Top Banner
ANALISIS PERSEPSI DAN HARAPAN MASYARAKAT ATAS KUALITAS PELAYANAN DI KANTOR SAMSAT KOTA PALEMBANG Sutinah Andaryani Dosen Administrasi Publik STISIPOL Candradimuka Palembang ABSTRAK Penelitian mengenai persepsi dan harapan masyarakat atas kualitas pelayanan di Kantor SAMSAT Kota Palembang ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif Penelitian ini bermaksud menggambarkan dan menganalisis persepsi dan harapan masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang diberikan di Kantor SAMSAT Kota Palembang. Persepsi dan harapan ini akan dianalisis dengan teknik analisa statistik parametris. Kualitas pelayanan yang akan dinilai meliputi 5 dimensi yang ada yaitu tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty. Unit analisis penelitian ini adalah individu yaitu masyarakat yang menerima pelayanan dari Kantor SAMSAT Kota Palembang sejumlah 50 orang sampel dan organisasi yaitu Kantor SAMSAT Kota Palembang. Dalam mengumpulkan data peneliti menyebarkan kuesioner kepada penerima layanan di Kantor SAMSAT Kota Palembang. Setelah data diperoleh maka data akan dianalisis dengan menggunakan teknik data analisis kuantitatif Kata kunci : Persepsi Harapan dan pelayanan publik. PENDAHULUAN Pembukaan UUD 1945 alenia keempat menggariskan bahwa pelayanan merupakan tugas utama yang hakiki dan sosok aparatur, sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Terdapat 4 aspek pelayanan yang diberikan meliputi aspek pelayanan pokok aparatur terhadap masyarakat, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan
35

Jurnal Sutinah Andaryani

Apr 16, 2017

Download

Aries Veronica
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Jurnal Sutinah Andaryani

ANALISIS PERSEPSI DAN HARAPAN MASYARAKAT ATAS KUALITASPELAYANAN DI KANTOR SAMSAT KOTA PALEMBANG

Sutinah AndaryaniDosen Administrasi Publik STISIPOL Candradimuka Palembang

ABSTRAKPenelitian mengenai persepsi dan harapan masyarakat atas kualitas pelayanan di Kantor SAMSAT Kota Palembang ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif Penelitian ini bermaksud menggambarkan dan menganalisis persepsi dan harapan masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang diberikan di Kantor SAMSAT Kota Palembang. Persepsi dan harapan ini akan dianalisis dengan teknik analisa statistik parametris. Kualitas pelayanan yang akan dinilai meliputi 5 dimensi yang ada yaitu tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty. Unit analisis penelitian ini adalah individu yaitu masyarakat yang menerima pelayanan dari Kantor SAMSAT Kota Palembang sejumlah 50 orang sampel dan organisasi yaitu Kantor SAMSAT Kota Palembang. Dalam mengumpulkan data peneliti menyebarkan kuesioner kepada penerima layanan di Kantor SAMSAT Kota Palembang. Setelah data diperoleh maka data akan dianalisis dengan menggunakan teknik data analisis kuantitatif

Kata kunci : Persepsi Harapan dan pelayanan publik.

PENDAHULUANPembukaan UUD 1945 alenia

keempat menggariskan bahwa pelayanan merupakan tugas utama yang hakiki dan sosok aparatur, sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Terdapat 4 aspek pelayanan yang diberikan meliputi aspek pelayanan pokok aparatur terhadap masyarakat, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Ruang Iingkup pelayanan dan jasa-jasa publik (public services) meliputi aspek kehidupan masyarakat yang sangat

luas. Pelayanan dan jasa publik bahkan dimulai sejak seseorang dalam kandungan ketika diperiksa oleh dokter pemerintah atau dokter yang dididik di universitas negeri, mengurus akta kelahiran, menempuh pendidikan di universitas negeri, menikmati bahan makanan yang pasarnya dikelola oleh pemerintah, menempati rumah yang disubsidi pemerintah, memperoleh macam-macam perijinan yang berkaitan dengan dunia usaha yang digelutinya hingga seseorang meninggal dan memerlukan surat pengantar dan surat kematian untuk mendapatkan kapling di tempat pemakaman umum (TPU).

Luasnya ruang lingkup pelayanan dan jasa publik cenderung sangat tergantung kepada ideologi dan sistem ekonomi suatu

Page 2: Jurnal Sutinah Andaryani

negara. Tetapi luasnya cakupan pelayanan dan jasa-jasa publik tidak identik dengan kualitas pelayanan itu sendiri. Karena pelayanan dan jasa publik merupakan suatu cara pengalokasian sumber daya melalui mekanisme politik, bukannya lewat pasar, maka kualitas pelayanan itu sangat tergantung kepada kualitas demokrasi. Konsekuensi dan hal ini adalah negara-negara yang pilar-pilar demokrasinya tidak bekerja secara optimal tidak memungkinkan pencapaian kualitas pelayanan publik yang lebih baik. Bahkan sebaliknya, pelayanan publik tanpa proses politik yang demokratis cenderung membuka ruang bagi praktek-praktek korupsi.

Sebagai bagian dan sistem kenegaraan dengan konstitusi yang pekat dengan norma keadilan, ekonomi Indonesia dicirikan oleh ruang lingkup pelayanan publik yang sangat luas. Sayangnya, pelayanan publik yang menyentuh hampir setiap sudut kehidupan masyarakat tidak ditopang oleh mekanisme pcngambilan keputusan yang terbuka serta proses politik yang demokratis. Karena itu tidak mengherankan jika pelayanan publik di Indonesia memiliki ciri yang cenderung korup, apalagi yang berkaitan dengan pengadaan produk-produk pelayanan publik yang bersifat kewajiban seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Surat Izin Mengemudi (SIM), Pasport, dan lain-lain.

Walaupun mungkin fenomena korupsi yang berkaitan dengan jenis-jenis produk tersebut hanya melibatkan biaya transaksi (antara sektor publik dengan individu masyarakat) yang relatif kecil (pretty corruption), namun tetap saja biaya - biaya transaksi tersebut melibatkan porsi populasi yang sangat besar. Karena itu pola korupsi dengan menggunakan instrumen produk-produk pelayanan tersebut bisa jadi memiliki dampak yang sangat luas.

Masalahnya kemudian adalah bagaimana meminimalkan biaya-biaya transaksi tersebut? Mencari jawaban atas pertanyaan tersebut sangatlah sulit mengingat jawabannya merupakan bagian terpenting dan strategi pemberantasan korupsi di sektor publik. Karena itu kajian mengenai mekanisme pelayanan publik, berikut biaya-biaya transaksinya menjadi elemen penting dan strategi pemberantasan korupsi.

Sejalan dengan itu, prinsip market oriented organisasi pemerintahan harus diartikan bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah (aparatur) harus mengutamakan pelayanan terhadap masyarakat. Demikian juga prinsip catalitic government, mengandung pengertian bahwa aparatur pemerintah harus bertindak sebagai katalisator dan bukannya penghambat dan kegiatan pembangunan, termasuk di dalamnya mempercepat pelayanan masyarakat. Tergabung pada konteks ini, fungsi pemerintah lebih dititikberatkan sebagai regulator dibanding implementator atau aktor pelayanan. Sebagai imbangannya, pemerintah perlu memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat sendiri sebagai penyedia atau pelaksanaan jasa pelayanan umum. Dengan kata lain, tugas pemerintah adalah membantu masyarakat agar mampu membantu dirinya sendiri (helping people to help themselves). Inilah sesungguhnya yang dimaksud dengan prinsip self-help atau steering rather than rowing.

Berbicara lebih lanjut Sedaryanti (2004) menjelaskan mengenai konsep layanan prima menjadi model yang diterapkan guna meningkatkan kualitas layanan publik. Pelayanan prima merupakan strategi mewujudkan budaya kualitas dalam pelayanan publik. Orientasi dan pelayanan prima adalah kepuasan masyarakat pengguna layanan. Membangun pelayanan prima harus dimulai dan mewujudkan atau

2

Page 3: Jurnal Sutinah Andaryani

meningkatkan profesionalisme Sumber Daya Manusia untuk dapat memberi pelayanan yang terbaik, mendekati atau melebihi standar pelayanan yang ada.

Kendala terbatasnya SDM yang berkompeten harus menjadi tantangan bagaimana kompetensi SDM yang ada dapat ditingkatkan. Riswanda Imawan (2005) menjelaskan bahwa upaya peningkatan kualitas layanan publik melalui pelayanan prima mengandung makna menutup kesenjangan antara persepsi pemberi layanan dan pengguna layanan akan proses dan hasil layanan. Dalam perspektif pengguna layanan kriteria kualitas layanan meliputi, murah, mudah dan baik. Oleh sebab itu pemerintah daerah sebagai pemberi layanan senantiasa mengupayakan pelayanan yang terjangkau (dekat), tepat dan cepat.

LAN (1998) memberikan contoh, salah satu pola pelayanan prima yang telah diterapkan oleh pemerintah daerah adalah pelayanan satu atap, yaitu: pola pelayanan publik yang dilakukan secara terpadu pada suatu tempat oleh beberapa instansi pemerintah yang bersangkutan sesuai dengan kewenangan masing-masing. Namun permasalahannya bagaimana mekanisme pelayanan satu atap dibangun untuk mewujudkan pelayanan prima yang efektif? Jawaban atas pertanyaan itu, adalah senantiasa aparat pemerintah secara berkelanjutan melakukan upaya membuktikan bahwa aparat pemerintah daerah memiliki komitmen yang tinggi bagi penciptaan kualitas pelayanan publik yang lebih baik. Betapapun demokrasi akan kehilangan makna jika aparat pemerintah daerah tidak mampu memperbaiki citra pelayanan publik di daerah yang kini lebih otonom.

Kabupaten Sragen, Jawa Tengah atau Kabupatan Jembrana, Bali sebagai salah satu contoh telah berhasil melaksanakan sistem pelayanan satu atap. Pelaksanaan

sistem Pelayanan Satu Pintu di Kabupaten Jembrana berpedoman pada PP No. 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (dan PP No. 84 Tahun 2000). Program ini juga dilaksanakan dan dikembangkan sesuai dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan terbangunnya pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Kabupaten ini memberikan kemudahan dalam memberikan pelayanan dimana kepengurusan beragam dokumen dapat dilakukan pada satu tempat yang sama (http://www.depdagri.co.id, diakses 5 April 2008).

Sama halnya dengan Provinsi Sumatera Selatan terdapat sebuah kantor yang menerapkan sistem pelayanan satu atap. SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) merupakan contoh yang dapat diambil mengenai pola pelayanan satu atap. Pelayanan pengurusan dokumen yang dapat dilakukan di Kantor SAMSAT ini adalah pelayanan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Pelayanan ini merupakan kegiatan koordinatif antara Dinas Pendapatan Daerah. Asuransi Jasa Raharja dan Kepolisian Daerah dalam satu atap dalam rangka menunjang usaha pemerintah daerah untuk mengoptimalkan pemungutan pajak, PKB dan BBNKB pada khususnya.

Sifat dan pelayanan satu atap yang diterapkan di Kantor SAMSAT yaitu pelayanan secara terpadu yang dikoordinasikan dan pada akhirnya secara bersama-sama akan menunjang keberhasilan kinerja dan Pemerintah Daerah dalam hal kepengurusan pajak. Ketiga instansi yang tergabung pada Kantor SAMSAT mempunyai fungsi yang berbeda. Pertama, Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Sumatera Selatan Kota Palembang mempunyai tugas dan fungsi

3

Page 4: Jurnal Sutinah Andaryani

untuk melakukan pemungutan pajak terhadap seluruh kendaraan bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), guna peningkatan pendapatan asli daerah dan sektor pajak kendaraan bermotor.

Polisi Republik Indonesia berkepentingan terhadap penelitian ulang Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang dilakukan setiap tahunnya, guna mendapat kepastian tentang kepemilikan dan tata kendaraan bermotor yang diperlukan baik dalam bidang pengusutan/ pengamanan, maupun untuk tertib administrasi serta pengeluaran STNK. Sedangkan Asuransi Jasa Raharja bertujuan untuk mendapatkan pelunasan dana kecelakanaan lalu lintas guna pembayaran dana kecelakaan lalu lintas jalan (asuransi). Walaupun ketiga instansi memiliki tugas dan fungsi yang berbeda namun mempunyai tujuan yang sama yaitu mengoptimalkan pendapatan asli daerah.

Berdasarkan hasil temuan pada awal penelitian diperoleh informasi berkenaan dengan sistem pelayanan yang diberikan di Kantor SAMSAT. Sistem pelayanan yang diberikan bersifat terbuka dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan namun secara kasap mata sistem yang diterapkan masih sulit untuk dimengerti mengingat minimnya informasi yang diberikan, walaupun terdapat skema yang membantu jalannya alur pelayanan di Kantor SAMSAT ternyata tidak cukup membantu masyarakat dalam menyelesaikan urusannya. Minimnya informasi yang ada dapat dikarenakan kesan ramai dan padat setiap harinya di Kantor SAMSAT dan tidak terdapatnya tempat khusus untuk mendapatkan informasi.

Selain itu berdasarkan hasil pengamatan diperoleh informasi bahwa pada saat tertentu pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi pelayanan

berdasarkan prinsip efisien dan efektivitas. Sebagai contoh penyelesaian baik pelayanan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan jumlah pemberi dan penerima layanan tidak seimbang, jumlah penerima layanan bisa mencapai tiga sampai empat kali lipat dan jumlah pemberi layanan sehingga pemberi layanan dapat dikatakan kewalahan dalam menyelesaikan semua urusan layanan di Kantor Samsat.

Belum lagi secara fisik fasilitas yang ada kurang mendukung, dimana ruang tunggu yang digunakan dalam proses pemberian layanan tidak mampu menampung semua penerima layanan yang datang pada waktu yang bersamaan, hal ini memberikan kesan tidak nyaman bagi para penerima layanan. Selain itu masyarakat memiliki kemungkinan yang kecil untuk menyampaikan aspirasinya kepada Kantor SAMSAT dalam memberikan hayanan hal ini dikarenakan waktu penerima layanan hanya terbatas pada menyelesaikan urusan yang diinginkan, walaupun Kantor SAMSAT membuka secara lebar kesempatan untuk menyampaikan aspirasi masyarakat melalui kotak saran.

Selanjutnya menurut Joe Femandes (2002) ada dua hal yang penting untuk dicermati dalam kaitannya dengan layanan publik, yaitu : Pertama, dimensi pemberi layanan dan kedua masyarakat pengguna hayanan. Berdasarkan dimensi pemberi layanan perlu diperhatikan tingkat pencapaian kinerja yang meliputi layanan yang adil, kesiapan petugas dan mekanisme kerja, harga terjangkau, prosedur sederhana dan waktu penyelesaian yang dapat dipastikan. Sedangkan dan dimensi masyarakat pengguna layanan publik harus memiliki pemahaman dan reaktif terhadap

4

Page 5: Jurnal Sutinah Andaryani

penyimpangan yang muncul dalam praktek penyelenggaraan layanan publik. Keterlibatan masyarakat terutama stakeholder representatif baik dalam mengawasi dan menyampaikan aspirasi atau keluhan terhadap praktik penyelenggaraan layanan publik menjadi faktor penting sebagai umpan balik bagi perbaikan kualitas layanan publik dan memenuhi standar yang telah ditetapkan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan perlu dianalisis kajian mengenai pelayanan yang diberikan oleh kantor SAMSAT kepada masyarakat dan dua dimensi yang berbeda. Dimensi pertama adalah persepsi atau layanan yang diberikan oleh Kantor SAMSAT dan kedua dimensi harapan atau penerima layanan.

TINJAUAN PUSTAKADewasa ini sektor publik mulai

beralih kearah pelayanan masyarakat untuk menjadi inti aktivitasnya. Selama ini pelayanan sektor publik mendapatkan image yang buruk dan para pengguna jasa sektor publik. Era serqual telah memberikan kita gambaran untuk menghargai external constituencies kita yaitu masyarakat yang dilayani. Hal ini memungkinkan sektor publik melakukan pendekatan dengan servqual mengingat tidak sedikit organisasi sektor publik yang bergerak pada profit oriented disamping non profit oriented. BUMN atau BUMD misalnya, pelayanan - pelayanan yang diselenggarakannya bukan lagi bergerak pada natural monopoli semata - mata, akan tetapi juga bergerak disekitar perdagangan bebas anatara lain bank, litrik, air minum, transportasi umum dan sebagainya. Masyarakat akan tidak dihadapkan pada kondisi captive market lagi dan berhak untuk membuat pilihan. Untuk mengantisipasi iklim yang semakin competitive maka sudah sewajarnya jika sektor publik memiliki perhatian ke arah visi servqual.

1. Kualitas Pelayanan (Servqual)Pelayanan adalah setiap kegiatan yang

menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan (Kotler dalam Sampara Lukman, 2000)

Menurut Kepmenpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, publik adalah segala pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perudang - undangan. Dengan demikian, pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Cristoper (dalam Juliantara, 2006:3) menyatakan bahwa pelayanan pelanggan diartikan sebagai suatu sistem manajemen, diorganisir untuk menyediakan hubungan pelayanan yang berkesinambungan antara waktu pemesanan dan waktu barang atau jasa itu diterima dan digunakan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan/harapan pelanggan dalam jangka panjang.

Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) dijelaskan pelayanan sebagai hal, cara, atau hasil kerja melayani. Sedangkan melayani adalah menyuguhi (orang) dengan makanan atau minuman, menyediakan keperluan orang, mengiyakan, menerima, menggunakan. Selanjutnya istilah Publik berasal dan Bahasa Inggris Public yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik sebenamya sudah diterima menjadi Bahasa Indonesia Baku menjadi Publik yang berarti umum, orang banyak, ramai.

5

Page 6: Jurnal Sutinah Andaryani

Jika dipadankan maka pelayanan publik Poltak Sinambela mengartikan pelayanan publik adalah pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Pelayanan publik diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintahan di pusat, di daerah, dan di lingkungan badan usaha milik negara atau daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang - undangan (LAN, 1998).

Sedaryanti (2004), menjelaskan bahwa pelayanan publik dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan yang bersifat sederhana, terbuka, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau. Dalam Keputusan Menpan No. 81 Tahun 1993 ditegaskan, bahwa penyelenggaraan layanan publik harus mengandung unsur - unsur:a) hak dan kewajiban bagi pemberi

layanan maupun penerima layanan umum harus jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing;

b) pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat Untuk membayar, berdasarkan ketentuan perundang - undangan yang berlaku dengan tetap berpegang pada efisiensi dan efektivitas;

c) mutu proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar memberi keamanan, kenyamanan, kelancaran dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan;

d) apabila pelayanan umum yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah terpaksa harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi

peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Dalam Keputusan Menpan tersebut

juga ditegaskan, bahwa pemberian layanan umum kepada masyarakat merupakan perwujudan dan fungsi aparatur negara sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, sehingga penyelenggaraannya perlu ditingkatkan secara terus-menerus sesuai dengan sasaran pembangunan. Keputusan Menpan No. 81 Tahun 1993 tersebut menetapkan depalan sendi yang harus dapat dilaksanakan oleh instansi atau satuan kerja dalam suatu departemen yang berfungsi sebagai unit pelayanan umum. Kedelapan sendi tersebut adalah: (a) kesederhanaan; (b) kejelasan dan kepastian; (c) keamanan; (d) keterbukaan; (e) efisiensi; (f) ekonomis; (g) keadilan yang merata; (h) ketepatan waktu.

Pelayanan publik itu hasil dan proses politik yang ditindaklanjuti oleh birokrasi pemerintah. Layanan publik memiliki karakteristik yang berbeda dan kebijakan lainnya. Fokus utama transaksi dalam layanan publik adalah terkaitnya barang dan atau jasa yang diserahkan kepada masyarakat pengguna. Hal yang khas dalam layanan publik adalah barang dan atau jasa yang diserahkan selalu bersifat milik umum (common good) yang biaya produksinya sering kali kurang atau bahkan tidak efisien secara finansial, bahkan barang dan atau jasa yang ditransaksikan sukar diukur (intangible). Oleh sebab itu, keuntungan dan kerugian dan layanan publik pada umumnya diukur dalam dimensi sosial, ekonomi, politik, bahkan kultural (Joe Fernandes, 2002).

Dalam banyak kasus manfaat layanan publik hanya dapat dilihat dan keluarannva yang mingkin bisa dihitung setelah beberapa tahun berselang. misalnya pelestarian alam dan sumber daya air. Itulah sebabnya bagian terbesar

6

Page 7: Jurnal Sutinah Andaryani

dan layanan publik merupakan tanggungjawab pemerintah berdaulat yang diberikan kepada masyarakat sebagai imbalan legitimasi dan rakyat, baik melalui pemilihan umum maupun pembayaran pajak (Wahyudi Kurnorotomo, 2005). Di samping itu jaminan mutu layanan publik merupakan bagian dan akuntabilitas politik para pejabat yang dipilih secara absah dan digaji oleh hasil pajak dan pendapatan negara lainnya. (Joko Widodo, 2001).

Peran masyarakat sebagai pengguna layanan publik dalam transaksi layanan publik adalah kemampuannya menunjukkan kehendak, tuntutan, harapan, serta penilaian kepuasan terhadap layanan publik. Bentuk-bentuk tuntutan dan harapan masyarakat pada umumnya diartikulasikan melalui opini publik (agenda publik) yang terbentuk dan proses agenda media dan kelompok strategis representatif yang diwacanakan di ruang publik. Dalam kontek proses pembuatan kebijakan daerah, opini publik yang mempresentasikan kehendak publik dalam hal layanan publik menjadi masukan penting untuk diapresiasi oleh anggota DPRD dalam rangka menjalankan fungsinya, yaitu fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Kemampuan dan kearifan anggota DPRD dalam mengapresiasi dan mengartikulasikan opini publik representatif menjadi salah satu indikator penting bagi upaya peningkatan kualitas layanan publik.

Dinas/instansi (unit pelaksana teknis) daerah sebagai pelaksana kebijakan layanan publik senantiasa berupaya untuk memenuhi standar layanan publik yang sesuai dengan harapan masyarakat, yaitu: transparan, tidak diskriminatif, terjangkau, proses mudah dan mempunyai akuntabilitas publik tinggi. Keluhan masyarakat penting untuk dicermati sebagai masukan untuk meningkatkan kinerja sistem dan standar layanan publik.

Sebagai hasil proses politik dan hubungan antara hak rakyat dan tanggung jawab pemerintah, maka layanan publik memiliki tiga unsur penting, yakni: lembaga perwakilan sebagai pengambil keputusan, lembaga eksekutif (dinas pemerintahan) sebagai pemberi layanan, dan masyarakat sebagai pengguna layanan. Ketiganya mempunyai hubungan yang setara dan saling mempengaruhi agar kualitas layanan publik tetap terjaga. Kelemahan pada salah satu unsur akan berdampak pula pada tingkat kepuasan atas layanan publik secara keseluruhan. Dengan demikian jelas bahwa layanan publik memiliki dua dimensi. yakni: dimensi politik berupa pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan, dan dimensi administratif penyelenggaraan fungsi pemerintahan berupa kegiatan-kegiatan pemberian layanan dengan standar minimal yang dibakukan (Joe Fernandes, dkk, 2002).

Selanjutnya Gaspersz (dalam Riawan, 2005:7) menjelaskan kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dan yang konvensional hingga yang lebih strategis Definisi Konvensional dan kualitas biasanya menggambarkan karakterisitik langsung dan suatu produk seperti: kinerja (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use), dan estetika (esthetic), dan sebagainya.

Definisi kualitas dapat dinyatakan sebagai segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (Meeting the needs of customers). Berdasarkan pengertian kualitas, baik yang konvensional maupun yang lebih strategis oleh Gaspersz (dalam Riawan, 2005:7) dinyatakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok: (a) kualitas terdiri dan sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung, maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan, pelanggan dan dengan

7

Page 8: Jurnal Sutinah Andaryani

demikian memberikan kepuasaan atas penggunaan produk; (b) kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dan kekurangan atau kerusakan.

Kualitas pelayanan bagi pelanggan adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi yang dituntut pelanggan. Pelanggan memutuskan bagaimana kualitas yang dimaksud dan apa yang dianggap penting. Pelanggan mempertimbangkan suatu kualitas pelayanan. Upaya peningkatan kinerja pelayanan demi mencapai pelayanan yang berkualitas sangat diperlukan, mengingat pelayanan merupakan satu dan kebutuhan dasar manusia.

Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasamya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang (Sinambela, 2006:6), tercermin dan: transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak, dan keseimbangan hak dan kewajiban.

Kualitas (quality) menurut Montgomery (dalam Supranto:2001) adalah “the extent to which products meet the requirements of people who use them”. Jadi suatu produk (apakah itu bentuknya barang atau jasa) dikatakan bermutu bagi seseorang kalau produk tersebut dapat memenuhi kebutuhannya.

Menurut Zeithaml, dkk dan Hay wood Farmer (dalam Warella, 1997:17), terdapat tiga karakteristik utama tentang pelayanan, yaitu intangibility, heterogeneity dan inseparability. Intangibility berarti bahwa pelayanan pada dasamya bersifat performance dan hasil pengalaman dan bukannya obyek. Kebanyakan pelayanan tidak dapat dihitung, diukur, diraba atau dites sebelum disampaikan untuk menjamin kualitas. Berbeda dengan barang yang dihasilkan oleh suatu pabrik yang dapat dites kualitasnya sebelum disampaikan pada pelanggan.

Heterogeneity mengandung pengentian bahwa pemakai jasa atau klien atau pelanggan memiliki kebutuhan yang sangat heterogen. Pelanggan dengan pelayanan yang sama mungkin mempunyai prioritas berbeda. Demikian pula performance sering bervariasi dan satu produser ke produser lainnya bahkan dan waktu ke waktu.

Inseparability mengandung pengertian bahwa produksi dan konsumsi suatu pelayanan tidak terpisahkan. Konsukensinya di dalam industri pelayanan kualitas tidak direkayasa ke dalam produksi di sektor pabrik dan kemudian disampaikan kepada pelanggan. Kualitas terjadi selama penyampaian pelayanan, biasanya selama interaksi antara klien dan penyedia jasa.

Sementara itu pelayanan (service) oleh banyak penulis tentang kualitas pelayanan mendefisikan pelayanan sebagai suatu perbuatan (deed), suatu kinerja (performance) atau suatu usaha (effort) (Warella, 1997:18)

Pelayanan berkualitas atau pelayanan prima yang berorientasi pada pelanggan sangat tergantung pada kepuasan pelanggan. Lukman (1999) menyebut salah satu ukuran keberhasilan menyajikan pelayanan yang berkualitas (prima) sangat tergantung pada tingkat kepuasan pelanggan yang dilayani. Pendapat tersebut artinya merujuk kepada pelayanan eksternal, dari perspektif pelanggan, lebih utama atau lebih didahulukan apabila ingin mencapai kinerja pelayanan yang tinggi.

Sementara itu Gerson (2002:55), menyatakan pengukuran kualitas internal memang penting. Tetapi semua itu tidak ada artinya jika pelanggan tidak puas dengan yang diberikan. Untuk membuat pengukuran kualitas lebih berarti dan sesuai, “tanyakan” kepada pelanggan apa yang mereka inginkan, yang bisa memuaskan mereka.

8

Page 9: Jurnal Sutinah Andaryani

Pendapat tersebut dengan kata lain bisa diartikan bahwa kedua sudut pandang tentang pelayanan itu penting. karena bagaimanapun pelayanan internal adalah langkah awal dilakukannya suatu pelayanan. Akan tetapi pelayanan tersebut harus sesuai dengan keinginan pelanggan yang dilayani. Artinya, bagaimanapun upaya untuk memperbaiki kinerja internal harus mengarah atau merujuk pada apa yang diinginkan pelanggan (eksternal).

Kalau tidak dernikian bagairnanapun performa suatu organisasi, tetapi tidak sesuai dengan keinginan pelanggan atau tidak memuaskan, citra kinerja organisasi tersebut akan dinilai tetap tidak bagus. Oleh karena itu pertama-tama penting untuk mengetahui kualitas pelayanan dan perspektif pelanggan, selain agar organisasi tersebut survive juga agar kinerjanya dapat lebih ditingkatkan lagi.

Mengetahui seberapa tinggi kualitas pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi penting karena seperti diungkapkan sebelumnya dapat memberikan manfaat bagi organisasi yang bersangkutan. Apabila dilakukan paling tidak organisasi atau instansi yang bersangkutan sudah punya “concern” pada pelangganya guna memenuhi kepuasan pelanggan yang dilayani. Kualitas pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi atau instansi bisa ditinjau dan dua sudut, yaitu kualitas pelayanan ditinjau dan dan sudut internal organisasi dan kualitas pelayanan ditinjau dan sudut eksternal organisasi (Barata, 2003 :37). Ditinjau dan sudut ini mana yang lebih utama atau lebih didahulukan. Pelayanan berkualitas atau pelayanan prima yang berorientasi pada pelanggan sangat tergantung pada kepuasan pelanggan.

Lukman (dalam Riawan, 2005) menjelaskan bahwa salah satu ukuran keberhasilan menyajikan pelayanan yang berkualitas (prima) sangat tergantung pada tingkat kepuasan pelanggan yang dilayani pendapat tersebut artinya

merujuk kepada pelayanan eksternal dan perspektif pelanggan, lebih utama atau lebih didahulukan apabila ingin mencapai kinenja yang tinggi.

2. Pelayanan PrimaKeberhasilan dalam mengembangkan

dan melaksanakan pelayanan prima tidak terlepas dan kemampuan dalam pemilihan konsep pendekatannya. Berikut konsep yang dikembangan oleh Barata (2003:3 1) dalam mengembangkan pelayanan prima: (a) kemampuan; (b) sikap; (c) penampilan; (d) tindakan; dan (e) tangung jawab. Berkenaan dengan penjelasan ini, dasar teoritis pelayanan publik yang ideal menurut paradigma new public scrvce adalah pelayanan publik harus responsif terhadap behagai kepentingan dan nilai-nila publik yang ada. Tugas pemerintah adalah melakukan negosiasi dan mengkolaborasikan berbagai kepentingan warga negara dan kelompok komunitas. Ini mengandung makna bahwa karakter dan nilai yang terkandung di dalam pelayanan publik tersebut harus berisi preferensi nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Dikarenakan masyarakat bersifat dinamis, maka karakter pelayanan publik juga harus selalu berubah mengikuti perkembangan masyarakat (Derhant dalam Riawan, 2005).

Selanjutnya terdapat beberapa alhi yang mengambil fokus kajiannya mengenai servqual. Berikut teoni yang berkenaan dengan servqual:

a. Servqual oleh Zeithami, Parasuraman dan Berry (1990)Zeithaml, Parasuraman dan Berry

(dalam Semil, 2005) menyebutkan bahwa kualitas pelayanan yang baik adalah pertemuan atau melebihi apa yang diharapkan konsumen dan pelayanan yang diberikan. Tinggi rendahnya kualitas pelayanan tergantung pada kinerja pelayanan yang diberikan dalam konteks pelayanan tergantung pada kinerja

9

Page 10: Jurnal Sutinah Andaryani

pelayanan yang diberikan dalam konteks apa yang mereka harapkan. Berdasarkan persepsi konsumen, servqual dapat didefinisikan sebagai tingkat kesenjangan diantara harapan-harapan atau keinginan-keinginan konsumen dengan kenyataan yang mereka alami (Zeithami, dalam Semil : 2005).

Zeithaml, Parasuraman dan Berry dalam bukunya “Delivering Quality Service: Balancing Customer Perceptions and Expectetions” (1990) menjelaskan bahwa kualitas pelayanan yang baik adalah pentemuan atau melebihi apa yang diharapkan konsumen dari pelayanan yang diberikan. Tinggi rendahnya kualitas pelayanan tergantung pada kinerja pelayanan yang diberikan dalam konteks apa yang meneka harapkan.

Zeithaml (1990:19) menjelaskan bahwa berdasarkan persepsi konsumen, servqual dapat diartikan sebagai tingkat kesenjangan antara harapan-harapan atau keinginan-keinginan konsumen dengan kenyataan yang mereka alami.

Senvqual atau kualitas pelayanan menurut konsep yang dipaparkan sebelumnya mengkaitkan secara langsung antara pihak penilaian servqual pada dimensi konsumen (customer) dan pihak lain penilaian juga dapat dilakukan pada dimensi provider atau secara lebih dekat lagi terletak pada kemampuan kualitas pelayanan yang disajikan oleh “orang - orang yang melayani” dan tingkat manejenia hingga tingkat front line service.

Pada kenyataannya dapat saja terjadi kesenjangan atau gap antara harapan dan Disebutkan selanjutnya bahwa harapan konsumen terhadap kualitas pelayanan sangat dipengaruhi oleh informasi yang diperolehnya dan mulut ke mulut, kebutuhan-kebutuhan konsumen itu sendiri, pengalaman masa lalu dalam mengkonsumsi suatu produk, dan komunikasi ekstemal melalui media. Menurut Zeithami-Parasuraman-Berry untuk mengetahui kualitas pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh

10

Gambar 1. Conceptual Model of Service QualitySumber : Zeithaml, dkk (1990:46)

Page 11: Jurnal Sutinah Andaryani

konsumen, ada indikator ukuran kepuasan konsumen yang terletak pada 5 dimensi kualitas pelayanan menurut apa yang dikatakan konsumen. Kelima dimensi tersebut adalah: (a) tangible (kualitas pelayanan yang berupa sarana fisik perkantoran, komputerisasi administrasi, ruang tunggu, tempat informasi); (b) reliability (kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya); (c) responsiveness (kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen); (d) assurance kenyataan yang dirasakan oleh konsumen. Menurut hasil penelitian Zeithaml Parasurahman-Berry tersebut menggambarkan kesenjangan atau gap tersebut Secara keseluruhan pada kedua dimensi (customer dan provider) digambarkan dalam skerna sebagai berikut: (kemampuan dan keramahan serta sopan santun pegawai dalam meyakinkan kepercayaan konsumen); (e) empathy (sikap tegas tetapi penuh perhatian dan pegawai terhadap konsumen).

b. Servqual oleh Cristopher Lovelock Cristopher Lovelock (1994: 177)

mengungkapkan bahwa “Collectively, they can be likened to the petals of a flower. Even jf the core is fine, wilted petals will spoil the impression for customers” yang dapat diartikan bahwa kualitas pelayanan diibaratkan kelopak bunga bunga.

Cristopher Lovelock (1994) dalam bukunya Product Plus mengetengahkan sebuah gagasan yang menarik mengenai suatu produk jika ditambah dengan pelayanan (service) akan menghasilkan suatu kekuatan yang memberikan manfaat pada perusahaan dalam meraih profit bahkan untuk menghadapi persiangan. Selanjutnya Lovelock juga mengemukakan “ These supplementary service can be clustered into eight group,

information, consultation, order taking, hospiladity, caretaking, exceptions, billing, and payment” dapat diartikan bahwa pada dasarnya pelayanan suplemen pelayanan memiliki kesamaan, kedelapan suplemen tersebut terdiri dan, injormalien, consultation, order taking, hospilatlity, caretaking. exceptions, billing, and payment. Apabila digambarkan kedelapan suplemen kualitas pelayanan tersebut dapat dilihat gambar berikut:

Gambar 2 Delapan Suplemen Pelayanan Sumber: Lovelock (1994)

Selanjutnya hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan baru, mengapa publik dan sektor pelayanan publik instansi pemerintah juga harus dipuaskan layaknya sektor privat agar kinerjanya bagus? Barata (2002:16) menyebut kalau itu yang ditanyakan jawabannya bisa karena konsumen (publik) harus dipuaskan untuk memberikan andil dalam rangka mensejahterakan rakyat sebagaimana diamanatkan peraturan perundang - undangan yang berlaku. Atau harus memuaskan publik karena mereka telah membayar pajak, atau karena masyarakat adalah warga negara yang berhak atas pelayanan tertentu dan pemerintah.

Kata karena masyarakat adalah “warga negara” yang mempunyai hak atas

11

Page 12: Jurnal Sutinah Andaryani

pelayanan tertentu dan pemerintah seperti dikemukan Barata tersebut tampaknya sejalan dengan paiadigma baru dalam administrasi publik, yaitu The New Public Service (NPS) yang dikemukakan oleh Denhardt (2003).

c. Servquai for Citizen (NPS)NPS (The New Public Service) adalah

paradigma baru dalam administrasi publik yang berkaitan dengan pelayanan kepada publik. Denhardt (2003) dalam bukunya yang berjudul “The New Public Service: Serving, not Steering”, pada halaman pendahuluan menyatakan NPS lebih diarahkan pada democracy, pride and citizen daripada market, competition and customers seperti pada sektor privat. Beliau menyatakan “Public servants do not deliver customer service, they deliver democracy “. Oleh sebab itu nilai-nilai demokrasi, kewarganegaraan dan pelayanan untuk kepentingan publik sebagai norma mendasar dalam lapangan administrasi publik.

NPS memberi pengertian bahwa pemerintah bergerak bukan layaknya sebuah bisnis, tapi sebagai sebuah demokrasi. Aparatur pelayan publik bertindak atas dasar prinsip-prinsip tersebut dan memperbaharui komitmen dalam mengekspresikan prinsip dalarn kepentingan publik, proses pemerintahan dan mencurahkannya dalam prinsip kewarganegaraan yang demokratis.

Sebagai akibat dan hal tersebut, aparatur pelayan publik akan belajar keahlian-keahlian baru dalam pelaksanaan kebijakan dan pembangunan, menyadari dan menerima betapa kompleksnya tantangan yang mereka hadapi dan memperlakukan anggota para pelayan publik dan warga negara dengan rasa hormat dan harga diri mereka. Para administrator menyadari bahwa mereka harus banyak “mendengar” publik daripada “memberitahu”, dan “melayani” daripada “mengendalikan”. Warganegara

dan para pejabat publik bekerja bersama menetapkan dan mengarahkan masalah bersama dalam kerjasama yang saling menguntungkan. Inilah yang dikatakan Denhardt sebagai perilaku dan keterlibatan baru dalam pergerakan administrasi publik yang disebutnya sebagai the new public service.

Pengertian dan Denhardt tentang bahwasanya aparatur pelayan publik harus banyak “mendengar” daripada “memberitahu” dan “melayani” daripada “menyetir/mengendalikan” tersebut bisa juga dipahami bahwa walaupun NPS orientasinya wanganegara bukan pelanggan, tetapi “keinginan” warga juga masih menjadi perhatian sebagaimana layaknya pelanggan dalam dunia privat. Itu tensirat dan kata bahwa aparatur pelayan publik harusnya banyak “mendengar” (listening) dan “melayani” (serving) daripada “memberitahu” (telling) dan “mengendalikan” (steering). Lebih dari itu, ide pokok dan the new public service mengemukakan bahwa pelayanan publik tidak hanya memuaskan pelanggan, tetapi lebih fokus pada membangun hubungan kepercayaan dan kolaborasi dengan dan antara warga (citizen).

Kalau di dalam New Public Management (NPM), pelayanan publik kepada warga (citizen) lebih menggunakan mekanisme pasar dengan orientasi sebagai pelanggan (customer), yang seharusnya dipuaskan, maka Denhardt dalam The New Pubic Service memuat ide pokok sebagai berikut: (a) serve citizens, not customers; (b) seek the public’ interest: (c) robe citizenship over cut epreneurship; (d) think slrategicall act denocratically; (e) recognized that accountability is not simple; (f) serve rather than steer; (g) value people, not just productivity.

Seandainya ketujuh ide pokok dalam NPS tersebut benar-benar dapat dihayati dan diimplementasikan oleh para aparatur

12

Page 13: Jurnal Sutinah Andaryani

pelayan publik, rasanya pelayanan publik instansi pemerintah tidak kalah dengan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh sektor privat. Masalahnya sekarang adalah bagaimana para pejabat publik dan aparatur’ pelayan publik di front line service dapat memahami dan menerima nilai-nilai dalam NPS tersebut. Kemudian bagaimana dengan sepenuh hati dapat mengimplementasikannya di lapangan sebagaimana keinginan publik yang harus “didengar” dan “dilayaninya”.

Mengukur kinerja pelayanan publik instansi pemerintah agar diketahui tingkat kinerja pelayanan publiknya dapat dilakukan dengan banyak ukuran. Ada banyak variasi dalam upaya mendifinisikan servqual sektor publik. Namun menurut Denhardt, satu yang istimewa adalah dikembangkannya daftar (ukuran) yang komprehensif untuk pemerintah daerah seperti dikemukakan oleh Carison dan Schwarz (dalam Denhardt, 2003:61). Ukuran yang komprehensif untuk servqual sektor publik tersebut sebagai berikut:1. Convenience (kemudahan), yaitu

ukuran tingkat dimana pelayanan pemerintah adalah mudah diperoleh dan didapat masyarakat.

2. Security (keamanan), yaitu ukuran tingkat dimana pelayanan yang telah disediakan membuat masyarakat merasa aman dan yakin ketika mereka menerimanya.

3. Reliability (keandalan), yaitu menilai tingkat dimana pelayanan pemerintah disediakan secara benar dan tepat waktu.

4. Personal attention (perhatian kepada orang), ukuran tingkat dimana aparat menyediakan informasi kepada masyarakat dan bekerja dengan mereka untuk memenuhi kebutuhan - kebutuhan mereka.

5. Problem solving approach (pendekatan pemecahan masalah).

6. Fairness (keadilan), yaitu ukuran tingkat dimana masyarakat percaya bahwa pelayanan pemerintah disediakan sama untuk semua orang.

7. Fiscal responsibility (tanggungjawab keuangan), yaitu ukuran tingkat dimana masyarakat percaya bahwa pemerintah daerah menyediakan pelayanan sebagaimana mestinya yang menggunakan uang secara bertanggungjawab.

8. Citizen influence (pengaruh masyarakat), yaitu ukuran tingkat dimana masyarakat percaya bahwa mereka dapat mempengaruh kualitas pelayanan yang mereka terima dari pemerintah daerah.

3. Kualitas Pelayanan Publik Instansi PemerintahSeperti dikemukakan sebelumnya

teori servqual dan Zeithaml dkk walaupun berasal dan dunia bisnis, tetapi pada kenyataannya teori ini dapat dipakai untuk pelayanan sektor publik. Tidak dipungkiri servqual dan Zeithaml dkk tersebut dapat diterapkan baik untuk kajian teoritis maupun kegiatan praktis. Walaupun demikian konsep tersebut tidak sepenuhnya dapat diterapkan untuk pelayanan sektor publik. Ada beberapa item yang perlu disinkronkan dengan kondisi pelayanan sektor publik.

Berkembangnya era servqual juga memberi inspirasi pemerintah Indonesia untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja pelayanan sektor publik. Beberapa peraturan lewat Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara tentang pelayanan publik telah dikeluarkan, antara lain Kepmen PAN No. 81 Tahun 1993 yang telah disempurnakan dalam Kepmen PAN No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, Kepmen PAN No. 58 Tahun 2002 dan Kempen PAN No. 25 Tahun 2004.

Kalau servqual berasal dari dunia bisnis dan dilakukan oleh dunia usaha pada para pelanggannya, maka pelayanan

13

Page 14: Jurnal Sutinah Andaryani

publik instansi pemerintah tentu saja adalah pelayanan yang diberikan oleh aparatur atau instansi atau unit pelayanan dan birokrasi pemerintah sesuai tata aturan yang dibuat. Untuk memberikan pelayanan publik agar dapat dilaksanakan sesuai harapan, pemerintah lazimnya mengeluarkan kebijakan atau peraturan tentang pelayanan publik tersebut. Pemerintah Indonesia melakukan hal ini lewat kementrian PAN. Amerika Serikat di masa pemerintahan Bill Clinton misalnya juga pemah mengeluarkan kebijakan tentang hal ini.

Sementara itu KepmenPAN No. 58 Tahun 2002 mengelompokkan tiga jenis pelayanan dan instansi pemerintah serta BUMN/BUMD. Pengelompokkan jenis pelayanan tersebut didasarkan pada ciri-ciri dan sifat kegiatan serta produk pelayanan yang dihasilkan. Pengelompokkan ketiga jenis pelayanan tersebut adalah Jenis Pelayanan Administrarif, Jenis Pelayanan Barang dan Jenis Pelaanan Jasa.

Jenis Peiayanan Administratif adalah jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan pencatatan, penelitian, pengambilan keputusan, dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya yang secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya sertifikat, ijin-ijin, rekomendasi, keterangan dan lain-lain. Contoh jenis pelayanan ini disebutkan antara lain: pelayanan sertifikat tanah, pelayanan IMB, pelayanan administrasi kependudukan (KTP, NTCR, akte kelahiran, kematian).

Jenis Pelayanan Barang adalah pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi dan penyampaiannya kepada konsumen langsung (sebagai unit atau individual) dalam satu sistem. Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir berwujud

benda (berwujud fisik) atau yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara langsung bagi penggunanya. Contoh jenis pelayanan ini disebutkan antara lain: pelayanan listrik, pelayanan air bersih, pelayanan telepon.

Jenis Pelayanan Jasa adalah jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa sarana dan prasarana serta penunjangnya. Pengoperasiannya berdasarkan suatu sistem pengoperasian tertentu dan pasti. Produk akhirnya berupa jasa yang mendatangkan manfaat bagi penerimanya secara langsung dan hahis terpakai dalam jangka waktu tertentu. Contoh jenis pelayanan ini disebutkan antara lain: pelayanan angkutan darat, laut dan udara, pelayanan kesehatan, pelayanan perbankan, pelayanan pos dan pelayanan pemadam kebakaan.

Ketiga peraturan yang dikeluarkan pemerintah lewat Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara tentang pelayanan publik tersebut orientasinya juga adalah pelanggan atau publik masyarakat yang dilayani. Hal ini tegas disebutkan dalam isi peraturan tersebut. Artinya kalau pengukuran kinerja pelayanan publik instansi pemerintah berdasarkan peraturan tersebut orientasinya juga pelanggan, maka kepuasan pelanggan seharusnya menjadi perhatian aparatur pelayan publik.

Kepmen PAN no. 58 tahun 2002 memuat tujuh dimensi yang dapat dijadikan dasar untuk menilai kinerja pelayanan publik instansi pemerintah termasuk BUMN/BUMD. Ketujuh dimensi tersebut masing-masing dikembangkan menjadi 2 pertanyaan, sehingga terdapat 14 pertanyaan dalam kuesioner yang ada dalam Kepmen PAN tersebut (setiap satu dimensi ada dua item pertanyaan). Ketujuh dimensi pelayanan publik tersebut adalah:a) kesederhanaan prosedur pelayanan; b) keterbukaan informasi pelayanan;c) kepastian pelaksanaan pelayanan;

14

Page 15: Jurnal Sutinah Andaryani

d) mutu produk pelayanan;e) tingkat profesional petugas;f) tertib pengelolaan administrasi dan

manajemen pelayanan; dang) sarana dan fasilitas pelayanan.

Sementara itu, Kepmen PAN No. 63 Tahun 2003 yang merupakan penyempurnaan dan Kepmen PAN No. 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik menyebutkan bahwa “hakekat pelayanan publik” adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.

Penyelenggaraan pelayanan publik seperti termuat dalam Kepmen PAN No. 63 Tahun 2003 antara lain berisi tentang prinsip, standar, pola penyelenggaran, biaya, pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita, pelayanan khusus, biro jasa pelayanan, tingkat kepuasan masyarakat, pengawasan penyelenggaraan, penyelesaian pengaduan dan sengketa serta evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik. Berikut 10 prinsip pelayanan publik seperti termuat dalam Kepmen PAN No. 63 Tahun 2003:a) kesederhanaan;b) kejelasan;c) kepastian waktu;d) akurasi;e) keamanan;f) tanggungjawab;g) kelengkapan sarana dan prasarana; h) kemudahan akses;i) kedisiplinan, kesopanan, dan

keramahan;j) kenyamanan.

Kepmen PAN No. 25 Tahun 2004 menetapkan 14 unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran IKM, yang kemudian diimplementasikan ke dalam 14 kuesioner (pertanyaan). Ke-14 unsur tersebut adalah:

a) prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dan sisi kesederhanaan alur pelayanan;

b) persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya;

c) kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggungjawab);

d) kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku;

e) tanggungawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggungjawab dalam penyelenggaraan dan penyelesaian palayanan;

f) kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat;

g) kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan;

h) keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;

i) kesopanan dan keramahan petugas;j) kewajaran biaya pelayanan;k) kepastian biaya pelayanan;l) kepastian jadwal pelayanan;m) kenyamanan lingkungan;n) keamanan pelayanan

4. Strategi Pelayanan Prima Pola Layanan Satu AtapPelayanan prima merupakan

terjemahan dan excellent service yang

15

Page 16: Jurnal Sutinah Andaryani

artinya pelayanan terbaik. Pelayanan prima sebagai strategi adalah suatu pendekatan organisasi total yang menjadikan kualitas pelayanan yang diterima pengguna jasa sebagai penggerak utama pencapaian tujuan organisasi (Lovelok, 1992). Arti pelayanan prima berorientasi pada kepuasan pengguna layanan. Penanganan layanan secara profesional menjadi kunci keberhasilan. Oleh sebab itu perlu SDM yang memiliki kompetensi yang relevan dengan bidang-bidang layanan yang dikelola.

Strategi pelayanan prima pola layanan satu atap atau sering disebut sebagai layanan terpadu pada suatu tempat oleh beberapa instansi daerah yang bersangkutan sesuai dengan kewenangan masing-masing, sebenarnya bukan merupakan sesuatu hal yang baru, strategi ini telah berhasil dterapkan pada layanan pembayaran pajak kendaraan hennotor yang melibatkan beberapa instansi daerah, antara lain Dipenda. Kepolisian, dan Jasa Raharja. Penerapan layanan satu atap pada dasarnya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas melalui peminimalan jarak geografis antar fungsi terkait, dengan demikian dapat diperpendek waktu yang diperlukan untuk proses layanan, pengguna layanan juga menjadi lebih mudah untuk memperoleh layanan. Yang senantiasa harus dicermati dalam penerapan pola layanan satu atap adalah koordinasi diantara beberapa instansi yang terkait.

Keberhasilan penerapan layanan terpadu untuk pembayaran pajak kendaraan bermotor ini kemudian mendorong pemerintah daerah untuk menerapkan layanan terpadu pada bidang layanan dokumen, seperti layanan KTP, KK, akta kelahiran dan perijinan yang dulunya dilakukan pada tempat yang terpisah kemudian disatu atapkan di satu tempat. Persoalan yang muncul dalam hal ini adalah bagaimana mengintegrasikan

berbagai bentuk layanan yang berbeda proses penanganannya.

Evaluasi terhadap fungsi-fungsi pelayanan yang akan disatuatapkan perlu dilakukan. Barangkali yang paling mudah dilakukan dalam penyelenggaraan layanan satu atap bagi bidang - bidang yang berbeda, hanya sebatas pada layanan lini pertama, yaitu tempat penerimaan berkas ajuan layanan, tindakan selanjutnya untuk penyelesaiannya tetap pada instansi masing - masing. Penempatan personal yang andal sangat menentukan efektifitas penyelenggaraan. Selain petugas lini depan, maka penn ditempatkan seorang kurir untuk masing-masing instansi guna memperlancar alur layanan dan penyelesaian pekerjaan layanan. Kemudian, untuk mempermudah masyarakat pengguna layanan memperoleh layanan, maka desain layanan harus dikomunikasikan sejelas-jelasnya.

Fasilitas kerja dan sarana penunjang kelancaran pelaksanaan pekerjaan layanan perlu disediakan pada tingkat yang memadai. Oleh sebab itu, analisis terhadap kebutuhan fasilitas kerja dan pendukung perlu dilakukan secara cermat dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber dana.

Pemberian layanan publik dengan pola layanan satu atap yang memenuhi standar minimal seperti yang telah diterapkan memang menjadi bagian yang perlu dicermati. Dewasa ini masih sering dirasakan, bahwa kualitas layanan minimum sekalipun belum memenuhi harapan sebagian besar masyarakat pengguna layanan. Yang lebih memprihatinkan lagi sebagian besar masyarakat pengguna layanan publik belum memahami secara pasti tentang standar layanan yang seharusnya dterima dan sesuai dengan prosedur layanan yang dibakukan. Masyarakatpun enggan mengadukan jika menerima layanan yang kurang berkualitas.

16

Page 17: Jurnal Sutinah Andaryani

Terdapat banyak paparan mengenai teori pelayanan publik namun fokus pada penelitian ini teori yang dipergunakan yaitu Zeithaml - Parasuraman-Berry yang menggabungkan ke empat kesenjangan yang ada sehingga mampu memberikan inspirasi dalam rangka menganalisis antar persepsi dan harapan terhadap pelayanan yang diberikan di Kantor SAMSAT Kota Palembang.

Berdasarkan teori yang telah dipaparkan maka teori yang akan digunakan oleh peneliti dalam meneliti persepsi dan harapan terhadap pelayanan yang diberikan di Kantor SAMSAT Kota Palembang adalah teori Zeithaml-Parasuraman- Berry pada gabungan antara Gap 1,2,3 dan 4. Adapun model dan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3 Desain Analisis kualitas Pelayanan Publik Kantor SAMSAT Kota PalembangSumber: diolah dan data sekunder

PEMBAHASANPenelitian ini hanya mengembangkan

konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan uji hipotesis. Selanjutnya penelitian ini bermaksud menggambarkan dan menganalisis persepsi dan harapan

17

Page 18: Jurnal Sutinah Andaryani

masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang diberikan di Kantor SAMSAT Kota Palembang. Persepsi dan harapan ini akan dianalisis dengan teknik analisa statistik parametris yaitu analisis yang menggunakan data sampel yang dipergunakan untuk menggeneralisasikan suatu populasi.

Populasi pada penelitian ini yaitu masyarakat yang dilayani di Kantor SAMSAT Kota Palembang. Selanjutnya untuk menentukan sampel, tehnik sampling yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu sampling insidental. Sampling insidental adalah tehnik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yakni siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sample, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2006: 96) yaitu sebanyak 50 orang. Gerson (dalam Semil, 2005:61) menyatakan bahwa bagi kebanyakan penelitian, jika bisa meneliti 50 - 100 orang, kemungkinan telah memiliki sampel yang mewakili.

Teknik analisis data yang digunakan yaitu teknik analisis kuantitatif, berupa angka yang dikemudian disajikan dalam bentuk diagram batang. Rentang skor yang digunakan adalah mulai dari 1 sampai 7, mulai dari tingkat persetujuan paling rendah (strongly disagree) sampai dengan tingkat persetujuan paling tinggi (strongly agree).

Kuesioner yang disebar kepada responden terdiri dan dua macam, yaitu kuesioner (22 item pertanyaan) yang berkaitan dengan persepsi masyarakat dan kuesioner (22 item pertanyaan) yang berkaitan dengan harapan masyarakat. Data kuantitatif yang dikumpulkan dan lapangan kemudian diolah dengan teknik analisis data SERQUAL (berdasarkan teori Parasuraman, dkk). Formula yang digunakan adalah sebagai berikut:

SERQUAL Score = perception score -expectation score

Berdasarkan rumusan tersebut variasi nilai yang didapat adalah: (a) SERQUAL Score < 0 atau score persepsi lebih kecil dan harapan berarti bahwa kualitas pelayanan tidak memuaskan. Menurut istilah dan Parasuraman, dkk score yang demikian disebutnya sebagai negative score. Dimensi yang paling negatif adalah dimensi yang tingkat kepentingannya (importance) paling utama/prioritas untuk diperbaiki kualitasnya agar pelayanan pada dimensi ini dapat lebih ditingkatkan; dan (b) SERQUAL Score ≥ 0 atau score persepsi lebih besar dari harapan berarti bahwa kualitas pelayanan memuaskan. Menurut istilah Parasuraman, dkk score demikian disebutnya sebagai positive score. Semakin besar score maka kualitas pelayanannya semakin positif (memuaskan).

Selanjutnya penelitian ini dimaksudkan untuk untuk mengetahui persepsi dan harapan masyarakat yang menerima layanan atas kualitas pelayanan yang diberikan di Kantor SAMSAT Kota Palembang. Penelitian rnengenai persepsi dan harapan masyarakat atas kualitas pelayanan di Kantor SAMSAT Kota Palembang ini mengambil sampel sebanyak 50 responden dengan mempergunakan kuesioner dalam mengumpulkan data, dimana kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup

Dari data yang diperoleh diolah untuk dapat menentukan besar skor terhadap penilaian persepsi dan harapan masyarakat atas pelayanan yang diberikan di SAMSAT kota Palembang. Kuesioner yang disebarkan mempergunakan rentang skor mulai dari 1 sampai 7, mulai dari tingkat persetujuan paling rendah (strongly disagree) sampai dengan tingkat persetujuan paling tinggi (strongly agree).

18

Page 19: Jurnal Sutinah Andaryani

Kuesioner yang disebar kepada responden terdiri dan dua macam, yaitu kuesioner (22 item pertanyaan) yang berkaitan dengan persepsi masyarakat dan kuesioner (22 item pertanyaan) yang berkaitan dengan harapan masyarakat. Data kuantitatif yang dikumpulkan dan lapangan kemudian diolah dengan tehnik analisis data SERQUAL (berdasarkan teori Parasuraman, dkk).

Selanjutnya teknik analisis data yang digunakan pada penelitian Analisis Persepsi Dan Harapan Masyarakat Atas Kualitas Pelayanan Di Kantor Samsat Kota Palembang yaitu teknik analisis kuantitatif, berupa angka yang dikemudian disajikan dalam bentuk diagram batang. Rentang skor yang digunakan adalah mulai dan 1 sampai 7, mulai dan tingkat persetujuan paling rendah (strongly disagree) sampai dengan tingkat persetujuan paling tinggi (strongly agree).

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap penilaian kualitas pelayanan yang diterima responden di Kantor SAMSAT kota Palembang maka diperoleh rekapitulasi nilai kualitas pelayanan yang terdiri dan persepsi dan harapan masyarakat yang akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram batang. Berikut rekapitulasi total skor hasil penilaian kualitas pelayanan di Kantor SAMSAT Kota Palembang dan dimensi Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Emphaly dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel IRekapitulasi total skor dimensi tangible,

reliability, responsiveness, assurance dan emphaty

No Jenis Kuesioner

Dimensi

Tan gible

Rei abili

ty

Res ponsi veness

Assu rance

Em phaty

1 Persepsi 1003 1187 995 978 1099

2 Harapan 1013 1395 1111 1098 1217

Total Skor - 10 - 208 -116 -120 -118

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa total skor untuk masing-masing dimensi semuanya bernilai negatif atau skor persepsi lebih kecil dan harapan berarti bahwa kualitas pelayanan tidak memuaskan. Dimensi yang paling negatif adalah dimensi yang tingkat kepentingannya (importance) paling utama/prioritas untuk diperbaiki kualitasnya agar pelayanan pada dimensi ini dapat lebih ditingkatkan. Pada diagram 1 terlihat jelas bahwa dimensi reliability memperoleh nilai negatif skor tertinggi diantara 4 dimensi lainnya maka dimensi reliability adalah dimensi yang paling (importance) paling utama/prioritas untuk diperbaiki kemudian dikuti oleh keempat dimensi lainnya.

Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan hash penelitian diperoleh nilai SERQUAL Score < 0 atau score persepsi lebih kecil dan harapan, berarti bahwa kualitas pelayanan tidak memuaskan.

PENUTUPKesimpulan yang diperoleh

berdasarkan hasil penyebaran kuesioner terhadap 50 responden yang menerima pelayanan di Kantor SAMSAT Kota Palembang yaitu pelayanan yang diberikan di Kantor SAMSAT Kota Palembang dan kelima dimensi yang diukur kesemuanya bernilai negatif atau tidak memuaskan, hal ini dapat diketahui berdasarkan rincian total skor dan masing - masing dimensi yang terdiri dari : (a) total skor untuk dimensi Tangible pada kuesioner harapan yaitu 1013 dan Total skor untuk dimensi Tangible pada kuesioner persepsi yaitu 1083 sehingga berdasarkan perhitungan dan rumus yang telah ditentukan diperoleh total bobot skor sebesar - 10 (negatif) atau skor persepsi lebih kecil dan harapan berarti hahwa kualitas pelayanan tidak memuaskan; (b) total skor untuk dimensi Reliability pada

19

Page 20: Jurnal Sutinah Andaryani

kuesiorier harapan yaitu 1395 dan Total skor untuk dimensi Reliability pada kuesioner persepsi yaitu 1187 sehingga berdasarkan perhitungan dan rumus yang telah ditentukan diperoleh total bobot skor sebesar - 208 (negatif) atau skor persepsi lebih kecil dari harapan berarti bahwa kualitas pelayanan tidak memuaskan; (c) total skor untuk dimensi Responsibility pada kuesionur harapan yaitu 1111 dan Total skor untuk dimensi Responsibility pada kuesioner persepsi yaitu 995 sehingga berdasarkan perhitungan dan rumus yang telah ditentukan diperoleh total bobot skor sebesar -116 (negatif) atau skor persepsi lebih kecil dan harapan berarti bahwa kualitas pelayanan tidak memuaskan; (d) total skor untuk dimensi Assurance pada kuesioner harapan yaitu 1098 dan Total skor untuk dimensi Assurance pada kuesioner persepsi yaitu 978 sehingga berdasarkan perhitungan dan rumus yang telah ditentukan diperoleh total bobot skor sebesar -120 (negatif) atau skor persepsi lebih kecil dan harapan berarti bahwa kualitas pelayanan tidak memuaskan; (e) total skor untuk dimensi Emphaty pada kuesioner harapan yaitu 1217 dan Total skor untuk dimensi Emphaty pada kuesioner persepsi yaitu 1099 sehingga berdasarkan perhitungan dan rumus yang telah ditentukan diperoleh total bobot skor sebesar -118 (negatif) atau skor persepsi lebih kecil dan harapan berarti bahwa kualitas pelayanan tidak memuaskan.

Berdasarkan kesimpulan dan hasil penelitian tersebut maka dapat diberikan saran sebagai berikut: (a) untuk dimensi Tangibles terdapat 2 indikator yang bernilai positif sehingga perlu dipertahankan dan ditingkatkan lagi sedangkan untuk kedua indikator lainnya masih perlu dilakukan sedikit perubahan dengan jalan melengkapi fasilitas yang ada dan menyediakan fasilitas penunjang seperti famlet dalam jumlah yang banyak dan bervariasi sehingga menarik untuk

dibaca; (b) untuk dimensi Reliability kelima indikator yang ada kesemuanya bernilai negatif, dengan kenyataan ini saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah penegakan disiplin dan meningkatkan kepedulian serta daya tanggap pemberi layanan sehingga nantinya mampu menjaga komitmen yang ada pada instansi tersebut; (c) untuk dimensi Responsiveness keempat indikator yang ada kesemuanya bernilai negatif, dengan kenyataan ini saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah peningkatan kepedulian pegawai selaku pemberi layanan dan menjadikan sikap peduli tersebut sebagai suatu kebutuhan bukan kewajiban sehingga dapat bekerja dengan maksimal dan memperoleh nilai positif dimasa yang akan datang; (d) untuk dimensi Assurance keempat indikator yang ada kesemuanya bernilai negatif, dengan kenyataan ini saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah peningkatan pengetahuan pegawai selaku pemberi layanan sehingga mampu meningkatkan kepercayaan diri pegawai dalam memberikan layanan dan secara linier mampu memupuk rasa sopan santun dalam meyakinkan penerima layanan; (e) untuk dimensi Emphaty kelima indikator yang ada kesemuanya bernilai negatif, dengan kenyataan ini saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah meningkatkan kemampuan pegawai dalam memahami semua kebutuhan penerima layanan baik yang umum maupun sprsifik sehingga mampu memberikan kesan yang baik dihati penerima layanan dan merekomendasikannya pada masyarakat yang lain.

DAFTAR PUSTAKAArikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

20

Page 21: Jurnal Sutinah Andaryani

Barata, Atep Adya. Dasar-Dasar Pelayanan Prima, PT.Elex Media Komputindo, Jakarta.2003.

Denhardt, Janet V. and Denhardt, Robert B. 2003. The New Public Service: Serving; not Steering. New York: M.E. Sharpe, Inc.

Gerson, Richard F. Mengukur Kepuasan Pelanggan, PPM, Jakarta.2005.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia Widiasaranan Indonesia.

Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal Dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press.

Imawan, Riswanda. 2005, “Aspek Demokrasi Dalam UUNo 32 Th 2004 Tinjauan Terhadap Masa Depan Politik Loka “, Makalah Seminar Undang - Undang No. 32 dan Upaya Mewujudkan Good Governance, Surakarta FISIP UNS

Fernandes, Joe.dkk, 2002, Otonomi Daerah di Indonesia Masa Reforinasi: Antara Ilusi dan Fakta, Jakarta: IPOS dan Ford Fondation.

Juliantara, Dadang. Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan Publik, Gravindo Persada. Jakarta. 2006.

Kumorotomo, Wahyudi. 2005, Akuntabilitas Birokrasi Publik: Sketsa Pada Masa Transisi, Jogjakarta: MAP-UGM dan Pustaka Pelajar.

Lovelock, Christopher. 1994. Product Plus: How Product + Service = Compeli- five Advantage. New York: Mc. Graw Hill International Editions.

Lukman, Sampara. 1999. Manajemen Kualitas Pelayanan. Jakarta: STIA LAN.

Propenko, Yoseph dan Pavlin Igor, 1991, Enterpreneurship Development in Public Enterprise, London: Englewood.

Ratminto dan Atik Septi Winarsih, 2005, Manajemen Pelayanan: Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Chapter dan Standar Pelayanan Minimal, Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Riawan T.w, dkk. Peningkatan Kapasitas Pemerintah daerah Dalam Pelayanan Publik, Pembaharuan, Yogya, 2005.

Sedaryanti, 2004, Good Governance: Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas. Bandung: Mandar Maju.

Semil, Nurmah. 2005. Analisis Kinerja Pelayanan Publik Instansi Pemerintah (Studi Kasus di Kantor Pertanahan Kota Semarang). Semarang.

Sinambela, Poltak. 2006. Reformasi Pelayanan Publik. Teori, Kebijakan Dan implementasi. Jakarta: Bumi Aksara

Sugiyono. 1994. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfabeta.

--------------, 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfabeta.

Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan: Untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Tangkilisan, Hussel Nogi S. Manajemen Publik, Grasindo, Jakarta, 2003.

Warella, Y. 1997. Adminisirasi Negara dan Kualitas Pelayanan Publik. Pidato

21

Page 22: Jurnal Sutinah Andaryani

Pengukuhan jabatan Guru Besar Madya Ilmu Administrasi Negara Semarang Iniversitas Diponegoro.

______2004. Administrasi Negara dan Kualitas Pelayanan Publik, dalam Dialogue’ Vol 1, 2004, Jurnal ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik. Semarang: MAP UNDIP, hal. 70-87.

Widodo, Joko. 2001, Good Governance, Telaah Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi di Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Surabaya: Insan Cendekia.

www.depdagri.go.id diakses 5 april 2008

Zeithaml. Valarie A- Parasuraman A and Berry, Leonard L. 1990. Delivering Service Quality: Balancing Customer Perception and Expectations. New York: The Free Press.

22