ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN PROPORSIONAL SISWA KELAS VII PADA MATERI PERBANDINGAN Skripsi Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Rusdiana Hajidah NIM 1110017000006 JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH 2017
108
Embed
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU … · i ABSTRAK RUSDIANA HAJIDAH (1110017000006), ”Analisis Kemampuan Penalaran Proporsional Siswa Kelas VIII pada Materi Perbandingan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN
PROPORSIONAL SISWA KELAS VII PADA MATERI
PERBANDINGAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Rusdiana Hajidah
NIM 1110017000006
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
2017
i
ABSTRAK
RUSDIANA HAJIDAH (1110017000006), ”Analisis Kemampuan
Penalaran Proporsional Siswa Kelas VIII pada Materi Perbandingan Skripsi
Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juli 2017.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan penalaran
proporsional siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP Fajar Plus Depok Tahun
Ajaran 2016/2017. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis deskriptif, yang melibatkan 67 siswa sebagai sampel. Instrumen tes
kemampuan penalaran proporsional siswa yang digunakan sebanyak 8 soal. Hasil
penelitian mengungkapkan bahwa nilai rata-rata hasil tes kemampuan penalaran
proporsional siswa adalah sebesar 47,92 Kesimpulan hasil penelitian ini adalah
Kemampuan penalaran proporsional siswa secara keseluruhan masih tergolong
sedang dengan rata-rata skor yaitu 15,52 atau sebesar 48,5%. Kemampuan
penalaran proporsional terukur dari indikator mengidentifikasi masalah dengan
merumuskan perubahan multiplikatif (perkalian) yang memiliki rata-rata sebesar
2,59; menganalisis adanya keterhubungan masalah dengan data yang diketahui
memiliki rata-rata sebesar 4,15; mengidentifikasi perbandingan senilai maupun
berbalik nilai memiliki rata-rata sebesar 5,48; dan menyelesaikan masalah melalui
pengelompokkan atau penyatuan data memiliki rata-rata sebesar 3,11.
Kata kunci: Analisis, Kemampuan Penalaran Proporsional Siswa
ii
ABSTRACT
RUSDIANA HAJIDAH (1110017000006), “The Student’s Proportional
Reasoning Skills Annalysis to Ratio and Proportion Subjects”. Thesis Department
of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif
Hidayatullah State Islamic University Jakarta, July 2017.
The purpose of this research is to analyze the students’ proportional
reasoning skills. The research was conducted at SMP Fajar Plus, for academic
year 2016/2017. The method used in this research was descriptive annalysis,
involved 67 students as sample. The instrument of mathematical representation
used was 8 essay test. The results of research shows that the students’
proportional reasoning skills mean score is 47,92. The conclusion of this research
is that the students’ proportional reasoning skill overall was still relatively
medium with an average score was 15,52 or at 48,5%. Proportional reasoning
ability is measured by indicators identifying problems by formulating
multiplicative (multiplication) changes that have an average of 2.59; Analyzing
the existence of a connection problem with data known to have an average of
4.15; Identifying proportion comparable or reversed values has an average of
5.48; And solving problems through grouping or unitizing has an average of 3.1.
Key words: Annalysis, The Students’ Proporrtional Reasoning Skills
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang
telah memberikan kemudahan dan kekuatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam semoga
tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penyelamat umat, pemberi
syafaat hingga yaumil kiamat.
Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari terbatasnya kemampuan
dan pengetahuan penulis. Namun, berkat dorongan serta masukan-masukan yang
positif dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Drs. Abdul Muin, S.Si, M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan
Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Dan berperan sebagai penguji I, yang telah memberikan kesungguhan
pelayanan yang maksimal untuk revisi skripsi ini. Dan bersikap sabar,
memberikan pengarahan dan nasihat-nasihat terhadap peneliti.
4. Ibu Gusni Satriawati, M. Pd, selaku penguji II yang memberikan waktu,
pelayanan dan arahan terhadap revisi peneliti.
5. Ibu Lia Kurniawati, M.Pd, selaku pembimbing I yang selalu memberikan
bimbingan, pengarahan, waktu, nasihat dan semangat dalam penulisan skripsi
ini.
6. Bapak Ramdhani Miftah, M.Pd., selaku pembimbing II yang selalu
memberikan bimbingan, pengarahan, waktu dan semangat dalam penulisan
skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada
iv
penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu
berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.
8. Ibu Badariah, SE, selaku kepala SMP Fajar Plus, yang telah banyak
membantu penulis selama penelitian berlangsung.
9. Bapak, selaku guru pamong tempat penulis mengadakan penelitian.
10. Siswa dan siswi kelas VII SMP Fajar Plus yang telah bersikap kooperatif
selama penulis mengadakan penelitian.
11. Keluarga tercinta Ayahanda Mujiana, Ibunda Situ Rumiah yang tak henti-
hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan
moril dan materil kepada penulis. Dan selalu mendorong di saat penulis mulai
menemui keputusasaan. Adik-adik tercinta Raihana Afifah, Nahda Arifah dan
Alia Adiba serta semua keluarga yang selalu mendoakan, mendorong penulis
untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.
12. Teman-teman seperjuangan jurusan Pendidikan Matematika Angkatan ’10,
kelas A, B, dan C selalu memberikan motivasi dan saling bertukar informasi
selama penulisan skripsi ini. Terutama teman-teman dari kelas A, yakni
Correlational Reasoning (Penalaran Korelasional), Dan (5) Combinatorial
Reasoning (Penalaran Kombinatorial).4 Dalam kenyataannya, masih banyak
siswa di sekolah menengah yang belum memiliki penalaran proporsional.5 Hal
ini dinyatakan oleh Zulkardi dan Silvana dapat disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya, karena sebagian besar buku teks yang digunakan di
Indonesia terutama mengandung himpunan aturan dan algoritma yang sudah
formal dan tidak memiliki aplikasi yang dibutuhkan oleh siswa untuk membuat
konsep menjadi nyata bagi mereka.6 Melihat kenyataan itu, tugas guru yang
utama adalah membantu siswa untuk mengembangkan penalaran
proporsionalnya dengan baik melalui penerapan strategi pembelajaran yang
sesuai. Faktor lain, faktor dari diri siswa yang selalu menganggap bahwa
matematika itu sulit dan membosankan. Kecenderungan menganggap
matematika itu sulit dan membosankan, tidak terlepas dari cara guru
menjadikan dirinya sentral pengetahuan. Padahal, pada tahap ini siswa dituntut
memiliki daya nalar tinggi.7
Inhalder dan Piaget percaya bahwa memahami secara proporsional
dapat diperoleh di tahap formal pada perkembangan kognitif.8 Pada tingkatan
ini siswa disuguhkan materi yang memiliki model pemecahan masalah yang
lebih kompleks. Menurut Lesh, Post dan Behr penalaran proporsional
(Proportional Reasoning) telah dirujuk sebagai pencapaian utama dari
kurikulum sekolah dasar dan pondasi dari aljabar dan sesudahnya.9 Penalaran
4 Muhammad Tawil, Kemampuan Penalaran Formal Dan Lingkungan Pendidikan
Keluarga Dikaitkan Dengan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Sungguminasa
Kabupaten Gowa, 2008 5Ika Puspita Sari & Sufri, Analisis Penalaran Proporsional Siswa dengan Gaya Belajar
Auditori dalam Menyelesaikan Soal Perbandingan pada Siswa SMP Kelas VII, Edumatica, Vol. 4,
No. 2. Oktober 2014, hlm. 49 6 Ibid., hal.49
7 Sardin, Efektivitas Model Pembelajaran SAVI Ditinjau dari Kemampuan Penalaran
Formal pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Baubau, Edumatica, Vol. 6, No. 1, April 2016, hlm.
37
8 Jung Sook Park, Jee Hyun Park, Oh Nam Kwon; Characterizing The Proportional
Reasoning Of Middle School Students; The SNU Journal Of Education Research (Pp. 119-140) 9John A. Van de Walle, Sekolah Dasar dan Menengah Matematika Jilid 2 Edisi Keenam
dilibatkan dalam pembelajaran pecahan, aljabar, kesebangunan, grafik data,
dan peluang. Masalah perbandingan yang sering muncul dalam pembahasan
mengenai penalaran proporsional. Dan dalam materi perbandingan pada
sekolah menengah pertama, siswa banyak yang masih kepayahan untuk
memenuhi kemampuan penalaran proporsional ini.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian deskriptif dengan judul “Analisis Kemampuan
Penalaran Proporsional Siswa Kelas VII pada Materi Perbandingan
(Penelitian pada SMP Fajar Plus).” Melalui penelitian ini, diharapkan
mampu mendeskripsikan dan mewakili bagaimana tingkat kemampuan
penalaran proporsional siswa sekolah menengah.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dapat
diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Terbiasanya siswa menggunakan strategi penjumlahan (aditif)
menyelesaikan soal penalaran proporsional dibandingkan menggunakan
strategi perkalian (multiplikatif).
2. Ketelitian siswa kurang saat menentukan rasio yang tepat dalam untuk
menemukan rasio yang belum diketahui.
C. Pembatasan Masalah Penelitian
Agar penelitian ini lebih jelas dan terarah, maka penulis membatasi
masalah yang akan diteliti pada:
1. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Fajar Plus pada kelas VII Semester
Genap Tahun Ajaran 2016/2017.
2. Materi difokuskan hanya pada materi perbandingan untuk mengetahui
kemampuan penalaran proporsional.
19 Langrall, op.cit., h. 254
9
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan, maka
permasalahan dapat dirumuskan sebagai barikut:
1. Bagaimana siswa menyelesaikan masalah penalaran proporsional dengan
merumuskan strategi aditif maupun multiplikatif?
2. Bagaimana siswa menentukan rasio yang tepat untuk menemukan rasio
yang belum diketahui?
3. Bagaimana tingkat kemampuan penalaran proporsional siswa kelas VII
SMP Fajar Plus?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis kemampuan siswa mengidentifikasi masalah penalaran
proporsional dengan merumuskan strategi aditif maupun multiplikatif
2. Menganalisis siswa menentukan rasio yang tepat untuk menemukan rasio
yang belum diketahui
3. Mendeskripsikan kemampuan penalaran proporsional siswa.
F. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan
manfaat yang baik bagi pembelajaran matematika. Peneliti juga berharap dapat
memberikan manfaat kepada :
1. Bagi sekolah, sekolah dapat dijadikan sumbangsih pemikiran untuk
meningkatkan kemampuan penalaran proporsional siswa dalam mata
pelajaran matematika. Namun tidak dipungkiri mampu meningkatkan pada
bidang lainnya.
2. Bagi guru, diharapkan dapat menjadi alternatif strategi pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan penalaran proporsional siswa dalam proses
pembelajaran sehingga mutu pendidikan meningkat.
10
3. Bagi peserta didik, penelitian ini bermanfaat untuk melatih peserta didik
agar lebih terlatih dalam menyelesaikan soal-soal matematika terutama
yang berhubungan dengan persoalan rasio dan proporsi dalam proses
belajar mengajar.
4. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh pengalaman
langsung tentang melakukan penelitian deskriptif ini dan dapat digunakan
sebagai acuan untuk mengajar ketika telah lulus dari perguruan tinggi.
5. Bagi Pembaca, Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi pembaca
untuk diteliti lebih lanjut
11
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Deskripsi Teoritik
1. Kemampuan Penalaran Proporsional
a. Pengertian Penalaran Matematis
Istilah Penalaran sebagai terjemahan dari reasoning yang
dijelasakan Keraf yaitu “proses berpikir yang berusaha menghubungkan
penyataan-pernyataan yang diketahui menuju suatu
kesimpulan”.1Sedangkan menurut Burhanudin penalaran adalah suatu
proses berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan
kebenaran, yang dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan
pengetahuan.2
Kemampuan penalaran merupakan komponen utama
dalam matematika dan terutama dalam pemecahan masalah. Jika
kemampuan penalaran tidak dikembangkan pada siswa, maka
matematika hanya menjadi masalah yang mengikuti seperangkat
prosedur dan menirukan contoh tanpa memikirkan mengapa mereka
masuk akal. Penalaran akan dinyatakan dalam kalimat lengkap dan
menjadi jawaban mengapa seorang siswa memilih operasi tertentu untuk
memecahkan masalah matematika.
Penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai
karakteristik tertentu untuk menemukan kebenaran. Yang dimaksud
dengan karakteristik tertentu adalah pola berfikir yang logis dan proses
berfikirnya bersifat analitis. Pola berpikir yang logis dan konsisten,
berarti menggunakan satu logika tertentu. Sebab setiap penalaran masing
– masing mempunyai logikanya tersendiri atau kebenarannya tersendiri.
Sedangkan bersifat analitis adalah merupakan konsekuensi dari pola
berfikir tertentu. Gie mengatakan bahwa penalaran adalah merupakan
kelanjutan runtut dari pernyataan yang lain yang diketahui. Pernyataan
1Fajhar Shadiq dan Widyaiswara, Pemecahan Masalah, Penalaran, Dan Komunikasi,
dalam Diklat Instruktur/ Pengembangan Matematika SMA di PPPG Matematika, 2004, h. 2 2Mundiri, Logika, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), cet ke XIII, h.54
12
yang diketahui itu sering disebut dengan pangkal pikir (premis).
Sedangkan pernyataan baru yang ditemukan disebut kesimpulan
(conclusion).3
Sebagaimana matematika merupakan ilmu berkarakteristik bekerja
dengan metode deduksi dan pembuktian, berarti dimulai pada kondisi
tertentu siswa dapat membuktikan proposisi dan teorema. Untuk dapat
mengikuti cara berpikir seperti itu, guru pun hendaknya mengembangkan
kemampuan sendiri untuk bernalar matematis. Hal ini diperlukan agar
bias bekerja sama dengan siswa untuk mencapai kurikulum yang
ditetapkan. Menjadi suatu keharusan bagi pengajar untuk dapat bernalar,
mengikuti banyak cara dalam berpikir dan menilai siswa seberapa mampu
mereka melakukannya.4
Berkaitan dengan peningkatan kemampuan penalaran, NCTM
menyatakan bahwa program pembelajaran dari TK sampai kelas 12
hendaknya memungkinkan siswa untuk:5
1. Mengenali penalaran dan pembuktian sebagai aspek yang sangat
mendasar pada matematika (recognize reasoning and proof as
fundamental aspect of mathematics).
2. Melakukan dan menginvestigasi dugaan-dugaan matematika (make
dan investigate mathematical conjectures).
3. Memilih dan menggunakan berbagai tipe penalaran dan berbagai
metode pembuktian (select and use various type of reasoning and
methods of proof).
Sesuai pernyataan NCTM di atas, penalaran dan pembuktian
harus menjadi bagian konsisten dari pengalaman matematika siswa di
masa taman kanak-kanak sampai kelas 12. Dengan kata lain, siswa harus
mempertimbangkan dan membuktikan konsep secara konsisten untuk
3Landasan Teoretis Penalaran Geometri,
https://supratmansupu.wordpress.com/2013/12/31/landasan-teoretis-penalaran-geometri/#more-29 4Babro Grevholm, To Develop The Abality of Teacher Students to Reason
Mathematically, University College of Kristianstand 5Fajhar Shadiq, Kemahiran Matematika, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional,
2009), h. 9.
13
mendapatkan pengalaman matematika di setiap tingkat kelas dari sejak
mereka mulai menempuh hingga mengakhiri masa sekolah.
Kemampuan bernalar yang baik secara matematis berarti siswa
dapat merumuskan kembali pertanyaan dan proposisi dengan cara yang
berbeda, membuat dan menguji dugaan, menolak atau memverifikasi,
merumuskan kembali contoh, mengkhususkan, generalisasi, menarik
kesimpulan, menemukan cara alternatif, memutuskan solusi masuk akal
dan menilai keabsahan argument, menjelaskan dan menyakinkan orang
lain tentang argumen dan membuktikan pernyataan.6 Diharapkan siswa
dapat melihat bahwa matematika merupakan kajian yang masuk akal dan
logis. Dengan demikian siswa merasa yakin bahwa matematika dapat
dipahami, dipikirkan, dibuktikan dan dievaluasi.
b. Kemampuan Penalaran Proporsional
Kemampuan berpikir dan beralasan secara proporsional
merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan kemampuan
seseorang untuk memahami dan menerapkan matematika. Susan Lamon
memperkirakan bahwa lebih dari 90% siswa yang masuk SMA tidak
dapat beralasan dengan baik untuk belajar matematika dan sains dengan
pemahaman dan tidak siap untuk aplikasi nyata dalam statistik, biologi,
geografi atau fisika. Sementara siswa mungkin bisa menyelesaikan
masalah proporsional dengan prosedur hafalan, ini tidak berarti mereka
bisa berpikir secara proporsional.7
Penalaran proporsional sulit didefinisikan dalam satu atau dua
kalimat sederhana. Ini bukan sesuatu yang bisa atau tidak bisa dilakukan.
Menurut Lamon dalam Van de Walle, hal-hal berikut merupakan
beberapa karakteristik dari pemikir proporsional:8
6Babro Grevholm. loc. cit.
7Paying Attention to Proportional Reasoning Support Document for Paying Attention to
Mathematical Education, (Ontario: Queen Printer for Ontario, 2012). h. 4 8John A. Van de Walle, Sekolah Dasar dan Menengah Matematika Jilid 2 Edisi Keenam
(diterjemahkan Dr. Suyono, M.SI), (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008). h. 97
14
Pemikir proporsional harus memiliki pemahaman kovarasi. Yakni,
mereka memahami hubungan dimana dua kuantitas bervariasi
bersama dan dapat melihat bagaimana variasi dari suatu kuantitas
sesuai dengan variasi kuantitas yang lain.
Pemikir proporsional mengenali hubungan proporsional yang berbeda
dari hubungan non-proposional dalam konteks dunia nyata.
Pemikir proporsional mengembangkan banyak strategi untuk
menyelesaikan proporsi atau membandingkan rasio, sebagian besar
berdasarkan strategi informal bukan algoritma yang sudah jadi.
Pemikir proporsional memahami rasio sebagai entitas tersendiri yang
menyatakan suatu hubungan yang berbeda dari kuantitas-kuantitas
yang mereka bandingkan.
Dengan penguasaan penalaran proporsional, siswa dibekali untuk
tidak berpikir melalui konsep yang identik dan dengan cara persis dengan
yang telah diajarkan atau dalam contoh dalam teks. Banyak sekali
kemungkinan mengolah jawaban saat mengembangkan kemampuan
bernalar secara proporsional. Menurut Johar, penalaran proporsional
adalah penalaran tentang pemahaman keserupaan struktur dua relasi
dalam masalah proposional.9 Lamon berpendapat yaitu, “proportional
reasoning involves the deliberate use ofmultiplicative relationships to
compare quantitiesand to predict the value of one quantity based onthe
values of another”, yang dapat diartikan sebagai penalaran proporsional
melibatkan kegunaan pertimbangan dari hubungan multiplikatif untuk
membandingkan kuantitas dan untuk memprediksi nilai dari suatu
kuantitas berdasarkan kuantitas yang lain. Lesh, Post, dan Behr
mengklaim bahwa karakteristik esensial dari penalaran proporsional
9Ratna Eka dan Susanah, Penalaran Proporsional Siswa Kelas VII SMP Negeri II Beji
Pasuruan Berdasarkan Tingkat Kemampuan Matematika,2013 vol 2
15
melibatkan penalaran mengenai hubungan keseluruhan antara pernyataan
dua rasional seperti nilai,rasio, hasil bagi, dan pecahan.10
Diperkirakan lebih dari setengah populasi orang dewasa tidak
dianggap sebagai pemikir proporsional.11
Hal ini berarti kita tidak
menguasai kebiasaan dan keterampilan penalaran proporsional dengan
hanya bertambah umur. Melihat dari kondisi yang ada, penalaran
proporsional seharusnya semakin ditingkatkan dengan penekanan pada
usia sekolah terutama pada jenjang kelas 5-9. Telah dikaji dan disepakati
oleh para peneliti bahwa penalaran proporsional merupakan konsep
penting bagi siswa. Dalam pelajaran matematika banyak konsep yang
mengharuskan siswa mampu berpikir proporsional. Ini dapat
menunjukkan tinggi rendahnya penguasaan matematika. Beberapa contoh
dari masalah penalaran proporsional sebagai berikut :12
1. Dean dan Tasha bersamaan meninggalkan rumah pada pukul 10.00.
dan berjalan 2 mil menuju kantor pos, 3 mil dari kantor pos ke kebun
binatang dan 1 mil dari kebun binatang ke rumah. Tasha berjalan 2,5
mil menuju rumah temannya, 1,5 mil dari rumah teman Tasha ke
took obat, dan 3 mil dari took obat ke rumah. Keduannya tiba di
rumah tepat pukul 12.30. jelaskan dengan tepat siapa yang berjalan
lebih cepat, Dan atau Tasha?
2. Kamu mempunyai foto di komputermu dan ukurannya
( atau 75%)
dari ukuran asli. Kamu berubah pikiran dan ingin mengembalikan
ukuran aslinya. Berapa angka perbandingan ukuran saat ini yang
harus dimasukkan ke komputer untuk memerintahkan agar
mengembalikkan ke ukuran semula?
3. Perusahaan jus aneka buah botolan memiliki banyak variasi jus
buah. Satu botol kecil jus apel terdiri dari 12 kaleng sari apel dan 30
10
Kristen Bernasconi Dooley, An Investigation of Proportional Thingking Among High
School Student, Clemson University, 2006. hal.1 11
John A. Van de Walle, Sekolah Dasar dan Menengah Matematika Jilid 2 Edisi Keenam
(diterjemahkan Dr. Suyono, M.SI), (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008). h. 97 12
Kristen Bernasconi Dooley, An Investigation of Proportional Thingking Among High
School Student, Clemson University, 2006. h. 2-3
16
kaleng air. Satu botol besar jus raspberry bercampur 16 kaleng sari
raspberry dan 36 kaleng air. Botol manakah yang lebih terasa
buahnya?
Melihat contoh di atas, penalaran proporsional memiliki berbagai
bentuk yang berbeda. Tidak ada penggunaan formula atau ketetapan
untuk menyelesaikan setiap tipe masalah proporsional. Solusinya
melibatkan kemampuan penalaran.
Literatur mengenai penalaran proporsional mengungkapkan
pandangan mayoritas luas bahwa penalaran proporsional berkembang
dari pemikiran kualitatif hingga membangun strategi
multiplikatif. 13 Membangun penalaran adalah usaha untuk menerapkan
pengetahuan tentang penjumlahan atau pengurangan terhadap
proporsinya.
Saat penggunaan strategi penjumlahan dan pengurangan, siswa
mencatat pola dalam rasio kemudian menyelesaikannya secara aditif
terhadap kuantitas yang tidak diketahui. Hal ini tampaknya menjadi
strategi dominan bagi banyak siswa di tingkat dasar dan menengah
pertama. Dan juga sukses untuk memecahkan soal dengan rasio bilangan
bulat. Namun dengan soal berupa non integer atau bukan bilangan bulat,
strategi ini bukanlah solusi. Bahkan menjadi kesulitan dan sering terjadi
kesalahan bagi siswa saat mengatasi soal pada tingkat menegah atas
apabila masih menerapkan stategi ini.
Kesalahan strategi yang sering menjadi perhatian dalam penalaran
proporsional yang pertama adalah ketika siswa mengabaikan sebagian
informasi soal yang telah diberikan. Kesalahan yang kedua yang sering
terjadi adalah perbedaan rasio. Siswa menggunakan perbedaan rasio yang
satu kemudian menerapkannya pada rasio lainnya yang belum diketahui.
Penalaran proporsional adalah salah satu kemampuan paling
penting untuk dikembangkan selama kelas menengah. Dengan
13
Olof Bjorg Steinthorsdottir, Proportional Reasoning: Variable Influencing The Problem
Difficulty Level And One’s Use Of Problem Solving Strategies, University Of North Carolina In
Chapek Hill. 2006. h. 170
17
menggunakan penalaran proporsional, siswa mengkonsolidasikan
pengetahuan mereka tentang matematika sekolah dasar dan membangun
pondasi untuk matematika sekolah menengah dan penalaran aljabar.
Siswa yang gagal mengembangkan penalaran proporsional cenderung
menghadapi hambatan dalam memahami matematika tingkat tinggi,
terutama aljabar.
Dalam tahapan perkembangan kognitif Piaget, penalaran
proporsional dianggap mengantarkan siswa pada awal tahap operasi
formal. Berikut adalah ciri-ciri tahapan perkembangan kognitif:14
Tahapan Ciri-ciri
Sensorimotor (0-2 tahun)
Membentuk pemahaman
melalui pengalaman indra
dan aksi fisik.
Perkembangan mental ditandai oleh
kemajuan yang pesat dalam kemampuan
bayi dalam mengorganisasikan dan
mengoordinasikan sensasi melalui gerakan
dan tindakan fisik.
Pra-operasional (2-7
tahun)
Menceritakan dunia
menggunakan kata dan
gambaran.
Anak dapat membuat imitasi yang secara
tidak langsung dari bendanya sendiri,
melakukan permainan simbolis, dapat
menggambar realistis, tetapi tidak
proporsional, mengetahui bentuk-bentuk
dasar geometris (bulat, bundar, persegi),
mulai menggunakan suara sebagai
representasi benda atau kejadian.
Perkembangan bahasa sangat
memperlancar perkembangan konseptual
anak dan juga perkembangan kognitif
anak, pemikiran anak berkembang pesat
secara bertahapa ke arah tahap
14
Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013), h. 13-
14.
18
konseptualisasi, namun belum bisa
berpikir multidimensi. Anak masih
egosentris (belum isa melihat dari
prespektif orang lain), adaptasi dilakukan
tanpa gambaran yang akurat, dan belum
mapu meniadakan suatu tindakan dengan
memikirkan tindakan tersebut k earah
sebaliknya.
Operasional konkret (7-11
tahun)
Mengetahui alasan logis-
rasional tentang kejadian
konkret dan dapat
mengelompokkan benda
Logika tentang sifat timbal balik dan
kekekalan, melakukan klasifikasi, tidak
lagi bersifat egosentris, pikiran masih
terbatas pada hal-hal yang konkret, belum
dapat memecahkan persoalan yang
abstrak.
Operasional formal (mulai
11 tahun ke atas)
Mulai berpikir abstrak dan
logis.
Perkembangan nalar dan logika mulai
berkembang, asimilasi dan akomodasi
berperan membantuk skema yang lebih
menyeluruh. Mampu berpikir deduktif,
induktif dan abstraktif.
Piaget menimbang kemampuan bernalar secara proporsional
menjadi indikator utama dari berpikir operasional formal, dan pada tahap
ini terlihat sebagai level tertinggi dari perkembangan kognitif. Penalaran
proporsional diajarkan terutama di pembelajaran matematika. Konsep
operasional formal Piaget sering berhubungan dengan kemampuan
seseorang untuk bernalar secara proporsional. Pencapaian penalaran
proporsional adalah hal yang terpenting dari perkembangan kognitif
siswa.
Piaget menjelaskan tiga tahap perkembangan penalaran
proporsional. Pertama, siswa tidak menyadari adanya rasio dan mencari
solusi dengan menebak. Kedua, siswa menyadari maksud soal. Siswa
19
mencari solusi dengan menaksir kemudian menghitung, namun asumsi
perubahan suatu kuantitas dihasilkan dari kesamaan perubahan kuantitas
lainnya. Tahap terakhir, proporsionalitas adalah menemukan dan
mengaplikasikan untuk memperoleh penyelesaian yang benar.15
Dari
beberapa pendapat, peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud
penalaran proporsional adalah kemampuan yang mampu
menghubungkan dan menentukan perbedaan dua kuantitas berdasarkan
hubungan multiplikatif diantara keduanya dan mampu menyusun strategi
saat memecahkan masalah tanpa terpaku pada aturan jadi.
c. Indikator Penalaran Proporsional
Tidak hanya menjadi inti dari kurikulum matematika, penalaran
proporsional juga merupakan indikator yang baik dari pencapaian
matematika yang lebih tinggi. Berdasarkan penelitian, NCTM
menerbitkan mengembangkan pemahaman pokok rasio, proporsi dan
penalaran proporsional (Developing Essential Understanding of Ratios,
Proportions & Proportional Reasoning) yang mengidentifikasi enam
komponen dalam penalaran proporsional:
a. Berpikir Relatif (Relative Thinking)
Salah satu komponen yang paling penting dari penalaran
proporsional adalah kemampuan untuk menganalisis perubahan relatif.
Kemampuan ini diperlukan siswa untuk memahami dan mengidentifikasi
perbedaan antara perubahan mutlak (jumlah pasti perubahan independen
yang tidak terkait hal lain) dan perubahan relatif (berapa banyak yang
berubah pada perbandingan pada sesuatu lainnya). Melakukan dan
memikirkan perbandingan dua jumlah adalah pemahaman pokok untuk
menyokong penalaran proporsional. Sebagai pondasi adanya perubahan
relatif. Kemampuan berpikir relatif merupakan kemampuan kognitif
15
Shannon McLaughlin, Effect of Modelling Instruction On Development Of Proportional
Reseoning II: Theoretical Background, Norwalk High School, 28 Agustus 2003.
20
yang paling baik untuk diajarkan. Contohnya, terdapat dua ular yang
memiliki ukuran yg berbeda, yang satu panjangnya 4 kaki dan lainnya
berukuran 6 kaki. Mereka tumbuh menjadi 8 kaki dan 10 kaki secara
berturut-turut. Berapa banyak mereka tumbuh?
b. Pembagian (partition)
Partitioning (pembagian) adalah proses pembagian objek atau
benda menjadi bagian-bagian yang lebih mendalam. Hal ini dimaksudkan
bahwa bagian-bagian tersebut tidak tumpang tindih dan keseluruhannya
termasuk didalam bagian-bagian itu. Partitioning merupakan bagian
jantung (dasar) dari pemahaman angka rasional. Pecahan dan desimal
terbentung dari Partitioning (pembagian). Ada dua tipe Partitioning
(pembagian): pembagian partitive dan pembagian quotitive.
Pembagian partitif adalah gagasan atau ide untuk membagi ukuran
sama banyak. Contoh, jika ada 4 orang yang akan berbagai 5 pizza, siswa
akan memulai dengan memotong pizza menjadi 4 bagian dan
memberikannya ke setiap orang yang ada. Kemudian mereka menyadari
cara yang lebih effisien untuk memberikan pizza ke semua orang dan
membagi bagian pizza yang tersisa menjadi empat bagian. Quotitive
adalah berapa banyak yang dapat dibagi untuk ukuran yang lebih besar.
Contoh, pada saat kamu membeli satu potong(slice) pie di sebuah
restoran, berarti kamu mendapatkan 1/3 bagian dari satu pie. Jika mereka
(restoran) masih memiliki 4 ½ potongan pie, berapa banyak yang bisa
mereka jual? Jawabannya adalah 13 ½ potong. Potongan sangatlah
berbeda dengan satu bagian. ½ potongan itu bukan berarti ½ bagian dari
pie atau artinya setiap pie memiliki 1/6 bagian.
c. Pengelompokkan (unitizing)
Pertanyaan “berapa banyak?”diperlukan dalam soal pengukuran.
Jika mengukur dua jenis bendayang sama dengan ukuran yang berbeda,
pastilah ukurannya akan berbeda, lebih besar atau lebih kecil, tergantung
21
satuan. Unitizing (pengelompokkan) adalah proses kognitif yang terjadi
setelah mengidentifikasi satuan tapi memungkinkan pilihan pokok
berdasarkan ukuran kemampuan yang lebih diinginkan. Contohnya,
Sereal yang mana yang lebih baik dibeli?
Choco berries 16 ons dengan harga $3.36 atau 12 ons dengan harga
$2.64?
d. Interpretasi angka rasional (rational numberinterpretation)
Angka rasional dibangun dari pemahaman siswa akan pecahan tapi
tidak sama dengan pecahan. Kata pecahan penuh dengan keambiguan
dan berbagai interpretasi dari dalam maupun luar himpunan matematika.
Pemahaman angka rasional melibatkan pemahaman bahwa ada banyak
perbedaan makna yang berakhir dengan melihat kesamaan saat mereka
menuliskan simbol pecahan. Keahlian tidaklah cukup untuk
memanipulasi simbol pecahan tapi dengan melihat pada jenis masalah.
Kier mengidentifikasi lima interpretasi utama dari angka rasional:
Sebagai Perbandingan Part/whole (as part/whole comparison)
Sebagai operator (as operators)
Sebagai hasil bagi (as quotients)
Sebagai pengukur (as measures)
Sebagai rasio (as ratios)
e. Penggunaan Rasio (ratio sense)
Mengembangkan penggunaan rasio sangat penting dalam
penalaran proporsional karena definisi yang tepat dan arti dari rasio dan
harga berasala dari konteks masalah. Beberapa tujuan masalah dalam
materi pelajaran adalah bahwa setiap hari bahasa dan penggunaan harga
maupun rasio tidak tetap, kurang dari benar dan kesulitan untuk
mendefinisikan dengan tepat. Terdapat empat perbedaan tipe rasio yang
penting dalam masalah proporsional:
Well-chunked measure
22
Part-part whole
Associated set
Growth (Stretcher dan shrinkers)
f. Memperhatikan jumlah dan penggantian (attention to quantities and
change)
Kebanyakan cara mengganti siswa berdasarkan intuisi dan
dibangun dari pengalaman sendiri. Keutamaan mempelajari mengganti
dalam bentuk aljabar siswa perlu mengembangkan bahasa penjelasan dan
menyampaikan cara merubah, cara untuk mengelompokkan penggantian
dan mengembangkan representasi. NCTM identifies the essential
understanding required about change in these ways: (1) Reasoning with
ratios involves attending to and coordinating two quantities, (2) Forming
a ratio as a measure of a real-world attribute involves isolating that
attribute from other attributes and understanding the effect of changing
each quantity on the attribute of interest and (3) A proportion is a
relationship of equality between two ratios.16
NCTM mengidentifikasi
pemahaman pokok yang diperlukan untuk mengganti dengan cara
sebagai berikut:
Penalaran dengan rasio melibatkan kemunculan dan
mengkoordinasikan dua jumlah.
Membentuk rasio sebagai pengukur dari perangkat dalam kehidupan
sehari-hari yang melibatkan pemisahan perangkat dari perangkat
lainnya dan memahami pengaruh perubahan setiap kuantitas dalam
perangkat yang diminati dan .
Sebuah proporsi adalah suatu hubungan persamaan antara dua rasio.
16
Marcie Beck Mcintosh, Developing Proportional Reasoning In Middle School Student,
The University of Utah, 2013, h. 11-35
23
RELATIVE
THINKING
PARTITION
UNITIZING
RATIONAL
NUMBER
INTERPRETATION RATIO SENSE
ATTENTION
TO
QUANTITIES
AND
CHANGE
PROPORTIONAL
REASONING
Contoh,
1. 8 orang mengecat sebuah ruangan memakan waktu 5 jam, berapa
lama waktu yang diperlukan jika dikerjakan 10 orang?
2. Untuk pesta yang terdiri dari 13 orang kamu membutuhkan 5 pon
permen. jika kamu membuat pesta untuk 20 orang berapa banyak
permen yang kamu butuhkan?
Gambar 2.2
Komponen-komponen Penalaran Proprosional
Berbeda dengan Langrall dan Swarfford yang memberikan empat
komponen prasyarat penting dalam penalaran proporsional yakni, 17
a. Mengenali perbedaan antara perubahan absolut (aditif) dan relatif
(multiplikatif).
Perubahan relatif mengubah jumlah asli dengan jumlah
relatif. Perubahan relatif bersifat multiplikatif karena jumlah
17
Cynthia Langrall dan Jane Swafford, Mathematics Teaching in Middle School :
Developing Proportional Reasoning, The National Council of Teacher Of Mathematics,
Washington, 2000.
24
perubahan yang ditemukan dengan mengalikan jumlah asli sesuai
tingkat.
b. Memahami situasi di mana menggunakan rasio yang masuk akal
atau tepat.
Sebelum siswa memulai untuk meyelesaikan soal yamg
melibatkan nilai yang hilang dalam proporsi, mereka harus bisa
mengetahui apakah rasio adalah perbandingan yang tepat.
c. Memahami bahwa jumlah yang membentuk rasio kovarian
sedemikian rupa sehingga hubungan antara keduanya tetap tidak
berubah atau invarian.
Siswa cenderung melihat soal baik dari yang ditanyakan
atau hubungan. Bias juga berdasarkan kuantitas yang sama atau
berbeda. Tetapi, beda rasio menjadi proporsional karena
hubungan antara dua pasang bilangan sama. Bahkan siswa yang
mampu mengerjakan pecahan setara sering mengalami kesulitan
mengenali invariansi dalam rasio ekuivalen. Contoh soal, pada
pelajaran matematika, murid kelas lima membentuk 3 kelompok
yang terdiri dari 2 perempuan dan 3 laki-laki. Lalu di pelajaran
sains, mereka mengubah menjadi 2 kelompok yang terdiri dari 3
perempuan dan 6 laki-laki dalam setiap kelompok. Apakah yang
berubah? Dan apa yang tidak berubah?
d. Kemampuan untuk membangun struktur unit yang semakin
kompleks. Pendekatan ini disebut unitizing
(pengelompokkan/penyatuan).
Memilih satu rasio sebagai satu unit dan menggunakan unit
yang membangun atau mengukur yang lain. Siswa harus
disediakan situasi yang mendorong proses penyatuan dan
meminta mereka untuk mengkonseptualisasikan keseluruhan hal
yang diketahui menjadi unit yang berbeda sebanyak mungkin.
Contoh soal, seorang anak membeli 3 balon seharga Rp. 2000,00.
25
Berapa uang yang diperlukan untuk membelikan 24 teman
sekelasnya?
Berdasarkan beberapa uraian di atas, indikator kemampuan
penalaran proporsional yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
berupa indikator yang disimpulkan sebagai berikut:
1. Mampu mengenali perbedaan antara perubahan absolut (aditif), atau
relatif (multiplikatif).
2. Mampu menentukan penggunaan rasio yang masuk akal atau tepat.
3. Mampu mengintrepretasikan angka rasional untuk membentuk rasio
tetap, tidak berubah atau invarian
4. Mampu membangun struktur unit (pengelompokan).
B. Hasil Penelitian Relevan
Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini di
antaranya sebagai berikut:
a. Jurnal Matematika Universitas Negeri Surabaya, volume 2, No 1, 2013
yang dilakukan oleh Ratna Eka dan Susanah dalam jurnalnya yang
berjudul “ Penalaran Proporsional Siswa Kelas VII SMP Negeri II
Beji Pasuruan Berdasarkan Tingkat Kemampuan Matematika”,
menyimpulkan subjek berdasarkan tingkat kemampuan matematika
penalaran proporsional dibagi menjadi tiga kategori, yakni tinggi,
sedang, dan rendah. Peneliti mengajukan dua jenis soal. Yang pertama
mencari satu nilai yang belum diketahui dan kedua membandingkan
rasio. Subjek yang memasuki kategori tinggi mampu menyelesaikan
soal didasarkan pada hubungan multiplikatif. Kategori sedanga adalah
tinggi mampu menyelesaikan soal didasarkan pada hubungan pra-
multiplikatif. Dan kategori rendah adalah tinggi mampu
menyelesaikan soal didasarkan hanya pada kecendrungan penalaran
proposional kualitatif.
26
b. Jurnal Pendidikan Matematika Universitas Haluoleo, volume 4, No 1,
Januari 2013 yang dilakukan oleh Arvyaty dan Cipto Saputra dalam
jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM) Terhadap Kemampuan Penalaran Proporsional Siswa
Sekolah Menengah Pertama”, menyimpulkan bahwa Pengaruh Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) memberikan pengaruh positif
yang signifikan terhadap kemampuan penalaran proporsional siswa.
C. Kerangka Berpikir
Kemampuan penalaran proporsional tidak hanya digunakan dan
diaplikasikan dalam pembelajaran di bangku sekolah atau jenjang
perkuliahan semata. Nyatanya dalam kehidupan sehari-hari kemampuan
ini selalu dibutuhkan. Seperti yang telah diutarakan oleh Lamon bahwa
lebih dari setengah populasi orang dewasa dianggap bukan sebagai
pemikir proporsional.
Penalaran proporsional ini memerlukan pemikiran yang tepat
tentang apa yang membentuk rasio dan proporsi. Sedangkan pemahaman
terhadap rasio dan proporsi adalah prasyarat utama dalam tercapainya
kemampuan penalaran proporsional. Inilah indikator kemampuan
penalaran proporsional yang digunakan, yakni:
1. Mampu mengenali perbedaan antara perubahan absolut (aditif) dan
relatif (multiplikatif).
2. Mampu menentukan penggunaan rasio yang masuk akal atau tepat.
3. Mampu mengintrepretasikan angka rasional untuk membentuk rasio
tetap tidak berubah atau invarian
4. Mampu membangun struktur unit (kelompok).
Berikut adalah gambaran kerangka berpikir yang dilakukan dalam
penelitian ini:
27
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir
Menentukan rasio yang tepat
untuk rasio yang belum
diketahui
6 komponen penalaran
proporsional menurut
NCTM
Merumuskan strategi aditif
maupun multiplikatif
KEMAMPUAN PENALARAN
PROPORSIONAL
4 komponen penalaran
proporsional menurut
Langrall & Swarfford
PERBANDINGAN
Mengenali
perbedaan
antara
perubahan
absolut atau
relatif
Mampu
menentukan
penggunaan
rasio yang
masuk akal
atau tepat
Mampu
mengintrepreta
sikan angka
rasional untuk
membentuk
rasio yang
tetap atau
invarian
Mampu
membangu
n struktur
unit
(pengelom
pokkan)
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Fajar Plus, yang beralamat di
Jembatan Serong-Depok. Dan dilakukan terhadap siswa kelas VII semester
genap tahun ajaran 2016/2017. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Mei 2017.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian berupa metode deskriptif
kualitatif, yaitu untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai
situasi atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang
menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan
sebagai ciri karakter, sifat, model, tanda atau gambaran kondisi, situasi
ataupun fenomena tertentu.1
Dalam penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis dan menggambarkan kemampuan penalaran proporsional siswa
dengan indikator yang terlampir. Metode penelitian deskriptif kulitatif dalam
penelitian ini menganalisis data dari subyek yang diteliti disajikan dalam
bentuk tabel, grafik dan uraian ringkas mengenai kemampuan penalaran
proporsional pada siswa.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.2 Adapun yang menjadi
1 Kadir, dkk, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: UIN Jakarta, 2013), hal. 62 2 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D),
(Bandung: Alfabeta, CV, 2009), cet. 8, h. 117
29
populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMP Fajar Plus Kelas VII
tahun ajaran 2016/2017.
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan dijadikan objek penelitian.
Adapun sampel dalam penelitian ini berjumlah 27 orang berasal dari kelas
VII C. Peneliti merencanakan memberikan tes penelitian kepada seluruh
sampel tersebut. Teknik pengambilan sampel dari populasi simple random
sampling.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dengan cara pemberian tes kepada para
siswa. Tes yang diberikan berupa uraian (Essay) sehingga lebih jelas dalam
mengidentifikasi pemahaman siswa terhadap pokok bahasan perbandingan
yang telah diajarkan sebelumnya pada semester ganjil di kelas VII, untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan penalaran siswa. Data dalam penelitian
ini berupa data deskriptif berdasarkan hasil tes kemampuan penalaran
proporsional yang dikerjakan siswa.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan
penalaran proporsional. Tes yang diberikan pada siswa berupa uraian (essay)
dengan materi perbandingan. Soal disusun bertolak pada indikator penalaran
proporsional. Data penelitian diambil dari skor tes penalaran pada materi
perbandingan.
Penyusunan bahan tes disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku pada
sekolah sampel, kemudian melihat kompetensi dasar di SMP tahun ajarna
2016/2017. Berikut langkah-langkah yang digunakan dalam menyususn tes
kemampuan penalaran proporsional, yaitu:
1. Persiapan Pembuatan Instrumen.
a. Memperhatikan kurikulum yang berlaku di SMP.
30
Dalam pembuatan instrumen tes kemampuan penalaran
proporsional terlebih dahulu mengetahui materi pelajaran apa saja
yang terdapat pada jenjang SMP di Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). KTSP dipilih sehubungan dengan kurikulum
yang diterapkan di SMP Fajar Plus adalah KTSP.
b. Memperhatikan materi yang diajarkan oleh pendidik
Setelah mengetahui materi yang diajarkan, selanjutnya
menentukan materi yang akan digunakan yaitu Perbandingan di kelas
VII.
c. Memperhatikan kompetensi dasar yang berlaku
Penyusunan intrumen tes dalam penelitian ini memperhatikan
kompetensi dasar-kompetensi dasar yang berlaku pada materi
perbandingan.
d. Menyusun kisi-kisi tes
Kisi-kisi instrumen tes kemampuan penalaran proporsional
digunakan oleh peneliti sebagai acuan dalam membuat soal. Adapun
kisi-kisi instrument tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.1
Kisi-Kisi Instrumen Penalaran Proporsional
Materi pokok : Perbandingan dan Skala
Kompetensi Dasar Indikator Operasional No. Butir
Soal
Jumlah
Soal
Memahami konsep
perbandingan dan
menggunakan
bahasa
Mampu mengenali perbedaan
antara perubahan absolut
(aditif), atau relatif
(multiplikatif)
2, 5 2
31
perbandingan
dalam
mendeskripsikan
hubungan dua
besaran
Mampu memnentukan
penggunaan rasio yang
masuk akal atau tepat
1, 3 2
Mampu menginterpretasikan
angka rasional untuk
membentuk rasio tetap, tidak
berubah atau invarian
5a, 5b 2
Menggunakan
konsep
perbandingan untuk
menyelesaikan
masalah nyata
dengan
menggunakan tabel
dan grafik
Mampu membangun struktur
unit (kelompok)
7a, 7b 2
Jumlah 8 8
Pedoman penskoran yang digunakan untuk mengukur kemampuan
penalaran proporsional siswa pada penelitian ini berdasarkan rubrik penilaian
dari Hatice dan Erhan3 sebagai berikut:
3 Hatice Cetin dan Erhan Ertekin, The Relationship Between Eight Grade Primary School
Student’s Proportional Reasoning Skills And Success in Solving Question, international journal of
instruction e-ISSN: 1308-1470: January 2011, vol 4. No. 1, h. 52
32
Tabel 3.2
Rubrik Penilaian
Indikator PP Reaksi Terhadap Soal Skor
Mampu mengenali
perbedaan antara perubahan
absolut (aditif), atau relatif
(multiplikatif)
• Jawaban benar, penjelasan yang
diberikan menunjukkan
perubahan multiplikatif.
• Rumusan jawaban ditunjukkan
secara sistematis.
• Penjelasan diperkaya dengan
model, gambar, maupun contoh.
4
• Jawaban benar, , penjelasan yang
diberikan menunjukkan
perubahan aditif.
• Rumusan jawaban ditunjukkan
secara sistematis.
• Penjelasan diperkaya dengan
model, gambar, maupun contoh.
3
• Jawaban salah, penjelasan yang
diberikan mewakili perubahan
aditif.
• Rumusan jawaban tidak
sistematis
2
• Jawaban salah dan penjelasan
pun salah 1
• Tidak ada jawaban
• Jawaban benar tanpa penjelasan 0
Mampu menentukan
penggunaan rasio yang
masuk akal atau tepat
• Jawaban benar dengan
menunjukkan penggunaan rasio
yang sesuai dan tepat
• Rumusan jawaban ditunjukkan
secara sistematis
• Penjelasan diperkaya dengan
model, gambar, dan contoh.
4
• Jawaban benar dengan
menunjukkan penggunaan rasio
yang sesuai dan tepat
• Rumusan jawaban ditunjukkan
3
33
tidak sistematis
• Jawaban salah, penjelasan yang
diberikan menunjukkan rasio
yang tepat
2
• Jawaban salah dan penjelasan
tidak menunjukkan adanya rasio
yang tepat
1
• Tidak ada jawaban
• Jawaban benar tanpa penjelasan 0
Mampu menginterpretasikan
angka rasional untuk
membentuk rasio tetap,
tidak berubah atau invarian
• Jawaban benar,
menginterpretasikan rasio yang
tetap
• Jawaban ditunjukkan secara
sistematis
• Penjelasan diperkaya dengan
model, gambar, maupun contoh.
4
• Jawaban benar,
menginterpretasikan rasio yang
tetap
• Jawaban ditunjukkan secara
sistematis
3
• Jawaban benar,
menginterpretasikan rasio yang
tetap
• Jawaban ditunjukkan secara tidak
sistematis
2
• Jawaban salah dan tidak
menunjukkan interpretasi rasio
yang tetap
• Tidak ada penjelasan
1
• Tidak ada jawaban
• Jawaban benar tanpa penjelasan 0
Mampu membangun
struktur unit (kelompok)
• Jawaban benar, dalam penjelasan
menunjukkan adanya struktur
unit yang dibangun (kelompok).
• Penjelasan diperkaya dengan
model, gambar, atau tabel.
• Rumusan jawaban sistematis
4
• Jawaban benar, dalam penjelasan
menunjukkan adanya struktur 3
34
unit yang dibangun (kelompok).
• Penjelasan diperkaya dengan
model, gambar, atau tabel.
• Rumusan jawaban tidak
sistematis
• Jawaban benar, tapi penjelasan
hanya menggunakan model,
gambar atau tabel
2
• Jawaban salah, penjelasan tidak
jelas 1
• Tidak ada jawaban
• Jawaban benar tanpa penjelasan 0
2. Validitas Instrumen
Validitas adalah suatu derajat ketepatan instrumen (alat ukur),
maksudnya apakah instrumen yang digunakan betul-betul tepat untuk
mengukur apa yang diukur. Validitas yang digunakan adalah validitas isi.
Validitas isi adalah uji validitas dengan membandingkan antara isi
instrumen dengan materi yang telah diajarkan.4
Sehingga terbentuk
konsep penilaian dan alat penilaian selaras dan sesuai yang diharapkan
peneliti.
Peneliti menguji validitas butir-butir instrument tes kemampuan
penalaran proporsional tersebut terhadap 40 siswa kelas VII A dan VII B
di SMP Fajar Plus (terlampir). Soal yang terdapat pada soal awalnya
berjumlah 9 soal untuk empat indikator. Hasil pengujian menunjukkan
satu soal dari 9 soal menunjukkan tidak valid. Selanjutnya peneliti
mengeliminasi soal yang tidak valid tersebut dan tersisa 8 soal yang valid.
Masing-masing indikator mengantongi dua soal.
4 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D),
(Bandung: Alfabeta, CV, 2009), cet. 8, h. 182.
35
Validitas dihitung dengan menggunakan rumus Product Moment
dari Pearson yaitu sebagai berikut:5
( )( )
√( ( ) )( ( ) )
Keterangan:
: koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
n : banyaknya siswa
X : skor butir soal
Y : skor total
Uji validitas instrumen dilakukan untuk membandingkan hasil
perhitungan dengan pada taraf signifikansi 5%, dengan terlebih
dahulu menetapkan degrees of freedom atau derajat kebebasan yaitu dk = n-2.
Soal dikatakan valid jika nilai , sebaliknya soal dikatakan tidak
valid jika nilai .
Pada penelitian kemampuan penalaran proporsional ini, uji validitas
dilakukan dengan memberikan lembar tes yang berupa uraian (essay) kepada
siswa kelas tujuh. Yang terdiri dari dua kelas, yakni kelas 7A dan kelas 7B.
Jumlah keseluruhan siswa yang diujikan validitas adalah 40 siswa. Uji
validitas ini dilakukan untuk menentukan soal yang memenuhi signifikan
statistik berdasarkan tabel nilai ―r‖ Product Moment. Maka butir soal yang
tidak memenuhi dikatakan tidak valid dan harus dihilangkan dalam soal yang
akan diujikan sebenernya ke kelas yang telah ditujukan. Soal yang tidak valid
merupakan soal yang memiliki daya uji yang sangat rendah. Berikut hasil dari
uji validitas yang telah diperoleh dengan n = 40, maka dk = 38 dan α = 0,05
ditampilkan pada tabel di bawah ini.
5 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006),
cet. 6, h. 72.
36
Tabel 3.3
Hasil Uji Validitas Kemampuan Penalaran Proporsional
Telah digambarkan pada tabel di atas, bahwa soal nomor 4 tidak valid,
dikarenakan . Sehingga, soal yang tidak memenuhi dihapus.
3. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas adalah derajat konsistensi intrumen yang bersangkutan.
Reliabilitas berkenaan dengan pertanyaan, apakah suatu instrumen dapat
dipercaya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Suatu instrumen dapat
No soal r hitung rtabel Keterangan
1 0,5268 0,325 Valid
2 0,6528 0,325 Valid
3 0,5316 0,325 Valid
4 0,1609 0,325 Tidak Valid
5 0,6695 0,325 Valid
6a 0,6946 0,325 Valid
6b 0,7451 0,325 Valid
7a 0,5718 0,325 Valid
7b 0,6387 0,325 Valid
37
dikatakan reliabel jika selalu memberikan hasil yang sama jika diujikan pada
kelompok yang sama pada waktu atau kesempatan berbeda.6
Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas suatu tes
yang berbentuk uraian adalah dengan menggunakan formula Alpha Cronbach,
yaitu:7
*
+ [
]
Keterangan :
: reliabilitas yang dicari
: banyaknya butir soal
: varians total
: jumlah varians skor tiap-tiap item
Untuk menghitung 2
i dan 2
t gunakan rumus varians berikut ini:
( )
Tabel 3.4
Kriteria Koefisien Reliabilitas
Nilai r11 Kriteria
0,80 < ≤ 1,00 Sangat Baik
0,60 < ≤ 0,80 Baik
0,40 < ≤ 0,60 Cukup
6 Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011), cet. 1, h. 249. 7 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012),
cet. 12, h. 208.
38
0,20 < ≤ 0,40 Rendah
0,00 < ≤ 0,20 Sangat Rendah
Hasil perhitungan reabilitas pada uji validitas dimana telah
dihilangkan butir soal yang tidak valid yakni diperoleh 0,80994. Hal ini
menunjukkan bahwa derajat realibilitas sangat baik. Maka soal-soal
tersebut dikatakan memiliki tingkat kepercayaan, keajegan dan konsistensi
yang sangat baik.
4. Taraf Kesukaran
Untuk mengetahui apakah soal test yang diberikan tergolong
mudah, sedang atau sukar, maka dilakukan uji taraf kesukaran digunakan
rumus-rumus berikut :8
Keterangan :
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal betul
Js = jumlah seluruh siswa peserta test
Tabel 3. 5
Klasifikasi indeks kesukaran
Kriteria Indeks Tingkat Kesulitan Interpretasi
0,00 – 0,30 Sukar
0,30 – 0,70 Sedang
0,70 – 1,00 Mudah
8 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006),
cet. 6, h. 208.
39
Berdasarkan hasil yang telah diujikan setelah melakukan uji validitas
kemudian menghitung realibilitas soal, maka diperoleh taraf kesukaran
tiap butir soal sebagai berikut:
Tabel 3.6
Hasil Rekapitulasi Taraf Kesukaran Kemampuan Penalaran
Proporsional
No soal Taraf kesukaran Keterangan
1 0,3583 Sedang
2 0,4875 Sedang
3 0,6312 Mudah
5 0,525 Sedang
6a 0,3167 Sedang
6b 0,2438 Sukar
7a 0,7125 Mudah
7b 0,55 Sedang
5. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan sebuah soal untuk
membedakan antara siswa yang menjawab benar (berkemampuan
tinggi) dengan siswa yang menjawab salah (berkemampuan rendah).
Untuk mengetahui daya pembeda tiap butir soal digunakan rumus.9
9 Ibid., h. 213
40
Keterangan:
J = Jumlah peserta tes
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan
benar
BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan
benar
PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Tabel 3.7
Klasifikasi Daya Pembeda
Nilai DP Interpretasi
0,00 — 0,20 Buruk (Poor)
0,21 — 0,40 Cukup (Satisfactory)
0,41 — 0,70 Baik (Good)
0,71 - 1,00 Baik Sekali (Excellent).
Berikut hasil dari perhitungan daya pembeda soal pada instrumen
kemampuan penalaran proporsional:
Tabel 3.8
Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal Kemampuan Penalaran
Proporsional
No. soal Daya Pembeda Keterangan
1 0,1875 Buruk
2 0,2375 Cukup
3 0,1375 Buruk
5 0,3375 Cukup
6a 0,325 Cukup
41
6b 0,2125 Buruk
7a 0,1125 Buruk
7b 0,15 Buruk
Berikut merupakan hasil rekapitulasi uji kelayakan instumen kemampuan
penalaran proporsional pada penelitian ini:
Tabel 3.9
Rekapitulasi Uji Kelayakan Instrumen
No. soal Validitas Reabilitas Taraf
Kesukaran
Daya
Pembeda Keterangan
1 Valid
Sangat Baik
Sedang Buruk Pakai
2 Valid Sedang Cukup Pakai
3 Valid Mudah Buruk Pakai
5 Valid Sedang Cukup Pakai
6a Valid Sedang Cukup Pakai
6b Valid Sukar Buruk Pakai
7a Valid Mudah Buruk Pakai
7b Valid Sedang Buruk Pakai
F. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah hasil dari jawaban siswa
terhadap instrumen tes penalaran proporsional. Kemudian dianalisis
menggunakan dua teknik anilisis statistic yaitu analisis deskriptif dan analisis
inferensial.
1. Analisis deskriptif merupakan analisis yang digunakan untuk
menggambarkan keadaan sampel dalam bentuk persentase (%), rata-rata
42
( ) , median (Me) modus (Mo), standar deviasi (S), varians (S2), nilai
maksimum (xmum) dan nilai minimum (xmin). 10
a. Rata-rata (Mean)
Dimana :
= nilai rata-rata
= jumlah nilai
= jumlah frekuensi
b. Median
(
)
Dimana :
Me = Median
b = batas bawah kelas median (batas bawah – 0,5)
p = panjang kelas
n = banyak data
F = jumlah frekuensi kelas-kelas sebelum kelas median
f = frekuensi kelas median
c. Modus
(
)
Dimana :
Mo = Modus
b = batas bawah kelas modus (batas bawah – 0,5)
p = panjang kelas
= selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas sebelumnya
= selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas setelahnya
d. Varians
10
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung :
2011,Alfabeta, h. 70
43
( )
( )
e. Simpangan Baku
√
( )
( )
f. Persentase Rata-rata
2. Analisis inferensial merupakan analisis yang digunakan untuk menguji
hipotesis penelitian, namun terlebih dahulu melalui tahapan uji yang lain,
yaitu uji normalitas dan uji homogenitas sebagai uji prasyarat untuk
melakukan uji hipotesis. Jika data penelitian berdistribusi normal dan
homogen, maka untuk menguji hipotesis digunakan statistic uji-t satu
sampel (one simple t-test) 11
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui populasi
distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data dalam penelitian
ini menggunakan statistik uji Kolmogorov-Smirnov
Kriteria interpretasi skor N-gain adalah :
N-gain tinggi jika N-gain > 0,7
N-gain sedang jika
N-gain rendah jika
b. Uji Homogenitas
11
Ibid., h. 78
44
Untuk menguji homogenitas varians bertujuan untuk mengetahui
apakah data yang diteliti mempunyai varians yang homogeny atau tidak.
pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji F rumus.
Apabila berarti variansnya homogeny. Sebaliknya jika
berarti variansnya heterogen, dengan taraf kepercayaan
dan derajat kebebasan ( )
c. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dengan uji-t satu sampel (one sample t-test) untuk
mengetahui lebih lanjut pengaruh dari kemampuan penelaran
proprosional siswa. Data yang akan diolah dalam uji-t ini menggunakan
skor Normallized Gain (N-Gain).
Uji hipotesis hanya dilakukan jika data berdistribusi normal dan
homogen. Rumus uji-t yang digunakan adalah:
Keterangan :
rata – rata sampel
nilai parameter
standar deviasi sampel
jumlah sampel
Dengan kriteria pengujian yaitu terima H0 jika
dimana diperoleh dari daftar distribusi t dengan ( ) dan
taraf kesalahan untuk harga-harga t lainnya H0 ditolak.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Penelitian ini dilakukan di SMP Fajar Plus, pada kelas VII sebagai sampel.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil tes penalaran
proporsional pada materi perbandingan. Data-data yang didapat adalah hasil
analisis yang menunjukkan tingkat kemampuan penalaran siswa yang dijadikan
sampel melalui tes berupa uraian (Essay).
Hasil data berikut berdasarkan indikator 1) Mampu mengenali perbedaan
antara perubahan absolut (aditif) dan relatif (multiplikatif) 2) Mampu
menentukan penggunaan rasio yang masuk akal atau tepat 3) Mampu
mengintrepretasikan angka rasional untuk membentuk rasio tetap tidak berubah
atau invarian. 4) Mampu membangun struktur unit (kelompok). Setelah dilakukan
analisis, data-data tersebut disajikan dalam bentuk deskripsi sebagai gambaran
hasil penelitian. Adapun hasil kemampuan penalaran proporsional siswa sebagai
berikut:
1. Analisis Data Kemampuan Penalaran Proporsional Siswa
Dari hasil tes kemampuan penalaran proporsional dengan jumlah siswa
sebanyak 27 orang diperoleh skor terendah 6 dan skor tertinggi adalah 29.
Supaya lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel berikut:
46
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Kemampuan Penalaran Proporsional
pada Perbandingan
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui banyak kelas interval adalah 5
kelas dengan panjang setiap interval kelas adalah 5. Selain itu terlihat bahwa
skor terbanyak diperoleh siswa berada pada interval 11 – 15 yaitu sebesar
37,04%, 10 siswa dari 27 siswa dalam interval tersebut. Skor paling sedikit
diperoleh siswa berada pada interval 26 – 30 yaitu sebesar 3,7%, hanya satu
siswa dari 27 orang.
Skor rata-rata yang diperoleh siswa yaitu 14,59 (lampiran).
Berdasarkan Tabel 4.1 diperlihatkan bahwa siswa yang mampu mendapat skor
di atas rata-rata sebanyak 51,85% siswa pada interval nomor 3, 4, dan 5.
Begitu pula dengan siswa yang berada di bawah rata-rata, yang menyentuh
48,14% dari total keseluruhan siswa, dan berada pada interval nomor 1 dan 2.
Ini menunjukkan bahwa perbandingan banyak siswa yang berada di atas rata-
rata dengan di bawah rata-rata hampir sama.
No
Skor
Frekuensi
Absolut Relatif (%) Komulatif
1 6 – 10 4 14,81 4
2 11 – 15 10 37,04 14
3 16 – 20 8 29,63 22
4 21 – 25 4 14,81 26
5 26 – 30 1 3,7 27
Jumlah 27 100
47
2. Statistik Kemampuan Penalaran Proporsional Siswa
Hasil statistika kemampuan penalaran proporsional siswa adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.2
Statistik Dari Kemampuan Penalaran Proporsional Siswa
Statistik Hasil
Jumlah Sampel (N) 27
Nilai Maksimum 90,63
Nilai Minimum 18,75
Mean 14,59
Median(Me) 20
Modus (Mo) 12,17
Varians (S2) 55,10
Simpangan baku (S) 7,42
Berdasarkan Tabel 4.2 dijabarkan bahwa skor rata-rata pada
kelas uji adalah 14,59, median sebesar 20 menandakan nilai tengah dari
seluruh nilai siswa mendekati 20, dan modus adalah 12,17. Hal ini
menunjukkan bahwa frekuensi skor terbanyak didapat siswa mendekati 12,17.
Diperoleh juga nilai varians sebanyak 55,10 dan simpangan baku adalah 7,42.
3. Kemampuan Penalaran Proporsional berdasarkan Indikator Secara
Keseluruhan
Kemampuan penalaran proporsional pada penelitian ini berdasarkan
empat indikator seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab 2. Adapun
48
hasil skor kemampuan penalaran proporsional siswa berdasarkan indikator
penalaran proporsional dijabarkan pada Tabel 4.3 sebagai berikut:
Tabel 4.3
Deskripsi Data Kemampuan Penalaran Proporsional Siswa Berdasarkan
Indikator
No Indikator Skor
Ideal
Skor
Siswa Mean
Persentase
(%)
1 Mampu mengenali
perbedaan antara
perubahan absolut
(aditif) dan relatif
(multiplikatif).
8 148 5,48 68,52
2 Mampu menentukan
penggunaan rasio yang
masuk akal atau tepat
8 112 4,15 51,85
3 Mampu
mengintrepretasikan
angka rasional untuk
membentuk rasio tetap
tidak berubah atau
invariant
8 70 2,59 32,41
4 Mampu membangun
struktur unit
(kelompok) 8 84 3,11
38,89
Total 32 414 15,33 191,67
Berdasarkan Tabel 4.3,diketahui bahwa setiap indikator memiliki nilai
ideal yang sama. Karena setiap indikator terdiri atas masing-masing dua soal.
Soal diberikan sama rata, agar semakin mudah mengidentifikasi tingkat
kesulitan dan kemahiran siswa pada indikator-indikator kemampuan
penalaran proporsional ini. Seperti yang dilihat pada Tabel 4.3 walaupun
49
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4
68.52 51.85
32.41 38.89
Per
sen
tase
Mea
n
Indikator
Diagram Persentase Mean per Indikator
memiliki skor ideal yang sama, namun skor siswa pada setiap indikator
berbeda-beda. Indikator yang memiliki skor tertinggi adalah pada indikator
nomor 1, yakni mampu mengenali perbedaan antara perubahan absolut (aditif)
dan relatif (multiplikatif). Skor yang diperoleh sebesar 148 dengan nilai rata-
rata (mean) 5,48. Disusul dengan indikator nomor 2, yakni dengan skor
mampu menentukan penggunaan rasio yang masuk akal atau tepat dengan
skor sebedar 112 dan rata-rata sebesar 4,15. Selanjutnya pada indikator ke
empat di mana mampu membangun struktur unit (kelompok) data memiliki
skor sebesar 84 dengan rata-rata 15,33. Dengan skor terendah adalah indikator
ketiga, yaitu mampu mengintrepretasikan angka rasional untuk membentuk
rasio tetap tidak berubah atau invarian
Dengan skor hanya 70 dan rata-rata sebesar 2,59. Ini menunjukkan
bahwa siswa kelas menengah pertama masih belum mumpuni dalam
penyelesaian soal ke bentuk perkalian. Siswa lebih menunjukkan dan condong
dengan cara penjumlahan sebagai pilihan jawaban mereka.
Secara visual, perbandingan persentase rata-rata kemampuan
penalaran proporsional setiap indikator siswa dapat dilihat pada diagram
berikut ini:
50
Gambar 4.1
Diagram di atas semakin menunjukkan rendahnya penalaran
proporsional pada siswa kelas VII di sekolah bersangkutan. hal ini
ditunjukkan dengan paling rendah persentase pada indikator tiga, yaitu
mampu mengintrepretasikan angka rasional untuk membentuk rasio tetap
tidak berubah atau invariant. pada indikator ini, disuguhkan soal yang mana
siswa terlebih dahulu menentukan rasio yang terbentuk. Jika tidak mampu
menjawabnya sejak awal maka siswa kesulitan untuk menentukan langkah
selanjutnya. Sebagian besar siswa mengabaikan petunjuk yg diberikan. Dan
menghambat penyelesaian soal.
B. Pembahasan Hasil Penelitian (Deskripsi Hasil Tes per Indikator)
Berikut penjelasan untuk masing-masing indikator penalaran proporsional
yang diperoleh dari jawaban-jawaban siswa kelas VII SMP Fajar Plus pada
setiap soal tes kemampuan penalaran proporsional pada materi perbandingan.
1. Mampu Mengenali Perbedaan antara Perubahan Absolut (Aditif) dan
Relatif (Multiplikatif).
Pada indikator ini merupakan indikator tertinggi dibandingkan
yang lainnya. Persentase rata-ratanya sebesar 68.52% dari skor ideal.
Berikut soal dan jawaban dari siswa pada indikator ini.
Soal no. 2
Sebuah foto ukuran 6”× 8” diperbesar, dengan lebarnya diubah dari 8”
menjadi 12”. Berapa tinggi foto dengan ukuran baru?
51
Gambar 4.2
Contoh Jawaban Salah pada Indikator 1 (Soal Nomor 2)
Berdasarkan Gambar 4.2 di atas siswa tidak menjawab apa yang
diminta soal. Awalnya mengalikan panjang dan tinggi bingkai foto,
yakni menghitung luas. Setelah itu, tidak tahu apa yang ditujunya,
sehingga mengalikan kembali panjang dengan angka acak. Sejak awal
siswa ini tidak mampu memahami arah pertayaan soal. Melakukan
perubahan aditif pun tidak sama sekali. Ini menunjukkan siswa tidak
mampu mengenali perbedaan dari ukuran foto semula dengan ukuran
foto yang diperbesar.
Gambar 4.3
Contoh Jawaban Benar pada Indikator 1 (Soal Nomor 2)
Jawaban pada Gambar 4.3, siswa memahami keterkaitan pertanyaan
dengan petunjuk soal yang diberikan. Dan siswa pun menggunakan perkalian
dan dilanjutkan pembagian (perubahan multiplikatif) dalam penyelesaian
soal ini. Ketika menemukan perbandingannya, siswa mengali silang angka
yang ditanyakan dengan angka lawan yang telah diketahui. Sehingga siswa
52
menemukan perbandingan senilai pada soal ini. Bisa saja siswa menuliskan
, lalu dikali silang
. Yang dijawab oleh
siswa pada gambar 4.3 kurang sistematis dan kurangnya penjabaran.
Soal nomor 5:
Menjelang hari raya, harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan. Harga
yang semula Rp. 8.600,00 perkilogram, sekarang mengalami kenaikan dengan
perbandingan 4 : 5. Berapa rupiah harga gula perkilogram sekarang?
Gambar 4.4
Contoh Jawaban Salah pada Indikator 1 (Soal Nomor 5)
Dalam soal nomor 5 diberi pertanyan berupa jumlah uang dalam bentuk
rupiah. Rupanya siswa tidak mengindahkan ini. Bahkan menuliskan cara
dengan penyelesaian yang tidak menemui hasil yang dimaksud. Siswa
dengan jawaban pada Gambar 4.4 sama sekali tidak mengerti operasi
perkalian yang dikerjakannya mengarah sebagai perbandingan harga
sebelum dan sesudah kenaikan harga. Dan semakin tidak terarah saat
siswa ini membaginya dengan uang harga semula. Jawaban ini
mengindikasi kesulitan siswa untuk melakukan perubahan aditif maupun
multiplikatif. Bahkan untuk memahami soal hal yang sulit.
53
Gambar 4.5
Contoh Jawaban Benar pada Indikator 1 (Soal Nomor 5)
Dengan membagi harga gula semula dengan perbandingan yang
benar maka menghasilkan nilai uang yang diinginkan. Kemudian
dikalikan dengan perbandingan yang ditanyakan. Jawaban pada Gambar
4.5 menemukan jawaban yang benar. Dan menandai bahwa siswa yang
bersangkutan sangat mengetahui perubahan multiplikatif dalam soal ini.
Meskipun jawaban yang dituliskan sangat sederhana, namun sistematis.
2. Mampu menentukan penggunaan rasio yang masuk akal atau tepat.
Soal nomor 1 :
Pak Yadi mengendarai sejauh 156 mil dan membutuhkan 6 liter bensin.
Pada situasi ini dapatkah ia mengendarai sejauh 561 mil dengan bensin 21
liter penuh?
Gambar 4.6
Contoh Jawaban Salah pada Indikator 2 (Soal Nomor 1)
54
Sesuai Gambar 4.6, siswa menunjukkan penyelesaian menggunakan
perhitungan dengan melakukan perubahan multiplikatif dengan mencari
perbandingan jarak untuk satu galon. Penyelesaiannya sudah baik dan
benar. Padahal akan membentuk rasio yang tepat. Sayangnya, siswa tidak
menyantumkan keterangan selanjutnya dari hasil perhitungannya.
Kembali siswa mengabaikan pertanyaan pada soal. Dan siswa ini cukup
mampu untuk menentukan rasio yang tepat.
Gambar 4.7
Contoh Jawaban Benar pada Indikator 2 (Soal Nomor 1)
Jawaban pada Gambar 4.7 sangat baik. Dikarenakan jawaban yang
tepat sasaran, memenuhi indikator kedua yang mampu menentukan rasio
yang tepat. Jadi jawabannya tidak melenceng dari soal. Siswa juga
menerapkan pemikiran multiplikatif. Siswa sangat memahami pertanyaan
yang diajukan. Siswa dengan jawaban pada gambar 4.7 menjawab dengan
teliti.
Soal nomor 3:
Empat kilogram apel yang sama besar dibagikan kepada 12 anak sehingga
setiap anak menerima 4 buah apel. Berapa apel yang diterima setiap anak
jika 4 kg itu dibagikan kepada 16 anak?
55
Gambar 4.8
Contoh Jawaban Salah pada Indikator 2 (Soal Nomor 3)
Selanjutnya jawaban no 3 pada Gambar 4.8, menunjukkan penalaran
siswa yang rendah terhadap soal. Hasil dari jawabannya menunjukkan
jumlah apel yang semakin besar yang didapat setiap anak. Sedangkan,
pembaginya bernilai lebih besar. Ini berarti, siswa tidak dapat
menentukan rasio yang tepat pada pertanyaan dengan yang diketahui.
Selain itu, siswa juga melampirkan proses terkesan acak, dan
menghasilkan jawaban tersebut. Bisa juga dikarenakan kesalahan hitung
pada jumlah apel yang dibagikan. Sebenarnya siswa ini memahami alur
dari soal yang ditanyakan. Hanya saja kurangnya ketelitian. Dan
mengakibatkan tidak mampunya menemukan rasio yang sesuai.
Gambar 4.9
Contoh Jawaban Benar pada Indikator 2 (Soal Nomor 3)
Dari hasil jawaban siswa pada Gambar 4.9, memperlihatkan siswa
yang dapat berpikir secara berurut atau sistematis. Ditunjukkan dengan
menuliskan kembali yang diketahui dari soal, kemudian diasosiasikan
56
dengan pertanyaan. Siswa ini pun tidak terkecoh dengan keterangan 4 kg
apel dan berfokus pada jumlah isi satu kilogramnya. Ditemukan hasil
yang sebenernya. Berarti siswa ini mampu soal dengan yang
dipertanyakan.
3. Mampu menginterpretasikan angka rasional untuk membentuk
rasio tetap, tidak berubah atau invariant.
Soal nomor 5a :
Amy dan keluarganya sedang bepergian selama liburan mereka. Dia
melihat arlojinya (point 1) dan kembali melihat arlojinya (point 2).
Ibunya mengatakan kepadanya seberapa jauh mereka melakukan
perjalanan pada waktu itu, seperti yang dicatat di bawah ini.
a. Berdasarkan informasi ini, berapakah perbandingan jam dengan
jaraknya?
Gambar 4.10
Contoh Jawaban Salah pada Indikator 3 (Soal Nomor 5a)
57
Pada Gambar 4.10 ditunjukkankan jawaban dari siswa pada
soal nomor 5a yakni menuliskan kembali masalah dengan bentuk
kalimat tanpa penyelesaian. Dari yang diperlihatkan, jawaban tidak
menunjukkan pemahaman terhadap soal. Soal menanyakan
perbandingan antara waktu dan jarak untuk memunculkan sebuah rasio,
namun yang dituliskan berupa apa yang diketahui saja.
Gambar 4.11
Contoh Jawaban Benar pada Indikator 3 (Soal Nomor 5a)
Selanjutnya, dengan jawaban yang benar. Sayangnya ia kurang
spesifik dalam menjawab. Memang jawabannya menunjukkan
perbandingan antara jarak dan waktu. Siswa setidaknya telah mampu
menentukan perbandingan antara gambar pertama (poin 1) dan gambar
kedua (point 2) pada soal. Dan dapat membentuk suatu rasio.
Soal nomor 5b :
b. Ayah Amy mengatakan bahwa keseluruhan perjalanan itu 1600 mil.
Berapa jam yang dibutuhkan untuk melengkapi perjalanan?
Gambar 4.12
Contoh Jawaban Salah pada Indikator 3 (Soal Nomor 5b)
58
Pada jawaban soal 6b, yang ditunjukkan pada Gambar 4.12 juga tidak
memperlihatkan ketidakpahaman siswa terhadap pertanyaan yang
diberikan. Karena soal ini berhubungan dengan 5a. Bila mampu
menyelesaikan 5a maka sangat terbantu mengerjakan soal 5b. Ditambah
lagi tidak adanya perhitungan untuk menjelaskan jawaban yang
dihasilkan. Bahkan siswa mengira-ngira dengan kalimat “tergantung”
dalam jawaban. Jawaban ini sama sekali tidak memenuhi indikator
menginterpretasikan angka rasional untuk membentuk rasio tetap.
Gambar 4.13
Contoh Jawaban Benar pada Indikator 3 (Soal Nomor 5b)
59
Jawaban yang ditunjukkan pada Gambar 4.13, sudah benar. Siswa
memecahkan soal masih dengan menggunakan cara penjumlahan
(perubahan adaptif). Dengan menghitung perbandingan jam dengan jarak
dengan pola berurutan yang sama. Hal ini menjelaskan bahwa siswa
belum memenuhi kemampuan untuk menerjemahkan soal ke dalam
bentuk multiplikatif. Tapi jawaban yang diberikan telah sistematis dan
tepat. Setidaknya siswa mampu membentuk rasio yang tepat.
Gambar 4.14
Contoh Jawaban Benar pada Indikator 3 (Soal Nomor 5b)
Berbeda dengan Gambar 4.13, siswa pada jawaban pada Gambar 4.14
menjawab dengan baik dan telah mengaplikasikan formula yang lebih
sederhana dan akurat. Meskipun masih belum sistematis. Dengan cara
perubahan multiplikatif, siswa ini mampu mennemukan jarak yang akan
ditempuh dengan mengalikan jarak yang diketahui dengan rasio yang
telah didapat di soal sebelumnya. Selanjutnya mengalikan dengan
perbandingan yang sebelumnya telah ditemukan.
4. Mampu membangun struktur unit (kelompok)
Soal nomor 6a:
Reynaldo berencana berkendara dari New York ke San Francisco
dengan mobilnya. Reynaldo mulai mengisi Tabel di bawah ini yang
60
menunjukkan sejauh berapa mil yang bisa dia tempuh untuk setiap galon
gas yang digunakan Reynaldo
Berdasarkan keterangan di atas,
a. Berdasarkan Tabel, berapa mil per galon mobil Reynaldo? Jelaskan
secara tertulis bagaimana kamu tahu.
Gambar 4.14
Contoh Jawaban Salah pada Indikator 4 (Soal Nomor 6a)
Pada jawaban di atas, siswa telah mampu mengerjakan struktur
unit (pengelompokkan) dengan bantuan tabel pada soal. Dan setiap
kelipatan dengan cara perubahan aditif siswa sedikit menguasai tapi
akhirnya salah menghitung. Selain itu soal yang ditanyakan tidak dijawab
sama sekali.
Gambar 4.15
Contoh Jawaban Benar pada Indikator 4 (Soal Nomor 6a)
61
Siswa dengan jawaban pada Gambar 4.14 menjawab dengan benar.
Penjelasannya pun terang dan akurat. Menggunakan perubahan multiplikatif
dalam penyelesaiannya. Tanpa menggunakan struktur unit, siswa mampu
menjawab dengan baik.
Soal nomor 6b:
b. Saat tangki Reynaldo penuh, ia mengisi 20 galon. Seberapa jauh Reynaldo
bisa mengemudi dengan tangki penuh gas?
Gambar 4.16
Contoh Jawaban Salah pada Indikator 4 (Soal Nomor 6b)
Menggunakan pembagian (multiplikatif) tanpa jelas apa yang akan
diselesaikan tergambar pada Gambar 4.16. Juga jawaban yang ditemukan
tidak sesuai dengan pertanyaan.
Gambar 4.17
Contoh Jawaban Benar pada Indikator 4 (Soal Nomor 6b)
62
Berdasarkan 4.16, jawaban yang diberikan siswa pada soal 7a sudah benar. Jadi
siswa pun mampu menjawab soal 7b dengan mudah. Tanpa menggunakan tabel
(unit/pengelompokka), siswa mampu mengidentifikasi cara yang lebih sederhana
dengan mengalikan jarak per galonnya dengan galon yang diberikan.
Pengelompokkan yang dimaksud pada indikator ini adalah menyesuaikan jarak
tempuh dengan banyaknya galon. Siswa ini mampu menyelesaikannya tanpa tabel,
tandanya siswa mampu mengukur antar kuantitas dengan perbandingan senilai.
C. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari penelitian ini belum sepenuhnya sempurna meskipun
berbagai upaya telah dilakukan agar diperoleh hasil yang maksimal. Ada beberapa
faktor yang sulit dikendalikan sehingga penelitian ini memiliki beberapa
keterbatasan, diantaranya:
1. Penelitian ini hanya diteliti pada pokok bahasan Perbandingan.
2. Kemampuan penalaran proporsional kurang terlihat pada beberapa indikator
dikarenakan soal yang peneliti buat mengarah pada indikator lainnya.
63
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi pada analisis penelitian Analisis Kemampuan
Penalaran Proporsional Siswa Kelas VII Pada Materi Perbandingan dapat
ditarik kesimpulan bahwa:
1. Kemampuan siswa, mengenali perbedaan antara perubahan absolut
(aditif), atau relatif (multiplikatif). Berdasarkan hasil telaah jawaban
siswa, kesulitan utama yang sering ditemui adalah kurangnya pemahaman
siswa terhadap soal yang diberikan. Sehingga jawaban yang muncul
adalah terkesan sepeti acak atau menebak saja. Adapun jawaban yang
benar, masih dominan menggunakan perubahan adaptif atau secara
penjumlahan untuk mencari solusinya. Hanya beberapa siswa yang
mampu menerapkan multiplikatif di dalam jawaban pada indikator ini.
Setidaknya soal berhasil diselesaikan sebagian lebih dengan perubahan
yang paling mereka pahami.
2. Kemampuan siswa untuk menentukan penggunaan rasio yang masuk akal
atau tepat. Sebagian jawaban yang dijabarkan rumusan yang jelas mereka
membuat jawaban bahwa benar adanya jawaban yang mereka berikan.
Sebagian lagi, mampu mengerjakan dengan baik dengan cara mencari
rasio yang tepat untuk penyelesaiannya.
3. Kemampuan penalaran proporsional siswa pada SMP Fajar Plus, kelas VII
dikategorikan tergolong rendah dan belum berkembang pada siswa-siswi
SMP Fajar Plus.
64
B. Saran
1. Bagi sekolah, dapat dijadikan sumbangsih pemikiran untuk bisa selalu
meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa, khususnya
kemampuan penalaran proporsional. Bisa juga diperluas untuk
digunakan pada mata pelajaran lainnya
2. Bagi guru, sebagai masukan, pengetahuan dan informasi bagaimana
kemampuan penalaran proporsional siswa di sekolah dalam
menyelesaikan suatu masalah matematika terutama materi yang
menyangkut rasio dan proporsi, sehingga dapat menjadi acuan untuk
mencari alternatif solusi dalam meningkatkan kemapuan penalaran
proporsional tersebut. Serta mampu dijadikan sebagai sumbangsih
pemikiran untuk meningkatkan kemampuan matematika dan mata
pelajaran lainnya yang berhubungan dengan penalaran proporsional.
3. Bagi peserta didik, dapat dijadikan bahan pembelajaran yang dapat
digunakan sebagai acuan dalam mempelajari matematika agar semakin
termotivasi untuk lebih baik. Dan lebih mengembangkan daya nalar
matematis.
4. Bagi peneliti, bermanfaat untuk memperoleh pengalaman langsung
melakukan penelitian deskriptif. Juga memahami lebih mendalam
pengetahuan seputar kemampuan penalaran proporsional. Dan dapat
menerapkan pada kehidupan peneliti selanjutnya
5. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat menjadi tolak ukur dan gambaran
akan kemampuan penalaran proporsional siswa. Dan dapat diajdikan
perbandingan dengan penelitian lainnya. Diharapkan untuk
mengumpulkan sumber dan referensi lebih luas, agar hasil penelitian
lebih lugas, akurat dan memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011
Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2006
Arvyaty, dan Cipto Saputra. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM) Terhadap Kemampuan Penalaran Proporsional Siswa Sekolah
Menengah Pertama, Universitas Haluoleo, volume 4, No 1, Januari 2013
Dooley, Kristen Bernasconi. An Investigation of Proportional Thingking Among High
School Student, Clemson University, 2006
Eka, Ratna dan Susanah, Penalaran Proporsional Siswa Kelas VII SMP Negeri II
Beji Pasuruan Berdasarkan Tingkat Kemampuan Matematika, 2013
Grevholm, Babro. To Develop The Abality of Teacher Students to Reason
Mathematically, University College of Kristianstand
Hamid Hamdani, Pengembangan Sistem Pendidikan di Indonesia, Bandung: CV
Pustaka Setia
Kadir, dkk. Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: UIN Jakarta, 2013