Top Banner

of 39

K3KU

Jul 15, 2015

Download

Documents

Dewye Sartika
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional dewasa ini yang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern membuat dunia industri berlomba-lomba melakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas dengan skala pengusahaan lebih besar dalam waktu relatif singkat. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya dorongan terhadap pengoperasian pabrik secara cepat. Perubahan ini akan dapat memperbesar resiko bahaya yang terkandung dalam industri dan akibat dari suatu kecelakaan semakin besar. Dalam keadaan tersebut upaya pengendalian resiko bahaya yang sebaik mungkin yaitu dengan menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja secara terpadu melalui sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (Mohammad Syafii Syamsudin, 1998). Dalam UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Di era golbalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi. Dalam pelaksanaan pekerjaan seharihari karyawan/pekerja di sektor kesehatan tidak terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya. Dari hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah Sakit,

1

sekitar 1.505 tenaga kerja wanita di Rumah Sakit Paris mengalami gangguan muskuloskeletal (16%) di mana 47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang. Dan dilaporkan juga pada 5.057 perawat wanita di 18 Rumah Sakit didapatkan 566 perawat wanita adanya hubungan kausal antara pemajanan gas anestesi dengan gejala neoropsikologi antara lain berupa mual, kelelahan, kesemutan, keram pada lengan dan tangan. Rumah sakit sebagai sarana kesehatan juga ikut menerapkan prinsip sanitasi. salah satu aspek garapan sanitasi rumah sakit adalah menjaga kebersihan lantai ruang perawatan. Berdasarakan penelitian pada beberapa rumah sakit di jawa Tengah ditemukan adanya mikroorganisme pada lantai ruang perawatan kelas II. Mikroorganisme tersebut adalah Eschericia coli, Enterobacter cloacae dan Klebsiella pneumonia. Kebersihan lanati rumah sakit dapat diukur dengan angka kuman lantai. Standar angka kuman lantai untuk ruang perawatan berdasarkan Kepmenkes no. 1204/MENKES/SK/X/2004 adalah 5-10 koloni/cm2. Menurut Menkes, peran rumah sakit sebagai mata rantai upaya kesehatan rujukan dengan fungsi utama menyelenggarakan pengobatan dan pemulihan pasien diharapkan dapat memberikan pelayanan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien. Karena itu, akreditasi rumah sakit sebagai pengakuan pemerintah dalam melaksanakan pelayanan sesuai standar, diharapkan dapat memenuhi hak-hak pasien sehingga fungsi sosial, fungsi bisnis dan fungsi IPTEK rumah sakit dapat berjalan dengan baik dan harmonis. Tujuan dari keselamatan kerja untuk para karyawan dan tenaga medis adalah sebagai berikut: y Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan suatu

pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktifitas nasional individu. y Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.

2

y

Sumber produksi seperti peralatan dan bahan-bahan perawatan diperiksa dan dipergunakan secara aman dan efisien.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Tujuan umum memantau aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Ruangan perawatan VIP dan perawatan kelas pada tenaga medis. 1.3.2 Tujuan khusus y Untuk memantau faktor bahaya lingkungan kerja atau hazard di kamar perawatan VIP dan perawatan kelas pada tenaga medis.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKAII.1 Kesehatan dan Keselamatan kerja Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, yaitu perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.Perlindungan tersebut bermaksud, agar tenaga kerja secara aman melakukan pekerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi dan produktivitas nasional.Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan dari berbagai persoalan di sekitarnya dan pada dirinya yang dapat menimpa dan mengganggu dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya. Dengan demikian, jelaslah bahwa keselamatan kerja adalah sesuatu yang penting untuk perlindungan tenaga kerja, sehingga kecelakaan yang timbul akibat mesin, proses pengolahan,lingkungan kerja dan sebagainya harus diberantas dan dikendalikan. Keselamatan dan kesehatan kerja harus sesuai dengan Undang-undang No.1 Tahun 1970 yang mana sebagai aturan pelaksanaan dari Undang-Undang No.13 Tahun 2003 yang menyangkut norma perlindungan tenaga kerja, khususnya yang berkaitan dengan hiperkes antara lain : a. Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dan tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat pekerjaannya yang akan diberikan kepadanya. b. Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan ditunjuk ole direktur c. Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. d. Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja tentang kondisi dan bahaya yang dapat timbul dalam tempat kerja.

4

e. Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja tentang semua pengamanan alat pelindung diri yang diharuskan dalam tempat kerjanya. f. Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja tentang alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan. g. Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja tentang caracara pelindung diri bagi yang bersangkutan. Kinerja setiap tenaga kerja merupakan hasil dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas, beban kerja, dan lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan beban tambahan bagi tenaga kerja. Apabila derajat kesehatan tidak maksimal maka produktivitas tenaga kerja akan menurun dan apabila derajat kesehatan tenaga kerja tinggi maka produktivitas akan meningkat. Untuk itu tindakan preventif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum sehingga akan tercipta derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Sumamur, 1996). Kesehatan Kerja Kesehatan Kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan sebagai unsur-unsur yang menunjang terhadap adanya jiwa-raga dan lingkungan kerja yang sehat. Kesehatan kerja meliputi kesehatan jasmani dan kesehatan rohani. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang dapat timbul atau terjadi oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.Penyakit ini terjadi karena ulah manusia sendiri (man made disease) dan umumnya dapat dicegah. Oleh karena itu ada juga yang menggolongkan penyakit artificial timbul oleh adanya pekerjaan. WHO menyebut sebagai work related disease. Penyakit umum yang berkaitan dengan pekerjaan atau akibat terpapar oleh lingkungan kerjanya.

Penyebab terjadinya penyakit akibat kerja dibagi menjadi empat golongan yaitu:

5

1. Golongan fisik, seperti suara bising, radiasi sinar radio aktif, suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, tekanan yang tinggi, dan penerangan lampu yang kurang baik. 2. Golongan kimiawi, seperti debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut. 3. Golongan ergonomi, seperti kesalahan konstruksi mesin, sikap badan saat bekerja yang menyebabkan kelelahan fisik dan perubahan bentuk fisik pekerja. 4. Golongan mental atau psikologis, seperti hubungan kerja yang tidak baik atau membosankan. 5. Golongan biologi mencakup mikroorganisme. Keselamatan Kerja Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi dan distribusi, baik barang maupun jasa. Salah satu aspek penting sasaran keselamatan kerja, mengingat resiko bahayanya adalah penerapan teknologi, terutama teknologi yang lebih maju dan mutakhir. Keselamatan kerja adalah tugas semua orang yang bekerja. Keselamatan kerja adalah dari, oleh, dan untuk setiap tenaga kerja , dan masyarakat pada umumnya. Kecelakaan, adalah kejadian yang tak terduga dan tak diharapkan.Tak terduga oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian materiil maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat dan tidak diinginkan. Dalam hubungannya dengan kondisi dan situasi di Indonesia, keselamatan kerja dinilai sebagai berikut: y Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian akibat kecelakaan kerja.

6

y Analisa kecelakaan secara nasional berdasarkan angka-angka yang masuk atas dasar wajib lapor kecelakaan dan data kompensasinya dewasa ini seolah-olah relatif rendah dibandingkan dengan banyaknya jam kerja tenaga kerja y Potensi-potensi bahaya yang mengancam keselamatan pada berbagai sektor kegiatan ekonomi jelas dapat diobservasi, misalnya; sektor pertanian, sektor industri, sektor jasa, dan lain sebagainya y Menurut observasi, angka frekuensi untuk kecelakaan-kecelakaan ringan yang tidak menyebabkan hilangnya satu atau dua jam kerja masih terlalu tinggi. Upaya secara lebih serentak diperlukan untuk memberantas kecelakaan-kecelakan ringan demikian y Analisa kecelakaan memperlihatkan bahwa untuk setiap kecelakaan ada faktor penyebabnya. Sebab-sebab tersebut bersumber kepada alat-alat mekanik dan lingkungan serta kepada manusianya sendiri.

Untuk mencegah kecelakaan, penyebab-penyebabnya ini harus dihilangkan. y 85 % dari sebab-sebab kecelakaan adalah faktor manusia. Maka dari itu,usahausaha keselamatan selain ditujukan kepada teknik mekanik, juga harus memperthatikan secara khusus aspek manusiawi. Dalam hal ini pendidikan tentang keselamatan kerja merupakan sesuatu hal yang sangat penting y Sekalipun upaya-upaya pencegahan telah maksimal, kecelakaan masih mungkin terjadi dan dalam hal ini , peranan kompensasi kecelakaan sebagai jaminan sosial diperlukan adanya untuk meringankan beban penderita. Keselamatan kerja erat kaitannya dengan peningkatan produksi dan

produktivitas. Produktivitas adalah perbandingan di antara hasil kerja (out put ) dan upaya yang dipergunakan (input). Keselamatan kerja dapat membantu peningkatan produktivitas atas dasar : a. Dengan tingkat keselamatan kerja yang tinggi, kecelakaan-kecelakaan yang menjadi sebab sakit, cacat dan kematian dapat dikurangi atau ditekan sekecilkecilnya, sehingga pembiayaan yang tidak perlu dapat dihindari.

7

b. Tingkat keselamatan yang tinggi sejalan dengan pemeliharaan dan penggunaan peralatan dan bahan yang produktif dan efisien dan bertalian dengan tingkatan produksi dan produktifitas yang tinggi. c. Pada berbagai hal, tingkat keselamatan yang tinggi menciptakan kondisi-kondisi yang mendukung kenyamanan serta kegairahan kerja, sehingga faktor manusia dapat diserasikan dengan tingkat efisiensi yang tinggi pula d. Praktek keselamatan tidak bisa dipisah-pisahkan dari keterampilan keduanya

berjalan sejajar dan merupakan unsur-unsur yang sesuai bagi kelangsungan suatu pemberian jasa di salon kecantikan. e. Keselamatan kerja yang dilaksanakan sebaik-baiknya dengan partisipasi pengusaha membantu bagi hubungan pegawai dan pengusaha yang merupakan landasan kuat bagi terciptanya kelancaran suatu jasa yang diberikan.

II.2. Persyaratan Penataan ruang bangunan dan penggunaannya harus sesuai dengan fungsi serta memenuhi persyaratan kesehatan yaitu dengan mengelompokkan ruangan

berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit sebagai berikut :

a. Zona dengan Risiko Rendah Zona risiko rendah meliputi : ruang administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis, dan ruang

pendidikan/pelatihan. 1) Permukaan dinding harus rata dan berawarna terang 2) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk konus. 3) Langit-langit harus terbuat dari bahan multipleks atau bahan yang kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai. 8

4) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai. 5) Ventilasi harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang dengan baik, bila ventilasi alamiah tidak menjamin adanya pergantian udara dengan baik, harus dilengkapi dengan penghawaan mekanis (exhauster) . 6) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari lantai. b. Zona dengan Risiko Sedang Zona risiko sedang meliputi : ruang rawat inap bukan penyakit menular, rawat jalan, ruang ganti pakaian, dan ruang tunggu pasien. Persyaratan bangunan pada zona dengan risiko sedang sama dengan persyaratan pada zona risiko rendah. c. Zona dengan Risiko Tinggi Zona risiko tinggi meliputi : ruang isolasi, ruang perawatan intensif, laboratorium, ruang penginderaan medis (medical imaging), ruang bedah mayat (autopsy), dan ruang jenazah dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang. a) Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik setinggi 1,50 meter dari lantai dan sisanya dicat warna terang. b) Dinding ruang penginderaan medis harus berwarna gelap, dengan ketentuan dinding disesuaikan dengan pancaran sinar yang dihasilkan dari peralatan yang dipasang di ruangan tersebut, tembok pembatas antara ruang Sinar X dengan kamar gelap dilengkapi dengan transfer cassette. 2) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk konus 3) Langit-langit terbuat dari bahan mutipleks atu bahan yang kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai. 4) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter darilantai. 9

5) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari lantai.

d. Zona dengan Risiko Sangat Tinggi Zona risiko tinggi meliputi : ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin, dan ruang patologi dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Dinding terbuat dari bahan porslin atau vinyl setinggi langit-langit, atau dicat dengan cat tembok yang tidak luntur dan aman, berwarna terang.

II.3 Proses Pelayanan 1. Penerimaan Pasien 2. Pasien yang dirujuk untuk Rawat Inap melakukan Pendaftaran atau Registrasi Rawat Inap 3. Setelah terdaftar sebagai pasien Rawat Inap, kemudian pasien tersebut menempati bed 4. Pasien ke layanan penunjang yaitu Laboratorium atau Radiologi untuk diketahui diagnosa penyakitnya 5. 6. Hasil tersebut diserahkan ke dokter piket atau jaga ke ruangan Pasien ke Farmasi / Apotek untuk pengesahan obat

7. Pasien melakukan pembayaran ke Kasir / Verifikasi ke bagian Askes 8. Pasien mengambil obat di Farmasi / Apotek 9. Pasien keruangan untuk menyerahkan obatobatan kepada perawat 10. Pasien diperbolehkan pulang

10

Bagan Alur Kerja

Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan kerja telah dijelaskan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya sehingga diperoleh produktivitas kerja yang optimal. Untuk itu setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja, dan ini juga telah diatur dalam pasal tersebut. Adapun faktor resiko yaitu faktor fisik, faktor kimia, factor biologi, faktor fisiologi (ergonomi) dan faktor mental-psikologis terhadap kesehatan dan keselamatan kerja tenaga kerja.

11

RUANG RAWAT INAP BUKAN PENYAKIT MENULAR

Menurut keputusan menteri kesehatan republik indonesia Nomor: 1204/menkes/sk/x/2004 Tentang Persyaratan kesehatan lingkungan Rumah sakit. A. Pengertian 1. Ruang bangunan dan halaman rumah sakit adalah semua ruang/unit dan halaman yang ada di dalam batas pagar rumah sakit (bangunan fisik dan kelengkapannya) yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan kegiatan rumah sakit. 2. Pencahayaan di dalam ruang bangunan rumah sakit adalah intensitas penyinaran pada suatu bidang kerja yang ada di dalam ruang bangunan rumah sakit yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif 3. Pengawasan ruang bangunan adalah aliran udara di dalam ruang bangunan yang memadai untuk menjamin kesehatan penghuni ruangan. 4. Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu dan/atau membahayakan kesehatan. 5. Kebersihan ruang bangunan dan halaman adalah suatu keadaan atau kondisi ruang bangunan dan halaman bebas dari bahaya dan risiko minimal untuk terjadinya infeksi silang, dan masalah kesehatan dan keselamatan kerja.

B. Persyaratan 1. Lingkungan Bangunan Rumah Sakit a. Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang kelas, dilengkapi dengan agar yang kuat dan tidak memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar masuk dengan bebas. b. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan keseluruhan sehingga tersedia tempat parkir yang memadai dan dilengkapi dengan rambu parkir.

12

c. Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir. Jika berlokasi di daerah banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi untuk mengatasinya. d. Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok e. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan intensitas cahaya yang cukup. f. Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek, atau tidak terdapat genangan air dan dibuat landai menuju ke saluran terbuka atau tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas halaman g. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan terpisah, masing-masing dihubungkan langsung dengan instalasi pengolahan limbah. h. Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu, dan tempat-tempat tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah. i. Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembang biaknya serangga, binatang pengerat, dan binatang pengganggu lainnya. 2. Konstruksi Bangunan Rumah Sakit a. Lantai 1) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan. 2) Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan air limbah 3) Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus/lengkung agar mudah dibersihkan b. Dinding Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung logam berat c. Ventilasi 13

1) Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang dengan baik. 2) Luas ventilasi alamiah minimum 15 % dari luas lantai 3) Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian udara dengan baik, kamar atau ruang harus dilengkapi dengan penghawaan buatan/mekanis. 4) Penggunaan ventilasi buatan/mekanis harus disesuaikan dengan

peruntukkan ruangan. d. Atap 1) Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya. 2) Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi penangkal petir.

e. Langit-langit 1) Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan. 2) Langit-langit tingginya minimal 2,70 meter dari lantai. 3) Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus anti rayap. f. Konstruksi Balkon, beranda, dan talang harus sedemikian sehingga tidak terjadi genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes. g. Pintu Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah masuknya serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya. h. Jaringan Instalasi 1) Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas, listrik, sistem pengawasan, sarana telekomunikasi, dan lain-lain harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan agar aman digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan. 14

2) Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilangan dengan pipa air limbah dan tidak boleh bertekanan negatif untukmenghindari pencemaran air minum. i. Lalu Lintas Antar Ruangan 1) Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus didisain sedemikian rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan, sehingga memudahkan hubungan dan komunikasi antar ruangan serta menghindari risiko terjadinya kecelakaan dan kontaminasi 2) Penggunaan tangga atau elevator dan lift harus dilengkapi dengan sarana pencegahan kecelakaan seperti alarm suara dan petunjuk penggunaan yang mudah dipahami oleh pemakainya atau untuk lift 4 (empat) lantai harus dilengkapi ARD (Automatic Rexserve Divide) yaitu alat yang dapat mencari lantai terdekat bila listrik mati. 3) Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan mudah bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan dilengkapi ram untuk brankar. j. Fasilitas Pemadam Kebakaran Bangunan rumah sakit dilengkapi dengan fasilitas pemadam kebakaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku

3. Ruang Bangunan Penataan ruang bangunan dan penggunaannya harus sesuai dengan fungsi serta memenuhi persyaratan kesehatan yaitu dengan mengelompokkan ruangan berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit sebagai berikut : a. Zona dengan Risiko Rendah Zona risiko rendah meliputi : ruang administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis, dan ruang pendidikan/pelatihan. 15

1) Permukaan dinding harus rata dan berawarna terang 2) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk konus. 3) Langit-langit harus terbuat dari bahan multipleks atau bahan yang kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai. 4) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai. 5) Ventilasi harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang dengan baik, bila ventilasi alamiah tidak menjamin adanya pergantian udara dengan baik, harus dilengkapi dengan penghawaan mekanis (exhauster) . 6) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari lantai. b. Zona dengan Risiko Sedang Zona risiko sedang meliputi : ruang rawat inap bukan penyakit menular, rawat jalan, ruang ganti pakaian, dan ruang tunggu pasien. Persyaratan bangunan pada zona dengan risiko sedang sama dengan persyaratan pada zona risiko rendah. c. Zona dengan Risiko Tinggi Zona risiko tinggi meliputi : ruang isolasi, ruang perawatan intensif, laboratorium, ruang penginderaan medis (medical imaging), ruang bedah mayat (autopsy), dan ruang jenazah dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang. a) Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik setinggi 1,50 meter dari lantai dan sisanya dicat warna terang. b) Dinding ruang penginderaan medis harus berwarna gelap, dengan ketentuan dinding disesuaikan dengan pancaran sinar yang dihasilkan dari peralatan yang dipasang di ruangan tersebut, tembok pembatas 16

antara ruang Sinar X dengan kamar gelap dilengkapi dengan transfer cassette. 2) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantaidengan dinding harus berbentuk konus 3) Langit-langit terbuat dari bahan mutipleks atu bahan yang kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai. 4) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lanti. 5) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari lantai. d. Zona dengan Risiko Sangat Tinggi Zona risiko tinggi meliputi : ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin,dan ruang patologi dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Dinding terbuat dari bahan porslin atau vinyl setinggi langit-langit, atau dicat dengan cat tembok yang tidak luntur dan aman, berwarna terang. 2) Langit-langit terbuat dari bahan yang kuat dan aman, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai. 3) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 m, dan semua pintu kamar harus selalu dalam keadaan tertutup. 4) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan dan berwarna terang. 5) Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar (gantungan) lampu bedah dengan profil baja double INP 20 yang dipasang sebelum pemasangan langitlangit 6) Tersedia rak dan lemari untuk menyimpan reagensia siap pakai

17

7) Ventilasi atau pengawasan sebaiknya digunakan AC tersendiri yang dilengkapi filter bakteri, untuk setiap ruang operasi yang terpisah dengan ruang lainnya. Pemasangan AC minimal 2 meter dari lantai dan aliran udara bersih yang masuk ke dalam kamar operasi berasal dari atas ke bawah. Khusus untuk ruang bedah ortopedi atau transplantasi organ harus menggunakan pengaturan udara UCA (Ultra Clean Air) System 8) Tidak dibaenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar, untuk itu harus dibuat ruang antara. 9) Hubungan dengan ruang scrubup untuk melihat ke dalam ruang operasi perlu dipasang jendela kaca mati, hubungan ke ruang steril dari bagian cleaning cukup dengan sebuah loket yang dapat diuka dan ditutup. 10) Pemasangan gas media secara sentral diusahakan melalui bawah lantai atau di atas langit-langit. 11) Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis.

4. Kualitas Udara Ruang a. Tidak berbau (terutana bebas dari H2S dan Amoniak b. Kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang dari 10 micron dengan rata-rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150 g/m3, dan tidak mengandung debu asbes. Indeks angka kuman untuk setiap ruang/unit seperti tabel berikut : Indeks Angka Kuman Menurut Fungsi Ruang atau Unit

18

No

Ruang atau Unit

Konsentrasi MaksimumMikro-organisme per m2 Udara (CFU/m3)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Operasi Bersalin Pemulihan/perawatan Observasi bayi Perawatan bayi Perawatan premature ICU Jenazah/Autopsi Penginderaan medis Laboratorium Radiologi Sterilisasi Dapur Gawat Darurat Administrasi. pertemuan Ruang luka bakar

10 200 200-500 200 200 200 200 200-500 200 200-500 200-500 200 200-500 200 200-500 200

Konsentrasi gas dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum seperti dalam tabel berikut :

19

Tabel I.2 Indeks Kadar Gas dan bahan Berbahaya dalam Udara Ruang Rumah Sakit

No

Parameter Kimiawi

Pengukuran Konsentrasi Maksimal sebagai Standar

1 2 3 4 5 6 7 8

Karbon monoksida (CO) Karbon dioksida (CO2) Timbal (Pb) Nitrogen dioksida (NO2) Radon (Rn) -Sulfur Dioksida (SO2) Formaidehida (HCHO) Total senyawa organik yang mudah menguap (T.VOC)

8 jam 10.000 g/m3 8 jam 1 ppm 1 tahun 0,5 g/m3 1 jam 200 g/m3 4 pCi/liter 24 jam 125 g/m3 30 menit 100 g/m3 1 ppm

5. Pencahayaan Pencahayaan, penerangan, dan intensitasnya di ruang umum dan khusus harus sesuai dengan peruntukkannya seperti dalam tabel berikut : Tabel I.3 Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruangan atau Unit No Ruangan atau Unit Intensitas Cahaya (Lux) Keterangan 1 Ruang pasien : - saat tidak tidur - saat tidur 100 200 Maksimal 50 Warna cahaya sedang 2 Ruang Operasi Umum 300 500 3 Meja Operasi 10.000 20.000 Warna cahaya sejuk atau

20

sedang tanpa bayangan 4 Anestesi, pemulihan 300 -500 5 Endoscopy, lab 75 - 100 6 Sinar X Minimal 60 7 Koridor Minimal 100 8 Tangga Minimal 100 Malam hari 9 Adminitrasi/Kantor Minimal 100 Pengawasan Persyaratan penghawaan untuk masing-masing ruang atau unit seperti berikut : a. Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi, laboratorium, perlu mendapat perhatian yang khusus karena sifat pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang tersebut. b. Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih positif sedikit (minimum 0,10 mbar) dibandingkan ruang-ruang lain di rumah sakit. c. Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan kelembaban seperti dalam tabel berikut : Tabel I.4 Standar Suhu, kelembaban, dan Tekanan Udara Menurut Fungsi Ruang atau Unit No Ruang atau Unit Suhu (C) Kelembaban (%) Tekanan 1 Operasi 19 24 45 -60 Positif 2 Bersalin 24 - 26 45 -60 Positif 3 Pemulihan/perawatan 22 24 45 -60 seimbang 4 Observasi bayi 21 24 45 -60 Seimbang 5 Perawatan bayi 22 -26 35 - 60 seimbang 6 Perawatan prematur 24 26 35 60 Positif 7 ICU 22 - 23 35 60 Positif 8 Jenazah/Autopsi 21 24 -- Negatif 21

9 Penginderaan media 19 24 45 - 60 Seimbang 10 Laboratorium 22 - 26 35 - 60 Negatif 11 Radiologi 22 - 26 45 - 60 Seimbang 12 Sterilisasi 22 30 35 - 60 Negatif 13 Dapur 22 30 35 - 60 Seimbang 14 Gawat darurat 19 24 45 - 60 Positif 15 Administrasi, Pertemuan 21 - 26 -- Seimbang 16 Ruang Luka Bakar 24 - 26 35 - 60 Positif Kebisingan Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan atau unit seperti tabel berikut : Tabel I.5 Indeks Kebisingan Menurut Ruangan atau Unit No Ruangan atau Unit Kebisingan Max (waktu pemaparan 8 jam dalam satuan dBA) 1 Ruang pasien : - saat tidak tidur - saat tidur 45 40 2 Ruang Opperasi, Umum 45 3 Anestesi, pemulihan 45 4 Endoskopi, Laboratorium 65 5 Sinar X 40 6 Koridor 40 7 Tangga 45 8 Kantor/Lobby 45 9 Ruang alat/gudang 45 10 Farmasi 45 11 Dapur 78 12 Ruang Cuci 78 13 Ruang Isolasi 40 22

14 Ruang Poli gigi 80

Jumlah Tempat Tidur Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai untuk kamar perawatan dan kamar isolasi sebagai berikut : a. Ruang bayi : 1) Ruang perawatan minimal 2 m2/tempat tidur 2) Ruang isolasi minimal 3,5 m2/tempat tidur b. Ruang dewasa : 1) Ruang perawatan minimal 4,5 m2/tempat tidur 2) Ruang isolasi minimal 6 m2/tempat tidur 10. Lantai dan dan Dinding Lantai dan dinding harus bersih, dengan tingkat kebersihan sebagai berikut : - Ruang Operasi : 0 - 5 CFU/cm2 dan bebas patogen dan gas gangren - Ruang perawatan : 5 10 CFU/cm2 - Ruang isolasi : 0 5 CFU/cm2 - Ruang UGD : 5 10 CFU/cm2 C. Tata Laksana 1. Pemeliharaan Ruang Bangunan a. Kegiatan pembersihan ruang minimal dilakukan pagi dan sore hari. b. Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah pembenahan/merapi-kan tempat tidur pasien, jam makan, jam kunjungan dokter, kunjungan keluarga, dan sewaktu-waktu bilamana diperlukan. c. Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus dihindari. d. Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan pembersih (pel) yang memenuhi syarat dan bahan antiseptik yang tepat. e. Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel tersendiri.

23

f. Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua) kali setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar

g. Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada dinding harus segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik. 2. Pencahayaan a. Lingkungan rumah sakit, baik dalam maupun luar ruangan harus mendapat cahaya dengan intensitas yang cukup berdasarkan fungsinya. b. Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk menyimpan barang/peralatan perlu diberikan penerangan. c. Ruang pasien/bangsal harus disediakan penerangan umum dan penerangan untuk malam hari dan disediakan saklar dekat pintu masuk, sekitar individu ditempatkan pada titik yang mudah dijangkau dan tidak menimbulkan berisik. 3. Penghawaan (Ventilasi) dan Pengaturan Udara a. Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus harus mendapat perhatian yang khusus. Bila menggunakan sistem pendingin, hendaknya dipelihara dan dioperasikan sesuai buku petunjuk sehingga dapat menghasilkan suhu, aliran udara, dan kelembaban nyaman bagi pasien dan karyawan. Untuk rumah sakit yang menggunakan pengatur udara (AC) sentral harus diperhatikan cooling tower-nya agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella dan untuk AHU (Air Handling Unit) filter udara harus dibersihkan dari debu dan bakteri atau jamur. b. Suplai udara dan exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis, dan exhaustfan hendaknya diletakkan pada ujung sistem ventilasi. 24

c. Ruangan dengan volume 100 m3 sekurang-kurangnya 1 (satu) fan dengan diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m3/detik, dan frekuensi pergantian udara per jam adalah 2 (dua) sampai dengan 12 kali. d. Pengambilan supply udara dari luar, kecuali unit ruang individual, hendaknya diletakkan sejauh mungkin, minimal 7,50 meter dari exhauster atau perlengkapan pembakaran. e. Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap. f. Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan. g. Suplai udara untuk daerah sensitif, ruang operasi, perawatan bayi, diambil dekat langit-langit dan exhaust dekat lantai, hendaknya ddisediakan 2 (dua) buah exhaust fan dan diletakkan minimal 7,50 cm dari lantai. h. Suplai udara di atas lantai. i. Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang hendaknya tidak digunakan sebagai suplai udara kecuali untuk suplai udara ke WC, toilet, gudang. j. Ventilasi ruang-ruang sensitif hendaknya dilenglengkapi dengan saringan 2 beds. Saringan I dipasang di bagian penerimaan udara dari luar dengan efisiensi 30 % dan saringan II (filter bakteri) dipasang 90 %. Untuk mempelajari sistem ventilasi sentral dalam gedung hendaknya mempelajari khusus central air conditioning system. k. Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang (cross ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang. l. Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih tinggi dibandingkan ruang-ruang lain dan menggunakan cara mekanis (air conditioner) m. Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter 25

di atas lantai atau minimum 0,20 meter dari langit-langit. n. Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) 1 (satu) kali sebulan harus disinfeksi dengan menggunakan aerosol (resorcinol, trietylin glikol), atau disaring dengan elektron presipitator atau menggunakan penyinaran ultra violet. o. Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali setahun dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas udara (kuman, debu, dan gas).

Penghawaan (Ventilasi) dan Pengaturan Udara a. Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa sehingga kamar dan ruangan yang memerlukan suasana tenang terhindar dari kebisingan. b. Sumber-sumber bising yang berasal dari rumah sakit dan sekitarnya agar diupayakan untuk dikendalikan antara lain dengan cara : 1) Pada sumber bising di rumah sakit peredaman. Penyekatan, pemindahan, pemeliharaan mesin-mesin yang menjadi sumber bising. 2) Pada sumber bising dari luar rumah sakit : penyekatan/penyerapan bising dengan penanaman pohon (freen belt), meninggikan tembok, dan meninggikan tanah (bukit buatan). 5. Penghawaan (Ventilasi) dan Pengaturan Udara a. Fasilitas Penyediaan Air Minum dan Air Bersih 1) Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan. 2) Tersedia air bersih minimum 500 lt/tempat tidur/hari 3) Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang membutuhkan secara berkesinambungan.

26

4) Distribusi air minum dan air bersih disetiap ruangan/kamar harus menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif. 5) Persyaratan penyehatan air termasuk kualitas air minum dan kualitas air bersih sebagaimana tercantum dalam Bagian III tentang Penyehatan Air. b. Fasilitas Toilet dan Kamar Mandi 1) Harus tersedia dan selalu terpelihara serta dalam keadaan bersih. 2) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang, dan mudah dibersihkan. 3) Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban, peturasan dan tempat cuci tangan)tersendiri. Khususnya untuk unit rawat inap dan kamar karyawan harus tersedia kamar mandi. 4) Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan penahan bau (water seal). 5) Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur, kamar operasi, dan ruang khusus lainnya. 6) Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar. 7) Toilet dan kamar mandi harus terpisah antara pria dan wanit, unit rawat inap dan karyawan, karyawan dan toilet pengunjung. 8) Toilet pengunjung harus terletak di tempat yang mudah dijangkau dan ada petunjuk arah, dan toilet untuk pengunjung dengan perbandingan 1 (satu) toilet untuk 1 20 pengunjung wanita, 1 (satu) toilet untuk 1 30 pengunjung pria. 9) Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara kebersihan. 10) Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk. c. Fasilitas Toilet dan Kamar Mandi 27

Persyaratan pembuangan sampah (padat medis dan domestik), limbah cair dan gas sebagaimana tercantum dalam bagian IV tentyang Pengelolaan Limbah

II.4 Upaya Pengendalian Faktor bahaya di tempat kerja adalah keadaan yang tidak mungkin dihindari. Timbulnya kecelakaan kerja serta penyakit kerja dapat mempengaruhi upaya peningkatan produktivitas dan menyebabkan kerugian baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kondisi tersebut maka perlu adanya upaya pengendalian terhadap faktor bahaya. Upaya pengendalian dilakukan untuk mengurangi resiko sampai batas-batas yang dapat diterima berdasarkan ketentuan, peraturan dan standar yang berlaku. Pengendalian resiko dapat dilakukan dengan mengikuti pendekatan hirarki pengendalian. Hirarki pengendalian adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian resiko yang mungkin timbul (Tarwaka, 2008). Upaya pengendalian tersebut dapat dilakukan sebagai berikut : a. Eliminasi Pengendalian secara eliminasi merupakan pengendalian resiko yang bersifat permanen. Eliminasi adalah cara pengendalian resiko bahaya yang paling baik,karena resiko terjadinya kecelakaan dan sakit akibat potensi bahaya ditiadakan. b. Substitusi Substitusi adalah menggantikan bahan-bahan dan peralatan yang lebih berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau lebih aman sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih dapat diterima (Tarwaka, 2008). Menurut Sumamur (1996), substitusi adalah mengganti bahan yang lebih bahaya dengan bahan yang kurang bahaya atau tidak berbahaya sama sekali. c. Engineering Pengendalian secara engineering dapat dilakukan dengan merubah struktur objek kerja untuk mencegah seseorang terpapar kepada potensi bahaya, seperti pemberian pengaman mesin, pembuatan struktur pondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu mekanik, pemberian obsorber suara pada dinding ruang mesin 28

yang menghasilkan kebisingan tinggi. Pada pengendalian engineering dapat juga dilakukan dengan ventilasi umum (Tarwaka, 2008) d. Administrasi Administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya. Metode ini

meliputi;rekritmen tenaga kerja baru sesuai dengan jenis pekerjaan yang ditangani, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk mengurangi kebosanan dan kejenuhan, penerapan prosedur kerja dan pengaturan kembali jadwal Kerja (Tarwaka, 2008). e. Alat Pelindung Diri Alat Pelindung Diri (APD) secara umum merupakan sarana pengendalian yang digunakan untuk jangka pendek dan bersifat sementara mana kala system pengendalian yang lebih permanen belum dapat diimplementasikan. APD merupakan pilihan terakhir dari suatu sistem pengendalian resiko ditempat kerja (Tarwaka, 2008)

29

BAB III METODE PENELITIANIII.1. Bahan dan Cara III.1.1 Peralatan yang diperlukan Peralatan yang diperlukan untuk melakukan walk thru survey (survey jalan sepintas) dalam rangka untuk survey aspek kesehatan dan keselamatan di lamar perawatan VIP dan perawatsn kelas pada tenaga medis antara lain: y Alat tulis menulis Berfungsi sebagai media untuk pencatatan selama survey jalan sepintas y Kamera digital. Berfungsi sebagai alat untuk memotret kehidupan dan kegiatan para petugas di rumah sakit dan memotret ruangan perawatan VIP dan perawatan kelas y Check List Berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan data primer mengenai survey jalan sepintas yang dilakukan. III.1.2 Cara Pemantauan Pemantauan dan mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja karyawan di RS. Ibnu Sina Makassar. Pemantauan ini dilakukan dengan metode walk thru survey dengan menggunakan check list.

III.2 Lokasi Lokasi survey aspek kesehatan dan keselamatan kerja di ruangan perawatan VIP dan ruangan perawatan kelas di rumah sakit Ibnu Sina.

30

III.2 Waktu pelaksanaan

Waktu pelaksanaan yaitu 28November 02 Desember 2011 dengan agenda sebagai berikut

N NO 1 1 2 2 3 3 4 4 5 5

Tanggal

Hari

Kegiatan

28/11/2011

Senin

Melapor, membuat proposal

29/11/2011

Selasa

Walk Through Survey

30/11/2011

Rabu

Walk Through Survey

01/11/2011

Khamis

Menyiapkan Hasil Laporan

02/11/2011

Jumat

Presentasi Hasil Laporan

31

BAB IV HASIL PENELITIAN

VI.1 Sejarah Singkat Rumah Sakit

Rumah sakit IBNU SINA berada dibawah naungan Yayasan Badan Wakaf UMI (YBW - UMI) dimana sebelumnya bernama rumah sakit "45" yang didirikan pada tanggal 5 Oktober 1988, dibawah naungan Yayasan Andi Sose. Peralihan rumah sakit ini dilakukan pada tanggal 16 Juni 2003, ditandai dengan penandatanganan berita acara yang dilakukan oleh Ketua Yayasan Andi Sose H.A Andi Sose dan Ketua Yayasan Badan Wakaf UMI (YBW - UMI) Prof. DR. H. Abdurahman A. Basalamah. Rumah sakit IBNU SINA YBW - UMI dioperasikan kembali berdasarkan surat izin penyelenggaraan Rumah Sakit dari Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan cq. Kepala Dinas Kesehatan dengan surat Nomor : 6703A/DK-VI/PTS-TK/2/IX/2003 tanggal 23 September 2003, tentang pemberian izin penyelenggaraan Rumah sakit IBNU SINA YBW - UMI. Peresmian pengoperasian dilakukan tanggal 17 Mei 2004. Kini Rumah Sakit IBNU SINA YBW - UMI telah mendapat izin penyelenggaraan Rumah Sakit dari Menteri Kesehatan R.I nomor : YM.02.04.3.5.4187 tanggal 26 September 2005. Visi: Menjadi rumah sakit pendidikan dengan pelayanan yang Islami, unggul dan terkemuka di Indonesia. Misi: 1. Melaksanakan dan mengembangkan pelayanan kesehatan unggul yang menjunjung tinggi moral dan etika (Misi pelayanan kesehatan). 2. Melaksanakan dan mengembangkan pendidikan kedokteran dan profesional

32

kesehatan lainnya (Misi pendidikan). 3. Melangsungkan pelayanan dakwah dan bimbingan spiritual kepada penderita dan pengelola rumah sakit (Misi dakwah). 4. Mengupayakan perolehan finansial dari berbagai kegiatan rumah sakit. (Misi finansial). 5. Meningkatkan kesejahteraan pegawai (Misi kesejahteraan).

Struktur Organisasi: 1. Direktur Utama 2. Wakil direktur pelayanan medis 3. Wakil direktur Administrasi, umum, pendidikan dan pengembangan 4. Wakil direktur Keuangan, sarana, dan kemitraan Rumah sakit IBNU SINA YBW - UMI juga memiliki dewan pembina yang terdiri atas Ketua, Wakil ketua, Sekretaris, dan anggota.

Bidang kesehatan 1. Pelayanan medis yang disiapkan oleh Rumah Sakit IBNU SINA meliputi: a. Pelayanan Penyakit Dalam b. Pelayanan Bedah c. Pelayanan Kesehatan Anak d. Pelayanan Obstetri dan Gynekologi e. Pelayanan Bedah Saraf f. Pelayanan Penyakit Saraf g. Pelayanan THT h. Pelayanan Mata i. j. Pelayanan Endoskopi Pelayanan Kardiologi

k. Pelayanan Orthopedi dan traumatologi l. Pelayanan Urologi 33

m. Pelayanan Gigi dan Mulut n. Pelayanan Kesehatan Jiwa o. Pelayanan Paru-paru p. Pelayanan Rehabilitas Medik 2. Bidang keperawatan, seperti: a. Rawat Jalan b. Rawat Inap c. Rawat Operasi d. Unit Gawat Darurat e. Unit Pelayanan Umum (ICU, ICCU, dan PICU) f. Kamar Bersalin g. Bidang Pendidikan Rumah sakit IBNU SINA juga berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan dimana pada tahun 2005, mahasiswa yang melakukan Co Asisten adalah mahasiswa FK UNHAS dan UMI sebanyak 68 orang, disamping berbagai lembaga pendidikan tinggi negeri dan swasta, yang menjadikan RS IBNU SINA sebagai tempat praktek/magang. Rumah sakit IBNU SINA memiliki sumber daya manusia sebanyak 333 personil dari berbagai jenis tenaga, yaitu : Tenaga medis dengan dokter spesialis berjumlah 130 orang, dokter umum sebanyak 11 orang, dan dokter gigi 5 orang. Keperawatan dengan jumlah tetap sebanyak 66 orang dan yang magang sebanyak 43 orang. Para medis non keperawatan sebanyak 10 orang. Kefarmasian 11 orang. Kesehatan masyarakat 1 orang. Tenaga Gizi 1 orang. Keterapian Fisik 3 orang. Keteknisian 6 orang. Non keteknisian 45 orang.

34

Rumah Sakit IBNU SINA Makassar memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien peserta ASKES, JPS, dan juga melakukan Kerjasama dengan beberapa perusahaan.

VI.2 Hasil

1. Ruang perawatan VIP Ruang perawatan VIP merupakan salah satu ruang perawatan RS.Ibnu Sina yang terletak di lantai 5.berdasarkan hasil Walk through survey dapat disimpulkan: Kondisi ruangan di ruang perwatan VIP bisa dikatakan cukup baik dilihat dari segi kebersihan yang dilakukan 2 kali sehari, pemyediaan tempat sampah didalam ruangan. Serta struktur dinding, lantai, dan lanngit-langit yang masih dalam kondisi baik dan kuat. Iklim kerja ruang perawatan VIP secara kuantitas baik, di mana suhu udara nyaman dan sirkulasi udara juga memenuhi syarat, ruangan ini dilengkapi fasilitas untuk sirkulasi udara berupa Air condition(AC) pada langit-langit yang berfungsi dengan baik. Pencahayaan pada ruangan perawatan VIP dikatakan cukup baik diamana sumber cahaya sesuai demgan luas ruangan,selain itu juga didukung dengan dinding dan warna langit-langit yang terang, di ruangan ini juga bisa dijumpai jendela yang cukup besar, sehingga pada siang hari cahaya matahari nmampu memberikan cahaya yang cukup dan merata. Untuk kelistrikan masih dalam kondisi baik, tidak ditemukan stop kontak yang rusak. Tidak terdapat sumber kebisingan yang dapat menganggu kenyamanan pasien.

35

-

Fasilitas dalam ruangan VIP dapat dikatakan lengkap, salah satunya penyediaan fasilitas toilet dan kamar mandi dalam ruangan tesebut.yang masih berfungsi dengan baik.

-

Untuk penerapan kewaspadaan universal pada perawatan VIP sudah baik.

gambar

2. Ruang perawatan Bangsal

Ruang perawatan salah satu ruang perawatan RS.Ibnu Sina yang terletak di lantai 1.berdasarkan hasil Walk through survey dapat disimpulkan: Kondisi ruangan di ruang perwatan bangsal bisa dikatakan cukup baik dilihat dari segi kebersihan yang dilakukan 2 kali sehari, pemyediaan tempat sampah didalam ruangan. Serta struktur lantai, dan lanngit-langit yang masih dalam kondisi baik dan kuat.akan tetapi struktur dinding pada perwatan ini tidak kuat karena hanya terbuat dari potongan tripleks.

36

-

Iklim kerja ruang perawatan Bangsal secara kuantitas kurang baik , di mana suhu udara terasa panas walaupun sudah dilenkapi dengan kipas angin pada langit-langit yang berfungsi dengan baik.

-

Pencahayaan pada ruangan perawatan bangsal dikatakan cukup baik diamana sumber cahaya sesuai demgan luas ruangan,selain itu juga didukung dengan dinding dan warna langit-langit yang terang, di ruangan ini juga bisa dijumpai jendela yang cukup besar, sehingga pada siang hari cahaya matahari nmampu memberikan cahaya yang cukup dan merata. Untuk kelistrikan masih dalam kondisi baik, akan tetapi tidak ditemukan adanya stop kontak di dalam ruangan.

-

Tidak terdapat sumber kebisingan yang dapat menganggu kenyamanan pasien.

-

Tidak dilengkapi dengan fasilitas toilet dan kamar mandi Untuk penerapan kewaspadaan universal pada perawatan VIP cukup baik.

GAMBAR

37

VI.3 Kesimpulan Berdasarkan penilaian Walk Thru Survey dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Secara umum kondisi pencahayaan di lingkungan kerja Ruanga Perawatan VIP dan Bangsal baik, Secara kuantitas, iklim kerja di Perawatan VIP cukup baik, di mana suhu udara nyaman dan sirkulasi udara juga memenuhi syarat. Akan tetapi tidak berlaku pada Ruang perwatan Bangsal. 2. Tidak terdapat sumber kebisingan pada ruamg perwatan VIP maupun Bangsal RS Ibnu Sina Makassar. 3. 4. Fasilitas toilet dan kamar mandi hanya terdapat pada Ruang perawatan VIP. Struktur dinding yang tidak mendukung pada ruang perawatan bangsal

VI. Saran

DAFTAR PUSTAKA

1. Supari SF. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432/MENKES/SK/iv/2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit, Menteri Kesehatan repoblik Indonesia; 2007p1-15. 2. Anynomous. Keselamatan Kerja [online] 2008 [cited 2011 August 01] Available at: http://catatan-kesmas.blogspot.com/2010/07/dasar-k3.html. 3. Rum MR.,Russeng S. Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kesehatan, dalamDasar-Dasar Kesehatan Kerja, Bagian IKM dan IKK FKUH; Makassar:2003p1535.

38

4. Anynomous. Materi Pelajaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tenaga Kerja [online] 2008 [cited 2011 August 01] Available at:

http://www.bacaanonline.com/materi-pelajaran-keselamatan-dan-kesehatankerja-tenaga-kerja. 5. Anonyme. Standar Pelayanan Rumah Sakit. [online] 2008 [cited 2011 August 01] Available at: http://puskesmasomben.wordpress.com 6. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Persyaratan kesehatan lingkungan Rumah sakit. Departemen kesehatan republik Indonesia Direktorat jendera pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan:2004. 7. Keputusan menteri kesehatan republik indonesia Nomor

1405/menkes/sk/xi/2002 Tentang Persyaratan kesehatan lingkungan kerja Perkantoran dan industri Menteri kesehatan republik indonesia.2002

39