DISKURSUS DAN IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK (UU KIP) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Disusun oleh: Alfiyyatur Rohmah NIM. 107051002162 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
174
Embed
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42773/1... · zona Proksemik, Valensi penghargaan komunikator, Rangsangan, Batasan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DISKURSUS DAN IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK (UU KIP)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Disusun oleh:
Alfiyyatur Rohmah
NIM. 107051002162
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
i
LEMBAR PERNYATAAN
Asslamu’alaikum Wr. Wb
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah penulis skripsi dengan
judul “Diskursus dan Implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi
Publik (UU KIP)” dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan dalam bentuk referensi, baik footnote atau pun daftar pustaka
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli atau
merupakan duplikasi karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Demikian lembar pernyataan ini dibuat, diharapkan dapat dipergunakan
dengan semestinya. Terima Kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 19 September 2011
ALFIYYATUR ROHMAH
ii
ABSTRAK
Nama : Alfiyyatur Rohmah NIM : 107051002162 Diskursus dan Implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Keterbukaan Informasi merupakan cita-cita yang ingin diwujudkan pasca reformasi 1998. Tujuannya dari transparansi informasi adalah untuk memantau kinerja badan publik pemerintah maupun non pemerintah agar tidak terjadi penyimpangan dalam badan publik tersebut. melihat fenomena ini, koalisi keterbukaan informasi mencoba mengusulkan UU yang menjamin publik dalam memperoleh informasi. Undang-Undang ini diharapkan dapat menjadi payung hukum untuk masyarakat dalam memperoleh informasi yang lebih transparan.
Bagaimana diskursus keterbukaan informasi menurut komisioner Komisi Informasi Publik, pemerintah, media, dan anggota Komisi 1 DPR-RI KIP dan LSM Seknas Fitra? Bagaimanakah implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik tarhadap informasi untuk publik dan informasi pengecualian? Bagaimana respon masyarakat yang muncul setelah UU KIP diimplementasikan?
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Yaitu penelitian secara mendalam kemudian digambarkan ketika melakukan hasil laporan penelitian. Peneliti juga menggunakan peneliti menggunakan format penelitian studi kasus intrinsik, yaitu peneliti ingin lebih memahami sebuah kasus tertentu. Studi ini ditempuh bukan karena menggambarkan sifat atau problem tertentu, namun karena dalam seluruh aspek kekhususan dan kesederhanaannya, kasus tersebut menarik minat.
Dalam melihat diskursus dan implementasi terhadap UU Keterbukaan Informasi Publik, teori yang digunakan adalah teori Konstruksi sosial atas realitas dari Peter L.Berger dan Thomas Luckmann yang mengenai subjective reality, symbolic reality, dan objective reality. Selain itu peneliti juga menggunakan teori pelanggaran harapan dari Burgoon dan Hale dengan konsep Hubungan ruang, zona Proksemik, Valensi penghargaan komunikator, Rangsangan, Batasan ancaman, dan Valensi pelanggaran.
Berdasarkan hasil penelitian, temuan yang didapatkan oleh peneliti adalah Undang-Undang akan menjadi sesuatu yang terarah dan terlembaga jika terjadi diskursus didalam proses pembentukkannya. Melalui diskursus, publik akan menyadari keberadaan UU Keterbukaan Informasi Publik dan mengendapkannya dalam diri sehingga terjadi proses internalisasi dimana publik dapat menolak, mereduksi, atau menerima Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Selain itu peneliti juga menemukan hambatan dan kelemahan implementasi Undang-undang KIP serta respon masyarakat mengenai implementasi ini. Kurangnya respon masyarakat juga timbul dari pelanggaran harapan publik mengenai transparansi informasi dan layanan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh publik.
iii
KATA PENGANTAR
Asslamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, yang telah memerintahkan
umatNya dengan nuun wal qolam, Sang Pencipta yang telah memberi kemampuan
umatNya untuk selalu berpikir, bergerak dan menghasilkan karya yang
bermanfaat.
Sholawat dan salam terlimpah curahkan kepada Baginda Nabi Muhammad
SAW yang selalu memberikan petunjuk dan pencerahan bagi kehidupan, yang
telah membawa umatnya minadzulumati ilannur, dan kesejahteraan semoga selalu
tercurahkan kepada keluarga besar beliau, sahabat-sahabatnya-Nya, tabi’in-
tabi’uttabiin, dan kita sebagai umatnya semoga mendapatkan syafaatnya kelak.
Amin.
Sungguh tak ada zat yang Maha Dahsyat selain Illahi Rabbi, karena
dengan izinNya lah skripsi ini dapat diselesaikan, kekuatan dapat terkumpulkan,
dan menjadi karya yang diharapkan dapat bermanfaat bagi sesama.
Tak ada alasan terbesar peneliti menyelesaikan karya ilmiah ini, kecuali
untuk mengungkapkan terima kasih kepada kedua orang tua peneliti yang telah
memberikan support moril maupun materil. Terima kasih kepada ayahanda Drs.
Aly Anwar, M. Mpd yang selalu mendukung, mensupport, dan menularkan
kecerdasannya kepada peneliti. Terima kasih yang sangat amat tak terhingga
untuk Ibunda tersayang tercinta Dra. Bunyanah yang selalu mendengar keluh
kesah peneliti dalam menggarap karya ilmiah ini.
Dengan penuh kerendahan hati dan kesadaran diri, peneliti sadar bahwa
skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril
iv
maupun materiil, sudah sepatutnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan demi
terselesaikannya penelitian skripsi ini. Maka peneliti berterima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Pudek I Drs. Wahidin Saputra, M.A, Pudek II Drs. H.
Mahmud Jalal, M.A, Pudek III Drs. Study Rizal LK, M.A.
3. Drs. Jumroni, M.Si dan Umi Musyarofah, M.A selaku Ketua Jurusan dan
Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
4. Gun Gun Heryanto, M.Si, dosen pembimbing dan guru terbaik yang banyak
membimbing tidak hanya dalam penyelesaian skripsi ini, tetapi juga
membimbing bagaimana berbagi dengan sesama untuk kecerdasan bangsa. You
are the best teacher.
5. Prof. Andi Faisal Bakti, Ph.D sebagai pembimbing Akademik dan seluruh
Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan memberikan
ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama menempuh pendidikan di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga peneliti dapat mengamalkan
ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan, Amin.
6. Dr. Hj. Roudhonah, MA sebagai penguji satu dan Dr. Fatmawati, MA sebagai
penguji dua yang telah memberikan kritik dan salam dalam rangka melengkapi
karya ilmiah ini.
7. Bapak A. Alamsyah Saragih sebagai ketua Komisi Informasi Pusat periode
2008-2011, bapak Effendy Choiry anggota DPR-RI komisi I, bapak
v
Supomo sebagai direktur Komunikasi Informasi Publik Kemenkominfo,
bapak Syamsul Mahmudin sebagai reaktur pelaksana majalah Forum
Keadilan, dan M.Maulana sebagai staff resources center Seknas Fitra,
yang telah bersedia diwawancara dalam rangka mengumpulkan data-data
untuk penyusunan skripsi ini.
8. Adik-adikku, M. Bisyri yang sering mambantu peneliti dan menemani
peneliti pada masa-masa semedi pengerjaan skripsi ini dan M. Farid
Nauval adik terakhirku.
9. Dhany Permadi yang sangat banyak membantu peneliti dalam pengerjaan
skripsi ini. Yang mau berpanas-panasan menemani peneliti untuk bertemu
narasumber dan dukungan tak terbatas yang selalu diberikan olehnya.
10. Ahmad Tamamy, Shulhan Rumaru, Fakhrunnisa, kak Ayurisma, dan kak
imel, yang telah meluangkan waktunya untuk sharing dan berbagi info
serta kawan-kawan seperjuangan dalam menyusun dan menyelesaikan
tugas akhir perkuliahan ini, dan ka imel, yang menyemangati peneliti.
11. Kawan-kawan mahasiswa seperjuangan KPI angkatan 2007, khususnya
KPI D yang sudah banyak sekali mendahului peneliti menjadi “tukang
sarjana”, telah memberikan banyak cerita, pengalaman dan inspirasi untuk
peneliti. Semoga keberkahan ilmu menyertai kita. Last but not least,
kawan-kawan Forum Studi Media “karpet merah” dan guru-guru terbaik
The Political Literacy Institute yang banyak sekali memberikan ilmu-ilmu
tak terhingga sehingga wawasan peneliti banyak bertambah.
Ciputat, 19 September 2011
Alfiyyatur Rohmah 107051002162
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... i
ABSTRAK ..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
DAFTAR BAGAN ......................................................................................... x
DAFTAR DIAGRAM .................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ........................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 9
D. Tinjauan Pustaka ................................................................. 10
E. Paradigma penelitian ........................................................... 11
F. Metodologi Penelitian ......................................................... 12
G. Sistematika Penulisan ......................................................... 18
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Teori Konstruksi Sosial ....................................................... 20
B. Teori Pelanggaran Harapan ................................................. 24
1. Hubungan Ruang .......................................................... 24
2. Zona Proksemik ............................................................ 25
3. Valensi Penghargaan Komunikator ............................... 27
Reformasi telah melahirkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi
Publik. Keterbukaan dalam mandapatkan informasi yang berkaitan dengan
kepentingan bersama dalam Negara sedang diperjuangkan. Informasi menjadi
sangat penting untuk pengembangan diri dan lingkungan, serta menjadi sesuatu
yang krusial bagi ketahanan Negara.
Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola,
dikirim, atau diterima oleh Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara
dan penyelenggaraan Negara atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan
Publik lainnya sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang
berkaitan dengan kepentingan publik.
Keterbukaan Informasi merupakan suatu bentuk pemeliharaan pemimpin
terhadap suatu amanat. Pemimpin yang dalam hal ini adalah pejabat publik
diharapkan mampu menjaga amanat publik karena mereka menggunakan uang
rakyat berupa dana APBN, APBD, sumbangan masyarakat maupun sumbangan
dari luar negeri. Dalam surat An-Nisaa ayat 58:
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
2
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha melihat.”1
Memperoleh informasi adalah hak bagi warga Negara, menurut John
Locke, keadaan alamiah (state of nature) adalah suatu keadaan harmonis, yang
ditandai dengan persamaan hak dan kebebasan semua manusia. “Setiap manusia,”
demikian tulisan Locke, “dilahirkan bebas dan setara.”2 Maka itu, setiap manusia
memiliki hak-hak yang tak dapat dilepaskan dari dirinya. Hak-hak tersebut adalah
hak untuk hidup, kebebasan, dan hak milik.3
Undang-undang Keterbukaan Informasi publik diawali dari lahirnya
reformasi, kemudian tahun 2000 koalisi keterbukaan Informasi membuat draft UU
KMIP (Kebebasan Memperoleh Informasi dan Dokumentasi) yang di ajukan
kepada komisi I DPR RI, melalui berbagai macam perdebatan dan melalui proses
kurang lebih selama delapan tahun, DPR RI meluluskan draft KMIP dengan
merubah RUU tersebut menjadi UU Keterbukaan Informasi Publik.
Informasi di era reformasi membutuhkan aturan untuk mengatur
pendistribusian informasi. Dapat diambil contoh informasi yang disengketakan
oleh seknas Fitra mengenai dana anggaran partai politik. Melalui UU KIP Seknas
Fitra mengajukan sengketa melalui Komisi Informasi Pusat. Selain itu kasus 17
nama rekening gendut POLRI yang di ajukkan ICW melalui Komisi Informasi
Pusat. POLRI adalah badan Publik yang dananya didapat dari APBN sehingga
1 Al-Qur’anul Kariim, surat Annisaa ayat 58. 2 John Locke, Two Treaties of Goverment: A Critical Edition with an Introduction and
Apparatus Criticus by Peter Laslet, (London: Cambridge University Press, 1970), h.127. 3 Rezza A. A. Wattimena, Melampaui Negara Hukum Klasik, (Yogyakarta: Kanisius,
2007), h.16.
3
POLRI harus memberikan informasi yang diminta oleh publik jika informasi
tersebut menyangkut kepentingan publik.
Pada tanggal 30 April 2008, pemerintah mengeluarkan produk Undang-
Undang Keterbukaan Informasi Publik yang berisikan tentang hak-hak warga
Negara untuk mengetahui informasi-informasi yang berkaitan dengan badan
publik, yaitu pemerintah, non pemerintah, dan badan lain yang tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan Negara, yang sebagian atau
seluruhnya dananya bersumber APBN atau APBD, atau organisasi non
pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN atau
APBD, sumbangan masyarakat, atau luar negeri.4
Latar belakang dibentuknya UU KIP ini berawal dari reformasi pada tahun
1998 yang ditandai dengan tuntutan demokratisasi, Transparansi, dan supremasi
hukum. Salah satu konsekuensi dari tuntutan tersebut adalah ditetapkannya UU
No. 14/ 2008 tentang KIP yang bertujuan mewujudkan tata kelola pemerintahan
yang baik dan bertanggungjawab (good governance) melalui prinsip-prinsip
akuntabilitas, transparansi, dan suplemasi hukum, serta melibatkan partisiapasi
masyarakat dalam setiap proses kebijakan publik. Penerapan prinsip-prinsip good
governance itu sangat tergantung pada persiapan masing-masing badan publik
dalam mengelola informasi dan dokumentasi. 5
Dalam Undang-Undang keterbukaan informasi sudah dijelaskan bahwa
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-
Undang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar
4 NN, Badan Publik, diunduh pada tanggal pada tangga 23 Nov 2010 pukul 22.58,
sumber http://www.kebebasaninformasi.org/index2.php?pilih=kolom&noid=33 5 Sopomo, Peranan PPID dalam Implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik,
Disampaikan pada Diklat Jabatan Fungsional Pranata Humas Tingkat Ahli Pusdiklat Kementrian Kominfo, Jakarta, 20 Juli 2011.
4
layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui
mediasi atau ajudikasi nonlitigasi. Mediasi adalah penyelesaian sengketa
informasi publik antara para pihak melalui bantuan mediator Komisi Informasi.
Sedangkan ajudikasi nonlitigasi adalah proses penyelesaian sengketa informasi
publik antara para pihak yang diputus oleh Komisi Informasi.6
Undang-Undang keterbukaan informasi publik ini dicetuskan oleh
pemerintah Indonesia pada tahun 2008 tetapi baru diterapkan dua tahun kemudian
dengan alasan menunggu pembangunan infrastruktur teknis dan informasi. Jika
infrastruktur telah lengkap akan lebih mudah bagi masyarakat untuk mendapatkan
informasi publik.
Dalam UU ini, publik diberikan kewenangan untuk mengetahui segala
informasi yang bersumber dari dana APBN/APBD kecuali beberapa informasi
yang dikecualikan. Informasi yang diperbolehkan publik ketahui adalah segala
informasi yang menyangkut hajat hibup orang banyak dan berasal dari dana
APBN atau APBD tersebut kecuali Informasi yang apabila dibuka dapat
menghambat proses penegakan hukum; Hak atas Kekayaan Intelektual dan
perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat; Informasi yang apabila dibuka
dapat membahayakan keamanan dan pertahanan Negara; Informasi yang
mengungkapkan kekayaan alam Indonesia; Informasi yang merugikan ketahanan
ekonomi nasional dan hubungan luar negeri; Informasi yang mengungkapkan akta
otentik bersifat pribadi atau wasiat seseorang. Pengecualian informasi tersebut
6 MTH, Komisi Informasi Pusat, diunduh pada tanggal 23 Nov 2010 pukul 22.58 dari
bertujuan untuk mempertahankan dan mengawasi kebebasan pers dalam
menginformasikan suatu berita.7
Undang- Undang keterbukaan informasi publik ini sudah disahkan per 30
April 2008 dan diterapkan mulai tanggal 1 April 2010. Undang-Undang ini masih
kurang sosialisasinya, padahal jika UU ini kurang penerapan sosialisasinya, maka
akan benyak pihak yang akan terjerat hukum pidana. Seperti contoh jika pegawai
instansi pelayanan publik tidak memberikan informasi yang dibutuhkan oleh
publik, maka ia akan dikenakan pidana satu tahun penjara dan atau denda lima
juta rupiah. Sedangkan jika ada yang menginformasikan informasi-informasi
pengecualian kepada publik, maka ia akan mendapatkan sangsi dua tahun penjara
atau denda sepuluh juta rupiah.
Kurangnya sosialisasi di tingkat daerah atau KID (Komisi Informasi
Daerah) menjadikan Undang-Undang ini belum juga diterapkan pada instansi-
instansi pemerintah maupun non pemerintah. Sampai saat ini baru delapan
propinsi yang sudah mempunyai komisi keterbukaan informasi publik.
Tujuan utama dari dibentuknya UU KIP ini adalah mempermudah
masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai transparansi dana-dana yang
menggunakan APBN atau APBD untuk diketahui masyarakat, memudahkan
masyarakat memenuhi hak-haknya sebagai warga Negara untuk mengakses
informasi-informasi yang berkaitan dengan kepentingan antara dirinya dan
Negara. Selain itu, tujuan lain dibentuknya UU KIP adalah menerapan nilai-nilai
demokrasi secara absolut dalam setiap penyelenggaraan Negara menjadi agenda
utama pembaharuan tatanan kenegaraan dalam rangka menciptakan suatu
7 MTH, Komisi Informasi Pusat, diunduh pada tanggal 23 Nov 2010 pukul 22.58 dari http://www.komisiinformasi.go.id/index.php/subMenu/321.
6
pemerintahan yang Good Governance dan Clean Government. Hak memperoleh
informasi dijamin oleh konstitusi di mana kesadaran akan hak-hak asasi manusia
melalui beberapa konvensi Internasional di bidang HAM.
Undang-Undang KIP diterbitkan setelah Undang-Undang ini diajukan
tanggal 1 April 2008, tetapi baru bisa dilaksanakan tanggal 1 Mei 2010. Hambatan
yang terjadi, selain menunggu infrastruktur informasi, sejumlah materi krusial
yang proses pembahasannya alot, antara lain tentang judul dan definisi. Awalnya
UU KIP ketika masih menjadi sebuaah rancangan berjudul Rancangan Undang-
Undang Kebebasan Informasi Publik (RUU KMIP) yang telah diperjuangkan
sejak tahun 2000 – saat Pemerintahan Megawati – oleh koalisi Kebebasan
Informasi. Kemudian proses legislasi RUU KMIP ini dilanjutkan oleh Komisi I
DPR RI periode 2004-2009 hingga menjadi Usul Insentif mengalami perubahan
nama menjadi RUU Kebebasan Informasi Publik, akhirnya berubah lagi menjadi
Keterbukaan Informasi Publik.
Uraian di atas menjadi penting di kaji dan disosialisasikan untuk
membantu kelancaran penerapan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
Hal ini terjadi karena Komisi Informasi Daerah yang seharusnya sudah terbentuk
per 10 Maret 2010 ternyata tidak sesuai jangka waktu. Sampai saat ini baru
delapan daerah yang memiliki Komisi Informasi Daerah (KID). Dengan tenggang
waktu cukup lama dalam pembentukan KID ini, maka implementasi pada
masyarakat pun menjadi terhambat.
Kemudian dengan adanya pengecualian informasi dalam Undang-Undang
ini, maka peneliti merasa harus mengadakan penelitian guna mengetahui
7
diskursus penafsiran keterbukaan informasi dari berbagai pihak yang
bersangkutan langsung dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi ini.
Peneliti juga ingin mengetahui kelemahan komisi informasi pusat dalam
penerapan UU KIP sehingga implementasi UU ini ke ranah publik menjadi
terhambat. Dengan adanya keterhambatan penerapan UU KIP maka publik akan
merasa harapan mengetahui informasi-informasi secara fakta menjadi terlanggar.
Penelitian ini menjadi penting dilakukan karena sosialisasi mengenai
keterbukaan Informasi Publik masih sangat minim. Masih banyak badan publik
yang belum memahami Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik da
membuat PPID dilembaganya.
Dari paparan masalah seperti di atas, akhirnya peneliti tertarik untuk
meneliti diskursus, penerapan dan manfaat UU KIP dalam penyajian informasi di
masyarakat. Sehingga peneliti menjadikan paparan di atas sebagai latar belakang
atau landasan, mengapa topik ini di angkat dan dijadikan sebagai penelitian ilmiah
yang berjudul: Diskursus dan Implementasi terhadap Undang-Undang
Keterbukaan Informasi Publik.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti mengindentifikasi masalah penelitian tentang:
Diskursus, Implementasi dan Pelanggaran Harapan terhadap Undang-Undang
Keterbukaan Informasi Publik.
8
2. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini, peneliti membatasi masalah yang bertujuan untuk
menghindari terjadinya perluasan materi yang akan dibahas. Penelitian ini dibatasi
hanya pada:
a. Diskursus yang meliputi penafsiran-penafsiran dari komisioner informasi
publik, pemerintah, media, dan anggota DPR sebagai pembentuk regulasi UU
KIP dan lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
b. Implementasi Undang-Undang kepada badan publik yang diprakarsai oleh
Komisi Informasi Pusat.
c. Respon masyarakat yang dimunculkan setelah UU KIP diimplementasikan
pada masyarakat. Respon disini bukanlah respon dalam penelitian kuantitatif,
tetapi respon mengenai kepuasan menurut anggota masyarakat yang pernah
menggunakan UU ini untuk mendapatkan informasi.
d. Undang-Undang keterbukaan Informasi Publik yang disahkan pada tanggal
30 April 2008 dan diterapkan tanggal 1 April 2010.
3. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagaimana diskursus keterbukaan informasi menurut komisioner Komisi
Informasi Publik, pemerintah, media, dan anggota Komisi 1 DPR-RI dan
LSM?
b. Bagaimanakah implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik
tarhadap informasi untuk publik dan informasi pengecualian?
c. Bagaimana respon masyarakat yang muncul setelah UU KIP
diimplementasikan?
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sebuah penelitian tentu saja mengacu pada tujuan yang ingin dicapai.
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui diskursus keterbukaan informasi menurut komisioner
Komisi Informasi Publik, pemerintah, media, dan anggota Komisi 1 DPR-RI
dan LSM.
b. Untuk mengetahui implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi
Publik tarhadap informasi untuk publik dan informasi pengecualian.
c. Untuk mengetahui respon masyarakat yang muncul setelah UU KIP
diimplementasikan.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi perkembangan keilmuan
komunikasi khususnya jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Terutama studi
tentang Undang-Undang pemerintah dengan fokus pada implementasi UU
Keterbukaan Informasi Publik terhadap Komisi Informasi Pusat dan Sekaligus
menjadi sebuah analisis kasus melalui pendekatan teori Konstruksi Sosial dari
Thomas Luckmann dan Peter L.Berger sebagai payung teori, dan teori
Palanggaran Harapan (Expectancy Violations) dari Burgoon dan Hale untuk
mengetahui respon masyarakat yang pernah menggunakan UU KIP ini. Penelitian
ini juga diharapkan dapat menjadi acuan untuk menambahkan kurikulum mata
kuliah pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam agar mahasiswa memahami
pentingnya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
10
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi bagi civitas academia bidang
komunikasi, instansi publik, dan masyarakat untuk mengetahui pentingnya
sosialisasi UU Keterbukaan Informasi Publik agar dapat melaksanakan UU
tersebut secara real. Serta menyarankan pentingnya UU Keterbukaan Informasi
publik untuk mensosialisasikan pada universitasagar memahami UU KIP kerena
Universitas termasuk dalam badan publik yang harus memiliki Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, peneliti juga mengadakan tinjauan pustaka. Dengan
mengadakan tinjauan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah, Universitas
Indonesia dan perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Peneliti
malakukan tinjauan pustaka ini guna memastikan apakah ada judul atau tema
yang sama dengan penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelusuran peneliti, terdapat skripsi yang meneliti
tentang Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yaitu Analisis Framming
Rancangan Undang-Undang Memperoleh Informasi Publik (UU KMIP): di
www.bipnewsroom info Badan Informasi Publik Departemen Komunikasi dan
Informasi tahun 2007 oleh Untung Sutomo mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran
Islam. Isi dari penelitian ini adalah analisa framing mengenai pemberitaan
rancangan Undang-Undang KMIP. Tentu saja penelitian tersebut berbeda dengan
penelitian yang peneliti lakukan. Karena peneliti akan melakukan penelitian
11
mengenai Diskursus, Implementasi dan Pelanggaran Harapan terhadap Undang-
Undang Keterbukaan Informasi Publik.
Dengan demikian, keyakinan peneliti dalam menyusun karya ilmiah ini
menjadi sangat berharga untuk menambah wawasan peneliti, para pembaca, dan
menyumbangkan koleksi karya ilmiah di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
E. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah
paradigma konstruktivis. Paradigma ini memiliki banyak persamaan dengan pasca
empiris dan teori kritis. Menurut Kuhn, semesta secara epistimologis (konsep
paradigma) dan konstruktivis adalah hasil konstruksi sosial. Konstruktivisme ini
mengemukakan setidaknya tiga prinsip dasar. Pertama, anti fondasionalisme,
artinya tidak ada satu fondasi atau satu metode ilmiah yang terpercaya dan mantap
bagi dunia ilmu pengetahuan. Namun berbeda dengan pascaempirisme yang
mengidealkan objektivisme. John K. smith justru mengemukakan bahwa prinsip
ini cenderung membawa konstruktivisme pada relativisme, bahkan dituduh
sebagai nihilisme, karena penolakannya terhadap nilai objektif dan tidak adanya
nilai-nilai universal yang dapat dijadikan sebagai pegangan sehingga senua
pengetahuan dan nilai-nilai menjadi sama absahnya dan bersifat relative.8
Konstruktivisme menolak pengertin ilmu sebagai yang “terberi” dari objek
pada subjek yang mengetahui. Unsur subjek dan objek sama-sama berperandalam
mengonstruksikan ilmu pengetahuan. Konstruktivisme membuka cakrawala baru
8 Akhyar Yusuf Lubis dan Donny Gahral Adian, Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan,
(Jakarta: Koekoesan, 2011), h. 130.
12
dengan mengakui adanya hubungan antara pikiran yang membentuk ilmu
pengetahuan dengan objek atau eksistensi manusia. Dengan demikian, paradigma
konstruktivis mencoba menjembatani dualism objektivisme-subjektivisme dengan
mengafirmasi peran subjek dan objek dalam konstruksi ilmu pengetahuan.9
Bagan-1
Kontinum Pemetaan Paradigma Penelitian
Subjektivis Objektivis
Garis utuh : teori utama
Garis putus-putus : konsep
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Badgan dan Taylor, dalam buku Metodologi Penelitian Kualitatif
mendefinisikan, metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau tulisan dari orang-orang dan prilaku
9 Akhyar Yusuf Lubis dan Donny Gahral Adian, Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan, h.
136.
Teori Konstruksi
Sosial
Teori Pelanggaran
Harapan
Konsep Montesqui (Trias Politica)
Konsep struktur Politik (Gabriel A. Almond)
13
yang dapat diamati. Metodologi juga dapat diartikan sebagai proses, prinsip, dan
prosedur yang kita gunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban.10
Dengan ungkapan lain, metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk
mengkaji topik penelitian. Metodologi dipengaruhi atau berdasarkan perspektif
teoritis yang kita gunakan untuk melakukan penelitian, sementara perspektif
teoritis itu sendiri adalah suatu kerangka penjelasan atau interpretasi yang
memungkinkan peneliti memahami data dan menghubungkan data yang rumit
dengan peristiwa dan situasi lain.11
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini bersifat kualitatif,
adapun pendekatan yang digunakan dalam peneltian ini adalah kualitatif deskriptif
yaitu penelitian secara mendalam kemudian digambarkan ketika melakukan hasil
laporan penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan format penelitian studi kasus
intrinsik, yaitu peneliti ingin lebih memahami sebuah kasus tertentu. Studi ini
ditempuh bukan karena menggambarkan sifat atau problem tertentu, namun
karena dalam seluruh aspek kekhususan dan kesederhanaannya, kasus tersebut
menarik minat. Untuk sementara peneliti mengabaikan rasa keingintahuannya
yang lain agar kasusnya dapat memunculkan kisah uniknya sendiri. Tujuannya
bukan untuk memahami konstruk abstrak atau fenomena umum tertentu
melainkan studi ini ditempuh karena minat intrinsic pada masalah tertentu.12
10 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta :
LKiS, 2001), h. 3. 11 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.), Cet Ke: 5, h. 145. 12 Norman K. Denzin dan Yvonna S. Linclon diterjemahkan oleh Dariyanto DKK,
Handbook of Qualitative Research, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009), h. 301.
14
Dalam hal ini individu atau organisasi harus dipandang sebagai bagian dari
suatu keseluruhan. Artinya tidak boleh diisolasikan ke dalam variabel atau
hipotesis. Crasswell menyebutkan seperti dalam kutipan Eriyanto bahwa beberapa
asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu pertama, peneliti kualitatif lebih
memperhatikan proses daripada hasil. Kedua, peneliti kualitatif lebih
memerhatikan interpretasi. Ketiga, peneliti kualitatif merupakan alat utama dalam
mengumpulkan data dan analisis data serta peneliti kualitatif harus terjun
langsung ke lapangan, melakukan observasi partisipasi di lapangan. Keempat,
peneliti kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses penelitian,
interpretasi data dan pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar.13
Pendekatan partisipatoris juga digunakan oleh peneliti supaya
mendapatkan hasil penelitian yang lebih valid. Pertisipasi adalah kontribusi
sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan
keputusan.
Partisipasi yang digunakan oleh peneliti adalah pertisipasi atas permintaan
setempat. Artinya pendekatan pra dan kegiatan penelitian, pendekatan yang
didorong oleh permintaan yaitu kegiatan proyek berfokus lebih pada menjawab
kebutuhan yang dinyatakan oleh masyarakat setempat, bukan kebutuhan yang
dirancang dan disuarakan oleh orang luar. Kegiatan bukanlah proyek yang tipikal,
tidak ada jadwal untuk intervensi fisik, tidak ada rencana pelaksanaan atau
struktur proyek, dan tidak ada komando satu arah kepada proyek kepada
kelompok sasaran.14
13 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 3. 14 Britha Mikkelsen, Metodologi Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya
Pemberdayaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), h. 65-68.
15
2. Subjek Penelitian
Dalam riset Ilmu sosial, hal yang penting adalah menentukan sesuatu yang
berkaitan dengan apa atau siapa yang ditelaah.15 Dalam penelitian ini yang
menjadi subyek penelitiannya adalah Komisi Informasi Pusat, badan publik,
anggota legislatif, lembaga swadaya masyarakat dan wartawan media cetak.
a. Komisioner Komisi Informasi Pusat
b. Anggota DPR RI komisi satu
c. Direktur Komunikasi Publik Kemenfominfo,
d. Redaktur Pelaksana (Redpel) Majalah FORUM Keadilan
e. LSM Seknas FITRA
3. Objek Penelitian
Adapun yang menjadi obyek penelitian adalah diskursus terhadap
keterbukaan informasi, implementasi terhadap UU Keterbukaan Informasi, dan
pelanggaran harapan publik yang ditimbulkan dari diterbitkannya UU
Keterbukaan Informasi Publik.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Documentation: caranya mengumpulkan dokumen-dokumen terkait
dengan naskah Undang-Undang keterbukaan informasi publik dan
dokumen pendukung lainnya yang relevan dengan substasni penelitian.
b. Indept interview: wawancara mendalam dengan key informan yang relevan
dengan substansi masalah penilitian. Adapun wawancara mendalam akan
dilakukan dengan Anggota Komisi Informasi Pusat, badan publik,
Lembaga civil society, wartawan, dang anggota komisi 1 DPR-RI.
c. Non structure observation: observasi langsung tidak terstruktur dengan
mengamati perkembangan-perkembangan yang terjadi mengenai UU
Keterbukaan Informasi Publik. Observasi atau disebut pula dengan
pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek
dengan menggunakan seluruh alat indra.16 Observasi dalam penelitian ini
dilakukan lebih pada observasi perkembangan informasi mengenai
penerapan dan manfaat UU KIP terhadap badan publik pemerintah.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Bagan-2
Lingkaran Prosedur
Pengumpulan Data ( a data collection circle)17
Sumber: Arikunto, (Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, 2002, h. 133)
16 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2002), cet-5, h. 133. 17 Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, h. 133.
Akses & membuat
hub (2)
Penentuan Informan
(3)
Mengumpulkan Data (4)
Merekam informasi
(5)
Memilih isu Data (6)
Menyimpan data (7)
Menentu-kan Lokasi (1)
17
Model lingkaran pengumpulan data dari Creswell tersebut di atas
mengandung pemahaman bahwa pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan tidak bisa
terpisah melainkan satu sama lain saling terhubung dan menjadi kesatuan utuh
prosedur. Titik permulaan prosedur dalam pandangan Creswell adalah penentuan
tempat atau individu.
6. Teknik Analisis Data
Analisa data menurut Patton adalah proses mengatur uraian data.
Mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satu uraian dasar.18
Data yang terkumpul melalui wawancara mendalam dan dokumen-dokumen di
klasifikasikan ke dalam kategori-kategori tertentu.19
Dalam analisis data yang telah terkumpul kemudian dianalisis, peneliti
melakukan dengan analisis deskriptif interpretatif, yaitu dengan menganalisis
setiap data atau fakta yang ditemukan lebih dekat, mendalam, mengakar, dan
menyeluruh.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori konstruksi sosial dari
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, dan teori Nonverbal Expectacy Violations
menurut Burgoon dan Hale.
7. Format Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai penerapan Undang-
Undang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam menerapkan Undang-Undang ini
diperlukan beberapa peran aktif dari orang-orang yang berpengaruh dalam
18 Moeleng, Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,1993), h.
103.
19 Rachmat Kriyatoni, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 193.
18
pemerintahan. Untuk mengimplementasikan UU KIP ini hak andil institusi-
institusi kemasyarakatan, struktur sosial, yang peduli dan dapat menjembatani
antara masyarakat dan pemerintah. Selain itu, pola pemberian informasi dalam
menyosialisasikan UU KIP ini juga sangat membantu mengimplementasikan
Undang-Undang dengan cara menelurkan inovasi baru untuk pemerintah dan
masyarakat.
Dari sinilah peneliti ingin meneliti mengenai diskursus tafsir dari kata
keterbukaan informasi dalam UU Keterbukaan Informasi Publik, bagaimana
implementasinya kepada media publik terhadap Undang-Undang ini, dan
pelanggaran harapan publik setelah berjalannya implementasi oleh badan publik.
G. Sistematika Penelitian
Agar penelitian ini lebih sistematis sehingga tampak adanya gambaran
yang terarah, logis dan saling berhubungan antara satu bab dengan bab
berikutnya, maka penelitian ini disusun ke dalam lima bagian.
BAB I Merupakan bab pendahuluan yang membahas tentang Latar
Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan masalah, Tujuan
dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, tinjauan Pustaka
dan Sistematika Penelitian.
BAB II Bab ini berisikan teori-teori yang relevan digunakan dalam
penelitian skripsi untuk menganalisa dan merancang sistem yang
diperoleh dari berbagai sumber seperti rekaman video, buku
maupun internet yang menjadi landasan penelitian skripsi ini
19
diantaranya terdapat teori konstruksi sosial dan Expectancy
Violations Theory (teori pelanggaran harapan).
BAB III Mengenai gambaran umum tentang Undang-Undang Keterbukaan
Informasi Publik yang berupa kerangka landasan diterbitkannya
UU KIP, tujuan diterbitkannya UU tersebut dan bagaimana profil
dari institusi Komisi Informasi Pusat.
BAB IV Menjelaskan bagaimana penafsiran mengenai keterbukaan
informasi diantara regulator, komisi informasi, dan media sebagai
pencari informasi. Bagaimana implementasi Undang-Undang ini di
ranah publik, dan sudut pandang masyarakat mengenai
diterbitkannya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di
masyarakat melalui kacamata teori pelanggaran harapan.
BAB V Merupakan penutup dari penelitian ini yang berisikan kesimpulan
dan saran.
20
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Teori Konstruksi Sosial
Undang-Undang merupakan pilar kekuatan dalam membentuk suatu
pemerintahan. Penggunaan istilah dalam undang-undang dapat mengandung
berbagai macam penafsiran bagi publik yang dapat menjadi maneuver
pembentukkan realitas secara tak sadar pada masyarakat. Dari sinilah sebuah
konstruksi sosial yang eksistensinya terbentuk melalui interaksi antar berbagai
agen dan struktur dalam suatu perjalanan sejarah tertentu yang di dalamnya
terdapat pola distribusi kekuasaan yang tidak selamanya berimbang. Dan dalam
hal ini pembentukkan undang-undang dipengaruhi juga oleh regulator sebagai
produsen Undang-Undang.
Realitas sosial berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik di dalam
maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial memiliki makna, manakala
realitas sosial dikonstruksi dan dimaknai secara subyektif oleh individu lain
sehingga memantapkan realitas itu secara obyektif. Individu mengkostruksi
realitas sosial, dan merekonstruksinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas
itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya.1
Istilah konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality) menjadi
terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L Berger dan Thomas Luckmann melalui
bukunya yang berjudul “The Social Construction of Reality, a Treatise in the
Sociological of Knowledge” (1966). Mereka menggambarkan proses sosial
1 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, ( Jakarta : Kencana, 2006), h. 188-189.
21
melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus-
menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.2
Proses konstruksinya, jika dilihat dari perspektif teori Berger & Luckmann
(1990) berlangsung melalui interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk realitas
yakni subjective reality, symbolic reality dan objective reality. Selain itu juga
berlangsung dalam suatu proses dengan tiga momen simultan, eksternalisasi,
objektivikasi dan internalisasi.3
Objective reality, merupakan suatu kompleksitas definisi realitas (termasuk
ideologi dan keyakinan) serta rutinitas tindakan dan tingkah laku yang telah
mapan terpola (tercakup di dalamnya adalah berbagai institusi sosial dalam pasar),
yang kesemuanya dihayati oleh individu secara umum sebagai fakta. Symblolic
reality, merupakan semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai
“objective reality” termasuk di dalamnya teks produk industri media, atau
representasi pasar, kapitalisme dan sebagainya dalam media. Sementara,
subjective reality, merupakan konstruksi definisi realitas seputar pasar yang
dimiliki individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subjektif
yang dimiliki masing-masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri
dalam proses eksternalisasi, atau proses interaksi sosial dengan individu lain
dalam sebuah struktur sosial. Melalui proses eksternalisasi itulah individu secara
2 Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa (Jakarta: Prenada Media Grup, 2008), h. 13. 3 Gun Gun Heryanto dan Iding R. Hasan, Studi pada Pemberitaan Kasus Century
Sebelum dan Sesudah Paripurna DPR-RI di Stasiun Berita TVOne (Jakarta: Lembaga Penelitian, 2010), h. 13.
22
kolektif berpotensi melakukan objectivikasi, memunculkan sebuah konstruksi
objektive reality yang baru.4
Melalui sentuhan Hegel yakni tesis-antitesis-sintesis, Berger menemukan
konsep untuk menghubungkan antara yang subjektif dan objektif melalui konsep
dialektika yang dikenal dengan eksternalisasi-objektivasi-internalisasi.
Eksternalisasi ialah penyesuaian diri dengan dunia sosio-kultural sebagai produk
manusia, objektivasi ialah interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang
dilembagakan atau mengalami institusionalisasi, dan internalisasi ialah individu
mengidentifikasi diri di tengah lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial di
mana individu tersebut menjadi anggotanya.5
Dalam tulisannya hubungan dialektis konstruksi sosial itu dilukiskan Berger
dan luckman: “masyarakat merupakan produk manusia. Masyarakat merupakan
kenyataan objektif. Manusia merupakan produk sosial”.6 Jelas bahwa suatu
analisa mengenai dunia sosial yang mengesampingkan salah satu dari ke tiga
momen itu akan menghasilkan distrorsi. Dialektika berjalan simultan, artinya ada
proses menarik keluar (eksternalisasi) sehingga seakan-akan hal itu berada di luar
(objektif) dan kemudian ada proses penarikan kembali ke dalam (internalisasi)
sehingga sesuatu yang berada di luar tersebut seakan-akan berada dalam diri atau
kenyataan subyektif.7
4 Dedy N H.idayat, Konstruksi Sosial Industri Penyiaran : Kerangka Teori Mengamati
Pertarungan di Sektor Penyiaran, Makalah dalam diskusi “UU Penyiaran, KPI dan Kebebasan Pers, di Salemba 8 Maret 2003.
5 Basrowi, Sukidin, Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro, (Surabaya: Insan Cendekian, 2002), h. 206.
6 Peter L Berger dan Thomas Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataan (Jakarta: LP3S, 1990), h. 87.
7 Gun Gun Heryanto dan Iding R. Hasan, Studi pada Pemberitaan Kasus Century Sebelum dan Sesudah Paripurna DPR-RI di Stasiun Berita TVOne (Jakarta: Lembaga Penelitian, 2010), h. 14.
23
Konstrusi sosialnya mengandung dimensi objektif dan subyektif. Ada dua
hal yang menonjol melihat realitas peran media dalam dimensi objektif yakni
pelembagaan dan legitimasi. Pelembagaan dalam perspektif Berger terjadi
mulanya ketika semua kegiatan manusia mengalami proses pembiasaan
(habitualisasi). Artinya tiap tindakan yang sering diulangi pada akhirnya akan
menjadi suatu pola yang kemudian bisa direproduksi, dan dipahami oleh
pelakunya sebagai pola yang dimaksudkan itu. Pelembagaan terjadi apabila suatu
tipikasi yang timbal-balik dari tindakan-tindakan yang sudah terbiasa bagi
berbagai tipe pelaku. Dengan kata lain, tiap tipikasi seperti itu merupakan suatu
lembaga.8
Sementara legitimasi menghasilkan makna-makna baru yang berfungsi
untuk mengintegrasikan makna-makna yang sudah diberikan kepada proses-
proses kelembagaan yang berlainan. Fungsi legitimasi adalah untuk membuat
obyektivasi yang sudah dilembagakan menjadi tersedia secara obyektif dan
masuk akal secara subyektif. Hal ini mengacu kepada dua tingkat, pertama
keseluruhan tatanan kelembagaan harus bisa dimengerti secara bersamaan, oleh
para pesertanya dalam proses-proses kelembagaan yang berbeda. Kedua
keseluruhan individu (termasuk di dalam media), yang secara berturut-turut
melalui berbagai tatanan dalam tatanan kelembagaan harus diberi makna
subyektif. Masalah legitimasi tidak perlu dalam tahap pelembagaan yang
pertama, dimana lembaga itu sekedar fakta yang tidak memerlukan dukungan
lebih lanjut, tapi menjadi tak terelakan apabila berbagai obyektivasi tatanan
8 Berger dan Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataa, (Jakarta: LP3S, 1990), h. 75-76.
24
kelembagaan akan dialihkan kepada generasi baru. Di sini legitimasi tidak hanya
sekedar soal “nilai-nilai” ia juga selalu mengimplikasikan “pengetahuan.”9
Kalau pelembagaan dan legitimasi merupakan dimensi obyektif dari realitas,
maka internalisasi merupakan dimensi subyektinya. Analisis Berger menyatakan,
bahwa individu dilahirkan dengan suatu pradisposisi ke arah sosialitas dan ia
menjadi anggota masyarakat. Titik awal dari proses ini adalah internalisasi, yaitu
suatu pemahaman atau penafsiran yang langsung dari peristiwa objektif sebagai
suatu pengungkapan makna. Kesadaran diri individu selama internalisasi
menandai berlangsungnya proses sosialisasi. Tahapan sebuah konstruksi itu
sendiri adalah tahap menyiapkan materi konstruksi, tahap sebaran konstruksi,
tahap pembentukan konstruksi realitas, dan tahap konfirmasi.
B. Teori Pelanggaran Harapan (Expectancy Violations Theory)
Menurut Judee Burgoon Expectancy Violations adalah para komunikator
berusaha untuk menginterprestasi makna dari sebuah pelanggaran dan
memutuskan apakah mereka menyukainya atau tidak.10
1. Hubungan Ruang
Ruang yang dimaksud adalah prosemik atau sesuatu yang membahas cara
seseorang menggunakan ruang dalam percakapan mereka. Menurut Mark Knapp
dan Judit Hall (2002), penggunaan ruang seseorang dapat mempengaruhi
kemampuan mereka untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Setiap orang
memiliki kebutuhan untuk berafiliasi dan ruang pribadi. Oleh karena itu, mereka
dalam melakukan percakapan, mereka menjaga jarak dirinya dengan orang lain
9 Berger, dan Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataan, h. 132-134 10 Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, ( Jakarta: PT. Laswell
Visitama, 2010), h. 115.
25
dengan menggunakan ruang. Burgoon dan peneliti pelanggaran harapan lainnya
percaya bahwa manusia mempunyai keinginan untuk dekat dengan manusia lain,
tetapi juga menginginkan adanya jarak tertentu atau privasi.11
2. Zona proksemik
Zona Prosemik merupakan jarak yang dipilih seseorang terhadap orang
lain dalam percakapan, diantaranya:
a. Jarak intim, zona ini mencakup prilaku yang ada pada jarak antara 0 sampai
18 inci, zona spasial yang sangat dekat. Dalam zona ini orang membicarakan
hal yang sangat pribadi. Biasanya dengan orang terdekat atau pasangan.
b. Jarak personal, zona ini mencakup prilaku yang terdapat pada area yang
berkisar antara 18 inci sampai 4 kaki, zona spasial yang digunakan untuk
keluarga dan teman. Volume suara yang digunakan biasanya sedang dan panas
tuuh dapat dirasakan.
c. Jarak sosial, dengan range prosemik yang berkisar antara 4-12 kaki, zona yang
digunakan untuk hubungan-hubungan formal seperti dengan rekan kerja.
d. Jarak publik adalah jarak yang melampaui dari 12 kaki, zona yang digunakan
untuk diskusi yang sangat formal seperti dosen dengan mahasiswa. Sangat
sulit membaca ekspresi pada jarak seperti ini, kecuali dengan menggunakan
media.12
Ada elemen tambahan yaitu kewilayahan yang juga harus diperhatikan.
Kewilayahan yang dimaksud adalah kepemilikan seseorang akan sebuah area atau
benda. Ada tiga jenis kewilayahan, yaitu : kewilayahan primer (menunjukkan
11 West dan Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba
Humanika), h. 155. 12 West dan Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi, h. 155.
26
kepemilikan eksklusif seorang terhadap sebuah area atau benda), kewilayahan
sekunder (merupakan afiliasi seseorang dengan sebuah area atu benda) dan
kewilayahan publik (menandai tempat-tempat terbuka untuk semua orang).13
Bagan -3
Asumsi Teori Pelanggaran Harapan14
Terdapat tiga faktor yang dapat memberikan pengaruh terhadap harapan,
yaitu: faktor-faktor dari individual komunikator (gender, kepribadian, usia,
penampilan, reputasi), faktor-faktor relasional (sejarah hubungan yang
melatarbelakangi, perbedaan status, tingkat ketertarikan dan rasa suka), dan
terakhir adalah faktor konteks yang dipengaruhi atas formal/informalitas, batasan
lingkungan maupun norma budaya.15
Tim Lavine dan koleganya (2000) menyatakan bahwa harapan adalah hasil
dari norma-norma social, stereotip, rumor, dan sifat idiosinkratik dari
komunikator. Judee Burgoon dan Jerold Hale (1988) menyatakan bahwa ada dua
jenis harapan: prainteraksional dan interaksional. Harapan prainteraksional (pre-
interactional expectation) mencakup jenis pengetahuan dan keahlian
13 West dan Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi, h. 155. 14 West dan Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi, h. 158. 15 West dan Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi, h. 159.
Asumsi Teori Pelanggaran Harapan
Harapan mendorong
terjadinya interaksi
Harapan terhadap perilaku manusia
dipelajari
Orang membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal
27
interaksional yang dimiliki oleh komunikator sebelum memasuki sebuah
percakapan. Sedangkan harapan intaraksional adalah merajuk pada kemampuan
seseorang untuk menjalankan interaksi itu sendiri.16
3. Valensi Penghargaan Komunikator (Communicator Reward Valence)
Valensi adalah jumlah dari karakteristik-karakteristik positif dan negatif
dari seseorang dan potensi bagi orang untuk memberikan penghargaan atau
hukuman. Dalam hal ini yang perlu diingat tidak semua pelanggaran harapan
dinilai sebagai sesuatu yang negatif, bahkan terkadang bisa ditangkap sebagai
sesuatu yang positif.
4. Rangsangan (Arousal)
Rangsangan adalah minat atau perhatian yang meningkat ketika
penyimpangan harapan terjadi. Burgoon merasa bahwa ketika harapan seseorang
dilanggar, minat atau perhatian orang tersebut akan dirangsang, sehingga ia akan
menggunakan mekanisme tertentu untuk menghadapi pelanggaran yang terjadi.17
Seseorang dapat terangsang secara kognitif maupun fisik. Rangsangan
kognitif adalah kesiagaan atau orientasi terhadap pelanggaran. Ketika terangsang
secara kognitif, intuitif akan menimbulkan tingkatan. Sedangkan rangsangan fisik
adalah perilaku-perilaku yang digunakan komunikator dalam sebuah interaksi.
5. Batas Ancaman (Threat Treshold)
Burgoon mendefinisikan bahwa Batas Ancaman adalah jarak dimana
orang yang berinteraksi mengalami ketidaknyamanan fisik dan fisiologis dengan
kehadiran orang lain. Begitu rangsangan timbul, ancaman akan timbul. Dalam
kata lain, batas ancaman adalah toleransi bagi pelanggar jarak. Burgoon
16 West dan Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi, h. 159. 17 West dan Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi, h. 162.
28
menyatakan “ketika jarak disamakan dengan ancaman, jarak yang lebih dekat
dilihat sebagai lebih mengancam dari jarak yang lebih jauh lebih aman”.
6. Valensi Pelanggaran
Dalam teori ini, ditekankan bahwa ketika orang berbicara pada orang
lain, mereka memiliki harapan. Ketika harapan dilanggar, banyak orang
mengevaluasi pelanggaran tersebut berdasarkan sebuah valensi pelanggaran
(penilaian positif atau negatif dari sebuah perilaku yang tidak terduga). Valensi
pelanggaran berbeda dengan valensi penghargaan komunikator. Valensi
pelanggaran lebih berfokus pada penyimpangan itu sendiri. Valensi
pelanggaran melibatkan pemahaman suatu pelanggaran melalui interpretasi dan
evaluasi (Burgoon dan Hale, 1988).
Singkatnya, para komunikator berusaha untuk menginterpretasikan
makna dari sebuah pelanggaran dan memutuskan apakah mereka menyukainya
atau tidak. Sedangkan apabila pelanggaran tersebut bersifat ambigu atau tidak
kentara secara jelas maka lebih baik menggunakan valensi penghargaan
komunikator dalam memandang pelanggaran tersebut.18
C. KONSEPTUALISASI KETERBUKAAN INFORMASI
1. Definisi Keterbukaan Informasi
Keterbukaan adalah keadaan yang memungkinkan ketersediaan informasi
yang dapat diberikan atau didapat oleh masyarakat luas. Keterbukaan merupakan
kondisi yang memungkinkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan bernegara.
18 West dan Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi, h. 164.
29
Keterbukaan juga akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di suatu
Negara. Dilihat dari aspek sosial budaya, keterbukaan akan memberikan ruang
gerak bagi masuknya budaya-budaya barat yang sama sekali berbeda dengan
budaya masyarakat Indonesia. Dilihat dari aspek ideologi, keterbukaan akan
memberikan ruang bagi tumbuh dan berkembangnya ideologi-ideologi dari luar
yang tidak sesuai dengan kepribadian suara bangsa. Dari aspek komunikasi,
keterbukaan adalah hal paling vital untuk memperoleh kebenaran.19
Sedangkan informasi menurut Wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan
bahwa informasi merupakan pengetahuan yang didapat dari pembelajaran,
pengalaman, atau instruksi. Namun, istilah ini memiliki banyak arti bergantung
pada konteksnya dan secara umum berhubungan erat dengan konsep seperi arti,
pengetahuan, negentopy, komunikasi, kebenaran, representasi dan rangsangan
mental.
Kata informasi berasal dari bahasa Prancis kuno informacion (tahun 1387)
yang diambil dari bahasa Latin informationem yang berarti “garis besar, konsep,
ide.” Informasi merupakan kata benda dari informare yang berarti aktivitas dalam
“pengetahuan yang dikomunikasikan.” Informasi merupakan fungsi penting untuk
membantu mengurangi rasa cemas seseorang. Menurut Notoatmodjo bahwa
semakin banyak informasi dapat memengaruhi atau menambah pengetahuan
seseorang dan dengan pengetahuan menimbulkan kesadaran yang akhirnya
seseorang akan berprilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.20
19 Sultan Rahmada, Pengertian Keterbukaan, diuduh pada tanggal 16 September 2011
dari http://www.definisionline.com/2010/05/pengertian-keterbukaan.html. 20 www.wikipedia.com. Di unduh pada tanggal 10 Maret 2011.
30
2. Hakekat Kebebasan Informasi
Kebebasan Informasi pada dasarnya adalah bebas mengakses ataupun
menyalurkan informasi. Dilihat dari pengertiannya keterbukaan merupakan data
atau informasi bagi masyarakat yang dapat di akses sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Keterbukaan dapat juga menunjuk pada ketersediaan
informasi dan kejelasan bagi masyarakat umum untuk mengetahui proses
penyusunan, pelaksanaan, serta hasil yang telah dicapai melalui sebuah kebijakan
publik. Transparansi dapat dilihat dari terbentuknya proses perumusan kebijaakan
publik bagi masyarakat (terbuka bagi partisipasi masyarakat). Transparansi dapat
juga diwujudkan dalam bentuk keterbukaan pemerintah dalam menyusun
kebijakan yang dapat diakses oleh masyarakat. Hal ini dapat menciptakan
horizontal accountability antara pemerintah dengan masyarakat sehingga terwujud
pemerintah yang bersih, transparan, akuntabel, efektif, efisien dan responsive,
terhadap perkembangan aspirasi masyarakat dan kepentingan masyarakat.21
Semua urusan pemerintahan berupa kebijakan-kebijakan publik baik yang
berkenaan dengan pelayanan publik maupun pembangunan di daerah harus
diktahui publik. Masyarakat hendaknya mempunyai kemudahan untuk
mengetahui serta memperoleh data dan informasi tentang kebijakan, program dan
kegiatan pemerintah daerah. Dalam keterbukaan dan transparansi yang berisikan
keputusan dan alasan pengambilan kebijakan publik harus dapat diakses oleh
publik, dan harus diumumkan agar mendapat tanggapan publik. Demikian pula
informasi tentang kegiatan pelaksanaan kebijakan tersebut dan hasil-hasilnya,
harus terbuka dan dapat diakses publik. Dalam konteks ini aparat pemerintah
21 Ardian Bakhtiar Rivai, Keterbukaan dan Transparansi Pemerintahan di Indonesia, Diunduh pada Tanggal 9 Juni 2011 Di Http://Abr-Center.Blogspot.Com/2010/05/Keterbukaan-Dan-Transparansi.Html.
31
harusnya bersedia secara terbuka dan jujur memberikan informasi langsung
dengan eksekutif dan legislative, wadah komunikasi dan informasi lintas pelaku
baik melalui media cetak maupun media dari prinsip keterbukaan dan
transparansi.22
3. Praktik Kebebasan Informasi di Berbagai Negara
Undang-Undang Kebebasan Informasi bukan hanya dimulai oleh
Indonesia. Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Thailand, dan Swedia dapat menjadi
track record dalam perjuangan hak-hak warga Negara untuk mengetahui
informasi-informasi yang beredar dalam suatu pemerintahan.
Swedia adalah Negara yang sudah memiliki tradisi demokrasi jauh
sebelum ada PBB. Maka tidak lengkap jika tidak membahas the right to know di
Negara tersebut. Jaminan hak atas informasi sudah termuat dalam the freedom of
the press act atau UU Kebebasan Pers tahun1766. Dilihat dari sejarah pengakuan
hak masyarakat terhadap dokumen publik inilah Swedia menjadi Negara tertua di
dunia yang mengakui kebebasan informasi. 23
Walaupun Swedia memiliki UU tentang kerahasiaaan, namun
pemberlakuan kerahasiaan tidaklah bersifat efisien dan kaku. Pemberlakuan
kerahasiaan dilakukan secara hati-hati melalui berbagai langkah seperti kewajiban
pihak yang mengendalikan rahasia untuk melakukan uji dampak dan konsekuensi,
batas waktu pemberlakuan rahasia, klausal reservasi dan lain sebagainya. Bahkan
bisa dikatakan bahwa Swedia adalah Negara pertama yang menjunjung
22 Ardian Bakhtiar Rivai, Keterbukaan dan Transparansi Pemerintahan di Indonesia,
diunduh pada tanggal 9 Juni 2011 Di Http://Abr-Center.Blogspot.Com/2010/05/Keterbukaan-Dan-Transparansi.Html.
23 Tim Koalisi untuk Kebebasan Informasi, Kebebasan Informasi di Beberapa Negara, (Jakarta: Koalisi untuk Kebebasan Informasi, 2003), h. 134.
32
keterbukaan informasi kepada public karena keterbukaan tersebut telah hadir
sebelum adanya PBB.24
Selain Swedia, Amerika Serikat juga pertama kali mengesahkan Undang-
Undang Keterbukaan Informasi (Freedom of Information Act) pada tahun 1966.
Undang-undang ini lahir karena perjuangan kelompok kecil, yaitu komunitas pers
yang sejak tahun 1950-an sering melontarkan filsafat dan teori hak mengetahui
melalui wacana-wacananya. Mereka mengumandangkan hak mengetahui dengan
mengaitkannya dengan klausul kebebasan pers pada Amandemen Pertama
adalah. Perubah.an Undang-Undang Dasar Amerika Serikat yang menjamin
kebebasan berbicara, beragama, pers, berkumpul, dan petisi.
Sejak lahirnya Amandemen Pertama tahun 1789 sampai tahun 1966 rakyat
Amerika dijauhkan dari upaya mengetahui informasi publik yang berada di tangan
pemerintah. Keadaan tersebut menggugah para cendikiawan atau pengamat untuk
melontarkan saran dan kritik terhadap ketertutupan pemerintah.
Amerika serikat juga menggunakan Undang-Undang Kebebasan Informasi
Federal. Didalam UUKI nasional, setiap instansi pemerintah federal wajib
memberikan informasi kepada masyarakat kecuali informasi yang berada dalam 9
kategori pengecualian (exemption) dan tiga penyampingan (exclusion).
UUKI dan kerahasiaan Negara di Amerika Serikat juga saling terkait.
Namun demikian, kerahasiaan Negara di Amerika Serikat tidak diatur oleh
undang-undang, melainkan oleh Perintah eksekutif (Executive Order) yang
dikeluarkan oleh Presiden Amerika Serikat. pemerintah terbaru yang mengatur
kerahasiaan Negara adalah Perintah Eksekutif 12958 tentang Informasi Keamanan
24 Tim Koalisi untuk Kebebasan Informasi, Kebebasan Informasi di Beberapa Negara,
(Jakarta: Koalisi untuk Kebebasan Informasi, 2003), h. 134.
33
Nasional yang diklasifikasikan, dikeluarkan oleh President Bill Clinton dengan
menentukan tujuh kategori yang diklasifikasikan, yaitu mengenai: 1) Perencanaan,
system persenjataan atau operasi militer; 2) pemerintah asing; 3) kegiatan
intelejen, sumber-sumber atau metode intelejen, atau kriptologi; 4) hubungan atau
kegiatan luar negeri Amerika Serikat, termasuk sumber-sumber yang
dirahasiakan; 5) masalah ilmu pengetahuan, teknologi, atau ekonomi yang
berkaitan dengan keamanan nasional; 6) program pengamanan bahan atau fasilitas
nuklir Amerika Serikat; atau 7) kerawanan dan kemampuan system keamanan
nasional.25
Inggris memiliki sejarah tersendiri dengan UU keterbukaan Informasinya.
Awalnya rakyat Inggris menyadari bahwa hanya dengan kebebasan Informasilah
rakyat dapat mengontrol jalannya pemerintahan. Setelah sepuluh hidup dengan
berlakunya UU Rahasia Negara, maka tahun 1972 muncullah laporan resmi
Rakyat Inggris sudah sejak awal menyadari bahwa hanya dengan
kebebasan informasi, rakyat dapat mengontrol jalannya pemerintahan yang pada
waktu itu cenderung tertutup. Dengan segala upaya rakyat inggris
memperjuangkan adanya jaminan hak atas informasi. Setelah sepuluh tahun hidup
dengan berlakunya UU Rahasia Negara, pada tahun 1972 muncullah laporan
resmi yang bernama Frank Report yang berisikan permintaan perincian tentang
undang-undang Rahasia Negara.
Pada tahun 1977, pemerintahan Inggris menanggapi laporan Frank Report
dengan suatu kebijakan yang bernama Croham Directive yang menyatakan bahwa
pemerintah Inggris berjanji mengeluarkan background papper atas setiap
25 Tim Koalisi untuk Kebebasan Informasi, Kebebasan Informasi di Beberapa Negara,
(Jakarta: Koalisi untuk Kebebasan Informasi, 2003), h. 28.
34
kebijakan yang dikeluarkan. Tapi janji tak kunjung dipenuhi, hanya sedikit
kebijakan yang dilaporkan. Tidak lama muncullah rancangan UU Kebebasan
Informasi yang dirancang oleh Outer Circle Policy Unit (1979) namun lagi-lagi
rancangan itu tidak berhasil dan faktor utamanya adalah Pemilihan Umum.26
Berbeda dengan Inggris atau Negara-negara lainnya, berdirinya UU
Keterbukaan Informasi di Jepang dimulai dari tingkat pemerintahan lokal. Pada
saat itu, pemerintahan lokal ingin mengetahui dampak buruk pestisida tetapi
permintaan tersebut ditolak sehingga pemerintahan-pemerintahan lokal mulai
mengajukan kebijakkan daerah tentang UU Keterbukaan Informasi. Belajar
pengalaman para pemda yang menjadi pionir tersebut pada tahun 1998 hampir
semua pemerintah propinsi telah mengundangkan peraturan daerah untuk
menjamin akses informasi publik.
Menelaah jaminan hukum akses informasi di Jepang harus dilakukan
dengan mengkaji Peraturan nasional dan Perda yang relevan . hal tersebut tidak
terlepas dari kenyataan di Jepang bahwa beberapa Pemda telah terlebih dahulu
memberikan contoh keterbukaan kepada pemerintah pusat.27
Di wilayah Asia, Negara yang tidak akan luput dari Kebebasan informasi
adalah Thailand. Kebebasan Informasi Thailand bermula dari keingintahuan
seorang aktifis, Adul Kiewbaribon ketika mencari informasi jumlah korban tewas
dan hilang pada peristiwa Mei kelabu 1992. Pada saat itu pemerintah memberikan
informasi yang jelas mengenai jumlah korban tersebut padahal ia telah
menggunakan Official Information Act (OIA) yang sama dengan UU keterbukaan
informasi. OIA tersebut diundangkan pada tahun 1997.
26 Tim Koalisi untuk Kebebasan Informasi, Kebebasan Informasi di Beberapa Negara, (Jakarta: Koalisi untuk Kebebasan Informasi, 2003), h. 46.
35
Tapi seperti Negara lainnya, keterbukaan informasi selalu saja tidak
berjalan mulus. Pemerintah masih saja merahasiakan beberapa hal penting yang
seharusnya dapat diakses oleh rakyat. Menurut data Official Information
Committe (OIC) jurnalis merupakan urutan terbawah dari tiga kelompok besar
yang menggunakan OIA. Urutan pertama berasal dari rakyat biasayang sebagian
besar mengajukan informasi bisnis dan urutan berikutnya adalah pegawai
pemerintahan.
Menurut jurnalis, OAI memang dikhususkan untuk masyarakat biasa,
mereka beranggapan bahwa jurnalis dapat memperoleh informasi tanpa harus
melalui prosedur OIA, yaitu dengan melalui pendekatan-pendekatan persuasive.
Dan kalaupun jurnalis mengajukan informasi melalui OIA, jurnalis mengatakan
bahwa memperoleh informasi melalui OIA membutuhkan waktu yang lama. Ada
prosedur yang terkadang cukup lama sedangkan deadline tidak dapat
dikompromi.28
D. Konseptualisasi Diskursus dan Implementasi Keterbukaan Informasi
1. Pengertian Diskursus
Kata diskursus berasal dari bahasa Inggris, discours, yang berarti pidato
atau tulisan, percakapan, ceramah, wacana ilmiah, atau bercakap-cakap.29 Maksud
dari diskursus dalam tulisan ini adalah perbincangan tentang penafsiran
keterbukaan informasi antara regulator dengan pengguna UU KIP ini di
masyarakat.
28 Tim Koalisi untuk Kebebasan Informasi, Kebebasan Informasi di Beberapa Negara,
(Jakarta: Koalisi untuk Kebebasan Informasi, 2003), h. 76. 29 John M. Echols dan Hassan Sadili, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2003), cet XXV, h. 185.
36
Perbedaan penafsiran mengenai keterbukaan informasi terbuka maupun
informasi yang dikecualikan dapat menimbulkan persepsi asimetris bagi
pengakses Undang-Undang tersebut.
2. Pengertian Implementasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan implementasi sebagai
“pelaksanaan, penerapan, hal yang disepakati”.30 Dalam kamus Webster,
pengertian implementasi dirumuskan secara pendek, dimana “to implemente”
(mengimplementasikan) berarti menyajikan alat bantu untuk melaksanakan;
menimbulkan dampak atau berakibat sesuatu.31
Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan.
Pengertian-pengertian ini memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara
pada aktivitas, tindakkan atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme
mengandung arti bahwa implementasi bukan sekedar aktivitas tetapi juga kegiatan
yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma
tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.32 Dalam Kamus Bahasa Indonesia,
implementasi diartikan dengan: penerapan atau pelaksanaan.
3. Pengertian Keterbukaan
Keterbukaan adalah keadaan yang memungkinkan ketersediaan informasi
yang dapat diberikan atau didapat oleh masyarakat luas. Keterbukaan merupakan
kondisi yang memungkinkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan bernegara.
Keterbukaan juga akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di suatu
Negara. Dilihat dari aspek sosial budaya, keterbukaan akan memberikan ruang
30 Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed
3cet, ke 2, (Jakarta: T.Pn, 2001), H. 427. 31 Tn, Pengertian Implementasi, artikel diakses pada tanggal 29 Juni 2008.
gerak bagi masuknya budaya-budaya Barat yang sama sekali berbeda dengan
budaya masyarakat Indonesia. Dilihat dari aspek ideologi, keterbukaan akan
memberikan ruang bagi tumbuh dan berkembangnya ideologi-ideologi dari luar
yang tidak sesuai dengan kepribadian suara bangsa. Dari aspek komunikasi,
keterbukaan adalah hal paling vital untuk memperoleh kebenaran.33
4. Pengertian Informasi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa informasi merupakan
pengetahuan yang didapat dari pembelajaran, pengalaman, atau instruksi. Namun,
istilah ini memiliki banyak arti bergantung pada konteksnya dan secara umum
berhubungan erat dengan konsep seperi arti, pengetahuan, komunikasi, kebenaran,
representasi dan rangsangan mental.
Kata informasi berasal dari bahasa Prancis kuno informacion (tahun 1387)
yang diambil dari bahasa Latin informationem yang berarti “garis besar, konsep,
ide.” Informasi merupakan kata benda dari informare yang berarti aktivitas dalam
“pengetahuan yang dikomunikasikan.” Informasi merupakan fungsi penting untuk
membantu mengurangi rasa cemas seseorang. Menurut Notoatmodjo bahwa
semakin banyak informasi dapat memengaruhi atau menambah pengetahuan
seseorang dan dengan pengetahuan menimbulkan kesadaran yang akhirnya
seseorang akan berprilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Informasi juga dapat bermakna data yang merupakan kenyataan yang
menggambarkan suatu kejadian dan kesatuan yang nyata. Kejadian (event) adalah
suatu yang terjadi pada saat tertentu, kesatuan nyata dan entitas (fact and entity)
33 Sultan Rahmada, Pengertian Keterbukaan, diuduh pada tanggal 16 September 2011
dari http://www.definisionline.com/2010/05/pengertian-keterbukaan.html.
38
berupa objek nyata seperti tempat, benda, dan orang yang benar-benar ada dan
terjadi.34
E. Suprastruktur Politik
Lembaga yang dapat disebut sebagai mesin politik formal atau resmi, yang
dengan absah mengidentifikasi berbagai masalah, menentukan dan menjalankan
segala keputusan yang mengikat seluruh anggota masyarakat untuk mencapai
kepentingan umum.
1. Kategori Suprastruktur Politik:35
a. Meminjam teori Montesqui (Trias Politica) kekuasaan pemerintah dipisah
sehingga terbagi menjadi: kekuasaan atau lembaga legislatif (pembuatan
Undang-Undang) eksekutif (pelaksanaan Undang-Undang) dan
yudisial/yudikatif (pelaksana peradilan). Menurut teori ini tujuan semula
adalah sparation of power guna mencegah keabsolutan penguasa. Karena itu
kekuasaan harus dipisah. Tapi dalam perkembangannya berubah manjadi
pembagian kekuasaan (distribution of power). Selanjutnya “teori catur praja”
Vollenhoven membagi kekuasaan menjadi: pemerintah, kepolisian, peradilan,
dan perundang-undangan.
b. Dilihat dari perspektif teori dikotomi, hanya ada dua kekuasaan yaitu:
kekuasaan menetapkan kebijakan (policy making) dan kekuasaan
melaksanakan kebijakan (policy executing).
34 www.wikipedia.com. Di unduh. pada tanggal 10 Maret 2011. 35Rachman, Sistem Komunikasi Indonesi, h. 66.
39
c. Dilihat pihak Almond melihat bahwa suprastruktur politik mempunyai fungsi
sehingga kekuasaan lalu dibagi menjadi menjadi rule making, rule
application, rule adjudication.
Fungsi Suprastruktur Politik
Fungsi struktur lembaga ini menurut Gabriel A. Almond adalah meliputi:36
a. Rule Making (membuat Undang-Undang)
Fungsi ini dilaksanakan oleh lembaga perwakilan rakyat (Badan Legialatif)
yang meliputi DPR, DPRD I, DPRD II, dan DPD sebagai lembaga yang
mewakili aspirasi daerah). DPD ini merupakan badan baru yang dibentuk
setelah orde reformasi yang fungsinya berkaitan dengan kepentingan daerah,
seperti pembuatan RUU tentang Otonomi Daerah, Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah, pemekaran daerah tingkat propinsi maupun kabupaten/kota.
b. Rule application (melaksanakan Undang-Undang)
Fungsi yang kedua ini adalah fungsi pelaksanaan terhadap peraturan
perundingan uang telah dibuat oleh badan legislasi sebagaimana yang
termaktub dalam rule making. Badan ini adalah merupakan badan eksekutif
yang meliputi dari pemerintahan pusat sampai ke pemerintahan daerah.
c. Rule adjudication (mengadili pelaksanaan Undang-Undang)
Badan yang memiliki fungsi yang ketiga ini adalah badan peradilan yang
meliputi mahkamah agung, mahkamah konstitusi dan komisi Yudisial serta
badan kehakiman yang ada sampai ke daerah.
36 Rachman, Sistem Komunikasi Indonesi, h. 66.
40
Bagan-4
Kerangka Pemikiran
Diskursus Keterbukaan Informasi Implementasi UU KIP Perspektif Publik
Undang-Undang Keterbukaan Informasi
Publik (UU KIP)
Konsep Montesque
(Trias Politica)
Konsep struktur lembaga (Gabriel A. Almond)
Teori Konstruksi Sosial (Peter L Berger dan Thomas Lucmann)
Expectancy Violations Theory (Burgoon dan
Hale)
1. Internalisasi 2. Eksternalisasi 3. Objektivasi
1. Hubungan ruang
2. Zona Porsemik 3. Valensi
penghargaan komunikator
4. rangsangan 5. Batasan
ancaman 6. Valensi
pelanggaran
41
BAB III
UNDANG-UNDANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
A. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik
Undang-undang keterbukaan informasi publik adalah undang-undang yang
memberikan regulasi tentang keterbukaan informasi. Informasi yang dimaksud
dalam UU ini adalah keterangan, pernyataan gagasan, dan tanda-tanda yang
mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang
dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan
format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara
elektronik ataupun nonelektronik.
Dalam UU Repuklik Indonesi No. 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan
Informasi disampaikan bahwa Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan,
disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan public yang
berkaitan dengan penyelenggaraan dan penyelenggaraan Negara dan/atau
penyelenggara penyelenggaraan badan public lainnya yang sesuai dengan
Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan kepentingan publik.1
Badan publik adalah lembaga eksekutif, legislative, yudikatif, dan badan
lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan Negara,
yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau
organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian dan seluruh dananya bersumber dari
1 NN, http://www.kebebasaninformasi.org/ diunduh pada tanggal pada tangga 23 Nov
2010 pukul 22.58.
42
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan
UndangUndang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis
standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik
melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.2
B. Sejarah singkat UU KIP
Undang-Undang ini diawali dengan adanya kegiatan konsorsium LSM
yang menelaah mengenai prinsip kebebasan memperoleh informasi publik dan
menyampaikan hasil telaahannya ke DPR RI.3
Setelah menerima hasil telaahan dari LSM, DPR berinisiatif untuk
membahas RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP) tersebut. Pada
tahun 2005, RUU KMIP tersebut diserahkan kepada pemerintah untuk dimintakan
tanggapan dan penyusunan daftar Inventarisasi Masalah (DIM), setelah melalui
proses di DPR, RUU tersebut berubah menjadi RUU KIP (Keterbukaan Informasi
Publik).
Pada Sidang Paripurna DPR tanggal 30 April 2008 RUU KIP disahkan
menjadi Undang-UndangNo.: 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik.
Untuk menyempurnakan implementasi pada undang-undang ini pemerintah
2 Peraturan Komisi Informasi nomor 1 tahun 2010, bab II, pasal 3-4. 3 Sopomo, Peranan PPID dalam Implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik,
Disampaikan pada Diklat Jabatan Fungsional Pranata Humas Tingkat Ahli Pusdiklat Kementrian Kominfo. Jakarta, 20 Juli 2011.
43
mengundangkan kembali pada tambahan lembaran Negara RI No. 4846 dan
berlaku dua yahun sejak diundangkan.4
C. Tujuan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik
Tujuan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik adalah:5
1. Mendorong transparansi untuk menjamin hak warga Negara dalam
mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, proses dan alasan
pengambilan keputusan,
2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan
kebijakan publik sehingga dapat memperkuat system demokratisasi.
3. Meningkatkan akuntabilitas melalui peran aktif masyarakat dalam
pengambilan kebijakan,
4. Mendorong pengembangan teknologi dan inovasi untuk mendukung
implementasi keterbukaan informasi publik.
D. Definisi Informasi Publik
Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang
mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta, maupun penjelasannya
yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan
dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
secara elektronok maupon non-elektronik.6
4 Sopomo, Peranan PPID dalam Implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik. 5 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik, bab II bagian kedua pasal 3. 6 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik, bab I, pasal 1, ayat pertama.
44
yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu
badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara
dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai
dengan UU KIP ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan
publik.7
1. Jenis-Jenis Informasi
a. Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala;
b. Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta;
c. Informasi yang wajib tersedia setiap saat;
d. Informasi yang dikecualikan;
e. Informasi yang diperoleh berdasarkan permintaan.
2. Kategori Informasi Publik
a. Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala; 8
1) Informasi tentang profil yang berkaitan dengan Badan Publik;
2) mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;
3) mengenai laporan keuangan;
4) informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan;
5) informasi tentang tata cara memperoleh informasi publik;
6) informasi tentang tata cara pengaduan penyalahgunaan wewenang;
7) informasi tentang pengadaan barang dan jasa; dan
8) informasi tentang prosedur peringatan dini dan prosedur evakuasi
keadaan darurat di setiap kantor badan publik.
7 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik, bab I, pasal 1, ayat kedua. 8 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik, bab IV, bagian kesatu, pasal 9.
45
b. Informasi yang Wajib Diumumkan Secara Serta Merta adalah informasi
yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban
umum.9
c. Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat;10
1) seluruh informasi publik yang berada di bawah penguasaannya,
tidak termasuk informasi yang dikecualikan;
2) hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya;
3) seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;
4) rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran
tahunan badan publik;
5) perjanjian badan publik dengan pihak ketiga;
6) informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat publik dalam
pertemuan yang terbuka untuk umum;
7) prosedur kerja pegawai badan publik yang berkaitan dengan pelayanan
masyarakat; dan
8) laporan mengenai pelayanan akses informasi publik sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang KIP.
d. Informasi yang dikecualikan:11
1) Informasi yang bila diberikan menghambat proses penegakan hukum.
2) Informasi yang mengganggu kepentingan perlindungan HAKI.
3) Informasi yang membahayakan pertahanan dan keamanan negara.
9 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik, bab IV, bagian kedua, pasal 10. 10 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik, bab IV, bagian ketiga, pasal 11. 11 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik, bab V, pasal 17.
46
4) Informasi yang dapat mengungkapkan kekayaan alam indonesia.
5) Informasi yang merugikan ketahanan ekonomi nasional.
6) Informasi yang merugikan kepentingan hubungan luar negeri.
7) Informasi yang mengungkap akta otentik yg bersifat pribadi/wasiat
seseorang.
8) Informasi yang mengungkap rahasia pribadi.
9) Informasi yang memorandum atau surat antar badan publik.
10) Informasi yang tidak boleh diungkap berdasarkan undang-undang.
11) Informasi yang Diperoleh Berdasarkan Permintaan
12) Informasi publik yang tidak tercantum dalam klasifikasi Informasi
yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, Informasi yang
wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi yang wajib tersedia
setiap saat, dan informasi yang dikecualikan.
E. Definisi Badan Publik
Adapun devinisi badan publik adalah:12
1. Lembaga Eksekutif, Legislatif, Yudikatif;
2. Badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara yang sebagian atau seluruh dananya bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah; dan
3. Organisasi non-Pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau
12 Peraturan Komisi Informasi nomor 1 tahun 2010 tentang standar layanan informasi
publik, pasal 3.
47
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat,
dan/atau luar negeri.
F. Ketentuan Sanksi
Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan,
dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik, dan mengakibatkan kerugian bagi
orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Setiap Orang yang
dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau
memberikan informasi yang dikecualikan dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak 10 juta rupiah.13
G. Komisioner Komisi Informasi Pusat
1. Ketua:
Abdul Rahman Ma’mun (Komisioner Subkomisi Informasi Pelayanan
Dasar), Pernah menjadi produser berita di ANTV, wartawan di Metro TV,
Redaktur Pelaksana di Majalah Panjimas. Meraih dua gelar S1, di Teknik Sipil
Universitas Gadjah Mada (UGM) dan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sejak
kuliah, aktif di dunia pers mahasiswa, antara lain menjadi Pemimpin Umum
Majalah Balairung UGM dan mendirikan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia
(PPMI) di tahun 1993. Rahman merupakan komisioner termuda yang ada di KI
Pusat, pada kepengurusan periode 2009 – 2011, dia menjabat di Bidang Edukasi,
Sosialisasi dan Advokasi (ESA). Melalui hasil pemilihan pergantian jabatan Ketua
Komisi Informasi Pusat, Rabu 03 Agustus 2011. Rahman terpilih menjadi Ketua
13 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, pasal 51-55.
48
KI Pusat untuk masa jabatan 2011 hingga 2013 sekaligus memegang
tanggungjawab dibidang Subkomisi Informasi Pelayanan Dasar.14
2. Wakil Ketua :
Usman Abdhali Watik, (Komisioner Bidang Penyelesaian Sengketa
Informasi dan Komisioner Sub Komisi Informasi Keuangan dan Anggaran ).
Sebelumnya ia adalah Dosen untuk mata kuliah Komunikasi Politik di Universitas
Paramadina; Dosen mata kuliah Metodologi Penelitian Komunikasi di Universitas
Pelita Harapan dan UniversitasTarumagara; Thesis Adjudicator di London School
of Public Relations. Selama 8 bulan pernah mendampingi (sebagai staf ahli) para
“Senator” DPD RI dalam upayanya membuat RUU Pedesaan. Salah seorang tim
kreatif acara TV (Indosiar) pendidikan politik “Republik BBM” ini lulus jurusan
Administrasi Negara Universitas Hasanuddin dan menyelesaikan Program Master
Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (Tesis: Strategi Kampanye pada
Pemilihan Presiden). Pelatihan Internasional yang berlangsung di Washington
DC-USA tentang “Alternative Dispute Resolutions”yang diselenggarakan
OGIS (Office of Government Information Services) juga pernah diikutinya.
Peneliti Media Massa di The Indonesian Institut ini juga lulus sebagai penerima
beasiswa ProgramDoktoral.15
3. Anggota:
a. Dono Prasetyo (Komisioner Subkomisi Informasi Lingkungan Hidup, Tata
Ruang dan Pertanahan). Lulusan Fakultas Biologi Universitas Kristen
Satya Wacana, Salatiga (1990) dan sekarang sedang menempuh Studi
14 Tim Komisi Informasi Pusat, Komisioner Komisi Informasi Pusat, diunduh pada tanggal
5 September 2011, http://www.komisiinformasi.go.id/index.php/subMenu/432 . 15 Tim Komisi Informasi Pusat, Komisioner Komisi Informasi Pusat, diunduh pada tanggal
5 September 2011, http://www.komisiinformasi.go.id/index.php/subMenu/432.
49
Pascasarjana (S2) Fakultas Manajemen Administrasi Publik di Universitas
Nasional Jakarta. Sejak tahun 2003 – 2008, Dono bersama aktivis koalisi
kebebasan memperoleh informasi publik berjuang dan mengawal proses
pembentukan UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi
Publik yang pada rancangan awal dikenal dengan RUU Kebebasan
Memperoleh Informasi Publik (RUU KMIP). Ia juga pernah menjabat
sebagai Direktur Pengembangan Intitusi Institut Studi.
b. Ramly Amin Simbolon (Komisioner Subkomisi Informasi Legislasi).
Wartawan senior yang merupakan salah satu kader terbaik dari Grup Pos
Kota, Jakarta. Pengalamannya yang panjang sebagai wartawan di DPR dan
Istana Kepresidenan membawanya pada jabatan Wakil Pemimpin Redaksi
Harian Terbit. Menyelesaikan S2 Kriminologi FISIP Universitas
Indonesia (2009). Ramly biasa orang-orang menyapanya, pada periode
2009 – 2011 terpilih sebagai anggota Komisi Informasi Pusat dan diberi
tanggungjawab untuk membidangi Penyelesaian Sengketa Informasi. Kini
pada periode 2011 – 2013, Ramly mendapat amanah dalam Bidang
Edukasi, Sosialisasi dan Advokasi (ESA).
c. Heny S. Widyaningsih (Komisioner Subkomisi Informasi Hukum,
Peradilan dan HAM). Sejak 1985 menjadi dosen di jurusan Komunikasi
FISIP Universitas Indonesia (UI) dan 8 tahun menjadi Kepala Humas dan
Protokol UI. Ia juga aktif di berbagai organisasi profesi kehumasan, seperti
Bakohumas, Perhumas, ISKI, Amic dan beberapa kali menjadi juri dalam
penghargaan Anugerah Media Humas yang diselenggarakan oleh
Bakohumas dan Perhumas. Menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi
50
Informasi Pusat pada periode 2009 – 2011 dan membidangi penyelesaian
sengketa informasi (PSI). Saat ini menjadi Komisioner Bidang Edukasi,
Sosialisasi dan Advokasi (ESA) periode 2011 – 2013.
d. Ahmad Alamsyah Saragih (Komisioner Subkomisi Informasi Pertahanan
dan Keamanan). Pendidikan terakhir Sarjana Ekonomi jurusan Ekonomi
dan Studi Pembangunan Universitas Padjadjaran Bandung. Pernah bekerja
sebagai Local Governance Specialistpada Initiative For Local Governance
Reform (ILGR), World Bank. Di KI Pusat, Alamsyah sebelumnya
menjabat sebagai Ketua Komisi Informasi Pusat untuk periode 2009 –
2011. Alamsyah merupakan ketua pertama dilembaga yang dibentuk
berdasarkan UU No. 14 tahun 2008. Kini, dengan sisa dua tahun
kepengurusan. Ia diberikan tanggung jawab untuk menjalankan Bidang
Kelembagaan sekaligus mengawal dibidang Subkomisi Informasi
Pertahanan dan Keamanan untuk periode 2011 – 2013.
e. Amirudin (Komisioner Subkomisi Informasi Perencanaan Kebijakan).
Lulusan S1 Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Diponegoro (1992),
Graduate Diploma Bidang Komunikasi Kebudayaan University of
Copenhagen Denmark (1996), S-2 Antropologi UI (2002), Training
Mediasi di Arizona State, Arizona State University USA (2006). Sejak
1992 menjadi Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Undip, Ketua KPID
Jawa Tengah (2007-2009), Kepala Badan Riset dan Data Mapilu-PWI
Pusat, Anggota Presidium Jaringan Jurnalis untuk Transformasi, Edukasi,
dan Demokrasi (J-TREND), sekretaris Moeslem Intelectual Institute for
Civil Society (MIICS). Dosen yang tengah menempuh S3 bidang
51
Antropologi di Universitas Indonesia ini sebelumnya memegang Bidang
Kelembagaan pada KI Pusat periode 2009 – 2011. Pada periode
selanjutnya (2011 – 2013).Amirudin dipercayai memangku bidang yang
sama.16
H. Visi dan Misi UU KIP
Berdasarkan UU No. 14/2008, bagian satu pasal dua dan tiga, visi dan misi
UU KIP ini adalah:
Visi:
1. Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap
Pengguna Informasi Publik.
2. Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas.
3. Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi
Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.
4. Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-
Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang
konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat
serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi
Misi:
Undang-Undang ini bertujuan untuk:
1. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan
publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik,
serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;
16 Tim Komisi Informasi Pusat, Komisioner Komisi Informasi Pusat, diunduh pada tanggal
5 September 2011, http://www.komisiinformasi.go.id/index.php/subMenu/432
52
2. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;
3. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan
pengelolaan Badan Publik yang baik;
4. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif
dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
5. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang
banyak;
6. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
dan/atau
7. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan
Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
53
Bagan-5
STRUKTUR ORGANISASI
SEKRETARIAT KOMISI INFORMASI PUSAT
54
BAB IV
DISKURSUS DAN IMPLEMENTASI TERHADAP UNDANG-UNDANG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
A. Diskursus Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik
1. Konseptualisasi Keterbukaan Informasi Publik
Keterbukaan Informasi merupakan buah manis dari era reformasi 1997.
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik lahir dari reformasi Republik
Indonesia. Keterbukaan Informasi tidak lagi menjadi sesuatu yang fana bagi
masyarakat Indonesia, yang awalnya segala informasi adalah rahasia Negara, saat
ini akan sulit kita tamui kata rahasia Negara. Alamsyah Siragih menyampaikan
dalam kata pengantar laporan tahunan Komisi Informasi Pusat bahwa keterbukaan
informasi memiliki makna yang sangat luas bagi ehidupan bernegara dan
berbangsa karena semua pengelolaan badan-badan publik yang menjadi tulang
punggung (backbone) dari proses penyelenggaraan Negara dan pemerintah wajib
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.1
Keterbukaan Informasi merupakan isu seksi untuk menjamin hak-hak
masyarakat untuk tahu. Terdapat beberapa persepsi mengenai Keterbukaan
Informasi dari bebrapa sudut pandang.
a. Keterbukaan Informasi merupakan partisipasi, transparansi, dan
akuntabilitas masyarakat, seperti yang disampaikan oleh LSM FITRA,
Muhammad Maulana:
1 Tim Komisi Informasi Pusat, Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat, (JakartaT.tp.,
2010), h. 1.
55
“Kita sih melihat bahwa konsep dari keterbukaan informasi itu pertama,
tersedia, kemudian informasi itu mudah diakses kemudian informasi itu
berkualitas”.2
b. Keterbukaan Informasi adalah seluruh informasi yang ada selain yang
tertutup. Keterbukaan informasi saat ini bukanlah memilih informasi mana
yang harus dibuka, tetapi lebih kepada bagaimana informasi itu
disampaikan kepada publik dan mengklasifikasikannya kedalam kategori-
kategori yang ada dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
Hal ini seperti diutarakan oleh Ahmad Alamsyah Saragih sebagai Ketua
Komisi Informasi Publik pada saat wawancara sedang berlangsung:
“Pokoknya semua terbuka selain yang dikecualikan. Maka, semua badan publik harus dibuka mana yang ga boleh? Kalau dulu kan mana yang boleh?. Nah! Itu sudah mulai, awalnya bidang keuangan masih ngotot, kami mau bikin soal mana yang boleh, akhirnya sekarang bikin mana yang ga boleh. Nah ya boleehh… itu diatur bukan dia yang milih. Disitu yang di list mana yang bolehnya, tetapi yang dilist bagaimana cara menyampaikan. Jadi, pertama mereka harus menetapkan mana yang tidak boleh, setelah itu, diluar itu semuanya boleh. Nah semuanya ini yang boleh ini bagaimana menyampaikan. Seperti anggaran tidak masuk ke website padahal itu termasuk kedalam informasi yang berkala. Dan itu kan juga ditingkat implementasi masih belum berarti”.3
c. Keterbukaan Informasi adalah segala hal yang menyangkut kebijakkan
publik seperti yang diutarakan oleh Syamsul Mahmudin sebagai Redpel
majalah FORUM Keadilan:
“Sebenarnya keterbukaan informasi itu sebenarnya kalau ee.. keterbukaan itu harus. Kalau menyangkut kebijakkan publik itu harus tidak boleh merahasiakan kepada publik dong? Kecuali itu privasi. Karena kita berbicara badan publik, maka kita berbicara dari kebijakkan kepentingan
2 Wawancara pribadi dengan Muhammad Maulana, LSM FITRA di Meeting Room
Kantor FITRA , tanggal 18 Agustus 2011. 3 Wawancara pribadi dengan Ahmad Alamsyah Saragih, Anggota Komisi Keterbukaan
Informasi Publik di meeting room kantor Komisi Informasi Publik, tanggal 26 Juli 2011.
56
publik. Kalau bicara kepentingan, tentu harus bisa dengan terbuka dong..”4 Pernyataan ini dikuatkan oleh pendapat Effendy Choiri Anggota DPR RI
Komisi 10:
”Yang menyangkut hak dasar masyarakat itu kan, hak asasi manusia itu kan keterbukaan informasi, apa lagi informasi itu, yang terkait dengan kepentingan rakyat, misalnya informasi tentang APBN, anggaran pendapatan belanja Negara, untuk rakyat itu harus terbuka karena itu uang dari rakyat, karena itu kebijakan pemerintah. Karena kebijakan pemerintah menyangkut kepentingan rakyat, dan itu dibiayai oleh uang hasil rakyat, maka kebijakannya harus terbuka. Bahkan prosesnya untuk memutuskan kebijakan juga harus terbuka. Karena untuk memproses itu semua dibiayai oleh rakyat. Sebagai lembaga Negara, sebagai lembaga politik”.5
4 Wawancara pribadi dengan Syamsul Mahmudin, Redpel Majalah FORUM Keadilan di
meeting room kantor Komisi Informasi Publik, tanggal 17 Agustus 2011. 5 Wawancara pribadi dengan Effendy Choiry, Anggota DPR RI Komisi 10 via telephon,
tanggal 26 Agustus 2011.
57
Dari berbagai pandangan informan yang berbeda latar belakang ini dapat
disimpulkan bahwa keterbukaan Informasi adalah:
Tabel-1
Konseptualisasi Keterbukaan Informasi
Informan Konseptualisasi
Keterbukaan Informasi
Komentar Singkat
Muhammad
Maulana
partisipasi, transparansi,
dan akuntabilitas
masyarakat
“…keterbukaan informasi itu
pertama, tersedia, kemudian
informasi itu mudah diakses
kemudian informasi itu berkualitas”
Ahmad Alamsyah
Saragih
1. Semua informasi
terbuka
2. Cara penyampaian
dan klasifikasi
Informasi
“Pokoknya semua terbuka selain
yang dikecualikan”
“… mereka harus menetapkan mana
yang tidak boleh, setelah itu, diluar
itu semuanya boleh. Nah semuanya
ini yang boleh ini bagaimana
menyampaikan”
Syamsul
Mahmudin
Kebijakkan Publik “Kalau menyangkut kebijakkan publik itu harus tidak boleh merahasiakan kepada publik dong? Kecuali itu privasi. Karena kita berbicara badan publik, maka kita berbicara dari kebijakkan kepentingan publik.”
Effendy Choiri “…Yang menyangkut hak dasar masyarakat itu kan, hak asasi manusia itu kan keterbukaan informasi, apa lagi informasi itu, yang terkait dengan kepentingan rakyat…”
58
2. Penafsiran Pasal Pengecualian dalam Undang-Undang Keterbukaan
Informasi Publik
Memperoleh informasi yang layak konsumsi dan mudah di akses adalah
impian bagi setiap warga negara. Selain Indonesia, Negara-negara lain pun
memiliki Undang-Undang yang menjamin keterbukaan informasi. Didalam
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yang diharapkan mampu menjadi
payung hukum masyarakat untuk memperoleh informasi terdapat pasal
pengecualian yang masih terdapat diskursus publik mengenai penafsiran dari pasal
pengecualian ini sendiri.
Dalam penafsiran terhadap pasal pengecualian ini terdapat berbagai
persepsi yaitu:
a. Pasal pengecualian adalah pasal yang melindungi kepentingan rakyat.
“…Pengecualian dalam UU KIP ini untuk publik juga, bukan untuk
pejabat publik. Kalau suatu informasi itu tiba-tiba langsung dibuka,
itu bisa mengganggu Negara. Jadi, untuk kasus wikileaks itu, sebagian
mungkin benar, sebagian engga. Dan saya fikir publik kita sudah
cerdas”.6
Pernyataan Alamsyah Saragih juga memiliki persamaan dengan pendapat
Syamsul Mahmudin dari majalah FORUM Keadilan yang menyatakan bahwa:
“Sebenarnya adanya pengecualian ini bagus juga, ada kepentingan
publik juga disitu. Contohnya penyidikkan yang ga boleh dibuka itu
keuntungan publik, kalau misalnya terbuka, tersangka lepas doong,
6 Wawancara pribadi dengan Ahmad Alamsyah Saragih, Anggota Komisi Keterbukaan
Informasi Publik di meeting room kantor Komisi Informasi Publik, 26 Juli 2011.
59
koruptor bisa lepas. Publik ini dirugikan kan? Pengecualian ini juga ada
kepentingan publik juga”.7
Pendapat yang sama disampaikan oleh Direktur Komunikasi Publik
Kemenfominfo, Supomo:
“Ya keterbukaan informasi itu ada batasnya. Ya jangan kan Negara,
informasi dalam rumah tangga saja ada batas-batasnya seperti rahasia
suami, rahasia istri, rahasia terhadap anak-anaknya, begitu juga
dengan Negara, ada informasi yang tidak boleh sembarangan oleh
public.”8
b. Pasal pengecualian sebagai tameng pejabat publik
“..kita juga melihat informasi yang dikecualikan ini sebenarnya harus diatur juga, ada ketentuan yang mengatur, siapa yg meminta informasi ini. Jadi bahwa informasi yang dikecualikan itu juga tidak diberlakukan tetapi harus ada ketentuan-ketentuan yang mengatur. Kalau yang meminta adalah ini ini ini ini, kita menjadikan informasi ini yang dikecualikan. Dan ya memang ada juga sih yang membuat pasal pengecualian sebagai tameng, dalam hal, alih-alih mereka tidak…. Bilang.. apa namanya rahasia Negara, tapi saya kira itu masih bisa di.. peluang untuk mendapatkan informasi masih dibuka”.9
Masih terdapat perbedaan penafsiran bagi badan publik sehingga pasal
pengecualian yang awalnya disusun untuk kepentingan publik banyak disalah
gunakan oleh pejabat publik.
“Karena perlakuan UU ini kan dilakukan oleh penyelenggara Negara, itu memang harus diperjelas tentang penafsiran itu, panafsiran
7 Wawancara pribadi dengan Syamsul mahmudin, Redpel Majalah FORUM Keadilan di
meeting room kantor Komisi Informasi Publik, 17 Agust 2011. 8 Wawancara pribadi dengan Supomo, Direktur Komunikasi Publik Kemenfominfo di
kantor Kemenfominfo, 26Agust 2011. 9 Wawancara pribadi dengan Muhammad Maulana, LSM FITRA di Meeting Room
Kantor FITRA , pkl 18 Agust 2011.
60
dipertegas. Apa yang dimaksud dengan rahasia Negara, apa yang dimaksud dengan rahasia kejahatan penyelenggara negara, beda loh! Saya melakukan tugas-tugas kenegaraan itu rahasia, tetapi ketika dalam tugas itu ada kejahatan, tidak rahasia lagi kan? Hak publik untuk mengetahuinya.”10
c. Diskursus Pasal Pengecualian hanya terdapat pada grey area
Pasal pengecualian sudah jelas ada dan tidak bisa dipatahkan. Sebenarnya
yang sering diperdebatkan mengenai pasal pengecualian ini adalah informasi-
informasi yang berada diwilayah abu-abu. Artinya informasi tersebut masih dapat
dibuka jika ada kepentingan publik yang lebih besar.
“Jadi yang masih sering disengketakan ya informasi yang ada diwilayah grey area. Informasi yang dikecualikan itu juga tidak permanen. Kedua, boleh jadi ada kepentingan publik untuk dibuka. Itu pun boleh dibuka itu yang selalu akan terjadi perbedaan. Kalau Cuma perbedaan tafsir dari australi sampai ke Eropa sana itu selalu terjadi perbedaan tafsir sehingga kesulitan informasi. Kalau kita kan hanya wilayah abu-abu. Tapi kalau yang jelas dirahasiakan itu ga berarti ga bisa dibuka loh.. kalau ada kepentingan publik yang masih luas, yang.. itu boleh dibuka, tentunya ga sembarangan ya..”11
Tabel-2 Konseptualisasi Pasal Pengecualian
Konseptualisasi
Keterbukaan
Informasi
Informan Komentar Singkat
Melindungi kepentingan
rakyat
1. Alamsyah
Saragih
2. Syamsul
Mahmudin
“…Pengecualian dalam UU KIP ini
untuk publik juga, bukan untuk
pejabat publik…”
“…Sebenarnya adanya pengecualian
ini bagus juga, ada kepentingan
10 Wawancara pribadi dengan Syamsul Mahmudin, Redpel Majalah FORUM Keadilan di
meeting room kantor Komisi Informasi Publik, 17 Agust 2011. 11 Wawancara pribadi dengan Ahmad Alamsyah Saragih, Anggota Komisi Keterbukaan
Informasi Publik di meeting room kantor Komisi Informasi Publik, 26 Juli 2011.
61
3. Supomo
publik juga disitu..”
“Ya keterbukaan informasi itu ada
batasnya. Ya jangan kan Negara,
informasi dalam rumah tangga saja
ada batas-batasnya seperti rahasia
suami,..”
Tameng pejabat publik 1. M. Maulana
2. Syamsul
Mahmudin
“…Dan ya memang ada juga sih yang
membuat pasal pengecualian sebagai
tameng, dalam hal, alih-alih mereka
tidakk…. Bilang.. apa namanya
rahasia Negara..”
“panafsiran dipertegas. Apa yang
dimaksud dengan rahasia Negara,
apa yang dimaksud dengan rahasia
kejahatan penyelenggara Negara..”
Hanya Grey Area Alamsyah Saragih “Jadi yang masih sering disengketakan ya informasi yang ada diwilayah grey area. Informasi yang dikecualikan itu juga tidak permanen. Kedua, boleh jadi ada kepentingan publik untuk dibuka. Itu pun boleh dibuka itu yang selalu akan terjadi perbedaan. Kalau Cuma perbedaan tafsir dari australi sampai ke Eropa sana itu selalu terjadi perbedaan tafsir sehingga kesulitan informasi. Kalau kita kan hanya wilayah abu-abu. Tapi kalau yang jelas dirahasiakan itu ga berarti ga bisa dibuka loh.. kalau ada kepentingan publik yang masih luas, yang.. itu boleh dibuka, tentunya ga sembarangan ya..”
62
3. Undang-Undang berdasarkan Konstrusi atas Realitas
Undang-Undang merupakan alat hukum bagi masyarakat untuk melakukan
suatu tindakkan diwilayah kenegaraan. Undang-Undang menjadi pondasi ketika
terjadi suatu sengketa dalam masyarakat. Oleh karena itu penggunaan istilah
dalam undang-undang dapat mengandung berbagai macam penafsiran bagi publik
yang dapat menjadi maneuver pembentukkan realitas secara tak sadar pada
masyarakat.
Proses Interaksi jika dilihat dari perspektif Peter L.Berger dan Thommas
Luckman membaginya dalam tiga bagian, yaitu subjective reality, symbolic reality
dan objective reality. Selain itu juga berlangsung dalam suatu proses dengan tiga
momen simultan, eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi.12
a. Subjective Reality
Subjective Reality adalah konstruksi definisi realitas seputar pasar yang
dimiliki individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subjektif
yang dimiliki masing-masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri
dalam proses eksternalisasi, atau proses interaksi sosial dengan individu lain
dalam sebuah struktur sosial. Melalui proses eksternalisasi itulah individu secara
kolektif berpotensi melakukan objectivikasi. 13
Dari definisi ini dapat dilihat bahwa struktur kemasyarakatan sangat
mempengaruhi proses penafsiran suatu Undang-Undang. Pada saat pemikiran baru
sampai disubjektive reality ini lah perbedaan pendapat maupun penafsiran terjadi.
12 Gun Gun Heryanto dan Iding R. Hasan, Studi pada Pemberitaan Kasus Century
Sebelum dan Sesudah Paripurna DPR-RI di Stasiun Berita TVOne (Jakarta: Lembaga Penelitian, 2010), h. 13.
13 Dedy N Hidayat, Konstruksi Sosial Industri Penyiaran : Kerangka Teori Mengamati Pertarungan di Sektor Penyiaran, Makalah dalam diskusi “UU Penyiaran, KPI dan Kebebasan Pers, di Salemba 8 Maret 2003.
63
Misalnya perbedaan mengenai penafsiran dari konseptualisasi Keterbukaan
Informasi, pendapat informan memiliki persepsi masing-masing tergantung dari
sejauh mana informan tersebut berkecimpung dalam UU ini. Muhammad Maulana
berlatar belakang civil society mengatakan bahwa keterbukaan informasi
merupakan partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas masyarakat,14 sedangkan
Ahmad Alamsyah Saragih memiliki makna yang sedikit berbeda dari devinisi
umum karena Ia lebih mendalami Undang-undang keterbukaan Informasi Publik
sehingga memiliki penafsiran bahwa Keterbukaan Informasi bukan lagi
membicarakan keterbukaan dan rahasia Negara, tatapi bagaimana cara badan
publik mengklasifikasikan informasi-informasi untuk diberikan kepada publik.
b. Symbolic Reality
Symblolic reality, merupakan semua ekspresi simbolik dari apa yang
dihayati sebagai “objective reality” termasuk di dalamnya teks produk Undang-
Undang. Jadi, Jika suatu penafsiran dari subjective reality sudah dijadikan sebuah
teks atau suatu symbol maka hal ini disebut dengan Symblolic reality.
Misalnya diwacanakan oleh DPR seperti yang disampaikan oleh Effendy
Choiri dalam wawancara pribadi:
Yang menyangkut hak dasar masyarakat itu kan, hak asasi manusia itu kan keterbukaan informasi, apa lagi informasi itu, yang terkait dengan kepentingan rakyat, misalnya informasi tentang APBN, anggaran pendapatan belanja Negara, untuk rakyat itu harus terbuka karena itu uang dari rakyat, karena itu kebijakan pemerintah.
Wacana tersebut menjadi sesuatu yang simbolik pada saat sudah menjadi
teks undang-undang.
14 Wawancara pribadi dengan Muhammad Maulana, LSM FITRA di Meeting Room
Kantor FITRA , 18 Agust 2011.
64
Pasal 915
(1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi publik secara
berkala.
(2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Informasi yang berkaitan dengan Badan Publik
b. Informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait
c. Informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
d. Informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Perubahan dari subjektif reality menjadi sesuatu yang sudah tersimbol
disebut dengan symbolic reality.
c. Objektive Reality
Objektive Reality merupakan suatu kompleksitas definisi realitas
(termasuk ideologi dan keyakinan ) serta rutinitas tindakan dan tingkah laku yang
telah mapan terpola, yang kesemuanya dihayati oleh individu secara umum
sebagai fakta.
Dalam hal ini jika semua persepsi masyarakat sudah memiliki arti yang
sama maka objektif reality sudah berhasil mapan terpola didalam suatu struktur.
Undang-Undang Keterbukaan Informasi menjadi suatu payung Hukum untuk
masyarakat civil society merupakan objective reality dari terbitnya UU
Keterbukaan Informasi ini.
Dari objective reality ini dapat dilihat bahwa pelembagaan UU KIP
sebagai Undang-Undang baru yang mulai dipublikasikan kepada masyarakat
adalah proses dari konstruksi penyebaran transparansi informasi. Untuk
15 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik, bab IV, bagian kesatu , pasal 9.
65
mengukuhkan UU ini suatu struktur sosial membutuhkan pelembagaan UU agar
mencapai suatu objektivitas pemaknaan.
Cara pelembagaan dapat dilakukan dengan berbagai macam bentuk.
Misalnya penyebaran gambar proses memperoleh informasi supaya proses
tersebut terlembaga dan mencapai objective reality. Artinya, setiap orang
memiliki pemahaman yang sama ketika ingin memperoleh informasi.
Gambar-1
Tata cara memperoleh informasi publik16
Gambar diatas merupakan suatu pelembagaan supaya mencapai objective
reality dan menyamakan makna setiap orang agar tidak menimbulkan
kesalahpahaman.
16 Komisi Informasi Pubik, Tata Cara Memperole Informasi Publik, diunduh pada tanggal 12 September 2011, http://www.komisiinformasi.go.id/index.php/subMenu/587.
66
Dikatakan bahwa suatu dialektika berjalan simultan jika dilengkapi
dengan eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi, artinya ada proses menarik
keluar (eksternalisasi) sehingga seakan-akan hal itu berada di luar (objektif) dan
kemudian ada proses penarikan kembali ke dalam (internalisasi) sehingga
sesuatu yang berada di luar tersebut seakan-akan berada dalam diri atau
kenyataan subyektif.17
Dapat diartikan bahwa Undang-Undang KIP akan berjalan secara simultan
jika terjadi diskursus pada public agar UU KIP menjadi konsumsi public
(eksternalisasi) kemudian Undang-udang ini menjadi suatu kontroversi artinya
UU ini berada diluar diri kemudian lambat laun terjadi proses pelembagaan di
masyarakat, aktivis, dan regulator independent sehingga Keterbukaan Informasi
Publik menjadi sesuatu yang dianggap sah (objektivasi), dan akhirnya Undang-
Undang ini mengalami proses penarikkan kembali ke dalam diri. Proses
keterbukaan informasi publik terhadap persepsi dan kesadaran masyarakat,
aktivis, dan regulator independent dalam konteks menerima, mereduksi, atau
menolak pelaksanaan Undang-Undang (internalisasi). Maksudnya Keterbukaan
Informasi mulai disadari oleh masyarakat bahwa transparansi informasi
dibutuhkan untuk menjadi Negara yang demokrasi.
B. Implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik
Membangun kesadaran bersama tentang pentingnya keterbukaan informasi
merupakan keniscayaan yang diharapkan dari pintu demokrasi. Untuk membina
keharmonisan dalam menciptakan transparansi informasi dibutuhkanlah pengait
17 Gun Gun Heryanto dan Iding R. Hasan, Studi pada Pemberitaan Kasus Century Sebelum dan Sesudah Paripurna DPR-RI di Stasiun Berita TVOne, (Jakarta: Lembaga Penelitian, 2010), h. 14.
67
yang berupa Undang-Undang Keterbukaan Informasi untuk memayungi hak-hak
warga Negara dalam memperoleh informasi.
Selain itu, UU ini juga merupakan turunan langsung dari pasal 20, pasal
21, dan pasal 28 huruf Fdan pasal 28 huruf J UUD 1945, karenanya UU ini
merupakan titik tolak bagi bangsa Indonesia yang tengah menuju era Keterbukaan
dalam kerangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dalam lanskap
pemerintahan yang berpola Community-Based Governance (Pemerintah Berbasis
Komunitas). Dengan lahirnya UU ini, Indonesia kini menjadi bagian dari 69
negara di dunia yang termasuk dalam kategori Free (warna hijau) dalam Freedom
World Map.18
1. Manfaat UU Keterbukaan Informasi Publik
Manfaat dibentuknya UU KIP dan Komisi Informasi Pusat adalah
menjamin hak untuk tahu, pada saat era orde baru segala informasi adalah rahasia
Negara dan sedikit sekali informasi yang boleh dikonsumsi oleh publik. Saat ini
setelah UU KIP diterbitkan, hak publik untuk memperoleh informasi menjadi
memiliki payung hukum.
Alamsyah Saragih mengungkapkan bahwa:
“Tadi kan di UU nya kan ada dua.. pertama hak untuk tahu.. kalau hak
untuk tahu itu ada, orang bisa tahu, kalau mereka tahu ini, tentunya
meraka bisa berpartisipasi. Jadi partisipasi publik itu kualitasnya
meningkat..”
Komisi Informasi sendiri dibentuk agar dapat menjembatani antara
masyarakat dan badan publik. Kehadiran Komisi Informasi merupakan sesuatu
18 Tim Komisi Informasi Pusat dalam Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat 2010.
68
yang sangat krusial karena dilahirkan oleh UU yang sangat Fundamental – disebut
sebagai “Fundamental Law” – melalui UU ini, lima hak dasar warga Negara,
yakni hak untuk melihat dan mengetahui; hak untuk menghadiri pertemuan publik
yang terbuka untuk umum guna memperoleh informasi publik sesuai peradilan
perundang-undangan yang berlaku dijamin keberadaannya.19
2. Hambatan Implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik
a. Dukungan Badan Publik
Dalam implementasi Undang-Undang ini juga dibutuhkan peran badan
publik untuk membuat PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi)
supaya publik dapat mengakses informasi dari badan publik. Untuk Implementasi
Undang-Undang inilah maka Komisi Informasi (KI) pusat dibentuk. Muhammad
Maulana menyatakan bahwa:
“Tetapi memang, secara umum apa itu yang terjadi saat ini juga belum
mencerminkan kondisi ideal yang apa yang diharapkan dalam UU
KIP.”20
“…Dari 118 BP yang kita minta, itu Cuma lima puluh empat yang
memberikan informasi.”21
Sampai pertengahan bulan Juli 2011 terdapat banyak sekali badan Publik
yang belum mendapat PPID. Dari tiga puluh empat Kementerian, baru enam
belas kementerian yang memiliki PPID. Yaitu:
1) Kementerian Komunikasi dan Informatika
19 Lihat dalam Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat tahun 2010. 20 Wawancara pribadi dengan Muhammad Maulana, LSM FITRA di Meeting Room
Kantor FITRA , 18 Agust 2011. 21 Wawancara pribadi dengan Muhammad Maulana, LSM FITRA di Meeting Room
Kantor FITRA , 18 Agust 2011.
69
2) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
3) Kementerian Kesehatan
4) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
5) Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
6) Kementerian Pendidikkan Nasional
7) Kementerian Perhubungan
8) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
9) Kementerian Kehutanan
10) Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan
11) Kementerian Luar Negeri
12) Kementerian Perdagangan
13) Kementerian Sosial
14) Kementerian Sekretariat Negara
15) Kementerian Pertanian
16) Kementerian Pekerjaan Umum22
22 West dan Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi, h. 158.
70
Dari jumlah badan publik terdapat 687 badan Publik. Dan baru 62 badan
publik yang memiliki PPID. Yaitu:
Tabel-3
Daftar Badan Publik yang Wajib Memiliki PPID23
Lembaga Jumlah* Telah Membentuk PPID** Persentase (%) Kesekretariat Lembaga Negara
7 5 71.5
Kementerian 34 17 50 Lembaga Setingkat Menteri
4 2 50
LPNK 28 10 35 Lembaga Non Struktural
88 4 4.5
Lembaga Penyiaran Publik
2 - 0
Propinsi 33 2 6 Kabupaten 398 19 4.5 Kota 93 3 3
Jumlah
697
62
9 Sumber: * Kementerian PAN dan RB, 2011 ** Ditjen IKP Kementerian Kominfo, 15 Agustus 2011
Dari minimnya pembentukkan PPID inilah terjadi hambatan untuk
mengimplementasikan UU ini. Karena UU ini dapat berjalan efektif ketika Badan
Publik sudah siap untuk memberikan informasi. Alamsyah Saragih mengatakan
bahwa:
“…oke kalau 2012 itu sudah ada startegi communication bagaimana itu
memulai membangun jaringan kerja itu dengan bantuan hukum,
melayani iklan di tv, cuma kita fikir kalau memang ingin seperti itu tapi
23 Sopomo, Peranan PPID dalam Implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik,
Disampaikan pada Diklat Jabatan Fungsional Pranata Humas Tingkat Ahli Pusdiklat Kementrian Kominfo. Jakarta, 20 Juli 2011.
71
departemennya belum siap ya gimana, malah masyarakat frustasi
nanti.”
Terhambatnya pembentukkan PPID ini menjadi permasalahan yang cukup
berat karena badan publik memiliki waktu dua tahun setelah UU KIP di
implementasikan yaitu maksimal tanggal 23 Agustus 2011. Seperti yang
dikatakan oleh M. Maulana:
“…Nah ini menjadi permasalahan juga. Sementara UU ini baru berlaku. Belum lagi di PP 61 gitu yah itu kan sudah mengamanat kan bahwa PPID itu maksimal harus sudah terbentuk tanggal 23 agustus 2011. Nah itu kalau di nasional, tetapi kalau di daerah yah itu apa namanya, implementasi UU KIP ini memang masih ee.. jauh panggang dari arang.”24
b. Komisi Informasi hanya bersifat Koordinatif
Berbeda dengan KPU atau mahkamah agung yang memiliki wewenang
merekrut sendiri dari wilayah-wilayah lain, Komisi Informasi hanya bersifat
koordinatif dengan KI daerah. Artinya KI pusat tidak memiliki kewenangan untuk
membentuk KI daerah secara sepihak. KI daerah dibentuk dari kesadaran daerah
itu sendiri. Sehingga sifatnya yang hanya berhubungan koordinatif. Alamsyah
Saragih mengatakan bahwa:
“Ya.. itu hubungannya koordinatif.. bukan vertikal. Hambatannya itu pertama ga ngerti bahwa ini mandat UU harus dilakukan, kedua merasa ini penting ga menurut saya? Kalau penting ga penting kan tergantung apakah ini berharga untuk saya sehingga saya mendorong supaya terbentuk di masing-masing daerahnya, atau tekanan publik yang meminta. Jadi harus respon.”25
24 Wawancara pribadi dengan Muhammad Maulana, LSM FITRA di Meeting Room
Kantor FITRA , 18 Agust 2011. 25 Wawancara pribadi dengan Ahmad Alamsyah Saragih, Anggota Komisi Keterbukaan
Informasi Publik di meeting room kantor Komisi Informasi Publik, 26 Juli 2011.
72
c. Kegalauan Pemerintah Daerah terhadap Pembentukkan Komisi
Informasi Daerah
Untuk mengimplementasikan UU KIP dibutuhkan Komisi informasi untuk
memediasi atau ajudikasi jika ada sengketa informasi. Pembentukkan KI berasal
dari APBD daerah masing-masing. Sehingga ketidaktersediaan dana menjadi satu
alasan yang banyak diberikan oleh pemerintah-pemerintah daerah. Tetapi menurut
Alamsyah Saragih ketidak tersediaan dana hanya alasan dari perilaku dasar
manusia yang tidak mau merasa terganggu dengan membangun suatu komisi yang
dapat mengadili pejabat publik tersebut.
“..kadang-kadang kan kita kalau masuk ke akademi tertentu ada namanya kita prilaku dasar manusia, Saya sebagai penguasa masa masih ada lembaga lain yang akan mengadili saya.. hahaha.. pastinya mereka ga mau kan? Lebih baik saya membuktikan kalau saya baik dari pada harus ada lembaga itu. Alasan lainnya anggaran tidak tersedia, UU nya belum ada peraturan proposional, dan macem-macem.. itu semua alasan.”26 Seperti Negara lainnya, keterbukaan informasi selalu saja tidak berjalan
mulus. Pemerintah masih saja merahasiakan beberapa hal penting yang
seharusnya dapat diakses oleh rakyat.27
d. Sosialisasi UU KIP
Hambatan selanjutnya adalah sosialisasi untuk mengenalkan UU
Keterbukaan Informasi. Komisi Informasi mempunyai rencana 2012 akan
mensosialisasikannya melalui radio dan televise. Tetapi lagi-lagi hambatan ini
terhambat pula dari ketidaksiapan badan publik untuk memberikan informasi
kepada masyarakat.
26 Wawancara pribadi dengan Ahmad Alamsyah Saragih, Anggota Komisi Keterbukaan Informasi Publik di meeting room kantor Komisi Informasi Publik, 26 Juli 2011.
27 Koalisi untuk Kebebasan Informasi, Kebebasan Informasi di Beberapa Negara. (Jakarta: Koalisi untuk Kebebasan Informasi, 2003). h. 76.
73
Diagram-1
Sosialisasi Komisi Informasi Ke Badan Publik28
Sumber: Komisi Informasi Pusat dalam Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat tahun 2010
e. Proses Politik
Komisi informasi dapat dibentuk atau ditunda tergantung situasi politik
yang ada di wilayah yang tersebut. Jika terjadi suatu konflik politik didaerah
tersebut, maka daerah itu berpotensi membangun Komisi Informasi Daerah. Salah
satu tujuannya tentu saja untuk menjatuhkan salah satu rival politik mereka.
“…tergantung pada proses politik.. tapi kalau unsur politik, apakah ia
sedang berkepentingan atau tidak..”29
Sampai saat ini dari tiga puluh tiga propinsi, Komisi Informasi daerah baru
terbentuk sebanyak delapan propinsi. Yaitu:
29 Wawancara pribadi dengan Ahmad Alamsyah Saragih, Anggota Komisi Keterbukaan Informasi Publik di meeting room kantor Komisi Informasi Publik, 26 Juli 2011.
27
25
22
64
Sosialisasi Komisi Informasi Ke Badan Publik
Pemerintah Propinsi
Legislatif, Yudikatif, BPK
Lembaga Non Kementerian
Kementerian
Perguruan Tinggi
74
Tabel-4
Pembentukkan Komisi Informasi Daerah
No. Sudah Terbentuk Dalam Proses Pembentukkan 1. Jawa Tengah Bali 2. Jawa Timur DKI Jakarta 3. Kepulauan Riau Sumatera Utasa 4. Gorontalo Kalimantan Tengah 5. Lampung Sumatera Selatan 6. Banten Kalimantan Barat 7. Sulawasi Selatan 8. Jawa Barat
Sumber: Data Dari PPID kementerian Kemenfominfo melalui proses permohonan informasi sesuai UU KIP
Diagram -2
Diagram Perkembangan Pembentukkan KI Daerah
Sumber: Komisi Informasi Pusat, dalam Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat tahun 2010
0 10 20 30 40
Seleksi Oleh Pansel
Pendaftaran
Pembentukkan Pansel
Belum ada Perkembangan
Penetapan
Fit and Profer di DPR
33
6
6
5
22
28
75
Tabel-5
Hambatan Implementasi UU KIP
Hambatan
Implementasi UU KIP
Informan Komentar Singkat
Dukungan Badan Publik
1. M.Maulana
2. Alamsyah
Saragih
“Dari 118 BP yang kita minta, itu Cuma 54 yang memberikan informasi pejabat publik…” “…oke kalau 2012 itu sudah ada startegi communication bagaimana itu memulai membangun jaringan kerja itu dengan bantuan hukum, melayani iklan di tv, cuma kita fikir kalau memang ingin seperti itu tapi departemennya belum siap ya gimana, malah masyarakat frustasi nanti.”
Pembentukkan PPID M. Maulana
Nah ini menjadi permasalahan juga. Sementara UU ini baru berlaku. Belum lagi di PP 61 gitu yah itu kan sudah mengamanat kan bahwa PPID itu maksimal harus sudah terbentuk tanggal 23 agustus 2011. Nah itu kalau di nasional, tetapi kalau di daerah yah itu apa namanya, implementasi UU KIP ini memang masih ee.. jauh panggang dari arang.”
Bersifat Koordinatif Alamsyah Saragih “Ya.. itu hubungannya koordinatif.. bukan vertikal. Hambatannya itu pertama ga ngerti bahwa ini mandat UU harus dilakukan”
Kegalauan pemerintah
daerah
Alamsyah saragih “Saya sebagai penguasa masa mausih ada lembaga lain yang akan mengadili saya.. hahaha.. pastinya mereka ga mau kan? Lebih baik saya membuktikan kalau saya baik dari pada harus ada lembaga itu”
Proses Politik
Alamsyah Saragih “…tergantung pada proses politik.. tapi kalau unsur politik, apakah ia sedang berkepentingan atau tidak..”
76
3. Kelemahan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik
a. Eksekusi putusan
Komisi Informasi tidak memiliki kekuatan dalam eksekusi putusan. Tugas
KI hanya selesai sampai sidang ajudikasi diputuskan, selanjutnya ia hanya
memantau bagaimana kelanjutan sengketa tersebut ketika diajukan banding ke
pengadilan. Sifaknya yang deklatoir artinya hanya mendeklarasi tanpa memiliki
kekuatan untuk mengeksekusi putusan informasi inilah yang sangat disayangkan.
Eksekutor dari putusan KI adalah polisi. Kendalanya, ketika KI
mengalahkan atau putusannya tidak berpihak kepada POLRI, maka eksekusi yang
dilakukan menjadi terhambat seperti contoh kasus ICW dan 17 nama rekening
gendut POLRI.
“Ya ini kan persoalannya kan berasal dari eksekusi KI kan nah itu memang menjadi permasalahannya yang sering diduskusiin gitu loh. Kenapa sih eksekusi dari putusan-putusan KI ini belum bisa berjalan efektif gitu yah.. ya ita sih melihat pertama, tadi yaa.. KI menjadi lembaga baru, kemudian, kedua, apa namanya? KI juga bukan eksekutor, eksekutornya polisi..”30
b. Gugatan
Kelemahan pada UU KIP selanjutnya adalah badan publik tidak boleh
menggugat badan publik. Ketika Polri tidak mau memberikan 17 nama rekening
gendut kepada ICW, polri melakukan banding kepada Pengadilan Tinggi Negeri
dengan KI menjadi tergugat.
“KI sudah memutuskan bahwa informasi dibuka, Kelemahan UU ini
juga, mengadu ke PTN, di PTN kita menjadi tergugat.. masalahnya
30 Wawancara pribadi dengan Muhammad Maulana, LSM FITRA di Meeting Room
Kantor FITRA , 18 Agustus 2011.
77
badan publik ga boleh menggugat badan publik. Karena lebih dari 14
hari maka keputusan kami dihanguskan.. tapi mereka masih bersikukuh,
alasannya selalu berkembang yah..”31
c. Ambiguitas
Kelemahan ketiga adalah ambiguitas UU KIP mengenai kelanjutan putusan
setelah ajudikasi di KI Pusat. Pasca putusan KI, para pihak merespon secara
beragam, misalnya pihak termohon menyatakan keberatan atas putusan KI Pusat
cenderung hanya berinisiatif untuk menyampaikan keberatan tertulis kepada
Komisi Informasi. Termohon tidak mendaftarkannya kepada pengadilan sebagai
proses banding. Berdasarkan hasil pendalaman, hal ini disebabkan ketentuan
upaya banding yang dinilai ambigu pada UU KIP dalam pasal 47 dan 48. Dengan
ketentuan tersebut, termohon menilai pihak pemohonlah yang harus melakukan
gugatan. Sementara pihak pemohon beranggapan pihak termohon yang
menyatakan keberatan atas putusan KI Pusat adalah pihak yang harus
mendaftarkan gugatan ke Pengadilan. Pemohon menyatakan seperti hal nya proses
banding, maka pihak yang kalah harus melakukan banding.32
d. Proses
Untuk mendapatkan informasi melalui proses yang ada didalam UU KIP,
pemohon harus mengikuti prosedur 10+7+30. Peneliti mencoba mengikuti proses
permohonan informasi kepada PPID Kominfo melalui prosedur yang memang
sudah ada dalam Undang-Undang KIP. Peneliti mengajukan permohonan
informasi pada tanggal 22 Agustus 2011. Sesuai dengan UU yang menyatakan
31 Wawancara pribadi dengan Ahmad Alamsyah Saragih, Anggota Komisi Keterbukaan
Informasi Publik di meeting room kantor Komisi Informasi Publik, 26 Juli 2011. 32 Lihat pada Komisi Informasi Pusat dalam Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat
2010.
78
bahwa proses pertama dibadan publik dapat diberikan langsung informasi yang
diterima atau memerlukan proses karena salah satu informasi yang diminta tidak
termasuk kategori informaji yang wajib setiap saat sehingga memerlukan proses.
Proses di badan publik sendiri adalah 10+7+30 yang artinya pemohon
meminta informasi, apabila membutuhkan proses bagi badan publik untuk
memberikan informasi, maka badan publik diberi waktu 10 hari. Jika badan publik
dalam jangka waktu 10 hari tidak memberikan informasi yang diminta, maka
badan publik memiliki perpanjangan waktu selama 7 hari. Itu sesuai dalam
PERKI no. 1 tentang Peraturan Komisi Informasi pasal 26.
Jika setelah 7 hari badan publik belum memberikan informasi yang
diajukan oleh pemohon, maka sesuai dengan PERKI (Peratutan Komisi Informasi)
pasal 34, pemohon dapat dapat memberikan surat keberatan kepada atasan PPID
badan publik agar permohonannya di tanggapi.
Proses ini hanya baru sampai pada badan publik dan sengketa belum masuk
ke dalam Komisi Informasi. Prosesnya yang panjang ini lah yang membuat
wartawan tidak menggunakan jalan ini untuk mendapatkan informasi. Seperti
pendapat dari M. Maulana dari FITRA:
”Bahwa secara umum titik lemahnya KIP itu yang pertama dari
eksekusinya itu, kemudian dari proses penyelesaian sengketa informasi
yang sebenarnya cukup meman waktu yang sangat lama gitu ya.. dua
hal itu sebenarnya yang menjadi kelemahan dari UU KIP.” 33
33 Wawancara pribadi dengan Muhammad Maulana, LSM FITRA di Meeting Room
Kantor FITRA , 18 Agustus 2011.
79
Tabel- 6
Kelemahan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik
Kelemahan UU KIP Informan Komentar Singkat
Eksekusi putusan
M. Maulana
“Ya ini kan persoalannya kan berasal dari eksekusi KI kan nah itu memang menjadi permasalahannya yang sering diduskusiin gitu loh. Kenapa sih eksekusi dari putusan-putusan KI ini belum bisa berjalan efektif gitu yah.. ya ita sih melihat pertama, tadi yaa.. KI menjadi lembaga baru, kemudian, kedua, apa namanya? KI juga bukan eksekutor, eksekutornya polisi..”
Gugatan Alamsyah Saragih
“KI sudah memutuskan bahwa informasi dibuka, Kelemahan UU ini juga, mengadu ke PTN, di PTN kita menjadi tergugat.. masalahnya badan publik ga boleh menggugat badan publik. Karena lebih dari 14 hari maka keputusan kami dihanguskan.. tapi mereka masih bersikukuh, alasannya selalu berkembang yah..”
Ambiguitas Laporan Tahunan
Komisi Informasi
Publik
Berdasarkan hasil pendalaman, hal ini disebabkan ketentuan upaya banding yang dinilai ambigu pada UU KIP dalam pasal 47 dan 48. Dengan ketentuan tersebut, termohon menilai pihak pemohonlah yang harus melakukan gugatan. Sementara pihak pemohon beranggapan pihak termohon yang menyatakan keberatan atas putusan KI Pusat adalah pihak yang harus mendaftarkan gugatan ke Pengadilan. Pemohon menyatakan seperti hal nya proses banding, maka pihak yang kalah harus melakukan banding.
Proses M. Maulana ”Bahwa secara umum titik lemahnya KIP itu yang pertama dari eksekusinya itu, kemudian dari proses penyelesaian sengketa informasi yang sebenarnya cukup meman waktu yang sangat lama gitu ya.. dua hal itu sebenarnya yang menjadi kelemahan dari UU KIP.”
80
C. Respon Masyarakat Setelah UU KIP diimplementasikan
Respon masyarakat yang peneliti maksud bukan respon dalam penelitian
Kuantitatif, tetapi respon dengan analisa penelitian menggunakan teori
Pelanggaran Harapan dari Judee. Pelanggaran Harapan adalah para komunikator
berusaha untuk menginterprestasi makna dari sebuah pelanggaran dan
memutuskan apakah mereka menyukainya atau tidak.34
Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik adalah sebuah harapan
setelah lahirnya reformasi di Indonesia. Dengan lahirnya UU KIP, masyarakat
menaruh harapan yang sangat besar terhadap transparansi informasi.
1. Hubungan Ruang
Hubungan ruang disini adalah ruang dimana suatu informasi dapat
diinformasikan atau ditutup. Burgoon dan peneliti pelanggaran harapan lainnya
percaya bahwa manusia mempunyai keinginan untuk dekat dengan manusia lain,
tetapi juga menginginkan adanya jarak tertentu atau privasi.35
Negara sebagai suatu badan kelembagaan juga memiliki ruang privasi
dimana tidak sembarang orang yang dapat mengetahui tentang informasi tersebut.
Untuk itulah terdapat pasal pengecualian yang tujuannya untukk kepentingan
publik juga tetapi tidak jarang pasal pengecualian ini juga disalah gunakan oleh
pejabat publik.
“Ya keterbukaan informasi itu ada batasnya. Ya jangan kan Negara,
informasi dalam rumah tangga saja ada batas-batasnya seperti rahasia
suami, rahasia istri, rahasia terhadap anak-anaknya, begitu juga
34 Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, ( Jakarta:PT. Laswell
Visitama, 2010), h. 115. 35 West dan Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi (Jakarta: Salemba
Humanika, 2009) h.. 155.
81
dengan Negara, ada informasi yang tidak boleh sembarangan oleh
public.”36
2. Zona Proksemik
Dalam Zona Proksemik ini, kewilayahan menjadi suatu problema karena
kewilayahan adalah kepemilikan seseorang akan sebuah area atau benda. Ada tiga
jenis kewilayahan, yaitu: kewilayahan primer (menunjukkan kepemilikan
eksklusif seorang terhadap sebuah area atau benda), kewilayahan sekunder
(merupakan afiliasi seseorang dengan sebuah area atu benda) dan kewilayahan
publik (menandai tempat-tempat terbuka untuk semua orang).37
Konteks kewilayahan primer dilihat dari analisa Undang-Undang ini dapat
ditempatkan menjadi kewilayahan suatu badan publik terhadap segala informasi
yang ia miliki. Badan Publik memiliki haknya untuk memberikan maupun
meyimpan informasi yang badan publik miliki. Seperti dalam Peraturan Komisi
Informasi (PERKI) no. 1 tahun 2010 yang memberikan waktu kepada badan
publik 10+7+30 hari. Artinya badan publik diberikan waktu selama 10 hari oleh
UU untuk memikirkan apakah informasi yang diminta pemohon dapat di
publikasikan atau tidak. Jika dalam 10 hari badan publik belum memberikan
informasi yang dimohonkan, maka badan publik mendapat perpanjangan waktu
selama 7 hari. Jika dalam 7 hari badan publik masih belum memberikan
informasi, maka pemohon berhak memberikan surat permohonan informasi
kepada pimpinan badan publik yang diberikan waktu selama 30 hari.
36 Wawancara pribadi dengan Supomo, Direktur Komunikasi Publik Kemenfominfo di
kantor Kemenfominfo, pkl 11.00-12.00 WIB 37 West dan Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi. H. 155.
82
Dan kewilayahan publik adalah wilayah dimana informasi merupakan hak
untuk warga Negara. Diwilayah ini informasi adalah milik publik. Informasi-
informasi yang barkaitan dengan publik dapat diinformasikan.
3. Valensi Penghargaan Komunikator (Communicator Reward
Valence)
Valensi adalah jumlah dari karakteristik-karakteristik positif dan negatif
dari seseorang dan potensi bagi orang untuk memberikan penghargaan atau
hukuman.
Penghargaan Komunikator ini dapat dilihat dari bagaimana respon publik
mengenai UU keterbukaan Informasi Publik maupun Komisi Informasi.
Penghargaan Komunikator tidak hanya berupa sesuatu yang negative, tetapi dapat
juga diartikan positif.
Seperti tanggapan Komisi 1 Anggota DPR-RI, Effendy Choiri:
“KI itu sangat berguna karena dialah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan undang-undang ini. Dialah yang menjembatani antara rakyat dan departemen-departeman yang tertutup. Dialah yang mendorong, supaya departemen-departeman yang menggunakan dana rakyat itu terbuka. Meminta informasi kesuatu departemen yang meminta uang rakyat terus dilanggar ya bisa ngadu ke dia, kalau ga ada dia ya lapornya kemana?”38 Komisi Informasi memang dibutuhkan dalam menjalankan mandat UU
KIP. Sampai saat ini sudah Agustus terdapat 362 informasi yang disengketakan
dalam Komisi informasi. Alamsyah saragih mengungkapkan bahwa harapan
publik yang sangat besar sehingga KI terlanggar kemampuannya:
38 Wawancara pribadi dengan Effendy Choiry, Anggota DPR RI Komisi 10 via telephon,
pkl 19.30-20.08 WIB.
83
“Publik terlalu tinggi harapannya, melanggar kemampuan dari KI
ini.. hahaha…”39
“Pertama pelanggaran harapan terjadi kepada pemohon ketika mengabulkan badan publik kedua terhadap badan publik ketika mengabulkan pemohon. Pasti ada pelanggaran harapan kalau menggunakan teori itu. Jadi, nah bagaimana kemudian komisi informasi bisa mengelola harapan walaupun berkali-kali dilanggar tetapi orang percaya gitu.. hehehe… lu harus belajar tuh bagaimana caranya walaupun berkali-kali melanggar tapi orang tetap berharap. Hahahaha…” 40
Jadi, terlanggarnya harapan dari publik tergantung dari sisi mana
melihatnya.
Seperti yang dikatakan Alamsyah Saragih, berapa banyak pun pelanggaran
harapan terjadi, masih banyak yang menyengketakan informasi. Selama tahun
2010 bulan Mei sampai dengan Desember 2010, masuk sengketa informasi berupa
122 keberatan kepada badan publik yang ditembuskan kepada Komisi Informasi.
Terakhir Agustus 2011 sengketa yang masuk sebanyak 362 pemohon
informasi. 115 permohonan berujung:41
39 Wawancara pribadi dengan Ahmad Alamsyah Saragih, Anggota Komisi Keterbukaan
Informasi Publik di meeting room kantor Komisi Informasi Publik, pkl 02.00-03.00 WIB. 40 Wawancara pribadi dengan Ahmad Alamsyah Saragih, Anggota Komisi Keterbukaan
Informasi Publik di meeting room kantor Komisi Informasi Publik, pkl 02.00-03.00 WIB. 41 Sopomo, Peranan PPID dalam Implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik,
Disampaikan pada Diklat Jabatan Fungsional Pranata Humas Tingkat Ahli Pusdiklat Kementrian Kominfo, Jakarta, 20 Juli 2011.
Mediasi 102 Kasus Ajudikasi 11 Kasus Gugatan PTUN 2 Kasus
84
Diagram-3
Data status putusan Komisi Informasi Tahun Anggaran 2010
Sumber: Komisi Informasi Pusat dalam Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat tahun 2010
Dari data diatas, termohon yang tidak menerima putusan KIP lagi-lagi
ditegaskan bukan karena harapannya terlanggar, tetapi kembali dilihat dari sisi
mana pelanggaran ini terjadi. Pemohon informasi atau termohon yang tidak mau
memberikan informasinya.
4. Rangsangan (Arousal)
Rangsangan adalah minat atau perhatian yang meningkat ketika
penyimpangan harapan terjadi. Burgoon merasa bahwa ketika harapan seseorang
dilanggar, minat atau perhatian orang tersebut akan dirangsang, sehingga ia akan
menggunakan mekanisme tertentu untuk menghadapi pelanggaran yang terjadi.42
Melihat jumlah sengketa yang masuk kedalam Komisi Informasi maupun
PPID dapat dilihat seberapa besar kepuasan masyarakat terhadap UU KIP
sementara. 43
42 West dan Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi. H. 162. 43 Komisi Informasi Pusat dalam Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat tahun 2010
23
201234
Yang diterima dan dijalankanoleh
termohon
Yang tidak menerima putusan KIP
dalam proses menunggu keputusan
85
Diagram-4
Permohonan Masuk, TA 2010
Sumber: Komisi Informasi Pusat dalam Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat tahun 2010
Tabel -7
Jumlah Pemohon dan Permintaan Informasi Publik pada PPID
Kementerian Komunikasi dan Informatika
Sampai dengan Bulan Juli 2011
Sumber: PPID Kemenfominfo, Akses Publik, diunduh pada tanggal 2 September 2011 pukul 20.38 dari http://ppidkemkominfo.wordpress.com/akses-publik/
Yang dimaksud informasi belum dikuasai adalah sesuai dengan
pengalaman peneliti ketika mengikuti proses memperoleh informasi melalui
0
10
20
30
40
Juli Agustus September Oktober November Desember
15 12 15
30
10
40
Permohonan masuk TA
86
prosedur UU KIP di PPID Kemenkominfo, peneliti mengajukan tujuh
permohonan informasi, yaitu:
a. Klasifikasi Informasi yang dikecualikan PPID Kemenkominfo
b. Informasi serta-merta
c. Informasi yang wajib disediakan
d. Informasi tersedia setiap saat
e. Jumlah sengketa yang diajukan kepada PPID
f. Macam sengketa yang disengketakan
g. Kementerian atau lembaga yang sudah membentuk PPID
Dari tujuh informasi yang dimohon oleh peneliti, satu informasi tidak
dapat dipenuhi karena informasi belum dikuasai yaitu informasi tentang
klasifikasi informasi yang dikecualikan. PPID mengatakan bahwa informasi
tersebut belum disahkan dari kementerian komunikasi dan informatika. Tetapi
akhirnya peneliti berhasil mendapatkan informasi tersebut dari data direktur
komunikasi publik kemenkominfo.
Jika dilihat dari jumlah permintaan informasi dari tahun 2010-2011,
permohonan informasi yang masuk dibulan-bulan tertentu mengalami
kemerosotan permintaan informasi. Tetapi hal tersebut tidak dapat dinilai UU KIP
yang tidak efektif. Hal ini terjadi karena sosialisasi mengenai UU KIP yang harus
dievaluasi. Justeru dari sisi kekuatan eksekusi setelah sengketa informasi
ditetapkan menjadi kelemahan yang sangat dirasakan oleh civil society maupun
masyarakat.
Misalnya ketika ICW mengajukan sengketa informasi kepada Mabes Polri
melalui KI Pusat untuk membuka 17 nama rekening gendut, kemudian KI
87
memutuskan membuka informasi tersebut setelah proses ajudikasi, tetapi Polri
tidak mau memberikan informasi tersebut dan eksekusi tidak dapat dilakukan
karena proses eksekusi KI pusat diserahkan kepada Polri, maka jalan satu-satunya
untuk meminta 17 nama tersebut harus mengajukan permohonan kepada Presiden
atau Pengadilan Tinggi.
KI juga pernah mendapatkan gugatan dari individu mengenai layanan
publiknya.
“Oiya.. itu untuk layanan kita.. kalau KI, memang harus bisa digugat juga,, kalau ga dia nanti jadi super body.. makanya kalau orang kecewa sama kita, saya selalu bilang gugat saja ke ombudsmen. Nah disitu kita lihat, apakah mereka akan melakukan pemeriksaan ke kita atau melihat dokumen2 kearsipan. Oleh karena itu, kita ikut prosedur dia. Kalau engga ya kacau. Begitu juga ombudsmen, ketika orang meminta informasi ke ombudsmen kemudian tidak diberikan, mereka bisa kengadukannya ke kita.. itu baru satu kasus yang menggugat kita.”44
5. Batas Ancaman (Threat Treshold)
Batas ancaman adalah toleransi bagi pelanggar jarak. Burgoon menyatakan
“ketika jarak disamakan dengan ancaman, jarak yang lebih dekat dilihat sebagai
lebih mengancam dari jarak yang lebih jauh lebih aman”.45
Dalam hal ini UU KIP maupun KI Pusat tidak sampai berada pada tahap
batas ancaman dimana KI tidak memiliki kepercayaan dari publik dilihat dari
jumlah sengketa yang diajukan setiap bulannya. Kalaupun memang masih jauh
dari yang diharapkan itu terjadi karena banyaknya hambatan-hambatan
implementasi UU KIP tersebut. Jika dibandingkan dengan Negara-negara lain,
Keterbukaan Informasi di Indonesia tidak memiliki nasib yang berbeda dari
Negara-negara lainnya. Amerika Serikat sebagai Negara berkembang
44 Wawancara pribadi dengan Ahmad Alamsyah Saragih, Anggota Komisi Keterbukaan Informasi Publik di meeting room kantor Komisi Informasi Publik, 26 Juli 2011.
45 West dan Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi. H. 162
88
membutuhkan watu sepuluh tahun untuk menerapkan UU KIP. Begitu pula
dengan Negara-negara lainnya.
6. Valensi Pelanggaran
Valensi pelanggaran berbeda dengan valensi penghargaan komunikator.
Valensi pelanggaran lebih berfokus pada penyimpangan itu sendiri. Valensi
pelanggaran melibatkan pemahaman suatu pelanggaran melalui interpretasi dan
evaluasi (Burgoon dan Hale, 1988). Selanjutnya dijelaskan bahwa jika
pelanggaran tersebut masih berada diwilayah ambiguitas, maka lebih baik
menggunakan valensi penghargaan Komunikator.46
Diskursus dan implementasi UU KIP masih debatable diwilayah akademis
dan masih menyisakan penafsiran yang berbeda-beda. Tetapi dengan diagram
hasil poling mengenai layanan Komisi Informasi Publik dibawah ini menyatakan
bahwa harapan masyarakat mengenai keterbukaan informasi masih panggang jauh
dari arang. Artinya harapan yang diimpikan masih membutuhkan proses yang
panjang untuk mewujudkannya, maka perlu ada pembenahan dan evaluasi pada
pejabat-pejabat pengelola informasi dan Komisi Informasi itu sendiri.
46 West dan Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi. H. 164.
89
Diagram-5
Poling suara masyarakat mengenai layanan Komisi Informasi Pusat
Sumber: Komisi Informasi Pusat, diunduh pada tanggal 17 September 2011 pada pukul 20.34 WIB di http://www.komisiinformasi.go.id/index.php/subMenu/432
Dari poling yang diadakan oleh Komisi Informasi Pusat, dinyatakan 258
suara menyatakan bahwa Komisi Informasi masih kurang baik dalam
pelayanannya. Poling ini dilihat pada tanggal 17 September 2011.
Dengan poling yang drastis seperti ini, masih timbul masalah mengenai
devinisi badan publik yang menyatakan bahwa badan publik pemerintah dan non-
pemerintah, termasuk LSM, yayasan, atau lembaga apapun yang menerima
sumbangan dari masyarakat atau luar negeri harus memiliki PPID dan apabila
terjadi sengketa, maka Komisi Informasi harus menanganinya.
“LSM juga badan publik yang non pemerintah, artinya LSM juga terikat
UU KIP di pasal satu. Lembaga yang menerima bantuan dari luar negeri
atau dana APBN itu badan publik.”47
47 Wawancara susulan pribadi dengan Muhammad Maulana, LSM FITRA via sms tanggal
16 Sept 2011.
0
50
100
150
200
250
300
Baik Cukup Kurang Baik
7321
285
90
“Ya.. ya bukan hanya LSM, tetapi seperti yayasan, sekolah, semua badan publik juga terus universitas.. mereka kan juga badan publik. Artinya ada badan publik pemerintah dan badan publik non pemerintah. Kalau badan publik pemerintah itu kan sudah sangat jelas.. kalau badan publik non pemerintah, itu adalah badan publik misalnya dalam bentuk yayasan, dalam bentuk, ee.. apa namanya? TV gitu ya, atau PT misalnya, nah kita kan tinggal lihat aja… kriteria badan publik itu kan, dia menerima sebagian atau seluruh sumber dananya itu dari anggaran Negara atau yang menerima sumbangan dari luar negeri. Kaya gitu.. nah kebijakkan kaya perusahaan.. terus TV, LSM, atau yang menerima kalau dia masuk dalam kriteria di devinisi UU KIP, ya.. mereka termasuk badan publik.”48
D. Partisipasi Politik dalam Implementasi UU Keterbukaan Informasi
Publik
Suprastruktur politik adalah mesin politik yang ada dalam Negara yang
memiliki pengaruh secara langsung dalam pembuatan keputusan politik Negara,
seperti, perubahan UUD, pembuatan UU, pembuatan keputusan politik lainnya,
yang berlaku umum dan memaksa bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.49
Partai politik berpengaruh besar dalam partisipasi politik. Ledakkan
tuntutan partisipasi adalah keyakinan yang tersebar luas bagi kalangan kaum
muda terhadap demokrasi partisipan.50 hal ini dapat diartikan bahwa setiap
tindakkan menyangkut situasi politik suatu bangsa atau daerah. Seperti
pengesahan UU KIP pada tahun 2008 tetapi pemberlakuan UU ini 2 tahun setelah
ditetapkan. Muhammad Maulana memperkirakan bahwa penundaan penerapan ini
juga karena situasi politik saat itu. 2009 adalah masa pemilu, sehingga
diperkirakan keputusan pemberlakuan dua tahun kemudian juga menyangkut pada
pemilihan umum 2009 yang takut diminta transparansi informasinya.
48 Wawancara pribadi dengan Muhammad Maulana. LSM FITRA via sms tanggal 16 Sept
2011. 49 Rachman, Sistem Komunikasi Indonesia , (Jakarta: Graha Ilmu, 2007) h. 65. 50 Rachman, Sistem Komunikasi Indonesia , h. 288.
91
Tetapi UU keterbukaan memperoleh Informasi publik tapi kemudian diganti juga. Nah.. sampe kemudian bergulir sampai dengan tahun 2008 nah di tahun 2008 kemudian UU itu ditetapkan tanggal 30 april kebetulan saya hadir waktu penetapan UU itu tapi kan sayangnya ketika UU keterbukaan informasi public ini ditetapkan tetapi pemberlakuan dua tahun setalah UU ini ditetapkan nah ini juga disayangkan karena pada.. kita melihat pada waktu itu ada unsur kesengajaan dari pihak pemerintah ataupun dari DPR yang mana pada tahun 2009 itu akan dilaksanakan pemilu jadi kita memang melihat bahwa saat itu ada indikasi dari partai politik khususnya yang ada di DPR itu sengaja bahwa UU ini tidak diberlakukan supaya masyarakat tidak dapat memperoleh informasi yang sangat detail pada saat pemilu ditahun 2009. Nah! Hanya diaturan peralihannya itu, UU 30 terakhir, ee.. itu baru disebutkan UU ini baru berlaku pada tahun 2010. 51 Sesuai dengan perannya sebagai pembuat UU, DPR-RI mencoba
merancang UU Keterbukaan Informasi Publik. Latar belakang dari dicetuskannya
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik adalah menjamin hak untuk yahu
dari masyarakat. seperti ditegaskan oleh Effendy Chori, komisi 1 anggota DPR-
RI:
“Yang menyangkut Hak dasar masyarakat itu kan, hak asasi manusia itu kan keterbukaan informasi, apa lagi informasi itu, yang terkait dengan kepentingan rakyat, misalnya informasi tentang APBN, anggaran pendapatan belanja Negara, untuk rakyat itu harus terbuka karena itu uang dari rakyat, karena itu kebijakan pemerintah. Karena kebijakan pemerintah menyangkut kepentingan rakyat, dan itu dibiayai oleh uang hasil rakyat, maka kebijakannya harus terbuka. Bahkan prosesnya untuk memutuskan kebijakan juga harus terbuka. Karena untuk memproses itu semua dibiayai oleh rakyat. Sebagai lembaga Negara, sebagai lembaga politik.”52
Selain peran anggota legislative, dalam penerapan UU Keterbukaan
Informasi publik juga harus mendapatkan dukungan dari pemerintahan eksekutif.
Peran yang sudah dilakukan oleh pemerintah eksekutif antara lain adalah
membentu publikasi UU KIP dan mengawasi UU tersebut.
51 Wawancara pribadi dengan Muhammad Maulana, LSM FITRA di Meeting Room Kantor FITRA , 18 Agust 2011.
52 Wawancara pribadi dengan Effendy Choiry, Anggota DPR RI Komisi 10 via telephon, pkl 19.30-20.08 WIB.
92
“Untuk merumuskan UU itu ya peran berdua, pemerintah bersama DPR, karena yang membahas itu ya DPR bersama pemerintah. Jadi sama2 punya peran.. nah sekarang peran untuk mewujudkan, untuk merealisasi, kenapa pemerintah yang menjadi sasaran, lembaga2 pemerintah yang menjadi sasaran, apakah sudah pro aktif untuk melaksanaka UU itu? Gitu loh…”53
Pengawasan dari DPR terhadap pelaksanaan UU Keterbukaan Informasi
publik adalah pengawasan dibidang politik, anggaran, dan program kerja.
“Ya pengawasan politik, ada di DPR, termasuk anggaran terkait dengan program, sekarang itu sebagai, anak balita ya, anak yang baru lahir, itu sudah bagus, sudah mulai bekerja bagus. Kita control, kita dorong, kita besarkan, kita berdayakan, sejauh ini baguslah tim nya. Tapi memnag dia pekerjaannya berat, karena menghadapi pemimpin-pemimpin birokrasi yang mindsetnya beda, mindsetnya, cara berfikirnya masa-masa centralistis, bukan masa demokrasi, jadi memang agak erat. Menghadapi kultur birokrasi yang berbeda.kultur birokrasi yang tidak berpihak pada rakyat, itu memnag berat..”54
Suprastruktur politik juga memiliki tiga fungsi menurut Gabriel A.
Almond. Yaitu membuat Undang-Undang, melaksanakan Undang-Undang dan
mengadili pelaksanaan Undang-Undang.
Dalam melaksanakan Undang-Undang secara prakteknya DPR sendiri
masih sulit untuk diminta keterbukaannya terhadap implementasi. Memang sulit
secara tidak langsung, maksudnya ketika FITRA mengajukan permohonan
informasi anggaran partai politik, hanya satu partai politik yang memberikan
anggaran tersebut setelah proses mediasi. Padahal orang-orang dari DPR adalah
utusan dari partai-partai politik. Muhammad Maulana mengatakan bahwa:
“Yang pertama kita melihat bahwa DPR, mereka juga ga konsisten dalam mengawal implementasi UU KIP ini. President juga kan kalau kita lihat masih sering malu-malu. Soal keterbukaan informasi publik. Kadang-kadang juga dia masih menutupi untuk pencitraannya dia.
53 Wawancara pribadi dengan Effendy Choiry. Anggota DPR RI Komisi 10 via telephon,
pkl 19.30-20.08 WIB. 54 Wawancara pribadi dengan Effendy Choiry. Anggota DPR RI Komisi 10 via telephon,
pkl 19.30-20.08 WIB.
93
DPR juga saya kira masih cukup kurang konsisten saya kira. Misalnya dgn partai-partai politik saya kira minta 9 anggaran partai politik yang punya kursi di DPR dari 9 itu kita Cuma dapet satu. Itu pun kita dapet setelah mediasi dengan … mediasi di KI. Yang artinya kan sebenernya ee… UU KIP ii kan diinisiasi oleh DPR dan orang-orang di DPR adalah representative pula dari orang-rang politik.” 55
Tugas yang terakhir dari suprastruktur politik adalah mengadili
pelaksanaan Undang-Undang. Setelah melakukan proses ajudikasi di Komisi
Informasi, termohon dapat mengajukan banding ke pengadilan-pengadilan tinggi
untuk diproses lebih lanjut. Dalam UU KIP sendiri sudah ditegaskan sanksi yang
diberikan bagi pihak yang terlanggar yaitu lima juta rupiah dan atau penjara satu
tahun bagi badan publik yang tidak memberikan informasi dan denda seduluh juta
rupiah dan atau penjara dua tahun bagi badan publik yang membuka informasi
yang di kecualikan.
55 Wawancara pribadi dengan Muhammad Maulana, LSM FITRA di Meeting Room
Kantor FITRA , tanggal 18 agustus 2011.
94
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Diskursus dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik
mengenai keterbukaan informasi dan pasal pengecualian masih mengalami
perdebatan makna mengenai arti keterbukaan informasi itu sendiri.
Undang-Undang ini masih mengalami proses pembentukkan jati diri untuk
menjadi icon transparansi informasi. Dalam teori konstruksi sosial agar
sebuah dialektika berjalan simultan, maka harus melalui tahapan
internalisasi, objektivasi, dan eksternalisasi. Diskursus mengenai
pemaknaan ini adalah proses dialektika dalam konstruksi sosial.
2. Implementasi terhadap Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik
masih memiliki hambatan terbesar, yaitu masih anyaknya badan publik
yang belum mendukung penerapan Undang-Undang ini sehingga menjadi
kendala dalam mengimplementasikannya kedalam masyarakat. Hal ini
terbukti dengan pembentukkan PPID yang masih tersendat. Dari 687
badan publik, baru 62 badan publik yang memiliki PPID.
3. Respon masyarakat mengenai harapan yang ditumpu-kan kepada UU KIP
ini lebih kepada proses selanjutnya setelah putusan KI diberikan karena KI
hanya bersifat deklatoir yang tidak dapat mengeksekusi putusannya.
95
B. Saran
1. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik diharapkan mampu
menjadi pionir terhadap transparansi informasi.
2. Komisi Informasi diharapkan mampu mengawal implementasi UU
KIP dan melakukan lebih banyak kerjasama kepada badan publik agar
Unadang-Undang ini dapat diimplementasikan secara universal
diseluruh propinsi Indonesia.
3. Undang-undang ini diharapkan lebih menegaskan hal-hal yang masih
ambigu bagi masyarakat seperti batasan informasi pengecualian,
ketentuan upaya banding pada Undang-Undang KIP, dan mengenai
kekuatan setelah proses-proses undang-undang ini dilaksanakan. Hal
ini dimaksudkan agar publik tidak terlanggar harapannya han Komisi
Informasi dapat diterima masyarakat umum.
96
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Kariim. Surat An-Nisaa. Ayat 58.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, cet-5. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002.
Bahari, Rachmad. Partai dan Kita. Jakarta: IPCOS, 2001..
Basrowi, Sukidin. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya : Insan Cendekian, 2002.
Berger, Peter L dan Luckmann, Thomas. Tafsir Sosial atas Kenyataan. Jakarta : LP3S, 1990.
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyaraka. Jakarta : Kencana, 2006.
__________. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Prenada Media Grup, 2008.
Denzin, Norman K. dan Linclon, YvonnaS, diterjemahkan oleh Dariyanto DKK. Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Echols, John M,. dan Sadili, Hassan. Kamus Inggris-Indonesia, cet XXV. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta : LKiS, 2001.
Heryanto, Gun Gun. Komunikasi Politik di Era Industri Citra. Jakarta: PT. Laswell Visitama, 2010.
Heryanto, Gun Gun dan Hasan, Iding R,. Penelitian Kolektif Hirarki Pengaruh dalam Keberpihakkan Pemberitaan Media Massa: Studi pada Pemberitaan Kasus Century Sebelum dan Sesudah Paripurna DPR-RI di Stasiun Berita TVOne. Penelitian lemlit UIN Jakarta, 2010.
Kriyatoni,Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2007.
Locke, John. Two Treaties of Goverment: A Critical Edition with an Introduction and Apparatus Criticus by Peter Laslet. London: Cambridge University Press, 1970.
97
Lubis, Akhyar Yusuf dan Adian,Donny Gahral. Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Koekoesan, 2011.
Mikkelsen, Britha. Metodologi Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.
Moeleng. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,1993.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Cetkan Ke: 5. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
Nimmo, Dan. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1993.
Rachman, Sistem Komunikasi Indonesia (Jakarta: Graha Ilmu, 2007) h. 65.
Tim Koalisi untuk Kebebasan Informasi. Kebebasan Informasi di Beberapa Negara. Jakarta: Koalisi untuk Kebebasan Informasi, 2003.
Tim Komisi Informasi Pusat. Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat. Jakarta: T.tp., 2010.
Tim penyusun kamus besar bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed 3cet, ke 2, Jakarta: T. pn,. 2001.
Wattimena, Rezza A. A. Melampaui Negara Hukum Klasik. Yogyakarta: Kanisius, 2007.
West dan Turner. Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika, 2008.
INTERNET:
NN, http://www.kebebasaninformasi.org/index2.php?pilih=kolom&noid=33 diunduh pada tanggal pada tangga 23 Nov 2010 pukul 22.58.
Komisi Informasi Pusat, diunduh pada tanggal 17 September 2011 pada pukul 20.34 WIB di http://www.komisiinformasi.go.id/index.php/subMenu/432.
Komisi Informasi Pubik, Tata Cara Memperoleh Informasi Publik, diunduh pada tanggal 12 September 2011, http://www.komisiinformasi.go.id/index.php/subMenu/587.
98
Komisi Informasi Pusat, Komisioner Komisi Informasi Pusat, diunduh pada tanggal 5 September 2011, http://www.komisiinformasi.go.id/index.php/subMenu/432.
MTH, Komisi Informasi Pusat, diunduh pada tanggal 23 Nov 2010 pukul 22.58 dari http://www.komisiinformasi.go.id/index.php/subMenu/321.
PPID Kemenfominfo, Akses Publik, diunduh pada tanggal 2 September 2011 pukul 20.38 dari http://ppidkemkominfo.wordpress.com/akses-publik/.
Rahmada,Sultan. Pengertian Keterbukaan, diuduh pada tanggal 16 September 2011 dari http://www.definisionline.com/2010/05/pengertian-keterbukaan.html.
Rivai, Ardian Bakhtiar. Keterbukaan dan Transparansi Pemerintahan di Indonesia, Diunduh pada tanggal 9 Juni 2011 Di Http://Abr-Center.Blogspot.Com/2010/05/Keterbukaan-Dan-Transparansi.Html.
Tn, pengertian Implementasi, artikel diakses pada tanggal 29 Juni 2008. http://indoskripsi.com/29/06/2008/.
www.wikipedia.com. Di unduh. pada tanggal 10 Maret 2011.
ARTIKEL DAN DATA:
Hidayat, Dedy N,. Konstruksi Sosial Industri Penyiaran : Kerangka Teori Mengamati Pertarungan di Sektor Penyiaran, Makalah. dalam diskusi “UU Penyiaran, KPI dan Kebebasan Pers, di Salemba 8 Maret 2003.PPID Kemenkominfo, Jumlah PPID Kementerian, Data ini diperoleh dari PPID Kemenfominfo melalui proses yang tertera dalam UU KIP.
Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Peraturan Komisi Informasi Nomor1 tahun 2010. Jakarta: T.Tp., 2010.
Peraturan Komisi Informasi nomor 1 tahun 2010.
Sopomo. Peranan PPID dalam Implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik, Disampaikan pada Diklat Jabatan Fungsional Pranata Humas Tingkat Ahli Pusdiklat Kementrian Kominfo. Jakarta, 20 Juli 2011.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Berbagai macam data tambahan dari PPID Kemenkominfo.
99
Wawancara pribadi dengan Muhammad Maulana, LSM FITRA di Meeting Room Kantor FITRA , 18 Agust 2011.
Wawancara pribadi dengan Effendy Choiry, Anggota DPR RI Komisi 10 via telephon, pkl 19.30-20.08 WIB, 26 Agustus 2011.
Wawancara pribadi dengan Ahmad Alamsyah Saragih, Anggota Komisi Keterbukaan Informasi Publik di meeting room kantor Komisi Informasi Publik, 26 Juli 2011.
Wawancara pribadi dengan Supomo, Direktur Komunikasi Publik Kemenfominfo di kantor Kemenfominfo, 26 Agustus 2011.
Wawancara pribadi dengan Syamsul Mahmudin, Redpel Majalah FORUM Keadilan di meeting room kantor Komisi Informasi Publik, 17 Agust 2011.
Transkip Wawancara Komisi 1 DPR RI Narasumber : Effendy Choiry Jabatan : Komisi 1 DPR RI Tanggal : 26 Agustus 2011 Waktu : 19.30-20.08 Tempat : via telfon
1. Apa yang DPR maksud dengan keterbukaan informasi? Itu semua itu sudah ada itu di UU tersebut. menurut DPR dan pemerintah. Masa saya ulang lagiii… Harapan saya ketika memprakarsai UU itu, semua rumusan sudah tertuang disitu, jadi ya sudah itu. Tidak bisa berpendapat lain, sudah rumusan begitu. Definisi-definisinya begitu..
2. Apakah yang menjadi landasan diterbitkannya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik? Yang menyangkut Hak dasar masyarakat itu kan, hak asasi manusia itu kan keterbukaan informasi, apa lagi informasi itu, yang terkait dengan kepentingan rakyat, misalnya informasi tentang APBN, anggaran pendapatan belanja Negara, untuk rakyat itu harus terbuka karena itu uang dari rakyat, karena itu kebijakan pemerintah. Karena kebijakan pemerintah menyangkut kepentingan rakyat, dan itu dibiayai oleh uang hasil rakyat, maka kebijakannya harus terbuka. Bahkan prosesnya untuk memutuskan kebijakan juga harus terbuka. Karena untuk memproses itu semua dibiayai oleh rakyat. Sebagai lembaga Negara, sebagai lembaga politik.
3. Apakah Fungsi dari dibentuknya Komisi Informasi Pusat?
Orang-orang Kominfo itu adalah, orang-orang yang menginginkan seperti penyiaran itu ada ditangannya, seperti keterbukaan informasi itu dia yang nanganin, padahal orang-orang di departeman itu adalah orang-orang yang tidak reformis. KI itu sangat berguna karena dialah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan undang-undang ini. Dialah yang menjembatani antara rakyat dan departemen-departeman yang tertutup. Dialah yang mendorong, supaya departemen-departeman yang menggunakan dana rakyat itu terbuka. Meminta informasi kesuatu departemen yang meminta uang rakyat terus dilanggar ya bisa ngadu ke dia, kalau ga ada dia ya lapornya kemana? Namanya departemen kominfo itu iri, inginnya DPR berada dibawah naungan dia, ga bisa, ini era demokrasi, tidak boleh monopoli informasi dalam satu departemen gitu loh.. Informasi itu harus dibuka dan ditangani oleh kelompok independen yang tidak terkait dengan kekuasaan tertentu. Makanya KI itu lah yang tidak terkait dengan kekuasaan.
4. Bagaimana pengawasan DPR dalam penerapan UU KIP tersebut? Ya pengawasan politik, ada di DPR, termasuk anggaran terkait dengan program, sekarang itu sebagai, anak balita ya, anak yang baru lahir, itu sudah bagus, sudah mulai bekerja bagus. Kita kontrol, kita dorong, kita besarkan, kita berdayakan, sejauh ini baguslah tim nya. Tapi memang dia
pekerjaannya berat, karena menghadapi pemimpin-pemimpin birokrasi yang mindsetnya beda, mindsetnya, cara berfikirnya masa-masa centralistis, bukan masa demokrasi, jadi memang agak erat. Menghadapi kultur birokrasi yang berbeda.kultur birokrasi yang tidak berpihak pada rakyat, itu memnag berat..
5. Apa yang dimaksud pasal pengecualian bagi DPR? Kalau pasal pengecualian sudah ada ituuu, sudah kalau itu kan soal pertahanan, keamanan, intelegent, itu sudah ada kan? intelegent?
6. Bagaimana pemerintahan eksekutif melakukan pengawasan dalam penerbitan UU KIP? Untuk merumuskan UU itu ya peran berdua, pemerintah bersama DPR, karena yang membahas itu ya DPR bersama pemerintah. Jadi sama-sama punya peran.. nah sekarang peran untuk mewujudkan, untuk merealisasi, kenapa pemerintah yang menjadi sasaran, lembaga-lembaga pemerintah yang menjadi sasaran, apakah sudah pro aktif untuk melaksanaka UU itu? Gitu loh…
Peneliti,
Alfiyyatur Rohmah
Responden,
0811835009
A. Effendy Choiry
Transkip Wawancara Seknas FITRA
Narasumber : M. Maulana Jabatan : Staff Resources Center Seknas FITRA Tanggal : 18 Agustus 2011 Waktu : 10.30-11.30 Tempat : Kantor Seknas FITRA
1. Apa yang dimaksud dengan keterbukaan Informasi Publik?
Di Quran dan Hadis juga ada masalah keterbukaan ya kan? Yang.. sampaikanlah walau satu ayat itu.. Ya kalau terkait dengan diskursus apa namanya keterbukaan informasi itu kan sebenarnya itu kan, ee.. kebijakan yang ee.. sudah cukup lama. Sebenarnya kalau kita melihat, ini kan adalah dampak dari wacana good governance yang sudah bergulir di Indonesia di era taun 90an. Tahun 94 itu kalau ga salah Bapernas mulai memperkenalkan prinsip-prinsip good governance dalam konsep pemerintahan. Nah salah satu dari konsep itu kan adalah partisipasi, transparansi, akuntabilitasi masyarakat, tapi kan diera 90an itu kan belum ee.. belum terjadi reformasi nah ketika terjadi reformasi, maka kan terjadi wacana-wacana good governance yang ee.. sudah mulai terbangun gitu yaa… nah pemahaman-pemahaman sudah mulai ee.. apa namanya mengakar dikepala para pejabat-pejabat publik gitu yaa.. kelompok-kelompok kecil civil society nah ketika sudah bergulir reformasi, dan apa namamya ada peluang, dimana masyarakat civil kemudian kelompok-kelompok tertentu yang memang mau mendorong pemerintahan ini menjadi lebih baik. Nah! Salah satu pasal yang di amandemen UUD. Nah! Salah satu pasal yang di amandemen itukan pasal 28 ayat sekian yang menjamin, komunikasi kemudian apa namanya pengguanan informasi kebanyak warga Negara, itu kan kalau ga salah amandemen ketiga atau kedua kalau ga salah itu bisa di cek lah di dokumen UUD 45 itu. Nah ee artinya paska dari itu itu kan kemudian mulai menyusul gagasan atau membuat aturan yang lebih rinci, nah selang 2001-2002 itu mulai muncul gagasan untuk membuat aturan yang lebih rinci yang dituangkan dalam bentuk UU karena kan secara hirarki kan peraturan perundang-undangan kita kan pertama kan UU nya itu kan pancasila, kemudian UUD itu adalah UU kemudian UU pemerintah. Nah itu UU no. 10 tahun 2003, setelah apa itu namanya ada perubahan penambahan pasal 28 UU RI itu, maka gagasan membuat UU yang lebih terperinci itu berjalan. Tetapi memang prosesnya itu agak lama. Ya karena disitu terjadi tarik menarik ya disatu sisi banyak pihak yang kontroversilah gitu yah awal mulanya kan, dulu juga kan UU itu bukan UU keterbukaan Informasi Publik. Tetapi UU keterbukaan memperoleh Informasi publik tapi kemudian diganti juga. Nah.. sampe kemudian bergulir sampai dengan tahun 2008 nah di tahun 2008 kemudian UU itu ditetapkan tanggal 30 april kebetulan saya hadir waktu penetapan UU itu tapi kan sayangnya ketika UU keterbukaan informasi publik ini ditetapkan tetapi pemberlakuan dua tahun setalah UU ini ditetapkan nah ini juga disayangkan karena pada.. kita melihat pada waktu itu ada unsur kesengajaan dari pihak pemerintah ataupun dari DPR
yang mana pada tahun 2009 itu akan dilaksanakan pemilu jadi kita memang melihat bahwa saat itu ada indikasi dari partai politik khususnya yang ada di DPR itu sengaja bahwa UU ini tidak diberlakukan supaya masyarakat tidak dapat memperoleh informasi yang sangat detail pada saat pemilu ditahun 2009. Nah! Hanya diaturan peralihannya itu, UU 30 terakhir, ee.. itu baru disebutkan UU ini baru berlaku pada tahun 2010. Nah dalam konsep kita di kelompok masyarakat civil, ya khususnya kan kalau di kita ee… melihat dalam konteks ee.. keterbukaan informasi anggaran nah ini UU ini menjadi sangat Urgent gitu loh. Menjadi sangat penting karena selama ini, publik itu kan terkungkung dengan ee keterbatasan informasi yang ada. Di era orba misalnya, kita melihat, ee masyarakat hanya menjadi objek pembangunan. Tidak menjadi subjek pembangunan. Nah ini kan maka keterbukaan informasi publik ini kan menjadi penting bagi .. ee kita melihat partisipasi masyarakat ituu.. ee.. hanya bisa terbangun ketika ada keterbukaan yang dibangun oleh publik. Kita analogikan seperti masjid misalnya kalau ee.. setiap-setiap jumatan gitu yah.. setiap jumatan kan DKM masjid itu kan selalu mengumumkan berapa jumlah uang yang diterima, berapa jumlah uang yang digunakan dan berapa sisanya. Nah ini kan menurut saya untuk keterbukaan informasi anggaran. Nah ketika DKM mengumumkan kepada ee… jamaah jumat bahwa informasi anggaran yang didapat demikian, maka secara langsung terlepas itu adalah sedekah, pahala, dosa dan yang lain-lain, jamaah tuh mau mengeluarkan uang, masukin kekotak amal yang ada, diputerin, tapi kalau misalnya DKMnya tidak transparan, DKMnya tidak terbuka, maka, jamaah juga saya yakin tidak akan berpartisipasi. Maka, itu yang, apa namanya, itu yang eee… istilahnya bisa kita analogikan, kalau bahwa kalau ingin membangun partisipasi masyarakat, kalau ini harus diawali dengan pemerintahan ini terbuka dulu pada masyarakat. karena ga mungkin juga kalau misalnya masyarakat mau memberikan masukkan tetapi mereka ga tau apa yang sebenarnya terbuka.
2. Bagaimana menurut anda tentang badan publik yang belum mengikuti
prosedur standar pelayanan informasi publik didalam websitenya? Ya kalau apa namanya sekarang … sekarang gini kan gini… ya memang .. ya kalau… eee.. apa namanya ya memang salah satu tantangan didalam implementasi UU KIP ya kita juga melihat memang, ee.. kalau.. Badan Publik itu blm mencantumkan ya memang kaena sebenarnya kan informasi keuangan, informasi program ini kan masuknya kedalam informasi yang wajib tersedia. Artinya ketika ada permintaan, maka si Badan Publik itu memberikan karena memang.. eee… informasi keuangan itu dan informasi program bukan masuk kekategori informasi serta merta. Artinyaa… harus dipublikasikan oleh sebagian Badan Publik dalam enam bulan sekali. Misalnya harus di upgrade, harus diperbaharui. Nah yang masuk kekategori informasi yang… ee…. Sertamerta itu kaannn…. Semacam deinisi, profile, alamat, nah kalau informasi program, kegiatan, keuangan, kemudian laporan, termasuknya kedalam kategori tersedia setiap saat. Ini juga menjadi tantangan. Tetapi, ee… apa namanya, saat ini kan pemerintah, president ini kan, sedang membangun satu kegiatan yang
namanya, Open Government Partnership, nah didalam Open Government Partnership ini, itu, mau mendorong supaya, Badan Publik itu mempublikasikan informasi-informasi anggarannya. Nah yang paling mudah kan kalau kita mau melihat informasi anggaran itu, adalah didalam dokumen rencana kegiatan dan anggaran. Nah itu di setiap badan publik. Nah kalau nasional itu namanya RKAKL (Rencana Kegiatan Anggaran Kelembagaan) kalau didaerah itu namanya RKASKPD (Rencana Kegiatan dan Anggaran Satuan Kerja Pemerintahan Daerah). Nah kalau RKASKPD itu dinas-dinas, nah kalau itu kan kelembagaan. Kelembagaan itu bisa bentuknya adalah kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, kemudian disitu juga ada yudikatif disitu juga ada… apa itu namanya… legislative. Nah disitu masing-masing punya RKAKL, yang mau didorong sama institusi termasuk FITRA ini kan termasuk sisi kecil didalam Open Government partnership ini kan jadi ee kita juga mau mendorong setiap Badan Publik itu mau mempublikasikan RKAKL dan DIPAnya, DIPA itu daftar Isian Pelaksanaan anggaran. Jadi kalau kita melihat, eee… dokumen-dokumen anggaran yang memuat informasi-informasi anggaran, itu kan disitu ada APBN misalnya setelah APBN kalau kita mau melihat yang lebih rinci, itu ada di RKAKL kemudian ada di RKASKPD. Kemudian ada di anggaran APBN perubahan, kemudian kalau ada di pertanggungjawaban itu ada apa namanya, LKPP (rancangan Kegiatan Pemerintah Pusat) kalau di daerah namanya LAPD (laporan kegiatan pemerintah daerah). Nah! selama ini yang dipublikasikan itu hanya APBN. Dan itu sebenarnya bisa diakses oleh publik melalui website. Dan itu memang hanya orang-orang tertentu aja yang.. ee… apa namanya, punya, akses lah. Kalau misalnya dia ga punya akses ya ga bisa juga. Itu di dirgen kementrian anggaran keuangan, itu bisa mengakses informasi, tetapi itu yang sikapnya gelondongan anggarannya, jadi, eee… kita bisa melihat, belanja apbn itu kan kita bisa melihat menurut jenis, kemudian menurut organisasi, kalau menurut jenis itu kan ada belanja pegawai, kemudian ada belanja modal, kemudian ada belanja barang dan jasa. Nah kalau kita melihat menurut organisasi. Nah ini bisa kita lihat berapa misalnya alokasi anggaran yang diberikan APBN kepada kemeneterian pendidikkan nasional, misalnya dari tahun ini kan dari 1.342triliun anggaran belanja APBN 2011 kemendiknas ini kan mendapat anggaran yang paling besar. Kalau ga salah hamper 12 triliunan. Nah jadi, ee… kita bisa tahu oo kemendiknas terima anggran 12 T. kemudian kita bisa tahu kementerisan kesehatan dia dapet anggaran berapa Triliun. Tetapi kalau kita hanya melihat di APBN kita tidak bisa melihat secara detail. Nah seharusnya Badan Publik itu mempublikasikan anggarannya itu secara rinci gitu loh.
3. Apakah keterbukaan Informasi?
Kita sih melihat bahwa konsep dari keterbukaan informasi itu pertama, tersedia, kemudian informasi itu mudah diakses kemudian informasi itu berkualitas.
4. Apa yang Civil society maksud dengan pasal pengecualian? Ya yang pertama itu tadi sempat disinggung itu ada bahwa dalam konteks apa namanya, dalam konteks kita ingin bekerja didalam analisis anggaran misalnya, informasi anggaran itu kan menjadi informasi yang sangat krusial. Bahkan imagenya dan pandangan birokrasi atau aparatur-aparatur dipemerintahan menganggapnya informasi anggaran ini adalah informasi yang sangat penting gituu, rahasia. Mereka.. ee… ya entah kenapa mereka berlindung dibawah ketentuan yang diukur didalam UU no. 7 tahun 1961 tentang kearsipan. Nah didalam UU kearsipan itu ada satu pasal yang menyatakan bahwa si aparatur Negara, itu tidak boleh memberikan informasi, termasuk didalamnya informasi anggaran, kepada pihak ke tiga. Nah pihak ketiga itu dipahami sebagai masyarakat umum, mahasiswa, kelompok LSM gitu.. mereka berlindung didalam UU kearsipan itu. Dokumen anggaran itu adalah arsip dan tidak boleh dipublikasikan. Tidak boleh diminta, tidak boleh diakses, nah dengan adanya UU KIP, dia ini menjadi legitimasi untuk lembaga civil society, masyarakat, mahasiswa, untuk bisa memperoleh informasi yang bisa diakses itu informasi yang dibutuhkan. Karena kan kalau kita mau bicara teori nih informasi itu adalah kapital. Siapa yang menguasai informasi, dia yang akan berkuasa. Nah ini yang kemudian ketakutan-ketakutan ini yang muncul gitu looh. Jadi ketika informasi ini dikuasai oleh masyarakat, maka aparatur Negara ini akan hilang kekuasaanya dalam mengelola informasi. Misalnya aja, misalnya ketika informasi tentang anggaran itu turun atau bisa diperoleh oleh masyarakat. ini kekhawatirannya adalah masyarakat ini, mereka semakin cerdas, semakin tahu, semakin paham, apalagi kalau misalnya, dia dengan alih-alih nanti disalahgunakan, nanti digunakan untuk main proyek, dengan alasan misalnya yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa, itu PP no.10 kalau ga salah 2010. Nah disitukan memang ada pasal juga yang menyebutkan bahwa si pelaksana tender itu tidak boleh menginformasikan alokasi anggaran kepada pihak ketiga yang akan melaksanakan. Nah dengan alasan itu juga bahwa, nah kalau kita melaksanakan ini bearti kita melanggar PPID, dengan sisa endornya mereka sudah tau berapa anggarannya padahal alih alih bahwa dengan pengadaan barang dengan cara pengadaan barang seperti itu ini bisa mengefisienkan anggaran. Misalnya satu anggaran untuk ee.. bangunan satu ruas jalan 1 M, nah kalau si endor ini tidak tahu, untuk membangun ee… bangun jalan dengan anggaran segitu, bisa jadi harga yang diusulkan tidak sampai segitu. Nah bagaimana adanya UU KIP, jelas ini sangat membantu satu member legitimasi kepada publik untuk mengakses informasi, yang kedua ini juga secara tidak langsung akan memberikan kepercayaan kepada publik terhadap pemerintah sebagai pelaksana organisasi Negara ini dalam menjalankan UU pemerintahan.
5. Ada perbedaan sebelum dan sesudah implementasi UU KIP ini?
Ya itu ada seperti yang tadi sudah saya sampaikan. Tetapi memang, secara umum apa itu yang terjadi saat ini juga belum mencerminkan kondisi ideal yang apa yang diharapkan dalam UU KIP. Nah eee… karena kan belum lama kita habis me-lounching 10 fakta keterbukaan informasi anggaran di
partai nasional. Nah dari informasi anggaran yang kita minta misalnya disitu masih ada persoalan birokrasi dan keterbukaan informasi itu belum optimal lah. Dari 118 Badan Publik yang kita minta, itu Cuma 54 yang memberikan informasi. Nanti saya kasih berkasnya. Berbeda dengan wartawan, kalau wartawan mereka sudah punya UU, mereka sudah memiliki UU Pers, UU yang sudah menjamin bahwa media itu sudah bisa untuk kepentingan. Nah sebenarnya dikalangan akademisi juga yah, cukup mudah sebenarnya, aparatur Negara tuh cenderung lebih percaya lah ketika yang meminta informasi itu mahasiswa. Tapi yang kita inginkan tidak seperi itu, hanya orang-orang tertentu saja yang dapat mengakses, tetapi seluruh lapisan masyarakat mampu memperoleh informasi. Misalnya mereka kerjanya cuma dorong gerobak, ngojek, masyarakat yang sulit memperoleh informasi, padahal kan di UU nya kan bahasanya setiap warga Negara, jadi yang menjadi warga Negara .
6. Apakah ada penyimpangan mengenai pasal pengecualian menurut
LSM? Ya so far sih kita melihat apa namanya, pasal-pasal di pasal pengecualian itu kan, cukup ini yaa… cukup normal lah, walaupun masih debatable tetapi seperti informasi-informasi yang sifatnya adalah kekayaan Negara, yang terkait dengan sumber daya alam, ini kan tergantung dari perspektif mana kita mau melihatnya, kalau bagi teman-teman pengacara, dan bagi teman-teman apa namanya, yang melakukan advokasi didalam peradilan, nah itu informasi peradilannya itu informasi, nah informasi pelaksanaan UU dalam pernyelidikkan kan termasuk informasi yang dikecualikan. Nah bagi kelompok yang berkepentingan seperti itu, ini kan informasi yang diperluikan, tetapi, kalau kita sih melihat ya itu memang debatable,tapi kalau konteksnya memang sumber daya alam saya kira memang harus dikuasai Negara karena kita juga harus konsisten dgn kontitusi bahwa ee.. apa namanya, bahwa semua sumber daya alam kekayaan Negara itu dikuasai oleh Negara dilaksanakan oleh pemerintah nah itu kalau memang informasinya adalah seperti itu dan kemudian yang meminta adalah orang yang terindikasi akan merugikan mengambil dan merampok kekayaan Negara, itu harus ditutup. Nah tapi memang ee… kita juga melihat informasi yang dikecualikan ini sebenarnya harus diatur juga, ada ketentuan yang mengatur, siapa yang meminta informasi ini. Jadi bahwa informasi yang dikecualikan itu juga tidak diberlakukan tetapi harus ada ketentuan-ketentuan yang mengatur. Kalau yang meminta adalah ini ini ini ini, kita menjadikan informasi ini yang dikecualikan. Dan ya memang ada juga sih yang membuat pasal pengecualian sebagai tameng, dalam hal, alih-alih mereka tidak…. Bilang.. apa namanya rahasia Negara, tapi saya kira itu masih bisa di.. peluang untuk mendapatkan informasi masih dibuka.
7. Apakah dimunculkannya pasal pengecualian ini sebagai maneuver
untuk mematahkan fungsi diterbitkannya UU KIP itu sendiri? Iya dia itu memang informasi yang dikecualikan itu menjadi tameng, tapi saya kira itu masih bisa apa namanya itu? Masih bisa.. peluang untuk
mendapatkan informasi masih besar karena hukumnya kan Hari ini adalah keterbukaan informasi paradigmanya itu sudah terbuka, keterbukaan informasi itu adalah bagian kecil dari ee,, dan ketika itu dikatakan tertutup dan tidak bisa diakses, saya kira itu kan bisa disengketakan lagi ke komisi informsasi, jadi, kalau misalnya satu badan publik, inti apa namanya menyatakan bahwa informasi itu rahasia, kemudian tidak memberikan atau menutup akses bagi publik yang ingin memperolehnya, maka sebenarnya publik bisa mensengketakan ke Komisi Informasi. Dan KI bisa memberi keputusan apakah informasi itu benar dikecualikan atau tidak. Meskipun itu masih debatable tapi saya fikir peluang publik masih cukup besar untuk mendapatkan informasi-informasi yang menurut UU tersebut masuk kedalam infrmasi yang dikecualikan. Karena kita masih bisa menyengketakan itu kepada KI.
8. Bagaimana peran opini publik menurut LSM? Yang pertama kita melihat bahwa DPR, mereka juga ga konsisten dalam mengawal implementasi UU KIP ini. President juga kan kalau kita lihat masih sering malu-malu. Soal keterbukaan informasi publik. Kadang-kadang juga dia masih menutupi untuk pencitraannya dia. DPR juga saya kira masih cukup kurang konsisten saya kira. Misalnya dengan partai-partai politik saya kira minta 9 anggaran partai politik yang punya kursi di DPR dari 9 itu kita Cuma dapet satu. Itu pun kita dapet setelah mediasi dengan … mediasi di KI. Yang artinya kan sebenernya ee… UU KIP ii kan diinisiasi oleh DPR dan orang-orang di DPR adalah representative pula dari orang-rang politik. Nah seharusnya partai politik, DPR itu kan konsisten menjalankan UU ini tetapi, hasil… apa namanya.. observasi kita, temuan kita, menunjukkan bahwa yang di parpol juga ga konsisten. Mereka, oke menginisiasi UU KIP tetapi parpol sendiri tidak konsisten menjalankan itu. Misalnya, ketika kita minta informasi tentang laporan keuangan mereka tahun 2010 juga mereka enggan memberikan ya sampai hari ini ada tiga parpol yang sudah berjanji akan memberikan informasi itu kepada kita. Tetapi sampai saat ini belum.. belum ada yang memberikan, hanya baru satu partai dari Sembilan partai, itu petama. Kemudian kedua, dari sisi masyarakat umum, masyarakat umum dalam kontek civil society ini juga keterbukaan informasi ini, ini.. masih dijalani oleh kelompok-kelompok civil society, jadi hanya orang-orang intelektual yang baru mengguanakan UU KIP ini. Tetapi masyarakat secara luas, tukang ojek, tukang becak, tukang sayur, terus bapak-bapak ibu-ibu rumah tangga belum menggunakan hak mereka yang dijamin oleh UU.
9. Adakah Ketidakpuasan dengan diterbitkannya UU KIP?
Ya kalau sejauh ini kita mengharapkan sesuai dengan pengalaman-pengalaman kita, pertama, terkait dengan implementasi, ini kan memang bahwa badan Publik ini kan belum banyak yang memahami gitu ya.. bagaimana mekanisme pelayanan informasi. Saya kira ya kalau untuk di nasional saya kira sudah cukup lumayan kemaren data untuk kominfo itu
dari 34 kementerian kalau ga salah ada sekitar 26 kementerian yang sudah membentuk PPID. Tetapi dengan dibentuknya PPID tidak serta merta menjadikan pelayanan informasi itu baik gitu loh. Nah ini menjadi permasalahan juga. Sementara UU ini baru berlaku. Belum lagi di PP 61 gitu yah itu kan sudah mengamanat kan bahwa PPID itu maksimal harus sudah terbentuk tanggal 23 agustus 2011. Nah itu kalau di nasional, tetapi kalau di daerah yah itu apa namanya, implementasi UU KIP ini memang masih ee.. jauh panggang dari arang. Ini masih jauh sekali implementasiya. Pelayanan informasi itu masih tradisional. Pelayanan itu masih ya masih.. masih.. belum modern dan sesuai dengan yang diatur di dalam UU KIP, itu satu. Kemudian yang kedua, ee.. kita juga melihat bahwa apa ya.. e.. di Komisi Informasi publik ini juga belum terlalu di belum banyak didukung oleh ee.. lembaga-lembaga publik yang lainnya. Misalnyaa.. oke! KI tugasnya adalah menyelesaikan sengketa. Tapi mereka kan juga punya tugas untuk mensosialisasikan. Seharusnya kementerian-kementerian koordinator itu juga bisa mem… apa itu namanya memberikan intrupsi kepada kementerian-kementerian terkait yang ada di bawah koordinasinya untuk segera membentuk layanan informasi dan ini belum didukung optimal. Jadi kinerja KI juga belum terdukung secara optimal. Selanjutnya adalah kekecewaan kita melihat eee… apa namanya masih ada ketidakkoordinasian, jadi, bahasanya apa.. jelek banget.. pokoknya bahwa badan publik yang mempunyai wewenang, untuk mengatur ke badan-badan publik itu tidak terkoordinasi. Contoh antara kominfo dan kemdagri ini tidak berkoordinasi dengan baik menurut saya. Kenapa? Karena kemdagri sudah mengeluarkan PP nomor berapa gitu tentang pembentukkan PPID di DPR, nah kemendagri itu.. itu.. mengamanatkan bahwa PPID itu diletakkan di humas. Jadi sudah memetok gitu lohh.. sudah mematok bahwa humas lah yang akan menjadi PPID di daerah. Sementara disalam PP 61 dan perspektif orang-orang dari KI bahwa PPID ini tidak harus di humas. Justeru sebenarnya jika PPID itu ada di humas, maka kewenangan PPID itu akan lebih sedikit. Kenapa, humaskan tugasnya sebenarnya lebih kepada mensosialisasikan apa yang dilakukan oleh pimpinan/kepala daerah satu sisi itu ka nada dinas kominfo juga didaerah. Seharusnya kan itu yang diberdayakan sementara kemdagri sudah mematok humas yang harus menjadi PPID. Jadi, apa namanya kita juga ee… kecewa dengan hal itu sehingga kan kemudian Badan Publik ditingkat daerah mereka juga apatis “ah udalah kita ga usah bentuk PPID, orang pusatnya juga kan masih pada debatable kan? Orang atasnya aja masih pada berantem antara Kominfo dan mendagri gitu kan..” . Kan kita aktif juga yah didaerah. Kemaren, 2010 kita minta ke 42 daerah 2009 juga kita minta. Nah di .. pengalaman di 42 daerah juga gitu. Jadi, surat permintaan informasi itu diajukannya ke satu, ada yang ke humas, ada yang ke TU, jarang yang ke PPID. Sedikitlah. Menurut saya sebenarnya belum terbentuknya PPID didaerah juga simpang siurnya regulasi di pusat. KI sendiri juga, ee.. apa namanya, karena dia lembaga baru, jadi dia apa namanya juga belum cukup kuat untuk membuat satu intruksi atau eee.. apa namanya, minta kepada Badan Publik gitu loh. Harusnya ini kan ke
kemenfominfo, mendagri, yang menjadi… apa ya.. pilotnya supaya ya untuk kedaerah misalnya mendagri.
10. Bagaimana pendapat LSM mengenai sanksi dalam Undang-Undang ini? Ya ini kan persoalannya kan berasal dari eksekusi KI kan nah itu memang menjadi permasalahannya yang sering diduskusiin gitu loh. Kenapa sih eksekusi dari putusan-putusan KI ini belum bisa berjalan efektif gitu yah.. ya ita sih melihat pertama, tadi yaa.. KI menjadi lembaga baru, kemudian, kedua, apa namanya? KI juga bukan eksekutor, eksekutornya polisi, sementara polisi juaga memiliki tugas dan fungsi yang sangat besar. Ee.. saya kira kalau dalam konteks ketatanegaraan, polisi yang sudah ditugaskan untuk menjaga keamanan dan ketertiban, kemudian, disatu sisi disitu juga ada, ee… apa namanya unsut bagaimana polisi memberantas terorisme, polisi memberantas korupsi, polisi memberantas yang lainnya, bertumpuk dari tugas dan fungsi yang ada, ditambah lagi tugas polisi yang untuk mengeksekusi untuk putusan-putusan KI, saya kira juga memang orang-orang kepolisian pasti akan bingung gitu loh. Apa yang akan berperan untuk ini, dan yang lain. Sekarang mana sih logikanya kan gini, orang kan pengennya dia dapet input yang banyak dan output atau mengeluarkan energi yang sedikit. Sekarang, dengan ee.. kalau kita kalau bicara pragmatiskan kalau bicara begitu saja, tugas dan fungsinya mereka ditempat, mereka kan mana mau kayak gitu kecuali dapet honor lagi, dapet honor lagi. Orang-orang kan dipemerintahan kan pasti kayak begitu.
11. Apakah kawan-kawan LSM mengetahui prosedur sengketa informasi?
Saya kira, tadi kan saya kata kan bahwa Implementasi UU itu baru dirasakan oleh kelompok-kelompok intelektual, kelompok-kelompok civil society gitu loh.. Ya kalau dalam penyelesaian sengketa informasi saya kira itu lebih.. temen-teman yang.. ee… apa itu namanya, aktip gitu ya namanya dalam mendorong Keterbukaan informasi, saya kira mereka paham lah, dan lagi kalau mereka.. ee… msalnya telah mengajukan dan mereka melakukan sengketa informasi tetapi memang pengalaman di kita saat mediasi di KI juga dari kelompok-kelompok civil society engga belum terlalu banyak, artinya, memang sejauh ini dorongan di temen-temen setiap keterbukaan informasi juga masih mau mendorong pada pelayanan informasinya.
12. Berapa banyak sengketa yang di ajukan oleh FITRA?
Kita, ee.. lebih dari 30an. Yang sudah selesai ditangani KI sudah 22 sengketa. Kebanyakkan sampai mediasi, yang dari 22 itu, kita yang sampai di ajudikasi hanay baru.. dua. Kebanyakkan sampai dimediasi. Dan sebenarnya itu juga apa namanya ee.. bahwa sebenarnya, badan publik itu mau terbuka, gituu.. sebenarnya keinginan untuk membuka diri itu tidak disokong dengan infrastruktur pelayanan informasi yang memadai.
13. Apakah kelemahan UU KIP? Bahwa secara umum titik lemahnya KIP itu yang pertama dari eksekusinya itu, kemudian dari proses penyelesaian sengketa informasi yang sebenarnya cukup meman waktu yang sangat lama gitu ya.. dua hal itu sebenarnya yang menjadi kelemahan dari UU KIP.
Wawancara Tambahan Seknas Fitra
Tanggal : 16 September 2011 Tempat : Via SMS
Menurut anda, apakah LSM merupakan badan publik? LSM juga badan publik yang non pemerintah, artinya LSM juga terikat UU KIP di pasal satu. Lembaga yang menerima bantuan dari luar negeri atau dana APBN itu badan publik.
Tanggal : 16 September 2011 Tempat : Via telphon
Jika LSM badan publik, berarti LSM mamiliki kewajiban yang sama dengan badan publik lain dan harus memiliki PPID ya? Ya.. ya bukan hanya LSM, tetapi seperti yayasan, sekolah, semua badan publik juga terus universitas.. mereka kan juga badan publik. Artinya ada badan publik pemerintah dan badan publik non pemerintah. Kalau badan publik pemerintah itu kan sudah sangat jelas.. kalau badan publik non pemerintah, itu adalah badan publik misalnya dalam bentuk yayasan, dalam bentuk, ee.. apa namanya? TV gitu ya, atau PT misalnya, nah kita kan tinggal lihat aja… kriteria badan publik itu kan, dia menerima sebagian atau seluruh sumber dananya itu dari anggaran Negara atau yang menerima sumbangan dari luar negeri. Kaya gitu.. nah kebijakkan kaya perusahaan.. terus TV, LSM, atau yang menerima kalau dia masuk dalam kriteria di devinisi UU KIP, ya.. mereka termasuk badan publik.
Jika seperti itu, apakah KI bisa memantau semua badan publik? Ya kan kalau fungsi.. ya kan kembali lagi pada fungsinya KI, fungsi KI itu kan dia melakukan sosialisasi, bagaimana supaya mandat keterbukaan informasi itu sendiri dilaksanakan dengan baik olehnya dan publik yang terikat oleh undang-undang KIP. Nah itu… artinya, KI sendiri sebenarnya, dia tidak mempunyai tanggungjawab untuk monitoring. Tapi dia lebih bertanggung jawab untuk memastikan supaya badan-badan publik yang dimaksud dalam UU KIP itu, dia menjalankan permohonan informasi. Kepada setiap pemohon informasi.
Peneliti,
Alfiyyatur Rohmah
Responden,
081382828670
M. Maulana
Transkip Wawancara Komisi Informasi Publik Narasumber : Ahmad Alamsyah Saragih Jabatan : Komisioner Subkomisi Informasi Pertahanan dan Keamanan dan
ketua periode 2008-2011 Tanggal : 26 Juli 2011 Tempat :Kantor Komisi Informasi Pusat
1. Apakah UU KIP dan Komisi Informasi? Pelanggaran harapan? Wah menarik sekali itu. Anak2 muda sekarang banyak sekali yang melanggar harapan. Publik terlalu tinggi harapannya, melanggar kemampuan dari KI ini.. hahaha… Jadi intinya itu adalah pengadilan informasi. Karena itukan keluar dari MA itu kan.. Jadi dia berperan sebagai semi judicial. Kenapa bisa di eksternal segala macem, itu panjang lagi ya pembahasannya. Ada macem-macem. Tapi yang jelas memang pertama biasanya dianggap karena KI memang cukup focus mengawal satu komponen dari konstitusi, itu haknya dari kebebasan Informasi, sudah dibentuk menjadi satu institusi diluar pengadilan, kedua, institusi yang disini Bukan selain dari yang pengadilan jadi yang memutus itu mediasi, kalau dipenadilan mediasi itu kan outsource, dia kena tapi dikukuhkan dipengadilan, kalau kita langsung jadi dia tujuannya untuk mengkonsolidasi dengan prediksi karena ini hal yang baru, merubah paradigma, nah pasti terjadi terjadi persoalan-persoalan ada yang dia kemudian informasinya ditolak karena tidak ditanggapi sama sekali, ada yang ditanggapi tapi tidak sesuai dengan harapan, ada yang ditolak karena dianggap ini informasi yang dikecualikan. Undang-Undang sudah mengatur informasi yang dikecualikan, berarti kan badan publik boleh menafsirkan lain juga. Pemohon juga boleh manafsirkan. Nah! kalau terjadi terjadi sengketa gimana? Nah! Jadi KI bukan terminal akhir. tahap pertama penyelesaian sengketa. Itu diluar badan publik, itu ada dikomisi informasi, terus ada di pengadilan tingkat pertama, terus kasasi di MA, jadi kita kaya pengadilan pertama lah. Kalau di MA kan sudah final yah. Kalau di kita belum.. bisa banding, sampai kasasi ke MA. Kecuali kalau mediasi berhasil. Kalau mediasi berhasil ya berakhir di KI.
2. Bagaimana dengan diskursus terhadap pasal pengecualian di ranah KI? Pengecualian itu terjadi perbedaan tafsir selalu bukan di komisi informasi. Tapi antara pemohon informasi dengan badan publik. Terus kenapa diselesaikan di KI, kita jadi jurinya sebetulnya boleh atau tidak. Jadi pelanggaran itu niscaya terjadi. Pertama pelanggaran harapan terjadi kepada pemohon ketika mengabulkan badan publik kedua terhadap badan publik ketika mengabulkan pemohon. Pasti ada pelanggaran harapan kalau menggunakan teori itu. Jadi, nah bagaimana kemudian komisi informasi bisa mengelola harapan walaupun berkali-kali dilanggar tetapi orang percaya gitu.. hehehe… lu harus belajar tuh bagaimana caranya walaupun berkali-kali melanggar tapi orang tetap berharap. Hahahaha… seperti teori sambal.. haha.. nah itu sangat tergantung ininya kan.. kualitas sambelnya.. di kita itu.. kalau sudah diputus oleh KI, pertama kali harapannya terlanggar kemudian dia banding, kalau saya jadi lama. Itu kelemahan di UU ini sebetulnya.. yang nanti akan mempengaruhi implementasi. Kalau wacananya kan enak ya.. anda berbeda
persepsi, datang ke kami bisa kami damaikan bisa kami putus sepihak kalau anda ga mau berdamai kami akan putus sepihak. Kalau berdamai itu namanya mediasi, kalau ga mau berdamai itu ajudikasi. Kalau yang lebih tinggi ya dipengadilan itu. Problemnya.. ee.. belum tentu semua happy ketika tidak terjadi perdamaian. Kalau tidak ada perdamaian, masuk ke ajudikasi biasanya di Indonesia ini bukan Cuma KI, yang terlebih tuh misalnya tingkat pertama Cuma diikutin sampe Mk. Begitu MK masih boleh ada peninjauan kembali, semua mau pakai peninjauan kembali. Padahal diluar negeri peninjauan kembali sangat jarang. Mk, kalau mereka ga menyingkap, itu juga akan banding-banding terus. Jadi, sebetulnya itu terjadi da masyarakat kita. Nah.. komisi informasi itu Cuma satu channel itu. Kalau orang bisa berdamai sengkatapun bisa cepat selesai. Kita pun memastikan yang sifatnya sudah terbuka tapi karena badan publik belum biasanya kita cepat berdamai. Tapi kalau terkait dengan informasinya dikecualikan atau engga, itu biasanya kan, niscaya akan banding banding banding… itu satu. Yang kedua, boleh juga dia ragu-ragu.. daripada saya memberikan informasi yang memang ternyata ditutup, kemudian saya buka kemudian di tahan, lebih baik saya tunggu putusan KI. Nah itu badan publik biasanya mau. Jadi.. kalau ada hal-hal semacam itu, nah.. sekarang dalam perspektif tadi, ee.. tugas KI itu kan gini, jadi semacem.. pertama dia membuat peraturan komunikasi tentang standar layanan informasi. Inilah yang jadi acuan kalau kalian mau … jadi kami akan memutus sesuai standar layanan, tapi kalau kami memutus tidak sesuai standar layanan, kami putus anda salah. Tugas KI itu dua jadinya, aturan mainnya dia menjaga aturan mainnya supaya jangan .. ya itu..
3. Bagaimana tanggapan anda mengenai sanksi yang tidak sepadan? Itu sekarang dilihat dari sosiologisnya saja dulu. 5 juta memang sekarangkan ibaratnya ga ada arti apa-apanya… dibandingkan dengan martabat polisinya yang hancur. Ini juga salah satu… bahkan di berbagai Negara ada sanksinya seperti itu. Tapi itu sudah sangat memalukan ketika orang kemudian terpaksa untuk memberikan sementara dia selalu bertahan untuk tidak gitu ya.. dianggap menghambat, ya ada pertimbangan semacam itu gitu ya.. tapi di Indonesia cenderung menggunakan implementasi yang ga sesuai dengan harapan orang. Semakin kenceng sanksinya, volume korupsinya juga semakin tinggi. Hahahaha… jadi dia berkembang juga, intinya sebetulnya bagaimana supaya orang bisa dapet sanksi. Polisi juga memang kita sudah menganggap itu kecil, yang berat-berat saja orang masih mau melanggar apalagi yang kecil. Jadi ya memang lebih kepada hukuman etik aja, itu yang memang kita mainkan. Nah! Itu yang susah adalah merubah paradigma dari kewilayahan dulu. Pertama kali dulu kana pa-apa rahasia Negara. Sekarang sudah kurang orang ngomong itu. Yaa… ngomongnya itu dikecualikan. Nah dikecualikannya itu ya yang sepaham. Kalau engga ya terpaksa dimediasi.. tapi kalau memangnya ada pasal biasanya mereka tertahan tidak diberikan. Nah itu biasanya itu satu kemenangan tersendiri ya sebetulnya.. saya ga tau faktor penyebabnya apa mungkin.. paling tidak badan publik itu walaupun kita bilang kemajuannya tidak optimal, tapi sudah jarang menggunakan kata rahasia Negara. Kecuali hasil riseettt… apa… kalau mereka masih lah ya.. dan mereka belum tentu juga.
4. Apa yang dimaksud keterbukaan informasi? Keterbukaan informasi itu semua terbuka kecuali yang ditutup. Sudah itu saja. Hahaha… ya semuanya terbuka, bagaimana menyampaikan yang terbuka ini supaya masyarakat bisa. UU ini ini kan ada yang setiap saat, ada yang serta merta, jadi yang diminta ya diumumkan untuk diberi kepada publik. Ga tau siapa publik, pokoknya untuk diberikan. Yang kedua tersedia setiap saat, artinya pada saat orang datang dan minta semua sudah terkumpul. Dokumen sudah ada tinggal diberikan. Nah ini masih sering salah tafsir. Nah orang menganggap bahwa ini ga perlu disediakan, dicari dulu.. padahal masih ada padahal masih kategori berdasarkan permintaan. Dihapus dari UU itu terlahir persepsi di DPR ketika menyusun dianggap bahwa itu berdasarkan permintaan. Tertinggal dipasal 52 yaitu padahal ada informasi-informasi yang keluar dari kategori itu dan memang itu harus menunggu. Pokoknya semua terbuka selain yang dikecualikan. Maka, semua badan publik harus dibuka mana yang ga boleh? Kalau dulu kan mana yang boleh?. Nah! Itu sudah mulai, awalnya bidang keuangan masih ngotot, kami mau bikin soal mana yang boleh, akhirnya sekarang bikin mana yang ga boleh. Nah ya boleehh… itu diatur bukan dia yang milih. Disitu yang di list mana yang bolehnya, tetapi yang dilist bagaimana cara menyampaikan. Jadi, pertama mereka harus menetapkan mana yang tidak boleh, setelah itu, diluar itu semuanya boleh. Nah semuanya ini yang boleh ini bagaimana menyampaikan. Seperti anggaran tidak masuk ke website padahal itu termasuk kedalam informasi yang berkala. Dan itu kan juga ditingkat implementasi masih belum berarti. Kalau kita lihat dari situ. Kalau alasan menolak, belum.. publik, tentunya mereka akan bilang, ini ada dua, publik dengan stigma kan? Atau publik yang sudah memang mencoba dengan engga. Publik yang sudah pernah mencoba berkali-kali, dia agak relatif belance.. aah yang ini masih sulit, yang ini bisa.. publik yang tidak pernah mencoba, mereka berfikir aahh belum tentu juga.. jadii.. ini kan stigmanya beda. Nah publik yang pernah terhubungkan, dengan ada UU ini uuuaaahhh begitu gembira.. seperti mereka meminta proposal dari bupati yang diminta dari SDM kemudian SDM sorenya ga bisa akhirnya kita putus dibuka, SDM sorenya kasih juga, mereka persekongkolan, dibagi-bagi uang.. nah itu mereka gembira.. jadi, publik terangsang persepsinya. Kalau dia belum pernah maahhh… pasti dia bilang, pasti dia Cuma bilang.. ga gampang dapet itu.. jadi di tingkat implementasi itu, jadi namanya kan pokoknya sekarang keterbukaan nih , semua terbuka selain yang dikecualikan. Tapi ditingkat implementasi, badan publik juga belum tentu melakukan apa yang diikuti seperti diskusi publik, masih pasif, setelah ada sengketa baru tergopoh-gopoh. Dan kedua di internal badan publik belum tentu juga apakah langsung setuju.. jadi kadang-kadang pejabat2 badan publik setelah sengketa kesini tuh ke kita itu jadi alasan ke kita untuk Bergen. Loh kalau engga langsung ke ajudikasi, publish di Koran, jadi memang bergeraknya ga cepet kalau UU itu kan dua tahun waktunya. Kalau ini kan secara psikologia pasti dia tarik ulur selama era reformasi tuh pasti ada era kongkalikong. Seperti tarik menarik kemenangannya. Paling tidak sudah ada gejala-gejala yang tidak gampang mengatasnamakan rahasia Negara itu. Jadi yang masih sering disengketakan ya informasi yang ada diwilayah greyarea. Informasi yang dikecualikan itu juga tidak permanen. Kedua, boleh jadi ada kepentingan publik untuk dibuka. Itu pun boleh dibuka.itu yang selalu akan terjadi perbedaan. Kalau Cuma perbedaan tafsir dari australi sampai ke Eropa sana itu selalu terjadi perbedaan tafsir sehingga
kesulitan informasi. Kalau kita kan hanya wilayah abu-abu. Tapi kalau yang jelas dirahasiakan itu ga berarti ga bisa dibuka loh.. kalau ada kepentingan publik yang masih luas, yang.. itu boleh dibuka, tentunya ga sembarangan ya.. itu ada ukuran-ukurannya. Tapi sampai saat ini KI belum pernah meminta informasi dibuka berdasarkan ketentuan kebutuhan publik yang lebih luas. Baru berdasarkan konsekuensi yang apakah secara legal, informasi tersebut memang relevan untuk dikecualikan. Baru batas pertimbangan itu. Seperti kasus polisi 17 nama orang itu ga tau kalau mereka diminta. Meraka ga dituntut, jadi apa salahnya kalau itu dibuka.. justeru kalau ditutup, uang bisa mengalir kemana-mana.. contohnya seperti itu lah..
5. Apakah Fungsi dari Komisi Informasi? Ya untuk menyelesaikan sengketa itu.
6. Bagaimana prosedur memperoleh informasi publik? Oo itu yang 10+7+30 dan sudah di atur di UU.. diatur juga dalam standar pelayanan informasi no. 1 tahun 2010. Karena KI dimandatkan untuk membentuk pelaksanaan maupun teknis, makanya kita bikin PERKI no 1 2010. Kalau tidak dibikin standar nya kan jadi.. kemana-mana kan? Negara jadi.. ee.. badan publik berkewajiban, masa kewajibannya tidak memiliki standar, makanya kita bikin standar layanan publik. Format-formatnya… apanya.. Untuk masalah POLRI, KI sudah memutuskan bahwa informasi dibuka, Kelemahan UU ini juga, mengadu ke PTN, di PTN kita menjadi tergugat.. masalahnya badan publik ga boleh menggugat badan publik. Karena lebih dari 14 hari maka keputusan kami dihanguskan.. tapi mereka masih bersikukuh, alasannya selalu berkembang yah..
7. Apakah KI pernah mendapatkan gugatan? Oiya.. itu untuk layanan kita.. kalau KI, memang harus bisa digugat juga,, kalau ga dia nanti jadi super body.. makanya kalau orang kecewa sama kita, saya selalu bilang gugat saja ke Ombudsmen. Nah disitu kita lihat, apakah mereka akan melakukan pemeriksaan ke kita atau melihat dokumen-dokumen kearsipan. Oleh karena itu, kita ikut prosedur dia. Kalau engga ya kacau. Begitu juga Ombudsmen, ketika orang meminta informasi ke Ombudsmen kemudian tidak diberikan, mereka bisa kengadukannya ke kita.. itu baru satu kasus yang menggugat kita.
8. Kalau DPR pengawasannya bagaimana? Kalau DPR itu kan pengawasan politis. Satu, politis anggarannya, misalnya dana ini cukup atau engga. Kedua kinerjanya, oke ga nih.. bisa ga nih.. kemudian kalau dianggap perlu mengguanakan pihak-pihak lain yang dianggap lebih efektif, ya DPR lah yang melakukannya itu ada beberapa kali yang kita lakukan dan rutin.. dan ada juga yang laporan tiap tahun, itu kita lakukan.
9. Berapa jumlah sengketa informasi yang sudah masuk ke Komisi Informasi?
Jumlah kasus sekarang 270. Tapi didata masih 244 ya.. kemudian berapa banyak sengketa yang masuk ke KI? Itu rata2 sekarang 270 lah.. 270 di pusat. Didaerah di bandung tuh 70an, jateng 25an itu pun ada beberapa.. itu menunjukkan ada
perkembangan bahwa masih banyak sengketa. nah yang kedua dia harus bikin MOP sekarang baru sedikit yang punya MOP, itu menunjukkan badan publik juga belum siap.
10. Apakah manfaat diterbitkan UU KIP? Tadi kan di UU nya kan ada dua.. pertama hak untuk tahu.. kalau hak untuk tahu itu ada, orang bisa tahu, kalau mereka tahu ini, tentunya meraka bisa berpartisipasi. Jadi partisipasi publik itu kualitasnya meningkat. Kalau partisipasi meningkat, penyelenggara Negara akan lebih efektif. Kalau sudah efektif diharapkan bisa mengembangkan ilmu pengetahuan. Agar kecerdasan negaranya meningkat. Keterbukaan akan meningkat kalau badan publik sudah memberikan pelayanan yang baik. Itu dulu yang dikejar.. jadi sekarang ini fokusnya masih bagaimana menjamin hak untuk tahu itu dengan cara membikin layanan informasi yang baik. Kalo dia bikin, sengketanya gimana?, bagaimana dengan wartawan? Wartawan kan profesinya yang khusus. Dia diatur dengan UU pers, jadi sebagai wartawan dia menggunakan UU pers. Dan memang ga perlu KI. Mengapa harus sampai menunggu 10+7+30.. headline habis.. tapi satu hal ketika ia ingin melakukan investigasi, butuh dukungan, dokumen, prosesnya juga panjang, itu dia peduli.
11. Adakah penyelewengan terhadap pasal pengecualian? misalnya kasus wikileaks?
Itu kan bocoran wikileaks ya.. kalo wikileaks itu menurut temen-temen gimana? Kalau wikileaks itu kan menggunakan kawat, nah ini publik harus diedukasi mengenai hubungan antar Negara. Di pake kaitannya dengan kawat-kawat intelegent, kawat intelegent itu kita minum kopi, ngobrol, tapi disana ada petugas yang menyaring sendiri. Valid atau tidak. Nah yang dibocorkan ini adalah kawat-kawat yang sifatnya masih belum jelas tadi.. yasudah.. dalam UU KIP seharusnya tidak boleh dibuka karena apa? Pengecualian dalam UU KIP ini untuk publik juga, bukan untuk pejabat publik. Kalau suatu informasi itu tiba-tiba langsung dibuka, itu bisa mengganggu Negara. Jadi, untuk kasus wikileaks itu, sebagian mungkin benar, sebagian engga. Dan saya fikir publik kita sudah cerdas. Dia fikir bisa iya bisa engga lah.. hahaha biarin aja.. tidak kreatif presidennya.. hahaha…
12. Bagaimana hubungan KI Pusat dengan KI provinsi? Apa saja hambatan pembentukkan KI tersebut sehingga tersendat?
Ya.. itu hubungannya koordinatif.. bukan vertikal. Hambatannya itu pertama ga ngerti bahwa ini mandat UU harus dilakukan, kedua merasa ini penting ga menurut saya? Kalau penting ga penting kan tergantung apakah ini berharga untuk saya sehingga saya mendorong supaya terbentuk di masing-masing daerahnya, atau tekanan publik yang meminta. Jadi harus respon. Nah yang ketiga, kadang-kadang kan kita kalau masuk ke akademi tertentu ada namanya kita prilaku dasar manusia, Saya sebagai penguasa masa mausih ada lembaga lain yang akan mengadili saya.. hahaha.. pastinya mereka ga mau kan? Lebih baik saya membuktikan kalau saya baik dari pada harus ada lembaga itu. Alasan lainnya anggaran tidak tersedia, UU nya belum ada peraturan proposional, dan macem-macem.. itu semua alasan. Tapi pada dasarnya kalau masih boleh, ga ada yang duit gitu kan? Ya keterbukaan ini bukan sesuatu yang enak bagi kita. Tho
keputusan MK juga kalau tidak dijalankan ga ada sanksi.. hahaha… makanya jadinyakan tergantung pada proses politik.. tapi kalau unsur politik, apakah ia sedang berkepentingan, di jawa barat DPRD nya merasa teraniaya oleh LSM disana karena diminta dana anggarannya tapi ga dapet-dapet, meminta membuat KI dasana, setelah mau dibikin, terjadi tarik menarik, dari kelompok masyarakat terus menekan, dari media menekan, sehingga didaerah tuh pasti ada proses politik didalamnya.. ga gampang..
13. Apakah tugas KI dalam penerapan UU KIP? Tugas KI dalam penerapan UU KIP ini adalah satu memastikan bahwa pelayanan informasi didorong oleh BP atau tidak.. metodenya tentu saja dengan bersosialisasi.. kita mau buka ruang konsultasi.. tapi sebatas metode.. bukan mana yang boleh dan mana yang tidak.. kalau mana yang boleh mana yang tidak itu tugas kedua.. menyelesaikan sengketa yang melalui sengketa, diputuskanlah itu boleh diketahui atau tidak.. kedua UU ini kan sudah penuh dengan stigma itu.. karena kita ga bersifat vertikal, kita ga bisa memaksa target untuk membuat KI daerah.. kalau yang boleh ya bebas.. kalau kita vertical kaya KPU, kita membuat anggaran ke DPR, kasih anggaran sekian, dua tahun membuat disemua propinsi, rekrutmen mereka yang tanggung, nah kalau kita kan ga bisa..
14. Informasi apa saja yang disengketakan di KI? Macem-macem.. masalah anggaran, ada orang yang mau tahu informasi apa saja sih yang ada di badan publik, itu namanya daftar informasi..
15. Apakah Visi dan Misi Komisi Informasi? Oo waktu pertama kali bikin kan kita punya misi, waktu pertama kali bikin kan kita membayangkannya mau jadi pusat transparansi.. ya biasalah kalo orang kita membuat visi-misi kan pasti yang wah.. sebenarnya sih saya ga ada masalah. Kalau kita sadar kita mau jadi icon kan harusnya .. ya kalau arti ketika menjadi icon sebenarnya kan dia ga seperti yang dibayangin orang.. misalnya jadi icon religi padahal kan sehari-harinya dia belum tentu begitu.. KI juga bisa begitu.. hahaha.. nah kalau mau cepet sebenernya bisa begitu.. tapi, tampaknya itu memang salah jalur makanya makanya target pertama kita dalam lima tahun pertama itu kan, kita batu sampe gimana kita dan lembaga ini dikenal kemudian melakukan penyelesaian sengketanya tidak optimal mungkin. Maksudnya, jangan sampai ada kasus yang tidak ditangani oleh KI. Kita baru sampe situ.
16. Apakah ada kasus yang tidak tuntas di KI? Karena dia masih berjalan, belum ada lah sementara. Eh tapi ada sih, ada tiga. Tapi itu karenaa… karena problem administrasi, jadi dokumen itu terendapkan dan kadaluarsa. Tapi tetep kita tengani karena itu hak orang. (Bukankah permintaan yang sudah kadaluarsa tidak dapat dilanjutkan prosesnya?) UU itu tidak mengatakan kalau lebih dari seratus hari permintaan itu dianggap gugur, ga ada.jadi kita pake. yang kedua, secara prinsipil itu hak asasi, jangan.. ya kita kalau salah ya boleh aja, yam au lapor ke Ombudsmen, dan diombudsmen mereka menuntut hak asasi ya kami tangani lagi. Jadi dipake Ombudsmen untuk menggugat kita .
17. Bagaimana pemerintah eksekutif memantau implementasi UU KIP ini? Belum ada sampai saat ini, yang mau monitoringnya, itu belum selesai.. dan kedua ada kementerian kominfo yang dimandatkan untuk mendorong PPID. Intinya mereka sangan concern kepada PPID dikementerian.
18. Jadi KI belum bisa memantau BP mana yang sudah memiliki PPID kecuali mereka yang sudah mendapatkan sengketa?
Tidak, kita pantau, kita cek lewat surat, lewat telf, dan situlah kita tau itu ada 24, tapi itu sebatas propinsi ya.. kabupaten kota engga.
19. Apa saja yang sudah dilakukan untuk mansosialisasikan UU ini? ee.. boleh dibilang masih kecil. Masih.. memperkenalkan diri itu baru lewat sengketa-sengketa kita, kita belum melakukan apa namanya? Strategi communication tapi kalau di TV2, radio, itu sudah mulai ada. Kalau untuk talkshaw saya fikir itu belum strategis yah.. belum.. ee,,, baru kelompok-kelompok kecil karena kita juga mulai mensosialisasi kan kepada masyarakat luas.
20. Sudah berapa kali melakukan publikasi lembaga? Itu ada beberapa, oke kalau 2012 itu sudah ada startegi communication bagaimana itu memulai membangun jaringan kerja itu dengan bantuan hukum, melayani iklan di tv, cuma kita fikir kalau memang ingin seperti itu tapi departemennya belum siap ya gimana, malah masyarakat frustasi nanti. Nanti kita dianggap melanggar harapan atau hahaha… harapan publik terlalu tinggi sehingga kemampuan KI terabaikan. Haha.. KI tugasnya hanya memantau kalau banding atau segala macem, jadi kalau masalah rekening gendut kemarin KI memang sudah memberikan putusan untuk membuka 17 nama itu, ternyata Polri tetap tidak mau membuka, ya ga bisa apa-apa kita. Yang boleh, ICW itu harusnya melapor, jadi yang masalah ini polisi. Ga bisa lapor ke polisi, jadi dia mungkin lapor ke MA, presiden.. Kalau dipengadilan kan ada eksekutor, kalau di kita ga ada. Di UU juga ga ada. Di komisi informasi dimana pun juga ga ada juga. Yang benar itu, putusan kita itu intra. ICW di luar negeri ya, mereka kan terdaftar dipengadilan, kemudian dikukuhkan didalam pengadilan sehingga bisa melakukan eksekusi ke kita.. tapi di kita, orang di kita tuh maunya tuh serba instan. Jadi, 100 hari itu kayaknya sudah cape ke KI terus yaa.. apa boleh buat? Kecuali UU ini harus ya.. dilengkapi dengan.. ee.. tetapi nanti akan jadi pengadilan. Ini adalah kelemahan sosiologis kita. Masyarakat kita itu tidak mau menggunakan hak nya padahal jelas-jelas dia bisa. Datang aja ke pengadilan yang upahnya tidak dibayar. Pengadilan akan memproses. Eksekusinya ya pengadilan.. lagi-lagi ini ke sosiologia. Bukan ke undang-undangnya.. problemnya orang kita tuh merasa males berurusan yang kayak gitu itu sudah budaya kita, jadi.. jangan kan itu, misalnya begitu dipanggil sidang di komisi informasi itu dianggapnya sudah dianggap terdakwaa aja. Hahaha… padahal ka nada juga Ombudsmen, opsi lain yang harus dicoba adalah, khusus di Polri itu, Cuma kan ga etis kalau saya yang ngomong kalian yang memaparkan.. hahaha… didepan publik ga boleh.. kalau ngobrol biasa ya ga apa-apa haha.. ga etis juga karena itu kan masih di PERMA (peraturan MA) ya.. jadi saya membayangkan perma beres dulu baru kita bicarakan dipublik. salah satu item nya ya bagaimana kalau masyarakat kita di jalur untuk mendaftarkan putusan-putusan yang sudah ditetapkan pengadilan.
21. Apakah sudah ada yang mengajukan judicial review ? Kalau sementara ini KIP belum ada judicial review.
Peneliti,
Alfiyyatur Rohmah
Responden,
08122049827
A. Alamsyah Saragih
Transkip Wawancara Majalah Forum
Nama : Syamsul Mahmudin Jabatan : Redaktur Pelaksana Majalah FORUM Keadilan Tanggal : 17 Agustus 2011 Tempat : Meeting room kantor Majalah FORUM Keadilan
1. Apa yang dimaksud dengan keterbukaan informasi?
Selalu akan ada, ya ini kan namanya kultor ini.. kultor.. keterbukaan kultor ini kan baru ada UU ini kan hanya baru untuk memberikan jaminan keterbukaan. Nah kalau kita berbicara tentang keterbukaan kultor ini, sebenarnya di badan publik ini pasti ada semangat dong untuk menutupi. Kenapa adda semangat untuk menutupi sesuatu itu, karena itu juga dari persoalan-persoalan kita juga kan korupsi, kolusi dan nepotisme itu, itu sudah menjadi sistematis didalam Badan Publik itu sendiri karena untuk menyembunyikan hal seperti itu pasti dengan cara menutup-nutupi kan. Kalau bicara tentang keterbukaan, memang tidak bisa diharapkan terbuka mereka. Kecuali memang ada aktif dari publik itu sendiri. Untuk memaksakan apakah itu menjadi terbuka. Dan sebenarnya kalau kita mamandang UU KIP ini kan jaminan bahwa boleh membuka itu. Itu aja sebenarnya kalau saya memandang. Tapi ini awal, dasar pikiran ya.. jadi sebenarnya, KIP itu sebenarnya payung hukum untuk bisa membuka, publik itu membuka. Dan publik mampu membuka informasi. Bahwa membuka informasi adalah bukan pelaggaran hukum. Jelas payung hukumnya. KIP. Kalau bicara soal, raa… apa..? eee… apakah pemerintah akan menutupi, ya pasti akan menutupi. Semua badan publik yang boleh saya katakana mungkin, jujur saja mungkin beberapa persen tidak terkait dengan kasus2 kemarin seperti kolusi, korupsi, isu-isu itu pasti terkait. Pasti akan menutupi. Itu alamiah. Orang yang melakukan kejahatan pasti akan menutupi kejahatan itu, itu kalau menurut saya yang KIP ini adalah untuk payung hukum supaya masyarakat tuh bisa.. ee.. membuka informasi itu. Tanpa perlu dituntut. Kan itu sebenarnya. Ya kan? Tujuan itu kan itu.. atau publik atau lsm atau masyarakat jadi mempunyai payung hukum.
2. Apakah ada kekecawaan dan apa harapan? Ya kalau anda Tanya apa kekecewaan, masyarakat masih mempunyai harapan untuk memproleh informasi. Karena KIP adalah payung hukum.
3. Apa keterbukaan informas? Sebenarnya keterbukaan informasi itu sebenarnya kalau ee.. keterbukaan itu harus. Kalau menyangkut kebijakkan publik itu harus tidak boleh merahasiakan kepada publik dong? Kecuali itu privasi. Karena kita berbicara badan publik, maka kita berbicara dari kebijakkan kepentingan publik. Kalau bicara kepentingan, tentu harus bisa dengan terbuka dong.. misalnya kalau itu privasi saya, saya tertutup dong, tapi kalau bicara kepentingan saya dan kepentingan anda, tentu saya harus keterbukaan juga kan? Ya seperti itu. Kalau menurut saya.
4. Masih adanya keterbukaan yang ditutupi menurut abang bagaimana? Sebenarnya ini, mm.. badan hukum bisa dibilang ketika .. mm.. pertama mungkin dibentuknya alasan pertama polisi mengatakan ini tidak boleh dibuka, karena menyangkut kerahasiaan nasabah, privasi sifatnya, nah ketika ini menyangkut rekening ini bermasalah, itu tidak lagi bersifat privasi. Itu menurut saya sudah menjadi publik disitu, menurut saya itu memang harus dibuka. Kenapa? Yang awalnya itu bersifat privasi, tetapi disitu ada kepentingan publik, ya itu oleh penyelenggara Negara, yaa.. ada hal-hal yang mencurigakan didalam situ, karena kan ga logis kalau dia mempunyai uang sebesar itu, sementara ia memiliki kewenangan dan kekuasaan, makanya informasi itu harus dibuka.
5. Bagaimana sanksi yang diberikan menurut abang? Ya memang berat.. kalau bicara UU kan apakah mampu dibudidaya paksakan kan, ka nada hukuman penjaranya juga kan? Kan UU kan sebenarnya tidak memiliki daya paksa, daya paksa itu adalah, jadi, ketika anada melakukan ini, hukumannya ini kan paksa? Jadi sesuai dengan garis ini. Kalau engga, ini resikonya. Nah mungkin pertanyaannnya apakah KIP ini memiliki daya paksa? Saya tawar untuk memaksa apa yang ada dibawah domain UU ini, ya kalau kita bicara dengan daya paksa, memang kalau untuk melegenda sih.. tidak seberapa. Saya setuju itu. Hukumannya tidak seberapa. Untuk mengenai hukuman penjara kan enam bulan ya? Memang kalau dipikir-pikir, kalau dipikir-pikir hukum memang kadang ini masalah aspek keadilan loh didalam hukum. Itu biasa disitu. Ada rasa, keadilan ini ini ini, memang kadang-kadang sah kalau kita bicara relative ya.. apakah ini akan adil atau tidak. Ini ada dalam .. ya kalau saya pribadi, mungkin.. apa.. ada analogi, daya paksa, tidak besarlah daya paksanya terhadap badan-badan publik itu. Itu masalah UU karena menyangkut kepantingan publik, daya paksa makanya harus besar dong. Karena menyangkut kepentingan orang banayak, menyangkut hajat hidup orang banyak, kenapa, karena kelakuan seperti itu kan kejahatan kan sebenarnya kan.. sebuuah kejahatan itu ditutupi dengan alasan-alasan tertentu, itu kejahatan besar juga. Mestinya harus memiliki daya paksa. Karena masalahnya ini kan UU 14 ini aja sudah berapa kali diperjuanagkan? Sudah panjang banget.. nah kalau setau saya ini lama. Ini sebenarnya kalau kita perhatikan, daya paksanya masih kurang. Hal ini masih lebih baik, mungkin ketika mereka tidak melaksanakan apapun dari UU bagi lembaga penegak hukum mungkin meraka sebatas beban moral kali ya.. nah bagaimana mereka bisa menjaga supaya masyarakat itu patuh kepada hukum, sementara mereka sendiri tidak menepati hukum, nah seperti itu, adalah harapan penekanan. Kita nih tekanan-tekanan moral.
6. Apakah manfaat UU ini? Nah ini sebanarnya disini mempatner badan publik, publik dan lembaga-lembaga civil society ini, lembaga-lembaga yang mewakili kepentingan publik, nah ini sebenarnya payung hukum. Bahwa mendapatkan informasi ini bukanlah pelanggaran hukum. Kalau dulu kan banyak alasan, ini rahasia ini, ini rahasia ini, ini rahasia ini. Dengan ada ini, ini sebenarnya sudah ada payung hukum, walaupun dengan ada segala pengecualian ini masih ada perdebatan sebenarnya. Mana yang disebut rahasia Negara kan beda loh ketika ini merupakan aparat Negara misalnya.. ee.. dan punya rahasia dia akan bilang, “ini rahasia loh” apa
bedanya rahasia Negara dan rahasia kejahatan penyelenggara Negara. Beda lah. Jadi adalah kadang, adalah terjadi kasus itu. Penyelenggara berdalih ini rahasia. Karena ini rahasia kejahatan dia. Seperti Wikileaks itu bukan rahasia Negara itu sebenarnya, pertama tuh rahasia Negara, ketika tidak ada kejahatan didalamnya, tapi kemudian ada kejahatan didalamnya, itu menjadi rahasia kejahatan penyelenggara Negara. Itu bias nya disitu.. dan biasanya penyelenggara Negara itu mempergunakan.. apa.. bisa-bisa seperti ini untuk menutupi itu tadi, mereka susah membedakan mana rahasia kejahatan penyelenggara Negara dan rahasia Negara. Sebenarnya jelas itu.. tapi permainan-permainan kalau bahasa istilah nya itu semantic itu ya.. permainan kata-katakemudian menjadi seperti itu.
7. Apakah kebiasan ini menjadi kelemahan UU KIP? Jadi begini, penafsiran, ini kan masih penafsiran semuanya ini kan masih menyisakan semua penafsiran ini kan supaya melaksanakn UU memang berawal dari penafsiran juga. Karena perlakuan UU ini kan dilakukan oleh penyelenggara Negara, itu memang harus diperjelas tentang penafsiran itu, panafsiran dipertegas. Apa yang dimaksud dengan rahasia Negara apa yang dimaksud dengan rahasia kejahatan penyelenggara negara, beda loh! Saya melakukan tugas-tugas kenegaraan itu rahasia, tetapi ketika dalam tugas itu ada kejahatan, tidak rahasia lagi kan? Hak publik untuk mengetahuinya.. membuka kejahatan itu otomatis membuka petugas juga kan? Nah! Itulaahh.. penafsiran yang lebih.. lebih jelas.. saya melakukan tugas Negara, pasti rahasia dong?, tapi kalau dalam publik ada kejahatan, hak publik juga dong? Dan apabila kejahatannya dibongkar, otomatis pelaksanaan penyelenggara Negara terbongkar juga dong? Nah! Seperti itu harus ada penjelasan. Rahasia kejahatan penyelenggara Negara dan rahasia Negara. Kira-kira bisa ditangkap ga? Nah seperti itu. Nah bagaimana mengeliminir hak-hak yang bersifat pribadi privasi kalau kita lihat dari sisi kepentingan publik, semuanya bersifat terbuka dong, kalau kita lihat kita sudah curiga bahwa disini ada kejahatan, otomatis kan kalau kita melihat ada sebuah kecurigaan, tapi kita curiga terus, biarkan mereka curiga aja. Tapi barangkali ketika itu dibuka semua nda sampai pada persoalan yang ini, kalau menurut saya hal seperti itu… hm.. memang dilematis ya.. harus ada penafsiran yang lebih tegas soal ee.. apa sih sebenarnya pengecualian ini. Karena memang kalau pengecualian ini kan akhirnya penafsiran masing-masing saja. Ini menyangkut pertahanan Negara atau menyangkut rahasia Negara, rahasia keamanan Negara akhirnya perdebatan itu rahasia keamanan Negara kan? Makanya ada apa itu namanya? Komite.. ee.. Komisi informasi pusat itu kan.. nah! Itu lah yang memutuskan. Nah sebenarnya kan terjadi irisan antara kepentingan publik dan kepentingan pribadi hak privasi dan hak publik dan lu harus ikiutin jalur ini. Nah makanya apakah rahasia kejahatan penyelenggara Negara dan rahasia Negara kadang–kadang dengan pandainya tuh menjadi sesuatu yang beririsan. Karena mereka melakukan pekerjaan sekaligus. Ya kan? Misalnya dalam penyidikkan ka ga boleh dibuka. Karena berhubungan dengan dokumen2. Proses penyidikkan itu ga boleh dibuka. Kenapa, kenapa ga boleh dibuka, karena itu akan menghalangi proses penyidikkan. Misalnya seseorang itu diperiksa, kita kan ga boleh buka dulu kan, apa, misalnya kita tidak boleh buka DAP, Daftar Acara Pemeriksaan, yang menyangkut barang bukti. Kita buka misalnya, itu akan menghambat barang bukti takut dihilangkan atau segala macem dalam penyidikkan. Itu yang dimaksud tidak
boleh membuka preoses penyidikkan sehingga menghalang penyidikkan. Itu kan pengecualian juga dalam KIP. Hah! Ketika seorang penyidik melakukan melakukan penyidikkan terhadap tersangka, apa uyang dia lakukan itu kan sebenarnya rahasia. Tetapi persekongkolan antara penyidik dan tersangka, itu kejahatan kan? Nah untuk tahu kejahatan ini kan… nah untuk tahu keterbukaan itu kita harus buka DAP nya dulu harus membuka DAP nya juga. Kita juga pernah mendapat protes dari dirjen pajak ketika kami membuka laporan DAP kasus pajak di jawa barat. Karena unsur membuktikan ada persekongkolan. Membuktikan petunjuk dari sebuah persekongkolan itu sendiri oleh penyidik dengan tersangka itu dari hasil DAP yang disesuaikan dengan kepentingan. Nah bagaimana kita menunjukkan dengan identifikasi itu? Ya kan? Kita dapat ini pun karena dapet bocoran yak an? Gituu.. dibocorkan orang karena orang melihat tidak ada kebenaran. Mungkin yang terjadi diantara penyidik ini masih ada yang benar kan? Dia membuka persekongkolan pimpinan mereka misalkan anak buahnya tidak terima melemparkan informasi keluar, memberikan barang bukti itu dengan BAP. BAP itu kan belum boleh dibuka sampai pengadilan. Nah! Kita hanya memberitakan saja ini bahwa, ada persekongkolan antara A dan B dalam proses penyidikkan, apa buktinya? Biasanya persekongkolan itu, atau salah satu buktinya adalah pasti menguntungkan doong.. kepada yang diperiksa. Itu bukan rahsia penyidikkan, itu rahasia kejahatan penyelenggara penyidikkan. Itu menurut saya. Itu lah bedanya kan? Jadi kan rahasia kejahatan penyelenggara Negara yang melaksanakan penyidik itu beda dalam pelaksanaan penyidikkan. Ini rahasia penyidikkan dan rahasia penyimpangan didalam penyelenggaraan penyidikkan.
8. Apa pendapat anda mengenai pasal pengecualian? Sebenarnya adanya pengecualian ini bagus juga, ada kepentingan publik juga disitu. Contohnya penyidikkan yang ga boleh dibuka itu keuntungan publik, kalau misalnya terbuka, tersangka lepas doong, koruptor bisa lepas. Publik ini dirugikan kan? Pengecualian ini juga ada kepentingan publik juga. Jadi semua UU apapun, disitu ada kepentingan publik didalamnya. Nah pengecualiana itu pengecualian publik. Hanya.. penyelenggara Negara ini kan kadang-kadang pinter juga kan? Kadang dikatakan kejahatan itu lebih pintar daripada ee…ee.. penegak kebenaran. Dari pada penyidiknya, penjahat lebih pintar dari penyidiknya. Jadi kira-kira begitulah. Jadi ituu.. kalau menurut saya, ee.. pengecualian itu benar gitu loh untuk kepentingan publik. Rahasia Negara itu kepentingan publik, rahasia pertahanan kalau terbongkar gimana? Kitabisa teraniaya kan? gampang kita didikte, kalau keamanan kelihatan dan kemerdekaan kita didikte gimana? Bisa ga? Kalau kita didikte,faktor ekonomi kita menjadi tak bagus. Publik juga yang dirugikan. Sebenarnya itu benar. Jadi itu bukanlah sesuatu yang bersifat, hal yang bersifat apa.. hanya dalam pelaksanaannya itu yang harus dilindungi oleh karena itu jika semua terbuka, bahayanya ke publik dong? Misalnya proses penyidikkan, kalau itu dibuka, koruptor enak dong. Pengecualin ini sebenarnya untuk kepentingan publik juga.. hanya dalam pelaksanaannya itu kadang-kadang penyelenggaranya yang ga baik. Makanya publik harus menanggapi, ini sebenarnya hanya payung. Misalnya orang itu harus menjadi baik itu tidak bisa. Makanya harus ada pengawas-pengawasnya.. pendidikkan masyarakat untuk lebih ee.. kritis.. kalau menurut saya.
9. Bagaimana peran opinion leader menurut anda? ee… ee ini.. ee.. kalau kita lihat kalau kembali dalam kasus itu aja kan kita juga nda tau kan? Kalau kita bicara, ee.. ini memang dilematis kalau ya.. ya kalau bicara soal.. pribadi mungkin ada yang bagus danada yang ga bagus itu aja kira kira, amannya. Apa itu kira-kira? fair nya.. ada yang bagus juga tapi ada yang ga bagus. Kalau kita lihat jika itu menyentuh ketentuan-ketentuan tertentu yang dekat dengan mereka, itu ga bagus lagi. Tapi ketika itu tak menyangkut kepentingan mereka, mau itu akan membuka, membuka membagus-baguskan kepentingan mereka malah itu mungkin contohkan. Ketika sebuah kasus ini dibuka, akan merugikan saya, saya akan menutup. Ketika B kasus ini saya buka dan akan membaguskan citra saya, maka itu akan saya buka. Saya akan pilih membaguskan citra saya dong.. itu normal. Alamiah kan? Kalau kita lihat dengan banyak kasus seperti ini, ada sisi ini satu, ada sisi lain satu. Ada yang menutup. Ada yang membuka. Menghasilkan UU ini aja kan cukup lama, delapan tahun ya kalau ga salah. Panjanglah perjalanannya. Dari taun 2000an. Jadi tuh awal. Awal-awal reformasi. Nah bahwa itu kemudian.. memang.. aktif publik penting juga. Kembali pada opini publik. Karena UU ini bisa bermata dua juga, kalau nda hati-hati kita bisa merugikan publik juga. Ini kan pengelolaan sebenarnya kan.
10. Apakah ada ketidakpuasan Wartawan terhadap UU KIP ini? Sebenarnya kalau ketidakpuasan sebenarnya ini, secara pribadi ya ini.. sama seperti tadi.. masih banyak hal-hal yang perlu dipertegas termasuk soal.. tapi memang.. ini.. dilematis sih. pasti ada alasan, kenapa dari daerah dibuatnya? Tidak dari pusat? Daerah antar daerah tuh harus beda. Seperti yang saya bilang tadi, ini.. antar daerah tidak sama. Karena berbeda loh antara satu daerah dengan daerah lainnya. Ini kan kepentingan publik kan juga kepentingan masyarakat. publik daerah ini kan beda dengan publik daerah ini.itu pasti masuk akal seperti ini. Sesuatu apapun pasti ada alasannya. Nah kalau yang kita lihat di.. seperti yang saya bilang disetiap daerah pasti ada badan publiknya. Benar karena ketentuan publik didaerah ini tidak sama dengan publik didaerah satunya lagi. Nah kalau kelemahannya, kelemahan daya paksa itu aja. Daya paksanya tidak terlalu besar. Itu persoalan sebenernya. Daya paksa supaya badan publik melaksanakan patuh kepadanya. Badan publik melaksanakan keputusannya. Terus kebijakkan publik ini kan ga bisa kita ambil eksekusi, ini persoalan ini! Kadang-kadang ada yang berpendapat siapa yang akan mengeksekusi keputusan ini? Ini jelas loh, KI tidak sampai pada tahap eksekusi. Harusnya ada eksekutor dong, siapa yang akan mengeksekusi. KI bersifat deklatoir itu namanya. Hanya mendeklarasikan saja.. lalu tidak ada eksekutor akhirnya.
11. Apakah komisi memberikan apa yang media butuhkan? Dan apakah ada media yang mengajukan sengketa ke KI?
Sejauh ini belum ada.
12. Apakah KI dan UU KIP dibutuhkan oleh wartawan? Sebenernyaa… gimana ya kalau badan hukum untuk wartawan kan butuh informasi doang kan? Gitu kan? Kalau tidak ada informasi terbuka, dia bagaimana mendapatkan informasi? Kan gitu… nda ada dia.. dia mencari sendiri. Urusan dia kan mencari kan? Karena dia jualana informasi kan? Sebenarnya.. kalau berbicara soal hukum, apakah wartawan membutuhkan KIP dan wartawan bagian dari publik, perlu dong? Wartawan kan bagian dari publik. Saya kan bagian dari publik. Dan sebenarnya dari dulu sebelum ada KIP kan kita mencari informasi juga. Hanya, bersifat ini rahasia loh, ini rahasia loh, ini sebenarnya ada payung hukum. Walaupun KIP ini kadang-kadang juga ga terlalu memayungi juga. Karena penyimpangan itu ada. Itu pendapat saya. Tapi setiap orang memiliki pandangan berbeda dong?
13. Apakah media tahu bagaimana prosedur untuk memperoleh informasi? Nah kalau saya kurang menguasai itu. Sosialisasi mereka masih kurang.
14. Apakah ada perbedaan sebelum dan sesudak diterbitkannya UU KIP? Ya mungkin saya tidak bisa.. kalau ketentuan perbedaan, begini, kita melihat perbedaan sebelum tahun 2000 dan sesudah tahun 2000 pasti berbeda. Tapi bukan KIP inilah yang membuat perbedaannya itu. Keterbukaan ini kan terjadi akibat banyak sekali faktor, UU KIP ini hanya bagian dari satu faktornya saja. Kalau berbeda ya pasti berbeda. Apa kata orang, lebih blak-blakkan istilahnya gitu.. semua sudah terbuka semua. Tapi kalau berapa persennya, mungkin butuh penelitiannya lagi kan? Menurut saya sih ini bagian dari banyak faktor. Bukanlah ini faktor dominan lah. Menurut saya ga dominan KI ini. Dia hanya bagian faktor dari banyak2 faktor itu. Kalau dominan kan, separo dari sini, separo lagi dari mana-mana.. kalau ini nda.. KIP ini hanya payung aja. Kalau bagi wartawan yah, tidak dominan. Bahwa itu ada perbedaan informasi ya ada, dari sebelum ada ini kebetulan, ini taun berapa deh ini? 2008 ya? Ga ada beda malah. Sebelum 2008 kan lebihh.. lebih… lebih.. itu tahun 2007, 2003 lebihh.. berita lebih gila kan? Malah belakangan ini lebih terkontrol sebenarnya. Masyarakt sendiri yang menghukum sendiri, jadi tidak ada perbedaan menurut saya.
Peneliti,
Alfiyyatur Rohmah
Responden,
087770390234
Syamsul Mahmudin
Transkip Wawancara Badan Publik
Nama : Drs. Supomo, MM Jabatan : Direktur Komunikasi Publik Kemenfominfo Tanggal : 26 Agustus 2011 Tempat : Meeting room kantor Direktur Komunikasi Publik Kemenfominfo
1. Apa yang dimaksud dengan keterbukaan informasi? Segala informasi yang dikecualikan.
2. Apakah kominfo sudah membuat klasifikasi pasal pengecualian? Sudah, seperti yang ada pada pasal 3 PPID no. 61/2010, satu, Bahwa pengklasifikasian informasi ditetapkan oleh PPID di setiap badan punlik berdasarkan pengujian konsekuensi secara seksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan informasi publik tertentu dikecualikan untuk di akses oleh setiap orang. Yang kedua, dalam pasal 4 pp no. 61/2010 pengklasifikasian informasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ditetapkan dalam bentuk surat penetapan klasifikasi. Kemudian, surat klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat satu paling sedikit memuat jenis klasifikasi yang dikecualikan, identitas pejabat PPID yang menetapkan, badan publik dan termasuk unit kerja yang menetapkan, jangka waktu pengecualian, dan tempat dan tanggal penetapan.
3. Apa yang dimaksud dengan pasal pengecualian? Ya keterbukaan informasi itu ada batasnya. Ya jangan kan Negara, informasi dalam rumah tangga saja ada batas-batasnya seperti rahasia suami, rahasia istri, rahasia terhadap anak-anaknya, begitu juga dengan Negara, ada informasi yang tidak boleh sembarangan oleh publik. Sifat informasi yang dikecualikan ini rahasia sesuai UU, kepatutan dan kepentingan umum, didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan secara seksama bahwa menutup informasi dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.
4. Apakah kemenkominfo sudah memiliki PPID? Kominfo sudah memiliki PPID, tugas PPID di Kemenkominfo sendiri adalah
a. penyediaan, penyimpanan, pendokumentasian, dan pengamana informasi; b. pelayanan informasi yang cepat, tepat dan sederhana; c. penetapan prosedur operasional penyebarluasan informasi publik; d. pengklasifikasian informasi dan atau perubahannya; e. penetapan informasi yang dikecualikan; f. penetapan pertimbangan tertulis ata setiap kebijakkan yang diambil untuk
memenuhi hak setiap orang atas informasi. Tanggung jawab PPID itu sendiri adalah mengkoordinasikan pengumpulan, penyimpanan dan pendokumentasian seluruh informasi publik secara fisik, dari setiap unit atau satuan kerja dibadan publik yang meliputi informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala,
informasi yang wajib tersedia setiap saat, dan informasi terbuka lainnya yang diminta pemohon informasi publik.
5. Informasi yang dikecualikan bidang apa saja?
Klasifikasi bidang yang dikecualikan ini meliputi a. Bidang keuangan yaitu laporan keuangan sebelum diaudit beserta
dokumen pendukungnya sekurang-kurangnyanya terdiri atas buku kas umum dan buku pembantu bendahara, data posisi kas dibendahara pengeluaran, rincian tagihan dan penerimaan PNPB di lingkungan Kominfo, Informasi mengenai penempatan dana, dokumen pertanggungjawaban, exercise atau perhitungan RAPBN kementerian, rekening Koran bendaharawan, rincian realisasi anggaran. Bidang ini mempunyai jangka waktu dikecualikan selama dua tahun.
b. Pengadaan barang dan jasa yaitu proses evaluasi pengadaan barang dan jasa yang sedang berlangsung, dokumen yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa yang sedang berlangsung, rincian harga perkiraan sendiri, perjanjian kontrak pengadaan barang dan jasa.
c. Salinan dokumen format pengumuman tambahan berita Negara (LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) seluruh pejabat yang beraada dilingkungan kemenkominfo. Pengecualian ini berlaku dua tahun dan yang diberikan hanya sebatas ikhtisar total soal LKHPN masing-masing pejabat penyelenggara Negara.
Peneliti,
Alfiyyatur Rohmah
Responden,
08128000377
Drs. Supomo, MM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 14 TAHUN 2008
TENTANGKETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional;b. bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik;c. bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik;d. bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi;e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik;
Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
danPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:1. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makan, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.2. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.3. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Aziz Perdana 1
4. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.5. Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publik dan pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundang-undangan.6. Mediasi adalah penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak melalui bantuan mediator komisi informasi.7. Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak yang diputus oleh komisi informasi.8. Pejabat Publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan publik.9. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik.10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau badan publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.11. Pengguna Informasi Publik adalah orang yang menggunakan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.12. Pemohon Informasi Publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
BAB IIASAS DAN TUJUAN
Bagian KesatuAsas
Pasal 2(1) Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik.(2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas.(3) Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.(4) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.
Bagian KeduaTujuan
Pasal 3Undang-Undang ini bertujuan untuk:a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/ataug. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Aziz Perdana 2
BAB IIIHAK DAN KEWAJIBAN PEMOHON DAN PENGGUNA INFORMASI
PUBLIK SERTA HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PUBLIK
Bagian KesatuHak Pemohon Informasi Publik
Pasal 4(1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.(2) Setiap Orang berhak:a. melihat dan mengetahui Informasi Publik;b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik;c. mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini; dan/ataud. menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.(3) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi Publik disertai alasan permintaan tersebut.(4) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Bagian KeduaKewajiban Pengguna Informasi Publik
Pasal 5(1) Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan Informasi Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(2) Pengguna Informasi Publik wajib mencantumkan sumber dari mana ia memperoleh Informasi Publik, baik yang digunakan untuk kepentingan sendiri maupun untuk keperluan publikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian KetigaHak Badan Publik
Pasal 6(1) Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(2) Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(3) Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:a. informasi yang dapat membahayakan negara;b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat;c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi;d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/ataue. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.
Bagian KeempatKewajiban Badan Publik
Pasal 7(1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.(2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.
Aziz Perdana 3
(3) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.(4) Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik.(5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.(6) Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik.
Pasal 8Kewajiban Badan Publik yang berkaitan dengan kearsipan dan pendokumentasian Informasi Publik dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BAB IVINFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN
Bagian KesatuInformasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala
Pasal 9(1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala.(2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/ataud. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.(3) Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali.(4) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.(5) Cara-cara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan lebih lanjut oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Badan Publik terkait.(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Badan Publik memberikan dan menyampaikan Informasi Publik secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi.
Bagian KeduaInformasi yang Wajib Diumumkan secara Serta-merta
Pasal 10(1) Badan Publik wajib mengumumkan secara serta-merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.(2) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Bagian KetigaInformasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat
Pasal 11(1) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi:a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan;b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya;c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;
Aziz Perdana 4
d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga;f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum;g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atauh. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.(2) Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 dinyatakan sebagai Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban Badan Publik menyediakan Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi.
Pasal 12Setiap tahun Badan Publik wajib mengumumkan layanan informasi, yang meliputi:a. jumlah permintaan informasi yang diterima;b. waktu yang diperlukan Badan Publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi;c. jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi; dan/ataud. alasan penolakan permintaan informasi.
Pasal 13(1) Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana setiap Badan Publik:a. menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; danb. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik yang berlaku secara nasional.(2) Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibantu oleh pejabat fungsional.
Pasal 14Informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh negara dalam Undang-Undang ini adalah:a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan;c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit;d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya;e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi;f. mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas;g. kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi Publik;h. pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran;i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang;j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;k. perubahan tahun fiskal perusahaan;l. kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi;m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/ataun. informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah.
Pasal 15Informasi Publik yang wajib disediakan oleh partai politik dalam Undang-Undang ini adalah:a. asas dan tujuan;b. program umum dan kegiatan partai politik;c. nama, alamat dan susunan kepengurusan dan perubahannya;
Aziz Perdana 5
d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;e. mekanisme pengambilan keputusan partai;f. keputusan partai yang berasal dari hasil muktamar/kongres/munas dan/atau keputusan lainnya yang menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai terbuka untuk umum; dan/ataug. informasi lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan partai politik.
Pasal 16Informasi Publik yang wajib disediakan oleh organisasi nonpemerintah dalam Undang-Undang ini adalah:a. asas dan tujuan;b. program dan kegiatan organisasi;c. nama, alamat, susunan kepengurusan, dan perubahannya;d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau sumber luar negeri;e. mekanisme pengambilan keputusan organisasi;f. keputusan-keputusan organisasi; dan/ataug. informasi lain yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
BAB VINFORMASI YANG DIKECUALIKAN
Pasal 17Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali:a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana;3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu:1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri;2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya;4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer;5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;6. sistem persandian negara; dan/atau7. sistem intelijen negara.d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
Aziz Perdana 6
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional:1. rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik negara;2. rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi institusi keuangan;3. rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya;4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti;5. rencana awal investasi asing;6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau7. hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri:1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional;2. korespondensi diplomatik antarnegara;3. sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional; dan/atau4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri.g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:1. riwayat dan kondisi anggota keluarga;2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;4. hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.i. memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
Pasal 18(1) Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut:a. putusan badan peradilan;b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan lain, baik yang tidak berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga penegak hukum;c. surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan;d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum;e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum;f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/ataug. informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).(2) Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h, antara lain apabila:a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/ataub. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik.(3) Dalam hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana di pengadilan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, dan/atau Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya yang diberi kewenangan oleh Undang-Undang dapat membuka informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf i, dan huruf j.(4) Pembukaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara mengajukan permintaan izin kepada Presiden.
Aziz Perdana 7
(5) Permintaan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) untuk kepentingan pemeriksaan perkara perdata yang berkaitan dengan keuangan atau kekayaan negara di pengadilan, permintaan izin diajukan oleh Jaksa Agung sebagai pengacara negara kepada Presiden.(6) Izin tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diberikan oleh Presiden kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya, atau Ketua Mahkamah Agung.(7) Dengan mempertimbangkan kepentingan pertahanan dan keamanan negara dan kepentingan umum, Presiden dapat menolak permintaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).
Pasal 19Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan Publik wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan saksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap Orang.
Pasal 20(1) Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f tidak bersifat permanen.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu pengecualian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIMEKANISME MEMPEROLEH INFORMASI
Pasal 21Mekanisme untuk memperoleh Informasi Publik didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya ringan.
Pasal 22(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan permintaan untuk memperoleh Informasi Publik kepada Badan Publik terkait secara tertulis atau tidak tertulis.(2) Badan Publik wajib mencatat nama dan alamat Pemohon Informasi Publik, subjek dan format informasi serta cara penyampaian informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.(3) Badan Publik yang bersangkutan wajib mencatat permintaan Informasi Publik yang diajukan secara tidak tertulis.(4) Badan Publik terkait wajib memberikan tanda bukti penerimaan permintaan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berupa nomor pendaftaran pada saat permintaan diterima.(5) Dalam hal permintaan disampaikan secara langsung atau melalui surat elektronik, nomor pendaftaran diberikan saat penerimaan permintaan.(6) Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat, pengiriman nomor pendaftaran dapat diberikan bersamaan dengan pengiriman informasi.(7) Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan, Badan Publik yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis yang berisikan:a. informasi yang diminta berada di bawah penguasaannya ataupun tidak;b. Badan Publik wajib memberitahukan Badan Publik yang menguasai informasi yang diminta apabila informasi yang diminta tidak berada di bawah penguasaannya dan Badan Publik yang menerima permintaan mengetahui keberadaan informasi yang diminta;c. penerimaan atau penolakan permintaan dengan alasan yang tercantum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;d. dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau sebagian dicantumkan materi informasi yang akan diberikan;e. dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka informasi yang dikecualikan tersebut dapat dihitamkan dengan disertai alasan dan materinya;f. alat penyampai dan format informasi yang akan diberikan; dan/ataug. biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh informasi yang diminta.
Aziz Perdana 8
(8) Badan Publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling lambat 7 (tujuh) hari kerja berikutnya dengan memberikan alasan secara tertulis.(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan informasi kepada Badan Publik diatur oleh Komisi Informasi.
BAB VIIKOMISI INFORMASI
Bagian KesatuFungsi
Pasal 23Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
Bagian KeduaKedudukan
Pasal 24(1) Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi kabupaten/kota.(2) Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara.(3) Komisi Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan Komisi Informasi kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
Bagian KetigaSusunan
Pasal 25(1) Anggota Komisi Informasi Pusat berjumlah 7 (tujuh) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.(2) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota berjumlah 5 (lima) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.(3) Komisi Informasi dipimpin oleh seorang ketua merangkap anggota dan didampingi oleh seorang wakil ketua merangkap anggota.(4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Informasi.(5) Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan musyawarah seluruh anggota Komisi Informasi dan apabila tidak tercapai kesepakatan dilakukan pemungutan suara.
Bagian KeempatTugas
Pasal 26(1) Komisi Informasi bertugas:a. menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini;b. menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik; danc. menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.(2) Komisi Informasi Pusat bertugas:a. menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi;b. menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah selama Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota belum terbentuk; dan
Aziz Perdana 9
c. memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya berdasarkan Undang-Undang ini kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setahun sekali atau sewaktu-waktu jika diminta.(3) Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota bertugas menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
Bagian KelimaWewenang
Pasal 27(1) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Informasi memiliki wewenang:a. memanggil dan/atau mempertemukan para pihak yang bersengketa;b. meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh Badan Publik terkait untuk mengambil keputusan dalam upaya menyelesaikan Sengketa Informasi Publik;c. meminta keterangan atau menghadirkan pejabat Badan Publik ataupun pihak yang terkait sebagai saksi dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik;d. mengambil sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya dalam Ajudikasi nonlitigasi penyelesaian Sengketa Informasi Publik; dane. membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga masyarakat dapat menilai kinerja Komisi Informasi.(2) Kewenangan Komisi Informasi Pusat meliputi kewenangan penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang menyangkut Badan Publik pusat dan Badan Publik tingkat provinsi dan/atau Badan Publik tingkat kabupaten/kota selama Komisi Informasi di provinsi atau Komisi Informasi kabupaten/kota tersebut belum terbentuk.(3) Kewenangan Komisi Informasi provinsi meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan Publik tingkat provinsi yang bersangkutan.(4) Kewenangan Komisi Informasi kabupaten/kota meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan Publik tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan.
Bagian KeenamPertanggungjawaban
Pasal 28(1) Komisi Informasi Pusat bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.(2) Komisi Informasi provinsi bertanggung jawab kepada gubernur dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi yang bersangkutan.(3) Komisi Informasi kabupaten/kota bertanggung jawab kepada bupati/walikota dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.(4) Laporan lengkap Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) bersifat terbuka untuk umum.
Bagian KetujuhSekretariat dan Penatakelolaan Komisi Informasi
Pasal 29(1) Dukungan administratif, keuangan, dan tata kelola Komisi Informasi dilaksanakan oleh sekretariat komisi.(2) Sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah.(3) Sekretariat Komisi Informasi Pusat dipimpin oleh sekretaris yang ditetapkan oleh Menteri yang tugas dan wewenangnya di bidang komunikasi dan informatika berdasarkan usulan Komisi Informasi.(4) Sekretariat Komisi Informasi provinsi dilaksanakan oleh pejabat yang tugas dan wewenangnya di bidang komunikasi dan informasi di tingkat provinsi yang bersangkutan.
Aziz Perdana 10
(5) Sekretariat Komisi Informasi kabupaten/kota dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang komunikasi dan informasi di tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan.(6) Anggaran Komisi Informasi Pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, anggaran Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Bagian KedelapanPengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 30(1) Syarat-syarat pengangkatan anggota Komisi Informasi:a. warga negara Indonesia;b. memiliki integritas dan tidak tercela;c. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun atau lebih;d. memiliki pengetahuan dan pemahaman di bidang keterbukaan Informasi Publik sebagai bagian dari hak asasi manusia dan kebijakan publik;e. memiliki pengalaman dalam aktivitas Badan Publik;f. bersedia melepaskan keanggotaan dan jabatannya dalam Badan Publik apabila diangkat menjadi anggota Komisi Informasi;g. bersedia bekerja penuh waktu;h. berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun; dani. sehat jiwa dan raga.(2) Rekrutmen calon anggota Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah secara terbuka, jujur, dan objektif.(3) Daftar calon anggota Komisi Informasi wajib diumumkan kepada masyarakat.(4) Setiap Orang berhak mengajukan pendapat dan penilaian terhadap calon anggota Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan disertai alasan.
Pasal 31(1) Calon anggota Komisi Informasi Pusat hasil rekrutmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden sejumlah 21 (dua puluh satu) orang calon.(2) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memilih anggota Komisi Informasi Pusat melalui uji kepatutan dan kelayakan.(3) Anggota Komisi Informasi Pusat yang telah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia selanjutnya ditetapkan oleh Presiden.
Pasal 32(1) Calon anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota hasil rekrutmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota oleh gubernur dan/atau bupati/walikota paling sedikit 10 (sepuluh) orang calon dan paling banyak 15 (lima belas) orang calon.(2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota memilih anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota melalui uji kepatutan dan kelayakan.(3) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota yang telah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota selanjutnya ditetapkan oleh gubernur dan/atau bupati/walikota.
Pasal 33Anggota Komisi Informasi diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya.
Pasal 34
Aziz Perdana 11
(1) Pemberhentian anggota Komisi Informasi dilakukan berdasarkan keputusan Komisi Informasi sesuai dengan tingkatannya dan diusulkan kepada Presiden untuk Komisi Informasi Pusat, kepada gubernur untuk Komisi Informasi provinsi, dan kepada bupati/walikota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota untuk ditetapkan.(2) Anggota Komisi Informasi berhenti atau diberhentikan karena:a. meninggal dunia;b. telah habis masa jabatannya;c. mengundurkan diri;d. dipidana dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun penjara;e. sakit jiwa dan raga dan/atau sebab lain yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat menjalankan tugas 1 (satu) tahun berturut-turut; atauf. melakukan tindakan tercela dan/atau melanggar kode etik, yang putusannya ditetapkan oleh Komisi Informasi.(3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Keputusan Presiden untuk Komisi Informasi Pusat, keputusan gubernur untuk Komisi Informasi provinsi, dan/atau keputusan bupati/walikota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota.(4) Pergantian antarwaktu anggota Komisi Informasi dilakukan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk Komisi Informasi Pusat, oleh gubernur setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi untuk Komisi Informasi provinsi, dan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota.(5) Anggota Komisi Informasi pengganti antarwaktu diambil dari urutan berikutnya berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan yang telah dilaksanakan sebagai dasar pengangkatan anggota Komisi Informasi pada periode dimaksud.
BAB VIIIKEBERATAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI KOMISI INFORMASI
Bagian KesatuKeberatan
Pasal 35(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi berdasarkan alasan berikut:a. penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;b. tidak disediakannya informasi berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;c. tidak ditanggapinya permintaan informasi;d. permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta;e. tidak dipenuhinya permintaan informasi;f. pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/ataug. penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam Undang-Undang ini.(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g dapat diselesaikan secara musyawarah oleh kedua belah pihak.
Pasal 36(1) Keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ditemukannya alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).(2) Atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya keberatan secara tertulis.(3) Alasan tertulis disertakan bersama tanggapan apabila atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) menguatkan putusan yang ditetapkan oleh bawahannya.
Aziz Perdana 12
Bagian KeduaPenyelesaian Sengketa Melalui Komisi Informasi
Pasal 37(1) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan kepada Komisi Informasi Pusat dan/atau Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya apabila tanggapan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi dalam proses keberatan tidak memuaskan Pemohon Informasi Publik.(2) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya tanggapan tertulis dari atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2).
Pasal 38(1) Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota harus mulai mengupayakan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik.(2) Proses penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat dapat diselesaikan dalam waktu 100 (seratus) hari kerja.
Pasal 39Putusan Komisi Informasi yang berasal dari kesepakatan melalui Mediasi bersifat final dan mengikat.
BAB IXHUKUM ACARA KOMISI
Bagian KesatuMediasi
Pasal 40(1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat sukarela.(2) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi hanya dapat dilakukan terhadap pokok perkara yang terdapat dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g.(3) Kesepakatan para pihak dalam proses Mediasi dituangkan dalam bentuk putusan Mediasi Komisi Informasi.
Pasal 41Dalam proses Mediasi anggota Komisi Informasi berperan sebagai mediator.
Bagian KeduaAjudikasi
Pasal 42Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan.
Pasal 43(1) Sidang Komisi Informasi yang memeriksa dan memutus perkara paling sedikit 3 (tiga) orang anggota komisi atau lebih dan harus berjumlah gasal.(2) Sidang Komisi Informasi bersifat terbuka untuk umum.(3) Dalam hal pemeriksaan yang berkaitan dengan dokumen-dokumen yang termasuk dalam pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka sidang pemeriksaan perkara bersifat tertutup.(4) Anggota Komisi Informasi wajib menjaga rahasia dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Aziz Perdana 13
Bagian KetigaPemeriksaan
Pasal 44(1) Dalam hal Komisi Informasi menerima permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik, Komisi Informasi memberikan salinan permohonan tersebut kepada pihak termohon.(2) Pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pimpinan Badan Publik atau pejabat terkait yang ditunjuk yang didengar keterangannya dalam proses pemeriksaan.(3) Dalam hal pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komisi Informasi dapat memutus untuk mendengar keterangan tersebut secara lisan ataupun tertulis.(4) Pemohon Informasi Publik dan termohon dapat mewakilkan kepada wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
Bagian KeempatPembuktian
Pasal 45(1) Badan Publik harus membuktikan hal-hal yang mendukung pendapatnya apabila menyatakan tidak dapat memberikan informasi dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 35 ayat (1) huruf a.(2) Badan Publik harus menyampaikan alasan yang mendukung sikapnya apabila Pemohon Informasi Publik mengajukan permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g.
Bagian KelimaPutusan Komisi Informasi
Pasal 46(1) Putusan Komisi Informasi tentang pemberian atau penolakan akses terhadap seluruh atau sebagian informasi yang diminta berisikan salah satu perintah di bawah ini:a. membatalkan putusan atasan Badan Publik dan memutuskan untuk memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik sesuai dengan keputusan Komisi Informasi; ataub. mengukuhkan putusan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk tidak memberikan informasi yang diminta sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.(2) Putusan Komisi Informasi tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g, berisikan salah satu perintah di bawah ini:a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini;b. memerintahkan Badan Publik untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu pemberian informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; atauc. mengukuhkan pertimbangan atasan Badan Publik atau memutuskan mengenai biaya penelusuran dan/atau penggandaan informasi.(3) Putusan Komisi Informasi diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, kecuali putusan yang menyangkut informasi yang dikecualikan.(4) Komisi Informasi wajib memberikan salinan putusannya kepada para pihak yang bersengketa.(5) Apabila ada anggota komisi yang dalam memutus suatu perkara memiliki pendapat yang berbeda dari putusan yang diambil, pendapat anggota komisi tersebut dilampirkan dalam putusan dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari putusan tersebut.
BAB XGUGATAN KE PENGADILAN DAN KASASI
Bagian KesatuGugatan ke Pengadilan
Aziz Perdana 14
Pasal 47(1) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan tata usaha negara apabila yang digugat adalah Badan Publik negara.(2) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan negeri apabila yang digugat adalah Badan Publik selain Badan Publik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 48(1) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat ditempuh apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa secara tertulis menyatakan tidak menerima putusan Ajudikasi dari Komisi Informasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya putusan tersebut.(2) Sepanjang menyangkut informasi yang dikecualikan, sidang di Komisi Informasi dan di pengadilan bersifat tertutup.
Pasal 49(1) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik tentang pemberian atau penolakan akses terhadap seluruh atau sebagian informasi yang diminta berisi salah satu perintah berikut:a. membatalkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik:1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang dimohonkan oleh Pemohon Informasi Publik; atau2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.b. menguatkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik:1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik; atau2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.(2) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g berisi salah satu perintah berikut:a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau memerintahkan untuk memenuhi jangka waktu pemberian informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;b. menolak permohonan Pemohon Informasi Publik; atauc. memutuskan biaya penggandaan informasi.b. Pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri memberikan salinan putusannya kepada para pihak yang bersengketa.
Bagian KeduaKasasi
Pasal 50Pihak yang tidak menerima putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri.
BAB XIKETENTUAN PIDANA
Pasal 51Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan Informasi Publik secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 52Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara
Aziz Perdana 15
serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 53Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, dan/atau menghilangkan dokumen Informasi Publik dalam bentuk media apa pun yang dilindungi negara dan/atau yang berkaitan dengan kepentingan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 54(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf c dan huruf e, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Pasal 55Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 56Setiap pelanggaran yang dikenai sanksi pidana dalam Undang-Undang ini dan juga diancam dengan sanksi pidana dalam Undang-Undang lain yang bersifat khusus, yang berlaku adalah sanksi pidana dari Undang-Undang yang lebih khusus tersebut.
Pasal 57Tuntutan pidana berdasarkan Undang-Undang ini merupakan delik aduan dan diajukan melalui peradilan umum.
BAB XIIKETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 58Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran ganti rugi oleh Badan Publik negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIIIKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 59Komisi Informasi Pusat harus sudah dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini.
Pasal 60Komisi Informasi provinsi harus sudah dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini.
Pasal 61
Aziz Perdana 16
Pada saat diberlakukannya Undang-Undang ini Badan Publik harus melaksanakan kewajibannya berdasarkan Undang-Undang.
Pasal 62Peraturan Pemerintah sudah harus ditetapkan sejak diberlakukannya Undang-Undang ini.
BAB XIVKETENTUAN PENUTUP
Pasal 63Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perolehan informasi yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 64(1) Undang-Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun sejak tanggal diundangkan.(2) Penyusunan dan penetapan Peraturan Pemerintah, petunjuk teknis, sosialisasi, sarana dan prasarana, serta hal-hal lainnya yang terkait dengan persiapan pelaksanaan Undang-Undang ini harus rampung paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakartapada tanggal 30 April 2008PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONODiundangkan di Jakartapada tanggal 30 April 2008MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 61.
PENJELASANATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 14 TAHUN 2008
TENTANGKETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
I. UMUM
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa setiap Orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh Informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan Informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Untuk memberikan jaminan terhadap semua orang dalam memperoleh Informasi, perlu dibentuk undang-undang yang mengatur tentang keterbukaan
Aziz Perdana 17
Informasi Publik. Fungsi maksimal ini diperlukan, mengingat hak untuk memperoleh Informasi merupakan hak asasi manusia sebagai salah satu wujud dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh Informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak atas Informasi menjadi sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan Informasi Publik.Keberadaan Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1) hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi; (2) kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi.Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. Lingkup Badan Publik dalam Undang-undang ini meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, serta penyelenggara negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan mencakup pula organisasi nonpemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Melalui mekanisme dan pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan tercipta kepemerintahan yang baik dan peran serta masyarakat yang transparan dan akuntabilitas yang tinggi sebagai salah satu prasyarat untuk mewujudkan demokrasi yang hakiki.Dengan membuka akses publik terhadap Informasi diharapkan Badan Publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, hal itu dapat mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka yang merupakan upaya strategis mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance).
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1Cukup jelas.
Pasal 2Ayat (1)Cukup jelas.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Yang dimaksud dengan "tepat waktu" adalah pemenuhan atas permintaan Informasi dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya."Cara sederhana" adalah Informasi yang diminta dapat diakses secara mudah dalam hal prosedur dan mudah juga untuk dipahami."Biaya ringan" adalah biaya yang dikenakan secara proporsional berdasarkan standar biaya pada umumnya.Ayat (4)Yang dimaksud dengan "konsekuensi yang timbul" adalah konsekuensi yang membahayakan kepentingan yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang ini apabila suatu Informasi dibuka. Suatu Informasi yang dikategorikan terbuka atau tertutup harus didasarkan pada kepentingan publik. Jika kepentingan publik yang lebih besar dapat dilindungi dengan menutup suatu Informasi, Informasi tersebut harus dirahasiakan atau ditutup dan/atau sebaliknya.
Pasal 3Cukup jelas.
Pasal 4
Aziz Perdana 18
Cukup jelas.
Pasal 5Cukup jelas.
Pasal 6Ayat (1)Cukup jelas.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Huruf aYang dimaksud dengan "membahayakan negara" adalah bahaya terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Lebih lanjut mengenai Informasi yang membahayakan negara ditetapkan oleh Komisi Informasi.Huruf bYang dimaksud dengan "persaingan usaha tidak sehat" adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur, melawan hukum, atau menghambat persaingan usaha. Lebih lanjut mengenai Informasi persaingan usaha tidak sehat ditetapkan oleh Komisi Informasi.Huruf cCukup jelas.Huruf dYang dimaksud dengan "rahasia jabatan" adalah rahasia yang menyangkut tugas dalam suatu jabatan Badan Publik atau tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.Huruf eYang dimaksud dengan "Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan" adalah Badan Publik secara nyata belum menguasai dan/atau mendokumentasikan Informasi Publik dimaksud.
Pasal 7Cukup jelas.
Pasal 8Cukup jelas.
Pasal 9Ayat (1)Yang dimaksud dengan "berkala" adalah secara rutin, teratur, dan dalam jangka waktu tertentu.Ayat (2)Huruf aYang dimaksud dengan "Informasi yang berkaitan dengan Badan Publik" adalah Informasi yang menyangkut keberadaan, kepengurusan, maksud dan tujuan, ruang lingkup kegiatan, dan Informasi lainnya yang merupakan Informasi Publik yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Huruf byang dimaksud kinerja Badan Publik adalah kondisi Badan Publik yang bersangkutan yang meliputi hasil dan prestasi yang dicapai serta kemampuan kerjanya.Huruf cCukup jelas.Huruf dCukup jelas.Ayat (3)Cukup jelas.Ayat (4)Cukup jelas.Ayat (5)Cukup jelas.
Aziz Perdana 19
Ayat (6)Cukup jelas.
Pasal 10Ayat (1)Yang dimaksud dengan "serta-merta" adalah spontan, pada saat itu juga.Ayat (2)Cukup jelas.
Pasal 11Cukup jelas.
Pasal 12Cukup jelas.
Pasal 13Cukup jelas.
Pasal 14Huruf aCukup jelasHuruf bCukup jelas.Huruf cCukup jelas.Huruf dCukup jelas.Huruf eCukup jelas.Huruf fCukup jelas.Huruf gCukup jelas.Huruf hYang dimaksud dengan:1. "transparansi" adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan Informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan;2. "kemandirian" adalah suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak mana pun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat;3. "akuntabilitas" adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;4. "pertanggungjawaban" adalah kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat;5. "kewajaran" adalah keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan (stakeholder) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan.Huruf iCukup jelas.Huruf jCukup jelas.Huruf kCukup jelas.Huruf lCukup jelas.Huruf mCukup jelas.
Aziz Perdana 20
Huruf nYang dimaksud dengan "undang-undang yang berkaitan dengan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah" adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta Undang-Undang yang mengatur sektor kegiatan usaha badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah yang berlaku umum bagi seluruh pelaku usaha dalam sektor kegiatan usaha tersebut.
Pasal 15Huruf aCukup jelas.Huruf bCukup jelas.Huruf cCukup jelas.Huruf dCukup jelas.Huruf eCukup jelas.Huruf fCukup jelas.Huruf gYang dimaksud dengan "undang-undang yang berkaitan dengan partai politik" adalah Undang-Undang tentang Partai Politik.
Pasal 16Yang dimaksud dengan "organisasi nonpemerintah" adalah organisasi baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum yang meliputi perkumpulan, lembaga swadaya masyarakat, badan usaha nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Pasal 17Huruf aCukup jelas.Huruf bCukup jelas.Huruf cAngka 1Yang dimaksud dengan "Informasi yang terkait dengan sistem pertahanan dan keamanan negara" adalah Informasi tentang:1. infrastruktur pertahanan pada kerawanan: sistem komunikasi strategis pertahanan, sistem pendukung strategis pertahanan, pusat pemandu, dan pengendali operasi militer;2. gelar operasi militer pada perencanaan operasi militer, komando dan kendali operasi militer, kemampuan operasi satuan militer yang digelar, misi taktis operasi militer, gelar taktis operasi militer, tahapan dan waktu gelar taktis operasi militer, titik-titik kerawanan gelar militer, dan kemampuan, kerawanan, lokasi, serta analisis kondisi fisik dan moral musuh;3. sistem persenjataan pada spesifikasi teknis operasional alat persenjataan militer, kinerja dan kapabilitas teknis operasional alat persenjataan militer, kerawanan sistem persenjataan militer, serta rancang bangun dan purwarupa persenjataan militer;Angka 2Cukup jelas.Angka 3Cukup jelas.Angka 4Cukup jelas.Angka 5Cukup jelas.
Aziz Perdana 21
Angka 6Yang dimaksud dengan "sistem persandian negara" adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pengamanan Informasi rahasia negara yang meliputi data dan Informasi tentang material sandi dan jaring yang digunakan, metode dan teknik aplikasi persandian, aktivitas penggunaannya, serta kegiatan pencarian dan pengupasan Informasi bersandi pihak lain yang meliputi data dan Informasi material sandi yang digunakan, aktivitas pencarian dan analisis, sumber Informasi bersandi, serta hasil analisis dan personil sandi yang melaksanakan.Angka 7Yang dimaksud dengan "sistem intelijen negara" adalah suatu sistem yang mengatur aktivitas badan intelijen yang disesuaikan dengan strata masing-masing agar lebih terarah dan terkoordinasi secara efektif, efisien, sinergis, dan profesional dalam mengantisipasi berbagai bentuk dan sifat potensi ancaman ataupun peluang yang ada sehingga hasil analisisnya secara akurat, cepat, objektif, dan relevan yang dapat mendukung dan menyukseskan kebijaksanaan dan strategi nasional.Huruf dCukup jelas.Huruf eCukup jelas.Huruf fCukup jelas.Huruf gCukup jelas.Huruf hCukup jelas.Huruf i"Memorandum yang dirahasiakan" adalah memorandum atau surat-surat antar-Badan Publik atau intra-Badan Publik yang menurut sifatnya tidak disediakan untuk pihak selain Badan Publik yang sedang melakukan hubungan dengan Badan Publik dimaksud dan apabila dibuka dapat secara serius merugikan proses penyusunan kebijakan, yakni dapat:1. mengurangi kebebasan, keberanian, dan kejujuran dalam pengajuan usul, komunikasi, atau pertukaran gagasan sehubungan dengan proses pengambilan keputusan;2. menghambat kesuksesan kebijakan karena adanya pengungkapan secara prematur;3. mengganggu keberhasilan dalam suatu proses negosiasi yang akan atau sedang dilakukan.Huruf jCukup jelas.
Pasal 18Cukup jelas.
Pasal 19Cukup jelas.
Pasal 20Cukup jelas.
Pasal 21Cukup jelas.
Pasal 22Cukup jelas.
Pasal 23Yang dimaksud dengan "mandiri" adalah independen dalam menjalankan wewenang serta tugas dan fungsinya termasuk dalam memutuskan Sengketa Informasi Publik dengan berdasar pada Undang-Undang ini, keadilan, kepentingan umum, dan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Yang dimaksud "Ajudikasi nonlitigasi" adalah penyelesaian sengketa Ajudikasi di luar pengadilan yang putusannya memiliki kekuatan setara dengan putusan pengadilan.
Aziz Perdana 22
Pasal 24Cukup jelas.
Pasal 25Cukup jelas.
Pasal 26Ayat (1)Cukup jelas.Ayat (2)Huruf aYang dimaksud dengan "prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa" adalah prosedur beracara di bidang penyelesaian sengketa Informasi yang dilakukan oleh Komisi Informasi.Huruf bCukup jelas.Huruf cCukup jelas.Ayat (3)Cukup jelas.
Pasal 27Ayat (1)Huruf aCukup jelas.Huruf bCukup jelas.Huruf cCukup jelas.Huruf dCukup jelas.Huruf eYang dimaksud dengan "kode etik" adalah pedoman perilaku yang mengikat setiap anggota Komisi Informasi, yang penetapannya dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Cukup jelas.Ayat (4)Cukup jelas.
Pasal 28Cukup jelas.
Pasal 29Ayat (1)"Pejabat pelaksana kesekretariatan" adalah pejabat struktural instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya di bidang komunikasi dan informatika sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Ayat (2)Yang dimaksud dengan "pemerintah" adalah menteri yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang komunikasi dan informatika.Ayat (3)Cukup jelas.Ayat (4)Cukup jelas.Ayat (5)
Aziz Perdana 23
Cukup jelas.Ayat (6)Cukup jelas.
Pasal 30Ayat (1)Huruf aCukup jelas.Huruf bCukup jelas.Huruf cCukup jelas.Huruf dCukup jelas.Huruf eCukup jelas.Huruf fCukup jelas.Huruf gCukup jelas.Huruf hCukup jelas.Huruf i"Sehat jiwa dan raga" dibuktikan melalui surat keterangan tim penguji kesehatan resmi yang ditetapkan oleh pemerintah.Yang dimaksud dengan "terbuka" adalah bahwa Informasi setiap tahapan proses rekrutmen harus diumumkan bagi publik.Yang dimaksud dengan "jujur" adalah bahwa proses rekrutmen berlangsung adil dan nondiskriminatif berdasarkan Undang-Undang ini.Yang dimaksud dengan "objektif" adalah bahwa proses rekrutmen harus mendasarkan pada kriteria yang diatur oleh Undang-Undang ini.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Cukup jelas.Ayat (4)Cukup jelas.
Pasal 31Cukup jelas.
Pasal 32Cukup jelas.
Pasal 33Cukup jelas.
Pasal 34Ayat (1)Cukup jelas.Ayat (2)Huruf aCukup jelas.Huruf bCukup jelas.Huruf c
Aziz Perdana 24
Cukup jelas.Huruf dCukup jelas.Huruf eCukup jelas.Huruf fYang dimaksud dengan "tindakan tercela" adalah mencemarkan martabat dan reputasi dan/atau mengurangi kemandirian dan kredibilitas Komisi Informasi.Ayat (3)Cukup jelas.Ayat (4)Yang dimaksud dengan "penggantian antarwaktu anggota Komisi Informasi" adalah pengangkatan anggota Komisi Informasi baru untuk menggantikan anggota Komisi Informasi yang telah berhenti atau diberhentikan sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1) sebelum masa jabatannya berakhir.Ayat (5)Cukup jelas.
Pasal 35Ayat (1)Pengajuan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sekurang-kurangnya berisikan nama dan/atau instansi asal pengguna Informasi, alasan mengajukan keberatan, tujuan menggunakan Informasi, dan kasus posisi permintaan Informasi dimaksud.Yang dimaksud dengan "atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi" adalah pejabat yang merupakan atasan langsung pejabat yang bersangkutan dan/atau atasan dari atasan langsung pejabat yang bersangkutan.Huruf aCukup jelas.Huruf bCukup jelas.Huruf cYang dimaksud dengan "ditanggapi" adalah respons dari Badan Publik sesuai dengan ketentuan pelayanan yang telah diatur dalam petunjuk teknis pelayanan Informasi Publik.Huruf dCukup jelas.Huruf eCukup jelas.Huruf fCukup jelas.Huruf gCukup jelas.Ayat (2)Cukup jelas.
Pasal 36Cukup jelas.
Pasal 37Ayat (1)Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Komisi Informasi hanya dapat diajukan setelah melalui proses keberatan kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi.Ayat (2)Cukup jelas.
Pasal 38Cukup jelas.
Aziz Perdana 25
Pasal 39Cukup jelas.
Pasal 40Cukup jelas.
Pasal 41Cukup jelas.
Pasal 42Cukup jelas.
Pasal 43Cukup jelas.
Pasal 44Cukup jelas.
Pasal 45Cukup jelas.
Pasal 46Cukup jelas.
Pasal 47Ayat (1)Gugatan terhadap Badan Publik negara yang terkait dengan kebijakan pejabat tata usaha negara dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara.Ayat (2)Cukup jelas.
Pasal 48Cukup jelas.
Pasal 49Cukup jelas.
Pasal 50Cukup jelas.
Pasal 51Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 52Yang dapat dikenakan sanksi pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi dijatuhkan kepada:a. badan hukum, perseroan, perkumpulan, atau yayasan;b. mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan tindak pidana; atauc. kedua-duanya.
Pasal 53
Aziz Perdana 26
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok orang atau badan hukum atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 54Ayat (1)Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok orang atau badan hukum atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.Ayat (2)Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok orang atau badan hukum atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 55Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok orang atau badan hukum atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 56Cukup jelas.
Pasal 57Cukup jelas.
Pasal 58Cukup jelas.
Pasal 59Cukup jelas.
Pasal 60Cukup jelas.
Pasal 61Cukup jelas.
Pasal 62Cukup jelas.
Pasal 63Cukup jelas.
Pasal 64Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4846.
Aziz Perdana 27
DOKUMENTASI
Peneliti dengan Bapak Sutomo, Direktur Komunikasi dan Informasi Publik (Badan Publik) Kemenkominfo ketika wawancara
Peneliti bersama Saudara M. Maulana staff resources center Seknas Fitra (LSM) setelah wawancara
Peneliti bersama Bapak A. Alamsyah Saragih ketua Komisi Informasi Publik Periode 2008-2011 (Komisioner KI Pusat)
Peneliti bersama bapak Syamsul Mahmudin, Redaktur Pelaksana Majalah Forum Keadilan (Media)