ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KESALAHAN SISWA SMP KELAS VII DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA BERDASARKAN KRITERIA WATSON Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika oleh Devian Putri Intan Larasati 4101412132 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016
77
Embed
JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU ...lib.unnes.ac.id/28744/1/4101412132.pdf · masalah mencapai 75 (KKM), (3) mendiskripsikan kemampuan pemecahan masalah matematika
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN
KESALAHAN SISWA SMP KELAS VII DALAM MENYELESAIKAN
SOAL CERITA BERDASARKAN KRITERIA WATSON
Skripsi
disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
oleh
Devian Putri Intan Larasati
4101412132
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
iii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (Q. S. Al-Baqarah: 286)
Tidak ada kata gagal yang ada hanya sukses atau belajar (Tung Desem Waringin)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
kakakku
2. Sahabat-sahabatku
3. Teman-teman seperjuangan Pendidikan
Matematika Angkatan 2012
4.
v
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, serta sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kesalahan Siswa SMP Kelas VII
dalam Menyelesaikan Soal Cerita Berdasarkan Kriteria Watson”. Penyelesaian
skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, kerjasama, dan bimbingan berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada.
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Prof. Dr. Zaenuri, SE., M.Si., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
4. Drs. Mohammad Asikin, M.Pd. dan Dra. Rahayu Budhiati Veronica, M.Si.,
Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran
kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ardhi Prabowo, S.Pd., M.Pd., Dosen Penguji yang telah memberikan saran
dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Dr. Dwijanto, M.S., Dosen Wali yang telah memberikan arahan dan motivasi
selama perkuliahan.
7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Matematika yang telah memberikan bekal ilmu
kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
8. Bapak Hendro, Ibu Isti, mas Didit dan mas Dito yang senantiasa mendoakan
yang terbaik bagi penulis dan keluarga besar tercinta, atas doa, perjuangan,
pengorbanan, dan segala dukungannya hingga penulis dapat menyelesaikan
studi ini.
9. Drs. Sjafrudin Djoko Hidajat Nur, M.Pd., Pelaksana Tugas Kepala SMP N 4
Semarang yang telah memberikan izin penelitian.
vi
10. Soejono, S.Pd., M.Pd., Guru matematika kelas VII SMP N 4 Semarang yang
telah membantu terlaksananya penelitian ini.
11. Siswa kelas VII C dan VII D SMP N 4 Semarang yang telah membantu
proses penelitian.
12. Sahabat-sahabatku selama kuliah (Hana, Kinan, Dea dan Nurul) dan semua
sahabat yang selalu memberikan dorongan, semangat dan do’a.
13. Teman-temanku (Putri, Fitri, Fela, Yessi dan Rima) yang selalu memberikan
bantuan, semangat dan do’a.
14. Seluruh mahasiswa matematika serta teman-teman seperjuangan yang telah
memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.
15. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya sebagai
upaya perbaikan pembelajaran pendidikan di sekolah.
Semarang, 21 September 2016
Penulis
vii
ABSTRAK Larasati, D.P.I. 2016. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kesalahan Siswa SMP Kelas VII dalam Menyelesaikan Soal Cerita Berdasarkan Kriteria Watson. Skripsi, Jurusan Matematika Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang, Pembimbing Utama Drs. Mohammad Asikin,
M.Pd. dan Pembimbing Pendamping Dra. Rahayu Budhiati Veronica, M.Si.
Kata Kunci: kemampuan pemecahan masalah, indikator pemecahan masalah,
analisis kesalahan, kriteria watson,
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui hasil belajar siswa pada
aspek kemampuan pemecahan masalah mencapai ketuntasan belajar secara
klasikal, (2) mengetahui rata-rata hasil belajar siswa pada aspek pemecahan
masalah mencapai 75 (KKM), (3) mendiskripsikan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa SMP kelas VII yang terpilih dalam menyelesaikan soal
cerita dan (4) mendiskripsikan jenis kesalahan berdasarkan kriteria Watson serta
penyebabnya.
Pelaksanaan pembelajaran di kelas menggunakan Problem Based Learning. Metode penelitian ini adalah mixed methods atau metode kombinasi.
Desain penelitian yang digunakan adalah explanatory sequential design.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 4
Semarang. Sampel dipilih dengan teknik random sampling sehingga terpilih kelas
VII C. Subjek penelitian dipilih dengan teknik purposive sampling sehingga
terpilih 6 subjek penelitian dengan masing-masing 2 subjek dari kelompok atas,
sedang dan kurang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes dan
wawancara. Hasil tes dan wawancara dianalisis dengan uji proporsi satu pihak, uji
rata-rata satu pihak dan analisis kualitatif yang mengacu pada indikator
kemampuan pemecahan masalah (IKPM) menurut Permendikbud yaitu: (1)
memahami masalah; (2) mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan
dalam mengidentifikasi masalah.; (3) menyajikan suatu rumusan masalah secara
matematis dalam berbagai bentuk; (4) memilih pendekatan dan strategi yang tepat
untuk memecahkan masalah; (5) menggunakan atau mengembangkan strategi
pemecahan masalah; (6) menyelesaikan masalah; (7) menafsirkan hasil jawaban
yang diperoleh untuk memecahkan masalah.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) hasil belajar siswa pada aspek
kemampuan pemecahan masalah mencapai ketuntasan klasikal; (2) rata-rata hasil
belajar siswa pada aspek pemecahan masalah mencapai 75 (KKM); (3) siswa
kelompok atas cenderung mencapai IKPM 1 sampai dengan 7, kelompok sedang
cenderung mencapai IKPM 1 sampai dengan 5 dan kelompok kurang cenderung
mencapai IKPM 1, 2 dan 4; (4) jenis kesalahan yang paling tampak yaitu data tidak
tepat (id), prosedur tidak tepat (ip), dan masalah hierarki keterampilan (shp) dan
secara umum penyebab kesalahan yaitu siswa mengalami kesulitan mengabstraksi,
menggunakan informasi pada soal untuk membuat rencana, menafsirkan
pertanyaan, kurang terampil memanipulasi numerik dan kurang memahami konsep.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv
PRAKATA ....................................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xxv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
jasmani, (9) estis atau budi pekerti, dan (10) sikap.
Dari beberapa uraian definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
matematika adalah proses perubahan perilaku manusia menuju tingkah laku yang
baru secara keseluruhan dan relatif tetap sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungan yang bertujuan membentuk pola pikir sesuai
dengan karakteristik matematika.
2.1.2 Matematika Sekolah
2.1.2.1 Fungsi Pembelajaran Matematika di Sekolah
Mata pelajaran matematika berfungsi sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu
atau pengetahuan. Ketiga fungsi hendaknya dijadikan acuan pembelajaran
matematika sekolah. (Suherman dkk. 2003: 56)
2.1.2.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diikutsertakan
dalam pembelajaran di sekolah. Alasannya, matematika mempunyai peranan bagi
siswa supaya punya bekal pengetahuan dan untuk pembentukan sikap serta pola
pikirnya. Adapun tujuan umum mata pelajaran matematika yang tercantum dalam
Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah yaitu:
a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di
dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan
bertindak atau dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur,
efektif dan efisien.
16
b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai
ilmu pengetahuan
Secara rinci, tujuan khusus pembelajaran matematika pada jenjang
pendidikan SLTP diungkapkan dalam masing-masing GBPP Matematika, sebagai
berikut:
1. Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan
matematika
2. Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan
ke pendidikan menengah
3. Siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan
perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari
4. Siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis,
kritis, cermat, dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika
(Suherman dkk 2003: 58-59)
Tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran matematika pada
dasarnya merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai hasil dari proses
pembelajaran matematika. Oleh karena itu, perlu adanya usaha-usaha yang
mengiringi demi tercapainya suatu tujuan. Misalnya, guru hendaknya dapat
memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode, dan teknik yang
melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial.
Pembelajaran matematika yang bermakna dapat terjadi apabila siswa dibiasakan
bertanya serta berpendapat. Prinsip belajar aktif inilah yang diharapkan dapat
menumbuhkan sasaran pembelajaran matematika yang kreatif dan kritis.
2.1.3 Soal Cerita
Permasalahan matematika yang berkaitan dengan kehidupan nyata
biasanya dituangkan melalui soal-soal berbentuk cerita (verbal). Soal cerita
17
biasanya memuat pertanyaan yang menuntut pemikiran dan langkah-langkah
penyelesaian secara sistematis.
Menurut Brutler dan Wren, FL dalam Ariyani (2009), kesulitan siswa
dalam menyelesaikan soal cerita yaitu:
1. kurangnya kemampuan penalaran,
2. kesulitan dalam memilih proses yang akan digunakan,
3. kesalahan memahami maksud dari soal,
4. kurangnya penguasaan kosakata dan
5. kekurangcermatan membaca dan menghitung.
Soal cerita yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah soal matematika
yang berbentuk cerita terkait materi pokok segiempat yang diajarkan pada mata
pelajaran matematika di kelas VII SMP.
Untuk dapat menyelesaikan soal cerita pada materi tersebut, siswa harus
memiliki pengetahuan dasar berupa pemahaman tentang satuan ukuran dari sisi
bangun datar, satuan ukuran luas dan mengetahui pengetahuan prasyarat seperti
rumus, teorema, dan aturan/ hukum yang berlaku dalam matematika.
Karena pentingnya pemahaman dalam menyelesaikan soal cerita, Hudoyo
dan Surawidjaja (1997:195) memberikan petunjuk sebagai berikut.
(1) Baca dan bacalah ulang masalah tersebut.
(2) Pahami kata demi kata, kalimat demi kalimat.
(3) Identifikasikan apa yang diketahui dari masalah tersebut.
(4) Identifikasikan apa yang hendak dicari.
(5) Abaikan hal yang tidak relevan dengan permasalahan.
(6) Jangan menambahkan hal-hal yang tidak ada sehingga masalahnya
menjadi berbeda dengan masalah yang dihadapi.
Penelitian ini menggunakan soal cerita berdasarkan indikator pemecahan
masalah.
18
2.1.4 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
2.1.4.1 Masalah Matematika
Dalam belajar matematika, terkadang siswa mengalami kendala pada
proses tersebut. Kendala yang dialami misalnya ketika siswa menjumpai soal
yang tidak biasa. Hudoyo dalam Widjajanti (2009: 403) menyatakan bahwa soal
atau pertanyaan disebut masalah tergantung kepada pengetahuan yang dimiliki
penjawab. Dapat dikatakan, jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan
anak tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka
soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah bagi anak tersebut. Dapat
terjadi bagi seseorang, suatu pertanyaan dapat dijawab dengan menggunakan
prosedur rutin baginya, namun bagi orang lain untuk menjawab pertanyaan
tersebut memerlukan pengorganisasian pengetahuan yang telah dimiliki secara
tidak rutin.
Masalah ada yang bersifat rutin maupun yang tidak rutin. Menurut
Permendikbud RI Nomor 58 Tahun 2015 tentang Kurikulum 2013 SMP/MTs,
masalah tidak rutin adalah masalah baru bagi siswa, dalam arti memiliki tipe yang
berbeda dari masalah-masalah yang telah dikenal siswa. Untuk menyelesaikan
masalah tidak rutin, tidak cukup bagi siswa untuk meniru cara penyelesaian
masalah-masalah yang telah dikenalnya, melainkan ia harus melakukan usaha-
usaha tambahan, misalnya dengan melakukan modifikasi pada cara penyelesaian
masalah yang telah dikenalnya, atau memecah masalah tidak rutin itu ke dalam
beberapa masalah yang telah dikenalnya, atau merumuskan ulang masalah tidak
rutin itu menjadi masalah yang telah dikenalnya.
19
Menurut Morsund dalam Lidnillah (2011:2), seseorang dianggap memiliki
atau mengalami masalah bila menghadapi empat kondisi berikut, yaitu :
a) memahami dengan jelas kondisi atau situasi yang sedang terjadi,
b) memahami dengan jelas tujuan yang diharapkan,
c) memahami sekumpulan sumber daya yang dapat dimafaatkan untuk mengatasi
situasi yang terjadi sesuai dengan tujuan yang diinginkan meliputi waktu,
pengetahuan, keterampilan, teknologi atau barang tertentu, dan
d) memiliki kemampuan untuk menggunakan berbagai sumber daya untuk
mencapa tujuan.
Masalah matematika menghendaki siswa untuk menggunakan sintesis
atau analisis. Untuk menyelesaikan suatu masalah, siswa tersebut harus
menguasai.hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya yaitu mengenai pengetahuan,
keterampilan dan pemahaman, tetapi dalam hal ini ia menggunakannya pada suatu
situasi baru.
Menurut Hudoyo dalam Lidnillah (2011: 3), jenis-jenis masalah
matematika adalah sebagai berikut.
1) Masalah transalasi, merupakan masalah kehidupan sehari-hari yang untuk
menyelesaikannya perlu translasi dari bentuk verbal ke bentuk matematika.
2) Masalah aplikasi, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan
masalah dengan menggunakan berbagai macam-macam keterampilan dan
prosedur matematika.
3) Masalah proses, biasanya untuk menyusun langkah-langkah merumuskan pola
dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Masalah seperti ini dapat
melatih keterampilan siswa dalam menyelesaikan masalah sehingga menjadi
terbiasa menggunakan strategi tertentu.
20
4) Masalah teka-teki, seringkali digunakan untuk rekreasi dan kesenangan sebagai
alat yang bermanfaat untuk tujuan afektif dalam pembelajaran matematika.
Polya (1973: 154-155) menyatakan masalah matematis ada dua macam,
yaitu masalah mencari (problem to find) dan masalah membuktikan (problem to
prove). Masalah mencari yaitu masalah yang bertujuan untuk mencari,
menentukan, atau mendapatkan nilai objek tertentu yang tidak diketahui dalam
soal dan memberi kondisi yang sesuai. Sedangkan masalah membuktikan yaitu
masalah dengan suatu prosedur untuk menentukan suatu pertanyaan benar atau
tidak benar.
2.1.4.2 Pemecahan Masalah Matematika
Pemecahan masalah menurut Hudojo (2003: 151) adalah proses
mengintegrasikan konsep-konsep, teorema-teorema dan keterampilan yang telah
dipelajari ke situasi baru. Menurut Lidnillah (2011: 8), pemecahan masalah
memiliki 3 dimensi, yaitu : sebagai suatu tujuan pembelajaran matematika (goal),
sebagai proses berpikir (process), dan sebagai kemampuan dasar (basic skill).
Sebagai dimensi proses, pemecahan masalah dibelajarkan sebagai upaya untuk
mengembangkan kemampuan berpikir matamatik siswa dalam memecahkan
masalah matematika.
2.1.4.2.1 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah
Indikator kemampuan memecahkan masalah berikut ini tercantum dalam
Permendikbud RI Nomor 58 Tahun 2015 tentang Kurikulum 2013 SMP/MTs.
Ilustrasi yang dapat digunakan sebagai indikator kemampuan memecahkan
masalah seperti berikut ini.
21
(1) Memahami masalah.
Misalkan siswa diberikan permasalahan seperti berikut ini. Didu akan
membuat sebuah layang-layang. Panjang sisi terpendek dan terpanjang dari
layang-layang tersebut masing-masing yaitu (3x+7) cm dan (8x-8) cm. Coba
tentukan panjang benang yang Didu butuhkan untuk membuat layang-layang
tersebut jika panjang sisi terpendek 25 cm. Siswa dapat mengidentifikasi apa yang
diketahui dan yang ditanyakan dari permasalahan.
(2) Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam
mengidentifikasi masalah.
Dari contoh yang diberikan pada butir 1 di atas, siswa dapat
mengorganisasi data panjang sisi terpendek yaitu 25 cm dengan bentuk aljabar
(3x+7) dan mengaitkannya yaitu (3x+7) = 25 untuk memperoleh nilai x. Nilai x
tadi disubstitusikan ke (8x-8), bentuk aljabar dari panjang sisi terpanjang.
(3) Menyajikan suatu rumusan masalah secara matematis dalam berbagai bentuk.
Dari permasalahan pada butir 1, siswa dapat menyajikan masalah secara
matematika dalam bentuk model matematika, yaitu: panjang sisi terpendek yaitu
25 cm, bentuk aljabar dari sisi terpendek yaitu (3x+7) cm. Siswa juga dapat
menyajikan rumus keliling layang-layang.
(4) Memilih pendekatan dan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah.
Dari permasalahan pada butir 1, siswa dapat memilih pendekatan berpikir
logis terhadap data-data yang dimiliki. Siswa mampu berpikir bahwa (3x+7)= 25
mempunyai hubungan dengan panjang sisi terpanjang. Strategi yang siswa pilih
yaitu eliminasi persamaan tadi guna memperoleh nilai x. Nilai x kemudian
disubstitusikan ke bentuk aljabar sisi terpanjang. Siswa mengetahui rumus keliling
layang-layang untuk mencari panjang benang.
(5) Menggunakan atau mengembangkan strategi pemecahan masalah.
Dari permasalahan pada butir 1, siswa dapat menggunakan strategi
pemecahan masalah berupa (3x+7)= 25. Dengan eliminasi diperoleh x= 6.
Kemudian nilai x disubstitusikan ke (8x-8) guna mencari panjang sisi terpanjang.
22
Setelah itu, siswa menghitung keliling layang-layang guna mencari panjang
benang.
(6) Menyelesaikan masalah.
Siswa mampu menyelesaikan masalah yang terdapat pada butir 1 dengan
tepat dan memperoleh jawaban yang benar pada butir 1 yaitu 180.
(7) Menafsirkan hasil jawaban yang diperoleh untuk memecahkan masalah.
Dari permasalahan pada butir 1, siswa dapat menafsirkan hasil jawaban
25+25+40+40 = 180 merupakan panjang benang yang diperoleh dengan
menggunakan rumus keliling layang-layang. Jadi panjang benang yang
dibutuhkan Didu 180 cm.
Penelitian ini menggunakan indikator pencapaian kemampuan pemecahan
masalah menurut Permendikbud RI Nomor 58 Tahun 2015 tentang Kurikulum
2013 SMP/MTs guna menganalisis kemampuan pemecahan masalah siswa.
2.1.4.2.2 Tahap-Tahap Pemecahan Masalah
Dalam dimensi proses, pemecahan masalah adalah suatu proses berpikir
yang berupa tahapan-tahapan yang disebut heuristik. Heuristik adalah suatu
tahapan berpikir yang membantu pemecah masalah untuk menemukan solusi dari
masalah. Sebagai bagian dari pemecahan masalah, heuristik dapat dipelajari oleh
siswa secara bertahap sebelum dapat menggunakannya secara lengkap dalam
proses pemecahan masalah.
Salah satu model heuristik dikemukakan oleh Wickelgren dalam Lidnillah
(2011: 6). Model heuristik ini merupakan perincian dari heuristik Polya yang
terdiri dari 4 langkah pemecahan masalah, yaitu : menganalisis dan memahami
masalah (analyzing and understanding a problem); merancang dan merencanakan
solusi (designing and planning a solution); mencari solusi dari masalah (exploring
23
solution to difficult problem); dan memeriksa solusi (verifying a solution). Berikut
ini adalah rincian dari langkah-langkah tersebut.
1. Menganalisis dan memahami masalah (analyzing and understanding a
problem)
Indikatornya adalah sebagai berikut: a) membuat gambar atau ilustrasi jika
memungkinkan, b) mencari kasus yang khusus dan c) mencoba memahami
masalah secara sederhana
2. Merancang dan merencanakan solusi (designing and planning a solution)
Indikatornya adalah sebagai berikut: a) merencanakan solusi secara
sistematis dan b) menentukan apa yang akan dilakukan, bagaiamana
melakukannya serta hasil yang diharapkan
3. Mencari solusi dari masalah (exploring solution to difficult problem)
Indikatornya adalah sebagai berikut.
a. Menentukan berbagai masalah yang ekivalen, yaitu : penggantian
kondisi dengan yang ekivalen; menyusun kembali bagian-bagian
masalah dengan cara berbeda; menambah bagian yang diperlukan; serta
memformulasikan kembali masalah.
b. Menentukan dan melakukan memodifikasi secara lebih sederhana dari
masalah sebenarnya, yaitu : memilih tujuan antara dan mencoba
memecahkannya; mencoba lagi mencari solusi akhir; dan memecahkan
soal secara bertahap.
c. Menentukan dan melakukan memodifikasi secara umum dari masalah
sebenarnya, yaitu : memecahkan masalah yang analog dengan variabel
yang lebih sedikit; mencoba menyelsaikan dengan kondisi satu
variabel; serta memecahkan masalah melalui masalah yang mirip.
4. Memeriksa solusi (verifying a solution)
Indikatornya adalah sebagai berikut: a) menggunakan pemeriksaan secara
khusus terhadap setiap informasi dan langkah penyelesaian dan b) menggunakan
pemeriksaan secara umum untuk mengetahui masalah secara umum dan
pengembangannya
24
Kirkley (2003) menyebutkan bahwa model pemecahan masalah yang
umum pada tahun 60-an, adalah Bransford’s IDEAL model, yaitu:
(1) mengidentifikasi masalah (identify the problem),
(2) menetapkan masalah melalui proses berpikir dan memilah informasi yang
relevan (define the problem through thinking about it and sorting out the relevant information),
(3) mengeksplorasi solusi dengan melihat alternatif jawaban, mengumpulkan ide,
dan melihat kembali dari sudut pandang yang berbeda (explore solutions through looking at alternatives, brainstorming, and checking out different points of view),
(4) bertindak berdasarkan strategi (act on the strategies), dan
(5) melihat kembali dan evaluasi (look back and evaluate the effects of your activity)
Sujarwo (2012:26) menuliskan perbandingan tahap-tahap dalam
pemecahan masalah menurut beberapa ahli tersebut yang disajikan dalam Tabel
2.1 berikut.
Tabel 2.1 Perbandingan Tahap Pemecahan Masalah
Tahap-tahap pemecahan masalah
Dewey (1985) George Polya (1973) Krulick & Rudnick
(1995)
1. Pengenalan (recognition) 1. Memahami masalah
(understand the problem)
1. Membaca dan berpikir
(read and think)
2. Pendefinisian 2. Membuat rencana
(devise a plan)
2. Mengeksplorasi dan
merencanakan
(explore and plan)
3. Perumusan (formulations) 3. Melaksanakan
rencana (carry out the plan)
3. Memilih suatu strategi
(select a strategy)
4. Mencobakan (test) 4. Memeriksa kembali
(look back)
4. Menemukan suatu
jawaban (find an answer)
5. Evaluasi (evaluations) 5. Meninjau kembali dan
mendiskusikan
(review and extend)
Berikut disajikan uraian indikator dari kemampuan pemecahan masalah
berdasarkan tahapan pemecahan masalah oleh Polya dapat dilihat pada Tabel 2.2.
25
Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Berdasarkan Tahap
Pemecahan Masalah Oleh Polya
Tahap Pemecahan
Masalah Oleh PolyaIndikator
Memahami masalah Siswa dapat menyebutkan informasi-informasi yang
diberikan dari pertanyaan yang diajukan.
Membuat rencana Siswa memiliki rencana pemecahan masalah yang ia
gunakan serta alasan penggunaannya
Melaksanakan
rencana
Siswa dapat memecahkan masalah yang ia gunakan
dengan hasil yang benar.
Memeriksa kembali Siswa memeriksa kembali langkah pemecahan yang ia
gunakan
Menyangkut strategi untuk menyelesaikan masalah, Suherman (2003)
antara lain menyebutkan beberapa strategi pemecahan masalah yaitu sebagai
berikut: (1) act It out (menggunakan gerakan fisik atau menggerakkan benda
kongkrit), (2) membuat gambar dan diagram, (3) menemukan pola, (4) membuat
tabel, (5) memperhatikan semua kemungkinan secara sistematis, (6) tebak dan
periksa, (7) kerja mundur, (8) menentukan apa yang diketahui, apa yang
ditanyakan, dan informasi yang diperlukan, (9) menggunakan kalimat terbuka,
(10) menyelesaikan masalah yang mirip atau yang lebih mudah, dan (11)
mengubah sudut pandang.
2.1.5 Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal
2.1.5.1 Kategori Kesalahan Menurut Subandji
Menurut Subanji (Muttaqin, 2008: 11-13) jenis-jenis kesalahan yang
dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika antara lain sebagai
berikut.
1. Kesalahan Konsep
26
Indikatornya adalah sebagai berikut.
(1) Kesalahan menentukan teorema atau rumus untuk menjawab suatu masalah
(2) Penggunaan teorema atau rumus yang tidak sesuai dengan kondisi prasyarat
(3) Tidak menuliskan teorema
2. Kesalahan Menggunakkan Data
Indikatornya adalah sebagai berikut.
(1) Tidak menggunakan data yang seharusnya dipakai
(2) Kesalahan memasukkan data ke dalam variable
(3) Menambah data yang tidak diperlukan dalam menjawab suatu masalah
3. Kesalahan Interpretasi Bahasa
Indikatornya adalah sebagai berikut.
(1) Kesalahan menyatakan bahasa sehari-hari ke dalam bahasa matematika
(2) Kesalahan menginterpretasikan symbol, grafik dan tabel ke dalam bahasa
Matematika
(3) Kesalahan memahami bahasa dalam soal
4. Kesalahan Teknis
Indikatornya adalah sebagai berikut.
(1) Kesalahan perhitungan
(2) Kesalahan memanipulasi operasi dasar aljabar.
5. Kesalahan Penarikan Kesimpulan
Indikatornya adalah sebagai berikut.
(1) Melakukan penyimpulan tanpa alasan pendukung yang benar.
(2) Melakukan penyimpulan pernyataan yang tidak sesuai dengan penalaran logis
2.1.5.2 Kategori Kesalahan Menurut Soedadyatmojo
Menurut Soedadyatmojo (Kismiyanti, 2010: 14-15), kesalahan-kesalahan
siswa dalam mengerjakan soal matematika dapat diidentifikasi menjadi beberapa
aspek.
27
1. Aspek Bahasa
Kesulitan dan kekeliruan siswa dalam menafsirkan kata-kata atau symbol-
simbol dan bahasa yang digunakan dalam matematika
2. Aspek Imajinasi
Kesulitan atau kekeliruan dalam imajinasi ruang dalam dimensi tiga yang
berakibat salah dalm mengerjakan soal matematika
3. Aspek Prasyarat
Kesalahan dan kekeliruan siswa dalam mengerjakan soal matematika
karena bahan pelajaran yang merupakan prasyarat bagi bahan pelajaran yang
sedang dipelajari siswa untuk dikuasai
4. Aspek Tanggapan
Kesalahan dan kekeliruan siswa dalam penafsiran atau tanggapan siswa
terhadap konsepal. Rumus-rumus dan dalil-dalil matematika dalam
mengerjakan soal-soal matematika
5. Aspek Terapan
Kesalahan dan kekeliruan siswa dalam menerapkan rumus-rumus dan
dalil-dalil matematika dalam mengerjakan soal-soal matematika
2.1.5.3 Kategori Kesalahan Menurut Rachmadi
Dalam belajar matematika terkadang siswa mengalami kesulitan. Salah
satunya yaitu kesulitan dalam memahami dan menerapkan prinsip. Hal itu sering
terjadi karena tidak memahami konsep dasar yang melandasi atau termuat dalam
prinsip tersebut. Siswa yang tidak memiliki konsep yang digunakan untuk
mengembangkan prinsip sebagai suatu butir pengetahuan dasar, pasti mengalami
28
kesulitan dalam memahami dan menggunakan prinsip. Menurut Rachmadi (2008),
kesulitan dalam memahami dan menerapkan prinsip sering juga terjadi karena
siswa tidak berkemampuan dalam hal-hal yang terkait dengan algoritma yaitu:
a) tidak menguasai algoritma,
b) tidak memahami makna algoritma, dan
c.)tidak terampil dalam keterampilan dasar yang menyebabkan
1) kesalahan dasar,
2) kesalahan sistematik atau kesalahan prosedur, dan
3) kesalahan kalkulasi.
2.1.5.4 Kategori Kesalahan Menurut Watson
Menurut Watson dalam Moh. Asikin (2002), terdapat 8 kategori kesalahan
dalam mengerjakan soal yaitu sebagai berikut.
(1) Data tidak tepat (inappropriate data/ id)
Siswa berusaha mengoperasikan level yang tepat pada suatu masalah
tetapi memilih sebuah informasi atau data yang tidak tepat. Misalnya dalam soal
siswa diminta untuk menentukan luas daerah yang diarsir dan diketahui panjang
sisinya. Tetapi, siswa salah dalam menggunakan data yaitu panjang sisi yang tidak
tepat. Sehingga, hasil pekerjaan siswa menjadi salah.
(2) Prosedur tidak tepat (inappropriate procedure/ ip)
Siswa berusaha mengoperasikan level yang tepat pada suatu masalah
tetapi dia menggunakan prosedur yang tidak tepat. Misalnya dalam soal diketahui
kedua panjang diagonal bangun belah ketupat. Siswa diminta untuk menemukan
keliling bangun belah ketupat. Siswa mengetahui rumus keliling belah ketupat,
29
tetapi prosedur atau cara menggunakan rumus keliling tersebut tidak tepat karena
siswa kesulitan menentukan panjang sisi dari belah ketupat.
(3) Data hilang (ommited data/ od)
Siswa tidak menemukan informasi yang tepat namun masih berusaha
mengoperasikan level yang tepat pada suatu masalah. Sehingga penyelesaian
menjadi tidak benar. Misalnya, siswa diminta untuk menemukan luas daerah
trapesium. Dalam proses pengerjaan, siswa telah menuliskan rumus sampai
prosedur pengerjaannya dengan mensubstitusikan panjang sisi ke rumus luas
daerah trapesium dengan benar dan tepat. Akan tetapi, di tengah-tengah
pengerjaannya, siswa melewatkan sisi tinggi ke dalam proses penghitungannya.
Hal tersebut menyebabkan siswa tidak memperoleh jawaban yang benar karena
ada data yang hilang.
(4) Kesimpulan hilang (omitted conclusion/ oc)
Siswa menunjukkan kesimpulan pada level yang tepat kemudian gagal
menyimpulkan. Contoh kesimpulan hilang misalnya dalam soal diketahui ukuran
kertas karton. Karton tersebut akan dibuat model bangun layang-layang. Kedua
panjang diagonal layang-layang diketahui dalam soal. Kemudian siswa sudah
mendapatkan luas karton, luas daerah layang-layang dan menghitung banyak
model bangun layang-layang. Banyak model layang-layang diperoleh dari
pembagian luas daerah karton dengan luas daerah trapesium yang mana hasilnya
adalah 6,7. Siswa gagal menyimpulkan yaitu banyak model yang dapat dibuat
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Suherman, E. 2003. Common Text (Edisi Revisi) Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: FMIPA UPI.
Sujarwo, 2012. Proses Berpikir Siswa SMK dengan Kecerdasan Linguistik,
Logika Matematika dan Visual Spasial dalam Memecahkan Masalah
Matematika. Tesis. Surabaya: PPS Universitas Negeri Surabaya.
Sutrisna, Sulis. 2006. Aku Ingin Menjadi Ahli Matematika (untuk SMP Kelas 1). Jakarta: PT. Kawan Pustaka.
Widdiharto, Rachmadi. 2008. Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika: Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika SMP dan Alternatif Proses Remidinya. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.
Widjajanti, B. D. 2009. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa
Calon Guru Matematika: Apa dan Bagaimana Mengembangkannya.Makalah. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan
Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 402 – 413.
Yuwono, A. 2010. Profil Siswa SMA Dalam Memecahkan Masalah Matematika
Ditinjau dari Tipe Kepribadian. Tesis. Surakarta: PPS Universitas Sebelas
Maret.
264
Zaini, N.K, Wuryanto, & H. Sutarto. 2016. Peningkatan Kemampuan Pemecahan
Masalah dan Pengembangan Karakter Siswa Kelas VII Melalui Model PBL
Berbantuan Scaffolding. Unnes Journal of Mathematics Education Research, 5(1): 62-68.