Top Banner
KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 20131 Kem u d i TOKOH KONSULTASI HUKUM KESEHATAN DAPUR November - Desember 2013 KERAPU di MINATI PASAR LOKAL DAN GLOBAL Perubahan Undang - Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil: Tetap Melanggar Hak Nelayan Tradisional Abu Samah: Jaring Batu adalah Musuh Bersama Nelayan di Pulau Bengkalis Manfaat Ikan Teri Bagi Tubuh Ikan Kerapu Bumbu Tomat
40

Kabar Bahari VI

Jul 21, 2016

Download

Documents

KIARA INDONESIA

KABAR BAHARI adalah Buletin dua bulanan terbitan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) yang mengangkat dinamika isu kenelayanan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Kabar Bahari VI

KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 20131

Kemud i

TOKOH

KONSULTASI HUKUM

KESEHATAN

DAPUR

November - Desember 2013

KERAPUdi MINATI PASAR LOKAL DAN GLOBAL

Perubahan Undang - Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil: Tetap Melanggar Hak Nelayan Tradisional

Abu Samah: Jaring Batu adalah Musuh Bersama Nelayan di Pulau Bengkalis

Manfaat Ikan Teri Bagi Tubuh

Ikan Kerapu Bumbu Tomat

Page 2: Kabar Bahari VI

November - Desember 2013

Jaminan Kesehatan untuk Nelayan, Peluang atau Pemanis Buatan?

Abu Samah:Jaring Batu adalah Musuh Bersama Nelayan di Pulau Bengkalis

Ikan Kerapu Bumbu Tomat

Manfaat Ikan Teri Bagi Tubuh

Tri Ismuyati (Ketua PPNI Udang Sari Jepara)Memulai Kebaikan, Menuai Pengakuan

Hari Perikanan Sedunia 2013Di Laut Kita Sejahtera

Bobby "One Way"Tanyakan Keadilan di Negeri Bahari

Perubahan Undang - Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil:Tetap Melanggar Hak Nelayan Tradisional

5

12

17

21

29

30

35

38

39

DAF TAR ISI

Kebijakan

Kemudi

Setara

Jelajah

Nama dan Peristiwa

Konsultasi Hukum

Tokoh

Dapur

Kesehatan

KERAPUdi MINATI PASAR LOKAL DAN GLOBAL

Page 3: Kabar Bahari VI

J Menyejahterakan, Asal Dikelola Tepat

Ikan kerapu (Epinephelus sexfasciatus) menjadi salah satu komoditi ekspor di Indonesia yang sebagian besar diekspor ke luar negeri dalam bentuk ikan segar, ikan olahan setengah jadi (fillet, sashimi, dan sebagainya) serta ikan hidup, dengan tujuan negara-negara utama seperti Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapura, Malaysia, dan AS.

Produksi kerapu di Tanah Air tersebar di sejumlah daerah. Kerapu bebek, misalnya, tersebar di Lampung, Bali, Lombok, Sumbawa, Bangka Belitung, dan Ambon. Adapun kerapu sunu yang mengandalkan hasil tangkapan alam berpencar di Sumatera.

Data Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan nilai ekspor ikan kerapu Indonesia pada 2009 mencapai 58,7 juta dollar Amerika Serikat (AS) dengan volume sebanyak 78.000 ton. Pada 2010, ekspor meningkat menjadi 94 juta dollar AS dengan volume sebanyak 123.000 ton.

Tahun 2013, produksi ikan kerapu ditargetkan mencapai 16.000 ton. Meski dipatok tinggi, tidak banyak konsumen dalam negeri yang menikmatinya. Sebab sebagian besar produknya dilarikan ke luar negeri. Harga ikan dengan ciri tutul-tutul atau belang-belang di tubuhnya ini mencapai Rp 500.000 per kilogram. Apa persoalannya?

Pusat Data dan Informasi KIARA (Desember 2013) menemui penyebab tata kelola perikanan Indonesia belum memberikan kesejahteraan kepada produsennya, yakni (1) tidak terhubungnya aktivitas perikanan dari hulu (pra-produksi dan produksi) ke hilir (pengolahan dan pemasaran); (2) minimnya permodalan berbasis kelompok nelayan penangkap dan pembudidaya; (3) tiadanya insentif bagi nelayan; dan (4) penegakan hukum terhadap pemakaian alat tangkap merusak yang lemah dan tebang pilih.

Jika sejumlah kendala di atas diselesaikan, bukan mustahil nelayan dan pembudidaya Indonesia akan sejahtera. Potensi sudah tersedia, tinggal kesungguhan pemerintah!

KABAR BAHARI edisi ke-6 ini mengupas ikan kerapu dan aneka informasi kelautan dan perikanan di pelbagai rubrik lainnya. Selamat membaca dan semoga memberi manfaat.

KABAR BAHARI adalah Buletin dua bulanan terbitan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) yang mengangkat dinamika isu kenelayanan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.

DEWAN REDAKSI

Pemimpin Redaksi : Abdul Halim Redaktur Pelaksana : Selamet DaroyniSidang Redaksi : Susan HerawatiAhmad Marthin HadiwinataDesain Grafis :DodoFoto Cover :freddyilhamsyah.wordpress.com

Alamat Redaksi:Jl Manggis Blok B Nomor 4 Perumahan Kalibata Indah Jakarta 12750 Telp./Faks: +62 21 799 3528 Email: [email protected]

CatatanREDAKSI

Page 4: Kabar Bahari VI

Sumber: Tajruddin Hasibuan (KNTI)

Page 5: Kabar Bahari VI

Kemudi

KERAPUKERAPU

Anda pernah mengonsumsi ikan kerapu? Jika belum, bersegeralah! Karena spesies

laut ini memiliki kelezatan daging yang gurih dan kandungan gizi yang tinggi (lihat Tabel 1).

Ikan kerapu (Epinephelus sexfasciatus) menjadi salah satu komoditi ekspor di Indonesia (Slamet B., S. Ismi dan T. Aslianti, 2002), yang sebagian besar diekspor ke luar negeri dalam bentuk ikan segar, ikan olahan setengah jadi (fillet, sashimi, dan sebagainya) serta ikan hidup, dengan tujuan negara-negara utama seperti Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapura, Malaysia, dan AS (Anonim, 2004). Salah satu daerah yang

di MINATI PASAR LOKAL DAN GLOBAL

Tabel 1. Kandungan Gizi Ikan Kerapu

No Kandungan Gizi Jumlah1 Energi 168 kkal2 Protein 32,4 gram3 Lemak 1,2 gram4 Karbohidrat 4,5 gram5 Kalsium 320 mg6 Fosfor 343 mg7 Zat Besi 6 mg8 Vitamin A 0 IU9 Vitamin B1 0,01 mg10 Vitamin C 0 mg

Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (Desember 2013), diolah dari pelbagai sumber

Page 6: Kabar Bahari VI

6KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 2013

menghasilkan ikan tangkap seperti ikan kerapu (E.sexfasciatus) adalah perairan Laut Tuban.

Diketahui bahwa pada tahun 1998 ekspor ikan kerapu Indonesia mencapai 1.856 ton. Ekspor ikan kerapu di Indonesia mengalami penurunan sejak tahun 1999 (Anonim, 2003). Penurunan produksi perikanan kerapu ini diduga disebabkan adanya serangan parasit. Menurut Johnny F. (2002), pada ikan kerapu terkadang ditemukan parasit baik pada insang dan organ lain. Tingkat infeksi parasit yang tinggi mampu menyebabkan kematian pada ikan.

Belakangan perairan laut Tuban mulai alami pencemaran akibat berkembangnya kegiatan industri di sekitar wilayah perairan tersebut. Pencemaran di perairan laut Tuban dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti tabrakan Kapal Tangker MV. Bandar Ayu dengan Kapal Ikan (tahun 1994), kebocoran Tangker MT King Fisher (tahun 1999), kebocoran minyak mentah hasil eksplorasi Premiere Oil di perairan Laut Utara Jawa Timur (tahun 2002) (Anonim, 2009b) serta buangan limbah industri dan rumah tangga.

J Jenis Kerapu Kerapu sendiri memiliki macam-macam jenis, mulai dari kerapu batik, kerapu macan dan kerapu karang. Ikan kerapu biasanya dimasak dengan cara dibakar karena lebih nikmat, apalagi jika ditambah dengan sambal mangga muda dan kecap dengan irisan tomat dan bawang merah.

Ikan kerapu atau yang lebih dikenal dengan sebutan Groupers merupakan salah satu jenis ikan yang belakangan ini mulai diminati pasar lokal maupun global. Ikan kerapu merupakan produk perikanan yang memiliki harga jual cukup mahal. Tidaklah heran bila kondisi tersebut kemudian dimanfaatkan sebagian pelaku usaha sebagai alternatif peluang bisnis baru yang menjanjikan untung besar setiap bulannya.

Untuk memenuhi tingginya permintaan konsumsi ikan kerapu, maka banyak di beberapa wilayah Indonesia yang melakukan budidaya ikan kerapu ini, namun dalam proses pengembangannya masih menemui berbagai kendala karena keterbatasan benih. Selama ini para pembudidaya kerapu masih mengandalkan benih alam yang sifatnya musiman. Namun sejak tahun 1993 ikan kerapu sudah dapat dibenihkan melalui pembenihan buatan dengan manipulasi lingkungan.

J Budidaya KerapuIkan Kerapu merupakan ikan yang hidupnya di perairan berkarang. Bentuk ikan kerapu bermacam-macam. Ikan kerapu bersifat hemafrodit, di mana pada saat menginjak dewasa ikan ini akan berubah kelamin dari jantan ke betina. Di habitatnya, berat ikan ini bisa mencapai lebih dari 100 kilogram. Ikan ini tergolong hewan karnivora atau pemakan daging. Di perairan Indonesia terdapat 4 kelompok ikan kerapu, tetapi yang dapat dibudidayakan baru 2 kelompok, yaitu kelompok Epinephelus seperti kerapu macan, kerapu lumpur,

Page 7: Kabar Bahari VI

KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 20137

kerapu pasir, kerapu sunu dan kerapu kertang. Sedangkan dari kelompok Cromileptes, yaitu kerapu tikus atau kerapu bebek.

Beberapa jenis ikan kerapu yang dibudidayakan adalah: (1) Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscogatattus); (2) Kerapu Sunu atau Kerapu Lodi (Plectomorphus leopardus dan P moculatus); (3) Kerapu Bebek atau Kerapu Tikus (Chromileptes altivelis); (4) Kerapu Lumpur (Epinephelus coioides); dan (5) Kerapu Kertang atau Kerapu Naga (Epinephelus lanceolatus).

Di antara kelima jenis ikan kerapu tersebut, yang paling banyak dikonsumsi dan diminati adalah kerapu macan dan kerapu tikus. Harga kerapu macan berkisar antara Rp. 100.000 hingga Rp. 150.000 per kilogram. Sementara kerapu tikus bisa mencapai harga Rp. 350.000 hingga Rp. 400.000 per kilogramnya. Tidak heran dengan

tingginya harga jual ikan kerapu ini, banyak orang yang berminat untuk membudidayakan ikan kerapu jenis ini.

Beberapa jenis kerapu yang sukses dibudidayakan di Tanah Air meliputi kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang harga jualnya tinggi. Selain budidaya, produksi kerapu juga diperoleh dari penangkaran hasil tangkapan alam, di antaranya kerapu sunu (Plectropomus spp) dan kerapu lumpur (Epinephelus suillus).

Banyak pembudidaya kerapu asal Thailand, Malaysia, Hongkong, dan China membeli benih kerapu bebek dari Indonesia untuk dikembangbiakkan. Namun, upaya pemijahan itu kerap gagal.

Sudah 10 tahun terakhir pembudidaya kerapu luar negeri membeli benih kerapu bebek untuk dibudidayakan,

KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 20137

Page 8: Kabar Bahari VI

8KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 2013

tetapi hasilnya sulit karena kerapu bebek dan macan ternyata lebih cocok berkembang biak di perairan Indonesia.

Produksi kerapu di Tanah Air tersebar di sejumlah daerah. Kerapu bebek, misalnya, tersebar di Lampung, Bali, Lombok, Sumbawa, Bangka Belitung, dan Ambon. Adapun kerapu sunu yang mengandalkan hasil tangkapan alam di Sumatera.

Tingginya permintaan ekspor membuat konsumen luar negeri rela ke sentra-sentra produksi kerapu di sejumlah perairan Indonesia guna memburu ikan bernilai mahal itu.

Budidaya kerapu mendorong pertumbuhan usaha pembenihan. Benih kerapu saat ini dijual rata-rata Rp. 12.000-Rp. 14.000 per ekor benih ukuran 6-7 cm. Namun, pasokan benih terkadang terbatas.

Di Belitung, misalnya, kebutuhan benih kerapu mencapai 10.000-15.000 ekor. Namun, terkadang para pembenih tidak mampu memasok semuanya. Kegagalan pembenihan kerap dipicu oleh mutu telur yang kurang baik dan cuaca yang tidak mendukung.

J Butuh dukunganKendati prospek usahanya tinggi, belum banyak orang berani terjun ke usaha ikan kerapu. Total areal budidaya kerapu secara nasional saat ini baru 84.500 hektar, hanya 2,51 persen dari potensi budidaya laut seluas 3,36 juta hektar.

Kendala budidaya itu dipicu oleh usaha kerapu yang padat modal dengan masa produksi relatif lama. Budidaya kerapu

macan, misalnya, membutuhkan waktu 1 tahun 7 bulan untuk ukuran siap ekspor. Kerapu bebek mencapai 10 bulan, sedangkan penangkaran kerapu hasil tangkapan membutuhkan 10 bulan hingga 1 tahun.

Modal operasional budidaya kerapu juga tinggi. Dibutuhkan dua jenis pakan, yakni pakan berupa ikan kecil seharga Rp 2.500-3.000 per kg serta pelet Rp 55.000 per kg. Setiap KJA kerapu berisi 250 ikan membutuhkan rata-rata 3-6 kg pakan ikan setiap hari, di luar kebutuhan pelet.

Usaha kerapu yang sebagian besar dikembangkan di daerah terpencil juga terganjal pasokan listrik, transportasi, maupun minimnya pendampingan dari pemerintah. Zonasi kawasan budidaya

Total areal budidaya kerapu secara nasional saat ini baru

84.500 hektar, hanya 2,51 persen dari potensi budidaya laut seluas

3,36 juta hektar.

Page 9: Kabar Bahari VI

KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 20139

yang belum diatur membuat lokasi budidaya kerap tumpang tindih dengan alur pelayaran ataupun terkontaminasi limbah.

Sementara itu, pembiayaan untuk sektor perikanan masih dihindari oleh perbankan. Akibatnya, kredit usaha perikanan terbelakang dengan realisasi di bawah 1 persen per tahun.

Tahun 2009 telah ada kesepakatan Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Bank Indonesia untuk meningkatkan pendampingan usaha kecil dan menengah agar memperoleh akses pembiayaan perbankan serta informasi pola pembiayaan komoditas unggulan perikanan. Namun, upaya itu belum membuahkan hasil. Perbankan masih memandang sebelah mata jasa para pahlawan protein bangsa.

J Pasar kerapuPermintaan ikan kerapu dari luar negeri terus meningkat setiap tahun. Namun, populasi kerapu yang termasuk jenis ikan karang di perairan Indonesia terancam habis karena habitat mereka rusak akibat bom ikan, racun, dan limbah industri. Selain itu, ikan kerapu muda juga ikut dijual sehingga mata rantai perkembangbiakan terputus.

Permintaan ikan kerapu terbanyak berasal dari Hongkong, China, Taiwan, dan Korea. Permintaan itu terus meningkat setiap tahun sejak 1998.

Data Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan nilai ekspor ikan kerapu Indonesia pada 2009 mencapai 58,7

juta dollar Amerika Serikat (AS) dengan volume sebanyak 78.000 ton. Pada 2010, ekspor meningkat menjadi 94 juta dollar AS dengan volume sebanyak 123.000 ton.

Namun, permintaan pasar yang tinggi itu menyebabkan penangkapan ikan karang secara besar-besaran terus dilakukan. Banyak nelayan yang menggunakan bom ikan atau racun sianida supaya memperoleh ikan lebih banyak. Akibatnya, habitat ikan karang rusak dan populasi mereka terancam.

Kerusakan habitat ikan kerapu itu sebagian besar terjadi di perairan Indonesia bagian barat dan tengah. Perairan bagian timur yang relatif masih bersih, kini perlahan mulai rusak.

Indonesia dan negara anggota APEC, khususnya importir ikan kerapu, sedang membahas penerapan aturan penangkapan dan penjualan ikan. Aturan itu akan membatasi bahwa hanya ikan kerapu dewasa saja yang boleh dijual. Hal ini dilakukan untuk menjaga populasi ikan.

Saat ini pasar ikan kerapu tidak terdengar gaungnya di dalam negeri sebab sebagian besar produknya dilarikan ke luar negeri. Harga ikan dengan ciri tutul-tutul atau belang-belang di tubuhnya ini mencapai Rp 500.000 per kilogram.

Page 10: Kabar Bahari VI

10KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 2013

Tabel 2. Jenis-jenis Ikan Kerapu yang Laku di Pasar Dalam Negeri

NoJenis Ikan

KerapuDeskripsi Morfologi

1Ikan Kerapu Bebek

• Sirip punggung dengan 10 duri keras dan 18-19 dun lunak, sirip perut dengan 2 duri keras dan 10 duri lunak, sirip ekor dengan 1 duri keras dan 70 duri lunak Panjang total 3,3 – 3,8 kali tingginya, panjang kepala satu perempat dari panjang total, leher bagian atas cekung dan semakin tua semakin cekung, mata satu per enam kepala, sirip punggung semakin melebar ke belakang, warna putih kadang kecokelatan dengan totol hitam pada badan, kepala dan sirip.

• Menurut Heemstra dan Randall (1993) seiuruh permukaan tubuh kerapu bebek berwarna putih (terang) hijau keabuan, berbintik bulat hitam dilengkapi sirip renang berbentuk melebar serta moncong kepala lancip menyerupai bebek atau tikus. Pada kerapu muda, bintik hitamnya lebih besar dengan jumlah sedikit.

• Bentuk badan memanjang gepeng atau agak membulat, luasan antar pusat (kepala) cenderung cekung. Di kepala ikan dewasa terdapat lekukan mata yang cekung sampai sirip punggung. Ketebalan tubuh sekitar 6,6-7,6 cm dari panjang spesifik. Panjang maksimal tubuhnya mencapai 70 cm. Ikan ini tidak mempunyai gigi canine (gigi pada geraham ikan). Lubang hidung besar berbentuk bulan sabit vertikal.

2Ikan Kerapu Macan

• Sirip punggung dengan 10 duri keras dan 18-19 duri lunak, sirip perut dengan 3 duri keras dan 10 duri lunak, sirip ekor dengan 1 duri keras dan 70 duri lunak. Panjang total 3,3 – 3,8 kali tingginya, panjang kepala satu perempat dari panjang total, mata satu per enam kepala, sirip punggung semakin melebar kebelakang, warna kecokelatan dengan batik kecokelatan pada badan, bagian atas kepala dan badan berwarna lebih gelap dan bagian perut bewarna lebih terang. Bentuk badan pipih gemuk atau agak membulat, panjang maksimal tubuhnya mencapai 90 cm. Ikan ini mempunyai gerigi depan yang tajam.

Page 11: Kabar Bahari VI

KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 201311

3Ikan Kerapu Lumpur

Bentuk badan kerapu lumpur memanjang dan gilik, warna dasar abu-abu muda dengan bintik-bintik dipermukaan tubuhnya. Jenis kerapu ini memiliki bintik cokelat dengan 5 pita yang vertikal berwarna gelap.

Dahulu jenis kerapu ini dikenal dengan nama ilmiah E. tauvina, E. malabaricus yang memiliki bentuk yang hampir mirip dengan E. coioides, namun ukuran bintiknya lebih kecil dan berwarna hitam. Kerapu E. coioides banyak ditemukan di Teluk Banten, Segara Anakan, Kep.Seribu, Lampung dan kawasan daerah muara sungai. Di daerah tersebut umumnya banyak mengandung lumpur sehingga ikan ini seringkali disebut kerapu lumpur.

Sumber: Buku Teknis Budidaya Ikan Kerapu, Ditjen Perikanan Budidaya, KKP

Sebagai ilustrasi, harga ekspor kerapu bebek saat ini 50 dollar AS (sekitar Rp 465.000) per kilogram, kerapu macan 11 dollar AS per kilogram, dan kerapu lumpur 10 dollar AS per kilogram. Ukuran kerapu yang diekspor minimal 500 gram per ekor.

Andai dikelola dengan tepat, potensi kerapu akan membangkitkan

kesejahteraan masyarakat pesisir, khususnya nelayan tradisional. Imbal balik berupa pendapatan dan devisa sudah tentu juga dinikmati negara. Dengan potensi yang berlimpah, tak mustahil untuk menyejahterakan nelayan, bukan?***(pelbagai sumber)

Sumber: wikipedia.org

KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 201311

Page 12: Kabar Bahari VI

Setiap Warga Negara berhak untuk mendapatkan jaminan sosial. Hak tersebut merupakan hak dasar sebagaimana diatur di dalam Pasal 28 H ayat (1)1, ayat (2)2, dan ayat (3)3, dan Pasal 34 ayat (1)4 dan ayat (2)5 UUD 1945. Hak tersebut

kemudian dijabarkan di dalam undang-undang turunan yang mengatur jaminan sosial, yaitu UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dijelaskan jenis program jaminan sosial yang meliputi: a. jaminan kesehatan; b. jaminan kecelakaan kerja; c. jaminan hari tua; d. jaminan pensiun; dan e. jaminan kematian.6 Untuk melaksanakan sistem jaminan sosial tersebut, telah disahkan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam UU

Kebijakan

JAMINAN KESEHATAN UNTUK NELAYAN,

PELUANG ATAU PEMANIS BUATAN?

Page 13: Kabar Bahari VI

KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 201313

tersebut, dibagi penyelenggara jaminan sosial ke dalam dua Badan, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan berfungsi menyelenggarakan program jaminan sosial selain jaminan kesehatan, yaitu: a. jaminan kecelakaan kerja; b. jaminan hari tua; c. jaminan pensiun; dan d. jaminan kematian.7

Sejak 1 Januari 2014 Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan bahwa Badan Pelaksana Jaminan Sosial Kesehatan telah beroperasi. Tanggal 1 Januari 2004 merupakan tenggat yang diatur dalam UU BPJS untuk BPJS Kesehatan beroperasi.8 Sementara untuk BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 1 Juli 2015 untuk beroperasi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, dan program jaminan kematian setelah perubahan dari PT Jamsostek (Persero). BPJS tersebut berbentuk badan hukum publik dan bertanggungjawab secara langsung kepada presiden.

J Hak Jaminan Sosial, Tapi Wajib Membayar Iuran

Permasalahannya mendasar adalah dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN, setiap peserta jaminan sosial adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah sehingga setiap warga negara yang berhak atas jaminan sosial diwajibkan untuk membayar sejumlah uang kepada BPJS untuk mendapatkan pelayanan jaminan kesehatan.

Sementara untuk masyarakat yang dianggap “fakir miskin” dan ‘’ Orang Tidak Mampu” diarahkan untuk mendapatkan Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan. Sehingga “fakir miskin” dan “Orang Tidak Mampu” merupakan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan untuk dapat mengakses sebagai peserta program jaminan kesehatan.9

Jika merujuk kepada dasar hak atas jaminan sosial yang diatur dalam Pasal 28H UUD1945 jaminan sosial merupakan hak yang tidak dibatasi. Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selanjutnya dalam Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Terakhir Pasal 28H ayat 3 menjelaskan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial. Jika membandingkan dengan kewajiban untuk membayar iuran tersebut, maka dapat terihat Jaminan Sosial dengan kewajiban membayar merupakan pelanggaran terhadap UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial. Terhadap permasalahan tersebut, beberapa masyarakat telah melakukan upaya hukum dengan mengajukan uji materi Undang-Undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Beberapa pasal yang dipermasalahkan, yaitu Pasal 17 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Sistem Jaminan Nasional yang mengatur kewajiban untuk membayar iuran sebagai peserta jaminan.

Page 14: Kabar Bahari VI

14KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 2013

Namun, Mahkamah Konstitusi menganggap bahwa Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945. Pertimbangan Mahkamah Konstitusi, yaitu: pertama, UUD 1945 telah secara tegas mewajibkan negara untuk mengembangkan sistem jaminan sosial, tetapi UUD 1945 tidak mewajibkan kepada Negara untuk menganut atau memilih sistem tertentu dalam pengembangan sistem jaminan sosial dimaksud.

Kedua, Negara telah berusaha secara sungguh-sungguh untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas secara layak bagi setiap orang dalam hal terjadi peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan hilang atau berkutrangnya pendapatan dikarenakan sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjiut, atau pensiun.

Ketiga, pilihan Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan sistem asuransi sosial tidak bertentangan dengan konstitusi dengan pertimbangan yang sama dengan Putusan Nomor: 007/PUU-III/2005, tertanggal 31 Agustus 2005.

Keempat, penyelenggaraan jaminan sosial jika dilaksanakan oleh lembaga BPJS dengan tujuan untuk memberdayakan masyarakat yang Lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan menurut Mahkamah sudah tepat dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Mengenai iuran asuransi merupakan konsekuensi yang harus dibayar oleh senua peserta asuransi untuk membayar

iuran atau premi yang besarnya telah ditentukan berdasarkan ketentuan yang berlaku yang tidak semuanya dibebankan kepada Negara. Menurut Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang SJSN telah menerapkan prinsip asuransi sosial dan kegotongroyongan, yaitu dengan cara mewajibkan bagi yang mampu untuk membayar premi atau iuran yang selain untuk dirinya sendiri, juga untuk membantu warga yang tidak mampu.

J Peserta Asuransi Jaminan Kesehatan

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, setiap warga negara diwajibkan untuk membayar iuran jaminan kesehatan yang akan ditentukan oleh BPJS Kesejhatan, namun kewajiban tersebut dikecualikan kepada “fakir miskin” dan “Orang Tidak Mampu”. Yang dimaksud dengan Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian, tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. Sementara Orang Tidak Mampu adalah orang yang mempunyai sumber mata pencaharian, gaji atau upah, yang hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak, namun tidak mampu membayar Iuran bagi dirinya dan keluarganya.

Kriteria Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu ditetapkan oleh Menteri. Kriteria Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu menjadi dasar bagi lembaga yang menyelenggarakan urusan

Page 15: Kabar Bahari VI

KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 201315

pemerintahan di bidang statistik untuk melakukan pendataan. Hasil pendataan tersebut diverifikasi dan divalidasi oleh Menteri yang kemudian akan ditetapkan menjadi dasar bagi penentuan jumlah nasional PBI (Penerima Bantuan Iuran) Jaminan Kesehatan.

J Peluang atau Pemanis Buatan?

Nelayan sebagai kelompok yang terpinggirkan, baik akses ekonomi dan perlindungannya, dapat menjadikan jaminan kesehatan ini sebagai peluang. Nelayan dapat mengajukan jaminan

kesehatan dengan persyaratan sebagai peserta Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya. Pekerja bukan penerima upah dengan definisi:

(a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri;

(b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah; dan

(c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

Page 16: Kabar Bahari VI

16KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 2013

Yang dimaksud dengan anggota keluarganya, yaitu: Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:

a. Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria:

1. tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan

2. belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (duapuluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

Walaupun menjadi peluang untuk jaminan kesehatan, tidak menutup kemungkinan Jaminan Kesehatan akan dijadikan pemanis buatan, namun berbahaya bagi kesehatan secara jangka panjang. Jaminan kesehatan akan menjadi berbahaya apabila tidak ada upaya kritis yang dibangun oleh nelayan terhadap jaminan kesehatan. Salah satunya adalah peluang korupsi yang bisa dilakukan oleh pemerintah, baik pusat dan daerah. Karena proses penetapan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu dilakukan dengan proses di tingkat lokal: kabupaten dan kota. Hal ini akan menjadi peluang bagi pemerintah daerah dalam proses penetapan data atau verifikasi data.

Tak hanya itu, program jaminan sosial ini juga bisa dipergunakan sebagai bahan kampanye politik Pemilu 2014. Setiap peluang kampanye akan dilakukan setiap Caleg atau Capres busuk dengan menjadikan anggaran

jaminan sosial sebagai alat penarik suara massa. Modus seperti ini telah dilakukan dalam bentuk alokasi dana bantuan sosial. Untuk menangkal upaya tersebut, diperlukan sikap kritis nelayan terhadap setiap kemungkinan yang akan terjadi.

Terakhir, sebagaimana adagium mendasar perjuangan terhadap hak asasi manusia bahwa “tidak ada hak yang diberikan, melainkan harus diperjuangkan”. Oleh karena itu, hak atas jaminan sosial adalah hak yang harus diperjuangkan oleh nelayan. *** (AMH)

Footnote:

1 Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

2 Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

3 Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

4 Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

5 Negara mengembangkan sistim jaminan sosial bagi seluruah rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

6 Pasal 18 UU No. 40 Tahun 2004.

7 Pasal 6 ayat (1) dan (2) UU No. 24 Tahun 2011.

8 Pasal 60 UU No. 24 Tahun 2011

9 PP No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan..

Page 17: Kabar Bahari VI

Pasir Bandungharjo tetap berwarna hitam, perahu-perahu nelayan pun masih bersandar

tanpa berani melaut. Cuaca ekstrem telah memperburuk kondisi nelayan. Dalam satu tahun terakhir, nelayan Bandungharjo hanya melaut kurang dari 30 hari. Untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, nelayan Bandungharjo terpaksa mencari pinjaman.

Kondisi ini tak menghalangi beberapa nelayan untuk nekat melaut, dengan resiko hilang dan meninggal dunia di laut. Tanpa perlindungan, nelayan Bandungharjo berjuang memenuhi kebutuhan pangan keluarga dan berkotribusi sebagai penyedia protein bangsa.

J Tambang Pasir Besi: Perusak Pesisir

Ironisnya, kondisi nelayan Bandungharjo kian rumit akibat dari tambang pasir besi yang terus dilakukan hingga hari ini. Sebanyak 250 Kepala Keluarga yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan hidup dalam kondisi terpuruk di Desa Bandungharjo. Meski demikian, para

MEMULAI KEBAIKAN, MENUAI PENGAKUAN

Setara

TRI ISMUYATI[Ketua PPNI Udang Sari Jepara]

“"Kita dikasih rezeki oleh Tuhan YME, laut yang kaya. Apa ndak cukup ikan di laut kita ini sampai

pasirnya pun mau dikeruk habis?" “

Page 18: Kabar Bahari VI

18KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 2013

nelayan pantang menyerah dan mereka terus melawan tambang pasir besir yang semakin mengancam kehidupan dan kesejahteraan nelayan.

Menariknya di tengah kumpulan para pejuang laki-laki, ada seorang perempuan sederhana yang setia mengikuti pertemuan-pertemuan dan turut berkontribusi dalam aksi penolakan tambang pasir di Jepara. Tri Ismuyati namnya. Usianya 34 tahun dan ia kerap disapa Mbak Tri.

Mbak Tri tidak hanya terlibat aktif dalam upaya melawan aktivitas pertambangan pasir besi di pesisir Bandungharjo, tetapi juga berjuang untuk kesejahteraan kaum perempuan nelayan. Sorot matanya merekam sejarah kekerasan yang terus berulang dan dilakukan oleh Negara: pemberian izin tambang di wilayah pesisir.

Mbak Tri menatap laut, pasirnya masih sama hitam seperti ketika ia lahir. Namun, takdir alam tidak pernah sama. Tambang pasir besi menggerus isi laut. Kini, laut sudah tidak lagi biru.

“Kita dikasih rezeki oleh Tuhan YME, laut yang kaya. Apa ndak cukup ikan di laut kita ini sampai pasirnya pun mau dikeruk habis?” tanya Mbak Tri sembari tersenyum.

Nelayan yang menggantungkan kebutuhan mereka di laut pun berdiri di tengah pusaran konflik sumber daya alam yang tidak pernah usai.

“Kalau semua orang merasa ingin dan mau, siapa yang bisa bilang berhenti untuk semua keinginan itu. Lah saya bingung jadinya,” imbuh Mbak Tri.

J Kelompok Udang SariMelihat potret kemiskinan yang kian menjadi, Mbak Tri menginisiasi pembentukan kelompok Persatuan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) Udang Sari Jepara yang beranggotakan 30 orang perempuan atau istri nelayan. Melalui kelompok ini, Mbak Tri menggerakkan upaya ekonomi alternatif melalui panganan lokal berbahan hasil laut. Inilah bentuk perjuangan Mbak Tri, tanpa melepas hakikatnnya sebagai perempuan, istri dan ibu dari anak-anaknya.

Mbak Tri terus mengembangkan jiwa perjuangannya. Alam pikirannya menantangnya untuk terus berjuang. Karena “jika sekadar hidup, babi di hutan pun hidup”, ujarnya mengutip ungkapan Buya Hamka.

Bukan sekadar terbelenggu oleh budaya patriarki, pada awal perjuangannya Mbak Tri kerap terjebak di tengah ketidaktahuannya. Sering kali ia merasakan kebingungan dari mana hendak memulai aktivitas yang dapat membantu perekonomian keluarga nelayan Jepara. Namun, konflik dan masalah yang terus terjadi memaksa Mbak Tri melihat dan belajar.

Berawal dari pertemuan Mbak Tri dengan PPNI Demak yang diketuai oleh Masnuah, telah membuat Mbak Tri terbuka hatinya. Ia sadar setiap piring yang disajikan dalam rumah nelayan ada tetes keringat perempuan nelayan. Mbak Tri tidak melawan arus dengan memaksa untuk sejajar dengan laki-laki, tetapi ia menyandarkan perjuangannya melalui 1 kata: adil.

Page 19: Kabar Bahari VI

KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 201319

J Panganan PesisirMengikuti banyak pertemuan perempuan nelayan bersama dengan Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), Mbak Tri semakin percaya perempuan nelayan pun bisa melakukan banyak hal. Bersama dengan kelompoknya, Mbak Tri mulai mengkreasikan berbagai panganan pesisir dan laut, seperti Abon Ikan Krispi, Udang Krispi, Ikan Telur Gabus, dan Keripik Kulit Ikan Stik.

Kini, kelompok perempuan nelayan Mbak Tri mulai dikenal oleh Dinas Perikanan Kelautan dan Perikanan. Bukan hanya itu, pada November 2013, warga Bandungharjo menerima bantuan beras sebanyak 5 ton untuk menghadapi masa paceklik atau petengan.

Perjuangan perempuan nelayan di Jepara baru memasuki tahap awal, namun inisiatif memperbaiki kehidupan semakin terlihat. Dimulai dari hal sederhana, dengan harapan akan menjadi hal yang luar biasa. Kini, Mbak Tri masih sama melihat pasir hitam di laut Jepara. Namun, matanya tidak hanya tertuju pada alat-alat besar pertambangan, ia memandang jauh ke depan: kesejahteraan keluarga nelayan.*** (SH) Dimulai dari hal sederhana,

dengan harapan akan menjadi hal yang luar biasa. Kini, Mbak Tri masih sama melihat pasir hitam di laut Jepara. Namun, matanya tidak hanya tertuju pada alat-alat besar pertambangan, ia memandang jauh ke depan:

kesejahteraan keluarga nelayan

Page 20: Kabar Bahari VI
Page 21: Kabar Bahari VI

Kegiatan ini serentak dilakukan di Jakarta Pusat (DKI Jakarta), Indramayu (Jawa Barat), Jepara (Jawa Tengah), Pangkal Pinang (Bangka Belitung), Langkat (Sumatera Utara), Bau-bau (Sulawesi Tenggara) dan Manado (Sulawesi Utara).

Tema utama yang diusung adalah “Di Laut Kita Sejahtera”. Pesan ini

Peringatan hari nelayan pada tanggal 21 November 2013 menjadi momentum bagi nelayan untuk terus menuntut pengurus negara untuk merelisasikan instrumen-instrument penting untuk menuju kesejahteraan bagi keluarga

nelayan. Sedikitnya 1.000 masyarakat nelayan, baik laki-laki maupun perempuan, bersama KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan) menyelenggarakan parade perahu nelayan, pameran (terapung) bahari, pentas seni pesisiran, tanam mangrove, tebar bibit ikan di laut, pemasangan ban bekas di pesisir pantai, festival makan ikan, penandatanganan petisi “Laut Lima Koma Delapan Juta”, dan pembacaan deklarasi “Sejahtera Itu Hak!”.

DI LAUTKITA SEJAHTERA

HARI PERIKANAN SEDUNIA 2013

merupakan cerminan dari belum beranjaknya pola pembangunan Indonesia sebagai negeri bahari. Indikasinya, teralienasinya warga antarpulau, proyek jembatan lebih semarak ketimbang penyediaan transportasi laut, dan karunia kekayaan sumber daya ikan yang belum menyejahterakan 2,74 jiwa nelayan.

Jelajah

Page 22: Kabar Bahari VI

Perayaan Hari Perikanan Sedunia 2013

NoKota/

ProvinsiKeterangan

1

Jakarta Pusat (DKI Jakarta)

KIARA bersama Nelayan dan Perempuan Nelayan yang tergabung di dalam Kelompok Mekar Baru, Marunda Kepu, Jakarta Utara, menyelenggarakan aksi simpatik “DI LAUT KITA SEJAHTERA” di depan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Bundaran Hotel Indonesia.

Aktivitas yang dikuti oleh sedikitnya 50 orang ini untuk mengingatkan Presiden dan Menteri Kelautan dan Perikanan agar memandang laut sebagai masa depan kemakmuran Indonesia dan meninggalkan pola pengelolaan perikanan nasional yang korup dan merugikan kepentingan bangsa Indonesia.

2Indramayu (Jawa Barat)

KIARA bersama KOMPI (Koalisi Masyarakat Pesisir Indramayu) akan menggelar parade 58 perahu nelayan, penanaman 1.000 bibit mangrove jenis pidada, penebaran 1.000 bibit ikan bandeng ke laut, pemasangan ban bekas untuk menahan gelombang laut, festival makan ikan sepanjang 5,8 meter, pentas seni pesisiran, kesaksian 6 tokoh nelayan penyelamat lingkungan dan ekonomi kreatif.

Kegiatan ini memberikan gambaran kepada pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, bahwa Nelayanlah pengelolaa sumber daya ikan dan penyelamatan lingkungan pesisir dan laut sehingga bisa memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat.

3Jepara (Jawa Tengah)

KIARA bersama dengan PPNI (Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia) Jawa Tengah dan Layar Nusantara (LBH Semarang) menyelenggarakan penanaman bakau sebanyak 100 bibit di pesisir Pantai Bandungharjo, Jepara, dan aneka tanaman pangan, seperti cabe, tomat, dll. Dilanjutkan dengan pentas seni pesisiran.

Kegiatan ini untuk membuka mata pemangku kebijakan untuk memaksimalkan kewenangannya memberikan perlindungan dan fasilitasi kepada perempuan nelayan sebagai pelaku penting di dalam aktivitas perikanan nasional.

Page 23: Kabar Bahari VI

4Langkat (Sumatera Utara)

KIARA bersama dengan KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) Wilayah Sumatera mengadakan penanaman mangrove lanjutan di areal seluas 1.200 hektar di Langkat, Sumatera Utara, dan peletakan batu pertama sarana pendukung laboratorium mangrove.

Kegiatan ini bertujuan memberikan pendidikan dan motivasi bagi masyarakat untuk berjuang menyelamatkan ekosistem mangrove di Pantai Timur Sumatera.

5

Pangkal Pinang (Bangka Belitung)

KIARA bersama dengan WALHI Bangka Belitung, mengadakan penanaman bakau di pesisir Pantai Pasir Padi, Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Aktivitas ini untuk mengingatkan pemerintah setempat agar lebih mempertahankan hutan mangrove ketimbang memberikan ruang terhadap pertambangan pasir laut yang telah terbukti merusak eksistem laut.

6Manado (Sulawesi Utara)

KIARA bersama dengan ANTRA (Asosiasi Nelayan Tradisional) Sulawesi Utara, Perkumpulan Kelola, dan Komunitas Pasir menyelenggarakan pameran bahari bertajuk “Jangan Biarkan Mereka Menimbun Pantai Kami!” di Sekretariat ANTRA: Daseng Panglima, Ruang Terbuka Pantai Panglima Sario Tumpaan, Jl. Pierre Tendean, Boulevard, Sario Tumpaan, Lingkungan V, Manado.

Kegiatan ini untuk menyadarkan masyarakat Indonesia, khususnya Pemerintah Kota Manado untuk taat hukum dengan menghentikan proyek reklamasi pantai di areal publik yang mengancam kesinambungan hidup masyarakat nelayan yang sudah dijamin oleh UUD 1945 dan dipertegas oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 3 Tahun 2010 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Terhadap UUD 1945.

7Bau-bau (Sulawesi Tenggara)

KIARA bersama dengan JPKP (Jaringan Pengembangan Kawasan Pesisir) Sulawesi Tenggara mengadakan Lomba Memasak Ikan Parende di Kota Bau-bau, Sulawesi Tenggara.

Kegiatan ini telah membangkitkan semangat dan antusiasme masyarakat tentang pentingnya melestarikan sumber daya ikan, memanfaatkan dan mengelolanya secara berkeadilan demi sebesar-besar kemakmuran masyarakat, khususnya nelayan.

Page 24: Kabar Bahari VI

24KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 2013

J Tiga tren FAO (2012) menyebut 3 tren pengelolaan sumber daya perikanan dunia. Pertama, naiknya permintaan ikan dan produk olahannya. Sebanyak 128 juta ton ikan dialokasikan untuk pemenuhan pangan. Dari jumlah itu, 47 persennya merupakan kontribusi perikanan budidaya. Sementara kebutuhan konsumsi penduduk dunia per kapita per tahun sebesar 18,4 kg.

Kedua, meningkatnya produksi perikanan budidaya. Pada tahun 2010, jumlah produksi perikanan budidaya mencapai 59,9 juta ton dari total produksi perikanan dunia, yakni sebesar 148,5 juta ton, dengan nilai USD 199 miliar. Pertumbuhan produksi ini rata-rata 8,8 persen per tahunnya. Dari jumlah ini, Cina menyumbang lebih dari 60 persen.

Ketiga, melonjaknya pertumbuhan perdagangan ikan dan produk olahannya di dunia. Di tahun 2010, perdagangan ikan dunia bernilai USD 109 miliar. Sebesar 38 persennya didapat dari aktivitas ekspor. Cina menjadi eksportir ikan dunia dengan nilai lebih dari USD 13,3 miliar. Menariknya, lebih dari 50 persen ikan yang dihasilkan adalah hasil produksi negara-negara berkembang.

Ketiga tren perikanan ini mengandaikan hadirnya tata kelola yang bertanggung jawab. Tanpa hal ini, warga dunia akan dihadapkan pada krisis ikan akibat perilaku tamak dan barbarnya.

J AncamanPusat Data dan Informasi KIARA mencatat beberapa ancaman terhadap keberlanjutan sumber daya ikan. Pertama, pencemaran laut. Hingga tahun 2011, tercatat seluas 23,3 juta laut Indonesia tercemar oleh aktivitas industri pertambangan dan pengolahan ikan. Kondisi ini diperburuk dengan kebiasaan masyarakat membuang sampah ke sungai yang bermuara ke laut.

Kedua, pemakaian alat tangkap merusak trawl. Selain merusak kelestarian ekosistem laut, praktek penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan berujung pada konflik di tingkat akar rumput.

Sepanjang tahun 2012, terdapat sedikitnya 300 kapal dengan tonase 28-30 GT yang memasang alat tangkap trawl atau double pair trawl yang beroperasi di perairan tanjung Balai-Asahan, Sumatera Utara (FKNI, 2012). Ironisnya, Dinas Kelautan dan Perikanan setempat tidak menindaklanjuti laporan nelayan tradisional yang ikut menangkap kapal pemakai trawl.

Di tahun 2013, sebanyak 2 nelayan tradisional terenggut nyawanya di Langkat, Sumatera Utara. Praktek pemakaian trawl juga mudah dijumpai di Jawa Tengah dan Kalimantan Utara. Faktor lain yang menjadikan maraknya pemakaian trawl adalah kebijakan negara terkait pengelolaan perikanan, intimitas pengusaha perikanan dengan aparat penegak hukum yang berimbas kepada mandulnya penegakan hukum.

Page 25: Kabar Bahari VI

KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 201325

Ketiga, pencurian ikan. Sepanjang tahun 2001–2013, terdapat 6.215 kasus pencurian ikan. Dari jumlah itu, 60 persen lebih atau 3.782 kasus terjadi hingga November 2012. Ironisnya, Menteri Kelautan dan Perikanan justru mengesahkan aturan yang membolehkan alih muatan (transhipment).

Belakangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 26/PERMEN-KP/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia tidak menyelesaikan permasalahan pencurian ikan di Indonesia. Hal ini

dikarenakan: (i) kewajiban memasang VMS (Vessel Monitoring System) untuk kapal 30 GT dan asing dilonggarkan; (ii) alih muatan (transhipment) masih diperbolehkan; dan (iii) adanya pengecualian terhadap komoditas tuna segar untuk tidak diwajibkan diolah di dalam negeri. Aturan ini jelas merugikan bangsa Indonesia.

Lebih parah lagi, aturan tersebut tetap berpotensi melanggar mandat Pasal 25B ayat (2) Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, “Pengeluaran hasil produksi usaha perikanan ke luar negeri dilakukan apabila produksi dan pasokan di dalam negeri telah mencukupi kebutuhan konsumsi nasional”.

3 tren pengelolaan sumber daya perikanan dunia.

1) naiknya permintaan ikan dan produk olahannya.

2) meningkatnya produksi perikanan budidaya.

3) melonjaknya pertumbuhan perdagangan ikan dan produk

olahannya di dunia

(FAO 2012)

Page 26: Kabar Bahari VI

26KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 2013

J Tiga solusiMeningkatnya konsumsi ikan nasional, yakni sebesar 28 kg/kapita per tahun (2008) menjadi 35,14 kg/kapita per tahun (2013) menggambarkan kian strategisnya sumber daya ikan bagi upaya pencerdasan kehidupan bangsa. Ia tak bisa lagi dipandang sebatas komoditas ekspor, melainkan juga erat terkait dengan politik, budaya dan religiusitas masyarakat Indonesia. Dalam konteks ini, upaya yang mesti ditempuh adalah bersikap arif dalam mengelola sumber daya ikan yang tercermin di dalam pola kebijakan perikanan nasional.

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014, anggaran belanja Kementerian Kelautan dan Perikanan ditetapkan Rp. 5,601 triliun. Anggaran itu menurun 20 persen jika dibandingkan dengan APBN Perubahan 2013 yang sebesar Rp. 6,979 triliun. Penurunan anggaran kelautan dan perikanan berlangsung ketika total anggaran belanja Negara dinaikkan 5,2 persen, yakni Rp. 1.816,7 triliun atau naik 5,2 persen dari pagu belanja Negara pada APBN-P 2013 yang sebesar 6,979 triliun. Keputusan ini cermin tidak sinkronnya kesadaran dan tindak-tanduk pemimpin nasional. Berkarakter maritim, tetapi masih bias daratan. Oleh karena itu, penting untuk direorientasi.

Terakhir, di tahun 2008 terdapat 8.858.315 ton jumlah volume produksi perikanan di Indonesia (terdiri dari 5.003.115 ton perikanan tangkap dan 3.855.200 ton perikanan budidaya).

Namun di tahun 2012, jumlahnya meningkat menjadi 15.504.747 ton, mencakup 5.829.194 ton perikanan tangkap dan 9.675.553 ton perikanan budidaya. Peningkatan angka produksi perikanan ini haruslah diarahkan untuk: (i) menyejahterakan pelaku perikanan Indonesia, khususnya masyarakat nelayan, dengan model ekonomi kerakyatan, misalnya kerjasama BUMN

26KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 2013

Page 27: Kabar Bahari VI

KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 201327

dengan organisasi-organisasi nelayan; (ii) mengubah orientasi ekspor dengan memaksimalkan potensi demografi dalam negeri seperti yang kini dilakukan oleh Cina; dan (iii) menghidupkan kemandirian sektor perikanan nasional melalui reaktivasi BUMN perikanan.

Selamat Hari Perikanan Sedunia 2013! *** (AH)

KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 201327

Page 28: Kabar Bahari VI
Page 29: Kabar Bahari VI

TANYAKAN KEADILAN DI NEGERI

BAHARI

TANYAKAN KEADILAN DI NEGERI

BAHARI

Bobby Febian adalah seorang penulis lagu, penyanyi dan produser musik rohani yang mencintai laut Indonesia. Terlahir di Purworejo pada 1976, Bobby sewaktu remaja kerap kali menikmati indahnya matahari terbenam di Pantai

Parangtritis, Bantul. Momen paling indah bagi Bobby adalah ketika ia naik Tebing Gembirawati yang berada di belakang Pantai Parangritis. Karena dari sana kita bisa melihat seluruh area Pantai Parangtritis laut selatan hingga batas cakrawala.

Dalam kegiatan Voice of the East (VOTE), Bobby menyampaikan keprihatinannya pada keadaan Indonesia yang seperti ‘tersendat’ dalam menyuarakan suara keadilan. Ia menjelaskan, suara keadilan bagi rakyat Indonesia masih ‘tersendat’ oleh minimnya perhatian dan keberpihakan pemerintah dalam memberikan jaminan keadilan hidup bagi rakyat Indonesia, terutama masyarakat yang tinggal di daerah timur Indonesia. Bobby menilai kemiskinan yang masih melingkar pada kehidupan masyarakat di sana karena minimnya program pemerintah yang pro rakyat, terlebih lagi pelibatan masyarakat sangat minim.

“Saya juga prihatin, kita tidak adil dalam melihat Indonesia sebagai negeri bahari. Bayangkan, kita hanya tahu negeri bahari ini sebatas letak geografis, selebihnya kita tidak tahu apa-apa. Ini tidak adil juga kan?” tanya Bobby.

Bobby mengapresiasi kerja-kerja nelayan sebagai pahlawan protein bangsa. Sekalipun tanpa payung perlindungan, baik secara hukum dan ekonomi, namun nelayan Indonesia tetap memberikan protein bergizi bagi bangsa.

“Dengan cuaca seperti ini, nelayan masih terus berjuang untuk ikan-ikan segar di piring makan kita. Kita harus berterima kasih atas perjuangan mereka selama ini,” imbuhnya.

Bobby berharap, nelayan dapat menerima keadilan dari para pemangku kebijakan, hingga tidak ada lagi nelayan dan desa pesisir miskin di negeri bahari ini.*** (SH)

BOBBY "ONE WAY"

Nama dan Peristiwa

Page 30: Kabar Bahari VI

Perubahan Undang-Undang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil:

Redaksi KABAR BAHARI membuka forum diskusi dan tanya jawab tentang hukum kelautan dan perikanan. Pertanyaan atau topik diskusi dapat disampaikan ke alamat Redaksi KABAR BAHARI, Jl Manggis Blok B Nomor 4 Perumahan Kalibata Indah Jakarta 12750 Telp./Faks: +62 21 799 3528, atau email : [email protected]

Undang-Undang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil tetap berpotensi melanggar hak-hak asasi nelayan tradisional yang telah dirumuskan dalam Putusan MK Nomor 3/PUU-VIII/2010.

Sedikitnya terdapat 6 isu penting yang menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi. Pertama, Putusan Mahkamah Konstitusi telah mengakui hak nelayan tradisional atas wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil yang melekat dan telah dimanfaatkan secara turun-temurun. Hak atas pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut tidak dapat dialihkan dalam bentuk skema pemanfaatan atau diserahkan kepada swasta dengan memberikan ganti-rugi. Hak-hak nelayan tradisional yang bersifat turun temurun, mempunyai karakteristik tertentu, tidak dapat dihilangkan selama nelayan tradisional itu masih ada dan tidak dapat dieliminasi dengan bentuk skema pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil. Skema pemanfaatan sumber daya dan wilayah pesisir maupun pulau-pulau kecil tidak boleh mengancam posisi masyarakat adat dan nelayan tradisional yang menggantungkan hidupnya secara turun-temurun dari sumber daya yang terdapat di perairan pesisir dan pulau-pulau kecil karena keterbatasan akses untuk skema pemanfaatan. Negara wajib menjamin tidak terjadi

Konsultasi Hukum

TETAP MELANGGAR

HAK NELAYAN

TRADISIONAL

Konsultasi dipandu oleh: Ahmad Marthin Hadiwinata, SH

(Divisi Advokasi Hukum dan Kebijakan)

Page 31: Kabar Bahari VI

KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 201331

pembiaran adanya penghilangan akses dan keleluasan pekerjaan nelayan tradisional di perairan pesisir.

Kedua, Mahkamah Konstitusi menegaskan tidak ada lagi legalisasi pengkaplingan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk dijadikan private ownership dan close ownership kepada usaha perseorangan, badan hukum atau masyarakat tertentu dalam bentuk privatisasi pengelolaan dan pemanfaatan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. Terlebih penguasaan atas bagian terbesar wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil yang akan mengalihkan tanggung jawab, penguasaan dan pengelolaan wilayah tersebut kepada pihak pemegang hak pemanfaatan yang merupakan pelanggaran ‘hak menguasai negara’. Konsekuensi peran negara sangat jelas dengan kewajiban melakukan pengawasan secara efektif terhadap pengelolaan sumber daya dan wilayah pesisir maupun pulau-pulau kecil dengan menguasai dan mengawasi secara utuh. Pemberian izin kepada pihak swasta tidak dapat diartikan mengurangi wewenang negara untuk membuat kebijakan (beleid), melakukan pengaturan (regelendaad), melakukan pengurusan (bestuursdaad), melakukan pengelolaan (beheersdaad), dan melakukan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Ketiga, negara wajib melakukan suatu ‘perlakuan khusus’ bagi nelayan tradisional dalam skema pemanfaatan sumber daya pesisir sehingga tidak ada

lagi ancaman kehilangan sumber daya yang menjadi sumber kehidupannya. Diskriminasi secara tidak langsung (indirect discrimination) dengan ketentuan yang nampak netral, baik kriteria maupun secara praktisnya, tetapi hal itu akan menimbulkan kerugian bagi orang-orang tertentu, yaitu nelayan tradisional, dibandingkan pemilik modal kuat. Karena kemampuan dan keadaan para nelayan tradisional tidak seimbang dibandingkan dengan kemampuan dan keadaan pemilik modal besar dalam persaingan memperoleh hak pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, maka akan terjadi indirect discrimination yang berakibat merugikan para nelayan tradisional.

Keempat, Mahkamah Konstitusi menekankan adanya jaminan pelibatan nelayan tradisional dalam perencanaan zonasi wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. Tidak ada lagi pengurangan akses keterlibatan masyarakat, khususnya masyarakat lokal dan tradisional dalam penyusunan rencana strategis, rencana zonasi, rencana pengelolaan, dan rencana aksi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Negara wajib memenuhi hak-hak nelayan tradisional yang melekat pada wilayah yang bersangkutan, karena masyarakat setempatlah yang mengetahui dan memahami kondisi wilayah. Negara harus menjamin, melindungi, dan memenuhi hak-hak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pemanfaatan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. Secara khusus negara harus

Page 32: Kabar Bahari VI

32KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 2013

dapat memastikan nelayan tradisional memiliki pilihan untuk menolak atau menerima rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Kelima, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus didasarkan atas prinsip demokrasi eknomi yang berdasar atas prinsip kebersamaan dan prinsip efisiensi berkeadilan. Prinsip kebersamaan dimaknai bahwa penyelenggaraan ekonomi termasuk pengelolaan sumber daya alam bagi keuntungan ekonomi, harus melibatkan rakyat seluas-luasnya dan menguntungkan bagi kesejahteraan rakyat banyak. Prinsip efisiensi berkeadilan dimaknai bahwa pengelolaan sumber daya alam tidak bisa semata-mata memperhatikan prinsip efisiensi untuk memperoleh hasil sebanyak-banyaknya yang dapat menguntungkan kelompok kecil pemilik modal, tetapi harus dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat

secara berkeadilan.

Namun perubahan yang disahkan DPR RI pada tanggal 18 Desember 2013 berpotensi kembali melanggar hak-hak nelayan tradisional. Potensi pelanggaran tersebut sebagai berikut: pertama, mengenai hak nelayan tradisional atas wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil yang melekat dan telah dimanfaatkan secara turun-temurun. Hak atas pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut potensial akan dilanggar kembali oleh UU tersebut dengan menjadikan hak pengelolaan masyarakat dan nelayan tradisional sebagai ‘pertimbangan’ dalam menerbitkan izin lokasi. Hal ini menjadi celah untuk meminggirkan masyarakat dan nelayan tradisional yang telah secara turun temurun tinggal dan berkegiatan di pesisir dan pulau-pulau kecil. Jika kemudian ada pemohon izin lokasi mengajukan izin lokasi dimana wilayah tersebut telah

Page 33: Kabar Bahari VI

KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 201333

ada masyarakat pesisir dan nelayan tradisional kedudukannya akan tidak setara dengan pengusaha dan badan hukum yang memiliki akses modal, teknologi dan pengetahuan. Hal ini akan menjadi suatu pelanggaran tersendiri atas hak penghidupan masyarakat. UU tersebut tetap akan melanggar hak nelayan tradisional dengan adanya pengalihan hak atas wilayah pengeloaan pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi ‘pertimbangan’ dalam izin lokasi adalah dialihkan dalam bentuk skema pemanfaatan atau diserahkan kepada swasta dengan ganti kerugian (Pasal 60 ayat [1 huruf k]).

Perubahan UU Pesisir secara eksplisit telah mengakui hak akses nelayan tradisional dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya dalam investasi asing (Pasal 26A ayat [4 huruf b]) dan hak akses masyarakat terhadap bagian perairan pesisir yang sudah diberi Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan (Pasal 60 ayat [1 huruf a]). Namun, tidak ada sanksi atas pelanggaran hak-hak masyarakat tersebut. Misalnya, terdapat pelanggaran berupa dihalanginya hak akses masyarakat terhadap bagian perairan pesisir dan pulau-pulau kecil yang sudah diberi Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan. Pertanyaannya, bagaimana sanksi terhadap pelanggaran hak akses tersebut? Bagaimana mekanisme masyarakat untuk dapat menuntut dipenuhinya hak akses tersebut?

Kedua, salah satu dampak buruk yang terjadi akibat pengkaplingan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk

dijadikan private ownership dan close ownership kepada perseorangan, badan hukum atau masyarakat tertentu adalah pengalihan tanggung jawab negara, penguasaan dan pengelolaan wilayah tersebut kepada pihak pemegang hak pemanfaatan yang merupakan pelanggaran ‘hak menguasai negara’. Perubahan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sangat berpotensi mengulangi pengalihan tanggung jawab negara, penguasaan dan pengelolaan kepada pihak asing.

Melalui pelonggaran investasi asing dalam Pasal 26A UU merupakan pengalihan kewajiban melakukan pengawasan secara efektif terhadap sumber daya dan wilayah pesisir maupun pulau-pulau kecil dengan menguasai dan mengawasi secara utuh. Pemberian izin kepada asing dapat mengurangi wewenang negara untuk membuat kebijakan (beleid), melakukan pengaturan (regelendaad), melakukan pengurusan (bestuursdaad), melakukan pengelolaan (beheersdaad), dan melakukan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Ketiga, kewajiban memperlakukan secara khusus nelayan tradisional tidak dilakukan oleh DPR dan Pemerintah. Hal ini menyebabkan terjadinya diskriminasi tidak langsung yang mengancam nelayan tradisional kehilangan sumber daya yang menjadi sumber kehidupannya. Perubahan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil ini tetap melakukan diskrimnasi tidak langsung dengan menempatkan unsur masyarakat

Page 34: Kabar Bahari VI

34KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 2013

dalam proses pengusulan rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ‘disetarakan’ dengan pemerintah dan dunia usaha. Penyetaraan antara masyarakat nelayan tradisional dengan pihak swasta merupakan diskriminasi sejak awal karena subyeknya berbeda. Upaya mendiskriminasi secara tidak langsung semakin menjadi dengan menempatkan nelayan tradisional dalam unsur Pemangku Kepentingan Utama dalam Pasal 1 angka 30 bersama dengan nelayan modern, pengusaha pariwisata, dan pengusaha perikanan.

Keempat, hak jaminan pelibatan nelayan tradisional dalam perencanaan zonasi wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil potensial untuk kembali dilanggar di dalam Perubahan UU Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pasal 14 ayat (1) telah direvisi dengan “memasukkan” unsur masyarakat dalam usulan penyusunan rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Namun pelibatan tersebut tanpa diikuti hak persetujuan masyarakat atas rencana pengelolaan. Walaupun Perubahan UU ini mencoba mengakui hak keberatan terhadap rencana pengelolaan, namun hak tersebut dibatasi dalam jangka waktu tertentu. Potensi pelanggaran hak untuk berpartisipasi dalam kebijakan diperkuat dengan tidak dijelaskannya hak keberatan masyarakat: bagaimana mekanisme dan ukuran keberatannya. Perubahan UU ini tidak memastikan nelayan tradisional memiliki hak untuk menolak atau menerima rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sehingga undang-undang

kembali akan membiarkan nelayan tradisional dan masyarakat pesisir yang telah tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara turun-temurun akan dilanggar haknya.

Terakhir, prinsip demokrasi ekonomi yang berdasar atas prinsip kebersamaan dan prinsip efisiensi berkeadilan tidak sedikitpun disinggung di dalam Perubahan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sangat jelas UU ini akan menguntungkan segilintir kelompok yang mempunyai modal, teknologi dan pengetahuan. Apalagi pendefinisian nelayan tradisional dilakukan secara sempit dan berpotensi meminggirkan nelayan dan masyarakat pesisir yang telah tinggal secara turun-temurun dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pendefinisian secara sempit ini akan mengeluarkan nelayan tradisional yang tidak tercakup di dalam definisi tersebut dari pengelolaan sumber daya alam bagi keuntungan ekonomi. Prinsip efisiensi berkeadilan akan nyata terlanggar dengan dibukanya kran investasi dalam pemanfaatan sumber daya pulau-pulau kecil beserta perairan pesisir. Secara khusus kran investasi asing akan mempercepat laju eksploitasi sumber daya pulau-pulau kecil secara masif.

Undang-undang tersebut seolah-olah ingin melindungi kepentingan rakyat, namun mustahil investor asing akan memprioritaskan kepentingan bangsa Indonesia dalam mengelola wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.*** (AMH)

Page 35: Kabar Bahari VI

Abu Samah merupakan salah satu pelaku sejarah perikanan tradisional di Pulau Sumatera. Ia konsisten memimpin

perlawanan terhadap pelaku pengguna alat tangkap ilegal dan merusak ekosistem pesisir. Jaring batu atau jaring dasar merupakan salah satu alat tangkap yang merusak terumbu karang dan menghilangkan cadangan ikan-ikan kecil di perairan laut Bengkalis.

Pulau Bengkalis merupakan sebuah pulau yang terletak di Provinsi Riau dan berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Sebagai kawasan yang berbatasan dengan laut lepas dan negara Malaysia, tentu keberadaan nelayan tradisional menjadi strategis karena bisa langsung memantau terjadinya berbagai hal yang dilakukan oleh pihak luar. Demikian juga dengan aktivitas pemantauan pengunaan alat tangkap ilegal, pencurian ikan, penyelundupan minuman keras, dan lain-lain.

J Jaring Batu: Musuh NelayanLaut menjadi satu-satunya tumpuan warga pesisir Melayu untuk menyambung hidupnya. Menangkap ikan merupakan kegiatan utama penduduk di Pulau Bengkalis. Ada banyak kekayaan jenis ikan di kawasan ini, dan beberapa jenis ikan menjadi primadona karena harganya tinggi. Sebelum tahun 1980, ada jenis ikan yang diberi nama ikan Terubuk oleh penduduk setempat, sayangnya akibat pengambilan secara besar-besaran dan tidak ramah lingkungan, ikan tersebut punah dan hilang. Saat ini ikan yang memiliki harga tinggi dan kualitas ekspor adalah Ikan

Tokoh

ABU SAMAH[Ketua Sarikat Nelayan Kecamatan Bantan]

JARING BATU

ADALAH MUSUH

BERSAMA NELAYAN DI PULAU

BENGKALIS

Page 36: Kabar Bahari VI

36KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 2013

Kurau seharga Rp. 30.000 – 60.000 per kilogram.

Jenis ikan yang berorientasi ekspor dan memiliki harga tinggi ini tentu menjadi rebutan dan buruan nelayan. Atas kondisi inilah, terjadi konflik antarnelayan karena ada banyak kasus pencurian ikan dan maraknya pengunaan jaring dasar/batu.

Konflik bermula di tahun 1983, ketika itu ada pihak-pihak yang ingin mengeruk ikan kurau secara besar-besaran dengan menggunakan kapal dan alat tangkap jaring batu. Ukuran jaring batu ini sepanjang 2.500 meter dan tinggi 10 meter sehingga bisa menjaring seluruh ikan Kurau dan ikan-ikan lainnya, baik ukuran kecil maupun besar. Wilayah beroperasinya sama dengan para nelayan tradisional, yaitu di bawah 4 mil dari bibir pantai.

Padahal untuk menjaga ketersediaan ikan, khususnya ikan Kurau, para nelayan tradisional memiliki kearifan tersendiri dalam memastikan keberlanjutan jenis ikan ini. Secara adat dan tradisi turun-temurun, nelayan tradisional tidak pernah menggunakan alat-alat yang merusak, seperti bom ikan dan jaring batu. Untuk menangkap ikan, para nelayan dibekali dengan pancing rawai berupa seutas tali panjang (sekitar 150 m) dan di setiap 3 meternya diberi tali dan mata kail yang berukuran 6 inchi.

J Serikat Nelayan Kecamatan Bantan

Untuk menyikapi ancaman yang lebih masif, pada tahun 1999 para nelayan tradisional rawai yang tersebar di

Kecamatan Bantan menghimpun diri mereka menjadi Solidaritas Nelayan Kecamatan Bantan (SNKB) dan Abu Samah didaulat sebagai ketua.

Perhimpunan ini dibentuk dengan tujuan utama untuk mendukung advokasi penghentian pengoperasian jaring batu. Dengan anggota sekitar 8.000 kepala keluarga (KK) dan yang memiliki pompong sekitar 2.000-an dan nelayan tradisional yang bergantung hidup dari pancing rawai mencapai 10.000-an jiwa.

Abu Samah mengisahkan, puncak perjuangan yang berujung konflik terjadi pada tanggal 15 Juni 2006. Saat itu nelayan yang tergabung dalam SNKB dengan menggunakan pompong rawai (kapal nelayan tradisional kecil berukuran 12-24 PK) yang berisikan 3 orang, yaitu Awaludin (40), Erwan Bakar (27), dan Eri (29), pergi merawai (dengan pancing rawai) di sekitar perairan Desa Teluk Pambang, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis.

Di tengah laut (di wilayah kurang lebih 2 mil), ketiga warga Kampung Parit Tiga, Desa Teluk Pambang ini bertemu dengan 1 buah kapal jaring batu (bottom drift gill net) yang sedang membongkar jaring. Sekonyong-konyong kapal jaring batu mendekati pompong rawai. Perkelahian pun tidak bisa dihindari. Dalam insiden ini nelayan rawai mengalami cedera cukup parah. Awaluddin matanya pecah terkena pukulan besi dan tidak sadarkan diri. Sementara Erwan Bakar mengalami luka di bagian wajah terkena benda tajam, namun ketiganya masih bisa

Page 37: Kabar Bahari VI

KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 201337

membawa pompong rawainya kembali ke tepi pantai untuk menyelamatkan diri.

Kejadian yang dialami Awaluddin ternyata tersebar ke seluruh kampung. Ketika mendengar kabar rekan mereka dikepung 2 buah kapal jaring batu, secara spontan para nelayan melakukan penyelamatan agar rekan lainnya tidak mengalami cedera, seperti rekan sebelumnya dengan cara beramai-ramai pergi ke laut menghalau kapal jaring batu tersebut. Perkelahian dan insiden pun tak dapat dihindari, beberapa orang luka dan satu buah kapal jaring batu dibakar.

Setelah kejadian tersebut, ada kabar akan terjadi serangan balas dendam dan situasi ini membuat kampung mencekam dan saling membentengi diri dengan berbagai cara, bahkan ada yang harus mengungsi ke hutan untuk menghindari ancaman serangan balik. Dalam kondisi seperti ini, pihak kepolisian justru melakukan penangkapan terhadap nelayan bernama Eddy Nelawati alias Ujang dan dijebloskan ke penjara karena diduga melakukan pembakaran terhadap kapal milik pengusaha jaring dasar/batu.

Padahal saat itu, Gubernur Provinsi Riau telah mengeluarkan Pergubri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Pelarangan Sementara Penggunaan Alat Tangkap Jenis Jaring Batu di Wilayah Perairan Tanjung Jati (Kecamatan Bengkalis) sampai Tanjung Sekodi (Kecamatan Bantan). Namun akibat lemahnya pengawasan dari pemerintah sehingga terjadi pelanggaran dan memicu konflik.

“Seharusnya hal ini tidak terjadi apabila aparat kepolisian dan pihak-pihak terkait menjalankan amanat Gubernur Provinsi Riau yang telah melarang beroperasinya jaring batu,” ingat Abu Samah. Mirisnya, hingga saat ini secara sembuyi-sembunyi kapal-kapal ukuran besar jaring dasar/batu masih berkeliaran di pesisir laut Bengkalis.

Meskipun banyak rintangan yang harus dihadapi, Abu Samah dan seluruh anggota SNKB terus melawan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal dan tidak ramah lingkungan, utamanya jaring batu (bottom drift gill net).

Abu Samah berprinsip, “Cukup ikan Terumbuk yang hilang dari laut kami. Hilangnya ikan yang tersisa, maka sama saja menghilangkan harapan hidup anak cucu kami kelak”. Ia juga meminta agar Pemerintah bertindak lebih tegas untuk menegakkan hukum di laut. Jangan lagi nelayan tradisional dikorbankan dan dijadikan kambing hitam.

Saat ini, di sela-sela aktivitasnya melaut dan memantau aktivitas penangkapan secara ilegal, Abu Samah terus memotivasi rekan-rekannya yang tergabung dalan SKNB untuk terus aktif melestarikan dan menjaga laut dari ancaman kerusakan dan pencurian oleh pihak luar. Selain itu, Abu Samah juga aktif dalam forum-forum kelautan dan perikanan, baik di kabupaten, provinsi, maupun nasional, untuk tetap menyuarakan kelestarian ekosistem pesisir bagi kesejahteraan nelayan tradisional.*** (SD)

Page 38: Kabar Bahari VI

38KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 2013

IKAN KERAPU BUMBU TOMAT

J Bahan:1. 1 kg ikan kerapu, siangi, gurat-

gurat2. 1 sdt garam (secukupnya)3. 1 sdm air jeruk nipis4. 3 sdm minyak goreng5. 1 bawang bombai, belah 2, potong

setebal ½ cm6. 6 buah cabai merah, potong

serong 7. 750 gr tomat, parut, saring, buang

ampas 8. ½ buah nanas, potong dadu9. 1 buah mentimun jepang, potong

dadu10. 1 buah wortel, potong dadu11. 2 batang daun bawang, iris kasar

J Bumbu Halus:1. 8 butir bawang merah2. 4 siung bawang putih

3. 5 buah cabai merah4. 1 ruas jari jahe5. 1 sdt garam6. 1 sdt gula pasir

J Cara Membuat:1. Lumuri ikan dengan garam dan

jeruk nipis selama 10 menit 2. Panaskan minyak, goreng ikan

hingga matang dan kering 3. Panaskan minyak, tumis bumbu

halus, bawang bombai, dan cabai merah hingga layu, tuangkan air tomat, masak hingga mendidih. Masukan nanas, mentimun, wortel dan daun bawang, serta masak hingga matang.

4. Tata ikan di piring saji datar, siram dengan saus. Kemudian sajikan.

Dapur

Page 39: Kabar Bahari VI

KABAR BAHARI VI 1 November-Desember 201339 Kesehatan

Siapa bilang ikan teri makanan kampung dan tidak ada

manfaatnya? Walaupun ikannya mungil dan identik sebagai panganan kampung, tetapi manfaatnya besar, apalagi bagi kaum perempuan. Ikan mungil ini ternyata kaya akan kandungan gizi yang baik untuk tubuh, seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, kalsium, dan fosfor.

Manfaat yang terkandung pada ikan teri tidak kalah dengan ikan-ikan lain yang lebih besar dan mahal. Salah satu manfaat dari ikan teri adalah dapat mencegah terjadinya pengeroposan pada tulang (osteoporosis) akibat kekurangan kalsium.

Osteoporosis merupakan penyakit yang bisa mengancam, baik perempuan maupun laki-laki, akan tetapi perempuan memiliki tingkat kerentanan lebih tinggi daripada laki-laki. Cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan kalsium tulang dimulai

dari usia remaja,

karena ternyata kita butuh

1.500 Mg asupan berkalsium tiap harinya.

Kalsium sebenarnya bisa didapatkan dari susu, namun kandungan kalsium dari susu hanya tersedia 200-250Mg saja. Sedangkan susu yang diperkaya dengan kalsium hanya memiliki kandungan kalsium sebesar 500 Mg. Nah, jika Anda ingin terpenuhi kebutuhan kalsiumnya sampai 1.300 Mg, mari membiasakan diri untuk mengonsumsi ikan teri.

Selain itu, agar terhindar dari osteoporosis, kita harus berani mengubah gaya hidup agar lebih sehat. Dimulai dari banyak konsumsi sayuran, ikan dan rutin berolahraga. Tubuh sehat akan membentuk generasi yang sehat juga. Nah, ayo makan ikan dari sekarang!***

MANFAAT IKAN TERI BAGI TUBUH

beritadaerah.com

Page 40: Kabar Bahari VI