dan penyediaan
sarana dan prasarana sekolah. Mangkunegara VII sangat memperhatikan kwalitas
pendidikan rakyatnya dengan membangun tiga gedung sekolah yang besar yaitu
gedung sekolah HIS Siswo (sekarang telah menjadi SMP Negeri 5 Surakarta),
gedung sekolah HIS Sisworini (sekarang tidak digunakan lagi dan tempatnya
berada di sebelah timur Akademi Seni Mangkunegaran) dan sebuah gedung
sekolah gadis tingkat SD (kopschool)21
. Selain sekolah untuk kalangan elite
tersebut, pemerintah Praja juga mendirikan sekolah untuk rakyat atau Sekolah
Desa (Volksschool) yang mana penyelenggaraan sekolah ini ditanggung
sepenuhnya oleh Praja Mangkunegaran.
20 “Pembangunan Bale Kampung Kestalan, Punggawan, dan Manahan”. Arsip
Mangkunegoro VII. Surakarta: Reksa Pustaka. Kode H. 159, P. 2607, dan P. 258
21
Th. M. Metz, op.cit., halaman 71.
Page 97
79
Berkat perhatian Mangkunegara VII terhadap pendidikan, secara
kwantitatif jumlah sekolah di Praja Mangkunegaran mengalami peningkatan.
Pendirian sekolah desa dimulai dari tahun 1918 dengan jumlah sekolah 19 buah,
pada tahun 1927 jumlahnya meningkat menjadi 53 buah dan pada tahun 1930
jumlahnya menjadi 79 buah naik empat kali lipat dari pendirian awalnya. Setahun
kemudian jumlah tersebut meningkat lagi menjadi 81 sekolah, 30 sekolah berada
di kota Mangkunegaran dan sisanya berada di daerah Wonogiri. Pada masa
depresi ekonomi dunia tahun 1930 pembangunan sekolah desa mengalami
goncangan akan tetapi sekolah desa tersebut bisa bertahan dan pada tahun 1935
jumlah sekolah desa milik Mangkunegaran menjadi 103 buah, 81 sekolahan milik
Praja Mangkunegaran dan 22 lainnya merupakan pelimpahan dari sekolah-sekolah
Gubermen.22
Mangkunegara VII melaksanakan modernisasi pendidikan dengan
memperjuangkan bangsa dan rakyatnya agar menjadi pandai dan mempunyai
keahlian sebagai modal persiapan di kemudian hari. Modernisasi pendidikan yang
dilakukan Mangkunegara VII sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan
terciptanya pendidikan maju di Mangkunegaran. Hal yang semacam ini sekaligus
dijadikan wujud strategi dalam perjuangan bangsa dengan tersedianya sumber
daya manusia yang handal bagi Praja Mangkunegaran dan juga memungkinkan
rakyatnya mampu melakukan mobilitasi dalam jenjang sosial diseluruh Hindia
Belanda.
22
Wasino, 1996. “Politik Etis Dan Modernisasi Pendidikan di Mangkunegaran 1900-
1945” Laporan Penelitian Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Semarang. Halaman 43-44.
Page 98
80
C. Pembangunan Bidang Kesehatan
1. Pembangunan Kakus Umum/WC Umum
Pembangunan sarana umum ini salah satu kebijakan di masa
Mangkunegara VII yang ditujukan kepada penduduk di perkampungan agar tidak
membuang hajat disembarang tempat yang dapat menggangu kesehatan maupun
kebersihan lingkungan. Pembangunan juga dimaksudkan untuk menghilangkan
jumbleng.23
Pembangunan kakus umum diletakkan di tempat-tempat yang
strategis dan bersifat umum.
Lahan yang digunakan untuk membangun kakus umum ini merupakan
lahan milik rakyat tanpa diberikan ganti rugi, kemudian dibuatkan kakus pribadi
untuk rakyat. Pembangunan sarana umum ini dikerjakan dengan biaya f. 3000,
dilakukan di kampung-kampung di Kota Mangkunegaran, seperti: kampung
Ngebrusan, Grogolan, Ngentak, Manahan, Stabelan, dan Cinderejo.24
Sebagai
contoh proyek penanganan dari pembangunan kakus umum di kampung
Ngebrusan dipercayaakan Mangkunegara VII kepada Ir. Thomas Karsten.
Bangunan kakus umum ini dibuat sangat indah dengan bahan bangunan pilihan
dan perencanaan kerja yang matang.25
Model dari bangunannya sendiri bergaya
tradisional, yang terinspirasi dari bentuk miniatur candi sementara dengan
kontruksi bangunan yang kokoh dan tegas menggunakan kontruksi beton. Selain
23
Jumbleng yaitu tempat pembuangan hajat tradisional dengan menggali tanah dan telah
dipakai secara turun-temurun.
24
“Anggaran Untuk Membuat Kakus Umum dan Pancuran di Mangkunegaran. Arsip
Mangkunegoro VII. Surakarta: Reksa Pustaka. Kode L. 436
25
Lantai dan dindingnya terbuat dari beton sehingga keadaannya masih utuh sampai
sekarang. Instalasi listrik juga dialirkan untuk tempat ini serta pembagian kamar mandi
berdasarkan jenis kelamin (ada di dua sisi belakang kanan dan kiri). Arsip kode H. 257, namun
tempat ini sekarang kurang terawat sehingga kondisinya sangat memprihatinkan.
Page 99
81
itu, pembangunan tetap mengadaptasi gagasan-gagasan modern untuk segi
hygienitas dan privasi. Peresmian terhadap berdirinya bangunan ini terjadi pada
tanggal 1 Januari 1939 bersamaan dengan peresmian Rukun Kampung Manahan
dan pemasangan batu pertama Pasar Legi.26
Pembangunan kakus umum ini
berdampak pada perubahan pola hidup masyarakat Mangkunegaran yang rapi,
sehat dan bersih.
2. Pembangunan Pancuran Umum
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sehari-harinya, baik
sebagai air minum maupun untuk kepentingan lainnya, yakni mandi dan mencuci.
Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting diperlukan dan harus
dipenuhi secara mutlak. Pemenuhan kebutuhan air bersih oleh pemerintah Praja
Mangkunegaran membagun pancuran umum disetiap kalurahan yang ada di Kota
Mangkunegaran. Pembangunan pancuran ini dilaksanakan di kampung Cinderejo,
Kusumodiningratan, Manahan, Kestalan, Stabelan, Grogolan, dan Turisari.27
Pembangunan pancuran umum ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air
bersih bagi masyarakat. Usaha ini agak mengalami hambatan karena penduduk
diperkampungan kurang membutuhkan air pancuran, hal ini dikarenakan mereka
telah memiliki sumur sendiri.28
Pemenuhan air bersih di Surakarta semakin
intensif bersamaan dengan didirikannya perusahaan air minum pada tahun 1931,
26
Acara Mangkunegara VII tertanggal 1 Januari 1939, Surakarta: Reksopustoko
Mangkunegaran, Arsip Mangkunegara VII kode P. 2589.
27
Anggaran Untuk Membuat Kakus Umum dan Pancuran di Mangkunegaran. Op. cit.
Kode L. 436
28
Daryadi, 2009, “Pembangunan Perkampungan di Kota Mangkunegaran Pada Masa
Pemerintahan Mangkunegara VII”, Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret
Surakarta. halaman 73.
Page 100
82
yang merupakan inisiatif dari Residen Surakarta. Perusahaan air minum ini diberi
nama N.V. Hoodgruk Water Leiding Hoofdplaats Surakarta en Omstreken (PT Air
Minum Bertekanan Tinggi di Ibukota Surakarta dan Sekitarnya). Sumber air
bersih yang digunakan oleh perusahaan air minum ini berasal dari daerah
Cakratulung.29
Pembangunan perusahaan minum ini berpengaruh pada
masyarakat Mangkunegaran yang telah diperkenalkan pada penggunaan air
minum yang hiegenis dan menciptakan kesadaran akan kesehatan.
3. Pembangunan Rumah Sakit Dan Poliklinik
Untuk keperluan kesehatan masyarakat dibangun beberapa rumah sakit.
Pada tahun 1921 dibangun rumah sakit pusat Ziekenzorg di Mangkubumen,
merupakan rumah sakit yang pertama di Surakarta. Rumah sakit yang
pembangunannya mendapat subsidi dari Pemerintah Swapraja dan mendapat
subsidi setiap tahunnya sebesar f. 5.000. Rumah sakit ini yang pada awalnya
dipimpin oleh tiga orang dokter, mantri, pembantu mantra, bidan, dan juru
rawat.30
Selain itu, pada tahun 1924 juga dibangun poliklinik sebanyak 8 buah dan
tahun 1939 pembangunan poliklinik bertambah menjadi 19 buah.31
Peningkatan kualitas tenaga medis merupakan salah satu syarat
berhasilnya pembangunan kesehatan. Untuk meningkatkan kualitas dokter maka
Bupati Anom Dokter Mangkunegaran menetapkan kunjungan dokter setiap
seminggu sekali ke poliklinik daerah. Kunjungan ini mampu memantau baik
buruknya kesehatan rakyat di Praja Mangkunegaran. Selain itu ahli-ahli medis
29
Heri Dwiyanto, 1995. “Pembangunan Bidang Kesehatan Di Praja Mangkunegaran Pada
Masa Mangkunegoro VII”. Skripsi Jurusan Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta. halaman
79. 30
Ibid.
31
Wasino, op.cit., halaman 212
Page 101
83
terutama dokter pada masa Mangkunegoro VII, merupakan sesuatu yang langka
dan sulit untuk mencukupi kebutuhan dokter di Mangkunegaran sampai pada
tahun 1938 di Praja Mangkunegaran telah ada enam dokter yaitu: dr. R.M.
Marmohoesadha, dr. RM. Tjakrahoesadha, dr. RM. Martohoesadha, dr. R.P.
Soejoedhana, dr. RM. Soekasno dan dr R. Soewarso.32
Pemerintah Praja juga berusaha memperbanyak jumlah perawat, bidan
maupun penyuluh kesehatan di setiap poliklinik paling sedikit dua orang perawat.
Begitu juga dengan penyuluh kesehatan, di setiap kawedanan ditugaskan seorang
penyuluh kesehatan yang bertugas memberi penyuluhan di desa-desa.33
Adanya
peningkatan jumlah pembangunan rumah sakit dan tenaga medis ini dimaksudkan
agar masyarakat di seluruh daerah Mangkunegaran dapat menikmati pelayanan
kesehatan.
4. Perbaikan Rumah Kumuh
Adanya wabah pest yang melanda di seluruh Jawa Tengah ternyata juga
sampai menyebar ke daerah Praja Mangkunegaran. Penyakit pest yang disebabkan
oleh kutu yang dibawa oleh tikus dan kemudian menyerang manusia lewat baju
atau barang yang ada di dalam rumah, dimana kondisi kebersihannya masih
sangat memprihatinkan. Rumah-rumah yang rata-rata terbuat dari alang-alang dan
kayu sederhana serta berlantai tanah sangat mendukung untuk berkembangnya
penyakit yang dibawa oleh binatang tersebut. Melalui Dinas Kesehatan
Mangkunegaran, pemerintah menganjurkan kepada rakyatnya untuk menciptakan
perumahan yang sehat sesuai dengan kriteria rumah sehat antara lain kondisi
32
Heri Dwiyanto, 1995, op.cit. halaman. 83.
33
Ibid. halaman 84.
Page 102
84
lantai yang kering, pintu dan jendela, ventilasi, di sekitar rumah tidak ada air yang
mengenang, sumur dibuat penghalang di setiap pinggirnya agar tidak tercemari air
kotor, dan bagi masyarakat yang mampu dianjurkan untuk membuat kakus di
setiap rumahnya.34
Pemerintah Praja juga memberikan bantuan berupa pinjaman uang bagi
rakyat yang ingin memperbaiki rumahnya. Dalam anggaran belanja praja tahun
1918, disediakan dana sebesar f. 66.000 untuk perbaikan rumah rakyat dan f.
25.000 untuk biaya pembangunan kampung-kampung.35
Selain memberikan
bantuan berupa pinjaman uang untuk perbaikan rumah dan kampung, pemerintah
juga memberikan vaccin otten yang telah ditemukan pada tahun 1935, untuk
penderita penyakit pes dan juga melakukan penyemprotan obat serta pembasmian
tikus.36
Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Mangkunegoro VII tersebut
sangat berpengaruh dalam membantu program pemberantasan penyakit menular,
khususnya penyakit pes di Praja Mangkunegaran. Program itu juga diharapkan
menciptakan masyarakat yang sehat. Usaha-usaha pemberantasan penyakit
menular merupakan suatu bukti bahwa pemerintah tidak menginginkan rakyatnya
menderita akibat adanya penyakit menular yang mengancam jiwa mereka.
Mangkunegoro VII juga menyadari bahwa keselamatan dan kelangsungan hidup
rakyat menjadi tanggung jawabnya.
34
Rijksblad Mangkunegaran. Tahun 1925. No. 11. Bab 24. Surakarta: Reksa Pustaka
35
Rijksblad Mangkunegaran. Tahun 1918. No.3. Bab 55,56. Surakarta: Reksa Pustaka.
36
Ratih Widayati, 1998. “Yatna Nirmala: Dinas Kesehatan Praja Mangkunegaran Tahun
1943-1953”. Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret. halaman 87.
Page 103
85
D. Pembangunan Bidang Ekonomi (Pasar)
Pasar merupakan suatu simbol yang menandai kemajuan perekonomian
masyarakat pada daerah tertentu. Munculnya pasar karena bersamaan dengan
adanya kegiatan dan kebutuhan yang dilakukan manusia. Dengan demikian, pasar
merupakan tempat untuk melakukan kegiatan tukar menukar barang dan jasa
sebagai pemenuh kebutuhan bagi masyarakat yang lebih dikenal dengan sistem
jual-beli yang dilakukan antara penjual dan pembeli. Sebelum pasar terbentuk,
kegiatan tukar menukar sudah lama dilakukan masyarakat yang lebih dikenal
dengan barter. Kegiatan ini dilakukan karena adanya rasa saling membutuhkan
barang atau jasa antara anggota masyarakat. Naik turunnya pendapatan pasar
ditentukan oleh jumlah pelaku transaksi di pasar. Banyaknya transaksi
dipengaruhi oleh daya beli masyarakat sedangkan daya beli dipengaruhi oleh
tingkat pendapatan setiap orang. Seiring dengan bertambahnya kebutuhan mareka
maka diperlukan suatu tempat tertentu untuk bertemu antara penjual dan pembeli
barang mereka, maka kemudian terjadilah suatu pasar.37
Wilayah Mangkunegaran terdapat beberapa pasar tradisional. Pasar
tersebut antara lain Pasar Legi, Pasar Pon, dan Pasar Triwindu.
1. Pasar Legi
Pasar Legi merupakan pasar tradisional hasil gagasan pemerintahan
Mangkunegara. Sesuai dengan namanya, pasar ini ramai pada hari pasaran Legi.
Banyak pedagang berdatangan dari desa-desa. Pada tahun 1930 pasar legi masih
merupakan pasar dengan wujud los sederhana dengan komoditi yang beragam dan
pasar ini juga diibaratkan sebagai tempat pemenuhan kebutuhan duniawi dalam
37
Soetardjo Kartohadikusumo, 1965, Desa, Jakarta: PN. Sumur Bandung, halaman 6.
Page 104
86
hal ini pasar Legi mampu mendukung mobilisasi kehidupan di masyarakat. Pasar
ini memiliki pendapatan besar di antara pasar-pasar yang ada di Praja
Mangkunegaran. Pada tahun 1936 Mangkunegaran VII merenovasi pasar secara
modern sehingga pasar menjadi lebih rapi, indah dan tertib.
2. Pasar Pon
Pasar Pon juga berada di wilayah Mangkunegaran. Sesuai dengan
namanya, pasar ini ramai pengunjung setiap pasaran Pon. Untuk menuju ke Pasar
Pon, kebanyakan para pedagang yang berasal dari dalamkota menggunakan alat
transportasi tradisional berupa Gerobak atau Andong. Bagi pedagang yang berasal
dari luardesa atau luarkota, mereka bisa menggunakan Kereta Api Kluthuk turun
di depan Pasar Pon, karena Kereta Api Kluthuk jurusan Boyolali - Wonogiri
melewati depan Pasar Pon. Barang-barang yang diperdagangkan di Pasar Pon
adalah berbagai macam kebutuhan sehari-hari, seperti: sayuran, buah-buahan,
bumbon dan lain-lain.
Sejak tahun 1929, keadaaan pasar berubah menjadi pertokoan dan kios-
kios kecil yang berjualan kelontong (barang-barang rumah tangga) dan terletak di
tepi jalan depan Pura Mangkunegaran. Para pedagang pasar ini kebanyakan adalah
pengusaha dari Etnis Thionghoa.
3. Pasar Triwindu
Pasar Triwindu terletak di sebelah selatan Pura Mangkunegaran.
Menurut namanya Tri berarti tiga dan Windu berarti delapan. Triwindu berarti dua
puluh empat. Jadi, pasar ini dibangun untuk memperingati 24 tahun kenaikan tahta
Mangkunegoro VII dan pasar ini diresmikan pada tahun 1939. Barang yang
Page 105
87
diperdagangkan di pasar ini hanya barang yang terbuat dari logam, antara lain:
besi, tembaga, emas, dan perak.38
Pasar ini sekarang masih berdiri dan telah
selesai direnovasi dan berganti nama menjadi Pasar Windu Jenar.
Di kota Mangkunegara selain pasar-pasar yang disebutkan di atas masih
ada beberapa pasar kecil yang tersebar di seluruh kalurahan, antara lain: Pasar
Ngapeman, Pasar Nongko, Pasar Nusukan, Pasar Umbul, Pasar Joglo, dan Pasar
Ngemplak.
Pasar yang berada di wilayah Mangkunegaran merupakan salah satu
perusahaan milik Praja Mangkunegaran, Praja membangun gedung-gedungnya
dan menyewakan petak-petaknya.39
Munculnya pasar-pasar di Praja
Mangkunegaran berpengaruh pada terbukanya lapangan pekerjaan bagi
masyarakat. Mereka memperoleh pekerjaan dari pasar sebagai pedagang,
pembantu pedagang (membantu melayani pembeli), dan kuli atau buruh gendong.
Pasar-pasar yang ada di Praja Mangkunegaran sangat memungkinkan menjadi
media alternatif penurunan angka pengangguran dan keberadaan pasar tradisional
berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi yang memberikan lapangan pekerjaan
yang layak serta mampu meningkatkan taraf ekonomi bagi masyarakat Praja
Mangkunegaran.
38
Nina Astiningrum, Op.Cit. halaman. 101.
39
Th. M. Metz, 1939. Op.cit. halaman 80.
Page 106
BAB V
KESIMPULAN
Mangkunegoro VII menggantikan kedudukan Mangkunegoro VI pada
tahun 1916. Keberhasilan yang diraih Mangkunegoro VI salah satunya adalah
mampu memperbaiki kondisi keuangan Praja yang kembali menjadi baik setelah
adanya kemunduran kondisi keuangan pada masa Mangkunegara V.
Mangkunegara VII menjadi penguasa pada tahun 1916, ternyata memiliki
keunggulan dalam memerintah jika dibandingkan dengan para pendahulunya.
Segala keunggulannya dimanfaatkan untuk mengantarkan Praja Mangkunegaran
menuju masa depan. Keunggulan itu tentu saja tidak dapat dilepaskan dari
peranan para pendahulunya yang memerintah sesuai dengan zamannya.
Pembangunan merupakan usaha yang secara sadar dilakukan untuk
meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat. Pembangunan yang dilakukan oleh
Mangkunegara VII memberikan manfaat yang sangat besar bagi masyarakat Praja
Mangkunegaran. Berkat inovasi dan kreativitasnya, Mangkunegara VII mampu
membuat kondisi keuangan Praja mengalami surplus sehingga melakukan
pembaharuan adalah kunci untuk memajukan kesejahteraan rakyatnya.
Keberadaan Kabupaten Karti Praja sebagai dinas pelaksana pembangunan
di Praja Mangkunegaran mempunyai peranan besar terhadap masyarakat
Mangkunegaran. Beberapa peranannya dalam pembangunan antara lain
pembangunan bidang sarana dan infrastruktur yang ditandai dengan adanya
pembangunan jalan dan jembatan yang memberikan manfaat bagi masyarakat
untuk saling berinteraksi. Selain itu, juga dilaksanakan pembangunan irigasi serta
88
Page 107
89
pembangunan fasilitas-fasilitas umum yang semuanya dilakukan untuk
mendukung kemajuan pembangunan demi kemakmuran rakyat dan perkembangan
Praja Mangkunegara. Segala pembaharuan-pembaharuan dilakukan hanya karena
Mangkunegara VII menginginkan seluruh rakyat di Praja Mangkunegaran bisa
menikmati modernisasi yang dilakukannya. Mangkunegara VII selama hidupnya
dan selama menjadi raja senantiasa bertindak sesuai dengan semboyan mengabdi
sehingga menjadi contoh yang nyata bagi seluruh rakyatnya dan bagi siapa saja
yang mengenalnya.
Page 108
90
DAFTAR PUSTAKA
1. Arsip-Arsip
Anggaran Untuk Membuat Kakus Umum dan Pancuran Umum Di Mangkunegaran.
Arsip Mangkunegoro VII. Surakarta: Reksa Pustaka.
Anggaran Pembuatan Saluran Air. Arsip Mangkunegoro VII. Surakarta: Reksa Pustaka
Anggaran Pembangunan Bale Kampung Punggawan. Arsip Mangkunegoro VII.
Surakarta: Reksa Pustaka
Pembukaan Bale Kampung Manahan. Arsip Mangkunegoro VII. Surakarta: Reksa
Pustaka
Perumahan Yang Akan Dibuat Bale Kampung Kestalan. Arsip Mangkunegoro VII.
Surakarta: Reksa Pustaka..
Rijksblad Mangkunegaran. Tahun 1917. No. 23 (Bab Mengenai Pasar) dan No. 331 (Bab
Mengenai Perubahan wilayah Administrasi Mangkunegaran).
Rijksblad Mangkunegaran. Tahun 1917. No. 37 (Bab Mengenai Perubahan Pangkat dan
Perubahan Kawedanan menjadi Kabupaten).
Rijksblad Mangkunegaran. Tahun 1918. No. 2 (Bab Mengenai Dana Untuk Perbaikan
Rumah dan Kampung).
Rijksblad Mangkunegaran. Tahun 1923. No 10 (Bab Mengenai Perubahan Struktur
Birokrasi Mangkunegaran).
Rijksblad Mangkunegaran. Tahun 1925. No. 11 (Bab Mengenai Kriteria Rumah Sehat).
2. Buku-Buku
Bernardinal Hilmiyah M.D. 1985. Mengenang Soerya Soeparto. Surakarta: Reksa
Pustaka.
Darsiti Soeratman. 1989. Kehidupan Dunia Kraton Surakarta 1830 – 1939. Yogyakarta:
Taman Siswa.
Dudung Abdurrrahman. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Page 109
91
Dwi Ratna Nurhajarini, dkk. 1999. Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta. Jakarta:
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia
Gondosubariyo R.M. 1939. Tri Windu Mangkunegoro VII. Surakarta: Reksa Pustaka
Gottshalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press.
Honggopati Tjitrohoepojo. 1930. Serat Najakatama, Surakarta: Reksa Pustaka
Mangkunegaran
Houben, V.J.H. 2002. Keraton dan Kompeni: Surakarta dan Yogyakarta, 1830-1870,
Yogyakarta: Bentang Budaya.
Krisnina Maharani A. Tandjung. 2007. 250 Tahun Pura Mangkunegaran. Jakarta:
Yayasan Warna Warni Indonesia.
Larson G.D. 1990. Masa Menjelang Revolusi, Kraton dan Kehidupan Politik di
Surakarta 1912-1942. Yogyakarta: Gajah Mada University Perss.
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia V.
Jakarta: Balai Pustaka.
Metz Th.M. 1939. Mangkunegaran: Analisis Sebuah Kerajaan Jawa. Rotterdam: NV
Nijgh dan Van Ditmar.
Moedjanto G. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa, Penerapannya Oleh Raja-raja Mataram .
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Muhammad Husodo Pringgokusumo. 1987. Pidato Gubernur Surakarta M.J.J. Treur
Pada Pesta Peringatan Penobatan Sri Paduka pangeran Adipati Ario
Mangkunegara VII. Surakarta: Reksa Pustaka.
Muhlenfeld A. 1916. Buku Kenang-Kenangan Pada Jumenengan R.M Soeparto.
Surakarta: Reksa Pustaka.
Nugroho Notosusanto. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer, Jakarta: yayasan
Indayu.
Pringgodigdo. 1987. Sejarah Perusahaan-Perusahaan Kerajaan Mangkunegaran.
Surakarta: Reksopustaka, Mangkunegaran.
Ringkasan Riwayat Dalen Suwarga Sampeyan Dalen K.G.P.A.A Mangkunegoro ke VII,
2007. Surakarta: Reksa Pustaka
Rouffer G.P. Vorstenlanden. Terjemahan: R.Tg. Muhammad Pringgokusumo. 1979.
Swapraja. Surakarta: Reksa Pustaka.
Page 110
92
Sartono Kartodirjo. 1983. Metode Penggunaan Bahan Dokumen dalam
“Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat”, Jakarta: PT.
Gramedia.
Sejarah Perjuangan K.G.P.A.A Prabu Prangwedana VII, 1993. Surakarta: Reksa
Pustaka.
Soetardjo Kartohadikusumo. 1965. Desa, Jakarta: PN. Sumur Bandung.
Suwaji Bustomi, 1997. Karya-Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I – VIII. IKIP
Semarang.
Uitgewerkte en Toelichtende Staat der Begrooting van Uitgaven en Ontvangsten van het
Mangkoenagorosche Rijk voor het Dienstjaar. 1934. Mangkunegaran: Reksa
Pustaka.
Wasino. 2008. Kapitalisme Bumi Putra: Perubahan Masyarakat Mangkunegaran,
Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara.
Yosodipuro. 1994. Keraton Surakarta Hadiningrat. Surakarta: Makradata
3. Karya-Karya Ilmiah
Daryadi. 2009. “Pembangunan Perkampungan Di Kota Mangkunegaran Pada Masa
Pemerintahan Mangkunegara VII”. Skripsi. Jurusan Ilmu Sejarah. Fakultas Sastra
dan Seni Rupa. UNS.
Hari Nur Prasinta. 2009. “Kabupaten Martanimpoena Di Praja Mangkunegaran Tahun
1942-1947”. Skripsi. Jurusan Ilmu Sejarah. Fakultas Sastra dan Seni Rupa. UNS.
Heri Dwiyanto. 1995. “Pembangunan Bidang Kesehatan Di Praja Mangkunegaran Pada
Masa Mangkunegoro VII”. Skripsi. Jurusan Ilmu Sejarah. Fakultas Sastra dan
Seni Rupa. UNS.
Himawan Prasetyo. 2001. “Wajah Kauman Surakarta 1910-1930”. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Ismu Sadiyah. 1998. ”Keraton Mangkunegaran Sebagai Obyek Wisata Yang Menarik di
Jawa Tengah”. Karya Tulis. Bandung: ABA Bandung.
Muzaini. 1996. “Pembangunan Irigasi Di Praja mangkunegaran (1916-1942)”. Skripsi.
Jurusan Ilmu Sejarah. Fakultas Sastra dan Seni Rupa. UNS.
Page 111
93
Nina Astiningrum. 2006. “Kebijakan Mangkunegoro VII Dalam Pembangunan Perkotaan
Di Praja Mangkunegaran”. Skripsi. Jurusan Ilmu Sejarah. Fakultas Sastra dan
Seni Rupa. UNS.
Ratih Widayati. 1998. “Yatma Nirmala: Dinas Kesehatan Praja Mangkunegaran Tahun
1943-1953”. Skripsi. Jurusan Ilmu Sejarah. Fakultas Sastra dan Seni Rupa. UNS.
Sutrisno Adiwardoyo. 1974. ”Pertumbuhan Kadipaten Mangkunegaran Sampai
Masuknya Ke Provinsi Jawa Tengah”. Skripsi. Surakarta: IKIP Surakarta.
Theresia Suharti. 1990.”Tari di Mangkunegaran ( Suatu Pengaruh Bentuk dan Gaya
Dimensi kultural 1910-1988)”. Tesis. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.
Wasino. 1994. “Kebijaksanaan Pembaharuan Pemerintah Praja Mangkunegaran (Akhir
Abad XIX-Pertengahan Abad XX)”. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
. 1996. “Politik Etis dan Modernisasi Pendidikan di Mangkunegaran (1900-
1945)”. Laporan Penelitian. Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Semarang.
.1996. “Politik Etis, Pembangunan Sarana Irigasi dan Perkembangan Produksi
Beras di Karesidenan Surakarta (1900-1942)”. Laporan penelitian Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Semarang.
4. Majalah dan Artikel
“Monumen Pers Nasional Ing Sala”, dalam Harian Jayabaya, halaman 9, edisi 8 Februari
1987.
Notodhiningrat. 1939. “Pengairan Di Mangkunegaran Selama Tiga Windu” Supllement
Triwindoe Gedenkboek Mangkunegara VII. Surakarta: Reksa Pustaka.
Suryadu. 1983. “Kota Solo Masa Silam “Tirtonadi dan Minopadi” Obyek Wisata Yang
Kian Merana”, dalam Suara Merdeka edisi Sabtu 19 Maret 1983.
Page 113
94
LAMPIRAN 1 Foto K.G.P.A.A Mangkunegoro VII
Sumber: Arsip Foto Reksa Pustaka
Page 114
95
LAMPIRAN 2 Gambar-Gambar Hasil Pembangunan di Mangkunegaran
Sumber: Arsip Foto Reksa Pustaka
Gambar 1
WC Umum dan Pemandian Umum, di kampung Ngebrusan.
Sekarang di kenal dengan nama Monumen Jamban
Sumber: Arsip Foto Reksa Pustaka
Gambar 2
Pancuran di daerah Villa Park (sekarang telah berubah menjadi
Monumen 45 Banjarsari)
Page 115
96
Sumber: Arsip Foto Reksa Pustaka
Gambar 3
Bale Kampung Manahan
Sumber: Arsip Foto Rekso Pustoko
Gambar 4
Pembangunan Jalan di Gilingan
Sumber: Arsip Foto Rekso Pustoko
Page 116
97
Gambar 5
Perkampungan Sebelum Adanya Pembangunan
Sumber: Arsip Foto Reksa Pustaka
Gambar 6
Perkampungan Setelah Adanya Pembangunan
Sumber: Arsip Foto Reksa Pustaka
Page 117
98
Gambar 7
Pasar Legi Pada Tahun 1930
Sumber: Arsip Foto Reksa Pustaka
Gambar 8
Pasar Legi 1935
Sumber: Arsip Foto Reksa Pustaka
Page 118
99
Gambar 9
Gedung Pertemuan (SOOS) Tahun 1920
(sekarang Gedung Monumen Pers)
Gambar 10
Pasar Pon 1935
Sumber: Arsip Foto Reksa Pustaka
Page 119
100
Gambar 11
Gedung sekolah HIS Sisworini
(sekarang tidak digunakan lagi)
Sumber: Arsip Foto Reksa Pustaka
Gambar 12
Gedung sekolah HIS Siswo
(sekarang SMP Negeri 5 Surakarta)
Sumber: Arsip Foto Reksa Pustaka
Page 120
101
Gambar 13
Jalan Tawangmangu – Karangpandan
Sumber: Arsip Foto Reksa Pustaka
Gambar 14
Page 121
102
Jembatan Penghubung Antara Kampung Gondang dan Kampung Gumunggung
Sumber: Arsip Foto Reksa Pustaka
Gambar 15
Kawasan Kusumawrdhani Plein
Sumber: Arsip Foto Reksa Pustaka
Gambar 16
Kawasan Partini Tuin
Page 122
103
(sekarang Pemandian Balekambang)
Sumber: Arsip Foto Reksa Pustaka
Gambar 17
Poliklinik di Kota Mangkunegaran
Sumber: Arsip Foto Reksa Pustaka
Gambar 18
Peresmian Waduk Tirtomarto
Sumber: Arsip Foto Reksa Pustaka
Page 123
104
LAMPIRAN 3
Rijksblad Mangkunegaran tahun 1917 No. 37
Sumber: Reksa Pustaka Mangkunegaran
Page 125
106
LAMPIRAN 4
Surat tentang Pengairan di Mangkunegaran Selama 3 Minggu
Sumber: Reksa Pustaka Mangkunegaran
Page 129
110
LAMPIRAN 5 Anggaran Pembuatan Kakus Umum dan Pancuran Umum
Arsip Reksa Pustaka Mangkunegaran kode L. 436
Page 133
114
LAMPIRAN 6
Anggaran Pembuatan Saluran Pembuangan Air
Arsip Reksa Pustaka Mangkunegaran Kode H. 204
Page 135
116
LAMPIRAN 7 Anggaran Pembuatan Bale Kampung Punggawan
Arsip Reksa Pustaka Mangkunegaran kode P. 2607
Page 140
121
LAMPIRAN 8 Acara Peresmian Kamar Mandi Umum Ngebrusan, tertera dalam Acara Mangkunegara VII tertanggal 1
Januari 1939, Surakarta: Reksopustoko Mangkunegaran, Arsip Mangkunegara VII kode P. 2589
Page 141
122
LAMPIRAN 9 Autorisatie Begrooting van Kosten 1941
Arsip Reksa Pustaka Mangkunegaran